PENDUGAAN KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI, BOGOR
SKRIPSI NIA DINY KURNIAWATY
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN NIA DINY KURNIAWATY. D24104057. 2009. Pendugaan Kebutuhan Nutrien dan Kecernaan Pakan pada Lutung Kelabu (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog-Ciawi Bogor. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota 1 Pembimbing Anggota 2
: Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, M. Rur, Sc : Dr. Wartika Rosa Farida : Dr. Ir. Didid Diapari, M
Lutung kelabu merupakan salah satu satwa liar khas Indonesia yang keberadaannya semakin berkurang akibat perburuan liar dan pengurangan habitat tempat hewan ini hidup. Oleh karena itu perlu adanya penanganan khusus dari Pemerintah dan masyarakat untuk melestarikannya. Pusat Penyelamatan Satwa Gadog (PPSG) merupakan salah satu tempat penyelamatan satwa liar secara ex situ yang memerlukan manajemen tertata baik dalam pemeliharaannya. Salah satu manajemen yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan dalam memenuhi kebutuhan nutrien lutung perak untuk kelangsungan hidup selama di penangkaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebutuhan nutrien dan kecernaan pakan selama di penangkaran. Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah lutung kelabu betina berjumlah empat ekor dengan usia 3-4 tahun. Pakan yang diberikan adalah bayam (Amaranthus tricolor, L), pohpohan (Pilea trinervia), kangkung (Ipomea reptans), sawi hijau (Brassica juncea, L), daun melinjo (Gnetum gnemon) dan ubi jalar (Ipomoea batatas). Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari antara pukul 08.00-08.30 WIB dan pada siang hari antara pukul 13.0014.00 WIB. Pakan yang diberikan secara restricted feeding dan air yang diberikan ad libitum. Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan (gram/ekor/hari), jumlah zatzat makanan yang dikonsumsi setiap hari (gram/ekor/hari), kecernaaan semu nutrien (%), Total Digestible Nutrient (TDN) (%), dan Digestible Energy (DE) (Mkal/kgBk). Urutan hasil pengamatan palatabilitas pakan pada lutung kelabu adalah ubi jalar, pohpohan, kangkung, bayam, sawi hijau dan daun melinjo. Konsumsi pakan segar sebanyak 626 gram/ekor/hari atau dalam bahan kering 68,39 gram/ekor/hari. Rata-rata konsumsi zat-zat makanan pada lutung kelabu adalah abu = 13,05 gram/ekor/hari, protein kasar (PK) = 15,97 gram/ekor/hari, lemak kasar (LK) = 1,65 gram/ekor/hari, serat kasar (SK) = 9,11 gram/ekor/hari, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) = 29,45 gram/ekor/hari dan gross energi (GE) = 2939,95 kal/ekor/hari. Dari hasil konsumsi dapat diduga kebutuhan nutrien lutung kelabu berdasarkan bahan kering yaitu abu = 19,05%, PK = 23,03%, LK = 2,36%, SK = 13,20% dan BETN = 44,09%. Nilai koefisien cerna pada lutung kelabu relatif tinggi yaitu abu = 81,66 %, PK = 79,95%, LK = 54,35%, SK= 75,21% dan BETN = 94,40%. Nilai TDN = 75,01 % dan nilai DE = 3,31 Mkal/kg BK. Hasil penelitian ini menunjukkan lutung kelabu termasuk primata folivorus yang banyak mengkonsumsi pakan dedaunan. Bahan ekstrak tanpa nitrogen merupakan nutrien yang paling banyak dikonsumsi lutung kelabu, konsumsi protein kasar dan serat kasar relatif tinggi. Koefisien cerna dari masing-masing nutrien tinggi sehingga lutung kelabu memiliki TDN dan DE yang tinggi.
Kata Kunci : Lutung kelabu, Trachypithecus cristatus, konsumsi pakan, konsumsi zat-zat makanan, koefisien cerna.
ABSTRACT Nutrient Requirement and Digestibility for Grey Leaf Monkey (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) in Gadog Wildlife Rescue Centre Ciawi, Bogor Nia D. K, A.S. Tjakradidjaja, W. R. Farida dan D. Diapari This experiment was aimed at studying nutrient requirement and digestibility of grey leaf monkey (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) in Gadog Wildlife rescue Centre Ciawi, Bogor. This experiment used four female grey leaf monkeys to measure their feed consumption and digestibility. Feeds that were given were pohpohan, spinach, a fruit tree leaf (melinjo), green Chinese cabbage, kangkung and boiled sweet potato. Feed were given twice a day at 08.00 and 14.00. The variables measured in this study were temperature and relative humidity, feed consumption, nutrient digestibility, total digestible nutrient (TDN) and digestible nutrient (DE). The results of this study show that the most palatable feed for all grey leaf monkey is sweet patato and pohpohan. Feed that were consumed from the highest to the lowest amount are boiled sweet potato, pohpohan, green Chinese cabbage, kangkung, spinach, a fruit tree leaf (melinjo). The average for fresh intake were 624.6 ± 19.85 g/head/day. The average for nutrient consumption are 19.05 ± 1.23 ash/head/day, 23.03 ± 0.64 crude protein head/day, 13.20 ± 0.18 crude fiber/head/day, 2.36 ± 0.64 ether extract/head/day, 44.09 ± 1.71 N-free extract/head/day and 73.94 % Total Digestible Nutrient. Digestibility coefficient of grey leaf monkey 12.77 ± 0.61% are crude protein, 6.85 ± 0.45% crude fiber, 0.90 ± 0.15% ether extract, 27.85 ± 2.64% N-freextractives and DE 3.31 ± 0.23 Mcal DE/kg DM. Keywords : Grey leaf monkey, Trachypithecus cristatus, nutrient consumption, digestibility coefficients.
PENDUGAAN KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI, BOGOR
NIA DINY KURNIAWATY D24104057
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PENDUGAAN KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI, BOGOR
Oleh NIA DINY KURNIAWATY D24104057
Sripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 29 Mei 2009
Pembimbing Utama
Ir. Anita S.T, Mrur. Sc NIP.196109301986032003
Pembimbing Anggota
Pembimbing Anggota
Dr. Wartika Rosa Farida
Dr. Ir. Didid Diapari, MS
NIP. 195901311984032001
NIP. 196206171990021001
Dekan Fakultas Peternakan
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr NIP. 196701071991031003
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1985 di Kuningan Jawa Barat. Penulis adalah anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Samsuni dan Ibu Waryi. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Dukuh Tengah, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SMPN 1 Lebakwangi dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMAN 1 Gawarangi, Kuningan, Jawa Barat. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA)
HIMARIKA
(2004-2007)
sebagai
bendahara,
Himpunan
Profesi
Mahasiswa Nutrisi Peternakan (HIMASITER) (2004-2005) sebagai staff, DKM Al– Hurriyyah (2004-2006) sebagai staff, Rohis Fakultas Peternakan FAMM Al- An’am (2006-2007) sebagai staff, dan Senior Residen (2007-2009) asrama Tingkat Persiapan Bersama IPB. Penulis juga pernah mengikuti pelatihan jurnalistik tahun 2006, seminar pakan HIMASITER tahun 2006, Tranning of Tranner Pendidikan Agama Islam, asisten dosen Pendidikan Agama Islam semester genap tahun 2006, Pelatihan Dasar Senior Resident dan panitia event organizer Asrama Tingkat Persiapan Bersama IPB (2007-2009) serta sidang terbuka Presiden SBY Desember 2008.
KATA PENGANTAR Skripsi
ini
disusun
dengan
latar
belakang
bahwa
lutung
kelabu
(Trachypithecus cristatus Raffles 1812) merupakan salah satu satwa khas Indonesia yang terancam keberadaannya. Salah satu upaya penyelamatan satwa liar adalah melalui konservasi ex situ (penangkaran).
Hal yang perlu diperhatikan dalam
penangkaran satwa liar adalah pemberian pakan dan kandungan nutriennya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup satwa liar tersebut. Di habitat aslinya, lutung kelabu lebih banyak mengkonsumsi dedaunan sehingga pakan yang diberikan selama penelitian ini didominasi pemberian dedaunan. Penelitian ini dilaksanakan selama 30 hari yang terdiri dari enam hari masa preliminary dan 24 hari masa perlakuan. Data yang diambil selama perlakuan adalah data yang berisi jumlah konsumsi pakan dan produksi feses. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu bagi para pengelola habitat konservasi ex situ khususnya habitat konservasi lutung kelabu. Hasil dari penelitian ini kiranya dapat dijadikan referensi atau rujukan dalam mengatur pemberian pakan bagi lutung kelabu yang berada di luar habitat aslinya Semoga hasil penelitian dapat menyumbangkan ilmu dalam mengembangkan usaha pelestarian lutung kelabu agar di masa yang akan datang populasinya dapat dipertahankan bahkan lebih meningkat.
Bogor, Mei 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................
ii
ABSTRACT ..................................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP........................................................................
vii
KATA PENGANTAR....................................................................
vii
DAFTAR ISI..................................................................................
viii
DAFTAR TABEL..........................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .....................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................
xii
PENDAHULUAN .........................................................................
1
Latar Belakang ......................................................................... Rumusan Masalah .................................................................... Tujuan .....................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA................................................................. Lutung Kelabu (Trachypithecus cristatus Raffles 1812)............
3 3
Taksonomi ................................................................. Morfologi................................................................... Morfologi Saluran Pencernaan ................................... Habitat ....................................................................... Pakan Lutung Kelabu ............................................................... Jenis Pakan...............................................................................
3 3 4 5 6 6
Bayam (Amaranthus spp. L)....................................... Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk) ......................... Ubi Jalar Merah (Ipomoea batatas Poir)..................... Melinjo (Gnetum gnemon Linn) ................................. Sawi (Brassica juncea, L) .......................................... Pohpohan (Pilea trinervia) ......................................... Konsumsi Pakan....................................................................... Kecernaan Pakan ...................................................................... Kecernaan Bahan Kering .......................................................... Pusat Penyelamatan Satwa Gadog Ciawi ..................................
6 7 7 8 8 8 9 9 10 10
METODE.......................................................................................
12
Lokasi dan Waktu..................................................................... Materi....................................................................................... Prosedur Penelitian...................................................................
12 12 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................
18
Keadaan Umum........................................................................
18
Bahan Pakan............................................................................. Konsumsi Air ........................................................................... Tingkat Palatabilitas Pakan....................................................... Konsumsi Pakan....................................................................... Konsumsi Nutrien Pakan ......................................................... Pendugaan Kebutuhan Nutrien ................................................. Nutrien Dapat Dicerna dan Koefisien Cerna Nutrien Pakan ...... Total Digestible Nutrient (TDN) dan Digestible Energy (DE) ...
19 21 22 24 27 28 29 32
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
34
Kesimpulan .............................................................................. Saran ........................................................................................
34 34
UCAPAN TERIMA KASIH ..........................................................
35
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................
36
LAMPIRAN ..................................................................................
41
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Komposisi Zat Nutrien Bahan Pakan.........................................
7
2. Jenis Bahan Pakan Segar...........................................................
14
3. Suhu dan Kelembaban Lingkungan ...........................................
18
4. Komposisi Nutrien Pakan..........................................................
20
5. Konsumsi Air............................................................................
21
6. Konsumsi Pakan Segar Lutung Kelabu .....................................
24
7. Konsumsi Bahan Kering Pakan Lutung Kelabu.........................
26
8. Konsumsi Nutrien Pakan dan Energi Bruto ...............................
27
9. Pendugaan Nutrien Pakan Lutung Kelabu .................................
29
10. Konsumsi, Produksi Feses, dan Koefisien Cerna Bahan Kering Lutung Kelabu ............................................................. 11. Nutrien yang dapat Dicerna dan Koefisien Cerna Nutrien PakanLutung Kelabu ................................................................. 12. Gross Energy, Total Digestible Nutrient dan Digestible Energy .....................................................................
30 31 32
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Saluran Pencernaan Colobin .........................................
5
2.
Lutung Kelabu .............................................................
12
3.
Kandang Lutung Kelabu di PPSG .................................
13
4.
Ubi Jalar Rebus.............................................................
14
5.
Sayuran.........................................................................
14
6.
Tingkat Palatabilitas Konsumsi Pagi dan Sore Lutung Kelabu ...............................................................
22
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Suhu dan Kelembaban.......................................................
41
2.
Konsumsi Segar Lutung Kelabu ........................................
42
3.
Konsumsi Nutrien Bahan Pakan Lutung Kelabu 1 ............
43
4.
Konsumsi Nutrien Bahan Pakan Lutung Kelabu 2 ............
44
5.
Konsumsi Nutrien Bahan Pakan Lutung Kelabu 3 ............
45
6.
Konsumsi Nutrien Bahan Pakan Lutung Kelabu 4 ............
46
7.
Nutrien dalam Feses Lutung Kelabu 1...............................
47
8.
Nutrien dalam Feses Lutung Kelabu 2...............................
48
9.
Nutrien dalam Feses Lutung Kelabu 3...............................
49
10. Nutrien dalam Feses Lutung Kelabu 4...............................
50
11. Tabel Konsumsi Pagi dan Sore ..........................................
51
PENDAHULUAN Latar belakang Indonesia mempunyai banyak aneka satwa primata, salah satu diantaranya adalah jenis lutung yang termasuk genus Trachypithecus. Satwa ini merupakan satwa yang penyebarannya cukup luas di Indonesia antara lain di Pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatra. Seperti satwa lainnya, keberadaan lutung mulai punah akibat adanya perburuan dan pengalihan fungsi hutan. Kondisi ini dapat menyebabkan lutung menjadi satwa langka yang harus dilindungi.
Lutung kelabu (Trachypithecus
cristatus, Raffles 1812) adalah salah satu satwa liar yang dilindungi berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 733/kpts-II/1999.
IUCN (International
Union for Conservation of Nature and Natural Resource) menyatakan status konservasi lutung kelabu adalah vulnerable, artinya rentan terhadap gangguan dan dikhawatirkan akan punah apabila tidak dilakukan perlindungan dan pelestarian habitatnya (Supriatna dan Wahyono, 2000). Untuk menjaga kelestarian lutung kelabu maka perlu dilakukan tindakan konservasi baik secara in situ maupun ex situ. in situ merupakan usaha pelestarian dilakukan dengan cara menetapkan beberapa kawasan hutan menjadi kawasan konservasi dan dijadikan cagar alam atau suaka margasatwa.
