DIBALIK PAKET KEBIJAKAN BANK INDONESIA 16 JUNI 20101 Melalui paket kebijakan 16 Juni 2010 Bank Indonesia (BI) mengambil langkah‐langkah untuk memperdalam pasar keuangan yaitu dengan menyediakan instrument pasar yang lebih beragam dan mendorong perbankan lebih banyak bertransaksi di pasar sekunder (demand creation). Di pihak lain, profil jatuh waktu (maturity profile) transaksi perbankan dengan BI diutamakan ke tenor yang lebih panjang guna menyerap kelebihan likuiditas yang tidak diperlukan. Dengan langkah‐langkah kebijakan tsb diharapkan dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, menjaga kesinambungan stabilitas makro, sekaligus memperkuat momentum pemulihan ekonomi. Artikel ini ingin memberikan pemahaman yang menyeluruh baik aspek substansi dan teknis dari paket kebijakan tsb. 1. Mengapa BI menerbitkan “Paket Kebijakan 16 Juni 2010” ? Dari pengalaman krisis ke krisis (1998‐2005‐2008) telah menempa Pemerintah dan Bank Indonesia untuk terus semakin memperkokoh fondasi fundamental makroekonomi, terutama melalui pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter yang konsisten dan berhati‐hati (prudent). Dengan pengelolaan kebijakan makro seperti itu, ekonomi Indonesia dapat melewati badai krisis global 2008/2009 relatif lebih baik dari negara lain. Selama krisis 2009, terbukti hanya tiga negara di Asia yang terhindar dari kontraksi ekonomi, yakni China, India, dan Indonesia. Dengan pengelolaan kebijakan makro yang konsisten dan prudent, kepercayaan internasional pun terus membaik. Peringkat kredit (sovereign credit rating) Indonesia perlahan tapi pasti terus meningkat mendekati zona investment grade (Grafik 1). Dalam satu atau dua tahun ke depan, Indonesia diperkirakan akan masuk ke dalam zona ‘investment grade’ tsb. Credit Default Swap (CDS) Indonesia saat ini beraada pada level terendahnya, menunjukkan tingginya kepercayaan pasar terhadap perekonomian Indonesia ke depan (Grafik 2) Outlook Positif
BBB ‐ BB+
25‐Jan‐10 23‐Des‐97
14‐Feb‐08
BB 27‐Jan‐05 BB‐ 8‐Jan‐98
20‐Nov‐03
B+ 21‐Jan‐98
1‐Aug‐02
B
12,500
IDR/US
12,000
IDR Depreciates
11,500
IDRUSD
16‐Mar‐98
1100 900 700
10,500 500
10,000 S
9,000
Jan‐08
Grafik 1: Sovereign Credit Rating Indonesia (Fitch)
Risk Worsen
11,000
9,500
B‐
CDS Spread 1300
300 100
Jun‐08 Nov‐08 Apr‐09 Sep‐09 Feb‐10
Grafik 1: Credit Default Swap (CDS) Indonesia
1
Pertanyaan terhadap artikel ini dapat ditujukan ke
[email protected] (Nanang Hendarsah, Senior Economist Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter) atau
[email protected] (Ramdan Denny Prakoso, Senior Economist, Direktorat Pengelolaan Moneter)
1
Berbagai pencapaian positif tsb semakin memperkuat optimisme, prospek ekonomi Indonesia akan terus membaik. Pertumbuhan ekonomi diharapkan akan terus meningkat disertai dengan inflasi yang rendah dan stabil. Namun demikian, tidak sedikit tantangan yang perlu diatasi. Pemulihan ekonomi dan pasar keuangan global masih dihadapkan pada berbagai ketidakpastian. Misalnya, krisis fiskal yang membelit beberapa negara Eropa masih menjadi potensi risiko (downside risk) yang dapat mengancam pemulihan ekonomi global dan memicu kembalinya gejolak di pasar keuangan. Sementara itu, keberlangsungan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan terus meningkat, belum ditopang oleh struktur mikro pasar keuangan yang dalam dan likuid. Bahkan, pasar keuangan masih mengalami kelebihan likuiditas karena tidak mengalir optimal ke sektor riil. Untuk menjaga stabilitas moneter, BI pun harus menjaga keseimbangan jumlah likuiditas di pasar keuangan agar sesuai dengan kemampuan ekonomi untuk menyerapnya. BI melakukan penyerapan kelebihan likuiditas tsb terutama melalui penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Diagram 1. Lalu Lintas Modal Portfolio Global : Push and Pull Factors GLOBAL : PUSH FACTORS
EMERGING MARKET (EM) : PULL FACTORS
Global Liquidity Expansion (Post ‐Crisis) Advanced Economy • Low Interest Rate • Unsustainable Debt • Tightening Lending Standard
Stronger Growth Outlook
Higher Interest Rate
Rising Asset Valuation Return
Expected Currency Appreciation
MAJOR CONSEQUENCES
Strong Currency Appreciation
More Complex Macroeconomic Management
Risk of Asset Bubble Risk of Sudden & Large Reversal
Vulnerable Financial System
Accommodate a Stronger Currency ?
Short Term Capital Flows
? Monetary Policy
Shallow Financial Market
Short Term Capital Inflows Economic Growth & Inflation
External Balance? Open Market Operation ?
Policy Mix Sterilized Intervention?
Negative Spread ?
