EVALUASI METODE PEMBOBOTAN CONTOH PADA SURVEI SOSIAL EKONOMI NASIONAL UNTUK MENDUGA PROFIL POPULASI
ARY SANTOSO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Evaluasi Metode Pembobotan Contoh pada Survei Sosial Ekonomi Nasional untuk Menduga Profil Populasi” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016 Ary Santoso NIM G151130041
RINGKASAN ARY SANTOSO. Evaluasi Metode Pembobotan Contoh pada Survei Sosial Ekonomi Nasional untuk Menduga Profil Populasi. Dibimbing oleh ANANG KURNIA dan BAGUS SARTONO. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) merupakan survei dengan pendekatan rumah tangga yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan bertujuan mendapatkan data karakteristik sosial ekonomi penduduk terutama yang berhubungan dengan pengukuran tingkat kemakmuran. Hasil Susenas akan diboboti untuk digunakan dalam pendugaan parameter. BPS menggunakan metode pembobotan berdasarkan desain (Ω) dan berdasarkan model (W) dalam menentukan bobot contoh dari Susenas. Metode pembobotan berdasarkan desain merupakan metode pembobotan yang didasari oleh desain penarikan contoh yang digunakan dalam suatu survei. Metode pembobotan berdasarkan model yang digunakan BPS adalah metode Generalized Least Square (GLS). Metode GLS (W) adalah metode pembobotan kalibrasi menggunakan fungsi jarak dari chisquare dengan memanfaatkan informasi tambahan. Zieschang (1990) menunjukkan bahwa bobot GLS memiliki kemungkinan munculnya bobot yang bernilai negatif. Bobot yang bernilai negatif merupakan angka yang tidak wajar dari suatu nilai pembobot karena bobot merupakan kebalikan (inverse) dari total peluang dari suatu desain penarikan contoh. Penelitian ini mencoba untuk mengeksplorasi karakteristik bobot desain dan GLS, memecahkan masalah bobot negatif GLS, serta membandingkan bobot desain dan GLS dalam menduga profil populasi. Permasalahan nilai negatif pada bobot GLS diselesaikan dengan 2 alternatif solusi, yaitu pertama melakukan penyesuaian pada penyusunan matriks X yang merupakan komponen dalam formula bobot GLS (bobot alternatif I kemudian disimbolkan W*) dan kedua melakukan penyesuaian bobot GLS terhadap bobot (Ω) dengan mengganti nilai negatif pada bobot GLS tersebut dengan nilai bobot desain untuk unit contoh yang sama (bobot alternatif II kemudian disimbolkan W**). Simulasi perhitungan bobot dengan kedua alternatif solusi tersebut menghasilkan bobot yang dijamin selalu bernilai positif untuk semua desain sampling. Hasil evaluasi semua bobot contoh yang diperoleh (Ω, W, W*, dan W**) menunjukkan bahwa bobot W* merupakan bobot yang memenuhi kriteria pembobot yang baik yaitu tidak bernilai negatif, mampu memberikan tambahan informasi yang lebih banyak dibandingkan bobot desain dan total nilai bobot nya penduga tak bias bagi total populasi yang diamati (∑ 𝑊 ∗ = 𝑁) dimana N dalam hal ini adalah total rumah tangga. Simulasi pendugaan parameter dengan menggunakan semua bobot contoh yang dihasilkan (Ω, W, W*, dan W**) menunjukkan bahwa bobot GLS yang diperoleh dengan melakukan penyesuaian pada penyusunan matriks X (W*) merupakan bobot yang secara keseluruhan memiliki persentasi kesalahan relatif dugaan yang kecil dan ragamnya cendrung stabil. Serta pemilihan peubah yang tepat sebagai karakteristik dalam menyusun kategori pada perhitungan bobot W* akan menentukan tingkat ketepatan pendugaan profil populasi. Kata kunci : Bobot Desain, Bobot Generalized Least Square, Susenas
SUMMARY ARY SANTOSO. Evaluation of Sample Weighting Methods in National SocioEconomics Survey for Profile Population Estimation. Supervised by ANANG KURNIA and BAGUS SARTONO. National Socio-Economics Survey (Susenas) is a survey with household approach conducted by BPS and aims to obtain data of socio-economic characteristics of the population especially those relate to the measurement of the level of prosperity. Susenas results will be weighted to be used in parameter estimation. BPS utilized weighting method based on design and based on model in determining the weight of a sample of Susenas. Weighting method based on design is a weighting method based on the sampling design condutced in a survey. Weighting method based on model used BPS is method of Generalized Least Square (GLS). GLS weighting methods is a calibration weighting method using distance function of chi-square by utilizing additional information. Zieschang (1990) showed weighting GLS is possibility of the appearance of weird weights such as negative values. Because of the problem, study of sample weights was important. The study tried to explore the characteristics of weight design and GLS as well as solve the problem of negative weights of GLS and compare the weight design and GLS in estimation population profile. Problem of negative values in GLS weight resolved with two alternative solutions, first calculated GLS weight with adjustments in the preparation of matrix X which was a component in the formula of GLS (a.k.a W *) and secondly calculated GLS weight with adjustment the negative weight of GLS to the design weights (Ω) by replacing the negative value of GLS with weight values for the design of the same sample units (a.k.a W **). Simulation of weight calculation with both alternatives yields a solution that guaranteed positive weight values for all sampling design. The results of the evaluation of all the sample weight obtained (Ω, W, W * and W **) indicated that the weight W* was the weight which was appropriate with the criteria of a good weighting, that are not negative, are able to provide additional information and the total of weight value is unbiased estimator for the total population was observed (∑ 𝑊 ∗ = 𝑁) where N in this case was the total of households. Simulation parameter estimation utilized all the sample weights produced (Ω, W, W * and W **) indicated that the weight GLS obtained by adjustments to the arranging of the matrix X (W *) was a weight which has percentage relative error estimation smaller and the variance tends to be stable, generally. Then the selection of appropriate variables as characteristic in arranging categories on the calculation of the weights W* would determine the accuracy of prediction of population profiles. Keywords: Design Weight, Generalized Least Square Weight, Susenas
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EVALUASI METODE PEMBOBOTAN CONTOH PADA SURVEI SOSIAL EKONOMI NASIONAL UNTUK MENDUGA PROFIL POPULASI
ARY SANTOSO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si
Judul Tesis : Evaluasi Metode Pembobotan Contoh pada Survei Sosial Ekonomi Nasional untuk Menduga Profil Populasi Nama : Ary Santoso NIM : G151130041
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Anang Kurnia, M.Si Ketua
Dr. Bagus Sartono, S.Si, M.Si Anggota
Diketahui oleh
Ketua program Studi Statistika
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Kusman Sadik, M.Si
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 19 Januari 2016
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Evaluasi Metode Pembobotan Contoh pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) untuk Menduga Profil Populasi (Studi Kasus: Susenas Tahun 2011)”. Keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Anang Kurnia, M.Si dan Dr. Bagus Sartono, S.Si, M. Si selaku pembimbing, atas kesediaan dan kesabaran untuk membimbing dan membagi ilmunya kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. Terimakasih kepada Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.SI selaku penguji luar komisi pembimbing atas masukan yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada seluruh Dosen Departemen Statistika IPB yang telah mengasuh dan mendidik penulis selama di bangku kuliah hingga berhasil menyelesaikan studi, serta seluruh staf Departemen Statistika IPB atas bantuan, pelayanan, dan kerjasamanya selama ini. Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada kedua orangtuaku Bapak Yulianto dan Ibu Reni Wardati yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan semangat dengan penuh kasih sayang demi keberhasilan penulis selama menjalani proses pendidikan, serta seluruh keluargaku atas doa dan semangatnya. Terakhir tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh teman seperjuangan mahasiswa Pascasarjana Departemen Statistika atas segala bantuan dan kebersamaannya selama menghadapi masa-masa terindah maupun tersulit dalam menuntut ilmu, serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tak sempat penulis sebutkan satu per satu. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Februari 2016
Ary Santoso
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
x x x 1 1 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Bobot Sampel (Sample Weight) Metode Penarikan Contoh Susenas Pembobotan Berdasarkan Desain Susenas Pembobotan Generalized Least Squares (GLS)
3 3 3 4 6
3 METODE PENELITIAN Data Metode Analisis
7 7 7
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Karakteristik Nilai Bobot Desain dan GLS Analisis Penyebab Bobot GLS Bernilai Negatif Rekomendasi Perhitungan Bobot GLS pada Level Rumah Tangga Evaluasi Bobot Desain, GLS dan Bobot Hasil Penyesuaian Simulasi Perhitungan Bobot Contoh pada Desain Penarikan Contoh Susenas Simulasi Pendugaan Profil Populasi Studi Kasus Perhitungan Bobot Contoh pada Data Susenas Tahun 2011
10 10 12 13 15 15 17 21
