EVALUASI KETELITIAN METODE SURVEI SARANG DALAM PENDUGAAN UKURAN POPULASI ORANGUTAN (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING (Studi Kasus di Camp Leakey, Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah)
DEDE AULIA RAHMAN
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Halaman Persembahan
Tulisan ini Ku dedikasikan untuk kedua orang tua dan kakak ku. Atas Segala Kasih Sayang yang selalu menjadi sumber semangat dan kebanggaan.
Dan untuk Almamater, Bangsa dan Agama ku
RINGKASAN DEDE AULIA RAHMAN Evaluasi Ketelitian Metode Survei Sarang Dalam Pendugaan Ukuran Populasi Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) di Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus di Camp Leakey, kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah) Dibimbing oleh YANTO SANTOSA Perhitungan secara langsung terhadap individu orangutan dalam habitatnya merupakan sesuatu hal yang sangat sulit. Orangutan dengan karakteristik kepadatan yang rendah dalam habitatnya menyebabkan pendugaan ukuran kepadatan populasi secara akurat terhadap jenis satwa ini dalam frame waktu tertentu menjadi tidak mungkin untuk dilakukan. Oleh karena itu pendugaan ukuran populasi pada jenis ini lebih diarahkan pada sarang yang merupakan indikator yang dapat dipercaya untuk mengenali keberadaan mereka di dalam hutan. Kenyataan bahwa orangutan membangun paling tidak satu sarang setiap hari dengan aspek penggunaan sarang sebagai satu-satunya metode dalam pendugaan ukuran kepadatan populasi orangutan dapat menjadi pengantar untuk mengungkap besarnya tingkat ketelitian dari penggunaan metode ini. Penelitian dilaksanakan di Camp Leakey selama tiga bulan yaitu pada bulan April sampai Juni 2008 dan analisis data dilaksanakan pada bulan juli 2008. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : binokuler; pita ukur (1,5 meter); pita gulung (50 meter); kompas; cristenmeter; peta study area Camp Leakey (Skala 1:250); flagging tape; camera, software Distance 5.0 dan software SPSS 14.0. Bahan yang digunakan antara lain : Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii, Groves 2001), habitat dan sarang. Nilai koefisien variasi (CV) merupakan ukuran yang digunakan untuk melihat besarnya tingkat ketelitian dari suatu pendugaan. Berdasarkan penelitian ini diperoleh nilai CV spasial pada berbagai tipe habitat berupa hutan kerangas, dipterocarp dataran rendah, dan rawa gambut, dimana untuk tipe hutan kerangas koefisien variasi dari pendugaan populasi berdasarkan perhitungan sarang sebesar 22,60 %, hutan dipterocarp dataran rendah sebesar 11,20 %, hutan rawa gambut VHEHVDU GDQ VHFDUD WHPSRUDO Ȥ2 = 0 < 5,991) yang menunjukan bahwa kepadatan populasi pada masing-masing tipe habitat tidak bervariasi menurut interval waktu pada taraf nyata 5 % Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan metode sarang menunjukan hasil yang reliabel dan baik digunakan dalam pendugaan kepadataan populasi orangutan. Kata kunci : Sarang, Orangutan, Kepadatan, Ketelitian
SUMMARY DEDE AULIA RAHMAN Evaluation Accuracy Method of Nest Survey In Estimate Orangutan Population Density (Pongo pygmaeus wurmbii, Groves 2001) in Tanjung Puting National Park (Case Study in Camp Laekey, Tanjung Puting National Park, West Kotawaringin and Seruyan Residence, Central Kalimantan) Under Supervision of YANTO SANTOSA Direct counts of arboreal, elusive and cryptically coloured animals will always be difficult. For orangutans, a species that additionally live at low densities, it is unlikely that enough observations of the animals could ever be made in a reasonable time frame to predict accurate population size. Therefore, population surveys rely on indirect counts of orangutan nests, their most visible sign. Fact that orangutan develop at least one nest every day with aspect usage of nest as single method in anticipation density of population orangutan become deliverer to express some other questions related to storey level of accuracy of usage of this method to anticipate population measure of orangutan correctly in nature. This research was conducted at Tanjung Puting National Park on April until June 2008 and the analysis data was conducted on July 2008. This research used Binoculer, measure ribbon (1,5 metre), measure ribbon furl (50 metre), brunton compass, Cristenmetre, Camp Leakey map (scale 1:250), flagging tape, camera, Sotware Distance 5.0., Software SPSS 14.0. The materials that used were Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii, Groves 2001), habitat and nest. Pursuant to research result obtained the image of hitting value of CV is size to know about storey level of accuracy, where value of coefisien spasial variation (CV) at various habitat type in the form of forest of kerangas, lowland dipterocarp, and peat forest, for the type of forest kerangas coefisien variation of estimation population pursuant to calculation of equal to 22,60 %, forest of dipterocarp lowland equal to 11,20 %, peat forest equal to DQGE\WHPSRUDOȤ2 = 0 < 5,991) which is showing that density of population at each habitat type do not vary according to time interval at real level 5 %. This conclusion the method of nest survey showing a result which is reliabel and good used in estimate orangutan population density in nature, mentioned isn't it by value of coefisien of spasial and temporal variation (CV). Keyword : Nest, Orangutan, Density, Accuracy
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Ketelitian Metode Survei Sarang Dalam Pendugaan Populasi Orang Utan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus di Camp Leakey, Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2008
Dede Aulia Rahman NRP E34104037
Judul Penelitian
: Evaluasi Ketelitian Metode Survei Sarang Dalam Pendugaan Ukuran Populasi Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) di Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus di Camp Leakey, kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah)
Nama
: Dede Aulia Rahman
NIM
: E34104037
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA NIP : 131 430 800
Mengetahui Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP : 131 578 788
Tanggal Lulus : 20 Agustus 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 januari 1987 di Bogor, Jawa Barat. Merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara pasangan Drs. H. Komarudin Effendi dan Hj. Unay Yulia (Alm). Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB, Penulis memilih program studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Biro Pengembangan Sumberdaya Manusia Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (Himakova) tahun 2005-2006, Anggota Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) Tahun 2005-2008, sekretaris Biro Informasi dan telekomunikasi Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (Himakova) tahun 2006-2007, panitia Gebyar KSH tahun 2006, Koordinator Penanaman Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) bersama Departemen Kehutanan tahun 2006, ketua Expo Himakova 2007. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Naional Tanjung Puting (TNTP), Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Evaluasi Ketelitian Metode Survei Sarang Dalam Pendugaan Ukuran Populasi Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) di Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus di Camp Leakey, Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah) dibimbing oleh Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah S.W.T atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan April sampai Juni 2008 ini adalah evaluasi ketelitian metode survei sarang dengan judul Evaluasi Ketelitian Metode Survei Sarang Dalam Pendugaan Ukuran Populasi Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) di Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus di Camp Leakey, Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah) Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA selaku pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis disampaikan pula kepada Ibu Prof. Dr. Birute Marija Filomena Galdikas selaku president OFI (Orangutan Foundation International) atas dukungan moril dan finansial selama penulis melakukan penelitian dan Bapak Ir. Yohanes Sudarto, MSc selaku Kepala Balai Taman Nasional Tanjung Puting yang telah memberikan ijin dan dukungan dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, kakak tercinta, serta seluruh keluarga besar KSH 41 atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi upaya pelestariaan orangutan.
Bogor, Agustus 2008
Penulis,
UCAPAN TERIMAKASIH Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat dan hidayah-1\DVHKLQJJDNDU\DWXOLVEHUXSD6NULSVL\DQJEHUMXGXO³(YDOXDVL Ketelitian Metode Survei Sarang Dalam Pendugaan Ukuran Populasi Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) di Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus di Camp Leakey, Kawasan Taman
Nasional Tanjung Puting Kabupaten
Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah)³ ini dapat diselesaikan. Karya tulis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana di Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan & Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Pada Kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan. Penelitian Skripsi ini melibatkan banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan ungkapan rasa hormat kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. Selaku Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor atas segala fasilitas dan kesempatan belajar bagi penulis selama menempuh studi di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni MSc.F. Selaku ketua Jurusan Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan & Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan dorongan dan semangat. 3. Ibu Prof. Birute Marija Filomena Galdikas. Selaku president OFI (Orangutan Foundation International) atas dukungan, masukan baik moril maupun finansial selama penulis melaksanakan penelitian 4. Bapak Ir. Yohanes Sudarto, MSc. Selaku Kepala Balai Taman Nasional Tanjung Puting yang telah memberikan ijin dan dukungan dalam penelitian ini 5. Drs. Al Zaqie, Selaku Manager Projek OFI (Orangutan Foundation International) atas saran dan masukan selama penulis melaksanakan penelitian
6. Seluruh staf OFI (Orangutan Foundation International), Mas Fajar, Mas Ivran, Mas Robet, Mas Adi, Mas Hendra, Mas Jikun, Mba Floren atas segala masukan dan informasi yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian 7. Bang Dudin, Pak Engkot, Om Cecep, Bang Iim, Bang Kis, Bang Manto, serta asisten lapang lainnya yang selalu siap membantu kegiatan lapang serta memberikan masukan selama penulis melaksanakan penelitian 8. Bapak Togu, Ka Devis, Mba Isna, dan kawan-kawan Yayorin-OFUK 9. Untaian rasa syukur tiada henti kehadirat Sang Pencipta yang memberikan mama Unay Yulia(Alm) dan papa Komaruddin Effendy sebagai orangtuaku dengan segala kasih sayang dan pengorbanan yang tak akan dapat terbalaskan. Kakakku, Novita Anggraeni, Dicky Rizal Samsir Alam, D¶8LV7¶'HZL yang telah menjadi teladan bagiku, 10. Semua rekan-rekan di Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan & Ekowisata angkatan 41 atas segala kebersamaan mengejar studi, khususnya; Citra, Yandi, Nira, Ina, Lala, Wawa, Helu, Sukma. Semoga kita dapat meraih segala cita, sekian kali dalam kebersamaan. 11. Jalinan persahabatan di organisasi Himakova, seperti; Ucenk, Nisa, Yosi, Fahmi, Dita dan banyak yang lainnya termasuk hal yang menyenangkan dan terus memotivasi untuk melakukan hal yang terbaik. 12. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Skripsi ini. Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Sehingga segala kelemahan dan kekurangan dari Skripsi ini adalah tanggung jawab penulis semata. Penulis mengucapkan terima kasih atas segala saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dan menambah wawasan ilmu bagi yang membacanya.
Bogor, Agustus 2008
Dede Aulia Rahman
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................
i
DAFTAR ISI .....................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
viii
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ......................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ...............................................................................
2
1.3 Tujuan ....................................................................................................
4
1.4 Manfaat ..................................................................................................
4
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Orangutan .......................................................................
5
2.2 Metode Survei Sarang ............................................................................
14
2.3 Ukuran Ketelitian ..................................................................................
17
III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu & Lokasi Penelitian ....................................................................
18
3.2 Alat & Bahan .........................................................................................
18
3.3 Jenis Data ................................................................................................
20
3.4 Pengumpulan Data ..................................................................................
21
3.5 Analisis Data ..........................................................................................
22
IV KEADAAN UMUM LOKASI 4.1 Sejarah & Status Kawasan ....................................................................
27
4.2 Kondisi Fisik ..........................................................................................
27
4.3 Kondisi Biotik ........................................................................................
30
4.4 Gangguan Terhadap Orangutan & Pengelolaanya ..................................
35
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ketelitian Metode Survei Sarang ............................................................. 5.1.1 Kepadatan Sarang
37
......................................................................
37
5.1.2 Estimasi Kepadatan Populasi Orangutan .....................................
38
5.1.3 Ketelitian Hasil Pendugaan Kepadatan
.....................................
43
5.1.4 Permasalahan Dalam Penggunaan Metoda Survei Sarang .............
45
5.2 Usulan Penyempurnaan Formulasi Perhitungan Kepadatan ...................
53
5.3 Struktur & Komposisi Vegetasi, Pakan Sebagai Peubah Ekologi ...........
54
5.3.1 Struktur & Komposisi Vegetasi .....................................................
55
5.3.2 Tumbuhan Pakan Orangutan .........................................................
58
5.3.3 Pohon Sarang & Sarang Orangutan ...............................................
62
5.3.4 Peubah Ekologi Penentu Preferensi Pohon Sarang ........................
66
V KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ..............................................................................................
71
6.2 Saran ..........................................................................................................
72
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
73
LAMPIRAN ......................................................................................................
77
DAFTAR TABEL
No.
Teks
Halaman
1. Perbedaan bentuk morfologi dan perilaku orang utan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin ..............
7
2. Variasi ketahanan sarang orangutan.............................................................
13
3.
Jumlah dan kepadatan sarang orangutan di areal contoh ............................
38
4.
Estimasi kepadatan populasi orangutan ......................................................
39
5. Estimasi fluktuasi kepadatan populasi bulanan di area penelitian ..............
42
6. a. Hubungan antara ukuran populasi dengan waktu ...................................
44
b. Nilai (A-H) dan (A-H)2/H ........................................................................
44
7. Tingkat produksi sarang orangutan
...................................
46
8. Koefisien faktor ukuran kepadatan sebenarnya ........................................
51
9.
52
Luas tajuk dan kerapatan pohon di tiga tipe hutan
.................................
10. Jumlah jenis, individu,kerapatan,frekuensi, dominansi, dan INP pohon diketiga tipe hutan ...........................................................................
54
11. Jumlah jenis, individu,kerapatan,frekuensi, dominansi, dan INP pohon pakan diketiga tipe hutan .................................................................
60
12. Tinggi dan diameter pohon sarang dimasing-masing tipe hutan ................
63
13. Tinggi sarang dimasing-masing tipe hutan ..................................................
64
14. Sumber bahan pohon sarang ....................................................................
65
15. Posisi dan kelas ketahanan sarang yang diklasifikasi berdasar kriteria Ancrenaz et al. (,2004) ..................................................
66
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1. Peta distribusi orangutan (Maple, 1980) . .....................................................
8
2. Ilustrasi posisi sarang orangutan dalam satu pohon .....................................
11
3. Peta lokasi area penelitian Camp Laeakey, TNTP .......................................
19
4. Bentuk tUDQVHN³0LG%DVH/LQH6\VWHPDWLF7UDQVHFW :LWK5DQGRP6WDUW´ ......................................................................................
20
5. Gambar umur sarang berdasarkan kriteria Ancrenaz et al. (,2004) ..............
49
6. Proporsi kelas ketahanan sarang pada ketiga tipe hutan
.........................
50
.......................
57
8. Jenis-jenis pakan orangutan (Buah, daun, akar, dan kulit) .........................
58
9. Kerapatan antara tumbuhan pakan pada berbagai tingkat pertumbuhan .....
60
10. Jumlah individu pohon sarang dan jumlah jenisnya .....................................
62
11. Jumlah sarang/km pada ketiga tipe hutan .....................................................
64
7.
Indeks kekayaan jenis pada tiap tingkatan pertumbuhan
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Teks
Halaman
1. Data pohon sarang di sepanjang transek pada berbagai tipe habitat .............................................................................................................
77
2..Data pohon sarang bulanan di sepanjang transek pada berbagai tipe habitat
..........................................................................................................
95
3..Data pohon pakan disepanjang transek pada berbagai tipe habitat .................
98
4..Data vegetasi beserta indeks nilai penting pada petak pengamatan di beberapa tipe habitat ..................................................................................
106
5. Data cek plot keberadaan pohon sarang dengan pohon pakan ....... ................
122
6. Analisis regresi terhadap preferensi pemilihan pohon sarang terhadap berbagai faktor peubah ekologi
...................................................
123
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Parameter demografi (tingkat kelahiran, kematian, sex-ratio dan ukuran serta kepadatan
populasi)
merupakan
komponen
penting
dalam
mempelajari
perkembangan populasi satwaliar dan merupakan indikator kuantitatif dari pertumbuhan suatu populasi (Dajoz 1971; Barbault 1981; Gaillard 1988, diacu dalam Santosa 1993). Informasi ini menjelaskan berbagai hal terkait dengan faktor intrinsik satwa yang sangat menentukan dalam keberlanjutan kehidupan suatu satwa. Pendugaan terhadap parameter tersebut terutama jumlah dan kepadatan populasi dapat diperoleh melalui kegiatan inventarisasi. Berbagai metode inventarisasi terus berkembang dengan karakteristik yang khas sesuai dengan jenis satwanya masingmasing. Metode pendugaan populasi menggunakan sarang merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menduga populasi satwa di alam terutama jenis-jenis yang memilki perilaku membuat sarang dalam aktivitas hariannya seperti orangutan (Harrisson 1962; Schaller 1961). Orangutan membangun paling tidak satu sarang per hari untuk beristirahat dan tidur di malam hari (Maple 1980). Bahkan jumlah sarang yang dibangun oleh orangutan muda jauh lebih banyak karena juga digunakan sebagai sarana bermain. Orangutan dalam membangun sarangnya tampaknya memilih tempat yang menguntungkan dengan mempertimbangkan letak pohon berbuah terdekat dan topografi daerah sehingga tempat bersarang terdistribusi secara acak. Sarang orangutan tetap terlihat 2,5 bulan dengan variasi antara 2 minggu sampai 1 tahun (Rijksen 1978). Penelitian secara intensif tentang sarang orangutan liar masih jarang dilakukan terutama terkait besarnya tingkat ketelitian penggunaan sarang dalam menduga populasi orangutan liar di alam. Kegiatan membangun sarang sebagai bentuk bagian dalam perilaku orangutan terkait dengan pemenuhan kebutuhannya akan cover dan tempat tinggal banyak dimanfaatkan oleh para peneliti untuk
menduga berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan orangutan termasuk didalamnya aspek pendugaan jumlah dan kepadatan populasi orangutan. Beberapa penelitian tentang sarang antara lain dilakukan oleh MacKinnon (1974), Rijksen (1978), dan Maple (1980), namun hanya dapat mengungkapkan sedikit hal dari aspek sarang dan perilaku bersarang satwa tersebut, sehingga data yang tersedia tentang sarang hanya dapat menjelaskan sedikit hal tentang kehidupan orangutan di alam bebas tanpa dapat memberikan gambaran secara pasti mengenai kuantifikasi salah satu faktor demografi satwa yang cukup penting yaitu jumlah dan kepadatan orangutan. Sesungguhnya keberadaan sarang orangutan dapat memberikan gambaran lebih jauh tentang kepadatan populasi dan struktur umur (Maple 1980). Kenyataan bahwa orangutan membangun paling tidak satu sarang setiap hari (Maple 1980) dengan aspek penggunaan sarang sebagai satu-satunya metode dalam pendugaan ukuran ataupun kepadatan populasi orangutan dapat menjadi bahan penelitian yang menarik dan menjadi pengantar untuk mengungkap beberapa pertanyaan lain yang berhubungan dengan besarnya tingkat ketelitian dari penggunaan metode ini untuk menduga ukuran populasi orangutan secara benar di alam terutama mengenai jumlah dan kepadatannya.
1.2 Perumusan Masalah Sarang sebagai bagian dalam perilaku harian orangutan merupakan obyek yang dapat digunakan dalam pendugaan kepadatan populasi satwa ini. Parameter dalam formulasi perhitungan pendugaan kepadatan (proporsi individu orangutan membangun sarang, jumlah sarang yang dibangun orangutan per hari, laju peluruhan sarang) yang bersifat spesifik jenis dan lokasi sering diterjemahkan sebagai sebuah nilai general dan berakibat pada hasil pendugaan kepadatan dengan bias yang besar. Berdasarkan jenis kelamin dan umur satwa, aktivitas harian orangutan membangun paling tidak satu sarang setiap hari untuk beristirahat dan tidur di malam hari berbeda satu sama lain antara satu individu dengan individu lainnya. Sampai saat ini ukuran besarnya parameter jumlah sarang yang dibangun orangutan per hari (r) hanya didasarkan pada nilai rata-rata dari total individu yang terdefinisi berdasarkan
jenis kelamin dan kelas umur yang berbeda bukan atas dasar rataan harmonik dari masing-masing rataan jumlah sarang per jenis kelamin dan kelas umur dengan jumlah individu yang sama, hal ini menyebabkan bias dalam pendugaan ukuran dan kepadatan populasi orangutan menggunakan metode sarang karena bukan didasarkan atas keterwakilan individu dengan jenis kelamin dan umur yang berbeda dalam proporsi yang sama Laju peluruhan sarang yang bersifat spesifik lokasi dipengaruhi oleh berbagai peubah ekologi yang berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya dan memberikan implikasi pada perbedaan lamanya waktu suatu sarang dapat bertahan sampai sarang tersebut hancur. Laju peluruhan sarang yang dibagi atas nilai ketahanan sarang A hingga E, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran kepadatan populasi orangutan karena nilai t didasarkan pada waktu akhir sarang sampai sarang tersebut hancur atau berada pada kelas ketahanan sarang E. Sehingga walaupun terdapat variasi dalam kelas ketahanan sarang, hal tersebut tidak berpengaruh terhadap nilai t yang merupakan parameter penduga kepadatan populasi orangutan Peubah ekologi dominan dalam suatu lokasi yang menentukan keberadaan suatu sarang belum sepenuhnya diterjemahkan sebagai suatu kesatuan faktor yang dapat dijadikan informasi tambahan mengenai waktu terbaik suatu survei sarang orangutan dapat dilakukan untuk menghindari bias yang besar. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Parameter dalam formulasi perhitungan pendugaan kepadatan populasi masih merupakan nilai yang bersifat general dan bukan merupakan sebuah nilai yang spesifik jenis dan lokasi 2. Adanya variasi laju peluruhan sarang yang dibagi atas nilai ketahanan sarang A hingga E, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran kepadatan populasi 3. Faktor peubah ekologi dominan apa yang paling mempengaruhi ukuran kepadatan sarang dalam suatu lokasi
1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1.Mengetahui dan menganalisis tingkat ketelitian pengunaan metode sarang dalam pendugaan ukuran populasi orangutan 2.Merumuskan alternatif penyempurnaan dalam perhitungan pendugaan populasi orangutan dengan metode sarang terutama menyangkut jumlah dan kepadatan populasi orangutan di alam 3.Menentukan peubah ekologi penting yang berhubungan dengan preferensi pohon sarang sebagai dasar informasi dalam mengoptimalkan pelaksanaan survei sarang untuk mengindari bias akibat perubahan-perubahan faktor ekologi yang bersifat dinamis
1.4 Manfaat Memberikan gambaran secara pasti mengenai kuantifikasi salah satu faktor demografi satwa yang cukup penting yaitu salah satunya jumlah dan kepadatan orangutan di Taman Nasional Tanjung Puting guna menciptakan sistem pengelolaan yang efektif dan tepat sasaran dalam menentukan kebijaksanaan kegiatan rehabilitasi terhadap satwa tersebut dan habitatnya
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioekologi Orangutan 2.1.1 Klasifikasi Primata pada awalnya dibagi secara sederhana ke dalam tiga kelompok besar yaitu Lemur, Kera dan Monyet. Dalam perkembangannya kebutuhan untuk mendeskripsikan secara tepat bangsa primata ini membutuhkan semacam metode pengklasifikasian yang lebih rumit (Sanderson 1957). Orangutan termasuk ke dalam anggota primata dan merupakan salah satu jenis kera besar yang masih hidup saat ini. Kegiatan pengklasifikasian yang didasarkan pada perbandingan anatomi dan imunologi memberikan petunjuk bahwa orangutan bersama-sama dengan kera besar lainnya yaitu simpanse (Pan traglodytes), gorila (Pan gorilla), dan banobo (Pan panisus) yang ketiganya hidup di Afrika merupakan kerabat bangsa manusia yang paling dekat dalam dunia hewan (Napier dan Napier 1985). Penggunaan istilah orangutan dalam bahasa ilmiah pertama kali dilakukan oleh Tulp pada tahun 1941 dan disusul Poirier pada tahun 1964. Linnaeus pada tahun 1760 memberi nama orangutan dengan nama Pongo pygmaeus. Selanjutnya orangutan (Pongo pygmaeus) dibagi ke dalam 2 sub spesies yaitu Orangutan Sumatera (Pongo pygmaeus abelii) dan Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii). Dalam perkembangan terakhir, kedua orangutan dinyatakan berbeda spesies (Chemnick dan Ryder 1994). Klasifikasi orangutan menurut F.E. Poirier (1964) dalam Groves (1972) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Subkingdom
: Metazoa
Pylum
: Chordata
Subpylum
: Vertebrata
Klas
: Mamalia
Ordo
: Primata
Subordo
: Primata
Famili
: Pongidae
Genus
: Pongo
Spesies
: Pongo pygmaeus Linneaus
Subspesies
: Pongo pygmaeus abelii Lesson.,1872 : Pongo pygmaeus wurmbii Linneaus.,1760
Orangutan Kalimantan selanjutnya terbagi menjadi tiga unit taksonomi yang berbeda (Groves 2001; Warren et al. 2001), sesuai dengan pendapat para ahli lapangan dan rehabilitasi orangutan, yaitu : 1. Utara ke barat Kalimantan subspesies, mulai dari utara Kapuas sampai Sarawak (Pongo pgymaeus pygmaeus) 2. Tengah Kalimantan subspesies, mulai dari selatan Kapuas sampai barat Barito (Pongo pgymaeus wurmbii) 3. Utara ke timur Kalimantan subspesies, di Sabah dan Kalimantan Timur (Pongo pgymaeus morio) 2.1.2 Morfologi Orangutan digambarkan oleh Sanderson (1957) sebagai monyet berambut merah dengan proporsi tubuh yang luar biasa, pundak sangat besar dan lebar, batang tubuh agak panjang dan dada seperti tong, kepala luar biasa lebar, tangan memanjang dengan jari tangan yang sangat panjang dan kecil, bisa ditautkan dengan ibu jari sebagai pengait yang stabil ketika bergerak secara arboreal (branching), lengan bawah lebih panjang dari lengan atas, kaki lebih pendek dari lengan, jari kaki sangat panjang, besar dan berbentuk seperti jari tangan. Orangutan dewasa mempunyai kantung suara (air sack) yang terdapat pada lehernya dan digunakan untuk membuat suara panjang (long call) (MacKinnon 1971). Orangutan muda dapat bergelantungan dibawah batang, berpegangan dengan kedua kakinya dan kadang-kadang dengan satu kaki. Bentuk telapak kakinya mendatar, tetapi harus berjalan dengan sisi sebelah luar. Tulang tempurung kaki belum berkembang dengan sempurna, demikian halnya dengan tumit. Kulit badan orangutan sangat tebal dengan pori-pori yang rapat
sehingga tidak banyak keringat yang dikeluarkan. Kulit tubuh orangutan muda berwarna agak pucat dan berubah menjadi hitam setelah dewasa (Sinaga 1992). Tulang pinggul orangutan mengalami rudimentasi sehingga seolah-olah tidak mempunyai pinggang dan ini memungkinkan orangutan dapat bergelayutan dan memutar badannya sampai 1800. Perut sangat buncit dan leher sangat pendek (MacKinnon 1971). Hidung sangat pesek dan tidak mempunyai parit bibir. Kupingnya sangat kecil dan tidak ditumbuhi oleh rambut (Maple 1980). Tabel 1
Bentuk morfologi dan perilaku Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin (Galdikas 1984) Kelas Umur Umur Ciri-ciri Perilaku Bayi (infant) 0-4 tahun Warna rambut jauh lebih pucat dari Selalu berpegangan pada hewan- tua, sangat putih di induknya kecuali pada waktu sekeliling mata dan moncong, makan di pohon atau saat bercak putih meliputi seluruh tubuh menyusu Anak (Juvenil) 4-7 tahun Warna rambut masih lebih putih Berpindah bersama, tetapi terlepas dari hewan tua, bercak-bercak putih dari pegangan induknya, semakin kabur menggunakan sarang bersama induknya dan masih menyusu Remaja 7-15 tahun Ukuran tubuh lebih kecil dari Sangat sosial, benar-benar lepas (Adolescent) (jantan) & 7-12 hewan dewasa. Pada wajah jantan dari pegangan induknya, tetapi pra-dewasa (12-15 tahun) mulai masih sering terlihat berpindah tahun (betina) terlihat gelap, bantalan pipi dan bersama induknya katong leher mulai berkembang. Ukuran tubuhnya lebih besar dari betina tetapi masih lebih kecil dari jantan dewasa Dewasa 15-35 tahun Ukuran tubuh sangat besar, Hidup soliter, berpasangan dengan memilki bantalan pipi, kantung betina hanya pada saat tanggap (Adult) (jantan) leher, berjanggut, kadang-kadang seksual, sering mengeluarkan seruan panjang (long call). punggung gundul berpindah Telah beranak dan diikuti oleh Kadang-kadang bersama betina lain, pada masa 12-35 tahun anaknya estrus berpasangan dengan jantan (betina) Tua > 30 tahun Rambut tipis dan jarang, berkeriput Tidak mengeluarkan seruan Jantan tua dalam, bantalan panjang atau berpasangan
pipi menyusut Betina tua
dengan betina, hidup soliter, gerakan sangat lambat Rambut tipis dan jarang- Tidak lagi diikuti oleh bayi jarang, berkeriput atau remaja, berpasangan tetapi tidak lagi mengandung, lebih sering bergerak di permukaan tanah di bandingkan dengan betina dewasa, gerakan lambat
2.1.3 Penyebaran & Habitat Menurut Rijksen (1978), sekarang hanya ada 2 sub-spesies orangutan yang terdapat di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Galdikas (1984) menyatakan bahwa dari bukti fosil pada masa Pleistocene, orangutan tersebar relatif luas di bagian China , Vietnam Utara, Kalimantan, Sumatera. Dan berdasarkan penggalian yang dilakukan, kenyataan mengindikasikan bahwa penyebaran hewan ini lebih luas dimasa lampau, bahkan mungkin meliputi seluruh jazirah Asia Tenggara (Dataran Sunda) (Rijksen 1978). Pada saat ini orangutan hanya hidup di Sumatera dan Borneo (Gambar 1) (Maple 1980). Di Sumatera meliputi daerah dataran rendah dan hutan rawa antara lain terdapat di sungai Simpang Kirei, Bengkuang Utara, area Kluet di bagian selatan gunung Leuser dan Ketambe di bagian tenggara gunung Leuser (Rijksen 1978)
Gambar 1 Peta Distribusi Orangutan (Maple 1980)
Penyebaran orangutan di Kalimantan belum diketahui secara keseluruhan, namun Solomon Muller membuat catatan pada tahun 1836-1837 bahwa orangutan dilaporkan tersebar luas, kecuali di wilayah yang bergunung tinggi dan dataran rendah yang padat yang dihuni oleh manusia. Orangutan lebih mudah terlihat dalam perjalanan ke arah barat yang lebih jauh, khususnya di sekitar sungai Kahajan dan sepanjang sungai Sampit. Orangutan juga dilaporkan ditemukan di daerah Kajan Loet yang tidak dihuni manusia, di Apo Kayan dan di hutan gambut sepanjang jalan antara
Mempawah dan Pemangkat, juga di wilayah bagian utara Samarinda sampai Teluk Sangkuriang dan perbatasan antara Koeat dan Tabalong (Meijaard et al. 2001). Di Kalimantan Timur, orangutan dilaporkan hidup di utara sungai Mahakam, di Taman Nasional Kutai dan pada tahun 1938 di dalam artikel berbahasa Belanda yaitu Voorkomen on Verspreiding van eenige dier-en plantensoorten dijelaskan bahwa orangutan terdapat di hutan-hutan rawa di daerah yang sekarang ditetapkan menjadi salah satu taman nasional yaitu Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Penyebaran orangutan di Kalimantan Barat belum diketahui dengan pasti. Bahkan sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan tidak didiami orangutan. Orangutan juga hidup terisolir diantara Sungai Sadong dan Sungai Lepar di Serawak, dan juga di sebelah utara dan timur Sabah termasuk di TN Kinabalu (Ensiklopedi Indonesia 1989). Habitat primata ini di hutan hujan tropis dibagi atas beberapa tingkatan secara vertikal, yaitu strata atas, strata pertengahan dan strata bawah yang erat hubungannya dengan penyediaan makanan bagi primata (Rijksen 1978). Menurut Rodman (1973), diacu dalam Sinaga (1992), suatu jenis kera akan menunjukan spesialisasi makanan, habitat yang tertentu sebagai relung ekologi yang membedakan mikro habitat jenis lainnya. Rijksen (1978) melaporkan hasil penelitiannya di Ketambe bahwa karakteristik dari habitat orangutan di daerah tersebut adalah tidak adanya dominasi dari satu jenis pohon atau vegetasi. Stratifikasi hutan terutama terdiri dari strata B atau C, dan pada lantai hutan terutama ditumbuhi oleh herba. Menurut Galdikas (1984), habitat orangutan di Tanjung Puting terdapat di hutan rawa bergambut. Untuk lokasi pembuatan sarang, orangutan lebih suka menempatkannya di daerah rawa-rawa dan di tepi sungai karena merasa lebih aman dari gangguan manusia ataupun hewan lainnya. Orangutan hanya bisa beradaptasi dalam suasana hutan hujan tropis klimaks. Suasana hutan demikian mungkin sudah merupakan kebutuhan yang harus ada sejak nenek moyangnya. Orangutan hidup dan tersebar pada hutan-hutan primer dataran rendah sampai hutan dataran tinggi atau pegunungan yang banyak ditumbuhi tanaman dari famili
Dipterocarpaceae (MacKinnon 1971, diacu dalam Rijksen 1978). Dari hasil penelitiannya, Rijksen (1978) menyatakan struktur hutan yang dihuni orangutan terdiri atas pohon-pohon tinggi berkisar 35-50 meter dengan tidak adanya dominasi jenis vegetasi dan lantai hutan yang ditumbuhi oleh herba. MacKinnon (1974) menyatakan orangutan merupakan hewan arboreal, yakni hewan yang segala aktivitasnya dilakukan di atas pohon. 2.1.4 Perilaku Bersarang Orangutan membangun paling tidak satu sarang per hari untuk beristirahat dan tidur di malam hari (Maple 1980) atau 1,8 sarang per hari berdasarkan perhitungan Rijksen (1978) dengan sebaran 0-6. Umur satwa juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku bersarang. Rijksen (1978) mengemukakan bahwa oUDQJXWDQPXGDFHQGHUXQJPHPEDQJXQVDUDQJGDODPMXPODKEDQ\DNDWDX³EHUPDLQ VDUDQJ´VHWLDSKDUL Disamping itu sarang juga berfungsi sebagai tempat untuk kawin, melahirkan anak, dan mengasuh anak sampai siap disapih (Galdikas 1984). Paling tidak ada 5 kejadian kopulasi yang diamati oleh Galdikas (1984) terjadi di sarang. Dalam
membangun
sarangnya,
orangutan
memilih
tempat
yang
menguntungkan dengan mempertimbangkan letak pohon berbuah terdekat dan tofografi daerah sehingga tempat bersarang terdistribusi secara acak.
Orangutan
mencari lokasi bersarang pada tempat-tempat yang dikenalinya, baik untuk digunakan sendiri maupun untuk bersama-sama, dengan mempertimbangkan hubungan antara posisi sarang dan keuntungan yang diperoleh (MacKinnon 1974). Menurut MacKinnon (1974), orangutan membangun sarang pada tempat-tempat yang dapat memberikan pandangan lebih luas ke sebagian besar areal hutan (Rijksen 1978). Menurut MacKinnon (1974), konsentrasi sarang terutama berada pada punggung bukit sebelah barat. Posisi ini dipilih untuk menghindari panas matahari, sebagai pelindung dari angin malam, dan memperluas jangkauan pandangan. Faktor penentu lainnya adalah keberadaan sarang-sarang orangutan lainnya (Rijksen 1978). Dalam membangun sarang, orangutan selalu memilih posisi berdasarkan struktur pohonnya, jika struktur pohon dengan cabang yang besar dan kuat orangutan akan membangun sarang diatasnya. Posisi yang dibangun oleh orangutan antara lain :
posisi sarang yang terletak di antara batang utama (posisi I), sarang yang terletak di tengah atau di pinggir dari cabang dahan (posisi II), sarang terletak di atas puncak pohon (posisi III), dan sarang terletak antara 2 pohon atau lebih (posisi IV) (Gambar 2) (Van Schaik dan Idrusman 1966).
