LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 1121/MENKES/SK/XII/2008 TANGGAL : 1 DESEMBER 2008
PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN UNTUK PELAYANAN KESEHATAN DASAR
I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Obat dan perbekalan kesehatan merupakan komponen yang tak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Akses terhadap obat terutama obat esensial merupakan salah satu hak azasi manusia. Dengan demikian penyediaan obat esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah dan lembaga pelayanan kesehatan baik publik maupun swasta. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2004 memberikan landasan, arah dan pedoman
penyelenggaraan
penyelenggara
kesehatan,
pembangunan baik
kesehatan
pemerintah
pusat,
bagi
seluruh
provinsi
dan
kabupaten/kota, maupun masyarakat dan dunia usaha, serta pihak lain yang terkait. Kebijakan Obat Nasional (KONAS) 2006 sebagai penjabaran lebih lanjut dari SKN-2004, dalam pengertian luas dimaksudkan untuk meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan obat secara berkelanjutan, agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Keterjangkauan dan penggunaan obat yang rasional merupakan bagian dari tujuan
yang
hendak
dicapai.
Pemilihan
obat
yang
tepat
dengan
mengutamakan penyediaan obat esensial dapat meningkatkan akses serta kerasionalan penggunaan obat.
3
Semua obat yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan mutunya agar
memberikan
manfaat
bagi
kesehatan.
Bersamaan
dengan
itu
masyarakat harus dilindungi dari salah penggunaan dan penyalahgunaan obat. Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyatakan bahwa pengadaan dan distribusi
obat
dan
perbekalan
kesehatan
dalam
rangka
menjamin
ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menkes RI dapat dilakukan dengan penunjukan langsung. Berdasarkan hal tersebut di atas dipandang perlu untuk menyesuaikan Pedoman Teknis Pengadaan Obat Dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar yang sudah ada, mengacu kepada peraturan perundang-undangan
yang
berlaku
dalam
melaksanakan
pengadaan
barang/jasa bagi instansi pemerintah. B.
Tujuan. 1. Tujuan Umum. Tersedianya pedoman teknis sebagai acuan perencanaan dan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di pusat, provinsi dan kabupaten/kota. 2. Tujuan Khusus. a. Terlaksananya perencanaan kebutuhan dan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan secara tepat waktu, jenis dan jumlah. b. Tercapainya penggunaan alokasi dana obat dan perbekalan kesehatan untuk unit pelayanan kesehatan dasar secara efektif dan efisien.
4
c. Terjaminnya ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan dasar. C.
Ruang Lingkup. Ruang lingkup pedoman teknis ini meliputi perencanaan dan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di lingkungan Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kab/Kota.
D.
Definisi 1.
Obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam
rangka
penetapan
diagnosis,
pencegahan,
penyembuhan pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi termasuk produk biologi 2.
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
3.
Instalasi farmasi adalah Unit Pengelola Obat atau Unit Pengelola Teknis yang mengelola obat dan perbekalan kesehatan di Provinsi atau Kabupaten/Kota.
4.
Buffer Stok Nasional adalah obat
dan perbekalan kesehatan
yang disediakan sebagai stok penyangga di tingkat nasional yang diprioritaskan untuk mengatasi kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan sektor publik, untuk kejadian luar biasa (KLB), bencana berskala nasional, serta untuk kebutuhan dari komponen
masyarakat
untuk
memperluas
jangkauan
dan
pemerataan pelayanan kesehatan.
5
5.
Buffer Stok Provinsi
adalah obat
dan perbekalan kesehatan
yang disediakan sebagai stok penyangga
di tingkat provinsi
yang diprioritaskan untuk mengatasi kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan sektor publik, untuk KLB dan bencana berskala provinsi. 6.
Buffer Stok Kabupaten/Kota adalah obat dan perbekalan kesehatan yang disediakan sebagai stok penyangga di tingkat kabupaten/kota
yang
diprioritaskan
untuk
mengatasi
kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan sektor publik, untuk KLB dan bencana berskala kabupaten/kota. 7.
Sisa Stok adalah jumlah sisa obat yang masih tersedia di unit pengelola obat pada akhir periode distribusi.
8.
Stok Awal Persediaan adalah sisa stok pada akhir bulan sebelumnya pada periode tertentu.
9.
Kekosongan Obat
adalah lamanya kekosongan obat dihitung
dalam hari. 10. Pemakaian Rata-Rata adalah jumlah pemakaian obat di unit pengelola obat dalam periode waktu tertentu dibagi jumlah unit waktu per-periode. Misalnya pemakaian rata-rata tahun 2007 adalah pemakaian obat dalam satu tahun dibagi 12 bulan. 11. Waktu Tunggu adalah waktu yang dihitung mulai dari permintaan obat oleh unit pengelola obat sampai dengan penerimaan obat.
II. PERENCANAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat dan perbekalan kesehatan.
6
Tujuan perencanaan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar (PKD) dibiayai melalui berbagai sumber anggaran. Berbagai sumber anggaran yang membiayai pengadaan obat dan perbekalan kesehatan tersebut antara lain : a. APBN : Program Kesehatan, Program Pelayanan Keluarga Miskin b. APBD I c. Dana Alokasi Umum (DAU)/APBD II d. Sumber-sumber lain. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, mutlak diperlukan koordinasi dan keterpaduan dalam hal perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, sehingga pembentukan tim perencanaan obat terpadu adalah merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan masalah obat di setiap kabupaten/kota. A. Manfaat Perencanaan Obat Terpadu. 1.
