STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL
SKRIPSI KHOERUNNISSA
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN KHOERUNNISSA. D24101051. 2006. Studi Komparatif Metabolisme Nitrogen Antara Domba dan Kambing Lokal. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Prof. Dr. drh. Aminuddin Parakkasi, MSc. : Ir. Lilis Khotijah, MSi.
Metabolisme nitrogen (protein) pada ruminansia banyak melibatkan peran mikroorganisme rumen. Protein yang dikonsumsi sebagian akan diubah menjadi protein mikroba dan sebagian lagi lolos ke organ pasca rumen. Protein tidak tahan degradasi rumen akan didegradasi menjadi peptida-peptida, asam-asam amino, amonia (NH3) dan akhirnya menjadi protein mikroba. Beberapa penelitian terdahulu belum dijumpai yang meneliti perbedaan kambing dan domba lokal dengan jenis kelamin yang berbeda dalam kondisi dan waktu yang bersamaan dalam metabolisme nitrogen. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kesanggupan metabolisme nitrogen antara domba dan kambing lokal dengan jenis kelamin yang berbeda. Sebanyak 20 ekor ternak digunakan dalam penelitian ini, yang terdiri atas 10 ekor domba (5 ekor jantan dan 5 ekor betina) dan 10 ekor kambing kacang (5 ekor jantan dan 5 ekor betina). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Pola Faktorial 2 x 2 dengan 5 ulangan, pengelompokkan dilakukan berdasarkan bobot badan. Perlakuan berdasarkan jenis ternak dan jenis kelamin, Faktor A adalah jenis ternak dan Faktor B adalah jenis kelamin. Analisa data menggunakan Analisa Ragam (ANOVA), apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan. Peubah yang diamati adalah konsumsi nitrogen, NH3 (amonia) rumen, kecernaan protein, nitrogen feses, nitrogen urin, Retensi nitrogen dan efisiensi penggunaan nitrogen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi protein pada domba sangat nyata lebih besar dibanding kambing (P<0,01), dengan nilai 72,19 g/e/h vs 59,84 g/e/h, sedangkan konsumsi protein antara jantan dan betina tidak berbeda nyata. Produksi NH3 rumen pada domba sangat nyata lebih besar dibanding kambing, (P<0,01) dengan nilai 10,59 mM vs 8,12 mM, sedangkan antara jantan dan betina tidak berbeda nyata. Kecernaan protein dan nitrogen feses antara domba dan kambing dan antara jantan dan betina tidak berbeda nyata. Nitrogen urin pada kambing sangat nyata lebih besar dibanding domba (P<0,01) dengan nilai sebesar 0,052 g/e/h vs 0,031 g/e/h , sedangkan nitrogen urin antara jantan dan betina tidak berbeda nyata. Retensi nitrogen pada domba nyata lebih besar dibanding kambing (P<0,05) dengan nilai sebesar 7,859 g/e/h vs 6,770 g/e/h, sedangkan retensi nitrogen antara jantan dan betina tidak berbeda nyata. Neraca nitrogen antar jenis ternak dan jenis kelamin positif. Efisiensi penggunaan nitrogen pada kambing sangat nyata lebih besar dibanding domba (P<0,01). Kata kunci : metabolisme nitrogen, domba, kambing, jenis kelamin
ABSTRACT
COMPARATIVE STUDIES BETWEEN LOCAL SHEEP AND GOATS NITROGEN METABOLISM Khoerunnissa, A. Parakkasi and L. Khotijah Protein metabolism in ruminant differ with monogastric, where in ruminant feeds protein will be converted to peptides, amino acids, N-NH3 and then some converted to microbial protein. Ruminants protein is from feeds protein and microbial. The objectives of the experiment are to compare capability Nitrogen metabolism between two spesies and two sexes. The experiment used twenty animals ten goats (five male and five female) and ten sheeps (five male and five female). The experimental design was Randomized Block Design in factorial (2x2) where factor A was spesies and factor B was sex. The data were analysed with Analysis of Variance (ANOVA). Parameter measured were : protein intake, ammonia (NH3) rumen, protein digestibility, and Nitrogen balance. The results indicated that protein intake and ammonia production significantly (P<0.01) different between goats and sheep but not between male and female (P>0.05). Protein digestibility not significantly (P>0.05) different between goats and sheep as well as between male and female. Nitrogen retention significantly different between goats and sheep (P<0.05) but not between male and female (P>0.05). Nitrogen balance for both spesies were positive. Key word : nitrogen metabolism, nitrogen balance, sheep, goat.
STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL
KHOERUNNISSA D24101051
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL
Oleh KHOERUNNISSA D24101051
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 13 Juni 2006
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Prof. Dr. drh. Aminuddin Parakkasi, M.Sc NIP. 130 188 194
Ir. Lilis Khotijah, M.Si NIP. 131 999 587
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc. NIP. 131 624 188
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Juni 1983 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Nawawi Iskandar dan Ibu R.M. Muchlisoh. Jenjang Pendidikan dimulai pada tahun 1987-1989 TK Semen Cibinong, pada tahun 1989-1995 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Semen Cibinong. Tahun 1995-1998 penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan pertama di SMP Muhammadiyah Cipanas dan pada tahun 1998-2001 penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas di MA Negeri 2 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan izin dari-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Komparatif Metabolisme Nitrogen Antara Domba dan Kambing Lokal”. Proses penelitian melalui beberapa tahap yaitu tahap persiapan, pembuatan pakan, pemeliharaan, pengambilan sampel/data dan analisa laboratorium dan berlangsung selama 6 bulan serta tahap pengolahan data dan penulisan. Tahap pemeliharaan, pengambilan sampel dan analisa laboratorium di laboratorium lapang dan kimia Nutrisi Ternak daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh adanya keserupaan saluran pencernaan antara kambing dan domba, akan tetapi kedua ternak tersebut memiliki perbedaan dalam sistem penyerapan zat makanan. Proses penelitian dilakukan dengan menggunakan 2 jenis ternak yaitu domba dan kambing dengan 2 jenis kelamin jantan dan betina dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kesanggupan metabolisme nitrogen pada domba dan kambing serta antara jantan dan betina. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan dan dapat menambah informasi mengenai persamaan dan perbedaan antara domba dan kambing lokal.
Bogor, Juni 2006
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................
i
ABSTRACT ..................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP ......................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..................................................................
iv
DAFTAR ISI
v
...............................................................................
DAFTAR TABEL
.......................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................
ix
PENDAHULUAN
.....................................................................
1
Latar Belakang ..................................................................... Perumusan Masalah ............................................................. Tujuan ..................................................................................
1 1 2
TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................
3
Metabolisme Protein (Nitrogen) ........................................... Pencernaan Protein ............................................. Neraca Nitrogen .................................................................... Konsumsi Nitrogen ............................................................... Pengeluaran Nitrogen Melalui Feses .................................... Pengeluaran Nitrogen Melalui Urin ...................................... Kambing ................................................................................ Domba ...................................................................................
3 4 6 7 8 8 9 10
METODE ......................................................................................
11
Lokasi dan Waktu ................................................................ Materi ..................................................................................... Rancangan ........................................................................... Prosedur ................................................................................
11 11 13 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................
17
Konsumsi Nitrogen .............................................................. Produksi NH3 dalam Rumen ................................................. Pengeluaran Nitrogen Melalui Feses ................................... Koefisien Cerna Protein ...................................................... Pengeluaran Nitrogen Melalui Urin ...................................... Retensi Nitrogen .................................................................. Efisiensi Penggunaan Protein ...............................................
17 19 20 22 23 24 26
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................
28
Kesimpulan ..........................................................................
28
Saran ....................................................................................
28
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................
29
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................
30
LAMPIRAN ..................................................................................
34
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Komposisi Bahan Makanan ......................................................
12
2. Kandungan Nutrisi Ransum Hasil Analisa (Berdasarkan % BK) .................................................................
13
3. Rataan Konsumsi Protein untuk Setiap Perlakuan ...................
17
4. Produksi NH3 dalam Rumen antar Perlakuan (mM) ...............
19
5. Rataan Pengeluaran Nitrogen Melalui Feses untuk Setiap Perlakuan (g/e/hari) ............................................
21
6. Koefisien Cerna Protein Kasar antar Perlakuan (%) ................
22
7. Rataan Pengeluaran Nitrogen Melalui Urin untuk Setiap Perlakuan (g/e/hari) ..............................................
23
8. Rataan Retensi Nitrogen untuk Setiap Perlakuan (g/e/hari) ......
25
9. Rataan Efisiensi Penggunaan Nitrogen .....................................
26
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Pencernaan dan Metabolisme Nitrogen dalam Rumen ............................................................................
5
2. Ternak Penelitian ....................................................................
11
3. Ransum Penelitian ....................................................................
12
4. Bagian-bagian Cawan Conway ................................................
16
5. Histogram Tingkat Konsumsi Protein Antar Perlakuan ...........
18
6. Histogram Produksi NH3 dalam Rumen Antar Perlakuan ........
20
7. Histogram Nitrogen Feses Antar Perlakuan .............................
21
8. Histogram Koefisien Cerna Protein Antar Perlakuan ...............
23
9. Histogram Nitrogen Urin Antar Perlakuan ...............................
24
10. Histogram Retensi Nitrogen Antar Perlakuan ..........................
25
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Uji Sidik Ragam Konsumsi Protein .........................................