Gambar 2. Ilustrasi posisi sarang Orangutan dalam satu pohon (Van Schaik dan Idrusman 1966)
Orangutan selalu berpindah-pindah dalam membuat sarangnya untuk memudahkannya memperoleh sumber-sumber makanan yang baru. Hal ini dilakukan karena pohon-pohon di hutan hujan tropika memiliki spesies yang beraneka ragam, tetapi dalam jumlah yang sedikit dengan waktu berbuah yang sulit ditentukan (Galdikas 1984). Jika suatu pohon buah dianggap paling menguntungkan, maka orangutan akan menggunakan kembali sarangnya selama beberapa hari berturut-turut di tempat tersebut atau kembali ke sarang-sarang tersebut dalam 2-8 bulan kemudian
(Maple 1980). Orangutan sering membuat sarang untuk bermalam di dekat pohon terakhir (MacKinnon 1974). Kadang-kadang sarang orangutan ditemukan di pohon akar, tetapi hanya beberapa sarang harian (day-nest) yang digunakan untuk beristirahat di siang hari untuk mempermudah proses pengumpulan buah atau untuk bersosialisasi (Rijksen 1978). Sedapat mungkin orangutan menghindari membuat sarang untuk tidur di pohon pakan karena resikonya terlalu tinggi mengingat pohon pakan juga menarik perhatian satwa lain. Tinggi sarang bergantung pada struktur hutan pada tempat tertentu, dan umumnya berkisar antara 13-15 meter (Rijksen 1978) Kegiatan pembuatan sarang membutuhkan waktu sekitar 2-3 menit (MacKinnon 1974). Tahapan dalam pembuatan sarang diterangkan oleh MacKinnon (1974) sebagai berikut : a.Rimming. Dahan dilekukkan secara horizontal untuk membentuk lingkaran sarang dan ditahan dengan cara melekukan dahan lain b.Hanging. Dahan dilekukkan masuk kedalam sarang untuk membentuk mangkuk sarang c.Pilarring. Dahan dilekukkan kebawah sarang untuk menopang lingkaran sarang dan memberikan kekuatan ekstra d.Loose. Beberapa dahan diputuskan dari pohon dan diletakan kedalam dasar sarang sebagai alas atau di atas sarang sebagai atap. Patahan dahan diperoleh dari vegetasi yang ada di sekitarnya, bahkan sampai 15 meter jaraknya dari tempat bersarang (Rijksen 1978). Lama bertahan (ralative permanence) sarang bervariasi, paling tidak berdasarkan variabel-variabel yang dikemukakan oleh Rijksen (1978) yaitu teknik konstruksi, berat dan ukuran orangutan, suasana hati (mood) saat membangun sarang, lokasi dan karakteristik pohon, cuaca, kemungkinan dihancurkan oleh orangutan atau kera lain saat mencari serangga. Sarang orangutan tetap terlihat 2,5 bulan dengan variasi antara dua minggu sampai satu tahun (Rijksen 1978). Menurut Van Schaik et al. (1994) hancur dan hilangnya sarang orangutan ditentukan oleh faktor ketinggian tempat diatas permukaan laut, tipe hutan/habitat, begitu juga
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya, seperti : temperatur, kelembaban, dan curah hujan (Tabel 2) Tabel 2 Variasi ketahanan sarang orangutan berdasarkan ketinggian tempat dan tipe hutan/tanah, pada beberapa daerah di kawasan Ekosistem Leuser (Van Schaik et al. (1994) Nama tempat Tipe hutan & Tanah Ketinggian tempat Ketahanan Sarang (m dpl) (t) Suaq Balimbing Hutan pantai + Hutan rawa 10 69.9 Sekunder Sekunder (aluvium) 10 71.6 Sekunder-2 Hutan bekas tebangan 40 71.6 (berbukit rendah) Pucuk Lembang Hutan bekas tebangan 40 71.6 (aluvium) Manggala Aluvium-berbukit 150 77.8 Ketambe Aluvium-berbukit 375 92.4 Bukit Lawang Dipterocarpaceae berbukit 500 101.6 Bengkung Dipterocarpaceae berbukit 700 118.3 Ketambe-2 Dataran sedang 1175 170 Mamas Dataran sedang + aluvium 1325 190.5 Ketambe-3 Pegunungan 1425 205.6 Deleng Menggaro Pegunungan 1475 213.6 Lau Kawar Pegunungan 1500 217.7
Orangutan berada di sarang untuk tidur di malam hari antara jam 18.00-19.00 dan meninggalkan sarang pada pukul 05.45 (Michael dan Crook 1973). Orangutan cenderung akan tidur lebih awal dan bangun lebih lambat pada cuaca yang buruk (MacKinnon 1974). Selain aktivitas membuat sarang, Rodman (1977), diacu dalam Maple (1980) menyatakan bahwa aktivitas harian orangutan yang utama dipenuhi oleh kegiatan makan. Selanjutnya aktivitas istirahat, bermain-main, berjalan-jalan diantara pepohonan dan membuat sarang merupakan kegiatan yang dilakukan dalam persentase waktu yang relatif sedikit. Adapun aktivitas harian orangutan selain membuat sarang dapat dirincikan sebagai berikut : 1. Perilaku makan Rodman (1977), diacu dalam Maple (1980) mengungkapkan bahwa aktivitas utama harian orangutan didominasi oleh aktivitas makan (45,9%) dan istirahat (39,2%). orangutan adalah pemakan buah-buah (frugivorous) utama, terutama buah mangga, ara, dan durian. Menurut Galdikas (1982), orangutan di Tanjung Puting
mengkonsumsi ± 200 spesies buah berbeda dan berperan sebagai agen penyebar dari 70% buah-buahan tersebut. Orangutan juga mengkonsumsi serangga (insect) seperti semut, rayap dan lebah madu. Dimusim kemarau saat persediaan buah-buahan menipis, orangutan memakan dedaunan, tunas, kulit kayu, kayu dan vegetasi lainnya untuk menyeimbangkan makanannya (Napier & Napier 1985). 2. Perilaku sosial Secara umum, orangutan bersifat semi soliter. Hal ini dipengaruhi oleh berkurangnya predator dan distribusi makanan yang cenderung menyebar. Jantan dewasa tidak bersikap toleran terhadap jantan dewasa lainnya. Setiap perjumpaan antara dua jantan dewasa diakhiri dengan perkelahian atau salah satu diantaranya menghindar. Jantan dewasa hanya berpartisipasi pada kelompok sosial terbatas dalam kontak seksual dengan betina remaja dan dewasa (Galdikas 1985). Sifat soliter terutama pada orangutan jantan tidak berlaku mutlak karena berdasarkan penelitian lebih lanjut diketahui bahwa jantan dewasa menghabiskan 2% waktunya untuk bersosialisasi dengan orangutan lainnya. Seruan panjang (long call) yang dikeluarkan oleh orangutan jantan merupakan suatu bentuk interaksi yang bertujuan untuk menolak orangutan jantan lainnya dan menarik orangutan betina yang sedang birahi (Galdikas 1985).
2.2 Metode Survei Sarang Beberapa ciri biologis ekologi orangutan (densitas relatif rendah di semua kawasan jelajah, cenderung mengisolasi diri dan bersifat misterius atau senang menyembunyikan dirinya), dan ciri habitat (visibilitas yang buruk di dalam hutan dan akses darat yang sukar hampir di semua bagian jelajahnya) membuat perjumpaan langsung dengan spesies ini amat sukar dan memakan waktu yang panjang. Akhirnya, estimasi densitas orangutan berdasarkan pengamatan langsung sangat sulit untuk diperoleh (tetapi lihat Blouch 1997, peneliti yang menerapkan penampakan orangutan di sepanjang garis transek untuk mengestimasi densitas orangutan di Batang Ai/Lanjak Entimau WS).
Namun demikian, semua spesies kera besar ini membuat tempat beristirahat/sarang setiap hari, dan sarang-sarang semacam ini merupakan indikator yang dapat dipercaya untuk mengenali keberadaan mereka di dalam hutan. Kesulitan dalam menduga populasi secara pasti memberikan implikasi ketidak jelasan mengenai jumlah populasi orangutan secara pasti di Sumatera dan Kalimantan. Adapun metode yang sampai saat ini terus dikembangkan dalam rangka menduga populasi orangutan secara viabel adalah dengan menggunakan metode sarang. Sarang-sarang ini lebih mudah dijumpai dibanding dengan spesies itu sendiri sebab kelihatan lebih lama dan distribusinya di semua habitat lebih seragam dibanding dengan distribusi orangutan (Ghiglieri 1984; Van Schaik et al. 1985). Survei sarang secara klasik dilakukan di sepanjang garis-garis transek karena pendekatan ini memperbolehkan beberapa obyek tidak terdeteksi tanpa menyebabkan bias utama di akhir dari estimasi densitas tersebut (Burnham et al. 1980). Berbagai metodologi alternatif dikembangkan untuk mengestimasi densitas spesies kera besar seperti repetead counts (penghitungan berulang), strip-transect methodology (metodologi strip-transek) (van Schaik et al. 2005), recce-walks (White dan Edwards 2000) atau model spasial dan penginderaan jauh (Kuehl et al. in press). Dua metode yang umum digunakan dalam pendugaan kepadatan ukuran populasi orangutan adalah strip-transect methodology (metodologi strip-transek) dan recce-walks (White dan Edwards 2000). Adapun prosedur kedua metode tersebut dirincikan sebagai berikut : 1. Strip-transect methodology Teori ini menekankan empat asumsi dasar (Burnham et al. 1980), yaitu : Semua hewan atau obyek di atas garis transek dicatat Obyek teramati sebelum bergerak menjauh Pengamatan adalah kejadian independen Jarak diukur secara tepat Hanya dua asumsi pertama yang merupakan asumsi khusus untuk penghitungan obyek tidak bergerak seperti sarang. Pada pelaksanaan survei, penekanan khusus diberikan untuk memotong lurus secara acak transek-transek yang
dilokasikan. Transek-transek ini dijalankan hampir tegak lurus dengan sungai-sungai utama untuk mereduksi variasi transek antara dan untuk mendapatkan estimasi densitas yang lebih dapat dipercaya di setiap kawasan survei (Cassey & MCardle 1999) 2. Metode Recce walks (Jejak intai) Prinsip dasar recce walks (RWs) adalah mendapatkan jalur dengan resistensi terkecil untuk menyeberangi hutan. Kumpulan data RW sama dengan LT kecuali bahwa jarak tegak lurus dari sarang ke transek tidak dicatat. Oleh karena itu, menetapkan secara langsung densitas atau kerapatan sarang dengan metode RW adalah sangat tidak mungkin meskipun pengerjaan indeks linier dari data recce walks adalah mudah (misalnya jumlah sarang per km perjalanan). Keunggulan metode utama metode RW adalah cocok untuk survei cepat dan dapat menginvestigasi kawasan yang lebih luas dibandingkan LT Dalam pendugaan kepadatan populasi orangutan digunakan sarang sebagai dasar dalam pendugaan dengan menggunakan bentuk transect yang memanjang (Harrisson 1961 & Kurt 1970). Penghitungan jumlah sarang sepanjang jalur telah digunakan untuk menaksir kepadatan populasi orangutan di daerah tertentu (Harrisson 1961; Schaller 1961; Milton 1964; Kurt 1970, diacu dalam Rijksen 1978). Banyaknya individu perkilometer dihitung berdasarkan persamaan : D
=
(Cf x N) . L x 2w x p x r x t
Dimana : D Cf N L w p r t
= Kepadatan populasi orangutan (Ind/Km2) = Correction factor untuk N {Cf = 1/(1-f)} = Jumlah sarang yang ditemukan = Panjang jalur (Km) = Lebar jarak efektif untuk melihat sarang (Km) = Proporsi individu dalam satu populasi yang membangun sarang (0.9) = Rata-rata orangutan membuat sarang dalam setiap hari (1.1) = Durasi visibialitas sarang/ketahanan sarang (284 hari)
(Van Schaik et al. 1995; Buij et al. 2003; Morrogh-Bernard et al. 2003; Husson et al. 2002)
2.3 Ukuran Ketelitian Dalam Pendugaan Populasi Ketelitian merupakan ukuran yang menyatakan nilai viabilitas suatu hasil pengukuran atau pengamatan. Ketelitian merupakan nilai konsistensi sebuah hasil pengukuran
baik yang dilakukan secara tunggal tanpa ulangan maupun dengan
beberapa ulangan tertentu (Davis and Winstead 1980). Tingkat ketelitian dari nilai dugaan untuk setiap parameter di evaluasi menggunakan nilai CV, dimana semakin besar nilai CV maka semakin rendah nilai ketelitiannya, begitu pula sebaliknya. Beberapa peneliti (Caughley 1979; Downing 1982, Frontier 1983, diacu dalam Santosa 1993) mengemukakan bahwa untuk penelitian-penelitian di bidang ekologi yang dilakukan di alam, tingkat ketelitian sampai dengan 25% masih bisa ditolelir. Nilai ketelitian mutlak di perlukan dalam pendugaan populasi orangutan terkait kenyataan bahwa orangutan membangun paling tidak satu sarang setiap hari (Maple, 1980) sehingga menyebabkan tingkat ketelitian dari penggunaan metode ini masih harus dikaji lebih lanjut untuk menduga populasi aktual yang nyata di alam.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Camp Leakey, kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah (Gambar 2). Secara keseluruhan Camp Leakey memilki luas ± 5000 ha dan didominasi oleh hutan rawa, dan hutan hujan dataran rendah Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan April sampai Juni 2008. Penelitian diawali dengan melakukan orientasi lapang selama 1 minggu untuk mengenali daerah yang akan diobservasi dan membiasakan orangutan terhadap kehadiran peneliti.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Alat Pengukuran lapangan - Peta Kerja (Skala 1:20.000) - Pita ukur biasa (1.5 meter) - Pita ukur gulung (50 meter) - Binokuler - Kompas Brunton - Alat pengukur tinggi pohon (Cristenmeter) - Peta stasiun penelitian skala 1: 250 - Flagging Tape (Kuning & Merah) b. Kamera : untuk mendokumentasikan hasil penelitian. c. Alat tulis d. Tally sheet 3.2.2 Bahan Bahan (objek) yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Orangutan b. Sarang dan Habitatnya
Gambar 3. Peta lokasi area penelitian Camp Laeakey, TNTP (Galdikas 1984 ; Margianto 2002)
3.3 Jenis Data Yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi : 1.Jumlah sarang pada jalur sepanjang 500 m yang tegak lurus transek utama sepanjang 1000 m untuk masing-masing tipe vegetasi (hutan dipterocarp dataran rendah, hutan rawa gambut, dan hutan kerangas) yang terdapat di lokasi penelitian. Banyaknya transek untuk masing-masing tipe vegetasi, yaitu : Hutan Dipterocarp dataran rendah : 5 transek utama sepanjang 1000 m dengan jalur tegak lurus transek utama sepanjang 500 m (3 kiri dan 3 kanan) Hutan Rawa gambut : 2 transek utama sepanjang 500 m dengan jalur tegak lurus transek utama sepanjang 500 m (2 kiri dan 2 kanan) Hutan Kerangas : 1 transek utama sepanjang 500 m dengan jalur tegak lurus transek utama sepanjang 500 m (2 kiri dan 2 kanan) 2.Jumlah individu orangutan yang ditemukan pada jalur sepanjang 500 m yang tegak lurus transek utama sepanjang 1000 m dan 500 m 3.Jumlah sarang yang dibuat per individu orangutan
500 m
500-1000 m Transek utama 150 m
Gambar 4 Bentuk tUDQVHN³Mid Base Line Systematic Transect With Random Start´
3.4 Teknik Pengumpulan Data 1. Orientasi lapang Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu dilaksanakan orientasi lapangan selama ± 1 minggu. Tujuan dilaksanakannya observasi lapangan adalah untuk mengetahui lokasi sarang dan penyebaran orangutan. Orientasi lapang juga dimaksudkan sebagai pembiasaan bagi orangutan yang akan diamati sehingga tidak merasa terganggu pada saat penelitian yang sebenarnya dilaksanakan 2. Perhitungan jumlah sarang per individu orangutan Untuk mengetahui jumlah sarang per individu orangutan maka dilakukan pengamatan dan pengukuran. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan menggunakan metode focal animal sampling, yakni mengikuti seluruh pergerakan orangutan secara individu mulai dari bangun tidur hingga kembali membuat sarang tidur dengan ulangan sebanyak 20 ulangan. Dengan metode ini maka bisa mengetahui dan mengklasifikasikan sarang tidur serta jenis sarang lainnya berdasarkan jenis kelamin dan kelas umur. Pada saat mengikuti pergerakan orangutan, hal-hal yang dilakukan antara lain : mengidentifikasi jenis kelamin dan kelas umur orangutan dengan menggunakan binoculer, mengetahui arah pergerakan orangutan di dalam areal stasiun penelitian dengan menggunakan kompas, mengukur jarak sarang tidur orangutan dengan sumber pakan (pohon buah) yang terakhir dimakan, mengamati proses pembuatan sarang tidur, memberi tanda terhadap pohon sarang tidur dengan menggunakan label. Menarik hip-chain dengan menggunakan kompas dari pohon sarang tidur menuju trail (jalur/rentes) terdekat, hal ini dilakukan untuk mengetahui jarak pohon sarang ke trail dan untuk mengetahui letak pohon sarang tidur dalam areal stasiun penelitian serta memasang pita berwarna di trail (jalur/rentes) yang berisi informasi mengenai : jenis kelamin, kelas umur, jarak pohon sarang tidur ke trail, nama trail. Lokasi dan posisi sarang orangutan di pohon dicatat dengan teliti keesokan harinya dilakukan pengukuran dan pengamatan secara fisik dan biologi.
orangutan target, dibedakan berdasarkan kelas umur (anak, muda, dewasa, dan tua) dan jenis kelamin (jantan dan betina)
3.5 Analisis Data 1.Pendugaan kepadatan populasi orangutan pada setiap jalur pengamatan dengan metode sensus sarang dari Van Schaik. Perhitungan sarang dengan metode tersebut adalah sebagai berikut : D
=
(Cf x N) . L x 2w x p x r x t
Dimana : D Cf N L w p r t
= Kepadatan populasi orangutan (Ind/Km2) = Correction factor untuk N {Cf = 1/(1-f)} = Jumlah sarang yang ditemukan = Panjang jalur (Km) = Lebar jarak efektif untuk melihat sarang (Km) = Proporsi individu dalam satu populasi yang membangun sarang (0.9) = Rata-rata orangutan membuat sarang dalam setiap hari (1.1) = Durasi visibialitas sarang/ketahanan sarang (284 hari)
Durasi visiabilitas sarang/ketahanan sarang didasarkan atas umur sarang, Ancrenaz et al. (2004) membagi umur sarang berdasarkan lima kriteria,yaitu : Kelas A
:Baru; terdapat daun-daun berwarna hijau
Kelas B
:Belum lama; semua dedauan kering dan berwarna cokelat
Kelas C
:Lama; sebagian daun sudah hilang, yang lainnya masih melekat, sarang masih kokoh dan utuh
Kelas D
:Sangat lama; ada lubang-lubang di bangunan sarang
Kelas E
:Nyaris hilang; tinggal beberapa ranting dan cabang kayu, bentuk asli sarang tak lagi kelihatan.
Nilai proporsi populasi orangutan yang membangun sarang adalah (p=0.9) berdasarkan
komunikasi
pribadi
(Galdikas
2002),
karena
untuk
mengantisipasi keberadaan anak yang belum mampu membangun sarangnya sendiri.
Nilai tingkat produksi sarang yang dibangun dalam jangka waktu satu hari (r=1,1) berdasarkan komunikasi pribadi (Galdikas 2002). Orangutan di area penelitian Camp Leakey, selain membangun sarang di malam hari juga pada beberapa individu juga membangun sarang di siang hari dan sarang bermain. Nilai durasi visibialitas sarang (t=284 hari) (Morrogh-Bernard et al. 2003), nilai ini merupakan hasil yang didapat di daerah sungai Sebangau, Kalimantan Tengah, karena untuk Tanjung Puting sendiri hingga sekarang masih dalam tahap pengerjaan, dengan asumsi bahwa habitat di daerah Sebangau tidak jauh berbeda dengan Taman Nasional Tanjung Puting yaitu sama-sama habitat berupa dataran rendah sehingga kerusakan sarang dari mulai dibuat sampai hancur diperkirakan kurang lebih sama.
2.Fluktuasi kepadatan populasi bulanan. Analisis ini berguna bila data kesimpulan berpasangan dalam skala sekurang-kurangnya sama atau ordinal, dianalisis dengan menggunakan : ȋU2
=
12 . (RJ)2 ± 3N (k +1) N.k (k + 1)
Dimana : N K Rj
= Banyaknya baris = Banyaknya kolom = Jumlah rangking dalam kolom j
k
= Jumlah kuadrat ranking pada semua K kolom j 1
3.Analisis hubungan banyaknya sarang dengan faktor habitat di sekitar sarang. Untuk mengetahui variabel penentu banyaknya jumlah sarang per individu orangutan, digunakan analisis regresi linier berganda, Dimana Y merupakan variabel terikat dan X merupakan variabel bebas, bentuk persamaannya adalah sebagai berikut : Y = a + bX1 + cx2 + dX3 + ..........................................................+ kXn
Dimana : Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
= Preferensi pohon sarang = Tinggi pohon sarang (meter) = Tinggi bebas cabang (meter) = Keliling pohon sarang (centimeter) = Luas tajuk pohon sarang (meter) = Jarak antara pohon sarang (meter) = Jarak pohon sarang dari transek (meter) = Jarak pohon sarang dengan pohon pakan (meter) = Jumlah jenis pohon pakan = keberadaan pohon pakan disekitar pohon sarang
4.Uji independen antara keberadaan sarang dan pohon pakan Melihat hubungan antara keberadaan sarang dan pohon pakan, dianalisis dengan menggunakan : ȋ2
=
n{|a.d ± b.c | ± ½ n}2 (a + b) (a+c) (b+d) (c+d)
.
Hipotesis H0 : Keberadaan sarang & pohon pakan saling bebas/independen H1 : Terdapat asosiasi antara keberadaan sarang dan pohon pakan Setiap tahap analisis dikerjakan dengan menggunakan program SPSS 14
5. Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui komposisi dan dominansi suatu jenis vegetasi, baik vegetasi secara keseluruhan maupun vegetasi berupa pohon sarang. Persamaan yang digunakan yaitu : Kerapatan jenis ke-i
= Jumlah individu jenis ke-i Luas total petak contoh = Kerapatan jenis ke-i x 100% Kerapatan total = Jumlah petak contoh ditemukan jenis ke-i Jumlah total petak contoh = Frekuensi jenis ke-i x 100% Frekuensi total
Kerapatan relatif Frekuensi jenis ke-i Frekuensi relatif
Dominansi jenis ke-i
= Lbds jenis ke-i Luas petak contoh Dominansi relatif = Dominansi jenis ke-i x 100% Dominansi total INP = KR+FR+DR (Soerianegara dan Indrawan, 1998) Luas tajuk Ȇ>D1+D2]2 2 Keterangan : D1 = Diameter tajuk terpanjang D2 = Diameter tajuk terpendek
6. Analisis nilai ketelitian hasil dugaan Hasil inventarisasi orangutan dengan menggunakan metode sarang Van Schaik dianalisis nilai ketelitiannya berdasarkan jumlah sarang dan jumlah individu orangutan yang ditemui sepanjang transect s x100 % x
Ketidaktelitian
= CV %
Ketelitian
= 1 ± CV
Dimana : X Keterangan :
Xi n
X µ s Cv
dan S 2
X i2
( Xi )2 / n n 1
= Nilai rata-rata dugaan = Nilai rata-rata sebenarnya = Simpangan Baku = Koefisien Variasi (%)
HIPOTESIS (FORMULASI MODIFIKASI RUMUS METODE SARANG-TRANSECT) Hipotesis : (Modifikasi Metode Transect-Sarang) 3RSXODVL'HQVLW\
(Cf x N)
.
L x 2w x p x r x T T
: Average dari total sarang yang ditemukan dalam transect
IV. KEADAAN UMUM LOKASI
4.1 Sejarah dan Status Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting awalnya adalah Suaka Margasatwa Tanjung Puting,
gabungan
Cagar
Alam
Sampit
dan
Suaka
Margasatwa
Kotawaringin, ditetapkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1936/1937 seluas 305.000 ha untuk perlindungan orangutan (Pongo pygmeus) dan bekantan (Nasalis Larvatus). Ditetapkan sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 096/kpts-II/84 tanggal 12 Mei 1984. Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 45/kpts/IV-Sek/84 tanggal 11 Desember 1984 wilayah kerja Taman Nasional Tanjung Puting ditetapkan meliputi areal Suaka Margasatwa Tanjung Puting dengan luas kawasan 300.040 ha. Terakhir, melalui SK Menteri Kehutanan No. 687/kpts-II/96 tanggal 25 Oktober 1996, luas kawasan menjadi 415.040 ha terdiri dari Suaka Margasatwa Tanjung Puting 300.040 ha, hutan produksi 90.000 ha (ex. PT Hesubazah), dan kawasan daerah perairan sekitar 25.000 ha.
4.2 Kondisi Fisik Geologi Tanjung Puting, seperti halnya kebanyakan daerah berawa-rawa dataran pantai Kalimantan, secara relatif berumur geologi muda dan daerah berawa-rawa datar yang meluas ke pedalaman sekitar 5-20 km dari pantai mungkin hanya berumur beberapa ratus sampai beberapa ribu tahun saja. Sebagian besar sedimen tanah/lumpur adalah alluvial muda. Molengraaf menyatakan bahwa dataran pantai merupakan bagian dari dataran/dangkalan sunda yang muncul ke permukaan setelah zaman es pleistocene dan kemudian secara bertahap dipenuhi oleh sedimen dari formasi pre-tertiary dan teriary dari Kalimantan Tengah.
Bagian utara kawasan
taman nasional yang mencuat beberapa meter di atas permukaan laut mungkin merupakan bagian dari deposisi "sandstone" tertiary. Sebagian besar perkembangan tanah sedimen atau latosol mungkin telah terjadi selama sekitar 18.000 sampai 25.000 tahun yang lalu ketika permukaan laut telah turun sekitar 12 meter lebih rendah dibanding permukaan laut sekarang dan seluruh dangkalan Sunda, termasuk Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sumatra dan Jawa bersatu sebagai kesatuan pulau/benua yang besar serta hanya terbelah oleh sungai-sungai yang panjang dan lebar yang mengalir dari gunung-gunung yang tinggi menurun ke arah Laut Cina. Naiknya kembali permukaan air laut yang dimulai sekitar 18.000 tahun yang lalu kemudian menenggelamkan kembali sebagian besar dangkalan sunda serta memisahkan daratan dari pulau-pulau yang ada sekarang dengan laut-laut yang lebar. Erosi lebih lanjut dari pegunungan dan tertahannya atau menggenangnya air di daerah pantai telah menyebabkan berlangsungnya proses pembentukan rawa-rawa dan kurang lebih 8.000-12.000 tahun yang lalu permukaan air laut naik mencapai ketinggian permukaan seperti yang ada saat ini serta kemungkinan lebih tinggi beberapa meter. Tepian sungai yang tinggi serta bukit-bukit pasir telah menahan aliran-aliran sungai dan sedimentasi lumpur serta lumpur laut telah menyebabkan terjadinya pertumbuhan (meluasnya) daratan dari dataran pantai Kalimantan. Di Tanjung Puting sendiri terlihat adanya pertumbuhan (perluasan) daerah pantai, dan dari perbandingan yang terlihat antara foto udara tahun 1949 dengan foto udara serta citra satelit saat ini tampak perbedaan yang nyata pada arah tanjung serta posisi garis pantai. Tanah Pada umumnya tanah di study area Camp Leakey adalah "miskin" (kurang subur), "tercuci" berat serta kurang berkembang. Semua tanah bersifat sangat asam dengan kisaran pH antara 3,8-5,0. Tanah-tanah sekitar anak-anak sungai dicirikan oleh suatu lapisan "top soil" yang berwarna abu-abu kecoklatan serta suatu lapisan "sub soil" yang lengket yang juga berwarna abu-abu kecoklatan.
Di rawa-rawa daerah pedalaman (daerah hulu), tanah memiliki kandungan unsur organik yang lebih tinggi dan formasi gambut tersebar luas di banyak tempat dengan ketebalan sampai 2 meter. Jalur-jalur tanah tinggi yang mendukung tumbuhnya hutan tanah kering (dry land forest), meskipun banyak diantaranya telah digarap/ditanami, memiliki kandungan pasir yang lebih tinggi, bahkan kadangkadang pasir kuarsa putih, namun telah tercuci sebagai akibat perubahan besi ke senyawa-senyawa besi serta terus terlarutnya unsur-unsur ini. Secara keseluruhan semua tanah di Taman Nasional Tanjung Puting, seperti halnya sebagian besar tanah di Kalimantan adalah sangat tidak subur dan secara umum hanya mampu mendukung usaha pertanian secara temporer. Topografi Secara umum, topografi Taman Nasional Tanjung Puting adalah datar sampai bergelombang dengan ketinggian 0 sampai 11 meter dari permukaan laut. Di bagian Utara, terdapat beberapa punggung pegunungan yang rendah dan bergelombang serta umumnya mengarah ke Selatan, akan tetapi di sebelah Selatan dari Sungai Sekonyer tidak terdapat pegunungan atau bukit. Anak-anak sungai telah terbentuk karena terjadinya luapan air sungai pada waktu musim hujan. Natai atau tanah tinggi banyak dijumpai di bagian tengah kawasan taman nasional. Natai ini terisolasi oleh rawa atau danau yang besar dimana jarang dijumpai pepohonan. Keadaan ini akan lebih tampak terutama pada musim hujan, yaitu antara bulan Oktober sampai dengan Februari. Daerah pantai sebagian berpasir (antara sungai Arut Tebal sampai Teluk Ranggau di bagian Barat dan Pantai Selatan) dan sebagian berlumpur (mulai dari muara Sungai Sekonyer ke selatan sampai Sungai Arut Tebal). Di Tanjung Puting terjadi pendangkalan pasir dan lumpur setiap tahun dan bergerak ke arah selatan dan barat. Beberapa daerah pantai dengan gundukangundukan pasir terdapat di sekitar muara Sungai Perlu. Hidrologi Di dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting terdapat tujuh Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sub DAS yaitu DAS Sekonyer, Buluh Kecil, Buluh Besar,
Cabang, Perlu, Segintung dan DAS Pembuang. Dimana DAS dan Sub Das tersebut mempunyai air yang berwarna hitam serta mengalir dari bagian utara dan tengah kawasan taman nasional, untuk study area Camp Leakey berbatasan langsung dengan DAS Sekonyer Kanan. Aliran sungai-sungai ini pelan dan di beberapa tempat terpengaruh oleh adanya pasang surut. Banjir sering terjadi dan beberapa danau sering terbentuk di daerah hulu sebagian besar terjadi pada musim hujan mulai bulan Oktober sampai dengan April. Air tanah menjadi bagian penting dari semua habitat di Tanjung Puting dan lebih dari 60 % kawasan taman nasional tergenang air paling tidak selama 4 bulan setiap tahunnya. Selama musim kemarau yang panjang, air payau dapat masuk ke daerah hulu sejauh ± 10 km, sepanjang Sungai Sekonyer. Fluktuasi harian dari permukaan air Sungai Sekonyer yang terkait dengan adanya pasang surut dapat diukur sampai ± 15 km dari muara. Fluktuasi musiman permukaan air di daerah rawa-rawa memiliki variasi rata-rata antara 1,5 sampai 2 meter dan di beberapa tempat bisa mencapai 3 meter. Iklim Secara gasris besar kawasan Taman Nasional Tanjung Puting termasuk di dalamnya study area Camp Leakey mempunyai curah hujan rata-rata mencapai 2.400 mm/tahun. Menurut Schmidt & Fergusson hal seperti ini termasuk dalam iklim selalu basah type A.
4.3 Kondisi Biotik Taman Nasional Tanjung Puting memiliki beberapa tipe ekosistem, yaitu : 1. Ekosistem hutan tropika dataran rendah 2. Ekosistem hutan tanah kering (hutan kerangas) 3. Ekosistem hutan rawa air tawar 4. Ekosistem hutan rawa gambut 5. Ekosistem hutan bakau 6. Ekosistem hutan pantai 7. Ekosistem hutan sekunder.