International Reserve ? Exchange Rate Volatility
Diagram 2 : Monetary Policy, Depth of Financial Diagram 3 : Capital Inflow and the Complicated Market, and Short Term Capital Flows. Monetary Policy
2
Di tengah melimpahnya likuiditas global (sebagai implikasi kebijakan quantitative easing di negara maju selama krisis), terus membaiknya kepercayaan internasional, serta lebarnya selisih suku bunga dalam dan luar negeri (Grafik 3), mendorong arus masuk modal ke pasar keuangan domestik, termasuk ke SBI. Preferensi penempatan investor portfolio lebih banyak ke SBI karena risikonya rendah (bebas risiko default) dan pasarnya sangat likuid (Grafik 4). 11.0
%
6000
IDR/USD 9,000
USD Milion Saham
SUN
SBI
IDR/USD
4000
9.0
Indonesia 7.0
9,500
2000 10,000
5.0
Filipina
3.0
Korea
0 10,500 ‐2000 11,000
1.0
Malaysia
‐4000
‐3.0
‐8000
Grafik 3 : Selisih Suku Bunga Dalam dan Luar Negeri
11,500
12,000
Aug‐08 Sep‐08 Oct‐08 Nov‐08 Dec‐08 Jan‐09 Feb‐09 Mar‐09 Apr‐09 May‐09 Jun‐09 Jul‐09 Aug‐09 Sep‐09 Oct‐09 Nov‐09 Dec‐09 Jan‐10 Feb‐10 Mar‐10 Apr‐10 May‐10 Jun‐10
‐6000
Jan‐05 May‐05 Aug‐05 Nov‐05 Feb‐06 May‐06 Aug‐06 Nov‐06 Feb‐07 May‐07 Aug‐07 Nov‐07 Feb‐08 May‐08 Aug‐08 Nov‐08 Feb‐09 May‐09 Aug‐09 Nov‐09 Feb‐10
‐1.0
Grafik 4: Lalu Lintas Portofolio Asing (Flows)
Dengan kondisi pasar keuangan domestik yang masih belum dalam dan terbatasnya instrument keuangan yang tersedia, lalu lintas modal ke SBI dalam skala besar (in‐out) menyebabkan nilai tukar rupiah cenderung fluktuatif (Diagram 2) serta menimbulkan komplikasi bagi pengelolaan kebijakan moneter (Diagram 3). Nilai tukar rupiah yang terlalu fluktuatif dan sering bergerak menjauh dari nilai fundamentalnya, akan menganggu kestabilan makro dan system keuangan serta pencapaian keseimbangan optimal perekonomian (internal and external balance) sehingga menghambat kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah panjang. Guna merespon berbagai tantangan tsb, BI perlu mengambil langkah‐langkah kebijakan untuk memperdalam pasar keuangan melalui penyediaan instrument yang lebih beragam dan mendorong perbankan lebih banyak bertransaksi di pasar sekunder (demand creation). Di pihak lain, profil jatuh waktu transaksi perbankan dengan BI diutamakan ke tenor yang lebih panjang untuk menyerap kelebihan likuiditas yang tidak diperlukan (lengthening maturity profile). Dengan langkah‐langkah kebijakan tsb diharapkan dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, menjaga kesinambungan stabilitas makro, sekaligus memperkuat momentum pemulihan ekonomi. Apa saja cakupan paket kebijakan 16 Juni ? 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Pelebaran koridor suku bunga PUAB O/N. Penyempurnaan ketentuan mengenai Posisi Devisa Netto (PDN); Penerapan minimum one month holding period Sertifikat Bank Indonesia (SBI); Penambahan instrumen moneter non‐securities dalam bentuk term deposit; Penerbitan SBI berjangka waktu 9 dan 12 bulan; dan Penerapan mekanisme triparty repurchase (repo) Surat Berharga Negara (SBN).
3
Rincian masing‐masing kebijakan dapat dilihat pada Pokok‐Pokok Penjelasan Paket Kebijakan 16 Juni 2010.
1. Bagaimana keterkaitan Paket Kebijakan 16 Juni 2010 dengan Grand Design Penyempurnaan Operasi Moneter ? Berbagai kebijakan yang tertuang dalam “Paket kebijakan 16 Juni” saling terkait satu sama lain dan merupakan bagian dari ‘Grand Design Penyempurnaan Operasi Moneter”(Diagram 4), yang secara umum diarahkan untuk mendorong pasar uang rupiah dapat berfungsi lebih baik (well functioning money market) sehingga meningkatkan peran pasar uang dalam transmisi kebijakan moneter. Diagram 4 : Grand Design Penyempurnaan Operasi Moneter
2005
2008 ‐ 2009
BI mulai menerapkan Inflation Targeting Framework dengan BI Rate sebagai signal kebijakan moneter.
Penyempurnaan operasi moneter difokuskan kepada persiapan implementasi penggunaan suku bunga PUAB o/n sebagai sasaran operasional kebijakan moneter, melalui :
Penyempurnaan operasi moneter diarahkan untuk mendorong well functioning money market sehingga meningkatkan peran pasar uang dalam transmisi kebijakan moneter.
• penyempitan lebar koridor suku bunga,
Hal ini dilakukan, antara lain melalui :
• perluasan eligible asset operasi moneter,
• Perpanjangan profil jatuh waktu SBI dan upaya‐upaya mengaktifkan instrumen pasar uang lainnya terutama Repo.
