PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI DAERAH PERBATASAN
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tahun 2007
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rakhmat dan karunia Nya, buku Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Perbatasan telah dapat diselesaikan sesuai rencana.
Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Perbatasan ini disusun untuk memberikan kejelasan bagi pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Provinsi/ Kabupaten/ Kota tentang pengelolaan obat di daerah perbatasan.
Buku Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Provinsi/ Kabupaten/ Kota maupun Pusat dalam proses pelaksanaan Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di daerah perbatasan.
Kami menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam pelaksanaan penyusunan Buku Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di daerah perbatasan.
Saran dan masukan dari semua pihak sangat kami harapkan demi untuk penyempurnaan buku pedoman ini.
Jakarta, Agustus 2007 Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Drs. Bahron Arifin,Apt NIP. 140 149 674
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
i
DAFTAR KONTRIBUTOR
ii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN
1
A. LATAR BELAKANG
1
B. KEADAAN DAN MASALAH
6
C. TUJUAN
7
D. PENGERTIAN
7
ORGANISASI, TUGAS DAN PESAN
9
A. BENTUK ORGANISASI
9
B. SARANA
9
C. PEMBAGIAN TUGAS DAN PERAN
11
PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI DAERAH PERBATASAN
14
A. PERENCANAAN
14
B. PENYIMPANAN
17
C. DISTRIBUSI
19
D. LAPORAN PEMAKAIAN DAN LEMBAR PERMINTAAN OBAT (LPLPO)
25
E. PENCATATAN DAN PELAPORAN
30
F. PENGHAPUSAN SEDIAAN FARMASI
35
G. ANGGARAN
36
H. PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
39
BAB IV
PENUTUP
41
DAFTAR PUSTAKA
42
DAFTAR SINGKATAN
43
DAFTAR LAMPIRAN
44
TIM PENYUSUN PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI DAERAH PERBATASAN
Daftar Kontributor 1.
Syamsuddin Wally, SE, M.Kes
: Dinkes Prop. Maluku
2.
Sudarmi, S.Si, Apt
: Dinkes Prop. Maluku Utara
3.
Drs. Zainuddin Noor, Apt, M.Kes
: Dinkes Prop. Sumatera Selatan
4.
Lasmianti, Apt
: Dinkes Prop. Kepulauan Riau
5.
Drs. Djonny S. Matali, Apt
: Dinkes Prop. Sulawesi Utara
6.
Dra. E. Yolanda, Apt
: Dinkes Kota Cilegon
7.
Dra. Yanuarti, Apt, M.Kes
: Dinkes Prop. Kalimantan Barat
8.
Dra. Siti Wahyuni, Apt, M.Kes
: Dinkes Prop. DI Yogyakarta
9.
Dra. Sulasmi
:
Dinkes
Prop.
Nanggroe
Darussalam 10.
Dra. Lusia Ang, Apt
: Dinkes Prop. Papua
11. Adriana Fouk R, S.Si, Apt
: Dinkes Kabupaten Belu
12. Drs. Ali Chozin, Apt, M.Si
: Dinkes Kota Batam
13.
Dra. Timansari Barus, Apt
: Dinkes Prop. Jawa Barat
14.
Drs. Asaf Diolo, Apt
: Dinkes Prop. Kalimantan Barat
15.
Amna
: Dinkes Prop. Jawa Timur
16.
Drs. H. M. Nur Ginting, Apt, M.Kes : Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
17. Dra. Ratna Nirwani, Apt, MM
: Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
18.
Dra. Fatimah Umar, Apt, MM
: Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
19.
Dra. Hidayati Mas’ud, Apt
: Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
20.
Dra. Sri Endah S, Apt
: Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
21.
Rustian, S.Si, Apt, MMKM
: Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
22.
Drs. M. Taufik S, Apt
: Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
23.
Dita Novianti SA, S.Si, Apt
: Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
Aceh
Sekretariat 1.
Dra. Evrina, Apt
: Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
2.
Endang Setyowati
: Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
3.
Dede Bromici Kundalini, AMF
: Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
4.
M. Solihin Arief
: Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
5.
Ch. Sri Iswantiyah
: Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
6.
Haryadi
: Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari 33 Provinsi, 349 Kabupaten dan 91 Kota, merupakan Negara kepulauan dengan jumlah pulau ± 17.504 buah. Secara langsung Negara kesatuan Republik Indonesia berbatasan dengan 10 (sepuluh) Negara, wilayah darat berbatasan dengan 3 (tiga) Negara yaitu : Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL), sedangkan di wilayah laut berbatasan dengan 10 (sepuluh) Negara yaitu : India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, RDTL dan PNG.
Cakupan wilayah perbatasan darat dan laut berada pada beberapa Provinsi sebagaimana daftar dibawah ini.
DAFTAR NAMA PULAU – PULAU TERLUAR REPUBLIK INDONESIA YANG BERBATASAN DENGAN NEGARA TETANGGA NO
NAMA PULAU
KABUPATEN
PROVINSI
TETANGGA
PDDK ada
1
Salau Besar
2
Raya
3
Rusa
4 5 6 7
Benggala Rondo Simeulucut Berhala
8 9 10
Simuk Wunga Sibarubaru
Aceh Utara Aceh Barat Aceh Besar Sabang Sabang Simeuleu Deli serdang Nias Nias Kep Mentawai
tdk
NAD
INDIA
1
NAD
INDIA
1
NAD
INDIA
1
NAD NAD NAD SUMUT
INDIA LAUT LEPAS MALAYSIA LAUT LEPAS
1
SUMUT SUMUT SUMBAR
LAUT LEPAS LAUT LEPAS LAUT LEPAS
1 1 1 1 1 1
11
Sunyaunyau
12
Batumandi
13 Karimun Kecil 14 Nipa 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Pelampong Nongsa Batu Berhanti Sekatung Subi Kecil Mangkai Tokong Nanas Tokong Belayar Tokongboro Semiun Sebetul Senua Kepala Iyu Kecil Sentut Tokong Malang Biru 31 Damar 32 Enggano
Kep Mentawai Bengkalis Karimun Belakang Pandan Batam Batam Batam Natuna Natuna Natuna Natuna Natuna Natuna Natuna Natuna Natuna Natuna Karimun Kep Riau Kep Riau
SUMBAR
LAUT LEPAS
1
RIAU
MALAYSIA
1
KEP. RIAU KEP. RIAU
MALAYSIA SINGAPURA
1
KEP. RIAU KEP. RIAU KEP. RIAU KEP. RIAU KEP. RIAU KEP. RIAU KEP. RIAU KEP. RIAU KEP. RIAU KEP. RIAU KEP. RIAU KEP. RIAU KEP. RIAU KEP. RIAU KEP. RIAU KEP. RIAU
SINGAPURA SINGAPURA SINGAPURA VIETNAM MALAYSIA MALAYSIA MALAYSIA MALAYSIA MALAYSIA MALYASIA/VIETNAM VIETNAM MALAYSIA MALAYSIA MALAYSIA MALAYSIA MALAYSIA
1
