PENGARUH CARA DAN LAMA PENGERINGAN TERNA NILAM TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK NILAM
SKRIPSI
VIVI JULIYENTI F34060201
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
THE EFFECT OF DRYING METHOD AND DRYING TIME ON THE YIELD AND THE QUALITY OF PATCHOULI OIL S. Ketaren, Ma’mun, and Vivi Juliyenti Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. e-mail:
[email protected]
ABSTRACT One of problems of patchouli oil industry in Indonesia were the yield and the quality of patchouli oil that were still low. One of factors that affect the yield and the quality of patchouli oil is drying of patchouli herb before distillation. The research aim are to determine the effect of drying method and drying time on the yield and the quality of patchouli oil. The experimental design used in this study was factorial completely randomized design of (3 x 4) factosr with two replication. Factors used were the method of drying (dried patchouli without sunlight for 9 days, patchouli were dried in the sun for 2 hours and then aerated for 8 days, patchouli were dried in the sun for 4 hours then aerated for 5 days, patchouli were dried in the sun for 6 hours and then aerated for 4 days) and placement during drying (floor, shelf and hanging). Method of drying and drying time significantly affected moisture content of patchouli herb, refractive index, specific gravity, acid number, ester number and solubility in alcohol of patchouli oil, but its did not give significant effect on the yield, color, and optical rotation of patchouli oil. The longer of drying time tends to cause bulk density, optical rotation, and acid number of patchouli oil are increase, but the water content, solubility in alcohol, and ester number of patchouli oil are decreases. The best treatment in this research was drying of patchouli herb on the shelf and dried in the sun for 4 hours then aerated for 5 days, with the yield of 2.99%, water content of 15.12%, oil color is yellow, bulk density of 0.9676, refractive index of 1.5090, optical rotation of (-) 57.78, soluble in alcohol 90% with a ratio of 1:4, acid number of 2.239, ester number of 13.141, and patchouli alcohol content of 39.54%. Keyword : patchouli oil, drying time and drying method
Vivi Juliyenti. F34060201. Pengaruh Cara dan Lama Pengeringan Terna Nilam Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Nilam. Di bawah bimbingan S. Ketaren dan Ma’mun. 2010
RINGKASAN Minyak nilam adalah minyak atsiri hasil penyulingan tanaman nilam (Pogostemon cablin Bent). Minyak nilam digunakan dalam dalam industri parfum, kosmetik, sabun, dan lain-lain. Penggunaan minyak nilam dalam industri tersebut karena daya fiksasinya yang tinggi. Namun minyak nilam juga bisa dimanfaatkan untuk bahan biopestisida, anti-septik, anti-jamur, anti-jerawat, obat eksim dan kulit pecah-pecah. Daerah penghasil minyak nilam di Indonesia antara lain Bengkulu, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara. Salah satu masalah industri minyak nilam di Indonesia adalah rendemen dan mutu minyak nilam yang masih rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi rendemen dan mutu minyak nilam adalah perlakuan pendahuluan sebelum penyulingan. Ada banyak metode pengeringan yang dilakukan di Indonesia yaitu pengeringan nilam dengan cara dijemur langsung di bawah sinar matahari dan ada yang hanya diangin-anginkan saja, selain itu ada yang mengeringkan nilam di atas lantai dan ada yang mengeringkannya di atas rak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh beragam cara pengeringan terhadap mutu dan rendemen minyak nilam. Penelitian ini menggunakan tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) yang berasal dari daerah Salabintana, Sukabumi Jawa Barat dengan umur panen 3 bulan lebih 2 minggu dan merupakan hasil pemanenan yang ketiga. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial 3 x 4 dengan dua kali ulangan. Faktor yang digunakan adalah cara penjemuran (terna nilam dikeringkan tanpa sinar matahari selama 9 hari, terna nilam dijemur di bawah sinar matahari selama 2 jam kemudian diangin-anginkan selama 8 hari, terna nilam dijemur di bawah sinar matahari selama 4 jam kemudian diangin-anginkan selama 5 hari, terna nilam dijemur di bawah sinar matahari selama 6 jam kemudian diangin-anginkan selama 4 hari) dan penempatan saat penjemuran (lantai, rak dan digantung). Faktor cara pengeringan dan lama waktu pengeringan berpengaruh nyata terhadap kadar air terna nilam, bau atau aroma, bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, bilangan ester dan kelarutan dalam alkohol dari minyak nilam, tapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen, warna dan putaran optik dari minyak nilamnya. Semakin lama waktu pengeringan cenderung menyebabkan bobot jenis, putaran optik, dan bilangan asam meningkat, namun kadar air, kelarutan dalam alkohol, dan bilangan ester semakin menurun. Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa perlakuan pendahuluan yang terbaik untuk terna nilam adalah pengeringan di atas rak dengan penjemuran selama 4 jam dan diangin-anginkan selama 5 hari, dengan rendemen sebesar 2.99%, kadar air terna sebesar 15.12%, warna minyak kuning jernih, nilai bobot jenis sebesar 0.9676, nilai indeks bias sebesar 1.5090, nilai putaran optik sebesar (-)57.78, larut dalam alkohol 90% dengan perbandingan 1:4, memiliki bilangan asam sebesar 2.239, memiliki bilangan ester sebesar 13.141, dan memiliki kadar patchouli alkohol sebesar 39.54%. Perlakuan terbaik tersebut ditentukan dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE).
PENGARUH CARA DAN LAMA PENGERINGAN TERNA NILAM TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK NILAM
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh VIVI JULIYENTI F34060201
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
:
Nama NIM
: :
Pengaruh Cara dan Lama Pengeringan Terna Nilam Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Nilam Vivi Juliyenti F34060201
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II,
(Ir. S. Ketaren, MS.) NIP. 19460124 197501 1 001
(Drs. Ma’mun, BSc.) NIP. 19530327 197604 01 003
Mengetahui: Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP. 19621009 198903 2 001
Tanggal lulus : 4 November 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Cara dan Lama Pengeringan Terna Nilam Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Nilam adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2010 Yang membuat pernyataan
Vivi Juliyenti F34060201
BIODATA PENULIS
Vivi Juliyenti. Lahir di Talu, 30 Juli 1988 dari ayah Darwin Syahroeddin dan ibu Mulyetti, sebagai puteri ketiga dari tujuh orang bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 14 Kemajuan Baru (1994-2000), SLTP Negeri 1 Talamau (2000-2003), dan SMA Negeri 1 Talamau (2003-2006). Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis melaksanakan kegiatan praktek lapang pada tahun 2009 di PT Perkebunan Nusantara X dengan judul Mempelajari Aspek Pengawasan Mutu Gula Tebu di PT. Perkebunan Nusantara X PG. Pesantren Baru, Kediri. Penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Cara dan Lama Pengeringan Terna Nilam Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Nilam untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian di bawah bimbingan Ir. Semangat Ketaren, MS.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Pengaruh Cara dan Lama Pengeringan Terna Nilam Terhadap Mutu dan Rendemen Minyak Nilam sejak bulan Mei sampai Oktober 2010. Salawat dan Salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayah dan Umak sebagai semangat hidup dan kehidupan yang telah memberikan kasih sayang dan ketulusan yang tak terhingga, doa tiada henti dan pelajaran hidup yang sangat berharga. Serta keenam saudaraku sebagai penyemangat atas dukungan dan bantuannya. 2. Ir. Semangat Ketaren, MS selaku dosen pembimbing I yang tidak hanya membimbing, namun membantu penulis memahami makna dari proses panjang selesainya skripsi ini. 3. Drs. Ma’mun, BSc selaku pembimbing II dan manajer teknik di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik yang membantu, membimbing dan memberikan masukan-masukan yang berguna hingga selesainya skripsi ini. 4. Ibu Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukannya kepada penulis. 5. Bapak Ir. Azhar Syahroeddin dan ibu Oka Hendrijati atas dukungan dan bantuannya selama ini 6. Bapak Dedi sebagai staff departemen teknik di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik 7. Bu Rini, Ibu Sri, Ibu Ega, Pak Gun dan staff laboran departemen TIN lainnya yang telah membantu pada saat penelitian. 8. Bapak Ade Iskandar, Pak Jum, Pak Damiri, Pak Agus dan Petugas UKK IPB, atas bantuannya selama peneliti di lab. Liwikopo 9. Amalia Widyasari dan Syelly Fathiyah teman satu bimbingan yang selalu membantu dan saling mendukung. 10. Adindanerz yaitu Ni Melati Safitri, Kak Fitri Handayani, Kak Apri Lubis, Kak Faradilla Riza, Kak Destriyanti Sugiarti, Ikrar Tristaning H.U dan terkhusus adikku Vinda Mulyetti D atas kebersamaan, dukungan dan bantuannya. 11. Nurul Pustikasari, Ita Suryati, Siska Widi Utami, Kak Siti Ajizah, Vioni Desrosya, Kirana Sanggrami S, Rizka Ardhiyana, Cucu Rina Purwaningrum, Juliando Saragih, Syahrun Mubarak, Dian Fajarika, Muhammad Syukur Sarfat, Romy Kurniawan, Nidia Erlina, serta seluruh teman TIN 43 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas kebersamaan, dukungan, dan bantuannya. 12. Terakhir kepada semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak mendukung penulis selama ini. Terima kasih banyak.
Bogor, November 2010 Vivi Juliyenti
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................................ DAFTAR TABEL .............................................................................................................. DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... I. PENDAHULUAN
iii vi vii viii
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................
1
1.2 Tujuan .....................................................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 2.1 Tanaman Nilam .......................................................................................................
3
2.2 Minyak Nilam ..........................................................................................................
3
2.3 Pengeringan .............................................................................................................
10
2.4 Penyulingan .............................................................................................................
11
III. METODOLOGI 3.1 BAHAN 3.1.1 Bahan Baku ........................................................................................................
13
3.1.2 Bahan Kimia ......................................................................................................
13
3.2 ALAT ......................................................................................................................
13
3.3 METODE PENELITIAN 3.3.1 Penelitian Pendahuluan .......................................................................................
14
3.3.2 Penelitian Utama ................................................................................................
14
3.3.3 Rancangan Percobaan .........................................................................................
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan ............................................................................................
17
4.2 Penelitian Utama 4.2.1 Kadar Air Terna Nilam .......................................................................................
17
4.2.2 Rendemen ..........................................................................................................
18
4.2.3 Warna Minyak Nilam .........................................................................................
19
4.2.4 Bau Minyak Nilam .............................................................................................
19
4.2.5 Analisa mutu 4.2.5.1 Bobot Jenis ..............................................................................................
20
4.2.5.2 Indeks Bias ..............................................................................................
21
4.2.5.3 Putaran Optik ...........................................................................................
22
4.2.5.4 Kelarutan dalam Alkohol .........................................................................
23
4.2.5.5 Bilangan Asam ........................................................................................
24
4.2.5.6 Bilangan Ester .........................................................................................
25
4.2.5.7 Analisis Komposisi Minyak Nilam Menggunakan Kromatografi Gas ........
27
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ..............................................................................................................
28
5.2 Saran .......................................................................................................................
28
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... LAMPIRAN .......................................................................................................................
29
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Luas lahan tanaman nilam di beberapa daerah di Indonesia ...............................
1
Tabel 2.
Persyaratan mutu minyak nilam Indonesia (SNI 06-2385-2006) ........................
4
Tabel 3.
Komposisi minyak nilam..................................................................................
4
Tabel 4.
Komposisi minyak nilam..................................................................................
5
Tabel 5.
Sifat fisik patchouli alkohol ..............................................................................
6
Tabel 6.
Produksi minyak nilam dari bahan dijemur dan tidak dijemur selama penyimpanan 0,1, dan 2 minggu .......................................................................
11
Tabel 7.
Hasil analisis komposisi minyak nilam menggunakan Kromatografi Gas...........
27
Tabel 8.
Spesifikasi alat penyulingan minyak nilam .......................................................
33
Tabel 9.
Data hasil penelitian pendahuluan ....................................................................
41
Tabel 10.
Kadar air terna nilam .......................................................................................
41
Tabel 11.
Rendemen minyak nilam yang dihasilkan dari berbagai cara dan lama Pengeringan .....................................................................................................
42
Nilai bobot jenis minyak nilam yang dihasilkan dari berbagai cara dan lama pengeringan .....................................................................................................
43
Nilai indeks bias minyak nilam yang dihasilkan dari berbagai cara dan lama pengeringan .....................................................................................................
43
Nilai putaran optik minyak nilam yang dihasilkan dari berbagai cara dan lama pengeringan .....................................................................................................
44
Nilai kelarutan dalam alkohol minyak nilam yang dihasilkan dari berbagai cara dan lama pengeringan ...............................................................................
44
Nilai bilangan asam minyak nilam yang dihasilkan dari berbagai cara dan lama pengeringan .............................................................................................
45
Nilai bilangan ester minyak nilam yang dihasilkan dari berbagai cara dan lama pengeringan .....................................................................................................
45
Tabel 18.
Rekapitulasi data rata-rata analisis hasil penelitian ............................................
61
Tabel 19.
Rata-rata rendemen beberapa provinsi di Pulau Jawa ........................................
61
Tabel 20.
Data rendemen minyak di Kab. Boyolali, Jawa Tengah .....................................
62
Tabel 21.
Data rendemen minyak Di Jawa Barat ..............................................................
62
Tabel 22.
Data rendemen minyak di Sleman ....................................................................
62
Tabel 23.
Data rendemen minyak di bebarapa daerah .......................................................
63
Tabel 24.
Matrik keputusan perlakuan terbaik dengan metode perbandingan eksponensial (MPE) .........................................................................................
68
Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17.
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Rumus bangun Patchouli Alkohol ....................................................................
6
Gambar 2. Rumus bangun Patchoulene..............................................................................
7
Gambar 3. Rumus bangun Beta-caryophyllene. .................................................................
8
Gambar 4. Rumus bangun Beta-elemene ...........................................................................
8
Gambar 5. Rumus bangun Alpha-copaene .........................................................................
8
Gambar 6. Pogostol...........................................................................................................
9
Gambar 7. Beta-gurjunene ................................................................................................
9
Gambar 8. Alpha-pinene ...................................................................................................
9
Gambar 9. Beta-pinene......................................................................................................
10
Gambar 10. Kebun nilam rakyat di Salabintana, Kab. Sukabumi ..........................................
13
Gambar 11. Tahapan penelitian ...........................................................................................
15
Gambar 12. Pengaruh cara dan lama pengeringan terhadap kadar air terna nilam.......................................................................................................
18
Gambar 13. Penampilan warna minyak nilam secara visual .................................................
19
Gambar 14. Pengaruh perlakuan terhadap kesukaan panelis terhadap warna minyak nilam ...................................................................................................
20
Gambar 15. Pengaruh cara dan lama pengeringan terhadap bobot jenis minyak nilam yang dihasilkan ..................................................................................... ………
21
Gambar 16. Pengaruh cara dan lama pengeringan terhadap indeks bias minyak nilam yang dihasilkan ................................................................................................
22
Gambar 17. Pengaruh cara dan lama pengeringan terhadap kelarutan minyak nilam yang dihasilkan dalam alkohol 90%.......................................................... .......
23
Gambar 18. Reaksi oksidasi pada ikatan rangkap .................................................................
25
Gambar 19. Pengaruh cara dan lama pengeringan terhadap nilai bilangan asam minyak nilam yang dihasilkan ......................................................................................
25
Gambar 20. Reaksi kesetimbangan hidrolisis ester...............................................................
26
Gambar 21. Pengaruh cara dan lama pengeringan terhadap bilangan ester minyak nilam yang dihasilkan ......................................................................................
26
Gambar 22. Alat penyulingan minyak nilam ........................................................................
32
Gambar 23. Ketel suling .....................................................................................................
33
Gambar 24. Turbular condenser..........................................................................................
33
Gambar 25. Oil separator ....................................................................................................
33
Gambar 26. Mecher burner .................................................................................................
33
Gambar 27. Kromatogram minyak nilam hasil perlakuan R(j4,a5) .......................................
64
Gambar 28. Kromatogram minyak nilam hasil perlakuan R(j6,a4) .......................................
66
Gambar 29. Kromatogram minyak nilam hasil perlakuan G(j4,a5) .......................................
67
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Alat penyulingan minyak nilam .......................................................................
32
Lampiran 2. Prosedur analisa proksimat terna nilam ............................................................
34
Lampiran 3. Analisis parameter mutu minyak nilam ............................................................
36
Lampiran 4. Data hasil penelitian ........................................................................................
41
Lampiran 5. Hasil analisis varian ........................................................................................
47
Lampiran 6. Rekapitulasi data rata-rata analisis hasil penelitian ...........................................
61
Lampiran 7. Data rendemen hasil perlakuan standar di beberapa daerah ...............................
62
Lampiran 8. Kromatogram minyak nilam ............................................................................
64
Lampiran 9. Penilaian perlakuan terbaik dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) .......................................................................................
68
I.
