ABSTRAK ”Determinan Pemilihan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Waetawa Kecamatan Waesama Kabupaten Buru Selatan Tahun 2014” Nurlaila Dahlan1 , Sri Syatriani 1 , Irwan1 1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar, Indonesia
Menurut Badan Kesehatan dunia (WHO) angka kematian ibu di seluruh dunia di perkirakan 400/100.000 Kh. sedangkan di negara berkembang 440/Kh, di Asia Tenggara termasuk Indonesia dari 13 Negara /KH 210/100.000. Sedangkan di Ambon 2010-2013 sebanyak 4/1.000 KH. dan di Kabupaten Buru Selatan dari 12 puskesmas sudah termasuk Wilayah Puskesmas Waetawa berjumlah 600/100 KH. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu, Pengetahuan Ibu, Pendapatan keluarga, sikap yang di anut Ibu, jarak dengan pemilihan penolong persalinan Jenis penelitian yang digunakan dengan rancangan cross sectional study. populasi adalah semua ibu yang pernah bersalin di Puskesmas tercatat 73 responden. sampel yaitu semua responden yang ditarik dari populasi penelitian. Hasil Penelitian dengan menggunakan uji chi- square maka yang diperoleh nilai uji Chi- Square ( 0.000 ) ini berarti ada hubungan Pendidikan, Pendapatan, Sikap dan jarak ibu dengan pemilihan penolong persalinan di Puskesmas ada hubungan sedangkan menggunakan uji chi- square maka yang diperoleh nilai uji Chi- Square ( 0.071 ). Ini berarti ada hubungan Pengetahuan dengan pemilihan penolong persalinan.
Kesimpulan Penelitian yaitu pendidikan, pengetahuan, pendapatan, sikap, jarak berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan disarankan bagi para ibu agar memperhatikan dirinya untuk melakukan persalinan dengan baik. Kata Kunci : pemilihan penolong persalinan, pendidikan, pengetahuan, pendapatan, sikap, jarak rumah juga bermacam - macam dimana saat Pendahuluan Kelahiran bayi merupakan ini banyak sekali tenaga kesehatan peristiwa penting bagi kehidupan yang sudah mampu memberikan seorang ibu dan keluarganya. pelayanan, banyak juga tenaga Sebagai bidan, kita beruntung dapat kesehatan yang memberikan berbagai pristiwa ini bersama pelayanan kesehatan belum tahu keluarga. Kita juga berada pada statusnya sehingga ada kalanya posisi yang unik untuk bias masyarakat susah memilih mau meningkatkan kemampuan ibu kemana mereka meminta penolong dalam melahirkan, sebagaimana juga kesehatan khususnya penolong kemampuan menemani ibu dalam persalinan ( Depkes, 2001 ). proses persalinan guna memberikan Penolong persalinan saat motivasi dan dorongan. sekarang ini banyak sekali tenaga Berbagai tenaga kesehatan kesehatannya mulia dari tenaga yang dapat memberikan pelayanan bidan sendiri sampai tenaga
keperawatan bahkan dokter dan juga tenaga perawat dengan pekerjaannya. Disamping itu penolong persalinan sangat banyak juga yang dilakukan tenaga bukan tenaga kesehatan yang mana kiranya dimasyarakat masih diakui oleh masyarakat diwilayahnya seperti penolong oleh orang pandai, oleh dukun beranak atau juga penolong oleh kader kesehatan yang hanya mengetahui dangan pengalaman saja dan bukan melalui pendidikan yang formal (Anderson, 2006). Pemilihan penolong persalinan diperoleh beberapa faktor seperti: pengetahuan. Pengetahuan seseorang akan tenaga yang legal tentang mempunyai kewenangan penolong persalinan akan membawa meraka kapada siapa mereka seharusnya menentukan penolong persalinan. Begitu juga faktor pendidikan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan dapat memilih siapa yang berwenang melakukan penolong persalinan mempengaruhi penolong persalinan. Faktor letak geografis lokasi pemukiman penduduk yang jauh dari lokasi pelayanan kesehatan maka akan cendrung memiliki penolong persalinan oleh bukan tenaga kesehatan dari pada tenaga kesehatan. Dan juga faktor hubungan keluarga dimana keluarga yang bisa ditolong oleh bukan tenaga kesehatan akan memilih penolong persalinan pada bukan tenaga kesehatan atau juga sebaliknya, jika keluarga ditolong oleh bidan maka akan cendrung keluarga mereka yang lain akan memilih tenaga Bidan sebagai penolong (Anderson, 2006). Tujuan pembangunan Kesehatan Indonesia diarahkan
untuk lebih meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas sumberdaya manusia. Hal ini ditunjukkan dengan upaya meningkatkan usia harapan hidup, menurunkan Angka kematian bayi, anak dan ibu melahirkan, meningkatkan produktivitas kerja serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berprilaku hidup bersih dan sehat. ( Prabowo, 2002 ) Sejalan apa yang dikatakan oleh Setyawati 2010 bahwa dukun dipercaya sebagai aktor lokal yang dipercaya oleh masyarakat sebagai tokoh kunci terutama yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan. Pada kasus persalinan, dukun tidak hanya berperan saat proses tersebut berlangsung, namun juga pada saat upacara - upacara adat yang dipercaya membawa keselamatan bagi ibu dan anaknya seperti upacara tujuh - bulanan kehamilan sampai dengan 40 hari setelah kelahiran bayi. Aktivitas ini tentunya tidak sama dengan apa yang dilakukan bidan sebagai tenaga paramedis dan hal ini jugalah yang membuat dukun memiliki tempat terhormat dan kepercayaan yang tinggi di masyarakat. ( Setyawati, 2010 ) Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang dihadapai berbagai negara di dunia terutama dinegara berkembang. Menurut Badan kesehatan dunia (WHO), tahun 2006 angka kematian ibu di seluruh dunia di perkirakan 400 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan wilayah, di negara berkembang 440/ 100.000 kelahiran hidup, di Afrika 830/ 100.000 kelahiran hidup, di Asia 330 100.000 kelahiran hidup dan di Asia Tenggara 210/100.000 kelahiran
