Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia
PAKET KEBIJAKAN EKONOMI
Pekanbaru, 4 Desember 2015
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN NASIONAL Pertumbuhan Ekonomi (%)
Indeks Harga Konsumen (IHK) 2014 - Juni 2015 (2012=100)
7 6.3
122.00 120.00 118.00 116.00 114.00 112.00 110.00 108.00 106.00 104.00
6.4
6.5
6.11 5.81
5.72
6
6.17
20,14%
6.02
5.5 5.62
5.22 5.01 5.01
Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), 2014 - Juni 2015
5 5.12
125
4.72
4.5
120
4.67
115 110
4
105
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 2012 2012 2012 2012 2013 2013 2013 2013 2014 2014 2014 2014 2015 2015
Sumber: BPS
100
7% Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Ekonomi Indonesia Q-II/2015 tumbuh 4.67%, melambat dibanding capaian Q-II/2014 yang tumbuh 5.03% dan QI/2015 yang tumbuh 4.72%. Konsumsi rumah tangga Q-I/2015 tumbuh 4,70% yoy, Q-II/2015 tumbuh 4,97% yoy, menurun dibandingkan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan 5,3% tahun 2014. Padahal porsi kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB sebesar 55%, sehingga menjadi mesin penggerak perekonomian nasional.
2
MENURUNNYA PERANAN EKSPOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI Ekspor menurun relatif tajam selama SI/2015 sebesar -11,86% (yoy) Surplus perdagangan pada SI/2015 sebesar USD 4,35 Milyar atau meningkat 485,34% (yoy) disebabkan oleh tingginya penurunan impor pada periode yang sama sebesar -17,81% (yoy). Ekspor : tidak berperan banyak dalam surplus perdagangan, bahkan trend neraca perdagangan non migas selama 2010-2014 adalah -21,17%. tidak berperan dalam meningkatkan volume perdagangan karena trend volume perdagangan sebesar 3,53% lebih banyak dikontribusi oleh trend impor sebesar 6,14%. Share volume perdagangan Indonesia sejak dulu masih rata-rata 1% dari volume perdagangan dunia. Rasio Ekspor Non Migas Terhadap PDB Indonesia (%) 32.10
2004
34.10
2005
31.00
2006
29.40
2007
29.80
24.14
2008
2009
24.58
2010
26.36
2011
24.59
2012
23.98
2013
23,78
2014
Sumber Data: BPS diolah Kemenko Perekonomian
3
PERTUMBUHAN KONSUMSI PEMERINTAH, RUMAH TANGGA, DAN PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO 20.0%
15.0%
RATA-RATA SHARE TERHADAP PDB Konsumsi 8.8% Pemerintah Konsumsi 55.5% Rumah Tangga PMTB 32.1% RATA-RATA PERTUMBUHAN PDB 5.5%
10.0%
5.0%
0.0%
-5.0%
QQQQQQQQQQQQQQI/2012 II/2012 III/2012 IV/2012 I/2013 II/2013 III/2013 IV/2013 I/2014 II/2014 III/2014 IV/2014 I/2015 II/2015 Konsumsi Pemerintah 7.7% 16.8% -2.0% -0.1% 3.0% 3.2% 12.4% 7.9% 6.1% -1.5% 1.3% 2.8% 2.2% 2.3% PMTB 7.0% 10.1% 9.5% 9.8% 7.9% 5.5% 6.0% 2.1% 4.7% 3.7% 3.9% 4.3% 4.3% 3.6% Konsumsi RT 12.0% 13.0% 12.1% 10.8% 11.8% 10.9% 12.9% 13.2% 11.9% 11.7% 8.9% 9.4% 7.9% 8.4%
Selama S-I/2015 pertumbuhan konsumsi Rumah Tangga dan PMTB mengalami penurunan. Sumber Data: BPS diolah Kemenko Perekonomian
4