35
2. Uji Lanjut Duncan Konsumsi Protein (Jenis Ternak) .............
35
3. Uji Lanjut Duncan Konsumsi Protein (Kelompok) ..................
35
4. Sidik Ragam Produksi NH3 dalam Rumen ................................
36
5. Uji Lanjut Duncan Produksi NH3 (Jenis Ternak) .....................
36
6. Sidik Ragam Nitrogen Feses ....................................................
36
7. Sidik Ragam Kecernaan Protein ..............................................
37
8. Sidik Ragam Nitrogen Urin .....................................................
37
9. Uji Lanjut Duncan Nitrogen Urin (Jenis Ternak) ...................
37
10. Sidik Ragam Retensi Nitrogen ................................................
38
11. Uji Lanjut Duncan Retensi Nitrogen (Jenis Ternak) ..............
38
12. Uji Lanjut Duncan Retensi Nitrogen (Kelompok) ..................
38
13. Sidik Ragam Efisiensi Penggunaan Nitrogen ...........................
39
PENDAHULUAN Latar Belakang Protein merupakan zat organik yang sangat diperlukan dalam tubuh karena memiliki fungsi penting, diantaranya adalah sebagai: 1) bahan pembangun tubuh, 2) bahan baku pembuatan enzim, hormon dan antibodi, 3) mengatur lalu lintas cairan tubuh dan zat yang larut di dalamnya, ke dalam dan ke luar sel dan 4) menyediakan energi (Anggorodi, 1990; Tillman et al., 1991). Protein tersusun atas unsur nitrogen, oleh karena itu proses metabolisme protein dapat diartikan sebagai metabolisme nitrogen. Metabolisme
protein
(nitrogen
maupun
non-protein
nitrogen)
pada
ruminansia banyak melibatkan peran mikroorganisme rumen, dimana protein yang dikonsumsi sebagian akan diubah menjadi protein mikroba oleh mikroba rumen dan sebagian lagi lolos ke organ pasca rumen. Konsumsi bahan makanan seperti energi dan protein akan sangat mempengaruhi aktivitas mikroba dalam mengubah asam amino dan amonia menjadi protein mikroba, karena aktivitas mikroba akan tinggi seiring dengan adanya keseimbangan asupan nutrisi dan ketersediaan NH3 dalam rumen (Annison et al., 2002). Domba dan kambing merupakan jenis ruminansia kecil yang memiliki persamaan saluran pencernaan yang serupa dan memiliki perbedaan yang meliputi tabiat makan, fungsi saluran pencernaan dan pemanfaatan zat-zat makanan (Tomaszewska et al., 1993). Adanya persamaan dan perbedaan yang dimiliki domba dan kambing, kemungkinan kebutuhan protein pada kedua jenis ternak tersebut terdapat perbedaan. Kebutuhan protein pada domba dan kambing lokal menggunakan kebutuhan protein untuk domba dan kambing tropis, oleh karena itu kebutuhan protein ini harus diperhitungkan dengan baik agar tidak terjadi defisiensi protein sehingga dapat mengganggu pertumbuhan ternak. Perumusan Masalah Ternak domba dan kambing ( ruminansia kecil ) memiliki sistem pencernaan yang serupa tetapi kemungkinan berbeda dalam kecernaan zat makanan, oleh karena itu dengan perlakuan ransum yang sama dan tingkat kandungan zat makanan yang sama diharapkan dapat melihat kesanggupan perbedaan metabolisme nitrogen antara
domba dan kambing dengan jenis kelamin yang berbeda, sehingga dapat diketahui apakah efisiensi penggunaan pakan antara kedua jenis ternak (domba dan kambing) berbeda atau tidak. Tujuan Membandingkan kemampuan metabolisme nitrogen antara 2 jenis ruminansia lokal (domba dan kambing). Membandingkan kemampuan metabolisme nitrogen antara jantan dan betina dari masing-masing spesies ternak lokal tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA Metabolisme Protein (Nitrogen) Protein merupakan zat organik yang terdiri dari karbon, hidrogen, sulfur dan phosphor. Unsur-unsur tersebut terdapat dalam bentuk asam amino yang terikat satu sama lain oleh ikatan peptida (Tillman et al., 1991). Arora (1989) menyatakan bahwa protein mengandung 51-55% karbon, 6,5-7,3% hidrogen, 15,5-18% nitrogen, 21,523,5% oksigen, 0,5-2% sulfur dan 1,5% phosphor. Metabolisme merupakan sejumlah proses yang meliputi proses sintesa (anabolisme) dan perombakan (katabolisme) dalam protoplasma sel organisme hidup, proses ini menyangkut perubahan-perubahan kimia dalam sel hidup, dimana energi disediakan untuk beberapa fungsi penting, dan produk metabolisme diasimilasikan untuk perbaikan dan sintesa jaringan baru atau produksi (Tillman et al., 1991; Pond et al., 1995; McDonald et al., 2002). Protein (nitrogen maupun non protein nitrogen) yang berasal dari makanan akan dihidrolisa oleh mikroba rumen. Tingkat hidrolisa protein tergantung dari daya larutnya yang berkaitan dengan kadar ammonia (NH3) (Arora, 1989). Degradasi protein dalam rumen dipengaruhi oleh sumber protein, bentuk fisik dan kimia makanan, gerak laju makanan, gerak laju makanan dalam rumen, jumlah konsumsi ransum, konsumsi energi, pertumbuhan mikroba dan ukuran partikel makanan (Huber dan Kung, 1981). Protein (nitrogen maupun non protein nitrogen) pakan yang didegradasi oleh mikroba rumen sebesar 50-60%, hal ini menunjukkan bahwa protein yang lolos degradasi dan masuk ke usus sebesar 40-50% (Ranjhan, 1980). Mikroorganisme rumen menghasilkan enzim “protease” yang digunakan untuk menghidrolisa protein pakan menjadi peptida dan asam amino, yang selanjutnya dihidrolisa menjadi CO2, amonia (NH3) dan VFA (Ranjhan, 1980). Ammonia merupakan nitrogen yang dibutuhkan mikroba rumen dan bersama dengan kerangka karbon sumber energi akan disintesa menjadi asam amino dan selanjutnya menjadi protein mikroba (Hungate, 1966). Konsentrasi amonia dalam rumen tergantung pada kelarutan dan jumlah protein pakan. Protein pakan yang didegradasi menjadi asam amino akan mengalami proses deaminasi menjadi asam organik, CO2 dan NH3. NH3 yang dihasilkan dapat
diubah menjadi protein mikroba kemudian akan mengalir ke abomasum, usus halus dan hati. NH3 yang masuk ke dalam hati diubah menjadi urea, urea yang dihasilkan sebagian akan masuk kembali ke dalam rumen melalui saliva ataupun dinding rumen dan sebagian lagi akan diekresikan melalui urin (Ranjhan, 1980; McDonald, 2002, Annison et al., 2002). Ørskov (1982)
menyatakan bahwa produksi amonia dipengaruhi oleh
lamanya makanan berada dalam rumen, kelarutan protein ransum, pH rumen dan jumlah protein ransum. Findlay (1998) menyatakan bahwa pH rumen mempengaruhi konsentrasi amonia, pH rumen yang dapat ditoleransi adalah 7,0 dimana pH rumen diatas 7,3 dapat menimbulkan gejala keracunan. Mikroba rumen tumbuh sejalan dengan konsentrasi amonia dalam rumen sampai konsentrasi 5 mg %, konsentrasi tersebut lebih kurang setara dengan kadar protein kasar ransum sebesar 13 % dari bahan kering (Satter dan Slyter, 1974). Menurut Ranjhan (1980) batas minimum kadar ammonia untuk pertumbuhan mikroba sebesar 2 mg persen. Preston dan Leng (1987) menyatakan kisaran normal konsentrasi NH3 untuk pertumbuhan mikroba rumen adalah 3,5-14 mM. Findlay (1998) menyatakan bahwa konsentrasi N-NH3 dalam rumen bervariasi berkisar antara 20 – 1000 mg/l. Abdelsamie et al. (1990) menyatakan bahwa produksi NH3 antara kambing dan domba sama, nilai produksi NH3 yang diperoleh adalah 114 mg/l pada kambing dan 117 mg/l pada domba atau setara dengan 8,14 mM dan 8,35 mM. Dayal et al. (1995) menyatakan bahwa konsentrasi NH3 pada domba lebih besar dibanding kambing. Tomaszewska et al. (1993) menyatakan bahwa konsentrasi NH3 pada kambing lebih besar dibanding domba. Ringkasan proses metabolisme nitrogen pada ruminansia terlihat seperti pada Gambar 1. Pencernaan Protein Proses pencernaan pada ruminansia terjadi secara : a) mekanis yang terjadi dalam mulut, b) kimia dengan bantuan enzim saluran pencernaan dan c) mikrobial / fermentatif oleh mikroba rumen (McDonald et al., 2002). Beberapa keuntungan pencernaan fermentatif sebelum usus adalah : 1) produk fermentasi dapat disajikan ke usus dalam bentuk yang lebih mudah diserap, 2) dapat makan cepat dan menampung makanan dalam jumlah besar, 3) ternak dapat
mencerna serat lebih banyak, dan 4) dapat menggunakan Non Protein Nitrogen (NPN). Selain memiliki keuntungan, proses pencernaan fermentatif sebelum usus dapat pula merugikan karena : 1) banyak energi yang terbuang dalam bentuk CH4 dan sebagai panas fermentasi, 2) protein bernilai hayati tinggi mengalami degradasi menjadi NH3 dan 3) ternak mudah terkena ketosis (Sutardi, 1977). Makanan
Kelenjar saliva
Protein NPN Protein pintas rumen
Protein terdegradasi Peptida
Amoniak (NH3)
HATI NH3 Urea
Asam Amino Ginjal Protein Mikroba Dikeluarkan melalui Urin Pencernaan dalam usus halus Gambar 1. Pencernaan dan Metabolisme Nitrogen dalam Rumen (McDonald et al., 2002). Besar kebutuhan protein dipengaruhi oleh : 1) kandungan protein dan NPN ransum, 2) besar koefisien cerna dan tingkat kualitas protein mikroba, 3) kemampuan mikroba mendegradasi protein pakan dan 4) tingkat ketahanan degradasi protein pakan (Maynard dan Loosli, 1969). Pencernaan
bahan
makanan
dipengaruhi
oleh
jenis
dan
populasi
mikroorganisme rumen, kondisi anatomis dan fisiologis dari hewan, kandungan zat makanan (Maynard dan Loosli, 1969), umur ternak, jumlah makanan yang
