PENDUGAAN MODEL KEBUTUHAN FISKAL
Oleh: Rahmatullah Sigit Dodiet Sasongko G 14101030
DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ABSTRAK RAHMATULLAH SIGIT DODIET SASONGKO. Pendugaan Model Kebutuhan Fiskal. Dibawah bimbingan BAMBANG JUANDA dan UTAMI DYAH SYAFITRI. Perlunya pembentukan Undang-Undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintah daerah yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal. Didapat bahwa model kebutuhan fiskal adalah sebagai berikut: Kebutuhan Fiskal = 196 + 116 IP - 109 IPM + 26.6 ILW + 33.4 IKK - 3.40 IPDRB + ε ij Model tersebut cukup representatif mewakili data dengan koefisien determinasi yang tinggi yaitu 94.5% dengan nilai validasi model, yang ditunjukkan dari nilai R2(prediction) sebesar 94.16%
PENDUGAAN MODEL KEBUTUHAN FISKAL
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Oleh: Rahmatullah Sigit Dodiet Sasongko G 14101030
DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul : PENDUGAAN MODEL KEBUTUHAN FISKAL Nama : Rahmatullah Sigit Dodiet Sasongko NRP : G 14101030
Menyetujui : Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Bambang Juanda, M.Si. NIP. 131779498
Utami Dyah Syafitri, M.Si. NIP. 132311922
Mengetahui : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.Si. NIP. 131473999
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 31 Desember 1983 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, putra pasangan bapak Suharno dan ibu Naniek Soeharni. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Yayasan Hippindo Banjarmasin pada tahun 1995, kemudian SMP Negeri 6 Banjarmasin pada tahun 1998, SMU Negeri 1 Banjarmasin pada tahun 2001, dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Statistika FMIPA IPB, melalui jalur Penelusuran Minat dan Bakat (PMDK). Penulis melaksanakan Praktik Lapang di Badan Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Malang, pada tanggal 21 Februari 2005 sampai dengan 21 April 2005.
PRAKATA Syukur alhamdulillah penulis ucapkan hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. lkjasdljhalsd Dia-lah Raja Semesta Alam, yang tak akan pernah meninggalkan hamba-Nya,pujaku pada-Mu ya Rabb. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, M.Si dan Ibu Utami Dyah Syafitri, M.Si selaku pembimbing, atas segala kesabaran, bantuan, saran, kritik dan waktu yang diberikan selama proses penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih yang tak kalah besar juga penulis ucapkan kepada: 1. Ibu dan Bapak yang selalu saya sayangi beserta keluarga besar Sumardi di Banjarmasin, atas doa tiada henti yang selalu memudahkan saya ketika melangkah. Restu kalian adalah jalan Tuhan. 2. Keluarga besar Lily Prabowo Irianto. Keluarga kedua yang saya miliki, ketika hidup adalah pencarian makna diri, selalu ada tempat untuk beristirahat dan merasakan hangatnya cinta sebuah keluarga,tempat dimana hanya ada kegembiraan, tawa dan semangat untuk hidup. 3. Irene Muflikh Nadhiroh, tempat segala suka,duka,amarah,cinta dan kasih. Terima kasih untuk semangat,untuk kritik,untuk semuanya. 4. Fajar Setiawan beserta keluarga besar Asmuni, untuk setiap pengalaman hidup yang telah dibagi,untuk kesetiaan persahabatan kita. 5. Maulana Christanto, untuk kebersamaan, untuk menjaga, untuk menjadi tempat semua keluhan, bersandar ketika menangis. 6. Andini Desita Ekaputri beserta keluarga besar Ismayadi, untuk setiap nasihat-nasihat yang bermanfaat. 7. Dadang Indratno,untuk persahabatan sejati yang tak lekang waktu. 8. Yuan Astika Millafanti, untuk menjadi ’adik’ yang baik. 9. Yhanuar Ismail P.K. untuk pinjaman printer dan membantu pengawalan. 10. Para pembahas dalam seminar penulis. 11. Seluruh angkatan 38. Atas empat tahun yang tidak akan terlupakan. 12. Bu Dede, Bu Sulis, Bu Mar, Pak Sudin, Pak Iyan, Durrohman, dan Pak Herman, untuk bantuan akademis yang diberikan. 13. Adik kelas angkatan 39, 40, dan 41 atas kehadirannya dalam seminar saya 14. Lux Style, Aa’ Gym, dan Komunitas Galih atas rasa kekeluargaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2006
Rahmatullah Sigit D. S.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................... vi PENDAHULUAN Latar Belakang.................................................................................................................. Tujuan ................................................................................................................................
1 1
TINJAUAN PUSTAKA Dana Alokasi Umum ......................................................................................................... Reformulasi Dan Penghitungan DAU TA 2005 Pasca UU No.33 Tahun 2004................. Kebutuhan Fiskal ............................................................................................................... 1. Luas Wilayah ............................................................................................................ 2. Jumlah Penduduk...................................................................................................... 3. Produk Domestik Regional Bruto / kapita ................................................................ 4. Indeks Kemahalan Konstruksi .................................................................................. 5. Indeks Pembangunan Manusia.................................................................................. Regresi Linear.................................................................................................................... PRESS dan R-Square Prediction ....................................................................................... Pengujian Asumsi Dalam Analisis Ragam dan Analisis Regresi....................................... 1. Uji Keacakan dan Kebebasan Galat.......................................................................... 2. Uji Kenormalan Galat ............................................................................................... 3. Uji Kehomogenan Ragam Galat ...............................................................................
