PENDUGAAN KOMPOSISI KIMIA KAYU MANGIUM (Acacia mangium Willd.) MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI NIR
MERRY SABED
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Komposisi Kimia Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) Menggunakan Spektroskopi NIR adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari tesis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2014 Merry Sabed E251110031
SUMMARY MERRY SABED. Rapid Estimation of the chemical component composition of mangium (Acacia mangium Willd.) with Near Infrared (NIR) Spectroscopy. Supervised by LINA KARLINASARI, NYOMAN J. WISTARA and Y. ARIS PURWANTO. Mangium (Acacia mangium Willd.) is a fast growing species with the characteristics of high soil tolerance and high wood quality. Its characteristics have led mangium to be a preferred species for pulpwood. Information on chemical components of the wood cell wall determines the preference of wood utilization. An accurate and rapid method of chemical components measurement is thus paramount. Accuracy and promptness of near infrared (NIR) spectroscopy method in the measurement of chemical components of various organic materials has been reported. The present study was aimed to develop a fast and accurate measurement method of the chemical components of mangium based on NIR spectroscopy techniques. The study was conducted by measuring the NIR spectra of mangium wood both in the form of solid wood and wood meal. In the present works, wood samples were procured from 5, 6, and 7 years old trees. NIR spectroscopy measurements were carried out on both solid and wood meal samples. Chemical methods of measurements on chemical components of wood were also carried out. These included the measurements of holocellulose, α-cellulose, hemicellulose, lignin, and alcohol-benzene soluble extractives. Modeling analysis for the calibration and validation of the NIR spectra was done by Partial Least Square (PLS). It was found that the content of α-cellulose, hemicellulose, and extractives of the mangium wood was significantly influenced by the age of wood. However, only the lignin content of the 5 years old wood was significantly different from the others. The spectra of NIR absorbance of the solid wood samples were of a wider range compared to these of the wood meal samples. The average of solid wood absorbance was higher than that of the wood meal. The best calibration model was obtained for the estimation of α-cellulose and hemicellulose content both for solid wood and wood meal samples. R2cal value for α-cellulose of solid wood and wood meal samples were respectively of 0.7773 and 0.7779, and the value of RPD was 1.68 and 2.00, respectively. R2cal value for hemicelluloses of solid wood and wood meal samples were respectively of 0.7756 and 0.8277, and the value of RPD was 2.08 and 2.21, respectively. Estimation of the α-cellulose and hemicellulose content of mangium using NIR spectroscopy is better to be done with wood meal sample than with solid wood sample. In contrary, for the estimation of lignin and alcohol-benzene soluble extractive content, solid wood samples resulted in a better measurement results. Keywords: near infrared (NIR), Acacia mangium Willd., absorbance, chemical components
RINGKASAN MERRY SABED. Pendugaan Komposisi Kimia Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) Menggunakan Spektroskopi NIR. Dibimbing oleh LINA KARLINASARI, NYOMAN J. WISTARA and Y. ARIS PURWANTO. Mangium (Acacia mangium Willd.) menjadi tanaman favorit HTI sehubungan dengan perannya dalam memenuhi kebutuhan serat terutama dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku pulp dan kertas. Komponen kimia penyusun dinding sel kayu merupakan salah satu faktor penting yang menentukan arah pemanfaatan kayu. Metode pendugaan komposisi kimia suatu bahan menggunakan near infrared (NIR) merupakan metode nondestruktif yang cepat dengan keakuratan yang baik. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan metode deteksi komponen kimia kayu mangium secara cepat menggunakan spektroskopi NIR. Penelitian dilakukan dengan mengukur spektra NIR kayu mangium pada dua bentuk contoh uji yaitu kayu utuh dan serbuk kayu. Contoh uji yang digunakan berasal dari 3 umur kayu yaitu 5, 6 dan 7 tahun. Bentuk contoh uji yang digunakan dalam pengukuran spektra NIR terdiri atas contoh uji kayu utuh dan serbuk kayu. Komponen kimia kayu yang diuji di laboratorium meliputi α-selulosa, hemiselulosa, holoselulosa, lignin dan ekstraktif terlarut alkohol-benzena. Analisis pemodelan kalibrasi dan validasi dari spektra NIR menggunakan metode Partial Least square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur kayu berpengaruh secara nyata terhadap kandungan kimia kayu mangium. Rata-rata kandungan kimia untuk αselulosa, hemiselulosa dan ekstraktif terlarut alkohol-benzena memiliki perbedaan yang nyata diantara 3 umur kayu, sedangkan pada lignin hanya kayu berumur 5 tahun yang berbeda nyata. Spektra NIR kayu mangium pada contoh uji kayu utuh memiliki rentang absorbansi yang lebih lebar daripada spektra pada contoh uji serbuk kayu. Spektra rata-rata NIR kayu mangium menunjukkan bahwa absorbansi spektra NIR pada contoh uji kayu utuh lebih tinggi daripada serbuk kayu. Model kalibrasi terbaik diperoleh untuk menduga kandungan α-selulosa dan hemiselulosa baik menggunakan contoh uji kayu utuh maupun serbuk kayu. Nilai R2cal untuk α-selulosa contoh uji kayu utuh dan serbuk kayu masing-masing adalah 0.7773 dan 0.7779; serta nilai RPD sebesar 1.68 dan 2.00. Untuk hemiselulosa nilai R2cal untuk contoh uji kayu dan serbuk kayu secara berurutan adalah 0.7756 dan 0.8277; serta nilai RPD sebesar 2.08 dan 2.21. Pendugaan kandungan αselulosa dan hemiselulosa menggunakan teknik spektroskopi NIR lebih baik menggunakan contoh uji serbuk kayu daripada kayu utuh. Sementara itu untuk pendugaan kandungan lignin dan zat ekstraktif terlarut alkohol-benzena lebih baik menggunakan contoh uji kayu utuh daripada serbuk kayu. Kata kunci: near infrared (NIR), Acacia mangium Willd., absorbansi, komponen kimia
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENDUGAAN KOMOPISI KIMIA KAYU MANGIUM (Acacia mangium Willd.) MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI NIR
MERRY SABED
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof (R) Dr Gustan Pari MSi
Judul Tesis : Pendugaan Komposisi Kimia Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) Menggunakan Spektroskopi NIR Nama : Merry Sabed NIM : E251110031
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Lina Karlinasari, SHut MSc Ftrop Ketua
Nyoman J Wistara, PhD Anggota
Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Departemen Hasil Hutan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr
Tanggal Ujian: 3 Januari 2014
Tanggal Lulus:
Judul Tesis : Pendugaan Komposisi Kimia Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) Menggunakan Spektroskopi NIR Nama : Merry Sabed NIM : E251110031
Disetujui oleh
Nyoman J Wistara, PhD Anggota
Dr Ir Y Aris Pu anto, MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Departemen Hasil Hutan
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Tanggal Ujian: 3 Januari 2014
Tanggal Lulus:
0 U \ n 2G'~
PRAKATA
Segala puji hanya milik Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan karuniaNya yang tak telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pendugaan Komposisi Kimia Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) Menggunakan Spektroskopi NIR. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Master of Science (MSi) dalam bidang keahlian kehutanan pada program studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor dengan sumber dana yang berasal dari dana penelitian dosen pembimbing yang merupakan bagian dari Penelitian Unggulan Strategis Perguruan Tinggi-Hibah Bersaing dengan No. Kontrak 17/I3.24.4/SPK-PUS/IPB/2012 tanggal 1 Maret 2012. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dirjen Tinggi (Dikti) yang telah memberikan beasiswa kepada penulis hingga tahap akhir studi ini. Selain itu penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr Lina Karlinasari, SHut MSc FTrop atas seluruh motivasi, bimbingan, arahan dan waktu yang telah diluangkan sehingga penulis dapat bersemangat untuk terus belajar, berkarya dan memberikan yang terbaik dalam proses belajar dan menggali ilmu. 2. Bapak Nyoman J. Wistara, PhD yang telah memberikan semangat mental tersendiri bagi penulis untuk menjadi yang terbaik. 3. Bapak Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc dengan segala arahannnya sehingga penulis dapat lebih fokus pada kedalaman riset yang dilakukan. 4. Kepada ayahanda dan ibunda tercinta Bapak Ja’far Lubis dan Ibu Musta’ah yang selalu memberikan doa, cinta, dukungan moril dan materil sehingga penulis dapat menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi, serta adik-adik tersayang Shelly Lubis, Trida Marsaulina dan Ade Maulana Lubis yang telah banyak membantu dengan tulus sebuah janji yang terikat di Lauhul Mahfudz. 5. Spesial teruntuk suami tercinta mas Panji Kumoro atas kasih sayang dan pengertiannya serta dukungannya dalam penyelesaian tesis ini. Semoga Allah melanggengkan mahligai rumah tangga kita hingga bertemu di Jannah-Nya. 6. Teruntuk teman-teman se-angkatan kak Neng, Abigael, Esi Fajriani, Fakhruzy, B Reynardus dan Ammar Affif, banyak kisah terajut selama mencari ilmu bersama dikampus tercinta ini, berbagi suka maupun duka, saling membantu dikala susah maupun senang. Terima kasih atas bantuannya semoga menjadi amal kebaikan bagi kita semua. 7. Saudara seperjuangan Sri Wardani, Heni Mariati, K Nurhayati Hamzah, K Middle Lita, K Risna Wati dan Pak Ripqi Lubis. Bersama kalian ku ukir persaudaraan yang indah di kota hujan ini, berbagi semangat baik suka maupun duka dan berbagi cerita tentang semua. Semoga kelak kita bisa berkumpul bersama kembali dalam cerita yang lebih indah. 8. Bapak Supriatin, Bapak Sulyaden, Bapak Kadiman, Bapak Suhada, mas Gunawan dan Sugiharti yang telah membantu selama penelitian di laboratorium. 9. Untuk kedua guruku tercinta Ibu Zumaydar dan Ibu Meydi yang telah membimbingku, menjadi mentor spiritualku dan teman-teman se-liqoan
Mega, Sri, Lisda, Mb Ida, Bu Wiwit, Mb Ami, Tia, Rike, Aish dan Nadea semoga Allah melanggengkan ikatan ukhuwah diantara kita dan mempertemukan kita di Jannah-Nya. 10. Teman-teman statistik Adis, Ita, Nabila, Nurul, Dewi terima kasih atas ilmu yang telah dibagikan selama penulis mengambil studi ilmu statistik lanjutan, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. Tiada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kelemahan dan kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan tesis ini. Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri dan pembaca serta menjadi referensi bagi ilmu pengetahuan. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis berharap keberkahan dan keridhoan dalam menjalani proses mencari, mengkaji dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh. Amin. Bogor, Maret 2014 Merry Sabed
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pontianak Kalimantan Barat pada tanggal 16 Agustus 1985 dari ayah Ja’far Lubis dan Musta’ah. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Pontianak dan melanjutkan pendidikan sarjana pada jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis menjadi Sarjana Pendamping Desa (SPD) yang merupakan salah satu program kerja dari Bupati Kubu Raya, Kalimantan Barat untuk pendampingan desa-desa yang sedang berkembang. Pada tahun 2011 penulis mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program magister pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang disponsori oleh Dikti dalam program Beasiswa Unggulan untuk calon dosen.
