PEMBAHASAN
I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian A. Kondisi Fisik Alami Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4o06o LS dan 4o32o LS serta 119o42o18o BT 120o06o18o BT yang terdiri atas daratan dengan luas + 700 km2 berada pada ketinggian rata-rata 60 m di atas permukaan laut dan perbukitan yang luasnya + 800 km2 berada pada ketingian rata-rata 120 m di atas permukaan laut. Daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Soppeng adalah: 1). Sebelah Utara Kabupaten Sidenreng Rappang 2). Sebelah Timur Kabupaten Wajo dan Kabupaten Bone 3). Sebelah Selatan Kabupaten Bone 4). Sebelah Barat Kabupaten Barru B. Klimatologi Keadaan iklim Kabupaten Sopeng adalah tempratur berada antara 24 – 30oC dengan keadaan angin pada kecepatan lemah sampai sedang, sedangkan curah hujan pada tahun 2002
120/mm dan 9 hari hujan (BPS.Kab.Soppeng,
2002). Keadaan iklim seperti ini sapi potong dapat berkembang dengan baik. Hal ini terlihat jumlah populasi sapi potong di Kabupaten Soppeng pada tahun 2002 cukup banyak yaitu 12.960 ekor dan kambing 9.922 ekor (BPS Kab. Soppeng 2002).
29 C. Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten Soppeng terbagi atas wilayah : Wilayah Kecamatan
:
6
kecamatan
Wilayah Kelurahan
:
21
kelurahan
Wilayah Desa
:
45
desa
Wilayah Lingkungan
:
42
lingkungan
Wilayah Dusun
:
104
dusun
Wilayah Rukun Kampung
:
394
rukun kampung
Wilayah Rukun Tetangga
:
1.281 rukun tetangga
D. Jenis Tanah dan Penggunaannya. 1. Jenis-jenis tanah yang terdapat di tiap kecamatan dalam wilayah Kabupaten Soppeng antara lain -
Kecamatan Marioriwawo Jenis tanah litosol, gromusol, dan mediteran coklat. Komoditi pertanian yang cocok di Kecamatan Marioriwawo adalah padi, jagung, kacang tanah,kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar.
-
Kecamatan Liliriaja Jenis tanah gromusol/kelabu tua, meditran coklat, dan regusol. Seperi halnya di Kecamatan Marioriwawo, komoditi pertanian yang cocok di Kecamatan Liliriaja adalah padi, jagung, kacang tanah,kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar.
-
Kecamatan Lilirilau Jenis tanah alluvial, coklat kelabuan, gromusol/kelabu tua kekuningkuningan dan litosol
30 Komoditi pertanian yang cocok di Kecamatan Lilirilau adalah padi, jagung, kedele, kacang tanah,kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. -
Kecamatan Lalabata Jenis tanah alluvial hidromorf, gromusol, coklat tua rensina, litosol, mediteran coklat, regusol dan litosol. Komoditi pertanian yang cocok di Kecamatan Lalabata adalah padi, jagung, kedele, kacang tanah,kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar.
-
Kecamatan Marioriawa Jenis tanah alluvial, hidromorf kelabu tua, mediteran coklat, regosol dan litosol. Komoditi pertanian yang cocok di Kecamatan Marioriawa adalah padi, jagung, kedele, kacang tanah, dan kacang hijau.
2. Penggunaan tanah. Kabupaten Soppeng memiliki potensi dan kebanggaan alam dengan luas wilayah sebesar 150.000 Ha. Penggunaan lahan di Kabupaten Soppeng lebih banyak digunakan pada bidang pertanian seperti untuk persawahan seluas 25.025 Ha yang terdiri dari sawah irigasi teknis 12.642 Ha (8,43%), sawah irigasi ½ teknis 3.788 Ha (2,52%) dan sawah non teknis 8.595 Ha (5,73%), tanah kebun yang biasanya ditanami sayur-sayuran, buah-buahan dan umbi-umbian seluas 32.393 Ha (21,60%) seperti terlihat pada Tabel 2.