1 1 3 3 3 3 3 3 4 4 5 5 5 5
BAHAN DAN METODE Bahan ................................................................................................................................. Metode ...............................................................................................................................
5 5
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Formula Kebutuhan Fiskal Sebelum dan Sesudah UU 33/2004 ................. Deskripsi Pencilan ............................................................................................................. Hasil Pengujian Asumsi..................................................................................................... Hasil Analisis Ragam dan Model Regresi ......................................................................... Perbandingan Model Kebutuhan Fiskal Pemerintah dengan Model Kebutuhan Fiskal Berdasarkan Justifikasi Akademik....................................................................................
6 6 7 7 7
KESIMPULAN ............................................................................................................................
8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
8
LAMPIRAN .................................................................................................................................
9
DAFTAR TABEL 1. 2. 3.
Halaman Daerah-daerah yang menjadi pencilan............................................................................... 6 Perbandingan nilai koefisien peubah bebas dan koefisien determinasi.............................. 7 Perbandingan Nilai Pembobot Antara Model Kebutuhan Fiskal Pemerintah dengan Model Kebutuhan Fiskal Berdasarkan Justifikasi Akademik ............................................ 8
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4.
Diagram Alur Penentuan Model ........................................................................................ 10 Diagram Kotak-Garis untuk Mendeteksi Pencilan............................................................. 11 Perbandingan Hasil Analisis Ragam Antara Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Pemerintah dan Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Akademik ............................................................. 12 Perbandingan Hasil Uji Asumsi Antara Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Pemerintah dan Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Akademik ............................................................. 15
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka penyelengaraan pemerintahan, Negara Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap -tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengu rus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelengaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Perlunya pembentukan Undang-Undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintah daerah yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah secara proposional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Pemerintah pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama yakni fungsi distribusi, fungsi stabilisasi, dan fungsi alokasi. Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif dan tepat dilaksanakan oleh Pemerintah, sedangkan fungsi alokasi oleh Pemerintahan Daerah yang lebih mengetahui kebutuhan, kondisi dan situasi masyarakat setempat. Pembagian ketiga fungsi dimaksud sangat penting sebagai landasan dalam penentuan dasar-dasar perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Dana Perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana perimbangan selain dimaksudkan
untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antardaerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan ini merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh. DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal. Tujuan Selama ini penentuan bobot -bobot dalam suatu model kebutuhan fiskal dirasakan kurang memperhatikan aturan-aturan baku yang mendasari suatu analisis statistika, dalam hal ini berkaitan dengan pengujian asumsi. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menemukan formula yang lebih baik dan dengan memperhatikan aturan-aturan baku yang mendasari suatu analisis statistika untuk menghitung bobot dalam model kebutuhan fiskal dalam penghitungan Dana Alokasi Umum.
TINJAUAN PUSTAKA Dana Alokasi Umum Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Reformulasi Dan Penghitungan DAU TA 2005 Pasca UU No.33 Tahun 2004 Berlakunya UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
2
Pusat dan Daerah berimplikasi pada perubahan kebijakan dalam pengalokasian Belanja Daerah, khusunya formula dan penghit ungan DAU mulai tahun 2006. Hal ini terkait dengan variabel data dasar kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah serta Alokasi Dasar yang akan digunakan sebagai dasar penghitungan DAU. Sejalan dengan amanat UU Nomor 33 tahun 2004 Pasal 27 data daerah y ang digunakan untuk mengukur kebutuhan fiskal daerah mengalami perubahan menjadi jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia, sedangkan kapasitas fiskal diukur dengan data bagi hasil pajak dan bukan pajak serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) realisasi. Selanjutnya data jumlah kebutuhan belanja gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah yang sebelumnya digunakan sebagai acuan untuk memperhitungkan faktor penyeimbang dalam formula DAU, berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 data tersebut digunakan sebagai dasar penghitungan Alokasi Dasar dalam