PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI
SKRIPSI YESI MAHARDIKA
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN YESI MAHARDIKA. D24104036. 2008. Pemilihan Pakan dan Aktivitas Makan Owa Jawa (Hylobates moloch) Pada Siang Hari di Penangkaran Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, Ciawi. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota I Pembimbing Anggota II
: Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, M.Rur.Sc. : Ir. Wirdateti, MSi. : Ir. Didid Diapari, MS.
Owa Jawa (Hylobates moloch) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi. Pertumbuhan penduduk, berkurangnya habitat dan tekanan perburuan serta perdagangan bebas mengakibatkan penurunan populasi owa Jawa. Untuk mencegah penurunan populasi dan kepunahan owa Jawa perlu adanya usaha penangkaran. Selain upaya penangkaran di luar habitatnya (ex situ), perlindungan habitat dan penegakan hukum sangat diperlukan untuk menyelamatkan satwa langka ini. Oleh karena itu, untuk keberhasilan pemeliharan owa Jawa di pusat penangkaran perlu dipelajari tentang beberapa aspek biologi diantaranya aktivitas makan dan pemilihan pakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran deskriptif mengenai perilaku makan dan pemilihan pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) pada siang hari di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua ekor owa Jawa, satu ekor jantan dan satu ekor betina. Jenis pakan yang diberikan yaitu semangka (Citrullus vulgaris), apel (Malus sylvestris Mill), pisang (Musa paradisiaca) markisa (Passiflor edulis f. flavicarpa), jambu biji (Psidium guajava L.), kangkung (Ipomoea aquatica) dan ubi jalar merah (Ipomoea batatas). Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah pemilihan jenis pakan dan aktivitas owa Jawa (makan, minum, urinasi, defekasi, lokomosi, bermain, grooming dan istirahat). Data dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode one zero sampling, yaitu memberikan nilai satu bila ada aktivitas dan nol bila tidak ada aktivitas. Waktu pengamatan dimulai dari pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB dengan interval waktu pengamatan selama 15 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rangking urutan pemilihan pakan, pada pagi hari : pisang, semangka, ubi jalar, kangkung, jambu biji, apel dan markisa, sedangkan urutan pemilihan pakan pada siang hari : pisang, semangka, kangkung, ubi jalar, jambu biji, apel dan markisa. Secara umum, pakan buah-buahan (pisang, semangka, jambu biji, apel dan markisa) lebih disukai owa Jawa daripada pakan sumber energi dan serat (ubi jalar dan kangkung). Pakan yang paling disukai adalah pisang. Persentase aktivitas makan sebesar 12,77% dari total aktivitasnya. Aktivitas makan tertinggi terjadi pada pukul 08.00 WIB dan 14.00 WIB. Tingginya aktivitas makan sangat berhubungan dengan waktu pemberian pakan. Aktivitas makan owa Jawa diawali dengan mengamati pakan, mengambil pakan, memeriksa pakan, mengolah pakan, menggigit pakan, mengunyah pakan, menelan pakan, mengeluarkan kembali pakan yang sudah dimasukkan ke dalam mulut jika owa Jawa hanya mengambil sari dari pakan, membuang pakan jika owa Jawa tidak menyukai pakan. Persentase aktivitas harian owa Jawa selama di penangkaran berturut-turut adalah sebagai berikut makan (12,77%), minum (0,96%), defekasi (1,97%), urinasi
(2,43%), lokomosi (22,74%), grooming (21,40%), istirahat (23,79%) dan bermain (13,95%). Jenis makanan yang paling disukai dari beberapa jenis makanan yang disajikan adalah pisang dengan struktur lunak, memiliki rasa manis dan energi tinggi. Kata-kata Kunci: aktivitas makan, Owa Jawa, pemilihan pakan, Pusat Penyelamatan Satwa Gadog.
ABSTRACT Feed Preference and Feeding Activity of Javan Gibbon (Hylobates moloch) during Daylight in Gadog Wildlife Rescue Center, Ciawi Bogor Y. Mahardika, A. S. Tjakradidjaja, Wirdateti and D. Diapari The aim of the observation is to descriptively pictured the activity which connected with feed preference and feeding activity of Javan Gibbon (Hylobates moloch) during daylight in Gadog Wildlife Rescue Center, Ciawi, Bogor. The observation materials were two Javan gibbon, i.e male and female gibbon. Diets which were fed to Javan gibbon, were watermelon (Citrullus vulgaris), apple (Malus sylvestris Mill), banana (Musa paradisiaca), markisa (Passiflor edulis f. flavicarpa), guava (Psidium guajava L.), water Spinach (Ipomoea aquatica) and sweet poteto (Ipomoea batatas). Variables observed were feeding activity, drinking activity, urinating activity, defecating activity, resting activity, grooming activity, locomotion activity, and playing activity. The observation was divided into three periods, i.e morning period, afternoon period, and evening period. Each period consisted of 15 minutes observation. Data were analyzed by descriptive analysis method on the basis of one zero sampling calculation. The results of the observation showed that the Javan gibbon preferred to eat the following feeds from the first until the last feeds : in the morning were banana, watermelon, sweet poteto, water spinach, guava, apple and markisa, but in the afternoon were banana, watermelon, water spinach, sweet poteto, guava, apple and markisa. The percentage of feeding activity 12.77%, drinking activity 0.96%, urination activity 2.43%, defecation activity 1.97%, resting activity 23.79%, grooming activity 21.40%, locomotion activity 22.74%, and playing activity 13.95%. The highest feeding activity accurred at 08.00 a.m. and 02.00 p.m. Feeding activity was affected by feeding time. Among prefereable feed, banana was the most preferred feed. Keywords :
feeding activity, feed preference, Gadog Wildlife Rescue Center, Java gibbon (Hylobates moloch).
PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI
YESI MAHARDIKA D24104036
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI
Oleh : YESI MAHARDIKA D24104036
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 31 Juli 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota I
Ir. Anita S. T, M. Rur. Sc. Ir. Wirdateti, M. Si NIP. 131 624 189 NIP. 320 005 299
Pembimbing Anggota II
Ir. Didid Diapari, M. S NIP. 131 878 940
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rajabasa, Bandar Lampung pada tanggal 2 Oktober 1985 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dalam keluarga Bapak Warsono Pahrudin, SP. dan Ibu Tuti Sukawati. Penulis memulai pendidikan di Taman Kanakkanak Aisiyah pada tahun 1991. Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh di SDN Sebarus hingga lulus pada tahun 1998. Penulis lulus dari SLTP Negeri 1 Liwa pada tahun 2001, kemudian menempuh pendidikan SMU Negeri 1 Liwa dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, Penulis terdaftar sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, Penulis tergabung dalam Kegiatan Mahasiswa AGRIASWARA periode 2004-2005 sebagai anggota, Lingkung Seni Sunda GENTRA KAHEMAN periode 2004-2005 sebagai anggota, Organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (Himasiter) periode 2005-2006 sebagai Staf Divisi Biro Khusus Magang (BKM), Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) periode 2006-2007 sebagai Staf Divisi Sosial Lingkungan (Sosling) dan Organisasi Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung (FMITFB) periode 2006-2007 sebagai anggota.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul ”Aktivitas Makan dan Pemilihan Pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) pada Siang Hari di Penangkaran Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, Ciawi, Bogor” dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian dari bulan Agustus sampai September 2007 di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, Ciawi, Bogor. Owa Jawa merupakan satwa yang telah dilindungi sejak tahun 1931 melalui Peraturan Perlindungan Binatang Liar No. 266, yang kemudian diperkuat dengan Undang-undang No. 5 tahun 1990, dan SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No. 301/Kpts-II/1991. Perburuan liar dan perdagangan bebas serta menyempitnya habitat Owa Jawa di sepanjang hutan pulau Jawa menyebabkan populasinya di alam terus menyusut. Selain upaya penangkaran di luar habitatnya (ex situ), perlindungan habitat dan penegakan hukum juga sangat diperlukan untuk menyelamatkan satwa langka ini. Beberapa aspek biologi seperti aktivitas makan dan pemilihan pakan diharapkan dapat membantu keberhasilan dan pemeliharan satwa langka di penangkaran. Bila keberhasilan tersebut dapat tercapai maka secara tidak langsung dapat membantu kelestarian dari ekosistem satwa langka yang ada di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran deskriptif mengenai aktivitas yang berhubungan dengan perilaku makan dan pemilihan pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) setiap harinya pada siang hari yang dilakukan di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, Ciawi, Bogor. Penulis berharap semoga informasi yang disampaikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan panduan dalam pemeliharaan satwa liar di penangkaran. Amin. Bogor, Juli 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN..........................................................................................
ii
ABSTRACT.............................................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP .................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .............................................................................
viii
DAFTAR ISI............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL....................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR...............................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
xiii
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
Latar Belakang................................................................................ Perumusan Masalah ........................................................................ Tujuan .............................................................................................
1 1 2
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
3
Owa Jawa (Hylobates moloch) ....................................................... Morfologi ............................................................................... Habitat dan Penyebaran ......................................................... Aktivitas Harian..................................................................... Perilaku ........................................................................................... Aktivitas Bersuara.................................................................. Aktivitas Makan..................................................................... Aktivitas Istirahat................................................................... Aktivitas Lokomosi (Bergerak) ............................................. Pakan Owa Jawa ............................................................................. Pisang (Musa paradisiaca) .................................................... Semangka (Citrullus vulgaris)............................................... Markisa (Passiflor edulis f. flavicarpa) ................................. Jambu Biji (Psidium guajava L.)........................................... Apel (Malus sylvestaris Mill) ................................................ Kangkung (Ipomoea aquatica) .............................................. Ubi Jalar (Ipomoea batatas) .................................................. Pemilihan Pakan ............................................................................. Pusat Penyelamatan Satwa Gadog.................................................. Penangkaran....................................................................................
3 3 5 7 8 10 11 12 13 14 16 17 18 18 19 20 21 22 22 23
METODE ...............................................................................................
26
Waktu dan Lokasi ........................................................................... Materi.............................................................................................. Hewan Penelitian ................................................................... Kandang ................................................................................
26 26 26 26
Peralatan................................................................................. Bahan Pakan .......................................................................... Prosedur .......................................................................................... Peubah............................................................................................. Analisis Data...................................................................................
27 27 28 29 30
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
32
Kondisi Penangkaran ...................................................................... Kondisi Hewan ............................................................................... Pemilihan Pakan ............................................................................. Aktivitas di Penangkaran ................................................................ Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Pola Makan ........ Aktivitas Makan..................................................................... Aktivitas Minum ................................................................... Aktivitas Defekasi.................................................................. Aktivitas Urinasi .................................................................... Aktivitas yang Tidak Berhubungan Langsung dengan Pola Makan ............................................................................................. Aktivitas Grooming (Membersihkan Diri) ............................ Aktivitas Lokomosi (Bergerak) ............................................. Aktivitas Istirahat................................................................... Aktivitas Bermain .................................................................
32 33 33 36 39 40 43 45 46
KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
58
Kesimpulan ..................................................................................... Saran ...............................................................................................
58 58
UCAPAN TERIMAKASIH ....................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
60
LAMPIRAN.............................................................................................
65
48 48 50 53 56
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2.
Halaman Rekomendasi Ukuran Kandang Satwa Primata Berdasarkan Bobot Badan ................................................................................
25
Ranking Urutan Pakan dari Pakan yang Pertama Kali Dipilih Sampai Pakan yang Terakhir Dipilih............................................
34
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Owa Jawa.....................................................................................
3
2.
Kandang Individu Owa Jawa.......................................................
27
3.
Persentase Aktivitas Owa Jawa pada Siang Hari dari Pukul 06.00 WIB sampai Pukul 18.00 WIB ..........................................
37
Presentase Aktivitas Owa Jawa Jantan dan Betina dari Pukul 06.00 WIB sampai Pukul 18.00 WIB ..........................................
39
5.
Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Pola Makan......
40
6.
Aktivitas Makan Owa Jawa .........................................................
41
7.
Aktivitas Makan Owa Jawa Betina..............................................
42
8.
Aktivitas Makan Owa Jawa Jantan..............................................
42
9.
Aktivitas Minum Owa Jawa ........................................................
44
10. Aktivitas Defekasi Owa Jawa ......................................................
46
11. Aktivitas Urinasi Owa Jawa ........................................................
47
12. Aktivitas yang Tidak Berhubungan Langsung dengan Pola Makan ..........................................................................................
48
13. Aktivitas Grooming Owa Jawa....................................................
49
14. Aktivitas Lokomosi Owa Jawa ....................................................
52
15. Aktivitas Istirahat Owa Jawa .......................................................
54
16. Posisi Tidur Owa Jawa Jantan .....................................................
55
17. Posisi Tidur Owa Jawa Betina .....................................................
55
18. Aktivitas Bermain Owa Jawa ......................................................
56
19. Aktivitas Bermain Owa Jawa ......................................................
57
4.
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Rataan Suhu (oC) dan Kelembaban (%) di Penangkaran.............
66
2.
Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 06.00 – 07.00 WIB ............................................................
67
Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 07.00 – 08.00 WIB ............................................................
67
Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 08.00 – 09.00 WIB ............................................................
68
Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 09.00 – 10.00 WIB ............................................................
68
Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 10.00 – 11.00 WIB ............................................................
69
Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 11.00 – 12.00 WIB ............................................................
69
Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 12.00 – 13.00 WIB ...........................................................
70
Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 13.00 – 14.00 WIB ...........................................................
70
10. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 14.00 – 15.00 WIB ...........................................................
71
11. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 15.00 – 16.00 WIB ...........................................................
71
12. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 16.00 – 17.00 WIB ...........................................................
72
13. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 17.00 – 18.00 WIB ...........................................................
72
14. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 06.00 – 07.00 WIB ...........................................................
73
15. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 07.00 – 08.00 WIB ...........................................................
73
16. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 08.00 – 09.00 WIB............................................................
74
17. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 09.00 – 10.00 WIB............................................................
74
18. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 10.00 – 11.00 WIB............................................................
75
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
19. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 11.00 – 12.00 WIB............................................................
75
20. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 12.00 – 13.00 WIB.............................................................
76
21. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 13.00 – 14.00 WIB............................................................
76
22. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 14.00 – 15.00 WIB.............................................................
77
23. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 15.00 – 16.00 WIB.............................................................
77
24. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 16.00 – 17.00 WIB.............................................................
78
25. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 17.00 – 18.00 WIB.............................................................
78
26. Rataan Aktivitas Owa Jawa Jantan Selama Penangkaran............
79
27. Rataan Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Siang Hari (%)........................................................................................
79
28. Rataan Aktivitas Owa Jawa Betina Selama Penangkaran………
80
29. Rataan Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Siang Hari (%)........................................................................................
80
30. Rataan Aktivitas Owa Jawa Jantan dan Betina Selama Penangkaran.................................................................................
81
31. Rataan Aktivitas Owa Jawa Jantan dan Betina di Penangkaran pada Siang Hari (%).....................................................................
82
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa yang sangat pesat yang diiringi dengan tingginya laju pembangunan, menyebabkan hutan menyusut drastis. Salah satu dampaknya adalah berkurangnya habitat bagi satwa liar di alam khususnya owa Jawa. Hal ini mengakibatkan penurunan populasi owa Jawa. Penurunan populasi tersebut juga diperparah oleh tekanan perburuan dan perdagangan bebas untuk menjadikan owa Jawa sebagai hewan peliharaan. Keadaan tersebut merupakan ancaman serius bagi keberadaan owa Jawa di alam. Akibatnya, primata endemik ini terus terdesak ke daerah-daerah yang dilindungi yang hanya seluas 600 km2 (Conservation International Indonesia, 2000). Menurut Conservation International Indonesia (2000), walaupun owa Jawa telah dilindungi sejak tahun 1931 melalui Peraturan Perlindungan Binatang Liar No. 266, yang kemudian diperkuat dengan Undang-undang No. 5 tahun 1990, dan SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No. 301/Kpts-II/1991, populasinya di alam terus menyusut. Kappler (1981) memperkirakan populasi owa Jawa antara 2.400-7.900 individu. Empat belas tahun kemudian populasi owa Jawa menyusut tajam menjadi 2.700 individu (Asquith et al., 1995), sedangkan Nijman (2004) melaporkan peningkatan estimasi populasi owa Jawa berkisar antara 4.000-4.500 individu. Untuk mencegah penurunan populasi dan kepunahan owa Jawa perlu campur tangan dari manusia. Salah satu usaha tersebut adalah dengan melakukan usaha penangkaran. Selain upaya penangkaran di luar habitatnya (ex situ), perlindungan habitat dan penegakan hukum juga sangat diperlukan untuk menyelamatkan satwa langka ini (Conservation International Indonesia, 2000). Oleh karena itu untuk membantu keberhasilan dan pemeliharan owa Jawa di pusat penangkaran, perlu dipelajari tentang beberapa aspek biologi diantaranya aktivitas makan dan pemilihan pakan.
Perumusan Masalah Populasi hewan yang mirip manusia itu terus menyusut akibat perburuan liar dan perdagangan bebas. Jika persoalan perburuan liar dan perdagangan bebas satwa
jenis primata ini tidak segera dihentikan, dikhawatirkan populasinya akan semakin berkurang bahkan punah. Untuk itu, perlu campur tangan dari manusia dalam usaha mencegah kepunahan owa Jawa. Salah satu usaha tersebut adalah dengan melakukan usaha penangkaran. Penelitian mengenai owa Jawa saat ini masih sangat terbatas dikarenakan kurangnya informasi mengenai aktivitas makan dalam manajemen pemeliharaan belum begitu diperhatikan. Padahal dalam pemenuhan hidup pokok, kesehatan dan kesejahteraan, aktivitas pakan sangat mempengaruhi pakan yang dikonsumsi. Bila kesejahteraannya tercapai owa Jawa dapat berkembang biak dan kelestariannya terjaga.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran deskriptif mengenai aktivitas yang berhubungan dengan perilaku makan dan pemilihan pakan owa Jawa (Hylobates moloch) setiap harinya pada siang hari yang dilakukan di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, Ciawi, Bogor.
TINJAUAN PUSTAKA Owa Jawa (Hylobates moloch) Klasifikasi owa Jawa (Hylobates molochI) menurut Napier dan Napier (1967) sebagai berikut : Filum
:
Chordata
Subfilum
:
Vertebrata
Klas
:
Mammalia
Bangsa
:
Primata
Anak Bangsa :
Anthropoidea
Subfamili
:
Hominoidea
Famili
:
Hylobatidae
Genus
:
Hylobates
Spesies
:
Hylobates moloch Audebert, 1798
Nama lain
:
Owa Abu-abu, Ungko Jawa, Silvery Gibbon, atau Javan Gibbon.
Foto : Kueter (2000)
Gambar 1. Owa Jawa
Morfologi Morfologi owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) termasuk jenis primata dari suku Hylobatidae yang merupakan kera dengan ukuran tubuh yang kecil. Tungkai tangan lebih panjang dibandingkan dengan tungkai kaki, tidak berekor
dan pada bagian pantat terdapat kulit tebal (ischial callosities) yang terpisah. Seluruh tubuh ditutupi oleh rambut dengan warna bervarisi dari warna hitam, abu–abu keperakan, coklat kemerahan dan coklat kekuningan. Bagian wajah, telapak tangan dan telapak kaki tidak berambut dan berwarna hitam. Warna rambut owa Jawa bersifat monokromatik artinya warna rambut dari bayi sampai dewasa tidak mengalami perubahan (Napier dan Napier, 1967). Seperti suku Hylobatidae lainnya, owa juga tidak mempunyai ekor. Postur tubuhnya tegak dan mempunyai tangan yang panjang yang berguna untuk menunjang pergerakannya di pohon. Muka berwarna hitam, dengan alis berwarna abu-abu yang menyerupai warna keseluruhan tubuh. Panjang tubuh individu jantan dan betina hampir sama yaitu berkisar antara 570-800 mm. Berat tubuh jantan berkisar antara 4-8 kg, sedangkan betina antara 4-7 kg (Conservation International Indonesia, 2000). Menurut Supriyatna dan Wahono (2000) Hylobates moloch dibedakan menjadi 2 anak jenis, yaitu Hylobates moloch moloch yang berwarna lebih gelap, dan Hylobates moloch pangoalsoni yang warna rambutnya lebih terang Owa Jawa (Hylobates moloch moloch) dalam seluruh tahap usia, baik jantan maupun betina mempunyai warna rambut abu-abu keperakan, walaupun demikian pada owa yang masih muda rambut penutup tubuhnya sering terlihat berwarna lebih pucat. Rambut tubuh di bagian dada dan perut umumnya berwarna lebih gelap dan pada bagian tersebut terdapat bercak berwarna hitam, dengan batas bercak berwarna pucat. Pada bagian wajahnya dikelilingi oleh lingkaran putih. Tubuh owa Jawa ditutupi rambut yang berwarna kecoklatan sampai keperakan atau kelabu. Bagian atas kepalanya berwarna hitam. Muka seluruhnya juga berwarna hitam, dengan alis berwarna abu-abu yang menyerupai warna keseluruhan tubuh (Conservation International Indonesia, 2000). Supriyatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa dagu pada beberapa individu berwarna gelap dan terdapat sedikit perbedaan warna rambut antara jantan dan betina terutama dalam tingkatan umur. Rowe (1996) menambahkan, warna rambut pada bayi berwarna lebih terang dibandingkan dengan owa Jawa dewasa. Owa Jawa memiliki jumlah gigi seluruhnya 32 buah (Napier dan Napier, 1967), dengan susunan gigi sebagai berikut :
2123 ICMP
= 32 2123
Keterangan : I (Incisor)
: gigi seri
C (Canine)
: gigi taring
P (Premolar) : gigi geraham depan M (Molar)
: gigi geraham belakang
Owa Jawa memiliki gigi seri yang kecil dan sedikit ke depan, sehingga memudahkan untuk menggigit dan memotong makanan. Gigi taring panjang dan membentuk seperti pedang yang berfungsi untuk menggigit dan mengupas makanan. Gigi geraham atas dan bawah untuk mengunyah makanan. Diastema terdapat di rahang atas untuk gigi taring bawah. Premolar bawah pertama berbentuk sektorial. Molar atas berbentuk kuadrikuspid menunjukkan tipe hominoidea. Molar bawah berbentuk kuinkuekuspid. Hylobates memiliki moncong yang pendek, dengan mandibula tidak dalam. Genus ini juga mempunyai ramus atas yang lebar (Napier & Napier, 1967).
