ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN PAKAN PADA OWA JAWA (Hylobates moloch) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG-CIAWI BOGOR
SKRIPSI SADA RASMADA
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN SADA RASMADA. D24104085. 2008. Analisis Kebutuhan Nutrien dan Kecernaan Pakan pada Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog-Ciawi Bogor. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota 1 Pembimbing Anggota 2
: Ir. Didid Diapari, MS : Dr. Wartika Rosa Farida : Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, MRur.Sc.
Owa Jawa (Hylobates moloch) merupakan salah satu fauna khas Indonesia dan saat ini populasinya sudah semakin berkurang. Hal ini membutuhkan perhatian khusus dari masyarakat luas khususnya pemerintah. Salah satu wujud kepedulian tersebut adalah berdirinya Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Gadog. PPS Gadog merupakan salah satu habitat ex situ bagi owa Jawa. Habitat ex situ perlu ditunjang dengan manajemen pemeliharaan yang sesuai. Salah satu manajemen pemeliharaan tersebut adalah pemberian pakan berdasarkan kebutuhan nutrien owa Jawa. Kebutuhan nutrien yang tercukupi membuat owa Jawa dapat mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan kebutuhan zat nutrisi dan kecernaan owa Jawa berdasarkan konsumsinya di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog-Ciawi, Bogor. Pakan yang diberikan adalah ubi jalar, kangkung, pisang, markisa, semangka, jambu biji dan apel. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari antara pukul 08.00-09.00 WIB dan pada siang hari antara pukul 13.00-14.00 WIB. Pakan diberikan secara restricted feeding dan air diberikan ad libitum. Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan, jumlah zat-zat makanan yang dikonsumsi setiap hari, kecernaan semu nutrien, total digestible nutrient (TDN) dan digestible energy (DE). Urutan palatabilitas pakan pada owa Jawa jantan adalah ubi jalar, pisang, semangka, jambu biji, kangkung, apel dan markisa. Pada owa Jawa betina adalah semangka, ubi jalar, pisang, markisa, jambu biji, kangkung dan apel. Pada pagi dan siang hari urutan palatabilitas pakan pada owa Jawa adalah ubi jalar, semangka, pisang, jambu biji, kangkung, markisa dan apel. Konsumsi pakan segar adalah 641,13 gram/ekor/hari atau dalam bahan kering sebesar 108,61 gram/ekor/hari. Rataan konsumsi zat-zat makanan pada owa Jawa adalah abu = 4,11 gram/ekor/hari, protein kasar (PK) = 7,12 gram/ekor/hari, lemak kasar (LK) = 1,39 gram/ekor/hari, serat kasar (SK) = 17,65 gram/ekor/hari, Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) = 77,77 gram/ekor/hari serta GE = 5187,97 kalori/ekor/hari. Dari hasil konsumsi dapat dihitung pendugaan kebutuhan nutrien owa Jawa berdasarkan konsumsi bahan kering yaitu abu = 3,81%; PK = 6,52%; LK = 1,27%; SK = 16,25% dan BETN = 72,16%. Nilai koefisien cerna pada owa Jawa relatif tinggi yaitu abu 96,38%; PK 89,78%; LK 90%; SK 96,7% dan BETN 99,38%. Nilai TDN 95,81% dan nilai DE 98,16%. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah owa Jawa termasuk primata frugivora dengan konsumsi paling tinggi adalah pakan buah-buahan. Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) merupakan nutrien yang paling banyak dikonsumsi oleh
owa Jawa, sedangkan konsumsi serat kasar (SK) owa Jawa relatif tinggi. Koefisien cerna dari masing-masing nutrient adalah tinggi dan menyebabkan owa Jawa memiliki total digestible nutrient (TDN) dan digestible energy (DE) yang tinggi. Kata-kata Kunci: owa Jawa (Hylobates moloch), konsumsi pakan, koefisien cerna, TDN, DE
ABSTRACT Nutrient Requirement and Digestibility Analyzes for Java Gibbon (Hylobates moloch) in the Gadog Wildlife Rescue Centre-Ciawi, Bogor S. Rasmada, D.Diapari, W. R. Farida and A. S. Tjakradidjaja This experiment is aimed at studying nutrient requirement and digestibility of Java gibbon (Hylobates moloch) in the Gadog Wildlife Rescue Centre-Ciawi, Bogor. This experiment used two Java gibbon, one female and one male to measure their feed consumption and digestibility. Variables of this experiment are feed consumption, total nutrient consumption, nutrient digestibility, TDN and DE. Descriptive method was used in this experiment. During the experiment, Java gibbon ate banana, watermelon, sweet potato, apple, creeping water-plant, passion fruit and guava. The most palatable feed for male Java gibbon is sweet potato and the most palatable feed for female Java gibbon is watermelon. Feed consumption with drymatter basis is 108.5 gram/head/day. The average for nutrient consumption are ash 4.11 gram/head/day, crude protein 7.12 gram/head/day, crude fiber 17.65 gram/head/day, ether extract 1.39 gram/head/day and N-free extractives 77.77 gram/head/day. Digestibility coefficients for Java gibbon are ash 96.38%, crude protein 89.78%, ether extract 90 %, crude fiber 96.7% and N-free extractives 99.38%. The value of TDN and DE for Java gibbon is 95.81 % and 98.16 %. Keywords : Hylobates moloch, feed consumption, digestibility coefficients, TDN, DE
ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN PAKAN PADA OWA JAWA (Hylobates moloch) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG-CIAWI BOGOR
SADA RASMADA D24104085
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN PAKAN PADA OWA JAWA (Hylobates moloch) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG-CIAWI BOGOR
Oleh SADA RASMADA D24104085
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 19 Agustus 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Pembimbing Anggota
Ir.Didid Diapari,MS NIP : 131 878 940
Dr.Wartika Rosa Farida NIP : 320 004 822
Ir.Anita S.T, MRur,Sc. NIP : 131 624 189
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr. NIP : 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Desember 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Jonnie R. Hutabarat, BA, MA dan Ibu Shizue Rasmada. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1998 di SD Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, Malaysia. Penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah pertama di SLTP Mardi Yuana Depok pada tahun 2001 dan pendidikan lanjutan menengah atas pada tahun 2004 di SMAN 3 Depok. Penulis diterima sebagai mahasiswi pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Komisi Pelayanan Siswa Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut Pertanian Bogor sebagai tenaga pengajar agama Kristen Protestan di SMA Kornita. Penulis pernah menjalani praktek lapang di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta pada bulan Juli – Agustus 2006.
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus
karena berkat kasih dan
karuniaNya penulisan skripsi yang berjudul Analisis Kebutuhan Nutrien dan Kecernaan Pakan pada Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, Ciawi, Bogor dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun dengan latar belakang owa Jawa merupakan salah satu fauna khas Indonesia yang semakin langka sehingga salah satu cara untuk menyelamatkannya yaitu dengan memberikan pakan pada owa Jawa berdasarkan kebutuhan nutrisinya agar kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi. Pada habitat alaminya owa Jawa mengkonsumsi pakan buah-buahan yang lebih banyak sehingga pakan yang diberikan pada penelitian ini didominasi oleh pakan buah-buahan. Penelitian ini dilaksanakan selama 30 hari dengan enam hari masa preliminary dan 24 hari masa perlakuan. Pada masa perlakuan diambil data yang berisi konsumsi pakan dan produksi feses selain itu, diamati juga aktivitas yang dikerjakan oleh owa sepanjang hari. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu bagi para pengelola habitat konservasi secara ex-situ khususnya habitat konservasi owa Jawa. Hasil dari penelitian ini kiranya dapat dijadikan referensi atau rujukan dalam mengatur pemberian pakan bagi owa Jawa yang berada di luar habitat alaminya. Skripsi ini masih jauh dari sempurna dan penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini boleh menjadi lebih baik lagi. Semoga hasil penelitian yang ada dalam skripsi ini boleh menyumbang ilmu dalam mengembangkan usaha pelestarian owa Jawa agar di masa yang akan datang populasi owa Jawa meningkat.
Bogor, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN……………………………………………………………...
ii
ABSTRACT…………………………………………………………….....
iv
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………......
vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………......
viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………
ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………………
xi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………
xii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………
xiii
PENDAHULUAN…………………………………………………………
1
Latar Belakang…………………………………………………...... Perumusan Masalah……………………………………………...... Tujuan……………………………………………………………...
1 1 2
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………...
3
Owa Jawa (Hylobates moloch)……………………………………. Morfologi………………………………………………..... Sistem Pencernaan………………………………………… Program Konservasi…………..…………………………… Pusat Penyelamatan Satwa Gadog………………………………… Bahan Pakan……………………………………………………..... Apel Malang (Pyrus malus)……………..………………… Ubi Jalar (Ipomoea batatas)………...…………………….. Kangkung (Ipomoea aquatica)………………...……...….. Jambu (Psidium guajava)………………...……………….. Pisang (Musa paradisiaca)……………………………….. Markisa (Passiflora quadrangularis)………...…..……….. Semangka (Citrullus vulgaris)……………………...…….. Konsumsi Pakan…………………………………………………... Koefisien Cerna Pakan…...………………………………………..
3 3 4 5 6 7 7 7 7 8 8 8 8 9 10
METODE……………………………………………………………….....
12
Waktu dan Lokasi…………………………………………………. Materi……………………………………………………………… Owa Jawa (H. moloch)…………………………………..... Kandang…………………………………………………… Peralatan…………………………………………………… Jadwal Pemberian Pakan………………………………….. Bahan Pakan……………………………………………..... Prosedur……………………..…………………………………..... Peubah……………………………………………………………..
12 12 12 12 13 13 13 14 16
Analisa Data……………………………………………………….
17
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………
18
Keadaan Umum…………………………………………………… Tingkat Palatabilitas………………………………………………. Konsumsi Pakan…………………………………………………... Konsumsi Bahan Pakan Segar….…………………………. Konsumsi Bahan Kering………………………………...... Konsumsi Nutrien dan Gross Energy…………………………...... Pendugaan Kebutuhan Nutrien……………………………………. Koefisien Cerna Nutrien………...………………………………… Total Digestible Nutrient (TDN) dan Digestibility Energy (DE)…
18 19 22 23 25 28 30 31 33
KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………
35
Kesimpulan……………………………………………………….. Saran……………………………………………………………….
35 35
UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………
36
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...
37
LAMPIRAN……………………………………………………………......
40
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Jenis Bahan Pakan Segar yang Diberikan pada Owa Jawa……
14
2.
Rataan Suhu dan Kelembaban (RH) selama Pengamatan……..
19
3.
Rataan Konsumsi Bahan Pakan Segar Owa Jawa……………..
24
4.
Kandungan Nutrien pada Bahan Pakan………………………..
25
5.
Rataan Konsumsi Bahan Kering Owa Jawa…………………...
26
6.
Konsumsi Nutrien dan Energi Bruto pada Owa Jawa………...
29
7.
Pendugaan Kebutuhan Nutrien Owa Jawa…….………………
30
8.
Koefisien Cerna Nutrien Pakan………………………………..
31
9.
Konsumsi, Produksi Feses dan Koefisien Cerna Bahan Kering pada Owa Jawa………………………………...
32
Gross Energy (GE), Total Digestible Nutrient (TDN) dan Digestible Energy (DE)…………………………………..…...
33
10.
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Owa Jawa……………………………………………………...
4
2.
Saluran Pencernaan Kelompok Frugivora…………………….
6
3.
Owa Jawa Jantan………………………………………………
12
4.
Owa Jawa Betina………………………………………………
12
5.
Kandang Owa Jawa……………………………………………
13
6.
Pakan dalam Baki Plastik……………………………………...
15
7.
Dapur (a) dan Gudang Pakan (b)………………………………
18
8.
Tingkat Palatabilitas Owa Jawa Selama Pengamatan…………
20
9.
Tingkat Palatabilitas Owa Jawa Selama Pengamatan…………
21
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Konsumsi Segar Owa Jawa Jantan Selama Pengamatan…...
42
2.
Konsumsi Segar Owa Jawa Betina Selama Pengamatan…..
43
3.
Konsumsi Bahan Kering Owa Jawa Jantan Selama Pengamatan…………………………………………………
44
Konsumsi Bahan Kering Owa Jawa Betina Selama Pengamatan…………………………………………………
45
5.
Konsumsi Nutrien Bahan Pakan pada Owa Jawa Jantan…..
46
6.
Konsumsi Nutrien Bahan Pakan pada Owa Jawa Betina…..
46
7.
Kandungan Nutrien Feses Owa Jawa………………………
46
8.
Suhu dan Kelembaban Lingkungan selama Pengamatan…..
47
4.
