PENERIMAAN MASYARAKAT BETAWI MUSLIM TERHADAP KESENIAN MUSIK GAMBANG KROMONG DAN TARI RONGGENG BLANTEK DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh : SITI USWATUN CHASANAH 1110022000014
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
ABSTRAK
SITI USWATUN CHASANAH Penerimaan Masyarakat Betawi Muslim Terhadap Kesenian Musik Gambang Kromong dan Tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Kuatnya asumsi bahwa Betawi identik dengan Islam, telah memberikan pengaruh pada sikap masyrakat Betawi muslim khusunya di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dan masyarakat Betawi secara keseluruhan dalam menerima dan memilih bentuk kesenian yang mampu mewakili identitas etnis mereka. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif-analitis dengan pendekatan sosio-budaya untuk mengetahui kronologi peristiwa, proses serta faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Betawi dalam menerima kesenian gambang kromong dan tari ronggeng blantek. Berangkat dari kuatnya asumsi bahwa Betawi identik dengan Islam maka masalah pokok dalam penulisan skripsi ini adalah, bahwa ada indikator nilai-nilai Islam dalam kesenian gambang kromong dan tari ronggeng blantek sehingga masyarakat Betawi yang identik dengan Islam dengan mudah dapat menerima dua kesenian tersebut. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan penulis, bahwasannya proses penerimaan tari Ronggeng Blantek dan Gambang Kromong pada masyarakat muslim Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Bababakan didasari pada konsistensi yang kuat serta pengejawantahan sikap dan perilaku masyarakat muslim Betawi terhadap Islam. Serta adanya peran pemerintah daerah dalam menjaga dan melestarikan kesenian tersebut. Kini seni musik gambang kromong dan tari ronggeng blantek telah melekat sebagai kesenian masyarakat Betawi. Kata kunci : Betawi, Islam, Kesenian, Gambang Kromong, Ronggeng Blantek.
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan kasih dan sayang-Nya, semoga rahmat dan hidayah-Nya selalu tercurah kepada kita semua, amin. Shalawat serta salam senantiasa kita persembahkan kepada junjungan alam baginda Rasulullah SAW, keluarga serta sahabat, semoga kita sebagai ummatnya mendapat pertolongannya kelak, amin. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi dan mencapai gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah adalah membuat karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi. Dalam rangka itulah penulis menyusun skripsi ini dengan judul : “PROSES PENERIMAAN MASYARAKAT BETAWI MUSLIM TERHADAP KESENIAN MUSIK GAMBANG KROMONG DAN TARI RONGGENG BLANTEK DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN“. Dalam proses penyusunan skripsi ini, begitu banyak penulis temui rintangan dan hambatan. Sungguh pun begitu Alhamdulillah atas kerja keras semangat dan dukungan dari semua pihak akhirnya skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Oleh karena itu izinkan penulis untuk menghaturkan ucapan terimakasih serta penghargaan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan memberikan dukungn moril dan materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tanpa kendala yang berarti. 1. Kepada ayahanda tersayang Bapak Sutrisno Susanto yang telah membimbing, membantu dan memotivasi penulis unuk menjadi pribadi yang tangguh, bersemangat, bermanfaat bagi keluarga, nusa dan bangsa. Besar harapan penulis untuk membuat ayahanda selalu bangga . Tak luput juga penulis haturkan terimakasih banyak untuk Ibunda tersayang Ibu Siti Asngadah yang telah melahirkan, membimbing, mendoakan dan yang setiap malamnya tak pernah bosan mendoakan dan menemani penulis menyelesaikan
skripsi
ini.
Semoga
suatu
hari
penulis
mampu
membahagiakan dan membanggakan Ayah dan Ibunda tersayang, semoga Allah selalu membalas semua kebaikan dan perjuangan mereka
ii
2. Kepada dosen pembimbing Dr. H. Abdul Chair dan Drs. H. M. Ma’ruf Misbah MA, yang dengan sabar dan penuh dedikasi tinggi selalu membimbing penulis dalam menyelesaikan materi skripsi ini. 3. Kepada seluruh civitas akademik Fakultas Adab dan Humaniora, kepada Ketuaa jurusan dan sekertaris jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Pembimbing Akademik Drs Saidun Derani MA, Ibu Awalia Rahma, yang selalu bersedia meluangkan waktu bagi penulis untuk bertanya dan meminta solusi atas beberapa kendala yang penulis hadapi. 4. Kepada Ibu Wiwiek Widiyastuti selaku koreografer tari Ronggeng Blantek, beserta jajaran pengurus segyo Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat, Bapak Abdul Rachem berserta staffnya di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, yang telah meluangkan waktunya bagi penulis untuk mendapatkan informasi yang akurat guna kebutuhan data skripsi ini. 5. Kepada Bapak Sardi Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat Suku Dinas Kebudayaan Walikota Jakarta Selatan yang telah memberikan referensi dan arahan kepada penulis untuk menemui tokoh-tokoh dengan kompetensi mumpuni dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Kepada budayawan Betawi di Lembaga Kebudayaan Betawi, bang Yahya Andi Saputra, Bang Yovie selaku Sekertaris Jendral LKB beserta jajarannya
yang telah
mempermudah
jalan
bagi
penulis
dalam
mendapatkan sumber-sumber primer terkait penulisan skripsi ini. 7. Kepada seluruh pengurus Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, bang Indra dan Dokter H Sibroh, yang selalu meluangkan waktu dan membantu penulis dalam mendapatkan berbagai sumber, informasi dan lain hal terkait keadaan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Tak lupa kepada tokoh agama setempat Bang Gumin Has, penulis ucapkan terimakasih. 8. Kepada seniman Betawi di Sanggar Seni Setu Babakan bang Andi Supardi, dengannya penulis lebih memahami bentuk fisik dan segala detail mengenai
tari
Ronggeng
Blantek
dan
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
iii
Gambang
Kromong
di
9. Kepada para senior Sejarah dan Kebudayaan Islam, para senior BEM Fakultas Adab dan Humaniora, kanda dan yunda HMI Komisariat Adab dan Humaniora, teman-teman KKN Cendikiawan, serta kawan-kawan SKI angkatan 2010, Anto, Lidya, Iwan, Endi, Firman, Dede, Okta, Ela, Rina, Wulan, Nurjannah, Dian, Hana Hanifah, Hana Nurrahmah, Fitri, Tati dan Irna yang tak hentinya memberikan dukungan,semangat,doa dan tawa sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dalam hangatnya ikatan keluarga. Bila Siti Nurbaya memiliki Syamsul Bahri, Srikandi memiliki Arjuna, maka penulis juga memiliki laki-laki pendamping yang menjadi tempat penulis becerita, berdiskusi, belajar dan terus berproses dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepadanya tak lupa penulis sampaikan terimakasih. Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis memahami bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga tulisan ini bisa memberikan manfaat kepada siapa saja yang menjadikan ini sebagai bahan bacaan mereka dan dapat menjadikan tulisan ini sebagai referensi.
Jakarta , 10 Agustus 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah ............................................................
8
2. Pembatasan Masalah ...........................................................
11
3. Perumusan Masalah ............................................................
12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................
12
D. Tinjauan Pusataka ...............................................................
13
E. Pendekatan dan Landasan Teori .........................................
15
F. Sistematika Penulisan .........................................................
18
BAB II. POTRET MUSIK DAN TARI BETAWI A. Gambaran Umum Musik dan Tari Betawi ...........................
21
1. Musik Gambang Kromong ............................................
25
2. Tari Ronggeng Blantek ..................................................
33
B. Unsur-unsur Islam dalam Musik Gambang Kromong dan Tari Ronggeng Blantek .......................................................
58
C. Hubungan Nilai Islam dengan Musik Gambang Kromong dan Tari Ronggeng Blantek .......................................................
65
BAB III. ETNIS BETAWI DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN A. Sejarah Etnis Betawi di Perkampungan Budaya Betawi di Perkampungan Setu Babakan .............................
v
68
B. Gambaran Umum Masyarakat Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan 1. Kondisi Geografis Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ................................................................
74
2. Kehidupan Ekonomi Masyarakat Betawi Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan .........................................
75
3. Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Betawi Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan .................
76
C. Penerimaan Kesenian Gambang Kromong dan Tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ..........................................................................
83
BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan ...........................................................................
89
B. Saran-saran ............................................................................
91
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL
vi
PENERIMAAN MASYARAKAT BETAWI MUSLIM TERHADAP KESENIAN MUSIK GAMBANG KROMONG DAN TARI RONGGENG BLANTEK DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Betawi adalah suatu kelompok masyarakat dengan identitas etnis dan budaya yang terbentuk berdasarkan perpaduan beberapa suku bangsa dengan budaya dan adat istiadat yang berbeda. Dari masa ke masa masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri budaya yang kian hari kian mapan sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis lain. Masyarakat Betawi lahir dan terbentuk di Batavia. Terjadinya perkawinan antar etnis di Batavia pada masa itu semakin memperlemah identitas etnis mereka. Selain itu identifikasi individu maupun kelompok terhadap suatu agama juga merupakan salah satu unsur yang menyebabkan melunturnya identitas etnis. Dan pada akhirnya identifikasi yang kuat terhadap Islam mampu menjelaskan kesamaan identitas mereka. Islam memang sejak lama telah mewarnai kehidupan penduduk Batavia. Ada tiga fase yang menunjukkan eksistensi Islam di Batavia, pertama saat Sunda Kelapa berhasil ditaklukkan oleh Fatahillah. Pada fase itu seluruh kehidupan
1
2
sosial, ekonomi, politik di Jakayakarta didasari pada ajaran Islam dan mendapat pengawasan langsung dari Kesultanan Cirebon.1 Kedua, sejak banyaknya masjid dan pusat-pusat kegiatan Islam yang didirikan pada abad ke 18.2 Selain menggambarkan perkembangan Islam di Batavia, masjid-masjid itu juga menggambarkan adanya percampuran berbagai kelompok etnis yang menjadi landasan bagi munculnya kelompok etnis baru yang kemudian mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang Islam di Batavia.3 Ketiga, semakin populernya penggunaan bahasa melayu Betawi pada abad ke 19, yang disebabkan karena menghilangnya pengaruh bahasa Portugis Mardjiker. Sepertinya penggunaan bahasa melayu betawi ini berkaitan erat dengan proses Islamisasi orang Betawi. Mereka bukan saja menggunakan bahasa melayu menjadi bahasa komunikasi sehari-hari masyarakat Betawi, akan tetapi mereka telah mengadopsi Islam sebagai pandangan hidup.4 Pesan egalitarian dan kesamaan derajat sosial yang dibawa oleh ajaran Islam ternyata diterima dengan baik oleh masyarakat Betawi. Dengan demikian seiring semakin menguatnya identifikasi orang Betawi terhadap Islam, bahasa Melayu menjadi semakin populer sebagai bahasa pergaulan sehari-hari masyarakat Betawi
1
Muhammad Zafar Iqbal, Islam di Jakarta Studi Sejarah Islam dan Budaya Betawi, (Jakarta : Disertasi Program Pasca Sarjana IAIN, tidak diterbitkan 2002, h.iii. 2 Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, Jakarta: LP3S, 2002, h.45. 3 Masjid pertama yang didirikan adalah Masjid Al-mansur di Kampung Sawah, Jembatan Lima pada tahun 1777, lalu Masjid Pekojan yang didirikan di Perkampungan Arab pada tahun 1755, pada tahun 1761 berdiri Masid Kampung Angke di perkampungan orang-orang bali tinggal, kemudian masjid Kebon Jeruk yang didirikan oleh peranakan Cina Islam tahun 1786, dan masjid yang didirikan orang-orang Banda di Kampung Banda tahun 1789. 4 Catatan seorang pelancong dari Surakarta Raden Arya Sastradarma yang menuliskan pengalamannya selama di Batavia pada tahun 1870 dalam buku berjudul “Kawontenan Ing Nagari Batawi”. Ia menemukan bahwa penduduk umumnya berbahasa melayu dalam percakapan seharihari dan mereka menyebut dirinya dengan sebutan orang Islam.
3
dan masyarakat lain yang tinggal di Jakarta.5 Maka dapat dikatakan bahwa Islam telah membuka jalan bagi perkembangan kebudayaan Melayu di kalangan orangorang Betawi di Jakarta saat itu. Fenomena seperti ini dikatakan oleh Bondan Kanumoyoso bahwa: “Identifikasi yang kuat terhadap suatu agama dapat menegasikan kesamaan identitas etnis” .6 Sejarah panjang Jakarta sedari awal perkembangannya memang telah menjadi tempat bertemunya varian etnis, budaya maupun agama antar kelompok. Memasuki era modernisasi, kini Jakarta dihadapkan pada globalisasi budaya dan tingkat urbanisasi yang kian hari jumlahnya semakin meningkat. Alih-alih peran Islam dalam kehidupan masyarakat Betawi secara cepat atau lambat akan terkikis sebagai akibat modernisasi, namun pada kenyataannya terjadi keadaan yang sebaliknya. Bangunan-bangunan fisik tidak hentinya berdiri di seluruh Jakarta, deru mesin-mesin industrialis dan kepulan asap kendaraan setiap hari semakin memenuhi wajah baru Jakarta. Namun di tengah proses perubahan itu masih tetap mengakar kuat pada denyut jantung Jakarta nafas keagamaannya.7 Betawi dan Islam memang merupakan dua sisi dari sebuah mata uang.8 Peran Islam yang signifikan dan pengaruhnya pada setiap lini kehidupan masyarakat Betawi nampak pada peneguhan identitas Betawi dengan Islam yang
5
Abdul Azis, “Islam dan Masyarakat Betawi”, h 30. Kutipan diambil dalam kata pengantar Bondan Kanumoyoso pengajar Departeman Sejarah FIB UI, kandidat Doktor Sejarah Leden University, hasil penelitian Lance Castles yang telah diterjemahkan dalam buku berjudul Profil Etnik Jakarta. 7 Ridwan, Saidi, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP: Jakarta, 1994, h 29. 8 Yasmine Z Shahab, Konflik Identitas:Etnis dan Religi, dalam Yasmine Z Shahab, Identitas dan Otoritas : Rekontruksi Tradisi Betawi (Depok, Laboratorium Antropologi FISIP UI, 2004) h 119. 6
4
terlihat jelas pada proses rekacipta tradisi Betawi yang ramai bermunculan sejak tahun 1970-an. Dalam proses rekacipta tradisi Betawi ini nilai Islam semakin ditekankan pada setiap tradisi hasil kreasi anak Betawi. Berbagai upacara keagamaan, kesenian, dan hiburan masyarakat Betawi baik yang asli dalam artian tidak dikurangi atau ditambahkan dengan unsur-unsur luar Betawi, maupun tradisi yang dihasilkan dari proses rekacipta, kesemuanya itu dapat diterima dan diakui oleh seluruh lapiasan masyarakat Betawi apabila tidak bertentangan dengan nilai Islam. Masyarakat Betawi secara aktif hanya menerima, memilih dan mengakui kreasi baru pada seni dan budaya Betawi yang bernuansa Islam, atau setidaknya tidak berbenturan dengan nilai-nilai Islam. Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi objek kajian pada seni musik gambang kromong dan tari ronggeng blantek. Pemilihan objek gambang kromong didasari oleh beberapa faktor diantaranya: pertama gambang kromong adalah jenis musik tradisional Betawi yang pertama kali masuk dan diperkenalkan oleh para peranakan Cina.9 Kemudian pada tahun 1800 gambang kromong mulai dikombinasikan dengan instrumen musik pribumi.10 Kedua karena gambang kromong adalah salah satu musik karawitan Betawi yang sampai saat ini masih bertahan dan banyak digunakan dalam setiap acara 9
Berdasarkan hasil wawancara dengan peranakan Cina di Jakarta Phoa Kian Soe, beliau mengatakan bahwa bangsa Tionghoa sejak sekitar tahun 1300 telah masuk ke Pulau Jawa, Madura dan Bali untuk berdagang maupun menyebarkan agama. Mereka turut serta membawa instrumen musik gambang untuk mengisi waktu luangnya.. 10 Data milik Lembaga Kebudayaan Betawi, berupa transkip wawancara dengan salah satu tokoh keturunan Cina di Jakarta, bernama Phoa Kian Soe, beliau seorang penulis naskah film dokumenter Anak Naa Beranak Naga: Gambang Kromong Akultuasi Budaya Tionghoa-Betawi
5
kebetawian. Ketiga karena perkembangan gambang kromong yang penulis rasa unik.11 Keempat, adanya indikator nilai-nilai Islam pada seni musik gambang kromong sebagai wujud representatif marwah budaya Betawi.12 Proses panjang akulturasi musik gambang kromong sebagai perpaduan unsur Cina dan pribumi, sampai masa perkembangannya yang sempat menerima penolakan dari masyarakat Betawi, pada akhirnya telah menarik perhatian penulis untuk mengungkap faktor apa saja yang melatarbelakangi diterimanya gambang kromong bagi setiap masyarakat Betawi sebagai musik karawitan mereka. Selanjutnya pemilihan tari ronggeng blantek sebagai objek penulisan skripsi ini berdasarkan beberapa faktor, pertama keberhasilan Ronggeng Blantek sebagai pelopor jenis tari kreasi Betawi yang diprakasai oleh pemerintah daerah, dalam hal ini para seniman Betawi bersama Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.13 Kedua, karena Ronggeng Blantek adalah satu-satunya jenis tari kreasi Betawi yang diawal kemunculannya telah menuai banyak penghargaan, baik
11
Sebelum maraknya pertunjukan gambang kromong pada acara pemerintah maupun acara yang diselenggarakan oleh masyarakat Betawi pasca tahun 1970-an, perlu diketahui bahwa gambang kromong sempat mendapat penolakan dari masyarakat Betawi, Terkait beberapa unsur dalam penampilannya yang tidak mewakili marwah budaya betawi, dengan kata lain tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam 12
Tidak seperti musik karawitan Samrah, Gambus maupun Rebana yang memang sejak awal kemunculannya telah dipengaruhi oleh musik dan budaya bangsa Melayu yang notebene berpedoman pada nilai-nilai Islam. 13
Ronggeng Blantek merupakan tari kreasi baru hasil produksi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta bersama ibu Wiwiek Widiyastuti. Tari kreasi ini sengaja diciptakan pada tahun 1978 sebagai jawaban bahwa masyarakat Betawi dengan budayanya masih tetap eksis di Jakarta, di tengah anggapan masyarakat lain bila Betawi mulai terpinggirkan keberadaanya .
6
dalam tingkatan nasional maupun internasional.14 Banyaknya penghargaan yang diperoleh tari Ronggeng Blantek, menjadi indikasi bahwa tari Ronggeng Blantek telah berkembang dengan baik dan membanggakan sejak masa awal diciptakan sampai dengan masa perkembangannya mampu meraih berbagai penghargaan di tengah masyarakat luas. Ketiga, adanya indikator nilai-nilai Islam, nilai moral dan kesopanan pada gerak, busana, maupun komposisi lagu dalam penampilan tari ronggeng blantek.15 Dalam proses pembuatannya sang koreografer benar-benar memperhatikan setiap unsur gerak, busana dan komposisi musik dalam tari rongeng blantek untuk tetap berada pada koridor nilai-nilai Islam sebagai marwah budaya Berawi. Sehingga saat ini tari ronggeng blantek telah diterima oleh seluruh lapisan masyarakat Betawi muslim mapun masyrakat di luar Betawi. Nilai-nilai Islam sebagai pandangan hidup mayoritas etnis Betawi telah memberikan pengaruh besar pada berbagai jenis kesenian dan budaya Betawi, tidak terkecuali pada poses penerimaan masyarakat Betawi terhadap musik gambang kromong yang pada mulanya sempat mendapat penolakan, juga pada tari ronggeng blantek yang merupakan tari kreasi baru.16
14
Berikut adalah prestasi tari ronggeng blantek, juara pertama lomba tari remaja se-DKI Jakarta tahun 1978, juara pertama festival kesenian anak tingkat nasional tahun 1979, juara pertama pekan tari daerah tingkat nasional tahun 1985, juara pertama mewakili Indonesia dalam Festival Folklore Internasional. ke 33 di Sicilia tahun 1987 15 Tidak seperti tari zapin atau tari blenggo yang memang sejak awal kemunculannya telah mendapat diakui sebagai salah satu tari betawi, karena dalam penampilannya sarat dengan unsurunsur melayu Islam. 16 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, Asal Muasal, Kebudayaan dan Adat Istiadatnya, PT Gunara Jakarta: Jakarta, 2001, h 139
7
Kuatnya asumsi bahwa Betawi identik dengan Islam telah melapangkan jalan atas pengakuan masyarakat Betawi terhadap musik gambang kromong dan tari Ronggeng Blantek yang memiliki indikator Islam dalam penampilannya.17 Identifikasi Betawi terhadap Islam dalam berbagai aspek kehidupannya termasuk kesenian Betawi, agaknya sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Clifford Geertz bahwa agama adalah realitas sosial yang eksis dan termanifestasikan dalam setiap aktivitas kemanusiaan. Dengan demikian agama tidak bisa dilepaskan dari segala aspek kemanusiaan dan segala perubahan yang bersifat alami atau manusiawi”.18 Berdasarkan beberapa sumber dan bukti penelitian di lapangan penulis berkesimpulan bahwa adanya indikator nilai-nilai Islam dalam kesenian gambang kromong dan ronggeng blantek, maka kesenian tersebut dengan mudah dapat diterima oleh masyarakat Betawi yang identik dengan Islam. Beralih pada Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, yang hadir sebagai jawaban atas eksistensi dari masyarakat dan kebudayaan Betawi. Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan hadir sebagai kawasan cagar budaya Betawi yang diresmikan oleh Gubernur Jakarta tahun 2004.19 Perkampungan ini adalah suatu kawasan yang sampai saat ini masih berpegang teguh pada nilainilai budaya Betawi. Setiap minggunya Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan mempunyai agenda pagelaran seni budaya Betawi seperti: rebana, lenong, gambang kromong, 17
Yasmine Z Shahab, Sisi Otoritas dalam Proses Nasionalisasi Tradisi Lokal, dalam Yasmine Z Shahab, Identitas dan Otoritas : Rekontruksi Tradisi Betawi, Depok: Laboratorium Antropologi FISIP UI, 2004, h 91. 18 Zakiyudin Baidhawy, Agama dan Pluralitas Budaya Lokal, Surakarta: Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial , UMS, 2003, h 3. 19 Laporan Akhir Kajian Pembentukan Kelurahan Setu Babakan di Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta, Biro Tata Pemerintahan Sekreatariat Daerah Provinsi Jakarta, Jakarta, 2011, h II-34
8
hadrah, tarian ronggeng blantek serta aneka jenis tari-tarian Betawi lain, silat Beksi, dan berbagai bentuk seni Betawi lain yang kesemuanya itu memiliki ciri khas tersendiri, yakni adanya nilai-nilai Islam dalam penampilannya. Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan yang telah diintegrasikan dalam unsur religius, dapat dilihat dari berbagai hasil kreasi seni dan tradisi budaya Betawi yang dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat Betawi dan non-Betawi, karena penampilan maupun pesan yang disampaikan sekalipun tidak secara kontekstual mewakili nilai-nilai agama tertentu, dengan contoh Islam, tetapi kesenian-kesenian itu tetap berada pada norma-norma kesopanan dan nilainilai Islam. Hal menarik yang diambil dari penelitian ini adalah, terjadinya respon religius terhadap kesenian lokal yang selama ini dianggap negatif.20 B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas penulis menduga kuat bahwasannya masyarakat Betawi itu identik dengan Islam, mereka hanya menerima dan memilih suatu kesenian yang dalam pertunjukkannya terdapat indikator nilai-nilai Islam atau norma-norma kesopanan yang diajarkan Islam. Hal tersebut dapat dibuktikan pada jenis pakaian, tata panggung, tata gerak dalam kesenian gambang kromong dan tari ronggeng blantek.
20
Pada mulanya judul penulisan penelitian ini adalah Pelestarian Budaya Betawi Studi Kasus Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, namun setelah bertemu dengan berbagai narasumber baik sejarawan, budayawan yang spesifikasi keilmuannya adalah etnis Betawi. Saya diberikan saran, anjuran, dan masukan untuk mengganti judul dengan spesifikasi kasus yang pada akhirnya menjadi judul penulisan penelitian saya sekarang ini, yaitu : Penerimaan Masyarakat Betawi Muslim terhadap kesenian Musik Gambang Kromong dan Tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
9
Skripsi ini akan menjelaskan mengenai seni musik dan seni tari Betawi. Berikut adalah macam-macam musik karawitan atau musik tradisional Betawi berdasarkan kelompok bentuk penyajian dan instrumennya.21 1. Gambang Kromong 2. Gamelan Ajeg 3. Topeng 4. Tanjidor 5. Samrah 6. Keroncong Tugu 7. Gambus 8. Rebana Biang 9. Ketimpring 10. Sampyong Kemudian berikut ini adalah tabel hasil identifikasi tari Betawi : 1. Kembang Topeng 2. Gegot 3. Topeng Kedok 4. Silat 1 (Beksi) 5. Blenggo Asli 6. Tapak Tangan 7. Cokek Sirih Kuning 8. Zapin Arab
21
Data ini penulis dapatkan dari hasil penyusunan standar dan kompetensi Karawitan dan Tari Betawi milik Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.
10
9. Ronggeng Blantek 10. Enjot-Enjotan 11. Gejruk Jidat 12. Nandak Ganjen 13. Gandes Kipas 14. Silat 2 (Pengasinan) 15. Lenggo Jikek 16. Topeng Gong 17. Lambang Sari 18. Wayang Botoh 19. Silat 3 20. Kotebang Dari sekian banyak macam tari dan musik Betawi pada akhirnya penulis memilih musik gambang kromong dan tari ronggeng blantek sebagai objek penulisan skripsi. Identifikasi yang kuat terhadap Islam pada akhirnya mengantar masyarakat Betawi untuk menerima musik gambang kromong dan tari ronggeng blantek sebgaai bentuk kesenian mereka. Mereka hanya mau menerima kesenian Betawi hasil rekacipta tradisi pada tahun 1970-an apabila kesemua unsur dalam dua kesenian tersebut berpedoman pada norma-norma kesopanan
Islam. Hal ini
terbukti dengan penerimaan dan pengakuan masyarakat Betawi terhadap kesenian gambang kromong setelah proses rekacipta tradisi Betawi dengan menghilangkan beberapa bagian yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu pengakuan terhadap tari ronggeng blantek sebagai salah satu jenis tarian Betawi yang sengaja
11
diciptakan pasca proses rekacipta tradisi Betawi, dapat dengan mudah diterima dan diakui oleh mayoritas etnis Betawi karena memang dalam prakteknya tetap berpedoman pada norma-norma kesopanan yang diajarkan Islam. Proses penerimaan kesenian gambang kromong dan tari ronggeng blantek secara berangsur-angsur ini mengidentifikasikan beberapa sebab akibat mengapa kesenian yang sebelumnya ditolak bahkan tidak diakui, sekarang justru dilestarikan dan mendapat pengakuan sebagai kesenian Betawi. Ini adalah sebuah indikasi bahwa telah terjadi respon religius terhadap kesenian lokal yang selama ini dianggap negatif, bahwa agama telah berpengaruh pada kesenian masyarakat. 2. Pembatasan Masalah Terkait judul penulisan penelitian “PENERIMAAN MASYARAKAT BETAWI
MUSLIM
TERHADAP
KESENIAN
MUSIK
GAMBANG
KROMONG DAN TARI RONGGENG BLANTEK DI PERKAMPUNGAN BUDAYA
BETAWI
SETU
BABAKAN”,
penulis
membatasi
masalah
berdasarkan tiga hal pokok, pertama, batasan spasial, yaitu batasan ruang yang hanya meliputi wilayah yang terbatas pada perkampungan Betawi di sekitar danau Setu Babakan. Kedua, batasan temporal berupa batasan tahun, yang dimulai dari tahun 1970 hingga tahun 2010. Tahun-tahun tersebut adalah tahun dimana kesenian Betawi seperti seni musik Gambang Kromong dan tari Blantek, mengalami perpaduan dan perubahan signifikan dalam gaya, gerak dan nilai yang telah bercampur dengan nilai-nilai agama. Ketiga, adalah tentang tema. Tema ini hanya terfokus pada bagian tentang seni dan perubahannya ketika bertemu dengan unsur agama, dalam hal ini gambang kromong dan tari ronggeng blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
12
3. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1.
