PENGALAMAN DALAM PENGAMANAN KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL BERBASIS MASYARAKAT Oleh: Waldemar Hasiholan ABSTRACT THE EXPERIENCES IN PROTECTED OF NATIONAL PARK AREA BASE ON COMMUNITY. Forest protection and security is an activity to take care of and protect forest from various trouble able to bother and destroy of natural resources included fauna and flora, ecosystem, habitat, watering function and others. The target of forest security is to depress and lessen trouble to forest area and forest products. One of the especial conditions in forest area security is the existence of rule of law to the forest area marked with existence of forest area boundary in the field. But in fact many of forest area which have been declared by Minister Forestry not yet been conducted by settlement of boundary in the field. With such condition oftentimes happened conflict usage of area between community and forest manager. Another problem is the law enforcement to the badness which happened in this area become weakness. Base on the experience in forest management the root problem in that case is not yet the existence of confession from each stakeholder to the boundary of forest and boundary of community area. Therefore one of the solution in resolving of the problem is by developing agreement between community and forest manager to implementation of forest boundary participatory. I.
PENDAHULUAN
Perlindungan dan Pengamanan Hutan adalah suatu kegiatan untuk menjaga dan melindungi hutan dari berbagai gangguan yang dapat mengganggu dan merusak sumber daya alam yang ada di dalamnya seperti flora dan fauna, ekosistem, habitat, tata air dan lain‐lain. Dengan pernyataan lain tujuan pengamanan hutan adalah untuk menekan dan mengurangi gangguan terhadap kawasan hutan maupun terhadap hasil hutan. Gangguan tersebut dapat berupa perambahan, penebangan liar (illegal logging), pencurian hasil hutan, perburuan liar, kebakaran hutan, pengembalaan liar, dan gangguan lainnya dari oknum yang tidak bertanggung jawab, sehingga diharapkan hutan dan segala isinya dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Salah satu persyaratan utama dalam pengamanan kawasan hutan adalah adanya kepastian hukum atas kawasan hutan. Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) dan pasal 15 ayat (1) UU Nomor 41 Tahun 1999 untuk mendapatkan kepastian hukum maka terhadap kawasan hutan tersebut dilakukan pengukuhan kawasan, melalui proses: a. penunjukan kawasan hutan, b. penataan batas kawasan hutan, c. pemetaan kawasan hutan, dan d. penetapan kawasan hutan.
1
Secara fisik kondisi kawasan hutan yang telah memiliki kekuatan hukum ditandai dengan adanya Pal‐Pal Batas Kawasan Hutan yang diberi Tanda Huruf dan Nomor Pal Batas dengan inisial (B…) dan tanda‐tanda batas lain serta adanya lorong batas yang terlihat jelas di Lapangan.
Gambar 1. Kawasan hutan yang sudah dan belum ditatabatas II. PERMASALAHAN Kenyataan banyak kawasan hutan yang telah ditunjuk oleh Menteri Kehutanan belum selesai dalam proses pengukuhannya menjadi kawasan hutan, dan bahkan sebagaian dari kawasan tersebut belum dilakukan penataan batas di Lapangan. Selain itu beberapa lokasi Kawasan Hutan yang telah ditunjuk tersebut di dalamnya, banyak ditemukan pemukiman, lahan garapan, ladang masyarakat dan kegiatan masyarakat yang sudah ada sebelum kawasan hutan tersebut ditunjuk dan ditetapkan. Dengan kondisi yang demikian seringkali terjadi konflik penggunaan kawasan antara masyarakat dan pengelola kawasan hutan. Berdasarkan pengalaman dalam pengelolaan kawasan konservasi, permasalahan yang ditimbulkan sebagai akibat dari kesenjangan antara Peraturan Penetapan Kawasan Hutan (kriteria, persyaratan dan peraturan yang berkaitan dalam penetapan kawasan hutan) dengan
2
Realisasi Penetapan Kawasan Hutan yang berpotensi menjadi sumber konflik dalam pengelolaan hutan diantaranya adalah sebagaimana disajikan pada tabel berikut ini. Tabel. Identifikasi Potensi Konflik Dalam Pengelolaan Hutan No
Penetapan Kawasan Hutan/Taman Nasional Kriteria Harus didasari pada hasil inventarisasi sumber daya alam/hutan
Umumnya dilakukan dengan penunjukan kawasan hutan atau perubahan fungsi
2.