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna. Salah satu keanekaragaman fauna di Indonesia adalah owa Jawa (Hylobates moloch) yang memiliki habitat asli di pulau Jawa. Habitat asli owa Jawa semakin terancam sehingga populasi owa Jawa semakin berkurang. Owa Jawa merupakan satwa yang banyak diburu karena satwa ini banyak dipelihara pejabat untuk dijadikan tanda mata yang akan diberikan kepada pejabat bersangkutan (Kompas, 2008). Menurut Asquith et al. (1995), populasi owa Jawa yang pada awalnya berjumlah 7.900 ekor semakin berkurang menjadi 2.700 ekor, sehingga membutuhkan perhatian khusus dari masyarakat luas khususnya pemerintah. Salah satu dari wujud kepedulian tersebut adalah berdirinya pusat penyelamatan satwa di beberapa tempat dan salah satunya adalah Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, Ciawi, Bogor. Kelemahan dari pusat penyelamatan satwa ini adalah kurangnya informasi mengenai manajemen pemeliharaan yang baik dan salah satunya adalah manajemen pemberian pakan. Pakan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam keberlangsungan hidup owa Jawa, sesuai dengan kebutuhannya. Owa Jawa memperoleh energi untuk hidup dan produksinya dari asupan makanan. Pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan diperlukan untuk menunjang keberlangsungan hidup satwa liar yang ada di Indonesia. Hal ini sangat dibutuhkan terutama dalam pemeliharaan owa Jawa di penangkaran, karena adanya perbedaan dalam penyediaan pakan yang ada di habitat alaminya. Perumusan Masalah Owa Jawa merupakan salah satu primata endemik Indonesia yang habitatnya semakin berkurang. Keberlangsungan hidup owa Jawa harus dibantu oleh manusia salah satunya di pusat konservasi dengan manajemen pemeliharaan yang sesuai dengan kebiasaan di habitat aslinya. Salah satu hal yang mendukung manajemen pemeliharaan adalah informasi mengenai kebutuhan nutrien dan kecernaan owa Jawa berdasarkan konsumsinya agar pakan yang diberikan di pusat konservasi sesuai dengan kebutuhan hidup owa Jawa. Informasi yang sangat dibutuhkan ini belum tersedia sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai konsumsi dan kecernaan pakan owa Jawa yang ada di pusat konservasi. Hasil penelitian ini dapat digunakan
untuk menduga kebutuhan nutrien dari owa Jawa sehingga pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan nutriennya. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan kebutuhan nutrien dan kecernaan owa Jawa berdasarkan konsumsinya di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, Ciawi, Bogor.
TINJAUAN PUSTAKA Owa Jawa (Hylobates moloch) Morfologi Keluarga Ungko (Owa) merupakan marga tunggal dari suku Hylobatidae (Conservation International Indonesia, 2000). Genus ini terdiri dari enam spesies dan terdapat di kawasan Asia Tenggara. Owa Jawa memiliki bantalan duduk (ischial callosities) dan gigi taring yang panjang (Sajuthi, 1984). Primata ini sepenuhnya hidup di pohon dan dikenal sebagai pemain akrobat yang ulung. Owa memiliki suara yang nyaring dan saling bersahut-sahutan (Conservation International Indonesia, 2000). Klasifikasi H. moloch menurut Napier dan Napier (1967) adalah sebagai berikut : Bangsa
: Primata
Induk Suku
: Hominoidea
Suku
: Hylobatidae
Marga
: Hylobates
Spesies
: Hylobates moloch (Audebert, 1798)
Tubuh owa Jawa ditutupi bulu yang berwarna kecoklatan sampai keperakan atau kelabu. Bagian atas kepalanya berwarna hitam. Muka seluruhnya juga berwarna hitam dengan alis berwarna abu-abu yang menyerupai warna keseluruhan tubuh. Dagu pada beberapa individu berwarna gelap. Panjang tubuh jantan dan betina dewasa sekitar 750-800 mm. Berat tubuh jantan berkisar antara 4-8 kg, sedangkan betina antara 4-7 kg. Hylobates moloch dibedakan menjadi dua anak jenis, yaitu H. m. moloch yang berwarna lebih gelap dan H. m. pangoalsoni yang warna bulunya lebih terang (Conservation International Indonesia, 2000). Gambar 1 menunjukkan owa Jawa yang terdapat di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Gadog, Ciawi, Bogor. Menurut Napier dan Napier (1967), owa Jawa mempunyai susunan gigi 2 1 2 3 / 2 1 2 3 = 32. Owa Jawa memiliki gigi seri kecil dan sedikit ke depan, sehingga memudahkan untuk menggigit dan memotong makanan. Gigi taring panjang dan berbentuk seperti pedang yang berfungsi untuk menggigit dan mengupas makanan. Gigi geraham atas dan bawah digunakan untuk mengunyah makanan (Napier dan Napier, 1967).
Foto : Rasmada (2007)
Gambar 1. Owa Jawa Owa Jawa merupakan primata endemik yang hanya ditemukan di pulau Jawa. Sebaran H. m. moloch terbatas pada hutan-hutan di Jawa Barat, terutama pada daerah-daerah yang dilindungi seperti Taman Nasional Ujung Kulon, gunung Halimun, gunung Gede-Pangrango dan cagar alam gunung Simpang dan Leuweung Sancang. Sebaran H. m. pangoalsoni hanya ditemukan disekitar gunung Slamet sampai ke sekitar pegunungan Dieng di Jawa Tengah (Supriatna dan Wahyono, 2000). Menurut hasil penelitian Rinaldi (1998), H. moloch ditemukan di Curug Cikacang dan Sungai Cicanolong dan sekitarnya. Owa Jawa hidup di hutan tropik, mulai dari dataran rendah, pesisir hingga pegunungan pada ketinggian 1400-1600 meter diatas permukaan laut (Conservation International Indonesia, 2000). Hasil dari beberapa penelitian diketahui bahwa owa Jawa mengkonsumsi lebih kurang 125 jenis tumbuhan yang berbeda (Conservation International Indonesia, 2000). Bagian tumbuhan yang sering dimakan adalah buah, biji, bunga dan daun muda. Selain itu, owa Jawa juga diketahui memakan ulat pohon, rayap, madu dan beberapa jenis serangga lainnya. Owa Jawa mengkonsumsi lebih kurang 61% buah, 38% daun dan sisanya berbagai jenis makanan seperti bunga dan berbagai jenis serangga. Farida dan Harun (2000) melaporkan ada 54 jenis tumbuhan hutan yang dikonsumsi owa Jawa di Taman Nasional Gunung Halimun dan bagian tumbuhan yang terbanyak dikonsumsi dalam bentuk buah. Sistem Pencernaan Sistem pencernaan adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan makanan dalam perjalanannya melalui tubuh
(saluran pencernaan) mulai dari rongga mulut sampai ke anus. Disamping itu sistem pencernaan bertanggung jawab pula atas pengeluaran (ekskresi) bahan-bahan makanan yang tidak terserap atau tidak dapat diserap kembali (Parakkasi, 1983). Bagian organ pencernaan yang pertama pada sistem ini adalah faring yang merupakan saluran kecil yang bergabung dengan sistem respirasi, lalu dari organ ini berlanjut ke esofagus yang merupakan salah satu organ dalam sistem pencernaan. Primata memiliki sekum dan kolon yang relatif tidak besar. Sistem pencernaan ini beradaptasi sejajar dengan pemilihan pakan dan keduanya berkorelasi dengan ukuran tubuh. Banyak primata yang telah beradaptasi sistem pencernaannya sehingga sistem ini terdiri dari lambung, sekum dan/atau kolon (Tunquist dan Hong, 1995). Owa Jawa termasuk ke dalam kelompok apes yang masuk ke dalam klasifikasi yang sama dengan manusia yaitu ke dalam Hominoidea (Dolhinow dan Fuentes, 1999). Oleh sebab itu owa Jawa memiliki umbai cacing sama seperti manusia dan organ asesoris pada saluran pencernaan terdiri dari hati dan pankreas (Tunquist dan Hong, 1995). Owa Jawa merupakan satwa frugivorous (Kuester, 2000 dan Maheshwari, 2007). Kelompok primata frugivora memiliki lambung yang relatif sederhana dan dinding yang licin, diikuti oleh saluran usus kecil yang pendek, memiliki sekum yang menyokong mikrobakteri memecahkan bahan makanan dari tanaman, contohnya adalah pada Macaca sp. dan Papio sp. yang dapat dilihat pada Gambar 2. Pembesaran kolon atau sekum pada gibon (Hylobates sp.) konsisten dengan bakteri untuk memfermentasi bahan pakan yang berasal dari tanaman (NRC, 2003). Program Konservasi Berdasarkan Ordonansi Perlindungan Binatang-binatang Liar nomor 134 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, owa Jawa telah ditetapkan sebagai salah satu satwa yang dilindungi sejak tahun 1931 (Dit. PPA, 1978 dalam Maheshwari et al., 2006). Juga dalam Peraturan pemerintah RI No. 7 tahun 1999 disebutkan bahwa semua jenis primata yang termasuk dalam famili Hylobatidae merupakan satwa yang dilindungi.. Secara ekonomis, owa Jawa sebenarnya tidak mempunyai arti penting, karena tidak seperti jenis-jenis primata lainnya, jenis primata ini tidak diperlukan untuk kegiatan penelitian dibidang biomedis. Kelestarian satwa ini menjadi terganggu karena adanya perburuan untuk dijadikan sumber makanan atau penembakan induk
betina dengan tujuan mengambil anaknya untuk diperdagangkan, namun harga jual anakan owa Jawa di pasar gelap tergolong murah, yakni hanya Rp 200.000 per ekor (Kompas, 2008). Selain itu ancaman terbesar bagi punahnya owa Jawa ini adalah karena deforestasi dari hutan hujan tropis yang menjadi habitat alamnya (Asquith et al., 1995). Maheshwari et al. (2006) menyatakan bahwa beberapa upaya telah dilakukan dengan tujuan akhir adalah penangkaran, baik secara in-situ maupun exsitu, namun banyak kendala yang harus dihadapi dan menyebabkan usaha penangkaran di tempat-tempat penangkaran maupun di tempat-tempat rehabilitasi tidak menunjukkan hasil yang optimum.
(a) Macaca sp.
(b) Papio sp.