dikonsumsi, pengolahan bahan makanan (Ranjhan, 1980) dan waktu tinggal makanan dalam rumen (Dayal et al., 1995). Ranjhan (1980) menyatakan bahwa kecernaan protein bahan makanan tergantung pada kandungan protein ransum, bahan makanan yang rendah kandungan proteinnya mempunyai kecernaan protein yang rendah, begitu pula sebaliknya bila kandungan protein ransum tinggi maka kecernaan proteinnya akan tinggi, akan tetapi kecernaan protein dapat tertekan dengan meningkatnya kadar serat kasar ransum. Mathius et al. (1983) menyatakan koefisien cerna semu zat-zat makanan (termasuk protein) antara kambing dan domba tidak berbeda, meskipun ada kecenderungan koefisien cerna semu pada kambing lebih tinggi dibanding domba. Nilai koefisien cerna semu protein kasar domba dan kambing berturut-turut adalah 66,8% dan 67,9%. Dayal et al. (1995) melaporkan bahwa antara kambing Mahaboobnagari dan domba Deccani yang diberi kelobot jagung (Maize husk) memiliki kecernaan protein tidak berbeda nyata. Neraca Nitrogen Intensitas total dari proses anabolisme dan katabolisme nitrogen yang digambarkan melalui persamaan : B = K – (U + T), dimana B = neraca nitrogen, K = konsumsi nitrogen, U = nitrogen urin dan T = nitrogen feses. Banerjee (1982) menyatakan bahwa neraca nitrogen merupakan salah satu metode yang umum digunakan untuk mengevaluasi kualitas protein ransum. Neraca nitrogen merupakan selisih dari konsumsi nitrogen dengan ekskresi nitrogen melalui urin dan feses dan dapat bernilai positif, nol atau negatif (Maynard dan Loosli 1969). Nilai neraca nitrogen positif berarti terdapat pertambahan protein berupa pertumbuhan jaringan baru atau peletakan protein dalam jaringan. Nilai nol berarti terjadi keseimbangan dalam tubuh, dimana konsumsi nitrogen hanya cukup untuk hidup pokok saja. Nilai negatif pada neraca nitrogen menunjukan adanya kehilangan nitrogen jaringan melalui katabolisme sebagai akibat dari nitrogen yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan hidup pokok ternak (Maynard dan Loosli, 1969; Parakkasi, 1983). Peningkatan protein dalam ransum akan meningkatkan retensi protein (nitrogen) dalam tubuh, protein yang tertinggal dalam tubuh sangat erat hubungannya dengan konsumsi energi dan protein, dimana semakin meningkat konsumsi protein
dan energinya maka semakin meningkat pula protein yang tertinggal (teretensi) dalam tubuh (Sitorus, 1982; Van Soest, 1982). Zaherunaja (1989) menyatakan bahwa retensi nitrogen akan meningkat dengan adanya penurunan jumlah nitrogen yang keluar melalui urin. Ranjhan (1980) menyatakan bahwa neraca nitrogen dapat pula digunakan untuk menilai mutu protein makanan, karena dengan hanya mengetahui kecernaan protein saja belum dapat mengetahui secara tepat mutu protein ransum yang digunakan. Konsumsi Protein (Nitrogen) Konsumsi adalah faktor essensial yang mendasar untuk hidup dan menentukan produksi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi diantaranya adalah bobot badan, jenis kelamin, umur, faktor genetik, makanan yang diberikan, dan lingkungan (Parakkasi, 1999). Cole dan Ronning (1974) menyatakan bahwa tingkat konsumsi protein (nitrogen) sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas atau kompisisi kimia pakan, fermentasi dalam rumen, pergerakan makanan melalui saluran pencernaan dan status fisiologi ternak. Sumber protein ternak ruminansia berasal dari protein makanan yang selamat dari degradasi dalam rumen dan protein mikroba yang terbentuk dalam rumen. Penyediaan protein ransum sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Protein pakan yang dikonsumsi ruminansia tidak seluruhnya didegradasi oleh mikroba rumen, sebagian protein pakan lolos ke dalam usus halus bersama protein mikroba dan protein endogen (Kempton et al., 1977). Tomaszewska et al. (1993) menyatakan domba dan kambing lokal di Indonesia sering kali kekurangan protein, oleh karena itu kebutuhan protein dalam pakan harus diperhitungkan dengan baik. Akhirany (1998) menyatakan peningkatan kadar protein ransum akan meningkatkan konsumsi ransum. Wiradarya (1991) menyatakan bahwa peningkatan kadar protein ransum mengakibatkan kenaikan tingkat konsumsi protein pada domba dan kambing lokal tetapi tidak mempengaruhi tingkat konsumsi bahan kering dan energi ransum. Menurut NRC (1981) kambing dengan bobot hidup 10-20 kg memerlukan protein sebesar 22-38 g/e/h, sedangkan menurut NRC (1985) domba dengan bobot hidup 10-20 kg haruslah mengkonsumsi protein kasar sekitar 127-167 g/e/h. Sitorus (1982) menyatakan kebutuhan protein kambing lokal Indonesia lebih rendah
dibanding dengan kebutuhan kambing di daerah subtropis. Menurut Mathius et al. (1996) kebutuhan protein domba lokal di Indonesia lebih tinggi dibanding dengan yang disarankan Kearl (1982). Kearl (1982) menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar untuk domba dengan bobot hidup 20 kg adalah 44 g/ekor/hari. Konsumsi protein kasar domba yang diberi pakan campuran rumput gajah dan daun singkong dengan penambahan tepung jagung dan dedak padi lebih besar dibanding kambing, dengan konsumsi protein kasar untuk domba dan kambing berturut-turut yaitu 11,7 g/kg BB0,75 dan 9,3 g/kg BB0,75 (Mathius et al. 1983). Pengeluaran Nitrogen Melalui Feses (Nitrogen Feses) Nitrogen yang keluar melalui feses berasal dari protein pakan yang tidak tercerna, Nitrogen endogenous yang terdiri dari enzim-enzim pencernaan dan cairan lainnya yang diekskresikan ke dalam saluran pencernaan, sel-sel mukosa yang terkikis mengandung protein dan mikroba saluran pencernaan (Church, 1979; Parakkasi, 1983; Pond et al., 1995). Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeluaran nitrogen melalui feses adalah bobot badan ternak, konsumsi bahan kering, kandungan serat kasar, energi dan protein ransum serta proses pencernaan (Koenig et al, 1980), tipe makanan yang dikonsumsi dan tipe saluran pencernaan (Pond et al.,1995). Menurut Van Soest (1982) pengeluaran nitrogen melalui feses tergantung dari hasil pencernaan oleh mikroba dan efisiensi pemeliharaan bakteri. Van Soest (1982) menyatakan pula bahwa nitrogen yang hilang dalam feses ruminansia kira-kira 0.6 % dari konsumsi bahan kering atau ± 4 % dari protein ransum. Pengeluaran Nitrogen Melalui Urin (Nitrogen Urin) Nitrogen yang keluar melalui urin antara lain berupa keratin, ammonia, asam amino, urea (Banerjee, 1982) dan allantoin (Church, 1979). Kehilangan nitrogen melalui urin merupakan hasil proses metabolisme jaringan tubuh yang disebut endogenous urinary nitrogen (Roy, 1970; Banerjee, 1982). Kadar nitrogen dalam urin jumlahnya bervariasi, tergantung pada tingkat konsumsi dan sumber nitrogen, tingkat protein ransum, koefisien cerna protein, tingkat energi ransum dan fase pertumbuhan ternak (Roy, 1970).
Bunting et al. (1987) menyatakan bahwa domba yang mengkonsumsi ransum dengan kandungan protein yang tinggi akan mengekskresikan nitrogen urin lebih tinggi dibanding domba yang mengkonsumsi ransum dengan kadar protein rendah, tetapi nitrogen yang diekskresikan melalui feses tidak dipengaruhi oleh kandungan protein ransum. Nitrogen urin akan meningkat dengan meningkatnya kandungan protein dapat larut pada ransum (Wanapat et al., 1982). Pengeluaran nitrogen melalui urin memiliki kolerasi linier dengan tingkat konsumsi ransum dan pengeluaran nitrogen feses (Smith et al., 1992). Kambing Devendra dan Burns (1994) melaporkan bahwa kambing merupakan ternak bertanduk yang termasuk dalam kelas mamalia, ordo Artiodactyla, sub ordo Ruminansia, famili Bovidae, genus Capra dan spesies Capra Hircus. Kambing merupakan hewan yang didomestikasi oleh manusia yang berasal dari hewan liar (Capra Hircus Aegragus), dapat hidup di daerah yang sulit dan berbatu, mudah dipelihara, tidak memerlukan lahan yang luas (Blakely dan Bode 1985). Kambing memiliki sifat yang khusus yaitu tidak suka bergerombol dan cenderung memakan hijauan yang menggantung serta mampu memakan jenis tanaman yang lebih banyak dibandingkan domba; kambing merupakan ternak pemakan semak, sangat aktif, selektif, dan dapat menempuh jarak yang lebih jauh untuk mencari makan (Tomaszewska et al., 1993). Kambing khas Indonesia adalah kambing kacang, akan tetapi pada saat ini jenis kambing yang ada telah lebih bervariasi karena adanya persilangan antara kambing lokal dengan impor. Karakteristik kambing lokal antara lain : 1) lebih tanggap terhadap perubahan energi daripada protein dalam ransum, 2) kebutuhan energi dan protein untuk hidup pokok dengan bobot ± 15 kg adalah 143 kkal energi tercerna dan 3,4 g protein kasar untuk setiap kg bobot hidup metabolik dalam sehari, 3)untuk
mencapai
penampilan
produksi
yang
maksimal,
kambing
lokal
membutuhkan energi dan protein sebesar 209 kkal energi tercerna dan 9,72 g protein kasar untuk setiap kg bobot hidup metabolik dalam sehari (Setiadi et al., 2001).
