PENGARUH KARAKTERISTIK IBU TERHADAP PEMANFAATAN PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGGAL KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2007
SKRIPSI OLEH :
HOTMA LINER MANALU NIM : 041000274
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Hotma Liner Manalu : Pengaruh Karakteristik Ibu Terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan Di Wilayah…, 2007 USU e-Repository © 2009
2
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Makin tinggi AKI di suatu negara menunjukkan bahwa derajat kesehatan negara tersebut dapat dikategorikan buruk dan belum berhasil dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Ibu hamil dan melahirkan merupakan kelompok paling rentan yang memerlukan pelayanan yang maksimal dari petugas kesehatan, salah satu bentuk pelayanan yang harus diberikan kepada ibu melahirkan adalah pertolongan dalam persalinan oleh tenaga kesehatan. (DepKes RI, 2002). Angka kematian ibu mencapai lebih dari 500 ribu orang per tahun di dunia, sedangkan di Indonesia jumlah kematian ibu tiap tahunnya mencapai 14.180 orang. Tahun 2000 angka kematian ibu di Indonesia mencapai 450 per seratus ribu kelahiran hidup, angka kematian ibu di Filipina 170, Thailand 44, Brunei Darussalam 39 dan Singapura 6 per seratus ribu kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Indonesia tahun 2005 masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata angka kematian ibu di Asia Timur yang menurut data UNICEF sebesar 110 per seratus ribu kelahiran hidup (WHO, 2006). Berdasarkan Rencana Strategi (Renstra) DepKes RI 2005 – 2009 disebutkan bahwa derajat kesehatan masyarakat Indonesia belum memuaskan, salah satu di antaranya ditinjau dari masih tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
3
Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2002-2003) AKI di Indonesia sebesar 307 per seratus ribu kelahiran hidup (Target tahun 2009 adalah 226). Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 35 per seribu kelahiran hidup (Target tahun 2009 adalah 26), sedangkan menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS 2005) Umur Harapan Hidup (UUH) waktu lahir masih rendah yaitu ratarata 62,4 tahun jika dibandingkan dengan target pada tahun 2009 yaitu 70,6 tahun (Depkes RI, 2005). Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 20052006), AKI di Indonesia mengalami penurunan, tahun 2005 angka kematian ibu mencapai 290,8 per seratus ribu kelahiran hidup, namun penurunan angka kematian ibu ini masih belum signifikan. Menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI, 2006) penyebab kematian ibu terbanyak antara lain pendarahan sebanyak 30% dari total kasus kematian, eklampsia (keracunan kehamilan) 25%, infeksi 12%, abortus 5%, partus lama 5%, komplikasi masa nifas 8% dan penyebab lain-lain 12%. Propinsi penyumbang kasus kematian ibu elahirkan terbesar ialah Papua yaitu sebanyak 730 per seratus ribu kelahiran hidup, Nusa Tenggara Barat 370 per seratus ribu kelahiran hidup, Maluku 340 per seratus ribu kelahiran hidup, dan Nusa Tenggara Timur 330 per seratus ribu kelahiran hidup, sedangkan wilayah Sumatera Utara angka kematian ibu rata-rata 330 per seratus ribu kelahiran hidup dengan usia harapan hidup 67,97 tahun, dan angka kematian bayi mencapai 36 per seribu kelahiran hidup (BPS, 2005).
4
Menyadari masih tingginya angka kematian ibu dan bayi, Departemen Kesehatan RI pada tahun 2004 – 2005 telah menyusun Rencana Strategi (Renstra) jangka panjang upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi baru lahir. Dalam Renstra ini difokuskan untuk menjamin pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif yang dikenal dengan Making Pregnancy Safer (MPS), dari pelaksanaan MPS diharapkan dapat dicapai pada tahun 2010 adalah angka kematian ibu menjadi 125 per seratus ribu kelahiran hidup dan angka kematian bayi baru lahir menjadi 15 per seratus ribu kelahiran hidup. Upaya ini juga ditujukan kepada negara yang sedang berkembang, karena 99% kematian ibu di dunia terjadi di negara-neara tersebut. Namun, di Indonesia, walaupun AKI mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya tetapi masih jauh dari angka yang diharapkan (Depkes RI, 2002). Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS, 2003-2004) persentase kelahiran pada tahun 2003 yang ditolong oleh tenaga medis sekitar 56,95% dan pada tahun 2004 naik menjadi sekitar 57,51%. Sementara persentase penolong persalinan oleh tenaga non medis masih cukup tinggi yaitu 43,05% pada tahun 2003 dan 42,5% pada tahun 2004 (BPS, 2005). Target pertolongan persalinan baru dicapai Bali yakni 80% di tahun 2000, sedangkan daerah/kota lain belum mencapai target nasional yang ditentukan yakni 77% sampai tahun 2005. Kecuali Bali, perbedaan proporsi antara pedesaan dan perkotaan cukup jauh. Faktor lain adalah ibu dengan status ekonomi kurang mampu cenderung mencari pertolongan ke non Tenaga Kesehatan (nakes). Kelompok ini berkisar 20-40% dengan karakteristik individu yaitu banyak tinggal di pedesaan, ibu/bapak berpendidikan SD-SMP atau tidak sekolah, ibu/bapak bekerja di pertanian
5
atau tidak bekerja atau tidak mempunyai jaminan kesehatan. Pencapaian pada kelompok-kelompok ini masih di bawah 50%, sedangkan untuk target nasional tahun 2010 sebanyak 90% (Depkes RI, 2006). Sebagian besar penyebab kematian ibu dapat diatasi dengan cepatnya pertolongan dan kemampuan ibu dalam mencari ataupun memilih pertolongan persalinan. Kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan bagi individu maupun keluarga dapat dipengaruhi beberapa hal, menurut teori pola pemanfaatan pelayanan kesehatan dari Anderson yang dikutip oleh Notoatmojo (2002), ada faktorfaktor utama seperti faktor demografi, struktur sosial, kepercayaan, kondisi keluarga dan kondisi masyarakat. Hal-hal yang terkait dengan faktor-faktor utama tersebut adalah umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan pekerjaan (Notoadmojo, 2002). Umur berkaitan dengan kelompok umur tertentu yang lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan karena pertimbangan tingkat kerentanan. Tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang eksponensial dengan tingkat kesehatan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri, kreatif dan berkesinambungan. Tingkat pendapatan mempunyai kontribusi yang besar dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, karena semakin tinggi tingkat pendapatan semakin leluasa untuk memlih pelayanan kesehatan. Pekerjaan, paritas dan tingkat risiko kehamilan ibu juga ada kaitannya dengan arah pencarian dan pemilihan pertolongan persalinan (Sutanto, 2002). Menurut pendapat Azwar (1996), bahwa pemanfaatan seseorang terhadap pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial
6
ekonomi orang tersebut. Bila tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi baik maka secara relatif pemanfaatan pelayanan kesehatan akan tinggi (Azwar, 1996). Menurut Koblinsky yang dikutip Ulina (2004), terdapat banyak alasan wanita tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan antara lain karena kurangnya pengetahuan tentang pentingnya persalinan, kepercayaan, perilaku dan sosial ekonomi serta mutu pelayanan yang tersedia. Berdasarkan data laporan PWS-KIA (Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak) Puskesmas Sunggal cakupan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan Tahun 2004 sebanyak 50%, untuk tahun 2005 sebanyak 54% dan tahun 2006 penolong persalinan oleh tenaga kesehatan sebanyak 52%. Persentase cakupan penolong persalinan ini menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan pelayanan kesehatan untuk penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Sunggal Kecamatan Medan Sunggal masih rendah jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Sumatera Utara 2005 yaitu 77%, dan hingga tahun 2010 yaitu 90%. Sehingga ini menimbulkan keinginan penulis untuk menganalisa pengaruh karakteristik ibu terhadap pemanfaatan penolong persalinan. Dengan menganalisa karakteristik ibu tersebut diharapkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan bisa ditingkatkan. Dalam upaya meningkatkan kualitas manusia sebagai bagian dari upaya membangun manusia Indonesia, pemusatan perhatian terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak menjadi makin penting.
7
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan
uraian
latar
belakang
penelitian,
dapat
dirumuskan
permasalahan penelitian ini adalah apakah ada pengaruh karakteristik ibu terhadap pemanfaatan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2007.
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, paritas, tingkat resiko kehamilan dan riwayat persalinan) terhadap pemanfaatan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2007.
1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Sunggal dalam upaya meningkatkan pelayanan bagi ibu saat persalinan dengan mutu yang berkualitas. 2. Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi penelitian yang lebih lanjut 3. Merupakan masukan yang dapat memperkaya pengetahuan dan pengalaman bagi penulis.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persalinan Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan (setelah 37 minggu) atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2004). 1. Bentuk Persalinan Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut : –
Persalinan spontan, bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
–
Persalinan buatan, bila proses persalinan degan bantuan tenaga dari luar
–
Persalinan anjuran, bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan
Beberapa istilah yang berkaitan dengan umur kehamilan dan berat janin yang dilahirkan sebagai berikut : –
Abortus (terhentinya dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan)
–
Persalinan prematuritas (persalinan sebelum umur hamil 28 sampai 36 minggu)
–
Persalinan aterm (persalinan antara umur hamil 37 sampai 42 minggu) 7
9
–
Persalinan serotinus (persalinan melampaui umur hamil 42 minggu)
2. Proses Terjadinya Persalinan Bagaimana terjadinya persalinan masih belum dapat dipastikan, besar kemungkinan semua faktor bekerja bersama-sama, sehingga pemicu persalinan menjadi multifaktor. Berdasarkan teori yang dikemukakan, persalinan anjuran (induksi persalinan) dapat dilakukan dengan cara : –
Memecahkan ketuban
–
Induksi persalinan secara hormonal/kimiawi
–
Induksi persalinan dengan mekanis
–
Persalinan dengan tindakan mekanis
3. Tanda Persalinan Gejala persalinan sebagai berikut : –
Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek.
–
Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda (pengeluaran lendir, lendir bercampur darah)
–
Dapat disertai ketuban pecah
–
Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan serviks
4. Faktor-faktor penting dalam persalinan –
Power (his, kontraksi otot dinding perut, kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan)
–
Passanger (janin dan plasenta)
10
–
Passage (jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang) Dalam persalinan masih terdapat subfaktor yang mempengaruhi jalannya
persalinan sehingga dapat terjadi kemungkinan (1) persalinan yang berlangsung dengan kekuatan sendiri yang disebut persalinan eutosia dan (2) persalinan yang berlangsung dan penyimpang dari kekuatan sendiri disebut persalinan distosia. Persalinan letak belakang kepala dan berlangsung spontan terjadi paling banyak. Persalinan di Indonesia terutama di pedesaan sebagian besar ditolong oleh non medis yang disertai berbagai penyulit sampai kematian. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, pre-eklampsia dan eklampsia (Manuaba, 2004)
2.2. Pertolongan Persalinan Dalam program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah : 1. Tenaga Profesional : dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan (PKE) dan perawat lain. 2. Dukun bayi : –
Terlatih : ialah dukun bayi yang telah mendapatkan latihan oleh tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus.
–
Tidak terlatih : ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus (Depkes RI, 1997).
