Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
PEMANFAATAN MUCUNA BRACTEATA UNTUK PAKAN KAMBING: PRODUKSI, NILAI NUTRISI, PALATABILITAS DAN KECERNAAN (The Use of Mucuna bracteata as Feed for Goats: Production, Nutrient Value, Palatability and Digestibility) JUNIAR SIRAIT, K. SIMANIHURUK dan JUNJUNGAN Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1 Sungei Putih, Galang 20585, Sumatera Utara
ABSTRACT The research was aimed to study production, nutritive value, and palatability of Mucuna bracteata, and to evaluate the feed digestibility on goats. Legume M. bracteata planted at 1x1m2 on 0.25 ha area in low landwet climate agro-ecosystem Sei Putih, Deli Serdang, North Sumatra. The variables that measured include: production, nutritional value (dry matter, organic matter, gross energy, NDF, and nitrogen), palatability, dry matter intake, feed digestibility, and nitrogen retention. Legume M. bracteata showed good growth with production and nutritional quality that high relatively. The average fresh productions at 1st, 2nd, and 3rd harvest were 915.8; 1850.5 and 2415.0 g/m2 respectively, where leaf proportion was higher than stem. The content of crude protein and organic matter were 18.04 and 81.44% based on dry matter, respectively. The study of M. bracteata palatability has conducted for two weeks on 10 animals by competition system using Stylosanthes guianensis as comparative. The palatability of M. bracteata was relatively similar with S. guianensis where dry matter intake was 150.3 ± 17.1 vs 162.4 ± 18.5 g/h/d. The digestibility experiment had conducted for three weeks (adaptation and data collection period) using total feces collection method. It was arranged in a completely randomized design consists of four treatments (0, 10, 20, and 30% level of Mucuna meal) and four replications; each replication used one animal. Sixteen animals were put into individual metabolism cages and allocated randomly into four treatments. Data were analyzed using analysis of variance, and continued with Duncan Multiple Range Test if there was significantly different among treatments. The result of experiment showed that dry matter intake and feed digestibility were relatively equals among treatments, except nitrogen digestibility. The highest nitrogen digestibility (73.74%) and nitrogen retention (56.95%) of Mucuna meal was 30%. It was concluded that Mucuna meal can be used till 30% to replace grass from intake, digestibility, and nitrogen retention points of view. KeyWords: M. bracteata, Production, Nutritive Value, Palatability, Pigestibility ABSTRAK Pemanfaatan Mucuna bractetata untuk pakan kambing: produksi, nilai nutrisi, palatabilitas dan kecernaan.Kegiatan penelitian bertujuan mempelajari aspek produksi, nilai nutrisi dan palatabilitas Mucuna bracteata serta mengevaluasi kecernaan ransum yang diberikan pada ternak kambing. Leguminosa M. bracteata ditanam pada lahan seluas 0,25 ha dengan jarak tanam 1 x 1m2 di agroekosistem dataran rendah beriklim basah Sei Putih, Deli Serdang, Sumatera Utara. Parameter yang diukur mencakup produksi, nilai nutrisi (bahan kering, bahan organik, energi kasar, NDF dan nitrogen), palatabilitas, konsumsi bahan kering, kecernaan ransum dan retensi nitrogen. Leguminosa M. bracteata menunjukkan pertumbuhan yang baik dengan produksi dan kualitas nutrisi yang relatif tinggi. Rataan produksi segar pada panen I, II dan III masing-masing sebesar 915,8; 1850,5 dan 2415,0 g/m2 dengan proporsi daun yang lebih