31 Tabel 2. Luas penggunaan lahan di Kabupaten Soppeng Tahun 2002 Penggunaan Lahan
Luas lahan (Ha) Persentase dari total luas lahan
-
Tanah sawah irigasi teknis
:
12.642
8,43
-
Tanah sawah ½ irigasi teknis
:
3.788
2,52
-
Tanah sawah non teknis
:
8.595
5,73
-
Tanah pekarangan
:
2.648
1,77
-
Tanah kebun (sayuran, buah-buahan, umbi-umbian)
:
32.393
21,60
-
Wilayah danau
:
3.000
2,00
-
Tanah kering yang belum diusahakan
:
26.276
17,52
-
Tanah tanaman kayu-kayuan/hutan rakyat :
27.428
18,29
-
Tanah hutan negara
:
25.316
16,88
-
Tanah perkebunan
:
7.914
5,28
150.000
100,00
Jumlah Sumber : BPS Kab. Soppeng 2002.
Dengan potensi yang cukup luas ini maka dapat menghasilkan limbah pertanian yang cukup banyak yang dapat digunakan sebagai pakan sapi potong , sebagaimana dinyatakan Syamsu dan Sofyan (2002), bahwa produksi limbah pertanian mengikuti luas areal panen komoditi tersebut. Potensi yang dimiliki tersebut perlu dimanfaatkan secara baik dan lestari dalam rangka pelaksanaan pembangunan peternakan di Kabupaten Soppeng. Juga diharapkan adanya pendayagunaan secara optimal dengan tetap memperhatikan
32 daya dukung lahan, iklim yang ada, keterampilan penduduk setempat serta kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. E. Kependudukan Penduduk Kabupaten Soppeng menurut BPS Kab. Soppeng (2002) tercatat sebanyak 220.951 jiwa yang terdiri dari pria 103.522 jiwa (46,85%) dan wanita 117.429 jiwa (53,15%). Penduduk tersebut tersebar di seluruh wilayah desa dan kelurahan di kecamatan dalam wilayah Kabupaten Soppeng, diantaranya 32.364 jiwa atau 14,65% berdiam di Kota Watansoppeng (Ibukota Kabupaten Soppeng) dan sisanya sebanyak 187.587 jiwa atau 85,35% tersebar diseluruh wilayah pedesaan dalam Kabupaten Soppeng. Sedangkan luas wilayah kecamatan, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten Soppeng tahun 2002 dapat dilhat pada Tabel 3. Tabel 3.
Luas wilayah kecamatan, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten Soppeng 2002
Marioriwawo
300
Jumlah Penduduk (jiwa) 43.643
Liliriaja
181
41.088
227
Lilirilau
199
42.381
213
Lalabata
278
42.230
152
Donri-Donri
222
24.097
109
Marioriawa
320
27.512
86
Kecamatan
Luas Wilayah (km2)
Sumber : BPS Kab. Soppeng 2002
Kepadatan penduduk (jiwa/km2) 145
33 Pada Tabel 3 terlihat kepadatan penduduk terbesar di Kecamatan Liliriaja dan Lilrilau yaitu masing-masing 227 jiwa/Km2 dan 213 jiwa/Km2, sedangkan Kecamatan Marioriawa kepadatannya hanya 86 jiwa/Km2. F. Kondisi Umum Peternak Wilayah Penelitian 1. Karakteristik Peternak. Umur peternak sapi potong yang terpilih secara acak sebagai responden cukup bervariasi, yaitu antara 19-65 tahun dan diklasifikasikan menjadi lima kelompok umur yaitu umur <20 tahun, 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun dan >50 tahun . Secara lengkap jumlah dan persentase peternak berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah responden peternak sapi potong berdasarkan kelompok umur Kelompok Umur (tahun)
Persentase dari total responden (%) 0,47
<20
Jumlah (orang) 1
21-30
17
7,98
31-40
63
29,58
41-50
105
49,20
>50
27
12,68
Jumlah
213
100,00
Peternak responden 49,20% berada pada kisaran umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 105 orang, selanjutnya pada umur 31-40 tahun sebanyak 63 orang (29,58%), kelompok umur >50 tahun sebanyak 27 orang (12,68), kelompok umur