Penangkaran
merupakan salah satu usaha pelestarian yang dilakukan secara ex situ. Penangkaran artinya memelihara satwa liar yang ditempatkan bukan di habitat aslinya. Tempat yang baru ini merupakan tempat yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa yang menyerupai habitat aslinya dan dalam pengelolaanya ada campur tangan manusia. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam usaha penangkaran adalah pemberian pakan. Pakan yang diberikan adalah sebagai pemenuhan kebutuhan hidup pokok dan reproduksi. Pemberian pakan yang kualitas dan kuantitasnya memadai akan menunjang kelangsungan hidup, penampilan, kesejahteraan, produksi dan kesehatan satwa liar di penangkaran Perumusan Masalah Lutung kelabu merupakan satwa asli Indonesia yang keberadaanya sudah mulai punah.
Untuk menjaga kelangsungan hidupnya perlu adanya upaya
penyelamatan melalui konservasi ex situ (penangkaran). Lutung kelabu yang hidup
di penangkaran kebutuhan nutrisinya berbeda dengan kebutuhan di habitat aslinya. Selama di penangkaran managemen pakan merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. Standar kebutuhan nutrien lutung kelabu belum tersedia sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui konsumsi dan kecernaan lutung kelabu selama di penangkaran. Informasi dari hasil penelitian dapat digunakan untuk menduga kebutuhan nutrien lutung kelabu dari pakan yang diberikan di penangkaran. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat palatabilitas jenis pakan, menduga kebutuhan zat nutrien berdasarkan konsumsi dan kecernaan pada lutung kelabu di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, Ciawi, Bogor.
2
TINJAUAN PUSTAKA Lutung Kelabu (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) Taksonomi Taksonomi lutung kelabu menurut Rowe (1996), adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Primata
Familia
: Cercopithecidae
Genus
: Trachypithecus cristatus
Spesies
: Trachypithecus cristatus Raffles 1812
Lutung kelabu dikelompokkan bersama-sama dengan Presbytis dan Colobus dalam subfamili yang sama karena sama-sama pemakan daun (leaf eater) atau folivorus, walaupun demikian lutung kelabu juga makan buah dan biji-bijian (Napier dan Napier 1967). Morfologi Di habitat aslinya lutung kelabu dapat diketahui dari warna bulu tubuhnya yang hitam keperak-perakan, bagian vertikal berwarna kelabu pucat dan kepala mempunyai jambul. Lutung kelabu yang baru lahir berwarna kuning jingga dan tidak berjambul, setelah dewasa warna bulunya menjadi hitam kelabu. Panjang tubuh lutung kelabu jantan dewasa rata-rata 517 mm dan panjang ekornya rata-rata 742 mm dengan berat tubuhnya rata-rata 6,3 kg (Supriatna dan Wahyono, 2000). Lutung kelabu ini memiliki kantung lambung untuk membantu mencerna selulosa dan formulasi giginya 2:1:2:3 (Napier dan Nepier, 1967; Fleagle, 1978; Rowe, 1996). Jantan dan betina sangat sulit dibedakan satu sama lain. Perbedaan yang jelas hanya bidang putih yang tidak teratur di bagian pinggul betina. Selain itu jantan berukuran lebih besar dibandingkan dengan betina. Betina memiliki bobot sekitar 89% dari bobot tubuh jantan. Lutung kelabu berbadan langsing dan berekor panjang. Warna bulu (rambut) tubuhnya berlainan tergantung spesiesnya, dari hitam kelabu hingga kuning emas.
Jika dibandingkan dengan kakinya, tangan lutung kelabu terbilang pendek, dengan telapak yang tidak berbulu. Ukuran tubuh lutung kelabu berkisar antara 4080 cm, dengan berat 5-15 kg. Tonjolan di atas matanya membedakan lutung dari saudara dekatnya yaitu surili (Pesbytis comata). Interval beranak lutung kelabu adalah satu kali setiap tahun. Lutung kelabu tidak ada batasan yang jelas mengenai musim kawin. Rata-rata memiliki keturunan satu ekor setiap kelahiran dengan masa kebuntingan rata-rata enam bulan. Matang kelamin dicapai pada usia empat tahun dan empat sampai lima tahun untuk lutung jantan.
Napier dan Napier (1967) menambahkan masa bunting lutung pada
umumnya sekitar 5-6 bulan dan induk menyusui bayi sampai mencapai umur 2 tahun atau lebih. Salah satu hal yang menarik dari monyet ini adalah anaknya yang berbulu keemasan akan dipelihara oleh seluruh betina dalam kelompok. Seiring dengan bertambahnya umur, warna keemasan pada rambutnya ini akan semakin pudar berganti gelap hingga akhirnya mencapai dewasa pada umur 4-5 tahun.
Masa
menstruasi lutung pada umur 3,5 tahun selama 6–7 hari dan masa bunting 168 hari. Tahapan usia lutung kelabu menurut Rowe (1996), adalah: Bayi
: 18 bulan
Anak
: 18-36 bulan
Remaja
: 36-48 bulan
Interval kelahiran
: 18 bulan
Usia lutung kelabu di alam rata - rata 20 tahun. Di penangkaran usia tertua yang pernah dicapai 29 tahun (Bedore, 2005 dalam Prayogo, 2006). Morfologi Saluran Pencernaan Ada dua tipe pencernaan pada primata yaitu monogastrik dan poligastrik. Perbedaan keduanya adalah dalam memenuhi kebutuhan nutrisi tertentu. Primata monogastric memakan pakan berkadar nutrisi rendah dalam jumlah besar karena laju pengolahan makanan lebih cepat. Primata poligastrik akan memakan tumbuhan yang mengandung kadar nutrisi yang tinggi (NRC, 2003). Lutung kelabu merupakan salah satu kelompok colobin yang memiliki perut besar yang menjadi tempat bagi bakteri untuk mencerna pakan berserat. Kondisi ini membantu lutung kelabu memakan daun lebih banyak. Bakteri dalam perut lutung dapat membantu dalam memecahkan serat kasar dan juga membantu memecahkan 4
dan mengurai toksin (de Graff et al., 2004 dalam Prayogo, 2006; Nadler et al., 2003). Lutung kelabu termasuk herbivora pakannya berupa dedaunan, buah-buahan, dan kuncup bunga. Bahan makanan yang cenderung keras ini dapat dicerna, karena lutung memiliki empat kamar pada lambungnya (Gambar 1). Fermentasi mikroba terjadi di lambung depan yang besar pada colobin. Perut colobin terbagi menjadi empat bagian yaitu : dua bagian besar diikuti oleh bagian gastric yang berbentuk pipa memanjang dan bagian pylorica. Usus belakang meliputi kantung kolon dan cecum yang besar dan panjang. Keberadaan organisme mikroba pencernaan serupa dengan ruminansia. pH usus colobin adalah antara 5-6,7 pada layar dan sekitar 7 pada colobus (Edwards et al., 1997). Pylorus
Lambung sejati Usus halus Sekum Usus besar Anus Gambar 1. Saluran Pencernaan Colobin (Prayogo, 2006)
Habitat Di Indonesia terdapat tiga sub spesies Trachypithecus, yaitu T. auratus auratus penyebarannya di Jawa Barat bagian barat, T.a. mauritius terdapat di Jawa Barat bagian tenggara, dan T.a cristatus tersebar di P. Bangka, P. Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur dan Selatan, Sumatera bagian selatan temasuk juga Jawa Timur, Bali dan Lombok (Iskandar, 2003). Lutung kelabu hidup di hutan terutama hutan hujan. Lutung kelabu termasuk hewan siang (diurnal) dan sangat aktif pada pagi dan sore hari. Sehari-hari bergelantungan dan melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Hewan ini hidup bergerombol antara 5-20 ekor dan dipimpin oleh seekor jantan. Suara pejantan sangat nyaring untuk mengingatkan agar kelompok
5
lain tidak memasuki wilayahnya. Hewan ini dapat hidup hingga 20 tahun di habitat aslinya (Iskandar, 2003). Pakan Lutung Kelabu Pola makan primata umumnya dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan kuantitas jenis pakan yang dikonsumsi yaitu frugivorus (banyak makan buah), folivorus (banyak makan daun) dan insectivorus (banyak makan serangga). Pemilihan jenis pakan berdasarkan karakteristik gigi dan sistem pencernaan yang dimiliki oleh masing-masing jenis primata (NRC, 2003; Rowe 1996). Lutung kelabu termasuk primata folivorus atau leaf eater artinya banyak makan dedaunan (Rowe, 1996). Secara umum pakan dari Genus Trachypithcus adalah daun muda dan pucuk 32% (9-52%), daun tua dan tangkai daun 26% (1-61%), buah-buahan 32% (1-55%), biji-bijian 7% (0 - 40%), bunga dan tunas 10% (0 43%), insekta 1% dan lainya 0,5% (NRC, 2005). Sementara menurut Supriatna dan Wahyono (2000), jenis pakan lutung lebih dari 66 jenis tumbuhan yang berbeda. Komposisi pakan lutung kelabu terdiri dari 50% berupa daun yang berbeda, 32% buah, 13% bunga-bungaan dan sisanya bagian dari tumbuhan dan serangga Berdasarkan hasil penelitian Prayogo (2006), pada spesies lutung kelabu yang diberikan pakan seperti terung, jagung, ubi jalar, daun salad, lamtoro dan kangkung diketahui kebutuhan akan konsumsi air rata-rata 80,34%, lemak 17%, protein 16,8%, serat kasar 19,74%, Ca 0,73-1,1% dan P 0,37-0,18% per hari dari pakan yang diberikan. Untuk golongan Old World Monkey yang sudah dewasa memerlukan makanan yang mengandung 15 % protein untuk betina bunting dan menyusui sebesar 25 % protein (Sajuthi, 1984). Jenis Pakan Bayam (Amaranthus spp. L) Tanaman bayam cukup banyak mengandung protein, mineral, kalsium, zat besi, dan vitamin. Hardinsyah dan Briawan (1994) menyatakan bayam mengandung 2,1% protein (Tabel 1). Kandungan protein bayam tinggi akan asam amino lisina yang biasanya rendah pada protein nabati lainnya. Kadar protein biji bayam sekitar 16 %, sedangkan pada gandum antara 12 – 14 %, beras 7 – 19 % dan pada jagung 9 – 10 %. Kandungan asam amino lisina pada bayam, yaitu sekitar 0,174 % (Asiamaya,
6
2007) setara dengan lisina yang terkandung dalam susu (Hadisoeganda, 1996). Kandungan vitamin dan mineral pada bayam juga cukup tinggi. Zat hijau daun terdapat dalam bayam memiliki karoten yang merupakan provitamin A yang akan diubah dalam tubuh menjadi vitamin A. Kandungan vitamin A ini berguna untuk ketahanan tubuh dalam menanggulangi penyakit mata, sakit pernafasan, kesehatan kulit dan selaput lendir (Bandini dan Azis, 1995). Tabel 1. Komposisi Nutrien pada Berbagai Jenis Bahan Pakan (dalam 100 g Bahan Segar) Zat Nutrisi
Ubi 1)
Kangkung 2) Sawi 2)
Kadar Air (g) 68,5 91,2 Protein Kasar (g) 2,7 29,13 Lemak Kasar (g) 0,79 0,4 Energi (kkal) 123 134 Sumber : 1) Harli (2000) 2) Kumalaningsih (2008) 3) Nurwulan (2002) 4) Hardinsyah dan Briawan (1994) 5) Coronel (1999)
85,1 6,99 1,6 73
Pohpohan 3) Bayam 4) Melinjo5) 87,4 2,5 0,8 37
92,9 2,1 0,2 21
70 10,5 1,7 49
Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk) Bagian tanaman kangkung yang paling penting adalah bagian batang muda dan pucuk-pucuknya sebagai sayuran. Selain untuk sayuran, kangkung juga untuk tubuh yang berfungsi untuk menenangkan syaraf atau berkhasiat sebagai obat tidur (Rukmana, 1994). Efek farmakologis tanaman ini sebagai antiracun (antitoksik), anti radang, peluruh kencing (diuretik), menghentikan perdarahan (hemostatik), sedatif (obat tidur) (Sunaryo, 2003). Ubi Jalar Merah (Ipomoea batatas Poir) Hasil penelitian Muhilal (1991) dan para peneliti dari Direkorat Gizi Depkes (1995) menyatakan bahwa ubi mengandung betakaroten dan vitamin A yang tinggi, karbohidrat (75-90 %) yang terdiri dari pati (60-80 % berat kering), gula (4-30 % berat kering), selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Harli (2000) menytakan kadar protein ubi jalar yang rendah, tetapi energi ubi jalar cukup tinggi (Tabel 1). Satu porsi ubi rebus yang berwarna kuning emas sekitar 200 gram mampu menyediakan
7
betakaroten sekitar 5400 mikrogram atau setara dengan 900 retinol ekivalen (RE) (Harli, 2000). Melinjo (Gnetum gnemon Linn) Melinjo (Gnetum gnemon L.) atau dalam bahasa Sunda disebut tangkil. Melinjo adalah suatu spesies tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) berbentuk pohon yang berasal dari Asia tropik dan Pasifik Barat.
Melinjo merupakan
tumbuhan tahunan berbentuk pohon yang berbiji dua (dikotil). Batangnya kokoh dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan (Wikipedia, 2007). Daunnya berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing, bewarna hijau dan tulang daunnya menyirip (Susilowati, 2003). Panjang daunnya rata-rata 7,5 – 20 cm dan lebarnya 2 – 10 cm. Setiap 100 gram daun melinjo mengandung vitamin A sebesar 3000 RE (Yunita, 2002). Coronel (1999) menyatakan kadar protein melinjo sekitar 10,5 gram per 100 gram bahan segar (Tabel 1). Sawi (Brassica juncea, L) Sawi mempunyai bentuk daun yang lonjong, halus dan tidak berbulu, serta urat daun utama lebih sempit dari petsai. Akar berbentuk tunggang dengan penyebaran akar-akar yang banyak pada setiap samping tanaman sawi. Sawi hijau banyak mengandung vitamin A dan B yang cukup banyak dan sedikit kandungan vitamin C (Sunarjono, 2002). Kandungan zat nutrisi sawi dapat dilihat pada Tabel 1. Sawi mengandung sekitar 7% protein kasar dan energi sekitar 73% (Tabel 1). Pohpohan (Pilea trinervia) Kandungan zat nutrisi daun pohpohan dapat dilihat pada Tabel 1. Pohpohan adalah sejenis tumbuhan bawah, tumbuh baik di bawah naungan tajuk pohon hutan pada ketinggian 500 – 1300 mdpl (Priana, 2004).