11
Petugas kesehatan formal seperti dokter spesialis, dokter umum dan bidan telah memperoleh pendidikan yang cukup untuk mampu mendeteksi kehamilan resiko tinggi, sehingga dapat merujuk kehamilan dan persalinan bermasalah dengan cepat (Fatimah, 1999). Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Bidan desa yang ditempatkan dan bertugas di desa, mempunyai wilayah kerja 1 sampai 2 desa dan dalam melaksanakan tugas pelayanan medik baik didalam maupun diluar jam kerjanya harus tetap bertanggung jawab langsung kepada Kepala Puskesmas. Tugas pokok bidan desa adalah : (1) Melaksanakan kegiatan puskesmas di desa wilayah kerjanya berdasarkan urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dan diberikan, (2) Menggerakkan dan membina masyarakat desa di wilayah kerjanya agar tumbuh kesadarannya untuk dapat berperilaku hidup sehat. Bidan selama ini adalah tenaga kesehatan yang menjembatani antara pelayanan kesehatan tradisional dengan pelayanan kesehatan modern. Pada banyak situasi terkadang mereka dihadapkan pada kasus-kasus rujukan dukun bayi terlambat yang dari sudut kompetensi dan kemampuan teknik yang mereka miliki, mereka sudah tidak boleh menanganinya dan kemudian dirujuk ke rumah sakit dalam kondisi sangat gawat (Fatimah, 1999).
12
Dukun beranak adalah seseorang anggota masyarakat, pada umumnya seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan menolong persalinan secara tradisional dan memperoleh keterampilan tersebut dengan secara turun temurun, belajar secara praktis atau cara lain yang menjurus ke arah peningkatan keterampilan tersebut serta melalui petugas kesehatan (Depkes, 1997). Selama ini dukun telah dibina oleh Depkes melalui ujung tombak pelayanan kesehatan primer yaitu Puskesmas. Para dukun bayi telah dibina dalam bidang penanganan persalinan, pemotongan dan perawatan tali pusat yang aseptik dan pengenalan tanda-tanda yang mengharuskan mereka merujuk ibu hamil/bersalin pada bidan. Dengan program bidan masuk desa, maka peraturan yang ada adalah bahwa setiap persalinan dukun didampingi bidan. Persalinan yang boleh ditolong dukun bayi adalah persalinan normal (Fatimah, 1999). Proses persalinan dapat berjalan dengan sendirinya, tetapi setiap saat mungkin terjadi kejadian yang membahayakan, sehingga memerlukan bantuan, untuk memberikan pertolonga yang tepat menuju persalinan aman. Penolong persalinan wajib menerapkan upaya pencegahan infeksi seperti yang dianjurkan, yaitu : 1. Sarung tangan Sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril harus dipakai dalam setiap pemeriksaan dalam, membantu kelahiran bayi, melakukan episiotomi, menjahit laserasi, dan memberikan asuhan bagi bayi baru lahir.
13
2. Perlengkapan pelindung pribadi Mengenakan celemek yang bersih dan penutup kepala atau ikat rambut pada saat menolong persalinan . jika memungkinkan, pakai masker dan kacamata yang bersih. 3. Persiapan tempat persalinan, peralatan dan bahan Ruangan tersebut harus memiliki sistem penerangan/pencahayaan yang cukup, baik dari jendela, lampu di langit-langit kamar, maupun sumber cahaya lainnya. Ruangan harus hangat dan terhalang dari tiupan angin secara langsung. Harus tersedianya perlengkapan dan obat-obatan esensial yang diperlukan untuk persalinan, membantu kelahiran asuhan bayi baru lahir. 4. Persiapan tempat dan lingkungan untuk kelahiran bayi Persiapan untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir dimulai sebelum bayi lahir. Siapkan lingkungan yang sesuai untuk kelahiran bayi dengan memastikan bahwa ruangan tersebut bersih dan bebas dari tiupan angin (Depkes RI, 2004).
2.3. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Hakekat dasar penyelenggaraan pelayanan kesehatan menurut Azwar (1994) adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntuta para pemakai jasa pelayanan kesehatan terhadap kesehatan (health needs and demands) sedemikian rupa sehingga kesehatan para pemakai jasa pelayanan kesehatan tersebut tetap terpelihara. Bertitik tolak dari hakekat dasar ini, maka pelayanan kesehatan dapat dikategorikan sempurna
14
bila memenuhi kebutuhan dan tuntutan setiap pasien yang terkait dengan timbulnya rasa puas terhadap pelayanan kesehatan (client satisfaction). Pemanfaatan (utilisasi) pelayanan kesehatan sangat erat kaitannya dengan waktu, kapan kita memerlukan pelayanan kesehatan, dan seberapa jauh efektivitas pelayanan tersebut. Menurut Arrow yang dikutip Tjiptoherijanto (1994), hubungan antara keinginan sehat dan permintaan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat komplek. Penyebab utamanya adalah karena persoalan kesenjangan informasi. Adanya keinginan sehat menjadi konsumsi perawatan kesehatan melibatkan berbagai informasi, yaitu aspek yang menyangkut status kesehatan saat ini, informasi tentang status kesehatan yang membaik, informasi tentang jenis perawatan yang tersedia, serta tentang efektivitas pelayanan kesehatan tersebut. Dari informasi inilah masyarakat kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan dan penggunaan (utilisasi) terhadap suatu pelayanan kesehatan. Menurut Tjiptoherijanto (1994), dalam menggunakan pelayanan kesehatan bahwa masing-masing konsumen bebas dan dapat melakukan utility yang ada relevansinya dengan semua akibat yang terjadi. Lebh lanjut dapat dikatakan bahwa utility dari pelayanan kesehatan tidak hanya berasal dari bentuk utility karena status kesehatannya yang berubah, namun juga berasal dari proses pemanfaatan yang berkenaan dengan informasi dan pengambilan keputusan tersebt oleh pihak tenaga medis.
15
2.4. Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Dalam Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas di Era Desentralisasi tahun 2001 yang disusun oleh Tim Reformasi Puskesmas Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, disebutkan bahwa salah satu kelompok indikator pencapaian Kecamatan Sehat 2010 yang dipantau tahunan adalah indikator pelayanan kesehatan yang meliputi pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas dan mutu pelayanan (Depkes, 2002). Menurut Department of Health, Education and Welfare, USA yang dikutip Tarigan (2004), tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan antara lain : (1) Faktor sistem pelayanan kesehatan, (2) Faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan, meliputi : sosio demografi, sosio psikologi, sosio ekonomi, pendidikan dan pengetahuan terhadap pelayanan kesehatan (Tarigan, 2004). Menurut Anderson yang dikutip Notoatmodjo (2003), bahwa faktor-faktor yang menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : 1. Karakteristik Predisposisi (predisposing characteristics), karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam ciri-ciri : (a) Demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah keluarga), (b) Struktur sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, kesukuan, agama, tempat tinggal), (c) Sikap , keyakinan, pandangan individu terhadap pelayanan kesehatan.
