Tatap muka ke : 7 – 8 POKOK BAHASAN IV IV. PRINSIP MANAJEMEN PAKAN Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui prinsip dan tatalaksana pemberian pakan pada ternak potong baik ruminansia besar (sapi, kerbau), ruminansia kecil (kambing, domba) maupun non ruminansia (babi dan kelinci) pada berbagai sistem pemeliharaan ternak. Tujuan Instruksional Khusus : Mengetahui kebutuhan nutrien pada berbagai komoditi ternak potong. Mengetahui penyusunan ransum pada ternak potong. Mengetahui teknik pemberian pakan pada ternak potong. Mengetahui tatalaksana pakan penggemukan di kandang. Mengetahui tatalaksana penggemukan di padang rumput. Uraian Materi : Pakan merupakan kebutuhan mutlak yang harus selalu diperhatikan dalam pemeliharaan ternak. Usaha
ternak potong akan efisien dan ekonomis apabila
kebutuhan pakan terpenuhi dalam kualitas maupun kuantitas. Pemberian pakan harus rasional (sesuai kebutuhan ternak) dan sesuai dengan tujuan dari pemeliharaan ternak potong. Pakan yang dikonsumsi ternak akan digunakan oleh tubuh ternak baik untuk pokok hidup (maintenance) maupun untuk berproduksi.
122
PAKAN -Kualitas/kuantitas memenuhi syarat (protein,kalori,vitamin,mineral) -Sesuai kebutuhan (BB,kondisi,spesies)
Fattening
Breeding
Performens reproduksi
Produktivitas anak - gain Perkembangan populasi Efisiensi pakan
Performens produksi
FCR Karkas / meat Efisiensi pakan Feed cost/gain
Ternak kerja
Performens kerja
Output daya Efisiensi kerja
Kebutuhan Nutrien dan Penyusunan Ransum Jumlah pakan dan keadaan ransom yang akan diberikan pada ternak potong berbeda sesuai dengan tingkat kelas dan keadaan fisiologisnya. Oleh karena itu untuk mengetahui kebutuhan nutrisi ternak, harus mengacu pada feeding standard, dalam hal ini biasanya menggunakan table identifikasi kebutuhan nutrisi ternak berdasarkan fungsi produksi. Karena di Indonesia saat ini beluim ada pegangan yang telah distandarisasi dengan pasti dan tepat, maka saat ini masih menggunakan standard dari luar, yaitu table NRC (National Research Council). Dalam menyusun ransum, harus diusahakan agar kandungan nutrient sesuai dengan kebutuhan ternak yang dipelihara, baik untuk kebutuhan pokok, pertumbuhan, produksi dan reproduksi. Karena tidak ada satu jenis bahan pakan pun yang kandungan nutrientnya sesuai dengan kebutuhan ternak, maka dalam penyusunan ransum perlu dikombinasi dengan beberapa jenis bahan pakan lain agar dapat disusun menjadi ransum yang seimbang.
123
Agar mendapatkan susunan ransum yang seimbang, perlu dipahami beberapa petunjuk di bawah ini : Penyusunan ransum : berdasarkan pedoman umur / berat badan ternak dan berdasarkan kebutuhan nutrien (protein dan energi) untuk pokok hidup dan produksi per hari. Konsentrat umumnya digunakan sebagai sumber energi, jumlah energi dalam ransum tidak boleh kurang dari 3% atau lebih dari 5% dari kebutuhan ternak. Suplemen protein hanya digunakan untuk meningkatkan kandungan protein ransum. Pemberian protein tidak boleh lebih dari 5% kebutuhan ternak. Konsentrat kadang-kadang hanya diperlukan ternak pada sepertiga akhir kebuntingan, pada ternak kerja atau untuk memproduksi susu atau lemak. Sapi potong memerlukan pakan berdasarkan bahan kering sebanyak 2% dari bobot tubuh, sapi yang digemukkan mengkonsumsi pakan 2-3% dari BB, tetapi bila hanya diberi pakan hijauan saja membutuhkan 5 – 7% BB, terutama bila hijauan berkualitas rendah. Ternak babi membutuhkan lebih banyak konsentrat dalam ransum dengan kandungan protein yang berkualitas tinggi. Ransum sebaiknya ditambah vitamin A apabila proporsi hijauannya rendah. Dalam menyusun ransum sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut : Menentukan bahan-bahan yang akan disusun dan sebaiknya sudah diketahui kandungan
nutrientnya
(sudah
dianalisis
proksimat).
Dasar penyusunan
ransumnya dapat berdasarkan kebutuhan energi, protein, TDN maupun lainnya. Usahakan bahan pakan terdiri dari sumber nabati dan hewani agar saling menutupi kekurangan zat makanan yang dibutuhkan. Menentukan kelas, umur, tingkat produksi dan kondisi fisiologis ternak yang bersangkutan sehingga diketahui kebutuhannya baik untuk pokok hidup, pertumbuhan dan produksinya serta pertambahan bobot badan yang diharapkan.
124
Mengetahui margin of safety atau batas pemberian suatu bahan pakan yang tidak
membahayakan
bagi
ternak
yang
mengkonsumsinya.
Contohnya
pemberian leguminosa tidak boleh melebihi 50% total ransum karena akan menyebabkan terjadinya rontok bulu. Pemberian Pakan Prinsip pemberian pakan : o Jumlah dan kualitas pakan disesuaikan dengan kebutuhan. o Manajemen reproduksi / pengaturan perkawinan disesuaikan dengan kontinyuitas pakan. o Pengaturan efisiensi pakan dengan memperhatikan breeding load. Pakan yang diberikan sebaiknya masih segar, pemberian minimal 2 kali sehari. Usahakan pakan yang diberikan sudah dapat dihabiskan ternak sebelum dilakukan pemberian pakan berikutnya. Terdapat beberapa factor yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan pakan untuk ternak potong, khususnya pada ternak sapi, sebagai berikut : Kondisi. Ternak yang baru masuk kandang penggemukan biasanya masih sulit makan, karena belum beradaptasi. Sapi yang kurus biasanya lebih cepat mengkonsumsi pakan dibandingkan dengan sapi yang kondisinya lebih baik. Umur. Pedet dan yearling cenderung mengkonsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan BB, tetapi sapi yang sudah tua akan mengkonsumsi pakan lebih banyak dari kebutuhan berdasarkan BB tetapi menghasilkan pertambahan BB yang lebih rendah dibandingkan dengan sapi yang masih muda. Bangsa. Pada sapi potong, perbedaan bangsa tidak memberikan pengaruh besar terhadap perbedaan konsumsi pakan, tetapi bangsa yang mempunyai bobot badan tinggi, akan mengkonsumsi pakan lebih banyak. Jenis kelamin. Sapi jantan kastrasi (steer) mengkonsumsi 5 – 10% pakan lebih banyak daripada sapi dara (heifer) pada bobot badan yang sama.
