PENGARUH DANA BAGI HASIL (DBH), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Kasus di Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya) Oleh, EMIL DARMAWAN NPM. 093403155
Pembimbing : H. Tedi Rustendi, SE., M.Si, Ak. Iwan Hermansyah, SE., M.Si, Ak.
ABSTRACT This study aims to describe the shared revenues , general fund allocations , and a special allocation fund , as well as partial and simultaneous influence on capital expenditure. The data obtained from the local government district of Tasikmalaya year period from 2003 to 2012. Descriptive analytical method with a case study approach , test data analysis techniques and assumptions of classical regression . Results reveal DBH, DAU, DAK and the largest capital expenditure both in 2012, while the smallest DBH in 2005, the smallest 2004 DAU, DAK smallest capital expenditures in 2003 and lowest in 2003. Simultaneously DBH , DAU and DAK influential and significant capital expenditures . Partially DAU significant effect, while the significant negative effect of DBH and DAK no significant effect on the local capital expenditures. Need to study intensively against DBH allocation and oversight of the activities and costs of the DAK, in order to improve the ability of capital expenditure, while also capital expenditure should be focused on sectors that could support the increasing economic self-reliance and sustainable community. Keywords :
Revenue Sharing, General Allocation Fund, Special Allocation Fund, Capital Expenditure .
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan mengenai dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, serta pengaruhnya secara parsial dan simultan terhadap belanja modal. Data-data diperoleh dari pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya periode tahun 2003-2012. Metode deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus, Teknik analisis data uji asumsi klasikal dan uji regresi. Hasil penelitian diketahui DBH, DAU, DAK dan belanja modal terbesar sama-sama pada tahun 2012, sedangkan DBH terkecil tahun 2005, DAU terkecil tahun 2004, DAK terkecil tahun 2003 dan belanja modal terendah tahun 2003. Secara simultan DBH, DAU, dan DAK berpengaruh dan signifikan terhadap belanja modal. Secara parsial DAU berpengaruh signifikan, sedangkan DBH berpengaruh negatif tidak signifikan dan DAK berpengaruh tidak signifikan terhadap belanja modal daerah. Perlu pengkajian secara intensif terhadap alokasi DBH dan pengawasan terhadap dan kegiatan dengan biaya dari DAK, agar meningkatkan kemampuan belanja modal, selain itu juga belanja modal harus lebih difokuskan pada sektor-sektor yang mampu mendorong peningkatan ekonomi dan kemandirian masyarakat secara berkelanjutan.
Kata Kunci
: Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Modal.
I. 1.
Pendahuluan Latar Belakang Salah satu perwujudan pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksanaan desentralisasi, dimana kepada daerah diserahkan urusan, tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan yaitu UndangUndang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, tentang perimbangan keuangan antara pemerintah daerah dan pusat sebagai perubahan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999. Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota dihadapkan pada tantangan baru, yaitu pemenuhan sendiri kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Adanya kebijakan otonomi daerah tersebut, pemerintah daerah diberikan kesempatan yang lebih leluasa untuk melakukan berbagai kebijakan publik daerah. Dalam rangka membiayai pengeluaran publik, pemerintah daerah tidak hanya melakukan penggalian pendapatan asli daerah tetapi juga memperoleh alokasi dana perimbangan dari pusat. Pengeluaran pemerintah pada umumnya memiliki keterbatasan dalam pembiayaan. Pembiayaan pengeluaran pemerintah yang berasal dari sumber APBN tergantung kebijakan dari pemerintah pusat, sementara pengeluaran pemerintah yang berasal dari APBD sangat tergantung dari besaran dana perimbangan yang berasal dari transfer pemerintah pusat yang berupa, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH), karena Pendapatan Asli Daerah pada umumnya relatif kecil dan belum dapat diandalkan sebagai sumber pembiayaan. Data menunjukkan bahwa laju pertumbuhan belanja pemerintah daerah cenderung lebih cepat dari pada laju pertumbuhan PAD. Proporsi dana PAD hanya mampu membiayai paling tinggi sebesar 20% (Kuncoro, 2007:7). Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum (Halim, 2004: 73). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 53 ayat 1 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Belanja modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan. Pengeluaran pemerintah dalam bentuk alokasi belanja modal didasarkan pada kebutuhan sarana dan prasarana baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik berupa tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya (Halim, 2004: 75). Melalui peningkatan belanja modal APBD tersebut diharapkan menjadi faktor pendorong timbulnya berbagai investasi baru di daerah dalam mengoptimalkan pemanfaatan berbagai sumber daya dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Penggunaan dana perimbangan pada umumnya sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah daerah dengan ketentuan sesuai dengan ketentuannya atau alokasinya. sehingga pemerintah daerah harus secara bijak dalam menggunakannya agar diperoleh hasil yang baik dalam meningkatkan pembangunan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Dana bagi hasil yang penerimaannya didasarkan oleh potensi daerah penghasil, memiliki peranan dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Melalui pengaturan dana bagi hasil, daerah diharapkan mampu mengelola keuangannya dan mengalokasikannya untuk belanja-belanja pembangunan daerah secara tepat sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Dana bagi hasil merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah di luar PAD dan DAU, serta dapat menjadi modal dasar pemerintah daerah untuk belanja modal Dana Alokasi Umum merupakan komponen terbesar pembentuk anggaran pemerintah daerah, dengan adanya transfer DAU, pemerintah daerah dapat lebih fokus terhadap penggunaan PAD yang dimiliki guna untuk membiayai belanja modal, sehingga semakin besar DAU yang diterima pemerintah daerah, maka akan semakin optimal belanja modal pemerintah daerah dan hal itu memberi peluang kepada pemerintah daerah lebih meningkatkan pendapatannya melalui pengelolaan terhadap potensi yang ada di daerah. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Sehingga, Jika DAK yang diterima oleh pemerintah daerah dapat membiayai seluruh kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat, maka pemerintah daerah memiliki kesempatan untuk belanja modal secara optimal melalui pendapatan yang berasal dari daerahnya. DBH, DAU, dan DAK yang memadai dalam hal ini sesuai dengan alokasinya akan mempengaruhi terhadap terpenuhinya kebutuhan belanja modal pemerintah daerah, hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sri (2012) yang mengungkapkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap belanja modal, hasil penelitian Askam (2008) mengungkapkan DAU, dan DAK, berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal daerah. DBH, DAU, dan DAK tidak hanya mempengaruhi kemampuan pemerintah dalam belanja modal tetapi saja, tetapi dapat mempengaruhi pembangunan dan peningkatan ekonomi daerah, hal itu ditunjukkan oleh hasil penelitian Puji (2012) yang mengungkapkan bahwa Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap Konsumsi Pemerintah, Penanaman Modal dan Ekspor Daerah.
2.
Rumusan Masalah Dana perimbangan (DBH, DAU, dan DAK ) bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-daerah. Sehingga dengan adanya dana perimbangan tersebut, diharapkan setiap daerah dapat membiayai berbagai aktivitas pembangunan, salah satunya belanja modal yang pemanfaatnya diharapkan dapat meningkatkan pembangunan daerah. Berdasarkan uraian tersebut penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : a. Bagaimana DBH, DAU, DAK, dan Belanja Modal di Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya b. Bagaimana pengaruh DBH, DAU, DAK secara simultan dan parsial terhadap belanja modal di Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya
3.
