Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia
BAHAN RINCI SOSIALISASI PAKET KEBIJAKAN EKONOMI
Semarang, 3 November 2015
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN NASIONAL Indeks Harga Konsumen (IHK) 2014 - Juni 2015 (2012=100)
Pertumbuhan Ekonomi (%) 7 6.3
122.00 120.00 118.00 116.00 114.00 112.00 110.00 108.00 106.00 104.00
6.4
6.5
6.11 5.81
5.72
6 6.17
20,14%
6.02
5.5 5.62
5.22
5.01 5.01
Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), 2014 - Juni 2015
5 5.12
125
4.72
4.5
4.67
120 115 110
4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 2012 2012 2012 2012 2013 2013 2013 2013 2014 2014 2014 2014 2015 2015
Sumber: BPS
105 100
7% Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Ekonomi Indonesia Q-II/2015 tumbuh 4.67%, melambat dibanding capaian Q-II/2014 yang tumbuh 5.03% dan QI/2015 yang tumbuh 4.72%. Konsumsi rumah tangga Q-I/2015 tumbuh 4,70% yoy, Q-II/2015 tumbuh 4,97% yoy, menurun dibandingkan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan 5,3% tahun 2014. Padahal porsi kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB sebesar 55%, sehingga menjadi mesin penggerak perekonomian nasional.
2
MENURUNNYA PERANAN EKSPOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
Ekspor menurun relatif tajam selama SI/2015 sebesar -11,86% (yoy), sehingga kenaikan surplus perdagangan pada SI/2015 sebesar USD 4,35 Milyar atau meningkat 485,34% (yoy) disebabkan oleh tingginya penurunan impor pada periode yang sama sebesar -17,81% (yoy). Ekspor tidak berperan banyak dalam surplus perdagangan, bahkan trend neraca perdagangan non migas selama 2010-2014 adalah -21,17%. Ekspor juga tidak berperan dalam meningkatkan volume perdagangan karena trend volume perdagangan sebesar 3,53% lebih banyak dikontribusi oleh trend impor sebesar 6,14%. Share volume perdagangan Indonesia sejak dulu masih rata-rata 1% dari volume perdagangan dunia.
Rasio Ekspor Non Migas Terhadap PDB Indonesia (%) 32.10
2004
34.10
2005
31.00
2006
Sumber Data: BPS diolah Kemenko Perekonomian
29.40
2007
29.80
24.14
24.58
2008
2009
2010
26.36
2011
24.59
23.98
23,78
2012
2013
2014
3
PERTUMBUHAN KONSUMSI PEMERINTAH, RUMAH TANGGA, DAN PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO 20.0%
15.0%
RATA-RATA SHARE TERHADAP PDB Konsumsi 8.8% Pemerintah Konsumsi 55.5% Rumah Tangga PMTB 32.1% RATA-RATA PERTUMBUHAN PDB 5.5%
10.0%
5.0%
0.0%
-5.0%
QQQQQQQQQQQQQQI/2012 II/2012 III/2012 IV/2012 I/2013 II/2013 III/2013 IV/2013 I/2014 II/2014 III/2014 IV/2014 I/2015 II/2015 Konsumsi Pemerintah 7.7% 16.8% -2.0% -0.1% 3.0% 3.2% 12.4% 7.9% 6.1% -1.5% 1.3% 2.8% 2.2% 2.3% PMTB 7.0% 10.1% 9.5% 9.8% 7.9% 5.5% 6.0% 2.1% 4.7% 3.7% 3.9% 4.3% 4.3% 3.6% Konsumsi RT 12.0% 13.0% 12.1% 10.8% 11.8% 10.9% 12.9% 13.2% 11.9% 11.7% 8.9% 9.4% 7.9% 8.4%
Selama S-I/2015 pertumbuhan konsumsi Rumah Tangga dan PMTB mengalami penurunan. Sumber Data: BPS diolah Kemenko Perekonomian
4
PELUANG INDONESIA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN GLOBAL
Pertumbuhan ekonomi global masih melambat meskipun ekonomi USA telah pulih, namun beberapa maju tahun 2016 akan tumbuh mendekati rata-rata pertumbuhannya dalam 10 tahun terakhir.
