KEBUTUHAN ENERGI DAN NUTRIEN KUDA PACU INDONESIA DAN APLIKASI PADA FORMULASI RANSUM BERBASIS PAKAN LOKAL
YOHANNIS LODEWYK REVLY TULUNG
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kebutuhan Energi dan Nutrien Kuda Pacu Indonesia dan Aplikasi Pada Formulasi Ransum Berbasis Pakan Lokal adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012 Yohannis Lodewyk Revly Tulung
ABSTRACT YOHANNIS LODEWYK REVLY TULUNG. Energy and Nutrient Requirements of Indonesia Race-Horses and It Application in Feed Rations Formulation based on Local Feed. Under direction of SURYAHADI, WASMEN MANALU and BERNAT TULUNG. This study was conducted to obtain standardization of energy and nutrient needs racehorses in Indonesia. The objective of this study was to assess the needs of feed, energy and nutrient feed through the relationship between feed intake based on metabolic weight trainer methods, methods of estimating need through the cafeteria and the digestibility of feed by weight metabolic workload and to base the rations formulation of racehorses of Indonesia racehorses. The main activity of the study include: 1). Analysis of feed requirements according to the method of trainers, conducted observation location during training with the model equation: Y = a+ bx. 2). Method of determination of the need based on the cafeteria. 3). Determination of energy (DE) and nutrient requirements of racehorse Indonesia based on consumption, weight and metabolic workload, model equation: Consumption (K) = a + bP W0.75. 4). The trial of local feed formulation compared with imported feed, the experiment was conducted on 14 horses racing with the distance of 800 to 1600 m. Consumption of dry matter, energy and nutrient feed were influenced by metabolic weight during exercise programs for racing preparation, by the equation Y = 2,927 + 0,105x for the consumption of dry matter, Y = 11,34 + 0,41x for energy consumption, Y = 0,618 + 0,022x for crude protein, Y = 0,272 + 0,009x for crude fiber, Y = 0,111 + 0,004x for fat; Y = 0,030 + 0,001x for calcium; Y = 0,002 + 0,0006x for phosphorus and Y = 1,876 + 0,067x for BETN. The results obtained by the method cafeteria average consumption is 12,23 kg dry matter, energy consumption of 3,747 Mcal/kg; 1,317 kg of (CP); fat 0,501 kg; 2,241 kg of crude fiber; Ca 0,03 kg; P 0,06 kg. The test results level by level preferences (palatability) of the seven types of feed were corn, grass, grain, bran, soybean and cafeterias was given of green beans. The results based on-1the needs of digested energy the average of consumption of dry matter (kg.day ) obtained was Y = 7,989 + 4,95x; needs of DE (MCal day -1) =17,91+ 10,88x; needs of digested protein Y = 1,581+0,971x; crude fiber -1Y = 0,951+0,607x; needs fats (kg.hari-1) = 0,287+0,176x; needs calcium (kg.hari ) = -1 0,080+0,049x; needs phosphorus (kg. day ) = 0,043+0,027x; needs BETN (kg.hari-1) = 5,040+3,118x. The results of research to see the potential of local feed compared with feed imports made through a test match between racehorse fed and feed local. From these results it can be concluded that: 1). The results of this trainer method of analysis can be concluded that the consumtion of dry matter, energy and nutrien feed is infuenced by metabolic weight during an ecercise program for the preparation raced racehorse. 2). These observations cafeteria method, it can be concluded that the highest feed consumption is corn 38,01% of the total consumption of dry feed (12,23 kg), with 30,64 mkal ME consumption / kg, 10,77% crude protein; crude fiber 18,33%; fat 4,10%; 0,3% Ca, and P 0,48%. 3). From the results of this study can be concluded that, the need for dry ingredients, ingested energy (DE), as well as the nutrient feed racehorses can be expected from the intake, digestibility, workload and metabolic weight . 5). The test results duel between racehorse fed local and feed import, the horse was fed with locally have achievements that are not inferior to that consume feed imports , so the formula can be used as a standard ration of feed requirements for racehorses Indonesia. Keywords : Indonesia racehorses, trainers method, nutrient requirements, cafeteria method, metabolic weight.
RINGKASAN YOHANNIS LODEWYK REVLY TULUNG. Kebutuhan Energi dan Nutrien Kuda Pacu Indonesia dan Aplikasi Pada Formulasi Ransum Berbasis Pakan Lokal. Dibimbing oleh SURYAHADI, WASMEN MANALU dan BERNAT TULUNG. Kuda pacu sebagai ternak untuk perlombaan mempunyai keunikan dalam hal mengkonsumsi pakan, sebab tujuan pemberian pakan adalah untuk mencapai prestasi yang baik pada saat pacuan, oleh sebab itu perlu diperhatikan kebutuhan pakan maupun zat-zat makanan yang terkandung dalam pakan terlebih kandungan energi yang mempunyai peran utama saat dipacu. Pemeliharaan kuda pacu di Indonesia sebagian besar masih mengacu pada pemberian pakan yang dilakukan oleh negara maju di luar negeri. Hal ini disebabkan karena standarisasi kebutuhan pakan kuda di Indonesia belum ada, sehingga masyarakat peternak kuda pacu memelihara kuda tersebut masih bersifat tradisional yakni secara turun temurun dengan mengandalkan bahan baku pakan impor yang digunakan menjelang perlombaan sehingga membutuhkan biaya yang cukup besar untuk pakan. Padahal Indonesia merupakan negara agraris sehingga bahan baku pakan yang ada kemungkinan bisa diramu sebagai sumber pakan kuda, akan tetapi karena belum ada pengujian tentang kandungan nutrisi dan formulasi yang lebih tepat, maka belum dimanfaatkan. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji kebutuhan pakan, energi dan nutrien pakan melalui hubungan antara konsumsi pakan dengan bobot metabolik berdasarkan metode trainer, metode kafetaria serta pendugaan kebutuhan melalui kecernaan pakan dengan beban kerja dan bobot metabolik untuk dijadikan dasar pada formulasi ransum kuda pacu Indonesia. Kegiatan utama penelitian ini meliputi : 1). Inventarisasi metode trainer kuda pacu, dilakukan melalui wawancara dengan 14 trainer kuda pacu, serta pengamatan langsung tentang pakan yang diberikan serta jumlah konsumsi dan program latihan. 2). Analisis kebutuhan berdasarkan metode kafetaria, melalui uji coba 7 jenis pakan lokal pada 10 ekor kuda pacu. 3). Penentuan kebutuhan energi (DE) dan nutrien kuda pacu Indonesia berdasarkan konsumsi, bobot metabolik dan beban kerja, melalui 24 ekor kuda pacu dengan model persamaan: Konsumsi (K)= a W 0.75 + bP. 4). Uji coba pakan formulasi pakan lokal, dibandingkan dengan pakan impor, percobaan ini dilakukan pada 14 ekor kuda pacu dengan jarak tempuh 800 sampai 1600 m. Hasil penelitian yang diperoleh ternyata konsumsi bahan kering, energi dan nutrien pakan dipengaruhi oleh bobot metabolik saat program latihan kuda pacu untuk persiapan dipacu, dengan persamaan YBK= 2,927 + 0,105x untuk konsumsi bahan kering, YE= 11,34 + 0,41x untuk konsumsi energi; YPk= 0,618 + 0,022x untuk protein kasar; YSk= 0,272 + 0,009x untuk serat kasar; YL= 0,111 + 0,004x untuk lemak; YCa= 0,030 + 0,001x untuk kalsium; YP= 0,002 + 0,0006x untuk fosfor dan YBETN= 1,876 + 0,067x untuk BETN. Hasil penelitian berdasarkan metode kafetaria diperoleh rataan konsumsi bahan kering adalah 12,22 kg, dengan konsumsi energi(DE) 32,63 Mkal/kg, protein 1,08 kg, lemak 1,73 kg, serat kasar 2,18 kg, kalsium 0,66 kg serta fosfor
0,89 kg. Hasil uji berdasarkan tingkat kesukaan (palatabilitas) secara berturutturut adalah jagung, hujauan, gabah, dedak, kedelai dan kacang hijau. Hasil penelitian berdasarkan kebutuhan energi tercerna diperoleh rataan konsumsi bahan kering BK (kg.hari -1) adalah Y= 7,989 + 4,95x; kebutuhan DE (Mkal hari-1) = 10,88x + 17,91; kebutuhan protein tercerna (kg.hari-1) = 0,971x + 1,581; serat kasar (kg.hari-1)= 0,607x + 0,951; kebutuhan Lemak (kg.hari-1) = 0,176x + 0,287; kebutuhan kalsium (kg.hari-1) = 0,049x + 0,080; kebutuhan fosfor (kg.hari-1) = 0,027x + 0,043; kebutuhan BETN (kg.hari-1) = 3,118x + 5,040. Hasil penelitian untuk melihat prestasi yang dicapai oleh kuda yang mengkonumsi pakan impor dan pakan lokal berturut-turut : jarak 800 m waktu tempuh 0'.53" (53 detik)untuk pakan impor dan 0'.54" untuk pakan lokal; jarak 1000 m 1'.08"(1 menit 8 detik dan 1'.05"; jarak 1200 m 1'.18" dan 1'.20"; 1400 m 1'.35" dan 1'.34"; jarak 1600 m 1'.47" dan 1'.54". Dari hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa : 1). Pemberian pakan oleh trainer saat latihan, telah disesuaikan dengan bobot badan (bobot badan metabolik) kuda. Selama program latihan tersebut konsumsi bahan kering, energi, protein, kalsium, fosfor dan BETN berkorelasi kuat dengan bobot metabolik. 2). Komposisi nutrisi ransum kuda menurut trainer adalah: memiliki kandungan energi(DE) 3,87 Mkal/kg, kadar protein, serat kasar, lemak, kalsium dan fosfor masing-masing berturut-turut: 21,12; 9,3; 3,8; 1,0 dan 0,6%. Menurut pemberian pakan metode trainer konsumsi bahan kering, energi(DE), protein, serat kasar, lemak, kalsium dan fosfor adalah berturut-turut: 9,9 kg; 0,58 Mkal, 0,031 kg; 0,005 kg; 0,0001 kg dan 0,0009kg. 3). Dari hasil pengamatan metode kafetaria ini, maka dapat disimpulkan bahwa kuda pacu dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan cara memilih dan mengatur tingkat konsumsi setiap bahan yang tersedia. Rasio hijauan dan konsentrat berkisar 30:70%. Dari komponen konsentrat bahan yang paling banyak dikonsumsi adalah, jagung, gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai, kacang hijau. Dari penelitian ini diketahui, bahwa kadar serat kasar ransum keseluruhan berkisar 17,91%. Sedangkan kandungan energi(DE) dan kadar protein ransum kuda adalah masing-masing 26,70 Mkal/kg dan 8,89%. Rataan konsumsi bahan kering (bobot kuda 278384kg) adalah 12,22 kg, dengan konsumsi energi(DE) 32,69 Mkal/kg, protein 1,08 kg, lemak 1,73 kg, serat kasar 2,18 kg, kalsium 0,66 kg serta fosfor 0,89 kg. 4). Pendugaan kebutuhan kuda akan energi KE=17,91W0.75 + 10.88P/ W0.75 dimana KE = kebutuhan energi(DE Mkal/hr) dan W adalah bobot badan kuda dan P adalah beban kerja yang merupakan perkalian dari bobot joki (kg) x jarak tempuh (km) x kecepatan(km/menit). Demikian juga dengan pendugaan kebutuhan bahan kering (KBK) = 7,989 W0.75 + 4,95P/ W0.75, protein (KP)= 1,581W0.75 + 0,971P/ W0.75, kalsium (KCa)= 0,080 W0.75 + 0,049 P/W0.75 dan fosfor (KF )= 0,043 W0.75 + 0,027 P/ W0.75 (kg ekor-1 hari-1). 5). Kuda yang mengkonsumsi pakan lokal dapat memperoleh prestasi yang optimal bila turut dipertimbangkan per pemberiannya mengikuti pola latihan yang diberikan oleh para trainer. Ransum pakan lokal tersebut memiliki mutu yang memadai dan tidak kalah dibanding dengan formula ransum impor. 6). Pada dasarnya kebutuhan nutrisi kuda pacu dapat ditentukan dengan berbagai metode dan dapat dipilah lebih lanjut menjadi kebutuhan maintenance dan kebutuhan produksi, kebutuhan kuda tersebut berbeda dengan yang direkomendasikan oleh NRC(1989). Perbedaan ini perlu mendapat perhatian dalam formulasi ransum kuda. 7). Penggunaan bahan baku lokal dapat digunakan
dengan mempertimbangkan terlebih dahulu palatabilitas dan kandungan nutrisinya. Mengingat harga bahan baku pakan lokal relatif lebih murah dan ketersediaan yang berkelanjutan maka terdapat peluang besar dan prospek yang baik dalam formulasi dan produksi ransum kuda pacu di Indonesia. Kata Kunci : Kuda pacu Indonesia, metode trainer, kebutuhan nutrien, metode kafetaria, bobot metabolik
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, peneliian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
.
KEBUTUHAN ENERGI DAN NUTRIEN KUDA PACU INDONESIA DAN APLIKASI PADA FORMULASI RANSUM BERBASIS PAKAN LOKAL
YOHANNIS LODEWYK REVLY TULUNG
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup
: Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan, M.Sc.Agr Prof. Dr. Ir. Polung H. Siagian, MS.
Penguji pada Ujian Terbuka
: Dr. Ir. Mursyid Mas‟um, M.Agr Dr. Bambang Purwantara, MSc.
Judul Disertasi Nama NIM
: Kebutuhan Energi dan Nutrien Kuda Pacu Indonesia dan Aplikasi pada Formulasi Ransum Berbasis Pakan Lokal : Yohannis Lodewyk Revly Tulung : D061030121
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Suryahadi, DEA Ketua
Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu, MSc. Anggota
Prof. Dr. Ir. Bernat Tulung, DEA. Anggota
Mengetahui Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 9 Januari 2012
Tanggal Lulus :
Kupersembahkan kepada Bapa di Sorga Melalui AnakNya Yesus Kristus Kedua orang tuaku Istriku Veyne Eldy Rorimpandei Anak-anakku Michael, Gerald dan Reyven Whoso loveth instruction, loveth knowledge Proverbs 12:1b
PRAKATA Puji syukur dipanjatkan kepada Allah Bapa di Sorga karena bimbingan dan penghentaranNya maka karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ini merupakan hasil penelitian yang penulis kerjakan berdasarkan penelaan lapangan dan laboratorium di daerah Sulawesi Utara sejak April 2006 sampai Oktober 2009, dengan judul Kebutuhan Energi dan Nutrien Kuda Pacu Indonesia dan Aplikasi pada Formulasi Ransum berbasis Pakan Lokal. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Suryahadi, DEA, Bapak Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu, MSc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Bernat Tulung, DEA, Bapak Prof. Dr. Toha Sutardi, MSc (Alm, Pembimbing), Bapak Dr. Ir. Rachjan G. Pratas, M.Sc (Alm, Pembimbing) selaku komisi pembimbing yang selama ini telah membimbing, mengarahkan, dan membantu menyelesaikan karya ilmiah ini. Pimpinan dan Staf Sekolah Pascasarjana, Pimpinan dan Staf Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rektor Universitas Sam Ratulangi Manado, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado. Pimpinan dan Staf Proyek BPPS DIKTI 2003, Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan. Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara atas bantuan sebagian dana dan kesempatan tinggal di Asrama Mahasiswa Sam Ratulangi Bogor. Selama penelitian lapangan penulis dimudahkan atas kesediaan waktu dan tempat dari para pemilik, trainer, joki serta groom kuda pacu Sulawesi Utara, secara khusus kepada Bapak Ir. Niko Mewengkang, Bapak Oddy Luntungan, SH, dan Bapak Sany Pandey selaku pemilik dan pelatih kuda pacu yang telah meminjamkan ternak kuda pacu sebagai materi penelitian. Selanjutnya kepada Ir. Abraham Pendong, MSc yang banyak membantu dalam analisis statistik, Ir. Dave Pijoh dan teman-teman se Asrama Mahasiswa Sam Ratulangi Bogor Baru II, Bogor Baru I dan Sempur yang telah membantu mendoakan, memberi dukungan dan dorongan. Ibu Dra. Adel Suparman Kansil atas doa dan perhatian yang diberikan. Rasa hormat dan terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua Mama dan Papa (alm), Ayah Mertua (alm), serta Ibu Mertua atas kasih sayang, bimbingan dan doa serta perhatian untuk anak-anak dan istriku selama penulis
mengikuti pendidikan S3. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakakkakak: Wim, Frieda, Welly, Albert, Katherina, Bernat dan Hanny serta kakakkakak ipar atas dukungan doa dan bantuan baik material terlebih moril. Selama mengikuti program S3, penulis banyak mendapat pengertian, inspirasi, kesabaran dan doa dari istriku yang tercinta Veyne Rorimpandei, Spt dan anak-anakku yang tersayang: Michael, Gerald dan Reyven. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, dengan harapan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati Bapak dan Ibu. Sebagai suatu hasil dari proses belajar, penulis menyadari karya ilmiah ini tidak lepas dari kekurangan dan keterbatasannya. Walaupun demikian penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu peternakan khususnya di bidang nutrisi kuda pacu Indonesia yang selama ini belum ada standar kebutuhannya.
Bogor, Januari 2012
Yohannis Lodewyk Revly Tulung
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tomohon pada tanggal 8 Juli 1959, sebagai anak bungsu dari delapan bersaudara dari ibu Dientje Estelina Ogi dan ayah Noch Petrus Tulung. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah pada tahun 1977 di Tomohon, penulis menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado dan lulus tahun 1986. Pada tahun 1994 penulis mengikuti program pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Ternak pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan selesai tahun 1998. Pada tahun 2003 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti program S3 pada Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis bekerja sebagai dosen Jurusan Ilmu Nutrisi Dan Makanan Ternak pada Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado sejak tahun 1988 sampai sekarang. Sebuah artikel berjudul Standarisasi Kebutuhan Energi(DE) dan Nutrien Kuda Pacu Indonesia berdasarkan Konsumsi, Bobot Metabolik dan Beban Kerja telah dimasukkan untuk dipublikasi pada Jurnal Zootek vol. 21, edisi Juli 2010. Artikel lain berjudul Analisis Kebutuhan Pakan Menurut Metode Trainer Kuda Pacu di Sulawesi Utara telah disetujui untuk diterbitkan pada Jurnal Zootek vol. 31 edisi 2011.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ………………………………………….………...
xvi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………
xvii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………
xix
1 PENDAHULUAN ………………………………………………... Latar Belakang ……………………………………………….. Tujuan Penelitian …………………………………………….. Manfaat Penelitian …………………………………………… Hipotesis ……………………………………………………... Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………
1 1 3 4 4 5
2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….. Deskripsi Tentang Kuda ……………………………………... Sejarah Olah Raga Berkuda ………………………………… Jenis kompetisi Olah Raga Berkuda ………………………... Dressage/Tunggang Serasi……………………………………. Endurance ……………………………………………………. Show Jumping………………………………………………... Eventing……………………………………………………… Polo Berkuda ……………………………………………….. Kuda pacu (Racehorses) ……………………………………... Metode Latihan ………………………………………………. Sistem Pernafasan Kuda ……………………………………... Sistem Peredaran Darah Kuda ………………………………. Kecepatan Pergantian Sel-Sel Darah Merah Kuda ………….. Sistem Urinaria Kuda ……………………………………….. Pertulangan Kuda …………………………………………… Sistem Otot Kuda ……………………………………………. Sistem Pencernaan Kuda .......................................................... Konsumsi dan Kecernaan zat-zat Makanan …………………. Kebutuhan Energi dan Nutrien Kuda ……………………….. Kebutuhan Energi untuk kerja ………………………………. Kebutuhan Nutrisi Untuk Kuda ……………………………… Protein ………………………………………………………. Serat kasar ……………………………………………………. Lemak ………………………………………………………... Mineral ………………………………………………………. Vitamin ………………………………………………………. Air ……………………………………………………………. Keadaan Umum ……………………………………………..
7 7 7 8 8 9 9 10 10 10 12 15 16 17 17 17 18 19 21 23 23 25 25 26 27 28 30 30 32
3 ANALISIS KEBUTUHAN PAKAN DAN NUTRIEN KUDA PACU MENURUT METODE TRAINER ……………………… Abstrak………………………………………………………..
39 39
Pendahuluan …………………………………………………. Bahan dan metode ……………………………………….. Hasil ………………………………………………………. Pembahasan ………………………………………………. Simpulan ………………………………………………….. Daftar Pustaka ……………………………………………..
39 40 41 46 50 51
ANALISIS KEBUTUHAN NURIEN KUDA PACU BERDASARKAN METODE KAFETARIA ………………… Abstrak……………………………………………………... Pendahuluan ………………………………………………… Bahan dan metode ………………………………………… Hasil ……………………………………………………….. Pembahasan ……………………………………………….. Simpulan …………………………………………………… Daftar Pustaka ……………………………………………..
53 53 53 53 54 59 62 62
STANDARISASI KEBUTUHAN ENERGI (DE) DAN NUTRIEN KUDA PACU INDONESIA BERDASARKAN KONSUMSI, BOBOT METABOLIK DAN BEBAN KERJA………………………………………………………….. Abstrak……………………………………………………….. Pendahuluan ………………………………………………….. Bahan dan metode …………………………………………… Hasil …………………………………………………………. Pembahasan …………………………………………………. Simpulan …………………………………………………….. Daftar pustaka ……………………………………………….
65 65 65 67 69 74 82 82
6 FORMULASI RANSUM BERBASIS PAKAN LOKAL………. Abstrak………………………………………………………. Pendahuluan …………………………………………………. Bahan dan metode …………………………………………. Hasil ………………………………………………………… Pembahasan ………………………………………………… Simpulan …………………………………………………… Daftar Pustaka ………………………………………………
85 85 85 86 87 89 90 90
7 PEMBAHASAN UMUM ………………………………………..
91
8 SIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. Simpulan…………………………………………………….. Saran………………………………………………………….
95 95 96
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….
97
LAMPIRAN …………………………………………………………
105
4
5
DAFTAR TABEL Halaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hasil analisa komposisi bahan kering zat-zat makanan, pakan percobaan……………………………………………………. Konsumsi Bahan Kering(kg), Energi(Mcal) dan Zat-zat Makanan(kg) Bobot Metabolik(kg)…………………………. Rataan konsumsi bahan kering, energi dan zat-zat makanan secara kafetaria……………………………………………… Pola konsumsi pakan berdasarkan metode kafetaria………. Kadar Energi Termetabolisasi (ME) dan Nutrien Pakan Terkonsumsi………………………………………………… Rataan konsumsi bahan kering pakan, energi dan zat-zat makanan berdasarkan tingkat palatabilitas………………... Rataan Konsumsi Hijauan, Konsentrat, Energi, Bahan Kering dan Nutrien (kg ekor -1. hari -1) selama penelitian............. Hasil Estimasi Kebutuhan Energi Tercerna (DE) serta Nutrien Pakan Penelitian dan NRC (1989)…………………………. Komposisi pakan lokal dan pakan sustaina percobaan……. Konsumsi Bahan Kering, Energi, Protein kasar, Serat kasar, Lemak, Ca dan P Pakan Sustaina………………………….. Konsumsi Bahan Kering, Energi, Protein kasar, Serat kasar, Lemak, Ca dan P Pakan Lokal……………………………… Hasil pengamatan prestasi kuda pacu dengan menggunakan pakan sustaina dan pakan lokal……………………………..
41 41 54 55 56 56 69 79 86 87 87 88
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Diagram Alir Penelitian………………………………………
5
2
Sistem pencernaan kuda……………………………...............
19
3
Kandang dan Kuda Pacu (semi permanen)…………………..
33
4
Kandang dan tempat makan………………………………….
34
5
Arena Pacuan Kuda Maesa Tompaso (pkl.06.00)…………..
34
6
Waming Up di track pacuan (pkl 05.00)…………………….
36
7
Penjemuran pada Sinar Matahari Pagi (pkl 07.00)………….
37
8
Kuda akan memasuki track untuk latihan Troott, Canter dan gallop…………………………………………….
38
9
Latihan Troott, Canter dan Gallop (pkl 06.00)……………...
38
10
Bentuk Konsentrat yang diberikan pada kuda pacu………..
38
11
Hubungan antara Konsumsi Bahan Kering dan Bobot Metabolik………….………………………………….
42
Hubungan antara Konsumsi Energi dan Bobot Metabolik…………………………………………….
43
Hubungan antara Konsumsi Protein Kasar dan Bobot Metabolik…………………………………………….
43
Hubungan antara Konsumsi Serat Kasar dan Bobot Metabolik…………………………………………….
44
Hubungan antara Konsumsi Lemak dan Bobot Metabolik…………………………………………….
44
Hubungan antara Konsumsi Kalsium dan Bobot Metabolik…………………………………………….
45
Hubungan antara Konsumsi Fosfor dan Bobot Metabolik…………………………………………….
45
Hubungan antara Konsumsi BETN dan Bobot Metabolik…………………………………………….
46
Hubungan antara Konsumsi Pakan (%) dan Kandungan GE(kcal)……………………………………….
55
Konsumsi Bahan Kering dan Beban Kerja/BM…………………………………………….
70
12 13 14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
Konsumsi Bahan DE dan Beban Kerja/BM………………………………………………
71
Hubungan antara konsumsi Protein dan Beban Kerja/BM………………………………………………
71
Hubungan antara konsumsi Serat Kasar dan Beban Kerja/BM..........................................................................
72
Hubungan antara konsumsi Lemak dan Beban Kerja/BM……..................................................................
72
Hubungan antara konsumsi Kalsium dan Beban Kerja/BM………………………………………………
73
Hubungan antara konsumsi Fosfor dan Beban Kerja/BM………………………………………………
73
Hubungan antara konsumsi BETN dan Beban Kerja/BM………………………………………………
74
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Analisis regresi anatara konsumsi bahan kering dan bobot metabolik………………………………………………...
107
Analisis regresi anatara konsumsi energi dan bobot metabolik………………………………………………...
108
Analisis regresi anatara konsumsi Protein kasar dan bobot metabolik………………………………………………...
109
Analisis regresi anatara konsumsi Serat kasar dan bobot metabolik………………………………………………..
110
Analisis regresi anatara konsumsi Lemak kasar dan bobot metabolik………………………………………………..
111
Analisis regresi anatara konsumsi Kalsium dan bobot metabolik………………………………………………...
112
Analisis regresi anatara konsumsi Fosfor dan bobot metabolik………………………………………………...
113
Analisis regresi anatara konsumsi BETN dan bobot metabolik………………………………………………...
114
9
Program Latihan dari para trainer……………………………...
115
10
Analisis regresi pola konsumsi antara persentase konsumsi pakan dan kandungan ME (kkal)…………………...
116
11
Konsumsi Bahan Kering (Cafetaria)…………………………...
116
12
Konsumsi Energi kkal (Cafetaria)……………………………...
118
13
Konsumsi Protein (Cafetaria)………………………………….
119
14
Konsumsi Lemak Kasar (Cafetaria)…………………………...
120
15
Konsumsi Serat Kasar (Cafetaria)……………………………...
122
16
Konsumsi Kalcium (Cafetaria)………………………………...
123
17
Konsumsi Fosfor (Cafetaria)…………………………………...
124
2 3 4 5 6 7 8
18 19 20 21 22 23 24 25
Analisis regresi antara konsumsi bahan kering dan beban kerja per bobot metabolik………………………………
126
Analisis regresi antara konsumsi energi tercerna dan beban kerja per bobot metabolik………………………………
127
Analisis regresi antara konsumsi protein kasar dan beban kerja per bobot metabolik………………………………
129
Analisis regresi antara konsumsi serat kasar dan beban kerja per bobot metabolik………………………………
130
Analisis regresi antara konsumsi lemak kasar dan beban kerja per bobot metabolik………………………………
132
Analisis regresi antara konsumsi kalsium dan beban kerja per bobot metabolik………………………………
133
Analisis regresi antara konsumsi fosfor dan beban kerja dan bobot metabolik………………………………
135
Analisis regresi antara konsumsi BETN dan beban kerja dan bobot metabolik………………………………
136
1 PENDAHULUAN
Pemanfaatan ternak sebagai tenaga kerja dan transportasi sudah dilakukan oleh masyarakat sejak dahulu. Akan tetapi, saat ini penggunaan ternak sebagai tenaga kerja telah tersaingi oleh peralatan yang modern baik untuk transportasi maupun untuk pengolahan lahan pertanian. Dewasa ini penggunaan ternak sebagai sumber tenaga untuk pengolahan pertanian hanya terdapat pada masyarakat di pedesaan. Demikian pula dengan ternak sebagai penarik beban. Ternak sapi, kerbau, maupun kuda adalah jenis ternak dengan tujuan produksi berbeda. Ternak sapi dan kerbau selain sebagai ternak kerja juga dimanfaatkan sebagai sumber daging, sedangkan ternak kuda tujuan produksi yang dikenal selama ini adalah untuk menarik beban maupun untuk hiburan, yakni diperlombakan. Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan ternak kuda, sebab alat transportasi yang kelihatan masih digunakan sampai saat ini, yakni bendi (andong), cukup banyak terdapat di daerah ini. Demikian juga untuk ternak kuda pacu, khususnya Minahasa yang merupakan lokasi pemeliharan kuda pacu di SULUT, populasinya masih cukup besar. Pada tahun 1993 sampai tahun 1998, Sulawesi Utara merupakan produsen kuda pacu terbesar di Indonesia. Hal ini disebabkan karena prestasi kuda pacu Sulut menonjol saat itu yang beberapa kali menggondol lambang supremasi tertinggi pacuan kuda tingkat nasional, bahkan sampai saat ini rekor kuda pacu tercepat di Indonesia pada kelas 1100 m (Prince Star) belum terpecahkan. Beberapa tahun terakhir ini terjadi penurunan populasi kuda pacu di Sulut. Hal ini disebabkan karena harga pakan yang terlalu mahal, sehingga minat masyarakat petani peternak kuda pacu menurun, dan yang bertahan untuk memelihara kuda pacu tinggal orang-orang yang mempunyai banyak modal, bahkan di daerah ini petani peternak yang dahulunya memiliki kuda pacu hanya menjadi pemelihara kuda milik pejabat-pejabat setempat. Saat ini dengan adanya kesulitan bahan bakar minyak di Indonesia maka tentunya akan membuka kemungkinan penggunaan ternak kuda sebagai tenaga tarik
beban maupun angkutan, seperti yang dilakukan oleh masyarakat dahulu. Bahkan di kota-kota tertentu sampai saat ini masih mengandalkan ternak kuda sebagai sarana transportasi sehingga dapat mengatasi penggunaan bahan bakar minyak. Kuda pacu sebagai ternak untuk perlombaan mempunyai keunikan dalam hal mengkonsumsi pakan, sebab tujuan pemberian pakan adalah untuk mencapai prestasi yang baik pada saat pacuan. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan kebutuhan pakan maupun zat-zat makanan yang terkandung dalam pakan, terlebih kandungan energi yang mempunyai peran utama saat dipacu. Apabila dilihat dari kebutuhan dan konsumsi pakan utama kuda adalah hijauan, karena kuda tergolong herbivora, maka jumlah konsumsi hijauan lebih besar, akan tetapi pada kenyataanya kebutuhannya sangat berbeda karena kuda pacu membutuhkan energi yang baik untuk latihan maupun dipacu saat perlombaan, sehingga kebutuhan utamanya berasal dari biji-bijian sebagai penyusun konsentrat yang mengandung energi yang baik untuk proses kerja pada kuda pacu. Pemeliharaan kuda pacu di Indonesia sebagian besar masih mengacu pada pemberian pakan yang dilakukan oleh negara maju di luar negeri. Hal ini disebabkan karena standarisasi kebutuhan pakan kuda di Indonesia belum ada, sehingga masyarakat peternak kuda pacu memelihara kuda tersebut masih secara turun-temurun dengan mengandalkan bahan baku pakan impor yang digunakan menjelang perlombaan sehingga prestasi saat dipacu tidak maksimal. Padahal, Indonesia merupakan negara agraris sehingga bahan baku pakan yang ada kemungkinan bisa digunakan sebagai sumber pakan kuda. Akan tetapi, belum ada pengujian karakteristik nutrisi dan formulasi yang lebih tepat. Bahan baku pakan lokal menurut hasil-hasil analisis kandungan zat-zat makanan tidak kalah dibandingkan dengan komposisi zat-zat makanan dari negara luar, hanya saja formulasinya belum ada sehingga perlu dilakukan penelitian. Salah satu metode pendekatan untuk memformulasikan pakan adalah melalui metode trainer, uji palatabilitas pakan melalui metode kafetaria pada ternak kuda pacu. Selain itu, perbedaan kuda pacu yang ada di Indonesia yang diizinkan oleh PORDASI untuk diperlombakan adalah persilangan kuda lokal dengan thoroughbred, maka tentunya mempunyai perbedaan breed yang berdampak pada perbedaan konsumsi dan kebutuhan pakan, serta zat-zat makanan.
Melihat tujuan pemeliharaan kuda untuk kemampuan kerja baik untuk dipacu maupun menarik beban serta bentuk/postur tubuh yang indah waktu diperlombakan maka tentunya faktor yang sangat mendukung adalah pakan, khusus kandungan zat makanan, yakni energi dan protein serta mineral dan vitamin. TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji kebutuhan pakan, energi dan nutrien pakan melalui hubungan antara konsumsi pakan dengan bobot metabolik berdasarkan metode trainer, metode kafetaria serta pendugaan kebutuhan melalui kecernaan pakan dengan beban kerja dan bobot metabolik untuk dijadikan dasar pada formulasi ransum kuda pacu persilangan thoroughbred dengan kuda poni Indonesia. Tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk:
1. Mengkaji informasi tentang program latihan dan pola latihan yang disesuaikan dengan metode pemberian pakan dan nutrien saat latihan untuk persiapan perlombaan yang dilakukan oleh trainer kuda pacu agar mencapai prestasi maksimal. 2. Memperoleh informasi tentang pola konsumsi serta kebutuhan pakan dan nutrien kuda pacu melalui metode kafetaria. 3. Mendapatkan hasil terhadap tingkat kesukaan pada beberapa jenis pakan melalui palatabilitas pakan. 4. Mengetahui kebutuhan energi tercerna, serta nutrien yang optimal berdasarkan beban kerja dan bobot metabolik, melalui analisis inputoutput dengan menggunakan analisis regresi. 5. Mendapatkan standar kebutuhan pakan dan nutrisi kuda pacu Indonseia sesuai dengan bobot metabolik per beban kerja. 6. Aplikasi formulasi ransum pakan lokal dibandigkan dengan pakan impor terhadap prestasi kuda pacu Indonesia.
MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang program latihan kuda pacu, metode pemberian pakan serta kebutuhan energi
tercerna(DE) dan nutrien pakan untuk perbaikan pakan dengan menggunakan pakan lokal yang bermanfaat baik pada petani/peternak kuda pacu maupun masyarakat pecinta olah raga berkuda serta instansi pemerintah terkait. HIPOTESIS 1. Kebutuhan energi tercerna(DE) dan nutrien kuda pacu dapat diduga dari beban kerja dan bobot metabolik. 2. Kandungan energi pakan dapat diduga dari bobot metabolik melalui pola konsumsi.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
TAHAP I ANALISIS KEBUTUHAN MENURUT METODE TRAINNER KUDA PACU
PROGRAM PEMBERIAN PAKAN
PROGRAM LATIHAN
TAHAP II ANALISIS KEBUTUHAN MENURUT METODE KAFETARIA
Peubah yang diukur : : - Bobot kuda -
Jumlah konsumsi pakan, energi dan zat Makanan
TAHAP
III
ESTIMASI KEBUTUHAN PAKAN
Peubah yang diukur
-Bobot Kuda :
-Konsumsi DE dan Nutrien pakan Bobot joki, jarakP tempuh dan waktu Pk, SK, L, Ca, dan BETN
-Bobot Joki, Jarak Tempuh, Waktu Tempuh TAHAP IV
FORMULASI RANSUM BERBASIS BAHAN PAKAN LOKAL
Peubah yang diukur : - Konsumsi bahan kering pakan, - Prestasi (Kecepatan)
Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA DESKRIPSI TENTANG KUDA Kuda merupakan salah satu jenis ternak yang termasuk pada golongan hewan sebagai berikut. Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) memiliki klasifikasi zoologis sebagai berikut (Ensminger,1962): Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Perissodactyla Famili : Equidae Genus : Equus Spesies : Equus caballus Pada dasarnya kuda memiliki berbagai jenis kerja yakni kerja tarik, yang terdiri atas kerja ringan, kerja sedang dan kerja berat. Ada pula jenis kuda tunggang atau kuda ringan, ini terdiri atas beberapa kategori yaitu three-gaited horses yang pengembangannya ditujukan pada keterampilan berjalan yakni walk, trot dan canter dan ada juga kuda yang termasuk pada kategori five-gated horses yang di samping keterampilan walt, trot dan canter juga slow gaited dan rack. (Blackely dan Bade, 1991). SEJARAH OLAH RAGA BERKUDA Kuda sudah dikenal sejak zaman purba, dimana hubungan antara manusia dengan kuda dapat dilihat dari kesenian dan sastra yang berasal dari negeri Ukraine, China, Mesir, Persia dan Yunani kuno. Untuk menentukan secara pasti mengenai siapa yang pertama kali menjinakkan kuda dan melatihnya untuk ditunggang sangat sulit, namun penemuan ilmiah menunjukkan bahwa manusia telah menunggang kuda sejak kurang lebih 5.000 tahun yang lalu. Suku Yunani dan Romawi kuno merupakan ahli tunggang dan menggunakan kuda untuk pacuan dan olahraga. Tentara Yunani dan Romawi menunggang kuda dalam perang, dan suku Yunani (Xenophon) menulis tentang prinsip-prinsip berkuda sejak 400 SM, dan hingga kini prinsip-prinsip mereka masih digunakan untuk berkuda. Akademi berkuda pertama didirikan oleh Federico Grisone 1532 di Napoli, Itali, kemudian pada akhir abad 16 sebuah akademi equestrian berkembang di Versailles, Perancis, tetapi kemudian menghilang karena revolusi Perancis. Sebuah sekolah menunggang “kuno” yang bertahan hingga kini adalah
Spanish Riding School yang didirikan 1572 di Wina, Austria. Sekolah kavaleri Perancis yang didirikan 1768 di Saumur, dengan pakar Pluvinel dan La Guérinière, juga memberikan kontribusi besar kepada seni equestrian modern, terutama Dressage/ Tunggang Serasi. Olahraga berkuda yang kita kenal di zaman sekarang, berkembang pada bagian kedua abad 19. (Bowen, 2007) Awalnya peranan kuda di Indonesia lebih dekat dengan masyarakat petani, dari pada keluarga Raja. Dahulunya oleh para petani, kuda disamping untuk keperluan angkutan, juga untuk menarik bajak di sawah, disamping kerbau di beberapa daerah. Sedang cikal bakal olahraga ketangkasan berkuda di Indonesia berawal dari menunggang kuda sambil berburu di hutan-hutan. Kesenangan berburu dengan menunggang kuda ini masih banyak ditemukan di daerah Nusa Tenggara Barat dan Timur. Di pulau Jawa, kuda di abad 16 sebelumnya menjadi simbol kemegahan para Raja dan dipergunakan untuk peperangan, yang pada gilirannya dijadikan untuk olahraga sebagai tontonan. Pada zaman Belanda, olahraga berkuda dikenal rakyat melalui pacuan kuda, yang dilakukan pada harihari pasar atau ulang tahun Ratu Belanda. Hampir setiap daerah menjadi pusat kegiatan pacuan kuda, dan dari situlah tumbuh peternakan tradisional, yang melahirkan kuda-kuda pacu lokal, yang dikenal dengan kuda Batak, kuda Padang Mangatas, kuda Priangan, kuda Sumba, kuda Minahasa dan kuda Sandel. Daerahdaerah yang dikenal mempunyai ternak-ternak kuda tradisional adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara. Lomba ketangkasan berkuda mulai dikenal melalui serdadu-serdadu Belanda dengan lomba lompat rintangan (jumping). Jenis kompetisi olahraga berkuda yang di pertandingkan di dunia terdiri atas beberapa jenis, di antaranya adalah: Dressage/Tunggang Serasi, Dressage adalah dasar semua pelatihan kuda dan dibutuhkan untuk semua nomor ketangkasan, tetapi dressage juga dinilai sebagai „Master“ berkuda karena nilai seni tinggi yang dimilikinya. Tujuan Dressage atau Tunggang Serasi adalah pengembangan fisik kuda dan keserasian penunggang dengan kuda. Keterampilan dan mutu yang baik terlihat dari ayunan langkah yang bebas dan sama rata, seolah kuda bergerak mudah dan tanpa beban. Kudanya memberi kesan bahwa ia melakukan semua gerakan dengan sendiri,
karena pertolongan yang ringan dari penunggang tidak dapat terlihat lagi. Dalam semua kompetisi, kuda harus menunjukkan tiga cara berjalan: Walk, Trott dan Canter, dan juga transisi dari dan ke berlainan cara berjalan dan dalam cara berjalan sendiri (collection – extension – collection). Endurance, Endurance merupakan kompetisi melawan waktu untuk menguji kecepatan dan kemampuan ketahanan kuda, yang sekaligus diharapkan dapat menunjukkan pengetahuan si penunggang mengenai kecepatan dan penggunaan kudanya melalui lintas alam. Prestasi kuda yang ditunjukkan melalui berbagai macam permukaan dan halangan alam sangatlah penting untuk menentukan kepandaian berkuda si penunggang dan sikap kudanya sendiri. Sebuah kompetisi terdiri dari berberapa tahap. Setelah setiap tahap (pada prinsipnya setiap 40 km), diadakan sebuah inspeksi kesehatan hewan yang diatur sebagai gerbang veteriner yang menuju kawasan pemberhentian yang diambil waktunya (waktunya terhitung dari saat detak jantung kuda menunjukkan 64 detak/ menit; sampai saat itu waktu dianggap sebagai waktu menunggang). Tahaptahap endurance dapat berlangsung hingga dua hari atau lebih. Show Jumping (Lompat Rintangan), Lompat rintangan adalah hal yang biasa dilakukan oleh kuda-kuda di alam bebas ketika mereka menghindar atau lari dari pemangsa. Zebra di kebun binatang juga terlihat melompati pohon tumbang dan rintangan lain untuk kesenangan mereka. Kemampuan lompat rintangan seekor kuda ketangkasan antara lain tergantung bakatnya dan membutuhkan pelatihan yang sesuai dan secara bertahap untuk mengajarkan teknik yang baik. Lompat rintangan melengkapi pendidikan dasar si penunggang maupun seekor kuda tunggang, dan pada umumnya latihan jumping dijadwalkan sebanyak dua atau tiga kali dari enam hari latihan per minggu. Nomor olahraga berkuda show jumping atau lompat rintangan berasal dari kegemaran para penunggang Irlandia pada zaman dahulu, karena tanah pertanian mereka sangat luas dan infrastruktur di „pulau hijau“ itu, mereka sering melalui jalan pintas dengan melompati pagar, tembok dan rintangan alam yang membatasi dan memisahkan tanah-tanah pertanian mereka. Kebiasaan itu kemudian berkembang dan menjadi sebuah kompetisi tersendiri.
Eventing, Eventing atau trilomba adalah pertandingan kombinasi yang mengandalkan pengalaman penunggang dalam semua nomor berkuda. Kuda maupun penunggang, harus memiliki kecekatan dan serba bisa. Pesertanya mengikuti pertandingan kombinasi yang terdiri dari tiga tes: dressage, crosscountry sebagai tes utama dan jumping, dengan kuda yang sama selama pertandingan berlangsung. Hal itu tentunya membutuhkan kerjasama antara kedua atlit yang saling percaya, dan juga pelatihan yang terstruktur dan sistematis dalam semua disiplin. Hanya pelatihan yang baik dan teratur menghasilkan atlit yang mahir dalam semua disiplin dan berstamina cukup untuk menghadapi pertandingan yang dinilai cukup berat ini. Polo Berkuda, Sejak tahun 525 SM beberapa negara di Timur Tengah telah mengenal permainan polo berkuda. Diduga permainan ini berasal dari negeri Parsi. Di Parsi permainan ini disebut Chaugan, sedang di Assam (India) dikenal dengan nama Manopur. Sejak tahun 1850, polo berkuda sangat digemari oleh para pengusaha perkebunan teh di Assam. Satuan kavaleri Inggris memberikan perhatian pada olahraga ini, sehingga kemudian resimen ke 10 Hussars mendemonstrasikannya kepada penduduk kota Hounslow (Inggris). Olahraga polo berkuda kemudian dikenalkan ke Amerika pada tahun 1883, sekarang Argentina merupakan negara yang selalu tampil dan mengungguli pertandingan olahraga ini. Objek dari permainan ini adalah memasukkan bola ke gawang tim musuh dengan menggunakan tongkat kayu, setiap tim terdiri dari empat orang pemain dimana masing-masing pemain berada diatas kuda. Kuda
pacu
(Racehorses),
merupakan
jenis
kuda
yang
tujuan
pemeliharaanya adalah untuk memperoleh kecepatan saat di pacu dengan kriteria penilaiannya adalah yang tercepat masuk finish. Di Indonesia selama ini yang dipertandingkan adalah kuda pacu dan Pordasi dengan peraturannya menetapkan bahwa kuda pacu yang boleh diperlombakan pada arena pacuan di Indonesia adalah persilangan kuda lokal dengan thoroughbred, sehingga untuk lomba-lomba ketangkasan berkuda lainnya kurang popular sebab ukuran tinggi badan kuda pacu Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan dengan kuda impor seperti thoroughbred, arabianbred dan
lain-lain. Kuda pacu Indonesia merupakan ternak yang saat ini dibentuk melalui program grading up dengan tujuan untuk memenuhi permintaan kuda pacu. Proses pembentukan kuda pacu Indonesia dimulai dari G1 yang merupakan persilangan kuda betina lokal dengan pejantan thoroughbred dengan darah lokal 50% dan darah thoroughbred 50%. Kuda G2 merupakan hasil silang kuda betina G1 pada umur 3 atau 4 tahun dengan pejantan thoroughbred. Kuda betina G2 dikawinkan dengan jantan thoroughbred akan menghasilkan G3 dengan komposisi darah lokal 12,5% dan darah thoroughbred 87,5% yang dirasa sudah cukup baik untuk dijadikan bibit pejantan (parent-stock) pembentukan kuda pacu Indonesia. Kuda betina G4 selanjutnya dibentuk untuk dijadikan betina parentstock yang akan disilangkan dengan kuda jantan G4 atau G3 dan menghasilkan kuda pacu Indonesia (Soehardjono, 1990). Gibbs at al (2009) mengemukakan dalam beberapa tahun terakhir, perhatian yang signifikan telah diarahkan pada penelitian atlet kuda, terutama kuda pacu dan kuda muda yang ditujukan untuk dipacu. Bahkan informasi baru tentang konsep yang tersedia sedang dibentuk, menyangkut fisiologi dan gizi kuda pacu. Lebih lanjut dikatakan, salah satu alasan untuk perhatian ini adalah karena selama 50 tahun terakhir, kinerja fisik kuda pacu sangat sedikit peningkatannya. Apabila dibandingkan dengan atlet manusia, maka perbaikan kemampuan relatif lebih rendah untuk kuda pacu. Hal ini tidak lepas dari upaya untuk mengembangkan kuda pacu baik dari segi genetik maupun kebutuhan pakan serta metode latihan yang baik, karena perhatian yang kurang pada manajemen tesebut sering mengakibatkan kuda cedera dan kelelahan yang akut. Fenomena ini dijelaskan secara dramatis dalam perbaikan pemberian pakan dan metode latihan. Sebab kuda juga membutuhkan keseimbangan antara nutrisi dalam pakan dengan latihan, karena seekor kuda yang diberi pakan yang baik akan berlari cepat sesuai dengan bawaan genetiknya. Selain dari pada itu dalam memelihara kuda, kesehatan merupakan faktor yang harus diperhatikan karena kesehatan kuda sangat mempengaruhi keindahan kegagahan dan tenaga. Agar memperoleh penampilan kuda yang baik maka kita tidak hanya harus mengerti bagaimana membentuk dan membangun perototan dan menunganginya dengan baik, kitapun dituntut untuk mengerti mengenai fungsi dan pengaruh dari
berbagai jenis latihan yang diberikan terhadap tiap-tiap bagian organ dari kuda, (Hodges dan Pillipiner,1991). Lebih lanjut dikatakan bahwa kuda yang ditujukan untuk penampilan khusus akan memerlukan latihan khusus untuk membangun perototan dan keluwesan pada saat pertunjukan, namun yang perlu ditekankan dalam memilih seekor kuda adalah pertimbangan bentuk normal tubuh yang baik, proporsi yang seimbang, perkembangan dan temperamen yang bagus. Tindakan dan pembawaannya halus, anggun dan penuh harmonis, serta kemampuan penampilan yang memuaskan. Kelainan pada bentuk normal tubuh dapat mengurangi kesempatan seekor kuda dalam melakukan banyak aktivitas selama masa pelatihannya, dan perkembangan yang tidak tepat akan menciptakan kondisi stres fisik yang akan berpengaruh pada temperamennya. Temperamen dan sikap karakter yang baik dalam beraktivitas akan membuat kuda tersebut menyenangkan untuk dimiliki dan diatur, karena temperamen dan sikap dari kuda haruslah dipertimbangkan dalam kaitannya dengan olahraga yang akan dipilih dan bagaimana kuda tersebut akan bertahan terhadap tuntutan dari tingkat pelatihan penting. Metode Latihan Pacuan kuda adalah olahraga berkuda yang paling alami. Kuda dirancang menggunakan kecepatannya untuk mengalahkan lawan-lawannya. Seekor kuda pacu harus dilatih untuk dapat menahan berat penunggangnya atau joki dan sejumlah kendali tertentu, tetapi faktor yang paling menentukan keberhasilan adalah kondisi kuda. Seekor kuda harus benar-benar fit untuk pacuan–pacuan tertentu yang diseleksi secara ketat. Jarak pacu dalam pacuan kuda terdiri dari bermacam–macam jarak, mulai dari 5 sampai 20 furlongs (sekitar 1000-4000 meter) dan seperti pelari-pelari manusia, setiap kuda memiliki jarak terbaiknya. Kuda cenderung dipertahankan lebih baik sampai kuda tersebut bertambah umurnya. Sebagai contoh, kuda yang berumur dua tahun, lebih baik tidak dipacu pada jarak lebih dari delapan furlongs (1600 m), (Pilliner, 1993). Pelatihan kuda pacu sesungguhnya rumit karena kuda pacu berumur dua tahun, dimana masih dalam masa pertumbuhan dan pendewasaan. Sistem tubuh kuda yang masih muda sering tidak mampu menghadapi tekanan pada saat latihan. Apabila terjadi pemaksaan latihan pada umur muda, maka akan
mengakibatkan kerugian yang tinggi pada kuda pacu thoroughbred. Oleh karena itu sebaiknya kuda dilatih pada umur >18 bulan, dengan pola latihan ringan (Pilliner, 1993). Metode latihan adalah suatu metode yang sangat penting diperhatikan dalam manajemen kuda pacu, karena program pelatihan yang kurang baik akan berakibat fatal pada kuda pacu. Kejadian ini sering terjadi saat ternak kuda mulai dilatih, yakni mengalami cedera dibagian tulang kering yang cukup fatal, oleh sebab itu maka program latihan perlu mendapat perhatian penting, karena proses penyembuhannya memerlukan waktu yang cukup panjang. Ramzan and Palmer (2007) mengemukakan bahwa cedera pada fleksor tendon bagian depan tubuh (SDFT) merupakan salah satu penyebab paling umum dari ketimpangan pada kuda pacu saat pacuan. Lebih lanjut, Goodship, (1993) mengemukakan bahwa keparahan dari sebagian kecil mengakibatkan pecah bilateral. Cedera tendon ini sering terjadi pada inti dari daerah pertengahan metakarpal, namun dapat melibatkan
bagian-bagian
lain
yang
berada
diseputar
persimpangan
musculotendinous (Gibson et al, 1997; McIlwraith, 2002). Menurur Pinchbeck et al, 2004; Takahashi et al, 2004; Lam et al, 2007), cedera urat daging telah dilaporkan terjadi
6-9/1000 ekor pada kuda pacu keturunan murni, dimulai
dengan tingkat kejadian 11 - 30% (selama periode 1-10 tahun), interval lama dari kerja (sampai 18 bulan), dan tingginya tingkat pensiun dari balap (Marr et al, 1993; Goodship et al, 1994; Williams et al, 2001; Oikawa dan Kasashima, 2002; Kasashima et al, 2004). Ada juga risiko tinggi untuk kuda pacu dalam pelatihan (Ely et al, 2004.). Kurang informasi tersedia untuk kelas lain kuda atlet, namun peningkatan risiko cedera SDFT telah didokumentasikan pada kuda yang terlibat dalam eventing dan show jumping (Gibson et al, 2002; Murray et al, 2006). Pada tahun 2002 yang lalu dilakukan studi tentang kejadian cedera pada suatu even kuda di Inggris, 86% dari even kompetisi tersebut diperoleh hasil bahwa 3% mengalami cedera di satu even tersebut dan 17% di Concours Internationale Combine (CIC) kompetisi, semuanya diakibatkan oleh cedera tendon (Singer et al, 2008). Pada suatu kegiatan latihan yang dilakukan
untuk menjelang
perlombaan CIC, 43% mengalami cedera tendon atau ligamen. Suatu studi 101 Warmblood Belanda (DW) kuda dan 71 standardbred kuda pacu (ST) dengan
luka tendon digital, 29%, yang melibatkan anggota tubuh depan SDFT (Van den Belt et al, 1994.). Bertitik tolak dari kejadian tersebut diatas maka (Nunamaker et al, 2007), menemukan bahwa kuda muda memiliki resiko lebih tinggi pada tulang tendon mereka ketika berjalan cepat dari pada kuda tua. Dia melaporkan bahwa arah strain utama, adalah thoroughbreds, tampaknya mengalami perubahan yang signifikan dengan meningkatkan kecepatan. Pelatihan kuda pacu muda tanpa mengembangkan perhatian bagaimana melawan resiko cedera pada tulang kering adalah seni mengatur frekuensi dan intensitas latihan sehingga cukup kuat untuk membangun keadaan tulang sambil menghindari pelemahan yang terjadi selama remodeling tulang. Program pelatihan konvensional secara bertahap dengan meningkatkan jarak dan intensitas latihan kuda untuk gallops dua mil per 7, 10 atau 14 hari, bila latihan ini dilakukan secara bertahap dengan meningkatkan kecepatan sampai pada puncak latihan dengan jarak pacu tertentu maka akan mengurangi resiko cedera. Program pelatihan yang direvisi oleh Nunamaker et al (2007) ini bertujuan menurunkan jarak berlari, biasanya untuk satu mil. Latihan kecepatan tinggi termasuk dua kali seminggu di akhiri dengan gallops, dengan jarak perlahan-lahan meningkat dari dua ratus meter ke setengah mil. Lebih lanjut Numaker et al (2007) merekomendasikan beberapa tahap program latihan sebagai berikut: Tahap 1): Kuda bekerja 6 hari / minggu, berjalan untuk melacak, berjalan ½ mil di trek, berlari 1/2 mil di trek, berlari 1 mil per hari, selanjutnya akhir dari tahap I yaitu 1/8 mil dari mencongklang selama 15 detik yang dilakukan 2 hari dalam seminggu pada pogram 5 minggu. Tahap 2), terakhir 1/4 mil dari mencongklang selesai dalam 30 detik yang dilakukan 2 hari seminggu dalam 5 minggu. Mencongklang diperpanjang untuk 1 ¼ mil per hari, melenggang 1/4 mil di 26 detik. Sekali seminggu selama 4 minggu. Tahap 3), mencongklang kuat ditambahkan kecepatan 1/4 mil untuk total waktu dari 40 detik. Sekali seminggu dalam 3 minggu. Pada latihan ini disarankan untuk memberikan istirahat apabila kuda mengalami sakit, yakni 10 -14 hari istirahat selang satu bulan dalam jadwal pelatihan, karena saat istirahat cukup memungkinkan untuk mengaktifkan tulang remodeling. (Burba, 2007) melakukan penelitian untuk penyembuhan cedera yang sering dialami oleh kuda saat latihan dengan metode radiografi akan tetapi proses
penyembuhannya membutuhkan waktu yang cukup panjang yakni 6 sampai 8 bulan, sehingga dia menyarankan sebaiknya untuk menghindari terjadinya kasus cedera pada kuda, dengan jalan memperhatikan metode latihan serta program latihan yang teratur. Sistem Pernafasan Kuda Oksigen merupakan sesuatu yang keberadaannya sangat vital dalam kehidupan. Fungsi utama dari sistem respirasi adalah mensuplai oksigen ke dalam jaringan dan mengeluarkan karbondioksida. Sistem respirasi juga berperan penting dalam mengatur suhu tubuh, dan pengeluaran air (cairan tubuh) serta terdiri dari rangkaian aliran udara yang menghubungkan antara paru-paru dan udara luar dimana organ yang berperan dalam hal ini meliputi nasal cavity, pharynx, larynx, trachea, bronchi, dan lungs (paru-paru). Jalan masuk ke rongga hidung dilindungi oleh nostril, dimana pada kuda adalah vaskuler lembut, lunak, dan bisa luas berdilatasi. Muzle terdiri dari rambut-rambut tentakel dan merupakan organ yang sensitif untuk meraba dan muzle juga berfungsi memastikan makanan tepat untuk dimasukan ke ruang mulut dalam arti memegangnya. Rongga hidung dilapisi oleh membran mukosa yang mampu menghangatkan udara inspirasi. Pharynx merupakan ruang bersama antara saluran hidung dan mulut, larynx menjaga masuknya objek lain ke dalam trakhea pada saat inspirasi dan mengatur aliran udara. Lekuk kartilago disebut juga epiglottis menutup aliran udara pernafasan ketika menelan makanan. Larynx juga sebagai organ suara utama dan memuat tali suara. Trachea adalah pipa panjang yang bersifat noncollapssible artinya saluran udara tersebut tidak akan melipat, menghubungkan kerongkongan ke paru-paru pada bagian ujung bercabang membentuk bronchi, yang terus kemudian membentuk bronchioli. Paru-paru berpasangan dan berisi banyak kantung udara dimana terjadi pertukaran gas antara udara dan kapiler-kapiler pulmonary. Pergerakan keluar masuknya udara kedalam paru-paru (respirasi) dicapai oleh adanya kontraksi dan relaksasi dari diafragma dan otot-otot intercostae. Tingkat respirasi tergantung pada keperluan jaringan akan oksigen. Sistem syaraf yang terlibat memiliki sistem yang rumit untuk mengontrol tingkat respirasi.
Normalnya dalam kondisi istirahat seekor kuda akan bernafas 8-16 kali permenit dan akan meningkat tajam selama beraktifitas (Hamer, 1993). Sistem Peredaran Darah Kuda Untuk menghasilkan energi secara aerob, maka oksigen harus dikirim ke otot dengan cepat dan efisien melalui darah yang dipompakan oleh jantung melalui arteri, lalu kapiler darah yang kecil yang mensuplai serat-serat otot. Kondisi homeostasis internal dipertahankan di dalam tubuh kuda oleh adanya sirkulasi darah. Darah disebut sebagai „pusat kehidupan‟ karena keberadaannya sebagai cairan penting yang menyebar di dalam jaringan tubuh untuk mendukung kehidupan. Beberapa fungsi dari darah adalah: 1. transportasi nutrisi dari saluran ke jaringan. 2. mengeluarkan produk sisa metabolisme. 3. transport oksigen ke dalam jaringan. 4. transport sekresi endokrin. 5. penyetaraan kandungan air. 6. pengatur suhu tubuh. 7. pengatur kadar asam tubuh. 8. pertahanan untuk melawan mikroorganisme. 9. kekebalan penyakit. 10. reaksi alergi. Sistem sirkulasi terdiri dari jantung dan sistem pembuluh darah diseluruh tubuh. Arteri-arteri mempunyai dinding yang tebal, merupakan pembuluhpembluh otot yang membawa darah dari jantung. Pembuluh-pembuluh ini bercabang dan ukurannya semakin kecil dan berkembang menjadi arteriol (arteriarteri kecil) dan akhirnya menjadi apa yang disebut capillary bed (tempat pertukaran cairan dan nutrisi). Kapiler-kapiler bersatu membentuk vena kecil, dan vena-vena ini bergabung membentuk vena dengan ukuran besar yang kembali membawa darah menuju jantung. Arteri pulmonalis membawa darah miskin oksigen dari jantung ke paru-paru, dan darah kaya akan oksigen dikirim kembali menuju jantung lewat vena pulmonalis. Jantung yang besar dan organ yang berotot pada kuda, baik sekali sebagai pembantu dalam sisitem sirkulasi. Akan
tetapi terdapat kontrol syaraf yang rumit dari jantung yang dapat berubah dengan tajam terhadap kecepatan ritme jantung pada variasi kondisi fisiologis. Menurut Evans (1989), kecepatan denyut jantung pada kuda dewasa antara 36-40 kali permenit, dimana kecepatan ini agak sedikit lebih rendah pada kuda jenis draft (kuda berdarah dingin) dan agak sedikit lebih tinggi pada kuda-kuda thoroughbred (kuda berdarah panas) . Kecepatan denyut jantung dipengaruhi oleh faktor-faktor fisiologis seperti rangsangan, latihan gerak otot, temperatur lingkungan, pencernaan, tidur, dan kondisi variasi penyakit. Kecepatan Pergantian Sel-Sel Darah Merah Kuda Pengaruh penting lainnya dari adanya latihan pada darah adalah suatu keadaan dimana cepatnya pergantian sel-sel darah merah. Sel-sel mempunyai masa hidup yang terbatas biasanya empat sampai lima bulan. Kondisi tersebut akan berkurang pada saat kuda bekerja keras. Kuda yang berkerja memompakan darah keseluruh tubuh lebih cepat, maka proses pertukaran sel darah merah yang rusak akan cepat juga. Sistem Urinaria Kuda Sistem urinaria tediri dari sepasang ginjal, ureter, kantung kemih, dan uretra. Ginjal mengadakan sistem filtrasi darah yang bertanggungjawab terhadap ekskresi berbagai limbah produk dari tubuh. Ginjal mengontrol kesimbangan air, pH, dan tingkat elektrolit serta membersihkan darah dan bertanggungjawab terhadap kestabilan komposisi darah serta semua zat yang masuk ke dalam ginjal. Pada kuda ginjal terletak pada bagian lumbal, adanya kekakuan dan sakit punggung sering dihubungkan dengan penyakit ginjal. Urine kuda normal seharusnya berwarna keruh dan kental (Hamer, 1993). Produksi urin kuda normal sekitar 2-11 liter dalam sehari. Pertulangan Kuda Pertulangan mempunyai peranan yang sangat besar pada kuda, sebab kekuatan tulang dan otot sangat mendukung untuk persiapan pelatihan maupun pacuan pada kuda. Kerangka kuda terdiri dari tengkorak, tulang punggung, rusuk, dan tulang dada, tungkai dan lengan. Sistem rangka termasuk tulang dan ikatan sendi, yang mengikat tulang bersama-sama membentuk persendian, adanya rangka memberikan bentuk tubuh, melindungi bagian-bagian tubuh yang lunak,
dan melindungi organ-organ vital. Tulang bertindak sebagai pengungkit, menyimpan mineral, dan tempat pembentukan sel darah merah. Tulang kuda keseluruhan terbentuk dari 205 buah tulang (Evans, 1989). Tulang diklasifikasikan menjadi berbagai macam antara lain panjang, pendek, rata, dan tidak teratur. Fungsi utama dari tulang panjang sebagai pengungkit dan membantu dalam pergerakan dan menopang berat tubuh. Tulang pendek berfungsi dalam meredam hentakan yang dapat ditemukan pada persendian yang rumit seperti pada carpus (lutut), tarsus (hock), dan fetlock (angkle). Tulang pipih menutup ruang yang berisi organ-organ vital: tengkorak (otak) dan tulang rusuk (jantung dan paru-paru). Tulang pipih juga membentuk bidang yang luas sebagai tempat melekatnya otot. Tulang tak beraturan seperti pada tulang belakang, dimana keberadaannya tulang-tulang tersebut sebagai pelindung sistem syaraf pusat. Periosteum adalah membran yang lebih dulu meliputi tulang diseluruh tubuh. Periosteum melindungi tulang dan merupakan tempat dari penyembuhan dimana terdapat fraktur. Pertumbuhan abnormal pada periosteum dikenal dengan istilah exostosis. Pada kuda, akibat dari periosteum dapat mengakibatkan pertumbuhan tulang yang tidak diinginkan, seperti splint, spavins, dan ringbone. Training yang benar akan memberikan kekuatan pertulangan yang maksimum pada kuda. Kekuatan tulang seekor kuda akan maksimal bila diberikan perlakuan dengan sejumlah kecil aktivitas yang disertakan dengan variasi gerakan yang berbeda tingkat ketegangannya pada tulang, sebagai contoh ialah lompat gymnastik dan gerakan menyamping. Tulang memerlukan latihan untuk stimulasi pertumbuhannya karena dengan latihan akan menstimulasi peredaran darah dengan baik yang penting untuk membawa nutrisi bagi pertumbuhan, memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan dan membawa hasil sisa metabolisme. Sistem Otot Kuda Sel-sel otot secara khusus berfungsi untuk berkontraksi. Kontraksi ini memerlukan energi yang disediakan oleh gudang energi dari sel berstruktur kecil yang disebut mitochondria, dan bahan bakar gudang energi ini diperoleh dari
pemecahan glukosa. Energi juga dapat diperoleh dari pemecahan asam lemak bebas, yang tersedia di dalam darah atau disimpan di dalam jaringan otot. SISTEM PENCERNAAN KUDA Secara umum alat pencernaan pada kuda meliputi organ-organ yang langsung berhubungan dengan penerimaan, pencernaan bahan makanan dan pengeluaran sisa pencernaan. Gambar 2 berikut ini adalah bentuk sistem pencernaan kuda (Lewis & Febiger, 1982).