Mengapa kesenian Betawi di Setu Babakan dipadukan dengan nilainilai Islam?
2.
Bagaimanakah bentuk perubahannya?
3.
Bagaimanakah respon masyarakat terhadap kesenian Betawi yang telah bercampur dengan unsur-unsur Islam?
Masalah pokok dalam penulisan penelitian ini adalah, bagaimana proses penerimaan masyarakat Betawi terhadap kesenian musik Gambang Kromong dan tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menguraikan faktor apa saja yang menyebabkan diterimanya kesenian musik gambang kromong dan tari ronggeng blantek oleh masyarakat Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Adapun manfaat yang ingin penulis berikan melalui penulisan penelitian ini adalah : 1. Memberikan
informasi
tentang
bagaimana
proses
penerimaan
masyarakat Betawi muslim terhadap kesenian musik gambang kromong dan tari ronggeng blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. 2. Menyumbangkan hasil pemikiran berupa karya sejarah dalam bentuk skripsi bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Adab dan Humaniora, Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam terkait dengan sejarah lokal dengan tema sosial budaya.
13
3. Menjadi motivasi bagi para akademisi sejarah Islam untuk mengkaji sejarah lokal dengan tema sejarah sosial-budaya. D. Tinjauan Pusataka Penulis telah mencari referensi tentang bagaimana peran dan pengaruh Islam dalam proses penerimaan kesenian masyarakat Betawi terhadap kesenian musik gambang kromong dan tari ronggeng blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Belum ada pembahasan secara spesifik tentang peran maupun pengaruh Islam di dalamnya. Buku rujukan pertama adalah tulisan Ninuk Kleden berjudul Teater Lenong Betawi-Studi Perbandingan Diakronik, yang memberi gambaran kepada penulis mengenai kemunculan awal gambang kromong dan tari Ronggeng Blantek di Jakarta. Buku-buku karya Ridwan Saidi dengan tema Sejarah Jakarta dan Etnis Betawi, berjudul Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, Sejarah Jakarta dan Peradaban Melayu-Betawi, Profil Orang Betawi, Potret Budaya Manusia Betawi, dan Masyarakat Betawi dan Tinjauan Sejarah. Buku-buku dengan judul tersebut di atas tidak menjelaskan bagaimana nilai-nilai Islam sebagai identitas Betawi berperan penting dalam proses penerimaan kesenian oleh masyarakat Betawi. Walaupun demikian buku-buku tersebut memberikan inspirasi bagi saya khususnya tentang sejarah lokal Jakarta fokus pada pembentukan etnis Betawi. Selain itu buku Abdul Azis Islam dan Masyarakat Betawi, memang menjelaskan bagaimana Islam menjadi faktor pembeda etnis Betawi dengan enis lain di Jakarta pada masa kolonial, akan tetapi buku ini tidak menjelaskan bagaimana hubungan Islam sebagai agama mayoritas etnis Betawi dan kaitannya
14
dengan peran Islam dalam kesenian Gambang Kromong dan tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Studi lainnya adalah berbentuk laporan penelitian, yaitu Laporan Akhir Kajian Pembentukan Kelurahan Setu Babakan di Kecamatan Jagakarsa Kota Administratif Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta yang dilakukan oleh Biro Tata Pemerintah Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta tahu 2001. Laporan ini secara jelas dan rinci menjelaskan proses demi proses, aturan, kebijakan, putusan pemerintah DKI Jakarta dalam pembentukan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, akan tetapi laporan ini tidak menjelaskan adanya korelasi antara Islam dan kesenian Betawi. Namun laporan ini merupakan rujukan yang berarti dalam penulisan skripsi saya karena memiliki informasi yang kaya, sehingga penulis mengeksplorasinya sesuai dengan kajian penulis. Selanjutnya adalah buku Standar dan Kompetensi Karawitan dan Tari Betawi, milik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata DKI Jakarta. Buku ini menjelaskan semua jenis musik dan tarian Betawi. Dari beberapa buku dan kajian yang sekiranya relevan dengan tema penulisan skripsi saya adalah studi Yasmine Zaki Shahab tentang identitas agama dan budaya Betawi yang telah banyak memberikan informasi bagi penulis mengenai kerangka nilai-nilai agama yang dipegang teguh oleh masyarakat Betawi dan memiliki implikasi langsung pada corak kebudayaan dan kesenian Betawi. Untuk itu sejauh referensi yang saya temukan, karena penulis belum menemukan buku-buku, jurnal, maupun hasil penelitian yang menjelaskan peran maupun pengaruh Islam dalam proses penerimaan kesenian musik Gambang
15
Kromong dan tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, maka penulis merasa bahwa tema yang penulis kembangkan ini akan menjadi karya sejarah yang berbeda dan tidak sama dengan karya sejarah lainnya sekalipun dengan tema serupa. E. Pendekatan dan Landasan Teori Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian deskriptif analitis, dengan pendekatan sosio-budaya untuk merekontrusksi peristiwa masa lampau yang bersifat komperhensif
22
, mengetahui kronologi persitiwa, proses
serta faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Betawi dalam menerima kesenian musik gambang kromong dan tari ronggeng blantek. Seni musik dan tari adalah produk kebudayaan dari hasil karya dan cipta suatu kelompok masyarakat, sebagai salah bentuk eskpresi kehidupan23 Peneliti berusaha menjelaskan variabel-variabel yang terjadi dan berlaku dalam bagianbagian kecil kebudayaan Betawi di Setu Babakan, oleh karena itu diperlukan teori yang relevan bagi penelitian tersebut. Teori yang dianggap relevan oleh peneliti dalam penelitian ini, yaitu teori Disseminasi, yaitu teori tentang pengaruh agama terhadap bagian dari produkproduk kebudayaan seperti seni musik dan seni tari. Menurut Triyono Bramantyo, tentang seni adalah: “seni adalah sebuah ungkapan estetika dari sebuah kelompok masyarakat (etnis), sekaligus simbol dan alat untuk berkomunikasi serta mengekspresikan apa yang telah dimilikinya (kultur), untuk kemudian dituangkan dalam bentuk audio-visual. Segala bentuk perubahan nilai, tidak dapat mempengaruhi unsur materialnya, hanya mempengaruhi unsur
22
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan llmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, h .4-5, 144-156 . 23 H.Th. Fischer, Pengantar Anthropologi Kebudayaan Indonesia, terj. Anas Makruf, Jakarta: PT Pembangunan, 1960,h. 66-72.
16
penggeraknya saja berupa subyek, sebab subyeknya adalah manusia, sedangkan obyeknya adalah seni itu sendiri”.24
Pada dasarnya masyarakat Betawi telah mempunyai variabel-variabel kebudayaannya sendiri yang berupa bahasa, arsitektur dan seni, yang meskipun telah dipengaruhi oleh kebudayaan di sekitarnya seperti Sunda, Jawa dan Eropa, orang-orang Betawi secara intensif mempertahankan kultur mereka dengan cara asimiliasi budaya. Setelah Islam masuk, maka aspek-aspek dan sendi-sendi kehidupan telah dipengaruhi unsur-unsur Islam, sebagai pembeda antaraEropa, Sunda dan Jawa yang mempunyai kultur sendiri.25 Menurut Kuntowijoyo, nilai-nilai Islam tidak harus dilihat dan dimaknai secara normatif dan bergaya Arab yang kering, namun Islam dimaknai dan diwujudkan dalam bentuk lain yang mempengaruhi sistem dan budaya di tempat dimana Islam itu masuk. Unsur-unsur pembentuk seperti agama hanya mempengaruhi moral dan etika dari subyeknya saja, yaitu para pelaku budayanya saja, semisal komunitas Betawi Tugu, Betawi Koja, Condet dan bahkan komunitas Betawi di Setu Babakan, namun secara umum nilai-nilai tersebut tidak dapat menghilangkan unsur materialnya seperti seni musik dan seni tari, sehingga nuansa budayanya akan terlihat kental akan unsur agama. Adapun dalam penelitian ini penulis mengunakan metode pengumpulan data yang meliputi 4 tahapan yaitu 26 : 24
Triyono Bramantyo, Disseminasi Musik Barat di Timur, Studi Historis Penyebaran Musik Barat di Indonesia dan Jepang Lewat Aktivitas Missionaris Pada Abad Ke-16, terj. Emmanuel Cahyo Kristanto, Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2004. 25 Kuntowijoyo Muslim Tanpa Masjid: Esai-esai Agama, Budaya, dan Politik Dalam Bingkai Strukturalisme Transendental, (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 23. 26
Muhamad Arif, Pengantar Kajain Sejarah, Bandung: Yrama Widya, 2011, h 32.
17
Heuristik, berupa kegiatan mengumpulkam sumber sejarah. Adapun sumber yang penulis gunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber, yaitu : sumber primer yang bersifat tertulis, berupa sumber yang diterbitkan seperti biografi, dokumen, naskah-naskah, sumber yang tidak diterbitkan seperti sumber tertulis di arsip, dokumen negara, dokumen milik lembaga budaya Betawi, kemudian wawancara dan pengamatan langsung. Adapun sumber data sekunder berupa pandangan, buku-buku terkait, tesis, disertasi, majalah, surat kabar, jurnal serta sumber elektronik dari website milik instansi resmi derah maupun pemerintah. Pengumpulan sumber-sumber yang dilakukan penulis dengan menggunakan metode penelusuran kepustakaan (Library Research), yakni mengunjungi beberapa lembaga yang memiliki koleksi buku maupun arisp terkait tema penelitian ini, seperti Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk memperoleh data berupa arsip-arsip yang menjelaskan etnis Betawi, Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk mencari buku-buku, hasil penelitian, tesis, jurnal, disertasi terkait dengan Islam dan etnis Betawi, Perpusatakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mencari buku-buku maupun skrispi dengan tema serupa, Perpustakaan Umum Universitas Indonesia untuk mencari hasil penelitian, kajian, disertasi milik Yasmin Z Shahab dengan tema sejarah etnis Betawi di Jakarta hubungannya dengan Islam, Perpustakaan penerbit Komunitas Bambu untuk mencari buku-buku, jurnal maupun arsip dengan tema terkait, Perpustakaan pribadi milik Drs Saidun Derani, M.A, Perpustakaan Dinas Kebudayan Pariwisata dan Permuseuman DKI Jakarta, Perpustakaan Daerah Jakarta Selatan,
18
Perpustakaan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan untuk mencari hasil penelitian maupun pelaporan mengenai sejarah terbentukmya Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Kemudian setalah mengumpulkan data-data, tahapan selanjutnya adalah kritik sumber. Penulis berusaha membandingkan, menganalisis dan mengkritisi beberapa sumber yang telah penulis dapat, baik sumber primer, sekunder maupun sumber elektronik guna mendapat sumber yang valid dan relevan dengan tema kajian. Tahapan selanjutnya interpretasi data, yakni penulis melakukan analisa sejarah untuk mengungkap masalah yang ada, dalam hal ini penulis berusaha melihat fakta yang penulis dapat dari pengumpulan data dan kritik sumber, sehingga memperoleh pemecahan atas masalah tersebut. Terakhir penulis menuliskan hasil pemikiran dari penelitian serta memaparkan hasil dari penelitian sejarah secara sistematik yang telah diatur dalam pedoman penulisan skripsi, sehingga penelitian ini bukan hanya baik dari segi isi tetapi juga baik dalam metode penulisannya. Tahapan terakhir ini disebut dengan historiografi.27 F. Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini, penulis membagi pembahasan ke dalam lima bab dan didalamnya terdapat beberapa sub bab yang terdiri atas : Bab I. Pendahuan A. Latar Belakang Masalah B. Permasalahan 27
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Yogyakata: Pustaka Jaya, 1995 h 109
19
1. Identifikasi Masalah 2. Pembatasan Masalah 3. Perumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Tinjauan Pusataka E. Pendekatan dan Landasan Teori F. Sistematika Penulisan BAB II. Potret Musik dan Tari Betawi A. Gambaran Umum Musik dan Tari Betawi 1. Musik Gambang Kromong 2. Tari Ronggeng Blantek B. Unsur-unsur Islam dalam Musik Gambang Kromong dan Tari Ronggeng Blantek Hubungan Nilai Islam dengan Musik Gambang Kromong dan Tari Ronggeng BAB III. ETNIS BETAWI DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN A. Sejarah
Etnis
Betawi
di
Perkampungan
Budaya
Betawi
di
Perkampungan Setu Babakan B. Gambaran Umum Masyarakat Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan 1. Kondisi Geografis Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan 2. Kehidupan Ekonomi Masyarakat Betawi Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan 3. Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Betawi Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan C. Penerimaan Kesenian Gambang Kromong dan Tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Bab IV. PENUTUP
20
A. Kesimpulan B. Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB II POTRET MUSIK DAN TARI BETAWI A. Gambaran Umum Musik dan Tari Betawi Jakarta sebagai ibu kota Indonesia dalam sejarahnya telah menjadi muara mengalirnya para pendatang dari seluruh penjuru Nusantara. Mereka datang dengan membawa serta adat istiadat dan tradisi budaya mereka masing-masing. Dan pada akhirnya mereka melebur ke dalam satu identitas baru. Identitas baru ini adalah masyarakat Betawi. Berdasarkan komposisi pembentuk etnisnya yang heterogen, maka bentuk kesenian Betawi juga memperlihatkan adanya unsur kesamaan maupun perbedaan dengan bentuk kesenian asal daerahnya. Hal ini bukan berarti kesenian Betawi sebagai hasil akuisisi masyarakat Betawi terhadap kesenian masyarakat lain. Akan tetapi bagi masyarakat Betawi apapun yang tumbuh dan berkembang di dalam kehidupan dirasakan mereka sebagai jati diri mereka seutuhnya. Karena semua unsur dalam seni maupun budaya tersebut telah disesuaikan dengan kebutuhan hidup maupun tata aturan mereka. Berbicara ciri-ciri masyarakat Betawi atau ciri kebetawian maka kesenian Betawi mampu merepresentasikannya dengan tepat, terutama pada seni pertunjukan Betawi, musik karawitan Betawi, tari Betawi, makanan khas Betawi dan lain sebagainya.1 Kesenian Betawi lahir dari akulturasi berbagai unsur etnis dan suku bangsa yang ada di Betawi. Maka dalam seni musik Betawi terdapat pengaruh dari bangsa Eropa, Tionghoa, Arab, Portugis, Melayu, Jawa dan Sunda.
1
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, “Profil Seni Budaya Betawi”, Jakarta : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, 2009, h.4.
21
22
Berikut adalah macam-macam musik karawitan atau musik tradisonal Betawi berdasarkan kelompok bentuk penyajian dan instrumennya.2 NO 1
2
3 4 5 6
7 8
9
10
Jenis Reportoar Gambang Kromong
Kelompok Reportoar Gamelan
Tokoh Karawitan
Keterangan
Lampiran: Notasi Lagu-lagu Gambang Kromong Ajeng Gamelan Boang Lampiran: Notasi Lagu-lagu Gamelan Ajeng Gong Bolong Topeng Gamelan Edi dan Eda Lampiran: Notasi Lagu Topeng Tanjidor Melodis Said Lampiran: Lagu-lagu Tanjidor Samrah Melodis Wiwit Lampiran: Notasi Lagu-lagu Samrah Keroncong Melodis Andre Lampiran: Notasi Tugu contoh lagu Keroncong Tugu Gambus Melodis Djafar MZ Lampiran: Lagu-lagu Gambus Rebana Perkusi H Abd Rahman Lampiran: Notasi Biang Lagu-lagu Rebana Biang Ketimpring Perkusi H Moh Sibli Lampiran: Notasi bentuk pukulan ketimpring Sampyong Perkusi Lampiran: Sampyong Kemudian Berbicara sejarah tari Betawi, tari merupakan cabang seni Betawi
yang umumnya berasal dari pinggiran kota Jakarta (Betawi Udik) 3, yang paling banyak dikreasikan dan ditampilkan dalam acara Betawi. Bentuk-bentuk tari lama Betawi banyak mendapat pengaruh kuat dari daerah Sunda. Terutama pada jenis tari yang menjadi bagian dalam pertunjukan topeng Betawi. Tetapi Sunda bukan satu-satunya budaya yang mempengaruhi bentuk tari Betawi, mengingat Betawi 2
Data ini penulis dapatkan dari hasil penyusunan standar dan kompetensi Karawitan dan Tari Betawi milik Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. 3 Adanya klasifikasi sosial dalam masyarakat Betawi yang terbagi dalam beberapa kelompok. Kelompok Betawi Kota, tidak banyak orang Berawi kota yang berprofesi di bidang seni. Lain halnya dengan kelompok Betawi Udik, karena kesenian Betawi justru muncul dari kelompok ini. Maka kelompok Betawi Udik dilihat sebagai lahan yang kaya tradisi.
23
merupakan kelompok etnis yang terbentuk berdasarkan meleburnya beberapa identitas etnis dan budaya beberapa bangsa beberapa kelompok. Maka sama dengan musik karawitan Betawi, tari Betawi juga memiliki unsur dan pengaruh budaya yang heterogen. Pada umumnya karya-karya tari Betawi adalah hasil dari pengembangan gerak dari berbagai daerah sekitar yang melingkupinya. Kondisi ini berkaitan dengan letak geografis DKI Jakarta yang berdekatan dengan Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok. Beberapa wilayah tersebut memang termasuk dalam wilayah persebaran masyarakat Betawi dewasa ini. Faktor geografis serta adanya interaksi dan pertukaran budaya telah memberikan pengaruh pada perkembangan tari Betawi sehingga menjadi lebih kompleks dan beragam.4 Pengaruh ini dapat terlihat pada gerak, tata rias, busana, musik pengiring tari, lagu atau nyanyian yang mengiringi tari serta pola lantainya. Tari Betawi terdiri dari beberapa jenis kelompok tari seperti topeng, cokek dan silat. Jenis kelompok tari topeng dan cokek tujuannya lebih kepada hiburan. Sebuah hal baru adalah silat yang dimasukkan dalam kelompok jenis tari. Awalnya fungsi silat adalah untuk bela diri, tetapi dewasa ini silat sudah mulai dikreasikan dengan unsur gerak tari, maka banyak ragam tari Betawi yang memiliki gerak silat di dalamnya. 5
4
Wawancara dengan Bapak Abdulrachem bagian GIBANG (Pengkajian dan Pengembangan) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Senin 12 Mei 2014, pukul 13:30 5 Wawancara dengan Ibu Wiwiek Widitastuti, 11 Mei 2014, pukul 13:00 . Dalam mengkreasikan tari Ronggeng Blantek beliau membagi 3 bagian dalam tarian itu, bagian pertama beliau katakan bagian manis, dimana seorang penari menari dengan lemah gemulai, dengan ritme gerak santai. Bagian kedua saat ritme mulai cepat, gerakan penari terlihat lebih enerjik dan bagian terakhir adalah bagian klimaks tari Ronggeng Blantek dengan memasukkan beberapa gerakan silat Betawi. Tujuannya adalah pencapaian klimak pada bagian akhir tari.
24
Berikut ini adalah tabel hasil identifikasi tari Betawi : NAMA TARI
PENATA TARI
JENIS TARI
Kembang Topeng
Joko
Topeng
Gegot
Kartini
Topeng
Topeng Kedok
Kartini
Topeng
Silat 1 (Beksi)
Wahab
Silat
Blenggo Asli
Abdurahman Saabah
Silat
Tapak Tangan
Wiwiek Widiyastuti
Silat
Cokek Sirih Kuning
Wiwiek Widiyastuti
Cokek
Zapin Arab
Zainal Abidin
Zapin
Ronggeng Blantek
Wiwiek Widiyastuti
Topeng
Enjot-enjotan
Amung/Kartini/Andi
Topeng
Gejruk Jidat
Entong Kisan
Topeng
Nandak Ganjen
Entong Kisam
Cokek
Gandes Kipas
Dewi Kondangsih
Cokek
Silat 2 (Pengasinan)
Ali Sabeni
Silat
Lenggo Jingkek
Abdurachem
Zapin
Topeng Gong
Wiwiek Widiyastuti
Topeng
Lambang Sari
Wiwiek Widiyastuti
Topeng
Lenggang Nyai
Wiwiek Widiyastuti
Cokek
Wayang Botoh
Abdurachem
Topeng
Silat 3
Ali Sabeni
Silat
Kotebang
Abdurachem
Silat
Hasil identifikasi ini dikelompokkan berdasarkan jenisnya yaitu topeng, cokek, zapin dan silat. Pengelompokan ini berdasarkan kriteria dan standarisasi
25
yang disetujui oleh para pakar pendidikan, budayawan, para ahli tari dan penata tari.6 Latar belakang penciptaan sebuah tari kreasi baru adalah tuntutan kebutuhan di tengah sedikitnya tradisi seni masyarakat Betawi, padahal identitas etnis mereka sangat dibutuhkan di tengah pesatnya laju perkembangan Jakarta dengan budayanya yang heterogen, komposisi penduduk dan keadaan sosial yang kian hari beragam. Dalam hal ini Pemerintah Daerah bersama praktisi profesional dan masyarakat Betawi secara bersama-sama fokus melihat peluang pada daerah Betawi Udik7, sebagai lahan yang kaya tradisi sehingga bisa dilakukan proses rekacipta tradisi Betawi dan disesuaikan dengan tuntutan situasi kontemporer saat ini agar bisa diterima masyarakat luas. Berdasarkan gambaran umum mengenai musik karawitan dan tari Betawi, pada akhirnya penulis memilih musik gambang kromong dan tari ronggeng balntek sebagai objek penulisan skripsi ini. 1. Musik Gambang Kromong
6
Penulis mendapatkan data ini langsung dari Bapak Abdulrachem di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta bagian GIBANG. Setelah dikonfirmasi, data ini adalah isi dari buku standar dan kompetensi karawitan dan tari betawi milik Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta yang dibuat pada bulan Desember tahun 2012. 7 Betawi Udik adalah hasil pengelompokan masyarakat Betawi berdasarkan wilayah geografis, akan tetapi faktor sosial, pendidikan dan keagamaan juga turut berperan. Masyarakat Betawi Udik termasuk dalam klasfikikasi BetawiAbangan, dimana perempuan juga ikut serta dalam sebuah tarian. Lai n halnya dengan kelompok Betawi Santri, mereka tidak menghendaki kegiatan menari yang dilakukan oleh perempuan. Bukan berarti kelompok Betawi Santr tidak memiliki kesenian tari, tari Zapin dan tari Blenggo hadir dari kelompok masyarakat Betawi Santri. Karena kedua tarian ini dilakukan oleh penari laki-laki
26
Gambang Kromong merupakan salah satu seni musik Betawi hasil perpaduan antara unsur pribumi dengan unsur non-pribumi yakni Tionghoa8. Unsur Tionghoa dalam Gambang Kromong tampak pada alat musik gesek tehyan, kongahyan dan sukong. Sedangkan yang lainnya terdiri dari alat musik pribumi seperti gambang, kromong, gendang, kecrek, dan gong.9 Definisi Gambang Kromong berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dalam masing-masing kata, Gambang adalah alat musik pukul tradisional, yang terbuat dari sebilah kayu terdiri dari 16-25 bilah yang panjang dan besarnya tidak sama, dan dimainkan dengan alat pukul. Sedangkan Kromong adalah gamelan khas Betawi, digunakan untuk mengiringi drama rakyat Betawi yaitu lenong dan cokek.10 Asal mula musik Gambang Kromong tidak bisa terlepas dari akulturasi budaya Tionghoa, dalam hal ini Nie Hoe Kong yang telah memiliki andil besar dalam menghadirkan suatu perpaduan musik yang harmonis antara unsur pribumi dan unsur Tionghoa. Nie Hoe Kong adalah seorang pemusik keturunan Tionghoa
8
Awal mula kedatangan etnis Tionghoa di Jakarta telah terjadi sejak akhir masa kekuasaan Dinasti Tang. Mereka mulai melakukan perjalanan ke Asia Tenggara (Indonesia). Tempat yang pertama mereka datangi adalah Palembang, pada saat itu merupakan pusat perdagangan kerajaan besar Sriwijaya. Kemudian mereka datang ke Pulau Jawa untuk mencari rempah-rempah. Banyak dari mereka yang kemudian tinggal dan menetap di wilyah sekitar pelabuhan pantai utara Jawa seperti Tuban, Surabaya, Gresik, Banten (Tangerang) dan Jakarta. Mereka datang bukan hanya untuk berdagang tetapi mereka juga membawa dan menyebarkan agama dan kebudayaan mereka. Oleh sebab itu sekarang ini banyak kita lihat kebudayaan lokal hasil akulturasi Tionghoa. Dalam artikel Asal usul China Benteng, China Benteng, Kampung Teluk Naga, Tragedi China Benteng. http://asalusulchinabenteng,chinabenteng,kampungteluknaga,tragedichinabenteng/htm (diakses 13 Mei 2014) 9 Rachmat, Syamsudin dan Dahlan, Petunjuk Praktis Latihan Dasar Bermain Gambang Kromon, Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1996, h.5 10 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta : Balai Pustaka, 2005, h.329
27
yang tinggal di Jakarta pada pertengahan abad ke 18. 11 Dia lah yang berhasil menggabungkan beberapa alat musik yang berasal dari Cina dengan alat-alat musik yang biasa dimainkan dalam gamelan seperti pelog dan selendro. Pada saat itu musik Gambang Kromong hanya diperuntukkan sebagai hiburan untuk mengiringi tari Cokek dan sebagai musik pengiring dalam pertunjukan teater lenong Betawi.12 Persebaran Gambang Kromong sebagai seni musik Betawi sekarang ini bukan hanya sebatas wilayah administratif DKI Jakarta saja, melainkan sampai ke wilayah Bekasi, Karawang, Cibinong, Bogor, Tangerang, Serang dan Sukabumi. 13 Berikut ini adalah instumen musik Gambang Kromong beserta nadanya : 1. Gambang14 :
11
Penulis mendapatkan data yang tidak diterbitkan oleh LKB, berupa hasil transkip wawancara dengan etnis Tionghoa bernama Phoa Kian Soe, seorang penulis naskah film dokumenter Anak Naga Beranak Naga, Gambang Kromong:Akulturasi Budaya Tionghoa Betawi. Phoa Kian Shoe memaparkan bahwa tidak ada keterangan jelas tentang asal usul gambang kromong sebagai musik akulturasi Betawi-Tionghoa. Tetapi ada satu pendapat umum yg mengatakan bahwa Gambang Kromong mulai diperkenalkan oleh seorang keturunan Tionghoa bernama Kapiten Nie Hoe Koeng yang tinggal di Jakarta. Pada saat itu gambang kromong dimainkan untuk memeriahkan sebuah pesta, untuk memeriahkan acara pesta mereka membawa lima musik orkes Gambang, singkat cerita setela pesta selesai, kelima alat musik tersebut diserahkan oleh sang kapiten Nie Hoe Koeng. Alhasil terus berkembang menjadi musik gambang kromong yang kita kenal sekarang ini, dengan akulturasi kromong sebagai alat musik asli pribumi. 12 Berdasarkan hasil wawancara dengan Sibroh Malisi selaku bagian pemasaran dan kesenian Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, fungsi gambang kromong bukan sebatas untuk pengiring tari cokek dan teater lenong saja, sekarang fungsinya dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Betawi, bisa untuk sekedar musik pembuka dalam acara formal ataupun non-formal, bisa untuk syiar Islam atau menyampaikan berbagai hal positif lain, semua tergantung kebutuhan si pengguna gambang kromong. 13
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/637/Gambang-Kromong (diakses 13 mei 2014) 14
Dokumentasi penulis , dalam acara Festival Setu Babakan persembahan Suku Dinas Pariwisata Kota Administrasi Jakarta Selatan, 9 Agustus 2014.