Habitat dan Penyebaran Menurut Alikodra (1990), habitat adalah suatu kawasan yang dapat memenuhi semua kebutuhan dasar populasi, berupa kebutuhan terhadap sumber pakan, air dan tempat berlindung. Habitat adalah suatu keadaan lingkungan tempat tinggal yang khas dan dihuni oleh populasi mahluk hidup tertentu. Hewan-hewan yang tinggal didalamnya baik yang menyendiri maupun secara berkelompok cenderung untuk mempunyai daerah jelajah (home range). Di tempat tersebut hewanhewan dapat mencari makan, berkembang biak dan melakukan kegiatan lainnya. Menurut Alikodra (1988), penyebaran dan kepadatan populasi satwa liar di suatu kawasan sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kondisi habitat baik fisik maupun biotik yang mendukung kehidupannya, kondisi fisik dari spesies satwa yang bersangkutan dan peranan manusia di lingkungannya. Owa Jawa hidup di hutan yang jauh dari gangguan manusia dan di hutan pegunungan sampai pada ketinggian 1500 m dpl (Kappeler, 1981). Kappeler (1984)
membagi habitat owa Jawa ke dalam zona vegetasi sebagai berikut : hutan dataran rendah (0-500 m dpl), hutan dataran tinggi (500-1000 m dpl), dan hutan pegunungan bawah (1000-1500 m dpl). Satwa ini merupakan satwa aboreal dan jarang turun ke tanah, dimana kelangsungan hidupnya tergantung pada pohon sebagai pelindung dan sebagai sumber pakan sehingga faktor utama yang membatasi penyebaran owa Jawa adalah struktur ketinggian pohon untuk aktivitas bergelayutan (brachiation) dan keragaman floristik yang berkaitan dengan variasi persediaan pakan owa Jawa (Kappeler, 1984). Owa Jawa hidup di hutan tropik, mulai dari dataran rendah, pesisir, hingga pegunungan pada ketinggian 1.400-1.600 m dpl. Namun, satwa ini jarang ditemukan di dalam hutan pada ketinggian lebih dari 1.500 m dpl. Vegetasi dan jenis tumbuhan yang berada pada daerah setinggi itu bukan merupakan sumber pakan owa Jawa. Tambahan pula, banyaknya lumut yang menutupi pohon-pohon di pegunungan menyulitkan pergerakan brakiasi owa Jawa (Conservation International Indonesia, 2000). Rowe (1996) menyatakan bahwa pada wilayah diatas ketinggian 1.500 m dpl, hanya terdapat sedikit spesies tumbuhan, dan jenis tumbuhan tersebut tidak sesuai untuk dimanfaatkan dalam melakukan pergerakan dari satu pohon ke pohon lain. Selain itu, suhu di atas 1.500 m dpl lebih rendah dibandingkan suhu di bawah ketinggian tersebut. Habitat yang sesuai bagi owa Jawa adalah 1) hutan dengan tajuk yang relatif tertutup, 2) tajuk pohon tersebut memiliki cabang horizontal, dan 3) habitat yang memiliki sumber pakan yang tersedia sepanjang tahun (Kappeler 1984). Owa Jawa merupakan primata endemik yang hanya ditemukan di Pulau Jawa. Sebaran Hylobates moloch moloch terbatas pada hutan-hutan di Jawa Barat, terutama pada daerah yang dilindungi, seperti Taman Nasional Ujung Kulon, Gunung Halimun, Gunung Gede-Pangrango, dan Cagar Alam Gunung Simpang, serta Leuweung Sancang. Hylobates moloch pangoalsoni hanya ditemukan di sekitar Gunung Slamet sampai ke sekitar Pegunungan Dieng di Jawa Tengah (Conservation International Indonesia, 2000). Sebagaimana jenis owa lainnya, owa Jawa hidup berpasangan dalam sistem keluarga monogami. Selain kedua induk, di dalam keluarga juga terdapat 1–2 anak yang belum mandiri. Masa hamil primata ini antara 197–210 hari, jarak kelahiran
anak yang satu dengan yang lain berkisar antara 3–4 tahun. Umumnya Owa Jawa dapat hidup hingga 35 tahun (Conservation International Indonesia, 2000).
Aktivitas Harian Daerah jelajah berkisar antara 16–17 ha, dan jelajah hariannya dapat mencapai 1500 m. Owa Jawa aktif dari pagi hingga sore hari (diurnal), siang harinya digunakan untuk beristirahat dengan saling mencari kutu antara jantan dan betina pasangannya, atau antara ibu dan anaknya. Malam harinya owa Jawa tidur pada percabangan pohon (Conservation International Indonesia, 2000). Pola aktivitas harian diawali dengan mengeluarkan suara disertai dengan pergerakan akrobatik sebelum mencari makan (Rinaldi, 2003). Kegiatan dilanjutkan dengan mencari makan, yang dipimpin oleh jantan dewasa, diikuti oleh betina dewasa yang menggendong bayi dan diikuti oleh anak-anaknya yang lain (Priyanto, 1987 dalam Pasang, 1989). Pohon yang tinggi dapat digunakan untuk bergelayutan, berpindah tempat, tidur, menelisik (grooming) antara jantan dan betina atau antara induk betina dan anaknya serta mencari makan (Conservation International Indonesia, 2000). Menurut Rinaldi (1999), aktivitas owa Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon dimulai antara pukul 06.00 dan 07.15 pagi tergantung kepada kondisi cuaca. Pada saat musim kemarau, aktivitas harian owa Jawa dimulai pukul 06:00 pagi, sedangkan pada musim hujan, aktivitas harian dimulai pada pukul 07:15 pagi dan beristirahat pada siang hari. Aktivitas makan dimulai setelah matahari terbit dan aktivitas bersuara. Nijman (2006), respon gibbon pada saat ada manusia yang mendekat adalah segera menghindar. Respon seperti ini dapat disertai oleh menggoyangkan cabang pohon dan bersuara. Respon lain yang mengkin muncul adalah berdiam diri dan bersembunyi. Respon bersuara biasanya terjadi apabila satwa mendeteksi kehadiran manusia pada jarak yang sangat dekat. Penggunaan habitat Hylobates moloch menurut beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui owa Jawa memanfaatkan 38,85% dari total waktu beraktivitas untuk aktivitas makan, 31,91% untuk bergerak, 28,43% untuk istirahat dan hanya sekitar 0,8% untuk aktivitas sosial. Aktivitas harian yang dilakukan sepenuhnya mengandalkan kanopi dan struktur tegakan vegetasi hutan. Owa Jawa
memanfaatkan lebih dari 35 spesies tumbuhan sebagai sumber makanan dan menempati pohon tidur dengan ketinggian sekitar 47,35 m dengan lebar kanopi 21,53 m dengan tinggi percabangan pertama 23,59 m. Karakter pohon yang dimanfaatkan sebagai pohon tempat tidur salah satunya adalah emergen dengan kanopi yang lebar dan jarang untuk memudahkan memantau predator atau spesies anggota kelompok lain yang berbeda di sekitar kelompoknya. Pohon yang serupa juga sering digunakan untuk melakukan vokalisasi, yaitu media komunikasi antar individu dalam spesies atau dengan spesies tetangga yang diserukan untuk penandaan daerah teritorial dan tanda bila ada bahaya (Ladjar, 1996 dalam Ladjar, 2002).
Perilaku Tingkah laku didefinisikan sebagai segala tindak tanduk hewan yang terlihat akibat interaksi dengan lingkungan, baik lingkungan luar maupun lingkungan dalam tubuh hewan itu sendiri. Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969). Perilaku satwa adalah respon atau ekspresi satwa oleh adanya rangsangan atau stimulus atau agent yang mempengaruhinya. Ada dua macam rangsangan yaitu rangsangan dalam dan rangsangan luar. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis seperti sekresi hormon dan faktor motivasi, dorongan alat insentif sebagai akibat aktivitas. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis dan rangsangan kimia (Mukhtar, 1986). Perilaku hewan adalah tindak tanduk hewan yang terlihat dan saling berkaitan baik secara individual maupun bersama-sama atau kolektif (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985). Perilaku merupakan cara hewan itu berinteraksi secara dinamik dengan lingkungannya, baik dengan mahluk lain maupun dengan benda-benda. Perilaku merupakan suatu aktivitas yang perlu melibatkan fungsi fisiologis. Setiap macam perilaku melibatkan penerimaan rangsangan melalui panca indera, perubahan rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf, dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik, baik internal maupun eksternal (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985). Setiap tingkah yang diperlihatkan seekor hewan mempunyai 3 tahapan, yaitu tahapan apetitif, konsumatoris dan refraktoris. Tahap apetitif merupakan tahap awal
dimulainya suatu tingkah laku, dimana hewan bersiap-siap melakukan tahap utama dari tingkah laku tersebut atau yang dinamakan tahap konsumatoris. Tingkah laku gerak yang ditunjukkan pada tahap konsumatoris bersifat konstan atau stereotip yang menunjukkan kekhasan masing-masing hewan. Gerakan yang ditunjukkan setelah tahap konsumatoris berakhir, termasuk dalam tahap refraktoris (Hafez, 1969). Perilaku hewan adalah gerak gerik hewan, dan cenderung dianggap sebagai gerak atau perubahan gerak, termasuk dari bergerak ke tidak bergerak (Tinbergen, 1969). Tingkah laku ini meliputi gerak pada waktu makan, kawin, berbunyi atau mengeluarkan bunyi, bahkan perilaku ini juga dapat berupa sikap diam. Menurut Craig (1981), tingkah laku dipengaruhi oleh status hewan, fisiologis hewan, lingkungan dan kejadian setempat. Aktivitas kesehariannya dipengaruhi oleh tingkat nutrisi, efek musim, kesehatan, pengalaman baru dan belajar. Setiap hewan mempunyai banyak sekali macam atau pola tingkah laku yang memungkinkan hewan berespon terhadap segala rangsangan yang datang dari sekitarnya. Ada beberapa pola tingkah laku utama, yang merupakan tingkah laku yang paling penting dalam kehidupan seekor hewan. Tingkah laku makan atau ingestive behavior merupakan salah satu pola tingkah laku yang utama (Hafez, 1969). Menurut Alikodra (1990), fungsi utama tingkah laku adalah untuk memungkinkan seekor hewan menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan keadaan, baik dari luar maupun dari dalam. Tingkah laku ini berkembang sesuai dengan perkembangan dari proses belajar. Satwa liar mempunyai tingkah laku dan proses
fisiologis
untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk
mempertahankan hidupnya, satwa liar melakukan kegiatan-kegiatan yang agresif, melakukan persaingan dan bekerja sama untuk mendapatkan makanan, perlindungan, pasangan untuk kawin, reproduksi dan sebagainya. Cekaman fisiologis merupakan salah satu bentuk fisiologi perilaku, faktorfaktor yang dapat menimbulkan cekaman antara lain perubahan temperatur, hilangnya makanan, jenis yang menimbulkan persaingan atau pemangsaan, bahan beracun, suara yang menggangu dan keperluan fisiologis reproduksi. Pengalaman setiap individu satwa walaupun berlainan dalam menanggulangi adanya cekaman, tergantung pada kemampuan proses belajar dan keadaan lingkungan. Oleh karenanya
pada setiap individu dalam menghadapi cekaman umumnya berbeda-beda (Alikodra, 1990). Mukhtar (1986) menyatakan bahwa pola perilaku dapat dikelompokkan ke dalam 9 sistem perilaku yaitu sebagai berikut : 1. Perlaku ingestif , yaitu perilaku makan dan minum 2. Shelter seeking (mencari perlindungan), yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya. 3. Perilaku agonistik, yaitu perilaku persaingan atau persaingan antara dua satwa sejenis, umunya terjadi selama musim kawin. 4. Perilaku seksual, yaitu perilaku peminangan (courtship), kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan antara satwa jantan dan betina satu jenis. 5. Care giving atau epimelitik atau perilaku pemeliharaan, yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour) dan memberi bantuan kepada individu lain yang menderita tekanan (succorant behaviour). 6. Care soliciting atau et-epimelitik atau perilaku meminta dipelihara, yaitu perilaku individu muda untuk dipelihara dan diperhatikan oleh yang dewasa. 7. Perilaku eliminatif, yaitu perilaku membuang kotoran. 8. Perilaku allelometik, yaitu perilaku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan. 9. Perilaku investigatif, yaitu perilaku memeriksa lingkungan
Aktivitas Bersuara Sebagai primata aboreal, owa Jawa menggunakan cara bersuara untuk mempertahankan teritori dan sebagai tanda untuk menunjukkan teritorinya kepada kelompok lain (Bismark, 1984). Kegiatan bersuara ini dilakukan pada pagi hari, sebagai awal dari kegiatan hari itu. Sering pula dilakukan siang hari, saat berjumpa dengan kelompok lain dan biasanya diakhiri kegiatan yaitu sore hari menjelang tidur. Menurut Conservation International Indonesia (2000), pasangan jantan dan betina owa Jawa jarang melakukan duet. Ada 4 jenis suara yang dikeluarkan primata ini, yaitu suara betina sendiri untuk menandakan daerah teritorialnya, suara jantan yang dikeluarkan saat berjumpa dengan kelompok tetangganya, suara yang
dikeluarkan bersama antar keluarga saat terjadi konflik, dan suara dari anggota keluarga sebagai tanda bahaya. Suara tanda bahaya dikeluarkan bila ada satwa pemangsa di sekitarnya, seperti macan tutul atau macan kumbang (Panthera pardus). Bersuara merupakan salah satu pola interaksi owa Jawa (Dallman dan Geismann, 2001). Terdapat dua jenis suara owa Jawa, yaitu usual dan unusual call. Usual call biasanya dikeluarkan owa betina dewasa baik secara solo maupun duet dengan jantan dewasa atau remaja. Aktivitas ini dilakukan sebelum mengeksplorasi daerah jelajah dan teritori. Unusual call dilakukan oleh owa betina dewasa, jantan dan anggota kelompok ketika bertemu dengan kelompok lainnya di perbatasan teritori dan merespon adanya gangguan (Rinaldi, 1999). Pada pagi hari, owa akan bersuara berupa lengkingan nyaring yang disebut morning call dengan durasi antara 10-30 menit. Pada saat bersuara owa Jawa betina akan lebih mendominasi (Dallman dan Geismann, 2001). Suara owa Jawa dapat diidentifikasi hingga jarak 500-1500 m (Kappeler, 1981). Menurut Pasang (1989), aktivitas bersuara secara umum dilakukan dalam tiga periode. Periode pertama dilakukan saat bangun pagi sampai semua anggota kelompok menempati posisinya untuk makan, sekitar pukul 05.00-08.00. Suara owa Jawa pada periode ini disamping sebagai tanda dimulainya aktivitas, juga merupakan tanda bagi kelompok lain akan keberadaan kelompok tersebut. Periode kedua berlangsung sekitar pukul 10.30-12.00, di sela-sela aktivitas mencari makan dan istirahat. Periode terakhir dilakukan menjelang malam hari, sekitar pukul 16.0018.30. Dalam keadaan tertentu, bila ada predator atau gangguan dari kelompok lain, owa Jawa akan bersuara. Bila hujan turun atau langit mendung dan matahari tidak menyinari tajuk-tajuk vegetasi, biasanya owa Jawa tidak bersuara, baik pagi, siang maupun sore hari.
Aktivitas Makan Menurut Tanudimadja dan Kusumamihardja (1985), perilaku makan mencakup konsumsi makan atau bahan-bahan bermanfaat baik yang padat maupun cair. Setiap spesies mempunyai cara yang khas. Pola perilaku makan berhubungan dengan anatomi dan fisiologis setiap spesies dan sifat makanan yang khas. Perilaku makan banyak dipelajari karena penting secara ekonomis.
Secara umum hewan memiliki tiga cara dalam memperoleh makanan, yaitu (1) tetap berada di tempat dan makanan datang sendiri, (2) berjalan untuk mencari makanan, dan (3) menjadi parasit bagi organisme lain. Tingkah laku makan dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu lingkungan, jenis makanan yang tersedia dan habitat (Warsono, 2002). Tingkah laku mencari makan yang lebih bervariasi dan harus melalui proses belajar serta adaptasi terhadap lingkungan baru. Frazer (1974) menerangkan bahwa tingkah laku makan meliputi semua aktivitas makan dan minum. Tingkah laku makan secara umum meliputi menangkap, makan, mengunyah dan menelan. Tingkah laku makan owa Jawa (Hylobates moloch) dilakukan dengan cara menggunakan tangan, kaki, bibir yang sangat lentur dan sensitif serta gigi depan yang membantu dalam proses makan. Tingkah laku makan sering merupakan selingan dari tingkah laku bermain/bergerak (Fleagle, 1988). Kappeler (1984) menggambarkan dengan jelas perilaku owa Jawa selama menangani pakan. Ketika makan, owa Jawa tinggal di satu tempat dengan berbagai postur, duduk, berdiri, menggantung dan biasanya satu atau dua tungkai bebas meraih pakan. Tingkah laku makan adalah waktu yang digunakan oleh owa Jawa untuk menggapai atau mengambil, mengolah, menggigit, mengeluarkan kembali, mengunyah dan menelan makanan. Aktivitas mencari pakan dan makan sekitar 7,4 jam (70%) dari kegiatan harian.
Aktivitas Istirahat Setelah aktivitas makan selesai, owa Jawa akan beristirahat. Menurut Priyanto (1987) dalam Pasang (1989), aktivitas istirahat dibedakan menjadi dua, yaitu istirahat panjang dan istirahat pendek. Istirahat pendek dapat terjadi setiap saat diantara kegiatan makan dan kegiatan lainnya, sedangkan istirahat panjang merupakan saat tidur pada malam hari di pohon tempat tidur. Menurut Cowlishaw (1996) siang hari digunakan untuk beristirahat dengan saling menelisik antara jantan dan betina pasangannya, atau antara induk dengan anaknya, sedangkan pada malam hari, tidur pada percabangan pohon. Menurut Pasang (1989), terdapat perbedaan kuantitas antara istirahat dalam periode tidak aktif (malam hari) dan istirahat pada periode aktif (siang hari).
Aktivitas istirahat malam hari dikatakan istirahat panjang, karena hanya aktivitas tidur yang dilakukan. Sedangkan siang hari, yang diamati mulai pukul 05.00 hingga pukul 18.00, aktivitas istirahat terjadi di sela aktivitas bersuara, makan dan bergerak (lokomosi). Istirahat demikian disebut istirahat pendek. Menurut pengamatan Pasang (1989), terdapat aktivitas istirahat panjang pada siang hari, yaitu antara pukul 09.00-12.00 dan antara pukul 13.00-15.00. Dikatakan istirahat panjang, karena posisinya adalah posisi tidur dan terjadi selama beberapa waktu (lebih dari 30 menit). Aktivitas istirahat merupakan salah satu tingkah laku pada owa Jawa yang dilakukan dalam posisi duduk, berbaring dan tiduran, baik pada cabang maupun didalam sarang dan pada permukaan tanah. Hal ini menunjukkan tidak adanya kegiatan atau aktivitas. Tingkah laku istirahat terkadang diselingi dengan merawat diri (grooming), bermain dengan benda dan menggaruk-garuk badan (Fleagle, 1988).
Aktivitas Lokomosi (Bergerak) Aktivitas lokomosi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk berpindah dari pohon tempat tidur menuju pohon sumber makanan, dari pohon sumber makanan ke pohon tempat beristirahat, mengontrol wilayah dan melarikan diri dari ancaman predator (Priyanto, 1987 dalam Pasang, 1989). Aktivitas owa Jawa yang termasuk ke dalam aktivitas lokomosi adalah tinkah laku bergantung, memanjat, berayun dan berjalan (Fleagle, 1988). Pergerakan dari satu cabang ke cabang lain atau dari pohon satu ke pohon lain dibagi kedalam dua kecepatan, yaitu lokomosi cepat terjadi ketika menghindari predator, terdengar suara peringatan dari betina dan ketika terjadi perebutan tritori. Lokomosi lambat dilakukan pada saat menempuh jarak pendek (50-100 m) dan terdiri atas bergelayutan tanpa fase melayang, berjalan dengan dua kaki (bipedal), berjalan dengan empat kaki (quadrupedal), fase melayang untuk menjangkau cabang atau pucuk pohon (Kappeler, 1981). Menurut Nijman (2006), cara pergerakan owa Jawa dibedakan ke dalam empat jenis, yaitu : 1) brankiasi (bergelayutan); 2) berjalan dengan dua kaki (bipedal); 3) memanjat; 4) melompat (leaping). MacKinnon dan MacKinnon (1980) menyatakan bahwa dalam berpindah tempat, setiap spesies menggunakan tajuk dengan ketinggian yang berbeda, yang
menunjukkan kekhasan relung-nya. Secara umum perbedaan tersebut ditunjukkan oleh perbedaan ketinggian dari permukaan tanah, yaitu : a). tingkat Atas, yaitu untuk primata yang menggunakan tajuk setinggi 25 m atau lebih; b). tingkat Tengah yaitu untuk ketinggian antara 8-25 m; c). Tingkat Bawah yaitu untuk ketinggian 8 m dan d). Permukaan Tanah yaitu untuk primata yang menggunakan permukaan tanah untuk berpindah. Menurut Pasang (1989), saat melakukan aktivitas lokomosi, owa Jawa hampir selalu menggunakan tajuk tingkat atas, yaitu ketinggian diatas 25 m. Jarang sekali turun pada ketinggian yang lebih rendah.
Pakan Owa Jawa Kategori sumber pakan menurut Flaegle (1988) ada tiga yaitu : 1. struktural, yaitu bagian tumbuhan yang meliputi daun, batang, cabang dan materi tumbuhan lainnya yang mengandung struktur karbohidrat (selulosa); 2. bagain reproduktif, yaitu organ tumbuhan seperti tunas bunga, bunga dan buah (matang atau mentah); 3. materi dari hewan, yaitu makanan yang berasal dari hewan baik vertebrata maupun invertebrata. Bagian tumbuhan yang sering dimakan adalah buah, biji, bunga dan daun muda. Selain itu, diketahui owa Jawa juga memakan ulat pohon, rayap, madu dan beberapa jenis serangga lainnya. Hasil analisis proporsi makanan berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa owa Jawa mengkonsumsi kurang lebih 61 % buah, 31 % daun dan sisanya berbagai jenis makanan seperti bunga dan berbagai jenis serangga (Conservation International Indonesia, 2000). Kelompok gibbon pada umumnya mengkonsumsi buah matang dalam proporsi yang tinggi (Geissmann, 2004). Buah-buahan merupakan sumber pakan utama gibbon dibandingkan bagian lain pada pohon pakan (Whitten, 1982). Menurut Kuester (1999), owa Jawa merupakan hewan frugivorous, memakan buah yang matang di atas pohon di hutan hujan tropis. Pakan utamanya adalah buah-buahan dan dedaunan (Massicot, 2001). Dijelaskan pula oleh Kappeler (1981), pakan owa Jawa terdiri atas buah masak (2/3 dari jumlah pakan), daun muda (1/3 dari jumlah pakan), serta bunga dan materi lain dalam jumlah kecil.
Owa Jawa memanfaatkan lebih dari 35 spesies tumbuhan sebagai sumber makanan dan menempati pohon tidur dengan ketinggian sekitar 47,35 m dengan lebar kanopi 21,53 m dengan tinggi percabangan pertama 23,59 m (Ladjar, 1996 dalam Ladjar, 2002). Jenis pohon dari famili Moraceae dan Euphorbiaceae merupakan pohon yang paling umum digunakan sebagai sumber pakan bagi gibbon. Jenis pohon lain yang sering digunakan sebagai sumber pakan berasal dari famili Leguminoseae, Myrtaceae, Annonaceae, Rubiaceae, Guttiferaceae dan Anacardiaceae (Chivers 2000). Penelitian lain menunjukkan bahwa, owa Jawa mengkonsumsi sekitar 125 jenis tumbuhan yang berbeda, terdiri dari 108 jenis pohon, 14 jenis tumbuhan liana, 2 jenis tumbuhan palma dan satu jenis epifit. Jenis pohon yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan adalah Dillenia excelsa (Jack) Gilg, Dracontomelon mangiferum Blume, Garcinia dioica Blume, Ficus callosa Willd, Saccopetalum horsfieldii (Benn) Baillon ex. Pierre, Ficus variegata Blume, Eugenia polyanta Wright, Flacourtia rukam Zoll & Moritzi, Bridelia minutiflora Hook.f. dan Antidesma bunius Sprengel (Kappeler, 1984), sedangkan menurut Rinaldi (1999) terdapat 27 jenis tumbuhan yang merupakan sumber pakan owa Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon, diantaranya adalah purut (Parartocarpus veneroso), kiara koang (Schefflera macrostachya Jacq), kiara beunyeur (Ficus callopylla Blume), dahu (Dracontomelon puberulum Miq.) dan kicalung (Diospyros hermaphrodhitica Bakh.). Menurut Tilman et al. (1991), nutrisi yang terkandung dalam pakan yang dikonsumsi akan sangat penting bagi setiap bentuk kehidupan, karena dapat digunakan untuk bertahan hidup, pertumbuhan, produksi dan reproduksi. Dari segi nutrisi perlu diperhatikan bahan kering, protein, energi dan mineral. Semua primata mempunyai kebutuhan nutrisi yang umumnya sama yaitu untuk menggunakan energi, asam amino, mineral, vitamin dan air, tetapi kebutuhan spesifik setiap individu sangat beragam. Kebutuhan hewan untuk tumbuh normal, tergantung pada banyak hal seperti spesies, umur, jenis kelamin, fase pertumbuhan dan fase reproduksi.