Harus diterima oleh masyarakat
3.
Masyarakat berhak mengetahui rencana pembangunan kehutanan
Dalam penunjukan taman nasional umumnya belum mendengarkan aspirasi masyarakat yang bermukim di dalam/sekitar kawasan Masyarakat belum banyak tahu rencana pembangunan kehutanan di wilayahnya
4.
Masyarakat berhak mendapatkan kompensasi atas tertutupnya akses dalam pemanfaatan kawasan hutan Peran serta masyarakat dalam pengelolaan taman nasional menjadi kebutuhan utama Adanya program peningkatan kemampuan SDM masyarakat di dalam/sekitar hutan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan nilai‐nilai kearifan tradisional dalam budaya masyarakat dapat dijadikan aturan kesepakatan dalam pengelolaan kawasan Masyarakat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan
6.
7.
8.
Potensi Konflik
Terjadinya perbedaan persepsi dan kepentingan dalam pemanfaanat dan penggunaan kawasan Terjadinya perbedaan dan kepentingan dalam pemanfaatan atau penggunaan kawasan
Terjadi konflik kepentingan penggunaan dan pemanfaatan kawasan Penolakan atau resistensi terhadap keberadaan taman nasional
Terjadinya perbedaan dan kepentingan dalam pemanfaatan atau penggunaan kawasan
Penolakan atau resistensi terhadap keberadaan kawasan hutan Penolakan atau resistensi terhadap penetapan kawasan hutan
Realisasi
1.
5.
Permasalahan
Belum ada mekanisme pemberian kompensasi kepada masyarakat atas hilangnya akses dalam pemanfaatan hutan
Terjadinya ketidakpuasan dan tuntutan untuk tetap mempertahankan kawasan
Peranserta masyarakat belum menjadi kebutuhan utama dalam pengelolaan taman nasional. Program partisipatif masyarakat dalam pengelolaan hutan / taman nasional masih terbatas
Terjadinya ketidakpuasan dan kekecewaan dalam pengelolaan taman nasional Terjadinya ketidakpuasan dan kekecewaan dalam pengelolaan hutan/ taman nasional
Lemahnya dukungan masyarakat dalam pengelolaan taman nasional Lemahnya dukungan masyarakat dalam pengelolaan hutan/taman nasional
Aturan pengelolaan hutan/taman nasional lebih mengutamakan aturan formal atau hukum positif
Terjadinya ketidakpuasan dan kekecewaan dalam pengelolaan hutan/ taman nasional
Lemahnya dukungan masyarakat dalam pengelolaan hutan/ taman nasional
Pemerintah jarang melibatkan masyarakat dalam melakukan pengawasan secara aktif
Terjadinya inefisiensi dalam pengelolaan hutan/taman nasional
Lemahnya dukungan masyarakat dalam pengelolaan hutan/ taman nasional
3
9.
10.