Dalam Q-II/2015, pertumbuhan ekonomi Jepang mengalami peningkatan menjadi 0.7% dari sebelumnya -0.8% sedangkan untuk Tiongkok tetap senilai 7% dan Amerika Turun menjadi 2.7% dari sebelumnya 2.9%.
Unemployment rate Q-II/2015, Tiongkok dan Amerika masing – masing menurun menjadi 4.04% dan 5.3% dan Jepang tetap senilai 3.5%.
Pemulihan ekonomi global kedepan menjadi peluang bagi ekspansi ekonomi Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi negara berkembang utama berada di bawah rata-rata angka pertumbuhan 10 tahun terakhir Meskipun proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional terkoreksi sebesar 4,7% untuk tahun 2015, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,2% karena pertumbuhan output riil melambat menjadi 4,7% yoy pada Q-I/2015 dan 4,67% pada Q-II/2015, laju pertumbuhan paling lambat sejak 2009, namun diperkirakan pertumbuhan tahun 2015 dapat mencapai 4,9% - 5%, dan apabila kebijakan deregulasi cepat efektif maka pertubuhan mulai tahun 2016 akan meningkat signifikan
5
MENURUNNYA PORSI PERAN INDUSTRI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1.04 3.36
1.63 2.85
Pertambangan dan Penggalian
1.63
3.8
Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas
14.33
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi
3.82 8.06
3.48 3.11 4.69
20.91
13.26
0.07
1.
Source: Indonesian Statistics Bureau (BPS);
2.
http://www.bps.go.id/li nkTabelStatis/view/id/1 202 (accessed 04 October 2015)
3.
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate
9.86
*) Preliminary; **) Very Preliminary
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan
1.16
Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan
Industri pengolahan memilki peran terbesar pada pembentukan PDB nasional di setiap tahunnya namun terus menurun dimana pada tahun 2005 porsi peran Industri sebesar 28,09% sedangkan pada bulan Mei 2015 menjadi 20.91%. Subsektor Industri yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB selama 5 tahun terakhir (2011-2015) secara berurutan adalah: Industri Makanan dan Minuman, Industri Barang Logam, Industri Alat Angkutan, Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional dan Industri Tekstil dan Pakaian Jadi. Pertumbuhan sektor industri non-migas Indonesia pada SM-I/2015 sebesar 5,26% menurun 0,29% jika dibandingkan dengan semester yang sama pada tahun 2014, dimana cabang industri yang mengalami penurunan adalah Industri Furniture, Kertas, dan Tekstil dan Pakaian Jadi.
6
KETIMPANGAN SEBARAN INDUSTRI
Jumlah Industri
Jumlah Industri Besar dan Sedang di Jawa dan Luar Jawa Tahun 2001-2013* 40,000 30,000 20,000 10,000 0
2001 Luar Jawa 3989 Jawa 17413 Total 21396
Luar Jawa: (17,41%) 2002 4028 17118 21146
2003 3717 16607 20234
2004 3717 16901 20685
2005 3734 16995 20729
2006 5120 24348 29468
2007 4931 23067 27998
2008 4487 21207 25694
2009 4071 20397 24468
2010 3816 19529 23345
2011 3930 19440 23370
2012 4038 19554 23592
2013* 4168 19773 23941
Jawa: (82,59%)
*) Angka Sementara Sumber Data: BPS
Industri Sedang dan Besar Tahun 2014:
Industri Mikro Kecil Tahun 2014:
•
•
•
•
Jenis industri terbanyak: makanan (5.793 unit), tekstil (2.304 unit), pakaian jadi (2.034 unit), karet dan plastik (1.750 unit), barang galian non logam (1.584 unit), furniture (1.290 unit), kayu, gabus, bambu, rotan (1.066 unit), logam non mesin (969 unit), kimia (976 unit), dst. Jenis industri yang menyerap banyak tenaga kerja: makanan (823,4 ribu), pakaian jadi (473,6 ribu), tekstil (427,1 ribu), karet dan plastik (357,5 ribu), pengolahan tembakau (278,9 ribu), kulit alas kaki (220,7 ribu), dst Jenis industri yang mengalami penurunan index produksi: kimia, kertas, pakaian jadi, alas kaki, karet dan plastik.