hidup. Indonesia termasuk kedalam 13 negara penyumbang kematian ibu terbesar di dunia (Prabowo,2002). Kematian yang disebabkan persalinan di dunia internasional cukup merisaukan, Menurut laporan UNICEF di kemukakan Tahun 2006 angka kematian ibu di Filipina 100, Malaysia 59, Thailand 50, dan Singapura10 per seratus ribu kelahiran hidup (Ristrini,2004). Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kematian bayi baru lahir (AKB) di Indonesia masih jauh dari target yang harus dicapai tahun 2015 sesuai dengan kesepakatan sasaran pembangunan millennium Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) melaporkan AKI tahun 2006 sebanyak 253/100.000 kelahiran hidup menjadi 248/100.000 kelahiran hidup tahun 2007. Pada tahun 2009 AKI 226/100. Hidup kelahiran, tapi angka ini masih jauh diatas target AKI untuk MDG’s (Millenium Development Goals) yang ditetapkan WHO sebesar 102 / 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan Angka Kematian Balita pada tahun 2010 – 2014 di ambon sebanyak 20 Balita 4/1.000 KLH. Angka tersebut di katagorikan lebih rendah dibandingkan provinsi Maluku sebesar 20,7/1.000 KLH. Sedangkan sisi lain angka kematian Ibu di Ambon 27/1.000 lebih tinggi dibandingkan provinsi Maluku sebesar 456/100.000 KLH dan nasional 328/100.000 KLH. Ini menunjukkan bahwa, langkah tersebut yang dilakukan berupa peningkatan status gizi masyarakat, melalui pemberian makanan tambahan untuk bayi, balita, dan ibu hamil.“ Upaya
tersebut telah dilakukan beberapa tahun terakhir agar angka kematian ibu melahirkan serta anak semakin menurun Namun demikian rian ardiansyah mengakui, pengembangan pokok gizi dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) serta Posyandu. Selain itu juga dilakukan pengembangan keluarga sadar gizi serta berbagai penyuluhan guna meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gizi keluarga. Wawali menambahkan, pihaknya juga melakukan promosi kesehatan melalui pengadaan media informsi yang disampaikan langsung ke masyarakat. Dinas Kesehatan Kabupaten Buru Selatan telah berusaha meningkatkan layanan kesehatan dan perawatan kesehatan terutama pada ibu bersalin melalui pencarian tentang jumlah ibu yang bersalin pada setiap tahunnya. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2010 -2013, dari 12 Puskesmas yang ada di Kabupaten Buru Selatan dengan jumlah 600,100 orang ibu bersalin di setiap per puskesmas Kabupaten Buru Selatan , selain itu pemilihan penolong persalinan ibu di wilayah kerja Puskesmas Waetawa tersebut didapatkan ( 27 ) orang yang di tolong oleh petugas kesehatan ( bidan ), sedangkan dari ( 73 Orang ) yang ditolong oleh dukun. Artinya diwilayah kerja puskesmas waetawa merupakan urutan nomor dua paling rendah, di bandingkan ibu memilih bersalin oleh ponolong dukun yaitu sebanyak 73. Wilayah kerja Puskesmas Waetawa cakupan Persalinan paling rendah ditolong oleh tenaga kesehatan. Pada tahun 2010 - 2011
terdapat 27 persalinan, yang ditolong oleh tenaga kesehatan (Bidan )sedangkan 73 orang ibu di antaranya ditolong oleh dukun bayi dan terdapat 5 kematian bayi, dan pada Tahun 2012 - 2013 terdapat 70 kali persalinan, 30 orang di antaranya ditolong oleh tenaga kesehatan ( Bidan ), 40 orang persalinan ditolong oleh dukun bayi dan terdapat 7 kematian bayi. Dari penolong persalinan yang ditolong oleh dukun, beberapa menimbulkan masalah diantaranya partus lama
mencapai 6 %, infeksi 3,6% dan kematian bayi baru lahir 5% (Data Dari Puskesmas Waetawa Kabupaten Buru Selatan). Hasil survei awal peneliti tanggal 23 ferbuari 2014 terhadap 5 orang pernah bersalin dengan dibantu oleh dukun bayi, diantaranya terdapat 3 orang ibu yang mengatakan bahwa alasan mereka memilih dukun karena menurut mereka tidak ada masalah yang ditakutkan apa bila bersalin dengan dukun.
Metode Penelitian kerja tercatat 73 responden. Sampel Jenis penelitian yang penelitian adalah semua ibu yang digunakan adalah penelitian pernah melakukan persalinan di observasional dengan rancangan Wilayah Kerja Puskesmas tahun cross sectional study yaitu 2014. Data yang digunakan dalam pendidikan, pengetahuan, penelitian ini adalah data primer pendapatan, sikap kepercayaan, yang diperoleh dari kartu status jarak, dengan Determinan Pemilihan Puskesmas Waetawa tahun 2010 Penolong Persalinan di Wilayah 2013 data yang didapatkan terdiri Kerja Puskesmas Waetawa dari pengatahuan, pendidikan, Kabupaten Buru Selatan (Namrole). pendapatan, dan jarak rumah ke Populasi adalah jumlah semua ibu fasilitas kesehatan. yang pernah bersalin di wilayah Hasil Penelitian Hasil penelitian ini dilakukan di 4 desa yaitu desa Waetawa, desa Waesili, desa lena, dan desa Simi di Kecamatan Waesama Kabupaten Buru Selatan, dari tanggal 14 Juni sampai 30 Juli 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemberian kuesioner kepada responden, yang dalam penelitian ini adalah pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pendapatan ibu, sikap kepercayaan ibu, dan jarak dari layanan kesehatan dengan jumlah responden sebanyak 73 orang responden. Adapun hasil penelitian yang diperoleh yaitu sebagai berikut : 1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan faktor yang berhubungan dengan persalinan secara mendeskripsikan tiap - tiap variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan melihat hubungan distribusi frekuensinya dalam bentuk tabel.
