Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang Pada Praktik Perbankan di Indonesia Biloka Tanggahma Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih Jl. Kamp. Wolker, Waena, Jayapura, 99358, Papua, Indonesia Tel./Fax.: +62-967-585470 E-mail:
[email protected] Abstrak: Sektor perbankan sebagai salah satu sektor keuangan mempunyai kedudukan strategis dalam perkembangan perekonomian Indonesia, sebab tingkat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi ditentukan oleh peran perbankan. Menempati posisi yang begitu penting dalam sistem keuangan di Indonesia, menjadi sektor perbankan rentan dari kegiatan tindak pidana perbankan terutama kejahatan tindak pidana pencucian uang (money laundering). Kejahatan perbankan ini juga telah memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi seperti sistem pembayaran yang bersifat elektronik (electronic found transfer), sehingga kejahatan ini dapat menembus batas yuridiksi suatu negara dan sudah masuk dalam kategori kejahatan berskala internasional yang telah mendapat sorotan di dunia internasional. Objek kajian yang dikaji berkaitan dengan kewajiban bagi penyedia jasa keuangan yang berbentuk bank untuk menerapkan prinsip mengenal nasabah guna mengetahui identitas dan meminta dokumen pendukung bagi pengguna jasa keuangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis-empiris. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan teknologi dalam bidang perbankan tidak terlepas dari tindak kejahatan yang meliputinya, baik dalam skala nasional maupun internasional. Sebagai bentuk pencegahan secara dini, maka pihak perbankan mengeluarkan kebijakan dalam bentuk system mengenal nasabah secara dini (know your costumer principles). Kata Kunci: Prinsip Mengenal Nasabah; Tindak Pidana; Pencucian Uang
Abstract: The banking sector as one of the financial sector has a strategic position in the development of Indonesia's economy, because the level of economic growth and distribution are determined by the role of banks. Important role in the financial system in Indonesia, making the banking sector being susceptible of banking criminal acts, especially money laundering crimes. Banking crimes have also been utilizing the sophistication of information technology such as electronic payment systems that are (electronic found transfer), so that these crimes can transcend the jurisdiction of a country and has been included in the category of international crimes that have received attention in the international community. The objective of this research is relating to the obligation for financial service providers in the form of banks to apply ‘know your customer principle’ in order to find out the identity and request supporting documentation for users of financial
62
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
services. The type of research used in this paper is juridical-empirical research. The outcomes of the research indicate that the use of technology in the banking sector can not be separated from that enveloped crime, both nationally and internationally. As a form of prevention approach, then the banks issuing the policy in the form of the system regarding its customers at an early stage (know your customer principles). Keywords: Know Your Customer Principle; Criminal Act; Money Laundering
Oleh karena dunia perbankan
PENDAHULUAN Mencermati sistem keuangan di
masih mendominasi sistem keuangan,
Indonesia, sektor perbankan masih
maka dunia perbankan juga menjadi
mendominasi pangsa besar keuangan
sangat rentan dari kegiatan tindak
yang ada bila di bandingkan dengan
pidana perbankan baik yang berupa
sektor keuangan lainnya, antara lain
kejahatan maupun pelanggaran. Seba-
asuransi, dana pensiun, multifinance
gaimana diketahui bahwa akhir-akhir
dan perusahaan sekuritas, sehingga
ini banyak terjadi kasus di bidang
apabila terjadi suatu krisis dalam dunia
perbankan seperti kasus pencucian
perbankan, maka hal tersebut akan
uang (money laundering).
menyebabkan
sistem
perekonomian
Keterlibatan
perbankan
dalam
juga akan dilanda krisis yang dampak-
kegiatan pencucian uang disebabkan
nya
kemudahan proses untuk mengelola
dapat
mempengaruhi
tingkat
kesejahteraan masyarakat.
hasil
Sebaliknya apabila fungsi bank
kejahatan
kegiatan
usaha
dalam bank
berbagai
antara
lain
dapat berjalan dengan baik dalam arti
ditempatkan dalam bentuk simpanan
bank dapat menghimpun dana masya-
(deposito,
rakat dan menyalurkan pada sektor
menempatkannya
usaha, maka roda perekonomian dapat
keuangan misalnya pembelian cashier
berputar
cek, traveler cek, sertifikat Bank
dengan
baik
yang
pada
tabungan
giro),
instrumen
akhirnya dapat meningkatkan partum-
Indonesia
buhan ekonomi yang dampaknya dapat
Deposit Box untuk penyimpanan hasil
meningkatkan kesejahteraan masyara-
kejahatan, antara lain dalam bentuk
kat sehingga bank sering disebut
surat berharga, uang tunai, sertifikat
sebagai jantung dari sistem keuangan
tanah dan lain-lain, maupun untuk
Indonesia.
menyimpan
63
atau
dalam
dan
penggunaan
dokumen
lain
Safe
yang
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
berkaitan dengan tindak pidana yang
elektronik (electronic foundstransfer).
dilakukan.
Dana hasil kejahatan pada umumnya
Penggunaan bank dimaksudkan
dalam jumlah besar akan mengalir atau
merupakan suatu hal yang sangat
bergerak di dalam suatu negara bahkan
diperlukan
money
melampaui batas yuridis negara dengan
laundering, karena organisasi kejahatan
memanfaatkan faktor rahasia bank
membutuhkan pengelolaan cash flow
yang pada umumnya dijunjung tinggi
keuangan dengan cara menempatkan
oleh perbankan.
dalam
kegiatan
dananya dalam kegiatan usaha per-
Oleh karena itulah tindak pidana
bankan yang menghasilkan keuntungan
pencucian uang di masukan dalam
antara lain melalui penerimaan bunga
kategori
atas
internasional,
simpanan
yang
ditempatkan,
kejahatan dan
yang telah
berskala mendapat
sehingga mereka tidak perlu meng-
sorotan serius dunia internasional yang
investasikan dananya kembali dalam
diwujudkan dengan terbentuknya "The
kegiatan kejahatan.