tinggi dibanding batang. Kandungan protein kasar sebesar 18,04% dan bahan organik 81,44% berdasarkan bahan kering. Uji palatabilitas M. bracteata dilakukan selama dua minggu dengan sistem kompetisi menggunakan Stylosanthes guianensis sebagai pembanding pada 10 ekor ternak kambing. Palatabilitas M. bracteata relatif sama dengan S. guianensis dengan konsumsi bahan kering sebesar 150,3 ± 17,1 vs 162,4 ± 18,5 g/ekor/hari. Penelitian kecernaan dilaksanakan selama 3 minggu (adaptasi dan koleksi) dengan metode koleksi feses total. Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap terdiri atas 4 perlakuan pakan (tepung M. bracteata pada taraf 0, 10, 20 dan 30%) dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 1 ekor ternak kambing. Ternak ditempatkan pada kandang metabolisme secara acak pada empat perlakuan pakan. Data dianalisis
425
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan apabila perlakuan berpengaruh terhadap peubah yang diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi dan kecernaan ransum relatif sama pada semua perlakuan pakan, kecuali kecernaan nitrogen. Retensi nitrogen tertinggi diperoleh pada taraf 30% pemberian tepung Mucuna yakni sebesar 56,95% dengan kecernaan nitrogen sejumlah 73,74%. Disimpulkan bahwa pemberian tepung Mucuna dapat direkomendasikan hingga taraf 30% untuk menggantikan rumput dilihat dari konsumsi, kecernaan dan retensi nitrogen. Kata Kunci: M. bracteata, Produksi, Nilai Nutrisi, Palatabilitas, Kecernaan
PENDAHULUAN Salah satu alternatif sistem produksi pertanian di Indonesia yang dinilai memiliki prospek menjanjikan adalah sistem integrasi tanaman-ternak (crop-livestock system). Keunggulan sistem ini terletak pada adanya peluang pemanfaatan sumberdaya yang tersedia secara lokal seperti lahan dan bahan pakan yang inherent dalam sistem serta hubungan komplementer antara tanaman dengan ternak. Khusus untuk ternak ruminansia, sistem ini semakin penting mengingat ketersediaan lahan untuk pengembangan ternak dan sumber pakan semakin terbatas dan mahal. Penyediaan hijauan pakan ternak yang berkualitas dan berkelanjutan merupakan aspek yang sangat menentukan dalam menunjang keberhasilan usahaternak ruminansia termasuk ternak kambing. Dalam sistem pemeliharaan ternak tradisional di Indonesia, tanaman pakan ternak (TPT) merupakan bagian terbesar dari seluruh pakan yang diberikan, sehingga TPT merupakan bagian yang sangat penting dalam usahaternak ruminansia. TPT yang diberikan kepada ternak biasanya terdiri atas jenis rumput-rumputan dan daun leguminosa (kacang-kacangan), disamping itu ada juga hasil sisa panen (limbah pertanian). Kenyataan yang dihadapi saat ini adalah sulitnya penyediaan TPT dengan kualitas tinggi secara kontiniu disebabkan: 1) keterbatasan ketersediaan lahan khusus untuk TPT, 2) berkurangnya lahan pangonan/penggembalaan, 3) sulitnya memperoleh benih/bibit unggul, dan 4) masih rendahnya dinamika bisnis TPT. Penyediaan hijauan menghadapi kendala karena keterbatasan lahan khusus untuk penanaman hijauan maupun lahan penggembalaan yang cenderung mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Menurut KASRYNO dan SYAFA’AT (2000) sumberdaya alam untuk peternakan berupa padang
426