34 21-30 tahun sebanyak 17 orang (7,98%) dan kelompok umur yang paling sedikit adalah pada kelompok umur <20 tahun yaitu hanya 1 orang (0,47%), pada kelompok umur <20 tahun minat memelihara ternak masih kurang dan pada umumnya masih dalam proses belajar mengajar di sekolah. Sebagian besar peternak umur produktif (20-50) tahun lebih banyak dari pada umur non produktif (>50) tahun. Ditinjau dari segi pendidikan, peternak umumnya hanya berpendidikan tamat Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 89 orang (41,78%), Responden yang tamat perguruan tinggi hanya 3 orang (1,41%). Sedangkan yang tidak tamat SD dan tamat SLTP, SLTA masing-masing 18,31%, 24,41% dan 14,08% seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah peternak responden berdasarkan tingkat pendidikan Jumlah (orang) 39
Persentase dari total responden (%) 18,31
Tamat SD
89
41,78
Tamat SLTP
52
24,41
Tamat SLTA
30
14,08
Tamat Perguruan tinggi
3
1,41
213
100,00
Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD
Jumlah
Peternak yang memelihara sapi potong pada umumnya bukan merupakan usaha pokok, melainkan hanya sebagai usaha sampingan. Jumlah peternak sapi potong berdasarkan status pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 6.
35
Tabel 6. Jumlah peternak responden berdasarkan status pekerjaan Status Pekerjaan
Petani
Jumlah (orang)
Persentase dari total responden (%)
180
84,51
Pegawai Negeri
8
3,76
Pensiunan
4
1,88
Pedagang
21
9,86
Jumlah
213
100,00
Pada Tabel 6 terlihat bahwa, status pekerjaan responden adalah umumnya petani yaitu sebanyak 180 orang (84,51%), pegawai negeri 8 orang (3,76%), pensiunan 4 orang (1,88%), pedagang 21 orang (9,86%) dan ibu rumah tangga tidak ada yang memelihara sapi potong, akan tetapi hanya terlibat untuk membantu keluarga dalam pemeliharaan sapi potong. Berdasarkan tingkat pengalaman beternak sapi potong (Tabel 7) terlihat bahwa jumlah peternak paling banyak pada kisaran 21-30 tahun beternak yaitu sebanyak 108 orang (50,70%) dan pada tingkat pengalaman beternak 31-40 rahun sebanyak 54 orang (25,35%),
<20 tahun 34 orang (15,96%), 41-50 tahun
sebanyak 17 orang (7,98%) dan tidak ada petenak yang memiliki pengalaman beternak sapi potong yang l>50 tahun. Hal ini menandakan bahwa peternak sapi potong memiliki pengalaman beternak sapi potong yang cukup lama.
36 Tabel 7. Jumlah peternak responden berdasarkan tingkat pengalaman beternak sapi potong Tingkat Pengalaman (tahun)
Jumlah (orang)
Persentase dari total responden (%)
<20
34
15,96
21-30
108
50,70
31-40
54
25,35
41-50
17
7,98
Jumlah
213
100,00
Pada umumnya keenam kecamatan yang disurvei yaitu kecamatan Marioriwawo, Lalabata Liliriaja, Lilirilau, Donri-Donri dan Marioriawa, ternyata tanah yang digarap petani sebagian besar adalah tanah milik sendiri , seperti pada Tabel 8 terlihat bahwa 85,22% (202 Ha) adalah milik sendiri yang terdiri dari lahan sawah 87 Ha dan lahan kebun 115 Ha yang biasanya ditanami sayursayuran, buah-buahan dan umbi-umbian seperti ubi kayu dan ubi jalar. Sedangkan lahan yang dikelola dari milik orang lain terdiri dari di sewa 8,02% (19 Ha) dan di sakap 6,75% (16 Ha). Tabel 8. Luas lahan garapan yang dikelola responden Status
Sawah
Kebun
Total
Milik
(ha) 87
(%) 72,50
(ha) 115
(%) 98,29
(ha) 202
(%) 85,22
Sewa
18
15,00
1
0,85
19
8,02
Sakap
15
12,50
1
0,85
16
6,75
Jumlah
120
100,00
117
100,00
237
100,00
37 2. Pemanfaatan Limbah Pertanian sebagai Pakan Sapi Potong. Pada Tabel 9 terlihat bahwa mayoritas responden memelihara ternaknya dengan sistem dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari yaitu sebanyak 202 orang atau 94,84%, dengan alasan bahwa apabila dikandangkan pada malam hari maka ternak merasa aman baik dari gangguan hujan, ternak lainnya ataupun dari pencurian ternak yang saat ini meresahkan masyarakat. Sedangkan