5 SIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
24 25
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Penarikan contoh PSU pada kabupaten/kota d strata s Penarikan contoh Blok Sensus (BS) dalam satu PSU Penarikan contoh Rumah Tangga (RT) dalam satu BS Peubah-peubah profil dalam analisis Ilustrasi susunan X untuk perhitungan bobot di level ART Ilustrasi susunan X untuk perhitungan bobot di level rumah tangga Ilustrasi susunan X baru dengan penyesuaian Rata-rata banyaknya objek contoh yang bernilai negatif Perbandingan nilai total bobot pada beberapa metode pembobotan
4 4 5 7 12 12 14 14 15
DAFTAR GAMBAR 1 Skema PSU, BS, dan RT dalam satu Kabupaten/Kota pada masing-masing strata 2 Diagram alir penelitian 3 Nilai harapan bobot desain (Ω) pada perhitungan level rumah tangga 4 Nilai harapan bobot GLS (W) pada perhitungan level rumah tangga 5 Nilai harapan bobot contoh pada desain Susenas 6 Nilai harapan dugaan profil populasi dari bobot GLS dengan matriks X yang disusun menggunakan kategori jenis kelamin dan kelompok umur 7 Persentase kesalahan relatif dugaan profil populasi dari bobot GLS dengan matriks X yang disusun menggunakan kategori jenis kelamin dan kelompok umur 8 Ragam dugaan profil populasi dari bobot GLS dengan matriks X yang disusun menggunakan kategori jenis kelamin dan kelompok umur 9 Perbandingan persentase kesalahan relatif dugaan profil populasi antara bobot W*** dengan W,W*,W**, dan Ω 10 Perbandingan ragam dugaan pada desain Susenas antara bobot W*** dengan W,W*,W**, dan Ω 11 Bobot contoh dari data Susenas menggunakan beberapa metode perhitungan bobot
4 9 11 11 16 18
18 19 21 21 22
DAFTAR LAMPIRAN 1 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan GLS (W) pada perhitungan bobot di level anggota rumah tangga 2 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan GLS (W) pada perhitungan bobot di level rumah tangga 3 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain GLS (W)
25 27
4
5
6
7 8 9
pada desain penarikan contoh Susenas yang dihitung pada level RT dengan matriks X tanpa penyesuaian (X yang disusun sesuai cara BPS) Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan GLS (W*) pada perhitungan bobot di level RT dengan penyesuaian X (alternatif solusi I) Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan GLS (W*) pada desain sampling Susenas dan perhitungan bobot di level RT dengan X penyesuaian (alternatif solusi I) Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan GLS (W**) pada desain sampling Susenas dan perhitungan bobot di level RT dengan alternatif solusi II Nilai harapan dugaan pada setiap desain penarikan contoh simulasi Persentase kesalahan relatif dugaan pada setiap desain penarikan contoh simulasi Ragam dugaan pada setiap desan simulasi
29
29
32
33 34 35 36
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) merupakan survei pada level rumah tangga yang bertujuan memperoleh data berbagai karakteristik sosial ekonomi penduduk terutama yang erat kaitannya dengan pengukuran tingkat kesejahteraan. Sejak tahun 1993 sampai dengan saat ini periode pencacahan Susenas telah mengalami beberapa kali perubahan, dari tahunan, semesteran dan mulai tahun 2011 dilaksanakan secara triwulanan (Maret, Juni, September dan Desember). Walaupun terjadi perubahan periode pencacahan, namun penarikan contohnya tetap menggunakan desain penarikan contoh tiga tahap (multitahap) yang terdiri dari 2 teknik di dalamnya, yaitu penarikan contoh Probability Proportional to Size (PPS) dan Systematic Random Sampling (SyRS). Hasil Susenas digunakan untuk menduga parameter populasi. Pendugaan parameter yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan teknik pendugaan terboboti. Bobot (penimbang) menjadi hal yang penting dalam mempertimbangkan unit contoh terpilih ketika melakukan pendugaan parameter. Pembobotan yang digunakan oleh BPS ada dua yaitu pembobotan melalui desain penarikan contoh (weighting by design) dan pembobotan melalui model (weighting by model). Pembobotan melalui desain diperoleh berdasarkan desain penarikan contoh yang dibentuk. Besarnya bobot desain merupakan kebalikan dari total peluang dari setiap tahapan penarikan contoh yang dilakukan pada Susenas. Pembobotan melalui model dilakukan menggunakan metode pembobotan Generalized Least square (GLS) yang dikembangkan oleh Zieschang (1990). BPS mulai menerapkan metode pembobotan GLS pada tahun 2011. Metode pembobotan GLS merupakan metode pembobotan kalibrasi menggunakan fungsi jarak chisquare dengan memanfaatkan informasi tambahan baik dari populasi maupun contoh yang diketahui. Perhitungan bobot GLS dilakukan dengan memperhatikan ukuran contoh dan populasinya serta memperhatikan karakteristik (informasi tambahan) dari contoh dan populasi tersebut. Sedangkan perhitungan bobot desain dilakukan hanya dengan memperhatikan ukuran contoh dan populasi. Penambahan karakteristik contoh dan populasi pada perhitungan bobot GLS dipandang mampu menghasilkan bobot yang lebih baik dalam memberikan gambaran atas terpilihnya suatu objek contoh dalam mewakili objek lain yang tidak terpilih. Hal ini juga yang menjadi salah satu dasar pemilihan bobot GLS sebagai pengganti bobot desain dalam memboboti objek contoh dari data Susenas. Bobot GLS yang memiliki keunggulan melalui informasi tambahan tersebut juga memiliki kekurangan. Menurut hasil penelitian Zieschang (1990) menunjukkan bahwa salah satu kekurangan pembobotan yang dihasilkan melalui prosedur GLS adalah nilai bobot yang bernilai negatif. Bobot yang bernilai negatif merupakan angka yang tidak wajar dari suatu nilai pembobot. Secara teori, bobot merupakan kebalikan (inverse) dari total peluang dari suatu desain penarikan contoh. Peluang selalu bernilai positif sehingga nilai bobot juga akan selalu positif. Selain itu, bobot yang bernilai negatif tidak bisa dimaknai. Berdasarkan uraian di atas, perlunya dilakukan kajian metode pembobotan guna menghasilkan bobot terbaik dalam pendugaan parameter dari data Susenas.
2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengkaji dan mengatasi permasalahan nilai bobot negatif yang dihasilkan oleh metode Generalized Least Square (GLS) 2. Membandingkan metode pembobotan berdasarkan desain penarikan contoh, GLS, dan pembobotan hasil penyesuaian (hasil simulasi) dalam menduga profil populasi. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberi tambahan kajian pembobotan pada survei sosial ekonomi nasional (Susenas) pada BPS Indonesia terutama dalam mengatasi permasalahan nilai bobot GLS yang bernilai negatif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif solusi bagi BPS untuk memperoleh pembobotan GLS yang tepat sehingga mampu memberikan hasil pendugaan yang lebih baik.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Bobot Contoh (Sample Weight) Murthy (1967) menyebutkan bahwa bobot atau penimbang (weight) adalah nilai yang digunakan untuk menilai observasi contoh yang sedang dipertimbangkan (contoh terpilih). Bobot desain merupakan bobot yang diperoleh murni berdasarkan desain penarikan contoh yang kemudian disebut omega (𝐵) dengan formula sebagai berikut: 1
𝐵𝑖 = 𝑓
𝑖
(1)
dimana 𝐵𝑖 = bobot unit contoh ke-i 𝑓𝑖 = fraksi penarikan contoh pada unit contoh ke-i Murthy (1967) juga menyebutkan bahwa ∑ 𝐵𝑖 merupakan penduga tak bias dari total individu dari populasi yang diamati (∑ 𝐵𝑖 = N). Bobot berdasarkan model adalah bobot yang perhitungannya disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik contoh, serta ditambahkan dengan informasi tambahan (ancillary information).
Metode Penarikan Contoh Susenas Pelaksanaan Susenas mencakup seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Desain penarikan contoh Susenas dilaksanakan pada mulai dari level kabupaten/kota. Pada level kabupaten/kota dilakukan stratifikasi menjadi urban dan rural. Pada setiap strata terdapat primary sampling unit (PSU), blok sensus (BS), dan rumah tangga (RT). PSU yang digunakan adalah wilayah pencacahan yang terdiri dari beberapa blok sensus (BS) yang berdekatan. Secara nasional total PSU yang dipilih sebanyak 30.000 PSU per tahun. BS dipilih secara acak yaitu hanya mengambil satu BS dari setiap PSU terpilih. Rumah tangga (RT) diambil sebanyak 10 RT dari masing-masing BS terpilih. Metode penarikan contoh yang digunakan pada Susenas mulai tahun 2011 adalah penarikan contoh berpeluang tiga tahap berstrata (probability three stage stratified sampling). Strata yang digunakan adalah status wilayah administratif, yaitu perkotaan (urban) dan perdesaan (rural). Penarikan contoh tiga tahap dilakukan pada masing-masing kabupaten/kota yang dibedakan menurut strata, penarikan contoh pada tiap tahap dilakukan sebagai berikut: 1. Tahap I dilakukan penarikan contoh PSU menggunakan Probability Proportional to Size (PPS), dengan size banyaknya rumah tangga Sensus Penduduk 2010 (SP2010) 2. Tahap II dilakukan penarikan contoh BS menggunakan PPS, dengan size banyaknya rumah tangga SP2010 3. Tahap III dilakukan penarikan contoh RT menggunakan systematic random sampling (SyRS) Target contoh (30.000 PSU) dialokasikan terlebih dahulu ke seluruh kabupaten/ kota. Pengalokasian ke Kabupaten/Kota secara umum dilakukan proporsional terhadap jumlah rumah tangga sensus penduduk tahun 2010 (SP2010). Berikut adalah keberadaan (posisi) PSU, BS, dan RT dalam satu kabupaten/kota:
4 Kab/kota (strata perkotaan)
PSU1
BS
BS
11
12
RT
RT
121
122
...