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Mangium (Acacia mangium Willd.) Near Infrared (NIR) Partial Least Square (PLS)
2 2 3 5
3 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian
6 6 6 7
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kimia Karakteristik Gelombang NIR Kayu Utuh dan Serbuk Kayu Mangium
11 11 12
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
20 20 20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
23
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Nilai rata-rata kandungan kimia kayu mangium Serapan panjang gelombang NIR dengan struktur kimia kayu Hasil kalibrasi dan validasi kayu mangium pada contoh uji kayu utuh Hasil kalibrasi dan validasi kayu mangium pada contoh uji serbuk kayu
11 15 18 18
DAFTAR GAMBAR 1 Contoh uji kayu mangium untuk pengujian NIR (a) kayu utuh (b) serbuk kayu 2 Pengukuran NIR kayu mangium menggunakan NIRFlex N-500 (a) kayu utuh (b) serbuk kayu 3 Diagram alir penelitian 4 Spektra absorban kayu mangium (a) kayu utuh (b) serbuk kayu 5 Spektra rata-rata NIR kayu mangium 6 Spektra absorban contoh uji kayu utuh dan serbuk kayu mangium 7 Hubungan antara nilai pengukuran laboratorium dengan nilai dugaan spektroskopi NIR berdasarkan model kalibrasi 8 Hubungan antara nilai pengukuran laboratorium dengan nilai dugaan spektroskopi NIR berdasarkan model validasi
7 8 10 13 14 14 16 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 Analisis statistik kimia kayu mangium menggunakan software SAS
23
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Mangium (Acacia mangium Willd.) memiliki keunggulan dalam hal kecepatan pertumbuhan, mutu kayu, dan toleransi terhadap komposisi tanah (Perrineau et al. 2011). Tekanan terhadap ekosistem hutan alam Indonesia menyebabkan penggunaan kayu cepat tumbuh seperti kayu mangium kian melesat guna memenuhi kebutuhan pasokan kayu (Krisnawati et al. 2011). Tanaman ini menjadi tanaman favorit Hutan Tanaman Industri (HTI) sehubungan dengan perannya dalam memenuhi kebutuhan serat terutama dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku pulp dan kertas. Saat ini usia panen pohon mangium sekitar 7 tahun. Bukan tidak mungkin apabila informasi berkaitan dengan sifat kayu yang semakin muda menunjukkan hasil positif maka pemanenan kayunya juga akan semakin dini atau awal. Komponen kimia penyusun dinding sel kayu seperti selulosa, hemiselulosa, lignin dan ekstraktif merupakan salah satu faktor penting yang menentukan arah pemanfaatan kayu. Metode konvensional biasa digunakan untuk menentukan komponen-komponen kimia tersebut. Metode ini memakan waktu lama dan dianggap kurang praktis. Metode pendugaan komposisi kimia suatu bahan menggunakan spektroskopi near infrared (NIR) merupakan salah satu teknologi yang relatif cepat dengan keakuratan yang baik. NIR merupakan teknik spektroskopi yang menggunakan wilayah panjang gelombang inframerah pada spektrum elektromagnetik tertentu (780 nm sampai 2 500 nm). Ketika suatu bahan diradiasi dengan cahaya inframerah, maka molekul pada bahan menjadi bergetar yang menimbulkan pita penyerapan pada ikatan-ikatan molekul gugus fungsi CO, O-H, C-H dan N-H. Besarnya penyerapan merupakan fungsi dari konsentrasi atau kadar materi dan spesifik pada panjang gelombang tertentu. Teknologi NIR saat ini telah berhasil diaplikasikan untuk memprediksi sifat-sifat dasar kayu (Tsuchikawa 2007). Pendeteksian komponen kimia kayu telah dilakukan oleh Poke dan Raymond (2006) dan Chen et al. (2010). Penelitian spektroskopi NIR khusus untuk kayu akasia telah dilakukan di China oleh Yao et al. (2010) untuk menduga kadar lignin kayu Acacia spp., sementara itu Zhang et al. (2011) membangun model kalibrasi NIR untuk menduga bilangan kappa dan rendemen pulp pada jenis kayu yang sama. Informasi yang diperoleh dari spektroskopi NIR terdiri dari puncak dan lembah spektra yang sangat kompleks dengan panjang gelombang yang lebar. Spektra NIR yang diamati tidak dapat langsung dapat diinterpretasikan sebagai komponen tunggal yang bisa menentukan karakteristik bahan secara langsung. Dibutuhkan metode matematika berupa model kalibrasi yang bisa menyatakan hubungan karakteristik bahan (Y) dengan karakteristik penyerapan atau absorbansi pada spektroskopi NIR (X). Metode matematika dengan teknik kalibrasi PLS (Partial Least Squares) umum digunakan dalam menyelesaikan model kalibrasi pada spektroskopi NIR. Teknik ini dianggap dapat menyelesaikan masalah multikolinearitas antar peubah bebas yang tinggi dan memiliki struktur sistematik linier ataupun non linier yang sering muncul dalam analisis data (Tobias 2011). Faktor yang berpengaruh terhadap karakteristik spektra NIR yang dihasilkan antara lain adalah geometri contoh uji dan ukuran partikel. Selain itu, adanya pencilan data spektra dapat mempengaruhi pendugaan parameter yang diuji. Perlakuan awal atau pretreatment biasa dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengatasi adanya pencilan pada
2
data spektra NIR. Beberapa teknik perlakuan awal yang umum digunakan adalah normalisasi, derivative, smoothing dan standard normal variate (SNV).
Perumusan Masalah Kecenderungan pemanfaatan kayu mangium yang semakin muda sangat perlu didukung informasi sifat kayunya pada usia muda tersebut. Pada penelitian ini umur kayu mangium yang digunakan adalah umur 5, 6, dan 7 tahun. Komponen kimia kayu merupakan salah satu faktor penting dalam arah pemanfaatan kayu. Saat ini pengujian kandungan kimia kayu masih menggunakan cara konvensional yang dilakukan di laboratorium. Cara ini memiliki beberapa keterbatasan terutama dalam hal waktu pengujiannya yang cukup lama. Metode spektroskopi NIR dapat digunakan untuk dapat menduga komponen kimia kayu dengan cepat dan akurat sehingga dapat menjawab permasalahan tersebut diatas.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan metode deteksi komponen kimia kayu mangium secara cepat menggunakan spektroskopi NIR.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi data base dalam pengembangan informasi ilmiah tentang pendugaan komposisi kimia kayu mangium.
2 TINJAUAN PUSTAKA Mangium (Acacia Mangium Willd.) Acacia mangium Willd. atau dikenal sebagai mangium atau akasia termasuk dalam sub famili Mimosoideae pada famili Leguminoceae. Tanaman ini tumbuh pada daerah dengan curah hujan tahunan dengan variasi antara 1 000 sampai 4 500 mm/tahun dan mempunyai suhu rata-rata 12 sampai 16 ºC. Mangium termasuk ke dalam kelompok pohon yang hijau sepanjang tahun. Pohon mangium pada umumnya besar dan bisa mencapai ketinggian 30 m, dengan batang bebas cabang lurus yang bisa mencapai lebih dari setengah total tinggi pohon. Pohon mangium jarang mencapai diameter setinggi dada lebih dari 60 cm, akan tetapi di hutan alam Queensland dan Papua Nugini, pernah dijumpai pohon dengan diameter hingga 90 cm. Di tempat tumbuh yang buruk, pohon mangium bisa menyerupai semak besar atau pohon kecil dengan tinggi rata-rata antara 7 sampai 10 m. Batang pohon mangium beralur memanjang. Pohon yang masih muda umumnya memiliki kulit mulus dan berwarna kehijauan, celah-celah pada kulit mulai terlihat pada umur 2 sampai 3 tahun. Pohon yang tua biasanya berkulit kasar, keras, bercelah dekat pangkal, dan berwarna coklat sampai coklat tua (Krisnawati et al. 2011).