DAU. Variabel kebutuhan fiskal (jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, PDRB per Kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia) merupakan cerminan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum sedangkan variabel kapasitas fiskal mencerminkan potensi ekonomi daerah yang dipresentasikan dengan potensi industri, SDA, SDM, dan PDRB. Potensi ekonomi ini dapat dicerminkan oleh penerimaan daerah dari Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, serta potensi PAD yang dimiliki daerah. Penghitungan potensi PAD dilakukan dengan menggunakan PDRB sektor jasa sebagai variabel penjelas. Sejalan dengan penjelasan UU 33/2004 diat as, maka untuk menghitung Dana Alokasi Umum digunakan rumus sebagai berikut: DAU = AD + CF AD = Gaji PNS Daerah CF = Kebutuhan Fiskal (KbF) – Kapasitas Fiskal (KpF) Dimana AD merupakan Alokasi Dasar dan CF adalah Celah Fiskal dan setelah dilakukan penghitungan terhadap celah fiskal, ada tiga kemungkinan yang akan terjadi,yaitu:
1. Celah fiskal yang diterima suatu daerah sama dengan nol sehingga daerah tersebut hanya akan menerima DAU sebesar alokasi dasar. Sebagai ilustrasi, dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini: Kebutuhan = Rp 100 miliar Fiskal Kapasitas Fiskal = Rp 100 miliar Alokasi Dasar = Rp 50 miliar = Kebutuhan Fiskal Kapasitas Fiskal Celah Fiskal = Rp 100 miliar - Rp 100 miliar =0 DAU = Alokasi Dasar Total DAU Rp 50 miliar 2. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar, menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai celah fiskal. Sebagai ilustrasi, dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini: Kebutuhan = Rp 100 miliar Fiskal Kapasitas Fiskal = Rp 125 miliar Alokasi Dasar = Rp 50 miliar = Kebutuhan Fiskal Kapasitas Fiskal Celah Fiskal = Rp 100 miliar - Rp 125 miliar = - Rp 25 miliar = Alokasi Dasar + Celah Fiskal DAU = Rp 50 miliar + ( - Rp 25 miliar) Total DAU Rp 25 miliar 3. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU. Sebagai ilustrasi, dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini: Kebutuhan Fiskal Kapasitas Fiskal Alokasi Dasar
Celah Fiskal
DAU
Total DAU
= Rp 100 miliar = Rp 175 miliar = Rp 50 miliar = Kebutuhan Fiskal Kapasitas Fiskal = Rp 100 miliar - Rp 175 miliar = - Rp 75 miliar = Alokasi Dasar + Celah Fiskal = Rp 50 miliar + (- Rp 75 miliar) - Rp 25 miliar atau disesuaikan menjadi Rp 0
3
Kebutuhan Fiskal Kebutuhan keuangan yang diperlukan suatu daerah untuk pembiayaan program dan fasilitas publik untuk fungsi-fungsi pokok daerah, antara lain ke butuhan pembiayaan pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kebutuhan pokok daerah lainnya. Dalam hal ini nilai kebutuhan fiskal tertuang dalam besarnya nilai APBD. Untuk memproksi sisi kebutuhan fiskal, maka variabel yang dipergunakan dikaitkan dengan fungsi-fungsi wajib yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Untuk mengukur besarnya kebutuhan pembiayaan pendidikan dan kebutuhan lainnya, sebenarnya dapat dihitung dengan mudah apabila data biaya per unit untuk masing-masing pelayanan tersebut tersedia. Namun demikian, data biaya urusan tersebut belum tersedia di setiap daerah, sehingga untuk memperkirakan besarnya kebutuhan suatu daerah dipergunakan variabel-variabel seperti yang tertuang dalam UU Nomor 33 Tahun 2004. Adapun penjelasan dari variabelvariabel yang berhubungan dengan penghitungan kebutuhan fiskal, seperti Luas wilayah, Jumlah Penduduk , dan Indeks Kemahalan Konstruksi diterangkan didalam Dana Alokasi Umum (LPEM-FEUI,2002) dan dirangkumkan sebagai berikut :
Populasi Wilayah i Rata-rata Populasi Wilayah secara Nasional 3) Produk Domestik Regional Bruto / kapita (PDRB/kap) Merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah per kapita. 4) IKK (Indeks Kemahalan Konstruksi) Merupakan variabel cerminan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar daerah. Makin sulit kondisi geografis suatu wilayah, maka diperlukan pembiayaan yang lebih besar. Biaya konstruksi akan lebih mahal pada daerahdaerah pegunungan maupun daerah terpencil lainnya (seperti pada kepulauan yang tersebar) dibandingkan dengan daerah yang relatif di daratan. IKK diharapkan mampu menunjukkan tingkat kesulitan geografis suatu wilayah. Untuk menghitung perbedaan satu wilayah dengan yang lain didasarkan atas indeks harga, digunakan Indeks Kemahalan Konstruksi dengan rumusan sebagai berikut: Indeks Konstruksi Wilayah i Rata-rata Indeks Konstruksi Nasional
1) Luas Wilayah
5) Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah. Daerah dengan penduduk yang tidak padat, tetapi dengan memiliki cakupan wilayah yang luas,membutuhkan pembiayaan yang besar. Untuk menunjukkan perbedaan kebutuhan suatu wilayah didasarkan atas luas wilayahnya (dalam satuan km 2), digunakan Indeks Luas Wilayah sebagai berikut: Luas Wilayahi Rata-Rata Luas Wilayah secara Nasional
Merupakan variabel yang mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan. Indeks ini disusun sebagai salah satu dari indikator alternatif, selain pendapatan nasional per kapita, untuk menilai keberhasilan manusia yang paling tinggi. Berdasarkan Indonesia Human Development Report 2004 IPM tersusun dari tiga indikator, yaitu: 1. Lama hidup. Indikator ini diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir. Lamanya hidup akan mencerminkan tingkat kesehatan. 2. Pendidikan yang diukur berdasarkan ratarata lama sekolah dan angka melek huruf . 3. Standar hidup Indikator ini diukur dengan pengeluaran per kapita. Indikator ini menunjukkan daya beli masyarakat suatu negara yang telah disesuaikan. IPM merupakan rata-rata sederhana dari ketiga komponen tersebut.