sistem pemberian pakan lebih banyak dengan melepas ternaknya
untuk merumput di pematang sawah/pekarangan dan diberi rumput potong dan legum yaitu 119 orang (55,87%), sedangkan yang lainnya merumput di pematang sawah atau di pekarangan saja sebanyak 67 orang (31,46%) dan yang merumput di kebun dan tanah terlantar 27 orang (12,68%). Responden yang memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak ruminansia adalah sebanyak 128 orang (sekitar 60% dari keseluruhan responden) yang hanya merupakan makanan selingan pada waktu panen ataupun pada waktu rumput kurang, sedangkan sisanya 22 orang (10,33%) menggunakan rumput alam dan legum dan 63 orang (29,58%) yang mengunakan rumput/daun-daunan serta diberi pakan tambahan berupa dedak dan garam. Disamping menggunakan rumput, limbah pertanian daun-daunan, juga responden menggunakan pakan tambahan seperti dedak sebanyak 3 orang (1,41%), garam 51 orang (23,94%), dedak dan garam 9 orang (4,23%) dan yang tidak menggunakan pakan tambahan sebanyak 150 orang (70,42%).
38 Tabel 9.
Sistem perkandangan, sistem pemberian pakan, jenis pakan yang diberikan, jenis pakan tambhan, usaha yang dilakukan untuk penyediaan pakan, ketersediaan pakan, pengetahuan teknologi pakan dan penerapanteknologi pakan Uraian
Jumlah Orang 2
(%) 3
Dilepas sepanjang 24 jam
11
5.16
Dilepas siang hari dan dikandangkan pada malam hari
202
94.84
Merumput di pematang sawah/pekarangan
67
31.46
Merumput di kebun/tanah terlantar
27
12.68
Merumput di pematang sawah/pekarangan dan
119
55.87
22 83 37 5 2 1 63
10.33 38.97 17.37 2.35 0.94 0.47 29.58
3 51 9 150
1.41 23.94 4.23 70.42
14 168 31
6.57 78.87 14.55
10 203
4.69 95.31
177 36
83.10 16.90
213
100
1 Sistem perkandangan
Sistem pemberian pakan
diberi rumput potong/Legum
Jenis pakan yang diberikan Rumput dan legum Rumput dan jerami padi Rumput dan jerami jagung Rumput dan jerami kacang tanah Rumput dan jerami kacang hijau Rumput dan jerami ubi jalar Rumput/daun-daunan dan pakan tambahan Jenis pakan tambahan yang diberikan Dedak Garam Dedak dan garam Tidak menggunakan pakan tambahan Usaha yang dilakukan untuk penyediaan pakan Menanam rumput/legum Pengawetan hijauan (Hay) Hanya mengarit rumput setiap hari Ketersediaan pakan sepanjang tahun Selalu tersedia Fluktuasi/musiman Mengetahui teknologi pakan limbah pertanian Hay Hay dan silase Menerapkan Teknologi pakan limbah pertanian Ya (hanya hay)
39 Usaha yang dilakukan responden untuk penyediaan pakan ternak berupa limbah pertanian adalah kebanyakan dengan pengawetan hijauan yaitu dengan mengeringkan (hay) sebanyak 168 orang (78,87%), namun banyak peternak yang mengetahui pembuatan Hay yaitu sebanyak 177 orang (83,10%) dan yang mengetahui pembuatan Hay dan Silase sebanyak 36 orang (16,90%) tetapi tidak ada yang menerapkan teknologi pembuatan silase tersebut dengan berbagai alasan bahwa pembuatan silase butuh waktu dan tenaga serta tempat tertentu dan juga karena rumput masih cukup untuk diberikan kepada ternaknya. Akan tetapi seluruh responden sudah menerapkan teknologi pembuatan hay yang lebih mudah dan praktis pembuatannya. II. Produktivitas Sapi Potong di Kabupaten Soppeng Untuk mengatahui peranan sapi potong di Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan , berikut ini diuraikan produktivitas sapi potong di Kabupaten Soppeng dalam kurun waktu 1998-2002 yang meliputi populasi, pemotongan dan produksi daging seperti pada Gambar 2.