Untuk study area Camp Leakey sendiri setidak-tidaknya terdapat empat dari tujuh tipe ekosistem yang terdapat di Taman Nasional Tanjung Puting yaitu, ekosistem hutan tropika dataran rendah (dipterocarp dataran rendah), hutan tanah kering (kerangas), hutan rawa gambut, dan hutan bakau. Flora Jenis-jenis tumbuhan yang dapat ditemui di study area Camp Leakey adalah meranti (Shorea sp), ramin (Gonystylus bancanus), jelutung (Dyera costulata), gaharu, kayu lanan, keruing (Dipterocarpus sp), ulin (Eusideroxylon zwageri), tengkawang (Dracontomelas sp.), Dacrydium sp, Lithocarpus sp, Castanopsis sp, Hopea sp,Schima sp, Melaleuca sp, Diospyros sp, Beckia sp, Jackia sp, Licuala sp, Vatica sp, Tetramerista sp, Palaquium sp, Campnosperma sp, Casuarina sp, Ganua sp, Mesua sp, Dactylocladus sp, Alstonia sp, Durio sp, Eugenia sp, Calophyllum sp, Pandanus sp, Crinum sp, nipah (Nypafruticans), rotan (Calamus sp), dan Imperata cylindrica. Dibagian timur area terdapat hutan kerangas dan di lantai hutannya terdapat jenis tumbuhan berupa lumut yang merupakan ciri khas dari tipe hutan ini. Hutan rawa gambut yang tumbuhannya memiliki akar lutut, dan akar napas yang mencuat dari permukaan air, ditemukan di bagian utara area dan di tepi sungai sekonyer kiri, selain itu pun ditemukan jenis pemakan serangga seperli kantong semar (Nepenthes sp). Di sepanjang tepi semua sungai di kawasan ini terdapat hutan rawa gambut dengan jenis tumbuhan yang kompleks termasuk jenis tumbuhan merambat berkayu yang besar dan kecil, epifit dan paku-pakuan dalam jumlah besar. Di daerah utara menuju selatan kawasan, terdapat belukar yang luas yang merupakan areal bekas tebangan, ladang, dan kebakaran. Tumbuhan di daerah hulu Sungai Sekonyer terdiri atas hutan rawa yang didominasi oleh Pandanus sp. dan bentangan (bakung) yang mengapung, seperti Crinum sp. Hutan bakau (mangrove) yang berada di daerah pantai, dan payau yang berada di muara sungai, tedapat nipah yang merupakan tumbuhan asli setempat. Nipah tumbuh meluas sampai ke pedalaman sepanjang sungai. Di daerah pesisir pada
pantai-pantai berpasir, banyak ditumbuhi tumbuhan marga Casuarina, Pandanus, Podocarpus, Scaevola dan Barringtonia. Fauna Mamalia; Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting dihuni oleh sekitar 38 jenis mamalia. Jenis-jenis tersebut antara lain tupai (Tapala spp). tikus (Echinoserex gymnurus), kumbang tando (Cycephalus variegates), kera buka (Tarsius bancanus), kukang (Nyctycebus coucang), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), kelasi (Presbytis rubicunda), lutung (Presbytis cristata), bekantan (Nasalis larvatus), owa-owa (Hylobates agilis), orangutan (Pongo pygmaeus), trenggiling (Manis javanica), bajing (Ratuva affinis), landak (Hystrix brachyura), beruang madu (Helarctos malayanus), berang-berang (Lutra sp), musang (Matres flavigula), kucing batu (Felis bengalensis), macan dahan (Neofelis nebulosa), babi hutan (Sus barbatus), kancil (Tragulus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak). Dan mamalia air tawar seperti ikan duyung (Dugong dugon) Burung; meskipun observasi paling akhir menunjukkan hanya 3,5% dari jenis burung yang ada di Tanjung Puting endemik, akan tetapi Tanjung Puting secara khusus sangat penting bagi populasi ekstensif dan keanekaragaman burung yang ada di sana, yang mendiami habitat dataran rendah yang sangat luas, serta tidak dijumpai di tempat lain manapun. Daftar awal (preliminary list) mencatat 200 jenis burung hidup di kawasan taman nasional ini. Beberapa jenis yang telah tercatat misalnya "the bornean bristlehead" atau "bald headed wood shrike" (Pityariasis gymnocephala), dinyatakan jarang ditemukan di tempat lain di Kalimantan. Beberapa jenis lainnya, bahkan termasuk jenis yang terancam punah. Jenis burung yang paling penting di Taman Nasional Tanjung Puting adalah sindanglawe (storm's stork, Ciconia stormii), yang dinyatakan termasuk dari 20 jenis burung bangau yang paling langka di dunia (Hancock, Kushlan and Kahl, 1992) serta dimasukkan ke dalam kategori terancam kepunahan oleh IUCN. Dikenal sebagai burung soliter di hutan primer yang lebat dan rawa-rawa, sindanglawe sering terlihat baik "sendirian" maupun dalam kelompok, di tepian sungai-sungai yang banyak terdapat di Tanjung Puting, bahkan pada tengah hari. Dibanding dengan kawasan lain
di Indonesia, Tanjung Puting mungkin dapat dikatakan yang memiliki densitas paling besar. Sifat ekologis burung ini sangat mirip dengan bangau hitam (Ciconia nigra) yang sering memadati hutan primer di Eurasia dan daerah jelajah jenis burung ini "sympratic" dengan "wolly-necked stork" (Ciconia episcopus) yang tampaknya berafiliasi dengan daerah-daerah terbuka. Tidak banyak diketahui mengenai makanan sindanglawe ini, namun dikatakan bahwa cacing dan katak termasuk dalam daftar menunya. Beberapa jenis burung, terutama yang sebarannya luas atau yang mempunyai habitat di hutan rawa dapat ditemukan di Danau Burung yang berlokasi di dekat Sungai Buluh Besar. Antara lain bultok kecil (Megalaima australis), walet pantat kelabu (Collocalia fuciphaga), tepekong kecil (Hemiprocne comata), lelayang pasifik (Hirundo tahitica), kutilang hitam putih (Pycnonotus melanoleucos), kutilang emas (Pycnonotus atriceps), pernah teridentifikasi di Danau Burung (Nash & Nash, 1986). Beberapa tahun silam di Danau Burung juga tercatat keberadaan burung air, bahkan menjadi surga bagi burung air. Tidak mengherankan jika jumlahnya dapat mencapai ribuan dan membentuk koloni besar. Burung-burung tersebut terdiri atas lima jenis yang berbeda, yaitu Egretta alba, Anhinga melanogaster, Ardea purpurea, Nycticorax nycticorax, dan satu jenis "cormorant". Bahkan, menurut Nash & Nash (1986) satu jenis burung, yaitu Egretta garzetta di Tanjung Puting hanya dapat ditemukan di Danau Burung saja. Akan tetapi, akibat kebakaran hutan, eksploitasi hutan, dan eksploitasi ikan yang menjadi makanan burung tersebut, saat ini sangat sulit menemukan burung-burung air tersebut di Danau Burung. Beberapa jenis elang juga telah teridentifikasi di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting seperti elang laut perut putih, elang bondol, 'black kite', elang hitam, dan 'changeable hawk eagle'. Pada jenis elang laut perut putih (Haliaetus leucogaster), spesies ini hanya terdapat atau teragregasi di wilayah batas-batas terdepan pantai. Selama pemantauan di Tanjung Puting dan sekitarnya, elang laut perut putih termasuk sarangnya terdistribusi di wilayah perifer pantai dengan laut. Karakter pemilihan habitat disebabkan oleh pola makan spesies tersebut yang hampir
100 % diambil dari laut (ikan, kerang dan ketam) dan hanya ada satu catatan sekitar 500 m dari tepi pantai di Sungai Sinthuk, Desa Kapitan, bertengger berpasangan dan diperkirakan terdapat sarang elang laut perut putih di kawasan tersebut. Pada elang bondol (Haliastur indus), spesies ini terdistribusi random artinya dapat dijumpai di wilayah pesisir pantai sampai ke dalam radius 1000 m dari pantai. Tetapi, spesies ini juga dapat dijumpai sampai ke pelosok-pelosok hutan kecuali di wilayah pegunungan. Berikut berapa jenis burung di Taman Nasional Tanjung Putting, antara lain: pecuk ular (Anhinga melanogaster), cangak besar (Ardea sumatrana), kuntul putih besar (Ergetta alba), kuntul kecil (Ergetta garzetta), bletok rawa (Buloridos striatus), kowak malam (Nycticorax nycticorax), tamtoma kedondong hitam (Dupeter flapicolis), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), belibis pohon (Dendrocyna arcuata), alap-alap kelelawar (Machaerthampus alcinus), alap-alap Asia (Pernis ptylorhynchus), elang bodol (Haliastur Indus), alap-alap sisko (Accipiter trivigatus), alap-alap Jepang kancil (Accipiter gularis), elang garuda hitam (Ictinaetus malayanus), elang hitam kepala kerbau (Icthyophaga ichthyaetus), elang ikan kecil (Icthyophaga nana), baca (Spilornis cheela), elang belalang (Microhierax fringillarius), blelang sempidan (Lophura erythrophithaima), kuau bolwer (Lophura bulweri), kuau melayu (Polypiectron malacenses), kuau besar (Argusianus argus), trulek pasifik (Pluvialis dominica), trinil batis merah (Tringa tetanus), camar hitam sayap putih (Chlidonias leocopterus), rangkong kode (Anorrhinus galeritus), rangkong tahun (Rhiticeros corugatus), dan rangkong badak (Buceros rhinoceros). Reptil; hewan yang termasuk kategori ini kurang populer di Taman Nasional Tanjung Puting, sehingga catatan mengenai keberadaan hewan ini pun masih sangat terbatas. Akan tetapi, paling tidak terdapat beberapa jenis reptil yang berhasil teridentifikasi, yaitu buaya sinyong supit (Tomistoma schlegel), buaya muara (Crocodilus porosus), bidawang (Trionyx cartilaganeus), ular sawa (Python reticulates), ular sendok (Naja naja), kura-kura (Testuda emys) dan biawak (Varanus salvator)
Amphibi; beberapa jenis amphibi, sebetulnya terdapat di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, tetapi observasi dan identifikasi terhadap amphibi belum pernah dilakukan. Ikan; beberapa jenis ikan juga telah teridentifikasi, mulai dari ikan yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti lais, toman, seluang, bakut, dan sebagainya, sampai jenis ikan hias, seperti ikan arowana. Ikan arwana dengan penampilannya yang begitu indah dan mempesona telah mengundang orang-orang tertentu untuk menangkap, kemudian menjualnya. Harganya yang tinggi di pasaran, membuat bisnis penjualan ikan arwana menjadi sesuatu yang menjanjikan. Tidak mengherankan jika keberadaan ikan arwana semakin terancam, bukan hanya karena eksploitasi terhadap jenis ikan ini, melainkan juga karena pencemaran sungai oleh limbah penambangan emas yang kerap kali terjadi.
4.4 Gangguan Terhadap Orangutan dan Pengelolaanya Kegiatan perburuan yang telah berlangsung lama sejak dahulu sangat mengancam keberadaan dan kelestarian orangutan di alam. Namun dewasa ini adanya penetapan Taman Nasional Tanjung Puting sebagai kawasan konservasi yang dilindungi memberikan kemajuan dalam upaya pelestarian orangutan dikawasan ini. Berkurangnya kegiatan perburuan dan pembukaan lahan yang dapat mengancam populasi orangutan akibat penetapan kawasan ternyata tidak menyelesaikan permasalahan secara menyeluruh. Penetapan Taman Nasional Tanjung Puting sebagai kawasan konservasi yaitu sebagai kawasan pelestarian flora dan fauna, selain juga dikembangkan sebagai daerah kunjungan wisata memberikan dampak yang kurang baik bagi satwa yang terdapat didalamnya, khususnya orangutan. Banyak lokasi yang mempunyai pemandangan alam khas hutan dataran rendah yang merupakan habitat dari jenis satwa ini. Tanjung Putting dikenal juga sebagai lokasi rehabilitasi Orangutan Kalimantan yang pertama dibangun. Lokasi yang dapat dikunjungi untuk melihat orangutan dan primata lain adalah Pos Tanjung Harapan, Pondok Tanggui dan Camp Leakey.
Adanya kegiatan pariwisata ini secara langsung memberikan dampak terhadap perubahan perilaku orangutan. Kegiatan feeding sebagai atraksi wisata di beberapa kawasan seperti Camp Leakey pada kenyataanya dalam skala jangka panjang merupakan bentuk gangguan terhadap keberadaan orangutan. Meskipun tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membantu orangutan rehabilitasi dalam memenuhi kebutuhan pakan, namun sesungguhnya hal tersebut mungkin dapat berakibat buruk terhadap penyimpangan perilaku orangutan. Orangutan menjadi ketergantungan terhaadap manusia dan kehilangan sifat liarnya sebagai akibat pemberian pakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu sistem pengelolaan yang baik, hendaknya dipikirkan oleh pihak Balai Taman Nasional Tanjung Puting bersama mitra Orangutan Foundation International (OFI), agar fungsi kawasan sebagai kawasan pelestarian tetap dapat terjaga disamping adanya kegiatan wisata yang merupakan salah satu bentuk pemanfaatan lain dari adanya kawasan ini
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Ketelitian metode survei sarang 5.1.1 Kepadatan sarang Jumlah sarang orangutan pada jalur 500 m dalam areal contoh 0,5 dan 1 km disajikan pada (Tabel 3). Jumlah sarang orangutan bervariasi cukup tinggi. Laporan menunjukkan bahwa disekitar sungai dibeberapa tipe habitat, jumlah sarang orangutan berkisar antara 11-15 sarang/km dan di rawa gambut bervariasi antara 95100 sarang/km, sedangkan di daerah hutan bergelombang 15,9-17,5 sarang/km (Van Schaik et al. 1995). Di Ketambe Sumatera Utara, jumlah sarang orangutan di dataran rendah dalam transek 7500 m rata-rata 12,2 sarang/km. Berdasarkan hasil survei sarang pada beberapa tipe habitat yang terdapat pada area penelitian Camp Leakey di peroleh gambaran yang cukup berbeda terutama pada jumlah sarang yang terdapat di tipe habitat berupa hutan rawa gambut. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan ketersediaan pakan. Pakan lebih banyak ditemukan, baik jenis maupun jumlahnya pada tipe habitat berupa hutan dipterocarp dataran rendah atau hutan dataran rendah sehingga preferensi orangutan untuk tinggal dan menetap, dalam hal ini terkait perilaku bersarang lebih besar pada tipe habitat berupa hutan dipterocarp dataran rendah. Jumlah sarang orangutan yang cukup besar pada areal penelitian Camp Leakey dipengaruhi oleh lamanya sarang dapat bertahan (diestimasi 284 hari) dan adanya perilaku orangutan yang bersifat nomadik dan pengembara. Dalam hal ini 60% populasi orangutan adalah nomadik, 10% pengembara, dan 30% penetap. (Meijaard et al. 2001). Perilaku ini terlihat pada transek hasil evaluasi pengamatan setelah 2 bulan, sarang yang banyak ditemukan adalah sarang tipe C, D, Dan E, sedangkan untuk sarang tipe A dan B hanya ditemukan dalam jumlah yang kecil, yaitu 2 sarang untuk tipe habitat berupa hutan kerangas, 17 sarang untuk tipe habitat
berupa hutan dipterocarp dataran rendah, dan 11 sarang untuk tipe habitat berupa hutan rawa gambut. Keadaan ini menunjukan bahwa dalam waktu hampir 10 bulan hanya orangutan rehabilitasi yang mendatangi areal dan membuat sarang baru karena sebagian besar sarang baru yang diketemukan terletak tidak jauh dari camp penelitian yang merupakan tempat tinggal sebagian besar orangutan rehabilitasi. Ada indikasi areal ini akan dikunjungi kembali oleh orangutan liar pada saat berbagai jenis pohon pakan memasuki musim buah. Data ini juga mengindikasikan rendahnya potensi pakan di areal ini pada saat penelitian dilaksanakan dan luasnya daerah jelajah orangutan yang bersifat liar. Daerah jelajah orangutan jantan dapat mencapai 5-10 km2 dan daerah jelajah betina lebih dari 3 km2 (Meijaard et al. 2001) Tabel 3 Jumlah dan kepadatan sarang orangutan di areal contoh Tipe Habitat
Hutan Kerangas Hutan Dipterocap dataran rendah
Hutan gambut
Rawa
Total panjang jalur (km) 2 3
Jarak dari Sungai Sekonyer Kanan (km) 2-3.5 1-2,5
6DUDQJ
1 1
Panjang transek (km) 0.5 1
23 80
6DUDQJ per km jalur 11,5 26,7
2
1
3
2-3,5
79
26,3
3
1
3
2-3,5
66
22
4 5
1 1
3 3
4-5,5 6,5-8
54 38
18 12,7
1 2
0.5 0.5
2 2
0-0.6 3,5-5
14 36
7 18
Jalur Ke-
5.1.2 Estimasi kepadatan populasi orangutan Berdasarkan survei sarang orangutan di delapan transek yang mewakili areal 5,25 km2 dengan 21 km jalur pengamatan yang tersebar pada tiga tipe habitat yang berbeda diketahui bahwa kepadatan populasi orangutan di habitat berupa hutan kerangas 1,07 ind/km2 dengan jumlah populasi orangutan sekitar 2 individu, di habitat berupa dipterocarp dataran rendah 2,98 ind/km2 dengan jumlah populasi orangutan sekitar 93 individu dan di habitat berupa hutan hutan rawa gambut 1,35 ind/km2 dengan jumlah populasi orangutan sekitar 18 individu. Untuk estimasi jumlah total populasi orangutan di study area Camp Leakey adalah 113 individu orangutan
Tabel 4 Estimasi kepadatan orangutan dengan metode perhitungan sarang sepanjang transek pada beberapa tipe habitat yang berbeda di study area Camp Leakey, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah (Berdasarkan Program Distance 5.0) Tipe Habitat
AIC
Hutan Kerangas Hutan Dipterocarp dataran rendah Hutan Rawa Gambut Total
154,62 1985,88
ESW (m) 20,26 12,76
Kepadatan Ind/km2 Ind 1,07 2 2,98 93
340,06
17,68
1,35
-
-
-
Low CI
High CI
0,610 2,147
1,517 3,330
CV (%) 22,60 11,20
18
0,936
1,583
13,30
113
-
-
-
Angka estimasi kepadatan di study area menunjukkan bahwa hutan dipterocarp dataran rendah memiki nilai kepadatan yang tertinggi dibandingkan dengan hutan rawa gambut dan kerangas. Hal ini terjadi karena hutan dipterocarp dataran rendah merupakan tipe hutan yang memilki kondisi yang lebih baik sebagai habitat orangutan terutama berkaitan dengan tingginya ketersediaan pakan serta keanekaragaman jenis pohon pakan orangutan, sehingga daya dukung lingkungan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan orangutan pada habitat ini cuikup besar dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan populasi orangutan untuk waktu selanjutnya. Estimasi kepadatan yang paling rendah adalah hutan kerangas. Hal ini dimungkinkan karena rendahnya ketersediaan pakan di tipe hutan ini walaupun pada dasarnya pada hutan ini terdapat banyak jenis pohon pakan namun pada saat penelitian tidak ditemukan sama sekali jenis pohon pakan yang sedang berbuah. orangutan memilki preferensi pakan berupa buah walaupun ada jenis pakan lainnya baik itu berupa daun, bunga, kulit kayu, tunas, jamur, rayap. Dalam hal ini 44.5% dari seluruh aktivitas makan orangutan dihabiskan untuk mengkonsumsi jenis buahbuahan (Galdikas 1978), sehingga jika tersedia pakan berupa buah-buahan pada tipe habitat lain maka orangutan akan memiliki preferensi yang lebih besar untuk mengunjungi dan tinggal serta bersarang pada tipe habitat tersebut. Kenyataan tersebut
didukung oleh pernyataan Rijksen (1978) bahwa orangutan biasanya
membangun sarang tidak jauh dari pohon pakan yang dikunjunginya. Tingginya jumlah populasi orangutan pada tipe habitat berupa hutan dipterocarp dataran rendah pada dasarnya dimungkinkan bukan karena besarnya
proporsi tipe habitat ini dibandingkan tipe habitat lainnya secara keseluruhan, melainkan lebih pada ketersediaan walfare factor berupa cover, shelter, maupun pakan dengan jenis yang beranekaragam dan melimpah yang menunjang perkembangan dan pertumbuhan populasi orangutan. (Morrogh-Bernard et al. 2003), perbedaan kepadatan orangutan dengan sub tipe hutan yang saling berbeda kemungkinan erat kaitannya dengan perbedaan struktur hutan dan produktivitasnya. Lebih lanjut, Djojosudharmo dan Van Schaik (1992) menyebutkan bahwa melimpahnya produksi buah sangat berpengaruh terhadap kelimpahan orangutan yang menunjukan korelasi positif. Secara umum hutan kerangas relatif kurang mendukung orangutan dalam melakukan aktivitas harian karena jarangnya pohon-pohon dengan diameter yang besar dan tinggi, selain itu rendahnya potensi pakan yang terdapat pada tipe hutan ini yang dapat dilihat dari rendahnya temuan buah, baik yang terdapat di pohon maupun di lantai hutan pada saat penelitian berlangsung memungkinkan orangutan untuk melakukan perpindahan pada tempat lain yang masih memiliki potensi pakan yaang cukup besar. Berdasarkan komunikasi personal dengan bapak Abdulah yang merupakan salah satu asisten lapang berpengalaman, hal tersebut dikarenakan kenyataan bahwa musim berbuah yang terjadi di hutan yang terdapat pada area penelitian ini telah berlangsung sebelum penelitian dilaksanakan walaupun pada dasarnya musim buah ini terjadi secara merata pada masing-masing tipe habitat. Menurut Sugardjito (1995), orangutan merupakan satwa yang sangat bergantung terhadap pohon. Tidak ada hewan besar lainnya selain orangutan yang menghabiskan sebagian besar hidupnya, baik sebagai sumber pakan, tempat bergerak dan berpindah, istirahat dan berbagai aktivitas lain dalam hidupnya. Menurut Galdikas (1978), kepadatan orangutan di area penelitian Camp Leakey berkisar antara 2-3 ind/km2, selain itu pun Zarlosa (2004) dalam penelitianya menyebutkan bahwa kepadatan orangutan di stasiun penelitian Camp Leakey berkisar antara 1,26-2,34 ind/km2, sedangkan di dalam penelitin ini kepadatan orangutan berkisar antara 1,07-2,98 ind/km2 (average 2,03 ind/km2). Hasil ini menunjukan adanya perbedaan dengan nilai kepadatan populasi sebelumnya, namun angka ini di
rasa masih cukup reliable karena pada penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa kepadatan orangutan untuk daerah di seluruh Kalimantan pada hutan dataran rendah berkisar antara 1-2,5 ind/km2 (Marshall 2002). Adanya perbedaan estimasi kepadatan orangutan di dalam study area di bandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya terutama dengan nilai estimasi kepadatan orangutan menurut Galdikas (1978), kemungkinan disebabkan oleh terganggunya habitat orangutan akibat berbagai aktivitas manusia seperti aktivitaa perburuan, perambahan hutan, pembakaran hutan, dan penebangan kayu secara tidak terkendali sekurang-kurangnya sampai tahun 2001 yang berakibat langsung terhadap menurunnya laju pertumbuhan satwa jenis ini karena pada dasarnya telah disebutkan bahwa tidak ada hewan besar lain selain orangutan yang sangat bergantung terhadap keberadaan hutan, dalam hal ini pepohonan yang merupakan tempat yang sebagian besar digunakan oleh orangutan untuk menghabiskan sebagian besar hidupnya (Sugardjito,1995). Adanya berbagai kegiatan, seperti penebangan, perburuan, pembakaran secara langsung berdampak terhadap adanya aktivitas perpindahan orangutan dari area yang terganggu menuju area yang dirasakan masih cukup baik untuk dapat mendukung kelangsungan hidupnya, baik bisa semakin menjauh dari study area atau bahkan masuk ke dalam study area karena dianggap tidak mengalami gangguan atau memilki sumber pakan yang berlimpah dengan kerapatan yang tinggi dan memilki kerapatan vegetasi pendukung yang tinggi pula. Aktivitas perpindahan tersebut mengakibatkan estimasi kepadatan orangutan berfluktuasi dan bias, terkadang dapat tinggi, rendah, bahkan tidak ada sama sekali. Menurut Van Schaik (1995b), bahwa jumlah populasi orangutan di suatu daerah kadang ditemukan berlimpah atau kosong sama sekali, hal ini dipengaruhi oleh kelimpahan buah yang ada di daerah tersebut. Kerusakan hutan akibat penebangan kayu, perambahan, dan kegiatan pembakaran secara tidak terkendali mengakibatkan semakin berkurangnya habitat orangutan dan berdampak negatif juga terhadap menurunnya ketersediaan pakan yang merupakan kebutuhan dasar orangutan. Namun demikian dengan digalakkannya program pemberantasan illegal loging dewasa ini terutama pada areal-areal
konservasi membawa dampak positif bagi pelestarian orangutan, seperti halnya pada kawasan Taman Nasional Tanjung Puting dalam hal ini termasuk didalamnya area stasiun penelitian Camp Leakey. Walaupun pada area ini masih dapat ditemukan area bekas tebangan (± 1-2 km dari sungai ke arah selatan camp), tetapi dari waktu ke waktu kondisi tersebut semakin membaik karena sudah tidak ditemukan lagi aktivitas penebangan, perburuan, dan pembakaran khususnya pada area stasiun penelitian ini.
Fluktuasi kepadatan populasi bulanan Hasil perhitungan fluktuasi angka kepadatan bulanan didasarkan pada temuan sarang baru pada masing-masing tipe habitat berupa hutan kerangas, dipterocarp dataran rendah, dan rawa gambut dalam periode bulanan. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kepadatan yang cukup bervariasi antara masing-masing tipe habitat. Ada pun fluktuasi kepadatan orangutan pada hutan kerangas 0-0,60 ind/km2, hutan dipterocarp dataran rendah 0,24-1,08 ind/km2, dan hutan rawa gambut 1,292,03 ind/km2 (Tabel 5) Tabel 5 Estimasi fluktuasi kepadatan populasi bulanan di area penelitian Camp Leakey, Taman Nasional Tanjung Puting berdasarkan survei sarang ( Umur maksimal sarang atau t = 30 dan 31 hari) Habitat April 2008 Mei 2008 6DUDQJ ind/km2 CV Sarang ind/km2 CV Hutan Kerangas 0 0 0 2 0.60 49.60 Hutan Dipterocarp dataran 5 0,24 37,70 13 1,08 24,50 rendah Hutan Rawa Gambut 4 1,29 36,50 7 2,03 40,70
Secara keseluruhan pada seluruh tipe habitat, nilai estimasi kepadatan yang tertinggi terjadi pada bulan Mei 2008. Hasil uji Friedman untuk melihat perbedaan fluktuasi estimasi kepadatan bulanan antara tipe habitat (kerangas, dipterocarp dataran rendah, dan rawa gambut); menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna (N = 2 ; Asymp.Sig = 3,437 ). Hal ini berarti bahwa pemanfaatan ketiga tipe habitat
oleh orangutan tidak tergantung oleh waktu, sehingga dapat juga
dikatakan bahwa fluktuasi kepadatan populasi orangutan pada setiap bulan antara berbagai tipe habitat mempunyai pola yang cenderung seragam. Hasil ini
dimungkinkan karena kondisi habitat yang kurang lebih sama dan jarak yang saling berdekatan serta berselang-seling antara satu tipe habitat dengan tipe habitat lainnya. 5.1.3 Ketelitian hasil pendugaan kepadatan populasi berdasarkan metode survei sarang Variasi dari ukuran kepadatan populasi (CV) digunakan untuk mengetahui ketelitian pendugaan kepadatan populasi orangutan baik menurut tempat (spasial) maupun waktu (temporal). Nilai ini akan menunjukkan konsistensi sebuah hasil pengukuran
baik yang dilakukan secara tunggal tanpa ulangan maupun dengan
beberapa ulangan tertentu (Davis and Winstead, 1980). Variasi spasial pada populasi orangutan Berdasarkan hasil perhitungan kepadatan populasi orangutan dengan metode perhitungan sarang sepanjang transek pada beberapa tipe habitat yang berbeda di study area Camp Leakey, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah dengan menggunakan program Distance 5.0 (Tabel 4) diperoleh secara langsung nilai CV menurut tempat (spasial) pada berbagai tipe habitat berupa hutan kerangas, dipterocarp dataran rendah, dan rawa gambut yang cukup bervariasi satu dengan yang lain, dimana untuk tipe hutan kerangas koefisien variasi dari pendugaan populasi berdasarkan perhitungan sarang sebesar 22,60 %, hutan dipterocarp dataran rendah sebesar 11,20 %, dan hutan rawa gambut sebesar 13,30 %. Walaupun demikian hasil ini masih sangat reliable dan dapat ditolelir karena beberapa peneliti (Caughley 1979; Downing 1982, diacu dalam Frontier 1983) mengemukakan bahwa untuk penelitianpenelitian di bidang ekologi yang dilakukan di alam, tingkat ketelitian sampai dengan 25% masih bisa ditolelir. Variasi temporal pada populasi orangutan Ketelitian pendugaan ukuran populasi berdasarkan waktu (temporal) didasarkan pada tingkat koefisien variasi ukuran populasi orangutan selama interval waktu dari satu bulan ke bulan berikutnya, dilakukan uji Khi-NXDGUDWȤ2) (Tabel 6).
Tabel 6a Hubungan antara ukuran populasi dengan waktu (estimasi didasarkan atas perhitungan ulang sarang dan pertambahan sarang baru pada masing-masing tipe hutan dengan menggunakan program Distance 5.0) Waktu Kepadatan pada masing-masing tipe habitat Total Kerangas Dipterocarp Rawa Gambut April 2008 2 93 18 113 (2,40) (91,84) (18,75)* Mei 2008 3 98 21 122 (2,60) (99,16) (20,25)* Total 5 191 39 235 * ) Nilai Harapan Tabel 6b Nilai (A-H) dan (A-H)2/H Waktu Kepadatan pada masing-masing tipe habitat Kerangas Dipterocarp Rawa Gambut April 2008 -0,4 1,16 -0,75 (0) (0) (0) Mei 2008 0,4 -1,16 0,75 (0) (0) (0) Total 0 0 0
Total 0,01 -0,01 0
Hasil perhitungan diatas menunjukan bahwa kepadatan populasi pada masingPDVLQJWLSHKDELWDWWLGDNEHUYDULDVLPHQXUXWLQWHUYDOZDNWXȤ2 = 0 < 5,991) pada taraf nyata 5 %. Hal ini dimungkinkan karena rendahnya ketersedian pakan sebagai akibat dari telah lewatnya musim berbuah sehingga jumlah kunjungan orangutan pada masing-masing tipe habitat ini menjadi berkurang dengan kecenderungan menjauhi lokasi study area ini dan mencari habitat lain yang memilki potensi ketersediaan pakan yang masih cukup berlimpah. Jika kita lihat dari nilai variasi di atas, besarnya koefisien variasi baik untuk nilai variasi spasial yang secara keseluruhan berada pada kisaran dibawah 25 %, maupun nilai variasi temporal yang jauh berada dibawah nilaL Ȥ2 = 0 < 5,991 dapat dijelaskan dengan laju temuan sarang yang cukup tinggi di dalam berbagai tipe hutan yang berbeda pada lokasi penelitian. Hal tersebut membuktikan bahwa metode ini merupakan suatu metode yang reliable dan baik digunakan dalam pendugaan kepadataan populasi orangutan di alam, walaupun demikian pada dasarnya dibutuhkan lebih banyak lagi usaha dan waktu survei sarang yang panjang untuk memperoleh model-model kepadatan populasi dengan sensitivitas yang tinggi, dan pendugaan nilai berbagai parameter terkait penggunaan metode ini, seperti w (lebar jalur efektif untuk melihat sarang), p (poporsi individu dalam satu populasi yang
membangun sarang), r (rata-rata orangutan membuat sarang dalam satu hari), t (durasi visiabilitas sarang/ketahanan sarang) yang
hingga
sekarang
masih
menjadi
permasalahan dalam pendugaan kepadatan populasi. Rendahnya variasi spasial disebabkan keberadaan orangutan tersebar pada seluruh tipe hutan sebagai akibat waktu musim berbuah yang terjadi secara bersamaan dan merata pada masing-masing tipe hutan sebelum penelitian dilaksanakan. Orangutan akan cenderung berpindah pada tipe hutan lain apabila suatu tipe hutan ditempati oleh orangutan lainnya untuk menghindari persaingan. Tidak bervariasinya kepadatan populasi orangutan selama interval waktu satu bulan ini kemungkinan karena jarak berbiak orangutan yang relatif lama (5 tahun), adanya persaingan terutama antara jantan dewasa menyebabkan ukuran kelompok dalam
suatu
populasi
cenderung
tetap,
sehingga
kemungkinan
masuknya
anggota/individu lain dari populasi yang berbeda atau keluarnya individu dari suatu populasi menjadi sangat kecil Adanya permasalahan dalam pendugaan kepadatan populasi berbagai parameter terkait penggunaan metode ini, seperti parameter berupa w (lebar jalur efektif untuk melihat sarang), p (poporsi individu dalam satu populasi yang membangun sarang), r (rata-rata orangutan membuat sarang dalam satu hari), t (durasi visiabilitas sarang/ketahanan sarang) akibat masih terbatasnya informasi mengenai berbagai parameter tersebut pada suatu lokasi yang spesifik. Penelitian mengenai pendugaan berbagai parameter dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, hendaknya dilakukan sehingga informasi yang digunakan untuk pendugaan kepadatan populasi orangutan bukan hasil pengeneralisiran 5.1.4 Permasalahan dalam penggunaan metoda survei sarang Terdapat berbagai permasalahan dalam menaksir kepadatan orangutan dengan metoda survei sarang, permasalahan yang terpenting adalah mengenai hasil penaksiran yang cenderung underestimate dari populasi sarang pada transek pengamatan yang mempengaruhi kepadatan orangutan, dan penilaian yang tidak akurat terhadap nilai t. 1.Penaksiran proporsi membangun sarang (p) dan tingkat produksi sarang (r)
Persoalan
kecil
berhubungan
dengan
penilaian
proporsi
orangutan
membangun sarang di dalam populasi (p) dan tingkat di mana sarang diproduksi (r). Nilai dari parameter ini tidak bersifat baku dalam suatu populasi, karena parameter tersebut tergantung pada komposisi jenis kelamin dan umur dari populasi yang bersangkutan pada suatu wilayah. Mackinnon (1974) memperkirakan 14% individu di dalam suatu populasi orangutan yang terdapat di Sumatra dan Populasi orangutan di Kalimantan tidak memilki kemampuan untuk melakukan aktivitas membuat sarang, individu tersebut adalah bayi muda yang belum mampu membangun sarang. Hasil terakhir menyebutkan bahwa parameter p untuk seluruh orangutan adalah 10 % untuk individu bayi muda (Van Schaik et al. 1995; Singleton 2000). Di samping fakta bahwa komposisi populasi yang tepat tidak banyak diketahui untuk kebanyakan lokasi, sehingga sering terjadi kesalahan dalam menaksir nilai p seperti yang terjadi pada lokasi dilakukannya penelitian ini dan pada akhirnya dapat menciptakan kesalahan di dalam menduga kepadatan populasi orangutan. Sama halnya dengan nilai parameter proporsi banyaknya individu membangun sarang dalam suatu populasi (p), tingkat produksi sarang (r) memiliki perbedaan nilai di dalam komposisi populasi. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap orangutan dengan jenis kelamin dan umur yang berbeda, diperoleh hasil mengenai tingkat produksi sarang oleh orangutan dalam satu hari di stasiun penelitian Camp Leakey, yaitu ±1,2 sarang per hari (Table 7) Tabel 7 Tingkat produksi sarang orangutan dalam satu hari No Jenis kelamin & Kelas umur 1 Betina dewasa dan bayi 2 Betina dewasa dan bayi 3 Betina dewasa dan bayi 4 Betina remaja 5 Jantan dewasa 6 Jantan pradewasa 7 Jantan remaja 8 Jantan muda (anak) *) 1 sarang merupakan sarang re-use
Tingkat Produksi Sarang (p) 2 2* 1 1 1 1 1 2
Nilai tingkat produksi sarang setiap hari yang ada sekarang hanya untuk dua populasi orangutan Kalimantan, yaitu : 1,005 di Kinabatangan (Ancrenaz et al, 2004) dan 1,163 di Gunung Palung (Johnson et al. 2005), sedangkan berdasarkan
komunikasi pribadi (Galdikas 2002) nilai tingkat produksi sarang yang dibangun dalam jangka waktu satu hari (r =1,1). Orangutan di area penelitian Camp Leakey, selain membangun sarang di malam hari juga pada beberapa individu juga membangun sarang disiang hari dan sarang bermain. Selain itu sebagai contoh pada populasi orangutan di Ketambe, betina dewasa dengan bayi membangun sarang ratarata dua sarang per hari, sedangkan untuk jantan dewasa hanya 1,2 sarang per hari (Mitra Setia, diacu dalam Van Schaik et al. 1995), dan jika dirata-ratakan maka orangutan berdasarkan jenis kelamin dan umur dalam suatu populasi di Ketambe mampu membangun sarangnya ± 1,7 sarang per hari (Van Schaik et al. 1995). Selain itu adanya penggunaan sarang lama untuk digunakan kembali (re-use) sebagai sarang tidur yang terjadi selama pengamatan berlangsung dalam penelitian akan mempengaruhi nilai r. Dari 20 pengamatan terhadap sarang terdapat 3 kejadian penggunaan sarang lama kembali oleh orangutan, seluruhnya dilakukan oleh orangutan betina. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Singleton (2000) yang menyebutkan bahwa orangutan memilki perilaku memperbaiki sarang lama dan menggunakan sarang lama tersebut sebagai sarang tidurnya. (Van Schaik et al. 1995; Singleton 2000) dalam hasil pengamatannya terhadap 1808 sarang dari Maret 1997 ke Juni 1999 pada Suaq Balimbing, menyebutkan bahwa hanya 6,8% sarang dari total sarang yang diamati yang kembali digunakan oleh orangutan (re-use), hal tersebut menunjukan bahwa ini merupakan suatu peristiwa yang jarang, namun pada dasarnya cukup mempengaruhi nilai kepadatan akhir yang diperoleh. 2. Penaksiran kepadatan orangutan dibawah nilai sebenarnya (underestimate) Dalam survei sarang parameter lain yang sangat penting dalam suatu pendugaan kepadatan orangutan yang harus ditentukan pada tiap-tiap transek terpisah adalah lebar jarak efektif dalam transek (w) dan laju peluruhan/ketahanan sarang (t). Permasalahan terkait kedua parameter ini dapat menghasilkan penaksiran kepadatan yang tidak akurat. Tidak terdeteksinya sarang yang terdapat di atas transek terdekat akan berakibat pada tingginya lebar jarak efektif (w) dan menghasilkan penaksiran terlalu rendah, sehingga menghasilkan nilai dugaan dibawah nilai sebenarnya. Selain itu keterbatasan pengamat untuk mengamati sarang yang terletak jauh dari transek
utama akibat rapatnya penutupan tajuk pohon yang terdapat pada lokasi penelitian ini, dan tidak terdeteksinya sarang yang terletak dekat dengan transek menyebabkan bias dalam menduga kepadatan populasi orangutan. Sebagai konsekwensi, nilai kepadatan yang diperoleh akan dibawah nilai sebenarnya (underestimate). Ketahanan/laju peluruhan sarang sebagai salah satu parameter dalam pendugaan kepadatan populasi orangutan memiliki nilai yang bervariasi antara satu tipe habitat dengan tipe habitat lainnya. Hal tersebut memberikan implikasi terhadap pendugaan kepadatan populasi orangutan, nilai ketahanan sarang yang underestimate akan menyebabkan pendugaan yang overestimate, begitupun sebaliknya. Nilai ketahanan sarang tidak dapat digeneralisir antara tipe habitat yang berbeda, oleh karena itu nilai ketahanan sarang yang digunakan harus merupakan nilai ketahan sarang dari suatu lokasi yang spesifik. (Van Schaik 1994) menyebutkan bahwa hancur dan hilangnya sarang orangutan ditentukan oleh faktor ketinggian tempat diatas permukaan laut, tipe hutan/habitat, temperatur, kelembaban, dan curah hujan. Pembagian nilai ketahanan sarang (t) yang dilakukan (Ancrenaz et al. 2004) yang didasarkan atas umur sarang dan perubahan bentuk fisik sarang hendaknya ditelaah, terkait dengan formulasi yang mencantumkan nilai t sebagai waktu akhir dari suatu sarang sampai sarang tersebut hancur, karena pada kenyataannya dalam pendugaan kepadatan populasi orangutan dengan menggunakan metode survei sarang, sarang yang ditemukan secara keseluruhan bervariasi mulai dari sarang baru (kelas A) sampai sarang lama yang hampir hancur (kelas E), sehingga umur sarang antara satu kelas dengan kelas lainnya perlu diperhitungkan, dan dicari berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sarang dengan kelas umur tertentu untuk berubah ke kelas umur berikutnya.
a. (Kelas Ketahanan A)
b. (Kelas Ketahanan B)
c. (Kelas Ketahanan D)
d. (Kelas Ketahanan C)
e. (Kelas Ketahanan E) Gambar 5 Kelas durasi visiabilitas sarang: a. Kelas A; b. Kelas B; c. Kelas C; d. Kelas D; e. Kelas E (Ancrenaz et al., 2004).