1.1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Minyak nilam merupakan salah satu minyak atsiri yang sudah lama diperdagangkan di pasar dunia. Minyak ini dalam dunia perdagangan dikenal sebagai Patchouli oil yang diperoleh dari penyulingan tanaman nilam. Menurut Dhalimi, dkk (1998), nilam (Pogostemon cablin Benth, famili : labiatae), merupakan tanaman atsiri yang menjadi salah satu sumber devisa negara, maupun sebagai sumber pendapatan petani. Minyak nilam mempunyai prospek yang baik sebagai komoditas ekspor, karena selalu dibutuhkan dalam industri parfum, kosmetik, sabun dan lainnya. Di pasaran minyak atsiri dunia pada tahun 2008 Indonesia menguasai 80-90% pangsa pasar dunia. Luas lahan tanaman nilam yang ada di Indonesia terbilang luas dengan persebaran seperti Tabel 1. Tabel 1. Luas lahan tanaman nilam di beberapa daerah di Indonesia No.
Nama daerah
Luas lahan (Ha)
1
Bengkulu
1.661
2
Daerah Istimewa Yogyakarta
19
3
Jambi
954
4
Jawa Barat
2.562
5
Jawa Tengah
4.312
6
Jawa Timur
3.919
7
Lampung
8
Nanggroe Aceh Darussalam
9
Riau
10
Sumatera Barat
11
Sumatera Selatan
12
Sumatera Utara
267 2.486 378 2.799 696 1.664
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2008)
Minyak nilam dapat diperoleh dengan cara menyuling daun dan batang nilam (terna nilam). Salah satu faktor yang mempengaruhi rendemen dan mutu minyak nilam adalah perlakuan pendahuluan sebelum penyulingan. Menurut Ketaren (1985) perlakukan pendahuluan terhadap bahan yang mengandung minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pengeringan atau pelayuan, pengecilan ukuran bahan dan fermentasi oleh mikroorganisme. Menurut Nurdjannah, dkk. (2006), kurang baiknya mutu minyak nilam merupakan permasalahan utama industri minyak nilam di Indonesia. Mutu yang kurang baik ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : 1) bahan olah yang tidak memenuhi syarat (cara pelayuan dan pengeringan yang tidak memenuhhi syarat), 2) kesadaran dan pengetahuan produsen yang masih kurang, 3) peralatan penyulingan yang kebanyakan tidak sesuai atau kurang memenuhi syarat, 4)
lokasi penyulingan yang tidak cocok sehingga kekurangan air atau air yang digunakan tidak bersih, 5) pengemasan dan kondisi tempat penyimpanan yang tidak memenuhi syarat. Tujuan dari pengeringan terna nilam adalah agar sebagian air yang ada dalam daun dan batang menguap sehingga proses penyulingan dapat berlangsung lebih mudah dan singkat, selain itu menurut Ketaren (1985) pengeringan pada terna nilam akan menguraikan zat tidak berbau sehingga berbau wangi. Perajangan atau pengecilan ukuran bertujuan untuk mengurangi sifat kamba bahan dan membuka kelenjar minyak selebar mungkin sehingga rendemen minyak lebih banyak dan waktu penyulingan lebih singkat. Walaupun begitu, menurut Ketaren (1985) pada perlakukan pendahuluan besar kemungkinan adanya minyak yang akan hilang karena penguapan serta adanya perubahan komposisi minyak yang dapat mempengaruhi bau minyak atsiri yang akan dihasilkan. Ada beberapa cara pengeringan terna nilam yaitu dijemur langsung di bawah sinar matahari dan ada yang diangin-anginkan di atas lantai yang dilapisi terpal, di rak atau digantung untuk mempercepat proses pengeringannya. Pada umumnya petani nilam di Indonesia menggunakan cara pengeringan langsung di bawah sinar matahari di atas lantai semen atau aspal yang dilapisi terpal. Dari hasil beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan, lamanya waktu pengeringan terna nilam mempengaruhi komposisi dan sifat kimia dari minyak nilam yang dihasilkan. Menurut penelitian yang dilakukan Irfan dalam Anonim (2010), daun nilam yang dikeringanginkan mengakibatkan penurunan kadar minyak, bilangan ester, serta beberapa komponen terpen dalam minyak nilam. Sebaliknya bobot jenis, indeks bias dan komponen berat yang polar dalam minyak semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu pengeringanginan. Menurut Hernani dan Risfaheri (1989), rendemen minyak nilam tertinggi didapat dari kombinasi perlakuan lama penjemuran 2 jam dan dilanjutkan pelayuan selama 9 hari.
1.2
TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh cara dan lama pengeringan terna nilam terhadap mutu dan rendemen minyak nilam, dalam rangka mendapatkan cara pengeringan terna nilam yang terbaik.
II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Nilam
Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) termasuk dalam famili labiatae dengan tinggi antara 0.3 – 1.3 meter. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang subur dengan curah hujan yang merata yaitu sebanyak 2300 – 3000 milimeter setiap tahun. Beberapa spesies Pogostemon yaitu : Pogostemon cablin Benth. Populer dengan nama nilam Aceh, ciri utamanya adalah daunnya membulat seperti jantung dan di permukaan bagian bawahnya terdapat bulu-bulu rambut. Jenis ini sampai umur 3 (tiga) tahun hampir tidak berbunga. Pogostemon hortensis Backer. Dikenal dengan nama nilam sabun. Ciri utamanya lembaran daun lebih tipis, tidak berbulu, permukaan daun tampak mengkilat, dan warnanya hijau. Pogostemon heyneanus Benth. Sering disebut nilam hutan atau nilam Jawa. Ciri-cirinya yaitu ujung daun agak runcing, lembaran daun tipis dengan warna hijau tua dan berbunga lebih cepat. Dari ketiga jenis nilam tersebut, yang paling tinggi kandungan minyaknya adalah nilam Aceh (2,5 – 5,0%), sedangkan nilam lainnya rata-rata hanya mengandung 0,5 – 1,5 %. Saat ini telah dikenal 3 varitas unggul nilam Indonesia dengan produktivitas > 300 kg minyak/ha yaitu Sidikalang, Tapaktuan dan Lhokseumawe. Budidaya nilam tidaklah terlalu sulit, yang perlu diperhatikan adalah ketepatan memilih jenis varitas nilam, pengelolaan budidaya secara intensif dan lingkungan tumbuh yang memenuhi persyaratan, yakni pada suhu 24 – 28 °C, curah hujan 2000 – 3500 mm/tahun atau kelembaban > 75%, tekstur tanah remah, gembur dan banyak humus, dan ketinggian tanah mencapai 50 – 400 m dpl. Tanaman yang tumbuh di dataran rendah memiliki kadar minyak tinggi, PA (pathchouly alkohol) rendah, dan sebaliknya di dataran tinggi, kadar minyak rendah tapi PA-nya tinggi (Polontalo, 2009). Menurut Panuju (2009) tanaman nilam merupakan tumbuhan tropik yang memiliki ciri-ciri seperti semak dengan tinggi 0,3-1,3 m, akar serabut, batang lunak, cabang banyak dan bertingkat mengitari batang dengan radius cabang melebar 60 cm, daun bulat lonjong, p=10 cm, l=8 cm, ujung meruncing, dan termasuk famili labiatae. Klon nilam Aceh memiliki kadar minyak dan produksi terna yang cukup tinggi, antara lain klon asal Sidikalang, Tapak Tuan, dan Meulaboh dengan kadar minyak 2-3% dari terna kering suling (kadar air 12-15%) dengan produksi terna segar (kadar air 70-80%) antara 10-20 ton/ha/panen (panen tiap 4-6 bulan) (Anonim, 2010).
2.2
Minyak Nilam
Minyak nilam merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari hasil penyulingan tanaman nilam. Minyak nilam dipakai sebagai salah satu bahan baku dalam industri wewangian, kosmetika, dan sebagai bahan campuran pembuatan kompon. Minyak nilam sukar tercuci, sukar menguap dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya, dapat larut dalam alkohol dan dapat dicampur dengan minyak eteris lainnya. Karena sifat-sifat inilah minyak nilam dipakai sebagai unsur pengikat dalam industri wewangian. Selain digunakan dalam bentuk minyak, daun nilam juga berguna untuk bahan pelembab kulit, menghilangkan bau badan, pengawet mayat dan obat gatal-gatal pada kulit. Selain itu menurut Mardiningsih, dkk (1998), minyak nilam dapat digunakan sebagai pengendali hama, baik
pada bahan simpanan di gudang maupun hama yang ada di lapangan, sebagai penolak serangga, pengendali pertumbuhan populasi serangga, dan sebagai penghambat pertumbuhan serangga. Dalam dunia perdagangan minyak nilam digolongkan dalam satu jenis mutu dengan nama Patchouli oil yang harus memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia ) untuk minyak nilam seperti yang terdapat pada Tabel 2. Berbagai faktor yang mempengaruhi mutu minyak nilam, yaitu varietas, lingkungan tumbuh, teknik budidaya, perlakuan pendahuluan, proses penyulingan, serta pengemasan dan penyimpanan (Anggraeni dkk, 1998). Komponen utama dalam minyak nilam adalah patchouli alkohol (PA) yang kadarnya sekitar 30%. Komponen inilah yang biasanya dijadikan dasar penentuan mutu minyak nilam yang diinginkan pembeli selain minyak bebas cemaran besi (Fe). Oleh karena itu penyulingan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan ketel berbahan bebas karat (stainless steel) bukan dari besi yang bersifat korosif (Polontalo, 2009). Komposisi minyak nilam secara umum dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 2. Persyaratan mutu minyak nilam Indonesia (SNI 06-2385-2006) Kharakteristik
Nilai
Warna
Kuning Muda-Coklat kemerahan o
o
Bobot jenis (25 /25 C)
0,950-0,975
o
Indeks bias 25 C
1,507-1,515
Bilangan Asam
Maksimum 8,0
Kelarutan dalam Alkohol 90%
Larutan jernih pada perbandingan volume 1 : 10
Bilangan Ester
Maksimum 20,0
Putaran Optik (£D 25)
(-48o) - (-65o)
Patchouli alcohol (C15H26O)
Minimal 30%
Alpha copaena (C15H24)
Maksimal 0.5%
Kandungan besi (Fe)
Maksimal 25 mg/kg
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006) Tabel 3. Komposisi Minyak Nilam Senyawa
Jumlah (%)
α-elemene
1
caryophyllene
20
α-guaiene
15
α-bulnesene
25
α-bulnesene oxide
4
α-guaene oxide
1
Caryophyllene oxide
2
Nor-patchoulinol
0.5
Patchouli alkohol
30
Pogostol
1
Sumber : Skadia, dkk (2007)
Tabel 4. Komposisi Minyak Nilam No.
Komponen
Jumlah (%)
Rumus Molekul
Berat Molekul
1
Alpha-pinene
0.56
C10H26
136.24
2
Beta-pinene
0.56
C10H26
136.24
3
Limonene
0.13
C10H26
136.24
4
Beta-patchoulene
0.71
C10H24
204.35
5
Beta-elemene
0.22
C10H24
204.36
6
Beta-caryophylene
1.33
C10H24
204.36
7
Alpha,-guaine azulene 1,2
8.22
C10H24
204.36
8
Seychellene
5.73
C10H26
218.28
9
Alpha-patchoulene
3.27
C10H24
204.35
10
Alpha-elemene
0.11
C10H24
204.36
11
Beta-caryophyllene
0.15
C10H24
204.36
12
Alloaromadrene
0.19
C10H24
204
13
Patchoulene
0.32
C10H24
204.35
14
(+)-aromadendrene 1 H-cyclopr…
0.12
C10H24
204
15
Pentadecane, 3-methyl-(CAS)…
0.36
C10H24
204.36
16
Alpha-bulsene
10.98
C10H24
204.36
17
Delta-guaiene
0.27
C10H24
204.36
18
Delta-cadinene
0.46
C10H24
204.36
19
Caryophyllene oxide
0.55
C10H20O
192.30
20
Hexadecane (CAS)
0.13
C15H24
204.36
21
Caryophyllene oxide
0.34
C13H20O
192.30
22
Alpha-copaene
0.13
C15H24
204.36
23
Viridiflorol
0.44
C15H24O
220
24
Pogostol
1.38
C15H24O
201.34
25
Patchouli alcohol 1,6 methan…
22.21
C15H26O
222.36
26
Patchouli alcohol
22.15
C15H26O
222.36
27
Aromadendrene
0.11
C15H24
204
28
4,5 dimethoxy 2-methylphenol
17
C15H22O
218
29
Eugenol benzoat
3.48
C10H12O2
164.2
30
Norpathoulenol
0.82
C15H26O
222.36
31
Nortetrapatchoulenol
0.7
C14H24O
208.34
32
8H-benzo [3,4]cylobuta [1,2]cyclo
0.13
C15H24O
220
33
3,beta-hydroxy-17-methy-4(13…
1.13
C15H24O
220
Sumber : Purwaningrat (2005)
Berdasarkan komposisi tersebut terlihat bahwa komponen utama minyak nilam adalah patchouli alkohol. Komponen utama inilah yang biasanya digunakan sebagai pengikat (fixative) pada industri parfum. Minyak nilam adalah minyak atsiri yang diperoleh dari daun nilam (Pogostemon cablin Benth) dengan cara penyulingan. Minyak nilam terdiri dari komponen bertitik didih tinggi seperti patchouli alkohol, patchoulen, kariofilen dan non patchoulenol yang berfungsi sebagai zat pengikat dan belum dapat digantikan oleh zat sintetik (Hidayat, 2010). Menurut Ketaren (1985) komponen kimia penyusun minyak nilam terdiri dari dua golongan, yaitu golongan terpen dan golongan terpen-O. Unsur kimia golongan terpen-O terdiri dari Carbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Beberapa senyawa penyusun minyak nilam antara lain: a.
Patchouli Alkohol Patchouli alkohol merupakan seskuiterpen alkohol yang dapat diisolasi dari minyak nilam, tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik yang lain, mempunyai titik didih o
o
287 C pada tekanan 760 mmHg. Kristal yang terbentuk mempunyai titik lebur 56 C. Patchouli alkohol disebut juga patchouli camphor atau oktahidro-4,8a,9,9-tetrametil-1,6-metanonaftalen, mempunyai berat molekul 222,36 dengan rumus molekul C12H26O, selain itu terhadap patchouli alkohol dapat dilakukan esterifikasi dengan asam asetat dan katalis asam sulfat menghasilkan patchouli asetat (Bulan, 2004). Sifat fisik patchouli alkohol dapat dilihat pada Tabel 5 dan rumus bangunnya dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 5. Sifat fisik Patchouli Alkohol Sifat
Nilai o
Indeks bias (20 C)
1.52450
Titik didih (760mmHg)
287-288oC
Titik lebur (760 mmHg)
55-58oC
Densitas
1.001 ± 0.06 g/cm3 101.67oC
Flash point Sumber: Anonim (2010)
OH
H H Gambar 1. Rumus bangun patchouli alkohol Kadar patchouli alkohol dalam minyak nilam dapat diketahui dengan cara melakukan uji kromatografi gas (GC). Pada uji kromatografi gas, komponen monoterpen akan keluar lebih dahulu,
kemudian diikuti oleh golongan monoterpen-O yang memiliki polaritas dan bobot molekul yang lebih besar dibandingkan dengan komponen monoterpen. Berikutnya akan keluar golongan seskuiterpen yang memiliki bobot molekul lebih besar dari monoterpen-O, dan diikuti oleh golongan seskuiterpenO yang memiliki polaritas dan bobot molekul terbesar. Patchouli alkohol memiliki waktu retensi yang cukup lama karena titik didihnya yang tinggi. Waktu retensi adalah waktu yang digunakan oleh senyawa patchouli alkohol untuk bergerak melalui kolom menuju detektor. Waktu ini diukur berdasarkan waktu dari saat sampel diinjeksikan pada titik dimana tampilan menunjukkan tinggi puncak maksimum untuk senyawa itu. Setiap senyawa memiliki waktu retensi yang berbeda. Untuk senyawa tertentu, waktu retensi sangat bervariasi dan bergantung pada: 1. Titik didih senyawa. Senyawa yang mendidih pada temperatur yang lebih tinggi daripada temperatur kolom, akan menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk berkondensasi sebagai cairan pada awal kolom. Dengan demikian, titik didih yang tinggi akan memiliki waktu retensi yang lama. 2. Kelarutan dalam fase cair. Senyawa yang lebih mudah larut dalam fase cair, akan memiliki waktu retensi yang lama. 3. Temperatur kolom. Temperatur tinggi menyebabkan pergerakan molekul-molekul dalam fase gas dan mempersingkat waktu retensi. Namun, pemisahannya kurang baik sehingga tidak akan terdapat jarak antara puncak-puncak dalam kromatogram. Semakin rendah temperatur kolom semakin baik pemisahan komponen atau senyawa tetapi akan memakan waktu yang lama untuk mendapatkan senyawa karena kondensasi yang lama pada bagian awal kolom (Clark, 2007). b.
