PENDIDIKAN NONFORMAL DAN INFORMAL DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI PENDIDIKAN (Artikel 16)
Ivan Illich: Deschooling Society
Ivan Illich dilahirkan di Wina pada tahun 1926. Ia terpaksa meninggalkan sekolah tahun 1941 di bawah hukum ras Nazi karena ibunya seorang Yahudi. Ia pergi ke Florence Italia, yang akhirnya menjadi mahasiswa filsafat dan teologi Universitas Gregorian Roma. Ia belakangan kembali ke Austria tempat di mana ia memperoleh gelar PhD dalam bidang sejarah di Universitas Salzberg. Illich pertama datang ke Amerika Serikat pada tahun 1951, bekerja sebagai paroki imam dan pembela imigran Puerto Rico di kota New York. Kemudian ia diangkat sebagai Wakil Rektor Universitas Katolik Puerto Rico yang membuat ia memulai berkarya, salah satu karyanya pada saat itu adalah mengembangkan program intensif dan kultural pelatihan imam Amerika, yang sistem pelayanannya diperbolehkan sambil bekerja. Ivan Illich merasa frustrasi dengan birokrasi gereja, sehingga ia meninggalkan imamatnya pada tahun 1969. Ia pergi dan menemukan Center for Intercultural Dokumentasi (CIDOC) di Cuernavaca Meksiko, sebuah pusat pelatihan
penelitian dan ia
menjabat
sebagai direktur program inovatif pendidik seluruh dunia. Di sanalah Ivan Illich menulis kritik pelanggaran sistem pendidikan dalam bukunya Deschooling Society (1971), ia mengatakan bahwa sekolah hanya membuat orang bodoh. Illich bergabung dengan beberapa pendidik lain di Curnavaca, yang di antaranya; John Holt dan Everett Reimer. Everett adalah orang yang mempelopori home schooling di AS sedangkan John Ohliger adalah seseorang yang mempelopori pendidik orang dewasa untuk melawan pendidikan global, dan ia terus mengadvokasi bidang pendidikan orang dewasa.
Sejak tahun 1980, Illich membagi waktunya antara Meksiko, Amerika Serikat, dan Jerman tempat di mana ia mengajar di Universitas Bremen. Ivan Illich meninggal pada tanggal 2 Desember 2002 di Jerman utara kota Bremen tempat ia kuliah sosiologi selama satu dekade. Ketika menjadi Wakil Rektor di Universitas Katolik Ponce, Puerto Rico. Ivan Illich terpaksa dikeluarkan pada tahun 1960 karena menentang kebijakan pihak universitas. Kemudian Illich mendirikan sebuah lembaga yang bernama Centre for Intercultural Formasi sebagai wadah untuk melatih misionaris Amerika yang berada di Amerika Latin. Ia sangat bertentangan sekali dengan
Pope John XXIII seorang misionaris Amerika Utara yang
menginginkan modernisasi sebagai idiologi baru masyarakat Amerika. Melalui Centre for Intercultural Formasi, ia
menginginkan para misionaris pandai terutama dalam bidang
bahasa, mereka wajib belajar bahasa Spanyol sebagai alat untuk mengenali dan menghargai keterbatasan pengalaman mereka sendiri. Di samping itu, para misionaris dilatih untuk mengembangkan asumsi-asumsi yang memungkinkan mereka mengambil tugas sebagai pendidik orang dewasa yang rendah hati dan hormat terhadap orang lain (Smith dan Smith, 1994: 435). Sejak awal, sebetulnya Illich menginginkan lembaganya berdomisili di Amerika Latin, setelah mencari ke berbagai tempat dan berjalan beberapa mil, ia memutuskan untuk berdomisili di Cuernavaca Meksiko. Dengan bantuan teman-temannya Feodora Stancioff dan Bruder Gerry Morris, ia mendirikan sebuah toko untuk Centre for Intercultural Documentation (CIDOC) yang merupakan nama baru dari Centre for Intercultural Formasi, CIDOC memberikan peluang seluas-luasnya kepada para misionaris untuk bergabung dalam setiap tahunnya. Illich mengatakan “ini adalah sebuah lembaga gratis pemberi kejutan, sebagai tempat orang-orang yang ingin membantu dan mendefinisikan kembali pertanyaan-pertanyaan mereka daripada menyelesaikan jawaban mereka. Setelah
launching
CIDOC,
Illich
menyatakan
dua
tujuan
utama
yang
melatarbelakangi berdirinya CIDOC. Pertama, adalah untuk membantu mengurangi yang terancam oleh kepuasan pemerintah. Melalui program pendidikan para misionaris untuk menentang
mereka
dan
menghadapi
kenyaatan
hidup
secara
bijaksana.