•
•
Industri Mikro sebanyak 3,2 juta unit dengan serapan tenaga kerja 6 juta orang, terbanyak di Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, NTT, Bali, dan Sulawesi Selatan. Industri Kecil sebanyak 284,5 ribu unit dengan serapan tenaga kerja sebanyak 2,3 juta orang, terbanyak di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan NTB. Industri Mikro Kecil yang mengalami pertumbuhan negatif pada Q-II/2015 adalah Sumatera Selatan, NTB, Kalimantan Timur, Riau, Sulawesi Utara, dan Bangka Belitung.
7
FENOMENA PENYEBAB MENURUNNYA KINERJA INDUSTRI Struktur Industri yang tergantung impor
Ketertinggalan teknologi
Kelemahan infrastruktur, listrik, energi, air, dan kepastian ketersediaan lahan
Ketidakterhubungan antara kegiatan industri dan bahan baku Inefisiensi biaya logistik dan biaya administrasi (selling and general administration expenses) Kapasitas, produktivitas, dan hubungan industrial ketenagakerjaan Beban regulasi, birokrasi, dan penegakan hukum yang menjadi penghambat pengembangan investasi, efisiensi produksi, kelancaran distribusi, dan kepastian bahan baku
Masalah akses dan beban pembiayaan
Gangguan impor
8
RANGKAIAN PENATAAN KEBIJAKAN EKONOMI NASIONAL I.
Mengembangkan Ekonomi Makro yang Kondusif 1. Stabilisasi Fiskal dan Moneter (termasuk Pengendalian Inflasi) 2. Percepatan Belanja 3. Penguatan Neraca Pembayaran
II.
Menggerakkan Ekonomi Nasional (Sektor Rill) 1. Mendorong Daya Saing Industri Nasional (Deregulasi, Debirokratisasi, Kepastian hukum, dan Insentif) 2. Mempercepat Proyek Strategis Nasional 3. Meningkatkan Investasi di Sektor Properti 4. Percepatan Pencairan Dana Desa 5. Memperluas kesempatan berusaha
I
III. Melindungi Masyarakat Berpendapatan Rendah dan Jaminan Sosial 1. Stabilisasi Harga Pangan 2. Penambahan Rastera 13 dan 14 3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat (jaminan peningkatan pengupahan, perumahan murah, kartu pintar, kartu sehat dsb)
9
SASARAN PENINGKATAN KETAHANAN DAN KEKUATAN EKONOMI NASIONAL
Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi
Peningkatan Daya Beli Masyarakat
Peningkatan Daya Saing Industri dan Perluasan Basis Produksi Nasional
Peningkatan Ekspor
I
10
RINGKASAN DEREGULASI TAHAP I PP : 10 RPP : 1 Inpres : 1 Permen : 31 Perka : 4 TOTAL 52 PERATURAN
KEMUDAHAN INVESTASI
PP : 1 RPP : 2 Perpres : 3 Inpres : 2 Permen : 21 Perdirjen : 1 TOTAL 30 PERATURAN
EFISIENSI INDUSTRI
PP : 5 RPP : 1 Perpres : 3 Permen : 36 Perke : 2 Perdirjen : 1 SE : 1 TOTAL 49 PERATURAN
KELANCARAN PERDAGANGAN
DAN LOGISTIK
PP : 1 RPP : 1 Perpres : 1 Permen : 5 TOTAL 8 PERATURAN
KEPASTIAN BAHAN BAKU SUMBER DALAM NEGERI
11
-
SEKTOR ENERGI: - Penyediaan penjualan solar eceran, BBG bagi nelayan, penurunan harga gas untuk industri tertentu - Penggunaan APBN untuk Kilang Minyak Dalam Negeri oleh Pertamina - Perizinan Invetasi Listrik - Tanggap Darurat Krisis Energi
Penguatan fungsi PTSP dalam pelayanan perizinan dan non perizinan serta percepatan proyek strategis nasional
-
PENYEDIAAN TANAH: Persyaratan HGU, HGB, HPAT Pengaturan Kepemilikan Tanah Persyaratan dan Perluasan Lingkup Kerja PPAT Pengaturan Penggunaan Tanah Terlantar Persyaratan Izin Memiliki Rumah Tinggal oleh Orang Asing Efisiensi Biaya Pengurusan Tanah Pengadaan Tanah untuk Umum Petunjuk Pengadaan Tanah
KEMUDAHAN INVESTASI
PENGEMBANGAN UMKM DAN PENGUATAN FUNGSI EKONOMI KOPERASI: - Pengembangan Inkubator - Wirausaha dan Peningkatan peran dan skala koperasi sebagai badan usaha ekonomi
KEMUDAHAN SEKTOR KEHUTANAN: - Tata Cara Peruntukan Hutan - Penggunaan Kawasan Hutan - Pinjam Pakai Kawasan Hutan - Pembatasan Luas Izin Usaha - Pemanfaatan Hasil Hutan