Kep Riau KEP. RIAU Bengkulu BENGKULU Utara 33 Mega Bengkulu BENGKULU Utara 34 Batu Kecil Tanggamus LAMPUNG 35 Deli Pandegelang BANTEN 36 Mantuk Tasil malaya JABAR 37 Nusakambangan Cilacap JATENG 38 Barung Jember JATIM 39 Sekel Trenggalek JATIM 40 Panehan Trenggalek JATIM 41 Sophialousia Lombok NTB Barat 42 Dana Kupang NTT 43 Dana Rotendao NTT 44 Mangudu Sumba NTT Timur 45 Batek Kupang NTT 46 Alor Alor NTT
MALAYSIA LAUT LEPAS
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
LAUT LEPAS
1
LAUT LEPAS AUSTRALIA AUSTRALIA AUSTRALIA AUSTRALIA AUSTRALIA AUSTRALIA AUSTRALIA
1 1 1 1 1 1 1 1
AUSTRALIA AUSTRALIA AUSTRALIA
1
TIMOR LESTE TIMOR LESTE
1
1 1
1
47 48 49 50
Maratua Sambit Sebatik Gosong Makassar 51 Manterau 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
Makalehi Kawalusu Kawio Marore Batubawaikang Miangas Marampit Intata Kakarutan Lingian Salando Dolangan Bangkit Jiew
66
Karang
67
Enu
68
Batugoyang
69
Asutubun
70
Selaru
71
Batarkusu
72
Masela
73
Miatimiarang
74
Larat
Berau Berau Nunukan Nunukan
KALTIM KALTIM KALTIM KALTIM
MALAYSIA MALAYSIA MALAYSIA MALAYSIA
1
Bolmong
SULUT
MALAYSIA
1
Sangihe SULUT Sangihe SULUT Sangihe SULUT Sangihe SULUT Sangihe SULUT Talaud SULUT Talaud SULUT Talaud SULUT Talaud SULUT Toli-Toli SULTENG Toli-Toli SULTENG Toli-Toli SULTENG Gorontalo GORONTALO Halmahera MALUKU Utara Maluku MALUKU Tenggara Maluku MALUKU Tenggara Maluku MALUKU Tenggara Maluku MALUKU Tenggara Barat Maluku MALUKU Tenggara Barat Maluku MALUKU Tenggara Barat Maluku MALUKU Tenggara Barat Maluku MALUKU Tenggara Barat Maluku MALUKU Tenggara
PHILIPINA PHILIPINA PHILIPINA PHILIPINA PHILIPINA PHILIPINA PHILIPINA PHILIPINA PHILIPINA MALAYSIA MALAYSIA MALAYSIA MALAYSIA PALAU
1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
AUSTRALIA
1
AUSTRALIA
1
AUSTRALIA
1
AUSTRALIA
1
AUSTRALIA
1
1
AUSTRALIA
AUSTRALIA
1
AUSTRALIA
1
AUSTRALIA
1
75
76
77
78
79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92
Barat Leti Maluku Tenggara Barat Kisar Maluku Tenggara Barat Wetar Maluku Tenggara Barat Liran Maluku Tenggara Barat Ararkula Kepulauan Aru Karaweira Kepulauan Aru Panambulai Kepulauan Aru Kultubai Utara Kepulauan Aru Kultubai selatan Kepulauan Aru Budd Sorong Fani Raja Ampat Miossu Sorong Fanildo (pp. Supiori Mapia) Bras (pp. Supiori Mapia) Bepondi Supiori Liki Jayapura Kolepon Merauke Laag Asmat
MALUKU
TIMOR LESTE
1
MALUKU
TIMOR LESTE
1
MALUKU
TIMOR LESTE
1
MALUKU
TIMOR LESTE
1
MALUKU
AUSTRALIA
1
MALUKU
AUSTRALIA
1
MALUKU
AUSTRALIA
MALUKU
AUSTRALIA
MALUKU
AUSTRALIA
IRJABAR IRJABAR
PALAU PALAU
IRJABAR PAPUA
PALAU PALAU
PAPUA
PALAU
1
PAPUA PAPUA PAPUA PAPUA
ZEE.S.PASIPIK PNG AUSTRALIA AUTRALIA
1
JUMLAH
1 1 1 1 1 1 1
1 1 1
34
Sumber Data : Perpres 78 Tahun 2005, DKP (12 Februari 2007), propinsi disesuaikan data terbaru
Program pengembangan wilayah perbatasan sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 – 2009 bertujuan untuk :
58
1. Menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional. 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga.
Kebijakan pemerintah terhadap peningkatan akses obat diselenggarakan melalui beberapa strata kebijakan yaitu Undang-Undang sampai Keputusan Menteri Kesehatan yang mengatur berbagai ketentuan berkaitan dengan obat. Tujuan subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu, bermanfaat serta terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Obat merupakan komponen esensial dari suatu pelayanan kesehatan, selain itu karena obat sudah merupakan kebutuhan masyarakat, maka persepsi masyarakat tentang hasil dari pelayanan kesehatan adalah menerima obat setelah berkunjung ke sarana kesehatan, yaitu Puskesmas, Poliklinik, Rumah Sakit, Dokter praktek swasta dan lain - lain. Bila di umpamakan tenaga medis adalah tentara yang sedang berperang di medan tempur, maka obat adalah amunisi yang mutlak harus dimiliki untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Oleh karena vitalnya obat dalam pelayanan kesehatan, maka pengelolaan yang benar, efisien dan efektif sangat diperlukan oleh petugas di Pusat/Provinsi/ Kabupaten/Kota. Tanggung jawab pengadaan obat esensial untuk pelayanan kesehatan dasar bukan lagi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat akan tetapi menjadi tanggung jawab pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. Melihat data tersebut,
maka
pemerintah
khususnya
pemerintah
daerah
Provinsi/
Kabupaten/Kota akan merasakan beban yang sangat besar terhadap APBD/DAU setiap tahunnya. Untuk menjamin ketersediaan obat di pelayanan kesehatan dan juga menjaga citra pelayanan kesehatan itu sendiri, maka sangatlah penting menjamin ketersediaan dana yang cukup untuk pengadaan obat esensial, namun lebih penting lagi dalam mengelola dana penyediaan obat secara efektif dan efisien. Penerapan Undang Undang Otonomi dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah membawa perubahan kepada mekanisme pengalokasian dana, bukan hanya di sektor Kesehatan tetapi terjadi di semua sektor. Pada era sebelum otonomi daerah alokasi dana pembangunan langsung disediakan untuk masing-masing sektor dan selanjutnya dibagikan ke Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pada saat ini pengalokasian dana dari Pemerintah Pusat dilakukan melalui mekanisme DAU, DAK dan Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dana alokasi pembangunan kesehatan termasuk didalamnya dana alokasi obat termasuk kedalam Dana Alokasi Umum. Perubahan yang demikian mendasar
belum
banyak
diantisipasi
oleh
manager
kesehatan
di
Provinsi/Kabupaten/Kota termasuk pula oleh pengelola obat publik dan perbekalan
kesehatan.
Ketrampilan
yang
sangat
menunjang
dalam
melakukan pengajuan kebutuhan alokasi dana obat di DAU antara lain: kemampuan negosiasi, kemampuan mengolah data penggunaan obat dari aspek ekonomi, kemampuan advokasi dan lain sebagainya. Ketrampilan tersebut sangat diperlukan mengingat ada sebahagian pengambil keputusan di daerah yang beranggapan bahwa sektor kesehatan adalah sektor yang hanya menghabiskan uang, padahal perlu diketahui bahwa kesehatan merupakan suatu investasi di masa mendatang.
