STUDI PERBANDINGAN PENAMPILAN UMUM DAN KECERNAAN PAKAN PADA KAMBING DAN DOMBA LOKAL
SKRIPSI ADE SURYA ELITA
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN ADE SURYA ELITA. D24101008. 2006. Studi Perbandingan Penampilan Umum dan Kecernaan Pakan pada Kambing dan Domba Lokal. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Prof. Dr. Drh. Aminuddin Parakkasi, MSc : Ir. Lilis Khotijah, MSi
Menurut Devendra dan Burns (1994) kambing dan domba memiliki sistem pencernaan yang serupa, sehingga kedua jenis ternak ini sering dianggap sama. Namun menurut Tomaszewska et al. (1993) terdapat perbedaan dalam tingkah laku dan fisiologi pencernaan. Adanya persamaan dan perbedaan tersebut dapat menyebabkan persamaan dan perbedaan pada penampilan. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan penampilan kedua ternak tersebut maka perlu dilakukan studi perbandingan penampilan kambing dan domba lokal dengan perlakuan yang sama. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja. Analisa dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan April sampai Juli 2005. Ternak yang digunakan adalah 10 ekor kambing dan 10 ekor domba lokal lepas sapih yang masing – masing 5 ekor jantan dan 5 ekor betina. Rataan bobot awal kambing jantan 10,92 kg +1,56 kambing betina 9,68 kg + 1,02 dan domba jantan 14,16 kg + 2,56 domba betina 13,4 kg + 3,15. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelomok (RAK) Faktorial (2 x 2). Faktor A adalah spesies ternak (kambing dan domba) dan faktor B adalah jenis kelamin. Pengaruh perlakuan dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA). Peubah yang diamati adalah konsumsi bahan kering, bahan organik ransum, konsumsi air minum, kecernaan bahan kering, bahan organik, pertambahan bobot badan, konversi ransum, kadar air feses dan BJ urin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis ternak sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi konsumsi bahan kering, bahan organik, konsumsi air minum, konversi ransum dan berat jenis urine, namun jenis kelamin, dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh. Jenis ternak, jenis kelamin dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik, pertambahan bobot badan, dan kadar air feses. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kambing dan domba memiliki perbedaan yang nyata dalam konsumsi bahan kering, bahan organik, air minum, konversi ransum dan berat jenis urine namun tidak ada perbedaan antara jenis kelamin. Kata – kata kunci : Kambing, domba, penampilan, kecernaan, kadar air feses dan berat jenis urine.
ABSTRACT
Comparative Study of Perfomance and Digestibility on Local Goats and Sheeps A. S. Elita., A. Parakkasi, and L. Khotijah The objective of this research was to compare the perfomance local goats and sheeps . This research use 5 male goats, 5 female goats, 5 male sheeps and 5 female sheeps, that given the same feed based on each body weigth of the livestock. The experimental design was a factorial Randomised Block Design, any significant results were further analysed by Duncan test. The result showed that species influenced significantly, for dry matter consumption, organic matter, water consumption, feed convertion and urine density. But sex and the interaction between species and sex did not different. Species, sex and its interaction did not different for dry matter, organic matter digestibility, daily gain and faeces moisture. Keywords : Perfomance, comparative, digestion, sheeps and goats, sex.
STUDI PERBANDINGAN PENAMPILAN UMUM DAN KECERNAAN PAKAN PADA KAMBING DAN DOMBA LOKAL
ADE SURYA ELITA D24101008
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
STUDI PERBANDINGAN PENAMPILAN UMUM DAN KECERNAAN PAKAN PADA KAMBING DAN DOMBA LOKAL
Oleh ADE SURYA ELITA D24101008
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 12 Juni 2006
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Prof. Dr. Drh. Aminuddin Parakkasi, MSc NIP. 130 188 194
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur. Sc NIP. 131 624 188
Ir. Lilis Khotijah, MSi NIP. 131 999 587
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1983 di Kerinci – Jambi. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Herman Arif, BcHk dan Ibu Hj. Ernawati. Pendidikan penulis di mulai tahun 1989 di Sekolah Dasar Negeri No. 59/ III Muara Semerah dan lulus tahun 1995. Kemudian pada tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan ke SMP N 1 Air Hangat dan lulus tahun 1998. Kemudian pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan ke SMU N 1 Air Hangat dan lulus tahun 2001 Pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
KATA PENGANTAR Alhamdullilah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi
Perbandingan Penampilan Umum dan Kecernaann Pakan pada
Kambing dan Domba Lokal ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mulai bulan April hingga Juli 2005 di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja. Kambing dan domba merupakan ternak ruminansia yang memiliki sistem saluran pencernaan yang serupa namun berbeda dalam tingkah laku dan fisiologi pencernaan. Adanya persamaan dan perbedaan tersebut dapat menyebabkan persaamaan dan perbedaan pada penampilan kedua ternak tersebut. Tujuan dari pelitian ini adalah untuk mempelajari dan membandingkan penampilan (konsumsi bahan kering, bahan organik, konsumsi air minum, pertambahan bobot badan, kecernaan bahan kering dan bahan organik, konversi ransum, kadar air feses dan berat jenis urine) kambing dan domba lokal dengan perlakuan yang sama. Skiripsi ini ditulis untuk memberikan penjelasan tentang persamaan dan perbedaan kambing dan domba lokal khususnya pada penampilan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Juni 2006
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .......................................................................................
i
ABSTRACT ..........................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ..............................................................................
v
KATA PENGANTAR ..........................................................................
vi
DAFTAR TABEL .................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
x
PENDAHULUAN ................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................... Perumusan Masalah .................................................................. Tujuan .......................................................................................
1 1 2
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
3
Kambing .................................................................................... Domba ....................................................................................... Perbedaan Kambing dan Domba .............................................. Konsumsi Ransum .................................................................... Konsumsi Air Minum ............................................................... Kecernaan Pakan ....................................................................... Pertambahan Bobot Badan ........................................................ Konversi Ransum ...................................................................... Pelet ........................................................................................... Feses .......................................................................................... Urine .........................................................................................
3 3 5 6 7 7 8 9 9 10 10
METODE ..............................................................................................
11
Lokasi dan Waktu ..................................................................... Materi ........................................................................................ Ternak ......................................................................... Kandang dan Peralatan ............................................... Ransum ....................................................................... Prosedur ..................................................................................... Pembuatan Pelet .......................................................... Rancangan Percobaan .............................................................. Peubah yang diamati ...................................................
11 11 11 11 11 12 12 12 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
14
Konsumsi Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum .............. Konsumsi Bahan Kering .............................................. Konsumsi Bahan Organik ........................................... Konsumsi Air Minum ...............................................................
14 14 17 18
Hubungan Konsumsi Air Minum dengan Bahan kering ...................... Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik ................. Koefisien Cerna Bahan Kering ................................... Koefisien Cerna Bahan Organik ................................. Pertambahan Bobot Badan ......................................................... Konversi Ransum ...................................................................... Feses .......................................................................................... Urine .......................................................................................... BJ Urine ....................................................................................
19 20 20 21 23 24 26 28 29
KESIMPULAN .....................................................................................
30
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................
31
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
32
LAMPIRAN ..........................................................................................
35
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Perbedaan Kambing dan Domba ..................................................
5
2. Komposisi Bahan Makanan Kambing dan Domba berdasarkan Perhitungan ..................................................................................
12
3. Kandungan Zat Makanan ..............................................................
12
4. Rataan Konsumsi Bahan Kering (g/e/h) ........................................
15
5. Rataan Konsumsi Bahan Kering Metabolis (g/kgBB^0,75) ...........
15
6. Rataan Konsumsi Bahan Organik (g/e/h) .......................................
17
7. Rataan Konsumsi Bahan Oraganik Metaboilis (g/kgBB^0,75) ....
17
8. Rataan Konsumsi Air Minum (ml/e/h) .........................................
18
9. Rataan Koefisien cerna Bahan Kering (%) ...................................
20
10. Rataan Koefisien cerna Bahan Organik (%) ..................................
21
11. Rataan Pertambahan Bobot Badan (g/e/h) .....................................
23
12. Rataan Konversi Ransum (g/pbb) .................................................
25
13. Rataan Bahan Kering Feses (%) ...................................................
26
14. Rataan Kadar Air Feses (%) ...........................................................
27
15. Rataan Volume Urine (ml)..............................................................
28
16. Rataan BJ Urine (g/ml) ...................................................................
29
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kurva Pertumbuhan ........................................................................
8
2. Ransum ...........................................................................................
11
3. Histogram Konsumsi Bahan Kering ................................................
17
4. Histogram Konsumsi Bahan Organik ..............................................
18
5. Histogram Konsumsi Air Minum ...................................................
18
5. Kurva Hubungan Konsumsi Bahan Kering dengan Air Minum .....
19
6. Histogram Koefisien cerna Bahan Kering ........................................
21
7. Histogram Koefisien cerna Bahan Organik .....................................
22
8. Histogram Pertambahan Bobot Badan .............................................
24
9. Histogram Konversi Ransum ..........................................................
26
10. Histogram Bahan Kering Feses ........................................................
26
11. Kurva Hubungan Kadar Air Feses dengan Air Minum.....................
27
12. Histogram Volume Urine .................................................................
28
13. Histogram Bj Urine ..........................................................................
29
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering (g/e/h) ..................................
