Peluang Implementasi Arah Dasar Pastoral KAJ Tahun 2011-2015 dalam
PELAYANAN PENDIDIKAN Oleh: Rm. B.S. Mardiaatmadja, SJ
Jika kita membaca statistik sepintas lalu saja, segera dapat diketahui betapa banyak pelayanan pendidikan di Jakarta. Itu pun baru berkaitan dengan persekolahan. Padahal pendidikan meliputi pelayanan yang jauh lebih luas daripada sekadar dunia persekolahan. Kita dapat menemukan pelayanan pendidikan melalui sekian banyak umat kita yang memberikan sumbangsih di dunia media dan dalam usaha komputer maupun internet. Lalu ada banyak sekali umat kita yang melakukan pendidikan dalam ranah legislatif, eksekutif dan yudikatif. Langsung atau tidak langsung, mereka adalah “Gereja yang melayani pendidikan rakyat Jakarta, Tangerang, Bekasi”. Apalagi banyak pelayanan mereka itu yang menjangkau sampai ke seluruh pelosok Negara, bahkan sampai ke luar negeri. Bagaimanakah jiwa iman dapat meneguhkan arah pelayanan pendidikan itu dalam cakrawala pandang Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta?
Inspirasi Arah Dasar Pastoral KAJ Tahun 2011-2015 Kesetiaan kepada Tuhan mengandaikan bahwa kita mengenal Kehendak Tuhan yang sudi bersetiakawan dengan manusia. Agar kita dapat menjalankan pengutusan guna menjadi saksi Kristus di sini dan saat ini perlulah bahwa kita mendidik diri tanpa henti, belajar menyelami kebutuhan rakyat: kebutuhan yang terasa maupun kebutuhan sejati, kebutuhan harian maupun kebutuhan jangka panjang. Pendidikan masuk dalam proses manusia menyadari diri, mengenali diri, mengetahui sesama dan alam semesta berikut segala hukumnya sampai kepada Tuhan, untuk membentuknya sebagai pengetahuan dan mengembangkannya. Dalam ranah itu kita sesungguhnya menyiapkan masa depan masyarakat agar semakin maju, semakin mendalam dan semakin kreatif-produktif, dari pelbagai seginya. Demikianlah kesetiakawanan kita kepada sesama rakyat tidak hanya terwujud secara afektif-emosional saja, melainkan juga secara dinamis dan kritis. Sifat gembala yang murah hati menghendaki bahwa kita mendalami permasalahan pendidikan luas itu dan sedapat mungkin ikut menyumbangkan pikiran, perasaan, orang dan sumber dana sebaik mungkin.
Situasi di Lapangan Pendidikan mengingatkan kita pada Sistem Pendidikan Nasional. Namun hal itu sering membawa kita hanya pada dunia persekolahan formal saja. Padahal kita mengetahui bahwa pendidikan mencakup ranah luas, bahkan sampai ke keluarga. Pendidikan bukanlah lingkungan yang dapat ditentukan secara geografis saja, melainkan lapisan hidup seluruh bangsa dan umat Katolik. Lingkup Rakyat Umum Pendidikan yang mencakup bagian seperti Sistem Pendidikan Nasional mencakup baik pengajaran maupun pendidikan luas. Pengajaran perlu kita perhatikan lebih luas daripada sekedar pengajaran budi pekerti atau agama. Di sana kita mempersiapkan generasi berikutnya, yang
membutuhkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap hidup yang produktif dengan akhlak orang beriman. Sekolah Umum Rakyat kita sudah terlampau lama dibiasakan mengidentikkan pendidikan dengan sekolah umum, itu pun dengan cara yang cukup konsumtif sehingga tidak kritis. Lembaga-lembaga didik kita perlu menyediakan diri secara terjangkau agar generasi nanti lebih berjiwa kreatif dan mandiri. Beberapa kali didorong terbentuknya kelompok kritis untuk memperbaiki sikap rakyat terhadap sekolah, namun tidak selalu berhasil. Sekolah-sekolah kejuruan senantiasa dipandang hanya sebagai cadangan atau jalan keluar bagi anak yang berkekurangan uang atau kecakapan. Kita perlu lebih memahami pesan Howard Gardner dengan kecerdasan gandanya, yang mengajak kita meluaskan cakrawala untuk memahami orang muda dengan pelbagai kecakapannya, sehingga masyarakat diperkaya dengan tenaga-tenaga baru yang kreatif. Sekolah Khusus Kita kerap juga memahami sekolah khusus hanya dari sudut penyediaan sekolah bagi orang muda yang kurang pandai atau menyandang cacat tertentu. Kita tidak berani meneruskan pandangan tentang kecerdasan ganda karena sering mempersempit penghargaan terhadap pribadi manusia terlalu sering hanya dari sudut manusia sempurna dalam segalanya. Maka dari itu, anak “hyper active” jarang dipahami sebagai memiliki peluang istimewa dalam aneka seginya. Kita juga kurang memperhatikan anak yang amat pandai sehingga bangsa kita dirugikan karena tidak memperoleh jenius secukupnya. Sementara itu anak yang miskin dan bodoh kerap dilihat sebagai beban, bukan sebagai tantangan untuk bangsa yang mau memolesnya menjadi cemerlang, suatu prestasi yang seharusnya dijunjung-tinggi. Sebabnya: politik dan pendidikan memandangnya selalu dengan kacamata ekonomi, suatu cara pandang yang mementingkan sekali modal.