penggembalaan di Indonesia mengalami penurunan sekitar 30%. Leguminosa merupakan sumber protein murah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Mucuna bracteata merupakan TPT dari kelompok leguminosa yang sejak tiga tahun terakhir ini banyak digunakan sebagai tanaman penutup tanah (LCC/Legume Cover Crop) di perkebunan karet di Sumatera Utara (KARYUDI dan SIAGIAN, 2005). MATHEWS (2007) memaparkan karakteristik M. bracteata sebagai berikut: pertumbuhan sangat cepat, mudah dipelihara, jumlah biji yang dihasilkan rendah, tidak disukai ternak sapi, toleran terhadap kekeringan dan naungan, mengandung senyawa kimia allelo sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma, toleran terhadap hama dan penyakit, membutuhkan tenaga kerja dan bahan kimia yang rendah dalam pemeliharaannya, kontrol yang baik dalam mencegah erosi tanah, serta menghasilkan produksi biomassa yang tinggi (pada panen pertama sebanyak 4,4 t BK/ha, sedang pada akhir tahun ketiga dapat mencapai 8 - 10 ton BK/ha) dengan tambahan hara nitrogen yang tinggi (220 kg/ha), baik dari serasah maupun tambatan nitrogen dari udara melalui nodul yang terdapat di akar. Namun dari sisi peternakan memiliki kelemahan karena kurang disukai ternak. Menurut VISSOH et al. (2005) penyebabnya adalah adanya senyawa fenolik yang terkandung dalam M. bracteata. WIAFE (2007) juga menyebutkan bahwa M. bracteata memiliki kandungan senyawa fenolik yang tinggi. Dengan pengolahan menjadi bentuk tepung (melalui penjemuran dan penggilingan) dan digunakan sebagai campuran pakan, diharapkan ternak akan mengkonsumsinya. Disamping aspek produksi dan nilai nutrisi TPT yang dikonsumsi oleh ternak, kecernaan pakan tersebut juga perlu mendapat perhatian. Produksi dan nilai gizi TPT yang baik tanpa didukung oleh kecernaan yang tinggi, tidak
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ternak yang mengkonsumsinya. Kecernaan merupakan bagian zat makanan yang tidak diekskresikan dalam feses. ANGGORODI (1990) mengatakan bahwa pada dasarnya tingkat kecernaan adalah suatu upaya untuk mengetahui banyaknya zat makanan yang diserap oleh saluran pencernaan. Hal ini juga didukung oleh MCDONALD et al. (2002) yang menyatakan bahwa selisih antara zat makanan yang dikandung dalam bahan makanan dengan zat makanan yang ada di dalam feses merupakan bagian yang dicerna. Penelitian bertujuan mengetahui produksi, nilai nutrisi dan palatabilitas Mucuna bracteata serta kecernaan pakan untuk kambing sedang tumbuh, sehingga potensi yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal. MATERI DAN METODE Produksi Mucuna bracteata di dataran rendah beriklim basah Sei Putih Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong pada agroekosistem dataran rendah beriklim basah (50 m dpl; curah hujan rata-rata 1800 mm/tahun ) Sungai Putih, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada bulan Januari hingga Desember tahun 2008. Tanaman pakan ternak (TPT) yang digunakan dalam penelitian ini adalah leguminosa merambat Mucuna bracteata. TPT ditanam pada lahan seluas 0,25 ha dengan jarak tanam 1 x 1 m2. Pupuk dasar menggunakan pupuk kandang sebanyak 5 ton/ha, SP - 36 (300 kg/ha) dan KCl (400 kg/ha) serta kapur 1 t/ha. Parameter yang diamati adalah karakteristik produksi mencakup produksi segar daun, produksi segar batang dan rasio daun/batang. Data produksi diperoleh dari tiga kali pemanenan dengan interval panen 2 bulan. Diambil sampel sebanyak 300 g untuk dianalisis. Analisis kimia mencakup bahan kering, bahan organik, NDF, energi dan kandungan nitrogen serta kandungan anti nutrisi. Produksi dari setiap panen dikeringkan dengan penjemuran di bawah sinar matahari untuk selanjutnya digiling menjadi tepung. Tepung ini akan digunakan sebagai campuran bahan pakan ternak kambing.
