Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pelayanan Publik di ProVinsi Seribu Pulau
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pelayanan Publik di Propinsi Seribu Pulau
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
KANTOR BANK DUNIA JAKARTA Gedung Bursa Efek Jakarta Menara II/12-13th Fl. Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12910 Tel: (6221) 5299-3000 Fax: (6221) 5299-3111 BANK DUNIA The World Bank 1818 H Street N.W. Washington, D.C. 20433 USA Tel: (202) 458-1876 Fax: (202) 522-1557/1560 Email:
[email protected] Website: www.worldbank.org Dicetak pada bulan Oktober 2010 Foto sampul Hak Cipta © Ichsan Djunaed. Pojok kanan: Hak Cipta © Guntur Sutiyono Foto dalam Hak Cipta © Ichsan Djunaed:, Bab 2, Bab 3, Bab 4, Bab 5, dan Bab 6. Hak Cipta © Guntur Sutiyono: Bab 1. Hak Cipta © Bastian Zaini: Rangkuman Eksekutif Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku: Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pelayanan Publik di Provinsi Seribu Pulau adalah hasil kerja staf Bank Dunia dan Lembaga Penelitian Universitas Pattimura. Temuan, interpretasi dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Dewan Eksekutif Bank Dunia atau pemerintah yang mereka wakili. Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data yang terdapat dalam laporan ini. Batasan, warna, angka, dan informasi lain yang tercantum dalam setiap peta dalam buku ini tidak mencerminkan penilaian Bank Dunia tentang status hukum sebuah wilayah atau merupakan bentuk pengakuan dan penerimaan atas batasan tersebut. Untuk pertanyaan lebih lanjut tentang laporan ini, silakan hubungi Bastian Zaini (
[email protected]).
Rangkuman eksekutif
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pelayanan Publik di Provinsi Seribu Pulau
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
Ucapan Terima Kasih Laporan ini disusun atas kerjasama antara Pemerintah Provinsi Maluku, tim peneliti dari beberapa perguruan tinggi di Maluku, Lembaga Penelitian Universitas Pattimura, Kedutaan Besar Kerajaan Belanda, dan Bank Dunia. Tim Bank Dunia dipimpin oleh Bastian Zaini dan Diane Zhang, dibantu oleh Adrianus Hendrawan, Guntur Sutiyono, Indira Maulani Hapsari, Chandra Sugarda, dan Michael Siahaya. Tim peneliti diketuai oleh Tonny Pariela yang beranggotakan Abraham Kalalimbong, Billy Latuheru, Erly Leiwakabessy, Farida Mony, Maria Tupamahu, Muspida, Nasir Benunur, dan Paulus Rikumahu. Lembaga Penelitian Universitas Pattimura membantu sisi administrasi dan pengelolaan penelitian yang dipimpin oleh Ibu Trijunianto Moniharapon dan dibantu oleh Wim Souisa. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada seluruh anggota Project Management Committe (PMC) yang mengawasi proses pembuatan laporan, dinas-dinas dan pemerintah kabupaten di Provinsi Maluku yang terlibat dalam proses pengumpulan data. Secara khusus, tim berterima kasih kepada Kepala Bappeda Provinsi Maluku, Bapak MZ. Sangadji; beserta staf Bappeda Provinsi Maluku, Anton Lailossa dan Franky Pattiasina, yang berkontribusi besar dalam terselesaikannya laporan ini. Amin Subekti dan Enrique Blanco Armas mengarahkan proses pembuatan laporan ini. Laporan ini mendapat masukan berharga Cut Dian Rahmi Agustina dan Daan Pattinasarany dari Bank Dunia. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada Caroline Tupamahu dan Yayasan Bakti (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia) yang memfasilitasi tim Bank Dunia, Arsianti yang membantu proses produksi, dan Sandra Buana Sari untuk dukungan logistik.
II
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
Prakata Sebagai salah satu provinsi kepulauan di Indonesia, Maluku telah menghadapi berbagai tantangan terutama dari kondisi geografisnya yang luas dan terdiri dari ribuan pulau. Pemerintah daerah Maluku memikul tanggungjawab yang berat untuk memastikan perkembangan daerah yang pesat, menurunkan kemiskinan, dan meningkatkan penyediaan pelayanan dasar untuk masyarakat — terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan — dan memastikan bahwa pelayanan tersebut menjangkau kelompok masyarakat yang paling miskin dan paling rentan. Sumber daya kelautan Maluku merupakan potensi vital untuk mendorong peningkatan ekonomi provinsi baik dari sektor kelautan dan perikanan maupun dari sektor pariwisata. Suksesnya pelaksanaan Sail Banda 2010 merupakan salah satu bukti potensi kelautan yang dimanfaatkan untuk pariwisata dapat meningkatkan perekonomian lokal sekaligus mempromosikan nama Maluku ke tingkat dunia. Provinsi Maluku merupakan salah satu provinsi dengan indikator pendidikan yang tertinggi di kawasan timur dan Indonesia, hal ini harus dimanfaatkan di masa depan sebagai modal mengurangi tingkat kemiskinan di provinsi Maluku. Dalam melaksanakan tugas-tugas penting tersebut, kesuksesan pemerintah daerah sebagian besar bergantung pada tiga faktor: kemampuan pemerintah daerah untuk menjelaskan dan kemudian menerjemahkan visi mereka tentang pembangunan menjadi rencana pembangunan yang efektif; kapasitas birokrasi pemerintah yang ada; dan ketersediaan sumber daya anggaran. Visi yang jelas dan dinyatakan dengan baik diperlukan sebagai pedoman pembangunan daerah yang dapat mensinergikan upaya-upaya dari berbagai pemangku kepentingan untuk memanfaatkan sepenuhnya potensi yang ada di Maluku yang belum dikembangkan. Laporan ini merupakan hasil kerjasama yang erat antara Bank Dunia, Kedutaan Besar Kerajaan Belanda, Lembaga Penelitian Universitas Pattimura, serta pemerintah kabupaten di provinsi Maluku. Bappeda Provinsi Maluku berperan penting dalam memfasilitasi seluruh proses pembuatan laporan ini. Kami mengharapkan bahwa laporan ini dapat bermanfaat bagi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten di Maluku, serta pemerintah daerah lain, sebagai alat acuan untuk upaya reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan pemerintah daerah dan perencanaan pembangunan daerah. Akhirnya, kami berharap laporan ini dapat memberikan sumbangan kepada pengelolaan keuangan masyarakat daerah dan birokrasi pemerintah yang lebih baik, menuju ke arah standar baru dalam pemerintahan yang bersifat kewirausahaan yang efektif.
Karel Albert Ralahalu Gubernur Provinsi Maluku
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
Stefan G. Koeberle Kepala Perwakilan Bank Dunia, Indonesia
III
Daftar Istilah APBD APBN Bappeda Bapppeda Bappenas Bawasda BKD BPHTB BPS Bupati DAK DAU Desa Dinas DPRD FGD GDP GER GoI GRDP HDI Inpres Kabupaten Kecamatan Kelurahan Kepmen Keppres Km Kota LG MDG MoF MoHA MoNE NER LSM O&M
IV
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Badan Perencanaan Percepatan Pembangunan Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Pengawasan Daerah Badan Keuangan Daerah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Badan Pusat Statistik Bupati Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Umum Desa Dinas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terfokus) Gross Domestic Products (Produk Domestik Bruto) Angka Partisipasi Kotor Government of Indonesia (Pemerintah Indonesia) Gross Domestic Regional Produk (Produk Domestik Daerah Bruto) Human Development Index (Indeks Pertumbuhan Manusia) Instruksi Presiden Kabupaten Kecamatan Kelurahan Keputusan Menteri Keputusan Presiden Kilometer Kota Local Government (Pemerintah Daerah) Millennium Development Goal (Tujuan Pembangunan Milenium) Ministry of Finance (Departemen Keuangan) Ministry of Home Aff airs (Departemen Dalam Negeri) Ministry of National Education (Departemen Pendidikan Nasional) Net Enrollment Rate (Angka Partisipasi Bersih) Lembaga Swadaya Masyarakat Operation and Maintenance (Pengoperasian dan Pemeliharaan)
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
PAD PBB PDAM Perpu Perda PFM PLN Podes Polindes Puskesmas Posyandu Pustu Anggaran Daerah RGDP SD SDO SIKD SKPD UKM SMP STR Susenas TKD WB
Pendapatan Asli Daerah Pajak Bumi dan Bangunan Perusahaan Daerah Air Minum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Peraturan Daerah Public Financial Management (Pengelolaan Keuangan Publik) Perusahaan Listrik Negara Potensi Desa Pos Persalinan Desa Pusat Kesehatan Masyarakat Pusat Pelayanan Terpadu Puskesmas Pembantu Anggaran Gabungan yang terdiri atas Anggaran Pemerintah Pusat (Terdekonsentrasi), Anggaran Provinsi, dan Anggaran Kabupaten. Produk Domestik Bruto Daerah Sekolah Dasar Subsidi untuk Daerah Otonom Sistem Informasi Keuangan Daerah Satuan Kerja Pemerintah Daerah Usaha Kecil dan Menengah Sekolah Menengah Pertama Student Teacher Ratio (Rasio Guru terhadap Murid) Survei Sosial Ekonomi Nasional oleh BPS Tunjangan Kinerja Daerah World Bank (Bank Dunia)
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
V
Daftar Isi Ucapan Terima Kasih................................................................................................................................................................................ii Prakata............................................................................................................................................................................................................. iii Daftar Istilah................................................................................................................................................................................................. iv Daftar Isi.......................................................................................................................................................................................................... vi Daftar Gambar..........................................................................................................................................................................................viii Daftar Tabel.................................................................................................................................................................................................. xi Rangkuman Eksekutif............................................................................................................................................................................. 1 PENDAHULUAN....................................................................................................................................................................................... 9 1.1. Sejarah dan kondisi geografis........................................................................................................................................ 10 1.2. Ekonomi....................................................................................................................................................................................... 12 1.3 Kemiskinan dan ketenagakerjaan............................................................................................................................... 15 PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH................................................................................................................................. 19 2.1 Kerangka Peraturan Perundang-undangan.......................................................................................................... 20 2.2 Perencanaan Dan Penganggaran................................................................................................................................ 20 2.3 Penatausahaan Keuangan............................................................................................................................................... 23 2.4 Pengadaan dan Manajemen Aset............................................................................................................................... 24 2.5 Pengawasan Internal dan Eksternal........................................................................................................................... 25 2.6 Rekomendasi............................................................................................................................................................................ 27 PENERIMAAN.......................................................................................................................................................................................... 29 3.1 Gambaran umum.................................................................................................................................................................. 30 3.2 Dana Alokasi Umum (DAU)............................................................................................................................................. 34 3.3 Dana Alokasi Khusus............................................................................................................................................................ 36 3.4 Penerimaan Bagi Hasil........................................................................................................................................................ 38 3.5 Pendapatan Asli Daerah.................................................................................................................................................... 39 BELANJA DAERAH.............................................................................................................................................................................. 43 4.1 Gambaran Umum................................................................................................................................................................. 44 4.2 Komposisi Belanja Menurut Klasifikasi Ekonomi................................................................................................ 45 4.3 Komposisi Belanja Menurut Bidang........................................................................................................................... 47 4.4 Perbandingan antara Kabupaten/kota di Maluku............................................................................................. 49 4.5 Dana Dekonsentrasi............................................................................................................................................................. 50 4.6 Gender dan Pengeluaran Publik.................................................................................................................................. 52 BELANJA SEKTORAL.......................................................................................................................................................................... 55 5.1 KESEHATAN................................................................................................................................................................................ 56 5.1.1 Belanja Sektor Kesehatan................................................................................................................................... 56 5.1.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Kesehatan.............................................................................. 59 5.1.3 Analisis Kabupaten/kota di Maluku............................................................................................................. 63 5.1.4 Kesimpulan.................................................................................................................................................................. 64 5.1.5 Rekomendasi.............................................................................................................................................................. 64 5.2 PENDIDIKAN.............................................................................................................................................................................. 65 5.2.1 Belanja Pendidikan................................................................................................................................................. 65 5.2.2 Hasil Keluaran pendidikan................................................................................................................................. 69 5.2.3 Analisis Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku.......................................................................................... 71
VI
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
5.2.4 Analisis Gender Sektor Pendidikan di Provinsi Maluku.................................................................... 72 5.2.5 Kesimpulan................................................................................................................................................................... 74 5.2.6 Rekomendasi............................................................................................................................................................... 75 5.3 INFRASTRUKTUR..................................................................................................................................................................... 75 5.3.1 Belanja Sektor Infrastruktur................................................................................................................................. 75 5.3.2 Transportasi.................................................................................................................................................................. 79 5.3.3 Fasilitas Infrastruktur Dasar................................................................................................................................. 80 5.3.4 Kesimpulan................................................................................................................................................................... 84 5.3.5 Rekomendasi............................................................................................................................................................... 85 5.4 PERIKANAN................................................................................................................................................................................ 85 5.4.1 Belanja Sektor Kelautan dan Perikanan....................................................................................................... 86 5.4.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Kelautan dan Perikanan................................................. 89 5.4.3 Analisis Kabupaten/Kota...................................................................................................................................... 92 5.4.4 Kesimpulan................................................................................................................................................................... 93 5.4.5 Rekomendasi............................................................................................................................................................... 93 PEMULIHAN PASCA KONFLIK MALUKU............................................................................................................................. 95 6.1 Pendahuluan............................................................................................................................................................................... 96 6.2 Dampak Dari Konflik Maluku............................................................................................................................................. 96 6.3 Biaya Pemulihan Konflik Maluku..................................................................................................................................... 98 6.4 Rehabilitasi Pengungsi........................................................................................................................................................100 6.5 Rekomendasi............................................................................................................................................................................101 Daftar Pustaka.........................................................................................................................................................................................102 Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Belanja Pemerintah Maluku?................................103 Lampiran B. Catatan Metodologi................................................................................................................................................104 Lampiran C. Tabel Anggaran dan Belanja Konsolidasi Provinsi Maluku.............................................................106
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
VII
Daftar Gambar Gambar 1.1 : Provinsi Maluku terdiri dari ratusan pulau yang tersebar di area yang sangat luas..... 11 Gambar 1.2 : Setelah desentralisasi, Maluku tetap merupakan salah satu provinsi miskin dan kurang berkembang perekonomiannya................................................................................................. 12 Gambar 1.3 : Struktur ekonomi Maluku tidak banyak berubah sejak tahun 2001...................................... 13 Gambar 1.4 : Mayoritas tenaga kerja diserap di sektor pertanian......................................................................... 14 Gambar 1.5 : Walaupun meningkat, investasi di Maluku berfluktuatif.............................................................. 14 Gambar 1.6 : Sejalan dengan tren tingkat nasional, kemiskinan di Maluku mengalami penurunan................................................................................................................................................................. 15 Gambar 1.7 : Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku tergolong tinggi dibandingkan provinsi lain di Indonesia Timur (2008).................................................................................................... 16 Gambar 1.8 : Sejak akhir konflik, angka pengangguran terus menurun sedangkan tingkat partisipasi angkatan kerja terus meningkat.......................................................................................... 16 Gambar 1.9 : Angkatan kerja dan yang bekerja Tahun 2008.................................................................................... 17 Gambar 1.10 : Perbandingan pencari kerja laki-laki dan perempuan sesuai pendidikan tahun 2008................................................................................................................................................................. 17 Gambar 1.11: Perempuan Maluku 15 tahun keatas yang bekerja menurut status pekerjaan utama tahun 2008................................................................................................................................................ 18 Gambar 2.1: Siklus Perencanaan dan Penganggaran Pusat-Daerah.................................................................. 21 Gambar 2.2: Proses Perencanaan Partisipatif di Provinsi Maluku.......................................................................... 21 Gambar 3.1: Pertumbuhan penerimaan di Maluku mayoritas terjadi di tingkat kabupaten/kota...................................................................................................................................................... 30 Gambar 3.2: Secara keseluruhan, Provinsi Maluku memiliki penerimaan per kapita yang relatif tinggi di Indonesia (2009).................................................................................................................. 31 Gambar 3.3: Maluku masih tergantung pada transfer dana pemerintah pusat......................................... 32 Gambar 3.4: Pemerintah provinsi menghasilkan PAD lebih banyak dibanding pemerintah kabupaten.................................................................................................................................................................. 33 Gambar 3.5: Tingkat penerimaan per kapita antar kabupaten/kota berbeda jauh. (2009)................. 34 Gambar 3.6: DAU Maluku meningkat 45 persen antara tahun 2004-2009.................................................... 35 Gambar 3.7: Alokasi DAU per kapita kabupaten/kota di Maluku cukup bervariasi.................................. 35 Gambar 3.8: DAK meningkat sebesar 388 persen dalam kurun waktu 2004-2009.................................. 36 Gambar 3.9: Lebih dari 82 persen DAK 2008 dialokasikan ke sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan......................................................................................................................................................... 37 Gambar 3.10: Kabupaten yang baru terbentuk menerima mayoritas DAK..................................................... 37 Gambar 3.11: Penerimaan bagi hasil Maluku meningkat sejak tahun 2004.................................................... 38 Gambar 3.12: Penerimaan bagi hasil merupakan sumber penerimaan yang signifikan di Seram Bagian Timur............................................................................................................................................................. 39 Gambar 3.13: PAD merupakan sumber penerimaan yang kurang signifikan di Maluku......................... 39 Gambar 3.14: Hampir 50 persen PAD dihasilkan dari pajak daerah....................................................................... 41 Gambar 3.15: Daerah perkotaan menghasilkan PAD lebih besar........................................................................... 41 Gambar 4.1: Pemerintah Kabupaten/kota Merupakan Sumber dari Sebagian Besar Peningkatan Belanja Daerah di Maluku................................................................................................... 44 Gambar 4.2: Pengeluaran perkapita di Maluku lebih besar dari dua kali pengeluaran perkapita rata-rata nasional............................................................................................................................ 45
VIII
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
Gambar 4.3: Sebagian besar belanja pemerintah daerah dialokasikan untuk belanja pegawai....................................................................................................................................................................... 46 Gambar 4.4: Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan belanja modal relative lebih besar daripada pemerintah provinsi......................................................................................................... 47 Gambar 4.5: Jumlah belanja administrasi pemerintahan masih lebih besar dari kombinasi jumlah belanja sektor Kesehatan, Infrastruktur dan Pendidikan.............................................. 48 Gambar 4.6: Alokasi belanja sektor administrasi untuk pemerintahan provinsi lebih besar dari alokasi belanja sektor administrasi pemerintahan kabupaten/kota........................... 49 Gambar 4.7: Nilai Belanja Daerah di Maluku tahun 2009 yang sangat bervariasi...................................... 50 Gambar 4.8: Dana dekonsentrasi per kapita Maluku termasuk yang terbesar di Indonesia............... 51 Gambar 4.9: Belanja dana dekonsentrasi Maluku didominasi oleh sektor pendidikan.......................... 52 Gambar 4.10: Tingkat alokasi dana untuk program Pemberdayaan Perempuan antar kabupaten/kota provinsi Maluku tahun 2007-2009 (Miliar Rupiah)...................................... 53 Gambar 5.1: Walaupun tren belanja kesehatan meningkat, terjadi penurunan yang drastis di tahun 2009........................................................................................................................................................... 56 Gambar 5.2: Selama periode 2004-2008, belanja sektor kesehatan pemerintah kabupaten/kota meningkat tiga kali lipat.............................................................................................. 57 Gambar 5.3: Belanja pegawai merupakan pengeluaran terbesar pada sektor kesehatan................... 58 Gambar 5.4: Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota mempunyai peran yang berbeda dalam pemberian pelayanan kesehatan................................................................................................ 58 Gambar 5.5: Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Maluku Tidak Mengalami Kemajuan yang Signifikan selama tahun 2007-2008...................................................................... 60 Gambar 5.6: Kasus HIV/AIDS dan Malaria Masih Tinggi di Maluku...................................................................... 60 Gambar 5.7: Akses terhadap fasilitas kesehatan publik di Maluku sedikit lebih baik dibandingkan Maluku Utara dan rata-rata di Indonesia............................................................... 61 Gambar 5.8: Porsi populasi yang mempunyai akses terhadap jasa kesehatan gratis di Maluku relatif lebih tinggi dibandingkan daerah lain di Indonesia....................................... 62 Gambar 5.9: Outcome sektor kesehatan di Maluku memperlihatkan tren yang tidak sama selama periode 2003-2007 serta Cakupan imunisasi anak dibawah 2 tahun per Kabupaten/kota Maluku 2008.............................................................................................................. 63 Gambar 5.10: Belanja Kesehatan Antar Kabupaten/kota di Maluku cukup bervariasi.............................. 63 Gambar 5.11: Belanja pendidikan meningkat tetapi proporsinya terhadap total belanja tidak berubah........................................................................................................................................................... 66 Gambar 5.12: Belanja daerah untuk Pendidikan telah meningkat pesat selama 2004-2009................ 67 Gambar 5.13: Belanja Modal Meningkat Signifikan, Baik Dalam Nilai Absolut dan Relatif terhadap Total Belanja........................................................................................................................................ 68 Gambar 5.14: Komposisi belanja pemerintah daerah tahun 2009........................................................................ 68 Gambar 5.15: Maluku memiliki APM yang lebih tinggi dari Maluku Utara dan rata-rata nasional........................................................................................................................................................................ 70 Gambar 5.16: Belanja pendidikan antara kabupaten masih timpang................................................................. 71 Gambar 5.17: Tingkat melek huruf perempuan Usia 15 -60 Tahun, Maluku, provinsi lain dan rata-rata nasional, tahun 2006............................................................................................................. 72 Gambar 5.18: Perbandingan APM perempuan Maluku dan provinsi lain tahun 2006.............................. 73 Gambar 5.19: APM perempuan Maluku tahun 2004 - 2006 ..................................................................................... 73
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
IX
Gambar 5.20a dan 5.20b : Perbandingan APM Perempuan antar Kabupaten/Kota Di Maluku Tahun 2005 dan 2006......................................................................................................................................... 74 Gambar 5.21: Belanja Sektor Infrastruktur Cenderung Stabil Dalam Komposisi Belanja Pemda........ 76 Gambar 5.22: Belanja Sektor Infrastruktur Didominasi oleh Belanja Modal yang Dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota......................................................................................................................... 77 Gambar 5.23: Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Mempunyai Peran yang Sangat Berbeda dalam Mengelola Belanja Sektor Infrastruktur................................................................ 78 Gambar 5.24: Terdapat Ketimpangan Cukup Besar dalam Belanja Sektor Infrastruktur Antar Kabupaten/kota di Maluku.............................................................................................................................. 78 Gambar 5.25: Jumlah Jalan Dengan Kondisi Rusak Berat Di Maluku Lebih Tinggi Dibandingkan Di Maluku Utara Dan Rata-Rata Di Indonesia...................................................................................... 79 Gambar 5.26: Selama Periode 2004-2009, Hanya Terlihat Sedikit Kemajuan Dalam Akses Masyarakat Terhadap Fasilitas Infrastruktur Yang Baik.................................................................... 81 Gambar 5.27: Akses terhadap air bersih di Maluku, terutama bagi masyarakat termiskin, masih sedikit lebih rendah dibandingkan rata-rata di Indonesia dan di Maluku Utara...................................................................................................................................................... 82 Gambar 5.28: Akses Masyarakat Termiskin Dengan Masyarakat Berpendapatan Tertinggi Terhadap Fasilitas Sanitasi Yang Layak Di Maluku Sangat Timpang....................................... 82 Gambar 5.29: Akses Terhadap Listrik Di Maluku Masih Lebih Rendah Dibandingkan Dengan Indonesia, Khususnya Untuk Masyarakat Berpendapatan Terendah................ 83 Gambar 5.30: Kota Ambon Mempunyai Kondisi Akses Terhadap Infrastruktur Paling Baik Diantara Kabupaten/Kota Lainnya.............................................................................................................. 84 Gambar 5.31: Sumber daya fiskal yang dialokasikan untuk perikanan dan kelautan sangat fluktuatif...................................................................................................................................................................... 86 Gambar 5.32: Belanja Sektor Kelautan dan Perikanan di Maluku sedikit meningkat dari tahun 2004 ke tahun 2009 walaupun sempat meningkat tajam di tahun 2007........... 87 Gambar 5.33: Belanja barang dan jasa meningkat cukup besar sementara belanja pegawai mengalami penurunan...................................................................................................................................... 88 Gambar 5.34: Pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota Maluku mempunyai peran yang berbeda dalam mengelola belanja sektor perikanannya................................................ 88 Gambar 5.35: Keluaran Sektor Perikanan di Maluku Lebih Rendah dibandingkan Provinsi Kepulauan Lain di Indonesia.......................................................................................................................... 89 Gambar 5.36: Jumlah Penyuluh Perikanan di Maluku Meningkat Cukup Pesat, Khususnya dari Tahun 2007 ke Tahun 2008.................................................................................................................... 90 Gambar 5.37: Nilai Produksi Perikanan di Maluku Mengalami Penurunan Cukup Signifikan dari tahun 2007 ke 2008.................................................................................................................................... 92 Gambar 5.38: Nilai Produksi Perikanan serta Alokasi Belanja Sektor Perikanan............................................. 93 Gambar 6.1: Kerusakan fasilitas sebagian besar terjadi pada fasilitas peribadatan................................... 97 Gambar 6.2: Jumlah pengungsi Maluku tahun 2003 - 2010................................................................................... 98 Gambar 6.3: Alokasi Dana Inpres 6/2003 meningkat tiap tahunnya................................................................. 99 Gambar 6.4: Belanja Dana Inpres 6/2003 menunjukkan perubahan prioritas dari tahun ke tahun ....................................................................................................................................................100
X
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
Daftar Tabel Tabel 1.1. Masih banyak ketimpangan di provinsi Maluku....................................................................................... 18 Tabel 2.1 Siklus Perencanaan dan Penganggaran Tahunan di Pemerintah Daerah................................. 23 Tabel 2.2 Status Opini LHP BPK terhadap LKPD di Maluku...................................................................................... 26 Tabel 3.1: PAD provinsi dan kabupaten/kota 2004-2009........................................................................................... 40 Tabel 5.1: Indikator kesehatan di Maluku hampir sama dengan rata-rata di Indonesia
kecuali untuk porsi kelahiran yang dibantu tenaga medis profesional (2009)...................... 59
Tabel 5.2: Ada ketimpangan akses terhadap tenaga medis di provinsi Maluku......................................... 61 Tabel 5.3: Kabupaten/kota di Maluku dengan indikator Kinerja Terburuk...................................................... 64 Tabel 5.4: Maluku telah berhasil menyediakan akses ke pendidikan................................................................. 69 Tabel 5.5: Peningkatan APM Maluku untuk semua jenjang pendidikan lebih baik dari Maluku Utara dan rata-rata nasional................................................................................................................ 70 Tabel 5.6: Terdapat perbedaan yang signifikan pada APM tingkat sekolah menengah
antar kabupaten di Maluku.................................................................................................................................... 72
Tabel 5.7a: Rasio wilayah dengan Akses ke Jalan di Maluku....................................................................................... 79 Tabel 5.7b: Kondisi Jalan di Prop. Maluku............................................................................................................................... 79 Table 5.8: Kabupaten dengan populasi kurang dari 50 persen yang memiliki akses
ke infrastruktur dasar.................................................................................................................................................. 84
Tabel 5.9: Jumlah Lulusan Sekolah Perikanan di Maluku Meningkat Pesat Selama Tiga Tahun Terakhir...................................................................................................................................................... 91 Tabel 6.1: Pengungsi yang belum direhabilitas dan dana yang dialokasikan.............................................101
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
XI
XII
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
RANGKUMAN EKSEKUTIF
Rangkuman eksekutif
Sepuluh tahun setelah desentralisasi, kinerja Propinsi Maluku menunjukkan hasil yang bervariasi. Propinsi Maluku telah mengalami kemajuan dalam pengurangan angka kemiskinan, dengan menekan angka kemiskinan sebesar 12 basis poin menjadi 28 setelah persen desentralisasi, di tahun 2009. Menurunnya angka kemiskinan inihasil sesuai Sepuluh tahun kinerja Provinsi Maluku menunjukkan yang bervariasi. Maluku telah mengalami kemajuan dalam pengurangan angka kemiskinan, dengan dengan apaProvinsi yang terjadi secara nasional. Namun, penurunan tersebut masih belum menekan angka kemiskinan sebesar 12Maluku basis poindari menjadi 28 persendengan di tahun 2009. Menurunnya angka dapat menaikkan posisi Propinsi 3 propinsi angka kemiskinan kemiskinan ini sesuai dengan apa yang terjadi secara nasional. Namun, penurunan tersebut masih tertinggi di Indonesia, bersama Papua dan Papua Barat. belum dapat menaikkan posisi Provinsi Maluku dari 3 provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia, bersama Papua dan Papua Barat.