125
Tipe ransum. Pengambilan pakan oleh ternak dipengaruhi oleh kandungan air, kandungan serat kasar dan tingkat energi pakan. Bila kandungan energi dan serat kasar relatif konstan, sapi biasanya akan mengkonsumsi lebih banyak pakan yang kadar airnya tinggi. Kadar serat kasar yang tinggi akan membatasi pengambilan pakan, karena serat kasar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dicerna. Kondisi lingkungan. Saat kondisi lingkungan ekstrim, menjadi panas atau dingin maka konsumsi pakan biasanya akan menurun. Namun demikian, pada daerah yang bersuhu dingin, ternak sapi akan lebih banyak makan untuk menghasilkan lebih banyak energi panas. Manajemen pakan pada sapi 1. Manjemen pakan induk Manajemen pakan pada sapi induk ditujukan untuk menunjang agar fertilitasnya tinggi, menghasilkan susu yang dapat mencukupi kebutuhan pedet agar pedet dapat tumbuh dengan baik. Kebutuhan pakan induk tergantung pada kondisi fisiologisnya, apakah induk tersebut sedang bunting, laktasi atau dalam keadaan kering. Pada fase antara melahirkan sampai akhir masa perkawinan, energi pakan untuk induk harus ditingkatkan sekitar 50%, sedangkan kebutuhan proteinnya meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan beberapa saat sebelum melahirkan. Saat paling kritis yang harus diperhatikan dalam pemberian pakan induk (cow) adalah selama masa beranak, yaitu pada 60 hari sebelum melahirkan sampai 90 hari setelah melahirkan, karena dampaknya dapat mengakibatkan terjadinya abnormalitas, bobot lahir rendah, bobot sapih rendah dan kegagalan berahi kembali atau kegagalan konseptus. Rendahnya nutrisi pada induk sebelum dan sesudah melahirkan akan menyebabkan bobot sapih pedet menurun 5 – 10%. Dalam kondisi kekurangan pakan, induk akan lebih mempertahankan kondisi pedetnya daripada penurunan bobot tubuhnya sendiri.
126
Pakan untuk induk bunting : Kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan akan mempengaruhi pertumbuhan embrio / foetus, litter size, berat lahir. Selama trimester pertama, induk bunting memerlukan pakan yang cukup untuk hidup pokoknya. Dalam hal ini dapat diberikan pakan yang berkualitas rendah, tetapi memenuhi kebutuhan energinya. Trimester akhir kebuntingan, duapertiga pertumbuhan janin terjadi pada masa ini, oleh karena itu pada 90 – 120 hari terakhir kebuntingan, kebutuhan pakan harus mencapai ADG antara 0,2 – 0,5 kg/hari. Jangan sampai terjadi overfeed (kelebihan pakan) karena akan menyebabkan induk kegemukan, hal ini akan mempersulit proses melahirkan. Program pemberian pakan untuk induk bunting Pertumbuhan foetus dlm kandungan
A
Masa bunting
B
Post natal
Keterangan : A = 2/3 awal kebuntingan o pakan yang diberikan digunakan untuk pokok hidup dan metabolisme induk. o Pertumbuhan janin masih lambat. B = 1/3 akhir kebuntingan o Pertumbuhan janin cepat o pakan induk ditingkatkan karena pakan digunakan selain untuk pokok hidup dan metabolisme induk juga untuk pertumbuhan foetus. Pada akhir kebuntingan, sebaiknya pemberian pakan dikurangi agar ternak mudah dalam melahirkan anak.
127
Pakan untuk induk laktasi : Harus memperhatikan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan, karena akan berpengaruh terhadap produksi susu induk yang pada akhirnya akan mempengaruhi gain anak, penyakit dan mortalitas anak. Pakan yang diberikan juga harus memenuhi kebutuhan induk untuk pemulihan organ reproduksi (involusi uteri) dan pertambahan bobot badan sampai induk siap kawin lagi. 2. Manajemen pakan betina pengganti (replacement) Sapi dara pengganti umur 14 – 15 bulan perlu ADG sebesar 0,5 – 0,7 kg/hari, sedangkan betina yang telah kawin perlu ADG sebesar 0,5 kg/hari pada 120 hari pertama kebuntingannya karena nutrisi
sangat diperlukan untuk menunjang
pertumbuhannya sendiri dan pertumbuhan janin. 3. Manajemen pakan pejantan Secara khusus, pejantan diberi pakan yang berkualitas tinggi sekurangkurangnya dua bulan terakhir sebelum masa kawin sehingga kualitas semen sudah baik beberapa minggu sebelum terjadi perkawinan. Pejantan yearling perlu pertambahan bobot badan sebesar 0,7 kg/hari dan pada saat itu siap mengawini 10 – 15 ekor betina. Pada umur lebih dari 2 tahun, perlu pertambahan bobot badan 0,75 kg/hari. 4. Manajemen pakan bakalan Kebutuhan protein dan energi dari pedet untuk calon bakalan harus ditingkatkan sejak umur 3 bulan sampai sapih, sebab produksi susu induk mencapai puncak pada 2 bulan setelah lahir. Bila diberikan susu induk saja, maka kebutuhan nutrisi akan kurang, hanya mampu mencukupu separo kebutuhan saja. Dengan demikian, walaupun belum disapih, pedet yang akan digunakan sebagai bakalan harus diberi pakan (minimal dalam bentuk hijauan) sebanyak setengahnya dari seluruh kebutuhan. Dalam keadaan ini pemberian creep feeding menjadi sangat penting terutama apabila rumput kurang.
128
Manajemen pakan pada domba a. Manajemen pakan induk Kebaikan domba induk adalah lebih efisien dalam mengkonsumsi hijauan padangan dalam jumlah yang cukup banyak. Terdapat 2 fase kritis pada domba yaitu pada saat akhir kebuntingan dan saat awal laktasi. Untuk meningkatkan produktivitas domba dan kambing diperlukan suplemen pakan. Pemberian pakan pada domba dan kambing dibedakan menurut status fisiologis ternak. Pakan induk bunting Pakan untuk breeding ewe Flusing ewes : pemberian pakan ekstra 2 – 3 minggu sebelum masa kawin untuk meningkatkan jumlah ovum, meningkatkan litter size, meningkatkan lamb / kid crop 10 – 20 % Pakan selama musim kawin : dari pakan flusing, efeknya akan berlanjut sampai musim kawin, sehingga pemberian pakan flushing sampai dengan ternak kawin. Pakan induk bunting Dibedakan antara pakan untuk awal & tengah kebuntingan dan pakan untuk akhir kebuntingan. Pakan yang baik selama kebuntingan merupakan kunci sukses untuk panen cempe yang sehat dan kuat. Janin akan tumbuh pesat mencapai 2/3 bobot lahirnya selama 6 minggu terakhir kebuntingan. Bobot tubuh induk akan bertambah sebesar 9,1 – 13,6 kg selama kebuntingan atau sebesar 3,6 – 6,8 kg selama 4 – 5 minggu kebuntingannya. Apabila terjadi kekurangan nutrient selama 6 minggu terakhir kebuntingan, akan menyebabkan bobot lahir cempe rendah, cempe lahir lemah, mortalitas cempe tinggi, pertumbuhan cempe lambat dan rendahnya produksi susu induk rendah. Oleh karena itu selama 4 minggu terakhir kebuntingan, induk domba perlu diberi pakan sebanyak 0,25 – 0,7 kg/hari dalam bahan kering.