36
2. Uji Jarak Duncan Konsumsi Bahan Kering .....................................
36
3. Konsumsi Bahan Kering Metabolis (g/kgBB^0,75) ............................
36
4. Sidik Ragam Konsumsi Bahan Organik Ransum (g/e/h) .................
37
5. Uji Jarak Duncan Konsumsi Bahan Organik ....................................
37
6. Konsumsi Bahan Organik Metabolis (g/kgBB^0,75) ..........................
37
7. Sidik Ragam Konsumsi Air Minum (ml/e/h) .....................................
38
10. Uji Jarak Duncan Konsumsi Air Minum .........................................
38
11. Regresi Hubungan Konsumsi Bahan Kering dengan Air Minum ......
38
12. Sidik Ragam Koefisien cerna Bahan Kering Ransum (%) ................
38
13. Sidik Ragam Koefisien cerna Bahan Organik Ransum (%) ...............
39
14. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan (g/e/h) ...............................
39
15. Sidik Ragam Bahan Kering Feses (%) ..............................................
39
16. Sidik Ragam Kadar Air Feses (%)......................................................
40
17. Regresi Hubungan Kadar Air Feses dengan Air Minum ....................
40
18. Sidik Ragam Volume Urine (ml) .......................................................
40
19. Uji Jarak Duncan Volume Urine .......................................................
40
20. Sidik Ragam Berat Jenis Urine (g/ml) ..............................................
41
21. Uji Jarak Duncan Berat Jenis Urine ..................................................
41
22. Kandungan Premix Topmix setiap 10 kg .........................................
42
PENDAHULUAN Latar Belakang Jenis ternak kambing dan domba memiliki sifat fisik yang berbeda namun oleh sebagian masyarakat sering dianggap bahwa kedua ternak tersebut sama. Menurut Devendra dan Burns (1994) kambing dan domba memiliki sistem saluran pencernaan yang serupa, namun menurut Tomaszewska et al. (1993) terdapat perbedaan antara kambing dan domba dalam tingkah laku dan fisiologi pencernaan antara lain: 1)aktivitas dan cara makan kambing meramban, pemakan semak dan lebih banyak memilih, sedangkan domba merumput dan kurang banyak memilih; 2)kambing memiliki alat perasa lebih tajam dari domba; 3)kambing memiliki tingkat sekresi saliva yang lebih besar dari domba; 4)kambing lebih efisien mencerna hijauan kasar dan waktu penyimpanan pakan dalam saluran pencernaan lebih lama dibandingkan domba; 5)kambing memiliki konsentrasi NH3 dalam rumen lebih tinggi dari pada domba; 6)kambing lebih tahan terhadap tanin sedangkan domba kurang tahan. Adanya persamaan dan perbedaan kambing dan domba tersebut dapat menyebabkan persamaan dan perbedaan terhadap penampilan pada perlakuan yang sama. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan penampilan kedua ternak tersebut maka perlu dilakukan studi perbandingan penampilan kambing dan domba. Perumusan Masalah Menurut Devendra dan Burns (1994) kambing dan domba memiliki sistem saluran pencernaan yang serupa, sehingga kedua jenis ternak ini sering dianggap sama, namun menurut Tomaszewska et al. (1993) terdapat perbedaan antara kambing dan domba dalam tingkah laku dan fisiologi pencernaan. Adanya persamaan dan perbedaan tersebut dapat menyebabkan persamaan dan perbedaan terhadap penampilan secara umum. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan penampilan kambing dan domba lokal maka perlu dilakukan penelitian studi perbandingan penampilan kambing dan domba dengan perlakuan yang sama. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan membandingkan konsumsi bahan kering, bahan organik, air minum, kecernaan bahan kering, bahan organik,
pertambahan bobot badan, konversi pakan, kadar air feses dan berat jenis (BJ) urin kambing dan domba dengan perlakuan yang sama.
2
TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing yang tersebar luas di daerah tropis dan subtropis memiliki kemampuan beradaptasi pada berbagai lingkungan. Menurut Devendra dan McLeroy (1982) klasifikasi kambing sebagai berikut: Famili
: Bovidae
Ordo
: Artidactyla
Sub ordo
: Ruminantia
Genus
: Capra atau Hemitaragus, yang terdiri dari Capra hircus, Capra ibex, Capra caucasica, Capra pyrenaica dan Capra falconeri. Menurut Devendra dan Burns (1994) kambing Kacang merupakan kambing
asli Malaysia dan Indonesia. Kambing Kacang merupakan kambing yang lincah, mampu beradaptasi dengan baik dan tersebar luas diberbagai wilayah. Kegunaan utamanya adalah sebagai penghasil daging. Mempunyai kulit yang relatif tipis dengan bulu yang kasar. Bobot dewasa 25 kg pada yang jantan dan 20 kg pada yang betina. Tinggi gumba masing – masing 60 – 65 cm pada yang jantan dan 56 cm pada yang betina. Menurut Soedomo (1984) kambing Kacang tahan terhadap keadaan buruk, lincah, mudah menyesuaikan diri dan tersebar luas di daerah. Kambing ini terutama untuk produksi daging, memiliki kulit tipis, rambut kasar dan pejantannya mempunyai surai dengan rambut panjang kasar.
Rumich (1968) menyatakan
kambing Kacang sebagai kambing yang berukuran kecil dengan tinggi 50 – 60 cm dengan berat badan 30 kg. Warna bervariasi dengan perbedaan latar belakang warna hitam, coklat atau putih atau kombinasi warna – warna tersebut. Betina melahirkan anak pertama pada umur 12 - 13 bulan dan kelahiran kembar dua sering terjadi. Domba Menurut Ensminger (1991) klasifikasi domba adalah sebagai berikut: Kingdom : Animal Phylum
: Chordata (hewan bertulang belakang)
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Artiodactyla
Sub ordo
: Ruminansia (hewan memamah biak)
Famili
: Bovidae
Genus
: Ovis
Spesies
: Ovis aries Ada beberapa karakteristik yang digunakan untuk mengklasifikasikan bangsa
domba di daerah tropis antara lain, bentuk dan tipe ekor (gemuk, tipis dan panjang), bulu yang menutupi tubuh (wol atau bulu), ukuran dan bentuk tubuh, warna bulu, ada atau tidaknya tanduk, prolificacy (perkembangbiakannya, kesuburan) dan tergantung tujuan pemeliharaan (daging, susu, wol atau kulit) (Gatenby,1986). Menurut Tomaszewska et al. (1993) di Indonesia dikenal tiga bangsa domba yaitu; domba Jawa Ekor Kurus (JEK), domba Jawa Ekor Gemuk (JEG) dan domba Sumatra Ekor Kurus (SEK). Perbedaan masing – masing jenis domba ini dapat dilihat dari sifat – sifat luarnya antara lain misalnya domba JEK dan SEK mempunyai ekor kurus dan panjang. Warna bulu domba JEK bervariasi, pada jantan umumnya bertanduk. Domba SEK umumnya berwarna coklat muda dan pada yang jantan jarang yang bertanduk, kedua jenis domba ini rata – rata bulunya kasar dan tersebar tidak teratur dibagian tubuhnya. Domba JEK mempunyai beberapa kelompok atau populasi lokal yang diberi nama sesuai dengan daerah atau tempat keberadaannya, seperti domba Garut dan Priangan. Domba JEG mempunyai ekor yang tebal, gemuk dan pendek, umumnya dikenal sebagai penghasil wol, berwarna putih dan tidak bertanduk. Daerah penyebaran populasi domba ini di Jawa Timur, di pelihara terisolasi sebagai contohnya di pulai Lombok. Menurut Mason (1980) warna bulu domba Lokal umunya putih dengan bercak hitam sekitar mata, hidung atau bagian lainnya. Tinggi pundak domba dewasa 57 cm, bobot potongnya 19 kg. Ekor umumnya pendek, tipis dan tidak menunjukkan adanya timbunan lemak, kualitas wol sangat rendah dan termasuk wol kasar.
4
Perbedaan Kambing dan Domba Menurut Tomaszewska et al. (1993) kambing dan domba memiliki perbedaan dalam tingkah laku makan dan fisiologi saluran pencernaan sebagai berikut : No. Karakter
Kambing
Domba
1.
Aktifitas
Berdiri dengan dua kaki dan berjalan dengan jarak yang lebih jauh
2.
Cara makan
Pemakan semak dan lebih Pemakan rumput dan kurang memilih memilih
3.
Daun semak dan pohon
Sangat suka
Kurang suka
4.
Pakan yang terdiri dari berbagai jenis
Suka memilih
Kurang suka
5.
Kemampuan merasa
Lebih tajam
Kurang tajam
6.
Tingkat sekresi saliva
Lebih besar
Sedang
7.
Daur ulang urea pada saliva
Lebih besar
Kurang
8.