Gambar 2. Sistem pencernaan kuda Alat pencernaan adalah organ-organ yang langsung berhubungan dengan penerimaan, pencernaan bahan pakan, dan pengeluaran sisa pencernaan atau metabolisme. Berikut penjelasan secara umum maupun khusus dari alat dan fungsi pencernaan kuda: Rongga Mulut (mouth) merupakan bagian pertama dari sistem pencernaan yang mempunyai 3 fungsi, yaitu mengambil pakan, pengunyahan secara mekanik, dan pembasahan pakan dengan saliva. Di dalam rongga mulut terdapat organ pelengkap, yaitu lidah, gigi, dan saliva. Lidah merupakan alat pencernaan mekanik. Kuda dapat menyeleksi pakan yang dimakan dikarenakan adanya bungkul-bungkul pengecap pada lidah dan banyak terdapat di daerah
dorsum lidah dibandingkan bagian lain dengan cara merasakan pakan yang dimakan. Gigi adalah organ pelengkap yang secara mekanik relatif kuat untuk memulai proses pencernaan. Gigi juga digunakan untuk menentukan umur dengan melihat: penyembulan (erupsi), pergantian sementara, bentuk dan derajat keausan gigi. Saliva kuda mengandung elektrolit utama yaitu Na+, K+, Ca++, Cl-, HCO2-, HPO4- serta tidak atau sedikit sekali mengandung amilase. Saliva dihasilkan oleh 3 pasang kelenjar yaitu kelenjar parotis, kelenjar mandibularis, dan kelenjar sublingualis. Saliva berfungsi sebagai pelicin dalam mengunyah dan menelan pakan dengan adanya mucin, mengatur temperatur rongga mulut, pelindung mukosa mulut, dan detoksikasi. Farings dan esofagus farings adalah penyambung rongga mulut dan esofagus. Esofagus mempunyai panjang kira-kira 50-60 inchi. Pada farings dan esofagus tidak terjadi pencernaan yang berarti. Lambung kuda relatif lebih kecil dibandingkan ternak ruminansia. Kapasitas lambung kuda antara 8-15 liter atau hanya 9% dari total kapasitas saluran pencernaan. Proses pencernaan yang terjadi di daerah lambung tidak sempurna dikarenakan aktivitas mikroorganisme sangat terbatas, dimana populasi bakteri relatif rendah, waktu tinggal pakan di lambung hanya sebentar sekitar 30 menit, dan hasil proses fermentasi adalah asam laktat, bukan VFA. Pankreas Kuda memiliki perbedaan yang spesifik dari segi cairan pankreas dengan ternak lain, yaitu konsentrasi enzim dan kadar HCO3 rendah. Bagian pankreas kuda terdiri atas endokrin dan eksokrin. Usus kecil merupakan tempat utama untuk mencerna karbohidrat, protein, dan lemak serta tempat absorbsi vitamin dan mineral. Kapasitas usus kecil adalah 30%.dari seluruh kapasitas saluran pencernaan kuda. Usus kecil terdiri atas tiga bagian, yaitu duodenum, jejenum, dan ileum. Proses pencernaan di usus kecil adalah proses pencernaan enzimatik. Beberapa enzim tersebut adalah peptidase, dipeptidase, amilase, dan lipase. Usus besar terdiri dari caecum, colon, rektum. Caecum dan colon memiliki kapasitas 60% dari keseluruhan saluran pencernaan yang mempunyai fungsi 1) tempat fermentasi dengan hasil berupa VFA, 2) Sintesis asam amino, Vit B & K, 3) tempat utama mencerna serat deterjen netral (NDF), 4) asam laktat dari lambung dengan adanya veilonella gazagones akan
diubah menjadi VFA. Produksi dan proses pencernaan fermentatif di usus besar tidak semuanya dapat dimanfaatkan karena posisi di belakang setelah usus halus, sehigga hanya sekitar 25% hasil fermentasi di usus besar yang dapat diserap kembali ke usus kecil atau dimanfaatkan oleh tubuh. Rektum merupakan tempat utama penyerapan air kembali. Proses pencernaan dari mulut sampai terbuang sebagai feses dari 95% pakan yang dikonsumsi membutuhkan waktu 65-75 jam. Saluran
gastrointestinal
adalah
saluran
yang
bersifat
musculo-
membranosus yang memanjang mulai dari mulut hingga anus. Pada kuda panjang saluran membran mukosa ini diperkirakan 100 kaki dan berfungsi dalam penelanan, menggiling, mencampur, pencernaan, dan penyerapan makanan dan pengeluaran limbah padat. Organ-organ pencernaan kuda dimulai dari mulut, farings, esofagus, lambung, usus halus, usus buntu, usus besar, dan anus. Kuda pada dasarnya adalah hewan yang suka merumput, usus kuda telah dirancang untuk menerima sejumlah kecil serat makanan dengan intake yang teratur dan memerlukan suplai makanan yang konstan tanpa pernah melebihi kemampuan sistem yang ada. Dalam menjaga agar sistem kerja pencernaan kuda efisien maka pemberian pakan sedapat mungkin harus menyesuaikan fisiologis alaminya. Oleh karena itu aturan pemberian pakan yang baik adalah memberi sedikit pakan tetapi sering. Kunci alasan dari aturan ini ialah bahwa ukuran lambung kuda relatif kecil kira-kira seperti ukuran bola rugby (Pilliner, 1985). Volume lambung pada kuda dengan bobot 500 kg rata-rata 7.5-15 liter atau 8-10% dari total kapasitas saluran pencernaan, panjang lambung 0,25 meter dimana fungsi dari lambung sendiri adalah mencampur massa pakan, mencerna beberapa protein, menampung massa pakan, dengan lama waktu penyimpanan untuk air 30-60 menit, sementara untuk pakan kering 30 menit-12 jam (Kohnke, Kelleher, dan Jones, 1999). KONSUMSI DAN KECERNAAN ZAT-ZAT MAKANAN Jumlah konsumsi pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan banyaknya zat-zat makanan yang dikonsumsi. Church dan Pond (1988), mengemukakan bahwa jumlah konsumsi pakan ditentukan oleh umur dan sifat fisik pakan serta keadaan fisiologis ternak dan keadaan lingkungan sekitarnya. Harper dan Ralph (2007) mengemukakan pada musim panas dengan intensitas
kerja yang tinggi membutuhkan asupan pakan, terutama energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi lingkungan normal, demikian pula dengan peningkatan kinerja dari latihan dimana latihan dengan jarak galloping 3 mil kebutuhan energi 22,5 Mkal per hari dan meningkat menjadi 30 Mkal perhari pada jarak latihan galloping 6 mil per hari. Adapun sumber pakan yang diberikan berasal dari jerami maupun biji-bijian, dengan jumlah konsumsi jerami 1,75 kg dengan pemberian 3 kali sehari yang bertujuan untuk menjaga kondisi kuda supaya tidak gemuk. Pilliner (1992) menyatakan, kuda yang memiliki tinggi 152162 cm dan bobot 500 kg dengan tingkat kerja cepat atau pacuan, rasio hijauan:konsentrat yang diberikan adalah 30:70 atau dalam satuan kilogram kirakira 3,5 kg hijauan dan 8,5 kg konsentrat. Saastamoinen (1993) mengemukakan, konsumsi pakan untuk kuda kerja dan induk bunting adalah 1,6-1,8 % dari bobot badan dan untuk menyusui 2-3,5% dari bobot badan. Selanjutnya Burba (2007) mengemukakan, kuda dan anggota lain dari genus Equus diadaptasi oleh biologi evolusioner untuk makan dalam jumlah kecil dari jenis makanan yang sama sepanjang hari. Di alam liar, kuda makan rumput di padang rumput di daerah semi-kering dan jarak yang signifikan dalam perjalanan setiap hari untuk mendapatkan nutrisi yang cukup. Oleh karena itu, sistem pencernaan mereka dibuat bekerja dengan baik dengan aliran makanan kecil tapi stabil dan tidak banyak berubah dari hari ke hari. Setiap individu kuda pada situasi yang ideal, maka program pemberian pakan untuk masing-masing kuda harus dikembangkan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan individu. Oleh sebab itu kesempatan untuk memilih makanan yang ia sukai tentu merupakan suatu hal yang sangat efektif. Gallagher et al, (1992) mengemukakan bahwa rata-rata konsumsi pakan yang diberikan secara as fed basic adalah 16,1 kg. Pendugaan konsumsinya adalah 14,4 kg dengan persentase hijauan 35% dan konsentrat 65%. Berdasarkan metode as fed basic tersebut diatas, maka Front Runner pada tahun 2009 telah mengembangkan program pemberian pakan menurut umur, jumlah kebutuhan serta tingkat kinerja kuda, sebab dengan program yang baik pada pemberian pakan akan memperoleh hasil yang maksimal pada saat dipacu. Lebih lanjut dikemukakan suatu program pemberian makanan yang baik untuk kesenangan kuda yakni memberi makan dengan jumlah pakan yang sesuai kebutuhan untuk
pemeliharaan, seperti butiran banyak diperlukan dalam ransum sebagai sumber energi untuk bekerja. Sebab hanya dengan memberikan pakan hijauan maka kecukupan energi untuk kinerja kuda
tidak akan terpenuhi karena konsumsi
pakan hijauan pada kuda terbatas sesuai dengan anatomi sistem pencernaannya. Frape (2004) menyatakan, pemberian pakan pada kuda untuk pacuan memerlukan waktu 8-12 minggu untuk pemberian pakan khusus, dimulai dengan pemberian pakan konsentrat 5 kg setiap hari dan selesai pemberian pada 2 bulan berikutnya 8-8,5 kg, dimana sepertiga diberikan pada pagi hari dan dua per tiga diberikan pada malam hari dan untuk pakan hay 5 sampai 5,5 kg per hari. KEBUTUHAN ENERGI DAN NUTRIEN KUDA Kebutuhan energi dan nutrien pada ternak sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan, aktivitas, intensitas kerja, kondisi lingkungan, jenis pekerjaan, dan massa tubuh ternak tersebut. Megan (2008) mengemukakan bahwa dasar utama untuk memutuskan kebutuhan kuda adalah gizi, sehingga ia membuat persyaratan dengan lima kategori dasar untuk pemenuhan gizi kuda tersebut, yakni energi, serat, protein, vitamin, dan mineral. Persyaratan mineral hampir semua kebutuhan mineral kuda dipenuhi melalui diet, namun jejak blok mineral harus selalu tersedia untuk kuda. Jika kuda itu tidak menggunakan blok maka penambahan garam mineral dapat diberikan dalam pakan. Beberapa daerah di Amerika Serikat kekurangan selenium dan kuda di daerah-daerah mungkin perlu diberi suplemen yang mengandung mineral selenium. Lebih lanjut Duberstein dan Johnson (2009) mengemukakan, nutrisi dasar penting untuk gizi kuda terdapat enam kategori yang harus dipenuhi yakni, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Sering kali peternak kuda tidak memperhitungkan tentang pemberian air pada kuda, padahal kuda bisa mengkonsumsi air 5-15 galon per hari, dan risiko kekurangan air pada kuda, adalah dehidrasi, impaction usus serta kolik. Kebutuhan Energi untuk kerja Kebutuhan energi untuk kerja
sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan,
intensitas kerja, kondisi lingkungan, jenis pekerjaan, dan massa tubuh ternak tersebut (Bumualim dan Kartiarso, 1988). Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa total energi yang digunakan oleh ternak untuk bekerja
dipengaruhi oleh beban kerja. Untuk ternak kuda, beban kerja diklasifikasikan dalam tiga kategori yakni kerja ringan, kerja sedang dan kerja berat (NRC, 1989). Dengan demikian maka perhitungan energi sebaiknya didasarkan pada intensitas kerja (persentase beban kerja terhadap masa tubuh ternak) dan produksi tenaga yang dihasilkan (Goe dan Mc Dowell, 1980), Lebih lanjut Duberstein dan Johnson (2009) mengemukakan, kebutuhan energi dan nutrien kuda berbeda dari individu ke individu dan dipengaruhi oleh massa tubuh kuda, usia, beban kerja, dan efisiensi metabolisme. Glade (1983) menyatakan, kuda dengan bobot 500 kg membutuhkan 163 MJ DE/ hari dan 1686 g protein kasar. Frape (2004) menyatakan, kebutuhan energi kuda yang dipacu dan berburu adalah 60 MJ DE/hari, dan untuk bobot 400 kg membutuhkan 100 MJ DE/hari. Cymbaluk (1989) mengemukakan, ternak kuda yang sedang menyusui sampai umur satu tahun membutuhkan energi yang tinggi, sedangkan untuk pertumbuhan akan menurun mengikuti umur. Jumlah kalori yang dikonsumsi kuda diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Apabila terlalu sedikit kalori maka badan kuda akan terlalu tipis, dan apabila terlalu banyak kalori, kuda itu akan menjadi kelebihan bobot badan. Kuda membutuhkan serat cukup tinggi untuk dicerna pada bagian perut belakang. Kekurangan makan serat dapat mengakibatkan masalah kesehatan seperti kolik dan bisul. Kuda mendapatkan serat dari jerami yang baik dan padang penggembalaan. Butiran gandum juga dapat menyediakan sejumlah besar serat. Namun, makan biji-bijian yang terlalu banyak tanpa diimbangi dengan kerja pada kuda akan berdampak pada kesehatannya, karena kelebihan karbohidrat akan mempengaruhi kinerja kuda. Frape (2004) menyatakan bahwa kuda memerlukan daya tahan dominasi serat otot yang mampu berkontraksi lambat (lambat berkedut, serat oksidatif tinggi), tetapi resisten terhadap kelelahan. Oleh sebab itu pemenuhan gizi yang optimum diperlukan untuk mendukung ketahanan kuda dalam pelatihan dan kompetisi. Ada dua jalur metabolisme energi dalam tubuh, yakni aerobik dan anaerobik. Respirasi aerobik adalah penggunaan energi dari nutrisi organik dengan adanya oksigen sedangkan respirasi anaerob artinya tanpa oksigen (Evans, 1992; Lewis, 1995). Daya tahan ini sebagian besar merupakan olahraga aerobik
(Clayton, 1991). Respirasi aerobik bergantung pada kemampuan tubuh untuk mendapatkan oksigen dari atmosfer ke sel-sel otot dalam tubuh secara efisien sehingga dapat digunakan untuk memanfaatkan energi dari makanan dengan menggunakan jalur metabolisme yang disukai. Duberstein dan Johnson (2009) menyatakan, karbohidrat kemungkinan besar akan menjadi bagian terbesar dari diet kuda. Karbohidrat dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni struktural (serat) dan non-struktural (gula dan pati). Karbohidrat struktural ditemukan dalam jumlah terbesar pada bagian serat yang kuda makan (misalnya, jerami, rumput) dan dapat dicerna berkat desain saluran usus kuda. Setelah pencernaan pada lambung dan usus kecil, bahan pencernaan kuda itu memasuki usus besar (hindgut), yang pada kuda terdiri atas sekum dan usus besar. Sekum dan usus besar mengandung mikroorganisme yang mampu memecah karbohidrat struktural ke dalam sumber energi yang dapat diserap kuda. Inilah sebabnya mengapa kuda mendapatkan nilai gizi yang begitu banyak dari rumput dan jerami. Kebutuhan Nutrisi Untuk Kuda Protein Protein adalah molekul kompleks yang mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Selain itu, protein tersusun atas sulfur dan beberapa di antaranya mengandung fosfor dan besi. Protein merupakan gabungan dari asam amino yang terbukti sangat penting dalam nutrisi kuda karena digunakan untuk sintesis protein dalam jaringan tubuh kuda. Oleh karena itu protein merupakan molekul esensial bagi kehidupan hewan maupun manusia, karena protein merupakan molekul dasar bagi dinding sel, sehingga harus terdapat dalam nutrisi kuda. Secara umum fungsi protein dalam tubuh adalah untuk pertumbuhan dan reproduksi, akan tetapi pada ternak kuda dengan tujuan pemeliharaan untuk dipacu maka kebutuhan protein untuk kuda pacu adalah untuk menjaga keseimbangan otot, kerangka dan sistem saraf serta untuk pembentukan kulit dan rambut. Duberstein dan Johnson (2009) menyatakan, protein dipecah dalam usus halus menjadi asam amino yang direkombinasi untuk membuat protein dalam tubuh yang membentuk otot, rambut, dan kuku. Adalah penting untuk menyadari
bahwa protein terdiri atas asam amino, dan protein yang menyusun tubuh mempunyai sekuens asam amino yang sangat spesifik. Jumlah protein yang dapat disintesis tubuh dibatasi oleh asam amino yang pada dasarnya kehabisan pasokan pertama. Slade et al. (1970) mengemukakan kebutuhan protein tercerna untuk hidup pokok kuda bervariasi dari 0,49-0,68 g/kg bobot/hari. Maynard et al. (1979) mengemukakan kuda ponies dengan bobot 500 kg membutuhkan pakan 7,45 kg/ekor/hari dengan kandungan protein 8,5 persen. Glade (1983), kuda yang berumur 3 sampai 4 tahun yang dipacu pada jarak 1207-1710 m memerlukan protein sebesar 1000 g. Selanjutnya Frape (2004) mengemukakan bahwa untuk kuda yang dipacu dan berburu membutuhkan protein 1000-1400 g/hari. Hinkle et al. (1981); Freeman et al. (1988), mengemukakan pemberian pakan yang tinggi kandungan protein untuk kuda kerja tidak menguntungkan. Megan (2008) mengemukakan, kuda membutuhkan 8-10 persen protein dalam diet mereka. Untuk memastikan kuda mendapatkan cukup protein, pemilik dapat memeriksa jenis jerami yang mereka makan. Alfalfa mengandung sekitar 18 persen sementara jerami rumput memiliki sekitar 10 persen.
Secara umum, kuda pada fase
pertumbuhan perlu persentase protein yang lebih tinggi dari kuda dewasa. Seekor kuda fase pertumbuhan umumnya membutuhkan 12-18 persen protein kasar dalam makanan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Duberstein dan Johnson (2009) menyatakan, kuda membutuhkan lebih banyak protein ketika jaringan sedang diatur untuk pertumbuhan (kuda muda, yaitu dalam fase pertumbuhan yang cepat, gestating kuda pada tri smester terakhir mereka. Kuda dewasa kemungkinan besar dapat menyesuaikan kebutuhan terhadap persentase protein rendah (8-12 persen), bergantung pada beban kerja mereka. Kuda dalam pelatihan intensif membutuhkan lebih banyak protein dari kuda yang tidak mengikuti latihan, karena kebutuhan protein tersebut untuk perkembangan jaringan otot, namun sebagian besar masih dapat beradaptasi dengan baik pada pakan dengan kandungan protein 12 persen. Pakan kuda yang lebih tinggi tingkat protein dari yang mereka butuhkan hanya berarti bahwa kuda memecah protein kelebihan dan mengeluarkannya sebagai urea dalam urin, yang dengan cepat
dikonversi menjadi amonia. Hal ini tidak diinginkan karena amoniak berlebihan bisa menyebabkan masalah pernapasan pada kuda yang dikandangkan. Serat kasar. Seekor kuda hanya mampu mencerna sekitar 30% dari selulosa dalam pakan. Hindgut adalah tempat utama aktivitas mikroba dalam alat pencernaan kuda dibandingkan dengan rumen pada sapi. Jumlah sintesis bakteri dan efisiensi penyerapan nutrisi disintesis oleh mikroorganisme lebih rendah pada kuda dibandingkan pada sapi. Hijauan adalah bagian serat dalam pakan kuda dan itu diberi makan baik baru dipanen maupun sebagai jerami kering atau dipanen pada padang rumput. Salah satu alasan diperlukan serat dalam makanan kuda adalah untuk digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme pada sekum dan usus besar. Produk fermentasi pakan serat oleh mikrobial menyediakan sumber energi untuk kuda. Bagian dicerna dari serat diperlukan oleh kuda untuk mempertahankan ekosistem pada saluran pencernaan dan juga untuk menjaga fungsi saluran sebagaimana mestinya. Serat dicerna juga untuk membantu mengisi usus sehingga asupan karbohidrat tidak terlalu cepat. Cepatnya asupan butiran, serealia yang tinggi karbohidrat, bisa menyebabkan kolik, diare, dan laminitis akut. jumlah makanan yang tidak memadai untuk kuda yang tidak di padang rumput tidak hanya akan meningkatkan risiko diare, kolik, tetapi juga akan mengakibatkan masalah perilaku. Lemak. Lemak merupakan salah satu zat makanan yang penting untuk ternak, karena lemak dibutuhkan sebagai cadangan energi untuk tubuh. Pemberian makanan untuk kuda bertujuan untuk mempertahankan bobot, dan untuk tambahan energi berupa lemak dalam pakan diperlukan untuk memasok energi untuk kinerja tambahan dan itu tidak disimpan sebagai lemak tubuh. Ketika kuda diberi makan tambahan lemak dalam diet mereka, maka konsumsi pakannya akan berkurang. Pada tingkat latihan yang intensif, dengan tambahan lemak dalam pakan, maka akan terjadi penurunan konsumsi pakan sebesar 0,6 kg per hari. Oleh sebab itu, untuk mempertahankan bobot badannya, kuda tidak diberi makan tambahan lemak (Burba, 2008). Lebih lanjut Duberstein dan Johnson (2009),
mengemukakan makanan diet lemak tinggi merupakan tren yang relatif baru di industri kuda. Hal ini telah menunjukkan bahwa kuda dapat mentolerir level yang cukup tinggi lemak dalam diet mereka. Lemak merupakan sumber energi yang sangat baik dan mudah dicerna. Pakan komersial sering tidak dilengkapi dengan lemak tambahan dan hanya mengandung sekitar 2-4 persen lemak. Akan tetapi banyak pakan komersial saat ini dilengkapi dengan lemak dalam bentuk beberapa jenis minyak stabil. Pakan ini dapat mengandung 6-12 persen lemak. Karena penambahan pada pakan akan meningkatkan kepadatan energi dan kuda akan membutuhkan pakan kurang. Penting untuk memastikan bahwa semua nutrisi lainnya (yaitu, protein, vitamin, mineral) juga cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan kuda. Jadi dengan penambahan beberapa jenis minyak atau suplemen lemak pada pakan maka akan meningkatkan kualitas pakan untuk memenuhi kebutuhan energi. Eaton et al (2010) melakukan percobaan dengan penambahan sumber lemak yang berasal dari minyak jagung sebesar 390 ml dalam pakan kuda yang mengalami latihan intensif tinggi memberikan pengaruh pada peningkatan akumulasi maksimal defisit oksigen selama latihan intensif pada treadmill. Depot lemak yang banyak dapat dimobilisasi dan dimetabolisme cukup cepat untuk memenuhi permintaan, seperti kecepatan meningkat dari berjalan ke berlari untuk canter. Ini juga aerobik tapi membutuhkan suatu kombinasi dari glikogen dan lemak untuk melepaskan energi. Glikogen dapat dimetabolisme aerobik 2 kali secepat lemak bisa untuk generasi ATP, sehingga meningkatkan kecepatan lemak terlalu lambat sebagai kalori untuk mensuplai energi, tetapi daya tahan kuda cenderung mempertahankan kecepatan konstan pada berlari atau canter lambat di tempat-tempat lemak akan menjadi sumber kalori yang dominan. Depot terbesar kalori di dalam tubuh kuda berada dalam jaringan adiposa, 40.000 gram pada kuda dengan bobot 450kg dibandingkan dengan di dalam otot 3,1504,095 glikogen, menunjukkan bahwa lemak adalah sumber energi yang paling tersedia, jika bekerja dengan baik sehingga dapat dimanfaatkan, (Pagan, 1998; Frape 2004). Mineral
Mineral adalah bahan anorganik penting yang harus hadir dalam jumlah yang cukup untuk fungsi tubuh dengan benar. Mineral lain adalah item yang dapat ditemukan dalam suplemen pada pakan yang dipajang/jual rak toko. Adalah penting untuk memahami bahwa kebutuhan mineral akan berubah bergantung pada usia kuda dan status (misalnya, jika kuda bekerja, gestating atau menyusui). Sebagian besar produsen pakan komersial untuk membuat keseimbangan pakan, mereka membuat klasifikasi yang berbeda sesuai kebutuhan kuda. Dalam beberapa kasus, suplemen tambahan dari beberapa mineral dapat memberikan hasil yang diinginkan. Sebagai contoh, biotin, seng, dan tembaga dilengkapi di atas ketentuan yang telah terbukti untuk meningkatkan kekuatan kuku. Namun, perawatan harus dilakukan karena jumlah berlebihan mineral juga dapat menyebabkan toksisitas, kondisi kesehatan yang serius atau mengganggu penyerapan mineral lainnya (Frape, 2004). Jika menyediakan campuran biasa, aturan umum praktis adalah mengharapkan kuda untuk mengkonsumsi 1,5-3 g per hari. Standar umum yang dilakukan untuk melihat rasio mineral dalam pakan adalah rasio kalsium: fosfor. Adalah penting untuk memeriksa keduanya pada pakan komersial serta vitamin. Adapun rasio mineral kalsium : fosfor 1: 0,1-0,2:0,1 untuk daya tahan tubuh. Jika tingkat fosfor yang tinggi dalam hubungannya dengan kalsium, kalsium akan ditarik dari tulang ke dalam aliran darah untuk menyeimbangkan rasio kalsium: fosfor. Hal ini biasanya tidak menjadi masalah bagi binatang pemakan rumput karena rumput cukup rendah fosfor, tapi biji-bijian sangat tinggi fosfor dan pakan komersial umumnya dilengkapi dengan beberapa bentuk kalsium. Makanan tunggal, seperti gandum, dapat menyebabkan rasio kalsium:fosfor terbalik jika tidak dilengkapi dalam beberapa jenis pakan. Kekurangan fosfor adalah suatu kejadian yang sangat jarang terjadi pada kuda. Hintz dan Schryver (1972) melaporkan ketersediaan fosfor tinggi biasanya berasal dari bahan pakan tulang yang dikukus, di-kalsium-fosfat dan sodium mono-fosfat. Lebih lanjut Hintz et al (1973.) mengemukakan, fosfor dari dedak gandum tampaknya menjadi sekitar setengah tersedia sebagai sumber anorganik. Kecernaan semu fosfor lebih rendah pada ransum dengan persentase yang tinggi serat (Meyer et al. 1982). Suatu hipotesis bahwa pada kuda makan dalam jumlah
besar fosfor yang tinggi serat disekresikan ke dalam saluran pencernaan dengan cairan pencernaan. Akibatnya fosfor lebih banyak dikeluarkan oleh tinja. Rasio kalsium dan fosfor serta fitat tidak muncul untuk memainkan peran utama dalam penyerapan fosfor (Meyer dan Coenen 2002, van Doorn et al. 2004). Kemudian Zeyner (2002) mengamati bahwa diet lemak tinggi tidak mempengaruhi daya cerna kalsium, akan tetapi jelas terlihat penurunan daya cerna fosfor pada kuda mengkonsumsi pakan mengandung lemak tinggi. Pertimbangan penting untuk mineral adalah hilangnya bersama keringat kuda. Kuda yang bekerja intensif dan berkeringat akan kehilangan banyak elektrolit dalam keringat mereka. Untuk kuda, mungkin perlu untuk melengkapi kedua garam dan elektrolit tambahan (seperti kalium). Sebuah campuran elektrolit seimbang dapat ditambahkan kedalam campuran ransum kuda. Lebih lanjut Clayton, (1991), mengemukakan, karena kuda yang bekerja banyak mengeluarkan keringat maka banyak kerugian akibat keringat tersebut, untuk itu suplemen elektrolit diperlukan, tiga bagian klorida, natrium klorida, kalium satu bagian ditambahkan saat memberi makan pada kuda (1-4 sendok makan sehari), bergantung pada kuda dan iklim. Penambahan dalam air minum, merupakan suatu metode yang baik yang harus diberikan dan juga tambahan dalam bentuk blok garam. Vitamin Kuda membutuhkan vitamin untuk membantu proses metabolisme zat-zat makanan dalam tubuh. Sama seperti manusia membutuhkan vitamin untuk fungsi yang tepat dari sistem tubuh mereka. Kuda butuh vitamin untuk mencapai kinerja puncak. Sebagian besar kebutuhan vitamin kuda dipenuhi melalui jerami dan bijibijian. Jika kuda sedang makan buruk atau rumput berkualitas rendah maka suatu vitamin
kompleks
seimbang
harus
ditambahkan
dalam
pakan
yang
dikonsumsinya. Vitamin E dan vitamin B kompleks merupakan vitamin yang diperlukan untuk memaksimalkan stamina dan fungsi otot sekitar 1000-2000IU, terutama ketika peningkatan kadar lemak disediakan (Kohnke, 1992). Karena kuda mengkonsumsi hijauan cukup tinggi maka kebutuhan vitamin sering diabaikan sebab sebagian vitamin yang dibutuhkan tersedia dalam pakan hijauan, akan tetapi perlu diperhatikan kualitas hijauan tersebut. Hijauan yang buruk
kandungan vitamin rendah sehingga akan berdampak pada defisiensi vitamin. Untuk itu perlu penambahan vitamin sebagai suplemen dalam pakan kuda. Air Seringkali, perusahaan pakan akan menyeimbangkan lima nutrisi utama bagi ternak, namun, sangat penting untuk tidak melupakan tentang air. Seekor kuda, normal dan sehat akan mengkonsumsi 5-15 (atau lebih) galon air per hari tergantung pada suhu, kelembaban dan tingkat aktivitas (Duberstein and Johnson 2009). Air bersih harus disediakan setiap hari, dan idealnya, harus tersedia setiap saat untuk di minum kuda ketika haus. Jika ini tidak dapat dilakukan, maka kuda harus disiram minimal beberapa menit dua kali sehari dan diperbolehkan untuk minum setiap kali. Kuda yang tidak minum cukup air lebih rentan terhadap kondisi seperti dehidrasi, impactions usus, dan bentuk lain dari kolik. Air harus bebas tersedia setiap saat, waktu dan elektrolit dalam pakan harus mendorong kuda itu untuk minum dan bantuan serat retensi air dalam usus sebagai reservoir. Pada saat istirahat atau berhenti, air harus disediakan dan eletrolytes kuda harus dilatih untuk minum di setiap kesempatan. Pakan tidak harus diberikan lebih awal karena dapat menyebabkan kelelahan (Clayton, 1991; Kohnke, 1992).
KEADAAN UMUM Lokasi penelitian ini, terletak antara 112o – 115o Lintang Utara dan 124o 46‟- 124o 54‟ Bujur Timur, berada di ketinggian 700 m di atas permukaan laut, dengan kisaran suhu rata-rata 21o-32oC, curah hujan rata-rata 300 mm per tahun dengan musim basah dari bulan Oktober sampai bulan Maret dan musim kering dari bulan April sampai bulan September. Penelitian ini dimulai dengan melakukan penelitian pendahuluan yaitu melakukan survey ke lokasi pemeliharaan kuda pacu yang ada di Sulawesi Utara. Dipilihnya lokasi penelitian di dua kecamatan ini, karena lokasi ini merupakan sentra pemeliharaan kuda pacu di Sulawesi Utara. Adapun data yang diperoleh pada tahun 2007 jumlah populasi kuda pacu di daerah ini sekitar 780 ekor yang dipelihara oleh petani peternak. Hasil penelitian pendahuluan memberi informasi awal untuk persiapan bahan materi penelitian. Setelah itu dilakukan penelitian utama yaitu pengambilan data dengan mewawancarai langsung pelatih dan mengamati kuda menggunakan metode purposive sampling, dimana sampel yang diambil sengaja dipilih dengan melihat beberapa kriteria tertentu, yaitu: 1) Memiliki lisensi pelatih kuda pacu, yang diterbitkan oleh steward. 2) Kuda yang diamati adalah berdasarkan rekomendasi dari pelatih, yaitu sebanyak 24 (dua puluh empat) ekor kuda. Data yang dikumpulkan antara lain meliputi informasi : 1) Identitas pelatih, yaitu asal-usul pelatih, pengalaman dan prestasi dalam melatih, dan tingkat pendidikan pelatih. Informasi ini digunakan untuk mengetahui latar belakang dan tingkat keterampilan pelatih. 2) Identitas kuda, yaitu catatan atau silsilah kuda, konformasi, morfologi dan prestasi kuda. Informasi ini menggambarkan keadaan secara umum mengenai karakteristik dan riwayat kuda yang dilatih.
3) Pakan, yaitu jenis pakan yang diberikan kepada kuda, jumlah yang diberikan, tambahan makanan atau suplemen dan frekuensi pemberiannya. Informasi ini digunakan untuk mengetahui tingkat kecukupan nutrisi kuda yang dilatih. 4) Penanganan kesehatan, yaitu pencatatan kesehatan kuda, kondisi kuda, penyakit yang sering dialami, dan penanganan lain yang dilakukan kepada kuda. Informasi ini digunakan untuk mengetahui tingkat kesehatan kuda. 5) Pemeliharaan kuda, yaitu pencatatan terhadap apa saja yang dilakukan terhadap kuda khususnya dalam memelihara kuda yang dilatih. Informasi ini digunakan untuk menjelaskan teknik pemeliharaan yang dilakukan dan menggambarkan tingkat kesejahteraan kuda. 6) Pola latihan, yaitu pencatatan latihan seperti apa yang diterapkan kepada kuda, lama waktu latihan, dan interval latihan sebelum kuda menghadapi kejuaraan. 7) Keberhasilan pelatihan, diketahui dari hasil kejuaraan yang diikuti oleh kuda yang telah dilatih, baik kejuaraan lokal maupun kejuaraan nasional. Ini menggambarkan keberhasilan pelatihan yang telah diberikan para pelatih kepada kuda. Sebagian besar kandang yang digunakan adalah semi permanen, dengan luas kandang 12–14 m2 dengan ukuran 3 x 4 m atau 4 x 4 m. Kandang semi permanen ini terbuat dari kayu dan bambu dengan atap daun rumbia (Gambar 3). Ada juga kandang yang berbentuk permanen terbuat dari beton dengan atap seng. Kandang juga diberi alas berupa sekam ataupun serbuk gergaji. Hal ini bertujuan untuk melindungi kuda ketika sedang berguling, memberikan kehangatan, dan untuk kenyamanan kuda. Alas kandang juga berguna untuk melindungi kaki kuda terutama untuk kuda olahraga dan pacuan. Kandang juga memiliki ventilasi yang baik sehingga atap pada kandang kuda dibuat agak tinggi.
Gambar 3. Kandang dan Kuda Pacu (semi permanen) Setiap kandang dilengkapi dengan tempat makan dan tempat minum. Tiap kandang ditempati oleh 1 ekor kuda pacu (Gambar 4)
Gambar 4. Kandang dan tempat makan Di lokasi ini pula dilengkapi dengan fasilitas pacuan kuda bertaraf nasional, yakni Pacuan Kuda “Maesa” Tompaso Sulawesi Utara dengan panjang track 1600 m yang merupakan salah satu arena pacuan kuda terbaik di Indonesia sebagai tempat penyelenggaraan kejurnas Pordasi, dan saat ini sementara direnovasi untuk dijadikan lokasi pacuan bertaraf internasional. Gambar arena pacuan kuda tersebut ditampilkan pada Gambar 5 berikut ini.
Gambar 5. Arena Pacuan Kuda Maesa Tompaso (pkl.06.00) Lokasi peternakan kuda pacu di dua kecamatan ini cukup potensial karena didukung pula dengan lahan pertanian yang produktif (luas 15 ha) dan ditanami berbagai macam tanaman musiman, seperti jagung, kedelai, kacang hijau serta hamparan sawah yang ditanami padi-padian, sehingga hasil ikutan produk pertanian dimanfaatkan oleh petani/peternak sebagai bahan baku pakan kuda pacu. Oleh sebab itu, mayoritas bahan pakan yang digunakan oleh petani tersebut diperoleh dari hasil ikutan pertanian tersebut. Rumput yang digunakan untuk pakan adalah Brachiaria mutica, dan Paspalum dilatatum yang biasanya tumbuh subur di lahan maupun di pematang sawah, serta tebon jagung yang merupakan sisa hasil ikutan dari jagung. Tebon jagung ini mengandung nutrisi yang baik karena, terdiri atas daun batang serta buah yang kecil (afkir) sehingga tidak diambil oleh petani sebagai bahan baku jagung. Pengamatan pada penelitian ini dillakukan mulai dari metode trainer untuk manajemen pemeliharaan kuda pacu, yakni cara pemberian pakan, metode latihan, dari warming up, program latihan kuda dan joki. Pelatih yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 14 pelatih yang telah memiliki sertfikat nasional maupun regional yang dikeluarkan oleh Dewan Stewart nasional maupun Pordasi setempat. Ke 14 orang trainer responden memiliki tingkat pendidikan bervariasi dari Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas bahkan ada yang bergelar S-1 Fakultas Peternakan Unsrat Manado, dengan kisaran umur mulai 30 tahun sampai 70 tahun dengan pengalaman melatih kuda 5 sampai 40 tahun.
Walaupun kemampuan para pelatih hanya berdasarkan pengalaman, masing-masing pelatih memiliki prestasi dalam kejuaraan lokal maupun nasional. Hammer (1993) menyatakan, hal yang sangat penting bahwa kuda muda haruslah dilatih oleh penunggang dan pelatih yang berpengalaman, karena sangat mudah merusak (mental) kuda muda dengan kecerobohan dan ketidakpedulian. Penanganan yang salah saat ditunggangi waktu latihan akan berdampak pada tingkah laku kuda untuk mengikuti lomba. Apabila terjadi kecelakaan dan cedera maka kuda akan mengalami trauma, sehingga sulit untuk dikendalikan. Selain tugas dari pelatih untuk melatih kuda, pelatih juga harus melatih joki sebagai penunggang kuda bagaimana cara mengendalikan kuda untuk latihan agar tidak terjadi kecelakaan, terutama cedera saat latihan yang selanjutnya supaya berhasil dalam suatu arena pacuan. Oleh sebab itu, joki tidak lepas dari instruksi pelatih saat pacuan. Suatu pekerjaan rutin yang diinstruksikan oleh pelatih kepada groom adalah melakukan warming up pada kuda setiap pagi yakni grum menuntun kuda untuk berjalan, baik di jalanan seputar stable atau di track arena pacuan setiap hari mulai pkl 05.00 sampai pkl 06.00. Sesudah itu baru mengikuti program latihan, seperti walk, trot, canter maupun gallop.