...
BS
...
1J
...
RT
...
...
12k
...
PSUN
...
...
...
...
BS
BS
N1
N2
RT
RT
N21
N22
BSN
...
J
...
RT N2k
Gambar 1. Skema PSU, BS, dan RT dalam satu Kabupaten/Kota pada masingmasing strata Pembobotan Berdasarkan Desain Susenas Bobot desain diperoleh berdasarkan desain penarikan contoh yang diterapkan. Tahapan menghitung bobot desain adalah terlebih dahulu menghitung peluang dan fraksi penarikan contoh dari tiap tahapan penarikan contoh. Perhitungan peluang tiap tahapan sesuai teknik penarikan contoh yang digunakan pada Susenas sejak tahun 2011 disajikan pada Tabel 1 s.d 3.
Unit
PSU
Unit
Blok Sensus
Tabel 1 Penarikan contoh PSU pada kabupaten/kota d strata s Jumlah unit dalam strata s Metode penarikan Peluang terpilih 1 kab/kota d contoh unit contoh Populasi Contoh 𝑁𝑑𝑠
𝑛𝑑𝑠
PPS
𝑀𝑑𝑠𝑖 𝑑𝑠 ∑𝑁 𝑖=1 𝑀𝑑𝑠𝑖
Tabel 2 Penarikan contoh Blok Sensus (BS) dalam satu PSU Jumlah unit dalam PSU i Metode Peluang terpilih strata s kab/kota d penarikan 1 unit contoh contoh Populasi Contoh 𝐵𝑑𝑠𝑖
1
PPS
𝑀𝑑𝑠𝑖𝑗 𝑀𝑑𝑠𝑖
5 Tabel 3 Penarikan contoh rumah tangga (RT) dalam satu BS Jumlah unit dalam BS j Metode pada PSU i strata s Peluang terpilih 1 Unit penarikan kab/kota d unit contoh contoh Populasi Contoh Rumah tangga tanpa hasil pemutakhiran
𝑀𝑑𝑠𝑖𝑗
Rumah tangga hasil pemutakhiran
𝑢 𝑀𝑑𝑠𝑖𝑗
10
Systematic Random Sampling
1 𝑀𝑑𝑠𝑖𝑗
10
Systematic Random Sampling
1 𝑢 𝑀𝑑𝑠𝑖𝑗
Desain penarikan contoh yang dihitung pada Susenas telah dilakukan penyesuaian karena adanya tahapan pemutakhiran data RT pada blok sensus terpilih sebelum melakukan survei (Tabel 3). Akan tetapi, perhitungan bobot desain pada proses simulasi ini menggunakan formula tanpa pemutakhiran data. Berdasarkan Gambar 1 dan Tabel 1 s.d 3, maka bobot desain (Ω) diperoleh dengan beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Menghitung total peluang contoh 𝜋=
𝑀𝑑𝑠𝑖 𝑁𝑑𝑠 ∑𝑖=1 𝑀𝑑𝑠𝑖
x
𝑀𝑑𝑠𝑖𝑗 𝑀𝑑𝑠𝑖
x
1 𝑀𝑑𝑠𝑖𝑗
=
1 𝑁𝑑𝑠 ∑𝑖=1 𝑀𝑑𝑠𝑖
(2)
2. Menghitung fraksi penarikan contoh (Fs) Fs = (10 x 𝑛𝑑𝑠 ) x 𝜋 = (10 x 𝑛𝑑𝑠 ) x
1 𝑁𝑑𝑠 ∑𝑖=1 𝑀𝑑𝑠𝑖
(3)
sehingga, bobot desain level RT pada BS j PSU i strata s di kab/kota d adalah 1
𝛺𝑑𝑠𝑖𝑗 = 𝐹𝑠 𝛺 𝑑𝑠𝑖𝑗 =
𝑑𝑠 ∑𝑁 𝑖=1 𝑀𝑑𝑠𝑖 10 𝑛𝑑𝑠
(4)
dimana, = pembobot rumah tangga pada BS j PSU i strata s di kabupaten/kota 𝛺𝑑𝑠𝑖𝑗 d, = total rumah tangga di PSU i (dari kerangka contoh) pada strata s dan 𝑀𝑑𝑠𝑖 kabupaten/kota d, = total rumah tangga di BS j PSU i (dari kerangka contoh) pada strata 𝑀𝑑𝑠𝑖𝑗 s dan kabupaten/kota d, 𝑢 = total rumah tangga hasil pemutakhiran (updating) di BS j PSU i 𝑀𝑑𝑠𝑖𝑗 strata s pada kabupaten/kota d, = banyaknya contoh BS pada strata s dan kabupaten/kota d. 𝑛𝑑𝑠 Perhitungan 𝛺𝑑𝑠𝑖𝑗 di atas merupakan bobot desain yang diperoleh dari proses Susenas ketika tidak dilakukan pemutakhiran data RT pada BS terpilih. Namun
6 pada kenyataannya, BPS menghitung bobot desain berdasarkan data rumah tangga hasil pemutakhiran (updating) dengan formula sebagai berikut: 𝑢 𝑑𝑠 ∑𝑁 𝑀𝑑𝑠𝑖𝑗 𝑖=1 𝑀𝑑𝑠𝑖 ∗ (5) 𝛺 𝑑𝑠𝑖𝑗𝑘 = 10 𝑛𝑑𝑠 𝑀𝑑𝑠𝑖𝑗
Pembobotan Generalized Least Squares (GLS) Zieschang (1990) menyebutkan bahwa prosedur GLS dalam pembobotan unit contoh hasil survei pertama kali digunakan oleh Luery (1980) dalam Current Population Survey (CPS). Prosedur GLS dilakukan dalam rangka menyesuaikan bobot contoh dari pembobotan tahap sebelumnya dengan meminimalkan kuadrat dari penyesuaian pembobot (minimizing the weighted squared adjustments) terhadap suatu kendala linier sebagai “pengendali” untuk terpenuhinya penyesuaian pembobotan tersebut, yaitu kendala linier ini mengharuskan penduga terbobot sama dengan “total pengendali” yang diketahui (Peitzmeier et al. 1988 dan Zieschang 1986). Zieschang (1990) membahas secara mendalam tentang Prosedur GLS dan aplikasinya pada pendugaan total “Consumer unit” dalam “Consumer Expenditure Survey”. Zieschang (1990) menuliskan prosedur GLS (yang kemudian disimbolkan W) dengan meminimumkan fungsi sebagai berikut: 𝑚𝑖𝑛𝑊 (𝛀 − 𝐖)𝑇 𝚲−𝟏 (𝛀 − 𝐖)
(6)
dengan kendala X 𝑇 W = P𝑥 , sehingga penduga bobot GLS nya adalah sebagai berikut: (7) 𝑾 = 𝛀 + (𝚲𝐗(𝐗 𝑻 𝚲𝐗)−𝟏 (𝐏𝒙 − 𝐗 𝑻 𝛀)) dimana: 𝛀 = 𝐗
=
𝐏𝒙
=
𝚲 𝐖
= =
𝑛 𝐾
= =
vektor berukuran 𝑛 × 1 yang elemen-elemennya adalah nilai pembobot berdasarkan desain penarikan contoh. matrik pengendali berukuran 𝑛 × 𝐾 yang elemen-elemennya adalah nilai karakteristik tertentu (misal: umur, jenis kelamin, ras, dsb.) dari masing-masing unit contoh yang nilai populasinya diketahui. vektor pengendali berukuran 𝐾 × 1 yang elemen-elemennya adalah nilai populasi sesuai dengan karakteristik yang digunakan dalam matrik X. 𝑑𝑖𝑎𝑔(Ω). vektor berukuran 𝑛 × 1 yang elemen-elemennya adalah nilai pembobot yang sudah disesuaikan. banyaknya unit contoh. banyaknya karakteristik.