Financial Action Task Force On
Selanjutnya dengan menempat-
Money
dana
dalam
kelompok 7 negara (G7) di Perancis
instrumen keuangan untuk kemudian
pada bulan Juli 1989 yang sampai
dicairkan di kantor bank yang jauh dari
dengan saat ini telah beranggotakan 33
pembelian instrumen atau penyim-
negara. Kemudian di tingkat regional
panan dana dapat menghilangkan atau
dibentuk
menyulitkan penelusuran sumber dana
antaranya Asia Pacific Group of Money
atau pelaku kejahatan. Hal tersebut
Laundering, dimana Indonesia menjadi
menunjukkan
keterlibatan
salah satu anggotanya. Sehubungan
antara organisasi kejahatan dengan
dengan hal tersebut, maka secara tidak
operasional bank dan sistem pem-
langsung Indonesia juga harus me-
bayaran.
laksanakan
kan
hasil
kejahatan
eratnya
Pada tataran praksis, kegiatan money
laundering
hampir
Laundering"
beberapa
(FATF)
oleh
organisasi
rekomendasi
yang
di
di
keluarkan oleh FATF dalam pemberan-
selalu
tasan tindak pidana pencucian uang.
melibatkan perbankan karena adanya
Sebagai realisasi dalam merespon
globalisasi perbankan melalui sistem
rekomendasi FATF tersebut, Bank
pembayaran terutama yang bersifat
Indonesia selaku otoritas moneter telah 64
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
mengeluarkan Peraturan Bank Indo-
Undang-undang ini, walaupun
nesia Nomor 3/10/PBI/2001, Tanggal
dianggap merupakan
18 Juni 2001, tentang Penerapan
mencegah tindakan pencucian uang,
Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your
namun kebenaran undang-undang ini
Customer Principles) yang telah diada-
menurut penilaian FATF belum juga
kan perubahannya dengan PBI Nomor
memperbaiki posisi Indonesia yang
3/23/PBI/2001 Tanggal 13 Desember
dianggap sebagai negara yang tidak
2001, tentang Perubahan Atas Per-
kooperatif dalam pemberantasan money
aturan Bank Indonesia Nomor 3/10/
laundering. Akhirnya pada tanggal 13
PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal
Oktober 2003 diundangkan Undang-
Nasabah.
dengan
Undang
Nomor
adanya prinsip mengenal nasabah ini
Tentang
perubahan
merupakan upaya mencegah industri
Undang
Nomor
perbankan untuk digunakan sebagai
Tentang Tindak
sarana atau sasaran berbagai kejahatan
Uang. Didalam undang undang tersebut
perbankan termasuk money laundering.
terdapat ketentuan yang mewajibkan
Mengingat posisi Indonesia yang
bagi penyedia jasa keuangan yang
masih dinilai sebagai surga untuk
berbentuk bank untuk menerapkan
melakukan kejahatan pencucian uang
prinsip
haram, karena perangkat hukum yang
mengetahui identitas dan meminta
bersifat PBI untuk menangkal dan
dokumen pendukung bagi pengguna
menjaring kejahatan tersebut masih
jasa keuangan yang dalam hal ini
terbatas kemampuannya. Dalam kon-
adalah nasabah atau calon nasabah
teks ini, maka pemerintah Indonesia
suatu bank. Hal inilah yang akan
memandang
menjadi
Menurut
perlu
FATF
untuk
segera
membuat undang-undang anti money
25
dalam
Tahun atas
15
2003
Undang-
Tahun
2002
Pidana Pencucian
mengenal
fokus
upaya
nasabah
pembahasan
guna
dalam
tulisan ini.
laundering, yaitu tepatnya pada tanggal METODE
17 April 2002 diundangkan melalui
Penelitian
Undang-Undang Nomor 15 Tahun
metode
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
ini
penelitian
menggunakan hukum
(hukum
dilihat sebagai norma atau das sollen),
Uang.
karena dalam membahas permasalahan
65
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
penelitian ini menggunakan bahan-
pidana
bahan hukum
yang
memakai istilah tindak pidana di
maupun hukum yang tidak
bidang perbankan, bahkan ada yang
tertulis atau baik bahan hukum primer
memakai kedua-duanya dengan menda-
maupun bahan hukum sekunder). Tipe
sarkan kepada peraturan yang dilang-
penelitian menggunakan tipe penelitian
garnya. Menurut Drs. H.A.K Moch.
yuridis empiris yaitu hukum sebagai
Anwar membedakan kedua pengertian
kenyataan sosial, kultural atau das sein,
tersebut berdasarkan kepada perbedaan
karena dalam penelitian ini digunakan
perlakuan peraturan terhadap perbu-
data
atan-perbuatan yang telah melanggar
tertulis
primer
(baik
yang
hukum
diperoleh
dari
perbankan
ada
hukum
dalam penelitian ini maksudnya adalah
kegiatan-kegiatan dalam menjalankan
bahwa dalam menganalisis permasa-
usaha bank.
dukan
bahan-bahan
hukum
berhubungan
yang
lapangan. Pendekatan yuridis empiris
lahan dilakukan dengan cara mema-
yang
dan
dengan
Berpijak dari hal tersebut di atas,
(yang
maka yang dimaksud dengan tindak
merupakan data sekunder) dengan data
pidana
primer yang diperoleh di lapangan,
pelanggaran terhadap ketentuan-keten-
yaitu
prinsip
tuan dalam undang-undang Perbankan
mengenal nasabah dalam mencegah
yang mana pelanggaran tersebut dila-
tindak pidana pencucian uang pada
rang dan diancam dengan pidana yang
praktek perbankan di Indonesia.