Setelah desentralisasi, Malukutetap tetap merupakan salah satumiskin propinsi miskinberkembang dan kurang berkembang Setelah desentralisasi, Maluku merupakan salah satu provinsi dan kurang perekonomiannya. perekonomiannya.
. 20
1999
Regional GDP Per Capita (Rp Millions)
Regional GDP Per Capita (Rp Millions)
12
2009
18 16
10
14
8
National (23)
National (14)
12 10
6
4
8
Maluku (28)
6 4
2
Maluku (40) -‐
2 0
0 1,000 2,000 4,000 5,000 6,000 Sumber berdasarkan data BPS dan 3,000 SIKD, Kemenkeu, -‐ : Database 100 Maluku 200 PEA dan 300 estimasi 400 Bank 5Dunia 00 Regional Spending Per Capita (Rp Thousands) Regional S pending P er C apita ( Rp T housands) Catatan : Ukuran lingkaran dan angka dalam kurung menunjukkan angka kemiskinan Belanja per kapita adalah nilai nominal DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Papua, dan Papua Barat tidak diikutsertakan. Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data BPS dan SIKD, Kemenkeu, Catatan: Ukuran lingkaran angka masih dalam kurung menunjukkan angkadengan kemiskinan Perekonomian Provinsidan Maluku tertinggal dibandingkan daerah lain di Indonesia. Belanja per kapita adalah nilai nominal Pendapatan Produk Regional Bruto (PDRB) per kapita Provinsi Maluku adalah yang kedua terendah di DKI Jakarta, Kalimantan Papua, dan Papua pertumbuhan Barat tidak diikutsertakan. Indonesia setelah Provinsi NusaTimur, Tenggara Timur. Rata-rata PDRB pertahun adalah 3 persen. Ada
ketergantungan dengan sektor pertanian yang hanya menyumbang 30 persen dari PDRB Provinsi Maluku namun memberi lapangan pekerjaan kepada 60 persen dari angkatan kerjanya. Tingkat pengangguran saat ini adalah 12 persen, memulihMaluku secara perlahan tingkat pengangguran sebelum masa konflik. Perekonomian Propinsi masihmenuju tertinggal dibandingkan dengan daerah
lain di Indonesia. Pendapatan Produk Regional per dari kapita Propinsi Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) di Maluku secaraBruto umum(PDRB) masih jauh kondisi ideal. Di Maluku adalah yang kedua terendah di Indonesia setelah Propinsi Nusa Tenggara satu sisi, sudah ada beberapa kemajuan yang dicapai di Maluku, salah satunya adalah dokumen Rencana Timur. Rata-rataJangka pertumbuhan PDRB pertahun adalah 3 persen. ketergantungan Pembangunan Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi 2008-2013 yangAda secara kualitas sudah baik. Tetapi, masih fenomena mengindikasikan lemahnya pengelolaan daerah di dengan sektorbanyak pertanian yangyang hanya menyumbang 30 persen dari keuangan PDRB Propinsi Provinsi namun Maluku, seperti (i) perangkat peraturan perundangan daerah pengelolaan Maluku memberi lapangan pekerjaan kepada 60 tentang persen PKD daridanangkatan aset yang belum dimiliki oleh setiap daerah; (ii) kapasitas sumber daya manusia dalam hal PKD; dan (iii) opini Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) yang masih belum baik.
14 Maluku memiliki sumber daya fiskal per kapita yang relatif lebih besar dibanding daerah lainnya. Penerimaan per kapita Maluku dua kali lipat lebih besar dibanding rata-rata nasional. Meski demikian, penerimaan Maluku yang mayoritas bersumber dari DAU dan DAK membuat Maluku bergantung pada transfer pemerintah pusat. Peningkatan transfer pusat yang terbesar terdapat pada DAK.
2
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
Rangkuman eksekutif
Secara keseluruhan, Provinsi Maluku memiliki penerimaan per kapita yang relatif tinggi di Indonesia (2009)
Sumber: Estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009)
Terdapat kesenjangan sumber daya fiskal antar kabupaten/kota di Provinsi Maluku. Kabupaten yang memiliki penerimaan per kapita tertinggi merupakan kabupaten-kabupaten yang relatif baru terbentuk, sumber penerimaan mereka mayoritas berasal dari transfer pusat. Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah yang merupakan kabupaten/kota induk memiliki penerimaan per kapita terendah. Walaupun ada perbaikan dalam komposisi belanja pemerintah daerah namun masih harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Provinsi Maluku secara keseluruhan telah menurunkan proporsi belanja untuk aparatur pemerintah daerah dan meningkatkan proporsi belanja untuk kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Meski demikian, belanja administrasi pemerintahan ini masih lebih besar dibandingkan porsi belanja pada sektor-sektor pelayanan publik tersebut.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
3
Rangkuman eksekutif
Jumlah belanja administrasi pemerintahan masih lebih besar dari kombinasi jumlah belanja sektor Kesehatan, Infrastruktur dan Pendidikan.
Sumber : Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan : Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Secara umum, belanja pemerintah daerah di Provinsi Maluku untuk keempat sektor strategis menunjukkan perbaikan. Tingkat belanja untuk keempat sektor tersebut cenderung meningkat walaupun masih membutuhkan perbaikan bertahap dari sisi komposisi belanja. Belanja kesehatan terus meningkat dengan proporsi tetap stabil dibawah 10 persen dari total belanja Pemerintah Daerah. Belanja pendidikan secara umum meningkat dari sekitar 14 persen untuk masa sebelum 2009 menjadi 21 persen di tahun 2009. Belanja infrastruktur terus meningkat dengan proporsi antara 20-26 persen dari total belanja pemerintah daerah selama 2004-2009. Belanja kelautan dan perikanan, walaupun ada peningkatan namun belanjanya masih sangat kecil untuk sebuah sektor yang dianggap sebagai sektor unggulan, hanya sekitar 1 persen dari total belanja. Hasil pencapaian kesehatan di Maluku tidak terlalu mengalami kemajuan yang signifikan setidaknya selama 2007-2009. Beberapa indikator seperti akses terhadap fasilitas kesehatan gratis dan angka gizi kurang serta gizi buruk di Maluku sedikit lebih baik dibandingkan di Indonesia. Namun, hasil pencapaian di sektor kesehatan seperti angka morbiditas, angka kematian bayi dan angka harapan hidup di Maluku masih lebih buruk dibandingkan rata-rata di Indonesia. Sektor pendidikan memiliki kinerja yang paling baik diantara sektor-sektor strategis di Provinsi Maluku. Keluaran dan capaian sektor pendidikan cenderung baik bahkan bila dibandingkan dengan daerah daerah lain. Angka Partisipasi Murni (APM) pada setiap tingkat pendidikan dan angka melek huruf di Provinsi Maluku lebih tinggi dibandingkan angka rata-rata nasional. Ini adalah salah satu penyebab utama mengapa Provinsi Maluku memiliki angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tergolong tinggi, yaitu 70 di tahun 2007. IPMnya adalah nomor dua tertinggi di kawasan Timur Indonesia. Namun masih terlihat ketimpangan antara Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku, seperti angka APM untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dimana di Kota Ambon APMnya lebih tinggi 28 basis poin dibandingkan Kepulauan Aru, 77 persen dibandingkan dengan 49 persen di tahun 2007.
4
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
Rangkuman eksekutif
Peningkatan belanja infrastruktur tampaknya masih belum dapat menghasilkan kemajuan yang signifikan dalam pembangunan sektor infrastruktur di Maluku. Dalam satu sub-sektor seperti transportasi darat, kondisi cakupan jalan di Maluku memang sudah cukup baik. Tetapi Maluku merupakan provinsi kepulauan, sehingga, selain transportasi darat, transportasi laut juga perlu diperhatikan. Kapal-kapal yang ‘tahan cuaca’ selama ini hanya dapat menjangkau pulau-pulau besar, sehingga akses transportasi ke pulau-pulau kecil masih cukup sulit. Selain itu, isu utama lainnya adalah belum adanya sistem transportasi multimoda yang terpadu. Akses terhadap infrastruktur dasar di Maluku juga masih memiliki ketimpangan yang sangat besar antara penduduk berpendapatan rendah dan berpendapatan tinggi. Ketimpangan ini lebih besar dibandingkan ketimpangan yang terjadi di Maluku Utara dan Indonesia secara keseluruhan. Setidaknya ada 3 akses infrastruktur yang timpang yaitu akses terhadap air bersih, akses terhadap sanitasi yang layak, dan akses listrik. Selain itu, di provinsi Maluku sendiri, akses infrastruktur dasar ini juga masih timpang antar kabupaten/kota. Kabupaten/kota yang baru berdiri pada umumnya masih mempunyai akses infrastruktur dasar yang rendah. Dibandingkan dengan provinsi kepulauan lainnya di Indonesia, Maluku masih mempunyai hasil keluaran dan capaian sektor perikanan yang relatif rendah. Jumlah produksi perikanan tangkap di Maluku masih rendah, dan unit usaha pendukung sektor ini seperti perusahaan penangkap ikan, nelayan dan kapal penangkap ikan masih lebih rendah dibandingkan provinsi kepulauan lain di Indonesia. Selain itu, porsi belanja sektor ini juga masih sangat kecil (hanya berkisar dua persen) terhadap total belanja daerah. Perlu diperhatikan bahwa beberapa indikator prasarana dan sumber daya manusia di Maluku memiliki pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini dapat mendukung adanya kemajuan sektor tersebut. Konflik di Maluku telah menyebabkan kerusakan fasilitas fisik dan hubungan sosial di antara masyarakat Maluku. Rusaknya fasilitas peribadatan, pendidikan, dan pelayanan birokrasi oleh aparat pemerintahan menyebabkan terhambatnya pelayanan publik yang diberikan. Rusaknya tatanan sosial ditandai dengan timbulnya segregasi sosial berdasarkan kelompok agama, dan munculnya permasalahan sosial seperti pengungsian. Pemerintah pusat mengucurkan Dana Inpres 6/2003 untuk membantu penyelesaian dampak konflik Maluku. Dana Inpres 6/2003 yang dikucurkan pemerintah mencapai Rp. 600 miliar hingga Rp. 760 miliar per tahun antara tahun 2005 hingga 2007. Dinas Sosial Provinsi Maluku mencatat pada tahun 2010 terdapat sekitar 8 ribu kepala keluarga yang berstatus pengungsi, lebih dari separuhnya berada di kota Ambon. Sejak tahun 2009 wewenang penanganan pengungsi telah diserahkan ke kabupaten/kota.
Agenda Pembangunan Para pembuat kebijakan di Provinsi Maluku dapat memanfaatkan peluang-peluang yang timbul dari peningkatan sumber daya fiskal yang tersedia dan perbaikan-perbaikan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah daerah untuk pembangunan provinsi Maluku. Tiga tantangan yang paling utama adalah: (i) meningkatkan kualitas komposisi belanja dan PKD; (ii) meningkatkan kapasitas Institusi dalam rangka menyediakan pelayanan publik dan perluasan akses; dan (iii) meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
5
Rangkuman eksekutif
Peningkatan kualitas komposisi belanja dan PKD Membuat rencana peningkatan kapasitas PKD secara menyeluruh dan bertahap. Hasil audit BPK terhadap LKPD di Maluku selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kelemahan di semua lini PKD menekankan perlunya perhatian khusus untuk meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah. Prioritas pertama dapat dilakukan pada lingkup Pemerintah Provinsi, terutama untuk hal-hal yang bersifat mendasar, seperti perencanaan dan penganggaran dan pengawasan internal. Kualitas komposisi belanja harus ditingkatkan, khususnya untuk kesehatan dan kelautanperikanan, sektor-sektor yang mendapat alokasi anggaran terbatas. Proporsi anggaran harus difokuskan pada komponen yang menjadi ujung tombak dalam pelayanan publik, dan mengurangi porsi yang tidak berdampak langsung pada pelayanan publik. Belanja infrastruktur harus memberikan perhatian khusus untuk perluasan akses sarana dan prasarana. Sebagai sebuah provinsi Kepulauan, akses terhadap sarana dan prasarana harus lebih merata dan menjangkau daerah-daerah yang membutuhkan, seperti daerah yang terkena dampak konflik, daerah terpencil, dan daerah perbatasan. Konsistensi belanja pendidikan harus ditingkatkan. Dengan capaian pendidikan yang cenderung baik, belanja pendidikan sebaiknya sudah berfokus pada peningkatan kualitas pelayanan dan memastikan bahwa setiap Kabupaten/Kota sudah memenuhi kewajiban alokasi pendidikan.
Peningkatan kapasitas Institusi dalam menyediakan pelayanan publik dan perluasan akses Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota harus menyelesaikan penyusunan kerangka peraturan perundang-undangan untuk mengatur siklus penyusunan anggaran secara konsisten dan efektif sesuai dengan aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Kerangka tersebut akan membantu untuk memberikan pendekatan yang lebih sistematis terhadap reformasi PKD. Pelayanan terhadap akses infrastruktur dasar difokuskan pada masyarakat berpendapatan rendah. Pembangunan infrastruktur ini sebaiknya diarahkan pada: (i) peningkatan cakupan pelayanan air bersih; (ii)perluasan pelayanan tenaga listrik diwilayah-wilayah pedesaan, terpencil, dan kawasan krisis listrik. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah pendekatan yang sifatnya berbasis kemasyarakatan atau komunitas sehingga akan lebih efisien dalam pelaksanaannya. Perlu adanya perhatian lebih dari pemerintah dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik sektor tersebut untuk mulai mendorong sektor kelautan dan perikanan di Maluku. Beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah adalah: (i) perluasan akses kepada sarana pembiayaan bagi nelayan/pembudidaya ikan baik perorangan maupun melalui koperasi nelayan; dan (ii) meningkatkan kualitas tata kelola sumber daya kelautan dan perikanan, baik melalui penguatan kebijakan dan regulasi sektoral, maupun melalui penguatan sumber daya manusia aparatur dalam hal memberikan pelayanan, pengelola, dan pemasar hasil-hasil sektor tersebut. Sistem informasi data kesehatan untuk prioritas alokasi anggaran kesehatan harus ditata dengan lebih baik. Sistem informasi data kesehatan dari instansi teknis daerah masih sangat kurang. Banyak data yang tidak tersedia dan terkesan diabaikan kemudian menjadi penyebab lemahnya
6
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
Rangkuman eksekutif
penanganan masalah kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan menunjuk satu institusi yang ada yang berperan sebagai sumber data kesehatan dan memiliki akses terhadap data-data kesehatan yang disediakan oleh institusi lain di pusat maupun di Provinsi Maluku.
Peningkatan kualitas dan kapasitas SDM Selain dengan peningkatan kapasitas, jumlah SDM PKD dengan kompetensi yang sesuai perlu ditambah secara signifikan baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/ kota. SDM yang ada saat ini masih jauh dari cukup untuk menjalankan PKD dengan efektif sehingga saat ini PKD di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota masih dijalankan oleh Biro Keuangan atau Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD). Ada dua alternatif untuk memenuhi tuntutan yang mendesak ini, yaitu: (i) mengangkat staf eksternal dengan latar belakang akuntansi yang kuat; dan (ii) mendorong pegawai yang ada meningkatkan kapasitasnya melalui pelatihan-pelatihan yang tersedia atau melalui studi lanjutan yang berkaitan dengan PKD.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
7
Rangkuman eksekutif
8
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
Rangkuman eksekutif
BAB I PENDAHULUAN
p e n d a h u lua n
1.1. Sejarah dan kondisi geografis Provinsi ini dikenal sejak dulu sebagai kawasan Seribu Pulau yang memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Provinsi yang dikenal dengan sebutan Moluccas telah dikenal sejak dahulu sebagai daerah penghasil rempah-rempah dan dilewati oleh jalur perdagangan. Pendapat populer tentang asal-usul kata Maluku adalah pedagang Arab yang menamakan deretan pulau-pulau di bagian Utara Maluku sebagai Jazirah al-mamluk yang berarti kepulauan raja-raja. Selain itu nama Maluku juga telah dikenal secara nasional ketika kerajaan Majapahit mencapai kejayaannya. Banyak pedagang-pedagang Melayu dan Jawa telah tiba di Maluku untuk berniaga dan menetap1. Maluku merupakan salah satu provinsi tertua dalam sejarah Indonesia2. Daerah ini dinyatakan sebagai provinsi bersama tujuh daerah lainnya Kalimantan, Sunda Kecil, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera hanya dua hari setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun secara resmi pembentukan Maluku sebagai provinsi daerah tingkat I RI baru terjadi 12 tahun kemudian. Provinsi Maluku terbentuk pada tahun 1957 melalui UU no. 22/1957. Pada awalnya, provinsi ini terdiri atas satu kota (Kota Ambon) dan empat kabupaten (Maluku Utara, Halmahera Tengah, Maluku Tengah, dan Maluku Tenggara). Desentralisasi dan pemekaran daerah telah merubah batas-batas administratif provinsi Maluku. Pada awal desentralisasi di tahun 1999, provinsi Maluku terbagi menjadi dua, Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Provinsi Maluku mencakup kota Ambon, Maluku Tengah, Maluku Tenggara, dan dua kabupaten baru yaitu Maluku Tenggara Barat dan Buru. Pada tahun 2003 tiga kabupaten baru dibentuk, yaitu Seram bagian Barat, Seram bagian Timur, dan Kepulauan Aru3. Di tahun 2007 Kota Tual terbentuk dan di tahun 20084, Buru Selatan dan Maluku Barat Daya merupakan dua kabupaten terakhir yang dibentuk. Sekarang provinsi Maluku terdiri atas dua kota dan delapan kabupaten. Maluku adalah provinsi kepulauan. Provinsi Maluku mempunyai luas wilayah 712.479,65 Km² dimana hanya 8 persen dari wilayahnya tersebut merupakan daratan yang terdiri dari 632 pulau. Wilayahnya berbatasan langsung dengan Kepulauan Irian di sebelah timur, di sebelah barat berbatasan dengan Laut Sulawesi, sebelah utara berbatasan dengan Laut Seram dan sebelah selatan berbatasan langsung dengan Laut Indonesia dan Laut Arafura. Keadaan geografis Maluku yang lebih dari 92 persen wilayahnya adalah laut, merupakan salah satu tantangan signifikan untuk pembangunan daerahnya.
1 Kepulauan Rempah-Rempah, M. Adnan Amal, pp. 7 2 Portal Nasional Republik Indonesia, http://www.indonesia.go.id 3 Melalui UU no. 40 tahun 2003. 4 Melalui UU no. 31 tahun 2008.
10
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
p e n d a h u lua n
Gambar 1. 1: Provinsi Maluku terdiri dari ratusan pulau yang tersebar di area yang sangat luas.
Luas Wilayah
581.376 km2 (BPS, 2009)
Populasi
1.339.500 (BPS, 2009)
Angka kemiskinan
28,23 persen (BPS, 2009)
PDRB per kapita (konstan tahun dasar 2000)
Rp 2.316.964 (BPS, 2009)
Jumlah Kabupaten/Kota
8 Kabupaten, 2 kota 5
Di tahun 1999, Maluku melewati masa tersulitnya. Konflik yang terjadi telah menjadi salah satu konflik antar agama terbesar yang terjadi setelah orde baru. Konflik ini menyebabkan setidaknya 2000 orang tewas, beberapa ratus ribu orang mengungsi, dan mengakibatkan kerusakan pada bangunan dan infrastruktur baik yang umum maupun yang swasta. Kondisi keamanan mulai membaik sejak tahun 2002. Pemerintah menyelenggarakan perjanjian perdamaian Malino yang ke dua di bulan Februari 2002. Pada tahun berikutnya, Pemerintah mengeluarrkan INPRES 6 tahun 2003 untuk mempercepat perbaikan setelah konflik di Maluku. INPRES tersebut memberikan petunjuk dan aturan bagi 30 Kementrian dan instansi pemerintah untuk memastikan respon multi-sektor yang komprehensif. Petunjuk dan aturan tersebut bertujuan untuk menanggulangi berbagai dampak dari konflik dan memberikan jaminan keamanan untuk memastikan pembangunan di masa depan.
5 Karena keterbatasan data fiskal yang tersedia untuk Kota Tual, Buru Selatan, dan Maluku Barat Daya, maka ketiga Kabupaten/Kota tersebut tidak dianalisis secara terpisah dari Kabupaten/Kota induknya.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
11
1.2. Ekonomi p e n d a h u lua n
Maluku adalah salah satu propinsi yang kurang berkembang secara ekonomi di Indonesia. Setelah 10 tahun setelah desentralisasi, Maluku mengalami peningkatan belanja daerah perkapita hingga 14 kali lipat dan penurunan angka kemiskinan 1.2. Ekonomi sebesar 12 persen. Walaupun demikian, PDRB per kapita Maluku tetap merupakan Maluku adalah salah satu yangsetelah kurang berkembang secara mengalami ekonomi di Indonesia. yang kedua terendah di provinsi Indonesia NTT dan hanya pertumbuhan Setelah 10 tahun setelah desentralisasi, Maluku mengalami peningkatan belanja daerah perkapita sebesar 30 persen dalam kurun waktu 10 tahun atau rata-rata 3 persen per tahun. hingga 14 kali lipat dan penurunan angka kemiskinan sebesar 12 persen. Walaupun demikian, PDRB per kapita Maluku tetap merupakan yang kedua terendah di Indonesia setelah NTT dan hanya mengalami Gambar 1. 2: Setelah desentralisasi, Maluku merupakan salah satu propinsi dan kurang pertumbuhan sebesar 30 persen dalam kuruntetap waktu 10 tahun atau rata-rata 3 persen miskin per tahun. berkembang perekonomiannya. Gambar 1. 2: Setelah desentralisasi, Maluku tetap merupakan salah satu provinsi miskin dan kurang berkembang perekonomiannya. 2009
Regional GDP Per Capita (Rp Millions)
20
1999
12
.
Regional GDP Per Capita (Rp Millions)
18 16
10
14
8
National (23)
National (14)
12 10
6
8
Maluku (28)
6
4
4
2
Maluku (40)
-‐ -‐
100 200 300 400 500 Regional Spending Per Capita (Rp Thousands)
2 0 0
1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 Regional Spending Per Capita (Rp Thousands)
6,000
Sumber : Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data BPS dan SIKD, Kemenkeu, Catatan : Ukuran lingkaran dan angka dalam kurung menunjukkan angka kemiskinan Sumber: Database Maluku PEA dan Belanja per kapita adalah nilaiestimasi nominal Bank Dunia berdasarkan data BPS dan SIKD, Kemenkeu, Catatan: Ukuran lingkaran dan angka dalamdan kurung menunjukkan angka kemiskinan DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Papua, Papua Barat tidak diikutsertakan
Belanja per kapita adalah nilai nominal
Struktur perekonomian Maluku tidak berubah banyak sejak 2001. Pertanian tetap merupakan kontributor terbesar untuk ekonomi Maluku dengan menyumbang sekitar sepertiga dari PDRB provinsi. Perdagangan, perhotelan, dan restoran adalah sektor kedua terbesar yang menyumbang 24 persen dari PDRB Maluku. Sektor jasa menyumbang sekitar 19 persen. Ketiga sektor tersebut menyumbang 76 persen dari total PDRB Maluku di tahun 2007. Salah satu sektor yang tumbuh secara relatif adalah sektor transportasi yang tumbuh dari 8 persen (2001) menjadi 11 persen (2007) (Gambar 1.3).
12
23
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
p e n d a h u lua n
Gambar 1.3: Struktur ekonomi Maluku tidak banyak berubah sejak tahun 2001
Sumber: Estimasi Bank Dunia berdasarkan data BPS
Walaupun sektor pertanian memiliki peranan penting dalam penyediaan lapangan kerja. Walaupun pertanian hanya menyumbang 33 persen dari PDRB Maluku, sektor tersebut menyerap sekitar 60 persen dari seluruh angkata kerja Maluku. Sektor lainnya, seperti perdagangan, restoran, dan hotel, serta penyediaan jasa layanan publik masing-masing menyumbang ke 12 persen dari pekerjaan yang tersedia di Maluku. Dibandingkan dengan 2001, struktur ketenagakerjaan juga tidak berubah secara signifikan. Pekerjaan di sektor pertanian telah sedikit meningkat sedangkan perkerjaan di penyedian jasa sektor publik telah berkurang. Hal ini disebabkan oleh pergeseran ketenagakerjaan ke sektor pertanian yang memiliki nilai tambah rendah atau bertani untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
13
p e n d a h u lua n
Gambar 1.4: Mayoritas tenaga kerja diserap di sektor pertanian
Sumber : Maluku Dalam Angka, 2008.
Investasi di Maluku mengalami perkembangan yang fluktuatif. Kegiatan penanaman modal di Provinsi Maluku dihadapkan pada beberapa tantangan guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Provinsi Maluku harus dapat mempertahankan penanaman modal yang sudah ada sambil berusaha memacu investasi-investasi baru, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam kurun waktu 2002-2007, baik penanaman modal dalam negeri dan luar negeri mengalami peningkatan walaupun berfluktuatif di tahun 2004. Gambar 1.5. Walaupun meningkat, investasi di Maluku berfluktuatif
Sumber: BKPMD Provinsi Maluku (2008)
14
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
p e n d a h u lua n
Sebagai provinsi kepulauan, perekonomian Maluku sangat tergantung kepada transportasi dan akses. Biaya yang dikeluarkan untuk transportasi dan distribusi komoditi sangat mempengaruhi tingkat harga barang yang dikenakan kepada konsumen di Maluku. Pengurangan subsidi bahan bakar pada tahun 2005 mengakibatkan naiknya inflasi sebesar 3,4 persen ke 16,7 persen di tahun 2006. Akibat kebijakan tersebut, seluruh harga bahan pokok, non pokok, dan jasa mengalami pengingkatan.6
1.3 Kemiskinan dan ketenagakerjaan Masalah kemiskinan dan pengangguran adalah tantangan utama pembangungan daerah Maluku. Sekalipun Pemerintah Daerah telah menekan laju kemiskinan dan pengangguran, akan tetapi permasalahan kemiskinan dan pengangguran akan terus menjadi problem utama pembangunan daerah Maluku. Hal ini penting karena: (i) secara kualitas, tingkat kemiskinan dan pengangguran di daerah ini masih relatif tinggi; dan (ii) problematika kemiskinan di Maluku salah satunya merupakan kemiskinan struktural7, akibat kebijakan pembangunan yang tidak sesuai dengan karakteristik daerah (sebagai Provinsi Kepulauan).8 Walaupun ada penurunan angka kemiskinan yang stabil, provinsi Maluku tetap merupakan salah satu provinsi miskin di Indonesia. Melalui berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kemampuan perekonomian, maka angka kemiskinan telah mengalami penurunan. Tren angka kemiskinan di Maluku menyerupai tren pada tingkat nasional. Akibatnya, walaupun ada penurunan angka kemiskinan dari 34,8 persen pada tahun 2001 ke 28,3 persen ditahun 2009 (Gambar 1.6), Maluku tetap merupakan satu dari tiga provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di 2008 bersama Papua dan Papua Barat). Di lain pihak, walaupun angka kemiskinan masih relatif tinggi, Maluku memiliki salah satu angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi di Indonesia Timur (Gambar 1.7). Gambar 1.6: Sejalan dengan tren tingkat nasional, kemiskinan di Maluku mengalami penurunan.