PELUANG INDONESIA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN GLOBAL Pertumbuhan ekonomi global masih melambat meskipun ekonomi USA telah pulih, namun beberapa negara maju tahun 2016 akan tumbuh mendekati rata-rata pertumbuhannya dalam 10 tahun terakhir. Dalam Q-II/2015, pertumbuhan ekonomi Jepang mengalami peningkatan menjadi 0.7% dari sebelumnya 0.8% sedangkan untuk Tiongkok tetap 7% dan Amerika Turun menjadi 2.7% dari sebelumnya 2.9%. Unemployment rate Q-II/2015, Tiongkok dan Amerika masing – masing menurun menjadi 4.04% dan 5.3% dan Jepang tetap 3.5%. Pemulihan ekonomi global kedepan menjadi peluang bagi ekspansi ekonomi Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi negara berkembang utama berada di bawah rata-rata angka pertumbuhan 10 tahun terakhir Meskipun proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional terkoreksi sebesar 4,7% tahun 2015, turun dari proyeksi sebelumnya 5,2% karena pertumbuhan output riil melambat menjadi 4,7% yoy pada Q-I/2015 dan 4,67% pada QII/2015 (laju pertumbuhan paling lambat sejak 2009) Diperkirakan pertumbuhan tahun 2015 dapat mencapai 4,9% - 5%, dan apabila kebijakan deregulasi cepat efektif maka pertubuhan mulai tahun 2016 akan meningkat signifikan
5
I
RESPON TERHADAP PERLAMBATAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DEPRESIASI RUPIAH I.
Mengembangkan Ekonomi Makro yang Kondusif 1. Stabilisasi Fiskal dan Moneter (termasuk Pengendalian Inflasi) 2. Percepatan Belanja 3. Penguatan Neraca Pembayaran
II.
Menggerakkan Ekonomi Nasional (Sektor Rill) 1. Mendorong Daya Saing Industri Nasional (Deregulasi, Debirokratisasi, Kepastian hukum, dan Insentif) 2. Mempercepat Proyek Strategis Nasional 3. Meningkatkan Investasi di Sektor Properti 4. Percepatan Pencairan Dana Desa 5. Memperluas kesempatan berusaha
III. Melindungi Masyarakat Berpendapatan Rendah dan Jaminan Sosial 1. Stabilisasi Harga Pangan 2. Penambahan Rastera 13 dan 14 3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat (jaminan peningkatan pengupahan, perumahan murah, kartu pintar, kartu sehat dsb)
6
SASARAN KEBIJAKAN EKONOMI: PENINGKATAN KETAHANAN DAN KEKUATAN EKONOMI NASIONAL
Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi
Peningkatan Daya Beli Masyarakat
Peningkatan Daya Saing Industri dan Perluasan Basis Produksi Nasional
Peningkatan Ekspor
I
7
KEBIJAKAN EKONOMI TAHAP I – 9 SEPTEMBER 2015:
I.1
Mendorong Daya Saing Industri Nasional (Deregulasi, Debirokratisasi, Insentif Fiskal) 1. Tujuan: Kebijakan Deregulasi ini diarahkan untuk mendorong daya saing industri, dengan a. Pemulihan Efisiensi: •
Memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri/utilisasi kapasitas industri,
•
Menghilangkan distorsi industri akibat beban regulasi dan birokrasi bagi industri, seperti: mempermudah pengadaan bahan baku hasil pertanian, perikanan, perkebunan, dan pertambangan; menghilangkan kewajiban pendaftaran produk jadi; uji teknik produkjadi; mendorong perluasan kegiatan industri baru melalui pengembangan kawasan industri; kemudahan investasi sektor industri; memperlancar pengadaan impor komponen/kelengkapan untuk keperluan ekspor industri; menghilangkan duplikasi pemeriksaan fisik untuk kelancaran ekspor dan distribusi produk industri, dsb;
b. Penyelesaian Kesenjangan Daya Saing: Mempercepat penyelesaian kesenjangan daya saing industri dibandingkan dengan kondisi daya saing negara lain, seperti mempermudah birokrasi pengadaan lahan, memperkuat sistem pembiayaan usaha, memperkuat fungsi ekonomi koperasi, meningkatkan kegiatan wisata, membenahi sistem pengupahan, penurunan harga gas, konversi BBM ke BBG untuk nelayan, percepatan izin investasi listrik 35.000 MW, dsb; c.