Konsumsi bahan kering : - untuk pedaging
3 % berat badan
3 % berat badan
4 – 6 % berat badan
3 % berat badan
Lebih efisien
Kurang efisien
10. Waktu penyimpanan pakan dalam pencernaan
Lebih lama
Lebih pendek
11. Konsumsi air per satuan konsumsi pakan (bahan kering)
Lebih rendah
Lebih tinggi
12. Konsentrasi NH3 dalam rumen
Lebih tinggi
Lebih rendah
13. Kecepatan penggunaan Lebih nyata lemak selama waktu kekurangan pakan
Kurang nyata
- untuk menyusui 9.
Efisiensi pencernaan hijauan kasar
Berjalan dengan jarak yang lebih dekat
5
Lanjutan No. Karakter 14.
15.
Kambing
Domba
Dehidrasi - Kotoran
Sedikit air yang hilang
Relatif banyak air yang hilang
- Air seni
Lebih pekat
Kurang pekat
Tanin
Lebih tahan
Kurang tahan
Konsumsi Ransum Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup pokok dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi ternak di pengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks yang terdiri dari hewan, makanan yang diberikan dan lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara (Parakkasi,1999). Menurut Aregheore (2001) konsumsi merupakan faktor yang penting dalam menentukan jumlah dan efisiensi produktifitas ruminansia, dimana ukuran tubuh ternak sangat mempengaruhi konsumsi pakan. Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah pakan yang dimakan oleh ternak; zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok maupun keperluan produksi ternak (Tillman et al., 1991). Menurut Cheeke (1999) konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas, level energi, protein dan konsentrasi asam amino, komposisi hijauan, temperatur lingkungan, pertumbuhan dan laktasi dan ukuran metabolik tubuh. Menurut Tamminga dan Van Vuuran (1988) secara umum konsumsi dapat meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan sehingga mampu menampung pakan dalam jumlah lebih banyak. Menurut Keskin et al. (2003) yang melakukan penelitian tentang tingkah laku makan pada domba Awassi dan kambing Shami (Damascus), domba Awassi memiliki konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan kambing Shami hal ini karena pada umur yang sama domba Awassi memiliki bobot hidup yang lebih besar dibandingkan kambing Shami.
6
Konsumsi Air Minum Air adalah zat makanan yang penting, ternak akan lebih menderita dengan kekurangan air dari pada kekurangan makan (Tillman et al., 1991). Air memiliki dua fungsi dasar yaitu sebagai komponen utama dalam metabolisme dan sebagai zat yang mengontrol temperatur tubuh (Church dan Pond, 1988). Menurut Parakkasi (1999) kebutuhan air minum dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering ransum, jenis bahan makanan, kelembaban, angin dan temperatur. Menurut Devendra dan Burns (1994) kebutuhan air dipengaruhi oleh faktor lingkungan, jumlah bahan kering yang dikonsumsi, keadaan makanan, kondisi fisioligis, temperatur air minum, temperatur lingkungan, kekerapan minum dan genotipe ternak. Tillman et al. (1991) menyatakan bahwa kebutuhan air minum domba yang sedang tumbuh pada suhu lebih dari 200 C adalah 3 liter/kg bahan kering terkonsumsi. Menurut Devendra dan McLeroy (1982) kambing merupakan ternak yang efisien dalam menggunakan air minum, pada suhu 380 C kebutuhan air minum kambing setengah dari kebutuhan air domba. Menurut Church (1971) konsumsi air minum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat konsumsi ransum, tingkat produksi hewan, tingkat pertumbuhan dan bobot badan hewan. Kecernaan pakan Kecernaan pakan adalah bagian pakan yang tidak dieksresikan dalam feses dan selanjutnya dapat diasumsikan sebagai bagian yang diserap oleh ternak. Selisih antara zat makanan yang dikandung dalam bahan makanan dengan zat makanan yang ada dalam feses merupakan bagian zat makanan yang dicerna (Mc Donald et al., 1995). Biasanya dinyatakan dalam dasar bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase maka disebut koefisien cerna (Tillman et al., 1991). Tingkat kecernaan zat makanan di pengaruhi oleh spesies ternak, bentuk fisik ransum, jumlah bahan makanan yang diberikan, komposisi ransum dan
pengaruh
terhadap perbandingan dari zat makanan lainnnya (Maynard dan Loosli, 1956). Menurut Ranjhan dan Pathak (1979) faktor yang mempengaruhi kecernaan pakan adalah umur ternak, jumlah pakan, pengolahan pakan, komposisi pakan, dan rasio komposisi. Selain itu menurut Mackie et al. (2002) adanya aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan. Menurut Thalib et al. (2000)
7
kambing, domba, rusa, sapi, kerbau memiliki keragaman spesies bakteri dan protozoa yang hampir sama. Alcaide et al. (2000) melaporkan bahwa kambing dan domba memiliki kecernaan bahan kering dan bahan organik yang sama hal ini karena kambing dan domba memiliki kemampuan yang sama dalam mencerna hijauan yang berkualitas baik. Menurut Quick dan Dehority (1986) yang membandingkan tingkah laku makan dan kecernaan kambing Toggenburg, Alpine, domba Dorset dan St. Croix memiliki kecernaan bahan kering dan serat yang sama pada perlakuan yang sama. Pertambahan Bobot Badan Salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ialah dengan pengukuran pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan yang diperoleh dari percobaan pada ternak merupakan hasil metabolisme zat – zat makanan yang dikonsumsi. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi (Church dan Pond,1988). Menurut Lawrence dan Fowler (1997) pertumbuhan adalah perubahan skala dan bentuk serta peningkatan dalam massa tubuh. Menurut Tillman et al. (1991) pertumbuhan mempunyai tahap – tahap yang cepat dan lambat. Tahap cepat terjadi pada saat sampai pubertas dan tahap lambat terjadi pada saat kedewasaan tubuh telah tercapai. Tahap – tahap pertumbuhan hewan membentuk gambaran sigmoid pada
Bobot Badan (Kg)
grafik pertumbuhan. Adapun bentuk kurva sigmoid dapat dilihat pada Gambar 1;
Umur (tahun) Gambar 1. Kurva pertumbuhan
8
Menurut NRC (1985) Pertambahan berat badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumsi pakan, jenis ternak, umur, keadaan genetis, lingkungan, kondisi fisiologis ternak dan tata laksana. Konversi ransum Konversi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ternak untuk menghasilkan satuan bobot badan. Konversi ransum dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi suatu peternakan (Nesheim dan Card, 1972). Keefisienan ransum dapat dilihat dari nilai konversi ransum, semakin rendah nilai konversi ransum maka efisiensi penggunaan ransum makin tinggi. Menurut Pond et al. (1995) konversi ransum khususnya ternak ruminansia kecil dipengaruhi oleh kualitas ransum, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme didalam jaringan tubuh ternak. Makin baik kualitas ransum yang dikonsumsi ternak akan diikuti oleh pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan makin efisien penggunaan ransumnya. Menurut Nesheim dan Card (1972) faktor yang turut berperan dalam konversi ransum adalah temperatur lingkungan, potensi genetik, nutrisi, kandungan energi dan penyakit. Menurut Devendra dan Burns (1994) laju aliran pakan dan pola fermentasi rumen dalam saluran pencernaan merupakan alasan untuk mengetahui bahwa kambing mempunyai efisiensi pencernaan yang lebih tinggi. Dayal et al. (1995) melaporkan bahwa kambing memiliki waktu retensi pakan dalam saluran pencernaan lebih lama dibandingkan domba. Pelet Pelet dikenal sebagai bentuk mass dari bahan pakan yang dibentuk dengan cara menekan dan didapatkan melalui lubang cetakan secara mekanis (Hartadi et al.,1990). Menurut Moore (1964) pakan berbentuk pelet dapat; (a) mengurangi waktu pengunyahan dan mastikasi (b) mengurangi sekresi saliva (c) menurunkan ruminasi (d) meningkatkan fermentasi dalam rumen (e) menurunkan rasio asetat dan propionat dalam rumen (f) menurunkan pH dalam rumen (g) meningkatkan laju aliran partikel pakan dari rumen (h) meningkatkan konsumsi bahan kering (i) meningkatkan palatabilitas pakan. Behnke (1994) menyatakan bahwa pemberian pakan bentuk pelet dapat meningkatkan perfomance dan konversi pakan ternak bila dibandingkan dengan
9
pakan berbentuk mash. Peningkatan perfomance ini disebabkan oleh pakan bentuk pelet memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah: 1. Pakan yang terbuang lebih sedikit 2. Mencegah terjadinya pemilihan pakan oleh ternak 3. Meningkatkan kekompakkan pakan 4. Energi yang terbuang lebih rendah selama pengunyahan 5. Meningkatkan palatabilitas. Feses Menurut Dukes (1970) feses mengandung air, bahan yang tidak dapat dicerna, bakteri, bahan anorganik dan produk fermentasi bakteri.
Menurut
Taiganides (1978) dalam Strauch (1982) banyaknya feses dan urin yang dihasilkan adalah sebesar 10 % dari berat ternak, sedangkan rasio feses dan urin yang dihasilkan ternak adalah babi 1,2 : 1 (55 % feces, dan 45 % urin), sapi potong 2,4 : 1 (71 % feces, dan 29 % urin), domba 1 : 1 (50 % feces, dan 50 % urin), dan sapi perah 2,2 : 1 (69 %, 31% urin).