11
12
Perlindungan dan pengakuan atas keberadaan masyarakat adat. hak atas kepemilikan hutan/ taman nasional
Masih sedikit Peraturan Daerah yang mengakui keberadaan masyarakat adat Taman Nasional dikuasai oleh Negara dan belum mengakui kepemilikan masyarakat adat atas kawasan hutan/ taman nasional Unsur‐unsur manajemen Taman Nasional dikelola dengan dana taman nasional dalam keadaan terbatas dan yang cukup dan belum mendapatkan mendapat dukungan dari pemerintah pusat dukungan penuh dari pemerintah pusat dan daerah maupun daerah
Terjadinya inefisiensi dalam pengelolaan hutan/ taman nasional
Peantaan Batas Kawasan Hutan di Lapangan melibatkan masyarakat secara aktif
Banyak lahan‐lahan masyarakat berada di dalam kawasan hutan yang ditatabatas
Seringkali penataan batas di lapangan belum melibatkan masyarakat secara aktif (formalitas)
Terjadinya kegiatan illegal di dalam kawasan hutan/ taman nasional Manajemen taman nasional kuarng efektif
Lemahnya dukungan masyarakat dalam pengelolaan hutan Konflik kepentingan
Program dan kegiatan pengelolaan taman nasional kurang optimal dan kurang mendapat dukungan masyarakat Batas kawasan hutan tidak mendapat pengakuan masyarakat
Berdasarkan pengalaman dalam pengelolaan kawasan hutan/taman nasional, konflik antara masyarakat dengan pengelola kawasan yang sering muncul dipermukaan adalah: 1. Konflik dalam penggunaan sumber daya alam a. Konflik dalam penggunaan ruang, seperti: 1) Pemukiman di dalam kawasan hutan/taman nasional yang keberadannya telah ada sebelum penetapan kawasan hutan/taman nasional, 2) Perladangan masyarakat yang dilakukan secara tetap yang keberadaannya sudah ada sebelum penetapan kawasan hutan/taman nasional, Perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat tradisional b. Konflik dalam pemanfaatan sumber daya alam hayati, diantaranya: 1) Pemungutan hasil hutan kayu untuk kepentingan ekonomi keluarga, kepentingan sendiri dan lainnya. 2) Pemungutan hasil hutan bukan kayu untuk kepentingan ekonomi keluarga, kepentingan sendiri dan lainnya. Perburuan tradisional c. Konflik dalam kepemilikan dan penguasaan sumberdaya alam hutan. 2. Konflik sosial dan budaya a. Terjadi pelanggaran hak kelompok khusus, dimana pemerintah secara umum harus memberikan perlakuan dan perlindungan lebih terhadap masyarakat adat sebagai kelompok khusus yang hidup di dalam kawasan hutan. b. Terjadi pelanggaran hak atas adat istiadat, dimana pemerintah secara defacto masih mengakui prosedur dan penegakan hukum adat.
4
3. Konflik Terhadap Akses a. Akses informasi. Terjadi pelanggaran hak atas informasi, dimana pemerintah tidak memberikan dan menyediakan informasi yang cukup, adil dan transparan dalam kebijakan taman nasional dan kebijakan pemerintah secara umum. b. Akses peran serta. Terjadi pelanggaran hak untuk berpartisipasi, dimana pemerintah tidak membuka dan mengajak partisipasi masyarakat di dalam / sekitar hutan untuk turut serta dalam perencanaan, perumusan dan implementasi kebijakan kehutanan, khususnya atas penyusunan rencana pengelolaan hutan. c. Akses pengembangan diri. Terjadi pelanggaran hak atas pengembangan diri, dimana program pemerintah haruslah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Dengan kondisi yang seperti ini menyebabkan upaya perlindungan dan pengamanan kawasan hutan menjadi sangat terbatas, yang pada ahirnya upaya penegakan hukum terhadap gangguan kawasan hutan menjadi lemah. Dari uraian permasalahan tersebut diatas, berdasarkan pengalaman dapat disimpulkan bahwa inti persoalan yang dihadapi adalah BELUM ADANYA PENGAKUAN dari masing‐masing pihak atas keberadaan wilayah masyarakat, wilayah kawasan hutan dan wilayah bukan kawasan hutan. III. UPAYA PEMECAHAN MASALAH Dengan tetap berdasar pada Undang‐Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah lainnya, maka upaya untuk menanggulangi konflik penggunaan kawasan hutan dan upaya untuk mendapatkan dukungan masyarakat atas pengamanan kawasan hutan di Lapangan, dilakukan antara lain: 1. Membangun kesepakatan untuk saling mengakui atas batas‐batas wilayah pemanfaatan ruang oleh para pihak khususnya masyarakat tempatan melalui Penataan Batas Hutan secara partisipatif termasuk di dalamnya kegitan, Penataan Batas Pemukiman dan Ladang masyarakat dalam Kawasan Hutan secara partisipatif. 2. Mengembangkan kolaborasi dalam perlindungan dan pengamanan kawasan hutan melalui kegiatan community patroll (Pengamanan hutan berbasis masyarakat)
5
3. Membangun co‐ownership (saling memiliki) dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengukuhan hutan khususnya dalam perencanaan dan penataan batas kawasan hutan. 4. Memberikan akses kepada masyarakat dalam pengelolaan hutan, terutama pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.