Tujuan Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut a. Untuk mengetahui DBH, DAU, DAK, dan Belanja Modal di Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya b. Untuk mengetahui pengaruh DBH, DAU, DAK secara simultan dan parsial terhadap belanja modal di Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 1. Tinjauan Pustaka Dana Bagi Hasil selanjutnya disebut DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. (PP No. 55 Tahun 2005, Pasal 1, ayat 9). Dana Bagi Hasil (DBH) yang berasal dari pajak terdiri dari : Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Sedangkan Dana Bagi Hasil (DBH) yang berasal dari sumber daya alam adalah kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, pertambangan panas bumi ” (UU No. 33 Tahun 2004). Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi (PP No. 55 Tahun 2005, Pasal 1, ayat 23). Secara definisi DAU diartikan sebagai salah satu komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal (Fiscal Gap), yaitu selisih antara Kebutuhan Fiskal dengan Kapasitas Fiskal. 2) Instrumen untuk mengatasi horizontal imbalance, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah di mana penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah. 3) Equalization grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya PAD, Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang diperoleh daerah (Sidik dalam Kuncoro, 2007:3). Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional (PP No. 55 Tahun 2005, Pasal 1, ayat 24). Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Berdasarkan ketentuan Pasal 162 Ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan agar DAK ini diatur lebih lanjut dalam bentuk PP, Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Pelaksanaan DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal. Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 53 ayat 1 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Belanja Modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan. Belanja Modal ini digunakan untuk kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. 2. Kerangka Pemikiran Sumber dana dari dalam negeri yang utama berasal dari daerah sendiri, sumber yang cukup potensial untuk membiayai berbagai aktivitas pembangunan adalah dari sektor pajak. Melalui pengaturan dana bagi hasil pajak, diharapkan pemerintah daerah mampu mengelola keuangannya dan mengalokasikannya untuk belanja-belanja pembangunan daerah secara tepat sesuai dengan kebutuhan pembangunan (Darise, 2008:80). Sehingga melalui kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) diharapkan mampu mengelola keuangannya dan mengalokasikannya untuk belanja-belanja pembangunan daerah secara tepat sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Semakin besar DBH
3.
yang diterima pemerintah daerah maka akan semakin besar modal dasar pemerintah daerah di luar DAU dan DAK, sehingga kemampuan daerah untuk belanja modal akan semakin besar. DAU dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dimaksudkan untuk menutup kesenjangan fiskal dan pemerataan kemampuan fiskal antar daerah dalam rangka membantu kemandirian pemerintah daerah menjalankan fungsi dan tugasnya melayani masyarakat (Darise, 2008:83). Sehingga semakin besar Dana Alokasi Umum yang diterima, maka daerah akan lebih fokus terhadap penggunaan PAD yang dimiliki guna untuk membiayai belanja modal. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah (Darise, 2008:84) Dengan demikian, jika DAK yang diterima oleh pemerintah daerah dapat membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat, maka pemerintah daerah memiliki kesempatan untuk belanja modal secara optimal melalui pendapatan yang berasal dari daerahnya. Sejalan dengan pembagian kewenangan setiap daerah diberi kewenangan menerima dana perimbangan, yang meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil. Transfer pemerintah pusat ini merupakan salah satu sumber dana utama pemerintah daerah untuk membiayai belanja daerah yang nantinya akan dilaporkan dalam perhitungan APBD. Tujuan dari transfer ini adalah mengurangi kesenjangan fiskal antarpemerintahan dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh daerah (Simanjuntak, 2001). Menurut PP No 55 Tahun 2005 dana perimbangan (DAU, DAK, dan DBH) diperuntukkan untuk: menjamin terciptanya perimbangan secara vertikal di bidang keuangan antar tingkat pemerintahan, menjamin terciptanya perimbangan horizontal di bidang keuangan antar pemerintah di tingkat yang sama; dan menjamin terselenggaranya kegiatan-kegiatan tertentu di daerah yang sejalan dengan kepentingan nasional. Sehingga semakin banyak pendapatan yang dihasilkan oleh daerah, baik dari DBH, DAU maupun DAK, maka kemampuan daerah dalam belanja modal akan semakin besar sehingga dapat meningkatkan pelayanan publik dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, yang sekaligus dapat meningkatkan pendapatan daerah sebagai modal dasar dalam pembangunan. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah : a. DBH, DAU, dan DAK secara simultan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya b. Dana Bagi Hasil (DBH) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya c. Dana Alokasi Umum (DAU) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya d. Dana Alokasi Khusus (DAK) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya
III. OBJEK DAN METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini terdiri dari 4 variabel yaitu dana bagi hasil (X 1), dana alokasi umum (X2), dana alokasi khusus (X3) dan belanja modal (Y), sedangkan yang menjadi subjek penelitian (satuan pengamatan) dalam penelitian ini adalah pemda Kabupaten Tasikmalaya yang beralamat di jalan By Pass Bojong Koneng Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus. Metode analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Mohammad Nazir, 2007 : 63). 3. Operasionalisasi Variabel Variabel Dana Bagi Hasil (Variabel X1)
Definisi Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. (PP No. 55 Tahun 2005)
Indikator 1. Dana bagi hasil pajak a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) c. PPH Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21 2. Dana bagi hasil sumber daya alam a. Kehutanan b. Pertambangan Umum c. Perikanan d. Pertambangan Minyak Bumi e. Pertambangan Gas Bumi f. Pertambangan Panas Bumi
Skala Rasio
4.