KEPASTIAN USAHA HORTIKULTURA: - Grandfather Clause untuk Investasi Hortikultura - Wisata Agro Hortikultura - Kewajiban Divestasi Usaha Perkebunan
12
Insentif fiskal untuk sektor angkutan/transportasi
REVITALISASI BUMN PENINGKATAN PERAN PERUMNAS; DAN Penggabungan PT.Reasuransi Umum Indonesia ke Dalam PT. Reasuransi Indonesia Utama
Penegasan Harga Gas Bumi oleh Pemerintah
EFISIENSI INDUSTRI
Pengaturan Sistem Pengkajian atau Pengupahan Inland FTA
Reformasi kawasan industri
PERIZINAN: - Penghilangan Rekomendasi, IP, LS, Wajib SNI barang tertentu - API sebagai identitas Importir - Penegasan Penghilangan IUOP bagi Kegiatan cut and fill
Pengaturan Sumber Daya Air
Besaran Rasio Hutang dan Modal untuk Perhitungan PPh
13
KEMUDAHAN WISATA: - Penghapusan CAIT - Perubahan Ketentuan Bebas Visa Kunjungan
API sebagai Identitas tunggal Importir dan SIUP sebagai indentitas eskportir
Kelancaran ekspor produk industri dengan menghilangkan perizinan, persyaratan dan duplikasi pemeriksaan
Pusat Logistik Berikat
KELANCARAN PERDAGANGAN DAN LOGISTIK Fasilitas KITE untuk IKM
Otomasi Pengawasan Peredaran Obat dan Makanan
Kemudahan impor bahan baku untuk industri dan pengawasan impor barang konsumsi
Distribusi Dalam Negeri: Pengawasan Peredaran Barang yang ber-SNI dan Label Berbahasa Indonesia serta Toko Modern
14
Perikanan dan Kelautan: garam, efisiensi usaha nelayan
KEPASTIAN BAHAN BAKU SUMBER DALAM NEGERI PERTAMBANGAN: Kemudahan pengadaan scrap
PERTANIAN: Pengadaan langsung benih holtikultura
15
POKOK – POKOK KEBIJAKAN DEREGULASI II - 29 SEPTEMBER 2015 1. Kemudahan Layanan Investasi 3 Jam • Memberikan layanan cepat dalam bentuk pemberian izin investasi dalam waktu tiga jam • Pemegang Izin Investasi sudah bisa langsung melakukan kegiatan investasi di Kawasan Industri. 2. Pengurusan Tax Allowance dan Tax Holiday Lebih Cepat • Tax Allowance Pemerintah memberikan atau menolak tax allowance kepada investor, setelah 25 hari syarat dan aplikasi dipenuhi. • Tax Holiday Pemerintah mengesahkan pemberian tax holiday, maksimun 45 hari setelah semua persyaratan dipenuhi. 3. Pemerintah Tak Pungut PPN Untuk Alat Transportasi • Tidak memungut PPN untuk beberapa alat transportasi, terutama adalah galangan kapal, kereta api, pesawat, dan termasuk suku cadangnya • Kebijakan ini telah tertuang dalam PP No. 69/ 2015 tentang impor dan penyerahan alat angkutan tertentu dan penyerahan jasa kena pajak, terkait angkutan tertentu yang tidak dipungut PPN. 16
POKOK – POKOK KEBIJAKAN DEREGULASI II - 29 SEPTEMBER 2015 4. Insentif fasilitas di Kawasan Pusat Logistik Berikat • Pembangunan dua pusat logistik berikat, di Cikarang terkait sektor manufaktur dan di Merak terkait BBM, yang direncanakan siap beroperasi menjelang akhir tahun. • Manfaat: perusahaan manufaktur tidak perlu impor dan tidak perlu mengambil barang dari luar negeri, cukup mengambil dari gudang berikat. 5. Insentif pengurangan pajak bunga deposito • Pengurangan pajak bunga deposito diberikan kepada Eksportir yang berkewajiban melaporkan devisa hasil ekspor (DHE) ke BI. • DHE yang disimpan dalam bentuk deposito: (i) 1 bulan diturunkan 10 persen, (ii) 3 bulan menjadi 7,5 persen, (iii) 6 bulan menjadi 2,5 persen dan (iv) di atas 6 bulan 0 persen. • Jika dikonversi ke rupiah: (i) 1 bulan 7,5 persen, (ii) 3 bulan 5 persen, dan (iii) 6 bulan langsung 0 persen. 6. Perampingan Izin Sektor Kehutanan • Mempercepat Izin investasi dan produksi sektor kehutanan dengan mengurangi dari 14 izin menjadi 6 izin
17
POKOK-POKOK PAKET KEBIJAKAN TAHAP III – 7 OKTOBER 2015 I.