Gambar 6. Waming up di track pacuan (pkl 05.00) Perawatan kuda pacu dilakukan oleh grum yang khusus memelihara seekor kuda melalui instruksi dari pelatih. Perawatan ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk tubuh kuda yang bagus dan sehat, memperlancar peredaran darah, pembentukan otot yang kuat, dan membersihkan kuda. Dalam proses pemeliharaan ini, kuda harus dimandikan dan untuk pemandian kuda di lokasi ini biasanya dilakukan di sebuah sungai yang hulu sungainya dari pegunungan, yakni
gunung Soputan yang mengandung belerang. Selain itu airnya juga hangat karena pada bagian air tersebut tercampur dengan air panas yang berasal dari lokasi bukit kasih yang dilalui oleh aliran sungai tersebut. Pemandian kuda dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 09.00 ataupun pada sore hari pada jam 15.30-14.30 yang dilakukan sekali seminggu dan ada juga yang melakukan pemandian 2 minggu sekali. Intensitas pemandian ini sering dilakukan mungkin karena airnya yang cukup banyak dan dalam keadaan hangat. Bahkan untuk kuda yang masih muda atau belum dipacu pemandian dilakukan 3-4 kali seminggu di lokasi pemandian tersebut. Pemandian kuda dimaksudkan agar kebersihan tubuh kuda itu sendiri terpelihara. Kuda yang sedang dalam program latihan tentunya banyak mengeluarkan keringat, khususnya jika latihan berat seperti canter. Pemandian yang baik dilakukan jika sinar matahari cukup banyak seperti pada pagi hari agar tubuh kuda dapat cepat kering dan tidak lembab. Sesuai dengan pernyataan Pilliner (1993), jika kondisi memungkinkan kuda dapat dimandikan dari waktu ke waktu selama program pelatihan. Hal ini akan membantu untuk membebaskan bulu dari parasit dan juga akan meningkatkan penampilan kuda. Perawatan kuda juga meliputi pembersihan dengan sikat untuk membersihkan debu yang menempel pada kulit maupun rambut, supaya kelihatan mengkilap. Kemudian dilanjutkan dengan perawatan pada bagian kaki mulai dari bagian segitiga (frog), dinding kuku (wall), dan telapak (sole) atau white line. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagian mana yang rusak, misalnya kena batu tajam atau kerikil saat berjalan, sehingga menyebabkan sakit dan menimbulkan infeksi. Selanjutnya dilakukan pembersihan muka dengan kain lap yang direndam di air hangat lalu diusapkan ke bagian muka sekitar mata, hidung, jenggot, mulut, dan bagian telinga. Selesai warming up para grum menjemur kuda sebelum mengikuti latihan dalam rangka persiapan pacuan.
Gambar 7. Penjemuran pada sinar matahari pagi (pkl 07.00) Bogart dan Taylor (1983) mengemukakan definisi beberapa istilah gaya berjalan kuda khususnya yang sering dipakai dalam dunia pacuan kuda adalah: 1) Walk : sebuah gaya berjalan empat irama dimana setiap kaki menyentuh tanah secara terpisah satu sama lain. 2) Trot : sebuah gaya berjalan dua irama diagonal dimana kaki kanan depan dan kaki kiri belakang menginjak permukaan dataran dengan serentak, dan kaki kiri depan dan kaki kanan belakang menginjak permukaan dataran dengan serentak. 3) Canter: sebuah gaya berjalan tiga irama. Kaki belakang menginjak permukaan dengan serentak. Kedua kaki depan menginjak permukaan secara terpisah dan berbeda waktu dengan pijakan kaki belakang. 4) Gallop: Canter yang dilakukan dengan cepat. Gambar 8 berikut ini terlihat bagaimana seorang groom menuntun kuda yang ditunggangi oleh joki saat mengikuti latihan di track pacuan.
Gambar 8. Kuda akan memasuki track untuk latihan Troottle, Canter dan Gallop
Gambar 9. Latihan troottle, canter dan gallop (pkl 06.00) Setelah selesai dengan program latihan yang dilakukan oleh pelatih kuda selama + 1,5 bulan sampai 2,5 bulan, maka kuda akan dipersiapkan untuk mengikuti kejuaraan yang diselenggarakan baik secara lokal maupun nasional, bergantung program yang dikeluarkan oleh Pordasi. Bahan pakan yang diberikan pada kuda pacu adalah rumput dan konsentrat berupa jagung, dedak padi, gabah, kedelai, kacang hijau. Adapun bentuk fisik dari pakan konsentrat yang diberikan pada kuda pacu oleh trainer diperlihatkan pada Gambar 10 berikut ini.
Gambar 10. Bentuk konsentrat yang diberikan pada kuda pacu
3 ANALISIS KEBUTUHAN PAKAN DAN NUTRIEN KUDA PACU MENURUT METODE TRAINER ABSTRAK Program latihan merupakan suatu program yang sangat menetukan keberhasilan kuda pacu saat perlombaan, karena prestasi yang maksimal dicapai oleh kuda pacu adalah paling cepat mencapai finish/memperoleh gelar juara. Untuk memperoleh prestasi tersebut harus disesuaikan dengan pemberian pakan yang baik, sehingga diperoleh bobot ideal, sebab bobot badan yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah akan berdampak pada prestasi saat dipacu. Selain itu kebutuhan energi untuk dipacu benar-benar tersedia dalam tubuh kuda pacu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pemberian pakan serta program latihan yang dilakukan oleh trainer kuda pacu di Sulawesi Utara. Model persamaan yang digunakan dalam analisis ini adalah model regresi sederhana yakni: Y= a + bx. dimana Y= konsumsi pakan dan x= bobot metabolik. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif antara konsumsi pakan dan bobot metabolik kuda pacu Indonesia (r= 83,06 dan R2 = 68,99) selama mengikuti latihan untuk persiapan pacuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahwa kebutuhan pakan, energi dan nutrien kuda pacu Indonesia yang mengikuti program latihan untuk persiapan pacuan dapat diduga dari konsumsi dan bobot metabolik, sehingga hasil ini dapat dijadikan landasan untuk formulasi pakan. Kata kunci : metode trainer, konsumsi, bobot metabolik PENDAHULUAN Metode trainer merupakan suatu metode yang sangat penting untuk manajemen kuda pacu, karena keberhasilan kuda pacu saat dipacu merupakan tanggung jawab penuh dari trainer. Dalam bisnis kuda pacu pemilik kuda menyerahkan penuh perawatan untuk kuda pacu, karena tugas dari para trainer bukan hanya melatih kuda, tetapi mulai dari grum, joki harus dilatih oleh trainer bagaimana menuntun kuda sampai cara pemberian pakan serta bagaimana seorang joki menunggang kuda dengan baik. Sebab semua yang dilakukan untuk proses pemeliharaan kuda pacu adalah tanggung jawab trainer. Trainer adalah seorang profesional yang ahli dalam menangani manajemen pemeliharaan, perawatan, pelatihan serta pengembangan dan peningkatan potensi dan kualitas kuda pacu secara menyeluruh dan mandiri. Oleh sebab itu trainer harus memiliki lisensi yang di keluarkan oleh Pordasi. Bahkan Peraturan Pacuan dan
Petunjuk
Pelaksanaan
Kejuaraan
Nasional
Pacuan
Kuda
No:05
A/PP/KP/2003 PP PORDASI, untuk tugas seorang pelatih kuda (trainer) diatur
khusus dalam bab X. Di Negara Eropa, Amerika maupun Negara-negara luar lainnyapun aturan tentang tugas tanggung jawab dari trainer, bahkan kesalahan yang terjadi dalam proses perawatan, pelatihan sampai diarena pacuan merupakan tanggung jawab penuh dari trainer, sehingga trainer juga memperoleh sanksi dari dewan steward yang berkompeten di bidang tersebut, (Pittman, 2009). Melihat besarnya peran trainer dalam pemeliharaan kuda pacu, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui cara pemberian pakan serta kebutuhan pakan kuda melalui konsumsi dan bobot metabolik saat latihan pada kuda pacu, yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk formulasi pakan kuda pacu Indonesia. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di 2 kecamatan yakni kecamatan Tompaso dan Kawangkoan, Kabupaten Minahasa Induk Provinsi Sulawesi Utara. Bahan : Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan lokal yang diberikan oleh para trainer kuda pacu setempat, terdiri dari hijauan (tebon jagung, brachiaria mutica, rumput lapang) dan bahan penyusun konsentrat (jagung, dedak, bungkil kelapa, kedelai, kacang hijau dan gabah). Cara pemberian pakan 3 (tiga) kali per hari yakni pagi, siang dan sore menjelang malam. Ternak : Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 14 ekor kuda pacu Indonesia yang sedang mengikuti program latihan menjelang perlombaan. Cara pengukuran : 1. Melalui wawancara dgn Trainer 2. Pengamatan/pengukuran langsung Peubah : -
Metode Latihan Metode pemberian pakan Bobot badan kuda Konsumsi bahan kering pakan dan Energi, protein, kalsium, fosfor dan BETN Analisis data: Model linier yang digunakan untuk menganalisis data yakni menggunakan metode regresi sederhana Steel & Torrie (1991).
Y= a + bx Y= Konsumsi pakan X= Bobot metabolik HASIL Konsumsi pakan, energi dan nutrien berdasarkan metode trainer kuda pacu. Hasil analisis kandungan bahan kering, energi dan nutrien pakan konsentrat dan hijauan yang diberikan oleh para trainer pada kuda pacu diperlihatkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Hasil analisis komposisi bahan kering zat-zat makanan, pakan percobaan JENIS PAKAN Konsentrat Lokal*) Hijauan*)
BK % 90,15 87,46
Energi kkal/g 3,95 3,60
Protein % 24,4 8,3
Serat K. % 3,1 34,6
Lemak % 4,4 1,7
Ca % 1,2 0,7
P % 0,6 0,4
*) Berdasarkan Perhitungan dari Hasil Analisis Proksimat laboratorium Fak. Peternakan Unsrat Manado 2007.
Pakan yang diberikan berupa pakan lokal (konsentarat) dan hijauan segar. Konsumsi pakan serta rataannya diperlihatkan dalam Tabel 2 yang merupakan konsumsi yang sudah ditakar (dibatasi) oleh trainer. Konsumsi pada Tabel 2 ini merupakan rataan konsumsi pakan kuda pacu selama 1,5 bulan sesuai dengan program latihan menjelang perlombaan. Tabel 2 Konsumsi Bahan Kering(kg), Energi(Mkal) dan Zat-zat Makanan(kg) Bobot Metabolik(kg) N Bobot Kons Kons Kons Kons Kons Kons Kons Metabolik BK Energi Protein SK Lemak Ca P ----------------------------kg------------------------1 56,73 9,00 34,86 1,90 0,84 0,34 0,09 0,05 2 57,32 9,13 35,34 1,93 0,85 0,35 0,10 0,05 3 68,45 11,56 44,78 2,44 1,08 0,44 0,12 0,06 4 69,36 10,08 39,03 2,13 0,94 0,39 0,11 0,06 5 72,44 10,87 42,10 2,30 1,01 0,42 0,11 0,06 6 72,08 10,35 40,08 2,19 0,96 0,40 0,11 0,06 7 72,98 10,52 40,74 2,22 0,98 0,40 0,11 0,06 8 63,81 9,56 37,03 2,02 0,89 0,37 0,10 0,05 9 66,61 9,18 35,54 1,94 0,86 0,35 0,10 0,05 10 76,01 10,95 42,39 2,31 1,02 0,42 0,11 0,06 11 63,44 9,49 36,74 2,00 0,88 0,36 0,10 0,05 12 59,06 9,20 35,62 1,94 0,86 0,35 0,10 0,05 13 60,98 9,24 35,78 1,95 0,86 0,35 0,10 0,05 14 74,95 10,74 41,60 2,27 1,00 0,41 0,11 0,06 Rataan 66,73 9,99 38,69 2,11 0,93 0,38 0,10 0,06
Kons BETN 5,77 5,85 7,41 6,46 6,97 6,63 6,74 6,13 5,88 7,02 6,08 5,90 5,92 6,89 6,40
1. Analisis Regresi Hubungan antara konsumsi bahan kering pakan, energi dan nutrien dengan bobot metabolik Hasil analisis regresi antara konsumsi bahan kering, energi dan nutrien pakan dengan bobot metabolik (Lamp.1), ternyata variable x mempunyai korelasi positif dengan Y, tingkat korelasi r = 0,8306 dengan R2 = 0,6899 dengan tingkat signifikan (p<0,01). 1.1.
Analisis regresi antara konsumsi bahan kering dan bobot metabolik. Analisis regresi untuk konsumsi bahan kering dan bobot metabolik
diperoleh persamaan regresi y = 0,105x + 2,927. Hasil analisis ini juga ditampilkan pada Gambar 11.
Konsumsi BK (kg)
12.00 y = 0.105x + 2.927
11.00 10.00 9.00 8.00 50.00
60.00
70.00
80.00
Bobot Metabolik (kg) Y
Predicted Y
Linear (Predicted Y)
Gambar 11 Hubungan antara Konsumsi Bahan Kering dan Bobot Metabolik 1.2.
Analisis regresi antara konsumsi Energi dan bobot metabolik. Pada Gambar 12, hubungan antara konsumsi energi(Mkal) dengan bobot
metabolik tampak bahwa setiap kenaikan 1 kg bobot metabolik akan menaikkan kebutuhan energi yakni y = 0,409x + 11,34.
Konsumsi Energi Mcal
45
y = 0.409x + 11.34
40
35
30 50.00
60.00
70.00
80.00
Bobot Metabolik (kg) Predicted Y
Y
Linear (Predicted Y)
Gambar 12 Hubungan antara Konsumsi Energi dan Bobot Metabolik 1.3.
Analisis regresi antara konsumsi protein kasar dan bobot metabolik. Gambar 13 menunjukkan bahwa konsumsi protein pakan dipengaruhi oleh
bobot metabolik, dimana terlihat adanya korelasi positif antara konsumsi pakan dan bobot metabolik, ini dapat dilihat pada persamaan regresi y = 0,022x + 0,618
Konsumsi PK kg
2.50
y = 0.022x + 0.618
2.25 2.00 1.75 1.50 50.00
60.00
70.00
80.00
Bobot Metabolik (kg) Y
Predicted Y
Linear (Predicted Y)
Gambar 13 Hubungan antara Konsumsi Protein Kasar dan Bobot Metabolik 1.4.
Analisis regresi antara konsumsi Serat Kasar dan bobot metabolik. Analisis regresi antara konsumsi serat kasar bobot dan metabolik
ditampilkan pada Gambar 14, dengan persamaan regresi y = 0,009x + 0,272. yang berarti bahwa konsumsi serat kasar pakan dipengaruhi oleh bobot metabolik.
Konsumsi SK kg
1.20 1.10
y = 0.009x + 0.272
1.00 0.90 0.80 0.70 50.00
60.00
70.00
80.00
Bobot Metabolik (kg) Y
Predicted Y
Linear (Predicted Y)
Gambar 14 Hubungan antara Konsumsi Serat Kasar dan Bobot Metabolik 1.5.
Analisis regresi antara konsumsi lemak dan bobot metabolik. Pada Gambar 15, korelasi antara konsumsi lemak dengan bobot metabolik,
ini dinyatakan dengan persamaan regresi y = 0,004x + 0,111
Konsumsi Lemak kg
0.45
y = 0.004x + 0.111
0.425 0.4 0.375 0.35 0.325 0.3
55.00
65.00
75.00
Bobot Metabolik (kg) Predicted Y
Y
Linear (Predicted Y)
Gambar 15 Hubungan antara Konsumsi Lemak vs Bobot Metabolik 1.6.
Analisis regresi antara konsumsi kalsium dan bobot metabolik. Pada Gambar 16 terlihat bahwa adanya korelasi positif antara konsumsi
kalsium dengan bobot metabolik, yang dinyatakan dalam persamaan regresi y = 0,001x + 0,030.
Konsumsi Kalsium kg (kg)
0.12
y = 0.001x + 0.030
0.11
0.1
0.09 55.00
60.00
65.00
70.00
75.00
80.00
Bobot Metabolik (kg) Predicted Y
Y
Linear (Predicted Y)
Gambar 16 Hubungan antara Konsumsi Kalsium dan Bobot Metabolik 1.7.
Analisis regresi antara konsumsi fosfor dan bobot metabolik. Pada Gambar 17 memperlihatkan analisis regresi antara konsumsi fosfor
dan bobot metabolik, yang menunjukkan bahwa konsumsi fosfor berkorelasi positif dengan bobot metabolik. Hal ini dapat dilihat dari persamaan regresi y = 0,0006x + 0,016.
Konsumsi Fosfor (kg)
0.07 0.07
y = 0,0006x + 0,016
0.06 0.06 0.05
0.05 50.00
60.00 70.00 Bobot Metabolik (kg) Y
Predicted Y
80.00
Linear (Predicted Y)
Gambar 17 Hubungan antara Konsumsi Fosfor dan Bobot Metabolik 1.8.
Analisis antara konsumsi BETN dengan bobot metabolik Gambar 18 memperlihatkan hasil analisi regresi antara konsumsi BETN
dan bobot metabolik, dan terlihat adanya korelasi positif dengan persamaannya y = 0,067x + 1,876
Konsumsi BETN (kg)
y = 0.067x + 1.876 7.00
6.00
5.00
50.00 55.00 60.00 65.00 70.00 75.00 80.00 Bobot Metabolik (kg) Y
Predicted Y
Linear (Predicted Y)
Gambar 18 Hubungan antara Konsumsi BETN dan Bobot Metabolik PEMBAHASAN Keseimbangan program latihan dengan pemberian pakan merupakan suatu hal yang sangat penting dilakukan untuk mengelola seekor kuda pacu, karena pemberian pakan yang berlebihan tanpa diimbangi dengan program latihan maka akan mengganggu kinerja kuda pacu, sebab kuda dapat terlalu gemuk, sehingga sulit untuk beraktivitas. Demikian pula sebaliknya, jika program latihan yang terlalu tinggi tanpa diimbangi dengan pemberian pakan terutama kebutuhan energi dan nutriennya, maka akan berdampak pada prestasi yang tidak baik. Rataan konsumsi bahan kering adalah 9,99 kg ekor-1 hari-1 atau 2,5% dari bobot badan dengan perbandingan konsumsi hijauan dan konsentrat sebesar 30:70%, dengan pola pemberian 3 kali sehari yakni pagi, siang dan sore. Pilliner (1992), mengemukakan bahwa jumlah pemberian pakan kuda pacu thoroughbred adalah 2 sampai 3% dari bobot badan kuda. Dengan demikian maka program pemberian pakan dari para trainer kuda pacu di Sulut mempunyai kemiripan dengan program pemberian pakan dari Pilliner (1992). Metode pemberian pakan ini harus disesuaikan dengan program latihan sehingga memperoleh hasil yang baik. Numaker at al (2007) merekomendasikan beberapa tahap program latihan sebagai berikut: Tahap I: Kuda bekerja 6 hari/minggu, berjalan untuk melacak, berjalan ½ mil di trek, berlari ½ mil di trek, berlari 1 mil per hari, selanjutnya akhir dari tahap I, yaitu 1/8 mil dari mencongklang selama 15 detik yang dilakukan 2 hari dalam seminggu pada pogram 5 minggu. Tahap 2, terakhir ¼ mil dari mencongklang selesai dalam 30 detik yang dilakukan 2 hari seminggu dalam
5 minggu. Mencongklang diperpanjang untuk 1¼ mil per hari, melenggang ¼ mil selama 26 detik yang dilakukan sekali seminggu, selama 4 minggu. Tahap 3: mencongklang kuat ditambahkan kecepatan ¼ mil untuk total waktu dari detik 40. Sekali seminggu dalam 3 minggu. Apabila dilihat dari program latihan yang diutarakan oleh Numaker et al (2007) ini maka program pelatihan yang dilakukan oleh para trainer kuda pacu di Sulut memiliki kemiripannya, walaupun ada perbedaan dalam penanganan latihan karena metode dari trainer kuda pacu di Sulut sebagian besar hanya melalui pengalaman serta warisan yang diperoleh secara turun-temurun. Pada Gambar 11 tampak jelas terlihat bahwa dengan meningkatnya bobot metabolik maka, konsumsi bahan kering meningkat pula dengan persamaan Y= 2,927 + 0,105x, yang berarti bahwa setiap kenaikan 1(satu) unit (kg) bobot metabolik akan menaikkan konsumsi bahan kering sebesar 2,927 kg. Apabila dihubungkan dengan program latihan yang dilakukan oleh para trainer kuda pacu di Sulut yakni dengan Warming up selama lebih kurang 1 jam per hari sesudah itu melakukan walt 3 kali seminggu, trouttle dan canter serta gallop selang 2 kali dalam seminggu serta pacu seminggu sekali yakni di akhir pekan (Lampiran 1b), akan membutuhkan bahan kering rata-rata 9,21 kg per ekor per hari, dengan pemberian pakan tiga kali sehari yakni pagi, siang dan sore menjelang malam. Gallagher et al, (1992) mengemukakan bahwa rata-rata konsumsi pakan yang diberikan secara as fed basis adalah 16,1 kg. Pendugaan konsumsinya adalah 14,4 kg dengan persentase hijauan 35% dan konsentrat 65%. Perbedaan konsumsi pakan pada ternak penelitian dengan informasi ini terletak pada perbedaan ras kuda dimana kuda penelitian adalah kuda persilangan thoroughbred dengan kuda lokal, sedangkan Gallagher et al, (1992) menggunakan kuda thoroughbred. Walaupun demikian, program pemberian pakan harus berjalan sesuai dengan pola latihan sebab tingginya intensitas latihan tanpa diimbangi dengan asupan makanan yang sesuai akan mempengaruhi prestasi kuda saat dipacu. Demikian pula pemberian pakan yang berlebihan akan mempengaruhi bobot apabila tidak diimbangi dengan program latihan, sehingga berdampak pada bobot yang tidak ideal (terlalu gemuk) sehingga sulit untuk mecapai prestasi yang maksimal. Bowen (2007) mengemukakan bahwa setiap pelatih akan memutuskan program
persiapan lengkap yang menggabungkan tingkat yang tepat dari latihan fisik, gizi yang baik dan perawatan medis yang proaktif. Penyusunan program latihan untuk memperoleh kemenangan pada saat dipacu merupakan suatu kesuksesan dari pelatih kuda tersebut dan ini membutuhkan keseimbangan yang cermat, kesiapan pelatihan, gizi, dan istirahat yang tidak hanya untuk kestabilan tetapi juga untuk menjamin kehidupan yang sehat kuda pacu. Energi merupakan salah satu kebutuhan utama untuk mahluk hidup, karena dalam setiap aktivitas kehidupan harus membutuhkan energi. Untuk kuda pacu yang dapat dikatakan membutuhkan energi ekstra, baik saat latihan maupun dipacu, maka kebutuhan energi ini cukup tinggi. Akan tetapi dengan pemberian pakan yang tinggi energi tanpa diimbangi dengan kerja pada kuda pacu maka akan mengakibatkan terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan sehingga mengganggu aktivitas/pergerakan kuda pacu tersebut yang berdampak pada penurunan prestasi saat dipacu. Gibbs at.al (2009) mengemukakan bahwa keseimbangan energi dan nutrisi lainnya sangat penting untuk proses pembentukan otot, serta ketersediaan energi pada saat kuda dilatih. Selanjutnya untuk memastikan bahwa kuda pacu dapat tampil optimal saat pacuan, maka pelatih perlu memperhatikan pemberian gizi dalam jumlah yang tepat dan bentukbentuk energi, protein, vitamin, dan mineral untuk prospek bagi kuda pacu muda dalam pelatihan maupun kuda pacu siap dipacu. Jika persyaratan gizi terpenuhi akurat dan pemberian pakan serta manajemen yang dilakukan benar, maka penampilan kuda pacu tersebut akan maksimal. Apabila dilihat dari hasil yang ada rataan konsumsi protein selama program latihan 1,5 bulan adalah 2,11 kg ekor-1hari-1. Slade at al. (1970) mengemukakan bahwa kebutuhan protein untuk hidup pokok kuda adalah bervariasi dari 0,49-0,68 g/kg bobot/hari. Lebih lanjut Glade (1983) mengemukakan kuda yang berumur 3-4 tahun yang dipacu pada jarak 0,75-1,0625 mil (1207-1710 m) memerlukan 1000 g protein. Apabila dibandingkan dengan hasil pengamatan maka ada perbedaan terhadap konsumsi protein tersebut dimana konsumsi protein kuda pacu penelitian yakni persilangan thoroughbred dengan kuda lokal jauh lebih tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena nilai biologis pakan lokal yang lebih rendah dari pada pakan yang diberikan pada kuda pacu
thoroughbred, sehingga walaupun tinggi konsumsi protein, tetapi sedikit yang siap digunakan karena nilai biologisnya rendah. Rataan pengamatan konsumsi serat kasar adalah 0,93 kg/ekor/hari. Pada ternak kuda, serat kasar dalam ransum bukan merupakan masalah karena sistem pencernaan kuda yang sebagian melalui proses fermentasi, maka tingginya kandungan serat kasar dalam pakan kuda dapat ditolelir yang tentunya bergantung pada kapasitas pencernaan tersebut. NRC(1989) belum memberikan informasi tentang kebutuhan serat kasar pada kuda ini mungkin disebabkan karena kuda adalah ternak herbivora sehingga persentase serat kasar dalam pakan bukan suatu masalah, hanya saja dibatasi oleh kapasitas sekum dan kolon yang lebih kecil dibandingkan dengan rumen sapi, selain dari pada itu proporsi pakan serat dalam ransum cukup rendah karena pemberian pakan pada kuda pacu lebih tinggi konsentrat dari pada hijauan. Rataan konsumsi lemak adalah 0,38 kg/ekor/hari selama program latihan 1,4 bulan. NRC (1989) belum mempunyai informasi tentang kebutuhan lemak untuk kuda pacu, akan tetapi beberapa informasi terakhir ini bahwa kuda pacu efektif menggunakan lemak untuk kebutuhan energi pada saat dipacu. Duberstein dan Johnson (2009), mengemukakan makanan diet lemak tinggi merupakan tren yang relatif baru di industri kuda. Hal ini telah menunjukkan bahwa kuda dapat mentolerir level lemak yang cukup tinggi dalam diet mereka. Lemak merupakan sumber energi yang sangat baik dan mudah dicerna. Rataan konsumsi kalsium dalam pengamatan ini adalah 0,01 kg/ekor/hari. NRC (1989) merekomendasikan bahwa kuda dengan bobot 200 kg dengan beban kerja moderat mengkonsumsi 0,10 kg kalsium/ekor/hari, yang berarti pada pengamatan ini mempunyai kemiripan dengan yang direkomendasikan oleh NRC tersebut. Adapun rataan konsumsi fosfor dalam pengamatan ini adalah 0,06 kg/ekor/hari. Apabila dilihat dari konsumsi kedua mineral ini, tampak adanya perbedaan rasio dengan NRC(1989) yakni 1,4:1, dimana pada hasil pengamatan ini konsumsi fosfor malah lebih tinggi dari kalsium. Hal ini mungkin disebabkan karena ternak kuda pacu membutuhkan energi ekstra pada saat latihan maka konsumsi fosfor lebih tinggi, karena fosfor berperan penting dalam metabolisme
energi. Hal lain juga yang lebih tingginya konsumsi fosfor dibandingkan dengan kalsium, mungkin disebabkan karena adanya asam fitat dalam pakan seperti dedak maupun gabah sehingga unsur fosfor diikat oleh fitat tersebut sehingga sulit diserap pada sistem pencernaan kuda. Rataan konsumsi BETN selama pengamatan adalah 6,40 kg/ekor/hari. Adanya korelasi positif antara konsumsi BETN dengan bobot metabolik ini ada hubungan dengan analisis korelasi pada konsumsi energi, dimana meningkatnya konsumsi energi pada kuda pacu melalui latihan intensif akan mempengaruhi juga konsumsi BETN pakan. Pemberian pakan sumber karbohidrat pada penelitian ini sebagian besar berasal dari jagung sehingga konsumsi BETN ini cukup tinggi, Frape (2004) mengemukakan bahwa jagung tidak terlalu baik sebagai sumber energi untuk kuda pacu, karena kandungan serat kasar rendah sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada sistem pencernaannya. Dari hasil pengamatan ternyata, bobot metabolik sangat mempengaruhi kebutuhan pakan dan nutrien kuda pacu saat latihan sampai dipacu, ini dapat dilihat dari nilai korelasi antara konsumsi dan bobot metabolik. SIMPULAN Untuk mempersiapkan seekor kuda pacu mengikuti pacuan harus memperhatikan metode pemberian pakan yang sesuai dengan program latihan, sehingga pada saat pelaksanaan pacuan kuda benar-benar dalam kondisi yang maksimal. Pemberian pakan oleh trainer saat latihan, telah disesuaikan dengan bobot badan (bobot badan metabolik) kuda. Selama program latihan tersebut konsumsi bahan kering, energi, protein, kalsium, fosfor dan BETN berkorelasi kuat dengan bobot metabolik. Dengan demikian pemberian pakan kuda pacu selama program latihan selain memperhatikan aspek program latihan juga sangat penting mengukur pemberian pakan/ zat makanan yang mengacu pada bobot badan metabolik kuda. Komposisi nutrisi ransum kuda menurut trainer adalah: mememiliki kandungan energi(DE) 3,87 Mkal/kg, kadar protein, serat kasar, lemak, kalsium dan fosfor masing-masing berturut-turut: 21,12; 9,3; 3,8; 1,0 dan 0,6%. Menurut pemberian pakan metode trainer konsumsi bahan kering,
energi(DE), protein, serat kasar, lemak, kalsium dan fosfor adalah berturut-turut: 9,99 kg; 0,58 Mkal; 0,031 kg; 0,005 kg; 0,0001 kg dan 0,0009kg. DAFTAR PUSTAKA Bowen IM, Hallowell GD. 2007. Practical ultrasonography of the equine eye. Equine Veterinary Education, 19(11), 600-605. Duberstein JK, Johnson ED. 2009. How to Feed a Horse: Understanding Basic Principles of Horse Nutrition. The University of Georgia and Ft. Valley State University, the U.S. Department of Agriculture and counties of the state cooperating. Frape D. 2004 Equine Nutrition and Feeding. Churcill Livington Inc. New York. Scott et al, (1982). Gallagher K, Leech J, Stowe H. 1992. Protein, energy and dry matter consumption by racing standartbred : a field survey. Department of Animal Clinical Science, Colage of Veterinary Medicine, Michigan State University, East Lansing. USA. Gibbs PG, GD Potter, Scott BD. 2009. Selection And Use Of Feedstuffs In Horse Feeding. Texas A&M University Department Of Animal Science Equine Sciences Program. Edited by Michael Benefield. Glade MJ. 1983. Nutrition and Performance of Racing Thoroughbred. Eq. Vet. J. 17 : 381-385. Nutrition Requirement of Horses. 1989. 5th Revised ed. National Academy Press. Washington DC. Nunamaker OM, Butterweck OM, Provost MT. 2007. Fatigue fractures in Thoroughbred racehorses: relationships with age, peak bone strain, and training. J Orthop Res 990;8:604-611. Pilliner S. 1992. Horse Nutrition and Feeding. Blackwell Science Ltd, London. Slade LM, Robinson DW, Casey KE. 1970. Nitrogen metabolism on nonruminant herbivore. II. Comparative aspect of protein digestion. J. Anim. Sci. 30:761.
4 ANALISIS KEBUTUHAN NURIEN KUDA PACU BERDASARKAN METODE KAFETARIA ABSTRAK Adapun tujuan untuk menguji hipotesis bahwa ternak kuda pacu bila diberi kesempatan untuk memilih akan mampu menyusun ransum sendiri, maka dilakukan percobaan kafetaria dengan menggunakan 7 (tujuh) jenis bahan pakan kuda pacu lokal yang selanjutnya akan diramu menjadi suatu ransum untuk dijadikan formulasi ransum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik nutrisi pakan lokal yang meliputi, komposisi dan palatabilitasnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kuda pacu yang memiliki tingkah laku hidup secara individual dapat mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa dipengaruhi oleh persaingan seperti ternak lain yang biasa dipelihara secara berkelompok, dimana jumlah konsumsi masing-masing jenis pakan bervariasi, tergantung kandungan zat-zat makanan yang terkandung dalam pakan. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa jagung merupakan pakan yang paling disukai, walaupun ternak kuda adalah ternak herbivora yang mengkonsumsi pakan utama adalah hijauan. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode kafetaria dapat dijadikan patokan untuk penentuan kebutuhan pakan dan nutrien kuda pacu, sehingga dapat dijadikan landasan untuk formulasi pakan kuda pacu Indonesia. Kata kunci : metode kafetaria, konsumsi pakan, palatabilitas PENDAHULUAN Dalam rangka untuk mengetahui tentang kebutuhan pakan dan nutrien pada ternak kuda, maka metode kafetaria merupakan suatu metode pengukuran konsumsi serta palatabilitas pakan. Metode kafetaria ini dilakukan untuk melihat kebutuhan melalui tingkat kesukaan terhadap pakan yang diberikan, dimana ternak kuda diberi kesempatan untuk memilih sendiri jenis pakan sesuai dengan keinginan untuk memenuhi kebutuhannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan pakan dan nutrien melalui karakteristik dan palatabilitas pakan dengan memberikan kesempatan kepada ternak kuda pacu untuk memilih pakan tersebut sesuai dengan tingkat kesukaan, berdasarkan kebutuhannya. BAHAN DAN METODE Bahan : Bahan pakan yang digunakan pada percobaan ini adalah 7 (tujuh) jenis pakan lokal yakni : hijauan (rumput), jagung, dedak padi, bungkil kelapa, kacang
kedelai, kacang hijau, dan gabah. Cara pemberian pakan 3 (tiga) kali per hari yakni pagi, siang dan sore menjelang malam. Ternak : Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 ekor kuda pacu Indonesia yang sedang mengikuti program latihan ringan. Cara pengukuran : Kafetaria Peubah : •
Palatabilitas pakan
•
Konsumsi bhn kering, energi, protein, serat kasar, lemak, Ca dan P.