7
3 METODE PENELITIAN Data Penelitian ini didasari oleh bentuk dari pelaksanaan Susenas tahun 2011. Pelaksanaan penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data Sensus Penduduk tahun 2010 (SP2010) dan data Susenas tahun 2011 dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Data sekunder tersebut berasal dari BPS Indonesia. Data SP2010 dijadikan sebagai data populasi pada proses simulasi. Data Susenas tahun 2011 digunakan untuk kajian studi kasus perhitungan bobot yang merujuk pada hasil simulasi. Peubah-peubah (profil) yang akan digunakan dalam simulasi dipilih secara subjektif oleh peneliti (Tabel 4). Tabel 4 Peubah-peubah profil dalam analisis Peubah Simbol Jenis kelamin Laki-laki (org) Jenis Kelamin 1 Jenis kelamin Perempuan (org) Jenis Kelamin 2 Agama Islam (org) Agama 1 Agama Kristen (org) Agama 2 Agama Katolik (org) Agama 3 Agama Hindu (org) Agama 4 Agama Budha (org) Agama 5 Agama Konghucu (org) Agama 6 Agama Lainnya (org) Agama 7 Tidak pernah sekolah (org) Pendidikan 0 Tidak/belum tamat SD (org) Pendidikan 1 Tamat SD/MI/Sederajat (org) Pendidikan 2 Tamat SLTP/MTs/Sederajat (org) Pendidikan 3 Tamat SLTA/MA/Sederajat (org) Pendidikan 4 Tamat SM Kejuruan (org) Pendidikan 5 Tamat Dip I/II (org) Pendidikan 6 Tamat Dip III/Akademi (org) Pendidikan 7 Tamat Dip IV/S1 (org) Pendidikan 8 Tamat S2/S3 (org) Pendidikan 9 Metode Analisis Metode analisis dalam penelitian ini menyangkut kajian simulasi dan kajian studi kasus. Simulasi Tahapan simulasi pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Eksplorasi perhitungan bobot desain (Ω) dan GLS (W). Luaran dari eksplorasi ini adalah memperoleh gambaran karakteristik dalam menduga bobot W dan Ω dari beberapa desain penarikan contoh. Adapun langkah-langkah pada tahap ini adalah: a. Melakukan tabulasi data SP2010 sebagai data populasi b. Menyusun Px dari data populasi (1a) menggunakan karakteristik kelompok umur dan jenis kelamin
8 c. Melakukan penarikan contoh dari data populasi dengan beberapa variasi desain penarikan contoh, yaitu - Penarikan contoh 1 tahap : Simple Random Sampling (SRS) - Penarikan contoh 2 tahap : SRS dan SRS - Penarikan contoh 3 tahap : SRS-SRS-SRS d. Menyusun X dari data contoh langkah 1c menggunakan karakteristik kelompok umur dan jenis kelamin e. Menghitung bobot Ω dari setiap desain penarikan contoh pada langkah c f. Menghitung 𝛬, dimana 𝛬 = 𝑑𝑖𝑎𝑔(Ω) g. Menghitung bobot GLS (W) dari setiap desain penarikan contoh pada langkah 1c dengan formula persamaan (7) h. Mengulangi langkah 1c s.d 1g sebanyak 1000 kali i. Mengevaluasi hasil langkah 1e dan 1g 2. Menghitung bobot desain (Ω) dan GLS (W) menggunakan desain penarikan contoh Susenas (PPS-PPS-SyRS). Luaran tahap kedua ini adalah memperoleh karakteristik dari bobot Ω dan W yang dihasilkan dari desain Susenas serta memperoleh bobot terbaik untuk menduga profil populasi. Langkah-langkah pada tahap ini adalah: a. Menyiapkan data SP2010 sebagai populasi b. Menyusun Px c. Melakukan penarikan contoh dari data populasi sedemikian sehingga seperti tahapan penarikan contoh Susenas yang dilakukan BPS, yaitu - Tahap I melakukan penarikan contoh PSU menggunakan PPS - Tahap II melakukan penarikan contoh BS menggunakan PPS - Tahap III melakukan penarikan contoh RT menggunakan SyRS d. Menyusun X e. Menghitung 𝛺 f. Menghitung 𝛬, dimana 𝛬 = 𝑑𝑖𝑎𝑔 (𝛺) g. Menghitung 𝑊 = Ω + (ΛX(X 𝑇 ΛX)−1 (P𝑥 − X 𝑇 Ω)) h. Mengulangi langkah 2c s.d 2g sebanyak 1000 kali i. Mengevaluasi hasil langkah 2e dan 2g 3. Menduga profil populasi (Tabel 4) menggunakan bobot hasil langkah 1e, 1g, 2e dan 2g. 4. Mengevaluasi hasil dugaan profil populasi dari bobot Ω dan W. Studi Kasus Langkah-langkah dalam proses perhitungan bobot pada studi kasus data Susenas adalah sebagai berikut: a. Melakukan tabulasi data Susenas tahun 2011 b. Menyusun Px dan X sesuai hasil simulasi c. Menghitung 𝛺 d. Menghitung 𝑊 - Menggunakan cara yang dilakukan oleh BPS - Menggunakan cara hasil modifikasi yang diperoleh dari kajian simulasi e. Mengevaluasi bobot 𝛺 dan 𝑊 hasil langkah c dan d.
9 Penelitian ini secara garis besar dapat disajikan dalam diagram alir pada Gambar 2 di bawah ini: Data Sensus Penduduk 2010 (SP2010) Proses Simulasi dari data SP2010 Kesimpulan Diperoleh bobot desain (Ω)
Diperoleh bobot GLS (W)
Evaluasi karakteristik nilai bobot serta menemukan solusi permasalahan bobot GLS
Evaluasi hasil dugaan dari kedua metode pembobotan
Simulasi menduga profil populasi
Studi kasus
Gambar 2. Diagram alir penelitian
10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Karakteristik Nilai Bobot Desain dan GLS Kajian pembobotan dalam Susenas ini diawali dari kajian simulasi. Tahapan pertama dari kajian simulasi adalah melakukan eksplorasi perhitungan bobot berdasarkan desain penarikan contoh (Ω) dan berdasarkan model (GLS atau kemudian disimbolkan W). Eksplorasi dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun beberapa desain penarikan contoh, yaitu SRS 1 tahap, SRS 2 tahap, dan SRS 3 tahap. Kemudian dilakukan perhitungan bobot pada masing-masing desain penarikan contoh tersebut. Tahap eksplorasi bertujuan mengetahui karakteristik nilai bobot Ω dan W dari suatu proses penarikan contoh baik dari yang sederhana hingga yang lebih kompleks. Simulasi eksplorasi perhitungan bobot contoh dikerjakan dengan 2 cara, yaitu perhitungan bobot pada level anggota rumah tangga (ART) dan level rumah tangga (RT). Perhitungan bobot di level ART adalah perhitungan bobot untuk setiap anggota rumah tangga terpilih. Sedangkan, perhitungan bobot di level RT adalah perhitungan bobot untuk setiap rumah tangga terpilih. Perbedaan antara 2 cara tersebut terletak pada penyusunan matriks X pada saat menghitung bobot W (persamaan 7). Perhitungan bobot W di level ART, X disusun untuk masing-masing individu (anggota rumah tangga) sehingga X terdiri dari elemen-elemen yang hanya berisi nilai 0 dan 1 (biner). Sedangkan pada level RT, X disusun pada level RT sehingga X terdiri dari elemen-elemen yang bukan hanya 0 dan 1 (dibahas pada subbab berikutnya). Eksplorasi Perhitungan Bobot Contoh pada Level Anggota Rumah Tangga Eksplorasi yang dilakukan pada perhitungan bobot di level anggota rumah tangga (ART) bertujuan pengayaan informasi dalam memahami perilaku bobot contoh. Hasil eksplorasi pada level ART yang disajikan pada Lampiran 1 memperlihatkan bahwa banyaknya tahapan penarikan contoh dari suatu desain mempengaruhi keragaman nilai bobot contoh baik bobot Ω maupun W. Desain 1 tahap memberikan nilai Ω dan W yang relatif konstan dan tidak memiliki tingkat keragaman yang tinggi. Desain 2 dan 3 tahap menghasilkan nilai bobot Ω dan W yang sangat beragam dan selang nilai bobot antar unit contoh relatif lebih besar dibandingkan hasil dari desain 1 tahap dengan memperhatikan nilai maksimum dan minimumnya. Hasil eksplorasi ini menunjukkan bahwa semakin banyak tahapan penarikan contoh, maka semakin tinggi keragaman dari nilai bobot Ω. Perubahan pada bobot Ω mempengaruhi bobot W atau dengan kata lain bobot W cenderung mengikuti pola dari bobot Ω. Hal tersebut sejalan dengan persamaan 7 dimana bobot GLS (W) dipengaruhi oleh komponen Ω. Pada 1000 kali pengulangan dalam proses simulasi perhitungan bobot di level ART tidak diperoleh satu pun nilai bobot W yang bernilai negatif pada semua desain penarikan contoh yang digunakan dalam simulasi (lampiran 1).
11 Eksplorasi Perhitungan Bobot Contoh pada Level Rumah Tangga Hasil eksplorasi perhitungan bobot contoh yang dikerjakan pada level rumah tangga (RT) disajikan pada Gambar 3 dan 4. Secara umum, nilai harapan bobot contoh yang dihasilkan ketika bekerja pada level RT memiliki karakteristik yang relatif sama dengan nilai harapan bobot contoh ketika bekerja pada level ART, yaitu semakin banyak tahapan penarikan contoh maka semakin tinggi keragaman dari nilai bobot Ω. Serta perubahan pada bobot Ω mempengaruhi bobot W atau dengan kata lain bobot W cenderung mengikuti pola dari bobot Ω. Akan tetapi, terdapat perbedaan pada batas bawah nilai bobot ketika bekerja pada level RT, yaitu terdapat nilai negatif (Lampiran 2). Nilai negatif hanya dimiliki oleh bobot W, sedangkan bobot Ω selalu bernilai positif baik bekerja pada level ART maupun level RT. 1000
Nilai Bobot
750
500
250
0 SRS 1 Tahap
SRS 2 Tahap
SRS 3 Tahap
Gambar 3 Nilai harapan bobot desain (Ω) pada perhitungan level rumah tangga 1000
Nilai Bobot
750
500
250
0 SRS 1 Tahap
SRS 2 Tahap
SRS 3 Tahap
Gambar 4 Nilai harapan bobot GLS (W) pada perhitungan level rumah tangga
12 Analisis Penyebab Bobot GLS Bernilai Negatif Bobot GLS (W) diperoleh melalui rumus pada persamaan (7). Bobot W hasil eksplorasi menunjukkan bahwa nilai negatif terjadi ketika menghitung bobot contoh yang bekerja pada level RT. Perbedaan yang terjadi saat menghitung bobot di level ART dan RT adalah cara menyusun X. Penyusunan X saat menghitung bobot di level RT menggunakan cara yang sama seperti ketika bekerja pada level ART, hanya saja dilanjutkan dengan menjumlahkan semua ART di masing-masing RT. Susunan X pada saat bekerja di level RT dan ART menghasilkan elemenelemen matriks yang berbeda (Tabel 5 dan 6). Pada penelitian ini, karakteristik yang digunakan dalam menyusun X adalah kelompok umur dan jenis kelamin. Hal tersebut menyesuaikan dengan karakteristik yang digunakan oleh BPS. Tabel 5 Ilustrasi susunan X untuk perhitungan bobot di level ART X RT
ART
Jenis Kelamin
Usia
Laki-Laki (JK=1)
Perempuan (JK=2)
0-4
5-9
...