Menurut Hafez (1969) kadar air feses normal sapi
80 – 85 %, sedangkan domba, kuda 50 – 65 % pada ransum yang mengadung hijauan kering. Kadar air feses di pengaruhi oleh spesies dan ransum. Tingginya serat kasar dalam ransum yang dikonsumsi akan meningkatkan kadar air feses. Urine Menurut Taiganides (1978) dalam Strauch (1982) urin merupakam salah satu limbah cair yang dihasilkan dari industri peternakan. Urin dibentuk didaerah ginjal setelah dieliminasi dari tubuh melalui saluran kencing (urinary) dan berasal dari metabolisme nitrogen dalam tubuh (urea, asam urat dan kreatin) serta 90 % urin terdiri dari air. Urin yang dihasilkan di pengaruhi oleh makanan, aktivitas ternak, suhu eksternal, konsumsi air, dan musim. Menurut Girindra (1989) kisaran Bj urin normal untuk kambing dan domba adalah 1,01 – 1,04 g/ml. Apabila urin berkurang maka Bj urin akan meningkat dan sebaliknya.
10
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Fakultas Peternakan IPB. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Nutrisi Ternak Daging dan Kerja dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB, mulai dari bulan April sampai Juli 2005. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 10 ekor kambing dan 10 ekor domba lokal lepas sapih, yang masing – masing terdiri dari 5 ekor jantan dan 5 ekor betina. Rataan bobot awal kambing jantan 10,92 kg + 1,56 dan kambing betina 9,68 kg + 1,02. Rataan bobot badan domba jantan 14,16 kg + 2,56 dan domba betina 13,4 kg + 3,15. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 buah, merupakan kandang metabolis individu yang berukuran 120 x 70 cm dengan ketinggian 150 cm. Ransum Ransum yang digunakan terdiri dari rumput lapang dan konsentrat dengan perbandingan 40: 60. Ransum diberikan dalam bentuk pelet yang berukuran panjang 2,4 cm dan diameter 1 cm seperti pada Gambar 2. Bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan ransum adalah jagung kuning, bungkil kedele, pollard, dedak padi, minyak kelapa sawit, premix dan rumput lapang. Adapun komposisi bahan makanan dalam ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 1, dan kandungan zat makanan penelitian berdasarkan hasil analisa Proksimat dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 2. Bentuk ransum penelitian
Tabel 1. Komposisi Bahan Makanan Kambing dan Domba berdasarkan Perhitungan Bahan Makanan Jagung kuning Bungkil kedele Pollard
Jumlah 12,5
ME (Kkal/kg) 391,25
PK (%) 1,11
LK (%) 0,46
SK (%) 0,25
Ca (%) 0,00
P (%) 0,04
21
653,10
9,41
0,25
1,22
0,06
0,01
7
151,20
1,00
0,70
0,27
0,39
0,01
Dedak padi Minyak kelapa sawit Rumput lapang Premix*
13
335,40
1,65
1,78
1,51
0,01
0,20
5,5
478,50
0,00
5,50
0,00
0,00
0,00
40
560,00
1,60
0,00
12,00
0,00
0,00
1
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
100
2569,45
14,77
8,70
15,25
0,46
0,39
Total
Keterangan: *dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 2. Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian berdasarkan Bahan Kering Zat Makanan
Jumlah ----------- (%) -----------
Bahan kering2
89,42
Bahan organik2
80,69
Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar
2
13,81
2
7,53
2
19,35
BETN
40,58
NDF2
49,59
ADF2
25,89
Ca3
0,51
P3
0,3
Energi Bruto (Kkal /kg) Keterangan:
1
3790
1)
Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2005) 2) Hasil Analisa Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2005) 3) Hasil Analisa Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2005)
12
Prosedur Pembuatan Pelet Rumput lapang di keringkan dengan matahari kemudian digiling dengan saringan yang berukuran 2 mm. Rumput yang digiling halus dicampur dengan bahan makanan konsentrat menggunakan mixer sampai homogen, kemudian di bentuk pellet, pembuatan pellet dilakukan di Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Rancangan Percobaan Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok pola faktorial (RAK Faktorial 2 x 2). Faktor A adalah jenis ternak: kambing dan domba, faktor B adalah jenis kelamin: jantan dan betina. Adapun model matematikanya sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1993) Yijk = μ + ρi + αj + βj + (αβ)ij +εijk Keterangan Yijk
: Nilai pengamatan dari faktor A pada perlakuan ke- i dan pada perlakuan ke-j dalam ulangan ke- k.
μ
: Rataan umum
ρi
: pengaruh blok
αj
: Pengaruh faktor A
βj
: Pengaruh faktor B
(αβ)ij : Interaksi dari faktor A dan faktor B εijk
: Galat percobaan
Peubah yang diamati Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Konsumsi a. Konsumsi ransum Konsumsi ransum
= Pemberian (gram) – Sisa (gram)
b. Konsumsi Air Minum Konsumsi air minum
= Pemberian (ml) – Sisa (ml)
13
2. Kecernaan bahan kering dan bahan organik % Kecernaan BK
=
% Kecernaan BO
=
BK konsumsi − BK feses × 100% BK konsumsi BO konsumsi − BO feses × 100% BO konsumsi
3. Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan =
Bobot badan akhir − Bobot badan awal (g / e / h ) 7 hari
4. Konversi Ransum Konversi ransum
=
Konsumsi ransum (g / e / h ) Pertambahan bobot badan (g / e / h )
5. Kadar Air Feses Kadar air feses
6. BJ Urine
= 100 – BK feses
=
Massa (g ) Volume(ml)
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum Konsumsi Bahan Kering Ransum Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut (Tillman et al.,1991). Rataan konsumsi bahan kering ransum pada kambing dan domba dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Rataan Konsumsi Bahan Kering Ransum (gram/ekor/hari) Jenis Kelamin
Jenis Ternak
Rataan
Kambing
Domba
Jantan
445,02 + 68,71
517,74 + 115,26
481,38 a
Betina
421,57 + 45,88
527,65 + 89,36
474,61a
Rataan
433,30 b
522,70 a
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01)
Tabel 4. Rataan Konsumsi Bahan Kering Metabolis (gram/kgBB 0,75) Jenis Kelamin
Jenis Ternak
Rataan
Kambing
Domba
Jantan
62,22 + 4,14
63,60 + 8,30
64,95 a
Betina
63,63 + 1,84
65,88 + 2,26
64,76 a
Rataan
62,93a
64,74a
Keterangan: Superskrip yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Hasil analisis statistik menunjukkan jenis ternak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi bahan kering rasum, namun jenis kelamin, dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh. Tingginya konsumsi bahan kering pada ternak domba diduga karena domba memiliki bobot badan yang lebih besar dibandingkan kambing. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1999) bahwa tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh hewan, makanan yang diberikan, lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara. Faktor hewan dipengaruhi oleh bobot badan atau ukuran besarnya tubuh, bobot badan dewasa, jenis kelamin, umur, faktor genetik dan tipe
15
bangsa. Menurut Aregheore (2001) konsumsi merupakan faktor yang penting dalam menentukan jumlah dan efisiensi produktivitas ruminansia, dimana ukuran tubuh ternak sangat mempengaruhi konsumsi pakan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Salim et al. (2002) bahwa domba memiliki konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan kambing pada umur yang sama dengan rataan bobot badan 9,80 dan 9,77 kg. Menurut Keskin et al. (2003) yang melakukan penelitian tentang tingkah laku makan pada domba Awassi dan kambing Shami (Damascus) menyatakan bahwa domba Awassi memiliki konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan kambing Shami hal ini karena pada umur yang sama domba Awassi memiliki bobot hidup yang lebih besar dibandingkan kambing Shami. Tingginya konsumsi bahan kering pada domba juga diduga karena kapasitas saluran pencernaan pada domba lebih besar dibandingkan kambing. Semakin besar bobot badan maka kapasitas saluran pencernaan akan semakin meningkat sehingga mampu menampung pakan dalam jumlah lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Naim (1986) bahwa jika dibandingkan antara kambing dengan domba pada umur yang sama, maka total jaringan alat pencernaan pada domba secara statistik lebih berat dibandingkan kambing. Menurut Tamminga dan Van Vuuran (1988) secara umum konsumsi dapat meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan sehingga mampu menampung pakan dalam jumlah lebih banyak. Rataan kosumsi bahan kering kambing dan domba dalam penelitian ini yaitu 433,30 dan 522,70 g/ekor/hari. Menurut NRC (1981) kebutuhan bahan kering kambing dengan bobot + 10 kg adalah 3,6 % dari bobot badan yaitu 360 g/ekor/hari. Berarti nilai konsumsi bahan kering ransum untuk kambing sesuai dengan NRC (1981). Namun nilai konsumsi bahan kering untuk domba lebih rendah dari standar NRC (1985) yakni domba dengan bobot badan + 14 kg membutuhkan bahan kering 5 % dari bobot badan yaitu 700 g/ekor/hari. Hal ini karena perbedaan lingkungan penelitian dan bangsa ternak yang digunakan, dimana didaerah tempret konsumsi lebih tinggi dibandingkan daerah tropis.