16
2. Karakteristik
pendukung
(enabling
characteristic),
karakte
ristik
ini
mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tidak akan bertindak menggunakannya, kecuali jika ia mampu untuk menggunakan. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung
kemampuan
konsumen
untuk
membayar.
Termasuk
dalam
karakteristik ini adalah : sumber keluarga (pendapatan keluarga, cakupan asuransi kesehatan dan pembiayaan pelayanan kesehatan, keterjangkauan dan tarif). 3. Karakteristik kebutuhan (need characteristics), faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencapai pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan itu dirasakan sebagai kebutuhan (Notoadmojo, 2003). Pemanfaatan pelayanan kesehatan melibatkan berbagai informasi, antara lain status kesehatan saat ini, informasi tentang status kesehatan yang membaik, informasi tentang berbagai macam perawatan yang tersedia dan informasi tentang efektivitas pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh interaksi antar konsumen dan penyedia layanan (provider) Menurut Dever yang dikutip Ulina (2004) dalam ”Determinants of Health Service Utilization”, bahwa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah : 1. Faktor Sosio Kultural a. Norma dan nilai yan ada di masyarakat adalah norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada di masyarakat akan mempengaruhi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.
17
b. Teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan, dalam hal ini kemajuan di bidang teknologi di satu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti : transplantasi organ dan kemajuan di bidang radiologi. Sedangkan di sisi lain kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai macam vaksin pencegahan penyakit menular yang dapat mengurangi angka kesakitan. 2. Faktor Organisasional a. Ketersediaan sumber daya yang mencukupi dari segi kualitas maupun kuantitas sangat mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia. b. Keterjangkauan
lokasi,
peningkatan
akses
yang
dipengaruhi
oleh
berkurangnya jarak, waktu tempuh maupun biaya tempuh mengakibatkan peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan. c. Keterjangkauan sosial, konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik provider terhadap konsumen seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan. Akses ini terdiri dari dua dimensi yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dimensi dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial dan budaya, sedangkan dimensi terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi.
18
d. Karakteristik dari struktur organisasi pelayanan dan proses, berbagai macam bentuk praktek pelayanan kesehatan dan cara memberikan pelayanan kesehatan mengakibatkan pola pemanfaatan yang berbeda-beda. 3. Faktor Interaksi Konsumen dan Provider (penyedia pelayanan) a. Faktor yang berhubungan konsumen, dipengaruhi oleh : (1) faktor sosio demografi meliputi umur, sex, ras, bangsa, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan), (2) faktor sosio psikologi meliputi persepsi sakit, gejala sakit dan keyakinan terhadap perawatan medis/dokter, (3) faktor epidemiologis meliputi mortalitas, morbilitas, disability dan faktor risiko. b. Faktor yang berhubungan dengan provider, dipengaruhi oleh : (1) faktor ekonomi yaitu barang subsitusi, adanya keterbatasan pengetahuan konsumen tentang penyakit yang diderita, (2) faktor karakteristik provider meliputi tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, keahlian petugas dan fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan tersebut (Ulina, 2004). Menurut Kalangie (1994) dalam Department of Health Education and Walfare USA), ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan, yaitu : 1. Faktor regional dan residence yaitu : Regional misalnya : Jakarta, Jawa Tengah dan lain-lain, dan Residence misalnya : Rural (desa) dan Urban (kota). 2. Faktor dari Sistem Pelayanan Kesehatan yang bersangkutan yaitu : Tipe dari organisasi, misalnya : rumah sakit, puskesmas dan fasilitas pelayanan lainnya,
19
kelengkapan program kesehatan, tersedianya tenaga dan fasilitas medis, teraturnya pelayanan, hubungan antara dokter/tenaga kesehatan lainnya dengan masyarakat dan adanya asuransi kesehatan. 3. Faktor adanya fasilitas kesehatan lain 4. Faktor-faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan yaitu : faktor sosio psikologi yang meliputi, sikap/persepsi terhadap pelayanan kesehatan secara umum, pengetahuan dan sumber informasi dari pelayanan kesehatan dan tabiat terhadap pelaksanaan kesehatan sebelumnya, faktor ekonomis meliputi status sosio ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan), dan digunakan pelayanan kesehatan yang meliputi jarak antara rumah penderita dengan tempat pelayanan kesehatan. Masyarakat mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan tersebut dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut (Notoadmojo, 2004). 2.5. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Bebas Karakteristik Ibu : – Umur – Pendidikan – Pekerjaan – Pendapatan – Paritas
Variabel Terikat
Pemanfaatan Penolong Persalinan : – Tenaga Kesehatan – Bukan Tenaga Kesehatan
20
2.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah : Ada pengaruh karakteristik ibu yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan paritas terhadap pemanfaatan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2007.