5.
Variabel Dana Alokasi Umum (Variabel X2)
Definisi Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi (PP No. 55 Tahun 2005)
Indikator 1. Anggaran Dasar (Belanja Pegawai) 2. Celah Fiskal (Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal)
Skala Rasio
Dana Alokasi Khusus (Variabel X3)
Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. (PP No. 55 Tahun 2005)
Biaya sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat Seperti: 1. Bidang Pendidikan 2. Bidang Kesehatan 3. Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi dan Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi 4. Bidang Prasarana Pemerintahan 5. Bidang Kelautan dan Perikanan 6. Bidang Pertanian 7. Bidang Lingkungan Hidup 8. Bidang Keluarga Berencana 9. Bidang Kehutanan 10. Bidang Sarana dan Prasaranan Pedesaan 11. Bidang Perdagangan
Rasio
Belanja Modal (Variabel Y)
Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin. (Halim, 2004)
1. 2. 3. 4. 5.
Rasio
Belanja modal tanah Belanja modal peralatan dan mesin Belanja modal gedung dan bangunan Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan Belanja modal fisik lainnya
Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari laporan keuangan pemerintah daerah. Data diperoleh dari pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya periode tahun 2003 – 2013. Teknik Analisis Data a. Uji Asumsi Klasikal 1) Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan adalah rasio skewness yaitu nilai skewness dibagi dengan standar eror skewness dan rasio kurtosis yaitu nilai kurtosis dibagi dengan standar eror kurtosis. Kriteria pengambilan keputusannya adalah jika rasio skewness dan kurtosis berada di antara -2 hingga +2 maka dada berdistribusi normal 2) Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas yang digunakan uji statistik Glejser. Terdapat gangguan atau mengandung heteroskedastisitas jika tingkat signifikasninya < 0,05 3) Uji Autokorelasi Uji autokorelasi yang digunakan uji Durbin Watson. Pengambilan Keputusan dapat dilihat melalui Tabel atuokorelasi 4) Uji Multikolinearitas Untuk menguji multikolinearitas dengan cara melihat nilai VIF masing-masing variabel independen, jika nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan data bebas dari gejala multikolinearitas b. Uji Regresi Untuk mengetahui pengaruh dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus terhadap belanja modal digunakan analisis regresi berganda dengan asumsi : Data semua variabel berdistribusi normal atau membentuk kurva normal, tidak ada hubungan yang linear antarvariabel independen (tidak ada multikolinieritas), variabel X1, X2, X3 tidak berpengaruh terhadap nilai absolutnya atau memiliki varian regresi yang konstan (tidak mengalami heroskedastisitas), dan tidak ada korelasi antara variabel X 1, X2, X3 atau tidak adanya autokorelasi pada variabel independen. Uji Statistik yang digunakan meliputi : 1) Pengujian Koefisien Korelasi 2) Pengujian Simultan 3) Pengujian Faktor Residu/ Sisa 4) Pengujian Hipotesis dengan menggunakan uji t dan F
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian a. Dana Bagi Hasil (DBH) Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya Komponen DBH Perkembangan Tahun DBH (%) Pajak SDA 2003 31.481,43 9.574,21 41.055,64 2004 32.158,12 11.454,95 43.613,07 5,86 2005 28.343,60 9.168,08 37.511,68 (16,27) 2006 35.162,23 10.885,26 46.047,49 18,54 2007 45.546,44 5.051,85 50.598,29 8,99 2008 48.446,20 6.038,80 54.485,00 7,13 2009 53.869,23 16.052,30 69.921,53 22,08 2010 58.556,20 17.703,80 76.260,00 8,31 2011 59.898,62 25.703,71 85.602,33 10,91 2012 63.982,22 27.484,24 91.466,46 6,41 b.