Daunnya berbentuk elips
memanjang dengan tulang daun menyirip, selain itu daunnya ditutupi oleh bulu-bulu halus dan ujung-ujung daunnya sedikit bergerigi, ukurannya bervariasi dengan panjang 6 – 15 cm dan lebar 2,5 – 7 cm. Batangnya tidak berkayu dan berwarna abuabu hijau.
8
Konsumsi Pakan Tingkat konsumsi atau Voluntary Feed Intake (VFI) diartikan sebagai jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi, 1995).
Konsumsi zat makanan sangat diperlukan untuk
membantu metabolisme dalam tubuh (Sutardi, 1981).
Konsumsi pakan pada
umumnya sangat dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas terhadap suatu bahan pakan. Menurut Scott et al. (1982) palatabilitas adalah rasa pakan itu sendiri. Secara umum palatabilitas dipengaruhi terutama oleh rasa, bau, dan warna makanan. Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari makan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indra hewan terhadap pakan, proses memilih pakan dan proses menghentikan pakan. Produktivitas hewan salah satunya dapat dilihat dari jumlah konsumsi. Konsumsi pakan akan bertambah jika diberikan pakan yang berdaya cerna lebih tinggi daripada pakan yang berdaya cerna rendah. Iklim yang sangat ekstrim berpengaruh terhadap konsumsi hewan. Apabila iklim panas maka konsumsinya akan menurun, sebaliknya apabila iklim dingin maka jumlah konsumsi akan meningkat (Tomaszewska et al., 1991).
Kecernaan Pakan Pencernaan adalah proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan pakan dalam alat pencernaan.
Proses tersebut meliputi, pencernaan mekanik,
pencernaan hidrolitik, dan pencernaan fermentatif.
Proses pencernaan mekanik
terjadi di mulut oleh gigi sehingga bahan pakan yang dikunyah menjadi berukuran kecil di dalam perut dan dicerna oleh usus. Bahan makanan diuraikan menjadi molekul yang sangat sederhana oleh enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh tubuh hewan tersebut dan hal ini merupakan proses pencernaan hidrolitik (Sutardi, 1981). Pada umumnya pakan yang mempunyai kandungan serat kasar tinggi mempunyai daya cerna yang rendah.
Daya cerna semu (apparent digestibility)
merupakan banyaknya zat yang terkonsumsi yang tidak didapatkan dalam feses (Parakkasi, 1995). Jumlah zat makanan yang dikonsumsi dapat dihitung dengan mengalikan kandungan zat makanan dalam bahan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi, begitu juga untuk menghitung zat makanan yang terdapat dalam feses.
9
Analisa zat makanan dapat dilakukan dengan analisa proksimat (Maynard et al., 1979). Kecernaan Bahan Kering Jumlah bahan kering yang dapat dimakan oleh hewan selama satu hari perlu diketahui untuk dapat mengetahui kebutuhan hewan akan zat makanan yang dikonsumsi untuk petumbuhan, hidup pokok, dan reproduksi. Kecernaan dinyatakan dalam bahan kering dan dalam persen adalah koefisien cerna (Tillman et al., 1986). Tingkat kecernaan adalah usaha untuk mengetahui banyaknya zat makanan yang diserap oleh saluran pencernaan (Anggrodi, 1990).
Bagian yang dapat dicerna
adalah selisih antara zat – zat makanan yang dikonsumsi dengan zat – zat makanan yang dibuang bersama feses. Pengukuran daya cerna adalah suatu usaha untuk meningkatkan jumlah zat makanan dari bahan pakan yang diserap dalam saluran pencernaan.
Nilai koefisien cerna tidaklah tetap untuk setiap makanan yang
dipengaruhi oleh komposisi kimiawi, pengolahan bahan makanan, jumlah pakan, dan jenis hewan (Maynard et al., 1979). Pusat Penyelamatan Satwa Gadog Ciawi Pusat Penyelamatan Satwa Gadog (PPSG) terletak di jalan Raya Gadog Rt. 01 Rw. 01 Desa Sukakarya Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Dari Kota Bogor yaitu sekitar 10 Km. Ketinggian lokasi sekitar 650 m dpl dengan suhu rata-rata 22,89 0C dan kelembaban udara 59,7%.
PPSG telah berdiri sejak tanggal 25
September 2003 yang merupakan sebuah organisasi non pemerintah dan bersifat nirlaba. PPSG bergerak dalam penanganan masalah satwa liar dan habitatnya dan dijadikan sebagai salah satu tempat transit satwa sebelum dilepaskan ke habitat aslinya. Kegiatan di PPSG meliputi penyediaan fasilitas (sarana dan prasarana) tempat transit, pengolahan, penanganan satwa liar, dan sosialisasi program kepada masyarakat. PPSG berkonsentrasi pada program: (a) Pemberian dukungan teknis kepada pihak yang berwenang dalam melakukan operasi penyitaan satwa – satwa liar yang dilindungi dan diproses hukum, (b) Pemulihan kondisi fisik dan psikologis satwa liar sitaan, (c) persiapan pelepasan kembali satwa hasil pemulihan ke habitat aslinya yang pernah tercatat dan melakukan kampanye dan pengadaan kepada masyarakat mengenai pentingnya perlindungan dan penyelamatan satwa liar. 10
Lutung kelabu adalah salah satu satwa liar yang dilindungi berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 733/kpts-II/1999 dan tercantum dalam Appendix II CITES (Suyanto et al., 2002). International Union for Conservation of Nature and Natural Resource (IUCN) menyatakan status konservasi lutung kelabu adalah vulnerable, artinya rentan terhadap gangguan dan dikhawatirkan akan punah apabila tidak dilakukan perlindungan dan pelestarian habitatnya (Supriatna dan Wahyono 2000).
11
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus hingga bulan September 2007 di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog (PPSG) Ciawi-Bogor, Analisa pakan dan feses dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong. Materi Satwa Penelitian ini menggunakan empat ekor lutung kelabu betina (Gambar 2) berusia sekitar 3-5 tahun dan telah dipelihara PPSG sekitar satu tahun lebih. Lutung kelabu tersebut hasil sitaan dari masyarakat di Bogor dan berasal dari operasi hutan di Lampung.
Gambar 2. Lutung Kelabu (Gambar : Pratiwi, 2007)
Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang panggung individu, yang masingmasing dilengkapi dengan tempat pakan permanen berbentuk segi empat dengan volume 30 cm3, tempat tidur terbuat dari kayu segi empat, beberapa alat main dan tempat minum berbentuk bulat yang berukuran panjang diameter 7,5 cm. Kandang berukuran 1 x 1,5 x 2,5 m dengan lantai keramik dan dinding beton (Gambar 5). Alat-alat dan bahan yang digunakan antara lain : timbangan, label, pisau, termohigrometer, kantung plastik, oven, baki plastik/keranjang dan instrument untuk uji proksimat.
Gambar 3. Kandang Lutung Kelabu di PPSG (Gambar: Pratiwi, 2007)
Jadwal pemberian pakan Pemberian pakan dilakukan secara restricted feeding (Pratas, 2006) atau pemberian pakan yang dibatasi, namun hewan dapat bebas memilih pakan yang diberikan. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan siang hari antara pukul 08.00-08.30 dan 13.00-14.00 WIB. Air minum disediakan ad libitum. Perlakuan preliminary dilakukan untuk tujuan adaptasi hewan terhadap pakan yang diberikan.
13
Bahan Pakan Bahan pakan yang diberikan terdiri dari sayuran segar dan umbi-umbian sesuai dengan ketersediaan pakan yang ada di PPSG. Pakan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis Bahan Pakan yang Diberikan pada Lutung Kelabu Bahan Pakan
Jumlah Pemberian Segar (gram/hari/ekor)
Pohpohan (Pilea trinervia)
100
Kangkung (Ipomea reptans)
100
Sawi hijau (Brassica juncea, L)
100
Bayam (Amaranthus tricolor, L)
100
Melinjo (Gnetum gnemon)
100
Ubi jalar rebus (Ipomoea batatas )
200
Jumlah
700
Gambar 4. Ubi Jalar Rebus
Gambar 5. Sayuran
(Gambar : Pratiwi, 2007)
14
Prosedur 1. Pengukuran suhu dan kelembaban lingkungan Pengukuran suhu dan kelembaban lingkungan dilakukan tiga kali sehari pada pagi, siang dan sore hari yaitu pada pukul 06.00, 12.00, dan 15.00 WIB. Alat yang digunakan
untuk
pengukuran
suhu
dan
kelambaban
lingkungan
adalah
higrothermometer. 2. Persiapan kandang Setiap pagi dan siang hari (07.00 dan 13.00 WIB), kandang dibersihkan untuk mengeluarkan sisa pakan dan kotoran hewan dengan menggunakan air. Pembersihan kandang dengan menggunakan desinfektan dilakukan seminggu sekali. Pembersihan juga dilakukan pada tempat air minum dan tempat pakannya. 3. Penimbangan pakan dan sisa pakan Penimbangan setiap jenis pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pukul 06.00 dan 12.00 WIB. Pakan yang sudah ditimbang dimasukkan ke baki plastik (Gambar 4), kemudian dibawa ke kandang dan dimasukkan ke dalam tempat pakan permanen secara bersamaan.
Pakan terlebih dahulu dibersihkan sebelum
ditimbang. Jenis sayuran, seperti sawi dan kangkung, dipotong-potong dengan bagian akar dibuang, sedangkan pohpohan dan daun melinjo yang diberikan berupa bagian pucuknya. Ubi jalar direbus terlebih dahulu, ditiriskan kemudian dipotongpotong. Penimbangan sisa pakan pagi hari dilakukan pada siang hari dan sisa pakan pada sore hari dilakukan pada esok paginya. 4. Pengumpulan Feses Pengumpulan feses dilakukan pada pagi hari sebelum kandang dibersihkan. Feses basah ditimbang setiap hari yang merupakan produksi feses selama 24 jam. Feses dijemur di panas matahari selama 2-3 hari, kemudian ditimbang dan dimasukkan ke kantung plastik yang sudah diberi label. Feses disimpan di dalam freezer hingga saat dianalisis.
5. Analisis proksimat
15
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan zat – zat makanan dari masing–masing bahan pakan, berupa analisis kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan energi bruto. 6. Pendugaan kebutuhan nutrisi Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan menghitung rataan konsumsi zat makanan dibandingkan terhadap rataan konsumsi bahan kering per ekor per hari.
Peubah Beberapa peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1. Konsumsi segar pakan (gram/ekor/hari) Konsumsi segar pakan didapat dengan mengukur jumlah pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan. 2. Konsumsi bahan kering (gram/ekor/hari) Konsumsi bahan kering (BK) dihitung setelah mengalikan konsumsi pakan segar dengan persentase bahan kering pakan. 3. Tingkat palatabilitas Tingkat palatabilitas diperoleh berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi berdasarkan tingkat kesukaan. 4. Konsumsi zat-zat makanan Perhitungan konsumsi zat makanan adalah dengan mengalikan jumlah konsumsi bahan kering pakan dengan kadar nutrien dalam bahan kering pakan. 5. Kebutuhan nutrien Kebutuhan nutrien (g/ekor/hari) dihitung dengan cara membagi konsumsi zatzat makanan dengan konsumsi bahan kering. 6. Kecernaan semu zat-zat makanan Kecernaan semu zat-zat makanan adalah perbandingan antara selisih zat makanan yang dikonsumsi dan zat makanan feses dengan konsumsi zat makanan dan dinyatakan dalam persen.
16
7. Total Digestible Nutrient (TDN) Nilai TDN zat makanan yang dapat dicerna dihitung berdasarkan rumus : % TDN = % Protein kasar dapat dicerna + % 2,25 Lemak kasar dapat dicerna + % Serat Kasar dapat dicerna + beta – N dapat dicerna. 8. Digestible Energy (DE) Nilai DE untuk mengatahui beberapa banyak energi bahan makanan yang dicerna dihitung berdasarkan rumus : % DE = Konsumsi GE – Ekskresi GE dalam feses x 100% Konsumsi GE Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk meneliti dengan jumlah materi yang terbatas. Pengolahan data dilakukan dengan mendeskripsikan data yang berupa tabel atau grafik hasil penelitian ke dalam suatu kalimat pernyataan yang dapat menjelaskan sekaligus menyimpulkan hasil penelitian yang diperoleh.
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum Kondisi lingkungan yang diamati di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog (PPSG) diantaranya keadaan suhu dan kelembaban, lokasi kandang dan sumber kebisingan untuk kelangsungan hidup lutung kelabu. Suhu udara adalah faktor eksternal yang turut mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (Parakkasi, 1999). Tabel 3. Suhu dan Kelembaban Lingkugan
Suhu Udara ( C)
Pagi 19,50 ± 1,20
Waktu Siang 31,92 ± 1,80
Sore 30,30 ± 3,10
Kelembaban Udara (%)
94,10 ± 4,10
56,10 ± 5,20
54,80 ± 6,70
Peubah 0
Dari Tabel 3 diketahui bahwa, pada pagi hari sekitar pukul 06.00 sampai 07.00 WIB suhu di PPSG sangat dingin (19,50 0C) dengan kelembaban yang sangat tinggi (94,10 %) sehingga lutung kelabu lebih banyak melakukan lokomosi mengambil makanan sisa pakan sore (Pratiwi, 2008). Hal ini dilakukan sebagai cara mengatasi kestabilan suhu tubuh dari udara lingkungan yang dingin. Siang harinya saat udara lingkungan cukup panas dengan kelembaban tinggi, lutung kelabu lebih banyak meminum air. Aktivitas ini dilakukan dengab bertujuan yang sama yaitu untuk menstabilkan suhu tubuhnya dari udara lingkungan yang tinggi. Pada sore hari dengan kondisi suhu mulai stabil, lutung kelabu kembali banyak melakukan aktivitas makan, kemudian setelah merasa tercukupi lutung kelabu berdiam di pinggir kandang. Saat sore setelah hari gelap, lutung kelabu masuk ke dalam kotak tempat tidurnya dan ada juga yang tidur di bagian samping kandang sampai besok pagi. Kelembaban di PPSG pada pagi hari yang tinggi.