Analisis data dilakukan menggunakan metode deskriftif dengan memaparkan produksi Mucuna bracteata yang diteliti. Uji palatabilitas Mucuna bracteata dan kecernaan pakan yang diberikan pada ternak kambing Penelitian dilakukan di kandang percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sungai Putih, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada bulan Nopember hingga Desember tahun 2008. Penelitian kecernaan menggunakan ternak kambing jantan sebanyak 16 ekor dengan rataan bobot hidup sekitar 12,2 - 12,4 kg, sedang uji palatabilitas hanya menggunakan 10 ekor ternak (rataan bobot hidup 12,2 kg) terkait dengan ketersediaan TPT Stylosanthes guianensis. Uji palatabilitas dilaksanakan selama 2 minggu (adaptasi 1 minggu dan koleksi data 1 minggu) dengan memberikan TPT yang terdiri atas Mucuna bracteata dan Stylosanthes guianensis pada waktu bersamaan dengan sistem cafetaria. Setiap hari ditimbang dan dicatat jumlah pemberian dan sisa TPT. Penelitian kecernaan dilaksanakan selama 3 minggu (adaptasi pakan dan koleksi). Pakan terdiri atas 4 perlakuan dengan taraf M. bracteata tepung yang berbeda dari 0 hingga 30% dalam campuran pakan. Konsentrat disusun dengan kandungan protein sebesar 16% dan energi 2,8 DE M.Kal/kg. Jumlah pemberian sebanyak 3,8% bobot hidup berdasarkan bahan kering. Keempat perlakuan pakan dimaksud adalah sebagai berikut: P1 = Konsentrat 60% + M. bracteata tepung 0% + rumput 40% P2 = Konsentrat 60% + M. bracteata tepung 10% + rumput 30% P3 = Konsentrat 60% + M. bracteata tepung 20% + rumput 20% P4 = Konsentrat 60% + M. bracteata tepung 30% + rumput 10% Bahan penyusun konsentrat terdiri atas: dedak halus, tepung jagung, bungkil kelapa, tepung ikan, urea, ultra mineral, garam dan tepung tulang. Rancangan pada penelitian kecernaan menggunakan rancangan acak lengkap; terdiri atas 4 perlakuan pakan dan masing-masing 4 ulangan. Setiap ulangan terdiri atas 1 ekor ternak kambing. Data yang diperoleh dianalisis
427
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
pemberian dan sisa. Selanjutnya kecernaan ditentukan dengan mengoleksi total feses dan urin selama 5 hari berturut-turut. Feses ditampung dalam rang plastik yang ditempatkan pada posisi miring di bawah kandang metabolisme, sehingga feses yang dikeluarkan ternak jatuh menggelinding ke tempat penampungan. Selama masa koleksi dilakukan penimbangan feses serta pengukuran urin; sampel feses dan urin masing-masing diambil sebanyak 10% dari total berat feses dan volume urin. Sampel feses dan urin per ternak percobaan digabung lalu disimpan di dalam lemari pendingin sebelum dianalisis. Dari gabungan sampel diambil sub-sampel untuk analisis kimia. Analisis kimia feses mencakup bahan kering, bahan organik, nitrogen, NDF dan energi, sedang analisis urin hanya kandungan nitrogen.
menggunakan sidik ragam. Bila analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan perbedaan nyata, dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) menurut STEEL dan TORRIE (1993) dengan menggunakan program SAS (1987). Parameter yang diamati mencakup: konsumsi, kecernaan bahan kering, bahan organik, NDF dan energi serta retensi nitrogen. Perhitungan kecernaan dan retensi nitrogen mengacu pada TILLMAN et al. (1991), yaitu: Zat makanan yang dikonsumsi – Zat makanan dalam feses Kecernaan = ------------------------------------- x 100% Zat makanan yang dikonsumsi
Neraca nitrogen (N) dihitung dari jumlah N yang dikonsumsi dikurangi dengan jumlah N yang dikeluarkan melalui feses dan urin. Retensi nitrogen dapat dihitung dengan persamaan:
HASIL DAN PEMBAHASAN
RN = NI – NU – NF dimana: RN = Retensi nitrogen NU = Nitrogen dalam urin NI = Nitrogen yang dikonsumsi NF = Nitrogen dalam feses
Produksi Mucuna bracteata di dataran rendah beriklim basah Sei Putih Produksi segar tanaman pakan ternak Mucuna bracteata yang ditanam di agroekosistem dataran rendah beriklim basah Sei Putih disajikan dalam Tabel 1. Data produksi diperoleh dari tiga kali pemanenan yang dilaksanakan pada interval panen selama 2 bulan. Panen dilakukan dengan memotong tanaman pada ketinggian sekitar 5 – 10 cm di atas permukaan tanah. Total produksi segar Mucuna bracteata dari panen I hingga III cenderung meningkat. Rataan total produksi pada panen I, II dan III masing-masing sebanyak 915,8; 1.850,5 dan 2.415,0 g/m2.