• pengaktifan fine tune operation • perpanjangan tenor SBI dengan memunculkan tenor 6 bulan.
2010 ‐ …
• Perluasan basis investor di pasar uang.
Diagram 5 : Grand Design Penyempurnaan Operasi Moneter dan Kaitannya dengan Paket Kebijakan 16 Juni 2010 Paket Kebijakan Penguatan Manajemen Moneter dan Pengembangan Pasar Keuangan
Pelebaran koridor suku bunga PUAB O/N
Beberapa Tujuan
Penguatan manajemen moneter
Minimum One Month Holding Period (MHP) yang diberlakukan bagi : non residen & residen Penyerapan likuiditas Dengan Instrumen Non‐ securities (Term Deposit) (BI berjangka waktu 9 dan 12 bulan
Terpeliharanya Kestabilan Makro Demand creation di pasar uang pada tenor pendek Meningkatkan aktivitas instrumen pasar uang selain SBI Mendukung perkembangan pasar keuangan khususnya obligasi
Triparti Repo (Repo SUN Pinjaman)
4
2. Apakah kebijakan “pelebaran koridor suku bunga PUAB Overnight” dapat membantu pendalaman pasar uang ? YA. Pelebaran koridor mendorong perbankan untuk tidak tergantung pada BI dalam mengelola kelebihan lilkuiditas jangka pendek. Selama ini, volume transaksi di pasar uang antar bank (PUAB) sangat rendah karena perbankan sangat tergantung pada BI untuk menempatkan likuiditas jangka pendek. Ini tercermin dari tingginya volume harian FASBI dan FTK yang jauh diatas volume PUAB (Grafik 5) Dengan menjarangkan lelang SBI menjadi bulanan dari sebelumnya mingguan serta dilebarkannya koridor suku bunga PUAB O/N akan mendorong bank untuk terlebih dahulu bertransaksi di pasar uang antar bank, sebelum menempatkan kelebihan likuiditas ke BI melalui standing deposit facilities (BI Rate ‐ 100 bps) atau meminjam dari BI melalui standing lending facilities (BI Rate + 100 bps). Sebelumnya, spread yang relatif sempit antara rate FASBI dengan BI Rate (50 bps) menjadi penyebab utama bank‐bank memelihara dana hariannya dalam volume yang jauh diatas kebutuhan hariannya (tercermin dari volume harian FASBI dan FTK, sekitar Rp 30 – 50 triliun) sehingga kurang optimal menciptakan demand creation di pasar uang antar bank yang volume hariannya masih sekitar Rp 10 triliun. Rp Triliun
PUAB O/N Rate
%
120
PUAB
FASBI + FTK
BI Rate
FASBI O/N
Repo Rate O/N
45
100
36 80
27 60
18
Grafik 5: Vol Harian FASBI, FTK dan PUAB
Okt/09
Jun/10
Jun/09
Feb/10
Jul/08
Mar/09
Mar/08
Nop/08
Apr/07
Nop/07
Agust/07
Mei/06
Des/06
Jan/06
Sep/06
Jun/05
Sep/05
Okt/04
Jun/04
Feb/05
Jul/03
Okt/03
Feb/04
Jul/02
Mar/03
Apr/02
Nop/02
Mei/01
Des/01
Agust/01
Mei/00
0
Jan/01
‐
Feb/00
9
02/01/2008 22/01/2008 11/02/2008 28/02/2008 19/03/2008 09/04/2008 28/04/2008 16/05/2008 05/06/2008 24/06/2008 11/07/2008 31/07/2008 20/08/2008 08/09/2008 25/09/2008 20/10/2008 06/11/2008 25/11/2008 15/12/2008 07/01/2009 27/01/2009 13/02/2009 04/03/2009 24/03/2009 15/04/2009 04/05/2009 22/05/2009 10/06/2009 29/06/2009 17/07/2009 06/08/2009 26/08/2009 14/09/2009 06/10/2009 23/10/2009 11/11/2009 01/12/2009 21/12/2009 11/01/2010 28/01/2010 16/02/2010 08/03/2010 26/03/2010 15/04/2010 04/05/2010 24/05/2010
20
Sep/00
40
Grafik 6: Koridor dan Suku Bunga PUAB Overnight (O/N)
3. Apakah kebijakan pelebaran koridor merepresentasikan stance kebijakan moneter BI yang melonggar (penurunan suku bunga) ? TIDAK. Dalam operasi moneter, BI akan tetap melakukan fine tuning untuk menjaga agar suku bunga PUAB O/N tetap bergerak disekitar BI rate sebagai ‘policy rate’. 4. Apakah penambahan instrument moneter SBI 9 dan 12 Bulan dapat mendorong pendalaman pasar keuangan dan meningkatkan efektivitas kebijakan moneter? YA. Penerbitan SBI dengan tenor yang lebih panjang (9 dan 12 bulan) akan memberikan ruang yang lebih besar pada BI dalam memperkuat manajemen moneter khususnya dalam mengendalikan kelebihan likuiditas yang sifatnya lebih permanen (struktural). Kebijakan ini sebagai kelanjutan dari 5