Mendorong Keunggulan: Menciptakan inisiatif baru untuk mendorong keunggulan daya saing industri, seperti: fasilitas perpajakan untuk mendorong sektor angkutan, pengembangan pusat logistik berikat, inland FTA, dsb, sehingga industri nasional mampu bertahan di pasar domestik dan berekspansi ke pasar ekspor.
8
KEBIJAKAN EKONOMI TAHAP I – 9 SEPTEMBER 2015: MENGGERAKKAN EKONOMI NASIONAL
Mendorong Daya Saing Industri Nasional (Deregulasi, Debirokratisasi, Insentif Fiskal) 2.
Bentuk Kebijakan Deregulasi: a.
Mengurangi Peraturan (Deregulasi): Merasionalisasi peraturan dengan menghilangkan duplikasi/redundansi/irrelevant regulations. Melakukan keselarasan antar peraturan. Melakukan konsistensi peraturan.
b.
Mempermudah Pelayanan Birokrasi (Debirokratisasi): Simplifikasi perizinan seperti satu identitas pelaku usaha/profile sharing, sedikit persyaratan perizinan, dan sebagainya. Adanya SOP dan SLA yang jelas dan tegas dalam mekanisme dan prosedur perizinan serta penyediaan help desk dan pengawasan internal yang berkelanjutan. Menganut sistem pelimpahan kewenangan kepada PTSP (tempat, bentuk, waktu, biaya). Penerapan Risk Management yang selaras dalam proses perizinan. Pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik.
c.
Meningkatkan Penegakan Hukum dan Kepastian Usaha: Adanya saluran penyelesaian permasalahan regulasi dan birokrasi (damage control channel). Pengawasan, pengamanan dan kenyamanan, serta pemberantasan pemerasan dan pungli. Membangun ketentuan sanksi yang tegas dan tuntas dalam setiap peraturan.
3.
Cakupan Kegiatan Industri yang Direlaksasi: a. Kemudahan Investasi; b. Efisiensi Industri; c. Kelancaran Perdagangan dan Logistik; d. Kepastian Pengadaan Bahan Baku Sumber Dalam Negeri, terutama untuk sektor pertanian kelautan dan perikanan, hasil hutan, dan barang tambang.
9
KEBIJAKAN EKONOMI TAHAP II - 29 SEPTEMBER 2015 1. Kemudahan Layanan Investasi 3 Jam • Memberikan layanan cepat dalam bentuk pemberian izin investasi dalam waktu tiga jam • Pemegang Izin Investasi sudah bisa langsung melakukan kegiatan investasi di Kawasan Industri. 2. Pengurusan Tax Allowance dan Tax Holiday Lebih Cepat • Tax Allowance Pemerintah memberikan atau menolak tax allowance kepada investor, setelah 25 hari syarat dan aplikasi dipenuhi. • Tax Holiday Pemerintah mengesahkan pemberian tax holiday, maksimun 45 hari setelah semua persyaratan dipenuhi. 3. Pemerintah Tak Pungut PPN Untuk Alat Transportasi • Tidak memungut PPN untuk beberapa alat transportasi, terutama adalah galangan kapal, kereta api, pesawat, dan termasuk suku cadangnya • Kebijakan ini telah tertuang dalam PP No. 69/ 2015 tentang impor dan penyerahan alat angkutan tertentu dan penyerahan jasa kena pajak, terkait angkutan tertentu yang tidak dipungut PPN. 10
KEBIJAKAN EKONOMI TAHAP II - 29 SEPTEMBER 2015 4. Insentif fasilitas di Kawasan Pusat Logistik Berikat • Pembangunan dua pusat logistik berikat, di Cikarang terkait sektor manufaktur dan di Merak terkait BBM, yang direncanakan siap beroperasi menjelang akhir tahun. • Manfaat: perusahaan manufaktur tidak perlu impor dan tidak perlu mengambil barang dari luar negeri, cukup mengambil dari gudang berikat. 5. Insentif pengurangan pajak bunga deposito • Pengurangan pajak bunga deposito diberikan kepada Eksportir yang berkewajiban melaporkan devisa hasil ekspor (DHE) ke BI. • DHE yang disimpan dalam bentuk deposito: (i) 1 bulan diturunkan 10 persen, (ii) 3 bulan menjadi 7,5 persen, (iii) 6 bulan menjadi 2,5 persen dan (iv) di atas 6 bulan 0 persen. • Jika dikonversi ke rupiah: (i) 1 bulan 7,5 persen, (ii) 3 bulan 5 persen, dan (iii) 6 bulan langsung 0 persen.