3
Ciri umum dari kayu mangium adalah memiliki teras berwarna coklat tua sampai coklat kelabu, dengan kayu gubal berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Kayu ini memiliki corak yang polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial dengan tekstur yang halus sampai agak kasar. Permukaan kayu agak mengkilap dan memiliki kesan raba yang licin. Kayu mangium memiliki berat jenis ratarata 0.61 dengan kelas kuat II-III dan memiliki nilai kalori sebesar 4.800 sampai 4.900 kkal/kg (Pandit dan Kurniawan 2008). Mangium dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah dan kondisi lingkungan. Jenis ini tumbuh baik pada tanah laterit, yaitu tanah dengan kandungan oksida besi dan aluminium yang tinggi. Mangium dapat tumbuh dengan cepat di lokasi dengan level nutrisi tanah yang rendah, bahkan pada tanah-tanah asam dan terdegradasi (Krisnawati et al. 2011). Menurut Sanchez dan Logan (1992) sepertiga dari tanah wilayah tropis bereaksi asam. Hal ini memberikan keuntungan dalam pengembangan jenis mangium di Indonesia. Meskipun demikian, jenis ini tidak toleran terhadap naungan yang menyebabkan pertumbuhan mangium kurang sempurna dengan bentuk tinggi dan kurus. Jenis ini merupakan jenis tanaman pionir yang dapat meregenerasi secara alami di lokasi tanah yang sudah rusak. Mangium tumbuh secara alami di hutan tropis lembab di Australia bagian timur laut, Papua Nugini dan Kepulauan Maluku kawasan timur Indonesia. Setelah berhasil diintroduksikan ke Sabah, Malaysia, pada pertengahan tahun 1960-an, mangium banyak diintroduksikan ke berbagai negara, termasuk Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Bangladesh, Cina, India, Filipina, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam. Di Indonesia, jenis ini pertama kali diintroduksikan ke daerah lain selain Kepulauan Maluku pada akhir tahun 1970-an sebagai jenis pohon untuk program reboisasi (Krisnawati et al. 2011). Pemanfatan kayu mangium saat ini telah mengalami peningkatan pemanfaatan yang semakin luas, baik untuk kayu serat (pulp dan kertas), kayu pertukangan (finir dan perabot, seperti lemari, kusen, pintu dan jendela) maupun kayu energi (bahan bakar dan arang). Menurut Pandit dan Kurniawan (2008) kegunaan kayu mangium selain sebagai bahan baku serat juga dapat digunakan sebagai bahan konstruksi ringan, batang korek api, papan partikel, papan serat, vinir, kayu lapis dan kayu bakar. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menunjang perluasan pemanfaatan kayu akasia mangium dalam bentuk kayu utuh, partikel, serat ataupun turunan kayu.
Near Infrared (NIR) Teori Near Infrared (NIR) Spektroskopi NIR pertama kali ditemukan pada tahun 1800 oleh Sir William Herschel melalui percobaan dispersi radiasi matahari dengan prisma (Tsuchikawa 2007). Near infrared spectroscopy atau spektroskopi infra merah dekat merupakan satu teknik spektroskopi yang menggunakan wilayah panjang gelombang inframerah pada spektrum elektromagnetik (sekitar 800 sampai 2 500 nm). Dikatakan inframerah dekat karena wilayah ini berada di dekat wilayah gelombang merah yang tampak. NIR banyak digunakan untuk menentukan kandungan kimia suatu bahan organik karena ikatan molekul bahan organik sangat peka pada kisaran panjang gelombang inframerah dekat. Semua bahan organik terdiri atas atom-atom, terutama karbon (C), oksigen (O2), hidrogen (H), nitrogen (N), fosfor (F), dan sulfur (S). Atom-atom tersebut terikat secara kovalen untuk membentuk molekul. Molekul bervibrasi pada frekuensi yang berkaitan dengan
4
panjang gelombang dalam daerah inframerah dari spektrum elektromagnetik. Ketika molekul diradiasi dengan sumber energi, molekul memerlukan energi potensial untuk perubahan energi (Murray dan Williams 1990). Menurut Shenk et al. (2007) sinar yang dipancarkan ke sumber organik mengalami penyerapan (absorption), pemantulan (difuse reflectance), penyebaran (scattering), pembiasan (refraction) dan penerusan cahaya (transmitance). Hilangnya energi dari contoh uji terjadi karena pemantulan cahaya pada permukaan contoh uji, pembiasan internal dan penyerapan yang menyeluruh. Contoh uji yang tidak menyerap sama sekali akan menyebabkan terjadinya pemantulan total. Jika suatu bahan menyerap sinar inframerah, maka elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu molekul tersebut akan bergetar (vibrasi). Sinar yang masuk ke dalam bahan dan sinar setelah melewati bahan tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah perbandingan sinar datang dengan sinar setelah melewati bahan. Sinar yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan sinar yang dihamburkan sebagai transmitansi (T). Berdasarkan hukum Lambert-Beer, banyaknya sinar yang dihamburkan adalah: (Workman dan Weyer 2007). T=
.....................................................................................................................(1)
dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It adalah intensitas cahaya setelah melewati contoh uji. Absorbansi dinyatakan dengan rumus: A = log
..............................................................................................................(2)
sementara itu reflektan (R) merupakan fungsi dari transmitan yaitu: R = f (T) ................................................................................................................(3) sehingga absorbansi dapat ditentukan dengan persamaan: A = log
.............................................................................................................(4)
A = log
.............................................................................................................(5)
A = k.c.l .............................................................................................................(6) dimana Ir merupakan intensitas cahaya yang dipantulkan, k adalah absorbsi molekuler, c adalah konsentrasi penyerapan molekul dan l adalah jarak antara sumber energi ke contoh uji. Teknologi Near Infrared (NIR) Teknologi near infrared (NIR) telah banyak diperkenalkan dan digunakan di beberapa negara maju, seperti Eropa, Amerika Utara, Asia, Australia, dan New Zealand baik dalam bidang industri maupun dalam bidang pertanian. Perkembangan teknologi NIR terus meluas hingga ke bidang farmasi, industri, proses pengontrolan, pembuatan makanan hingga pencitraan. Selain itu teknologi ini juga memiliki potensi yang besar dalam pemanfaatannya dibidang polimer dan tekstil. Di Indonesia metode ini sudah mulai digunakan terutama dalam bidang hasil pertanian. Dibidang teknologi hasil hutan NIR dapat digunakan untuk analisis sifat dasar kayu. Hal ini memberikan gambaran menjanjikan bahwa NIR dapat digunakan untuk menentukan sifat fisik maupun kimia kayu (Tsuchikawa 2007).
5
Gierlinger et al. (2003) menyelidiki keandalan spektroskopi FT-NIR untuk menentukan keawetan alami kayu teras pohon Larch. Pengujian dilakukan menggunakan dua jenis jamur yaitu Poria placenta dan Coniophora puteana. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kalibrasi terbaik yang diperoleh dapat digunakan untuk menduga kerusakan kayu dan ketahanan alami kayu teras pohon Larch dengan koefisen korelasi sebesar 0.97. Poke dan Raymond (2006) menduga kadar ekstraktif, lignin dan selulosa pada kayu utuh dengan menggunakan model kalibrasi dari serbuk kayu Eucalyptus globulus. Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas kalibrasi spektra contoh uji serbuk kayu lebih baik daripada kayu utuh. Namun penggunaan kalibrasi spektra contoh uji kayu utuh lebih menghemat waktu dan biaya untuk aplikasi di lapangan karena tidak melewati tahap pembuatan serbuk kayu. Hou dan Li (2010) mengkarakterisasi pembusukan dan komposisi kimia kayu poplar. Hasil riset menunjukkan bahwa model kalibrasi yang dibangun memiliki nilai koefisien determinasi (R2) untuk lignin, holoselulosa, α-selulosa dan S/G rasio lignin masing-masing sebesar 0.984; 0.988; 0.971 dan 0.925. Hal ini menunjukkan keandalan metode spektroskopi NIR untuk menduga komposisi kimia kayu. Selain itu NIR juga dapat digunakan untuk mengetahui kerusakan kayu akibat serangan jamur, pengontrolan kayu baik pada kayu utuh maupun kayu modifikasi. Di dalam industri pulp dan kertas NIR telah digunakan untuk menduga bilangan kappa dan konsumsi alkali. Selanjutnya, NIR dapat dimanfaatkan untuk menduga rendemen pemasakan dan kandungan kimia pulp. Aplikasi pemanfaatan NIR dalam bidang kehutanan memiliki prospek yang bagus terutama dalam industri pulp dan kertas. Pengontrolan kegiatan produksi dari awal hingga akhir akan menjamin mutu produk yang dihasilkan. Salah satu diantaranya adalah kemungkinan penyediaan bahan baku berkualitas melalui pendeteksian awal kayu yang datang dari hutan tanaman.
Partial Least Square (PLS) Dalam analisisi regresi yang melibatkan variabel independen yang banyak jumlahnya dengan tingkat kolinearitas tinggi maka analisis menggunakan metode kalibrasi multivariasi merupakan salah satu solusi untuk menjawab permasalahan yang ada. Spektra NIR terdiri dari ribuan variabel X yang berkaitan dengan varibel Y yaitu sifat bahan, sehingga hal ini membutuhkan model kalibrasi multivariasi dalam intepretasinya. Salah satu metode yang umum digunakan dalam analisis data spektroskopi adalah PLS. Partial Least Squares (PLS) atau kuadrat terkecil parsial merupakan suatu metode analisis multivariasi untuk membangun model prediksi dari variabel-variabel yang banyak dan memiliki kolinieritas yang tinggi. Metode ini berguna untuk memprediksi variabel tak bebas (dependent) dari sejumlah besar variabel bebas (independent) dan memiliki struktur sistematik linier ataupun non linear (Tobias 2011). Metode PLS hampir sama dengan Principle Component Regression PCR. Perbedaannya terletak pada proses penentuan komponen utama. Pada PLS komponen utama ditentukan berdasarkan variasi maksimum data spektra dan data destruktif secara bersamaan. Pada setiap iterasi dalam PLS keragaman peubah-peubah X dan keragaman peubah-peubah Y saling mempengaruhi, dimana struktur ragam kelompok peubah Y mempengaruhi kombinasi linier kelompok peubah X dan begitu pula sebaliknya. Metode PLS diperoleh secara
6
iteratif dan tidak memiliki formula tertutup untuk mencari ragam koefisien regresinya (Harjono 2008). Salah satu aplikasi yang cukup penting dalam teknik PLS adalah kalibrasi multivariasi yang berfungsi untuk memprediksi konsentrasi suatu material organik berdasarkan data spektranya. Spektra secara khas terdiri dari nilai-nilai yang mencakup panjang gelombang dengan kisaran yang luas, sehingga terdiri dari ratusan komponen, sedangkan faktor konsentrasi umumnya terbatas. Menurut Harjono (2008) kalibrasi dengan teknik PLS khususnya untuk data spektrofotomerik merupakan salah satu metode yang handal untuk mengatasi adanya multikolinieritas antar prediktor dan permasalahan jumlah prediktor yang melimpah. Dengan aplikasi teknik ini, data absorbansi yang berasal dari berbagai panjang gelombang dengan jumlah yang sangat banyak dapat direduksi secara lebih sempurna. Data konsentrasi sejak awal telah dilibatkan dalam proses analisis sehingga tidak terjadi korelasi antara variabel prediktor dan respon. Dengan metode ini diharapkan dapat diperoleh model kalibrasi dengan daya prediksi yang baik. Pada dasarnya pendekatan PLS adalah penggabungan model pendugaan sebagai pengembangan model-model kalibrasi yang melibatkan lebih dari dua peubah (bebas dan tidak bebas). Proses pendugaan menggunakan PLS yang diaplikasikan pada persamaan hubungan model struktural dan model pengukuran. Metode PLS tidak memerlukan asumsi-asumsi yang ketat terhadap sebaran dari peubah, sisaan dan parameter, sehingga metode ini sering disebut metode lunak. Metode tersebut diperoleh secara iteratif dan tidak memiliki formula tertutup untuk mencari ragam koefisien regresi. PLS dapat memprediksi contoh uji yang tidak diketahui dengan ketepatan lebih baik dibandingkan dengan teknik kalibrasi multivariasi lainnya (Naes et al. 2002).