Patchoulene Patchoulene terdiri dari alpha-patchoulene dan beta-patchoulene yang rumus bangunnya dapat dilihat pada Gambar 2. Alpha-patchoulene atau hexahydro1,4,9,9-2,3,6,7,8alpha-tetramethyl-1H3alpha,7-methanoazulene dan beta-patchoulene memiliki indeks bias yang sama yaitu 1.515 ± 0.03 cm3 sedangkan titik didih, bobot jenis, dan flash pointnya berbeda. Alpha-patchoulene memiliki bobot jenis sebesar 0.94 ± 0.1 g/cm3, titik didih sebesar 262-263oC pada tekanan 760 mmHg dan flash point sebesar 110oC, sedangkan beta-patchoulene memiliki bobot jenis sebesar 0.95 ± 0.1 g/cm3, titik didih sebesar 260-262o C, dan flash point sebesar 99.44 oC.
Alpha-patchoulene
Beta-patchoulene
Gambar 2. Rumus bangun patchoulene c.
Beta-caryophyllene Beta-caryophyllene juga disebut dengan trans-caryophyllene dapat larut dalam alkohol dan propilen glikol. Beta-caryophyllene memiliki nilai indeks bias sebesar 1.494 ± 0.03, bobot jenis sebesar 0.89 ± 0.1 g/cm3, nilai putaran optik -5 sampai -10 dan nilai flash point sebesar 93.33 oC. Rumus bangun beta-caryophyllene dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Rumus bangun beta-caryophyllene d.
Beta-elemene Beta-elemene dikenal juga dengan 1-ethenyl-1-methyl-2,4-bis-cyclohexane yang rumus bagunnya dapat dilihat pada Gambar 4 memiliki bobot jenis sebesar 0.862 ± 0.06 g/cm3, indeks bias sebesar 1.501 ± 0.02, flash point sebesar 98.33°C dan memiliki titik didih sebesar 251 sampai 253 °C pada 760.00 mm Hg.
Gambar 4. Rumus bangun beta-elemene e.
Alpha-copaene Alpha-copaene dikenal juga dengan aglaiene (copaeneal/pha-copaene) memiliki bobot jenis sebesar 0.939 ± 0.06 g/cm3, indeks bias sebesar 1.509 ± 0.02, nilai flash point sebesar 42.78°C dan memiliki titik didih sebesar 246 sampai 251°C pada 760.00 mm Hg. Rumus bagun alpha-copaene dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Rumus bangun alpha-copaene f.
Pogostol Pogostol dikenal juga dengan 1,4-dimethyl-7-prop-1-en-2-yl-2,3,3a,5,6,7,8,8a-octahydro-1Hazulen-4-ol memiliki bobot jenis sebesar 0.929 ± 0.06 g/cm3, indeks bias sebesar 1.483 ± 0.02, nilai
flash point sebesar 128.33°C dan memiliki titik didih sebesar 303 sampai 304°C pada 760.00 mm Hg. Rumus bangun pogostol dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Rumus bangun pogostol g.
Beta-gurjunene Beta-gurjunene dikenal juga dengan 1aR-decahydro-1,1,4-trimethyl-7-methylene-1Hcycloprop(e)azulene memiliki bobot jenis sebesar 0.93 ± 0.1 g/cm3, indeks bias sebesar 1.505 ± 0.03, nilai flash point sebesar 106.11°C dan memiliki titik didih sebesar 257 sampai 258°C pada 760.00 mm Hg. Rumus bangun beta-gurjunene dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Rumus bangun beta-gurjunene h.
Alpha-pinene Alpha-pinene dikenal juga dengan dextro,laevo-pin-2(3)-ene memiliki bobot jenis sebesar 0.879 ± 0.06 g/cm3, indeks bias sebesar 1.464 pada suhu 25°C, dan memiliki nilai flash point sebesar 32.22°C. Rumus bangun alpha-pinene dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Rumus bangun alpha-pinene
i.
Beta-pinene Beta-pinene dikenal juga dengan terbenthene memiliki bobot jenis sebesar 0.88 ± 0.1 g/cm3, indeks bias sebesar 1.477 sampai 1.481 pada 20° pada suhu 25°C, dan memiliki nilai flash point sebesar 35°C. Rumus bangun beta-pinene dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Rumus bangun beta-pinene
2.3
Pengeringan
Faktor yang mempengaruhi kecepatan pengurangan kadar air antara lain : luas permukaan bahan, perbedaan kelembaban udara pengering dan permukaan komoditas, temperatur udara pengering, koefisien perpindahan panas, dan kecepatan udara pengering (Amin, 2005). Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air, pengurangan kadar air pada awalnya hanya terjadi pada permukaan bahan jika temperatur sekitar jauh lebih tinggi dari temperatur bahan. Pengeluaran air dari permukaan bahan relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan pengeluaran kandungan air yang berada lebih jauh dari permukaan kulit. Kandungan air di permukaan bahan mudah menguap, semakin dalam konduksi panas semakin sukar menembus bahan sehingga penguapan air semakin lambat. Mutu minyak nilam dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain mutu daun, penyulingan dan penyimpanan minyak. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu daun sebelum disuling adalah kesuburan tanah, umur tanaman, daerah asal, perlakuan pengeringan dan lama penyimpanan. Pengeringan daun nilam perlu dilakukan, karena bila daun nilam segar langsung disuling akan mengakibatkan daun rapuh dan sulit untuk disuling, sedangkan pengeringan yang terlampau lama akan berakibat timbulnya bau yang kurang enak akibat adanya pertumbuhan jamur (Sudaryani dan Sugiharti, 1989). Kehilangan minyak selama pengeringan disebabkan karena keluarnya minyak asiri dari kantong minyak di dalam bahan dengan bantuan air disebut dengan peristiwa hidrodifusi. Minyak atsiri bersifat tidak permeable terhadap dinding kantong minyak sehingga tidak bisa keluar dari kantong minyak. Dengan adanya air di dalam bahan segar disertai dengan pemanasan (dalam hal ini pengeringan) maka air yang bersifat permeable terhadap kantong minyak masuk ke dalam kantong minyak dan mendispersikan bagian minyak (nonpolar) dan melarutkan minyak yang relatif polar. Akibatnya minyak yang tadinya bersifat tidak permeable menjadi bersifat permeable (karena sebagian terdispersi dan sebagian larut dalam air), sehingga dapat keluar dari dinding kantong ke permukaan bahan dan akhirnya menguap bersama-sama dengan air. Penguapan minyak bersama-sama dengan air selama proses pengeringan adalah penguapan larutan dalam sistem dua fase (menuruti Hukum Dalton). Itulah sebabnya minyak atsiri yang bertitik didih tinggi (paling rendah 135o C ) dapat menguap dibawah titik didihnya (dalam hal ini pada suhu pengeringan 40-50oC). Menurut penelitian yang dilakukan Irfan dalam Anonim (2010), daun nilam yang dikeringanginkan mengakibatkan penurunan kadar minyak, bilangan ester, serta beberapa komponen terpen dalam minyak nilam.
Sebaliknya bobot jenis, indeks bias dan komponen berat yang polar dalam minyak semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu pengeringanginan. Menurut Guenther (1970), pengeringan membutuhkan waktu selama 2-3 hari tergantung dari keadaan matahari dan kelembaban udara untuk mencapai kadar air daun siap suling (12-15%). Pelayuan dan pengeringan dimaksudkan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan sehingga penyulingan lebih mudah dan lebih singkat. Menurut Hernani dan Risfaheri (1989), rendemen minyak nilam tertinggi didapat dari kombinasi perlakuan lama penjemuran 2 jam dan dilanjutkan pelayuan selama 9 hari. Berdasarkan hasil penelitian Nurdjannah dan Makmun (1994) yang menunjukkan bahwa daun nilam yang dijemur selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan pengeringanginan selama 6 hari menghasilkan minyak nilam yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun nilam yang dikeringanginkan saja seperti yang terdapat pada Tabel 6. Tabel 6. Produksi minyak nilam dari bahan dijemur dan tidak dijemur selama penyimpanan 0, 1, dan 2 Minggu Penyimpanan (Minggu)
Produksi Minyak Nilam (%) Tanpa Dijemur
Dijemur
0
1.48
1.50
1
1.58
1.72
2
1.49
1.35
Sumber : Nurdjannah dan Makmun dalam Nurdjannah, dkk (2006) Minyak nilam bersumber dari daun dan batang tanaman nilam. Sebelum bahan tersebut disuling, sebaiknya dirajang terlebih dahulu menjadi potongan-potongan kecil. Proses perajangan ini bertujuan untuk memudahkan penguapan minyak nilam dari bahan, dan untuk mengurangi sifat kamba bahan yang diolah (Ketaren, 1985). Perajangan bertujuan untuk memudahkan penguapan minyak atsiri dari bahan, memperluas permukaan suling dari bahan dan mengurangi sifat kamba. Pada umumnya perajangan dilakukan pada ukuran 20 – 30 cm (Polontalo, 2009).
2.4
Penyulingan
Minyak nilam dapat diproduksi melalui tiga metode penyulingan, yaitu penyulingan dengan cara rebus, penyulingan dengan uap, dan penyulingan dengan cara kukus. Penyulingan bahan memiliki hubungan yang erat dengan proses difusi, terutama dengan proses osmosis. Difusi minyak nilam dan air panas melalui membran tanaman disebut dengan hidrodifusi. Pada suhu air mendidih, sebagian minyak atsiri akan larut dalam air yang terdapat dalam kelenjar. Campuran minyak dalam air ini berdifusi keluar dengan peristiwa osmosis, melalui selaput membran yang sedang mekar sampai di permukaan bahan, dan selanjutnya menguap. 1. Penyulingan cara rebus (water distillation) Pada metode penyulingan dengan cara rebus ini terna nilam yang akan disuling kontak langsung dengan air yang mendidih. Terna nilam dapat mengapung atau tenggelam, tergantung berat jenisnya dan jumlah bahan yang akan disuling yang dimasukkan ke dalam ketel. Pemanasannya dapat dilakukan dengan menggunakan pemanasan langsung, mantel uap ataupun pipa uap dalam spiral yang terbuka dan berlubang (Sumarni, Nunung dan Solekan, 2010). Pada metode penyulingan cara rebus, ketel suling diisi air sampai volumenya 50% dan dipanaskan. Sebelum air mendidih, terna nilam dimasukkan ke dalam ketel suling, sehingga penguapan air dan minyak atsiri berlangsung bersamaan.
2.
Penyulingan dengan uap (steam distillation) Pada metode ini, air yang menjadi sumber uap panas terletak dalam boiler yang letaknya terpisah dari ketel penyuling. Penyulingan dengan uap sebaiknya dimulai dengan tekanan uap yang rendah (kurang lebih 1 atm), kemudian secara berangsur-angsur tekanan uap dinaikkan menjadi kurang lebih 3 atm. Metode ini membutuhkan tipe alat penyulingan dengan kontruksi yang lebih kuat dan tahan lama dari pada tipe alat penyulingan untuk metode lainnya (Ketaren, 1985). Pada metode ini ketel uap yang berisi air dipanaskan kemudian uapnya dialirkan ke dalam ketel suling yang berisi terna nilam. Partikel-partikel minyak pada bahan akan terbawa bersama uap dan dialirkan ke alat pendingin, sehingga uap air yang bercampur minyak akan mengembun dan mencair kembali. Selanjutnya, dialirkan ke tabung pemisah minyak yang akan memisahkan minyak atsiri dan air. 3. Penyulingan dengan cara kukus (water and steam distillation) Menurut Hayani (2005), dalam industri pengolahan minyak atsiri dikenal tiga macam sistem penyulingan, yaitu penyulingan air (rebus), penyulingan dengan uap dan air (kukus), serta penyulingan uap. Cara penyulingan yang paling sederhana untuk memperoleh minyak nilam adalah dengan penyulingan air dan uap atau dikukus. Cara ini biasa dilakukan untuk skala kecil, sedangkan untuk skala industri menggunakan cara penyulingan uap. Penyulingan terna nilam untuk mendapatkan minyak atsiri dilakukan antara 6-8 jam. Pada penyulingan ini terna nilam yang akan disuling diletakkan di atas sarangan berlubang yang menyebabkan bahan tidak berhubungan langsung dengan air mendidih sehingga penyulingan ini disebut juga dengan penyulingan tidak langsung (indirect distillation). Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bawah sarangan. Terna nilam yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas.
III.
3.1
METODOLOGI
BAHAN
3.1.1 Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah terna tanaman nilam jenis nilam sidikalang (Pogostemon cablin Benth) yang berumur 3, 5 bulan, berasal dari kebun nilam rakyat di Kabupaten Sukabumi seperti yang dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Kebun nilam rakyat di Salabintana, Kab. Sukabumi
3.1.2 Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan untuk analisa mutu minyak nilam yang dihasilkan. Bahan kimia tersebut terdiri dari etanol 90%, KOH 0.1 N dan 0.5 N, HCl 0.5 N, dietil eter, phenolptalein, Natrium Sulfat anhidrat, toluene dan aquades.
3.2
ALAT
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat penyulingan kapasitas 2 kg dengan spesifikasi alat seperti yang terdapat pada pada Lampiran 1, peralatan untuk proses pengeringan seperti rak bambu dengan tinggi 50 cm dari lantai, terpal, dan tali gantungan dengan ketinggian 180 cm dari lantai, peralatan gelas (labu Erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, pipet volumetrik dan beaker glass), labu penyabunan, buret, refraktometer, pompa vakum, statif, piknometer, polarimeter, alat kromatografi, higrometer, termometer dan timbangan. Sedangkan peralatan untuk analisa digunakan spektrofotometer, kromatografi gas, aufhauser dan peralatan laboraturium lainnya.
3.3
METODE PENELITIAN
3.3.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan terdiri atas; pemanenan tanaman nilam kemudian dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari selama 4 jam, kemudian diangin-anginkan selama 5 hari diatas rak bambu dan setiap 10 jam diukur kadar air dan kadar minyaknya sampai 120 jam. Prosedur analisanya dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.3.2 Penelitian Utama Proses pengeringan nilam dimulai dengan mengeringkan ±10 kg terna nilam basah dengan 2 faktor perlakuan utama yaitu lama pengeringan dan tempat pengeringan terna nilam. a. Faktor A (lama pengeringan) A1 : terna nilam dijemur di bawah sinar matahari selama 6 jam kemudian diangin-anginkan selama 4 hari (j6,a4) A2 : terna nilam dijemur di bawah sinar matahari selama 4 jam kemudian diangin-anginkan selama 5 hari (j4,a5) A3 : terna nilam dijemur di bawah sinar matahari selama 2 jam kemudian diangin-anginkan selama 8 hari (j2,a8) A4 : terna nilam dikeringkan tanpa sinar matahari selama 9 hari (j0,a9) b. Faktor B (tempat pengeringan) B1 : terna nilam disusun merata pada lantai yang dilapisi tikar/terpal dengan ketebalan 15 cm (L) B2 : terna nilam disusun di atas rak bambu yang tingginya 50 cm dari tanah dengan ketebalan 15 cm (R) B3 : terna nilam diikat dengan diameter 5 cm kemudian digantung dengan tali (G) dengan ketinggian 180 dari tanah Pada perlakuan pengeringan dengan cara penjemuran langsung di bawah sinar matahari yang dilanjutkan dengan pengering-anginan, terna nilam dijemur dibawah sinar matahari langsung selama waktu yang telah ditetapkan, selanjutnya terna nilam dikering-anginkan di dalam saung yang atapnya terbuat dari seng namun tidak berdinding. Setelah terna nilam kering, maka dilakukan perajangan terhadap terna nilam dengan ukuran rajangan 5-8 cm. Nilam yang telah dirajang kemudian disuling dengan pengambilan bahan baku nilam secara acak (tidak ada perbandingan antara daun dan batang nilam yang akan disuling). Proses penyulingan bahan berlangsung menggunakan metode penyulingan cara kukus (water and steam distillation ). Waktu penyulingan dihitung mulai dari kondensat pertama yang keluar dari kondensor sampai minyak tidak keluar lagi dari bahan yang tersuling. Pada penelitian ini, lama penyulingan ± 7 jam dari waktu kondensat pertama keluar. Kemudian minyak nilam kasar yang diperoleh dipisahkan dari air dengan cara menambahkan Na2SO4 anhidrat dan Na2SO 4 anhidrat akan mengikat air dan mengendap di bawah, sehingga minyak nilam bebas air dapat diperoleh dengan cara penyaringan dengan menggunakan kertas saring. Minyak nilam bebas air disimpan dalam botol gelas dan siap untuk dianalisis mutunya. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan seperti yang diterangkan dalam Gambar 11.