Bervariasinya kelas ketahanan sarang pada saat survei dilakukan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran kepadatan populasi orangutan karena nilai t didasarkan pada waktu akhir sarang sampai sarang tersebut hancur atau
berada pada kelas ketahanan sarang E. Sehingga adanya kriteria kelas ketahanan sarang hanya merupakan informasi mengenai setiap perubahan yang terjadi pada bentuk dan struktur sarang. Nilai parameter t pada intinya hanya merupakan ukuran waktu dari suatu sarang mulai terbentuk sampai sarang tersebut hancur, namun faktanya selama kegiatan penelitian berlangsung tidak hanya ditemukan sarang dengan kelas ketahanan E, melainkan berbagai kelas ketahanan sarang lainnya mulai dari kelas ketahanan sarang A sampai kelas ketahanan sarang E. Oleh karena hal tersebut peneliti memilki gagasan untuk menterjemahkan nilai t sebagai ukuran ratarata (average) dari berbagai kelas ketahanan sarang yang ditemukan selama penelitian.
Gambar 6. Proporsi kelas ketahanan sarang pada ketiga tipe hutan.
Dalam menduga kepadatan populasi orangutan, pengamatan harus dilakukan secara kontinu dalam jangka waktu tertentu terkait dengan adanya parameter ketahanan sarang, karena pengulangan mensurvei akan menghasilkan ukuran yang dapat digunakan untuk melihat ketepatan dari hasil dugaan yang diperoleh dari kegiatan survei sarang dan menentukan besarnya nilai Cf dari kepadatan sarang sebenarnya. Estimasi yang terbaik untuk laju peluruhan sarang/ketahanan sarang adalah yang diperoleh melalui monitoring langsung keberadaan sejumlah sarang (Buij et al. 2003; Ancrenaz et al. 2004). Monitoring atau pemantauan semacam ini
membutuhkan spot-spot atau lokasi sejumlah tertentu sarang dan pengecekan pada spot-spot tersebut mulai dari saat dibangun sampai saat dimana sarang-sarang tersebut lenyap. Oleh karena itu dalam penelitian ini pengkalkulasian laju peluruhan sarang secara spesifik tidak dapat dilakukan, sehingga digunakan laju peluruhan sarang yang telah ada yaitu 284 hari. Nilai Cf ini merupakan nilai yang sangat penting untuk memperkirakan besarnya f yang digunakan sebagai faktor pengkoreksi ukuran kepadatan sebenarnya. Faktor koreksi diperlukan untuk menduga nilai N sebenarnya Cf= 1/(1-f). Tabel 8 Koefisien faktor ukuran kepadatan sebenarnya Tipe hutan Panjang w p transek (km) (m) 0,9 20 2 Hutan Kerangas 0.9 12.68 15 Hutan Dipterocarp 0.9 16.98 4 Hutan Rawa Gambut
r 1.1 1.1 1.1
t (hari) 30 30 30
µ
X
Cf
0.60 1.08 2.03
1.07 2.98 1.35
1.78 2.76 0.67
3. Permasalahan di dalam menduga laju ketahanan sarang (t) Dari semua parameter dalam pendugaan kepadatan populasi orangutan, parameter
ketahanan sarang (t) merupakan parameter yang memiliki nilai yang
sangat bervariasi , hal ini terkait dengan berbagai faktor yang mempengaruhi keberadaan suatu sarang untuk dapat terus bertahan sampai jangka waktu tertentu. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain : 1) musim, dengan berbagai macam faktor yang mempengaruhi iklim (temperatur, kelembaban, kecepatan angin); 2) perbedaan di dalam tujuan membangun sarang dari suatu individu orangutan; 3) kerapatan pohon sarang (Van Schaik et al. 1995). Oleh karena itu nilai rata-rata untuk masing-masing kelas ketahanan sarang (t) diperlukan sehingga pendugaan kepadatan populasi orangutan tidak cenderung underestimate atau overestimate. Parameter ketahanan sarang ini dapat diperoleh melalui kegiatan monitoring secara berkala mulai dari sarang terlihat di bangun sampai sarang hancur. (Kemeny et al. 1956; Van Schaik et al. 1995) memperkirakan nilai ketahanan sarang berdasarkaan dua teknik, yaitu teknik monitoring dan teknik acuan/matriks. Walaupun nilai ketahanan sarang yang diperoleh melalui hasil monitoring menghasilkan nilai ketahanan sarang yang relatif lebih akurat, namun teknik ini memerlukan periode yaang lama dalam pengumpulan datanya. Di dalam
teknik acuan/matriks tidak diperlukan survei secara kontinu, dalam teknik ini hanya diperlukan dua kali survei untuk memperoleh nilai ketahanan sarang. Teknik matriks ini merupakan teknik yang memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi pada variasi keteguhan sarang yang dibangun untuk tujuan sebagai sarang tidur, sarang istirahat, dan sarang bermain (Van Schaik et al. 1995). Di dalam pendugaan kepadatan populasi orangutan diberbagai lokasi pada ekosistem Leuser, Van Schaik et al. (1995) memperkirakan nilai ketahanan sarang berdasarkan suatu hubungan yang bersifat eksponen antara ketinggian dan nilai t. 4. Pendugaan lebar jarak efektif untuk melihat sarang (w) Untuk meningkatkan ketelitian dalam menduga nilai w, transek dengan distribusi yang tersebar dari berbagai tipe hutan disatukan berdasarkan jarak tegak lurus pada masing-masing transek. Distribusi jarak sarang yang tegak lurus transek dibandingkan untuk semua transeks atau kelompok transeks dengan pola distribusi yang seragam pada tiga tipe hutan berupa hutan kerangas, dipterocarp dataran rendah, dan hutan rawa gambut. Berdasarkan perhitungan dengan program Distance 4.0. Beta 3.0. diperoleh nilai w yang berbeda untuk masing-masing tipe hutan, untuk hutan kerangas nilai (w = 20,26); hutan dipterocarp dataran rendah (w = 12,76), dan hutan rawa gambut (w = 17,68). Hal ini berhubungan dengan penutupan tajuk pohon dan kerapatan pohon yang terdapat pada masing-masing tipe hutan. Tabel 9 Luas tajuk dan kerapatan pohon di tiga tipe hutan Tipe hutan Luas Tajuk (m2) Hutan Kerangas 37.44 Hutan Dipterocarp dataran rendah 149.65 Hutan Rawa Gambut 47.59
Kerapatan (ind/ha) 342.5 195 175
Semakin luas tutupan tajuk dengan nilai kerapatan pohon yang tinggi menyebabkan semakin rendahnya jarak pandang dan lebar jarak efektif untuk melihat sarang. Rendahnya nilai w pada tipe hutan dipterocarp dataran rendah disebabkan luasnya tutupan tajuk pohon dan nilai kerapatan pohon yang tinggi , dimana hal tersebut menyebabkan rendahnya jarak pandang untuk melihat sarang yang terletak cukup jauh dari transek sehingga menyebabkan rendahnya nilai w.
Probabilitas
deteksi atau temuan sarang dihitung dengan beberapa model yang mengkombinasikan
probabilitas fungsi-fungsi densitas (keseragaman, tingkat bahaya, half-normal) dan beberapa penyesuaian (kosinus, sederhana, dan polynomial hermit) (Buckland et al. 0RGHO GHQJDQ $,& $NDLNH¶V ,QIRUPDWLRQ &ULWHULRQ WHUHQGDK GLSLOih untuk tiap situs survei untuk menjamin satu keseimbangan antara kompleksitas model dan kesanggupan untuk mendeskripsikan data (Burnham & Anderson 1998) 5.2 Usulan penyempurnaan formulasi perhitungan kepadatan Berdasarkan permasalahan berbagai parameter dalam formulasi perhitungan pendugaan kepadatan populasi orangutan yang telah disebutkan diatas terutama menyangkut parameter laju pembentukan sarang per hari (r) dan laju peluruhan sarang maka dirumuskan beberapa usulan mengenai penyempurnaan formulasi perhitungan kepadatan ini, yaitu : 1. Laju pembentukan sarang per hari Karakteristik ekologi baik dari tipe habitat dan jenis satwa (jenis kelamin & kelas umur) menyebabkan perbedaan laju pembentukan sarang per hari antara satu lokasi dengan lokasi yang lain. Parameter laju pembentukan sarang per hari merupakan nilai tengah (rataan) harmonik dari individu-individu satwa dengan jenis kelamin dan kelas umur yang berbeda dan bukan merupakan nilai tengah gabungan dari jumlah sarang yang dibuat oleh masing-masing individu yang berbeda jenis kelamin dan kelas umurnya r =
k
.
[L
2. Laju peluruhan/ketahanan sarang Pembagian nilai ketahanan sarang (t) yang dilakukan Ancrenaz et al. (2004) yang didasarkan atas umur sarang dan perubahan bentuk fisik sarang hendaknya ditelaah, terkait dengan formulasi yang mencantumkan nilai t sebagai waktu akhir dari suatu sarang sampai sarang tersebut hancur, karena pada kenyataannya dalam pendugaan kepadatan populasi orangutan dengan menggunakan metode survei sarang, sarang yang ditemukan selama kegiatan penelitian secara keseleruhan bervariasi mulai dari sarang baru (kelas A) sampai sarang lama yang hampir hancur
(kelas E), sehingga umur sarang antara satu kelas dengan kelas lainnya perlu diperhitungkan, dan dicari berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sarang dengan kelas umur tertentu untuk berubah ke kelas umur berikutnya. Bervariasinya kelas ketahanan sarang pada saat survei dilakukan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran kepadatan populasi orangutan karena nilai t didasarkan pada waktu akhir sarang sampai sarang tersebut hancur atau berada pada kelas ketahanan sarang E. Sehingga adanya kriteria kelas ketahanan sarang hanya merupakan informasi mengenai setiap perubahan yang terjadi pada bentuk dan struktur sarang. Nilai parameter t pada intinya hanya merupakan ukuran waktu dari suatu sarang mulai terbentuk sampai sarang tersebut hancur, namun faktanya selama kegiatan penelitian berlangsung tidak hanya ditemukan sarang dengan kelas ketahanan E, melainkan berbagai kelas ketahanan sarang lainnya mulai dari kelas ketahanan sarang A sampai kelas ketahanan sarang E. Oleh karena hal tersebut peneliti mengusulkan untuk mendefinisikan nilai t sebagai ukuran rata-rata (average) dari berbagai kelas ketahanan sarang yang ditemukan selama penelitian. 3RSXODVL'HQVLW\
T
(Cf x N)
.
L x 2w x p x r x T : Average dari total sarang yang ditemukan dalam transect
5.3 Struktur & komposisi vegetasi, pakan sebagai peubah ekologi Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan di tiga tipe hutan yang terdapat di stasiun penelitian Camp Leakey ditemukan 133 spesies tumbuhan dengan jumlah keseluruhan individu 1139 individu mulai dari tingkat pertumbuhan semai, pancang, tiang, dan pohon (lampiran 4). Hasil analisis vegetasi (Tabel 10) Tabel 10 No 1
2
Jumlah jenis, individu,kerapatan,frekuensi, dominansi, dan INP untuk masing-masing tingkat semai, pancang, tiang, pohon dimasing-masing tipe hutan Tipe Hutan Parameter Semai Pancang Tiang Pohon Total 142 37 17 53 35 Hutan Kerangas Jenis 326 70 31 141 84 Individu 27125 175 310 5640 21000 Kerapatan 26,5 6,5 2,6 11,2 6,2 Frekuensi 25,363 20,613 4,750 Dominansi Hutan Dipterocarp dataran rendah
Jenis Individu Kerapatan
18 100 25000
25 134 5360
24 43 430
35 78 195
102 355 30985
Lanjutan (Tabel 10)
3
Hutan Gambut
Rawa
Frekuensi Dominansi Jenis Individu Kerapatan Frekuensi Dominansi
4,1 28 78 19500 5,5 -
6,6 45 198 7920 11,8 -
3,9 7,548 15 45 450 3,3 7,602
7,1 20,482 28 137 342,5 8,5 38,601
21,7 28,03 116 458 28212,5 29,1 46,203
5.3.1 Struktur & komposisi vegetasi Tumbuhan tingkat semai Pada tipe hutan kerangas lebih banyak ditemukan jenis tumbuhan (35 jenis) di tingkat semai dibandingkan pada tipe hutan dipterocarp dataran rendah (18 jenis) dan hutan rawa gambut yang hanya ditemukan 28 jenis. Hasil analisis vegetasi secara keseluruhan di ketiga tipe hutan (30 petak contoh) tersebut pada tingkat semai ditemukan sebanyak 66 jenis, dengan jenis pempisang memilki kerapatan tertinggi yaitu 5000 individu/ha. Selanjutnya jenis ubar putih (Syzygium tawaense) sebesar 3250 individu/ha, ubar (Syzygium spp) dengan nilai kerapatan sebesar 3000 individu/ha, dan ubar merah (Syzygium leucoxylon) sebesar 2750 individu/ha Tumbuhan tingkat pancang Sama halnya dengan tingkat pertumbuhan semai, tingkat pertumbuhan pancang pun lebih banyak ditemukan pada tipe hutan kerangas (53 jenis) dibandingkan dengan tipe hutan lainnya. Untuk tipe hutan dipterocarp dataran rendah sendiri hanya ditemukan 25 jenis, dan pada tipe hutan rawa gambut ditemukan tingkat pertumbuhan pancang sebanyak 45 jenis tumbuhan. Hasil analisis vegetasi dari seluruh lokasi penelitian di tingkat pancang ditemukan sebanyak 94 jenis. Hasil penelitian menunjukan bahwa pempisang merupakan jenis tumbuhan dengan kerapatan teringgi, yaitu 1080 individu/ha. Selanjutnya jenis ubar (Syzygium spp) dengan kerapatan 920 individu/ha, kumpang (Knema spp) dengan nilai kerapatan sebesar 720 individu/ha, dan kumpang sarung (Knema cinerea) Tingginya nilai kerapatan tingkat semai dan pancang pada hutan kerangas disebabkan karena sebagian besar areal ini didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan yang sebagian besar masih berada pada tingkat pertumbuhan semai daan pancang
dengan diameter pohon yang kecil yang merupakan salah satu ciri dari struktur dan komposisi tumbuhan yang berada pada tipe hutan ini Tumbuhan tingkat tiang Hasil analisis vegetasi dari seluruh tipe hutan pada tingkat tiang ditemukan sebanyak 48 jenis, dengan tingkat pertumbuhan tiang yang terbesar terdapat pada hutan dipterocarp dataran rendah (24 jenis), selanjutnya 17 jenis pada hutan kerangas, dan terakhir pada tipe hutan rawa dengan jumlah jenis sebanyak 15 jenis Jenis bekapas (Vaticia oblongifolia) merupakan spesies yang memilki kerapatan tertinggi, yaitu 140 individu/ha. Selanjutnya jenis blengsuit dan kumpang (Knema spp) dengan nilai kerapatan 70 individu/ha, dan habu-habu (Symlecos celastrifolia) 60 individu/ha. Tinggi pohon antara 7-25 meter dengan rata-rata tinggi 16,36 meter. Bila dilihat dari tinggi pohon, pada tipe hutan kerangas berkisar 9-21 meter (rata-rata 15,68 meter) lebih rendah dibandingkan tipe hutan rawa gambut 8-28 meter (rata-rata 17,60 meter) dan tipe hutan dipterocarp dataran rendah berkisar antara 7-20 meter (rata-rata 15,81 meter) Tumbuhan tingkat pohon Analisis vegetasi seluruh tipe hutan pada tingkat pohon ditemukan sebanyak 86 jenis, dengan tingkat pertumbuhan pohon yang terbesar terdapat pada hutan kerangas, yaitu ditemukan sebanyak 37 jenis, selanjutnya tipe hutan dipterocarp dataran rendah dengan 35 jenis, dan hutan rawa gambut sebanyak 28 jenis. Jenis rengas (Gluta rengas) merupakan jenis dengan kerapatan tertinggi, yaitu sebesar 45 individu/ha. Selanjutnya jenis lanan (Shorea ovalis) sebanyak 42,5 individu/ha, bekapas (Vaticia oblongifolia) sebanyak 32,5 individu/ha, dan ketiau (Ganua motleyana) sebanyak 27,5 individu/ha Tinggi pohon di hutan kerangas berkisar antara 10-23 meter (rata-rata 15,83 meter)lebih rendah dari tipe hutan dipterocarp dataran rendah dengan kisaran tinggi 10-26 meter (rata-rata 18,97 meter), dan hutan rawa gambut dengan kisaran tinggi 1531 meter (rata-rata 24,84 meter)
Salah satu ukuran keanekaragaman adalah species richness (kekayaan jenis) yaitu jumlah jenis dalam suatu komunitas (Magurran 1988, diacu dalam Santosa 1995). Dengan menghitung kekayaan jenis semua tingkatan tumbuhan berdasarkan indeks margalef, maka hutan kerangas memiliki nilai species richness terbesar (Dmg = 12,44) lebih kaya dibandingkan hutan rawa gambut (Dmg =5,55), dan hutan dipteocarp dataran rendah (Dmg =4,09). Berdasarkan hasil penelitian ini sarang dibangun mulai dari tingkat pertumbuhan pancang, tiang, dan pohon, maka apabila hal tersebut dikaitkan dengan pemilihan pohon sarang maka dengan ketersediaan jenis tumbuhan yang ada besar kemungkinan di hutan kerangas akan lebih banyak peluang memilih di tingkat pancang dibandingkan tipe hutan lainnya. Sama halnya dengan hutan kerangas, tipe hutan rawa gambut tingkat pertumbuhan tumbuhan yang digunakan sebagai pohon sarang lebih terpreferensi pada tingkat pancang, namun berbeda dengan hutan dipterocarp peluang pemilihan sarang lebih besar pada tingkat pohon karena dominasi pohon-pohon berdiameter besar yang menyebabkan orangutan lebih memilih membuat sarang pada tingkat pohon.
Gambar 7 Indeks kekayaan jenis pada berbagai tingkatan pertumbuhan.
5.3.2 Tumbuhan pakan orangutan Dari hasil penelitian di 30 petak contoh yang tersebar di tiga tipe hutan yang terdapat di stasiun penelitian Camp Leakey telah diidentifikasi 79 spesies tumbuhan berbeda dari berbagai tingkatan yang merupakan sumber pakan bagi orangutan. Hal tersebut berarti 91,86 % dari 86 spesies yang ditemukan diseluruh petak contoh yang merupakan jenis tumbuhan pakan. Jumlah ini akan lebih jauh meningkat bila identifikasi pakan dilakukan juga pada tanaman merambat yang kecil, anggrek, efipit, pakis, dan palma. Dari 79 jenis tumbuhan (pohon) pakan orangutan yang teridentifikasi dan sekaligus juga digunakan sebagai pohon sarang terdapat 66 jenis atau sekitar 83,54 %. berikut contoh beberapa jenis pakan berupa buah, daun, kulit, akar yang ditemukan dilokasi penelitian (Gambar 8)
a. Kariwaya pisang
b. Habu-habu
e. Getah merah
c. Sarang rayap
d. Akar lukun
Gambar 8 Jenis-jenis pakan orangutan: a.buah; b.daun; c.rayap; d. akar; e.kulit.
Jenis pakan di hutan rawa gambut pada tingkat semai lebih beragam, hal ini dapat dilihat dari jumlah jenisnya yang cukup besar, yaitu sebanyak 28 jenis bila
dibandingkan dengan hutan kerangas yang hanya ditemukan 19 jenis dan di hutan dipterocarp dataran rendah sebanyak 12 jenis. Pada tingkat pancang, hutan rawa gambut lebih tinggi jumlah jenis tumbuhan pakannya dengan masing-masing jumlah jenis sebanyak 45 jenis, sementara di hutan dipterocarp dataran rendah ditemukan 18 jenis pakan tingkat pancang dan kerangas sebanyak 33 jenis pakan dari tingkat pertumbuhan pancang. Untuk tingkat tiang dan pohon hutan dipterocarp dataran rendah merupakan tipe hutan dengan kekayaan jenis tertinggi yaitu sebanyak 18 jenis tingkat tiang dan 34 jenis tingkat pohon, selanjutnya hutan rawa gambut sebanyak 14 jenis tingkat tiang dan 16 jenis tingkat pohon, dan hutan kerangas sebanyak 13 jenis tingkat tiang dan 23 jenis tingkat pohon. Bila dilihat dari kekayaan jenis berdasarkan indeks margalef, secara keseluruhan hutan dipterocarp dataran rendah merupakan hutan dengan kekayaan jenis yang paling tinggi dengan nilai indeks sebesar 10,25 dibanding pada tipe hutan lainnya, seperti hutan.kerangas sebesar 7,96, dan hutan rawa gambut sebesar 9,21. Artinya secara keseluruhan bahwa ketersediaan pakan lebih memadai jumlah jenisnya atau lebih banyak pilihannya pada hutan dipterocarp dataran rendah dibandingkan dua tipe hutan lainnya, untuk lebih ringkasnya dapat dilihat pada Tabel 11 Tabel 11 Jumlah jenis, individu, kerapatan, frekuensi, dominansi, dan INP untuk masing-masing tingkat semai, pancang, tiang, pohon pakan dimasing-masing tipe hutan No Tipe Hutan Parameter Semai Pancang Tiang Pohon Total 1 Kerangas Jenis 19 33 18 23 93 Individu 50 88 35 43 216 Kerapatan 12500 3520 350 107,5 16477,5 77 34 13 18 12 2 Dipterocarp Jenis 225 52 24 89 60 dataran rendah Individu 18930 130 240 3560 15000 Kerapatan 3
Rawa Gambut
Jenis Individu Kerapatan
28 67 16750
45 180 7200
14 38 380
16 82 205
103 367 24535
Jenis pakan orangutan dari jenis buah-buahan merupakan jenis yang paling disukai orangutan. Jenis buah-buahan yang paling disukai orangutan berasal dari pohon jenis getah merah (Palaquium borneensis), pempaning (Luthocarpus spicatus), nyatuh (Palaquium rostratum), luwing (Dipterocarpus grandiflorus), kemanjing (Garcinia dioica)
a. Kerapatan vegetasi dan pakan Tingkat semai
b.Kerapatan vegetasi dan pakan Tingkat pancang
c. Kerapatan vegetasi dan pakan d.Kerapatan vegetasi dan pakan Tingkat tiang Tingkat pohon Gambar 9 Kerapatan antara tumbuhan pakan pada berbagai tingkat pertumbuhan: a. Semai; b. pancang; c. Tiang; d. pohon
Tumbuhan pakan merupakan salah satu komponen biotik dari habitat orangutan yang sangat penting untuk menunjang hidup dan kehidupan sebagaimana bagi mahluk herbivora lainnya. Hal ini dikarenakan pakan bisa merupakan faktor pembatas bagi perumbuhan populasi satwaliar termasuk orangutan. Oleh karena itu dari hasil analisis vegetasi untuk jenis pakan, dapat dilihat bahwa hutan dipterocarp dataran rendah dibandingkan hutan rawa gambut dan hutan kerangas merupakan tipe
hutan yang menyediakan pakan dalam jumlah dan jenis yang beranekaragam sehingga hal tersebut berimplikasi pada besarnya tingkat preferensi orangutan untuk hidup dan tinggal pada tipe hutan itu termasuk didalamnya aktivitas membuat sarang yang merupakan indikator utama keberadaan orangutan dan dapat dijadikan sebagai objek untuk menduga populasi orangutan di alam. Sehingga pada dasarnya hal tersebut dapat menjawab mengapa kepadatan populasi orangutan pada hutan dipterocarp dataran rendah lebih tinggi dibandingkan pada hutan lainnya, dan menjadi informasi tambahan untuk mengetahui kapankan sebaiknya suatu survei sarang orangutan dilakukan agar pendugaan kepadatan populasi orangutan tidak menjadi bias, karena secara garis besar terdapat hubungan antara vegetasi secara keseluruhan, pohon pakan, dan pohon sarang itu sendiri 5.3.3 Pohon sarang dan sarang orangutan 5.3.3.1 Pohon sarang Pohon sarang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pohon dimana ditemukan sarang orangutan diatasnya. Pohon sarang yang diperoleh dapat memilki satu sampai tiga buah sarang, baik itu sarang lama, sarang baru atau sarang lama yang digunakan kembali (re-use) dan masih terlihat rekonstruksinya. Dalam penelitian ini telah diidentifikasi 372 pohon sarang dari 88 jenis pohon berbeda yang menyangga 393 buah sarang. Di hutan kerangas ditemukan 23 pohon sarang (13 jenis), hutan dipterocarp dataran rendah terdapat 298 pohon sarang (54 jenis), dan hutan rawa gambut ditemukan 51 pohon sarang (21 jenis) (Gambar 10)
Gambar 10 Jumlah individu pohon sarang dan jumlah jenisnya.
Di hutan kerangas dari 13 jenis pohon sarang, jenis habu-habu (Symlecos celastrifolia) dan raribu (Ligodium microphyllum) paling banyak dipilih (3 individu), sedang pada hutan dipterocarp dataran rendah dari 54 jenis pohon sarang, jenis pempaning buah kecil (Luthocarpus spicatus) merupakan jenis yang paling banyak dipilih untuk digunakan sebagai pohon sarang yaitu 38 individu, jenis ubar (Syzygium spp) yaitu sebanyak 24 individu. Sementara pada tipe hutan rawa gambut terdapat 21 jenis pohon sarang yang diidentifikasi dengan jenis puak (Artocarpus anisophyllus) yang merupakan jenis yang paling banyak dipilih yaitu sebanyak 6 indivdu, jenis poga punai (Santiria laevigata) sebanyak 4 individu Secara keseluruhan dari 88 jenis pohon sarang yang diidentifikasi, jenis pempaning buah kecil (Luthocarpus spicatus) paling banyak digunakan sebagai pohon sarang (41 pohon) dengan jumlah sarang 56. Selanjutnya jenis ubar (Syzygium spp) sebanyak 33 pohon dan habu-habu (Symlecos celastrifolia) sebanyak 20 pohon. Jumlah pohon sarang berikut jumlah sarang yang ditemukan dapat dilihat pada (Lampiran1) Pohon sarang yang ditemukan di hutan kerangas bervariasi ketinggiannya, yaitu antara 12-21,5 meter dengan rata-rata tinggi pohon sarang 10,17 meter, sementara diameter bervariasi mulai dari 8,47-30,99 centimeter dengan rata-rata
diameter 11,35 centimeter. Pada hutan dipterocarp dataran rendah pohon sarang memilki ketinggian berkisar antara 9-24 meter dengan rata-rata ketinggian 17,26 meter, sedang diameternya berkisar antara 3,50-44,62 centimeter dengan rata-rata 16,66 centimeter. Pada hutan rawa gambut ketinggian berkisar antara 10-28 meter dengan rata-rata 17,08 meter, dan diameternya berkisar antara 5,41-81,69 centimeter dengan rata-rata 21,70 centimeter. Secara ringkas dapat dilihat pada (Tabel 12) berikut Tabel 12 Tinggi dan diameter pohon sarang dimasing-masing tipe hutan Tipe hutan Tinggi pohon sarang Diameter pohon sarang Min Maks Rata2 Min Maks Rata2 10,17 21,5 12 11,35 Hutan Kerangas 8,47 30,99 Hutan Dipterocarp
9
24
17,26
3,50
44,62
16,66
Hutan Rawa Gambut
10
28
17,08
5,41
81,69
21,70
5.3.3.2 Sarang orangutan Bersarang meliputi kegiatan pematahan, pelekukkan cabang-cabang dan/atau ranting tumbuhan untuk membuat sarang tidur, istirahat, dan sarang bermain, serta pembuatan struktur alas untuk tempat makan atau pelindung tubuh dan bagian atas untuk melindungi kepala dari air hujan (Galdikas 1978) Jumlah sarang yang ditemukan dalam penelitian ini adalah 393 sarang yang tersebar di ketiga tipe hutan dengan masing-masing tipe hutan berupa hutan kerangas sebanyak 11,5 sarang/km, hutan dipterocarp dataran rendah sebanyak 21,13 sarang/km, serta hutan rawa gambut sebanyak 12,5 sarang/km (Gambar 11)
Gambar 11 Jumlah sarang/km pada ketiga tipe hutan.
Tinggi sarang di hutan kerangas berkisar antara 6-24,5 meter dengan rata-rata 16,45 meter. Di hutan dipterocarp dataran rendah berkisar antara 0,53-24 meter dengan rata-rata 14,83 meter dan hutan rawa gambut dengan tinggi berkisar antara 626 meter dengan rata-rata tinggi, yaitu 15 meter (Tabel 13). Rata-rata tinggi sarang pada hutan dipterocarp dataran rendah dan rawa gambut masuk dalam range yang disebutkan dalam Rijksen (1978), bahwa tinggi sarang untuk orangutan Kalimantan umumnya adalah 13-15 meter, namun pada dasarnya hal tersebut tergantung pada struktur hutan itu sendiri Tabel 13. Tinggi sarang dimasing-masing tipe hutan Tipe hutan Min 6 Hutan Kerangas Hutan Dipterocarp Hutan Rawa Gambut
Tinggi sarang Maks 24,5
Rata2 16,45
0,53
24
14,83
6
26
15
Dalam penelitian ini teramati 26 sarang yang material sarangnya berasal dari pohon yang berbeda, 21 buah dari 2 pohon berbeda, 4 buah dari 3 pohon berbeda dan 1 buah sarang dari 5 pohon yang berbeda (Tabel 14)
Tabel 14 Sumber bahan pohon sarang No Jenis pohon 6XPEHUEDKDQ 2 Habu-habu 1 2 Idur beruang 2 2 Penseluangan 3 2 Penseluangan 4 2 Kayu gading 5 2 Jane 6 3 Damar batu 7 5 Penseluangan 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Jejantik Poga punai Kumpang Pempaning Tunding damak Habu-habu Tetugal Ubar Banitan Meranti Ubar merah Ubar Semonga Jejantik Bekapas Semonga Pakit Limbuan
2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2
Asal jenis pohon & bahan sarang Habu-habu, Raribu Idur beruang, habu-habu Penseluangan, meranti Penseluangan, semonga Kayu gading, raribu Jane, ketikal Damar batu, kumpang, penseluangan Penseluangan, kumpang, rurangan, kedongdong hutan, ubar minyak Jejantik, limbuan Poga punai, semonga Kumpang, keranji Pempaning, raribu, habu-habu Tunding damak, sesambil Habu-habu, bedaru Tetugal, sesambil Ubar, habu-habu Banitan, habu-habu, kumpang Meranti, daun salam, penseluangan Ubar merah, penseluangan Ubar, meranti Semonga, poga beruang Limbuan, jejantik Bekapas, penseluangan Semonga, tetugal Pakit, sintu Limbuan, bekapas
Umumnya sarang yang ditemukan sudah tidak baru lagi, ada beberapa sarang baru yang masih memperlihatkan daun-daun yang masih berwarna hijau, namun ada pula sarang yang pondasi dan daunnya sudah lama, berwarna cokelat kering dan bercampur dengan daun-daun yang masih berwarna hijau diatasnya. Kualitas sarang dikelompokan dalam kelas berdasarkan kriteria seperti ditunjukan dalam (Tabel 15) Orangutan membangun sarang tidur baru setiap hari, disamping sarang lainnya untuk dipergunakan sebagai sarang istirahat atau bermain khusus pada orangutan remaja dan anak. Namun kadang ditemukan juga orangutan menggunakan sarang lamannya dengan cara merekonstruksi bagian sarang sebelah dalam/ranting yang bahkan diambil dari jarak 15-30 meter. Fakta juga dikuatkan dengan apa yang disebutkan oleh Rijksen (1974) bahwa orang utan menggunakan sarang lama dan ini biasanya setelah periode 2-8 bulan karena adanya pohon berbuah yang disukai.