perpanjangan profil jatuh tempo (maturity profile) SBI 3 dan 6 bulan yang mulai diterapkan secara penuh bulan Juni 2010. Dengan penerbitan SBI 9 dan 12 bulan tersebut maka struktur maturitas SBI menjadi lengkap sampai dengan 1 tahun sehingga mendukung pendalaman pasar uang domestik baik melalui ketersediaan instrumen, struktur maturitas maupun pembentukan struktur suku bunga jangka pendek. 5. Apakah penambahan SBI 12 bulan akan menciptakan ‘crowding‐out’ di pasar uang khususnya terhadap SPN ? TIDAK. Penerbitan SBI 12 bulan tidak dimaksudkan untuk menciptakan crowding‐out di pasar uang namun untuk pengayaan instrumen tenor terpanjang, sehingga dapat lebih efisien dalam mekanisme pembentukan harga. Posisi SPN per 15 Juni 2010 adalah Rp27 triliun atau sekitar 10% dari total posisi SBI. Penerbitan SBI 12 bulan dapat berfungsi membantu dalam pembentukan harga (price discovery) apabila dalam masa krisis SPN tidak dapat diterbitkan karena pertimbangan yield yang terlalu tinggi atau tidak wajar (Grafik 8). Dengan penjarangan lelang SBI, pelebaran koridor, dan penyerapan kelebihan likuiditas yang lebih permanen melalui SBI 6 dan 12 bulan akan mendorong peningkatan ‘demand creation’ di pasar uang pada tenor jangka pendek. Ini akan menjadikan pasar uang lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan peran pasar uang dalam transmisi kebijakan moneter. Rp Triliun
%
Posisi SBI dan SPN
400
RRT Suku Bunga SBI & SPN di Pasar Primer
13
350
SBI 1 Bln
12 SPN
SBI 6 Bln
SBI
300
11
SPN 12 Bln SBI 3 Bln
250
10 200
9 150
8 100
7 50
May-10
Jan-10
Mar-10
Nov-09
Jul-09
Sep-09
May-09
Jan-09
Mar-09
Nov-08
Jul-08
Sep-08
May-08
Jan-08
Mar-08
Nov-07
Jul-07
Sep-07
May-07
Jan-07
Mar-07
Grafik 7 : Outstanding SBI dan SPN
Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May-09 Jun-09 Jul-09 Aug-09 Sep-09 Oct-09 Nov-09 Dec-09 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 May-10
6 0
Grafik 8 : Rata‐rata Suku Bunga SBI dan SPN di Pasar Primer
6. Mengapa BI memperkenalkan instrument “term deposit” ? Term Deposit adalah instrumen pengelolaan likuiditas oleh Bank Indonesia tanpa underlying surat berharga, tidak dapat dipindah tangankan, namun dapat dicairkan sebelum jatuh tempo (early redemption) dengan persyaratan tertentu. Bagi bank‐bank, instrumen ini dapat dipergunakan untuk keperluan manajemen likuiditas jangka pendeknya, di samping instrumen moneter yang selama ini telah disediakan oleh Bank Indonesia seperti transaksi FASBI dan repo. Instrumen term‐deposit ini akan disediakan oleh Bank Indonesia melalui mekanisme lelang. Untuk tahap awal akan diperkenalkan term deposit berjangka waktu 1 6
bulan. Dengan demikian, apabila sebelum jatuh tempo 1 bulan bank memerlukan likuiditas yang mendesak, bank dapat melakukan early redemption dengan beberapa persyaratan tertentu. Dengan tersedianya instrument term deposit, bank memiliki pilihan lain untuk menempatkan kelebihan likuiditas jangka pendek. Saat ini, komposisi instrumen moneter didominasi oleh instrumen SBI pada kisaran 80% (Grafik 9). %
450
11.0
22 Jun‐10
31 May‐10
400
NON‐SBI
SBI
10.0
350
9.0
300
250
8.0
200
7.0
150
6.0
100
5.0 50
Sumber: Bloomberg
4.0
‐
Jan‐09
Mar‐09
May‐09
Jul‐09
Sep‐09
Nov‐09
Jan‐10
Mar‐10
May‐10
PUAB SBI 1 SBI 3 SBI 6 FR10 FR15 FR51 FR27 FR36 FR44 FR47 FR50 O/N Mo Mo Mo (1 th) (2th) (5 th) (7 th) (10th) (15th) (20th) (30th)
Grafik 9 : Komposisi Instrument Moneter : SBI dan Grafik 10 : Yield Curve Non‐SBI
7. Apa manfaat lain dengan beberapa instrument kebijakan tsb di atas ? Suku bunga berdasarkan jangka waktu (term structure of interest rate) yang terbentuk melalui mekanisme pasar khususnya untuk tenor di bawah satu tahun akan semakin lengkap. Dalam konteks perumusan kebijakan moneter, ini akan memudahkan BI dalam menangkap perubahan ekspektasi pasar terhadap kondisi ekonomi dan inflasi ke depan. Pada gilirannya stance kebijakan moneter BI (keputusan BI Rate) juga dapat mempengaruhi ekspektasi inflasi dengan mencermati perubahan struktur suku bunga tsb (Grafik 10). 8. Apa tujuan BI memperkenalkan mekanisme “Triparty repo SBN” ? Upaya pendalaman pasar keuangan sekaligus pengayaan instrument moneter juga akan ditempuh dengan mekanisme Triparty repo SBN. Selama ini, kepemilikan SBN oleh Dana Pensiun dan Asuransi sebagian besar dipegang hingga jatuh tempo. Tabel 1 memperlihatkan pangsa kepemilikan perusahaan asuransi dan dana pensiun dalam SBN masing‐masing mencapai 12.4% dan 6.0%, dengan pangsa volume transaksi (beli dan jual) sebesar 1.3% dan 0.9% dari total volume.” Melalui mekanisme “Triparty Repo SBN” pengelolaan likuiditas oleh BI dilakukan melalui transaksi “reverse repo” dengan underlying asset SBN yang diperoleh dari pihak lain yang ditetapkan, antara lain Dana Pensiun dan Asuransi. Melalui mekanisme tsb, diharapkan peranan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dalam pasar Surat Berharga Negara (SBN) dapat meningkat sehingga mendukung pendalaman pasar keuangan domestik melalui perluasan basis investor domestic.