25-29
...
>75
0-4
...
20-24
...
>75
1
1
1
25
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
2
2
24
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
3
1
7
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
4
1
5
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
1
1
25
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
2
2
1
4
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
3
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel 6 Ilustrasi susunan X untuk perhitungan bobot di level rumah tangga X RT
Banyak ART
Laki-Laki (JK=1) 0-4
5-9
...
25-29
Perempuan (JK=2) ...
>75
0-4
...
20-24
...
>75
1
4
0
2
0
1
0
0
0
0
1
0
0
2
3
2
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
Matriks X yang disusun ketika bekerja pada level ART memiliki elemen-elemen matriks berupa susunan angka biner (Tabel 5). Namun, elemen-elemen X ketika bekerja pada level RT tidak biner (Tabel 6). Ada beberapa komponen yang mempengaruhi hasil dari W. Secara matematis, terlihat bahwa komponen penyebab nilai bobot W bernilai negatif adalah ketika elemen dari faktor koreksi [ΛX(X 𝑇 ΛX)−1 (P𝑥 − X 𝑇 Ω)] pada persamaan (7), yang kemudian disimbolkan c, bernilai negatif dan |𝒄𝒊 | lebih besar Ω𝒊 , dimana i=1,2,..,n. Bagian dari komponen penyusun c yang dapat bernilai negatif adalah elemenelemen (X 𝑇 ΛX)−1 kemudian disebut A dan (P𝑥 − X 𝑇 Ω) kemudian disebut b. Elemen-elemen c mungkin untuk bernilai negatif apabila ∑𝑘𝑗=1 𝐴𝑖𝑗 𝑏𝑗1 menghasilkan elemen-elemen yang bernilai negatif, dimana j=1,2,...,k dan k adalah banyaknya kombinasi karakteristik yang digunakan. Menelusuri penyebab negatif dari ∑𝑘𝑗=1 𝐴𝑖𝑗 𝑏𝑗1 merupakan hal yang sulit dipastikan. Penelusuran penyebab negatif pada komponen c akan lebih mudah jika
13 perhatian difokuskan pada masing-masing komponen A dan b. Penentuan penyebab negatif dari elemen-elemen A merupakan hal yang relatif sulit untuk diperoleh. Sedangkan, penelusuran penyebab negatif dari elemen-elemen b dapat diperoleh dengan lebih sederhana. Elemen-elemen b bernilai negatif apabila X 𝑇 Ω > P𝑥 . Nilai negatif pada elemen b akan menjadi besar apabila X sebagai premultiplier pada perkalian matriks X 𝑇 Ω berisi elemen-elemen yang tidak hanya biner (mengandung nilai lebih besar dari 1). Analisis penelusuran penyebab negatif pada komponen b mengarahkan perhatian pada matriks X. Analisis tersebut memberikan gambaran pula untuk menentukan penyebab negatif pada komponen c. Sehingga hasil analisis secara keseluruhan di atas mengarahkan pada justifikasi bahwa komponen c akan memiliki 𝒄𝒊 bernilai negatif dan |𝒄𝒊 | > 𝛀𝒊 ketika X disusun tidak biner. Hal tersebut dapat dijustifikasi pula bahwa komponen yang menyebabkan bobot W bernilai negatif adalah elemen-elemen X yang tidak biner. Justifikasi ini diperkuat dari hasil eksplorasi perhitungan bobot di level RT dan ART. Simulasi perhitungan bobot di level ART menggunakan X yang berisikan elemen-elemen biner, sedangkan perhitungan di level RT menggunakan X yang berisikan elemen-elemen tidak biner. Hasil simulasi di level ART tersebut menunjukkan tidak ada nilai negatif pada bobot 𝐖𝐢 (Lampiran 1), sedangkan ada bobot 𝐖𝐢 yang bernilai negatif dari hasil perhitungan di level RT pada semua desain simulasi (Lampiran 2 dan 3). Rekomendasi Perhitungan Bobot GLS pada Level Rumah Tangga Penyesuaian terhadap Penyusunan Matriks X Alternatif solusi pertama (alternatif I) yang diberikan dalam mengatasi bobot GLS yang bernilai negatif adalah melakukan penyesuaian dalam menyusun matriks X pada saat menghitung bobot W di level RT. Justifikasi dalam menyusun matriks X tersebut adalah elemen-elemen X harus biner (bernilai 0 dan 1). Sehingga, perlu dilakukan penyesuaian sedemikian sehingga X yang disusun ketika bekerja pada level RT memiliki elemen-elemen yang hanya bernilai 0 dan 1. Matriks X dengan penyesuaian ini dibentuk menjadi kategori-kategori tertentu. Pengkategorian disusun sedemikian sehingga mampu mengakomodir semua kondisi dari contoh yang ingin ditentukan karakteristiknya. Salah satu pengkategorian yang digunakan dalam menyusun matriks X pada penelitian ini adalah: 1. Tidak ada anggota Rumah Tangga (RT) <15 tahun (kategori 1) 2. Ada anggota RT <15 tahun dan semuanya laki-laki (kategori 2) 3. Ada anggota RT <15 tahun dan semuanya perempuan (kategori 3) 4. Ada anggota RT <15 tahun dan terdiri dari laki-laki serta perempuan (kategori 4). Sebagai ilustrasi, apabila kondisi RT, ART, jenis kelamin, dan usia dari masing-masing anggota rumah tangga seperti pada tabel 5, maka susunan X baru hasil penyesuaian berdasarkan kategori di atas disajikan pada tabel 7. Matriks X dengan penyesuaian yang disusun pada level RT memiliki elemen-elemen yang hanya berisi angka 0 dan 1 (biner). Keempat kategori di atas menjamin dapat mengakomodir semua kondisi dalam data contoh berdasarkan karakteristik jenis kelamin dan usia, serta menjamin elemen-elemen X hanya mengandung angka 0 dan 1. Matriks X yang telah disesuaikan kemudian digunakan dalam simulasi pada beberapa desain penarikan contoh di atas.
14 Bobot GLS yang dihitung menggunakan X dengan penyesuaian (alternatif solusi I) kemudian disimbolkan dengan W*. Hasil penerapan X yang telah disesuaikan pada desain eskplorasi (SRS 1 tahap, SRS 2 tahap, dan SRS 3 tahap) menunjukkan bahwa bobot W* dari ketiga desain eksplorasi yang dikerjakan pada level RT tidak menghasilkan nilai negatif (Lampiran 4). Bobot W* yang diperoleh memenuhi kaidah pembobotan (Murthy 1967) yaitu ∑ 𝑊𝑖∗ merupakan penduga tak bias dari total individu dari populasi yang diamati (∑ 𝑊𝑖∗ = N), dimana N pada kasus ini adalah N rumah tangga.
RT 1 2
Tabel 7 Ilustrasi susunan X baru dengan penyesuaian X Banyaknya ART kategori 1 kategori 2 kategori 3 kategori 4 0 0 0 1 4 0 1 0 0 3
Penyesuaian Bobot Negatif GLS terhadap Bobot Desain Bobot contoh GLS yang dihitung di level rumah tangga (RT) dengan X tidak biner memiliki kemungkinan untuk bernilai negatif (Lampiran 2). Pada proses simulasi, munculnya kejadian yang memiliki bobot GLS bernilai negatif cukup banyak, baik pada desain SRS 1 tahap, SRS 2 tahap, maupun SRS 3 tahap, yaitu masing-masing sebesar 15.6%, 27%, dan 37% dari 1000 kali pengulangan (kejadian yang diulang). Akan tetapi, rata-rata munculnya objek contoh yang bobotnya bernilai negatif di dalam setiap kejadian tersebut tidak begitu banyak (Tabel 8). Tabel 8 Rata-rata banyaknya objek contoh yang bernilai negatif Desain penarikan contoh Rata-rata (rumah tangga) SRS 1 tahap 1 SRS 2 tahap 2 SRS 3 tahap 2 Keterangan: nilai rata-rata merupakan hasil pembulatan Nilai rata-rata di atas dapat diinterpretasikan bahwa munculnya objek contoh yang memiliki bobot GLS bernilai negatif dalam suatu kejadian (pengulangan) sangat sedikit, baik pada desain SRS 1 tahap, SRS 2 tahap, maupun SRS 3 tahap, yaitu masing-masing 1 RT, 2 RT, dan 2 RT. Mengacu pada Tabel 8 tersebut, alternatif solusi kedua (alternatif II) dalam menyelesaikan bobot GLS yang bernilai negatif dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: Nilai 𝑊𝑖 =
Ω𝑖 , apabila 𝑊𝑖 < 0 untuk i=1, 2, . . ., n 𝑊𝑖 , selainnya
Bobot GLS yang dihasilkan dari alternatif II ini kemudian disimbolkan dengan W**. Hasil simulasi perhitungan bobot GLS dengan alternatif II memiliki ∑ 𝑊𝑖∗∗ ≠ N. Hal tersebut tidak sesuai dengan kaidah pembobotan yang disebutkan oleh Murthy (1967).