28
Gambang adalah instrumen musik karawitan Betawi, terdiri dari delapan belas bilah kayu dari jenis kayu Manggarawan, ke delapan belas bilah kayu itu dibagi dalam tiga oktaf, nada terendah adalah liuh dan nada tertinggi adalah siang. 2. Kromong dan tehyan
3. Kromong terdiri dari sepuluh buah gong kecil tersusun dalam dua baris, terbuat dari perunggu atau kuningan, baris luar (dari nomor satu, dua dan seterusnya) terdiri atas nda siang-liuh-ukong-che atau c-a-g-e-d, ditabuh berbarengan dengan baris luar dan dalam . Teh-hian adalah instrumen gesek berdawai dua, dilaras dengan nada siang (c) dan liuh (g) 4. Sukong
29
Sukong adalah instrumen gesek semacem rebab berukuran besar dengan dua dawai yang berasal dari China, dilaras dalam nada su (a) dan kong (e). Tabung bagian bawah biasanya terbuat dari cangkang buah gerenuk yang keras. 5. Kong-a-hian Kong-a-hian adalah instrumen gesek berdawai dua berukuran kecil, dilaras dalam nada liuh (g) dan che (d) 6. Bangsing atau suling15 :
Bangsing atau Suling adalah salah satu instrumen musik dalam Gambang Kromong, dimainkan dengan cara ditiup secara horizontal sejajar dengan mulut 7. Dua buah gong berbahan dasar perunggu atau kuningan, yang digantungkan, dilaras dengan nada siang (c)
15
Foto pada point enam adalah dokumentasi pribadi penulis dalam acara Festival Setu Babakan tanggal 9 Agustus 2014, sebelah kiri adalah pemain suling gambang kromong kelompok Jali Putra
30
8. Seperangkat Gendang yang dimainkan dengan cara ditabuh
9. Pan atau Kecrek
Pan atau Kecrek terbuat dari bilah-bilah logam tipis yang dipukul sehingga menghasilkan bunyi crek-crek-crek
31
10. Sio-lo (Ningnong dan Ningning) , terdiri dari dua buah pringan kecil canang. Selain itu ada beberapa instrumen musik yang sudah tidak ditemukan lagi, diantaranya : Ji-Hian (instrumen gesek berdawai dua), Sam-Hian (instrumen gesek berdawai tiga), Gweh-Kim (semacam gitar berbentuk bulat berdawai dua).16 Nada dan laras dalam gambang kromong hanya memakai lima tangga nada yang disebut pentatonic, kelima tangga nada itu memakai nama Tionghoa yaitu : Liuh (sol=g), U (La=a), Siang (do=c), Che (re=d) dan Kong (mi=e). Lagu-lagu yang dibawakan gambang kromong dibagi dalam tiga bagian yaitu Lagu Pobin, Lagu Dalem dan Lagu Sayur. Lagu Pobin adalah generasi awal lagu-lagu yang dibawakan gambang kromong, lagunya sebatas pada lagu-lagu instrumental Tionghoa saja. Lagu pobin adalah lagu tertua dalam repertoar gambang kromong. Kemudian Lagu Dalem, lagu dalem adalah lagu-lagu yang diciptakan setelah lagu phobin, memiliki lirik sehingga bisa dinyanyikan tidak seperti lagu phobin yang hanya instrumental saja. Contoh lagu dalem adalah: Poa-Si-Li-Tan, Peca Piring, Semar Gunem, Mas Nona, Tanjung Burung, Burung Nuri dan Centeh Manis Berduri. Setelah lagu dalem yang menjadi lagu klasik gambang kromong, diciptakanlah lagu sayur. Lagu sayur diciptakan untuk keperluan ngibing.17 Contoh lagu sayur : Onde-onde, Glatik nguknguk, Surilang, Jali-jali, Stambul, Centeh manis, Balo-balo, Ronggeng Manis, Akang Haji, Ronggen Buyut, Blenderan, Lenggang Kangkung, Kicir-kicir dan Sirih Kuning. 16
Dokumen milik LKB, artikel ini ditulis oleh David Kwa seorang pemerhati etnis Tionghoa, judul artikel ini “Lebih Dalam Tentang Gambang Kromong dan Wayang Cokek”. 17 Gambang kromong adalah instrumen musik pengiring dalam pertunjukan wayang dan tari cokek, biasanya pertunjukan ini diperuntukan sebagai hiburan dalam sebuah pesta pernikahan. Ngibing adalah istilah bagi penari cokek untuk menari bersama para tamu, menggunakan selendang yang disebut cukin atau soder. Ngibing inilah salah satu unsur dalam pertunjukan gambang kromong yang ditolak oleh masyarakat muslim Betawi, karena dianggap bertentangan dengan nilai Islam.
32
Pada akhirnya penulis memilih gambang kromong sebagai objek penulisan skripsi yang didasari oleh beberapa faktor, pertama gambang kromong adalah jenis musik tradisional Betawi yang pertama kali masuk dan diperkenalkan oleh masyarakat peranakan Cina. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang peranakan Cina di Jakarta Phoa Kian Soe, beliau mengatakan bahwa bangsa Tionghoa sejak sekitar tahun 1300 telah masuk ke Pulau Jawa, Madura dan Bali untuk berdagang maupun menyebarkan agama. Dalam perjalanannya mereka turut serta membawa instrumen musik salah satunya gambang untuk mengisi waktu luang.18 Kemudian pada tahun 1800 gambang kromong mulai dikombinasikan dengan instrumen musik pribumi. Kedua karena gambang kromong adalah salah satu musik karawitan Betawi yang sampai saat ini masih eksis. Ketiga karena proses perkembangan gambang kromong yang penulis rasa unik. Sebelum maraknya pertunjukan gambang kromong sejak tahun 1970-an pada acara-acara pemerintahan DKI Jakarta maupun acara milik masyarkat Betawi, perlu diketahui bahwa gambang kromong sempat mendapat penolakan dari masyarakat Betawi. Penolakan tersebut didasari oleh nilai-nilai Islam yang dirasa tidak menjadi satu kesatuan dalam pertunjukan musik gambang kromong. Keempat
karena
gambang
kromong
sekarang
ini
mampu
mereperesentasikan marwah budaya Betawi yang dalam prosesnya setelah proses rekacipta yang dilaksanakan tahun 70-an, gambang kromong telah mampu 18
Data milik Lembaga Kebudayaan Betawi, berupa transkip wawancara dengan salah satu tokoh keturunan Cina di Jakarta, bernama Phoa Kian Soe, beliau seorang penulis naskah film dokumenter Anak Naa Beranak Naga: Gambang Kromong Akultuasi Budaya Tionghoa-Betawi”.
33
mengadopsi nilai-nilai Islam pada penampilannya. Tidak seperti musik karawitan Samrah, Gambus maupun Rebana yang memang sejak awal kemunculannya telah mendapat respon baik karena dalam penampilannya sarat dengan indikator Islam. Proses panjang akulturasi musik gambang kromong sebagai perpaduan unsur Cina dan pribumi, sampai masa perkembangannya yang sempat menerima penolakan dari masyarakat Betawi, sebagai indikasi adanya proses penyesuaian antara agama sebagai pedoman hidup dengan seni sebagai produk kebudayaan suatau masyarakat, pada akhirnya menarik perhatian penulis untuk mengungkap faktor apa saja yang melatarbelakangi diterimanya gambang kromong bagi setiap masyarakat Betawi sebagai musik karawitan mereka. 2. Tari Ronggeng Blantek Ronggeng Blantek adalah tari kreasi baru yang diproduksi oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta sekitar tahun 80-an. Tari Betawi ini dikreasikan oleh seorang koreografer handal bernama Wiwiek Widiyastuti. Pemerintah DKI Jakarta sengaja meminta ibu Wiwiek Widyastuti dibantu beberapa seniman lain untuk menciptakan tari kreasi baru ini, bersamaan dengan tahun-tahun di saat masyarakat Betawi mulai sadar bahwa mereka harus tetap eksis dan bertahan dengan menunjukkan identitas sosial dan budayanya di tengah laju perkembangan Jakarta menuju kota metropolitan. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah DKI Jakarta melalui Loka Karya Tradisi Betawi tahun 1970 berusaha membangkitkan kesadaran masyarakat Betawi atas eksistensinya, salah satunya
34
dengan mengkreasikan tari Ronggeng Blantek sebagai salah satu wujud seni tari Betawi.19 Tari Ronggeng Blantek adalah tari kreasi yang diciptakan oleh ibu Wiwiek Widiyastuti pada tahun 1985 atas instruksi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Ibu Wiwiek Widiyastuti ialah salah seorang seniman tari Betawi yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 31 Juli 1952. Beliau telah memulai karirnya sebagai seniman tari sejak kelas 5 SD dengan bergabung bersama bengkel tari milik seniman besar Indonesia bapak Bagong Kussudiarjo di Yogyakarta. Setelah menamatkan pendidikannya di Akademi Seni Tari Indonesia di Jogja dan Institut Kesenian Jakarta, beliau kemudian mengabdikan diri di Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.20 Tari Ronggeng Blantek adalah tari kreasi baru yang diangkat dari teater rakyat Betawi yaitu Topeng Betawi21, dimana dalam memulai sebuah pertunjukan topeng biasanya sebagai pembuka diawali dengan sebuah pertunjukan tari yang disebut Blantek22, atau Ronggeng Blantek23. Dalam perkembangannya tarian ini menjadi tarian lepas, terpisah dari kesatuan pertunjukan topeng dan banyak diminati oleh masyarakat sebagai tari pertunjukan pada acara penyambutan tamu.
19
Wawancara dengan Ibu Wiwiek Widiyastuti , Minggu 11 Mei 2014, pukul 13 : 00 http://www.tamanismailmarzuki.co.id/tokoh/wiwiek.html diakses 11 Mei 2014. 21 Topeng Betawi termasuk dalam seni pertunjukan rakyat atau teater rakyat yang tumbuh di Jakarta dan sekitar daerah lainnya di Jawa Barat. Topeng Betawi selalu ditampilkan dalam bentuk teater dan tari. Dalam penampilannya ada yang menggunakan topeng (dalam artian penutup wajah = kedok) ada yang tidak. Pertunjukan Topeng terdiri dari beberapa bagian berbeda, setiap bagiannya terdiri dari nyanyian, komedi, drama dan musik, dan dibawakan dengan percampuran bahasa yang berbeda di setiap wilayahnya. Secara umum pembukaan teater topeng selalu diawali dengan pertun jukan tari, dengan tidak ada pembicaraan di dalamnya sama sekali, kemudian dilanjutkan dengan beberapa dialog dengan sedikit selingan tari. 22 Henry Spiller, Topeng Betawi : The Sounds of Bodies Moving, Asian Theatre Journal, vol 16, No 2 (Autumn, 1999), h. 260. ( http://www.jstor.org/stable/1124556 diakses 7 Januari 2014, pukul 01:29) 23 Berdasarkan hasil wawancara dengan bang Andi pelatih tari di Sanggar Tari Setu Babakan, arti Ronggeng adalah seorang primadona dalam pertunjukan teater atau dalam pertunjukan tari. 20
35
Berikut adalah deskripsi tari Ronggeng Blantek yang telah dirumuskan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta selama satu bulan, terhitung dari bulan November sampai Desember tahun 2012.24 Tari Ronggeng Blantek terdiri dari tiga puluh satu gerak yang terbagi dalam empat bagian, kaki, badan, tangan dan kepala. Susunan Gerak Tari 1.Lenggang Rongeh25
Bagian Kaki
Badan
Tangan
Kepala
24
Uraian
Hitungan
Dimulai dengan posisi kaki kanan menyilang di depan kaki kiri, kemudian melangkah maju dengan lamgkah kaki kiri menyilang di depan kaki kanan dan berjaalan maju dengan posisi kaki tetap merendah dan sedikit diayun Pada saat tangan kiri digerakkan ke dalam, maka badan digerakkan ke serong samping kiri, dan pada saat melangkah badan menghadap depan. Tangan kiri lurus ke samping kiri, lalu diayunkan ke dalam dengan posis telapak menghadap luar dan pergelangan tangan ditekuk, kemudian diayunkan kembali ke posisi samping pada saat kaki berjalan maju. Menghadap pergerakan tangan kiri, kemudian menghadap depan sambil mengayunkan kepala (gedek) ke kanan dan ke kiri dengan hadapan tetap ke
1x8 dilakukan sebanyak 8 kali
Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Standar Kompetensi Karawitan dan Tari Betawi, Jakarta, Desember 2012, h 1-26. 25 Penamaan setiap gerakan dalam tari Betawi ini dilakukan oleh ibu Wiwiek saat awal mula menciptakan pola dasar gerakan dalam tari Betawi. Saat itu beliau bersama pemerintah daerah mengumpulkan semua seniman tari Betawi, mereka diminta menari dan menunjukkan setiap detail gerakannya, sekaligus memberikan nama untuk setiap gerakan tersebut. Pada saat itu belum ada penyeragaman gerak dari setiap gerakan yang dibawakan oleh para seniman yang memang asalnya dari berbagai wilayah, maka pada saat itu mulai dirumuskanlah gerakan-gerakan dasar atau pakem dasar tari Betawi.
36
2.Ogek
Kaki
Badan
Tangan
Kepala
3.Selancar Ngepik Kaki atas
Badan
Tangan
Kepala 4.Selancar Ronggeng
Kaki
depan. Kedua kaki rapat dengan telapak membentuk huruf V, dan membuka lutut sehingga posisi kaki menjadi merendah
Tegap menghadap ke depan kemudian menggerakkan badan (torso) ke kanan dan ke kiri, dan memberikan efek pada bahu ke kanan dan ke kiri. Tangan kiri direntangkan ke samping sebatas pinggang, dan tangan kanan memegang selendang di pinggang sebelah kanan, kemudian menyampirkan selendang dengan telapak kanan ketika bahu bergerak ke kanan. Menghadap ke bahu kanan ketika badan (torso) bergerak ke kanan, begitu pula sebaliknya. Kaki kanan menyilang di depan kaki kiri dengan posisi merendah kemudian berjalan maju dan mundur dengan posisi tetap merendah. Tegap dan merendah, sedikit condong ke depan, dan membusungkan dada Kedua tangan direntangkan ke atas dengan posisi berada di depan setinggi atas kepala, kemudian menggerakan telapak tangan dengan memutar pergelangan tangan ke arah luar dan dalam secara bergantian Menghadap ke arah kaki yang melangkah Posisi kedua kaki merendah dengan membuka lutut kemudian melangkah maju
2x8 (gerakan dilakukan sebanyak 2 kali putaran, dimulai dari lenggang ronggeh sampai ogek)
Hitungan cepat dilakukan sebanyak 4x8
1x8 maju, 1x8 mundu, dilakukan
37
Badan
Tangan
Kepala
5.Pakblang
Kaki
Badan
Tangan
empat kali dan mundur empat kali perlahan, dengan menggenjot lutut naik turun secara perlahan Tegap dan merendah, membusungkan dada dengan sedikit condong kedepan Kedua tangan direntangkan ke samping, masing-masing sisinya sejajar pinggang, kemudian menggerakkan telapak tangan bergantian dimulai dengan telapak tangan kiri dengan memutar pergelangan dari jari-jari yang menghadap atas, kemudian menghadap kebawah, begitu pula sebaliknya Menghadap ke tangan yang memutarkan pergelangan tangan Dengan posisi merendah kedua kaki melangkah maju sebanyak empat langkah, kemudian jongkok dengan tumpuan kaki kanan, dan bangun dengan posisi kaki kanan merendah, dan kaki kiri lurus ke samping dengan telapak membuka depan. Kemudian melangkah mundur dengan sedikit meloncat dan merendah, kemudian diakhiri dengan posisi kedua telapak kaki sejajar, membuka lutut dan merendahkan badan. Tegap menghadap depan, dengan dada membusung dan sedikit condong ke depan Dimulai dari tangan kiri ditekuk ke bahu dan jari telunjuk menyentuh bahu dengan telapak menghadap bawah, tangan kanan direntangkan ke sampin kanan sepinggang, lalu bergerak bergantian sebanyak tiga kali. Kemudian pada saat bangun
sebanyak 4x8
2x8 setiap satu kali putaran gerak
38
Kepala
6.Selancar Pakblang
Kaki
Badan
Tangan
Kepala 7.Ngepak blonter
Kaki
dari jongkok tangan kiri lurus ke atas samping kiri dengan telapak menghadap luar, dan tangan kanan ditekukkan ke bahu dengan jari telunjuk menyentuh bahu. Pada saat mundur, tangan bergerak seperti selancar ngepeik atas dan diakhiri dengan posisi tangan kanan lurus ke depan, menggerakkan telapak tangan ke dalam, dan tangan kiri berada di pinggang Menghadap ke tangan yang berada di bahu, pada saat bangun dari jongkok menghadap ke tangan kiri atas, dan diakhiri dengan menghadap ke depan Gerakan kaki sama dengan gerakan selancar pakblang, hanya pada saat akhir gerakan kaki merendah, kemudian sedikit menggenjot lutut, mengikuti gerakan pinggul ke kanan dan ke kiri Sama pada gerakan selancar pakblang, posisi badan tegap dan merendah. Diakhiri menggerakkan pinggul kekiri sebanyak empat kali Sama seperti gerakan selancar pakblang, diakhiri dengan tangan kanan lurus dan menggerakkan telapak tangan dengan memutar pergelangan ke arah dalam, sementara tangan kiri ditekuk ke pinggang dan memegang selendang kemudian menyampirkan selendang dengn telapak tangan mengikuti goyangan pinggul Sama seperti gerakan selancar blonter Dimulai kaki kanan merendah dan kaki kiri berjinjit rendah di samping kaki kanan, dan
2x8 setiap satu gerakan (gerakan dilakukan sebanyak dua putaran mengulang)
39
Badan
Tangan
Kepala
8.Tepak Ngarojeng
Kaki
Badan Tangan
diakhiri dengan posisi kaki kanan dijinjit ke samping kaki kiri, dengan posisi kedua kaki merendah. Tegap dan merendah, sedikit condong ke depan dengan dada membusung, kemudian menggerakkan badan ke kiri dan ke kanan dengan dimulai gerakan ke kanan yang mengakibatkan efek pada bahu Pada saat kaki kanan merendah, kedua tangan disilangkan di samping kanan bawah dengan telapak menghadap luar. Kemudian tangan kiri ditekuk ke depan setinggi atas kepala dengan jari-jari menghadap kanan dan telapak menghadap ke depan, dan tangan kanan ditekuk ke pundak dengan jari telunjuk menyentuh bahu dan telapak menghadap bawah. Menghadap depan dengan menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri dengan pandangan ke depan mengikuti gerakan badan (torso) Melangkah ke kanan dengan Gerakan 1x8 posisi merendah dengan irama makin lama makin cepat, dan diakhiri dengan posisi kiri merendah dan kaki kanan berjinjit di samping kanan dengan posisi merendah Tegap dan merendah dengan membusungkan dada Tangan kiri berada di pinggang dengan memegang selendang sambil menyampirkan selendang, tangan kanan diluruskan ke samping kanan sejajar dengan pinggang, kemudian menggerakkan tangan dengan gerakan ayunan tangan ke luar dan ke dalam. Kemudian kedua tangan
40
Kepala
9.Kepak dua Kaki tangan mundur
Badan
Tangan
Kepala
10.Koma Gelong
Kaki
Badan
disilangkan di samping kanan sebatas pinggang, dan diakhiri dengan posisi tangan seperti selancar ngepik atas Menghadap ke tangan kanan dan diakhir dengan hadapan ke depan Setelah menbentuk sikap Gerakan 2x8 kemudian melangkah mundur perlahan dengan posisi kanan menyilang berjinjit di belakang kaki kiri yang posisinya merendah, kemudian bergerak dengan sedikit menggenjot naik turun. Seteleh membentuk posisi, badan menggerakkan (torso) ke kanan dan ke kiri masingmasing satu kali, dan saat berjalan posisi badan tegap merendah dengan menghadap depan Posisi tangan seperti possi selancar ngepik atas, tetapi menggerakkan pergelangan tangan hanya sekali ke arah dalam dan diakhiri dengan telapak meghadap luar dengan jari-jari saling berhadapan ke dalam. Pada saat badan bergerak (torso), kepala bergerak mengikuti pergerakan badan ke kanan dan ke kiri. Lalu pada saat kaki kiri melangkah, kepala menunduk dan pada saat kaki kanan melangkah kepala menghadap ke depan Kaki kanan merendah, Gerakan 1x8 kemudian kaki kiri diletakkan di belakang kaki kanan dengan posisi berjinjit, lalu memutar dengan poros kaki kiri, kemudian diakhiri dengan posisi kedua kaki merendah dan telapak membentuk huruf V Tegap dan merendah dengan
41
Tangan
Kepala 11.Goyang Cendol Kaki Ijo
Badan
Tangan
Kepala 12.Koma Gelong
Kaki
Badan 26
dada membusung Tangan kiri berada di samping pinggang dengan posisi telapak menghadap bawah dan jari-jari menghadap depan. Tangan kanan direntangkan lurus sejajar sepinggang sebelah kanan dengan telapak menghadap kanan dan jari-jari menghadap atas Menghadap ke tangan kanan Posisi kedua kaki sejajar kemudian membuka lutut hingga posisi menjadi merendah dan telapak kaki membentuk huruf V.26 Tegap dan merendah dengan membusungkan dada dan sedikit condong ke depan. Kemudian menggerakkan pinggul ke kanan dan ke kiri masing-masing satu kali Kedua tangan memegang selendang masing-masing sisinya sambil memegang selendang di pinggang dan menyampirkan selendang dengan mengepakkan telapak tangan kanan ketika pinggul bergoyang ke kanan, dan ke kiri ketika pinggul bergoyang ke kiri Mengayun dan mengikuti gerakan pinggul Kaki kanan merendah, Gerakan 1x8 kemudian kaki kiri diletakkan di belakang kaki kanan dengan posisi berjinjit, lalu memutar dengan poros kaki kiri dan kemudian diakhiri dengan posisi kedua kaki merendah dan membentuk huruf V Tegap dan merendah dengan dada membusung
Pada dasarnya sikap atau posisi siap dalam tari Ronggeng Blantek adalah badan tegap menghadap ke depan, dengan sedikit membusungkan dada, posisi lutut sedikit ditekuk sehingga badan merendah, dan telapak kaki membentuk huruf V. Hasil wawancara langsung dengan ibu Wiwiek Widyastuti , 11 Mei 2014
42
Tangan
13.Kewer kanan
Kepala Kaki
Badan
Tangan
Kepala 14.Koma Gleong
Kaki
Badan Tangan
Tangan kiri berada di samping pinggang dengan possi telapak menghadap bawah dan jari-jari menghadap depan. Tangan kanan direntangkan lurus sejajar pinggang sebelah kanan dengan telapak menghadap kanan dan jari-jari menghadap atas Menghadap ke tangan kanan Posisi kedua kaki sejajar Gerakan 1x8 kemudian membuka lutut hingga posisi menjadi merendah dan telapak kaki membentuk huruf V Tegap dan merendah dengan membusungkan dada dan sedikit condong ke depan Kedua tangan direntangkan ke samping masing-masing sisinya sejajar dengan pinggang, kemudian tangan kiri digerakkan ke atas sehingga posisi akhirnya ditekuk ke bahu dengan jari telunjuk menyentuh bahu, sementara tangan kanan tetap ke samping, begitu pula sebaliknya. Menghadap ke tangan yang berada di bahu Kaki kanan merendah, kemudian kaki kiri diletakkan di belakang kaki kanan dengan posisi berjinit, lalu memutar dengan poros kaki kiri dan kemudian diakhiri dengan posisi kedua kaki merendah dan membentuk huruf V Tegap dan merendah dengan dada membusung Tangan kiri berada di samping pinggang dengan possi telapak menghadap bawah dan jari-jari menghadap depan. Tangan kanan direntangkan lurus sejajar pinggang sebelah kanan dengan telapak menghadap
43
15.Klewer tangan
Kepala dua Kaki
Badan
Tangan
Kepala 16.Koma Gleong
Kaki
Badan Tangan
Kepala 17.Kewer 1 variasi Kaki
kanan dan jari-jari menghadap atas Menghadap ke tangan kanan Posisi kedua kaki sejajar Gerakan 1x8 kemudian membuka lutut hingga posisi menjadi merendah dan telapak kaki membentuk huruf V Tegap dan merendah dengan membusungkan dada dan sedikit condong ke depan Kedua tangan direntangkan ke samping, masing-masing sisinya sejajar dengan tinggi pinggang, kemudian tangan kanan lurus ke samping kanan setinggi pinggang, kemudian digerakkan ke bahu dengan jari telunjuk menyentuh bahu, sementara tangan kiri diletakkan di pinggang dengan memegang selendang, kemudian menyampirkan selendang ketika tangan kanan di bahu Menghadap ke tangan yang berada di bahu Kaki kanan merendah, kemudian kaki kiri diletakkan di belakang kaki kanan dengan posisi berjinjit, lalu memutar dengan poros kaki kiri dan kemudian diakhiri dengan posisi kedua kaki merendah dan membentuk huruf V Tegap dan merendah dengan dada membusung Tangan kiri berada di samping pinggang dengan possi telapak menghadap bawah dan jari-jari menghadap depan. Tangan kanan direntangkan lurus sejajar pinggang sebelah kanan dengan telapak menghadap kanan dan jari-jari menghadap atas Menghadap ke tangan kanan Berjalan di tempat dengan kaki Gerakan 1x8
44
Badan Tangan
Kepala 18. Jingke tepak Kaki blonter
Badan
Tangan
kanan menyilang di depan kaki kiri dengan sikap merendah, kemudian setelah satu kali delapan berpindah posisi menjadi kaki kiri yang menyilang di depan kaki kanan dan tetap berjalan di tempat dan merendah Tegap dan merendah dengan posisi badan condong ke depan Geakan tangan sama dengan gerakan kewer kanan (pada gerekan ke tiga belas). Tangan kanan bergerak dan tangan kiri di pinggang, setelah kaki bertukar, maka posisi tangan juga bertukar Menghadap ke tangan yang berada di bahu Kaki kanan berada menyilang di depan kaki kiri sebagai tumpuan dengan posisi merendah, sementara kaki kiri berada di belakang kaki kanan dengan posisi berjinjit. Kemudian bergerak memutar di tempat dengan gerakan naik turun (menggenjot). Setelah empat kali berjalan di tempat, kemudian bertukar posisi kaki menjadi. Kaki kiri di depan sebagai tumpuan dan kaki kanan menyilang di belakang dengan posisi berjinjit. Tegap dan merendah dengan membusungkan dada dan sedikit condong ke depan Tangan kanan berada di pinggang dengan telapak memegang selendang di pinggang kanan, dan tangan kanan lurus ke depan, dengan telapak menghadap ke depan dan jari-jari menghadap ke atas. Kemudian tangan digerakkan dengan mengayunkan telapak tangan dengan posisi tangan yang
Gerakan 2x8 dilakukan sebanyak tiga kali
45
Kepala
19.Gibang Ronggeng
Kaki
Badan
Tangan
Kepala
20.Gonjingan 1
Kaki
tetap lurus. Kemudian tangan kiri digerakkan ke depan sehingga berada lurus ke depan dengan telapak menghadap depan dan jari-jari menghadap ke atas, dan tangan kanan berada di samping pinggang kanan dengan memegang selendang. Kemudan menyampirkan selendang ketika goyang ke kanan. Kemudian bergerak sebaliknya ketika berpindah kaki. Menghadap depan dan pada saat kaki berjinjit, kepala menunduk akibat dari ayunan kaki Kaki kanan menyilang di Gerakan 4x8 depan kaki kiri dengan sikap merendah kemudian berjalan di tempat Tegap dan merendah dengan dada membusung dan sedikit condong ke depan Tangan kiri berada di samping kiri sejajar bahu dengan lekukan tangan ke depan, telapak tangan menghadap depan dan jari-jari mengarah ke kanan. Tangan kanan dilekukkan di depan dada sehingga posisi telapak menghadap ke kiri dan jari-jari menghadap kanan Menghadap depan, kemudian merunduk ketika kaki kanan melangkah dan menghadap depan ketika kaki kiri melangkah Kedua kaki sejajar kemudian Gerakan 4x8 merendah dengan sikap merendah dan telapak kaki membentuk huruf V. Kemudian kaki kanan digerakkan ke samping kanan hingga membentuk lurus dan telapak kaki kanan menghadap samping, sementara kaki kiri
46
Badan
Tangan
Kepala
21.Gonjingan 2
Kaki
Badan Tangan