21
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah survei dengan pendekatan explanatory research (penelitian penjelasan), yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik ibu terhadap pemanfaatan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan dan bukan tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2007. 3.2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sunggal Kecamatan Medan Sunggal tahun 2007 mulai Nopember 2006 – April 2007. Pemilihan lokasi dengan pertimbangan : (1) Di wilayah kerja Puskesmas Sunggal, persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan pada tahun 2006 belum mencapai target yaitu sebesar 52%; (2) Adanya tenaga penolong persalinan non kesehatan (dukun beranak) di wilayah tersebut. (3) Adanya kemudahan serta dukungan dari pihak Puskesmas untuk melakukan penelitian. 3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan bayi di wilayah kerja Puskesmas Sunggal Kecamatan Medan Sunggal dalam kurun waktu 6 bulan terakhir sebanyak 473 orang. 20
22
3.3.2. Sampel Menurut Arikunto (1993) apabila jumlah populasi di atas 100 orang, maka sampel diambil sebanyak 10-20% dari jumlah populasi. Maka jumlah sampel 10% dari 473 orang adalah 47 orang. Dengan teknik pengambilan sampel secara simple random sampling. 3.4. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu : 1. Data Primer : diperoleh melalui wawancara langsung dengan ibu, yang berpedoman pada kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. 2. Data sekunder : diperoleh dari laporan tahunan PWS-KIA tentang cakupan pertolongan persalinan dan laporan tahunan Puskesmas Sunggal berupa data umum (data geografi, demografi dan data pelayanan kesehatan) di wilayah kerja Puskesmas Sunggal Kecamatan Medan Sunggal. 3.5. Definisi Operasional Dari kerangka konsep maka definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah : 3.5.1. Karakteristik Ibu Karakteristik ibu adalah sifat atau ciri-ciri yang meliputi : 1. Umur yaitu usia responden (ibu) ketika melahirkan anak yang terakhir, dengan kategori : a. Umur reproduksi sehat (20 – 35 tahun)
23
b. Umur bukan reproduksi sehat (<20 atau > 35 tahun) 2. Pendidikan yaitu sekolah formal yang pernah dicapai oleh responden berdasarkan ijazah terakhir, yang dibedakan atas : a. SD b. SLTP c. SLTA d. Perguruan tinggi 3. Pekerjaan yaitu suatu kegiatan/aktivitas yang dilakukan responden secara rutin selain sebagai ibu rumah tangga dan mendapatkan imbalan berupa uang atau barang untuk memenuhi kebutuhan keluarga, yang dibedakan atas Pegawai Negeri, Pegawai Swasta, Wiraswasta, Tidak bekerja. Pengukuran ini dikategorikan kembali pada waktu dilakukan pengujian statiostik dengan skala nominal : a. Tidak bekerja b. Bekerja (pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta) 4. Pendapatan yaitu jumlah penghasilan suami istri per bulan yang terdiri dari penghasilan pokok dan sampingan yang dihitung dalam rupiah, yang dibedakan berdasarkan SK Gubernur Propinsi No. 561.26241 Tahun 2006 tentang penetapan Upah Minimum Propinsi (UMP) Sumatera Utara yaitu sebesar 737.794,perbulan.
24
Dengan demikian pendapatan keluarga responden di wilayah kerja Puskesmas Sunggal akan mempengaruhi kemampuan biaya terhadap pemanfaatan penolong persalinan, dengan kategori : a. Rendah, jika pendapatan keluarga Rp. ≤ 737.794,b. Sedang, jika pendapatan keluarga Rp. 737.794 – 1.500.000,c. Tinggi, jika pendapatan keluarga Rp. ≥ 1.500.000,5. Paritas yaitu : jumlah persalinan yang pernah dialami oleh responden baik berakhir dengan kelahiran hidup ataupun mati. 3.5.2. Pemanfaatan Penolong Persalinan Pemanfaatan penolong persalinan yaitu dengan penggunaan persalinan oleh seorang ibu dalam melahirkan bayi yang diikuti pengeluaran plasenta dari tubuh ibu yaitu : a. Tenaga kesehatan adalah dokter spesialis kebidanan dan bidan yang telah memperoleh pendidikan yang cukup untuk mampu mendeteksi kehamilan, resiko tinggi, sehingga dapat merujuk kehamilan dan persalinan bermasalah dengan cepat. b. Bukan tenaga kesehatan : Dukun beranak adalah seorang anggota masyarakat (pada umumnya adalah wanita) yang mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan menolong persalinan secara tradisional dan turun temurun, belajar secara praktis atau cara lain yang menjurus kepada peningkatan keterampilan
25
3.6. Aspek Pengukuran Aspek pengukuran variabel karakteristik ibu dan pemanfaatan penolong persalinan diukur dengan skala pengukuran seperti yang tercantum dalam tabel 3.1. Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Karakteristik Ibu dan Pemanfaatan Persalinan No
Variabel
Variabel Bebas 1 Umur
Nilai Variabel
Tipe Skala
1. Reproduksi Sehat : 20-35 tahun 2. Reproduksi tidak Sehat < 20 atau > 35 tahun 1. SD 2. SLTP 3. SLTA 4. Perguruan Tinggi
Ordinal
1. Umur reproduksi sehat (20-35 tahun) 2. Umur bukan reproduksi sehat (<20 atau >35 tahun)
Ordinal
1. SD : bila pendidikan terakhirnya tamat SD 2. SMP : bila pendidikan te rakhirnya tamat SMP 3. SLTA : bila pendidikan terakhirnya tamat SLTA 4. Perguruan Tinggi : bila pendidikan te rakhirnya tamat D1/D3/Sarjana 1. Rendah : bila pendapatan ≤ Rp. 737.794,2. Sedang : bila pendapatan Ro, 737.974-1.500.000,3. Tinggi : bila pendapatan ≥ 1.500.000,(SK Gubsu 2006) Pekerjaan ibu selain ibu rumah tangga Jumlah persalinan yang pernah dialami oleh ibu
2
Pendidikan
3
Pendapatan
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
Ordinal
4
Pekerjaan
Ordinal
5
Paritas
1. Bekerja 2. Tidak Bekerja 1. ≤ 2 2. ≥ 1. 2.
Ordinal
Variabel terikat 6 Pemanfaatan Penolong Persalinan
Keterangan
Tenaga kesehatan Bukan tenaga kesehatan
Ordinal
1. Tenaga kesehatan : Dokter dan bidan 2. Bukan tenaga kesehatan : Dukun bayi
26
3.7. Teknik Analisa Data Data yang sudah dikumpulkan akan diedit dan di koding secara manual, serta dianalisis,
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
rendahnya
pemanfaatan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Sunggal Kecamatan Medan Sunggal, maka data hasil penelitian tersebut dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji Regresi Logistik α = 0,05 serta disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.