Dana Alokasi Umum (DAU) Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya Dana Alokasi Umum Tahun Perkembangan (%) (DAU) 2003 405.556,69 2004 387.801,00 (4,58) 2005 411.220,00 5,70 2006 648.149,00 36,55 2007 718.561,00 9,80 2008 789.565,00 8,99 2009 801.713,44 1,52 2010 921.384,11 12,99 2011 881.513,54 (4,52) 2012 1.083.660,00 18,65
c.
Dana Alokasi Khusus (DAK) Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya Dana Alokasi Khusus Tahun Perkembangan (%) (DAK) 2003 9.852,00 2004 24.500,00 59,79 2005 48.594,00 49,58 2006 49.160,00 1,15 2007 69.774,00 29,54 2008 67.305,00 (3,67) 2009 77.536,00 13,20 2010 60.545,50 (28,06) 2011 76.857,60 21,22 2012 106.110,00 27,57
d.
Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya Tahun Belanja Modal Perkembangan (%) 2003 74.425,76 2004 83.252,93 10,60 2005 88.496,67 5,93 2006 227.846,85 61,16 2007 227.324,56 (0,23) 2008 211.679,12 (7,39) 2009 165.098,14 (28,21) 2010 185.630,21 11,06 2011 167.143,63 (11,06) 2012 354.485,00 52,85
2.
Uji Asumsi Klasikal Berdasarkan uji asumsi klasikal terhadap model regresi linear berganda diketahui terdapat masalah autokorelasi, sehingga untuk mengatasi masalah autokorelasi data yang diperoleh dari hasil penelitian dilakukan transformasi ke dalam bentuk Ln. Adapun hasil uji asumsi klasikal terhadap data setelah ditransformasi ke dalam bentuk Ln dapat penulis deskripsikan sebagai berikut : a. Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan adalah rasio skewness dan kurtosis. Berdaskan hasil perhitungan diketahui nilai koefisien skewness = 0,766, standard error of skewness = 0,687, sedangkan koefisien kurtosis = 0,768 dan standard erros of kurtosis = 1,334. Sehingga diperoleh nilai rasio skewness =1,115 dan kurtosis =-0,576 berada pada rentang antara -2 sampai dengan +2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data variabel DBH, DAU, DAK, dan belanja modal dapat dinyatakan berdistribusi normal. b. Uji Autokorelasi Uji yang digunakan adalah uji Durbin-Watson. Hasil perhitungan di peroleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,685 dengan n = 10 dan variabel independen sebanyak 3, maka diperoleh nilai d L = 0.6972 dan dU = 1.6413, kemudian dilakukan perhitungan 4 – dU = 4 – 1,6413 = 2.3587. Sehingga diketahui nilai 1,685 berada diantara nilai dU dan 4-dU (1,6413 < 1,685 > 2,3357). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setelah semua data ditransformasi ke dalam bentuk Ln tidak terjadi masalah autokorelasi diantara variabel, dengan kata lain data hasil penelitian dapat dinyatakan bebas dari autokorelasi. c. Uji Heroskedastisitas Uji heteroskedastisitas yang digunakan adalah uji Glejser. Hasil perhitungan diketahui nilai t hitung DBH terhadap nilai absolut residualnya adalah 0,635 dengan nilai sig. 0,549, sedangkan t hitung DAU sebesar 0,319 dengan nilai sig. 0.761, dan t hitung DAK terhadap nilai absolut residualnya adalah 0,647 dengan nilai sig. 0.541. Hal itu menunjukkan semua variabel memperoleh nilai sig. yang lebih besar dari 0,05, artinya tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan residual absolutnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. d. Uji Multikolinearitas Uji multikolineritas yang adalah Uji VIF. Hasil perhitungan diketahui korelasi DBH terhadap belanja modal memperoleh harga koefisien VIF sebesar 5,630, harga koefisien VIF DAU sebesar 9,292, dan harga koefisien VIF DAK sebesar 3,261, dimana semua variabel independent memperoleh harga koefisien VIF < 10. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tidak terhadap hubungan antara variabel-variabel independent atau tidak terjadi multikolinearitas antara variabel DBH, DAU dan DAK.