3 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem (TMB) Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Kimia Kayu Bagian Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2012 hingga Mei 2013.
Bahan dan Alat Dalam penelitian ini contoh uji diambil dari 12 pohon mangium yang terdiri atas umur 5, 6 dan 7 tahun yang diperoleh dari BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Bahan yang digunakan untuk menentukan kadar komponen kimia kayu antara lain adalah etanol (C2H5OH), benzena (C6H6), sodium klorit (NaClO2), asam asetat glasial (CH3COOH), natrium hidroksida (NaOH) dan asam sulfat (H2SO4). Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah NIR spectroscopy NIRFlex N-500 (produksi Labortechnik AG Switzerland) yang dilengkapi dengan satu set komputer dan perangkat lunak bawaan untuk mengolah data spektra yang diperoleh. Perangkat NIRFlex fiber optic solid N-500 digunakan untuk mengukur spektra pada
7
contoh uji utuh, sedangkan NIRFlex solid petri N-500 digunakan untuk contoh uji serbuk kayu. Pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat lunak bawaan dari NIRFlex N500 yaitu NIR Ware Operator, NIR Ware Management Console dan NIRCal5. Alat lain yang digunakan adalah gergaji, mesin giling Willey mills beserta ayakan 40 sampai 60 mesh.
Prosedur Penelitian Persiapan Contoh Uji Penelitian Contoh uji diambil dari pohon mangium dengan 3 umur berbeda masing-masing 4 pohon. Setiap pohon diambil 3 batang log yang mewakili bagian pangkal, tengah, dan ujung. Log tersebut selanjutnya dikonversi menjadi potongan papan. Untuk setiap umur diambil secara acak dari setiap bagiannya sebanyak masing-masing 50 contoh uji papan yang mewakili ketiga umur pohon. Ukuran tebal x lebar x panjang papan bebas cacat yang dipergunakan adalah 3 cm x 10 cm x 25 cm. Selanjutnya papan-papan tersebut dianginkan hingga mencapai kadar air kering udara (sekitar 15%) yang dilanjutkan dengan penghalusan permukaan kayu menggunakan amplas. Bidang yang digunakan untuk pengukuran spektroskopi NIR adalah bidang penampang lintang (transversal). Contoh uji papan ini selanjutnya disebut contoh uji kayu utuh pada pengujian spektroskopi NIR (Gambar 1). Contoh uji serbuk kayu pada pengujian spektroskopi NIR diperoleh dengan mengkonversi contoh uji kayu utuh menjadi serbuk kayu. Proses konversi dilakukan dengan mencacah papan menjadi potongan-potongan kecil kemudian digiling menggunakan Willey mills untuk memperoleh partikel berukuran 40 sampai 60 mesh. Contoh uji serbuk kayu ini dijaga untuk tetap dalam kondisi kering udara yang digunakan untuk pengujian spektroskopi NIR dan dilanjutkan dengan analisis komponen kimia kayu.
(a)
(b)
Gambar 1 Contoh uji kayu mangium untuk pengujian NIR (a) kayu utuh (b) serbuk kayu Pengukuran dengan Spektroskopi NIR Proses kalibrasi instrumen NIR dilakukan sebelum pengukuran spektra NIR spektroskopi bahan yaitu dengan melakukan pengukuran reflektan awal yang menyesuaikan dengan referensi panjang gelombang yang tersedia pada perangkat lunak. Pengukuran spektra NIR dilakukan dengan memindai kayu mangium terhadap total 150 contoh uji dari 3 umur kayu baik dalam bentuk kayu utuh dan serbuk kayu dengan spektrum panjang gelombang 1 000 nm sampai 2 500 nm. Pengukuran NIR untuk setiap contoh uji dilakukan selama ± 30 detik. Ulangan pengukuran untuk setiap contoh uji
8
adalah tiga kali sehingga total data spektra yang dihasilkan adalah 450 buah. Pada contoh uji kayu utuh pengukuran spektra NIR dilakukan pada tiga permukaan lintang berbeda yang mewakili bagian teras, gubal, dan transisi keduanya (Gambar 2.a). Sedangkan pemindaian untuk contoh uji serbuk kayu dilakukan dengan menempatkan serbuk kayu sebanyak ± 20 g pada cawan petri (Gambar 2.b). Contoh uji diukur di dalam ruangan dengan temperatur berkisar antara 20 sampai 23 0C.
(a) (b) Gambar 2 Pengukuran NIR kayu mangium menggunakan NIRFlex N-500; (a) kayu utuh (b) serbuk kayu Prinsip pengukuran spektra NIR adalah dengan memancarkan sinar halogen ke bahan uji yang menyebabkan terjadinya getaran dan regangan pada kelompok ikatan atom OH, NH dan CH. Getaran dan regangan tersebut menyebabkan terjadinya penyerapan, pemantulan dan penerusan energi. Energi yang dipantulkan akan ditangkap oleh detektor sebagai frekuensi dalam bentuk analog yang kemudian ditransformasi menggunakan transformasi Fourier sehingga menjadi data spektra reflektan. Informasi tersebut merupakan hasil interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan komposisi kimia bahan contoh uji uji. Data yang diperoleh dari pengukuran spektra NIR adalah data spektra reflektan. Perlakuan Awal Perlakuan awal (pre-treatment) terhadap data spektra NIR dilakukan untuk meminimalkan heterogenitas data spektra yang menyebabkan banyak pencilan data. Dari perlakukan awal ini diperoleh jumlah komponen atau peubah laten yang menyebabkan pemulusan data spektra. Jumlah komponen ditentukan dari komponen yang memiliki nilai RMSECV (Root Mean Squared Error Cross Validation) minimum. Metode perlakuan awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode turunan (derivatives), smoothing, dan standard normal variate (SNV). Setiap perlakuan awal data memiliki fungsi yang berbeda-beda terhadap spektrum NIR. First derivative berfungsi untuk memisahkan komponen menjadi data yang tunggal sehingga hasil kalibrasi dapat menjadi lebih baik. Second derivative berfungsi untuk mereduksi efek basis dari adanya pertambahan proses absorban serta menghilangkan masalah basis kemiringan model regresi (Tiaprasit dan Sangpithukwong 2010). Smoothing berfungsi untuk memilih penghalusan fungsi dengan teliti tanpa menghilangkan informasi spektrum yang ada, mengurangi pengaruh guncangan (noise) dan memperkecil galat (kekeliruan) yang terjadi selama pengukuran NIR dan analisis kimiawi laboratorium. Sedangkan SNV berfungsi untuk mengurangi pengaruh pemencaran pada spektra NIR yang dihasilkan (Qu et al. 2005).
9
Analisis Data Data yang digunakan dalam penelitian terdiri atas 1 500 peubah bebas dan 4 peubah respon. Peubah bebas (X) berupa data absorbansi yang diukur menggunakan alat NIR spektroskopi dengan panjang gelombang 1 000 nm sampai 2 500 nm. Peubah respon (Y) berupa konsentrasi komponen kimia kayu berdasarkan pengujian laboratorium yang mengacu pada standar untuk pengujian yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat ekstraktif terlarut alkohol-benzena. Model Kalibrasi dan Validasi NIR Model kalibrasi dan validasi spektroskopi NIR dilakukan dengan metode kalibrasi multivariasi (PLS). Pada tahap awal dilakukan pemilihan secara acak sejumlah data untuk membentuk model kalibrasi dan sejumlah data lainnya untuk validasi model kalibrasi. Biasanya data kalibrasi adalah sebanyak 2/3 data sedangkan 1/3 data lainnya adalah untuk data validasi model kalibrasi. Proses pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan perangkat lunak (software) pada alat yaitu NIRCal 5.2 yang terintegrasi dengan spektometer. Setelah didapatkan model kalibrasi maka dilakukan tahap validasi dengan menggunakan sisa data yang lain berdasarkan model kalibrasi yang terbentuk. Data contoh uji yang berbeda tersebut dimasukkan ke model kalibrasi sehingga diperoleh nilai variable respon yaitu nilai dari komponen kimia kayu. Analisis data dilakukan dengan menghitung beberapa parameter statistik yaitu root mean squared error calibration (RMSEC) dan koefisien determinasi (R2) kalibrasi untuk mengukur kebaikan model, serta root mean square error prediction (RMSEP), R2 validasi dan korelasi (r) untuk menguji kemampuan model dalam memprediksi (validasi). Root mean square error (RMSE) adalah pengukuran langsung dari kesalahan pendugaan dan kesalahan pemodelan. RMSE mengekspresikan kesalahan rata-rata yang diharapkan pada pendugaan dan merupakan ukuran yang baik dari model yang terbangun. Selain itu biasanya ditentukan nilai ratio prediction to deviation (RPD). RPD merupakan rasio antara standar deviasi (SD) contoh uji validasi dan nilai SEP. RPD yang tinggi juga menjadi salah satu syarat diterimanya model kalibrasi. Nilai RPD antara 2.0 sampai 3.0 menggambarkan model yang dibangun dianggap memadai khususnya untuk produk yang berkaitan dengan komoditas tanaman. Semakin tinggi nilai RPD suatu model maka pemodelan yang dibangun dapat diterima sebagai alat untuk pendugaan. Menurut Maja et al. (2010) nilai RPD merupakan indikator kualitas sebuah model kalibrasi. Persamaan (7) dan (8) digunakan untuk menyelesaikan RMSE dan RPD.