Pisang (Musa paradisiaca) Menurut Prihatman (2000), klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Keluarga
: Musaceae
Genus
: Musa
Spesies
: Musa paradisiaca.
Famili Musaceae dari ordo Scitaminae dan terdiri dari dua genus, yaitu genus Musa dan Ensete. Genus Musa terbagi dalam empat golongan, yaitu Rhodochlamys, Callimusa, Australimusa dan Eumusa.
Golongan Australimusa dan Eumusa
merupakan jenis pisang yang dapat dikonsumsi, baik segar maupun olahan. Buah pisang yang dimakan segar sebagian besar berasal dari golongan Emusa, yaitu Musa acuminata dan Musa balbisiana. Tanaman pisang merupakan tanaman asli daerah Asia Tenggara dengan pusat keanekaragaman utama wilayah Indo-Malaya (Situshijau, 2006). Tanaman pisang termasuk dalam golongan terna monokotil tahunan berbentuk pohon yang tersusun atas batang semu. Batang semu ini merupakan tumpukan pelepah daun yang tersusun secara rapat teratur. Percabangan tanaman bertipe simpodial dengan meristem ujung memanjang dan membentuk bunga lalu buah. Bagian bawah batang pisang menggembung berupa umbi yang disebut bonggol. Pucuk lateral (sucker) muncul dari kuncup pada bonggol yang selanjutnya tumbuh menjadi tanaman pisang. Buah pisang umumnya tidak berbiji/bersifat partenokarpi (Situshijau, 2006). Tanaman pisang dapat ditanam dan tumbuh dengan baik pada berbagai macam topografi tanah, baik tanah datar ataupun tanah miring. Produktivitas pisang yang optimum akan dihasilkan oleh pisang yang ditanam pada tanah datar pada ketinggian di bawah 500 m dpl dan keasaman tanah pada pH 4,5-7,5. Suhu harian berkisar antara 25o-27o C dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun (Situshijau, 2006).
Berbagai kultivar pisang berlainan dalam komposisi kandungan haranya. Dalam buah yang matang, untuk 100 g bagian yang dapat dimakan kira-kira terkandung: 70 g air; 1,2 g protein; 0,3 g lemak; 27 g karbohidrat dan 0,5 g serat. Buah pisang kaya akan kalium (400 mg/100 g) dan menduduki tempat khusus dalam diet yang rendah lemak, kolesterol dan garam. Pisang juga merupakan sumber yang baik untuk vitamin C dan vitamin B6, dengan sedikit sekali vitamin A, tiamin, riboflavin dan niasin. Nilai energi pisang matang berkisar antara 275 kJ dan 465 kJ/100 g (Verheij dan Coronel, 1997).
Semangka (Citrullus vulgaris) Semangka (Citrullus vulgaris) adalah tanaman yang berasal dari Afrika, mirip dengan melon (Cucumis melo L.) keduanya termasuk famili Curcubitaceae. Famili ini memiliki sekitar 750 jenis yang tumbuh tersebar di daerah tropika. Batang semangka berbentuk bulat dan lunak, berambut dan sedikit berkayu. Batang ini merambat, panjangnya sampai 3,5 – 5,6 meter. Cabang-cabang lateral mirip dengan cabang utama. Daunnya berbentuk caping, bertangkai panjang dan letaknya berseberangan. Bunga semangka berjenis kalemin satu, tunggal, berwarna kuning, diameternya sekitar 2 cm (Kalie, 1998). Buah semangka memiliki daya tarik khusus. Buahnya tergolong mengandung banyak air (sekitar 92%). Nilai gizi buahnya termasuk rendah, hanya mengandung 7% karbohidrat dalam bentuk gula. Kandungan vitamin dan mineralnya pun tergolong rendah. Rasa buah yang manis serta mengandung banyak air sangat melegakan bila dimakan saat haus (Kalie, 1998). Komposisi buah semangka per 100 g : Energi 28 kal, Air 92,1%, Protein 0,5 g, Lemak 0,2 g, Karbohidrat 6,9 g, Vitamin A 590 SI, Vitamin C 6 mg, Niasin 0,2 mg, Riboflavin 0,05 mg, Thiamin 0,05 mg, Abu 0,3 mg, Kalsium (Ca) 7 mg, Besi (Fe) 0,2 mg, Fosfor (P) 12 mg (Kalie, 1998). Satu potong semangka sama fungsinya dengan segelas air. Buah ini bebas lemak dan memiliki kombinasi kadar gula terbatas dan kadar air berlimpah, bersifat cepat mengenyangkan di dalam lambung. Kandungan air dan kaliumnya yang tinggi bisa menetralisasi tekanan darah. Semangka juga berfungsi untuk merangsang
keluarnya air seni lebih deras. Semangka juga mengandung likopen yaitu komponen karotenoid seperti halnya betakaroten (Jawaban, 2008). Markisa (Passiflor edulis f. flavicarpa) Menurut Nakasone dan Paull (1999) klasifikasi tanaman markisa adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledone
Keluarga
: Passifloraceace
Genus
: Passiflor
Spesies
: Passiflor edulis f. flavicarpa
Menurut Snapdrive (2001), tanaman markisa berasal dari Brazil. Tanaman ini disebarkan pertama kali ke seluruh dunia oleh bangsa Spanyol. Saat ini, terdapat 2 (dua) jenis markisa, yaitu markisa ungu (Passiflora edulis Sims) yang tumbuh di daratan tinggi (1200 m dpl) dan markisa kuning (Passiflora edulis f. flavicarpa) yang tumbuh di daratan rendah (0-800 m dpl). Markisa adalah tanaman yang menjalar. Buah markisa mengeluarkan sulur paut dari pangkal daun. Bentuk daunnya bulat membujur dan rata di tepi, berukuran kira-kira 6-7 cm dan mempunyai berat sebesar 8 g. Markisa mempunyai rasa dan bau yang sedap apabila matang (Ahmad, 1999). Setiap 100 g markisa mengandungi : Air 75 g, Protein 2,2-2,5 g, Karbohidrat 15-20 g, Kanji 2,5-3,5 g, Lemak 0,75-1,5 g, Abu 0,6-0,8 g, Unsur surih 1,5-2,5 g, Vitamin A 500 i.u, Vitamin B1,8 mg, Vitamin C20-30 mg, Gula penurun 6,5-8,0 g, Gula bukan penurun 1,5-3,0 g (Ahmad, 1999). Selain mempunyai citarasa dan aroma yang unik, markisa merupakan sumber pro-vitamin A, vitamin C, niacin, dan riboflavin. Kulit buah markisa bisa dijadikan makanan ternak (Ahmad, 1999).
Jambu Biji (Psidium guajava L) Klasifikasi botani tanaman jambu biji (Tjitrosoepomo, 1991) adalah sebagai berikut :
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledone
Ordo
: Myrtales
Keluarga
: Myrtaceaee
Genus
: Psidium
Spesies
: Psidium guajava L
Jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan semak besar atau pohom pendek yang tingginya mencapai 10 m. Kulit pohon jambu biji licin, mudah terkelupas dan berwarna coklat kehijauan hingga coklat kemerahan. Daun jambu biji berseling berhadapan. Bunga berwarna putih, berdiameter ± 2.5 cm, berekelompok dalam dua atau tiga kuntum bunga (Bourke, 1976). Bunga jambu biji memiliki benang sari yang banyak dengan panjang 1-2 cm. Kepala putik berbentuk bongkol dan panjang tangkai putik 1.5-2 cm (Soetopo, 1997). Buah jambu biji bulat menyerupai bentuk pir atau berry, berdiameter 5 cm. Kulit buah jambu biji tipis, berwarna kuning kehijauan. Daging buah dapat berwarna putih, kuning, merah muda atau dapat pula berwarna merah. Buah bervariasi dalam ukuran, intensitas aroma dan rasa (Bourke, 1979). Jambu biji mengandung berbagai zat gizi yang dapat digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Kandungan kadar gizi yang terdapat dalam 100 g buah jambu biji masak segar adalah kalori 49 kal, vitamin A 25 SI, vitamin B1 0,05 mg, vitamin C 87 mg, kalsium 14 mg, hidrat arang 12,2 g, fosfor 28 mg, besi 1,1 mg, protein 0,9 mg, lemak 0,3 g, dan air 86 g (Departemen Pertanian, 2002).
Apel (Malus sylvestaris Mill) Menururt Sistematika (Nugroho 2001) klasifikasi tanaman apel adalah sebagai berikut : Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Klas
: Dicotyledonae
Ordo
: Rosales
Famili
: Rosaceae
Genus
: Malus
Spesies
: Malus sylvestris Mill
Tanaman apel (Malus sylvestaris Mill) berasal dari Asia Barat Daya. Tinggi pohon apel dapat mencapai 2-5 m dan cabangnya panjang. Pada cabang tersebut muncul tunastunas produktif. Pada daerah subtropis di tempat yang berdataran tinggi biasanya pohon apel berbunga pada musim semi. Munculnya bunga didahului oleh munculnya tunas produktif (spurs) dan pertunasan berhenti setelah pertumbuhan buah. Pada musim panas bunganya berkembang dan berdiferensiasi. Sebagian tunastunas yang tidak berbunga akan tinggal dirman dan biasanya akan berbunga pada musim berikutnya. Biasanya buah apel akan masak pada musim rontok (gugur). Buah apel memiliki tekstur yang renyah, dengan rasa manis dan manis agak asam. Rasa tersebut mempunyai komposisi imbangan antara asam malt dengan gula. Dalam setiaP 100 g buah apel mengandung 85 g air, 10-13-5 karbohidrat, 10 mg Kalsium, 1,2 mg Besi, 150 mg Kalium, Vitamin A, B1, B2, B6 dan Vitamin C sebanyak 10 mg. Protein dan Lemak ssangat rendah, sedangkan kalorinya sebanyak 165-235 KJ/100 g (Nugroho, 2001).
Kangkung (Ipomoea aquatica) Sistematika tanaman kangkung dapat diklasifikasikan (Rukmana, 1994) sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Keluarga
: Convolvulaceae
Genus
: Ipomoea
Spesies
: Ipomoea aquatica
Kangkung (Ipomoea aquatica), merupakan tanaman menjalar dengan batang bulat, beruas-ruas, dan berlubang di tengahnya ini mempunyai sifat khas mendinginkan. Ia memiliki kandungan kimia antara lain karotena, hentriakontan dan sitosterol. Zat-zat tersebut berfungsi sebagai antiinflamasi, diuretik dan hemostatik (Sinar Harapan, 2002). Berdasarkan penelitian, nilai nutrisi 100 g kangkung yang direbus tanpa garam adalah air 91,2 g, energi 28 kcal, protein 1,9 g, lemak 0,4 g, karbohidrat 5,63 g, serat 2 g, dan ampas 0,87 g. Kangkung juga memiliki kandungan mineral, sejumlah vitamin termasuk vitamin C dan asam amino (Sinar Harapan, 2002). Kangkung merupakan tanaman dari India yang menyebar ke Malaysia, Burma, Indonesia, Cina Selatan, Australia, dan bagian negara Afrika ini disebut juga Swamp Cabbage, Water Convovulus, dan Water Spinach. Kangkung juga memiliki kandungan mineral, vitamin A, B,C, asam amino, kalsium, fosfor, karoten, dan zat besi (Gklinis, 2003).
Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Menurut Nonnecke (1989), klasifikasi ilmiah dari ubi jalar adalah sebagai berikut : Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Klas
: Dycotiledone
Ordo
: Solanaceae
Famili
: Convolvulaceae
Genus
: Ipomoeae
Spesies
: Ipomoea batatas
Ubi jalar merupakan bahan pangan dengan gizi yang cukup tinggi karena merupakan sumber energi dalam bentuk gula dan karbohidrat. Selain itu ubi jalar juga mengandung berbagai vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti kalsium dan zat besi serta vitamin A dan C (Steinbauer dan Kushman, 1971) Menurut Bradbury dan Halloway (1988), ditinjau dari komposisi kimia ubi jalar potensi sebagai sumber karbohidrat, mineral dan vitamin. Selain umbinya yang
memiliki gizi cukup tinggi, daun umbi jalar muda dapat dijadikan sayur yang juga mengandung gizi cukup tinggi. Umbi komoditas ini kaya akan energi tetapi miskin akan protein, sedangkan daunnya kaya akan mineral dan vitamin A. Ubi jalar segar mentah memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu 562 g kalium, 107 mg kalsium, 2,8 protein, kalori 53,00 kal, 5,565 SI vitamin A dan 32 mg vitamin C dalam tiap 100 gram. Seusai dimasak kandungan gizi berkurang yaitu menjadi 2,6 mg kalsium, 94 mg kalium, 3.345 SI vitamin A dan 5 mg vitamin C dalam tiap 100 gram (Budidaya Furniture, 2007).
Pemilihan Pakan Makanan memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan mutu hewan, karena melalui makanan yang bernilai gizi baik akan menunjang kesehatan hewan (Nurmasito, 2003). Hewan umumnya mempunyai sifat seleksi terhadap pakan yang tersedia. Ada pakan tertentu yang lebih disukai dibandingkan pakan yang lain, karena hewan mempunyai sifat daya seleksi yang cukup tinggi (Church, 1976). Owa Jawa merupakan hewan pemilih dalam hal makanan. Makanan jenis baru akan diambil atau dimakan apabila makanan tersebut sesuai dengan selera baik dalam hal rasa (taste), seandainya tidak sesuai dengan selera, maka makanan itu akan dicampakkan. Owa Jawa mengenali suatu makanan dengan cara menciumnya pada semua sisi dan memajukan bibirnya dengan posisi mencium atau memakannya dengan hati-hati (Fleagle, 1988). Sebelum mengkonsumsi makanan yang berkulit dan berbiji owa Jawa terlebih dahulu mengupas dan membuanggnya dengan menggunakan tangan dan gigi (Fleagle, 1988). Menurut Sutardi (1980), selera makan hewan
mempengaruhi konsumsi,
dimana selera makan merupakan faktor internal yang merangsang rasa lapar pada hewan, faktor lain yang mempengaruhi konsumsi adalah kesehatan hewan. Ditambahkan pula oleh Parakkasi (1986) bahwa faktor makanan yang meliputi sifat fisik dan komposisi kimia akan mempengaruhi tingkat konsumsi.
Pusat Penyelamatan Satwa Gadog Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Gadog terletak kurang lebih 10 km dari arah kota Bogor pada ketinggian 650 meter dpl dengan temperatur rata-rata 22,89 0C
dan kelembaban udara rata-rata 59,7 %. PPS Gadog beralamat di Jalan Raya Gadog RT 01/ RW 01, Desa Sukakarya, Kecamatan Megamendung, Ciawi, Bogor. Secara administratif, PPS Gadog berada di perbatasan antara dua desa yaitu desa Sukakarya dan desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Ciawi, Bogor. Berdiri sejak tanggal 25 september 2003 sebagai organisasi non-pemerintah dan bersifat nirlaba. Bergerak dalam bidang pelestarian satwa liar di Indonesia dengan tujuan membantu pemerintah dalam penanganan masalah satwa liar dan habitatnya. PPS Gadog dijadikan sebagai tempat transit satwa sebelum dilepaskan ke habitat aslinya atau ditranslokasikan ke pusat rehabilitasi maupun tempat konservasi. Kegiatan di PPS Gadog meliputi penyediaan fasilitas (sarana dan prasarana) tempat transit satwa liar, pengelolaan, penanganan satwa dan sosialisasi program.
Penangkaran Penangkaran merupakan suatu upaya mengembangbiakkan satwa liar yang dilakukan secara intensif di dalam kandang. Pengembangbiakkan satwa primata di dalam penangkaran mempunyai dua tujuan utama, yaitu menghasilkan satwa untuk kepentingan penelitian biomedis, dan melindungi spesies satwa yang terancam punah (De Mello, 1991). Pada dasarnya sistem pengandangan satwa primata dibagi atas dua bagian (Sajuthi, 1984) yaitu : 1) Sistem pengandangan dalam bangunan yang tertutup (indoor enclosures), dan 2) Sistem pengandangan dalam alam terbuka (outdoor enclosures).
Sistem
pengandangan
tertutup
biasanya
digunakan
untuk
mengkarantinakan satwa primata dan juga dalam berbagai macam riset yang mensyaratkan satwa tersebut dikandangkan secara individual atau berkelompok, dimana tidak terdapat kemungkinan kontaminasi dari luar atau sebaliknya satwa menularkan penyakit keluar. Sistem tertutup ini dibagi atas dua bagian pula yaitu : 1) Sistem kandang satu persatu (individual cage), yaitu satwa dikandangkan satu persatu, dan 2) Sistem kelompok, yaitu satwa ditempatkan dalam satu kandang yang cukup besar dan dapat menampung cukup banyak satwa. Untuk sistem pengandangan terbuka biasanya digunakan untuk menternakkan atau mengembangbiakkan satwa tersebut. Secara terperinci sistem ini dibagi atas lima bagian (Sajuthi, 1984) yaitu : 1) Sistem setengah tertutup (semi closed), yaitu
satwa ditempatkan dalam suatu kandang yang setengah tertutup. Dimanan udara dapat keluar masuk dengan bebas. Sinar mataharipun dapat masuk ke dalam ruangan ini. Apabila cuaca buruk (hujan, dingin atau panas) maka satwa dapat berlindung pada bagian yang tertutup; 2) Sistem terbuka dengan disediakan tempat berteduh (open corral with rainshed), yaitu satwa ditempatkan dalam suatu daerah yang luas (minimum 2,5 acre) tanpa adanya penghalang yang permanent; 3) Sistem terbuka setengah bebas (semi free ranging), yaitu prinsipnya sama dengan sistem ke dua, tetapi arealnya lebih luas; 4) Sistem terbuka setengah alam (semi natural free ranging), yaitu satwa ditempatkan pada daerah yang luas dimana makanan dari satwa sebagian didapat dari alam dan sebagian dari manusia; dan 5) Sistem pemeliharaan di alam bebas (natural free ranging), yaitu satwa dilepaskan di alam bebas dimana ketergantungan satwa pada manusia sama sekali tidak ada. Menurut Bennet (1995), berdasarkan tipenya, kandang dibedakan menjadi tiga jenis yaitu : 1) kandang individual (jantan/betina) dan sering disebut kandang individual atau berpasangan; 2) individual jantan/banyak betina, biasa disebut kandang harem; dan 3) banyak jantan dan banyak betina, disebut juga kandang kelompok (troop). Berdasarkan lokasinya, kandang dibagi ke dalam tiga lokasi : 1) dalam ruangan, biasanya diperuntukkan bagi kandang individual atau berpasangan; 2) kandang di luar ruangan, biasanya disebut kandang koral atau kandang lapang; 3) kandang dalam/luar, disebut runs, biasanya merupakan gabungan konsep kedua jenis kandang tersebut. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan pada saat mendisain suatu kandang Bennet (1995), antara lain adalah : 1) memberikan kenyamanan fisik pada satwa yang sedang dikandangkan; 2) sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan normal satwa; 3) pemeliharaan yang sesuai dan mampu menjaga kesehatan satwa; 4) kandang harus memenuhi syarat penelitian dan perawatan satwa. Pertimbangan tersebut salah satunya bertujuan mengurangi tingkat stress yang biasa terjadi pada satwa di dalam penangkaran. Ukuran kandang satwa primata berdasarkan bobot badan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekomendasi Ukuran Kandang Satwa Primata Berdasarkan Bobot Badan Satwa Primata
Berat (kg)
Luas/Individu
Tinggi
ft2
m2
in
cm
Monyet Kelompok 1
≤1
1,6
0,14
20
50,80
Kelompok 2
≤3
3,0
0,27
30
76,20
Kelompok 3
≤ 10
4,3
0,39
30
76,20
Kelompok 4
≤ 15
6,0
0,54
32
81,28
Kelompok 5
≤ 25
8,0
0,72
36
91,44
Kelompok 6
≤ 30
10,0
0,90
46
116,84
Kelompok 7
> 30
15,0
1,35
46
116,84
Kelompok 1
≤ 20
10,0
0,90
55
139,70
Kelompok 2
≤ 35
15,0
1,35
60
152,40
Kelompok 3
> 35
25,0
2,25
84
213,36
Kera
Sumber : Institute of Laboratory Animal Resources, Commission on Life Sciences, National Reseacrh Council (1996) dalam Iskandar (2007)
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilakukan selama satu bulan yaitu dari bulan Agustus hingga September 2007 di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog (PPSG), Ciawi, Bogor, dengan ketinggian 650 m dpl. PPSG berada di daerah perbatasan antara dua desa yaitu Desa Sukakarya dan Desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.
Materi Hewan Penelitian Hewan penelitian yang digunakan yaitu dua ekor (sepasang) owa Jawa (Hylobates moloch) yang terdiri dari satu ekor jantan (Simon) yang telah ditangkarkan selama 4-5 tahun dan satu betina (Ny Simon) yang telah ditangkarkan selama 3-4 tahun. Penggunaan hewan owa Jawa hanya dua ekor (sepasang) dikarenakan hewan tersebut tergolong satwa langka. Antara owa jantan dan betina diletakkan secara terpisah pada kandang individu yang berbeda.
Kandang Kandang yang digunakan sebanyak dua kandang. Kandang berbentuk kandang individu yang digunakan untuk tidur dan untuk makan. Sistem perkandangan yang digunakan adalah sistem kandang setengah tertutup (semi closed). Udara dapat keluar masuk dengan bebas. Sinar matahari pun dapat masuk kandang. Apabila cuaca buruk (hujan, dingin atau panas) maka satwa dapat berlindung pada bagian yang tertutup (Sajuthi, 1984). Setiap kandang dilengkapi dengan kotak pakan, tempat air minum, tempat istirahat, dan peralatan bermain. Masing-masing kandang mempunyai ukuran panjang x lebar x tinggi yang sama yaitu 4,60 m x 1,20 m x 3 m. Dinding kandang sebelah kanan dan kiri terbuat dari semen yang dilapisi oleh ubin berbahan marmer, sedangkan bagian depan, belakang atap dan alas kandang berupa jeruji yang dibuat dari bahan kawat loket dengan diameter 10 mm. Kotak pakan pada masing-masing kandang memiliki ukuran yang sama pula yaitu masing-masing berukuran 30 cm2 yang dibuat dari bahan besi baja. Tempat air minum terbuat dari bahan alumunium berbentuk bulat atau silinder yang
masing-masing ukurannya sama yaitu berdiameter 15 cm, sedangkan untuk tempat tidur tidak dibuat kotak yang khusus untuk tempat istirahat, hanya pada bagian dinding dibuat sedikit menjorok ke dalam berbentuk persegi panjang yang cukup untuk owa meluruskan kaki atau istirahat.