dimuat
terkait
penerapan
perbankan
dalam
yaitu
perbuatan
undang-undang
itu
sendiri. PEMBAHASAN
Dimensi bentuk tindak pidana
Tindak Pidana Perbankan
perbankan
Sampai saat ini diantara para
pemakaian
tindakan
tindakan kejahatan bank terhadap bank
kesepakatan atau masih dalam perkarena
berupa
kejahatan seseorang terhadap bank,
pakar hukum perbankan, belum ada
debatan,
bisa
lain atau kejahatan bank terhadap
istilah
perorangan. Kualifikasi bentuk tindak
mengenai tindak pidana yang perbu-
pidana perbankan ada dua jenis, yaitu
atannya merugikan ekonomi keuangan
kejahatan dan pelanggaran. Secara
berhubungan dengan lembaga perbank-
garis besarnya bentuk kejahatan dan
an ada yang memakai istilah tindak
66
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
pelanggaran yang sering terjadi di
Bea
bidang perbankan, yaitu diantaranya:1
Hukum Pidana.
1. Tindak pidana berkaitan dengan perizinan. 2. Tindak pidana berkaitan dengan ketentuan rahasia bank. 3. Tindak pidana berkaitan dengan pengawasan bank oleh Bank Indonesia. 4. Tindak pidana berkaitan dengan kegiatan usaha bank 5. Tindak pidana berkaitan dengan pihak terafiliasi.
Cukai
Tindak
dan
Undang-Undang
pidana
di
bidang
perbankan khususnya yang terjadi di Indonesia telah mengalami beberapa perkembangan.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi perkembangan tersebut antara
lain
karena
perkembangan
kondisi sosial ekonomi masyarakat, lajunya kemajuan ilmu pengetahuan
Kemudian istilah dari tindak
dan teknologi di bidang transportasi,
pidana di bidang perbankan, menurut
informasi, telekomunikasi serta ditetap-
beberapa pakar hukum perbankan tidak
kannya berbagai kebijakan pemerintah.
terbatas pada tindak pidana yang diatur
Sejak diundangkannya UU No.14
oleh Undang-Undang Nomor 7 tahun
tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana
Perbankan, tindak pidana di bidang
telah diubah dengan Undang-Undang
perbankan yang terjadi sampai dengan
Nomor 10 tahun 1998 antara lain
tahun
menghimpun dana masyarakat tanpa
melakukan
izin,
bank,
masyarakat tanpa izin usaha sebagai
melakukan rekayasa dalam pembukuan
bank dan melakukan usaha menyerupai
bank, namun yang termasuk tindak
bank (bank dalam bank). Terkait
pidana yang diatur dalam ketentuan
dengan aktifitas lalu lintas giral sampai
perundang-undangan lainnya, seperti
dengan tahun 1972 tindak pidana yang
Undang-undang
Pidana
menonjol seperti penipuan dengan
Tindak
menggunakan cek dan bilyet giro yang
Undang-
tidak cukup dananya, pemalsuan dan
Undang Perpajakan, Undang-Undang
pencurian lembar cek dan bilyet giro
membocorkan
Korupsi, Pidana
rahasia
Tindak
Undang-Undang Pencucian
Uang,
1967
1969
tentang
adalah
Pokok-pokok
cek
penggalangan
kosong, dana
untuk diisi nominalnya atau dengan tanda tangan palsu. Pada periode 1973-1975 dengan
1 Siti Sundari, Arie. (2005). Materi Kuliah Hukum Perbankan Program Pasca Sarjana Hukum Bisnis.FH-UGM. Yogyakarta, hal. 6
dikeluarkannya penetapan kebijakan di 67
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
bidang moneter tentang penggolongan
pemberian agunan fiktif. Kemudian
dana investasi yang mempermudah dan
sejak dirubahnya Undang-Undang Per-
memperingan syarat-syarat investasi.
bankan tahun 1998-2003, sampai saat
Dalam periode ini banyak terjadi tindak
ini, praktek perbankan yang mengarah
pidana
pada perbuatan tindak pidana umum-
yang
berhubungan
dengan
penyimpangan dalam pemberian kredit
nya berupa: a. Membuat laporan keuangan palsu, rekayasa setoran modal, pemberian kredit dan pembukuan. b. Pemanfaatan bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI) untuk kepentingan bank atau pihak terafiliasi. c. Tidak melaporkan pemberian kredit kepada pihak terkait agar terhindar dari ketentuan batas minimum pemberian kredit (BNPK). d. Pemanfaatan dana bank untuk keperluan pribadi pengurus. e. Pengambilan uang bank melalui rekayasa transaksi fiktif yang merugikan bank. f. Pembentukan biaya bunga fiktif. g. Penyalahgunaan jabatan untuk pembayaran pesangon.
yang condong kepada tindak pidana penipuan. Pada periode 1976-1988, tindak pidana yang menojol berkaitan dengan lalu lintas giral dan pemberian kredit dalam bentuk pemalsuan cek dan bilyet giro, surat perintah transfer, sertifikat deposito/dokumen agunan atau letter of credit (L/c). Modus operandi pada periode ini sudah melibatkan orang dalam untuk kerjasama dengan menggunakan
sarana
computer
dalam
melakukan transfer. Ditetapkannya kebijakan Papakto 1988 yang mempermudah pendirian
Dewasa
bank dan kantor cabang bank terjadi
ini
modus
operandi
tindak pidana atau kejahatan keuangan
persaingan usaha antar bank yang ketat,
di bidang perbankan berupa sindikat
antara lain dengan cara mempermudah
atau kelompok orang tertentu baik itu
dan mempercepat prosedur pemberian
pejabat bank dan juga nasabah bank
kredit, sehingga menimbulkan kasus
dengan cara menggunakan fasilitas dan
seperti pemalsuan dokumen agunan,
jasa perbankan. Kejahatan ini sudah
mendapat kredit berkali-kali untuk
masuk dalam kategori atau diidentifi-
proyek yang sama, penjaminan barang
kasi sebagai kejahatan kerah putih
yang sama untuk beberapa kredit,
(white collar crime) dengan ruang
penyimpangan dalam pemberian kredit,
lingkup yang semakin luas, karena
penyalahgunaan pemakaian kredit dan 68
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
memakai rekening di
luar negeri
menyebabkan terintegrasinya sistem
sebagai rekening penampung hasil
keuangan termasuk sistem perbankan
kejahatan.