Kedua
mengumpulkan pengaruh di antara para pengambil kebijakan dan mensponsori misi lembaga untuk mencegah mereka dari pengaruh Pope John XIII’ (Illich 1973b: 47-8). Ivan Illich diperintahkan oleh Vatikan untuk meninggalkan CIDOC, tapi ia berhasil bertahan, yang akhirnya memaksa ia untuk meninggalkan imamat pada tahun 1969. CIDOC
1
telah membuat ia jatuh cinta dan berkat kepiawaiannya CIDOC menjadi terkenal karena exsplorasi tema-tema yang identik dengan Illich. Keprihatinannya terhadap dampak negatif sekolah menjadikannya banyak diminta untuk menjadi pembicara. Buku-bukunya membuat audien lebih luas untuk memahami hakikat pendidikan, dan lebih memahami pengaruh negatif sekolah. Komentar Ian Lister dalam pengantar After Deschooling, What? (Illich 1976), pusat keistimewaan karya Ivan Illich dalam Deschooling adalah kritik kelembagaan dan profesional terhadap cara sekolah berkontribusi pada dehumanisasi. Lembaga sekolah menciptakan kebutuhan dan kontrol kepuasan mereka, dengan demikian, mengubah kreativitas manusia menjadi objek‟ (Jari dan Asún 2001: 10). Ivan Illich anti argumen kelembagaan dilihat dari empat aspek:
A. Kritik proses pelembagaan.
Masyarakat modern muncul untuk menciptakan sesuatu lebih banyak dan lebih melembaga, sehingga menyapu jalan hidup kita. Jalan hidup kita menjadi resmi atau dilembagakan. “Proses ini melemahkan kita yang mengakibatkan menurunnya rasa kepercayaan diri dalam memecahkan masalah yang kita hadapi dan membunuh hubungan konvensional kita. Akhirnya kehidupan kita terjajah, hidup kita seperti parasit atau kanker yang membunuh kreativitas. B. Kritik ahli dan keahlian.
Kritik Ivan Illich tentang para ahli dan para profesional telah ditetapkan dalam Disabling Professions (1977) dan dalam eksplorasi pengambil-alihan kesehatan dalam Medical Nemesis (1975b). Buku terkenal yang terakhir dimulai, „pendirian medis telah menjadi ancaman besar bagi kesehatan‟. Kasus sistem pakar seperti perawatan kesehatan modern adalah hanya akan menghasilkan kerusakan yang lebih besar daripada manfaatnya, mereka mengaburkan kondisi politik yang membuat masyarakat tidak sehat, dan mereka cenderung mengambil alih kekuasaan atas individu-individu untuk menyembuhkan diri sendiri dan untuk membentuk lingkungan mereka. Budaya para pakar dan ahli selalu menganggap dirinya superior. Para ahli juga mempunyai kecenderungan untuk cartelize diri mereka sendiri dengan menciptakan „institusional barikade‟, misalnya menyatakan dirinya sebagai gatekeeper serta memilih diri sendiri.
2
C. Kritik komodifikasi.
Para profesional dan lembaga-lembaga, cenderung mendefinisikan suatu aktivitas, dalam hal ini belajar sebagai komoditas pendidikan. Mereka memonopoli, membatasi produksi, distribusi dan memainkan harga. Sekolah adalah lembaga produksi pengetahuan, pasar pengetahuan, yang menjebak pikiran masyarakat bahwa pengetahuan higienis, murni, dan terhormat, yang diproduksi oleh kepala manusia dan dikumpulkan dalam stok yang membuat sekolah wajib. Orang-orang dididik untuk percaya bahwa individu yang otodidak harus didiskriminasikan. Pembelajaran dan perkembangan kemampuan kognitif memerlukan proses layanan konsumsi yang disajikan dalam sebuah industri, yang direncanakan, sebuah bentuk yang profesional bahwa belajar adalah salah satu hal yang dapat dikumpulkan dan diukur, sehingga belajar menjadi suatu komoditi, dan seperti halnya setiap komoditi yang dipasarkan, seringkali langka untuk dipermainkan. D. Prinsip Counterproductivity.