6. Perampingan Izin Sektor Kehutanan • Mempercepat Izin investasi dan produksi sektor kehutanan dengan mengurangi dari 14 izin menjadi 6 izin
11
KEBIJAKAN EKONOMI TAHAP III – 7 OKTOBER 2015 I.
Paket Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan 1. Relaksasi ketentuan persyaratan kegiatan usaha dan penitipan valuta asing dan pengelolaan (trust) bank. 2. Rancangan skema asuransi pertanian. 3. Revitalisasi Modal ventura. 4. Pembentukan konsorsium pembiayaan industri berorientqsi ekspor dan ekonomi kreatif serta usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. 5. Pemberdayaan lembaga pembiayaan ekspor Indonesia. 6. Penegasan implementasi one project concept dalam penetapan kualitas kredit.
II. Penurunan Harga BBM, Listrik Dan Gas 1 Harga BBM • Harga Avtur, LPG 12 kg, Pertamax, dan Pertalite efektif turun sejak 1 Oktober 2015. • Harga BBM jenis solar diturunkan sebesar Rp 200 per liter, sehingga harga eceran BBM jenis solar bersubsidi akan menjadi Rp 6.700 per liter. Penurunan harga BBM jenis solar juga akan berlaku untuk BBM jenis solar non-subsidi. Keputusan ini berlaku 3 hari sejak pengumuman ini. • Harga BBM jenis premium tetap, yakni Rp 7.400 per liter di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan Rp 7.300 (di luar Jamali).
12
KEBIJAKAN EKONOMI TAHAP III – 7 OKTOBER 2015 III. PENURUNAN HARGA BBM, LISTRIK DAN GAS
2
3
Harga Gas •
Harga gas untuk pabrik dari lapangan gas baru ditetapkan sesuai dengan kemampuan daya beli industri pupuk, yakni sebesar US$ 7 mmbtu (Million British Thermal Unit). Untuk industri lainnya (seperti petrokimia, keramik, dsb) akan diturunkan sesuai dengan kemampuan industri masing-masing.
•
Penurunan harga gas untuk industri tersebut akan efektif berlaku mulai 1 Januari 2016.
Harga Listrik • Tarif listrik untuk pelanggan industri I3 dan I4 akan mengalami penurunan tarif mengikuti turunnya harga minyak bumi (Automatic Tariff Adjustment). • Diskon tarif hingga 30% untuk pemakaian listrik mulai tengah malam pukul 23:00 hingga pagi hari pukul 08:00, pada saat beban sistem ketenagalistrikan rendah. • Penundaan pembayaran tagihan rekening listrik hingga 60% dari tagihan selama setahun dan melunasi 40% sisanya secara angsuran pada bulan ke-13, khusus untuk industri padat karya
13
KEBIJAKAN EKONOMI TAHAP III – 7 OKTOBER 2015 IV. PERLUASAN WIRAUSAHAWAN PENERIMA KUR
• Para keluarga yang memiliki penghasilan tetap atau pegawai, dapat menerima KUR untuk sektor usaha produktif. V.