Domba Domba adalah jenis ternak yang cukup selektif terhadap makanan secara lokal dalam memilih jenis rumput yang baik dan jenis legum yang cocok. Domba yang sebagian besar makanannya berupa hijauan, ternyata lebih efisien dalam menggunakan konsentrat yang rendah kualitasnya (Suryaman, 1982). Domba termasuk sub famili Caprinae, famili Bovidae, genus Ovis dan spesies Ovis Aries (Devendra dan McLeroy, 1982). Mason (1978) melaporkan bahwa jenis domba lokal yang terdapat di Indonesia terutama di daerah Jawa termasuk dalam tiga bangsa domba yaitu : domba lokal ekor tipis (Javanese thin-tailed), domba priangan dan domba lokal ekor gemuk (East Java fat-tailed). Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang mempunyai daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan dapat beranak 2 kali dalam satu tahun. Domba lokal mempunyai tubuh yang relatif kecil, warna bulu beragam, memiliki ekor kecil dan tidak terlalu panjang, serta memiliki wool atau bulu yang tidak tebal. Domba lokal juga memiliki perdagingan sedikit dan sering disebut juga sebagai domba kampung (Mason, 1978; Dwiyanto, 2003).
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratotium Kimia Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai Juli 2005. Materi Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 20 ekor yang terdiri atas 10 ekor kambing (5 ekor jantan dan 5 ekor betina) dan 10 ekor domba (5 ekor jantan dan 5 ekor betina), dengan rataan bobot badan pada kambing betina10,7±0,57, kambing jantan 11,8±0,67, domba jantan 15,5±1,66 dan kambing betina 14,5±2,93. Domba dan kambing yang digunakan berumur kurang dari 1 tahun (lepas sapih). Ternak yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Gambar 2.
A
C
B
D
Gambar 2. Ternak Penelitian: A. Kambing Jantan, B. Kambing Betina, C. Domba Jantan, D. Domba Betina.
Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang metabolis sebanyak 20 buah. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat makan, air minum serta tempat penampungan feses dan urin yang diletakan di bawah alas kandang. Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan, gelas ukur, tempat penampungan air.
Ransum Ransum yang digunakan selama penelitian adalah ransum berbentuk pelet dengan rasio hijauan : konsentrat 40 : 60 yang terdiri dari rumput lapang, jagung kuning, bungkil kedelai, dedak padi, minyak kelapa sawit, pollard dan premix. Komposisi dan kandungan nutrisi ransum penelitian disajikan pada Tabel 1 dan 2. Ransum penelitian disajikan pada Gambar 3. Tabel 1. Komposisi Ransum Penelitian Bahan Pakan
Jumlah (%)
Jagung kuning
12,5
Bk. Kedele
21
Pollard
7
Dedak padi
13
M.Kelapa Sawit
5,5
R. Lapang
40
Premix
1
Gambar 3. Ransum Penelitian
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Ransum Hasil Analisa (Berdasarkan % BK)1 Jumlah
Kandungan Nutrisi
(%)
Bahan Kering
89,42
Bahan Organik
80,69
Protein Kasar
13,81
BET-N
40,00
Lemak Kasar
7,53
Serat Kasar
19,35
NDF
49,59
ADF
25,89
Ca
0,514
P
0,30 2
Energi bruto (kkal/kg) ME (kkal/kg)
3790
3
2569,45
1. Hasil analisa Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (2005). 2. Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2005). 3. Hasil Perhitungan (NRC, 1985)
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Pola Faktorial 2 x 2 dengan 5 ulangan, pengelompokkan dilakukan berdasarkan bobot badan. Perlakuan berdasarkan jenis ternak dan jenis kelamin, faktor A adalah jenis ternak dan faktor B adalah jenis kelamin. Analisa data menggunakan Analisis Ragam (ANOVA), apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993), dengan model matematik sebagai berikut : Xijk = µ +αi +βj +( αβ )ij + λk + εijk Keterangan : Xijk
= Nilai pengamatan dari faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j dan kelompok ke-k
µ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh faktor A pada taraf ke-i
βj
= Pengaruh faktor B pada taraf ke-j
λk
= Pengaruh kelompok ke-k
(αβ)ij = Pengaruh interaksi dari faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j kelompok ke-k
εijk
= Pengaruh galat dari faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j dan kelompok ke-k
Peubah yang Diamati Peubah yang diukur adalah konsumsi protein, produksi NH3 dalam rumen, nitrogen feses, kecernaan protein, nitrogen urin, retensi nitrogen dan efisiensi penggunaan nitrogen.
Prosedur Pembuatan Ransum Rumput lapang segar dijemur di bawah sinar matahari kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven sampai memiliki kadar air yang stabil. Setelah kering, kemudian rumput digiling dengan ukuran saringan 2 mm. Rumput yang sudah digiling dicampur dengan konsentrat dalam “mixer” hingga homogen. Setelah homogen, bahan dimasukan ke dalam mesin pellet dengan ukuran panjang pellet 2,5 cm dengan diameter sebesar 0,5 cm. Pellet yang dihasilkan diangin-anginkan dahulu kemudian dimasukan ke dalam karung.
Cara Pemeliharaan Ternak dipelihara selama 6 bulan, sebelum diberi pakan perlakuan dilakukan masa adaptasi terhadap ransum yang digunakan selama satu minggu. Setelah masa adaptasi ternak diberi pakan berbentuk pellet dan diberikan sebanyak 3 % dari bobot badan.
Pemberian Pakan dan Air Minum Pemberian pakan dan air minum dilakukan dua kali sehari yaitu pagi sekitar pukul 06.30; sore sekitar pukul 16.00.
Pengumpulan dan Pengambilan Sampel Urin Urin yang keluar ditampung dan dimasukan ke dalam wadah, diberi 3 –5 tetes H2SO4 20% untuk mencegah terjadinya penguapan nitrogen. Contoh urin diambil sebanyak 5% dari seluruh urin yang tertampung kemudian disimpan dalam botol dan
dimasukan ke dalam freezer. Untuk analisa kandungan nitrogen, contoh urin ini dikomposit menjadi satu sampel.
Pengumpulan dan Pengambilan Sampel Feses Feses yang keluar dimasukkan ke dalam wadah, kemudian ditimbang jumlah feses yang keluar, selanjutnya diambil sebanyak 20 % dari total feses/ekor/hari. Feses dikeringkan di bawah sinar matahari kemudian dimasukan ke dalam oven 60°C selama 24 jam. Untuk proses analisa, contoh feses dikomposit dan kemudian diambil sampel untuk dianalisa kandungan nitrogennya.
Metoda Analisa Protein (Nitrogen) Analisa protein kasar ransum, kadar nitrogen feses dan urin dilakukan dengan mengukur kandungan nitrogen contoh dengan metode micro-Kjeldahl (AOAC, 1980). Kadar Nitrogen dihitung dengan menggunakan persamaan : (titer blank – titer NHCl) x 14 x 24 x 0.01 % Kadar Nitrogen =
x 100 % Berat sampel (mg)
Metode Analisa NH3 Rumen Cairan rumen diambil 4 jam setelah makan. Pengambilan dilakukan dengan menggunakan selang karet, kemudian cairan rumen ditampung pada tabung film yang telah diberi HgCl2 jenuh yang bertujuan untuk mematikan mikroba, kemudian dilakukan analisa NH3. Analisa NH3 dilakukan dengan menggunakan metode microdifusi Conway yang dimodifikasi. Cawan Conway yang akan digunakan terlebih dahulu diolesi dengan vaselin pada kedua bibirnya dan cawan diletakan dalam posisi miring, Bagian cawan Conway disajikan pada Gambar 4. Sebanyak 1 ml supernatan ditempatkan pada salah satu sisi cawan dan pada sisi yang lain tempatkan 1 ml larutan Na2CO3 jenuh. Pada bagian tengah cawan letakan 1 ml asam borat berindikator merah metal dan brom kreosol hijau, kemudian cawan ditutup rapat sehingga kedap udara. Cawan digoyang-goyangkan perlahan-lahan hingga supernatan dan Na2CO3 bercampur dan biarkan selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah tutup cawan dibuka, asam borat yang berwarna hijau dititrasi dengan 0.005 N H2SO4 sampai berwarna merah muda kembali. Produksi N-NH3 (mM) dihitung dengan menggunakan persamaan:
(ml titran sampel – ml titran rumen tanpa sampel) x N-H2SO4 x 1000 mM
Asam Borat berindikator Na2CO3 Cairan Rumen
Gambar 4. Bagian-bagian cawan Conway
Cara Mengukur Peubah Konsumsi Nitrogen
= Konsumsi ransum (g) x % N ransum
Konsumsi Protein
= Konsumsi ransum (g) x (% N ransum x 6,25)
Nitrogen feses (g)
= Feses yang keluar (g) x % N feses
Nitrogen urin (g)
= Urin yang keluar (g) x % N urin
Kecernaan Protein (%)
=
Konsumsi protein (g) – protein feses (g) x 100% Konsumsi protein (g) Retensi Nitrogen
= Konsumsi Nitrogen – (nitrogen feses + nitrogen urin)
% Nitrogen Feses
= Jumlah Feses x % BK feses x % Nitrogen
% Nitrogen Urin
= Jumlah Urin x % BK urin x % Nitrogen
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Protein (Nitrogen) Konsumsi adalah faktor utama yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi ( Parakkasi, 1999 ). Rataan konsumsi protein untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Konsumsi Protein untuk Setiap Perlakuan Peubah
Jenis Ternak
Jenis
Rata-rata
kelamin
Kambing
Domba
Konsumsi protein
Jantan
61,46 ± 9,49
71,51±12,34
66,48
(g/e/h)
Betina
58,22 ± 6,34
72,87 ± 15,92
65,55
59,84b
72,19a
Rata-rata Konsumsi protein
Jantan
6,96 ± 0,57
7,26 ± 1,23
8,68
(g/kg BB0.75)
Betina
6,97 ± 0,28
7,64 ± 0,31
8,94
8,69
8,93
Rata-rata
Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda sangat nyata (P < 0,01).