tetap merendah, begitu pula sebaliknya. Tegap dan merendah dengan dada membusung dan sedikit condong ke depan Pertama tangan kanan digerak ayun hingga lurus ke depan sejajr dada dengan telapak menghadap depan dan jari-jari menghadap ke atas, kemudian kedua tangan diayunkan ke kanan sehingga tangan kiri berada di depan dada dengan posisi ditekuk, telapak menghadap kanan, jari-jari menghadap atas dan tangan kanan lurus ke samping serong atas dengan posisi telapak menghadap luar dan jari-jari menghadap atas, begitu pula sebaliknya. Kepala menghadap depan, kemudian melihat ke tangan yang direntangkan ke atas Kaki kanan diluruskan ke depan dengan telapak menghadap ke depan dan kaki kiri merendah, kemudian kedua kaki dirapatkan dan berjalan di tempat dengan kaki berjinjit ketika berdiri, dan kaki menapak ketika merendah, gerakan ini dilakukan masingmasing dalam empat hitungan. Tegap dan menghadap ke depan Posisi tangan direntangkan ke depan atas dan sedikit menekuk dengan ketinggian di atas kepala, telapak tangan menghadap luar dan jari-jari tangan saling berhadapan. Kemudian kedua tangan ditekuk ke bahu masingmasing sisinya dengan jari telunjuk menyentuh bahu. Dan menggerakkan siku dengan putaran ke depan, dan ke atas
Gerakan 3x8 dilakukan sebanyak dua kali dengan gerakan mulai dari gonjingan satu
47
Kepala
22.Gonjingan blonter
Kaki
Badan
Tangan
Kepala
23.Tepak Soder
Kaki
Badan
ketika kaki merendah lalu ke belakang bergantian ketika kaki berjinjit Menghadap depan ketika kaki berjinjit dan menunduk ketika kaki merunduk Kaki merendah dengan sikap telapak kaki membentuk huruf V. Kemudian lutut kaki dinaik turunkan secara perlahan Setalah kaki merendah bahu digerakkan ke depan dimulai dengan bahu kanan dengan putaran ke atas lalu ke depan, lalu pada saat berdiri kembali menghadap depan dan kembali merendah dan menggerakkan bahu kiri ke depan dengan putaran ke atas menuju ke depan secara perlahan, kemudian keduanya bergerak secara cepat bergantian dengan memutar bahu ke depan. Kedua tangan ditekuk ke masing-masing bahu dengan jari telunjuk menyentuh bahu, kemudian menggerakkan siku ke depan dengan putaran ke atas berbarengan dengan gerakan bahu, begitupula sebaliknya Menghadap depan dan mengayun ketika menggerakkan tangan Kaki kiri merendah menghadap ke depan dan kaki kanan merendah dan berjinjit menghadap kanan, posisi kedua kaki menghadap ke kanan dengan merendah. Kemudian mengangkat kaki kanan sebanyak dua kali berbarengan dengan tangan, begitu pula sebaliknya terhadap kaki kiri Merendah dan condong ke depan menghadap ke kaki yang bergerak mengangkat
Gerakan 2x8
Gerakan 1x8, dimasingmasing sisinya dan dilakukan sebanyak tujuh kali, yang kedelapan adalah peralihan
48
Tangan
24.Gibang Silat
Kaki
Badan
Tangan
Kepala
25.Dorong Bambu
Kaki
Badan
Tangan
Tangan kiri mengambil selendang di pinggang kiri kemudian diletakkan di telapak tangan dengan posisi akhir lurus sejajar bahu dan selendang tersangkut di telapak, sementara tangan kanan digerakkan lurus ke depan bawah dengan jari-jari menghadap depan dan kaki dinaikkan dua kali, maka telapak tangan digerakkan naik turun akibat pergelangan tangan yang digerakkan. Begitu pula pada tangan sebalikanya Kaki kanan menyilang di Gerakan 4x8 depan kaki kiri dengan sikap merendah kemudian berjalan di tempat Tegap dan merendah dengan dada membusung dan sedikit condong ke depan Tangan kiri berada di samping kiri sejajar bahu dengan lekukan tangan ke depan, telapak tangan menghadap depan dan jari-jari mengarah ke kanan. Tangan kanan dilekukkan di depan dada sehingga posisi telapak menghadap ke kiri dan jari-jari menghadap depan Menghadap depan kemudian merunduk ketika kaki kanan melangkah dan menghadap depan ketika kaki kiri melangkah Melangkah ditempat dan Gerakan 3x8 merendah dengan posisi kaki kiri berada menyilang di depan kaki kanan Sedikit serong ke samping kanan dengan sikap tetap merendah dan tegap Pada saat kaki kanan melangkah, kedua tangan ditekuk di depan tubuh, tangan
49
Kepala
26.Silat Sejajar
Tangkis Kaki
kanan menarik siku ke belakang dengan jari tangan menghadap bawah, sementara tangan kiri menyikut di depan tangan kanan dengan telapak menghadap depan dan jari-jari menghadap atas. Pada saat kaki kiri melangkah, kedua tangan didorong ke depan, dengan posisi tangan kiri mendorong ke depan dengan tetap melekuk dan telapak menghadap dalam, sementara tangan kanan berada di belakang tangan kiri dengan telapak menghadap tangan kiri Pada saat kaki kanan melangkah, kepala merunduk dan pada saat kaki kiri melangkah kepala menghadap depan Kaki melangkah kanan dan dimulai dengan kaki kanan rendah dan kaki kiri berjinjit di samping kaki kanan, kemudian mundur dengan posisi kaki kiri merendah dan kaki kanan berjinjit. Kemudian melangkah lagi seperti gerakan di atas sebanyak tiga kali, kemudian bergerak duduk dengan posisi kaki disilangkan di depan kaki kiri berada di bawah kaki kanan, paha kaki kanan berada di atas paha kaki kiri. Kemudian bangun dengan posisi duduk jongkok, kaki kiri bertumpu pada lutut dan kaki kanan setengah berdiri dengan posisi paha lurus dan tumpuan telapak kaki. Kemudan bangun berdiri dengan melanjutkan gerakan kaki kanan merendah dan kaki kiri berjinjit, lalu bergantian kaki merendah, dan kaki kanan berjinjit, diakhiri dengan posisi kaki kanan merendah dan kaki kiri menyilang di belakang kaki
Gerakan 3x8 ditambah 3x8, berjalan ditempat dari posisi terakhir
50
Badan
Tangan
kanan dengan sikap berjinjit dan merendah Tegap dan merendah dengan sikap dada membusung dan sedikit condong ke depan Dimulai dari gerakan tangan kiri berada di depan dada dengan ditekuk dan telapak menghadap kanan dan jari-jari ke atas, tangan kanan ditekuk ke bawah dengan posisi siku lurus dan tangan mengepal ke bawah. Kemudian posisi tangan kiri tetap, pergelangan tangan kanan diputar ke atas sehingga sekarang siku menghadap ke atas. Kemudian kedua tangan disilangkan dan membuat gerak tangkis ke samping kiri pinggang dengan posisi tangan ditekuk sepinggang, telapak menghadap depan dan jari-jari menghadap atas, dilakukan dua kali juga terhadap sisi sebaliknya. Lalu kedua tangan disilangkan di depan dada dengan proses menuju ke atas dengan kedua tangan direntangkan ke masing-masing sisinya sebelah atas dan telapak membuka ke atas, lalu tangan kiri kembali ditekuk ke depan badan, tangan kanan menyiku ke bawah, lalu tangan kanan digerakkan ke serong atas kanan, diikuti tangan kiri membuka ke serong atas kiri, kemudian tangan kiri kembali ke posisi tekuk di depan dada, tangan kanan menyiku ke bawah lalu digerakkan ke atas dan tangan kembali menyilang sejajar pinggang di samping kiri sekali, dan diakhiri dengan posisi tangan kiri berada di depan badan dengan ditekuk
51
Kepala 27.Silat Rempak
Tangkis Kaki
Badan
Tangan
Kepala
28. Gibang Kaki Ronggeng
dan telapak tangan menghadap kanan dan jari-jari menghadap ke atas, dan tangan kanan menyiku ke bawah dengan siku sejajar bahu dan kepalan tangan mengarah ke bawah Melihat ke tangan yang bergerak Dimulai dengan kaki Gerakan 5x8 melangkah ke kanan dan kedua kaki berjinjit, kemudian mundur dengan kaki kiri dengan membentuk kaki kiri merendah dan kaki kanan berjinjit di samping kaki kiri, kemudian melangkah ke kanan dengan bentuk kaki kanan merendah dan kaki kiri berjinjit di samping kaki kanan dengan merendah Pada saat tangan naik posisi badan serong samping dan pada saat menyilang tangan, badan mengikuti geraan silang tangan Diawali dengan tangan yang diputar ke arah serong atas kanan hingga membentuk lurus di samping serong atas kanan dengan jari telunjuk dan tengah mennujuk ke serong atas, sementara tangan kiri berada di samping pinggang dengan posisi ditekuk ke bawah, telapak menghadap bawah dan jari-jari menghadap depan. Kemudian tangan disilangkan di samping kanan dengan posisi telapak menghadap depan lalu membuka ke sisinya di samping pinggang kanan. Lalu disilangkan di samping pinggang kiri. Menghadap ke tangan yang lurus serong dan menghadap ke tangan yang menyilang Posisi kedua kaki merendah, Gerakan 4x8 kemudian bergerak di tempat
52
Badan
Tangan
Kepala 29.Dorong Bambu
Kaki
Badan
Tangan
dengan posisi kanan yang lurus ke depan dengan membentuk telapak kaki menghadap depan, sementara kaki kiri merendah, kemudian kaki kanan mundur sejajar dengan kaki kiri, lalu kaki kiri maju lurus membentuk telapak menghadap depan, bergantian dengan kaki kanan Tegap dan menghadap depan, condong ke depan dengan dada membusung Tangan kiri berada di samping kiri sejajar bahu dengan ditekuk ke depan, telapak menghadap depan dan jari-jari menghadap ke samping kanan, posisi tangan kanan berada di depan badan dengan ditekuk ke depan dada dan telapak menghadap bawah, kemudian gerakan tangan kanan pada saat kaki kanan melangkah adalah mendorong pergelangan ke depan dengan telapak tangan menghadap bawah, pada saat kaki iri melangkah, memutar telapak tangan ke arah luar sehingga telapak tangan menghadap ke atas, kemudian menggerakkan pergelangan tangannya ke depan dan ke belakang Kepala mengayun mengikuti kaki Melangka di tempat dan Gerakan 3x8 merendah dengan posisi kaki kiri berada menyilang di depan kaki kanan Sedikit serong ke samping kanan dengan sikap tegap merendah dan tegap Pada saat kaki kanan melangkah, kedua tangan ditekuk ke depan tubuh, tangan kanan menarik siku ke belakang dengan jari tangan
53
Kepala
30.Gitek Pose
Kaki
Badan Tangan
Kepala
31.Jingke Angklek Kaki
menghadap bawah. Sementara tangan kiri menyikut di depan tangan kanan dengan telapak menghadap depan dan jari-jari menghadap atas. Pada saat kaki kiri melangkah kedua tangan didorong ke depan, dengan posisi tangan kiri mendorong ke depan dengan tetap melekuk dan telapan menghadap dalam, sementara tangan kanan berada di belakang tangan kiri dengan telapak menghadap tangan kiri Pada saat kaki kanan melangkah, kepala merunduk dan pada saat kaki kiri melangkah, kepala menghadap depan Kaki kanan menyilang di Gerakan 3x8 depan kaki kiri dan merendah, dengan sikap kaki kanan menapak dan kaki kiri berjinjit rapat Tegap merendah dan condong ke depan Tangan kiri ditekuk ke bawah dengan tinggi sepinggang, telapak tangan ke bawah dan jari-jari menghadap depan, sedangkan tangan kanan lurus ke samping kanan sejajar pinggang dengan telapak menghadap samping kanan dan jari-jari lurus ke atas Setelah sikap kaki terbentuk, kepala digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan hadapan ke depan, dengan menggerakkan leher (gedek) Kaki kiri tetap merendah dan Gerakan 4x8 bergerak meloncat kecil (mengayun naik turun) ketika kaki kanan bergerak, kaki kanan diayunkan ke samping kanan hingga posisinya lurus dengan telapak menghadap kanan, lalu diayunkan ke samping kiri dengan posisi
54
menekuk hingga berada di depan badan dan telapak menghadap ke samping kiri, gerakan dilakukan berulang kali, kemudian diakhiri dengan gerakan jalan dengan posisi kaki tetap menyilang Badan Tegap menghadap depan Tangan Ketika kaki kanan lurus ke samping, tangan kanan diayunkan ke samping kiri dengan posisi tangan kiri ditekuk keluar samping kiri dan telapak menghadap keluar, sementara tangan kanan menekuk di depan badan dengan telapak dan jari-jari menghadap bawah. Pada saat kaki kanan diayunkan ke samping kiri, tangan kanan dibuka ke samping kanan dengan posisi tangan ditekuk ke luar sebelah kanan dan telapak membuka, serta tangan kiri ditekuk ke dalam dengan posisi telapak dan jari-jari menghadap bawah Kepala Mengikuti pergerakan kaki kanan Ronggeng Blantek adalah tari kreasi Betawi yang sengaja diciptakan dan diklasifikasikan dalam jenis tari topeng. Tari Ronggeng Blantek terdiri dari beberapa bagian, pertama pendahuluan, isi kemudian penutup. Pada bagian penutup, dimodifikasi dengan memasukkan beberapa gerakan silat Betawi. Iringan musik tari Ronggeng Blantek terdiri dari gamelan topeng dan rebana biang.27 Saat itu yang bertindak sebagai penabuh gendang adalah Pak Kisam. Berdasarkan hasil wawancara dengan sang koreografer, pak Kisam adalah salah satu seniman musik Betawi yang handal sebagai penabuh gendang pada saat itu. 27
Salah satu iringan musik Ronggeng Blantek adalah topeng Betawi, alat musiknya terdiri dari rebab, 3 buah kenong dan kecrek. Wawancara pribadi dengan bang Andi, pelatih tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta 23 Februari 2014, oukul 11:00
55
Busana yang digunakan dalam penampilan tari Ronggeng Blantek adalah baju kebaya ronggeng blantek berwarna ping, kain tumpal putih dengan motif burung Hong, toka-toka silang ronggeng berwarna merah, ampok, serbet, selendang ronnggeng bermotif burung Hong. Dengan aksesoris di bagian kepala berupa kembang topeng, kalung bunga teratai bersusun tiga, pending dan anting kuning. 28 Pemilihan busana dalam tari Ronggeng Blantek ditentukan oleh sang koreografer, dibantu oleh ibu Reni Sukarjan sebagai penata busana. Ibu Reni Sukarjan-lah yang membuat desain dan motif burung Hong pada kain Ronggeng Blantek.29 Berikut ini adalah foto para penari Ronggeng Blantek bersama koreografer ibu Wiwiek Widiyastuti30 :
28
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Standar Kompetensi Nasional Bidang Keahlian Karawitan Sunda Jakarta, Subdit Standarisasi Kompetensi dan Sertifikasi Direktorat Pendidikan Menegah Kejuruan, Jakarta, 2004. 29 Wawancara dengan Ibu Wiwiek Widiyastuti, 11 Mei 2014 pukul 13:30 30 Foto dokumentasi pribadi, foto ini diambil pada acara penutupan Pelatihan Seni Tari Betawi Tingkat Dasar Bagi Pelaku tahun 2014 di Balai Latihan Kesenian Jakarta Timur. Acara ini merupakan agenda tahunan yang diselenggarakan oleh otoritas Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, bertujuan untuk melestarikan dan menghidupkan kembali seni tari Betawi terutama pada generasi muda sekarang ini.
56
Dari sekian banyak jenis tari milik masyarakat Betawi, penulis telah memilih tari Ronggeng Blantek menjadi objek kajian dalam penulisan skripsi ini. Pemilihan tari Ronggeng Blantek sebagai salah satu objek penulisan skripsi dilatar belakangi oleh beberapa faktor. Pertama, keberhasilan Ronggeng Blantek sebagai pelopor jenis tari kreasi Betawi yang diprakasai oleh pemerintah daerah, dalam hal ini para seniman Betawi bersama Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Ronggeng Blantek merupakan tari kreasi baru hasil produksi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta bersama ibu Wiwiek Widiyastuti. Tari kreasi ini sengaja diciptakan pada tahun 1978 sebagai jawaban bahwa masyarakat Betawi dengan budayanya masih tetap eksis di Jakarta, di tengah anggapan masyarakat lain bila Betawi mulai terpinggirkan keberadaanya. Kedua, karena Ronggeng Blantek adalah satu-satunya jenis tari kreasi Betawi yang sejak awal diciptakan telah menuai banyak penghargaan, baik tingkat nasional maupun internasional. Prestasi Ronggeng Blantek diawali pada tahun 1978, saat itu Ronggeng Blantek menjadi juara pertama dalam lomba Tari Remaja se-DKI Jakarta yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Kemudian juara pertama dalam Festival Kesenian AnakAnak tingkat Nasional tahun 1979, selanjutnya pada Pekan Tari Daerah tingkat Nasional tahun 1985.31 Ibu Wiwiek secara sungguh-sungguh berhasil membawa Ronggeng Blantek sebagai tarian Betawi dan mendapatkan pengakuan masyarakat luas bahkan dalam skala internasional. Hal ini beliau buktikan dengan mengikut sertakan Ronggeng 31
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1997/04/13/0024.html , diakses 20 Juli 2014.
57
Blantek dalam Internasional Folklore ke-33 yang diselenggarakan di Sicilia Itali pada tahun 1987.32 Berikut adalah hasil wawancara dengan Ibu Wiwiek Widiyastuti mengenai prestasi tari Ronggeng Blantek : “Tari Ronggeng Blantek ini sengaja saya kreasikan untuk saya persembahkan kepada masyarakat Betawi kepada DKI Jakarta. Saya sunguh-sungguh ingin membuktikan apakah benar Ronggeng Blantek ini dapat diterima oleh masyarakat DKI Jakarta baik kelompok etnis Betawi maupun nonBetawi. Oleh karenanya saya selalu mengikutsertakan tarian ini dalam berbagai kesempatan. Salah satu kepuasaan terbesar saya adalah, saat bisa mengantarkan Ronggeng Blantek menjadi juara dalam Internasional Folklore di Sicilia, saat itu jumlah pesertanya perwakilan 35 negara dari seluruh dunia, dan Ronggeng Bantek berhasil menyabet piala Tempio de Oro . Ini adalah pencapaian besar saya terhadap Ronggeng Blantek di awal masa perkembangannya. Tari Ronggeng Blantek adalah tari kreasi yang saya persembahakan untuk Jakarta ”.
Banyaknya penghargaan yang diperoleh tari Ronggeng Blantek, menjadi indikasi bahwa tari Ronggeng Blantek telah berkembang dengan baik dan membanggakan sejak masa awal diciptakan sampai dalam perkembangannya mampu meraih berbagai penghargaan di tengah masyarakat luas. Kini Ronggeng Blantek telah benar-benar diakui dan diterima sebagai salah satu tarian Betawi, khususnya oleh masyarakat Betawi maupun bukan masyarakat Betawi secara umum. Ketiga, tidak seperti tari zapin maupun tari blenggo yang dilakukan oleh laki-laki sehinga dengan mudah dapat diterima langsung oleh seluruh lapisan masyarakat Betawi.33 Tari Rongeng Blantek sempat diragukan oleh sebagian kelompok Betawi santri yang memang kurang menghendaki kegiatan menari yang dilalukan oleh perempuan. Oleh karena itu dalam proses pembuatannya sang 32
Penulis mendapatkan catatan prestasi yang diraih tarian Ronggeng Blantek sejak awal perkembangannya, langsung dari sang koreografer ibu Wiwiek Widiyastuti. Beberapa prestasiprestasi lain Ronggeng Blantek telah penulis lampirkan. 33 Yahya Andi Saputra, Nur Zaini, Profil Seni Budaya Betawi, Jakarta City Goverment Tourism and Culture Office, 2009, h. 42
58
koreografer benar-benar memperhatikan setiap unsur gerak, busana dan komposisi musik dalam tari rongeng blantek untuk tetap berada pada koridor nilai-nilai Islam sebagai marwah budaya Berawi. Sehingga saat ini tari ronggeng blantek telah diterima oleh seluruh lapisan masyarakat Betawi muslim mapun masyrakat di luar Betawi. Hal menarik yang diambil dari penulisan skripsi ini adalah, terjadinya respon religius terhadap kesenian lokal yang selama ini dianggap negatif, serta indikasi adanya pengaruh nilai-nilai agama dalam hal ini Islam terhadap seni sebagai salah satu produk hasil kebudayaan. Dan pada akhirnya mendorong masyarakat Betawi untuk menerima kesenian musik gambang kromong dan tari ronggeng blantek. B. Unsur-unsur Islam Dalam Musik Gambang Kromong dan Tari Ronggeng Blantek Pada dasarnya masyarakat Betawi telah mempunyai variabel-variabel kebudayaannya sendiri yang berupa bahasa, arsitektur dan seni, yang meskipun telah dipengaruhi oleh kebudayaan di sekitarnya seperti Sunda, Jawa dan Eropa, orang-orang Betawi secara intensif tetap mempertahankan kultur mereka dengan cara asimiliasi budaya. Setelah Islam masuk, maka aspek-aspek dan sendi-sendi kehidupan telah dipengaruhi dengan unsur-unsur Islam, sebagai pembeda antara Eropa, Sunda dan Jawa yang mempunyai kultur tersendiri.34 Menurut Kuntowijoyo, nilai-nilai Islam tidak harus dilihat dan dimaknai secara normatif dan bergaya Arab yang kering, namun Islam dimaknai dan
34
Kuntowijoyo Muslim Tanpa Masjid: Esai-esai Agama, Budaya, dan Politik Dalam Bingkai Strukturalisme Transendental, Bandung: Mizan, 2001, h. 23.
59
diwujudkan dalam bentuk lain yang mempengaruhi sistem dan budaya di tempat dimana Islam itu masuk. Unsur-unsur pembentuk seperti agama hanya mempengaruhi moral dan etika dari subyeknya saja, yaitu para pelaku budayanya saja, semisal komunitas Betawi Tugu, Betawi Koja, Condet dan bahkan komunitas Betawi di Setu Babakan. Namun secara umum nilai-nilai tersebut tidak dapat menghilangkan unsur materialnya seperti seni musik dan seni tari, sehingga nuansa budayanya akan terlihat kental akan unsur agama. Sebelum berbicara adanya unsur-unsur Islam dalam kesenian gambang kromong, tentunya kita harus mencermati proses perkembangan gambang kromong sejak awal kemunculannya sampai sekarang ini setelah diterima sebagai musik karawitan Betawi. Gambang Kromong merupakan musik karawitan Betawi hasil perpaduan antara unsur pribumi dengan unsur non-pribumi yakni Tionghoa35. Unsur Tionghoa dalam Gambang Kromong tampak pada alat musik gesek tehyan,
35
Awal mula kedatangan etnis Tionghoa di Jakarta telah terjadi sejak akhir masa kekuasaan Dinasti Tang. Mereka mulai melakukan perjalanan ke Asia Tenggara (Indonesia). Tempat yang pertama mereka datangi adalah Palembang, pada saat itu merupakan pusat perdagangan kerajaan besar Sriwijaya. Kemudian mereka datang ke Pulau Jawa untuk mencari rempah-rempah. Banyak dari mereka yang kemudian tinggal dan menetap di wilyah sekitar pelabuhan pantai utara Jawa seperti Tuban, Surabaya, Gresik, Banten (Tangerang) dan Jakarta. Mereka datang bukan hanya untuk berdagang tetapi mereka juga membawa dan menyebarkan agama dan kebudayaan mereka. Oleh sebab itu sekarang ini banyak kita lihat kebudayaan lokal hasil akulturasi Tionghoa. Dalam artikel Asal usul China Benteng, China Benteng, Kampung Teluk Naga, Tragedi China Benteng. http://asalusulchinabenteng,chinabenteng,kampungteluknaga,tragedichinabenteng/htm (diakses 13 Mei 2014)
60
kongahyan dan sukong. Sedangkan yang lainnya terdiri dari alat musik pribumi seperti gambang, kromong, gendang, kecrek, dan gong.36 Asal mula musik Gambang Kromong tidak bisa terlepas dari akulturasi budaya Tionghoa, dalam hal ini Nie Hoe Kong yang telah memiliki andil besar dalam menghadirkan suatu perpaduan musik yang harmonis antara unsur pribumi dan unsur Tionghoa. Nie Hoe Kong adalah seorang pemusik keturunan Tionghoa yang tinggal di Jakarta pada pertengahan abad ke 18.37 Dia lah yang berhasil menggabungkan beberapa alat musik yang berasal dari Cina dengan alat-alat musik yang biasa dimainkan dalam gamelan seperti pelog dan selendro. Gambang kromong dahulu hanya diperuntukkan sebagai hiburan untuk mengiringi tari Cokek dan sebagai musik pengiring dalam pertunjukan teater lenong Betawi.38 Biasanya tari cokek diperuntukan sebagai hiburan pada sebuah pesta pernikahan. Dalam tari cokek ada satu kebiasaan yang disebut ngibing. Ngibing adalah istilah bagi penari cokek untuk menari bersama para tamu, menggunakan selendang yang disebut cukin atau soder. Dahulu pertunjukan
36
Rachmat, Syamsudin dan Dahlan, Petunjuk Praktis Latihan Dasar Bermain Gambang Kromon, Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1996, h.5. 37 Penulis mendapatkan data yang tidak diterbitkan oleh LKB, berupa hasil transkip wawancara dengan etnis Tionghoa bernama Phoa Kian Soe, seorang penulis naskah film dokumenter Anak Naga Beranak Naga, Gambang Kromong:Akulturasi Budaya Tionghoa Betawi. Phoa Kian Shoe memaparkan bahwa tidak ada keterangan jelas tentang asal usul gambang kromong sebagai musik akulturasi Betawi-Tionghoa. Tetapi ada satu pendapat umum yg mengatakan bahwa Gambang Kromong mulai diperkenalkan oleh seorang keturunan Tionghoa bernama Kapiten Nie Hoe Koeng yang tinggal di Jakarta. Pada saat itu gambang kromong dimainkan untuk memeriahkan sebuah pesta, untuk memeriahkan acara pesta mereka membawa lima musik orkes Gambang, singkat cerita setela pesta selesai, kelima alat musik tersebut diserahkan oleh sang kapiten Nie Hoe Koeng. Alhasil terus berkembang menjadi musik gambang kromong yang kita kenal sekarang ini, dengan akulturasi kromong sebagai alat musik asli pribumi. 38 Berdasarkan hasil wawancara dengan Sibroh Malisi selaku bagian pemasaran dan kesenian Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, kini fungsi gambang kromong bukan sebatas untuk pengiring tari cokek dan teater lenong saja, sekarang fungsinya dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Betawi, bisa untuk sekedar musik pembuka dalam acara formal ataupun non-formal, bisa untuk syiar Islam atau menyampaikan berbagai hal positif lain, semua tergantung kebutuhan si pengguna gambang kromong.
61
gmbang kromong seringkali dikaitkan dengan perayaan-perayaan yang diwarnai dengan pergaulan bebas, alkohol, dan judi.39 Hal demikian jelas bertentangan dengan Islam sebagai warna dasar dari Betawi. Oleh karena itu gambang kromong mendapat penolakan keras dari masyarakat Betawi sebagai musik Betawi. Kemudian pada masa perkembangannya sekitar tahun 70-an pemerintah daerah bersama beberapa perwakilan masyarakat Betawi secara sadar melalukan pembaharuan pada setiap unsur dalam penampilan gambang kromong. Bukan dengan menciptakan jenis gambang kromong baru tetapi mengadopsi nilai-nilai Islam dengan cara menghilangkan prosesi ngibing, nyawer dan prosesi lain yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Saat ini gambang kromong sebagai musik Betawi mempunyai fungsi yang lebih luas, dari fungsi awalnya sebagai hiburan saja. Kini pertunjukkan gambang kromong dapat diaplikasikan dengan kebutuhan dan kepentingan lain untuk bisa menyebarkan nilai atau pesan moral bagi masyarakat umum. Seperti fungsi gambang kromong di Perkampungan Setu Babakan sebagai media sosialisasi Badan Narkotika Nasional dalam melakukan pencegahan penggunaan narkotika kepada masyarakat. Berikut ini adalah hasil wawancara penulis dengan bang dokter selaku pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan tentang semakin luasnya fungsi gambang kromong sekarang ini : ”Dulu gambang kromong hanya dimainkan pada pesta pernikahan atau khitanan aja, tetapi sekarang sudah berkembang lebih luas. Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan beberapa waktu lalu telah menjalin kerjasama dengan Badan Narkotika Nasional dalam upaya memberikan penyuluhan tentang bahaya narkoba pada masyarakat luas.