Sumber : Estimasi Bank Dunia berdasarkan data BPS dan Susenas, 2009 6 RPJMD Provinsi Maluku, 2008-2013 7 Kemiskinan struktural adalah suatu kondisi di mana sekelompok orang berada di dalam wilayah kemiskinan dan sangat sulit bagi mereka untuk keluar dari kemiskinan karena terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan. 8 ibid.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
15
p e n d a h u lua n
Gambar 1.7: Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku tergolong tinggi dibandingkan provinsi lain di Indonesia Timur (2008).
Sumber : BPS, 2010.
Walaupun kondisi ketenagakerjaan telah membaik namun belum dapat kembali ke keadaan semula sebelum konflik. Angka pengangguran telah turun dari 18 persen di tahun 2004 ke 12,2 persen di tahun 2007, namun masih belum dapat kembali ke keadaan sebelum konflik. Sebelum konflik, angka pengangguran adalah 7,6 persen. Populasi angkatan kerja Maluku telah meningkat ke 63 persen di tahun 2007. Angka ini telah melampaui angka partisipasi kerja sebelum konflik yang sebesar 61 persen. Gambar 1.8: Sejak akhir konflik, angka pengangguran terus menurun sedangkan tingkat partisipasi angkatan kerja terus meningkat.
Sumber : Maluku Dalam Angka, 2008.
16
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
p e n d a h u lua n
Hingga tahun 2008, ketenagakerjaan Maluku masih didominasi oleh laki-laki. Kesempatan kerja untuk perempuan belum seimbang dengan kesempatan untuk laki-laki, meski jumlah angkatan kerja di Maluku mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2005 jumlah angkatan kerja Maluku hanya 481.399, dan menjadi 559.293 pada tahun 2008, dari jumlah ini hanya 36.39 persen merupakan angkatan kerja perempuan (Gambar 1.9). Selain itu prosentase perempuan yang bekerja 34.95 persen dari jumlah 499.555 yang bekerja tahun 2008, dan 48.47 persen masih berusaha mencari kerja dari total pencari kerja 59.684 orang. Sedangkan pencari kerja yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Maluku sesuai tingkat pendidikan SLTA sampai Universitas/Diploma IV, relative didominasi oleh perempuan (Gambar 1.10). Gambar 1.9. Angkatan kerja dan yang bekerja Tahun 2008
Sumber : Maluku Dalam Angka 2009
Fakta lain yang juga memprihatinkan adalah hampir separuh dari pekerja perempuan, 43.54 persen adalah pekerja yang tidak dibayar (Gambar 1.11). Kondisi ini agak lebih baik dari tahun 2007 yang mencapai angka 45.99 persen. Karyawan/pegawai/buruh perempuan hanya 18.10 %, dan yang berusaha sendiri 20.10 persen. Sedangkan perempuan bukan angkatan kerja yang hanya mengurus rumah tangga sebesar 93.35 persen. Gambar 1.10. Perbandingan pencari kerja laki-laki dan perempuan sesuai tingkatan pendidikan Tahun 2008.
Sumber : Maluku Dalam Angka 2009.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
17
p e n d a h u lua n
Gambar 1.11. Perempuan Maluku 15 tahun keatas yang bekerja menurut status pekerjaan utama Tahun 2008.
Sumber : Maluku Dalam Angka 2009
Selain permasalahan kemiskinan dan pengangguran, pembangunan daerah di Provinsi Maluku masih belum merata. Masih terlihat ketimpangan yang cukup besar antara kabupaten-kabupaten dan kota-kota yang ada di provinsi Maluku. Daerah-daerah pinggiran, kawasan tertinggal dan kawasan perbatasan negara masih belum mengalami kemajuan yang berarti. Ketimpangan yang terjadi hampir diseluruh aspek, namun yang paling mengkhawatirkan adalah ketimpangan akses terhadap infrastruktur (Tabel 1.1) Tabel 1.1. Masih banyak ketimpangan di provinsi Maluku
IPM
PDRB kapita (Rp ribu)
Maluku Tenggara Barat
67.14
4,260
94%
88%
97%
50%
9%
50%
49%
45%
Maluku Tenggara
71.04
3,636
88%
88%
87%
43%
17%
37%
73%
64%
Maluku Tengah
69.06
2,548
86%
93%
93%
31%
7%
58%
61%
83%
Pulau Buru
67.49
3,195
78%
90%
88%
49%
9%
53%
51%
73%
Kepulauan Aru
68.91
4,146
92%
81%
83%
27%
4%
57%
59%
35%
Seram Bagian Barat
68.28
3,013
93%
88%
94%
37%
5%
37%
50%
74%
Seram Bagian Timur
66.18
2,533
92%
69%
71%
46%
11%
57%
25%
51%
Kota Ambon
77.46
9,106
94%
90%
98%
25%
8%
87%
94%
99%
-
-
85%
89%
86%
37%
9%
75%
59%
63%
69.96
4,377
89%
88%
91%
36%
8%
60%
62%
73%
Kota Tual Provinsi Maluku
Melek huruf
APM SMP (perempuan)
APM SMP (lakilaki)
Morbiditas
Pemanfaatan fasilitas kesehatan umum
Akses ke Air Bersih
Akses ke Sarana Sanitasi
Cakupan listrik
Sumber : Estimasi Bank Dunia berdasarkan data BPS dan Susenas, 2009
18
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
DR AFT fo r R E V IE W
R i n gpkeansdaanhu ta lua mn a
BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
p e n g e lo l a a n k e ua n g a n d a e r a h
2.1 Kerangka Peraturan Perundang-undangan Peraturan perundangan terkait pengelolaan keuangan daerah (PKD) mengalami perubahan signifikan selama beberapa tahun terakhir. Perubahan ini didorong oleh dua kebijakan progresif pemerintah. Pertama, reformasi keuangan dan perencanaan negara digulirkan dengan dikeluarkannya UU 17/ 2003 tentang keuangan negara, UU 1/ 2004 tentang perbendahaaran negara, dan UU 25/ 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional. Kedua, pemerintah memperbaiki disain otonomi daerah dengan mengeluarkan UU 32/ 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU 33/ 2004 tentang perimbangan keuangan. Berbagi UU ini beserta peraturan-peraturan turunannya kemudian dirangkum dalam PP No. 58/ 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang mengubah secara mendasar seluruh aspek PKD. PP ini beserta PP turunan lainnya menuntut Pemda untuk membuat Perda-Perda baru yang sudah sesuai dengan sejumlah PP baru tersebut. Secara umum, Pemda di Maluku masih mengalami kesulitan dalam mengadopsi perubahan regulasi PKD ini. Sampai saat ini, Pemprov dan sebagian besar Pemkab/kota di Maluku masih belum menyelesaikan peraturan-peraturan tingkat daerah yang sesuai dengan peraturan PKD yang baru. Sebagai contoh, baru sedikit sekali Pemda yang memiliki Peraturan Daerah mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah yang sudah sesuai dengan Permendagri 13/ 2006, dan belum ada Pemda di Maluku yang memiliki Perda tentang Pengelolaan Barang Daerah yang sesuai dengan Permendagri 17/ 2007. Sebagian Pemda di Maluku belum memiliki SKPD pengelolaan keuangan dan aset daerah yang terpadu. Salah satu perubahan mendasar PKD dalam PP 58/ 2005 adalah perlu dibentuknya suatu satuan kerja pengelola keuangan daerah (SKPKD) yang mencakup fungsi pendapatan, pelaporan, penganggaran, dan perbendaharaan. Sebagian Kab/kota sudah merespons ketentuan ini dengan membentuk suatu BPKD (Badan Pengelola Keuangan Daerah) atau DPPKAD (Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah). Namun, sebagian Pemda lain masih belum memiliki suatu SKPKD terpadu ini. Di Pemprov Maluku, PKD masih dilakukan oleh Biro Keuangan dan Dispenda yang masih berdiri terpisah.
2.2 Perencanaan Dan Penganggaran Dari sisi formal, proses perencanaan dan penganggaran di Pemerintah Daerah di Provinsi Maluku sudah mengikuti ketentuan yang berlaku. Proses perencanaan dan penganggaran daerah diatur melalui UU No. 25, 32, dan 33 tahun 2004 beserta peraturan-peraturan turunannya (lihat gambar 2.1). Berdasarkan pengamatan tim peneliti di lapangan, proses formal ini sudah dijalankan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Walaupun beberapa proses tidak tepat waktu, secara umum seluruh proses dijalani dengan baik dan keterlambatan yang terjadi tidak terlalu ekstrem.
20
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
p e n g e lo l a a n k e ua n g a n d a e r a h
Gambar 2.1 Siklus Perencanaan dan Penganggaran Pusat-Daerah Pedoman
Pedoman Pedoman
RPJP Nasional
Dijabar kan
RPJM
RKP
Diperhatikan Pedoman
RPJM Daerah
Rincian APBN
Pedoman
RAPBN
APBN
Diserasikan melalui Musrenbang
Dijabarkan
Pedoman
Renstra SKPD
RKA-KL
RKP Daerah
Pedoman
RAPBD
APBD
RKA SKPD
Rincian APBD
Diacu Pedoman
Renja SKPD
Pedoman
Pemerintah Daerah
RPJP Daerah
Pedoman
Diacu
Nasional
Diacu
Renja - KL
Pemerintah Pusat
Renstra KL
Sumber: Bappeda Provinsi
Perencanaan partisipatif sudah berjalan, namun kualitasnya masih belum bisa dinilai. Sesuai yang diamanatkan dalam UU No. 25/ 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, proses perencanaan partisipatif dilakukan melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). Di provinsi Maluku, proses musrenbang sudah berjalan dari tingkat desa hingga provinsi dengan cukup tepat waktu (Gambar 2.2). Yang masih belum bisa dipastikan di sini adalah kualitas dari proses Musrenbang ini, yaitu apakah masukan-masukan dari masyarakat membawa pengaruh positif pada perencanaan dan penganggaran di eksekutif dan legislatif. Penelitian terhadap beberapa dokumen perencanaan dan penganggaran di beberapa Pemda di Maluku mengindikasikan keterkaitan antara hasil Musrenbang dan APBD masih belum terlihat. Selain itu, Musrenbang RPJMD masih belum menjadi acuan bagi Musrenbang tahunan, sehingga program-program yang bersifat jangka menengah sering terlewatkan. Gambar 2.2. Proses Perencanaan Partisipatif di Provinsi Maluku
Pemerintah
Propinsi
Penyelarasan
waktu
dalam
pelaksanaan
DPRD
Musrenbang
Desa
Jaringan
Aspirasi
Masyarakat
Musrenbang
Kab/Kota
Musrenbang
Propinsi
Talkshow
RRI/TVRI
RPJMD
Kab/Kota/Propinsi
Sumber : Bappeda Provinsi/Kab/Kota
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
21
p e n g e lo l a a n k e ua n g a n d a e r a h
RPJMD Provinsi Maluku 2008-2013 merupakan awal yang baik bagi perencanaan pembangunan provinsi. Secara umum, RPJMD Maluku 2010-2014 sudah memenuhi semua persyaratan untuk dianggap baik. Dokumen ini berawal dari gambaran komprehensif tentang provinsi Maluku yang sarat dengan informasi faktual dan data terkini. Dokumen ini juga sudah memiliki indikator output dan outcome yang spesifik, terukur, dan terikat oleh waktu (time-bound). Di samping itu, dokumen ini sudah dilengkapi dengan kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM) sampai tingkat program dan kegiatan. Dengan adanya ketiga komponen itu, bisa dikatakan RPJMD ini merupakan salah satu yang paling maju di Indonesia, di mana untuk tingkat nasional hal serupa baru ditemui di RPJMN 2010-2014. Dua hal yang mungkin masih bisa diperbaiki adalah belum adanya keterkaitan antara indikator output dan outcome, dan mekanisme koordinasi dan pembagian tugas antara Pemprov dan Pemkab/kota. Sedangkan, kualitas dokumen perencanaan Kabupaten/Kota masih belum baik. Jika Pemprov setidaknya sudah memiliki RPJMD yang baik, hal yang sama sangat sulit ditemui di Pemkab/kota. Dari hasil penelitian terhadap9 beberapa RPJMD dan RKPD Kab/kota, dapat disimpulkan bahwa Pemkab/ kota di Maluku belum memiliki indikator output dan outcome yang terukur dan belum memiliki KPJM. Tidak adanya KPJM ini akan menyulitkan perencanaan dan penganggaran tahunan dalam mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang bersifat multi-years. Selain itu, seluruh RPJMD yang diamati belum disesuaikan dengan RPJMD provinsi yang baru. Hal yang terakhir ini sebetulnya bukan murni kesalahan Pemkab/kota, karena peraturan perundang-undangan tidak mengharuskan mereka untuk melakukan penyesuaian ini. Pemda di Maluku sudah menunjukkan perbaikan dalam hal ketepatan waktu pengesahan APBD. Saat ini, pemerintah daerah sudah memiliki panduan siklus perencanaan dan penganggaran tahunan, yaitu yang dijabarkan dalam Permendagri 13/ 2006 dan 59/ 2007 dan dirangkum pada tabel 2.1. Sampai tahun 2007, hanya sedikit Pemda di Indonesia yang dapat menyelesaikan APBD sampai dengan 3 bulan setelah dimulainya tahun anggaran. Seiring dengan dikeluarkannya sanksi penundaan pencairan sebagian DAU untuk keterlambatan pengesahan APBD, Pemda di Maluku menunjukkan perbaikan berarti selama dua tahun terakhir. Berdasarkan data dari Ditjen Perimbangan Keuangan, jumlah Pemda yang mengesahkan APBD sebelum dimulainya tahun anggaran baru meningkat dari satu (2008) menjadi enam (2009). Di tahun 2009 pula, semua Pemda di Maluku sudah mengesahkan APBD sebelum 31 Januari 2009.
9 RPJMD dan RKPD yang diteliti adalah Kabupaten Maluku Tenggara, Kota Ambon, dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
22
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
p e n g e lo l a a n k e ua n g a n d a e r a h
Tabel 2.1 Siklus Perencanaan dan Penganggaran Tahunan di Pemerintah Daerah No.
Kegiatan
Estimasi Waktu
1
Musrenbang Desa/Kelurahan
Januari
2
Musrenbang Kecamatan
Februari
3
Forum SKPD Kabupaten/Kota/Provinsi
Maret
4
Musrenbang Kabupaten/Kota
Maret
5
Musrenbang Provinsi/Nasional
April
6
Penyusunan Renja SKPD – Menjadi Keputusan Ka SKPD
April – Mei
7
Penyusunan RKPD – menjadi Peraturan Kepala Daerah
s/d akhir Mei
8
Penyusunan Kebijakan Umum APBD – mengacu Pedoman Peny. APBD dari Mendagri
Juni
9
Penyampaian Kebijakan Umum APBD kpd DPRD
s.d. pertengahan Juni
10
Pembahasan Rancangan Kebijakan Umum APBD menjadi KUA
Akhir Juni
11
Pembahasan PPAS dgn DPRD – Nota Kesepakatan KUA & PPAS
s/d Minggu II Juli
12
Kepala Daerah Menerbitkan Pedoman Penyusunan RKA SKPD
13
Penyusunan RKA SKPD
Akhir Juli – Agustus
14
Evaluasi RKA SKPD oleh Tim Anggaran Eksekutif Daerah
Minggu I September
15
Penyusunan Raperda APBD & Raper KDH tentang Penjabaran APBD
Pertengahan September
16
Penyebarluasan Raperda tentang APBD kepada Masyarakat
Minggu IV September
17
Pengajuan Raperda tentang APBD kpd DPRD
Minggu I Oktober
18
Pembahasan Raperda APBD & persetujuan bersama DPRD
Minggu I – IV November
19
Penyampaian Raperda APBD & Raper KDH tentang Penjabaran APBD untuk dievaluasi
Awal Desember
20
Evaluasi Raperda APBD dan Raper KDH tentang Penjabaran APBD
Pertengahan Desember
21
Penyempurnaan hasil evaluasi
Akhir Desember
22
Pengesahan Raperda APBD
Akhir Desember
Sumber: PP No. 58/ 2005 dan Permendagri 13/ 2006 dan 59/ 2007
2.3 Penatausahaan Keuangan Penatausahaan keuangan daerah mengalami perubahan mendasar pada tahun 2005. Dikeluarkannya PP 24/ 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mengubah penatausahaan keuangan Pemda secara menyeluruh. Mulai tahun 2006, sebagian besar aktivitas penatausahaan keuangan Pemda, -meliputi manajemen kas, akuntansi, dan pelaporan- dilakukan oleh setiap SKPD. Perubahan yang mendasar ini mengubah struktur organisasi pengelolaan keuangan daerah dan menuntut seluruh Pemda untuk meningkatkan kapasitas SDM PKD secara signifikan. Kendala utama penatausahaan keuangan di Provinsi Maluku adalah kapasitas sumber daya manusia. Seperti dijelaskan sebelumnya, perubahan mendasar pada penatausahaan keuangan menuntut Pemda untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM PKD. Hal ini merupakan tantangan besar bagi Pemprov dan, terlebih lagi, Pemerintah kabupaten/ kota di Povinsi Maluku. Sampai saat ini,
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
23
p e n g e lo l a a n k e ua n g a n d a e r a h
jumlah dan kualitas SDM PKD di Biro Keuangan Provinsi atau BPKD Kab/ Kota masih jauh dari cukup. Bahkan, dari 79 anggota staf di Biro Keuangan termasuk 5 kabag/kabid, hanya 2 orang kabag/kabid yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau manajemen keuangan dan hanya 5 anggota staf yang merupakan lulusan D3 akuntansi/ekonomi atau lebih tinggi. Kondisi yang lebih memprihatinkan terjadi di tingkat Kab/ kota di mana jumlah SDM PKD masih sangat minim dan kapasitas SDM yang ada masih jauh dari harapan. Dalam hal pengelolaan kas, pemerintah provinsi telah mencapai kemajuan dalam menghilangkan birokrasi yang berbelit-belit (red tape). Sistem pengelolaan kas selama ini sangatlah tidak efisien. Perbaikan telah dilakukan dengan cara menyederhanakan menjadi tahapan yang lebih pendek. Penyederhanaan ini berpedoman pada peraturan pemerintah pusat. Di Pemprov Maluku, pembenahan akuntansi masih berlangsung di seluruh SKPD. Saat ini, setiap SKPD sedang berusaha untuk menyesuaikan diri terhadap sistem akuntansi keuangan yang terdapat di Biro Keuangan. Walaupun sebagian besar SKPD sudah membuat laporan triwulan secara tepat waktu, laporan tersebut masih disusun secara manual walaupun sistem akuntansi keuangan berbasis computer sudah tersedia. Selain itu, laporan di seluruh SKPD sering tidak konsisten karena adanya perbedaan kapasitas antara Unit-unit Tugas. Akhirnya, tugas utama untuk merevisi dan mengkonsolidasikan laporan tersebut diberikan kepada BPKD. Pelaporan keuangan di provinsi Maluku pada umumnya masih dilakukan oleh biro keuangan/ BPKD. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, sebagian besar penatausahaan keuangan sudah dilimpahkan ke setiap SKPD, termasuk dalam hal pelaporan keuangan. Namun, hal ini belum bisa dijalankan dengan baik karena terbatasnya SDM. Karena itu, sampai sekarang laporan keuangan dan lampiran-lampiran belum dihasilkan dari suatu sistem desentralisasi terpadu (networking) tetapi masih terpusat pada biro keuangan provinsi atau BPKD kab/kota. Secara umum, transparansi laporan keuangan Pemprov dan Pemkab/kota di Provinsi Maluku masih memprihatinkan. Pemprov dan Pemkab/kota di Maluku pada umumnya telah memenuhi kewajiban pelaporan keuangan, baik yang bersifat triwulan, semester, atau tahunan. Hanya saja, karena belum adanya inisiatif Pemda dan dorongan masyarakat, hampir seluruh laporan itu tidak dipublikasikan lewat satupun media, misalnya; koran lokal, website pemda atau papan pengumuman.
2.4 Pengadaan dan Manajemen Aset Proses pengadaan barang dan jasa di Maluku masih mengalami berbagai masalah. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK terhadap Laporan Keuangan Pemda (LKPD) di Maluku tahun 20062008, sejumlah proses pengadaan masih tidak sesuai aturan dan berpotensi atau sudah menyebabkan kerugian negara. Jika diteliti lebih lanjut, terdapat dua permasalahan mendasar. Yang pertama adalah terbatasnya jumlah SDM yang mapu menangani pengadaan dengan baik, karena hanya sedikit PNS yang mempunyai sertifikat pengadaan, terutama di lingkup Pemkab/kota. Yang kedua, tidak ada mekanisme dan fasilitas pengaduan atas pengadaan, sehingga kontrol masyarakat atau dunia usaha terhadap proses pengadaan sangat lemah. Manajemen aset Pemda di Provinsi Maluku juga masih diwarnai oleh berbagai permasalahan mendasar. Manajemen aset di lingkup Pemda diatur melalui Permendagri No. 17/ 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan barang Milik Daerah. Mengingat regulasi ini masih tergolong baru, adalah hal yang wajar jika sebagian besar Pemda di Maluku masih melakukan penyesuaian. Yang tidak wajar
24
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
p e n g e lo l a a n k e ua n g a n d a e r a h
adalah masih ditemukannya banyak kesalahan mendasar dalam manajemen aset di sebagian besar Pemda. Seperti dijelaskan dalam LHP BPK atas LKPD di Maluku tahun 2006-2008, hampir di seluruh Pemda di Maluku terdapat aset daerah yang tidak bisa dibuktikan keberadaannya atau tidak mempunyai bukti kepemilikan yang jelas dan adanya aset daerahyang digunakan untuk keperluan pribadi. Manajemen aset daerah di Maluku masih dilakukan secara manual. Sampai akhir tahun 2009, pengelolaan aset daerah di Pemprov Maluku dan Pemkab/kota di Maluku masih dilakukan secara manual, walaupun sebagian Pemda sudah menggunakan komputer. Hal ini tidak sesuai dengan Permendagri 17/ 2007, yang menganjurkan penggunaan sistem informasi barang daerah (Simbada). Penggunaan Simbada, walaupun tidak terlepas dari kekurangan, harus segera dimulai karena akan mempermudah dan mempersingkat pengelolaan aset daerah, yang semakin kompleks dari hari ke hari. Permasalahan aset di Maluku juga disebabkan oleh konflik sosial dan proses desentralisasi. Konflik yang terjadi sejak 1999 selama tiga tahun menyebabkan berbagai kerusakan aset publik. Hal ini menyulitkan pemerintah daerah di Provinsi Maluku untuk mendata aset publik yang rusak dan yang masih ada. Hal ini semakin dipersulit oleh proses pengelolaan aset yang masih dilakukan secara manual. Penyebab lainnya adalah proses desentralisasi yang terjadi ditahun 1999 juga. Pemisahan Maluku dan Maluku Utara, diiringi dengan pemekaran Kabupaten/Kota memperumit proses administrasi aset-aset yang dipindahkan.