Gambar 2. Saluran Pencernaan Kelompok Frugivora Sumber : NRC (2003)
Pusat Penyelamatan Satwa Gadog Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Gadog terletak kurang lebih 10 km dari arah kota Bogor pada ketinggian 650 meter diatas permukaan laut dengan rataan temperatur dan kelembaban udara masing-masing adalah 22,89 0C dan 59,7%. Pusat Penyelamatan Satwa Gadog beralamat di Jalan Raya Gadog RT 01/ RW 01, Desa Sukakarya, Kecamatan Megamendung, Ciawi, Bogor. Secara administratif, PPS Gadog berada di perbatasan antara dua desa yaitu desa Sukakarya dan desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Ciawi, Bogor. Pusat Penyelamatan Satwa Gadog berdiri sejak tanggal 25 September 2003 sebagai organisasi non-pemerintah dan bersifat nirlaba. Pusat Penyelamatan Satwa
Gadog bergerak dalam bidang pelestarian satwa liar di Indonesia dengan tujuan membantu pemerintah dalam penanganan masalah satwa liar dan habitatnya. Pusat Penyelamatan Satwa Gadog dijadikan sebagai tempat transit satwa sebelum dilepaskan ke habitat aslinya atau ditranslokasikan ke pusat rehabilitasi maupun tempat konservasi. Kegiatan di PPS Gadog meliputi penyediaan fasilitas (sarana dan prasarana) tempat transit, pengelolaan dan penanganan satwa liar serta sosialisasi program. Bahan Pakan Bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh hewan. Secara umum dapat dikatakan bahwa bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan (edible). Bahan pakan mengandung zat makanan yaitu komponen yang ada dalam bahan pakan tersebut dan dapat digunakan oleh hewan (Tillman et al., 1991). Apel Malang (Pyrus malus) Apel memiliki tekstur yang mengeripik (crispy) dengan rasa yang agak asam. Buah apel mengandung senyawa pektin (IPTEK, 2005). Setiap 100 g bagian buah apel yang dapat dimakan mengandung kira-kira: 85 g air; 10-13,5 g karbohidrat (fruktosa); 10 mg kalsium; 10 mg fosfor; 0,2 mg besi; 150 mg kalium; 10 mg vitamin C; sedikit vitamin A dan sedikit vitamin B1, B2 dan B6. Kandungan protein dan lemak rendah, nilai energi 165-235 KJ/100 g atau 39,29-55,95 kkal/100 g (Verheij dan Coronel, 1997). Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang penting (Sastrapradja et al., 1977). Ubi jalar memiliki kandungan karbohidrat tinggi yaitu 123 kal/100 g atau 0,12 kkal/100 g, kandungan vitamin A cukup besar terutama ubi jalar merah yaitu 7700 SI, mengandung vitamin C, mineral-mineral utama seperti kalsium (kapur) dan besi (ferum). Jenis ubi jalar putih memiliki kandungan air yang lebih sedikit daripada ubi jalar merah (Lingga et al., 1989). Kangkung (Ipomoea aquatica) Kangkung memiliki dua tipe yaitu 1). Forma daun sempit dan batang hijau yang merupakan kangkung darat, dan 2). Forma daun lebar dan batang putih yang merupakan kangkung air (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Menurut Made dan
Kasih (2008), kangkung memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, yaitu protein 3 g; lemak 0,3 g; Ca 73 mg; fosfor 50 mg; vitamin A 6300 mg; vitamin C 32 mg; karbohidrat 5,4 g dan air 89,7 g. Nilai energi kangkung adalah 29 kkal. Jambu Biji (Psidium guajava) Buah jambu biji biasanya dimakan dalam keadaan segar, baik sewaktu masih hijau maupun setelah matang. Pada kultivar yang baik hampir seluruh bagian buahnya dapat dimakan. Tiap 100 g bagian buah jambu yang dapat dimakan mengandung: 83,3 g air; 1 g protein; 0,4 g lemak; 6,8 g karbohidrat; 3,8 g serat; 0,7 g abu dan 337 mg vitamin C. Nilai energinya per 100 g adalah 150-210 KJ atau 35,7150 kkal/100 g (Verheij dan Coronel, 1997). Pisang (Musa paradisiaca) Berbagai kultivar pisang, berbeda dalam komposisi kandungan haranya. Dalam buah pisang yang matang, untuk 100 g bagian yang dapat dimakan kira-kira terkandung: 70 g air; 1,2 g protein; 0,3 g lemak; 27 g karbohidrat dan 0,5 g serat. Buah pisang kaya akan kalium (400 mg/100 g) dan menduduki tempat khusus dalam diet yang rendah lemak, kolesterol dan garam. Pisang juga merupakan sumber yang baik untuk vitamin C dan B6, dengan sedikit sekali vitamin A, tiamin, riboflavin dan niasin. Nilai energi pisang matang berkisar antara 275 - 465 KJ/100 g atau 65,48110,71 kkal/100 g (Verheij dan Coronel, 1997). Markisa (Passiflora quadrangularis) Daging buahnya dapat dimakan dan memiliki rasa yang khas (lembut). Menurut Murray et al. (1972) dalam Syamsu dan Syahriani (1997), data penelitian menunjukkan bahwa buah markisa terdiri atas kulit 51% dan isi 49% yang terdiri atas biji 20,2% dan sari buah 28,8%. Daging buah kaya akan gizi dan setiap 100 g berisi: 88 g air; 0,9 g protein; 0,2 g lemak; 10,1 g karbohidrat; 0,9 g abu; 10 mg kalsium; 22 mg fosfor; 0,6 mg besi; 70 SI vitamin A; 2,7 mg niasin dan 20 mg vitamin C. Nilai energi mencapai 170 KJ/100 g atau 40,48 kkal/100 g (Verheij dan Coronel, 1997). Semangka (Citrullus vulgaris) Setiap 100 gram bagian buah yang dapat dimakan, semangka memiliki kadar air 92,1%; energi 28 kal atau 0,028 kkal; protein 0,5 g; lemak 0,2 g; vitamin A 590 SI, vitamin C 6 mg; kalsium (Ca) 7 mg dan fosfor 12 mg (Kalie, 1998). Semangka
memiliki kulit dan daging buah yang rasanya manis dan sifatnya dingin. Semangka berkhasiat sebagai penyejuk tubuh pada saat cuaca panas, peluruh kencing (diuretic), anti radang, pelumas usus, dan menghilangkan haus (Safuan, 2007). Konsumsi Pakan Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake / VFI) adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi, 1999). Konsumsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal, faktor eksternal dan lingkungan. Faktor internal berasal dari dalam ternak itu sendiri. Faktor eksternal berasal dari pakan, sedangkan faktor lingkungan berhubungan dengan lingkungan sekitar dimana ternak tersebut hidup. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas, sedangkan palatabilitas pakan tergantung pada bau, rasa, tekstur dan temperatur pakan yang diberikan (Church dan Pond, 1988). Penelitian Wardani (2005) menyatakan bahwa tarsius mengkonsumsi serangga yang merupakan sumber protein, namun serangga yang dikonsumsi (jangkrik) memiliki kandungan protein yang lebih rendah dibandingkan dengan belalang. Hal ini disebabkan protein kasar dari belalang mengandung nitrogen dalam bentuk senyawa khitin. Tarsius mengkonsumsi jangkrik karena menyukainya walaupun kandungan proteinnya lebih rendah daripada belalang. Pada penelitian Puspitasari (2003) diketahui bahwa kukang menyukai pakan yang berasal dari bahan yang lunak, rasanya manis dan mengandung karbohidrat yang tinggi misalnya roti tawar dan jagung manis. Dari kedua penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh palatabilitas hewan terhadap pakan tersebut. Parakkasi (1985) menyatakan bahwa faktor pakan yang meliputi sifat dan komposisi kimia akan mempengaruhi tingkat konsumsi. Jika dalam pakan mengandung zat yang membentuk senyawa yang tidak dapat dicerna oleh hewan maka pakan tersebut memiliki tingkat konsumsi yang rendah (Wardani, 2005). Pakan yang berkualitas baik, tingkat konsumsinya relatif tinggi dibandingkan dengan pakan yang berkualitas rendah. Semakin tinggi kandungan energi dalam pakan maka semakin rendah tingkat konsumsinya (Wahju, 1985). Menurut McDonald et al. (1981), tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas atau
komposisi kimia makanan, pergerakan makanan dalam saluran pencernaan dan status fisiologi hewan. Koefisien Cerna Pakan Koefisien cerna adalah suatu peubah yang menunjukkan seberapa banyak dari pakan yang dikonsumsi dapat diserap oleh tubuh, karena dalam suatu proses pencernaan selalu ada bagian pakan yang tidak dapat dicerna dan dikeluarkan bersama
feses
(Sulistyowati,
2002).
Nilai
koefisien
cerna
pakan
dapat
menggambarkan kemampuan hewan dalam mencerna suatu pakan, selain itu nilai kecernaan dapat menentukan kualitas pakan yang dikonsumsi oleh hewan (Anggorodi, 1979). Kecernaan adalah bagian yang tidak diekskresikan dalam feses, bagian tersebut diasumsikan diserap oleh tubuh hewan. Koefisien cerna biasanya dinyatakan dalam persen dari bahan kering (Cullison et al., 2003). Tillman et al. (1991) menyatakan ada dua metode untuk menentukan koefisien cerna yaitu metode koleksi total dan metode indikator, sedangkan pengukurannya dapat dilakukan secara in vitro, in vivo dan perhitungan berdasarkan analisa. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien cerna zat-zat makanan adalah suhu, laju perjalanan bahan pakan di dalam seluruh saluran pencernaan, bentuk fisik pakan, komposisi ransum dan pengaruh zat makanan satu terhadap zat makanan yang lain (Anggorodi, 1979). Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien cerna pakan menurut Tillman et al. (1991) adalah bentuk fisik pakan dan kandungan nutrien pada bahan pakan. Pada penelitian Puspitasari (2003) disimpulkan bahwa kemampuan kukang mencerna zat-zat makanan sangat tinggi yaitu lebih dari 90 % dan ini disebabkan gigi kukang yang berfungsi untuk mengoyak dan memotong makanan masih utuh, sehingga dapat mengunyah dengan baik, sedangkan pada penelitian Wardani (2005) disimpulkan bahwa semakin tinggi konsumsi pakan maka nilai koefisien cernanya menjadi semakin rendah. Parakkasi (1983) menyatakan bahwa secara umum nilai Total Digestible Nutrient (TDN) suatu bahan makanan sebanding dengan energi dapat dicerna, bervariasi sesuai dengan jenis bahan makanan atau ransum. Kadar TDN dari makanan dapat dinyatakan sebagai suatu persentase dan dapat dideterminasi hanya
pada percobaan digesti. Kadar TDN bahan makanan umumnya berhubungan terbalik terhadap kadar serat kasarnya (Anggorodi, 1979).
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan bulan September 2007 bertempat di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Gadog-Ciawi, Bogor. Analisa bahan pakan dan nutrisi feses dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2008 di Laboratorium Pengujian Nutrisi Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong. Materi Owa Jawa (H. moloch) Penelitian ini menggunakan dua ekor owa Jawa yang terdiri dari satu ekor jantan dan satu ekor betina. Owa Jawa jantan dapat dilihat pada Gambar 3 sedangkan owa Jawa betina dapat dilihat pada Gambar 4.
Foto : Rasmada (2007)
Foto : Mahardika (2007)
Gambar 3. Owa Jawa Jantan
Gambar 4. Owa Jawa Betina
Kandang Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua kandang individu berukuran masing-masing 1,20 m x 4,60 m x 3 m. Kandang terbuat dari besi galvanis dengan diameter 10 mm dan berbentuk rumah panggung sehingga feses dapat langsung jatuh ke bawah yang memudahkan untuk dibersihkan (Gambar 5). Di dalam masing-masing kandang disediakan mangkuk aluminium yang berdiameter 15 cm untuk tempat air minum dan terdapat tempat pakan permanen yang berbentuk seperti laci yang bervolume 30 cm3.
Foto : Mahardika (2007)
Gambar 5. Kandang Owa Jawa Peralatan Peralatan yang digunakan adalah timbangan, baki plastik atau keranjang, peralatan kebersihan, pisau, termohygrometer, kantung plastik, freezer, oven, aluminium foil, blender, sarung tangan, masker, alat tulis, label, desikator, tanur listrik, soxtec system dan kjeltec auto sampler. Jadwal Pemberian Pakan Pemberian pakan dilakukan secara restricted feeding dan diberikan pada pagi (08.00-09.00 WIB) dan siang hari (13.00-14.00 WIB), dan air minum diberikan ad libitum sehingga air selalu tersedia. Semua bahan pakan diberikan secara bersamaan. Perlakuan preliminary dilakukan selama enam hari untuk tujuan agar owa Jawa dapat beradaptasi terhadap pakan yang diberikan. Bahan Pakan Bahan pakan yang diberikan dalam penelitian ini adalah buah-buahan dan pakan tambahan sesuai dengan ketersediaan pakan yang ada di Pusat Penyelamatan Satwa di Gadog. Jenis pakan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Bahan Pakan Segar yang Diberikan pada Owa Jawa Jumlah Pemberian Bahan Pakan
gram/ekor/hari
persentase
Pisang Ambon Lumut (Musa paradisiaca)
160
15,10
Semangka (Citrullus vulgaris)
200
18,87
Ubi Jalar (Ipomoea batatas)
200
18,87
Apel Malang (Pyrus malus)
100
9,43
Kangkung (Ipomoea aquatica)
100
9,43
Markisa (Passiflora quadrangularis)
200
18,87
Jambu Biji (Psidium guajava)
100
9,43
Jumlah
1060
100,00
Semua jenis pakan diletakkan dalam baki plastik kemudian dimasukkan ke dalam tempat pakan permanen yang terdapat di masing-masing kandang. Prinsip pemberian ini adalah restricted feeding (Pratas, 2006) yang berarti pemberian pakan dibatasi, namun hewan dapat bebas memilih pakan yang diberikan. Prosedur Prosedur yang dikerjakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Kandang Persiapan yang dilakukan adalah pembersihan kandang dengan cara disemprot air dan dilakukan dua kali yaitu pagi dan siang hari sebelum pemberian pakan, sedangkan pembersihan kandang dengan menggunakan desinfektan dilakukan seminggu sekali. 2. Pengukuran Suhu dan Kelembaban Lingkungan Pengukuran
suhu
dan
kelembaban
lingkungan
dilakukan
dengan
menggunakan termohygrometer yang diletakkan di sisi kandang. Pencatatan suhu dan kelembaban lingkungan dilakukan tiga kali sehari pada pukul 06.00 (pagi hari), pukul 12.00 (siang hari) dan pada pukul 16.00 WIB (sore hari). 3. Penimbangan dan Pemberian Pakan, dan Penimbangan Sisa Pakan Penimbangan setiap jenis pakan dilakukan sebelum pakan diberikan baik pada pagi maupun siang hari. Penimbangan sisa pakan pagi hari dilakukan pada siang hari sedangkan penimbangan sisa pakan siang hari dilakukan keesokan
harinya. Pakan yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam baki plastik (Gambar 6) lalu dibawa ke kandang dan dimasukkan ke tempat pakan pada masing-masing kandang. Pemberian air minum dilakukan ad libitum yang berarti air minum dijaga agar tidak habis (selalu tersedia). Sebelum masa perlakuan selama 24 hari, terlebih dahulu dilakukan masa preliminary (masa adaptasi) selama enam hari. Masa preliminary dilakukan agar satwa terbiasa terhadap pakan penelitian dan peneliti. Cara pemberian tiap bahan pakan yang berbeda tergantung jenis bahan pakannya. Ubi jalar direbus terlebih dahulu lalu didiamkan agar agak dingin, kemudian dibelah dua agar owa Jawa dapat dengan mudah mengkonsumsinya. Pemberian apel, jambu biji dan semangka dipotong-potong terlebih dahulu agar owa Jawa mudah mengkonsumsinya, sedangkan markisa diberikan secara utuh. Semua bahan pakan dibersihkan terlebih dahulu dengan air yang mengalir agar kotoran dan sisa pestisida yang menempel dapat larut dengan air, kemudian baru diberikan pada owa Jawa.