Siang dan sore hari
kelembaban sangat rendah menyebabkan perubahan tingkah laku terutama pada konsumsi pakan dan air minum. Saat kelembaban rendah sehingga aktivitas respirasi tinggi, namun pengeluaran keringat yang rendah maka satwa akan lebih banyak minum dibandingkan dengan konsumsi pakan (Parakkasi,1999). Lutung kelabu menggunakan bulunya untuk melindungi dirinya dari kelembaban yang rendah
sehingga keadaan tubuhnya menjadi lebih stabil dan untuk menghindari kondisi keriput pada kulit. Kondisi suhu dan kelembaban di PPSG berdasarkan hasil pengamatan dalam keadaan optimum sesuai dengan suhu dan kelembaban habitat aslinya.
Ini seperti
dinyatakan oleh Sukandar (2004) bahwa kondisi suhu lingkungan di habitat alami lutung adalah 20 0C-30 0C dan kelembaban 80 %. Lokasi kandang lutung kelabu berdekatan dengan kandang satwa lainnya seperti siamang, owa Jawa dan burung elang. Lokasi kandang juga berdekatan dengan rumah penduduk dan jalan raya yaitu hanya sekitar kurang lebih 11 meter. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan tingkat kebisingan yang tinggi yang terjadi setiap hari. Penyebab utama kebisingan adalah suara siamang dan elang yang jumlahnya cukup banyak dan dengan intensitas suara yang cukup tinggi setiap harinya yaitu sekitar satu jam sekali. Umumnya satwa-satwa tersebut bersuara karena ada rangsangan dari lingkungan sekitar, seperti adanya orang asing yang lewat di sekitar kandang, suara kendaraan bermotor dari jalan raya terutama menjelang dan sesudah hari libur dengan frekuensi yang sering dan aktivitas penjaga kandang pada saat akan memberikan pakan untuk satwa lain yang berdekatan dengan kandang lutung kelabu. Kehadiran orang asing juga merupakan hal yang mengganggu dari lingkungan sekitar kandang dan akan mempengaruhi aktivitas lutung. Kebisingan yang sering terjadi setiap hari membuat lutung kelabu ketakutan dan tercekam. Keadaan tercekam yang dialami oleh lutung ditunjukkan dengan sikap atau gerakan yang tiba-tiba menjadi agresif. Bahan Pakan Pakan merupakan salah satu faktor penting untuk kelangsungan hidup dan reproduksi hewan (Parakkasi, 1999). Pemilihan bahan pakan yang diberikan di PPSG tergantung pada ketersediaan di pasar, musim, dan kesukaan hewan terhadap setiap jenis bahan pakan. Pakan yang diberikan di PPSG disesuaikan dengan pakan yang biasa diberikan saat lutung kelabu dalam pemeliharaan sebelumnya di masyarakat dan disesuaikan pada saat awal lutung kelabu masuk ke penangkaran. Bahan pakan yang diberikan berupa umbi-umbian dan dedaunan. Umbi-umbian yang diberikan adalah ubi
jalar merah yang terlebih dahulu direbus, sedangkan untuk pakan yang berupa dedaunan yang diberikan sebagian besar berupa pucuk dan dalam keadaan utuh. Bahan pakan yang dimaksud adalah ubi jalar, pohpohan, kangkung, sawi hijau, bayam, dan daun melinjo.
Tabel 4. Komposisi Nutrien Masing-masing Bahan Pakan Bahan Pakan
BK (%)
Pohpohan Kangkung Sawi Hijau Bayam Daun Melinjo Ubi Jalar
9,46 26,63 6,59 8,41 15,38 6,47
Abu LK PK SK BETN -------------------- (BK%) ---------------------19,45 11,19 16,31 23,04 10,86 2,79
2,08 3,39 1,29 1,36 3,28 1,00
23,11 30,30 32,78 27,69 19,95 3,57
28,96 14,65 14,01 12,14 14,21 9,37
26,40 40,48 35,61 35,76 51,70 83,27
GE (kal/g) 3526,58 4504,94 4103,85 3823,38 4369,69 4137,20
Keterangan: BK = Bahan Kering; PK = Protein kasar; LK = Lemak Kasar; BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen; GE = Gross Energy Hasil analisis di Laboratorium Pengujian Nutrisi, Puslit Biologi-LIPI
Pakan yang baik sangat diperlukan untuk menunjang kelangsungan hidup lutung kelabu selama di penangkaran. Komposisi nutrien pakan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan bahan kering setiap bahan pakan yang diberikan selama penelitian relatif rendah, namun daun melinjo dan kangkung memiliki kandungan bahan kering yang relatif tinggi di antara bahan pakan yang lainnya. Rendahnya bahan kering pakan yang diberikan pada lutung kelabu dikarenakan bahan pakan berupa bahan segar sehingga kadar air yang terkandung pada setiap bahan pakan tinggi. Secara keseluruhan dari kandungan nutrien bahan pakan, kandungan nutrien yang paling tinggi adalah protein dan BETN. Protein dan BETN yang tinggi dikarenakan bahan pakan yang diberikan berupa bagian pucuk sehingga memiliki kandungan nutrien yang lebih banyak dibandingkan bagian tanaman yang lainnya (de Graff et al., 2004 dalam Prayogo, 2006) dan menurut Kappeler (1981), dedaunan merupakan sumber protein yang tinggi. Pakan yang banyak mengandung protein yang paling tinggi adalah sawi hijau sebesar 32,78 %, sedangkan BETN yang paling tinggi adalah ubi jalar sebesar 83,27 %. Kandungan
nutrisi bahan pakan juga memiliki serat kasar tinggi, hal ini dikarenakan bahan pakan yang diberikan berupa sayuran yang merupakan bahan pakan sumber serat kasar yang tinggi (Yulianti et al., 2006). Bahan pakan yang memiliki serat kasar paling tinggi adalah pohpohan sebesar 28,96%. Kandungan serat kasar tinggi dapat dimanfaatkan oleh lutung kelabu sebagai sumber energi karena lutung kelabu memiliki mikroorganisme yang mampu mengurai dan mencerna serat kasar dalam saluran pencernaannya (de Graff et al., 2004 dalam Prayogo, 2006; Nadler et al. 2003 dan NRC, 2003). Konsumsi Air Hewan mendapatkan air dari kandungan air yang yang terkandung pada pakan, air metabolik, air minum dan air hasil katabolisme tubuh. Kebutuhan air pada hewan dipengaruhi oleh faktor makanan, faktor lingkungan, kondisi fisiologi, kemampuan menahan air dan aktivitas ternak (Crurch and Pond, 1988). Konsumsi air pada lutung kelabu diperoleh dari konsumsi pakan segar dikalikan dengan kadar air dari masingmasing pakan yang diberikan. Tabel 5. Konsumsi Air Lutung Kelabu Pakan
Hewan
(gram/ekor/hari)
L1 Pagi
L2
L3
Rataan
L4
Sore
Pagi
Sore
Pagi
Sore
Pagi
Sore
Pagi
Sore
Pohpohan Bayam
42,9 40,1
42,1 39,4
44,2 42,6
44,5 41,1
40,6 39,1
42,1 40,9
40,0 37,9
43,4 40,8
41,9±1,9 39,9±20
43,0±1,1 40,6±0,8
Kangkung
34,3
33,2
35,0
35,2
32,8
33,8
32,8
34,9
33,7±1,1
34,3±0,9
Sawi
43,3
42,8
44,5
44,8
41,3
44,5
42,9
45,5
43,0±1,3
91,0±1,2
Ubi Jalar
89,1
90,5
91,8
92,1
88,9
90,8
88,4
90,7
89,5±1,5
91,0±0,7
Melinjo
20,0
23,5
26,6
30,8
20,3
23,1
17,7
23,3
21,2±3,8
25,2±3,7
269,6
271,5
284,6
288,6
263,0
275,2
259,7
278,7
269,2±11
278,5±7,3
Total
Konsumsi air pada masing-masing lutung kelabu sebagian besar berasal dari konsumsi pakan yang diberikan. Konsumsi air rataan yang paling tinggi pada masingmasing lutung kelabu banyak dilakukan pada sore hari dengan rataan 278,47
gram/ekor/hari. Konsumsi air yang tinggi berasal dari konsumsi pakan pada sore hari yang jumlahnya tinggi (Tabel 4).
Selain itu dikarenakan faktor suhu pada siang
menjelang sore suhu dan kelembaban yang sangat tinggi sehingga konsumsi air akan tinggi (Church and Pond, 1988). Tingkat Palatabilitas Pakan Palatabilitas pakan merupakan tingkat kesukaan satwa terhadap bahan pakan yang diberikan tergantung warna, bau, rasa dan tekstur (Parakkasi, 1999). Tingkat palatabilitas pakan yang diberikan kepada lutung kelabu pada waktu pemberian selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Tingkat Palatabilitas Konsumsi Pakan Pagi (a) dan Sore (b) Keterangan : L1:lutung kelabu 1, L2: lutung kelabu 2, L3: lutung kelabu 3, L4: lutung kelabu
Gambar 6 menunjukkan tingkat palatabilitas bahan pakan berdasarkan waktu pemberian selama pengamatan. Palatabilitas bahan pakan pada pagi hari berturut-turut adalah ubi, pohpohan, kangkung, sawi, bayam dan daun melinjo. Konsumsi ubi jalar
pada pagi hari yang paling tinggi, karena lutung kelabu sudah beradaptasi dengan ubi jalar. Sebelum dimasukkan ke penangkaran, ubi jalar merupakan pakan yang biasa diberikan selama lutung kelabu berada dalam pemeliharaan di masyarakat dibandingkan dengan pakan yang lainnya. Ubi jalar merupakan pakan sumber energi yang digunakan lutung kelabu untuk aktivitas di siang hari.
Selain itu, ubi jalar rebus memiliki
kandungan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubi jalar mentah dengan total gula 123 kal (Harli, 2000) yang digunakan lutung kelabu untuk memenuhi kebutuhan energi. Ubi jalar yang diberikan direbus dahulu dengan tujuan untuk menghilangkan trypsin inhibitor yang dapat menghambat kerja trypsin yang berperan sebagai pemecah protein dalam usus sehingga penyerapan produk pemecahan protein menjadi lebih maksimal dan juga mengurangi timbulnya gejala perut kembung (flatulensi) dan diare (Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, 1999). Tingkat palatabilitas yang tinggi dari jenis sayuran adalah pohpohan. Pohpohan merupakan jenis dedaunan yang memiliki bau wangi yang khas, tekstur yang lembut dan rasanya lebih manis dibandingkan jenis pakan yang lainnya sehingga lutung kelabu lebih menyukainnya.
Tingkat palatabilitas pada
sore hari secara berturut-turut tidak jauh berbeda dengan pagi hari yaitu pada pakan ubi, pohpohan, sawi, kangkung, bayam dan daun melinjo. Ubi jalar dan pohpohan juga merupakan pakan yang memiliki tingkat palatabilitas yang tinggi dengan jumlah konsumsi terbesar pada sore hari. Dengan melihat tingkat palatabilitas pakan pagi dan sore hari, pakan yang paling palatable adalah ubi jalar dan pohpohan. Ubi jalar merupakan pakan yang memiliki rasa manis, kadar air tinggi, warna yang mencolok dan tekstur yang lembut dibandingkan dengan pakan yang lainnya. Hal ini dapat meningkatkan nilai indera penglihatan dibandingkan indera penciumannya (Yasuma dan Alikodra, 1992). Tingkat palatabilitas yang paling rendah pada pagi dan sore hari adalah daun melinjo karena daun melinjo memiliki rasa yang kurang enak (pahit), rasa pahit karena adanya purin yang tinggi sehingga lutung kelabu kurang menyukainya (Coronel, 1999). Lutung kelabu 1, 3, dan 4 memiliki tingkat palatabilitas yang hampir sama jumlahnya, sedangkan lutung kelabu 2 memiliki palatabilitas paling tinggi untuk semua jenis pakan yang diberikan. Lutung kelabu 2 hampir menyukai semua jenis pakan yang diberikan termasuk daun melinjo
yang kurang disukai oleh lutung kelabu yang lainnya. Tingginya tingkat palatabilitas lutung kelabu 2 diduga lutung kelabu tersebut masih dalam masa pertumbuhan sehingga memerlukan asupan nutrisi yang tinggi dan pada masa pertumbuhan biasanya keinginan untuk makan sangat tinggi. Konsumsi Pakan Konsumsi merupakan jumlah makanan yang dapat dimakan oleh setiap hewan dan merupakan faktor esensial yang menjadi dasar untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi (Parakkasi, 1999). Iklim yang sangat ekstrim berpengaruh terhadap konsumsi pakan pada hewan. Apabila iklim panas maka konsumsinya akan menurun, sebaliknya apabila iklim dingin maka jumlah konsumsi akan meningkat.