7
Persentase Komposisi Total Transaksi Jual dan Beli SBN Posisi Total Jual & Beli 1 Jan - 15 Jun 2010 15‐Jun‐10 1 Jan ‐ 15 Jun'10 Bank 38,0 52,0 Non Residen Asuransi 12,4 1,3 27% Dana Pensiun 6,0 0,9 Bank 52% Korporasi 0,3 0,6 Lainnya 0,47% Lemb. Keuangan 2,8 2,2 Sekuritas Perorangan 3,8 0,5 Yayasan 12% 0,14% Reksadana 8,0 2,5 Sekuritas 0,0 12,4 Yayasan 0,4 0,1 Reksadana 3% Lainnya 4,2 0,5 Perorangan 0,51% Non Residen 24,0 26,8 Dana Pensiun Asuransi Lemb. Keuangan Korporasi 1% 1% 2% 0,65% 100,0 100,0 Tabel 1 : Pangsa kepemilikan SBN dan Pangsa Volume Grafik 11: Komposisi Total Transaksi Jual‐Beli SBN 1 Jan‐15 Jun Transaksi (%) 2010
Dalam rangka implementasi kebijakan ini, BI akan melakukan kerja sama dengan Pemerintah dan berbagai instansi/lembaga terkait untuk mempersiapkan berbagai ketentuan dan mekanisme yang diperlukan, dan diharapkan dapat mulai dilakukan pada tahun 2011 9. Mengapa BI menerapkan ketentuan “one month holding period” bagi pembeli SBI baik di pasar primer maupun pasar skunder? Ketentuan ini akan memiliki beberapa manfaat dalam mendukung pendalaman pasar sekaligus memperkuat stabilitas makro : a) b)
Kepemilikan SBI maupun transaksinya di pasar sekunder dapat lebih berjangka panjang. Meningkatkan ketahanan kestabilan makro, karena dapat mencegah aliran modal yang keluar secara tiba‐tiba dalam skala besar (large and sudden reversal) seperti pada saat krisis Oktober 2008 (Lehman Brorthers) dan Mei 2010 (Krisis Yunani) mengalami eskalasi (Grafik 12)
c)
Mendukung pendalaman pasar keuangan secara keseluruhan, yaitu: ‐ Pendalaman pasar obligasi domestik melalui peningkatan porsi SBN dalam portofolio aset individu perbankan, yang pada gilirannya akan meningkatkan volume transaksi di pasar sekunder SBN. Kecenderungan shifting dari SBI ke SBN sudah terlihat dari yield SBN khususnya SPN (1 tahun) yang menurun tajam pada 23 Juni 2010 (Grafik 13) ‐ Mendorong pengembangan instrumen pasar uang (money market) lain, seperti Commercial Paper dan Promissory Notes yang perkembangannya sangat lambat dan ditengarai akibat begitu superiornya kedudukan SBI
8
tril Rp
%
11.0
12
23 Jun‐10
31 May‐10
10.0 10
9.0 8
8.0 7.0
6
6.0
4
5.0 2
Sumber: Bloomberg
4.0
PUAB SBI 1 SBI 3 SBI 6 FR10 FR15 FR51 FR27 FR36 FR44 FR47 FR50 O/N Mo Mo Mo (1 th) (2th) (5 th) (7 th) (10th) (15th) (20th) (30th)
0
May 2010
Grafik 12 : Pelepasan SBI oleh investor Asing April‐Mei Grafik 13. Yield Curve 2010
10. Bagaimana BI menyikapi arus modal portfolio asing, termasuk ke SBI? BI perlu menyikapi lalu lintas modal portofolio asing secara cukup hati‐hati. Arus modal portfolio asing memiliki aspek positif dan negatif bagi perekonomian dan pasar keuangan domestik. Apa aspek positifnya? Pertama, bagaimana pun arus modal portfolio termasuk yang ditanamkan ke SBI memiliki dampak positif. Misalnya, tidak selamanya pasokan dan permintaan devisa di dalam negeri berimbang. Dalam kondisi pasar mengalami kelebihan permintaan devisa karena meningkatnya kebutuhan impor (Grafik 14), pasokan devisa yang bersumber arus modal portfolio berperan menutup ekses permintaan devisa tsb (Grafik 15). Kedua, peningkatan arus masuk modal portofolio asing terutama sejak awal 2006 merepresentasikan “menguatnya persepsi positif internasional terhadap ekonomi Indonesia”. 10,000
Capital Goods Raw Materials & Auxiliary Goods Consumption Goods Growth M Nonmigas ‐ rhs
USD juta
9,000 8,000
yoy
100
US$ Million 6000
80
Net S(+)/D(‐) ‐ Foreign Player 4000
60
Net S(+)/D(‐) ‐ Domestic Player
Excess Supply
7,000 6,000 5,000 4,000
40
2000
20
0
0
-2000
3,000 ‐20 2,000
-4000
‐40
Grafik 14. Impor Barang
Grafik 15 : Supply‐Deman Valas di Pasar
Jun-10
Apr-10
May-10
Mar-10
Jan-10
Feb-10
Dec-09
Oct-09
Nov-09
Sep-09
Jul-09
Aug-09
Apr-09
Mar-09
Jan-09
Feb-09
Dec-08
Oct-08
Nov-08
Sep-08
Oct‐09 Jan‐10 Apr‐10
Jul-08
Oct‐08 Jan‐09 Apr‐09 Jul‐09
Aug-08
‐60 Jan‐08 Apr‐08 Jul‐08
Jun-09
Excess Demand
-6000
0
May-09
1,000
Apa aspek negatifnya? Terdapat bagian dari arus masuk modal portfolio tsb yang spekulatif (destabilizing) yang seringkali masuk dan keluar secara tiba‐tiba dalam skala besar (Grafik 12). Oleh karenanya, BI berupaya menjaga agar aspek positif‐nya tetap terjaga, sementara meminimalkan aspek negatifnya.