Paket Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan 1. Relaksasi ketentuan persyaratan kegiatan usaha dan penitipan valuta asing dan pengelolaan (trust) bank. 2. Rancangan skema asuransi pertanian. 3. Revitalisasi Modal ventura. 4. Pembentukan konsorsium pembiayaan industri berorientqsi ekspor dan ekonomi kreatif serta usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. 5. Pemberdayaan lembaga pembiayaan ekspor Indonesia. 6. Penegasan implementasi one project concept dalam penetapan kualitas kredit.
II. Penurunan Harga BBM, Listrik Dan Gas 1 Harga BBM • Harga Avtur, LPG 12 kg, Pertamax, dan Pertalite efektif turun sejak 1 Oktober 2015. • Harga BBM jenis solar diturunkan sebesar Rp 200 per liter, sehingga harga eceran BBM jenis solar bersubsidi akan menjadi Rp 6.700 per liter. Penurunan harga BBM jenis solar juga akan berlaku untuk BBM jenis solar non-subsidi. Keputusan ini berlaku 3 hari sejak pengumuman ini. • Harga BBM jenis premium tetap, yakni Rp 7.400 per liter di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan Rp 7.300 (di luar Jamali).
18
POKOK-POKOK PAKET KEBIJAKAN TAHAP III – 7 OKTOBER 2015 III. PENURUNAN HARGA BBM, LISTRIK DAN GAS 2
3
Harga Gas •
Harga gas untuk pabrik dari lapangan gas baru ditetapkan sesuai dengan kemampuan daya beli industri pupuk, yakni sebesar US$ 7 mmbtu (Million British Thermal Unit). Untuk industri lainnya (seperti petrokimia, keramik, dsb) akan diturunkan sesuai dengan kemampuan industri masing-masing.
•
Penurunan harga gas untuk industri tersebut akan efektif berlaku mulai 1 Januari 2016.
Harga Listrik • Tarif listrik untuk pelanggan industri I3 dan I4 akan mengalami penurunan tarif mengikuti turunnya harga minyak bumi (Automatic Tariff Adjustment). • Diskon tarif hingga 30% untuk pemakaian listrik mulai tengah malam pukul 23:00 hingga pagi hari pukul 08:00, pada saat beban sistem ketenagalistrikan rendah. • Penundaan pembayaran tagihan rekening listrik hingga 60% dari tagihan selama setahun dan melunasi 40% sisanya secara angsuran pada bulan ke-13, khusus untuk industri padat karya
19
POKOK-POKOK PAKET KEBIJAKAN TAHAP III – 7 OKTOBER 2015 IV. PERLUASAN WIRAUSAHAWAN PENERIMA KUR • Para keluarga yang memiliki penghasilan tetap atau pegawai, dapat menerima KUR untuk sektor usaha produktif. V.
PENYEDERHANAAN IZIN PERTANAHAN DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL 1. Revisi Permen ATR/BPNNomor 2 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan dalam Kegiatan Penanaman Modal, antara lain: • •
•
Pemohon mendapatkan informasi tentang ketersediaan lahan (semula 7 hari menjadi 3 jam); Seluruh permohonan didaftarkan sebagai bentuk kepastian bagi pemohon terhadap ketersediaan dan rencana penggunaan lahan. Surat akan dikeluarkan dalam waktu 3 jam Percepatan Jangka Waktu pengurusan permohonan/perpanjangan/pembaharuan HGU .