Terna nilam
Pengeringan (dengan variasi perlakuan cara pengeringan dan lama pengeringan)
Perajangan (5-8 cm)
Penyulingan dikukus (7 jam)
Minyak nilam
Dehidrasi dengan Natrium Sulfat Anhidrat
Saringan
Minyak nilam bebas air
Analisa mutu Gambar 11. Tahapan Penelitian
Natrium Sulfat yang sudah mengikat air
3.3.3 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan dua kali ulangan. Faktor cara pengeringan terdiri dari 4 taraf dan faktor tempat pengeringan terdiri dari 3 taraf. Model matematis Rancangan Percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk 1 = µ + Ai + Bj + AB(ij) + ε(ijk) ; i = 1, 2, 3, 4 j = 1, 2, 3 k = 1,2 Dimana: Yijk 1 µ Ai Bj AB(ij) ε(ijk)
: variabel respon yang diukur : nilai tengah populasi (rata-rata sesungguhnya) : pengaruh faktor cara pengeringan pada taraf ke-i : pengaruh faktor lama pengeringan pada taraf ke-j : pengaruh interaksi dari faktor cara pengeringan taraf ke-i dengan faktor lama pengeringan taraf ke-j serta ulangan ke k : pengaruh galat dari unit percobaan ke-k dalam kombinasi perlakuan ij
Variabel respon yang diukur ( Yijk) adalah kadar air terna nilam, kadar minyak dan rendemen yang prosedur analisanya dapat dilihat pada Lampiran 2. Selain itu juga dianalisa warna, bau, bobot jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam alkohol 90%, bilangan asam, bilangan ester dari minyak nilam yang dihasilkan dengan prosedur analisa dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada Lampiran 3 juga dapat dilihat prosedur pengukuran kadar/komposisi penyusun minyak nilam menggunakan GC (Kromatografi Gas) dari tiga minyak nilam hasil perlakuan terbaik.
IV. 4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
PENELITIAN PENDAHULUAN
Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan kadar air semakin rendah dan kadar minyak semakin tinggi dengan semakin lamanya waktu pengeringan. Rata- rata kadar air terendah diperoleh setelah dikeringanginkan selama 120 jam sebesar 16 %, sedangkan kadar minyak tertinggi diperoleh setelah dikeringanginkan selama 90 jam dengan kadar air sebesar 21 %. Nilai kadar air yang didapatkan memenuhi kriteria penyulingan minyak nilam yang bermutu sesuai dengan literatur dari Rusli dan Hobir dalam Sari dan Sundari (2010) yang menyatakan bahwa ada beberapa kriteria terna penyulingan minyak nilam yang bermutu diantaranya adalah kadar air antara 15-25%, perbandingan daun dan batang adalah 2 : 1, jenis bahan Pogostemon cablin Benth. Rincian nilai kadar air dan kadar minyak terna nilam dapat dilihat pada Lampiran 4.
4.2
PENELITIAN UTAMA
4.2.1 Kadar Air Terna Nilam Pada proses pengeringan, terna nilam akan mengalami pengurangan kadar air, pengurangan kadar air pada awalnya hanya terjadi pada permukaan bahan, jika temperatur sekitar jauh lebih tinggi dari temperatur bahan. Faktor yang mempengaruhi kadar air bahan selelah dikeringkan adalah kecepatan pengeringan dan lama pengeringan. Kadar air terna nilam yang dihasilkan oleh kombinasi perlakuan dalam penelitian ini berkisar antara 10.77-17.76 % dapat dilihat pada Gambar 12. Lamanya waktu pengeringan mempengaruhi mutu terna nilam yang akan disuling sehingga akan mempengaruhi mutu minyak nilam yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis varian pada Lampiran 5a, faktor cara pengeringan dan lama waktu pengeringan berpengaruh nyata terhadap kadar air terna nilam yang dihasilkan (nilai P<0.05). Sedangkan uji interaksi pada kedua faktor tidak memberikan pengaruh terhadap kadar air terna nilam yang dihasilkan (P>0.05). Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5a, memperlihatkan bahwa pengaruh pengeringan di lantai, berbeda nyata dengan pengeringan di rak dan digantung terhadap kadar air terna yang dihasilkan. Begitu pula dengan pengaruh pengeringan di rak berbeda nyata dengan pengeringan dengan cara digantung terhadap kadar air terna nilam yang dihasilkan. Pengeringan dengan cara digantung menghasilkan kadar air terna nilam yang paling rendah. Hal ini disebabkan karena kecepatan penguapan air pada terna yang digantung lebih tinggi dibandingkan dengan yang di rak ataupun di lantai. Penguapan air yang lebih cepat pada terna yang digantung ini dapat disebabkan karena ketinggian bahan dari lantai yang cukup tinggi sehingga membuat sirkulasi udara semakin lancar dan penguapan juga semakin dipercepat oleh adanya bantuan angin. Menurut Warsito dan Naubnome (2009), ada berbagai faktor yang menghambat dan mempercepat kecepatan dan jumlah penguapan diantaranya: suhu, angin, luas permukaan, dan tekanan udara. Angin sangat mempercepat terjadinya penguapan, karena angin mengganti udara basah dekat permukaan air dengan udara kering. Begitu pula dengan pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air dapat dilihat pada uji Duncan bahwa penjemuran selama 4 jam kemudian diangin-anginkan selama 5 hari (j4,a5) memiliki kadar air lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding penjemuran 6 jam dan diangin-anginkan selama 4 hari (j6,a4), dan penjemuran 2 jam dan diangin-anginkan selama 8 hari (j2,a8). Selain itu penjemuran 6 jam dan diangin-anginkan selama 4 hari (j6,a4) juga lebih tinggi dan berbeda nyata dengan penjemuran 2 jam dan diangin-anginkan selama 8 hari (j2,a8), tapi tidak berbeda nyata terhadap terna
yang hanya dikeringanginkan selama 9 hari (j0.a9). Dari hasil ini dapat diketahui bahwa penjemuran 2 jam dan diangin-anginkan selama 8 hari (j2,a8) menghasilkan kadar air terendah. Hal ini disebabkan karena semakin lama proses pengeringan maka air yang menguap juga akan semakin banyak dan kadar air terna nilam semakin turun.
Gambar 12. Pengaruh cara dan lama pengeringan terhadap kadar air terna nilam
4.2.2 Rendemen Rendemen minyak nilam dinyatakan dalam perbandingan antara volume minyak yang dihasilkan dengan berat terna nilam yang disuling. Rendemen minyak nilam yang dihasilkan berkisar antara 1.89-2.99% seperti yang terdapat pada Tabel 11 di Lampir 4. Selain itu dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa terna nilam yang dikeringkan di atas rak memiliki rendemen tertinggi untuk semua lama waktu pengeringan. Rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan terna nilam dikeringkan di atas rak bambu dengan penjemuran selama 4 jam di bawah sinar matahari dan dikeringanginkan selama 5 hari R(j4,a5). Rendemen pada perlakuan R(j4,a5) memberikan rendemen tertinggi karena kadar air yang dimiliki memenuhi syarat penyulingan yang baik, bila dibandingkan dengan kadar air perlakuan lain. Hal ini dapat dilihat dari kadar air yang dimiliki tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Berdasarkan hasil analisis varian pada Lampiran 5b, faktor cara pengeringan dan lama waktu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak nilam yang dihasilkan (nilai P>0.05), begitu juga dengan uji interaksi pada kedua faktor tidak berpengaruh terhadap rendemen minyak nilam yang dihasilkan (P>0.05). Selain itu, pada Lampiran 6 juga dapat diketahui bahwa perlakuan terbaik yaitu pengeringan di atas rak dengan lama penjemuran 4 jam lalu dikeringanginkan selama 5 hari menghasilkan rendemen sebesar 2.99 yang lebih tinggi dari rendemen hasil perlakuan standar (dijemur langsung di bawah sinar matahari selama 2 hari dia atas lantai), tentang data rendemen hasil perlakuan standar di beberapa daerah juga dapat dilihat pada Lampiran 7.
4.2.3 Warna Minyak Nilam Warna minyak nilam merupakan salah satu parameter mutu minyak nilam yang dapat ditentukan dengan cara visual. Warna minyak nilam yang dihasilkan pada penelitian ini secara organoleptik tidak berbeda nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain. Berdasarkan hasil uji friedman pada Lampiran 5c, faktor cara pengeringan dan lama waktu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap warna minyak nilam yang dihasilkan (nilai P>0.05). Dari hasil organoleptik juga dapat diketahui bahwa menurut panelis minyak yang memiliki warna paling jernih dari semua hasil perlakuan adalah minyak hasil metode pengeringan G(j4,a5). Walaupun demikian, semua minyak yang dihasilkan telah memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk warna minyak nilam yaitu kuning muda sampai coklat kemerahan, seperti dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Penampilan warna minyak nilam secara visual
4.2.4 Bau Minyak Nilam Sifat fisik minyak nilam dapat juga diketahui dari bau minyak nilam yang dihasilkan. Dalam penelitian ini bau minyak nilam diuji dengan metode uji hedonik. Berdasarkan hasil uji friedman pada Lampiran 5d, faktor-faktor perlakuan berbeda secara signifikan dan mempengaruhi minyak nilam yang dihasilkan (nilai P<0.05). Dari uji organoleptik dapat diketahui bahwa cara pengeringan dengan digantung menghasilkan minyak nilam dengan bau yang paling disukai oleh panelis dan dari semua metode pengeringan minyak nilam yang paling disukai oleh panelis adalah minyak nilam hasil pengeringan G(j0,a9) seperti yang terlihat pada Gambar 14.
100% 90%
Skala penilaian 9
80% 70%
Skala penilaian 8 Skala penilaian 7
60% 50%
Skala penilaian 6
40% 30%
Skala penilaian 5
20% 10%
Skala penilaian 3
Skala penilaian 4
Skala penilaian 2
0%
Skala penilaian 1
Gambar 14. Pengaruh perlakuan terhadap kesukaan panelis terhadap warna minyak nilam Keterangan : 1 = amat sangat tidak disukai 2 = sangat kurang disukai 3 = kurang disukai
4 = agak kurang suka 5 = suka 6 = agak lebih suka
7 = lebih suka 8 = sangat lebih suka 9 = amat sangat suka
4.2.5 ANALISA MUTU 4.2.5.1 Bobot Jenis Bobot jenis merupakan perbandingan antara berat minyak pada suhu yang ditentukan dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada suhu tersebut. Kisaran nilai bobot jenis menurut SNI 06-2385-2006 adalah 0.950-0.975. Nilai bobot jenis minyak nilam yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 0.9584 – 0.9698 dapat dilihat pada Gambar 15. Berdasarkan hasil analisis varian pada Lampiran 5e, faktor cara pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jenis minyak nilam yang dihasilkan (nilai P>0.05), sedangkan lamanya waktu pengeringan dan uji interaksi pada kedua faktor berpengaruh nyata terhadap bobot jenis minyak nilam yang dihasilkan (P<0.05). Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5e memperlihatkan (j6,a4) berbeda nyata dengan (j2,a8) dan (j0,a9). Sedangkan (j4,a5) tidak berbeda nyata dengan (j2,a8) dan (j6,a4). Uji lanjut Duncan pada interaksi antara cara pejemuran dan lama waktu pengeringan menunjukkan bahwa metode pengeringan G(j0,a9) tidak berbeda nyata dengan R(j0,a9) dan L(j6,a4), tapi berbeda nyata dengan metode pengeringan lainnya. Metode pengeringan G(j2,a8) menghasilkan minyak nilam dengan bobot jenis yang tertinggi. Hal ini dapat disebabkan karena proses pengeringan yang cukup lama membuat fraksi ringan telah menguap terlebih dahulu, sedangkan fraksi berat masih bertahan didalam bahan. Selain itu tingginya nilai bobot jenis juga dapat disebabkan oleh proses oksidasi, sesuai dengan penelitian Sitohang (2000) yaitu selama pengeringan terjadi oksidasi minyak sehingga terbentuk suatu molekul baru yang mengakibatkan bobot jenis menjadi lebih tinggi. Selain itu dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa bobot jenis minyak nilam yang dikeringkan di atas lantai lebih rendah dibandingkan yang di atas rak dan bobot jenis minyak nilam hasil pengeringan di atas rak lebih rendah dibanding yang digantung (BJ gantung>BJ rak>BJ lantai). Hal ini dapat disebabkan oleh proses penguapan air
yang terjadi pada terna nilam yang digantung lebih cepat dibanding yang di rak dan di atas lantai. Hal ini menyebabkan komponen ringan yang ada pada terna nilam yang digantung lebih cepat menguap juga sehingga yang tertinggal lebih banyak fraksi berat.
Gambar 15. Pengaruh cara dan lama pengeringan terhadap bobot jenis minyak nilam yang dihasilkan Nilai bobot jenis dipengaruhi oleh komponen-komponen kimia yang terkandung di dalamnya, sehingga apabila nilai bobot jenis terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat diketahui bahwa ada senyawa-senyawa lain yang ada di dalam minyak nilam. Dari Gambar 15 di atas dapat diketahui bahwa semua bobot minyak masuk ke dalam SNI. Bobot jenis juga menandakan perbandingan jumlah fraksi berat dan fraksi ringan yang terkandung dalam minyak. Semakin banyak fraksi berat yang dikandung, maka bobot jenisnya akan semakin tinggi.
4.2.5.2 Indeks Bias Indeks bias menunjukkan kemampuan minyak nilam dalam membiaskan atau membelokkan cahaya yang dilewatkan sehingga mendekati atau menjauhi garis normal. Nilai indeks bias minyak nilam menurut SNI adalah 1.507-1.515. Nilai indeks bias minyak nilam yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 1.507 – 1.510 seperti yang dapat dilihat pada Gambar 16. Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa semua nilai indeks bias masuk ke dalam SNI (Standar Nasional Indonesia) dan indeks bias tertinggi didapat dari perlakuan G(j6,a4). Berdasarkan hasil analisis varian pada Lampiran 5f, faktor cara pengeringan dan interaksi kedua faktor perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak nilam yang dihasilkan (nilai P>0.05), sedangkan lamanya waktu pengeringan memberikan pengaruh nyata terhadap indeks bias minyak nilam yang dihasilkan (P<0.05). Uji lanjut Duncan Lampiran 5f memperlihatkan bahwa metode pengeringan (J0,a9) menghasilkan minyak nilam dengan nilai indeks bias terendah dan berbeda nyata dengan metode pengeringan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena proses pengeringan yang terlalu lama menyebabkan terjadinya degradasi komponen tertentu dari minyak nilam yang dikandung oleh terna nilam. Hal ini sesuai dengan penelitian Irfan (1989) yang mengatakan bahwa bobot jenis, indeks bias
dan komponen berat yang polar dalam minyak semakin meningkat dengan semakin lama pengeringanginan. 1.511
1.510
1.510
Indeks Bias
1.510 1.509
1.509 1.509
1.510 1.509
1.509
1.509
1.509
1.509
1.508
1.508 1.507
1.507
1.506 1.505 (j6,a4)
(j4,a5)
(j2,a8)
(j0,a9)
Cara Pengeringan Lantai
Rak
Gantung
Gambar 16. Pengaruh cara dan lama pengeringan terhadap indeks bias minyak nilam yang dihasilkan Seperti halnya bobot jenis, indeks bias dipengaruhi oleh panjang rantai karbon yang terkandung dalam minyak serta ikatan rangkapnya. Semakin banyak senyawa yang berantai karbon panjang dan semakin banyak ikatan rangkapnya, indeks biasnya semakin besar. Fraksi berat membuat kerapatan semakin tinggi sehingga sinar yang datang akan dibiaskan mendekati garis normal.
4.2.5.3 Putaran Optik Minyak nilam memiliki kemampuan memutar bidang polarisasi karena komponen kimia dalam minyak bersifat optik aktif. Arah pemutaran bidang polarisasi suatu minyak merupakan penggabungan dari arah pemutaran bidang polarisasi masing-masing komponen. Nilai putaran optik untuk minyak nilam yang disyarat oleh SNI 06-2385-2006 adalah (-48o )-(-65o). Nilai putaran optik dari minyak nilam yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 52.7o - 58.3o dapat dilihat pada pada Tabel 14 pada Lampiran 4. Dari Tabel 14 juga dapat diketahui bahwa minyak nilam hasil metode pengeringan G(j4,a5) memiliki nilai putaran optik tertinggi dan semua nilai putaran optik yang dihasilkan oleh minyak nilam yang dihasilkan memenuhi SNI. Selain itu dari Gambar juga dapat diketahui bahwa nilai putaran optik minyak hasil metode pengeringan dengan cara digantung lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nilam hasil pengeringan di atas rak ataupun di atas lantai. Hal ini disebabkan karena terna nilam yang digantung lebih banyak memiliki senyawa yang memiliki atom karbon asimetris akibat fraksi ringan telah menguap terlebih dahulu. Berdasarkan hasil analisis varian pada Lampiran 5g, faktor cara pengeringan, lama waktu pengeringan dan interaksi kedua fakror perlakuan tidak berpengaruh terhadap putaran optik minyak nilam yang dihasilkan (nilai P>0.05). Minyak nilam yang dihasilkan memiliki nilai indeks bias yang negatif, hal ini menandakan bahwa minyak nilam yang dihasilkan memiliki senyawa-senyawa yang mampu memutar bidang polarisasi ke arah kiri (levo rotary). Menurut Rizal (2010), senyawa yang mampu memutar memutar
bidang polarisasi adalah senyawa yang memiliki atom karbon asimetris. Pada minyak nilam salah satu senyawa yang memiliki atom karbon asimetris adalah patchouli alcohol.