Histogram konsumsi bahan
kering pada kambing dan domba dapat dilihat pada Gambar 3.
16
Konsumsi Bahan Kering (g/e/h)
600 500 400 300 200 100 0 Kambing Kambing Jantan Betina
Domba Jantan
Domba Betina
Gambar 3. Histogram Konsumsi Bahan Kering Ransum pada Kambing dan Domba (g/ekor/hari)
Konsumsi Bahan Organik Ransum Konsumsi bahan organik ransum merupakan hasil dari konsumsi bahan kering dikalikan dengan kandungan bahan organik pakan. Rataan konsumsi bahan organik ransum pada kambing dan domba dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6. Tabel 5. Rataan Konsumsi Bahan Organik Ransum (gram/ekor/hari) Jenis Kelamin
Jenis Ternak Kambing
Rataan Domba
Jantan
360,33 + 55,64
419,21 + 93,33
389,77a
Betina
341,34 + 37,15
427,24 + 72,35
384,29a
Rataan
350,84 b
423,23 a
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01)
Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Organik Metabolis (gram/kg BB^0,75) Jenis Kelamin
Jenis Ternak Kambing
Rataan Domba
Jantan
50,39 + 3,36
51,49 + 6,72
50,94a
Betina
51,52 + 1,49
53,34 + 1,83
52,43a
Rataan
50,60a
52,42a
Keterangan: Superskrip yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis ternak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi bahan organik ransum, namun jenis kelamin, dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh. Tingginya konsumsi bahan organik domba
17
dalam penelitian ini karena tingkat konsumsi bahan kering domba lebih tinggi dibandingkan kambing. Menurut Sutardi (1980) bahan organik merupakan bagian dari bahan kering, sehingga meningkatnya konsumsi bahan kering maka konsumsi bahan organik akan meningkat pula. Histogram konsumsi bahan organik ransum kambing dan domba dapat dilihat
Konsumsi Bahan Organik (g/e/h)
pada Gambar 4. 500 400 300 200 100 0 Kambing Kambing Jantan Betina
Domba Jantan
Domba Betina
Gambar 4. Histogram Konsumsi Bahan Organik Ransum pada Kambing dan Domba (g/ekor/hari)
Konsumsi Air Minum Air adalah zat makanan yang penting, ternak akan lebih menderita dengan kurangnya air dari pada kekurangan pakan (Tillman et al.,1991). Rataan konsumsi air minum kambing dan domba dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan konsumsi air minum (ml /ekor /hari) Jenis Kelamin
Jenis Ternak Kambing
Rataan Domba
Jantan
924,73 + 208,6
1409,28 + 387,03
1167,01 a
Betina
985,55 + 147,79
1479,34 + 390,35
1232,45 a
Rataan
955,14b
1444,31a
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01)
Hasil analisa statistik menunjukkan jenis ternak berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi air minum, namun jenis kelamin dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh. Tingginya konsumsi air minum pada domba karena tingginya konsumsi bahan kering pada ternak tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Parakkasi (1999) bahwa tingkat konsumsi air minum akan meningkat
18
sejalan dengan meningkatnya konsumsi bahan kering dan sebaliknya. Rendahnya konsumsi air minum pada kambing disebabkan kambing lebih efisien dalam penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dibandingkan domba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Devendra dan McLeroy (1982) bahwa, kambing adalah ternak yang efisien dalam menggunakan air karena laju aliran air per unit bobot badan rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sulisyanto (1986) bahwa konsumsi air minum domba nyata lebih tinggi dibandingkan kambing. Histogram konsumsi air minum pada kambing dan domba dapat dilihat pada Konsumsi Air Minum (ml/e/h)
Gambar 5. 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 Kambing Kambing Domba Jantan Betina Jantan
Domba Betina
Gambar 5. Histogram Konsumsi Air Minum pada Kambing dan Domba (ml/e/h)
Hubungan Konsumsi Bahan Kering dengan Air Minum Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hubungan konsumsi bahan kering dengan air minum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap jenis ternak dan jenis kelamin. Akan tatapi interaksi kedua faktor berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hubungan konsumsi bahan kering dengan air minum. Kurva hubungan konsumsi air Konsumsi Air minum (ml/e/h)
minum dengan bahan kering dapat dilihat pada Gambar 6. 1400 1200 1000
y = 448+1.44x
800
R = 0,2 P<0,05
2
600 400 300
350
400
450
500
550
600
650
Konsumsi Bahan Kering Ransum (g/e/h)
Gambar 6. Kurva Hubungan Konsumsi Bahan Kering dengan Air Minum
19
Hubungan konsumsi bahan kering (x) dengan air minum (y) memiliki persamaan y = 448+1.44x dimana setiap kenaikan 100 gram konsumsi bahan kering akan meningkatkan konsumsi air minum sebesar 144 ml. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Firmansjah (1985) yang membandingkan konsumsi air minum rusa dan kambing dengan tiga jenis hijauan, bahwa interaksi hubungan konsumsi air minum dengan bahan kering pada rusa dan kambing tidak berbeda nyata. Adanya perbedaan hasil yang diperoleh disebabkan oleh perbedaan tingkat konsumsi bahan kering. Hal ini sesuai dengan pernyataan Church (1971) bahwa konsumsi air minum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat konsumsi ransum, tingkat produksi hewan, tingkat pertumbuhan dan bobot badan hewan.
Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik Koefisien Cerna Bahan Kering Nilai kecernaan adalah persentase bahan makanan terkonsumsi yang tidak didapatkan dalam feses dan dapat diserap oleh saluran pencernaan; jika dinyatakan dalam persen, maka disebut koefisien cerna (Tillman et al., 1991). Koefisien cerna bahan kering ransum dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Koefisien Cerna Bahan Kering (%) Jenis Kelamin
Jenis Ternak Kambing
Rataan Domba
Jantan
56,96 + 2,23
55,00 + 2,22
55,98a
Betina
56,81 + 4,08
59,67 + 2,79
58,24a
Rataan
56,89a
57,34a
Keterangan: Superskrip yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis ternak, jenis kelamin dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering ransum. Hal ini diduga karena adanya kesamaan spesies mikroba pada kedua ternak tersebut, sehingga akan memiliki kemampuan yang sama dalam mencerna pakan.
Menurut Thalib et al. (2002) kambing, domba, rusa, sapi dan kerbau
memiliki keragaman spesies bakteri dan protozoa yang hampir sama. Alcaide et al. (2000) melaporkan kalau kambing dan domba memiliki kecernaan bahan kering dan
20
bahan organik yang sama hal ini karena kambing dan domba memiliki kemampuan yang sama dalam mencerna ransum yang berkualitas baik. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Quick dan Dehority (1986) yang membandingkan tingkah laku makan dan kecernaan bahan kering kambing Toggenburg, Alpine, dan domba Dorset dan St. Croix bahwa kambing dan domba tersebut memiliki kecernaan bahan kering dan serat yang sama pada perlakuan yang sama. Hasil kecernaan bahan kering dalam penelitian ini juga sejalan dengan hasil yang dilaporkan oleh Sulistyanto (1986) yang membandingkan daya cerna bahan kering dan bahan organik Setaria splendida (Stapf) pada domba dan kambing bahwa kambing dan domba memiliki kecernaan bahan kering yang sama. Histogram koefisen cerna bahan kering ransum pada kambing dan domba Koefisien Cerna Bahan Kering (%)
dapat dilihat pada Gambar 7. 61 60 59 58 57 56 55 54 53 52 Kambing Kambing Domba Jantan Betina Jantan
Domba Betina
Gambar 7. Histogram Koefisien Cerna Bahan Kering Kambing dan Domba (%)
Kofisien Cerna Bahan Organik Nilai kecernaan bahan organik menunjukkan jumlah zat – zat makanan seperti lemak, karbohidrat, protein yang dapat dicerna oleh ternak. Rataan koefisien cerna bahan organik dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Koefisien Cerna Bahan Organik (%) Jenis Kelamin
Jenis Ternak Kambing
Rataan Domba
Jantan
58,85 + 2,13
59,13 + 2,84
58,99a
Betina
60,07 + 4,90
62,35 + 2,66
61,21a
Rataan
59,46a
60,74a
21
Hasil analisis statistik menunjukkan jenis ternak, jenis kelamin dan interkasi kedua faktor tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan organik ransum. Hal ini menunjukkan kambing dan domba memiliki kemampuan yang sama dalam mencerna bahan organik. Tidak adanya perbedaan kecernaan bahan organik kambing dan domba dalam penelitian ini diduga kedua jenis ternak memiliki spesies mikroba yang sama dalam mencerna bahan organik, sehingga menghasilkan kecernaan yang sama. Menurut Thalib et al. (2000) efektifitas mikroba sebagai pencerna substrat atau bahan pakan tidak saja ditentukan oleh komposisi populasi mikroba tetapi juga komposisi spesies mikroba itu sendiri. Kecernaan bahan organik dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sulistyanto (1986) yang membandingkan daya cerna bahan kering dan bahan organik Setaria splendida (Stapf) pada domba dan kambing bahwa kambing dan domba memiliki kecernaan bahan organik yang sama. Histogram kecernaan bahan organik kambing dan domba dapat dilihat pada Koefisien Cerna Bahan Oerganik (%)
Gambar 8. 63 62 61 60 59 58 57 Kambing Jantan
Kambing Betina
Domba Jantan
Domba Betina
Gambar 8. Histogram Kecernaan Bahan Oraganik Ransum Kambing dan Domba (%)
22
Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dilakukan dengan penimbangan berulang yaitu tiap hari, tiap minggu, atau tiap bulan (Tillman et al., 1991). Rataan pertambahan bobot badan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Pertambahan bobot badan (gram/ekor/hari) Jenis Kelamin
Jenis Ternak Kambing
Rataan Domba
Jantan
70,28 + 24,49
68,03 + 14,80
69,12a
Betina
71,54 + 13,10
59,03 + 12,57
65,23a
Rataan
70,91a
63,53a
Keterangan: Superskrip yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Hasil analisis statistik menunjukkan jenis ternak, jenis kelamin dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Hal ini menunjukkan kambing dan domba memiliki kemampuan yang sama untuk pertumbuhan. Tidak terdapatnya perbedaan yang nyata terhadap pertambahan bobot badan mungkin terkait dengan kecernaan pakan yang sama. Disamping itu juga karena nilai gizi pakan yang dikonsumsi sama, sehingga ketersediaan zat – zat makanan untuk kebutuhan tubuh sama. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sulistyanto (1986) yang membandingkan daya cerna bahan kering dan bahan organik Setaria splendida (stapf) pada domba dan kambing, dimana pertambahan bobot badan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Menurut NRC (1981) kambing dengan bobot badan 10 – 20 kg untuk menghasilkan pertambahan bobot badan antara 50 – 100 g dibutuhkan konsumsi protein kasar 44 – 58 g dan energi tercerna (DE) antara 1,38 – 1,820 Mkal/e/h. Berdasarkan ketentuan kebutuhan tersebut jumlah protein kasar dalam penelitian ini 53,53 g/e/h masih berada dalam kisaran yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan 50 g/h, namun energi tercerna 1,13 Mkal/e/h kurang dari yang dibutuhkan untuk pertambahan bobot badan 50 g/h. Pertambahan bobot badan yang dicapai kambing dalam penelitian ini sesuai dengan jumlah ransum yang dikonsumsi.