39
Wawancara dengan bang Yahya Andi Saputra, selaku budayawan Betawi di LKB, beliau membenarkan bahwa gambang kromong dahulu selalu diasosiasikan dengan pergaulan bebas, judi, dan, alkohol. Sekarang ini hal semacam itu sudah tidak ditemukan lagi, tapi bukan berarti tidak ada.
62
Caranya dengan menjadikan gambang kromong sebagai media komunikasi yang diangap 40 lebih efektif, ketimbang penyuluhan dalam bentuk seminar”.
Kerjasama yang dilakukan antara kelompok musik gambang kromong sanggar seni Setu Babakan dengan Badan Narkotika Nasional di atas telah menunjukkan indikasi perkembangan unsur maupun fungsi dalam gambang kromong menuju arah lebih baik. Perubahan unsur dan fungsi yang menyesuaikan diri pada nilai dan ajaran Islam sebagai marwah budaya Betawi tentunya bisa membantu serta menjaga eksistensi musik gambang kromong sebagai musik tradisional Betawi. Dengan demikian penegasan warna Islam dalam pertunjukan gambang kromong telah menutup kemungkinan adanya penolakan masyarakat Betawi terhadap kesenian ini. Selanjutnya unsur-unsur Islam dalam pertunjukan gambang kromong nampak pada pemakaian busana. Kini pakaian penyanyi wanita gambang kromong sudah tidak lagi memperlihatkan auratnya. Pakaian yang digunakan oleh para pemain gambang kromong kini telah diintegrasikan dengan nilai Islam. Seperti dalam penampilan salah satu kelompok gambang kromong Jali Putra yang dalam penampilannya, para pemain musik laki-laki menggunakan baju koko lengkap dengan peci hitam. Indikasi adanya unsur Islam disini bukan sebatas pada penggunaan jilbab bagi penyanyi perempuan atau baju koko dan peci bagi pemain musik laki-laki.41
40
Wawancara dengan Sibroh Malisi selaku koordinator kesenian dan pemasaran Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Selasa 22 Juli 2014, pukul 16:30 WIB 41 Hasil pengamatan penulis terhadap kelompok gambang kromong Jali Putra di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam acara Pembukaan Festival Kebudayaan Betawi, Sabtu 8 Agustus 2014.
63
Kelompok Gambang Kromong Jali Putra di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan42 :
Adanya unsur-unsur Islam dalam pertunjukan gambang kromong tampak dalam beberapa hal, pertama telah dihapuskannya prosesi ngibing, tarian dengan gerakan erotis, perilaku judi, mabuk dan tindakan lain yang tidak sesuai dengan nilai Islam. Kedua perkembangan fungsi gambang kromong yang semakin luas dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Betawi, berfungsi sebagai musik pembuka dalam acara formal ataupun non-formal, berfungsi sebagai media dakwah atau menyampaikan berbagai hal positif lain, semua tergantung kebutuhan si pengguna gambang kromong.43 Ketiga jenis lagu-lagu yang dibawakan seperti stambul, jali-jali, cente manis dan persi, berisi pesan mora, cerita kehidupan atau lelucon Betawi, tidak ada lirik lagu dalam gambang kromong yang mengandung pesan vulgar.44 Keempat kostum para pemain musik
42
Dokumentasi penulis tanggal 9 Agustus 2014 di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. 43 Pernyataan dari hasil wawancara dengan salah satu ulama lokal di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, bapak Gumin Has, Minggu 10 Agustus 2014. 44 Ninuk Kleden-Probonegoro,Teater Lenong Betawi Studi Perbandingan Diakronik, Jakarta:Yayasan Obor dan Yayasan Asosiasi Tardisi Lisan, h.52.
64
dan penyanyi wanita yang kini telah sopan dengan pakaian yang menutup auratnya. Jadi, keberadaan unsur-unsur Islam dalam gambang kromong bukan sekedar menunjukan nilai Islam secara simbolis, tetapi setiap bagian setiap proses dalam gambang kromong telah terintegrasi dengan ajaran dan nilai Islam, sopan dalam bergerak, sopan dalam berbusana, sesuai dengan Islam sebagai nilai yang menjadi pedoman hidup masyarakat Betawi. Selanjutnya, unsur-unsur Islam dalam tari ronggeng blantek tampak pada kostum tari yang gunakan. Kebaya berwarna muda dengan panjang lengan sampai telapak tangan, panjang kain sebatas mata kaki, menjadi indikasi bahwa kostum yang digunakan dalam tarian ronggeng blantek telah disesuaikan dengan nilai Islam. Berikut adalah gambar baju kebaya Ronggeng Blantek berwarna merah muda45 :
Unsur-unsur Islam dalam tari ronggeng blantek tampak terlihat pada kostum tari yang menutup aurat wanita, musik pengiring serta komposisi gerak yang
45
Dokumentasi penulis, baju kebaya Rongeng Blantek milik sanggar Seni Betawi Setu Babakan.
65
sopan. Sama halnya dengan gambang kromong, unsur-unsur Islam dalam tari ronggeng blantek disampaikan secara tersirat dalam gerak tari dan busananya bukan dengan menampilkan simbol Islam secara mutlak. Hal menarik dari kedua kesenian ini adalah, ketika agama sebagai pedoman hidup masyarakat dapat diintegrasikan ke dalam produk kebudayaan, yaitu seni. C. Hubungan Nilai Islam dengan Musik Gambang Kromong dan Tari Ronggeng Blantek Sebuah hal menarik dalam skripsi ini bahwa penerimaan masyarakat betawi terhadap kesenian gambang kromong dan tari blantek adalah respon bagaimana suatu doktrin atau ajaran agama memberikan pengaruhnya pada suatu bentuk kesenian.46 Menurut Kuntowijoyo, nilai-nilai Islam tidak harus dilihat dan dimaknai secara normatif dan bergaya Arab yang kering, namun Islam dimaknai dan diwujudkan dalam bentuk lain yang mempengaruhi sistem dan budaya di tempat dimana Islam itu masuk. Hal ini berlaku pada bentuk kesenian gambang kromong dan ronggeng blantek milik masyarakat Betawi, yang secara intrinsik memang tidak memperlihatkan simbol-simbol Islam dalam unsur dan penampilannya, akan tetapi substansi nilai Islam telah melekat pada kesenian tersebut. Kuntowijoyo dalam bukunya Muslim Tanpa Masjid mengatakan bahwa, ada beberapa unsur budaya dalam kehidupan manusia yang masuk dalam wilayah non-doktrinal, wilayah tersebut adalah seni, tradisi dan ilmu pengetahuan. 46
Triyono Bramantyo, Disseminasi Musik Barat di Timur, Studi Historis Penyebaran Musik Barat di Indonesia dan Jepang Lewat Aktivitas Missionaris Pada Abad Ke-16, terj. Emmanuel Cahyo Kristanto, Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2004. Tentang teori disseminasi, yaitu tentang pengaruh agama terhadap produk-produk kebudayaan seperti seni tari dan seni musik.
66
Wilayah non-doktrinal adalah suatu wilayah yang di dalamnya tidak harus ada sebuah indikator yang secara kontekstual mewakili suatu doktrin dalam hal ini agama. Selagi dalam penampilan seni maupun tradisi tidak ada hal yang bertentangan dengan ayat Al-Quran, maka karya seni dan nilai agama itu dapat berjalan beriringan menjadi satu kesatuan baru. Fenomena pengintegrasian nilai-nilai agama terhadap salah satu produk kebudayaan yaitu kesenian dalam hal ini gambang kromong dan tari ronggeng blantek pada masyarakat Betawi adalah bagian dari proses masuknya Islam pada satu wilayahnya serta pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat. Seperti yang dikatakan Umar Kayam dalam bukunya Seni Tradisi Masyarakat, bahwa wilayah Asia Tenggara (Indonesia) yang sejak dahulu merupakan gerbang lalu lintas berbagai pengaruh agama maupun budaya telah menunjukan sikap kelincahan dan keluwesan dalam menerima pengaruh agama tersebut.47 Tidak ada satupun agama-agama di Asia Tenggara dalam hal ini Islam yang masuk dan berhenti dalam bentuk aslinya di Asia Tenggara, akan tetapi mereka hidup dan berkembang menyesuaiakn diri dengan kultur dan lingkungan setempat. Islam di Indonesia dalam hal ini Islam pada masyarakat Betawi, telah diterima dan dihayati dengan sikap terbuka serta semangat bersintesis dengan produk kebudayaa salah satunya kesenian. Produk kebudayaan seperti kesenian memang lebih efektif digunakan sebagai media atau alat komunikasi suatu agama untuk menanamkan nilainilainya pada satu kelompok masyarakat. Islam pada masa permulaan dan 47
Umar Kayam, Peranan Seni Tradisonal Dalam Modernisasi dan Integrasi di Asia Tenggra, Jakarta: Sinar Harapan, 1981, h. 64
67
perkembangannya di Jawa di propagandakan melalui alat-alat komunikasi tradisional seperti seni musik, seni tari, seni pertunjukan dan bentuk seni lainnya. Pada dasarnya proses sintesis atau dialaog yang terjadi antara doktrin agama dengan prouduk-produk kebudayaan seperti seni akan menghasilkan dua kemungkinan, pertama asimilasi budaya kedua konfrontasi sebagai bentuk penolakan. Dalam hal ini gambang kromong dan tari ronggeng blantek merupakan sintesa dari bertemunya nilai-nilai Islam dengan produk kesenian lokal yang bisa diterima sebagai satu bentuk kesenian baru, kesenian yang saat ini lekat dengan masyarakat Betawi. Musik gambang kromong milik masyarakat Betawi lahir atas bertemunya berbagai instrumen musik yang datang dibawa oleh bebagai bangsa lain yang saat itu ada di Jakarta. Rebab yang berasal dari Cina, bonan dari Thai, kendang dari Sunda, gambang dari Jawa, serta terompet dari Belanda, telah bercampur dan menhasilkan satu seni musik yang meskipun masih terdengar nada-nada asal instrumen tersebut, akan tetapi telah menjadi satu seni milik masyarakat Betawi yang tidak ada di tempat lain, begitu halnya pun dengan tari ronggeng blantek.48 Dengan demikian hubungan Islam dengan kesenian gambang kromong dan tari ronggeng blantek adalah hasil dialog Islam sebagai agama terhadap kesenian lokal sebagai ekspresi kebudayaan mereka. Karena nilai-nilai Islam tidak harus dilihat dan dimaknai secara normatif dan bergaya Arab yang kering, namun Islam dimaknai dan diwujudkan dalam bentuk lain yang mempengaruhi sistem dan budaya di tempat dimana Islam itu masuk. 48
Umar Kayam, Seni Tradisi Masyarakat, Seni Esni No.3, Jakarta: Sinar Harapan, 1981,
h.65.
BAB III ETNIS BETAWI DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN
A. Sejarah Etnis Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Bila kita berbicara Jakarta, maka kaitannya adalah masyarakat Betawi. Jakarta dan Betawi seperti dua mata uang yang tidak bisa dipisahkan karena masyarakat Betawi dianggap sebagai penduduk asli Jakarta. Selama ini telah banyak hasil kajian tentang latar belakang lahirnya etnis Betawi, dan hasil kajian itu menyimpulkan bahwa masyarakat Betawi adalah hasil proses asimilasi dari unsur-unsur berbagai budaya dari kelompok-kelompok etnis tertentu yang hadir di Jakarta. Sejak Jakarta masih berfungsi sebagai salah satu pelabuhan di Nusantara bernama Sunda Kelapa, yang kemudian berubah menjadi Jayakarta pada tahun 1527, kemudian pada zaman Belanda menjadi nama Batavia, dan sampai saat ini kita kenal dengan nama Daerah Khusus Ibukota Jakarta.1 Sejarah lahir dan terbentuknya masyarakat Betawi merupakan proses asimilasi dari beberapa kelompok etnis, dengan kata lain masyarakat Betawi adalah hasil bercampurnya kelompok-kelompok multietnis yang pernah tinggal dan menetap lama di Jakarta, baik kelompok etnis lokal maupun asing. Hal ini berdasarkan pernyatan berikut: “the Betawi are the indigeneous people of Jakarta in Indonesia. It is believed that they are a multiethnic community made up of both
1
Junus Melalatoa dalam kata pengantar Identitas dan Otoritas : Rekontruksi Tradisi Betawi, penulis Yasmine Zaki Shahab, Depok : Laboratorium Antropologi FISIP UI, 2004
68
69
local ethnicties such as Sundannese and Javanesse, and foreign ethnicties such as Arab and Chinese”. 2 Sejak bernama Sunda Kelapa sampai saat ini Jakarta memang telah menjadi tempat melebur atau tempat bertemunya berbagai kelompok dengan berbagai unsur budaya yang pada akhirnya melahirkan etnis Betawi, melahirkan budaya Betawi yang memiliki ciri berbeda dengan etnis lain. 3 Benar adanya bahwa kelompok-kelompok pembentuk etnis Betawi berasal dari luar Batavia, tetapi orang Betawi adalah para migran yang terbentuk di Batavia sehingga Batavia adalah tempat asal etnis Betawi. Ini artinya orang Betawi lahir dan terbentuk di Batavia, merupakan kelompok baru dengan identitas baru yang berbeda dengan identitas kelompok migran lain yang menetap dan tinggal di Jakarta sekitar seratus tahun lalu.4 Sehingga orang Betawi adalah penduduk asli Jakarta. Dalam buku yang berjudul Islam dan Masyarakat Betawi, Abdul Azis menjelaskan bahwa proses pembentukan etnis Betawi dimulai pada awal abad ke 19 pada masa pemerintahan Belanda, dimana Betawi merujuk pada nama Batavia. Kemudian berkembang menjadi etnis Betawi sendiri melalui beberapa faktor di antaranya, adanya tekanan kekuasaan dan perlakuan sosial dari pemerintah Belanda, penguasaan wilayah dan penetrasi kebudayaan.
2
Yulia Nurlianai, On Traditional Architecture and Modernization in Betawi Settlements Jakarta, International Association for the Study of Traditional Environments (IASTE), Desember 2002, h. 39 ( http://www.jstor.org/stable/41757955) diakses 07/01/2014 , 01:29 4
Yasmine Zaki Shahab, Latar Belakang Studi Betawi, Depok : Laboratorium Antropologi, FISIP UI, 2004, h.5
70
Pada dasarnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya komunitas etnik secara universal. Pertama, adanya kesadaran diri sendiri atau self conciousness.5 Kesadaran sendiri ini membutuhkan peran seorang pemimpin (khingship) atau kelompok terdidik yang mampu menyuarakan dan menegaskan eksistensi mereka sebagai kelompok dengan identitasnya sendiri. Selain itu dibutuhkan momentum atau waktu yang tepat bagi mereka untuk mengenalkan identitas kelompoknya. Kedua, adanya bentrok atau perlawanan fisik. Umumnya perlawanan ini adalah akibat dari tekanan penguasa dan perlakuan sosial yang merugikan mereka, secara sadar kelompok etnis ini akan bersama-sama menggalang kebersamaan, menegaskan kekhasan dan perbedaan mereka dengan komunitas lain di luar mereka.
6
Faktor-faktor itu juga berlaku atas terbentuknya
etnis Betawi di Jakarta. Beralih ke Perkampungan Setu Babakan, berbicara sejarah etnis masyarakat Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, mereka adalah kesatuan dari sejarah panjang terbentuknya etnis Betawi di Jakarta. Faktor pembentuk etnis Betawi di Jakarta sama dengan faktor pembentuk etnis Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Faktor pembentuk identitas itu adalah: kesamaan wilayah geografis, kesamaan adat istiadat, ciri khusus atau kekhasan, mitos, asal usul, bahasa dan agama.7 Hadirnya Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan saat ini, adalah jawaban dari semakin terdesaknya kebudayaan dan masyarakat Betawi karena
5
Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, Jakarta: LP3S, 1998, h. 33 Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, h. 35 7 Anthony D Smith, The Ethnic Revival, Cambridge: Cambridge University Press, 1982, h. 6
64-65
71
perubahan fisik dan sosial kota Jakarta yang kian hari populasinya semakin bertambah karena datangnya para migran dari berbagai daerah di Indonesia. Semakin terdesaknya keberadaan masyarakat Betawi adalah bentuk penguasaan wilayah yang menjadi salah satu faktor terbentuknya etnis Betawi di Jakarta, kata Abdul Azis dalam bukunya Islam dan Masyarakat Betawi. Etnis Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah masyarakat Betawi yang telah menetap lama, berkehidupan, dan melanjutkan keturunan di kelurahan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, maupun di wilayah-wilayah lain di Jakarta yang menjadi kantong-kantong komunitas masyarakat Betawi tinggal.8 Mereka telah sejak lama bahakan sebelum tahun 2004 saat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan resmi menjadi kawasan konservasi budaya Betawi di DKI Jakarta. Pesatnya perkembangan kota Jakarta menjadi kota metropolitan sekarang ini, telah menyebabkan semakin menghilangnya keaslian desa khas kelompok ernis Betawi. Oleh karenanya, masyarakat didukung Pemerintah Daerah secara bersama-sama berusaha melestarikan kehidupan masyarakat dan budaya Betawi yang dipusatkan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Srengseng Sawah Jakarta Selatan.9 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah kawasan konservasi budaya Betawi di daerah Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kawasan ini menempati lahan seluas 165 ha. Hal ini berdasarkan Surat Keputusan
8
Hasil wawancara dengan ibu Juriyah, beliau adalah salah seorang warga yang tinggal di perkampungan Setu Babakan sejak tahun 2000. Dulu sekitar tahun 70-an beliau tinggal di kawasan Sawah Besar salah satu wilayah konsentrasi masyarakat Betawi di Jakarta. 9 Wawancara dengan bapak Sibroh Malisi tanggal 11 Juli 2014, pukul 15 : 00
72
Gubernur No 92 Tahun 2000 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus tahun 2000.10 Diatur juga dalam Perda Nomor 3 tahun 2005 tentang aturan peruntukan lahan, 60% adalah kawasan setu, terdiri dari Setu Babakan dan Setu Manga Bolong, dan sisanya diperuntukan untuk pemukiman masyarakat.11 Pembentukan kawasan perkampungan budaya betawi Setu Babakan ini dilatarbelakangi atas gagalnya kawasan Condet yang sebelumnya ditetapkan sebagai ikon budaya Betawi,12 tetapi karena laju perkembangan pembangunan yang begitu pesat, kawasan Condet secara perlahan mulai kehilangan nilai-nilai Betawinya sebagai cagar budaya. Maka seiring berjalannya waktu, ditetapkanlah kawasan Setu Babakan sebagai perkampungan budaya Betawi.13 Kesadaran masyarakat Betawi terhadap eksistensi etnisnya dan budayanya yang kian hari kian terdesak di tengah laju perkembangan Jakarta ini, bermula pasca Pralokakarya Pelestarian Kebudayaan Betawi di Jakarta tahun 1975 yang
10
Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan, Bab II (Kawasan Perkampungan Budaya Betawi) pasal 2 : Kawasan perkampungan budaya Betawi terletak di kelurahan Srengseng Sawah kecamatan Jagakarsa kotamadaya Jakarta Selatan seluas 165 ha termasuk kawasan Situ Babakan dan kawasan Setu Mangga Bolong. http://www.jakarta.go.id/web/produkhukum/details/952 , diakses 25 Juni 2014 11 Peraturan Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, pasal 3 mengamanatkan “Dalam kawasan sebagaimana dimaksud pasa 2 ayat (1) dibentuk kelurahan tersendiri sebagai bagian dari Perkampungan Budaya Betawi”. Yang dimaksud kawasan sebagaimana dimaksudkan adalah kawasan Setu Babakan. 12 Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Sibroh Malisi, ketua pemasaran dan kesenian Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, bahwa kegagalan Condet menjadi kawasan konservasi budaya Betawi disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, Condet memiliki lahan yang sempit dan itu bukanlah lahan milik Pemerintah Daerah. Kedua dari segi demografi, cenderung asimilasi etnis Arab lebih dominan dibanding dengan masyarakat asli Betawi. Ketiga dari segi legalitas, bahwa kawasan Condet tidak diatur dalam Peraturan Daerah seperti halnya pada Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. 13 Wawancara penulis langsung dengan Bang Indra, pengurus Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, tanggal 11 Maret 2014. Bahkan telah ada wacana untuk perluasan Kawasan Setu Mangga Bolong sebagai kelanjutan wilayah konservasi Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
73
menghasilkan setidaknya dua point penting bagi awal titik balik Betawi14 , yaitu: kebanggaan bagi gubernur Jakarta untuk menyebut dirinya sebagai orang Betawi serta dibentuknya Lembaga Kebudayaan Betawi.15 Tindak lanjut dari terbentuknya Lembaga Kebudayaan Betawi adalah berawal dari impian LKB beserta BAMUS (Badan Musyawarah Betawi) pada tahun 1978 yang menginginkan adanya sebuah tempat yang berfungsi sebagai kawasan
konservasi
budaya
Betawi
untuk
menjaga,
melestarikan
dan
mengembangkan nilai-nilai budaya Betawi.16 Maka Setu Babakan dianggap sebagai wilayah yang bisa mewakili eksistensi dan jati diri masyarakat Betawi di DKI Jakarta, setelah Condet gagal menjadi kawasan konservasi budaya Betawi. Pemilihan Setu Babakan sebagai lokasi konservasi budaya Betawi tentunya dilakukan berdasarkan berbagai pertimbangan dari berbagai pilihan tempat. Pada waktu itu dipilih beberapa tempat seperti : Kemayoran di Jakarta Pusat, Kampung Marunda di Jakata Utara, Kampung Setu di Jakarta Timur, Srengseng di Jakarta Barat dan Setu Babakan di Jakarta Selatan.17 Akhirnya Setelah melalui berbagai proses dan musyawarah, maka dipilihlah Setu Babakan sebagai lokasi konservasi budaya Betawi. Suasana lingkungan yg asri dengan kehidupan masyarakat yang tetap bertahan menjaga eksistensi budaya
14
Berdasarkan hasil penelitian Yasmine Z Shahab dalam bukunya yang berjudul “Identitas dan Otoritas Rekonstruksi Budaya Betawi” tentang kesadaran masyrakat betawi akan jati diri dan budayanya yang mulai terjadi sejak tahun 1970an , kemudian berlanjut dari 1989-1992, dia menyebutnya sebagai proses rekacipta tradisi betawi dan dianggap sebagai ttik balik keBetawian. 15 Yasmine Zaki Shahab, Strategi Adaptasi Masyarakat Betawi Menjawab Tantangan Mutietnis Jakarta dalam Identitas dan Otoritas Rekonstruksi Tradisi Betawi, Depok : Laboratorium Antropologi FISIP, 2004, h 22. 16 Merpati Archipelago, Setu Babakan Perkampungan Budaya Betawi Yang Masih Tersisa, edisi Juni 2012, h 18. 17 Wawancara langsung dengan Bang Indra, pengurus Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, tanggal 11 April 2014.
74
Betawi di tengah laju pembangunan Jakarta adalah alasan terpilihnya kawasan Setu Babakan sebagai cagar budaya Betawi. Berikut pernyataan dr Sibroh Malisi mengenai peresmian Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan sebagai kawasan konservasi budaya Betawi : “Secara resmi Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya Betawi pada tahun 2004. Bersamaan dengan peringatan HUT DKI Jakarta ke 474. Untuk memperkuat fungsi pengelolaan cagar budaya Betawi, dibuatlah Perda tahun 18 2005, perda yang berisi tentang pembentukan Lembaga Pengelola Budaya Betawi” .
B. Gambaran Umum Masyarakat Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Setu Babakan adalah kawasan konservasi dan cagar budaya Betawi yang terletak di kota administrasi Jakarta Selatan. Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan merupakan wadah pengembangan dan pelestarian budaya Betawi seperti kesenian, adat istiadat, folklore, kesusastraan dan kebahasaan, serta arsitektur bangunan dengan ciri khas Betawi.19 Berikut adalah gambaran umum Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. 1. Kondisi Geografis Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Setu Babakan adalah kawasan konservasi dan cagar budaya Betawi dengan luas 289 Ha, yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomnor 3 Tahun 2005. terletak di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan. Perkampungan Budaya Betawi seluas kurang lebih
18
Wawancara penulis dengan Bapak Sibroh Malisi, Koordinator Kesenian dan Pemasaran Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, tanggal 15 Mei 2014. 19 http://lembagakebudayaanbetawi.com/agenda/setu-babakan , diakses 10 Juli 2014
75
289 hektar ini meliputi kawasan pemukima penduduk, hutan kota, Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong.20 Letak Perkampungan Budaa Betawi Setu Babakan berbatasan dengan, sebelah utara: jalan Mochamad Kahfi II sampai jalan Desa Putra, sebelah timur: jalan Desa Putra, jalan Pratama, jalan Wika, jalan Mangga Bolong dan jalan Lapangan Merah. Kemudian sebelah selatan berbatasan dengan batas wilayah provinsi DKI Jakarta dengan kota Depok, dan sebelah barat berbatasan dengan jalan Mochamad Kahfi.21 2. Kehidupan Ekonomi Masyarakat Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Selain untuk menjaga dan melestarikan budaya dan adat istiadat masyarakat Betawi, salah satu tujuan didirikannya Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan ekonomi masyarakat melalui pengembangan objek wisata dan rekreasi.22 Berdasarkan indikasi di atas maka pola kehidupan ekonomi masyarakat Betawi di Perkampungan Setu Babakan adalah dengan memanfaatkan dan mengelola potensi wisata dan rekreasi budaya di Setu Babakan. Kebanyakan dari mereka berwirausaha dengan membuat kerajinan tangan khas Betawi, menyajikan kuliner Betawi, melakukan budidaya ikan dalam keramba, mengelola rumah Batik Betawi.23 Selain itu berkembang pula beberapa usaha industri rumahan seperti 20
Laporan Akhir Kajian Pembentukan Kelurahan Setu Babakan di Kecamatan Jagakrasa Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta, Biro Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta, 2011, h.v2. 21 Sumber yang tidak diterbitkan milih Kecamatan Jagakarsa Jakata Selatan. 22 http://www.porosnews.com/kenali-betawi-lewat-setu-babakan/, diakses 10 September 2014 . 23 http://www.jakarta.go.id/v2/news/2012/10/potensi-ekonomi-pbb-harus-bisa-hidupiwarga#.VBoc1pR_vp9 diakses 10 September 2014.