Pertumbuhan (%)
Produksi Daging
Populasi
Pemotongan
10.00 0.00 -10.00 -20.00 1998-1999
1999-2000
2000-2001
2001-2002
Tahun Gambar 2 Produktivitas sapi potong di Kabupaten Soppeng Tahun 1998-2002 Sumber : BPS Kab. Soppeng 2002
40 Jumlah populasi sapi potong di Kabupaten Soppeng dalam kurun waktu 1998-2002 mengalami pertumbuhan yang berfluktuasi, dimana dari Tahun 19982000 terjadi peningkatan + 2%, sedangkan dari Tahun 2000-2001 terjadi penurunan 10,63% dan penurunan tertingi dari Tahun 2001-2002 14,86%. Berdasarkan alasan peternak yang disurvei bahwa di Kabupaten Soppeng seringnya terjadi pencurian ternak khususnya sapi dan akibat krisis ekonomi sehingga peternak lebih cenderung menjual ternaknya sebagian atau seluruhnya. Begitupula antara Tahun 2000-2001 terjadi musim kemarau yang mengkibatkan pakan kurang dan sapi banyak yang mengalami kematian, meskipun jumlah yang mati sulit diketahui. Selain itu pada tahun yang sama terjadi peningkatan pemotongan sapi 0,8% – 1,02% yang mengakibatkan produks daging juga meningkat 8,24% pada Tahun 2002 meskipun ada penurunan 5,92% pada Tahun 2001. Struktur populasi sapi potong di Kabupaten Soppeng pada tahun 2002 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Struktur populasi sapi potong di Kabupaten Sopeng Tahun 2002 Kecamatan Marioriwawo
Struktur Populasi (ST) Anak Muda Dewasa
Jumlah
116
440
1.537
2.093
Lalabata
71
271
945
1.287
Liliriaja
109
413
1.443
1.964
Lilirilau
115
435
1.520
2.070
Donri-Donri
78
298
1.040
1.416
Marioriawa
62
234
816
1.111
SOPPENG
551
2.090
7.300
9.941
Sumber
: Data BPS Kab. Soppeng 2002 yang sudah diolah
41 Populasi sapi potong di Kabupaten Soppeng sebesar 9.941 ST, dengan distribusi yaitu sapi anak 551 ST, sapi muda 2.090 ST dan sapi dewasa 7.300 ST. Jumlah populasi sapi potong terbesar berada pada tiga kecamatan yaitu masingmasing Kecamatan Marioriwawo 2.093 ST, Kecamatan Lilirilau sebesar 2.070 ST, kecamatan Liliriaja sebesar 1.964 ST. Pada Tabel 11 terlihat tingkat kepemilikan sapi potong di Kabupaten Soppeng adalah tertinggi di Kecamatan Lilirilau yaitu 7 ST/RT peternak, Kecamatan Marioriwawo, Kecamatan Lalabata dan Kecamatan Donri-Donri ratarata 5 ST/RT peternak, sedangkan Kecamatan Marioriawa 4 ST/RT peternak dan Kecamtan Liliriaja hanya 3 ST/RT peternak. Tingkat kepemilikan sapi di Kabupaten Soppeng memberikan indikasi bahwa rata-rata rumah tangga pemilik ternak sapi di Kabupaten Soppeng memiliki sapi sebanyak 5 ST. Menurut peternak, mereka dapat memelihara sapi dewasa 5 ekor tanpa diantu oleh pihak keluarga, akan tetapi lebih dari itu mereka butuh bantuan. Kepemilikan Sapi potong di Kabupaten Soppeng dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Kepemilikan sapi potong di Kabupaten Soppeng Kecamatan
Kepemilikan (ST/RT peternak)
Marioriwawo
5
Lalabata
5
Liliriaja
3
Lilirilau
7
Donri-Donri
5
Marioriawa
4
SOPPENG
5
Sumber : Data BPS Kab. Soppeng 2002 yang sudah diolah