23
Menurut NRC (1985) domba dengan bobot badan 10 – 20 kg untuk menghasilkan pertambahan bobot badan 100 g/h dibutuhkan protein kasar 84 – 112 g/h dan energi tercerna 1,8 – 3,5 Mkal/h. Berdasarkan ketentuan kebutuhan tersebut jumlah protein kasar yang dikonsumsi domba dalam penelitian ini 64,57 g/e/h dan energi tercerna 1,29 Mkal/e/h kurang dari yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan 100 g/h. Pertambahan bobot badan yang dicapai domba dalam penelitian ini belum maksimal hal ini mungkin karena konsumsi ransum yang kurang mendekati standar kebutuhan sesuai dengan bobot badan.
Pertambahan Bobot Badan (g/e/h)
Histogram pertambahan bobot badan kambing dan domba dapat dilihat pada Gambar 9. 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Kambing Kambing Domba Jantan Betina Jantan
Domba Betina
Gambar 9. Histogram Pertambahan Bobot Badan Kambing dan Domba (gram/ekor/hari)
24
Konversi Ransum Konversi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan satuan bobot badan. Tingkat efisiensi ransum dapat diketahui dari perhitungan nilai konversi ransum. Semakin kecil angka konversi ransum mencerminkan efisiensi penggunaan ransum yang semakin baik. Rataan konversi ransum kambing dan domba dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rataan Konversi ransum (g/pbb) Jenis Kelamin
Jenis Ternak
Rataan
Kambing
Domba
Jantan
6,97 + 2,47
7,90 + 1,74
7,44a
Betina
6,00 + 0,93
8,34 + 1,77
7,17a
Rataan
6,49a
8,12b
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berberbeda nyata (P<0,05)
Hasil anilisis statistik menunjukkan jenis ternak berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap konversi ransum, namun jenis kelamin, dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh. Hasil ini menunjukkan bahwa kambing lebih efisien dibandingkan domba. Hal ini diduga karena waktu penyimpanan pakan dalam saluran pencernaan lebih lama dibandingkan domba, sehingga penyerapan zat – zat makanan di dalam tubuh ternak untuk meningkatkan pertambahan bobot badan cukup tinggi. Menurut Devendra dan Burns (1994) pola fermentasi rumen dalam saluran pencernaan merupakan alasan untuk mengetahui bahwa kambing mempunyai efisiensi pencernaan yang lebih tinggi. Dayal et al. (1995) melaporkan kambing memiliki waktu retensi pakan dalam saluran pencernaan lebih lama dibandingkan domba. Konversi ransum pada penelitian ini untuk kambing yaitu 6,49 dan domba 8,12. Angka konversi ini masih kurang efisien dibandingkan standar NRC. Menurut standar NRC (1985) angka konversi yang baik untuk pertumbuhan adalah sebesar empat. Konversi ransum pada ruminansia di pengaruhi oleh kualitas ransum, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme didalam jaringan tubuh ternak. Makin baik kualitas ransum yang dikonsumsi ternak, akan diikuti oleh pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan makin efisien penggunaan ransumnya (Pond et al., 1995). Histogram konversi ransum kambing dan domba dapat dilihat pada Gambar 10.
25
Konversi Ransum (g/pbb)
10 8 6 4 2 0 Kambing Jantan
Kambing Betina
Domba Jantan
Domba Betina
Gambar 10. Histogram Konversi Ransum Kambing dan Domba (g/pbb)
Feses Feses merupakan hasil sisa metabolisme yang tidak diserap oleh tubuh yang mengandung air, bahan yang tidak dapat dicerna, bakteri, bahan anorganik dan produk fermentasi bakteri. Rataan bahan kering feses pada kambing dan domba dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rataan Bahan Kering Feses (%) Jenis Kelamin
Jenis Ternak Kambing
Rataan Domba
Jantan
42,71 + 8,40
39,80 + 8,98
41,26a
Betina
42,25 + 4,03
39,25 + 6,92
40,75a
Rataan
42,48a
39,53a
Hasil analisa statistik menunjukkan jenis ternak, jenis kelamin, interaksi kedua faktor tidak berpengaruh. Hal ini diduga karena adanya kecernaan bahan kering yang sama pada kedua ternak tersebut, sehingga menghasilkan bahan kering feses yang juga tidak berbeda. Histogram feses kambing dan domba dapat dilihat Bahan Kering Feses (%)
pada Gambar 11. 43 42 41 40 39 38 37 Kambing Kambing Jantan Betina
Domba Jantan
Domba Betina
Gambar 11. Histogram Bahan Kering Feses Kambing dan Domba (%)
26
Kadar air feses menunjukkan banyaknya air yang dieksresi oleh ternak melalui feses. Rataan kadar air feses kambing dan domba dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rataan Kadar Air Feses Kambing dan Domba Jenis Kelamin
Jenis Ternak Kambing
Rataan Domba
Jantan
57,29 + 8,39
60,20 + 8,98
58,75a
Betina
57,75 + 4,03
60,75 + 6,92
59,25a
Rataan
57,52a
60,48a
Keterangan: Superskrip yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Hasil anlisis statistik menunjukkan jenis ternak, jenis kelamin, dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air feses. Menurut Hafez (1969) domba, kuda yang diberi ransum hijauan kering memiliki kadar air feses normal 50 – 65 %, sedangkan pada sapi 80 - 85 %. Kadar air feses dalam penelitian ini berkisar dari 57,52 – 60, 48 % berada dalam kisaran yang normal. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa jenis ternak, jenis kelamin dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap hubungan kadar air feses dengan konsumsi air minum. Hal ini menunjukkan kambing dan domba memiliki kemampuan yang sama dalam menahan air feses hal ini ditunjukkan oleh kadar bahan kering feses yang juga tidak berbeda. Kurva hubungan kadar air feses
Konsumsi Air Minum (ml)
dengan konsumsi air minum dapat dilihat pada Gambar 12. 1200 1000
y = 484+11x 2
800
R = 0,07 P>0,05
600 400 200 20
30
40
50
60
70
Kadar Air Fe se s (%)
Gambar 12. Kurva Hubungan Kadar Air Feses dengan Air Minum
27
Urine Urine merupakan produk eksresi utama vertebrata yang disekresikan oleh ginjal sebagai cairan atau semi solid yang kaya akan produk akhir metabolisme protein, garam dan pigment. Urine dibentuk di daerah ginjal setelah dieliminasi dari tubuh melalui saluran kencing (urinary) dan berasal dari metabolisme nitrogen dalam tubuh. Rataan volume urin kambing dan domba dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rataan Volume Urine (ml ) Jenis Kelamin
Jenis Ternak Kambing
Rataan Domba
Jantan
233,64 + 93,30
468, 28 + 99,70
350,96a
Betina
207,28 + 49,17
314,34 + 118,11
260,81a
Rataan
220,46 b
391,31 a
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa jenis ternak berpengaruh nyata terhadap volume urine (P<0,05), namun jenis kelamin, dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh. Tingginya volume urine domba dalam penelitian ini karena tingginya konsumsi air minum domba dibandingkan kambing. Hal ini sesuai dengan pernyataan Taiganides (1978) dalam Strauch (1982) urine yang dihasilkan ternak dipengaruhi oleh makanan, aktivitas ternak, suhu eksternal, konsumsi air minum dan
Volume Urine (ml
musim. Histogram volume urine kambing dan domba dapat dilihat pada Gambar 14. 500 400 300 200 100 0 Kambing Kambing Domba Jantan Betina Jantan
Domba Betina
Gambar 14. Histogram Volume Urine Kambing dan Domba (ml)
28
BJ Urine BJ urine adalah hasil bagi massa dengan volume urin. Rataan BJ Urine pada kambing dan domba dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Rataan BJ urine kambing dan domba (g/ml ) Jenis Kelamin
Jenis Ternak Kambing
Rataan Domba
Jantan
1,03 + 0,01
1,01 + 0,004
1,02a
Betina
1,03 + 0,01
1,02 + 0,02
1,03a
Rataan
1,03a
1,02b
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Hasil analisis statistik menunjukkan jenis ternak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap BJ urin, namun jenis kelamin, interaksi kedua faktor tidak berpengaruh. Menurut Girindra (1989) kisaran Bj urine normal untuk kambing dan domba adalah 1,015 – 1,045. Kisaran BJ urine dalam panelitian ini 1,01- 1,04 berarti berada dalam kisaran BJ urine normal. Tingginya Bj urine kambing karena volume urine lebih rendah yang disebabkan oleh konsumsi air minum yang rendah. Menurut Girindra (1989) apabila urine berkurang maka Bj urine akan meningkat dan sebaliknya.