Foto : Mahardika (2007)
Gambar 2. Kandang Individu Owa Jawa
Peralatan Peralatan yang digunakan yaitu termohigrometer (untuk mengukur suhu dan kelembaban udara kandang), tempat makan, tempat minum, jam atau pencatat waktu (untuk membatasi interval pengamatan), peralatan untuk kebersihan dan alat tulis (untuk mencatat data pengamatan).
Bahan Pakan Bahan pakan yang diberikan berupa buah-buahan segar seperti semangka, apel, pisang, markisa dan jambu, sayuran seperti kangkung dan umbi-umbian berupa ubi jalar merah. Pakan diberikan untuk memenuhi kebutuhan owa Jawa. Bahan
pakan ini berasal dari sekitar tempat penangkaran satwa seperti buah pisang dan ubi didapat dari petani sekitar, sayuran, semangka, markisa, jambu dan apel dibeli di pasar tradisional sekitar pusat penangkaran dan sayuran lain diperoleh di perkampungan sekitar pusat penangkaran. Pakan dan air minum diberikan dua kali dalam sehari yaitu pagi dan siang hari. Sebelum diberikan, pakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Berat masing-masing pakan adalah sebagai berikut markisa 100 g, ubi jalar 100 g, apel 50 g, jambu biji 50 g, semangka 100 g, pisang 80 g, kangkung 50 g, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum disesuaikan dengan kebutuhan, tetapi diusahakan tempat air minum tidak kosong. Penentuan bobot bahan pakan yang diberikan berdasarkan ketersediaan bahan pakan di penangkaran, berdasarkan kesepakatan, dan berdasarkan bobot badan satwa serta asupan kalori, sehingga diambil pendekatan jumlah pakan sama dengan 10% dari bobot badan.
Prosedur Penelitian preliminary (pendahuluan) dilakukan terlebih dahulu dengan mengamati aktivitas owa Jawa selama enam hari dengan metode ad libitum sampling. Pemberian pakan dilakukan dengan metode restricted feeding (Pratas, 2006). Hasil pengamatan pada penelitian preliminary digunakan untuk menentukan aktivitas yang berhubungan dengan pola konsumsi pakan. Untuk melengkapi data penelitian, maka dilakukan wawancara kepada pemelihara atau pengelola yang paham tentang owa Jawa di pusat penangkaran tempat penelitian. Setelah penelitian preliminary selama enam hari selesai, maka pengambilan data dimulai selama 24 hari. Persiapan-persiapan yang dilakukan selama berlangsungnya penelitian adalah pembersihan kandang yang dilakukan setiap pagi hari, penyediaan pakan dan air minum. Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari yang diberikan pada pagi hari sekitar pukul 07.00-08.00 WIB dan siang hari sekitar pukul 13.00-14.00 WIB tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan owa Jawa. Pakan diberikan dua kali dalam sehari maksudnya adalah agar bahan pakan yang diberikan tetap dalam keadaan segar. Sebelum pakan diberikan kepada owa Jawa, terlebih dahulu pakan dicuci bersih kemudian ditimbang.
Pengambilan data aktivitas (data pengamatan) dilakukan dengan metode Onezero sampling, yaitu mencatat setiap aktivitas yang terjadi sesuai interval waktu yang telah ditetapkan. Angka satu apabila ada aktivitas dan angka nol apabila tidak ada aktivitas pada periode pengamatan (Martin dan Bateson, 1988). Pengambilan data pengamatan dilakukan setiap hari selama 24 hari dimulai dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Waktu pengamatan dibagi menjadi tiga periode, yaitu pagi hari (06.00 - 10.00 WIB), siang hari (10.00 – 14.00 WIB), dan sore hari (14.00 – 18.00 WIB). Dari setiap periode pengamatan dibagi lagi dengan interval waktu pengamatan, yang masing-masing pengamatan selama 15 menit. Aktivitas yang diamati kemudian dicatat. Pengamatan aktivitas makan dilakukan pada saat pemberian pakan yaitu pada pagi dan siang hari dengan mengamati urutan pakan yang pertama kali diambil hingga pakan terakhir untuk dikonsumsi. Selain mengamati urutan pakan yang diambil, diamati juga aktivitas owa Jawa saat mengkonsumsi pakan. Peubah 1. Pemilihan Pakan Peubah ini diamati berdasarkan urutan pakan yang pertama kali dipilih sampai dengan yang terakhir dipilih untuk dikonsumsi. Pengamatan dilakukan pada saat pemberian pakan.
2. Pengamatan Aktivitas Owa Jawa Perilaku makan
:
Memilih
pakan,
mencium
pakan,
menggigit
pakan,
memasukkan makanan ke mulut, mengunyah, menelannya, kemudian memuntahkan dan memakannya kembali Perilaku minum
:
Memasukkan cairan ke mulut dan menelannya
Perilaku urinasi
:
Mengeluarkan kotoran dalam bentuk cairan
Perilaku defekasi
:
Mengeluarkan kotoran dalam bentuk padat
Lokomosi
:
Bergerak atau melompat, bergelayutan, berpindah tempat, bergeser,
menjilati
jeruji,
berjalan,
mengendus-endus,
bangun tidur, menguap, meregangkan tubuh, bersuara,
menangkap serangga, melet (menjulurkan lidah), bersin, mengorek-ngorek sela-sela kandang Perilaku bermain
:
Melempar
bola,
menggigit
bola,
mendekap
bola,
menggelindingkan bola, bergelayut ditali sambil bermain bola, memainkan gembok kandang, bergelayut sambil memainkan tali, berputar-putar dengan karet ban
yang
tergantung, berputar-putar dengan tali. Perilaku grooming :
Membersihkan atau merawat diri, menggaruk-garuk wajah, bibir, kepala, tangan, kaki, dada, perut, pantat, menyibaknyibakkan bulu seperti mencari kutu, membersihkan telinga, hidung, tangan, sela jari-jari dan kuku, menjilati tangan dan jari-jari dari sisa makanan yang menempel, mengibasngibaskan bulu, mengeringkan (menjilati) tubuh atau rambut dari air hujan.
Perilaku istirahat
:
Diam, duduk dan bersender pada dinding kandang, berbaring di bagian alas kandang, tidur (sama sekali tidak melakukan aktivitas).
Analisis Data 1. Analisis Kuantitatif Analisis data dilakukan secara kuantitatif yaitu dengan mengunakan metode one zero sampling. Angka satu apabila ada aktivitas dan angka nol apabila tidak ada aktivitas pada periode pengamatan (Martin dan Bateson, 1988). Persentase tingkah laku setiap individu adalah sebagai berikut : X Persentase perilaku =
x 100% Y
Keterangan : X = Frekuensi satu perilaku yang diamati dalam pengamatan Y = Frekuensi seluruh perilaku yang diamati dalam pengamatan
2. Analisis Deskriptif Pengolahan data dilakukan dengan mendeskripsikan data dalam bentuk tabel dan diagram hasil penelitian ke dalam suatu kalimat pernyataan yang dapat menjelaskan sekaligus menyimpulkan hasil penelitian yang diperoleh. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hasil pengamatan urutan pengambilan pakan dan tingkah laku owa Jawa.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Penangkaran Secara umum kondisi lingkungan yang ada di sekitar kandang mempengaruhi aktivitas owa Jawa, seperti kondisi kandang, cuaca, suhu, kelembaban dan tingkat kebisingan. Letak kandang owa Jawa berada di dalam Pusat Penangkaran Satwa (PPS) Gadog, Ciawi, mempengaruhi aktivitas owa Jawa (Hylobates moloch). Jarak antara masing-masing kandang terlalu dekat, sehingga aktivitas dari masing-masing hewan sangat mempengaruhi aktivitas hewan lainnya terutama owa Jawa. Sumber kebisingan berasal dari suara-suara yang berasal dari kendaraan bermotor, mobil dan para pekerja serta suara-suara yang berasal dari hewan lain yang berada di sekitar pusat penangkaran. Meskipun sudah terbiasa dengan sumber kebisingan tersebut, owa Jawa masih saja mengalami stress karena owa Jawa merupakan hewan diurnal yang aktif di siang hari. Sistem perkandangan yang dibuat memungkinkan udara bebas keluar masuk kandang, sehingga ventilasi udaranya cukup baik. Menurut Tillman et al. (1991), kandang berventilasi baik menjamin aliran udara yang terus menerus melewati kandang dan sekitar hewan. Menurut Anggraeni (2006), ventilasi yang baik juga akan mencegah seminimal mungkin debu dan kadar bau-bauan yang dapat berhubungan langsung dengan hewan. Berdasarkan data yang diperoleh selama pengamatan tercatat bahwa rataan suhu di sekitar pusat penangkaran pada pagi hari (sekitar pukul 06.00 WIB) sebesar 19,45±1,24 oC, siang hari (sekitar pukul 12.00 WIB) sebesar 31,92±1,77 oC dan sore hari (sekitar pukul 17.00 WIB) sebesar 30,36±3,16 oC. Rataan kelembaban di sekitar pusat penangkaran pada pagi, siang dan sore hari berturut-turut 94,06±4,21 %, 56,23±5,16 % dan 55,42±7,85 %. Dengan demikian, kondisi di pagi hari cukup dingin dengan kelembaban tinggi, sedangkan di siang hari cukup panas dengan kelembaban rendah. Suhu lingkungan yang rendahnya di pagi hari mempengaruhi aktivitas owa Jawa selama pengamatan. Dengan suhu lingkungan yang rendah di pagi hari owa cenderung menunjukkan aktivitas urinasi yang cukup tinggi. Berbeda pada siang dan sore hari dimana suhu lingkungan cukup tinggi. Tingginya suhu lingkungan di siang hari dan sore hari, membuat aktivitas urinasi owa Jawa cenderung lebih sedikit atau rendah. Hal ini dilakukan owa Jawa untuk menyimpan
energi dan memperkecil kehilangan air tubuh yang akan menyebabkan dehidrasi. Akibatnya aktivitas makan pada pagi hari cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan aktivitas makan owa Jawa, karena pada siang hari owa Jawa membutuhkan asupan air yang lebih banyak dibandingkan pada pagi hari.
Kondisi Hewan Secara keseluruhan baik owa Jawa jantan dan owa Jawa betina, kondisinya dalam keadaan baik dan sehat. Hal ini ditunjukkan dengan aktivitas harian owa Jawa selama pengamatan di pusat penangkaran. Aktivitas harian yang dimaksud adalah aktivitas makan, aktivitas minum, aktivitas defekasi, aktivitas urinasi, aktivitas grooming, aktivitas lokomosi, aktivitas istirahat dan aktivitas bermain. Kondisi owa dalam keadaan baik dan sehat, karena keseluruhan aktivitas harian tersebut dilakukan secara normal, artinya saat owa merasa lapar maka owa akan makan, saat owa haus maka owa akan minum, saat owa ingin defekasi maka owa akan melakukan aktivitas defekasi, begitu juga dengan aktivitas harian lainnya. Normalnya aktivitas yang ditunjukkan oleh owa Jawa tidak lepas dari kondisi dan ketinggian penangkaran. Kappler (1984) membagi habitat owa Jawa ke dalam zona vegetasi sebagai berikut : hutan dataran rendah (0-500 m dpl), hutan dataran tinggi (500-1000 m dpl), dan hutan pegunungan bawah (1000-1500 m dpl), sedangkan pusat penangkaran yang merupakan tempat ditangkarkannya owa Jawa berada pada ketinggian 650 m dpl. Hal ini berarti daerah PPSG termasuk kedalam kelompok hutan dataran tinggi (500-1000 m dpl), sehingga owa Jawa dapat hidup dengan baik karena vegetasi dan jenis tumbuhan yang berada pada daerah tersebut merupakan sumber pakan bagi owa Jawa. Hal ini diperkuat dengan penyataan Rowe (1996) yang menyatakan bahwa hutan hujan tropik di bawah ketinggian 1.500 m dpl merupakan habitat eksklusif bagi owa Jawa. Satwa ini bergerak dengan cara bergelayutan, berjalan dan melompat dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Pemilihan Pakan Aktivitas makan owa Jawa diawali dengan melakukan pemilihan jenis pakan, hal ini dikarenakan jenis pakan yang diberikan cukup bervariasi. Dalam hal ini owa Jawa merupakan hewan yang sangat selektif dalam memilih pakan, karena owa Jawa
akan memakan habis pakan yang disukai dan tidak akan memakan pakan yang tidak disukai. Cara yang ditunjukkan owa Jawa saat memakan pakan yang asing adalah dengan cara mengendus pakan tersebut kemudian memakannya dengan hati-hati, bila owa menyukainya maka pakan tersebut akan dimakan hingga habis dan bila owa tidak suka maka pakan tersebut akan dibuang kembali. Tingkah laku yang ditunjukkan saat pemberian pakan adalah pertama-tama owa mendekati pakan, kemudian memperhatikan pakan. Pakan yang paling disukai langsung dimakan, sedangkan pada pakan yang kurang disukai hanya diciumi, digigit kemudian diletakkan kembali atau hanya diambil sarinya saja. Pakan yang tidak disukai akan dibuang oleh owa. Owa mengambil pakan dengan menggunakan tangannya bahkan dengan bantuan kaki, terutama untuk jenis pakan sayuran seperti kangkung, sebelum memakan kangkung owa melakukan pemilihan atau penyeleksian terhadap daun, daun yang masih bagus, segar dan muda akan langsung dimakan, sedangkan untuk daun yang sudah tua (berwarna kuning), layu dan tidak segar lagi tidak akan dimakan (dibuang). Berdasarkan ranking urutan pakan dari pakan yang pertama kali dipilih sampai pakan yang terakhir dipilih, antara urutan pemilihan pakan pagi dan siang mengalami sedikit perubahan, seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ranking Urutan Pakan dari Pakan yang Pertama Kali Dipilih Sampai Pakan yang Terakhir Dipilih Urutan Pemilihan Pakan Skor Total Ranking Pakan Jantan Betina Pagi Siang Pagi Siang Pagi Siang Pagi Siang Buah : Pisang 1,0 1,9 1,8 1,9 2,8 3,8 1 1 Jambu biji 3,3 3,5 5,1 5,3 8,4 8,8 5 5 Apel 5,9 6,0 5,5 5,8 11,4 11,8 6 6 Markisa 7,0 7,0 6,8 6,8 13,8 13,8 7 7 Semangka 4,3 4,0 1,9 2,2 6,3 6,2 2 2 Umbi : Ubi jalar 4,3 4,3 2,3 2,7 6,6 7,0 3 4 Sayuran : Kangkung 2,1 2,2 4,6 3,3 6,7 5,5 4 3 Keterangan : angka 1 sampai dengan angka 7 menunjukkan nomor urutan pemilihan pakan dari pakan yang pertama kali dipilih sampai pakan yang terakhir dipilih untuk dikonsumsi.
Berdasarkan ranking urutan pemilihan pakan pada pagi hari diketahui urutannya sebagai berikut : pisang, semangka, ubi jalar, kangkung, jambu biji, apel dan markisa, sedangkan urutan pemilihan pakan pada siang hari adalah sebagai berikut : pisang, semangka, kangkung, ubi jalar, jambu biji, apel dan markisa. Adanya perbedaan ranking pagi dan siang ini dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh yang masih kurang. Berdasarkan kelompoknya pakan yang diberikan dibedakan ke dalam tiga kelompok yaitu : kelompok buah (pisang, jambu biji, apel, markisa dan semangka), kelompok umbi (ubi jalar) dan kelompok sayuran (kangkung). Dari ketiga kelompok pakan tersebut kelompok buah merupakan pakan yang paling disukai, konsumsi buah lebih tinggi dari konsumsi yang lainnya. Hal ini membuktikan bahwa sumber pakan utama owa Jawa adalah buah-buahan, sesuai dengan pernyataan Whitten (1982) bahwa buah-buahan merupakan sumber pakan utama gibbon. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Conservation International Indonesia (2000) yang menyatakan bahwa owa Jawa mengkonsumsi kurang lebih 61 % buah, 31 % daun dan sisanya berbagai jenis makanan seperti bunga dan berbagai jenis serangga. Terdapat perbedaan antara pakan yang dipilih pagi hari dan siang hari. Pada pagi hari urutannya adalah buah, umbi dan sayuran, sedangkan pada siang hari urutannya adalah buah, sayuran dan umbi. Dari perbedaan tersebut dapat dikatakan bahwa, pada siang hari owa membutuhkan asupan air
yang lebih tinggi
dibandingkan pada pagi hari. Hal ini terbukti bahwa pada siang hari owa cenderung memilih pakan yang memiliki kandungan air yang tinggi, yaitu buah, sayuran dan terakhir adalah umbi. Dalam hal ini kangkung memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada ubi jalar. Pisang merupakan pakan yang paling disukai diantara pakan yang disajikan. Hal ini dimungkinkan karena di habitat aslinya pisang mudah didapat, selain itu pisang memiliki tekstur yang lunak, aroma yang khas, sehingga mudah untuk dicerna serta mengandung karbohidrat yang tinggi sehingga baik sebagai sumber energi bagi owa Jawa. Sesuai dengan pernyataan Wikipedia (2008), secara umum pisang mempunyai kandungan gizi yang baik. Buah yang sangat disukai monyet ini kaya karbohidrat, mineral, dan vitamin; 100 g pisang memasok 136 kalori. Kandungan energi pisang merupakan energi instan, yang mudah tersedia dalam waktu singkat,
sehingga bermanfaat dalam menyediakan kebutuhan kalori sesaat, sedangkan kandungan protein dan lemak pisang sangat rendah, yaitu hanya 2,3 % dan 0,13 %. Berbeda dengan markisa, dimana markisa merupakan pakan yang paling tidak disukai oleh owa Jawa. Hal ini mungkin dikarenakan markisa memiliki kulit yang keras, sehingga owa mengalami kesulitan dalam membuka buah tersebut. Selain itu meskipun markisa memiliki aroma yang menggugah selera, namun markisa memiliki rasa yang sedikit asam, sehingga owa tidak menyukai markisa. Sebagian besar pakan yang diberikan berupa buah yang memiliki rasa manis, kecuali pada markisa. Tingkah laku yang dilakukan owa terhadap markisa, yaitu dicicipi kemudian akhirnya dibuang kembali. Hal yang sama dilakukan owa Jawa terhadap apel, karena meskipun apel memiliki rasa yang manis tetapi apel memiliki kadar air yang rendah dan juga memiliki rasa yang sedikit asam, sehingga owa Jawa kurang menyukai apel sebagai bahan pakan. Hampir 80% pakan owa Jawa adalah buah-buahan matang yang memiliki rasa manis dan tekstur yang lunak, hal ini dapat dilihat dari jumlah buah yang lebih banyak dikonsumsi dari pada hijauan atau umbi-umbian. Banyaknya buah yang dikonsumsi oleh owa Jawa, sangat berhubungan dengan bentuk gigi dari owa itu sendiri. Dengan gigi seri yang kecil dan sedikit ke depan, gigi taring yang panjang dan membentuk seperti pedang dan gigi geraham atas berbentuk kuadrikuspid serta gigi graham bawah berbentuk kuinkuekuspid, menunjukkan bahwa owa Jawa memang hewan pemakan buah.
Aktivitas di Penangkaran Peubah yang diamati pada pengamatan owa Jawa di penangkaran meliputi aktivitas makan, minum, urinasi, defekasi, grooming, lokomosi, istirahat, dan bermain. Kedelapan aktivitas tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua aktivitas, yaitu aktivitas yang berhubungan langsung dengan pola makan dan aktivitas yang tidak berhubungan langsung dengan pola makan. Aktivitas yang berhubungan langsung dengan pola makan diantaranya adalah aktivitas makan, aktivitas minum, aktivitas defekasi dan aktivitas urinasi, sedangkan aktivitas yang tidak berhubungan langsung dengan pola makan adalah aktivitas lokomosi, aktivitas grooming, aktivitas
bermain, dan aktivitas istirahat. Persentase aktivitas owa Jawa selama penangkaran dapat dilihat pada Gambar 1.
23,79
25,00 Persentase Aktivitas (%)
21,40
22,74
20,00 15,00
13,95
12,77
10,00 5,00
2,43 0,96
1,97
B er m ai n
Lo ko m os i
Is tir ah at G ro om in g
D ef ek as i
U rin as i
M in um
M ak an
0,00
Aktivitas
Gambar 3. Persentase Aktivitas Owa Jawa pada Siang Hari dari Pukul 06.00 WIB sampai Pukul 18.00 WIB Persentase aktivitas yang berhubungan langsung dengan pola makan paling tinggi adalah aktivitas makan sebesar 12,77%, diikuti aktivitas urinasi sebesar 2,43%, aktivitas defekasi sebesar 1,97%, kemudian aktivitas minum sebesar 0,96%. Persentase aktivitas yang mempengaruhi aktivitas makan paling tinggi adalah aktivitas istirahat sebesar 23,79%, diikuti aktivitas lokomosi sebesar 22,74%, aktivitas grooming sebesar 21,47%, kemudian aktivitas bermain sebesar 13,97% (Gambar 3). Aktivitas tertinggi owa Jawa selama di penangkaran yaitu aktivitas istirahat sebesar 23,79% dari total aktivitasnya. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, seperti faktor kandang atau ruang lingkup tempat tinggal owa Jawa. Saat di habitat aslinya owa Jawa bebas bergerak ketempat yang diinginkan seperti mencari makan, lokomosi dan aktivitas lainnya, namun setelah owa Jawa ditangkarkan maka ruang lingkup untuk bergeraknya pun terbatas, sehingga owa Jawa tidak bebas bergerak dan sangat memungkinkan owa Jawa lebih banyak melakukan aktivitas istirahat. Selain faktor kandang, faktor lain adalah pakan dimana saat owa Jawa berada di habita aslinya, pakan banyak tersedia dan owa bebas memilih pakan apa saja yang
owa inginkan, namun saat di penangkaran pakan yang dikonsumsi owa Jawa hanya sebatas pakan yang tersedia di penangkaran. Bila dilihat dari total aktivitas secara keseluruhan, aktivitas istirahat merupakan aktivitas yang paling dominan (Gambar 3). Namun aktivitas istirahat yang dominan tidak mengidentifikasikan rendahnya aktivitas owa Jawa selama di penangkaran. Jika total aktivitas dibagi menjadi dua kategori yaitu aktivitas aktif dan aktivitas tidak aktif, dimana aktivitas aktif meliputi aktivitas makan, aktivitas minum, aktivitas defekasi, aktivitas urinasi, aktivitas grooming, aktivitas lokomosi dan aktivitas bermain, nilainya tercatat sebesar 76,22%. Nilai tersebut jauh lebih besar daripada aktivitas tidak aktif yaitu aktivitas istirahat sebesar 23,79%. Mengingat aktivitas aktif merupakan aktivitas yang tinggi selama pengamatan, maka dapat dikatakan bahwa owa Jawa memang merupakan satwa yang aktif di siang hari atau yang disebut dengan hewan diurnal. Seperti yang diungkapkan Conservation International Indonesia (2000) bahwa owa Jawa aktif dari pagi hingga sore hari (diurnal), siang harinya digunakan untuk beristirahat dengan saling mencari kutu antara jantan dan betina pasangannya, atau antara ibu dan anaknya (grooming). Malam harinya tidur pada percabangan pohon. Aktivitas terendah owa Jawa yang tercatat selama pengamatan yaitu aktivitas minum sebesar 0,96% dari total aktivitasnya. Hal ini terjadi dikarenakan pakan yang diberikan beragam yaitu berupa buah-buahan dan sayuran segar yang mengandung kadar air tinggi, sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan air minum owa Jawa. Kadar air pakan owa Jawa yang terdiri dari semangka, pisang, markisa, jambu biji, kangkung, ubi jalar, dan apel, berturut-turut sebesar 98,99%, 80,13%, 86,22%, 71,93%, 93,53%, 73,37%, dan 71,06%. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa kadar air semua bahan pakan tinggi, yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air pada owa Jawa. Kadar air pakan tertinggi terdapat pada semangka sebesar 98,99% dan terendah terdapat pada apel sebesar 71,06%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kadar air yang tinggi dalam bahan pakan akan mempengaruhi aktivitas minum owa Jawa. Semakin banyak owa Jawa mengkonsumsi pakan dengan kadar air yang tinggi maka aktivitas minumnya akan semakin rendah, karena kebutuhan air sudah tercukupi dari kandungan air bahan pakan.