..........................................................................(7) .............................................................................................................(8) dimana adalah banyak contoh uji yang digunakan untuk membentuk model, adalah nilai pengamatan kelompok ke-i pada kelompok data model, adalah nilai dugaan pengamatan ke-i. Gambar 3 menyajikan diagram alir penelitian yang dilakukan.
10
Mulai
Kayu mangium
Pengukuran spektrum NIR
Sampel kayu utuhan
Data NIR Pengukuran spektrum NIR
Sampel serbuk
Analisis kimiawi α-selulosa , hemiselulosa, lignin dan ekstraktif
Analisis multivariasi (PLS) 1/3 data validasi
2/3 data kalibrasi
Perlakuan awal spektra
Perlakuan awal spektra
Proses kalibrasi
Model kalibrasi dengan kriteria RMSEC
Model kalibrasi dengan kriteria RMSECV
Komponen kimia prediksi NIR Validasi
Tidak
Uji kualitas model (R2, RMSEP, dan RPD) Ya Selesai
Gambar 3 Diagram alir penelitian
11
Penentuan Kadar Komponen Kimia Kayu Mangium Secara Kimia Pengujian kimia dilakukan menggunakan contoh uji serbuk kayu lolos saringan 40 dan tertahan saringan 60 mesh. Komponen kimia kayu dianalisis secara kuantitatif mengikuti prosedur standar TAPPI Volume 1 (1999). Komponen kimia kayu yang dianalisis berdasarkan standar tersebut meliputi kadar holoselulosa, lignin, dan kelarutan ekstraktif dalam alkohol-benzena. Kadar holoselulosa, lignin, dan kelarutan ekstraktif dalam alkohol-benzena ditentukan masing-masing dengan TAPPI T 9 m-54, TAPPI T 222 om-88 dan TAPPI T 204 om-88. Untuk kadar hemiselulosa dilakukan dengan mengurangkan kadar holoselulosa dengan α-selulosa. Untuk kadar α-selulosa ditentukan di laboratorium dengan menggunakan contoh uji dari serbuk holoselulosa. Sebanyak 2 g serbuk holoselulosa dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml lalu ditambahkan 10 ml NaOH 17.5% pada suhu 20 oC. Setiap interval waktu 5 menit ditambahkan 5 ml larutan NaOH 17.5% sebanyak 3 kali hingga total volume 25 ml. Setelah itu contoh uji dibiarkan selama 30 menit kemudian ditambahkan air destilata sebanyak 33 ml sambil diaduk dan dibiarkan selama 1 jam pada suhu 20 oC. Contoh uji kemudian disaring lalu dibilas dengan 100 ml NaOH 8.3% dan dilanjutkan dengan pembilasan menggunakan air destilata. Setelah itu contoh uji dikeringkan pada suhu 103±2 oC selama 24 jam hingga konstan. Kadar α-selulosa dihitung dengan persamaan: α-selulosa (%) = ...................................................................................(9) dimana A adalah berat α-selulosa (g) dan B adalah BKT bebas ekstraktif (g).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kimia Komponen kimia kayu mangium yang diuji adalah α-selulosa, hemiselulosa, lignin dan ekstraktif terlarut alkohol-benzena dari total 150 contoh uji. Data analisis kimia kayu mangium dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai rata-rata kandungan kimia kayu mangium Komponen Kimia α-selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%) Ekstraktif (%)
Umur (tahun) 5
6 a
50.33 21.97f 28.43g 5.91i
7 b
45.13 27.66e 26.28h 3.84k
44.21c 30.91d 27.42h 4.61j
Rata-rata total 46.57 26.97 27.30 4.85
Simpangan baku 3.28 4.52 2.24 2.21
Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menujukkan hasil tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa umur kayu berpengaruh terhadap kandungan kimia kayu mangium. Uji lanjut selang berganda Duncan menunjukkan bahwa rata-rata kandungan kimia untuk α-selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif memiliki perbedaan yang nyata diantara 3 umur kayu tersebut. Sedangkan
12
pada lignin hanya kayu berumur 5 tahun yang berbeda nyata sedangkan pada umur 6 dan 7 tahun kandungan lignin berbeda tidak nyata. Pengaruh umur yang signifikan terhadap kandungan kimia kayu diduga erat kaitannya dengan pertumbuhan pohon. Pertumbuhan pohon sangat dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya adalah zat pengatur tumbuh seperti asam giberelin. Asam giberelin merupakan hormon pada tanaman yang mempunyai pengaruh memacu pertumbuhan, serta dapat meningkatkan pertumbuhan bunga, daun dan buah. Respon tanaman pada asam giberelin meliputi peningkatan pembelahan sel dan pembesaran sel. Menurut Davies (1995) asam giberelin merupakan hormon tanaman yang mempunyai efek fisiologis perkembangan kambium dalam proses pembentukan berkas pengangkut. Adanya hormon ini dapat meningkatkan jumlah floem yang terbentuk. Menurut Mudyantini (2008) selulosa dan lignin sebagai unsur utama penyusun dinding sel akan meningkat jumlahnya seiring dengan meningkatnya jumlah floem dalam kayu. Ekstraktif terlarut dalam alkohol-benzena bervariasi seiring dengan penambahan umur. Kandungan tertinggi terdapat pada kayu berumur 5 tahun, menurun pada umur 6 tahun dan kembali meningkat pada umur 7 tahun. Pada umur 5 tahun diduga terjadi akumulasi senyawa ekstraktif dalam struktur kayu baik dalam dinding sel kayu maupun lumen atau rongga sel yang diindikasikan oleh tingginya kelarutan dalam pelarut tersebut. Menurunnya kadar kandungan ekstraktif dalam kayu seiring pertambahan umur juga dilaporkan oleh Lukmandaru (2009) yang menunjukkan kayu jati yang berumur lebih tua memiliki kandungan ekstraktif yang lebih rendah. Hal ini karena terjadinya polimerisasi senyawa yang lebih intensif pada umur tua sehingga mempunyai lebih banyak senyawa penyusun ekstraktif dengan berat molekul tinggi. Nilai rata-rata selulosa, hemiselulosa dan lignin kayu mangium dalam penelitian ini (Tabel 1) secara berturut-turut adalah 46.57%; 26.97% dan 27.30%. Nilai selulosa yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan nilai selulosa dari mangium yang berasal dari Papua Nugini dan Indonesia Timur yang dilaporkan oleh (Syafii dan Siregar 2006) yaitu masing-masing 48.62% dan 45.72%. Hal ini terjadi karena perbedaan tempat tumbuh dari kayu mangium yang diteliti. Kesuburan tanah menggambarkan kualitas tempat tumbuh yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Kualitas tempat tumbuh merupakan gabungan dari banyak faktor lingkungan diantaranya jenis tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah, karakteristik profil tanah, komposisi mineral, kecuraman lereng, arah lereng, dan iklim mikro.
Karakteristik Gelombang NIR Kayu Utuh dan Serbuk Kayu Mangium Spektra absorban original kayu mangium hasil penelitian disajikan pada Gambar 4. Spektra diperoleh dari 150 contoh uji menunjukkan tipe serapan yang umum terjadi pada reflektan difusi spektroskopi bahan pertanian. Puncak dan lembah penyerapan gelombang menunjukkan adanya perbedaan kandungan kimia dari kayu mangium. Semakin besar kandungan kimia suatu bahan maka semakin besar pula kemampuan menyerapnya. Nilai absorbansi ini dipengaruhi oleh jumlah dan tipe ikatan atom serta ukuran partikel contoh uji (Osborne 1993).