Counterproductivity adalah sarana yang pada dasarnya menguntungkan proses atau susunan ini berubah menjadi negatif. „Setelah mencapai batas tertentu, proses pelembagaan menjadi kontraproduktif‟. Hal ini adalah ide Ivan Illich yang berlaku untuk konteks yang berbeda. Sebagai contoh, sehubungan dengan suatu perjalanan yang melampaui kecepatan kritis ia berpendapat bahwa, „tidak ada yang dapat menghemat waktu tanpa memaksa orang lain untuk kehilangan itu ... [dan] kendaraan bermotor menciptakan keterpencilan yang mereka sendiri dapat mengecilkannya. Garis kritik dan argumen ini berhubungan dengan sekolah, ketika diatur seperti ini biasanya cukup jelas. Tapi Ivan Illich dalam tulisan-tulisan sebelumnya cenderung „mengaburkan unsur penting‟ (Lister 1976: 5). Dia adalah “ intelektual maverick yang identik dengan metafora dan alegori”, sehingga mereka yang tidak membaca karya-karya terkait dengan hal itu‟ sering bingung dengan makna deschooling . Lebih parah lagi, menurut Gajardo (1994: 719), bahwa tulisan-tulisan Ivan Illich berdasarkan intuisi, tanpa mengacu pada hasil sosio-pendidikan atau penelitian. Kritiknya berkembang secara teoritis vakum. Namun, mungkin masalah yang paling signifikan dengan analisis ini adalah sejauh mana kritik Illich „terlalu membesar-besarkan kemungkinan sekolah, terutama dibandingkan dengan pengaruh keluarga, televisi dan iklan, struktur pekerjaan dan perumahan. Kritik Ivan Illich tetap sangat sugestif. Meskipun tidak berdasarkan data dan tidak sepenuhnya pada tradisi teoritis, hal itu tetap menarik untuk eksplorasi dan interogasi; dan kami menyediakan beberapa cara yang bisa digunakan untuk membuat penilaian tentang 3
pengaruh lembaga-lembaga dan pakar. Dominasi sekolah dan pendidikan dilembagakan dalam pemikiran kita tentang belajar yang cenderung untuk mengaburkan dan meruntuhkan „bahasa‟ atau bentuk belajar sehari-hari lainnya. Ramah alternatif Illich menyatakan: “Saya percaya bahwa masa depan yang diinginkan tergantung pada kesengajaan kita memilih tindakan kehidupan atas kehidupan konsumtif, tergantung pada melahirkan sebuah gaya hidup kita yang akan memungkinkan kita untuk menjadi spontan, independen, yang berkaitan satu sama lain, daripada mempertahankan gaya hidup yang hanya memungkinkan untuk berbuat dan tidak berbuat, memproduksi dan mengkonsumsi - gaya hidup yang hanya merupakan sebuah stasiun di jalan menuju penipisan dan pencemaran lingkungan. Masa depan lebih bergantung pada pilihan kita pada lembagalembaga yang mendukung tindakan kehidupan daripada kami mengembangkan ideologi dan teknologi baru. Ivan Illich berpendapat untuk menciptakan keramahan, bukan dengan lembaga manipulatif. Keramahan melibatkan otonomi dan kreativitas di antara orang-orang, dan di antara orang-orang dengan lingkungannya.
Dalam sebuah lembaga yang menciptakan
masyarakat yang ramah dapat melayani teknologi modern „yang saling terkait secara politis individu, bukan manajer‟. (Illich 1975: 12). Lembaga-lembaga seperti itu biasanya bersifat sosial, melayani masyarakat, dengan penggunaannya secara spontan dan sukarela serta ikut berpartisipasi dengan semua anggota masyarakat (Gajardo 1994: 716). Dalam banyak hal, Ivan Illich terkenal di sini atas dasar argumen dari penulis sebelumnya seperti Basil Yeaxlee yang mengenali kekuatan asosiasi dan pentingnya kelompok-kelompok lokal dan jaringan dalam membuka dan mempertahankan pembelajaran. Namun, ia mengambil sebuah tahap ini secara eksplisit dalam menganjurkan lebih lanjut bentuk-bentuk baru lembagalembaga pendidikan formal. Ia juga mengakui bahwa karakter pengaturan lembaga lain dan perlu diubah jika „radikal monopoli‟ sekolah menjadi terbalik. Dalam Deschooling Society, Ivan Illich berpendapat bahwa sistem pendidikan yang baik seharusnya memiliki tiga tujuan: 1) memberikan semua yang ingin warga belajar pelajari dengan akses sumber daya dalam setiap saat kehidupan mereka; 2) memfasilitasi semua orang yang ingin berbagi pengetahuan dan kemampuan; dan 3) menemukan orangorang yang ingin belajar dari mereka dan untuk menciptakan kesempatan bagi mereka yang ingin menyajikan suatu masalah kepada masyarakat supaya argumen mereka diketahui. Ia menunjukkan bahwa empat (mungkin bahkan tiga, katanya) yang berbeda pertukaran saluran