30,00 25,00
23,22
23,47 22,2321,94 20,49
20,00
16,93
13,05 15,00 12,43 10,66 10,00
G ro om in g Lo ko m os i B er m ai n
ah at Is tir
M ak an
0,00
2,86 2,16 1,20 2,01 1,77 0,69 U rin as i D ef ek as i
5,00
Jantan Betina
M in um
Presentase Aktivitas (%)
24,87
Aktivitas
Gambar 4. Presentase Aktivitas Owa Jawa Jantan dan Betina dari Pukul 06.00 WIB sampai Pukul 18.00 WIB Sebagian besar aktivitas yang ditunjukkan selama pengamatan aktivitas betina lebih tinggi bila dibandingkan dengan aktivitas jantan kecuali pada aktivitas urinasi dan aktivitas bermain (Gambar 4). Beberapa hal yang meyebabkan perbedaan ini adalah umur, dimana owa Jawa jantan jauh lebih tua dibandingkan dengan betina. Hal ini ditunjukkan dengan memanjangnya gigi taring pada owa Jawa jantan, sehingga owa Jawa jantan lebih banyak diam atau istirahat dan malas untuk beraktivitas. Selain faktor umur, saat pengamatan didapati bahwa owa Jawa betina tengah dalam masa subur (estrus), hal ini diperjelas dengan keluarnya cairan merah (darah) dari alat kelamin betina selama 2-3 hari. Biasanya di habitat alam, saat owa betina tengah dalam masa subur, aktivitas yang ditunjukkan sangat aktif bila di bandingkan dengan masa tidak subur.
Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Pola Makan Aktivitas yang berhubungan dengan pola makan meliputi aktivitas makan, minum, defekasi dan urinasi. Presentase aktivitas yang berhubungan langsung dengan pola makan paling tinggi adalah aktivitas makan sebesar 12,77%, diikuti aktivitas urinasi sebesar 2,43%, aktivitas defekasi sebesar 1,97%, kemudian aktivitas minum sebesar 0,96% (Gambar 5). Tinggi rendahnya pola makan akan dipengaruhi oleh aktivitas makan, minum, defekasi dan urinasi.
Prosentase Aktivitas (%)
14,00
12,77
12,00 10,00 8,00 6,00 4,00
2,43
2,00
1,97
0,96
0,00 Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Aktivitas
Gambar 5. Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Pola Makan
Aktivitas Makan Aktivitas makan yang ditunjukkan owa Jawa selama pengamatan adalah sebagai berikut : 1. Mengamati pakan, yaitu perilaku owa Jawa sebelum mengambil pakan maupun setelah mengambil pakan, kemudian dipegang dengan menggunakan tangan dan atau kakinya. 2. Mengambil pakan, yaitu perilaku owa Jawa yaitu memilih pakan, memegang dengan menggunakan tangan, memegang dengan menggunakan kaki dan membawa pakan. 3. Memeriksa pakan, yaitu perilaku owa Jawa dalam memilah-milah pakan yang disukainya dan membolak-balikan pakan. 4. Mengolah pakan, yaitu perilaku owa Jawa yang dilakukan untuk menghilangkan atau membuang biji dan mengupas pakan yang berkulit. 5. Menggigit pakan, yaitu perilaku owa Jawa memasukkan pakan ke dalam mulut dengan tujuan untuk memotong pakan menjadi bagian yang lebih kecil ataupun membawa pakan dengan menggunakan gigi dan bibir. 6. Mengunyah pakan, yaitu perilaku owa Jawa saat mengkonsumsi pakan dengan menggunakan giginya. 7. Menelan pakan, yaitu perilaku owa Jawa dalam memasukkan pakan ke dalam perut.
8. Mengeluarkan kembali pakan yang sudah dimasukkan ke dalam mulut, yaitu perilaku owa Jawa pada pakan yang kurang disukainya atau hanya mengambil sari atau cairan pakan yang dilakukan setelah pakan digigit dan dikunyah, tetapi belum ditelan. 9. Membuang pakan, yaitu perilaku owa Jawa terhadap pakan yang tidak disukai dimana pakan hanya dipegang menggunakan tangan maupun kakinya, tetapi tidak untuk dikonsumsi lagi. Khusus untuk kangkung owa Jawa memiliki kebiasaan yang unik yaitu selain tangannya yang mencengkram kangkung, kaki pun ikut serta mencengkram kangkung. Sebelum kangkung dimakan, kangkung akan dibawa pergi olehnya dan akan dimakan di tempat yang sekiranya aman untuknya, sehingga memberikan kesan takut direbut. Keunikan lain yang ditunjukkan saat memakan kangkung adalah owa Jawa hanya memakan kangkung bagian pucuknya dan daun kangkung yang masih segar, owa Jawa tidak akan memakan kangkung yang sudah berwarna kuning dan layu (tidak segar).
Prosentase Aktivitas (%)
2,50 2,00 1,50
Jantan Betina
1,00 0,50
06 .0 0
07 07 .0 .0 0 0 0 8. 08 00 .0 0 09 09 .0 .0 0 0 1 0. 10 00 .0 0 1 1. 11 00 .0 0 12 12 .0 .0 0 0 1 3. 13 00 .0 0 1 4. 14 00 .0 0 15 15 .0 .0 0 0 1 6. 16 00 .0 0 17 17 .0 .0 0 0 18 .0 0
0,00
Waktu Pengamatan
Gambar 6. Aktivitas Makan Owa Jawa Aktivitas makan owa Jawa selama di penangkaran sebesar 12,77 % dari total aktivitasnya (Gambar 5). Aktivitas makan tertinggi pada pukul 08.00 WIB dan pukul 14.00 WIB (Gambar 6). Tingginya aktivitas makan ini sangat berhubungan dengan waktu pemberian makan, yaitu pakan diberikan dua kali dalam sehari pada pukul 08.00 pagi dan sekitar pukul 14.00 siang. Aktivitas makan owa Jawa betina
lebih tinggi daripada aktivitas makan owa Jawa jantan (Gambar 4). Hal ini terjadi karena ada perbedaan pada pola makannya. Pada saat pemberian makan owa jantan langsung memakan habis pakan pada saat itu juga, sedangkan owa betina tidak langsung memakan habis pakan pada saat itu juga, tetapi berangsur-angsur atau sedikit demi sedikit sambil sesekali diselingi dengan aktivitas lokomosi, aktivitas grooming dan aktivitas lainnya. Faktor tersebutlah yang menyebabkan mengapa aktivitas makan owa betina lebih tinggi dibandingkan aktivitas makan owa jantan.
Foto : Mahardika (2007)
Gambar 7. Aktivitas Makan Owa Jawa Betina.
Foto : Rasmada (2007)
Gambar 8. Aktivitas Makan Owa Jawa Jantan. Aktivitas makan owa Jawa baik jantan maupun betina di penangkaran mulai menurun pada pukul 16.00-17.00 WIB, sedangkan pada pukul 17.00-18.00 owa Jawa sama sekali tidak melakukan aktivitas makan. Owa lebih banyak duduk dan diam disertai dengan kegiatan membersihkan bulu, kuku, telinga dan menjilati anggota tubuh yang lainnya (grooming), bahkan sesekali tertidur. Hal ini didukung oleh cuaca yang sudah mulai gelap dan sejuk yang merupakan salah satu faktor yang sangat memungkinkan owa untuk beristirahat panjang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas makan owa Jawa sangat berhubungan dengan keadaan cuaca, suhu dan kelembaban lingkungan. Selain itu juga owa Jawa merupakan hewan diurnal
atau hewan yang aktif di siang hari hingga sore hari, sehingga pada saat menjelang malam hari Owa akan beristirahat dan tidak melakukan aktivitas apapun kecuali aktivitas istirahat (tidur). Saat melakukan aktivitas makan, ada beberapa posisi yang ditunjukkan owa Jawa seperti duduk, berdiri bahkan sembari menggantung (Gambar 7 dan 8). Hal ini sesuai dengan pendapat Kappeler (1984) yang menggambarkan dengan jelas perilaku owa Jawa selama menangani pakan. Ketika makan, owa Jawa tinggal di satu tempat dengan berbagai postur, duduk, berdiri, menggantung dan biasanya satu atau dua tungkai bebas meraih pakan.
Aktivitas Minum Aktivitas minum owa Jawa selama pengamatan sebesar 0,96% dari total aktivitasnya. Aktivitas minum owa Jawa jantan lebih tinggi daripada aktivitas minum owa Jawa betina (Gambar 4). Hal ini berhubungan dengan aktivitas bermain, dimana aktivitas bermain owa Jawa jantan yang lebih tinggi daripada aktivitas bermain owa Jawa betina. Tingginya aktivitas bermain mempengaruhi aktivitas minum, semakin tinggi aktivitas bermain maka aktivitas minum akan semakin tinggi pula. Selain itu aktivitas minum juga berhubungan dengan aktivitas makan, pakan yang diberikan sebagian besar berasal dari buah dan sayur segar yang memiliki kandungan air yang tinggi. Semakin tinggi aktivitas makan maka aktivitas minumnya semakin rendah, begitu juga sebaliknya semakin rendah aktivitas makan maka aktivitas minumnya akan semakin tinggi, hal ini untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh. Inilah yang terjadi mengapa aktivitas minum owa Jawa jantan lebih tinggi daripada aktivitas minum owa Jawa betina. Aktivitas minum merupakan aktivitas terendah dibandingkan aktivitas yang lain. Rendahnya aktivitas minum owa sangat berhubungan dengan pakan yang diberikan yaitu berupa buah-buahan dan sayuran segar yang banyak mengandung air, sehingga aktivitas minum owa Jawa sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kappeler (1981) yang menyatakan bahwa kebutuhan air pada primata dapat dipenuhi dari buah-buahan dan beberapa macam bahan makanan lainnya. Buah merupakan makanan owa Jawa mempunyai kandungan air yang tinggi atau besar. Menurut McDonald et al. (1995), air yang terdapat dalam tubuh hewan berasal dari tiga sumber yaitu yang berasal dari (1) air minum, (2) air yang
terkandung dari bahan pakan, dan (3) air metabolik yang didapat sebagai hasil dari oksidasi makanan. Aktivitas minum dilakukan menggunakan bantuan tangan dan mulut. Ada dua cara yang ditunjukkan owa Jawa saat melakukan aktivitas minum. Pertama, dengan menggunakan tangan, yaitu tangan dicelupkan ke dalam tempat air minum, kemudian tangan diangkat kembali ke atas sementara mulut terbuka sembari tengadah hingga tetes demi tetes air jatuh dari tangan. Kedua, menggunakan mulut langsung, yaitu meminum langsung air minum dari tempatnya menggunakan mulut. Air yang diminum owa Jawa berasal dari air yang disediakan petugas penangkaran yang diletakkan di pojok kandang dan air hujan yang tergenang serta air bekas membersihkan kandang.
Prosentase Aktivitas (%)
0,60 0,50 0,40 Jantan
0,30
Betina
0,20 0,10
8. 00 -1
7. 00 17 .0 0
-1
6. 00 -1
16 .0 0
15 .0 0
-1
5. 00
4. 00 -1
14 .0 0
13 .0 0
-1
3. 00
2. 00 12 .0 0
-1
1. 00 11 .0 0
-1
0. 00 -1
10 .0 0
09 .0 0
-0
8. 00 08 .0 0
-0
7. 00 -0
07 .0 0
06 .0 0
9. 00
0,00
Waktu Pengamatan
Gambar 9. Aktivitas Minum Owa Jawa Aktivitas minum owa Jawa betina tertinggi terjadi pada pukul 08.00-09.00 WIB dan pukul 16.00-17.00 WIB, sedangkan aktivitas minum owa Jawa jantan tertinggi terjadi pada pukul 15.00-16.00 WIB (Gambar 9). Tingginya aktivitas minum tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air minum dalam tubuh owa Jawa. Aktivitas minum sangat berhubungan dengan aktivitas makan dan juga aktivitas lokomosi, semakin tinggi aktivitas makan maka aktivitas minumnya akan semakin kecil, sedangkan untuk aktivitas lokomosi semakin tinggi aktivitas lokomosi yang dilakukan owa Jawa maka aktivitas minumnya akan semakin banyak atau
meningkat, karena untuk memenuhi kebutuhan air yang hilang pada saat melakukan aktivitas lokomosi. Aktivitas minum owa Jawa diawali dengan mendekati wadah atau tempat air minum, kemudian duduk di dekat tempat air minum. Sebelum meminum air yang ada pada wadah air minum tersebut, terlebih dahulu owa akan memperhatikan sekelilingnya; bila sekira-kiranya aman untuknya, kepalanya akan membungkuk dan mulutnya mendekati wadah air minum, kemudian meminum air baik secara langsung menggunakan mulut maupun dengan bantuan tangan yang dicelupkan kedalam air minum. Akan tetapi tidak jarang owa Jawa menjilati air yang menempel pada kandang, setelah kandang dibersihkan.
Aktivitas Defekasi Selama pengamatan tercatat bahwa aktivitas defekasi owa Jawa pada siang hari sebesar 1,97 % dari total aktivitasnya. Aktivitas defekasi yang diamati dapat dikatakan rendah bila dibandingkan dengan aktivitas yang lainnya. Rendahnya aktivitas defekasi tergantung pada kecernaan, metabolisme tubuh dan konsumsi pakan. Aktivitas defekasi owa Jawa betina lebih tinggi daripada aktivitas defekasi owa Jawa jantan (Gambar 4). Tingginya aktivitas defekasi owa Jawa betina mungkin disebabkan oleh kecernaan owa Jawa betina yang lebih rendah daripada kecernaan owa Jawa jantan, dan juga disebabkan oleh konsumsi pakan owa Jawa betina yang memang lebih tinggi daripada konsumsi owa Jawa jantan. Aktivitas defekasi dimungkinkan karena adanya akumulasi bahan pakan yang tidak dapat dicerna secara sempurna oleh organ pencernaan. Aktivitas defekasi sering dilakukan pada pagi hari, dan selama pengamatan dalam sehari aktivitas defekasi dilakukan dua sampai empat kali. Menurut Fleagle (1988), aktivitas defekasi owa Jawa sering dilakukan pada pagi hari dan biasanya dilakukan dua sampai tiga kali. Menurut hasil pengamatan selama di penangkaran didapat bahwa aktivitas defekasi owa Jawa biasanya dilakukan setelah aktivitas makan. Aktivitas defekasi owa Jawa betina tetinggi terjadi pada pagi hari yaitu pada pukul 07.00-08.00 WIB dan aktivitas defekasi owa Jawa jantan tertinggi terjadi pada siang hari yaitu pada pukul 13.00-15.00 WIB (Gambar 10).
Prosentase Aktivitas (%)
0,90 0,80 0,70 0,60 0,50
Jantan
0,40
Betina
0,30 0,20 0,10 8. 00
17 .0 0
-1
6. 00
-1
16 .0 0
-1
5. 00 15 .0 0
14 .0 0
-1
4. 00
3. 00
-1
13 .0 0
-1
2. 00 12 .0 0
-1
1. 00 11 .0 0
-1
0. 00 10 .0 0
-1
9. 00 09 .0 0
08 .0 0
-0
8. 00
7. 00
-0
-0
07 .0 0
06 .0 0
7. 00
0,00
Waktu Pengamatan
Gambar 10. Aktivitas Defekasi Owa Jawa Sebelum melakukan aktivitas defekasi owa Jawa menunjukkan sikap yang gelisah, bulak balik melakukan aktivitas lokomosi (bergelayutan), kemudian diam di satu tempat dengan kedua tangan berpegangan kepada jeruji atap kandang dan kedua kaki berpegangan pada jeruji dinding bagian belakang kandang dengan posisi seperti jongkok. Hal ini didukung oleh pernyataan Fleagle (1988) bahwa owa Jawa melakukan aktivitas defekasi dengan cara berdiri, bergantung dan jongkok atau duduk, baik di atas pohon maupun di permukaan tanah. Tekstur feses yang dikeluarkan adalah padat bentuknya seperti kotoran kucing tetapi lebih padat.
Aktivitas Urinasi Aktivitas urinasi owa Jawa tercatat sebesar 2,43 % dari total aktivitasnya. Aktivitas urinasi dipengaruhi oleh asupan pakan dan lingkungan. Aktivitas urinasi termasuk aktivitas yang rendah bila dibandingkan dengan aktivitas yang lain. Rendahnya aktivitas urinasi disebabkan air tubuh banyak digunakan untuk proses metabolisme dan evaporasi tubuh. Aktivitas urinasi owa Jawa betina lebih tinggi daripada aktivitas urinasi owa Jawa jantan (Gambar 4). Perbedaan ini disebabkan asupan pakan berupa buah dan sayuran segar yang dikonsumsi jantan lebih sedikit bila dibandingkan dengan asupan pakan yang dikonsumsi owa betina, sehingga aktivitas urinasi jantan lebih rendah daripada aktivitas urinasi betina. Aktivitas
urinasi tertinggi terjadi pada pukul 07.00 – 08.00 WIB (Gambar 11). Hal ini mungkin disebabkan suhu masih relatif rendah yaitu berkisar antara 19,45 ± 1,24 oC dengan kelembaban 94,06 ± 4,21 % pada pukul 07.00 sampai dengan pukul 08.00 WIB. Menurut Anggraeni (2006), hewan yang bergerak membutuhkan energi, untuk itu perlu perombakan zat-zat makanan dalam tubuh. Jika kelembaban tinggi, umumnya hewan tidak dapat mengeluarkan keringat, akibat air metabolik yang didapat banyak dikeluarkan melalui urine. Jika aktivitas makan tinggi dengan kadar air dalam pakan yang meningkat akan mempengaruhi tingginya aktivitas urinasi.
Prosentase Aktivitas (%)
0,70 0,60 0,50 0,40
Jantan Betina
0,30 0,20 0,10
00 8. -1
7. 17
.0
0
0 .0 16
.0 15
00
00 -1
6.
00 0
-1 0
14
.0
0 .0 13
-1
4.
5.
00
00 3.
-1
2.
-1 0 .0
12
11
.0
0
0 .0 10
00
00 -1
1. -1
0.
00 -1 0 .0 09
08
.0
0
0
-0
-0
8.
9.
00
00 7. -0 .0
0 07
.0 06
00
0,00
Waktu Pengamatan
Gambar 11. Aktivitas Urinasi Owa Jawa Aktivitas urinasi owa Jawa selama di penangkaran tanda-tandanya hampir sama dengan aktivitas defekasi hanya perbedaannya pada zat yang dikeluarkan, pada urinasi yang dikeluarkan berbentuk cairan berupa urine, sedangkan defekasi berbentuk padatan berupa feses. Menurut Anggraeni (2006), pada suhu lingkungan tinggi akan terjadi proses evaporasi (penguapan) air tubuh sehingga tubuh sangat membutuhkan air. Guna pemenuhan kebutuhan air, maka air yang terdapat didalam tubuh diupayakan tidak banyak dikeluarkan, guna mencegah terjadinya kekurangan air dalam tubuh (dehidrasi). Hal tersebut mempengaruhi rendahnya aktivitas urinasi pada saat itu.
Aktivitas yang Tidak Berhubungan Langsung dengan Pola Makan Aktivitas yang tidak berhubungan langsung dengan pola makan owa Jawa meliputi aktivitas grooming, lokomosi, istirahat dan bermain. Persentase aktivitas yang tidak berhubungan langsung dengan pola makan paling tinggi adalah aktivitas istirahat sebesar 23,79%, diikuti aktivitas lokomosi sebesar 22,74%, aktivitas grooming sebesar 21,47%, kemudian aktivitas bermain sebesar 13,97% (Gambar 12). Aktivitas grooming adalah aktivitas yang sering kali dilakukan, yang ditunjukkan dengan membersihkan diri dari sisa-sisa makanan. Untuk melakukan aktivitas lokomosi owa membutuhkan asupan energi yang cukup, sehingga memberikan tenaga kepada owa untuk lokomosi. Lain halnya dengan aktivitas istirahat yang tidak banyak membutuhkan energi, terkadang saat owa kenyang, hal utama yang dilakukannya adalah istirahat seperti duduk, diam atau bahkan tidur. 23,79
25,00
22,74
Prosentase Aktivitas (% )
21,40 20,00
13,95
15,00 10,00 5,00 0,00 Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Aktivitas
Gambar 12.
Aktivitas yang Tidak Berhubungan Langsung dengan Pola Makan
Aktivitas Grooming (Membersihkan Diri) Aktivitas grooming owa Jawa selama pengamatan tercatat sebesar 21,40 % dari total aktivitasnya. Aktivitas grooming cukup tinggi bila dibandingkan dengan beberapa aktivitas yang lain. Hal ini karena owa Jawa merupakan hewan yang aktif dari pagi hingga sore hari (diurnal), siang harinya digunakan untuk beristirahat dengan saling mencari kutu antara jantan dan betina pasangannya, atau antara ibu dan anaknya. Malam harinya, owa Jawa tidur pada percabangan pohon
(Conservation International Indonesia, 2000), namun aktivitas ini tidak terjadi karena owa Jawa berada di dalam kandang. Aktivitas grooming owa Jawa betina lebih tinggi daripada aktivitas grooming owa Jawa jantan (Gambar 4). Perbedaan ini sangat berhubungan dengan aktivitas makan, semakin tinggi aktivitas makan maka aktivitas grooming pun akan semakin tinggi. Membersihkan sisa-sisa makanan yang melekat atau tercecer pada tubuh merupakan salah satu bagian dari aktivitas grooming. Dalam hal ini aktivitas makan owa betina lebih tinggi daripada aktivitas makan owa jantan, sehingga secara otomatis aktivitas grooming owa betina akan lebih tinggi daripada aktivitas grooming owa jantan. Aktivitas grooming ini biasanya dilakukan sebelum dan sesudah istirahat, sebelum, disela-sela dan sesudah makan, dan setelah turun hujan. Aktivitas yang termasuk ke dalam aktivitas grooming diantaranya adalah membersihkan atau merawat diri, menggaruk-garuk wajah, bibir, kepala, tangan, kaki, dada, perut, pantat, menyibak-nyibakkan bulu seperti mencari kutu, membersihkan telinga, hidung, tangan, sela jari-jari dan kuku, menjilati tangan dan jari-jari dari sisa makanan yang menempel, mengibas-ngibaskan bulu, mengeringkan (menjilati) tubuh atau rambut dari air hujan. Aktivitas grooming selama pengamatan dilakukan oleh owa itu sendiri, tetapi di habitat aslinya grooming dapat dilakukan oleh pasangannya, induk dan anak atau sesama anggota dalam kelompok.