Menghindari tumpang tindih penggunaan anggaran.
2.
Keterpaduan dalam evaluasi, penggunaan dan perencanaan.
3.
Kesamaan persepsi antara pemakai obat dan penyedia anggaran.
4.
Estimasi kebutuhan obat lebih tepat.
5.
Koordinasi antara penyedia anggaran dan pemakai obat.
6.
Pemanfaatan dana pengadaan obat dapat lebih optimal.
B. Tim Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Terpadu. Tim Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Terpadu di Kabupaten/Kota dibentuk melalui Surat Keputusan Bupati/Walikota. 1.
Susunan Tim Teknis Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Terpadu Kabupaten/Kota.
7
Tim Perencanaan Terpadu terdiri dari : Ketua
: Kepala Bidang yang membawahi program kefarmasian di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Sekretaris
: Kepala Unit Pengelola Obat Kabupaten/Kota atau Kepala Seksi Farmasi yang menangani kefarmasian Dinas Kesehatan.
Anggota
2.
: Terdiri dari unsur-unsur unit terkait: 1)
Unsur Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota
2)
Unsur Program yang terkait di Dinkes Kab/Kota
3)
Unsur lainnya
Tugas dan Fungsi Tim Teknis Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Terpadu : a.
Ketua mengkoordinasikan kegiatan Tim Teknis Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Terpadu.
b.
Sekretaris mempersiapkan daftar perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan.
c.
Unsur Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota menyediakan informasi ketersediaan dana APBD yang dialokasikan untuk obat dan perbekalan kesehatan.
d.
Unsur
Pelaksana
Program
Kesehatan
di
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota memberikan informasi data atau target sasaran program kesehatan. 3.
Kegiatan Tim Perencanaan Obat Dan Perbekalan Kesehatan Terpadu. Tim perencanaan obat dan perbekalan kesehatan terpadu melaksanakan pertemuan-pertemuan sesuai kebutuhan masing-masing kabupaten/kota untuk membahas : a.
Evaluasi semua aspek pengadaan obat dan perbekalan kesehatan tahun sebelumnya.
8
b.
Evaluasi
dilakukan
terhadap
ketersediaan
anggaran,
jumlah
pengadaan dan sisa persediaan di kabupaten/kota. c.
Rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan kabupaten/kota didasarkan atas hasil estimasi kebutuhan obat untuk unit pelayanan kesehatan dasar dan program kesehatan untuk tahun berikutnya yang ditetapkan berdasarkan data yang disampaikan oleh unit pelayanan kesehatan.
d.
Rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan tersebut dibahas pada rapat tim untuk penyempurnaan perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan.
e.
Hasil rapat adalah disepakatinya jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan, serta jumlah kebutuhan dana untuk tahun anggaran yang akan dilaksanakan, sekaligus sebagai
masukan
dalam
Rakorbang
kabupaten/kota
untuk
mendapatkan pemecahan masalah mengenai kebutuhan dana. f.
Pertemuan terakhir dilaksanakan setelah gambaran alokasi dari berbagai sumber anggaran diketahui.
4.
Langkah-Langkah
Perencanaan
Obat
Dan
Perbekalan
Kesehatan
Terpadu, yaitu: a.
Penyusunan Rencana Kerja Operasional (Plan of Action). Agar kegiatan dalam perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan
dapat
dilaksanakan
sesuai
dengan
waktu
yang
ditetapkan, maka perlu ditetapkan jadwal kegiatan yang selanjutnya disajikan dalam Rencana Kerja Operasional (Plan of Action) untuk perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di kabupaten/kota.
9
b.
Penyusunan Rencana Kerja Operasional dengan jenis kegiatan dimulai dari persiapan Perencanaan, Pelaksanaan Perencanaan dan
Pengendalian
Perencanaan
yang
dilanjutkan
dengan
Penyusunan Rencana Kerja Operasional untuk pengadaan, juga dimulai dari Persiapan Pengadaan, Pelaksanaan Pengadaan dan Pengendalian Pengadaan dengan menggunakan (formulir 1), dan masing-masing kolom diisi : Kolom 1
: Nomor urut kegiatan.
Kolom 2
: Jenis kegiatan pokok yang akan dilaksanakan.
Kolom 3
: Uraian dari masing-masing kegiatan pokok.
Kolom 4
: Pelaksana/Penanggungjawab kegiatan.
Kolom 5
: Instansi terkait.
Kolom 6 s/d 17: Waktu pelaksanaan masing-masing kegiatan. c. C.
Melaksanakan perencanaan obat dan perbekalan kesehatan.
Proses Perencanaan Obat. Proses perencanaan pengadaan obat diawali dengan kompilasi data yang disampaikan Puskesmas kemudian oleh instalasi farmasi kabupaten/kota diolah menjadi
rencana
kebutuhan
obat
dengan
menggunakan
teknik-teknik
perhitungan tertentu. 1.
Tahap Pemilihan Obat. Fungsi pemilihan obat adalah untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan
sesuai
dengan
pola
penyakit.
Untuk
mendapatkan
perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi : a.
Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.
10
b.
Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari duplikasi dan
kesamaan jenis.