129
Fungsi pakan pada induk bunting : Untuk meningkatkan jumlah cempe yang hidup sehat dengan sehat dan kuat. Memperpanjang umur produktif induk. Meningkatkan produksi susu induk, sehingga cempe yang dihasilkan lebih sehat. Meningkatkan produksi wool (untuk domba). Menurunkan kemungkinan induk kehilangan cempe akibat kelelahan / kelemahan pada waktu melahirkan. Pakan pada periode akhir kebuntingan : Merupakan periode kritis pakan Satu bulan terakhir pada akhir masa kebuntingan, foetus tumbuh cepat sehingga membutuhkan pakan yang lebih banyak baik dari kuantitas maupun kualitas. Kehilangan cukup energi pakan dapat menimbulkan ketosis pada induk. Pakan induk laktasi Pakan untuk induk laktasi perlu mengandung energi, protein, kalsium, fosfor dan vitamin untuk dapat memproduksi susu sebanyak 1 – 2 kg/hari guna menunjang pertumbuhan cempenya. Banyaknya kebutuhan pakan induk laktasi tergantung pada banyaknya cempe yang dilahirkan. Pakan untuk pejantan (ram) Dalam kondisi normal pejantan membutuhkan pakan tambahan selama musim kawin. Pejantan-pejantan yang gemuk (over fat) sebelum digunakan untuk perkawinan, perlu dikurangi lemaknya (dikuruskan) lebih dahulu dengan cara kombinasi antara penurunan / pengurangan pakan dan exercise. Manajemen pakan cempe Selain susu kolostrum dari induk, cempe harus diberikan creep feeding di kandang agar cempe dapat tumbuh lebih cepat, lebih efisien dalam menggunakan
130
pakan pada umur tersebut, lebih cepat mencapai bobot pasar pada umur muda sehingga lebih cepat terjual dengan harga tinggi. Kandungan protein pada pakan creep sebaiknya berkisar antara 15 – 16%, dengan ditingkatkan menjadi 18% dapat dilakukan penyapihan dini. Kandungan protein pakan tergantung pada bobot badan cempe, untuk cempe dengan BB
13,5 kg,
kandungan protein pakan 18 – 20%, BB 13,5 – 32 kg kandungan protein pakan 14 – 16%, sedangkan BB lebih dari 32 kg cukup 12 – 14% saja. Pakan untuk cempe yang masih menyusu tergantung pada pakan dan produksi susu induk. Pakan untuk cempe pada penyapihan awal atau orphan (cempe yatim / piatu) : Cempe diberi pakan creep feeding, berupa biji-bijian halus / digiling, hijauan yang diberikan berkualitas baik. Kalau hijauan yang diberikan berkualitas rendah, cempe diberi suplemen dengan protein dan vitamin. Pakan dari sapih sampai dengan dijual : Bervariasi, tergantung pada kondisi ekonomi dan klimat serta pakan yang tersedia. Teknik pemberian pakan : Pemberian konsentrat dan hijauan sebaiknya diatur waktunya agar memberikan tingkat kecernaan ransum yang lebih tinggi. Kontinyuitas pakan tersedia. Murah dan mudah didapat. Memperhitungkan rasio energi dan protein, mineral dan vitamin (pakan rasional). Pemberian sesuai kebutuhan dan efisien. Jumlah pemberian pakan optimum, tetapi konversi pakan rendah. Pakan yang diberikan tidak beracun. Teknik pemberian pakan efisien (gambar 1).
131
TEKNIK PEMBERIAN PAKAN
Pemberian konsentrat dua kali sehari Pemberian konsentrat I
Waktu pemberian 08.00
Pemberian konsentrat tiga kali sehari Pemberian konsentrat I
09.00 10.00
Pemberian hijauan
11.00 Pemberian hijauan 2-3 kali
12.00 13.00 14.00
pemb Pemberian konsentrat II
16.00 17.00
Pemberian hijauan 2-3 kali
Pemberian konsentrat II
18.00 19.00
Pemberian hijauan Pemberian konsentrat III Pemberian hijauan 2-3 kali
Gambar 1. Teknik pemberian ransum pada penggemukan sapi.
METODE PRAKTIS PEMBERIAN PAKAN SAPI POTONG Pola pemberian pakan adalah sebagai berikut: a. Pada waktu pagi di beri pakan hijauan. b. Pada jam 12.00 siang hari diberi pakan kosentrat, setelah konsentrat habis kemudian diberi pakan hijauan. c. Pada jam 16.00 sore diberi pakan kosentrat dan kemudian hijauan sampai jam 21.00. d. Setelah jam 21.00 malan, lalu lampu di matikan dan sapi diharapkan tidur. Kenapa pagi diberi hijuan, ini untuk merangsang bergeraknya rumen dalam alat pencernaan sapi, dimana ada 4 tahapan proses pencernaaan sapi. Untuk melihat hasil pencernaan sapi sudah maksimal bisa dilihat dengan cara: ambil kotoran sapi kemudian masukan dalam gelas berisi air panas suhu 70 derajat celcius kemudian aduk dan setelah itu letakkan dalam kertas putih. Hasil pencernaan bisa
132
dilihat seberapa besar pakan yang sudah terurai dan mana yang tidak terurai. Semakin banyak yang terurai semakin baik. Komposisi Bahan Makanan Sapi Potong
Bahan Makanan Rumput alam lahan kering Rumput alam lahan berair Legum Calopogonium muconoides Legum Centrosema pubescens Dedak padi halus Dedak padi kasar Bekatul Bungkil kelapa Tetes Ubi jalar Jagung
Komposisi Bahan Kering Serat Protein Lemak BETN Kasar
Bahan Kering
Abu
24,4
14,5
8,20
1,44
31,7
44,7
19,7
12,5
10,2
2,77
35,4
39,1
29,4
8,81
15,8
3,24
33,7
38,4
24,1
9,43
16,8
4,04
33,2
36,5
87,7 89,2 88,0 88,6 82,4 32,0 86,8
13,6 16,9 9,98 8,24 11,6 2,65 2,15
13,0 8,36 12,8 21,3 3,94 3,20 10,8
8,64 3,97 8,10 10,9 0,30 1,40 4,28
13,9 28,9 7,13 14,2 0,40 3,45 2,55
50,9 41,9 62,0 45,0 84,4 89,9 80,2
Sumber: Sugeng (2001) Hijauan rumput diberikan dalam bentuk potongan-potongan kecil. Konsentrat yang dibuat terdiri dari campuran beberapa bahan makanan yang diformulasikan sesuai dengan kebutuhan ternak akan nutrisinya. Perbandingan pemberian bahan kering antara hijauan dan konsentrat yang baik adalah 50% : 50%. Sebelum diberikan, tempat pakan dibersihkan dari sisa-sisa pakan yang tidak termakan pada hari sebelumnya atau sudah berjamur. Apabila masih layak dimakan, pakan tersebut tidak dibuang tetapi diberikan kembali pada sapi. Terutama sisa konsentrat, dicampurkan kembali dengan konsentrat yang baru. Pemberian pakan dua kali sehari. Pakan hijauan diberikan terlebih dahulu pada pagi hari sekitar pukul 07.3009.00 dan pakan konsentrat diberikan pada siang hari sekitar pukul 11.00-13.00.