Absorban
13
Absorban
a
b
1000
1200
1400
1600
1800
2000
2200
2400
Panjang gelombang (nm)
Gambar 4 Spektra absorban kayu mangium (a) kayu utuh (b) serbuk kayu Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa spektra kayu utuh memiliki rentang absorbansi yang lebih lebar dari spektra serbuk kayu. Absorbansi spektra kayu utuh berkisar antara 0.044 sampai 1.006, sedangkan serbuk kayu antara 0.049 sampai 0.587. Besarnya variasi pada spektra kayu utuh menunjukkan terjadinya penghamburan spektra. Hal ini disebabkan oleh kondisi permukaan yang berpori pada contoh uji kayu utuh sebagai bentuk umum struktur kayu. Pada contoh uji serbuk struktur kayu sudah tidak utuh lagi. Hal ini menyebabkan porositas pada serbuk kayu lebih rapat, sehingga meminimalisir terjadinya penghamburan spektra. Spektra rata-rata NIR yang diperoleh dari contoh uji kayu utuh dan serbuk kayu dapat dilihat pada Gambar 5. Spektra kayu utuh memiliki nilai absorbansi yang lebih tinggi dari spektra serbuk kayu. Perbedaan antara keduanya terus meningkat hingga panjang gelombang 2500 nm. Perbedaan ini disebabkan oleh bervariasinya karakteristik kayu pada permukaan bidang aksial yang menunjukkan adanya empulur, kayu teras hingga gubal. Sedangkan pada contoh uji serbuk kayu variasi tersebut lebih rendah karena contoh uji telah tercampur sehingga lebih homogen (Hein et al. 2010). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa contoh uji yang heterogen memiliki daya serap gelombang infra merah yang lebih tinggi dibandingkan contoh uji homogen. Spektra pantulan hasil dari radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000 sampai 2500 nm menunjukkan adanya puncak dan lembah gelombang dengan kapasitas berbeda tergantung dari serapan gugus fungsi pada setiap jenis bahan organik. Penyinaran pada
14
molekul organik menyebabkan terjadinya penyerapan energi pada panjang gelombang yang spesifik (Sandak et al. 2010). 0,7
Padat
0,6
Serbuk
Absorban
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 1000
1200
1400
1600
1800
2000
2200
2400
Panjang gelombang (nm)
Gambar 5 Spektra rata-rata NIR kayu mangium Cukup sulit untuk menginterpretasi spektra hanya berdasarkan spektra mentah atau original dari hasil pemindaian NIR. Gambar 6 menunjukkan spektra NIR rata-rata setelah perlakuan awal data second derivative-SNV. Menurut Johnson (2003) aplikasi perlakuan awal pada rata-rata spektra NIR dilakukan untuk perbandingan visual dengan pergeseran skalar. Variasi panjang gelombang sumbu X pada Gambar 6 menunjukkan perbedaan karakteristik sifat kimia pada kayu dengan indeks serapan panjang gelombang spektra NIR yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Second derivatif, SNV (log 1/R)
6 4
Padat Serbuk
9 3
5
2 4
6
12 10
8
2
12
14 15
0
-2 -4
1
7 11 13
-6 1000
1200
1400
1600
1800
2000
2200
2400
Gambar 6 Spektra absorban contoh uji kayu utuh dan serbuk kayu mangium
15
Tabel 2 Serapan panjang gelombang NIR dengan struktur kimia kayu Getaran ikatan Indeksa nm Struktur Sumber atom Workman dan Weyer (2007) 1 1170 HC = CH Lignin 2 1370 CH str + CH defb Hemiselulosa Schwanninger (2011) Shenk et al (2001) 3 1410 OH strc Lignin Fujimoto et al (2007) 4 1428 OH str Selulosa Fujimoto et al (2007) 5 1672 CH str Lignin Workman dan Weyer (2007) 6 1685 CH str Lignin 7 1724 CH str Hemiselulosa Fujimoto et al (2007) Workman dan Weyer (2007) 8 1780 CH2 str Selulosa Workman dan Weyer (2007) 9 1916 OH str + OH def Air Workman dan Weyer (2007) 10 2080 OH str + CH def Selulosa Shenk et al (2001) 11 2134 CH str + CC Lignin Workman dan Weyer (2007) 12 2220 CH + CO Resin Michell dan Schimleck (1996) 14 2291 CO + OH Selulosa Fujimoto et al (2007) 15 2335 CH str + CH def Selulosa a
Angka indeks menunjukkan serapan panjang gelombang NIR dengan ikatan atom yang dapat dilihat pada Gambar 6, bdeformation, cstretching.
Sebagian besar spektra NIR didominasi oleh ikatan hidrogen karena atom hidrogen paling kuat menyerap gelombang NIR. Puncak penyerapan tampak jelas berbeda pada panjang gelombang 1910 nm yang mempengaruhi profil spektra karena adanya kandungan air (Louw dan Teron 2010). Namun puncak penyerapan ini cenderung bergeser dari spektra serapan air pada umumnya. Menurut Workman dan Weyer (2007) gugus OH yang terkandung dalam air diserap pada panjang gelombang 1916 sampai 1940 nm. Penyerapan oleh selulosa terjadi pada panjang gelombang 1428 nm oleh gugus fungsi OH, panjang gelombang 1780 nm oleh CH2, 2080 nm oleh ikatan OH dan CH, 2291nm oleh CO dan OH, 2335 nm dan 2361 nm oleh ikatan CH. Hemiselulosa terdapat pada panjang gelombang 1370 nm dan 1724 nm dengan adanya ikatan CH. Komponen kimia lignin diserap pada panjang gelombang 1170 nm oleh CH=HC, 1672 nm dan 1685 nm oleh CH, serta pada 2134 nm oleh CH dan CC. Sementara itu, untuk zat ekstraktif terdapat pada panjang gelombang 2220 nm dengan gugus fungsi CH dan CO. Kandungan ekstraktif agak sulit terlihat karena juga berhimpit dengan lignin pada panjang gelombang 1410 nm (Workman dan Weyer 2007; Schwanninger 2011). Selain itu beragamnya kandungan ekstraktif di dalam kayu menyebabkan pembacaan spektra lebih sulit dengan gugus fungsi yang sangat bervariasi.
Kalibrasi dan Validasi NIR Hubungan antara nilai pengukuran laboratorium dengan nilai dugaan spektroskopi NIR menggambarkan kualitas model kalibrasi-validasi yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Hasil penelitian menunjukkan untuk α-selulosa dan hemiselulosa nilai dugaan spektroskopi NIR mendekati nilai pengukuran laboratorium sedangkan lignin dan ekstraktif terlarut dalam alkohol-benzena nilai dugaan spektroskopi NIR belum
16
y = 0.7773x + 10.352 R² = 0.7773
52 50 48 46 44 42 40
y = 0.7756x + 6.0785 R² = 0.7756
36 32 28 24 20 16
32 30 28 26 24 22
48 46 44 42 40 42 44 46 48 50 52 α-selulosa serbuk pengukuran (%)
54
y = 0.8277x + 4.6604 R² = 0.8277
36 32 28 24 20 16 16
32
20 24 28 32 36 Hemiselulosa serbuk pengukuran (%) y = 0.4115x + 16.045 R² = 0.4115
30 28 26 24 22 20
20 20
Ekstraktif utuh prediksi (%)
50
20 24 28 32 36 Hemiselulosa kayu utuh pengukuran (%) y = 0.4407x + 15.247 R² = 0.4407
34
y = 0.7999x + 9.3183 R² = 0.7999
52
40
Lignin serbuk prediksi (%)
Lignin kayu utuh prediksi (%)
16
54
42 44 46 48 50 52 54 α-selulosa kayu utuh pengukuran (%) Hemiselulosa serbuk prediksi
40
Hemiselulosa utuh prediksi
α-selulosa serbuk prediksi (%)
54
22 24 26 28 30 32 Lignin kayu utuh pengukuran (%) y = 0.5568x + 2.1396 R² = 0.5568
10 8 6 4 2 0 0
2 4 6 8 10 12 Ekstraktif kayu utuh pengukuran (%)
Gambar 7
20
34
Ekstraktif serbuk predikisi (%)
α-selulosa kayu utuh prediksi
mendekati nilai pengukuran laboratorium baik untuk contoh uji kayu utuh maupun serbuk kayu.
22
24 26 28 30 32 Lignin serbuk pengukuran (%)
34
y = 0.5465x + 2.1851 R² = 0.5465
10 8 6 4 2 0 0
2 4 6 8 10 12 Ekstraktif serbuk pengukuran (%)
Hubungan antara nilai pengukuran laboratorium dengan nilai dugaan spektroskopi NIR berdasarkan model kalibrasi
54 52 50 48 46 44 42
54 50 48 46 44 42
y = 0.8259x + 4.8074 R² = 0.8059
36
40
42 44 46 48 50 52 54 α-selulosa kayu utuh pengukuran (%)
32 28 24 20 16
30
Lignin serbuk prediksi (%)
y = 0.4352x + 15.387 R² = 0.4189
28 26 24 22
54
y = 0.8417x + 4.2192 R² = 0.8237
32 28 24 20 16 16
32
20 24 28 32 36 Hemiselulosa serbuk pengukuran (%)
y = 0.2811x + 19.452 R² = 0.1834
30 28 26 24 22 20
20 20
22 24 26 28 30 32 Lignin kayu utuh pengukuran (%) y = 0.5892x + 2.0227 R² = 0.5187
10 8 6 4 2 0 0
2 4 6 8 10 Ekstraktif kayu utuh pengukuran (%)
20
34
Ekstraktif serbuk prediksi (%)
Lignin kayu utuh prediksi (%)
32
42 44 46 48 50 52 α-selulosa serbuk pengukuran (%)
36
16 20 24 28 32 36 Hemiselulosa kayu utuh pengukuran (%)
Ekstraktif kayu utuh prediksi
y = 0.7995x + 9.3688 R² = 0.8001
52
40
40 40
Hemiselulosa utuh prediksi
α-selulosa serbuk prediksi
y = 0.7794x + 10.269 R² = 0.7043
Hemiselulosa serbuk prediksi
α-selulosa kayu utuh prediksi
17
12
22
24 26 28 30 32 Lignin serbuk pengukuran (%)
34
y = 0.477x + 2.751 R² = 0.3312
10 8 6 4 2 0 0
2 4 6 8 10 12 Ekstraktif serbuk pengukuran (%)
Gambar 8 Hubungan antara nilai pengukuran laboratorium dengan nilai dugaan spektroskopi NIR berdasarkan model validasi Pada penelitian ini perlakuan awal dan jumlah komponen utama untuk setiap kandungan kimia dibuat sama baik untuk contoh uji kayu utuh maupun serbuk kayu. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya bias pada data yang akan di uji, sehingga
18