76
industri rumah tangga bir pletok, kerupuk gendar, dodol dan cinderamata ondelondel,24. Kemungkinan masih akan terbuka lebih banyak lagi industri rumahan serta potensi ekonomi yang bisa dikembangkan melalui eksistensi Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan sebagai kawasan konservasi budaya, riset dan edukasi. 3. Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Agama merupakan kebutuhan dasar setiap manusia sebagai mahluk sosial. Manusia menerima agama sebagai suatu nilai kebenaran yang membantunya memberi petunjuk menjalani kehidupan. Nilai-nilai agama telah membentuk sistem sosial dan budaya suatu masyarakat, sehingga agama menjadi unsur dominan yang membentuk cara pandang, pola fikir, tingkah laku serta membentuk sistem sosial dalam suatu masyarakat.25 Bagi setiap orang dan setiap kelompok yang hidup dalam masyarakat, konsep tentang agama adalah bagaian tak terpisahkan dari pandangan hidup dan pengalaman mereka. Agama telah menentukan pola fikir atau cara pandang serta tingkah laku setiap individu dalam suatu masyarakat. Hal demikian berlaku pada agama masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Kaitan agama dengan masyarakat Betawi adalah Betawi dan Islam merupakan dua sisi dari mata uang. Ada sebuah legenda yang sampai saat ini masih hidup di tengah masyarakat Betawi tentang nenek moyang etnis Betawi dan 24
Laporan Bulanan Kelurahan Srengseng Sawah, Juni 2011. Tabel industri rumah tangga di Setu Babakan ada dalam lampiran 25 Imam Subchi, Agama Masyarakat Keturunan Arab, Al-Turas Vol 12 No 2 (Mei 2006) , h. 135
77
Islam sebagai agama masyarakat Betawi. Legenda ini adalah “Cerita tentang Mak Kopi, wanita berdarah Cina”.26 Cerita tentang Mak Kopi ini diawali dari datangnya seeorang pemuda Islam dari Demak yang datang ke Betawi kemudian menikah dengan putri Betawi (dalam legenda tidak disebutkan siapa nama putri Betawi tersebut). Dari perkawinan tersebut lahirlah dua orang anak laki-laki bernama Samsudin dan Hadi.27 Meskipun saudara, kedua kaka beradik ini memiliki sifat dan kepribadian yang berbeda. Samsudin mengikuti jejak ayahnya menjadi penghulu, sedangkan Hadi mengikuti jejak ibunya sebagai petani. Cerita selanjutnya, Hadi menikah dengan perempuan bernama Kopi yang kemudian dikenal dengan Mak Kopi. Dalam legenda, nenek Mak Kopi adalah wanita berketurunan Cina. Anak keturunan Samsudin dan Hadi menghasilkan keturunan yang berbeda kerpribadian. Pesilat-pesilat keturunan Hadi mempunyai gaya hidup yang berbeda dengan pesilat keturunan Samsudin yang lebih religius. Anak-anak keturunan Hadi kebanyakan menjadi seniman dan berkelana menunjukkan kemahiran seninya. Dari legenda Mak Kopi, ada beberapa hal yang bisa disimpulkan. Pertama hubungan etnis Betawi dengan Cina yang memang telah terjalin lama, yang digambarkan melalui asal usul Mak Kopi, cucu dari seorang Cina. Kedua berdasarkan tingkah laku dan gaya hidupnya, terlihat orang-orang Betawi terbagi
26
Cerita ini oleh penulis dianggap hidup di tengah masyarakat Betawi karena hampir semua ahli masyarakat Betawi serta orang-orang Betawi muslim di Perkampungan Setu Babakan tahu dan percaya dengan legenda ini. Kemudian cerita ini oleh Ibu Ninuk Kleden dianggap sebagai sumber sejarah lisan atas asal usul sejarah terbentuknya etnis betawi dan Islam sebagai agamanya, dalam buku yang berjudul Teater Lenong betawi. 27 Ninuk Kleden-Probonegoro, Teater Lenong Betawi, Studi Perbandingan Diakronik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi lisan, 1996, h. 102
78
dalam sub-sub kultur, keturunan Samsudin adalah kelompok dari orang-orang yang taat terhadap Islam, dan keturunan Hadi adalah mereka para seniman.28 Selain legenda Mak Kopi, data dari penelitian mengenai agama masyarakat Betawi, menunjukkan besarnya peran Islam dalam keseharian hidup mereka, seperti tampak dalam otobiografi Ridwan Saidi semasa anak-anak yang menggambarkan bagaimana Islam mewarnai kehidupan kelompok masyarakat penduduk asli Jakarta : “... terdapat sebuah masjid bernama An-Nur dekat rumah saya, yang didirikan pada tahun 1926 oleh Haji Tabri Thamrin, ayah dari Muhamad Husni Thamrin. Sama dengan masyarakat Betawi lainnya, masjid merupakan pusat kegiatan anak-anak. Kami, anak-anak bermain di masjid sepangang siang. Kami pergi ke pengajian pada pagi hari yang diselenggarakan di masjid. Amat umum untuk anak Betawi disekolahkan ke pengajian sebelum mereka masuk sekolah umum. Nenek saya mengantar saya ke Engkong Musa, imam masjid untuk turut dalam pengajiannya. Murid-muridnya semua teman saya, membuat saya merasa di rumah. Kami belajar membaca Al-Quran dan belajar sembahyang. Bayarannya sukarela. Wajah Engkong Musa masih tertanam amat dalam di ingatan saya, laki-laki tua yang kuat, yang melakukan pekerjaannya secara ikhlas. Ketika kami berumur sepuluh tahun, pengajian dilakukan di rumah guru ngaji pada malam hari. Ketika kelas selesai, kami bermain di halaman masjid. Saya menyadari kemudian bahwa atmosfir keagamaan inilah yang membentuk kepribadian saya.”29
Dari kutipan di atas jelas tergambar bahwa agama masyarakat etnis Betawi adalah Islam, termasuk etnis Betawi yang berdomisili di kawasan konservasi budaya Perkampungan Setu Babakan. Mayoritas penduduk Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah agama Islam. Islam adalah agama yang dijadikan pedoman hidup. Maka tidak mengherankan jika jumlah masjid di kawasan Setu Babakan berjumlah 12 unit, dengan jumlah mushola sebanyak 24. Masjid Baitul Makmur adalah salah satu masjid di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan yang menggunakan ornamen dan arsitektur Betawi. Selain tempat peribadatan dengan 28
Ninuk Kleden-Probonegoro, Teater Lenong Betawi, Studi Perbandingan Diakronik, h.
104. 29
Ridwan Saidi, Dunia Islam dan Anak Betawi Tempo Doeloe, Panji Masyarakat, 1986.
79
jumlah yang cukup banyak, Setu Babakan juga memiliki 38 Majelis Talim atau kelomnpok pengajian yang sampai hari masih aktif dengan kegiatan keagamannya. Berikut tabel sarana peribadatan dan organisasi sosial keagamaan di Perkampungan Setu Babakan 30 : No
Keterangan
Jumlah
Kondisi
1
Masjid
12
Baik
2
Mushola/Surau/Langgar
24
Baik
3
Gereja Kristen
-
-
4
Gereja Khatolik
1
Baik
5
Pura
-
-
6
Vihara
-
-
Kegiatan sosial keagamaan di Perkampungan Setu Babakan No
Keterangan
Jumlah
1
Majelis Talim/Kelompok Pengajian
38
2
Kelompok Kebaktian
2
3
Yayasan
3
4
Lembaga Swadaya Masyarakat
-
5
Panti Asuhan
4
6
Panti Wreda
-
7
Panti Cacat
-
30
Data milik kelurahan Srengseng Sawah tahun 2011, sampai hari ini belum ada penambahan unit masjd.
80
Masjid Baitul Makmur di Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dengan ornamen dan arsitektur Betawi31 :
Islam sebagai agama masyarakat Betawi telah menjadi pedoman hidup serta tata aturan yang mengatur setiap tingkah laku dan aktivitas mereka. Bahwa dalam melakukan segala aktivitasnya, Islam sebagai agama menjadi pedoman mereka dalam bertindak, dan dalam menerima hal-hal baru, mereka hanya mau menerima satu hal itu bilamana tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Meminjam istilah Geertz bahwa agama tidak akan pernah bisa dilepaskan dari segala aspek kemanusiawian suatu kelompok. Berbicara budaya Betawi, masyarakat dan budaya merupakan dwitungal yang tdak bisa dipisahkan, karena masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayan.32
31
http://wikimapia.org/3632965/Masjid-Baitul-Makmur, diakses 7 Juni 2014 Selo Soemardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan adalah karya cipta dan asa hasil dari kehidupan masyarakat bersama. 32
81
Istilah Budaya berasal dari bahasa sansekerta “buddhayah” merupakan jamak dari kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Sedangkan culture berasal dari kata latin “colere”, berarti mengalah atau mengerjakan.33 Definisi lain menurut EB Taylor seorang ahli antropologi dalam bukunya “Primitive Culture” mendefinisikan kebudayaan sebagai, “Kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat”.34 Selo Soemardjan mendefinisikan kebudayan sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia.35 Rasa berhubungan langsung dengan jiwa manusia, sehingga melahirkan nilai-nilai maupun aturan untuk mengatur berbagai masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Jadi, rasa adalah hasil dari ekspresi jiwa manusia, seperti agama dan kesenian. Kemudian, karya adalah aktualiasasi dari hasil cipta dan rasa manusia dalam wujud kebendaan. Ini yang dinamakan kebudayaan jasmaniah atau material culture.36 Yang terakhir, cipta adalah kemampuan berfikir setiap anggota, orang perorang dalam masyarakat. Berbicara tentang budaya etnis Betawi di Perkampungan Setu Babakan, jelas memiliki keterkaitan dengan komposisi berbagai etnis pembentuk masyarakat Betawi dengan budayanya masing-masing. Betawi adalah identitas etnis baru, lahir dan terbentuk di Jakarta. Kelompok etnis baru ini meliputi 33
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, cetakan kedua, Universitas Indonesia: Jakarta, 1965, h. 77-78. 34 EB Taylor, Primitive Culture, Brentanos: New York, 1924, h. 1. 35 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi I, edisi pertama, Depok: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964, h. 115 36 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1982, h. 173.
82
berbagai kelompok etnis Jawa, Bugis, Sunda, Melayu, Bali, Ambon, Makasar, Arab, Cina, Portugis, dan lain-lain.37 Seiring berjalannya waktu selama lebih dari dua ratus tahun, melalui proses dan interaksi berbagai kelompok dengan latar belakang etnis dan budaya yang berbeda itu, akhirnya berhasil mengasimilasi dan menciptakan identitasnya sendiri. Menciptakan bahasa, model arsitektur bangunan, tari, musik, serta tata upacara kehidupannya sendiri. Kelompok masyarakat dengan identitas dan budaya baru ini kemudian hari dikenal sebagai masyarakat Betawi.38 Masyarakat Betawi memang terbentuk dan lahir di Jakarta, kota yang sejak awal menjadi tempat bertemunya berbagai varian etnis varian budaya. Hal ini berlangsung sejak Jakarta masih menjadi pelabuhan samudera tempat singgahnya kapal-kapal dagang mancanegara, saat pelabuhan Sunda Kalapa diresmikan oleh Kerajaan Pajajaran pada abad ke 12M. Karena itu kebudayaan Betawi sejak semula telah dipengaruhi secara kuat oleh unsur-unsur budaya luar.39 Kebudayaan Cina telah memberikan sumbangan yang besar pada seni musik, masakan dan bahasa Betawi. Pengaruh kebudayaan Cina pada seni musik Betawi dapat terlihat jelas pada Gambang Kromong. Dalam hal seni musik Betawi, Cina bukanlah satu-satunya budaya yang berpengaruh. Ada pengaruh
37
Gunawan Tjahjono, Reviving the Betawi Tradtion : The Case of Setu Babakan, Indonesia, International Association for the Stud of Traditional Environments (IASTE), Desember 2002, h. 46. (http://www.jstor.org/stable/41757968) diakses 07-01-2014 , 01:20 38 Gunawan Tjahjono, Reviving the Betawi Tradition, h. 47 39 Wawancara dengan bang Yahya Andi Saputradi Lembaga Kebudayaan Betawi (beliau seorang pakar masyarakat dan budaya Betawi sekaligus dosen pengajar di Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, tanggal 14 April 2014.
83
Arab pada musik gambus dan rebana, dan pengaruh Portugis pada Keroncong Betawi.40 Semua seni musik di atas seperti gambus, keroncong, rebana dan gambang kromong ada dan dilestarikan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Hal ini adalah wujud konsistensi dari tujuan didirkannya perkampungan setu babakan sebagai kawasan konservasi budaya Betawi di DKI Jakarta.41 Keberadaan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan yang berfungsi menjaga dan melestarikan adat istiadat dan budaya masyarakat Betawi sepertinya telah sesuai dan dianggap mampu menegaskan eksistensi masyarakat Betawi dengan budayanya di tengah laju perkembangan kota Jakarta. Perkampungan Setu Babakan adalah wadah bagi masyarakat dan budaya Betawi, karena pada dasarnya komunitas etnik dimanpun akan memerlukan identitas kultural, agar tidak mengalami krisis identitas.42 Dan masyarakat Betawi telah berhasil mengamalkan pernyataaan itu melalui Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan di Keluahan Srenseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. C. Penerimaan Kesenian Gambang Kromong dan Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Proses pencarian jati diri dan identitas masyarakat Betawi sebagai muslim telah berlangsung sangat lama, setidaknya sejak abad ke 13 saat berdirinya pesantren Quro di Karawang yang mempercapat proses islamisasi penduduk 40
Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2008, h. 155. 41 Wawancara langsung dengan ketua pemasaran dan kesenian Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dr.H Sibroh Malisi , Sabtu 12 Juli 2014, pukul 15.00 42 Ridwan Saidi dalam bukunya Potret Budaya Betawi, menegaskan bahwa komunitas enis dimanapun memerlukan identitas kultural agar tidak mengalami krisis identitas.
84
Kelapa.43 Gambaran bahwa masyarakat Betawi adalah muslim tetap bertahan sampai sekarang, sampai saat masyarakat Betawi harus tetap eksis dan mempertahankan budaya serta identitas mereka di tengah beragamnya budaya kota Jakarta dewasa ini. Identitas masyarakat Betawi sebagai muslim tentu memberi pengaruh pada seluruh aspek kehidupan masyarakat Betawi, tidak terkecuali pada kesenian Betawi. Penulis ingin mengatakan bahwa Islam sebagai agama bukan hanya diikuti praktek dan ritualnya saja, tetapi Islam bagi masyarakat Betawi telah menjadi pedoman yang secara sadar telah mereka jadikan filter serta acuan dasar dalam menerima dan memilih hal-hal baru lagi asing yang masuk dalam tata kehidupan mereka. Masyarakat Betawi telah mengintegrasikan produk kesenian lokal dengan nilai Islam yang menjadi pedoman hidup. Mereka hanya mau menerima dan memilih suatu kebudayaan jika penampilannya menjadi satu kesatuan dengan nilai Islam.44 Kaitannya dengan gambang kromong dan tari ronggeng blantek, bahwasannya sebuah kesenian akan tetap lestari jika masyarakatnya mau mempertahankan
dan
mengembangkan
keseniannya
itu
sesuai
dengan
perkembangan zaman serta kebutuhan mereka. Hal ini telah dilakukan oleh masyarakat Betawi yang terhimpun dalam Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
43
Ridwan Saidi, Masyarakat Betawi : Asal usul dan Peranannya Dalam Integrasi Nasional, dalam Ruh Islam dan Budaya Bangsa, Aneka Budaya di Jawa, Jakarta : Yayasan Festival istiqlal, 1996, h.7. 44 Fauzi Bowo, Seni Betawi dan Pengembangan Pariwisata DKI Jakarta, dalam Ruh Islam dan Budaya Bangsa, Aneka Budaya di Jawa, Jakarta : Yayasan Festival Jakarta, 1996, h. 86
85
Berbicara penerimaan masyarakat Betawi muslim terhadap gambang kromong pada dasarnya adalah sama dengan proses diterimanya Gambang Kromong oleh masyarakat Betawi secara keseluruhan. Persamaan ini berdasarkan pada pengintegrasian nilai-nilai Islam dalam penampilan Gambang Kromong yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta sekitar tahun 70-an. Setelah proses itu, sudah tidak ada lagi unsur-unsur dalam penampilan Gambang Kromong yang dianggap vulgar dan bertentangan dengan Islam sebagai marwah budaya Betawi.45 Mengenai diterimanya gambang kromong oleh masyarakat Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, berikut adalah adalah hasil wawancara penulis dengan salah satu tokoh ulama lokal di Setu Babakan : ”bagi kami masyarakat Setu Babakan orang Betawi itu ya muslim, dan Betawi itu Islam. Jadi semua aturan dalam kehidupan harus kita sesuaikan dengan nilai dan ajaran islam, termasuk dalam kesenian kita. Lalu, kenapa kita masyarakat Setu Babakan mau menerima gambang kromong sebagai bentuk kesenian musik Betawi, sebabnya karena di dalam gambang kromong tidak ada unsur yang bertentangan dengan nilai Islam. Gambang Kromong yang tampil di Setu Babakan ini menurut saya sudah sesuai dengan marwah kita, tidak ada prosesi ngibing, tidak ada pembicaraan vulgar, dan saya lihat para pemain musik dan penyanyi dalam penampilannya berpakaian sopan. Anggap saja baju koko dan peci hitam yang dipakai para pemain musik sebagai salah satu simbol dari pengakuan kita sebagai muslim.46
Saat ini masyarakat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan telah menerima Gambang Kromong yang dalam penampilannya tidak ada penari erotis, alkohol maupun judi. Pengintegrasian penampilan gambang kromong dengan nilai-nilai Islam telah menjadi dasar dari diterima dan diakuinya musik ini sebagai kesenian Betawi.
45
Yasmine Z Shahab, Rekacipta Tradisi Sebagai Strategi Keseragaman dalam Keberagaman, Depok : Laboratorium Antropologi FISP UI, cetakan pertama, 2004, h.131. 46 Wawancara dengan H Gumin Has S.Pd, salah satu tokoh agama di Perkampungan Budaya betawi Setu Babakan. Wawancara tanggal 10 Agustus 2014 pukul 19:30.
86
Beralih pada penerimaan masyarakat Betawi di Perkampungan Budaaya Betawi Setu Babakan terhadap tari ronggeng blantek. Salah satu faktor utama penyebab mudah diterimanya tari Ronggeng Blantek sebagai budaya Betawi Betawi karena penampilan tari Ronggeng Blantek hasil kreasi Wiwiek Widiyastuti dibantu para seniman tari Betawi beserta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, telah sesuai dengan nilai-nilai budaya Betawi, sopan dalam gerak lagi busana, dan berpedoman dengan ajaran Islam sebagai identitas budaya masayarakat Betawi.47 Mengenai proses penerimaan tari Ronggeng Blantek oleh masyarakat Betawi muslim di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, dijelaskan oleh bapak Sibroh Malisi, ketua kordinator pemasaran dan kesenian Setu Babakan: “Kita sekarang ini dapat sama-sama menyaksikan pertunjukkan tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Setu Babakan, bahkan di berbagai acara masyarakat Betawi, dan di beberapa acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah DKI Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini seluruh masyarakat Betawi muslim bahkan masyarakat nonBetawi telah menerima tari Ronggeng Blantek ini sebagai tari Betawi. Penerimaan tari Ronggeng Blantek bagi kami masyarakat Setu Babakan serta masyarakat Betawi pada umumnya, karena Ronggeng Blantek dalam penampilannya berada pada koridor dan pedoman budaya Betawi. Tidak ada komposisi gerak dan busana yang vulgar dalam setiap pertunjukannya”. 48
Selanjutnya penjelasan mengenai penerimaan tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, berdasarkan penjelasan para staf pengelola, seniman maupun ulama lokal setempat. Ternyata benar bahwa di dalam komposisi musik, gerak dan busana tari Ronggeng Blantek telah sesuai dengan nilai Islam.
47
Hasil wawancara dengan Ibu wiwiek widiyastuti, 11 Mei 2014. Wawancara dengan Sibroh Malisi selaku pengelola dan Koordinator kesenian dan pemasaran perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, tanggal 22 Juli 2014. 48
87
Berikut hasil wawancara penulis dengan salah satu ulama lokal Perkampungan Setu Babakan H. Gumin Has S.Pd : “Tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan telah sesuai dengan nilai-nilai Islam sebagai marwah budaya Betawi, dengan berpakaian, bergerak dan berpenampilan sopan. Busana dengan lengan panjang dalam tari Ronggeng Blantek telah menunjukkan konsistensi seniman tari di Sanggar Seni Setu Babakan untuk menjadikan setu babakan sebagai kawasan konservasi budaya yang religius.” 49
Selanjutnya pernyataan lain tentang penerimaan ronggeng blantek oleh masyarakat Betawi di Perkampungan Setu Babakan: “yang dikatakan tetap berpegang dengan marwah budaya Betawi yaitu Islam, memang tidak harus secara kontekstual menunjukkan simbol Islam di dalamnya. Bagi kami pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, dalam komposisi tari Ronggeng Blantek tidak ada hal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Kami sebagai pengelola juga telah memberi peringatan kepada setiap seniman yang tampil di Setu Babakan ini untuk memperhatikan apa yang menjadi semboyan bagi Perkampungan Setu Babakan, yakni 50 menjadi kawasan konservasi budaya yang religius”.
Pada dasarnya aksi penolakan masyarakat Betawi terhadap gambang kromong dan ronggeng blantek pada fase adalah ketika adanya ketidaksesuaian antara seni sebagai ekspresi kebudayaan mereka dengan Islam yang telah melekat sebagai identitas mereka. Dengan kata lain pertentangan masyarakat akan terjadi bila ada satu atau beberapa unsur dalam seni atau budaya yang bertentangan dengan identitas mereka, apalagi jika karakter ini merupakan identitas serta kebanggan dari kelompok masyarakat tersebut.51 Karakter terpenting dalam hal ini adalah agama sistem kepercayaan. Jadi penerimaan masyarakat Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan terhadap Gambang Kromong dan tari Ronggeng Blantek merupakan 49
Wawancara dengan salah satu tokoh Islam di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Bapak H. Gumin Has SPd, beliau juga pengurus Majid Raya Baitul Makmur, masjid dengan seni dekorasi Betawi yang letaknya dekat dengan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, tanggal 7 Agustus 2014. 50 Wawancara dengan Sibroh Malisi, 7 Agustus 2014. 51 Yasmne Z Shahab, Rekacipta Tradisi Sebagai Strategi Keseragaman dalam Keragaman, h. 133.
88
proses integrasi nilai-nilai Islam yang menjadi pedoman mereka dalam menjalani kehidupan di segala bidang, apapun itu tak terkecuali pada bidang seni dan budaya.
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Nilai agama merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia sebagai mahluk sosial, tidak terkecuali peran Islam dalam tata kehidupan masyarakat Betawi. Nilai-nilai agama telah membentuk sistem sosial dan budaya mereka, sehingga agama dalam hal ini Islam telah menjadi pedoman dasar yang membentuk cara pandang, pola fikir, tingkah laku serta faktor pembentuk sistem sosial dalam masyarakat Betawi. Proses islamisasi Betawi yang terjadi bersamaan dengan proses terbentuknya etnis Betawi, memang telah menjadikan Islam sebagai simpul pengikat bagi seluruh masyarakat Betawi yang tersebar bukan hanya di wilayah administrasi DKI Jakarta saja. Etnis Betawi tersebar di hampir seluruh wilayah di Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bogor. Tidak terkecuali pada masyarakat Betawi di Perkampungan Setu Babakan. Dipadukannya kesenian Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dengan Islam didasari pada identifikasi yang kuat masyarakat Betawi terhadap nilai-nilai Islam dalam setiap lini kehidupan mereka, tidak terkecuali dalam urusan seni sebagai salah satu produk kebudayaan. Hal demikian sejalan dengan konsistensi Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan untuk menjadi kawasan konservasi budaya yang religius. Islam telah menjadi filter bagi masyarakat Betawi untuk menerima berbagai hal baru yang masuk dalam kehidupan mereka. Nilai Islam juga yang menjadi alasan bagi etnis Betawi untuk mau menerima kesenian tari Ronggeng Blantek dan Gambang Kromong. Nilai-nilai moral dan kesopanan yang diajarkan Islam yang menjadi satu kesatuan dalam penampilan seni musik Gambang Kromong dan tari Ronggeng Blanteklah, yang pada akhirnya mempercepat proses penerimaan masyarakat betawi muslim terhadap dua kesenian ini di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Penerimaan masyarakat Betawi terhadap kesenian gambang kromong dan tari ronggeng blantek didasari dengan penyesuaian dan pengaruh agama terhadap dua kesenian tersebut, sehingga dalam proses dan perkembangannya gambang kromong dan tari ronggeng blantek berjalan linear dengan nilai-nilai Islam. Islam sebagai identitas etnis telah menjadi kebanggan dan karekter hakiki pada masyarakat Betawi, dan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan masyarakat Betawi. Kebanggaan etnis Betawi terhadap identitas Islam inilah yang menjadi dasar bagi pemerintah daerah DKI Jakarta saat itu, yang
89
90
berinisiatif melakukan proses rekacipta tradisi Betawi pada kesenian musik Gambang Kromong dan tari Ronggeng Blantek. Dalam prosesnya, semua pihak baik pemerintah daerah, para seniman, dan budayawan Betawi yang terlibat di dalamnya telah menyadari betul bahwa nilai Islam telah mengakar dalam budaya Betawi, maka mereka secara bersungguhsungguh melakukan pembaharuan maupun menciptakan suatu kesenian baru yang dalam penampilannya tidak bertentangan dengan nilai dan ajaran Islam. Kasusnya terjadi pada dua kesenian asli Betawi yaitu tari Ronggeng Blantek dan Gambang Kromong. Ronggeng Blantek bukanlah hal baru bagi masyarakat Betawi, karena tarian ini merupakan bagian dari teater Lenong Betawi yang kemudian terpisah menjadi seni tari yang berdiri sendiri lepas dari rangkain lenong Betawi. Wiwiek Widiyastuti selaku pencipta tari Ronggeng Blantek menyadari betul bahwa dalam komposisi gerak serta penampilan dalam tari Ronggeng Blantek, harus berpedoman dengan nilai dan ajaran Islam. Sekalipun tidak ada simbol-simbol islam di dalamnya, namun komposisi gerak, busana dan penampilan yang sopan mampu dikatakan cukup dan memenuhi standar kesenian yang seiring sejalan dengan nilai Islam sebagai marwah budaya Betawi Sekarang ini Gambang kromong dapat diterima dan dengan bangga diakui sebagai salah satu musik tradisional masyarakat Betawi. Proses penerimaan masyarakat muslim Betawi terhadap gambang kromong ini didasari atas prakarsa pemerintah daerah dan kelompok masyarakat Betawi sendri dalam merekacipta atau menghapus adegan mabuk, nyawer, judi, ngibing dan adegan lain yang tidak sesuai dengan nilai moral dan kesopanan masyarakat Betawi. Hasilnya saat ini gambang kromong dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Betawi sebagai kesenian musik yang dalam penampilannya sopan, membawakan lagu dengan lirik yang berisi pesan moral atau banyolan. Penerimaan masyarakat Betawi muslim khusunya di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan terhadap seni musik gambang kromong dan tari ronggeng blantek didasari dengan pengintegrasian nilai-nilai Islam pada setiap kesenian Betawi. Gambang Kromong dan tari Ronggeng Blantek saat ini telah diterima dan diakui sebagai kesenian asli masyarakat Betawi, ketika unsur-unsur dalam dua kesenian tersebut mampu berjalan beriringan sesuai dengan nilai moral dan nilai kesopanan yang diajarkan Islam. Dengan demikian penerimaan masyarakat Betawi terhadap gambang kromong dan ronggeng blantek adalah saat semua unsur yang dianggap bertentangan dengan Islam pada keduanya telah dihilangkan. Maka bertemunya nilai-nilai Islam dengan kesenian lokal pada akhirnya berhasil menjadikan gambang kromong dan tari ronggeng blantek sebagai kesenian masyarakat Betawi yang identik dengan Muslim.
91
B. SARAN Saran penulis agar eksistensi Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan tetap dijaga dan dipertahankan oleh seluruh masyarakat Betawi, terutama peran dan keterlibatan generasi muda demi menjaga kesinambungan tradisi dan seni Betawi untuk bisa bertahan dan berkembang mengikuti perkembangan zaman. Penulis menaruh harapan besar pada Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan untuk tetap memegang kuat komitmennya sebagai kawasan konservasi budaya yang religius, karena kebanggaan masyarakat Betawi untuk tetap mempertahankan nilai-nilai Islam dalam seni dan budayanya, adalah suatu hal menarik. Semoga karya tulis ini bisa menjadi bahan bacaan yang bermanfaat, amin.
92
DAFTAR PUSTAKA Sumber Primer Sumber yang tidak diterbitkan : Anggota IKAPI, Ensiklopedi Jakarta jilid 7, “Jakarta Tempoe Doeloe, Kini dan Esok”, Jakarta: Lentera Abadi, 2009 Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Standar Kompetensi Karawitan dan Tari Betawi, Jakarta, Desember 2012 Bramantyo, Triyono Disseminasi Musik Barat di Timur, Studi Historis Penyebara Musik Barat di Indonesia dan Jepang Lewat Aktivitas Missionaris Pada Abad Ke-16, terj. Emmanuel Cahyo Kristanto, (Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2004.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Standar Kompetensi Nasional Bidang Keahlian Karawitan Sunda Jakarta, Subdit Standarisasi Kompetensi dan Sertifikasi Direktorat Pendidikan Menegah Kejuruan, Jakarta, 2004. Iqbal, Muhammad Zafar, Islam di Jakarta Studi Sejarah Islam dan Budaya Betawi, Disertasi Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2002. Laporan Akhir Kajian Pembentukan Kelurahan Setu Babakan di Kecamatan Jagakarsa Kota Administratif Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta, Jakarta: Biro Tata Pemerintah Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta, 2001.