133
Menyusun Ransum untuk Domba 1.1.
Latar Belakang Pakan ternak merupakan komponen biaya produksi terbesar dalam suatu usaha
peternakan. Oleh karena itu pengetahuan tentang pakan dan pemberiannya perlu mendapat perhatian yang serius. Ransum yang diberikan kepada ternak harus diformulasikan dengan baik dan semua bahan pakan yang dipergunakan dalam menyusun ransum harus mendukung produksi yang optimal dan efisien sehingga usaha yang dilakukan dapat menjadi lebih ekonomis. Hal-hal yang berkaitan dengan pemberian pakan ternak adalah kebutuhan nutrisi ternak, komposisi nutrisi bahan pakan penyusun ransum dan bagaimana beberapa bahan dapat dikombinasikan (penyusunan ransum standart) untuk mencukupi kebutuhan ternak. 1.2. Bahan Pakan Ternak Kambing/domba 1. Pakan Dasar, terdiri dari hijauan baik berupa rumput-rumputan dan daun-daunan maupun limbah pertanian. Ciri-ciri hijauan pakan ternak berupa rumput-rumputan: -
Serat kasar tinggi
-
Mutu rendah
-
Kandungan protein lebih rendah dari hijauan
Beberapa rumput unggul yang perlu dibudidayakan untuk penyediaan hiajauan yang berkelanjutan antara lain: a. Rumput Gajah b. Rumput Brachiaria c. Jerami padi d. Jerami kacang tanah 2. Pakan ternak tambahan, yaitu pakan yang terdiri dari serealia, kacang-kacangan, tepung ikan, bungkil kelapa, bungkil kedelai, mineral dan vitamin. a. Dedak b. Bungkil kedelai c. Tepung ikan
134
1.3. Kebutuhan Nutrisi Kambing/Domba Domba/kambing termasuk dalam golongan ternak ruminansia yang dicirikan dengan berlambung ganda dan adanya aktifitas mikroorganisme dengan intensitas yang tinggi pada lambungnya. Hal ini akan mempengaruhi bahan pakan yang dibutuhkan
dan
kebutuhan
akan
zat
nutrisinya.
Dengan
adanya
aktifitas
mikroorganisme maka domba/kambing tidak memerlukan protein yang tinggi dan bahkan bisa memanfaatkan urea sebagai sumber protein. Nutrisi atau zat makanan adalah senyawa kimia yang terdapat dalam makanan yang dapat dicerna menjadi senyawa lain yang digunakan untuk berfungsinya organ fisiologis dalam rangkaian proses perkembangan, pertumbuhan dan produksi ternak. Zat gizi yang penting adalah: 1. 1. Air Air merupakan unsure terpenting dan mutlak dibutuhkan oleh makhuluk hidup. Lebih dari 50% berat badan ternak adalah air. Unsur air mengisi sel-sel tubuh dengan konsentrasi 7 – 90%. Hasil penelitian menunjukkan ternak lebih tahan tanpa makan dari pada tanpa air. Fungsi air dalam tubuh: a. Sebagai pelarut dan media bagi reaksi kimia dalam tubuh b. Sebagai media transportasi masuknya zat-zat ke dan dari sel tubuh c. Sebagai pengatur temperatur tubuh 1. 2. Protein Merupakan unsur yang penting dan dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar terutama dalam masa pertumbuhan, bunting dan menyusui. Penyusun protein adalah asam amino, sehingga protein dicirikan dengan kandungan gugus aminanya (-NH2), walaupun banyak macamnya ada yang mengandung S. Fungsi protein: a. Pembentukan dan mengganti sel-sel yang rusak b. Penting dalam proses pertumbuhan c. Berperan dalam percepatan reaksi metabolisme dalam tubuh (enzim) d. Komponen yang penting dalam otot, kulit, rambut/bulu, hormone, immunoglobulin
135
1. 3. Lemak Berfungsi sebagai penghasil asam-asam lemak dan energi, setelah dicerna menjadi asam lemak dan gliserol. Pencernaan dan penyerapan lemak pada saluran pencernaan ternak ruminansia terjadi pada usus halus dengan bantuan enzim-enzim dari pangkreas dan empedu. 1. 4. Mineral Bahan yang berupa abu setelah suatu bahan dipanaskan dalam temperatur 500 ◦C selama 3 jam. Unsure ini dibedakan atas mineral makro dan mineral mikro. Termasuk dalam mineral makro yaitu unsure Ca, Cl, Mg, P, K, Na dan S. Sedangkan unsur yang termasuk dalam mineral mikro yaitu Co, Cu, Fe, I, Mn, Mo, Se, dan Zn. Mineral dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit tetapi sangat esensial karena tubuh tidak mampu mensintesanya sendiri. 1. 5. Karbohidrat Unsur nutrisi yang sebagian besar (50-80%) merupakan bagian dari bahan kering bahan pakan. Strukturnya terdiri dari amilum, selulose, hemiselulose dan lignin. Peranannya sebagian besar sebagai seumber energi 1. 6. Vitamin Kebutuhan nutrisi ternak setiap harinya dipengaruhi oleh jenis ternak, umur, bobot badan, kondisi tubuh (sakit/tidak), serta lingkungan (suhu dan kelembaban) dan status fisiologis (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui dll). Jadi setiap ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda. Standar untuk menentukan kebutuhan nutrisi ternak dapat digunakan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Penelitian Internasional (National Research Council/NRC). Kebutuhan nutrisi untuk domba menurut NRC seperti tertera dalam Lampiran 1 dan 2. 1.4.