27
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Geografi Puskesmas Medan Sunggal terletak di Jl. TB Simatupang no. 251, Kelurahan Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut: -
Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kampung Lalang.
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Asam Kumbang.
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Deli Serdang.
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Tanjung Rejo.
4.1.2. Demografi Jumlah penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal sebanyak 61.797 jiwa (17.771 KK), yang terdiri dari 30.927 laki-laki dan 13.816 perempuan. Sebagian besar penduduk Kecamatan Medan Sunggal adalah mempunyai pekerjaan wiraswasta yaitu sebanyak 13.153 jiwa, buruh yaitu sebanyak 10.775 jiwa, pensiunan sebanyak 20.750 jiwa, berdagang sebanyak 10.497, lainnya sebanyak 9775 jiwa, PNS sebanyak 6.933 jiwa, TNI/POLRI 737/928 jiwa dan paling sedikit ada pada pekerjaan sebagai petani yaitu sebanyak 73 jiwa.
28
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kegiatan/Pekerjaan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2007 No
Jenis Kegiatan/Pekerjaan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
PNS Bertani TNI/POLRI Wiraswasta Berdagang Buruh Pensiunan Lainnya/swasta Jumlah
Jumlah (Jiwa) 6.933 73 737/928 13.153 10.497 10.775 10.750 9775 61.797
4.1.3. Sarana Kesehatan Fasilitas atau sarana kesehatan di Kecamatan Medan Sungal tediri dari Posyandu
sebanyak 40 buah, Puskesmas 2 buah, praktek dokter 21 buah, toko
obat/apotek 8 buah, praktek bidan 5 buah. Selain berbagai fasilitas kesehatan di atas, juga terdapat sebuah praktek dukun beranak. Tabel 4.2 Sarana Kesehatan di Kecamatan Medan Sungal Tahun 2007 No 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Sarana Kesehatan Posyandu Puskesmas Praktek Dokter RS. Swasta Toko Obat/Apotek
Jumlah (Buah) 40 2 21 1 8
29
6. 7.
Praktek Bidan Dukun Beranak
5 1
Jumlah
77
4.2. Karakteristik Responden 4.2.1. Umur Responden. Pada penelitian ini yang menjadi responden adalah ibu yang telah pernah melakukan persalinan. Distribusi frekwensi responden tertinggi berada pada kelompok umur 20-35 tahun, yaitu sebanyak 45 responden (95,75%), Sedangkan pada kelompok umur <20 dan >35 sebanyak 2 responden (4,25%).
No
Tabel 4.3 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Umur Jumlah Umur (tahun)
1. 2.
<20 dan >35 20-35
2 45 47
Jumlah
% 4,25 95,75 100,0
4.2.2 Tingkat Pendidikan Distribusi
frekwensi
responden
berdasarkan
tingkat
pendidikan
menunjukkan bahwa distribusi frekwensi responden tertinggi terdapat pada tingkat pendidikan SLTA yaitu sebanyak 18 responden (38,3%), dan terendah pada tingkat pendidikan Akademi/PT dan SD yaitu sebanyak 6 responden (12,8%).
No
Tabel 4.4 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Jumlah Tingkat Pendidikan %
30
1. 2. 3. 4
SD SLTP SLTA Akademi/PT Jumlah
6 17 18 6 47
12,8 36,2 38,3 12,8 100,0
4.2.3 Jenis Pekerjaan Distribusi frekwensi responden berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan bahwa distribusi frekwensi responden tertinggi terdapat pada ibu yang tidak bekerja yaitu sebanyak 34 responden (34,0%), dan terendah terdapat pada ibu yang bekerja yaitu 8 responden (8,0%). Tabel 4.5 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jumlah No Jenis Pekerjaan % 1. 2.
Bekerja Tidak bekerja Jumlah
15 32
31,9 68,1
47
100
4.2.4 Tingkat Pendapatan Distribusi frekwensi responden berdasarkan tingkat pendapatan menunjukkan bahwa distribusi frekwensi responden tertinggi terdapat pada tingkat pendapatan Rp. 737.794-1.500.000 yaitu sebanyak 29 orang (61,7%) dan terendah pada tingkat pendapatan < Rp.737.794 dan >Rp.1.500.000 masing-masing sebanyak 9 responden (19,1%).
31
Tabel 4.6 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan Jumlah No Tingkat Pendapatan (Rp) % 1. 2. 3.
<737.794 737.794-1.500.000 >1.500.000 Jumlah
9 29 9 47
19,1 61,7 19,1 100,0
4.2.5 Paritas Distribusi frekwensi responden berdasarkan paritas menunjukkan bahwa distribusi frekwensi responden tertinggi terdapat pada paritas ≤ 2, yaitu sebanyak 29 responden (61,7%), sedangkan pada paritas >2 terdapat 18 responden (38,3%).
No
Tabel 4.7 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Paritas Jumlah Paritas %
1. 2.
≤2 >2 Jumlah
29 18 47
61,7 38,3 100,0
4.2.6 Pemanfaatan Penolong Persalinan Distribusi frekwensi responden berdasarkan pemanfaatannya terhadap penolong persalinan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Dari Tabel 4.7. di atas menunjukkan bahwa distribusi frekwensi responden yang memanfaatkan penolong persalinan dari tenaga kesehatan, yaitu sebanyak 36 responden (76,6%), sedangkan
32
responden yang memanfaatkan penolong persalinan yang bukan medis adalah sebanyak 11 orang (23,4%).
Tabel 4.8 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Pada Penolong Persalinan No
Penolong Persalinan
Jumlah
%
1. 2.