93
Laporan Akhir Kajian Penataan Wilayah Administrasi dan Pemerintahan Kota/Kabupatan Administrasi, Kecamatan dan Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta, Jakarta: Biro Tata Pemerintahan Setda Provinsi DKI Jakarta, 2012 Marzali, Amri, Pendidikan dan Keterbelakangan Orang Betawi, Loka Karya Seni Budaya Betawi, Jakarta: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, 1976. Sedyawati, Tari, Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah, Jakarta: Direktori Kesenian Jakarta, 1986. Sutarno, Manajemen Konservasi Budaya Masyarakat Betawi, Penelitian di Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta, Jakarta: Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 2002. Yahya, Andi Saputra, Nurzain Profil Seni Budaya Betawi, Jakarta: Jakarta City Government and Cultural Office, 2009 Buku-Buku Andi Saputra, Yahya, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2008 Azis, Abdul, Islam dan Masyarakat Betawi, Jakarta: LP3S, 2002 Bowo, Fauzi, Seni Betawi dan Pengembangan Pariwisata DKI Jakarta, dalam Ruh Islam dan Budaya Bangsa, Aneka Budaya di Jawa, Jakarta: Yayasan Festival Jakarta, 1996 Castles, Lance, Profil Etnik Jakarta, Depok: Masup Jakarta, 2007 Kleden, Ninuk, dkk, Pendefinisian Kembali Tradisi dan Identitas Etnik Jakarta, Jakarta: LIPI, 2001.
94
Kleden, Ninuk-Probonegoro, Teater Lenong Betawi Studi Perbandingan Diakronik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan, 1996. Nasuhi, Hamid, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: CEQDA 2007. Qardhawy, Yusuf, Seni dan Hiburan Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011. Saidi, Ridwan Masyarakat Betawi : Asal usul dan Peranannya Dalam Integrasi Nasional, dalam Ruh Islam dan Budaya Bangsa, Aneka Budaya di Jawa, Jakarta: Yayasan Festival istiqlal, 1996, Saidi, Ridwan, Masyarakat Betawi dan Tinjauan Sejarah, Jakarta: Jendela Betawi, 1991 Saidi, Ridwan, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, Jakarta: LSIP, 1994 Saidi, Ridwan, Potret Budaya Manusia Betawi, Jakarta: Perkumpulan Renaisance, 2011 Saidi, Ridwan, Profil Orang Betawi Asal Muasal, Kebudayan, dan Adat Istiadatnya, Jakarta: PT Gunara Kata, 2004 Saidi, Ridwan,Sejarah Jakarta dan Peradaban Melayu Betawi, Jakarta: Perkumpulan Renaisance, 2010 Sastrosuwondo, Sumantri, Penggalian dan Pengembangan Teater Rakyat Betawi, Seni Budaya Betawi, Jakarta: Pustaka Jaya, 1976. Shabab, Z Yasmine, Identitas dan Otoritas : Rekontruksi Tradisi Betawi, Depok: Laboratorium Antropologi FISIP UI, 2004
95
Shahab, Z Yasmine, Betawi Dalam Perspektif Kontemporer, Perkembangan, Potensi, dan Tantangan, Jakarta: Lembaga Kebudayaan Betawi, 1997 Taylor, Jean Gelman, Kehidupan Sosial di Batavia, Orang Eropa dan Eurasia di Hindia Timur, Jakarta: Masup Jakarta, 2009 Tjandrasasmita, Uka, Sejarah Jakarta dari Zaman Prasejarah Sampai Batavia, Jakarta: Dinas Permuseuman dan Sejarah DKI Jakarta, 1977b. Yatim, Badri, Peran Ulama Dalam Masyarakat Betawi, Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1996. Majalah dan Artikel Bahaudin, Setu Babakan Perkampungan Budaya Betawi Yang Masih Tersisa, Merpati Archipelago, edisi Juni 2012 Brown, A Ridcliffe, Religion and Society, dalam Journal of the Royal Anthropological Intitute, vol LXXV, 1945 Budiman, Arief, Sebuah Esai Tentang Djakarta Kota Kebudajaan, Kompas, 3 Mei 1968. Durkheim, Emile, Elementary Forms of Religious Life, edisi 1964 Geertz, Clifford, Description: Toward and Interpretive Theory of Culture,” The Interpretation of Culture, (NY: Basic Books, 1973), Chapter 1 Muluk, Taufik, Aneka Ragam Kesenian Jakarta, Harian Indonesia Raya, Selasa 3 November 1973. Nurlianai, Yulia, On Traditional Architecture and Modernization in Betawi Settlements Jakarta, International Association for the Study of Traditional Environments (IASTE), Desember 2002
96
Saidi, Ridwan, Dunia Islam dan Anak Betawi Tempo Doeloe, Panji Masyarakat, 1986. Sispardjo, S, Tradisi Betawi Terancam Punah, Kompas, 5 Mei 1986 Spiller, Henry, Topeng Betawi : The Sounds of Bodies Moving, Asian Theatre Journal, vol 16, No 2 (Autumn, 1999) Thompson, Martyn P, Reception Theory and The Interpretation of Historical Meaning, Wiley for Wesleyan University: History and Theory, Vol 32 No 3 (October, 1993) Tjahjono, Gunawan, Reviving the Betawi Tradtion : The Case of Setu Babakan, Indonesia”, International Association for the Stud of Traditional Environments (IASTE), Desember 2002 Sumber Sekunder ___________, Muslim Tanpa Masjid: Esai-esai Agama, Budaya, dan Politik Dalam Bingkai Strukturalisme Transendental, Bandung: Mizan, 2001. Arif,Muhamad, Pengantar Kajian Sejarah, Bandung: Yrama Widya, 2011 Geertz, Clifford, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius Press, 1992b Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Yogyakata: Pustaka Jaya, 1995 Kartodirdjo, Sartono,Pendekatan llmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992. Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Penerbit Universitas : Jakarta, 1965 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : Aksara Baru, 1980 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1980
97
Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya, 1987. Madjid, Nurcholish, Tradisi Islam Peran dan Fungsinya Dalam Pembangunan di Indonesia, Jakarta: Paramadina dan Dian Rakyat, 2008. Smith, Anthony D, The Ethnic Revival, Cambridge: Cambridge University Press, 1982, Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1982. Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi I, edisi pertama, Depok: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964 Subchi, Imam, Agama Masyarakat Keturunan Arab, Al-Turas Vol 12 No 2 Mei 2006 Taylor, EB, Primitive Culture, Brentanos: New York, 1924 Umar Kayam, Seni Tradisi Masyarakat, Jakarta: Sinar Harapan, 1981. Wawancara Ibu Wiwiek Widiyastuti, Koregrafer tari Ronggeng Blantek. Bapak Abdulrachem, Kepala Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi DKI Jakarta. Bapak Sardi, Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat Suku Dinas Kebudayaan kota Administrasi Jakarta Selatan.
98
Bang Yahya Andi Saputra, Budayawan Betawi di Lembaga Kebudayaan Betawi, dan aktivis Badan Pemberdayaan Budaya Betawi. dR H Sibroh Malisi, Ketua Pemasaran dan Kesenian Lembaga Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Bang Indra Sutisna, Anggota Komite Pemasaran dan Kesenian Lembaga Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Bang Andi Supardi, pelaku seni di Sanggar Seni Betawi Setu Babakan. Bang Gumin Has S.Pd, tokoh agama di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan sekaligus pengurus Masjid Raya Baitul Makmur. Sumber elektronik http://www.jstor.org/stable/41757955 http://www.jstor.org/stable/41757968 http://www.tamanismailmarzuki.co.id/tokoh/wiwiek.html http://www.jakarta.go.id/web/news/1970/01/Sejarah-Jakarta http://www.jakarta.go.id/web/produkhukum/details/952 http://www.kependudukancapil.go.id http://islamic-center.or.id/betawi-corner/866-mari-jaga-tradisi-islam-dibetawi.html http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/3842
99
http://kampungbetawi.com/museum-dan-identitas-betawi/
LAMPIRAN
Transkip wawancara Penulis
Koreografer tari Ronggeng Blantek Ibu Wiwiek Widiyastuti (11Mei 2014 pukul 13:00) :Apakah benar ibu sebagai koreografer tari Ronggeng Blantek ?
Ibu Wiwiek :Iya jadi saya sendiri adalah koreogfarer tari Ronggeng Blantek, semua gerak dari awal sampai akhir koreografernya adalah saya. Kalo desain pakaian bukan saya, ada bagian sendiri, itukan bukan bagaian dari tugas koreografer, itu tugas penata busana. Tapi pilihan pakaian itu ibu yang menentukan, termasuk iringan musik juga ibu yang tentukan. Penata busana dalam untuk tari Ronggeng Blantek bernama ibu Reni Sukarjan. Salah satu penata musik tari Ronggeng Blantek adalah Pak Kisam, beliau seniman musik Betawi beliau seorang penabuh gendang yang handal . Penulis
:Apakah ibu bisa mengkreasikan berbagai tari ?
Ibu Wiwiek :Bukan bisa, bisa si bisa, tapi ibu dulu ikut sanggar seni Bagong Kusudiardjo, beliau seorang seniman besar Indonesia dan beliau adalah guru besar saya sejak ibu kelas 5 SD sampai ibu kuliah di ASTI Jogja sekitar tahun 70-78 . Penulis :Lalu bagaimana prosesnya ibu bisa menjadi koreografer tari Ronggeng Blantek? Ibu Wiwiek :Setelah dari Jogja ibu pindah di Jakarta, singkat cerita saat itu diadakan temu wicara di Pusat Pengembangan Kesenian Jakarta, itu program Dinas Kebudayaan. Bagi saya pertemuan itu sangat efektif, karena ibu tidak harus pergi ke pelosok daerah untuk menanyakan gerak dan detail tari Betawi. Saat itu ibu meminta para seniman tari Betawi untuk bergerak membawakan gerakangerakan tari Betawi. Pada sat itu saya sebagai praktisi dan akademisi yang mengerti tari sehingga ibu bisa menilai dan memilih gerakan mana yan bagus, pada saat itu pula ibu melihat salah seorang penari yang berkompeten, namanya Ibu Manih, sampai akhirnya beliau mengajar di LPKJ yang sekarang berganti nama menjadi Institut Kesenian Jakarta. Kemudian dari terbebani oleh tugas yang harus mengerjakan tari ragam gerak, maka dasar atau pakem tari Betawi saya ambil dari ragam gerak yang dibawakan oleh para seniman tari Betawi yang berkumpul dalam acara temu wicara tadi. Kemudian saya bersama-sama para seniman tari Betawi menyusun gerak tari Betawi yang dpaat digunakan sebagai pola dasar tari Betawi berkikut dengan nama setiap gerakannya. Tujuan penyusunan buku tersebut agar terjadi proses transformasi pola dasar tari Betawi dalam pendidikan sanggar tari atau pendidikan resmi . Ini saya beritahu sususan gerak atau komposisi tari Ronggeng Blantek dari awal sampai akhir. Tarian ini memiliki rangkaian gerak dari pendahuluan, isi sampai penutup. Klimaks di bagian penutup ibu masukkan unsur silat, tujuannya untuk
meningkatkan level atau tingkatan yang berbeda dari setiap bagian tari dalam tari Ronggeng Blantek. Ada beberapa gerakan dalam tari kreasi Ronggeng Blantek yang tidak ada dalam pakem tari Betawi, salah satunya “gerakan ogek lambung” dan beberpaa gerakan lain yang tidak ada dalam gerakan tari Betawi. Karena Ronggeng Blantek ini adalah tari kreasi maka ibu adakan untuk bagian pembuka dalam gerakan tari Ronggeng Blantek, sebelumnya gerakan ini tidak ada dalam tari Betawi. Tari Ronggeng Blantek ini adalah sebuah kreasi, kreasi itu adalah menciptakan sesuatu hal baru, tujuannya agar tari Ronggeng Blantek ini bisa dilirik oleh generasi muda Betawi Penulis :Lalu bagaimana pandangan ibu sebagai koreografer tari Ronggeng Blantek, apakah benar unsur gerak dalam tari Ronggeng Blantek tetap berada pada norma Betawi ? Ibu Wiwiek :Bagi koreografer saya berpedoman pada gerak tari yang tidak tetap berada pada aturan budaya Betawi, dalam artian sopan dalam gerak, begitu pula untuk tatanan busana, kain tari Ronggeng Blantek itu dilukis oleh ibu Reni Sukarjan. Penulis :Bagaimana proses perkembangan tari Ronggeng Blantek bu? Apa saja prestasi yang telah dicapai Ronggemg Blantek sejak awal kemunculannya? Ibu Wiwiek :Setelah proses penyusunan pola dasar tari Betawi, diselenggarakanlah lomba tari cipta Betawi, dan saat itu ibu menciptakan sebuah tari dengan mengambil beberapa gerakan silat. Tari kreasi ibu yang pertama adalah tari Tapak Tangan setelah itu Sirih Kuning. Dan tari Sirih Kuning mewakil DKI Jakarta dalam lomba tari nasional berada dalam urutan 10 besar. Dalam kesempatan perlombaan tari nasional, Tari Ronggeng Blantek menjadi urutan pertama dari lomba tari kreasi di Indonesia. Jadi mba, tujuan saya menciptakan tari kreasi ini adalah agar bisa diterima oleh seluruh masyarakat luas baik masyarakat Betawi maupun nonBetawi. Setelah tari Ronggeng Blantek berhasil mendapat urutan pertama dalam lomba tari kreasi tingkat Nasional, saya masih berkeinginan untuk memperkenalkan tari Ronggeng Blantek pada masyarakat luas, sekaligus membuktikan apakah Ronggeng Blantek ini benar-benar bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat baik Betawi maupun bukan. Pada saat itu Sekitar tahun 80an diadakan perlombaan tingkat Folklor seluruh dunia di Italia, dan ibu membawa tari Ronggeng Blantek sebagai salah satu tari kreasi yang dilombakan pada tingkat dunia, dengan 35 peserta tari dari 35 negara, dan alhamdulillah Ronggeng Blantek mendapat juara pertama, pada saat itu memperebutkan piala emas, “Tempio de Uro” . Ini adalah keinginan ibu untuk membuktikan benarkah tari Ronggeng Blantek ini bisa diterima oleh masyarakat luas, dan jawabannya bukan hanya masyarakat Betawi yang bisa menerima Ronggeng Blantek ini sebagai tari asli Betawi tetapi masyarakat internasional pun telah mengakuinya, ini terbukti dengan keberhasilan tari Ronggeng Blantek sebagai peserta terbaik dalam lomba Folklor tari tingkat dunia di Italia tahun 1980. Nah sekarang ini Ronggeng Blantek sering menjadi pergunjingan dengan Bekasi, ibu tidak pernah diundang ke Bekasi, ibu selalu ada di Jakarta, dan tari Ronggeng
Blantek itu ibu persembahkan untuk DKI Jakarta untuk Betawi, sampai kemudian ibu dapat anugrah seni dari Dinas Kebudayaan DKI Jakarta itu baru tahun 2006, kenapa ibu baru mendapat penghargaan itu tahun 2006, karena ibu sebagai karyawan di Dinas Kebudayaan DKI dan baru pensiun tahun 2006. Karna penganugrahan untuk karyawan itu tidak sesuai dengan administrasi, maka ibu sebagai seniman tari Betawi baru diberikan penghargaan setelah ibu pensiun di tahun 2006 itu. Ronggeng Blantek itu sekarang ini banyak dipermasalahkan, sampai ada beberapa wartawan yang mengkonfimasi ke saya apakah benar tarian itu saya yg ciptakan? Pak Kisam salah satu penata musik Ronggeng Blantek, beliau sebagai penabuh gendang. Nah tari Ronggeng Blantek hasil kreasi ibu diakuisisi oleh Pak Suwata, Pak Suwata itu seniman musik Betawi beliau pemain rebab yang bagus. Keadaannya sekarang tari Ronggeng Blantek dianggap sebagai tarian hasil karya pak Suwata bahkan dianggap sebagai seni tari Bekasi. Hal demikiaan terjadi karena sewajarnya pak Suwata sebagai seniman tari mungkin diminta mengajari tari Ronggeng Blantek, sampai pada akhirnya ditampilkan di acara pemerintah Bekasi dan akhirnya tari Ronggeng Blantek diakuisisi sebagai seni tari asal Bekasi. Ini adalah polemik tari Ronggeng Blantek . Di luar polemik ronggeng blantek, saya bangga tarian yang saya ciptakan ini bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat Betawi bahkan telah diakui sebagai salah satu tarian khas Betawi.
dR. H Sibroh Malisi (Ketua Kesenian dan Pemasaran Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan) Selasa, 22 Juli 2014 pukul 16:30
Penulis :Menurut bapak, bagaimana penampilan tari Ronggeng Blantek dan Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ini? Apakah masyarakat menerima kedua kesenian ini sebagai salah satu kesenian Betawi? apakah ada unsur-unsur dalam dua kesenian ini yang bertentangan dengan ajaran dan nilai masyarakat Betawi? dR Sibroh :Iya kita menerima budaya itu (Ronggeng Blantek dan Gambang Kromong). Karena sejauh ini tidak ada unsur-unsur negatif dari penampilan dua kesenian tersebut di Setu Babakan ini. Karena menurut saya yang seronok itu bertentangan dengan budaya kita, apakah sifatnya komunikasi yang sangat vulgar, atau pakaian atau gerakan. Pertama ini yang sifatnya insidental, di Setu Babakan ini dengan adanya lembaga pengelola dengan adanya pengawasan, kita sangat hati-hati dan ekstra ketat. Dan saya akan sangat warning bila ada penampil di Setu Babakan yang penampilannya sangat vulgar baik busana maupun gerakan. Dan alhamdulillah sekarang sudah menjadi tendensi disini bahwa yang tampil di Setu Babakan apakah Tanjidor, Gambang Kromong, Tari Ronggen Blantek dan lain-lain itu harus memenuhi koridor seperti itu. Koridor atau aturan yang isinya : bahwa Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan menampilkan budaya Betawi yang religius Islam. Jadi singkat kata ini adalah salah satu upaya bagaimana menjaga marwah budaya Betawi agar tetap eksis .
Yang kedua, selain tadi yang sifatnya insidental, kita bersama LKB telah jauhjauh hari menegaskan bahwa setiap yang tampil di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan harus mengikuti aturan main disini, ini bukan berarti kita ingin menghalangi rejeki orang perorang. Ini karena Setu Babakan unik, bahwa budaya Betawi harus menampilkan kenunikan, karena semakin unik suatu budaya akan semakin berkesan dan tidak pasaran dengan budaya lain. Sisi uniknya dengan tetap mempertahankan marwah Islam sebagai budaya Betawi. Ini salah satu alasan bagi saya dan teman-teman pengurus lain dalam menerima setiap budaya yang masuk di setu babakan agar tetap berada dalam koridor budaya Betawi (baca koridor Islam). Penulis :Lalu bagaimana pandangan bapak dengan kesenian tari Ronggeng Blantek dan Gambang Kromong ini sebagai salah satu kesenian Betawi? dR Sibroh :yaa saya faham dan tahu sedikit tentang Ronggeng Blantek dan Gambang Kromong, dan kenyataan yang ada di Setu Babakan, tidak ada unsur gerak atau busana dalam penampilan dua kesenian tersebut yang melanggar nilai budaya Betawi, dan kami benar-benar menjaga agar semua seni dan budaya di Setu Babakan ini berpedoman dengan nilai Islam, apapun bentuk seni dan budayanya. Karena konsep pelestarian di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ini adalah bagaimana kita bisa menjadi Kota Wisata yang Berbudaya. Penulis :Lalu bagaimana dengan kasus gagalnya Condet menjadi cagar budaya Betawi?? Apakah karena mereka tidak menjunjung Islam sebagai marwah budaya mereka? Jika dikatakan karena proses perkembangan Jakarta yang begitu pesat, bukankah Setu Babakan juga berada pda situasi dan kondisi pesatnya perkembangan kota Jakart? Atau mungkin ada sebab lain dR Sibroh :Bukan , ada perbedaan yang sangat signifikan antara Condet dengan Setu Babakan. Condet memang diklaim sebagai cagar budaya Betawi tetapi Pemda tidak memiliki apa-apa, lahan di Condet hanya sedikit dan tidak normatif. Lain halnya dengan Setu Babakan, disini kita punya lahan cukup bagus, tempatnya luas, masyarakatnya mendukung, suasananya juga mendukung. Hal demikian tidak ada di Condet, tempat sedikit dan bukan milik Pemda, dari segi demografi lebih cenderung asimilasi Arab dan masyarakat Betawinya lebih sedikit. Kemudian dari aspek legal, status Condet sebagai kawasan konservasi Betawi itu baru sebatas SK (Surat Keputusan) , sedangkan status kegal Setu Babakan ditetapkan melalui Perda dengan keterlibatan eksekutif, legislatif dan yudikatif di dalamnya. Penulis :Kaitannya dengan dominasi Arab di Condet, dari beberapa buku yang saya baca, ada semacam klasifikasi masyarakat Betawi ke dalam beberapa bagian, seperti Betawi Pinggir, Tengah dan Kota. Dan kebanyakan kesenian Betawi itu lahir dari Betawi Udik. Kasusunya , ada beberapa kelompok masyarakat Betawi Arab dimana sikap mereka kontra dengan seni Betawi semacam ini (tari maupun musik). Bagaimana tanggapan bapak ? dR Sibroh :Yaa karena memang secara kultur ya seperti itu, bahasa saya begini : ya itukan memang budaya dia, kalo budaya Betawi yaa ini hasil asimilasi.
Yang kedua karena kepedulian mereka sangat kurang, atau biasanya pemahaman mereka sebatas hanya dikulit arinya saja. Contoh ketidakfahaman mereka adalah, saat saya memutar lagu samrah, mereka katakan : elu gimane ngaku orang Betawi tapi nyetel dangdut” , saya jawab “ini bukan dangdut ini msusik samrah, ente harus faham dan bisa ngebedain itu” . Ini faktanya ada beberapa orang Betawi sendiri yang belum bisa membedakan mana musik dangdut mna musik Samrah, dan hal inilah yang perlu kita sosialisasi. Mereka tidak bisa membedakan antara dangdut dan samarah, komposisi musiknya aja beda, lagunya aja beda, isi lagu-lagu samrah semuanya cenderung religius islam. Dan menurut saya tidak semua lagu dangdut bertentangan dengan marwah budaya Betawi, contoh beberapa lagu Rhoma irama maupun lagu bang Benyamin yang liriknya berisi pesan moral. Penulis :Oke, terakhir pak jadi intinya terkait proses penerimaan masyarakat Betawi muslim terhadap kesenian musik gambang kromong dan tari ronggeng blantek di Setu Babakan ini seperti apa pak? dR Sibroh :Ya pada intinya kami masyakat betawi dan masyarakat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan akan menerima suatu karya seni dan budaya yang isinya berpedoman dengan marwah budaya kami, yaitu Islam sebagai pandangan hidup masyarakat Betawi. Untuk kasus Ronggeng Blantek dan Gambang Kromong ceritanya seperti ini , kalo ada ulama atau kyai Betawi yang sengaja mengundang para penari Ronggeng Blantek maupun kelompom musik Gambang Kromong ini ke dalam suatu acara mereka, itu bukan berarti si kyai melanggar marwah budaya, alasannya seperti ini : justru si kyai sengaja mengundang mereka dengan tujuan memperkenalkan seni budaya ini kepada masyarakat luas bahwa inilah salah satu kesenian Betawi. Hal ini juga bisa dijadikan media islamisasi, saat penampilan gerak busana dan komunikasi penari maupun kelompok musik gambang kromong dianggap tidak sesuai dengan marwah budaya Betawi, maka si kyai bisa langsung dengan sendirinya menegur dan mengingatkan bahwa penampilan mereka harus berpatokan dengan nilai Islam sebagai marwah hidup masyarakat Betawi secara keseluruhan. Jadi pada intinya, kami masyarakat Betawi adalah masyarakat yang sangat demokratis dengan berbagai budaya yang masuk dan mempengaruhi kehidupan kami, bahkan sejak ratusan tahun lalu. Pada intinya kami hanya akan memilih dan menerima suatu budaya tersebut jika di dalamnya tidak bertentang dengan marwah budaya kami, yaitu Islam.