2) Jumlah Penduduk Besarnya penduduk suatu wilayah mencerminkan kebutuhan pelayanan publik yang diperlukan di wilayah tersebut. Untuk menunjukkan perbedaan kebutuhan antara satu daerah dengan yang lain berdasarkan jumlah penduduk (dalam satuan ribuan orang), dapat dibuat Indeks Penduduk sebagai berikut:
4
Sebelum UU 33/2004, formula Kebutuhan Fiskal dihitung berdasarkan: KbF = TPR ( á 1 IP+ á 2 IW+ á 3 IKR + á 4 IHB) dimana: TPR = Total Pengeluaran Rata-rata dalam APBD. IW = Indeks Wilayah. IKR = Indeks Kemiskinan Relatif. IHB = Indeks Harga Bangunan Besaran bobot dari masing-masing variabel tersebut dipilih atas dasar nilai uji indeks koefisien variasi yang terkecil (LPEMFEUI,2002) dan kemudian untuk masingmasing variabel diberikan nilai pembobot, secara berturut-turut: 0,4; 0.1; 0.1; 0.4. sehingga akan didapat model Kebutuhan Fiskal sebagai berikut:
Untuk mengetahui kontribusi relatif dari setiap peubah bebas dalam menjelaskan peubah tak bebas. 3. Unt uk memprediksi nilai peubah tak bebasnya dari beberapa nilai peubah bebasnya Untuk melihat kebaikan regresi yang dihasilkan dapat dilihat dari koefisien determinasi (R2), standar error dan adjusted R2 . Persamaan regresi berganda adalah persamaan regresi satu peubah tak bebas (Y) dengan lebih dari satu peubah tak bebas (X1,X 2, … ,Xp). Hubungan antara peubahpeubah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
KbF = TPR (0.4 IP+0.1 IW+ 0.1 IKR + 0.4 IHB)
Yi = nilai peubah respon pada amatan ke-i, ÷ki = nilai peubah bebas ke-k pada amatan ke-
Dengan adanya UU 33/2004 maka Kebutuhan Fiskal dihitung berdasarkan :
â0
KbF =
á 1 ILW + á 2 IP + á 3 IPDRB + á4 IKK + á 5 IPM
dimana: ILW = Indeks Luas Wilayah IP = Indeks Penduduk IPDRB=Indeks Produk Domestik Regional Bruto IKK = Indeks Kemahalan Konstruksi IPM = Indeks Pembangunan Manusia
ái
= Bobot Indeks Kemudian untuk masing-masing variabel diberikan nilai pembobot sebesar: 114; -248; 32; 25; -10 sehingga kemudian akan didapatkan model Kebutuhan Fiskal sebagai berikut : KbF = 114 ILW - 248 IP + 32 IPDRB + 25 IKK + 10 IPM + ε ij Regresi Linear Regresi Linear adalah persamaan yang menggambarkan hubungan antara satu peubah bebas X dengan satu peubah tak bebas Y. Bila digambarkan hubungan keduanya akan membentuk suatu garis lurus. (Matjjik & Sumertajaya,2002) Kegunaan dari analisis regresi adalah: 1. Mendeskripsikan model yang menjelaskan tentang hubungan antara peubah bebas dan peubah tak bebasnya.
2.