9
11. Apakah ketentuan “one month minimum holding period” (MHP) merupakan kebijakan “capital control”?
TIDAK. Kebijakan ini mewajibkan pembeli SBI di pasar primer dan sekunder menahan SBI minimum 1 bulan dan dilarang menjual kembali SBI atau di‐repo (repurchase mechanism) kepihak lain sebelum satu bulan, berlaku baik bagi residen maupun non‐residen. Dengan demikian, tidak terdapat diskriminasi perlakuan antara residen dan non‐residen dalam hal kepemilikan SBI. 12. Bagaimana mekanisme transaksi pembelian SBI oleh pihak asing dan bagaimana ketentuan “one month minimum holding period” (MHP) diterapkan dalam mekanisme transaksi tsb ? BI akan mengeluarkan peraturan untuk “melarang” bank dan sub‐registry memfasilitasi transaksi yang bertentang dengan ketentuan one month minimum holding period. Dengan demikian, BI dapat menerapkan ketentuan baik terhadap setlement SBI (Ketentuan One Month Holding Period) maupun transfer rupiah (PBI No. 7/14/2005) atas transaksi yang dilakukan oleh non‐residen (Diagram 6) Diagram 6 : Contoh Mekanisme Transaksi Rupiah dan SBI : Non‐Residen dan Bank Domestik $
Forex Market
Bank Domestik A
Sell $ / Buy Rp
c
PBI : 7/14/2005
Rekening NR di Bank Domestik A Non Residen (NR)
SubRegistry A
Vostro Acct NR
d
Ketentuan MHP
SBI
a Money Market
Buy SBI
Economic Underlying ?
Rp e
b
RP
SubRegistry B
RP
SBI?
Rp
Bank Domestik B
Ketentuan MHP
Penjelasan Skema Transaksi : a) Non‐Residen membeli SBI di pasar uang sekunder (money market) dari Bank Domestik B. b) Bank Domestik B melakukan settlement SBI dari Sub‐registri B ke Sub‐registri A
10
c) Non‐Residen (NR) menjual valas / membeli rupiah di pasar spot (forex market) ke bank Domestik A dengan ‘underlying’ SBI (PBI No. 7/14/2005 mengharuskan setiap transfer rupiah ke non‐residen disertai underlying) d) Bank Domestik A membukukan rupiah pada rekening Vostro Account (Rp) untuk untung NR, harus dengan underlying (PBI No. 7/14/2005). Vostro account adalah rekening rupiah miliki NR di bank domestik e) NR memerintahkan Bank A untuk melakukan transfer Rupiah dari Vostro Account ke Rekening Rupiah Bank Domestik B 13. Apakah bank yang memberli di pasar primer (lelang) dapat segera menjual ke non‐residen / investor asing ? TIDAK. Bank domestik yang membeli SBI dari pasar primer harus menahan SBI selama 1 bulan, untuk selanjutnya dapat dijual ke pihak lain seperti non‐residen. Selanjutnya non‐residen harus menahan SBI yang diberli dari bank domestik tsb selama 1 bulan. 14. Apakah non‐residen dapat membeli SBI dengan transaksi forward (penyerahan) misalnya 1 bulan? Non‐residen dapat membeli SBI dengan penyerahan forward misalnya 1 bulan, namun setelah tanggal penyerahan (forward) non‐residen harus menahan selama 1 bulan kemudian. 15. Apakah ketentuan “one month minimum holding period” (MHP) akan meminimalkan arus modal yang spekulatif? YA. Dengan mewajibkan pembeli SBI menahan minimal 1 bulan (Diagram 7), maka investor asing yang memiliki perspektif sangat jangka pendek (spekulatif) terutama yang hanya mencari keuntungan dari fluktuasi nilai tukar (forex crarry trade) akan semakin berkurang. Dengan tertahannya modal pada SBI selama 1 bulan, maka investor asing harus memperhitungkan kerugian karena fluktuasi nilai tukar (Diagram 8). Three Months SBI
SBI PBI No. 7/14
t
0
2
1
Foreign Investor
3
$
Spot Rp (+) $(‐)
One Month Locked‐in Period $
Spot Rp (‐)
Entry
Minimum One Month Holding
Entry
Minimum One Month Holding
Diagram 7 : One Month Minimum Holding Period
Rp Domestic Bank
Rp
$(+)
SBI
Diagram 8 : Minimum Holding : Aliran SBI dan Devisa
11
Komposisi Total Transaksi Jual dan Beli SBI 1 Jan - 15 Jun 2010
Komposisi Total Transaksi Jual dan Beli SBI 2009
SR-Non Residen 37%
SR-Residen 10%