3.
Pembahasan a. Pengaruh DBH, DAU, dan DAK secara Simultan Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya Berdasarkan hasil penelitian dan uji statistik, DBH, DAU, dan DAK secara simultan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, dengan nilai F hitung = 17,657, nilai probabilitas (Sig.) sebesar 0,002 yang lebih kecil dari 0,05, nilai korelasi 0,948 dan besar pengaruhnya adalah 89,8%. Hal itu menunjukkan bahwa tinggi rendahnya penerimaan dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya dalam melakukan belanja modal. Dengan demikian, adanya berbagai sumber penerimaan dalam hal ini Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil, serta didukung dengan pendapatan asli daerah diharapkan dapat mendorong pendapatan perkapita daerah melalui peningkatan berbagai jenis pengeluaran atau belanja pemerintah yang dapat merangsang aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Dengan peningkatan pengeluaran pemerintah, khususnya belanja modal diharapkan dapat mendorong peningkatan ekonomi masyarakat yang pada gilirannya dapat memacu pertumbuhan pendapatan perkapita. Menurut Khusaini, (2006) menegaskan bahwa dengan diserahkan beberapa kewenangan ke pemerintah daerah diharapkan pelayanan masyarakat semakin efisien dan pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat lokal. Pandangan ini menandakan bahwa bila pemerintah daerah memahami benar karakteristik daerahnya maka alokasi anggaran pembangunan lebih terarah, dan sebaliknya jika tidak dipahami dengan baik maka alokasi anggaran publik dalam bentuk belanja publik tidak akan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. b. Analisis Pengaruh DBH secara Parsial Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya Berdasarkan hasil penelitian dan uji statistik DBH secara parsial berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, dengan nilai probabilitas (sig.) sebesar 0,071 dan besar pengaruhnya adalah 66,7%, hal itu menunjukkan DBH tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, yang berarti pula kebutuhan belanja modal pemerintah daerah tidak hanya dapat mengandalkan DBH yang ditransfer pemerintah pusat, dalam artian DBH yang diterima pemerintah daerah tidak dapat membiayai belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya.
c.
d.