42 Kepadatan ternak dibedakan dalam tiga tipe kepadatan yaitu kepadatan ekonomi, kepadatan usaha tani dan kepadatan wilayah (Ashari et al.,1995). Ketiga kepadatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Kepadatan ekonomi menurut Ashari at al. (1995) memberikan kriteria pada ternak yaitu sangat padat >300, padat >100-300, sedang 50-100 dan jarang <50. Pada Tabel 12 terlihat bahwa kecamatan yang tergolong dalam kepadatan sedang untuk kepadatan ekonomi yaitu Kecamatan Donri-Donri (59,48 ST). Sedangkan Kecamatan Marioriwawo, Kecamatan Lalabata, Kecamatan Liliriaja dan
Kecamatan Lilirilau termasuk
kepadatannya jarang dengan nilai <50 ST. Pada kecamatan yang jarang ini masih dapat ditambah populasinya ditinjau dari jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut. Sedangkan Kecamatan Donri-Donri sedapat mungkin populasinya dipertahankan. Begitu pula apabila dilihat secara umum di Kabupaten Soppeng dengan nilai kepadatan ekonomi 45,21 termasuk dalam kategori jarang populasinya. Tabel 12. Kepadatan sapi potong masing-masing kecamatan di Kabupaten Soppeng Kepadatan
Kecamatan Ekonomi
Usaha tani
Wilayah
Marioriwawo
48.21
0.15
6.98
Lalabata
31.49
0.30
7.11
Liliriaja
46.49
0.12
9.87
Lilirilau
49.20
0.17
7.45
Donri-Donri
59.48
0.17
6.38
Marioriawa
40.39
0.07
3.47
SOPPENG
45.21
0.14
6.63
Sumber : Data BPS Kab. Soppeng 2002 yang sudah diolah
43 Kriteria yang digunakan pada kepadatan usaha tani untuk sapi potong yaitu sangat padat >2, padat >1-2, sedang 0,25-1 dan jarang <0,25 (Ashari et al.,1995). Pada Tabel 13 terlihat bahwa Kecamatan Lalabata termasuk dalam kategori kepadatan sedang (0.30) untuk kepadatan usaha tani, sedangkan kecamatan lainnya masing-masing Marioriwawo (0,15), Liliriaja (0,12), Lilirilau (0,17), Donri-Donri (0,17) dan Marioriawa (0,07) termasuk dalam kategori kepadatan jarang. Hal ini berarti bahwa perbandingan antara luas lahan garapan terhadap populasi sapi potong di Kecamatan Lalabata lebih rendah dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Soppeng. Dengan demikian apabila ditinjau dari segi lahan garapan yang dikelola oleh petani, maka populasi sapi potong di Kabupaten Soppeng masih dapat
ditingkatkan, mengingat lahan
garapan masih luas untuk menghasilkan limbah pertanian sebagai pakan sapi potong. Kepadata wilayah menurut Ashari et al., (1995) memberikan kriteria untuk sapi potong yaitu sangat padat >50, padat >20-50, sedang 10-20 dan jarang <10. Pada Tabel 12 terlihat bahwa semua kecamatan di Kabupaten Soppeng termasuk dalam kategori kepadatan jarang dengan nilai <10 ST yaitu dengan nilai kepadatan wilayah masing-masing Kecamatan Marioriwawo 6,98, Kecamatan Lalabata 7,11, Kecamatan Liliriaja 9,87, Kecamatan Lilirilau 7,45, Kecamatan Donri-Donri 6,38 dan Kecamatan Marioriawa 3,47 serta secara keseluruhan di Kabupaten Soppeng juga termasuk dalam kategori kepadatan jarang dengan nilai kepadatan wilayah 6,63. Ini menandakan bahwa secara umum di Kabupaten Soppeng jumlah sapi potong masih sedikit dibandingkan dengan luas wilayah di Kabupaten Soppeng.