4
atau belajar bisa memfasilitasinya. Hal ini disebutnya sebagai jaringan pembelajaran (learning webs). Bagan 1: Ivan Illich belajar webs Sumber daya pendidikan biasanya diberi label sesuai dengan tujuan kurikuler pendidik. Ivan Illich mengusulkan untuk melakukan sebaliknya, ada empat pendekatan yang berbeda yang memungkinkan siswa untuk mendapatkan akses sumber daya pendidikan yang dapat membantunya untuk menentukan dan mencapai tujuannya sendiri: 1. Referensi pelayanan pendidikan memfasilitasi dan mendekatkan akses
atau proses yang digunakan untuk pendidikan formal. Perpustakaan, agen penyewaan, laboratorium dan ruang pameran, seperti museum dan teater; dan di tempat-tempat yang dikunjungi sehari-hari seperti: pabrik-pabrik, bandar udara atau di lahan pertanian. 2. Pertukaran kecakapan (Skill Exchange) dengan mengizinkan orang-
orang untuk membuat daftar keterampilan mereka sendiri, kondisi di mana mereka bersedia untuk melayani sebagai model bagi orang lain yang ingin belajar keterampilan ini, dan alamat mereka yang bisa dihubungi. 3. Pasangan sebaya (Peer-matching) sebuah jaringan komunikasi yang
memungkinkan orang untuk menggambarkan aktivitas belajar di mana mereka ingin
terlibat, dengan harapan menemukan pasangan untuk
penyelidikan. 4. Referensi pelayanan untuk pendidik yang
terdaftar dalam direktori
dengan memberikan alamat dan deskripsi diri profesional, paraprofesionals dan pekerja freelance, bersama dengan kondisi akses ke layanan mereka. Seperti pendidik bisa dipilih dengan pemungutan suara atau berkonsultasi dengan mantan klien mereka. Pendekatan semacam itu digunakan untuk mendukung dan memfasilitasi warga belajar yang ingin belajar dalam pendidikan nonformal, belajar tidak harus terpaku pada ruangan kelas atau tempat-tempat yang dianggap sebagai gudangnya ilmu pengetahuan seperti perguruan tinggi dan sebagainya. Ivan Illich mengatakan dalam Deschooling bahwa belajar harus lebih banyak dilakukan di rumah, di kantor dan dapur, dalam konteks di mana pengetahuan dikerahkan untuk memecahkan masalah dan untuk menambahkan nilai kehidupan. Pendidik harus dibebaskan untuk mengeksplorasi dan
5
mengembangkan ide-ide mereka tanpa terpaku pada kurikulum baku, dan akan menjadi lebih efektif.
Referensi: disadur dari buku tulisan Dr. Elih Sudiapermana
6
(Artikel 17)
Paulo Freire Paulo Freire adalah seorang pendidik orang dewasa berkembangsaan Brazil, ia lahir pada tanggal 19 September 1921 di Refice, sebuah kota yang terletak di pelabuhan timur laut Brazil. Ia meninggal pada hari Jumat, 2 Mei 1997 akibat serangan jantung di usia yang ke-75. Freire hidup dan bekerja sebagai seorang pendidik yang berjiwa optimistis, walaupun ia hidup dalam kemiskinan dan kesusahan. Karya-karyanya dapat kita temukan dalam Critical Pedagogy yang menjadi inspirasi beberapa organisasi. Freire pernah diasingkan dari tanah kelahirkannya Brazil selama kudeta militer pada tahun 1964 ke daerah pedesaan terpencil sebagai seorang pendidik. Kemudian ia melanjutkan perjuangan pedagoginya ke Chile dan Jenewa di bawah naungan Dewan Gereja Dunia. Pada tahun 1969 ia mengajar di Universitas Harvard, sepuluh tahun kemudian ia kembali ke negaranya di bawah amnesty politik. Sehingga pada tahun 1988 ia ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan untuk kota Sao Paulo, sebuah posisi yang strategis untuk mereformasi sekolah. Sejak usia dini ia dididik oleh orangtuanya untuk menghargai dan menghormati pilihan orang lain, yang merupakan esensi dari pendidikan orang dewasa. Orang tuanya termasuk kelas menengah tapi ia mengalami penurunan keuangan yang parah pada saat Great Depression, pada saat itu Freire memahami makna dari kelaparan dan pada saat itu pulalah ia bertekad untuk mengabdikan dirinya berjuang melawan kelaparan. Setelah situasi keuangan keluarga sedikit membaik, Freire masuk ke Universitas Recife
kemudian kuliah di Fakultas Hukum, tapi juga mempelajari ilmu filsafat dan
psikologi bahasa. Sementara itu, untuk meringankan beban orang tuanya ia bekerja Part Times sebagai instruktur bahasa Portugis di sebuah sekolah menengah. Selama periode ini, ia membaca karya-karya Marx dan juga intelektual Katolik-Maritain, Bernanos, dan Mounier-yang semuanya sangat mempengaruhi filsafat pendidikannya.