Foto : Rasmada (2007)
Gambar 6. Pakan dalam Baki Plastik 4. Pengumpulan Feses Pengumpulan feses dilakukan untuk menganalisa kecernaan pakan. Koleksi feses diambil pada pagi hari selama masa perlakuan. Feses yang diambil adalah produksi feses setelah 24 jam. Feses yang terkumpul ditimbang, kemudian dijemur matahari selama kurang lebih tiga hari. Feses kering dimasukkan ke dalam plastik, diberi label agar tidak tertukar. Feses disimpan di freezer hingga saatnya dianalisa. 5. Analisa Proksimat Analisa proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan zat-zat makanan dari masing-masing jenis bahan pakan dan feses yaitu kadar air dan abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan energi total.
6. Pendugaan Kebutuhan Nutrisi Kebutuhan nutrisi dapat ditentukan dengan menghitung konsumsi zat-zat makanan setiap hari per ekor, kemudian dirata-ratakan sebagai patokan kebutuhan. Peubah Beberapa peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Konsumsi Pakan (gram/ekor/hari) Konsumsi pakan didapatkan dengan menimbang jumlah pakan yang diberikan dikurangi jumlah pakan yang tersisa setiap hari untuk setiap ekor. Konsumsi dihitung dalam bentuk segar dan bahan kering. 2. Jumlah Zat Makanan yang Dikonsumsi (gram/ekor/hari) Perhitungan zat makanan yang dikonsumsi adalah dengan mengalikan jumlah bahan pakan yang dikonsumsi dengan jumlah kandungan zat makanan yang terkandung di dalamnya. 3. Kecernaan Semu Zat Makanan Kecernaan semu zat-zat makanan ini adalah perbandingan antara selisih zat makanan yang dikonsumsi dan zat makanan dalam feses dengan konsumsi zat makanan dan dinyatakan dalam persen. 4. Total Digestible Nutrient (TDN) Nilai TDN zat makanan yang dapat dicerna dihitung berdasarkan rumus : % TDN = % PK dd + 2,25 % LK dd + % SK dd + % BETN dd Keterangan: TDN = Total Digestible Nutrient; PK = Protein Kasar; LK = Lemak Kasar; SK = Serat Kasar; BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dan dd = dapat dicerna 5. Digestible Energy (DE) Nilai DE adalah untuk mengetahui berapa banyak energi bahan makanan yang tercerna dihitung berdasarkan rumus : % DE = Konsumsi GE – Ekskresi GE dalam feces x 100 % Konsumsi GE Keterangan: DE = Digestible Energy; dan GE = Gross Energy
Analisa Data Analisa data yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan metode deskriptif. Cara tersebut digunakan dalam penelitian ini karena jumlah materinya yang sangat terbatas. Pengolahan data dilakukan dengan mendeskripsikan data dalam bentuk tabel atau grafik hasil penelitian ke dalam suatu kalimat pernyataan yang dapat menjelaskan sekaligus menyimpulkan hasil penelitian yang diperoleh.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Gadog, Ciawi, Bogor terletak pada ketinggian 650 m diatas permukaan laut dan agak jauh dengan pemukiman penduduk. Hal ini membuat satwa-satwa yang tinggal di PPS Gadog cukup terjaga kenyamanannya. Salah satu jenis satwa yang ada di PPS Gadog adalah owa Jawa (H. moloch). Lokasi kandang owa Jawa terletak kurang lebih 40 meter dari jalan raya dan berjarak kira-kira 20 meter dari dapur pakan. Lokasi kandang owa Jawa terletak berdekatan dengan satwa primata lainnya yaitu empat ekor siamang, empat ekor lutung dan satu ekor owa ungko, sehingga bila salah satu primata bersuara maka akan timbul kebisingan karena semua primata akan bersahut-sahutan. Sumber kebisingan selain suara satwa primata yang bersahut-sahutan adalah suara motor dan suara kendaraan lainnya, namun karena kendaraan jarang lewat di dekat kandang maka owa Jawa tidak terganggu dengan suara bising tersebut. Hal yang membuat owa Jawa stress atau mengalami tekanan adalah kedatangan orang asing yang berkunjung untuk melihat-lihat satwa di PPS Gadog. Stress ini menyebabkan aktivitas konsumsi pakan pada owa Jawa menjadi terganggu, khususnya owa Jawa betina. Dapur pakan terletak di depan kandang beruang madu. Di sebelah kanan dapur pakan terdapat gudang penyimpanan pakan (Gambar 7).
Foto : Rasmada (2007)
Gambar 7. Dapur (a) dan Gudang Pakan (b)
Foto : Rasmada (2007)
Suhu udara adalah faktor eksternal yang turut mempengaruhi jumlah konsumsi pakan pada satwa. Pada saat suhu udara tinggi dan kelembaban udara rendah maka owa Jawa akan beristirahat jika tidak ada suara bising atau orang asing yang berkunjung. Owa Jawa tidak terlalu sering mengkonsumsi air minum karena pakan yang dikonsumsinya mengandung kadar air yang cukup tinggi. Rataan suhu udara dan kelembaban (RH) selama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2. Rataan suhu (27,240C) dan kelembaban udara (68,40%) di PPS Gadog mendekati suhu dan kelembaban habitat asli owa Jawa. Hal ini sesuai dengan pendapat Supriatna dan Wahyono (2000) yang menyatakan bahwa owa Jawa merupakan satwa primata yang hidup di daerah tropis khususnya di hutan-hutan di Jawa Barat. Tabel 2. Rataan Suhu dan Kelembaban (RH) selama Pengamatan Waktu
Rataan ± sd Suhu (oC)
Kelembaban (%)
06.00 (pagi)
19,46 ± 1,22
94,15 ± 4,13
12.00 (siang)
31,92 ± 1,77
56,23 ± 5,16
16.00 (sore)
30,33 ± 3,02
54,81 ± 6,72
Rataan ± sd
27,24 ± 5,96
68,40 ± 19,11
Tingkat Palatabilitas Jenis bahan pakan yang diberikan pada owa Jawa selama penelitian didasarkan pada ketersediaan pakan, keadaan ekonomi PPS, musim dan kesukaan satwa terhadap pakan. Jenis bahan pakan yang diberikan harus memenuhi kebutuhan nutrisi owa Jawa agar dapat terjaga keberlangsungan hidupnya. Pakan yang diberikan yaitu apel malang (Pyrus malus), ubi jalar (Ipomoea batatas), semangka (Citrullus vulgaris), kangkung (Ipomoea aquatica), pisang (Musa paradisiaca), jambu biji (Psidium guajava) dan markisa (Passiflora quadragularis). Jenis bahan pakan yang diberikan didominasi oleh buah-buahan karena menurut Kuester (2000), owa Jawa merupakan primata pemakan buah (frugivora). Palatabilitas bahan pakan pada masing-masing waktu pemberian pakan berbeda. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8 yang menunjukkan urutan palatabilitas jenis bahan pakan menurut waktu pemberian pakan (pagi dan siang hari) yang dilakukan selama pengamatan.
Tingkat palatabilitas bahan pakan atau yang paling disukai pada pagi hari berturut-turut adalah ubi jalar, semangka, pisang, jambu biji, kangkung, markisa dan apel. Ubi jalar merupakan pakan yang paling disukai pada pagi hari karena rasanya yang manis dan mudah untuk dimakan selain itu pada pagi hari ubi jalar digunakan sebagai sumber energi setelah pada malam sebelumnya owa Jawa tidak mendapatkan makanan. Semangka merupakan pakan yang paling disukai owa Jawa setelah ubi jalar, hal ini disebabkan semangka mengandung air yang banyak sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhannya akan air. Pada siang hari urutan palatabilitas dari jenis bahan pakan berturut-turut adalah ubi jalar, semangka, pisang, jambu biji, kangkung, markisa dan apel. Ubi jalar merupakan pakan yang paling palatable, namun pada siang hari konsumsi ubi jalar yang tinggi juga diimbangi dengan tingginya konsumsi buah-buahan yang mengandung kadar air lebih tinggi. Tingginya konsumsi buah-buahan pada siang hari disebabkan oleh tingginya temperatur udara sehingga dengan mengkonsumsi buahbuahan akan dapat memenuhi kebutuhan air bagi owa Jawa.
Gambar 8. Tingkat Palatabilitas Owa Jawa selama Pengamatan Perbedaan berdasarkan waktu pemberian pakan ini terjadi karena jarak waktu pemberian pakan berikutnya yang memiliki rentang waktu yang berbeda. Pemberian pakan pada pagi hari memiliki rentang waktu dari pukul 08.00 WIB, lalu pemberian pakan berikutnya yaitu pada pukul 13.00 WIB. Perbedaan palatabilitas juga terjadi karena kandungan kadar air masing-masing bahan pakan berbeda. Palatabilitas pakan
buah-buahan pada siang hari lebih tinggi dibandingkan dengan palatabilitas buahbuahan pada pagi hari. Hal ini disebabkan suhu udara pada siang hari yang tinggi sehingga owa Jawa cenderung menyukai pakan segar yang mengandung banyak air, dan keadaan ini dapat menghilangkan rasa haus serta mengurangi rasa panas dari dalam tubuh. Palatabilitas bahan pakan yang berbeda juga terjadi karena adanya perbedaan jenis kelamin. Pada Gambar 9 dapat dilihat tingkat palatabilitas owa Jawa menurut jenis kelamin (jantan dan betina) selama pengamatan.
Gambar 9. Tingkat Palatabilitas Owa Jawa selama Pengamatan Owa Jawa jantan memiliki tingkat palatabilitas jenis bahan pakan yang diberikan yaitu: ubi jalar, pisang, semangka, jambu biji, kangkung, apel dan markisa. Ubi jalar merupakan pakan yang paling palatable karena ubi jalar memiliki tekstur yang lembut dan mudah dimakan. Ubi jalar dan pisang mengandung pati sehingga mudah untuk dirombak didalam tubuh menjadi sumber energi bagi owa jantan. Owa Jawa jantan dalam memenuhi kebutuhan air terkadang menjilati kandangnya yang terbuat dari besi ketika basah oleh air setelah kandang dibersihkan, selain itu owa Jawa jantan juga mengkonsumsi semangka untuk memenuhi kebutuhan air dalam kehidupan sehari-harinya. Owa Jawa betina memiliki urutan palatabilitas yaitu: semangka, ubi jalar, pisang, markisa, jambu biji, kangkung dan apel. Semangka dan ubi jalar merupakan pakan yang palatable pada owa Jawa betina karena semangka dan ubi dapat saling
melengkapi yaitu semangka sebagai sumber air dan ubi jalar sebagai sumber energi bagi owa Jawa betina untuk menjalani aktivitas sehari-harinya. Tingkat palatabilitas jenis bahan pakan berdasarkan jenis kelamin pada owa Jawa ini dapat disebabkan oleh perbedaan asal tempat sebelum berada di penangkaran, aktivitas sehari-hari dan fisiologi. Owa Jawa jantan sebelum ditangkarkan dipelihara oleh warga Jakarta, sehingga pakan yang diberikan oleh pemilik sebelumnya adalah pakan yang mudah didapat dan murah di lingkungan sekitar pemilik tersebut. Hal ini menyebabkan owa Jawa jantan lebih menyukai ubi jalar yang direbus terlebih dahulu dan pisang. Owa Jawa betina sebelum berada di PPS Gadog merupakan hasil sitaan dari Bandung. Bandung memiliki kelembaban yang tinggi sepanjang hari, hal ini berbeda dengan Gadog yang memiliki kelembaban tinggi hanya pada pagi hari. Keadaan ini menyebabkan owa betina mudah merasa haus sehingga pakan semangka lebih palatable baginya. Owa Jawa jantan melakukan aktivitas bersuara dan lokomosi yang lebih rendah dibandingkan dengan owa Jawa betina. Hal ini menyebabkan owa Jawa betina memerlukan asupan nutrisi yang lebih tinggi dari pakan karena dengan aktivitas yang tinggi tersebut maka dibutuhkan energi yang lebih besar. Owa Jawa betina memiliki suara yang lebih nyaring dan sering bersahut-sahutan dengan primata lainnya, sedangkan owa Jawa jantan cenderung lebih tenang. Pada penelitian ini, umur owa Jawa jantan lebih tua daripada owa Jawa betina sehingga owa Jawa jantan sukar untuk mengkonsumsi pakan yang agak keras dan cenderung memilih pakan yang lembut dan mudah untuk dikonsumsi. Pada saat pengamatan, owa Jawa betina sedang mengalami menstruasi sehingga memerlukan asupan nutrisi yang lebih tinggi untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Konsumsi Pakan Pakan yang diberikan kepada owa Jawa selama penelitian didominasi oleh buah-buahan (pisang, markisa, semangka, jambu biji, apel) daripada umbi-umbian (ubi jalar) dan sayuran (kangkung). Hal ini sesuai dengan pendapat Kuester (2000) yang menyatakan bahwa owa Jawa adalah primata pemakan buah (frugivora) selain itu owa Jawa juga memakan daun-daunan dan bunga.