Tenaga Kesehatan Tenaga Non Kesehatan Jumlah
36 11 47
76,6 23,4 100,0
4.3. Hasil Wawancara Dari hasil wawancara dengan penolong persalinan bukan tenaga kesehatan (dukun beranak) ditemukan bahwa, jumlah pasien yang bersalin pada dukun beranak sebanyak 2-4 ibu dalam sebulan. Proses persalinan dilakukan di rumah pasien dengan peralatan yang sederhana. Setiap persalinan dikenai biaya persalinan sebesar Rp.200.000 – 300.000. Setelah proses persalinan, pasien akan diberikan ramuan-ramuan tradisional (jamu-jamuan) yang bertujuan untuk memulihkan kesehatan ibu bersalin. Ramuan tersebut akan diberikan sampai beberapa hari setelah proses persalinan, dan diyakini ibu bersalin pulih dari luka-luka akibat proses persalinan. Biasanya pendampingan yang dilakukan oleh dukun beranak tidak hanya sampai pada persalinan dan beberapa hari pasca persalinan. Dukun beranak juga sering memberikan nasehat dan ramuanramuan khusus yang dianggap bisa mengusir roh-roh jahat dan yang mengganggu pertumbuhan si anak.
33
4.4 Hasil Analisa Statistik Berdasarkan hasil uji statistik yang menggunakan uji regresi logistik, dengan tingkat kepercayaan 95%, ditemukan bahwa: 1. Tidak ada pengaruh umur terhadap pemanfaatan penolong persalinan dengan nilai (p) 0,053> α (0,05) 2. Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap pemanfaatan penolong persalinan dengan nilai (p) 0.015 < α (0,05), 3. Tidak ada pengaruh pekerjaan terhadap pemanfaatan penolong persalinan dengan nilai (p) 0.062 > α (0,05) 4. Ada pengaruh tingkat pendapatan terhadap pemanfaatan penolong persalinan dengan nilai (p) 0.037 < α (0,05) 5. Tidak ada pengaruh paritas terhadap pemanfaatan penolong persalinan dengan nilai (p) 0,139 > α (0,05) Tabel 4.10 Hasil Uji Statistik Karakteristik Ibu Terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2007 Step a 1
UMURK DIDIK KERJA PENDPTNK PARITASK TRK Constant
B -12.620 -4.160 12.221 -7.267 -6.917 -4.802 37.970
S.E. 6.522 2.567 6.540 3.484 4.669 2.344 18.631
Wald 3.744 2.626 3.492 4.351 2.194 4.196 4.154
df 1 1 1 1 1 1 1
Sig. .053 .105 .062 .037 .139 .041 .042
Exp(B) .000 .016 202919.8 .001 .001 .008 3.1E+16
Dari hasil tersebut di atas, dihasilkan sebuah persamaan yaitu: Pemanfaatan penolong persalinan = 37.970 – 12.620 umur – 4.160 pendidikan + 12.221 pekerjaan – 7.267 pendapatan – 6.917 paritas – 4.802 tingkat resiko kehamilan.
34
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Faktor Karakteristik Responden Terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan 5.1.1. Pengaruh Umur Terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan Dari hasil distribusi frekwensi responden berdasarkan umur, maka dapat digambarkan bahwa responden yang termasuk dalam kategori kelompok umur 20-35 tahun menduduki persentase tertinggi yaitu (95,75%). Sedangkan untuk kelompok umur <20 dan >35 tahun (4,25%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Regresi Logistik, ditemukan bahwa tidak terdapat pengaruh umur terhadap pemanfaatan penolong persalinan (p) 0,053> α (0,05). Mengacu pada pengamatan di lapangan bahwa bukan perbedaan umur itu sendiri yang menyebabkan seseorang untuk melakukan suatu tindakan, tetapi kebiasaan yang sudah turun temurun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suyati di kabupaten Mojokerto. Menurut hasil penelitiannya, dari lima faktor yang diteliti (tingkat pendapatan, persepsi, jenis pekerjaan, suku, dan umur), variabel umur satusatunya faktor yang tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
keikutsertaan masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan (Suyati, 2000). Hal ini juga berbeda dengan hasil penelitian Sutanto (2002) yang menyatakan bahwa umur berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hal ini sangat mungkin terjadi, jika dilihat dari budaya masyarakat, dimana karakteristik umur
35
menjadi tidak dominan, karena masih dipengaruhi oleh faktor budaya seperti; nilai, sikap fatalistik, etnosentris dan unsur-unsur lainnya (Notoadmojo, 2005). 5.1.2. Pengaruh Tingkat Persalinan
Pendidikan
Terhadap
Pemanfaatan
Penolong
Dari hasil distribusi frekwensi responden berdasarkan tingkat pendidikan, maka dapat digambarkan bahwa distribusi frekwensi tertinggi ada pada tingkat pendidikan SLTA yaitu sebanyak 18 orang (38,3%). Sedangkan frekwensi terendah terdapat pada tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 6 orang (12,8%). Berdasarkan hasil regresi logistik antara kelompok tingkat pendidikan dengan pemanfaatan penolong persalinan diperoleh nilai probabilitas (p) 0.015 < α (0,05), sehingga Ho diterima. Artinya secara statistik ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap pemanfaatan penolong persalinan. Menurut Notoadmojo (2002), kesehatan merupakan interaksi berbagai faktor, baik internal (dalam diri manusia) maupun eksternal (di luar diri manusia). Faktor internal terdiri dari faktor fisik dan psikis, sedangkan faktor eksternal terdiri dari kondisi sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Jadi pemanfaatan penolong persalinan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat. Menurut Lukito (2003) (pemanfaatan masyarakat terhadap berbagai fasilitas pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin mudah seseorang untuk
36
memahami sebuah perubahan dan manfaat sebuah perubahan, khususnya dalam bidang kesehatan. 5.1.3. Pengaruh Pekerjaan Terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan Dari hasil distribusi frekwensi responden berdasarkan pekerjaan, maka dapat digambarkan bahwa distribusi frekwensi tertinggi ada pada jenis responden yang tidak bekerja yaitu sebanyak 32 orang (68,1%). Sedangkan frekwensi terendah terdapat pada responden yang bekerja yaitu sebanyak 15 orang (31,9%). Berdasarkan hasil regresi logistik antara pekerjaan dengan pemanfaatan penolong persalinan diperoleh nilai probabilitas (p) 0.062 > α (0,05) sehingga Ho diterima. Artinya secara statistik tidak ada pengaruh pekerjaan terhadap pemanfaatan penolong persalinan. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan ditemukan bahwa ibu pekerjaan bukanlah pertimbangan yang utama dalam memilih penolong persalinan, melainkan tradisi yang telah diajarkan oleh para anggota keluarga yang lebih tua. Tradisi tersebut juga meningkatkan kepercayaan mereka terhadap dukun beranak, sehingga akan menyarankan anggota keluarga yang lain untuk menngunakan jasa dukun beranak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Lukito (2003) pada masyarakat di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa pekerjaan tidak mempengaruhi seseorang untuk memilih fasilitas kesehatan yang akan diakses. Dari penelitian tersebut juga ditemukan bahwa, masyarakat yang
37
memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas tersebut berasal dari semua jenis pekerjaan (buruh, wiraswasta, PNS, petani).