4.2.5.4 Kelarutan dalam Alkohol Minyak nilam seperti minyak atsiri lainnya memiliki kemampuan untuk larut di dalam alkohol pada perbandingan tertentu. Menurut SNI 06-2385-2006, minyak nilam dapat larut jernih pada perbandingan volume minyak dan etanol 90%b maksimal 1:10. Kelarutan alkohol dari minyak nilam yang dihasikan dari penelitian ini minimal berkisar antara 1 : 4 sampai 1 : 6 dapat dilihat pada Gambar 17. Berdasarkan Gambar tersebut dapat diketahui bahwa semua minyak nilam yang dihasilkan pada cara pengeringan yang berbeda ini memenuhi SNI untuk syarat kelarutan dalam alkohol 90%. Berdasarkan hasil analisis varian pada Lampiran 5h, faktor cara pengeringan dan lama waktu pengeringan berpengaruh nyata terhadap kelarutan dalam alkohol 90% minyak nilam yang dihasilkan (nilai P<0.05), sedangkan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelarutan dalam alkohol 90% (P>0.05). Uji lanjut Duncan (Lampiran 5h) memperlihatkan bahwa pengeringan dilantai berbeda nyata dengan rak namun rak tidak berbeda dengan gantung. Sedangkan metode pengeringan (j0,a9) berbeda nyata dengan metode pengeringan (j6,a4) dan berbeda nyata dengan metode pengeringan (j4,a5). Minyak nilam hasil penyulingan dari terna nilam hasil pengeringan (j0,a9) memiliki kelarutan yang rendah dalam alkohol yang dapat diketahui dengan semakin banyaknya alkohol yang dibutuhkan untuk melarutkan minyak nilam. Hal ini menunjukkan bahwa minyak tersebut memiliki komponen senyawa hidrokarbon teroksigenasi yang lebih rendah dibandingkan dengan minyak yang lainnya. Mudahnya senyawa hidrokarbon teroksigenasi larut dalam alkohol dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon seperti terpen karena senyawa hidrokarbon teroksigenasi relatif lebih bersifat polar dibandingkan dengan golongan terpen.
Gambar 17. Pengaruh cara dan lama pengeringan terhadap kelarutan minyak nilam yang dihasilkan dalam alkohol 90% Keterangan : 1 : 4 artinya minyak nilam larut dalam alkohol dengan perbandingan 1 : 4 sampai dengan 1 : 10 1 : 5 artinya minyak nilam larut dalam alkohol dengan perbandingan 1 : 5 sampai dengan 1 : 10 1 : 6 artinya minyak nilam larut dalam alkohol dengan perbandingan 1 : 6 sampai dengan 1 : 10
4.2.5.5 Bilangan Asam Menurut SNI 06-2385-2006 batas maksimum bilangan asam adalah 8 mg KOH/g minyak. Nilai bilangan asam minyak nilam yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 2.24 – 6.59 dapat dilihat pada Gambar 19 di bawah ini. Berdasarkan Gambar 19 tersebut dapat diketahui bahwa semua minyak nilam yang dihasilkan pada cara pengeringan yang berbeda ini memenuhi SNI untuk syarat bilangan asam. Berdasarkan Gambar tersbut juga dapat diketahui bahwa semakin lama pengeringananginan maka bilangan asam akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin lama pengeringan maka kerusakan komponen nilam juga semakin tinggi, misalnya asam mungkin terbentuk dari oksidasi terpen atau hidrolisis ester didalam minyak nilam. Selain itu, berdasarkan Gambar 19 dapat dilihat juga bahwa nilai bilangan asam dari minyak yang disuling dari terna nilam yang dikeringkan di atas lantai memiliki nilai bilangan asam yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena sirkulasi dari udara dilantai yang kurang lancar sehingga menyebabkan penguapan air kurang berjalan baik sehingga kadar air masih tinggi dan ditumbuhi oleh jamur dan sejenisnya. Adanya jamur pada terna nilam menyebabkan kerusakan komponen/senyawa yang dikandung minyak berupa hidrolisis ester dan oksidasi oleh enzim-enzim oksidase yang mengakibatkan minyak nilam yang dihasilkan memiliki bilangan asam yang tinggi. Berdasarkan hasil analisis varian pada Lampiran 5i, faktor cara pengeringan, lama waktu pengeringan dan interaksi antara kedua faktor perlakuan berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan asam minyak nilam yang dihasilkan (nilai P<0.05). Uji lanjut Duncan (Lampiran 5i) memperlihatkan bahwa penjemuran dilantai berbeda nyata dengan penjemuran di rak dan digantung dan sangat berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan asam. Begitu pula untuk masing-masing lama waktu penjemuran sangat berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan asam minyak nilam yang dihasilkan. Dapat diketahui bahwa penjemuran 6 jam dan diangin-anginkan selama 4 hari di rak memberikan nilai bilangan asam terkecil. Hal ini dapat disebabkan karena kerusakan yang dialami minyak/dekomposisi minyak yang disuling dari terna yang dikeringkan dengan cara ini lebih kecil dibandingkan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa semakin lama pengeringan maka akan menyebabkan resiko kerusakan juga semakin tinggi, sehingga bilangan asam semakin tinggi juga, begitu juga sebaliknya. Uji lanjut Duncan interaksi dari kedua faktor perlakuan cara pengeringan dan lama waktu pengeringan (Lampiran 5i) memperlihatkan bahwa L(j0,a9) berbeda nyata dengan L(j6,a4) dan berbeda nyata dengan R(j6,a4), G(j6,a4), G(j4,a5) dan R(j4,a5). Minyak dari R(j4,a5) memberikan nilai bilangan asam terkecil atau kondisi terbaik. Hal ini disebabkan karena kerusakan yang terjadi sedikit karena proses pengeringan yang tidak terlalu lama dan berjalan baik, serta proses penguapan yang lebih cepat karena sirkulasi udara yang lebih baik dibandingkan yang dijemur di lantai. Minyak nilam mengandung sejumlah kecil asam organik bebas yang terbentuk secara alamiah atau yang dihasilkan dari proses oksidasi dan hidrolisis ester. Pengeringanginan yang lama akan menghasilkan asam karena selama proses pengeringan terjadi proses oksidasi dan hidrolisis ester.
Gambar 18. Reaksi oksidasi pada ikatan rangkap Peroksida yang terbentuk akan pecah karena berisomerasi dengan adanya air menjadi senyawa aldehid, asam organik dan keton yang menyebabkan bau tidak diinginkan. Pada proses hidrolisis ester, komponen ester dalam minyak nilam dengan adanya air akan diubah menjadi asam organik dan alkohol.
Gambar 19. Pengaruh cara dan lama pengeringan terhadap nilai bilangan asam minyak nilam yang dihasilkan
4.2.5.6 Bilangan Ester Pengukuran bilangan ester pada minyak nilam juga sangat penting untuk mengetahui tingkat hidrolisis dari minyak nilam untuk mengetahui mutunya. Menurut SNI 06-2385-2006 nilai bilangan ester maksimal untuk minyak nilam adalah 20. Nilai bilangan ester minyak nilam yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 3.17 – 13.14 dapat dilihat pada Gambar 21. Berdasarkan Gambar 21 di bawah dapat diketahui bahwa semua minyak nilam yang dihasilkan pada cara pengeringan yang berbeda ini memenuhi SNI untuk syarat bilangan bilangan ester. Dari Gambar dapat diketahui bahwa bilangan ester tertinggi diperoleh pada pengeringan dengan cara dijemur di atas rak. Hal ini dapat disebabkan karena kerusakan karena hidrolisis yang terjadi pada minyak ini lebih kecil dibanding yang lain. Hal ini dapat dilihat dari nilai bilangan asamnya yang
rendah dibanding yang lainnya. Selain itu dari Gambar 21dapat dilihat bahwa bilangan ester semakin menurun dengan semakin lamanya proses pengeringan. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya reaksi hidrolisis ester menjadi asam organik dan alkohol.
Gambar 20. Reaksi kesetimbangan hidrolisis ester Berdasarkan hasil analisis varian pada Lampiran 5j, faktor cara cara pengeringan, lama waktu pengeringan dan interaksi antara kedua faktor perlakuan berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan ester minyak nilam yang dihasilkan (nilai P<0.05). Uji lanjut Duncan (Lampiran 5j) memperlihatkan bahwa penjemuran di lantai menghasilkan minyak nilam dengan nilai bilangan ester terendah berbeda nyata dengan penjemuran di rak dan digantung. Begitu pula untuk masing-masing lama waktu penjemuran sangat berpengaruh terhadap bilangan ester yang dihasilkan. Pengeringan di rak menghasilkan bilangan ester yang lebih tinggi dibanding yang lainnya, selain itu dapat diketahui juga bahwa metode pengeringan (j6,a4) menghasilkan minyak nilam dengan nilai ester tertinggi tapi tidak berbeda nyata dengan metode pengeringan (j4,a5), namun berbeda nyata dengan metode pengeringan (j2,a8) dan (j0,a9). Uji lanjut Duncan interaksi dari kedua faktor perlakuan cara pengeringan dan lama waktu pengeringan (Lampiran 5j) memperlihatkan bahwa antara metode pengeringan R(j4,a5) tidak berbeda nyata dengan R(j6,a4) dan G(j4,a5) tapi berbeda nyata dengan metode pengeringan lainnya. Selain itu, dapat diketahui juga bahwa minyak hasil penyulingan terna yang dikeringkan dengan metode pengeringan R(j4,a5) menghasilkan minyak dengan nilai bilangan ester tertinggi. Hal ini disebabkan karena hidrolisis senyawa ester kecil atau karena minyak yang diperoleh dari hasil pengeringan ini tidak mengalami kerusakan atau dekomposisi sebesar kerusakan minyak yang lainnya. Hal ini disebabkan karena proses pengeringan yang tidak terlalu lama dengan sirkulasi udara yang lancar. 14.00
Bilangan Ester
12.00 10.00
13.14 12.12
12.29 9.77
10.71
10.13 8.59
8.00
7.67
6.39
6.85
5.32
6.00
3.17
4.00 2.00 0.00 (j6,a4)
(j4,a5)
(j2,a8)
(j0,a9)
Cara Pengeringan Lantai
Rak
Gantung
Gambar 21. Pengaruh cara dan lama pengeringan terhadap nilai bilangan ester minyak nilam yang dihasilkan
4.2.5.7 Analisis Komposisi Minyak Nilam Menggunakan Kromatografi
Gas Pada penelitian ini juga dilakukan analisis komposisi minyak nilam menggunakan GC (Kromatografi Gas) untuk mengetahui komponen minyak nilam yang dikandung oleh minyak nilam hasil 3 perlakuan terbaik yaitu R(j4,a5), R(j6,a4), dan G(j4,a5). Hasil yang diperoleh dari analisis menggunakan kromatografi gas ini adalah kromatogram seperti pada Lampiran 8 yang menunjukkan puncak-puncak komponen penyusun minyak nilam, waktu retensi, dan persen area komponen minyak nilam yang dianalisa. Dari Lampiran 8 juga dapat diketahui bahwa minyak nilam hasil 3 perlakuan terbaik telah memenuhi syarat SNI untuk persentasi kandungan patchouli alkohol. Selain itu dapat diketahui bahwa jumlah senyawa yang dikandung oleh minyak berbeda-beda. Minyak hasil pengeringan dengan metode R(j6,a5) mengandung jumlah senyawa terkecil, hal ini diduga karena waktu penjemurannya yang paling lama sehingga pada saat penjemuran senyawa yang mudah menguap telah menguap terlebih dahulu. Senyawa yang memiliki persen area tertinggi pada hasil kromatografi gas berkisar pada kisaran waktu retensi menit ke-67 sampai menit ke-68. Senyawa dengan persen area terbesar tersebut merupakan patchouli alkohol yang tergolong senyawa seskuiterpen-O yang mendominasi minyak nilam dan digunakan sebagai parameter untuk menentukan mutu minyak nilam. Dari hasil gas kromatografi juga dapat diketahui minyak nilam yang dihasilkan mengandung α-patchoulena dan bulnesen dalam jumlah yang cukup besar seperti yang terlihat dari Tabel 7. Tabel 7. Hasil analisis komposisi minyak nilam menggunakan Kromatografi Gas Hasil GC
G(j4,a5)
R(j4,a5)
R(j6,a4)
patchouli alkohol (%)
34.64
39.54
35.91
α-patchoulena (%)
15.78
14.46
18.16
Bulnesen (%)
7.03
6.75
13.60
Caryophyllene
17.45
16.47
16.97
Dll
25.1
22.78
15.36
32 komponen
36 komponen
26 komponen
Jumlah komponen yang dikandung minyak nilam
V.
5.1
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Warna minyak nilam yang dihasilkan pada penelitian ini tidak berbeda nyata antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain yaitu berwarna kuning jernih. Faktor cara pengeringan dan lama waktu pengeringan berpengaruh nyata terhadap kadar air terna nilam, bau atau aroma, bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, bilangan ester dan kelarutan dalam alkohol dari minyak nilam, tapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen, warna dan putaran optik dari minyak nilamnya. Semakin lama waktu pengeringan cenderung menyebabkan bobot jenis, putaran optik, dan bilangan asam meningkat, namun kadar air, kelarutan dalam alkohol, dan bilangan ester semakin menurun. Walaupun demikian semua minyak yang dihasilkan memenuhi standar SNI 06-2385-2006. Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa ada tiga metode pengeringan terna nilam terbaik yaitu R(j6,a4), R(j4,a5) dan G(j4,a5) memiliki rendemen yang yang lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen hasil pengeringan dengan cara standar. Dari hasil perhitungan Metode Perbandingan Eksponensial seperti yang terdapat pada Lampiran 9 dapat diketahui bahwa metode pengeringan yang memberikan minyak nilam terbaik adalah pengeringan di atas rak dengan lama penjemuran selama 4 jam, kemudian dilanjutkan dengan diangin-anginkan selama 5 hari, dengan rendemen sebesar 2.99%, kadar air sebesar 15.12%, warna minyak kuning jernih, nilai bobot jenis sebesar 0.9676, nilai indeks bias sebesar 1.5090, nilai putaran optik sebesar (-)57.78, larut dalam alkohol 90% dengan perbandingan 1:4, memiliki bilangan asam sebesar 2.239, memiliki bilangan ester sebesar 13.141, dan memiliki kadar patchouli alkohol sebesar 39.54%.
5.2
SARAN
1. Pada proses pengeringan pendahuluan sebaiknya dikeringkan di atas rak, sehingga proses pengeringan lebih cepat dan mutu minyak yang dihasilkan tinggi. 2. Perlu sosialisasi kepada para petani dan penyuling nilam tentang pentingnya cara dan lama pengeringan sebelum penyulingan nilam.
DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, Christina W. dan M. Pandji. 1998. Karakteristik Minyak Nilam Indonesia. Monograf no. 5 Monograf Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Anonim. 2009. Potensi Pengembangan Minyak Nilam di Indonesia. http ://engineering system.blogspot.com/2009/12/potensi-pengembangan-minyak-nilam-di.html. [25 Desember 2009]. Anonim. 2010. Teknologi Proses. http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one /722/file/ Bagian-3.pdf. [10 Januari 2010]. Anonim. 2010. Patchouli alcohol. http://www.thegoodscentscompany.com/data/rw.html. [20 Juni 2010] Anonim. 2010. Beberapa Pola Agroindustri Nilam. http://foragri.blogsome.Com/beberapa-polaagroindustri-nilam. [4 Oktober 2010]. Anonim. 2010. Daya Saing Industri Nilam Ada di Budi Daya/Perkebunan. http://finance. groups.yahoo.com /group/Atsiri-Indonesia. [4 Oktober 2010]. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Minyak Nilam. SNI : 06-2385-2006, Jakarta. Budiman, Arief. 2001. Mempelajari Proses Penyulingan Nilam Pada Unit Pengolahan Nilam Sleman. Laporan : Praktek Lapangan. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Clark. 2007. Kromatografi Gas Cair. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/ kromatografi1/kromatografi_gas_cair/. [30 Oktober 2010]. Dhalami, A., Anggraeni dan Hobir. 1998. Sejarah Perkembangan Budidaya Nilam di Indonesia. Monograf no. 5 Monograf Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2008. Statistik Perkebunan Indonesia. http://regional investment. com/sipid /id/ commodity.php?ic=859. [25 Desember 2009]. Guenther, Ernest. 2006. Minyak Atsiri Jilid I. Terjemahan : S. Ketaren. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hayani, Eni. 2005. Teknik analisis mutu minyak nilam. Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1 Hernani dan Risfaheri. 1989. Pengaruh perlakuan bahan sebelum penyulingan terhadap rendemen dan karakteristik minyak nilam. Pemberitaan Penelitian tanaman Industri XV(2): 84-87. Hobir,dkk., 1998. Prospek Pengembangan Nilam di Indonesia. Di Dalam. Sari, E., dan Sundari,E. Upaya Peningkatan Kualitas dan Permasalahan Perdagangan Minyak NIlam di Sumatera Barat. 2010. Universitas Bung Hatta. Padang. Irfan. 1989. Pengaruh Lama Pengeringan dan Perbandingan Daun dengan Batang Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Nilam [skripsi]. Bogor: Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta. Mardiningsih, Tri L., E A. Wikardi dan Ma’mun. 1998. Nilam Sebagai Bahan Baku Insektisida. Nabati. . Monograf no. 5 Monograf Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Nurdjannah, N., T. Hidayat dan Christina W. 2006. Teknologi Pengolahan Minyak Nilam. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Panuju. 2009. Nilam Dari Desa Sumber Dem. http://dymastunggulpanuju .blogspot.com /2009/01/nilam-dari-desa-sumberdem-oleh-dymas.html. [25 Desember 2009]. Polontalo, Sahroel. 2009. Minyak Atsiri Indonesia. http:// minyakatsiriindonesia .wordpress.com /2009/06/10/minyak-atsiri-indonesia/. 25 Desember 2009.