Berat Jenis Urine (g/ml)
Histogram Bj Urine Kambing dan Domba dapat dilihat pada Gambar 15. 1.035 1.03 1.025 1.02 1.015 1.01 1.005 1 Kambing Kambing Domba Jantan Betina Jantan
Domba Betina
Gambar 15. Histogram BJ Urine Kambing dan Domba (g/ml)
29
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa konsumsi bahan
kering, bahan organik, air minum, dan volume urine domba lebih tinggi dari pada kambing. Kambing dan domba memiliki kemampuan yang sama dalam mencerna bahan kering dan bahan organik dan memiliki kemampuan yang sama dalam pertambahan bobot badan. Kambing lebih efisien dibandingkan domba. Berat jenis urine kambing lebih tinggi dibandingkan domba. Perbedaan jenis kelamin pada kambing dan domba tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering, bahan organik, air minum, kecernaan bahan kering dan bahan organik, pertambahan bobot badan, konversi ransum, bahan kering feses, kadar air feses, volume urine dan bj urine.
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingim mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Drh. Aminuddin Parakkasi selaku pembimbing utama dan Ir. Lilis Khotijah Msi selaku pembimbing anggota, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian hingga akhir penulisan skripsi ini. Rasa terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada ibu, Bapak, da Iwan, ni Dian, da Bujang, keponakan ku M. Atthorik dan seluruh keluarga besar di Kerinci, yang senantiasa berdoa, mencurahkan kasih sayang serta memberikan semangat baru bagi penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pak Jaja, pak Nisbah dan pak Darmawan atas bantuannya dikandang dan di laboratorium. Tak lupa juga kepada teman – teman sepenelitian Sofi, Iis, Lani, Ima, Nisa, Gres, Musahidin, pak Dodi. Warga Radar 36 dan IMK- B salam kompak selalu. Serta teman – teman seperjuangan di INMT “ 38 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Juni 2006
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Alcaide, E.M., A. I. M. Garcia and J. F. Agulera. 2000. A comparative study of nutrient digestibility kinetics of degradation and passage and rumen fermentation pattern in goat and sheep offered good quality diets. Livest. Produc. Scie. 64:215 – 223. Aregheore, E. M. 2001. Nutritive value and utilization of three grass species by crossbred Anglo – Nubian goats in Samoa. J. Anim. Sci. 14 (10) : 1353 – 1364. Behnke, K. C. 1994. Processing factor influencing pellet quality. http : // www. engormix. Com / Processing_factors_influencing_pellet_e _a_ articles 83_POR. htm [ 17 Februari 2006] Cheeke, P. R. 1991. Applied Animal Nutrition. Feeds and Feeding. 2nd Edition. Departemen of Animal Science. Printice Hall, Inc. New Jersey. p: 265 – 275. Church, D. C.and W. G. Pond. 1998. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd Edition. John Willey and Sons. New York. p : 295 – 297. Dayal, J. S., C. Sreedhar, T. J. Reddy and N. P. Purushotham. 1995. Comparative nutritive evaluation of maize husk in sheep and goat. J. Indian Vet. 72. :1045 – 1049. Devendra, C dan M. Burns. 1994. Produksi kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB Bandung. hlm: 12 – 35. Devendra, C and McLeroy, 1982. Goat and Sheep Production in the Tropics. Intermediate Tropical Agricultural Series. Longham, London. New York. p: 9 – 11. Dukes, H. 1970. Physiology of Domestic Animals. 8th Edition. Cornell University Press. Ithaca and London. p: 410 – 414. Ensminger, M. E. 1991. Animal Science. 9th Edition. Interstate Publisher, Inc. Printed in the United State of America. p : 571- 575. Firmansjah. 1985. Pengaruh pemberian tiga jenis hijauan terhadap konsumsi kecernaan dan konsumsi air pada rusa dan kambing. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gatenby, R. M. 1986. Sheep Production in the Tropics and Subtropics. Longman Group Ltd. England. p: 18 – 25. Girindra, A. 1989. Biokimia Patologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas. Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor, Bogor. hlm: 18 – 23. Hafez, E. S. E. and I. A. Dyer. 1969. Animal Growth and Nutrition. Lea and Febiger. Philadelphia. p: 360 – 365.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke – 4. Fakultas Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. hlm: 30 – 35 Keskin, M., A. Sahin, O. Blcer, S. Cul, S. Kaya, A. Sari and M. Duru. 2003. Feeding Behavior of Awassi Sheep and Shami (Damascus) Goats. J. Turk. Vet. Anim. Sci. 29 :435 – 439. Lawrence, T. L. J and V. R. Fowler.1997. Growth of Farm Animals. Center for Agriculture and Biosciences International (CAB International) Cambridge. p : 1- 8. Mackie, R. I., C. S. McSweeney dan A. V. Klieve. 2002. Microbial Ecology of the Ovine Rumen. Dalam : M. Freer dan H. Dove (Ed). Sheep Nutrition. CSIRO Plant Industry, Canberra Australia. p: 73 – 80. Mason, I. L. 1980. Proloific Tropical Sheep. FAO. Animal Production and Health Paper. Food And Agriculture Organization of United Nations. Rome p: 66 – 68. Maynard, L. A., dan J. K. Loosli, 1956. Animal Nutrition. 4th Edition. McGrawhill Book Company, Inc. New York, Toronto, London. p: 264 – 275. Mc Donald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Green Halgh and C. A. Morgan. 1995. Animal Nutrition. Longman Scientific and Technical. Capublished in the United States with John Wiley and Sons. Inc., New York. p: 221 – 237. Moore, L. A. 1964. Symposium on forage utilization: Nutritive Value of forages as affected by physical form. Part 1. General Principles involved with ruminants and effect of feeding pelleted or wafered forage to dairy cattle. Dalam: Schneider, B. H. dan W. P. Flatt. 1975. The Evaluation of Feeds through Digestibility Experiments. The University of Georgia Press. Athens, p: 292 -297. Naim, M. 1986. Studi perbandingan kapasitas digesta dan alat pencernaan antara kambing dan domba pada dua tingkat umur setelah dipuasakan 17 jam. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. National Research Council. 1981. Nutrient Requirements of Goats. National Academy Press. Washington D. C. p:10 – 17. National Research Council. 1985. Nutrient Requirements of Sheep. 6th Revised Edition. National Academy Press. Washington D. C. p: 45 – 50. Nesheim, M. C and L. E. Card. 1972. Poultry Production. 11th Edition. Lea and Febiger, Philadelphia. p : 235 – 239. Parakkasi , A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia. Jakarta. hlm. 23 – 48. Pond, W. G., D. D. Church and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition. 4 Edition . John Willey and Sons, Inc. New York. p: 273 – 289.
th
33
Quick, T. C. and Dehority. 1986. A comparative study of feeding behavior and digestive function in Dairy goats Wool sheep and Hair sheep. J. Anim. Sci. 63 (5):1516 – 1526. Ranjhan, S. K. and N. N. Pathak .1979. Mangment and Feeding of Buffaloes. Vikas Publishing House PVT LTD. New Delhi. p : 133 – 135. Rumich. 1984. The Goat of Indonesia. FAO Regional of fice. Bangkok. Dalam: Soedomo, R. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE Yogyakarta. hlm. 186 – 190. Salim, M. H., M. Shahjalaj., A. M. M. Tareque and F. Kabir. 2002. Effects of concentrate supplementation on growth and reproductive perfomance of female sheep and goat under grazing condition. J. Pakistan Nutrition . 1(4) :191-193. Soedomo, R. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE Yogyakarta. hlm. 185 –187. Sulistyanto, B. H. 1986. Daya cerna bahan kering dan bahan organik setaria splendida (Stapf) pada domba dan kambing. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. hlm: 60 – 65. Taiganides, E. P. 1982. Animal Waste Management and Waste Water Treatment. Dalam. Strauch, D. 1982.World Animal Science. Animal Production and Environmental Health. Elsivier Science Publisher B. V. Amsterdam. p: 91 -98. Tamminga, S. and A. M. Van Vuuran. 1988. Formation and utilization of end products of lignocellulose degradation in ruminants. J. Anim. Feed Sci. Tech. 21: 141-159. Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo.1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Ke –V. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. hlm: 249 – 267. Thalib, A., Y. Widiawati, H. Hamid dan Mulyani. 2000. Identifikasi morfologis uji aktivitas mikroba rumen dari hewan – hewan ruminansia yang telah teradaptasi pada substrat selulosa dan hemiselulosa. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 18 – 19 September 2000. Pusat Penelitian Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor. hlm: 341 – 348. Tomaszewska, M. W., I.M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner, T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Universitas Sebelas Maret Press. hlm: 22 -30.