Konsumsi protein antar jenis ternak berbeda sangat nyata (P < 0.01), dimana konsumsi nitrogen pada domba lebih besar dibandingkan dengan kambing. Perbedaan konsumsi antar jenis ternak diduga dipengaruhi oleh faktor genetik ternak, bobot badan serta gerak laju digesta dalam saluran pencernaan. Konsumsi protein antar jenis kelamin tidak berbeda nyata. Cole dan Ronning (1970) menyatakan bahwa tingkat konsumsi protein (nitrogen) sangat dipengaruhi oleh proses fermentasi dalam rumen dan pergerakan makanan melalui saluran pencernaan. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh bobot badan / ukuran besarnya tubuh, jenis kelamin, umur dan faktor genetik ternak. Konsumsi protein pada domba lebih besar dibanding kambing, hasil ini sesuai dengan Mathius et al. (1983) yang menyatakan bahwa konsumsi protein pada domba dan kambing yang diberi pakan campuran rumput gajah dan daun singkong dengan penambahan tepung jagung dan dedak padi berbeda, dimana konsumsi protein pada domba lebih besar dibanding kambing. Jumlah konsumsi protein yang diperoleh pada
penelitian ini untuk kambing dan domba berturut-turut adalah 59,84g/e/h atau 8,69 g/kg BB0,75 dan 72,19 g/e/h atau 8,93 g/kg BB0,75; nilai ini lebih rendah dibanding hasil yang diperoleh Mathius et al. (1983), dimana konsumsi protein pada domba sebesar 11,7 g/kg BB0,75 dan pada kambing sebesar 9,3 g/kg BB0,75. Perbedaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh jenis pakan, bobot badan ternak serta status fisiologi ternak. Konsumsi protein per bobot badan metabolis antar jenis ternak dan antar jenis kelamin tidak berbeda, hal menunjukkan bahwa konsumsi protein untuk menghasilkan 1 kg bobot badan metabolis antar jenis ternak dan antar jenis kelamin adalah sama. Konsumsi protein yang berbeda antar jenis ternak dapat diartikan konsumsi nitrogen antar jenis ternak berbeda, hal ini dikarenakan protein tersusun dari unsur nitrogen. Rataan konsumsi protein antar perlakuan disajikan pada Gambar 5, dimana terlihat bahwa konsumsi protein tertinggi diperoleh pada domba betina, kemudian domba jantan, kambing jantan dan konsumsi terendah adalah pada
Konsumsi Protein (g/e/h)
kambing betina. 70 60 50 40 30 20 10 0 kambing kambing jantan betina
domba jantan
domba betina
Gambar 5. Histogram Tingkat Konsumsi Protein Antar Perlakuan Mathius et al. (2002) menyatakan tingkat konsumsi bahan kering sangat mempengaruhi kecukupan pasokan nutrien (khususnya protein dan energi), pada penelitian ini konsumsi protein yang berbeda antara kambing dan domba, seiring dengan perbedaan konsumsi bahan kering antara domba dan kambing, dimana konsumsi bahan kering pada domba lebih besar dibanding kambing. Menurut NRC (1981) kambing dengan bobot hidup 10-20 kg memerlukan protein sebesar 22-38 g/e/h, sedangkan menurut NRC (1985) domba dengan bobot
hidup 10-20 kg haruslah mengkonsumsi protein kasar sekitar 127-167 g/e/h. Hasil penelitian menunjukkan konsumsi protein pada kambing lebih tinggi dari yang disarankan NRC (1981), sedangkan konsumsi protein pada domba lebih rendah dari yang disarankan NRC (1985), hal tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan kambing dan domba lokal di Indonesia berbeda dengan kambing dan domba di daerah tropis.
Produksi Amonia (NH3) dalam Rumen Amonia (NH3) merupakan sumber nitrogen utama dan penting untuk sintesa protein mikroba. Produksi NH3 berasal dari protein makanan yang didegradasi oleh enzim proteolitik. Produksi NH3 pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi NH3 antar Perlakuan (mM) Jenis kelamin
Jenis Ternak
Rata-rata
Kambing
Domba
Jantan
8,82±1,53
10,00±1,53
9,41
Betina
7,43±2,27
11,18±1,96
9,30
Rata-rata
8,12
b
10,59
a
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda sangat nyata (P<0.01)
Produksi ammonia dalam rumen antar jenis ternak sangat berbeda nyata (P<0.01) dimana produksi NH3 dalam rumen pada domba lebih besar dibandingkan dengan kambing, sedangkan produksi NH3 antara jantan dan betina tidak berbeda nyata. Perbedaan produksi NH3 antara kambing dan domba pada penelitian ini diduga dipengaruhi oleh lamanya makanan berada dalam rumen dan perbedaan daur ulang urea melalui saliva dan dinding rumen. Ørskov (1982) menyatakan bahwa produksi NH3 dipengaruhi oleh lamanya makanan berada dalam rumen, kelarutan protein ransum, pH rumen dan jumlah protein ransum. Owen dan Bergen (1983) menyatakan bahwa produksi NH3 dipengaruhi oleh daur ulang urea melalui saliva dan dinding rumen. Menurut Tomaszewska et al. (1993) daur ulang urea pada kambing lebih besar dibanding domba. Produksi NH3 yang berbeda antara domba dan kambing tidak sesuai dengan hasil yang diperoleh Abdelsamie et al. (1990) dan Tomaszewska et al. (1993).
Abdelsamie et al. (1990) menyatakan bahwa produksi NH3 antara kambing dan domba tidak berbeda, nilai produksi NH3 yang diperoleh adalah 114 mg/l pada kambing dan 117 mg/l pada domba atau setara dengan 8,14 mM dan 8,35 mM. Tomaszewska et al. (1993) menyatakan bahwa konsentrasi NH3 pada kambing lebih besar dibanding domba. Perbedaan ini mungkin dipengaruhi oleh perbedaan jenis pakan yang digunakan, kelarutan protein ransum dan jumlah protein ransum. Produksi NH3 yang diperoleh berkisar antara 7,43 - 11,18mM, nilai ini masih dalam kisaran normal, dimana menurut Preston dan Leng (1987) kisaran normal NH3 untuk pertumbuhan mikroba rumen yaitu 3,5 - 14 mM. Rataan produksi NH3 antar perlakuan disajikan pada Gambar 6. Produksi tertinggi diperoleh pada domba betina diikuti oleh domba jantan, kambing jantan dan
Produksi Amoniak (mM)
produksi NH3 terendah yaitu pada kambing betina. 12 10 8 6 4 2 0 kambing kambing domba jantan betina jantan
domba betina
Gambar 6. Histogram Produksi NH3 Antar Perlakuan
Pengeluaran Nitrogen Melalui Feses (Nitrogen Feses) Parakkasi (1983) menyatakan bahwa nitrogen yang keluar melalui feses berasal dari protein pakan yang tidak tercerna, N-endogenous yang terdiri dari enzim-enzim pencernaan dan cairan lainnya yang diekskresikan kedalam saluran pencernaan, sel-sel mukosa yang terkikis mengandung protein dan mikroba saluran pencernaan. Pengeluaran nitrogen melalui feses antar jenis ternak dan jenis kelamin tidak berbeda nyata (P>0,05), hal ini diduga dipengaruhi oleh nilai kecernaan protein yang tidak berbeda. Koenig et al. (1980) menyatakan pengeluaran nitrogen melalui feses dipengaruhi oleh level protein bahan makanan, koefisien cerna dan level energi.