PENYEDERHANAAN IZIN PERTANAHAN DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL 1. Revisi Permen ATR/BPNNomor 2 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan dalam Kegiatan Penanaman Modal, antara lain: • •
•
Pemohon mendapatkan informasi tentang ketersediaan lahan (semula 7 hari menjadi 3 jam); Seluruh permohonan didaftarkan sebagai bentuk kepastian bagi pemohon terhadap ketersediaan dan rencana penggunaan lahan. Surat akan dikeluarkan dalam waktu 3 jam Percepatan Jangka Waktu pengurusan permohonan/perpanjangan/pembaharuan HGU .
14
KEBIJAKAN EKONOMI TAHAP IV – 15 OKTOBER 2015 I. PENGUPAHAN YANG ADIL, SEDERHANA DAN TERPROYEKSI. 1. Formula penghitungan upah minimum • Upah buruh akan naik setiap tahun, berdasarkan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga upah tahun depan adalah upah minimum sekarang ditambah persentase kenaikan inflasi, ditambah pertumbuhan ekonomi • Formula berlaku di seluruh Indonesia, kecuali di 8 provinsi yaitu NTB, NTT, Papua Barat, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Maluku, dan Maluku Utara. Karena ke-8 provinsi tersebut belum bisa memenuhi ketentuan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan akan diberikan masa transisi hingga 4 tahun. 2. Terbitnya PP Pengupahan akan diikuti dengan 7 (tujuh) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang: Formula UM; Penetapan UMP/UMK; Penetapan UMS; Struktur Skala Upah; THR; Uang Service; KHL II. KUR YANG LEBIH MURAH DAN LUAS.
Perubahan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat, yaitu:
Tahun 2015
1. Penerima KUR adalah individu/perseorangan atau badan hukum: • • • • •
Usaha mikro, kecil, dan menengah yang produktif; Calon Tenaga Kerja Indonesia yang akan bekerja pada sektor formal di luar negeri; Anggota keluarga dari karyawan/karyawati yang berpenghasilan tetap; Tenaga Kerja Indonesia yang purna dari bekerja di luar negeri; Tenaga Kerja Indonesia yang mengalami PHK
15
KEBIJAKAN EKONOMI TAHAP IV – 15 OKTOBER 2015 2. Usaha produktif meliputi sektor: a. Pertanian (padi, palawija, perkebunan kelapa, pembibitan dan budidaya unggas, pembibitan dan budidaya sapi, jasa kehutanan)
b. Perikanan (budidaya rumput laut, budidaya udang, penangkapan ikan, jasa sarana produksi perikanan) c. Industri Pengolahan (seluruh usaha di sektor Industri Pengolahan termasuk industri tempe dan tahu, industri pakaian jadi, industr anyaman, kerajinan, industri kreatif di bidang media rekaman, film, dan video)
d. Perdagangan (seluruh usaha di sektor perdagangan, tidak termasuk perdagangan barang impor, seperti perdagangan ekspor hasil perikanan, perdagangan dalam negeri beras, perdagangan eceran makanan dan minuman) e. Jasa-Jasa (Seluruh sektor usaha yang masuk dalam penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan; transportasi – pergudangan - dan komunikasi; Real estate - usaha persewaan - jasa perusahaan; pendidikan)
16
KEBIJAKAN EKONOMI TAHAP V – 22 OKTOBER 2015 1. Kebijakan Revaluasi Aset • Besaran tarif khusus untuk PPh final revaluasi dari 10 persen menjadi 3 persen bila diajukan revaluasinya hingga 31 Desember 2015. • Besaran tarif khusus untuk PPh final revaluasi menjadi 4 persen bila diajukan revaluasinya pada periode 1 Januari 2016-30 Juni 2016. • Besaran tarif khusus untuk PPh final revaluasi menjadi 6 persen bila pengajuan revaluasinya 1 Juli 2016-31 Desember 2016. 2. Kebijakan menghilangkan pajak berganda dana investasi Real Estate, Properti dan Infrastruktur. • Menghilangkan pajak berganda untuk instrumen keuangan yang berbentuk kontrak investasi kolektif dari dana investasi real estate (DIRE) atau Real Estate Investment Trust (REIT) • REIT ini adalah salah satu sarana investasi baru yang secara hukum di Indonesia akan berbentuk kontrak investasi kolektif. 3. Deregulasi di bidang perbankan syariah. • Menyederhanakan peraturan dan perizinan bagi produk-produk perbankan syariah, dimana perizinan tidak perlu lagi mengirim surat, tapi diberlakukan melalui kodefikasi produk-produk syariah.