Posisi sarang di pohon sarang diamati dan dibagi-bagi berdasarkan kriteria letak sarang dalam pohon sarang. Sebagian besar letak pohon sarang berada pada batang utama dengan percabangan sebanyak 172 sarang, sarang terletak dipertengahan atau dipinggir percabangan sebanyak 128 sarang, sarang terletak di puncak pohon atau top kanopi sebanyak 63 sarang, dan sarang terletak diantara dua cabang atau lebih yang berasal dari pohon lain sebanyak 26 sarang (Tabel 15). Tabel 15. Posisi dan kelas ketahanan sarang yang diklasifikasi berdasar kriteria Kelas ketahanan Jumlah % Posisi sarang I 2,33 9 A II 11,37 45 B III 27,91 109 C IV 31,01 124 D 27,39 106 E Total 393 100 Total
Jumlah 174 130 63 26
% 44,22 32,90 16,20 6,68
393
Keterangan : Kelas ketahanan A (segar/baru, daun hijau), B (masih utuh, warna daun berubah kecoklatan), C (daun kecoklatan dan sarang berlubang), D (sarang/daun hampir habis dan berantakan), E (sarang tinggal kerangkanya); Posisi saran I (dengan cabang utama), II (antara dua cabang pohon yang sama), III (di puncak pohon/top kanopi), IV (pertemuan cabang/tajuk dari pohon yang berbeda) 5.3.4 Peubah Ekologi Penentu Preferensi Pohon Sarang Faktor
yang
diidentifikasi
sebagai
peubah
ekologi
yaang
diduga
mempengaruhi frekuensi keberadaan sarang pada berbagai tipe hutan (pohon sarang) yang dipilih dan dimasukan kedalam persamaan regresi adalah meliputi data tinggi pohon, tinggi bebas cabang, diameter pohon sarang,luas tajuk pohon sarang, jarak antara pohon sarang, jarak pohon sarang dari transek, jarak pohon sarang dengan pohon pakan, jumlah jenis pohon pakan, keberadaan pohon pakan disekitar pohon sarang Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda dengan menggunakan software SPSS 14.0., diperoleh persamaan untuk hutan kerangas Y = 1,29 + 0,0024 X1 - 0,0209 X2 - 0,00346 X3 + 0,00230 X4 - 0,00004 X5 + 0,00334 X6 + 0,0161 X7 + 0,0107 X8 + 0,0232 X9, hutan dipterocarp dataran rendah Y = 0,962 + 0,00302 X1 0,00385 X2 + 0,00165 X3 + 0,000024 X4 - 0,00802 X5 + 0,00531 X6 + 0,00177 X7 + 0,0163 X8 + 0,0229 X9, hutan rawa gambut Y = 0,942 - 0,0006 X1 + 0,0016 X2 0,00043 X3 + 0,00143 X4 + 0,0009 X5 - 0,00148 X6 + 0,0034 X7 + 0,0212 X8 + 0,076
X9 (Lampiran 6). Perolehan persamaan untuk tiap tipe hutan tersebut berikut analisisnya dapat dibahas sebagai berikut. Setelah dilakukan analisis faktor-faktor (ada sembilan faktor dari X1 sampai dengan X9) yang digunakan dalaam penentuan preferensi pohon sarang, maka akan dibuang faktor
X yang dianggap sejenis atau tidak mempunyai hubungan kuat
dengan Y. Hanya X yang bernilai diatas 0,50 yang digunakan. Faktor-faktor yang terpilih tersebut (langkah stepwise) dimasukkan kedalam persamaan regresi linier, sehingga diperoleh faktor yang paling penting dan mempengaruhi keberadaan sarang orangutan pada suatu pohon sarang yang tersurvei (p < 0,05), yaitu sebagai berikut : 1. Hutan kerangas, dari persamaan regresi yang diperoleh, yaitu Y = 1,29 + 0,0024 X1 - 0,0209 X2 - 0,00346 X3 + 0,00230 X4 - 0,00004 X5 + 0,00334 X6 + 0,0161 X7 + 0,0107 X8 + 0,0232 X9, terdapat 6 faktor dominan yang mempengaruhi frekuensi keberadaan sarang orangutan pada suatu pohon terpilih yaitu tinggi total pohon sarang (X1), luas tajuk pohon sarang (X4), jarak pohon sarang dari jalur (X6), jarak pohon sarang dengan sumber pakan terdekat (X7), jumlah pohon pakan dekat sarang (X8) keberadaan pohon pakan dekat sarang (X9), tetapi secara keseluruhan peubahpeubah tersebut saling mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lain artinya secara keseluruhan semua peubah bebas (X) berpengaruh secara nyata terhadap peubah tak bebas (Y). 2. Hutan dipterocarp dataran rendah, dari persamaan regresi yang diperoleh Y = 0,962 + 0,00302 X1 - 0,00385 X2 + 0,00165 X3 + 0,000024 X4 - 0,00802 X5 + 0,00531 X6 + 0,00177 X7 + 0,0163 X8 + 0,0229 X9. Terdapat beberapa peubah dominan yang mempengaruhi frekuensi keberadaan sarang orangutan pada suatu pohon terpilih yaitu tinggi total pohon sarang (X1), keliling/diameter pohon sarang (X3), luas tajuk pohon sarang (X4), jarak pohon sarang dari jalur (X6), jarak pohon sarang dengan sumber pakan terdekat (X7), jumlah pohon pakan dekat sarang (X8) keberadaan pohon pakan dekat sarang (X9), tetapi secara keseluruhan peubah-peubah tersebut saling mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lain artinya secara keseluruhan semua peubah bebas (X) berpengaruh secara nyata terhadap peubah tak bebas (Y)
3. Hutan rawa gambut, faktor peubah dominan yang mempengaruhi frekuensi keberadaan sarang orangutan pada suatu pohon sarang yaitu luas tajuk pohon sarang (X4), jarak antar pohon sarang (X5), jarak pohon sarang dengan sumber pakan terdekat (X7), jumlah pohon pakan dekat sarang (X8) keberadaan pohon pakan dekat sarang (X9). Persamaan regresinya adalah Y = 0,942 - 0,0006 X1 - 0,0016 X2 0,00043 X3 + 0,00143 X4 + 0,0009 X5 - 0,00148 X6 + 0,0034 X7 + 0,0212 X8 + 0,076 X9, terdapat 5 peubah dominan yang mempengaruhi frekuensi keberdaan sarang dilihat dari nilai signifikasinya,p-value kelima peubah (p < 0,05), namun secara keseluruhan peubah-peubah tersebut saling mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lain artinya secara keseluruhan semua peubah bebas (X) berpengaruh secara nyata terhadap peubah tak bebas (Y) Dari ketiga tipe hutan dapat dilihat bahwa faktor tinggi total pohon sarang, luas tajuk pohon sarang, jarak pohon sarang dengan sumber pakan terdekat, jumlah pohon pakan dekat sarang keberadaan pohon pakan dekat sarang yang menjadi faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan sarang pada pohon tertentu. Pengaruh tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Faktor tinggi total pohon sarang (X1) Pada hutan kerangas sarang dibuat lebih rendah dibandingkan pada hutan dipterocarp dataran rendah dan rawa gambut, hal ini dikarenakan pada tipe hutan ini tidak banyak ditemukan pohon dengan ketinggian yang besar sehingga sarang dibuat lebih rendah jika dibandingkan pada kedua tipe hutan lainnya. Pada dasarnya orangutan akan memanfaatkan ketinggian pohon sarang dengan membuat sarang pada ketinggian yang lebih tinggi (berkorelasi positif) namun ketiadaan faktor pemangsaan (predator) menyebabkan sarang orangutan yang terdapat dilokasi penelitian tidak terlampau tinggi b. Luas tajuk pohon (X4) Alasan kenyamanan, yaitu untuk menghindari penetrasi cahaya yang terlalu besar menyebabkan orangutan akan memilih pohon sarang dengan bentuk tajuk yang besar atau luas
c. Jarak pohon sarang dari jalur (X6) Sebagian besar orangutan yang terdapat dilokasi penelitian merupakan orangutan rehabilitasi, adanya perilaku orangutan rehabilitasi yang terbiasa dengan kehadiran manusia menyebabkan sarang-disarang yang dibuat oleh satwa ini cenderung mendekati jalur (jalan treking) yang telah dibuat oleh pihak pengelola d. Jarak pohon sarang dengan sumber pakan terdekat (X7), jumlah pohon pakan dekat sarang (X8) keberadaan pohon pakan dekat sarang (X9) Dari persamaan regresi yang diperoleh dari ketiga tipe hutan terlihat bahwa jarak pohon sarang dengan sumber pakan terdekat, jumlah pohon pakan dekat sarang, keberadaan pohon pakan dekat sarang menjadi peubah ekologi dominan yang mempengaruhi ada atau tidak adanya sarang. Hampir sebagian besar sarang dibuat dekat dengan pohon pakan, bahkan tidak jarang pohon yang digunakan sebagai pohon sarang merupakan pohon pakan, dari 393 pohon sarang yang teridentifikasi 256 merupakan pohon sarang. Hasil ini diperkuat dari pengujian independensi antara keberadaan sarang dan pohon pakan pada 30 petak contoh yaang terdapat pada seluruh tipe hutan (Lampiran 5). Berdasarkan uji independen diperoleh hasil \DQJ PHQXQMXNDQ EDKZD Ȥ2n Ȥ2 (0,05;1) yang berarti bahwa terdapat asosiasi antara keberadaan sarang dengan pohon pakan, sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan pohon pakan akan mempengaruhi ada tidaknya sarang disekitar pohon pakan dan hal ini turut mempengaruhi besarnya kepadatan populasi orangutan dalam suatu tipe hutan. Kenyataan tersebut didukung oleh pernyataan Rijksen (1978) bahwa orangutan biasanya membangun sarang tidak jauh dari pohon pakan yang dikunjunginya. Lebih lanjut, Djojosudharmo dan Van Schaik (1992) menyebutkan bahwa melimpahnya produksi buah sangat berpengaruh terhadap kelimpahan orangutan yang menunjukan korelasi positif. Informasi mengenai faktor-faktor ekologi ini sangat diperlukan sebagai informasi tambahan untuk mengetahui secara langsung mengenai karakteristik bersarang orangutan yang merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menduga kepadatan populasi orangutan di alam secara tepat dan teliti dengan meminimalkan faktor bias dari penggunaan metode sarang berdasarkan informasi
berbagai faktor ekologi terkait yang mempengaruhi besar atau kecilnya kepadatan sarang pada suatu tipe hutan, sehingga adanya kemungkinan tidak ditemukannya orangutan sama sekali pada lokasi penelitian yang dapat menyebabkan pendugaan kepadatan populasi menjadi underestimate atau sebaliknya melimpah pada suatu lokasi sehingga pendugaan kepadatan populasi menjadi overestimate dengan bias yang besar dapat dihindarkan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai besarnya tingkat ketelitian metode survei sarang dalam pendugaan populasi orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) di Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus di Camp Leakey, Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah) diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Penggunaan metode sarang menunjukan hasil yang reliabel dan baik digunakan dalam pendugaan kepadataan populasi orangutan di alam, hal tersebut ditunjukan oleh nilai koefisien variasi (CV) spasial pada berbagai tipe habitat berupa hutan kerangas, dipterocarp dataran rendah, dan rawa gambut, dimana untuk tipe hutan kerangas koefisien variasi dari pendugaan populasi berdasarkan perhitungan sarang sebesar 22,60 %, hutan dipterocarp dataran rendah sebesar 11,20 %, hutan rawa gambut sebesar 13,30 % dan secara temporal (Ȥ2 = 0 < 5,991) yang menunjukan bahwa kepadatan populasi pada masing-masing tipe habitat tidak bervariasi menurut interval waktu pada taraf nyata 5 % 2. Permasalahan terkait penggunaan metode sarang terletak pada berbagai parameter yang digunakan di dalam formulasi perhitungan kepadatan orangutan yang masih bersifat generalis bukan atas dasar spesifik jenis & lokasi yang bersifat uniq khususnya parameter (t), adanya pembagian parameter ketahanan sarang (t) menjadi beberapa kelas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran kepadatan populasi orangutan karena nilai t didasarkan pada waktu akhir sarang sampai sarang tersebut hancur atau berada pada kelas ketahanan sarang E. Oleh karena hal tersebut peneliti memiliki gagasan untuk menterjemahkan nilai t sebagai ukuran rata-rata (average) dari berbagai kelas ketahanan sarang yang ditemukan selama penelitian.
3. Preferensi pemilihan habitat dan pohon sarang dipengaruhi oleh ketersediaan pakan, sehingga dalam melaksanakan survei sarang informasi mengenai faktor ekologi berupa pakan dapat menjadi pertimbangan untuk menghindari terjadinya bias dalam pendugaan populasi orangutan 6.2 Saran Mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diberikan saran dan masukan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lain yang berhubungan dengan pendugaan kepadatan populasi orangutan, yaitu sebagai berikut : 1. Pendugaan kepadatan populasi orangutan harus didasarkan pada informasi berbagai parameter sarang yang bersifat spesifik baik untuk jenis maupun lokasi bukan atas dasar pengeneralisiran 2. Ketersedian pakan sebagai pembatas dalam kepadatan populasi orangutan hendaknya dijadikan sebagai informasi tambahan mengenai waktu terbaik suatu survei sarang orangutan dapat dilakukan untuk menghindari bias yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Ankel-Simons, F. 1983. A Survei of Living Primates and Their Anatomy. Macmillan Publishing Co. Inc (anaew York) and Collier Macmillan Publishers (London) Aveling, R.J. 1982. Orangutan Conservation in Sumatera by Habitat Protection and &RQVHUYDWLRQ (GXFDWLRQ GDODP 7KH 2UDQJXWDQ ,W¶V %LRORJ\ DQG Conservation. L.E.M., De Boer (Ed). Dr. W. Junk Publisher, London Bismark M. 2003. Estimasi Populasi Orangutan dan Model Perlindungannya di Kompleks Hutan Muara Lesan Berau, Kalimantan Timur. Fakultas Pasca Sarjana Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. IPB. Bogor Buckland S.T, Anderson D.R, Burnham K.P, Laake J.L. 1993. Distance Sampling : Estimating Abundance of Biological Populations.Chapman and Hall. London Casey P and Mc Ardle B.H. 1999. An Assessment of Distance Sampling Techniques for Estimating Animal Abundance. Environmetries 10.261-272 Chemnick. R., M. Ryder.1994. Cytological and Moleculer Divergence of Orangutan Sub-spesies dalam The Neglected Ape Conference Proceeding. R.D. Nadler, B.F.M. Galdikas, L.K.R. Norm (Eds) Plenum Press, New York. Departemen Kehutanan.2007. Strategi dan Rencana AksiKonservasi Orangutan Indonesia 2007-2017. Jakarta. Direktoral Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan Dirjen PHPA. 1994. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Tanjung Puting 19992004. Volume II:Data, Analisis dan Proyeksi. Dirjen PHPA, Bogor. Galdikas B.F.M. 1982. Orangutan as Seed Disperser at Tanjung Puting. Cental Kalimantan:Implication foU &RQVHUYDWLRQ GDODP 7KH 2UDQJXWDQ,W¶V Biology and Conservation L.E.M., De Boer (Ed). Dr. W. Junk Publisher, London
Galdikas B.F.M. 1984. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting Kalimantan Tengah. C. Soegiarto, Penerjemah; Jakarta UI Pr. Terjemahan dari : Orangutan Adaption At Tanjung Putting Reserve, Central Borneo. Galdikas B.F.M. 1985. Adult Male Sociality and Reproductive Tactics among Orangutan at Tanjung Puting. Folia Primatol., 45:9-24 Galdikas B.F.M. 1988. Orangutan Diet, Range and Activity At Tanjung Putting. American Journal of Primatology 9, 1001-119 Galdikas, B. M. F., Brend, S. Husson, S and Margianto, G. 2003. A Survei of the Orangutan Population in Tanjung Puting National Park. Pangkalan Bun. Orangutan Foundation International
MacKinnon J.R. 1971. The Orangutan in Sabah Today:Oryx, 11:141-191 MacKinnon J.R. 1973. Orangutans In Sumatera. Oryx 12(2) : 234-242 MacKinnon J.R. 1974. The Behavior and Ecology of Wild Orangutan (Pongo pymaeus). Animal Behavior, 22:3-74 MacKinnon J.R. 1992. Species Survival Plan for The Orangutan. Di dalam : Forest Biology and Conservation in Borneo. Sabah Foundation. Kopta Kinabalu, 209-219 MacKinnon K, Hatta G, Haliman H. 2001. Ekologi Kalimantan. Seri Ekologi Indonesia, Jilid III. Jakarta : Canadian International Development Agency. Prenhallindo Maple, T.L. 1980. Orangutan Behavoir. Van Nostrad Reinhold Company, New York Margianto G. 2000. Perilaku Bersarang Induk Betina Orangutan (Pongo pygmaeus abelii, Lesson 1827) dengan Tingkat Umur Anak yang Berbeda Di Pusat Penelitian Ketambe, Aceh Tenggara. Skripsi Sarjana. Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakarta Marshall A.J. 2002. Summary of Orangutan Surveis Conducted In Berau District, East Kalimantan. Biological Consultant To The Nature Conservancy. Indonesia Program Meijaard E, Rijksen H.D, DAN Kartikasari S.N. 2001. Di Ambang Kepunahan, Kondisi Orangutan Liar Di Awal Abad Ke-21. Jakarta : The Gibbon Foundation
Morrogh-Bernard H, Husson S, Page S.E, et all. 2003. Population Status Of The Bornean Orangutan (Pongo pygmaeus) In The Sebangau Peat Swap Forest, Central Kalimantan, Indonesia. Biology Conservation 110.410-152 Napier, J.R., P.H. Napier. 1985. The Natural History of the Primates. The MIT Press, Massachusetts. Nellemann C, Miles L, Kalternborn B.P,Virtue M, Ahlenius H. (EDS). 2007. The Last Stand Of The Orangutan-State Of Emergency : Illegal Logging, )LUH DQG 3DOP 2LO ,Q ,QGRQHVLDQ¶V 1DWLRQDO 3DUN Uniten Nations Environment Programme Orangutan Foundation International (OFI). 2005. Report Ground Truth Di Taman Nasional Tanjung Puting. Pangkalan Bun. Orangutan Foundation International Orangutan Foundation International (OFI). 2006. Report Kegiatan Survei Sarang Pada Usulan Batas Baru Taman Nasional Tanjung Puting. Pangkalan Bun. Orangutan Foundation International Rijksen, H.D. 1978. A Field Study on Sumatran Orangutan (Pongo pygmaeus abelii Lesson 1827) Ecology, Behavior and Conservation. H. Veenman & Zonen B.V., Wageningen. Rao M, Van Schaik C.P. 1997. The Behabioural Ecology Of Sumatran Orangutans In Logged and Unlogged Forest. Tropical Biodiverity 2: 177 Rijksen H.D, Ramono W, Suigardjito J, et all. 1995. Estimates Of Orangutan Distribution and Status In Borneo. Di Dalam : The Neglected Ape. Nadler R.D, Galdikas B.M.F, Sheeran L.K, Rosen N. (eds). New York. Plenum Press Sapari I. 2000. Studi Kepadatan Populasi Orangutan (Pongo pygmaeus abelii, Lesson 1827) Di Stasiun Penelitian Ketambe, Aceh Tenggara. Skripsi Sarjana. Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakarta Sugardjito J. 1983. Selecting Nest-Sites Of Sumatran Orangutan (Pongo pygmaeus abelii) In The Gunung Leuseur National Park, Indonesia, Primates. 4 : 470 Sugardjito J, Van Schaik C.P. 1992. Orangutan Current Population Staus, Threats and Conservation Measures. In Proceedings Of The Great Apes In The New World. Order Of The Environment
Soepraptohardjo M, Driesen P.M. 1976. The Low Land Peats Of Indonesia. A Challenge For The Future. Di Dalam : Soil Reserch Institute. Bogor Bull.3 : 11 Supriatna J, Manansang J, Tumbelaka L, dkk (eds). 2001. Conservation Assessment and Management Plan For The Primates Of Indonesia : Final Report. Conservation Breeding Specialist Group (SSC/IUCN). Apple Valley M.N Syukur F.A. 2000. Estimasi Kepadatan Populasi dan Pola Bersarang Orangutan (Pongo pygmaeus abelli, Lesson 1827) Di Stasiun Penelitian Soraya, Kawasan Ekosistem Leuseur, Aceh Selatan. Skripsi Sarjana. Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakarta Tilson R.L, Seal U.S, Soemarna K, dkk. (eds). 1993. Orangutan Population and Habitat Viability Analysis Report of The Captive Breeding Specialist Group/Species Survival Commission of The IUCN. Unpublished Report For PHPA Based On Workshop Held In Medan, Sumatera, Indonesia Tobing I.S.L. Tehnik Estimasi dan Analisis Populasi Suatau Spesies Primata. In Prep Van Schaik C.P, Poniran S, Utami S.S, dkk. 1995. Estimates Of Orangutan Distribution and Status In Sumatra. Di Dalam : The Neglected Ape. Nadler R.D, Galdikas B.M.F, Sheeran L.K. Rosen N. (eds). New York. 1995a Van Schaik C.P, Priatna A, Priatna D. 1995. Population Estimates and Habitat Preferences Of Orangutan Based On Line Transect Of Nest. Di Dalam : The Neglected Ape. Nadler R.D, Galdikas B.M.F, Sheeran L.K. Rosen N. (eds). New York.1995b Sinaga, T. 1992. Studi Habitat dan Perilaku Orangutan (Pongo pygmaeus abelii) di Bohorok, Taman Nasional Gunung Leseur. Institut Pertanian Bogor Yoshiba K. 1964. Report Of The Preliminary Survei On The Orangutan In North Borneo, Primates. 5 : 11
Habu-habu Habu-habu Raribu Idur Beruang Habu-habu Pempaning Buah Besar Pempaning Buah Kecil Raribu Tunding Damak Jejantik Pempaning Buah Kecil Habu-habu Temboras Habu-habu
7 8
Getah Merah
Pakit Rurangan Jane Pempaning
19
20 21 22 23
16 17 18
12 13 14 15
11
10
9
Idur Beruang Ubar Samak Raribu Ubar Merah Ubar Merah Pempaning
1 2 3 4 5 6
107,2 97,3 42,6 77,6
90
34,5 29,6 32,1
34,2 37,8 35,1 113,1
38,7
94,2
40,6
42,3 41
55,8 26,6 38,5 36,1 39,8 56,3
27 19 15 25
24
14 14 13,5
12 19 15 22,5
18,5
26,5
14
17 14,5
21,5 14,7 12,5 19 18,5 19,5
Data pohon sarang pada berbagai tipe hutan a. Hutan Kerangas Tipe Vegetasi : Hutan Kerangas Midline : Antara Jalan 4 & 5 (0,5 Km) Arah : Barat-Timur No, Jenis Pohon Kell Tt (cm) (m)
Lampiran 1
23 12,5 12 17
19
8,5 13,2 12
6,5 12 11,5 15
7
13
12,5
14,5 11
15 12,5 4,8 12 10,5 13
TBC (m)
24,5 17 14 18,5
23,5
11 14,5 6 17 17 12 13,5 12,5
15,5
12
13
21 14,5 8,5 17,4 12 17 16,5 16 14
TS
12,70 4,30 16,20 11
6,20
3,6 15,82 5,70
7,23 14,40 4,30 24,4
13,7
13,25
17,20
0,3 4,08 23,54 6,61 7,55 20,30 10,30 14,93 14,10
JPSDJ (m)
-
-
-
-
35,8
35,8
3,05
7,70 3,05
3,78 3,78 6,84 6,84 -
JAPST (m)
1700; 6,5 0
280 ; 3,3 2550; 0,7 2250; 1,6 1800; 1 1000; 10,8 2300; 1,3 2600, 1,2 400; 2 600; 8,4
3500; 8,1 0
100 ; 5,2 750; 1 450; 2,8 00; 3,3 2800;15,5 500; 1,5 800; 3 2200; 2,1 2400; 12 100 ;13,7 2000;11,3 2600; 5 700; 11
280 ; 12 200; 6 800; 3,4 2500; 7,6
2050; 1,8
250; 3,7
0
2200; 1,5 700; 3,4
400; 2,1 2500; 4
0
(Baz,Pnjng) 800; 4,1 2950; 1,5 3400; 3 1000; 3,5 2900; 3,5 3000; 3,7
(Az,Pjng) 2600; 3,7 1050; 1,2 1600; 2,8 2800; 3,5 1100; 3 1200; 5,3
Terpanjang
120 ; 8 3300; 7 100; 4 2100; 5
0
3200; 6
3600; 1 1200; 1,5 00; 0,7
2100; 0,3 1550; 2 600; 1 1600; 11,5
60 ; 0,5
0
600; 2
2800; 0,5
1600; 1 1200; 1,5
(Az,Pnjng) 1400; 2,5 200; 0,5 300; 1 2100; 2 350; 2,7 800; 2
300 ; 10,3 1500; 6,1 1900; 2,2 300; 80,8
0
1400; 5,8
1800; 0,6 3000; 1,1 1800; 1,2
300; 0,5 3350; 0,5 2400; 0,7 3400; 8,1
240 ; 1,2
0
2400; 3
1000; 0,7
3400; 0,5 3000; 1,2
(Baz,Pnjng) 3200; 3 2000; 1,3 2100; 1,5 300; 1,5 2150; 1,3 2600; 3,5
Azimuth Titik 1 Panjang Transek Terpendek
1,30 1,9 8,50 SP 10,60 SP 5,60 1,70 14,2
SP SP 4,85 SP 1,95 2,35 SP SP 5 5,67 5,80 1,40 SP
4,81 1,08 2,14 1,90 5,13 SP
C C B D
E
E D D B B E D D
C
E
E
B B D E B D E E D
: 1200 & 3000 : 39 m dari Pusat : 500 m Tipe JPSDSPT (m)
II II II II
III
III III II II II I I III
II
I
IV
I III I II II III II II IV
Posisi
««/DQMXWDQ/DPSLUDQ
Amang Pempaning Buah Besar Tunding Damak
Limbuan Poga Habu-habu & Bedaru Poga Jejantik Semonga Pempuang Kepodu Bekapas Ubar Jane Sampulumutuaw Kepodu Duku Hutan Pansi Pakit Sesambil Sampulumutuaw Tetugal Rurangan
3 4
6 7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
5
2
Pempaning Buah Kecil Asam Kemandrau
1
155 73 34,7 43 46,6 45,2 43,5 47,5 32,8 43,8 53 41,8 94,9 82 70,6 34 66,5
37,4 71 58,4
48,3
54,8 41,8
63,8
76,2
20 19 10 24 23 24 17 15 12 15 15 12 15 25 17 10 20
15 24 20
15
18 15
15
21
13 15 7 15 15 14 13 9 8 8 9 10 12 17 9 7 13
2,7 22 17
6
14 8
7
15
Tipe Vegetasi : Hutan Dipterocarp dataran rendah Midline : Jalan Toges Arah : Selatan-Utara Transek 1 No, Jenis Pohon Kell Tt TBC (cm) (m) (m)
b, Hutan Dipterocarp dataran rendah
18 17 9 19 17 18 15 13 11 12 10,5 11,5 14 22 15 9 18
9 23 19
4,3
17 14
7
17
TS
9,50 2 5 8,10 0,80 13,90 12,40 7,20 6,10 3,70 3 11,30 5,09 19,10 7,80 0,50 20
9,33 7,65 23
9,30
18,30 20
8,50
24,30
JPSDJ (m)
9,30 4,20 5,30 9,30 4,90 4,90 11,30 8,50 8,50 2,5 2,5
4,20 -
-
5,30
-
-
JAPST (m)
70 ; 3,2 2600; 5,1 1100; 3 3400; 9,8 400; 2,5 2150; 2,3 2550; 4,7 2150; 3,6 2100; 2,1 2000; 3,8 900; 6,3 1050; 3,2 1700; 1,5 2000; 6,2 2400; 5 2800; 8,4 650; 5,4 1900; 13,5 3400; 9,8 400; 2,5
1600;10,7 2200; 4 450; 3,2 750; 4 350; 4,8 300; 5,3 800; 5,5 2700; 1,5 2950; 3 3500; 7,1 200; 5 600; 6 1000; 10 2450; 7 100; 10 1600;10,7 2200; 4
2700; 4
900; 6,2 250 ; 5,7 800; 6,2 2900; 5,3
2200; 10,3 2800; 3,7
400; 8 1000; 5
0
1500; 4,5
3300; 7
0
(Baz,Pnjng) 3250; 6,7
(Az,Pjng) 1450; 8,5
Terpanjang
3000; 4,3 1100; 2 1800; 1,5 2100; 3,3 950; 2,2 700; 1,8 1600; 4,2 250; 3,4 200; 1,5 400; 2,7 900; 4 2600; 3 3300; 5 100; 4,4 850; 7 3000; 4,3 1100; 2
340 ; 3 1100; 4 200; 3,1
0
100; 3,4
3100; 6 1500; 1
800; 3
(Az,Pnjng) 2600; 4,4
1200; 8 2900; 2,1 3600; 1,2 300; 2,5 2750; 3,5 2500; 2,7 3400; 2,1 2050; 1,6 2000; 3,1 2200; 0,5 2700; 4 800; 6,3 1500; 5,1 1900; 3,2 2650; 8,2 1200; 8 2900; 2,1
160 ; 4,3 2900; 3 2000, 3,5
0
1900; 3,1
1300; 7 2300; 0,5
2600; 5,5
(Baz,Pnjng) 800; 6
Terpendek
Azimuth Titik 1 Panjang Transek
8,30 4,80 4,85 SP 5,30 SP SP 4,20 SP 3,50 5,50 SP 4,90 SP
2,10 SP 7,60 SP 12,70 8,90 SP 1,25
JPSDSPT (m)
E E D E D D E B C D D E D D C C C
B C D
E
C D
C
D
Tipe
: 1400 & 3200 : 150 m dari Pusat : 500 m
III I I II II I I III I I II III II II IV II I
I I IV
IV
II I
I
I
Posisi
Cemara Aru Jejantik Poga Kempas Ubar Merah Pempisang Ubar Getah Merah Arah Kempas
Duku Hutan Habu-habu Kempas Getah Merah
Penseluangan Damar Batu
Pempaning Buah Kecil Damar Batu Pempaning Buah Besar Habu-habu Habu-habu Ubar Duku Hutan
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
45 46 47 48
49 50
51
54 55 56 57
52 53
30 31 32 33 34
Duku Hutan Idur Beruang Ubar Manis Pempaning Buah Kecil Bedaru Pempasir Panseluangan Ubar Manis Ubar Manis
26 27 28 29
53,1 51,3 50,5 26,8
131 187
167
43,5 103,5
86,7 59,9 252 72
46,4 150 29 82,1 131,5 44 16,2 150 49,6 49,5
74,4 180,5 38,8 35,5 32,2
57,5 50,1 45,5 137
17 15 15 15
25 20
15
18 22
20 14 23 18
16 19 15 20 23 14 6 19 17 16
25 22 15 9 10
20 18 15 23
11 12 11 12
17 12
8
14 15
14 8 15 13