34
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering Ransum (g/ekor/hari) DB
JK
KT
F hit
Pr > F
Blok
4
84351,44
21087,85
9,03
0,0013
Faktor 1
1
39961,80
39961,80
17,10
0,0014
Faktor 2
1
229,16
229,16
0,10
0,7595
Faktor1*Faktor 2
1
1391,78
1391,78
0,60
0,4551
Error
12
28035,50
2336,29
Total
19
153969,68
Lampiran 2. Uji Jarak Duncan Konsumsi Bahan Kering Ransum Duncan
Rataan
Faktor 1
A
522,70
2
B
433,80
1
Lampiran 3. Konsumsi Bahan Kering Metabolis (g/Kg BB^0,75 ) DB
JK
KT
F hit
Pr >F
Blok
4
74,80
17,70
0,74
0,5830
Faktor1
1
16,45
16,45
0,65
0,4356
Faktor 2
1
17,07
17,07
0,68
0,4273
Faktor1 * Faktor 2
1
0,98
0,98
0,04
0,8468
Error
12
303,53
25,29
0,62
Total
19
412,84
36
Lampiran 4. Sidik Ragam Konsumsi Bahan Organik Ransum (g/ekor/ hari) DB
JK
KT
F hit
Pr > F
Blok
4
55300,98
13825,24
9,03
0,0013
Faktor 1
1
26200,11
26200,11
17,10
0,0014
Faktor 2
1
150,15
150,15
0,10
0,7596
Faktor 1*
1
912,33
912,33
0,60
0,4552
Error
12
18381,02
1531,75
Total
19
100944,59
Faktor2
Lampiran 5. Uji Jarak Duncan Konsumsi Bahan Organik Ransum Duncan
Rataan
Faktor 1
A
423,22
2
B
350,83
1
Lampiran 6. Konsumsi Bahan Organik Metabolis (g/ Kg BB^0,75) DB
JK
KT
F hit
Pr >F
Blok
4
52,07
13,01
0,80
0,5500
Faktor 1
1
10,80
10,80
0,66
0,4320
Faktor 2
1
11,19
11,19
0,68
0,4241
Faktor 1*Faktor 2
1
0,64
0,64
0,04
0,8464
Error
12
196,14
16,34
0,65
Total
19
270,84
37
Lampiran 7. Sidik Ragam Konsumsi Air Minum (ml/ekor/hari) DB
JK
KT
F hit
Pr > F
Blok
4
659686,19
164921,55
2,44
0,1036
Faktor 1
1
1196436,44
1196436,44
17,72
0,0012
Faktor 2
1
21413,28
21413,28
0,32
0,5837
Faktor 1* Faktor 2
1
106,63
106,63
0,00
0,9690
Error
12
810444,47
67537,04
Total
19
26880887,01
Lampiran 8. Uji Jarak Duncan Konsumsi Air Minum Duncan
Rataan
Faktor 1
A
1444,3
2
B
955,1
1
Lampiran 9. Regresi Hubungan Konsumsi Bahan Kering dengan Air Minum Sumber
DB
SS
MS
F hit
Pr > F
Regresi
1
317284
317248
4,66
0,045
Error
18
1225329
68074
Total
19
1542577
Lampiran 10. Sidik Ragam Koefisien Cerna Bahan Kering Ransum (%) DB
JK
KT
F hit
Pr > F
Blok
4
29,37
7,34
0,82
0,5390
Faktor 1
1
1,04
1,04
0,12
0,7398
Faktor 2
1
25,493
25,49
2,83
0,1182
Faktor 1* Faktor 2
1
28,89
28,89
3,21
0,0984
Error
12
107,99
8,99
Total
19
192,79
38
Lampiran 11. Sidik Ragam Koefisien Cerna Bahan Organik Ransum (%) DB
JK
KT
F hit
Pr > F
Blok
4
55300,98
13825,24
9,03
0,0013
Faktor 1
1
26200,11
26200,11
17,10
0,0014
Faktor 2
1
150,15
150,15
0,10
0,7596
Faktor 1*Faktor 2
1
912,33
912,33
0,60
0,4552
Error
12
18381,02
1531,75
Total
19
100944,59
Lampiran 12. Sidik Ragam Pertambahan Bobot badan (g/ekor/hari) DB
JK
KT
F hit
Pr > F
Blok
4
1973,13
493,28
2,26
0,1236
Faktor 1
1
272,84
272,84
1,25
0,2858
Faktor 2
1
74,85
74,85
0,34
0,5693
Faktor 1* Faktor
1
131,53
131,53
0,60
0,4529
Error
12
2623,12
218,59
Total
19
5075,47
2
Lampiran 13. Sidik Ragam Bahan Kering Feses (%) DB
JK
KT
F hit
Pr > F
Blok
4
433,29
108,32
3,04
0,0602
Faktor 1
1
43,60
43,60
1,22
0,2901
Faktor 2
1
1,27
1,27
0,04
0,8536
Faktor 1*Faktor
1
0,01
0,01
0,00
0,9851
Error
12
427,13
35,59
Total
19
905,31
2
39
Lampiran 14. Sidik Ragam Kadar Air Feses (%) DB
JK
KT
F hit
Pr > F
Blok
4
433,29
108,32
3,04
0,0602
Faktor 1
1
43,60
43,60
1,22
0,2901
Faktor 2
1
1,26
1,26
0,04
0,8536
Faktor 1*Faktor
1
0,013
0,013
0,00
0,9851
Error
12
427,13
427,13
Total
19
905,31
2
Lampiran 15. Regresi Hubungan Kadar Air Feses dengan Bahan Kering Sumber
DB
SS
MS
F hit
Pr > F
Regresi
1
109800
109800
1,38
0,256
Error
18
1432777
7599
Total
19
1542577
F hit
Pr > F
Lampiran 16. Sidik Ragam Vulume urin (ml) DB
JK
KT
Blok
4
35428,85
8857,21
1,02
0,4376
Faktor 1
1
145948,61
145948,61
16,74
0,0015
Faktor 2
1
40635,11
40635,11
4,66
0,0518
Faktor1 *
1
20345,82
20345,82
2,33
0,1525
Error
12
104625,18
8718,76
Total
19
346983,58
Faktor2
Lampiran 17. Uji Jarak Duncan Volume Urine Duncan
Rataan
Faktor 1
A
391,31
2
B
220,46
1
40
Lampiran 18. Sidik Ragam Bj Urin (g/ ml) DB
JK
KT
F hit
Pr > F
Blok
4
0,00073
0,00018
1,90
0,1744
Faktor 1
1
0,00061
0,00061
6,31
0,0273
Faktor 2
1
0,000045
0,000045
0,47
0,5062
Faktor 1*Faktor
1
0,00013
0,00013
1,30
0,2757
Error
12
0,0012
0,000096
Total
19
0,0027
2
Lampiran 19. Uji Jarak Duncan Bj urin Duncan
Rataan
Faktor 1
A
1,027
1
B
1,016
2
41
Lampiran 20. Kandungan Premix Topmix setiap 10 kg Kandungan
Jumlah
Vitamin : Vitamin A Vitamin D Vitamin E Vitamin K Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B6 Vitamin B12 Vitamin C
12000000 2000000 8000 2000 2000 5000 500 12000 25000
IU IU IU mg mg mg mg mg mg
6000 10000 21000 120000 20000 10000 200 100000
mg mg mg mg mg mg mg mg
Mineral Calsium – D – Pantothenate Santoquin (Antioxidant) Zinc Bacitracin Manganese (Mn) Iron (Fe) Cholin Chloride Iodine (I) Zinc (Zn) Cobalt (Co) Copper (Cu)
200 mg 4000 mg
Asam Amino Methionine Lysine Niacin
30000 mg 30000 mg 30000 mg
Keterangan: *) Topmix diproduksi oleh Medion – Bandung – Indonesia IU : International Unit mg: Miligram
42