2.5 Pengawasan Internal dan Eksternal Inspektorat daerah bertanggung jawab atas pengawasan internal di lingkup Pemda. Pengawasan internal, seperti yang dijelaskan dalam PP 60/2008, merupakan bagian integral dari sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) dan meliputi audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya. Untuk Pemerintah Daerah, tugas pengawasan internal dijalankan oleh Inspektorat Provinsi atau Inspektorat Kabupaten/Kota, yang sebelumnya dikenal dengan badan pengawas daerah (Bawasda). Tugas ini kemudian dijabarkan dalam bentuk rencana kerja pemeriksaan tahunan dan manual pemeriksaan internal. Secara umum, pengawasan internal di Provinsi Maluku belum berjalan dengan baik. LHP BPK atas LKPD di Maluku tahun 2006-2008 menunjukkan banyak sekali temuan yang terjadi karena lemahnya SPIP. Sebagai contoh, di Pemprov Maluku pada tahun 2008, terdapat 70 temuan dalam hal kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, 37 temuan dalam hal kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan 22 temuan yang terkait dengan kelemahan struktur pengendalian intern. Banyaknya temuan ini menandakan pengawasan internal di seluruh pemda belum berjalan dengan efektif. Jika sudah efektif, jumlah temuan akan berkurang drastis dan akan meredam kerugian Negara dan potensi kerugian negara. Permasalahan utama dalam pengawasan internal adalah kurangnya jumlah dan kapasitas SDM pengawas. Sama seperti yang terjadi dalam hal penatausahaan keuangan, meningkatnya peran Inspektrorat Daerah tidak disertai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas SDM pengawas/ auditor. Data dari badan Kepegawaian Daerah menunjukkan bahwa jumlah SDM pengawas dengan latar belakang akuntansi masih sangat terbatas, terutama di Pemkab/kota. Keterbatasan SDM ini menyebabkan rendahnya kualitas pemeriksaan dan sulitnya memantau pelaksanaan tindak lanjut atas hasil pengawasan internal.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
25
p e n g e lo l a a n k e ua n g a n d a e r a h
Pengawasan eksternal atas Pemda dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu dilakukan pemeriksaan periodik atas Pemda oleh BPK yang bebas dan independen. BPK diberi kewenangan melakukan tiga jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu/Khusus. Sejauh ini, pemeriksaan yang berjalan rutin (per tahun) hanya terbatas pada pemeriksaan keuangan, yang dilakukan melalui audit terhadap LKPD. Sedangkan, kedua jenis pemeriksaan lain belum menjadi prioritas. Sampai tahun 2008, hasil audit BPK terhadap LKPD menunjukkan buruknya kualitas pengelolaan keuangan di sebagian besar Pemda di Maluku. Hasil audit BPK terhadap LKPD di Maluku selama 2005-2008 menunjukkan keadaan yang sangat memprihatinkan dan cenderung memburuk. Seperti yang bisa dilihat di tabel 2.2, belum ada satupun Pemda di Maluku yang berhasil mendapatkan opini “wajar tanpa pengecualian” selama 4 tahun terakhir. Hal yang paling mengkhawatirkan memburuknya pengelolaan keuangan daerah pada tahun 2008, di mana seluruh Pemda di Maluku yang diaudit pada tahun 2008 mendapatkan status “tidak memberikan pendapat” atau disclaimer. Adapun kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan disclaimer adalah: a) tidak cukup bukti mengenai kewajaran laporan keuangan auditan, b) auditor tidak independen dalam hubungannya dengan klien, c) luas audit dibatasi sedemikian rupa sehingga auditor tidak dapat melaksanakan audit sesuai dengan standard auditing, d) adanya ketidakpastian yang luar biasa yang sangat mempengaruhi kewajaran laporan keuangan, dan e) auditor tidak melakukan audit laporan keuangan, hanya sebagai penyusun laporan keuangan10. Tabel 2.2 Status Opini LHP BPK terhadap LKPD di Maluku Pemerintah Daerah
TA 2005
TA 2006
TA 2007
TA 2008
Prop. Maluku
WDP
TMP
TMP
TMP
Kab. Maluku Tenggara Barat
N/A
TMP
TMP
TMP
Kab. Maluku Tengah
WDP
WDP
TMP
TMP
Kab. Maluku Tenggara
N/A
WDP
WDP
TMP
Kab. Buru
WDP
WDP
TMP
TMP
Kota Ambon
WDP
TMP
WDP
TMP
Kab. Seram Bagian Barat
N/A
TMP
TMP
TMP
Kab. Seram Bagian Timur
N/A
TMP
TMP
N/A
Kab. Kepulauan Aru
N/A
TMP
N/A
N/A
Sumber : RPJMD Provinsi Maluku 2009 Catatan : WDP = wajar dengan pengecualian/ unqualified WTP = wajar tanpa pengecualian/ qualified TW = tidak wajar/ adverse TMP = tidak memberikan pendapat/ disclaimer N/A = tidak dilakukan pemeriksaan/ not available
10 Berdasarkan UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Peraturan BPK No. 1 tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
26
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
p e n g e lo l a a n k e ua n g a n d a e r a h
2.6 Rekomendasi Pemprov Maluku perlu membuat rencana peningkatan kapasitas PKD secara menyeluruh dan bertahap. Hasil audit BPK terhadap LKPD di Maluku selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kelemahan di semua lini PKD menekankan perlunya perhatian khusus untuk meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah. Oleh karena itu, Pemprov perlu mengambil inisiatif dan menyusun rencana peningkatan kapasitas PKD bagi seluruh Pemda di Maluku. Peningkatan ini tentu saja perlu dilakukan secara bertahap mengingat kompleksitas permasalahan. Prioritas pertama dapat dilakukan pada lingkup Pemprov, terutama untuk hal-hal yang bersifat mendasar, seperti perencanaan dan penganggaran dan pengawasan internal. Setelah kondisi di Pemprov sudah semakin baik, program peningkatan kapasitas ini dapat dimulai diarahkan ke Pemkab/kota. Pemprov dapat bekerja sama dengan akademisi, instansi pusat, dan lembaga-lembaga donor dalam menjalankan program ini, yang dapat berbentuk pelatihan, bantuan teknis, dan lokakarya/ seminar. Peningkatan kapasitas PKD dapat dibedakan antara peningkatan kapasitas dalam jangka pendek dan peningkatan kapasitas dalam jangka panjang. Peningkatan kapasitas jangka pendek bertujuan untuk mencapai hasil pemeriksaan BPK yang baik, atau mendapat opini Laporan Hasil Pemeriksaan BPK wajar tanpa pengecualian (WTP). Kegiatan peningkatan kapasitas dapat difokuskan pada kegiatan yang sifatnya teknis dan pelatihan kerja. Untuk hasil yang sifatnya jangka panjang, kegiatan peningkatan kapasitas dapat difokuskan pada penguatan pengertian konsep PKD dan aspekaspek terkaitnya. Selain dengan peningkatan kapasitas, jumlah SDM PKD dengan kompetensi yang sesuai perlu ditambah secara signifikan baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/ kota. SDM yang ada saat ini masih jauh dari cukup untuk menjalankan PKD dengan efektif sehingga saat ini PKD di Pemprov maupun Pemkab/kota masih dijalankan oleh Biro Keuangan/ BPKD kab/kota. Ada dua alternatif untuk memenuhi keterbatasan SDM ini. Pertama, Pemda perlu penambahan SDM PKD yang berkualitas, yaitu melalui merekrut staf baru dengan latar belakang akuntansi yang kuat. Kedua, Pemda perlu meningkatan kualitas SDM PKD dengan memberikan pelatihan atau kursus PKD atau dengan mendorong pegawai yang ada untuk mengambil studi keuangan daerah. Kerangka peraturan perundang-undangan dalam perencanaan pembangunan dan pengelolaan keuangan daerah, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota perlu diperkuat. Saat ini, masih banyak Pemda di Maluku yang belum menetapkan peraturan perundangan daerah dalam hal perencanaan pembangunan dan PKD. Selain itu, sebagian peraturan yang ada masih kurang efektif dalam mengatur kedua hal tersebut secara konsisten dan efektif sesuai dengan aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Hal ini perlu ditindaklanjuti segera karena peraturan perundangan tersebut akan membantu untuk memberikan pendekatan yang lebih sistematis terhadap reformasi PKD.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
27
P ENGELOLAAN KEUANGAN D AE R A H
28
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
DR AFT fo r R E V IE W
R a n gRki n ug mkaans ae knsu e kta um t iaf
BAB III PENERIMAAN
penerimaan
3.1
Gambaran umum
Antara tahun 2004-2009, penerimaan konsolidasi sub-nasional (provinsi, kabupaten, dan kota) meningkat 64 persen. Meskipun penerimaan meningkat hampir setiap tahun, peningkatan tertinggi ditemui pada tahun 2006 sebesar 48 persen. Ini disebabkan pertambahan penerimaan yang diperoleh dari dana Inpres 6/2003 yang ditujukan untuk akselerasi pemulihan pembangunan pasca konflik Maluku. Inpres ini memerintahkan kementrian terkait untuk mempercepat pemulihan infrastruktur, lembaga local, pelayanan publik, dan keamanan. Pada tahun 2006, Maluku menerima bantuan dana Inpres 6/2003 sebesar 741 miliar rupiah, menyebabkan penerimaan Maluku meningkat 12 persen dibanding tahun sebelumnya.11 Gambar 3.1: Pertumbuhan penerimaan di Maluku mayoritas terjadi di tingkat kabupaten/kota.
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan: Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Bagian penerimaan sub-nasional yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota meningkat selama periode transfer dana Inpres 6/2003. Pada tahun 2004, pemerintah provinsi mengelola 23 persen pemerimaan, yang berkurang menjadi 16 persen pada tahun 2007. Data terakhir pada tahun 2009 menunjukkan bagian penerimaan yang dikelola provinsi kembali mendekati angka tahun 2004, yaitu sebesar 22 persen. Pembentukan tiga kabupaten baru pada tahun 2003 juga memungkinkan peningkatan penerimaan di level kabupaten. Pembentukan kabupaten baru berarti dibutuhkan alokasi tambahan untuk pembentukan institusi baru. Dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, Maluku memiliki penerimaan per kapita yang cukup tinggi. Penerimaan per kapita Maluku tahun 2009 sebesar Rp. 3,5 juta, meningkat 9 persen dari tahun sebelumnya. Ini lebih dari 2 kali lipat rata-rata nasional yang besarnya Rp. 1,65 juta. Pertumbuhan penerimaan ini bisa disebabkan oleh kombinasi penerimaan dari Inpres 6/2003 dan alokasi dana tambahan untuk kabupaten baru. 11 Laporan Pelaksanaan Rencana Aksi Inpres No. 6 Tahun 2003, Maluku Provincial Government, Ambon 2008
30
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
penerimaan
Gambar 3.2: Secara keseluruhan, Provinsi Maluku memiliki penerimaan per kapita yang relatif tinggi di Indonesia (2009)
Sumber : Estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009)
Kotak 1: Pos-pos dalam penerimaan. Seperti halnya di daerah lain, Maluku memiliki 4 pos penerimaan: 1)
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah transfer dana tanpa syarat dari pemerintah pusat untuk seluruh pemerintahan daerah yang bertujuan mencapai keseimbangan fiskal. Alokasi DAU dihitung dari formula yang berdasarkan populasi, luas wilayah, pendapatan regional bruto per kapita, indeks pembangunan manusia, belanja gaji pegawai, dan tingkat Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Penerimaan Bagi Hasil.
2)
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah hibah dana dari pemerintah pusat yang ditujukan untuk membiayai kebutuhan khusus di daerah.
3)
Bagi Hasil adalah penerimaan yang diperoleh dari bagi hasil pajak yang disetor ke pemerintah pusat, dan penerimaan dari hasil sumber daya alam yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah. Pembagian tersebut didasarkan rasio yang disetujui dan ditetapkan oleh badan legislasi.
4)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang dipungut oleh pemerintah daerah, bersumber dari pajak daerah, retribusi, dan pendapatan dari investasi.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
31
penerimaan
Maluku memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada transfer dari pemerintah pusat. Lebih dari 77 persen penerimaan Maluku bersumber dari DAU dan DAK. Antara tahun 2004-2009 transfer DAU dan DAK meningkat sebesar 64 persen dari Rp. 1,7 triliun menjadi Rp. 2,8 triliun12. DAK meningkat secara signifikan, di mana saat ini menyumbang 11persen bagi total penerimaan, meningkat dari tahun 2004 yang hanya 4 persen. Rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) membuat Maluku tergantung pada dana perimbangan dari Jakarta. Gambar 3.3: Maluku masih tergantung pada transfer dana pemerintah pusat.
Sumber : Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan : Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Baik pemerintah provinsi maupun kabupaten di Maluku memperoleh mayoritas penerimaan dari DAU (Gambar 2.4). Sumber penerimaan terbesar kedua permerintah provinsi adalah PAD (17 persen), sementara pemerintah kabupaten hanya menghasilkan 4 persen penerimaan dari PAD. Secara keseluruhan, pemerintah kabupaten sedikit lebih tergantung pada transfer pemerintah pusat (79 persen dari total penerimaan) dibanding pemerintah provinsi (70 persen)
12 Transfer pusat terbesar terjadi di tahun 2008, yaitu Rp. 3,2 triliun.
32
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
penerimaan
Gambar 3.4: Pemerintah provinsi menghasilkan PAD lebih banyak dibanding pemerintah kabupaten.
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009)
Kabupaten yang baru dibentuk memiliki kapasitas fiskal lebih tinggi dibanding kabupaten yang lama. Gambar 3.5 menunjukkan perbedaan tingkat penerimaan per kapita antar kabupaten/ kota di Maluku yang cukup tinggi. Penerimaan per kapita Kabupaten Kepulauan Aru lebih dari dua kali lipat penerimaan per kapita Kota Ambon. Secara umum tiga kabupaten yang baru terbentuk memiliki penerimaan per kapita lebih tinggi dari kabupaten yang sudah terbentuk. Sebagai contoh, dua dari tiga kabupaten/kota induk di Maluku (Ambon dan Maluku Tengah) memilik penerimaan per kapita terendah. Sebaliknya, tiga kabupaten dengan penerimaan per kapita tertinggi adalah Kepulauan Aru, Seram Bagian Timur, dan Seram Bagian Barat, dibentuk pada tahun 2003.13
13 Analisa ini tidak mengikutsertakan kabupaten dan kota baru yang terbentuk tahun 2007 dan 2008 karena keterbatasan data APBD.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
33
penerimaan
Gambar 3.5: Tingkat penerimaan per kapita antar kabupaten/kota berbeda jauh. (2009)
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009)
3.2
Dana Alokasi Umum (DAU)
Formula alokasi DAU sudah menunjukkan adanya perhatian lebih bagi provinsi dan kab/kota kepulauan. Selama beberapa tahun pertama dimulainya otonomi daerah, provinsi kepulauan berada dalam posisi yang kurang menguntungkan karena formula alokasi DAU hanya memperhitungkan luas daratan. Sebagai hasil negosiasi antara pusat dan Pemda kepulauan (termasuk Maluku), formula DAU ini sudah lebih baik bagi daerah-daerah tersebut, di mana sejak tahun 2008 35 persen dari total luas laut sudah ditambahkan ke luas wilayah. Antara tahun 2004-2009, DAU meningkat 45 persen, tetapi proporsi penerimaan yang bersumber dari DAU turun dari 75 persen menjadi 66 persen. Sejalan dengan semakin besarnya pendapatan pemerintah pusat, jumlah DAU secara umum meningkat dalam periode 2004-2009. Namun, proporsi DAU ke penerimaan Pemda cenderung menurun pada periode yang sama, karena pada saat yang sama DAK meningkat lebih pesat.
34
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
penerimaan
Gambar 3.6: DAU Maluku meningkat 45 persen antara tahun 2004-2009.
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan: Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Alokasi DAU per kapita bervariasi di antara kabupaten/ kota di Maluku. Sebagai contoh, pada tahun 2009, Kepulauan Aru memiliki DAU per kapita hampir tiga kali lebih besar daripada Kota Ambon. Perbedaan alokasi ini juga terjadi dari tahun ke tahun dan cenderung fluktuatif (Gambar 3.7). Fluktuasi ini terjadi karena perubahan nilai variabel masing-masing kabupaten kota dan bertambahnya jumlah kabupaten/kota. Gambar 3.7: Alokasi DAU per kapita kabupaten/kota di Maluku cukup bervariasi
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009)
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
35
penerimaan
3.3
Dana Alokasi Khusus
DAK menjadi sumber penerimaan yang signifikan bagi Maluku. Pada tahun 2004, Maluku menerima Rp. 85 miliar alokasi DAK, 7 persen dari total penerimaan Maluku. Pada tahun 2008 DAK telah meningkat menjadi Rp. 476 miliar dan berkontribusi sebesar 12 persen pada penerimaan. Angka tersebut menurun sedikit pada tahun 2009 menjadi Rp. 414 miliar (11 persen dari total penerimaan). Mayoritas DAK dialokasikan untuk kabupaten. Gambar 3.8: DAK meningkat sebesar 388 persen dalam kurun waktu 2004-2009.
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan: Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Pada tahun 2008, mayoritas DAK dialokasikan ke 3 sektor strategis– infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Pada tahun tersebut, sektor infrastruktur menerima alokasi DAK terbesar (35 persen dari total DAK), diikuti pendidikan (26 persen), dan kesehatan (21 persen). Sektor perikanan dan kelautan juga mendapat alokasi DAK sebesar 7 persen, hal ini menunjukkan pentingnya sektor tersebut bagi provinsi Maluku. Dari tahun ke tahun, alokasi DAK cenderung fluktuatif, walaupun selalu didominasi ketiga sektor yang sama, dan ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah DAK
36
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
penerimaan
Gambar 3.9: Lebih dari 82 persen DAK 2008 dialokasikan ke sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2008)
Tiga kabupaten pemekaran 2003 memperoleh alokasi DAK terbesar. Sebagai contoh, DAK untuk Kepulauan Aru pada tahun 2009 lebih besar dari alokasi DAK untuk Kota Ambon, Maluku Tengah, dan Maluku Tenggara sekaligus. Besarnya DAK untuk kabupaten baru mencerminkan kebutuhan infrastruktur dan kelembagaan. Gambar 3.10: Kabupaten yang baru terbentuk menerima mayoritas DAK.
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009)
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
37
penerimaan
3.4
Penerimaan Bagi Hasil
Penerimaan bagi hasil meningkat dua kali lipat antara tahun 2004-2009. Gambar 2.10 menunjukkan penerimaan bagi hasil mencapai angka tertinggi pada tahun 2007 sebesar Rp. 339 miliar. Pada tahun 2009 penerimaan bagi hasil turun sedikit menjadi Rp. 320 miliar, atau 9 persen dari total penerimaan. Seperti halnya DAU dan DAK, mayoritas penerimaan bagi hasil, dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Gambar 3.11: Penerimaan bagi hasil Maluku meningkat sejak tahun 2004.
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan: Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Seram Bagian Timur memiliki penerimaan bagi hasil per kapita jauh melebihi kabupaten/ kota lain di Maluku. Hal ini disebabkan aktivitas pertambangan minyak di kabupaten tersebut. Di kabupaten/kota lain, penerimaan bagi hasil memiliki proporsi 4-6 persen dari total penerimaan. Proporsi penerimaan bagi hasil di Seram Bagian Timur mencapai 21 persen dari penerimaan, menunjukkan bahwa pos ini merupakan sumber penerimaan yang signifikan
38
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
penerimaan
Gambar 3.12: Penerimaan bagi hasil merupakan sumber penerimaan yang signifikan di Seram Bagian Timur.
Sumber : Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009)
3.5
Pendapatan Asli Daerah
Meskipun total PAD meningkat, peranannya sebagai sumber penerimaan tetap kurang signifikan. PAD telah meningkat sebesar 23 persen, dari Rp. 195 miliar di tahun 2004 menjadi Rp. 240 miliar di tahun 2009 (Gambar 3.13). Dilihat dari proporsinya terhadap total penerimaan, PAD hanya mewakili 6,6 persen di tahun 2009 (turun dari 8,8 persen di tahun 2004). Gambar 3.13: PAD merupakan sumber penerimaan yang kurang signifikan di Maluku
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan: Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
39
penerimaan
Peran PAD cukup dominan di lingkup pemerintah provinsi Maluku. Tidak seperti di lingkup Pemkab/kota, PAD memberikan konribusi yang cukup signifikan bagi penerimaan Pemprov Maluku. Dalam tiga tahun terakhir, PAD menyumbang 15-17 persen ke total penerimaan pemerintah provinsi dan angka PAD Pemprov ini lebih besar dari gabungan seluruh Pemkab/kota. Hal ini bisa terjadi karena adanya pajak daerah yang hanya dimiliki Pemprov, seperti pajak kendaraan bermotor. Tabel 3.1: PAD provinsi dan kabupaten/kota 2004-2009 Miliar Rp
2004
2005
2006
2007
2008*
Provinsi
2009*
PAD
74.4
85.8
33.5
100.3
114.5
135.6
Transfer Pusat
396.6
356.7
504.2
515.4
595.0
624.0
Penerimaan lain
51.3
129.6
53.2
0.3
2.7
27.9
Total
522
572
591
616
712
787
Kabupaten/kota
PAD Transfer Pusat
121.1
50.4
72.4
85.9
91.2
104.6
1,541.9
1,495.6
2,694.3
3,005.7
2,983.0
2,514.1
Penerimaan lain
38.4
167.9
29.1
147.0
142.6
248.4
Total
1,701
1,714
2,796
3,239
3,217
2,867
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan: Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Pertumbuhan PAD cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun (Gambar 3.13). Sebagai contoh, dalam kurun waktu 6 tahun PAD meningkat dari Rp. 195 miliar pada tahun 2004 menjadi Rp. 240 miliar di tahun 2009. Tetapi antara 2004-2006 PAD turun menjadi Rp. 106 miliar di tahun 2006. Pada tahun yang bersamaan penerimaan total dan DAU berada pada jumlah tertinggi. Analisa lebih lanjut diperlukan untuk melihat mengapa terjadi fluktuasi PAD, sehingga pemerintah Maluku dapat mengelola lebih baik dan memaksimalkan penerimaannya. Mayoritas PAD diperoleh dari pajak daerah dan retribusi. Sejak tahun 2004, proporsi penerimaan yang dihasilkan dari pajak daerah telah mencapai separuh dari PAD. Ini bisa disebabkan oleh makin beragamnya jenis pajak dan metode pengumpulan pajak yang lebih efisien. Proporsi retribusi dalam PAD juga meningkat menjadi 25 persen (Rp. 27 miliar di tahun 2004 menjadi Rp. 60 miliar di tahun 2009). Penelitian lebih lanjut dapat membantu mengetahui apa yang menjadikan sumber penerimaan ini meningkat dan membantu pemerintah dalam efisiensi pengumpulan pajak dan retribusi.
40
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
penerimaan
Gambar 3.14: Hampir 50 persen PAD dihasilkan dari pajak daerah.
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan: Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Kabupaten/kota menunjukkan kapasitas yang berbeda dalam mengumpulkan PAD. Secara nominal, kota Ambon memiliki PAD tertinggi. Hal ini konsisten dengan tren umum PAD yang lebih tinggi di perkotaan karena aktifitas ekonomi yang lebih tinggi, misalnya di sektor perdagangan, perhotelan, dan jasa. Sedangkan, PAD Kab. Seram Bagian Timur hanya Rp. 5 miliar rupiah, atau hampir seperlima dari PAD Kota Ambon. Rendahnya PAD di kabupaten ini terutama terjadi karena rendahnya potensi sektor jasa, yang merupakan sektor penyumbang PAD terbesar. Gambar 3.15: Daerah perkotaan menghasilkan PAD lebih besar
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009)
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
41
penerimaan
42
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
penerimaan
BAB IV BELANJA DAERAH
belanja daerah
4.1 Gambaran Umum Seiring dengan meningkatnya pendapatan daerah, belanja total Provinsi Maluku juga mengalami pertumbuhan yang signifikan. Selama periode 2004-2008, belanja daerah (tingkat provinsi maupun kabupaten kota) meningkat dua kali lipat dari Rp. 2,2 triliun menjadi Rp. 4,3 triliun. Penurunan pendapatan daerah tahun 2009 ini juga diikuti oleh adanya penurunan belanja daerah menjadi Rp. 3,9 triliun. Selama kurun waktu 2004-2009, pertumbuhan belanja ini sebagian besar bersumber dari belanja yang dikelola pemerintah kabupaten/kota, dimana belanja daerah tingkat ini meningkat 98 persen dari Rp. 1,66 triliun pada 2004 menjadi Rp. 3,23 triliun pada 2009. Sebaliknya, belanja pemerintah tingkat provinsi mengalami peningkatan relatif lebih kecil daripada pemerintah kabupaten/kota, sebesar 29 persen. Akibatnya, porsi belanja daerah di tingkat kabupaten/kota meningkat dari 77 persen di tahun 2004 menjadi 83 persen dari total belanja daerah di tahun 2009. Gambar 4.1: Pemerintah Kabupaten/kota Merupakan Sumber dari Sebagian Besar Peningkatan Belanja Daerah di Maluku.
Sumber : Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan : Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Belanja per kapita di Maluku (Rp. 3,8 juta) merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia dengan nilai lebih dari dua kali lipat belanja per kapita rata-rata di Indonesia (Rp. 1,8 juta). Walaupun begitu, nilai penerimaan ini masih lebih kecil dibandingkan Papua, Papua Barat, Kalimantan Timur dan NAD. Hal ini dikarenakan Maluku tidak mempunyai dana otonomi khusus, ataupun penerimaan bagi hasil dari sektor kehutanan atau pertambangan yang besar seperti Kalimantan Timur. Maluku merupakan salah satu daerah penerima Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terbesar.
44
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
belanja daerah
Gambar 4.2: Pengeluaran perkapita di Maluku lebih besar dari dua kali pengeluaran perkapita rata-rata nasional
Sumber: Estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009)
4.2 Komposisi Belanja Menurut Klasifikasi Ekonomi Berdasarkan klasifikasi ekonomi, belanja pegawai merupakan belanja daerah terbesar di Maluku, dengan porsi belanja sebesar 41 persen dari total belanja daerah pada tahun 2009. Walaupun porsi ini telah menurun dari 50 persen di tahun 2004 menjadi 41 persen di tahun 2009, total anggaran untuk belanja pegawai ini meningkat dari Rp. 1,08 triliun menjadi Rp. 1,62 triliun. Pada periode yang sama, porsi anggaran daerah yang dialokasikan untuk belanja modal meningkat signifikan dari Rp. 449 miliar (21 persen) menjadi Rp. 1,14 triliun (29 persen). Belanja modal tahun 2009 ini sedikit lebih rendah dari 2008 sebesar Rp. 1,43 triliun atau 33 persen dari total belanja daerah. Pertumbuhan belanja modal ini bersumber dari investasi barang modal pemerintah kabupaten/kota, khususnya di sektor infrastruktur dan pendidikan dalam bentuk rehabilitasi maupun pembangunan kembali gedunggedung yang hancur akibat konflik. Porsi yang cukup besar juga dialokasikan untuk belanja barang dan jasa, yang meningkat dari 18 persen di tahun 2004 menjadi 27 persen di tahun 2006, sebelum akhirnya mengalami penurunan menjadi 22 persen di tahun 2009.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
45
belanja daerah
Gambar 4.3: Sebagian besar belanja pemerintah daerah dialokasikan untuk belanja pegawai
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan: Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Selama periode 2004-2009, pemerintah kabupaten/kota mengurangi porsi belanja pegawainya (dari 54 persen menjadi 42 persen) dan memperbesar porsi belanja modalnya (dari 21 persen menjadi 32 persen). Di tingkat provinsi, struktur belanja daerah ini relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan. Akibatnya, hingga 2009, porsi belanja pegawai baik di level pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota hampir sama, sedangkan belanja modal yang dialokasikan pemerintah kabupaten/kota relatif lebih besar (32 persen dibandingkan 13 persen). Perubahan komposisi belanja di level kabupaten/kota ini mengakibatkan adanya penurunan secara keseluruhan pada porsi belanja pegawai dan peningkatan belanja modal oleh karena 83 persen total belanja daerah dilakukan pada level kabupaten/kota.
46
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
belanja daerah
Gambar 4.4: Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan belanja modal relative lebih besar daripada pemerintah provinsi
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan: Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Pada umumnya, telah terjadi perbaikan pada komposisi belanja daerah Maluku berdasarkan klasifikasi ekonomi karena adanya penurunan pada belanja pegawai sekaligus peningkatan pada belanja modal. Namun, pada tahun lalu (2009), porsi belanja modal ini terindikasi menurun sementara belanja pegawai mengalami peningkatan14. Diperlukan penelitian lebih jauh untuk mengkaji jenis investasi pada barang modal apa yang telah dilakukan, sehingga bisa diketahui apakah komposisi belanja daerah ini memang telah mengalami perbaikan. Sebagai contoh, jika belanja modal sebagian besar digunakan untuk membangun gedung pemerintahan baru, maka hal ini tidak menghasilkan adanya perbaikan pada penyediaan jasa publik secara umum.
4.3 Komposisi Belanja Menurut Bidang Hampir setengah dari total belanja daerah digunakan untuk belanja administrasi umum pemerintahan. Pada tahun 2004, alokasi belanja untuk sektor ini masih lebih besar dari kombinasi belanja untuk sektor infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Porsi belanja administrasi pemerintah ini hanya mengalami sedikit penurunan dari 49 persen di tahun 2004 menjadi 47 persen di tahun 2008, sebelum turun secara signifikan menjadi 38 persen di tahun 2009. Akan tetapi, nilai belanja administrasi ini tetap mengalami peningkatan hampir 50 persen dari Rp. 1,06 triliun menjadi Rp. 1,5 triliun.
14 Perbandingan didasarkan pada data rencana APBD 2008 dan 2009. Hal ini baru bisa dikonfirmasi jika perbandingan didasarkan pada data realisasi APBD.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
47
belanja daerah
Peningkatan pada belanja administrasi pemerintah ini sebagian dikarenakan oleh adanya pemekaran daerah. Pada tahun 2003, DPR menyetujui UU 40/2003 tentang pendirian 3 kabupaten/ kota baru yaitu Kepulauan Aru, Seram bagian Barat dan Seram Bagian Timur. Pada tahun 2005, pemerintah kabupaten/kota baru tersebut didirikan sehingga diperlukan alokasi anggaran daerah bagi pemerintahan tersebut. Akibatnya, belanja administrasi pemerintah Maluku meningkat tajam menjadi 55 persen dari total belanja daerah tahun 2005. Pada tahun 2007, DPR menyetujui berdirinya kabupaten/kota lain di provinsi ini yaitu Tual. Sedangkan 2 kabupaten/kota baru didirikan pada tahun 2008. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa alokasi belanja administrasi pemerintah daerah tidak akan mengalami penurunan yang signifikan dari nilai saat ini untuk beberapa tahun kedepan. Adanya pemekaran (penambahan kabupaten/kota ataupun provinsi) juga berarti adanya biaya pemerintahan atas pendirian daerah-daerah baru tersebut termasuk gaji pegawai pemerintah, bangunan dan infrastruktur pemerintah, peraturan dan regulasi baru di daerah tersebut dan semua biaya yang terkait dengan pembentukan kecamatan/kelurahan baru. Gambar 4.5: Jumlah belanja administrasi pemerintahan masih lebih besar dari kombinasi jumlah belanja sektor Kesehatan, Infrastruktur dan Pendidikan.