Menyusun Ransum untuk Domba/Kambing Langkah
pertama
menyusun
ransum
untuk
ternak
ruminansia
adalah
menentukan kebutuhan nutrisinya. Selanjutnya dilakukan formulasi melalui suatu metode sehingga kebutuhan nutrisi tersebut dapat dipenuhi oleh sejumlah bahan pakan yang tersedia.
136
Langkah-langkah dalam penyusunan ransum adalah: 1. Menentukan kebutuhan nutrisi ternak. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: - species ternak - Berat badan - Status fisiologis (pertumbuhan, bunting, laktasi dll) 2. Menentukan bahan makanan yang akan digunakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan: - Jenis bahan pakan yang tersedia - Kandungan nutrisinya - Harga bahan pakan 3. Memformulasikan berbagai bahan untuk memenuhi kebutuhan ternak dengan teknik perhitungan tertentu. 4. Melakukan receck terhadap hasil perhitungan disesuaikan dengan kebutuhan ternak dihubungkan dengan status fisiologisnya. 5. Menyiapkan ransum yang telah tersusun sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Contoh perhitungan: 1. Menyusun ransum untuk domba penggemukan dengan berat badan 30 Kg dengan PBBH 50 gram per hari. Sedangkan bahan pakan yang tersedia adalah rumput Benggala dan daun kaliandra. Cara mengerjakan: a. Menentukan kebutuhan ternak dengan data sebagai berikut: - Jenis ternak: domba - Berat badan: 30 Kg - Status : penggemukan - Kebutuhan nutrisi (lihat Tabel 1 dan 2) Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Domba BB(Kg) 30
BK(gram) 1300
Konsumsi TDN(%) 64
Protein(%) 11
Ca(%) 0.37
Mencari kandungan nutrisi bahan pakan yang tersedia (lihat Tabel 2)
P(%) 0.23
137
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Bahan pakan Rumput Benggala Daun Kaliandra
BK (%) 20 39
PK (%) Ca (%) P (%) SK (%) 8.7 0.7 0.2 29.9 24 1.6 0.2 -
1. Memformulasikan/menghitung dengan metode Pearson Square RB 8.7
13
13/15.3 x 100% = 84.96%
2.3 15.3
2.3/15.3 x 100% = 15.03%
11 DK 24
- Jumlah bahan kering (BK) yang tersedia dari : RB = 84.96% x 1300 = 1104.48 gram DK = 15.03% x 1300 = 195.39 gram - Sehingga RB dan DK yang harus disediakan sebagai ransum (dalam bentuk segar) adalah: RB = 100/20 x 1104.48 gram = 5522.4 gram atau 5.5 Kg DK = 100/39 x 195.39 gram
= 500.99 gram atau 0.5 Kg
- Kandungan protein ransum : RB = 8.7/100 x 1104.48 = 96 gram DK = 24/100 x 195.39
= 46.89 gram 142.89 gram
atau 142.89/1300 x 100% = 10.99 atau 11% - teruskan untuk zat makanan yang lain: Ca - RB = 0.7/100 x 1104.48 = 7.73 g - DK = 1.6/100 x 195.39 = 3.126 g 10.856 g Atau 10.856/1300 x 100% = 0.835% P - RB = 0.2/100 x 1104.48 = 2.209 g - DK = 0.2/100 x 195.39 = 0.391 g 2.60 g atau 2.6/1300 x 100% = 0.2%
138
Sehingga kandungan nutrisi ransum yang disusun adalah Tabel 3. Komposisi Bahan dan Kandungan Nutrisi Ransum yang Telah Disusun Bahan pakan Rumput benggala Daun kaliandra Kandungan nutrisi Kebutuhan
Jumlah gram
BK
PK
5522.40 500.99 6023.39
20 39 1300 1300
8.70 24.00 10.99 11
Ca % 0.7 1.6 0.85 0.37
P
SK
0.2 0.2 0.2 0.23
29.9 -
1. Membandingkan hasil perhitungan dengan kebutuhan domba (berdasarkan Tabel NRC), sudah sesuai, maka tidak perlu tambahan sumber mineral lain. 2. Menyiapkan bahan pakan sesuai hasil formula yang disusun, pakan diberikan dalam bentuk segar.
Contoh 2. Menyusun ransum untuk kambing yang sedang bunting 6 minggu dengan bobot badan 50 Kg. Bahan pakan yang tersedia adalah rumput lapangan, dedak padi dan daun lamtoro. Cara mengerjakan: Menentukan kebutuhan ternak berdasar Tabel Kebutuhan Ternak (Tabel 4,) sebagai berikut: - Jenis ternak : kambing - Bobot badan : 50 Kg - Status
: bunting 6 minggu
Tabel 4. Kebutuhan Zat Makanan Kambing BB(Kg) 50
BK(gram) 1700
Konsumsi TDN (%) 58
Protein(%) 9.3
Ca(%) 0.24
P(%) 0.23
Mencari kandungan nutrisi bahan pakan yang tersedia (lihat tabel kandungan nutrisi bahan pakan).