Rataan pengeluaran nitrogen melalui feses untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Pengeluaran Nitrogen Melalui Feses untuk Setiap Perlakuan (g/e/hari) Jenis Jenis Ternak Peubah Rata-rata kelamin Kambing Domba Nitrogen Feses Jantan 2,95 ± 0,75 3,05 ± 1,25 3,00 Betina Rata-rata
3,03 ± 1,03
3,63 ± 1,04
2,99
3,34
3,33
Nilai nitrogen feses antar perlakuan disajikan pada Gambar 7. Nitrogen feses tertinggi diperoleh pada domba betina diikuti domba jantan, kambing betina dan
Nitrogen Feses (g/e/h)
nitrogen feses terendah adalah pada kambing jantan. 10 8 6 4 2 0 kambing jantan
kambing betina
domba jantan
domba betina
Gambar 7. Histogram Nitrogen Feses Antar Perlakuan Hasil penelitian Mathius et al. (2002) pemberian tingkat protein ransum 13,04 % pada kambing PE ,nitrogen yang dikeluarkan dalam feses adalah 1,95 g/e/h. Nitrogen yang keluar melalui feses pada domba lokal yang mengkonsumsi ransum basal dengan penambahan bungkil kedelai berkadar protein 13 % adalah 8,68 g/e/h (Mathius et al., 2001). Rataan nitrogen yang keluar melalui feses pada kambing dalam penelitian ini adalah 2,95 - 3,03 g/e/h, sedangkan rataan nitrogen yang keluar melalui feses pada domba dalam penelitian ini adalah 3,05 - 3,63 g/e/h. Menurut Van Soest ( 1982 ) nitrogen yang hilang dalam feses ruminansia kira-kira 0.6 % dari konsumsi bahan kering atau ± 4 % dari protein ransum. Nitrogen yang keluar melalui feses pada penelitian ini berturut-turut untuk kambing jantan, kambing betina, domba jantan dan domba betina adalah 2,95; 3,03; 3,05 dan 3,63
atau kira-kira 0,66; 0,72; 0,65 dan 0,9 % dari konsumsi bahan kering. Nilai ini masih dalam kisaran 0,6% dari konsumsi bahan kering atau 4% dari protein ransum, hal ini menunjukkan protein yang dikonsumsi sebagian dapat dimanfaatkan oleh ternak.
Kecernaan Protein Kecernaan adalah bagian zat makanan yang tidak diekskresikan melalui feses. Bagian yang dapat dicerna adalah selisih antara zat-zat makanan yang dikonsumsi dengan zat-zat makanan yang dibuang bersama feses. Kecernaan protein kasar antar jenis ternak, jenis kelamin dan interaksi antar faktor tidak berbeda nyata. Nilai koefisien cerna protein kasar yang tidak berbeda nyata mungkin disebabkan oleh kesamaan jenis mikroba rumen antara kambing dan domba. Maynard dan Loosli (1969) menyatakan faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan makanan adalah jenis dan populasi mikroba rumen, kondisi anatomis dan fisiologis dari ternak. Koefisien cerna protein kasar antar perlakuan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Koefisien Cerna Protein Kasar antar Perlakuan ( % ) Jenis kelamin
Jenis Ternak
Rata-rata
Kambing
Domba
Jantan
72,35±7,14
75,13±9,76
73,74
Betina
74,83±6,69
69,45±6,53
72,14
Rata-rata
73,59
72,29
Hasil penelitian ini sesuai dengan Mathius et al. (1983) yang menyatakan bahwa koefisien cerna semu protein antara kambing dan domba tidak berbeda . Nilai koefisien cerna protein kasar yang diperoleh untuk kambing dan domba berturutturut adalah 73,59 dan 72,29%, nilai ini lebih tinggi dibanding hasil yang diperoleh Mathius et al. (1983), hal ini dikarenakan adanya perbedaan jenis pakan yang digunakan dan status fisiologis ternak. Rataan koefisien cerna protein antar perlakuan disajikan pada Gambar 8. Koefisien cerna protein tertinggi diperoleh pada domba jantan diikuti kambing betina, kambing jantan dan koefisien cerna terendah diperoleh pada domba betina.
ja nt ka an m bi ng be tin do a m ba ja nt an do m ba be tin a
ka m bi ng
Koefisien Cerna Protein (%)
100 80 60 40 20 0
Gambar 8. Histogram Koefisien Cerna Protein Antar Perlakuan Maynard dan Loosli (1969) menyatakan bahwa kecernaan protein akan meningkat seiring dengan meningkatnya kecernaan energi, dalam penelitian ini kecernaan protein yang tidak berbeda nyata seiring dengan kecernaan energi yang tidak berbeda nyata pula.
Pengeluaran Nitrogen Melalui Urin (Nitrogen Urin) Pengeluaran nitrogen melalui urin antara lain berupa keratin, asam amino, serta urea. Sebagian besar urea yang keluar melalui urin berasal dari urea yang dibentuk dihati yang kemudian difiltrasi oleh ginjal dan keluar melalui urin. Rataan pengeluaran nitrogen melalui urin untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Pengeluaran Nitrogen Melalui Urin untuk Setiap Perlakuan (g/e/hari) Jenis Ternak Jenis Peubah Rata-rata kelamin Kambing Domba Nitrogen Urin
Jantan
0,057±0,007
0,033±0,022
0,045
Betina
0,048±0,017
0,029±0,013
0,038
Rata-rata
a
0,052
b
0,031
Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda sangat nyata (P<0,01)
Pengeluaran nitrogen melalui urin antara kambing dan domba berbeda sangat nyata (P<0,01) dimana nitrogen urin pada kambing lebih besar dibanding domba, sedangkan hasil sidik ragam nitrogen urin antara jantan dan betina tidak berbeda nyata. Perbedaan nitrogen urin antara kambing dan domba diduga dipengaruhi perbedaan konsumsi protein (nitrogen) antara kambing dan domba serta penyerapan nitrogen dalam tubuh.
Menurut Roy (1970) pengeluaran nitrogen melalui urin
dipengaruhi oleh konsumsi nitrogen, penyerapan nitrogen dalam tubuh ternak, tingkat protein ransum, kecernaan protein dan bentuk fisik dan macam bahan makanan. Rataan nitrogen yang keluar melalui urin pada penelitian ini berturut-turut untuk kambing jantan, kambing betina, domba jantan dan domba betina adalah 0,0568; 0,0475; 0,0331; 0,0290 atau kira-kira 0,58; 0,51; 0,30; 0,25 % dari konsumsi nitrogen. Hasil penelitian Mathius et al. (2002) pada kambing PE yang diberi ransum dengan kadar protein sebesar 13,04 % nitrogen yang keluar melalui urin sebesar 1,25 g/e/h dan hasil penelitian Mathius et al. (2001) pada domba lokal yang diberi ransum dengan kadar protein 13 %, nitrogen yang keluar melalui urin sebesar 2,90 g/e/h. Rataan nitrogen urin pada setiap perlakuan disajikan pada Gambar 9, nitrogen urin tertinggi diperoleh pada kambing jantan diikuti kambing betina, domba jantan dan
Rataan Nitrogen Urin (g/e/h)
nitrogen terendah diperoleh pada domba betina. 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 kambing kambing domba jantan betina jantan
domba betina
Gambar 9. Histogram Nitrogen Urin Antar Perlakuan
Retensi Nitrogen Retensi nitrogen merupakan nitrogen yang tinggal didalam tubuh setelah konsumsi nitrogen dikurangi dengan nitrogen yang keluar melalui urin dan feses. Hasil uji sidik ragam diperoleh retensi nitrogen antara domba dan kambing berbeda nyata (P<0,05) dimana retensi nitrogen pada domba lebih besar dibanding kambing, sedangkan retensi nitrogen antara jantan dan betina tidak berbeda nyata. Perbedaan retensi nitrogen antara domba dan kambing mungkin dipengaruhi perbedaan konsumsi protein dan pengeluaran nitrogen melalui urin. Rataan pengeluaran nitrogen melalui urin untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan Retensi Nitrogen untuk Setiap Perlakuan (g/e/hari) Jenis Ternak
Jenis
Peubah Retensi nitrogen
Rata-rata
kelamin
Kambing
Domba
Jantan
6,82±1,55
7,72±1,55
7,27
Betina
6,72±1,26
8,00±1,231
7,36
6,77b
7,86a
Rata-rata
Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05)
Menurut Sitorus (1982) dan Van Soest (1982) peningkatan konsumsi nitrogen akan meningkatkan jumlah nitrogen yang teretensi dalam tubuh, dalam penelitian ini konsumsi protein pada domba lebih besar dibanding kambing hal tersebut meningkatkan jumlah nitrogen yang teretensi pada domba lebih besar dibanding kambing. Menurut Zaherunaja (1989) retensi nitrogen akan meningkat dengan adanya penurunan jumlah nitrogen yang keluar melalui urin, pada penelitian ini nitrogen urin pada domba lebih rendah dibanding kambing, hal ini menyebabkan nilai retensi nitrogen pada domba lebih besar dibanding kambing. Retensi nitrogen antar perlakuan disajikan pada Gambar 10, terlihat bahwa retensi nitrogen tertinggi diperoleh pada domba betina diikuti domba jantan, kambing jantan dan retensi
Retensi Nitrogen (g/e/h)
nitrogen terendah adalah pada kambing betina. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 kambing kambing jantan betina
domba jantan
domba betina
Gambar 10. Histogram Retensi Nitrogen Antar Perlakuan Nilai retensi nitrogen pada penelitian ini untuk kambing jantan, kambing betina, domba jantan dan domba betina berturut-turut adalah 6,82; 6,72; 7,72; 8,00 g/e/h atau kira-kira 69,46; 66,97; 73,03 dan 68,59% dari konsumsi nitrogen. Hasi penelitian Mathius et al. (2002) kambing PE yang diberi ransum berkadar protein
sebesar 13,04 % meretensi nitrogen sebesar 7,99 g/e/h, sedangkan hasil penelitian Mathius et al. (2001) pada domba lokal yang diberi ransum dengan kadar protein 13% meretensi nitrogen sebesar 5,5825 g/e/h. Neraca nitrogen yang diperoleh pada penelitian ini bernilai positif, hal ini menunjukkan bahwa terdapat sejumlah nitrogen yang ditahan dalam tubuh ternak untuk pertumbuhan. Menurut Anggorodi (1990) nilai retensi nitrogen yang positif menunjukkan ternak mengalami peningkatan bobot badan berupa penambahan tenunan urat daging. Pertambahan bobot badan antar jenis ternak yang diperoleh pada penelitian ini tidak berbeda nyata, akan tetapi pertambahan bobot badan pada kambing cenderung lebih besar dibanding domba. Nilai retensi nitrogen yang lebih besar pada domba tidak disertai pertambahan bobot badan yang lebih besar menunjukkan bahwa nitrogen yang tersimpan dalam tubuh belum seluruhnya digunakan untuk pertambahan bobot badan atau nitrogen tersebut masih dalam saluran pencernaan dan belum diabsorbsi, seperti menurut Hanafi (1999) yang menyatakan bahwa nitrogen yang diretensi tidak seluruhnya digunakan untuk pembentukan daging.