dapat diketahui pengaruh bentuk contoh uji terhadap model kalibrasi yang terbentuk. Menurut Kelley et al. (2004) komponen utama merupakan faktor penting yang menentukan keakuratan sebuah model. Jika komponen utama yang digunakan terlalu banyak maka akan terjadi over-fitting sedangkan jika terlalu sedikit maka akan terjadi penghilangan informasi data. Pada Tabel 3 dan 4 dapat dilihat komponen utama terendah terdapat pada lignin yaitu 4 komponen utama dan tertinggi terdapat pada hemiselulosa yaitu 15 komponen utama. Tabel 3 Hasil kalibrasi dan validasi kayu mangium pada contoh uji kayu utuh Komponen kimia
Perlakuan awal
Komponen utama
n
α-selulosa
db1
5
261
0.7773
2.177
138
0.7043
3.147
1.68
Hemiselulosa
sa3
15
276
0.7756
4.668
123
0.8058
4.099
2.08
Lignin
dg2, SNV
4
269
0.4407
2.838
130
0.4189
2.783
0.90
Ekstraktif
SNV, db1
6
282
0.5568
2.324
114
0.5187
2.274
1.17
Kalibrasi R²cal RMSEC
n
Validasi R²val RMSEP
RPD
n= jumlah data, R²cal =coefficient of determination kalibrasi, R²val= coefficient of determination validasi, RMSEC= root mean squared error kalibrasi, RMSEP= root mean squared error kalibrasi, RPD= ratio prediction to deviation, db1=1st derivatif BCAP, ds2=2nd derivative smoothing, sa3=smoothing average 3 zavitsky golay, SNV=standard normal variate
Tabel 4 Hasil kalibrasi dan validasi kayu mangium pada contoh uji serbuk kayu Komponen kimia
Perlakuan awal
Komponen utama
n
α-selulosa
db1
5
270
0.7999
1.998
129
0.8001
1.999
2.00
Hemiselulosa
sa3
15
273
0.8277
3.627
126
0.8237
3.630
2.21
Lignin
dg2, SNV
4
269
0.4115
2.989
130
0.1834
4.189
0.70
Ekstraktif
SNV, db1
6
282
0.5464
2.432
117
0.3312
2.274
1.00
Kalibrasi R²cal RMSEC
n
Validasi R²val RMSEP
RPD
n= jumlah data, R²cal =coefficient of determination kalibrasi, R²val= coefficient of determination validasi, RMSEC= root mean squared error kalibrasi, RMSEP= root mean squared error kalibrasi, RPD= ratio prediction to deviation, db1=1st derivatif BCAP, ds2=2nd derivative smoothing, sa3=smoothing average 3 zavitsky golay, SNV=standard normal variate
Berdasarkan Tabel 3 dan 4 dapat dilihat bahwa model kalibrasi yang terbentuk untuk α-selulosa dan hemiselulosa memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan model kalibrasi untuk lignin dan ekstraktif terlarut dalam alkohol-benzena baik untuk contoh uji kayu utuh maupun serbuk kayu. Hal ini dapat terlihat dari parameter uji kualitas model baik dari nilai R2 (koefisien determinasi) dan RPD yang tinggi serta nilai RMSEC dan RMSEP yang rendah untuk α-selulosa dan hemiselulosa. Rendahnya kualitas persamaan kalibrasi yang terbentuk untuk lignin dan ektraktif diduga terjadi karena struktur kimia yang dimiliki lignin dan zat ekstraktif lebih kompleks dan beragam. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) lignin adalah polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi yang tersusun dari unit-unit fenil propana. Sedangkan zat ekstraktif merupakan komponen non-struktural dalam kayu berupa bahan organik yang terdapat pada lumen dan sebagian pada dinding sel. Zat ekstraktif umumnya banyak terdapat pada
19
kayu teras. Beberapa contoh zat ekstraktif adalah getah, lemak, resin, lilin, tanin dan alkaloid (Tsoumis 1991). Kandungan ekstraktif dalam kayu berbeda-beda bahkan diantara spesies kayu karena perbedaan tempat tumbuh dan iklim. Disisi lain dapat dilihat bahwa model kalibrasi untuk α-selulosa dan hemiselulosa lebih baik menggunakan contoh uji serbuk kayu daripada kayu utuh, sedangkan pada lignin dan ekstraktif terlarut dalam alkohol-benzena lebih baik menggunakan contoh uji kayu utuh walaupun kualitas model yang dihasilkan masih lebih rendah dari model αselulosa dan hemiselulosa. Hal ini diduga terjadi karena dalam struktur kayu lignin merupakan matriks yang membungkus selulosa dan hemiselulosa sehingga dalam proses pemindaian spektroskopi NIR lignin pada contoh uji kayu utuh menerima serapan sinar NIR terlebih dahulu. Penelitian yang dilakukan oleh Poke dan Raymond (2006) tentang pendugaan komponen kimia kayu Eucalyptus globulus pada contoh uji kayu utuh dan serbuk kayu menunjukkan bahwa pendugaan selulosa, lignin dan ekstraktif menggunakan contoh uji kayu utuh lebih baik daripada serbuk kayu namun untuk lignin terlarut asam lebih baik menggunakan serbuk kayu. Walaupun contoh uji serbuk kayu menghasilkan spektra yang lebih seragam, namun spektra dari serbuk kayu memiliki variasi sudut ketika cahaya NIR ditembakkan ke bahan, sedangkan pada kayu utuh spektra lebih konsisten dalam proses terbentuknya sudut selama pemindaian cahaya NIR. Tingginya kualitas model kalibrasi menggunakan contoh uji serbuk kayu daripada contoh uji kayu utuh dimungkinkan terjadi karena perbedaan kadar air dari kedua contoh uji tersebut. Contoh uji serbuk kayu memiliki nilai kadar air yang lebih seragam yaitu berkisar antara 5.07% sampai 9.45%. Sedangkan contoh uji kayu utuh kadar air berkisar antara 15.66% sampai 24.67%. Menurut Fagan et al. (2011) perbedaan kadar air menyebabkan terjadinya perbedaan serapan NIR. Contoh uji dengan kadar air rendah memiliki nilai serapan yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa serapan NIR akan lebih akurat menggunakan contoh uji dengan kadar air yang rendah dan stabil. Berdasarkan Tabel 3 dan 4 juga terlihat bahwa nilai R2 dan RPD tertinggi terdapat pada model hemiselulosa menggunakan contoh uji serbuk kayu. Namun model ini memiliki nilai RMSEC dan RMSEP yang lebih tinggi daripada α-selulosa yaitu sebesar 3.627 dan 3.630, sedangkan α-selulosa pada contoh uji serbuk kayu nilainya hampir sama yaitu sebesar 1.998 dan 1.999. Hal ini menggambarkan kestabilan model yang terbentuk. RMSEP yang lebih rendah dari RMSEC menandakan terjadinya overfitting pada model, dan sebaliknya jika nilai RMSEP lebih besar RMSEC dapat menyebabkan terjadinya underfitting, sehingga membuat kemampuan prediksi model rendah (Baranska et al. 2004). Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chen (2010), nilai yang diperoleh dari penelitian ini masih lebih rendah. Walaupun demikian untuk keperluan pendugaan komponen kimia kayu dalam industri pulp dan kertas sudah cukup memadai. Hal ini dapat dilihat dari kualitas model yang terbentuk untuk α-selulosa dan hemiselulosa yang sudah dapat digunakan. Sedangkan untuk pendugaan kandungan lignin aplikasinya dapat diduga dari pengurangan nilai α-selulosa dan hemiselulosa.
20
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. 2.
3.
Spektroskopi NIR dapat digunakan untuk menduga secara cepat komposisi kimia mangium (α-selulosa, hemiselulosa, lignin dan ekstraktif terlarut alkohol benzena). Model kalibrasi terbaik diperoleh untuk pendugaan α-selulosa menggunakan contoh uji serbuk kayu. Secara umum kualitas model kalibrasi dari contoh uji serbuk kayu lebih baik dibandingkan dengan kayu utuh. Untuk menduga kandungan α-selulosa dan hemiselulosa menggunakan teknik spektroskopi NIR bentuk contoh uji serbuk kayu lebih baik dibandingkan kayu utuh. Sementara itu untuk pendugaan kandungan lignin dan zat ekstraktif terlarut alkoholbenzena contoh uji kayu utuh lebih baik dibandingkan serbuk kayu.
Saran Untuk pembuatan model kalibrasi pendugaan sifat kimia kayu perlu memperhatikan kadar air contoh uji.
DAFTAR PUSTAKA Baranska M, Schulz H, Siuda R, Strehle MA, Ro P, Popp J, Joubert E, Manley M. 2005. Quality control of Harpagophytum procumbens and its related phytopharmaceuti-cal products by means of NIR-FT-Raman spectroscopy. Biopolymers. 77:1-8. doi:10.1002 /bip.20158. Chen H, Ferrari C, Angiuli M, Yao J, Raspi C, Bramanti E. 2010. Qualitative and quantitative analysis of wood sample by Fourier transform infrared spectroscopy and multivariate analysis. Carbohydrate Polymers. 82:772-778. doi:10.1016/j.carbpol. 2010.05.052. Davies JP. 1995. Plant hormone: their nature, occurrence and function. In: P.J. Davies (ed.): Plant Hormones: Byosinthesis, signal transduction, action. Boston: Kluwer Academic Publisher. Fagan CC, Everard CD, McDonnell K. 2011. Prediction of moisture, calorific value, ash and carbon content of two dedicated bioenergy crops using near-infrared spectroscopy. Bioresource Technol. 102:5200-5206. doi:10.1016/j.biortech.2011.11.0.87. Fujimoto T, Yamamoto H, Tsuchikawa S. 2007. Estimation of wood stiffness and strength properties of hybrid larch by near-infrared spectroscopy. Applied spectrosc. 61(8):882-888. Gierlinger N, Jacques D, Schwanninger M, Wimmer R, Barbara H, Paques LE. 2003. Rapid prediction of natural durability of larch heartwood using Fourier transform nearinfrared spectroscopy. Can J For Res. 33:1727-1736. doi:10.1139/X03-092. Harjono. 2008. Aplikasi PCR dan PLS dalam kalibrasi data spektrofotometrik. [Internet]. [diunduh 2014 Jan 29]. Tersedia pada:http://harjonohanis.wordpress.com/2008/03/24/ aplikasi-pcr-dan-pls-dalam-kalibrasi-data-spektrofotometrik/.