Apabila terdapat beberapa jenis
obat dengan indikasi yang sama dalam jumlah banyak, maka kita memilih
berdasarkan
Drug
of
Choice
dari
penyakit
yang
prevalensinya tinggi. c.
Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.
d.
Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan obat tunggal.
Kriteria pemilihan obat : Sebelum melakukan perencanaan obat perlu diperhatikan kriteria yang dipergunakan sebagai acuan dalam pemilihan obat, yaitu : a.
Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit.
b.
Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah.
c.
Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal.
d.
Obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun bioavailabilitasnya.
e.
Biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dan biaya yang baik.
f.
Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa maka pilihan diberikan kepada obat yang : • Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah. • Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan. • Stabilitas yang paling baik. • Paling mudah diperoleh.
11
g.
Harga terjangkau.
h.
Obat sedapat mungkin sediaan tunggal.
Untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi harus mempertimbangkan : a.
Kontra Indikasi.
b.
Peringatan dan Perhatian.
c.
Efek Samping.
d.
Stabilitas.
Pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku. 2.
Tahap Kompilasi Pemakaian Obat. Kompilasi pemakaian obat adalah rekapitulasi data pemakaian obat di unit pelayanan kesehatan, yang bersumber dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Contoh Formulir LPLPO (Formulir 2 ). Kompilasi pemakaian obat dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung stok optimum. Informasi yang diperoleh adalah : a. Pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan kesehatan/puskesmas pertahun. b. Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas. c. Pemakaian
rata-rata
untuk
setiap
jenis
obat
untuk
tingkat
Kabupaten/Kota secara periodik.
12
Kegiatan yang harus dilakukan : Pengisian formulir kompilasi pemakaian obat (formulir 3) dengan cara: Jenis obat
:
Nama obat disertai kekuatan dan jenis preparatnya. Contoh : Amoksisillin 500 mg kaplet.
Kolom 1
:
Nomor urut unit pelayanan kesehatan dalam daftar
Kolom 2
:
Nama unit pelayanan kesehatan yang dilayani oleh Unit Pengelola Obat Kab/Kota.
Kolom 3 s/d 14
:
Data pemakaian obat bersangkutan di masingmasing unit pelayanan kesehatan (UPK) termasuk perhitungan untuk menutup kekosongan obat di tingkat unit pelayanan kesehatan. Data diperoleh dari kolom pemakaian (7) dari formulir LPLPO yang dilaporkan oleh unit pelayanan kesehatan.
Kolom 15
:
Jumlah kolom (3) sampai dengan kolom (14).
Kolom 16
:
Data pemakaian rata-rata obat per-bulan (kolom 15 dibagi dengan 12).
Kolom 17
:
Persentase masing-masing kolom (15) terhadap total kolom (15), dilakukan pada akhir tahun.
Baris lain-lain
:
Digunakan untuk mencatat pemakaian obat diluar keperluan distribusi rutin ke masing-masing UPK.
13
Hal
ini
mencakup
pengeluaran
obat
untuk
memenuhi keperluan kegiatan sosial oleh sektor lain, misalnya : kejadian luar biasa (KLB), bencana alam, dll. 3.
Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat. Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tepat. Perhitungan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas. a. Metode Konsumsi Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan halhal sebagai berikut : 1).
Pengumpulan dan pengolahan data.
2).
Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
3).
Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
4).
Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.
Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan, perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelumnya atau lebih. Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode konsumsi: 1).
Daftar obat.
2).
Stok awal.
3).
Penerimaan.
4).
Pengeluaran.
5).
Sisa stok.
6).
Obat hilang/rusak, kadaluarsa.
14
7).
Kekosongan obat.
8).
Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun.
9).
Waktu tunggu.
10). Stok pengaman. 11). Perkembangan pola kunjungan. Contoh perhitungan dengan Metode Konsumsi : Selama tahun 2007 (Januari – Desember) pemakaian parasetamol tablet sebanyak 2.500.000 tablet untuk pemakaian selama 10 (sepuluh) bulan. Pernah terjadi kekosongan selama 2 (dua) bulan. Sisa stok per 31 Desember 2007 adalah 100.000 tablet. a. Pemakaian rata-rata Parasetamol tablet perbulan tahun 2007 adalah 2.500.000 tablet / 10 ═ 250.000 tablet. b. Pemakaian Parasetamol tahun 2007 (12 bulan) = 250.000 tablet x 12 = 3.000.000 tablet. c. Pada umumnya stok pengaman berkisar antara 10% - 20% (termasuk
untuk
mengantisipasi
kemungkinan
kenaikan
kunjungan). Misalkan berdasarkan evaluasi data diperkirakan 20% = 20% x 3.000.000 tablet = 600.000 tablet. d. Pada umumnya waktu tunggu berkisar antara 3 s/d 6 bulan. Misalkan leadtime diperkirakan 3 bulan = 3 x 250.000 tablet = 750.000 tablet. e. Kebutuhan Parasetamol tahun 2007 adalah = b + c + d, yaitu : 3.000.000 tablet + 600.000 tablet + 750.000 tablet
=
4.350.000 tablet. f. Rencana pengadaan Parasetamol untuk tahun 2008 adalah: hasil perhitungan kebutuhan (e) – sisa stok = 4.350.000 tablet – 100.000 tablet = 4.250.000 tablet = 4250 kaleng/botol @ 1000 tablet.