Purwaningrat, Linda. 2008. Kajian Pengaruh Umur dan Bagian Tanaman Nilam (Pogostemon cablin benth) yang Disuling terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Nilam yang Dihasilkan [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Putri, Hilada E. 2008. Mempelajari Aspek Pasca Panen dan Proses Penyulingan Minyak Nilam di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah [laporan praktek lapangan]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rizal, S., Kajian Penyulingan Minyak Nilam Menggunakan Sistem Distilasi air [skripsi]. Bogor: Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Sitohang, N, Efrida, 2000. Kharakterisasi Minyak Nilam (Patchouli oil) Asal Purwokerto Dari Berbagai Tingkat Mutu Berdasarkan Warna [skripsi]. Bogor: Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Solehudin. 2003. Mempelajari Teknologi Proses Penyulingan Minyak Nilam di Koperasi Warga Nilam Sari Pageurageung Tasikmalaya. [laporan praktek lapangan]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skadia, B.P., Mathew, S., Thomas, J.,dan Joy, P.P., 2007. Indigenous Lesser-known Essential Oils - A Perspective. Kerala Agricultural University. Kerala. Sudaryani, T dan E. Sugiharti. 1989. Budidaya dan Penyulingan Nilam. Dalam : Sumarsono. Perilaku kadar air daun nilam hasil pengeringan secara rotasi dengan traydryer. Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Volume 7, No. 1, 2005, Hlm. 59-67. Sufriadi, E. dan Mustanir. 2004. Strategi pengembangan menyeluruh terhadap minyak nilam (patchouli oil) di provinsi nanggroe aceh darussalam. Perkembangan Teknologi TRO Vol. XVI, No. 2 Sumarni, Nunung Bayu Aji, dan Solekan. 2010. Pengaruh Volume Air dan Berat Bahan Pada Penyulingan Minyak Atsiri 2010. http://elista.akprind.ac.id/fti/jurnal _teknologi /volume_1_edisi_1/hal-83-88-suma1.pdf . [5 Januari 2010]. Warsito, A., Naubnome, A., 2009. Pengaruh Parameter Fisis Terhadap Jumlah Air Yang Menguap di Kota Kupang. http://alifis.wordpress.com/2009/06/01/evaporasi-fisis-di-kota-kupang. [25 Juli 2010].
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat penyulingan minyak nilam
Gambar 22. Alat penyulingan minyak nilam
Tabel 8. Spesifikasi alat penyulingan minyak nilam
Bagian alat penyulingan Ketel suling
Spesifikasi Tebal ketel
: 1.5 mm
Diameter ketel
: 210 mm
Tinggi ketel
: 410 mm
Tinggi
: 150 mm
dudukan
: Stainless steel
jenis bahan
Gambar 23. Ketel suling Kondensor
Tipe
: turbular condensor
Tinggi
: 650 mm
Tinggi
: 572 mm
Skala
: 15 cc
Janis bahan
: Besi
Tinggi
: 115 mm
Gambar 24. Turbular condensor Oil separator
Gambar 25. Oil separator Mecher burner
Gambar 26. Mecher burner
Lampiran 2. Prosedur analisa proksimat terna nilam 1.
Kadar air
Prinsip : Air dalam jaringan tanaman diekstrak dengan cairan yang saling tidak melarut sehingga membentuk dua fase. Prosedur: Metoda yang digunakan adalah Bidwell-terling. Dalam pengukuran kadar air ini diperlukan alat aufhauser. Caranya, sebanyak 10 gram terna nilam dimasukkan ke labu Erlenmeyer 500 ml, kemudian ditambahkan dengan 200 ml toluene sampai bahan terendam. Lalu labu dipasangkan aufhauser yang dilengkapi dengan pendingin tegak (kondensor) dan dididihkan selama 1 jam sampai semua air dalam bahan tersuling. Jika jumlah air tidak bertambah lagi, maka penyulingan dihentikan. Volume air yang tersuling dapat dibaca pada skala yang terdapat pada aufhauser. Kadar air berdasarkan persamaan berikut : Kadar air (%) = V x 100% W Keterangan : V = Volume air yang terdestilasi W = Berat sampel yang diambil
2.
Kadar minyak
Prinsip: Kadar minyak dihitung berdasarkan perbandingan antara volume minyak yang dihasilkan dengan bobot bahan yang disuling (v/w) dengan menggunakan satuan persen (%). Prosedur : Penentuan kadar minyak atsiri dalam bahan dilakukan dengan menyuling langsung terna nilam dengan menggunakan alat destilasi air skala laboraturium. Terna kering nilam ditimbang sebanyak 50 gram kemudian dimasukkan ke labu berukuran 1 liter, setelah itu ditambahkan air sebanyak 3 – 6 kali bobot terna nilam (sampai seluruh terna terendam). Selanjutnya labu dipasangkan pada clavenger yang dilengkapi dengan kondensor. Penyulingan dilakukan sampai tidak terdapat tetesan minyak kirakira 6-7 jam. Setelah penyulingan selesai, dibiarkan beberapa saat supaya air dan minyak terpisah, lalu dilakukan pengukuran volume minyak yang tersuling. Kadar Minyak (%) = V x 100% W Keterangan : V = Volume minyak W = Berat sampel yang diambil
3.
Rendemen minyak
Prinsip: Rendemen minyak dihitung berdasarkan perbandingan antara volume minyak yang dihasilkan dengan bobot bahan yang disuling (v/w) dengan menggunakan satuan persen (%). Prosedur : Penentuan rendemen minyak nilam dilakukan dengan menyuling langsung terna nilam menggunakan alat penyulingan kapasitas 2 kg dengan metode kukus. Penyulingan dilakukan sampai
tidak terdapat tetesan minyak kira-kira 7 jam. Setelah penyulingan selesai, dibiarkan beberapa saat supaya air dan minyak terpisah, lalu dilakukan pengukuran volume minyak yang tersuling. Kadar Minyak (%) = V x 100% W Keterangan : V = Volume minyak W = Berat sampel yang diambil
Lampiran 3. Analisis parameter mutu minyak nilam a.
Warna minyak nilam (SNI 06 – 2385 –2006)
Prinsip : Pengujian warna menggunakan metode organoleptik dengan 30 orang panelis semiterlatih. Pengamatan dilakukan secara visual dengan menggunakan indera penglihatan (mata) langsung terhadap contoh minyak. Prosedur : Contoh minyak nilam dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml. Tabung reaksi tersebut disandarkan pada kertas putih lalu diamati warnanya dengan jarak pengamatan ± 30 cm.
b.
Bau minyak nilam
Prinsip : Penilaian bau minyak nilam dengan menggunakan indera penciuman (hidung) dan menggunakan metode organoleptik dengan 30 orang panelis semiterlatih untuk memberikan penilaian terhadap minyak nilam yang dihasilkan. Prosedur : Contoh minyak nilam dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml, kemudian panelis menilai aroma atau bau minyak nilam berdasarkan tingkat kesukaan dengan nilai 1 sampai 9.
c.
Bobot jenis (SNI 06 – 2385 –2006)
Prinsip : Nilai bobot jenis suatu minyak atsiri dihitung berdasarkan perbandingan antara berat minyak atsiri dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Prosedur : Piknometer dicuci dan dibersihkan kemudian dibilas berturut-turut dengan etanol dan dietil eter. Setelah kering, piknometer ditimbang (m). Piknometer diisi dengan air suling yang telah dididihkan pada suhu 20oC. Kemudian piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 20o + 0.2oC. Penutup piknometer disisipkan lalu ditimbang (m1). Piknometer dibilas kembali dengan etanol dan dietil eter. Cara yang sama dilakukan pula terhadap contoh minyak dengan berat m2. Perhitungan :
=
− −
Keterangan : m = berat piknometer kosong m1 = berat air beserta piknometer m2 = berat minyak beserta piknometer
d.
Indeks bias (SNI 06 – 2385 – 2006)
Prinsip : Jika sinar monokromatis melewati suatu media (A) ke media lain yang lebih padat (B), maka akan terjadi perubahan kecepatan dan pembiasan sinar tersebut mendekati garis normal atau sudut datang (iA) lebih besar dari sudut bias (iB). Perbandingan sinus sudut sinar datang dengan sinus sudut sinar bias ini disebut indeks bias. Prosedur: Sebelum digunakan, prisma reflaktometer dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol. Contoh minyak diteteskan di atas prisma reflaktometer, prisma dirapatkan dan dibiarkan beberapa menit agar suhu minyak merata. Sebelum ditaruh di dalam alat, minyak harus berada pada suhu yang sama dimana pengukuran akan dilakukan. Dengan mengatur slide maka akan diperoleh batas terang dan gelap yang jelas jika garis ini berhimpit dengan titik potong dua garis yang bersilang, maka indeks bias dapat dibaca pada skala. Perhitungan
:
n1 = n25 + nk (25-t)
Keterangan : n1 = indeks bias pada suhu tertentu (to C) n25= indeks bias pada suhu pengerjaan (suhu ruang) nk = nilai korelasi untuk minyak nilam sebesar 0.00045
e.
Putaran Optik
Prinsip : Alat yang digunakan adalah polarimeter. Setiap jenis minyak atsiri mempunyai kemampuan memutar bidang polarisasi cahaya ke arah kanan ( dextro rotary) dengan tanda (+) atau ke kiri (levo rotary) dengan tanda (-). Besarnya perputaran bidang polarisasi ini ditentukan oleh jenis minyak, suhu, panjang kolom yang berisi minyak dan panjang gelombang cahaya yang dipakai. Pengukuran putaran optik dilakukan pada suhu 30oC. Prosedur : Minyak atau cairan harus bebas dari endapan suspensi. Sering minyak atsiri mengandung air, dan minyak ini harus dikeringkan dengan Na2SO4 anhibrid dan disaring sebelum dilakukan analisa. Tempatkan tabung polarimeter 100 mm yang berisi minyak atau cairan dibawah alat pemeriksa diantara polarizer dan analizer, dan secara perlahan-lahan putar analizer sampai setengahnya yang dapat dilihat teleskop sampai intensitas sinarnya sama dengan penerangannya. Pada pengaturan yang sesuai, akan dapat dilihat arah rotasi ke kanan atau ke kiri dengan intensitas penerangan dari kedua bagian bidang. Penentuan arah rotasi contoh adalah sebagai berikut : apabila analizer berputar searah dengan jarum jam dari titik nol bertanda (+), sedangkan berlawanan arah dengan jarum jam bertanda (-). Sesudah arah rotasi ditentukan, dengan hati-hati analizer diatur kembali sampai didapatkan intensitas penerangan yang sama pada kedua bagian bidang. Kemudian dengan mengamatinya lewat teleskop garis di antara kedua bidang diatur kembali sehingga jelas atau tajam untuk dibaca. Pada pembacaan kedua dapat dilakukan dengan syarat penyimpangan tidak boleh lebih dari ±5’ dari pembacaan pertama.
f.
Kelarutan dalam alkohol (etanol 90%) (SNI 06 – 2385 – 2006)
Prinsip : Kelarutan menunjukkan kemampuan dua atau lebih senyawa untuk saling melarutkan satu sama lain tanpa adanya reaksi kimia yang membentuk suatu larutan (homogeneus molekular). Suatu senyawa berwujud cair akan larut dalam suatu pelarut pada perbandingan dan konsentrasi tertentu jika polaritasnya sama atau mendekati polaritas pelarut. Prosedur : Sebanyak 1 ml contoh minyak dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml. Ditambahkan 1 ml etanol 90% dari buret dan kocok hingga rata. Setiap penambahan 0.5 ml etanol 90% dari buret dan dikocok hingga rata. Setiap penambahan 0.5 ml etanol 90% diamati sifat kelarutan apakah larut jernih atau keruh. Batas jumlah penambahan etanol sampai 10 ml. Cara menyatakan hasil : Kelarutan dalam x% (v/v) etanol = ml minyak : ml alkohol
g.
Bilangan asam (SNI 06 – 2385 – 2006)
Pengukuran bilangan asam dilakukan untuk mengetahui jumlah asam bebas dalam minyak nilam yang dapat diketahui dengan melihat jumlah milligram kalium hidroksida 0.1N yang diperlukan untuk menetralkan asam-asam bebas yang terdapat dalam satu gram minyak nilam Prinsip : Netralisasi asam bebas dengan menggunakan larutan basa (alkali encer). Jumlah asam bebas ini dinyatakan sebagai bilangan asam. Prosedur : Minyak ditimbang sebanyak 4±0.05 gram dalam Erlenmeyer 500 ml kemudian dilarutkan dalam 5 ml etanol netral. Setelah itu ditambahkan sebanyak 5 tetes indikator PP, kemudian dititrasi dengan larutan baku KOH 0.1 N. Titrasi dihentikan jika telah terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Perhitungan:
Keterangan : ml KOH = jumlah larutan kalium hidroksida yang digunakan untuk titrasi N KOH = normalitas larutan kalium hidroksida dalam etanol 56.1 = berat molekul kalium hidroksida
h.
Bilangan Ester (SNI 06 – 2385 – 2006)
Prinsip : Penyabunan ester-ester dengan larutan alkali standar dan mentitrasi kembali kelebihan alkalialkali tersebut. Prosedur : Ke dalam contoh minyak hasil titrasi bilangan asam ditambahkan 10 ml larutan KOH 0.5 N dalam etanol dan ditutup dengan pendingin balik, kemudian dipanaskan selama 1 jam dihitung sejak larutan mulai mendidih. Kemudian setelah 1 jam, minyak didinginkan pada suhu kamar sekitar 15
menit dan ditambahkan larutan indikator pp 1% dalam etanol sebanyak 3 tetes. Kelebihan KOH dititrasi dengan larutan HCl 0.5 N. Dengan cara yang sama dilakukan terhadap blanko. Perhitungan :
Keterangan: a = jumlah ml HCl 0.5N untuk titrasi contoh b = jumlah ml HCl 0.5N untuk titrasi blanko N HCL = normalitas larutan HCl 56.1 = bobot molekul KOH
i.
Kadar patchouli alkohol dengan analisa Kromatografi gas
Prinsip : Dasar pemisahan secara kromatografi gas adalah penyebaran cuplikan contoh diantara dua fase. Salah satu fase yaitu fase diam, mempunyai permukaan relatif luas. Fase yang lain adalah fase bergerak yang berupa gas. Pemisahan komponen dalam suatu senyawa dengan menggunakan kromatografi gas didasarkan pada perbedaan laju gerak komponen yang dipisahkan tersebut. Perbedaan laju gerak ini terjadi akibat adanya perbedaan polaritas dan bobot molekul komponen yang dipisahkan. Prosedur : Kondisi operasi kromatografi diatur sedemikian rupa sehingga didapat kondisi yang paling ideal, kemudian sebanyak 0.5-1 ml minyak nilam diinjeksikan ke kolom kromatografi gas. Kondisi operasi kromatografi gas yang digunakan adalah : Deri kolometector : FID ( Flame Ionization Detector) Kolom : Kapiler Materi kolom : Silicon Panjang kolom : 50 meter Diameter kolom : 0.32 mm Fase diam : Carbowax 20 M Suhu awal kolom : 100o C Suhu akhir kolom : 200o C Kenaikan suhu kolom : 6oC per menit Suhu injector : 200o C Suhu detecentor : 200o C Pelaifan : 16 Laju alir nitrogen : 100 ml per menit tekanan hydrogen : 1.0 Bar Tekanan udar : 1.0 Bar Kecepatan rekorder : 1 cm per menit
Perkiraan konsentrasi masing-masing komponen minyak nilam yang dipisahkan ditentukan dengan menghitung perbandingan luas puncak masing-masing komponen terhadap total luas puncak pada kromatogram,yang dinyatakan dalam persen.
Lampiran 4. Data hasil penelitian 1.
Data hasil penelitian pendahuluan Tabel 9. Data hasil penelitian pendahuluan
Lama Waktu Pengeringan ( jam)
Suhu
Kadar Air (%)
o
( C) I
Rata-rata
Kadar Minyak
(%)
(%)
II
8:30
28
95
94
94.5
0.2
j(4)
34.5
92
90
91
0.22
a(10)
27
88
90
89
0.22
a(20)
28
63
61
62
0.24
a(30)
27
61
61
61
0.24
a(40)
26
52
51
51.5
0.28
a(50)
31
30
31
30.5
0.52
a(60)
26
32
32
32
1.52
a(70)
31
22
20
21
2.2
a(80)
27
22
21
21.5
2.4
a(90)
27
21
21
21
2.6
a(100)
29
20
19
19.5
1.84
a(110)
25
19
20
19.5
1.8
a(120)
35
17
15
16
1.8
Keterangan : Pengeringan dilakukan di atas rak
2.