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan: Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Pemerintah provinsi Maluku mengalokasikan porsi belanja administrasi pemerintahan yang lebih besar (43 persen dari total belanja daerah) dibandingkan pemerintahan kabupaten/ kotanya (38 persen dari total belanja daerah). Selama periode 2004-2008, pemerintah provinsi mengurangi porsi belanja sektor infrastruktur dari 21 persen menjadi 13 persen walaupun porsi ini meningkat lagi pada tahun 2009 menjadi 22 persen. Sektor pendidikan juga mengalami peningkatan porsi belanja cukup signifikan dari 5 persen menjadi 13 persen di tahun 2009. Sebaliknya, pemerintah kabupaten/kota memperbesar porsi belanja sektor infrastruktur (dari 15 persen menjadi 21 persen) tetapi mengurangi porsi belanja sektor pendidikan dari 18 persen menjadi 13 persen di tahun 2008 sebelum akhirnya meningkat lagi pada tahun 2009 menjadi 22 persen. Sedangkan untuk sektor kesehatan, porsi belanja kedua level pemerintahan ini relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan pada periode yang sama.
48
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
belanja daerah
Gambar 4.6: Alokasi belanja sektor administrasi untuk pemerintahan provinsi lebih besar dari alokasi belanja sektor administrasi pemerintahan kabupaten/kota.
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan: Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Secara umum, terdapat perbaikan dalam komposisi belanja daerah Maluku, yang bersumber dari penurunan dalam belanja administrasi pemerintahan serta peningkatan belanja sektorsektor pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Pada tahun 2009, infrastruktur dan pendidikan merupakan dengan porsi belanja kedua terbesar, sebesar 21 persen untuk masing-masing sektor. Jumlah porsi kedua sektor tersebut melebihi jumlah porsi sektor administrasi pemerintahan. Sektor kesehatan hanya mempunyai porsi sebesar 8 persen dari total belanja, sedangkan dua sektor penting dalam perekonomian Maluku, perikanan dan pertanian, masing-masing mempunyai porsi sekitar 2 persen dari total belanja daerah.
4.4 Perbandingan antara Kabupaten/kota di Maluku Nilai belanja daerah antar kabupaten/kota di Maluku sangat bervariasi. Pada tahun 2009, belanja perkapita di Kabupaten Maluku Tenggara Barat sebesar Rp. 4,3 juta lebih besar dari dua kali jumlah belanja per kapita Kota Ambon sebesar Rp. 1,67 juta. Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.7, jumlah pengeluaran per kapita bergerak sesuai dengan pendapatan per kapita, dimana kabupatenkabupaten dengan pengeluaran per kapita tertinggi juga mempunyai pendapatan perkapita yang tertinggi. Oleh karena dominasi DAU dan DAK pada sumber pendapatan daerah, maka faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi transfer antar pemerintah ini akan sangat mempengaruhi tingkat pengeluaran perkapita daerah tersebut.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
49
belanja daerah
Gambar 4.7: Nilai Belanja Daerah di Maluku tahun 2009 yang sangat bervariasi
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009)
4.5 Dana Dekonsentrasi Untuk mendukung proses desentralisasi, pemerintah pusat memiliki dua macam belanja di daerah: melalui belanja dana dekonsentrasi atau belanja tugas pembantuan. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah. Sedangkan tugas pembantuan (TP) adalah penugasan dari pemerintah kepada pemerintah daerah dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya. Dana dekonsentrasi dan TP merupakan bagian dari anggaran kementerian negara atau lembaga yang digunakan untuk mendanai urusan pemerintah pusat di daerah. Dibanding provinsi lain, provinsi Maluku menerima dana dekonsentrasi yang lebih besar. Pada tahun 2009, dana dekonsentrasi yang diterima Maluku sebesar Rp. 2,9 juta per kapita, masih di atas ratarata nasional sebesar Rp. 1,7 juta per kapita. Total dana dekonsentrasi yang diterima Maluku pada tahun 2009 sebesar Rp. 411 miliar, naik 26 persen dari tahun sebelumnya.
50
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
belanja daerah
Gambar 4.8: Dana dekonsentrasi per kapita Maluku termasuk yang terbesar di Indonesia
Sumber: Estimasi Bank Dunia berdasarkan data Kemenkeu, 2009 Catatan: DKI Jakarta tidak dimasukkan dalam gambar.
Sebagian besar dana dekonsentrasi Maluku dibelanjakan di sektor pendidikan. Dibandingkan tahun 2005, belanja dekonsentrasi untuk pendidikan meningkat 40 persen dari Rp. 181 miliar menjadi Rp. 277 miliar di tahun 2009. Namun hal ini tidak terjadi di sektor infrastruktur, dan perikanan dan kelautan, yang mengalami penurunan dibanding lima tahun lalu. Di tahun 2009, belanja sektor pendidikan memiliki porsi 49 persen dari belanja dekonsentrasi Maluku dan sektor kesehatan 8 persen. Sektor infrastruktur (3 persen), kelautan dan perikanan (5 persen), walaupun mengalami penurunan nominal belanja dibanding 2005 tetapi porsinya dalam total belanja tahun 2009 meningkat. Belanja dana dekonsentrasi sektor perikanan dan kelautan tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar Rp. 79 miliar (11 persen). Tetapi setelah itu, baik nominal belanja maupun proporsinya dalam belanja mengalami penurunan. Jika pemerintah provinsi Maluku berniat mengembangkan sektor ini di masa depan, belanja sektor ini layak untuk diperhatikan.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
51
belanja daerah
Gambar 4.9: Belanja dana dekonsentrasi Maluku didominasi oleh sektor pendidikan.
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009)
4.6 Gender dan Pengeluaran Publik Penerapan anggaran yang responsif gender diperlukan oleh pemerintah untuk menjamin agar anggaran belanja pemerintah serta kebijakan dan program yang menyertainya dapat menjawab kebutuhan setiap warga negara secara seimbang. Dengan melakukan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender, dana pembangunan dapat digunakan untuk memberi manfaat yang adil bagi kesejahteraan perempuan dan laki-laki, serta menjamin agar kebutuhan dan aspirasi individu dari berbagai kelompok sosial (berdasarkan jenis kelamin, usia, ras, suku dan lokasi) dapat diakomodasikan ke dalam pembiayaan/pengeluaran dan kebijakan. Hingga tahun 2009, belum semua pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Maluku melakukan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender. Meski demikian sudah ada beberapa kabupaten yang melaksanakan penganggaran untuk program gender atau pemberdayaan perempuan. Kabupaten Maluku Tengah dan Maluku Tenggara Barat (MTB) merupakan 2 Kabupaten yang mengalokasikan dana untuk program Gender sejak tahun 2007, setelah adanya permendagri nomor 13 tahun 2006. Kemudian diikuti oleh kabupaten Seram Bagian Timur pada tahun 2008, dan Kabupaten Maluku Tenggara pada tahun 2009. Nantinya, penganggaran yang responsif gender tidak hanya dapat dilihat dalam ada atau tidaknya penganggaran untuk program gender atau pemberdayaan perempuan, tetapi dapat diihat terintegrasi dalam penganggaran di setiap program dan kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah kabupaten/kota. Dari anggaran yang dialokasikan, masih terlihat variasi yang cukup besar. Bila melihat alokasi anggaran untuk bidang pemberdayaan perempuan di Maluku, ada variasi perbedaan yang cukup besar antar kabupaten dalam jumlah yang dialokasikan (gambar 1). Kabupaten Seram Bagian Timur
52
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
belanja daerah
mengalokasikan jumlah yang terbesar yaitu Rp. 1,99 miliar sejak tahun 2008, maupun tahun 2009 sebesar Rp. 2,83 miliar. Sedangkan yang paling kecil alokasi anggaran untuk bidang pemberdayaan perempuan ini adalah Kabupaten Maluku Tengah, hanya Rp 275 juta pada tahun 2008 dan Rp 650 juta pada tahun 2009. Kabupaten-kabupaten lain seperti Buru, Kepulauan Aru, Seram Bagian Barat dan Kota Ambon tidak mengalokasikan belanja untuk urusan pemberdayaan perempuan sejak diterbitkan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 saat penelitian ini dilaksanakan. Gambar 4.10. Tingkat alokasi dana untuk program Pemberdayaan Perempuan antar kabupaten/kota provinsi Maluku tahun 2007 - 2009 (Miliar Rupiah).
Sumber : APBD Kab/Kota Tahun 2004-2009
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
53
belanja daerah
54
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
belanja daerah
BAB V BELANJA SEKTORAL
b e l a n j a s e k to r a l
5.1 KESEHATAN Kesehatan merupakan faktor penting karena kaitannya yang erat dengan mutu sumber daya manusia sebagai salah satu modal pembangunan. Jaminan kesehatan yang semakin baik akan menghasilkan kualitas manusia yang lebih baik, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas. Bagi provinsi Maluku, masalah kesehatan adalah salah satu isu yang penting mengingat berbagai tantangan yang dihadapinya. Strategi utama perencanaan di bidang kesehatan adalah peningkatan akses, sistem kesehatan, dan kesadaran gizi keluarga. Penyelenggaraan urusan kesehatan ini merupakan salah satu visi dan misi RPJMD, yaitu Meningkatkan Kemajuan, Kemandirian dan Kesejahteraan Masyarakat Maluku. Arah pelaksanaanya adalah : (i) meningkatkan jumlah, pemerataan, dan kualitas pelayanan kesehatan; (ii) pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat; (iii) meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan balita serta usia produktif; dan (iv) menyediakan obat dan fasilitas pelayanan kesehatan pada lingkup Pemerintah Provinsi Maluku.
5.1.1 Belanja Sektor Kesehatan Belanja kesehatan di provinsi Maluku cenderung meningkat walaupun berfluktuatif. Peningkatan tersebut disebabkan oleh besarnya belanja pemerintah daerah yang memainkan peranan sangat penting dalam urusan kesehatan. Belanja pemerintah daerah meningkat dari 80 dari seluruh belanja kesehatan di provinsi Maluku yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat, menjadi 86 persen di tahun 2009. Peran pemerintah pusat melalui belanja dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan cenderung mengecil, walaupun ada lonjakan yang cukup besar di tahun 2006. Gambar 5.1. Walaupun tren belanja kesehatan meningkat, terjadi penurunan yang drastis di tahun 2009
Sumber: Database Maluku PEA dan Estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Note: Angka 2008 dan 2009 merupakan estimasi; angka dekonsentrasi & TP tahun 2004 tidak tersedia
56
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
Total belanja kesehatan cenderung stabil dibawah 10 persen dari total belanja pemerintah daerah. Total belanja sektor kesehatan mengalami sedikit peningkatan dari 6 persen menjadi 7 persen total belanja daerah. Selama periode 2004-2009, pengeluaran sektor kesehatan meningkat sebesar 172 persen dari Rp. 137 miliar menjadi Rp. 273 miliar pada tahun 2009 walaupun sempat mencapai Rp. 412 miliar pada tahun 2008. Gambar 5.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan belanja sektor ini terjadi pada tingkat kabupaten/kota dimana belanja meningkat hampir tiga kali lipat dari Rp. 97 triliun menjadi Rp. 243 triliun. Sebaliknya, terjadi penurunan kecil pada belanja sektor ini di level provinsi. Gambar 5.2: Selama periode 2004-2008, belanja sektor kesehatan pemerintah kabupaten/kota meningkat tiga kali lipat.
Sumber: Database Maluku PEA dan Estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Note: Angka 2008 merupakan estimasi.
Sebagian besar pertumbuhan pengeluaran sektor kesehatan ini bersumber dari adanya peningkatan belanja pegawai oleh pemerintah kabupaten/kota. Gambar 5.3 menunjukkan bahwa belanja pegawai sektor kesehatan meningkat dari Rp. 84 miliar (63 persen dari total belanja daerah) pada tahun 2004 menjadi Rp. 123 miliar (45 persen dari total belanja daerah) di tahun 2009. Namun, secara porsi, belanja di sektor ini mengalami penurunan walaupun porsi belanja pegawai masih merupakan porsi belanja terbesar sektor kesehatan. Porsi belanja modal hanya sebesar 34 persen dari total belanja kesehatan, dengan jumlah sebesar Rp. 91 miliar. 90 persen dari total belanja kesehatan untuk pegawai ini dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
57
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.3: Belanja pegawai merupakan pengeluaran terbesar pada sektor kesehatan
Sumber: Database Maluku PEA dan Estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Note: Angka 2008 merupakan estimasi.
Belanja kesehatan pemerintah provinsi paling besar dialokasikan pada belanja barang dan jasa, sementara di tingkat kabupaten/kota, belanja kesehatan didominasi oleh belanja pegawai. Gambar 5.4 dibawah menunjukkan kurang lebih 44 persen pengeluaran kesehatan pada tingkat provinsi dialokasikan untuk barang dan jasa, sementara alokasi untuk belanja modal sektor ini hanya sebesar 16 persen. Pada tingkat kabupaten/kota, belanja pegawai merupakan sumber belanja terbesar (46 persen) sementara belanja modal mempunyai porsi 36 persen. Belanja modal sektor ini lebih besar dialokasikan di level kapbupaten/kota dibandingkan level provinsi. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan peran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam memberikan pelayanan kesehatan. Infrastruktur sektor ini seperti rumah sakit dan alat-alat kesehatan merupakan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Gambar 5.4: Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota mempunyai peran yang berbeda dalam pemberian pelayanan kesehatan.
Sumber: Database Maluku PEA dan Estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan: lingkaran luar adalah pemerintah provinsi, lingkaran dalam adalah pemerintah Kabupaten/Kota
58
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
5.1.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Kesehatan Secara umum, hasil pencapaian sektor kesehatan di Maluku sedikit lebih buruk dibandingkan dengan provinsi lain (Maluku Utara) dan rata-rata di Indonesia. Angka morbiditas, cakupan imunisasi bayi serta porsi kelahiran yang dibantu tenaga medis di Maluku lebih rendah dibandingkan dari rata-rata di Indonesia. Khusus untuk indikator terakhir, Maluku tertinggal jauh dengan porsi kelahiran yang dibantu tenaga medis hanya 39 persen dibandingkan rata-rata Indonesia dengan porsi kelahiran dibantu tenaga medis sebesar 73 persen. Cakupan imunisasi bayi di Maluku juga masih jauh lebih rendah (69 persen) dibandingkan rata-rata di Indonesia (78 persen). Bahkan dibandingkan Maluku Utara, angka morbiditas dan cakupan imunisasi bayi di Maluku masih jauh lebih buruk, dimana angka morbiditas di Maluku utara sebesar 28 persen dan cakupan imunisasi bayi 73 persen. Tabel 5.1: Indikator kesehatan di Maluku hampir sama dengan rata-rata di Indonesia kecuali untuk porsi kelahiran yang dibantu tenaga medis profesional (2009). Angka Morbiditas
Cakupan imunisasi bayi
persen kelahiran yang dibantu tenaga medis profesional
Maluku
36 persen
69 persen
39 persen
Maluku Utara
28 persen
73 persen
39 persen
Indonesia
34 persen
78 persen
73 persen
Sumber: Database Maluku PEA dan Estimasi Bank Dunia dari Susenas (2009).
Angka kematian bayi dan umur harapan hidup untuk Provinsi Maluku Tahun 2007-2008 tidak mengalami kemajuan yang signifikan. Angka kematian bayi di Maluku sedikit turun dari 32,6 persen tahun 2007 menjadi 31,8 persen tahun 2008. Angka ini masih lebih tinggi dibadingkan rata-rata di Indonesia sebesar 27,5 persen tahun 2007 dan 26,8 persen tahun 2008 walaupun masih lebih rendah dibandingkan daerah tetangga Maluku tenggara sebesar 34,3 persen di tahun 2008. Angka Harapan Hidup di Maluku juga hanya mengalami sedikit kemajuan sebesar 69 tahun untuk 2007 menjadi 69,2 tahun untuk 2008. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan rata-rata di Indonesia sebesar 70,4 tahun untuk 2007 dan 705 tahun untuk 2008.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
59
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.5: Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Maluku Tidak Mengalami Kemajuan yang Signifikan selama tahun 2007-2008.
Sumber: Indikator Sosial EKonomi BPS 2009
Angka morbiditas yang cukup tinggi di Maluku juga terlihat dari jumlah penderita HIV/AIDS serta Malaria yang masih tinggi di Maluku. Penularan HIV/AIDS di Provinsi Maluku menurun pada tahun 2008 dibandingkan tahun sebelumnya, dengan kasus terbanyak di Kota Ambon sebanyak 66 persen dan kasus paling sedikit terdapat pada Kabupaten Buru sebesar 1,24 persen. Malaria masih merupakan masalah untuk provinsi Maluku dimana hampir 50 persen dari 19.827 orang yang diperiksa pada tahun 2009 dinyatakan positif Malaria walaupun jumlah ini tahun drastis dibandingkan tahun 2008 dengan penderita sebanyak 31.602 pasien. Gambar 5.6: Kasus HIV/AIDS dan Malaria Masih Tinggi di Maluku
Sumber: Dinkes Provinsi Maluku 2008
60
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
Jumlah tenaga medis di Ambon secara umum lebih banyak dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Maluku. Rasio dokter per 10.000 penduduk untuk beberapa tahun terakhir fluktuatif disebabkan karena termasuk dokter PTT yang hanya dipekerjakan selama enam bulan di daerah Kabupaten/Kota. Sementara untuk sarana pendukung yang pelayanan kesehatan yang lainnya menunjukkan perbaikan walaupun belum dapat dikategorikan baik dan merata. Tabel 5.2: Ada ketimpangan akses terhadap tenaga medis di provinsi Maluku
NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kab/Kota
Jumlah Rasio Rasio Bidan/ Dokter Dokter/ 10.000 pddk termasuk 10.000 pddk PTT
Jumlah Bidan termasuk bides
Dokter / 100 km²
Bidan/ 100 km²
Ambon Maluku Tengah Malra (trmsk Kota Tual) MTB (trmsk Kab MBD) Buru (trmsk Kab Bursel) SBB SBT Kepulauan ARU
3,20 3,18 2,52 3,40 2,50 2,65 2,42 3,19
7,15 11,23 10,66 8,70 5,52 8,24 4,96 5,99
85 105 35 53 33 38 20 23
200 371 148 136 73 118 41 43
22,5 0,91 0,95 0,35 0,36 0,94 0,51 0,37
53,05 3,20 4,04 0,90 0,79 2,92 1,04 0,69
Tertinggi Terendah Rata-rata
3,20 2,50 2,88
11,23 4,96 6,44
105 20 49
371 41 141,25
22,5 0,35 3,36
53,05 0,69 8,33
Sumber : Dinkes Provinsi Maluku 2008
Akses terhadap fasilitas jasa kesehatan publik di Maluku sedikit lebih baik dibandingkan ratarata nasional. Akses terhadap fasilitas kesehatan ini di Maluku sebesar 8 persen lebih baik dibandingkan di Maluku Utara dan rata-rata nasional sebesar 7 persen. Masyarakat miskin di Maluku juga mempunyai akses yang hampir sama dengan masyarakat dengan pendapatan lebih tinggi terhadap fasilitas kesehatan. Kondisi ini lebih baik dibandingkan pada tahun 2007 dimana akses masyarakat miskin terhadap fasilitas kesehatan masih lebih kecil dibandingkan masyarakat mampu. Gambar 5.7: Akses terhadap fasilitas kesehatan publik di Maluku sedikit lebih baik dibandingkan Maluku Utara dan rata-rata di Indonesia.
Sumber: Database Maluku PEA dan Estimasi Bank Dunia dari Susenas (2009).
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
61
b e l a n j a s e k to r a l
Akses terhadap jasa kesehatan publik gratis di Maluku masih lebih tinggi dibandingkan dengan akses terhadap jasa kesehatan publik gratis di Indonesia secara rata-rata dan di Maluku Utara. Jasa kesehatan gratis mencakup pelayanan kesehatan mendasar, penyediaan asuransi untuk yang miskin (Askeskin), Kartu Kesehatan bagi masyarakat miskin (Kartu Miskin) dan fasilitas kesehatan lain bagi masyarakat miskin. Pada tahun 2007, kurang lebih 23 persen dari populasi Maluku mempunyai akses ke jasa kesehatan publik tanpa biaya. Porsi ini jauh lebih tinggi dari porsi rata-rata nasional sebesar 14 persen dan Maluku Utara sebesar 15 persen (Gambar 4.5). Adanya akses yang cukup besar pada fasilitas kesehatan gratis ini bisa juga merupakan cerminan akan tingginya tingkat kemiskinan di Maluku, karena beberapa provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi (NTT, Papua, Papua Barat, Gorontalo dan NAD) mempunyai akses terhadap fasilitas kesehatan gratis serupa atau bahkan lebih tinggi. Gambar 5.8: Porsi populasi yang mempunyai akses terhadap jasa kesehatan gratis di Maluku relatif lebih tinggi dibandingkan daerah lain di Indonesia.
Sumber: Database Maluku PEA dan Estimasi Bank Dunia dari Susenas (2007).
Adanya sedikit peningkatan pada belanja kesehatan di Maluku yang sebagian besar bersumber dari belanja pegawai kesehatan, diikuti dengan adanya perbaikan pada hasil pencapaian kesehatan di daerah ini. Selama periode 2003-2009, porsi kelahiran yang dibantu tenaga medis professional memang mengalami penurunan dari 41 persen di tahun 2003 menjadi 39 persen di tahun 2009, namun masih lebih baik dibandingkan tahun 2007 sebsar 38 persen. Cakupan imunisasi pada bayi meningkat dari 60 persen menjadi 70 persen pada periode yang sama. Cakupan Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) WUS di Provinsi Maluku baru mencapai 5 Kabupaten (Buru, Maluku Tenggara, Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur, dan Maluku Tenggara Barat) dibantu oleh adanya program dari UNICEF.
62
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.9 : Outcome sektor kesehatan di Maluku memperlihatkan tren yang tidak sama selama periode 2003-2007 serta Cakupan imunisasi anak dibawah 2 tahun per Kabupaten/kota Maluku 2008.
Sumber : Database Maluku PEA dan Estimasi WorldBank dari Susenas (2009) serta Dinkes Prop. Maluku
5.1.3 Analisis Kabupaten/kota di Maluku Belanja kesehatan antar kabupaten/kota di Maluku cukup bervariasi. Pada tahun 2009, belanja per kapita Kepulauan Aru sebesar Rp. 404 ribu, hampir sama dengan empat kali lipat belanja per kapita Ambon sebesar Rp. 116 ribu. Kabupaten/kota yang baru didirikan pada umumnya mempunyai belanja perkapita lebih tinggi dari kabupaten/kota lama. Gambar 5.10: Belanja Kesehatan Antar Kabupaten/kota di Maluku cukup bervariasi.
Sumber : Database Maluku PEA dan Estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009).
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
63
b e l a n j a s e k to r a l
Secara keseluruhan, kabupaten/kota yang baru berdiri beberapa periode terakhir (khususnya tahun 2003) muncul sebagai kabupaten/kota dengan kinerja sektor kesehatan terburuk. Tabel 5.4 dibawah menunjukkan dua kabupaten/kota dengan kinerja sektor kesehatan terburuk. Dari lima indikator kesehatan di bawah, Kabupaten Buru merupakan kabupaten/kota dengan indikator kesehatan terburuk paling banyak (3 dari 5 indikator). Tabel 5.3: Kabupaten/kota di Maluku dengan indikator Kinerja Terburuk
Angka Morbiditas
Kabupaten
Nilai
Tahun Kabupaten Didirikan
Maluku Tenggara Barat
50,23 persen
1999
Buru
49,28 persen
1999
Akses ke fasilitas umum kesehatan
Kepulauan Aru
3,67 persen
2003
Seram Bagian Barat
5,28 persen
2003
Akses ke jasa kesehatan gratis
KepulauanAru
7,87 persen
2003
Seram Bagian Barat
8,69 persen
2003
Kelahiran yang dibantu tenaga medis profesional
Buru
12,8 persen
1999
Seram Bagian Timur
13,7 persen
2003
Angka cakupan imunisasi
Seram Bagian Timur
45,2 persen
2003
Buru
60,5 persen
1999
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas (2009).
5.1.4 Kesimpulan Belanja sektor kesehatan di Maluku secara umum mengalami peningkatan walaupun sedikit fluktuatif. Alokasi belanja sektor ini didominasi oleh belanja barang jasa untuk pemerintah provinsi dan belanja pegawai untuk pemerintah kabupaten. Jumlah belanja sektor ini bervariasi untuk tiap kabupaten/kota di Maluku. Indikator sektor kesehatan di Maluku sendiri memperlihatkan gambaran yang bervariasi. Secara umum, kondisi kesehatan Maluku masih sedikit dibawah rata-rata di Indonesia walaupun ini merupakan peningkatan dari periode sebelumnya.
5.1.5 Rekomendasi 1. Masih diperlukan pemerataan fasilitas kesehatan di setiap kabupaten dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan di daerah-daerah pemekaran (terutama beberapa daerah/kabupaten yang baru mekar belakangan ini, karena pemekaran wilayah membutuhkan penambahan sarana dan prasarana kesehatan yang belum tersedia maupun jumlah dan kualitas pelayanan sumberdaya kesehatan terutama wilayah terpencil, dan pulau terluar yang seringkali sukar dijangkau. 2. Perlunya penataan sistem informasi data kesehatan untuk prioritas alokasi anggaran kesehatan. Sistem informasi data kesehatan dari instansi teknis daerah masih sangat kurang. Banyak data yang tidak tersedia dan terkesan diabaikan kemudian menjadi penyebab lemahnya penanganan masalah kesehatan terutama di wilayah terluar dan terpencil yang belum terjangkau hubungan transportasi.
64
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
3. Perlu adanya perhatian pihak terkait terutama dalam pembiayaan bidang kesehatan yang begitu minim terutama dana APBD agar lebih dapat mewujudkan keberpihakan kepada kesehatan masyarakat . 4. Pemerintah lebih memaksimalkan koordinasi program ataupun anggaran dengan kabupaten/ kota. Pengeluaran riil kesehatan perlu diikuti dengan pendistribusian pelayanan kesehatan maupun sumberdaya kesehatan secara lebih merata.
5.2 PENDIDIKAN Pendidikan adalah salah satu fokus pembangunan Provinsi Maluku. Pembangunan daerah Provinsi Maluku masih harus menghadapi tantangan kondisi sumberdaya manusia yang masih rendah baik kualitas maupun kuantitas. Masih lemahnya struktur dan kapasitas kelembagaan kemasyarakatan menjadi tantangan sendiri dalam pengembangan sumberdaya alam Maluku di masa mendatang. Mengejar ketertinggalan di kualitas pendidikan dan derajat kesehatan adalah salah satu sasaran penting dalam perencanaan pemerintah provinsi Maluku. Akses dan peningkatan mutu adalah fokus perencanaan dalam bidang pendidikan. Penyelenggaraan urusan pendidikan ini adalah dalam kaitannya dengan agenda Meningkatkan Kemajuan, Kemandirian dan Kesejahteraan Masyarakat Maluku. Arahan utamanya adalah: (i) Pemerataan dan perluasan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan; dan (ii) peningkatan mutu dan daya saing penyelenggaraan pendidikan.