SR-Non Residen 36%
Bank 53%
Bank 61%
SR-Residen 3%
Grafik 16 : Komposisi Total Transaksi Jual dan Beli SBI 2009
Grafik 17 : Komposisi Total Transaksi Jual dan Beli SBI Jan‐Jun 2010
16. Bagaimana investor asing dapat melakukan lindung nilai dari risiko kurs (exchange rate risk) karena harus menahan SBI 1 bulan? Pihak asing dilarang melakukan transaksi derivative untuk keperluan hedging atas pembelian SBI (lihat Penjelasan PBI N0. 7/14/2005 Pasal 12 Aayat 1) 17. Bagaimana BI dapat memastikan kepatuhan pelaku pasar terhadap kebijakan “one month minimum holding period”? BI dapat mengawasi kepatuhan (compliancy) terhadap kebijakan ini karena memiliki seluruh data transaksi SBI baik di pasar primer (central registri) dan sekunder (sub‐registri). BI akan mengeluarkan peraturan untuk melarang bank dan sub‐registry untuk tidak bertransaksi dan memfasilitasi transaksi yang bertentangan dengan kebijakan 1 month holding period. Selain itu, BI melakukan on‐site supervision untuk memastikan kepatuhan pelaku pasar terhadap kebijakan ini. Jika terbukti melakukan pelanggaran, bank dan sub‐registry akan dikenakan sanksi sebagaimana yang akan diatur dalam ketentuan Bank Indonesia 18. Apakah kebijakan “one month minimum holding period” akan mempengaruhi pengelolaan likuiditas perbankan domestik? TIDAK. Kebijakan ini: (i)
Tidak akan banyak berdampak kepada manajemen likuiditas perbankan domestic karena sekitar 97% posisi SBI milik perbankan adalah bersifat hold to maturity. Data menunjukkan sebagian besar pembelian SBI oleh perbankan domestik melalui pasar primer ditahan sampai jatuh tempo. Ini juga tercermin dari prilaku perbankan yang selalu me‐rollover SBI yang jatuh tempo (Grafik 18). Sementara itu, jumlah likuiditas yang diperlukan perbankan untuk berjaga‐ jaga relatif kecil. Hal ini tercermin dari dari posisi FASBI yang jauh lebih kecil relatif dibandingkan posisi SBI (Grafik 19).
(ii) Tidak akan banyak berdampak pada pasar repo di antara pelaku pasar dari sisi ketersediaan aset underlying, karena lebih dari 95% underlying transaksi repo tersebut adalah menggunakan 12
SBN (Grafik 20). SBI cenderung dipergunakan oleh perbankan sebagai underlying repo pada transaksi repo dengan BI (Grafik 21). Rp Triliun
Profil Lelang SBI
% 103 102
FASBI
90.000.000 80.000.000
102,4%
FASBI
101,5%
Win/Due
70.000.000
28 per. Mov. Avg. (FASBI)
101
60.000.000
100
50.000.000 40.000.000
99 98
97,6%
30.000.000 20.000.000
97
10.000.000
96
Smt I: RRH FASBI Rp25 triliun
Grafik 18. Profil Lelang SBI
27/05/2010
16/04/2010
05/03/2010
25/01/2010
11/12/2009
02/11/2009
18/09/2009
10/08/2009
29/06/2009
19/05/2009
07/04/2009
24/02/2009
14/01/2009
28/11/2008
21/10/2008
05/09/2008
25/07/2008
17/06/2008
2010 (ytd)
07/05/2008
2009
27/03/2008
2008
02/01/2008
95
13/02/2008
‐
Grafik 19. Perkembangan Posisi FASBI
RRH Volume Repo SBI & SBN antar Pelaku Pasar (Rp Miliar) 800
700
RRH Volume Repo SBI & SBN dengan BI (Rp Miliar) 1.600
1.400
Repo SBN
Repo SBI
600
1.200
500
1.000
400
800
300
600
200
400
100
200
‐
Repo SBN
Repo SBI
0
Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2010 2010 2010
Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2010 2010 2010
Grafik 20 : Rata‐rata harian Volume Repo SBI dan SBN antar Grafik 21 : Rata‐rata harian Volume Repo SBI dan SBN antar Pelaku Pasar Pelaku Pasar dan BI
. 19. Mengapa BI merevisi ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN) Bank ? Ketentuan posisi devisa neto (PDN) ON Balance Sheet yang sebelumnya dibatasi 20% dari modal dihapuskan, sementara PDN OVERALL (ON plus OFF Balance Sheet) tetap maksimal 20%. Dengan dihapuskannya batasan ON Balance Sheet akan memberikan beberapa manfaat, antara lain: a) Devisa milik perbankan yang bersumber dari simpanan Dana Pihak Ketiga (DPK Valas) dapat lebih dimanfaatkan di pasar keuangan dalam negeri. Bank selama ini lebih banyak menempatkan devisa khususnya dalam instrument call money di pasar uang luar negeri (Grafik 22)