15
Rumus : A = Rencana pengadaan B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan A = ( B+C+D) - E
C = Stok pengaman 10 % – 20 % D = Waktu tunggu 3 – 6 bulan E = Sisa stok
b. Metode Morbiditas. Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola
penyakit.
Faktor-faktor
yang
perlu
diperhatikan
adalah
perkembangan pola penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman. Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah : 1).
Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur - penyakit. Kegiatan yang harus dilakukan : Pengisian (formulir 4) terlampir dengan masing-masing kolom diisi: Kolom 1
: Nomor urut.
Kolom 2
: Nomor kode penyakit.
Kolom 3
: Nama jenis penyakit diurutkan dari atas dengan jumlah paling besar.
2).
Kolom 4
: Jumlah penderita anak dibawah 5 tahun.
Kolom 5
: Jumlah penderita dewasa.
Kolom 6
: Jumlah total penderita anak dan dewasa.
Menyiapkan data populasi penduduk. Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara : •
0 s/d 4 tahun.
•
5 s/d 14 tahun.
16
3).
•
15 s/d 44 tahun.
•
≥ 45 tahun.
Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
4).
Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
5).
Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada.
6).
Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan datang
Contoh perhitungan Metode Morbiditas : 1).
Menghitung masing-masing obat yang diperlukan per penyakit. Sebagai contoh pada pedoman pengobatan untuk penyakit diare akut pada orang dewasa dan anak-anak digunakan obat oralit dengan perhitungan sebagai berikut :
Anak-anak : Satu episode diperlukan 15 (lima belas) bungkus oralit @ 200 ml. Jumlah episode 18.000 kasus. Maka jumlah oralit yang diperlukan = 18.000 x 15 bungkus
=
270.000
bungkus @ 200 ml.
Dewasa : Satu episode diperlukan 6 (enam) bungkus oralit @ 1 liter. Jumlah episode 10,800 kasus. Maka jumlah oralit yang diperlukan = 10.800 x 6 bungkus = 64.800 bungkus @ 1000 ml / 1 liter
17
2).
Pengelompokan dan penjumlahan masing-masing obat (hasil langkah a). Sebagai contoh : Tetrasiklin kapsul 250 mg digunakan pada berbagai kasus penyakit. Berdasarkan langkah pada butir a, diperoleh obat untuk :
4.
Kolera diperlukan
= 3.000 kapsul
Disentri diperlukan
= 5.000 kapsul
Amubiasis diperlukan
= 1.000 kapsul
Infeksi saluran kemih
= 2.000 kapsul
Penyakit kulit diperlukan
=
Jumlah Tetrasiklin diperlukan
= 11.500 kapsul
500 kapsul
Tahap Proyeksi Kebutuhan Obat Proyeksi Kebutuhan Obat adalah perhitungan kebutuhan obat secara komprehensif dengan mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah sisa stok pada periode yang masih berjalan dari berbagai sumber anggaran. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah : a.
Menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang. Stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu dengan
estimasi
pemakaian
rata-rata/bulan
ditambah
stok
pengaman. b.
Menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan obat periode tahun yang akan datang. Perkiraan kebutuhan pengadaan obat
tahun
yang akan datang dapat dirumuskan sebagai berikut : a=b+c+d–e-f a = Perkiraan kebutuhan pengadaan obat
tahun
yang akan
datang.
18
b = Kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan untuk sisa periode
berjalan
(sesuai
tahun
anggaran
yang
bersangkutan). c
= Kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang.
d = Perkiraan stok akhir tahun (waktu tunggu dan stok pengaman). e = Stok awal periode berjalan atau sisa stok per 31 Desember tahun sebelumnya di unit pengelola obat. f
= Rencana penerimaan obat pada periode berjalan (Januari s/d Desember ).
c.
Menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan cara : 1).
Melakukan analisis ABC – VEN.
2).
Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia.
d.
Pengalokasian kebutuhan obat
berdasarkan sumber anggaran
dengan melakukan kegiatan : 1).
Menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing-masing obat berdasarkan sumber anggaran.
2).
Menghitung persentase belanja untuk masing-masing obat terhadap masing-masing sumber anggaran.
3).
Menghitung
persentase
anggaran
masing-masing
obat
terhadap total anggaran dari semua sumber. e.
Mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan obat, dengan menggunakan formulir lembar kerja perencanaan pengadaan obat ( formulir 5 ) maka masing-masing kolom diisi :
Kolom 1
:
Kolom 2
:
Kolom 3
:
Kolom 4
:
Nomor urut obat dan perbekalan kesehatan dalam daftar Nama obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan daftar Satuan kemasan masing-masing obat dan perbekalan kesehatan Jenis Kemasan masing-masing obat dan perbekalan kesehatan
19
Kolom 5
:
Kolom 6
:
Kolom 7
:
Stok awal pada 1 Januari (hasil perhitungan sisa stok per 31 Desember) di semua sumber Stok awal di seluruh Puskesmas pada 1 Januari (hasil perhitungan sisa stok per 31 Desember) Jumlah kolom 5 + kolom 6
Kolom 8
:
Jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang akan masuk ke instalasi farmasi yang berasal dari sumber anggaran APBD
Kolom 9
:
Jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang akan masuk ke instalasi farmasi yang berasal dari anggaran obat Askes
Kolom 10
:
Jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang akan masuk ke Instalasi Farmasi yang berasal dari anggaran obat Program
Kolom 11
:
Jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang akan masuk ke Instalasi Farmasi yang berasal dari anggaran PKPS
Kolom 12
:
Jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang akan masuk ke Instalasi Farmasi yang berasal dari anggaran lain-lain
Kolom 13
:
Jumlah kolom 8 hingga 12
Kolom 14
:
Jumlah persediaan obat dan perbekalan kesehatan Instalasi Farmasi pada periode yang
berjalan
yang
merupakan
penjumlahan dari kolom 8 sampai dengan kolom 12 Kolom 15
:
Jumlah pemakaian rata-rata masing-masing obat dan perbekalan kesehatan di seluruh Instalasi Farmasi setiap bulan
Kolom 16
:
Ketersediaan obat = hasil pembagian kolom 14 dengan kolom 15
Kolom 17
:
Jumlah
total
kebutuhan
obat
dan
perbekalan kesehatan periode akan datang yang merupakan hasil perkalian kolom 14
20
dengan koefisien tertentu misalnya 18 (Untuk 18 Bulan) Kolom 18
:
Alokasi
jumlah
kesehatan
obat
dan
yang
perbekalan
pengadaannya
menggunakan anggaran APBD Kolom 19
:
Alokasi
jumlah
kesehatan
obat
dan
yang
perbekalan
pengadaannya
menggunakan anggaran Askes Kolom 20
:
Alokasi
jumlah
kesehatan
obat
dan
yang
perbekalan
pengadaannya
menggunakan anggaran Program Kolom 21
:
Alokasi
jumlah
obat
dan
kesehatan
yang
menggunakan
anggaran
perbekalan
pengadaannya Buffer
stok
Nasional Kolom 22
:
Alokasi
jumlah
kesehatan
obat
dan
yang
perbekalan
pengadaannya
menggunakan anggaran lain-lain Kolom 23
:
Jumlah pengadaan obat dan perbekalan kesehatan yang angkanya didapat dari hasil penambahan kolom 18 sampai dengan kolom 22
Kolom 24
:
Harga obat dan perbekalan kesehatan per kemasan untuk masing-masing obat dan perbekalan kesehatan yang datanya diambil dari Daftar Harga Obat PKD atau Obat Program Kesehatan tahun berjalan
Kolom 25
:
Total harga yang merupakan perkalian antara kolom 18 dengan 24
Kolom 26
:
Total harga yang merupakan perkalian antara kolom 19 dengan kolom 24
Kolom 27
:
Total harga yang merupakan perkalian antara kolom 20 dengan 24
Kolom 28
:
Total harga yang merupakan perkalian
21
antara kolom 21 dengan kolom 24 Kolom 29
:
Total
harga
merupakan
pengadaan
perkalian
antara
obat
yang
kolom
22
sampai dengan kolom 24 Kolom 30
:
Total
harga
pengadaan
obat
yang
merupakan penjumlahan kolom 25 sampai 29
5.
Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat. Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara : a.
Analisa ABC. Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif sejumlah kecil item.
Sebagai contoh, dari
pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis/item obat menggunakan dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu : Kelompok A : Adalah
kelompok
jenis
obat
yang
jumlah
nilai
rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan. Kelompok B : Adalah
kelompok
jenis
obat
yang
jumlah
nilai
rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%. 22
Kelompok C : Adalah
kelompok
jenis
obat
yang
jumlah
nilai
rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan. Langkah-Langkah menentukan kelompok A, B dan C. 1).
Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara mengalikan kuantum obat dengan harga obat
2).
Tentukan rankingnya mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil
b.
3).
Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan
4).
Hitung kumulasi persennya
5).
Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%
6).
Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% s/d 90%
7).
Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi > 90% s/d 100%
Analisa VEN. Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut : Kelompok V : Adalah kelompok obat yang vital, yang termasuk dalam kelompok ini antara lain :
Obat penyelamat (life saving drugs).
Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin, dll).
Obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.
23
Kelompok E : Adalah kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit. Kelompok N : Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan. Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk : a.
Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia. Obat-obatan yang perlu ditambah atau dikurangi
dapat
didasarkan
atas
pengelompokan
obat
menurut VEN. b.
Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria penentuan VEN. Kriteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah.
Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek antara lain: •
Klinis
•
Konsumsi
•
Target kondisi
•
Biaya
Langkah-langkah menentukan VEN •
Menyusun kriteria menentukan VEN
•
Menyediakan data pola penyakit
•
Merujuk pada pedoman pengobatan
24
D.
Proses Perencanaan Perbekalan Kesehatan. Proses
perencanaan
pengadaan
perbekalan
kesehatan
diawali
dengan
kompilasi data yang disampaikan Puskesmas kemudian oleh Instalasi Farmasi kabupaten/kota diolah menjadi rencana kebutuhan perbekalan kesehatan dengan menggunakan teknik-teknik perhitungan. 1.
Tahap Pemilihan Perbekalan Kesehatan. Fungsi pemilihan perbekalan kesehatan adalah untuk menentukan perbekalan kesehatan yang benar-benar diperlukan sesuai dengan kebutuhan
dan
dapat
melindungi
masyarakat
dari
bahaya
yang
disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat dan atau yang tidak memenuhi persyaratan mutu manfaat dan keamanan. a.