5.2.1 Belanja Pendidikan Belanja pendidikan telah meningkat secara signifikan. Dalam kurun waktu 2004 hingga 2009, belanja pendidikan pemerintah daerah di provinsi Maluku telah meningkat lebih dari dua kali lipat. Pada tingkat daerah, sebagian besar belanja pendidikan dilakukan oleh pemerintah Kabupaten/ Kota. Secara rata-rata, lebih dari 85 persen belanja pemerintah daerah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten/Kota kecuali untuk 2008 (81 persen). Hal ini menunjukkan bahwa, sebagian besar tugas penyediaan pelayanan pendidikan memang menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten/Kota. Peningkatan belanja pendidikan yang signifikan baru diikuti oleh perubahan struktur belanja pada tahun terakhir. Dengan belanja pendidikan yang terus meningkat dari tahun 2004-2009, baru pada tahun 2009 belanja pendidikan melebihi 20 persen dari belanja pemerintah daerah secara total. Sebelum tahun 2009, proporsi belanja pendidikan pemerintah daerah cenderung stabil pada 14 persen dari seluruh belanja pemerintah daerah.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
65
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.11: Belanja pendidikan meningkat tetapi proporsinya terhadap total belanja tidak berubah
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Catatan: angka anggaran adalah angka konstan dengan tahun dasar 2007
Sumbangan pemerintah pusat dalam belanja pendidikan di Provinsi Maluku cukup besar. Pendidikan adalah salah satu urusan strategis yang sudah didesentralisasikan kepada pemerintah daerah dalam hal penyediaan pelayanan dasar. Tugas pemerintah pusat dalam pendidikan di daerah terbatas pada pendidikan tinggi, sedangkan pendidikan dasar dan menengah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Walaupun demikian, belanja pemerintah pusat dalam pendidikan di provinsi Maluku masih signifikan. Secara riil, terjadi peningkatan dari Rp 181 miliar di tahun 2005 hingga mencapai Rp 277 miliar ditahun 2009. Ini mencapai seperempat dari seluruh belanja pendidikan yang dilakukan di Provinsi Maluku, baik oleh pemerintah daerah maupun oleh pemerintah pusat. Namun secara proporsi, belanja pemerintah pusat di bidang pendidikan melalui belanja dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan telah mengalami penurunan yang cukup besar, dari 39 persen di tahun 2005 hingga menjadi 25 persen ditahun 2009.
66
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.12. Belanja daerah untuk Pendidikan telah meningkat pesat selama 2004-2009
Sumber : Database PEA, Universitas Pattimura 2010 Catatan : Angka dalam Miliar Rupiah, angka konstan tahun 2007; angka dekonsentrasi dan TP tahun 2004 tidak tersedia.
Ada perbaikan dalam komposisi belanja pendidikan. Secara umum komposisi belanja pendidikan di Provinsi Maluku mengalami perubahan yang stabil. Dari tahun 2004 hingga 2008, seiring dengan meningkatnya belanja pendidikan pemerintah daerah di provinsi Maluku secara riil, proporsi belanja yang dikeluarkan untuk belanja gaji mengalami penurunan yang bertahap. Dari 78 persen di tahun 2004 turun hingga menjadi 39 persen di tahun 2008. Penurunan proporsi belanja gaji ini diiringi oleh meningkatnya proporsi belanja modal dan barang dan jasa. Sejak tahun 2004, proporsi belanja keduanya meningkat menjadi tiga kali lipat. Namun, perbaikan komposisi belanja tersebut diikuti oleh adanya perubahan struktur yang cukup drastis di tahun 2009. Belanja gaji melonjak hampir tiga kali lipat secara riil. Secara proporsi, belanja gaji meningkat dari 39 persen di tahun 2008 menjadi 69 persen di tahun 2009. Sebaliknya, belanja modal turun drastis dari 42 persen menjadi 22 persen dan belanja barang dan jasa turun dari 19 persen menjadi 9 persen.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
67
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.13: Belanja Modal Meningkat Signifikan, Baik Dalam Nilai Absolut dan Relatif terhadap Total Belanja.
Sumber : Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009). Catatan : Angka 2008 dan 2009 menggunakan Rancangan APBD
Belanja pegawai masih merupakan komponen terbesar dalam belanja pendidikan pemerintah daerah di provinsi Maluku. Pemerintah provinsi membelanjakan 38 persen dari belanja pendidikan untuk belanja pegawai, sedangkan belanja barang dan jasa, serta belanja modal adalah 35 persen dan 27 persen. Dilain pihak, pemerintah Kabupaten/Kota membelanjakan sebagian besar dari belanja pendidikannya untuk belanja pegawai. Hampir tiga perempat dari belanja pendidikannya (72 persen) adalah untuk belanja pegawai. Kurang dari 4 persen dari belanja pegawai ditingkat Kabupaten/Kota yang merupakan belanja tidak langsung. Sebagian besar dari belanja pegawai ini ditujukan untuk gaji guru. Gambar 5.14: Komposisi belanja pemerintah daerah tahun 2009
Sumber: Database PEA Maluku, Universitas Pattimura 2010 Catatan: lingkaran luar adalah belanja pemerintah provinsi dan lingkaran dalam adalah pemerintah Kabupaten/Kota.
68
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
5.2.2 Hasil Keluaran pendidikan Maluku memiliki akses pendidikan yang lebih baik dibandingkan dengan kebanyakan provinsi di Indonesia. Ketersediaan akses ini terlihat dari ratio sekolah-siswa, rasio guru-siswa, dan rasio kelassiswa yang relatif baik. Maluku memiliki rasio siswa per sekolah yang lebih rendah dibandingkan dengan rata rata nasional pada setiap tingkat pendidikan. Rasio siswa per guru (student-teacher ratio) adalah 19 pada tingkat SD dan 8 pada tingkat SLTP adalah lebih rendah dari pada rasio Maluku Utara dan rata-rata nasional. Namun demikian, angka-angka rasio ini tidak dapat memberi indikasi apakah distribusi siswa dan guru cukup merata di seluruh wilayah Maluku. Tabel 5.4: Maluku telah berhasil menyediakan akses ke pendidikan Maluku
Maluku Utara
Indonesia
132
125
179
SMP
188
200
342
SMA
313
192
361
Sekolah Dasar
19
20
19
SMP
8
10
14
SMA
14
10
13
Sekolah Dasar
32
34
30
SMP
31
31
37
SMA
35
26
36
Rasio Siswa per Sekolah Rasio Siswa per Guru Rasio Siswa per Kelas
Sekolah Dasar
Sumber: Estimasi Bank Dunia berdasarkan data Susenas, 2007 Akses pendidikan yang baik ini bisa dilihat dari tingginya partisipasi sekolah di Maluku. Angka partisipasi murni (APM) Maluku lebih tinggi daripada Maluku Utara dan rata-rata nasional pada setiap tingkatan pendidikan. Bahkan untuk tingkat SLTA, angka Maluku lebih tinggi 12 persen dari pada angka nasional.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
69
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.15: Maluku memiliki APM yang lebih tinggi dari Maluku Utara dan rata-rata nasional
Sumber: Estimasi Bank Dunia berdasarkan data Susenas, 2007
Kuatnya angka partisipasi sekolah menunjukkan adanya perbaikan yang terjadi antara tahun 2003-2007. Pada tahun 2003, angka partisipasi sekolah Maluku hanya sedikit lebih baik dari angka nasional dan sedikit dibawah angka Maluku Utara. Namun dalam kurun waktu 4 tahun, Maluku mengalami peningkatan angka partisipasi sekolah yang jauh lebih besar dibandingkan rata rata nasional. Maluku telah berhasil meningkatkan angka partisipasi murni sekolah pada tingkat SLTP dan SLTA, yaitu sebesar 6,74 persen dan 14,67 persen. Tabel 5.5: Peningkatan APM Maluku untuk semua jenjang pendidikan lebih baik dari Maluku Utara dan rata-rata nasional. Angka Partisipasi Murni Sekolah Dasar
SMP
SMA
Literacy Rate
2003 (%)
2007 (%)
Perubahan (%)
Maluku
95,21
96,73
1,52
Maluku Utara
97,56
96,68
-0,87
Indonesia
95,93
96,65
0,72
Maluku
80,69
87,43
6,74
Maluku Utara
86,07
85,64
-0,43
Indonesia
78,03
81,22
3,20
Maluku
49,07
63,74
14,67
Maluku Utara
54,59
57,04
2,45
Indonesia
47,54
51,28
3,74
Maluku
99,09
98,49
-0,61
Maluku Utara
99,43
98,25
-1,18
Indonesia
97,83
97,37
-0,46
Sumber: Estimasi Bank Dunia berdasarkan data Susenas, 2007.
70
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
Angka partisipasi sekolah yang telah membaik juga tercermin dari populasi yang mendapat akses terhadap pendidikan. Secara keseluruhan, 70 persen dari populasi di Maluku telah menyelesaikan pendidikan pada tingkat manapun. Ini lebih tinggi dari rata-rata nasional yaitu 66 persen. Lebih jauh lagi, dari mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya, 54 persen telah menyelesaikan pendidikan menengah, baik SLTP maupun SLTA. Dari 54 persen, 25 persen telah menyelesaikan SLTP sebagai pendidikan tertingginya, dan 29 persen telah menyelesaikan SLTA sebagai pendidikan tertingginya. Angka rata-rata nasional untuk mereka yang menyelesaikan pendidikan menengah adalah 49 persen, 5 persen lebih rendah dari angka Provinsi Maluku.
5.2.3 Analisis Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Belanja pendidikan masih belum merata di antara Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku. Masih terlihat ketimpangan yang cukup mencolok pada belanja pendidikan tahun 2009. Belanja pendidikan perkapita di Kota Ambon lebih dari 6 kali lipat belanja pendidikan per kapita di Kabupaten Maluku Tengah Barat yang merupakan Kabupaten perbatasan. Secara proporsi pun masih sangat timpang dimana Kota Ambon membelanjakan 41 persen dari total belanjanya untuk pendidikan, sedangkan Kabupaten Maluku Tengah Barat hanya 6 persen. Lebih jauh lagi, hanya tiga dari delapan Kabupaten/Kota yang telah memenuhi kewajiban mengalokasikan 20 persen dari total anggarannya untuk pendidikan. Gambar 5.16. Belanja pendidikan antara kabupaten masih timpang
Sumber: Database Maluku PEA dan estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009).
Karena memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pendidikan, Kota Ambon memiliki angka partisipasi murni yang lebih tinggi. Pada tingkat pendidikan dasar dan SLTA, Kota Ambon adalah Kabupaten/Kota yang memiliki APM tertinggi. Dalam APM SLTP, Kota Ambon hanya sedikit lebih rendah daripada Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
71
b e l a n j a s e k to r a l
Tabel 5.6: Terdapat perbedaan yang signifikan pada APM tingkat sekolah menengah antar kabupaten di Maluku.
Maximum
Minimum
Variance
APM (Sekolah Dasar)
98,94 persen
Ambon
94,44 persen
Buru
4,49 persen
APM (SMP)
95,69 persen
Maluku Tenggara Barat
78,95 persen
Kepulauan Aru
16,74 persen
APM (SMA)
77,68 persen
Ambon
49,24 persen
Kepulauan Aru
28,44 persen
Buru
3,94 persen
99,56 95,62 Kepulauan Aru persen persen Sumber: Estimasi Bank Dunia berdasarkan data Susenas, 2007. Angka Melek Huruf
5.2.4 Analisis Gender Sektor Pendidikan di Provinsi Maluku Akses pendidikan di Maluku hampir seimbang antara perempuan dan laki-laki. Berdasarkan penelitian dan pengumpulan data, dapat dilihat bahwa kondisi perempuan dan laki-laki di Maluku sudah hampir seimbang, bila dilihat dari terbukanya kesempatan untuk mendapat pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari indikator-indikator pendidikan yang semakin membaik, seperti tingkat literacy (kemampuan baca tulis), dan Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah. Secara umum, wanita Maluku memiliki kemampuan baca yang lebih dibandingkan daerah lain. Dalam hal kemampuan membaca dan menulis perempuan Maluku untuk kelompok umur 15 – 29 tahun hampir sama dengan rata-rata nasional. Sedangkan kelompok umur 30 – 44 tahun memiliki kemampuan yang relative lebih tinggi dari rata-rata nasional dan beberapa provinsi lain, kecuali Provinsi Gorontalo. Sementara kelompok umur 45 – 60 tahun memiliki angka kemampuan baca tulis yang jauh lebih tinggi dari Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Riau maupun rata-rata nasional. ( Gambar 5.16). Gambar 5.17. Tingkat melek huruf perempuan Usia 15 -60 Tahun, Maluku, provinsi lain dan rata-rata nasional, tahun 2006.
Sumber : Susenas 2006
72
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
Angka Partisipasi Murni (APM) Perempuan Maluku tahun 2006 untuk tingkat SMP relatif lebih tinggi dibanding dengan provinsi lain. Angka partisipasi sekolah perempuan tingkat SD rata –rata tinggi (lebih dari 90 persen) untuk semua provinsi di Indonesia. Angka ini cenderung menurun untuk tingkatan sekolah menengah pertama (SMP), tetapi jika dibandingkan dengan beberapa provinsi, Maluku masih lebih tinggi tingkat partisipasi sekolah sampai jenjang SMP. Selanjutnya untuk tingkatan sekolah yang lebih tinggi (SMA) angkanya menurun sedikit dibawah Kepulauan Riau. Hal ini mungkin masih terkait budaya paternalistik, atau perempuan yang putus sekolah karena kawin dan lainnya. Gambar 5.18. Perbandingan APM perempuan Maluku dan provinsi lain tahun 2006
Sumber : Susenas 2006. Gambar 5.19. APM perempuan Maluku Tahun 2004 – 2006
Sumber : Susenas 2004 - 2006
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
73
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.20a dan 5.20b. Perbandingan APM Perempuan antar Kabupaten/Kota Di Maluku Tahun 2005 dan 2006
Sumber : Susenas 2005 - 2006 Angka Partisipasi Murni Perempuan tingkat Kabupaten/kota di Maluku untuk tingkat SD relatif hampir sama. Perbedaan mulai nampak pada tingkatan SMP dan semakin berbeda untuk tingkat SMA (Gambar 5.19). APM Perempuan SMA tahun 2005 untuk beberapa Kabupaten seperti Seram Bagian Timur, Buru, Kep. Aru dan Seram Bagian Barat masih dibawah rata-rata APM Perempuan Provinsi Maluku. Sementara untuk Tahun 2006 terjadi perubahan, yaitu Kab. Maluku Tenggara menurun di bawah rata-rata provinsi, sedangkan di Kab. Seram Bagian Barat ada perubahan yang positif di atas rata-rata provinsi. Yang paling rendah adalah Kepulauan Aru yaitu 46,81 persen, Kabupaten Buru 52,08 persen, dan Seram Bagian Timur 53,57 persen.
5.2.5 Kesimpulan Belanja pendidikan pemerintah Maluku mengalami peningkatan, yang diikuti dengan adanya perbaikan dalam alokasi belanja dimana belanja pegawai mengalami penurunan dan belanja modal mengalami
74
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
peningkatan. Peningkatan belanja ini juga tercermin dalam membaiknya indikator pendidikan di Maluku yang ditunjukkan dengan tingginya APM siswa di Maluku. Sementara itu, isu gender di bidang pendidikan tidak terlihat dimana APM perempuan dan laki-laki di Maluku seimbang.
5.2.6 Rekomendasi • Konsistensi belanja pendidikan harus ditingkatkan. Pada tingkat provinsi, baru pada tahun 2009 kewajiban alokasi 20 persen untuk pendidikan tercapai. Sedangkan pada tingkat Kabupaten/Kota, hanya 3 dari 8 yang memenuhi kewajiban tersebut. Peningkatan proporsi belanja pendidikan juga harus diikuti oleh perubahan struktur belanja yang seimbang dengan selalu memperhatikan kondisi dan karakteristik wilayah Kabupaten/Kota. Prioritas diberikan kepada wilayah yang memiliki gugusan pulau banyak dan akses transportasi yang terbatas. Hal ini dimaksudkan agar: o Penyediaan dan pemerataan guru lebih proporsional o Penyediaan sarana dan prasarana lebih merata.
• Karena kualitas akses di Provinsi Maluku sudah baik, sudah saatnya strategi pendidikan
mulai berfokus pada peningkatan mutu dan daya kelola pendidikan. Hal ini bisa tercapai melalui optimalisasi kompetensi pendidik, dan peningkatan kualitas sarana dan prasana penunjang pendidikan.
5.3 INFRASTRUKTUR Geografi Provinsi Maluku membawa tantangan tersendiri dalam bidang infrastruktur. Seperti sudah dijelaskan di bab 1, Provinsi Maluku merupakan salah satu provinsi kepulauan di Indonesia dan termasuk yang paling ekstrem, di mana pulau-pulau sangat tersebar di wilayah yang sangat luas. Kondisi ini menekankan pentingnya fokus pada transportasi laut dengan berbagai skala. Pada saat yang sama, transportasi darat di pulau-pulau utama juga perlu ditingkatkan karena pentingnya pulau-pulau tersebut bagi pertumbuhan ekonomi Maluku dan masih banyak daerah terpencil di daratan. Pemerintah Provinsi Maluku memberikan penekanan pada perluasan akses sarana dan prasarana dengan penekanan pada kawasan tertentu dalam dokumen perencanaan 20082013. Penekanan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemajuan, kemandirian, kualitas, dan kesejahteraan masyarakat Maluku, Daerah tertentu yang dimaksud adalah daerah perbatasan, terisolir, terkena konflik, dan rawan bencana. Perhatian juga diberikan kepada daerah-daerah yang menjadi pusat-pusat produksi dalam rangka mendukung ketahanan pangan daerah15.
5.3.1 Belanja Sektor Infrastruktur Belanja sektor infrastruktur mengalami peningkatan cukup besar sejak tahun 2005, dan cenderung stabil secara porsi sejak tahun 2006 didalam anggaran total belanja pemerintah daerah. Belanja pemerintah daerah ini meningkat dari 68 persen (Rp. 465 miliar) dari seluruh belanja infrastruktur di provinsi Maluku yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat pada tahun 2005, menjadi 98 persen (Rp. 845 miliar) di tahun 2009. Peran pemerintah pusat melalui belanja dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan cenderung menurun walaupun sempat berfluktuasi pada tahun 2007. 15 Strategi yang komprehensif bisa dilihat di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Maluku 2008-2013.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
75
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.21: Belanja Sektor Infrastruktur Cenderung Stabil Dalam Komposisi Belanja Pemda
Sumber: Estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Note: Angka 2008 dan 2009 merupakan estimasi; angka dekonsentrasi & TP tahun 2004 tidak tersedia
Sebagian besar pertumbuhan di sektor ini berasal dari adanya belanja modal yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Belanja modal sektor infrastruktur meningkat hampir tiga kali lipat dari Rp. 236 miliar (67 persen dari total belanja sektor infrastruktur) tahun 2004 menjadi Rp. 655 miliar (77 persen) tahun 2009. Belanja pegawai serta barang dan jasa hanya meningkat kurang lebih 2 kali lipat dimana belanja barang dan jasa meningkat dari Rp. 66 miliar (19 persen) menjadi Rp. 123 miliar (15 persen) dan belanja pegawai meningkat dari Rp. 32 miliar (9 persen) menjadi Rp. 67 miliar (8 persen). Pertumbuhan belanja modal ini didominasi oleh belanja kabupaten/kota dimana 93 persen belanja modal dikelola oleh kabupaten/kota.
76
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.22: Belanja Sektor Infrastruktur Didominasi oleh Belanja Modal yang Dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Sumber: Estimasi Staf Bank Dunia dari Data SIKD (2009). Note:Angka 2009 merupakan angka estimasi
Terdapat perbedaan yang sangat signifikan dalam komposisi belanja sektor infrastruktur antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Kurang lebih separuh (56 persen) dari belanja sektor infrastruktur di level provinsi dialokasikan untuk belanja barang dan jasa, diikuti oleh belanja modal sebesar 29 persen dari total belanja di level tersebut. Belanja pegawai (langsung maupun tidak langsung) hanya mempunyai porsi sebesar 15 persen dari total belanja. Di level kabupaten/ kota, mayoritas (88 persen) belanja sektor infrastruktur dialokasikan untuk belanja modal sedangkan belanja barang dan jasa hanya mempunyai porsi sebesar 6 persen. Terlihat perbedaan peran antara pemerintah provinsi yang menitikberatkan belanja pada penyediaan barang dan jasa dan pemerintah kabupaten/kota yang memfokuskan pembangunan infrastruktur lewat belanja barang modal (seperti pembangunan dan pemeliharaan jalan dan jembatan).
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
77
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.23: Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Mempunyai Peran yang Sangat Berbeda dalam Mengelola Belanja Sektor Infrastruktur.
Sumber: Estimasi Staf Bank Dunia dari Data SIKD (2009). Note:Angka 2009 merupakan angka estimasi
Seperti halnya belanja di sektor lain, terdapat ketimpangan belanja di sektor ini antara kabupaten/kota di Maluku. Kabupaten Seram Bagian Timur dan Kepulauan Aru mempunyai jumlah belanja sektor tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Bahkan jumlah belanja infrastruktur di Kabupaten Seram Bagian Timur hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan jumlah belanja di Kabupaten Buru. Namun, berdasarkan porsinya, Kabupaten Maluku Tenggara dan Seram Bagian Timur sepertinya menitikberatkan pembangunan sektor infrastrukturnya yang tercermin dari porsi belanja infrastruktur cukup besar sekitar 27 persen dari total belanja daerah. Gambar 5.24: Terdapat Ketimpangan Cukup Besar dalam Belanja Sektor Infrastruktur Antar Kabupaten/kota di Maluku.
Sumber: Estimasi Staf Bank Dunia dari Data SIKD (2009). Note:Angka 2009 merupakan angka estimasi
78
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
5.3.2 Transportasi Cakupan jalan di Maluku sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata di Indonesia. Berdasarkan data terkini, wilayah daratan di Maluku yang memiliki akses ke jalan (nasional, provinsi, dan kab/kota) lebih tinggi dari rata-rata Indonesia dan sebagian besar jalan nasional dan provinsi di Maluku sudah diaspal. Seperti diilustrasikan di tabel 6.1, jumlah jalan nasional di Maluku sudah mencakup 34 persen wilayah di Maluku sementara total jumlah jalan nasional di Indonesia hanya mencakup 21 persen wilayah di Indonesia. Sementara itu, kondisi jalan nasional di Maluku 65 persen sudah diaspal sementara 72 persen jalan provinsinya sudah diaspal. Tingginya cakupan jalan ini perlu disikapi dengan proporsional karena sebagian besar jalan terdapat di pulau-pulau utama dan mayoritas wilayah Maluku adalah lautan. Tantangan transportasi darat di Maluku adalah pemeliharaan jalan. Walaupun porsi jalan beraspalnya sudah cukup tinggi, porsi jalan nasional dengan kondisi tidak mantap, rusak ringan dan rusak berat di Maluku jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Maluku Utara dan rata-rata di Indonesia. Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan Maluku Utara dimana sebagian besar (79 persen) jumlah jalan nasionalnya berada dalam kondisi mantap. Untuk itu, bukan hanya banyaknya jalan beraspal yang perlu diperhatikan, tetapi juga pemeliharaan dari jalan-jalan beraspal tersebut sehingga jalan-jalan beraspal tersebut berada selalu mantap. Tabel 5.7 a : Rasio Wilayah dengan Akses ke Jalan Di Maluku
Tabel 5.7 b : Kondisi Jalan di Prop. Maluku
Jenis Jalan
Kondisi Jalan Nasional
Maluku
Indonesia
Jalan Provinsi
Jalan Nasional
34 %
21 %
Diaspal
65 %
72 %
Jalan Provinsi
79 %
46 %
Kerikil
19 %
6%
Jalan Kabupaten/kota
69 %
53 %
Tanah
16 %
22 %
Sumber: RPJMD Prop. Maluku 2008-2013 Gambar 5.25: Jumlah Jalan Dengan Kondisi Rusak Berat Di Maluku Lebih Tinggi Dibandingkan Di Maluku Utara Dan Rata-Rata Di Indonesia.
Sumber: Data Ditjen Binamarga, Departemen Pekerjaan Umum, 2007
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
79
b e l a n j a s e k to r a l
Moda transportasi paling dominan di Maluku adalah transportasi laut, dalam bentuk angkutan penyeberangan dan pelayaran antar pulau. Angkutan penyeberangan ditujukan untuk perjalanan antar pulau berjarak dekat, seperti kawasan Ambon-Seram, Tual, dan Kep. Aru. Perjalanan antar pulau jarak jauh dilayani oleh kapal perintis dan PELNI, yang menghubungkan juga Maluku dengan daerah lain di Indonesia. Sarana dan prasarana transportasi laut bisa dianggap sudah memadai, walaupun masih perlu ditingkatkan. Saat ini, dalam hal prasarana, terdapat 3 pelabuhan nasional, 14 pelabuhan regional, dan 13 pelabuhan lokal. Dalam hal sarana, 10 feri penyeberangan, 8 kapal perintis, dan 6 kapal PELNI beroperasi di Maluku. Sebagai urat nadi perekonomian, transportasi laut masih memiliki beberapa kendala yang dapat menghambat perekonomian Maluku. Permasalahan utama dari transportasi laut ini adalah ketidakpastian yang disebabkan oleh cuaca buruk. Feri penyeberangan dan kapal perintis sangat rentan akan ombak tinggi dan hujan lebat sehingga cukup sering tidak beroperasi dan menghambat mobilitas orang dan barang. Sedangkan, kapal PELNI, yang “tahan cuaca”, hanya bisa menjangkau pulau besar. Peran transportasi udara berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir. Seiring dengan berkembangnya penerbangan nasional, jumlah penerbangan di Maluku bertambah baik dalam hal frekuensi maupun cakupan. Saat ini, rute ke/dari Ambon sudah dilayani oleh sekitar enam maskapai penerbangan nasional. Selain itu, ibukota kabupaten “induk” sudah dapat dicapai dengan penerbangan regular dari Ambon. Akan tetapi, transportasi udara kurang berpengaruh pada perekonomian karena terbatasnya daya angkut transportasi ini. Karena alasan yang sama, fokus utama transportasi ini adalah mobilitas orang, dan bukan barang dan jasa. Permasalahan utama transportasi di Maluku adalah belum adanya sistem transportasi multimoda yang terpadu. Saat ini, setiap moda transportasi di Maluku masih terkesan berjalan sendirisendiri sehingga menyulitkan individu atau pengangkutan barang yang menggunakan lebih dari satu moda transportasi.
5.3.3 Fasilitas Infrastruktur Dasar Secara umum, akses masyarakat sudah mengalami kemajuan dalam beberapa tahun terakhir. Selama periode 2003-2009, jumlah masyarakat yang mendapatkan akses listrik meningkat sebanyak tujuh persen dan jumlah masyarakat yang mempunyai akses terhadap sanitasi juga meningkat sebanyak delapan persen. Namun, hal yang sebaliknya terjadi pada akses terhadap air bersih terlihat, di mana terjadi penurunan sebesar enam persen untuk periode yang sama.
80
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.26: Selama Periode 2004-2009, Hanya Terlihat Sedikit Kemajuan Dalam Akses Masyarakat Terhadap Fasilitas Infrastruktur Yang Baik.
Sumber: Estimasi Staf Bank Dunia Berdasarkan Data Susenas 2009
Akses publik ke fasilitas dasar relatif lebih buruk dibandingkan daerah lain di Indonesia. Tiga indikator fasilitas infrastruktur untuk publik seperti akses terhadap air bersih, fasilitas sanitasi serta listrik di Maluku masih rendah, terutama untuk masyarakat miskin, dibandingkan dengan rata-rata di Indonesia dan Maluku Utara. Terdapat ketimpangan dalam akses air bersih antara masyarakat miskin dengan yang berpenghasilan tinggi di Maluku. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.4, Akses terhadap air bersih ini juga masih lebih rendah dibandingkan rata-rata di Indonesia dan di Maluku Utara. Hanya 45 persen dari masyarakat miskin yang mempunyai akses terhadap air bersih di Maluku, sementara 81 persen masyarakat dengan pendapatan tertinggi mempunyai akses terhadap air bersih. Dibandingkan dengan rata-rata di Indonesia dimana 57 persen dari masyarakat miskin mempunyai akses terhadap air bersih, akses masyarakat miskin di Maluku masih lebih rendah. Akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak di Maluku juga masih lebih rendah dibandingkan rata-rata di Indonesia dan di Maluku Utara. Selain itu, Maluku mempunyai ketimpangan yang jauh lebih tinggi antara masyarakat miskin dengan masyarakat dengan pendapatan tertinggi dibandingkan dengan rata-rata di Indonesia. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.5, hanya 62 persen dari total rumah tangga di Maluku yang mempunyai akses terhadap sanitasi yang layak. Lebih jauh lagi, hanya 43 persen rumah tangga dengan pendapatan terendah mempunyai akses sanitasi yang layak. Nilai ini sangat kecil dibandingkan 93 persen rumah tangga dengan pendapatan tertinggi yang mempunyai akses sanitasi yang layak. Di Indonesia sendiri, 60 persen rumah tangga dengan pendapatan terendah sudah mempunyai akses sanitasi yang layak.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
81
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.27: Akses terhadap air bersih di Maluku, terutama bagi masyarakat termiskin, masih sedikit lebih rendah dibandingkan rata-rata di Indonesia dan di Maluku Utara.