7
Pada tahun 1944, Freire menikah dengan Elza Maia Costa Oliveira, seorang guru sekolah dasar yang pada akhirnya melahirkan tiga anak perempuan dan dua anak laki-laki. Sebagai orang tua, ia memimpin anak-anaknya untuk lebih banyak membaca baik dalam dalam bidang pendidikan, filsafat, sosiologi pendidikan maupun hukum. Tapi setelah melewati beberapa halangan ia dengan cepat meninggalkan bidang hukum sebagai sarana untuk mencari nafkah dan beralih bekerja sebagai pejabat kesejahteraan dan sebagai direktur dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dari Dinas Sosial di negara bagian Pernambuco. Pengalamannya selama bertahun-tahun dapat melayani masyarakat, sehingga Freire bisa berkomunikasi langsung dengan masyarakat miskin perkotaan. Ia mulai merumuskan cara berkomunikasi dengan kaum miskin yang kemudian berkembang menjadi metode dialogis dalam pendidikan orang dewasa. Keterlibatannya dalam pendidikan orang dewasa juga mengarahkan Freire masuk pada seminar dan kursus-kursus pengajaran dalam sejarah dan filsafat pendidikan di Universitas Recife tempat ia mendapat gelar doktornya pada tahun 1959. Pada awal tahun 1960-an Brazil adalah negara yang kurang stabil. Banyak gerakan reformasi berkembang secara bersamaan, sosialis, komunis, mahasiswa, para pemimpin buruh, populis, dan Kristen militant. Semua mencari keadilan politik mereka sendiri. Di tengah-tengah gejolak politik yang terus memburuk, Freire menjadi Direktur Cultural Extension Service pertama dari Universitas Recife, yaitu sebuah program
layanan
pemberantasan buta huruf atau keaksaraan bagi ribuan petani di timur laut. Pada bulan Juni 1963 sampai Maret 1964, Tim Keaksaraan Freire bekerja di seluruh bangsa, dan mereka sangat sukses memberantas para penyandang buta aksara dalam waktu yang relatif singkat, tiga puluh jam bisa membaca dan menulis. Rahasia sukses ini ditemukan dalam perlawanan Freire dan rekan-rekannya, ia bukan hanya mengajar dan mendekontekstualisasikan instrumen keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga mendorong mereka supaya ikut berpartisipasi dalam proses politik melalui pengetahuan membaca dan menulis seperti yang diinginkan dan dicita-citakan. Freire mendapatkan perhatian penuh dari kaum miskin karena ia bisa membangkitkan harapan mereka, bahwa mereka mempunyai hak suara dan keputusan yang bisa mempengaruhi kehidupan mereka di pedesaan Brazil. Jumlah buta huruf para petani menjadi berkurang, dan mereka berangsur-angsur dihargai dan disegani. Metode Freire tak diragukan lagi dalam mempolitisir mereka, sehingga militer Brasil dan pemilik tanah menunda penggusuran tanah secara radikal. 8
Pada bulan April 1964 akhirnya Freire dihukum. Semua gerakan progresifnya ditekan dan ia dimasukkan ke penjara atas kegiatan “subversif”. Ia menghabiskan total tujuh puluh hari di sana dan ia berulang kali ditanyai dan dituduh. Di penjara ia membuat sebuah buku yang berjudul Education as the Practice of Freedom. Buku ini, sebuah analisis mengenai kegagalan efek perubahan Poulo di Brasil, sehingga perjuangannya harus diselesaikan di Chile, karena Freire diasingkan ke sana. Setelah diusir dari Brazil, Freire bekerja di Chili selama lima tahun, dengan program-program pendidikan orang dewasa dari pemerintah yang dipimpin oleh Waldemar Cortes yang menarik perhatian dunia internasional dan UNESCO. Bahwa Chili adalah salah satu dari lima negara di dunia yang berhasil dan terbaik mengatasi buta huruf. Menjelang tahun 1960-an, pekerjaan Freire membawanya untuk mengenal kebudayaan baru yang mengubah pola pikirnya secara signifikan. Dan pada tahun yang sama ia mendapat undangan dari Universitas Harvard untuk mengajar sebagai Profesor tamu di Harvard’s Center for Studies dalam Pendidikan dan Pengembangan, dan juga di Pusat Studi Pembangunan dan Perubahan Sosial, sehingga ia terpaksa meninggalkan Amerika Latin untuk pergi ke Amerika Serikat. Selama periode ini, Freire menulis sebuah karya yang terkenal, Pedagogy of the Oppressed. Dalam karya itu, ia menuliskan bahwa pendidikan adalah sebuah jalan untuk menuju pembebasan permanen, melalui dua tahap, yakni: tahap pertama, dengan pendidikan orang menjadi sadar dari penindasan yang mereka alami, dan ia mulai mengubah keadaan. Tahap kedua, dibangun berdasarkan tahap pertama dan merupakan proses permanen aksi pembebasan budaya. Setelah meninggalkan Harvard pada awal tahun 1970-an, Freire bertindak sebagai konsultan yang akhirnya ia menjadi Sekretaris Asisten Pendidikan untuk Dewan Gereja Dunia di Swiss. Sehingga Freire berkesempatan untuk bisa mengunjungi berbagai negara di dunia, ia mengajar dan mengabdikan dirinya bagi negara-negara berkembang di Asia dan Afrika, seperti Tanzania dan Guinea Bissau. Ia juga menjabat sebagai Ketua Komite Eksekutif Institute for Cultural Action (IDAC) yang bermarkas di Jenewa. Pada tahun 1979, Paulo diundang oleh pemerintah Brasil untuk kembali ke tanah kelahirannya, dan ia mengasumsikan bahwa akan menjadi pengajar di University Sao Paulo. Pada tahun 1988, Freire ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan untuk Kota Sao Paulo, posisi yang membuatnya bertanggung jawab untuk membimbing reformasi sekolah secara nasional.