Prosedur pengambilan sampel feses dan urin Ternak ditempatkan di kandang metabolisme dan dialokasikan secara acak dalam empat perlakuan pakan. Pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari sebanyak 3,8% dari bobot hidup berdasarkan bahan kering. Sebelum pengumpulan data, ternak dibiarkan beradaptasi dengan pakan selama 2 minggu. Konsumsi pakan dicatat setiap hari dengan menimbang jumlah
Tabel 1. Rataan produksi segar daun dan batang serta rasio daun/batang Mucuna bracteata di dataran rendah beriklim basah Sei Putih tahun 2008 Uraian
Pemanenan
Rataan
I
II
III
Daun (g/m2)
633,8
1.253,0
1.425,0
1.103,93
Batang (g/m2)
282,0
597,5
990,0
623,17
Total (g/m2)
915,8
1.850,5
2.415,0
1.727,10
Persentase daun (%)
69,4
67,9
59,0
65,43
Persentase batang (%)
30,6
32,1
41,0
34,57
Rasio daun/batang
2,3
2,1
1,5
1,97
428
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Pada setiap pemanenan dilakukan separasi antara batang dan daun. Hasil separasi menunjukkan bahwa produksi daun lebih tinggi dibandingkan dengan batang. Proporsi daun pada panen I, II dan III masing-masing sejumlah 69,4; 67,9 dan 59,0% dengan proporsi batang sebesar 30,6; 32,1 dan 41,0% seperti disajikan dalam Tabel 1. Data tersebut menunjukkan bahwa seiring dengan peningkatan total produksi, persentase produksi batang juga meningkat. Meskipun demikian jumlah produksi daun, yang merupakan bagian yang dikonsumsi oleh ternak dalam keadaan segar (pada uji palatabilitas), tetap lebih tinggi dibandingkan dengan produksi batang yang diindikasikan oleh nilai rasio daun/batang lebih besar dari 1. Pada panen ke III misalnya, rataan produksi daun sebanyak 1.425 g/m2 dan batang sejumlah 990 g/m2 dengan rasio daun/batang sebesar 1,5. Nilai nutrisi Mucuna bracteata Mucuna bracteata yang digunakan sebagai campuran pakan ternak dalam penelitian kecernaan adalah berupa tepung kasar. Tepung M. bracteata diperoleh melalui proses penjemuran hingga kering matahari dan dilanjutkan dengan penggilingan sebanyak dua kali. Tepung M. bracteata tersebut dianalisis dengan komposisi kimiawi seperti dicantumkan dalam Tabel 2. Kandungan bahan kering tepung Mucuna sebesar 90,72% dan nitrogen 2,89%. Tabel 2. Komposisi bracteata
kimiawi
Komposisi kimiawi
tepung
% Bahan kering
Bahan kering
90,72
Bahan organik
81,44
Nitrogen
2,89
Protein Kasar
18,04
Serat Kasar
32,88
Lemak Kasar
1,62
Beta-N
28,20
NDF
71,11
ADF
52,29
Total senyawa fenolik
1,51
Tannin Energi kasar (K.Kal/kg BK)
Mucuna
1,05 3.899,00
Palatabilitas Mucuna bracteata pada Kandungan protein kasar M. bracteata sebesar 18,04% berdasarkan bahan kering. Kandungan protein kasar ini lebih tinggi dibanding kandungan protein kasar rumput alam pada umumnya maupun leguminosa lainnya seperti Calopogonium mucunoides sebesar 15,8% berdasarkan bahan kering (SUTARDI, 1980). Kandungan total senyawa fenolik yang terdapat pada tepung M. bracteata sebanyak 1,51% berdasarkan bahan kering dan sejumlah 1,05% diantaranya berupa anti nutrisi tannin. Ternak kambing Uji palatabilitas Mucuna bracteata dilakukan dengan sistem kompetisi atau ”free choice” menggunakan