Sumber: Estimasi Staf Bank Dunia Berdasarkan Data Susenas 2009 Gambar 5.28: Akses Masyarakat Termiskin Dengan Masyarakat Berpendapatan Tertinggi Terhadap Fasilitas Sanitasi Yang Layak Di Maluku Sangat Timpang.
Sumber: Estimasi Staf Bank Dunia Berdasarkan Data Susenas 2009
Akses masyarakat dengan pendapatan terendah di Maluku terhadap listrik masih rendah sementara akses masyarakat berpendapatan tertinggi terhadap listrik sudah sangat baik. Secara keseluruhan, akses masyarakat terhadap listrik di Maluku masih lebih rendah (73 persen) dibandingkan dengan Indonesia secara keseluruhan (93 persen). Sayangnya, hanya 47 persen rumah tangga berpendapatan terendah mempunyai akses terhadap listrik di Maluku, jauh di bawah rata-rata
82
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
Indonesia, di mana sebagian besar (85 persen) rumah tangga berpendapatan terendah mempunyai akses terhadap listrik. Kesenjangan perbedaan ini tidak tampak untuk kuintil terkaya, di mana 96 persen dari kelompok ini di Maluku mempunyai akses ke listrik, yang mana hanya sedikit di bawah angka nasional (99 persen) untuk kuintil yang sama. Gambar 5.29: Akses Terhadap Listrik Di Maluku Masih Lebih Rendah Dibandingkan Dengan Indonesia, Khususnya Untuk Masyarakat Berpendapatan Terendah.
Sumber: Estimasi Staf Bank Dunia Berdasarkan Data Susenas 2009
Hasil pencapaian terhadap infrastruktur dasar per kabupaten/kota di Maluku juga sangat timpang. Gambar 6.10 menunjukkan bahwa Kota Ambon mempunyai indikator akses terhadap air bersih, sanitasi yang layak serta listrik paling tinggi sedangkan untuk akses air bersih, sanitasi yang layak serta listrik terendah terdapat di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Seram Bagian Timur dan Kepulauan Aru. Variasi tertinggi terdapat pada akses terhadap sanitasi layak sebesar 69 poin presentase dimana 93.8 persen dari total rumah tangga di Ambon mempunyai akses terhadap sanitasi yang layak dan hanya 24.8 persen dari total rumah tangga di Kabupaten Seram Bagian Timur yang mempunyai sanitasi yang layak. Secara keseluruhan, kondisi infrastruktur dasar kabupaten/kota baru relatif lebih buruk dari kabupaten/kota yang sudah lama berdiri. Tabel 6.2 dibawah menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga yang mempunyai akses terhadap infrastruktur mendasar dibawah 50 persen dari total rumah tangga yang ada terdapat pada kabupaten/kota yang baru berdiri. Dalam kata lain, setidaknya lebih dari 50 persen dari total rumah tangga yang ada di kabupaten/kota yang telah lama berdiri sudah mempunyai akses terhadap infrastruktur dasar.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
83
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.30: Kota Ambon Mempunyai Kondisi Akses Terhadap Infrastruktur Paling Baik Diantara Kabupaten/ Kota Lainnya.
Sumber: Estimasi Staf Bank Dunia Berdasarkan Data Susenas 2009 Table 5.8: Kabupaten dengan populasi kurang dari 50 persen yang memiliki akses ke infrastruktur dasar.
Rate
Tahun Berdiri
36,7 persen 37,5 persen 49,6 persen 24,8 persen 49,1 persen 35,2 persen
2003 1999 2003 1999 2003
44,9 persen
1999
District
Maluku Tenggara Akses ke Air Bersih Seram Bagian Barat Maluku Tenggara Barat Seram Bagian Timur Akses ke Sanitasi yang Layak Maluku Tenggara Barat Kepulauan Aru Akses ke Listrik Maluku Tenggara Barat
Sumber: Estimasi Staff Bank Dunia berdasarkan Data Susenas 2009
5.3.4 Kesimpulan Belanja Sektor Infrastruktur di Maluku mengalami peningkatan sejak tahun 2005; sebagian besar bersumber dari pemerintah kabupaten/kota yang digunakan untuk belanja modal. Nampaknya, seiring dengan peningkatan belanja ini, indikator infrastruktur yang ada menunjukkan ada perbaikan dalam kondisi infrastruktur Maluku beberapa tahun terakhir. Namun, perlu diperhatikan juga bahwa terdapat ketimpangan cukup besar pada akses masyarakat berpendapatan rendah dengan masyarakat berpendapatan tinggi terhadap infrastruktur dasar. Pemerintah perlu menyikapi ketimpangan ini dan memperbaiki akses infrastruktur yang merata ke semua golongan masyarakat.
84
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
5.3.5 Rekomendasi Peningkatan pelayanan transportasi tidak hanya difokuskan pada transportasi darat, tetapi juga transportasi laut dan udara. Peningkatan ini sebaiknya diarahkan kepada: 1. Pembangunan jalan di daerah terpencil dan pedalaman, serta pulau-pulau kecil yang terpadu dengan pengembangan wilayahnya. 2. Penyediaan pelayanan angkutan laut perintis dan angkutan penumpang kelas ekonomi yang terjangkau oleh masyarakat umum. 3. Pembuatan sistem transportasi multimoda yang terpadu sehingga memudahkan penduduk dan angkutan barang yang perlu menggunakan berbagai macam moda transportasi untuk mobilisasi antar pulau. Selain itu, pelayanan terhadap akses infrastruktur dasar difokuskan pada masyarakat berpendapatan rendah. Pembangunan infrastruktur ini sebaiknya diarahkan pada: 1. Peningkatan cakupan pelayanan air bersih khususnya di wilayah pedesaan serta kawasan rawan air. 2. Perluasan pelayanan tenaga listrik diwilayah-wilayah pedesaan dan terpencil, serta pembangunan pembangkit listrik guna menjaga ketersediaan listrik di kawasan krisis listrik. 3. Peningkatan cakupan pelayanan sarana dan prasarana sanitasi yang layak, khususnya di daerah-daerah terpencil. 4. Pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan, daerah terisolir, daerah konflik dan bencana serta rawan bencana 5. Pengembangan infrastruktur berbasis masyarakat (community-based), seperti pembangkit listrik tenaga micro-hydro dan sanitasi umum. 6. Peningkatan jumlah dan kualitas infrastruktur pendukung sektor perikanan.
5.4 PERIKANAN Perikanan dan kelautan merupakan tulang punggung masyarakat Maluku. Perairan laut Provinsi Maluku memiliki kekayaan dan keanekaragaman sumber daya ikan dan non ikan yang potensial untuk dikembangkan sebagai penghasil devisa. Potensi perikanan yang terbesar terdapat di Laut Arafura dengan sediaan potensi sebanyak 792.100 ton dan potensi lestari sebanyak 633.600 ton per tahun, Laut Banda dengan sediaan potensi sebanyak 248.400 ton dan potensi lestari sebanyak 198.000 ton per tahun, serta Laut Maluku dan sekitarnya dengan sediaan potensi sebanyak 587.000 ton per tahun dan potensi lestari sebanyak 469.000 ton per tahun. Strategi Pemerintah Provinsi Maluku untuk perikanan dan kelautan adalah memberi penekanan pada perluasan akses modal dan memperkuat dukungan pemerintah daerah. Agenda tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Maluku. Arahan kegiatan adalah untuk: (i) penguatan modal usaha bagi nelayan kecil/pembudidaya ikan, koperasi nelayan dan bantuan armada tangkap serta peralatan budidaya; (ii) penataan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan serta dukungan penetapan regulasinya; (iii) menindaklanjuti naskah akademis tata ruang pesisir, laut dan pulau-pulau kecil menjadi peraturan daerah; (iv) penyediaan SDM aparatur kelautan dan perikanan yang lebih profesional; dan (v) meningkatkan kualitas pelayanan adminstrasi perkantoran.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
85
b e l a n j a s e k to r a l
5.4.1 Belanja Sektor Kelautan dan Perikanan Sumber daya fiskal yang tersedia untuk perikanan dan kelautan sangat rentan terhadap fluktuasi. Struktur pembiayaan sektor kelautan dan perikanan cenderung berubah-ubah. Belanja pemerintah kabupaten/kota adalah komponen pembiayaan yang terbesar kecuali untuk tahun 2005 dan 2006. Peran dari pemerintah Provinsi cenderung kecil, bahkan lebih kecil dibandingkan dengan belanja dekonsentrasi/Tugas Pembantuan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Fluktuasi terbesar terjadi pada tahun 2007 dimana belanja pemerintah Kabupaten/Kota melonjak lebih dari 6 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Gambar 5.31: Sumber daya fiskal yang dialokasikan untuk perikanan dan kelautan sangat fluktuatif
Sumber: Estimasi Bank Dunia berdasarkan data SIKD (2009) Note: Angka 2008 dan 2009 merupakan estimasi; angka dekonsentrasi & TP tahun 2004 tidak tersedia
Belanja pemerintah daerah untuk perikanan dan kelautan relatif rendah dibandingkan dengan belanja secara keseluruhan. Dari tahun 2004-2009, belanjanya hanya sekitar 2 persen dari belanja total pemerintah daerah. Namun, terjadi kenaikan yang sangat tajam pada belanja sektor ini di tahun 2007, dimana total belanja sektor perikanan naik menjadi Rp. 278 miliar dengan porsi sebesar 7 persen dari total belanja daerah. Sebagian besar peningkatan belanja ini bersumber dari peningkatan belanja kabupaten kota yang naik menjadi Rp. 276,3 miliar (99 persen dari total belanja sektor kelautan dan perikanan daerah Maluku). Belanja sektor kelautan dan perikanan di Maluku sedikit meningkat sebesar 7,7 persen dari Rp. 38,4 miliar di tahun 2004 menjadi Rp. 41,3 miliar di tahun 2009 dengan porsi sekitar 2 persen dari total belanja.
86
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.32: Belanja Sektor Kelautan dan Perikanan di Maluku sedikit meningkat dari tahun 2004 ke tahun 2009 walaupun sempat meningkat tajam di tahun 2007
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari data SIKD (2009)
Peningkatan belanja sektor perikanan ini sebagian besar berasal dari peningkatan belanja barang dan jasa, yang meningkat sekitar 120 persen. Namun, pada tahun 2009 porsi belanja barang dan jasa ini (29 persen) masih lebih rendah dari porsi belanja modal (52 persen) per total belanja sektor perikanan di Maluku. Belanja pegawai mengalami penurunan dari Rp. 8,9 miliar (23 persen dari total belanja) menjadi Rp. 8 miliar (19 persen dari total belanja). Yang menarik adalah pada tahun 2007, belanja tiap klasifikasi ekonomi ini meningkat pesat dengan peningkatan paling tinggi terjadi pada belanja barang dan jasa yang meningkat sebesar 17 kali lipat, diikuti oleh peningkatan belanja pegawai sebesar 13 kali lipat dan belanja modal sebesar hampir 4 kali lipat.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
87
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.33: Belanja barang dan jasa meningkat cukup besar sementara belanja pegawai mengalami penurunan.
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari data SIKD (2009)
Terdapat perbedaan peran yang cukup signifikan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam mengelola anggaran sektor perikanannya. Sebagian besar belanja sektor perikanan pemerintah provinsi dialokasikan untuk belanja barang dan jasa (57 persen), diikuti oleh belanja modal sebesar 30 persen. Belanja pegawai mempunyai porsi yang sangat kecil (4 persen). Di lain sisi, pemerintah kabupaten/kota mempunyai pola yang berbeda dimana alokasi belanja pegawai dan belanja barang dan jasa mempunyai porsi yang serupa (22 persen dan 24 persen), sedangkan porsi terbesar dialokasikan pada belanja modal (54 persen). Gambar 5.34: Pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota Maluku mempunyai peran yang berbeda dalam mengelola belanja sektor perikanannya.
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari data SIKD (2009)
88
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
5.4.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Kelautan dan Perikanan Perikanan merupakan salah satu sektor unggulan di Maluku, sesuai dengan besarnya luas perairan di Maluku mencapai 92 persen dari total wilayah di Maluku. Hal ini ditambah dengan jumlah kepulauan di Maluku yang mencapai 632 pulau (Maluku Dalam Angka, 2009). Luas perairan ini juga merupakan 10.02 persen luas perairan di Indonesia. Pada tahun 2009, jumlah perusahaan penangkap ikan (PPI) di Maluku mencapai 169 perusahaan, turun dari 182 perusahaan di tahun 2006; jumlah nelayan di Maluku tahun 2009 naik menjadi 260 orang dari 215 orang tahun 2006 (Dinas Perikanan dan Kelautan, 2009). Kapal penangkap ikan (KPI) berjumlah 84 buah sedangkan unit penangkap ikan (UPI) berjumlah 547 unit. Namun, jumlah ini masih termasuk kecil dibandingkan daerah kepulauan lain di Indonesia seperti Kepulauan Riau ataupun Papua dimana jumlah nelayan mencapai 22 ribuan dan jumlah perusahaan penangkap ikan mencapai 13 ribuan perusahaan.
Provinsi Maluku
Gambar 5.35: Keluaran Sektor Perikanan di Maluku Lebih Rendah dibandingkan Provinsi Kepulauan Lain di Indonesia.
Sumber : Statistik Perikanan DKP, 2009
Dari segi prasarana, jumlah penyuluh perikanan di Maluku termasuk cukup tinggi, dan mengalami peningkatan cukup tinggi khususnya dari tahun 2007 ke 2008. Jumlah penyuluh perikanan16 di Maluku tahun 2009 berjumlah 185 orang, naik empat persen dibandingkan tahun sebelumnya, namun naik lima kali lipat dibandingkan tahun 2007. Jumlah penyuluh di Maluku sedikit berada dibawah jumlah penyuluh di NTB sebesar 215 orang dan di Papua sebanyak 198 orang pada tahun 2009.
16 Penyuluh perikanan bertugas menyuluh tidak hanya menyuluh nelayan tetapi juga pembudidaya ikan.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
89
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.36: Jumlah Penyuluh Perikanan di Maluku Meningkat Cukup Pesat, Khususnya dari Tahun 2007 ke Tahun 2008
Sumber: Statistik Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, DKP 2009. Data Tahun 2008 merupakan data yang diambil per 31 Desember 2008 Data Tahun 2009 merupakan data yang diambil per Februari 2009
Sektor perikanan di Maluku diharapkan dapat berkembang seiring dengan meningkatnya lulusan-lulusan dari sekolah perikanan di Maluku yang dapat meningkatkan kualitas SDM sektor ini. Salah satu indikator bahwa sektor ini merupakan sektor yang diunggulkan di Maluku adalah tingginya pertumbuhan lulusan dari sekolah perikanan di Maluku. Selama tiga tahun terakhir, jumlah lulusan sekolah perikanan ini mengalami pertumbuhan sangat tinggi. Tahun 2009, jumlah lulusan sekolah perikanan tumbuh 65 persen sebanyak 104 orang. Tingkat pertumbuhan lulusan sekolah perikanan di daerah ini hanya lebih rendah dari NAD dan Papua Barat.
90
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
Tabel 5.9: Jumlah Lulusan Sekolah Perikanan di Maluku Meningkat Pesat Selama Tiga Tahun Terakhir Lokasi
Nama Sekolah
Total
Year 2003/2004
2004/2005
2005/2006
2006/2007
2007/2008
2008/2009
1068
1079
1188
1085
1256
1448
DKI Jakarta
Sekolah Tinggi Perikanan
248
226
296
302
334
304
Jawa Timur
Akademi Perikanan Sidoarjo
70
70
106
78
100
100
Sulawesi Utara
Akademi Perikanan Bitung
84
69
66
59
97
83
Papua Barat
Akademi Perikanan Sorong
66
76
48
78
81
156
NAD
SUMPM Ladong
78
76
48
78
24
108
Lampung
SUPM Kota Agung
0
0
85
60
71
71
Sumatera Barat
SUPM Pariaman
83
89
78
80
96
96
Jawa Tengah
SUPM Tegal
150
133
131
114
118
136
SUPM Pontianak
70
62
82
52
76
91
Sulawesi Selatan
SUPM Bone
64
96
84
68
113
107
Maluku
SUPM Waiheru
91
92
10
42
63
104
Papua Barat
SUPM Sorong
64
90
84
74
83
92
Sumber: Statistik Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, DKP 2009. Data Per 19 November 2009
Namun, nilai produksi perikanan tangkap di Maluku mengalami penurunan cukup signifikan hampir 40 persen pada tahun 2008. Penurunan ini sebagian besar bersumber dari penurunan produksi perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara yang turun 63 persen dan penurunan produksi di Kota Ambon sebesar 22 persen. Penurunan ini kemungkinan besar bersumber dari tidak beroperasinya kapal-kapal nelayan akibat tingginya harga BBM (Bank Indonesia, 2009). Sementara itu, produksi perikanan tangkap di kabupaten/kota lain tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dari berbagai jenis ikan tangkap tersebut, Ikan Pelagis merupakan jenis ikan yang paling banyak diproduksi sebesar Rp. 629 miliar, diikuti oleh Ikan Demersial sebesar Rp. 448,2 miliar. Tahun 2008, produksi Ikan Pelagis meningkat 19,8 persen. Namun, ikan pelagis kecil merupakan ikan yang mempunyai pertumbuhan produksi terbesar sebesar 140,5 persen walaupun produksi ikan ini sangat kecil, hanya sebesar Rp. 16,3 miliar.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
91
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.37: Nilai Produksi Perikanan di Maluku Mengalami Penurunan Cukup Signifikan dari tahun 2007 ke 2008.
Sumber : Statistik Perikanan DKP Provinsi Maluku Tahun 2008 diolah.
5.4.3 Analisis Kabupaten/Kota Keluaran sektor kelautan dan perikanan antar kabupaten/kota di Maluku cukup bervariasi. Beberapa kabupaten mempunyai produksi sangat rendah seperti Buru, Kepulauan Aru, Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur. Kabupaten lain yang mempunyai produksi perikanan tangkap cukup tinggi adalah Maluku Tengah, Maluku Tenggara, Maluku Tenggara Barat serta Kota Ambon. Pada tahun 2008, kisaran nilai produksi antar kabupaten ini cukup tinggi dengan nilai produksi tertinggi di Maluku Tenggara Rp. 584,3 miliar dan nilai produksi terendah di Seram Bagian Barat sebesar Rp. 36 miliar. Selain itu, alokasi belanja per capita sektor kelautan dan perikanan di Maluku tampaknya di prioritaskan bagi kabupaten/kota yang mempunyai produksi perikanan tangkap yang masih rendah. Hal ini sedikit counterproductive karena anggaran tersebut terlihat tidak efisien karena tidak menghasilkan output perikanan yang juga tinggi. Terlihat pada gambar dibawah, daerah-daerah yang mempunyai produksi perikanan yang rendah mempunyai alokasi belanja kelautan dan perikanan per capita yang cukup tinggi. Sebaliknya, daerah-daerah yang mempunyai produksi perikanan relatif lebih tinggi mempunyai alokasi belanja sektor kelautan dan perikanan per capita yang lebih rendah (kecuali Maluku Tenggara).
92
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
Gambar 5.38: Nilai Produksi Perikanan serta Alokasi Belanja Sektor Perikanan
Sumber : Statistik Perikanan DKP Prop. Maluku dan Data SIKD Kemenkeu (2009)
5.4.4 Kesimpulan Belanja sektor perikanan di Maluku masih rendah, hanya sekitar dua persen dari total belanja daerah dan cenderung stabil beberapa tahun terakhir. Belanja ini sebagian besar dialokasikan pada belanja modal. Minimnya belanja sektor ini mungkin dapat menjadi penyebab rendahnya output sektor perikanan di Maluku. Produksi perikanan di Maluku saat ini masih cukup rendah dan timpang antar kabupaten/kota di Maluku.
5.4.5 Rekomendasi Perlu adanya perhatian lebih dari pemerintah dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik sektor tersebut untuk mulai mendorong sektor kelautan dan perikanan di Maluku. Hal ini dapat tercermin dari adanya peningkatan belanja daerah di sektor tersebut serta alokasi yang tepat dari masing-masing urusan belanja di sektor tersebut. Bila terlihat bahwa alokasi belanja yang besar terdapat pada daerah-daerah yang mempunyai produktivitas yang rendah, maka perlu ditinjau ulang alokasi belanja sektor ini per daerah. Daerah-daerah yang mempunyai potensi sektor kelautan dan perikanan yang cukup tinggi akan lebih maju jika mempunyai fasilitas dan prasarana yang lebih banyak lewat alokasi belanja sektor yang lebih tinggi. Lebih lanjut, diharapkan dengan adanya peningkatan kualitas fasilitas dan prasarana sektor yang lebih baik. Beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah adalah: 1. Penguatan infrastruktur pendukung bagi sektor perikanan. Sarana dan prasarana sangat dibutuhkan agar sektor ini dapat berkembang. 2. Perluasan akses kepada sarana pembiayaan bagi nelayan/pembudidaya ikan baik perorangan maupun melalui koperasi nelayan 3. Meningkatkan kualitas tata kelola sumber daya kelautan dan perikanan, baik melalui penguatan kebijakan dan regulasi sektoral, maupun melalui penguatan sumber daya manusia aparatur dalam hal memberikan pelayanan, pengelola, dan pemasar hasil-hasil sektor tersebut.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
93
b e l a n j a s e k to r a l
94
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
b e l a n j a s e k to r a l
BAB VI PEMULIHAN PASCA KONFLIK MALUKU
p e m u l i h a n pa s c a k o n f l i k p e m i lu
6.1 Pendahuluan Konflik di Maluku dipicu oleh peristiwa kriminal biasa yang mengarah pada pertikaian antar komunitas beragama.17 Konflik terjadi sejak tanggal 19 Januari 1999, berlangsung selama kurang lebih tiga tahun dan menimbulkan kerusakan yang sangat besar dalam konteks hubungan sosial, fasilitas publik dan pribadi, timbulnya pengungsi maupun korban nyawa manusia. Mekanisme kontrol sosial di Maluku tidak berjalan untuk mengatasi konflik. Maluku memiliki mekanisme internal sebagai bentuk ketahanan diri dalam rangka merespons dinamika hidup bermasyarakat sehingga struktur sosial akan selalu berada pada keadaan yang seimbang dan aman yaitu Pela18 dan gandong19. Lembaga panas pela dan panas gandong yang berfungsi menyelenggarakan suatu kegiatan yang bersifat adat dengan mempertemukan negeri-negeri (atau desa) yang terikat, sudah lama tidak lagi berfungsi. Konflik Maluku menyebabkan terjadinya segregasi berdasarkan kelompok agama. Masyarakat yang semula menetap berbaur dalam satu permukiman terpaksa untuk mengambil keputusan, berpindah lokasi tempat tinggal ke permukiman yang dominan beragama sama, Segregasi pemukiman berdasarkan agama makin memperburuk kepercayaan antar masyarakat. Kondisi ini terjadi juga dalam berbagai area pelayanan publik seperti lingkungan perkantoran maupun lingkungan pendidikan, akibatnya sebagian besar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memiliki ‘kantor alternatif’. Segregasi pada media massa menyebabkan warga masyarakat memperoleh informasi yang kurang objektif, sehingga ikut menyumbang bagi ketegangan hubungan sosial antar kelompok akibat klaim kebenaran yang bersifat subjektif.
6.2 Dampak Dari Konflik Maluku Akibat konflik selama 3 tahun, Maluku mengalami banyak kerusakan fasilitas publiknya. Mayoritas bangunan yang rusak adalah fasilitas peribadatan (62 persen) yaitu 134 gereja, 114 masjid, dan 2 pura. Hal ini menunjukkan bahwa dalam konflik antar kelompok beragama, fasilitas keagamaan yang menjadi sasaran utama perusakan. Dari 2.120 sekolah dan perguruan tinggi, 136 di antaranya rusak akibat konflik, sebagian besar adalah bangunan sekolah dasar (100 buah). Walaupun fasilitas kesehatan bukan merupakan target utama dalam kerusuhan, tetap terdapat kerusakan pada2 rumah sakit dan 18 puskesmas. Pada tahun 2003, seluruh rumah sakit dan 17 puskesmas telah selesai direhabilitasi.
17 Human Right Watch Report, Vol. 11, No. 1 (C), Maret 1999; Harian Kompas, 21 Januari 1999; Pieris, 2004:120). 18 Pela adalah hubungan emosional di antara dua negeri atau lebih yang terbentuk karena latar belakang pengalaman sejarah yang pernah dialami secara bersama (Pariela, 2008:41). 19 Gandong adalah hubungan emosional di antara dua negeri atau lebih yang terbentuk karena ikatan persaudaraan, berdasarkan anggapan bahwa dua negeri atau lebih tersebut mempunyai satu nenek moyang yang sama yang kemudian berpisah dan menetap pada lokasi per mukiman yang berbeda (Pariela, 2008:41)
96
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
p e m u l i h a n pa s c a k o n f l i k p e m i lu
Gambar 6.1: Kerusakan fasilitas sebagian besar terjadi pada fasilitas peribadatan
Sumber : Bahan Presentasi Gubernur Maluku dalam International Donors Community Meeting Participants, yang difasilitasi oleh UN OCHA dan UNDP. Dinas Sosial Provinsi Maluku, 2010.
Jumlah pengungsi yang ditimbulkan mencapai 33.158 kepala keluarga (Gambar 7.2). Pada tahun 2003-2004, pengungsi yang mendapat bantuan pemerintah kurang dari separuhnya. Pada tahun 2003, Kota Ambon sebagai pusat konflik mencatat hampir 12.000 kepala keluarga yang berstatus pengungsi (36 persen dari total pengungsi). Konflik Maluku yang meluas ke provinsi tetangga, Maluku Utara, juga menyebabkan Maluku menerima 1.350 kepala keluarga pengungsi. Pemerintah Maluku mengalami kesulitan dalam mendata jumlah pengungsi dan ditemukan penyimpangan dana pengungsi oleh aparat yang bertugas, sehingga ikut mempersulit proses penanganan pengungsi. Data Dinas Sosial Provinsi Maluku menunjukkan masih ada 4 ribu kepala keluarga di Kota Ambon yang berstatus pengungsi. Sejak tahun 2009 wewenang penyelesaian pengungsi Maluku diserahkan kepada kabupaten/kota.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
97
p e m u l i h a n pa s c a k o n f l i k p e m i lu
Gambar 6.2: Jumlah pengungsi Maluku tahun 2003 dan 2010
Sumber: Bahan Presentasi Gubernur Maluku dalam International Donors Community Meeting Participants, yang difasilitasi oleh UN OCHA dan UNDP. Dinas Sosial Provinsi Maluku, 2010.