Pada penelitian ini ada beberapa variabel yang digunakan, yang terdiri dari variable dependen dan variabel independen. Variabel independen yaitu pendidikan responden, pengetahuan responden, pendapatan responden sikap responden, jarak responden, sedangkan variabel dependen yaitu pemilihan penolong persalinan. a. Tingkat Pendidikan
Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Ibudi Wilayah kerja Puskesmas Waetawa Kecamatan waesamaKabupaten BurSelatanTahun 2014 Pendidikan Ibu
n
%
Kurang
60
82,2
Cukup
13
17,8
Jumlah
73
100.0
Sumber: Data Primer Tabel 1 menunjukkan bahwa responden paling banyak berpendidikan kurang sebanyak 60 responden atau 82,2 % dan paling sedikit berpendidikan cukup sebanyak 13 responden 17,8%. b. Pengetahuan Tabel 2 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Waetawa Kecamatan WaesamaKabupaten Buru Selatan Tahun 2014 Pengetahuan Ibu
n
%
Kurang
27
37,0
Cukup
46
63,0
Jumlah
73
100.0
Sumber: Data Primer Tabel 2 menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang sebesar 27 responden atau 37,0%, dan yang tingkat pengetahuan cukup sebesar 46 responden 63,0%. c. Pendapatan
Tabel 3 Distribusi Responden Menurut Pendapatan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Waetawa Kecamatan Waesama Kabupaten Buru Selatan Tahun 2014 Pendapatan Keluarga
n
%
Kurang
22
30,1
Cukup
51
69,9
Jumlah
73
100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 3 menunjukkan bahwa responden yang memiliki pendapatan keluarga kurang sebesar 22 responden atau 30,1%, dan yang pendapatan keluarga cukup sebesar 51 responden atau 69,9%. d. Sikap Kepercayaan
Tabel 4 Distribusi Responden Menurut Sikap Kepercayaan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Waetawa Kecamatan Waesama Kabupaten Buru Selatan Tahun 2014 Sikap Kepercayaan
n
%
TidakPercaya
52
71,2
Percaya
21
28,8
Jumlah
73
100.0
Sumber : Data Primer Tabel 4 menunjukkan bahwa responden lebih percaya tenaga kesehatan sebesar 21 responden atau 28,8%, sedangkan yang lebih percaya tenaga non kesehatan sebesar 52 responden atau 71,2%. e. Jarak
Tabel 5 Distribusi Responden Menurut Jarak Rumah Ibu ke Layanan Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas Waetawa Kecamatan Waesama Kabupaten Buru Selatan Tahun 2014 Jarak
n
%
Jauh
16
21,9
Dekat
57
78,1
Jumlah
73
100.0
Sumber : Data Primer Tabel 5 menunjukkan bahwa responden yang memiliki jarak rumah jauh sebesar 16 responden atau 21,9%, sedangkan jarak rumah dekatm sebayak 57 responden atau 78,1%. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat ini untuk melihat apakah ada hubungan antara variabel independen dengan variebel dependen. Hubungan ini akan terlihat dari p value yang akan dihasilkan dari tabel analisis SPSS. Tabel ini akan memperlihatkan apakah ada hubungan antara pendidikan, pengetahuan, pendapatan, sikap, jarak dengan pemilihan penolong persalinan.
Pada penelitian ini ada beberapa variabel yang digunakan, yang terdiri dari variabel dependen dan variabel independen.Variabel independen yaitu pendidikan
responden, pengetahuan responden, pendapatan responden sikap responden, jarak responden, sedangkan variabel dependen yaitu pemilihan penolong persalinan. a. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Pemilihan Penolong Persalinan. Tabel 6 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemilihan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Waetawa Kecamatan Waesama Kabupaten Buru Selatan
Kurang
Pemilihan Penolong Persalinan Tenaga Kesehatan Dukun n % n % 54 90.0 6 10.0
Cukup
3
23.1
10
76.9
Jumlah
57
78,1
16
21.9
Pendidikan
Jumlah n 60
% 100,0
13
100,0
73
Nilai P
0.000
100,0
Primer Sumber : Data Tabel 6 menunjukan, bahwa dari 13 dengan tingkat Berpendidikan Tinggi, yang Memelih Persalinan di Puskesmas Waetawa berjumlah 3 respnden 23.1% sedangkan dari 60 responden berpendidikan rendah yang memilih bukan tenaga kesehatan berjumlah 54 responden atau 90.0%. Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang mengunakan Uji Chi Square” untuk melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan Pemilihan Penolong Persalinan yang di peroleh dengan nilai Uji Chi Square” p ( 0.000 ) ini berarti secara statistik ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan Pemilihan Penolong Persalinan. Pendidikan sangat penting bagi seseorang dimana pendidikan formal akan membekali seseorang dengan dasar - dasar pengetahuan, teori dan logika. Pengetahuan umum, kemampuan analisis serta pengembangan kepribadian. Dalam hubungannya dengan pelayanan kesehatan, bila seseorang mempunyai pendidikan yang tinggi, maka akan mempercepat penerimaan pesan - pesan, informasi yang disampaikan tentang manfaat dan jenis pelayanan yang disediakan. b. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Pemilihan Penolong Persalinan. Tabel 7 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Pemilihan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Waetawa Kecamatan Waesama Kabupaten Buru Selatan Pemilihan Penolong
Pengetahuan
Kurang
Persalinan Tenaga Dukun kesehatan n % n % 18 66,7 9 33,3
n 27
% 100.0
Cukup Jumlah
39 57
46 73
100.0 100,0
84,8 78.1
7 16
15,2 21.9
Nilai P
Jumlah
0.071
Sumber : Data Primer Tabel 7 menunjukan bahwah sebanyak 27 responden dengan pengetahuan kurang yang memilih penolong persalinan oleh bukan tenaga kesehatan bejumlah 18 responden atau 66,7%. Sedangkan dari 46 responden dengan pengetahuan cukup hanya memilih penolong persalinan oleh bukan tenaga kesehatan di wilayah kerja puskesmas waetawa berjumlah 39 responden atau 84,8%. Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang mengunakan Uji Chi Square” untuk melihat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan Pemilihan Penolong Persalinan di peroleh nilai Uji Chi Square” p ( 0.071 ) ini berarti secara statistik ada hubungan antara tingkat Pengetahuan dengan Pemilihan Penolong Persalinan. c. Hubungan Antara Pendapatan Keluarga Dengan Pemilihan Penolong Persalinan. Tabel 8 Hubungan Antara Pendapatan Keluarga Dengan Pemilihan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Waetawa Kecamatan Waesama Kabupaten Buru Selatan Pendapatan Keluarga
Kurang
Pemilihan Penolong Persalinan Tenaga Dukun Kesehatan n % n % 7
31,8
15
68,2
Jumlah n
%
22
100.0
Nilai P
T Cukup 50 98,0 1 2,0 51 100.0 0.000 abel 8 Jumlah 57 78.1 16 21,9 73 100,0 menun Sumber: Data Primer jukkan bahwah sebanyak 22 responden dengan memiliki pendapatan keluarga kurang memilih penolong persalinan oleh tenaga kesehatan bejumlah 15 responden atau 68,2% dan 51 responden dengan pendapatan keluarga cukup memilih penolong persalinan oleh bukan tenaga kesehatan bejumlah 50 responden atau 98,0%. Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang mengunakan Uji Chi Square” untuk melihat hubungan antara pendapatan keluarga dengan Pemilihan Penolong Persalinan di peroleh nilai Uji Chi Square” p ( 0.000 ) ini berarti secara statistik ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan Pemilihan Penolong Persalinan.