20
POKOK-POKOK PAKET KEBIJAKAN TAHAP IV – 15 OKTOBER 2015 I. PENGUPAHAN YANG ADIL, SEDERHANA DAN TERPROYEKSI. 1. Formula penghitungan upah minimum • Upah buruh akan naik setiap tahun, berdasarkan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga upah tahun depan adalah upah minimum sekarang ditambah persentase kenaikan inflasi, ditambah pertumbuhan ekonomi • Formula berlaku di seluruh Indonesia, kecuali di 8 provinsi yaitu NTB, NTT, Papua Barat, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Maluku, dan Maluku Utara. Karena ke-8 provinsi tersebut belum bisa memenuhi ketentuan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan akan diberikan masa transisi hingga 4 tahun. 2. Terbitnya PP Pengupahan akan diikuti dengan 7 (tujuh) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang: Formula UM; Penetapan UMP/UMK; Penetapan UMS; Struktur Skala Upah; THR; Uang Service; KHL II. KUR YANG LEBIH MURAH DAN LUAS. Perubahan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat, yaitu:
Tahun 2015
1. Penerima KUR adalah individu/perseorangan atau badan hukum: • • • • •
Usaha mikro, kecil, dan menengah yang produktif; Calon Tenaga Kerja Indonesia yang akan bekerja pada sektor formal di luar negeri; Anggota keluarga dari karyawan/karyawati yang berpenghasilan tetap; Tenaga Kerja Indonesia yang purna dari bekerja di luar negeri; Tenaga Kerja Indonesia yang mengalami PHK
21
POKOK-POKOK PAKET KEBIJAKAN TAHAP IV – 15 OKTOBER 2015 2. Usaha produktif meliputi sektor: a. Pertanian (padi, palawija, perkebunan kelapa, pembibitan dan budidaya unggas, pembibitan dan budidaya sapi, jasa kehutanan) b. Perikanan (budidaya rumput laut, budidaya udang, penangkapan ikan, jasa sarana produksi perikanan) c. Industri Pengolahan (seluruh usaha di sektor Industri Pengolahan termasuk industri tempe dan tahu, industri pakaian jadi, industr anyaman, kerajinan, industri kreatif di bidang media rekaman, film, dan video) d. Perdagangan (seluruh usaha di sektor perdagangan, tidak termasuk perdagangan barang impor, seperti perdagangan ekspor hasil perikanan, perdagangan dalam negeri beras, perdagangan eceran makanan dan minuman) e. Jasa-Jasa (Seluruh sektor usaha yang masuk dalam penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan; transportasi – pergudangan - dan komunikasi; Real estate - usaha persewaan - jasa perusahaan; pendidikan)
22
POKOK-POKOK PAKET KEBIJAKAN TAHAP V – 22 OKTOBER 2015 1. Kebijakan Revaluasi Aset • Besaran tarif khusus untuk PPh final revaluasi dari 10 persen menjadi 3 persen bila diajukan revaluasinya hingga 31 Desember 2015. • Besaran tarif khusus untuk PPh final revaluasi menjadi 4 persen bila diajukan revaluasinya pada periode 1 Januari 2016-30 Juni 2016. • Besaran tarif khusus untuk PPh final revaluasi menjadi 6 persen bila pengajuan revaluasinya 1 Juli 2016-31 Desember 2016. 2. Kebijakan menghilangkan pajak berganda dana investasi Real Estate, Properti dan Infrastruktur. • Menghilangkan pajak berganda untuk instrumen keuangan yang berbentuk kontrak investasi kolektif dari dana investasi real estate (DIRE) atau Real Estate Investment Trust (REIT) • REIT ini adalah salah satu sarana investasi baru yang secara hukum di Indonesia akan berbentuk kontrak investasi kolektif. 3. Deregulasi di bidang perbankan syariah. • Menyederhanakan peraturan dan perizinan bagi produk-produk perbankan syariah, dimana perizinan tidak perlu lagi mengirim surat, tapi diberlakukan melalui kodefikasi produk-produk syariah.
23
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia www.ekon.go.id 2015