Yi = â 0 + â 1 X1i + … + â kXki + åi dimana :
i, = intersep/perpotongan dengan sumbu tegak, â1 , â2,… âk =koefisien regresi peubah X k åi = sisaan ke-i Dengan metode MKT didapatkan penduga bagi â, yaitu:
βˆ = (X’X) -1 X’Y PRESS dan R-Square Prediction Nilai PRESS digunakan untuk menilai kemampuan prediksi model. Secara umum, semakin kecil nilai prediksi dari jumlah kuadrat suatu nilai, maka makin baik kemampuan prediksi model. PRESS digunakan untuk menghitung nilai koefisien determinasi yang diramalkan. PRESS adalah jumlah kuadrat untuk galat duga dan dihitung dari data ke-i yang dihilangkan dari kumpulan data pengamatan, kemudian dari n-1 data tersebut, dibuat lagi sebuah model regresi. Model ini akan digunakan untuk memperoleh nilai dugaan dari pengamatan ke-i (yang telah dihilangkan). R-Square Predicted mengindikasikan seberapa baik model yang telah dibuat memprediksi data yang sebenarnya, bernilai antara 0 sampai dengan 1 dan dihitung berdasarkan dari statistik PRESS. (Anonim,2003)
5
Pengujian Asumsi Dalam Analisis Ragam dan Analisis Regresi Salah satu metode yang sering digunakan dalam analisis data adalah analisis ragam (ANOVA). Analisis ragam sering digunakan kar ena relatif mudah dan sederhana. Analisis ragam adalah suatu alat aritmatik untuk memilah-milah ragam suatu kumpulan data berdasarkan sumber keragamannya. (Hunstberger,1987) Analisis ragam berdasarkan atas beberapa asumsi. Asumsi-asumsi ini diperlukan untuk menjamin kesahihan kesimpulan yang dihasilkannya. Asumsi-asumsi yang mendasari analisis ragam adalah sebagai berikut: 1) Uji Keacakan dan Kebebasan Galat Menurut Matjjik & Sumertajaya (2002) untuk melihat keacakan galat percobaan dibuat plot antara nilai dugaan galat percobaan (eij) dengan nilai dugaan respons (Yij ). Apabila plot yang dibuat tidak membentuk suatu pola tertentu atau tidak membentuk suatu model yang jelas maka dapat dikatakan bahwa galat percobaan saling bebas. 2) Uji Kenormalan Galat Steel & Torrie (1997) mengungkapkan bahwa kenormalan sisaan dapat dilihat secara visual melalui plot peluang normal, yaitu plot sisaan data dengan skor normal baku. Apabila sisaan menyebar normal maka plot akan membentuk garis yang cenderung lurus. Uji formal yang digunakan untuk menguji kenormalan galat adalah uji KolmogorovSmirnov yaitu:
Dhitung = Sup |F(Y) – F0 (Y)| Y dengan: F(Y) = Sebaran kumulatif contoh F0 (Y) = Sebaran kumulatif normal Asumsi kenormalan galat terpenuhi bila nilai Dhitung < D1- á, n pada tabel nilai kritis uji Kolmogorov -Smirnov atau nilai p > á =5%. 3) Uji Kehomogenan Ragam Galat Ragam yang tidak homogen dapat dilihat dari plot antara nilai sisaan dengan nilai dugaannya dimana sisaan yang bertambah
besar dengan membesarnya nilai dugaan. (Sen & Srivastava,1990) Perilaku sisaan yang dianggap layak akan terlihat apabila nilai-nilai tersebut membentuk suatu pita yang mendatar di daerah garis nol. Pita yang berbentuk corong atau megaphone memberi petunjuk adanya kehetoregenan ragam dan pita yang melengkung menunjukkan bahwa persamaan linear kurang tepat. Bila ragam tidak homogen maka perlu dilakukan analisis regresi terboboti atau transformasi pada data sehingga ragamnya menjadi homogen (Steel & Torrie, 1997)
BAHAN DAN METODE Bahan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data APBD tahun 2002/2003 yang telah dilaporkan ke Departemen Keuangan. Data tersebut terdiri atas variabel-variabel yang diperlukan dalam Dana Alokasi Umum, yaitu jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, produk domestik regional bruto, indeks pembangunan manusia, pendapatan asli daerah, pajak bumi dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Berdasarkan UU 33/2004 variabel yang digunakan untuk menduga Kebutuhan Fiskal adalah Jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, produk domestik regional bruto, indeks pembangunan manusia. Metode Dalam penentuan bobot didalam model kebutuhan fiskal, yang nantinya akan sangat berpengaruh dal am penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU), metode penghitungannya dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut: 1. Melakukan studi literatur 2. Melakukan pendugaan model regresi awal. 3. Melakukan pengujian asumsi analisis ragam dan regresi, yaitu: 1. Pengujian kenormalan galat 2. Pengujian kehomogenan ragam galat 3. Pengujian keacakan galat 4. Pengujian multikolinearitas 4. Jika diketahui ragam tidak homogen, maka langkah selanjutnya adalah mendeteksi akan kemungkinan adanya data pencilan (outliers) kemudian melakukan penyisihan pengamatan
6
terhadap data pencilan tersebut, tentunya dengan beberapa pertimbangan mengenai penting-tidaknya data yang akan disisihkan tersebut. 5. Mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factors) atau nilai korelasi antar peubah. 6. Melakukan pendugaan model regresi kembali untuk data yang telah dikoreksi dan menguji kembali asumsi-asumsi yang digunakan. Diagram alur untuk melihat bagaimana proses penentuan model di dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Formula Kebutuhan Fiskal Sebelum dan Sesudah UU 33/2004 Formula Kebutuhan Fiskal yang dipakai sebelum dikeluarkannya UU 33/2004 menggunakan variabel TPR didalamnya. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan ketimpangan dan bias dalam pembagian DAU, karena nilai TPR didapatkan berdasarkan nilai rata-rata pengeluaran seluruh daerah di Indonesia. Daerah yang mempunyai pengeluaran relatif lebih besar dari daerah-daerah yang lain akan mengakibatkan nilai TPR membesar, sehingga seolah-olah semua daerah di Indonesia memiliki pengeluaran yang relatif besar. Dalam kajian statistika hal ini diindikasikan sebagai adanya pengaruh pencilan. Hal ini memungkinkan untuk menyebabkan ada daerah yang seharusnya mendapat kan DAU yang relatif besar hanya mendapatkan DAU yang relatif kecil karena perhitungan di dalam model Kebutuhan Fiskal yang tidak tepat mewakili kebutuhan fiskal di daerah tersebut.