8 15 8 15 19 11 1,5 17 15 13
20 17 9 6 8
11 13 9 17
16 13 15 14
23 18
17 16 21 13
18 10 22 17
14 17 14,5 17 13 11 4 18 16 14,5
22 18 12 8 9
17 17 11 20
11,10 16,70 26,30 27
4,50 11,10
5,10
8,25 17,10
4,70 1,70 15,30 14,25
8,70 3 13,5 20,70 7,74 6,56 10,6 4,06 6,03 1,35
7,60 4,30 4,50 10,75 6,70
2 5,90 2 8,50
......Lanjutan Lampiran 1 (Hutan dipterocarp dataran rendah-Transek 1)
10 6,40 5,20 1,90
-
-
-
-
7,40 7,40 -
8,70 8,70 -
8,40 8,40 -
2150; 2,3 2550; 4,7 2150; 3,6 2100; 2,1 2000; 3,8 900; 6,3 1050; 3,2 1700; 1,5 2000; 6,2 2400; 5 2800; 8,4 2250; 2,3 900; 9,7 2400; 10,8 2550; 4,2 1650; 2,3 2250; 9,8 2450; 4,6 1800; 1,8 3150; 7,7 3500; 3,3 2550; 10,2 2300; 8,3 3000; 4,2 3400; 8,5 1300; 8,8 0
325 ; 9,4 2100; 10,5 3100; 3,5 3250; 5,5 2400; 4,3 3550; 2,7
450; 3,2 750; 4 350; 4,8 300; 5,3 800; 5,5 2700; 1,5 2950; 3 3500; 7,1 200; 5 600; 6 1000; 10 450; 1,7 2700;12,1 600; 9,9 750; 5,4 3450; 2,2 450; 7,6 650; 4,8 900; 2,3 1350; 6,5 1700; 4,1 750; 11,3 500; 7,9 1200; 3,5 1600;13,6 3100;10,7 0
145 ; 9,7 300; 8 1300; 2,8 1550; 4,9 600; 3,2 1750; 1,4
450; 2,3 750; 3,2 1100; 3,5 500; 0,9
80 , 6,4 900; 7
0
300; 7,5
400; 2,4 600; 9,3
1600; 4,2 150; 4 100; 6,7 1100; 5,7
2600; 3 3300; 5 1100; 1,1 1850; 9,7 3000; 8,3 150; 3,2 850; 1,1 1250; 6,3 3250; 4,2 350; 1,6
1600; 4,2 250; 3,4 200; 1,5 400; 2,7 900; 4
1800; 1,5 2100; 3,3 950; 2,2 700; 1,8
2250; 1,8 2550; 4,1 2900; 3,2 2300; 2,5
260 ; 7,2 2700; 8,2
0
2100; 5,1
2200; 3,4 2400; 7,3
3400; 5,1 1950; 2,6 1900; 7,1 2900; 5,5
800; 6,3 1500; 5,1 2900; 1,3 50; 8,6 1200; 7 1950; 3,1 2650; 0,8 3050; 7,3 1450; 3,1 2150; 0,9
3400; 2,1 2050; 1,6 2000; 3,1 2200; 0,5 2700; 4
3600; 1,2 300; 2,5 2750; 3,5 2500; 2,7
SP SP SP SP
3,40 1,17
SP
SP SP 1,85 SP 1,35 2,30 6,66 6,60 SP SP SP SP 4,30 SP SP SP SP 6,33 SP -
SP SP SP SP
C E C B
B C
D B D D
D D B C
D C C E E E D C D D
C D E E D
D E E D
I I I I
I II
II I I I
III I II II
III II III II II I IV I III I
II III II III II
III II II II
Damar Batu Penseluangan Rurangan Ubar Merah Limbuan Pempaning Buah Kecil Banitan Jejantik
Getah Merah
66 67 68 69 70 71 72
75
73 74
62 63 64 65
Getah Merah Kempas Kempas Pempaning Buah Besar Pempisang Saru Getah Merah Saru Batu
58 59 60 61
90
46,6 79,5
79 37 57 90,5 40,2 76,4 74,5
43,2 51,5 52 61
44,9 52,5 29,4 109
24
17 20
19 15 19 25 12 20 25
17 15 15 19
12 17 22 17
18
11 15
15 13 15 17 6 17 15
10 9 11 16
9 14 17 15
15 18 17 18 22
16 14 13 16 16,5 16 14 17 24 11 18 21
10,5 16 21 16
19
11,60 7,70
17,70 32,40 15,40 17,20 9,70 8,20 5
1,20 5,80 2 14,60
0,53 4 4 18
........Lanjutan Lampiran 1 (Hutan dipterocarp dataran rendah-Transek 1)
-
8 -
14,34 3,26 8
6,90 4,10
-
2150; 1,6 3050; 9,1 2500; 6,8 100; 6,3 150; 2,2 1500; 1,5 2150; 2,2 2500; 4,3 2800; 7,4 3250; 1,4 2100; 7,5 3400; 8,8 400; 0,5 2150; 3,3 50; 1,7 2050; 2,6 2600; 6,1 2000; 5,8
350; 0,8 1250; 8,3 700; 10,5 1900;11,5 1950; 1,3 3300; 1,1 350; 1,5 700; 3,6 1000;10,1 1450; 0,7 300; 8,7 1600; 6,7 2200; 2,4 450; 4,2 1850; 1,3 250; 1,7 800; 8,3 200; 9,5
1700; 6,2
650; 2,2 700; 5,8
3200; 5 600; 0,4 950; 5,7 3000; 4,3 1100; 1,2 1800; 3,5 700; 1,3
800; 1,5 750; 0,7 900; 0,4 1600, 1,3
950; 0,4 500; 6,8 1400; 5,2 250; 3,4
3500; 5,1
2450; 1,1 2500; 4,7
1400; 5,1 2400; 3,2 2750; 6,2 1200; 5,8 2900; 0,2 3600; 2,2 2500; 0,5
2600; 0,4 2550; 0,6 2700; 1,4 3400; 5,7
2750; 0,8 2300; 6,7 3200; 8,1 2050; 1,6
SP
SP
SP SP 2,30 SP
2,30 4,30 SP -
SP 2,10 SP SP
C E D E E
C B E C D D D E C E E D
C C D C
IV II II II II
III III I I II II I II III I I I
I I III II
Pengkelahangan Jane Ketikal Ubar
Pempaning Buah Besar Ubar Manis
Jane
Jejantik
Ketikal
Kayu Batu Jejantik
Pempaning Buah Kecil Saru Batu Rurangan
Tunding Damak Ubar
4 5
7
9
10
11
12 13
14
17 18
15 16
8
6
Kumpang Medang Ubar
Jenis Pohon
44,6 18,5
63 11
41
47 45,8
45,2
72
41,6
34,5
52
25,3 28,5 38 44,5
40 46 29,9
Kell (cm)
10 15
20 15
15
25 15
20
20
15
17
15
15 15 14 17
10 15 12
Tt (m)
7 12
14 12
12
15 8
15
15
9
7
6
12 9 10 16,5
6 11 7
TBC (m)
: Hutan Dipterocarp Tanah Kering : Jalan 4 ± 18 (1 Km) : Barat-Timur
1 2 3
No,
Tipe Vegetasi Midline Arah Transek 2
........Lanjutan Lampiran 1
8 13
19 13
14
19 8
19
15,5
14
9
13
13 13 13 10
8 13 9
TS
2,13 13,20
5 2,40
10,80
14 5,74
4,80
9,10
8,20
18,10
8,70
13,20 12,70 13,05 9,57
5,20 3,30 5,50
JPSDJ (m)
-
5,65 -
5,65
-
-
-
-
-
-
3,70
2,66
-
JAPST (m) (Baz,Pnjng) 2800; 3,6 2200; 4,2 3000; 4,7 2300; 9,6 100; 11,6 2050; 3,7 1950; 4,1 900; 3,2 3600; 2,1 0
40 ; 8,5 2150; 4,4 3450; 6,9 1950; 1,6 2600; 4 200; 3,7 2000; 2,3 350; 2 1600; 2,4
(Az,Pjng) 1000; 4,2 400; 3,1 1200; 3,7 500; 10,4 1900; 6,2 250; 5,1 150; 4,2 2700; 5,1 1800; 7,7 0
220 ; 6,4 350; 4,1 1650;10,1 150; 2,7 800; 5,1 2000; 5,3 200; 1,9 2150; 1,3 3400; 4,1
Terpanjang
800; 1,1 700; 1,8
1250; 3,2 1000; 0,4
400; 3,7
700; 7,3 800; 1,2
800; 3,5
5 ; 7,2
0
700; 4,5
200; 3,1
800; 3,3
950; 3,6
450; 9,1 700; 8,3
(Az,Pnjng) 80; 3,2 800; 3,3 200; 2,5
2600; 0,8 2500; 3,6
3050; 4,8 2800; 1,7
2200; 3,9
2500; 5,9 2600; 0,7
2600; 4,2
185 ; 5,1
0
2500; 3,7
2000; 3,7
2600; 3,2
2750; 3,3
2250; 8 2500; 5,3
(Baz,Pnjng) 2600; 2,6 2600; 3,2 2000; 4,8
Terpendek
Azimuth Titik 1 Panjang Transek
1,29 SP SP 4,36 SP 1,41 SP 5,40 1,30 SP 0,51 SP SP 6,85 SP SP 1,20 2,50 SP 2,80 SP 0,90 SP
SP 4,60 4,60 SP SP
JPSDSPT (m)
C C
C E
D
C E
E
D
B
D
C
B
E D
C C C
Tipe
: 1000 & 2800 : 100 m dari Pusat : 500 m
II I
I I
II
II I
II
I
II
I
I
III
I IV
II I I
Posisi
Penseluangan Kumpang Rurangan Kedondong Ht Ubar Minyak Habu-habu
22
Pempaning Buah Kecil Ubar Salin Pempaning Getah Merah Kawa Hutan
Limbuan Limbuan Jejantik Kempas
29
34 35
36
30 31 32 33
28
27
26
Penseluangan Pempaning Buah Kecil Pempaning Buah Besar Pempaning Buah Kecil Rurangan
24 25
23
21
20
Damar Batu Kumpang Penseluangan Pempaning Buah Besar Rurangan
19
36,8 31,1 39 66,6
53,2 120 40 66,2
130,4
46,1
92
85,5
30 26
14 13 11,7 11 17,1 47
40
24,5 28,3 22,8 27,2
12 12 11 17
15 20 20 17
20
15
20
23
15 20
7 8 7 7 7 15
15
10 12 10 15
6 6 8 13
11 8 16 15
8
11
14
16
10 14
2,5 3 3 5,5 4 12
9
8 8 6 9
9 9 9 16
14 18 14 12 18 16,5
18 19 13,5
18
14 18
7 7 7 7 7 14
13
9 9 9 11
6 1,17 1,90 1,09
4,80 3,30 0,90 4,72
2,30
14,7
1,64
2
4,60 10,20
2 1,2 3 1,5 2,5 9,10
4,40
0,70 0,95 1,20 9,10
......Lanjutan Lampiran 1 (Hutan dipterocarp dataran rendah-Transek 2)
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
850; 3,2 2600; 2,9 300; 1,6 2800; 3,4
2650; 3,7 800; 3,6 2100; 2,8 1000; 6
220; ; 3,6
400; 7,3
190 ; 3,7 3500; 5,4 1050; 0,5 1500; 3,9
3000; 4,7
1200; 3,8
10 ; 5,4 1700; 8,3 2950; 2,3 3300; 4,1
2600; 5,7
800; 6,4
0
2050; 4,2
250; 6,1
0
350 ; 5,7 2400; 2,4
2100 ;1,9
300; 1 170 ; 3,8 600; 1,3
2150; 0,9
350; 2,7
0
20 ; 1,4
200 ; 1
0
0
2400; 2,5
600; 1,6 0
2600; 1
800; 1,9
100; 2,4 1900; 3 700; 0,6 3300; 2,5
135 ; 4,2 350; 5,1 1750; 1,5 850; 3,7
0
1000 ; 5,7
650; 3,1
1250; 8,3
900; 3,6
340 ; 4,3 100; 2,1
0
1050; 0,7
600; 1,4
330 ; 0,5
0
2950; 0,3
150; 2,1
1900; 2,7 100; 2,3 2500; 2,6 1500; 4,1
315 ; 2,7 2150; 6,5 3550; 0,4 2650 ; 2,7
0
2800; 2,8
2450; 3
3050; 2,5
2700; 6,2
160 ; 3,8 1900; 0,8
0
2950; 1,3
2400; 0,5
150 ; 1,1
0
1150; 1,8
1950; 0,4
SP 3,23 SP
1,64 SP 4,09 SP 1,26 SP 4,53 SP SP 0,75 SP 1,90
2,70 SP 4,30 1,85 SP SP
0,68 SP 2,30 SP SP
SP
E
D D
C C E D E D
B C D
B
E B
B
D
B
C
E
II
I IV
II I III II II III
III II I
I
II I
I
IV
II
I
IV
Ketikal
Jejantik Buah Besar
Poga Punai Semonga Rasak Poga Punai
Rurangan
Medang Kabui
Kumpang
Poga Beruang
Habu-habu
Pempaning Buah Besar Kumpang Rambutan Hutan
Poga Beruang Raribu Idur Beruang Habu-habu Keranji Pempaning Buah Besar Medang Kabui Gambir Ketikal Bangan
39
40
41
44
45
46
47
48
49
52 53 54 55 56 57
58 59 60 61
50 51
42 43
38
Sesangau (Rambutan Ht) Ubar Putih
37
54 31,2 80 94,4
22,3 44 84,5 60 59 92
50,2 100,5
53,6
61,7
32
60
47
34
37 53 44,4 37
115
43,8
69,7
140
20 17 20 16
15 15 15 13 13 15
22 15
18
17
15
18
12
17
15 15 12 15
23
15
15
25
15 11 15 8
11 8 8 9 10 9
8 6
14
11
6
9
9
15
11 9 8 12
17
9
11
20
13 12 13 11 11 13 14 15 15 16 14
20 13
17
16,5
13
16
11
16
11 11 11 14
22
12
13
22
19,60 35,20 13,10 21,90
2 8,20 0,10 9,20 7,10 0,66
0 3,40
15,20
14,90
1,40
14,15
8,90
3,08
9,10 10,30 4,90 14,10
1,27
17,40
0,39
7,40
......Lanjutan Lampiran 1 (Hutan dipterocarp dataran rendah-Transek 2)
14,80 14,80 11,10
-
-
-
-
-
-
-
-
5,63 5,63
-
-
-
-
-
3150; 9,1 0
40 ; 3,7 2300; 0,9 3550; 8,9 1250; 0,8 2400; 3,7 2050; 0,8 3450; 1,6 2600; 1,8 2950; 5,2 3300; 3,3 3550; 7,1 1100; 1,3 2100; 3,2 3400; 3,5 900; 5,8 2150; 2,7 3100; 3,5 3100; 3,4 3350; 1,4 2400; 4,3 2050; 3,7 2600; 4,6 2650; 1,5 3000; 5,1 1900; 9,3
1350; 6,2 0
220 ; 5,1 500; 1,8 1750; 5,4 3050; 1,2 800; 3,6 250; 1,9 1650; 1,8 800 ; 1,3 1150; 3,5 1500; 4,1 1750;10,2 2900; 1,9 300; 7,5 1600; 3,6 2700; 7,5 350; 3,6 1300; 2,8 1300; 7,6 1550; 1,8 600; 3,2 250; 8,4 800 ; 5,8 850; 2,2 1200; 7,5 100;10,3
150; 3,4 500; 0,8 600; 4,9 800; 5,1
900; 1,4 800; 1,7 600; 5,3 750; 1,2 1100; 3,5 900; 6,9
600; 4,3 200; 3,4
800; 3,4
700; 0,7
1100; 6,7
850; 3,2
1900; 4,1
250; 0,6
850; 1 100; 1,8 1450; 1,3 3000; 0,6
550; 3,2
3000; 0,3
155 ; 3,7
0
1800; 7,1
1950; 3 2300; 1,7 2400; 4,1 2600; 6,6
2700; 3,2 2600; 3,2 2400; 3,8 2550; 1,1 2900; 3,2 2700; 3,5
2400; 1,9 2000; 6,2
2600; 4,4
2500; 1,5
2900; 7,1
2650; 2,9
100; 2,9
2050; 0,9
2450; 0,3 1900; 4,5 3250; 0,5 1200; 1,1
2350; 6,2
1200; 0,9
355 ; 3,6
0
3600; 4,2
SP 2,85 0,80 -
1,20 SP 4,40 SP 4,25 SP 2,20 SP 2,60 SP SP 1,70 1,11 SP 7 SP SP 1,40 0,63 SP 2,10 SP 4,52 SP SP 1 SP SP 3,60 SP SP D E D E E D E A E D E
D E
D
C
B
B
D
A
B D
D
D
C
D
C
II I II I I II II I I II III
II II
I
I
I
I
I
II
I I
IV
III
I
II
II
71 72 73 74
68 69 70
67
62 63 64 65 66
Ubar Minyak Jane Pempaning Buah Besar Pempaning Asam Kemandrau Pempaning Semonga
Tunding Damak Poga Punai Ketikal Rurangan Kumpang Keranji Pempaning Buah Besar
90 62,5 75 28
36 41,2 45
80 82 68,1 73,5 35 57,6 140,1
17 15 20 15
15 15 15
18 18 17 15 15 16 25
11 10 14 8
9 12 9
9 12 14 9 11 13 10
15 10 16 14
14 13 14
17 13 14,5 14 14 14 19
8,30 6,30 5,50 3,34
1,30 11,2 5,10
33,60 42,30 33,60 37,10 2 2,3 11,30
......Lanjutan Lampiran 1 (Hutan dipterocarp dataran rendah-Transek 2)
-
-
-
8,10 5,40 8,10 3,50 -
3550; 6,9 2200; 5,4 3000; 6 3500; 5,1 2400; 1,3 2800; 3,1 3100; 6,3 2300; 0,7 2250; 4,6 300; 1,4 2250; 4,7 2850; 3,7 2450; 7,1 3600; 4,1
1750; 9,2 400; 9,5 1200; 7,1 1700; 3,8 600; 1,1 1000;4,3 1300; 7,8 500; 1,9 450; 3,9 2100; 3,1 450; 7 1050; 2,2 650; 6,3 1800; 3,7
1700; 2,9 700; 1,3 100; 4,5 1100; 2,8
950; 1,3 2900; 2,1 600; 2,3
900; 4,7 1050; 6,3 600; 5,4 2700; 3,2 3200; 0,6 200; 3 400; 4,4
3500; 3,7 2500; 1,5 1900; 7,9 2900; 2,6
2750; 0,6 1100; 3,5 2400; 0,7
2700; 3,8 2850; 5,3 2400; 3,7 900; 2,6 1400; 0,5 2000; 2,2 2200; 2,7
2,54 SP 1,70 SP SP SP 2 1,20 SP
0,70 SP
SP SP SP SP 3,14
C D C E
E D C E D E
D E E D C
I I I III
I I I I I IV
II II II I IV
Ulin Katur Putih Mendarahan
Meranti Daun Salam Penseluangan Bedelan Jejantik Mendarahan Ubar Manis
6 7 8
9
22 23
20 21
16 17 18 19
14 15
Ubar Merah Ubar Merah Penseluangan Duku Hutan Meranti Habu-habu Ubar Meranti Habu-habu Pempaning Buah Kecil Pempisang Mensira
Duku Hutan Habu-habu Gading Tembingkar
2 3 4 5
10 11 12 13
Ulin
Jenis Pohon
1
No,
71,8 142
71,1 20,4 25,2 33,6 91,7 53,4 34 26,5 50 184
21,5 30 26 23 37,1 99 23,3
57 39 68
33 81 40,5 41,15
60
Kell (cm)
18 24
13 15 14 15 21 15 14 17 15 25
10 9 11 16 14 15 15
15 14 17
13 20 15 16
15
Tt (m)
12 16
10 7 10 7 14 9 9 10 9 17
5 7 7 11 12 4 11
2,7 12 11
8 10 12 12
9
TBC (m)
: Hutan Dipterocarp Tanah Kering : Jalan 4-BCA ( 1 Km) : Barat-Timur
........Lanjutan Lampiran 1
Tipe Vegetasi Midline Arah Transek 3
15 19
12 20
12 17 14 11
10,5 9
13 13 7 14
8
12 12 13
10 17 13 13
14
TS
4,70 0,70
0,70 Jalur 1,80 0,50 16,25 2,60 7,90 8,78 3,60 0,20
2,45 2,88 3,70 18,60 3,60 5,10 5,20
0,50 8,80 15,30
16,50 1,90 6,10 11,60
10,91
JPSDJ (m)
-
-
-
-
-
-
-
11,20 -
11,20
JAPST (m) (Baz,Pnjng) 2100; 4,4 2200; 4,2 3000; 4,7 2300; 9,6 100; 11,6 2050; 3,7 1950; 4,1 900; 3,2 3600; 2,1 400; 8,5 2150; 4,4 3450; 6,9 1950; 1,6 2600; 4 200; 3,7 2000; 2,3 350; 2 1600; 2,4 2600; 1 2400; 2,5 200; 1,4 2150; 0,9 1900; 13,5
(Az,Pjng) 300;3,7 400,;3,1 1200; 3,7 500; 10,4 1900; 6,2 250; 5,1 150; 4,2 2700; 5,1 1800; 7,7 2200; 6,4 350; 4,1 1650;10,1 150; 2,7 800; 5,1 2000; 5,3 200; 1,9 2150; 1,3 3400; 4,1 800; 1,9 600; 1,6 2000; 1 350; 2,7 100; 10
Terpanjang
600; 1,4 850; 7
2950; 0,3 3300; 0,5
1000; 0,4 800; 1,1 700; 1,8 150; 2,1
400; 3,7 1250; 3,2
50; 7,2 800; 3,5 700; 7,3 800; 1,2
700; 4,5
950; 3,6 800; 3,3 200; 3,1
800; 3,3 200; 2,5 450; 9,1 700; 8,3
(Az,Pnjng) 100; 1,1
2400; 0,5 2650; 8,2
1150; 1,8 1500; 1,1
2800; 1,7 2600; 0,8 2500; 3,6 1950; 0,4
2200; 3,9 3050; 4,8
1850; 5,1 2600; 4,2 2500; 5,9 2600; 0,7
2500; 3,7
2750; 3,3 2600; 3,2 2000; 3,7
2600; 3,2 2000; 4,8 2250; 8 2500; 5,3
(Baz,Pnjng) 2800; 2,7
Terpendek
Azimuth Titik 1 Panjang Transek
SP -
SP SP SP 3,70 SP SP
SP SP 2,56 SP SP
SP 1,05 SP -
SP SP -
2,30
JPSDSPT (m)
E D
E C
E C C C
D E
D A E D
E
E E E
B C E E
C
Tipe
: 1200 & 3000 : 50 m dari Pusat : 500 m
I II
I II
I I III IV
I IV
II II II I
IV
I I III
I II II I
I
Posisi
Habu-habu
Getah Merah Habu-habu Semonga Meranti Saru Batu Tunding Damak Ketikal Habu-habu Penseluangan Pempaning Buah Besar
Saru Batu Ubar Merah Saru Batu Rurangan Poga Beruang
Pempaning Buah Besar Rupis
Rurangan Rurangan Getah Merah Getah Merah Pempaning Buah Kecil Pempaning Buah Besar Melobu Tunding Damak Getah Merah
25
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
36 37 38 39 40
41
43 44 45 46 47
49 50 51
48
42
Poga Punai
24
36,4 51,8 78,5
49,3
82,1 52,9 56,5 68,7 89
98,3
176,5
81,2 44,6 29,7 41 90,6
74,7 83,6 42 50,1 56 41,9 46,6 120,3 22 200
59,8
89
11 13 18
15
17 15 17 20 15
25
22
17 10 10 15 20
17 19 16 25 18 15 15 17 10 18
14
18
9 8 12
9
14 12 14 15 8
11
17
11 8 6 10 13
12 15 8 15 11 9 9 11 8 11
8
8
11 9 15
15
16 13 16 18 9
14 17 14 19 13 10 9,3 13 9 12,5 13 14 16 9 7 13 13,5 14 14,5 19 20 13
10
15
18,30 1,90 12,50
9,10
14,55 17,56 4,30 3,46 10,10
8,68
5,20
9,40 5,90 1,50 10,45 23,50
5,60 11,80 13,30 15,30 0,50 4,90 3,95 6,60 3,90 2,40
3,80
11,50
......Lanjutan Lampiran 1 (Hutan dipterocarp dataran rendah-Transek 3)
9,08 -
9,08
-
-
-
-
-
-
-
600; 9,3 2150; 2,6 2350; 0,9 1200; 4,7 3550; 9,1 3050; 6,7
2400; 4,4 350; 3,3 550; 2,1 3000; 3,8 1750; 6,3 1250; 7,4
300 ; 10,2 2100; 8,8 2600; 6,2 3150; 2,9 1200; 4,8 3050; 2,7 700; 3,3 600; 4 2600; 1,9 1200; 2,7
120 ; 4,9 300; 6,9 800; 7,1 1350; 3,4 3000; 8,1 1250;4,2 2500; 2,8 2400; 4,7 800; 0,8 3000; 3,8
0
2150; 2,3 2550; 4,7 2150; 3,6 2100; 2,1 2000; 3,8 900; 6,3 1050; 3,2 2500; 4,9 3100; 1 200; 6,1
450; 3,2 750; 4 350; 4,8 300; 5,3 800; 5,5 2700; 1,5 2950; 3 700; 8,4 1300, 1,4 2000; 7,5
0
40 ; 2,5
0
3400; 9,8
220 ; 4
0
1600;10,7
50; 2,5 400; 0,4 550; 1,5
1600; 2,1
1250; 4,4 350; 8,1 900; 1,7 500; 5,1 100; 1,7
45 ; 6,5
0
500; 4,8
1900; 3,9 1050; 1 1650; 0,7 550; 2,3 1000; 4,8
1800; 1,5 2100; 3,3 950; 2,2 700; 1,8 1600; 4,2 250; 3,4 200; 1,5 150; 3,8 600; 1,4 950; 5,2
110 ; 2
0
3000; 4,3
1850; 3,9 2200; 0,9 2350; 3,1
3400; 2,5
3050; 7,7 2150; 3,9 2700; 2,8 2300; 6,6 1900; 3,1
225 ; 8,1
0
2300; 8
100; 7 2850; 0,8 3450; 0,6 2350; 3,3 2800; 7,2
3600; 1,2 300; 2,5 2750; 3,5 2500; 2,7 3400; 2,1 2050; 1,6 2000; 3,1 1950; 6,6 2400; 0,6 2750; 4,6
290 ; 2,1
0
1200; 8
SP SP
SP
0,20 SP SP SP SP SP SP
SP
SP SP SP SP SP
2,50 SP 1,20 SP SP SP SP SP SP SP SP
D C E
C
C B D C B
C D D D E C E E E C C B D E E C E A E E C E
C
B
III I I
III
II III III I II
I II IV I I I I II I II II I II III III III II II II II II II
I
II
Getah Merah Pempaning Buah Besar Bekapas Habu-habu Limbuan Jejantik Pempaning Buah Besar Kumpang Limbuan Getah Merah
53 54
59 60 61
58
55 56 57
Getah Merah
52
30,8 49,4 66,5
54,5 46,5 31,2 25 147,1
45 111
40
13 15 18
20 15 10 13 20
15 20
15
9 8 10
15 11 4 9 11
11 9
11
10 14,5 15
17
18 14,5 9,5
12,5 16
14
......Lanjutan Lampiran 1 (Hutan dipterocarp dataran rendah-Transek 3)
3 4,20 3,15
15 8 7,75 7,85 12,53
5 0,80
9,30
-
-
1,90 1,90
-
320 ; 4,7 2600; 6,3 3050; 8,4 3000; 1,7 2050; 2,1 1650; 8 2550; 2,8 2400; 3,9 900; 8,2
140 ; 2,3 800; 8,6 1250; 6,1 1200; 1,3 250; 1,9 3450; 7,6 750; 1,6 600; 0,9 2700;10,4
2150; 3,8 0
0
350; 2,6
1600; 1,8 1500; 2,1 150; 6,8
950; 6,6
650; 3,9 700; 0,5 1200; 0,8
65 ; 2 1350; 4,9
0
950; 2,1
3400; 1,6 3300; 1,1 1950; 7,5
2750; 6,8
2450; 6,5 2500; 1,2 3000; 2
245 ; 3,1 3150; 7,2
0
2750; 2,2
SP
SP
2,55 SP SP
SP 5,90 SP SP
E B D
C
B C C
C D
E
I III II
II
I III IV
I II
III
Idur Beruang Ubar Ubi
Para Bekapas Penseluangan Pengkurisan
Semonga Bekapas Ketikal Ubar
Penseluangan
Habu-habu Tetugal Semonga Poga Beruang Ulin Karangan Silu Ulin ³$´ Pakit Sintu Poga Beruang Nenasi
Bekapas
2 3
4 5
7 8 9 10
11
12 13
22
20 21
14 15 16 17 18 19
6
Kawa Hutan
Jenis Pohon
1
No,
41
77 39 20 33,9 44 41 32 35 42 68 43
23
68,2 46 59 45
29,5 35 29 44,3
35 13
66
Kell (cm)
14
18 15 11 17 15 13 12 15 16 16 15
10
15 17 18 16
11 15 14 15
18 15
17
Tt (m)
10
11 7 8 6 9 8 3 6 6,5 9 8
5
7 8 13 7
7 12 8 3
12 12
8
TBC (m)
: Hutan Dipterocarp Tanah Kering : Jalan Toges (Jalan 7 ± 13) (1 Km) : Selatan-Utara
........Lanjutan Lampiran 1
Tipe Vegetasi Midline Arah Transek 4
10,5
12 9
14 10 10 16 12 13 10 0,53 8
10
14 8,5 13 10
4
9 13
14 13,5
8,5
TS
8,70
0,50 2,20
12,40 8,40 6 15,20 2,30 0,83 14,60 1,80 Dijalur
4,20
7,40 1,13 14,60 19
14,70 6,40 6,80 12,40
8,20 9
6,70
JPSDJ (m)
-
-
2,50 2,50 -
-
-
-
-
-
-
-
JAPST (m) (Baz,Pnjng) 2800; 10,8 3000;l 3 2700; 4,1 1300; 2,3 2350; 3,3 2100; 3 3150; 2,9 1950; 6,5 3500; 6,9 2400; 2,8 2500; 6,1 2250; 2,8 300; 7,6 2750; 4,5 1600; 3,7 2400; 5,2 1500; 4,4 1350; 3,8 2900; 2,8 2400; 2 400; 2,7 1900; 3,8 305; 4,8
(Az,Pjng) 1000; 9,9 1200; 2,7 900; 6,8 3100; 3,1 50; 4 300; 5,7 1350; 6,2 150; 4,2 1700; 8,4 600; 5 700; 4,4 450; 3,1 2100;11,2 950; 3,3 3400; 4,8 600; 3,3 3300; 7,2 3150; 5,6 1100; 4,9 600; 3,7 2200; 6,4 100; 5,1 1250; 2,8
Terpanjang
350; 2,6
2400; 1,9 1300; 2,6 2800; 4,1 2300; 4,1 350; 2,1 3100; 2,9 00; 3,6 1200; 4,2
3000; 5 1800; 2,6
1050; 0,5
1000; 2,7 2300; 4,3 1100; 1,9 00; 3,2
800; 0,7 1900; 1,5 2750; 4,4 500; 3,7
500; 1,5 3300; 5,2
(Az,Pnjng) 20; 5,5
2150; 3
600; 5 3100; 4,6 1000; 5 500; 1,9 2150; 3,1 1300; 1,6 1800; 4,4 3000; 2,9
1200; 7,7 00, 2,7
2850; 3,9
2800; 4,6 500; 7 2900; 4,2 1800 ; 5,8
2600; 3,6 100; 3,6 950; 2,9 2300; 3,1
2300; 2,8 1500; 3,9
(Baz,Pnjng) 2000; 8,7
Terpendek
Azimuth Titik 1 Panjang Transek
SP SP 1,70 SP 1,40
SP 0,76
SP 4,10 SP 1,40 1,50 SP 1,65 SP 4,20 SP -
SP 4,10 2,80 SP 7,40 1,16 SP
JPSDSPT (m)
E
E D
C E E C D D
B C
C
D E C C
D
C E
E E
C
Tipe
: 00 & 1800 : 50 m dari Pusat : 500 m
I
I I
IV
III I III III
II IV
III
II II II I
I
III IV
I II
I
Posisi
140 42 65 99 63 36
Daun Salam Semonga Badelan Ubar Ubi Kumpang Hutan
Rambutan Hutan Limbuan Ulin Mensira Jane
Limbuan
Pempaning Buah Besar Pempaning Buah Besar Meranti Kempas
³$´ Habu-habu Jejantik
Kempas Limbuan
Sindur Pengkelahangan Pantis
29 30 31 32 33
34 35 36 37 38
39
40 41 42 43
44 45 46
47 48
49 50 51
79 37,5 56,7
77 31,8
33,6
50 46 63 119 41
25 26 51 34,1 48
33,1
Jane
28
26 27
52 47 41 34 67 73
Meranti Kumpang Limbuan Bekapas Kumpang Tahun Buah Dara
23 24 25
20 15 17
20 15
18 15
25 13 17 24
15
16 12 20 22 15
12 12 17 16 18
15
17 17 10 10 15 21
12 9 11
12 5
10 10
18 2,3 10 18
7
9 5 14 12 8
9 8 8 12 15
9
11 14 4 7 11 14
15 10 11 13
14 11
13 13
22 11 15 24
15
11 10 13 14 15 18 13 10 16 18 12
13
12 18
13 15 9
......Lanjutan Lampiran 1 (Hutan dipterocarp dataran rendah-Transek 4)
17,60 13,20 22,30
12 15,56
3,10 1 7,50
8,70 7,70 5,30 17,40
16
19,70 1,10 7,10 8,40 22
4,30 2 2,50 14,20 15,20
7,30
3,20 18,40 3,70 3,10 3,70 2,30
2,75 2,75 -
4,50 -
4,50
3,70 3,70 12,15
11,90
1,50 1,50 11,90
6,70 2,50 2,50 -
6,70
1 -
16 16 1
3000; 5,3 3500; 3 2550; 3,3
3300; 10,4 2700; 3,8 1250; 8,4 700; 7,3
1500; 7,6 900; 6 3050; 6,6 2500; 9,6
1200; 7,5 1700; 4,6 750; 5
2050; 5,1
250; 3,9
3550; 6,8 2200; 4,1
2900; 3,1 1400; 2,8 3200; 11,2 3150; 6,6 1300; 5,3
1100; 5,4 3200; 7 1400; 5,8 1350; 8,1 3100; 6,2
1750; 9,4 400; 3,9
2400 ; 3,1 800; 1,6 800; 5,7 2350; 1,5 3500; 3,8
600; 1,7 2600; 3,9 2600; 3,4 550; 3 1700; 6,1
800; 4,8 0 220 ; 3,9
400; 3,4
2200; 4,8
2600; 5,4 0 40 ; 5
3100; 3,3 1500; 3,7 2100; 3,9 1300; 4,8 3150; 7,1 00; 6,7
1300; 6 3300; 3,8 300; 5,4 3100; 3 1350; 3,3 1800;10,4
300; 5 1000; 5,1 1300; 2,7
2300; 5,6 700; 1,8
1800; 5 0 130 ; 4,3
2850; 4,7 1500; 4,8 600; 4,4 1050; 6
1000; 2,2
1900; 3,3 450; 4,4 2000; 6,9 500; 6,1 1800; 4,7
1200; 2,8 1500; 0,9 100; 6,1 3000; 1,7 800; 3
2800; 2,7
800; 4,7 400; 2,6 1200; 3 900; 3,2 1900; 4,3 1200; 5,6
2100; 3,8 1800; 1,9 3100; 4,8
500; 4 2500; 3,6
00; 3,7 0 310 ; 3,1
1050; 8 3300; 3,2 2400; 7,1 2850; 7,7
2800; 4,9
100; 3,5 2250; 3 200; 8 2300; 7,2 00; 4,1
3000; 1,8 3300; 2,2 1900; 1,5 1200; 0,8 2600; 5,4
1000; 3,6
2600; 3,1 2200; 1,9 3000; 2,4 2700; 2,6 100; 2,9 3000; 7,7
SP SP 0,73 SP SP 3,45 SP 3,70 SP SP SP 5,80 Belale SP SP 0,54 SP SP 1,60 SP 3,50 -
SP 3,80 SP 1,40 0,86 SP SP 6,40
3,20 SP
C B C D C B C
D E C
C D C A
B
C D D C B B D D D C C
C
E B
C C E
II I I II II I I
I I
II I I III
III
III I II III II III I II II II II
I
I II
I I IV
Jejantik Rasak
Rurangan Kempas Semonga Jemai Keruntuan Bayan Medang Temboras Jejantik
Limbuan Tunding Damak Pempaning Buah Kecil Meranti Penseluangan Kumpang Penseluangan
6 7
8 9 10 11 12
16 17
22
20 21
19
18
Kayu Gading Raribu
Bekapas Ubar Manis Saru Batu Ubar Manis
2 3 4 5
13 14 15
Jejantik
Jenis Pohon
1
No,
36,3 31 46,9 49 22 22,5 21,5
33,5
26 26,3
56,4 31,5 33,2
46,5 47,2 46,9 39 30,9
46,5 47,5
48 33,5 47,4 38,5
67,8
Kell (cm)
15 14 15 11 10 10 10
15
15 10
12 10 17
17 15 15 16 16
16 15
15 12 14 15
18
Tt (m)
12 13 12 3 4 5 9
12
9 8
8 3 12
12 10 9 12 12
7 8
10 8 5 7
13
TBC (m)
: Hutan Dipterocarp Tanah Kering : Jalan Toges (Jalan 13 ± 17) (1 Km) : Selatan-Utara
........Lanjutan Lampiran 1
Tipe Vegetasi Midline Arah Transek 5
10
12,5 9,5
14
14,5
13 8
11,5 5 12
13 12 12 12 13
15 13
10,5 9 10 10
15
TS
19,35 17,40 15,86 2,10 6 7,30 7
9,10
8,70 3,10
3,40 2,40 14,20
5,10 11,20 9,10 14,40 7,30
0,70 0,70
17,10 6,84 2 1,60
8,90
JPSDJ (m)
-
4,20 4,20
-
-
-
6,30 6,30 -
16,10 -
2,60 16,10
2,60
-
JAPST (m) (Baz,Pnjng) 3000; 7,6 2800; 3,1 2400; 3,2 1400; 3,6 2600; 4,1 2550; 4,4 3200; 2,7 1100; 1,9 1950; 2,4 2100; 5,4 3150; 2,1 2300; 2,1 650; 2,8 3500; 4 1200; 2,9 3100; 2,8 200; 2,9 3400; 1,5 1800; 2,4 2800; 4,2 300; 3,6 2200; 2,8
(Az,Pjng) 1200; 9,8 1000; 4,2 600; 1,8 3200; 3,7 800; 2,8 750; 3 1400; 3,1 2900; 4 150; 2,6 300; 7,7 1350; 1,6 500; 2,5 2450; 1,8 1700; 3,1 3000; 3,3 1300; 4,4 2000; 3 1600; 1,7 3600; 2 1000; 3,9 2100; 2,8 400; 1,6
Terpanjang
1200; 1,4
3500; 2,1 2900; 1,8
2250; 1,6
900; 0,9
2100; 0,8 2800; 3,7
1800; 0,6 2650; 2,3 400; 1,6
300; 3,1 1250; 0,7 1700; 5 600; 2 800; 1
1900; 1,5 500; 3,9
50; 2,6 1050; 2,2 650; 2,4 1750; 2,1
(Az,Pnjng) 500; 5,9
3000; 1,1
1700; 1,9 1100; 3,2
450; 0,7
2700; 1,6
300; 3,9 1000; 1,5
00; 2,6 850; 1,7 2200; 2,1
2100; 1,7 3050; 1,8 3500; 3,3 2400; 0,8 2600; 1,6
100; 2,9 2300; 0,8
1850; 1,9 2850; 0,9 2450; 1,7 3550; 1,5
(Baz,Pnjng) 2300; 6,6
Terpendek
Azimuth Titik 1 Panjang Transek
6,20
SP SP
1,40 SP
1,46 5,20 SP 1,20 SP
SP 4,60 SP SP SP SP 41,8
2,86 SP 0,41 SP
SP
JPSDSPT (m)
D
C C
D
B
C C
E D C
C D C C E
E D
C E D C
E
Tipe
IV
I IV
IV
III
I I
III I I
I I II I I
III I
I III I I
I
Posisi
: 00 & 1800 : 200 m dari Pusat : 500 m
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Jejantik Saru Batu Ulin Saru Batu Ulin Duku Hutan Bebarak Ulin Kumpang Kumpang Semonga Buah Dara Pempisang Katur Merah Meranti 42 48,5 30,3 60 77,2 41 23 55 57,3 35 27 49,3 47,6 29 121
15 15 14 15 17 15 8 15 18 15 13 20 23 15 23
6 13 3 8 10 6 3 8 8 12 4 15 18 11 18
12 14,5 10 8 12 14 8 12 15 14 13 17 20 12 20,5 21
3,40 5,44 7,80 8,40 1,60 3,90 1,70 13,70 1,80 1,70 2 4,20 3 15,50 11,30
......Lanjutan Lampiran 1 (Hutan dipterocarp dataran rendah-Transek 5) 4,60 4,60 10,60 7,40 3,90 3,20 3,20 -
1500; 2,7 750; 2 3500; 1,6 3200; 3,4 1800; 9,7 250; 3 1200; 3,7 2600; 5,1 3350; 3,2 1950; 1,7 2700; 1,3 1200; 8,7 800; 3,6 2700; 4,3 1850; 10
3300; 3,8 2550; 3,1 1700; 2,7 1400; 4,8 3600; 7,7 2050; 2,3 3000; 1 800; 2,7 1550; 2,8 150; 2,9 900; 3,7 3000; 10,1 2600; 3 900; 2,7 50; 7,3
2350; 1,9 3050; 1,7 900; 1 600; 2,2 2500; 6,1 1400; 1,5 550; 0,9 1650; 4 800; 1,4 700; 0,8 1350; 1,8 500; 7,3 1900; 2,2 100; 3,1 1150; 6
550; 2,2 1250; 1,8 2700; 1,5 2400; 3,1 700; 5,9 3200; 2,1 2350; 2,8 3450; 1,1 2600; 1,8 2500; 2 3150; 2,2 2300; 5,1 100; 1,6 1900; 2 2950; 8,7 SP SP 3,30 2,30 SP SP SP -
E B D E D D D D C D D B C C C B
I III I I II III III I I III III II II I II II
Jenis Pohon
Pempaning Buah Kecil
Pempaning Buah Kecil
Bentan Krandang Duta Kumpang Harang
Puak Puak Bekapas
Pempaning Buah Kecil Sindur
Meranti
Bintangur
Kumpang Darah
Puak Sintu Lawang Ubar Manis Puak Krandang Duta Poga Punai Poga Punai Kumpang Dara