15 Evaluasi Bobot Desain, GLS dan Bobot Hasil Penyesuaian Hasil eksplorasi perhitungan bobot baik menggunakan bobot desain, GLS, dan bobot GLS yang telah disesuaikan memberikan hasil yang berbeda-beda. Setiap bobot memiliki kriteria masing-masing dan hasil eksplorasi di atas mengarahkan pada pemilihan bobot terbaik. Bobot yang baik merupakan bobot yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Bobot yang tidak bernilai negatif 2. Bobot yang total nilainya merupakan penduga tak bias dari total individu dari populasi yang diamati (∑ 𝐵𝑖 = N), dimana 𝐵𝑖 merupakan bobot contoh ke-i, i=1,2, ..., n, dan n adalah ukuran contoh rumah tangga, serta N adalah ukuran populasi rumah tangga yang diamati. 3. Bobot yang mengakomodir lebih banyak informasi (karakteristik) contoh yang diboboti sehingga nilainya mampu menjadi pembobot (penimbang) yang lebih komprehensif dalam memberikan pertimbangan suatu unit contoh terpilih terhadap unit contoh lain yang tidak terpilih. Tabel 9 Perbandingan nilai total bobot pada beberapa metode pembobotan Bobot Total Bobot Ukuran N Rumah Tangga Ω 344671 344671 W 344170 344671 W* 344671 344671 W** 344373.1 344671 Tabel 9 menunjukkan bahwa bobot yang memenuhi kriteria (∑ 𝐵𝑖 = N) adalah bobot desan (Ω) dan bobot GLS yang dihitung dengan melakukan penyesuaian pada penyusunan matriks X (W*). Bobot W* adalah bobot GLS yang tidak memiliki masalah nilai negatif karena telah dilakukan penyesuaian dan bobot yang dihitung dengan memanfaatkan informasi tambahan baik dari data contoh maupun data populasi. Sedangkan bobot Ω adalah bobot desain yang dijamin selalu bernilai positif meskipun bobot yang dihitung tanpa memanfaatkan informasi tambahan melainkan hanya memanfaatkan informasi ukuran contoh dan populasi. Sehingga bobot yang memiliki 3 kriteria di atas adalah bobot GLS yang telah disesuaiakan pada perhitungan matriks X (W*). Kriteria bobot terbaik akan dilengkapi dengan melihat hasil evaluasi pada simulasi dugaan parameter menggunakan ke-4 bobot tersebut (dibahas pada subbab berikutnya). Simulasi Perhitungan Bobot Contoh pada Desain Penarikan Contoh Susenas Hasil eksplorasi yang telah dilakukan hingga menghasilkan alternatif solusi I dan II memberikan gambaran untuk melakukan perhitungan bobot contoh dari hasil Susenas yang dilakukan oleh BPS. Perhitungan bobot dengan desain Susenas pada bahasan ini dapat dihitung menggunakan cara yang dilakukan BPS (X tidak biner), serta dihitung menggunakan alternatif solusi I dan II. Bobot GLS yang dikerjakan pada level RT dengan cara BPS tersebut disimbolkan dengan W. Nilai bobot W pada Lampiran 3 menunjukkan adanya bobot contoh yang bernilai negatif. Sedangkan nilai bobot GLS dari desain Susenas yang dihasilkan dengan alternatif
16 solusi I dan II menunjukkan bahwa semua bobot contoh bernilai positif dalam 1000 kali ulangan (Lampiran 5 dan 6). Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai harapan bobot desain (Ω) baik perhitungan bobot dengan cara BPS maupun dengan cara alternatif I dan II memiliki nilai yang sama. Hal tersebut terjadi karena perhitungan Ω hanya berdasarkan pada peluang dari desain penarikan contoh yang diterapkan.
1000
Nilai Bobot
750
500
250
0 Bobot Desain
W
W*
W**
Bobot Sampel
Gambar 5 Nilai harapan bobot contoh pada desain Susenas Bobot Ω memiliki ukuran pemusatan yang relatif sejajar dengan bobot GLS (W,W*,dan W**) dan keragaman omega terhadap W, W*, dan W** terlihat berbeda. Hal tersebut memberi gambaran bahwa pengaruh dari faktor koreksi (ΛX(X 𝑇 ΛX)−1 (P𝑥 − X 𝑇 Ω)) pada formula GLS memiliki pengaruh dalam memberikan koreksi pada bobot Ω (persamaan 7). Sedangkan keragaman antar bobot W, W*, dan W** cenderung sama, terutama W dan W**. Nilai bobot Ω dan GLS pada desain eksplorasi (Gambar 3 dan 4) menunjukkan bahwa semakin kompleks desain penarikan contoh maka semakin tinggi keragaman bobot contoh tersebut. Desain Susenas termasuk desain yang kompleks karena terdiri dari 3 tahapan penarikan contoh dan didalamnya terdapat 2 teknik penarikan contoh, yaitu teknik Probability Proportional to Size Sampling (PPS) dan Systematic Random Sampling (SyRS). Akan tetapi, hasil bobot Ω dan GLS (W, W*, W**) pada desain Susenas tidak memiliki keragaman tinggi (meskipun termasuk desain yang kompleks). Hal itu terjadi karena formula yang digunakan untuk menghitung Ω pada kajian simulasi adalah formula tanpa menggunakan data updating (persamaan 4) dan saat pengambilan contoh PSU dan BS dengan teknik PPS, size yang digunakan sama-sama rumah tangga. Oleh karena itu pada perhitungan peluang akhir akan saling menghilangkan dan serupa dengan peluang Simple Random Sampling 1 tahap yaitu nilai bobot Ω yang dihasilkan akan konstan pada level strata urban dan rural (persamaan 2 s.d 4).
17 Simulasi Pendugaan Profil Populasi Simulasi pendugaan parameter dilakukan pada level rumah tangga (RT) menggunakan bobot desain (Ω) dan GLS (W, W*, dan W**) yang telah diperoleh dari simulasi perhitungan bobot contoh. Dugaan profil populasi dilakukan pada semua desain eksplorasi,yaitu SRS 1 tahap, SRS 2 tahap, dan SRS 3 tahap. Lampiran 7 dan 8 menyajikan nilai harapan dari dugaan profil populasi pada desain penarikan contoh eksplorasi serta nilai persentase kesalahan relatif dugaan terhadap parameternya. Hasil dari Lampiran 7 tersebut dapat diinterpretasikan bahwa hasil dugaan dengan menggunakan ke-4 bobot (Ω, W, W*, dan W**) memiliki hasil yang tidak begitu berbeda. Akan tetapi, pada Lampiran 8 dapat dilihat hasil dugaan yang paling mendekati parameternya. Secara umum, semakin kompleks desain penarikan contoh yang diterapkan maka hasil dugaan menggunakan bobot GLS (W,W*,W**) semakin baik dibandingkan menggunakan bobot Ω, meskipun perbedaannya terlihat sangat kecil (Lampiran 8). Hal tersebut terlihat dari persentase kesalahan relatif dugaan menggunakan bobot GLS lebih kecil dibandingkan bobot Ω pada sebagian besar profil populasi yang diduga, dimana semakin kecil persentase kesalahan relatif maka semakin baik hasil dugaannya. Selain membandingkan antara hasil dugaan yang menggunakan bobot Ω dan GLS, kemudian dibandingkan pula hasil dugaan antar bobot GLS (W, W*, dan W**). Secara umum, hasil simulasi menunjukkan bobot W** cenderung memiliki hasil dugaan yang hampir sama dengan hasil dugaan dengan bobot W. Hal itu dapat terjadi karena rata-rata munculnya objek yang bernilai negatif dalam setiap pengulangan (kejadian) tidak begitu banyak (Tabel 8), sehingga alternatif solusi II (W**) hanya merubah sedikit dari bobot W. Pada konteks ini W dan W** tidak menarik untuk dibandingkan karena memiliki hasil yang relatif sama, oleh karenanya menarik membandingkan W* dengan W dan W**. Hasil dugaan bobot W* akan semakin meningkat kebaikan dugaannya dibandingkan hasil dugaan bobot W dan W** dengan seiring bertambahnya kompleksitas suatu desain penarikan contoh. Lampiran 8 terlihat bahwa pada desain SRS 1 tahap, hasil dugaan W* tidak lebih baik dibandingkan W dan W** dalam menduga semua profil. Akan tetapi pada desain SRS 2 tahap, profil agama dan pendidikan lebih baik diduga dengan bobot W* dan profil jenis kelamin lebih baik diduga dengan bobot W** meskipun selisihnya sangat kecil. Pada desain SRS 3 tahap, profil agama dan pendidikan lebih baik didugan dengan W* dan profil jenis kelamin lebih baik diduga dengan bobot W. Kebaikan hasil dugaan dilihat pula dari ragam dugaannya (Lampiran 9). Dugaan menggunakan bobot W* memiliki ragam yang relatif lebih kecil dibandingkan menggunakan bobot W dan W** baik pada SRS 1 tahap, 2 tahap, maupun 3 tahap dalam menduga profil pendidikan dan agama. Hal itu dapat dinyatakan bahwa ragam dugaan W* lebih stabil dibandingkan ragam W dan W**. Sedangkan ragam dugaan profil jenis kelamin menggunakan bobot W lebih kecil dibandingkan W* dan W** pada semua jenis desain penarikan contoh meskipun selisihnya sangat kecil. Setelah mengevaluasi hasil dugaan pada desain penarikan contoh eksplorasi, evaluasi simulasi pendugaan pada desain penarikan contoh Susenas menjadi hal yang penting. Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai harapan dugaan dengan menggunakan ke-4 bobot contoh pada desain Susenas memberikan hasil yang
18 relatif sama dan tidak begitu jauh berbeda dari nilai parameternya. Akan tetapi, terdapat hasil dugaan yang relatif lebih baik dengan melihat persentase kesalahan relatif dugaan serta ragam dugaannya. Bobot W** memiliki persentase kesalahan relatif yang paling kecil dalam menduga profil jenis kelamin. Sedangkan, secara keseluruhan bobot W dan W* memiliki persentase kesalahan yang relatif lebih kecil dibandingkan yang lainnya dalam menduga profil pendidikan dan agama.