leguminosa Stylosanthes guianensis sebagai pembandingnya. Kedua spesies hijauan tersebut diberikan secara ad libitum dalam waktu bersamaan selama 2 minggu; terdiri atas masa adaptasi 1 minggu dan koleksi data 1 minggu. Jumlah ternak kambing yang digunakan sebanyak 10 ekor sebagai ulangan dengan rataan bobot hidup 12,2 ± 1,3 kg. Ternak ditempatkan dalam kandang individu. Rataan konsumsi segar Mucuna bracteata sebanyak 910,8 ± 103,7 g/ekor/hari sedikit lebih rendah dibandingkan dengan Stylosanthes guianensis sejumlah 949,4 ± 109,3 g/ekor/hari seperti disajikan dalam Tabel 3. Demikian juga halnya dengan konsumsi bahan kering untuk Mucuna dan Stylo masing-masing sebesar 150,3 ± 17,1 dan 162,4 ± 18,5 g/ekor/hari. Hal ini diduga terkait dengan lebih tingginya kandungan serat kasar Mucuna dibanding Stylo masing-masing sejumlah 32,88 dan 25,2% berdasarkan bahan kering. Meskipun demikian, palatabilitas Mucuna relatif sebanding dengan Stylo karena perbedaan konsumsi relatif kecil. Konsumsi dan kecernaan nutrien ransum Nutrien ransum yang dimaskud dalam penelitian ini mencakup: bahan kering, bahan organik dan energi kasar serta NDF. Rataan konsumsi dan kecernaan ransum pada keempat perlakuan pakan disajikan dalam Tabel 4. Rataan konsumsi bahan kering, bahan organik dan energi kasar yang terendah ditemukan pada perlakuan pakan P-3 (Konsentrat 60% + M. bracteata tepung 20% + rumput 20%) namun
429
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 3. Rataan konsumsi Mucuna bracteata dan Stylosanthes guianensis pada uji palatabilitas untuk ternak kambing di Sei Putih Konsumsi segar (g/ ekor/hari)
Ulangan 1
Konsumsi BK (g/ekor/hari)
Mucuna
Stylo
Total
Mucuna
Stylo
Total
926,4
941,0
1.867,3
152,9
160,9
313,8
2
858,0
843,4
1.701,4
141,6
144,2
285,8
3
1.015,2
1.073,4
2.088,6
167,5
183,6
351,1
4
995,3
1.060,2
2.055,5
164,2
181,3
345,5
5
925,4
968,5
1.893,9
152,7
165,6
318,3 286,0
6
837,8
864,4
1.702,2
138,2
147,8
7
1.056,0
1.069,9
2.125,9
174,2
183,0
357,2
8
971,6
1.046,8
2.018,4
160,3
179,0
339,3
9
744,3
816,7
1.561,0
122,8
139,7
262,5
10
778,2
810,0
1.588,1
128,4
138,5
266,9
Rataan
910,8
949,4
1.860,2
150,3
162,4
312,6
Std Dev
103,7
109,3
211,0
17,1
18,7
35,5
Tabel 4. Rataan konsumsi dan kecernaan nutrien ransum pada ternak kambing dengan taraf tepung Mucuna yang berbeda di Sei Putih. Nutrien/perlakuan (taraf tepung Mucuna)
Konsumsi
Nutrien di feses
Kecernaan (%)
Bahan kering
-- g/ekor/hari --
-- g/ekor/hari --
P-1 (0%)
404,3
174,9
56,7a
P-2 (10%)
394,5
173,6
55,6a
P-3 (20%)
342,6
157,1
54,7a
P-4 (30%)
394,6
163,4
58,7a
P-1 (0%)
323,9
143,9
55,5a
P-2 (10%)
314,8
143,7
54,0a
P-3 (20%)
289,6
129,5
53,1a
P-4 (30%)
339,3
136,4
56,3a
Energi kasar
-- Kkal --
-- Kkal --
P-1 (0%)
1402,2
584,7
58,3a
P-2 (10%)
1396,4
578,1
58,3a
P-3 (20%)
1231,0
524,2
57,9a
P-4 (30%)
1457,3
542,4
62,8a
-- g/ekor/hari --
-- g/ekor/hari --
P-1 (0%)
227,6
139,0
38,8a
P-2 (10%)
224,4
134,1
39,7a
P-3 (20%)
197,7
123,4
38,3a
P-4 (30%)
226,7
127,7
43,7a
Bahan organik
Serat deterjen netral (NDF)
430
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