Mengingat penting dan mendesaknya pengembangan wilayah perbatasan baik darat maupun laut (pulau-pulau kecil terluar) dalam hal ini peran serta
dan kontribusi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I sesuai dengan amanat RPJMN 2004 – 2009, Renstra Depkes yang disempurnakan dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2007, maka dianggap perlu untuk menyusun Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Perbatasan.
B. Keadaan dan Masalah • Untuk menjangkau masyarakat di daerah perbatasan dengan pelayanan kesehatan yang bermutu, telah dilakukan berbagai upaya antara lain dengan mendekatkan fasilitas kesehatan baik Puskesmas maupun Puskesmas pembantu, yang ditunjang dengan penempatan bidan di desa yang dilengkapi dengan sarana dan tenaga kesehatan. • Jumlah tenaga yang bersedia ditempatkan di daerah perbatasan masih kurang. • Kendala geografis, transportasi, sarana komunikasi serta kondisi musim selalu menjadi hambatan dalam pemenuhan kebutuhan logistik obat dan bahan habis pakai di daerah perbatasan sehingga penggunaan yang rasional sulit di kontrol. • Karena letaknya di daerah perbatasan dan terpencil, kondisi fisik beberapa bangunan/ gedung seringkali kurang diperhatikan, biaya pemeliharaan dan perbaikan yang diberikan menurut standar tidak mungkin cukup karena harga setempat yang tinggi. C. Tujuan 1. Umum Tersedianya buku Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Perbatasan. 2. Khusus
a. Terjaminnya ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan di Daerah Perbatasan. b. Tersedianya Sarana dan Prasarana yang Memadai untuk mendukung pengelolaan obat di Daerah Perbatasan. D. Pengertian 1. Daerah Perbatasan adalah : Wilayah administrasi pemerintahan yang berbatasan secara langsung baik darat maupun lautan dengan wilayah administrasi pemerintahan negara tetangga dan letaknya terpencil. 2. Alat Kesehatan adalah : Instrumen, apparatus, mesin, inplan yang tidak mengandung obat yang digunakan
untuk
mencegah,
mendiagnosis,
menyembuhkan
dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. 3. Perbekalan kesehatan adalah : Semua bahan, bahan habis pakai dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. 4. Puskesmas di daerah perbatasan adalah : Puskesmas yang mempunyai wilayah kerja berbatasan langsung dengan wilayah kedaulatan Negara tetangga, baik perbatasan daratan atau laut/ pantai. Daerah perbatasan tertentu letaknya terpencil walaupun ada diantaranya dengan jalur transportasi terbuka antara kedua negara. 5. Puskesmas di daerah terpencil adalah : Puskesmas yang secara geografis letaknya terpencil terhadap ibukota Kabupaten, sehingga waktu tempuh ke ibukota Kabupaten pulang pergi perlu waktu sedikitnya 8 (delapan) jam perjalanan dengan kendaraan yang ada secara rutin disana. 6. Instalasi Farmasi adalah :
Unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Provinsi/ Kabupaten/ Kota
BAB II ORGANISASI, TUGAS DAN PERAN
A. Bentuk Organisasi Melihat betapa pentingnya peranan obat dalam pelayanan kesehatan, maka perlu adanya standar pola organisasi pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota agar alokasi dana obat yang tersedia dapat di manfaatkan semaksimal mungkin. Keberadaan Instalasi Farmasi di Provinsi/Kabupaten/Kota antara lain bertujuan untuk menjamin : 1. Efisiensi dan efektifitas pemanfaatan alokasi dana. 2. Ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan dasar 3. Penggunaan obat secara rasional
Bentuk organisasi pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota : •
Pola maksimal : Subdin/ Bidang Farmasi
•
Pola minimal : Seksi Farmasi
•
UPT lain : UPTD Farmasi, Instalasi Farmasi
B. SARANA Ketersediaan sarana yang ada di Instalasi Farmasi Provinsi/ Kabupaten/ Kota bertujuan untuk mendukung jalannya organisasi. Adapun sarana yang sebaiknya tersedia adalah : a. Gedung, dengan luas 300 m2 – 600 m2 b. Kendaraan roda dua dan roda empat, dengan jumlah 1 – 3 unit c. Komputer + Printer, dengan jumlah 1 – 3 unit d. Telepon & Facsimile, dengan jumlah 1 unit
e. Sarana penyimpanan : Rak
: 10 – 15 unit
Pallet
: 40 – 60 unit
Lemari
: 5 - 7 unit
Lemari Khusus
:
1 unit
f. Sarana Administrasi Umum : Brankas
: 1 unit
Mesin Tik
: 1 – 2 unit
Lemari arsip
: 1 – 2 unit
g. Sarana Administrasi Obat dan Perbekalan Kesehatan Kartu Stok/Kartu Persediaan Obat Kartu Induk Persediaan Obat Buku Harian Pengeluaran Barang SBBK, LPLPO Kartu Rencana Distribusi Lembar bantu penentuan proporsi stok optimum
h. Sarana Penyimpanan Obat di Puskesmas Daerah Perbatasan 1. Gedung, dengan luas 100 m2 – 200 m2 2. Sarana penyimpanan :
Rak : 5 – 10 unit Pallet : 10 – 20 unit Lemari : 1 - 2 unit Lemari Khusus : 1 unit
3. Sarana Administrasi Umum :
Mesin Tik
: 1 unit
Lemari arsip
: 1 unit
C. Pembagian Tugas dan Peran Salah satu tujuan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah agar dana yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat yang berobat ke Unit Pelayanan Kesehatan Dasar (Puskesmas).
Agar tujuan tersebut
dapat terlaksana dengan baik, maka diantara semua yang terlibat dalam pengelolaan
obat
publik
dan
perbekalan
kesehatan
sebaiknya
ada
pembagian tugas dan peran seperti di bawah ini :
1. Tingkat Pusat Departemen Kesehatan R.I : a. Menyiapkan, mengirimkan dan mensosialisasikan berbagai Keputusan Menteri Kesehatan ke unit – unit terkait antara lain : Daftar Harga Obat PKD, Obat Program dan Obat
1) Generik
Pedoman Teknis Perencanaan Pengadaan Obat
2)
Publik dan Perbekalan Kesehatan Pedoman
3)
Pengelolaan
Obat
Publik
dan
Perbekalan Kesehatan Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan
4)
Perbekalan Kesehatan 5)
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
b.
Menyediakan Obat Buffer Stok Nasional,
c.
Menyediakan Obat untuk masyarakat miskin
d.
Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dengan prioritas Kabupaten/Kota bentukan baru
e.
Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
f.
Menyediakan Puskesmas
Pedoman
Pengobatan
Dasar
di
g.
Menyediakan Fasilitator untuk pelatihan pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan.
h.
Menyediakan Pedoman Advokasi Penyediaan Anggaran Kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.