Konsumsi Bahan Pakan Segar Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa owa Jawa lebih menyukai pakan buahbuahan dengan rataan jumlah konsumsi bahan segar sebesar 420,55 gram/ekor/hari atau sebesar 65,59% dari rataan total konsumsi bahan segar. Ubi jalar berada di urutan kedua dengan jumlah konsumsi bahan segar sebesar 148,53 gram/ekor/hari atau 23,17% dari rataan total konsumsi bahan segar, sedangkan kangkung dikonsumsi sebesar 72,05 gram/ekor/hari atau 11,24% dari rataan total konsumsi bahan segar. Tingginya konsumsi pakan buah-buahan ini disebabkan owa Jawa termasuk primata pemakan buah-buahan (frugivora) maka owa Jawa lebih menyukai pakan buah-buahan yang diberikan dalam penelitian ini. Pada Tabel 3 dapat juga dilihat bahwa owa Jawa jantan dan betina memiliki konsumsi pakan ubi jalar yang tinggi. Hal ini diduga karena ubi jalar yang diberikan telah direbus terlebih dahulu sehingga teksturnya menjadi lembut dan memudahkan owa Jawa dalam mencerna bahan pakan tersebut. Ubi jalar juga memiliki kandungan BETN yang tinggi. Menurut Tillman et al. (1991), BETN mengandung pati yang mudah dicerna. Pada owa Jawa jantan pakan yang paling banyak dikonsumsi adalah ubi jalar sebesar 122,04 gram/ekor/hari. Hal ini dikarenakan ubi jalar merupakan sumber energi yang baik dalam bentuk karbohidrat (Sulistiyo, 2006) dan ubi jalar yang telah dimasak memiliki kandungan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubi jalar mentah (Honestin, 2007) sehingga owa Jawa jantan mengkonsumsinya lebih banyak ditambah lagi dengan pisang yang digunakan sebagai sumber karbohidrat untuk memenuhi kebutuhan energi yang berasal dari karbohidrat. Owa Jawa betina lebih menyukai semangka dengan konsumsi sebesar 177,88 gram/ekor/hari, namun karena ubi jalar memiliki kadar bahan kering lebih tinggi daripada semangka maka ubi jalar merupakan jenis bahan pakan yang dikonsumsi paling banyak. Rataan konsumsi pakan segar pada owa Jawa jantan dan betina menunjukkan bahwa keduanya menyukai ubi jalar dengan rataan konsumsi bahan segar sebesar 148,53 gram/ekor/hari. Pagi hari owa Jawa jantan mengkonsumsi pisang dengan rataan 55,21 gram/ekor/hari. Hal ini disebabkan pisang memiliki daging buah yang agak keras, aroma yang harum dan rasa yang manis serta mengandung air dan karbohidrat yang tinggi (Satuhu dan Supriyadi, 1998), sehingga owa jantan mengkonsumsi pisang
pada pagi hari untuk dijadikan sebagai sumber energi dalam aktivitasnya. Pada siang hari owa Jawa jantan mengkonsumsi ubi jalar sebesar 87,46 gram/ekor/hari karena suhu siang hari yang relatif tinggi yaitu 31,920C menyebabkan terjadinya penurunan konsumsi sehingga diperlukan pakan yang memiliki kadar protein tinggi agar oleh tubuh tidak langsung diubah menjadi panas. Tabel 3. Rataan Konsumsi Bahan Pakan Segar pada Owa Jawa Jantan
Pakan Pagi
Siang
Betina Total
Pagi
Siang
Rataan Total
Pagi
Siang
Total
----------------------------------gram / ekor / hari-------------------------------------------
Ubi Jalar
34,58
87,46
122,04
87,08
87,94
175,02
60,83
87,7
148,53
Kangkung
30,79
38,25
69,04
34,71
40,35
75,06
32,75
39,3
72,05
Pisang
55,21
59,58
114,79
55,63
60
115,63
55,42
59,79
115,21
Markisa
5,83
5
10,83
24,58
70,96
95,54
15,21
37,98
53,19
Semangka
35
60
95
80,17
97,71
177,88
57,59
78,86
136,45
Jambu biji
40,33
41,29
81,62
36,58
41,5
78,08
38,46
41,4
79,86
Apel
6,25
19,42
25,67
19,58
26,42
46
12,92
22,92
35,84
207,99
311
Jumlah
518,99 338,33 424,88 763,21 273,18 367,95 641,13
Owa Jawa betina pada pagi hari mengkonsumsi ubi lebih tinggi (87,08 gram/ekor/hari) dibanding pakan lainnya, karena owa betina memerlukan energi yang besar untuk melakukan aktivitasnya sepanjang hari (aktivitas istirahat dan lokomosi) yang lebih tinggi daripada owa jantan. Pada siang hari owa betina mengkonsumsi semangka sebesar 97,71 gram/ekor/hari karena suhu di PPS Gadog yang tinggi sehingga menyebabkan owa betina merasa panas dan haus setelah banyak melakukan aktivitas. Semangka diketahui memiliki sifat yang dingin, penyejuk tubuh dan menghilangkan haus (Safuan, 2007). Berdasarkan Tabel 4 yang menyajikan kandungan nutrien pakan dapat dilihat bahwa semangka mengandung protein kasar yang tinggi (35,20%) sehingga semangka dapat digunakan untuk meningkatkan konsumsi pada owa Jawa betina yang memiliki aktivitas tinggi.
Tabel 4. Kandungan Nutrien pada Bahan Pakan Pakan
BK %
BO
Abu
LK
PK
SK
BETN
-------------------------100 % BK-----------------------------
GE Kal/100 gram BK
Ubi Jalar
26,63
97,21
2,79
1,00
3,57
9,37
83,27
4137,20
Kangkung
6,47
88,81
11,19
3,39
30,30
14,65
40,48
4504,94
Pisang
19,87
97,06
2,94
0,15
5,78
0,87
90,25
4086,47
Markisa
13,78
94,90
5,10
1,91
14,87
24,19
53,93
4932,05
Semangka
1,01
81,37
18,63
4,90
35,29
11,76
29,42
39938,04
Jambu biji
28,07
95,87
4,13
1,46
4,66
33,97
55,78
4649,11
Apel
28,94
97,26
2,74
2,61
3,54
34,34
56,77
4580,33
Keterangan : BK = Bahan Kering, BO = Bahan Organik, LK = Lemak Kasar, PK = Protein Kasar, SK = Serat Kasar, BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dan GE = Gross Energy (Energi Bruto)
Konsumsi Bahan Kering Konsumsi bahan kering pada owa Jawa selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Dalam Tabel 5 diketahui bahwa bahan pakan yang paling tinggi konsumsinya baik pada owa Jawa jantan maupun owa Jawa betina adalah pakan buah-buahan yaitu 64,39 gram/ekor/hari atau sebesar 59,29% dari total rataan konsumsi bahan kering pakan. Menurut Conservation International Indonesia (2000), owa Jawa di habitat alaminya mengkonsumsi buah sebanyak 61%. Hal ini menyebabkan owa Jawa di PPS Gadog lebih banyak mengkonsumsi pakan buahbuahan. Ubi jalar berada di peringkat dua dengan total konsumsi 39,55 gram/ekor/hari atau sebesar 36,42 % dan kangkung memiliki konsumsi yang paling sedikit yaitu 4,66 gram/ekor/hari sebesar 4,29% dari total rataan konsumsi bahan kering pakan. Menurut Kappeler (1984), H. moloch merupakan primata bermarga Hylobates yang paling banyak mengkonsumsi buah-buahan dalam makanannya. Persentase konsumsi buah, dedaunan dan bunga masing-masing adalah 61, 38 dan 1%. Kappeler (1981) menyatakan bahwa buah banyak dikonsumsi karena memiliki energi yang tinggi dan kaya akan gula, sedangkan dedaunan yang juga dimakan oleh owa Jawa mengandung banyak protein.
Tabel 5. Rataan Konsumsi Bahan Kering Owa Jawa Jantan
Pakan Pagi
Betina
Siang Total
Pagi
Siang
Rataan Total
Pagi
Siang
Total
----------------------------------------gram / ekor / hari----------------------------------------
Ubi Jalar
9,21
23,29
32,5
23,19
23,42
46,61
16,2
23,35
39,55
Kangkung
1,99
2,47
4,46
2,25
2,61
4,86
2,12
2,54
4,66
Pisang
10,97
11,84
22,81
11,05
11,92
22,97
11,01
11,88
22,89
Markisa
0,80
0,69
1,49
3,39
9,78
13,17
2,1
5,23
7,33
Semangka
0,35
0,61
0,96
0,81
0,99
1,8
0,58
0,80
1,38
Jambu biji
11,32
11,59
22,91
10,27
11,65
21,92
10,8
11,62
22,42
Apel
1,81
5,62
7,43
5,67
7,65
13,32
3,74
6,63
10,37
Jumlah
36,45
56,11
92,56
56,63
68,02
124,65
46,55
62,05
108,6
Owa Jawa jantan memiliki jumlah konsumsi bahan kering yang lebih kecil (92,56 gram/ekor/hari) daripada owa Jawa betina (124,65 gram/ekor/hari). Hal ini terjadi karena owa Jawa jantan memiliki aktivitas sehari-hari yang lebih sedikit dibanding dengan owa Jawa betina. Aktivitas tinggi menyebabkan konsumsi pakan juga tinggi. Owa Jawa jantan dan betina mengkonsumsi ubi jalar dengan jumlah konsumsi 32,5 dan 46,61 gram/ekor/hari. Menurut Cullison et al. (2003), pati dicerna didalam mulut dan di usus halus dengan bantuan enzim yang tersedia untuk dipecah menjadi glukosa. Glukosa tersebut kemudian dimanfaatkan menjadi sumber energi bagi owa Jawa. Konsumsi ubi jalar yang rendah pada owa jantan menyebabkan konsumsi energi lebih kecil dibandingkan dengan owa betina. Konsumsi energi yang rendah menyebabkan aktivitas owa jantan lebih sedikit daripada aktivitas owa betina. Konsumsi bahan pakan yang sangat berbeda terjadi pada bahan pakan markisa, semangka dan apel, karena ketiganya mengandung serat kasar yang cukup tinggi masing-masing 24,19; 11,76 dan 34,34%. Menurut Yulianti et al. (2006), serat yang terdapat dalam apel berasal dari pektin yang merupakan serat larut yang biasa terdapat dalam buah-buahan dan sayuran. Owa Jawa merupakan hewan yang memiliki mikroorganisme dengan kemampuan dapat menguraikan serat dalam saluran pencernaannya sehingga jika pakan yang dikonsumsi mengandung serat yang tinggi maka serat tersebut akan diurai menjadi glukosa yang dimanfaatkan sebagai sumber energi. Konsumsi markisa dan apel yang rendah oleh owa Jawa jantan
menyebabkannya
mengkonsumsi
energi
yang
rendah.