139
Tabel 5. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan yang Digunakan untuk Menyusun Ransum Bahan pakan Rumput lapangan (RL) Dedak padi Daun lamtoro (DL)
BK (%) 35 88.4 29
PK (%) Ca (%) P (%) 6.7 13.4 22.3 2.1 0.01
SK (%) 34.2 11 14.4
Memformulasikan/menghitung dengan metode Person Square Kita buat asumsi dedak padi akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan BK 10% dari keseluruhan ransum, sehingga BK dedak padi adalah: = 10/100 x 1700 = 170 g BK Kandungan protein yang terpenuhi dari dedak: = 13.4/100 x 170 = 22.78 g protein Sehingga untuk menyusun ransum dengan kebutuhan BK 1700 gram dan protein 9.3% masih kekurangan: – BK = 1700 – 170 = 1530 gram – Protein = 9.3% atau 9.3/100 x 1700 = 158.1 gram = 158.1 – 22.78 = 135.32 g atau 135.32/1530 x 100% = 8.84% Kekurangan tersebut harus dipenuhi dari hijauan (rumput lapangan dan daun lamtoro) dengan perhitungan sebagai berikut: RL 6.7
13.5
13.5/15.64 x 100% = 86.5%
2.14 15.64
2.14/15.64 x 100% = 13.7%
8.84 DK 22.3
140
Jumlah BK yang tersedia dari: - RL = 86.5% x 1530 = 1323.95 g - DL = 13.7% x 1530 = 209.6 g Konversi dalam bentuk segar: - Dedak = 100/88.4 x 170 g = 192.3 gram - RL
= 100/35 x 1323.95 g = 3781.28 g
- DL
= 100/29 x 209.6 g = 722.79 g
Kandungan protein ransum: - Dedak = 13.4/100 x 170 = 22.78 g - RL
= 6.7/100 x 1323.95 = 88.7 g
- DL
= 22.3/100 x 209.61 = 46.74 g 158.22 g atau 158.22/1700 x 100% = 9.3 %
Kandungan SK ransum: - Dedak
= 11/100 x 170
= 18.7 g
- RL
= 34.2/100 x 1323.95 = 452.79 g
- DL
= 14.4/100 x 209.61
= 30.18 g 501.67 g atau 501.67/1700 x 100% = 29.5%
141
Kandungan nutrisi ransum yang disusun adalah: Tabel 6. Komposisi Bahan dan Kandungan Nutrisi Ransum yang Telah Disusun Bahan pakan Dedak Rumput Lapangan Daun lamtoro Kandungan nutrisi ransum Kebutuhan
Jumlah Gram 192.3 3781.28 722.79
BK
PK
Ca
P
SK
1700
9.3
-
-
29.5
1700
9.3
-
-
-
Membandingkan hasil dengan kebutuhan domba: dari hasil di atas dapat bahwa kandungan nutrisi ransum yang disusun sudah sesuai dengan standar kebutuhan dan tidak tersedia data untuk Ca dan P. Contoh 3. Menyusun ransum untuk domba tujuan penggemukan dengan bobot badan 20 Kg. Cara mengerjakan: Menentukan kebutuhan ternak berdasar Tabel Kebutuhan
Ternak (NRC)
(Lampiran ) sebagai berikut: - Jenis ternak : domba - Bobot badan : 20 Kg - Status BB(Kg) 20
: penggemukan BK(gram) 600
Konsumsi TDN (%) Protein(%) 72 12,39
Mencari kandungan nutrisi bahan pakan yang tersedia (lihat tabel kandungan nutrisi bahan pakan). Bahan pakan Rumput Gajah (RG) Daun singkong (DS) Jerami padi (JP) Tepung ikan (TI)
BK (%) 21 23 86 90
PK (%) 10.0 17.0 4.4 44.8
TDN (%) 89 81 52 75
142
Memformulasikan/menghitung dengan metode Person Square Kekurangan tersebut harus dipenuhi dari hijauan ( rumput lapangan dan daun lamtoro) dengan perhitungan sebagai berikut: Golongan bahan dalam kriteria TDN yang berdekatan digabungkan, yaitu golongan pertama rumput gajah dan daun singkong dan golongan kedua adalah jerami padi dan tepung ikan. Menghitung dengan metode pearson square antara RG dengan DS (campuran I) RG 10
4,61
4.61/7.00 x 100% = 65.85%
2.39 7.00
2.39/7.00 x 100% = 34.14%
12,39 DS 17
Kandungan TDN yang terdapat dalam campuran I adalah: RG
= 65.85 % x 89
= 58.61%
DS
= 34.14% x 81
= 27.66% 86.27%
Menghitung dengan metode pearson square campuran II, antara jerami padi dan tepung ikan JP 4.4
12.41
12.41/40.40 x 100% = 80.22%
7.99 40.40
7.99/40.40 x 100% = 19.77%
12,39 TI 44.8
Kandungan TDN yang terdapat dalam campuran II adalah: JP = 80.22% x 52
= 41.72%
TI
= 14.83% 56.55%
= 19.77% x 75
Menggabungkan campuran I dan campuran II dengan metode pearson square berdasarkan kandungan kebutuhan TDN yaitu sebesar 72%. Camp. I 86.27
15.45 72
15.45/29.72 x 100% = 52.29%
143
Camp. II 56.55
14.27 29.72
14.27/29.72 x 100% = 47.71%
Maka prosentase masing-masing bahan dalam ransum adalah sebagai berikut: RG
= 52.29 x 65.68% = 34.44% ------ 3,44
DS
= 52.29 x 34.14%
= 17.85%
3,0345
JP
= 47.71 x 80.22%
= 38.27%
1,6839
TI
= 47.71 x 19.77%
= 9.43%
4,2246
Sehingga kandungan Bahan Kering (BK) setiap bahan pakan adalah: RG
= 34.44% x 600
= 206.64 g
DS
= 17.85% x 600
= 107.71 g
JP
= 38.27% x 600
= 229.62 g
TI
= 9.43% x 600
= 56.58 g 600 gram
- Kebutuhan dalam keadaan bahan segar: RG
= 100/21 x 206.64 = 984.00 g
DS
= 100/23 x 107.71 = 465.65 g
JP
= 100/86 x 229.62 = 267.00 g
TI
= 100/90 x 56.58
= 62.87 g
Susunan dan kandungan nutrisi ransum yang disusun adalah: Bahan pakan Rumput Gajah Daun Singkong Jerami padi Tepung ikan Kandungan ransum Kebutuhan
nutrisi
Jumlah Gram 984.00 465.65 267.00 62.87
BK
PK
TDN
600
12.39
72
600
12.39
72
144
Membandingkan hasil dengan kebutuhan domba: dari hasil di atas dapat bahwa kandungan nutrisi ransum yang disusun sudah sesuai dengan standar kebutuhan. TATALAKSANA PADANG RUMPUT / HIJAUAN Macam-macam padang penggembalaan
Padang rumput permanen Padang rumput yang terus menerus digunakan sebagai sumber pakan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Padang rumput jangka pendek Digunakan dalam waktu 2 – 5 tahun Kemudian lahan diolah untuk tanaman lain Daya tampung padangan harus maksimal.
Padang rumput rotasi jangka panjang Penggunaan 6 – 10 tahun Pergiliran tanaman 1 – 2 tahun saja
Padang rumput sementara Padang rumput yang digunakan sebagai sumber pakan dalam jangka waktu maksimal satu tahun. Tujuannya adalah sebagai sumber pakan pada saat kritis / musim kering, untuk menjaga kesuburan tanah dan memperbaiki struktur tanah.
Tatalaksana penggembalaan : Penggembalaan kontinyu (continous grazing)
Ternak digembalakan untuk jangka waktu sangat lama pada suatu areal padang penggembalaan tertentu / ternak ditempatkan di PP sepanjang tahun / selama periode pertumbuhan.
145
Efek dari penggembalaan kontinyu dapat mengakibatkan terjadinya over grazing / under grazing.
Pada under grazing dapat menyebabkan : Spotted grazing : pengembilan rumput yang tidak merata, pada bagian tertentu saja. Selective grazing : pengambilan rumput pada bagian-bagian yang disukai saja.