9
Pada tahun 1992, Paulo Freire merayakan ulang tahunnya yang ke-70 di New York dihadiri oleh lebih dari dua ratus teman-temannya terdiri dari pendidik orang dewasa, reformis pendidik, cendekiawan dan para aktivis. Dan perayaannya ini disponsori oleh New School for Social Research. Dan peristiwa ini merupakan hal yang paling penting dalam hidupnya.
Referensi: Disadur dari buku tulisan Dr. Elih Sudiapermana
10
(Artikel 18 )
Antonio Gramsci Gramsci menekankan pada kesadaran kritis, pentingnya intelektual yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, dan pada bagian yang dimainkan oleh apa yang disebut “common sense”
Antonio Gramsci (1891 - 1937) adalah seorang Marxis Italia terkemuka. Ia adalah seorang intelektual, jurnalis dan ahli teori besar, ia menghabiskan waktunya 11 tahun di penjara Mussolini. Selama periode ini Antonio telah menyelesaikan sekitar 32 buku catatan yang berisi tentang konsep marxis baru yang berlaku untuk kapitalisme maju. Dan buku catatan itu telah diselundupkan ke luar penjara dan diterbitkan ke dalam bahasa Italia. Antoni Gramsci dilahirkan di sebuah kota kecil di pulau Sardinia pada tahun 1891, orang tuanya bukan seorang yang berada, ia merupakan kaum minoritas termiskin di sebuah pulau di mana para penduduknya bisa membaca dan menulis. Ia sangat berprestasi dan akhirnya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studinya ke Universitas Turin Italia. Italia adalah sebuah Negara yang dibagi antara Utara dan Selatan, di mana
mayoritas
penduduknya di bagian selatan adalah petani, dan kebanyakan dari mereka buta huruf (Illiterate), sedangkan daerah utara adalah daerah industri yang cukup terorganisir khususnya kota Turin. Turin adalah surganya industri, semua FIAT produser motor ada di sana. Pada akhir Perang Dunia Pertama sekitar 30% dari penduduknya bekerja di bidang industri, dan hanya sekitar 10% sebagai militer. Para pekerja Turin sangat terorganisir, ia mempunyai sejarah yang agresif. Selama dua puluh tahun pertama pada abad ini, tak terhitung jumlah demonstrasi dan pemogokan masal yang dilakukan oleh para buruh. Bahkan pada tahun 1919 mulai ada pergerakan 11
pendudukan pabrik-pabrik. Itulah situasi pertama Gramsci menjadi mahasiswa di Universitas Turin dan sedikit banyaknya telah mempengaruhi pemikirannya. Gramsci telah menjadi seorang sosialis melalui membaca pamplet yang dikirim oleh kakaknya, pemikiran politiknya diperluas oleh pengalamannya di universitas dan di kota ia tinggal. Gramsci tidak hanya pandai membuat propaganda atau kegiatan politik, ia juga menjadi teoris marxis pertama yang bekerja dengan masalah perubahan revolusioner masyarakat di Eropa Barat pada abad ke-20. Pertama Gramsci mengidentifikasi akan pentingnya nilai-nilai perjuangan untuk melawan kaum borjuis. Arti penting pendidikan informal bagi Gramsci terletak pada tiga aspek. Pertama, dengan penjelasan dari pengertian hegemoni memberikan kita dengan cara datang untuk memahami konteks di mana sebenarnya fungsi pendidik informal dan kemungkinan kritik serta transformasinya. Kedua, keprihatinan terhadap peran intelektual organik yang memperdalam pemahaman kita tentang posisi pendidik informal. Terakhir, minatnya di sekolah dan lebih banyak lagi bentuk-bentuk pendidikan tradisional yang menunjuk pada tidak perlunya mengabaikan bentuk-bentuk yang lebih tradisional. Gramsci menerima analisis kapitalis Marx pada abad sebelumnya dan perjuangan antara kelas pengusaha dan kelas pekerja bawahan didorong oleh kekuatan yang terus bergerak maju. Tapi ia tidak setuju terhadap pandangan teori tradisional Marx tentang bagaimana kelas pengusaha memerintah. Dan dari sinilah Gramsci memberikan kontribusi besar tentang pemikiran modern dalam konsep peran yang dimainkan oleh ideologi. Istilah “ideologi” dipandang hanya sebagai sesuatu yang merujuk kepada ide atau keyakinan. Namun hal ini berkaitan erat dengan konsep kekuasan sebagaimana definisi yang telah Anthony Gidden berikan. Gidden mendefinisikan idiologi sebagai “gagasan atau keyakinan yang berfungsi untuk membenarkan sistem ide dan kepentingan kelompokkelompok dominan” (Gidden, 1997). Istilah hegemoni berasal dari bahasa Yunani, yaitu hegeishtai yang berarti memimpin, kepeminpinan, atau kekuasaan yang melebihi kekuasaan lain. Sedangkan Gramsci menyatakan bahwa hegemoni merupakan sebuah penguasaan kelas dominan kepada kelas bawah, dan kelas bawah juga aktif mendukung ide-ide kelas dominan. Artinya