yang menawarkan mekanisme lalu
Hal tersebut yang menyulitkan
lintas dana antar negara yang dapat
penyidik dalam mengungkapkan keja-
dilakukan dalam waktu yang singkat.
hatan terutama dalam mengejar pelaku,
Keadaan ini disamping mempunyai
menyita barang bukti hasil kejahatan
dampak positif tetapi juga membawa
yang jumlahnya besar dan adanya
dampak yang negatif bagi kehidupan
perbedaan sistem hukum antar negara.
masyarakat
Apalagi diantara negara tersebut tidak
meningkatnya
ada regulasi dan punya komitmen dan
berskala nasional maupun internasio-
semangat yang sama dalam mem-
nal. Dimana dengan memanfaatkan
berantas kejahatan sejenis.
sistem keuangan termasuk perbankan
Kasus-kasus
tersebut
di
yaitu
dengan
tindak
semakin
pidana
yang
atas
untuk menyembunyikan atau menya-
selain dapat dikenakan secara khusus
lurkan asal usul dana hasil tindak
ketentuan pidana sebagaimana diatur
pidana yang sekarang dikenal dengan
dalam UU Perbankan, UU tindak
tindak pidana pencucian uang (money
pidana Korupsi dan UU tindak pidana
laundering).
Pencucian uang. Tetapi secara umum
Adapun pengertian dari pencu-
dapat dijaring dengan ketentuan KUHP
cian uang terdapat dalam pasal 1
terutama yang terkait dengan tindak
Undang-Undang Nomor .25 Tahun
pidana pemalsuan, pencurian, pengge-
2003 tentang Perubahan atas UU No.
lapan dan perbuatan
15 tahun 2002 tentang tindak pidana
penipuan.
Dapat
curang atau
dikatakan
bahwa
pencucian uang bahwa yang dimaksud
tindak pidana di bidang perbankan
dengan
pencucian
uang
adalah
lebih luas bila dibandingkan dengan
perbuatan menempatkan, mentransfer,
ruang lingkup tindak pidana perbankan.
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitip-
Tindak Pidana Pencucian Uang Perkembangan
dan
kemajuan
kan, membawa ke luar negeri, menu-
pengetahuan
dan
teknologi
karkan, atau perbuatan lainnya atas
khususnya di bidang komunikasi telah
harta kekayaan yang diketahuinya atau
ilmu
patut diduga merupakan hasil tindak 69
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
deposito, dan lain) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan. b. Transfer (layering) yakni upaya untuk mentransfer Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada Penyedia Jasa Keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke Penyedia Jasa Keuangan yang lain. Dengan dilakukan Iayering, akan menjadi sulit bagi penegak hukum untuk dapat mengetahui asal usul harta kekayaan tersebut. c. Menggunakan harta kekayaan (integration) yakni upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penem patan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan.
pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana tersebut baik harta kekayaan yang bergerak maupun yang tidak bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud umumnya tidak langsung dibelanjakan atau dipergunakan oleh para pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan akan mudah dilacak oleh penegak
hukum
mengenai
sumber
diperolehnya harta kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu
mengupayakan
agar
harta
kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut
masuk
ke
dalam
sistem
keuangan (financial system), terutama ke dalam sistem perbankan (banking
Sedangkan keterkaitan perbankan
system). Hal ini yang dikenal dengan
dengan kegiatan money laundering
mengembangkan atau menyamarkan
disebabkan oleh beberapa faktor: 1. Salah satu fungsi bank sebagai lembaga penghimpun dana masyarakat memungkinkan pengelolaan hasil dari kegiatan money laundering dalam berbagai kegiatan usaha bank antara lain dalam bentuk simpanan (deposito, tabungan dan giro), menempatkannya dalam instrumen keuangan (pembelian cashier cek, traveller’s cheque, Sertitikat Bank Indonesia atau penggunaan
asal usul harta kekayaan. Ahli money laundering mengidentifikasi ada 3 (tiga) fase dalam proses pencucian uang, yaitu : a. Penempatan (placement) yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat 70
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
2.
3.
4.
5.
safe deposit box dan sebagainya). Semakin majunya sistem informasi dan teknologi memungkinkan sistem pembayaran terutama yang bersifat elektronik (electronic funds transfer wire transfer) digunakan untuk melakukan pemindahan dana hasil kegiatan money laundering yang pada umumnya dalam jumlah besar, yang dapat mengalir atau bergerak di dalam suatu negara (antar negara bagian/propinsi) maupun melampaui batas yurisdiksi negara. Adanya ketentuan rahasia bank yang mewajibkan bank merahasiakan keterangan tentang nasabah penyimpan dana dan simpanannya. Penempatan dana hasil kejahatan di bank akan memperoleh pendapatan (jasa giro, bunga deposito dan tabungan) Perbankan merupakan lembaga keuangan yang memegang komposisi asset terbesar dalam pangsa pasar keuangan yaitu sebesar 90%, selanjutnya disusul oleh perusahaan asuransi 3%, dana pensiun 3%, perusahaan pembiayaan 3%, dan perusahaan sekuritas 1%.
Mengingat dampak dari perbuatan praktik pencucian uang ini yang sangat membahayakan perekonomian suatu bangsa, maka untuk mencegah dan memberantasnya telah menjadi perhatian internasional. Berbagai upaya telah dilakukan oleh masing-masing Negara
termasuk
melakukan
dengan
kerjasama
cara
internasional,
baik melalui forum secara bilateral maupun
multilateral.
kawasan
Asia
Seperti
Pasifik,
di
Indonesia
sebagai anggota Asia Pasifik Group on Money Laundering (APG) dan Finance Action
Task
Force
n
Money
Laundering (FATF) yang dibentuk oleh Negara-negara maju yang tergabung dalam G-7. Secara khusus di Indonesia upaya yang dilakukan untuk mencegah lembaga keuangan agar tidak digunakan sebagai sarana atau sasaran kegiatan
money
laundering,
maka
dikeluarkan Undang-Undang Nomor
Dampak yang ditimbulkan dari
15 tahun 2002 tentang tindak pidana
perbuatan pencucian uang sangat luas
pencucian uang dan kemudian diubah
disamping merugikan masyarakat, juga
dengan UU No. 25 tahun 2003 untuk
sangat merugikan negara karena dapat
meningkatkan anti money laundering
mempengaruhi atau merusak stabilitas
regional.
sistem perekonomian nasional atau
mengamanatkan untuk dibentuk Pusat
keuangan Negara dengan meningkat-
Pelaporan
nya berbagai kejahatan.
Keuangan (PPATK) sebagai badan 71
Undang-undang
Dan
Analisis
tersebut
Transaksi
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
yang independen dengan tugas dan
Forty Re-Commendation dari Finance
kewenangan
Action Task Force (FATF). Walaupun
untuk
mencegah
dan
mengurangi kejahatan money launder-
Indonesia
ing, sebagaimana yang diatur dalam
keanggotaannya. Hal ini disebabkan
Kepres Nomor 82 tahun 2003 tentang
karena FATF yang merupakan sebuah
tata cara pelaksanaan pusat pelaporan
cabang dari Organization
dan
nomic Cooperation and Development
analisis
Kemudian
transaksi
melalui
keuangan.
otoritas
Bank
belum
tergabung
for
dalam
Eco-
(OECD) telah menggolongkan Mesir,
Indonesia di bidang perbankan, telah
Guatemala,
mengeluarkan Peraturan Bank Indo-
Nigeria dan Burma sebagai Non-
nesia No. 3/ 10/ PB/ 2001 tentang
Cooperative Contries And Territoris
Penerapan prinsip mengenal nasabah,
(NCCTs),
sebagaiaman telah diubah dengan PBI
Undang-Undang Money Laundering.
No.3/ 23/ PBI/ 2001 dan PBI No. 5/ 21/
Hongaria,
karena
Indonesia
belum
memiliki
Bank Indonesia disamping seba-
2003 yang harus dilaksanakan oleh
gai
lembaga
lembaga
pembayaran serta otoritas perbankan
penunjang sector keuangan penyedia
pada bulan Juni 2001 telah menge-
jasa keuangan karena dengan pene-
luarkan Peraturan Bank Indonesia: PBI
rapan prinsip mengenal nasabah oleh
No.3/23/PBI/2001
perbankan dapat mencegah masuknya
Mengenal
uang hasil kejahatan ke dalam sistem
Customer Principles-KYC) untuk bank
keuangan, sekaligus dapat mengiden-
umum. Di bulan April 2002 diperkuat
tifikasi terjadinya transaksi keuangan
dengan
mencurigakan.
Undang No. 15 tahun 2002 tentang
Penerapan
keuangan
Prinsip
dan
otoritas
moneter
Nasabah
dan
sistem
tentang
Prinsip
(Know
dikeluarkannya
Your
Undang-
Tindak Pidana Pencucian Uang yang
Mengenal
kemudian diubah dengan UU Nomor
Nasabah
25 tahun 2003.
Diterapkannya prinsip mengenal nasabah dalam praktek perbankan di
KYC didefinisikan sebagai prin-
Indonesia, karena Indonesia sebagai
sip yang diterapkan untuk mengetahui
anggota Asia Pasifik Group on Money
identitas nasabah, memantau kegiatan
Laundering harus mendukung The
transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Secara 72
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
umum KYC merupakan suatu filter
nasabah dengan kartu identitas lainnya
untuk membantu Penyedia Jasa Ke-
seperti SIM, paspor dan yang lainnya.
uangan (PJK) secara dini memproteksi
Apabila calon nasabah bertindak
dirinya dari ancaman masuknya dana
sebagai perantara dan atau kuasa pihak
haram ke dalam sistem keuangan.
lain (beneficial owner) untuk membuka
KYC ini penting diterapkan oleh
rekening, maka bank wajib mem-
lembaga PJK karena adanya kecen-
peroleh dokumen pendukung identitas,
derungan peningkatan trans orgazined
hubungan
crimes and white collar crimes money
kewenangan bertindak sebagai per-
laundering (terutama melalui lembaga
antara dan atau kuasa pihak lain.
hukum,
penugasan
dan
keuangan) dan adanya berbagai produk
Dalam penerimaan dan iden-
dan jasa bank yang dapat dijadikan
tifikasi nasabah, bank wajib menolak
sebagai sarana dari sasaran money
untuk membuka rekening dan atau
laundering. KYC merupakan suatu
menolak
kegiatan yang erat kaitannya dengan
dengan calon nasabah yang:
karena dengan penerapan prosedur KYC secara efektif dan konsisten dapat diketahui adanya transaksi keuangan yang mencurigakan yang mengandung indikasi tindak pidana pencucian uang. Penerapan PBI tentang KYC, identitas calon nasabah harus dapat dengan
dokumen-dokumen
keberadaan
pendukung
dan
Disamping itu, bank juga dapat
bank wajib meneliti kebenaran dokumen
pendukung
identitas
nasabah.
Untuk
lebih
terhadap
kebenaran
menolak untuk melaksanakan transaksi
calon
dan atau mengakhiri hubungan usaha
meyakinkan
identitas
transaksi
1. Tidak memenuhi ketentuan yang berkaitan dengan identitas calon nasabah, maksud dan tujuan hubungan usaha dan dokumen pendukung nasabah serta beneficial owner. 2. Diketahui menggunakan identitas dan atau memberikan informasi yang tidak benar. 3. Berbentuk shell banks atau dengan bank yang mengizinkan rekeningnya digunakan oleh shell banks.
upaya memerangi money laundering
dibuktikan
melaksanakan
dengan pihak-pihak yang telah menjadi
atau
nasabah (existing customers) dalam hal
informasi dari nasabah petugas dapat
kriteria tersebut di atas terpenuhi atau
melakukan cross check identitas diri
73
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
penggunaan
rekening
tidak
sesuai
terjadinya transaksi keuangan men-
dengan tujuan pembukaan rekening.
curigakan.
Terkait pemantauan rekening dan
Pada saat melakukan pemantauan
transaksi nasabah, bank wajib memiliki
terhadap
rekening
sistem informasi yang dapat meng-
nasabah,
bank
identifikasi, menganalisa, memantau
perubahan paradigma dalam pelayanan
dan menyediakan laporan secara efektif
kepada nasabah yaitu jika semula
dapat
informasi
memungkinkan
bank
untuk
dan
perlu
yang
transaksi melakukan
mendetail
hanya
nasabah
debitur
menelusuri setiap transaksi (individual
diperlukan
transaction) apabila diperlukan, baik
(nasabah
untuk keperluan intern dan atau Bank
sekarang menjadi keharusan pula bagi
Indonesia, maupun dalam kaitannya
nasabah kreditur (nasabah penyimpan
dengan kasus peradilan. Hal-hal yang
dana). Bahkan bank harus melakukan
termasuk dalam penelusuran transaksi
verifikasi yang lebih ketat (extensive
antara lain adalah penelusuran atas
due diligence) terhadap:
tanggal transaksi serta jumlah dan denominasi transaksi. dalam
karakteristik
nasabah antara lain adalah karakteristik transaksi
dan
sifat
transaksi.
Di
samping itu, bank juga memelihara profil
nasabah
kurangnya
yang
meliputi
sekurang-
Bilamana
informasi
nasabah
dimiliki, aktifitas transaksi normal dan rekening,
dilakukan
memang
sesuai
dengan
yang ada. Selanjutnya bank harus yakin bahwa dokumen yang diserahkan oleh
transaksi yang dilakukan oleh nasabah termasuk
perlu,
volume usaha dan arus kas (cash flour)
serta
wajib melakukan pemantauan atas
bank,
maka
meneliti apakah kondisi kegiatan usaha
jumlah penghasilan, rekening lain yang
pembukaan
kredit),
kunjungan setempat (site risit) untuk
mengenai pekerjaan atau bidang usaha,
tujuan
penerima
1. Calon nasabah yang berasal dari Negara yang diklarifikasikan sebagai high risk countries atau Negara yang belum/tidak menerapkan ketentuan KYC. 2. Bidang usaha yang potensial digunakan sebagai sarana pencucian uang (high risk business). 3. Calon nasabah yang mempunyai risiko tinggi (high risk customer).
identitas nasabah, instrument transaksi,
Termasuk
dari
nasabah adalah dokumen asli dan harus
mengidentifikasi
berhati-hati dengan nasabah yang tidak
74
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
mau
menyerahkan
dokumen
kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
yang
diperlukan. Ketentuan dalam PBI KYC di
Pada
dasarnya
transaksi
ke-
atas tidak berlaku bagi nasabah yang
uangan mencurigakan tidak memiliki
tidak mempunyai rekening di bank
ciri-ciri yang baku, karena hal tersebut
(walk in customers), sepanjang nilai
dipengaruhi oleh variasi dan perkem-
transaksinya tidak melebihi Rp. 100
bangan jasa dan instrumen keuangan
juta. Namun demikian, jika terdapat
yang ada. Meskipun demikian, terdapat
walk in customers’ yang transaksinya
ciri-ciri umum dari transaksi keuangan
melebihi Rp. 100 juta maka bank harus
mencurigakan yang dapat dijadikan
tetap
acuan antara lain sebagai berikut :
menerapkan
prosedur
untuk
mengidentifikasi nasabah.
1. Tidak memiliki tujuan ekonomis
Sesuai PBI KYC dan UU TPPU,
dan bisnis yang jelas
bank wajib menyampaikan laporan transaksi
Keuangan
2. Menggunakan uang tunai dalam
mencurigakan
jumlah
yang
relatif
kepada PPATK paling lambat 3 hari
dan/atau
kerja setelah bank mengetahui adanya
berulang-ulang di luar kewajaran;
unsur
transaksi
keuangan
mencu-
dilakukan
besar secara
3. Aktivitas transaksi nasabah di
rigakan. Adapun Transaksi Keuangan
luar kebiasaan dan kewajaran.
Mencurigakan adalah :
Selain bank wajib melaporkan
1. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan; 2. Transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Bank sesuai dengan ketentuan dalam UU TPPU; 3. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta
transaksi
keuangan
mencurigakan
kepada PPATK, bank juga wajib melaporkan Transaksi Keuangan tunai kepada PPATK paling lambat 14 hari kerja
setelah
terjadinya
transaksi
keuangan tunai, jangka waktu 14 hari kerja tersebut dihitung sejak terjadnya transaksi keuangan tunai di Bank sampai dengan tanggal diterimanya laporan transaksi keuangan Tunai oleh PPATK.
75
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
Awalnya penerapan kebijakan
teknologi
KYC cukup membebani tugas kalangan
yang
dapat
mendukung
pelaksanaan KYC secara lebih efektif.
perbankan karena selama ini perbankan
Ketentuan KYC juga diterapkan
selalu berusaha memberikan pelayanan
pada bank perkreditan rakyat sesuai
yang terbaik kepada para nasabah dan
PBI
calon nasabah serta tidak melakukan
penerapan Prinsip mengenal nasabah
intervensi
nasabah.
bagi Bank Perkreditan rakyat yang
Permintaan informasi oleh bank kepada
secara garis besarnya mengatur hal
nasabahnya baru akan dilakukan secara
yang sama sebagaimana KYC yang
mendetail
berlaku bagi bank umum, namun
atas
urusan
pada
saat
bank
akan
memberikan kredit.
a. Tidak terdapat untuk membentuk unit kerja khusus dan atau pejabat yang bertanggung jaab atas pelaksanaan KYC yang bertanggung jawab kepada direktur kepatuhan. b. Tidak terdapat kewajiban untuk melakukan penerapan sistem informasi namun cukup sistem pencatatan yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah.
pencegahan
yang
dapat mengurangi kemungkinan digunakannya bank dalam kegiatan money laundering
tentang
nya di antaranya :
informasi tersebut adalah sebagai suatu tindakan
5/23/PBI/2003
terdapat perbedaan dalam pengaturan-
Adapun tujuan dari meminta
bentuk
No.
yang
tentunya
dapat
meminimalkan kemungkinan timbulnya berbagai risiko bagi bank yaitu operasional risk, legal risk, conventration risk dan reputational risk. Dengan mewajibkan bank untuk mengidentifikasi nasabah dan memelihara dokumen
yang
identifikasi
terkait
tersebut
maka
Pedagang Valuta Asing (PVA)
dengan
sebagai lembaga penunjang sektor
akan
keuangan juga sangat rentan terhadap
mempermudah bank dalam melakukan
praktek money laundering, sehingga
analisis dan penelusuran penyelidikan
KYC diterapkan pada PVA. Maka
penegak hukum. Namun demikian
ditetapkan
sejak ditetapkan PBI KYC, berangsur-
telah
Bank
Januari 2004 tentang Pedagang Valuta
sudah memadai, bahkan pada sebagian bank
Peraturan
Indonesia No. 6/1/PB/2004 tanggal 6
angsur penerapan KYC di Bank Umum
besar
dalam
Asing yang mencabut Peraturan Bank
menggunakan 76
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
Indonesia No. 5/2/PBI/2003 tanggal 3
pembayaran, Bank Indonesia telah
Februari tentang PVA.
menetapkan berbagai regulasi yang
Dalam menerapkan KYC, maka
terkait dengan transfer dana, antara
PVA diwajibkan untuk:
lain:
1. Menetapkan kebijakan penerimaan nasabah 2. Kebijakan dan prosedur identifikasi nasabah 3. Kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah 4. Kebijakan dan prosedur manajemen resiko yang berkaitan dengan penerapan prinsip KYC 5. Menerapkan KYC sesuai dengan ketentuan penerapan KYC yang berlaku bagi bank 6. PVA bukan Bank wajib menyampaikan foto kopi kebijakan dan prosedur penerapan Prinsip Mengenal Nasabah kepada Bank Indonesia. 7. PVA wajib menyampaikan laporan sebagai berikut : a. Laporan lalu lintas devisa b. Laporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp. 500.000.000 atau lebih atau nilainya setara baik yang dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja.
1. Peraturan Bank Indonesia No.1/ 3/PBI/1999 tentang penyelenggaraan Kliring lokal Mata Perubahan-perubahannya (PBI No.2/4/PBI/2000 dan PBI No.2/14/PBI/2000); 2. Peraturan Bank Indonesia No. 2/24/PBI/2000 tentang Hubungan rekening giro antar Bank Indonesia dengan pihak ekstern sebagaimana diubah dengan Peraturan bank Indonesia No. 3/11/PBI/2001. 3. Surat Edaran Ektern No.2/2/ 4/DASP perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement serta perubahan-perubahannya (SE No.3/20/DASP dan SE No.4/10/DASP)-SE BI-RT GS). Dalam kaitannya dengan KYC dan
anti-money
memperhatikan permasalahan ini untuk ditetapkan
rumusan
konsep
Bank. Penerangan KYC mendapatkan perhatian
dalam
penyusunan
Penyelenggaraan
PBI
kegiatan
tentang sistem BI-RTGS dan SE
usaha bank yang sering dimanfaatkan
perihal sistem BI-RTGS. Demikian
dalam kegiatan pencucian uang adalah
pula dalam PBI tentang penyeleng-
transfer dana antar bank di dalam
garaan Kliring jo. SE-BI tentang Tata
negeri maupun dengan bank di negara otoritas
dalam
rancangan Undang-Undang Transfer
Selain PVA, salah satu kegiatan
Sebagai
Bank
Indonesia merekomendasikan untuk
tentang
lain.
lanudering,
Usaha
sistem 77
Penarikan
Cek/Bilyet
Giro
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
Kosong (TUCK) telah diatur mengenai
data dari nasabah yang melakukan
tata cara pembukaan rekening yang
transaksi.
pada prinsipnya telah
menerapkan
Ketentuan SWIFT ini sendiri
prinsip yang sejalan dengan ketentuan
belum sepenuhnya memberikan perha-
KYC.
tian khusus yang berkaitan dengan Sedangkan
untuk
mengatur
KYC, tetapi sudah menjadi perhatian
ketentuan mengenai transfer dana antar
Bank
negara, BI selaku otoritas sistem
berbagai penyempurnaan agar transfer
pembayaran
SE.
dana antar negara melalui SWIFT tidak
No.4/20/INTERN tentang penggunaan
dijadikan sebagai sarana dan sasaran
sistem
kegiatan
mengeluarkan
Society
Interbank
For
Financial
World
Wide
Telecommuni-
Indonesia
untuk
pencucian
melakukan
uang
(Money
Laundering).