Faktor
palatabilitas pakan merupakan hal penting dalam mengukur konsumsi pakan pada hewan (Tomaszewska et al., 1991). Tabel 6. Konsumsi pakan segar lutung kelabu Konsumsi Pakan Segar (gram/ekor/hari) Pohpohan Kangkung Sawi Bayam D.Melinjo Ubi Jalar Total
1 94 92 92 87 59 191 615
Lutung Kelabu 2 3 98 92 96 91 96 92 91 88 78 59 195 191 654 613
4 92 93 95 86 56 194 616
Rataan±Sd 94 ± 2,83 93 ± 2,26 94 ± 2,06 89 ± 2,16 63 ± 10,09 193 ± 2,06 626 ± 21,37
Urutan rataan konsumsi pakan segar pada lutung kelabu yang paling tinggi adalah ubi jalar, pohpohan, sawi, kangkung, bayam dan daun melinjo. Konsumsi pakan segar yang paling tinggi adalah ubi jalar. Ubi jalar lebih tinggi dikonsumsi karena ubi jalar merupakan pakan yang bersumber energi yang tinggi. Hal ini dinyatakan oleh Muhilal (1991) bahwa ubi jalar mengandung 75-90% karbohidrat yang digunakan oleh tubuh sebagai sumber energi. Kebutuhan energi lutung kelabu yang tinggi digunakan untuk beraktivitas di pagi dan sore hari. Dari hasil pengamatan lutung kelabu lebih
banyak mengkonsumsi pakan pada pagi dan sore hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bismark (1986) bahwa aktivitas konsumsi lutung kelabu dilakukan pada pagi dan sore hari. Siang hari lutung kelabu lebih banyak diam atau beristirahat, dan pada saat ini terjadi proses pencernaan pakan yang telah dikonsumsi di dalam perut lutung kelabu. Pada sore harinya lutung kelabu kembali makan untuk digunakan sebagai cadangan energi di malam hari (Prayogo, 2006). Pada siang hari berdasarkan hasil pengamatan, lutung kelabu lebih banyak melakukan aktivitas minum. Namun secara jumlah total rataan konsumsi lutung kelabu banyak mengkosumsi sayuran sebanyak 433 gram/ekor/hari karena lutung kelabu merupakan satwa yang konsumsi pakan utamanya adalah daun muda dan pucuk 58%. Lutung kelabu merupakan jenis primata folivorus yang banyak mengkonsumsi pakan dedaunan (NRC, 2005). Konsumsi pakan sangat tergantung dari aktivitas, jenis kelamin, umur, kondisi lingkungan dan perubahan suhu (Moen, 1973). Ditambahkan oleh Parakkasi (1999), faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah hewan itu sendiri, pakan yang diberikan dan lingkungan sekitar. Konsumsi pakan pada lutung kelabu dipengaruhi oleh faktor internal yaitu kondisi fisiologi lutung kelabu yang masih dalam fase pertumbuhan sehingga konsumsi pakan tinggi dari jumlah pakan yang diberikan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, aktivitas pakan pada pagi hari cenderung langsung banyak dan langsung habis. Hal ini karena pada pagi hari suhu kandang yang dingin dan kelembaban yang tinggi menyebabkan lutung kelabu membutuhkan banyak energi yang tinggi untuk pertahanan tubuhnya dari suhu lingkungan yang tinggi.
Sedangkan pada sore hari, konsumsi lutung kelabu
cenderung mengambil pakannya sedikit-sedikit dan tidak langsung habis, hal ini disebabkan suhu lingkungan masih panas dengan kelembaban yang rendah. Selama penelitian konsumsi pakan segar lutung kelabu 2 paling tinggi sebesar 654 gram/ekor/hari.
Hal ini dikarenakan lutung kelabu 2 sedang mengalami masa
pertumbuhan sehingga tingkat konsumsinya pun tinggi dan selama pengamatan lutung kelabu 2 lebih sering menghabiskan pakan. Sedangkan, lutung kelabu 3 lebih rendah dibandingkan ketiga lutung lainnya. Hal ini karena pada saat makan lutung kelabu 3 makan tidak di tempat pakan, tetapi dibawa ke bagian pinggir kandang sehingga memungkinkan banyak pakan yang berjatuhan ke bawah kandang dan tercampur dengan
feses sehingga tidak diberikan lagi. Jumlah bahan kering yang dikonsumsi oleh hewan selama satu hari perlu diketahui untuk dapat mengetahui kebutuhan hewan akan zat makanan yang dikonsumsi untuk petumbuhan, hidup pokok, dan reproduksi (Tillman et al., 1986). Tabel 7. Konsumsi Bahan Kering Pakan Lutung Kelabu Konsumsi Pakan Bahan Kering (gram/ekor/hari) Pohpohan Kangkung Sawi Bayam D.Melinjo Ubi Jalar Total
Lutung Kelabu 1 2 3 8,76 9,15 8,08 24,50 25,47 22,89 6,08 6,37 5,69 7,30 7,69 7,22 9,13 12,03 13,93 12,42 12,65 6,65 68,19 73,35 64,46
4 8,59 24,58 6,03 7,23 8,61 12,60 67,63
Rataan±Sd 8,64 ± 0,44 24,35 ± 1,07 6,04 ± 0,27 7,36 ± 0,22 10,92 ± 2,05 11,08 ± 2,95 68,41 ± 3,68
Konsumsi pakan segar dan bahan kering lutung kelabu 1 adalah 615 gram/ekor/hari dan 68 gram/ekor/hari, lutung kelabu 2 adalah 654 gram/ekor/hari dan 73 gram/ekor/hari, lutung kelabu 3 adalah 613 gram/ekor/hari dan 64 gram/ekor/hari, sedangkan lutung kelabu 4 adalah 616 gram/ekor/hari dan 68 gram/ekor/hari. Rataan konsumsi pakan segar dan bahan kering lutung kelabu 1, 2, 3, dan 4 adalah 624,5 ± 19,71 gram/ekor/hari dan 68,35 ± 3,69 gram/ekor/hari. Konsumsi pakan segar lutung kelabu setiap hari tinggi dari total yang diberikan 700 gram/hari/ekor ini ditunjukan pakan yang diberikan setiap hari selalu habis dikonsumsi terutama pakan yang berasal dari umbi-umbian. Nilai konsumsi pakan berdasarkan bahan kering lutung kelabu 1, 2, 3 dan 4 relatif lebih rendah, hal ini menunjukan bahwa kadar air bahan pakan sangat tinggi. Kadar air bahan pakan yang tinggi dikarenakan bahan pakan yang diberikan dalam keadaan segar.
Konsumsi pakan berdasarkan bahan kering rendah maka juga
berpengaruh kepada tingkat konsumsi air. Semakin rendah tingkat pakan berdasarkan bahan kering maka semakin rendah tingkat konsumsi air karena kebutuhan air lutung kelabu sudah terpenuhi dari bahan pakan segar yang diberikan.
Konsumsi Nutrien Pakan Jumlah konsumsi nutrien pakan lutung kelabu setiap hari, diperoleh dengan cara menghitung jumlah setiap jumlah bahan pakan yang dikonsumsi per hari dikalikan dengan persentase kandungan zat makanan masing-masing bahan pakan. Kebutuhan nutrisi pakan lutung kelabu perlu diperhatikan untuk aktivitas dan pertumbuhan. Semakin baik kandungan nutrisi dalam pakan maka konsumsi akan meningkat dan semakin baik pula kesejahteraan dan daya hidup satwa selama dipenagkaran. Dengan mengetahui kondisi zat makanan lutung kelabu setiap hari, maka dapat diduga kebutuhan nutrisi pakan selama di PPSG. Konsumsi zat - zat makanan dan energi bruto pada masing-masing lutung kelabu dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Konsumsi Nutrien Pakan dan Energi Bruto Konsumsi BK (g/ekor/hari) ABU (g/ekor/hari) PK (g/ekor/hari) LK (g/ekor/hari) SK (g/ekor/hari) BETN (g/ekor/hari) GE (kal/ekor/hari)
Lutung Kelabu 1 2 3 4 68,18 73,35 64,46 67,63 13,46 14,20 11,10 13,44 15,73 16,90 15,68 15,58 1,61 1,76 1,64 1,60 9,01 9,73 8,76 8,93 29,93 31,97 26,07 29,82 2927,52 3151,33 2777,49 2903,49
Rataan ± SD 68,41 ± 3,68 13,05 ± 1,34 15,97 ± 0,62 1,65 ± 0,07 9,11 ± 0,42 29,45 ± 2,46 2939,95 ± 155,52
Keterangan : BK = bahan kering; PK = protein kasar; LK = lemak kasar; SK = serat kasar; BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen; GE = gross energi
Konsumsi nutrien pakan lutung kelabu dipengaruhi oleh jumlah konsumsi bahan kering dan kandungan zat makanan pada setiap bahan pakan. Dari ke empat lutung kelabu ini, konsumsi bahan kering tertinggi (Tabel 7) adalah pada lutung kelabu 2 yang menyebabkan konsumsi terhadap zat nutrisi yang lainnya pun menjadi lebih tinggi. Hal ini disebabkan lutung kelabu 2 merupakan lutung kelabu yang sedang mengalami masa pertumbuhan dan berdasarkan hasil pengamatan lutung kelabu 2 ini memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya.
Berdasarkan informasi dari
petugas kandang bahwa lutung kelabu 2 ini berusia 3 tahun sehingga kebutuhan nutrisinya lebih tinggi untuk pertumbuhan (Rowe, 1996). Lutung kelabu 3 memiliki
konsumsi bahan kering yang lebih kecil daripada yang lainnya karena konsumsi pakan segarnya yang rendah (Tabel 7). Hal ini mengakibatkan konsumsi terhadap kandungan nutrien pakan lainnya pun menjadi lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi nutrien pakan lutung kelabu yang lainnya. Konsumsi nutrien tinggi terdapat pada protein, abu dan serat kasar. Konsumsi protein tinggi dikarenakan pakan yang diberikan berupa bagian pucuk dari bagian sayuran sehingga kadar proteinnya tinggi. Konsumsi abu pada lutung kelabu pun cukup tinggi yaitu dengan rataan 13,05 %. Hal ini disebabkan pakan yang diberikan sebagian besar merupakan sayuran atau hijauan sehingga kandungan abunya pun tinggi (Tabel 5). Konsumsi serat kasar juga tinggi dikarenakan pakan yang diberikan berupa dedaunan yang banyak mengandung serat kasar yang tinggi terutama berasal dari pohpohan dan kangkung sebesar 28,93% dan 14,65%. Tingginya serat kasar berasal dari buah-buahan dan sayuran (Yulianti et al., 2006). Walaupun serat kasar tinggi pada pakan yang diberikan, konsumsi serat kasar tersebut tidak berpengaruh kepada pencernaan lutung kelabu. Konsumsi serat kasar tinggi justu menguntungkan karena lutung kelabu merupakan hewan yang memiliki mikroorganisme yang mampu mengurai serat kasar dalam saluran pencernaan sebagai sumber energi (Edwards et al., 1997). Pendugaan Kebutuhan Nutrien Kebutuhan nutrien pada suku Colobin belum ditemukan (NRC, 2003). Hal ini menyebabkan kebutuhan nutrien lutung kelabu dihitung berdasarkan konsumsi nutrien per hari dibagi konsumsi bahan kering kemudian dinyatakan dalam persen. Konsumsi nutrien dan produksi nutrien yang diekskresikan dalam feses digunakan untuk mengetahui nilai protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan BETN dapat cerna. Kebutuhan nutrien pakan pada lutung kelabu dapat diketahui dengan menghitung konsumsi zat makanan per hari dari konsumsi bahan kering dan dinyatakan dalam persen.
Tabel 9. Pendugaan Nutrien Pakan Lutung Kelabu Nutrien (% BK) ABU PK LK SK BETN
1 19,75 23,06 2,37 13,22 43,89
Lutung Kelabu 2 3 19,36 17,23 23,04 24,33 2,40 2,54 13,27 13,59 43,58 40,45
4 19,86 23,03 2,36 13,20 44,09
Rataan±SD 19,05 ± 1,23 23,03 ± 0,64 2,36 ± 0,08 13,20 ± 0,18 44,09 ± 1,71
Keterangan : BK = bahan kering; PK = protein kasar; LK = lemak kasar; SK = serat kasar; BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen;
Pendugaan kebutuhan nutrien pakan lutung kelabu pada Tabel 9 mempunyai nilai yang tidak jauh berbeda.
Hal ini disebabkan setiap satwa sudah mampu
beradaptasi terhadap pakan yang diberikan dan tingkat palatabilitas yang sama. Berdasarkan hasil análisis kebutuhan protein kasar pada lutung kelabu lebih tinggi dan serat kasar justru lebih rendah dari analisis NRC (2003), yaitu masing-masing sebesar 16,80% dan 19,74%. Konsumsi protein yang tinggi lutung kelabu akan digunakan untuk perkembangan organ reproduksi karena lutung kelabu akan memasuki masa reproduksi pada umur 3-5 tahun (Napier dan Napier, 1967). Pada masa ini banyak nutrisi yang diperlukan untuk kematangan organ reproduksi dan untuk meningkatkan daya imun atau penyempurnaan kondisi organ tubuh lutung kelabu sehingga ketika dilepaskan di habitat aslinya lutung dapat bertahan hidup. Nutrien Dapat Dicerna dan Koefisien Cerna Nutrien Pakan Kecernaan nutrien pakan adalah gambaran dari kualitas pakan yang dikonsumsi oleh satwa. Di dalam alat pencernaan, pakan dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dapat diserap oleh tubuh yang digunakan untuk kelangsungan proses kegiatan dalam tubuh. Secara fisiologis zat makanan dicerna dan diserap terlebih dahulu oleh dinding usus dan disalurkan melalui saluran darah kemudian digunakan oleh tubuh satwa. Pakan yang tidak dapat dicerna di dalam usus dibuang melalui feses. Feses adalah hasil sisa pencernaan yang dikeluarkan dari saluran pencernaan melalui usus. Di dalam feses terkandung air, sisa makanan yang tidak dicerna, bakteri, garam-garam
organik dan hasil-hasil dekomposisi (Tillman et al., 1986). Nilai kecernaan zat-zat makanan lutung kelabu mencerminkan kemampuan lutung kelabu dalam mencerna pakan yang dikonsumsi. Tillman et al, (1986) menyatakan bahwa ada dua metode untuk menentukan koefisien cerna yaitu dengan metode koleksi total dan metode indikator. Pada penelitian ini digunakan metode koleksi total dan pengukuran dilakukan secara perhitungan berdasarkan analisa zat makanan. Metode koleksi total ini bermaksud untuk mengetahui jumlah pakan yang dapat dicerna dan jumlah zat-zat makanan dapat dicerna berdasarkan konsumsinya. Tabel 10. Konsumsi, Produksi Feses, dan Koefisien Cerna Bahan Kering Lutung Kelabu Lutung Kelabu Peubah Rataan ± SD 1 2 3 4 Konsumsi BK (g/ekor/hari) 68,19 73,35 64,46 67,63 68,39 ± 3,69 Produksi BK feses (g/ekor/hari) 8,8 10,99 10,76 10,12 10,17 ± 0,98 Koefisien Cerna BK (%) 86,71 84,87 83,38 85,92 85,22 ± 1,25
Produksi feses pada lutung kelabu 2 lebih besar dibandingkan dengan produksi feses yang lainnya. Hal ini disebabkan konsumsi serat kasar yang lebih tinggi (Tabel 8) sehingga memperlancar pengeluaran feses. Rataan koefisien cerna bahan kering lutung kelabu 1 paling tinggi diantara lutung kelabu yang lainnya dikarenakan produksi feses yang paling rendah. Koefisien cerna lutung kelabu 2 lebih rendah daripada lutung 1 dan 4; hal ini dikarenakan konsumsi bahan kering yang tinggi. Konsumsi bahan kering yang tinggi akan mengakibatkan pergerakan makanan semakin cepat dalam saluran pencernaan sehingga dinding saluran pencernaan tidak mempunyai kesempatan untuk mencerna lebih banyak.