1
2
3 4 5
6 7 8
9 10
11
12
13
14 15 16 17 18 19 20 22
41,5 35 35 33,6 58,2 98 47,3 73
46
46,5
201
54,4 61,2
49,2 41,2 46,2
71,5 44,8 55
39,7
42,7
Kell (cm)
15 11 10 12 16 19 15 20
13
15
28
17 21
18 12 12
18 15 18
15
17
Tt (m)
8 6 3,5 4,5 8 7 9 16
6
6
20
14 15
7 7 5
8 2,8 14
10
12
TBC (m)
: Hutan Rawa Gambut : Jalan Anangdeni : Utara-Selatan
No
Tipe Vegetasi Midline Arah Transek 1
c. Hutan Rawa gambut
........Lanjutan Lampiran 1
13 6 8 6 10 18 14 18
21 25 10 12 9
16 18
17,5 10 11
12 6 17
14
15
TS
6 6,80 3 6,10 7,90 14,27 4,30 6,10
0,88
7,66
4,40
0,70 10
8,16 5,40 2,07
8 12,50 13,23
9,50
12
JPSDJ (m)
1,80 1,80 -
-
-
-
9,30 9,30
-
-
3
3
JAPST (m)
300 ; 3,7 2300; 6,8 1000; 3,9 3100; 6,6 3400; 7,3 1500; 3,9 1450; 4,1 3600; 3,7 2350; 4,7 850; 8,8 1950; 5,8 2500; 3,6 1500; 3,7 400; 3,4 1850; 1,7 2800; 4,6 3000; 4,4 800; 5 1200; 3,9 2050; 5,5
500; 11,3 2800; 4,6 1300;12,1 1600; 9,4 3300; 6,2 3250; 5,3 1800; 4 550; 6,8 2650;12,5 150; 7,3 700; 2,4 3300; 4,8 2200; 2,6 50; 3,1 1000; 2,4 1200; 3,7 2600; 8,7 3000; 5,1 250;7,6
0
(Baz,Pnjng) 2700; 7,7
120 ; 6
0
(Az,Pjng) 900; 8,9
Terpanjang
Azimuth
700; 3,8 1000; 1,7 700; 0,9 400; 3 1900; 2 3500; 6,3 1850; 3,6 1400; 5
1550; 1,8
1250; 3,3
100; 7,4
3000; 2,9 950; 3,6
850; 6,4 1100; 3,7 2500; 3,6
700; 5,6 350; 2,8 600; 5,8
50 ; 4,1
(Az,Pnjng) 100; 6,3 0
: 00 & 1800
2500; 1,9 2800; 2,2 2500; 2,8 2200; 2,1 100; 2,5 1700; 5 50; 3,2 3200; 4,7
3350; 2,9
3050; 5
1900; 6
1200; 3,4 2750; 5,2
2650; 5,9 2900; 4,6 700; 2,8
2500; 7,6 2150; 4 2400; 8,2
230 ; 2,9
0
(Baz,Pnjng) 1900; 5,1
Terpendek
Titik 1 Panjang Transek
SP 4 SP SP SP SP SP SP
3
2,50 5,80 SP 3,40 SP SP SP 2,40 SP SP 0,45 3,50
SP
SP
JPSDSPT (m)
D E A C D D D C
D C E D A
E D
C D D
E B A
E
A
Tipe
: 50 m dari Pusat : 500 m
I II I I II I III II
I II I II I
I II
III I I
I I I
I
II
Posisi
Puak Bangan Puak Bebarak Lamanaduk Lanan
Lamanaduk Kengkoban Lunding Ubar Rawa Mampai Puak Asam-asam Penempalaan Poga Punai
23 24 25 26 27 28
29 30 31 32 33 34 35 36 37
82 46 52,4 29 43 34 58 46 94,5
70 52 48 17 78 186 22 15 18 15 15 15 20 18 22
15 15 16 10 22 28 16 9 11 8 4 11 15 12 13
7 8 7 6 17 19
......Lanjutan Lampiran1 (Hutan rawa gambut-Transek 1) 10 8 8 10 19 19 26 18 9 14 12 9 12 22 16 15 19,3 5 3,30 6,70 2,40 22,30 26 25 6,50
4,50 3,80 1,30 6 11,05 18,06
4,70 4,70 -
6,14 -
5,93 5,93 6,14
2550; 3,6 900; 3,8 3000; 4,9 3500; 2,6 2250; 6,6 250; 7,7 1300; 6,6 3500; 3,6 1850; 7,2 1450; 3 900; 2,7 350; 1,8 3550; 5,7 2500; 2,9 1400; 10,6
750; 4,4 2700; 5,1 1200; 6,3 1700; 0,9 450; 4,2 2050;10,3 3100; 9,6 1700; 2,7 50; 6 0 325 ; 4,6 2700; 5,8 2150; 2,3 1750; 3,1 700; 6,2 3200; 5,8
650; 8,3 1350; 1,4 750; 4,6 800; 2,9 1400; 3,6 800; 2,7 1050; 2 1200; 3 650; 4,1
1150; 2 100; 4 550; 4,1 1000; 1,6 1000; 5,9 800; 6,3 2450; 5,9 3150; 2,2 2550; 5,5 2600; 3,4 3200; 2,1 2600; 0,9 2850; 4,3 3000; 5,1 2450; 6,9
2950; 3,7 1900; 2,9 2350; 3,8 2800; 0,7 2800; 3,9 2600; 8 SP SP SP SP 0,90 SP SP SP SP
SP SP 2,60 SP -
D E E D B E D B D C D C C D E D
II I II III I I III I II I I I II II I I
Puak Rengas
Poga
Ramin
Jangkang Bedaru Rawa
Bati-bati Bekunyit
Lanan Blengsuit Idur Beruang
Ubar Merah
Asam-asam
2 3
4
5
6 7
8 9
10 11 12
13
14
120,5
50,6
256,5 70,6 61,5
75,9 130,4
55 45,6
235,6
40,5
89 123,8
57,4
Kell (cm)
24
15
29 19 19
20 22
17 17
27
15
23 25
18
Tt (m)
16
9
18 12 14
14 15
10 9
19
9
16 15
13
TBC (m)
18
15
23 17 14
20 15
10,5 13
23
9
19 21
14
TS
: Hutan Rawa Gambut : Jalan 14 ± Sungai Raden ( 0,5 Km ) : Utara-Selatan
1,90
1,80
25,70 24,60 20,10
10,20 13,40
13,80 21,40
2,70
5,20
7,80 23
14,50
JPSDJ (m)
Keterangan : JPSDJ : (Jarak Pohon Sarang Dari Jalur) JAPST : (Jarak Antar Pohon Sarng Terdekat) JPSDSPT : (Jarak Pohon Sarng Dengan Sumber SP Terdekat) SP : (Pohon Sarang & Pohon SP) : (Tidak Ditemukan Pohon SP atau Sarang Disekitarnya) ³$´ : (Sarang Ditanah)
Ketiau
Jenis Pohon
1
No
Tipe Vegetasi Midline Arah Transek 2
......Lanjutan Lampiran 1
-
-
-
5,30 5,30
-
-
-
13,10 -
13,10
JAPST (m)
0
260 ; 8,9 3150; 1,9 400; 2,8 2250; 3,2 240; 6 00; 9,1 2450; 6,7 2850; 6,9 2800; 5,8 800; 7
80 ; 13,7 1350; 4 2200; 3,6 450; 6,5 600; 8,1 1800;10,8 650; 5,4 1050; 3,1 1000; 3,3 2600; 7,6
1200; 2,8
3000; 5,3 0
210 ; 4,6 1400; 7
30 ; 7,2 3200; 9,6
(Baz,Pnjng) 2900; 5,7
3100; 4,4
300; 2,2
600; 7,1 1000; 3,7 450; 3,1
1200; 4,2 50; 5,6
850; 0,9 600; 2
170 ; 6,1
450; 3,3
120 ; 5 300; 5,5
0
(Az,Pnjng) 1500; 3,1
0
: 00 & 1800
1300; 3,5
2100; 4,7
2400; 6,2 2800; 5 2250; 3,7
3000; 3 1850; 3,8
2650; 3,9 2400; 1,8
350 ; 7
0
2250; 4,2
300 ; 3,8 2100; 8,6
0
(Baz,Pnjng) 3300; 4,3
Terpendek
Titik 1 Panjang Transek
0
0
(Az,Pjng) 1100; 4,6
Terpanjang
Azimuth
SP 1,40 6,50 SP 4,80 2,90 10,30 SP 1,20 SP 8,80 SP 5,40
7,70
SP
1,30 SP 8,40
SP
JPSDSPT (m)
: 56 m dari Pusat : 500 m
D
D
C E D
D D
E E
D
E
E E
C
Tipe
I
III
II II I
I I
I III
I
I
II II
I
Posisi
Pempaning Buah Besar
2
94,2
75,3
Rurangan
Medang Kabui
Jejantik Poga Beruang Kempas
2
3 4 5
Jenis Pohon
1
Bulan No
37,1 90,6 99
54
34
Kell (cm)
b, Hutan Dipterocarp dataran rendah
Pempinang
1 13
14
14 20 24
20
17
12 13 18
15
15
: April 2008 Tt TBC (m) (m)
25
20
13 14 24
15
16
TS
15
17
TS
3,60 23,50 17,40
19,60
3,08
JPSDJ (m)
12,70
28,70
JPSDJ (m)
: Mei 2008 Tt TBC (m) (m)
Kell (cm)
Bulan No
Jenis Pohon
: April 2008 : Tidak Ditemukan Sarang Baru
Bulan Keterangan
a, Hutan Kerangas
Data pohon sarang bulanan
Lampiran 2
14,80 12,15 12,15
14,80
-
JAPST (m)
-
-
JAPST (m)
90 ; 5,7
0
(Baz,Pnjng) 3300; 6,8
(Baz,Pnjng) 2600; 1,8 2600; 4,6 2150; 4,4 3550; 9,1 700; 7,3
(Az,Pjng) 800; 1,3 800; 5,8 350; 4,1 1750; 6,3 2500; 9,6
Terpanjang
270 ;10,6
0
(Az,Pjng) 1500;11,2
Terpanjang
10 ; 6,9
800; 3,5 1000; 4,8 1050; 6
150; 3,4
(Az,Pnjng) 250; 0,6
2600; 4,2 2800; 7,2 2850; 7,7
1950; 3
(Baz,Pnjng) 2050; 0,9
0
(Baz,Pnjng) 2400; 8,5
Terpendek
190 ; 5,1
0
(Az,Pnjng) 600; 7
Terpendek
SP SP SP 5,80
1,11 SP SP
JPSDSPT (m)
SP
-
JPSDSPT (m)
A A A
A
A
Tipe
A
A
Tipe
II II III
I
II
Posisi
I
II
Posisi
Amang
Pempaning buah besar Belimbing kasai Kumpang Pempaning buah kecil Pempaning buah kecil Kempas
Pudu
Getah merah Jane
Poga
Getah Merah
2
3
9
10 11
12
13
8
7
4 5 6
Sindur
Jenis Pohon
1
Bulan No
««/DQMXWDQODPSLUDQ
77,3
63,4
134,6 80,9
40,8
35,7
55,8
60 112 58,4
89
150
200
Kell (cm)
18
18
25 22
16
16
19
19 26 17
23
25
23
Tt (m)
11
13
16 15
9
11
12
13 19 10
14
18
15
14
15
17 15
13
11
15
14 22 14
20
23
20
2,20
3,30
17,10 12,50
8
4,70
9,30
2,70 4,30 10,10
1,40
3,20
16,20
: Mei 2008 TBC TS JPSDJ (m) (m)
-
-
2,40 -
2,40
-
-
1,10 1,10 -
-
-
-
JAPST (m)
310 ; 6,6 2500; 3,6 1850; 4,7 3300; 6,8 900; 3,7 2350; 4,7 850; 2,8 1950; 5,8 800; 5 1200; 3,9 2050; 5,5 2550; 3,6
700; 2,4 50; 6,1 1500;11,2 2700; 7,6 550; 6,8 2650;4,5 150; 7,3 2600; 8,7 3000; 5,1 250;7,6 750; 4,4
0
(Baz,Pnjng) 2700; 7,7
130 ;12,1
0
(Az,Pjng) 900; 8,9
Terpanjang
1150; 2
1400; 5
3500; 6,3 1850; 3,6
1250; 3,3
100; 3,4
950; 3,6
700; 4,9 600; 7 1900; 4,1
1550; 1,8
60 ; 5,8
0
(Az,Pnjng) 100; 6,3
2950; 3,7
3200; 4,7
1700; 5 50; 3,2
3050; 5
1900; 1,6
2750; 5,2
2500; 2,8 2400; 8,5 100; 2,9
3350; 2,9
240 ; 8,2
0
(Baz,Pnjng) 1900; 5,1
Terpendek
2,70 SP 3,40 SP 1,10 SP SP 5,90 SP 8,70 SP 2,40 SP
SP 4,60 SP 3,80 SP SP SP
1,60
JPSDSPT (m)
A
A
A A
A
A
A
A A A
A
A
A
Tipe
I
I
I I
II
I
II
I I I
II
I
III
Posisi
Ubar Manis
4
Cula Caling
Penempalaan
Bekapas
Lanan Jejambu
Bedaru rawa Puak
1
2
3
4 5
6 7
Bulan No
Jenis Pohon
Kumpang Darah
3
2
Pempaning Buah Kecil Kumpang Harang
Jenis Pohon
1
Bulan No
c, Hutan Rawa Gambut
........Lanjutan lampiran 2
60 45
167 85
42
32
32
Kell (cm)
35
46
55
42,7
Kell (cm)
21 20
29 24
20
10
12
Tt (m)
10
13
18
17
8
9
17
15
TS
3
0,88
13,23
12
JPSDJ (m)
13 9
20 15
6
4
6
19 10
24 17
19
9
12
6,65 11,90
14,70 10
5,60
9,10
3,60
: Mei 2008 TBC TS JPSDJ (m) (m)
3,5
6
14
12
: April 2008 Tt TBC (m) (m)
-
4,10 4,10
-
-
-
JAPST (m)
-
-
3
3
JAPST (m)
3100; 6,6 2500; 3,6 1850; 1,7
1300;9,1 700; 2,4 50; 3,1
150 ; 3,7 400; 3,4 1400; 0,6 2050; 7,2 3100; 4,5 700; 1,8
2200; 2,6 3200; 5,8 250; 10,9 1300; 6,5 2500; 3,3
0
(Baz,Pnjng) 2500; 3,6
330 ; 4,8
0
(Az,Pjng) 700; 2,4
Terpanjang
(Baz,Pnjng) 2700; 7,7
(Az,Pjng) 900; 8,9
Terpanjang
300; 4,3 100; 2,6
650; 4,1 600; 6,6
1000; 1,7
70 ; 3,8
(Az,Pnjng) 1550; 1,8 0
2500; 2,8
3350; 2,9
2400; 8,2
(Baz,Pnjng) 1900; 5,1
2100; 2,7 1900; 0,8
2450; 6,9 2400; 3,9
2800; 2,2
250 ; 1,9
0
(Baz,Pnjng) 3350; 2,9
Terpendek
700; 0,9
1550; 1,8
600; 5,8
(Az,Pnjng) 100; 6,3
Terpendek
SP 4,60 SP 3,80 SP 4,50 SP 2,80 SP
1,60
JPSDSPT (m)
SP 3,40 SP 4 SP
SP
JPSDSPT (m)
A A
A A
A
A
A
Tipe
A
A
A
A
Tipe
II I,
I I
II
I
III
Posisi
I
I
I
II
Posisi
Raribu Tunding Damak Jejantik Habu-habu
Temboras Putih Habu-habu Getah Merah Pakit
Rurangan Pempaning Buah Besar
12 13 14 15
16 17
Buah Buah
Buah Buah Buah, Daun, Kulit Buah Buah, Daun, Kulit Buah
POHON SARANG Nama Lokal BD Idur Beruang Buah Raribu Buah Ubar Merah Buah Habu-habu Buah, Daun, Idur Beruang Buah Pempaning Buah Besar Buah Pempaning Buah Kecil Buah
8 9 10 11
1 2 3 4 5 6 7
NO
a, Hutan kerangas
Data pohon pakan pada transek survei sarang
Lampiran 3
TB TB
TB TB TB TB
TB TB TB TB
Kondisi TB TB TB TB TB TB TB
Kempas Kayu Batu
Habu-habu Rurangan Rurangan Sindur
Nama Lokal Simpur Balam Ubar Ubar Manis Ubar Manis Ubar Manis Semonga Pempaning Buah Besar Habu-habu Ubar Manis Habu-habu Habu-habu Habu-habu
105 144,7
36,5 110,6 110,6 177,2
103 56 40,9 48,5
22 25
17 20 20 25
19 14 15 11
18 17
15 16 14 18
12 10 7 6
POHON PAKAN Kell TT Tbc 117,4 20 14 53,4 18 11 25,7 15 7 162,4 25 17 162,4 24 17 56,2 17 6 44,2 15 13 15 9 48,1
Buah, Daun, Kulit Buah Buah Buah, Kambium, Kulit Buah, Kulit Buah, Kulit
Buah Buah, Daun, Kulit Buah, Daun, Kulit Buah, Daun, Kulit
BD Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah, Daun, Kulit
TB TB
TB B TB TB
TB TB TB TB
Kondisi TB TB TB TB TB TB TB
1,70 14,20
1,90 8,50 10,60 5,60
5,67 5,80 1,40 1,30
4,81 2,14 1,90 4,85 4,85 3,80 5 8,18
JPSDPPT
Limbuan Poga Habu-habu
Bedaru Poga Jane Sampulumutuaw Bedaru
Ubar Manis Cemara Aru
Jejantik Kempas Pempisang Kempas Getah Merah Damar Batu
Pempaning Buah Besar Kempas Pempisang
Saru Batu
-
5 6 7
8 9 10 11
12 13
14 15 16 17 18 19
20 21 22
23
24
-
Buah
Buah Buah Buah
Buah Buah Buah, Daun, Kulit Buah Buah Buah Buah Buah, Daun, Kulit Buah Buah, Daun, Kulit Kulit Buah Buah Buah Kulit Buah
b. Hutan Dipterocarp dataran rendah (Hutan Dipterocarp dataran rendah) - Transek 1 NO POHON SARANG Nama Lokal BD 1 Pempaning Buah Kecil Buah 2 Asam Kemandrau Buah 3 Pempaning Buah Besar Buah 4 Tunding Damak Buah
........Lanjutan lampiran 3
-
TB
TB TB TB
TB TB TB TB B
TB TB
TB TB TB TB
TB TB TB
Kondisi TB TB TB TB
Getah Merah Getah Merah Pempaning Buah Besar Pempaning Buah Besar Getah Merah
Habu-habu Habu-habu Getah Merah Getah Merah Getah Merah Getah Merah
Bulu-bulu Getah Merah
97,5
116,7
100 94 122
68,1 50 117,4 82,6 80,1 126,1
22,3 100,3
190,1 252,4 22,7 60,5
91,5 31 146 113,2
Jejantik Habu-habu Getah Merah Getah Merah
Rengas Getah Merah Bulu-bulu Habu-habu
Kell 74,2 157 55 54,3
Nama Lokal Habu-habu Jambul Tut-tut Habu-habu Habu-habu
25
20
23 18 27
17 15 19 20 17 25
18 22
20 25 10 20
17
15
14 14 20
15,5 12 14 16 14 19
7 15
18 19 2,5 9
Kulit
Buah
Kulit Kulit Buah
Kulit Buah, Daun, Kulit Kulit Kulit Kulit Kulit
Buah, Daun, Kulit Daun Muda
Daun Muda Buah, Daun Muda Kulit Daun Muda
POHON PAKAN TT Tbc BD 12 9 Buah, Daun, Kulit 21 17 Buah 15 9 Buah, Daun, Kulit 17 5 Buah, Daun, Kulit Buah 15 11 13 7 Buah 25 17 Buah, Daun, Kulit 25 20 Kulit
-
B
TB TB Terkelu pas TB
TB B
TB TB TB
TB TB -
Kondisi TB TB TB TB
2,30
4,30
1,17 2,10 2,30
2,30 6,60 3,60 4,30 6,33 3,40
1,85 1,35
5,30 3,50 5,50 6,10
1,25 8,30 4,80 3,30
2,10 7,60 8,90 3,70
JPSDPPT
Nama Lokal Medang Ubar Ubar
Pempaning Buah Besar
Ubar Manis Jane
Jejantik Ketikal Jejantik Pempaning Buah Kecil
Saru Batu Rurangan
Ubar Pempaning Buah Besar Rurangan Habu-habu
Penseluangan Pempaning Buah Kecil Pempaning Buah Kecil Rurangan Pempaning Buah Kecil Ubar Salin Kawa Hutan Limbuan Kempas Sesanggau Ubar Putih
4
5 6
7 8 9 10
11 12
13 14 15 16
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Buah Buah Buah Buah, Daun, Kulit Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Kulit Buah Buah
Buah Buah
Buah Buah, Kulit Buah Buah
Buah Buah, Biji
Buah
BD Buah Buah Buah
POHON SARANG
1 2 3
NO
........Lanjutan lampiran 3 (Hutan Dipterocarp dataran rendah) - Transek 2
TB B B TB TB TB TB TB TB TB
TB TB B TB
TB TB
TB TB TB TB
TB TB
TB
Kondisi TB TB TB
Pempaning Buah Besar Semonga Semonga Getah Merah Kawa Hutan Kempas Bekapas Habu-Habu Rengas Habu-habu Jejantik
Nama Lokal Getah Merah Buluhan Rengas Getah Merah Semonu Melukan Jejantik Keminting Natai Bekapas Kepodu Idur Beruang Rurangan Poga Keminting Natai Jane Idur Beruang Semonga Bekapas Sundi Getah Merah Romania 34,1 38 58,9 44,9 17 114 44,2 55,5 30 49,5 70
Kell 110 77 25,3 61,5 47 118,3 79,5 86,5 68 176 59,6 56 44 47 19 60 62,5 38 46 113 26,4 12 15 15 15 15 25 12 20 12 15 20
TT 25 20 15 14 17 20 20 18 20 25 17 20 13 15 10 17 12 17 17 25 10 7 11 10 13 8 17 9 16 8 12 17
Tbc 15 12 9 9 11 14 17 13 13 20 13 14 11 13 6 14 7 13 14 17 4
POHON PAKAN
Buah Buah Buah Kulit Buah Kulit Buah, Kulit Buah, Daun, Kulit Daun Muda Buah, Daun, Kulit Buah
BD Kulit Buah Daun Muda Kulit Buah Buah, Kulit Buah Buah Buah, Kulit Buah, Kulit Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah, Kulit Buah, Biji Kulit Buah, Kulit
Kondisi TB TB TB TB B TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB Terkelu pas TB TB TB TB TB TB TB TB
4,30 1,85 1,64 4,09 1,26 4,53 0,75 1,90 3,23 1,20 4,40
4,60 4,60 1,29 2 4,80 4,36 1,41 5,40 6,04 1,30 0,51 6,85 1,20 3,20 2,50 2,80 2,90 0,90 0,68 2,30 2,70
JPSDPPT (m)
Poga Beruang Habu-habu
Pempaning Buah Besar Rambutan Hutan Idur Beruang Gambir Ketikal
Kumpang Keranji Pempaning Buah Besar Ubar Minyak Pempaning Buah Besar Pempaning Buah Kecil Semonga
35 36
37 38 39 40 41
42
43 44 45 46 47
Rurangan Medang Kabui Kumpang
32 33 34
Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah
Buah Buah, Daun, Kulit Buah Buah Buah Kulit Buah
Buah Buah Buah
(Hutan Dipterocarp dataran rendah) - Transek 2 28 Ketikal Buah 29 Jejantik Buah 30 Poga Buah 31 Poga Punai Buah
........Lanjutan lampiran 3
TB TB TB TB TB TB TB
TB TB TB TB
TB TB
TB TB TB
TB TB TB TB
Getah Merah Bekapas Idur Beruang Habu-habu Semonga
Idur Beruang Habu-habu Badelan Pudu Rengas Jejantik Keminting Natai
Rengas Habu-habu
Habu-habu Kempas Habu-habu Bekarai Getah Merah Jane Getah Merah Getah Merah Habu-habu
76 19 99 50 28
48,3 45,5 64,3 77,2 29,5 75,6 143
86 35
21,5 72,3 37 87,3 120,8 41,6 70,8 79,5 43
19 15 17 15 15
15 16 15 20 12 17 25
20 15
10 17 15 20 20 15 20 20 15
10 8 10 10 8
11 10 11 17 8 14 21
14 9
8 12 11 14 16 10 10 15 9
Kulit Buah, Kulit Buah Buah, Daun, Kulit Buah
Buah Buah, Daun, Kulit Buah Buah Daun Muda Buah Buah
Daun Muda Buah, Daun, Kulit
Buah, Daun, Kulit Kulit Buah, Daun, Kulit Buah Kulit Buah, Biji Kulit Kulit Buah, Daun, Kulit
TB TB TB TB
TB TB TB TB TB TB
TB TB TB B Terkelu pas TB TB
0,70 2,54 1,70 2 1,20
4,52 1 3,60 2,85 0,80 1,80 3,14
0,63 2,10
4,50 2,20 2,60 1,70 3 1,11 7 1,40 1,96
Nama Lokal Ulin Mendarahan Ubar Manis Ubar Meranti Habu-habu Poga Punai Rupis Melobu Pempaning Buah Besar Bekapas Getah Merah
BD Buah, Kulit Buah Buah Buah, Daun, Kulit Buah Buah Buah, Biji Buah Buah, Kulit Kulit
POHON SARANG
11 12 13
2 3 4 5 6 7 8 9 10
1
Idur Beruang Ubar Ubi Para Pempisang Bekapas Ketikal Ubar Penseluangan Pakit Sintu Nenasi Bekapas Kumpang
Nama Lokal Kawa Hutan Buah Buah Kulit Buah Buah, Kulit Buah Buah Buah Buah, Daun Muda Buah Buah, Kulit Buah
BD Buah
Hutan Dipterocarp dataran rendah) - Transek 4 NO POHON SARANG
5 6 7 8 9 10 11
1 2 3 4
NO
(Hutan Dipterocarp dataran rendah) - Transek 3
........Lanjutan lampiran 3
TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB
Kondisi TB
Kondisi TB TB TB TB TB TB TB TB B -
Kawa Hutan Semonga Katur Putih
Nama Lokal Jejantik Saru Batu Semonga Rurangan Melukan Ubar Putih Rurangan Bekapas Semonga Kumpang Ubar
Getah Merah Semonga Getah Merah Getah Merah Getah Merah Getah Merah Getah Merah
Nama Lokal Nyatuh Merah Semonga Semonga Semonga
48 67 116
Kell 62 8 31 87 146 58,7 129 88 66 51 38
15 15 20 15 25 23 20
TT 15 15 15 15 8 8 12 10 17 19 16
Tbc 12 7 9 8
15 17 20
TT 18 15 16 18 22 15 22 20 15 17 15
9 15 12
Tbc 12 11 12 13 18 11 13 14 6 12 12
POHON PAKAN
4 38 72 80,5 73,4 105 92
Kell 22 40,2 80 52,2
POHON PAKAN
Buah Buah Buah
BD Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah, Kulit Buah Buah Buah
Kulit Buah Kulit Kulit Kulit Kulit Kulit
BD Buah Buah Buah Buah
TB TB TB
Kondisi TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB
TB Terkelupas -
Kondisi TB TB TB TB
1,70 1,40 3,20
4,10 4,80 2,80 7,40 1,16 4,10 1,40 1,50 1,65 2,25 0,76
JPSDPPT (m)
1,40 2,50 0,20 3,15 4,20 2,55 5,90
2,30 1,05 2,56 3,70
JPSDPPT (m)
Buah Dara Jane Daun Salam
Kumpang
Limbuan Ulin Jane Limbuan Kempas ³$´
Jejantik
Limbuan
Pengkelahangan
14 15 16
17
18 19 20 21 22 22
23
24
25
-
Buah
Buah
Buah Buah, Biji Buah Kulit -
Buah
Buah Buah, Biji Daun Muda
(Hutan Dipterocarp dataran rendah) - Transek 4
........Lanjutan lampiran 3
-
TB
TB
TB TB TB -
TB
TB TB -
Sindur
Getah Merah
Habu-habu
Jejantik Getah Merah Sindur Jejantik Sindur Akar Belale
Getah Merah
Jejantik Kawa Hutan Habu-habu
138
93
28
49 99 44,9 103 82 -
110
52 53,5 21
25
20
15
18 25 18 25 18 -
25
20 15 15
14
13
10
9 17 10 14 14 -
19
16 11 10
Buah, Kulit
Buah Kulit Buah Buah Buah Kambium Akar Buah, Daun, Kulit Kulit
Buah Buah Buah, Daun, Kulit Kulit
Terkelu pas TB
TB
Terkelu pas TB TB B B -
B TB TB
3,50
1,60
0,54
1,16 0,73 3,45 3,70 5,80 3,10
6,40
3,80 1,40 0,86
........Lanjutan lampiran 3
Saru Batu Rurangan Keruntuan Bayan Medang Jejantik Limbuan Pempaning Buah Kecil Kayu Gading Raribu Saru Batu Ulin Kumpang
Nama Lokal Bekapas Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah
BD Buah, Kulit
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Lokal Bintangur Puak Ubar Manis Poga Punai Puak Bebarak Bekapas Sindur Meranti Bintangur
BD Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah, Kulit Buah Buah
b. Hutan Rawa gambut (Hutan Rawa gambut) - Transek 1 NO POHON SARANG
10 11 12
2 3 4 5 6 7 8 9
1
(Hutan Dipterocarp dataran rendah) - Transek 5 NO POHON SARANG
Kondisi TB TB B TB TB TB TB TB TB
TB TB TB TB TB TB TB TB TB
Kondisi TB
Nama Lokal Rengas Bekapas Tentalang Ketiau Puak Lamanaduk Rengas Ketiau Rengas Rengas
Rengas Semonga Idur Putih
Jejantik Mensira Pempaning Buah Kecil Buah Dara Getah Merah Semonga Semonga Semonga
Nama Lokal Habu-habu
Kell 75 88,3 131,5 34 54,9 22,8 88,4 34,6 77,3 45,3
51,5 93 81,8 44 193 22 35 103, 5 45 68 54,4
Kell 42
7 7 11
12 12 13 13 15 15 12 9
Tbc 11
TT 20 22 26 17 18 10 18 15 19 16
Tbc 15 12 16 8 11 6 6 10 14 125
POHON PAKAN
10 15 15
15 17 20 15 22 17 15 15
TT 13
POHON PAKAN
BD Daun Muda Buah, Kulit Buah Buah Buah Buah Daun Muda Buah Daun Muda Daun Muda
Daun Muda Buah Buah
Buah Buah Buah Buah Kulit Buah Buah Buah
BD Buah, Daun, Kulit
Kondisi TB TB TB TB TB TB -
TB TB
TB TB TB TB TB TB TB
Kondisi TB
3 4 1,30 0,99 4,95 2,60 2,40 0,45 3,50 3
JPSDPPT (m)
3,50 3,30 2,30
0,41 4,60 4,18 1,46 5,20 1,20 1,40 6,20
2,86
JPSDPPT (m)
Bentan Krandang Duta Kumpang Harang
4 Puak 5 Puak 6 Bekapas 7 Sindur 8 Meranti 9 Bintangur 10 Puak 11 Ubar Manis 12 Poga Punai 13 Puak 14 Bebarak Keterangan : TT = Tinggi Total Tbc = Tinggi Bebas Cabang BD = Bagian Dimakan B = Berbuah TB = Tidak Berbuah ³$´ = Sarang Ditanah
1 2 3 Buah Buah Buah, Kulit Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah
Buah Buah
(Hutan Rawa gambut) - Transek 2 NO POHON SARANG Nama Lokal BD
........Lanjutan lampiran 3
B TB TB TB TB TB B TB TB TB
TB TB
Kondisi Tentalang Bekapas Poga Puak Tentalang Bentan Rengas Ketiau Rengas Rengas Bekapas Tentalang Ketiau Puak Lamanaduk
Nama Lokal 41,8 110,5 25 32,5 62,7 130,4 122,8 149,8 140,6 115,4 45,7 122 30 49,2 87
Kell
POHON PAKAN T Tbc BD T 15 6 Buah 22 13 Buah, Kulit 10 3,4 Buah 10 5 Buah 20 14 Buah 25 18 Buah 27 20 Daun Muda 27 19 Buah 20 15 Daun Muda 25 15 Daun Muda 15 12 Buah, Kulit 20 16 Buah 14 6 Buah 18 8 Buah 20 10 Buah TB Terkelupas TB B TB TB TB TB TB TB TB TB
Kondisi
2,50 5,80 3,40 4,36 3,50 3,10 2,40 0,45 3,50 3 4 1,30 0,99 4,95 2,60
JPSDPPT (m)
Lampiran 4 Analisis vegetasi pada berbagai tipe hutan di stasiun penelitian Camp Leakey dari tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon a. Hutan kerangas Tingkat pertumbuhan RH Azimuth Suhu Ukuran Transek Analisis Vegetasi Hutan Kerangas
: Semai : 81 % : 80 0 : 26 0C : (20x100) m2
INP TINGKAT PERTUMBUHAN SEMAI No Nama Jenis Jumlah 1 Jejantik 2 2 Para 1 3 Pempisang 3 4 Ubar Merah 8 5 Sipun 7 6 Ubar Putih 3 7 Saru Putih 1 8 Srigunung 1 9 Tembaras Putih 2 10 Penseluangan 5 11 Pepagar 2 12 Duku Hutan 1 13 Pempaning Buah Kecil 3 14 Pempaning Buah Besar 4 15 Bejungkung 2 16 Kumpang Sarung 1 17 Mendoking 5 18 Habu-habu 5 19 Beboti 3 20 Ketikal 2 21 Melobu 1 22 Raribu 3 23 Rukam 1 24 Cempaka Piring 2 25 Lunding 1 26 Poga Punai 1 27 Semonga 2 28 Pantis 4 29 Sesambil 1 30 Kumpang Tahun 2 31 Temboras Hitam 1 32 Kayu Gading 1 33 Pempinang 1 34 Buah Dara 1 35 Daun Salam 1 Jumlah 84
K 500 250 750 2000 1750 750 250 250 500 1250 500 250 750 1000 500 250 1250 1250 750 500 250 750 250 500 250 250 500 1000 250 500 250 250 250 250 250 21000
KR 0,0238 0,0119 0,0357 0,0952 0,0833 0,0357 0,0119 0,0119 0,0238 0,0595 0,0238 0,0119 0,0357 0,0476 0,0238 0,0119 0,0595 0,0595 0,0357 0,0238 0,0119 0,0357 0,0119 0,0238 0,0119 0,0119 0,0238 0,0476 0,0119 0,0238 0,0119 0,0119 0,0119 0,0119 0,0119 1
Ȉ3ORW 2 1 2 6 2 3 1 1 2 4 1 1 2 1 1 1 2 4 3 2 1 3 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1
F 0,2 0,1 0,2 0,6 0,2 0,3 0,1 0,1 0,2 0,4 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,2 0,4 0,3 0,2 0,1 0,3 0,1 0,2 0,1 0,1 0,2 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 6,2
FR 0,0323 0,0161 0,0323 0,0968 0,0323 0,0484 0,0161 0,0161 0,0323 0,0645 0,0161 0,0161 0,0323 0,0161 0,0161 0,0161 0,0323 0,0645 0,0484 0,0323 0,0161 0,0484 0,0161 0,0323 0,0161 0,0161 0,0323 0,0323 0,0161 0,0161 0,0161 0,0161 0,0161 0,0161 0,0161 1
INP 0,0561 0,0280 0,0680 0,1920 0,1156 0,0841 0,0280 0,0280 0,0561 0,1240 0,0399 0,0280 0,0680 0,0637 0,0399 0,0280 0,0918 0,1240 0,0841 0,0561 0,0280 0,0841 0,0280 0,0561 0,0280 0,0280 0,0561 0,0799 0,0280 0,0399 0,0280 0,0280 0,0280 0,0280 0,0280 2
........Lanjutan lampiran 4 Tingkat pertumbuhan
: Pancang
Ukuran Transek
: (20x200) m2
INP TINGKAT PERTUMBUHAN PANCANG No Nama Jenis Jumlah K 1 Jejantik 8 320 2 Cempaka Piring 3 120 3 Pempisang 5 200 4 Sungkup 1 40 5 Duku Hutan 1 40 6 Tembaras Putih 6 240 7 Idur Beruang 4 160 8 Lunding 5 200 9 Jemai 2 80 10 Penseluangan 7 280 11 Kumpang Merah 2 80 12 Habu-habu 7 280 13 Beboti 2 80 14 Jaholi 1 40 15 Sipun 5 200 16 Meranti 6 240 17 Buah Dara 3 120 18 Kumpang Sarung 2 80 19 Kumpang Tahun 4 160 20 Ubar Putih 1 40 21 Pasak Bumi 2 80 22 Para 3 120 23 Bedaru 2 80 24 Jambul Tut-tut 1 40 25 Pengkerubungan 1 40 26 Semonga 7 280 27 Pempaning Buah Kecil 6 240 28 Poga Beruang 2 80 29 Poga Punai 4 160 30 Kumpang Hitam 1 40 31 Kayu Laki 1 40 32 Mensira 2 80 33 Ketikal 1 40 34 Jerumuan 1 40 35 Bulu-Bulu 2 80
KR 0,0567 0,0213 0,0355 0,0071 0,0071 0,0426 0,0284 0,0355 0,0142 0,0496 0,0142 0,0496 0,0142 0,0071 0,0355 0,0426 0,0213 0,0142 0,0284 0,0071 0,0142 0,0213 0,0142 0,0071 0,0071 0,0496 0,0426 0,0142 0,0284 0,0071 0,0071 0,0142 0,0071 0,0071 0,0142
Ȉ3ORW 5 3 4 1 1 5 4 4 2 4 2 4 2 1 4 5 2 2 4 1 2 3 2 1 1 5 2 2 3 1 1 2 1 1 2
F 0,5 0,3 0,4 0,1 0,1 0,5 0,4 0,4 0,2 0,4 0,2 0,4 0,2 0,1 0,4 0,5 0,2 0,2 0,4 0,1 0,2 0,3 0,2 0,1 0,1 0,5 0,2 0,2 0,3 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,2
FR 0,0446 0,0268 0,0357 0,0089 0,0089 0,0446 0,0357 0,0357 0,0179 0,0357 0,0179 0,0357 0,0179 0,0089 0,0357 0,0446 0,0179 0,0179 0,0357 0,0089 0,0179 0,0268 0,0179 0,0089 0,0089 0,0446 0,0179 0,0179 0,0268 0,0089 0,0089 0,0179 0,0089 0,0089 0,0179
INP 0,1014 0,0481 0,0712 0,0160 0,0160 0,0872 0,0641 0,0712 0,0320 0,0854 0,0320 0,0854 0,0320 0,0160 0,0712 0,0872 0,0391 0,0320 0,0641 0,0160 0,0320 0,0481 0,0320 0,0160 0,0160 0,0943 0,0604 0,0320 0,0552 0,0160 0,0160 0,0320 0,0160 0,0160 0,0320
........Lanjutan lampiran 4 Pancang (Kerangas) 36 Sesambil 37 Rengas 38 Pudu 39 Cemara Aru 40 Raribu 41 Bebarak 42 Bejiing 43 Sindur 44 Pantis 45 Ubar Merah 46 Mahabai 47 Keranji Buah Kecil 48 Kayu Gading 49 Jejambu 50 Daun Salam 51 Ramania 52 Kratakuai 53 Getah Merah Jumlah
4 1 1 8 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 141
160 40 40 320 40 40 80 40 40 80 40 40 40 40 40 40 40 40 5640
0,0284 0,0071 0,0071 0,0567 0,0071 0,0071 0,0142 0,0071 0,0071 0,0142 0,0071 0,0071 0,0071 0,0071 0,0071 0,0071 0,0071 0,0071 1