Semangka
memiliki
kandungan protein dan abu yang tinggi. Kandungan protein yang tinggi diduga berasal dari biji semangka yang turut dikonsumsi oleh owa Jawa. Kandungan abu yang tinggi diduga berasal dari mineral yaitu kalsium, natrium, kalium dan fosfor (Made dan Kasih, 2008). Kandungan protein yang tingi pada semangka menyebabkan konsumsi yang rendah pada owa jantan. Konsumsi bahan kering yang paling tinggi pada pagi hari oleh owa Jawa jantan adalah jambu biji dengan rataan 11,32 gram/ekor/hari. Jambu biji mengandung air dan karbohidrat yang tinggi sehingga owa Jawa jantan menggunakan kandungan air sebagai sumber air dan karbohidrat. Pada pagi hari, karbohidrat diperlukan sebagai sumber energi untuk aktivitas owa Jawa jantan dimana pada waktu tersebut lebih banyak aktivitas bermain dan lokomosi. Konsumsi pakan yang mengandung energi tinggi menyebabkan konsumsi pakan yang lainnya menjadi rendah. Pada siang hari owa Jawa jantan banyak mengkonsumsi ubi jalar dengan konsumsi sebesar 23,29 gram/ekor/hari. Ubi jalar mengandung karbohidrat mudah dicerna lebih tinggi dibandingkan dengan bahan pakan lainnya. Konsumsi bahan kering owa jantan pada siang hari (56,11 gram/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan pagi hari (36,45 gram/ekor/hari). Hal ini disebabkan perbedaan jarak pemberian pakan sebelumnya dan suhu lingkungan yang meningkat. Owa Jawa betina mengkonsumsi ubi jalar cukup tinggi pada pagi dan siang hari, masing-masing 23,19 dan 23,42 gram/ekor/hari. Konsumsi pakan owa Jawa betina pada siang hari (68,02 gram/ekor/hari) sedikit mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan konsumsi pakan pada pagi hari (56,63 gram/ekor/hari). Hal ini disebabkan oleh tingginya aktivitas owa Jawa betina pada pagi hari sehingga pada saat siang hari owa betina memerlukan asupan makanan yang lebih banyak. Rataan total dari konsumsi bahan kering pada owa Jawa jantan dan betina menunjukkan bahwa konsumsi yang paling tinggi adalah ubi jalar masing-masing dengan rataan 32,5 dan 46,61 gram/ekor/hari. Dari hasil konsumsi bahan kering ini dapat disimpulkan bahwa pakan yang paling disukai oleh owa Jawa adalah ubi jalar karena menurut pernyataan Sulistiyo (2006) ubi jalar merupakan sumber energi dalam bentuk karbohidrat yang baik. Sebagian besar karbohidrat pada ubi jalar terdapat dalam bentuk pati. Komponen lain selain pati adalah serat dan beberapa
jenis gula yang bersifat larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa dan glukosa. Sukrosa merupakan gula yang banyak terdapat dalam ubi jalar. Kandungan gula dalam ubi jalar yang telah dimasak jumlahnya meningkat bila dibandingkan jumlah gula pada ubi jalar mentah. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 0,38 - 5,64 % dalam berat basah (Sulistiyo, 2006). Pisang dan jambu biji merupakan pakan buah-buahan yang paling tinggi konsumsinya dibandingkan dengan konsumsi pakan buah lainnya. Konsumsi pisang dan jambu biji masing-masing adalah 22,89 dan 22,42 gram/ekor/hari. Tingginya konsumsi pisang kemungkinan disebabkan oleh tekstur daging buah yang lembut dan agak keras dan rasanya yang manis. Jambu biji diduga banyak dikonsumsi karena tekstur daging buah yang lembut, berair dan rasanya yang manis. Konsumsi Nutrien dan Gross Energy Owa Jawa merupakan salah satu satwa yang hampir punah sehingga kebutuhan nutrien pakan sangat perlu diperhatikan. Semakin baik kandungan nutrien dalam pakan maka konsumsi hewan tersebut akan meningkat, selain itu owa Jawa juga dapat mempertahankan hidupnya. Konsumsi zat makanan dan energi bruto pada masing-masing owa Jawa dapat dilihat pada Tabel 6. Konsumsi pakan pada owa Jawa dalam bentuk segar, kering, zat-zat makanan dan energi terdapat perbedaan antar jenis kelamin. Hal ini disebabkan adanya perbedaan palatabilitas bahan pakan yang berakibat konsumsi pakan total menjadi berbeda. Owa Jawa jantan memiliki konsumsi pakan total yang lebih rendah baik dalam bentuk bahan segar maupun bahan kering nutrien dan energi dibanding owa Jawa betina. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah aktivitas sehari-hari dimana owa Jawa jantan cenderung lebih tenang daripada owa Jawa betina sehingga owa Jawa jantan memerlukan asupan makanan yang lebih sedikit dan membutuhkan energi yang lebih kecil dibandingkan dengan owa Jawa betina. Menurut Church dan Pond (1988), konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal, eksternal dan lingkungan. Faktor internal berasal dari hewan itu sendiri yaitu status fisiologi dari hewan tersebut. Faktor eksternal berasal dari pakan dan suhu. Pakan yang diberikan pada owa Jawa merupakan pakan budidaya sehingga pakan tersebut berbeda dengan pakan pada habitat asalnya. Hal ini disebabkan owa Jawa yang berada di PPS Gadog telah
beradaptasi dengan pakan yang ada di PPS Gadog sehingga konsumsi pakan pada owa Jawa tinggi. Tabel 6. Konsumsi Nutrien dan Energi Bruto pada Owa Jawa Owa Jawa
Bahan Pakan dan Nutrien Jantan
Rataan Betina
------------------------gram / ekor / hari---------------------Pakan Segar
518,99
763,21
641,1
Bahan Kering
92,57
124,64
108,61
Bahan Organik
89,09
118,76
103,92
Abu
3,48
4,73
4,11
Protein Kasar
5,72
8,51
7,12
Lemak Kasar
1,11
1,66
1,39
Serat Kasar
14,71
20,59
17,65
BETN
67,54
88,00
77,77
4340,18
6035,75
5187,97
Gross Energy (kal/ekor/hari)
Lingkungan PPS Gadog memiliki suhu yang rendah pada pagi hari dan tinggi pada siang dan sore hari. Perbedaan suhu ini menyebabkan jumlah konsumsi pakan menjadi berbeda pada owa Jawa. Tabel 5 memperlihatkan bahwa konsumsi pakan pada pagi hari lebih rendah dibandingkan pada siang hari. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan air dalam bahan pakan yang dikonsumsi adalah tinggi sehingga pada siang hari owa Jawa membutuhkan air yang lebih tinggi dan berusaha memenuhi kebutuhan air melalui pakan yang diberikan selain melakukan aktivitas minum yang tinggi. Konsumsi nutrien pakan yang tinggi adalah bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), bahan organik (BO) dan serat kasar. Konsumsi BETN yang tinggi disebabkan sebagian besar pakan yang diberikan di PPS Gadog mengandung BETN yang tinggi kecuali semangka (29,42% BK), namun semangka dimanfaatkan sebagai salah satu sumber air bagi owa Jawa. Konsumsi serat kasar pada owa Jawa jantan dan betina relatif tinggi, hal ini disebabkan owa Jawa memungkinkan untuk mencerna serat kasar yang berasal dari bahan pakan pada saluran pencernaannya tepatnya di usus besar yang memiliki bakteri fermentasi (NRC, 2003). Konsumsi BO
yang tinggi disebabkan oleh tingginya kandungan BO pada jenis bahan pakan yang diberikan pada owa Jawa di PPS Gadog selama penelitian. Konsumsi Gross Energy yang tinggi pada owa Jawa betina (6035,75 kal/ekor/hari) disebabkan oleh konsumsi yang tinggi terhadap semua jenis bahan pakan. Jenis bahan pakan yang diberikan di PPS Gadog memiliki kandungan Gross Energy yang tinggi. Konsumsi Gross Energy pada owa Jawa jantan lebih rendah (4340,18 kal/ekor/hari) dibandingkan owa Jawa betina. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan konsumsi pakan. Pendugaan Kebutuhan Nutrien Pada Tabel 7 dapat dilihat pendugaan kebutuhan zat makanan owa Jawa dalam persentase bahan kering (BK). Kebutuhan nutrien pada suku Hylobatidae belum ditemukan (NRC, 2003), dengan demikian perlu dilakukan pendugaan kebutuhan nutrien owa Jawa yang dihitung berdasarkan konsumsi nutrien per hari dibagi konsumsi bahan kering kemudian dikali 100%. Tabel 7. Pendugaan Kebutuhan Nutrien Owa Jawa Zat Makanan
Owa Jantan
Owa Betina
Rataan
--------------------------% BK------------------------Bahan Organik
96,24
96,66
96,45
Abu
3,76
3,85
3,81
Protein Kasar
6,18
6,86
6,52
Lemak Kasar
1,2
1,34
1,27
Serat Kasar
15,89
16,60
16,25
BETN
72,96
71,35
72,16
4688,62
4842,55
4765,59
Gross Energy (kal/100 gram BK)
Persentase kebutuhan zat makanan tertinggi adalah BETN sebesar 72,96% dan 71,35% untuk owa jantan dan betina. BETN adalah karbohidrat yang tidak mengandung serat kasar dan mengandung banyak pati (Tillman et al., 1991). Hal ini disebabkan bahan-bahan pakan yang diberikan mengandung BETN yang tinggi dibandingkan dengan zat-zat makanan yang lain. Konsumsi BETN pada owa Jawa relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan nutrien yang lain. Pakan dengan BETN tinggi berarti pakan tersebut mudah dicerna dan mengandung energi tinggi.