Nilai Harapan Dugaan Proporsi
1 0.1 0.01 0.001 0.0001 0.00001
Profil Populasi W
W*
W**
Ω
Persentasi Kesalahan Relatif (%)
Gambar 6 Nilai harapan dugaan profil populasi dari bobot GLS dengan matriks X yang disusun menggunakan kategori jenis kelamin dan kelompok umur
1000 100 10 1 0.1
Profil Populasi
W
W*
W**
Ω
Gambar 7 Persentase kesalahan relatif dugaan profil populasi dari bobot GLS dengan matriks X yang disusun menggunakan kategori jenis kelamin dan kelompok umur
19 Selain memperhatikan kesalahan relatif dugaan profil populasi, kestabilan ragam dugaan menjadi hal yang penting untk dipertimbangkan. Ragam dugaan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa bobot W memberikan ragam yang lebih stabil dalam menduga profil jenis kelamin. Sedangkan secara keseluruhan bobot W* memiliki ragam yang kecil dalam menduga profil pendidikan dan agama
Nilai Ragam
1000000 100000 10000 1000 100 10 1
Profil Populasi W
W*
W**
Ω
Gambar 8 Ragam dugaan profil populasi dari bobot GLS dengan matriks X yang disusun menggunakan kategori jenis kelamin dan kelompok umur Karakteristik lain yang menarik untuk diperhatikan adalah hasil dugaan menggunakan bobot yang diperoleh dengan pendekatan alternatif solusi II namun kategori dan karakteristik yang digunakan berbeda. Karakteristik yang digunakan pada penyusunan kategori yang baru adalah karakteristik agama dari setiap individu di rumah tangga masing-masing (kemudian disimbolkan dengan W***). Adapun kategori yang digunakan sebagai berikut: 1. Rumah tangga yang semua anggota rumah tangganya beragama 1 (kategori 1) 2. Rumah tangga yang semua anggota rumah tangganya beragama 2 (kategori 2) 3. Rumah tangga yang semua anggota rumah tangganya beragama 3 (kategori 3) 4. Rumah tangga yang semua anggota rumah tangganya beragama 4 (kategori 4) 5. Rumah tangga yang anggota rumah tangganya selain dari 4 kategori di atas (kategori 5) Hasil simulasi pendugaan profil populasi menggunakan bobot W*** menunjukkan bahwa kinerja bobot W*** dalam menduga profil agama memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan hasil dugaan dengan bobot W, W*, W**, dan Ω di semua desain penarikan contoh (Gambar 9). Begitu pula pada ragam dugaannya, secara keseluruhan dugaan profil agama menggunakan W*** memiliki ragam yang kecil terutama pada desain sampling yang kompleks (Gambar 10). Kejadian ini menunjukkan bahwa adanya korelasi antara profil yang diduga dengan peubah yang dijadikan sebagai karakteristik dalam menyusun matriks X dan Px pada perhitungan bobot GLS. Semakin erat hubungan profil yang diduga dengan peubah yang digunakan sebagai kerakteristik tersebut maka hasil dugaan profil dengan bobot
20 tersebut semakin baik. Selain itu dapat pula dikatakan bahwa bahwa suatu pembobot belum tentu baik untuk menduga semua profil populasi. Persentasi Kesalahan Relatif (%)
1000 100 10 1 0.1
Persentasi Kesalahan Relatif (!%)
Profil Populasi W
W*
Ω
W***
W
Profil Populasi W* W** Ω
W***
W** (a)
1000 100 10 1 0.1
Persenntasi Kesalahan Relatif (%)
(b)
1000 100 10 1 0.1
W
Profil Populasi W* W** Ω (c)
W***
Persentasi Kesalahan Relatif (%)
21 1000 100 10 1 0.1
Profil Populasi W
W*
W**
Ω
W***
(d)
Nilai Ragam
Gambar 9 Perbandingan persentase kesalahan relatif dugaan profil populasi antara bobot W*** dengan W,W*,W**, dan Ω: (a) Desain SRS 1 Tahap, (b) Desain SRS 2 Tahap, (c) Desain SRS 3 Tahap, dan (d) Desain Susenas
1.00E+00 1.00E-01 1.00E-02 1.00E-03 1.00E-04 1.00E-05 1.00E-06 1.00E-07 1.00E-08
Profil Populasi W
W*
W**
Ω
W***
Gambar 10 Perbandingan ragam dugaan pada desain Susenas antara bobot W*** dengan W, W*, W**, dan Ω Studi Kasus Perhitungan Bobot Contoh pada Data Susenas Tahun 2011 Kajian studi kasus dalam menghitung bobot desain (Ω) dan GLS menggunakan data Susenas tahun 2011. Perhitungan dilakukan dengan beberapa cara, pertama, menggunakan cara yang dilakukan oleh BPS (tanpa ada modifikasi/penyesuaian apapun atau disimbolkan W). Formula yang digunakan untuk menghitung Ω dalam kasus ini adalah formula yang menggunakan data updating karena informasi yang diperlukan dapat diperoleh melalui BPS (persamaan 5). Pada proses simulasi tidak menggunakan formula persamaan 5
22 karena sulit untuk menyusun perhitungan updating yang diperlukan. Kedua, perhitungan menggunakan cara yang dihasilkan dari proses simulasi, yaitu cara alternatif solusi I (disimbolkan dengan W*) dan II (disimbolkan dengan W**). Hasil yang disajikan pada Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai tengah semua bobot contoh relatif sama, namun keragamannya yang berbeda. Pada terapan ini, bobot desain (Ω) memiliki keragaman yang lebih tinggi dibandingkan keragaman bobot Ω pada simulasi desain Susenas di atas (Gambar 5). Hal tersebut disebabkan oleh penggunaan data updating pada perhitungan bobot Ω di kajian terapan ini (menggunakan persamaan 5). Keragaman antar bobot GLS (W, W*, W**) terlihat bahwa bobot W* memiliki keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan bobot W dan W**. Meskipun demikian, bobot W* tidak menghasilkan nilai bobot yang negatif. Gambar 9 menunjukkan bahwa pada hasil bobot contoh W terdapat sekitar 25% contoh yang memiliki nilai negatif. Bobot contoh W yang merupakan bobot contoh hasil perhitungan dengan menggunakan cara yang dilakukan BPS. Sedangkan, nilai bobot W* dan W** semuanya bernilai positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa perhitungan menggunakan cara dari hasil simulasi (baik alternatif I maupun II) mampu memberikan solusi terhadap permasalahan bobot W yang bernilai negatif. 2500
Nilai Bobot
2000 1500 1000 500 0
Bobot Desain
W
W*
W**
Bobot Sampel
Gambar 11 Bobot contoh dari data Susenas menggunakan beberapa metode perhitungan bobot
23
5 SIMPULAN Bobot GLS bisa bernilai negatif ketika perhitungan bobot dilakukan di level rumah tangga. Salah satu penyebab bobot GLS bernilai negatif adalah matriks X yang disusun tidak biner (0 dan 1). Penanganan nilai negatif dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu melakukan penyesuaian pada penyusunan matriks X sedemikian sehingga elemen-elemen X menjadi biner (0 dan 1) dan melakukan penyesuaian pada nilai negatif bobot GLS terhadap bobot desain. Perbandingan hasil dugaan profil populasi dengan menggunakan ke-4 pembobot (Ω, W, W*, dan W**) memberikan hasil bahwa dugaan menggunakan bobot yang dilakukan penyesuaian pada penyusunan matriks X (W*) secara keseluruhan memberikan hasil dugaan dengan persentase kesalahan yang relatif lebih kecil dan ragam yang lebih stabil. Bobot W* merupakan bobot yang memiliki kinerja lebih baik dalam proses pendugaan profil parameter karena W* merupakan bobot yang memenuhi kriteria pembobot terbaik, yaitu sebagai berikut: - bobot yang tidak bernilai negatif, - bobot yang total nilainya merupakan penduga tak bias total individu unit contoh populasi yang diamati (∑ 𝐵𝑖 = N), dimana 𝐵𝑖 merupakan bobot contoh ke-i, i=1,2, ..., n, dan n adalah ukuran contoh, serta N adalah ukuran populasi yang diamati, serta - bobot yang mengakomodir lebih banyak informasi (karakteristik) contoh yang diboboti sehingga nilainya mampu menjadi pembobot (penimbang) yang lebih komprehensif dalam memberikan pertimbangan suatu unit contoh terpilih terhadap unit contoh lain yang tidak terpilih. Pemilihan peubah yang tepat sebagai karakteristik dalam menyusun kategori pada perhitungan bobot W* akan menentukan tingkat ketepatan pendugaan profil populasi. Semakin erat hubungan peubah dengan profil populasi yang diduga maka semakin tinggi akurasi hasil pendugaan profil populasi tersebut.