cation (SWIFT). Sistem SWIFT ini PENUTUP
merupakan suatu jaringan internasional
Sektor
untuk sistem pemindahan dana dan /atau pertukaran informasi
antar
bank,
perekonomian bangsa, bila dibandingkan dengan sektor keuangan lainnya,
lembaga
sehingga bank sering dikatakan sebagai
keuangan bukan bank dan pihak lain
jantung dari sistem keuangan Indonesia
yang terdaftar sebagai anggota SWIFT. Sistem
ini
dilengkapi
cukup
aman
dengan ketentuan
dan bank juga merupakan agent of
karena
development. Tapi di satu sisi bank
yang
juga sangat rentan dengan kegiatan
berlaku bagi negara anggota dan juga
tindak pidana perbankan, baik berupa
diberi pengaman dalam melakukan
kejahatan
transaksi (seperti test key). Mengingat
melalui
menduduki
posisi yang sangat strategis dalam
dengan
menggunakan teknologi komputer dan komunikasi
Perbankan
maupun
dalam
bentuk
pelanggaran.
sistem
Tindak pidana perbankan dapat
SWIFT dilakuan transaksi antar bank,
diancam Undang-Undang Perbankan
maka dirasakan perlu untuk mem-
itu sendiri, tetapi juga tindak pidana
peroleh informasi tentang nasabah bank
tersebut dapat dijerat dengan Undang-
yang mengirim atau menerima dana
Undang
dari bank yang bersangkutan. Oleh
di
luar
Undang-Undnag
Perbankan seperti UU Tindak Pidana
karena itu perlu dilakukan pengolahan 78
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
Korupsi, UU Tindak Pidana Pencucian
Peraturan
Uang dan KUH Pidana terutama yang
diterapkan dalam praktek perbankan.
terkait dengan tindak pidana pencurian,
Adapun Peraturan Bank Indonesia
pemalsuan, penggelapan dan perbuatan
tersebut, yaitu :
curang atau penitipan.
dunia
Indonesia
untuk
a. PBI No.3/23/PBI/2001 tentang
Penggunaan teknologi informasi dalam
Bank
perbankan
saat
Prinsip Mengenal Nasabah untuk
ini
Bank Umum
merupakan suatu kebutuhan dalam
c. PBI No.5/23/PBI/2003 tentang
proses produksi dan pemberian jasa
Prinsip Mengenal Nasabah untuk
dalam bertransaksi, karena mempunyai
Bank Rakyat Indonesia
nilai efisiensi, jangkauan geografi,
d. PBI
No.6/1/PBI/2004
tentang
perluasan jaringan, kemudahan, kenya-
Prinsip Mengenal Nasabah untuk
manan dan keamanan dalam bertran-
Pedagang Valuta Asing (PVA)
saksi. Namun di sisi lain sering
Sedangkan
untuk
mengatur
disalahgunakan oleh pelaku kejahatan
transfer dana antar Bank baik di dalam
untuk mengaburkan dan menyembu-
dan luar negeri, maka Bank Indonesia
nyikan asal usul dana dari hasil tindak
mengeluarkan SE No.4/20/INTERN
pidana (kejahatan money laundering),
tentang Penggunaan Sistem Society For
karena
dan
World Wide Intern Bank Financial
penyebaran pengiriman dan peneri-
Telecommunication (SWIFT). Dalam
maan uang dengan jumlah yang besar
sistem
dan melewati batas-batas negara lain,
sepenuhnya diterapkan tapi seduah
maka hal ini yang menyulitkan otoritas
menjadi perhatian Bank Indonesia.
memiliki
kecepatan
ini
memang
KYC
belum
perbankan dan penegak hukum untuk melakukan penegakan hukum (Law
DAFTAR PUSTAKA
Inforcement).
Arrasjid,
Dalam rangka mencegah dan meredam
tindak
Chainur.
(2011).
Hukum
Pidana Perbankan. Jakarta: Sinar
pidana pencucian
Grafika.
uang, maka Bank Indnesia sebagai
Anwar, H.A.K. Moch. (1980). Tindak
otoritas moneter, sistem pembayaran
Pidana Di Bidang Perbankan.
dan
Bandung: Alumni.
otoritas
beberapa
perbankan
regulasi
dalam
membuat bentuk 79
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016
Djuhana, M. (1996). Hukum Perbank-
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
an Di Indoensia. Bandung: PT.
tentang Pemberantasan Tindak
Citra Aditya Bakti.
Pencucian Uang.
Hermansyah. (2013). Hukum Perbank-
Undang-undang No. 25 Tahun 2003,
an Nasional Indonesia. Jakarta:
tentang Tindak Pidana Perncu-
Kencana Prenada Media Group.
cian Uang.
Marpaung, Leden. (1993). Kejahatan
Peraturan Bank Indonesia No. 3/23/
Terhadap Perbankan, Jakarta:
PBI/tentang
Erlangga.
Peraturan Bank Indonesia No.3/
Sundari,
S.,
Hukum
Arie,
Materi
Perbankan,
Kuliah
Perubahan
Atas
10/PBI/2001 tentang Penerapan
Program
Prinsip
Pasca Sarjana Hukum Bisnis FH-
Mengenal
Nasabah
(Know Your Customer Principle).
UGM,Yogyakarta.
Peraturan Bank Indonesia No.5/23/ PBI/2003
tentang
Prinsip
Peraturan Perundang-undangan:
Mengenal Nasabah Bagi Bank
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
Perkreditan Rakyat.
tentang Perubahan UU No.7
Surat Edaran Bank Indonesia No.3/29/
tahun 1992 tentang Perbankan.
DPNP/2001 Standar
tentang
Pedoman
Penerapan
Prinsip
Mengenal Nasabah.
80