17
KEBIJAKAN EKONOMI TAHAP VI – 4 NOVEMBER 2015 1. Upaya Menggerakkan Perekonomian Di Wilayah Pinggiran Melalui Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) • Pengembangan pada 8 (delapan) KEK, antara lain: Tanjung Lesung (Banten), Sei Mangkei (Sumatera Utara), Palu (Sulawesi Tengah), Bitung (Sulawesi Utara), Mandalika (NTB), Morotai (Maluku Utara), Tanjung Api-Api (Sumatera Selatan) dan Maloi Batuta Trans Kalimantan/MBTK (Kalimantan). • Pemberian fasilitas dan kemudahan yang diatur dalam PP tentang Fasilitas dan Kemudahan di KEK, antara lain di bidang PPh (tax holiday), PPN dan PPnBM, Kepabeanan, Pemilikan Properti bagi Orang Asing, Kegiatan Utama Pariwisata, Ketenagakerjaan, Keimigrasian, Pertanahan, dan Perizinan. 2. Penyediaan air untuk masyarakat secara berkelanjutan dan berkeadilan a. Pengaturan tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (SDA): • Izin Pengusahaan Sumber Daya Airdiberikan kepada BUMN, BUMD, BUMDes, Badan Usaha Swasta, Koperasi, Perseorangan, dan Kerjasama Badan Usaha. Izin ini tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain. Izin ini juga harusmemperhatikan fungsi sosial dan lingkungan hidup, serta terjaminnya keselamatan kekayaan negara dan kelestarian lingkungan. • Izin pengusahaan SDA kepada usaha swasta dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan prinsipprinsip yang tertuang dalam putusan MK dan sepanjang masih terdapat ketersediaan air. b. Pengaturan tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM): • penyelenggaraan SPAM dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Unit Pelayanan Teknis (UPT)/Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD), Kelompok masyarakat,dan Badan Usaha Swasta Untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri. • Dengan tetap menghormati putusan MK, peran swasta didalam penyelenggaraan SPAM diatur menggunakan norma: (1) Investasi Pengembangan SPAM oleh badan usaha swasta mencakup kegiatan di Unit Air Baku, Unit Produksi,dan Unit Distribusi dan (2) Pengelolaan SPAM oleh badan usaha swasta mencakup kegiatan Unit Air Baku dan Unit Produksi
18
KEBIJAKAN EKONOMI TAHAP VI – 4 NOVEMBER 2015 3. Proses cepat (paperless) perizinan impor bahan baku obat di BPOM
Transformasi debirokratisasi pelayanan dan pengwasan impor serta peredaran obat dan makanan yang terintegrasi dengan Indonesia National Single Window (INSW), antara lain: • Penghilangan izin impor yang bersifat transaksional dan menggantinya dengan yang sifatnya periodik untuk mengurangi jumlah perizinan. • Penerapan manajemen resiko berbasis data kepatuhan INSW untuk mengurangi jumlah inspeksi dokumen dan perizinan. • Penerapan sistem pembayaran secara elektronik (e-payment) PNBP untuk percepatan layanan perizinan.
19
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia www.ekon.go.id 2015