4 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0,4 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 11,2
0,0357 0,0089 0,0089 0,0179 0,0089 0,0089 0,0179 0,0089 0,0089 0,0089 0,0089 0,0089 0,0089 0,0089 0,0089 0,0089 0,0089 0,0089 1
0,0641 0,0160 0,0160 0,0746 0,0160 0,0160 0,0320 0,0160 0,0160 0,0231 0,0160 0,0160 0,0160 0,0160 0,0160 0,0160 0,0160 0,0160 2
: (20x200) m2
Ukuran Transek
INP TINGKAT PERTUMBUHAN TIANG No Nama Lokal ,QG 1 Lunding 1 2 Kemanjing 1 3 Membrotian 4 4 Habu-habu 6 5 Jejantik 2 6 Badelan 1 7 Semonga 3 8 Penseluangan 1 9 Pempaning Buah Kecil 3 10 Poga Punai 1 11 Duku Hutan 1 12 Kumpang Tahun 1 13 Ubar Merah 1 14 Nyatuh Merah 2 15 Pempisang 1 16 Mentawa 1 17 Cemara Aru 1 Jumlah 31
: Tiang
Tingkat pertumbuhan
........Lanjutan lampiran 4
K 10 10 40 60 20 10 30 10 30 10 10 10 10 20 10 10 10
KR 0,0323 0,0323 0,1290 0,1935 0,0645 0,0323 0,0968 0,0323 0,0968 0,0323 0,0323 0,0323 0,0323 0,0645 0,0323 0,0323 0,0323 1
'WPGL3ORW 1 1 3 5 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 F 0,1 0,1 0,3 0,5 0,2 0,1 0,2 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 2,6
FR 0,0385 0,0385 0,1154 0,1923 0,0769 0,0385 0,0769 0,0385 0,0769 0,0385 0,0385 0,0385 0,0385 0,0385 0,0385 0,0385 0,0385 1
LBDS 0,0121 0,0175 0,0831 0,0841 0,0345 0,0124 0,0523 0,0079 0,0562 0,0098 0,0199 0,0185 0,0134 0,0248 0,0083 0,0098 0,0103
D 0,1211 0,1751 0,8313 0,8411 0,3454 0,1242 0,5234 0,0790 0,5622 0,0975 0,1990 0,1850 0,1338 0,2484 0,0831 0,0975 0,1032 4,750
DR 0,0255 0,0369 0,1750 0,1771 0,0727 0,0262 0,1102 0,0166 0,1184 0,0205 0,0419 0,0389 0,0282 0,0523 0,0175 0,0205 0,0217 1
INP 0,0962 0,1076 0,4194 0,5629 0,2142 0,0969 0,2839 0,0874 0,2921 0,0913 0,1126 0,1097 0,0989 0,1553 0,0882 0,0913 0,0924 3
: (20x200) m2
Ukuran Transek
INP TINGKAT PERTUMBUHAN POHON No Nama Lokal 1 Rurangan 2 Kumpang Sarung 3 Poga Punai 4 Ketikal 5 Ubar Samak 6 Keminting Natai 7 Bulu-bulu 8 Nyatuh Merah 9 Ubar Merah 10 Pengkerubungan 11 Bejungkung 12 Kayu Batu 13 Getah Merah 14 Kayu Bunga 15 Meranti 16 Pantis 17 Kumpang Tahun 18 Cemara Aru 19 Kepodu 20 Jejantik 21 Habu-habu 22 Ubar Putih 23 Sindur
: Pohon
Tingkat Pertumbuhan
........Lanjutan lampiran 4
,QG 2 4 3 2 1 6 1 4 3 1 1 2 1 1 6 4 1 2 3 2 1 2 2 K 5 10 7,5 5 2,5 15 2,5 10 7,5 2,5 2,5 5 2,5 2,5 15 10 2,5 5 7,5 5 2,5 5 5
KR 0,0286 0,0571 0,0429 0,0286 0,0143 0,0857 0,0143 0,0571 0,0429 0,0143 0,0143 0,0286 0,0143 0,0143 0,0857 0,0571 0,0143 0,0286 0,0429 0,0286 0,0143 0,0286 0,0286
'WPGL3ORW 2 4 3 2 1 5 1 4 2 1 1 2 1 1 5 2 1 2 3 2 1 2 2 F 0,2 0,4 0,3 0,2 0,1 0,5 0,1 0,4 0,2 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,5 0,2 0,1 0,2 0,3 0,2 0,1 0,2 0,2
FR 0,0308 0,0615 0,0462 0,0308 0,0154 0,0769 0,0154 0,0615 0,0308 0,0154 0,0154 0,0308 0,0154 0,0154 0,0769 0,0308 0,0154 0,0308 0,0462 0,0308 0,0154 0,0308 0,0308
LBDS 0,2565 0,2837 0,1786 0,0381 0,0418 0,5421 0,0939 0,8061 0,1822 0,0531 0,1387 0,8830 0,0352 0,1352 0,3977 0,1946 0,0631 1,0642 0,0659 0,2142 0,1185 0,0459 0,2290
D 0,6413 0,7091 0,4465 0,0953 0,1046 1,3552 0,2348 2,0153 0,4554 0,1329 0,3468 2,2075 0,0880 0,3379 0,9943 0,4865 0,1577 2,6605 0,1648 0,5355 0,2963 0,1147 0,5724
DR 0,0311 0,0344 0,0217 0,0046 0,0051 0,0657 0,0114 0,0978 0,0221 0,0064 0,0168 0,1071 0,0043 0,0164 0,0482 0,0236 0,0076 0,1291 0,0080 0,0260 0,0144 0,0056 0,0278
INP 0,0905 0,1531 0,1107 0,0640 0,0347 0,2284 0,0411 0,2164 0,0957 0,0361 0,0465 0,1664 0,0339 0,0461 0,2109 0,1115 0,0373 0,1884 0,0970 0,0853 0,0440 0,0649 0,0871
Pempaning Buah Kecil Kempas Kumpang Hitam Kemanjing Bejiing Penempalaan Temboras Hitam Kayu Laki Bangan Idur Beruang Sesambil Bentrong
35 36 Semonga 37 Badelan Jumlah
Pohon 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
........Lanjutan lampiran 4 2,5 5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 175
1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0,0143 0,0143 1
0,0143 0,0286 0,0143 0,0143 0,0143 0,0143 0,0143 0,0143 0,0143 0,0143 0,0143 0,0143 1 1
1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,1 0,1 6,5
0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,0154 0,0154 1
0,0154 0,0308 0,0154 0,0154 0,0154 0,0154 0,0154 0,0154 0,0154 0,0154 0,0154 0,0154 0,3431 0,0749 0,0617
0,0385 0,7487 0,0379 0,0428 0,1346 0,2874 0,0981 0,0765 0,0617 0,1451 0,0336 0,1873 0,1541 20,6145
0,0961 1,8717 0,0948 0,1069 0,3364 0,7186 0,2452 0,1912 0,1541 0,3628 0,0841 0,8578 0,0091 0,0075 1
0,0047 0,0908 0,0046 0,0052 0,0163 0,0349 0,0119 0,0093 0,0075 0,0176 0,0041 0,0416
0,0388 0,0371 3
0,0343 0,1501 0,0343 0,0349 0,0460 0,0645 0,0416 0,0389 0,0371 0,0473 0,0337 0,0713
........Lanjutan lampiran 4 b. Hutan dipterocarp dataran rendah Tingkat pertumbuhan : Semai RH : 81 % Azimuth : 40 0 Suhu : 25,5 0C Ukuran Transek : (20x200) m2 Analisis Vegetasi Hutan Dipterocarpaceae Tanah Kering (Jalur 13) INP TINGKAT PERTUMBUHAN SEMAI No Nama Lokal Jumlah 1 Bulu-bulu 5 2 Rupis 10 3 Ubar putih 13 4 Ubar hitam 2 5 Pempisang 20 6 Rengas 5 7 Ribu-ribu 7 8 Cempaka piring 4 9 Kumpang 7 10 Ubar merah 2 11 Belimbing kasai 4 12 Sempulutan 1 13 Badelan 2 14 Sindur 1 15 Ubar 12 16 Pantis 3 17 Tentamu 1 18 Pempaning buah kecil 1 Jumlah 100
K 1250 2500 3250 500 5000 1250 1750 1000 1750 500 1000 250 500 250 3000 750 250 250 25000
KR 0,05 0,1 0,13 0,02 0,2 0,05 0,07 0,04 0,07 0,02 0,04 0,01 0,02 0,01 0,12 0,03 0,01 0,01 1
3ORW 1 3 4 1 6 2 4 2 3 2 2 1 2 1 4 1 1 1
F 0,1 0,3 0,4 0,1 0,6 0,2 0,4 0,2 0,3 0,2 0,2 0,1 0,2 0,1 0,4 0,1 0,1 0,1 4,1
FR 0,0244 0,0732 0,0976 0,0244 0,1463 0,0488 0,0976 0,0488 0,0732 0,0488 0,0488 0,0244 0,0488 0,0244 0,0976 0,0244 0,0244 0,0244 1
INP 0,0744 0,1732 0,2276 0,0444 0,3463 0,0988 0,1676 0,0888 0,1432 0,0688 0,0888 0,0344 0,0688 0,0344 0,2176 0,0544 0,0344 0,0344 2
........Lanjutan lampiran 4 Tingkat pertumbuhan
: Pancang
Ukuran Transek
: (20x200) m2
INP TINGKAT PERTUMBUHAN PANCANG No Nama Lokal Jumlah K 1 Pempisang 2 Cempaka piring 3 Pudu 4 Sindur 5 Belimbing kasai 6 Ubar putih 7 Kumpang 8 Badelan 9 Ubar merah 10 Idur beruang 11 Ulin 12 Ubar 13 Lunding 14 Tembaras 15 Tentamu 16 Rengas bulu ayam 17 Tunding damak 18 Jane 19 Getah merah 20 Poga 21 Rengas 22 Bulu-bulu 23 Raribu 24 Penseluangan 25 Manggis hutan Jumlah
27 12 2 4 12 9 18 1 2 2 1 23 1 2 5 1 1 1 1 3 2 1 1 1 1 134
1080 480 80 160 480 360 720 40 80 80 40 920 40 80 200 40 40 40 40 120 80 40 40 40 40 5360
KR
3ORW
F
FR
INP
0,2015 0,0896 0,0149 0,0299 0,0896 0,0672 0,1343 0,0075 0,0149 0,0149 0,0075 0,1716 0,0075 0,0149 0,0373 0,0075 0,0075 0,0075 0,0075 0,0224 0,0149 0,0075 0,0075 0,0075 0,0075 1
10 5 2 2 5 4 7 1 2 1 1 8 1 1 3 1 1 1 1 3 2 1 1 1 1
1 0,5 0,2 0,2 0,5 0,4 0,7 0,1 0,2 0,1 0,1 0,8 0,1 0,1 0,3 0,1 0,1 0,1 0,1 0,3 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 6,6
0,1515 0,0758 0,0303 0,0303 0,0758 0,0606 0,1061 0,0152 0,0303 0,0152 0,0152 0,1212 0,0152 0,0152 0,0455 0,0152 0,0152 0,0152 0,0152 0,0455 0,0303 0,0152 0,0152 0,0152 0,0152 1
0,3530 0,1653 0,0452 0,0602 0,1653 0,1278 0,2404 0,0226 0,0452 0,0301 0,0226 0,2929 0,0226 0,0301 0,0828 0,0226 0,0226 0,0226 0,0226 0,0678 0,0452 0,0226 0,0226 0,0226 0,0226 2
: (20x200) m2
Ukuran Transek
K 10 10 40 20 20 50 30 10 10 10 10 10 20 10 10 10 40 30 10 10 30 10 10 10 430
1 Ubar 2 Damar batu 3 Bekapas 4 Bedaru 5 Jejantik 6 Ubar merah 7 Semonga 8 Ribu-ribu 9 Ulin 10 Lunding 11 Karangan silu 12 Kumpang 13 Rengas 14 Tentamu 15 Ketugal 16 Ketikal 17 Poga 18 Tunding damak 19 Lurangan 20 Nemai 21 Rengas bulu ayam 22 Getah merah 23 Medang 24 Jejambu Jumlah
1 1 4 2 2 5 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 4 3 1 1 3 1 1 1
INP TINGKAT PERTUMBUHAN TIANG No Nama Lokal ,QG 0,0233 0,0233 0,0930 0,0465 0,0465 0,1163 0,0698 0,0233 0,0233 0,0233 0,0233 0,0233 0,0465 0,0233 0,0233 0,0233 0,0930 0,0698 0,0233 0,0233 0,0698 0,0233 0,0233 0,0233 1
KR
Analisis Vegetasi Hutan Dipterocarpaceae Tanah Kering (Jalur 13)
: Tiang
Tingkat pertumbuhan
........Lanjutan lampiran 4
1 1 4 2 2 3 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 4 2 1 1 2 1 1 1
'WPGL3ORW F 0,1 0,1 0,4 0,2 0,2 0,3 0,3 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,4 0,2 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 3,9
FR 0,0256 0,0256 0,1026 0,0513 0,0513 0,0769 0,0769 0,0256 0,0256 0,0256 0,0256 0,0256 0,0513 0,0256 0,0256 0,0256 0,1026 0,0513 0,0256 0,0256 0,0513 0,0256 0,0256 0,0256 1
LBDS 0,0191 0,0310 0,0740 0,0385 0,0384 0,0962 0,0381 0,0180 0,0263 0,0080 0,0163 0,0199 0,0268 0,0131 0,0272 0,0228 0,0742 0,0470 0,0232 0,0161 0,0441 0,0103 0,0147 0,0115
D 0,1912 0,3100 0,7400 0,3847 0,3837 0,9618 0,3808 0,1796 0,2632 0,0795 0,1634 0,1990 0,2680 0,1306 0,2725 0,2279 0,7417 0,4705 0,2322 0,1612 0,4408 0,1032 0,1472 0,1150 7,5477
DR 0,0253 0,0411 0,0980 0,0510 0,0508 0,1274 0,0505 0,0238 0,0349 0,0105 0,0216 0,0264 0,0355 0,0173 0,0361 0,0302 0,0983 0,0623 0,0308 0,0214 0,0584 0,0137 0,0195 0,0152 1
INP 0,0742 0,0900 0,2936 0,1488 0,1486 0,3206 0,1971 0,0727 0,0838 0,0594 0,0705 0,0753 0,1333 0,0662 0,0850 0,0791 0,2939 0,1834 0,0797 0,0703 0,1795 0,0626 0,0684 0,0641 3
: (20x200) m2
Ukuran Transek
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Gading Damar batu Lunding Jane Kumpang Jejantik Ubar merah Semonga Ubar putih Nyatuh Idur beruang Lurangan Bangkan benibun Ketikal Ulin Bedaru Bekapas Tentamu Poga Bentrong
1 6 1 3 4 10 2 3 1 2 3 6 1 5 1 2 3 2 3 1
INP TINGKAT PERTUMBUHAN POHON No Nama Lokal ,QG 2,5 15 2,5 7,5 10 25 5 7,5 2,5 5 7,5 15 2,5 12,5 2,5 5 7,5 5 7,5 2,5
K 0,0128 0,0769 0,0128 0,0385 0,0513 0,1282 0,0256 0,0385 0,0128 0,0256 0,0385 0,0769 0,0128 0,0641 0,0128 0,0256 0,0385 0,0256 0,0385 0,0128
KR
Analisis Vegetasi Hutan Dipterocarpaceae Tanah Kering (Jalur 13)
: Pohon
Tingkat Pertumbuhan
........Lanjutan lampiran 4
1 4 1 3 3 8 2 3 1 2 3 5 1 5 1 2 3 2 3 1
'WPGL3ORW F 0,1 0,4 0,1 0,3 0,3 0,8 0,2 0,3 0,1 0,2 0,3 0,5 0,1 0,5 0,1 0,2 0,3 0,2 0,3 0,1
FR 0,0141 0,0563 0,0141 0,0423 0,0423 0,1127 0,0282 0,0423 0,0141 0,0282 0,0423 0,0704 0,0141 0,0704 0,0141 0,0282 0,0423 0,0282 0,0423 0,0141
LBDS 0,0325 1,1112 0,1672 0,1326 0,2396 0,8268 0,0784 0,1652 0,0498 0,0696 0,3041 0,4734 0,5040 0,2477 0,1913 0,1071 0,1418 0,0902 0,1396 0,1601
D 0,0813 2,7779 0,4179 0,3316 0,5991 2,0670 0,1961 0,4130 0,1245 0,1741 0,7601 1,1835 1,2600 0,6193 0,4782 0,2677 0,3546 0,2254 0,3490 0,4002
DR 0,0040 0,1356 0,0204 0,0162 0,0292 0,1009 0,0096 0,0202 0,0061 0,0085 0,0371 0,0578 0,0615 0,0302 0,0233 0,0131 0,0173 0,0110 0,0170 0,0195
INP 0,0309 0,2689 0,0473 0,0969 0,1228 0,3418 0,0634 0,1009 0,0330 0,0623 0,1178 0,2051 0,0884 0,1648 0,0503 0,0669 0,0980 0,0648 0,0978 0,0464
Pohon (Dipterocarp dataran rendah) 21 Tunding damak 23 Duku hutan 24 Haharang 25 Ubar 26 Sari gunung 27 Getah merah 28 Medang 29 Simpur balang 30 Pempaning buah kecil 31 Penempalaan 32 Pempasir 33 Tentangis 34 Kayu bunga 35 Pantis Jumlah
........Lanjutan lampiran 4 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 3 1 1 1 78
2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 5 5 2,5 2,5 7,5 2,5 2,5 2,5 195
0,0128 0,0128 0,0128 0,0128 0,0128 0,0128 0,0256 0,0256 0,0128 0,0128 0,0385 0,0128 0,0128 0,0128
1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1
0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,2 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 7,1
0,0141 0,0141 0,0141 0,0141 0,0141 0,0141 0,0282 0,0282 0,0141 0,0141 0,0282 0,0141 0,0141 0,0141 1
0,0548 0,0481 0,2162 0,0406 0,1181 0,0517 0,2870 0,2837 0,2189 0,2342 0,7204 0,2115 0,4397 0,0357
0,1371 0,1202 0,5406 0,1015 0,2953 0,1293 0,7174 0,7093 0,5472 0,5854 1,8010 0,5288 1,0992 0,0894 20,4821
0,0067 0,0059 0,0264 0,0050 0,0144 0,0063 0,0350 0,0346 0,0267 0,0286 0,0879 0,0258 0,0537 0,0044 1
0,0336 0,0328 0,0533 0,0319 0,0413 0,0332 0,0888 0,0884 0,0536 0,0555 0,1546 0,0527 0,0806 0,0313 3
........Lanjutan lampiran 4 c. Hutan rawa gambut Tingkat pertumbuhan RH Azimuth Suhu Ukuran Transek
: Semai : 84 % : 320 0 : 26 0C : (20x100) m2
Analisis Vegetasi Hutan Kerangas INP TINGKAT PERTUMBUHAN SEMAI No Nama Lokal Jumlah K 1 Ketiau 2 Rengas 3 Penempalaan 4 Pempaning 5 Kumpang 6 Ubar merah 7 Mola 8 Jejambu 9 Poga 10 Bintangur 11 Banitan 12 Kamanjing 13 Medang kaboi 14 Lanan 15 Penjarang bukit 16 Bekacang 17 Jejantik 18 Sarigunung 19 Pisang-pisang 20 Bekapas 21 Lamanaduk 22 Jangkang 23 Prapat batu 24 Puak 25 Jelutung 26 Blengsuit 27 Medang 28 Merang Jumlah
7 3 3 2 6 11 2 1 2 5 3 2 1 4 1 1 1 1 1 3 3 1 1 7 1 3 1 1
1750 750 750 500 1500 2750 500 250 500 1250 750 500 250 1000 250 250 250 250 250 750 750 250 250 1750 250 750 250 250 19500
KR
3ORW
F
FR
INP
0,0897436 0,0384615 0,0384615 0,025641 0,0769231 0,1410256 0,025641 0,0128205 0,025641 0,0641026 0,0384615 0,025641 0,0128205 0,0512821 0,0128205 0,0128205 0,0128205 0,0128205 0,0128205 0,0384615 0,0384615 0,0128205 0,0128205 0,0897436 0,0128205 0,0384615 0,0128205 0,0128205
3 2 3 2 5 6 2 1 2 4 3 2 1 3 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1
0,3 0,2 0,3 0,2 0,5 0,6 0,2 0,1 0,2 0,4 0,3 0,2 0,1 0,3 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,3 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 5,5
0,05454545 0,03636364 0,05454545 0,03636364 0,09090909 0,10909091 0,03636364 0,01818182 0,03636364 0,07272727 0,05454545 0,03636364 0,01818182 0,05454545 0,01818182 0,01818182 0,01818182 0,01818182 0,01818182 0,05454545 0,01818182 0,01818182 0,01818182 0,01818182 0,01818182 0,01818182 0,01818182 0,01818182
0,14429 0,07483 0,09301 0,06200 0,16783 0,25012 0,06200 0,03100 0,06200 0,13683 0,09301 0,06200 0,03100 0,10583 0,03100 0,03100 0,03100 0,03100 0,03100 0,09301 0,05664 0,03100 0,03100 0,10793 0,03100 0,05664 0,03100 0,03100 2
........Lanjutan lampiran 4 Tingkat pertumbuhan : Pancang Ukuran Transek : (20x200) m2 INP TINGKAT PERTUMBUHAN PANCANG No Nama Lokal Jumlah K 1 Jejambu 2 Ketiau 3 Bekapas 4 Poga 5 Penempalaan 6 Ramin 7 Banitan 8 Pansulan 9 Penseluangan 10 Puak 11 Bekacang 12 Ubar salin 13 Pempaning 14 Nyatuh 15 Tembunso 16 Kumpang 17 Rengas 18 Bentan 19 Jangkang 20 Pudu 21 Ubar merah 22 Tunding damak 23 Medang kaboi 24 Asam-asam 25 Kamanjing 26 Ubar putih 27 Mola 28 Salumbar 29 Bedaru rawa 30 Bulu-bulu 31 Idur 32 Lamanaduk 33 Memari 34 Medang kapur 35 Mansira 36 Badelan 37 Bati-bati 38 Blengsuit 39 Tembaras 40 Idur beruang 41 Lanan 42 Mendarahan 43 Merang 44 Idat 45 Mahang Jumlah
8 10 18 5 11 4 11 2 3 17 2 1 11 3 2 19 7 1 4 2 12 1 3 7 1 2 1 1 3 1 1 5 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 4 2 1 198
320 400 720 200 440 160 440 80 120 680 80 40 440 120 80 760 280 40 160 80 480 40 120 280 40 80 40 40 120 40 40 200 40 40 80 40 40 40 40 40 40 80 160 80 40 7920
KR
3ORW
F
FR
INP
0,0404 0,0505 0,0909 0,0253 0,0556 0,0202 0,0556 0,0101 0,0152 0,0859 0,0101 0,0051 0,0556 0,0152 0,0101 0,0960 0,0354 0,0051 0,0202 0,0101 0,0606 0,0051 0,0152 0,0354 0,0051 0,0101 0,0051 0,0051 0,0152 0,0051 0,0051 0,0253 0,0051 0,0051 0,0101 0,0051 0,0051 0,0051 0,0051 0,0051 0,0051 0,0101 0,0202 0,0101 0,0051 1
3 6 7 4 4 4 6 2 3 7 2 1 6 2 1 8 5 1 3 1 8 1 3 4 1 2 1 1 2 1 1 3 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0,3 0,6 0,7 0,4 0,4 0,4 0,6 0,2 0,3 0,7 0,2 0,1 0,6 0,2 0,1 0,8 0,5 0,1 0,3 0,1 0,8 0,1 0,3 0,4 0,1 0,2 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,3 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 11,8
0,02542373 0,05084746 0,05932203 0,03389831 0,03389831 0,03389831 0,05084746 0,01694915 0,02542373 0,05932203 0,01694915 0,00847458 0,05084746 0,01694915 0,00847458 0,06779661 0,04237288 0,00847458 0,02542373 0,00847458 0,06779661 0,00847458 0,02542373 0,03389831 0,00847458 0,01694915 0,00847458 0,00847458 0,01694915 0,00847458 0,00847458 0,02542373 0,00847458 0,00847458 0,01694915 0,00847458 0,00847458 0,00847458 0,00847458 0,00847458 0,00847458 0,00847458 0,00847458 0,00847458 0,00847458 1
0,0658 0,1014 0,1502 0,0592 0,0895 0,0541 0,1064 0,0271 0,0406 0,1452 0,0271 0,0135 0,1064 0,0321 0,0186 0,1638 0,0777 0,0135 0,0456 0,0186 0,1284 0,0135 0,0406 0,0693 0,0135 0,0271 0,0135 0,0135 0,0321 0,0135 0,0135 0,0507 0,0135 0,0135 0,0271 0,0135 0,0135 0,0135 0,0135 0,0135 0,0135 0,0186 0,0287 0,0186 0,0135 2
13 Tentamu 14 Ketiau 15 Poga Jumlah
1 1 1
10 10 10 450
140 70 10 40 70 10 10 10 10 30 10 10
14 7 1 4 7 1 1 1 1 3 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bekapas Blengsuit Lamanaduk Asam-asam Kumpang Kedongdong hutan Mahabag Jangkang Pempaning Puak Ubar medang Rengas
K
INP TINGKAT PERTUMBUHAN TIANG No Nama Lokal ,QG
0,0222 0,0222 0,0222
0,3111 0,1556 0,0222 0,0889 0,1556 0,0222 0,0222 0,0222 0,0222 0,0667 0,0222 0,0222
KR
Tingkat pertumbuhan : Tiang Ukuran Transek : (20x200) m2 Analisis Vegetasi Hutan Dipterocarpaceae Tanah Kering (Jalur 13)
........Lanjutan lampiran 4
1 1 1
9 4 1 3 4 1 1 1 1 3 1 1
'WPGLPlot 0,9 0,4 0,1 0,3 0,4 0,1 0,1 0,1 0,1 0,3 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 3,3
F
0,0303 0,0303 0,0303 1
0,2727 0,1212 0,0303 0,0909 0,1212 0,0303 0,0303 0,0303 0,0303 0,0909 0,0303 0,0303
FR
0,0098 0,0124 0,0211
0,2098 0,1423 0,0268 0,0692 0,1174 0,0105 0,015 0,0245 0,0296 0,0365 0,0121 0,0232
LBDS
0,098 0,124 0,211 7,602
2,098 1,423 0,268 0,692 1,174 0,105 0,15 0,245 0,296 0,365 0,121 0,232
D
0,0129 0,0163 0,0278
0,2760 0,1872 0,0353 0,0910 0,1544 0,0138 0,0197 0,0322 0,0389 0,0480 0,0159 0,0305
DR
0,0654 0,0688 0,0803 3
0,8598 0,4640 0,0878 0,2708 0,4312 0,0663 0,0723 0,0848 0,0915 0,2056 0,0684 0,0830
INP
: (20x200) m2
Ukuran Transek
INP TINGKAT PERTUMBUHAN POHON No Nama Lokal ,QG 1 Rengas 18 2 Bekapas 13 3 Banitan 9 4 Ulur-ulur 1 5 Lanan 17 6 Ramin 10 7 Nyatuh 2 8 Bentan 2 9 Penseluangan 1 10 Jangkang 3 11 Papung 1 12 Ketiau 11 13 Bekunyit 3 14 Asam-asam 5 15 Kumpang 12 16 Medang kaboi 1 17 Jelutung 12 K 45 32,5 22,5 2,5 42,5 25 5 5 2,5 7,5 2,5 27,5 7,5 12,5 30 2,5 30
KR 0,1314 0,0949 0,0657 0,0073 0,1241 0,0730 0,0146 0,0146 0,0073 0,0219 0,0073 0,0803 0,0219 0,0365 0,0876 0,0073 0,0876
Analisis Vegetasi Hutan Dipterocarpaceae Tanah Kering (Jalur 13)
: Pohon
Tingkat Pertumbuhan
........Lanjutan lampiran 4
'WPGL3ORW 9 7 6 1 7 6 1 2 1 3 1 6 3 3 7 1 5 F 0,9 0,7 0,6 0,1 0,7 0,6 0,1 0,2 0,1 0,3 0,1 0,6 0,3 0,3 0,7 0,1 0,5
FR 0,1059 0,0824 0,0706 0,0118 0,0824 0,0706 0,0118 0,0235 0,0118 0,0353 0,0118 0,0706 0,0353 0,0353 0,0824 0,0118 0,0588
LBDS 1,43732 0,58878 0,7435 0,22205 4,04714 1,27146 0,26458 0,09107 0,0507 0,33093 0,03736 1,08441 0,14543 0,19764 0,69683 0,03521 2,31463
D 3,5933 1,4719 1,8587 0,5551 10,1179 3,1787 0,6615 0,2277 0,1268 0,8273 0,0934 2,7110 0,3636 0,4941 1,7421 0,0880 5,7866
DR 0,0931 0,0381 0,0482 0,0144 0,2621 0,0823 0,0171 0,0059 0,0033 0,0214 0,0024 0,0702 0,0094 0,0128 0,0451 0,0023 0,1499
INP 0,3304 0,2154 0,1844 0,0334 0,4686 0,2259 0,0435 0,0440 0,0223 0,0786 0,0215 0,2211 0,0666 0,0846 0,2151 0,0213 0,2963
Pohon (Rawa gambut) 18 Bengalas 19 Mentibu 20 Prapat batu 21 Blengsuit 22 Penempalaan 23 Cemara aru 24 Mansira 25 Lamanaduk 26 Merang 27 Bengalis 28 Rasak Jumlah
........Lanjutan lampiran 4 1 1 1 5 1 1 2 1 1 1 1 137
2,5 2,5 2,5 12,5 2,5 2,5 5 2,5 2,5 2,5 2,5 342,5
0,0073 0,0073 0,0073 0,0365 0,0073 0,0073 0,0146 0,0073 0,0073 0,0073 0,0073
1 1 1 5 1 1 2 1 1 1 1
0,1 0,1 0,1 0,5 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 8,5
0,0118 0,0118 0,0118 0,0588 0,0118 0,0118 0,0235 0,0118 0,0118 0,0118 0,0118 1
0,07231 0,16878 0,26084 0,51407 0,0366 0,04538 0,07652 0,10347 0,24383 0,05985 0,29965 15,44033
0,1808 0,4220 0,6521 1,2852 0,0915 0,1135 0,1913 0,2587 0,6096 0,1496 0,7491 38,60082
0,0047 0,0109 0,0169 0,0333 0,0024 0,0029 0,0050 0,0067 0,0158 0,0039 0,0194 1
Lampiran 5 Sarang & pohon pakan Plot Keberadaan Sarang Pohon Pakan 1 0 1 2 0 0 3 2 1 4 1 0 5 0 1 6 3 4 7 0 0 8 1 0 9 2 2 10 1 2 11 1 1 12 0 0 13 2 1 14 2 3 15 0 0 16 0 0 17 1 1 18 1 0 19 0 0 20 0 0 21 0 0 22 0 2 23 0 1 24 1 0 25 1 1 26 2 3 27 1 2 28 0 0 29 3 2 30 1 1 Ho : Keberadaan sarang & pohon pakan saling bebas (independen) H1 : Terdapat asosiasi antara keberadaan sarang dengan pohon pakan Pohon pakan Total Ada Tidak ada Sarang Ada 13 3 16 Tidak 4 9 13 ada Total 17 12 29 E(a) = (16 x 17)/30 = 9,067 E(b) = (16 x 12)/30 =6,400 E(c) = (13 x 17)/30 = 7,367 E(d) = (13 x 12)/30 = 5,200 Ȥ2n = [13-9,067]2+[3-6,400]2+[4-7,367]2 9,067 6,400 7,367 +[9-5,200]2 5,200 = 7,829 %HUGDVDUNDQXMLLQGHSHQGHQGLSHROHKKDVLO\DQJPHQXQMXNDQEDKZDȤ2Q Ȥ2 (0,05;1) yang berarti bahwa terdapat asosiasi antara keberadaan sarang dengan pohon pakan (Terima H1)
Lampiran 6. Analisis regresi terhadap preferensi pemilihan pohon sarang terhadap berbagai faktor peubah ekologi a. Hutan Kerangas Regression Analysis: Frekuensi versus TT; Tbc; ... The regression equation is Frekuensi = 1,29 + 0,0024 TT - 0,0209 Tbc - 0,00346 Kell + 0,00230 Luas - 0,00004 JAPST + 0,00334 JPSDJ + 0,0161 JPSDSPT + 0,0107 Jumlah Jenis + 0,0232 Asosiasi Predictor Constant TT Tbc Kell Luas JAPST JPSDJ JPSDSPT Jumlah Jenis Asosiasi
Coef 1,2947 0,00239 -0,02087 -0,003456 0,0023024 -0,000038 0,003343 0,01606 0,01066 0,02321
SE Coef 0,2796 0,02243 0,01862 0,003998 0,0008430 0,005221 0,006131 0,01140 0,04197 0,09327
Analysis of Variance Source DF SS Regression 9 0,62213 Residual Error 13 0,33440 Total 22 0,95652 Source TT Tbc Kell Luas JAPST JPSDJ JPSDSPT Jumlah Jenis Asosiasi
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1
T 4,63 0,11 -1,12 -0,86 2,73 -0,01 0,55 1,41 0,25 0,25
MS 0,06913 0,02572
F 2,69
P 0,000 0,917 0,283 0,403 0,017 0,994 0,595 0,182 0,803 0,807
P 0,052
Seq SS 0,04283 0,00061 0,26500 0,22381 0,00467 0,02770 0,05479 0,00112 0,00159
Unusual Observations Obs TT Frekuensi 15 22,5 2,0000 20 27,0 1,0000
Fit 1,6656 1,3236
SE Fit 0,1308 0,1123
Residual 0,3344 -0,3236
St Resid 3,61R -2,83R
........Lanjutan lampiran 6 b. Dipteocarp dataran rendah Regression Analysis: Frekuensi versus TT; Tbc; ... The regression equation is Frekuensi = 0,962 + 0,00302 TT - 0,00385 Tbc + 0,00165 Kell + 0,000024 Luas0,00802 JAPST + 0,00531 JPSDJ + 0,00177 JPSDSPT + 0,0163 Jumlah Jenis + 0,0229 Asosiasi Predictor Constant TT Tbc Kell Luas JAPST JPSDJ JPSDSPT Jumlah Jenis Asosiasi
Coef 0,96173 0,003020 -0,003854 0,0016468 0,0000243 -0,008021 0,005310 0,001770 0,01626 0,02294
SE Coef 0,08229 0,007653 0,007081 0,0006321 0,0002780 0,004792 0,002476 0,005536 0,02726 0,02986
Analysis of Variance Source DF SS Regression 9 1,74168 Residual Error 288 23,17108 Total 297 24,91275 Source TT Tbc Kell Luas JAPST JPSDJ JPSDSPT Jumlah Jenis Asosiasi
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1
T 11,69 0,39 -0,54 2,61 0,09 -1,67 2,14 0,32 0,60 0,77
MS 0,19352 0,08046
P 0,000 0,693 0,587 0,010 0,930 0,095 0,033 0,749 0,552 0,443
F 2,41
P 0,012
Seq SS 0,54740 0,01498 0,60363 0,01609 0,07494 0,33931 0,02383 0,07401 0,04748
Unusual Observations Obs TT Frekuensi 47 23,0 1,0000 50 22,0 2,0000 65 19,0 2,0000 74 20,0 3,0000 101 23,0 2,0000 103 15,0 2,0000 132 15,0 2,0000 142 25,0 3,0000 184 18,0 3,0000 189 20,0 3,0000 198 11,0 2,0000 243 18,0 2,0000 258 15,0 2,0000 261 17,0 2,0000 273 16,0 1,0000 280 15,0 1,0000 298 23,0 2,0000
Fit 1,4364 1,2387 1,1036 1,0999 1,0680 1,0577 1,1298 1,2511 1,2795 1,2103 1,0446 1,0691 1,0816 1,1283 0,9242 0,9170 1,2260
SE Fit 0,1010 0,0651 0,0460 0,0297 0,0480 0,0363 0,0459 0,0694 0,0820 0,0461 0,0585 0,0433 0,0466 0,0484 0,2192 0,2546 0,0527
Residual -0,4364 0,7613 0,8964 1,9001 0,9320 0,9423 0,8702 1,7489 1,7205 1,7897 0,9554 0,9309 0,9184 0,8717 0,0758 0,0830 0,7740
St Resid -1,65 X 2,76R 3,20R 6,74R 3,33R 3,35R 3,11R 6,36R 6,34R 6,39R 3,44R 3,32R 3,28R 3,12R 0,42 X 0,66 X 2,78R
........Lanjutan lampiran 6 c. Rawa gambut Regression Analysis: Frekuensi versus TT; Tbc; ... The regression equation is Frekuensi = 0,942 - 0,0006 TT - 0,0016 Tbc - 0,00043 Kell + 0,00143 Luas + 0,0009 JAPST - 0,00148 JPSDJ + 0,0034 JPSDSPT + 0,0212 Jumlah Jenis + 0,076 Asosiasi
Predictor Constant TT Tbc Kell Luas JAPST JPSDJ JPSDSPT Jumlah Jenis Asosiasi
Coef 0,9415 0,00061 0,00158 -0,000434 0,0014263 0,00093 -0,001476 0,00342 0,02119 0,0757
SE Coef 0,2898 0,02813 0,01869 0,001668 0,0009374 0,01203 0,005500 0,01496 0,07839 0,1622
T 3,25 0,02 0,08 -0,26 1,52 0,08 -0,27 0,23 0,27 0,47
P 0,002 0,983 0,933 0,796 0,136 0,939 0,790 0,820 0,788 0,643
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source TT Tbc Kell Luas JAPST JPSDJ JPSDSPT Jumlah Jenis Asosiasi
DF 9 40 49
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1
SS 0,32016 2,49984 2,82000
MS 0,03557 0,06250
F 0,57
P 0,814
Seq SS 0,12564 0,00069 0,00079 0,17180 0,00112 0,00399 0,00241 0,00008 0,01363
Unusual Observations Obs 11 12 28
TT 28,0 15,0 22,0
Frekuensi 2,0000 2,0000 2,0000
Fit 1,2303 1,0616 1,2082
SE Fit 0,1208 0,0763 0,1079
Residual 0,7697 0,9384 0,7918
St Resid 3,52R 3,94R 3,51R