Penggembalaan bergilir (rotation grazing) o Berdasarkan tingkat pertumbuhan HMT. o Dibagi dalam beberapa petak padang penggembalaan. o Jumlah petak dihitung berdasarkan : Waktu rumput regrowth (hari) +1 Lama waktu penggembalaan (hari) Contoh : waktu regrowth = 30 hari lama penggembalaan 1 petak sampai rumput habis = 6 hari jumlah petak yang harus tersedia = (30/6) + 1 = 6 petak Penggembalaan rotasi tertunda (deferred grazing) o Dengan menyisihkan petak-petak PP tertentu untuk digunakan pada fase berikutnya, misalnya pada pembuatan standing hay (hay yang diperoleh dengan cara membiarkan hijauan menjadi kering di tempat tumbuhnya, tanpa dipotong terlebih dahulu) di daerah tropik. Penggembalaan jalur (strip grazing) o Merupakan bentuk intensif dari rotation grazing. o Dibuat pagar listrik (electric fence) yang dapat dipindah 1 x atau 2 x sehari. o Hanya bermanfaat pada PP yang bernilai gizi tinggi dan sangat produktif.
146
o Keuntungan : Jumlah HMT yang disediakan terbatas Kesempatan ternak memilih HMT ditekan serendah mungkin. Penggunaan PP merata. Kerusakan karena injakan dan pencemaran kotoran lebih sedikit. Latihan soal : 1. Jelaskan prinsip-prinsip pemberian pakan pada ternak sapi potong! 2. Jelaskan teknik pemberian pakan pada penggemukan sapi potong yang efisien! 3. Jelaskan program pemberian pakan pada induk domba bunting! 4. Susunlah ransum untuk domba jantan yang akan digemukkan, dengan bobot badan 30 Kg dan bahan pakan yang tersedia adalah rumput lapangan dan daun kaliandra 5. Susunlah ransum untuk kambing yang sedang bunting 6 minggu dengan bobot badan 40 Kg. Bahan pakan yang tersedia adalah rumput lapangan, dedak padi dan daun lamtoro. RANGKUMAN SINGKAT Pakan yang dibutuhkan oleh seekor ternak harus mengandung nutrien antara lain : protein, karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin serta air. Tujuan pemberian pakan selain untuk memenuhi pokok hidup juga untuk produksi dan bereproduksi. Pemberian pakan harus sesuai dengan tujuan peternakan, sedangkan penyusunan ransumnya berdasarkan pedoman umur / berat badan ternak dan berdasarkan kebutuhan nutrien (protein dan energi) untuk pokok hidup dan produksi per hari.
147
Bahan kuliah tambahan Grazing Management Concepts and Practices1 L. E. Sollenberger, J.M. B. Vendramini, and Y. C. Newman2 Introduction Grazing management can be defined as the manipulation of livestock grazing to accomplish a desired result. The desired result depends upon the enterprise, but for most producers economic goals are of primary importance. Decisions regarding what grazing management to use are based on the characteristics of the forage being grazed, animal requirements, input costs associated with adopting a particular system, and the probability of return on investment. Grazing management is a powerful tool that strongly influences pasture and animal performance. Choice of grazing management affects pasture yield, nutritive value, and stand longevity. Choice of grazing management also affects weight gain or milk production of an individual animal as well as the amount of milk or meat produced per acre. In order to implement an effective grazing management program, there are a number of important issues of which we should be aware. These include a) what is required for plants and animals to be productive in a pasture-livestock system, b) what management choices have the greatest impact on success or failure of a grazing system, and c) how can the nutritional requirements of the animal be matched with the ability of the pasture to supply nutrients. Plant and Animal Requirements Plants and animals have specific requirements to live and be productive. Plants must maintain growing points to produce regrowth after grazing. They must also maintain an energy source, either leaf area that can produce new energy, or stems and roots that contain stored energy. Animals must have enough forage to eat and it must be nutritious enough to meet their requirements for maintenance and production. In some cases, pasture managers (graziers) must favor the pasture in their management decisions, and in other cases they must favor the animal. For example, if forage is in limited supply, the
148
grazier may choose to end grazing and purchase hay if he thinks that further grazing may seriously weaken the pasture. In a similar situation with a different forage, the grazier may decide that the pasture is capable of tolerating overgrazing and will allow grazing to continue and avoid the added cost of purchased feed. Understanding the give and take between pastures and animals and being able to anticipate the results of decisions are important steps in designing effective grazing management programs. Critical Choices Affecting Success of Grazing Systems The most important choices to be made in designing a grazing management program are what forages to graze, what animals will do the grazing, and how close and how often will the pasture be grazed. In this discussion of grazing management, it is assumed that the forages and types of animals have already been determined. We will focus on the issues of how close and how often grazing occurs. How Close How close to graze is the decision that has the greatest impact on pasture and animal productivity. Some graziers use pasture height as the indicator of when it is time to move cattle from a pasture or provide supplement to the animals. Others have a concept of how many animals they can carry on their pasture over a growing season (stocking rate). They understand that during dry or cool periods the pasture may be somewhat overgrazed but during wet and mild times the pasture may be undergrazed. Whether decisions about how close to graze are based on pasture height or on stocking rate, closeness of grazing is very important. For the pasture, it determines how much leaf area is remaining after grazing and how many growing points are available to provide regrowth. As a general rule, tall-growing, bunch grasses that elevate their leaves and growing points should be grazed to a taller stubble height than low-growing grasses, like bahiagrass. The low-growing grasses typically have leaves and growing points at or very close to the soil surface to protect them from being overgrazed. For the animal, closer grazing forces them to eat more stem. Stem is less nutritious than leaf, so close grazing will result in lower weight gain or milk production per animal. Undergrazing allows animals to select leaf to eat and does not stress the plant, but it results in poor
149
utilization of the pasture resource. Although meat or milk production per animal may be high when pastures are undergrazed, production per acre will be low. How Often Consideration of how often to graze a pasture leads directly to the question of whether it is better to use continuous or rotational stocking. Continuous stocking, also called continuous grazing, is the continuous, unrestricted access to a pasture by livestock throughout a year or grazing season. In this type of system, the livestock decide how frequently and how close a particular plant or area of the pasture will be grazed. Continuous stocking allows the animals to be more selective in their choice of diet, but it does not provide for a regular period of rest for the pasture. If continuous stocking is used with a high stocking rate, plants are defoliated very frequently, depleting their leaf area, reserves, and growing points. Some desirable pasture species can be eliminated over time using this type of grazing management. Advantages of continuous stocking include lower input costs and fewer management decisions. Rotational stocking, also called rotational grazing, is the grazing of two or more subdivisions of the pasture, called paddocks, in sequence followed by a rest period for the recovery and regrowth of the paddock. The major difference between continuous and rotational stocking is that the grazier, and not the livestock, is controlling the length of the rest period. Either rotationally or continuously stocked pastures can be overstocked or understocked, managed well or mismanaged. So, rotational stocking alone is no guarantee of good pasture management. Advantages of rotational stocking may include improved pasture longevity, more timely utilization of forage, opportunities to conserve surplus forage, increased stocking rate (generally 15-30%), more uniform distribution of excreta by the animals, and better animal management. The latter occurs because the grazier visits the pasture more often to move animals and sees animal health problems sooner. The main decisions that the grazier must make when using rotational stocking are the length of the rest period between grazings and the length of time that the livestock will be on one paddock (called the grazing period). With this information, the approximate number of paddocks needed can be calculated. For example, if the grazier wants a