Efisiensi Penggunaan Nitrogen (Nitrogen Effisiency Rasio) Efisiensi penggunaan Nitrogen merupakan suatu cara yang digunakan untuk menghitung kualitas nitrogen/protein ransum yang digunakan (Tillman et al., 1991). Rataan efisiensi penggunaan nitrogen disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Efisiensi Penggunaan Nitrogen Jenis kelamin
Jenis Ternak
Rata-rata
Kambing
Domba
Jantan
1,13±0,034
0,97±0,21
1,05
Betina
1,23±0,17
0,84±0,29
1,04
Rata-rata
a
1,18
b
0,91
Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda sangat nyata (P<0,01)
Efisiensi penggunaan nitrogen antar jenis ternak berbeda sangat nyata (P>0,01), dimana efisiensi penggunaan nitrogen pada kambing lebih besar dibanding domba, sedangkan efisiensi penggunaan nitrogen antar jenis kelamin tidak berbeda.
Hal ini menunjukkan bahwa kambing lebih efisien dalam menggunakan nitrogen untuk pertumbuhan. Nilai efisiensi penggunaan nitrogen yang diperoleh pada kambing jantan dan kambing betina rata-rata bernilai satu yaitu 1,13 dan 1,23, hal tersebut menunjukkan bahwa setiap pertambahan satu satuan bobot badan selalu diikuti penambahan satu satuan konsumsi nitrogen. Nilai efisiensi penggunaan nitrogen pada domba jantan dan domba betina adalah 0,97 dan 0,84, hal ini menunjukkan bahwa pertambahan satu satuan bobot badan pada domba memerlukan penambahan konsumsi nitrogen yang lebih besar disbanding kambing. Meningkatnya konsumsi nitrogen/protein belum tentu memberikan pertumbuhan yang lebih baik, apabila konsumsi nitrogen telah mencukupi kebutuhan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kemampuan metabolisme nitrogen antara domba dan kambing lokal berbeda, yaitu pada konsumsi, produksi ammonia, pengeluaran nitrogen melalui urin dan retensi nitrogen. Kemampuan metabolisme nitrogen antara jantan dan betina tidak berbeda. Efisiensi penggunaan nitrogen pada domba lebih baik dibanding domba. Kebutuhan protein pada domba local lebih rendah dibanding dengan kebutuhan protein yang disarankan NRC, sedangkan kebutuhan protein pada kambing lokal lebih tinggi dibanding dengan kebutuhan protein yang disarankan oleh NRC.
Saran Pemberian pakan terutama kandungan protein (nitrogen) pada domba dan kambing harus dibedakan.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat yang tak terhingga dan hanya dengan pertolonga-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada mama dan bapak yang telah memberikan kasih sayang, dorongan serta do’a yang tiada hentinya. Kepada Prof. Dr. drh Amminuddin Parakkasi, MSc dan Ir. Lilis Khotijah, MS yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Suryahadi, DEA selaku pembimbing akademik, Ir. Ign. Kismono, MS selaku dosen penguji seminar dan Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. serta Ir. Hj. Komariah MSi. Selaku dosen penguji ujian sidang atas kritik dan saran yang diberikan, tak lupa penulis ucapkan terima kasih pada pak Wawan, pak Jaja dan pak Misbah sebagai staf Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja yang telah membantu dalam penelitian dan kepada seluruh pimpinan Departemen Ilmu Nutrisi dan Tekhnologi Pakan dan Fakultas Peternakan. Terima kasih penulis ucapkan kepada teteh Nunik dan Kak Dindin serta adikadikku (Didah, Nufus, Nurul, Zaenal, Imad dan Azat) atas bantuan moril dan materil, rekan-rekan sepenelitian Grace, Sofie, Lani, Ima, Iis, Elit, Musahidin dan pak Dodi atas bantuannya selama penelitian dan teman-teman INMT 38 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, atas do’a dan dorongannya. Akhir kata penulis mohon maaf apabila dalam penulisan terdapat kesalahan dan
berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2006
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Abdelsamie, R. E., D. Foulkes, S. Pickering, G. J. Mc Crabb, G. Chaffey dan M. Inskip. 1990. A course manual on practical aspects of ruminant nutrition studies. Proceeding of Practical Workshop. Activities Conducted by The IPB – Australia Project. p : 99 Akhirany, N. 1998. Nilai nutrisi ransum pellet berbasis jerami padi dengan berbagai level energi dan protein untuk pertumbuhan kambing kacang. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta. Hlm 74. Annison, E. F., D. B. Lindsay and J. V. Nolan. 2002. Sheep Nutrition : Digestion and Metabolism. M. Freer and H. Dove (Ed). CABI Publishing, Australia. p: 95116. Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Terjemahan : R. Murwani. Gajah Mada University Press. Hlm 44-49. AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Washington. Baneerjee, G.C. 1982. Animal Husbandry. Oxford dan IBH Publishing Co. New Delhi, Bombay, Calcuta. p: 366-424. Blakely, J. and H. Bade. 1985. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia. Bunting, L D., J. A. Boling dan C. T. MacKown. 1987. Effect of dietary protein level on nitrogen metabolism lambs : studies using N-Nitrogen. J. Anim. Sci. 64 : 855-867. Church, D. C. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. Second Edition. Metropolitan Printing Co. Oregon. P : 115-122. Cole, H. H. and M. Ronning. 1970. Animal Agriculture. W. H. Freeman and Co., San Fransisco. p: 515-531. Dayal, J. S., C. Sreedhar, T. J. Reddy dan N. P. Purushotam. 1995. Comparative nutritive evaluation of maize husk in sheep and goat. Indian Vet. J. 72: 1045-1049. Devendra, C., and G. B. McLeroy. 1982. Goat and Sheep Production in The Tropics. Longman Group Ltd, Singapore. Devendra, C. and M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan: IDK. H. Putra; R. B. Matram (Editor). Penerbit ITB, Bandung. Hal : 1-11.
Dwiyanto, M. 2003. Penanganan Domba dan Kambing. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal : 2-5. Findlay, A. L. R. 1998. Absorption from the rumen.
[email protected]. [20 Februari 2006]. Hanafi, N. D. 1999. Perlakuan biologi dan kimiawiuntuk meningkatkan mutu daun kelapa sawit sebagai bahan baku pakan domba. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Huber, J. T. and J. R. L. Kung. 1981. Protein and non-protein nitrogen utilization in dairy cattle. J. Dairy Sci. 64 : 1170-1195. Hungate, R. E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press, New York. Kearl, L. C. 1982. Nutrient Requirement Of Ruminants In Developing Countries. Int. Feedstuff Inst. Utah State University Logah, Utah, USA. Kempton, T. I., J. V. Nolan and R. A. Leng. 1977. Principles for The Use of Non Protein Nitrogen and by pass protein in diets of ruminant. Word Animal Riview. 22 : 2. Koenig, J., M. Boling and L. S. Bull. 1980.Energy and protein metabolism in ewes as influenced by age and dietary protein-calory ratio. J. Anim Sci. 50 ( 2 ) : 128. Mason, I. L. 1978. Sheep in Java. FAO and United Nations. World animal review. No. 27 : 17-22 Mathius, I. W., I. E. Van Eys dan M. Rangkuti. 1983. Penggunaan campuran rumput gajah dan daun singkong kering dengan penambahan tepung jagung atau dedak padi oleh domba dan kambing yang sedang tumbuh. Dalam : M. Rangkuti, T. D. Soedjana, H. C. Knipscheer, P. Sitorus dan A. Stiadi (Editor). Domba dan Kambing di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Mathius, I. W., M. Martawidjaja, A. Wilson dan T. Manurung. 1996. Studi strategi kebutuhan energi-protein untuk domba lokal : 1. fase pertumbuhan. J.Ilmu.Ternak dan Vet. 2 (2) : 84-91. Mathius, I. W., D. Yuliastiani, W. Puastuti dan M. Martawidjaja. 2001. Pengaruh pemberian campuran batang pisang dan bungkil kedelai terhadap penampilan domba muda. J. Ilmu. Ternak dan Vet. 6 (3) : 141-147. Mathius, I. W., I. B. Gaga dan I. K. Sutama. 2002. Kebutuhan kambing PE jantan muda akan energi dan protein : konsumsi, kecernaan, ketersediaan dan pemanfaatan nutrien. J.Ilmu.Ternak dan Vet. 7 (2) : 99-109. Maynard, L. A. and J. K. Loosli. 1969. Animal nutrition. 6th Ed. McGraw-Hill Inc, New York. p: 140-415.