Analisis data: 1. Palatabilitas •
Anova : Single Faktor
2. Pola konsumsi •
Model analisis : Y= a + bx
Y = Persentase konsumsi pakan X= kandungan energi (DE) Data yang diperoleh dianalisis statistik menurut Steel dan Torrie (1991) yaitu membandingkan palatabilitas pakan serta menghitung jumlah bahan kering, energi, protein, serat kasar, kalsium dan fosfor yang dikonsumsi secara sukarela oleh kuda. HASIL Konsumsi bahan kering dan zat makanan yang berasal dari setiap bahan pakan yang dikonsumsi diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3 Rataan konsumsi bahan kering, energi dan zat-zat makanan secara kafetaria. Konsumsi BK dan Zat Makanan
Jenis Pakan Jagung
Hijauan
Gabah
Dedak
Bungkil
Kedelai
K.Hijau
Total
Bhn Kering, kg Energi, Mkal/kg Protein, kg Lemak kg, Serat Kasar, kg Kalsium, kg Fospor, kg
4,649 1,585 0,480 0,189 0,541 0,001 0,014
3,721 1,325 0,308 0,061 1,275 0,024 0,016
1,746 0,466 0,147 0,040 0,171 0,001 0,004
1,36 0,221 0,197 0,177 0,163 0,002 0,020
0,514 0,08 0,113 0,009 0,077 0,001 0,003
0,128 0,044 0,048 0,023 0,010 0,001 0,001
0,109 0,026 0,024 0,001 0,004 0,001 0,006
12,23 3,75 1,32 0,50 2,24 0,03 0,06
Hasil ini menunjukkan bahwa rataan konsumsi bahan kering adalah 12,22 kg, dengan konsumsi energi 3,75 Mkal/kg, protein 1,32 kg, lemak 0,50 kg, serat kasar 2,24 kg, kalsium 0,03 kg serta fosfor 0,06 kg. Tabel 4 menyajikan komposisi pilihan kuda pacu percobaan dan kandungan energi(DE) serta nutrien pakan berdasarkan persentase konsumsi pakan. Tabel 4 Pola konsumsi pakan berdasarkan metode kafetaria Bahan K
Energi (DE)
PK
SK
Jenis Pakan
kg
%
Mkal/kg
%
kg
%
kg
Jagung
4,649
38,045
17,062
3,670
0,483
10,400
Dedak
1,359
11,117
5,461
4,020
0,196
14,400
B. Kel.
0,512
4,193
1,983
3,870
0,112
K. Hij.
0,107
0,876
0,096
0,900
Kedelai
0,126
1,035
0,559
Gabah
1,746
14,292
6,147
Rumput
3,720
30,442
Total
12,220
100,00
L %
kg
0,116
2,500
0,175
12,900
21,900
0,077
0,024
22,200
4,420
0,045
3,520
0,147
1,320
0,355
32,629
26,701
Ca
P
%
kg
%
kg
0,191
4,100
0,005
0,108
0,119
2,560
0,204
15,000
0,004
0,320
0,272
20,000
15,000
0,010
2,000
0,007
1,370
0,022
4,330
0,005
4,500
0,001
1,200
0,001
1,250
0,003
3,200
35,900
0,006
5,000
0,023
18,100
0,003
2,270
0,005
3,850
8,400
0,169
9,700
0,031
1,800
0,002
0,120
0,051
2,900
0,080
2,151
1,640
44,086
1,270
34,140
0,640
17,204
0,420
11,290
1,087
8,897
2,189
17,912
1,730
14,159
0,663
0,542
0,892
0,729
Ternyata bahwa konsumsi hijauan adalah 30,42% dan konsumsi konsentrat (jagung, dedak padi, bungkil kelapa, kacang hijau, kacang kedelai dan gabah) adalah 69,56%. Gambar 19 berikut ini adalah analisis korelasi antara persentase konsumsi
Konsumsi BK pakan(kg)
bahan kering pakan dengan kandungan energi (DE) pakan. 45.000 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0.000
Kandungan DE (Mkal) Y Predicted Y
Gambar 19 Hubungan antara Konsumsi Pakan (%) dan Kandungan DE(Mkal) Jika X = kandungan DE pakan (Mkal/kg) dan Y = konsumsi pakan kuda dengan beban kerja ringan, maka dapat dinyatakan dengan persamaan berikut, Y= 3,84 +
%
2,24x, (p<0.01) dengan nilai korelasi r = 0,90 dan R2 = 0,82. Berdasarkan Gambar 19 tersebut, ternyata kuda akan cenderung mengkonsumsi lebih banyak bahanbahan yang mempunyai kandungan energi yang lebih tinggi. Densitas energi pakan besar kemungkinannya mempengaruhi palatabilitasnya. Pada Tabel 5 berikut adalah perbandingan antara konsumsi nutrien hasil penelitian dengan kandungan nutrien kuda pacu menurut NRC (2007). Tabel 5 Kadar Energi (DE) dan Nutrien Pakan Terkonsumsi Nutrien Beban Kerja Intensif Beban Kerja Intensif Bobot 278 -384 kg Bobot 200 – 600 kg (Hasil penelitian ini) NRC (2007) DE, Mkal/kg 26,70 26,80 Protein kasar % 8,89 11,12 Serat kasar % 17,91 Lemak % 14,16 Kalsium % 0,32 0,26 Fosfor % 0,23 0,19 Tabel 5 memperlihatkan bahwa adanya perbedaan konsumsi energi (DE), dan fosfor kuda pacu percobaan dengan dengan yang direkomendasikan NRC(2007), dimana hasil penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan NRC. Sedangkan protein hampir serupa namun sebaliknya terlihat pada konsumsi kalsium. Dari hasil yang diperoleh pada metode kafetaria di atas (Tabel 3), maka dilakukan uji palatabilitas dari ke tujuh jenis pakan yang diberikan untuk melihat jenis pakan yang paling disukai oleh ternak kuda pacu tersebut. Ternyata bahwa konsumsi pakan tertinggi berturut-turut adalah jagung, hijauan, gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai, kacang hijau. Tabel 6
Rataan konsumsi bahan kering pakan, energi dan zat-zat makanan berdasarkan tingkat palatabilitas.
Konsumsi Zat Makanan
Jenis Pakan Jagung Hijauan Gabah Dedak Bungkil A B C D Bahan Kering(kg) 4,649 3,721 1,746 1,36 0,514 E Energi(kkal) 1,585 A 1,325 B 0,466 C 0,221 D 0,08 EF Protein(kg) 0,48 A 0,308 B 0,147 D 0,197 C 0,113 E A C D B Lemak(kg) 0,189 0,061 0,040 0,1767 0,0093 F Serat Kasar(kg) 0,541 B 1,275 A 0,171 C 0,163 D 0,077 E Calsium(kg) 0,0009D 0,021 A 0,001DE 0,002B 0,001CD Phospor(kg) 0,0139 C 0,016B 0,005 D 0,0204 A 0,003 E Ket.: Pada baris yang sama Superscrip yang berbeda menunjukkan adanya yang nyata antar jenis pakan perlakuan.
Kedelai 0,128 FG 0,044 FG 0,048 F 0,0228 E 0,01 FG 0,001 EF 0,001 FG perbedaan
K.Hijau 0,109G 0,026G 0,024G 0,0012G 0,004G 0,001F 0,006G
Selanjutnya untuk melihat tingkat kesukaan terhadap ketujuh jenis pakan maka dilakukan uji palatabilitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) antara konsumsi bahan kering, energi dan zat-zat makanan dari ketujuh jenis pakan lokal penyusun konsentrat. Untuk melihat perbedaan konsumsi bahan kering antar perlakuan, maka dilakukan pengujian dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) (Lampiran 11), ternyata jagung memiliki tingkat kesukaan yang tertinggi dan berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan hijauan, gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Konsumsi hijauan berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Konsumsi gabah berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dibandingkan dengan dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Konsumsi dedak berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dibandingkan dengan bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Konsumsi bungkil kelapa berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dibandingkan dengan kedelai dan kacang hijau. Konsumsi kedelai dan kacang hijau tidak ada perbedaan yang nyata (p>0,05). Hasil uji BNJ untuk konsumsi energi (Lampiran 12), ternyata konsumsi energi jagung berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan hijauan, gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Hijauan berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Gabah berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Dedak berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Sedangkan untuk konsumsi energy bungkil kelapa tidak berbeda nyata p>0,05 dengan kedelai, tetapi berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan kacang hijau, dan kedelai tidak berbeda nyata p>0,05 dengan kacang hijau. Uji BNJ untuk konsumsi protein (Lampiran 13), ternyata konsumsi protein yang tertinggi adalah jagung dan berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan hijauan, gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Hijauan berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Gabah berbeda sangat nyata lebih tinggi
(p<0,01) dengan dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Dedak berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Bungkil kelapa berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan kedelai dan kacang hijau. kedelai berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dari kacang hijau. Konsumsi lemak (Lampiran 14), ternyata konsumsi lemak yang tertinggi adalah jagung dan berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan hijauan, gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Hijauan berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Gabah berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Dedak berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Bungkil kelapa berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan kedelai dan kacang hijau. kedelai berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dari kacang hijau. Konsumsi serat kasar (Lampiran 15) yang tertinggi adalah hijauan dan berbeda sangat nyata dengan (p<0,01) dengan jagung, gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Jagung berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan gabah, dedak, kedelai dan kacang hijau. Gabah berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Dedak berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Bungkil kelapa berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan kedelai dan kacang hijau. Sedangkan kedelai dan kacang hijau tidak berbeda nyata (p>0,05). Kalsium (Lampiran 16) yang tertinggi adalah hijauan dan berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) berturut-turut dengan dedak, bungkil kelapa, jagung, kedelai dan kacang hijau. Dedak berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan bungkil kelapa, jagung, gabah, kedelai dan kacang hijau. Bungkil kelapa berbeda sangat nyata (p<0,01) dengan kedelai dan kacang hijau, tetapi tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan jagung dan gabah. Jagung berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dengan kedelai dan kacang hijau. Gabah berbeda sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dangan kacang hijau tetapi tidak berbeda (p>0,01)
dengan kedelai. Sedangkan kedelai tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kacang hijau. Konsumsi fosfor (Lampiran 17) yang tertinggi adalah dedak dan berbeda sangat nyata lebih tinggi p<0,01 dengan hijauan, jagung, gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Hijauan dan berbeda sangat nyata lebih tinggi p<0,01 dengan jagung, gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Jagung dan berbeda sangat nyata lebih tinggi p<0,01 dengan gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Gabah dan berbeda sangat nyata lebih tinggi p<0,01 dengan dedak, bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Dedak dan berbeda sangat nyata lebih tinggi p<0,01 dengan bungkil kelapa, kedelai dan kacang hijau. Bungkil kelapa dan berbeda sangat nyata lebih tinggi p<0,01 dengan kedelai dan kacang hijau. Sedangkan kedelai tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kacang hijau. PEMBAHASAN Dari hasil tersebut tampak bahwa konsumsi tertinggi adalah jagung, hal ini sangat dimungkinkan karena jagung merupakan sumber energi terbesar yang dibutuhkan oleh kuda. Baihaqi (1988) mengemukakan bahwa jagung merupakan sumber energi utama untuk ternak, akan tetapi kadar metionin, lisin dan triptofan rendah sehingga perlu penambahan asam amino tersebut. Lebih lanjut Cullison (1978), mengemukakan, selain sebagai sumber energi utama, jagung merupakan bahan makanan yang disukai oleh ternak karena rasanya enak (palatable), mudah dicerna dan mengandung serat kasar yag rendah dibandingkan dengan bahan pakan lain. Beberapa tahun terakhir ini jagung merupakan sumber energi pakan utama pada kuda karena harganya yang relatif murah juga sebagai sumber energi yang sangat baik untuk kuda, sehingga dapat menggantikan peran gandum dalam pakan kuda. Akan tetapi pemberiannya dibatasi karena dapat mengakibatkan kegemukan pada kuda. Selanjutnya Ejigui et al (2007), mengemukakan bahwa jagung mengandung sekitar 10 persen protein dan apabila dibandingkan dengan pakan lain maka kadar proteinnya rendah. Akan tetapi jagung mengandung energi lebih dari volume yang sama dari gandum. Lebih lanjut dikemukakan, jagung sekitar 15 persen lebih rendah dengan kandungan nilai energi gandum. Dikemukakan pula, bahwa jagung mengandung persentase karbohidarat kompleks
yang tinggi maka sebaiknya diberikan dalam bentuk digiling/pecah, sehingga dapat meningkatkan kecernaan pada kuda dan hasil percobaan tersebut meningkatkan nilai TDN dengan skor nilai 80. Selain kandungan energi, protein, lemak dan mineral yang baik untuk kuda, maka jagung juga kaya akan vitamin B (thiamin dan niacin). Jagung juga merupakan sumber asam pantotenat, vitamin untuk metabolism karbohidrat, protein dan lemak dalam tubuh dan yang paling penting juga jagung kaya akan vitamin E yang merupakan antioksidan alami untuk pertumbuhan. Dedak halus, merupakan bahan pakan yang cukup baik untuk ternak kuda karena sistem pencernaan di kolon dan usus besar terjadi proses fermentasi oleh mikroba maka kandungan serat kasarnya tidak merupakan satu masalah pada kuda. Baihaqi (1988) mengemukakan bahwa serat kasar mengandung vitamin B1 yang tinggi sehingga sangat baik untuk pakan. Peterson (2010), mengemukakan thiamin sangat penting untuk fungsi kognitif dan mempertahankan kesehatan saraf kuda. Dikemukakan pula bahwa hasil sisa pertanian, seperti dedak, pemberiannya pada kuda harus dibatasi karena mengganggu sistem pencernaan kuda sehingga keseimbangan mineral kalisum dan fosfor, karena dedak halus dapat merangsang terjadinya diare pada kuda yang mengakibatkan kedua mineral tersebut keluar bersama feses. Bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang didapat dari ekstraksi daging kelapa segar ataupun kering. Bungkil kelapa termasuk bahan pakan yang berkadar serat kasar tinggi, sehingga penggunaan dalam pakan dibatasi, Walaupun kadar proteinnya mencapai 20 persen akan tetapi kualitasnya lebih rendah dari kedelai juga kadar energinya rendah namun kadar lemaknya cukup tinggi sehingga pada suhu yang cukup tinggi cepat mengalami ketengikan dan menurunkan kualitas protein dan energinya. Pada ternak unggas penggunaan bungkil kelapa dapat mencapai 15 persen dalam ransum akan tetapi pemberiannya dilakukan pada saat ransum akan diberikan pada ternak, sebab bila ransum disimpan beberapa minggu dapat menyebabkan ketengikan. Karena rentannya bungkil kelapa terhadap ketengikan bahkan risiko mengandung aflatoksin maka SNI (1997) mengeluarkan standardisasi komposisi nutrisi bungkil kelapa yakni kadar air 12%, protein kasar 18%, serat kasar 14%, abu 7%, lemak 12%, Ca 0.05-0.3% dan P 0,4-0,75% serta
maksimum 100 (ppb) aflatoxin. Penelitian akhir-akhir ini tentang manfaat lemak untuk kuda pacu cukup baik, maka peluang untuk penggunaan bungkil kelapa cukup potensial akan masih perlu dilakukan penelitian-penelitian tentang persentasenya dalam komposisi konsentrat untuk kuda pacu. Kacang hijau merupakan pakan sumber protein nabati yang baik, juga memiliki kualitas yang baik. Walaupun kandungan proteinnya 23-24 persen, kandungan nutrisi lainnya lengkap, bila dibandingkan dengan kedelai, tetapi nilai biologisnya lebih baik dari kedelai, sehingga kacang hijau bukan saja disukai oleh ternak tapi bersaing dengan kebutuhan manusia. Biasanya penggunaan kacang hijau dalam ransum dibatasi karena harganya yang relatif mahal. Kacang kedelai, Kacang kedelai adalah salah satu bahan pakan yang mengandung nilai nutrisi yang yang baik terutama sebagai sumber protein nabati untuk ternak, akan tetapi karena mengandung antinutrisi, maka harus melalui proses pemanasan yang cukup untuk menurunkan kadar antinutrisi tersebut. Bradley dan Pfander (2000), mengemukakan, tepung kedelai mengandung protein 42-50 persen, dan tepung kedelai adalah suplemen yang disukai oleh kuda. Hal ini disebabkan karena tinggi kandungan protein, juga memiliki keseimbangan yang lebih baik dari asam amino dan lebih murah daripada suplemen lainnya. Kedelai juga mengandung mineral yang baik untuk kuda pacu. Lebih lanjut Bailey (2002) mengemukakan kedelai yang tinggi kadar protein, dua sampai empat kali dari kacang-kacangan dan jagung masing-masing, membuat kedelai merupakan pakan ternak yang menarik. Gabah, merupakan salah satu jenis pakan yang digunakan oleh peternak kuda pacu di Sulut, karena berdasarkan pengalaman mereka bahwa gabah memiliki bentuk yang hampir sama dengan oats. Perbedaannya adalah gabah bentuk kulitnya lebih kasar dan tajam, sehingga penggunaanya sebagai pakan kuda harus melalui proses untuk menghilangkan bentuknya yang kasar. Banyak pemilik kuda memberikan pakan dalam bentuk butiran untuk kuda mereka, dan ini adalah praktik yang baik-baik saja jika tidak berlebihan. Biji-bijian yang tinggi kalori dan rendah serat,dapat mengalami permasalahan overload pada sistem pencernaannya. Gandum adalah biji-bijian paling banyak digunakan sebagai sumber pakan, karena memiliki kandungan serat yang lebih tinggi dan lebih cocok untuk kuda, demikian
juga dengan jagung, barley dan dedak gandum dapat diterima oleh sistem pencernaan kuda, (Chatterton et al.2006). SIMPULAN Dari hasil pengamatan metode kafetaria ini, maka dapat disimpulkan bahwa kuda pacu dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan cara memilih dan mengatur tingkat konsumsi setiap bahan yang tersedia. Rasio hijauan dan konsentrat berkisar 30:70%. Dari komponen konsentrat bahan yang paling banyak dikonsumsi adalah, jagung, gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai, kacang hijau. Terdapat
kecenderungan
bahwa
palatabilitas
pakan
ditentukan
oleh
kandungan/densitas energi dari pakan yang bersangkutan. Bahan pakan dengan densitas energi yang tinggi akan dikonsumsi lebih banyak. Namun demikian kuada juga membatasi konsumsi bahan pakan yang berenergi tinggi karena akan mengatur konsumsi untuk pemenuhan kebutuhan serat. Dari penelitian ini diketahui, bahwa kadar serat kasar ransum keseluruhan berkisar 17,91%. Sedangkan kandungan energi(DE) dan kadar protein ransum kuda adalah masingmasing 26,70 Mkal/kg dan 8,89%. rataan konsumsi bahan kering (bobot kuda 278-384kg) adalah 12,22 kg, dengan konsumsi energi(DE) 32,63 Mkal/kg, protein 1,08 kg, lemak 1,73 kg, serat kasar 2,18 kg, kalsium 0,66 kg serta fosfor 0,89 kg. DAFTAR PUSTAKA Baihaqi A. 1988. Pendugaan kebutuhan energi metabolis dan protein ayam broiler berdasarkan hasil pemberian makanan cara kafetaria. Disertasi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bailey SR, Rycroft A, Elliott J. 2002. Production of amines in equine cecal contents in an in vitro model of carbohydrate overload. Journal of animal science 2002;80(10):2656-62. Bradley M, Pfander WH. 2000, Feeds for Light Horses. Department of Animal Sciences, University of Missouri-Columbia. Chatterton J, Watts KA, Jensen KB, Harrison PA, Horton WH. 2006. Nonstructural Carbohydrates In Oat Forage. Journal of Nutrition, 136: 2111-2113. Cullison AE. 1978. Feeds and Feeding Animal Nutrition. Prentice Hall of India Private. Limited. New Delhi. p. 41.
Ejigui J, Savoie L, Marin J. 2007. Improvement of the nutritional quality of a traditional complementary porridge made of fermented yellow maize (Zea mays): effect of maize-legume combinations and traditional processing methods. Food Nutr Bull. 2007 Mar;28(1):23-34. Petterson JC, Wilson AM, Firth EC, Parry DAD, Goosship AE. 2010.,Comparison of collagen fibril populations in the superficial digital flexor tendons of exercised and nonexercised Thoroughbreds. SNI .1997. Bungkil kelapa-Bahan baku pakan. Panduan Untuk Penerapan Pedoman BSN 301- 1997 : Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu. Badan Standardisasi Nasional Gedung Manggala Wanabakti, Blok IV lantai 3-4. Jl. Gatot Subroto. Senayan - Jakarta 10270 - Indonesia.
5 STANDARISASI KEBUTUHAN ENERGI (DE) DAN NUTRIEN KUDA PACU INDONESIA BERDASARKAN KONSUMSI, BOBOT METABOLIK DAN BEBAN KERJA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan pakan, energi dan nutrien pakan melalui konsumsi energi dan nutrien tercerna serta beban kerja dan bobot metabolik. Dengan demikian dapat diperoleh standardisasi kebutuhan pakan kuda pacu persilangan thoroughbred dengan kuda pacu Indonesia untuk dijadikan landasan formulasi ransum kuda pacu Indonesia berdasarkan tingkat kinerja dari kuda pacu tersebut. Pada penelitian ini diawali dengan pengukuran DE (Digestible Energi) dan zat-zat makanan yang dilakukan pada 24 ekor kuda pacu dengan bobot 217 sampai 383 kg berumur 2 sampai 7 tahun, selama 2 bulan. Dari ke 24 ekor kuda pacu tersebut ditimbang jumlah konsumsi pakan serta jumlah feses per ekor per hari, kemudian diambil sebanyak 24 sampel dari pakan maupun feses dan dianalisis komposisi proksimatnya untuk mengetahui kandungan energi dan zatzat makanan. Hasil pengukuran kecernaan energi dan zat-zat makanan selanjutnya digunakan untuk menduga kebutuhan DE dan zat-zat makanan kuda pacu yang sedang mengikuti pacuan dengan jarak tempuh yang berbeda, sesuai dengan kelasnya. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, kebutuhan bahan kering, energi tercerna (DE), serta nutrien pakan kuda pacu dapat diduga dari konsumsi, kecernaan, beban kerja dan bobot metabolik, sehingga hasil ini dapat digunakan sebagai landasan untuk formulasi ransum kuda pacu persilangan thoroughbred dengan kuda poni Indonesia. Kata kunci : kuda pacu, konsumsi, energi tercerna, bobot metabolik, beban kerja PENDAHULUAN Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan ternak kuda, sebab alat transportasi yang kelihatan masih digunakan sampai saat ini yakni bendi (andong) cukup banyak terdapat di daerah ini. Demikian juga untuk ternak kuda pacu, khususnya Minahasa yang merupakan lokasi pemeliharan kuda pacu di SULUT, populasinya masih cukup besar. Data yang diperoleh pada tahun 2007, populasi kuda pacu di Sulut sekitar 780 ekor dan ini menunjukkan adanya penurunan populasi kuda pacu di Sulut dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 1993 sampai tahun 1998 daerah ini merupakan produsen kuda pacu terbesar di Indonesia, hal ini disebabkan karena prestasi kuda pacu Sulut menonjol saat itu
karena beberapa kali menggondol lambang supremasi tertinggi pacuan kuda tingkat nasional. Beberapa tahun terakhir ini terjadi penurunan populasi kuda pacu di Sulut. Hal ini disebabkan karena harga pakan yang terlalu mahal, sehingga minat masyarakat petani peternak kuda pacu menurun, dan yang bertahan untuk memelihara kuda pacu tinggal orang-orang yang mempunyai banyak modal, bahkan di daerah ini petani peternak yang dahulunya memiliki kuda hanya menjadi pemelihara kuda. Kuda pacu sebagai ternak untuk perlombaan mempunyai keunikan dalam hal mengkonsumsi pakan, sebab tujuan pemberian pakan adalah untuk memperoleh prestasi yang baik pada saat pacuan, oleh sebab itu perlu diperhatikan kebutuhan pakan maupun zat-zat makanan yang terkandung dalam pakan terlebih kandungan energi yang mempunyai peran utama saat dipacu. Apabila dilihat dari sistem pencernaan, kuda tergolong ternak herbivora nonruminansia sehingga konsumsi pakan utama adalah hijauan, akan tetapi pada kenyataanya kuda pacu mengkonsumsi pakan konsentrat lebih tinggi daripada hijauan. Hal ini disebabkan karena kuda pacu membutuhkan energi yang baik untuk latihan maupun dipacu saat perlombaan, sehingga kebutuhan energi utama berasal dari biji-bijian sebagai penyusun konsentrat yang memiliki nilai energi yang siap dipakai untuk proses kerja dari kuda pacu. Pemeliharaan kuda pacu di Indonesia sebagian besar masih mengacu pada pemberian pakan yang dilakukan oleh negara maju di luar negeri. Hal ini disebabkan karena standardisasi kebutuhan pakan kuda pacu di Indonesia belum ada, sehingga masyarakat peternak kuda pacu memelihara kuda tersebut masih mengandalkan bahan pakan impor yang digunakan untuk persiapan perlombaan. Indonesia merupakan negara agraris sehingga bahan baku pakan yang ada kemungkinan bisa digunakan sebagai sumber pakan kuda, akan tetapi karena belum ada pengujian kebutuhan dan karakteristik nutrisi serta formulasi yang tepat, maka belum dimanfaatkan secara umum. Bahan baku pakan lokal menurut hasil-hasil analisis kandungan zat-zat makanan tidak kalah dibandingkan dengan komposisi zat-zat makanan dari negara luar. Hanya saja formulasinya belum ada sehingga dilakukan penelitian ini. Salah satu metode pendekatan untuk
memperoleh standar kebutuhan DE dan nutrien ialah melalui konsumsi, bobot metabolik, dan beban kerja. Ini dijadikan patokan untuk melihat kebutuhan energi dan nutrien pakan dalam rangka formulasi pakan lokal. Selain itu perbedaan kuda pacu yang ada di Indonesia yang diizinkan oleh PORDASI untuk diperlombakan adalah persilangan dari kuda lokal dengan thoroughbred, maka tentunya mempunyai perbedaan postur tubuh, serta bobot yang berdampak pada perbedaan konsumsi dan kebutuhan pakan, serta zat-zat makanan. Melihat tujuan pemeliharaan kuda untuk kemampuan kerja baik untuk dipacu maupun menarik beban serta bentuk/postur tubuh yang ideal waktu diperlombakan maka tentunya faktor yang sangat mendukung adalah pakan, lebih khusus kandungan zat makanan, yakni energi, protein, mineral dan vitamin. Oleh sebab itu maka penelitian ini dilakukan untuk memperoleh standardisasi kebutuhan pakan kuda pacu Indonesia. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tompaso dan Kawangkoan Kabupaten Minahasa Induk, Provinsi Sulawesi Utara sebagai sentra pemeliharaan kuda pacu di Sulut, sejak April 2007 sampai dengan Oktober 2007. Bahan: Bahan yang digunakan adalah bahan baku pakan sebagai penyusun konsentrat yakni jagung kuning, dedak halus, bungkil kelapa, kacang kedelai, kacang hjau, serta gabah. Hijauan pakan yang digunakan adalah rumput lapang (Pannicum muticum), Brachiaria mutica, serta tebon jagung. Semua jenis pakan ini diperoleh dari sekitar lokasi penelitian. Ternak : 24 ekor kuda pacu dengan bobot 217 sampai 383 kg berumur 2 sampai 7 tahun, selama 2 bulan. Cara Pengukuran : - Kecernaan BK, energi dan nutrien : Konsumsi (kg)-Feses(kg) Dari ke 24 ekor kuda pacu tersebut ditimbang jumlah konsumsi pakan serta jumlah feses per ekor per hari, kemudian diambil sebanyak 24 sampel dari pakan maupun feses dan dianalisis komposisi proksimatnya untuk mengetahui
kandungan energi dan zat-zat makanan. Pengukuran kecernaan ini dilakukan untuk mengetahui kandungan energi tercerna (DE) dan nutrien pakan yang dipakai sebagai landasan untuk menyusun suatu formulasi ransum, karena penentuan kebutuhan didasarkan pada pengetahuan tentang kandungan energi dan nutrien pakan tersebut. Hasil pengukuran kecernaan energi dan zat-zat makanan selanjutnya digunakan untuk menduga kebutuhan DE dan zat-zat makanan kuda pacu yang sedang mengikuti pacuan dengan jarak tempuh yang berbeda, sesuai dengan kelasnya. - Penimbangan bobot kuda pacu - Penimbangan bobot joki - Pengamatan jarak tempuh, waktu tempuh Untuk pengukuran bobot kuda, bobot joki, waktu tempuh menggunakan timbangan Digital Agricultural Scale HG 500, kapasitas 1500 kg untuk menimbang kuda pacu, serta timbangan kapasitas 25 kg untuk menimbang pakan, stopwatch dan kamera digital untuk waktu tempuh. Peubah : - Konsumsi BK, energi, protein, serat kasar, Ca dan P - Kecernaan energi, dan nutrien pakan - bobot kuda pacu - bobot joki - jarak tempuh - waktu tempuh Analisis Data: Analisis output-input : Model : K= a W 0.75 + bP - K= Konsumsi - W 0.75 = bobot metabolik - P = estimasi kebutuhan untuk produksi (beban kerja) Penelitian ini diawali dengan pengukuran DE (Digestible Energi) dan zatzat makanan yang dilakukan pada 24 ekor kuda pacu dengan bobot 217 sampai 383 kg berumur 2 sampai 7 tahun, selama 2 bulan. Dari ke 24 ekor kuda pacu tersebut ditimbang jumlah konsumsi pakan serta jumlah feses per ekor per hari,
kemudian diambil sebanyak 24 sampel dari pakan maupun feses dan dianalisis komposisi proksimatnya untuk mengetahui kandungan energi dan zat-zat makanan. Pengukuran kecernaan ini dilakukan untuk mengetahui kandungan energi tercerna (DE) dan nutrien pakan yang dipakai sebagai landasan untuk menyusun suatu formulasi ransum, karena penentuan kebutuhan didasarkan pada pengetahuan tentang kandungan energi dan nutrien pakan tersebut. Hasil pengukuran kecernaan energi dan zat-zat makanan selanjutnya digunakan untuk menduga kebutuhan DE dan zat-zat makanan kuda pacu yang sedang mengikuti pacuan dengan jarak tempuh yang berbeda, sesuai dengan kelasnya. Model yang digunakan untuk mengestimasi kebutuhan pakan dan zat-zat makanan adalah model regresi sederhana, yakni Y = a + bx, yang dijabarkan dengan model persamaan statistik oleh McDonald (2002), yakni Konsumsi (K)= a W 0.75 + bP atau K/ W 0.75 = a + b(P/ W 0.75), dimana Y= K/ W 0.75 = konsumsi pakan/kg. W
0.75
;W
0.75
= bobot metabolik dan P = estimasi kebutuhan untuk
produksi. Dalam penelitian ini P adalah estimasi kebutuhan melalui beban kerja yakni bobot joki x Jarak tempuh x kecepatan (kg.km.km/mnt) (Tulung, 1998). Data yang diperoleh dianalisis dengan análisis regresi menurut Steel dan Torrie (1990). HASIL Hasil
pengamatan
konsumsi
pakan
terdapat
keragaman
nisbah
hijauan:konsentrat maupun jumlah pemberiannya dengan perbandingan hijauan dan konsentrat 30:70. Pengukuran kecernaan energi dan zat-zat makanan ditampilkan pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Rataan Konsumsi Hijauan, Konsentrat, Energi, Bahan Kering dan Nutrien (kg ekor -1. hari -1) selama penelitian Hijauan Konsentrat 3,12
7,77
Bahan
Energi
Protein
Serat
Kering
(Mkal)
Kasar
Kasar
10,89
26,76
1,48
1,39
Lemak
Ca
P
0,39
0,11
0,06
Pada Tabel 7 terlihat bahwa konsumsi energi tercerna (DE) dan nutrien pakan masing-masing ternak bervariasi menurut bobot dan beban kerja kuda pacu tersebut. Pendugaan masing-masing kebutuhan pakan dan zat-zat makanan ditampilkan pada sajian berikut ini. Pada Gambar 20 ini ditampilkan korelasi antara konsumsi bahan kering
Konsumsi Bahan Kering (kg)
dengan beban kerja dan bobot metabolik. 16.00
15.00
y = 4.953x + 7.989
14.00 13.00 12.00 11.00 10.00 9.00 8.00 0.25
0.50
0.75 Beban
Y
1.00
1.25
1.50
Kerja/Wt0.75
Predicted Y
Linear (Predicted Y)
Gambar 20 Hubungan antara Konsumsi BK dan Beban Kerja/BM Hasil yang diperoleh dengan model persamaan di atas, ternyata hubungan antara kosumsi bahan kering dan beban kerja serta bobot metabolik (Lamp. 18) memiliki nilai korelasi positif yakni 86,83% dengan R2= 75,40% yang berarti bahwa setiap penambahan beban kerja akan meningkatkan konsumsi bahan kering. Pada Gambar 20 ini, jelas terlihat bahwa peningkatan beban kerja per bobot metabolik akan meningkatkan jumlah konsumsi bahan kering kuda pacu. Berdasarkan konsumsi kuda percobaan, ternyata rataan konsumsi bahan kering BK (kg.hari-1) adalah y = 4,953x + 7,989. Hubungan antara konsumsi bahan kering dengan bobot dan beban kerja sangat berbeda nyata (p<0,01). Pada Gambar 21 berikut ditampilkan análisis korelasi antara konsumsi energi tercerna (DE) dengan beban kerja dan bobot metabolik.
Konsumsi DE (mkal)
35.00
y = 10.88x + 17.91
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00
5.00 0.20
0.60
1.00
1.40
1.80
Beban Kerja/ BM (kg.km.mnt) Y
Predicted Y
Linear (Predicted Y)
Gambar 21 Hubungan Konsumsi DE dan Beban Kerja/BM Pendugaan kebutuhan energi dan protein kasar serta nutrien lainnya menggunakan model yang berbeda-beda. Pada percobaan ini pendugaan kebutuhan melalui bobot dan beban kerja, hasil yang diperoleh untuk kebutuhan DE (mkal hari -1) = 10,88x + 17,91 dengan keeratan hubungan R = 0,96 dan R2 = 0,93. Hubungan DE dengan beban kerja tersebut berbeda sangat nyata (p<0,01). Gambar 22 menampilkan hasil analisis korelasi antara konsumsi protein tercerna dengan beban kerja dan bobot metabolik.
Konsumsi Protein (kg)
3.00
y = 0.971x + 1.581
2.75
2.50 2.25 2.00 1.75 0.25
0.50
0.75
1.00
1.25
1.50
Beban Kerja/W 0,75 (kg.km.mnt)
Y
Predicted Y
Linear (Predicted Y)
Gambar 22 Hubungan antara konsumsi Protein dan Beban Kerja/BM Ternyata pendugaan ini menunjukkan adanya korelasi positif antara konsumsi protein tercerna dengan nilai R =0,95 dan R2 = 0,91 serta tingkat signifikan p<0,01) dengan persamaan y = 0,971x + 1,58.
Pada Gambar 23 berikut adalah analisis korelasi antara konsumsi serat kasar ter cerna dengan beban kerja per bobot metabolik.
Konsumsi Serat Kasar(kg)
1.80
y = 0.607x + 0.951
1.60 1.40 1.20 1.00 0.25
0.50
0.75
1.00
1.25
1.50
Beban Kerja/W 0,75 (kg.km.mnt)
Y
Predicted Y
Linear (Predicted Y)
Gambar 23 Hubungan antara konsumsi Serat Kasar dan Beban Kerja/BM Nilai korelasi yang diperoleh adalah R= 0,95 dan R2 = 0,91 serta tingkat signifikan (p<0,01) dengan persamaan y = 0,607x + 0,95. Pada Gambar 24 disajikan hubungan antara konsumsi lemak dengan beban kerja per bobot metabolik.
Konsumsi Lemak (kg)
0.60 y = 0.176x + 0.287 0.50
0.40
0.30 0.25
0.50
0.75
1.00
1.25
1.50
Beban Kerja/W 0,75 (kg.km.mnt)
Y
Predicted Y
Linear (Predicted Y)
Gambar 24 Hubungan antara konsumsi Lemak dan Beban Kerja/BM Pendugaan kebutuhan lemak pada percobaan ini melalui bobot dan beban kerja, diperoleh hasil untuk kebutuhan lemak (kg.hari-1) = 0,176x + 0,287, dengan keeratan hubungan R = 0,95 dan R2 = 0,91. Hubungan konsumsi lemak dengan bobot metabolik dan beban kerja tersebut berbeda sangat nyata (p<0,01).
Pada pendugaan kebutuhan kalsium melalui bobot dan beban kerja (Gambar 25), hasil yang diperoleh untuk kebutuhan kalsium (kg.hari-1) = 0,049x + 0,080, dengan keeratan hubungan R= 0,95 dan R2 = 0,91. Hubungan kalsium dengan beban kerja tersebut berbeda sangat nyata (p<0,01).
Konsumsi kalsium (kg)
y = 0.049x + 0.080 0.14 0.12 0.10 0.08 0.25
0.50
0.75
1.00
1.25
1.50
Beban Kerja/W 0,75 (kg.km.mnt)
Y
Predicted Y
Linear (Predicted Y)
Gambar 25 Hubungan antara konsumsi Kalsium dan Beban Kerja/BM Hasil analisis korelasi antara konsumsi fosfor dengan beban kerja ditampilkan pada Gambar 26 berikut ini.