21
Haygreen JG, Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Yogyakarta (ID): Terjemahan Gadjah Mada University. Hein PRG, Lima JT, Chaix G. 2010. Effects of sample preparation on NIR spectroscopic estimation of chemical properties of Eucalptus urophylla. S.T. Blake wood. Holzforschung. 64:45-54. doi:10.1515/HF.2010.0011. Hou S, Li L. 2010. Rapid characterization of woody biomass digestibility and chemical composition using near-infrared spectroscopy. J Integrative Plant Biol. 00(00):1-10. doi:10.1111/j.1744-7909.2010.01003.x. Johnson PR. 2003. NDE of clear wood subjected to environmental and mechanical loading using near infrared spectroscopy [tesis]. Washington (USA): Washington State University. Kelley SS, Rials TG, Snell R, Groom LH, Sluiter A. 2004. Use of near infrared spectroscopy to measure the chemical and mechanical properties of solid wood. Wood Sci Technol. 38:257-276. doi: 10.1007/s00226-003-0213-5. Krisnawati H, Kallo M, Kanninen M. 2011. Acacia mangium Willd. ekologi, silvikultur dan produktivitas. [Internet]. Bogor (ID): CIFOR. hlm 1-16; [diunduh 2012 Jul 10]. Tersedia pada:http://www.cifor.org/publications/pdf_files/Books/Bkrisnawati1106pdf. Louw ED, Theron KI. 2010. Robust prediction models for quality parameters in japanese plums (Prunus salicina L.) using NIR spectroscopy. Postharvest Biol Tech. 58: 176184. doi:10.1016/j.postharvbio.2010.07.001. Lukmandaru G. 2009. Sifat kimia dan warna kayu teras Jati pada tiga umur berbeda. J TropWood Scie Technol. 7(1):1-7. Maja P, Martin S, Dejan S, Marjeta CP. 2010. Application of near infrared spectroscopy to predict chemical composition of meat and meat product. Technologija Mesa. 51(2):133-142. Murray I, Williams PC. 1990. Chemical Prinsiple of Near-Infrared Technology. Di dalam: Williams P, Norris K, editor. Near-Infrared Technology in the Agricultural and Food Industries. Ed ke-2. Minnesota (USA): St. Paul. Mudyantini W. 2008. Pertumbuhan, kandungan selulosa dan lignin pada rami (Boehmeria nivea L. Gaudich) dengan pemberian asam giberelat (GA3). Biodiversitas. 9(4):269274. Naes T, Isaksson T, Fearn T, Davies T. 2002. Multivariate Calibration and Classification. Chichester: NIR Publications. Osborne BG, T Fearn, PH Hindle, D Browning. 1993. Practical NIR Spectroscopy in Food and Baverage Analysis. Ed ke-2. New York (USA): Longman Scientific Technical. Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Struktur Kayu Sifat Kayu sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Perrineau MM, Roux CL, Faria SM, Balieiro FC, Galiana A. 2011. Genetic diversity of symbiotic Bradyrhizobium elkanii populations recovered from inoculated and noninoculated Acacia mangium field trials in Brazil. Systematic Applied Microbiol. 34:376-384. doi:10.1016/j.syapm.2011.03.003. Poke FS, Raymond CA. 2006. Predicting extractives, lignin and cellulose content using near infrared spectroscopy on solid wood in Eucalyptus globulus. J Wood Chem Technol. 26:187-199. doi:10.1080/02773810600732708.
22
Qu H, Qu D, Cheng Y. 2005. Background correction in near-infrared spectra of plant extract by orthogonal signal correction. J Zhejiang Univ Sci. 6(8):838-843. doi:10.1631/ jzus.2005.B0838. Sanchez PA, Logan TJ. 1992. Myths and science about the chemistry and fertility of soils in the tropics. Di dalam: Lal R, Sanchez PA. Myths and Science of Soils of the Tropics. Special publication no. 29. USA (ID): Soil Science Society of America and American society of Agronomy. Sandak J, Sandak A, Negri M. 2010. Mechanical testing of wood assisted by infrared spectroscopy and thermal imaging. World Conference on Timber Engineering. Proceeding. Schwanininger M, Rodrigues JC, Fackler K. 2011. A review of band assignments in near infrared spectra of wood and wood components. J Near Infrared Spectrosc. 19:287308. doi:10.1255/jnirs.955. Shenk JS, Workman JJ, Westerhaus MO. 2001. Application of NIR spectroscopy to agricultural products. Di dalam: Burns DA, Ciurzack EW (eds) Handbook of Near Infrared Analysis, Marcel Dekker inc., New York, pp.419. Syafii W, Siregar IZ. 2006. Sifat kimia dan dimensi serat kayu mangium (Acacia mangium Willd.) dari tiga provenans. J Trop Wood Sci Technol. 4(1):28-32. [TAPPI] Technical Association of the Pulp and Paper Industry. 1990. TAPPI Test Method. Atlanta (USA): TAPPI Press. Tiaprasit W, Sangpithukwong C. 2010. BUCHI NIRFlex N-500 Training Course. Bangkok (TH): BUCHI NIR Application Support. Tsoumis. 1991. Science and Technology of Wood; Stucture, Properties and Utlization. New York (USA): Van Nostrand Reinhold. Tobias RD. 2011. An introduction to partial least squares regression. [internet]. SAS Institute Inc., Cary, NC. [diunduh 2013 Des 2]. Tersedia pada: http://support.com/app/ papers/pls.pdf. Tsuchikawa S. 2007. A review of recent near infrared for wood and paper. Applied Spectrosc Reviews. 42:43-71. doi:10.1080/05704920601036707. Workman JJ, Weyer L. 2007. Practical Guide to Interpretive Near-Infrared Spectroscopy. New York (USA): CRC Press. Yao S, Wu G, Xing M, Zhou S, Pu J. 2010. Determination of lignin content in Acacia spp. using near-infrared reflectance spectroscopy. Bioresources. 5(2):556-562. Zhang H, Song S, Lang Q, Zhang J, Pu J. 2011. Rapid predictive models for minimally destructive kappa number and pulp yield of Acacia spp. with near infrared reflectance (NIR) spectroscopy. Bioresources. 7(1):616-623.
23
Lampiran 1 Analisis statistik kimia kayu mangium menggunakan software SAS The ANOVA Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
Ulangan
3 123
perlakuan
3 umur05 umur06 umur07
Number of observations 152
Dependent Variables With Equivalent Missing Value Patterns Dependent Obs Variables
Pattern 1 2 3
147 alfa hemi 150 lignin 148 ekstra
NOTE: Variables in each group are consistent with respect to the presence or absence of missing values.
The ANOVA Procedure Dependent Variable: alfa alfa
Source
DF
Model
4
Error
Ulangan perlakuan
1566.759114
142
Corrected Total
Source
Sum of Squares
0.000000 146
Mean Square F Value 391.689778
Pr > F
Infty <.0001
0.000000
1566.759114
R-Square
Coeff Var
1.000000
0
Root MSE 0
DF
Anova SS
2 2
1048.265805 1048.265805
alfa Mean
46.56864
Mean Square F Value 524.132903 524.132903
Pr > F
Infty <.0001 Infty <.0001
24
Lampiran 1 (Lanjutan..) The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for alfa NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 142 Error Mean Square 0 Harmonic Mean of Cell Sizes 48.95833 NOTE: Cell sizes are not equal.
Number of Means 2 3 Critical Range 0 0
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N perlakuan
A
50.25
50 umur07
B
45.13
47 umur06
C
44.24
50 umur05
The ANOVA Procedure Dependent Variable: hemi hemi
Source
DF
Model
4
Error
Ulangan perlakuan
2983.570512
142
Corrected Total
Source
Sum of Squares
0.000000 146
Mean Square F Value 745.892628
Pr > F
Infty <.0001
0.000000
2983.570512
R-Square
Coeff Var
1.000000
0
Root MSE 0
DF
Anova SS
2 2
1939.163710 1939.163710
hemi Mean
26.97313
Mean Square F Value 969.581855 969.581855
Pr > F
Infty <.0001 Infty <.0001
25
Lampiran 1 (Lanjutan..) The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for hemi NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 142 Error Mean Square 0 Harmonic Mean of Cell Sizes 48.95833 NOTE: Cell sizes are not equal.
Number of Means 2 3 Critical Range 0 0
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N perlakuan
A
30.99
50 umur05
B
27.70
47 umur06
C
22.27
50 umur07
The ANOVA Procedure Dependent Variable: lignin lignin Sum of Squares
Source
DF
Model
4
184.3196938
46.0799235
145
562.9229602
3.8822273
Error Corrected Total
Source Ulangan perlakuan
149
Mean Square F Value 11.87
Coeff Var
Root MSE lignin Mean
0.246666
7.216849
1.970337
2 2
<.0001
747.2426540
R-Square
DF
Pr > F
Anova SS 92.15984691 92.15984691
27.30190
Mean Square F Value 46.07992346 46.07992346
Pr > F
11.87 <.0001 11.87 <.0001
26
Lampiran 1 (Lanjutan..) The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for lignin NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 145 Error Mean Square 3.882227
Number of Means 2 Critical Range .7789
3 .8198
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N perlakuan
A
28.3244
50 umur07
B B B
27.1614
50 umur05
26.4199
50 umur06
The ANOVA Procedure Dependent Variable: ekstra ekstra Sum of Squares
Source
DF
Model
4
313.3110082
78.3277520
143
403.2166431
2.8196968
Error Corrected Total
Source Ulangan perlakuan
147
Mean Square F Value 27.78
Pr > F <.0001
716.5276513
R-Square
Coeff Var
Root MSE ekstra Mean
0.437263
34.63499
1.679195
DF
Anova SS
2 2
156.6555041 156.6555041
4.848263
Mean Square F Value 78.3277520 78.3277520
Pr > F
27.78 <.0001 27.78 <.0001
27
Lampiran 1 (Lanjutan..) The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for ekstra NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 143 Error Mean Square 2.819697 Harmonic Mean of Cell Sizes 49.31507 NOTE: Cell sizes are not equal.
Number of Means 2 Critical Range .6684
3 .7036
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N perlakuan
A
6.1833
50 umur07
B
4.6322
50 umur05
C
3.6827
48 umur06