d. Hubungan Antara Sikap Kepercayaan Dengan Pemilihan Penolong Persalinan. Tabel 9 Hubungan Antara Sikap Ibu Dengan Pemilihan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Waetawa Kecamatan Waesama Kabupaten Buru Selatan
Sikap Kepercayaan
Tidak percaya
Pemilihan Penolong Persalinan Tenaga Dukun Kesehatan n % n % 51 98,1 1 1,9
n 52
% 100.0
6 57
16 73
100.0 100,0
Nila iP
Jumlah
Percaya Jumlah
28,6 78,1
15 16
71,4 21,9
0.00 0
Sumber: Data Primer Tabel 9 menunjukan bahwah sebanyak 52 responden dengan memiliki sikap kepercayaan yang di anut ibu Tidak percaya bukantenaga kesehatan berjumlah 51 responden atau 98,1%. Sedangkan dari 16 responden dengan memiliki sikap kepercayaan yang di anut ibu percaya tenaga kesehatan berjumlah 15 responden atau 71,4%. Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang mengunakan Uji Chi Square” untuk melihat hubungan antara sikap yang dianut Ibu dengan Pemilihan Penolong Persalinan di peroleh dengan nilai Uji Chi Square” p ( 0.000 ) ini berarti secara statistik ada hubungan antara tingkat Pengetahuan dengan Pemilihan Penolong Persalinan.
e. Hubungan Antara jarak rumah Ibu Dengan Pemilihan Penolong Persalinan. Tabel 10 Hubungan Antara Jarak Rumah Ibu ke Layanan Kesehatan Dengan Pemilihan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Waetawa Kecamatan Waesama Kabupaten Buru Selatan
Jarak Rumah dengan Layanan Kesehatan
Pemilihan penolong Persalinan Tenaga Dukun Kesehatan n % n %
Jumlah n
%
Nilai P
Jauh
0
0
16
100.0
16
100.0
Dekat Jumlah
57 57
100 78.1
0 16
0 21,9
57 73
100.0 100,0
0.000
Sumber : Data Primer Tabel 10 menunjukan bahwah sebanyak 16 responden dengan memiliki jarak rumah jauh dari puskesmas berjumlah 16 responden memilih tenaga kesehatan. Sedangkan dari 57 responden dengan memiliki jarak rumah dekat dari puskesmas memilih bukan tenaga kesehatan sebanyak 57 responden Ini berarti tabel 10 menunjukan bahwah analisis data dengan mengunakan Uji Chi - Square yang diperoleh nilai Uji Chi Square” p (0.000) ini berarti bahwa ada hubungan jarak rumah ke tempat pelayanan kesehatan dengan pemilihan penolong persalinan di Puskesmas Waetawa. Dengan demikian responden dengan Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan adalah tingkat pendidikan rendah lebih kesenjangan yang muncul setelah cenderung untuk memilih penolong peneliti melakukan penelitian kemudian persalinan oleh bukan tenaga membandingkan antara teori dengan kesehatan. Sedangkan responden hasil penelitian. Penelitian ini dengan tingkat pendidikan yang merupakan penelitian tentang lebih tinggi SMA 17,8% memilih Determinan Pemilihan Penolong penolong persalinan oleh tenaga Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas kesehatan. Hal ini bisa terjadi karena Waetawa Tahun 2014 dengan jumlah disekitar tempat tinggal mereka sampel 73 orang. Pembahasan Hasil hanya terdapat sekolah dasar dan Penelitian ini dibagi menjadi apabila melanjutkan jenjang pembahasan mengenai keterbatasan pendidikan tinggi maka akan penelitian dan diskusi hasil penelitian menempuh jarak yang cukup jauh. yaitu berupa analisa univariat dan Hasil penelitian ini menunjukkan bivariat. bahwa pemanfaatan penolong a. Pendidikan persalinan tidak berdasarkan tingkat Tingkat pendidikan seseorang pendidikan ibu, sebab meskipun akan berpengaru dalam memberikan mereka ditolong oleh bidan. mereka respon terhadap sesuatu yang datang mengaku bahwa memilih bidan dari luar. Orang yang berpendidikan sebagai penolong persalinannya tinggi akan memilih respon yang lebih bukan karena mereka tahu tentang rasional terhadap informasi yang persalinan yang baik dan sehat datang dan alasan berpikir sejauh mana melainkan karena beralasan lain keuntungan yang mungkin akan mereka seperti karena bidan tersebut yang peroleh dari gagasan tersebut. memeriksa sejak awal atau karena Di Wilayah Kerja Puskesmas kelahiran anak - anak sebelumnya Waetawa pendidikan ibu rata - rata ditolong oleh bidan yang sama. adalah SD dan SMP 82.2% sehingga Ibu yang melahirkan di hal ini mempengaruhi pengetahuan wilayah kerja Puskesmas Waetawa dan sikap mereka dalam menentukan memiliki pengetahuan yang masih pemilihan penolong persalinan.