Perbekalan kesehatan dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik dan membantu fungsi pencapaian efek terapi.
b.
Perbekalan kesehatan yang digunakan sesuai dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi.
Kriteria pemilihan perbekalan kesehatan : Kriteria yang dipergunakan sebagai acuan dalam pemilihan perbekalan kesehatan adalah memenuhi persyaratan mutu manfaat dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Farmakope Indonesia, Standar Nasional Indonesia (SNI), dan standar lain yang ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku. a.
Perbekalan
kesehatan
memiliki
keamanan
dan
membantu
pengobatan yang didukung dengan bukti ilmiah. b.
Perbekalan kesehatan memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal.
c.
Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki manfaat yang serupa maka pilihan diberikan kepada perbekalan kesehatan yang :
25
•
Kemanfaatannya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah.
•
Kualitas
dan
stabilitas
perbekalan
kesehatan
setelah
diedarkan yang paling baik. •
Telah terregistrasi.
•
Paling mudah diperoleh.
•
Harga terjangkau. Pemilihan perbekalan kesehatan berpedoman pada daftar dan harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku.
2.
Tahap Kompilasi Pemakaian Perbekalan Kesehatan. Kompilasi pemakaian perbekalan kesehatan adalah rekapitulasi data pemakaian perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan yang bersumber dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Kompilasi pemakaian perbekalan kesehatan dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung stok optimum. Informasi yang diperoleh adalah : a.
Pemakaian tiap jenis perbekalan kesehatan pada masing-masing unit pelayanan kesehatan/puskesmas pertahun.
b.
Persentase pemakaian tiap jenis perbekalan kesehatan terhadap total
pemakaian
setahun
seluruh
unit
pelayanan
kesehatan/puskesmas. c.
Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis perbekalan kesehatan untuk tingkat Kabupaten/Kota secara periodik.
Pengisian formulir kompilasi pemakaian perbekalan kesehatan dengan cara seperti pada formulir kompilasi pemakaian obat (formulir 3).
26
3.
Tahap Perhitungan Kebutuhan Perbekalan Kesehatan. Perencanaan
kebutuhan
perbekalan
kesehatan
perlu
dilakukan
perhitungan secara tepat. Perhitungan kebutuhan perbekalan kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi. Metode Konsumsi Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi perbekalan kesehatan tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1).
Pengumpulan dan pengolahan data.
2).
Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
3).
Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan kesehatan perbekalan kesehatan.
4).
Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan kesehatan dengan alokasi dana.
Untuk
memperoleh
data
kebutuhan
perbekalan
kesehatan
yang
mendekati ketepatan, perlu dilakukan analisa trend pemakaian perbekalan kesehatan 3 (tiga) tahun sebelumnya atau lebih. Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode konsumsi : 1).
Daftar perbekalan kesehatan
2).
Stok awal
3).
Penerimaan
4).
Pengeluaran
5).
Sisa stok
6).
Perbekalan kesehatan hilang/rusak, kadaluarsa
7).
Kekosongan perbekalan kesehatan
8).
Pemakaian rata-rata/pergerakan perbekalan kesehatan pertahun
27
9).
Waktu tunggu
10). Stok pengaman 11). Perkembangan pola kunjungan Contoh perhitungan dengan Metode Konsumsi : Selama tahun 2007 (Januari – Desember) pemakaian perbekalan kesehatan (alat suntik 1 ml) sebanyak 2.500.000 pcs untuk pemakaian selama 10 (sepuluh) bulan. Pernah terjadi kekosongan selama 2 (dua) bulan. Sisa stok per 31 Desember 2007 adalah 100.000 pcs. 1) Pemakaian rata-rata perbekalan kesehatan perbulan tahun 2007 adalah: 2.500.000 pcs / 10 ═ 250.000 pcs.. 2) Pemakaian Perbekalan kesehatan tahun 2007 (12 bulan) = 250.000 pcs x 12 = 3.000.000 pcs. 3) Pada umumnya stok pengaman berkisar antara 10% - 20% (termasuk untuk mengantisipasi kemungkinan kenaikan kunjungan). Misalkan berdasarkan evaluasi data diperkirakan 20% = 20% x 3.000.000 pcs. = 600.000 pcs,. 4) Pada umumnya waktu tunggu berkisar antara 3 s/d 6 bulan. Misalkan leadtime diperkirakan 3 bulan = 3 x 250.000 pcs. = 750.000 pcs. 5) Kebutuhan perbekalan kesehatan tahun 2007 adalah = b + c + d, yaitu : 3.000.000 pcs. + 600.000 pcs.+ 750.000 pcs. = 4.350.000 pcs. Rencana pengadaan Perbekalan kesehatan untuk tahun 2008 adalah: hasil perhitungan kebutuhan (e) – sisa stok = 4.350.000 pcs – 100.000 pcs = 4.250.000 pcs = 4250 pcs/dos @ 1000 pcs.
28
Rumus A = Rencana pengadaan A = ( B+C+D) - E
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan C = Stok pengaman 10 – 20 % D = Waktu tunggu 3 – 6 bulan E = Sisa stok
4.
Tahap Proyeksi Kebutuhan Perbekalan Kesehatan. Proyeksi
Kebutuhan
kebutuhan
perbekalan
Perbekalan kesehatan
Kesehatan secara
adalah
perhitungan
komprehensif
dengan
mempertimbangkan data pemakaian perbekalan kesehatan dan jumlah sisa stok pada periode yang masih berjalan dari berbagai sumber anggaran. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah : a).
Menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang. Stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu dengan
estimasi
pemakaian
rata-rata/bulan
ditambah
stok
pengaman. b).
Menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan perbekalan kesehatan periode tahun yang akan datang. Perkiraan kebutuhan pengadaan perbekalan kesehatan tahun yang akan datang dapat dirumuskan sebagai berikut:
a=b+c+d–e-f a
= Perkiraan kebutuhan pengadaan
perbekalan kesehatan
tahun yang akan datang b
= Kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan untuk sisa periode
berjalan
(sesuai
tahun
anggaran
yang
bersangkutan) c
=
Kebutuhan perbekalan kesehatan untuk tahun yang akan datang
29
d e
= Perkiraan stok akhir tahun (waktu tunggu dan stok pengaman) = Stok awal periode berjalan atau sisa stok per 31 Desember tahun sebelumnya di unit pengelola perbekalan kesehatan.
f
= Rencana penerimaan perbekalan kesehatan pada periode berjalan ( Januari s/d Desember )
c).
Menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan perbekalan kesehatan dengan cara: 1)
Melakukan analisis ABC.
2)
Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia.
d).
Pengalokasian
kebutuhan
perbekalan
kesehatan
berdasarkan
sumber anggaran dengan melakukan kegiatan : 1)
Menetapkan
kebutuhan
anggaran
untuk
masing-masing
perbekalan kesehatan berdasarkan sumber anggaran. 2)
Menghitung perbekalan
persentase kesehatan
belanja terhadap
untuk
masing-masing
masing-masing
sumber
anggaran. 3)
Menghitung persentase anggaran masing-masing perbekalan kesehatan terhadap total anggaran dari semua sumber.
e).
Mengisi
lembar
kesehatan,
kerja
dengan
perencanaan menggunakan
pengadaan formulir
perbekalan
lembar
kerja
perencanaan pengadaan perbekalan kesehatan dan masing-masing kolom diisi mengacu pada formulir lembar kerja perencanaan pengadaan obat (Formulir 5).
30
5.
Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Perbekalan Kesehatan. Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan perbekalan kesehatan dengan jumlah dana yang tersedia maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis perbekalan kesehatan dan jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan perbekalan kesehatan tahun yang akan datang. Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan perbekalan kesehatan adalah dengan cara : a.
Analisa ABC. Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan perbekalan kesehatan, yang paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh,
dari
pengamatan
terhadap
pengadaan
perbekalan
kesehatan dijumpai bahwa sebagian besar dana perbekalan kesehatan (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item perbekalan kesehatan yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya
sekitar
90%
jenis/item
perbekalan
kesehatan
menggunakan dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item perbekalan kesehatan berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu: Kelompok A : Adalah kelompok jenis perbekalan kesehatan yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana perbekalan kesehatan keseluruhan.
31
Kelompok B : Adalah kelompok jenis perbekalan kesehatan yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%. Kelompok C : Adalah kelompok jenis perbekalan kesehatan
yang jumlah nilai
rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana perbekalan kesehatan keseluruhan. Langkah-Langkah menentukan kelompok A, B dan C : 1)
Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing perbekalan kesehatan dengan cara mengalikan kuantum perbekalan kesehatan dengan harga perbekalan kesehatan.
2)
Tentukan rankingnya mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil.
3)
Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
4)
Hitung kumulasi persennya.
5)
Perbekalan kesehatan kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%.
6)
Perbekalan kesehatan kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% s/d 90%.
7)
Perbekalan kesehatan kelompok C termasuk dalam kumulasi > 90% s/d 100%.
III. PENGADAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN Pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan APBN/APBD dapat dilaksanakan dengan efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.
32
Penunjukan langsung adalah salah satu metode pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah, disamping beberapa metode pengadaan barang/jasa, yaitu : lelang, pemilihan langsung, maupun swakelola. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2007 bahwa pekerjaan pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan dalam rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dimasukkan kedalam kriteria barang/jasa khusus. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa khusus dapat dilakukan dengan metode
penunjukan
langsung. Tujuan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan adalah : 1. Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan. 2. Mutu obat dan perbekalan kesehatan terjamin. 3. Obat dan perbekalan kesehatan dapat diperoleh pada saat diperlukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat perbekalan kesehatan adalah : 1. Kriteria obat dan perbekalan kesehatan 2. Persyaratan pemasok 3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat 4. Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan 5. Pemantauan status pesanan
33
A. Kriteria Obat dan Perbekalan Kesehatan. 1. Kriteria Umum. a.
Obat termasuk dalam daftar obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD), obat
program kesehatan,
obat generik yang tercantum
dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku. b.
Obat dan perbekalan kesehatan telah memiliki izin edar atau Nomor Registrasi dari Departemen Kesehatan RI/Badan POM.
c.
Batas kadaluwarsa obat dan perbekalan kesehatan pada saat diterima oleh panitia penerimaan minimal 24 (dua puluh empat) bulan.
d.
Khusus untuk vaksin dan preparat biologis ketentuan kadaluwarsa diatur tersendiri.
e.
Obat dan perbekalan kesehatan memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang sesuai dengan Nomor Batch masing-masing produk.
f.
Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki
Sertifikat
CPOB untuk masing-masing jenis sediaan yang dibutuhkan. 2. Kriteria mutu obat dan perbekalan kesehatan. Mutu
dari
obat
dan
perbekalan
kesehatan
harus
dapat
dipertanggungjawabkan. Kriteria mutu obat dan perbekalan kesehatan adalah sebagai berikut : a.
Persyaratan mutu obat dan perbekalan kesehatan harus sesuai dengan persyaratan mutu yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir dan persyaratan lain sesuai peraturan yang berlaku.
b.
Industri Farmasi bertanggungjawab terhadap mutu obat hasil produksinya. melalui pemeriksaan mutu (Quality Control)
yang
dilakukan oleh Industri Farmasi.
34
B. Persyaratan Pemasok. Pemilihan pemasok adalah penting karena dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas obat dan perbekalan kesehatan. Persyaratan pemasok antara lain : 1. Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi ( PBF ) yang masih berlaku. Pedagang Besar Farmasi terdiri
pusat maupun cabang. Izin Pedagang
Besar Farmasi pusat dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan sedangkan izin untuk Pedagang Besar Farmasi Cabang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi. 2. Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi yang memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) bagi masing-masing jenis sediaan obat yang dibutuhkan. 3. Pedagang Besar Farmasi harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat, misalnya dalam pelaksanaan kerjanya tepat waktu. 4. Pemilik dan atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggungjawab Pedagang Besar Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan dengan profesi kefarmasian. 5. Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa kontrak. C. Penilaian Dokumen Data Teknis. Penilaian dokumen data teknis antara lain : 1.
Surat Ijin Edar (Nomor Registrasi) tiap produk yang ditawarkan. Penilaian didasarkan atas kebenaran dan keabsahan Surat Ijin Edar (Nomor Registrasi).
2.
Sertifikat CPOB untuk tiap bentuk masing-masing jenis sediaan yang ditawarkan. (Fotokopi yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang dari Industri Farmasi).
35
3.
Surat Dukungan dari Industri Farmasi untuk obat yang diproduksi dalam negeri yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Industri farmasi (asli).
4.
Surat Dukungan dari sole agent untuk obat yang tidak diproduksi di dalam negeri yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari sole agent tersebut (asli).
5.
Surat pernyataan bersedia menyediakan obat dengan masa kadaluarsa minimal 24 (dua puluh empat) bulan sejak diterima oleh panitia penerimaan.
6.
Surat Keterangan (referensi) pekerjaan dari Instansi Pemerintah/swasta untuk pengadaan obat.
D. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat dan perbekalan kesehatan. Waktu pengadaan dan kedatangan obat dari berbagai sumber anggaran perlu ditetapkan berdasarkan hasil analisa dari data: 1. Sisa stok dengan memperhatikan waktu (tingkat kecukupan obat dan perbekalan kesehatan). 2. Jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran. 3. Kapasitas sarana penyimpanan. 4. Waktu tunggu. E. Pemantauan status pesanan. Pemantauan status pesanan bertujuan untuk : 1.
Mempercepat pengiriman sehingga efisiensi dapat ditingkatkan.
2.
Pemantauan dapat dilakukan berdasarkan kepada sistem VEN.
3.
Petugas Instalasi Farmasi memantau status pesanan secara berkala.
4.
Pemantauan
dan
evaluasi
pesanan
harus
dilakukan
dengan
memperhatikan :
36
•
Nama obat
•
Satuan kemasan
•
Jumlah obat diadakan
•
Obat yang sudah diterima
•
Obat yang belum diterima
F. Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan. Penerimaan dan pemeriksaan merupakan salah satu kegiatan pengadaan agar obat yang diterima sesuai dengan jenis, jumlah dan mutunya berdasarkan dokumen yang menyertainya dilakukan oleh panitia penerima yang salah satu anggotanya adalah tenaga farmasi. Pemeriksaan mutu obat dilakukan secara organoleptik, khusus pemeriksaan label dan kemasan perlu dilakukan pencatatan terhadap tanggal kadaluarsa, nomor registrasi dan nomor batch terhadap obat yang diterima. Pemeriksaan mutu obat secara organoleptik dilakukan meliputi: Tablet
: - kemasan dan label - bentuk fisik (keutuhan, basah, lengket) - warna, bau dan rasa
Tablet salut
: - warna, bau dan rasa - bentuk fisik (keutuhan, basah, lengket) - kemasan dan label
Cairan
: - warna, bau - kejernihan, homogenitas - kemasan dan label
Salep
: - warna, konsistensi - homogenitas - kemasan dan label
Injeksi
: - warna - kejernihan untuk larutan injeksi - homogenitas untuk serbuk injeksi
37
- kemasan dan label Sirup kering
: - warna, bau, penggumpalan - kemasan dan label
Suppositoria
: - warna - konsistensi - kemasan dan label
Bila terjadi keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan pemeriksaan mutu di Laboratorium yang ditunjuk pada saat pengadaan dan merupakan tanggung jawab pemasok yang menyediakan.
IV. PENUTUP Pedoman teknis perencanaan dan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman teknis pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1412/Menkes/SK/XI/2002. Pedoman Teknis ini diharapkan dapat bermanfaat dalam membantu perencanaan dan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar di tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
MENTERI KESEHATAN,
Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp. JP (K)
38