Bang Gumin Has S.Pd (tokoh agama di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, wawancara tanggal 10 Agustus , 19:30 WIB)
Penulis :Bagaimana pendapat bapak bila dikatakan bahwa Gambang Kromong dan tari Ronggeng Blantek yang ada di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ini tidak bertentangan dengan islam dan sesuai dengan marwah budaya Betawi? Bang Gumin :Dikatakan tidak bertentangan dengan Islam, ya sebetulmya apakah apakah dua kesenian itu bisa menyesuaikan diri dengan karakter
masyarakat Betawi yang islami, sepanjang itu bisa menyesuaikan dengan karakter kita yang Islami, maka masyarakat Betawi mau dan akan menerima dengan baik. Jadi memang ada satu filter gitu, karena meman masyarakat Betawi yang sebenarnya itu yang Islami. Bahkan ada beberapa yang mengaku amat islami, mereka mengatakan bahwa kendang dan musik itu hampir haram. Tapi perkembangan berikutnya ketika musik itu bisa dijadikan satu media dakwah, ya hal itu menjadi sah-sah saja, jadi kembali kepada tujuan utamanya. Terkait dengan hal-hal yang bertentangan yg ada dalam gambang kromong, kita gak bisa memungkiri memang sulit membersihkan itu, makanya ketika mengaktifkan kembali gambang kromong di Setu Babakan, tujuannya untuk meminimalisir perilaku kesenian atau jenis musik yang tidak islami, seperti dangdut yang dalam penampilannya banyak adaegan yang jelas bertabrakan dengan nilai Islam. Nah usaha-usaha kita untuk menghilangkan image bahwa gambang kromong itu buruk dalam pandangan Islam sebagai agama masyarakat Betawi, kita berusaha meminimalkan agar gambang kromong dalam penampilannya itu senafas dengan tradisi Betawi, kalo itu bisa senafas dengan tradisi Betawi maka kita akan menerimanya. Tanda kutip masyarakat betawi yang mana? Yaitu masyarakat Betawi yang masih menjunjung nilai-nilai islami. ya tidak bisa dipungkiri karena ada juga masyarakat Betawi yang dikatakan tidak islami, atau islam ktp saja, ikut-ikutan islam karena nenek moyangnya islam. Yang kita kembangkan di perkampungan budaya Betawi yaa yang islami, sehingga kita memberantas semua yang tidak islami, adegan nyawer, judi, mabokmabokan, kemudian juga harus berpakaian sopan. Memang kalo dari lagu, lagulagu Betawi itu gak ada yang jorok, semua penuh oesan moral dan humoris. Pakaiannya juga sopan dengan baju koko, peci. Penulis :Jadi pada intinya masyarakat muslim Betawi telah menerima dua kesenian ini ya pak? Sekalipun dalam Ronggeng Blantek para penarinya tidak mengenakan jilbab? Bang Gumin :Oiya betul kami telah menerima kesenian itu sebagai milik masyarakat Betawi, seperti yang saya jelaskan diatas, selagi gerakannya sopan dan pakaiaannya sopan, kami terima dengan baik. Di setu babakan juga sudah kami konsepkan, bahwa setiap penampilan kesenian harus seperti ini, harus yang sopan dan lain sebagainya. Karena tema besar setu babakan ini kawasan konservasi budaya masyarakat Betawi yang religius islami. Dan mudah-mudahan usaha kita di Setu babakan ini akan berkembang di setiap daerah-daerah Betawi sehingga kebudayaan Betawi benar-benar menjadi sesuatu yang diharapkan, bernafaskan islam dan paling penting tidak menjadi cemoohandan lain sebagainya. Jadi intinya nilai-nilai Islam itu menjadi filter bagi kebudayaan Betawi, dapat diterima atau tidak oleh masyarakat Betawi Penulis :Sekalipun tidak ada simbol nyata islam seperti penggunaan jilbab dalam tari ronggeng blantek atau musik islami yang dibawakan gambang kromong pak? Bang Gumin :Oh tidak, seenggaknya ada nilai kesopanan, artinya masih lebih sopan ketimbang penampilannya diawal sebelum proses rekacipta. Begitupula
bagi gambang kromong, musik ini lebih sopan ketimbang hiburan lain sebagai sebuah alternatif untuk hiburan. Karena orang sini bilang “kok orang ngawinin sepi amat kayak orang 40 harian orang meninggal. Penulis :Oiya sekarang juga fungsi gambang kromong lebih luas bukan sekedar musik hiburan aja ya pak? Bang Gumin :Betul, gambang kromong Setu Babakan juga mempunya kerjasama dengan BNN dalam usaha memberantas dan meminimalisir penggunaan narkoba. Dari sini terlihat kalo ternyata gambang kromong itu sudah diterima merata dihampir seluruh lapisan masyarakat sehingga bisa dijadikan sebuah media untuk menyampaikan satu visi atau satu kegiatan. Karena memang terus terang saja, bahasa kita ini bahasa yang egaliter dan komunikatif, sehingga pesannya bisa langsung disampaikan ke berbagai lapisan masyarakat tanpa mengenal status dan kedudukan. Wawancara LKB dengan Phoa Kian Soe (yang tidak dipublikasikan) :
Orkes Gambang Hasil Kesenian Peranakan Tionghoa di Jakarta Wawancara dengan Phoa Kian Soe [Penulis naskah Film dokumenter Anak Naga Beranak Naga, Gambang Kromong: Akulturasi Budaya Tionghoa Betawi] “Dan baboenja Tjio Kek bersembahjang: “Moehoen baba-besarnja si Bouw Tan tida mempoenjai isi-peroet…..” Gambang ada satoe alat tetaboehan dari gamelan “Salendro” atawa “Pelog” jang telah ibawa masoek ka poelo Djawa, Madoera dan Bali oleh orang Hindoe jang datang di sini sambil menjiarken agama Budha. Menoeroet riwajat Indonesia, bangsa Tionghoa sedari djeman Praboe Brawdijaja, Radja dari Madjapait, itoe masa kira-kira taon 1300 – soeda ada di sini. Karna saja bermaksoed boeat menoetoerken asal-oesoelnja “Orkest Gambang”, maka gamelan “Salendro” dan “Pelog” saja tinggalken, dan saja adjak pembatja aken mentjari taoe, kenapa “Gambang Orchestra” digemarin oleh Peranakan Tionghoa sedari djeman doeloe sampe sekarang. Boeat mendapetken keterangan sampe djelas betoel saja soeda poeteri Djakarta, bila ngan Tangerang dan Bekassi. Orang-orang jang soeda toea, jang telah mendenger poela ini dari ia orang poenja leloehoer lagi, ada toetoerken apa jang saja toelis di bawah. Sanget menggoembiraken hati saja, saja telah bias dapetken noot dari lagoe-lagoe, jang kebanyakan dari pemaen-pemaen orkest gambang djeman sekarang tida mengarti, terketjoeali marika jang paham hoeroef Tionghoa. Alat Orkest Gambang. Alat ini ada gambang, soekong, hosiang, thehian gihian, kongngahian, sambian, soeling, pan (ketjrek) dan ningnong. Ningnong tjoema ditaboeh boeat lagoe-lagoe Pobin dan Mas Nona. Lagoe-lagoe jang dimaenken ada: POBIN: Matodjin, Si Djin Kwi Hwee Ke, Lui Kong, Tjoe Te Pan, Tjhia Pe Pan, It Ki Kim, Tay Peng Wan, Pek Bouw Tan, Tjay Tjoe Sioe (oentoek menghormat orang shedjit), Kim
Hoa Tjoen, Lioe Tiauw Kim, Sie Say Hwee Ke, Ban Kim Hoa, Pat Sian Kwe Hay, Po Pan Tauw, Lian Hoa The, Tjay Tjoe Teng, Say Ho Liu, Hong Tian, Tjoan Na, Kie Seng Tjo, Tjiang Koen Leng, Tio Kong In, Sam Pauw Hoa, Pek Houw Tian, Kim Soen Siang, Phay In (hormaketken kebesaran), Kong Dji Lok. Oentoek dimaenken oleh wajang Sin Pe. Lagoenja : Tauw Tiat, Dji Tiat, Sam Tiat. – Tauw To, Dji To, Sam To, Si To, Gouw To, Lak To, Tjit To dan Pe To. Acteur dan actrice wajang Sin Pe terdiri dari anak-anak di bawah oemoer, tjerita jang dimaenken tjerita Tionghoa, oepamanya tjerita “Sie Djin Kwi Tjeng Tang”, dan bahasa jang digoenaken ada bahasa Tionghoa. Lagoe-lagoe jang populair. Lagoe-lagoe jang sanget populair di djeman doeloe adalah lagoe: Dempok, Temenggoeng, Menoelis, Eng ko si Baba, Indoeng-indoeng, Mas Nona, Djoengdjang Semarang, Bong Tjeng Kawin, Koelannoen Salah, Bangliau, Goenoeng Pajoeng, Petjah-piring dan Tandjoeng Boeroeng. Ini lagoe-lagoe boekannja oentoek mengibing, tapi oentoek mendapet taoe zanger atawa zangeres (Tjio Kek) poenja seni soeara. Pada pema en-pemaen gambang jang sekarang ada, saja perna minta marika maenken salah-satoe dari inilagoe-la goe. Tapi marika tida bias perdengerken lagoe-lagoe jang terseboet di atas ini. Saja kagoem, almarhoem toean Lim Tjio San alias Serang telah bikin noot lagoe-lagoe jang saja soeda toetoerken di atas. Tjoema sanget menjesel Lagoe “Dempok” tida ada nootnja. Moengkin toean Tio Tek Hong, jang perna opname ini lagoe boeat plaatgramophoon, masih ada sedia itoe. Sedari kapan Peranakan Tionghoa maenken Orkest Gambang? Seperti saja soeda toetoerken di atas, orang tida bisa mendapet keterangan dengen djelas. Tetapi menoe roet orang-orang toea jang saja tanja, jang denger itoe iaorang poenja leloehoer, ada tjeritaken sebagi mana di bawah ini: Waktoe kapitein Nie Hoe Keng, jang di-interneer oleh G. G. Valckenier di Makassar, telah dimerdikaken oleh G. G. Baron Van Imhoff (1743), dengen dikepalai oleh satoe orang (boleh djadi toean Lim Beng jang ke moedian diangkat mendjadi kapitein), orang Tionghoa jang tinggal di dalem dan loear kota Djakarta telah bikin pesta. Boeat merameken itoe pesta marika membawa lima perangkat “Orkest Gambang”. Tiap-tiap lagoe jang dimaenken, diperdengerken dengen itoe lima perangkat “orkest gambang”. Dari itoe lima pe rangkat Gambang jang No. 1 (jang paling bagoes soeranja) dinamai “Si Matjan”, no. 2, 3, dan 4 orang te lah loepa namanja, sedeng jang no 5 dikasi nama “Si Koembang” dan sekarang ada djadi miliknja Gam bang Orchestra Vereeniging “Ngo Hong Lauw”. Menoeroet keterangan toean Nio Djit Seng, anggota bes tuur dari Ngo Hong Lauw, ia dapetken “Si Koembang” di Pasar Kemis Tangerang dari tangannja orang In donesia. Seabisnja pesta itoe lima perangkat “Orkest Gambang” diserahken pada kapitein Nie Hoe Keng. Kemoedian ini lima perangkat alat tetaboehan djato pada major titulair Nie Hok Tjoan, jang kaloe saja tida kliroe ada Boejoet dari kapitein Nie Hoe Keng. Kenapa Peranakan Tionghoa di Djakarta tjiptaken orkest gambang?
Peranakan Tionghoa di Priangan, Djawa Tengah, dan Djawa Timoer lebih banjak bergaoel dengen orang-orang Indonesia jang soeka maenken gamelan “Salendro” dan “Pelog”. Lantaran terlaloe sering Peranakan Tionghoa di Priangan, Djawa Tengah dan Djawa Timoer denger lagoe-lagoe Soenda dan Djawa, perasahan hatinja ketarik oleh itoe lagoe-lagoe dan laloe maenken sendiri gamelan. Tida heran, lantaran itoe di Pri angan, Djawa Tengah dan Djawa Timoer sampe sekarang Peranakan Tionhoa soeka dengen kesenian Indo nesia (gamelan). Di Djakarta betoel ada orang-orang Indonesia maenken Gamelan Salendro dan Pelog, tapi tjara menaboehnja tida begitoe haloes terdengernja seperti orang-orang dari Priangan, Djawa Tengah dan Djawa Timoer. Dari sebab itoe, Peranakan Tionghoa di Djakarta terlebih senang mendenger Yang Khim jang dicombinatie dengen soekong, hosiang, thehian, kongngahian, sambian, soeling, pan dan ningnong. Yang Khim pada doea ratoes taon jang laloe, tida gampang didapetnja. Sebab kita penja bangsa jang da ting dari Tiongkok dengen memake praoe kebanjakan hanja bawa barang-barang jang bergoena dan har ganja terlebih mahal, dan Yang Khim jang diboetoehi oleh Peranakan Tionghoa marika tida bawa, sebab itoe alat muziek tida semoeanja orang boetoehi. Dari sebab itoe Peranakan Tionghoa tjobatjoba mengam bil gambang jang mendjadi alat dari gamelan jang biasa dimaenken oleh orang Indonesia, dan tjotjoki soe ranja itoe dengen alat-alat muziek jang biasa dimaenken oleh bangsa Tionghoa, seperti soekong, hosiang, thehian, kongngahian, sambian dan soeling. Dalem itoe gambang orang dapetken soeara seperti hoeroef-hoeroef Tionghoa jang diberikoetken dalem ini artikel dan moelai itoe waktoe orang maenken gambang se bagi penggantinja Yang Khim menoeroet Noot jang orang Hokkian tjiptaken di itoe djeman. Zanger dan Zangeres (Tjio Kek Pemaen-pemaen “Orkest Gambang” haroes ada orang-orang jang mengenal hoeroef Tionghoa, kerna goe na maenken lagoe-lagoe Pobin, marika moesti menoeroet betoel pada noot. Tapi orang jang soeda banjak melatih bisa maenken lagoe-lagoe Pobin di loear kepala. Boeat menggoembiraken pendenger dan pemaen “Orkest Gambang”, orang tjari zanger jang loetjoe dan zangeres jang tjantik. Boeat mendapetken ini, tida begitoe gambang kalo tida mempoenjai oewang banjak. Jang koeat mempoenjai Tjio Kek (Zangeres) tjoe ma orang-orang jang mendjabat pangkat kapitein (Kaptoa), luitenant (Kapja) dan Sia-sia (anakanak kapi tein atawa luitenant). Itoe Tjio Kek marika ambil dari gadis-gadis Indonesia jang tjantik, dibrikennja nama menoeroet namanja boenga-boenga di Tiongkok, jang haroem dan indah, seperti Bwee Hoa, Han Siauw, Bouw Tan dan laen-laen sebaginja. Song Kang ada Toapekong dari Tjio Kek. Bagi lelaki boekan sadja marika moesti mempoenjai tingkalakoe jang “loetjoe”, bisa menjanji, djoega moes ti mempoenjai kepandean maenken sala-satoe alat dari orkest gambang. Tida begitoe dengen orang-orang prampoean, asal sadja marika berparas tjantik lantas “baba-baba besar” dan “sia-sia” trima, maskipen ma rika moesti ongkosi segala-galanja, dan Tjio Kek prampoean jang soeda toea dibikin menjadi baboe oen toek merawat jang moeda, serta moesti briken peladjaran menjanji pada marika. Tempat mengadjar itoe Tjio Kek prampoean jang moeda
dan baroe orang namai “Koan Wajang”. Ini koan ada mempoenjai Toa pekong. Sesoeatoe Tjio Kek baroe, meskipoen ada bangsa Indonesia, dimoestikenoleh baboenja boeat ber soedjoet pada itoe Toapekong pagi dan sore. Toapekong jang marika poedja adalah…..Song Kang! Tjio Kek prampoean bersembahjang pada Song Kang dengen pake samseng ajam, bebek dan kepiting. Di wak toe itoe samseng diatoer di atas medja, ajam dan bebek tidak memake darahnja, hatinja dan amplanja, be gitoe djoega kepiting diboeka terlebih doeloe diangkat isiperoetnja. Sembahjangan boekan dilakoeken pa da The It dan Tjap Gouw seperti kita Thiam Hio pada Toapekong dan pada aboe-leloehoer, hanja pada The Djie dan Tjap Lak (Lebih djaoe saja djelasken, djika dalem satoe koan ada sepoeloeh Tjio Kek marika moes ti sediaken tigapoeloeh samseng, jaitoe sepoeloeh ajam, sepoeloeh bebek dan sepoeloeh kepiting). Di wak toe itoe Tjio Kek sembahjang, baboenja jang berdiri di sampingnja mengoetjap: soepaja baba besar si Bouw Tan poenja diri ada seperti itoe samseng jang dihidangken pada Toapekong. Ia soepaja tida mem poenjai isi-peroet, seperti djoega itoe kepiting jang soeda tida mempoenjai otak”. Menoeroet katanja salah-satoe Tjio Kek jang soeda toea betoel-betoel Song Kang menoeloeng pada marika jang soedjoet dengen soenggoe hati padanja – banjak baba kapitan sia loepa daratan, loepa anak-bini dan roemah tang ga! Tjio Kek jang beroentoeng (jang terkaboel maksoednja) tentoe dapet baba kapitan / sia jang lojar, marika dipakeken mas-inten seperti nona/njonja orang baek-baek. Meskipoen marika soeda ada mempoe njai baba kapitan / sia, sesoeatoe Tjio Kek moesti toeroet prentahnja kepada Kopan, dimana itoe Tjio Kek ada tinggal. Oempanja itu kepala Koan mendapet panggilan oentoek maenken gambangnja di salah-satoe roemah orang miskin jang koeat membajar, sedeng si Bouw Tan ada kepoenjahannja oepamanja, major, ia moesti pergi dan toeroet merameken djoega, dan pakean masintennja moesti dipake seantenronja se bagai tanda, bahoea ia ada Tjio Keknja orang hargawan dan pegang pangkat. Djoega baboenja moesti toe roet goena melajani ia. Adanja ini peratoeran membikin pergaoelan orang berpangkat dan hartawan de ngen orang jang koerang mampoe keliatannja erat sekali. Kenal atawa tida kenal, kaloe marika poenja Tjio Kek moesti maen di salah-satoe pesta mengawinken atawa orang shedjit, itoe baba-baba kapitan / sia moesti mengoendjoengi – kerna ia selempang, nanti ada orang jang brani “goelai” Tjio Keknja. Oemoemnja bangsa Tionghoa di djeman doeloe, merajaken hari kawin teroetama dalem boelan Siegwee dan Pegwee jang paling banjak, kerna marika anggep, dalem itoe doea boelan ada jang paling banjak hari-hari baek eoentoek orang menikah. Lantaran adanja itoe kepertjajahan, Tjio Kek-Tjio Kek boleh dibilang djadi sanget repot. Roeman-roemah plesiran orang berpangkat / hartawan boekan dinamai soehian, tapi “Kebon” atawa “Empang” Di djeman Oey Tamba Sia (1862) persaingan mempoenjai Tjio Kek eilok ada heibat sekali. Boekan sadja dalem hal taboer dengen perhiasan mas-inten marika poenja Tjio Kek jang berharga mahal, poen djoega dalem hal pakeken Tjio Kek badjoe “koeroeng” soetra merah dengen kantjing tangan inten, jang biasa dipake oleh nona / njonja hartawan Tionghoa. Tjoema bedanja Tjio Kek ada memake tauwtjang (koentjir) dari benang soetra merah, jang kemoedian dibikinken konde, sementara nona/njonja hartawan tida me make itoe matjem perhiasan. Boekan
sadja persaingan memekaken Tjio Kek ada begitoe heibat, djoega roemah-roemah plesiran oentoek mendengerken “orkest gambang” orang bikin besar dan bagoes. Oey Tamba Sia bikin gedong di Antjol dengen nama “Bintang Mas” dengen dikoeliling oleh emang sepoeternja. Sajang ini gedong soeda roeboeh, tapi empang “Bintang Mas” sampe sekarang orang masih kenal. Majoor Tan dan luitenant Oey, jang mendjadi saingan dari Oey Tamba Sia, tida maoe kalah boeat bersaing. Di Kampoen Baroe, Djakarta, ada satoe perceel jang loeas, dimana ada berdiri satoe gedong besar. Orang sekarang namai itoe perceel “Kebon Majoor”. Di sitoelah adanja roemah plesir majoor Tan di djeman doe loe oentoek mendegeri iapoenja “Bouw Tan Hoa” menjanji dan pertoendjoeki actienja. Luitenant Oey tida maoe kalah dalem persaingan. Boeat mengasi liat pada oemoem, bahoea ia poen sampe hartawan, ia beli satoe tanah particulier tida brapa djaoe dari kota Djakarta, di atas tanah mana ia telah berdiriken satoe gedong besar, gedong mana ada ditinggali oleh Tjio Keknja jang bernama Kim Hoa. Boeat menjenangken hantinja Kim Hoa, luitenan Oey ada sediaken satoe kreta koets (kreta koeroeng) dengen ampat ekor koe da. Kaloe Kim Hoa keisengan serta baba kapitannja tida ada, ia boleh pake itoe kreta dengan ditarik oleh ampat ekor koeda dateng di kota Djakarta. Dari sebab Kim Hoa ada satoe gadis Indonesia jang terlahir dan mendjadi besar di satoe desa jang letaknja deket dengen kali Tjisedane, ia terkenal sebagi satoe an tara wanita-wanita Indonesia jang pande bernang. Boeat kasi liat kepandeannja, luitenant Oey tida sajang keloarken oewang banjak, satoe zwembad telah dibikin dari batoe jang dikasi dateng dari Tiongkok dan dikerdjaken oleh toekang-toekang bangsa Tionghoa. Kromong, kempoel, gendang dan gong mendjadi alat dari “orkest gambang”. Waktoe anak-anak dari Khouw Kap, Lie Kap, Souw Kap serta Tan Wangwee moelai djadi besar, marika mengarti, membikn roeman plesiran tjaranja Oey Tamba Sia, majoor Tan dan luitenant Oey boekan sedikit ongkosnja. Marika ada mempoenjai pikiran gotong-rojong dan laloe berdami, soepaja di kota, Pasar Baroe, Pasar Senen dan Tanah Abang berdiriken satoe “soehian” oentoe plesir serta mendenger gambang dan soearanja Tjio Kek. Plesiran itoe dilakoeken tiaptiap hari Minggoe dan hari-hari besar dengen bergiliran. Bek Teng Tjoe, wijkmeester Tionghoa di Pasar Senen (sajang orang tida inget shehnja) telah kasi denger di soehiannja Tan Wangwe iapeonja kepandean maenken gambang dengen di-iring kromong, kempoel, gendang dan gong. Pertjobahan wijkmeester Teng Tjoe telah berhasil. Lagoe-lagoe gambang ditaboeh dengen tambahan alat terseboet di atas membikin tambah goembira Tjio Kek dan pendenger-pendenger nja. Dan moelai itoe waktoe lagoe-lagoe Soenda banjak dipake oleh orkest gambang. Djoega orang moelai brani pegang slendang boeat tjoba mengibing. Sedari itoe waktoe masjarakat Tionghoa kenal orkest gam bang kromong (+ 1880). Selaennja di waktoe orang pesta mengawinken atawa shedjit, gambang kromong nja Bek Teng Tjoe poen dipanggil boeat merajaken Taon Baroe Tionghoa sampe Tjap Go Meh, sebab dari orang hartawan sampe para orang miskin, kaloe marika tida panggil gambang kromongnja Bek Teng Tjoe, marika tida merasa telah samboet harian Taon Baroe dan telah merajaken pesta Goan Siauw..Selagi nama nja Bek Teng Tjoe begitoe kesohor, Bek Nam Ho dari Tanah Tinggi telah kasi denger iapoenja kepandean taboeh mangkok sajoer boeatan
Tiongkok, jang dikasi aer di dalemnja boeat diakoeri soeranja pada Soe kong dan Kongngahian. Bek Nam Ho peonja pendapetan poen dapet samboetan anget dari bebrapa baba sia jang soeka plesir dengen gambang, tjoema gambang mangkok tida bisa dimaenken di moeka oemoem, sebab terlaloe soesah oentoek menjetemnja, dan djarang ada orang yang mempoenjai koeping begitoe te rang seperti Bek Nam Ho. Bek Tjoe Kong Koen dari Kampoeng Kwitang, meliat colleganja mendapet nama begitoe tinggi dalem kesenian gambang, laloe beli piano. Ini piano ia goenaken boeat beladjar sampe baek. Sesoedanja bisa maenken piano, ia tjoba akoerin soearanja dengen gambang, dari mana laloe tertjipta gambang-piano. Seperti djoega gambang kromong jang ditjiptaken oleh Bek Teng Tjoe, gambang piano nja Bek Tjoe Kong Koen sanget populair dalem kota Djakarta (+ 1900) Lantaran terlaloe banjak soehian, kesenian gambang moendoer. Bertambah banjaknja soehian dalem kota Djakarta membikin orang takoet peladjarken permaenan gam bang. Njonja-njonja roemah jang sopan tida kasi anak-anaknja toeroet maen gambang, kerna di djeman blakangan pemoedapemoeda jang bisa maen gambang mendjadi “setan soehian” dengen kebanjakan mempoenjai tabeat taoe-taoe maloe. Toekang-toekang gambang liar sangat terpake oleh pendiri-pendiri soehian, boekan sadja kerna marika bisa maenken lagoe-lagoe “Gelatik ngoengoek” dan “Onde-onde” jang sangat digemarken oleh pemoeda-pemoeda jang soeka mabok-mabokan di soehian, hanja djoega sebab marika bisa membawa prampoean-prampoean tjantik dari kampoeng dan desanja. Moelai itoe waktoe orang tida kenal lagi Koan Wajang, sebab itoe Tjio Kek-Tjio Kek boekan speciaal ditjari oleh “baba-baba”, tapi marika dateng sendiri boeat….mentjari oentoeng. toapekong Song Kang, Tjio Kek-Tjio Kek blakangan tida kenal sama sekali. Ngo Hong Lauw diberdiriken. Dalem taon 1913 toean-toean Boe Gie Hong, Tan Tjoen Hong alias Endong, Lim Tjio San alias Serang, Tan Jan Tji serta bebrapa orang lagi, semoeanja achli pemaen gambang setjara doeloe, dateng pada toean Khoe Siauw Eng, jang di itoe waktoe ada mendjadi secretaris dari Chineesche Raad (Kongkoan). Marika menerangken, lantaran adanja toeakng-toekang gambang liar, kesenian Peranakan Tionghoa aseli, jaitoe permaenan gambang dengan noot, soeda ampir mati. Kerna toekang-toekang gambang itoe telah meroe sak lagoe-lagoe dengen maenken itoe setjara sembarangan oentoek orang-orang moeda mengibing sambil mabokmabokan jang merendahken deradjat. Tentoe sadja hal ini membikin orang jang tida mengarti kese nian gambang, jang sebetoelnja sanget haloes dan tinggi, djadi anggep, semoea orang jang soeka maen gambang ada orang-orang jang moraalnja rendah. Toean Khoe Siauw Eng memang mengarti kesenian gambang dan ia njataken soeka trima diangkat mendjadi ketoea dari perkoempoelan Ngo Hong Lauw, jang itoe waktoe clubgebouwnja berada di Gang Torong. Oleh kerna toean Khoe Siauw Eng sanget populair dalem masjarakat Tionghoa, dalem sedikit waktoe sadja Ngo Hong Lauw soeda mempoenjai anggota boe kan sedikit. Dari sebab clubgebouwnja di Gang Torong ada terlaloe ketjil, toean Khoe telah menjewa satoe gedong di Gang Boeroeng. Di sini saban hari Minggoe atawa hari
besar, orang bisa liat orang-orang ber pangkat, hartawan dan orang orang dagang bangsa Tionghoa berkoempoel boeat mendengerken lagoe-lagoe doeloe dari gambang kromong. Maskipoen Ngo Hong Lauw ada mempoenjai anggota banjak, boeat ongkos hidoep itoe pemaen-pemaen gambang, marik di-idjinken trima panggilan dari publiek Tionghoa jang hendak bikin pesta mengawinken atawa shedjit. Waktoe toean Khoe Siauw Eng meninggal doenia, tida ada satoe offcier Tionghoa jang soeka gantiken djabatannja di Ngo Hong Lauw, lantaran mana tenaga keoewangan perkoempoelan ini semingin serat. Menoeroet keterangan toean Nio Djit Seng, pemimpin seka rang dari Ngo Houw Lauw, dalem djeman pendoedoekan Djepang Ngo Hong Lauw telah dapetken crisis be sar. Beroentoeng dengen ketegoehan hatinja toean-toean Tan Liauw Lioe dan Nio Djit Seng, Ngo Hong Lauw masiah bisa kasi denger pada oemoem kesenian Peranakan Tionghoa dari ratoesan taon blakangan ini. Kedoea toean-toean itoe sanget menjesel, Peranakan Tionghoa jang mengarti hoeroef Tionghoa tida hargai kesenian ini, jang kalangannja sekarang amat terwates, jaitoe kota Djakarta, sepoeternja Tangeran dan sepoeternja Bekasi. Kaloe di Semarang ada djoega Gambang Semarang, itoe asalnja tjangkokan dari orang-orang Djakarta. Apa jang di Djakarta dinamaken “Lagoe Kramat Karem” di Semarang diseboet “la goe Engong (Iseng-iseng)”. Seperti di Tiongkok poenja lagoe “Soemia” kita di Djakarta namaken “Lagoe Dajoen Sampan”! Dari majalah Pantja Warna no. 9 Juni 1949, halaman 37 – 3
DAFTAR GAMBAR
Penari Ronggeng Blantek bersama koreografer ibu Wiwiek Widiyastuti1 :
Penulis bersama beberapa penari Betawi dengan koreografer tari Ronggeng Blantek2 :
1
Foto pribadi diambil saat acara penutupan Pelatihan Seni Tari Betawi Tingkat Dasar Bagi Pelaku di Balai Latihan Kesenian Jakarta Timur. Pelatihan seni seperti ini merupakan agenda tahunan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, dengan tujuan mengenalkan ragam dasar tari Betawi kepada generasi muda, serta mengasah kemampuan para penari muda dimasing-masing sanggar yang ada diseluruh walikota administratif provinsi DKI Jakarta. 2 Foto penulis bersama beberapa penari tari Betawi, yang berwarna hijau menarikan tari Ngarojeng, yang berwarna merah muda adalah penari Ronggeng Blantek.
Penulis bersama Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Bang Indra Sutisna3 :
Penulis bersama seniman Betawi di Sanggar Seni Betawi Setu Babakan Bang Andi 4 :
Penulis bersama dR Sibroh Malisi di sekretariat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan5 :
3
Indra Sutisna beliau salah satu pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Bang Andi pria kelahiran Bogor 19 September 1960 dengan nama Andi Supardi. Beliau selaku seniman Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Beliau biasa mengajar tari dan gambang kromong di sanggar seni Setu Babakan setiap rabu jam 4 sore dan minggu jam 9 pagi. 5 dR H Sibroh Malisi, seorang keturunan Betawi asli yang menjadi salah satu pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, beliau bertindak sebagai Kepala Pemasaran dan Kesenian. 4
Bang Yahya Andi Saputra6 :
Bang Gumin Has S.Pd7 :
6
Yahya Andi Saputra biasa dipanggil Bang Yahya, beliau adalah budayawan Betawi yang berkantor di Lembaga Kebudayaan Betawi di Gedung Nyi Ageng Serang, Kuningan Jakarta Selatan. Beliau juga seorang aktivis Badan Pemberdayaan Budaya Betawi. Lahir di Jakarta 5 Desember 1961. 7 Tokoh agama Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, beliau juga pengurus Masjid Raya Baitul Makmur, masjid dengan gaya arsitektur Betawi yang terletak di RW 07, Kelurahan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.