Sulistyowati (2002) menambahkan bahwa semakin tinggi
konsumsi akan meningkatkan laju pergerakan zat makanan di dalam saluran pencernaan sehingga mengurangi kerja enzim pencernaan dalam hal mencerna makanan dan menyebabkan koefisien cerna bahan kering menjadi lebih rendah. Nutrien yang dapat dicerna oleh lutung kelabu dapat diperoleh dari konsumsi nutrien (Tabel 6) dan produksi nutrien yang tereksresikan dalam feses.
Tabel 11. Nutrien yang dapat Dicerna dan Koefisien Cerna Nutrien Pakan Lutung Kelabu Lutung Kelabu Nutrien Rataan±Sd 1 2 3 4 Nutrien dapat dicerna (g/ekor/hari) BK 59,38 62,37 53,69 57,51 58,24±3,63 Abu 12,17 11,79 8,69 10,86 10,87±1,55 PK 14,02 13,54 12,37 12,21 13,04±0,88 LK 0,88 1,12 0,79 0,83 0,90±0,15 SK 7,23 7,22 6,33 6,63 6,85±0,45 BETN 30,65 32,46 24,28 28,7 29,02±3,51 Koefisien Cerna (%) BK 86,71 84,87 83,38 85,92 85,22±1,25 Abu 84,41 83,39 78,05 80,79 81,66±2,47 PK 82,41 80,48 78,64 78,28 79,95±1,65 LK 54,17 64,34 47,51 51,4 54,35±6,23 SK 80,12 74,29 72,29 74,13 75,21±2,94 BETN 94,9 93,72 93,58 95,39 94,40±0,77 Keterangan : BK = bahan kering; PK = protein kasar; LK = lemak kasar; SK = serat kasar; BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen
Rataan nutrien yang dapat dicerna oleh lutung kelabu dapat dilihat pada Tabel 11. Rataan nutrien yang dapat dicerna yang paling tinggi adalah BETN, PK, SK, dan LK sebesar 29,02 gram/ekor/hari; 13,04 gram/ekor/hari; 6,85 gram/ekor/hari dan 0,90 gram/ekor/hari. Nilai PK yang dapat dicerna lutung kelabu lebih tinggi dari PK dapat dicerna pada owa Jawa dari hasil penelitian Rasmada (2008) yaitu sebesar 5,79 gram/ekor/hari. Hal ini dikarenakan lutung kelabu sedang dalam masa pertumbuhan sehingga kemapuan mencerna PK lebih tinggi. Kemampuan mencerna PK yang tinggi juga berasal dari konsumsi PK lutung kelabu tinggi yaitu sebesar 15,97
(Tabel 8).
Rataan koefisien cerna nutrien lutung kelabu dapat diketahui dari kemampuan lutung kelabu terhadap nutrien yang dapat dicerna.
Dari Tabel 11 dapat diketahui rataan
koefisien cerna lutung kelabu cukup tinggi yaitu lebih dari 75%. Rataan koefisien cerna nutrien lutung kelabu yang tinggi terutama pada BETN yaitu 94,40 %. Hal ini karena pakan yang diberikan banyak mengandung energi yang tinggi dan rataan koefisien cerna
yang paling rendah adalah pada lemak kasar yaitu sebesar 54,35%.
Rendahnya
koefisien cerna pada lemak kasar karena pakan yang diberikan berupa sayuran yang sedikit mengandung lemak kasar.
Rataan koefisien serat kasar sebesar 75,21 %
menunjukan bahwa lutung kelabu dapat mentolerasi terhadap pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi. Tingginya koefisien cerna pada masing-masing lutung kelabu menandakan bahwa penyerapan nutrien yang tinggi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pertumbuhannya. Total Digestible Nutrient (TDN) dan Digestible Energy (DE) Total zat makanan tercerna atau total digestible nutrient (TDN) adalah penjumlahan protein kasar dapat dicerna dengan kelipatan satu, BETN dapat dicerna dengan kelipatan satu, serat kasar dapat dicerna dengan kelipatan satu dan lemak kasar dapat dicerna dengan faktor 2,25 (Sutardi, 1981).
Karbohidrat, protein dan lemak
merupakan zat makanan sumber energi. Digestible energy (DE) adalah persentase dari jumlah konsumsi energi pakan dikurang energi feses dibagi konsumsi energi pakan (Sutardi, 1981). TDN pada dasarnya merupakan pengukuran kandungan energi tercerna pakan. Oleh karena itu TDN mengandung arti sama dengan DE. Nilai TDN dan DE dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Gross Energy, Total Digestible Nutrient dan Digestible Energy Lutung Kelabu
Peubah Konsumsi Energi (kal/ekor/hari) Energi Feses (kal/ekor/hari) Energi tercerna (kal/ekor/hari) DE (Mkal/kg BK) TDN (%)
1
2
3
4
Rataan±SD
2927,52 446,00 2481,52
3151,33 532,74 2618,59
2777,49 541,15 2236,34
2903,49 563,83 2339,66
2939,96 ± 155,52 520,93 ± 51,65 2419,03 ± 166,74
3,64 81,73
3,57 76,03
3,46 69,26
3,46 73,02
3,31 ± 0,23 75,01 ± 5,26
Keterangan : GE = gross energi; TDN = total digestrible nutrient; DE = digestrible energy
Cullison et al. (2003) menyatakan bahwa nilai kandungan TDN dalam pakan dipengaruhi oleh persentase bahan kering, kandungan mineral dalam bahan kering tercerna dan kandungan lemak dalam bahan kering tercerna.
Dari Tabel 12 dapat
diketahui bahwa rataan kandungan TDN dari pakan yang diberikan cukup tinggi yaitu sebesar 75,01%. Walaupun pakan yang diberikan berupa dedaunan yang banyak mengandung serat kasar yang tinggi, namun lutung kelabu dapat mencerna nutrien dengan baik. Nilai TDN tinggi dikarenakan semua nutrien yang dapat dicerna cukup tinggi (Tabel 11). Nilai DE digunakan untuk menggambarkan seberapa besar energi yang tidak diekskresikan dalam feses kemudian dimanfaatkan sebagai energi metabolis jika dikurangi energi yang diekskresikan dalam urine (Cullison et al., 2003). Nilai rataan DE sebesar 3,31 Mkal/kgBK. Energi yang diekskresikan dalam feses rendah sehingga rataan konsumsi energi pada masing-masing lutung kelabu tinggi yaitu sebesar rataan 2939,96 gram/ekor/hari. Hal ini berarti energi yang dimanfaatkan oleh lutung kelabu untuk memenuhi kebutuhan hidup selama di penangkaran cukup tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pakan yang diberikan pada penelitian ini yang paling palatable dan konsumsi tertinggi adalah ubi jalar dan pohpohan sedangkan pakan yang memiliki palatability dan konsumsi paling rendah adalah daun melinjo. Lutung kelabu merupakan hewan folivorus yang dapat mencerna serat kasar yang tinggi toleran sampai 9,73%. Lutung kelabu yang masih berada dalam masa pertumbuhan membutuhankan protein kasar yang tinggi yaitu sekitar 15,58-16,90%. Kebutuhan nutrien untuk lutung kelabu yaitu masing-masing sebesar 44,09% BETN, 23,03% PK, 13,20% SK dan 2,36% LK per bahan kering. Koefisien cerna pakan nutrien lutung kelabu tinggi yaitu pada protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen sebesar 79,95%; 75,21%; 54,35% dan 94,40%. Nilai TDN pakan sebesar 75 ± 5,26% dan DE pakan sebesar 3,31 ± 0,23 Mkal/kg BK. Saran Perlu diadakan penelitian lanjutan dengan hewan yang lebih banyak dan beragam jenis. Pakan yang diberikan tidak dibatasi jumlah dan jenisnya sehingga dapat diketahui konsumsi pakan dan koefisien cerna yang lebih signifikan sesuai dengan kebutuhan nutriennya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas karunia dan nikmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai teladan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja MRur.Sc, Dr. Wartika Rosa Farida dan Dr. Ir. Didid Diapari, MS sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dorongan, waktu, nasehat, dan saran selama penulis mengerjakan tugas akhir. Penulis ucapkan terima kasih juga kepada Ir. Widya Hermana, MSi sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat dan bimbingannya, terima kasih kepada Ir. Djamil Hasjmy, MS yang telah bersedia menjadi dosen pembahas pada seminar, terima kasih kepada Ir. Dwi Suci Margi, MS dan Ir. Hotnida C.H Silegar Msi sebagai dosen penguji penulis dan kepada seluruh staff pengajar atas bekal ilmu yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Pak Erwin, Pak Amir dan Mas Pur yang telah banyak membantu selama penelitian di PPSG-Ciawi.
Terima kasih
kepada Mbak Lia, Mbak Tri, dan Pak Umar yang telah membantu dan memberikan arahan selama analisa di laboratorium. Terima kasih atas kerjasamanya kepada team satu penelitian satwa langka (Nuri, Echi dan Sada). Terima kasih kepada team SUKSES Penulis (Drs. Suhendi, Drs. Zaenal A, Yani R, Een Nuraeni, Maman Ali R, A.Md, dan Tuti Yuliawati) atas bantuan, nasehat, kasih sayang dan dorongannya. Terima kasih kepada Bapak Ir. Boni P. W. Soekarno MS sebagai pemimpin, bapak, dan guru selama di Asrama TPB IPB.
Terimakasih kepada Murobbiyah atas
suntikan ilmu, bimbingan dan kasih sayangnya sehingga Penulis lebih bijak lagi. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada SR TPB IPB dan semua rekan-rekan INTP 41 Fakultas Peternakan IPB. Terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Samsuni dan Ibunda Waryi yang selalu memberikan kasih sayang, pengertian dan doa. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin. Bogor, Juli 2009 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta. Asiamaya. 2007. Bayam dan Sawi. [http://www.asiamaya.com] [4 Januari 2008]. Bandini, Y dan N. Azis. 1995. Bayam. Penebar Swadaya. Jakarta. Bismark. 1986. Perilaku bekatan (Nasalis larva Wurmb) dalam memanfaatkan lingkungan hutan Bogor. Bakau di Taman Nasional Kutai. Kalimantan Timur. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Church and Pond 1988. Basic Animal Nutrition and Feeding IIIrd ED. Coronel, 1999. Kandungan Melinjo. [http://www.coronel.com] [18 Januari 2009]. Cullison, A.E, T.W. Perry and R.S. lowrey. 2003. Feed and Feeding. 6th Ed. Prentice Hall, New Jersey. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1995. Data Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara Jakarta. Edwards M.S., S.D. Crissey and O.T. Offedal 1997. Leaf Eating Primates: Nutrition and Dietary Husbandry. Nutrition Advisory Group, San Diego. Fleagle, J.G. 1978. Locomotion, Posture, and Habitat Utilization in Two Sympatric Leaf-Monkey (Presbytis obscura and P. melalophos) in Conference of Arboreal Folivores. Fort Royal. Virginia. Hadisoeganda, W.W. 1996. Bayam Sayuran Penyangga Petani di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. BPPT. Bandung. Hardinsyah& Briawan1994. Keripik Pohpohan. [http://sahabattelapak.multiply.com]. [7 Juli 2008]. Harli, M. 2000. Ubi Jalar Kurangi Resiko Buta. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Manusia. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Iskandar, S. 2003. Interaksi lutung (Trachypithecus auratus E. Geoffroy, 1812) dengan kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) ditinjau dari perilaku makannya di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kappeler, M. 1981. Sketch of The Ecological Position. [http:www.markuskappler.ch/gip/gips/chapter8.html]. [19 Juli 2008]. Kumalaningsih, S. 2008. [27 Februari 2008].
Antioksidan
SOD.
Http://antioxidantcentre.com.