Lingkup yang Lebih Prinsip Cara pandang terhadap pendidikan sebagaimana sampai sekarang dimiliki oleh kebanyakan bagian bangsa ini terlalu sempit. Kita dibiasakan melihat pendidikan sama-sebangun dengan sekolah, lalu sekolah dibayangkan dengan ukuran bangsa maju tertentu. Semua orangmuda dan proses didik diukur dari bayangan itu. Kita perlu kembali kepada cita-cita didik sejati yang menekankan proses didik: memfasilitasi pengembangan manusia, apa pun bakatnya, siapa pun orangtuanya, di mana pun lingkungannya. Fasilitas itu diberikan oleh setiap bapak-ibu tanpa pandang bulu, dalam lingkungan apa pun. Masyarakat, termasuk pemerintah, perlu menciptakan struktur berpikir dan struktur pelayanan sedemikian sehingga setiap warga negara dapat memperoleh pendidikan yang utuh.
Pertimbangan lebih Mendalam Pesan Alkitabiah: ketika Umat Allah berkembang dari anak cucu Abraham, dengan seluruh cintaNya Allah mendampingi pertumbuhan mereka. Melalui pasang surut hidup keluarga, untung-rugi perekonomian, pergulatan politis, ruwet-repot kebudayaan dan pergumulan spiritual, pendidikan ilahi tak pernah surut. Lewat para Hakim, Raja-raja, Nabi dan Utusan-utusan Khususnya, Allah mengirimkan guru-guru hidup yang mendampingi Umat. Melalu lembaga Hari Sabbat, anak cucu Abraham terus menerus dididik secara lebih langsung. Demikian juga sebenarnya melalui para Ahli Kitab dan Imam. Sebagai Puncaknya, Guru dari Nasareth, Sang
Putera sendiri menghadirkan Kebenaran, Jalan dan Kehidupan kepada Umat Baru. Yohannes 20:22 menunjukkan betapa Allah masih lebih murah hati dengan menjanjikan Roh Kebenaran, yang akan menemani Murid-murid Kristus menjadi saksinya sampai ke Akhir Zaman. Oleh sebab itu Kisah dapat memaparkan para Rasul yang terdidik oleh cinta Allah, pada gilirannya mendidik Umat Allah yang Baru. Melalui lembaga “pengajaran para Rasul” (Kis 2: 41-47) tampaklah pendidikan yang berkesinambungan. Pesan Sejarah: masa awal Gereja Perdana tidaklah mudah. Banyak pengajaran Yesus yang membutuhkan penjelasan dari para Rasul, kemudian dikembangkan para murid dan Bapa Gereja. Perlahan-lahan terciptalah Tradisi dan Ajaran Gereja yang mau mempertanggungjawabkan iman para murid. Melalui kebudayaan yang dibangun biara-biara, sejak St. Benedictus dari Nursia, melalui St. Bernardus dan St. Dominikus serta guru-guru besar lain, terbentuklah hidup menggereja yang tanpa henti mau mengembangkan manusia melalui pemahaman akan Kehendak Allah. Sejak Abad Pertengahan sampai sekarang berkembang sekolah-sekolah formal yang langkah demi langkah menjadi pesemaian ilmu-ilmu. Baru menjelang akhir Abad 19 dan sepanjang Abad 20 disadari kembali bahwa pendidikan mesti merupakan kerjasama erat antara keluarga dan sekolah. Pesan para Gembala: sudah sering Gereja berbicara mengenai pendidikan. Sekolah selalu diletakkan dalam keprihatinan Gereja terhadap pengembangan diri si manusia, yang (siapa pun dan dalam kondisi apa pun) diciptakan menurut citraNya. Kalaulah manusia bersalah dan berdosa; Allah sudah mengirim AnakNya untuk memulihkan keadaan semula. Ketika para Murid tidak juga sepenuhnya menangkap maka diberikannya Roh yang ‘akan menjelaskan segalanya’. Dalam surat-surat mengenai hidup berkeluarga selalu diingatkan tugas para orangtua untuk memberikan pendidikan mendasar terbaik bagi anak: yakni agar menjadi manusia bermartabat. Oleh sebab itu, dari Konsili Vatikan II sampai FABC dan KWI selalu disebarkan pandangan bahwa Gereja mendukung agar siapa pun juga mendapat pendidikan sekolah seluas-luasnya. Dalam semangat itu juga Gereja selalu meneguhkan para guru dalam panggilan sucinya. Para Uskup Jakarta senantiasa mendukung sekolah-sekolah Katolik di Jakarta yang memberikan sumbangsih pada pendidikan sebaik mungkin, terutama bagai orang-orang terpinggirkan, selaras dengan nilai-nilai Injili sehingga generasi mendatang memiliki karakter baik. Perbincangan luas: ilmu mendidik sudah cukup dini memusatkan perhatian pada proses pembelajaran pribadi orang muda lebih daripada penumpukan pengetahuan melalui pengajaran. Maka segala pengajaran hanya menjadi bagian dari seluruh proses pembelajaran murid pada tahap mana pun. Proses interaksi pembelajaran antara murid dan guru semakin lama semakin dianjurkan untuk dicermati, bukan penggelontoran hafalan dan kepingan-kepingan pengetahuan, menuju ke arah pendidikan integral. Kita mendapat soal ketika sekolah-sekolah kita diberi bingkai oleh para pejabat Negara, yang memusatkan perhatian kepada masalah administratif, soal kurikulum baku dan kebijakan politis UU maupun Perda. Lalu banyak godaan bahwa kita kehilangan orientasi dasar pendidikan. Arah Dasar Pastoral Keuskupan mengharapkan kita tetap memegang teguh orientasi Gereja mengenai pendidikan yang juga di sekolah-sekolah mau memfasilitasi pembentukan pribadi manusia yang dijiwai nilai-nilai Injili berintikan cintakasih. Oleh sebab itu sekolahsekolah kita diarahkan untuk menciptakan tata kelola dan pranata persekolahan yang kreatif untuk mengembangkannya.