2. Tingkat Provinsi Dinas Kesehatan Provinsi : a. Menyediakan dan mengelola obat buffer stok Provinsi b. Melakukan kompilasi rencana kebutuhan obat Kabupaten/ Kota c. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Kabupaten/Kota d. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ke Kabupaten/Kota e. Menyediakan Fasilitator untuk pelatihan pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota maupun Puskesmas f. Melaksanakan Advokasi Penyediaan Anggaran Kepada Pemerintah Provinsi
3. Tingkat Kabupaten/Kota a. Perencanaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar disusun oleh tim perencanaan obat terpadu
berdasarkan
system
“bottom up” b. Perhitungan rencana kebutuhan obat untuk satu tahun anggaran disusun dengan menggunakan pola konsumsi dan atau epidemiologi. c. Mengkoordinasikan perencanaan kebutuhan obat dari beberapa sumber dana, agar jenis dan jumlah obat yang disediakan sesuai dengan kebutuhan dan tidak tumpang tindih. d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan rencana kebutuhan obat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, Pusat, Provinsi dan sumber lainnya.
e. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Puskesmas f. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ke Puskesmas g. Melaksanakan Advokasi Penyediaan Anggaran Kepada Pemerintah Kabupaten/Kota h. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab terhadap pendistribusian obat kepada unit pelayanan kesehatan dasar. i. Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap penanganan obat dan perbekalan kesehatan yang rusak dan kadaluwarsa. j. Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap jaminan mutu obat yang ada di IFK dan UPK. 4. Tingkat Puskesmas dan Sub Unit Pelayanan Kesehatan 1. Menyediakan data dan informasi mutasi obat dan perbekalan kesehatan serta kasus penyakit dengan baik dan akurat. 2. Setiap akhir bulan menyampaikan laporan pemakaian obat dan perbekalan
kesehatan
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat. 3. Bersama Tim Perencanaan Obat Terpadu membahas rencana kebutuhan Puskesmas. 4. Mengajukan permintaan obat dan perbekalan kesehatan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/kota sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. 5. Melaporkan
dan
mengirim
kembali
semua
jenis
obat
rusak/
kadaluwarsa kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 6. Melaporkan kejadian obat dan perbekalan Kesehatan yang hilang kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
BAB III PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI DAERAH PERBATASAN
A. PERENCANAAN
Perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
Tujuan perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan diawali dari data yang disampaikan Puskesmas (LPLPO) ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang selanjutnya dikompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di
Kabupaten/Kota
yang
dilengkapi
dengan
teknik-teknik
perhitungannya. Selanjutnya dalam perencanaan kebutuhan buffer stok Pusat maupun Provinsi dengan menyesuaikan terhadap kebutuhan
obat
publik
dan
perbekalan
kesehatan
di
Kabupaten/Kota dan tetap mengacu kepada DOEN.
Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat adalah: 1. Tahap Pemilihan Fungsi seleksi/ pemilihan obat dan Perbekalan Kesehatan adalah
untuk
menentukan
apakah
obat
da
perbekalan
kesehatan benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah
penduduk dan pola penyakit di daerah, untuk mendapatkan pengadaan obat yang baik, sebaiknya diawali dengan dasardasar seleksi kebutuhan obat yaitu meliputi : a. Obat dan Perbekalan Kesehatan yang dipilih harus memiliki ijin edar dari Pemerintah RI. b. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan. c. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. d. Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik. e. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal. f. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat
pilihan
(drug
of
choice)
dari
penyakit
yang
prevalensinya tinggi.
2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat Kompilasi
pemakaian
obat
berfungsi
untuk
mengetahui
pemakaian bulanan masing-masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan/ Puskesmas selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari kompilasi pemakaian obat adalah : a. Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan kesehatan/ Puskesmas. b. Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/ Puskesmas.
c. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/ Kota.
3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat. Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat yang
harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota maupun unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi apabila informasi semata-mata hanya
berdasarkan
informasi
yang
teoritis
kebutuhan
pengobatan. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui tahapan seperti diatas, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis dan tepat jumlah serta tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan. Adapaun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metoda : a. Metoda Konsumsi Didasarkan
atas
analisa
data
konsumsi
obat
tahun
sebelumnya, dimana untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan
berdasarkan
metoda
konsumsi
perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Pengumpulan dan pengolahan data 2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi. 3) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat. 4) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana
b. Metoda Morbiditas Metoda morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu tunggu (lead time). Langkah-langkah dalam metoda ini adalah : 1) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani. 2) Menentukan
jumlah
kunjungan
kasus
berdasarkan
frekwensi penyakit. 3) Menyediakan
standar/
pedoman
pengobatan
yang
digunakan. 4) Menghitung perkiraan kebutuhan obat. 5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.
B. PENYIMPANAN Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk :
Memelihara mutu obat
Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung - jawab
Menjaga kelangsungan persediaan
Memudahkan pencarian dan pengawasan
Kegiatan penyimpanan obat meliputi : a. Pengaturan tata ruang b. Penyusunan stok obat c. Pencatatan stok obat
d. Pengamatan mutu obat
Pengaturan Tata Ruang Untuk
mendapatkan
kemudahan
dalam
penyimpanan,
penyusunan, pencarian dan pengawasan obat-obatan, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan baik.
Penyusunan Stok Obat Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis, dengan prinsip FEFO dan FIFO.
Pencatatan Stok Obat Mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa) sebaiknya segera dicatat pada kartu stok obat
Pengamatan mutu obat Mutu obat yang disimpan di gudang dapat mengalami perubahan baik karena faktor fisik maupun kimiawi. Perubahan mutu obat dapat diamati secara visual dan jika dari pengamatan visual diduga ada
kerusakan
organoleptik,
yang
harus
tidak
dapat
dilakukan
ditetapkan
sampling
dengan
untuk
cara
pengujian
laboratorium.
Tanda-tanda perubahan mutu obat 1. Tablet. •
Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa
•
Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab
•
Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat
2. Kapsul. •
Perubahan warna isi kapsul
•
Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya
3. Tablet salut. •
Pecah-pecah, terjadi perubahan warna
•
Basah dan lengket satu dengan yang lainnya
•
Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
4. Cairan. •
Menjadi keruh atau timbul endapan
•
Konsistensi berubah
•
Warna atau rasa berubah
•
Botol-botol plastik rusak atau bocor
5. Salep. •
Warna berubah
•
Konsistensi berubah
•
Pot atau tube rusak atau bocor
•
Bau berubah
6. Injeksi. •
Kebocoran wadah (vial, ampul)
•
Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi
•
Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
•
Warna larutan berubah
Tindak lanjut terhadap obat yang terbukti rusak adalah : •
Dikumpulkan dan disimpan terpisah
•
Dikembalikan / diklaim sesuai aturan yang berlaku
•
Dihapuskan sesuai aturan yang berlaku
C. DISTRIBUSI Distribusi
adalah
suatu
rangkaian
kegiatan
dalam
rangka
pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan.
Tujuan distribusi 1. Terlaksananya distrubusi obat secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan. 2. Terjaminnya kecukupan persediaan obat di unit pelayanan kesehatan.
Kegiatan Distribusi Kegiatan distribusi obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota terdiri dari : 1. Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk kebutuhan pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan 2. Kegiatan distribusi khusus yang mencakup distribusi obat program dan obat pelayanan kesehatan dasar (PKD) diluar jadwal distribusi rutin.
Kegiatan Distribusi Rutin a. Perencanaan Distribusi. Instalasi
Farmasi
Kabupaten/Kota
merencanakan
dan
melaksanakan pendistribusian obat-obatan ke unit pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya.
Untuk itu dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1) Perumusan stok optimum Perumusan stok optimum persediaan dilakukan dengan mem-perhitungkan siklus distribusi rata-rata pemakaian, waktu tunggu serta ketentuan mengenai stok pengaman.
Rencana
distribusi
kesehatan
obat
termasuk
ke
rencana
setiap
unit
tingkat
pelayanan
ketersediaan,
didasarkan kepada besarnya stok optimum setiap jenis obat di setiap unit pelayanan kesehatan.