penguasaan dilakukan tidak dengan cara kekerasan tapi melalui bentuk-bentuk
propaganda mental terhadap masyarakat yang dikuasai. Bentuk propaganda yang dilakukan oleh masyarakat dominan biasanya penguasaan terhadap pemikiran atau kemampuan kritis masyarakat dengan menggiring kesadaran masyarakat tentang masalah-masalah sosial ke dalam pola kerangka yang ditentukan lewat kekuasaan
12
masyarakat dominan. Dan dari sini dapat kita lihat adanya upaya untuk menaturalkan suatu bentuk dan makna kelompok yang berkuasa. Kelas dominan melakukan hegemoni kapada kelas bawah dengan cara menmbandingkan ideologinya, mereka diarahkan ke dalam sebuah pemahaman yang telah diciptakan oleh kelas dominan. Sehingga tanpa disadari, mereka mendukung dan rela terhadap kebijakan dan prilaku yang dilakukan oleh kelas dominan. Teori ini biasa dipakai dalam dunia politik. Peran intelektual adalah salah satu yang krusial dalam mengkonter idiologi hegemoni. Transformasi kapitalis ke sosialis diperlukan partisipasi semua elemen khususnya masyarakat. Masyarakat harus turut aktif dalam menentang paham kapitalis yang telah banyak menguntungkan kaum borjuis, dan memandang sebelah mata kelas pekerja kecil. Revolusi yang dipimpin oleh Lenin dan kaum Bolshevik di Rusia pada tahun 1917 tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Eropa Barat, model Leninis terjadi di sebuah negara yang terbelakang dengan sebagian besar penduduknya petani dan kelas pekerja kecil. Hasilnya nihil karena masyarakat tidak terlibat. Bagi Gramsci, kesadaran masyarakat dan peran intelektul itu sangat penting. Ketika Gramsci menulis tentang intelektual, ia tidak semata-mata mengacu kepada kaum akademis yang duduk di menara gading tertinggi ilmu pengetahuan, atau tulisantulisan terpelajar jurnal akademik yang hanya dibaca oleh orang yang sama. Tapi definisi Gramsci tentang intelektual melangkah lebih jauh dan liar. Buku catatan Gramsci cukup jelas mengenai masalah ini. Ia menulis bahwa “semua orang adalah intelektual” fungsi
intelektual”.
“tetapi tidak semua manusia dalam masyarakat memiliki
Artinya
bahwa
setiap
orang
mempunyai
akal
dan
menggunakannya, tetapi tidak semuanya intelektual dengan fungsi sosial. Ia menjelaskan hal ini dengan mengambil contoh “beberapa waktu yang lalu ada sekelompok orang yang mengenakan celemek dengan memegang kentang goreng, beberapa telur, dan bahan-bahan yang lainnya. Kita tidak harus mengatakan bahwa setiap orang adalah juru masak”. Masing-masing kelompok sosial yang masuk ke dalam keberadaan itu sendiri menciptakan satu atau lebih strata intelektual yang memberinya makna, yang membantu untuk mengikat bersama-sama dan membantu fungsinya. Mereka dapat mengambil bentuk manajer, PNS, ulama, dosen dan guru, teknisi ilmuwan, pengacara, dokter dll. Intinya, mereka telah mengembangkan secara organik sesuai dengan fungsinya. Gramsci berpendapat bahwa gagasan intelektual sebagai kategori sosial yang independen berbeda dari kelasnya, adalah sebuah mitos. 13
Ia mengidentifikasi dua jenis intelektual yaitu tradisional dan organik. Intelektual tradisional adalah mereka yang menganggap dirinya sebagai otonom dan independen dari kelompok sosial yang dominan, walaupun pada kenyataanya mereka konservatif yang bersekutu
dan membantu kelompok yang berkuasa dalam
masyarakat. Tipe kedua adalah intelektual organik. Tipe ini adalah kelompok yang disebutkan sebelumnya, yaitu kelompok intelektual yang tumbuh secara organik dengan kelompok sosial yang dominan atau kelas yang berkuasa. Bagi Gramsci hal itu penting untuk melihat mereka, mereka adalah orang-orang yang dihasilkan oleh sistem pendidikan untuk menjalankan fungsi kelompok sosial yang dominan dalam masyarakat. Melalui kelompok ini, kelas penguasa mempertahankan hegemoninya atas seluruh masyarakat. Gramscci terus menunjukkan bahwa “tidak ada kegiatan manusia yang setiap bentuk partisipasi intelektualnya dapat dikecualikan” dan bahwa setiap orang, di luar aktivitas profesional khusus mereka, “membawa pada beberapa bentuk kegiatan intelektual ..., berpartisipasi dalam konsepsi tertentu dunia, memiliki garis sadar perilaku moral, sehingga mereka memberikan kontribusi untuk mempertahankan konsepsi tentang dunia atau untuk mengubah dunia, yaitu untuk membawa ke dalam model pemikiran baru “. Hal ini kedengarannya seolah-olah ia sedang