13
35
Foreign Asset Perbankan
USD Miliar
USD Billion
DPK Valas
4.0
30
3.0 25
2.0
20
15
1.0 10
May‐10
Jan‐10
Mar‐10
Nov‐09
Jul‐09
Sep‐09
May‐09
Jan‐09
Mar‐09
Nov‐08
Jul‐08
Sep‐08
May‐08
Jan‐08
Mar‐08
Nov‐07
Jul‐07
Sep‐07
May‐07
Jan‐07
Apr‐10
Mar‐10
Jan‐10
Feb‐10
Dec‐09
Oct‐09
Nov‐09
Sep‐09
Jul‐09
Aug‐09
Jun‐09
Apr‐09
May‐09
Mar‐09
Jan‐09
Feb‐09
Dec‐08
Oct‐08
Nov‐08
Sep‐08
Jul‐08
Aug‐08
Jun‐08
Apr‐08
May‐08
Grafik 22: Perkembangan Foreign Asset Bank
Mar‐07
0.0 5
Grafik 23 : Volume Transaksi Valas Spot (IDR/USD)
Bank‐bank yang memiliki kelebihan valas namun kekurangan rupiah memiliki opsi dalam pendanaan (funding) rupiah, dengan masuk ke transaksi swap beli (sell $ spot, buy $ forward). Bank‐bank yang memiliki kelebihan rupiah namun kekurangan valas dapat memiliki opsi untuk funding valas melalui transaksi swap jual (buy $ spot, sell $ forward) dengan ongkos yang lebih murah, yang selama ini tergantung pada DPK valas dengan bunga yang sangat tinggi. b) Mendorong pengembangan instrument lindung nilai Bank memiliki ruang gerak (dua arah) yang lebih besar untuk memfasilitas kebutuhan lindung nilai nasabah. (Lampiran : Contoh Perhitungan PDN terkait Trasaksi Lindung Nilai). c) Menurunkan suku bunga valas di dalam negeri Dengan semakin berkembangan transaksi swap sebagai sumber pendanaan valas dapat menurunkan suku bunga valas di dalam negeri, karena bank memiliki alternatif lain selain DPK Valas. 20. Dengan dihapuskannya batasan PDN ON Balance Sheet, apakah tidak dikhawatirkan akan memberikan peluang spekulasi di pasar valas ? Penyempurnaan ketentuan PDN ini tetap mengedepankan aspek prudential. Batasan OVERALL Balance Sheet sebesar 20% diberlakukan setiap 30 menit, dan akan disertai dengan monitoring dan pengawasan (on/off site supervision) yang ketat terhadap transaksi devisa perbankan. Lampiran : Contoh Perhitungan PDN dalam rangka memfasilitas lindung nilai (hedging) investor asing
14
1. POSISI AWAL VALUTA
JPY
NERACA (ON-BALANCE SHEET) AKTIVA PASIVA POSISI NERACA LONG (SHORT)
AUD
0 0 0
GBP
USD
NILAI ABSOLUT
1,000 50 950
1,050 1,300 (250)
1,000 1,000 0
125 0 125
80 2,000 (1,920)
100 70 30
0 0 0
2,075
125
(970)
(220)
0
1,315
1,200
1) Posisi awal PDN ON adalah 12.0% dan Overal 13.2% dari modal 2) Bank domestik memfasilitas transaksi lindung nilai investor yang membeli obligasi atau saham : Investor : Sell $ spot, Buy $ Forward (Swap Beli)
REKENING ADMINISTRATIVE (OFF) TAGIHAN KEWAJIBAN POSISI REK. ADMINISTRATIVE NET LONG (SHORT) POSISI KESELURUHAN NILAI ABSOLUT
Bank Domestik : Buy $, Sell $ Forward (Swap Jual)
NILAI ABSOLUT PDN NERACA (ON-BALANCE SHEET) PDN KESELURUHAN ASUMSI MODAL
(%)
1,200 1,315 10,000
3) Posisi PDN ON bank meningkat dari 12.0% menjadi 22.0%. Sedangkan PDN Overall tetap 13.2% 4) Dengan dibatasinya PDN ON menyebabkan bank sulit menampung kebutuhan trasanski hedging nasabah,.
12.0 13.2
2. TRANSAKSI SWAP JUAL UNTUK MEMENUHI HEDGING INVESTOR ASING VALUTA NERACA (ON-BALANCE SHEET) AKTIVA PASIVA POSISI NERACA LONG (SHORT) REKENING ADMINISTRATIVE (OFF) TAGIHAN KEWAJIBAN POSISI REK. ADMINISTRATIVE NET LONG (SHORT) POSISI KESELURUHAN NILAI ABSOLUT
PDN NERACA (ON-BALANCE SHEET) PDN KESELURUHAN ASUMSI MODAL
JPY
AUD
0 0 0
1,000 50 950
GBP
1,050 1,300 (250)
USD
NILAI ABSOLUT
1,000 0 1,000
SWAP JUAL STOCK / BOND BUY USD SELL IDR
INVESTOR
2,200
1 BULAN
125 0 125
80 2,000 (1,920)
125
(970)
100 70 30 (220)
0 1,000 (1,000) 3,075 0 NILAI ABSOLUT 2,200 1,315 10,000
SELL USD BUY USD
1,315
(%) 22.0 13.2
15