24
DAFTAR PUSTAKA Bankier MD. 1990. Generalized Least Squares Estimation Under Poststratification. Proceedings of the Section on Survey Research Methods. American Statistical Association. 730-735. Braun JW, Murdoch J. D. 2007. A First Course in Statistical Programming With R. New York: Cambridge University Press BPS. 2011. Buku Pedomen Susenas untuk Kepala BPS. Jakarta. Chambers R, Chandra H. 2008. Improved Direct Estimators for Small Areas. Centre for Statistical and Survey Methodology. Working Paper: 03-08. Friedman EM, Jang D, Williams TV. 2002. Combined Estimates From Four Quarterly Survey Data Sets. Proceedings of the Section on Survey Research Methods. American Statistical Association. 1064-1069. Kish L. 1998. Space/Time Variations and Rolling Samples. Journal of Official Statistics. 14: 31-46. Murthy NM. 1967. Sampling Theory and Methods. Calcutta: Statistical Publishing Society. Peitzmeier FK, Hughes AL, Hoy CE. 1988. Alternative Family Weighting Procedures for the Current Population Survey. Proceedings of the Section on Survey Research Methods. American Statistical Association. 437-442 Zieschang KD. 1990. Sample Weighting Methods and Estimation of Totals in the Consumer Expenditure Survey. Journal of the American Statistical Association. 85: 986-1001.
25 Lampiran 1 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan GLS (W) pada perhitungan bobot di level anggota rumah tangga Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh 1 Tahap SRS NIlai Bobot
2500 2000 1500 1000 500 0 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
Nilai Bobot
Bobot Ω pada Desain Penarikan Contoh 1 Tahap SRS 501 500 499 498 497 496 495 s494 493 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
Nilai Bobot
Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh 2 Tahap SRS 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
26
Bobot Ω pada Desain Penarikan Contoh 2 Tahap SRS Nilai Bobot
4000 3000 2000 1000 0 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
Nilai Bobot
Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh 3 Tahap SRS 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
Bobot Ω pada Desain Penarikan Contoh 3 Tahap SRS
Nilai Bobot
5000 4000 3000 2000 1000 0 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
27 Lampiran 2 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan GLS (W) pada perhitungan bobot di level rumah tangga Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh 1 Tahap SRS 2000
Nilai Bobot
1500 1000 500 0 -500 -1000 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
Nilai Bobot
Bobot Ω pada Desain Penarikan Contoh 1 Tahap SRS 501 500 499 498 497 496 495 494 493 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
Nilai Bobot
Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh 2 Tahap SRS 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 -1000 -2000 1
101
201
301
401
501
601
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
701
801
1000
28
Nilai Bobot
Bobot Ω pada Desain Penarikan Contoh 2 Tahap SRS 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 1 51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
Nilai Bobot
Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh 3 Tahap SRS 8000 6000 4000 2000 0 -2000 -4000 1 51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
Bobot Ω pada Desain Penarikan Contoh 3 Tahap SRS Nilai Bobot
5000 4000 3000 2000 1000 0 1 51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
29 Lampiran 3 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot GLS (W) pada desain penarikan contoh Susenas yang dihitung pada level RT dengan matriks X tanpa penyesuaian (X yang disusun sesuai cara BPS)
2500
Nilai Bobot
2000 1500 1000 500 0 -500 -1000 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
Lampiran 4. Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan GLS (W*) pada perhitungan bobot di level RT dengan penyesuaian X (alternatif solusi I) Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh SRS 1 Tahap 800
Nilai Bobot
700 600 500 400 300 200 100 0 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
30
Bobot Ω pada Desain Penarikan Contoh SRS 1 Tahap 501
Nilai Bobot
500 499 498 497 496 495 494 493 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
Nilai Bobot
Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh SRS 2 Tahap 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan minimum
Maksimum
Rata-rata
Bobot Ω pada Desain Penarikan Contoh SRS 2 Tahap 4000
Nilai Bobot
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
31
Nilai Bobot
Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh SRS 3 Tahap 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan minimum
Maksimum
Rata-rata
Axis Title
Bobot Ω pada Desain Penarikan Contoh SRS 3 Tahap 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
32 Lampiran 5 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan GLS (W*) pada desain sampling Susenas dan perhitungan bobot di level RT dengan X penyesuaian (alternatif solusi I)
Bobot GLS (W*) 1200
Nilai Bobot
1000 800 600 400 200 0 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan minimum
Maksimum
Rata-rata
Bobot Desain Ω 700
Nilai Bobot
600 500 400 300 200 100 0 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
33 Lampiran 6 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan GLS (W**) pada desain penarikan contoh Susenas dan perhitungan bobot di level rumah tangga dengan alternatif solusi II Bobot GLS (W**) 2500
Nilai Bobot
2000 1500 1000 500 0 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
Bobot Desain Ω 700
Nilai Bobot
600 500 400 300 200 100 0 1
51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1000
Ulangan Minimum
Maksimum
Rata-rata
34 Lampiran 7 Nilai harapan dugaan pada setiap desain penarikan contoh simulasi
Nilai Harapan Dugaan dan Nilai Parameter
Desain Penarikan Contoh SRS 1 Tahap 1 0.1 0.01 0.001 0.0001 0.00001
Profil
Nilai Harapan Dugaan dan Nilai Parameter
W
W*
W**
Ω
Parameter
Desain Penarikan Contoh SRS 2 Tahap 1 0.1 0.01 0.001 0.0001 0.00001
Profil W
W*
W**
Ω
Parameter
Nilai Harapan Dugaan dan Nilai Parameter
Desain Penarikan Contoh SRS 3 Tahap 1 0.1 0.01 0.001 0.0001 0.00001
Profil W
W*
W**
Ω
Parameter
35 Lampiran 8 Persentasi kesalahan relatif dugaan pada setiap desain penarikan contoh simulasi
% kesalahan relatif
Desain Penarikan Contoh SRS 1 Tahap 10 1 0.1 0.01
Profil W
W*
W**
Ω
% Kesalahan relatif
Desain Penarikan Contoh SRS 2 Tahap 100 10 1 0.1 0.01
Profil W
W*
W**
Ω
% kesalahan relatif
Desain Penarikan Contoh SRS 3 Tahap 100 10 1 0.1 0.01 0.001
Profil W
W*
W**
Ω
36 Lampiran 9 Ragam dugaan pada setiap desain penarikan contoh simulasi
Nilai Ragam
Desain Penarikan Contoh SRS 1 Tahap 1.00E+00 1.00E-01 1.00E-02 1.00E-03 1.00E-04 1.00E-05 1.00E-06 1.00E-07 1.00E-08
Profil W
W*
W**
Ω
Nilai Ragam
Desain Penarikan Contoh SRS 2 Tahap 1.00E+00 1.00E-01 1.00E-02 1.00E-03 1.00E-04 1.00E-05 1.00E-06 1.00E-07 1.00E-08
Profil W
W*
W**
Ω
Desain Penarikan Contoh SRS 3 Tahap 1.00E+00 1.00E-01 1.00E-02 1.00E-03 1.00E-04 1.00E-05 1.00E-06 1.00E-07 1.00E-08
W
W*
W**
Ω
37
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kalianda pada tanggal 26 Januari 1990 dari ayah Yulianto dan ibu Reni Wardati. Penulis merupakan putra bungsu dari tiga bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Al-Kautsar Bandar Lampung dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB melalui jalur Undangan. Selama mengikuti perkuliahan S1, penulis aktif menjadi ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Karate IPB periode 2008-2009, ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas MIPA periode 2009-2010 dan Wakil Presiden Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB periode kepengurusan 20112012. Penulis melaksanakan praktik lapang pada tanggal 07 Februari sampai 01 April 2011 di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor. Setelah menyelesaikan S1, penulis sempat menjadi data analis pada riset ekonomi lingkungan dan setelah itu penulis memperoleh Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri untuk melanjutkan S2 di Prodi STK Departemen Statistika FMIPA IPB. Pada tahun akhir perkuliahan (tahun 2015) penulis sempat bekerja sebagai konsultan statistik di Direktorat Jendral Pendidikan Dasar, Kemdikbud RI.