Maynard, L.A., J.K. Loosli, H.F Hintz, and H.G. Wanner. 1979. Animal Nutrition. 3rd Ed. McGraw Hill Publishing Co Ltd. New York. Moen, A. N. 1973. Wildlife Ecology. W. H. Freeman and Company. San Fransisco. Muhilal. 1991. Ubi Jalar Kurangi Resiko Buta. http://www.mail-archive.com. Kompas (on-line) Jakarta. [10 Januari 2008]. Nadler, T., F. Momberg, N.X., Dang and N. Lormee 2003. Leaf Monkey; Vietnam Primate Conservation Status Review 2002, Frankfurt Zoological Society and Fauna & International Vietnam Programme. National Research Council. 2003. Nutrient Requirements of Nonhuman Primatess, 2nd Revised Edition, The National Academies Press, Washington, D.C. Napier, J.R. and P.H. Napier. 1967. A Handbook of Living Primates. Academic Press, London. Nurwulan, N. 2002. Pola pemberian pakan lutung perak Kalimantan (Trachypithecus villosus) di Taman Margasatwa Ragunan. Laporan Magang. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-Press, Jakarta. Pratiwi, A. N. 2008. Aktivitas pola makan dan pemilihan pakan pada lutung kelabu ketina (Trachypithecus Cristatus, Raffles 1812) di Pusat Penyelamatan Satwa Ciawi Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pratas, R. G. 2006. Small Animal Nutrition. Bahan Kuliah. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Prayogo, H. 2006. Kajian tingkah laku dan analisis pakan lutung perak (Trachypithecus cristatus) di Pusat Primata Scamutzer Taman Margasatwa Ragunan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Priana, M.A. 2004. Identifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kemandirian petani dalam melakukan usaha agroforestri (Kasus Usaha agroforestri pohpohan di hutan pinus dan damar Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. 1999. Kajian Bahan Baku Potensial : Ubi Jalar. Diktat Kuliah. Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
37
Rasmada, S. 2008. Analisis kebutuhan nutrien dan kecernaan pakan pada owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog-Ciawi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rowe, N. 1996. The Pictorial Guide to the Living Primates, Pogonias Prss. East Hampton, New York. Rukmana, R. 1994. Bertanam Kangkung. Kanisius. Yogyakarta. Sajuthi, D. 1984. Satwa Primata sebagai Hewan Laboratoium. Institut Pertanian Bogor. Scott, M.L., M. C. Neishem and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 3 rd Ed. M. L. Scort and Associates. Ithacha, New York. Sukandar, S. 2004. Laporan Inventarisasi Flora dan Fauna di Cagar Alam Takokak. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat I. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Departemen Kehutanan. Bandung. Sulistyowati, I. 2002. Pemberian pakan dan kecernaan pada tupai terbang (Petaurus brevieceps). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sunarjono, H. 2002. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta. Sunaryo. 2003. Respon biologis dan hematologis itik mandalung terhadap suplemen kangkung dan kitamin C dalam Pakan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Supriatna, J. dan E. H. Wahyono. 2000. Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Susilowati, A. 2003. Stek mikro melinjo (Gnetum gnemon Linn). Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutardi, T. 1981. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid I. Diktat Kuliah. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Suyanto, A., M. Yoneda, I. Maryanto, Maharadatunkamsi and J. Sugardjito. 2002. Checklist of The Mammals of Indonesia. 2nd Ed. LIPI-JICA. PHKA. Bogor. Tillman, A. D. H. Hartadi, F. Soedomo, P. Soeharto dan L. Soekanto. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Tomaszewska, M.W., I.K Sutama., T.D. Chaniago. 1991. Reproduksi, Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wahju, J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
38
Wikipedia. 2007. Melinjo, Sawi, Bayam [http://www.wikipedia.com]. [4 Januari 2008)].
dan
Kangkung.
Yasuma, S. and H.S. Alikodra. 1992. Mammal of Bukit Soeharto Protection Forest. The Tropical Forest Research Project. Spesial Publication No.1. 2nd Ed. Mulawarman University. Samarinda. Kalimantan Timur. Yulianti, S., Irlansyah, E. Junaedi dan M. Widjaya. 2006. Khasiat dan Manfaat Apel. Agro Media Pustaka, Jakarta. Yunita, R. 2002. Perbanyakan dan transformasi menggunakan Agrobacterium tumefaciens pada tanaman melinjo (Gnetum gnemon L) dengan teknik kultur jaringan. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
39
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Suhu dan Kelembaban PPSG Hari Pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Total Rataan SD
Suhu (0C) Pagi Siang Sore 20,0 32,0 31,0 18,5 29,0 35,0 21,0 34,0 31,5 18,0 30,5 30,5 18,5 33,5 30,5 19,5 34,0 30,0 20,5 30,0 26,5 21,0 29,0 29,0 21,5 30,0 31,5 21,0 30,5 31,5 19,0 33,5 34,0 19,0 33,5 34,0 19,5 31,0 21,0 19,5 35,0 30,5 17,5 32,0 23,0 19,0 35,0 32,0 19,0 32,0 33,0 18,5 31,5 31,5 18,0 31,5 30,0 19,0 31,0 30,0 20,5 31,5 31,0 22,0 31,0 29,0 18,5 34,0 30,0 18,5 31,0 30,0 467,00 766,00 726,00 19,50 31,90 30,30 1,20 1,80 3,10
Kelembaban (%) Pagi Siang Sore 96,0 60,0 59,0 97,0 65,0 51,0 98,0 53,0 46,5 89,0 55,0 49,0 94,0 54,0 53,5 96,0 50,0 60,0 97,5 60,5 75,0 99,0 68,0 65,0 98,0 60,0 55,0 85,0 63,0 57,0 98,0 49,0 46,0 98,0 49,0 46,0 97,0 55,0 56,3 86,5 50,0 54,5 94,5 52,0 45,0 91,0 52,0 51,5 97,0 55,0 49,0 93,0 54,0 52,5 92,5 54,5 54,0 96,5 59,0 59,0 93,5 59,0 59,0 96,0 60,0 58,0 90,0 51,5 56,5 86,5 59,0 57,0 2259,50 1347,50 1315,30 94,10 56,10 54,80 4,10 5,20 6,70
Lampiran 2. Konsumsi Segar Lutung Kelabu Konsumsi Pakan Segar (gram/ekor/hari) Lutung Kelabu No Tgl 1 2 3 1 14 570 625 596 2 15 593 620 500 3 16 587 647 505 4 17 623 642 506 5 18 592 642 614 6 19 583 659 521 7 20 564 617 621 8 21 623 643 521 9 22 553 635 528 10 23 608 623 530 11 24 605 655 530 12 25 648 671 538 13 26 644 658 623 14 27 648 675 522 15 28 640 687 518 16 29 630 672 515 17 30 632 679 506 18 31 629 681 486 19 1 647 683 611 20 2 630 638 517 21 3 627 680 512 22 4 626 647 517 23 5 641 657 523 24 6 615 665 528 Jumlah 14757 15699 12886 Rataan 615 654 613 SD 28 22 42
4 613 584 587 628 567 607 580 560 586 592 626 642 600 625 643 615 624 646 627 589 623 613 640 651 14668 616 26
42
Lampiran 3. Konsumsi Nutrien Pakan Lutung Kelabu 1 Konsumsi Nutrien Pakan No
Tgl
1 14 2 15 3 16 4 17 5 18 6 19 7 20 8 21 9 22 10 23 11 24 12 25 13 26 14 27 15 28 16 29 17 30 18 31 19 1 20 2 21 3 22 4 23 5 24 6 Jumlah Rataan Sd
BK
ABU
BO
61,72 66,29 66,23 70,49 66,16 65,52 60,70 67,68 60,02 67,31 67,76 73,66 71,52 72,03 71,87 70,00 70,24 70,47 72,95 70,45 67,78 68,81 70,36 66,45 1636,47 68,18 3,66
12,54 13,01 12,97 13,56 13,10 12,88 12,45 13,55 12,34 13,36 13,35 14,10 13,98 14,03 13,88 13,71 13,91 13,70 13,93 13,85 13,69 13,73 13,98 13,53 323,13 13,46 0,53
54,13 58,15 58,13 61,63 57,96 57,46 53,08 59,22 52,57 59,17 59,42 64,72 62,50 63,01 62,92 61,35 61,51 61,72 63,84 61,69 59,31 60,27 61,60 58,13 1433,50 59,73 3,20
PK LK (% BK) 13,98 1,43 15,08 1,59 15,34 1,59 16,42 1,70 15,34 1,57 15,18 1,56 14,08 1,39 15,37 1,58 13,99 1,38 15,37 1,60 15,70 1,61 16,83 1,80 16,70 1,69 16,67 1,71 16,71 1,72 15,91 1,67 16,15 1,66 16,32 1,69 16,92 1,76 16,30 1,68 15,58 1,57 15,92 1,61 16,21 1,65 15,35 1,53 377,40 38,75 15,73 1,61 0,87 0,11
SK
BETN
GE (kkal/g)
8,11 63,94 2647,79 8,77 61,55 2848,39 8,78 61,32 2850,60 9,37 58,96 3027,58 8,75 61,25 2841,89 8,66 61,70 2814,10 7,97 64,12 2598,85 8,92 60,58 2900,57 7,89 64,41 2577,03 8,87 60,81 2886,32 8,96 60,37 2911,58 9,79 57,48 3170,98 9,48 58,15 3068,97 9,55 58,04 3092,38 9,55 58,14 3088,12 9,25 59,45 3002,51 9,28 58,99 3016,07 9,35 58,95 3028,22 9,71 57,67 3136,83 9,33 58,85 3026,58 8,92 60,25 2905,17 9,09 59,65 2954,98 9,29 58,87 3018,50 8,73 60,86 2846,46 216,35 1444,36 70260,47 9,01 60,18 2927,52 0,51 1,98 158,77
43
Lampiran 4. Konsumsi Nutrien Pakan Lutung Kelabu 2 Konsumsi Nutrien Pakan GE PK LK SK BETN (kkal/g) (%BK) 70,52 13,64 62,04 15,73 1,72 9,35 59,56 3036,84 70,43 13,47 61,84 16,14 1,72 9,36 59,31 3030,74 72,68 13,95 63,69 16,69 1,76 9,66 57,94 3125,05 71,57 13,8 62,67 16,34 1,72 9,50 58,64 3073,97 72,47 13,9 63,39 16,76 1,75 9,63 57,96 3112,85 73,73 14,24 64,55 17,02 1,77 9,78 57,19 3165,40 68,58 13,42 59,99 16,01 1,63 9,10 59,85 2946,55 72,04 13,91 63,11 16,54 1,73 9,57 58,25 3096,84 70,58 13,91 61,78 16,34 1,67 9,33 58,75 3029,43 69,95 13,68 61,36 16,26 1,67 9,24 59,15 2998,73 72,97 14,26 63,84 16,89 1,74 9,67 57,45 3132,24 75,45 14,54 66,09 17,36 1,82 10,02 56,27 3241,35 73,15 14,31 64,04 16,89 1,74 9,69 57,37 3140,27 75,74 14,61 66,32 17,44 1,82 10,05 56,08 3252,42 77,44 14,85 67,82 17,84 1,87 10,29 55,15 3326,94 75,92 14,58 66,53 17,33 1,84 10,08 56,17 3262,10 76,94 14,68 67,40 17,77 1,87 10,24 55,45 3308,42 76,76 14,75 67,23 17,72 1,85 10,2 55,47 3297,98 77,10 14,78 67,51 17,8 1,86 10,25 55,31 3312,91 70,86 13,91 62,14 16,31 1,69 9,39 58,71 3047,12 76,56 14,72 67,05 17,66 1,85 10,17 55,6 3289,82 71,68 14,1 62,72 16,64 1,69 9,49 58,08 3077,18 73,12 14,29 64,04 16,87 1,74 9,69 57,41 3141,02 74,22 14,47 64,96 17,2 1,77 9,83 56,72 3185,85 1760,47 340,79 1542,11 405,53 42,28 233,58 1377,82 75632,02 73,35 14,20 64,25 16,90 1,76 9,73 57,41 3151,33 2,61 0,44 2,27 0,62 0,07 0,36 1,47 112,30 BK
No Tgl 1 14 2 15 3 16 4 17 5 18 6 19 7 20 8 21 9 22 10 23 11 24 12 25 13 26 14 27 15 28 16 29 17 30 18 31 19 1 20 2 21 3 22 4 23 5 24 6 Jumlah Rataan Sd
ABU
BO
44
Lampiran 5. Konsumsi Nutrien Pakan Lutung Kelabu 3 Konsumsi Nutrien Pakan No
Tgl
BK
ABU
BO
PK
LK
SK
BETN
GE (kkal/g)
(%BK) 1 14 2 15 3 16 4 17 5 18 6 19 7 20 8 21 9 22 10 23 11 24 12 25 13 26 14 27 15 28 16 29 17 30 18 31 19 1 20 2 21 3 22 4 23 5 24 6 Jumlah Rataan Sd