5.1.4. Pengaruh Tingkat Pendapatan Penolong Persalinan
Keluarga
Terhadap
Pemanfaatan
Dari hasil distribusi frekwensi responden berdasarkan tingkat pendapatan, maka dapat digambarkan bahwa distribusi frekwensi tertinggi ada pada tingkat pendapatan Rp. 737.794-1.500.000 yaitu sebanyak 29 orang (61,7%). Sedangkan frekwensi terendah terdapat pada tingkat pendapatan < Rp 737.794 dan >Rp 1.500.000 yaitu masing-masing sebanyak 9 orang (19,1%). Berdasarkan hasil regresi logistik antara tingkat pendapatan keluarga dengan pemanfaatan penolong persalinan diperoleh nilai probabilitas (p) 0.037 < α (0,05) sehingga Ho ditolak. Artinya secara statistik ada pengaruh tingkat pendapatan keluarga terhadap pemanfaatan penolong persalinan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rafael yang dikutip Tarigan (2002), yang menyatakan bahwa tingkat penghasilan (income) seseorang berhubungan kuat dengan permintaan pelayanan kesehatan.
5.1.5. Pengaruh Paritas dengan Pemanfaatan Penolong Persalinan Dari hasil distribusi frekwensi responden berdasarkan paritas, maka dapat digambarkan bahwa distribusi frekwensi tertinggi ada pada jenis responden dengan paritas ≤ 2 yaitu sebanyak 29 orang (61,7%). Sedangkan frekwensi terendah terdapat pada responden dengan paritas >2 yaitu sebanyak 18 orang (38,3%). Berdasarkan
38
hasil regresi logistik antara paritas dengan pemanfaatan penolong persalinan diperoleh nilai probabilitas (p) 0,139 > α (0,05) sehingga Ho diterima. Artinya secara statistik tidak ada pengaruh paritas terhadap pemanfaatan penolong persalinan. Mengacu pada penelitian di lapangan ditemukan bahwa, yang menjadi dasar utama ibu memilih bersalin pada dukun beranak adalah kepercayaan. Para ibu yang memilih bersalin pada dukun beranak tersebut tidak membedakan kelahiran anak keberapa dalam pemilihan tempat bersalin. Hal ini disebabkan oleh kepercayaan ibu terhadap pertolongan yang diberikan oleh dukun beranak. Hal ini sesuai dengan penelitian Kalangie (1994) dalam Department of Health Education and Walfare USA. Menurut Kalangie ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan, yaitu : faktor dari Sistem Pelayanan Kesehatan yang bersangkutan yaitu : Tipe dari organisasi, misalnya : rumah sakit, puskesmas dan fasilitas pelayanan lainnya, kelengkapan program kesehatan, tersedianya tenaga dan fasilitas medis, teraturnya pelayanan, hubungan antara dokter/tenaga kesehatan lainnya dengan masyarakat dan adanya asuransi kesehatan. Sedangkan paritas bukan merupakan faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini juga berbeda dengan hasil penelitian Sutanto (2002) yang menyatakan bahwa paritas berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Sebagaimana faktor umur, paritas juga menjadi tidak dominan, karena masih dipengaruhi oleh faktor budaya seperti; nilai, sikap fatalistik, etnosentris dan unsur-unsur lainnya (Notoadmojo, 2005).
39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian tentang pengaruh karakteristik ibu terhadap pemanfaatan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Sunggal Kecamatan Medan Sunggal dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan karakteristik ibu terdapat 45 responden (95,75%) berumur 20-35 tahun, 18 responden (38,3) pendidikan tamat SLTA, 34 responden (34%) dengan pekerjaan petani, 29 responden (61,7%) dengan pendapatan Rp 737.794-Rp 1.500.000, 29 responden (61,7%) dengan paritas ≤ 2, 29 responden (61,7%) tingkat risiko kehamilan sedang, 36 responden (76,6%) memanfaatkan penolong persalinan dari tenaga kesehatan. 2. Tidak ada pengaruh umur terhadap pemanfaatan penolong persalinan dengan nilai (p) 0,053> α (0,05) 3. Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap pemanfaatan penolong persalinan dengan nilai (p) 0.015 < α (0,05), 4. Tidak ada pengaruh pekerjaan terhadap pemanfaatan penolong persalinan dengan nilai (p) 0.062 > α (0,05) 5. Ada pengaruh tingkat pendapatan terhadap pemanfaatan penolong persalinan dengan nilai (p) 0.037 < α (0,05) 6. Tidak ada pengaruh paritas terhadap pemanfaatan penolong persalinan dengan nilai (p) 0,139 > α (0,05)
40
6.2. Saran 1. Perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas dan tenaga kesehatan dalam persalinan. Hal ini bertujuan untuk menurunkan angka kematian bayi akibat persalinan yang tidak steril. 2. Melakukan pelatihan persalinan yang sehat kepada dukun yang menolong persalinan.