kurang karena rata - rata pendidikan mereka adalah sekolah dasar. Hal ini diakibatkan oleh faktor sekolah yang jauh sehingga mereka sulit menjangkau sekolah dan mengakibatkan mereka tidak melanjutkan sekolah, serta mereka berminat ingin tahu dan akses informasi di wilayah ini kurang sehingga ibu persalinan tersebut kurang memahami dan mengetahui bahaya atau akibat dari persalinan yang tidak ditangani oleh tenaga kesehatan, dan juga pengetahuan mereka kurang karena didasari tempat tinggal mereka yang cukup jauh dari keramaian dan keterjangkauan yang menyebabkan ketidak paparan informasi yang terbaru tentang pentingnya kesehatan ibu dan anak. Namun ada beberapa ibu yanggakui persalinan memilih persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan karena telah memiliki asuransi seperti askes, jamkesmas ataupun jampersal ( jaminan persalinan) Dari hasil penelitian didapat bahwa responden yang berpendidikan rendah ( tamat SD dan SMP 82,2 % sebanyak 60 responden ) dan ( tamat SMA 17.8% sebanyak 13 responden ). Sedangkan responden yang berpendidikan di wilayah kerja puskesmas waetawa adalah yang paling bayak SD dan SMP dan ini artinnya para responden sangat berpengaruh pada ibu untuk memilih penolong persalinan terhadap persalinannya, agar persalinannya normal dan memperoleh kesejahteraan bagi dirinya dan bayinya. Ibu harus teliti dalam memilih penolong persalinan dikaitkan dengan
tingkat pendidikan terlihat bahwa, semakin tinggi pendidikannya maka semakin banyak persentase ibu persalinan yang memilih penolong persalinan di Tenaga Kesehatan. Hasil Penelitian Yang dilakukan Susanto tentang hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Pemilihan Penolong Persalinan Di Wilayah kerja Puskesmas Wamsisi Kabupaten Buru Selatan Bahwa Tingkat Pendidikan Ibu rata – rata adalah SD dan SMP sebanyak 29 % ( 2013 ) berjumlah 87 Responden sedangkan dapat dilihat mayoritas responden yang berpendidikan Tingkat Tinggi, maka responden, makin baik pengetahuan memilih persalinannya ibu. di mana pada responden yang tidak sekolah 71 % persalinan di pedesaan yang ditolong dukun, mayoritas dialami oleh ibu – ibu yang berpendikan rendah. b. Pengetahuan Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan atau perilaku seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan yang lebih langgang dari pada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan. Pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat dibutukan dalam perubahan polah pikir responden untuk membantu ibu dalam memili tempat pesalinan.
Di Wilayah Kerja Puskesmas Waetawa memiliki pengetahuan yang masih kurang karena rata - rata Pendidikan yang mereka capai hannyalah SD dan SMP. Hal ini diakibatkan oleh faktor sekolah yang jauh sehingga mereka sulit menjangkau sekolah dan mengakibatkan mereka tidak melanjutkan sekolah, serta minat
ingin tahu dan akses informasi di wilayah ini kurang sehingga ibu persalinan tersebut kurang memahami dan mengetahui bahaya atau akibat dari persalinan yang tidak ditangani oleh tenaga kesehatan. Dari Hasil penelitan yang didapat bahwa sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan kurang 37,0% sebanyak 27 responden, hal ini disebabkan polah pengetahuan responden sangatlah terbatas dan ketidaktahuan responden tentang beberapa informasi pengertian persalinan. Sedangkan sebagian kecil responden yang memeliki pengetahuan cukup 63,0% sebayak 46 responden berpengetahuan tinggi, ini di akibatkan berdekatan rumah dari puskesmas sehingga beberapa seputar informasi pengetahuan tentang persalinan di tenaga kesehatan. c. Pendapatan Pendapatan adalah kebutuhan Pokok ( primer ) maupun kebutuan sekunder dengan status pendapatan yang cukup dan lebih mudah terakses dalam menentukan tempat persalinan. Responden yang termasuk dalam status pendapatan keluarga rendah cenderung tidak mempunyai pendapatan keluarga yang memadai untuk memenuhi biaya pelayanan penolong persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan lain. Hal ini terjadi karena biaya persalinan di dukun bayi cenderung lebih murah dibandingkan dengan penolong persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan lain. Dari hasil penelitian didapat bahwa responden yang penghasilan keluarga di bawah UMR Rp 1.000.000 atau 68,2% dengan status pendapatan yang cukup dan lebih mudah terakses dalam menentukan tempat pemilihan persalinan sebayak 15 responden, sedangkan responden yang penghasilan
keluarga di atas UMR Rp 1.000.000 dengan status pendapatan kurang berjumlah 98,0% atau 50 responden ini artinya responden yang memiliki pendapatan cukup lebih mudah terakses dalam meneentukan tempat pemilihan penolong persalinan, sedangkan responden yang memiliki pendapatan kurang hanya memilih penolong persalinan oleh bukan tenaga kesehatan. Hal ini akan mempengaruhi alasan responden untuk memilih dukun sebagai penolong persalinan Sedangkan dapat dilihat bahwa mayoritas responden penghasilan keluarganya di atas UMR Rp 1.000.000. Sedangkan penelitian yang dilakukan herman . (2013) pada 93 orang ibu persalinan Di wilayah kerja Puskesmas Wamsisi Kec. Waesama Kab. Buru selatan menunjukkan makin tinggi tingkat pendidikan maka responden, makin baik kualitas persaliannya ibu. dan penolong persalinannya, di mana pada responden yang tidak sekolah 50 % persalinan dipedesaan yang ditolong dukun, mayoritas dialami oleh ibu – ibu yang berpendikan rendah .