McDonald, P., R. A. Edward., J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Longman Scientific & Technical. John Willey & Sons. Inc, New York. p:167. National Research Council. 1981. Nutrient Requirement of Goats : Angora, Dairy and Meat Goats in Temperate and Tropical Countries. Nutrient Requirements of Domestic Animals. 6th Ed. National Academy Press. Washington D. C. National Research Council. 1985. Nutrient Requirement of Sheep. National Academy Press. Washington D. C. Ørskov, E. R. 1982. Protein Nutrition in Ruminants. Academic Press Limited, London. p : 40-80. Owen, F. N and W. G. Bergen. 1983. Nitrogen metabolism of ruminant animals : historitical perspective, current understanding and future implications. J. Anim Sci. 57 (2) : 489-513. Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa. Bandung. Hal : 32-37. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Hal : 23-37. Pond, W. G., D. E. Church, and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th Ed. John Willey & Sons, New York. p: 128-145. Preston, T. R. and Z. R. A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with Available Resources in The Tropic and Sub-Tropics. First Printed. International Colour Production. Penambul Books. Armidale, Australia. p: 49-50. Ranjhan, S. 1980. Animal Nutrition and Feeding Practices in India. 2nd Ed. Vikas Publishing House. New Delhi. p : 93-104. Roy, J. H. B. 1970. The Calf : Nutrition and Health. Vol.2. 3rd Ed. Iliffe Books Ltd, London. Satter, L. D. and L. L. Slyter. 1974. Effect of ammonia concentration on rumen microbial protein in vitro. Br. J. Nutr. 32 : 199. Setiadi, B., Subandriyo, M. Martawidjaja, D. Priyanto, D. Yulistiani, T. Sartika, B. Triesnamurti, K. Dwiyanto dan L. Praharani. 2001. Karakteristik kambing lokal dan upaya mempertahankan keanekaragaman sumber daya genetik. Dalam : Penelitian Ternak Ruminan Kecil. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Sitorus, M. 1982. Kebutuhan kambing lokal akan energi dan protein. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Smith, S. B., B. L. Prior, L. J. Koong and H. J. Mersmann. 1992. Nitrogen and lipid metabolism in heifers fed at increasing levels of intake. J. Anim. Sci. 70 : 152-160. Steel, R. G. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip Dasar Prosedur Statistika dalam Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan : M. Syah. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Hlm : 425-432. Suryaman, A. 1982. Pengaruh taraf pemberiam lamtoro dalam ransum terhadap pertambahan berat badan domba. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Penataran Kursus Peternakan Sapi Perah, di Kayu Ambon, Lembang. BPPLD – Dit. Jend. Peternakan - FAO. Tillman, D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-6. Fakultas Peternakan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm 161 Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner dan T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Terjemahan : I. M. Mastika, K. G. Suaryana, I. G. L. Oka dan I. B. Sutrisna. Sebelas Maret University Press dengan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Australian International Development Assistance Bureau dan Small Ruminant Collaborative Research Support Program (AUS-AID). Hlm 2123. Van Soest, P. J. 1982. Nutrition ecology of the ruminant. Ruminant metabolism, nutritional strategis, the cellulolytic fermentation and the chemistry of forages and plant fibers. Cornell University, Oregon. p : 230-248. Wanapat, M., D. O. Erickson and W. D. Slanger. 1982. Nitrogen metabolism in sheep fed protein sources of various solubilities with low quality roughages. J. anim. Sci. Vol. 54. 3 : 625-631. Wiradarya, T. R. 1991. Usaha meningkatkan produksi daging tertnak domba dan kambing melalui peningkatan kadar protein ransumnya. J. Ilmu. Pet. Ind. 1 (1) : 37-45. Zaherunaja. 1989. Neraca nitrogen pedet Fries Holland pada berbagai tingkat pemberian mineral seng dalam ransum yang mengandung dedak padi tinggi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji Sidik Ragam Konsumsi Protein Sumber
db
JK
KT
Fhitung
P>F
keragaman Model
7
240,06516685
343,1521667
7,70**
0,0012
Faktor A
1
762,22969805
762,2296981
17,10**
0,0014
Faktor B
1
4,37019005
4,37019005
0,10
0,7595
Kelompok
4
1608,91628630
402,22907157
9,03**
0,0013
Interaksi
1
26,54899245
26,54899245
0,60
0,4551
Eror
12
534,75686170
44,56307181
Total
19
2936,82202855
Keterangan : * = berbeda nyata (P<0,05) ** = berbeda sangat nyata (P<0.01)
Lampiran 2. Uji Lanjut Duncan Konsumsi Protein (Jenis Ternak) Jenis Ternak
Rataan
Notasi
Kambing
72,189
B
Domba
59,842
A
Lampiran 3. Uji Lanjut Duncan Konsumsi Protein (Kelompok) Kelompok
Rataan
Notasi
1
75,966
A
2
72,092
A
3
70,600
A
4
59,765
B
5
51,656
B
Lampiran 4. Sidik Ragam Produksi NH3 dalam Rumen Sumber
db
JK
KT
Fhitung
Pr > F
keragaman Perlakuan
3
57,88674018
8,26953431
2.81**
0,0558
Faktor A
1
30,42633265
30,42633265
10,34**
0,0074
Faktor B
1
0,06179018
0,06179018
0,02
0,8872
Kelompok
4
19,16603345
4,79150836
1,63
0,2309
Interaksi
1
8,23258390
8,23258390
2,80
0,1203
Eror
12
35,32712833
2,94392736
Total
19
93,21386851
Keterangan : * = berbeda nyata (P<0,05) ** = berbeda sangat nyata (P<0.01)
Lampiran 5. Uji Lanjut Duncan Produksi NH3 (Jenis Ternak) Jenis Ternak
Rataan
Notasi
Kambing
8,1232
B
10,5900
A
Domba
Lampiran 6. Sidik Ragam Nitrogen Feses Sumber
db
JK
KT
Fhitung
Pr > F
keragaman Model
7
4,41583645
0,63083378
0,54
0,7905
Faktor A
1
0,62906045
0,62906045
0,54
0,4780
Faktor B
1
0,55278125
0,55278125
0,47
0,5054
Kelompok
4
2,92473630
0,73118408
0,62
0,6546
Interaksi
1
0,30925845
0,30925885
0,26
0,6169
Eror
12
14,07224810
1,17268734
Total
19
18,48808455
Lampiran 7. Sidik Ragam Kecernaan Protein Sumber
db
JK
KT
Fhitung
P>F
keragaman Model
7
392,52737145
56,07533878
1,04
0,4528
Faktor A
1
8,45650125
8,45650125
0,16
0,6988
Faktor B
1
12,90421125
12,90421125
0,24
0,6333
Kelompok
4
287,96321650
71,99080412
1,34
0,3122
Interaksi
1
83,20344245
83,20344245
1,55
0,2376
Eror
12
646,13676230
53,84473019
Total
19
1038,66413375
Lampiran 8. Sidik Ragam Nitrogen Urin Sumber keragaman
db
JK
KT
Fhitung
P>F
Model
7
0,00387208
0,00055315
Faktor A
1
0,00223017
0,00223017
10,41**
0,0073
Faktor B
1
0,00022708
0,00022708
1,06
0,3234
Kelompok
4
0,00138101
0,00034525
1,61
0,2345
Interaksi
1
0,00003382
0,00003382
0,16
0,6980
Eror
12
0,00256958
0,00021413
Total
19
0,00644166
2,58
0,0713
Keterangan : * = berbeda nyata (P<0,05) ** = berbeda sangat nyata (P<0.01)
Lampiran 9. Uji Lanjut Duncan Nitrogen Urin (Jenis Ternak) Jenis Ternak
Rataan
Notasi
Kambing
0,052136
A
Domba
0,031017
B
Lampiran 10. Sidik Ragam Retensi Nitrogen Sumber
db
keragaman
JK
KT
Fhitung
Pr > F
Model
7
31,64141945
4,52020278
8,87**
0,0006
Faktor A
1
5,93505125
5,93505125
11,65*
0,0051
Faktor B
1
0,04005125
0,04005125
0,08
0,7840
Kelompok
4
25,48865570
6,37216392
12,51**
0,0003
Interaksi
1
0,17766125
0,17766125
0,35
0,5658
Eror
12
6,11465550
0,50955463
Total
19
37,75607495
Keterangan : * = berbeda nyata (P<0,05) ** = berbeda sangat nyata (P<0.01)
Lampiran 11. Uji Lanjut Duncan Retensi Nitrogen (Jenis Ternak) Jenis Ternak
Rataan
Notasi
Kambing
5,7606
B
Domba
6,6524
A
Lampiran 12. Uji Lanjut Duncan Retensi Nitrogen (Kelompok) Kelompok
Rataan
Notasi
1
7,0815
A
2
7,1845
A
3
6,3363
AB
4
6,0013
B
5
4,4290
C
Lampiran 13. Sidik Ragam Efisiensi Penggunaan Nitrogen Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Fhit
F.05
F.01 5,95
Perlakuan
3 0,4356502
0,1452167
3,9490732
3,49
Faktor A
1 0,3759282
0,3759282
10,2231191
4,75
9,33**
Faktor B
1 0,0011858
0,0011858
0,0322471
4,75
9,33
Kelompok
4 0,6504037
0,1626009
4,4218248
3,26
5,41*
Interaksi
1 0,0585362
0,0585362
1,5918533
4,75
9,33
Error
12 0,4412683
0,0367724
Total
19 1,5273222
Keterangan : * = berbeda nyata (P<0,05) ** = berbeda sangat nyata (P<0.01)