Stok optimum = Stok kerja + Stok pengaman
Stok Kerja
: Rata-rata pemakaian obat dalam satu periode tertentu
Stok Pengaman : stok yang dipersiapkan untuk mengantisipasi kenaikan kunjungan, kejadian luar biasa, adanya waktu tunggu dan waktu kekosongan .
Pada akhir periode distribusi akan diperoleh persediaan sebesar
stok
pengaman
di
setiap
unit
pelayanan
kesehatan. Rencana
tingkat
ketersediaan
di
Instalasi
Farmasi
Kabupaten/ Kota tiap akhir periode juga dapat ditetapkan.
Tujuan dari penetapan rencana ketersediaan pada akhir atau awal rencana distribusi adalah untuk memastikan bahwa persediaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota cukup untuk melayani kebutuhan obat selama periode
distribusi
tersebut.
Posisi
persediaan
yang
direncanakan tersebut diharapkan dapat mengatasi setiap penyimpangan keterlambatan pelaksanaan permintaan obat oleh unit pelayanan kesehatan atau pengiriman obat oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota.
2) Penetapan frekuwensi pengiriman obat dan perbekalan kesehatan ke unit pelayanan kesehatan Frekuensi pengiriman obat dan perbekalan kesehatan ke unit pelayanan kesehatan di daerah perbatasan ditetapkan dengan memperhatikan :
a) Anggaran yang tersedia b) Jarak UPK dari Instalasi Farmasi Kab/ Kota serta letak geografis c) Fasilitas gudang UPK d) Sarana yang ada di Instalasi Faramsi Kab/ Kota e) Jumlah tenaga di Instalasi Farmasi Kab/ Kota f) Kondisi musim
3) Penyusunan Pola Distribusi. Agar alokasi biaya distribusi dapat dipergunakan secara efektif dan efisien maka Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota perlu membuat peta lokasi dari unit-unit pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya. Jarak (km) dan waktu tempuh (jam) antara Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota
dengan setiap unit pelayanan kesehatan dicantumkan pada peta lokasi serta sarana distribusi yang digunakan.
Dengan mempertimbangkan jarak, biaya transportasi atau kemudahan fasilitas yang tersedia dan juga kondisi musim, dapat ditetapkan pola distribusi di daerah perbatasan terpencil.
Disamping itu dilakukan pula upaya untuk memanfaatkan kegiatan - kegiatan tertentu yang dapat membantu pengangkutan obat ke unit pelayanan kesehatan, misalnya kunjungan
rutin
petugas
Kabupaten/
Kota
ke
unit
pelayanan kesehatan, pertemuan dokter Puskesmas yang diselenggarakan di Kabupaten/Kota dan sebagainya.
Atas dasar ini dapat ditetapkan jadwal pengiriman untuk setiap UPK yang ada di daerah perbatasan dan terpencil disesuaikan dengan anggaran yang tersedia dan lokasi unit pelayanan kesehatan.
Kegiatan Distribusi Khusus Kegiatan distribusi khusus di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota dilakukan sebagai berikut : a. Instalasi
Farmasi
Kabupaten/Kota
menyusun
rencana
distribusi obat untuk masing-masing program sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan program yang diterima dari Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota. Instalasi di Kabupaten/Kota bekerjasama dengan penanggung jawab program
mengusahakan
pendistribusian
obat
pelaksanaan kegiatan masing-masing program.
sebelum
b. Distribusi obat program kepada Puskesmas dilakukan atas permintaan penanggung jawab program yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. c. Untuk
pelaksanaan
program
penanggulangan
penyakit
tertentu seperti malaria, frambusia dan penyakit kelamin, bilamana obatnya diminta langsung oleh petugas program kepada Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota tanpa melalui Puskesmas,
maka
petugas
yang
bersangkutan
harus
membuat laporan permintaan dan pemakaian obat yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. d. Obat program yang diberikan langsung oleh petugas program kepada penderita di lokasi sasaran, diperoleh/diminta dari Puskesmas yang membawahi lokasi sasaran. Setelah selesai pelaksanaan pemberian obat, bilamana ada sisa obat harus dikembalikan ke Puskesmas yang bersangkutan. Khusus untuk program diare diusahakan ada sejumlah persediaan obat di Posyandu yang pengadaannya diatur oleh Puskesmas.
Tata Cara distribusi Obat 1. Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota melaksanakan distribusi obat ke Puskesmas di wilayah kerjanya sesuai dengan kebutuhan masing-masing unit pelayanan kesehatan. 2. Puskesmas Induk mendistribusikan kebutuhan obat-obatan untuk Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Unit Pelayanan Kesehatan lainnya yang ada di wilayah binaannya. 3. Distribusi obat-obatan dapat pula dilaksanakan langsung dari Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota ke Puskesmas Pembantu sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah atas persetujuan Kepala Puskesmas yang membawahinya.
4. Tata cara distribusi obat ke UPK dapat dilakukan dengan cara dikirim oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota atau diambil oleh UPK. 5. Obat yang akan dikirim ke Puskesmas harus disertai dengan LPLPO atau SBBK. Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obatan yang akan dikirim, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap : -
jenis dan jumlah obat
-
kualitas / kondisi obat
-
isi kemasan dan kekuatan sediaan
-
kelengkapan dan kebenaran dokumen pengiriman obat
-
No. Batch
-
Tgl Kadaluwarsa
-
Nama Pabrik
6. Tiap pengeluaran obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota harus segera dicatat pada kartu stok obat dan kartu stok induk obat serta Buku Harian Pengeluaran Obat.
B. Pencatatan Pendistribusian Obat Pencatatan Harian Penerimaan Obat Obat yang telah diterima harus segera dicatat pada buku harian penerimaan obat.
Fungsi : a. Sebagai lembar kerja bagi pencatatan penerimaan obat b. Sebagai sumber data dalam melakukan kegiatan distribusi ke unit pelayanan c. Sebagai sumber data untuk mengitung persentase realisasi kontrak pengadaan obat.
Pencatatan Harian Pengeluaran Obat Obat-obatan yang telah dikeluarkan harus segera dicatat dan dibukukan pada Buku Harian Pengeluaran Obat mengenai data obat dan dokumen obat tersebut.
Fungsi : Sebagai dokumen yang memuat semua catatan pengeluaran, baik mengenai data obatnya maupun dokumen yang menyertai pengeluaran obat tersebut.
D. LAPORAN PEMAKAIAN DAN LEMBAR PERMINTAAN OBAT (LPLPO) a. Laporan
Pemakaian
dan
Lembar
Permintaan
Obat
disampaikan oleh Puskesmas/ UPK ke Instalasi Farmasi Kabupaten/
Kota.
Petugas
Pencatatan
dan
Evaluasi
melakukan evaluasi dan pengecekan sesuai dengan rencana distribusi
dari
Instalasi
Farmasi
Kabupaten/
Kota
lalu
dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota untuk mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Formulir yang digunakan sebagai dokumen bukti mutasi obat adalah formulir LPLPO atau disebut juga formulir Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat. Formulir ini dipakai untuk permintaan dan pengeluaran obat. b. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat dibuat rangkap 3 (tiga) : •
Asli untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
•
Tindasan 1 untuk arsip instansi penerima (Puskesmas)
•
Tindasan 2 dikirim untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Kegunaan LPLPO sebagai : 1) Bukti pengeluaran obat di Instalasi Farmasi Kab/ Kota 2) Bukti penerimaan obat di Puskesmas 3) Surat permintaan/pesanan obat dari Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota cq. Instalasi Farmasi Kab/ Kota. 4) Sebagai bukti penggunaan obat di Puskesmas.