relatif sama dengan tiga perlakuan pakan lainnya. Seperti halnya dengan konsumsi, nutrien dalam feses yang terendah juga ditemukan dalam perlakuan pakan P-3. Namun demikian, jumlah konsumsi yang terkecil pada P-3 pada akhirnya menghasilkan kecernaan yang terkecil pada perlakuan tersebut. Meskipun secara numerik kecernaan nutrien (bahan kering, bahan organik dan energi kasar serta NDF) pada perlakuan pakan P-3 lebih rendah dan yang tertinggi pada perlakuan pakan P-4, analisis keragaman menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (P > 0,05) pada keempat perlakuan pakan. Kecernaan NDF pada penelitian ini cukup rendah dibanding dengan kecernaan nutrien lainnya, hanya berkisar 38,3 – 43,7%. Kandungan NDF tepung Mucuna relatif besar, yakni 71,11%. Total materi dinding sel yang dinyatakan sebagai NDF sebagian besar terdiri atas hemisellulosa, sellulosa dan lignin. Hemisellulosa dan sellulosa dicerna relatif lambat oleh mikroba rumen, sementara lignin tidak dicerna. Lignin juga berkaitan dengan bagian dinding sel yang lain, menyebabkan bagian tersebut sukar dicerna (BEAUCHEMIN, 1996). Rendahnya kecernaan NDF pada penelitian ini, yang ditandai dengan tingginya kandungan NDF dalam feses, diduga akibat tingginya kandungan lignin. VAN SOEST (1993) menyebutkan bahwa lignin mempunyai pengaruh langsung terhadap kecernaan dinding sel dibanding dengan kecernaan bahan organik. Leguminosa Arachis glabrata yang diberikan sebagai pakan tunggal pada ternak kambing memiliki kecernaan NDF yang lebih tinggi dibanding kecernaan NDF ransum yang menggunakan tepung Mucuna pada penelitian ini. SIRAIT et al. (2008) melaporkan kandungan
NDF A.glabrata yang ditanam pada naungan 55% sebesar 67,96% dengan kecernaan mencapai 67,01%. Meskipun kandungan NDF A. glabrata lebih tinggi dibanding tepung Mucuna, kecernaannya masih lebih baik diduga terkait dengan kandungan lignin A. glabrata yang ditanam pada kondisi ternaungi relatif rendah. Retensi nitrogen Retensi nitrogen atau nitrogen tertinggal merupakan selisih antara nitrogen yang dikonsumsi dengan yang dikeluarkan dari tubuh bersama feses dan urin. Nitrogen konsumsi diperoleh dari hasil perkalian konsumsi bahan kering dengan kandungan nitrogen pada masing-masing perlakuan pakan. Rataan retensi nitrogen pada keempat perlakuan pakan disajikan dalam Tabel 5. Rataan retensi N tertinggi diperoleh pada perlakuan pakan P-4 (Konsentrat 60% + M. bracteata tepung 30% + rumput 10%) sebesar 59,65%. Analisis keragaman menunjukkan nilai retensi ini lebih tinggi dan berbeda nyata (P < 0,05) dengan nilai retensi N pada perlakuan pakan P-1 dan P-2, namun tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan retensi N pada perlakuan pakan P-3. Meskipun konsumsi N terendah diperoleh pada perlakuan pakan P-3, persentase retensi N pada P-3 ini lebih tinggi dibanding P-1 dan P-2 disebabkan kandungan N terendah dalam feses maupun urin ditemukan pada P-3. Sejalan dengan tingginya retensi N pada perlakuan pakan P-4, kecernaan N tertinggi juga diperoleh pada perlakuan ini (73,74%), lebih tinggi dan berbeda nyata (P < 0,05) dengan P-1 dan P-2.