Dari hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa alasan responden tidak memanfaatkan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya adalah karena kondisi keuangan yang tidak memadai. Biaya persalinan yang dikeluarkan bila ditolong oleh dukun bayi bisa dibayarkan beberapa kali setelah bayi lahir. selain itu besar biaya yang harus dikeluarkan pasien tidak ditentukan. Mereka bisa membayar sesuai dengan keikhlasan hati mereka atau dapat dibayar dengan barang seperti hasil kebun, sawah ataupun ladang. Di wilayah kerja Puskesmas Waetawa Ibu yang mempunyai pendapatan keluarganya tinggi cenderung lebih memilih
bidan sebagai penolong persalinan dibandingkan dukun bayi. Pemanfaatan bidan cenderung pada ibu dengan pendapatan tinggi, sedangkan masyarakat dengan pendapatan rendah lebih memilih dukun. hal ini karena masyarakat mempunyai persepsi bahwa penolong persalinan pada bidan mahal dan masyarakat kurang percaya terhadap pelayanan kesehatan bidan di desa. karena bidan terlalu muda dan belum menikah sehingga belum mempunyai pengalaman terutama persalinan ibu melahirkan. d. Sikap kepercayaan Sikap kepercayaan yang di anut adalah lebih percaya dukun dari pada tenaga kesehatan karena salah satu bentuk manifestasi dari modal sosial. Kepercayan tersebut mampu manifestasi responden untuk saling berkerja sama dan tolong menolong dalam persalinan. Di Wilayah Kerja Puskesmas Waetawa kepercayaan ibu sering diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek, seseorang dalam menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu, dan kepercayaan yang sering diperoleh dari turun -temurun berdasarkan keyakinan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu Kepercayaan terhadap adanya gangguan mahluk halus yang berhubungan dengan proses persalinan seperti, adanya larangan bagi Ibu hamil untuk berjalan sendirian kekebun atau keluar rumah pada malam hari jika memaksa untuk melakukannya ibu membawa gunting, jeruk purut, atau beberapa ramuan yang dibuat dukun bayi sebagai penangkal gangguan mahluk halus, Seorang dukun dapat menghalau roh-roh jahat dengan
membacakan mantra-mantra dan doa dan menyemburkannya dengan menggunakan daun sirih keperut ibu. Sedangkan Kepercayaan masyarakat di Kabupaten Pulau buru, sebagian besar kebiasaan masih sangat percaya terhadap ketrampilan dukun bayi sebagai penolong karena dukun sangat berkaitan dengan sistem budaya masyarakat dan diperlakukan sebagai tokoh masyarakat sehingga dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat setempat yang memiliki potensi dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada responden diketahui bahwa Kepercayaan Ibu yang dianut sering diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek, seseorang dalam menerima kepercayaan yang di dasari dengan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu, dan kepercayaan sering diperoleh dari turun - temurun berdasarkan keyakinan tanpa adanya pembuktian terlebih dahul Kepercayaan terhadap adanya gangguan mahluk halus yang berhubungan dengan proses persalinan seperti, adanya larangan bagi Ibu hamil untuk berjalan sendirian kekebun atau keluar rumah pada malam hari jika memaksa untuk melakukannya ibu membawa gunting, jeruk purut, atau beberapa ramuan yang dibuat dukun bayi (pon-pon) sebagai penangkal gangguan mahluk halus. Dari hasil penelitian didapat bahwa sikap kepercayan yang dianut ibu lebih memilih tidak percaya tenaga kesehatan adalah dukun sebanyak 98,1% atau 51 responden, sedangkan sikap kepercayan yang di anut ibu yang
memilih percaya tenaga kesehatan sebanyak 71,4 % atau 15 responden. e. Jarak rumah dengan tempat persalinan
Keterjangkauan pelayanan kesehatan mencangkup jarak,waktu dan biaya. Tempat pelayanan dan lokasinya tidak strategis/ sulit dicapai oleh para ibu persalinan menyebabkan kurangnya akses ibu persalinan terhadap pelayanan kesehatan. Walaupun ketersediaan pelayanan kesehatan sudah memadai, namun penggunaanya tergantung dari aksebilitas masyarakat terhadap informasi. Keterjangkauan didasarkan atas persepsi jarak dan ada tidaknya kendaraan pribadi maupun umum untuk mencapai sarana kesehatan terdekat. Responden yang memilih pelongan persalinan oleh dukun bayi umumnya merupakan masyarakat yang jarak rumahnya menuju tempat dukun bayi lebih dekat sedangkan responden yang memilih pertolongan persalinan oleh bidan membutuh kan waktu yang lebih banyak untuk mendapatkan pelayanan karena jaraknya yang lebih jauh. Ketersediaan dan kemudahan menjangkau tempat pelayanan, akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi merupakan salah satu pertimbangan keluarga dalam pengambilan keputusan mencari tempat pelayanan kesehatan. Pada waktu memilih dukun bayi, jarak dari rumah ke tempat dukun tersebut sangat mempengaruhi. Lebih nyaman melahirkan di rumah sendiri dengan memanggil dukun bayi. Rumah dukun bayinya dekat sehingga lebih cepat datang dari pada harus ke tempat lain yang lebih jauh.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada responden diketahui bahwa reponden yang tidak memanfaatkan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya beralasan karena letak rumahnya yang jauh dari saranakesehatan penolong persalinan. Alasan lain yang dikemukakan responden adalah tidak memiliki alat transportasi maupun alat komunikasi untuk menjemput / menghubungi bidan di desa tersebut. Kendala itu akan semakin berat ketika responden melahirkan pada malam hari. Dari hasil penelitian bahwa jarak antara rumah responden dengan wilayah kerja puskesmas waetawah adalah jauh ( > 2 Km) sebanyak 16 resonden atau 21,9% memilih tenga kesehatan sedangkan dekat ( < 2 Km) sebanyak 57 responden atau 78,1% memilih bukan tenaga kesehatan. Dapat dilihat bahwa mayoritas jarak rumah dengan tempat persalinan di wilayah Kerja Puskesmas Waetawa adalah dekat dari puskesmas. 2. Hubungan Antara Pendidikan Dengan Penolong Persalinan
Tingkat Penmilihan
Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji Chi Square maka diperoleh dengan nilai Uji Chi Square” ( 0.000 ) ini berarti bahwa ada hubungan pendidikan ibu dengan pemilihan penolong persalinan. Pendidikan sangat penting bagi seseorang dimana pendidikan formal akan membekali seseorang dengan dasar - dasar pengetahuan, teori dan logika. Pengetahuan umum, kemampuan analisis serta pengembangan kepribadian. Dalam
hubungannya dengan pelayanan kesehatan, bila seseorang mempunyai pengetahuan dan pendidikan yang tinggi, maka akan mempercepat penerimaan pesan pesan, informasi yang disampaikan tentang manfaat dan jenis pelayanan yang disediakan. Di wilayah kerja Puskesmas Waetawa Pendidikan ibu rata - rata adalah SD - SMP ( 82.2% ) sehingga hal ini mempengaruhi pengetahuan dan sikap mereka dalam menentukan pilihan penolong persalinan. Dengan demikian responden dengan tingkat pendidikan rendah lebih cenderung untuk memilih penolong persalinan oleh non nakes, sedangkan responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memilih pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Hal ini bisa terjadi karena disekitar tempat tinggal mereka hanya terdapat sekolah SD, SMP dan apabila melanjutkan ke sekolah menengah Atas maka akan menempuh jarak yang cukup jauh. 3. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Penolong Persalinan
Tingkat Penmilihan
Hasil penelitian ini menunjukkan dengan menggunakan uji Chi- Square maka diperoleh dengan nilai Uji Chi Square ( 0.071 ) berarti ini bahwa ada hubungan anara pengetahuan ibu dengan penolong persalinan di Wilayah kerja Puskesmas Waetawa, hal ini para ibu – ibu mengaku bahwa milih dukun sebagai penolong persalinannya bukan karena mereka tahu tentang persalinan yang baik dan sehat melainkan karena alasan lain seperti karena dukun tersebut yang memeriksa sejak awal atau karena
kelahiran anak - anak sebelumnya ditolong oleh dukun yang sama. Ini menunjukan bahwa Ibu yang melahirkan di wilayah kerja Puskesmas Waetawa memiliki pengetahuan yang masih kurang karena rata - rata pendidikan mereka adalah sekolah dasar. Hal ini diakibatkan oleh faktor sekolah yang jauh sehingga mereka sulit menjangkau sekolah dan mengakibatkan mereka tidak melanjutkan sekolah, serta minat ingin tahu dan akses informasi di wilayah ini kurang sehingga ibu persalinan tersebut kurang memahami dan mengetahui bahaya atau akibat dari persalinan yang tidak ditangani oleh tenaga kesehatan, dan juga pengetahuan mereka kurang karena didasari tempat tinggal mereka yang cukup jauh dari keramaian dan keterjangkauan yang menyebabkan ketidakpaparan informasi yang terbaru tentang pentingnya kesehatan ibu dan anak. Sejalan apa yang dikatakan oleh seorang di sekitar wilayah kerja puskesmas, ada beberapa ibu Persalinan yang memilih ditolong oleh tenaga kesehatan karena telah memiliki asuransi seperti askes, jamkesmas ataupun jampersal (jaminan persalinan). Fakta lain yang ada pada ibu yakni meskipun mereka memiliki pengetahuan cukup tetap saja memilih dukun sebagai penolong persalinan. 4. Hubungan Antara Pendapatan Dengan Pemilihan Penolong Persalinan
Untuk pendapatan keluarga, analisis data dengan menggunakan uji Chi - Square maka diperoleh dengan nilai Uji Chi Square ( 0.000 ) ini berarti bahwa ada hubungan
pendapatan keluarga dengan pemilihan penolong persalinan. Berdasarkan data penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden 68,2% termasuk dalam pendapatan keluarga kurang dan sedangkan 98,0% responden termasuk pendapatan keluarga cukup. Sebagian besar responden termasuk dalam pendapatan keluarga yang cukup maupun pendapatan keluarga yang kurang memilih penolong persalinan oleh dukun bayi yakni 57 responden 78.1% dan 16 responden 21.9%. responden yang termasuk dalam status pendapatan keluarga rendah cenderung tidak mempunyai pendapatan keluarga yang memadai untuk memenuhi biaya pelayanan penolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan lain. Hal ini terjadi karena biaya persalinan di dukun bayi cenderung lebih murah dibandingkan dengan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan lain. Dari hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa alasan responden tidak memanfaatkan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya adalah karena kondisi keuangan yang tidak memadai. Biaya persalinan yang dikeluarkan bila ditolong oleh dukun bayi bisa dibayarkan beberapa kali setelah bayi lahir. selain itu besar biaya yang harus dikeluarkan pasien tidak ditentukan. Mereka bisa membayar sesuai dengan keikhlasan hati mereka tau dapat dibayar dengan barang seperti hasil kebun, sawah ataupun ladang. Di wilayah kerja Puskesmas Waetawa ibu yang mempunyai pendapatan keluarganya tinggi cenderung lebih memilih bidan
sebagai penolong persalinan dibandingkan dukun bayi. Pemanfaatan bidan cenderung pada ibu dengan pendapatan tinggi, sedangkan masyarakat dengan pendapatan rendah lebih memilih dukun. hal ini karena masyarakat mempunyai persepsi bahwa penolong persalinan pada bidan mahal dan masyarakat kurang percaya terhadap pelayanan kesehatan bidan di desa. karena bidan terlalu muda dan belum menikah sehingga belum mempunyai pengalaman terutama persalinan ibu. 5. Hubungan Antara Sikap Kepercayan Ibu Dengan Pemilihan Penolong Persalinan
Analisis data dengan menggunakan uji Chi - Square pada maka diperoleh dengan nilai Uji Chi Square (0.000) ini berarti bahwa ada pengaruh Sikap Kepercayaan dengan pemilihan penolong persalinan di Puskesmas Waetawa. Berdasarkan data yang diperoleh, 78,1% responden memilih pertolongan persalinan oleh dukun bayi dan 21,9% memilih penolong persalinan oleh bidan. Sikap Kepercayaan yang anut Ibu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pemilihan penolong persalinan di desa – desa, mengingat ada beberapa desa yang terisolir dan susah dijangkau oleh fasilitas kesehatan dan tenaga medis sehingga hal ini membuka peluang bagi dukun bayi, serta akan menambah keperyaan masyarakat terhadap dukun bayi. Di wilayah kerja Puskesmas Waetawa, hampir seluruh masyarakat sangat fanatik dengan Sikap Kepercann melalui budaya dan adat istiadatnya, sehingga bidan terkadang sulit diterima. Keadaan ini