Isi LPLPO •
Nomor dan tanggal pelaporan dan atau permintaan
•
Nama Puskesmas yang bersangkutan
•
Nama Kecamatan dari wilayah kerja Puskesmas
•
Nama
Kabupaten/Kota
dari
wilayah
Kecamatan
yang
bersangkutan •
Nama Provinsi dari wilayah kerja Kabupaten/Kota
•
Tanggal pembuatan dokumen
•
Bulan pelaporan dari Puskesmas
•
Bulan permintaan Puskesmas
•
Jika hanya melaporkan data pemakaian dan sisa stok obat diisi dengan nama bulan bersangkutan
•
Jika
dengan
pelaporan
mengajukan
data
obat)
diisi
permintaan
obat
(termasuk
dengan
periode
distribusi
bersangkutan
Kolom pada LPLPO 1) Nomor urut masing-masing obat dalam daftar formulir ini 2) Nama dan kekuatan obat bersangkutan 3) Satuan bentuk sediaan, misalnya Tablet, Kapsul, Syrop, Tube dll 4) Jumlah satuan obat bersangkutan pada kolom (8) LPLPO bulan sebelumnya
5) Jumlah satuan obat bersangkutan yang diterima selama bulan lalu. Data diambil dari kolom pemberian (17) dari formulir LPLPO bulan lalu. Jika pada bulan sebelumnya terdapat lebih dari 1 (satu) formulir LPLPO (karena ada pengajuan tambahan obat), maka kolom ini diisi dengan jumlah kolom (17) dari beberapa LPLPO tersebut 6) Jumlah persediaan satuan masing-masing obat untuk bulan lalu, yaitu hasil penjumlahan pada kolom (4) dan (5) pada baris yang sama 7) Jumlah pemakaian obat pada bulan sebelumnya 8) Jumlah satuan obat bersangkutan pada akhir bulan lalu, yaitu sama dengan pengurangan persediaan pada kolom (6) dan pemakaian pada kolom (7) pada baris yang sama. 9) Stok Optimum = rata-rata pemakaian pada periode tertentu ditambah dengan stok pengaman 10) Jumlah satuan masing-masing obat yang diminta pada periode tertentu. Kolom ini hanya diisi jika sedang mengajukan permintaan obat 11)
s/d 16) Diisi oleh petugas Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota tentang jumlah pemberian dari berbagai sumber
17. Jumlah total pemberian dari berbagai sumber 18. Keterangan *) (*). Kolom Keterangan diisi dengan keterangan sebagai berikut :
Untuk mengajukan tambahan obat guna mengatasi kekosongan obat, diisi dengan kata “kosong”.
Untuk mengajukan tambahan obat guna mengatasi kenaikan kejadian penyakit, diisi dengan “jenis penyakit bersangkutan”
Untuk pelaporan data kekosongan obat diisi dengan “tanggal mulai terjadinya kekosongan obat”
Kolom (16) ini disi jika kolom sisa stok (8) pada baris yang sama berisi angka 0 (nol).
Kolom kunjungan resep : diisi dengan data kunjungan yang mendapat resep satuan kerja bersangkutan selama bulan lalu. Kolom ini hanya diisi ketika melakukan pelaporan data obat saja.
Jumlah kunjungan diisi dengan data kunjungan selama bulan lalu yang dibedakan dalam : Umum bayar
:
Jumlah pasien umum yang mendapat
resep/obat dan membayar biaya pelayanan Umum tidak bayar : Jumlah pasien umum yang men-dapat resep/obat dan tidak membayar biaya pelayanan Askes
: Jumlah pasien peserta asuransi kesehatan (Askes) yang mendapat resep / obat
- Kolom melaporkan/meminta : diisi dengan nama dan jabatan petugas yang melaporkan data pemakaian / sisa stok dan atau mengajukan permintaan obat. - Kolom mengetahui/menyetujui : diisi dengan nama dan jabatan petugas yang menerima laporan data obat dan atau menyetujui pemberian obat. - Kolom menyerahkan obat : diisi dengan nama dan jabatan petugas yang menyerahkan obat kepada satuan kerja yang memintanya. - Kolom menerima obat : diisi dengan nama dan jabatan petugas yang
menerima
menyerahkan.
penyerahan
obat
oleh
petugas
yang
Surat Pengiriman Obat a. Petugas penyimpanan dan pendistribusian mempersiapkan Surat Pengiriman Obat dan mengisinya sesuai dengan yang tercantum dalam LPLPO yang bersangkutan dan dikirim bersama obat. b. Formulir
ini
merupakan
surat
pengantar
obat
dimana
didalamnya tercantum jumlah, nomor koli dan berat obat serta alat pengangkutan yang digunakan untuk mengangkut obat tersebut (ekspedisi). c. Formulir Surat Kiriman Obat dibuat dalam rangkap 4 : •
Asli untuk Kepala UPK
•
Tindasan 1 untuk Kepala Instalasi Farmasi Kab/ Kota
•
Tindasan 2 untuk arsip Petugas
Penyimpanan dan
Penyaluran •
Tindasan 3 dikirim kepada sipenerima barang untuk ditanda tangani oleh Kepala Puskesmas dan di cap dinas yang selanjutnya dikirim kembali kepada Kepala IFK cq. Petugas Pencatatan dan Evaluasi
d. Kerusakan, kekurangan dan kehilangan dalam pengiriman menjadi tanggung jawab jasa pengangkutan, oleh karena itu pengecekan
perlu
dilakukan
didepan
petugas
jasa
pengangkutan / pengirim e. Bagian judul pada Formulir Surat kiriman obat diisi dengan :
Untuk rangkap 5
(a)
Nomor surat kiriman
(b)
•
Nama Puskesmas yang memesan
(c)
•
Nomor dari LPLPO / LB
(d)
•
Cara pengiriman melalui jasa pengangkutan / diangkut sendiri, dilengkapi data nomor kendaraaan
(e)
E. PENCATATAN DAN PELAPORAN PENGERTIAN Pencatatan dan pelaporan data obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit pelayanan kesehatan seperti Puskesmas.
Tujuan pencatatan dan pelaporan Tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/ penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat.
Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan pencatatan dan pelaporan meliputi : Pencatatan
dan
pengelolaan
data
untuk
mendukung
perencanaan pengadaan obat
Laporan Pengelolaan Obat Sebagai unit kerja yang secara fungsional berada di bawah dan langsung bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, maka Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota memiliki kewajiban untuk melaporkan kegiatan pengelolaan obat yang dilaksanakan.
Laporan yang perlu disusun Instalasi Farmasi Kab/ Kota terdiri dari : 1. Laporan mutasi obat 2. Laporan kegiatan distribusi 3. Laporan pencacahan persediaan akhir tahun anggaran 4. Laporan tahunan / profil pengelolaan obat di Kabupaten/Kota.