6.3 Biaya Pemulihan Konflik Maluku Alokasi dana pemulihan pasca konflik yang dialokasikan untuk Maluku meningkat setiap tahunnya. Dasar hukum pembiayaan pemulihan pasca konflik adalah Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2003 tentang Percepatan Pemulihan Pembangunan Maluku dan Maluku Utara Pasca Konflik (Inpres 6/2003). Dalam 3 tahun pengalokasian dana Inpres 6/2003 jumlah dana yang dialokasikan meningkat dari Rp. 663 miliar di tahun 2005 menjadi Rp. 817 miliar (meningkat 23 persen) di tahun 2007. Setiap tahunnya Pemerintah Maluku mengusulkan lebih dari 1 triliun rupiah dana pemulihan. Pada tahun 2005, hanya 58 persen dari dana usulan yang dialokasikan pemerintah dan tahun 2007 proporsinya meningkat menjadi 71 persen dari usulan Pemerintah Maluku.
98
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
p e m u l i h a n pa s c a k o n f l i k p e m i lu
Gambar 6.3: Alokasi Dana Inpres 6/2003 meningkat tiap tahunnya.
Sumber: Laporan Pelaksanaan Rencana Aksi Inpres no.6 Tahun 2003 (2008)
Dana Inpres 6/2003 di awal tahun alokasinya mayoritas dibelanjakan untuk sektor-sektor dasar. Sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan sosial menguasai 68 persen belanja Dana Inpres pada tahun 2005 (Rp. 408 miliar). Sebagian besar dibelanjakan melalui Departemen Sosial (Rp. 249 miliar), mengingat di masa awal pemulihan diperlukan dana yang besar untuk menangani pengungsi dan korban konflik. Pada tahun 2006, belanja keempat sektor tersebut meningkat menjadi Rp. 480 miliar yang sebagian besar dialokasikan untuk infrastruktur (Rp. 288 miliar). Tetapi proporsinya terhadap total Dana Inpres sedikit berkurang menjadi 67 persen. Pada tahun 2007 proporsi keempat sektor turun menjadi 31 persen (Rp. 234 miliar), ini menunjukkan fokus pemulihan sudah beralih ke sektor lain. Pada tahun 2006, total belanja infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan meningkat lebih dari 2 kali lipat dibanding tahun 2005. Hal ini memperlihatkan prioritas pemulihan yang di awal menangani kondisi darurat pengungsi, sudah beralih ke perbaikan fasilitas publik.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
99
p e m u l i h a n pa s c a k o n f l i k p e m i lu
Gambar 6.4: Belanja Dana Inpres 6/2003 menunjukkan perubahan prioritas dari tahun ke tahun .
Sumber: Laporan Pelaksanaan Rencana Aksi Inpres no.6 Tahun 2003 (2008)
6.4 Rehabilitasi Pengungsi Dana rehabilitasi pengungsi yang dibelanjakan pada tahun 2005 dan 2006 masih menyisakan pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah di Provinsi Maluku. Dana Bantuan Pemulangan Pengungsi yang telah dibelanjakan bersumber dari APBN sebesar Rp. 77 miliar dan DCU sebesar Rp. 113 miliar, hampir seluruh anggaran Bantuan Pemulangan Pengungsi telah dibelanjakan. Tetapi pada tahun 2010 masih tercatat 8 ribu kepala keluarga yang berstatus pengungsi (Gambar 7.1). Karena itu Pemerintah Maluku masih mengganggarkan Rp. 98 miliar dana untuk mengatasi pemulangan pengungsi. Masih adanya pengungsi yang tercatat mengindikasikan lemahnya pendataan dan pengelolaan dana rehabilitasi pengungsi. Penduduk Maluku yang berasal dari Sulawesi dan Buton sebagian mengungsi ke daerah asalnya sehingga tidak tercatat dalam pendataan. Lemahnya pengawasan penggunaan dan pelaporan Dana Inpres juga menjadi salah satu penyebab tidak tuntasnya rehabilitasi pengungsi.20
20 Laporan Akhir Evaluasi Akhir Pelaksanaan Inpres 6/2003 di Provinsi Maluku tahun 2005-2007. Amril Buamona (2008: 99-100)
100
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
p e m u l i h a n pa s c a k o n f l i k p e m i lu
Tabel 6.1: Pengungsi yang belum direhabilitas dan dana yang dialokasikan. Kabupaten/Kota
Jumlah Pengungsi (KK)
persen Pengungsi
Alokasi Dana (juta rupiah)
Kota Ambon Maluku Tengah
4,006 2,761
48.96 33.74
48,072 33,132
Maluku Tenggara (Kota Tual)
95
1.16
1,140
Seram Bagian Barat
737
9.01
8,844
Maluku Tenggara Barat (termasuk Maluku Barat Daya)
245
2.99
2,940
Buru (termasuk Buru Selatan)
339
4.14
4,068
8,183
100
98,196
Total Sumber: Dinas Sosial Provinsi Maluku, 2010
6.5 Rekomendasi Pemerintah Maluku perlu tetap mengawasi penanganan pengungsi yang kini di bawah wewenang kabupaten/kota. Permasalahan pengungsi tidak mengenal batas wilayah, oleh karena itu pemerintah Provinsi Maluku akan tetap bersentuhan dengan isu ini walaupun kabupaten/kota yang menangani aspek teknisnya. Pengawasan bisa dimulai dari pendataan yang lebih baik. Ada baiknya pendataan dilakukan di level provinsi untuk menghindari pencatatan ganda yang disebabkan berpindahnya pengungsi antar kota/kabupaten.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
101
d a f ta r p u s ta k a
Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku (2009). ”Maluku Dalam Angka 2008”. BPS, Maluku. Buamona, Amril (2008). “Laporan Akhir Evaluasi Akhir Pelaksanaan Inpres 6/2003 di Provinsi Maluku tahun 2005-2007”. Laporan tidak dipublikasikan. Darise, Nurlan (2009). “Pengelolaan Keuangan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah dan BLU”. Jakarta. Halim, Abdul (2004). “Akuntansi Keuangan Daerah”. Jakarta Mahsun, Mohamad., Firma Sulistyowati, Haribertus Andre Purwanugraha (2007) “Akuntansi Sektor Publik”. Yogyakarta Mulyadi, Kanaka Puradiredja (1989). ”Auditing”. Jakarta Pemerintah Indonesia (2003). Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pemerintah Provinsi Maluku (2008). “Laporan Pelaksanaan Rencana Aksi Inpres No.6 tahun 2003”. Ambon. __________(2003). Inpres No. 6 tahun 2003 tentang Percepatan Pemulihan Pembangunan Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara Pasca Konflik. _________ (2004). Undang-Undang No. 01 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. _________ (2004). Undang-Undang No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. _________ (2004). Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional _________ (2004). Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi daerah _________ (2004). Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan daerah World Bank (2007d). ”Gorontalo Public Financial Management Survey”. World Bank Jakarta Technical Report. _________ (2009). “Nusa Tenggara Timur Public Expenditure Analysis: Regional Finance and Service Delivery in Indonesia’s Most Remote Region”. Indonesia
102
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
Lampiran
Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Belanja Pemerintah Maluku? Melihat pengalaman dari pelaksanaan Analisis Belanja Pemerintah dan Penyelarasan Kemampuan (PEACH) di berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia Pemerintah Maluku berinisiatif untuk melakukan program serupa. Pengalaman PEACH di Papua menunjukkan bahwa analisis partisipatif atas belanja pemerintah merupakan titik awal yang baik untuk memperbaiki kualitas pengelolaan belanja pemerintah untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawab yang baru diperoleh pemerintah daerah di Indonesia yang mulai terdesentralisasi. Sebagai tanggapan, Bank Dunia bekerja sama dengan tim peneliti yang diorganisasi oleh Lembaga Penelitian Universitas Pattimura melakukan analisis menyeluruh atas pengelolaan belanja pemerintah, yang dihubungkan dengan suatu program kegiatan untuk memperkuat kapasitas pemerintahpemerintah daerah. Tujuan yang diharapkan dari PEACH Maluku adalah perbaikan alokasi sumber daya anggaran yang mengarah pada penyediaan barang umum yang lebih baik di tingkat daerah yang disesuaikan dengan preferensi dan pertimbangan di tingkat daerah. Hal tersebut dapat dicapai dengan keterlibatan para pengambil keputusan di tingkat daerah serta para pemangku kepentingan lainnya dalam pengidentifikasian prioritas belanja pemerintah dan pengelolaan keuangan. Tujuan utama dari komponen PEA adalah: (i) Memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pengelolaan belanja pemerintah di suatu provinsi yang baru terbentuk, khususnya sehubungan dengan proses perencanaan dan penganggaran parsitipatif dan pemberian layanan dasar. (ii) Memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang reformasi kepegawaian negeri sipil yang saat ini sedang dijalankan, khususnya sehubungan dengan pelaksanaan Tunjangan Kesejahteraan Daerah; (iii) Mengembangkan strategi-strategi untuk memperbaiki pengelolaan keuangan pemerintah Maluku untuk mencapai layanan umum dan penanaman modal umum yang lebih baik untuk merangsang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. (iv) Membentuk sistem yang lebih baik untuk menganalisis dan mengawasi anggaran daerah. • Membentuk jaringan rekan imbangan dari universitas-universitas lokal di Gorontalo dan instansi pemerintah daerah yang akan memimpin pelaksanaan PEACH Gorontalo dan dengan demikian akan membangun kapasitas untuk dapat melaksanakan analisis belanja pemerintah secara mandiri di masa mendatang; • Memberikan bantuan teknis/peningkatan kapasitas pada jaringan ini untuk melakukan analisis serupa di masa mendatang.
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
103
Lampiran
Lampiran B. Catatan Metodologi A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD adalah anggaran tahunan yang dialokasikan dan/ atau dibelanjakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Anggaran tersebut terdiri dari dua kategori: rencana (untuk disetujui oleh DPR) dan realisasi (pengeluaran yang sebenarnya atau laporan pertanggungjawaban dari kepala daerah). Rentang data dari tahun 2002 hingga 2006, diperoleh dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Gorontalo. Proyeksi dibuat untuk beberapa komponen angka dalam anggaran untuk Gorontalo tahun 2006. Departemen Keuangan memberikan data sebagai perbandingan skala nasional. B. Kerangka kerja Pengelolaan Keuangan Publik (PFM): Bidang Strategis, Hasil, dan Indikator Bank Dunia dan Kementerian Dalam Negeri Pemerintah Indonesia akan menilai kapasitas pengelolaan keuangan dari pemerintah kabupaten/kota dalam mengembangkan kerangka kerja PFM. Kerangka kerja tersebut terbagi dalam sembilan bidang yang menjadi kunci pengelolaan keuangan pemerintah oleh pemerintah kabupaten/kota: (1) Kerangka Kerja Pengaturan, (2) Perencanaan dan Penganggaran, (3) Pengelolaan Uang, (4) Pengadaan, (5) Pembukuan dan Pelaporan, (6) Audit Internal, (7) Hutang Publik dan Investasi, (8) Pengelolaan Aset, dan (9) Audit External dan Pengawasan. Setiap bidang strategis dibagi menjadi antara 1 sampai 5 hasil, dan daftar indikator dicantumkan untuk setiap hasil. Hasil mewakili pencapaian yang dikehendaki dalam setiap bidang strategis, dan indikator digunakan untuk menilai bagaimana kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam bidang tersebut. Perlu dicatat bahwa praktik-praktik-praktik internasional yang terbaik belum diterapkan untuk menetapkan dasardasar bagi hasil-hasil tersebut karena pada praktiknya, jarak antara hasil-hasil tersebut dan kenyataan yang ada saat ini terlalu besar untuk dapat membuahkan hasil yang nyata. Para responden diminta untuk menjawab “ya” atau “tidak” untuk setiap pernyataan yang diwakili oleh masing-masing indikator. Jawaban setuju ditambahkan untuk setiap hasil, dan skor dihitung berdasarkan persentase jawaban “ya”. Beberapa bidang strategis memiliki indikator lebih banyak daripada bidang-bidang lainnya, sehingga bidang-bidang tersebut memiliki bobot lebih dalam hasil keseluruhan. Misalnya, perencanaan dan penganggaran mencakup 49 indikator, tetapi hutang dan investasi publik meliputi hanya 8 indikator. Indikator strategis lainnya yang berbobot lebih termasuk pengadaan (41 indikator) dan pengelolaan uang (31 indikator). Lokasi survei Kerangka kerja PFM diterapkan di Maluku, dan meliputi pemerintah provinsi dan 9 kabupaten/kota. Kabupaten/kota yang paling baru yaitu Kabupaten Maluku Barat Daya, Kota Tual, dan Kabupaten Buru Selatan tidak diikutsertakan dalam survei karena kabupaten/kota tersebut baru terbentuk kurang dari satu tahun pada waktu survei diadakan. Universitas Pattimura, Universitas Darussalam, dan Universitas Kristen Maluku dilibatkan dalam penelitian untuk survei tersebut. Pada akhir tahun 2007, Survei PFM telah diadakan di sekitar 60 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Metodologi Hasil diperoleh melalui wawancara dan FGD (diskusi kelompok terfokus) dengan perwakilan pemerintah daerah dari departemen terkait. Diskusi-diskusi ini melibatkan Bappeda, departemen keuangan; DPRD, departemen pendapatan daerah; kantor bendahara daerah; badan pekerjaan umum; dan badan pengawas pemerintah daerah. Untuk menjamin akurasi data, maka setiap jawaban “ya” harus didukung dengan dokumen terkait dan/atau diperiksa silang dengan responden tambahan.
104
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
lampiran
Interpretasi hasil Skor diberikan untuk setiap bidang strategis dan lokasi survei, dan skor menyeluruh diberikan untuk setiap lokasi survei. Untuk perbandingan dan evaluasi, skor bidang strategis dapat dinilai sesuai dengan kategori berikut ini. Akan tetapi, interpretasi hasil berisiko menimbulkan subyektivitas, karena hasilnya sangat bergantung pada interpretasi pihak yang mengadakan survei. Saat ini, Bank Dunia dan Kementerian Dalam Negeri bekerja sama untuk memperbaiki survei tersebut, khususnya mencoba memperkecil risiko subyektivitas. Skor menyeluruh (%) 80–100 Sempurna/dapat diterima sepenuhnya 60–79 Sangat baik/sangat dapat diterima 40–59 Baik/dapat diterima 20–39 Sedang/cukup dapat diterima 0–19 Kurang/tidak dapat diterima
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
105
106
-
Bagi Hasil Bukan Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
522,307
-
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya
Pendapatan lainnya Total penerimaan
-
352,571 12,559 51,322
DAU DAK Penerimaan Lain-lain yang Sah
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
396,557 31,427
Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
-
9,468
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Pendapatan Hibah Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
85,814 56,731 18,057 555
74,428 52,602 11,557 801
PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
572,084
-
-
-
-
309,558 129,600
356,671 47,113
10,471
2005
2004
Provinsi Deskripsi
Lampiran C. Tabel Anggaran dan Belanja Konsolidasi Provinsi Maluku Lampiran C.1. Konsolidasi Anggaran Pemerintah Daerah Maluku Tabel C.1.1 Penerimaan berdasarkan Sumber (Dalam juta Rupiah)
590,890
-
-
-
-
450,008 53,221
504,175 54,167
12,931
33,494 190 19,844 529
2006
615,973
-
-
-
275
476,048 275
515,394 39,346
4,446
100,304 67,715 25,144 3,000
2007
712,248
-
-
-
2,744 -
508,722 33,485 2,744
595,039 52,833
8,849
114,465 76,436 24,608 4,573
2008
787,492
-
-
17,190
10,744 -
496,923 58,674 27,933
623,996 68,398
9,605
135,562 82,575 28,771 14,611
2009
lampiran
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
1,495,588 216,251 1,166,192 113,145 167,864
70,048 1,541,908 164,986 1,304,749 72,173 38,363
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
DAU DAK Penerimaan Lain-lain yang Sah
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
1,701,322
-
-
Bagi Hasil Bukan Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
Pendapatan lainnya Total penerimaan
-
-
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya
1,713,817
-
-
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
-
-
Pendapatan Hibah Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
19,944
50,365 10,902 17,977 1,542
121,051 34,959 15,407 637
PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
2005
2004
Kabupaten/Kota Deskripsi
2,795,813
-
-
-
-
2,160,698 278,340 29,074
2,694,324 255,286
37,650
72,415 14,578 19,985 201
2006
14,000 3,238,591
10,993
1,434
-
20,449 41,156 58,944
2,307,644 398,073 146,976
3,005,747 300,031
46,340
85,867 13,072 25,716 739
2007
1,888 3,216,904
-
-
41,695
72,107 26,940
2,295,782 442,298 142,631
2,983,026 244,946
36,825
91,247 19,678 34,260 485
2008
42,367 2,867,152
-
-
164,545
7,478 33,981
1,907,541 354,827 248,370
2,514,135 251,767
48,669
104,647 23,992 31,311 675
2009
lampiran
107
108
2004 262,972 20,157 7,650 4,377 6,901 7,781 2,662 2,229 8,033 40,011 26,155 4,620 101,292 7,437 2,019 580 3,687 508,563
Provinsi Deskripsi
Administrasi Umum Pemerintahan Pertanian Perikanan dan Kelautan Pertambangan dan Energi Kehutanan dan Perkebunan Perindustrian dan Perdagangan Perkoperasian Penanaman Modal Ketenagakerjaan Kesehatan Pendidikan dan Kebudayaan Sosial Perencanaan Tata Ruang Permukiman Pekerjaan Umum Perhubungan Lingkungan Hidup Kependudukan Olah Raga Kepariwisataan Pertanahan Total Belanja
2005 316,157 15,140 5,749 3,391 7,035 6,171 2,426 2,271 9,697 69,181 35,598 7,110 77,648 6,281 2,484 2,854 569,194
Tabel C.1.2 Belanja Berdasarkan Sektor (Dalam juta Rupiah)
251,735 17,298 8,164 4,695 6,604 7,712 2,423 2,707 9,851 39,745 52,294 6,674 147,198 11,257 2,015 2,504 572,877
2006 342,455 1,881 93,987 3,014 5,095 9,629 44,993 83,299 8,076 84,037 13,499 2,056 692,021
2007 378,897 25,789 21,279 5,101 8,489 9,588 3,578 4,304 10,552 51,180 106,764 9,115 80,765 13,120 952 4,539 734,012
2008
284,991 36,590 6,069 5,096 4,758 4,626 3,392 3,275 10,269 30,318 88,243 5,723 6,269 132,968 13,379 2,140 19,667 657,772
2009
lampiran
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
2004 800,915 30,428 30,734 1,964 42,532 9,815 12,449 521 6,747 97,043 301,557 8,369 597 46,273 231,868 11,790 6,346 12,457 3,409 3,393 1,659,206
Kabupaten/Kota Deskripsi
Administrasi Umum Pemerintahan
Pertanian Perikanan dan Kelautan Pertambangan dan Energi Kehutanan dan Perkebunan Perindustrian dan Perdagangan Perkoperasian Penanaman Modal Ketenagakerjaan Kesehatan Pendidikan dan Kebudayaan Sosial Perencanaan Tata Ruang Permukiman Pekerjaan Umum Perhubungan Lingkungan Hidup Kependudukan Olah Raga Kepariwisataan Pertanahan Total Belanja
21,810 24,998 3,723 20,171 7,586 6,298 1,669 4,898 73,799 249,370 5,326 3,320 218,592 12,409 8,649 8,914 5,794 519 1,510,233
832,388
2005
45,074 42,682 10,009 34,699 15,008 7,621 1,861 7,457 131,735 346,087 8,497 4,828 39,752 438,444 26,424 3,124 15,004 4,692 1,094 2,443,603
1,259,512
2006
72,872 276,262 11,948 37,741 21,572 19,402 2,334 10,909 223,636 498,611 13,244 2,301 4,752 505,370 34,162 8,001 14,493 832 12,487 3,141,781
1,370,850
2007
77,518 71,750 13,249 43,602 134,191 21,263 5,089 14,821 360,851 458,357 26,647 2,247 11,606 584,503 46,306 13,158 24,971 3,612 20,634 3,607,651
1,673,275
2008
32,463 35,277 21,427 53,678 45,479 26,934 6,399 9,436 242,667 732,494 60,769 6,886 1,825 639,836 58,686 33,575 30,254 432 12,755 3,278,956
1,227,683
2009
lampiran
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
109
lampiran
Table C.1.3 Belanja Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (Dalam juta Rupiah) Provinsi Deskripsi Belanja pegawai Barang dan Jasa Perjalanan Dinas Pemeliharaan Belanja modal Belanja lain-lain Total Belanja Kabupaten/Kota Deskripsi Belanja pegawai Barang dan Jasa Perjalanan Dinas Pemeliharaan Belanja modal Belanja lain-lain Total Belanja
2004
2005
2006
2007
2008
2009
181,520 85,288 30,648 21,279 99,678 90,151 508,563 2004
150,020 76,748 38,917 18,074 112,423 173,012 569,194 2005
151,510 119,970 50,828 24,986 152,389 73,194 572,877 2006
201,750 173,790 221,734 94,747 692,021 2007
275,061 191,542 134,389 133,021 734,012 2008
240,614 185,876 86,075 145,207 657,772 2009
895,090 134,991 76,399 47,691 349,214 155,822 1,659,206
745,649 157,359 95,189 31,646 408,571 71,819 1,510,233
898,396 349,197 165,129 92,895 765,211 172,775 2,443,603
1,276,734 703,497 951,701 209,849 3,141,781
1,269,692 800,890 1,293,957 243,111 3,607,651
1,376,417 668,802 1,051,768 181,969 3,278,956
Tabel C.1.4 Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Maluku (Dalam juta Rupiah) Fungsi Pelayanan Umum Pertahanan Ketertiban dan Keamanan Ekonomi Lingkungan Hidup Perumahan dan Fasilitas Umum Kesehatan Pariwisata dan Budaya Agama Pendidikan Perlindungan Sosial
110
2005 326,859 119,869
2006 525,501 170,562
2007 461,394 218,647
2008 1,169,950
2009 1,225,986
181,687
315,003
315,589
88,088
120,566
482,628 12,212
831,146 21,133
914,111 44,612
1,131,051 50,015
1,239,027 67,790
105,558
117,310
142,998
225,541
258,621
42,144 6,344 11,165 386,214 228,802
165,615 25,208 16,505 635,666 115,010
94,022 9,625 12,313 612,667 40,121
35,962 5,508 6,526 568,379 21,418
67,078 8,041 7,486 827,504 17,500
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
48,076 437,604 59,294 55,039 3,700 2,045
79,580 578,164 68,267 32,500 12,500 -
1,674,747
-
Bagi Hasil Bukan Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
Pendapatan lainnya Total penerimaan
-
1,215,229
49,294
-
-
544,974
726,011
20,000
8,604
100
17,000 11,175
15,204 2,550 3,951
Maluku Tengah
157,725 96,075 33,475
Pemerintah Provinsi
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus BAGIAN LAIN-LAIN PENERIMAAN YANG SAH Pendapatan Hibah Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Deskripsi
-
-
73,000
2,331
-
75,331
243,895 59,243
20,853
323,991
19,017
23,653 1,551 3,085
-
-
5,000
2,201
5,000 -
12,201
196,272 52,091
29,997
278,360
3,941
125
9,660 778 4,816
Buru
-
-
40,195
8,745
-
48,941
354,900 44,833
29,817
429,550
3,617
26,366 12,305 10,443
681,843
-
-
-
3,950
-
3,950
265,083 48,986
18,860
332,928
4,750
300
8,086 792 2,245
Kota Kepulauan Ambon Aru
647,775 822,298 590,782 983,347
-
-
-
6,450
-
6,450
221,149 47,796
40,083
309,028
9,116
251
16,818 4,597 2,855
Maluku Maluku
Lampiran C.2. Pengeluaran Berdasarkan Provinsi dan Kabupaten/Kota Tabel C.2.1 Penerimaan berdasarkan Provinsi dan Kabupaten/Kota (Tahun 2009, Dalam juta Rupiah)
826,916
-
-
24,500
10,000
-
34,500
281,087 57,915
32,714
371,716
4,011
9
Seram Bagian Barat 14,483 2,761 7,702
781,842
-
--
48,750
3,814
-
52,564
219,409 42,679
72,528
334,615
3,570
Seram Bagian Timur 7,484 2,580 1,334
lampiran
111
112
5,536 5,382 3,947 3,811 11,948 35,274 102,669 6,658
Kehutanan dan Perkebunan
Perindustrian dan Perdagangan
Perkoperasian
Penanaman Modal
Ketenagakerjaan
Kesehatan
Pendidikan dan Kebudayaan
Sosial
Total Belanja
Lainnya
Pertanahan
Kepariwisataan
765,309
-
22,882
-
2,490
Lingkungan Hidup
Olah Raga
15,566
Perhubungan -
154,707
Pekerjaan Umum
Kependudukan
7,294
Permukiman
-
1,845
5,929
Pertambangan dan Energi
Perencanaan Tata Ruang
2,951
7,061
Perikanan dan Kelautan
665,589
-
2,612
-
1,915
3,541
9,125
109,826
30
125
11,832
251,581
52,657
2,683
2,595
6,967
2,712
11,670
16,572
42,572
Pertanian
174,351
Maluku Tengah
331,583
Pemerintah Provinsi
Administrasi Umum Pemerintahan
Deskripsi
397,424
-
-
140
936
1,734
4,802
102,815
-
994
5,499
36,577
34,065
473
-
3,492
12,048
9,059
4,053
1,745
-
178,993
Maluku Tenggara
442,723
-
900
363
2,817
5,028
6,784
85,623
-
-
1,936
27,275
26,698
425
738
1,980
1,293
4,469
500
9,624
8,582
257,688
Maluku Tenggara Barat
339,470
-
-
-
7,262
-
5,211
37,968
-
6,893
3,499
35,953
23,553
1,950
1,144
1,485
5,627
10,638
8,426
-
1,787
188,074
Buru
666,704
-
2,473
-
2,716
20,631
20,080
120,040
2,094
-
30,691
273,195
37,221
1,987
-
9,795
5,012
-
-
7,722
9,795
123,253
Kota Ambon
Tabel C.2.2 Belanja berdasarkan Provinsi dan Kabupaten/Kota (Tahun 2009, Dalam juta Rupiah
373,855
-
700
-
3,058
2,373
4,478
86,145
-
-
2,610
50,378
35,203
-
-
4,921
8,519
8,000
-
-
-
167,470
Kepulauan Aru
502,099
-
2,826
-
8,816
2,032
8,031
95,491
-
-
5,635
130,881
38,644
-
-
2,500
8,471
9,176
4,775
4,597
1,035
179,188
Seram Bagian Barat
427,158
-
5,328
-
7,680
3,726
9,768
106,534
-
-
9,004
46,408
34,300
3,461
3,718
4,214
9,349
14,144
4,463
5,687
-
159,374
Seram Bagian Timur
lampiran
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
216,264 100,148 168,947 765,309
Barang dan Jasa
Belanja modal
Belanja lain-lain
Total Belanja
665,589
26,829
175,768
78,501
384,492
Maluku Tengah
397,424
29,873
158,085
76,428
133,037
Maluku Tenggara
442,723
35,224
141,581
90,254
175,664
Maluku
339,470
18,786
92,575
78,065
150,044
Buru
17,468
189,808
119,693
339,734
Kota Ambon
373,855
32,207
130,835
106,092
104,721
Kepulauan Aru
502,099
37,684
171,617
102,748
190,050
Seram Bagian Barat
427,158
13,648
163,448
126,361
123,701
Seram Bagian Timur
1 Karena keterbatasan data fiskal yang tersedia untuk Kota Tual, Buru Selatan, dan Maluku Barat Daya, maka ketiga Kabupaten/Kota tersebut tidak dianalisis secara terpisah dari Kabupaten/Kota induknya.
279,951
Pemerintah Provinsi
Belanja pegawai
Deskripsi
Table C.2.3 Belanja berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (Tahun 2009, Dalam juta Rupiah)
lampiran
Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku
113