mencerminkan bahwa masyarakat lebih memilih melahirkan di dukun bayi dari pada bidan. Hal ini karena pertimbangan tradisi sikap kepercayaan di desaWaesili desa Lena dan Desa Simi mereka yang sudah sejak dahulu jika melahirkan ditolong oleh dukun bayi. Selain itu dukun bayi lebih cepat dipanggil, mudah dijangkau, biayanya lebih murah, serta adanya hubungan yang akrab dan bersifat kekeluargaan dengan ibu-ibu yang ditolongnya 6. Hubungan Antara Jarak Rumah Dengan Pemilihan Penolong Persalinan
Analisis data dengan menggunakan uji Chi - Square diperoleh dengan nilai Uji Chi Square (0.000) ini berarti bahwa ada pengaruh jarak rumah ke tempat pelayanan kesehatan dengan pemilihan penolong persalinan di Puskesmas Waetawa. Keterjangkauan didasarkan persepsi jarak dan ada tidaknya kendaraan pribadi maupun umum untuk mencapai sarana kesehatan terdekat. Responden yang memilih penolong persalinan oleh dukun bayi umumnya merupakan masyarakat yang jarak rumahnya menuju tempat dukun bayi lebih dekat sedangkan responden yang memilih penolong persalinan oleh bidan membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mendapatkan pelayanan karena jaraknya yang lebih jauh. Ketersediaan dan kemudahan menjangkau tempat pelayanan, akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi merupakan salah satu pertimbangan keluarga dalam pengambilan keputusan mencari tempat pelayanan kesehatan. Pada waktu memilih dukun bayi, jarak
dari rumah ke tempat dukun tersebut sangat mempengaruhi. Lebih nyaman melahirkan di rumah sendiri dengan memanggil dukun bayi. Rumah dukun bayinya dekat sehingga lebih cepat datang dari pada harus ke tempat lain yang lebih jauh. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada responden diketahui bahwa reponden yang tidak memanfaatkan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya beralasan karena letak rumahnya yang jauh dari sarana kesehatan penolong persalinan. Alasan lain yang dikemukakan responden adalah tidak memiliki alat transportasi maupun alat komunikasi untuk menjemput / menghubungi bidan di desa tersebut. Kendala itu akan semakin berat ketika responden melahirkan pada malam hari. Di Wilayah kerja Puskesmas Waetawa Kebanyakan ibu hamil lebih memilih Dukun Bayi dengan alasan mereka merupakan tetangga sendiri, sikap mereka terhadap masyarakat lebih baik, tiap hari dijenguk, bayinya dirawat sampai umur 40 hari, jarak dukun dari rumah lebih dekat dan kurangnya transportasi juga mempengaruhi pemilihan penolong persalinan pada dukun. Jalan yang akan dilalui menuju puskesmas juga tidak memadai, sehingga memiliki risiko terhadap ibu hamil, bahkan melewati beberapa kali sungai untuk bisa sampai ke tempat sarana kesehatan. Sebagian besar 16 responden yang terjangkau aksesnya menuju sarana kesehatan memilih bidan untuk menolong persalinan, dan sebagian besar 21,9%.
Sedangkan responden yang tidak terjangkau aksesnya memilih dukun bayi untuk menolong persalinannya berumlah 57 responden atau 78,1%. Kesimpulan Berdasarkan Hasil Penelitian Tentang Determinan Pemilihan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Waetawa Kabupaten Buru Selatan Tahun 2014 dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Ada hubungan antara Pendidikan dengan Pemilihan Penolong Persalinan 2. Ada hubungan antara Pengetahuan dengan Pemilihan Penolong Persalinan 3. Ada hubungan antara Pendapatan dengan Pemilihan Penolong Persalinan 4. Ada hubungan antara sikap dengan Pemilihan Penolong Persalinan 5. Ada hubungan antara jarak rumah dengan Pemilihan Penolong Persalinan
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan: 1. Disarankan bagi masyarakat khususnya para ibu agar memperhatikan dirinya untuk melakukan Persalinan dengan baik di Puskesmas 2. Disarankan bagi Dinas Kesehatan / Puskesmas, agar memberikan penyuluhan kepada ibu- ibu yang ada di desa Waetawa, desa Waesili, desa Lena dan desa Simi, mengenai Pemilihan Penolong Persalinan yang aman, risiko persalinan pada dukun serta pentingnya penolong persalinan oleh tenaga kesehatan seperti bidan
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, 2006, www.google.co.id persalinan.
https: // / penolong
Anderson, 2008, Pemberian Penolong Persalinan, Jakarta: Graha Ilmu. Depkes, 2008, Angka Kematian Ibu di Indonesia. Dinas Kesehatan Kabupaten Buru Selatan , 2010, Laporan Tahunan tentang per Puskesmas 2010-2013. Dinas Kabupaten Buru Selatan 2012, Asuhan kebidanan persalinan, Kala II EDISI I. Depkes RI, 2001, Kepercayaan Dukun di Masyarakat Gaskin, 2003, Layanan Kebidanan. Juariah, 2009, Akses informasi tentang kehamilan dalam proses persalinan. Jujun S, 2005, Sikap kepercayaan berhubungan dengan keyakinan. Kabupaten Buru Selatan, 2010-2014, Pertolongan persalinan masalah partus lama dan kematian bayi baru lahir 2% (Data Dari Puskesmas Waetawa ). Depkes RI. 2003 Kebidanan Konmunitas Penolong Persalinan oleh Tenaga non. trans INFO Medika Jakarta. Manuaba, 2001, Pemilihan Penolong Persalinan. GDE.
Melani, dkk, 2009, Bidan Praktek desa.
Prabowo, 2002, Tujuan Pembangunan Kesehatan Indonesia.
Manuaba, 2001, Konsep Obstetri & Ginokologi, EGC, Jakarta.
Prabowo, 2009, persalinan
Manuaba, 2009, Bentuk Pelayanan Bidan. IBG.
Ristrini, 2004 angka kematian ibu
Puskesmas Waetawa, 2014, Hasil survey awal peneliti tentang pemilihan penolong persalinan di desa Waetawa.
Setiawati, 2010, Dukun di percaya oleh masyarakat sebagai aktor lokal.
Prawirihardjo, 2009, Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, Jakarta, PT. Bina Pustaka
Tenaga
Penolong
Syafrudin, 2009, Dukun terlati. WHO – Depkes RI, 1999, Konotasinya terkait langsung dengan Aspek Kesehatan.
Wiknjosastro 2005 Dukun tidak terlatih WHO, 2006, Angka kematian ibu di seluruh dunia di perkirakan 400/100.000 kelahiran hidup menurut badan kesehatan dunia. http://mutiahelda.wordpress.com/2013/07/21/ hubungan pengetahuan ibu hamil tentang penolong persalinan dengan pemilihan penolong persalinan http://www.tribun-maluku, 2013, Penentuan upah minimum provinsi Maluku http://www.academia.edu/5113636/Angka Kematian Ibu di Indonesia.