Sedangkan daerah-daerah yang termasuk pencilan atas adalah dari Kab.Nabire hingga Kab. Kutai Kartanegara. Adanya data yang menjadi pencilan pada tabel dibawah dimungkinkan karena adanya perbedaan yang cukup besar antar data pencilan tersebut dengan data yang lain, sebagai contoh, dapat dilihat pada Kab. Bengkalis dan Kab. Kutai Kartanegara. Apabila dit elusuri lebih mendalam, kedua kabupaten tersebut adalah dua kabupaten terkaya di Indonesia, dimana nilai kebutuhan fiskal dua daerah tersebut jauh diatas kabupaten-kabupaten lain yang ada di Indonesia,tetapi nilai untuk pembobotnya tidak jauh berbeda dari kota-kota lain, ada kemungkinan terdapat peubah bebas lain yang tak terdeskripsikan di dalam peubah bebas yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, tentang bagaimana dan apa variabel tersebut, tentunya diperlukan analisa lebih lanjut. Sesuai dengan aturan baku yang berlaku di dalam statistika, penyisihan pencilan diperlukan karena nilai pencilan yang jauh lebih besar dari data yang lain, dalam hal ini, kota-kota yang lain, akan menyebabkan model regresi yang dihasilkan over estimate. Tabel
1. Daerah-daerah pencilan.
yang
menjadi
Daerah-daerah yang menjadi pencilan bawah. No.
Nama Daerah
No.
Nama Daerah
1
Kab. Merauke
6
Kab. Ketapang
2
7
Kota Bekasi
8
Kab. Seruyan
4
Kab. Bogor Kab. Murung Raya Kab. Jayapura
9
Kab. Sintang
5
Kab. Tangeran g
10
Kab. Katingan
3
Daerah-daerah yang menjadi pencilan atas. No.
Nama Daerah
No.
Nama Daerah
1
Kab. Nabire
14
Kab. Musi Banyuasin
2
Kab. Klaten
15
Kab. Aceh Utara
3
Kota Palembang
16
Kab. Kampar
Deskripsi Pencilan
4
17
Kab. Pasir
Adanya pencilan dapat dilihat pada diagram kotak-garis pada Lampiran 2 dan nama-nama daerah yang termasuk sebagai pencilan ditampilkan pada Tabel 1. Secara umum karakteristik dari pencilan yang ditemukan terbagi menjadi dua yaitu pencilan atas dan bawah. Pencilan bawah adalah daerah-daerah yang ternyata memiliki nilai Kebutuhan Fiskal dibawah rata-rata relatif. Pada Tabel 1, terlihat daerah -daerah yang menjadi pencilan bawah adalah dari Kab.Merauke hingga Kab. Katingan.
5
18
Kota Tarakan
6
Kota Medan Kab. Indragiri Hulu Kab. Berau
19
Kab. Bulungan
7
Kab. Minahasa
20
Kota Bontang
8
Kota Dumai
21
Kab. Rokan Hilir
9
Kab. Nunukan
22
Kota Samarinda
10
Kab. Sumenep
23
Kab. Siak
11
Kota Bandung Kab. Penajam Paser Utara
24
Kota Balikpapan
25
Kab. Bengkalis
Kota Surabaya
26
Kab. Kutai Kertanegara
12 13
7
Hasil Pengujian Asumsi Pada tahap awal, dilakukan analisis ragam untuk data Formulasi Kebutuhan Fiskal Akademik dengan Pencilan seperti yang terlihat pada Lampiran 3. Hasil uji kenormalan galat pada Lampiran 4 memberikan nilai nilai-p < 0.01 yang artinya galat untuk data tersebut tidak menyebar normal. Sedangkan untuk uji kehomogenan, belum terlihat bahwa galat membentuk suatu pola tetapi karena asumsi kenormalan galat tidak terpenuhi, maka dilanjutkan penelitian terhadap kemungkinan ada tidaknya pencilan. Data pencilan terbukti mempengaruhi model, karena seperti yang terlihat pada Lampiran 4, dimana nilai koefisien determinasi yang dihasilkan hanya sebesar 16.1% namun setelah dilakukan penyisihan pengamatan didapatkan hasil sebesar 94.5%. Analisis ragam untuk data tanpa pencilan, didapatkan hasil untuk pengujian asumsi kenormalan galat nilai-p sebesar 0.078 yang berarti bahwa asumsi kenormalan galat telah terpenuhi. Sedangkan untuk asumsi kehomogenan ragam galat dapat dilihat dari plot antara galat terhadap rataan perlakuan yang menunjukan bahwa asumsi kehomogenan ragam telah terpenuhi. Dengan terpenuhinya asumsi-asumsi yang mendasari analisis ragam, maka hasil analisis ragam dapat digunakan sebagai justifikasi untuk pengolahan data kebutuhan fiskal. Kemudian apabila dilihat dari nilai validasi model, yang diwakili oleh nilai dari koefisien determinasi prediction yaitu sebesar 94.16% Model Regresi Setelah dilakukan pengujian asumsi analisis ragam, maka dapat dilakukan analisis regresi linear, yang digunakan untuk menentukan model dari fungsi kebutuhan fiskal. Apabila melihat perbandingan nilai koefisien peubah bebas dan koefisien determinasi yang terdapat pada Tabel 2 maka, model yang paling baik sebagai model kebutuhan fiskal adalah model regresi yang menggunakan data tanpa pencilan, dengan koefisien determinasi sebesar 94.5%. Adapun model yang dimaksud adalah sebagai berikut: Kebutuhan Fiskal = 196 + 116 IP - 109 IPM + 26.6 ILW + 33.4 IKK - 3.40 IPDRB + ε ij
Tabel 2. Perbandingan nilai koefisien peubah bebas dan koefisien determinasi Pembobot Nama Pembobot Dengan Peubah Tanpa Pencilan (1) Pencilan 113.577* 116.104* IP -248.46* -108.58* IPM ILW IKK
31.674*
26.589*
24.91
33.38*
IPDRB
-9.918
-3.402
koefisien determinasi
16.1%
94.5%
* (1)
= nyata pada á = 5% = bersumber dari hasil olahan internal Depkeu dalam format Microsoft Excel.