Laporan Mutasi Obat a. Petugas pencatatan, pelaporan dan evaluasi mempersiapkan/ membuat laporan mutasi obat berdasarkan data penerimaan dan pengeluaran obat. b. Laporan mutasi obat adalah laporan berkala mengenai mutasi obat yang dilakukan per triwulan yang memuat jumlah penerimaan, pengeluaran dan sisa persediaan di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota, kecuali Narkotika dan Psykotropika yang dilakukan setiap bulan. c. Kegunaan laporan mutasi obat ini adalah : 1). Untuk mengetahui jumlah penerimaan dan pengeluaran obat per triwulan 2). Untuk mengetahui sisa persediaan obat pada akhir triwulan 3). Untuk pertanggung jawaban Kepala Instalasi Farmasi/ Bendaharawan Barang sesuai peraturan perundangan berlaku. d. Laporan mutasi obat ini dibuat rangkap 2, untuk : Asli
dikirim
kepada
atasan
langsung
(Kepala
Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota). Tindasan 1 untuk arsip e. Bagian judul pada Formulir Laporan Mutasi Obat diisi : • Triwulan I
(Januari s/d Maret)
• Triwulan II
(April s/d Juni)
• Triwulan III
(Juli s/d September)
• Triwulan IV
(Oktober s/d Desember)
(a) • Tempat, tanggal dan penanda tanganan laporan tersebut (b) • Nama (c)
Kepala
Instalasi
Farmasi
Kab/
Kota
f. Kolom pada formulir laporan mutasi obat diisi sebagai berikut : • Kolom (1), Nomor urut obat • Kolom (2), Nama obat yang akan dilaporkan • Kolom (3), Satuan kemasan obat (dos, kaleng, botol dan lain-lain • Kolom (4), Sisa permulaan triwulan • Kolom (5), Penerimaan selama satu triwulan • Kolom (6), Pengeluaran selama satu triwulan • Kolom (7), Sisa pada akhir triwulan • Kolom (8), “ keterangan “, bila diperlukan
Laporan Kegiatan Distribusi Digunakan kartu per UPK Fungsi : Laporan Puskesmas atas mutasi obat dan kunjungan resep per tahun Informasi yang didapat a. Jumlah obat yang tersedia (stok akhir) b. Jumlah obat yang diterima c. Jumlah kunjungan resep Manfaat informasi yang didapat a. Jenis dan jumlah persediaan obat di setiap UPK b. Perbandingan sisa stok dengan pemakaian per bulan c. Perbandingan jumlah persediaan dengan jumlah pemakaian per bulan
Petunjuk Pengisian : Kolom pada Formulir Laporan Kegiatan Distribusi diisi dengan data yang diperoleh dari dokumen LPLPO.
Kolom 1 : diisi dengan nomor urut Kolom (2 s/d 3) : diisi sesuai dengan dokumen LPLPO Kolom 4 diisi dengan stok pada awal bulan Kolom 5 diisi dengan penerimaan obat Kolom 6 diisi dengan jumlah persediaan atau sama dengan kolom 4+5 Kolom 7 diisi dengan pemakaian selama satu tahun Kolom 8 diisi dengan kolom 7 dibagi 12 Kolom 9 diisi dengan sisa stok pada akhir bulan Desember Kolom 10 diisi dengan kolom 9 dibagi dengan kolom 8 Kolom total kunjungan resep (11 s/d 13) : diisi dengan data kunjungan yang mendapat resep satuan kerja bersangkutan selama satu tahun.
Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran (31 Desember ........) a. Petugas Pencatatan dan Evaluasi mempersiapkan/ membuat Berita Acara Pencacahan Obat Akhir Tahun Anggaran dan Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran.
b. Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran dibuat pada setiap akhir tahun anggaran yang memuat jumlah penerimaan dan pengeluaran selama 1 (satu) tahun anggaran dan sisa persediaan pada akhir tahun anggaran yang bersangkutan.
c. Kegunaan Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran adalah : 1). Untuk mengetahui jumlah penerimaan dan pengeluaran obat selama 1 (satu) tahun anggaran
2). Untuk mengetahui sisa persediaan obat pada akhir tahun anggaran 3). Sebagai pertanggung jawaban dari Kepala Instalasi Farmasi/ Bendaharawan Barang kepada Kepala Dinkes Kabupaten/Kota
d. Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran dibuat rangkap 2 untuk : •
Asli
dikirim
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota •
Arsip
Laporan Pengelolaan Obat Tahunan/ Profil Pengelolaan Obat di Kabupaten/Kota
Fungsi : Mengukur
tingkat
kinerja
pengelolaan
obat
di
Daerah
Kabupaten/Kota selama satu tahun anggaran.
Kegiatan yang harus dilakukan : 1) Siapkan data pencacahan obat per 31 Desember di tingkat Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota 2) Siapkan data pencacahan obat per 31 Desember di tingkat Puskesmas 3) Susun daftar obat yang diterima pada tahun anggaran berjalan, berasal dari berbagai sumber anggaran obat 4) Evaluasi LPLPO/LB2 untuk mendapatkan informasi mengenai : •
Pemakaian rata-rata tiap jenis obat
•
Jumlah kunjungan resep
5) Daftar obat dengan harga patokannya (ambil harga patokan obat PKD yang terakhir) 6) Jumlah alokasi dana obat untuk tahun berjalan dari berbagai sumber 7) Data umum yang menyangkut :
Jumlah penduduk
Jumlah kunjungan / kunjungan kasus
Jumlah peserta Askes
Informasi yang didapat 1) Jumlah dan nilai persediaan obat di tingkat Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota per 31 Desember. 2) Jumlah dan nilai persediaan obat di tingkat Puskesmas per 31 Desember. 3) Pemakaian rata-rata per bulan untuk setiap jenis obat 4) Tingkat kecukupan setiap jenis obat 5) Rencana kebutuhan obat untuk tahun anggaran berikutnya 6) Realisasi pengadaan obat menurut sumber anggaran 7) Biaya obat per kunjungan
Manfaat Informasi 1) Untuk
pelaksanaan
tindak
lanjut
peningkatan
dan
penyempurnaan pengelolaan obat di Kabupaten/Kota 2) Bahan
masukan
dalam
penyusunan
profil
kesehatan
Kabupaten/ Kota
F. PENGHAPUSAN SEDIAAN FARMASI PENGERTIAN Penghapusan adalah rangkaian kegiatan pemusnahan sediaan farmasi dalam rangka pembebasan barang milik/kekayaan
negara
dari
tanggung
jawab
berdasarkan
peraturan
perundangan-undangan yang berlaku
Tujuan penghapusan sediaan farmasi adalah sebagai berikut : 1. Penghapusan petugas
merupakan
terhadap
diurusinya,
yang
bentuk
sediaan sudah
pertanggung
farmasi/
ditetapkan
jawaban
obat-obatan untuk
yang
dihapuskan/
dimusnahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Menghindarkan
pembiayaan
(biaya
penyimpanan,
pemeliharaan, penjagaan dan lain-lain) atau barang yang sudah tidak layak untuk dipelihara 3. Menjaga
keselamatan
dan
terhindar
dari
pengotoran
lingkungan
Kegiatan Penghapusan Sediaan Farmasi a. Membuat daftar sediaan farmasi/ obat-obatan yang akan di hapuskan beserta alasan-alasannya b. Pisahkan sediaan farmasi/ obat-obatan yang kadaluwarsa/ rusak pada tempat tertentu sampai pelaksanaan pemusnahan c. Pisahkan narkotika dan psykotropika dari obat lainnya d. Melaporkan kepada atasan mengenai sediaan farmasi/ obatobatan yang akan dihapuskan e. Membentuk panitia pemeriksaan sediaan farmasi/ obat-obatan melalui Surat Keputusan Bupati/Walikota f. Membuat Berita Acara Hasil Pemeriksaan sediaan farmasi/ obat-obatan oleh Panitia Pemeriksaan dan Penghapusan sediaan farmasi/ obat-obatan g. Melaporkan hasil pemeriksaan kepada yang berwenang/ pemilik obat
h. Melaksanakan penghapusan setelah ada keputusan dari yang berwenang