Tidak signifikannya pengaruh DBH terhadap belanja modal disebabkan dana yang diterima pemerintah daerah masih relatif kecil dibanding dengan kebutuhan belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, hal itu dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada periode tahun 2003 sampai 2012. rata-rata DBH yang diterima pemerintah daerah adalah Rp. 59.656,15,- juta per tahun sedangkan belanja modal rata-rata per tahunnya adalah Rp. 178.538,29,- juta per tahun, hal itu menunjukkan bahwa rata-rata per tahunnya DBH hanya mampu membiayai 25,62% dari total belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya. Sehingga untuk membiayai kebutuhan belanja modal, maka pemerintah daerah harus menambah dari sumber pendapatan lain, salah satunya sumber pendapatan yang digunakan adalah pendapatan asli daerah seperti pendapatan dari penerimaan pajak atau retribusi. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan belanja modal, maka pemerintah daerah harus mampu mengelola DBH dan pendapatan yang berasal dari daerah, ada kebutuhan belanja daerah dapat terpenuhi guna meningkatkan pertumbuhan daerah, Menurut Darise, (2008:80) Sumber dana dari dalam negeri yang utama berasal dari daerah sendiri, sumber yang cukup potensial untuk membiayai berbagai aktivitas pembangunan adalah dari sektor pajak. Melalui pengaturan dana bagi hasil pajak, diharapkan pemerintah daerah mampu mengelola keuangannya dan mengalokasikannya untuk belanjabelanja pembangunan daerah secara tepat sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Analisis Pengaruh DAU secara Parsial Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya DAU secara parsial berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, dengan nilai t hitung sebesar 3,586 dengan nilai sig. 0,012 dan besar pengaruhnya adalah 82,6%, hal itu menunjukkan semakin besar DAU yang diterima pemerintah daerah maka akan meningkatkan kemampuan belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya. DAU merupakan dana perimbangan yang paling besar diterima oleh pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, sehingga pemerintah daerah memiliki keleluasaan dalam melakukan pengelolaan, bila pemerintah daerah memiliki kepekaan yang tinggi dalam meningkatkan kesejahteraan daerah, maka pemerintah daerah berusaha melakukan penghematan dalam penggunaan anggaran dan berusaha untuk melakukan pengeluaran, terutama belanja modal yang diprioritaskan pada upaya peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat, sehingga dapat menumbuhkan pendapatan asli daerah, dan dengan adanya peningkatan pendapatan asli daerah, maka kemampuan belanja modal pemerintah daerah akan mengalami peningkatan. Ini berarti tingkat kemandirian pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan di daerah, terutama untuk belanja modal masih sangat tergantung pada transfer pemerintah pusat. Menurut Darise, (2008:80) Sumber dana dari dalam negeri yang utama berasal dari daerah sendiri, sumber yang cukup potensial untuk membiayai berbagai aktivitas pembangunan adalah dari sektor pajak. Melalui pengaturan dana bagi hasil pajak, diharapkan pemerintah daerah mampu mengelola keuangannya dan mengalokasikannya untuk belanja-belanja pembangunan daerah secara tepat sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Pengaruh DAK secara Parsial Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya Dana Alokasi Khusus (DAK) secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, dengan besar pengaruhnya sebesar 17,1%, nilai thitung sebesar 1,775, dan nilai sig. 0,119. Hal itu menunjukkan bahwa DAK yang diterima pemerintah daerah belum mampu meningkatkan kemampuan belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, yang berarti pula bahwa pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya untuk memenuhi kebutuhan belanja modalnya tidak tergantung pada DAK. Pada dasarnya DAK dimaksudkan untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat, mengingat pemerintah Kabupaten Tasikmalaya sedang melakukan pembangunan kota, maka terjadi peningkatan pada pembangunan dan/atau pengadaan dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan hal itu memicu meningkatnya biaya operasional yang tidak dapat dibiayai oleh pendapatan yang bersumber DAK, atau akan mempengaruhi alokasi pembiayaan pada sektor lain, salah satunya anggaran biaya belanja modal dan hal itu menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak signifikannya pengaruh DAK terhadap belanja modal. Menurut Bapenas (2011) Kewenangan untuk membelanjakan dana yang dimiliki akan sangat tergantung kepada jenis pendapatan. Pendapatan daerah seperti Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil adalah jenis pendapatan yang kewenangan penggunaannya ada di tangan Pemerintah Daerah. Berbeda dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang tidak dapat digunakan secara bebas oleh Pemda karena sudah tertentu penggunaannya dari Pemerintah Pusat.