Persentase kebutuhan serat kasar merupakan kebutuhan tertinggi kedua pada owa Jawa yaitu sebesar 16,25%, hal ini disebabkan kemampuan owa Jawa dalam mencerna bahan-bahan pakan yang mengandung serat kasar didalam saluran pencernaannya akibat adanya bakteri untuk memfermentasi bahan pakan yang berasal dari tanaman didalam saluran pencernaan frugivora (NRC, 2003). Persentase kebutuhan protein kasar adalah sebesar 6,52%. Persentase ini mendekati kebutuhan protein kasar pada manusia yaitu sebesar 6% (NRC, 2003). Kesamaan ini terjadi karena owa Jawa dan manusia termasuk kedalam induk suku Hominoidea. Koefisien Cerna Nutrien Koefisien cerna nutrien atau zat-zat makanan pada owa Jawa dapat dilihat pada Tabel 8. Koefisien cerna nutrien ini dihitung berdasarkan konsumsi nutrien per hari dikurangi nutrient yang terekskresi dalam feses dibagi konsumsi nutrien per hari kemudian dikali 100%. Tabel 8. Koefisien Cerna Nutrien Pakan pada Owa Jawa Owa Jawa
Zat Makanan Jantan
Rataan Betina
--------------------------------------%----------------------------------Bahan Kering
89,28
87,14
88,21
Bahan Organik
98,97
97,31
98,14
Abu
97,82
94,93
96,38
Protein Kasar
93,67
85,89
89,78
Lemak Kasar
95,10
84,90
90
Serat Kasar
98,14
95,26
96,7
BETN
99,66
99,09
99,38
Nutrien yang tercerna didefinisikan sebagai proporsi yang tidak diekskresikan dalam feses atau yang lainnya diasumsikan dapat diabsorpsi oleh hewan, sedangkan kecernaan adalah proporsi nutrien yang tercerna terhadap konsumsi nutrien. Kecernaan lebih sering diekspresikan dengan bahan kering dan sebagai koefisien cerna atau prosentase (Parakkasi, 1999). Koefisien cerna pada owa Jawa yang tinggi
menandakan bahwa sebagian besar zat-zat makanan dapat diabsorpsi, kemudian dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari Tabel 8 dapat dikatakan bahwa kemampuan owa Jawa mencerna zat-zat makanan cukup tinggi yaitu lebih dari 85%. Salah satu penyebab tingginya koefisien cerna owa Jawa adalah kemampuan owa Jawa mencerna serat kasar yang terdapat didalam pakan sehingga walaupun pakan yang diberikan mengandung serat kasar yang tinggi namun kecernaan pakan pada owa Jawa masih cukup tinggi. Tingginya koefisien cerna dari owa Jawa ini menandakan bahwa tingginya nutrien yang dapat diserap oleh owa Jawa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tillman et al. (1991) menyatakan ada dua metode untuk menentukan koefisien cerna yaitu metode koleksi total dan metode indikator. Pada penelitian ini digunakan metode koleksi total dan penentuan dilakukan secara perhitungan berdasarkan analisa. Metode koleksi total dimaksudkan untuk mengetahui nutrien yang dapat dicerna dari jumlah pakan yang dikonsumsi. Jumlah konsumsi bahan kering (BK), produksi BK feses dan koefisien cerna BK dapat dilihat pada Tabel 9. Produksi feses pada owa Jawa betina (15,89 gram/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan produksi feses owa Jawa jantan (9,71 gram/ekor/hari), hal ini disebabkan owa Jawa betina mengkonsumsi serat kasar lebih tinggi sehingga memperlancar pengeluaran feses. Rataan koefisien cerna bahan kering paling tinggi adalah pada owa Jawa jantan sebesar 89,28 %. Hal ini disebabkan owa Jawa jantan memiliki konsumsi bahan kering yang rendah. Semakin tinggi tingkat konsumsi maka nilai kecernaan pakannya menjadi rendah (Wardani, 2005). Tabel 9. Konsumsi. Produksi Feses dan Koefisien Cerna Bahan Kering pada Owa Jawa Owa Jawa
Peubah Konsumsi BK (g/e/hr) Produksi BK feses (g/e/hr) Koefisien cerna BK (%)
Rataan ± SD
Jantan
Betina
92,57 ± 13,85
124,64 ± 29,67
108,61 ± 21,29
9,71 ± 2,7
15,89 ± 5,27
12,8 ± 5,19
89,28 ± 3,44
87,14 ± 3,88
88,21 ± 3,78
Konsumsi nutrien dan sisa nutrien yang terekskresi dalam feses berguna untuk menghitung nilai protein kasar dapat dicerna (PK dd), serat kasar dapat dicerna (SK dd), lemak kasar dapat dicerna (LK dd) dan bahan ekstrak tanpa nitrogen dapat
dicerna (BETN dd). Nilai PK dd, SK dd, LK dd dan BETN dd berturut-turut untuk owa Jawa jantan adalah 5,79; 15,60; 1,14 dan 72,71 gram. Nilai PK dd, SK dd, LK dd dan BETN dd berturut-turut untuk owa Jawa betina adalah 5,92; 15,88; 1,14 dan 70,59 gram. Perbedaan nilai BETN dd terjadi karena adanya perbedaan nilai BETN yang diekskresikan dalam feses. Owa jantan lebih mampu memanfaatkan BETN untuk memenuhi kebutuhan nutriennya. Total Digestible Nutrient (TDN) dan Digestible Energy (DE) Total Digestible Nutrient (TDN) adalah bahan organik yang dapat dicerna diperoleh dengan mengalikan karbohidrat dan protein dapat dicerna dengan faktor kelipatan satu dan lemak kasar dapat dicerna dengan faktor 2,25. Digestible Energy (DE) adalah persentase dari jumlah konsumsi energi dikurangi energi feses dibagi konsumsi energi (Sutardi, 1980). Karbohidrat, protein dan lemak merupakan sumber energi bagi satwa sehingga dapat diasumsikan bahwa TDN merupakan pengukuran kandungan energi tercerna dari pakan sama halnya dengan DE. Hasil perhitungan TDN dan DE pada owa Jawa selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Gross Energy (GE), Total Digestible Nutrient (TDN) dan Digestible Energy (DE) Peubah
Owa Jantan
Owa Betina
Rataan
Konsumsi GE (kal/ekor/hari)
4688,62
4842,55
4765,59
49,61
127,83
88,72
4639,01
4717,72
4676,87
(% DE)
98,94
97,38
98,16
(Mkal/kg BK)
4,26
4,19
4,23
96,66
94,96
95,81
GE Feces (kal/ekor/hari) GE tercerna DE
TDN (%) Perhitungan
Nilai TDN dalam pakan yang dikonsumsi dipengaruhi oleh persentase bahan kering, koefisien cerna bahan kering, kandungan mineral dalam bahan kering tercerna dan kandungan lemak dalam bahan kering tercerna (Cullison et al., 2003). Pakan yang diberikan di PPS Gadog memiliki kandungan air yang tinggi, sehingga pakan tersebut memiliki bahan kering yang rendah, namun koefisien cerna dari
bahan kering pakan yang diberikan di PPS Gadog tinggi yaitu 89,28% untuk owa jantan dan 87,14% untuk owa betina (Tabel 9). Hal penyebab TDN dari pakan yang diberikan tinggi adalah karena semua nutrien yang dapat dicerna dihitung berdasarkan bahan kering. Menurut Cullison et al. (2003), jika nutrien pakan dihitung berdasarkan bahan segar maka nilai TDN pakan tersebut rendah karena kandungan air dalam bahan pakan tersebut tidak dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk tubuh. Owa Jawa di PPS Gadog memiliki koefisien cerna yang tinggi pada semua nutrien. Hal ini menunjukkan bahwa nutrien yang berasal dari pakan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh tubuh owa Jawa. Nutrien tersebut digunakan untuk aktivitas sehari-hari dan mempertahankan keberlangsungan hidupnya di PPS Gadog. Persentase DE digunakan untuk menggambarkan seberapa besar energi yang tidak diekskresikan dalam feses yang kemudian dimanfaatkan sebagai energi metabolis jika dikurangi energi yang diekskresikan dalam urin (Cullison et al., 2003). Berdasarkan Tabel 10 energi yang dapat dimanfaatkan oleh owa Jawa sangat tinggi yaitu 98,94% untuk owa Jawa jantan dan 97,38% untuk owa Jawa betina. Hal ini disebabkan konsumsi energi yang tinggi pada owa Jawa pada masing-masing jenis kelamin, namun energi yang diekskresikan dalam feses adalah rendah. Adanya sedikit perbedaan anatara owa Jawa jantan dan betina dapat diakibatkan oleh perbedaan konsumsi energi dan serat kasar pada masing-masing owa Jawa jantan dan betina.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Owa Jawa termasuk primata frugivora dengan konsumsi tertinggi adalah pakan buah-buahan. Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) merupakan nutrien yang paling banyak dikonsumsi. Koefisien cerna dari masing-masing nutrien adalah tinggi sehingga total digestible nutrient dan digestible energy pada owa Jawa juga tinggi. Pendugaan kebutuhan nutrien pada owa Jawa dapat diketahui berdasarkan hasil penelitian ini sehingga pemberian pakan untuk owa Jawa dapat lebih baik. Pendugaan kebutuhan nutrien owa Jawa yaitu abu = 3,81%; PK = 6,52%; LK = 1,27%; SK = 16,25% dan BETN = 72,16%. Pakan yang diberikan di penangkaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan nutrien owa Jawa. Saran Pakan yang diberikan pada owa Jawa perlu disesuaikan dengan keadaan fisiologi dari masing-masing owa Jawa sehingga konsumsi pakan dapat meningkat. Pakan yang mengandung BETN tinggi seperti ubi jalar dan pisang perlu ditambah pemberiannya karena pakan tersebut palatable bagi owa Jawa. Penelitian dengan jumlah hewan yang lebih banyak dan jumlah pemberian pakan yang tidak dibatasi (ad libitum) perlu dilakukan sehingga dapat diketahui konsumsi pakan dan koefisien cerna yang lebih akurat. Penelitian dengan pemberian pakan yang ditambah jumlahnya setiap kali pakan tersebut habis juga perlu dilakukan agar dapat diketahui konsumsi maksimal dari owa Jawa dan tingkat palatabilitas yang sesungguhnya.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karuniaNya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini boleh terselesaikan. Terima kasih kepada Ir. Didid Diapari, MS, Dr. Wartika Rosa Farida dan Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc. selaku dosen pembimbing atas setiap bimbingan, nasehat, semangat dan kesetiaan dalam membimbing Penulis dari awal penelitian hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih kepada Dr. Ir. H. Suryahadi, DEA selaku dosen pembimbing akademik untuk setiap bimbingan dan nasehatnasehatnya. Terima kasih kepada Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, MSc selaku dosen pembahas seminar atas kesediaanya membahas hasil penelitian ini. Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Pollung H.Siagian, MS dan Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr. selaku dosen penguji sidang atas saran dan kritiknya. Terima kasih untuk staf laboratorium pengujian nutrisi LIPI (Mbak Tri, Mbak Lia, Pak Umar dan Pak Hadi) atas bantuan, dan bimbingan selama Penulis melakukan analisis di laboratorium. Terima kasih untuk staf PPSG (Pak Erwin, Pak Pur, Pak Amir dan Pak Ade) atas bantuan yang diberikan selama penelitian. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ojiisan dan obaasan di Tokyo, juga kepada Papa, Mama dan Ramos buat setiap doa, dukungan dan kasih sayang yang tulus kepada Penulis. Terima kasih untuk Titu, Reni, Eva, Yuli, QQ, Nana, Dewi, Nioel, Delon, Julian, Akram, Rangga, Panda dan Om Joko atas setiap kebersamaan yang terjalin sejak TPB. Terima kasih kepada teman-teman tim “satlang PPSG” (Echie, Nuri dan Nia) untuk setiap kebersamaan yang boleh dilalui dari awal hingga selesai penelitian. Terima kasih untuk “klub tangga” dan temanteman INMT 41 lainnya. Terima kasih untuk KPSers 41, 42 dan 43, GSM GBI Depok. Terima kasih untuk Andre, Leo dan Fanny. Terima kasih untuk Dita, Yossie, Lala, Lucy, K’Ria, K’Erlin dan Fechy Ever Pongoh, ST yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa bagi Penulis. Terima kasih untuk Carissa Michella Widjatmoko yang selalu memberikan kebahagian dan keceriaan.
Tuhan Berkati
DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Utama, Jakarta. Asquith, N.M., Martarinza and R.M. Sinaga. 1995. The javan gibbon (Hylobates moloch): status and conservation recommendations. Tropical Biodiversity 3 (1): 1-14. Church, D. C and W. G. Pond. 1988. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd Edition. John Wiley and Sons, Inc., Canada. Conservation Internasional Indonesia. 2000. Java Gibbon http://www.conservation.or.id/javangibbon/. [6 Juli 2007].
Website.