Data Penelitian Utama
-
Kadar Air Tabel 10. Kadar air terna nilam Kadar air (%) Perlakuan
Ulangan I
Ulangan II
Rata-rata
1
2
1
2
L(j6,a4)
14.58
17.09
14.82
14.58
15.27
L(j4,a5)
17.33
17.41
17.19
19.12
17.76
L(j2,a8)
14.87
14.89
13.68
13.66
14.28
L(j0,a9)
14.88
14.63
15.21
15.29
15.00
R(j6,a4)
14.16
15.83
10.07
14.16
13.56
R(j4,a5)
14.96
15.10
15.48
14.95
15.12
R(j2,a8)
11.77
11.75
10.79
10.84
11.29
R(j0,a9)
14.39
14.37
13.81
13.84
14.10
Perlakuan
-
Kadar air (%) Ulangan I
Ulangan II
Rata-rata
1
2
1
2
G(j6,a4)
12.31
12.35
12.39
12.35
12.35
G(j4,a5)
12.19
13.89
14.70
14.72
13.88
G(j2,a8)
8.95
10.52
11.87
11.73
10.77
G(j0,a9)
12.14
12.11
10.88
10.84
11.49
Rendemen Tabel 11. Rendemen minyak nilam yang dihasilkan dari berbagai cara dan lama pengeringan Jenis
Rendemen (%)
Perlakuan
I
II
Rata-rata
L(j6,a4)
2.42
1.69
2.06
L(j4,a5)
1.93
2.31
2.12
L(j2,a8)
1.93
1.85
1.89
L(j0,a9)
2.93
1.94
2.43
R(j6,a4)
2.94
2.26
2.60
R(j4,a5)
3.17
2.82
2.99
R(j2,a8)
2.64
2.68
2.66
R(j0,a9)
2.36
1.97
2.16
G(j6,a4)
2.72
1.4
2.06
G(j4,a5)
2.56
2.82
2.69
G(j2,a8)
2.47
1.89
2.18
G(j0,a9)
2.11
2.18
2.14
Keterangan : L : Lantai R : Rak G : Gantu ng j : lama penjemuran langsung di bawah sinar matahari (jam) a : lama dikeringanginkan (jam)
-
Bobot Jenis Tabel 12. Nilai bobot jenis nilam yang dihasilkan dari berbagai cara dan lama pengeringan Bobot jenis Perlakuan
-
Ulangan I
Ulangan II
Rata-rata
1
2
1
2
L(j6,a4)
0.9547
0.9595
0.9680
0.9589
0.9603
L(j4,a5)
0.9688
0.9684
0.9581
0.9683
0.9659
L(j2,a8)
0.9677
0.9695
0.9689
0.9638
0.9675
L(j0,a9)
0.9645
0.9648
0.9710
0.9684
0.9672
R(j6,a4)
0.9671
0.9682
0.9679
0.9662
0.9674
R(j4,a5)
0.9690
0.9651
0.9685
0.9677
0.9676
R(j2,a8)
0.9692
0.9683
0.9713
0.9696
0.9696
R(j0,a9)
0.9687
0.9530
0.9616
0.9541
0.9594
G(j6,a4)
0.9713
0.9700
0.9717
0.9647
0.9694
G(j4,a5)
0.9681
0.9678
0.9702
0.9697
0.9690
Indeks Bias Tabel 13. Nilai indeks bias nilam yang dihasilkan dari berbagai cara dan lama pengeringan Indeks bias Perlakuan
Ulangan I
Ulangan II
Rata-rata
1
2
1
2
L(j6,a4)
1.5094
1.5089
1.5080
1.5078
1.5085
L(j4,a5)
1.5085
1.5090
1.5096
1.5096
1.5092
L(j2,a8)
1.5091
1.5096
1.5093
1.5095
1.5094
L(j0,a9)
1.5048
1.5069
1.5073
1.5072
1.5066
R(j6,a4)
1.5095
1.5096
1.5096
1.5096
1.5096
R(j4,a5)
1.5093
1.5094
1.5094
1.5085
1.5092
R(j2,a8)
1.5100
1.5096
1.5095
1.5090
1.5095
R(j0,a9)
1.5070
1.5072
1.5081
1.5080
1.5076
G(j6,a4)
1.5101
1.5100
1.5106
1.5108
1.5104
G(j4,a5)
1.5101
1.5049
1.5099
1.5100
1.5087
G(j2,a8)
1.5089
1.5084
1.5095
1.5090
1.5090
G(j0,a9)
1.5090
1.5093
1.5098
1.5097
1.5095
-
Putaran Optik Tabel 14. Nilai putaran optik nilam yang dihasilkan dari berbagai cara dan lama pengeringan
Ulangan I
Perlakuan
-
Putaran optik (o ) Ulangan II
Rata-rata
1
2
1
2
L(j6,a4)
-54.20
-54.80
-55.10
-53.40
-54.38
L(j4,a5)
-54.10
-53.40
-53.10
-53.30
-53.48
L(j2,a8)
-53.20
-53.00
-53.10
-53.90
-53.30
L(j0,a9)
-52.40
-53.20
-52.00
-53.00
-52.65
R(j6,a4)
-54.80
-55.90
-56.00
-55.10
-55.45
R(j4,a5)
-57.90
-57.20
-59.00
-57.02
-57.78
R(j2,a8)
-58.00
-57.10
-56.00
-56.90
-57.00
R(j0,a9)
-52.30
-55.00
-54.10
-53.10
-53.63
G(j6,a4)
-56.00
-56.80
-56.00
-56.00
-56.20
G(j4,a5)
-58.10
-59.00
-58.20
-58.00
-58.33
G(j2,a8)
-57.90
-57.00
-58.00
-57.00
-57.48
G(j0,a9)
-54.00
-55.70
-54.00
-55.00
-54.68
Kelarutan dalam Alkohol Tabel 15. Nilai kelarutan dalam alkohol nilam yang dihasilkan dari berbagai cara dan lama pengeringan Larut jernih pada Perlakuan
(minyak nilam : alkohol 90% ) Ulangan I
Ulangan II
Rata-rata
L(j6,a4)
1 : 5 s/d 1 : 10
1 : 5 s/d 1 : 10
1 : 5 s/d 1 : 10
L(j4,a5)
1 : 5 s/d 1 : 10
1 : 5 s/d 1 : 10
1 : 5 s/d 1 : 10
L(j2,a8)
1 : 6 s/d 1 : 10
1 : 5 s/d 1 : 10
1 : 5.5 s/d 1 : 10
L(j0,a9)
1 : 6 s/d 1 : 10
1 : 6 s/d 1 : 10
1 : 6 s/d 1 : 10
R(j6,a4)
1 : 5 s/d 1 : 10
1 : 5 s/d 1 : 10
1 : 5 s/d 1 : 10
R(j4,a5)
1 : 4 s/d 1 : 10
1 : 4 s/d 1 : 10
1 : 4 s/d 1 : 10
R(j2,a8)
1 : 5 s/d 1 : 10
1 : 5 s/d 1 : 10
1 : 5 s/d 1 : 10
R(j0,a9)
1 : 5 s/d 1 : 10
1 : 6 s/d 1 : 10
1 : 5.5 s/d 1 : 10
G(j6,a4)
1 : 5 s/d 1 : 10
1 : 4 s/d 1 : 10
1 : 4.5 s/d 1 : 10
G(j4,a5)
1 : 4 s/d 1 : 10
1 : 4 s/d 1 : 10
1 : 4 s/d 1 : 10
G(j2,a8)
1 : 6 s/d 1 : 10
1 : 5 s/d 1 : 10
1 : 5.5 s/d 1 : 10
G(j0,a9)
1 : 5 s/d 1 : 10
1 : 5 s/d 1 : 10
1 : 5 s/d 1 : 10
Larut jernih pada Perlakuan
(minyak nilam : alkohol 90% ) Ulangan I
-
Ulangan II
Rata-rata
G(j2,a8)
0.9609
0.9794
0.9698
0.9691
0.9698
G(j0,a9)
0.9601
0.9614
0.9514
0.9607
0.9584
Bilangan Asam Tabel 16. Nilai bilangan asam nilam yang dihasilkan dari berbagai cara dan lama pengeringan Bilangan asam Perlakuan
-
Ulangan I
Ulangan II
Rata-rata
1
2
1
2
L(j6,a4)
3.0555
3.3013
3.3660
3.6465
3.3423
L(j4,a5)
6.2014
5.9784
5.4497
5.7496
5.8448
L(j2,a8)
6.0234
6.1309
6.5478
5.9195
6.1554
L(j0,a9)
6.6666
6.3274
6.4962
6.8723
6.5906
R(j6,a4)
2.4524
2.7511
2.4524
2.7511
2.6018
R(j4,a5)
2.2331
2.3726
2.1696
2.1799
2.2388
R(j2,a8)
4.8157
4.5324
4.4880
4.1667
4.5007
R(j0,a9)
4.9047
4.6994
4.8397
5.0490
4.8732
G(j6,a4)
3.1316
2.8328
2.1391
2.6615
2.6913
G(j4,a5)
2.4065
2.1799
2.2331
2.5245
2.3360
G(j2,a8)
5.1244
5.4361
5.3558
4.8145
5.1827
G(j0,a9)
5.8905
5.8333
5.2778
5.5021
5.6259
Bilangan Ester Tabel 17. Nilai bilangan ester nilam yang dihasilkan dari berbagai cara dan lama pengeringan Bilangan ester Perlakuan
Ulangan I
Ulangan II
Rata-rata
1
2
1
2
L(j6,a4)
10.1951
10.1951
9.3801
9.2921
9.7656
L(j4,a5)
6.0878
6.0588
6.6372
6.7642
6.3870
L(j2,a8)
5.0043
5.7834
4.9234
5.5713
5.3206
L(j0,a9)
3.3984
3.4314
3.2725
2.5940
3.1741
R(j6,a4)
12.5354
12.4355
12.1176
12.0602
12.2872
R(j4,a5)
12.9107
12.3529
14.0669
13.2319
13.1406
Bilangan ester Perlakuan
Ulangan I
Ulangan II
Rata-rata
1
2
1
2
R(j2,a8)
10.1433
10.7712
9.7274
9.8632
10.1263
R(j0,a9)
7.4052
7.3353
7.5490
8.3865
7.6690
G(j6,a4)
10.3285
9.8632
11.9469
10.7202
10.7147
G(j4,a5)
13.5935
11.4992
12.2341
11.1426
12.1174
G(j2,a8)
8.4693
7.9274
8.4304
9.5154
8.5856
G(j0,a9)
6.9424
7.0686
6.6685
6.7320
6.8529
Lampiran 5. Hasil analisis varian a.
Hasil analisis varian faktor perlakuan terhadap kadar air terna nilam The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
Cara pengeringan
3
G LR
Waktu
4
(j0,a9), (j2,a8), (j4,a5), (j6,a4)
Number of Observation Read 24 Number of Observation Used 24 Dependent Variabel : Kadar Air Source
DF
Sum of squares
Mean square
F value
Pr > F
Model
11
88.65114583
8.05919508
8.88
0.0003
Error
12
10.89575000
0.90797917
Corrected total
23
99.54689583
Source Cara pengeringan
DF 2
Type I SS 48.36565833
Mean square 24.18282917
F value 26.63
Pr > F <.0001
Waktu
3
36.66004583
12.22001528
13.46
0.0004
Cara pengeringan*waktu
6
3.62544167
0.60424028
0.67
0.6794
-jika nilai p<0.05 maka rancangan faktorial berbeda nyata Duncan’s Multiple Range Test for Kadar Air Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 12 0.907979
Number of Means
2
3
Critical Range
1.038
1.087
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringan
A
15.5788
8
L
B
13.5200
8
R
C
12.1225
8
G
Number of Means
2
3
4
Critical Range
1.199
1.255
1.289
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringan
A
15.5883
6
j4a5
B
13.7267
6
j6a4
B
13.5350
6
j0a9
C
12.1117
6
j2a8
Uji lanjut Interaksi (Kombonasi Perlakuan) Number of Means Critical Range
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2.076
2.173
2.232
2.271
2.298
2.317
2.331
2.341
2.347
2.352
2.355
Means with the same letter are not significantly different
b.
Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringanwaktu
A
17.7650
2
Lj4a5
B
15.2700
2
Lj6a4
B
15.1250
2
Rj4a5
B
15.0050
2
Lj0a9
C
B
14.2750
2
Lj2a8
C
B
14.1050
2
Rj0a9
C
B
13.8750
2
Gj4a5
C
B
D
13.5600
2
Rj6a4
C
E
D
12.3500
2
Gj6a4
E
D
11.4950
2
Gj0a9
E
11.2900
2
Rj2a8
E
10.7700
2
Gj2a8
Hasil analisis varian faktor perlakuan terhadap rendemen minyak nilam The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
Cara pengeringan
3
G LR
Waktu
4
(j0,a9), (j2,a8), (j4,a5), (j6,a4)
Number of Observation Used 24 Dependent Variabel : Rendemen Source
DF
Sum of squares
Mean square
F value
Pr > F
Model
11
2.46944583
0.22449508
1.18
0.3868
Error
12
2.27685000
0.18973750
Corrected total
23
4.74629583
Source
DF
Type I SS
Mean square
F value
Pr > F
Cara pengeringan
2
0.97100833
0.48550417
2.56
0.1187
Waktu
3
0.57811250
0.19270417
1.02
0.4198
Cara pengeringan*waktu
6
0.92032500
0.15338750
0.81
0.5827
jika nilai p>0.05 maka rancangan factorial tidak berbeda nyata
c.
Hasil uji Friedman untuk warna minyak nilam Descriptive Statistics N
Mean
L (j6,a4)
30
4.5666667
Std. Deviation 1.2780193
L (j4,a5)
30
4.7
1.1188048
2
6.00
6.45
L (j2,a8)
30
4.6333333
0.9278575
3
6.00
6.02
L (j0,a9)
30
4.7333333
1.2298958
2
7.00
6.57
R(j6,a4)
30
4.8666667
1.2793677
2
7.00
6.78
R (j4,a5)
30
4.7333333
1.0148325
3
6.00
6.47
Minimum 3
Maximum 7.00
Rank 6.00
R (j2,a8)
30
5.6333333
1.5421287
2
9.00
8.33
R (j0,a9)
30
4.5333333
1.3060425
2
7.00
6.32
G (j6,a4)
30
4.6666667
1.24106
3
8.00
6.22
G (j4,a5)
30
4.4666667
1.2242755
3
7.00
5.92
G (j2,a8)
30
4.8
1.1264837
2
7.00
6.73
G (j0,a9)
30
4.5
2.3744328
1
8.00
6.20
N Chi-Square (X2) df Asymp. Sig. (P)
30 12.124 11 0.354
d.
Hasil uji Friedman untuk bau minyak nilam Descriptive Statistics N
Mean
Minimum
Maximum
Rank
4.1333
Std. Deviation 1.6965
L (j6,a4)
30
1.00
8.00
5.7
L (j4,a5)
30
4.4667
1.6132
1.00
8.00
6.62
L (j2,a8)
30
4.5333
1.7564
1.00
8.00
6.48
L (j0,a9)
30
3.4667
1.5253
1.00
7.00
4.27
R(j6,a4)
30
4.6333
1.7905
1.00
8.00
6.55
R (j4,a5)
30
4.7667
1.8696
2.00
8.00
7.32
R (j2,a8)
30
4.0333
1.4967
1.00
7.00
5.5
R (j0,a9)
30
4.1667
1.5332
2.00
8.00
5.9
G (j6,a4)
30
4.9333
1.8925
1.00
8.00
7.45
G (j4,a5)
30
5.0333
1.6078
2.00
8.00
7.58
G (j2,a8)
30
4.3667
1.5643
1.00
7.00
6.45
G (j0,a9)
30
5.2667
1.7207
1.00
9.00
8.18
N
30 2
Chi-Square (X )
31.861
df
11
Asymp. Sig. (P)
e.
0.001
Hasil analisis varian faktor perlakuan terhadap bobot jenis minyak nilam The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
Cara pengeringan
3
G LR
Waktu
4
(j0,a9), (j2,a8), (j4,a5), (j6,a4)
Number of Observation Read 24 Number of Observation Used 24 Dependent Variabel : Bobot jenis Source
DF
Sum of squares
Mean square
F value
Pr > F
Model
11
0.00038063
0.00003460
5.69
0.0028
Error
12
0.00007302
0.00000609
Corrected total
23
0.00045365
Source
DF
Type I SS
Mean square
F value
Pr > F
Cara pengeringan
2
0.00000857
0.00000429
0.70
0.5137
Waktu
3
0.00017977
0.00005992
9.85
0.0015
Cara pengeringan*waktu
6
0.00019228
0.00003205
5.27
0.0071
-jika nilai p<0.05 maka rancangan faktorial berbeda nyata Duncan’s Multiple Range Test for Bobot Jenis Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
12
Error Mean Square
6.085E-6
Number of Means
2
3
Critical Range
.002687
.002813
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringan
A
0.966688
8
G
A
0.966013
8
R
A
0.965225
8
L
Number of Means
2
3
4
Critical Range
.003103
.003248
.003336
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
B
Mean
N
carapengeringan
A
0.969000
6
j2a8
A
0.967500
6
j4a5
0.965717
6
j6a4
0.961683
6
j0a9
B C
Uji lanjut Interaksi (Kombonasi Perlakuan) No. of Means Critical Range
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
.005375
.005626
.005778
.005879
.005948
.005998
.006034
.006059
.006077
.006089
.006097
Means with the same letter are not significantly different
f.
Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringanwaktu
A
0.969850
2
Gj2a8
A
0.969650
2
Rj2a8
A
0.969450
2
Gj6a4
A
0.969000
2
Gj4a5
A
0.967600
2
Rj4a5
A
0.967500
2
Lj2a8
A
0.967400
2
Rj6a4
A
0.967200
2
Lj0a9
A
0.965900
2
Lj4a5
B
0.959400
2
Rj0a9
B
0.958450
2
Gj0a9
Hasil analisis varian faktor perlakuan terhadap indeks bias minyak nilam The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
Cara pengeringan
3
G LR
Waktu
4
(j0,a9), (j2,a8), (j4,a5), (j6,a4)
Number of Observation Read 24 Number of Observation Used 24 Dependent Variabel : Indeks bias Source
DF
Sum of squares
Mean square
F value
Pr > F
Model
11
0.00002212
0.00000201
3.70
0.0167
Error
12
0.00000652
0.00000054
Corrected total
23
0.00002864
Source
DF
Sum of squares
Mean square
F value
Pr > F
Model
2
3.8233333E-6
1.9116667E-6
3.52
0.0626
Error
3
9.4079167E-6
3.1359722E-6
5.78
0.0111
Corrected total
6
8.8933333E-6
1.4822222E-6
2.73
0.0655
-jika nilai p<0.05 maka rancangan faktorial berbeda nyata Duncan’s Multiple Range Test for Indeks Bias
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
12
Error Mean Square
5.429E-7
Number of Means
2
3
Critical Range
.0008027
.0008402
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
B
Mean
N
carapengeringan
A
1.5094125
8
G
A
1.5089875
8
R
1.5084375
8
L
B
Number of Means
2
3
4
Critical Range
.0009269
.0009702
.0009964
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringan
A
1.5095167
6
j6a4
A
1.5093167
6
j2a8
A
1.5090500
6
j4a5
B
1.5079000
6
j0a9
Uji lanjut Interaksi (Kombonasi Perlakuan) No. Means Critical Range
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
.001605
.001680
.001726
.001756
.001777
.001792
.001802
.001810
.001815
.001819
.001821
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringanwaktu
A
0.969850
2
Gj6a4
B
A
0.969650
2
Rj6a4
B
A
0.969450
2
Rj2a8
B
A
0.969000
2
Gj0a9
B
A
0.967600
2
Lj2a8
B
A
C
0.967500
2
Rj4a5
B
A
C
0.967400
2
Lj4a5
B
A
C
0.967200
2
Gj2a8
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping B
D
Mean
N
carapengeringanwaktu
C
0.965900
2
Gj4a5
C
0.960300
2
Lj6a4
C
0.959400
2
Rj0a9
0.958450
2
Lj0a9
D
g.
Hasil analisis varian faktor perlakuan terhadap putaran optik minyak nilam The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
Cara pengeringan
3
G LR
Waktu
4
(j0,a9), (j2,a8), (j4,a5), (j6,a4)
Number of Observation Read 24 Number of Observation Used 24 Dependent Variabel : Putaran Optik Source
DF
Sum of squares
Mean square
F value
Pr > F
Model
11
432.5042458
39.3185678
1.42
0.2789
Error
12
333.0108500
27.7509042
Corrected total
23
765.5150958
Source
DF
Type I SS
Mean square
F value
Pr > F
Cara pengeringan
2
34.3151083
17.1575542
0.62
0.5552
Waktu
3
202.1848458
67.3949486
2.43
0.1159
Cara pengeringan*waktu
6
196.0042917
32.6673819
1.18
0.3799
-jika nilai p>0.05 maka rancangan faktorial tidak berbeda nyata
h.
Hasil analisis varian faktor perlakuan terhadap kelarutan minyak nilam dalam alkohol 90% The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
Cara pengeringan
3
G LR
Waktu
4
(j0,a9), (j2,a8), (j4,a5), (j6,a4)
Number of Observation Read 24 Number of Observation Used 24 Dependent Variabel : Kelarutan Dalam Alkohol 90% Source
DF
Sum of squares
Mean square
F value
Pr > F
Model
11
8.00000000
0.72727273
4.36
0.0087
Error
12
2.00000000
0.16666667
Corrected total
23
10.00000000
Source
DF
Type I SS
Mean square
F value
Pr > F
Cara pengeringan
2
1.75000000
0.87500000
5.25
0.0230
Waktu
3
5.00000000
1.66666667
10.00
0.0014
Cara pengeringan*waktu
6
1.25000000
0.20833333
1.25
0.3484
-jika nilai p<0.05 maka rancangan faktorial berbeda nyata Duncan’s Multiple Range Test for Kelarutan Dalam Alkohol 90% Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
12
Error Mean Square
0.166667
Number of Means
2
3
Critical Range
.4447
.4655
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringan
A
5.3750
8
L
B
4.8750
8
R
B
4.7500
8
G
Number of Means
2
3
4
Critical Range
.5136
.5375
.5521
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringan
A
5.5000
6
j0a9
B
A
5.3333
6
j2a8
B
C
4.8333
6
j6a4
C
4.3333
6
j4a5
Uji lanjut Interaksi (Kombonasi Perlakuan) Number of Means Critical Range
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
0.889
0.931
0.956
0.973
0.984
0.993
0.999
1.003
1.006
1.008
1.009
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
i.
Mean
N
carapengeringanwaktu
A
6.0000
2
Lj0a9
B
A
5.5000
2
Gj2a8
B
A
5.5000
2
Rj0a9
B
A
5.5000
2
Lj2a8
B
A
5.0000
2
Lj4a5
B
A
5.0000
2
Rj6a4
B
A
5.0000
2
Gj0a9
B
A
5.0000
2
Lj6a4
B
A
5.0000
2
Rj2a8
B
C
4.5000
2
Gj6a4
C
4.0000
2
Gj4a5
C
4.0000
2
Rj4a5
Hasil analisis varian faktor perlakuan terhadap bilangan asam minyak nilam The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
Cara pengeringan
3
G LR
Waktu
4
(j0,a9), (j2,a8), (j4,a5), (j6,a4)
Number of Observation Read 24 Number of Observation Used 24 Dependent Variabel : Bilangan Asam Source
DF
Sum of squares
Mean square
F value
Pr > F
Model
11
56.92979300
5.17543573
106.08
<.0001
Error
12
0.58546819
0.04878902
Corrected total
23
57.51526119
Source
DF
Type I SS
Mean square
F value
Pr > F
Cara pengeringan
2
16.56374449
8.28187224
169.75
<.0001
Waktu
3
33.66292280
11.22097427
229.99
<.0001
Cara pengeringan*waktu
6
6.70312571
1.11718762
22.90
<.0001
-jika nilai p<0.05 maka rancangan faktorial berbeda nyata Duncan’s Multiple Range Test for Bilangan Asam Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
12
Error Mean Square
0.048789
Number of Means
2
3
Critical Range
.2406
.2519
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringan
A
5.4833
8
L
B
3.9590
8
G
C
3.5537
8
R
Number of Means
2
3
4
Critical Range
.2779
.2908
.2987
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringan
A
5.6966
6
j0a9
B
5.2797
6
j2a8
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringan
C
3.4732
6
j4a5
D
2.8785
6
j6a4
Uji lanjut Interaksi (Kombonasi Perlakuan) Number of Means Critical Range
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
.4813
.5037
.5174
.5264
.5326
.5371
.5403
.5426
.5442
.5453
.5459
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringanwaktu
A
6.5907
2
Lj0a9
B
A
6.1555
2
Lj2a8
B
C
5.8448
2
Lj4a5
D
C
5.6260
2
Gj0a9
D
E
5.1828
2
Gj2a8
F
E
4.8733
2
Rj0a9
4.5008
2
Rj2a8
G
3.3424
2
Lj6a4
H
2.6913
2
Gj6a4
H
2.6018
2
Rj6a4
H
2.3360
2
Gj4a5
H
2.2389
2
Rj4a5
F
j.
Hasil analisis varian faktor perlakuan terhadap bilangan ester minyak nilam The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
Cara pengeringan
3
G LR
Waktu
4
(j0,a9), (j2,a8), (j4,a5), (j6,a4)
Number of Observation Read 24 Number of Observation Used 24 Dependent Variabel : Bilangan Ester Source DF Sum of squares
Mean square
F value
Pr > F
70.98
<.0001
Model
11
206.0704358
18.7336760
Error
12
3.1670134
0.2639178
Corrected total
23
209.2374492
Source
DF
Type I SS
Mean square
F value
Pr > F
Cara pengeringan
2
92.53046198
46.26523099
175.30
<.0001
Waktu
3
99.56388134
33.18796045
125.75
<.0001
Cara pengeringan*waktu
6
13.97609253
2.32934875
8.83
0.0008
-jika nilai p<0.05 maka rancangan faktorial berbeda nyata
Duncan’s Multiple Range Test for Bilangan Ester Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
12
Error Mean Square
0.263918
Number of Means
2
3
Critical Range
.5597
.5858
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringan
A
10.8058
8
R
B
9.5677
8
G
C
6.1618
8
L
Number of Means
2
3
4
Critical Range
.6462
.6764
.6947
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringan
A
10.9225
6
j6a4
A
10.5483
6
j4a5
B
8.0109
6
j2a8
C
5.8987
6
j0a9
Uji lanjut Interaksi (Kombonasi Perlakuan) Number of Means Critical Range
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1.119
1.172
1.203
1.224
1.239
1.249
1.257
1.262
1.266
1.268
1.270
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringanwaktu
A
13.1406
2
Rj4a5
A
12.2872
2
Rj6a4
A
12.1174
2
Gj4a5
B
10.7148
2
Gj6a4
B
10.1263
2
Rj2a8
B
9.7656
2
Lj6a4
C
8.5857
2
Gj2a8
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping
Mean
N
carapengeringanwaktu
D
C
7.6691
2
Rj0a9
D
E
6.8529
2
Gj0a9
F
E
6.3870
2
Lj4a5
5.3207
2
Lj2a8
3.1741
2
Lj0a9
F G
Kharakteristik
Nilai Pada Metode Pengeringan L(j6,a4)
L(j4,a5)
L(j2,a8)
L(j0,a9)
R(j6,a4)
R(j4,a5)
R(j2,a8)
R(j0,a9)
G(j6,a4)
G(j4,a5)
G(j2,a8)
G(j0,a9)
15.27
17.76
14.28
15.00
13.56
15.12
11.29
14.10
12.35
13.88
10.77
11.49
-
2.06
2.12
1.89
2.43
2.60
2.99
2.66
2.16
2.06
2.69
2.18
2.14
2
0.9603
0.9659
0.9675
0.9672
0.9674
0.9676
0.9696
0.9594
0.9694
0.9690
0.9698
0.9584
-
Indeks bias 25 C
1.509
1.509
1.510
1.507
1.5010
1.509
1.510
1.508
1.510
1.509
1.509
1.510
-
Putaran optik (£D 25)
-54.38
-53.48
-53.30
-52.65
-55.45
-57.78
-57.00
-53.63
-56.20
-58.33
-57.48
-54.68
-
Bilangan asam
3.342
5.845
6.155
6.591
2.602
2.239
4.501
4.873
2.691
2.336
5.183
5.626
-
Bilangan ester
9.7656
6.387
5.321
3.174
12.287
13.141
10.126
7.669
10.715
12.117
8.586
6.853
-
Kelarutan dalam alkohol
1:5
1:5
1 : 5.5
1:6
1:5
1:4
1:5
1 : 5.5
1 : 4.5
1:4
1 : 5.5
1:5
-
35.91
39.54
Kadar Air (%) Rendemen (%) o
o
Bobot jenis (25 /25 C) o
Standar
90% Patchouli alcohol (C15H26O)
Tabel 19. Rata-rata rendemen beberapa provinsi di Pulau Jawa Nama Penghasil Minyak Nilam
Rata-rata Rendemen (%)
Jawa Barat
1.9-2.1
Yogyakarta
2.04-2.29
Jawa Tengah
1.5-2
Jawa Timur
2
34.64
-
Lampiran 6. Rekapitulasi data rata-rata analisis hasil penelitian
Tabel 18. Rekapitulasi data rata-rata analisis hasil penelitian
61
Lampiran 7. Data rendemen hasil perlakuan standar di beberapa daerah Tabel 20. Data rendemen minyak di Kab. Boyolali, Jawa Tengah Nama Penghasil Minyak Nilam
Rata-rata Rendemen
Rata-rata Kadar PA
(%)
(%)
2
32%
KUB Sumber Rejeki
1.5
32%
KUB Inti Wangi Nusantara
1.5
32%
KUB Wonokoyo
Sumber : Putri (2008) Tabel 21. Data rendemen minyak di Jawa Barat Nama Daerah Penghasil Nilam
Rata-rata Rendemen (%)
Pasir Ipis
1.4
Cisayong
2.1
Pasir Heulang
1.9
Sukamaju
2.4
Awi Pari
1.6
Pager Sari
1.8
Mandalare
2.1
Mayana
2.3
Puspahiang
2.2
Salawu
2.1
Pinang Rubak
1.6
Sumber : Solehudin ( 2003) Tabel 22. Data rendemen minyak di Sleman Nama Daerah Penghasil Nilam
Rata-rata Rendemen
Sleman
1.63
Sleman
1.96
Sleman
2.04
Sleman
1.88
Sleman
2.5
Sleman
3.71
Sleman
2.29
Sleman
1.76
Sleman
2.44
Sleman
2.6
Sleman
3.21
Nama Daerah Penghasil Nilam
Rata-rata Rendemen
Sleman
2.29
Sleman
2.33
Sleman
1.52
Sleman
1.42
Sleman
2.50
Sleman
1.5
Sleman
2.5
Sumber : Budiman, Arief (2001) Tabel 23. Data rendemen minyak di Beberapa Daerah Nama Penghasil Minyak Nilam Sukabumi
Rata-rata Rendemen (%) 2
Majalengka
1.05
Kab. Batang
2
Kebumen
1.6-1.8
Banjar Negara
1.8-2
Banyumas
1.8-2
Malang
2
Batu
2
Sumber : Anonim (2010)
Lampiran 8. Kromatogram minyak nilam a. Kromatogram minyak nilam hasil perlakuan R(j4,a5)
Gambar 27. Kromatogram minyak nilam hasil perlakuan R(j4,a5)
b. Kromatogram minyak nilam hasil perlakuan R(j6,a4)
Gambar 28. Kromatogram minyak nilam hasil perlakuan R(j6,a4)
c. Kromatogram minyak nilam hasil perlakuan G(j4,a5)
Gambar 29. Kromatogram minyak nilam hasil perlakuan G(j4,a5)
Lampiran 9. Penilaian perlakuan terbaik dengan Metode Perbandingan Eksponensial Tabel 24. Matrik keputusan perlakuan terbaik dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)
Perlakuan Parameter Objektif Kadar Air Rendemen Bobot jenis Indeks bias Putaran optik Bilangan asam Bilangan ester Kelarutan dalam alkohol 90% Kadar PA Subjektif Bau Warna Jumlah
Bobot
L(j6,a4) N B
L(j4,a5) N B
L(j2,a8) N B
L(j0,a9) N B
R(j6,a4) N B
R(j4,a5) N B
R(j2,a8) N B
R(j0,a9) N B
G(j6,a N B
3 4 2 2 2
2 2.5 2 3 4
8 39 4 9 16
1 4 3 7 3
1 256 9 42 9
5 1 6 8 2
125 1 36 64 4
4 8 4 1 1
64 4096 16 1 1
8 9 5 11 7
512 6561 25 121 49
3 12 7 8 11
27 20736 49 56 121
11 10 11 10 9
1331 10000 121 90 81
6 6 1 2 6
216 1296 1 4 36
9 3 10 1 8
72 3 10 1 6
4
8
4096
3
81
2
16
1
1
10
10000
12
20736
7
2401
6
1296
9
65
4
7
2401
3
81
2
16
1
1
11
14641
12
20736
8
4096
5
625
9
65
3
6
216
6
216
10
1000
12
1728
6
216
2
3
6
216
10
1000
3
2
0
11
14641
12
20736
1 16 5925
8
64 4 46834
9
81 25 83307
4 2 2
0 3 9
9 81 6879
0 6 6
36 36 767
0 7 8
49 64 1375
1 4
2
5
0 2 1
4 1 18341
0 4 10
16 100 4590
0 10 7
10 4 142
68