Konsumsi Fosfor (kg)
0.08
y = 0.027x + 0.043
0.07
0.06
0.05 0.25
0.50
0.75
Beban
Y
Kerja/W 0,75
Predicted Y
1.00
1.25
1.50
(kg.km.mnt)
Linear (Predicted Y)
Gambar 26 Hubungan antara konsumsi Fosfor dan Beban Kerja/BM Persamaan yang diperoleh untuk kebutuhan fosfor adalah y (kg.hari-1) = 0,027x + 0,043, dengan keeratan hubungan R = 0,95 dan R2 = 0,91. Hubungan fosfor dengan beban kerja tersebut berbeda sangat nyata (p<0,01). Analisis korelasi antara konsumsi BETN dengan beban kerja dan bobot metabolik. Hasil analisis tersebut ditampilkan pada Gambar 27 berikut ini.
y = 3.118x + 5.040
Konsumsi BETN (kg)
9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 0.25
0.50
0.75 Beban
Y
1.00
Kerja/W 0,75
Predicted Y
1.25
1.50
(kg.km.mnt)
Linear (Predicted Y)
Gambar 27 Hubungan antara konsumsi BETN dan Beban Kerja/BM Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya korelasi positif antara konsumsi BETN dengan beban kerja/bobot metabolik, hal ini dapat dilihat dari nilai korelasi sebesar R=0,95 dan R2 = 0,91, dengan tingkat signifikan (p<0,01), dengan persamaan y = 3,118x + 5,040. PEMBAHASAN 1. Konsumsi bahan kering Pada Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa konsumsi bahan kering dari ternak kuda berbeda-beda bergantung dari bobot dan beban kerja yakni 9,11 sampai 12,32 kg ekor -1hari -1, dengan rataan konsumsi bahan kering 10,24 kg ekor-1hari-1 dengan perbandingan hijauan : konsentrat 3,12:7,17 dan persentase 30: 70 persen. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Pilliner (1992) yang menyatakan, kuda yang memiliki tinggi 152-162 cm dan bobot 500 kg dengan tingkat kerja cepat atau pacuan, rasio hijauan:konsentrat yang diberikan adalah 30:70 atau dalam satuan kilogram sekitar 3,5 kg hijauan dan 8,5 kg konsentrat. Perbedaan yang terlihat adalah pada bobot kuda karena rekomendasi yang diberikan oleh Pilliner adalah kuda thoroughbred dengan bobot yang jauh lebih tinggi dengan kuda pacu Indonesia. Pada persamaan pendugaan di atas ternyata bahwa kebutuhan pakan dan zat-zat makanan dapat diduga dari konsumsi pakan. Berdasarkan hasil análisis regresi dan korelasi, ternyata kebutuhan bahan kering dapat diduga dari konsumsi dan beban kerja, dan bobot metaboli. Hal ini dapat dilihat dari hubungan yang sangat signifikan (p<0,01). Ini berarti bahwa
setiap penambahan 1 unit beban kerja per bobot metabolik akan menaikkan konsumsi bahan kering pakan. Frape (2004), menyatakan pemberian pakan pada kuda untuk pacuan memerlukan waktu 8 sampai 12 minggu untuk pemberian pakan khusus, dimulai dengan pemberian pakan konsentrat 5 kg setiap hari dan selesai pemberian pada 2 bulan berikutnya 8 sampai 8,5 kg. dimana 1/3 (sepertiga) diberikan pada pagi hari dan 2/3 (dua pertiga) diberikan pada malam hari dan dikurangi 3,5 sampai 4 kg per hari menjelang pacuan dan untuk pakan hay 5 sampai 5,5 kg per hari. 2. Kebutuhan Energi Tercerna (DE) Dari hasil analisis tersebut tampak bahwa semakin meningkatnya beban kerja dan bobot metabolik, maka kebutuhan DE semakin meningkat pula. Peterson et al. (1985) melakukan percobaan secara alami di arena pacuan dan lintas alam, mereka memperoleh dugaan kebutuhan DE = 168 + 29,9 kcal/Wt0.75, sedangkan dugaan kebutuhan pada percobaan ini DE= 271 + 0,968 kcal/Wt0.75. Hasil dugaan percobaan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendugaan yang dilakukan Peterson et al. (1985). Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan definisi beban kerja. Pada percobaan yang mereka lakukan, definisi beban kerja hanya mengacu pada kerja moderat seperti yang direkomendasikan oleh NRC (1989) dengan kebutuhan DE dinyatakan sebagai persamaan aljabar yakni kebutuhan hidup pokok + pertumbuhan yang merupakan fungsi umur. Perbedaan yang paling mendasar dalam percobaan ini dari NRC(1989); Anderson et al.(1983) dan Peterson et al. (1985) ialah dalam hal definisi beban kerja. Pada penelitian ini definisi beban kerja lebih tegas tidak memakai nilai relatif yang sukar diukur. Selain itu tingginya kebutuhan energi pada kuda percobaan ini disebabkan karena perbedaan iklim. Pada daerah tropis, ternak membutuhkan energi ekstra untuk proses termoregulasi sehingga kebutuhan energi per satuan bobot metabolik lebih tinggi dari pada ternak di negara beriklim sejuk. 3. Kebutuhan Protein Kasar Tercerna Hubungan konsumsi protein kasar tercerna dengan bobot metabolik dan beban kerja pada pengamatan ini berbeda sangat nyata (p<0,01). Dari hasil
analisis ini ternyata nilai R =0,95 dan R2 = 0,91 yang berarti bahwa 91% konsumsi protein dipengaruhi oleh beban kerja dan bobot metabolik. Akan tetapi bila dibandingkan dengan NRC (1989) ternyata konsumsi protein ini jauh lebih tinggi. NRC (1989) menunjukkan bahwa kebutuhan protein tercerna untuk kuda tidak dinyatakan secara mandiri tetapi terkait erat dengan kebutuhan DE, yakni tiap kebutuhan Mkal DE/hari membutuhkan 40 g protein kasar. Ternyata hasil penelitian untuk kebutuhan protein kasar hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Glade (1983), yakni kuda yang berumur 3 sampai 4 tahun yang dipacu pada jarak 1.207-1.710 m memerlukan protein sebesar 1.000 g. Selanjutnya Frape (2004) mengemukakan bahwa untuk kuda yang dipacu dan berburu membutuhkan protein 1.000-1.400 g/hari. Hinkle et al. (1981); Freeman et al. (1988), mengemukakan pemberian pakan yang tinggi kandungan protein untuk kuda kerja tidak menguntungkan karena akan berakibat pada peningkatan bobot yang berdampak pada penurunan prestasi saat dipacu. Selain dari itu Lewis, (1995) mengemukakan bahwa kebutuhan protein pada kuda dewasa relatif rendah, karena protein bukan sumber energi yang baik untuk kuda. Penggunaan protein sebagai sumber energi bagi kuda, membutuhkan enam kali lebih banyak panas yang dihasilkan dari protein yang digunakan untuk energi, ini akan berpengaruh tidak baik terhadap ketahanan kuda saat dipacu. 4. Kebutuhan Serat Kasar Pada percobaan ini ternyata kandungan serat kasar pakan adalah sekitar 20,19% dari bahan kering pakan, namun untuk ternak kuda, serat kasar yang tinggi dalam pakan bukan merupakan masalah karena kuda memiliki sistem pencernaan serat pada sekum dan kolon. NRC(1989) justru belum memberikan rekomendasi tentang kebutuhan serat kasar pada kuda. Kohnke (1992) mengemukakan, kuda membutuhkan serat yang cukup tinggi dalam pakan karena kuda memiliki sistem pencernaan fermentatif dalam sekum dan kolon. Oleh sebab itu, asupan serat dari penggembalaan atau jerami adalah penting untuk mempertahankan fungsi yang efisien pada pencernaan yang sehat. Akan tetapi, konsumsi serat kasar pada kuda berbeda dari ternak ruminansia karena kapasitas alat pencernaan yang hanya 1/3 dari rumen sapi. Hal ini didukung pula oleh
Meyer (2002) yang menyatakan bahwa kuda memiliki kemampuan cukup besar untuk mencerna serat akan tetapi dibatasi oleh volume lambung yang relatif kecil bila dibandingkan dengan ternak ruminansia, sehingga kapasitasnya lebih sedikit. Untuk itu Pilliner (1993) mengemukakan bahwa pemberian pakan serat seperti hijauan sebaiknya dilakukan sedikit-sedikit dengan frekuensi 3-4 kali sehari, sehingga tidak terjadi gangguan metabolisme pada sistem pencernaan kuda. 5. Kebutuhan Lemak Pendugaan kebutuhan lemak pada percobaan ini melalui bobot metabolik dan beban kerja, diperoleh hasil untuk kebutuhan lemak (kg.hari-1) = 0,287 + 0,177x. Penentuan kebutuhan lemak sama dengan serat kasar dan belum ada yang baku untuk kuda. Dengan demikian perolehan pada pendugaan ini merupakan suatu terobosan yang baru dimana untuk memformulasikan pakan untuk kuda pacu sudah diperoleh. Informasi yang diperoleh saat ini, ternyata kebutuhan lemak untuk kuda pacu merupakan tren yang baru di area perkudaan tingkat internasional yang ternyata bahwa lemak mempunyai peran yang sangat baik sebagai sumber energi pada saat kuda dipacu. Duberstein dan Johnson (2009) mengemukakan bahwa saat ini diet lemak tinggi merupakan tren yang relatif baru di industri kuda. Hal ini telah menunjukkan bahwa kuda dapat mentolerir level lemak yang cukup tinggi dalam diet mereka, karena lemak merupakan sumber energ yang sangat baik dan merupakan energi yang mudah dicerna oleh kuda. Lebih lanjut dikemukakan bahwa produk pakan komersial saat ini menerapkan untuk penambahan lemak sekitar 6 sampai 12 persen dalam ransum kuda, karena dengan menambahkan lemak dalam pakan dapat meningkatkan kepadatan energi pada kuda. Akan tetapi, kebutuhan nutrien lain harus benar-benar tersedia, karena dengan penambahan lemak akan mengakibatkan konsumsi pakan kuda menurun. Oleh sebab itu, penting untuk memastikan bahwa semua nutrisi lainnya (yaitu, protein, vitamin, mineral) juga cukup baik serta dalam keadaan seimbang untuk memenuhi kebutuhan kuda. 6. Kebutuhan Kalsium dan Fosfor Rataan konsumsi kalsium dan fosfor pada pengamatan ini adalah 0,08:0,04 kg yang berarti mempunyai rasio perbandingan 2:1. Apabila dibandingkan dengan
kebutuhan mineral kalsium dan fosfor yang direkomendasikan oleh NRC (1989) ternyata pada pengamatan ini jauh lebih rendah. Hal ini mungkin disebabkan karena pakan yang diberikan atau digunakan mengandung dedak dan gabah yang cukup tinggi sehingga menghambat pencernaan mineral tersebut karena gabah dan dedak padi mengandung fitat yang tinggi sehingga mengikat kedua unsur mineral ini. Kebutuhan mineral kalsium dan fosfor ini harus diperhatikan karena defisiensi mineral ini akan berpengaruh pada kesehatan ternak. Selain itu, kandungan Ca dan P pada ransum harus benar-benar seimbang, karena ketidak-seimbangan kedua mineral ini akan berdampak pada proses pencernaan mineral itu sendiri. Kandungan fosfor yang lebih tinggi dari kalsium dalam pakan akan menyebabkan defisiensi kedua mineral ini. Richards et al (2006) mengemukakan bahwa kandungan mineral kalsium dan fosfor dalam pakan harus benar-benar seimbang, yakni 2:1, karena berdasarkan penelitian mereka ternyata kelebihan fosfor dalam pakan menyebabkan kandungan fosfor dalam urine kuda tinggi. Selanjutnya Firth (2004) mengemukakan, kuda membutuhkan pakan tambahan berupa vitamin dan mineral dalam pakan, karena vitamin dan mineral merupakan feed supplemen maupun feed aditive untuk melengkapi kekurangan nurisi dalam ransum kuda. Williamson et al (2007) mengemukakan, selain mineral maka vitamin merupakan senyawa organik yang sangat penting, sehingga harus tersedia dalam tubuh untuk mengaktifkan reaksi penting untuk proses hidup dari ternak. Dalam kebanyakan kasus, program pemberian pakan hijauan yang dikombinasikan dengan konsentrat dengan formula yang baik akan memberikan mineral dan vitamin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kuda. Patterson (2007), mengemukakan bahwa kebutuhan kalsium dan fosfor untuk kuda adalah 6,3 persen dari bobot dengan rasio 2:1, yang berarti lebih kurang 180 g/ekor/hari untuk kalsium dan apabila dibandingkan dengan rataan konsumsi mineral kalsium pada penelitian ini hanya lebih kurang 80 g/ekor/hari, maka konsumsi kuda pacu persilangan throughbred dengan kuda poni Indonesia hanya setengah dari rekomendasi ini. Penyebab rendahnya konsumsi kalsium dan fosfor dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan juga oleh perbedaan postur kuda pacu.
7. Kebutuhan BETN Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) adalah bagian dari bahan makanan
yang mengandung karbohidrat, gula, dan pati. Pada penelitian ini konsumsi BETN cukup tinggi pada kuda pacu. Hal ini disebabkan karena pakan yang diberikan mempunyai kandungan konsentrat yang tinggi sehingga kebutuhan BETN ini akan terpenuhi. Selain itu, karena pengukuran ini dilakukan pada kuda yang dipacu, maka kebutuhan karbohidrat harus benar-benar memiliki nilai biologis yang tinggi karena kuda yang dipacu membutuhkan energi ekstra dan siap digunakan untuk dipacu. Akan tetapi Frape (2004) mengemukakan bahwa pemberian pati yang tinggi pada kuda harus diimbangi dengan kerja kuda tersebut. Bila tidak diimbangi dengan kerja maka akan mengakibatkan gangguan pada pencernaan kuda sehingga timbul penyakit seperti ketosis dan kolik. Oleh sebab itu, penggunaan jagung yang tinggi karbohidrat dibatasi pada kuda pacu karena berpeluang untuk terjadinya gangguan penyakit tersebut. Tabel 8. Hasil Estimasi Kebutuhan Energi Tercerna (DE) serta Nutrien Pakan Penelitian dan NRC (1989) N Bobot Beban Kerja Kebutuhan DE(Mcal), PK, Ca, P (kg ekor-1 hari-1) (kg) (BJ.JT.K) Hasil Penelitian NRC (1989) (kg.km.mnt) (2 x Maintenance DE) Energi Protein Energi Protein (DE) Kasar Ca P (DE) Kasar Ca
P
1
200-224
22,28
21,97
1,28
0,10
0,06
14,80
0,61
0,02
0,01
2
225-249
38,53
22,58
1,45
0,11
0,06
16,30
0,67
0,02
0,01
3
250-274
38,02
24,75
1,44
0,11
0,06
17,80
0,73
0,03
0,01
4
275-299
51,27
25,18
1,51
0,10
0,06
19,30
0,79
0,03
0,01
5
300-349
54,75
26,32
1,51
0,10
0,06
20,80
0,86
0,03
0,01
6
350-374
63,82
29,53
1,53
0,12
0,06
23,80
0,98
0,04
0,02
7
375-384
105,75
29,97
1,82
0,12
0,06
25,30
1,04
0,04
0,02
Keterangan: BJ= Bobot Joki (kg), JT= Jarak Tempuh (km), K= Kecepatan(km/menit)
Pada Tabel 8 diatas ditampilkan hasil analisis korelasi antara konsumsi dengan beban kerja maka diperoleh dugaan kebutuhan energi dan nutrien pakan untuk kuda pacu Indonesia dengan bobot 200 kg sampai 375 kg dengan beban kerja yakni 22,28 sampai 105,75 (kg.km.mnt). Tampak jelas terlihat bahwa
perbedaan bobot dan beban kerja mengakibatkan perbedaan kebutuhan energi tercerna dan nutrien pakan. Hasil pendugaan penelitian ini dibandingkan dengan metode estimasi kebutuhan dari NRC (1989), dan diperoleh hasil kebutuhan energi tercerna dan nutrien pakan kuda pacu penelitian jauh lebih tinggi dari dugaan kebutuhan yang direkomendasikan NRC (1989). Dalam penelitian ini beban kerja didefinisikan dari bobot joki, jarak tempuh, dan kecepatan. Pendugaan kebutuhan energi tercerna yang direkomendasikan oleh NRC (1989), beban kerja dinyatakan sebagai faktor kelipatan dari kebutuhan hidup pokok, bagi kerja ringan, moderat dan intensif. Faktor kelipatan tersebut adalah 1,25; 1,5, dan 2,0. Peterson et al. (1985) melakukan percobaan secara alami di arena pacuan dan lintas alam, mereka memperoleh dugaan kebutuhan DE = 168 + 29,9 kcal/Wt0.75, sedangkan dugaan kebutuhan pada percobaan ini DE= 276 + 27,6 kcal/Wt0.75. Hasil dugaan percobaan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendugaan yang dilakukan Peterson et al. (1985). Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena definisi beban kerja. NRC (1989) menunjukkan bahwa kebutuhan protein tercerna untuk kuda tidak dinyatakan secara mandiri, tetapi terkait erat dengan kebutuhan DE, yakni tiap kebutuhan Mkal DE/hari membutuhkan 40 g protein kasar dan hasil penelitian ini jauh lebih tinggi dari rekomendasi tersebut. Ternyata hasil penelitian untuk kebutuhan protein kasar hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Glade (1983), kuda yang berumur 3 sampai 4 tahun yang dipacu pada jarak 1.207-1.710 m memerlukan protein sebesar 1.000 g. Selanjutnya Frape (2004) mengemukakan bahwa untuk kuda yang dipacu dan berburu membutuhkan protein 1.000-1.400 g/hari. Tingginya kebutuhan penelitian ini dibandingkan dengan beberapa penelitian tersebut, kemungkinan besar disebabkan karena nilai biologis pakan lokal yang digunakan rendah. Jadi walaupun kelihatan tinggi, sedikit yang bisa digunakan oleh kuda pacu. Hinkle et al. (1981); Freeman et al. (1988), mengemukakan pemberian pakan yang tinggi kandungan protein untuk kuda kerja tidak menguntungkan, karena akan berakibat pada peningkatan bobot yang berdampak pada prestasi saat dipacu. Selain itu Lewis and Bayley (1995)
mengemukakan bahwa kebutuhan protein pada kuda dewasa relatif rendah, karena protein bukan sumber energi yang baik untuk kuda. Tenyata kebutuhan mineral kalsium dan fosfor yang direkomendasikan oleh NRC (1989) jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian ini. Hal ini mungkin disebabkan karena pakan yang digunakan mengandung dedak dan gabah yang cukup tinggi sehingga menghambat pencernaan mineral tersebut karena gabah dan dedak padi mengandung fitat yang tinggi sehingga mengikat kedua unsur mineral ini, yang berdampak pada tingginya kebutuhan mineral pada penelitian ini. Selain itu, tingginya kebutuhan mineral pada kuda pacu yang dipacu, disebabkan karena dalam proses metabolisme energi tersebut, sangat membutuhkan mineral kalsium dan fosfor. Kebutuhan mineral kalsium dan fosfor ini harus diperhatikan karena, defisiensi mineral ini akan berpengaruh pada kesehatan ternak. Selain itu, kandungan Ca dan P dalam ransum harus benar-benar seimbang, karena ketidak seimbangan kedua mineral ini akan berdampak pada proses pencernaan mineral itu sendiri. Apabila kandungan fosfor lebih tinggi dari kalsium dalam pakan akan menyebabkan defisiensi kedua mineral ini. Richards et al. (2006) mengemukakan bahwa kandungan mineral kalsium dan fosfor dalam pakan harus benar-benar seimbang yakni 2:1, karena berdasarkan penelitian mereka ternyata kelebihan fosfor dalam pakan menyebabkan kandungan fosfor dalam urine kuda tinggi, sehingga mineral ini banyak yang keluar melalui urine. Selanjutnya Firth (2004) mengemukakan, kuda membutuhkan pakan tambahan berupa vitamin dan mineral dalam pakan, karena vitamin dan mineral merupakan feed supplemen maupun feed additive untuk melengkapi kekurangan nutrisi dalam ransum kuda. Williams (2007) mengemukakan, selain mineral, maka vitamin merupakan senyawa organik yang sangat penting, sehingga harus tersedia dalam tubuh untuk mengaktifkan reaksi penting untuk proses hidup ternak. Dalam kebanyakan kasus, program pemberian pakan hijauan yang dikombinasikan dengan konsentrat dengan formula yang baik akan memberikan mineral dan vitamin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kuda. Patterson (2007), mengemukakan bahwa kebutuhan kalsium dan fosfor untuk kuda adalah 6,3 persen dari bobot.
SIMPULAN Selama ini dalam praktek sehari-hari kebutuhan nutrisi kuda hanya didasarkan kepada kebutuhan maintanence saja. Menurut hasil penelitian ini kebutuhan tersebut dapat dipilah menjadi kebutuhan maintanence dan produksi (kinerja). Kebutuhan maintanence terkait erat dengan bobot badan metabolik kuda, sedangkan kebutuhan produksi dapat dinyatakan sebagai fungsi dari bobot joki, jarak tempuh dan waktu tempuh. Pendugaan kebutuhan kuda akan energi KE=17,91W0.75 + 10.88P/ W0.75 dimana KE = kebutuhan energi(DE Mkal/hr) dan W adalah bobot badan kuda dan P adalah beban kerja yang merupakan perkalian dari bobot joki (kg) x jarak tempuh (km) x kecepatan(km/menit). Demikian juga dengan pendugaan kebutuhan bahan kering (KBK) = 7,989 W0.75 + 4,95P/ W0.75, protein (KP)= 1,581W0.75 + 0,971P/ W0.75, kalsium (KCa)= 0,080 W0.75 + 0,049 P/W0.75 dan fosfor (KF )= 0,043 W0.75 + 0,027 P/ W0.75 (kg ekor-1 hari-1). DAFTAR PUSTAKA Anderson CE, GD, JL Kreider, CC Courtney.1983. Digestible energy requirements for horses. J. Anim. Sci. 56 : 91-95. Duberstein JK, Johnson ED. 2009. How to Feed a Horse: Understanding Basic Principles of Horse Nutrition. The University of Georgia and Ft. Valley State University, the U.S. Department of Agriculture and counties of the state cooperating. Firth EC. 2006. The response of bone, articular cartilage and tendon to exercise in the horse. Institute of Veterinary, Animal and Biological Sciences, Massey University, Palmerston North, New Zealand. Frape D. 2004 Equine Nutrition and Feeding. Churcill Livington Inc. New York. Freeman DW, Potter GD, Scheling GT, Kreider JL. 1988. Nitrogen metabolism in mature horses at varying of work. J. Anim. Sci. 66 : 407. Glade MJ. 1983. Nutrition and Performance of Racing Thoroughbred. Eq. Vet. J. 17 : 381-385. Hinkle DK, Potter GD, Kreider JL, Scheling DT, Anderson JG. 1981. Nitrogen balance in exercising mature horses fed varying levels of protein. P.91. in Proc. 7th. Eq. Nutr.Physiol. Soc. Simp. Warrenton, Va. exercised muscle of normal subjects by creatine supplementation. Clinical Sci. 83.
Kohnke JR, Kelleher F, Trevor-Jones P. 1999. Feeding Horses in Australia: A Guide for Horse Owners and Managers. RIRDC Publication No. 99/49, RIRDC Project No. UWS-13A. Lewis L, Febiger L. 1982. Basic Horse Nutrition. Equine Section, Department of Animal Sciences. Agriculture home Economics. 4th Development University of Kentucky . College of Agriculture. Asc-114. Lewis AJ, Bayley HS. 1995. Amino acid bioavailability. In: Bioavailability of Nutrients for Animals: Amino Acids, Minerals, and Vitamins. Ammerman, C. B., D. H. Baker, and A. J. Lewis, eds. San Diego, CA: Academic Press. Pp. 35-65. Meyer H, Coenen M. 2002. Feeding horses. Blackwell Science Publishing. Berlin-Wien, 4th Edition, p. 59. Nutrition Requirement of Horses. 1989. 5th Revised ed. National Academy Press. Washington DC. Nutrition Requirement of Horses. 2007. 6th Revised ed. National Academy Press. Washington DC. Petterson PH, Coon CN, Hughes IM. 1985. Protein requirements of mature working horses. J. Anim. Sci. 61 : 187-196. Petterson-Kane JC. 2007. Gap junction protein expression and cellularity: comparison of immature and adult equine digital tendons. Journal of Anatomy 211, 325–334. Pilliner S. 1992. Horse Nutrition and Feeding. Blackwell Science Ltd, London. Pilliner S. 1993. Getting Horses Fit. Second Edition. Blackwell Science Ltd, London. Richards, N. Hinch, G.N & Rowe, J.B. 2006. The effect of current grain feeding practices on hindgut starch fermentation and acidosis in the Australian racing Thoroughbred. Australian Veterinary Journal 84, 402-407. Williams C. 2007. Feeding Management of the Three-Day Event Horse. an associate equine specialist at Rutgers, the State University of New Jersey. Williamson, A., C.W. Rogers, and E.C. Firth. 2007. A survey of feeding, management and faecal pH of Thoroughbred racehorses in the North Island of New Zealand. N. Z. Vet. J. 55:337-341.
6 FORMULASI RANSUM BERBASIS PAKAN LOKAL ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk membuat formula ransum kuda pacu Indonesia yang selama ini belum ada standarnya. Oleh karena tujuan produksi kuda pacu ialah prestasi maka pakan yang diformulasi harus diuji kualitasnya melalui uji tanding antara pakan lokal dan pakan impor. Penelitian ini dilakukan pada 14 ekor kuda pacu dengan jarak tempuh 800 m sampai 1.600 m, dengan pemberian pakan yang berbeda yakni pakan lokal dan pakan impor. Pakan lokal disusun atas pakan yang palatabel sebagai hasil dari percobaan kafetaria, sedangkan jumlah pemberian pakan masih mengikuti yang diterapkan oleh trainer serta mempertimbangkan beban kerja sesuai hasil penelitian terdahulu. Hasil yang diperoleh ternyata, konsumsi bahan kering (6,44-8,17kg ekor-1hari-1), energi (23,35-28,33 Mkal ekor-1hari-1) dan nutrien pakan lokal lebih tinggi dibandingkan dengan pakan impor yakni konsumsi bahan kering (5,78-7,78 kg ekor-1hari-1), energi (19,42-25,88 Mkal ekor-1hari-1). Akan tetapi untuk prestasi yang dicapai ternyata kuda pacu yang mengkonsumsi pakan lokal dapat bersaing dengan yang mengkonsumsi pakan impor. Bahan baku pakan lokal dapat digunakan tanpa banyak mengganggu selera makan kuda asalkan ransum diformulasikan secara seimbang sesuai dengan kebutuhan. Ransum pakan lokal tersebut memiliki mutu yang memadai dan tidak kalah dibanding dengan formula ransum impor. Kuda yang mengkonsumsi pakan lokal dapat memperoleh prestasi yang optimal bila turut dipertimbangkan per pemberiannya mengikuti pola latihan yang diberikan oleh para trainer. Kata kunci : formulasi ransum, pakan lokal, pakan impor, kecepatan PENDAHULUAN Formulasi ransum untuk ternak menuntut pengetahuan tentang kandungan energi dan nutrien pakan yang dipakai sebagai ingredien. Untuk kuda pacu Indonesia, sampai saat ini belum ada standarisasi kebutuhan pakan dan nutrien. Penelitian ini dilakukan untuk dijadikan landasan pada formulasi ransum ini. Adapun landasan untuk mengestimasi kebutuhan ini telah dilakukan yaitu melalui metode trainer, metode kafetaria dan estimasi kebutuhan melalui konsumsi energi tercerna (DE) dan nutrien pakan, sehingga membutuhkan waktu, tenaga dan dana yang cukup besar untuk memperoleh hasil formulasi ini. Mengingat kebutuhan kuda pacu berbeda dari ternak lain maka penentuan kebutuhan harus disesuaikan dengan pola latihan sampai pada persiapan dipacu. Sebagai langkah terakhir untuk menguji formula ransum ini maka dilakukan penelitian dengan membandingkan hasil formulasi pakan lokal dengan pakan impor yang biasanya digunakan oleh para peternak kuda pacu di Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah pakan lokal dapat bersaing dengan pakan impor, sehingga ketergantungan pada pakan impor yang harganya mahal dapat diatasi dengan menggunakan pakan lokal. BAHAN DAN METODE Bahan: - Pakan lokal yakni jagung kuning, dedak halus, bungkil kelapa, kacang kedelai, kacang hjau, serta gabah. - Hijauan pakan yang digunakan adalah rumput lapang (Pannicum muticum), Brachiaria mutica, serta tebon jagung. Ternak : - 16 ekor kuda pacu dengan jarak tempuh 800 m sampai 1.600 m Cara Pengukuran : - Konsumsi pakan - Penimbangan bobot joki, jarak tempuh, waktu tempuh - Prestasi (kecepatan) Peubah : - Konsumsi BK, energi, protein, serat kasar, Ca dan P - bobot joki - jarak tempuh - waktu tempuh Adapun hasil analisis komposisi ransum percobaan ditampilkan pada Tabel 9 berikut ini. Tabel 9. Komposisi pakan lokal dan pakan impor percobaan Jenis pakan Impor* Lokal** Hijauan**
Bahan Kering 90,00 90,15 87,46
Energi (Mkal/kg) 3,57 3,75 3,56
Protein % 13,00 24,35 8,33
Serat Kasar (%) 8,00 3,07 34,64
Lemak (%) 10,00 4,37 1,65
Ca (%) 0,70 1,15 0,67
P (%) 0,40 0,60 0,44
*) Berdasarkan label pada kemasan pakan **) Hasil Analisis Lab. Ilmu dan Teknologi Pakan IPB 2007.
Ransum lokal disusun berdasarkan hasil percobaan 1, 2, dan 3, dibandingkan dengan pakan impor, yakni untuk jenis dan komposisi pakan lokal disusun berdasarkan pada hasil pengamatan melalui metode kafetaria yang
disesuaikan dengan program latihan melalui metode trainer dan untuk konsumsi dan kebutuhan berdasarkan beban kerja (penelitian 3), dengan proporsi pakan hijauan dan konsentrat 30:70. HASIL Hasil pengukuran kebutuhan melalui metode trainer, metode kafetaria serta pendugaan kebutuhan melalui kosumsi dan beban kerja, maka dibuatlah formula ransum pakan lokal dan diberikan pada ternak kuda pacu untuk diuji/dibandingkan dengan ternak yang mengkonsumsi pakan impor terhadap prestasi kuda saat dipacu. Adapun konsumsi pakan, energi dan nutrien pakan impor ekor-1hari-1 percobaan dapat dilihat pada Table 10. Tabel 10. Konsumsi Bahan Kering, Energi, Protein kasar, Serat kasar, Lemak, Ca dan P Pakan Impor N Kons Bobot Jarak Waktu Kons E PK SK Lemak Ca P BK Joki Tempuh Tempuh (Mkal) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (km) (menit) 1 5,78 19,42 0,73 0,57 0,55 0,04 0,02 51,0 0,8 0'.53" 2 6,78 22,67 0,86 0,67 0,64 0,05 0,03 51,0 1,0 1'.08" 3 5,88 19,46 0,74 0,60 0,55 0,04 0,02 51,0 1,0 1'.04" 4 6,88 22,71 0,87 0,70 0,64 0,05 0,03 51,5 1,2 1'.18" 5 6,88 22,71 0,87 0,70 0,64 0,05 0,03 53,5 1,2 1'.19" 6 7,68 25,88 0,98 0,74 0,73 0,05 0,03 52,0 1,4 1'.35" 7 7,78 25,92 0,98 0,78 0,73 0,05 0,03 52,0 1,4 1'.32" 8 7,68 25,88 0,98 0,74 0,73 0,05 0,03 52,5 1,6 1'.47" Pada Tabel 11 berikut ini, diperlihatkan rataan konsumsi pakan, energi dan nutrien pakan lokal ekor-1hari-1. Tabel 11. Konsumsi Bahan Kering, Energi, Protein kasar, Serat kasar, Lemak, Ca dan P Pakan Lokal N Kons Bobot Jarak Waktu Kons E PK SK Lemak Ca P BK Joki Tempuh Tempuh (Mkal) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (km) (menit) 1 6,44 23,35 1,47 0,38 0,27 0,07 0,04 51,0 0,8 0'.54" 2 6,98 25,17 1,59 0,43 0,29 0,08 0,04 51,0 1,0 1'.05" 3 6,98 25,17 1,59 0,43 0,29 0,08 0,04 51,0 1,0 1'.01" 4 7,53 26,98 1,71 0,47 0,31 0,08 0,04 51,5 1,2 1'.20" 5 7,53 26,98 1,71 0,47 0,31 0,08 0,04 53,5 1,2 1'.21" 6 8,08 28,80 1,83 0,52 0,33 0,09 0,05 52,0 1,4 1'.34" 7 8,08 28,80 1,83 0,52 0,33 0,09 0,05 52,0 1,4 1'.37" 8 8,17 28,83 1,84 0,55 0,33 0,09 0,05 52,5 1,6 1'.54"
Hasil penelitian untuk melihat potensi pakan lokal untuk kuda pacu Indonesia dilakukan dengan melakukan uji tanding untuk membandingkan prestasi yang dicapai antara kuda pacu yang diberi pakan impor dan pakan lokal, hasil tersebut disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil pengamatan prestasi kuda pacu dengan menggunakan pakan impor dan pakan lokal Ternak WAKTU TEMPUH KECEPATAN BOBOT JARAK Pakan Pakan Pakan JOKEY TEMPUH Pakan Lokal Impor Lokal (kg) (km) Impor (mnt) (mnt) (km/mnt) (km/mnt) 1 51,0 0,8 0'.53" 0'.54" 1,51 1,48 2 51,0 1,0 1'.08" 1'.05" 0,93 0,95 3 51,0 1,0 1'.04" 1'.01" 0,96 0,99 4 51,5 1,2 1'.18" 1'.20" 1,02 1,00 5 53,5 1,2 1'.19" 1'.21" 1,01 0,99 6 52,0 1,4 1'.35" 1'.34" 1,04 1,04 7 52,0 1,4 1'.32" 1'.37" 1,06 1,02 8 52,5 1,6 1'.47" 1'.54" 1,09 1,04 Pengamatan ini dilakukan pada pacuan kuda yang diselenggarakan oleh Pordasi SULUT dalam rangka HUT Provinsi Sulawesi Utara ke 46 di lokasi pacuan kuda “Maesa” Tompaso Minahasa SULUT pada bulan Oktober 2010. Pada kegiatan pacuan ini dilaksanakan sebanyak 15 race, dengan jarak tempuh 600 m sampai 1.600 m. Dalam penelitian ini pengamatan dilakukan pada kuda dengan jarak tempuh 800 m; 1.000 m; 1.200 m; 1.400 m dan 1.600 m. Hasil yang diperoleh, ternyata kuda pacu yang mengkonsumsi pakan impor dengan kuda yang mengkonsumsi pakan lokal mempunyai prestasi yang hampir sama saat dipacu. Pada jarak tempuh 800 m, ternyata kuda yang diberi pakan impor mengungguli kuda yang diberi pakan lokal dengan selisih waktu 0'.1" saja, yakni untuk kuda yang diberi pakan lokal waktu tempuh 0'.54". Sedangkan kuda yang diberi pakan impor 0'.53". Selanjutnya pada jarak tempuh 1.000 m dengan pengamatan masing-masing 2 (dua) sampel kuda ternyata bahwa kuda pacu yang mengkonsumsi pakan lokal menungguli kuda pacu yang mengkonsumsi pakan impor. Pada jarak 1.200 m sampel diambil masing-masing 2(dua) ekor kuda pacu dan ternyata kuda pacu yang diberi pakan lokal dapat mengungguli ternak yang mengkonsumsi pakan impor walaupun hanya selisih
0'.1" saja. Lomba pada jarak 1.400 terdiri atas dua kelas pacuan yakni kelas C dan calon derby. Data diambil pada dua kelas tersebut, ternyata untuk kuda pada kelas C, kuda yang mengkonsumsi pakan lokal bisa mengungguli kuda yang mengkonsumsi pakan impor dengan selisih waktu 0'.1". Sebaliknya pada calon derby, kuda yang mengkonsumsi pakan impor mengungguli kuda yang mengkonsumsi pakan lokal, dengan perbedaan waktu 0'.4". Pada jarak 1.600 m terbuka, ternyata kuda yang diberi pakan impor berhasil mengungguli kuda yang mengkonsumsi pakan lokal, dengan selisih waktu kurang lebih 0'.6". PEMBAHASAN Apabila dilihat dari hasil yang diperoleh pada saat pacuan, ternyata penggunaan pakan lokal tidak kalah dibandingkan dengan kuda yang menggunakan paka impor. Perbedaan yang terlihat hanya pada konsumsi energi, protein kasar, kalsium, dan fosfor. Konsumsi energi, protein kasar, kalsium, dan fosfor untuk kuda yang diberi pakan lokal lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pakan impor. Tingginya konsumsi tersebut tidak memberikan jaminan untuk prestasi kuda yang mengkonsumsi pakan lokal, karena dapat dikatakan pakan impor lebih efisien digunakan dari pada pakan lokal. Hal ini mungkin disebabkan karena kualitas (nilai biologis) pakan lokal lebih rendah dibandingkan dengan pakan impor. Komposisi pakan impor terdiri atas oats, bren serta campuran hijauan dalam bentuk hay yang baik. Pakan lokal hanya mengandalkan jagung dan gabah sebagai sumber energinya dengan penggunaan hijauan segar yang mempunyai kadar nutrien yang lebih rendah dibandingkan dengan sumber pakan hijauan yang memang diperuntukkan untuk kuda pacu. Hal ini kemungkinan besar disebabkan tingkat kebiasaan dari kuda mengkonsumsi pakan, karena kuda pacu Indonesia adalah kuda persilangan kuda lokal dan kuda thoroughbred yang biasanya dengan pola pemberian pakan hijauan dalam bentuk segar. Frape (2004) mengemukakan walaupun kandungan TDN jagung sama dengan gandum, yakni 80%, kualitasnya berbeda antara jagung dan gandum, karena jagung mengandung karbohidrat yang kompleks sehingga jagung memiliki nilai energi lebih rendah 15 persen dari gandum. Lebih lanjut dikatakan bahwa
kandungan protein jagung rendah, walaupun serat kasarnya lebih rendah dari gandum akan tetapi gandum memiliki kualitas yang lengkap untuk kuda pacu. SIMPULAN Bahan baku pakan lokal dapat digunakan tanpa banyak mengganggu selera makan kuda asalkan ransum diformulasikan secara seimbang sesuai dengan kebutuhan. Ransum pakan lokal tersebut memiliki mutu yang memadai dan tidak kalah dibanding dengan formula ransum impor. Kuda yang mengkonsumsi pakan lokal dapat memperoleh prestasi yang optimal bila turut dipertimbangkan per pemberiannya mengikuti pola latihan yang diberikan oleh para trainer. Bahan baku pakan lokal dapat digunakan tanpa banyak mengganggu selera makan kuda asalkan ransum diformulasikan secara seimbang sesuai dengan kebutuhan. Ransum pakan lokal tersebut memiliki mutu yang memadai dan tidak kalah dibanding dengan formula ransum impor. DAFTAR PUSTAKA Frape D. 2004. Equine Nutrition and Feeding. Churcill Livington Inc. New York.