Perbandingan Model Kebutuhan Fiskal Pemerintah Dengan Model Kebutuhan Fiskal Berdasarkan Justifikasi Akademik Tabel 3 menampilkan perbandingan nilai pembobot antara model kebutuhan fiskal pemerintah dengan model kebutuhan fiskal berdasarkan justifikasi akademik terlihat bahwa kontribusi terbesar dalam menambah Kebutuhan Fiskal diberikan oleh Indeks Penduduk dengan nilai kontribusi sebesar 169%. Kemudian disusul dengan IKK dengan kontribusi sebesar 47.4% dan ILW sebesar 38.9%. Sedangkan kontribusi terbesar dalam mengurangi Kebutuhan Fiskal diberikan oleh Indeks Pembangunan Manusia dengan kontribusi sebesar 150%,disusul kemudian oleh IPDRB. Dari nilai perbandingan nilai koefisien determinasi ter lihat bahwa model regresi yang dibuat berdasarkan justifikasi akademik, memiliki ketepatan mewakili data sebesar 94.5%, dengan nilai validasi model, yang terwakilkan dari nilai koefisien determinasi prediction, sebesar 94.16%. Sedangkan untuk model regresi penduga kebutuhan fiskal pemerintah koefisien determinasi yang dihasilkan hanya sebesar 16.1% dengan nilai validasi model yang terwakilkan dari nilai koefisien determinasi prediction sebesar 12.82%. Adanya persentase pembobot yang minus dari model regresi ini, yaitu pada pembobot IPM dan IPDRB, dikarenakan bahwa sesungguhnya IPM dan IPDRB itu pada awalnya adalah peubah untuk Kapasitas Fiskal, sehingga ketika dimasukan menjadi peubah untuk model Kebutuhan Fiskal akan memberikan kontribusi yang negatif. Dalam artian bahwa daerah yang mempunyai nilai IPM dan IPDRB tinggi akan mendapatkan nilai Kebutuhan Fiskal yang relatif rendah
8
sehingga akan mengakibatkan DAU yang lebih kecil. Tabel 3. Perbandingan Nilai Pembobot Antara Model Kebutuhan Fiskal Pemerintah Dengan Model Kebutuhan Fiskal Berdasarkan Justifikasi Akademik Persentase Persentase Nama Pembobot Pembobot Pembobot Dari Dari Sisi Pemerintah(1) Akademik IP 36%* 169%* IPM -162%* -150%* ILW 7.65%* 38.9%* IKK 24.7% 47.4%* IPDRB -6.6% -5.05% koefisien determinasi koefisien determinasi (pred) * (1)
16.1%
94.5%
12.82%
94.16%
= nyata pada á = 5% = bersumber dari hasil olahan internal Depkeu dalam format Microsoft Excel.
KESIMPULAN Dari penelitian ini diperoleh model Kebutuhan fiscal yang dijustifikasi secara akademik sebagai berikut: Kebutuhan Fiskal = 196 + 116 IP - 109 IPM + 26.6 ILW + 33.4 IKK - 3.40 IPDRB + ε ij Kontribusi terbesar dalam menambah Kebutuhan Fiskal diberikan oleh Indeks Penduduk kemudian disusul secara berturut turut oleh IKK dan ILW sedangkan kontribusi terbesar dalam mengurangi Kebutuhan Fiskal diberikan oleh Indeks Pembangunan Manusia disusul kemudian oleh IPDRB. Model Kebutuhan Fiskal tersebut cukup representatif mewakili data dengan koefisien determinasi yang tinggi yaitu 94.5% dengan nilai validasi model sebesar 94.16%.
DAFTAR PUSTAKA Anonim.2004. Indonesia Human Development Report 2004 (The Economics of Democracy: Financing Human Development in Indonesia). Jakarta: BPS, UNDP, Bappenas.