Cullison, A.E, T.W. Perry and R.S. Lowrey. 2003. Feeds and Feeding. Sixth Edition. Prentice Hall, New Jersey. Dolhinow, P. and A. Fuentes. 1999. The Nonhuman Primates. Mayfield Publishing Company, Mountain View, California. Farida, W.R. and Harun. 2000. The diversity of plants as feed resources for the java gibbon (Hylobates moloch), grizzled langur (Presbytis comata) and silver langur (Trachypithecus auratus) in Gunung Halimun National Park. J. Primatologi Indonesia 3 (2): 55-61. Honestin, T. 2007. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung ubi jalar (Ipomoea batatas). Skripsi. Fakultas Tekonologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. IPTEK. 2005. Apel (Pyrus malus, Linn). http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/ view.php?mnu=2&id=16. [8 Juni 2008]. Kalie, M. B. 1998. Bertanam Semangka. Cetakan ke-19. Penebar Swadaya, Jakarta. Kappeler, M. 1981. Sketch of The Ecological Position. http://www.markuskappeler. ch/gib/gibs/chapter8.html. [19 Juli 2008]. Kappeler, M. 1984. Diet and Feeding Behaviour of The Moloch Gibbon. http://www.markuskappeler.ch/gib/gibs/diet.html. [19 Juli 2008] Kompas. 2008. Hutan berkurang, owa terancam. Harian umum, 13 Juni 2008. Hal 13. Kuester, J. 2000. Hylobates moloch (on-line). http://www.animal diversity.ummz. umich.edu/site/accounts/information/Hylobates_moloch.html. [22 Maret 2008]. Lingga, P., B. Sarwono, F. Rahardi, P.C. Rahardja, J.J. Afriastini, R. Wudianto dan W.H. Apriadji. 1989. Bertanam Ubi-Ubian. Penebar Swadaya, Jakarta. Made, A. dan A.L. Kasih. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Maheshwari, H., B. Purwantara, P. Astuti dan L. Sjahfirdi. 2006. Pengembangan teknik pengukuran metabolit steroid untuk monitoring status reproduksi owa Jawa (Hylobates moloch) sebagai upaya pelestarian satwa terancam punah. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing XII. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Maheshwari, H. 2007. Profil metabolit steroid sebagai indikator dalam penentuan siklus ovarium owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1797). Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. McDonald, P., R. A. Edwards and J. F. D. Greenhalgh. 1981. Animal Nutrition. Third Edition. Longman, London. Napier, J.R. and P.H. Napier. 1967. A Handbook of Living Primates. Academic Press, London. National Research Council. 2003. Nutrient Requirements of Nonhuman Primates. 2nd Revised Edition. The National Academic Press, Washington DC. (www.nap.edu/catalog). [28 Mei 2008]. Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Penerbit Angkasa, Bandung. Parakkasi, A. 1985. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Parakkkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-Press, Jakarta. Pratas, R.G. 2006. Small Animal Nutrition. Bahan Kuliah. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Puspitasari, D. 2003. Konsumsi dan efisiensi pakan pada kukang (Nycticebus coucang) di penangkaran. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rinaldi, D. 1998. Studi pendahuluan penyebaran owa Jawa (Hylobates moloch AUDEBERT) di lokasi penelitian Cikacang dan Cicanolong, Taman Nasional Ujung Kulon, Jawa Barat, Indonesia. J. Primatologi Indonesia 2 (2): 38-42. Rubatzky, V. E and M. Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia:Prinsip, Produksi dan Gizi. Jilid 3. Penerbit ITB, Bandung Safuan. 2007. Buah Semangka Segar Penambah Kesuburan. http://www.safuan.wordpress.com/2007/10/20/buah-semangka-segarpenambah-kesuburan/. [10 April 2008]. Sajuthi, D. 1984. Satwa Primata Sebagai Hewan Laboratorium. Institut Pertanian Bogor. Sastrapradja, S., N. W. Soetjipto, S. Danimihardja dan R. Soejono. 1977. Ubi-Ubian. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Balai Pustaka, Jakarta. Satuhu, S. dan A. Supriyadi. 1998. Pisang: Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya, Jakarta. Sulistiyo, C. N. 2006. Pengembangan tepung ubi jalar (Ipomoea batatas) di PT FITS Mandiri Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sulistyowati, I. 2002. Pemberian pakan dan kecernaan pada tupai terbang (Petaurus breviceps). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Supriatna, J. dan E. H. Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syamsu, J. A. dan Syahriani. 1997. Daya cerna in vitro kulit buah markisa (Passiflora edulis sims) yang disuplementasi dengan urea molases blok. Dalam : K.G. Wiryawan, T. Toharmat, N. Ramli dan L. Abdullah (Penyunting). Prosiding: Seminar Nasional II Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. 147-148. Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press. Tunquist, J. E and N. Hong. 1995. Functional Morphology. Dalam : B.T. Bennet, C.R. Abee and R. Henrickson (Editor). Nonhuman Primates in Biomedical Research. Academic Press,Inc, California. Verheij, E. W. M and R. E. Coronel. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-buahan yang Dapat Dimakan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wahju, J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wardani, K. K. 2005. Gambaran umum konsumsi dan penggunaan pakan pada tarsius betina (Tarsius bancanus) di penangkaran. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yulianti, S., Irlansyah, E. Junaedi dan M. Widjaya. 2006. Khasiat dan Manfaat Apel. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Konsumsi Segar Owa Jawa Jantan Selama Pengamatan Ubi Kangkung Pisang Markisa Semangka Jambu Biji Apel Jalar ---------------------------------------gram----------------------------------------------1 80 80 120 0* 100 77 20 2 115 50 120 0* 120 90 48 3 85 85 130 0* 90 89 0* 4 200 65 135 0* 140 80 0* 5 90 85 100 0* 95 85 48 6 170 75 120 0* 40 70 25 7 180 70 110 0* 130 65 0* 8 95 40 100 0* 0* 60 25 9 90 40 105 10 135 85 70 10 80 80 125 40 30 85 0* 11 90 60 120 0* 70 80 0* 12 95 50 120 0* 0* 73 30 13 125 90 110 0* 140 97 50 14 150 85 120 0* 130 89 50 15 90 80 110 0* 110 100 0* 16 95 82 120 100 150 85 50 17 150 85 110 0* 100 80 50 18 130 65 105 0* 90 90 100 19 155 70 140 0* 60 89 50 20 130 50 100 0* 80 45 0** 21 170 75 90 0* 150 85 0** 22 85 70 110 50 110 90 0** 23 149 85 125 60 110 85 0** 24 130 40 110 0* 100 85 0** Keterangan : * tidak dikonsumsi ** tidak tersedia
Hari ke-
Lampiran 2. Konsumsi Segar Owa Jawa Betina Selama Pengamatan Ubi Kangkung Pisang Markisa Semangka Jambu Biji Apel Jalar -----------------------------------------------gram--------------------------------------1 140 60 120 50 145 78 30 2 150 75 115 85 180 50 42 3 180 89 125 85 160 85 60 4 185 85 145 65 160 78 65 5 140 80 105 75 200 54 40 6 155 92 130 110 160 73 60 7 175 70 110 110 200 65 50 8 183 55 90 0* 165 65 10 9 165 45 115 0* 175 85 90 10 194 75 95 80 160 88 85 11 190 52 115 65 155 50 45 12 197 70 130 80 185 88 74 13 165 88 100 80 200 95 48 14 175 60 80 88 160 94 45 15 197 90 135 90 199 98 80 16 145 97,5 140 90 165 89,9 85 17 180 85 130 170 100 35 70 18 194 60 120 85 200 95 80 19 193 85 130 115 200 80 45 20 170 60 95 145 200 79 0** 21 160 75 90 155 200 80 0** 22 83 80 100 160 200 100 0** 23 192 88 140 150 200 94 0** 24 193 85 120 160 200 75 0** Keterangan : * tidak dikonsumsi ** tidak tersedia
Hari ke-
Lampiran 3. Konsumsi Bahan Kering Owa Jawa Jantan Selama Pengamatan Ubi Kangkung Pisang Markisa Semangka Jambu Biji Apel Jalar -----------------------------------------------gram--------------------------------------1 21,30 5,18 23,84 0* 1,01 21,61 5,79 2 30,62 3,24 23,84 0* 1,21 25,26 13,89 3 22,64 5,50 25,83 0* 0,91 24,98 0* 4 53,26 4,21 26,82 0* 1,41 22,46 0* 5 23,97 5,50 19,87 0* 0,96 23,86 13,89 6 45,27 4,85 23,84 0* 0,40 19,65 7,24 7 47,93 4,53 21,86 0* 1,31 18,25 0* 8 25,30 2,59 19,87 0* 0* 16,84 7,24 9 23,97 2,59 20,86 1,38 1,36 23,86 20,26 10 21,30 5,18 24,84 5,51 0,30 23,86 0* 11 23,97 3,88 23,84 0* 0,71 22,46 0* 12 25,30 3,24 23,84 0* 0* 20,49 8,68 13 33,29 5,82 21,86 0* 1,41 27,23 14,47 14 39,95 5,50 23,84 0* 1,31 24,98 14,47 15 23,97 5,18 21,86 0* 1,11 28,07 0* 16 25,30 5,31 23,84 13,78 1,52 23,86 14,47 17 39,95 5,50 21,86 0* 1,01 22,46 14,47 18 34,62 4,21 20,86 0* 0,91 25,26 28,94 19 41,28 4,53 27,82 0* 0,61 24,98 14,47 20 34,62 3,24 19,87 0* 0,81 12,63 0** 21 45,27 4,85 17,88 0* 1,52 23,86 0** 22 22,64 4,53 21,86 6,89 1,11 25,26 0** 23 39,68 5,50 24,84 8,27 1,11 23,86 0** 24 34,62 2,59 21,86 0* 1,01 23,86 0** Keterangan : * tidak dikonsumsi ** tidak tersedia
Hari ke-
Lampiran 4. Konsumsi Bahan Kering Owa Jawa Betina Selama Pengamatan Ubi Kangkung Pisang Markisa Semangka Jambu Biji Apel Jalar -----------------------------------------------gram--------------------------------------1 37,28 3,88 23,84 6,89 1,46 21,89 8,68 2 39,95 4,85 22,85 11,71 1,82 14,04 12,15 3 47,93 5,76 24,84 11,71 1,62 23,86 17,36 4 49,27 5,50 28,81 8,96 1,62 21,89 18,81 5 37,28 5,18 20,86 10,34 2,02 15,16 11,58 6 41,28 5,95 25,83 15,16 1,62 20,49 17,36 7 46,60 4,53 21,86 15,16 2,02 18,25 14,47 8 48,73 3,56 17,88 0* 1,67 18,25 2,89 9 43,94 2,91 22,85 0* 1,77 23,86 26,05 10 51,66 4,85 18,88 11,02 1,62 24,70 24,60 11 50,60 3,36 22,85 8,96 1,57 14,04 13,02 12 52,46 4,53 25,83 11,02 1,87 24,70 21,42 13 43,94 5,69 19,87 11,02 2,02 26,67 13,89 14 46,60 3,88 15,90 12,13 1,62 26,39 13,02 15 52,46 5,82 26,82 12,40 2,01 27,51 23,15 16 38,61 6,31 27,82 12,40 1,67 25,23 24,60 17 47,93 5,50 25,83 23,43 1,01 9,82 20,26 18 51,66 3,88 23,84 11,71 2,02 26,67 23,15 19 51,40 5,50 25,83 15,85 2,02 22,46 13,02 20 45,27 3,88 18,88 19,98 2,02 22,18 0** 21 42,61 4,85 17,88 21,36 2,02 22,46 0** 22 22,10 5,18 19,87 22,05 2,02 28,07 0** 23 51,13 5,69 27,82 20,67 2,02 26,39 0** 24 51,40 5,50 23,84 22,05 2,02 21,05 0** Keterangan : * tidak dikonsumsi ** tidak tersedia
Hari ke-
Lampiran 5. Konsumsi Nutrien Bahan Pakan pada Owa Jawa Jantan Pakan
BK --%--
Ubi Jalar Kangkung Pisang Markisa Semangka
32,50 4,47 22,81 1,49 0,96 22,91 7,43
Jambu Biji
Apel
Abu BO PK LK SK BETN ------------------------------% BK-------------------------0,91 0,50 0,67 0,08 0,18 0,95 0,20
31,59 3,97 22,14 1,42 0,78 21,97 7,22
1,16 1,35 1,32 0,22 0,34 1,07 0,26
0,32 0,15 0,03 0,03 0,05 0,33 0,19
3,05 0,65 0,20 0,36 0,11 7,78 2,55
27,06 1,81 20,59 0,81 0,28 12,78 4,22
GE -kal/g1344,58 201,24 932,09 73,63 383,21 1065,21 340,22
Keterangan : BK= Bahan Kering, BO= Bahan Organik, PK= Protein Kasar, LK= Lemak Kasar, SK= Serat Kasar, BETN= Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dan GE= Gross Energy
Lampiran 6. Konsumsi Nutrien Bahan Pakan pada Owa Jawa Betina Pakan Ubi Jalar Kangkung Pisang Markisa Semangka Jambu Biji
Apel
BK --%-46,61 4,86 22,97 13,17 1,80 21,92 13,31
Abu BO PK LK SK BETN GE ------------------------------% BK-------------------------- -kal/g1,27 44,23 1,62 0,46 4,26 37,89 1882,59 0,54 4,31 1,47 0,16 0,71 1,97 218,78 0,68 22,30 1,33 0,03 0,20 20,73 935,85 0,64 12,49 1,96 0,25 3,18 7,10 649,34 0,33 1,46 0,63 0,09 0,21 0,53 717,5 0,91 21,01 1,02 0,32 7,45 12,53 1018,94 0,36 12,95 0,47 0,35 4,57 7,56 609,75
Keterangan : BK= Bahan Kering, BO= Bahan Organik, PK= Protein Kasar, LK= Lemak Kasar, SK= Serat Kasar, BETN= Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dan GE= Gross Energy
Lampiran 7. Kandungan Nutrien Feses Owa Jawa Owa Jawa BK Abu BO PK LK SK BETN ---%--- ------------------------------%BK-----------------------------------Jantan 11,09 0,74 8,97 3,53 0,53 2,66 2,24 Betina 17,60 1,11 14,78 5,50 1,15 4,47 3,67 Keterangan : BK= Bahan Kering, BO= Bahan Organik, PK= Protein Kasar, LK= Lemak Kasar, SK= Serat Kasar dan BETN= Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
Lampiran 8. Suhu dan Kelembaban Lingkungan Selama Pengamatan Hari ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
06.00 20 18,5 21 18 18,5 19,5 20,5 21 21,5 21 19 19 19,5 19,5 17,5 19 19 18,5 18 19 20,5 22 18,5 18,5
Suhu (0C) 12.00 32 29 34 30,5 33,5 34 30 29 30 30,5 33,5 33,5 31 35 32 35 32 31,5 31,5 31 31,5 31 34 31
16.00 31 35 31,5 30,5 30,5 30 26,5 30 31,5 31,5 34 34 21 30,5 23 32 33 31,5 30 30 31 29 30 30
Kelembaban (%) 06.00 12.00 16.00 96 60 59 97 65 51 98 53 46,5 89 55 49 94 54 53,5 96 50 60 97,5 60,5 75 99 68 65 98 60 55 85 63 57 98 49 46 98 49 46 97 55 96 86,5 50 54,5 94,5 52 45 91 52 51,5 97 55 49 93 54 52,5 92,5 54,5 54 96,5 59 59 93,5 59 59 96 60 58 90 51,5 56,5 86,5 59 57