Dalam TN
Luar TN
Z ona hutan C UZ
Perumahan D aerah P eny angga
Pertanian
Bat as T N
CUZ
Co ntoh zon asi d i CUZ
Gambar 2. Pengembangan Kesepakatan Batas Partisipatif Pengalaman menunjukan bahwa dengan upaya tersebut diatas telah menumbuhkan kepercayaan dan dukungan masyarakat kepada pengelola kawasan dalam rangka pengelolaan dan pengamanan kawasan hutan. Demikian pula Pemerintah Kabupaten akan memberikan dukungan penuh dalam pengelolaan kawasan hutan. IV. PENUTUP Kesimpulan 1. Pengamanan Kawasan Hutan sangat bergantung pada pengakuan para pihak khususnya masyarakat tempatan terhadap batas‐batas kawasan hutan. 2. Peran Pemerintah Kabupaten dalam pengamanan kawasan hutan sangatlah penting. Oleh karena itu Bupati selaku Ketua Panitia Tata Batas Hutan merupakan faktor kunci dalam penentuan Batas‐batas hutan di Lapangan. 3. Peranserta masyarakat dalam pengamanan kawasan hutan merupakan kekuatan yang besar dalam rangga menanggulangi gangguan‐gangguan hutan. Saran 1. Sambil menunggu pengukuhan hutan yang memerlukan waktu lama, tehadap kawasan‐ kawasan hutan yang statusnya masih penunjukan diperlukan upaya percepatan melalui penataan batas partisipatif.
6
2. Dalam rangka mewujudkan pengelolaan hutan yang efektif khususnya pencegahan dan pengamanan kawasan hutan dari gangguan hutan perlu segera meningkatkan peran serta masyarakat. Pengalaman kekuatan 1 Regu Pengamanan Hutan Berbasis Masyarakat (Community Patrol) yang terdiri atas 1 Orang POLHUT dan 5 Orang Anggota Masyarakat telahmenunjukkan hasil yang nyata dalam pencegahan dan penurunan tingkat gangguan hutan di Tingkat Desa. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan. Undang‐Undang Nomor. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta. 1990 Departemen Kehutanan. Undang‐Undang Nomor. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta. 1999 Departemen Kehutanan. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan. Jakarta. 2004 Departemen Kehutanan. 2007. Pembangunan Bidang PHKA. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2005. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas. Jambi. Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2008. RUU Pemberantasan Pembalakan Liar. Jakarta. Waldemar, H. 1997. Panduan Pengamanan Hutan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Unit Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Rengat. Waldemar, H. 1998. Pengalaman Lapangan Dalam Pengamanan Hutan. Lokakarya Kepala Balai KSDA dan Taman Nasional. Departemen Kehutanan. Bogor. Waldemar, H. 2006. Perlindungan dan Pengamanan Hidupan Liar. Sumatran Tiger Conservation Program. Bogor. Waldemar, H. 2007. Perlindungan dan Pengamanan Hutan. Pusat Diklat Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor.
7