LPEM-FEUI.2002. DANA ALOKASI UMUM: Konsep, Hambatan, dan Prospek Di Era Otonomi Daerah. Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS. Huntsberger DV, Billlingsley PP.1987. Elements of Statistical Inference. New York: Allyn and Bacon,Inc. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan. Bogor: IPB Press. Anonim.2003. MINITAB Minitab Inc.
Help.
Canada:
Sen,A & M.Srivastava .1990. Regression Analysis :Theory,Methods and Applications . New York: SpringerVerlag,Inc. Steel RGD, Torrie JH.1997. Principles of Statistics A Biometrical Approach. New York: Mac Graw-Hill Companies,Inc. Surya R, Rukijo, Juko TH.2004. Kompilasi Undang-Undang Bidang Keuangan ,Perencanaan Pembangunan Dan Pemerintah Daerah. Jakarta: PT.Mandhakakya Indonesia Muda.
10
Lampiran 1. Diagram Alur Penentuan Model
11
Lampiran 2. Diagram Kotak-Garis Untuk Mendeteksi Pencilan.
Boxplot of RESI1
500 400
RESI1
300 200
0
12
Lampiran 3. Perbandingan Hasil Analisis Ragam Antara Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Pemerintah dan Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Akademik Analisis Ragam Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Pemerintah The regression equation is KEB FISKAL = 748 + 154 IP - 691 IPM + 32.6 ILW + 106 IKK - 28.2 IPDRB
Predictor Constant IP IPM ILW IKK IPDRB
Coef 747.7 153.71 -690.9 32.65 105.5 -28.17
S = 382.683
SE Coef 313.1 19.27 308.6 12.88 152.9 26.31
T 2.39 7.98 -2.24 2.53 0.69 -1.07
R-Sq = 16.0%
PRESS = 59892896
P 0.017 0.000 0.026 0.012 0.491 0.285
VIF 1.1 1.3 1.5 1.7 1.2
R-Sq(adj) = 14.9%
R-Sq(pred) = 12.82%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 394 399
SS 11000522 57699691 68700213
MS 2200104 146446
F 15.02
P 0.000
Analisis Ragam Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Akademik The regression equation is KEB FISKAL = 192 + 116 IP - 103 IPM + 26.6 ILW + 32.5 IKK - 3.46 IPDRB
Predictor Constant IP IPM ILW IKK IPDRB
Coef 191.73 115.699 -102.88 26.626 32.49 -3.460
S = 25.5632
SE Coef 22.83 1.628 22.29 1.338 11.04 1.813
R-Sq = 94.4%
PRESS = 225227
T 8.40 71.08 -4.61 19.90 2.94 -1.91
P 0.000 0.000 0.000 0.000 0.003 0.057
VIF 1.1 1.2 1.5 1.6 1.2
R-Sq(adj) = 94.4%
R-Sq(pred) = 94.16%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 328 333
SS 3640296 214341 3854636
MS 728059 653
F 1114.13
P 0.000
13
Lampiran 4. Perbandingan Hasil Uji Asumsi Antara Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Pemerintah dan Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Akademik a. Uji Kenormalan Galat
Probability Plot of RESI1 Normal 99.9 99 95
M ean StDev N KS P- Value
- 3.98686E-13 380.3 400 0.303 <0.010
M ean StDev N KS P- Value
- 1.87932E-13 25.37 334 0.047 0.078
Percent
90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-2000 -1000
0
1000 2000 3000
4000 5000 6000 7000
RESI1
a.i. Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Pemerintah Probability Plot of RESI1 Normal 99.9 99 95
Percent
90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-100
-50
0 RESI1
a.ii. Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Akademik
50
100
14
b. Uji Kebebasan Galat
Residuals Versus the Order of the Data (response is
KEBFISKAL)
7000 6000
Residual
5000 4000 3000 2000 1000 0 1
50
100
150 200 250 Observation Order
300
350
b.i. Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Pemerintah Residuals Versus the Order of the Data (response is log Kb Fiskal) 6
Standardized Res idual
5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 1
50
100
150 200 Observation Order
b.ii. Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Akademik
250
300
400
15
c. Uji Kehomogenan Ragam Galat
Residuals Versus the Fitted Values (response is KEB FIS KAL) 7000 6000
Residual
5000 4000 3000 2000 1000 0 0
200
400
600 800 Fitted Value
1000
1200
1400
c.i. Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Pemerintah
Residuals Versus the Fitted Values (response is KEB FISKAL) 4
Standardized Residual
3 2 1 0 -1 -2 -3 100
200
300
400
500 600 Fitted Value
c.ii. Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Akademik
700
800
900
1000
16
Lampiran 5. Matriks Korelasi Antar Variabel Data Formulasi Kebutuhan Fiskal Akademik.
Correlations: KEB FISKAL, IPDRB, IKK, ILW, IPM, IP KEB FISKAL 0.060 0.274
IPDRB
IKK
-0.077 0.159
0.190 0.000
ILW
0.187 0.001
0.227 0.000
0.557 0.000
IPM
0.099 0.071
0.356 0.000
0.250 0.000
0.289 0.000
IP
0.916 0.000
0.030 0.586
-0.287 0.000
-0.136 0.013
IPDRB
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
IKK
ILW
IPM
0.073 0.184