Tabel 5. Rataan retensi nitrogen pada ternak kambing dengan taraf tepung Mucuna yang berbeda di Sei Putih Peubah
Perlakuan pakan/taraf tepung Mucuna P-1 (0%)
P-2 (10%)
P-3 (20%)
P-4 (30%)
N konsumsi (g/ekor/hari)
7,31
7,77
7,17
9,11
N feses (g/ ekor/hari)
2,67
2,65
2,28
2,37
N urin (g/ ekor/hari)
1,32
1,17
1,01
1,24
Retensi N (g/ ekor/hari)
3,33
3,95
3,88
5,50
Retensi N (%) Kecernaan N (%)
46,13b
50,48b
54,15ab
59,65a
b
b
ab
73,74a
63,78
65,71
68,20
431
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Retensi nitrogen pada penelitian ini seluruhnya bernilai positif. Kondisi ini menunjukkan bahwa ternak kambing mengalami pertumbuhan. Meskipun dalam penelitian ini pertambahan bobot hidup (PBH) tidak diukur, diyakini bahwa bobot hidup ternak kambing yang diteliti meningkat. Hal ini mengacu pada pernyataan CRAMPTON dan HARIS (1969) serta MCDONALD et al. (2002) yang menyebutkan bila neraca nitrogen positif berarti ternak tersebut akan meningkat bobot badannya karena terjadi penambahan pada tenunan urat dagingnya. KESIMPULAN Leguminosa Mucuna bracteata menunjukkan pertumbuhan yang baik dengan produksi dan nilai nutrisi yang relatif tinggi. Palatabilitas M. bracteata sebanding dengan Stylosanthes; dimana konsumsi bahan kering masing-masing sebesar 150,3 vs 162,4 g/e/h. Konsumsi dan kecernaan ransum (kecuali kecernaan nitrogen) relatif sama pada semua taraf pemberian tepung Mucuna. Retensi nitrogen tertinggi diperoleh pada taraf 30% pemberian tepung Mucuna yakni sebesar 56,95% dengan kecernaan nitrogen sejumlah 73,74%. Pemberian tepung M. bracteata dapat direkomendasikan hingga taraf 30% untuk menggantikan rumput dilihat dari konsumsi, kecernaan dan retensi nitrogen. Perlu dilakukan evaluasi pemberian Mucuna bracteata dalam bentuk segar sebagai pakan kambing dalam jangka waktu yang lebih lama (feeding trial) untuk mengetahui pengaruh kandungan senyawa fenolik terhadap pertumbuhan ternak. DAFTAR PUSTAKA ANGGORODI, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta. BEAUCHEMIN, K.A. 1996. Using ADF and NDF in dairy cattle diet formulation. A. Western Canadian Perspective. Anim. Feed Sci. Tech. 58: 101 – 111. CRAMPTON, E.W. and L.E. HARRIS. 1969. Applied Animal Nutrition. 2nd Ed. W.H. Freeman, San Francisco.
432
KARYUDI dan N. SIAGIAN. 2005. Peluang dan kendala dalam pengusahaan tanaman penutup tanah di perkebunan karet. Pros. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Puslitbang Peternakan, Bogor. KASRYNO, F. dan N. SYAFA’AT. 2000. Strategi pembangunan pertanian yang berorientasi pemerataan di tingkat petani, sektoral dan wilayah. Pros. Persfektif Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dalam Era Otonomi Daerah. Puslit Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. MATHEWS, C. 2007. The introduction and establishment of a new leguminous cover plant, Mucuna bracteata under oil palm in Malaysia. The Mucuna Network. Golden Hope Plantation Berhad, Tangkak Estate, Malaysia. MCDONALD, P., R.A. EDWARDS, J.F.D. GREENHALG and C.A. MORGAN. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Ashford Color Pr., Gosport. SIRAIT, J., R. HUTASOIT, JUNJUNGAN dan K. SIMANIHURUK. 2008. Potensi Arachis glabrata yang ditanam pada taraf naungan berbeda sebagai pakan ternak kambing: morfologi, produksi, nilai nutrisi dan kecernaan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. 11 – 12 Nopember 2008. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 436 – 445. STATISTICS ANALYTICAL SYSTEM. 1987. SAS User’s Guide: Statistic. 6th ed., SAS Institute Inc., Cary, NC, USA. STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: SUMANTRI, B. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. SUTARDI, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid I. Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. TILLMAN, D.A., H. HARTADI, S. REKSOHADIPRODJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOTJO. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. VAN SOEST, P.J. 1993. Cell Wall Matrix Interactions and Degradation-Session Synopsis. In: JUNG, H. G., D. R. BUXTON, R. D. HATFIELD and J. RALPH (eds.). Madison, WI: ASA-CSSASSSA. p. 377.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
VISSOH, P., V.M. MANYONG, J.R. CARSKY, P. OSEIBONSU and M. GALIBA. 2005. Experiences with Mucuna in West Africa. International Development Research Centre. 36 p.
WIAFE, E.K. 2007. Mucuna bracteata. The House of J. GOPDC. Vol. 19, May 2007. www.gopdcltd.com/sitescene/custom/data/downloads (29 April 2009).
433