Arah ke depan
Kita perlu saling membantu untuk menjadi Umat Allah yang Baru dalam Keuskupan Agung Jakarta, tempat orang muda semakin sadar akan kemanusiaannya yang utuh, mengenal dirisesama-alam selaras dengan gambaran iman Kristiani, mempunyai pengetahuan dan ketrampilan handal agar dapat berperan positif dalam masyarakat, ikut mengangkat harkat dan martabat rakyat. Di antara umat sendiri, seluruh umat perlu menjadikan keluarga sebagai basis pendidikan paling penting. Arahnya, setia kepada Allah dan setiakawan pada sesama dengan semangat saling menggembalakan agar dapat menjadi garam dan ragi dalam masyarakat secara bermutu. Dalam paroki dan organisasi kita, semangat mendidik itu perlu dikembangkan supaya kaderkader kita sungguh bermutu dalam bekerjasama saling menghormati harkat dan martabat tanpa diskriminasi.
Melayani Rakyat Kita tahu bahwa ada banyak kemungkinan untuk memberikan sumbangsih di bidang pendidikan dalam masyarakat: 1. Melalui pelayanan lembaga sekolah: dengan aneka keterbatasannya, lembaga persekolahan kita masih dapat memberikan pengajaran yang baik, teladan pengelolaan yang bertanggungjawab, disiplin yang konsekuen serta kreativitas tawaran didik yang menantang. Dalam pada itu kita perlu menyediakan persekolahan yang menjangkau rakyat kecil dan dapat dijangkau oleh yang paling membutuhkan. Dengan semangat itu terus menerus dicari kemungkinan agar sekolah yang mampu dapat secara khusus membantu sekolah yang kurang mampu atau anak yang kurang mampu atau menciptakan lembaga beasiswa yang bertanggungjawab. 2. Melalui pelayanan di lembaga sekolah lain: banyak warga kita yang melayani di sekolah negeri atau sekolah swasta lain. Kita dapat menjadi garam dan ragi di sana: agar melalui pelayanan didik kita semakin menciptakan generasi yang saling menghargai martabat satu sama lain serta mengembangkan ilmu secara unggul. 3. Melalui pelayanan “motivation-building” dsb.: di kalangan luas berkembang ‘pendidikan ‘motivation building’ sebagai pelayanan peningkatan rasa harga diri dan kreativitas. Di sana hendaknya dikembangkan sikap sehat terhadap manusia sebagai pusat hidup ekonomi dan iman kepada Allah sebagai dasar segala penghargaan kemanusiaan. 4. Melalui pelayanan media seperti radio, televisi, koran, majalah, media virtual, VCD, cassette, production house: terbatasnya tenaga dan dapat berlipatgandanya pelayanan melalui aneka media menyebabkan bahwa pelayanan pendidikan jenis ini semakin perlu kita perhatikan. Sikap saling menghargai, kejujuran dan kecermatan kerja menjadi tuntutan yang tidak dapat kita lepaskan. Melalui pelayanan didik ini pun iman dan religiositas perlu mendapat jalan masuk ke masyarakat. 5. Melalui pelayanan publik di lingkungan legislatif, eksekutif, yudikatif: kejujuran, rasa bertanggungjawab dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia layak untuk mendapat prioritas dalam pelayanan publik.
Langkah lebih Konkret Dalam bidang persekolahan, Komisi Pendidikan KAJ dan Majelis Pendidikan Katolik perlu segera duduk bersama membuat rencana-rencana implementasi Arah Dasar Pastoral KAJ Tahun
2011-2015 dalam bidang persekolahan. Sementara itu, Pelayanan Kategorial perlu menyapa para pendidik, baik lembaga maupun perseorangan. ***