7 PEMBAHASAN UMUM Keberhasilan usaha ternak pada dasarnya bergantung pada breeding, feeding dan manajemen, yang merupakan suatu landasan berhasilnya suatu usaha peternakan tersebut. Pada kuda pacu, penentuan kebutuhan pakan, energi dan nutrien membutuhkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan, mengingat manajemen pemeliharaan kuda pacu berbeda dari ternak lain. Tujuan produksi kuda pacu adalah untuk mencapai prestasi yang maksimal saat dipacu. Suatu hal yang tidak bisa diabaikan ialah faktor yang paling menentukan prestasi tersebut adalah program latihan yang dilakukan oleh trainer kuda pacu, karena trainer bertanggung jawab penuh atas keberhasilan kuda pacu tersebut. Oleh sebab itu, untuk mengetahui bagaimana cara penanganan pada kuda pacu maka dilakukan pengamatan bagaimana melatih dan memberi pakan kuda pacu yang dilakukan oleh para trainer yang ada di SULUT. Ternyata bahwa program latihan harus disesuaikan dengan kebutuhan pakan kuda pacu, sehingga pemberian pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan saat latihan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pemberian pakan yang dilakukan oleh para trainer tersebut bervariasi mulai dari awal persiapan latihan selama lebih kurang 1,5 bulan menurun sampai saat dipacu, yang dimulai dengan pemberian pakan yang cukup tinggi yakni 11 sampai 12 kg ekor-1hari-1 dan pada minggu terakhir menjelang pacuan menjadi 8,00 kg sampai 10,00 kg bahan kering ekor-1hari-1.. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan bobot yang ideal serta memiliki kondisi yang prima saat dipacu. Dari pengamatan ini ternyata walaupun trainer tersebut hanya memiliki ketrampilan melatih secara turun temurun serta pengalaman, dapat memberikan hasil berupa prestasi yang maksimal pada kuda saat dipacu. Program latihan yang diberlakukan oleh trainer yakni dengan latihan ringan diawal latihan berupa warming-up selama 30-60 menit setiap pagi dalam seminggu, walk 15-20 menit hari-1 yang dilakukan 3 kali minggu-1, trott rata-rata 30 menit hari-1 dilakukan 2 kali minggu-1, canter 20 menit hari-1 dilakukan 2 kali minggu-1, gallop 5 menit hari-1 yang dilakukan 2 kali minggu-1 dan pacu 5 menit hari-1 dilakukan seminggu sekali. Latihan gallop dan pacu dilakukan seminggu menjelang pacuan. Numaker et al (2007) mengemukakan bahwa program latihan
merupakan suatu program yang sangat penting untuk keberhasilan kuda pacu, karena dengan program latihan yang baik maka resiko cedera pada saat dipacu dapat dihindari. Suatu metode yang dapat dilakukan untuk memperoleh kebutuhan pakan dan nutrien untuk ternak ialah melalui metode kafetaria, dimana ternak diberi kesempatan untuk memilih pakan yang disukai sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Hasil penelitian diperoleh bahwa kuda pacu mampu memilih sendiri pakan yang ia inginkan sesuai kebutuhannya, sehingga untuk mengetahui kebutuhan pakan dan nutrien kuda pacu dapat diperoleh dari jenis pakan dan jumlah konsumsi tersebut. Kuda pacu merupakan ternak yang tujuan pemeliharaannya adalah untuk memperoleh prestasi yang maksimal saat dipacu maka, kebutuhannya jelas berbeda dengan kuda kerja seperti menarik beban dan tranportasi, sehingga untuk memperoleh kebutuhan yang optimal pada masing-masing kerja tersebut ditentukan oleh beban kerja. Pada penelitian ini diarahkan pada kebutuhan pakan dan nutrien kuda pacu sesuai dengan beban kerja, yakni bobot joki, jarak tempuh, dan waktu tempuh. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan kuda pacu pada beban kerja tersebut, dan ternyata bahwa kebutuhan saat latihan berbeda dari kebutuhan saat dipacu. Formulasi ransum menuntut pengetahuan tentang kandungan energi dan nutrien pakan yang digunakan sebagai ingredien. Energi tercerna (DE) merupakan satuan yang paling mudah, untuk itu maka salah satu pendekatan yang dilakukan ialah melalui pengukuran konsumsi energi dan pakan tercerna, yang kemudian dianalisis hubungannya dan diperoleh bahwa kebutuhan pakan dapat diduga dari konsumsi energi dan nutrien tercerna serta beban kerja dan bobot metabolik. Dari hasil yang diperoleh melalui metode trainer, metode kafetaria serta pendugaan melalui konsumsi, beban kerja dan bobot metabolik, maka dibuatlah suatu formulasi ransum pakan lokal. Ternyata pakan lokal dapat diformulasikan untuk pakan kuda pacu Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan melalui uji tanding antara kuda pacu yang diberi pakan lokal dan pakan impor. Hasil yang diperoleh ternyata penggunaan pakan lokal tidak kalah dengan pakan impor, karena ada
beberapa beban kerja, kuda pacu yang mengkonsumsi pakan lokal bisa mengungguli kuda pacu yang mengkonsumsi pakan impor.
8 SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Dari hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Pemberian pakan oleh trainer saat latihan, telah disesuaikan dengan bobot badan (bobot badan metabolik) kuda. Selama program latihan tersebut konsumsi bahan kering, energi, protein, kalsium, fosfor dan BETN berkorelasi kuat dengan bobot metabolik. Dengan demikian pemberian pakan kuda pacu selama program latihan selain memperhatikan aspek program latihan juga sangat penting mengukur pemberian pakan/zat makanan yang mengacu pada bobot badan metabolik kuda. 2. Komposisi nutrisi ransum kuda menurut trainer adalah: mememiliki kandungan energi(GE) 3,87 Mkal/kg, kadar protein, serat kasar, lemak, kalsium dan fosfor masing-masing berturut-turut: 21,12; 9,3; 3,8; 1,0 dan 0,6%. Menurut pemberian pakan metode trainer konsumsi bahan kering, energi(GE), protein, serat kasar, lemak, kalsium dan fosfor adalah berturut-turut: 0,149 kg; 0,58 Mkal; 0,031 kg; 0,005 kg; 0,0001 kg dan 0,0009kg. 3. Dari hasil pengamatan metode kafetaria ini, maka dapat disimpulkan bahwa kuda pacu dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan cara memilih dan mengatur tingkat konsumsi setiap bahan yang tersedia. Rasio hijauan dan konsentrat berkisar 30:70%. Dari komponen konsentrat bahan yang paling banyak dikonsumsi adalah, jagung, gabah, dedak, bungkil kelapa, kedelai, kacang hijau. Terdapat
kecenderungan
bahwa
palatabilitas
pakan
ditentukan
oleh
kandungan/densitas energi dari pakan yang bersangkutan. Bahan pakan dengan densitas energi yang tinggi akan dikonsumsi lebih banyak. Namun demikian kuda juga membatasi konsumsi bahan pakan yang berenergi tinggi karena akan mengatur konsumsi untuk pemenuhan kebutuhan serat. Dari penelitian ini diketahui, bahwa kadar serat kasar ransum keseluruhan berkisar 17,91%. Sedangkan kandungan energi(DE) dan kadar protein ransum kuda adalah masingmasing 26,70 Mkal dan protein kasar 8,89%. rataan konsumsi bahan kering (bobot kuda 278-384kg)adalah 12,22 kg, dengan konsumsi energi (DE) 32,63 Mkal/kg, protein 1,08 kg, lemak 1,73 kg, serat kasar 2,19 kg, kalsium 0,66 kg serta fosfor 0,89 kg
4. Pendugaan kebutuhan kuda akan energi KE=10,88W0.75 + 17,91P/ W0.75 dimana KE = kebutuhan energi(DE Mkal/hr) dan W adalah bobot badan kuda dan P adalah beban kerja yang merupakan perkalian dari bobot joki (kg) x jarak tempuh (km) x kecepatan(km/menit). Demikian juga dengan pendugaan kebutuhan bahan kering (KBK) = 7,989 W0.75 + 4,95P/ W0.75, protein (KP)= 1,581W0.75 + 0,971P/ W0.75, kalsium (KCa)= 0,080 W0.75 + 0,049 P/W0.75 dan fosfor (KF )= 0,043 W0.75 + 0,027 P/ W0.75 (kg ekor-1 hari-1). 5. Bahan baku pakan lokal dapat digunakan tanpa banyak mengganggu selera makan kuda asalkan ransum diformulasikan secara seimbang sesuai dengan kebutuhan. Ransum pakan lokal tersebut memiliki mutu yang memadai dan tidak kalah dibanding dengan formula ransum impor. Kuda yang mengkonsumsi pakan lokal dapat memperoleh prestasi yang optimal bila turut dipertimbangkan per pemberiannya mengikuti pola latihan yang diberikan oleh para trainer. Bahan baku pakan lokal dapat digunakan tanpa banyak mengganggu selera makan kuda asalkan ransum diformulasikan secara seimbang sesuai dengan kebutuhan. Ransum pakan lokal tersebut memiliki mutu yang memadai dan tidak kalah dibanding dengan formula ransum impor.. 6. Pada dasarnya kebutuhan nutrisi kuda pacu dapat ditentukan dengan berbagai metode dan dapat dipilah lebih lanjut menjadi kebutuhan maintenance dan kebutuhan
produksi,
kebutuhan
kuda
tersebut
berbeda
dengan
yang
direkomendasikan oleh NRC(1989). Perbedaan ini perlu mendapat perhatian dalam formulasi ransum kuda. 7.Penggunaan bahan baku lokal dapat digunakan dengan mempertimbangkan terlebih dahulu palatabilitas dan kandungan nutrisinya. Mengingat harga bahan baku pakan lokal relatif lebih murah dan ketersediaan yang berkelanjutan maka terdapat peluang besar dan prospek yang baik dalam formulasi dan produksi ransum kuda pacu di Indonesia. SARAN Perlu dilakukan penelitian mengenai uji validasi formula kebutuhan, serta melakukan uji kafetaria pada jenis bahan baku yang lain, karena bahan baku pakan lokal sangat beragam baik dari segi ketersediaan dan juga mutunya.
DAFTAR PUSTAKA Anderson CE, Potter GD, Kreider JL, Courtney CC.1983. Digestible energy requirements for horses. J. Anim. Sci. 56 : 91-95. Baihaqi A. 1988. Pendugaan kebutuhan energi metabolis dan protein ayam broiler berdasarkan hasil pemberian makanan cara kafetaria [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bailey SR, Rycroft A, Elliott J. 2002. Production of amines in equine cecal contents in an in vitro model of carbohydrate overload. Journal of animal science 2002;80(10):2656-62. Blakely J, Bade DH. 1991. Ilmu peternakan. Edisi ke-empat. Alih bahasa Bambang Srigandono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Bowen IM, Hallowell GD. 2007. Practical ultrasonography of the equine eye. Equine Veterinary Education, 19(11), 600-605. Bumualim A, Kartiarso. 1985. Nutrition of draught animal with special reference to Indonesia. In Copland, J.W. (ed) Draught Animal Power for Production: Proceedings of an International Workshop Held at James Cook Univ.,1016 Juli 1985. Canbera: Aciar Proceeding No. 10:64-68. Burba JD. 2007. The Dilemma of Bucked Shins in the Racehorse. DVM, Diplomate ACVS Professor, Equine Surgery Equine Health Studies Program LSU School of Veterinary Medicine. Church DC, Pond WG. 1988. Basic Animal Nurtrition and Feeding. John Wiley and Sons. Toronto. Clayton HM. 1991. Conditioning Sport Horses. Canada; Sport Horse Publication. Coyle, E.F.,(1984) Ergogenic aids. Clinical Sport Medicine 3 (3), pp 731. Crandell K. 2010. Observations and Recommendations for Feeding the Endurance Horse. A nutritionist with Kentucky Equine Research, shared her extensive knowledge of feeding endurance horses with the audience at the 17th KER Nutrition Conference. Cullison AE. 1978. Feeds and Feeding Animal Nutrition. Prentice Hall of India Private. Limited. New Delhi. p. 41. Cymbaluk NF. 1989. Effect of dietary energy source and level of feed intake on growth of weanling horses. Eq. Prac. 11:29. Duberstein JK, Johnson ED. 2009. How to Feed a Horse: Understanding Basic Principles of Horse Nutrition. The University of Georgia and Ft. Valley State University, the U.S. Department of Agriculture and counties of the state cooperating.
Eaton MD, Hodgson DR, Evans DL, Bryden WL, Rose RJ. 2010. Effect of a diet containing supplementary fat on the capacity for high intensity exercise. Equine Veterinary Journal, 27: 353–356. Edwards EH. 1991. The Ultimate Horse Book. Darling Kindersley. London. Edwards EH. 1994. The Encyclopedia of the Horse. Dorling Kindersley,London. Ely ER, Verheyen KL, Wood JL. 2004. Fractures and tendon injuries in National Hunt horses in training in the UK: a pilot study. Equine Veterinary Journal 36, 365–367 Ejigui J, Savoie L, Marin J. 2007. Improvement of the nutritional quality of a traditional complementary porridge made of fermented yellow maize (Zea mays): effect of maize-legume combinations and traditional processing methods. Food Nutr Bull. 2007 Mar;28(1):23-34. Evans JW, Borton A, Hintz H, Van Vleck LD. 1995. The Horse, 2nd ed..W. H.Freeman and Company, New York, U.S.A. Firth EC. 2006. The response of bone, articular cartilage and tendon to exercise in the horse. Institute of Veterinary, Animal and Biological Sciences, Massey University, Palmerston North, New Zealand. Frape D. 2004 Equine Nutrition and Feeding. Churcill Livington Inc. New York. Freeman DW, Potter GD, Scheling GT, Kreider JL. 1988. Nitrogen metabolism in mature horses at varying of work. J. Anim. Sci. 66 : 407. Foote CE 2006. Nutritional evaluation of the feeding regimens used by Australian Thoroughbred Racehorse trainers. Proceedings of the Australian Equine Science Symposium, 1, 49 Gallagher K, Leech J, Stowe H. 1992. Protein, energy and dry matter consumption by racing standartbred : a field survey. Department of Animal Clinical Science, Colage of Veterinary Medicine, Michigan State University, East Lansing. USA. Gibbs PG, GD Potter, Scott BD. 2009. Selection And Use Of Feedstuffs In Horse Feeding. Texas A&M University Department Of Animal Science Equine Sciences Program. Edited by Michael Benefield. Gibson KT, Burbidge HM, Anderson BH. 1997. Tendonitis of the branches of insertion of the superficial digital flexor tendon in horses. Australian Veterinary Journal 75, 253–256.
Gibson KT, Snyder JR, Spier SJ. 2002. Ultrasonographic diagnosis of soft tissue injuries in horses competing at the Sydney 2000 Olympic Games. Equine Veterinary Education 14, 149–156. Glade MJ. 1983. Nutrition and Performance of Racing Thoroughbred. Eq. Vet. J. 17 : 381-385. Goe MR, Mc Dowell RE 1980. Animal Traction Guidelines for Utilization International Agriculture Development Mimeograph 81. Cornel University Ithaca, New York, USA. Goodship AE. 1994. The pathophysiology of flexor tendon injury in the horse. Equine Veterinary Education 5, 23–29. Hammer D. 1993. Understanding Fitness and Training. Ward Lock Book, London. Harper F, Ralf H. 2007. Products containing amitraz not for use on horses. Equine Veterinary Journal, 270. Hinkle DK et al. 1981. Nitrogen balance in exercising mature horses fed varying levels of protein. P.91. in Proc. 7th. Eq. Nutr.Physiol. Soc. Simp. Warrenton, Va. exercised muscle of normal subjects by creatine supplementation. Clinical Sci. 83. Hintz HF, Schryver HF. 1972. Availability to ponies of calcium and phosphorus from various supplements. J. Anim. Sci. 34:979. Hintz HF, Schryver, HF, Halbert M. 1973. A note on the comparison of digestion by new-world camels, sheep and ponies. Animal Production 16, 303–305. Hodges J, Pilliner S. 1991. The Equine Athlete. Blackwell Science Ltd, London. Johnson PJ, Charles W, Nat TG Venkataseshu EM. 2009. Medical implications of obesity in horses-lessons for human obesity. Journal of diabetes science and technology 2009;3(1):163-74. Kasashima Y et al. 2004. Prevalence of superficial digital flexor tendonitis and suspensory desmitis in Japanese Thoroughbred flat racehorses in 1999. Equine Veterinary Journal 36, 346–350. Kienzle E, Zeyner A. 2010. The development of a metabolizable energy system for horses. Journal of Animal Physiology and Animal Nutrition, 94: e231– e240. Kohnke J. 1992. Feeding and Nutrition, The making of campion. Australia; Birubi Pacific.
Kohnke JR, Kelleher F, Trevor-Jones P. 1999. Feeding Horses in Australia: A Guide for Horse Owners and Managers. RIRDC Publication No. 99/49, RIRDC Project No. UWS-13A Lam KH, Parkin TD, Riggs CM, Morgan KL. 2007. Descriptive analysis of retirement of Thoroughbred racehorses due to tendon injuries at the Hong Kong Jockey Club (1992–2004). Equine Veterinary Journal 39, 143–148. Lewis L, Febiger L. 1982. Basic Horse Nutrition. Equine Section, Department of Animal Sciences. Agriculture home Economics. 4th Development University of Kentucky . College of Agriculture. Asc-114. Lewis AJ, Bayley HS. 1995. Amino acid bioavailability. In: Bioavailability of Nutrients for Animals: Amino Acids, Minerals, and Vitamins. Ammerman, C. B., D. H. Baker, and A. J. Lewis, eds. San Diego, CA: Academic Press. Pp. 35-65. Marr CM, Love S, Boyd JS, McKellar Q. 1993. Factors affecting the clinical outcome of injuries to the superficial digital flexor tendon in National Hunt and point-to-point racehorses. Veterinary Record 132, 476–479. Maynard LA, Loosli JK. 1979. Animal Nutrition 6th ed. New York etc. McGrawHill, Book Company. McDonald PRA, Edward JFD, Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. Sixth Ed. Longman Scientific & Technical. John Wiley & Son, Inc. New York. McGregor P, Moris. 1980. The Complete Book of the Horse. QED Publishing, ltd. Feltham.The Management of Tying-Up in Sport Horses: Challenges and Successes. McIlwraith C. 2002. Diseases of joints, tendons, ligaments, and related structures. In: Stashak, T. (Ed.), Adams‟ Lameness in Horses. Lippincott, Williams & Wilkins, Philadelphia, pp. 459–644. Meghan W, Waller A. 2008. All tied up: metabolic factors and nutritional management of equine exertional rhabdomyolysis. J. Eq. Vet.Vol. 19, Issue 5, pages 392–397. Meyer H, Coenen M. 2002. Feeding horses. Blackwell Science Publishing. Berlin-Wien, 4th Edition, p. 59. Murray RC, Dyson SJ, Tranquille C, Adams V. 2006. Association of type of sport and performance level with anatomical site of orthopaedic injury diagnosis. Equine Veterinary Journal (Suppl. 36), 411–416.
Nutrition Requirement of Horses. 1989. 5th Revised ed. National Academy Press. Washington DC. Nutrition Requirement of Horses. 2007. 6th Revised ed. National Academy Press. Washington DC. Nozawa K et al. 1981. Morfology and gene constitution of the Indonesian horses. In: The origin and Philogeny of Indonesian Native livestock. Investigation on the cattle, fowl, and their Wild Forms. II: 9-30. Nunamaker OM, Butterweck OM, Provost MT. 2007. Fatigue fractures in Thoroughbred racehorses: relationships with age, peak bone strain, and training. J Orthop Res 990;8:604-611. Oikawa M, Kasashima Y. 2002. The Japanese experience with tendonitis in racehorses. Journal of Equine Science 13, 41–56. Pagan JD. 1998. Nutrient digestibility in horses. In: J.D. Pagan (Ed.) Advances in Equine Nutrition, Nottingham University Press, Nottingham, UK. Petterson PH, Coon CN, Hughes IM. 1985. Protein requirements of mature working horses. J. Anim. Sci. 61 : 187-196. Petterson-Kane JC. 2007. Gap junction protein expression and cellularity: comparison of immature and adult equine digital tendons. Journal of Anatomy 211, 325–334. Petterson JC et al. 2010. Comparison of collagen fibril populations in the superficial digital flexor tendons of exercised and nonexercised Thoroughbreds. Pilliner S. 1985. Getting Horses Fit : A Guide to Impoving Performance. BSP Professional Books. Oxford London Edinburgh. Pilliner S. 1992. Horse Nutrition and Feeding. Blackwell Science Ltd, London. Pilliner S. 1993. Getting Horses Fit. Second Edition. Blackwell Science Ltd, London. Pinchbeck GL et al. 2004. Horse injuries and racing practices in National Hunt racehorses in the UK: the results of a prospective cohort study. Veterinary Journal 167, 45–52. Pittman SJr. 2009. The Horses. Maryland-Pennsylvania. Journal ridding/tarining. Richards N, Hinch GN Rowe JB. 2006. The effect of current grain feeding practices on hindgut starch fermentation and acidosis in the Australian racing Thoroughbred. Australian Veterinary Journal 84, 402-407.
Saastamoinen M. 1993. Feed energy and protein intakes of horses a review of finish feeding trials. Abst. Agricultural Research Centre of Finland, Equine Research Station, 32100 Ypaya, Finland. Singer ER, Barnes J, Saxby F, Murray JK., 2008. Injuries in the event horse: training versus competition. Veterinary Journal 175, 76 – 81. Slade LM, Robinson DW, Casey KE. 1970. Nitrogen metabolism on nonruminant herbivore. II. Comparative aspect of protein digestion. J. Anim. Sci. 30:761. SNI .1997. Bungkil kelapa - Bahan baku pakan. Panduan Untuk Penerapan Pedoman BSN 301- 1997 : Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu. Badan Standardisasi Nasional Gedung Manggala Wanabakti, Blok IV lantai 3-4. Jl. Gatot Subroto. Senayan - Jakarta 10270 - Indonesia. Soehardjono. 1990. Kuda. Yayasan Pamulang, Jakarta. Steel RGD, Torrie HJ. 1990. Prinsip dan Prosedur Statistik. Suatu Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa Bambang Sumantri. P.T. Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta. Takahashi T, Kasashima Y, Ueno Y. 2004. Association between race history and risk of superficial digital flexor tendon injury in Thoroughbred racehorses. Journal of the American Veterinary Medical Association 225, 90–93. Tulung YLR. 1998. Pendugaan kebutuhan energi tercerna dan protein kasar kuda pacu Minahasa Sulawesi Utara. Tesis. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Valberg S. 2007. The Management of Tying-Up in Sport Horses: Challenges and successes. a professor at the University of Minnesota. presented four clinical cases of horses with muscle disease and recommended therapies for each. Van den Belt AJ, Dik KJ, Barneveld A. 1994. Ultrasonographic evaluation and long-term follow-up of flexor tendonitis/desmitis in the metacarpal/metatarsal region in Dutch Warmblood horses and Standardbred racehorses. Veterinary Quarterly (Suppl. 2), S76–80. Van Doorn DA, Everts H, Wouterse H, Beynen AC. 2004. The apparent digestibility of phytate phosphorus and the influence of supplemental phytase in horses. J. Anim. Sci. 82: 1756-1763. Williams C. 2001. Antioxidant Research and Its Application to Feeding Horses an associate equine specialist at Rutgers, described the importance of
antioxidants in equine nutrition, highlighting the studies she has undertaken during her tenure as a researcher. State University of New Jersey. Williams C. 2007. Feeding Management of the Three-Day Event Horse. an associate equine specialist at Rutgers, the State University of New Jersey. Williamson A, Rogers CW, Firth EC. 2007. A survey of feeding, management and faecal pH of Thoroughbred racehorses in the North Island of New Zealand. N. Z. Vet. J. 55:337-341. Worley M. 2008. Basic Nutrition Needs for Horses. What to Feed Horses for Optimum Nutrition. Basic Nutrition Needs for Horses: What to Feed Horses for Optimum Nutrition.http://www.suite101.com/content/basicnutrition-needs-for-horses-a63745#ixzz1HHfdfsfN Zeyner A, Bessert J, Gropp JM. 2002. Effect of feeding exercised horses on highstarch or high-fat concentrates for 390 days. Equine vet J., Suppl.34, SO-57.