2,00 1,50
Jantan Betina
1,00 0,50
8. 00 -1
17 .0 0
-1
7. 00
6. 00 16 .0 0
-1
5. 00 -1
15 .0 0
14 .0 0
-1
4. 00
3. 00 13 .0 0
-1
2. 00 -1
12 .0 0
11 .0 0
-1
1. 00
0. 00 10 .0 0
09 .0 0
-1
9. 00
8. 00
-0
08 .0 0
-0
07 .0 0
-0
7. 00
0,00 06 .0 0
Prosentase Aktivitas (%)
2,50
Waktu Pengamatan
Gambar 13. Aktivitas Grooming Owa Jawa
Aktivitas grooming tertinggi owa Jawa jantan selama di penangkaran tercatat pada pukul 09.00–10.00 WIB, yaitu aktivitas grooming dilakukan setelah akivitas makan, sedangkan aktivitas grooming owa Jawa betina tertinggi pada pukul 07.00– 08.00 WIB (Gambar 13), yaitu aktivitas grooming dilakukan sebelum aktivitas makan. Saat owa Jawa sedang melakukan aktivitas makan, owa Jawa tidak melakukan aktivitas grooming, aktivitas grooming dilakukan sebelum, disela-sela dan sesudah makan, dan saat istirahat, di luar aktivitas itu owa Jawa tidak melakukan aktivitas grooming. Tujuan dari aktivitas grooming itu sendiri adalah untuk membersihkan tubuh owa Jawa dari sisa-sisa makanan, atau benda asing yang mengganggu kenyamanan owa Jawa, sehingga meskipun bulu owa Jawa tidak dibersihkan secara khusus, tetap terlihat bersih. Grooming merupakan salah satu tingkah laku owa Jawa untuk merawat dirinya baik sendiri (auto-self grooming) maupun dengan bantuan yang lain (social grooming). Grooming pada owa Jawa dapat dilakukan dengan menggunakan jarijarinya dan dengan bibir untuk membersihkan dirinya dari ektoparasit yang melekat pada rambut di permukaan tubuhnya. Self-grooming dilakukan pada saat owa Jawa diam atau istirahat (Fleagle, 1988) Grooming secara berpasangan disebut sebagai social grooming atau alo grooming, dilakukan jika satwa tersebut tidak dapat menjangkau permukaan tubuhnya yang hendak dibersihkannya. Betina membersihkan tubuh owa Jawa jantan dengan cara menjilatinya. Kulit dan bulu owa selalu bersih dan indah walaupun tanpa perhatian dari dirinya sendiri ataupun pasangannya (Fleagle, 1988)
Aktivitas Lokomosi (Bergerak) Aktivitas lokomosi owa Jawa di penangkaran tercatat sebesar 22,74% dari total aktivitasnya. Aktivitas lokomosi dilakukan owa Jawa di penangkaran merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti mendekati pakan, menghindari bahaya atau ancaman, dan mencari posisi yang aman untuk beristirahat. Presentase aktivitas lokomosi lebih kecil bila dibandingkan dengan aktivitas istirahat. Rendahnya aktivitas lokomosi selama pengamatan disebabkan oleh ukuran kandang yang terbatas, dengan ukuran kandang yang terbatas maka akan memperkecil ruang
untuk bergerak owa, berbeda dengan di habitat aslinya dimana owa bebas bergerak ke tempat yang diinginkan. Aktivitas lokomosi owa Jawa betina lebih tinggi daripada aktivitas lokomosi owa Jawa jantan (Gambar 4). Hal ini dimungkinkan karena beberapa faktor seperti faktor umur dimana owa Jawa betina lebih muda bila dibandingkan dengan umur owa Jawa jantan, kemudian faktor kesuburan pada owa Jawa betina yang bila dilihat dari tanda-tandanya owa Jawa betina sedang dalam masa subur (estrus). Tanda-tanda yang ditunjukkan berupa pembengkakan bagian kelamin, organ kelamin berwarna merah, dan terlihat mengeluarkan cairan merah (darah merah). Owa Jawa menjalani siklus birahi antara 29 hingga 38 hari. Tanda-tanda subur dapat dilihat dari pembengkakan bagian genitalia (alat kelamin) luar yang sebanding dengan naik turunnya kadar estradiol (pembentuk estrogen terbesar) sepanjang siklusnya (Kompas Cyber Media, 2006). Selain itu, pada masa subur owa Jawa yang berpasangan menunjukkan intensitas perilaku pergerakan, memanggil, menelisik, dan makan yang lebih tinggi dibanding masa tidak subur. Owa betina juga menunjukkan perilaku lebih aktif pada masa suburnya dibandingkan masa tidak subur (Kompas Cyber Media, 2006). Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas lokomosi adalah lingkungan sekitar penangkaran, dimana owa Jawa merupakan hewan yang sangat sensitif. Owa Jawa akan mengeluarkan suara dan bertingkah aktif bila merasa ada bahaya yang mendekat, apalagi kandang owa Jawa terletak di tepi jalan yang sewaktu-waktu ada kendaraan atau pekerja yang berlalu lalang. Ada 4 jenis suara yang dikeluarkan primata ini, yaitu suara betina sendiri untuk menandakan daerah teritorialnya, suara jantan yang dikeluarkan saat berjumpa dengan kelompok tetangganya, suara yang dikeluarkan bersama antar keluarga saat terjadi konflik, dan suara dari anggota keluarga sebagai tanda bahaya. Suara tanda bahaya dikeluarkan bila ada satwa pemangsa di sekitarnya, seperti macan tutul atau macan kumbang (Panthera pardus) (Conservation International Indonesia, 2000). Dari keempat suara ini yang paling dominan terjadi di PPSG adalah suara betina yang menandakan daerah teritori dan suara tanda bahaya bila ada suara kendaraan bermotor atau pekerja yang lewat. Aktivitas lokomosi owa Jawa selama di penangkaran dilakukan dengan menggunakan kedua kaki dan tangan
yang digunakan untuk bergelantungan
(bergelayutan) berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Seperti suku Hylobatidae lainnya, owa juga tidak mempunyai ekor. Postur tubuhnya tegak dan mempunyai tangan yang panjang yang berguna untuk menunjang pergerakannya di pohon (Conservation International Indonesia, 2000). Menurut Rinaldi (1999) cara pergerakan owa Jawa dibedakan ke dalam empat jenis, yaitu : 1) brankiasi (bergelayutan); 2) berjalan dengan dua kaki (bipedal); 3) memanjat; 4) melompat (leaping).
Prosentase Aktivitas (%)
2,50 2,00 1,50
Jantan Betina
1,00 0,50
-1
7. 00 17 .0 0
-1
6. 00 16 .0 0
15 .0 0
-1
5. 00
4. 00
-1
14 .0 0
-1
3. 00 13 .0 0
12 .0 0
-1
2. 00
1. 00
-1
11 .0 0
-1
0. 00 10 .0 0
-1
9. 00 09 .0 0
08 .0 0
-0
8. 00
7. 00
-0
-0
07 .0 0
06 .0 0
8. 00
0,00
Waktu Pengamatan
Gambar 14. Aktivitas Lokomosi Owa Jawa Aktivitas lokomosi owa Jawa jantan dan betina tertinggi tercatat pada pukul 15.00–16.00 (Gambar 14). Hal ini terjadi karena saat itu pekerja penangkaran secara rutin melakukan pembersihan kandang, dimana kandang owa bersebelahan dengan kandang lutung. Pada saat kandang lutung dibersihkan dapat menimbulkan suasana yang ramai, yang mempengaruhi satwa disekitarnya terutama owa Jawa yang berada di sebelahnya ikut mengeluarkan suara serta menunjukkan aktivitas lokomosi yang sangat aktif. Aktivitas lokomosi owa Jawa jantan dan betina terendah tercatat pada pukul 17.00–18.00. Hal ini terjadi karena owa Jawa merupakan hewan diurnal dan saat cuaca mulai gelap adalah waktu istirahat atau masa tidak aktif pada hewan diurnal termasuk owa Jawa. Bahkan kadang pada pukul 17.00 WIB, owa sudah tertidur karena pada saat itu suhu lingkungan tinggi dengan kelembaban lingkungan rendah. Hal lain yang mempengaruhi rendahnya aktivitas lokomosi karena owa Jawa
merupakan hewan diurnal, yaitu hewan yang aktif di siang hari, ketika hari menjelang matahari tenggelam, hewan ini sudah tidak melakukan aktivitas apapun kecuali aktivitas istirahat dan tidur. Awal lokomosi terjadi pada pagi hari setelah bangun tidur, yaitu sekitar pukul 06.00 WIB, dan berakhir sore hari setelah matahari terbenam sekitar pukul 18.00 WIB. Namun dalam keadaan tertentu owa Jawa dapat melakukan aktivitas lokomosi, seperti bila ada ancaman bahaya atau predator.
Aktivitas Istirahat Aktivitas istirahat selama pengamatan di pusat penangkaran tercatat bahwa aktivitas istirahat owa Jawa sebesar 23,79% dari total aktivitasnya. Aktivitas istirahat merupakan aktivitas yang paling dominan daripada aktivitas yang lainnya. Hal ini berbeda dengan aktivitas yang ada dihabitat aslinya, dimana di habitat aslinya aktivitas yang paling dominan adalah aktivitas makan. Yang mempengaruhi perbedaan ini adalah pada ruang lingkup bergeraknya. Di habitat aslinya owa bebas bergerak dan mencari makan, hal ini karena ruang lingkupnya luas dan makanan mudah didapat, sedangkan di penangkaran ruang untuk bergeraknya terbatas, dan makanan pun hanya sebatas yang disediakan oleh pekerja penangkaran. Perbedaan aktivitas ini terjadi karena adanya proses adaptasi antara owa Jawa dengan lingkungan penangkaran. Hal inilah yang menyebabkan mengapa aktivitas istirahat owa Jawa di penangkaran paling dominan dibandingakan dengan aktivitas yang lainnya. Aktivitas istirahat owa Jawa betina lebih tinggi daripada aktivitas istirahat owa Jawa jantan (Gambar 4). Perbedaan ini sangat berhubungan dengan tingginya aktivitas lokomosi owa Jawa betina daripada aktivitas lokomosi owa Jawa jantan. Semakin tinggi aktivitas lokomosi maka aktivitas istirahatnya pun akan semakin tinggi, karena semakin tinggi aktivitas lokomosi maka energi yang dikeluarkan akan semakin tinggi, sehingga owa cepat lelah dan cenderung untuk melakukan istirahat. Selama pengamatan, aktivitas istirahat terjadi sepanjang waktu selama owa Jawa melakukan aktivitas hariannya, yaitu dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Oleh karena itu aktivitas istirahat dibagi menjadi dua kelompok yaitu aktivitas istirahat pada siang hari (istirahat pendek) dan istirahat pada menjelang malam hari
(istirahat panjang atau tidur). Istirahat siang disebut istirahat pendek karena istirahat yang ditunjukkan berupa duduk, sesekali tertidur namun waktu tidurnya tidak lama; sedangkan istirahat malam disebut istirahat panjang karena istirahat yang ditunjukkan hanya tidur dengan waktu yang lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pasang (1989), yaitu terdapat perbedaan kuantitas antara istirahat dalam periode tidak aktif (malam hari) dan istirahat pada periode aktif (siang hari). Aktivitas istirahat malam hari dikatakan istirahat panjang, karena hanya aktivitas tidur yang dilakukan; sedangkan siang hari, aktivitas istirahat terjadi di sela aktivitas bersuara, makan dan bergerak (lokomosi). Istirahat demikian disebut istirahat pendek. Aktivitas istirahat biasanya dilakukan setelah aktivitas makan, disela-sela aktivitas makan dan aktivitas lokomosi. Aktivitas istirahat yang ditunjukkan adalah duduk diam tanpa melakukan apa pun, duduk sambil menggaruk-garuk badan (grooming) dan berbaring tetapi tidak tidur atau disebut dengan istirahat pendek. Aktivitas istirahat tergantung dari beberapa faktor seperti tempat tinggal (kandang). Owa Jawa yang hidup di alam aktivitas yang paling dominan adalah aktivitas makan dari total aktivitasnya. Menurut Ladjar (1996) dalam Ladjar (2002), owa Jawa memanfatkan 38,85% dari total waktu beraktivitas untuk aktivitas makan, 31,91% untuk bergerak, 28,43% untuk istirahat dan hanya sekitar 0,8% untuk aktivitas sosial.
2,00 1,50
Jantan Betina
1,00 0,50
8. 00 -1
17 .0 0
-1
7. 00
6. 00 16 .0 0
-1
5. 00 15 .0 0
-1
14 .0 0
-1
4. 00
3. 00 -1
13 .0 0
12 .0 0
-1
2. 00
1. 00 -1
11 .0 0
10 .0 0
09 .0 0
-1
0. 00
9. 00
8. 00
-0
-0
08 .0 0
07 .0 0
-0
7. 00
0,00 06 .0 0
Prosentase Aktivitas (%)
2,50
Waktu Pengamatan
Gambar 15. Aktivitas Istirahat Owa Jawa
Faktor lain selain kandang adalah faktor genetik, suhu, kelembaban dan cuaca. Keempat faktor ini saling berhubungan, karena jika hari menjelang malam maka suhu lingkungan akan menurun dan kelembaban akan naik. Pada saat menjelang malam hari hewan diurnal akan mengurangi aktivitas dan lebih banyak memanfaatkan waktunya untuk istirahat. Setiap kali waktu pengamatan aktivitas istirahat merupakan aktivitas yang sering dilakukan. Menjelang pukul 16.00-17.00 WIB owa Jawa sudah mulai tidur atau yang disebut dengan istirahat panjang. Pada umumnya menjelang matahari terbenam owa sudah tidak banyak beraktivitas. Di habitat alamnya aktivitas owa Jawa berakhir pada pukul 16.30 WIB. Menurut Kappeler (1984), aktivitas owa Jawa umumnya dimulai jam 06.00 WIB dan akan berakhir pada jam 16.30 WIB.
Foto : Mahardika (2007)
Gambar 16. Posisi Tidur Owa Jawa Jantan
Foto : Mahardika (2007)
Gambar 17. Posisi Tidur Owa Jawa Betina Aktivitas istirahat owa Jawa diawali dengan mencari posisi yang nyaman untuk istirahat. Untuk owa Jawa betina posisi istirahat adalah dalam keadaan duduk
di kotak tempat tidurnya dengan kepala tertunduk dan kaki menggantung atau berselonjor (Gambar 17). Untuk owa Jawa jantan posisi tidurnya kadang-kadang duduk ditempat pakan, di sudut dekat tempat air minum dengan posisi memeluk kedua lutut yang tertekuk dan kadang-kadang berbaring dengan posisi meringkuk (Gambar 16).
Aktivitas Bermain Secara umum aktivitas bermain dikelompokkan ke dalam aktivitas lokomosi yaitu aktivitas bergerak. Namun selama pengamatan ada beberapa perbedaan antara aktivitas lokomosi dengan aktivitas bermain, sehingga aktivitas lokomosi dan aktivitas bermain dibedakan. Yang membedakan aktivitas lokomosi dengan aktivitas bermain adalah saat melakukan aktivitas bermain owa Jawa cenderung berinteraksi dengan peralatan-peralatan bermain yang sengaja disediakan di kandang individu seperti bola karet, tali dan karet ban yang digantungkan pada sisi atas kandang, sedangkan saat melakukan aktivitas lokomosi, owa Jawa hanya melakukan gerak atau berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, tanpa berinteraksi dengan peralatan bermain yang sengaja disediakan didalam kandang.
Prosentase Aktivitas (%)
2,50 2,00 1,50
Jantan Betina
1,00 0,50
8. 00 -1
7. 00 17 .0 0
-1
6. 00 16 .0 0
-1
5. 00 15 .0 0
-1
4. 00 14 .0 0
-1
3. 00 13 .0 0
-1
2. 00 -1
12 .0 0
11 .0 0
-1
1. 00
0. 00 10 .0 0
-1
9. 00 09 .0 0
-0
8. 00 -0
08 .0 0
07 .0 0
06 .0 0
-0
7. 00
0,00
Waktu Pengamatan
Gambar 18. Aktivitas Bermain Owa Jawa Aktivitas bermain owa Jawa selama pengamatan tercatat sebesar 13,95% dari total aktivitasnya. Aktivitas bermain owa Jawa jantan lebih tinggi daripada aktivitas owa Jawa betina (Gambar 4). Hal ini terjadi karena aktivitas lokomosi owa Jawa
betina lebih tinggi daripada owa Jawa jantan, sehingga mempengaruhi aktivitas bermain owa Jawa betina. Semakin tinggi aktivitas lokomosi maka aktivitas bermain akan semakin rendah. Aktivitas bermain yang ditunjukkan owa jantan dan betina tidak jauh berbeda. Aktivitas bermain yang ditunjukkan adalah, melempar bola, menggigit-gigit bola, menggelindingkan bola dengan kaki, bergelayutan dengan tali sembari bermain bola, memainkan gembok kandang, bergelayutan sembari memainkan tali, berputarputar dengan tali, bergelayutan pada bagian atas kandang, menendang dan memutarmutar karet ban (Gambar 19). Aktivitas bermain owa Jawa jantan tertinggi terjadi pada pukul 15.00-16.00 WIB, sedangkan aktivitas bermain owa Jawa betina tertinggi terjadi pada pukul 10.00-11.00 WIB (Gambar 18). Bermain merupakan aktivitas yang kerap kali dilakukan oleh owa Jawa baik jantan maupun betina di sela-sela aktivitas yang lainnya. Saat melakukan aktivitas bermain owa tidak perduli dengan keadaan sekelilingnya, owa hanya terfokus pada benda yang dimainkan, kecuali bila owa merasa ada ancaman yang mendekat.
Foto : Mahardika
Gambar 19. Aktivitas Bermain Owa Jawa
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada pengambilan makanan, owa Jawa selalu melakukan pemilihan. Jenis makanan yang paling disukai dari beberapa jenis makanan yang disajikan adalah pisang dengan struktur lunak, memiliki rasa manis dan energi tinggi. Berdasarkan ranking urutan pemilihan pakan, pada pagi hari : pisang, semangka, ubi jalar, kangkung, jambu biji, apel dan markisa, sedangkan urutan pemilihan pakan pada siang hari : pisang, semangka, kangkung, ubi jalar, jambu biji, apel dan markisa. Dapat disimpulkan untuk pemberian pakan di penangkaran per ekor owa Jawa, pemberian jenis pakan dengan karbohidrat tinggi dan jenis hijauan perlu ditambahkan, sedangkan untuk jenis pakan berbiji atau buah yang memiliki rasa asam dikurangi. Persentase aktivitas harian owa Jawa selama di penangkaran berturut-turut adalah sebagai berikut makan (12,77%), minum (0,96%), defekasi (1,97%), urinasi (2,43%), dan ini merupakan aktivitas yang berhubungan langsung dengan pola makan; sedangkan aktivitas lokomosi (22,74%), grooming (21,40%), istirahat (23,79%) dan bermain (13,95%), aktivitas ini merupakan aktivitas yang tidak berhubungan langsung dengan pola makan owa Jawa.
Saran Mengingat penelitian ini merupakan pengamatan tentang aktivitas dan perilaku pemilihan pakan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan peubah yang berbeda, sehingga dapat memberikan informasi yang detil mengenai owa Jawa.
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirobbil’aalamiin.... Rasa syukur senantiasa tercurah ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, karunia dan inayah kepada Penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Anita S. Tjakradidjaja, M.Rur.Sc., Ir. Wirdateti, MSi. dan Ir. Didid Diapari, MS. selaku pembimbing tugas akhir atas bimbingan, dukungan, waktu, serta semangat kepada Penulis selama menyelesaikan penelitian dan skripsi ini, Dr. Ir. Erika B. Laconi, MS. selaku pembimbing akademik atas nasehat dan bimbingannya selama Penulis menyelesaikan studi di IPB. Dr. Ir. Kartiarso, MSc. Sri Suharti S.Pt, MSi. dan Ir. Hotnida C.H. Siregar MSi. selaku dosen penguji seminar dan Sidang atas saran dan kritik terhadap pembuatan skripsi ini. Terima kasih kepada Pak Erwin, Pak Amir, Pak Pur dan Kak Andre yang telah banyak membantu Penulis selama penelitian di PPSG. Terima kasih kepada teman-teman terdekat Penulis Ulya, Susi dan Iis, atas segala perhatian, motivasi dan selalu menjadi teman dalam suka maupun duka selama Penulis menyelesaikan studi di IPB. Terima kasih juga kepada teman satu tim penelitian Sada, Nuri dan Nia atas kerjasamanya, Mbak Wenny (mahasiswa pembahas), teman-teman kost TRI REGINA (Zinu, Mbak Uw, Sofy dll), seluruh rekan seperjuangan INTP 41, teman satu SMU, teman asrama dan kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Sembah sujud dan terima kasih yang tidak terhingga Penulis haturkan kepada Bapak dan Ibu tercinta atas segala kasih sayang, do’a, dukungan moril dan materil, nasehat, semangat serta pengorbanan yang tulus kepada Penulis. Terima kasih kepada Aa Anom Jatnika, SE, Dedek Eki Gumilar serta keluarga besar di Bandung, Ciamis dan Cirebon atas segala dukungan dan do’anya. Terima kasih yang tulus Penulis sampaikan kepada Ary Hendriyanto Hernawan, A.Md. yang selalu memberi kebahagiaan, semangat, do’a dan dukungan kepada Penulis. Penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin. Bogor, Juli 2008 Penulis.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, 1999. Markisa, Malaysia. http://www.pkukmweb.ukm.htm. [18 Mei 2008]. Alikodra, H. S. 1988. Studi biologi satwa liar di hutan Bukit Soeharto. Laporan Penelitian. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Alikodra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anggareini, R. 2006. Perilaku yang berhubungan dengan pola makan walabi kecil (Dorcopsulus vanheurni) betina di penangkaran pada siang hari. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Asquith, N.M., Martarinza and R.M., Sinaga. 1995. The Javan Gibbon (Hylobates moloch): status and conservation rekommendation. Tropical Biodiversity, 3,114. Bennet, B.T, C.R. Abee and R. Henrickson.1995. Nonhuman Primates in Biomedical Research: Biology and Management. Academy Press Inc, New York. Bismark, M. 1984. Biologi dan Konservasi Primata di Indonesia. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bourke, D. O’D. 1976. Psidium Guajava – Guava, p. 530-553. Dalam: R. J. Garner and S. A. Chaudri (Eds.). The Propagation of Tropical Fruit Tree, New York. Bradbury, J.H. and W.D. Halloway. 1988. Chemistry of Tropical Root Crops: Significance for Nutrition and Agriculture in the Fasific. ACIAR, Canbera. Budidaya Furniture. 2007. Ubi Jalar. http://www.budidayafurniture.blogspot.com/ 2007/09/ubi-jalar.html. [26 Juni 2008]. Chivers, D. J. 2000. The swinging singing apes: fighting for food and family in fareast forest. http://www.brookfeekzoo.org/pagegen/inc/AChiverr.pdf. [23 Juni 2008]. Conservation International Indonesia. 2000. Home Owa Jawa (Hylobates moloch), Jakarta. http://www.conservation.or.id/javangibbon/ - 17k. [6 Juli 2007]. Cowlishaw, G. 1996. Sexual selection and information content in gibbon song bouts. Ethology 102:272-284. Craig, J. V. 1981. Domestic Animal Behavior, Causes and Impication For Animal Care and Management. Prestice-Hall, Inc, New Jersey. Church, D. C. 1976. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. Vol. 1. Digestive Physiology. 2nd Edition. Metropolitan Point. Co, Portland. Dallmann, R. and T. Geismann. 2001. Individuality in the female songs of wild Silvery Gibbons (Hylobates moloch) on Java, Indonesia. Contributions to Zoology 70(1). http://www.gibbons.de/main/papers/pdffile/2001/moloch/ variability1.pdf. [23 Juni 2008].
De Mello, M.T. 1991. Breeding in captivity for the concervation primates. Dalam: Ehara (ed.): Primatology Today. Elsevier Science Pubhlishers, New York. Departemen Pertanian. 2002. Fact Sheet 4: Rahasia di Balik Kenikmatan Buah dan Sayuran.http://agribisnis.DepartemenPertanian.co.id/pustaka/teknopro/Leaflet %20Teknopro%20No.%2025.html. [18 Mei 2008]. Fleagle, J. G. 1988. Primate Adaptation and Evolution. Academic Press. Harcout Brace and Company, New York. Frazer, A.F. 1974. Farm Animal Behavior. 2nd Edition. Bailliere Tindall, London. Gaismann, T. 2004. Gibbon research lab. http://www.tihohannover.de/gibbons/Main. [23 Juni 2008]. Gklinis, 2003. Kangkung "Selain Sebagai Penenang, Juga Atasi Pendarahan" http://www.gizi.netcgi-binberita/full/news.cgi.htm. [18 Mei 2008]. Hafez, E. S. 1969. The Behavior of Domestic Animals. 2nd Edited by The Williams & Withins Co, Baltinore. Iskandar, E. 2007. Habitat dan populasi owa Jawa (Hylobates moloch AUDEBERT, (1797) di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jawaban, 2008. Kado Cinta Semangka. http://www.jawaban.com/newa/health/detail. phpid.news. [18 Mei 2008]. Kalie, M. B. 1998. Bertanam Semangka. Cetakan ke-19. Penebar Swadaya. 77 hal, Jakarta. Kappeler, M. 1981. The Javan silvery gibbon (Hylobates lar moloch): ecology and behaviour. Dissertation, Basel. http://www.markuskappeler.ch/gib/fragib.html. [23 Juni 2008]. Kappeler, M. 1984. Diet and feeding behaviour of the Moloch gibbon. Dalam: H. Preuschoft; D.J. Chivers; W.Y. Brockelman and N. Creel (eds): Evaluationary and behavioural Biology. Edinburgh University Press. http://www.markuskapp ler.ch/gib.html. [23 Juni 2008]. Kompas Cyber Media, 2006. Memahami siklus reproduksi owa Jawa, Jakarta. http://www.or.id/library/admin/attachment/clips.html. [6 Juli 2007]. Kuester, J. 1999. Hylobates moloch. Biology of Mammals. University of Michigan. http://www.animaldiversity.Ummzedu/. [23 Juni 2008]. Ladjar, L. N. 1996. Penilaian sistem pengelolaan kawasan konservasi Bodogol berdasarkan keberadaan owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798). Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. MacKinnon J. and K. MacKinnon. 1980. Niche differentiation in a primate community. Dalam: D.J. Chivers (ed). Malayan Forest Primates: Ten Year’s Study in Tropical Rain Forest. Plenum Pr, New York & London.
Massicot, P. 2001. Animalinfo Silvery Gibbon. http://www.Animalinfo.org/species/ Primathylomo.html. [23 Juni 2008]. Martin, P. and P. Bateson. 1988. Measuring Behaviour an Introduction Guide.2nd Ed. Cambridge University Press, Cambridge. McDonald, P., R. A. Adward., J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 1995. Animal Nutrition. 5th Ed, New York. Mukhtar, A. S. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tingkah Laku Satwa (Ethologi). Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan, Bogor. Nakasone, H. Y. dan R. E. Paull. 1999. Corp Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Terjemahan: Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Napier, J.R. and P.H. Napier. 1967. A Hand Book of Living Primate. Academic Press, New York. Nijman, V. 2004. Concervation of The Javan Gibbon Hylobates moloch: Population estimates, local ectinctions, and conservation prioritas. The Raffles Bulletin of Zoology, 52(1): 271-280. Nijman, V. 2006. Effect of behaviour changes due to habitat disturbance on dencity estiation of rain forest vertebrates, as illustrated by gibbons (promates: hylobatidae). http://www.tropenbos.nl/files/28%20Nijman.PDF.[23 Juni 2008]. Nonnecke, I. L. 1989. Vegetable Production. AVI book, New York. Nugroho, A. P. 2001. Analisa pendapatan usaha tani apel Malang. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nurmasito, N. 2003. Tingkah laku harian owa Jawa (Hylobates moloch) di Taman Margasatwa Ragunan Jakarta. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pasang, H. 1989. Kajian habitat owa abu-abu (Hylobates moloch AUDEBERT, 1798) di Cagar Alam Gunung Halimun, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pratas, R. G. 2006. Small Animal Nutrition. Bahan Kuliah Nutrisi Aneka Ternak dan Hewan Langka. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Prihatman, K. 2000. Budidaya Pisang, Jakarta. http://www.infopekalongan.com.html. [18 Mei 2008]. Rinaldi, D. 1999. Food preferences and habitat utilization of Javan gibbon (Hylobates moloch) in Ujung Kulon National Park, West Java, Indonesia. Primates Report. 54 (1): 28-29.
Rinaldi, D. 2003. The study of Javan gibbon (Hylobates moloch Audebert) in Gunung Halimun National Park (distribution, population and behaviour). Research and Concervation of Biodiversity in Indonesia. XI: 30-48. Rowe, N. 1996. The Pictorial Guild to The Living Primates. Pogoniase Press. Charlestown, Rhode Island, New York. Rukmana, R. 1994. Bertanam Kangkung. Kanisius, Yogyakarta. Sajuthi, D. 1984. Satwa Primata Sebagai Hewan Laboratorium. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sinar Harapan. 2002. Kangkung, Sayur ”Obat” bagi Berbagai Jenis Penyakit. http:// www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2003/032/kes4.html.[18Mei 2008]. Situshijau. 2006. Pisang. http://www.situshijau.co.id/tanaman/buahp.htm. [18 Mei 2008]. Snapdrive. 2001. Teknologi Tepat Guna Pengolahan Pangan Buah dan Sayuran. http://www.snapdrive.net/files/5327/01/html. [18 Mei 2008]. Soetopo, L. 1997. Psidium guajava L., p. 342-347. Dalam: E. W. M. Verheij, and R. E. Coronel (Eds.). Proses Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-buahan yang Dapat Dimakan. Terjemahan: Plant Resouces of South-East Asia 2: Edible and Nuts. Penerjemah: S. Danimihardja, H. Sutarno, N. W. Utami, dan D. S. H. Hoesen. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Steinbauer, L. E. and L. J Kushman. 1971. Sweet Potato Culture and Disease. Agriculture Hand Book No. 388 United State Departement of Agriculture. Washington D. C. Supriatna, J dan E. H. Wahono, 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid I. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tanudimadja, K dan S. Kusukamihardja. 1985. Perilaku Hewan Ternak. Jurusan Anatomi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tinbergen, N. U. 1969. Perilaku Binatang. Tira Pustaka. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Tjiptosoepomo, G. 1991. Taksonomi tumbuhan. Dalam: Parimin. Jambu Biji: Budidaya dan Ragam Pemanfaatanya. Penebar Swadaya. Jakarta. Verheij, E. W. M and R. E. Coronel. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-buahan yang Dapat Dimakan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Warsono, I. U. 2002. Pola Tingkah Laku Makan dan Kawin Burung Kasuari (Cassuarius Sp.) dalam Penangkaran di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak. http://www.rudict.tripod.com/sem1-023.html. [23 Juni 2008]. Whitten, T, 1982. Diet and feeding behaviour of Kloss gibbons on Siberut Island, Indonesia. Folia Primatologica 37: 177-209. Wikipedia, 2008. Pisang Kepok Kuning. http://www.dapurmlandhing.dagdigdug. com/2008/04/26.html. [18 Mei 2008].
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rataan Suhu (oC) dan Kelembaban (%) di Penangkaran 06.00 WIB Tanggal
0
12.00 WIB 0
16.00 WIB 0
Suhu ( C)
Kelembaban (%)
Suhu ( C)
Kelembaban (%)
Suhu ( C)
Kelembaban (%)
14/08/07
20
96
32
60
31
59
15/08/07
18,5
97
29
65
35
51
16/08/07
21
98
34
53
31,5
46,5
17/08/07
18
89
30,5
55
30,5
49
18/08/07
18,5
94
33,5
54
30,5
53,5
19/08/07
20
95,5
34
50
30
60
20/08/07
20,5
97,5
30
60,5
26,5
75
21/08/07
21
99
29
68
26,5
76,5
22/08/07
21,5
98
30
60
31,5
55
23/08/07
21
85
30,5
63
31,5
57
24/08/07
19
98
33,5
49
34
46
25/08/07
19
98
33,5
49
34
46
26/08/07
19,5
97
31
57
21
56,5
27/08/07
19,5
86,5
35
50
30,5
54,5
28/08/07
17,5
94,5
32
52
24
45
29/08/07
19
91
35
52
32
51,5
30/08/07
19
97
32
55
33
49
31/08/07
18,5
93
31,5
54
31,5
52,5
01/09/07
18
92,5
31,5
54,5
30
54
02/09/07
19
96,5
31
59
30
59
03/09/07
20,5
93,5
31,5
59
31
59
04/09/07
22
96
31
60
29
58
05/09/07
18,5
90
34
51,5
30
56,5
06/09/07
18,5
86,5
31
59
29
60
Total
467,5
2259
766
1349,5
723,5
1330
Rata-rata
19,45
94,06
31,92
56,23
30,36
55,42
sd
1,24
4,21
1,77
5,16
3,16
7,85
Lampiran 2. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 06.00 – 07.00 WIB Waktu
Aktivitas
06.00 - 07.00 WIB
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Hari
n
n
n
n
n
n
n
n
1
1
0
0
0
2
2
2
1
8
2
2
0
0
0
2
2
2
2
10
3
1
0
1
1
2
2
2
1
10
4
0
0
0
1
2
2
2
1
8
5
1
1
1
0
2
2
2
2
11
6
1
0
0
0
2
2
2
2
9
7
0
0
0
1
2
2
2
2
9
8
2
0
0
0
2
1
2
2
9
Total
9
2
0
0
0
2
2
2
2
10
10
1
0
0
0
2
2
2
2
9
11
0
0
1
0
2
2
2
2
9
12
0
0
1
0
2
2
2
2
9
Total
11,00
1,00
4,00
3,00
24,00
23,00
24,00
21,00
111,00
Rata-rata
0,92
0,08
0,33
0,25
2,00
1,92
2,00
1,75
9,25
Sd
0,79
0,29
0,49
0,45
0,00
0,29
0,00
0,45
0,87
Lampiran 3. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 07.00 – 08.00 WIB Waktu
Aktivitas
07.00 - 08.00 WIB
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Hari
n
n
n
n
n
n
n
n
1
0
0
1
1
2
2
2
2
2
0
0
0
0
2
2
2
2
8
3
0
0
1
1
2
2
2
2
10
4
0
0
0
0
2
2
2
1
7
5
0
0
0
0
2
2
2
2
8
6
0
0
0
0
2
1
2
2
7
7
0
0
1
0
2
2
2
2
9
8
1
0
0
0
2
2
2
1
8
Total
10
9
0
0
0
0
2
2
2
2
8
10
0
0
2
1
2
1
2
2
10
11
0
0
0
0
2
2
2
2
8
12
1
0
0
0
2
2
2
2
9
Total
2,00
0,00
5,00
3,00
24,00
22,00
24,00
22,00
102,00
Rata-rata
0,17
0,00
0,42
0,25
2,00
1,83
2,00
1,83
8,50
Sd
0,39
0,00
0,67
0,45
0,00
0,39
0,00
0,39
1,09
Lampiran 4. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 08.00 – 09.00 WIB Aktivitas
Waktu 08.00 - 09.00 WIB
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Hari
n
n
n
n
n
n
n
n
1
2
0
0
0
2
2
2
2
2
1
0
0
0
2
2
2
2
9
3
2
0
0
0
2
2
2
2
10
4
1
0
0
0
2
2
2
2
9
5
2
0
0
0
2
2
2
1
9
6
2
0
0
0
2
2
2
1
9
7
2
0
1
1
2
2
2
2
12
8
2
0
0
0
2
2
2
2
10
Total
10
9
2
0
0
0
2
1
2
2
9
10
2
0
0
0
2
2
2
2
10
11
2
0
0
0
2
2
2
1
9
12
2
0
0
0
2
2
2
2
10
Total
22,00
0,00
1,00
1,00
24,00
23,00
24,00
21,00
116,00
Rata-rata
1,83
0,00
0,08
0,08
2,00
1,92
2,00
1,75
9,67
Sd
0,39
0,00
0,29
0,29
0,00
0,29
0,00
0,45
0,89
Lampiran 5. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 09.00 – 10.00 WIB Waktu 09.00 - 10.00 WIB Hari
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
n
n
n
n
n
n
n
n
1
1
1
0
0
2
2
2
2
10
2
2
0
0
0
2
2
2
2
10
3
1
0
0
0
2
2
2
1
8
4
1
0
0
0
2
2
2
2
9
5
2
0
0
0
2
2
2
2
10
6
2
0
0
0
2
2
2
1
9
7
2
0
0
0
2
2
2
2
10
8
0
0
0
0
2
2
2
1
7
9
1
0
0
0
2
2
2
2
9
10
0
0
0
0
2
2
2
1
7
11
0
0
0
0
2
2
2
0
6
12
2
0
0
0
2
2
2
2
10
Total
14,00
1,00
0,00
0,00
24,00
24,00
24,00
18,00
105,00
Rata-rata
1,17
0,08
0,00
0,00
2,00
2,00
2,00
1,50
8,75
Sd
0,83
0,29
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,67
1,42
Lampiran 6. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 10.00 – 11.00 WIB Waktu
Aktivitas
10.00 - 11.00 WIB
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Hari
n
n
n
n
n
n
n
n
1
2
0
0
0
2
2
2
2
10
2
1
0
0
0
2
1
2
0
6
3
0
0
1
0
2
2
2
2
9
4
1
0
0
0
2
2
2
1
8
5
1
0
0
0
2
2
2
2
9
6
1
0
0
1
2
2
2
1
9
7
2
0
0
0
2
2
2
2
10
8
2
0
0
1
2
2
2
2
11
Total
9
1
0
0
0
2
2
2
1
8
10
1
0
1
0
2
2
2
2
10
11
1
0
0
0
2
2
2
2
9
12
1
0
1
0
2
2
2
2
10
Total
14,00
0,00
3,00
2,00
24,00
23,00
24,00
19,00
109,00
Rata-rata
1,17
0,00
0,25
0,17
2,00
1,92
2,00
1,58
9,08
Sd
0,58
0,00
0,45
0,39
0,00
0,29
0,00
0,67
1,31
Lampiran 7. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 11.00 – 12.00 WIB Waktu 11.00 - 12.00
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
Hari
n
n
n
n
n
n
n
n
1
2
1
0
0
2
2
2
2
11
2
2
0
0
0
2
1
2
1
8
3
1
0
0
0
2
2
2
2
9
4
2
0
0
0
2
2
2
2
10
5
0
0
1
1
2
2
2
2
10
6
0
0
0
0
2
2
2
2
8
7
1
0
0
0
2
2
2
1
8
8
2
0
0
0
2
2
2
0
8
WIB
9
1
0
0
0
2
2
2
1
8
10
1
0
1
0
2
2
2
2
10
11
1
0
1
1
2
2
2
2
11
12
1
0
0
0
2
2
2
1
8
Total
14,00
1,00
3,00
2,00
24,00
23,00
24,00
18,00
109,00
Rata-rata
1,17
0,08
0,25
0,17
2,00
1,92
2,00
1,50
9,08
Sd
0,72
0,29
0,45
0,39
0,00
0,29
0,00
0,67
1,24
Lampiran 8. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 12.00 – 13.00 WIB Waktu
Aktivitas
12.00 - 13.00 WIB Hari
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
n
n
n
n
n
n
n
n
1
1
0
1
0
2
2
2
2
10
2
1
1
0
0
2
2
2
2
10
3
0
0
0
0
2
2
1
1
6
4
1
0
0
0
2
2
2
2
9
5
0
0
0
0
2
2
2
0
6
6
2
0
0
0
2
2
2
0
8
7
1
0
0
0
2
2
2
2
9
8
0
0
0
0
2
1
2
0
5
9
2
0
0
0
2
2
2
2
10
10
0
0
0
0
2
2
2
0
6
11
0
0
0
0
2
2
2
2
8
12
1
0
0
0
2
2
2
1
8
Total
9,00
1,00
1,00
0,00
24,00
23,00
23,00
14,00
95,00
Rata-rata
0,75
0,08
0,08
0,00
2,00
1,92
1,92
1,17
7,92
Sd
0,75
0,29
0,29
0,00
0,00
0,29
0,29
0,94
1,78
Lampiran 9. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 13.00 – 14.00 WIB Waktu 13.00 - 14.00 WIB Hari
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
n
n
n
n
n
n
n
n
1
1
0
0
0
2
2
2
1
8
2
1
0
1
1
2
1
2
1
9
3
1
0
0
1
2
2
2
2
10
4
0
0
0
0
2
1
2
0
5
5
1
0
1
0
2
1
2
2
9
6
2
0
0
0
2
2
2
1
9
7
1
0
0
0
2
2
2
0
7
8
2
0
0
0
2
2
2
1
9 9
9
1
0
1
1
2
1
2
1
10
1
0
1
0
2
2
2
1
9
11
2
0
0
1
2
2
2
2
11
12
1
0
0
0
2
2
2
2
9
Total
14,00
0,00
4,00
4,00
24,00
20,00
24,00
14,00
104,00
Rata-rata
1,17
0,00
0,33
0,33
2,00
1,67
2,00
1,17
8,67
Sd
0,58
0,00
0,49
0,49
0,00
0,49
0,00
0,72
1,50
Lampiran 10. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 14.00 – 15.00 WIB Waktu
Aktivitas
14.00 - 15.00 WIB
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Hari
n
n
n
n
n
n
n
n
1
1
0
0
0
2
2
2
2
9
2
2
0
2
1
2
2
2
2
13
3
2
0
0
0
2
2
2
2
10
4
1
0
0
0
2
1
2
1
7
5
1
0
0
0
2
1
2
2
8
6
1
0
0
1
2
2
2
2
10
7
2
0
0
0
2
2
2
2
10
8
2
1
0
0
2
1
2
1
9
Total
9
2
2
0
0
2
2
2
2
12
10
2
0
0
0
2
2
2
2
10
11
1
0
0
1
2
2
2
2
10
12
0
0
0
1
2
2
2
2
9
Total
17,00
3,00
2,00
4,00
24,00
21,00
24,00
22,00
117,00
Rata-rata
1,42
0,25
0,17
0,33
2,00
1,75
2,00
1,83
9,75
Sd
0,67
0,62
0,58
0,49
0,00
0,45
0,00
0,39
1,60
Lampiran 11. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 15.00 – 16.00 WIB Waktu 15.00 - 16.00 WIB Hari
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
n
n
n
n
n
n
n
n
1
2
1
0
0
2
2
2
2
11
2
2
0
0
0
2
2
2
2
10
3
1
0
1
1
2
2
2
2
11
4
1
0
0
0
2
2
2
2
9
5
2
0
0
0
2
2
2
2
10
6
1
0
0
1
2
2
2
2
10
7
2
0
1
1
2
2
2
2
12
8
2
1
0
0
2
2
2
2
11
9
1
1
0
0
2
2
2
2
10
10
2
2
0
0
2
2
2
2
12
11
1
0
0
0
2
2
2
2
9
12
2
1
0
0
2
2
2
2
11
Total
19,00
6,00
2,00
3,00
24,00
24,00
24,00
24,00
126,00
Rata-rata
1,58
0,50
0,17
0,25
2,00
2,00
2,00
2,00
10,50
Sd
0,51
0,67
0,39
0,45
0,00
0,00
0,00
0,00
1,00
Lampiran 12. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 16.00 – 17.00 WIB Waktu
Aktivitas
16.00 - 17.00 WIB Hari
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
n
n
n
n
n
n
n
n
1
1
0
0
0
2
2
2
2
9
2
1
0
0
0
2
1
1
0
5
3
1
0
0
0
2
2
2
1
8
4
1
0
0
0
2
2
2
1
8
5
2
1
0
0
2
2
2
2
11
6
1
1
0
0
2
2
2
2
10
7
2
0
0
0
2
2
2
2
10