V. Simpulan dan saran 1. Simpulan a. Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan belanja modal terbesar sama-sama pada tahun 2012, sedangkan DBH terkecil tahun 2005, DAU terkecil tahun 2004, DAK terkecil tahun 2003, dan belanja modal terendah tahun 2003. b. DBH, DAU, dan DAK secara simultan berpengaruh dan signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, hal itu berdasarkan seluruh data yang telah ditransformasi ke dalam bentuk Ln. c. Secara parsial DBH berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, hal itu berdasarkan data DBH dan belanja modal yang telah ditransformasi ke dalam bentuk Ln. d. Secara parsial DAU berpengaruh dan signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, hal itu berdasarkan data DAU dan belanja modal yang telah ditransformasi ke dalam bentuk Ln. e. Secara parsial DAK berpengaruh dan tidak signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya, hal itu berdasarkan data DAK dan belanja modal yang telah ditransformasi ke dalam bentuk Ln. 2. Saran a. Penggunaan DBH harus terus dilakukan pengkajian secara intensif, agar alokasi dana dapat direalisasikan pada sektor yang tepat sesuai dengan potensi yang ada di daerah Kabupaten Tasikmalaya sehingga dapat memberikan dampak yang lebih optimal terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat dan pendapatan daerah, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan belanja modal pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya. b. Pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya diharapkan selalu melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang menggunakan Dana Alokasi Khusus, sehingga selain sesuai dengan sasaran dan tujuan yang ditepatkan pemerintah pusat, juga dapat memberikan dampak yang optimal pada pembangunan Kabupaten Tasikmalaya terutama kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat. c. Manajemen pengeluaran pemerintah daerah dalam bentuk belanja modal perlu lebih diprioritaskan pada peningkatan kesejahteraan rakyat yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini menandakan bahwa pengeluaran pemerintah daerah, khususnya untuk belanja modal harus lebih difokuskan pada sektor-sektor yang mampu mendorong peningkatan ekonomi dan kemandirian masyarakat secara berkelanjutan, sehingga dapat mewujudkan kemandirian dalam pengelolaan keuangan daerah, dan dapat mengurangi ketergantungan atas transfer dana perimbangan dari pemerintah pusat. DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, Yoopi. (2004) Ekonomi Manajerial. Jakarta : Ghalia Indonesia Arikunto, Suharsimi (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Bapenas (2011) Analisis Perspektif, Permasalahan dan Dampak Dana Alokasi Khusus (DAK). Jakarta : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Darise, Nurlan. (2008) Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi Sektor Publik). Indeks, Jakarta. Ghozali (2005) Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi. Ketiga. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Halim, Abdul (2004) Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta : Salemba Empat. Khusaini, Mohammad. (2006) Ekonomi Publik: Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Daerah, BPFE Unibraw. Mardiasmo (2004) Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: ANDI Mohammad. Nazir, (2007) Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia Penjelasan PP No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Penjelasan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah Peraturan Menteri Keuangan no.171.1/PMK.07/2008 tentang Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2009 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005) Pemerintahan Daerah di Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia Simanjuntak, Robert (2001) Kebijakan Pengutan Daerah di Era Otonomi, Domestik Trade, Decentralization and Globalization. Conference LPEM UI Jakarta. Sudarmanto, Gunawan R (2013) Statistik Terapan Berbasis Komputer. Jakarta : Mitra Wacana Media. Sugiyono (2010) Metode Penelitian Bisnis. Penerbit Alfabeta. Bandung Suliyanto (2011) Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta: ANDI Syaiful (2008) Pengertian dan Perlakuan Akuntansi Belanja Barang dan Belanja Modal dalam Kaidah Akuntansi Pemerintahan. Jakarta : Ghalia Indonesia Syukriy Abdullah Dan Jhon Andra Asmara (2006) Perilaku Oportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah; Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. http://kelembagaandas.wordpress.com/teori-agensi-principal-agent-theory/syukriy-abdullah-dan-jhon-andraasmara/ Wijaya, H.A.W. (2007) Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada