PENDUGAAN UMUR SARANG ORANGUTAN SUMATERA REINTRODUKSI (Pongo abelii Lesson 1827) BERDASARKAN PERUBAHAN UKURAN DAN WARNA DI EKOSISTEM TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (Studi Kasus di Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera Sungai Pengian Provinsi Jambi)
PANJI AHMAD FAUZAN
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PENDUGAAN UMUR SARANG ORANGUTAN SUMATERA REINTRODUKSI (Pongo abelii Lesson 1827) BERDASARKAN PERUBAHAN UKURAN DAN WARNA DI EKOSISTEM TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (Studi Kasus di Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera Sungai Pengian Provinsi Jambi)
PANJI AHMAD FAUZAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
SUMMARY PANJI AHMAD FAUZAN. Estimation of Rehabilitated Sumatran Orangutan Nest Decay Rate (Pongo abelii Lesson 1827) Based on Color and Size at Bukit Tigapuluh National Park Ecosystem (Case Study at Sumatran Orangutan Reintroduction Station, Pengian River, Jambi). Under supervision of YANTO SANTOSA and ABDUL HARIS MUSTARI. In the estimation of orangutan population based on nest density, nest decay rate is used as one of the parameters in calculating site-specific value. Nest decay rate has a site-specific characteristic, which is influenced by several factors, such as altitude, type of forest or habitat, temperature, humidity, and the amount of rainfall. Changes in nest color and size are parameters which can be visibly observed, thus nest color and size can be used as indicators in estimating nest decay rate. The objective of this research was to determine the type of nest that can be used as a reference in estimating orangutan population, analyze nest size in relation to nest decay rate estimation, and analyze nest color in relation to nest decay rate estimation. This research was conducted in July until November 2009 at the Sumatran Orangutan Reintroduction Station, Pengian River, Jambi. Vegetation analysis was done in the forest containing nests used for observation. The method used in the research is Ad libitum. Observations were done to 37 nests, consisting of 25 sleep nests and 12 rest nests. Data collecting for each observed nest was done with an interval of one day. The results show that sleep nests are made by orangutans of all ages. Therefore, sleep nests are the type of nest used as reference in the estimation of orangutan populations. For changes in nest size, significant changes of rest nests occurred on days 1 to 3, 3 to 5, 5 to 12, and 12 to 29. From day 29 until the end of the observation, no significant changes occurred. For sleep nests, significant changes occurred on days 1 to 2, 2 to 4, 4 to 7, 7 to 14, 14 to 21, and 21 to 48. No significant changes occurred from day 48 until the last day of observation. Meanwhile, for changes in nest color, significant changes occurred on days 0 to 1, 1 to 6, 6 to 11, 11 to 13, 13 to 14, 14 to 17, 17 to 25, 25 to 36, 36 to 37, 37 to 50, 50 to 51, 51 to 52, 52 to 59, 59 to 62, 62 to 64, 64 to 69, 69 to 70, 70 to 74, 74 to 77, and 77 to 82. Significant changes in size and color of the orangutan nests occurred through several stages, where each stage requires more time to change compared to its previous stages. This tendency is due to the decaying of the nest during early stages that happen more quickly, causing a longer period for changes to occur during the later stage of the nest. By acknowledging the significant changes that occurred in nest size and color, the estimation of orangutan population by estimating the nest decay rate can be done through the observation of changes in nest color and size.
RINGKASAN PANJI AHMAD FAUZAN. Pendugaan Umur Sarang Orangutan Sumatera Reintroduksi (Pongo abelii Lesson 1827) Berdasarkan Perubahan Warna dan Ukuran di Ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Studi Kasus di Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera Sungai Pengian Provinsi Jambi)”. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA dan ABDUL HARIS MUSTARI. Umur sarang digunakan sebagai salah satu parameter dalam perhitungan nilai spesifik lokasi pada pendugaan populasi orangutan berdasarkan kepadatan sarang. Umur sarang yang bersifat spesifik lokasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ketinggian lokasi, tipe hutan atau habitat, suhu, kelembaban, dan curah hujan. Penggunaan warna dan ukuran sarang sebagai parameter pendugaan umur sarang dilakukan karena perubahan ukuran dan warna merupakan indikasi yang paling mudah diamati dalam menduga umur sarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jenis sarang yang dapat dijadikan acuan pendugaan populasi orangutan, menganalisis hubungan antara umur sarang dengan ukuran sarang, dan menganalisis hubungan antara umur sarang dengan warna sarang. Penelitian ini dilakukan pada Juli hingga November 2009 di Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera, Sungai Pengian, Jambi. Analisis vegetasi dilakukan pada kawasan hutan dengan sarang yang menjadi objek penelitian. Metode yang digunakan dalam pengamatan sarang adalah Ad libitum. Pengamatan dilakukan terhadap 37 sarang, yang terdiri atas 25 sarang tidur dan 12 sarang istirahat. Pengambilan data pengamatan untuk setiap sarang yang diamati dilakukan dengan selang waktu satu hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sarang tidur dibuat oleh semua kelas umur orangutan. Dengan demikian, sarang tidur dijadikan acuan dalam pendugaan populasi orangutan. Untuk ukuran sarang, perubahan nyata pada sarang istirahat terjadi pada hari 1 ke 3, 3 ke 5, 5 ke 12, dan 12 ke 29. Pada hari ke-29 hingga akhir pengamatan tidak terjadi perubahan yang signifikan. Sedangkan pada sarang tidur, perubahan nyata ukuran sarang terjadi pada hari 1 ke 2, 2 ke 4, 4 ke 7, 7 ke 14, 14 ke 21, dan 21 ke 48. Pada hari ke-48 hingga pengamatan hari terakhir tidak terjadi perubahan yang signifikan. Sementara untuk warna sarang, perubahan nyata terjadi pada hari 0 ke 1, 1 ke 6, 6 ke 11, 11 ke 13, 13 ke 14, 14 ke 17, 17 ke 25, 25 ke 36, 36 ke 37, 37 ke 50, 50 ke 51, 51 ke 52, 52 ke 59, 59 ke 62, 62 ke 64, 64 ke 69, 69 ke 70, 70 ke 74, 74 ke 77, dan 77 ke 82. Perubahan nyata ukuran dan warna sarang yang diamati terjadi melalui beberapa tahap. Setiap tahap perubahan berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan tahap sebelumnya. Hal ini terjadi akibat proses pelapukan sarang yang terjadi lebih cepat pada tahap awal, sehingga tahap-tahap selanjutnya cenderung membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menunjukkan terjadinya perubahan. Dengan diketahuinya tahapan perubahan ukuran dan warna sarang orangutan, maka pendugaan populasi orangutan di alam dengan menduga umur sarang dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan warna dan ukuran sarangnya.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pendugaan Umur Sarang Orangutan Sumatera Reintroduksi (Pongo abelii Lesson 1827) Berdasarkan Perubahan Ukuran dan Warna di Ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Studi Kasus di Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera Sungai Pengian Provinsi Jambi)” adalah benar-benar karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2010
Panji Ahmad Fauzan NRP E34051904
Judul Penelitian
: Pendugaan Umur Sarang Orangutan Sumatera Reintroduksi (Pongo abelii Lesson 1827) Berdasarkan Perubahan Ukuran dan Warna di Ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Studi Kasus di Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera Sungai Pengian Provinsi Jambi)
Nama
: Panji Ahmad Fauzan
NIM
: E34051904
Menyetujui :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr.Ir. Yanto Santosa DEA NIP. 19601004 198501 1 001
Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc.F. NIP. 19651015 199103 1 003
Mengetahui : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Ketua
Prof.Dr. Ir. H. Sambas Basuni ,MS NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada 11 November 1986 dari pasangan Drs. Sunu Mardiono dan Nuri Setiawati sebagai anak kedua dari lima bersaudara. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Anggek II Tambun dan melanjutkan ke SLTPN Lima Tambun. Pada tahun 2002 melanjutkan ke SMAN II Bekasi. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 dengan Mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Pada tahun 2006 penulis melakukan praktek Ekologi Satwa Liar di Pulau Rambut Kep.Seribu. Pada tahun 2007 penulis melakukan praktek Ekologi Hutan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pada tahun yang sama penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekologi Hutan yang bertempat di Cilacap – Baturraden. Pada tahun 2008 penulis melakukan Praktek Umum Konservasi EksSitu di Taman Burung – Museum Serangga dan Taman Kupu-Kupu Taman Mini Indonesia Indah dan Kebun Tanaman Obat Sringganis. Pada tahun 2009 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Bukit Tigapuluh Provinsi Riau – Jambi. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pendugaan Umur Sarang Orangutan Sumatera Reintroduksi (Pongo abelii Lesson 1827) Berdasarkan Perubahan Ukuran dan Warna di Ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Studi Kasus di Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera Sungai Pengian Provinsi Jambi)” dibawah bimbingan Dr.Ir.Yanto Santosa DEA dan Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc.F.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Yanto Santosa DEA dan Dr. Ir. Abdul Haris Mustari M.Sc.F, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, waktu dan saran yang sangat berguna selama proses pembuatan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada : 1.
Bapak, Ibu dan saudara-saudara yang telah memberikan dukungan yang tiada henti kepada penulis.
2.
Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M. Si, Dr. Lina Karlinasari, S. Hut, M. ScF dan Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M. Agr selaku penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.
3.
Dr. Peter H. Pratje selaku Pimpinan Frankfurt Zoological Society pada Program Konservasi Orangutan Sumatera Sungai Pengian dan Danau Alo, Jambi.
4.
Krismanko Padang, S.H. , Juana Betty R.T., S.Pd, Lita Sinaga, Julius P. Siregar S.Hut, Paska, Upi Helpadari dan seluruh staff Sungai Pengian (Bapak Pariana, Rayon, Mas Puji Amin, Mas Yudi, Mas Edi, Tulang Roni, Ibu Ijut, Ibu Ratno, Bang Baharudin, Pakcik Iskandar, Herman, Bang Zaini, Apeng Jamhuri, Suan, Puji, Amin, Bapak Bukhori, Bang Jokar)
5.
Teman-teman KSHE 42 yang sangat spektakuler.
6.
The Rat Buster (Yusi Indriani, Cory Wulan, Nugroho Ari Setiawan, Koko Erliyanto) terima kasih atas kerjasama dan persahabatan yang takkan terlupakan.
7.
Team PUKES Taman Burung-Museum Serangga Taman Kupu-Kupu TMII dan Taman Obat Sringanis atas momen tak terlupakannya.
8.
Team PKLP Taman Nasional Bukit Tigapuluh atas tangis dan tawanya.
9.
Cininta Pertiwi atas waktu yang sangat berharga dan tak terlupakan.
10
Nicanor Sitorus atas dukungan sarana prasarana dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis selama pembuatan skripsi.
11
Semua pihak yang telah berjasa kepada penulis atas selesainya skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu.
Tulisan yang telah diselesaikan ini merupakan bagian dari puzzle ilmu pengetahuan yang masih memiliki banyak bagian kosong. Semoga tulisan sederhana ini dapat mengisi bagian-bagian kosong tersebut. Namun penulis menyadari perlu saran dan kritik yang indah agar potongan puzzle ini dapat dengan cocok melengkapi gambar ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pendugaan Umur Sarang Orangutan Sumatera Reintroduksi (Pongo abelii Lesson 1827) Berdasarkan Perubahan Ukuran dan Warna di Ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Studi Kasus di Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera Sungai Pengian Provinsi Jambi) sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan di bawah bimbingan Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA dan Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M. Sc.F. Penulis mengucapkan terimakasih BKSDA Jambi, Frankfurt Zoological Society (FZS), dan Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh, serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Hasil penelitian ini adalah potongan kecil dari keseluruhan puzzle ilmu pengetahuan yang sangat besar. Dimana puzzle tersebut masih memiliki banyak ruang kosong yang perlu diisi oleh insan-insan yang penuh rasa ingin tahu. Potongan puzzle yang dihasilkan selama penelitian, bukanlah potongan puzzle yang sempurna. Dibutuhkan banyak saran dan kritik untuk membuat potongan puzzle ini mendekati kesempurnaan.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR…………………………………………………..
i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….
ii
DAFTAR TABEL………………………………………………………
iv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………
v
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………
vi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………………………………………………….. 1 1.2 Tujuan Penelitian……………………………………………….. 2 1.3 Manfaat Penelitian…………………………………………….... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Orangutan……………………………………….... 2.1.1 Klasifikasi…………………………………………………...... 2.1.2 Morfologi…………………………………………………….. 2.2 Penyebaran Orangutan Sumatera………………………………. 2.3 Habitat Orangutan…………………………………………….... 2.4 Perilaku Orangutan…………………………………………….. 2.4.1 Aktivitas Harian…………………………………………….... 2.4.2 Perilaku Makan………………………………………………. 2.4.3 Perilaku Bersarang…………………………………………… 2.5 Permasalahan Pendugaan Populasi Orangutan…………………
3 3 3 5 6 7 7 7 7 9
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian………………………………… 3.2 Bahan dan Alat………………………………………………..... 3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan………………………………..... 3.4 Metode Pengumpulan Data…………………………………….. 3.4.1 Pencarian Sarang Orangutan………………………………….. 3.4.2 Pengamatan Sarang…………………………………………… 3.4.3 Posisi Sarang…………………………………………………. 3.4.4 Parameter Sarang...…………………………………………… 3.4.5 Karakteristik Habitat…………………………………………. 3.5 Analisis Data…………………………………………………… 3.5.1 Penentuan Sarang Acuan……………………………………..
13 13 13 14 14 14 15 15 15 16
3.5.2 Hubungan Antara Umur dengan Ukuran Sarang……………..
16
16
iii
3.5.3 Hubungan Antara Umur dengan Warna Sarang………………
17
3.5.4 Hubungan Antara Umur dengan Jenis Sarang………………..
19
3.5.5 Analisis Vegetasi……………………………………………...
19
IV. KONDISI UMUM KAWASAN 4.1 Sejarah Kawasan……………………………………………….. 4.2 Letak dan Luas…………………………………………………. 4.3 Kondisi Fisik…………………………………………………… 4.3.1 Iklim………………………………………………………….. 4.3.2 Topografi dan Tanah…………………………………………. 4.3.3 Aksesibilitas dan Fasilitas……………………………………. 4.4 Kondisi Biotik………………………………………………….. 4.4.1 Ekosistem…………………………………………………….. 4.4.2 Flora………………………………………………………….. 4.4.3 Fauna…………………………………………………………. 4.5 Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat………………………
20 20 21 21 22 22 23 23 23 24 24
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 5.10 5.11
Komposisi Jenis Tumbuhan……………………………………. Suhu dan Kelembaban..………………………………………… Curah Hujan……………………………………………………. Lokasi sarang ………….……………………………………….. Posisi sarang……………………………………………………. Ketinggian sarang……………………………………………..... Penentuan Sarang Acuan……………………………………….. Hubungan Antara Umur dengan Jenis Sarang…………………. Hubungan Antara Umur dengan Posisi Sarang………………… Hubungan Antara Umur dengan Perubahan Ukuran Sarang.….. Hubungan Antara Umur dengan Perubahan Warna Sarang……
26 28 30 31 32 34 36 36 37 38 42
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan……………………………………………………..
47
6.2 Saran…………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..
47 48
LAMPIRAN…………………………………………………………….
52
iv
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Bahan penyusun sarang orangutan.............................................................
2.
Variasi ketahanan sarang orangutan berdasarkan ketinggian tempat dan tipe hutan pada beberapa daerah di kawasan Ekosistem Leuser…………
3.
9
11
Pendugaan umur sarang tanpa faktor koreksi berdasarkan kelas perbedaan karakteristik pohon, menggunakan Markov Chain analisis….
11
4.
Pengamatan harian pada luasan rata-rata sarang orangutan.......................
17
5.
Penilaian harian pada kondisi warna sarang orangutan.............................. 18
6.
Data iklim di areal Stasiun Reintroduksi Sungai Pengian………………..
22
7.
Posisi sarang orangutan…………………………………………………..
33
8.
Pembuatan sarang oleh individu yang diamati…………………………...
36
v
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Orangutan Sumatera..................................................................................
4
2.
Distribusi orangutan di Sumatera...........................................................…
6
3.
Tipe sarang berdasarkan perbedaan lokasi di pohon.................................
15
4.
Bentuk petak analisis vegetasi metode jalur berpetak..............................
16
5.
Peta Taman Nasional Bukit Tigapuluh…………………………………..
21
6.
Vegetasi hutan bekas ladang……………………………………………..
26
7.
INP hutan sekunder……………………………………………………… 27
8.
INP hutan bekas ladang………………………………………………….
27
9.
Fluktuasi suhu di stasiun reintroduksi…………………………………...
28
10. Fluktuasi kelembaban di stasiun reintroduksi…………………………… 29 11. Curah hujan di stasiun reintroduksi……………………………………...
30
12. Perbandingan posisi sarang orangutan…………………………………... 32 13. Perbandingan ketinggian sarang istirahat pada beberapa lokasi penelitian………………………………………………………………..
34
14. Perbandingan ketinggian sarang tidur pada beberapa lokasi penelitian………………………………………………………………… 35 15. Perbandingan penurunan luasan sarang tidur dan sarang istirahat………
36
16. Perbandingan penurunan luasan pada beberapa posisi sarang ..………...
37
17. Perubahan nyata pada sarang istirahat…………………………………...
40
18. Perubahan nyata pada sarang tidur………………………………………
41
19. Perubahan warna sarang…………………………………………………
43
20. Kategori warna sarang…………………………………………………...
44
21. Perubahan nyata pada warna sarang……………………………………..
45
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Daftar Jenis Tumbuhan Hasil Analisis Vegetasi……………………….
53
2.
INP Tingkat Pertumbuhan Tiang di Hutan Bekas Ladang…………….
57
3.
INP Tingkat Pertumbuhan Tiang di Hutan Sekunder………………….
60
4.
INP Tingkat Pertumbuhan Pohon di Hutan Bekas Ladang…………….
62
5.
INP Tingkat Pertumbuhan Pohon di Hutan Sekunder…………………
65
6.
Daftar Nama Pohon Sarang Orangutan.………………………………..
69
7.
Penyebaran Sarang…………………....………………………………..
70
8.
Suhu, Kelembaban dan Curah Hujan Harian di Stasiun Reintroduksi
71
Orangutan Sungai Pengian Pada Bulan Agustus – Oktober 2009…….. 9.
Sarang Istirahat Caroline……………………………………………….
74
10.
Sarang Tidur Lita………………………………………………………
76
11.
Penurunan Luasan Sarang Istirahat…………………………………….
78
12.
Penurunan Luasan Sarang Tidur……………………………………….
82
13.
Nilai Pixel Daun………………………………………………………..
89
14.
Proyeksi Pohon Jalur 1 Plot 17………………………………………...
100
15.
Proyeksi Pohon Jalur 1 Plot 16………………………………………...
101
16.
Proyeksi Pohon Jalur 1 Plot 24………………………………………...
102
17.
Proyeksi Pohon Jalur 1 Plot 25………………………………………...
103
18.
Proyeksi Pohon Jalur 2 Plot 7..………………………………………...
105
19.
Proyeksi Pohon Jalur 2 Plot 8………………………………………….
104
20.
Proyeksi Pohon Jalur 2 Plot 11………………………………………...
106
21.
Proyeksi Pohon Jalur 2 Plot 12………………………………………...
107
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang ada di benua Asia. Orangutan hanya terdapat di sebagian kecil Pulau Sumatera dan Kalimantan (Morales et al. 1999; Napier dan Napier 1985; Maple 1980). IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) memasukkan status orangutan ke dalam kategori endangered species atau jenis yang keberadaannya dalam keadaan kritis di alam. Populasi orangutan Kalimantan tidak lebih dari 16.000 individu dan orangutan Sumatera perkiraan populasi sekitar 12.500 individu (Rijksen dan Meijaard 1999 dalam Russon et al. 2001). Orangutan Sumatera mengalami penyusutan sebanyak 14 % selama abad 20 (Meijaard et al.2001). Telah banyak dilakukan survei untuk mengetahui populasi orangutan liar, baik yang dilakukan dari darat maupun udara (Acrenaz et al. 2005). Namun sensus dan survei tersebut mengalami beberapa kendala, antara lain kesulitan dalam menemukan orangutan. Orangutan adalah satwa arboreal (Maple 1980 ; Galdikas 1984 ; Thorpe dan Crompton 2009), sehingga sangat sulit untuk mengamatinya pada tajuk pohon yang rapat. Salah satu cara yang dilakukan dalam menduga populasi orangutan adalah survei terhadap sarang orangutan (van Schaik et al. 2005 ; Buij et al. 2002 ; Mathewson et al. 2008). Dalam pendugaan populasi terdapat beberapa parameter, antara lain : proporsi individu orangutan membangun sarang (p), jumlah sarang yang dibangun orangutan per hari (r) dan laju peluruhan sarang (t). Semua parameter tersebut bersifat spesifik lokasi, namun parameter tersebut sering diartikan sebagai nilai yang umum sehingga berakibat fatal pada hasil pendugaan kepadatan dengan bias yang besar (Rahman 2008). Mathewson (2008) menyatakan umur sarang (t) yang bersifat spesifik lokasi, dimana dipengaruhi oleh faktor ketinggian tempat diatas permukaan laut, tipe hutan/habitat, temperatur, kelembaban dan curah hujan, yang berpengaruh pada lamanya waktu suatu sarang dapat bertahan. Laju peluruhan sarang terbagi
2
atas nilai ketahanan sarang A hingga E (Bismark 2005 ; Johnson et al. 2005). Hal tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata kepada ukuran kepadatan populasi orangutan karena nilai t didasarkan pada waktu sarang dibuat sampai sarang tersebut hancur atau dengan kata lain berada pada kelas ketahanan sarang E. Sehingga walaupun terdapat variasi dalam kelas ketahanan sarang, hal tersebut tidak berpengaruh terhadap nilai t (Rahman 2008). Tujuan dari kegiatan reintroduksi orangutan Sumatera di Ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) adalah untuk membentuk populasi orangutan Sumatera di habitat yang dahulu pernah ada populasi orangutan, namun karena ada gangguan yang menyebabkan orangutan punah pada habitat tersebut. Diharapkan dimasa mendatang populasi orangutan yang direintroduksikan tersebut dapat berkembang dan mencapai nilai minimum populasi. Umur sarang orangutan bersifat spesifik lokasi. Sehingga penelitian mengenai umur sarang pada ekosistem TNBT diperlukan untuk data awal dalam pengelolaan orangutan dimasa mendatang.
1.2 Tujuan Penelitian 1. Menentukan jenis sarang yang dapat dijadikan acuan pendugaan populasi orangutan. 2. Menganalisis hubungan antara umur dengan ukuran sarang. 3. Menganalisis hubungan antara umur dengan warna sarang.
1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk penentuan umur sarang di lapang berdasarkan warna dan ukuran sarang. Sehingga dari bahan acuan tersebut dapat digunakan sebagai salah satu masukan dalam kegiatan pendugaan populasi orangutan di alam.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Orangutan 2.1.1 Klasifikasi Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di benua Asia dan satu-satunya kera besar yang rambutnya berwarna coklat kemerahan. Para ahli primata menggolongkan orangutan ke dalam dua sub-spesies, Pongo abelii sebagai orangutan yang hidup di Pulau Sumatera dan Pongo pygmaeus sebagai orangutan yang hidup di Pulau Kalimantan (Grooves 2001 dalam Wich et al. 2008 ; Warren et al. 2001 dalam Wich et al. 2008). Pada zaman Pleistocene orangutan tersebar luas dari daratan Cina sampai ke Pulau Jawa (Galdikas 1984 ; Meijaard et al. 2001). Namun akibat dari berbagai tekanan yang dihadapinya, penyebaran orangutan menjadi menyempit, kini hanya terdapat di sebagian kecil wilayah Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Menurut Napier dan Napier (1985), orangutan Sumatera diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Subkingdom : Metazoa Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Primata
Subordo
: Primata
Famili
: Pongidae
Genus
: Pongo
Spesies
: Pongo abelli Lesson 1827
2.1.2 Morfologi Secara morfologi orangutan Sumatera dan Kalimantan sangat mirip, walaupun seringkali kedua sub-spesies orangutan tersebut dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut terdapat pada panjang
4
rambut, struktur dan warna rambut, distribusi rambut pada wajah, ukuran dan bentuk bantalan pipi dan kantung udara pada jantan, bentuk tubuh, ada tidaknya kuku pada jempol kaki, dan variasi karakteristik craniodental (van Bemmel 1968 ; Jones 1969 ; MacKinnon 1973 ; Mallinson 1978 ; Groves 1986 ; Courtenay et al. 1988 ; Uchida 1998a ; Delgado and van Schaik 2000 dalam Goossens et al. 2009). Pada penelitian dan pengujian secara genetika, ternyata orangutan Sumatera (Pongo abelii) dengan orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) berbeda secara genetis (Xu dan Amason 1996 dalam Newman 2000). Napier dan Napier (1967) menyatakan rambut orangutan Sumatera berwarna coklat kemerahan dimana pada orangutan Kalimantan rambutnya lebih gelap hampir hitam. Rambut orangutan Sumatera lebih panjang daripada orangutan Kalimantan, terutana dibagian pundak dan lengan. Kemudian Napier dan Napier (1967) juga menjelaskan perbedaan bentuk wajah pada jantan dewasa dari orangutan Sumatera dan orangutan Kalimantan, pada orangutan Sumatera bantalan wajahnya lonjong sedangkan pada orangutan Kalimantan bentuknya membulat. Perbedaan yang terlihat secara kasat mata ini bukan sebagai pedoman yang pasti, namun hanya sebagai petunjuk awal. Orangutan Sumatera memiliki rambut putih pada wajahnya, dimana rambut ini tidak pernah ditemukan pada subspesies yang ada di Kalimantan (Galdikas 1984). Rambut orangutan Sumatera lebih lembut dan lemas dibandingkan dengan orangutan Kalimantan. MacKinnon (1974) dalam Galdikas (1984) menyatakan bahwa secara mikroskopi perbedaan rambut kedua sub-spesies ini dapat dilihat.
Gambar 1 Orangutan Sumatera.
5
Orangutan merupakan salah satu hewan yang sangat tampak perbedaan antar jenis kelaminnya (sexual dimorphism). Orangutan jantan memiliki bobot tubuh hampir dua kali dari bobot tubuh orangutan betina. Orangutan jantan bobot tubuhnya 90 kg dan orangutan betina 50 kg. Ukuran tubuh jantan berkisar antara 100-140 cm dan betina berkisar antara 80-110 cm. Seperti kera besar lainnya, orangutan memiliki umur yang relatif panjang, yaitu 30-45 tahun di alam dan 56 tahun di penangkaran (UNEP 2007b). Jika dibandingkan dengan manusia dan kera besar lainnya, orangutan memiliki jemari, tangan dan telapak kaki yang panjang (Fleagle 1988 dalam Morales et al. 1999). Hal ini berhubungan dengan habitatnya yang berada di kanopi pohon (arboreal). Orangutan jarang sekali berjalan di atas tanah, mereka lebih sering berada di kanopi pohon. Walaupun begitu, terkadang orangutan jantan dewasa berjalan di atas tanah, dengan ukuran tubuhnya yang besar tidak ada predator potensial yang akan mendekat, berbeda dengan bayi atau orangutan betina (Knott 1999). Berdasarkan golongan umur/jenis kelaminnya Galdikas (1984) membagi orangutan sebagai berikut : a. Bayi. Jantan dan betina yang berumur 0-4 tahun, beratnya berkisar 1,5 (pada kelahiran) – 5 kg. b. Anak. Jantan dan betina yang berumur 4-7 tahun, beratnya berkisar 5-20 kg. c. Betina remaja. Umur 7-12 tahun. Beratnya berkisar 20-30 kg. d. Jantan remaja. Umur 7-10 tahun. Beratnya berkisar 20-30 kg. e. Jantan pra-dewasa.Umur 10-15 tahun. Beratnya berkisar 30-50 kg. f. Betina dewasa umur muda. Umur 12-35 tahun. Beratnya berkisar 30-50 kg. g. Jantan dewasa umur muda. Umur 15-35 tahun. Beratnya di atas 50 kg. h. Betina umur lanjut. Umur 35 tahun keatas. Beratnya 30 kg atau lebih. i. Jantan dewasa umur lanjut. Umur 35 tahun keatas. Beratnya 40 kg atau lebih. 2.2 Penyebaran Orangutan Sumatera Meijaard et al. (2001) menyatakan kisaran distribusi spesies orangutan Sumatera (Pongo abelli) di Pulau Sumatera terbatas di utara khatulistiwa, atau di utara Danau Toba terutama di Taman Nasional Gunung Leuser. Populasi orangutan Sumatera terbagi menjadi empat sub-populasi utama : (1) sub-populasi
6
wilayah sekitar Aceh yaitu di sebelah barat Sungai Alas dan Sungai Wampu; (2) sub-populasi di Hutan Lindung Dolok Sembelin dan Batu Ardan di Kabupaten Dairi dan kawasan hutan yang bersambungan di sebelah Timur S. Alas, yang membentang di sepanjang kaki-kaki bukit pesisir Barat dan Menurus sampai ke Pantai Sibolga; (3) sub-populasi Tapanuli bagian Tenggara di antara S. Asahan dan S. Barumun; dan (4) sub-populasi di Anggolia, Angkola dan Pasaman, semua daerah yang berada di sepanjang bagian Barat kaki Bukit Barisan, dari hilir S. Batang Toru membentang ke arah selatan diantara Padang Sidempuan dan Daerah sekitar Pariaman di Propinsi Sumatera Barat, sekitar 50 km di sebelah utara Padang.
Gambar 2 Distribusi orangutan di Sumatera (abu-abu gelap). Sumber : Wich et al. 2008
2.3 Habitat Orangutan Hutan hujan tropika merupakan satu-satunya habitat yang cocok untuk orangutan, yang terdapat di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Dimana pada kedua pulau tersebut kondisinya sangat mendukung kehidupan orangutan. Orangutan Sumatera hidup pada hutan dataran rendah dan hutan rawa antara Sungai Simpang kiri (sebelah selatan Sungai Alas) dan Samudra Hindia, meluas ke utara masuk daerah Benkung dan Kluet di bagian selatan Taman Nasional Gunung Leuser (Rijksen 1978 dalam Maple 1980). Hutan hujan tropis ini mampu memenuhi kebutuhan orangutan akan makanan dan tempat bersarang (UNEP 2007a).
7
2.4 Perilaku Orangutan 2.4.1 Aktifitas Harian Orangutan memulai aktivitasnya dipagi hari, dimulai sejak meninggalkan sarang tidur sampai pada sore hari, untuk membuat sarang tidurnya (Kuncoro 2004). Secara keseluruhan aktivitas orangutan dibagi kedalam 7 kategori, yaitu makan yang merupakan aktivitas tertinggi yaitu sebanyak 60,1% dari keseluruhan aktivitas hariannya, kemudian aktivitas istirahat sebanyak 18,2% ; aktivitas bergerak pindah 18,7% ; aktivitas kopulasi 0,1% ; mengeluarkan seruan panjang 0,1% ; perilaku agresi 1,3% dan aktivitas bersarang 1,1% (Galdikas 1978). 2.4.2 Perilaku Makan Perilaku mencari pakan merupakan aktivitas harian yang sangat dominan dari keseluruhan aktivitas harian orangutan, mencapai 60,1 % (Galdikas 1978). Dimana orangutan merupakan satwa frugivora (pemakan buah), proporsi buah dalam menu harian orangutan mencapai 53,8 % ; disusul daun 29,0 % ; kulit pohon 14,2 % ; bunga 2,2 % dan serangga 0,8 % (Rodman 1977 dalam Maple 1980). Senada dengan hasil penelitian Kuncoro (2004), bahwa buah-buahan mencapai proporsi 58.82 % pada menu orangutan. 2.4.3 Perilaku Bersarang Orangutan membuat sarang baru untuk tidur pada pohon setiap malam (Maple 1980). Walaupun ada beberapa kejadian dimana individu orangutan memperbaiki sarang yang telah lama, dengan menambah beberapa cabang/batang yang diambil dari jarak 15 – 30 meter untuk menambal sarang yang telah lama/rusak (MacKinnon 1974 dalam Galdikas 1984 ; Prasetyo et al. 2009). Orangutan menggunakan sarang yang lamanya (biasanya setelah periode 2 – 8 bulan) karena adanya pohon berbuah yang disukai (Rijksen 1974 dalam Muin 2007). Selain sarang yang berada di kanopi pohon, orangutan juga membuat sarang di atas permukaan tanah. Sarang tipe ini tidak terlalu baik kondisinya, mengingat bahwa sarang di atas permukaan tanah digunakan orangutan hanya untuk beristirahat di siang hari (Galdikas 1984). MacKinnon (1974) menyatakan orangutan membuat sarang tidur biasanya tidak jauh dari pohon pakan terakhir yang dikunjunginya pada hari itu. Hal ini
8
berhubungan dengan kemudahan untuk akses kepada sumber pakan pada keesokan harinya. Berbeda dengan Rijksen (1978) dalam Maple 1980 yang menyatakan pembuatan sarang di dekat pohon pakan memiliki resiko yang tinggi dari gangguan orangutan lain atau dari spesies lain yang ingin mencari makan pada pohon yang sama. Diduga
dalam
mempengaruhinya,
pembuatan
antara
lain
sarang
teknik
ada
konstruksi,
beberapa ukuran
hal hewan
yang yang
bersangkutan dan beratnya, suasana hati dari orangutan dan juga karakteristik dari pohon bahan pembangun sarang dan cuaca saat membuat sarang (Rijksen 1978 dalam Maple 1980). Dalam studinya, MacKinnon (1972) mengatakan bahwa orangutan membuat sarang dengan cara memegang ranting dengan kedua tangan dan kakinya. Ranting tersebut dibengkokkan ke dalam membentuk bentuk cekung yang elastis. Dimana dalam pembuatan sarang tersebut orangutan hanya membutuhkan waktu dua sampai tiga menit. Lebih jauh lagi MacKinnon (1972) menyebutkan cara orangutan membuat sarangnya : 1. Rimming (Pembuatan pinggir sarang), dengan cara cabang dibengkokkan horizontal untuk membentuk pinggiran dan menahannya dengan menggunakan cabang yang lain. 2. Hanging (Penggantungan), dimana cabang dibengkokkan kebawah kedalam sarang untuk membentuk bagian mangkuk sarang. 3. Pillaring (Pembuatan tiang), dimana cabang dibengkokkan diatas dari dasar sarang untuk memegang pinggiran cabang agar tidak goyah dan memberikan tunjangan extra. 4. Loose (Pematahan), dengan cara cabang dipatahkan dari pohon dan diletakkan di dasar sarang atau ditaruh diatas sarang sebagai bagian dari atap. Orangutan sering menambahkan aksesoris pada sarangnya. Aksesoris tambahan yang dibuat oleh orangutan adalah pelindung yang berada di atas kepala (MacKinnon 1972), hal ini dapat diidentifikan sebagai penahan hujan, penghalang matahari, kamuflase dan digunakan sebagai atap oleh orangutan. Saat hujan lebat dan sinar matahari yang tidak langsung, orangutan sering menaruh daun atau
9
ranting pohon dikepalanya. Fungsi dari kegiatan ini masih diduga sebagai ”permainan” bagi orangutan liar (Maple 1980). Orangutan dalam membangun sarangnya menggunakan bahan-bahan yang terdapat disekitarnya. Bahan pembangun sarang tersebut dikumpulkan dari daun dan ranting pohon. Muin (2007) mengatakan bahwa sumber bahan pembangun sarang orangutan berasal dari satu hingga tiga jenis pohon yang berbeda. Tabel 1 Bahan penyusun sarang orangutan No 1 2 3 4
Syzygium leucoxylon Syzygium sp. Elaeocarpus valentonii
5
Kemanjing
Garcinia dioica
3
Cantleya corniculata Quercus bennetii
2 2
6 Bedaru 7 Pempaning Sumber : Muin 2007
Nama ilmiah
Σ Sumber bahan 3 2 2 2
Jenis pohon sarang Bengkel Ubar merah Ubar salim Semono
Asal jenis pohon bahan sarang Bengkel, Bati-bati dan Rengas Ubar merah dan Lanan Ubar salim dan Semono Semono dan Ubar salim Habu-habu, Bati-bati dan Kemanjing Bedaru dan Habu-habu Pempaning dan Semongah
2.5 Permasalahan dalam Pendugaan Populasi Orangutan Untuk melakukan pengelolaan satwa liar, sangat dibutuhkan data dasar yang valid mengenai satwa liar yang akan dikelola. Data populasi adalah salah satu data yang sangat diperlukan untuk mengambil keputusan selanjutnya dalam mengelola satwa liar. IUCN melakukan hal yang sama untuk menentukan status dari suatu jenis satwa liar. Untuk melakukan inventarisasi orangutan dengan cara penghitungan langsung adalah pekerjaan yang sangat sulit (Mathewson et al. 2008). Hal ini berhubungan dengan kecepatan berpindah orangutan pada saat di pohon. Orangutan secara alami akan menghindari manusia yang mendekat. Gerakan orangutan akan sangat sulit untuk diamati oleh pengamat, karena lebatnya tajuk pohon dan keterbatasan gerak pengamat di lapangan (Meijaard et al. 2001). Untuk melakukan inventarisasi terhadap orangutan, cara yang umum digunakan adalah dengan cara menghitung jumlah sarang yang terdapat pada kawasan orangutan yang ingin diambil datanya (van Schaik et al. 2005 ; Buij et al. 2002 ; Mathewson et al. 2008). Sarang adalah bukti dari keberadaan orangutan
10
yang paling mudah diamati, karena sangat mencolok berada diatas pohon dengan bentuk yang berbeda dari sekelilingnya (Meijaard et al. 2001). Kepadatan populasi orangutan yang diduga dengan menghitung sarang yang terdapat pada jalur transek (Buij et al. 2002 ; van Schaik et al. 1995 dalam van Schaik et al. 2005) sebagai berikut : d = N/(L . 2 w . p . r .t) Dimana d = kepadatan (individu/km2) ; N = jumlah sarang ; L = panjang jalur transek ; w = lebar jalur transek ; p = proporsi pembuat sarang dalam populasi ; r = rasio pembuatan sarang per hari per individu dan t = umur sarang. Orangutan selalu membuat sarang pada sore hari untuk tidur pada malam hari (Maple 1980 ; Galdikas 1978). Berdasarkan kenyataan di lapangan seperti ini, maka penghitungan sarang untuk mendapatkan data populasi orangutan akan memiliki kesalahan yang besar. Data yang didapat akan overestimate jika dalam penghitungan sarang, umur dari sarang tidak diketahui dengan akurat. Selama ini dalam menduga umur sarang dilakukan pengkategorian terhadap sarang. Sarang yang baru dibuat oleh orangutan sampai umur 15 hari, tergolong sarang kategori A. Setelah 15 hari sampai 2 bulan digolongkan sarang kategori B. Kemudian sampai sarang mengalami beberapa kerusakan fisik, sarang dimasukkan ke dalam kategori C, D dan E (Bismark 2005 ; Johnson et al. 2005). Salah satu permasalahan yang terjadi selama ini adalah nilai t (umur sarang) dari formulai penghitungan kepadatan orangutan. Nilai t yang sering dimasukkan dalam penghitungan adalah nilai t pada saat sarang telah hancur atau pada kelas ketahanan E (Rahman 2008). Untuk mengetahui nilai ketahanan sarang terdapat dua teknik, yaitu teknik monitoring dan teknik acuan/matrik (Mathewson et al. 2008). Teknik monitoring merupakan cara untuk mendapatkan nilai ketahanan sarang yang akurat (Rahman 2008 ; Mathewson et al. 2008). Umur sarang merupakan nilai spesifik lokasi, karena umur sarang dipengaruhi oleh kondisi iklim, tipe hutan dan ketinggian tempat dari permukaan laut (Mathewson et al. 2008). Walaupun habitat orangutan adalah hutan hujan dataran rendah, namun kondisi iklim mikro dan ketinggian tempat berbeda-beda
11
antara hutan yang satu dengan hutan yang lain. Perbedaan nilai ketahanan sarang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Variasi ketahanan sarang orangutan berdasarkan ketinggian tempat dan tipe hutan pada beberapa daerah di kawasan Ekosistem Leuser Nama tempat Suaq Balimbing Sekunder Sekunder – 2 Pucuk Lembang
Tipe hutan & tanah Hutan pantai & Hutan Rawa Sekunder (Aluvium) Hutan bekas tebangan (berbukit rendah) Hutan bekas tebangan (Aluvium) Aluvium – berbukit Aluvium – berbukit Dipterocarpaceae berbukit Dipterocarpaceae berbukit Dataran sedang Dataran sedang (Aluvium) Pegunungan
Manggala Ketambe Bukit Lawang Bengkung Ketambe – 2 Mamas Ketambe - 3 Deleng Pegunungan Menggaro Lau Kawar Pegunungan Sumber : van Schaik et al. 1994 dalam Rahman 2008
Ketinggian tempat (mdpl) 10 10
Ketahanan sarang (t) 69.9 hari 71.6 hari
40
71.6
40
71.6
150 375 500 700 1175 1325 1425
77.8 92.4 101.6 118.3 170 190.5 205.6
1475
213.6
1500
217.7
Selain dari faktor iklim dan ketinggian tempat dari permukaan laut, kelas ketahanan kayu, diamater batang (dbh) dan tinggi sarang juga mempengaruhi umur sarang tersebut. Karakteristik pohon yang dimaksud adalah Tabel 3 Pendugaan umur sarang tanpa faktor koreksi berdasarkan kelas perbedaan karakteristik pohon, menggunakan Markov chain analisis Karakteristik pohon Kekuatan kayu
Kelas I,I/II,III III,III/IV IV/V,V dbh (cm) 0-9 10-19 20-29 30-39 40-49 50+ Tinggi sarang 0-9 10-19 20+ Sumber : Mathewson et al. 2008
Jumlah sarang 118 277 181 26 286 181 84 45 41 245 369 49
Umur sarang (hari) 715.80 707.80 623.87 797.79 744.86 629.89 622.81 691.81 550.75 692.12 697.62 487.62
12
Dibutuhkan suatu acuan atau kategori baru untuk menentukan umur sarang orangutan. Dengan diketahuinya umur harian sarang maka akan mengurangi bias yang terjadi dalam kegiatan survei sarang orangutan. Bias yang kecil akan menghasilkan pendugaan populasi orangutan yang akurat di alam.
13
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga November 2009. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera di EkosistemTaman Nasional Bukit Tigapuluh, Propinsi Riau dan Jambi.
3.2 Bahan dan Alat Bahan yang dijadikan sebagai obyek penelitian ini yaitu semua sarang orangutan beserta semua komponen penyusunnya. Peralatan yang digunakan meliputi: 1)
Kamera digital
7)
Pengukur waktu
2)
Pita ukur
8)
Tally sheet
3)
Termohygrometer
9)
Alat tulis
4)
Kompas
10) GPS
5)
Tali rafia dan tali tambang
11) Haga hypsometer
6)
Peta kawasan
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer antara lain : 1. Data sarang meliputi : diameter pohon sarang, tinggi pohon sarang, jenis pohon sarang , kelas ketahanan pohon sarang, tinggi bebas cabang, tinggi sarang dari permukaan tanah dan kondisi daun dari bahan penyusun sarang. 2. Kelas umur dari orangutan yang membuat sarang 3. Kelembaban udara 4. Suhu udara 5. Hari hujan 6. Tinggi tempat dari permukaan laut 7. Tipe hutan
14
Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan meliputi kondisi umum lokasi penelitian (letak dan luas, topografi, dan tanah, komponen-komponen biotik dan sejarah pengelolaan kawasan).
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Pencarian Sarang Orangutan Metode yang digunakan adalah metode ad libitum, yaitu pengamatan terhadap objek penelitian sampai objek penelitian hilang dari pandangan atau peneliti menganggap data yang didapat telah cukup. Pengamatan dilakukan pada pagi hari sebelum orangutan bergerak. Saat orangutan target bergerak meninggalkan sarang, maka dilakukan pengambilan gambar pada sarang yang ditinggalkan tersebut, juga dicatat kelas umur dari orangutan yang membuat sarang tersebut. Kemudian dilakukan pencarian terhadap orangutan pada siang harinya. Setelah orangutan ditemukan, orangutan target diikuti sampai membuat sarang kembali. Pohon yang dijadikan sarang tersebut ditandai untuk memudahkan pencarian pohon bersarang pada keesokan harinya. Pengamatan dilakukan pada hutan lokasi pelepasliaran di sekitar stasiun. Sarang yang diamati pada penelitian ini berjumlah 37 sarang, 12 sarang istirahat dan 25 sarang tidur.
3.4.2 Pengamatan Sarang Pengambilan gambar sarang dilakukan setiap hari pada setiap sarang orangutan yang telah ditemukan. Dalam melakukan pengambilan gambar terhadap sarang tersebut, juga dilakukan pengukuran terhadap suhu dan kelembaban di sekitar sarang. Hal ini dikarenakan suhu dan kelembaban mempengaruhi kondisi fisik dan kekuatan dari sarang orangutan. Semua sarang yang ditemukan diamati setiap hari, yaitu selama masa pengamatan di lapang. Pengambilan gambar dilakukan kepada 37 sarang yang ditemukan. Pengambilan gambar dilakukan dengan dengan pengamatan dari bawah (permukaan tanah) dengan menggunakan kamera digital dan binokuler. Pada pengambilan gambar diamati perubahan fisik yang terjadi pada sarang orangutan yang dapat diamati dari permukaan tanah. Perubahan yang terjadi pada sarang berupa kondisi daun dan lubang yang terdapat pada dasar sarang. Saat
15
mengamati sarang orangutan dari permukaan tanah, dilakukan pengamatan dari sudut yang paling bagus dalam melihat sarang. Pengambilan gambar dilakukan pada sudut yang telah ditentukan sampai pada akhir masa penelitian. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan pada pengamatan dari permukaan tanah. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui suhu dan kelembaban disekitar pohon sarang orangutan.
3.4.3 Posisi Sarang Posisi sarang di pohon dicatat dan diidentifikasi letaknya. Penentuan posisi ini berdasarkan letak sarang pada ujung pohon, ujung dahan, tengah pohon dan tengah dahan.
Gambar 3 Tipe sarang berdasarkan perbedaan lokasi di pohon. (Prasetyo et al. 2009)
3.4.4 Parameter Sarang Sarang yang telah ditemukan diamati : 1. Luasan dari sarang 2. Warna dari sarang Kedua parameter tersebut diamati melalui pengambilan foto pada sarang dengan interval waktu pengambilan 1 hari.
3.4.5 Karakteristik Habitat Analisis vegetasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi vegetasi yang menjadi habitat orangutan yang diteliti. Jalur analisis vegetasi dibuat tegak lurus dengan sungai. Melalui kegiatan tersebut, Indeks Nilai Penting (INP) diperoleh dan berguna untuk mengetahui tingkat dominansi suatu jenis tumbuhan pada areal penelitian. Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan Metode Jalur Berpetak. Dalam metode ini terlebih dahulu ditentukan arah dilakukannya analisis vegetasi pada titik tertentu sebagai titik pengamatan.
16
Analisis vegetasi dilakukan pada jalur yang berukuran 100 meter dan lebar 20 meter. Jumlah plot yang digunakan dalam kegiatan ini seluruhnya 60 plot.
A B
Gambar 4 Bentuk petak analisis vegetasi metode jalur berpetak. (Soerianegara dan Indrawan 2005) Keterangan : A : Petak pengukuran tingkat tiang (10 x 10 m) B : Petak pengukuran tingkat pohon (20 x 20 m)
3.5 Analisis Data 3.5.1 Penentuan Sarang Acuan Orangutan membuat beberapa tipe sarang, antara lain sarang istirahat dan sarang tidur. Dari kedua jenis ditentukan tipe sarang apa yang dapat dijadikan acuan sebagai sarang yang digunakan dalam pendugaan populasi orangutan. Uji Wilcoxon digunakan untuk menentukan sarang yang menjadi acuan dalam pendugaan populasi orangutan.
3.5.2 Hubungan Antara Umur dengan Ukuran Sarang Data luasan yang diambil pada sarang adalah luasan relatif sarang, dimana didapatkan dengan mengukur luasan sarang melalui foto yang diambil. Pengukuruan melalui foto ini menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3. Analisis perubahan harian sarang untuk data luasan menggunakan uji Anova dan uji Hipotesis Perbedaan Dua Rata-Rata. Uji Anova digunakan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan nyata ukuran sarang dari hari pertama hingga hari terakhir. Taraf nyata yang digunakan adalah α = 0,05. Formulasi hipotesisnya : H0 = tidak terjadi perubahan nyata pada ukuran sarang selama penelitian (F hitung ≤ F tabel) H1 = terjadi perubahan nyata pada ukuran sarang selama penelitian (F hitung> F tabel)
17
Kemudian dilanjutkan uji Hipotesis Perbedaan Dua Rata-Rata untuk mengetahui perubahan harian dari luasan sarang. Taraf nyata yang digunakan adalah α = 0,05.Perumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut : Ho = rata-rata luasan sarang sama perharinya (1 = 2) H1 = rata-rata luasan sarang tidak sama perharinya (1 ≠2)
Tabel 4 Pengamatan harian pada luasan rata-rata sarang orangutan No. Sarang 1 2 3 Rata-rata Ket :
Luasan Sarang Rata-Rata Hari Ke-i 2 3 4 ... a2 a3 a4 ... b2 b3 b4 ... c2 c3 c4 ... ... x2 x3 x4
1 a1 b1 c1 x1
a1, b1,..., e1 a2, b2 ,.., e2
x 1, x 2, , x 90
... ... ... ... ...
90 a90 b90 c90 x 90
= luasan rata-ratasarang pada hari pertama = luasan rata-rata sarang pada hari kedua = luasan rata-rata sarang pada hari ke-i
Rumus yang digunakan pada uji Hipotesis Perbedaan Dua Rata-Rata adalah rumus t, karena jumlah sampel yang diuji kecil (n ≤ 30). Rumus yang digunakan sebagai berikut : to=
X1 X 2 (n1 1) s12 (n2 1) s22
n1n2 (n1 n2 2) n1 n2
Keterangan :
n1 n2 s2
= nilai rata-rata ukuran sarang = ukuran sarang kelompok 1 = ukuran sarang kelompok 2 = ragam ukuran sarang
3.5.3 Hubungan Antara Umur dengan Warna Sarang Hal yang paling mencolok pada karakteristik sarang orangutan adalah warna dari daun sarang. Warna hijau pada daun segar dengan daun yang telah berumur satu hari memiliki perbedaan. Namun untuk mengetahui perbedaan warna sarang tersebut akan sangat sulit jika hanya mengandalkan pandangan mata. Oleh karena itu untuk mengukur perubahan warna sarang digunakan perangkat lunak pengukur warna Adobe Photoshop CS2. Untuk kondisi warna sarang digunakan dua pengujian, uji Kruskal-Wallis dan uji Dua Contoh Wilcoxon. Uji Kruskal-Wallis digunakan untuk mengetahui
18
apakah terjadi perubahan nyata warna sarang dari hari pertama sampai hari terakhir. Formulasi hipotesisnya: H0 = tidak terjadi perubahan nyata pada warna sarang selama penelitian (µ1 = µ2) H1 = terjadi diperubahan nyata pada warna sarang selama penelitian (µ1 ≠ µ2) Taraf nyata pada pengujian ini adalah α = 0,05. Uji Dua Contoh Wilcoxon digunakan untuk menguji perubahan warna harian sarang. Formulasi hipotesisnya sebagai berikut : H0 : tidak ada perubahan nyata pada warna sarang (μ1 = μ2) H1 : terdapat perubahan nyata pada warna sarang (μ1≠μ2) Taraf nyata pada pengujian ini adalah α = 0,05. Rumus Uji Dua Contoh Wilcoxon sebagai berikut, karena n > 30: Z=
dimana u1 = dan ragam u1
2
=
Keterangan : = nilai tengah sampel ni = ukuran populasi
Untuk menyamakan perlakuan dalam pengambilan gambar sarang, maka dalam pengambilan gambar sarang tersebut digunakan kamera yang sama sampai pengamatan berakhir. Mode yang digunakan pada kamera tidak dirubah selama pengamatan dan pada pengambilan gambar tanpa menggunakan lampu blitz.
Tabel 5 Penilaian harian pada kondisi warna sarang orangutan No. Sarang 1 2 3 Σ Ket :
1 j1 k1 l1 Σ1
m1, n1,..., q1 m2, n2 ,.., q2 Σ1, Σ2, ,Σ60
2 j2 k2 l2 Σ2
Kondisi warna daun hari ke-i 3 4 ... j3 j4 ... k3 k4 ... l3 l4 ... Σ3 Σ4 ...
= nilai kondisi daun sarang pada hari pertama = nilai kondisi daun sarang pada hari kedua = jumlah nilai kondisi daun sarang pada hari ke-i
... ... ... ... ...
90 j90 k90 l90 Σ90
19
3.5.4 Hubungan Antara Umur dengan Jenis Sarang Orangutan membuat dua jenis sarang, sarang istirahat dan sarang tidur. Dari kedua jenis sarang tersebut sarang istirahat dibangun dengan kurang hati-hati oleh orangutan dan ketiadaan tambahan aksesoris seperti bantal (Prasetyo et al. 2009). Sarang tidur dengan sarang istirahat hanya dibandingkan pada ukurannya saja. Untuk warna pada kedua jenis sarang tersebut diasumsikan sama perubahannya.
3.5.5 Analisis Vegetasi Berdasarkan kegiatan pengukuran vegetasi dengan metode jalur berpetak diperoleh informasi mengenai kerapatan relatif, dominansi relatif, frekuensi relatif dan Indeks Nilai Penting suatu jenis yang dihitung dengan menggunakan rumusrumus berikut : a. Kerapatan (K) Kerapatan = b. Kerapatan Relatif Suatu Jenis (KR) KR =
x 100%
c. Dominansi (D) Dominansi = d. Dominansi Relatif Suatu Jenis (DR) DR =
x 100%
e. Frekuensi (F) Frekuensi jenis = f. Frekuensi Relatif SuatuJenis (FR) FR =
x 100%
g. Indeks Nilai Penting untuk Tingkat Pohon dan Tiang INP = KR + DR + FR
20
BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Sejarah Kawasan Stasiun Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera Sungai Pengian Kabupaten Tebo, Jambi merupakan hasil kerjasama antara Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) dengan Frankfurt Zoological Society (FZS) dalam upaya pelestarian dan konservasi orangutan Sumatera. Pada tahun 2000 telah dilakukan penjelasan dengan Program Konservasi Orangutan Sumatera di Taman Nasional Bukit Tigapuluh kepada pihak terkait di Propinsi Jambi dan pusat (Departemen Kehutanan). Rencana program ini disosialisasikan setelah melalui beberapa upaya penelitian terhadap program reintroduksi yang sedang berlangsung di Sumatera Utara serta calon-calon lokasi yang memungkinkan di seluruh habitat yang ada di Pulau Sumatera selama selama beberapa tahun. Kelanjutan dari upaya dan dukungan tersebut adalah terciptanya Perjanjian Kerjasama mengenai Program Konservasi Orangutan Sumatera di Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Pemerikasaan lapangan dilakukan pada tanggal 4 sampai 7 Juli 2001 guna menentukan alternatif lokasi yang terbaik. Pelaksanaannya dilakukan secara bersama oleh empat pihak yaitu Dr. Peter H. Pratje dan Ir. Gatot (Frankfurt Zoological Society), Agus Priambudi, Ruswendi, Krismanko Padang S.H., M. Hakim, Saifulrahman (Unit KSDA Jambi), Isyaf, M. Nasyir, Amat (PT. Dalek Hutani Esa) dan Haidar (penduduk desa Sekalo).
4.2 Letak dan Luas Lokasi Stasiun Reintroduksi orangutan Sumatera (Pongo abelii) terletak di Zona Penyangga (buffer zone) sebelah Selatan dari Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) yang merupakan bekas areal konsesi dari PT. Dalek Hutani Esa (Eks-HPH) Propinsi Jambi, terletak pada koordinat 01009’40’’ LU dan 102034’12’’ BT. Stasiun reintroduksi merupakan pertemuan antara kaki bukit Tigapuluh dengan dataran rendah dan dilalui oleh dua buah sungai yaitu Sungai Pengian dan Sungai Pao-pao. Secara administratif, Stasiun Reintroduksi
21
orangutan Sumatera terletak di Dusun Semerantihan, Desa Suo-suo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo Propinsi Jambi.
Gambar 5 Peta Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Sumber : www.bukit30.or.id Berdasarkan surat Direktur Utama PT. Dalek Hutani Esa No. 004/DHEJKT/UM/VI/2001 tanggal 21 Juni tentang konfirmasi kesediaan PT. Dalek Hutani Esa di Jakarta, luas areal stasiun reintroduksi orangutan yang telah disepakati adalah 2 ha untuk pembangunan seluruh fasilitas reintroduksi dan 200 ha untuk areal adaptasi orangutan. Program Reintroduksi Orangutan Sumatera (PKOS) berada di bawah naungan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jambi dan Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
4.3 Kondisi Fisik 4.3.1 Iklim Berdasarkan data curah hujan, suhu dan kelembaban udara, menurut klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson maka iklim areal pusat reintroduksi termasuk ke dalam tipe A (selalu basah).
22
Tabel 6 Data iklim di areal Stasiun Reintroduksi Sungai Pengian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Curah hujan (mm) 177 269 251 169 149 105 122 139 207 193 302 361
Suhu udara (oC) 26.0 25.39 26.2 26.8 26.9 26.5 26.5 26.1 26.9 26.3 26.4 25.7
Kelembaban udara (%) 89 84 85 85 84 83 82 83 84 85 86 87
Data sekunder : Dokumen AMDAL PT. Dalek Hutani Esa (Ginting 2006)
4.3.2 Topografi dan Tanah Lokasi stasiun reintroduksi orangutan terletak pada ketinggian 70 mdpl – 250 mdpl, dengan topografi lahan yang relatif datar sampai berbukit. Jenis tanah didominasi oleh Podsolik Merah Kuning dari bahan induk batuan endapan dan batuan beku dengan fisiografi pegunungan lipatan. Secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu pegunungan dengan lereng sangat curam (>75%), pegunungan dengan lereng agak curam sampai sangat suram (2575%) dan dataran rendah perbukitan (<16%). Kawasan Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera ini umumnya tersusun dari batuan metamorfik dan sendimen yang terdiri dari batuan sebaran pasiran dan batuan kearsitan. Berdasarkan peta JOG Sumatera tahun 1969, Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera ini terdiri dari atas tanah Podsolik Merah Kuning dan menurut peta eksplorasi tanah Pulau Sumatera tahun 1979 memiliki kedalaman tanah yang bervariasi. Dilihat dari kondisi geologi, wilayah studi terdiri dari batuan sendimen dari formasi Palembang, formasi Telesia dan batuan metamorf endapan alluvium.
4.3.3 Aksesibilitas dan Fasilitas Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera terletak ± 245 km dari Ibukota Propinsi Jambi. Lokasi stasiun dapat ditempuh menggunakan transportasi darat dengan waktu ± 8 jam perjalanan. Waktu tempuh ini dihitung setelah dilakukan perbaikan jalan masuk dari Jalan Raya Lintas Sumatera ke Stasiun Reintroduksi.
23
Fasilitas yang terdapat di stasiun reintroduksi dalam rangka mendukung kegiatan program ini antara lain : Kandang Sosialisasi, Kandang Karantina, Klinik,
Gudang
makanan
dan
peralatan,
Gudang
Mesin,
Gedung
Administrasi/Kantor, Dapur dan tempat tinggal bagi staf (base camp).
4.4 Kondisi Biotik 4.4.1 Ekosistem Tipe ekosistem hutan di kawasan Satasiun Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera dikategorikan ke dalam hutan tropika dataran rendah dikarenakan iklim yang selalu basah, tanah yang kering dan ketinggian dibawah 1000 mdpl. Dilihat dari penyebarannya, vegetasi di kawasan Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera termasuk pada zona vegetasi Indonesia bagian barat dengan pohonpohon yang didominasi oleh famili Dipterocarpaceae. Berdasarkan perbedaan struktur tegakan, komposisi jenis dan fisiognominya, ekosistem kawasan reintroduksi ini terdiri dari empat tipe ekosistem yaitu ekosistem hutan alam primer, ekosistem hutan sekunder, ekosistem bekas ladang berpindah dan ekosistem tegakan karet yang dikelola oleh penduduk setempat.
4.4.2 Flora Kawasan hutan lokasi Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera dapat dibagi tiga tipe vegetasi yaitu Hutan Sekunder, Hutan Bekas Ladang dan Hutan Primer. Hal tersebut disebabkan karena areal ini dahulu merupakan bekas konsesi PT. Dalek Hutani Esa (Eks-HPH). Selain itu terdapat hutan bekas ladang yang merupakan bekas areal perladangan masyarakat lokal. Beberapa jenis tumbuhan komersil yang dapat ditemukan adalah Bulian (Eusideroxylon zwageri), Trembesu (Fragrae fragrans), Kulim (Scorodocarpus borneensis),
Keranji
(Dialium
laurinum),
beberapa
jenis
dari
famili
Dipterocarpeceae seperti Meranti kunyit (Shorea macroptera), Meranti batu (Parashorea lusida), Mersawa (Anisoptera marginata). Jenis tumbuhan yang dijadikan pohon sarang oleh orangutan antara lain, Meranti bunga (Shorea parviflora), Kawang (Shorea singkawang), Mahang habu
24
(Macaranga hypoleuca), budi (Hopea sangal). Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Terdapat juga beberapa tumbuhan obat dan berguna seperti Pasak bumi (Eurycoma longifolia), Akar tunjuk langit, Temeras (Dactylocladus setanostachis) untuk tiang rumah masyarakat lokal; tumbuhan dilindungi seperti Cendawan muka rimau (Rafflesia hasseltii) ; tumbuhan hias seperti Anggrek hutan.
4.4.3 Fauna Beberapa jenis satwaliar yang berada di sekitar stasiun dan merupakan satwa-satwa yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Konservasi No. 5 tahun 1990 dan PP No. 7 tahun 1999 tentang pengawetan flora dan fauna. Beberapa satwaliar tersebut yaitu Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Beruang madu (Helarctos malayanus), Pelanduk kecil (Tragulus javanicus), Rusa sambar (Cervus unicolor), Pelanduk napu (Tragulus napu), Rangkong (Buceros sp.), Gajah Sumatera (Elephas maximus), Ungko (Hylobates agilis), Simpai (Presbytis melalophos), Tapir (Tapirus indicus), Beo (Gracula religiosa) dan Kuau Raja (Argusianus argus). Dari satwa-satwa yang disebutkan, Harimau Sumatera merupakan predator potensial terhadap orangutan, terutama orangutan yang masih kecil. Dengan keberadaan
predator
ini,
mempengaruhi
perilaku
orangutan
dalam
mempertahankan diri. Perilaku mempertahankan diri yang dapat dilihat dengan jelas adalah perilaku bersarang dari orangutan.
4.5 Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Jarak antara pemukiman masyarakat dengan Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera yang terdekat adalah dusun Semerantihan dengan jarak ± 4 km. Dusun ini ditinggali oleh dua suku yaitu Suku Talang Mamak dan Suku Anak Dalam (Suku Kubu). Mata pencaharian utama mereka adalah memanfaatkan beberapa hasil hutan seperti getah Jernang, Damar mata kucing dan berburu hewan. Pada saat ini masyarakat sudah mulai mengenal sistem pertanian ladang berpindah dengan sistem pengerjaan gotong royong. Awalnya masyarakat menanam padi dan kemudian melakukan tumpang sari dengan tanaman palawija
25
lain seperti ubi dan jagung. Setelah hasil pertanian didapat maka dilanjutkan dengan penanaman tanaman perkebunan seperti karet (Hevea brasiliensis). Secara ekonomi masyarakat Suku Anak Dalam relatif lebih baik dari Suku Talang Mamak. Kegiatan yang dilakukan Suku Talang Mamak yang berdampak langsung pada orangutan adalah kegiatan ladang berpindah. Dimana pada kegiatan tersebut dilakukan pembersihan terhadap vegetasi dan hanya membiarkan beberapa jenis tumbuhan, seperti durian dan jernang. Terbukanya lahan tersebut mempengaruhi suksesi dari hutan. Tidak jarang juga terjadi konflik antara penduduk yang sedang tinggal diladang dengan orangutan. Ada beberapa kasus dimana orangutan masuk ke dalam rumah penduduk dan memakan semua persediaan makanan yang ada. Selain memakan persediaan makanan, orangutan juga merusak peralatan rumah tangga yang ada. Konflik lain dengan orangutan juga terjadi pada saat musim durian. Penduduk yang telah mengklaim suatu pohon durian adalah miliknya, akan mempertahankan pohon tersebut dari jangkauan orangutan. Baik dengan cara mengusir langsung orangutan maupun dengan menebang pohon-pohon yang berada disekitar pohon durian. Sehingga orangutan tidak dapat memanjat pohon durian yang tengah berbuah tersebut. Suku Talang Mamak sering masuk hutan beberapa hari untuk mencari buah Jernang yang akan diambil getahnya. Tidak jarang saat penduduk tersebut memasuki hutan, orangutan mengikuti mereka. Bahkan pada saat penulis melakukan analisis vegetasi ada individu orangutan yang mengikuti. Perilaku orangutan ini berkaitan dengan pengalaman orangutan yang pernah dipelihara manusia.
26
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Jenis Tumbuhan Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera Sungai Pengian merupakan kawasan eks-HPH PT Dalek Hutani. Hutan di sekitar stasiun reintroduksi merupakan hutan sekunder dan hutan bekas ladang. Vegetasi hutan bekas ladang adalah hasil dari kegiatan ladang berpindah masyarakat lokal. Dengan kedua kegiatan pemanenan hutan tersebut membuat tutupan tajuk pada kedua vegetasi tidak terlalu rapat. Penutupan tajuk pada kedua vegetasi dapat dilihat pada Lampiran 14 – 21.
Gambar 6 Vegetasi hutan bekas ladang.
Analisis vegetasi dilakukan pada vegetasi hutan sekunder dan hutan bekas ladang, dimana terdapat sarang orangutan yang menjadi objek pengamatan. Plot contoh pada hutan bekas ladang sebanyak 35 buah plot dan hutan sekunder sebanyak 25 buah plot. Luas keseluruhan analisis vegetasi yang dilakukan seluas 2.4 ha. Pada kegiatan analisis vegetasi tersebut teridentifikasi 182 jenis tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada vegetasi hutan sekunder, tingkat tiang didominasi oleh karau nasi dan mahang habu (Gambar 7a). Pada tingkat pohon didominasi oleh tiga jenis tumbuhan, yaitu karau nasi, mahang habu dan pulai perak (Gambar 7b). Tidak
27
terdapat dominasi yang sangat besar pada tingkat pohon vegetasi hutan sekunder. Penghitungan nilai INP pada hutan sekunder dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 5. 50,1
11,47
10,46 10,16 10,16
karau nasi
mahang habu
karau nasi mahang habu pulai perak
% INP
% INP
(a)
(b)
Gambar 7 INP hutan sekunder (a) tingkat tiang ; (b) tingkat pohon.
Pada vegetasi hutan bekas ladang, tingkat tiang didominasi oleh budi, kabau dan karau nasi (Gambar 8a). Pada tingkat pohon didominasi oleh kundur, besei dan mahang rambai (Gambar 8b). Untuk nilai INP setiap jenis tumbuhan hutan bekas ladang dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 4.
23,15
43,55 16,18
29,71
29,25
12,13
budi
kabau % INP (a)
karau nasi
besei
kundur
mahang rambai
% INP (b)
Gambar 8 INP hutan bekas ladang (a) tingkat tiang ; (b) tingkat pohon.
28
Pujiyani (2009) dan Wijiarti (2009) mengidentifikasi 11 jenis pada tingkat tiang dan 17 jenis pada tingkat pohon vegetasi hutan Dipterocarpaceae atas pada kawasan hutan Batang Toru Sumatera Utara. Pada hasil analisis vegetasi tingkat tiang hutan sekunder di Sungai Pengian mengidentifikasi 51 jenis tumbuhan dan 63 jenis pada hutan bekas ladang. Pada hutan sekunder tingkat pohon teridentifikasi 119 jenis dan pada hutan bekas ladang teridentifikasi 62 jenis. Jika kedua hasil analisis vegetasi tersebut dibandingkan perbedaannya sangat mencolok. Pada vegetasi hutan Dipterocarpaceae atas hutan Batang Toru merupakan hutan primer. Berbeda dengan hutan di sekitar Stasiun Reintroduksi Sungai Pengian yang merupakan hutan bekas ladang dan hutan sekunder, dimana pada kedua vegetasi tersebut pernah diolah oleh manusia. Pada saat masyarakat lokal melakukan kegiatan ladang berpindah mereka menanam tumbuhan domestik seperti jengkol, karet, durian dan pisang. Masyarakat lokal akan meninggalkan ladang dan membuat ladang baru jika dirasa pada lahan yang ditempati saat ini kurang subur. Jenis domestik yang mereka tanam akhirnya tumbuh dan berkembang menjadi vegetasi hutan bekas ladang. Sehingga pada vegetasi hutan bekas ladang memiliki jumlah jenis yang lebih banyak. 5.2 Suhu dan Kelembaban Selama penelitian suhu pada pagi hari (07.00 wib) berkisar pada 20 – 23 o
C dengan kelembaban berkisar 80 – 96.5 % ; pada siang hari (13.00 wib) berkisar
pada 22 – 33 oC dengan kelembaban berkisar pada 58.5 – 92 % ; pada sore hari (17.00 wib) berkisar pada 22 – 26.5 oC dengan kelembaban berkisar pada 76 – 99 %. Suhu dan kelembaban berfluktusi pada rentang tertentu selama penelitian.
Gambar 9 Fluktuasi suhu di stasiun reintroduksi.
29
Gambar 10 Fluktuasi kelembaban di stasiun reintroduksi. Jika dibandingkan dengan penelitian Pujiyani (2009) dan Wijiarti (2009) pada hutan Batang Toru Sumatera Utara, suhu pagi dan sore hari pada Stasiun Reintroduksi Sungai Pengian lebih tinggi. Pada hutan Batang Toru pada pagi hari suhu berkisar pada 18.6 – 21.4 oC dan pada sore hari berkisar pada 18.6 – 24.5 oC. Perbedaan suhu ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya vegetasi. Hutan Batang Toru merupakan hutan primer seluas 136.492 ha. Dengan adanya penutupan berupa vegetasi yang rapat dan tinggi, cahaya matahari tidak langsung mengenai lantai hutan, melainkan sebagian diserap oleh vegetasi (Soerianegara dan Indrawan 2005). Vegetasi berfungsi sebagai isolator suhu, yang menjaga suhu tetap stabil. Semakin tinggi dan rapat vegetasi yang ada, maka fluktusi suhu pada suatu kawasan akan semakin kecil. Suhu yang lebih tinggi pada Stasiun Reintroduksi Sungai Pengian juga dikarenakan ketinggiannya dari permukaan laut yang lebih rendah jika dibandingkan dengan hutan Batang Toru. Ketinggian suatu tempat dari permukaan laut berbanding terbalik dengan suhu. Pada hutan Batang Toru kelembaban pada pagi hari berkisar pada 94.32 – 96.77 % dan pada sore hari berkisar pada 82.81 – 96.90 %. Terlihat bahwa kelembaban pada hutan Batang Toru lebih stabil. Hal ini dipengaruhi oleh vegetasi yang terdapat pada kawasan tersebut. Tumbuhan melakukan proses transpirasi yang mengeluarkan uap air ke udara (Soerianegara dan Indrawan 2005). Proses penguapan ini membuat kedar air pada udara disekitar vegetasi tinggi. Semakin rapat dan tinggi vegetasi hutannya, akan semakin banyak uap air yang dikeluarkan oleh tumbuhan ke udara bebas.
30
Suhu dan kelembaban pada Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera yang relatif labil jika dibandingkan dengan hutan Batang Toru merupakan salah faktor yang mempersingkat umur sarang. Hal ini dikarenakan bahan pembangun sarang terdiri dari dahan dan ranting pohon, yang mana setiap bagian tubuh dari pohon mengandung air, tidak terkecuali dahan dan ranting. Pada saat dahan dan ranting tersebut dibuat sarang oleh orangutan, bagian pohon tersebut dipatahkan dan dibentuk sedemikian rupa oleh orangutan. Suplai air yang awalnya dialirkan ke dahan dan ranting tersebut kini terputus. Kandungan air yang terkandung pada dahan dan ranting akan menguap ke udara. Proses penguapan ini sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara. Suhu yang tinggi akan mempercepat proses penguapan air pada bahan pembangun sarang. Kelembaban udara yang rendah akan mempercepat proses penguapan.
5.3 Curah Hujan Berdasarkan data curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara, menurut klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson maka iklim areal Stasiun Reintroduksi Sungai Pengian termasuk ke dalam tipe A, selalu basah. Adapun selama penelitian
Volume air hujan (cc)
berlangsung hari hujan yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 11. 30 25 20 15 10
Hari hujan
5 0 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91 Hari
Gambar 11 Curah hujan di stasiun reintroduksi. Sarang orangutan yang terbuat dari dahan dan ranting jika sudah berumur lebih dari seminggu akan kering dan gugur satu per satu. Tetesan air hujan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi umur sarang (Buij et al.2002; Mathewson et al. 2008). Tetesan air hujan memiliki energi potensi yang besar dikarenakan ketinggian jatuhnya. Tetesan air hujan ini akan mengenai kanopi hutan.
31
Sarang orangutan yang diamati juga tidak luput dari tetesan air hujan tersebut. Energi potensial pada tetesan air hujan mempercepat proses gugurnya daun-daun dan ranting kecil yang ada pada sarang. Pengaruh tetesan air hujan bertambah jika sarang berada pada posisi terkena langsung tetesan air hujan, seperti pada sarang yang berada pada puncak pohon.
5.4 Lokasi Sarang Di
sekitar
Stasiun
Reintroduksi
Sungai
Pengian
terdapat
jalan
setapak/trail. Setiap trail diberi nama dan setiap 50 meter terdapat tagging sebagai identitas trail. Trail tersebut digunakan oleh petugas untuk mengamati perilaku orangutan yang dilepaskan dari kandang. Hal ini dimaksudkan untuk melihat perkembangan orangutan dalam beradaptasi dengan lingkungan barunya. Jika diperlukan tambahan makanan dapat diberikan kepada orangutan. Selama penelitian diamati 37 sarang orangutan, 12 sarang istirahat dan 25 sarang tidur. Trail dan penyebaran sarang orangutan yang diamati dapat dilihat pada Lampiran 7. Orangutan liar jantan dewasa memiliki home range 4000 ha dan betina dewasa 900 ha (Buij et al. 2002). Rijksen (2001) dalam Singleton et al. (2009) menyatakan bahwa orangutan betina di Ketambe memiliki home range 150 – 200 ha. Ketambe orangutan project Universitas Nasional Jakarta—Utrecht University Netherlands dalam Singleton et al. (2009) menyebutkan bahwa home range orangutan betina di Ketambe 300 – 400 ha. Kemudian Singleton dan van Schaik (2001) dalam Singleton et al. (2009) menyebutkan bahwa home range orangutan betina di Suaq Balimbing lebih dari 850 ha. Penyebaran sarang orangutan menggambarkan home range dari orangutan itu sendiri. Selama penelitian home range orangutan yang diamati tidak melebihi dari 20 ha. Home range orangutan pada penelitian ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, hal ini dikarenakan oleh status dari orangutan yang menjadi objek penelitian adalah orangutan reintroduksi. Orangutan reintroduksi masih dalam tahap belajar dalam mengenali seluk beluk hutan. Bahkan tidak jarang petugas membawa atau menunjukkan pohon yang buahnya dapat dimakan. Dengan kondisi seperti itu orangutan reintroduksi masih
32
belum mampu untuk bergerak terlalu jauh dari stasiun. Walaupun ada beberapa individu yang dapat bergerak jauh, namun individu tersebut tidak banyak. Ketinggian suatu tempat dari permukaan laut merupakan salah faktor yang mempengaruhi umur sarang. Pada penelitian ini ketinggian sarang berkisar 104 – 212 mdpl. Semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, maka umur sarang akan semakin panjang (Tabel 2). Ketinggian tempat berhubungan dengan suhu dan kelembaban. Pada Tabel 2 disebutkan bahwa di Manggala dengan ketinggian 150 mdpl, rata-rata umur sarang 77,8 hari. Hal yang tidak berbeda jauh terjadi pada penelitian ini. Umur sarang berkisar antara 75 – 90 hari, walaupun ada beberapa sarang yang masih tampak pada akhir penelitian.
5.5 Posisi Sarang Posisi sarang orangutan pada pohon sarang bermacam-macam. Beberapa peneliti mengelompokkannya ke dalam beberapa posisi. Prasetyo et al. (2009) menyebutkan ada empat posisi sarang orangutan, yaitu : (1) pada pangkal cabang pertama ; (2) ujung cabang pertama ; (3) puncak pohon ; dan (4) gabungan antara 2 cabang pohon. Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian ini. Empat posisi sarang yang diamati selama penelitian disajikan pada Tabel 7. Terlihat pada Tabel 7 bahwa posisi sarang orangutan yang banyak dibuat oleh orangutan reintroduksi Sungai Pengian adalah posisi 2. Posisi sarang orangutan pada ujung cabang pertama memiliki proporsi yang besar pada daerah penelitian yang lain, kecuali di Tuanan (Gambar 12).
Gambar 12 Perbandingan posisi sarang orangutan. (Prasetyo et al. 2001) Ket :
SB = Suaq Balimbing; TUA = Tuanan; KIN = Kinabatangan; KET = Ketambe; TP = Tanjung Puting; SP = Sungai Pengian; SAB =Sabangau
33
Tabel 7 Posisi sarang orangutan Posisi sarang 1
2
No
Nama sarang
1 2 3 4 5
Istirahat Lita 1 Tidur Caroline 2 Tidur Jenggo 5 Tidur Temara 5 Istirahat Rubby 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Istirahat Caroline 2 Istirahat Cut 1 Istirahat Cut 2 Tidur Candy 1 Tidur Caroline 1 Tidur Cut 1 Tidur Cut 2 Tidur Jenggo 2 Tidur Cut 3 Tidur Jenggo 3 Tidur Jenggo 4 Tidur Lita 2 Tidur Winto 2 Tidur Pinky 2 Tidur Pinky 3 Tidur Temara 1 Tidur Temara 2 Tidur Temara 3 Tidur Temara 4 Tidur Winto Tidur Rubby Istirahat Rubby 2 Istirahat Rubby 3
Keterangan
Posisi sarang 3
No
Nama sarang
1 2 3
Tidur Lita 1 Tidur Pinky 1 Tidur Pinky 4
4
1 2
Istirahat Cut 3 Istirahat Cut 4
0
1 2 3
Istirahat Lita 2 Istirahat Cut 5 Istirahat Candy
Keterangan
Sarang posisi 2 mendominasi pada penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan orangutan yang diamati pada penelitian ini adalah enam individu betina berumur 5 – 6 tahun, selebihnya berumur jantan 9 tahun, dan betina 13 dan 17 tahun. Menurut Galdikas (1984) orangutan yang berumur 4 – 7 tahun tergolong pada kategori umur anak, jantan maupun betina. Pada kelas umur ini bobotnya berkisar pada 5 – 20 kg. Dengan bobot berkisar pada angka 5 – 20 kg, individu orangutan ini masih mampu ditopang oleh cabang dan ranting yang lebih kecil pada ujung cabang pertama. Berbeda dengan individu lain yang umurnya lebih tua dengan bobot yang lebih besar. Tentunya orangutan akan mempertimbangkan kekuatan dari cabang dan ranting yang akan dijadikan tempat bersarang.
34
Sarang merupakan perlindungan orangutan terhadap kehilangan panas pada malam hari, perlindungan dari predator (Sugardjito 1983 dalam Prasetyo et al. 2009) dan juga dari nyamuk (Florez 2007 dalam Prasetyo et al. 2009). Oleh karena itu dalam membuat sarang orangutan akan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain cukup hangat pada malam hari, cukup jauh dari jangkauan predator dan terhindar dari nyamuk. Orangutan kelas umur anak sebenarnya dapat membuat sarang pada puncak pohon. Akan tetapi pada puncak pohon ini angin menerpa lebih kuat jika dibandingkan dengan sarang yang ada dibawah kanopi pohon. Sehingga posisi sarang 2 yang terlindungi kanopi pohon sangat cocok untuk menghindari angin malam yang dingin. Dengan bobot yang tidak terlalu berat, dimana dahan dan ranting yang kecil mampu menopang. Orangutan anakan ini membuat sarang sejauh mungkin dari jangkauan predator dan cukup hangat pada malam hari. Oleh karena itu banyak sarang pada posisi 2 yang ditemukan pada penelitian ini.
5.6 Ketinggian Sarang Ketinggian sarang istirahat berkisar 5-12 m dengan rata-rata 9,22 m dan ketinggian pohon berkisar 8-14 m dengan rata-rata 11,18 m. Sarang tidur ketinggiannya berkisar 6-26 m dengan rata-rata 13,2 m dan ketinggian pohon berkisar 8-27 m.
Ketinggian (m)
30 25 20 15
Tinggi pohon
10
Tinggi sarang
5 0 Ketambe
Sabangau
Tuanan
Pengian
Gambar 13 Perbandingan ketinggian sarang istirahat pada beberapa lokasi penelitian (Prasetyo et al. 2009).
35
Ketinggian (m)
30 25 20 15
Tinggi Pohon
10
Tinggi Sarang
5 0 Ketambe
Sabangau
Tuanan
Kinabatangan
Pengian
Gambar 14 Perbandingan ketinggian sarang tidur pada beberapa lokasi penelitian. (Prasetyo et al. 2009)
Wilayah Sabangau dan Tuanan pernah mengalami penebangan ekstensif (Prasetyo et al 2009). Penebangan juga terjadi di Sungai Pengian sebelum tahun 1990 oleh PT. Dalek Hutani Esa. Ditambah lagi dengan kegiatan ladang berpindah masyarakat lokal. Sehingga kanopi yang ada di wilayah Sungai Pengian pada umumnya jarang yang mencapai strata A. Berbanding lurus dengan ketinggian kanopi, ketinggian sarang mengikuti ketinggian kanopi (Gambar 13 dan 14). Namun ada kecenderungan pada ketinggian sarang di Tuanan, dimana sarang istirahat lebih tinggi jika dibandingkan dengan sarang tidur. Berbeda dengan kondisi ketinggian sarang di Sungai Pengian. Pada sarang istirahat memiliki kecenderungan lebih rendah jika dibandingkan dengan sarang tidur. Ada dua faktor yang mempengaruhi hal tersebut, antara lain pada siang hari orangutan reintroduksi di Sungai Pengian dijaga oleh petugas. Dengan hadirnya petugas tersebut, pada beberapa individu orangutan reintroduksi mempunyai kecenderungan mendekati manusia dikarenakan pengalaman pernah berada ditengah-tengah lingkungan manusia. Oleh karena itu ketinggian sarang istirahat lebih rendah jika dibandingkan dengan sarang tidur. Berbeda kondisinya pada malam hari dimana tidak ada petugas yang menjaga orangutan tersebut, ditambah lagi dengan adanya harimau sebagai predator alami orangutan. Menghadapi kondisi yang seperti ini, maka orangutan dipaksa untuk melakukan strategi bertahan hidup dihutan. Salah satunya dengan membuat sarang sejauh mungkin dari jangkauan harimau dan predator potensial lainnya. Jenis pohon sarang orangutan dapat dilihat pada Lampiran 6.
36
5.7 Penentuan Sarang Acuan Hasil uji Wilcoxon terhadap sarang yang diamati menyatakan bahwa sarang tidur dapat digunakan sebagai sarang acuan dalam pendugaan populasi orangutan. Sarang tidur merupakan sarang yang dibuat oleh semua kelas umur orangutan pada penelitian ini seperti terlihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Pembuatan sarang oleh individu yang diamati Nama Jenggo Pinky Rubby Temara Caroline Cut Lita Candy Winto
Kelas umur Jantan, 9 th Betina, 5 th Betina, 6 th Betina, 17 th Betina, 5 th Betina, 5 th Betina, 13 th Betina, 6 th Betina, 6 th
Sarang tidur + + + + + + + + +
Sarang istirahat + + + + + + -
5.8 Hubungan Antara Umur dengan Jenis Sarang Sarang istirahat merupakan sarang yang dibangun pada siang hari oleh orangutan. Sarang tersebut dibangun dengan kurang hati-hati oleh orangutan dan tidak ada aksesoris seperti bantal (Prasetyo et al. 2009). Sehingga sarang istirahat kondisinya lebih rapuh jika dibandingkan dengan sarang tidur (Galdikas 1984).
Gambar 15 Perbandingan penurunan luasan sarang tidur dan sarang istirahat.
Hal yang berbeda terjadi pada penelitian ini, dimana sarang istirahat mengalami penurunan luasan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan sarang tidur (Gambar 15). Terlihat bahwa penurunan rata-rata ukuran sarang tidur dan
37
sarang istirahat tidak terlampau jauh perbedaannya. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan sarang tidur lebih rendah jika dibandingkan dengan sarang istirahat pada orangutan reintroduksi selama penelitian berlangsung. Pada sarang istirahat penurunan rata-rata luasan sarangnya 1.14 % perhari, sedangkan pada sarang tidur penurunan rata-rata luasan sarangnya 1.15 % perhari. Penurunan luasan sarang istirahat yang lebih rendah ini disebabkan oleh perbedaan ketinggian antara sarang tidur dengan sarang istirahat. Pada penelitian ini sarang tidur lebih tinggi posisinya dari sarang istirahat (Gambar 13 dan 14). Semakin tinggi sarang maka umur sarang akan semakin pendek (Tabel 3). Dengan keberadaan sarang tidur lebih tinggi dari sarang istirahat mengakibatkan sarang tidur lebih banyak terkena terpaan angin, tetesan air hujan dan sinar matahari (Mathewson et al. 2008). Sehingga sarang tidur mengalami penurunan luasan sarang yang lebih besar jika dibandingkan dengan sarang istirahat.
5.9 Hubungan Antara Umur dengan Posisi Sarang Posisi sarang pada pohon sarang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi umur sarang. Pada Gambar 16 ditampilkan kecenderungan posisi sarang terhadap umur sarang. 120 100 80
Posisi 4
60
Posisi 3
40
Posisi 2
20
Posisi 1
0 1
6
11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81
Gambar 16 Perbandingan penurunan luasan pada beberapa posisi sarang.
Posisi sarang 1 merupakan sarang yang relatif lama dalam penurunan luasan sarang. Posisi 1 merupakan posisi dimana sarang berada pada pangkal cabang pertama pohon. Pangkal cabang pertama merupakan tempat yang
38
terlindungi dari terpaan angin dan tetesan hujan langsung. Berbeda dengan sarang yang berada pada posisi puncak atau posisi 3, penurunan luasan sarang yang relatif cepat jika dibandingkan dengan ketiga posisi sarang yang lain. Terpaan angin kepada sarang yang tidak memiliki pelindung dan tetesan air hujan langsung mengakibatkan kerusakan yang besar kepada sarang (Mathewson et al. 2008).
5.10 Hubungan Antara Umur dengan Perubahan Ukuran Sarang Sarang orangutan merupakan kumpulan dari cabang, ranting dan daun yang dibentuk sedemikian rupa oleh orangutan. Kegiatan membuat sarang pada orangutan minimal dilakukan sekali dalam sehari, yaitu pada waktu menjelang malam untuk digunakan sebagai tempat berlindung. Namun tak jarang orangutan membuat sarang pada siang hari untuk beristirahat. Selama penelitian diamati sebanyak 12 sarang istirahat yang dibuat oleh beberapa orangutan. Sarang-sarang istirahat tersebut diamati paling singkat selama 27 hari dan paling lama diamati selama 79 hari. Sarang istirahat Caroline dijadikan contoh dari sarang istirahat yang diamati (Lampiran 9). Sarang tidur yang diamati berjumlah 25 buah sarang, yang dibuat oleh beberapa orangutan. Sarang tidur paling singkat diamati selama 5 hari dan paling panjang selama 81 hari. Sarang tidur Temara dipilih sebagai contoh dari sarang tidur (Lampiran 10). Dapat dilihat bahwa sarang mengalami penurunan luasan dari hari ke hari. Perubahan yang terjadi pada sarang perharinya sangat sulit diukur jika hanya menggunakan pandangan mata. Oleh karena itu, luasan sarang tersebut diukur menggunakan perangkat lunak Arcview 3.3. Hasil dari pengukuran menggunakan perangkat lunak Arcview 3.3 ditampilkan pada Lampiran 11 dan 12. Hasil dari uji Anova terhadap rata-rata luasan sarang istirahat menyatakna F hitung sebesar 4.58, sedangkan nilai F tabel adalah 1.39. Nilai F hitung yang lebih besar dari F tabel (F hitung > F tabel) sehingga keputusannya tolak H0, terjadi perubahan nyata ukuran rata-rata sarang orangutan dari hari pertama sampai hari terakhir. Hasil yang sama juga didapatkan dari pengujian Anova
39
sarang tidur, nilai F hitung sebesar 23.23, sedangkan nilai F tabelnya 1.32 (F hitung > F tabel). Penurunan luasan sarang ini terjadi karena layu dan gugurnya daun-daun bahan pembangun sarang. Proses pelayuan pada daun ini terjadi karena daun-daun tersebut kehilangan kadar air melalui proses penguapan. Uap air yang dikeluarkan berasal dari sel-sel yang ada pada bahan-bahan pembangun sarang. Sel tumbuhan memiliki vakuola yang berisi cairan yang kental (Salisbury dan Ross 1995). Dengan keberadaan vakuola pada sel tumbuhan, bagian-bagian tumbuhan yang tidak berlignin memiliki bentuk yang segar atau tidak layu. Kadar air pada vakuola tersebut yang membuat tekanan pada sel, tekanan ini disebut tekanan turgor. Patahnya cabang dan ranting dari pohon untuk dibuat sarang, memutuskan suplai air dari akar menuju daun. Ketiadaan suplai air dari akar ini membuat cairan yang ada pada vakuola tidak tergantikan. Sehingga daun layu karena kehilangan tekanan turgor. Seperti yang terlihat pada Lampiran 11 dan 12, penurunan luasan sarang orangutan tidak terjadi secara konstan. Terjadi beberapa kali kenaikan dari luasan sarang orangutan. Kejadian ini terjadi pada semua sarang yang diamati, baik itu sarang istirahat maupun sarang tidur. Kenaikan luasan sarang ini terjadi pada umumnya pada hari ketiga sampai hari kelima. Pengamatan yang dilakukan terhadap sarang orangutan merupakan pengamatan dari permukaan tanah, bukan pengamatan yang dilakukan langsung pada sarang orangutan. Pengamatan secara langsung tidak dapat dilakukan karena khawatir terhadap keutuhan sarang tersebut. Sarang-sarang yang diamati sangat rapuh dan berada pada cabang-cabang yang sangat tinggi dan kecil. Seperti yang disebutkan oleh beberapa ahli (Maple 1980 ; Galdikas 1978 ; Prasetyo et al. 2009) bahwa orangutan membuat semacam simpul dalam membuat sarang, sehingga menghasilkan bentuk lingkaran. Kemungkinan besar simpul tersebut lepas pada hari ketiga sampai hari kelima. Lepasnya simpul pada sarang ini membuat sarang terlihat membesar. Setelah hari kelima sarang orangutan masih mengalami kenaikan luasan (Lampiran 11 dan 12). Namun kali ini kejadiannya terjadi secara acak selama
40
waktu penelitian. Kenaikan secara acak ini terjadi hampir pada seluruh sarang yang diamati. Dahan dan ranting yang dijadikan sarang oleh orangutan berbentuk lingkaran . Sejalan dengan berjalannya waktu, daun-daun yang menempel pada sarang tersebut gugur satu persatu. Lama-kelamaan yang tertinggal hanya ranting yang melintang pada cabang pohon (Bismark 2005). Kerangka sarang orangutan merupakan sebuah bentuk datar yang cenderung cekung (Prasetyo et al.2009). Bentuk sarang tersebut berpotensi untuk menghalangi daun berguguran dari kanopi yang lebih tinggi. Kemudian daun-daun yang berguguran tersebut tersangkut pada ranting sarang orangutan. Setelah beberapa hari, akumulasi dari daun-daun yang berguguran tersebut menjadi banyak dan membuat sarang yang diamati terlihat membesar. Namun kenaikan luasan sarang ini tidak terjadi pada sarang orangutan yang terdapat pada puncak pohon, seperti yang terjadi pada sarang tidur Lita 1, sarang tidur Pinky 1, dan sarang tidur Pinky 4. Bismark (2005) menyatakan bahwa perubahan pada sarang kategori A menjadi kategori B membutuhkan waktu 15 hari. Sarang pada kategori B membutuhkan waktu 2 bulan menjadi ketegori C. Selanjutnya terjadi penambahan waktu untuk berubah kepada kategori berikutnya sampai kategori sarang E yang berumur 285 hari. Hasil dari uji Hipotesis Perbedaan Dua Rata-Rata yang dilakukan pada istirahat dan sarang tidur pada penelitian ini memberikan hasil yang senada. Pada minggu pertama terdapat 2 – 3 kali perubahan nyata pada sarang orangutan. Kemudian seiring berjalannya waktu, perubahan nyata pada sarang membutuhkan waktu yang lebih lama. Perubahan nyata pada sarang dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18. 1
16
2
3
17
4
18
5
19
6
20
7
21
8
Hari Ke9 10
Hari Ke22 23
11
24
12
25
13
26
Gambar 17 Perubahan nyata pada sarang istirahat.
27
14
28
15
29
41
Hasil dari uji Hipotesi Perbedaan Dua Rata-Rata menyatakan bahwa, perubahan nyata yang terjadi pada sarang istirahat terdapat pada hari 1 ke 3 ; 3 ke 5 ; 5 ke 12 ; 12 ke 29. Hari ke 29 sampai hari ke 79, tidak terjadi perubahan yang nyata. 1
2
3
4
5
6
7
8
Hari Ke9 10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Hari Ke24 25
26
27
28
29
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Hari Ke41 42
43
44
45
46
47
48
Gambar 18 Perubahan nyata pada sarang tidur. Hasil dari uji Hipotesis Perbedaan Dua Rata-Rata menyatakan bahwa, perubahan nyata terdapat pada hari 1 ke 2 ; 2 ke 4 ; 4 ke 7 ; 7 ke 14 ; 14 ke 21 ; 21 ke 48. Hari ke-48 sampai hari ke-78, tidak terjadi perubahan yang nyata. Pada seminggu pertama, sarang orangutan mengalami 2 sampai 3 kali perubahan nyata. Perubahan nyata ini disebabkan oleh layunya daun sarang. Daun yang telah terputus dari batang induknya akan layu dalam waktu 3 hari akibat proses penguapan. dari hari 3 sampai hari ke 7 daun akan mulai mengering dan berubah warna. Perubahan daun menjadi layu dan kering inilah yang membuat sarang berubah nyata pada minggu pertama. Semenjak hari ke 7 sampai seterusnya perubahan sarang lebih pada gugurnya daun-daun sarang. Gugurnya daun mengakibatkan perubahan nyata pada penurunan luasan sarang. Namun gugurnya daun ini tidak dapat diprediksi karena bukan merupakan proses fisiologi tumbuhan. Gugurnya daun ini lebih kepada pengaruh fisik yang terjadi pada sarang, seperti terpaan angin, tetesan air hujan sampai lewatnya satwa lain yang mengakibatkan daun sarang gugur.
42
Proses gugurnya daun sarang yang lebih dipengaruhi oleh faktor curah hujan dan kecepatan angin membuat penurunan luasan sarang tidak dapat diprediksi. Perubahan nyata yang dihasilkan melalui uji Perbedaan Dua Rata-Rata merupakan rata-rata dari penurunan luasan semua sarang. Gambar 17 dan 18 memperlihatkan bahwa waktu yang diperlukan sarang untuk dapat berubah nyata dari hari ke hari semakin panjang. Pada saat semua daun sarang mengering, gangguan fisik seperti tiupan angin dan tetesan air hujan dapat menimbulkan gugurnya daun dari konstruksi sarang. Seiring jalannya waktu daun sarang yang kering tersebut semakin sedikit jumlahnya. Semakin sedikit daun kering yang ada pada sarang, maka akan semakin besar pula gangguan fisik yang dibutuhkan untuk menggurkan daun tersebut dari sarang, karena daun berada pada posisi tersulit untuk jatuh dari konstruksi sarang. Hal ini menyebabkan diperlukan waktu yang lama untuk sarang dapat berubah secara nyata.
5.11 Hubungan Antara Umur dengan Perubahan Warna Sarang Sarang orangutan baik sarang istirahat maupun sarang tidur, keduanya terbuat dari dahan dan ranting. Warna bahan sarang yang sangat mudah diamati perubahan warnanya adalah daun. Warna hijau pada daun sarang mudah berubah menjadi warna kuning kecoklatan disebabkan oleh pengaruh suhu, kelembaban dan cahaya matahari. Perubahan warna hijau yang terjadi pada daun akan sulit diamati jika hanya dengan mata telanjang. Oleh sebab itu untuk mengetahui seberapa besar perubahan warna pada daun digunakanlah perangkat lunak Adobe Photoshop CS2. Perangkat lunak Adobe Photoshop CS2 menggunakan tiga warna sebagai warna dasar, yaitu merah, hijau dan biru. Warna dasar hijau mempengaruhi tingkat kehijuan dari daun. Kemudian warna merah mempengaruhi tingkat kekuningan dari daun. Namun pada pengukuran warna daun, warna dasar biru tidak diperhitungkan. Hal ini dikarenakan pada pengukuran ini hanya difokuskan pada perubahan daun yang berwarna hijau menjadi daun yang berwarna kuning kecoklatan.
43
Hal yang diperhatikan dalam penilain warna sarang adalah selisih nilai antara warna hijau dengan merah. Jika nilai warna hijau melebihi nilai warna merah maka warna daun tersebut hijau. Namun jika warna merah yang melebihi warna hijau maka daun tersebut kuning. Selisih inilah yang menyatakan tingkat kehijauan pada daun. Selisih antara kedua nilai warna dasar inilah yang menjadi
Hijau
ukuran perubahan warna sarang. 20 10 0
Merah
-10
1
6
11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81
-20 -30 -40
Hari
Gambar 19 Perubahan warna sarang. Dari hasil pengujian menggunakan uji Kruskal – Wallis, menghasilkan h hitung 315.44 sedangkan h tabel 104.27. Maka keputusan yang diambil adalah tolak Ho, terjadi perubahan nyata warna sarang dari hari pertama sampai hari terakhir. Gambar 19 memperlihatkan perubahan yang terjadi pada warna daun sarang. Nilai positif menyatakan tingkat warna hijau dari daun sarang. Jika kurva berada pada nilai positif maka daun sarang yang diamati berwarna hijau. Sedangkan jika berada pada nilai negatif menyatakan warna daun sarang yang diamati kuning kecoklatan. Kurva menyentuh nilai negatif pada hari ke 6. Pada hari ini warna daun sarang menjadi kuning kecoklatan. Kondisi warna kuning kecoklatan ini bertahan sampai akhir pengamatan, dapat dilihat pada Gambar 20. Untuk pengukuran warna sarang seluruhnya dapat dilihat pada Lampiran 13.
44
Warna Hari
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Warna Hari
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Warna Hari
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Warna Hari
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
Warna Hari
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
Warna Hari
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
Warna Hari
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
Warna Hari
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
Warna Hari
80
81
82
Gambar 20 Kategori warna sarang. Pigmen hijau pada daun berasal dari klorofil. Klorofil berguna bagi tumbuhan dalam proses fotosintesis. Ketika dahan dan ranting terputus dari batang induknya, pada saat itu daun mulai kehilangan pasokan air dan unsur hara. Pada saat itu kondisi daun mulai terdegradasi. Daun mulai kehilangan klorofil, kekurangan air dan unsur hara (Salisbury dan Ross 1995). Dengan hilangnya klorofil tersebut warna daun menjadi tidak hijau lagi. Uji Jumlah Peringkat Wilcoxon digunakan untuk mengetahui perubahan nyata perhari warna daun sarang. Hasil dari uji Jumlah Peringkat Wilcoxon sebagai berikut :
45
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Hari ke9 10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Hari ke24 25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
Hari ke40 41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
Hari ke57 58
59
60
61
62
63
64
65
66
Gambar 21 Perubahan nyata pada warna sarang.
Berbeda dengan perubahan pada luasan sarang, pada perubahan warna sarang perubahan nyata banyak terjadi. Waktu yang dibutuhkan suatu sarang berubah nyata tidak terlalu panjang. Perubahan nyata terjadi pada beberapa hari, antara lain : hari 0 ke 1 ; 1 ke 6 ; 6 ke 11 ; 11 ke 13 ; 13 ke 14 ; 14 ke 17 ; 17 ke 25 ; 25 ke 36 ; 36 ke 37 ; 37 ke 50 ; 50 ke 51 ; 51 ke 52 ; 52 ke 59 ; 59 ke 62 ; 62 ke 64 ; 64 ke 69 ; 69 ke 70 ; 70 ke 74 ; 74 ke 77 ; 77 ke 82. Perubahan warna sarang dari hijau sampai kuning kecoklatan merupakan perubahan yang irreversible, perubahan yang terjadi hanya satu arah saja (Lampiran 13). Perubahan yang terjadi tidak dapat berjalan sebaliknya. Daun yang telah menguning tidak akan menjadi hijau kembali. Namun pada Gambar 21, pada akhir masa pengamatan terlihat warna sarang berfluktuasi mendekati warna hijau.
46
Fluktuasi inilah yang menjadikan perubahan nyata banyak terjadi pada perubahan warna sarang. Dalam membuat sarang, orangutan membuatnya dari dahan dan ranting pohon. Pada saat membengkokkan dan membentuk dahan dan ranting tersebut menjadi sarang, tak jarang dahan yang dibengkokkan tersebut tidak patah atau terpisah dari batang induknya. Dahan yang masih tersambung dengan batang induk tersebut masih hidup, karena masih mendapat suplai air dan unsur hari dari batang induk (Salisbury dan Ross 1995). Walaupun suplai tersebut tidak seperti semula seperti sebelum kerusakan yang terjadi. Setelah beberapa hari dahan yang hampir putus tersebut mulai aktif kembali dan tumbuh daun-daun baru. Daundaun tersebut lama-kelamaan tumbuh besar dan mendominasi sarang yang telah lama dibuat. Sehingga dalam pengukuran warna sarang, daun-daun yang baru bermunculan tersebut mempengaruhi pengukuran warna sarang. Selain dengan bermunculannya daun-daun baru tersebut, terdapat juga daun yang bermunculan dari dahan dan ranting yang berada didekat sarang tersebut. Ketika orangutan membuat sarang, terjadi kekosongan ranting dan daun pada sarang dengan kanopi di sekitar sarang. Gerak fototropisme pada tumbuhan yang membuat ruang kosong ini diisi oleh daun-daun baru, dimana daun tersebut mulai menutupi ranting-ranting pada sarang. Hal tersebut juga membuat pengukuran pada warna sarang mendekati warna hijau pada hari-hari terakhir pengamatan.
47
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Jenis sarang tidur dapat dijadikan sebagai acuan dalam pendugaan populasi orangutan. Hal ini disebabkan sarang tidur dibuat oleh semua kelas umur orangutan (kecuali bayi yang masih tergantung pada ibunya). 2. Terjadi perubahan nyata pada ukuran sarang istirahat dan sarang tidur dari hari pertama sampai hari terakhir. Perubahan nyata pada ukuran sarang istirahat terjadi pada hari ke 3 ; ke 5 ; ke 12 ; ke 29. Perubahan nyata tidak terjadi lagi dari hari ke 29 sampai hari terakhir. Pada ukuran sarang tidur perubahan nyata terdapat pada hari ke 2 ; ke 4 ; ke 7 ; ke 21 ; ke 48. Perubahan nyata tidak terjadi lagi dari hari ke 48 sampai hari terakhir. 3. Terjadi perubahan nyata pada warna sarang orangutan dari pertama sampai terakhir. Perubahan nyata warna sarang terjadi pada hari ke 1 ; ke 6 ; ke 11 ; ke 13 ; ke 14 ; ke 17 ; ke 25 ; ke 36 ; ke 37 ; ke 50 ; ke 51 ; ke 52 ; ke 59 ; ke 62 ; ke 64 ; ke 69 ; ke 70 ; ke 74 ; ke 77 ; ke 82.
6.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan antara lain : 1. Untuk melengkapi pengamatan sarang berdasarkan kelas umur maka diperlukan pengamatan terhadap sarang orangutan jantan dewasa dan betina dewasa yang sedang menyusui anak. 2. Untuk mempertajam hasil dari pengukuran warna sarang maka diperlukan pengamatan langsung dari atas pohon atau dekat sarang. 3. Pengamatan pada musim hujan diperlukan untuk melengkapi data hasil penelitian ini yang dilakukan pada musim kemarau.
48
DAFTAR PUSTAKA
Acrenaz M, Gimenez O, Ambu L, Ancrenaz K, Andau P, Goossens B, Payne J, Sawang A, T Augustine, dan Lackman-Ancrenaz I. 2005. Aerial Surveys Give New Estimates for Orangutans in Sabah, Malaysia. Plos Biology volume 3. Acrenaz, M. 2006. Laporan Survei dan Analisa Data Orangutan di Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat, Indonesia. WWF Indonesia. Jakarta. Bennet TB, Abee RC, dan Henrickson R. 1995. Nonhuman Primate In Biomedical Research-Biologi and Management. Academic Press Inc. San Diego. California. Bismark M. 2005. Estimasi Populasi Orang Utan dan Model Perlindungannya di Kompleks Hutan Muara Lesan Berau, Kalimantan Timur. Buletin Plasma Nutfah Vol.11 No.2. Bogor. Buij RI, Singleton E, Krakauer, dan Schaik CPV. 2003. Rapid Assessment of Orangutan Density. Biological Conservation 114 (2003) 103–113. Buij R, Wich SA, Lubis AH, dan Sterck EHM. 2002. Seasonal Movement in The Sumatran Orangutan (Pongo pygmaeus abelii) and Consequences for Conservation. Biological Conservation 107 (2002) 83 – 87. Galdikas B. 1984. Adaptasi Orangutan di Suaka Margasatwa Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Goossens B, Chikhi L, Jalil MF, James S, Ancrenaz M, Lackman-Ancrenaz I, dan Bruford MW. 2009.Taxonomy, Geographic Variation And Population Genetics of Bornean and Sumatrans Orangutan. Didalam: Wich SA, Atmoko SSU, Setia TM dan Schaik CPV. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation. Oxford University Press Inc. New York. Husson SJ, Wich SA, Marshall AJ, Dennis RD, Acrenaz M, Brassey R, Gumal M, Hearn AJ, Meijaard E, Simorangkir T dan Singleton I. 2009. Orangutan Distribution, Density, Abundance and Impact of Disturbance. Didalam: Wich SA, Atmoko SSU, Setia TM dan Schaik CPV. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation. Oxford University Press Inc. New York. Johnson AE, Knott CD, Pamungkas B, Pasaribu M dan Marshall AJ. 2005. A survey of the orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) population in and around Gunung Palung National Park, West Kalimantan, Indonesia based on nest counts. Biological Conservation 121 (2005) 495–507
49
Kuncoro P. 2004. Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus 1760) Rehabilitan di Hutan Lindung Pegunungan Meratus Kalimantan Timur. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Bali. MacKinnon JR. 1972. The Behaviour and Ecology of The Orang-utan (Pongo pygmaeus) With Relation to The Other Apes. [Tesis]. University of Oxford. Mathewson PD , Spehar SN, Meijaard E, Nardiyono , Purnomo , Sasmirul A, Sudiyanto, Oman, Sulhnudin, Jasary, Jumali, dan Marshall AJ. 2008. Evaluating Orangutan Census Techniques Using Nest Decay Rates: Implications For Population Estimates. Ecological Society of Americapp. 208–221. Meijaard E, Rijksen DH, dan Kartikasari NS. 2001. Di Ambang Kepunahan – Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. The Gibbon Foundation Indonesia. Jakarta. Morales JC, Disotell TR, dan Melnick DJ. 1999. The Nonhuman Primates. Editor: Dolhinow P dan Fuentes A. Mayfield Publishing Company. California. Muin A. 2007. Analisis Tipologi Pohon Tempat Bersarang dan Karakteristik Sarang Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves 2001) di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Napier JR, dan Napier PH. 1985. The Natural History of the Primates. The MIT Press, Massachusetts. Prasetyo D, Acrenaz M, Morrogh-Bernard HC, Atmoko SSU, Wich SA dan Schaik CPV. 2009. Nest Building In Orangutans. Didalam: Wich SA, Atmoko SSU, Setia TM dan Schaik CPV. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation. Oxford University Press Inc. New York. Pujiani H. 2009. Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rahman DA. 2008. Evaluasi Ketelitian Metode Survei Sarang Dalam Pendugaan Ukuran Populasi Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves 2001) di Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus di Camp Leakey, Kawasan Taman Nasional Tanjung Putting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah). [Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.Bogor.
50
Russon AE, Erman A dan Dennis R. 2001. The population and distribution of orangutans (Pongo pygmaeus pygmaeus) in and around the Danau Sentarum Wildlife Reserve, West Kalimantan, Indonesia. Biological Conservation 97 (2001) 21±28 Salisbury FB dan Ross CB. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Penerbit ITB. Bandung. Siregar JP. 2007. Studi Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson 1872) di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Propinsi Riau dan Jambi. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Singleton I, Knott CD, Morrogh-Bernard HC, Wich SA dan Schaik CPV. 2009. Ranging Behavior of Orangutan Females and Social Organization. Didalam: Wich SA, Atmoko SSU, Setia TM dan Schaik CPV. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation. Oxford University Press Inc. New York. Soerianegara, I dan Indrawan A. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Supranto J. 2001. Statistik Teori dan Aplikasi Jilid 2. Edisi Keenam.Editor: Sumiharti Y dan Said A. Erlangga. Jakarta. Thorpe SKS dan Crompton RH. 2009. Orangutan Positional Behavior: Interspesific Variation and Ecological Correlates. Didalam: Wich SA, Atmoko SSU, Setia TM dan Schaik CPV. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation. Oxford University Press Inc. New York. [UNEP] United Nations Environment Programme. 2007. The Last Stand of The Orangutan – State of Emergency: Illegal Logging, Fire and Palm Oil in Indonesian’s National Parks. GRID-Arendal. Norway Usman H dan Akbar RPS. 2006. Pengantar Statistika. Bumi Aksara. Jakarta Schaik CPV, Wich SA, Atmoko SSU dan Odom K. 2005. A Simple Alternative to Line Transects of Nest for Estimating Orangutan Densities. Primates 46:249-254. Walpole RE. 1997. Pengantar Statistika Edisi ke-3. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wich SA, Meijaard E, Marshall AJ, Husson S, Ancrenaz A, Lacy RC, Schaik CPV, Sugardjito J, Simorangkir T, Traylor-Holzer K, Doughty M, Supriatna J, Dennis R, Gumal M, Knott CD dan Singleton I. 2008. Distribution and Conservation Status Of The Orang-utan (Pongo spp.) on Borneo and Sumatra: how many remain?. 2008. Fauna & Flora International. United Kingdom.
51
Wijiarti L. 2009. Preferensi Habitat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
52
LAMPIRAN
53
Lampiran 1 Daftar Jenis Tumbuhan Hasil Analisis Vegetasi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
Nama Lokal Air-air Alai Arang-arang Asam kandis Balam merah Balamt anjung Balam ronah Balik angin Balung-balung Banitan Barangan bunga Batang buah kuru biawak Bawang-bawang Bayur Bekang kuyup Bekang puyuh Belimbing hutan Beluluk kayu Bengkal Besei Berkik Bidaro Binuang Bintaus Boka-boka Budi Cihancing Dolit Duhut Dulang-dulang Duransi Gawal-gawal Gelugur babi Genditi Getah putih Hambalau Hamplas Hananga Handarung Hantui simpai Hara jelemu Hara nasi Hara padi Harung para Hijau kayu Ipuh Jangkang kilangang Jelemu Jengkol Jirak Johor Joho hitam Joho kuning Kabau
Nama Latin Dysoxyllum densiflorum Parkia singularis Dyospyros celebica Garcinia acimosa Palagium oxelanum Palagium gutta Palaquium cryptocarifolium Xerosperma noronhianum Calophyllum inerpum Mezzetia leptopoda Castanopsis argenta Nepheliumram butanake Sandoricum sp Pterospermum macrophylla Sandoricum baccaurium Aglaia spp
Famili Meliaceae Fabaceae Ebenaceae Guttiferae Sapotaceae Sapotaceae Sapotaceae Euphorbiaceae Guttiferaceae Annonaceae Fagaceae Sapindaceae Meliaceae Sterculiaceae Sterculiaceae Meliaceae
Litsea spp Anisoptera marginata
Lauraceae Dipterocarpaceae
Gironniera hirta Mangifera foetida
Ulmaceae Anacardiaceae
Alstonia macrophylla Hopea sangal Dysoxylum guachaudimum
Apocynaceae Dipterocarpaceae Meliaceae
Eugenia oblongifolia
Myrtaceae
Dillenia albiflos Garcinia liguana Xylophia malayana Pinalitra sp
Dilleniaceae Guttiferaceae Annonaceae Euphorbiaceae
Alseodhapne sp Canangium liporta
Lauraceae Annonaceae
Xylophia simota
Annonaceae
Ficus stupenda Ficus spp Dysoxylum noronhianum
Moraceae Moraceae Sapindaceae
Vatica spp
Lauraceae
Archideudron jeringa Adinandra minutiflora Xylocarpus franutum
Mimosaceae Theaceae Meliaceae
Archideudron bubalinum
Mimosaceae
54
Lampiran 1 (lanjutan) Daftar Jenis Tumbuhan Hasil Analisis Vegetasi No. 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109
NamaLokal Kabu-kabu Kalopung Karau nasi Karet Karuntang Kasai Kasai tanjung Kasai linse Kasai beras Kayu kacang Kayu kelat Kayu pisang Kayu sagu Kayu tenu’ Kayu sangkak Kayu batu Kayu bomban Kedondong sisik Kedondong rabu Kelampaian Kelepung Kemenyan Ketapang Kepinis Kelumbuk Kelumpang Keranji Keranji asup Keranji punggung tiga Kerisik baning Kemap Kempas Klepang kayu Kulalui Kulalui jantan Kundur Kuranji aye Kulim Lando Lengkirik Lotung puyuh Losa Ludai Mahang habu Mahang rambai Manggarawan Mangga hutan Mahajalayan Marokeleum Malabaian Masoge Melabai ate Medang sendu’ Medang ular Medang carenti
Nama Latin Santiria laevigata
Famili Burseraceae
Mizethia liportae Hevea brasiliensis
Annonaceae Euphobiaceae
Pometia pinnata Aglaia auriculata Aglaia kortalhsii Aglaia edulis Pteleocarpus lampongus Eugenia griffithii Polyaltia lypoleuca
Sapindaceae Meliaceae Meliaceae Meliaceae Baronginaceae Myrtaceae Annonaceae
Gymmacranthera forbesii Dacyodes incurvata
Myristicaceae Burseraceae
Santiria rubiginosa
Burseraceae
Anthocepalus cadamba Styrax benzoin Terminalia belerica Sloetia elongata
Styraceae Combretaceae Moraceae
Sterculia ordolata Diallium platysepalum Diallium laurinum Diallium exelsa
Sterculiaceae Caesalpiniaceae Caesalpiniaceae Caesalpiniaceae
Contleya corniculata Koompasia malaccensis Ficus drupace
Olaceae Caesalpiniaceae Moraceae
Dalbergia malayana Octomelus sumatrana Diallium mangiayi Scorodocarpus borneensis Pentaspadon velutinus
Annonaceae Detiscaceae Caesalpiniaceae Olacaceae Annacardiaceae
Dysoxylum noronhianum Cinnamomum porrcetum Sapium bacatium Macaranga lypoleuca Macaranga trytocarpa Hopea mangarawan Bouea opposita Dacryodes incurvata Santiriato mentosa Macaranga gigantea Anisoptera magistocarpa Macaranga hosei Endospermum deadenum Litsea firma Dehaasia casia
Meliaceae Lauraceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Dipterocarpaceae Anacardiaceae Burseraceae Burseraceae Euphorbiaceae Dipterocarpaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Lauraceae Lauraceae
55
Lampiran 1 (lanjutan) Daftar Jenis Tumbuhan Hasil Analisis Vegetasi No. 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165
Nama Lokal Medang kepan Medang kuning Medang batu Medang lendir Merelang Mendarahan Mendarahan putih Meranti batu Meranti bunga Meranti kunyit Merawan putih Mersawa merah Mersawa putih Norit Para api Parak bulan Petaling Petai Pinang baik Pinggan-pinggan Piradung Poru rimba Pulai Pulai perak Rambutan Rengas tiung Sabi salak jantan Samak badar Saga Semak rimba Sena Sengkuang Sentul Sebekal Selume Seruntang Selumar Sibabirah Sibunas Sigendel Silimatahun Siluk Sirempah Sitaling Sigatal Situha rimba Singkawang Sibiuta Sibonggang Sulai pipit Suntihan Suminai burung Sumbat tua Tamburan naning Tamparan
Nama Latin Litsea noronhae Alseodhapne umbelliflora Litsea odorifera Lophopetalum auriculata Aporusa spp Knema cinerea Myristica maxima Parashorea lucida Shorea parvifolia Shorea macroptera Anisoptera laevis Anisoptera margistocarpa Anisoptera marginata Ilex purchairima Santiria tomentosa Canarium littorate Ochanostachy samantaceae Parkia singolaris Eugenia grandifolia
Famili Lauraceae Lauraceae Lauraceae Celastraceae Euphorbiaceae Myristicaceae Myristicaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Aguifoliaceae Burseraceae Burseraceae Olacaceae Mimosaceae Myrtaceae
Sandoricum spp Alstonia scolaris Alstonia pneumatophora Nephelium lappaceum L. Callutarenghas pinnata Gymnacranthera bancana Eugenia grandifolia
Sapindaceae Apocynaceae Apocynaceae Sapindaceae Anacardiaceae Myristicaceae Myrtaceae
Mallotusewiychii
Euphorbiaceae
Fordia johorensis
Mimosaceae
Gironniera hirta Dactyloclaudus elmerii
Ulmaceae Malastomalaceae
Baccaurea latupenda Gironniera nervosa Trygonofolia arta
Euphorbiaceae Ulmaceae Ulmaceae
Blumelodendron tokbrai Shorea singkawang
Euphorbiaceae Dipterocarpaceae
Baccaurea acimosa Canarium rostata Calophyllum purcerianum Palagium hexandrum
Euuphorbiaceae Burseraceae Guttiferaceae Saptaceae
Nephellim forbesii Sindora walichianus
Sapindaceae Caesalpiniaceae
56
Lampiran 1 (lanjutan) Daftar Jenis Tumbuhan Hasil Analisis Vegetasi No. 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182
NamaLokal Tampui Tapus Tayas Tampunik Tebalun Tempanai Tempening Terap Terap nasi Tembalun Terentang bayan Timun-timun Tompoan Tongunan Tukul takal Umbut berisuk Urat rusa
Nama Latin Bacaurea spp Elateriospermum tapos Mangifera auriculata
Famili Euphorbiaceae Euphorbiaceae Anacardiaceae
Boufia auriculata Lithocarpus argenta Arthocarpuswalichianus Arthocarpu selastica Parashorea lucida Camnospermum macrophylla Siphonodan celastrinus
Anacardiaceae Fagaceae Moraceae Moraceae Dipterocarpaceae Anacardiaceae Celastraceae
Mangifera foetida Monocarpia marginalis
Anacardiaceae Annonaceae
Lampiran 2 INP Tingkat Pertumbuhan Tiang di Hutan Bekas Ladang No. 01 02
Nama Lokal Alai Balam merah
03
Bekang kuyup
04
Besei
05
Binuang
06
Boka-boka
07 08 09 10 11 12 13
Budi Dulang-dulang Duransi Gawal-gawal Hara jelemu Hara nasi Hara padi
14
Harang para
15 16
Hijau kayu Ipuh
17
Jengkol
18
Jirak
19
Kabau
20 21 22 23 24
Kalopung Kapinis Karau Karau nasi Karet
Nama Latin Parkia singularis Palagium oxelanum Sandoricum baccaurium Octomeles sumatrana Alstonia macrophylla Hopea sangal
Dillenia albiflos Ficus stupenda Ficus sp Dysoxylum noronhianum Vatica spp Archideudron jeringa Adinandra minutiflora Archideudron bubalinum Sloetia elongata Mizzetia leptopoda Hevea brasiliensis
Ind 1 1
K 10 10
KR 0.008 0.008
Dtm di Plot 1 1
F 0.0286 0.0286
FR 0.0088 0.0088
LBDS 0.0147 0.0115
D 0.1472 0.115
DR 0.0068 0.0053
INP 0.0236 0.0221
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.014
0.1404
0.0065
0.0233
3
30
0.024
3
0.0857
0.0265
0.0461
0.4609
0.0212
0.0718
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.0277
0.2771
0.0128
0.0296
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.0087
0.0867
0.004
0.0208
10 1 3 1 1 3 1
100 10 30 10 10 30 10
0.08 0.008 0.024 0.008 0.008 0.024 0.008
9 1 3 1 1 3 1
0.2571 0.0286 0.0857 0.0286 0.0286 0.0857 0.0286
0.0796 0.0088 0.0265 0.0088 0.0088 0.0265 0.0088
0.1561 0.0176 0.0609 0.0207 0.0147 0.0617 0.0215
1.5606 0.1759 0.6091 0.2071 0.1472 0.6166 0.2153
0.0719 0.0081 0.0281 0.0095 0.0068 0.0284 0.0099
0.2315 0.025 0.0786 0.0264 0.0236 0.079 0.0268
2
20
0.016
2
0.0571
0.0177
0.031
0.3104
0.0143
0.048
1 3
10 30
0.008 0.024
1 3
0.0286 0.0857
0.0088 0.0265
0.0176 0.0539
0.1759 0.5394
0.0081 0.0248
0.025 0.0754
2
20
0.016
2
0.0571
0.0177
0.0319
0.3186
0.0147
0.0484
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.0098
0.0975
0.0045
0.0213
6
60
0.048
4
0.1143
0.0354
0.0823
0.8231
0.0379
0.1213
1 1 2 6 1
10 10 20 60 10
0.008 0.008 0.016 0.048 0.008
1 1 2 6 1
0.0286 0.0286 0.0571 0.1714 0.0286
0.0088 0.0088 0.0177 0.0531 0.0088
0.0191 0.0296 0.0302 0.1317 0.0306
0.1912 0.2963 0.3023 1.3167 0.3061
0.0088 0.0136 0.0139 0.0607 0.0141
0.0257 0.0305 0.0476 0.1618 0.0309
57
Lampiran 2 (lanjutan) INP Tingkat Pertumbuhan Tiang di Hutan Bekas Ladang No. 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Nama Lokal Kayu bomban Kayu kacang Kayu tenuk Kelat Kelepung Kemenyan Kulalui Kundur Mahang habu Mahang rambai Manderahan Medang kuning Medang ular Melabai
39 40 41 42 43 44 45
Meranti bunga Merelang Norit Pinang baik Piradung Pulai Pulai perak
46
Rambutan
Nama Latin
Ind 1
K 10
KR 0.008
Dtm di Plot 1
F 0.0286
FR 0.0088
LBDS 0.0134
D 0.1338
DR 0.0062
INP 0.023
Ptelecarpus lampongus
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.0103
0.1032
0.0048
0.0216
1 1 1 1
10 10 10 10
0.008 0.008 0.008 0.008
1 1 1 1
0.0286 0.0286 0.0286 0.0286
0.0088 0.0088 0.0088 0.0088
0.0087 0.0092 0.0121 0.0199
0.0867 0.092 0.1211 0.199
0.004 0.0042 0.0056 0.0092
0.0208 0.0211 0.0224 0.026
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.0098
0.0975
0.0045
0.0213
6
60
0.048
4
0.1143
0.0354
0.133
1.3304
0.0613
0.1447
2
20
0.016
2
0.0571
0.0177
0.0527
0.5273
0.0243
0.058
6
60
0.048
5
0.1429
0.0442
0.1507
1.5071
0.0694
0.1617
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.0161
0.1612
0.0074
0.0243
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.014
0.1404
0.0065
0.0233
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.0259
0.2587
0.0119
0.0288
7
70
0.056
4
0.1143
0.0354
0.1285
1.2847
0.0592
0.1506
1 1 1 1 1 1
10 10 10 10 10 10
0.008 0.008 0.008 0.008 0.008 0.008
1 1 1 1 1 1
0.0286 0.0286 0.0286 0.0286 0.0286 0.0286
0.0088 0.0088 0.0088 0.0088 0.0088 0.0088
0.0082 0.0306 0.0168 0.0161 0.0176 0.0268
0.0815 0.3061 0.1685 0.1612 0.1759 0.2678
0.0038 0.0141 0.0078 0.0074 0.0081 0.0123
0.0206 0.0309 0.0246 0.0243 0.025 0.0292
2
20
0.016
1
0.0286
0.0088
0.023
0.2301
0.0106
0.0354
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.0183
0.1834
0.0085
0.0253
Eugenia griffithii Styrax benzoin Dalbergia malayana Octomelus sumatrana Macaranga lypoleuca Macaranga trytocarpa Knema cinerea Alseodhapne umbelliflora Litsea firma Macaranga gigantea Shorea parvifolia Aporusa spp Ilex purchairima Eugenia grandifolia Alstonia scolaris Alstonia pneumatophora Nephelium lappaceum
58
Lampiran 2 (lanjutan) INP Tingkat Pertumbuhan Tiang di Hutan Bekas Ladang No. 47 48 49 50 51
Nama Lokal Sebekal Selume Sengkuang Sibiuta Sibunas
52 53
Sigatal Silimatahun
54 55 56 57 58 59
Siluk Sirempah Sulai pipit Sumbat tua Tambura nani Tempening
60
Terap
61
Terap haje
62 63
Tibalun Umbut berisuk Jumlah
Nama Latin Fordia johorensis Mallotus ewiychii Dactyloclaudus elmerii Baccaurea latupenda Gironniera nervosa Trygonofolia arta Canarium rostata Nephellim forbesii Lithocarpus argenta Arthocarpus walichianus Arthocarpus elastica Monocarpia marginalis
Ind 1 1 3 1
K 10 10 30 10
KR 0.008 0.008 0.024 0.008
Dtm di Plot 1 1 3 1
F 0.0286 0.0286 0.0857 0.0286
FR 0.0088 0.0088 0.0265 0.0088
LBDS 0.0082 0.014 0.0371 0.0232
D 0.0815 0.1398 0.3715 0.2322
DR 0.0038 0.0064 0.0171 0.0107
INP 0.0206 0.0233 0.0677 0.0275
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.0092
0.092
0.0042
0.0211
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.0098
0.0975
0.0045
0.0213
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.0082
0.0815
0.0038
0.0206
2 4 3 2 3
20 40 30 20 30
0.016 0.032 0.024 0.016 0.024
2 4 3 1 3
0.0571 0.1143 0.0857 0.0286 0.0857
0.0177 0.0354 0.0265 0.0088 0.0265
0.023 0.1119 0.0299 0.0203 0.0287
0.2301 1.119 0.2986 0.2026 0.2873
0.0106 0.0516 0.0138 0.0093 0.0132
0.0443 0.119 0.0643 0.0342 0.0638
2
20
0.016
2
0.0571
0.0177
0.0472
0.4721
0.0218
0.0554
2
20
0.016
2
0.0571
0.0177
0.0472
0.4721
0.0218
0.0554
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.0183
0.1834
0.0085
0.0253
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.0092
0.092
0.0042
0.0211
1
10
0.008
1
0.0286
0.0088
0.0199
0.199
0.0092
0.026
1240
3.2286
3
59
Lampiran 3 INP Tingkat Pertumbuhan Tiang di Hutan Sekunder No. 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Lokal Aye-aye Balam ronah Balik angin Balung-balung Banitan Bareki Bekang Buah tampui Budi Duhut Dulang-dulang Ganditi Gelugur babi Hambalau Hantui simpai Kabau Kandis Karau nasi Kasai beras Kasai linse Kedondong sisik Kelumpang Kemap Kulalui Kulim Lando Mahang habu Mahang rambai Manderahan Manderahan putih
Nama Latin Dysoxyllum densiflorum Palaquium cryptocarifolium Xerosperma noronhianum Calophyllum inerpum Mezzetia leptopoda Gironniera hirta Sandoricum beccaurinum Bacaurea spp Hopea sangal Eugenia oblongifolia Xylophia malayana Garcinia liguana Xylophia simota Archideudron bubalinum Garcinia acimosa Mizzetia leptopoda Aglaia edulis Aglaia kortalhsii Santiria rubiginosa Sterculia ordolata Contleya corniculata Dillenia albiflos Scorodocarpus borneensis Pentaspadon velutinus Macaranga lypoleuca Macaranga trytocarpa Knema cinerea Myristica maxima
Ind 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
K 20 10 10 10 10 10 20 10 10 10 20 10 10 10 10 10 10 140 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
KR 0.0247 0.0123 0.0123 0.0123 0.0123 0.0123 0.0247 0.0123 0.0123 0.0123 0.0247 0.0123 0.0123 0.0123 0.0123 0.0123 0.0123 0.1728 0.0123 0.0123 0.0123 0.0123 0.0123 0.0123 0.0123 0.0123 0.0123 0.0123 0.0123 0.0123
Dtm di Plot 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
F 0.0667 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0667 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.3667 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333
FR 0.0259 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0259 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.1428 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129 0.0129
LBDS 0.0464 0.0296 0.0232 0.0259 0.0127 0.0121 0.0298 0.0215 0.0115 0.0306 0.0314 0.0259 0.0115 0.0127 0.0191 0.0199 0.0087 0.0147 0.0199 0.0127 0.014 0.0153 0.0241 0.0241 0.0422 0.0147 0.0082 0.0172 0.0201 0.0147
D 0.4645 0.2963 0.2322 0.2587 0.1274 0.1211 0.2984 0.2153 0.115 0.3061 0.314 0.2587 0.115 0.1274 0.1912 0.199 0.0867 2.8416 0.199 0.1274 0.1404 0.1527 0.2408 0.2408 0.2071 0.1472 0.0815 0.1722 0.2014 0.1472
DR 0.0303 0.0193 0.0151 0.0169 0.0083 0.0079 0.0195 0.014 0.0075 0.02 0.0205 0.0169 0.0075 0.0083 0.0125 0.013 0.0057 0.1853 0.013 0.0083 0.0092 0.01 0.0157 0.0157 0.0135 0.0096 0.0053 0.0112 0.0131 0.0096
INP 0.081 0.0447 0.0405 0.0422 0.0336 0.0332 0.0571 0.0394 0.0328 0.0453 0.0711 0.0422 0.0328 0.0336 0.0378 0.0383 0.031 0.501 0.0383 0.0336 0.0345 0.0353 0.041 0.041 0.0388 0.0349 0.0307 0.0366 0.0385 0.0349
60
Lampiran 3 (lanjutan) INP Tingkat Pertumbuhan Tiang di Hutan Sekunder No.
Nama Lokal
Nama Latin
31 32 33 34
Meranti bunga Pinang baik Rengas tiung Saga Sangkak
Shorea parvifolia
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Sawang Sebekal Sebi salak jantan Selumar Semak rimba Sibunas Silimatahun Siluk Sirempah Sulai pipit Suntihan Tambura nani Tempanai Tibalun Timun-timun Umbut berisuk Jumlah
Callutarenghas pinnata Gymmacranthera forbesii Fordia johorensis Gymnacranthera bancana Eugenia grandifolia Dactyloclaudus elmerii Baccaurea latupenda Gironniera nervosa Trygonofolia arta Canarium rostata Calophyllum purcerianum Nephellim forbesii Boufia auriculata Siphonodan celastrinus Monocarpia marginalis
Ind
K
KR
Dtm di Plot
F
FR
D
DR
INP
3 1 1 1
30 10 10 10
0.037 0.0123 0.0123 0.0123
3 1 1 1
0.1 0.0333 0.0333 0.0333
0.0389 0.0129 0.0129 0.0129
0.0577 0.0109 0.0183 0.0168
0.5768 0.109 0.1834 0.1685
0.0376 0.0071 0.012 0.011
0.1136 0.0324 0.0373 0.0363
2
20
0.0247
2
0.0667
0.0259
0.0219
0.2194
0.0143
0.065
1 1
10 10
0.0123 0.0123
1 1
0.0333 0.0333
0.0129 0.0129
0.0259 0.0098
0.2587 0.0975
0.0169 0.0064
0.0422 0.0317
3
30
0.037
3
0.1
0.0389
0.0491
0.4912
0.032
0.108
1 1 2 1 4 1 2
10 10 20 10 40 10 20
0.0123 0.0123 0.0247 0.0123 0.0494 0.0123 0.0247
1 1 2 1 4 1 2
0.0333 0.0333 0.0667 0.0333 0.1333 0.0333 0.0667
0.0129 0.0129 0.0259 0.0129 0.0519 0.0129 0.0259
0.0191 0.0199 0.0429 0.0147 0.0713 0.0176 0.0384
0.1912 0.199 0.4291 0.1472 0.7125 0.1759 0.3842
0.0125 0.013 0.028 0.0096 0.0465 0.0115 0.0251
0.0378 0.0383 0.0787 0.0349 0.1478 0.0368 0.0757
1
10
0.0123
1
0.0333
0.0129
0.025
0.2497
0.0163
0.0416
1 1 3 2 2
10 10 30 20 20 810
0.0123 0.0123 0.037 0.0247 0.0247
1 1 3 2 2
0.0333 0.0333 0.1 0.0667 0.0667 2.5667
0.0129 0.0129 0.0389 0.0259 0.0259
0.0306 0.0306 0.0616 0.0475 0.0409
0.3061 0.3061 0.6158 0.4745 0.4092 15.331
0.02 0.02 0.0402 0.031 0.0267
0.0453 0.0453 0.1162 0.0816 0.0774 3
LBDS
61
Lampiran 4 INP Tingkat Pertumbuhan Pohon di Hutan Bekas Ladang No. 01 02
Nama Lokal Alai Barangan bunga
03
Bayur
04 05 06
Bedaro Bengkal Besei
07
Binuang
08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Budi Duransi Ganditi Hampolas Hananga Handaro Handarung Hara nasi Hara padi Jelemu Jengkol Joho Joho kuning Joho hitam Kabu-kabu Kalumbuk Karau nasi Karet Kasai linse Kasai tanjung Kayu batu Kayu kacang
Nama Latin Parkia singularis Castanopsis argenta Pterospermum macrophylla Mangifera foetida Anisoptera marginata Octomeles sumatrana Miq. Hopea sangal Xylophia malayana Alseodhapne sp Canangium liporta
Ficus stupenda Ficus sp Archideudron jeringa
Santiria laevigata Mizzetia leptopoda Hevea brasiliensis Aglaia kortalhsii Aglaia auriculata Dacyodes incurvata Ptelecarpus lampongus
Ind 1 1
K 2.5 2.5
KR 0.0035 0.0035
Dtm di Plot 1 1
F 0.0285 0.0285
FR 0.0054 0.0054
LBDS 0.0472 0.0616
D 0.1180 0.1541
DR 0.0020 0.0026
INP 0.0110 0.0116
1
2.5
0.0035
1
0.0285
0.0054
0.0584
0.1461
0.0024
0.0115
5 1 31
12.5 2.5 77.5
0.0176 0.0035 0.1091
2 1 17
0.0571 0.0285 0.4857
0.0109 0.0054 0.0934
0.4759 0.0354 2.1182
1.1898 0.0885 5.2955
0.0202 0.0015 0.0900
0.0488 0.0105 0.2925
3
7.5
0.0105
2
0.0571
0.0109
0.3547
0.8868
0.0150
0.0366
5 1 2 1 4 1 4 12 3 1 13 2 1 1 1 1 1 4 2 1 1 1
12.5 2.5 5 2.5 10 2.5 10 30 7.5 2.5 32.5 5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 10 5 2.5 2.5 2.5
0.0176 0.0035 0.0070 0.0035 0.0140 0.0035 0.0140 0.0422 0.0105 0.0035 0.0457 0.0070 0.0035 0.0035 0.0035 0.0035 0.0035 0.0140 0.0070 0.0035 0.0035 0.0035
5 1 2 1 3 1 3 10 3 1 6 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1
0.1428 0.0285 0.0571 0.0285 0.0857 0.0285 0.0857 0.2857 0.0857 0.0285 0.1714 0.0571 0.0285 0.0285 0.0285 0.0285 0.0285 0.0285 0.0571 0.0285 0.0285 0.0285
0.0274 0.0054 0.0109 0.0054 0.0164 0.0054 0.0164 0.0549 0.0164 0.0054 0.0329 0.0109 0.0054 0.0054 0.0054 0.0054 0.0054 0.0054 0.0109 0.0054 0.0054 0.0054
0.1923 0.0413 0.0747 0.0963 0.3373 0.1296 0.7388 0.9569 0.3354 0.0970 1.2346 0.1704 0.1839 0.0390 0.1150 0.0379 0.0346 0.1912 0.0758 0.0346 0.9642 0.0539
0.4809 0.1033 0.1868 0.2408 0.8434 0.3240 1.8470 2.3923 0.8385 0.2425 3.0865 0.4262 0.4598 0.0975 0.2875 0.0947 0.0867 0.4781 0.1895 0.0867 2.4105 0.1348
0.0081 0.0017 0.0031 0.0040 0.0143 0.0055 0.0313 0.0406 0.0142 0.0041 0.0524 0.0072 0.0078 0.0016 0.0048 0.0016 0.0014 0.0081 0.0032 0.0014 0.0409 0.0022
0.0532 0.0107 0.0212 0.0131 0.0449 0.0145 0.0619 0.1378 0.0412 0.0131 0.1312 0.0252 0.0168 0.0106 0.0139 0.0106 0.0104 0.0277 0.0212 0.0104 0.0499 0.0113
62
Lampiran 4 (lanjutan) INP Tingkat Pertumbuhan Pohon di Hutan Bekas Ladang No. Nama Lokal 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
46 47 48 49 50 51 52
Kayu sagu Kedondong sisik Kelampaian Kemenyan Keranji asup Ketapang Kundur Lengkirik Ludai Mahang habu Mahang rambai Manderahan Mangga hodang Medang sendu’ Melabai Merawan putih batang Merelang Norit Pinang baik Pulai perak Poru rimba Rambutan Samak badar
53
Sebi salak jantan
54 55 56 57 58
Selume Sengkuang Seruntang Sirempah Sigatal
45
Ind 1 1 3 2 1 3 45 1 1 9 29 1 1 5 21
K 2.5 2.5 7.5 5 2.5 7.5 112.5 2.5 2.5 22.5 72.5 2.5 2.5 12.5 52.5
KR 0.0035 0.0035 0.0105 0.0070 0.0035 0.0105 0.1584 0.0035 0.0035 0.0316 0.1021 0.0035 0.0035 0.0176 0.0739
Dtm di Plot 1 1 1 2 1 2 16 1 1 8 16 1 1 4 11
F 0.0285 0.0285 0.0285 0.0571 0.0285 0.0571 0.4571 0.0285 0.0285 0.2285 0.4571 0.0285 0.0285 0.1142 0.3142
FR 0.0054 0.0054 0.0054 0.0109 0.0054 0.0109 0.0879 0.0054 0.0054 0.0439 0.0879 0.0054 0.0054 0.0219 0.0604
LBDS 0.4211 0.0652 0.1934 0.2004 0.1494 0.2849 4.4520 0.3444 0.0828 0.4772 1.8160 0.0568 0.0447 0.5576 1.3803
D 1.0529 0.1630 0.4836 0.5011 0.3735 0.7123 11.1301 0.8611 0.2070 1.1930 4.5401 0.1421 0.1119 1.3942 3.4508
DR 0.0178 0.0027 0.0082 0.0085 0.0063 0.0121 0.1891 0.0146 0.0035 0.0202 0.0771 0.0024 0.0019 0.0236 0.0586
INP 0.0269 0.0117 0.0242 0.0265 0.0153 0.0336 0.4355 0.0236 0.0125 0.0959 0.2671 0.0114 0.0109 0.0632 0.1930
Anisoptera laevis
1
2.5
0.0035
1
0.0285
0.0054
0.0796
0.1990
0.0033
0.0123
Aporusa spp Ilex purchairima Eugenia grandifolia Alstonia pneumatophora Sandoricum spp Nephelium lappaceum
2 4 1 1 1 2 1
5 10 2.5 2.5 2.5 5 2.5
0.0070 0.0140 0.0035 0.0035 0.0035 0.0070 0.0035
2 4 1 1 1 1 1
0.0571 0.1142 0.0285 0.0285 0.0285 0.0285 0.0285
0.0109 0.0219 0.0054 0.0054 0.0054 0.0054 0.0054
0.2236 0.3378 0.0168 0.0430 0.0535 0.1340 0.0368
0.5590 0.8446 0.0421 0.1075 0.1338 0.3351 0.0920
0.0095 0.0143 0.0007 0.0018 0.0022 0.0056 0.0015
0.0275 0.0504 0.0097 0.0108 0.0112 0.0182 0.0105
1
2.5
0.0035
1
0.0285
0.0054
0.0522
0.1305
0.0022
0.0112
2 2 1 20 4
5 5 2.5 50 10
0.0070 0.0070 0.0035 0.0704 0.0140
1 2 1 12 3
0.0285 0.0571 0.0285 0.3428 0.0857
0.0054 0.0109 0.0054 0.0659 0.0164
0.1084 0.1048 0.0435 1.3162 0.5372
0.2711 0.2621 0.1089 3.2905 1.3432
0.0046 0.0044 0.0018 0.0559 0.0228
0.0171 0.0224 0.0108 0.1922 0.0533
Nama Latin Santiria rubiginosa Anthocepalus cadamba Styrax benzoin Diallium laurinum Terminalia belerica Octomelus sumatrana Sapium bacatium Macaranga lypoleuca Macaranga trytocarpa Knema cinerea Bouea opposita Endospermum deadenum Macaranga gigantea
Gymnacranthera bancana Mallotus ewiychii Trygonofolia arta
63
Lampiran 4 (lanjutan) INP Tingkat Pertumbuhan Pohon di Hutan Bekas Ladang No. Nama Lokal 59 60 61 62
Tampunik Terap Terap nasi Tukul takal Jumlah
Nama Latin Lithocarpus argenta Arthocarpus elastica Mangifera foetida
Ind 1 8 1 1
K 2.5 20 2.5 2.5 710
KR 0.0035 0.0281 0.0035 0.0035
Dtm di Plot 1 6 1 1
F 0.0285 0.1714 0.0285 0.0285 5.2
FR 0.0054 0.0329 0.0054 0.0054
LBDS 0.0630 0.4967 0.0368 0.0346
D 0.1576 1.2418 0.0920 0.0867 58.8339
DR 0.0026 0.0211 0.0015 0.0014
INP 0.0116 0.0822 0.0105 0.0104 3
64
Lampiran 5 INP Tingkat Pertumbuhan Pohon di Hutan Sekunder No. 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Nama Lokal Arang-arang Aye-aye Balam ronah Balam tanjung Balung-balung Bareki Batang buah kuru biawak Batang tompoan Batang tungau Bawang-bawang Bekang Bekang puyuh Belimbing hutan Beluluk kayu Besei Bintaus Budi Dolit Duhut Dulang-dulang Ganditi Gawal-gawal Getah putih Hara nasi Jangkang kilangang Jirak Joho Joho hitam Kabau
Nama Latin Dyospyros celebica Dysoxyllum densiflorum Palaquium cryptocarifolium Palagium gutta Calophyllum inerpum Gironniera hirta
Ind 1 2 3
K 2.5 5 7.5
KR 0.0037 0.0074 0.0112
Dtm di Plot 1 2 2
F 0.0333 0.0667 0.0667
FR 0.0041 0.0081 0.0081
LBDS 0.03901 0.19686 0.43827
D 0.0975 0.4921 1.0957
DR 0.0012 0.0062 0.0137
INP 0.009 0.0217 0.033
2 1 1
5 2.5 2.5
0.0074 0.0037 0.0037
2 1 1
0.0667 0.0333 0.0333
0.0081 0.0041 0.0041
0.2451 0.1185 0.05752
0.6127 0.2963 0.1438
0.0077 0.0037 0.0018
0.0232 0.0115 0.0096
Nephelium rambutanake
1
2.5
0.0037
1
0.0333
0.0041
0.03901
0.0975
0.0012
0.009
1 1 1 4 1 1 3 8 1 2 1 2 4 2 1 1 1 1 1 4 1 2
2.5 2.5 2.5 10 2.5 2.5 7.5 20 2.5 5 2.5 5 10 5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 10 2.5 5
0.0037 0.0037 0.0037 0.0149 0.0037 0.0037 0.0112 0.0297 0.0037 0.0074 0.0037 0.0074 0.0149 0.0074 0.0037 0.0037 0.0037 0.0037 0.0037 0.0149 0.0037 0.0074
1 1 1 4 1 1 2 7 1 2 1 2 4 2 1 1 1 1 1 4 1 2
0.0333 0.0333 0.0333 0.1333 0.0333 0.0333 0.0667 0.2333 0.0333 0.0667 0.0333 0.0667 0.1333 0.0667 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.1333 0.0333 0.0667
0.0041 0.0041 0.0041 0.0163 0.0041 0.0041 0.0081 0.0285 0.0041 0.0081 0.0041 0.0081 0.0163 0.0081 0.0041 0.0041 0.0041 0.0041 0.0041 0.0163 0.0041 0.0081
0.05224 0.04243 0.03468 0.28087 0.05224 0.13873 0.38237 0.4797 0.04479 0.08269 0.09863 0.1918 0.23722 0.24574 1.28026 0.10529 0.03261 0.05096 0.08122 0.64371 0.14726 0.08615
0.1306 0.1061 0.0867 0.7022 0.1306 0.3468 0.9559 1.1992 0.112 0.2067 0.2466 0.4795 0.5931 0.6144 3.2007 0.2632 0.0815 0.1274 0.203 1.6093 0.3682 0.2154
0.0016 0.0013 0.0011 0.0088 0.0016 0.0043 0.012 0.015 0.0014 0.0026 0.0031 0.006 0.0074 0.0077 0.04 0.0033 0.001 0.0016 0.0025 0.0201 0.0046 0.0027
0.0094 0.0091 0.0089 0.0399 0.0094 0.0121 0.0312 0.0732 0.0092 0.0181 0.0109 0.0216 0.0385 0.0232 0.0478 0.0111 0.0088 0.0094 0.0103 0.0513 0.0124 0.0183
Achtinodhapne sp Sandoricum sp Sandoricum beccaurinum Aglaia spp
Hopea sangal Eugenia oblongifolia Xylophia malayana Dillenia albiflos Pinalitra sp Ficus stupenda Adinandra minutiflora
Archideudron bubalinum
65
Lampiran 5 (lanjutan) INP Tingkat Pertumbuhan Pohon di Hutan Sekunder No. 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Nama Lokal Kapinis Karau nasi Karuntang Kasai beras Kasai linse Kasai tanjung Kayu kacang Kayu kelat Kayu pisang Kayu sagu Kayu tenu Kedondong rabu Kedondong sisik Kelumbuk Kelumpang Kemap Kempas Keranji Keranji punggung tiga Kerisik baning Kulalui Kulalui jantan Kulim Kuranji aye Lepang kayu Losa Lotung puyuh Ludai Mahajolai Mahang habu Mahang rambai
Nama Latin Sloetia elongate Mizzetia leptopoda Aglaia edulis Aglaia kortalhsii Aglaia auriculata Eugenia griffithii Polyaltia lypoleuca
Santiria laevigata Santiria rubiginosa Sterculia ordolata Contleya corniculata Koompasia malaccensis Diallium platysepalum Diallium exelsa Dillenia albiflos Dalbergia malayana Scorodocarpus borneensis Ficus drupace Cinnamomum porrcetum Dysoxylum noronhianum Sapium bacatium Dacryodes incurvata Macaranga lypoleuca Macaranga trytocarpa
Ind 5 13 1 2 2 1 2 1 1 2 3 2 1 3 2 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 3 2 2 3 12 8
K 12.5 32.5 2.5 5 5 2.5 5 2.5 2.5 5 7.5 5 2.5 7.5 5 2.5 2.5 5 2.5 5 5 2.5 2.5 2.5 2.5 7.5 5 5 7.5 30 20
KR 0.0186 0.0483 0.0037 0.0074 0.0074 0.0037 0.0074 0.0037 0.0037 0.0074 0.0112 0.0074 0.0037 0.0112 0.0074 0.0037 0.0037 0.0074 0.0037 0.0074 0.0074 0.0037 0.0037 0.0037 0.0037 0.0112 0.0074 0.0074 0.0112 0.0446 0.0297
Dtm di Plot 4 11 1 2 2 1 2 1 1 2 2 1 1 3 2 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 3 2 1 2 8 6
F 0.1333 0.3667 0.0333 0.0667 0.0667 0.0333 0.0667 0.0333 0.0333 0.0667 0.0667 0.0333 0.0333 0.1 0.0667 0.0333 0.0333 0.0667 0.0333 0.0667 0.0667 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.1 0.0667 0.0333 0.0667 0.2667 0.2
FR 0.0163 0.0447 0.0041 0.0081 0.0081 0.0041 0.0081 0.0041 0.0041 0.0081 0.0081 0.0041 0.0041 0.0122 0.0081 0.0041 0.0041 0.0081 0.0041 0.0081 0.0081 0.0041 0.0041 0.0041 0.0041 0.0122 0.0081 0.0041 0.0081 0.0325 0.0244
LBDS 0.53162 0.6932 0.25056 0.08333 0.78498 0.17914 0.10842 0.07338 0.06307 0.6338 0.13358 0.1101 0.03468 0.14086 0.29758 0.07962 0.13663 0.21189 0.20895 0.10936 0.18867 0.04479 0.1185 0.06307 0.11275 0.78912 0.06842 0.24908 0.24077 0.78552 0.62423
D 1.329 1.733 0.6264 0.2083 1.9624 0.4479 0.271 0.1834 0.1577 1.5845 0.334 0.2753 0.0867 0.3522 0.7439 0.199 0.3416 0.5297 0.5224 0.2734 0.4717 0.112 0.2963 0.1577 0.2819 1.9728 0.171 0.6227 0.6019 1.9638 1.5606
DR 0.0166 0.0217 0.0078 0.0026 0.0245 0.0056 0.0034 0.0023 0.002 0.0198 0.0042 0.0034 0.0011 0.0044 0.0093 0.0025 0.0043 0.0066 0.0065 0.0034 0.0059 0.0014 0.0037 0.002 0.0035 0.0247 0.0021 0.0078 0.0075 0.0246 0.0195
INP 0.0515 0.1147 0.0156 0.0182 0.0401 0.0134 0.019 0.0101 0.0098 0.0354 0.0235 0.0149 0.0089 0.0278 0.0249 0.0103 0.0121 0.0222 0.0143 0.019 0.0215 0.0092 0.0115 0.0098 0.0113 0.048 0.0177 0.0193 0.0268 0.1017 0.0736
66
Lampiran 5 (lanjutan) INP Tingkat Pertumbuhan Pohon di Hutan Sekunder No. 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83
Nama Lokal Marokeluang Masoge Medang batu Medang carenti Medang kepan Medang lender Medang sendu Medang ular Melabai Menggrawan Meranti batu Meranti bunga Meranti kunyit Merawan putih Mersawa merah Mersawa putih Norit Para api Para bulan Petai Pinang baik Pinggan-pinggan Pitaling
84 85 86 87 88 89 90
Poru rimba Pulai perak Samak badar Seberuangan Sebi salak jantan Sena Sengkuang
Nama Latin Santiria tomentosa Anisoptera magistocarpa Litsea odorifera Dehaasia casia Litsea noronhae Lophopetalum auriculata Endospermum deadenum Litsea firma Macaranga gigantea Hopea mangarawan Parashorea lucida Shorea parvifolia Shorea macroptera Anisoptera laevis Anisoptera margistocarpa Anisoptera marginata Ilex purchairima Santiria tomentosa Canarium littorate Parkia singolaris
Ochanostachys amantaceae Sandoricum spp Alstonia pneumatophora Eugenia grandifolia Gymnacranthera bancana Mallotus ewiychii
Ind 1 1 1 1 3 1 4 1 3 2 1 5 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1
K 2.5 2.5 2.5 2.5 7.5 2.5 10 2.5 7.5 5 2.5 12.5 2.5 2.5 2.5 2.5 5 2.5 5 2.5 2.5 2.5 2.5
KR 0.0037 0.0037 0.0037 0.0037 0.0112 0.0037 0.0149 0.0037 0.0112 0.0074 0.0037 0.0186 0.0037 0.0037 0.0037 0.0037 0.0074 0.0037 0.0074 0.0037 0.0037 0.0037 0.0037
Dtm di Plot 1 1 1 1 2 1 4 1 2 2 1 5 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1
F 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0667 0.0333 0.1333 0.0333 0.0667 0.0667 0.0333 0.1667 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0667 0.0333 0.0667 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333
FR 0.0041 0.0041 0.0041 0.0041 0.0081 0.0041 0.0163 0.0041 0.0081 0.0081 0.0041 0.0203 0.0041 0.0041 0.0041 0.0041 0.0081 0.0041 0.0081 0.0041 0.0041 0.0041 0.0041
LBDS 0.03261 0.18154 0.06026 0.03574 0.16662 0.08283 0.23932 0.04243 0.23264 0.09326 0.04014 0.29175 0.4586 0.19376 0.39593 2.09529 0.10205 0.07491 0.36864 0.03791 0.04243 0.14296 0.07491
D 0.0815 0.4538 0.1507 0.0894 0.4165 0.2071 0.5983 0.1061 0.5816 0.2331 0.1003 0.7294 1.1465 0.4844 0.9898 5.2382 0.2551 0.1873 0.9216 0.0948 0.1061 0.3574 0.1873
DR 0.001 0.0057 0.0019 0.0011 0.0052 0.0026 0.0075 0.0013 0.0073 0.0029 0.0013 0.0091 0.0143 0.0061 0.0124 0.0655 0.0032 0.0023 0.0115 0.0012 0.0013 0.0045 0.0023
INP 0.0088 0.0135 0.0097 0.0089 0.0245 0.0104 0.0386 0.0091 0.0266 0.0185 0.009 0.048 0.0221 0.0138 0.0202 0.0733 0.0188 0.0101 0.0271 0.009 0.0091 0.0123 0.0101
1 3 2 1 2 5 3
2.5 7.5 5 2.5 5 12.5 7.5
0.0037 0.0112 0.0074 0.0037 0.0074 0.0186 0.0112
1 3 2 1 2 5 3
0.0333 0.1 0.0667 0.0333 0.0667 0.1667 0.1
0.0041 0.0122 0.0081 0.0041 0.0081 0.0203 0.0122
0.05354 2.60151 0.08588 0.10347 0.14007 0.27222 0.68242
0.1338 6.5038 0.2147 0.2587 0.3502 0.6806 1.7061
0.0017 0.0813 0.0027 0.0032 0.0044 0.0085 0.0213
0.0095 0.1047 0.0182 0.011 0.0199 0.0474 0.0447
67
Lampiran 5 (lanjutan) INP Tingkat Pertumbuhan Pohon di Hutan Sekunder No. Nama Lokal 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101
Sentul Sibabirah Sibiuta Sibonggang Sibunas Sigendel Sihancing Silanglungka Siluk Sirempah Sirontang bayan
102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119
Sitaling Situha rimba Sulai pipit Suminai burung Tambura nani Tamparan Tapus Tayas Tembalau Tempanai Tempening Terap nasi Tibalun Timun-timun Tompoan Tongunan Umbut berisuk Urat rusa Jumlah
Nama Latin Gironniera hirta Baccaurea acimosa Dactyloclaudus elmerii
Gironniera nervosa Trygonofolia arta Camnospermum macrophylla Blumelodendron tokbrai Canarium rostata Palagium hexandrum Nephellim forbesii Sindora walichianus Elateriospermum tapos Mangifera auriculata Boufia auriculata Lithocarpus argenta Arthocarpus elastica Siphonodan celastrinus
Monocarpia marginalis Alseodhapne umbelliflora
Ind 2 5 1 1 1 3 5 7 4 3 1
K 5 12.5 2.5 2.5 2.5 7.5 12.5 17.5 10 7.5 2.5
KR 0.0074 0.0186 0.0037 0.0037 0.0037 0.0112 0.0186 0.026 0.0149 0.0112 0.0037
Dtm di Plot 2 4 1 1 1 3 4 5 4 3 1
F 0.0667 0.1333 0.0333 0.0333 0.0333 0.1 0.1333 0.1667 0.1333 0.1 0.0333
FR 0.0081 0.0163 0.0041 0.0041 0.0041 0.0122 0.0163 0.0203 0.0163 0.0122 0.0041
LBDS 0.13201 0.29683 0.0981 0.0316 0.03682 0.76629 0.31391 1.46483 0.23515 0.27117 0.0436
D 0.33 0.7421 0.2452 0.079 0.092 1.9157 0.7848 3.6621 0.5879 0.6779 0.109
DR 0.0041 0.0093 0.0031 0.001 0.0012 0.024 0.0098 0.0458 0.0074 0.0085 0.0014
INP 0.0197 0.0441 0.0108 0.0088 0.0089 0.0473 0.0447 0.0921 0.0385 0.0318 0.0091
6 1 5 1 3 1 2 1 1 2 4 1 4 3 1 2 4 1
15 2.5 12.5 2.5 7.5 2.5 5 2.5 2.5 5 10 2.5 10 7.5 2.5 5 10 2.5 672.5
0.0223 0.0037 0.0186 0.0037 0.0112 0.0037 0.0074 0.0037 0.0037 0.0074 0.0149 0.0037 0.0149 0.0112 0.0037 0.0074 0.0149 0.0037
6 1 5 1 3 1 1 1 1 2 4 1 4 3 1 2 4 1
0.2 0.0333 0.1667 0.0333 0.1 0.0333 0.0333 0.0333 0.0333 0.0667 0.1333 0.0333 0.1333 0.1 0.0333 0.0667 0.1333 0.0333 8.2
0.0244 0.0041 0.0203 0.0041 0.0122 0.0041 0.0041 0.0041 0.0041 0.0081 0.0163 0.0041 0.0163 0.0122 0.0041 0.0081 0.0163 0.0041
0.3467 0.05889 0.30972 0.10166 0.31323 0.17439 0.29851 0.05485 0.12842 0.0632 0.22673 0.06166 0.81048 0.32345 0.30586 0.33721 0.75823 0.1264
0.8667 0.1472 0.7743 0.2542 0.7831 0.436 0.7463 0.1371 0.321 0.158 0.5668 0.1541 2.0262 0.8086 0.7646 0.843 1.8956 0.316 79.9775
0.0108 0.0018 0.0097 0.0032 0.0098 0.0055 0.0093 0.0017 0.004 0.002 0.0071 0.0019 0.0253 0.0101 0.0096 0.0105 0.0237 0.004
0.0575 0.0096 0.0486 0.011 0.0331 0.0132 0.0208 0.0095 0.0118 0.0175 0.0382 0.0097 0.0565 0.0335 0.0173 0.0261 0.0548 0.0117 3
68
69
Lampiran 6 Daftar Nama Pohon Sarang Orangutan No. 1 2 3 4
Nama sarang Tdr Pinky 3 Tdr Pinky 2 Tdr Pinky 4 Ist Rubby 1
5 6 7 8 9 10 11 12 13
Ist Rubby 2&3 Tdr Pinky 1 Tdr Temara 2 Tdr Temara 3 Tdr Temara 1 Tdr Temara 4 Tdr Temara 5 Tdr Cut 1 Ist Lita 1
Nama lokal Sena Sirempah Kandis Si rontang bayan Kawang Beluluk kayu Ludai Balam Meranti bunga Mahang habu Putat Kasai Sibunas
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Ist Cut 1 Ist Cut 2 Tdr Cut 3 Tdr Jenggo 3 Tdr Cut 2 Tdr Jenggo 2 Ist Cut 4 Ist Cut 3 Tdr Lita 1 Tdr Caroline1
Kayu pisang Sena Medang sendu Dulang-dulang Mahajalayan Mahajalayan Medang sendu Medang sendu Lengkirik Bekang
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Ist Candy Ist Cut 5 Ist Lita 2 Ist Caroline 2 Tdr Candy Tdr Lita 2 Tdr Candy 2 Tdr Winto 2 Tdr Caroline2 Tdr Jenggo 4 Tdr Winto Tdr Jenggo 5 Tdr Rubby
Medangsendu Medangsendu Medangsendu Besei Batangbudi Kayubatu Kayubatu Kayu batu Besei Bekang Sigatal Karet Meranti bunga
Ket.
Tdr = sarang tidur Ist = sarang istirahat
Nama latin
Suku
Trygonofolia arta Garcinia acimosa Camnospermum macrophylla Shorea singkawang Litsea spp Sapium baccatum Palaquium gutta Shorea parvifolia Macaranga hypoleuca Baringtonia scortechinii Pometia pinnata Dactyloclaudus stenostachys Mizettia leptopoda
Ulmaceae Guttiferae Anacardiaceae
Litsea odorifera
Lauraceae
Dacryodes macrocarpa Dacryodes macrocarpa Litsea odorifera Litsea odorifera
Burseraceae Burseraceae Lauraceae Lauraceae
Sandoricum emarginatum Litsea odorifera Litsea odorifera Litsea odorifera
Meliaceae
Hopea sangal Dacryodes macrocarpa Dacryodes macrocarpa Dacryodes macrocarpa
Dipterocarpaceae Burseraceae Burseraceae Burseraceae
Sandoricum baccaurium
Meliaceae
Hevea brasiliensis Shorea parvifolia
Euphorbiaceae Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae Lauraceae Euphorbiaceae Sapotaceae Dipterocarpaceae Euphorbiaceae Letychidaceae Sapindaceae Malastomalaceae Annonaceae
Lauraceae Lauraceae Lauraceae
Lampiran 7 Penyebaran Sarang
Keterangan :
= sarang orangutan = jalan
70
71
Lampiran 8 Suhu, Kelembaban dan Curah Hujan Harian di Stasiun Reintroduksi Orangutan Sungai Pengian pada bulan Agustus – Oktober 2009 Bulan : Agustus 2009 Pagi (07.00 wib) Kelembaban Curah (%) hujan (cc) 91 0 80 0 88 0 90 0 85 0 87 0 88 0 94 0 86 5,5 92 0 89 0 90 0 93 0 89 0,5 90 0 94 0 90 0 93 0 94 1 89 0
Tgl
Suhu (o C)
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
20,5 20 20,5 20,5 21 21 21 22,5 21 20,5 21,5 22 22 22 22,5 20,5 22 22 21,5 21,5
21 22 23
21,5 20,5 22
95,5 90,5 89
24 25 26 27 28 29 30 31 Total Min Max Ratarata
22 22,5 20,5 20,5 20,5 21 22,5 21,5 20.5 22.5 21.3
90 93 94 95,5 93,5 89,5 92 92 80 95.5 90.5
Siang (13.00 wib) Suhu Kelembaban (o C) (%)
Suhu (o C)
Sore (17.00 wib) Kelembaban Curah (%) hujan (cc) 89 0 90 0 93 0 89 0 93 0 88 0 80 0 92 0 93 0 80 0 79 0 80 0 85 0 83 0 93 5,5 91 17 85 0 80 0 82 0 90 13,5
29 25 28 26 27 29 33 31 30 29 26 30 27 28 29 30 27 28 26 31
75 70 66 77 71 78 65 71 88 70 75 68 79 84 86 70 74 80 71 79
24 24,5 24 24 24,5 24,5 25,5 25,5 23 23,5 24,5 25,5 25,5 26 22,5 22,5 24,5 24,5 25 23,5
2 0 18,5
29 30 27
75 70 88,5
24,5 24,5 24,5
85 78 86
0 0 24,5
0 0 1 30 7,5 0 29 20 115 -
29 25 33 30 27 28 30 28 25 33 28.5
90 90 80 70 74 64 88 89 64 90 76.6
23,5 23,5 24,5 24,5 24,5 25 24,5 23 22.5 26 24.3
88 86 86,5 81 87 82 93 90 78 93 86.3
2 0 0 0 0 9 0 0 71,5 -
Waktu hujan (WIB)
05.00
04.30 07.00 16.00
05.00 11.00 & 15.00 04.30 05.00 & 15.00 16.00 05.00 03.00 04.30 03.00 04.00
72
Lampiran 8 (lanjutan) Suhu, Kelembaban dan Curah Hujan Harian di Stasiun Reintroduksi Orangutan Sungai Pengian pada bulan Agustus – Oktober 2009 Bulan : September 2009 Tgl
Suhu (o C)
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Total Min Max Ratarata
22 21 21,5 21 21 22,5 21,5 22,5 21 21 21 21 22 22 20,5 21,5 22 21 22 21 21,5 22 21,5 22 23 23 21 21,5 22,5 22 20.5 23 21.6
Pagi (07.00 wib) Kelembaban Curah (%) hujan (cc) 94 0 91 0 89,5 0 94 0 87 0 89 0 91 0 93 0 91 0 89,5 3 93 0 94 0 93,5 0 90 0 90 0 91 0 90 0 91 0 90 0 95 0 95 0 95,5 0 90 0 93 0,5 94 0 92 0 90,5 12 95,5 6,5 93,5 0,5 92 0 22,5 90 92 90.7 -
Siang (13.00 wib) Suhu Kelembaban (o C) (%)
Suhu (o C)
30 29 27 28 26 27 26 26 28 27 23,5 27 28 27,5 27,5 27 29 27 23,5 30 25 27 29 26 27 30 29 27 28 27 23.5 30 27.3
25 25 25 24 25 24 24,5 24,5 25 25 22,5 25 26 25 25 25 25,5 24,5 23,5 25 24,5 25 25,5 25 25,5 26,5 25 25 24 25 22.5 26.5 24.8
80 78 77 87 70 82,5 80 75 68,5 63 87 76 72 66 69 76 77 82 88 75 90 75 76 88 78 60,5 76,5 87 81 81 73 80 76.65
Sore (17.00 wib) Kelembaban Curah (%) hujan (cc) 84 0 81 0 82 0 87 0 76,5 0 87,5 0 84,5 0 78 0 81 0 76,5 0 92,5 19,5 81 24,5 79 0 81 0 77 0 85 0 82 0 82,5 13,5 92 8 87,5 0 89 0 80 0 82 0 82 0 84,5 0 78 0 83 0 85 9 89 0 83 1 75,5 82 87 84.3 -
Waktu Hujan (WIB)
04.30 07.00 08.00
14.00 15.00
05.00
02.30 04.00 05.00
73
Lampiran 8 (lanjutan) Suhu, Kelembaban dan Curah Hujan Harian di Stasiun Reintroduksi Orangutan Sungai Pengian pada bulan Agustus – Oktober 2009 Bulan : Oktober 2009 Siang (13.00 wib) Suhu Kelembaban (o C) (%)
01
Pagi (07.00 wib) Kelembaban Curah (%) hujan (cc) 22,5 92,5 4,5
22
92
02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
20,5 22,5 22 21,5 20,5 21 22 21,5 22 22 22 21,5 21 22,5 21,5 22,5 21 21,5 22 21 21 21 21,5 22,5 21,5 22 22 22,5 21,5
91 94 95 96,5 93 93 95 89 87,5 87,5 85 89,5 90 90 89 90 90 88 92 90 91 90 89 89 90 89 88,5 94 91
0 0 0 3 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0,5 21 0 0 0 0,5 13,5 0,5 0 0 2,5 0 0 0 0 7
26,5 24 24 24 23,5 26,5 26,5 27 27 27 24 25 27 26 26 24 27 24,5 26,5 25,5 26,5 26,5 27 23,5 25,5 26 26 26,5 27
70 90 90,5 86 90 58,5 78 65 68 71 82 84 61 70 73 88 69 92 79 76 73,5 69 73 87,5 89 81 88 74,5 70
24,5 24 24,5 22 23,5 25 25 25,5 25,5 25 24,5 25 25 23 25,5 24,5 25 24 25,5 24,5 25 25,5 25,5 23,5 25,5 24 25 24 23
86,5 99 94 90 87 83 82 76 79 78 83 81 81 80 81 84 80 89 87 86 82,5 81 81 85 85 86 85 89 90
0 0,5 9,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 25 0 0 0 0 0 0 0 0,5 0 3 0,5
31
21,5
85
15
28
73
23
82
1,6
Total Min Max Ratarata
20.5 22.5 21.6
92.5 96.5 93.98
69 -
22 28 25.6
81 92 87
22 25.5 24.4
87 99 90.6
51.9 -
Tgl
Suhu (o C)
Sore (17.00 wib) Kelembaban Curah (%) hujan (cc) 22 92 1
Suhu (o C)
Waktu hujan (WIB) 05.00 & 16.00 16.00 10.00
17.00
06.30 03.00 17.00 16.00
05.30 15.00 14.00 04.30 & 15.00 05.00 & 16.00
74
Lampiran 9 Sarang Istirahat Caroline
Hari ke 0
Hari ke 1
Hari ke 2
Hari ke 3
Hari ke 4
Hari ke 5
Hari ke 6
Hari ke 7
Hari ke 8
Hari ke 9
Hari ke 10
Hari ke 11
Hari ke 13
Hari ke 16
Hari ke 17
Hari ke 18
Hari ke 19
Hari ke 20
Hari ke 21
Hari ke 22
75
Lampiran 9 (lanjutan) Sarang Istirahat Caroline
Hari ke 23
Hari ke 24
Hari ke 25
Hari ke 26
Hari ke 27
Hari ke 28
Hari ke 29
Hari ke 30
Hari ke 31
Hari ke 32
Hari ke 33
Hari ke 34
76
Lampiran 10 Sarang Tidur Lita
Hari ke 1
Hari ke 2
Hari ke 3
Hari ke 4
Hari ke 5
Hari ke 6
Hari ke 7
Hari ke 8
Hari ke 10
Hari ke 12
Hari ke 13
Hari ke 14
Hari ke 15
Hari ke 16
Hari ke 17
Hari ke 18
Hari ke 19
Hari ke 20
Hari ke 21
Hari ke 22
77
Lampiran 10 (lanjutan) Sarang Tidur Lita
Hari ke 24
Hari ke 26
Hari ke 28
Hari ke 29
Hari ke 30
Hari ke 31
Hari ke 32
Hari ke 33
Hari ke 34
Lampiran 11 Penurunan Luasan Sarang Istirahat
Luasan Sarang Dalam Persen
120
100
80
ist.candy
60
ist.caroline 2 ist.cut 1 40
ist.lita 2
20
0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
Hari
78
Lampiran 11 (lanjutan) Penurunan Luasan Sarang Istirahat
Luasan Sarang Dalam Persen
120
100
80
ist.cut 2
60
ist.cut 3 ist.cut 4 40
ist.lita 1
20
0 1
3
5
7
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59 61
Hari
79
Lampiran 11 (lanjutan) Penurunan Luasan Sarang Istirahat
Luasan Sarang Dalam Persen
120
100
80
ist.rubby 1
60
ist.rubby 3 ist.rubby 1 40
ist.rubby 3
20
0 1
6
11
16
21
26
31
36
41
46
51
56
61
66
71
76
Hari
80
Lampiran 11 (lanjutan) Penurunan Luasan Sarang Istirahat
Luasan Sarang Dalam Persen
120
100
80
60
ist.cut 5 ist.rubby 2 40
20
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Hari
81
Lampiran 12 Penurunan Luasan Sarang Tidur
Luasan Sarang Dalam Persen
120
100
80
60
tidur caroline 1 tidur cut 1 tidur cut 2
40
20
0 1
6
11
16
21
26
31
36
41
46
51
56
61
66
71
76
81
Hari
82
Lampiran 12 (lanjutan) Penurunan Luasan Sarang Tidur
Luasan Sarang Dalam Persen
120
100
80
60
tidur cut 2 tidur jenggo 2 40
20
0 1
6
11
16
21
26
31
36
41
46
51
56
61
66
71
76
Hari
83
Lampiran 12 (lanjutan) Penurunan Luasan Sarang Tidur
Luasan Sarang Dalam Persen
120
100
80
60
tidur jenggo 3 tidur pinky 2 tidur pinky 3
40
20
0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59 61 63 65 67 69
Hari
84
Lampiran 12 (lanjutan) Penurunan Luasan Sarang Tidur
Luasan Sarang Dalam Persen
120
100
80
60
tidur candy tidur lita 1 tidur temara 1
40
20
0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
Hari
85
Lampiran 12 (lanjutan) Penurunan Luasan Sarang Tidur
Luasan Sarang Dalam Persen
120
100
80
tidur candy 60
tidur lita 2 tidur pinky 4 tidur temara 2
40
tidur winto 2 20
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Hari
86
Lampiran 12 (lanjutan) Penurunan Luasan Sarang Tidur
Luasan Sarang Dalam Persen
120
100
80
tidur pinky 1
60
tidur temara 3 tidur temara 4 40
tidur temara 5
20
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Hari
87
Lampiran 12 (lanjutan) Penurunan Luasan Sarang Tidur 140
Luasan Sarang Dala Persen
120
100
80
tidur caroline 2 tidur jenggo 4 tidur jenggo 5
60
tidur rubby tidur winto
40
20
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Hari
88
Lampiran 13 Nilai Pixel Daun Hari ke-i No.
Sarang 00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
1
Ist. Candy
12
-8
-12
-8
-14
-9
-6
-22
-7
-21
-12
-13
-7
2
Ist. Caroline 2
9
-2
-10
-12
0
18
-9
-12
-3
-8
-2
-14
-12
3
Ist. Cut 1
-8
-3
7
11
0
-2
-17
1
-13
-19
-13
-5
-4
-17
-6
4
Ist. Cut 2
33
3
12
-6
5
-5
-12
-8
-4
2
-69
-7
-13
-13
-17
5
Ist. Cut 4
0
4
12
5
-1
-10
0
-23
-15
6
Ist. Cut 5
2
7
-5
17
-5
-3
2
-9
-14
-6
7
Ist. Lita 1
10
4
23
11
4
-9
4
6
1
-5
8
Ist. Lita 2
16
22
5
20
9
20
6
10
-8
9
Ist. Rubby 1
10
17
-3
-29
10
Ist. Rubby 2
13
16
-4
11
Ist. Rubby 3
6
-5
12
Tidur Candy 1
13
Tidur Caroline 1
14
2
-13 -12 -15
-2
-10
-10
-6
2
-2
-9
-18
-17
-12
-12
-7
-6
4
0
-12
-25
-14
17
-6
17
-2
-2
5
6
-28
-9
13
31
23
25
12
6
12
Tidur Caroline 2
1
9
8
3
1
-8
-34
-23
-41
-18
15
Tidur Cut 1
20
13
20
11
9
-5
-11
-14
1
-11
16
Tidur Cut 2
20
25
10
10
26
-12
8
-8
17
Tidur Cut 3
-28
-13
18
Tidur Jenggo 2
6
9
19
Tidur Jenggo 3
4
11
21
8
10
-13
-21
-6
9
7
12
37
14
-6
-10
-36
-49
-24
-67
-16 -8
-2
-3
1
-34
-10
-3
-15
6
-17
-5
-1
-16
-8
-26
-26
-7 -1
-11
28
-2
-5
-2
-21
-5
-10
-11
-13
-22
-12
-13
-3
-19
6
18
-11
-13
-35
-46
-38
-18 -44
-4
-8
-7
-2
-9
89
Lampiran 13 (lanjutan) Nilai Pixel Daun Hari ke-i No.
Sarang 00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
-31
-24
-26
-36
-36
11
12
13
14
15
20
Tidur Jenggo 4
-9
2
-2
-6
-14
21
Tidur Jenggo 5
2
6
-3
11
-6
22
Tidur Lita 1
16
26
8
-5
0
12
-3
-17
-33
-35
-25
-62
-36
-68
-39
23
Tidur Lita 2
19
11
-10
-3
-1
-12
-15
-16
-3
-3
-12
-3
-2
24
Ist.Cut 3
-15
-16
-36
-26
-29
-9
-21
25
Tidur Candy 2
-15
-12
-13
-30
-17
-24
-21
-26
-17
-8
-22
-46
26
Tidur Pinky 1
2
-17
-26
-9
-14
-8
-13
2
1
-8
-20
16
27
Tidur Pinky 2
8
3
-10
-7
-9
-8
-10
-20
-23
-20
-7
-24
-11
28
Tidur Pinky 3
-3
3
9
11
2
-11
-24
-12
-23
-22
-25
-21
-9
29
Tidur Pinky 4
5
6
-10
-3
-16
-19
-18
-20
-8
-8
-20
-25
-22
-12
-15
30
Tidur Rubby
4
2
-8
-4
-15
-23
31
Tidur Temara 1
8
20
10
12
0
-16
-13
-17
-16
-9
-16
32
Tidur Temara 2
5
-12
-15
-12
-2
-4
-17
-10
-29
-14
-24
33
Tidur Temara 3
-9
-34
-12
34
Tidur Temara 4
-10
-17
-22
35
Tidur Temara 5
-23
-13
-23
36
Tidur Winto
37
Tidur Winto 2
-7
-14
-17
18
16
-4
1
30
-5
24
10
2 -3
-19
-7
-11
-5
-20
-9
-13
-9
-23
-31
4
3
-12
-10
-13
-29
-20
-8
-13
-19
1
-9
-14
-9
-13
-20
-15
-22
-11
7
-4
-3
-12
-17
-30
-15
-14
-13
6
-10
-6
-19
-15
-10
-26
-2
-10
-30
90
Lampiran 13 (lanjutan) Nilai Pixel Daun No.
Sarang
Hari ke-i 16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
1
Ist. Candy
-16
-17
-11
-13
-15
-31
-19
-10
-11
-31
-19
-18
-15
-20
-14
2
Ist. Caroline 2
-7
-15
-8
-8
5
-9
-1
-9
-7
-1
-17
-14
1
-5
-4
3
Ist. Cut 1
-11
-9
-10
-8
-17
-26
0
-2
-14
4
Ist. Cut 2
-3
-1
-7
-4
-18
-8
-16
3
2
-9
-9
3
1
-14
-4
5
Ist. Cut 4
-11
-30
-52
-70
1
-30
-35
-10
-3
-5
-3
6
Ist. Cut 5
-9
-11
3
-5
-4
-12
-9
-21
-9
-8
-6
-54
-49
-50
-8
7
Ist. Lita 1
-12
-7
2
4
-2
-5
-10
0
-7
1
-5
2
-9
-5
-9
8
Ist. Lita 2
-4
-20
3
-8
-2
-6
-10
-4
-4
-7
-4
-11
-13
-27
0
9
Ist. Rubby 1
-12
-21
-2
-7
-11
-8
-3
-8
-1
-13
-13
-11
-13
-6
-9
10
Ist. Rubby 2
-10
-5
-2
3
-10
-9
-14
-4
-5
-17
2
-6
-12
-10
-18
11
Ist. Rubby 3
-29
-10
-20
-9
-4
0
0
-15
1
-14
-25
-11
-10
1
-7
12
Tidur Candy 1
-10
-6
6
-15
-12
-8
-33
-16
-14
-12
-6
-5
-9
-3
13
Tidur Caroline 1
-12
-14
-13
-4
-2
1
-5
-7
1
-9
-2
-8
7
-9
14
Tidur Caroline 2
15
Tidur Cut 1
-4
-3
-15
-4
-5
-10
-2
0
6
1
-10
-3
-8
5
-3
16
Tidur Cut 2
-16
-13
-19
-12
-10
-20
-5
-3
-14
-28
-9
-11
-17
-31
1
17
Tidur Cut 3
-18
-10
-29
-10
-13
-31
-8
-10
-31
-5
-19
-15
-5
-13
-11
18
Tidur Jenggo 2
-17
-12
-12
-25
-8
-16
-11
-21
-19
-19
-16
-11
-23
-23
-10
19
Tidur Jenggo 3
-62
-79
-18
-43
-26
-46
-27
-41
-49
-46
-12
91
Lampiran 13 (lanjutan) Nilai Pixel Daun Hari ke-i No.
Sarang 16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
20
Tidur Jenggo 4
21
Tidur Jenggo 5
22
Tidur Lita 1
-34
-29
-60
-37
-41
-30
-27
-41
-70
23
Tidur Lita 2
-17
-10
-10
-7
-49
-10
-1
-13
-6
24
Ist.Cut 3
-25
-38
-32
-29
-16
-48
-57
-32
-45
25
Tidur Candy 2
-52
-41
-40
-69
-10
-56
-76
-23
-26
26
Tidur Pinky 1
27
Tidur Pinky 2
-3
-10
-3
-5
-10
-10
-9
-28
-20
-23
-11
-12
28
Tidur Pinky 3
-11
-14
-10
-11
-19
-10
-19
-7
-22
-23
-25
-15
29
Tidur Pinky 4
-17
1
-8
-39
-22
-31
-6
30
Tidur Rubby
31
Tidur Temara 1
-9
-14
-11
-13
-11
-15
-12
32
Tidur Temara 2
-23
-31
-40
-19
-9
-7
33
Tidur Temara 3
-23
-19
-10
-16
-31
-17
34
Tidur Temara 4
-16
-6
-19
-25
-23
-41
35
Tidur Temara 5
-16
-6
-15
-10
-21
-4
36
Tidur Winto
37
Tidur Winto 2
-32
-19
-11
-43
-23
-13
-10
-38
-18
-46
-15
-9
-21
28
30
-18
-26
-46
-21 -21
29
-32
-21
-10
-11
-27
-5
-9
-33
-14
92
Lampiran 13 (lanjutan) Nilai Pixel Daun Hari ke-i No.
Sarang 31
32
33
34
35
36
37
1
Ist. Candy
-16
-1
4
4
5
-7
2
Ist. Caroline 2
-4
-10
-11
-3
-8
-8
3
Ist. Cut 1
4
Ist. Cut 2
0
4
-7
-18
-4
-16
5
Ist. Cut 4
-12
-1
-16
-10
-19
-13
6
Ist. Cut 5
-52
-26
-75
-33
-1
-28
7
Ist. Lita 1
-4
4
0
-2
-3
8
Ist. Lita 2
-11
-1
-24
-10
-14
9
Ist. Rubby 1
4
2
-9
-2
-14
-5
-13
10
Ist. Rubby 2
11
Ist. Rubby 3
-7
-9
-9
-4
-1
-16
-21
12
Tidur Candy 1
-6
-8
-11
-28
-2
-30
-29
13
Tidur Caroline 1
-8
-10
-25
-10
-21
-5
14
Tidur Caroline 2
15
Tidur Cut 1
-9
-10
-11
-11
-5
16
Tidur Cut 2
-7
-15
-9
-13
17
Tidur Cut 3
-5
-4
-1
-13
18
Tidur Jenggo 2
-21
-17
-19
19
Tidur Jenggo 3
-19
-54
-8
-21
38
39
-8 -18
41
42
43
44
45
-14
-5
1
-8
-5
-9
-6
-4
-5
-14
-15
-1
-19
4
-3
-4
4
0
-7
-1
-20
-7
-9
-1
-3
-4
-7
-9
-11
-5
-9
3
-7
2
-15
-3
-20
-7
-21
-17
-13
-10
-15
-14
-12
0
-3
-3
1
-13
0
-4
-1
-2
-14
-9
-4
-11
-26
-21
-8
-17
-16
-21
-48
-14
-49
-10
-26
-15
-14
-25
-31
-14
-10
-17
-10
-8
-74
-25
-44
-24
-19
-15
-40
-5
40
-15
-35
-22
-51
-58
-9
-10
93
Lampiran 13 (lanjutan) Nilai Pixel Daun Hari ke-i No.
Sarang
20
Tidur Jenggo 4
21
Tidur Jenggo 5
22
Tidur Lita 1
23
Tidur Lita 2
24
Ist.Cut 3
25
Tidur Candy 2
26
Tidur Pinky 1
27
Tidur Pinky 2
28
Tidur Pinky 3
29
Tidur Pinky 4
30
Tidur Rubby
31
Tidur Temara 1
32
Tidur Temara 2
33
Tidur Temara 3
34
Tidur Temara 4
35
Tidur Temara 5
36
Tidur Winto
37
Tidur Winto 2
31
32
33
34
35
36
37
38
39
-63
-68
-36
-61
-25
-27
-51
-77
-72
-62
-29
-29
-37
-12
-23
-12
-19
-36
-9
-16
-30
-27
-22
-8
-8
-4
-4
-10
-27
-15
-13
-11
-8
-15
-9
40
41
42
-38
-20
-29 -24
43
44
45
-49
-64
-42
-13
-11 0
94
Lampiran 13 (lanjutan) Nilai Pixel Daun Hari ke-i No.
Sarang 46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
-11
-5
-8
3
-24
-1
-7
3
-7
-10
-5
-8
-11
-3
-11
1
Ist. Candy
2
Ist. Caroline 2
3
Ist. Cut 1
4
Ist. Cut 2
-5
-6
-2
-13
5
5
Ist. Cut 4
-13
-12
-4
-11
-1
6
Ist. Cut 5
7
Ist. Lita 1
-4
-3
-6
-4
4
8
Ist. Lita 2
9
Ist. Rubby 1
-9
-8
-5
3
0
-3
-3
-4
-3
-17
-22
-21
-5
10
Ist. Rubby 2
11
Ist. Rubby 3
-3
-3
-4
2
-4
-10
-13
-13
-2
3
-4
12
Tidur Candy 1
13
Tidur Caroline 1
-1
-22
-24
-5
14
Tidur Caroline 2
15
3
-12
-11
-13 1
-18
-7
-9
-14
-14
-11
-9
Tidur Cut 1
-16
-12
-3
-5
-17
-2
-2
16
Tidur Cut 2
-4
-11
-8
-18
-10
17
Tidur Cut 3
-4
-18
-43
-23
18
Tidur Jenggo 2
-29
-14
-12
-82
3
19
Tidur Jenggo 3
-10
-10
-38
-66
-43
-26
-3
-28
-21
-12
-2
-8
-8
-15
-7
-10
-16
-19
-39
-9
-12
-7
1
-15
-36
-18
-8
-19
-23
-3
-9
-2
-2
-6
0
-13
-23
-5
-22
-18
-45
-14
95
Lampiran 13 (lanjutan) Nilai Pixel Daun Hari ke-i No.
Sarang 46
47
48
49
50
-61
-70
-57
-72
-31
-10
-14
-16
-18
20
Tidur Jenggo 4
21
Tidur Jenggo 5
22
Tidur Lita 1
23
Tidur Lita 2
24
Ist.Cut 3
25
Tidur Candy 2
26
Tidur Pinky 1
27
Tidur Pinky 2
-25
28
Tidur Pinky 3
-14
29
Tidur Pinky 4
30
Tidur Rubby
31
Tidur Temara 1
32
Tidur Temara 2
33
Tidur Temara 3
34
Tidur Temara 4
35
Tidur Temara 5
36
Tidur Winto
37
Tidur Winto 2
-8
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
-17
-52
-8
-42
-24
-37
-2
-32
-31
-15
-21
-34
-15
-22
-28
-12
-16
-23
-49
96
Lampiran 13 (lanjutan) Nilai Pixel Daun Hari ke-i No.
Sarang
1
Ist. Candy
2
Ist. Caroline 2
3
Ist. Cut 1
4
Ist. Cut 2
5
Ist. Cut 4
6
Ist. Cut 5
7
Ist. Lita 1
8
Ist. Lita 2
9
Ist. Rubby 1
10
Ist. Rubby 2
11
Ist. Rubby 3
12
Tidur Candy 1
13
Tidur Caroline 1
14
Tidur Caroline 2
15
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
-44
-30
74
75
6
-19
-16
7
-15
-8
-3
6
3
-1
-6
-2
1
-4
-9
-7
-51
-12
-12
-4
-17
-22
-17
-2
-4
-6
-22
-9
-12
-7
-5
-7
-9
-12
-13
-20
-10
-8
-9
-14
-9
-24
-7
-21
-10
-1
-15
-16
-31
-29
-13
-15
-9
-3
-2
-5
-9
-3
-8
-5
-12
-7
-49
-3
-5
Tidur Cut 1
-2
6
-4
-5
-3
-7
16
Tidur Cut 2
-6
-9
-24
-16
17
Tidur Cut 3
-29
-26
-58
18
Tidur Jenggo 2
-10
-7
3
-9
19
Tidur Jenggo 3
-18
-6
-17
-26
-41 -55
-3
-32
97
Lampiran 13 (lanjutan) Nilai Pixel Daun Hari ke-i No.
Sarang 61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
-31
-20
-33
-29
20
Tidur Jenggo 4
21
Tidur Jenggo 5
22
Tidur Lita 1
23
Tidur Lita 2
24
Ist.Cut 3
25
Tidur Candy 2
26
Tidur Pinky 1
27
Tidur Pinky 2
-32
-24
-24
-32
-41
-30
28
Tidur Pinky 3
-19
-29
-13
-27
-9
-6
29
Tidur Pinky 4
30
Tidur Rubby
31
Tidur Temara 1
32
Tidur Temara 2
33
Tidur Temara 3
34
Tidur Temara 4
35
Tidur Temara 5
36
Tidur Winto
37
Tidur Winto 2
71
72
73
74
75
98
Lampiran 13 (lanjutan) Nilai Pixel Daun Hari ke-i No.
Sarang
1
Ist. Candy
2
Ist. Caroline 2
3
Ist. Cut 1
4
Ist. Cut 2
5
Ist. Cut 4
6
Ist. Cut 5
7
Ist. Lita 1
8
Ist. Lita 2
9
Ist. Rubby 1
10
Ist. Rubby 2
11
Ist. Rubby 3
12
Tidur Candy 1
13
Tidur Caroline 1
14
Tidur Caroline 2
15
Tidur Cut 1
16
Tidur Cut 2
17
Tidur Cut 3
18
Tidur Jenggo 2
19
Tidur Jenggo 3
76
77
-23
-28
-1
-3
78
-1
79
80
81
82
-5
-35
-2
-18
-13
-9
-16
83
84
85
86
87
88
89
90
3
99
Lampiran 14 Proyeksi Pohon Jalur 1 Plot 17
Keterangan : = arah jalur anveg = lebar jalur anveg = tajuk pohon
20 m
20 m 100
Lampiran 15 Proyeksi Pohon Jalur 1 Plot 16
Keterangan : = arah jalur anveg = lebar jalur anveg = tajuk pohon
20 m
101
20 m
Lampiran 16 Proyeksi Pohon Jalur 1 Plot 24
Keterangan : = arah jalur anveg = lebar jalur anveg = tajuk pohon
20 m
\ 20 m 102
Lampiran 17 Proyeksi Pohon Jalur 1 Plot 25
Keterangan : = arah jalur anveg = lebar jalur anveg = tajuk pohon 20 m
20 m
103
Lampiran 18 Proyeksi Pohon Jalur 2 Plot 7
Keterangan : = arah jalur anveg = lebar jalur anveg = tajuk pohon
20 m
20 m 104
Lampiran 19 Proyeksi Pohon Jalur 2 Plot 8
Keterangan : = arah jalur anveg = lebar jalur anveg = tajuk pohon 20 m
20 m
105
Lampiran 20 Proyeksi Pohon Jalur 2 Plot 11
Keterangan : = arah jalur anveg = lebar jalur anveg = tajuk pohon
20 m
20 m
106
Lampiran 21 Proyeksi Pohon Jalur 2 Plot 12
Keterangan : = arah jalur anveg = lebar jalur anveg = tajuk pohon
20 m
20 m
107