LAMPIRAN
Lampiran 1 . Analisis regresi antara konsumsi bahan kering dan bobot metabolik SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8306 0,6899 0,6641 0,4865 14
ANOVA Regression Residual Total
df 1 12 13
SS 6,3185 2,8400 9,1585
Intercept X Variable 1
Coefficients 2,928 0,106
MS 6,3185 0,2367
Standard Error 1,373 0,020
F Significance F 26,6979 0,0002
t Stat 2,132 5,167
Pvalue 0,054 0,000
RESIDUAL OUTPUT Observation Predicted Y Residuals 1 8,933 0,070 2 8,995 0,132 3 10,173 1,391 4 10,270 -0,190 5 10,596 0,276 6 10,558 -0,208 7 10,653 -0,131 8 9,683 -0,120 9 9,978 -0,798 10 10,974 -0,026 11 9,643 -0,155 12 9,180 0,020 13 9,382 -0,142 14 10,861 -0,117
Standard Residuals 0,150 0,283 2,975 -0,407 0,590 -0,445 -0,280 -0,257 -1,708 -0,056 -0,332 0,044 -0,304 -0,251
Lower Upper Lower 95% 95% 95,0% -0,065 5,920 -0,065 0,061 0,150 0,061
Upper 95,0% 5,920 0,150
Lampiran 2. Analisis regresi antara konsumsi energi dan bobot metabolik Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8306 0,6899 0,6641 1,8837 14
ANOVA
Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 12 13
Coefficients 11,336 0,410
SS 94,729 42,578 137,308 Standard Error 5,317 0,079
MS 94,729 3,548
t Stat 2,132 5,167
Observation 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Predicted Y 34,590 34,829 39,391 39,766 41,029 40,881 41,250 37,491 38,637 42,492 37,337 35,543 36,328 42,055
Significance F 0,0002
PLower Upper value 95% 95% 0,054 -0,250 22,921 0,000 0,237 0,583
RESIDUAL OUTPUT Residual s 0,272 0,512 5,384 -0,737 1,067 -0,806 -0,507 -0,465 -3,092 -0,101 -0,601 0,079 -0,551 -0,455
F 26,698
Standard Residuals 0,150 0,283 2,975 -0,407 0,590 -0,445 -0,280 -0,257 -1,708 -0,056 -0,332 0,044 -0,304 -0,251
Lower 95,0% -0,250 0,237
Upper 95,0% 22,921 0,583
Lampiran 3. Analisis regresi anatara konsumsi Protein kasar dan bobot metabolik. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8306 0,6899 0,6641 0,1028 14
ANOVA
Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 12 13
SS 0,2822 0,1268 0,4090
Standard Coefficients Error 0,619 0,290 0,022
0,004
MS 0,2822 0,0106
F 26,6979
t Stat 2,132
PLower Upper value 95% 95% 0,054 -0,014 1,251
Lower 95,0% -0,014
Upper 95,0% 1,251
5,167
0,000
0,013
0,032
RESIDUAL OUTPUT
Observation 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Predicted Y 1,888 1,901 2,150 2,170 2,239 2,231 2,251 2,046 2,109 2,319 2,038 1,940 1,983 2,295
Residuals 0,015 0,028 0,294 -0,040 0,058 -0,044 -0,028 -0,025 -0,169 -0,006 -0,033 0,004 -0,030 -0,025
Significance F 0,0002
Standard Residuals 0,150 0,283 2,975 -0,407 0,590 -0,445 -0,280 -0,257 -1,708 -0,056 -0,332 0,044 -0,304 -0,251
0,013
0,032
Lampiran 4. Analisis regresi anatara konsumsi Serat kasar dan bobot metabolik. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8306 0,6899 0,6641 0,0453 14
ANOVA Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 12 13
SS 0,0548 0,0246 0,0795
Coefficients 0,273 0,010
Standard Error 0,128 0,002
MS 0,0548 0,0021
t Stat 2,132 5,167
F 26,6979
Pvalue 0,054 0,000
RESIDUAL OUTPUT
Observation 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Predicted Y Residuals 0,832 0,007 0,838 0,012 0,948 0,130 0,957 -0,018 0,987 0,026 0,983 -0,019 0,992 -0,012 0,902 -0,011 0,929 -0,074 1,022 -0,002 0,898 -0,014 0,855 0,002 0,874 -0,013 1,012 -0,011
Standard Residuals 0,150 0,283 2,975 -0,407 0,590 -0,445 -0,280 -0,257 -1,708 -0,056 -0,332 0,044 -0,304 -0,251
Significance F 0,0002
Lower Upper 95% 95% -0,006 0,551 0,006 0,014
Lower 95,0% -0,006 0,006
Upper 95,0% 0,551 0,014
Lampiran 5. Analisis regresi anatara konsumsi Lemak kasar dan bobot metabolik. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8306 0,6899 0,6641 0,0186 14
ANOVA
Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 12 13
SS 0,0092 0,0042 0,0134
Standard Coefficients Error 0,112 0,053 0,004 0,001
MS 0,0092 0,0003
t Stat 2,132 5,167
Pvalue 0,054 0,000
RESIDUAL OUTPUT
Observation 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Predicted Y Residuals 0,342 0,003 0,344 0,005 0,389 0,053 0,393 -0,007 0,405 0,011 0,404 -0,008 0,407 -0,005 0,370 -0,005 0,382 -0,031 0,420 -0,001 0,369 -0,006 0,351 0,001 0,359 -0,005 0,415 -0,004
Standard Residuals 0,150 0,283 2,975 -0,407 0,590 -0,445 -0,280 -0,257 -1,708 -0,056 -0,332 0,044 -0,304 -0,251
F 26,6979
Lower 95% -0,002 0,002
Significance F 0,0002
Upper Lower Upper 95% 95,0% 95,0% 0,226 -0,002 0,226 0,006 0,002 0,006
Lampiran 6. Analisis regresi anatara konsumsi Kalsium dan bobot metabolik. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8306 0,6899 0,6641 0,0051 14
ANOVA
Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 12 13
SS 0,0007 0,0003 0,0010
Coefficients 0,031 0,001
Standard Error 0,014 0,000
MS 0,0007 0,0000
t Stat 2,132 5,167
Pvalue 0,054 0,000
RESIDUAL OUTPUT
Observation 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Predicted Y Residuals 0,094 0,001 0,094 0,001 0,107 0,015 0,108 -0,002 0,111 0,003 0,111 -0,002 0,112 -0,001 0,101 -0,001 0,105 -0,008 0,115 0,000 0,101 -0,002 0,096 0,000 0,098 -0,001 0,114 -0,001
Standard Residuals 0,150 0,283 2,975 -0,407 0,590 -0,445 -0,280 -0,257 -1,708 -0,056 -0,332 0,044 -0,304 -0,251
F 26,6979
Lower 95% -0,001 0,001
Significance F 0,0002
Upper 95% 0,062 0,002
Lower 95,0% -0,001 0,001
Upper 95,0% 0,062 0,002
Lampiran 7. Analisis regresi anatara konsumsi Fosfor dan bobot metabolik. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8306 0,6899 0,6641 0,0027 14
ANOVA
Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 12 13
SS 0,0002 0,0001 0,0003
Coefficients 0,016 0,001
Standard Error 0,008 0,000
MS 0,0002 0,0000
t Stat 2,132 5,167
F 26,6979
Pvalue 0,054 0,000
Lower 95% 0,000 0,000
RESIDUAL OUTPUT Observation 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Predicted Y Residuals Standard Residuals 0,050 0,000 0,150 0,050 0,001 0,283 0,057 0,008 2,975 0,058 -0,001 -0,407 0,059 0,002 0,590 0,059 -0,001 -0,445 0,060 -0,001 -0,280 0,054 -0,001 -0,257 0,056 -0,004 -1,708 0,061 0,000 -0,056 0,054 -0,001 -0,332 0,051 0,000 0,044 0,053 -0,001 -0,304 0,061 -0,001 -0,251
Significance F 0,0002
Upper 95% 0,033 0,001
Lower Upper 95,0% 95,0% 0,000 0,033 0,000 0,001
Lampiran 8. Analisis regresi anatara konsumsi BETN dan bobot metabolik. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8306 0,6899 0,6641 0,3118 14
ANOVA Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df 1 12 13
SS 2,5949 1,1663 3,7612
MS 2,5949 0,0972
F 26,6979
Significance F 0,0002
Coefficients 1,876 0,068
Standard Error 0,880 0,013
Pt Stat value 2,132 0,054 5,167 0,000
Lower 95% -0,041 0,039
Upper Lower 95% 95,0% 3,794 -0,041 0,096 0,039
RESIDUAL OUTPUT Observation 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Predicted Y Residuals Standard Residuals 5,725 0,045 0,150 5,764 0,085 0,283 6,520 0,891 2,975 6,582 -0,122 -0,407 6,791 0,177 0,590 6,766 -0,133 -0,445 6,827 -0,084 -0,280 6,205 -0,077 -0,257 6,395 -0,512 -1,708 7,033 -0,017 -0,056 6,179 -0,100 -0,332 5,883 0,013 0,044 6,013 -0,091 -0,304 6,960 -0,075 -0,251
Upper 95,0% 3,794 0,096
Lampiran 9. Program Latihan dari para trainer Walk 3 kali Trot 2 Canter 2 W.Up minggu kali kali 1 Trainner hari-1 minggu-1 minggu-1 15 mnt 1 60 mnt 30 mnt 15 mnt 20 mnt 2 30 mnt 30 mnt 20 mnt 20 mnt 3 30 mnt 30 mnt 20 mnt 15 mnt 4 60 mnt 30 mnt 20 mnt 15 mnt 5 60 mnt 30 mnt 20 mnt 15 mnt 6 60 mnt 30 mnt 20 mnt 20 mnt 7 45 mnt 30 mnt 20 mnt 15 mnt 8 60 mnt 30 mnt 20 mnt 15 mnt 9 60 mnt 30 mnt 20 mnt 15 mnt 10 60 mnt 30 mnt 20 mnt 20 mnt 11 45 mnt 30 mnt 20 mnt 15 mnt 12 60 mnt 30 mnt 20 mnt 15 mnt 13 60 mnt 30 mnt 20 mnt 15 mnt 14 60 mnt 30 mnt 20 mnt
Galop 2 kali minggu1
5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt
Pacu 1 kali minggu-1 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt 5 mnt
Lampiran 10. Hasil Analisis Metode Kafetaria Lampiran 10. Analisis regresi pola konsumsi antara persentase konsumsi pakan dan kandungan DE (kkal) Regression Statistics Multiple R 0,91 R Square 0,83 Adjusted R Square 0,79 Standard Error 6,71 Observations 7,00 ANOVA df
SS MS 1 1067,464 1067,464 5 225,333 45,067 6 1292,797
Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
F 23,686
Significance F 0,005
Coefficients 3,842
Standar d Error 3,323
t Stat 1,156
Pvalue 0,300
Lower Upper Lower Upper 95% 95% 95,0% 95,0% -4,701 12,384 -4,701 12,384
2,241
0,460
4,867
0,005
1,057
3,424
1,057
3,424
Lampiran 11. Konsumsi Bahan Kering (Kafetaria) Ternak Bobot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
382 278 319 355 320 384 338 350 370 363 Jumlah Rataan
BM 86,41 68,08 75,48 81,78 75,66 86,75 78,83 80,92 84,36 83,16
Hijauan Jagung Dedak Bungkil K.Hijau Kedelai Gabah 3,89 3,7 3,79 3,85 3,6 3,87 3,58 3,54 3,83 3,56 37,21 3,721
4,74 4,2 4,75 4,66 4,57 4,7 4,7 4,76 4,66 4,75 46,49 4,649
1,42 1,45 1,25 1,23 1,26 1,41 1,29 1,43 1,43 1,43 13,6 1,36
0,55 0,5 0,45 0,5 0,51 0,53 0,6 0,52 0,49 0,49 5,14 0,514
0,09 0,08 0,11 0,1 0,12 0,13 0,14 0,09 0,11 0,12 1,09 0,109
0,13 0,15 0,1 0,14 0,15 0,14 0,12 0,12 0,1 0,13 1,28 0,128
1,82 1,74 1,62 1,72 1,82 1,89 1,65 1,64 1,82 1,74 17,46 1,746
Anova: Single Factor SUMMARY Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan Keragaman Hijauan 10 37,210 3,721 0,0197 Jagung 10 46,490 4,649 0,0283 Dedak 10 13,600 1,360 0,0081 Bungkil 10 5,140 0,514 0,0016 K.Hijau 10 1,090 0,109 0,0004 Kedelai 10 1,280 0,128 0,0003 Gabah 10 17,460 1,746 0,0082 ANOVA Source of Variation Perlakuan Galat Total
SS 192,92 0,60 193,52
df 6 63 69
MS 32,15 0,01
Uji HSD (Tukey Test) : ω = qα(p,n). S Sx = √S2e/p p = Jumlah Perlakuan =7 n = DB Error = 63 S2= MSE = 0,00095 q = Nilai Tukey (tabel q): = 4,31 α=0,05 α=0,01 = 5,13 Perlakuan X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
Jagung 4,649a Hijauan 3,721b Gabah 1,746c Dedak 1,36d Bungkil 0,514e Kedelai 0,128fg K.Hijau 0,109g
-x7 4,54** 3,612** 1,637** 1,251** 0,405** 0,019
F P-value 3376,702 5,14E-77
√0,00095
F crit 2,246
= 0,03
ω = (4,31).S =0,13 ω = (5,13).S = 0,16 -x6 4,521** 3,593** 1,618** 1,232** 0,386**
-x5 -x4 -x3 -x2 4,135** 3,289** 2,903** 0,928** 3,207** 2,361** 1,975** 1,232** 0,386** 0,846**
Lampiran 12. Konsumsi Energi Kkal (Kafetaria)
Ternak Bobot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
382 278 319 355 320 384 338 350 370 363 Jumlah Rataan
BM
Hijauan Jagung Dedak Bungkil K.Hijau Kedelai Gabah
86,41 68,08 75,48 81,78 75,66 86,75 78,83 80,92 84,36 83,16
1,39 1,32 1,35 1,37 1,28 1,38 1,27 1,26 1,36 1,27 13,25 1,325
1,62 1,43 1,62 1,59 1,56 1,6 1,6 1,62 1,59 1,62 15,85 1,585
0,23 0,24 0,2 0,2 0,21 0,23 0,21 0,23 0,23 0,23 2,21 0,221
0,08 0,08 0,07 0,08 0,08 0,08 0,09 0,08 0,08 0,08 0,8 0,08
0,02 0,02 0,03 0,02 0,03 0,03 0,03 0,02 0,03 0,03 0,26 0,026
0,04 0,05 0,04 0,05 0,05 0,05 0,04 0,04 0,04 0,04 0,44 0,044
Anova: Single Factor SUMMARY Groups Hijauan Jagung Dedak Bungkil K.Hijau Kedelai Gabah ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups Total
Count 10 10 10 10 10 10 10
SS 25,37 0,06 25,43
Sum 13,25 15,85 2,21 0,8 0,26 0,44 4,66
df 6 63 69
MS 4,23 0,001
Average 1,325 1,585 0,221 0,08 0,026 0,044 0,466
F 4316,96
Uji HSD (Tukey Test) : ω Sx p = Jumlah Perlakuan n = DB Error S2= MSE
= qα(p,n). S = √S2e/p =7 = 63 = 0,000098
Variance 0,002606 0,003339 0,00021 2,22E-05 2,67E-05 2,67E-05 0,000627
√0,001 = 0,0099
P-value 2,29E-80
F crit 2,25
0,49 0,46 0,43 0,46 0,49 0,5 0,44 0,44 0,49 0,46 4,66 0,466
q = Nilai Tukey (tabel q): α=0,05 α=0,01 Perlakuan X1 Jagung X2 Hijauan X3 Gabah X4 Dedak X5 Bungkil X6 Kedelai X7 K.Hijau
1,585a 1,325b 0,466c 0,221d 0,080ef 0,044fg 0,026g
= 4,31 = 5,13
-x7 1,559** 1,299** 0,44** 0,195** 0,054** 0,018
ω = (4,31).S =0,043 ω = (5,13).S =0,051
-x6 1,541** 1,281** 0,422** 0,177** 0,036
-x5 -x4 -x3 -x2 1,505** 1,364** 1,119** 0,26** 1,245** 1,104** 0,859** 0,386** 0,245** 0,141**
Lampiran13. Konsumsi Protein (Kafetaria) Ternak Bobot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
382 278 319 355 320 384 338 350 370 363 Jumlah Rataan
BM 86,41 68,08 75,48 81,78 75,66 86,75 78,83 80,92 84,36 83,16
Hijauan Jagung Dedak Bungkil K.Hijau Kedelai Gabah 0,32 0,31 0,31 0,32 0,3 0,32 0,3 0,29 0,32 0,29 3,08 0,308
0,49 0,43 0,49 0,48 0,47 0,49 0,49 0,49 0,48 0,49 4,8 0,48
0,2 0,21 0,18 0,18 0,18 0,2 0,19 0,21 0,21 0,21 1,97 0,197
Anova: Single Factor SUMMARY Groups Count Hijauan 10 Jagung 10 Dedak 10 Bungkil 10 K.Hijau 10 Kedelai 10 Gabah 10
Sum 3,08000 4,80000 1,97000 1,13000 0,24000 0,48000 1,47000
Average Variance 0,30800 0,00015 0,48000 0,00036 0,19700 0,00018 0,11300 0,00007 0,02400 0,00003 0,04800 0,00006 0,14700 0,00005
0,12 0,11 0,1 0,11 0,11 0,12 0,13 0,11 0,11 0,11 1,13 0,113
0,02 0,02 0,02 0,02 0,03 0,03 0,03 0,02 0,02 0,03 0,24 0,024
0,05 0,06 0,04 0,05 0,06 0,05 0,04 0,04 0,04 0,05 0,48 0,048
0,15 0,15 0,14 0,14 0,15 0,16 0,14 0,14 0,15 0,15 1,47 0,147
ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups Total
SS 1,53 0,09 1,54
df 6 3 9
MS 0,25 0,0001
F 2017,82
P-value 5,3E-70
F crit 2,25
Uji HSD (Tukey Test) : ω Sx
= =
qα(p,n). S √S2e/p
p = Jumlah Perlakuan = n = DB Error = 63 S2= MSE = 0,0000127 q = Nilai Tukey (tabel q): α=0,05 = 4,31 α=0,01 = 5,13 Perlakuan X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
Jagung 0,480a Hijauan 0,308b Dedak 0,190c Gabah 0,147d Bungkil 0,113e Kedelai 0,048f K.Hijau 0,024g
-x7 0,456** 0,308** 0,173** 0,123** 0,089** 0,024**
7 √0,0000127= 0,0036 ω = (4,31).S =0,0153 ω = (5,13).S = 0,0183 -x6 0,432** 0,26** 0,149** 0,099** 0,065**
-x5 -x4 -x3 -x2 0,367** 0,333** 0,283** 0,172** 0,195** 0,161** 0,111** 0,084** 0,05** 0,034**
Lampiran 14. Konsumsi Lemak Kasar (Kafetaria) Ternak Bobot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
382 278 319 355 320 384 338 350 370 363 Jumlah Rataan
BM 86,41 68,08 75,48 81,78 75,66 86,75 78,83 80,92 84,36 83,16
Hijauan Jagung Dedak Bungkil K.Hijau Kedelai Gabah 0,064 0,061 0,062 0,063 0,059 0,064 0,059 0,058 0,063 0,058 0,611 0,0611
0,193 0,184 0,171 0,188 0,194 0,162 0,19 0,16 0,186 0,164 0,192 0,183 0,192 0,168 0,194 0,186 0,19 0,186 0,194 0,186 1,896 1,767 0,1896 0,1767
0,01 0,009 0,008 0,009 0,009 0,01 0,011 0,009 0,009 0,009 0,093 0,0093
0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,002 0,002 0,001 0,001 0,001 0,012 0,0012
0,023 0,028 0,018 0,025 0,026 0,025 0,021 0,021 0,018 0,023 0,228 0,0228
0,042 0,04 0,037 0,04 0,042 0,044 0,038 0,038 0,042 0,04 0,403 0,0403
Anova: Single Factor SUMMARY Groups Count Hijauan 10 Jagung 10 Dedak 10 Bungkil 10 K.Hijau 10 Kedelai 10 Gabah 10
Sum Average Variance 0,611 0,0611 5,88E-06 1,896 0,1896 4,89E-05 1,767 0,1767 0,000135 0,093 0,0093 6,78E-07 0,012 0,0012 1,78E-07 0,228 0,0228 1,11E-05 0,403 0,0403 4,9E-06
ANOVA Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups 0,37 6 0,062 2108,07 1,35E-70 2,25 Within Groups 0,002 63 2,9473E-05 Total 0,37 69 Uji HSD (Tukey Test) : ω Sx
= qα(p,n). S = √S2e/p
p = Jumlah Perlakuan n = DB Error S2= MSE
=7 = 63 = 0,0000029
q = Nilai Tukey (tabel q): = 4,31 α=0,05 α=0,01 = 5,13 Perlakuan X1 Jagung X2 Dedak X3 Hijauan X4 Gabah X5 Kadele X6 Bungkil X7 K.Hijau
0,190a 0,177b 0,061c 0,040d 0,023e 0,009f 0,001g
-x7 0,1884** 0,1755** 0,0599** 0,0391** 0,0216** 0,0081**
√0,0000029 = 0,00172 ω = (4,31).S =0,00740 ω = (5,13).S = 0,00881
-x6 0,1803** 0,1674** 0,0518** 0,031** 0,0135**
-x5 -x4 -x3 -x2 0,1668** 0,1493** 0,1285** 0,0129** 0,1539** 0,1364** 0,1156** 0,0383** 0,0208** 0,0175**
Lampiran 15. Konsumsi Serat Kasar (Kafetaria) Ternak Bobot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
382 278 319 355 320 384 338 350 370 363 Jumlah Rataan
BM 86,41 68,08 75,48 81,78 75,66 86,75 78,83 80,92 84,36 83,16
Hijauan Jagung Dedak Bungkil K.Hijau Kedelai Gabah 1,33 1,27 1,3 1,32 1,23 1,33 1,23 1,21 1,31 1,22 12,75 1,275
0,53 0,6 0,53 0,54 0,55 0,53 0,53 0,53 0,54 0,53 5,41 0,541
0,17 0,17 0,15 0,15 0,15 0,17 0,16 0,17 0,17 0,17 1,63 0,163
0,08 0,08 0,07 0,07 0,08 0,08 0,09 0,08 0,07 0,07 0,77 0,077
0 0 0 0 0,01 0,01 0,01 0 0 0,01 0,04 0,004
Anova: Single Factor SUMMARY Groups Count Sum Average Variance Hijauan 10 12,75 1,275 0,002361 Jagung 10 5,41 0,541 0,000477 Dedak 10 1,63 0,163 9E-05 Bungkil 10 0,77 0,077 4,56E-05 K.Hijau 10 0,04 0,004 2,67E-05 Kedelai 10 0,1 0,01 3,34E-36 Gabah 10 1,71 0,171 7,67E-05 ANOVA Source of Variation SS df Between Groups 12,63 6 Within Groups 0,03 63 Total 12,65 69
MS 2,10 0,0004
F P-value F crit 4788,22 8,83E-82 2,25
Uji HSD (Tukey Test) : ω Sx
= qα(p,n). S = √S2e/p
p = Jumlah Perlakuan n = DB Error S2= MSE
=7 = 63 = 0,000044
√0,000044= 0,00663
0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,1 0,01
0,18 0,17 0,16 0,17 0,18 0,18 0,16 0,16 0,18 0,17 1,71 0,171
q = Nilai Tukey (tabel q): α=0,05 = 4,31 α=0,01 = 5,13 Perlakuan X1 Hijauan X2 Jagung X3 Gabah X4 Dedak X5 Bungkil X6 Kedelai X7 K.Hijau
1,275a 0,541b 0,171c 0,163d 0,077e 0,010fg 0,004g
-x7 1,271** 0,537** 0,167** 0,159** 0,073** 0,006
ω = (4,31).S =0,0286 ω = (5,13).S = 0,0340 -x6 1,265** 0,531** 0,161** 0,153** 0,067**
-x5 -x4 -x3 -x2 1,198** 1,112** 1,104** 0,734** 0,464** 0,378** 0,37** 0,094** 0,008 0,086**
Lampiran 16. Konsumsi Kalsium (Kafetaria) Ternak Bobot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
382 278 319 355 320 384 338 350 370 363 Jumlah Rataan
BM
Hijauan
86,41 68,08 75,48 81,78 75,66 86,75 78,83 80,92 84,36 83,16
Jagung
Dedak
Kedelai
Gabah
0,0249 0,0009 0,0017 0,0011 0,0001 0,0003 0,0237 0,0008 0,0017 0,001 0,0001 0,0004 0,0243 0,0009 0,0015 0,0009 0,0001 0,0003 0,0247 0,0009 0,0015 0,001 0,0001 0,0003 0,023 0,0009 0,0015 0,001 0,0002 0,0004 0,0248 0,0009 0,0017 0,0011 0,0002 0,0003 0,0229 0,0009 0,0016 0,0012 0,0002 0,0003 0,0227 0,0009 0,0017 0,001 0,0001 0,0003 0,0245 0,0009 0,0017 0,001 0,0001 0,0003 0,0228 0,0009 0,0017 0,001 0,0002 0,0003 0,2383 0,0089 0,0163 0,0103 0,0014 0,0032 0,02383 0,00089 0,00163 0,00103 0,00014 0,00032
0,0007 0,0007 0,0006 0,0007 0,0007 0,0008 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,007 0,0007
Anova: Single Factor SUMMARY Groups Count Hijauan 10 Jagung 10 Dedak 10 Bungkil 10 K.Hijau 10 Kedelai 10 Gabah 10
Sum 0,2383 0,0089 0,0163 0,0103 0,0014 0,0032 0,007
Average 0,02383 0,00089 0,00163 0,00103 0,00014 0,00032 0,00070
Variance 8,25E-07 1E-09 9E-09 6,78E-09 2,67E-09 1,78E-09 2,22E-09
Bungkil K.Hijau
ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups Total
SS 0,004 7,632E-06 0,004
df MS F P-value F crit 6 0,0007 6282,24 1,73E-85 2,25 63 1,21143E-07 69
Uji HSD (Tukey Test) : ω Sx
= qα(p,n). S = √S2e/p
p = Jumlah Perlakuan n = DB Error S2= MSE
=7 = 63 = 0,000000012 √0,000000012= 0,00011
q = Nilai Tukey (tabel q): α=0,05 = 4,31 α=0,01 = 5,13 Perlakuan X1 Hijauan 0,0238a X2 Dedak 0,0016b X3 Bungkil 0,0010cd X4 Jagung 0,0009d X5 Gabah 0,0007de X6 Kedelai 0,0003ef X7 K.Hijau 0,0001f
ω = (4,31).S =0,00047 ω = (5,13).S = 0,00056
-x7 0,02369** 0,00149** 0,00089** 0,00075** 0,00056** 0,00018
-x6 -x5 -x4 -x3 -x2 0,02351** 0,02313** 0,02294** 0,0228** 0,0222** 0,00131** 0,00093** 0,00074** 0,0006** 0,00071** 0,00033 0,00014 0,00057** 0,00019 0,00038
Lampiran 17. Konsumsi Fosfor(Kafetaria) Ternak Bobot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
382 278 319 355 320 384 338 350 370 363 Jumlah Rataan
BM 86,41 68,08 75,48 81,78 75,66 86,75 78,83 80,92 84,36 83,16
Hijauan
Jagung
Dedak
Bungkil K.Hijau
Kedelai
Gabah
0,0163 0,0141 0,0213 0,0033 0,0005 0,0008 0,0047 0,0155 0,0125 0,0217 0,003 0,0005 0,0009 0,0045 0,0159 0,0142 0,0187 0,0027 0,0006 0,0006 0,0042 0,0162 0,0139 0,0185 0,003 0,0006 0,0008 0,0045 0,0151 0,0136 0,0189 0,0031 0,0007 0,0009 0,0047 0,0163 0,014 0,0211 0,0032 0,0008 0,0008 0,0049 0,015 0,014 0,0194 0,0036 0,0008 0,0007 0,0043 0,0149 0,0142 0,0214 0,0031 0,0005 0,0007 0,0043 0,0161 0,0139 0,0214 0,0029 0,0006 0,0006 0,0047 0,015 0,0142 0,0214 0,0029 0,0007 0,0008 0,0045 0,1563 0,1386 0,2038 0,0308 0,0063 0,0076 0,0453 0,01563 0,01386 0,02038 0,00308 0,00063 0,00076 0,00453
Anova: Single Factor SUMMARY Groups Count Hijauan 10 Jagung 10 Dedak 10 Bungkil 10 K.Hijau 10 Kedelai 10 Gabah 10
Sum 0,1563 0,1386 0,2038 0,0308 0,0063 0,0076 0,0453
Average 0,01563 0,01386 0,02038 0,00308 0,00063 0,00076 0,00453
Variance 3,49E-07 2,63E-07 1,75E-06 6,18E-08 1,34E-08 1,16E-08 4,9E-08
ANOVA Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups 0,004 6 0,0006 1811,90 1,54E-68 2,25 Within Groups 2,25E-05 63 3,56556E-07 Total 0,003899 69 Uji HSD (Tukey Test) : ω Sx
= qα(p,n). S = √S2e/p
p = Jumlah Perlakuan n = DB Error S2= MSE
=7 = 63 = 0,000000036 √0,000000036= 0,00019
q = Nilai Tukey (tabel q): α=0,05 = 4,31 ω = (4,31).S =0,00081 α=0,01 = 5,13 ω = (5,13).S = 0,00097 Perlakuan X1 Dedak X2 Hijauan X3 Jagung X4 Gabah X5 Bungkil X6 Kedelai X7 K.Hijau
0,020a 0,016b 0,014c 0,005d 0,003e 0,001fg 0,001g
-x7 0,01975** 0,015** 0,01323** 0,0039** 0,00245** 0,00013
-x6 0,01962** 0,01487** 0,0131** 0,00377** 0,00232**
-x5 0,0173** 0,01255** 0,01078** 0,00145**
-x4 0,01585** 0,0111** 0,00933**
-x3 0,00652** 0,00177**
-x2 0,00475**
Lampiran 18. Analisis Statistik estimasi kebutuhan pakan kuda pacu Lampiran 18. Analisis regresi antara konsumsi bahan kering vs beban kerja dan bobot metabolik. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8683 0,7539 0,7427 0,7261 24
ANOVA
Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
df
SS
MS
1 22 23
35,5305 11,5981 47,1286
35,5305 0,5272
Coefficient Standar s d Error 7,989 0,512 4,954 0,603
t Stat 15,611 8,209
Pvalue 0,00 0,00
F 67,396 6
Significance F
Lower 95% 6,927 3,702
Upper 95% 9,050 6,205
0,00000004
Lower 95,0% 6,927 3,702
Upper 95,0% 9,051 6,205
RESIDUAL 0UTPUT Observation
Predicted Y
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
9,941 9,904 10,955 10,972 11,296 11,242 10,726 10,689 11,771 11,643 11,752 11,618 12,395 12,190 12,035 11,896 12,704 12,512 12,430 14,296 14,199 13,921 13,646 13,518
Residuals -0,004 0,227 -0,824 -0,841 -1,165 -1,111 0,501 0,538 -0,349 -0,221 -0,330 -0,001 0,123 0,523 0,678 0,817 1,104 1,297 0,477 -1,389 -0,390 -0,112 0,163 0,291
Standard Residuals -0,006 0,319 -1,161 -1,185 -1,641 -1,564 0,705 0,758 -0,491 -0,311 -0,464 -0,002 0,173 0,736 0,954 1,150 1,555 1,826 0,672 -1,956 -0,549 -0,158 0,229 0,409
Lampiran 19. Analisis regresi antara konsumsi energi tercerna vs beban kerja dan bobot metabolik. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8568 0,7340 0,7219 1,6816 24
ANOVA df 1 22 23
SS 171,682 62,209 233,892
Coefficients 17,916
Standard Error 1,185
10,889
1,397
Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
MS F 171,682 60,715 2,828
t Stat 15,116
Pvalue 0,000
Lower 95% 15,458
Upper 95% 20,374
Lower 95,0% 15,458
Upper 95,0% 20,374
7,792
0,000
7,991
13,787
7,991
13,787
RESIDUAL OUTPUT Observation Predicted Y Residuals 1 22,21 -0,24 2 22,13 -0,06 3 24,44 -2,37 4 24,47 -2,10 5 25,19 -2,61 6 25,07 -2,39 7 23,93 0,79 8 23,85 1,05 9 26,23 -1,05 10 25,95 -0,30 11 26,19 0,14 12 25,89 1,02 13 27,60 0,32 14 27,15 1,11 15 26,81 1,71 16 26,50 3,03 17 28,28 1,67 18 27,86 2,77 19 27,68 2,05 20 31,78 -2,06 21 31,56 -1,60 22 30,95 -0,87 23 30,35 -0,19 24 30,07 0,17
Significance F 0,0000001
Standard Residuals -0,14 -0,03 -1,44 -1,28 -1,59 -1,45 0,48 0,64 -0,64 -0,19 0,08 0,62 0,20 0,68 1,04 1,84 1,02 1,68 1,24 -1,25 -0,97 -0,53 -0,12 0,10
Lampiran 20. Analisis regresi antara konsumsi protein kasar vs beban kerja dan bobot metabolik. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8594 0,7385 0,7266 0,1483 24
ANOVA Regression Residual Total
df 1 22 23 Coefficients
Intercept X Variable 1
1,581 0,971
SS 1,3665 0,4838 1,8503 Standar d Error 0,105 0,123
MS 1,3665 0,0220
t Stat 15,129 7,882
F 62,1321
Pvalue 0,000 0,000
Significance F 0,00000008
Lower Upper Lower Upper 95% 95% 95,0% 95,0% 1,365 1,798 1,365 1,798 0,716 1,227 0,716 1,227
RESIDUAL OUTPUT Observation 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Predicted Y 1,964 1,957 2,163 2,166 2,230 2,219 2,118 2,111 2,323 2,298 2,319 2,293 2,446 2,405 2,375 2,348 2,506 2,468 2,452 2,818 2,799 2,745 2,691 2,666
Residuals 0,017 0,040 -0,166 -0,169 -0,233 -0,222 0,115 0,122 -0,074 -0,049 -0,070 -0,028 0,039 0,095 0,126 0,153 0,230 0,268 0,064 -0,302 -0,063 -0,009 0,045 0,070
Standard Residuals 0,117 0,277 -1,144 -1,167 -1,605 -1,531 0,790 0,840 -0,511 -0,338 -0,485 -0,193 0,269 0,658 0,867 1,055 1,586 1,846 0,444 -2,080 -0,434 -0,059 0,313 0,486
Lampiran 21. Analisis regresi antara konsumsi serat kasar vs beban kerja dan bobot metabolik. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8814 0,7769 0,7668 0,0835 24
ANOVA df 1 22 23
Regression Residual Total
Coefficients Intercept X Variable 1
0,9514 0,6076
SS 0,535 0,153 0,688
MS 0,535 0,007
F 76,623
Standard PLower Upper t Stat Error value 95% 95% 0,0589 16,1610 0,0000 0,8293 1,0735 0,0694 8,7534 0,0000 0,4636 0,7515
RESIDUAL OUTPUT Observation 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Predicted Y 1,191 1,186 1,315 1,317 1,357 1,350 1,287 1,283 1,415 1,400 1,413 1,396 1,492 1,467 1,448 1,431 1,530 1,506 1,496 1,725 1,713 1,679 1,645 1,630
Significance F 0,000000013
Residuals -0,035 0,036 -0,093 -0,095 -0,135 -0,128 0,030 0,034 -0,032 -0,016 -0,029 0,054 -0,014 0,078 0,097 0,114 0,109 0,133 0,115 -0,114 -0,074 -0,040 -0,006 0,010
Standard Residuals -0,430 0,441 -1,136 -1,162 -1,649 -1,566 0,363 0,419 -0,388 -0,196 -0,359 0,659 -0,170 0,956 1,188 1,397 1,339 1,628 1,412 -1,391 -0,905 -0,488 -0,075 0,116
Lower 95,0% 0,8293 0,4636
Upper 95,0% 1,0735 0,7515
Lampiran 22. Analisis regresi antara konsumsi lemak kasar vs beban kerja dan bobot metabolik. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8600 0,7396 0,7278 0,0269 24
ANOVA df 1 22 23
Regression Residual Total
Coefficients Intercept X Variable 1
0,287 0,177
SS 0,0452 0,0159 0,0611 Standard Error 0,019 0,022
MS 0,0452 0,0007
t Stat 15,164 7,906
F 62,4989
Pvalue 0,000 0,000
Lower 95% 0,248 0,130
Significance F 0,0000001
Upper Lower Upper 95% 95,0% 95,0% 0,327 0,248 0,327 0,223 0,130 0,223
RESIDUAL OUTPUT Observation
Predicted Y
Residuals
Standard Residuals
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
0,357 0,356 0,393 0,394 0,405 0,403 0,385 0,384 0,422 0,418 0,422 0,417 0,444 0,437 0,432 0,427 0,456 0,449 0,446 0,512 0,509 0,499 0,489 0,485
0,003 0,007 -0,030 -0,031 -0,042 -0,040 0,021 0,022 -0,013 -0,009 -0,013 -0,005 0,007 0,017 0,023 0,028 0,042 0,049 0,012 -0,054 -0,012 -0,002 0,008 0,013
0,109 0,280 -1,145 -1,168 -1,608 -1,534 0,785 0,835 -0,510 -0,337 -0,484 -0,181 0,263 0,663 0,873 1,061 1,585 1,846 0,458 -2,072 -0,442 -0,065 0,308 0,481
Lampiran 23. Analisis regresi antara konsumsi kalsium vs beban kerja dan bobot metabolik. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8630 0,7447 0,7331 0,0074 24
ANOVA df 1 22 23
Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
SS 0,004 0,001 0,005
MS 0,004 0,000
F 64,184
Significance F 0,00000006
Coefficients Standard t Stat PLower Upper Lower Error value 95% 95% 95,0% 0,080 0,005 15,323 0,000 0,069 0,091 0,069 0,050 0,006 8,012 0,000 0,037 0,062 0,037
RESIDUAL OUTPUT Observation
Predicted Y
Residuals
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
0,100 0,099 0,110 0,110 0,113 0,113 0,108 0,107 0,118 0,117 0,118 0,117 0,124 0,122 0,121 0,119 0,127 0,126 0,125 0,143 0,142 0,140 0,137 0,136
0,001 0,002 -0,008 -0,009 -0,012 -0,011 0,006 0,006 -0,004 -0,002 -0,003 -0,001 0,002 0,005 0,007 0,008 0,011 0,013 0,004 -0,015 -0,003 -0,001 0,002 0,003
Standard Residuals 0,072 0,293 -1,151 -1,175 -1,620 -1,545 0,760 0,811 -0,504 -0,329 -0,478 -0,123 0,234 0,687 0,900 1,091 1,576 1,841 0,528 -2,036 -0,477 -0,095 0,282 0,458
Upper 95,0% 0,091 0,062
Lampiran 24. Analisis regresi antara konsumsi fosfor vs beban kerja dan bobot metabolik. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8650 0,7481 0,7367 0,0040 24
ANOVA Regression Residual Total
df 1 22 23 Coefficients
Intercept X Variable 1
0,044 0,027
SS 0,0011 0,0004 0,0014
MS 0,0011 0,0000
Standard Pt Stat Error value 0,003 15,430 0,000 0,003 8,084 0,000
F 65,3514
Lower 95% 0,038 0,020
Significance F 0,00000005
Upper Lower Upper 95% 95,0% 95,0% 0,050 0,038 0,050 0,034 0,020 0,034
RESIDUAL OUTPUT Observation 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Predicted Y Residuals 0,055 0,054 0,060 0,060 0,062 0,062 0,059 0,059 0,065 0,064 0,064 0,064 0,068 0,067 0,066 0,065 0,070 0,069 0,068 0,078 0,078 0,076 0,075 0,074
0,000 0,001 -0,005 -0,005 -0,006 -0,006 0,003 0,003 -0,002 -0,001 -0,002 0,000 0,001 0,003 0,004 0,004 0,006 0,007 0,002 -0,008 -0,002 0,000 0,001 0,002
Standard Residuals 0,045 0,302 -1,155 -1,179 -1,628 -1,552 0,741 0,792 -0,500 -0,323 -0,474 -0,080 0,213 0,705 0,919 1,112 1,570 1,837 0,579 -2,009 -0,502 -0,117 0,264 0,441
Lampiran 25. Analisis regresi antara konsumsi BETN vs beban kerja dan bobot metabolik. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,8664 0,7507 0,7393 0,4611 24
ANOVA df 1 22 23
Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
Coefficients 5,041 3,119
SS 14,085 4,678 18,763 Standar d Error 0,325 0,383
t Stat 15,509 8,139
MS 14,085 0,213
P-value 0,000 0,000
RESIDUAL OUTPUT Observation
Predicted Y
Residuals
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
6,27 6,25 6,91 6,92 7,12 7,09 6,76 6,74 7,42 7,34 7,41 7,33 7,82 7,69 7,59 7,50 8,01 7,89 7,84 9,01 8,95 8,78 8,60 8,52
0,010 0,140 -0,522 -0,533 -0,737 -0,702 0,327 0,351 -0,224 -0,143 -0,212 -0,021 0,088 0,324 0,421 0,509 0,705 0,826 0,279 -0,896 -0,235 -0,061 0,112 0,193
Standard Residuals 0,023 0,309 -1,158 -1,181 -1,634 -1,557 0,726 0,778 -0,496 -0,318 -0,470 -0,047 0,196 0,718 0,934 1,128 1,564 1,833 0,618 -1,987 -0,522 -0,134 0,249 0,428
F 66,237
Significance F 0,00000004
Lower Upper Lower Upper 95% 95% 95,0% 95,0% 4,367 5,715 4,367 5,715 2,324 3,914 2,324 3,914
Foto Latihan dan Pacuan Kuda Pacu