8
2
0
0
0
2
2
2
2
10
9
2
0
0
0
2
1
2
1
8
10
2
0
0
0
2
2
2
1
9
11
1
0
0
0
2
1
2
1
7
12
0
0
0
0
2
2
2
2
8
Total
16,00
2,00
0,00
0,00
24,00
21,00
23,00
17,00
103,00
Rata-rata
1,33
0,17
0,00
0,00
2,00
1,75
1,92
1,42
8,58
Sd
0,65
0,39
0,00
0,00
0,00
0,45
0,29
0,67
1,62
Lampiran 13. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Pukul 17.00 – 18.00 WIB Waktu 17.00 - 18.00 WIB Hari
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
n
n
n
n
n
n
n
n
1
0
0
0
0
2
1
1
0
4
2
1
0
0
0
2
1
1
0
5
3
0
0
0
0
2
1
1
0
4
4
0
0
0
0
2
0
0
0
2
5
0
0
0
0
2
0
1
0
3
6
1
0
0
0
2
1
1
0
5
7
0
0
0
0
2
1
1
0
4
8
0
0
0
0
2
0
1
0
3
9
0
0
0
0
2
1
1
0
4
10
0
0
0
0
2
1
1
0
4
11
0
0
0
0
2
0
0
0
2
12
0
0
0
0
2
0
1
0
3
Total
2,00
0,00
0,00
0,00
24,00
7,00
10,00
0,00
43,00
Rata-rata
0,17
0,00
0,00
0,00
2,00
0,58
0,83
0,00
3,58
Sd
0,39
0,00
0,00
0,00
0,00
0,51
0,39
0,00
1,00
Lampiran 14. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 06.00 – 07.00 WIB Waktu 06.00 - 07.00 WIB Hari
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
n
n
n
n
n
n
n
n
1
1
0
0
0
2
2
2
1
8
2
0
0
1
1
2
2
2
0
8
3
0
0
0
0
2
2
2
0
6
4
0
0
0
0
2
2
2
1
7
5
0
0
0
0
2
2
2
0
6
6
0
0
0
0
2
2
2
0
6
7
0
0
1
1
2
2
2
0
8
8
0
0
1
0
2
2
2
0
7
9
0
0
0
1
2
2
2
2
9
10
0
0
0
0
2
2
2
0
6
11
0
0
1
0
2
1
2
1
7
12
0
0
1
1
2
2
2
0
8
Total
1,00
0,00
5,00
4,00
24,00
23,00
24,00
5,00
86,00
Rata-rata
0,08
0,00
0,42
0,33
2,00
1,92
2,00
0,42
7,17
Sd
0,29
0,00
0,51
0,49
0,00
0,29
0,00
0,67
1,03
Lampiran 15. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 07.00 – 08.00 WIB Waktu 07.00 - 08.00 WIB Hari
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
n
n
n
n
n
n
n
n
1
2
0
1
0
2
2
2
2
11
2
0
0
0
0
2
2
2
2
8
3
0
0
0
1
2
2
2
1
8
4
0
0
0
0
2
2
2
2
8
5
1
0
1
1
2
2
2
2
11
6
0
0
1
1
2
2
2
0
8
7
0
0
1
1
1
2
2
1
8
8
0
0
0
1
2
2
2
0
7
9
0
0
1
1
2
2
2
1
9
10
0
0
1
2
2
2
2
1
10
11
0
0
0
0
2
2
2
0
6
12
0
0
1
1
2
2
2
0
8
Total
3,00
0,00
7,00
9,00
23,00
24,00
24,00
12,00
102,00
Rata-rata
0,25
0,00
0,58
0,75
1,92
2,00
2,00
1,00
8,50
Sd
0,62
0,00
0,51
0,62
0,29
0,00
0,00
0,85
1,51
Lampiran 16. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 08.00 – 09.00 WIB Waktu 08.00 - 09.00 WIB Hari
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
n
n
n
n
n
n
n
n
1
0
0
0
1
2
2
2
1
8
2
2
0
0
1
2
2
2
0
9
3
1
0
0
0
2
2
2
0
7
4
2
0
0
0
2
2
2
0
8
5
1
2
0
0
2
2
2
0
9
6
1
0
0
0
2
2
2
0
7
7
2
0
0
0
2
2
2
2
10
8
2
0
0
0
2
2
2
0
8
9
2
0
1
1
2
2
2
1
11
10
2
0
0
0
2
2
2
2
10
11
2
0
0
0
2
2
2
1
9
12
2
0
0
0
2
2
2
0
8
Total
19,00
2,00
1,00
3,00
24,00
24,00
24,00
7,00
104,00
Rata-rata
1,58
0,17
0,08
0,25
2,00
2,00
2,00
0,58
8,67
Sd
0,67
0,58
0,29
0,45
0,00
0,00
0,00
0,79
1,23
Lampiran 17. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 09.00 – 10.00 WIB Waktu 09.00 - 10.00 WIB Hari
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
n
n
n
n
n
n
n
n
1
2
0
1
0
2
2
2
1
10
2
1
1
0
0
2
2
2
2
10
3
2
0
0
0
2
2
2
0
8
4
2
0
0
0
2
2
2
2
10
5
2
0
1
1
2
2
2
1
11
6
2
0
0
0
2
2
2
1
9
7
2
0
0
0
2
2
2
0
8
8
1
0
0
0
2
2
2
0
7 8
9
1
0
0
0
2
2
2
1
10
1
0
0
0
2
2
2
1
8
11
1
0
1
1
2
2
2
1
10
12
2
0
0
0
2
2
2
1
9
Total
19,00
1,00
3,00
2,00
24,00
24,00
24,00
11,00
108,00
Rata-rata
1,58
0,08
0,25
0,17
2,00
2,00
2,00
0,92
9,00
Sd
0,51
0,29
0,45
0,39
0,00
0,00
0,00
0,67
1,21
Lampiran 18. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 10.00 – 11.00 WIB Waktu 10.00 - 11.00 WIB Hari
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
n
n
n
n
n
n
n
n
1
1
0
0
0
2
2
2
1
8
2
1
0
0
0
2
2
2
1
8
3
1
0
0
1
2
2
2
2
10
4
2
0
1
1
2
2
2
2
12
5
2
1
0
0
2
2
2
2
11
6
1
0
0
0
2
2
2
1
8
7
1
0
0
0
2
1
2
0
6
8
2
0
0
0
2
2
2
0
8
9
2
0
0
0
2
2
2
2
10
10
0
0
1
1
2
2
2
2
10
11
2
0
1
0
2
2
2
1
10
12
2
0
0
0
2
2
2
2
10
Total
17,00
1,00
3,00
3,00
24,00
23,00
24,00
16,00
111,00
Rata-rata
1,42
0,08
0,25
0,25
2,00
1,92
2,00
1,33
9,25
Sd
0,67
0,29
0,45
0,45
0,00
0,29
0,00
0,78
1,66
Lampiran 19. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 11.00 – 12.00 WIB Waktu 11.00 - 12.00 WIB Hari
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
n
n
n
n
n
n
n
n
1
1
0
0
0
2
2
2
2
9
2
1
0
0
0
2
2
2
0
7
3
2
0
0
1
2
2
2
2
11
4
2
0
0
0
2
2
2
2
10
5
1
0
1
1
2
2
2
2
11
6
1
0
0
0
2
2
2
0
7
7
0
0
2
0
2
2
2
1
9
8
1
0
0
0
2
2
2
1
8
9
1
0
0
0
2
1
2
0
6
10
1
0
0
0
2
2
2
2
9
11
1
0
0
0
2
2
2
0
7
12
0
0
0
0
2
2
2
1
7
Total
12,00
0,00
3,00
2,00
24,00
23,00
24,00
13,00
101,00
Rata-rata
1,00
0,00
0,25
0,17
2,00
1,92
2,00
1,08
8,42
Sd
0,60
0,00
0,62
0,39
0,00
0,29
0,00
0,90
1,68
Lampiran 20. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 12.00 – 13.00 WIB Waktu 12.00 - 13.00 WIB Hari
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
n
n
n
n
n
n
n
n
1
2
0
0
0
2
2
2
2
10
2
1
0
0
0
2
2
2
2
9
3
1
0
0
0
2
2
2
2
9
4
2
0
1
0
2
2
2
2
11
5
0
0
0
0
2
2
2
2
8
6
2
0
0
0
2
2
2
1
9
7
0
0
0
0
2
1
2
1
6
8
0
0
0
0
2
2
2
0
6
9
1
0
0
0
2
2
2
0
7
10
1
0
0
0
2
2
2
0
7
11
0
0
0
0
2
2
2
2
8
12
0
0
0
0
2
1
2
0
5
Total
10,00
0,00
1,00
0,00
24,00
22,00
24,00
14,00
95,00
Rata-rata
0,83
0,00
0,08
0,00
2,00
1,83
2,00
1,17
7,92
Sd
0,83
0,00
0,29
0,00
0,00
0,39
0,00
0,94
1,78
Lampiran 21. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 13.00 – 14.00 WIB Waktu 13.00 - 14.00
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Hari
n
n
n
n
n
n
n
n
1
2
0
0
0
2
2
2
1
9
2
2
0
0
0
2
1
2
0
7
3
2
0
0
0
2
2
2
0
8
4
1
0
0
0
2
1
2
1
7
5
1
0
0
0
2
2
2
1
8
6
1
0
0
0
2
2
2
0
7
7
1
0
1
0
2
2
2
2
10
8
1
0
0
0
2
2
2
0
7
9
1
0
0
0
2
1
2
0
6
10
2
0
1
0
2
2
2
2
11
11
2
0
0
0
2
2
2
1
9
WIB
Total
12
1
0
0
0
2
2
2
0
7
Total
17,00
0,00
2,00
0,00
24,00
21,00
24,00
8,00
96,00
Rata-rata
1,42
0,00
0,17
0,00
2,00
1,75
2,00
0,67
8,00
Sd
0,51
0,00
0,39
0,00
0,00
0,45
0,00
0,78
1,48
Lampiran 22. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 14.00 – 15.00 WIB Aktivitas
Waktu 14.00 - 15.00
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
n
n
n
n
n
n
n
n
1
2
0
0
0
2
2
2
2
10
2
2
0
0
0
2
2
1
1
8
3
2
0
0
0
2
2
2
1
9
4
0
0
0
0
2
2
2
1
7
5
2
0
0
0
2
2
2
2
10
6
2
0
0
0
2
1
2
2
9
7
2
0
0
0
2
2
2
0
8
8
2
0
0
0
2
2
2
2
10
9
2
0
1
1
2
2
2
2
12
10
2
0
0
0
2
2
2
1
9
11
2
1
1
0
2
2
2
1
11
12
2
0
1
0
2
2
2
1
10
WIB Hari
Total
Total
22,00
1,00
3,00
1,00
24,00
23,00
23,00
16,00
113,00
Rata-rata
1,83
0,08
0,25
0,08
2,00
1,92
1,92
1,33
9,42
Sd
0,58
0,29
0,45
0,29
0,00
0,29
0,29
0,65
1,38
Lampiran 23. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 15.00 – 16.00 WIB Waktu 15.00 - 16.00
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Hari
n
n
n
n
n
n
n
n
1
2
0
0
0
2
2
2
0
8
2
2
0
0
0
2
2
2
1
9
3
2
0
1
1
2
2
2
0
10
4
1
0
0
0
2
2
2
0
7
5
2
0
0
0
2
1
2
2
9
6
2
0
1
0
2
2
2
2
11
7
2
0
1
0
2
2
2
2
11
8
2
0
0
0
2
2
2
2
10
WIB
Total
9
2
1
0
0
2
2
2
2
11
10
1
0
0
0
2
2
2
1
8
11
2
0
0
0
2
2
2
0
8
12
2
0
0
0
2
2
2
2
10
Total
22,00
1,00
3,00
1,00
24,00
23,00
24,00
14,00
112,00
Rata-rata
1,8
0,08
0,25
0,08
2,0
1,9
2,0
1,17
9,33
Sd
0,4
0,29
0,45
0,29
0,0
0,3
0,0
0,94
1,37
Lampiran 24. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 16.00 – 17.00 WIB Waktu
Aktivitas
16.00 - 17.00
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Hari
n
n
n
n
n
n
n
n
1
2
0
1
0
2
2
2
1
10
2
2
0
1
0
2
2
2
1
10
3
1
0
0
0
2
1
2
0
6
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
1
0
0
0
2
1
2
0
6
6
0
0
0
0
2
2
2
0
6
7
1
1
0
0
2
2
2
1
9
8
1
1
0
0
2
2
2
1
9
9
0
0
0
0
2
1
2
1
6
10
1
0
0
0
2
2
2
1
8
11
1
0
0
0
2
1
2
0
6
WIB
Total
12
0
0
0
0
2
2
2
1
7
Total
10,00
2,00
2,00
0,00
22,00
18,00
22,00
7,00
83,00
Rata-rata
0,83
0,17
0,17
0,00
1,83
1,50
1,83
0,58
6,92
Sd
0,72
0,39
0,39
0,00
0,58
0,67
0,58
0,51
2,71
Lampiran 25. Data Berbagai Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Pukul 17.00 – 18.00 WIB Waktu 17.00 - 18.00
Aktivitas Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Hari
n
n
n
n
n
n
n
n
1
0
0
0
0
2
2
0
0
4
2
0
0
0
0
2
0
1
0
3
3
0
0
0
0
1
1
2
0
4
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
0
0
0
0
2
1
2
0
5
7
0
0
0
0
2
1
2
0
5
8
0
0
0
0
2
1
0
0
3
9
0
0
0
0
2
1
2
0
5
10
0
0
0
0
2
0
0
0
2
11
0
0
0
0
2
1
0
0
3
12
0
0
0
0
2
1
1
0
4
Total
0,00
0,00
0,00
0,00
19,00
9,00
10,00
0,00
38,00
Rata-rata
0,00
0,00
0,00
0,00
1,58
0,75
0,83
0,00
3,17
Sd
0,00
0,00
0,00
0,00
0,79
0,62
0,94
0,00
1,75
WIB
Total
Lampiran 26. Rataan Aktivitas Owa Jawa Jantan Selama Penangkaran Waktu
Aktivitas
(WIB)
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
06.00 - 07.00
0,92
0,08
0,33
0,25
2
1,92
2
1,75
9,25
07.00 - 08.00
0,17
0
0,42
0,25
2
1,83
2
1,83
8,5
08.00 - 09.00
1,83
0
0,08
0,08
2
1,92
2
1,75
9,66
09.00 - 10.00
1,17
0,08
0
0
2
2
2
1,5
8,75
10.00 - 11.00
1,17
0
0,25
0,17
2
1,92
2
1,58
9,09
11.00 - 12.00
1,17
0,08
0,25
0,17
2
1,92
2
1,5
9,09
12.00 - 13.00
0,75
0,08
0,08
0
2
1,92
1,92
1,17
7,92
13.00 - 14.00
1,17
0
0,33
0,33
2
1,67
2
1,17
8,67
14.00 - 15.00
1,42
0,25
0,17
0,33
2
1,75
2
1,83
9,75
15.00 - 16.00
1,58
0,5
0,17
0,25
2
2
2
2
10,5
16.00 - 17.00
1,33
0,17
0
0
2
1,75
1,92
1,42
8,59
17.00 - 18.00
0,17
0
0
0
2
0,58
0,83
0
3,58
Total
12,85
1,24
2,08
1,83
24,00
21,18
22,67
17,50
103,35
Lampiran 27. Rataan Aktivitas Owa Jawa Jantan di Penangkaran pada Siang Hari (%) Waktu
Aktivitas
(WIB)
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
06.00 - 07.00
0,9
0,1
0,3
0,2
1,9
1,9
1,9
1,7
07.00 - 08.00
0,2
0,0
0,4
0,2
1,9
1,8
1,9
1,8
08.00 - 09.00
1,8
0,0
0,1
0,1
1,9
1,9
1,9
1,7
09.00 - 10.00
1,1
0,1
0,0
0,0
1,9
1,9
1,9
1,5
10.00 - 11.00
1,1
0,0
0,2
0,2
1,9
1,9
1,9
1,5
11.00 - 12.00
1,1
0,1
0,2
0,2
1,9
1,9
1,9
1,5
12.00 - 13.00
0,7
0,1
0,1
0,0
1,9
1,9
1,9
1,1
13.00 - 14.00
1,1
0,0
0,3
0,3
1,9
1,6
1,9
1,1
14.00 - 15.00
1,4
0,2
0,2
0,3
1,9
1,7
1,9
1,8
15.00 - 16.00
1,5
0,5
0,2
0,2
1,9
1,9
1,9
1,9
16.00 - 17.00
1,3
0,2
0,0
0,0
1,9
1,7
1,9
1,4
17.00 - 18.00
0,2
0,0
0,0
0,0
1,9
0,6
0,8
0,0
Total
12,43
1,20
2,01
1,77
23,22
20,49
21,94
16,93
Rata-rata
1,04
0,10
0,17
0,15
1,94
1,71
1,83
1,41
Sd
0,49
0,14
0,14
0,13
0,00
0,37
0,32
0,51
Lampiran 28. Rataan Aktivitas Owa Jawa Betina Selama Penangkaran Waktu
Aktivitas
(WIB)
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
06.00 - 07.00
0,08
0
0,42
0,33
2
1,9
2
0,42
7,15
07.00 - 08.00
0,17
0
0,58
0,75
1,9
2
2
1
8,4
08.00 - 09.00
1,58
0,17
0,08
0,25
2
2
2
0,58
8,66
09.00 - 10.00
1,6
0,08
0,25
0,17
2
2
2
0,92
9,02
10.00 - 11.00
1,42
0,08
0,25
0,25
2
1,92
2
1,33
9,25
11.00 - 12.00
1
0
0,25
0,17
2
1,9
2
1,08
8,4
12.00 - 13.00
0,83
0
0,08
0
2
1,8
2
1,17
7,88
13.00 - 14.00
1,4
0
0,17
0
2
1,8
2
0,67
8,04
14.00 - 15.00
1,83
0,08
0,25
0,08
2
1,9
1,9
1,33
9,37
15.00 - 16.00
1,8
0,08
0,25
0,08
2
1,9
2
1,17
9,28
16.00 - 17.00
0,83
0,17
0,17
0
1,83
1,5
1,83
0,58
6,91
17.00 - 18.00
0
0
0
0
1,58
0,75
0,83
0
3,16
Total
12,54
0,66
2,75
2,08
23,31
21,37
22,56
10,25
95,52
Lampiran 29. Rataan Aktivitas Owa Jawa Betina di Penangkaran pada Siang Hari (%) Waktu
Aktivitas
(WIB)
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
06.00 - 07.00
0,08
0,00
0,44
0,35
2,09
1,99
2,09
0,44
07.00 - 08.00
0,18
0,00
0,61
0,79
1,99
2,09
2,09
1,05
08.00 - 09.00
1,65
0,18
0,08
0,26
2,09
2,09
2,09
0,61
09.00 - 10.00
1,68
0,08
0,26
0,18
2,09
2,09
2,09
0,96
10.00 - 11.00
1,49
0,08
0,26
0,26
2,09
2,01
2,09
1,39
11.00 - 12.00
1,05
0,00
0,26
0,18
2,09
1,99
2,09
1,13
12.00 - 13.00
0,87
0,00
0,08
0,00
2,09
1,88
2,09
1,22
13.00 - 14.00
1,47
0,00
0,18
0,00
2,09
1,88
2,09
0,70
14.00 - 15.00
1,92
0,08
0,26
0,08
2,09
1,99
1,99
1,39
15.00 - 16.00
1,88
0,08
0,26
0,08
2,09
1,99
2,09
1,22
16.00 - 17.00
0,87
0,18
0,18
0,00
1,92
1,57
1,92
0,61
17.00 - 18.00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,65
0,79
0,87
0,00
Total
13,13
0,69
2,88
2,18
24,40
22,37
23,62
10,73
Rata-rata
1,09
0,06
0,24
0,18
2,03
1,86
1,97
0,89
Sd
0,70
0,07
0,16
0,22
0,13
0,37
0,35
0,43
Lampiran 30. Rataan Aktivitas Owa Jawa Jantan dan Betina Selama Penangkaran Waktu
Aktivitas
(WIB)
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
Total
06.00 - 07.00
0,92
0,08
0,33
0,25
2
1,92
2
1,75
9,25
06.00 - 07.00
0,08
0
0,42
0,33
2
1,9
2
0,42
7,15
07.00 - 08.00
0,17
0
0,42
0,25
2
1,83
2
1,83
8,5
07.00 - 08.00
0,17
0
0,58
0,75
1,9
2
2
1
8,4
08.00 - 09.00
1,83
0
0,08
0,08
2
1,92
2
1,75
9,66
08.00 - 09.00
1,58
0,17
0,08
0,25
2
2
2
0,58
8,66
09.00 - 10.00
1,17
0,08
0
0
2
2
2
1,5
8,75
09.00 - 10.00
1,6
0,08
0,25
0,17
2
2
2
0,92
9,02
10.00 - 11.00
1,17
0
0,25
0,17
2
1,92
2
1,58
9,09
10.00 - 11.00
1,42
0,08
0,25
0,25
2
1,92
2
1,33
9,25
11.00 - 12.00
1,17
0,08
0,25
0,17
2
1,92
2
1,5
9,09
11.00 - 12.00
1
0
0,25
0,17
2
1,9
2
1,08
8,4
12.00 - 13.00
0,75
0,08
0,08
0
2
1,92
1,92
1,17
7,92
12.00 - 13.00
0,83
0
0,08
0
2
1,8
2
1,17
7,88
13.00 - 14.00
1,17
0
0,33
0,33
2
1,67
2
1,17
8,67
13.00 - 14.00
1,4
0
0,17
0
2
1,8
2
0,67
8,04
14.00 - 15.00
1,42
0,25
0,17
0,33
2
1,75
2
1,83
9,75
14.00 - 15.00
1,83
0,08
0,25
0,08
2
1,9
1,9
1,33
9,37
15.00 - 16.00
1,58
0,5
0,17
0,25
2
2
2
2
10,5
15.00 - 16.00
1,8
0,08
0,25
0,08
2
1,9
2
1,17
9,28
16.00 - 17.00
1,33
0,17
0
0
2
1,75
1,92
1,42
8,59
16.00 - 17.00
0,83
0,17
0,17
0
1,83
1,5
1,83
0,58
6,91
17.00 - 18.00
0,17
0
0
0
2
0,58
0,83
0
3,58
17.00 - 18.00
0
0
0
0
1,58
0,75
0,83
0
3,16
Total
25,39
1,90
4,83
3,91
47,31
42,55
45,23
27,75
198,87
Lampiran 31. Rataan Aktivitas Owa Jawa Jantan dan Betina di Penangkaran pada Siang Hari (%) Waktu
Aktivitas
(WIB)
Makan
Minum
Urinasi
Defekasi
Istirahat
Grooming
Lokomosi
Bermain
06.00 - 07.00
0,46
0,04
0,17
0,13
1,01
0,97
1,01
0,88
06.00 - 07.00
0,04
0,00
0,21
0,17
1,01
0,96
1,01
0,21
07.00 - 08.00
0,09
0,00
0,21
0,13
1,01
0,92
1,01
0,92
07.00 - 08.00
0,09
0,00
0,29
0,38
0,96
1,01
1,01
0,50
08.00 - 09.00
0,92
0,00
0,04
0,04
1,01
0,97
1,01
0,88
08.00 - 09.00
0,79
0,09
0,04
0,13
1,01
1,01
1,01
0,29
09.00 - 10.00
0,59
0,04
0,00
0,00
1,01
1,01
1,01
0,75
09.00 - 10.00
0,80
0,04
0,13
0,09
1,01
1,01
1,01
0,46
10.00 - 11.00
0,59
0,00
0,13
0,09
1,01
0,97
1,01
0,79
10.00 - 11.00
0,71
0,04
0,13
0,13
1,01
0,97
1,01
0,67
11.00 - 12.00
0,59
0,04
0,13
0,09
1,01
0,97
1,01
0,75
11.00 - 12.00
0,50
0,00
0,13
0,09
1,01
0,96
1,01
0,54
12.00 - 13.00
0,38
0,04
0,04
0,00
1,01
0,97
0,97
0,59
12.00 - 13.00
0,42
0,00
0,04
0,00
1,01
0,91
1,01
0,59
13.00 - 14.00
0,59
0,00
0,17
0,17
1,01
0,84
1,01
0,59
13.00 - 14.00
0,70
0,00
0,09
0,00
1,01
0,91
1,01
0,34
14.00 - 15.00
0,71
0,13
0,09
0,17
1,01
0,88
1,01
0,92
14.00 - 15.00
0,92
0,04
0,13
0,04
1,01
0,96
0,96
0,67
15.00 - 16.00
0,79
0,25
0,09
0,13
1,01
1,01
1,01
1,01
15.00 - 16.00
0,91
0,04
0,13
0,04
1,01
0,96
1,01
0,59
16.00 - 17.00
0,67
0,09
0,00
0,00
1,01
0,88
0,97
0,71
16.00 - 17.00
0,42
0,09
0,09
0,00
0,92
0,75
0,92
0,29
17.00 - 18.00
0,09
0,00
0,00
0,00
1,01
0,29
0,42
0,00
17.00 - 18.00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,79
0,38
0,42
0,00
Total
12,77
0,96
2,43
1,97
23,79
21,40
22,74
13,95
Rata-rata
0,53
0,04
0,10
0,08
0,99
0,89
0,95
0,58
Sd
0,29
0,06
0,08
0,09
0,05
0,18
0,16
0,28