66,04 13,12 58,24 15,22 1,58 8,78 61,30 2853,60 63,14 10,49 54,86 15,51 1,66 8,63 63,71 2725,90 61,81 10,03 53,34 15,68 1,59 8,51 64,19 2664,21 57,35 10,17 49,66 13,63 1,41 7,75 67,05 2459,54 80,29 12,2 70,31 19,15 2,22 11,12 55,30 3489,66 6,80 10,61 54,57 15,53 1,60 8,55 63,71 2700,06 68,48 13,62 60,02 15,69 1,62 9,04 60,04 2939,96 66,31 11,05 57,67 16,31 1,75 9,07 61,83 2865,29 65,65 10,55 56,67 16,71 1,71 9,05 61,99 2830,65 59,51 10,57 51,42 14,19 1,45 8,04 65,76 2549,01 66,21 10,89 57,72 16,3 1,74 9,10 61,97 2871,67 66,03 11,00 57,45 16,35 1,71 9,01 61,93 2843,25 67,82 13,65 59,33 15,72 1,57 8,93 60,12 2907,02 66,52 11,26 57,87 16,17 1,75 9,07 61,75 2874,00 66,32 10,33 57,16 17,22 1,75 9,20 61,50 2865,08 55,39 10,15 47,69 12,98 1,30 7,43 68,13 2360,37 63,60 10,42 55,47 15,70 1,68 8,76 63,44 2766,01 59,60 10,08 51,87 14,86 1,53 8,11 65,43 2562,54 68,53 13,42 60,04 15,68 1,64 9,07 60,19 2943,49 64,77 10,67 56,19 15,97 1,70 8,87 62,79 2795,66 61,19 10,18 52,84 15,36 1,55 8,38 64,52 2634,14 60,35 10,54 52,41 14,40 1,51 8,18 65,37 2596,00 66,33 10,73 57,77 16,61 1,75 9,13 61,77 2874,66 62,62 10,79 54,31 15,44 1,57 8,50 63,70 2688,55 1547,01 266,51 1344,86 376,37 39,34 210,26 1507,52 66659,8 64,46 11,1 56,04 15,68 1,64 8,76 64,46 2777,49 4,86 1,17 4,44 1,22 0,17 0,69 2,67 217,77
45
Lampiran 6. Konsumsi Nutrien Pakan Lutung Kelabu 4 Konsumsi Nutrien Pakan No
Tgl
1 14 2 15 3 16 4 17 5 18 6 19 7 20 8 21 9 22 10 23 11 24 12 25 13 26 14 27 15 28 16 29 17 30 18 31 19 1 20 2 21 3 22 4 23 5 24 6 Jumlah Rataan Sd
BK
ABU
68,48 13,38 65,00 12,88 65,37 13,03 70,01 13,73 62,44 12,52 67,22 13,46 63,70 12,82 60,61 12,53 64,75 13,02 65,58 13,08 70,64 13,87 72,52 13,98 66,24 13,36 68,45 13,62 71,51 14,09 69,13 13,5 69,59 13,71 71,39 14,01 67,58 13,54 65,28 13,00 68,52 13,66 66,35 13,55 70,26 13,91 72,54 14,22 1623,18 322,44 67,63 13,44 3,18 0,48
BO 60,09 57,08 57,43 61,34 54,75 58,98 55,71 53,22 56,81 57,62 61,93 63,54 57,97 59,98 62,62 60,59 60,95 62,52 59,19 57,31 59,94 58,01 61,57 63,46 1422,6 59,28 2,75
PK
LK
SK
BETN
GE (kkal/g)
(%BK) 15,66 1,64 9,08 60,24 2946,46 14,98 1,54 8,58 62,02 2791,83 14,85 1,56 8,63 61,94 2812,23 16,07 1,67 9,26 59,27 3004,41 14,45 1,46 8,22 63,35 2677,09 15,49 1,58 8,86 60,61 2885,35 14,89 1,48 8,40 62,42 2732,07 14,06 1,39 7,95 64,07 2603,70 14,97 1,52 8,54 61,95 2783,84 15,25 1,54 8,63 61,50 2810,21 16,33 1,69 9,35 58,75 3036,13 16,68 1,75 9,63 57,96 3116,79 15,42 1,55 8,73 60,94 2843,71 15,74 1,61 9,03 60,01 2936,04 16,55 1,70 9,46 58,20 3070,68 15,60 1,67 9,14 60,10 2966,13 15,87 1,66 9,20 59,57 2988,03 16,4 1,69 9,45 58,45 3065,63 15,28 1,57 8,90 60,71 2895,45 15,04 1,54 8,62 61,79 2806,62 15,89 1,60 9,04 59,80 2939,17 15,45 1,52 8,72 60,76 2844,28 16,04 1,66 9,28 59,12 3014,61 16,91 1,72 9,61 57,55 3113,34 373,84 38,32 214,31 1451,09 69683,8 15,58 1,60 8,93 67,63 2903,49 0,71 0,09 0,44 1,71 136,79
46
Lampiran 7. Nutrien dalam Feses Lutung Kelabu 1 No. Tgl
Basah (g)
1 14 2 15 3 16 4 17 5 18 6 19 7 20 8 21 9 22 10 23 11 24 12 25 13 26 14 27 15 28 16 29 17 30 18 31 19 1 20 2 21 3 22 4 23 5 24 6 Total Rataan Sd
50 40 40 40 50 40 45 45 50 50 30 25 45 50 60 50 60 45 50 50 60 60 65 55 1155 48,13 9,53
BK
Abu
BO
PK (%BK) 9,12 2,11 7,01 3,15 7,30 1,69 5,61 2,52 7,30 1,69 5,61 2,52 7,30 1,69 5,61 2,52 9,12 2,11 7,01 3,15 7,30 1,69 5,61 2,52 7,28 1,78 5,50 2,38 7,28 1,78 5,50 2,38 8,09 1,98 6,11 2,64 8,09 1,98 6,11 2,64 4,85 1,19 3,66 1,59 4,04 0,99 3,05 1,32 9,17 2,09 7,08 2,64 10,18 2,32 7,86 2,94 12,22 2,78 9,44 3,52 10,18 2,32 7,86 2,94 12,22 2,78 9,44 3,52 9,17 2,09 7,08 2,64 8,99 2,27 6,72 2,74 8,99 2,27 6,72 2,74 10,79 2,72 8,07 3,29 10,79 2,72 8,07 3,29 11,69 2,95 8,74 3,56 9,89 2,49 7,39 3,02 211,32 50,47 160,85 66,2 8,80 2,10 6,70 2,76 2,07 0,50 1,58 0,55
LK
SK
BETN
0,86 0,69 0,69 0,69 0,86 0,69 0,49 0,49 0,54 0,54 0,32 0,27 0,76 0,85 1,02 0,85 1,02 0,76 0,79 0,79 0,94 0,94 1,02 0,86 17,73 0,74 0,21
2,09 1,67 1,67 1,67 2,09 1,67 1,59 1,59 1,77 1,77 1,06 0,88 1,69 1,88 2,26 1,88 2,26 1,69 1,71 1,71 2,06 2,06 2,23 1,88 42,8 1,79 0,33
0,90 0,72 0,72 0,72 0,90 0,72 1,04 1,04 1,16 1,16 0,70 0,58 1,98 2,20 2,64 2,20 2,64 1,98 1,48 1,48 1,78 1,78 1,93 1,63 34,07 1,42 0,64
GE Kkal/g 471,90 377,50 377,50 377,50 471,90 377,50 363,20 363,20 403,50 403,50 242,10 201,80 478,90 532,10 638,50 532,10 638,50 478,90 437,30 437,30 524,80 524,80 568,50 481,10 10704 446 106
47
Lampiran 8. Nutrien dalam Feses Lutung Kelabu 2 Tgl
Basah (g)
BK
Abu
BO
1 14 2 15 3 16 4 17 5 18 6 19 7 20 8 21 9 22 10 23 11 24 12 25 13 26 14 27 15 28 16 29 17 30 18 31 19 1 20 2 21 3 22 4 23 5 24 6 Total
80,5 50 57 50 90 60 70 50 65 60 60 60 60 55 80 55 100 95 105 120 90 30 55 60 1657,5
13,77 8,55 9,75 8,55 15,39 10,26 9,84 7,03 9,14 8,44 8,44 8,44 9,96 9,13 13,28 9,13 16,60 15,77 16,49 18,85 14,13 4,71 8,64 9,42 263,7
3,30 2,05 2,33 2,05 3,69 2,46 2,18 1,55 2,02 1,87 1,87 1,87 2,12 1,95 2,83 1,95 3,54 3,36 3,35 3,83 2,87 0,96 1,76 1,92 57,66
10,47 6,50 7,42 6,50 11,71 7,81 7,67 5,48 7,12 6,57 6,57 6,57 7,83 7,18 10,45 7,18 13,06 12,40 13,14 15,01 11,26 3,75 6,88 7,51 206,04
Rataan
69,06
10,99
2,4
Sd
21,37
3,60
0,76
No.
PK (%BK) 4,21 2,61 2,98 2,61 4,71 3,14 2,96 2,11 2,75 2,54 2,54 2,54 3,36 3,08 4,48 3,08 5,60 5,32 4,56 5,21 3,91 1,30 2,39 2,61 80,57
LK
SK
BETN
0,89 0,55 0,63 0,55 1,00 0,67 0,53 0,38 0,49 0,45 0,45 0,45 0,58 0,53 0,77 0,53 0,96 0,92 0,93 1,06 0,80 0,27 0,49 0,53 15,41
3,23 2,01 2,29 2,01 3,61 2,41 2,10 1,77 2,03 1,94 0,14 2,02 2,50 2,29 3,34 2,29 4,17 3,96 3,67 4,19 3,15 1,05 1,92 2,10 60,19
2,14 1,33 1,52 1,33 2,39 1,60 2,08 1,49 1,93 1,79 1,79 1,79 1,40 1,28 1,86 1,28 2,33 2,21 3,97 4,54 3,40 1,13 2,08 2,27 48,92
GE Kkal/g 694,68 431,48 491,88 431,48 776,66 517,77 444,85 317,75 413,07 381,30 381,30 381,30 516,05 473,05 688,07 473,05 860,09 817,08 752,11 859,56 644,67 214,89 393,96 429,78 12785,86
8,59
3,36
0,64
2,51
2,04
532,74
2,86
1,13
0,22
0,98
0,85
182,15
48
Lampiran 9. Nutrien dalam Feses Lutung Kelabu 3 No.
Tgl
Basah (g)
BK
Abu
BO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 2 3 4 5 6
50 40 50 80 40 50 60 100 35 55 50 50 60 40 70 60 50 50 80 50 90 60 70 65
10,92 8,74 10,92 17,47 8,74 10,92 10,48 17,46 6,11 9,60 8,73 8,73 11,52 7,68 13,44 11,52 9,60 9,60 12,75 7,97 14,35 9,57 11,16 10,36
2,53 2,02 2,53 4,05 2,02 2,53 2,32 3,86 1,35 2,13 1,93 1,93 2,46 1,64 2,87 2,46 2,05 2,05 2,92 1,83 3,29 2,19 2,56 2,38
8,39 6,71 8,39 13,43 6,71 8,39 8,16 13,6 4,76 7,48 6,80 6,80 9,06 6,04 10,57 9,06 7,55 7,55 9,83 6,14 11,06 7,37 8,60 7,99
Total Rataan
1405 58,54
Sd
16,32
PK (%BK)
LK
SK
BETN
GE Kkal/g
2,8 2,24 2,8 4,49 2,24 2,8 3,13 5,22 1,83 2,87 2,61 2,61 3,81 2,54 4,45 3,81 3,18 3,18 4,42 2,76 4,97 3,31 3,86 3,59
0,86 0,69 0,86 1,38 0,69 0,86 0,73 1,22 0,43 0,67 0,61 0,61 0,94 0,63 1,1 0,94 0,78 0,78 1,06 0,66 1,19 0,79 0,93 0,86
2,62 2,1 2,62 4,19 2,10 2,62 2,28 3,80 1,33 2,09 1,90 1,90 2,57 1,71 2,99 2,57 2,14 2,14 2,84 1,78 3,20 2,13 2,49 2,31
2,10 1,68 2,10 3,37 1,68 2,10 2,01 3,36 1,17 1,85 1,68 1,68 1,87 1,25 2,18 1,87 1,56 1,56 1,52 0,95 1,70 1,14 1,33 1,23
577,39 461,91 577,39 923,82 461,91 577,39 460,59 767,64 268,68 422,2 383,82 383,82 573,95 382,63 669,61 573,95 478,29 478,29 687,09 429,43 772,97 515,32 601,20 558,26
258,36 57,92 200,44 79,54 20,29 58,4 10,76 2,41 8,35 3,31 0,85 2,43
42,96 1,79
12987,56 541,15
0,59
147,79
2,77
0,64
2,14
0,9
0,22
0,64
49
Lampiran 10. Nutrien dalam Feses Lutung Kelabu 4
No
Tgl
1 14 2 15 3 16 4 17 5 18 6 19 7 20 8 21 9 22 10 23 11 24 12 25 13 26 14 27 15 28 16 29 17 30 18 31 19 1 20 2 21 3 22 4 23 5 24 6 Total Rataan Sd
Basah (g)
BK
80,5 50 50 30 45 45 50 50 50 40 50 20 55 50 55 75 45 50 65 40 50 70 50 70 1235 51,48 13,44
18,82 11,69 11,69 7,01 10,52 10,52 9,78 9,78 9,78 7,83 9,78 3,91 10,26 9,33 10,26 14,00 8,40 9,33 11,35 6,99 8,73 12,23 8,73 12,23 242,9 10,12 2,78
Abu 5,10 3,17 3,17 1,90 2,85 2,85 2,72 2,72 2,72 2,18 2,72 1,09 2,35 2,14 2,35 3,21 1,93 2,14 2,71 1,67 2,08 2,92 2,08 2,92 61,7 2,57 0,75
BO
PK
(%BK) 13,72 6,82 8,52 4,23 8,52 4,23 5,11 2,54 7,67 3,81 7,67 3,81 7,06 3,48 7,06 3,48 7,06 3,48 5,65 2,78 7,06 3,48 2,82 1,39 7,91 3,14 7,19 2,85 7,91 3,14 10,79 4,28 6,47 2,57 7,19 2,85 8,64 3,46 5,32 2,13 6,65 2,67 9,31 3,73 6,65 2,67 9,31 3,73 181,2 80,76 7,55 3,36 2,07 1,01
LK
SK
BET N
GE (kkal/g)
1,56 0,97 0,97 0,58 0,87 0,87 0,81 0,81 0,81 0,65 0,81 0,32 0,69 0,63 0,69 0,94 0,56 0,63 0,82 0,50 0,63 0,88 0,63 0,88 18,5 0,77 0,23
4,59 2,85 2,85 1,71 2,57 2,57 2,37 2,37 2,37 1,90 2,37 0,95 2,17 1,97 2,17 2,96 1,78 1,97 2,38 1,47 1,83 2,57 1,83 2,57 55,2 2,30 0,68
0,76 0,47 0,47 0,28 0,42 0,42 0,40 0,40 0,40 0,32 0,40 0,16 1,91 1,74 1,91 2,60 1,56 1,74 1,98 1,22 1,52 2,13 1,52 2,13 26,8 1,12 0,78
1116,14 693,25 693,25 415,95 623,93 623,93 571,66 571,66 571,66 457,33 571,66 228,67 526,50 478,64 526,50 717,95 430,77 478,64 609,29 374,95 468,68 656,16 468,68 656,16 13532,02 563,83 164,61
50
Lampiran 11. Tabel 11. Konsumsi Pakan Pagi dan Sore Hewan Pakan
Lutung 1 Pg Sr Ttl Pohpohan 47,3 46,5 93,8 Kangkung 46,8 45,2 92,0 Sawi 46,3 45,8 92,1 Bayam 43,8 43,0 86,8 D.Melinjo 27,3 32,0 59,3 Ubi 95,2 96,7 191,9 Total 306,8 309,4 616,2 Rataan 51,5 51,6 103,1 SD 5,0 5,3 10,3
Lutung 2 Pg Sr Ttl 48,7 49,2 97,9 47,7 47,9 95,6 47,6 47,9 95,5 46,5 44,9 91,4 36,3 41,9 78,2 97,6 97,9 195,6 324,4 329,9 654,3 52,7 51,4 109,1 3,9 3,4 10,3
Lutung 3 Pg Sr Ttl 44,8 46,5 91,3 44,7 46,1 90,8 44,2 47,6 91,8 42,7 44,7 87,4 27,7 31,5 59,2 94,2 97,6 191,8 398,4 314,0 612,4 49,7 52,3 102,0 5,2 5,4 10,6
Lutung 4 Pg Sr Ttl 44,2 47,8 92,0 44,7 47,6 92,3 45,9 48,8 94,7 41,4 44,6 86,0 24,2 31,5 55,7 95,9 98,7 194,7 296,3 319,3 615,6 49,4 53,2 102,6 5,6 3,9 9,5
Rataan Pg 46,3 45,9 46,0 43,6 28,8 95,7 306,5 51,1 5,0
Sr 47,5 46,7 47,6 44,3 43,3 97,8 318,1 50,2 4,5
Ttl 93,8 92,6 93,6 87,9 7,21 193,6 624,6 101,3 9,5
51