150
pasture rest period of approximately 28 days and a grazing period of 7 days per paddock, 5 paddocks will be needed. If a rest period of 20 days and a grazing period of 1 day is desirable, then 21 paddocks will be needed. A simple formula to calculate the number of paddocks needed is the sum of length of grazing period and length of rest period divided by the length of the grazing period. Many graziers will vary the length of the rest period with season of the year. During times of slow pasture growth when the weather is dry or cool, the rest period will be longer. When pasture growth rate increases because rainfall is plentiful and temperatures are warm, the rate at which the forage matures also increases. To avoid having stemmy, low quality forage on the pasture, the rest period must be shortened. This can be accomplished by removing some paddocks from the rotation and using them for hay or haylage, or by increasing the stocking rate so that the grazing period can be reduced. Many of the best managers have a concept of what the pasture height should be when livestock enter a paddock and when they exit a paddock. These heights are different for different forages, and sometimes for the same forage at different times of the year. The nutritional requirements of the animal and the grazing tolerance of the pasture will be the major factors that determine these heights. Matching Animal Requirements with the Pasture's Ability to Supply Nutrients Grazing management practices exist that allow the grazier to allocate nutrients to best meet the nutritional needs of the grazing animal. Examples include creep grazing, firstlast grazing, and forward creep grazing. Creep Grazing Creep grazing is used when the mother is still nursing her offspring. The mothers are grazing a base pasture and adjacent to the base pasture is a creep pasture that has been planted to a forage that is high in nutritive value. Creep gates are present in the fence line between the base pasture and the creep pasture. These gates, or openings, are large enough that the offspring can pass through, but small enough that the mothers cannot. Thus the offspring can gain access to very high quality forage that is better able to meet their high nutrient requirements.
151
First-Last Grazing First-last grazing is used in conjunction with rotational stocking. In this system, the animals with high nutrient requirements (for example, replacement heifers) enter the paddock first and remove the leafy, high quality tops of the forage. After they have removed the most nutritious forage, they are moved to the next paddock. Animals with lower nutrient requirements (for example, mature dry cows) then are moved into the paddock that the heifers just left. They graze the stemmy, lower quality material remaining until a desired pasture height is reached. Using this system, a single forage or forage mixture can be used to meet the differing nutritional requirements of two classes of animals. Forward Creep Grazing Forward creep grazing is similar to the first-last grazing system. It is used with rotationally stocked pastures, and there are creep gates between all paddocks. Thus, when the mothers are grazing a given paddock, their offspring can move freely into the next paddock to graze high quality forage. Forward creep grazing is different from firstlast grazing in that the animals with high nutrient requirements (the offspring in this case) can move back and forth between paddocks in the forward creep grazing system. Summary Grazing management is an important tool for efficient utilization of the pasture resource. To manage effectively the grazier must keep plant and animal requirements in mind and maintain balance between them. Appropriate choices of stocking rate or height of grazing (how close) and rotational or continuous stocking (how often) are critical to the success of a grazing system. The best management practices match the nutritional requirements of the animal with the ability of the pasture to meet these needs. This can be done through choice of species and by choice of grazing management. Knowledge of important relationships in pasture-livestock systems is the first step toward good grazing management practice. There is no substitute for experience, however, and time spent managing pastures is the best teacher.
152
Managed intensive grazing From Wikipedia, the free encyclopedia Management Intensive Grazing (MIG,) is the practice of using rotational grazing and careful, usually daily, management to get optimal production. The technique is applied with herds of sheep, cattle, and occasionally other animals. The term "MIG" or "MiG" was popularized by writers and graziers Jim Gerrish and Allan Nation. One hallmark of MIG systems is rotational grazing, that is, the practice of dividing up available pasture into multiple smaller areas, called paddocks, and then moving the animals from one paddock to the next after a number of days. However, in some instances continuous grazing is an accepted strategy under MIG. The grazier manages the grazing by determining the number, size, and layout of the paddocks, when to move animals from one paddock to the next, and when to cut hay or provide supplemental feed. Also, the grazier can choose to add or remove animals from the herd to match the herd size to the available pasture. The decisions are based on estimates of the amount of forage in each paddock, soil conditions, present and forecast weather conditions, season of the year, and condition of the animals. Some MIG operations make objective measurements of forage condition using devices that measure the height of the sward. Others rely more upon personal observation and assessment. One of the key concepts in MIG is the grazing wedge, which is the range of sward heights where the forage grows most rapidly. The monthly magazine The Stockman Grass Farmer is a leading forum of MIG ideas. Graze is a primary source of information on dairy grazing and grazing in the northern U.S. Grazing systems relating to the conservation and sustainable management of rangelands is researched by the Society for Range Management. Comparisons with traditional grazing and cattle ranching For farmers and ranchers with cattle in open fields, there is a tendency for the animals to beat down and trample the plants across a wide area. The animals also typically
153
congregate in one area such as around a water tank, feeding wagon, and often in riparian areas where degradation of banks can have negative impacts on wildlife. This repeated trampling of the same areas over and over destroys plant life faster than it can recover. Eventually sections of the field become a permanent swath of exposed soil. When it rains this turns into muck a foot deep, which in turn covers the animals and makes maintaining sanitary conditions difficult. These exposed tracts of land often serve as seed beds for invasive species of weeds. The main idea of the paddock is the concept of rest. When a forage plant is grazed, it must regrow from energy created by the remaining leaves, or from energy stored in the roots. If the plant is grazed before it has had time to restore its energy, the plant will be weakened. Rather than the same large areas being repeatedly trampled, the animals are instead forced to only occupy just a small area of the total field inside the paddock. By keeping the animals in this one small area, the trampled and grazed plants in other previously occupied parts of the field are given time to recover and re-establish themselves. Additionally, constantly moving the animals every few days between paddocks prevents animal wastes from building up to extreme levels in small areas. It also permits time for the wastes to naturally break down so that there is minimal odor from a field of paddocks, as opposed to a feedlot that is constantly trampled into a wet smelly mixture of mud, manure, and urine.