membesar-besarkan kemungkinan, tapi ia benar-benar berusaha untuk berpendapat bahwa setiap orang memiliki kemampuan dan kapasitas untuk berpikir. Hanya masalahnya adalah bagaimana memanfaatkan kemampuan dan kapasitas mereka. Gramsci menekankan akan pentingnya perjuangan ideologi untuk perubahan sosial, artinya bahwa perjuangan ini tidak terbatas pada peningkatan kesadaran, tapi kesadaran harus bertujuan pada transformasi - penciptaan kesadaran sosialis. Hal itu bukan sesuatu yang dapat dipaksakan pada orang, tetapi harus muncul dari kehidupan mereka yang sebenarnya. Menurut Gramsci untuk menjadi intelektual model baru tidak lagi dilihat dari segi kefasihan seseorang, tapi dilihat dari segi kreativitas yang berpartisipasi aktif dalam kehidupan praktis, seperti sebagai pembina, penyelenggara, dan negosiator. Ia percaya pada kemampuan bawaan manusia untuk memahami dunia mereka dan untuk mengubahnya. Sekolah memainkan peranan penting dalam analisis masyarakat modern Gramsci, sistem sekolah adalah salah satu bagian dari sistem hegemoni ideologi, setiap individu disarankan supaya mempertahankan status quo. Ia tidak menulis banyak sistem sekolah di buku catatannya, tetapi apa yang ditulisnya pada dasarnya sebuah kritik terhadap sistem pendidikan di Italia dan menyarankan bentuk pendidikan yang lebih komprenhensif. Oleh karena itu, Gramsci mendirikan sebuah sekolah kejujuran dengan tujuan untuk membantu
14
“memodernisasikan” di Italia. Sistem baru ini adalah “menganjurkan sebagai mahluk demokrasi”, sementara pada kenyataanya itu tidak, hanya untuk menjaga perbedaan sosial. Gramsci menggambarkan karakter sosial sekolah-sekolah tradisional
seperti yang telah
ditentukan oleh kenyataan bahwa setiap kelompok sosial seluruh masyarakat mempunyai jenis sekolah tersendiri “dimaksudkan untuk melestarikan fungsi tradisional tertentu, penguasa atau bawahan”, tidak untuk menjawab sebuah pertanyaan tentang modernisasi pendidikan dan bukan untuk menciptakan sistem secara keseluruhan dari berbagai jenis sekolah kejuruan, tetapi “untuk menciptakan satu jenis sekolah koperatif (primer-sekunder) yang akan membawa anak ke ambang pilihan pekerjaan, membentuk dirinya selama ini sebagai orang yang mampu berpikir, belajar dan berkuasa atau mampu mengendalikan orangorang yang berkuasa. Gramsci berpendapat bahwa jenis sekolah ini hanya dapat mencapai sukses dengan partisipasi aktif murid, dan agar kesuksesan ini terjadi, sekolah harus berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini bukan berarti bahwa pendidikan tidak harus termasuk ide-ide abstrak tapi itu konsep-konsep filosofis, logika formal, aturan tata bahasa dan lain-lain harus diperoleh di sekolah “melalui kerja dan refleksi”. Menurutnya sudah jelas bahwa belajar bukan sesuatu yang datang dengan mudah bagi mayoritas orang muda. “Kesadaran mayoritas individu anak-anak mencerminkan hubungan sosial dan budaya yang berbeda dan bertentangan dengan orang-orang yang terwakili di dalam kurikulum sekolah”. Seorang pelajar harus aktif bukan menjadi seseorang yang pasif dan penerima. Hubungan antara psikologis murid dan bentuk-bentuk pendidikan harus selalu “aktif dan kreatif, seperti halnya hubungan antara pekerja dengan alat-alat aktif dan kreatif”. Tidak ada keraguan dalam pikirannya bahwa pendidikan modern di Italia adalah salah satu cara di mana massa penduduk tetap di tempatnya. Dan hal ini merupakan ajaran dari sikap konsumtif. Dalam rangka mengubah situasi ini, sistem pendidikan harus berubah secara dramatis. Ia tidak meremehkan gunung besar yang harus dinaiki. “Jika tujuan kita adalah untuk menghasilkan lapisan intelektual baru ... dari kelompok sosial yang belum dikembangkan secara tradisional sikap yang sesuai, maka kita memiliki kesulitan untuk mengatasi hal yang belum pernah terjadi sebelumnya” Tulisan Gramsci dalam pendidikan tidak selalu mudah dipahami. Bahkan, kadangkadang cenderung cukup membingungkan. Dalam pendidikan informal Gramsci sebagai pemikir besar, menekankan pentingnya intelektual dan bertindak kritis menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari, yang dimainkan oleh sesuatu yang disebut dengan
15
“common sense” dalam mempertahankan status quo dan kemungkinan transformasi pendidikan. Semua ini sekarang lumrah dalam bentuk pendidikan informal.
Disadur dari: Buku yang ditulis oleh Dr. Elih Sudiapermana, Pengajar di UPI, Bandung
16