Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 7 - 11
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMPN 22 PADANG Aldhini Kemala Puteri 1), Suherman2), Muh. Subhan3) 1
) FMIPA UNP : email:
[email protected] )Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
2,3
Abstract The students ability to understanding mathematic concept is evpected to grow and develop in mathematical learning. But, mathematical learning process in VIII th grade SMPN 22 Padang was still not involved students optimally. One of solution for this problem is applying cooperative learning model TSTS type. The goal of this research is to see whether mathematic concept understanding of student learn by using cooperative learning model TSTS type is better than student’s learn by using conventional learning. The kind of this research is quasi experiment with Randomized Control Group Only Design. The result show students mathematic concept understanding with cooperative learning model TSTS type is better than students with conventional learning. Keywords - TSTS, mathematic concept understanding, convensional learning PENDAHULUAN Matematika adalah ilmu dasar yang wajib dipelajari oleh semua siswa dari tingkat SD sampai tingkat SMA bahkan juga di perguruan tinggi. Ini dikarenakan matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat penting sebagai pembentuk sikap dan pola pikir serta merupakan landasan penting untuk berpikir dalam menyelesaikan permasalahan matematika maupun permasalahan sehari-hari. Sejalan dengan pentingnya matematika dalam kehidupan untuk itu dibutuhkan suatu pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan matematika siswa. Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika, tujuan pembelajaran matematika ada 5 yang tertera pada [1]. Berdasarkan kelima tujuan tersebut, pemahaman konsep merupakan salah satu kemampuan matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam pembelajaran matematika. Karena konsep matematika yang satu dengan yang lain berkaitan sehingga untuk mempelajarinya harus terstruktur dan berkesinambungan. Jika siswa telah memahami konsep-konsep matematika maka akan memudahkan siswa dalam mempelajari konsep-konsep matematika berikutnya yang lebih kompleks dari sebelumnya. Pemahaman terhadap suatu konsep sangat penting karena apabila siswa menguasai konsep materi prasyarat maka siswa akan mudah untuk memahami konsep materi selanjutnya. Oleh karena itu, guru perlu merancang pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap suatu materi. Kemampuan siswa yang rendah dalam menyelesaikan soal matematika yang berkaitan dengan pemahaman konsep tentunya menjadi masalah dalam
pembelajaran matematika. Sehingga hendaknya guru merancang pembelajaran dengan mengedepankan kegiatan siswa sehingga proses pembelajaran menjadi lebih bermakna serta dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap suatu materi. Hasil observasi yang dilakukan di SMPN 22 Padang pada tanggal 27 Agustus 2013 sampai dengan 7 September 2013, terlihat bahwa pembelajaran masih terpusat pada guru. Guru secara aktif mengajarkan materi pembelajaran lalu dilanjutkan dengan memberikan waktu kepada siswa untuk mencatat materi yang telah dipelajari. Kemudian guru memberikan latihan soal kepada siswa. Terlihat bahwa siswa tidak bisa mengerjakan soal-soal latihan. Siswa masih sekedar menerima penjelasan dari guru dan lebih dituntut untuk menghafalkan konsep sehingga siswa hanya dapat mengerjakan soal-soal yang serupa dengan yang dicontohkan oleh guru. Jika soal yang diberikan sudah berbeda dengan yang dicontohkan maka siswa terlihat sulit mengerjakannya. Siswa kurang percaya diri dengan hasil pemikirannya sendiri sehingga hanya mencontek latihan siswa lain yang sudah selesai mengerjakannya. Hal tersebut menandakan siswa belum memahami konsep matematika atau dengan kata lain pemahaman konsep matematika siswa masih rendah. Bagi siswa yang berkemampuan sedang dan rendah merasa enggan bertanya kepada siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan tinggi juga merasa enggan untuk berbagi informasi dengan teman-teman mereka yang berkemampuan sedang atau rendah. Jadi, perlu pembelajaran yang dapat menjembatani siswa yang memiliki kemampuan tinggi untuk dapat mentransfer ilmu pada siswa yang berkemampuan sedang atau rendah untuk dapat memahami konsep.
7
Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 7 - 11 Rendahnya pemahaman konsep matematika siswa dapat dilihat pada hasil ujian semester I mata pelajaran matematika siswa kelas VIII SMPN 22 Padang. Dari analisis terhadap soal ujian semester terdapat 52,5% soal pemahaman konsep dan 47,5% soal penalaran. Persentase soal pemahaman konsep lebih banyak dari yang lain, sehingga sangat berpengaruh pada hasil ujian siswa. Sebagian besar siswa banyak yang salah pada soal pemahaman konsep matematika. Dapat dilihat pada Tabel I di bawah ini. TABEL I BANYAKNYA SOAL PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA YANG DIJAWAB BENAR
Kelas VIII1 VIII2 VIII3 VIII4 VIII5 VIII6 VIII7 VIII8
Jumlah siswa 32 30 30 29 32 30 31 32
Rata-Rata (%) 44 49 39 34 29 31 41 34
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat menggambarkan bahwa pemahaman konsep matematika siswa kurang bagus. Pada semua kelas VIII SMPN 22 Padang, kurang dari separuh yang menjawab soal pemahaman konsep dengan benar. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya perbaikan penyampaian materi oleh guru sehingga mengikutsertakan seluruh siswa dalam proses pembelajaran serta pemahaman konsep siswa dapat ditingkatkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memecahkan permasalahan di atas yaitu model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif akan mendorong siswa untuk menemukan dan memahami konsep yang sulit dengan mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan teman sebayanya. Menurut [2] Pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik untuk meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, mengembangkan hubungan antarkelompok serta penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik. Dengan demikian, salah satu model pembelajaran yang dapat mengatasi masalah tersebut adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang lebih mengedepankan siswa pada kerja dalam kelompok belajar, sehingga dapat menjembatani siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah supaya tidak terlalu jauh ketinggalan dari siswa yang pintar. Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif siswa yang berbeda kemampuan dapat bekerjasama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, sehingga siswa yang berkemampuan rendah akan mampu memahami materi. Untuk dapat menerapkan metode pembelajaran kooperatif terdapat enam tahap yang harus diaplikasikan oleh guru yaitu menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kelompok belajar, membimbing
kelompok bekerja dan bekajar, evaluasi dan memberikan penghargaan seperti yang tertera pada [3]. Ada beberapa tipe dalam model pembelajaran kooperatif salah satu diantaranya adalah tipe TSTS. Pembelajaran seperti tipe ini sesuai dengan karakter siswa kelas VIII SMPN 22 Padang. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu materi. Model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif variasi model mengajar guru dan dapat mengarahkan semua siswa agar aktif ketika kegiatan pembelajaran berlangsung serta dalam proses pelaksanaannya terstruktur. Menurut [4] TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Pemahaman konsep merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai hasil belajar yang memuaskan. Konsep matematika harus diajarkan secara berurutan karena pembelajaran matematika tidak dapat dilakukan secara melompat-lompat tetapi harus tahap demi tahap, dimulai dengan pemahaman ide dan konsep yang sederhana sampai ke tahap yang lebih kompleks. Alasan menggunakan model pembelajaran TSTS ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar. Menurut [5] TSTS menawarkan sebuah forum dimana siswa dapat bertukar ide dan membangun keterampilan sosial seperti mengajukan pertanyaan menyelidik, sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuasi eksperimen. Penelitian kuasi eksperimen digunakan untuk melihat pemahaman konsep matematika siswa selama diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Only Design seperti yang tertera pada [6] dan secara bagan dapat dilihat pada Tabel II. TABEL II RANCANGAN PENELITIAN RANDOMIZED CONTROL GROUP ONLY DESIGN
Sampel Kelas eksperimen Kelas kontrol
Perlakuan X -
Tes Akhir T T
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 22 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014. Pada penelitian ini dibutuhkan 2 kelas sampel, pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling). Sehingga kelas yang terpilih menjadi kelas
8
Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 7 - 11 eksperimen yaitu kelas VIII2 dan kelas kontrolnya adalah kelas VIII3. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. variabel bebas adalah perlakuan yang diberikan kepada siswa kelas sampel, yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Variabel terikat adalah pemahaman konsep matematika siswa pada kedua kelas sampel. Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep siswa yang diperoleh dari hasil tes akhir. Data sekunder dalam penelitian ini adalah nilai ujian semester I matematika siswa dan data jumlah siswa kelas VIII SMPN 22 Padang tahun pelajaran 2013/2014. Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini maka instrumen yang digunakan adalah tes akhir pada akhir penelitian. Tes akhir digunakan untuk membandingkan pemahaman konsep matematika siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil tes akhir dianalisis menggunakan rubrik penskoran yang telah ditetapkan. Indikator pemahaman konsep matematika yang diadopsi dari [1] adalah: 1) menyatakan ulang sebuah konsep; 2) mengembangkan syarat perlu dan dan syarat cukup suatu konsep; 3) menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu; 4) mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. Berdasarkan uji coba soal tes diperoleh hasil bahwa 6 item soal tes akhir dapat digunakan dan tes akhir realiabel. Teknik analisis data dalam pengujian hipotesis menggunakan rumus uji-Mann Whitney. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian yang diajukan diterima atau ditolak. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data pemahaman konsep matematika siswa diperoleh setelah diberikan tes akhir pada kelas eksperimen (VIII2) dan kelas kontrol yaitu kelas (VIII3). Pelaksanaan tes akhir pada kelas eksperimen diikuti oleh 30 orang siswa dan di kelas kontrol diikuti oleh 28 orang siswa. Untuk dapat melihat nilai tes akhir secara lengkap ada pada skripsi [8]. Data hasil analisis tes akhir siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel III berikut: TABEL III HASIL TES AKHIR SISWA
Deskripsi Nilai Banyak Siswa Nilai Maksimum Nilai Minimum Nilai Rata-Rata Simpangan Baku Persentase Ketuntasan
Kelas Eksperimen 30 100 24 85,4 16,38 83%
Kelas Kontrol 28 93 20 71,04 17,10 36%
Berdasarkan Tabel III diketahui bahwa rata-rata nilai kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Persentase jumlah siswa yang tuntas pada kelas eksperimen lebih banyak dibandingkan jumlah siswa yang tuntas pada kelas kontrol. Simpangan baku kelas eksperimen lebih rendah daripada kelas kontrol, ini menunjukkan bahwa nilai pada kelas eksperimen lebih seragam dari pada kelas kontrol. Data pemahaman konsep matematika siswa pada tes yang diperoleh, dianalisis terhadap masing-masing item soal menggunakan rubrik penilaian pemahaman konsep yang terdiri dari skala 0, 1, 2, 3 dan 4 [7]. Persentase pemahaman konsep matematika siswa pada kelas sampel dapat dilihat pada Tabel IV. TABEL IV RATA-RATA PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS SAMPEL
I
No Soal
1
1,2,3, 4,5,6
2
6
3 4
2,3,4, 5,6 2,3,4, 5,6
Kelas E K E K E K E K
Persentase Siswa yang Memperoleh Skala 0 1 2 3 4 3,89 2,78 4,44 40,56 48,33 5,36 4,76 6,55 58,33 25,00 6,67 0 0 20,00 73,33 28,57 0 0 0 71,43 2,67 1,33 10,00 15,33 70,67 6,43 4,29 17,14 35,00 37,14 2,67 1,33 10,00 16,67 69,33 6,42 4,29 15,00 37,86 36,43
RSI 3,28 2,94 3,53 2,86 3,50 2,94 3,49 2,94
Keterangan : E : Eksperimen K : Kontrol I : Indikator RSI : Rata-rata Skala Indikator Berdasarkan Tabel IV dapat terlihat bahwa rata-rata pemahaman konsep matematika siswa untuk keempat indikator pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol. Analisis dilakukan terhadap data tes akhir. Analisis ini bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian yang telah dirumuskan. Sebelum menguji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas terhadap data tes akhir. Uji normalitas kelas sampel dilakukan dengan menggunakan uji Anderson Darling. Hasil uji normalitas kelas sampel menunjukkan bahwa data tes akhir kelas sampel tidak berdistribusi normal, sebab P-value yang diperoleh pada kelas eksperimen bernilai kecil dari 0,05. Uji homogenitas tidak dilakukan karena data pada kelas sampel tidak berdistribusi normal. Berdasarkan uji normalitas diketahui bahwa data tes akhir kelas sampel tidak berdistribusi normal, maka untuk menguji hipotesis digunakan rumus uji-Mann Whitney. Dari hasil uji hipotesis diperoleh nilai signifikansi (z) = 0,0002 < (α) = 0,05 sehingga ditolak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik dari pada pemahaman konsep matematika siswa dengan pembelajaran konvensional.
9
Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 7 - 11 Hal ini disebabkan karena melalui model pembelajaran kooperatif tipe TSTS yang diterapkan di kelas eksperimen membuat seluruh siswa terlibat langsung dalam pembelajaran. Pada tahap diskusi kelompok awal siswa mengerjakan persoalan pada LKS secara berkelompok. Seluruh anggota kelompok memiliki tanggung jawab masing-masing untuk dapat memahami konsep-konsep yang ada di LKS karena dalam satu kelompok memiliki dua orang yang bertindak sebagai tamu dan dua orang lagi yang akan menerima tamu. Saat tahap bertamu, siswa bisa membandingkan pemahaman mereka dengan anggota kelompok lain. Sehingga pemahaman dan wawasan siswa lebih baik dibandingkan dengan diskusi satu kali dalam kelompok. Pemahaman konsep merupakan hal yang sangat diperlukan agar dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik. Siswa dikatakan memiliki pemahaman konsep yang baik jika mereka dapat menunjukkan indikator-indikator pemahaman konsep dalam pembelajaran. Dalam soal tes akhir dalam penelitian ini terdapat empat indikator pemahaman konsep, yaitu menyatakan ulang sebuah konsep, mengembangkan syarat perlu dan dan syarat cukup suatu konsep, menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu serta mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. Dari hasil jawaban siswa pada tes akhir, dapat dilihat pemahaman konsep matematika beberapa orang siswa ada yang sama antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, namun secara umum pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Berikut ini akan dijelaskan perbedaan kemampuan siswa kedua kelas sampel dalam menjawab soal untuk setiap indikator. Pada indikator 1, 48,33% siswa kelas eksperimen berada pada skala 4, 40,56% siswa berada pada skala 3, selebihnya berada pada skala 0, 1 dan 2. Ini berarti sebagian besar kelas ekperimen sudah menunjukkan kemampuan yang baik dalam menyatakan ulang sebuah konsep. Begitu pula pada kelas kontrol 25% siswa berada pada skala 4, 58,33% siswa berada pada skala 3, selebihnya berada pada skala 0, 1 dan 2. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan kelas ekperimen dalam menyatakan ulang sebuah konsep lebih baik daripada kelas kontrol. Sebagian besar jawaban tes akhir siswa kelas eksperimen sudah tepat dan lengkap dalam menyatakan ulang sebuah konsep. Sedangkan sebagian besar kelas kontrol menunjukkan pemahaman yang masih kurang terhadap konsep yang dinyatakan. Seperti pada soal nomor 1, siswa mengalami kesulitan dalam mengungkapkan konsep jari-jari lingkaran yang tegak lurus terhadap garis singgung lingkaran walaupun siswa sudah mengetahui besar sudutnya. Hal itu juga terjadi pada soal nomor 2 dan 3, siswa belum bisa membedakan rumus menghitung panjang garis singgung persekutuan dalam dengan luar.
Pada indikator 2, 73,33% siswa kelas eksperimen berada pada skala 4 dan 20% siswa berada pada skala 3, selebihnya berada pada skala 0. Begitu juga pada pada kelas kontrol 71,43 % siswa berada pada skala 4 dan 0% siswa berada pada skala 3, selebihnya siswa berada pada skala 0. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan kelas ekperimen dalam mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep lebih baik daripada kelas kontrol. Sebagian besar jawaban tes akhir siswa kelas eksperimen sudah dapat mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep dengan tepat dan lengkap. Sedangkan pada sebagian siswa kelas kontrol kurang mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatuu konsep. Seperti pada soal nomor 5, siswa pada kelas eksperimen sudah dapat menggunakan panjang AD sebagai tinggi segitiga dalam mencari luas segitiga ABC dengan terlebih dahulu dicari dengan menggunakan teorema pythagoras. Hal ini berarti siswa pada kelas eksperimen sudah dapat mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep dengan tepat dan lengkap. Sedangkan siswa pada kelas kontrol belum bisa memahami bahwa AD bisa digunakan sebagai tinggi untuk mencari luas segitiga ABC. Pada indikator 3, 70,67% siswa kelas eksperimen berada pada skala 4 dan 15,33% siswa berada pada skala 3, ini berarti sebagian besar kelas eksperimen sudah menunjukkan kemampuan yang baik dalam menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu. Pada kelas kontrol 37.14% siswa berada pada skala 4 dan 35% siswa berada pada skala 3. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan kelas ekperimen dalam menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu lebih baik daripada kelas kontrol. Sebagian besar jawaban tes akhir siswa kelas eksperimen sudah dapat menggunakan, memanfaatkan dan meilih prosedur atau operasi yang sesuai dengan benar dan lengkap. Sedangkan pada siswa kelas kontrol bisa menggunakan prosedur atau operasi yang sesuai namun masih banyak kesalahan. Seperti pada soal nomor 2, 3, 4, 5, dan 6 siswa terlihat masih banyak kesalahan dalam operasi matematika. Pada indikator 4, 69,33% siswa kelas eksperimen berada pada skala 4 dan 16,67% siswa berada pada skala 3, ini berarti sebagian besar kelas ekperimen sudah menunjukkan kemampuan yang benar dalam mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah. Pada kelas kontrol 36,43% siswa berada pada skala 4, 37,86% siswa berada pada skala 3, selebihnya berada pada skala 0, 1, dan 2. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan kelas ekperimen dalam mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah lebih baik daripada kelas kontrol. Sebagian besar jawaban siswa kelas eksperimen sudah benar dalam mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah. Sedangkan siswa kelas kontrol banyak kesalahan dalam mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah. Seperti pada soal nomor 2, 3, 4, 5 dan 6 siswa belum memahami
10
Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 7 - 11 tanda akar hilang jika bilangan di dalam akar sudah diakarkan. Selain itu siswa sudah benar dalam menyatakan ulang sebuah konsep dengan menuliskan rumus dengan tepat. Akan tetapi, siswa tidak tepat dalam mengaplikasikan rumus tersebut. Misalnya dari rumus menghitung panjang garis singgung lingkaran dalam ataupun luar, siswa masih bingung dalam membedakan lambang-lambang dari rumus tersebut.
REFERENSI [1]
[2] [3]
SIMPULAN
[4]
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan yaitu pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMPN 22 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014 yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik daripada pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan: 1) Pada saat pertemuan pertama, siswa yang ditunjuk sebagai yang bertamu ke kelompok lain adalah siswa yang lebih aktif dibandingkan yang lain karena mereka mencoba menerapkan model pembelajaran yang beda dari biasanya. 2) Sebaiknya pada tahap diskusi yang kedua yaitu saat bertamu, waktunya lebih sedikit dibandingkan diskusi yang pertama. Ini disebabkan pada tahap bertamu tugas siswa hanya membandingkan hasil diskusi yang pertama. 3) Untuk pertemuan selanjutnya, siswa yang ditunjuk sebagai tamu dan yang tinggal diadakan pergantian atau variasi. Sehingga siswa tidak monoton dalam tugasnya menjadi tamu ataupun yang tinggal saja serta dapat membuat siswa lebih tertarik dengan adanya pergantian tugas tersebut.
[5] [6] [7] [8]
Wardhani, Sri. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika. Slavin, E Robert. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media. Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Raja Gravindo. Hanafiah, Nanang & Suhana, Cucu. 2012. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama Isjoni. 2011. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Suryabrata, Sumadi. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Gravindo. Iryanti, Puji. 2004. Penilaian Untuk Kerja. Yogyakarta: Depdiknas. Puteri, Kemala Aldhini. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 22 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014, Skripsi, Universitas Negeri Padang, April 2014.
11