G. ANGGARAN Anggaran merupakan salah satu hal yang sangat penting guna berjalannya suatu organisasi, demikian pula halnya dengan Instalasi Farmasi di Provinsi/Kabupaten/Kota yang berada di daerah perbatasan sangat membutuhkan dukungan dana untuk melaksanakan aktivitas sehari – hari. Adapun anggaran yang dibutuhkan oleh Instalasi Farmasi di Provinsi/ Kabupaten/Kota dapat dikategorikan sebagai berikut : 2. Kebutuhan Anggaran Rutin. Kebutuhan
anggaran
rutin
Instalasi
Farmasi
di
Provinsi/Kabupaten/Kota antara lain : a. Daya dan jasa, meliputi : •
Telepon, listrik, air, gas
b. Pemeliharaan, meliputi : •
Gedung dan halaman
•
Kendaraan roda empat dan roda dua
•
Komputer, printer, facsimile
c. ATK dan Penyediaan Barang Cetakan, meliputi : •
Alat Tulis Kantor
•
Penyediaan Kartu Stok
•
Penyediaan Kartu Induk Barang
•
Penyediaan Form LPLPO unit Pelayanan Kesehatan Dasar
d. Pengolahan Data e. Gaji pegawai, termasuk honor satpam penjaga gedung Instalasi Farmasi di Provinsi/Kabupaten/kota f. Biaya Distribusi dan Operasional
3. Kebutuhan
pengembangan
pengelolaan
obat
publik
dan
perbekalan kesehatan meliputi : a. Pelatihan Pengelola Obat di Puskesmas dan Penggunaan Obat Rasional. Kebutuhan dana sesuai dengan jumlah unit pelayanan
kesehatan
yang
ada
di
wilayah
kerja.
Pelaksanaan minimal satu tahun sekali, dengan lama kegiatan 1 – 2 hari. b. Monitoring dan Evaluasi pengelolaan obat di Puskesmas dan penggunaan obat rasional. Kebutuhan dana sesuai dengan jumlah unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja. Pelaksanaan minimal satu tahun sekali, dan dilakukan sepanjang tahun anggaran. c. Pertemuan/Rapat kerja penyusunan kebutuhan obat Kebutuhan dana sesuai jumlah anggota tim perencanaan obat terpadu, dilaksanakan minimal 4 (empat) kali dalam setahun, dengan lama kegiatan 1 – 2 hari. d. Penyampaian hasil monitoring Kebutuhan
dana
sesuai
dengan
jumlah
undangan,
dilaksanakan minimal 4 (empat) kali dalam setahun, dengan lama kegiatan 1 – 2 hari.
Pengelolaan anggaran diarahkan untuk mencapai hasil yang optimal dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas biaya, untuk mencapai tujuan tersedianya obat publik dan perbekalan kesehatan di UPK pada daerah perbatasan.
Kemampuan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam advokasi kepada pemerintah daerah akan pentingnya pengelolaan obat dan
perbekalan
kesehatan
dalam
mendukung
pelayanan
kesehatan di daerah perbatasan dan terpencil harus terus
ditingkatkan, selain itu penyelenggaraan pemerintahan yang baik merupakan suatu pra kondisi untuk dapat terciptanya system pembiayaan yang baik.
Biaya pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan dalam mendukung pelayanan kesehatan di daerah perbatasan dapat bersumber kepada dana : •
Pemerintah melalui APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi dan APBN
•
Swasta/ LSM yang peduli terhadap pelayanan kesehatan
Perlu disadari bahwa di masa mendatang sejalan dengan terwujudnya otonomi daerah yang nyata dan bertanggung – jawab, maka peran daerah sebagai sumber pembiayaan akan menjadi menonojol.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota bersama Kepala Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota menetapkan besar dana operasional pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan dalam mendukung
pelayanan
kesehatan
di
UPK
pada
daerah
perbatasan, dengan memperhatikan : •
Jumlah UPK yang dilayani
•
Faktor kesulitan wilayah yang dijangkau
•
Besaran transport dan lumpsum/ biaya harian sesuai dengan kebutuhan riil
•
Usulan kegiatan distribusi dari Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota ke UPK
H. PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
1. Pembinaan Pembinaan
pengelolaan
obat
publik
dan
perbekalan
kesehatan di daerah perbatasan dan terpencil dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/ Kota
sampai
tingkat
Puskesmas
baik
dalam
aspek
administrasi maupun teknis pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan, antara lain melalui : a Pertemuan
koordinasi
pengelolaan
obat
publik
dan
perbekalan kesehatan daerah perbatasan dan terpencil di tingkat Provinsi yang dapat dihadiri oleh narasumber Pusat, dan pertemuan tingkat Kabupaten/ Kota yang dapat dihadiri narasumber Provinsi. b Konsultasi
dari
Puskesmas
ke
Kabupaten/
Kota,
Kabupaten/ Kota ke Provinsi dan Provinsi ke Pusat. c Kunjungan lapangan berupa bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan sampai dengan UPK di daerah perbatasan terpencil yang diikuti tim Puskesmas, tim Kabupaten dan tim Provinsi secara bersama-sama. d Pelatihan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten dan Provinsi sebagai
upaya
peningkatan
kemampuan
dan
mutu
sumberdaya manusia.
2. Pengendalian Untuk memantau dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di daerah perbatasan terpencil dapat dimanfaatkan instrumen-instrumen pencatatan dan pelaporan yang telah ada seperti LPLPO dll.
BAB IV PENUTUP
Buku pedoman pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah perbatasan ini disusun untuk memberikan kejelasan bagi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota serta merupakan ketentuan dan kebijaksanaan Departemen Kesehatan RI tentang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah perbatasan.
Keberhasilan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah perbatasan
sangat tergantung pada partisipasi dan koordinasi semua pihak
yang terkait, serta kejelasan seluruh pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan mulai dari tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota sampai tingkat Puskesmas.
Penyediaan buku pedoman ini merupakan salah satu sumbangsih Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Depkes R.I dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di daerah perbatasan.
Semoga
pedoman
ini
dapat
digunakan
untuk
membantu
pelaksanaan
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah perbatasan.
Pedoman ini masih jauh dari kesempurnaan, masukan serta koreksi sangat kami harapkan untuk perbaikan pedoman pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah perbatasan pada masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
1. MSH, Managing Drug Supply, New York, Kumarin Press, 1998 2. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binkesmas, Pedoman Pelayanan Kesehatan di Daerah Terpencil, tahun 2001. 3
Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas, tahun 2004.
4. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, tahun 2005. 5. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, tahun 2005. 6. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Pedoman Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Pustu, tahun 2007. 7. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Pedoman Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Poskesdes, tahun 2007.
Pedoman Pengelolaan - 42