PERSPEKTIF TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 DALAM TINDAK PIDANAPENCURIAN Oleh Aswindri R.N
ABSTRAK Pencurian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang untuk mengambil barang, sebagian atau seluruhnya milik orang lain dengan melawan hukum. Penyebab utamanya ialah karena keadaan yang memaksa, sedangkan lapangan pekerjaan sulit didapatkan sehingga membuat mereka sendiri menyadari bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tercela dan dapat dikenakan sanksi hukuman. Banyaknya perkara pencurian dengan nilai barang yang kecil yang kini diadili di Pengadilan cukup mendapatkan sorotan masyarakat. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Sebagai negara hukum, untuk menjalankan suatu negara dan perlindungan hak asasi harus 1 berdasarkan hukum. Masalah kejahatan pencurian merupakan suatu persoalan yang tidak hanya dialami oleh masyarakat atau negara berkembang saja tetapi juga oleh masyarakat atau negara yang maju (modern). Bahkan pada realitanya perkembangan masyarakat yang pesat mempunyai peluang besar
1
Prasetyo Teguh, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana,(Bandung: Nusamedia 2010), hal 1.
untuk timbulnya kejahatan pencurian tersebut. Kejahatan pencurian merupakan perbuatan yang merugikan masyarakat pada umumnya dan merugikan negara pada khususnya. Berbagai faktor penyebab timbulnya kejahatan pencurian ini, perlu dicari sebab-sebabnya karena bentuk kejahatan pencurian tergolong kejahatan yang sulit diatasi. Disamping pengaruh ekonomi, ada faktor lain yang menyebabkan timbulnya pencurian, yaitu karena faktor lingkungan. Pengaruh lingkungan itu terutama terdapat di kota-kota besar yang mengalami pergeseran budaya dari tradisional menuju kehidupan modernisasi. Faktor lain yang menyebabkan timbulnya pencurian adalah tingkat sosial yang berbeda.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah pengertian tindak pidana ringan dan denda, Bagaimana penerapan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 dalam proses peradilan tindak pidana pencurian ringan yang telah disahkan dan diberlakukan. Tujuan penulisan ini adalah Untuk memberikan masukan kepada pemerintah, aparat penegak hukum, serta informasi dan gambaran kepada masyarakat mengenai Perspektif Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Dalam Tindak Pidana Pencurian. Dalam penulisan hukum ini, penulis mempergunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitis yaitu menggambarkan faktafakta yang diteliti, yang selanjutnya dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan pendapat ahli hukum. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (field research). Pengertian Pencurian dan Denda Pencurian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang untuk mengambil barang, sebagian atau seluruhnya milik orang lain dengan
melawan hukum.2 Sasaran pencurian ditujukan bukan pada unsur manusia, melainkan yang menjadi sasaran adalah unsur kebendaan yang selalu dihubungkan dengan nilai uang. Pencurian adalah suatu perbuatan yang tercela dan perbuatan yang sangat tidak disukai oleh masyarakat. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai pencurian diatur mulai dari Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHPidana. Dalam Pasal 362 KUHPidana ditentukan : “ Barang siapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp900,-(sembilan ratus rupiah).”3 Ketentuan Pasal 362 KUHPidana digolongkan sebagai pencurian biasa merupakan ketentuan yang termasuk di dalam bidang hukum materiil. Peraturan ini menentukan suatu tindak pidana yang menunjukkan siapa yang dapat dipidana, perbuatan apa yang dapat dipidana, dan hukuman apa yang dapat dijatuhkan.
2
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Bogor: Politiea, 1967), hal 215. 3 Solahudin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, dan Perdata, (Jakarta: Visimedia, 2009), hal 86.
Moeljatno membagi unsurunsur suatu perbuatan pidana kedalam 5 unsur, yaitu:4 a. Unsur kelakuan akibat (perbuatan); b. Unsur hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan; c. Unsur keadaan tambahan yang memberatkan; d. Unsur melawan hukum obyektif; e. Unsur melawan hukum subyektif. Menurut Kitab UndangUndang Hukum Pidana, pencurian itu dapat dikategorikan kedalam (5) lima macam, yaitu sebagai berikut: a. Tindak Pidana Pencurian Biasa (Pasal 362 KUHPidana); b. Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan (Pasal 363 KUHPidana); c. Tindak Pidana Pencurian Ringan (Pasal 364 KUHPidana); d. Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan (Pasal 365 KUHPidana); e. Tindak Pidana Pencurian dalam Keluarga (Pasal 367 KUHPidana). Pidana denda sebenarnya sudah dikenal sejak lama, merupakan bentuk pidana tertua, lebih tua daripada pidana penjara. Mungkin setua pidana mati5 namun baru pada abad ini dapat dimulai keemasan pidana denda. Sebab itu pula, kemudian denda ini berhasil menggeser kedudukan pidana badan
dari peringkat pertama.6 Pidana denda sebagai salah satu pidana pokok yang ditentukan dalam Pasal 10 KUHP yang digunakan sebagai pidana alternatif atau pidana tunggal dalam Buku I dan Buku II KUHP. Pada zaman modern ini, pidana denda dijatuhkan terhadap delik-delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Pidana denda memiliki sifat perdata, mirip dengan pembayaran yang diharuskan dalam perkara perdata terhadap orang yang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Perbedaannya ialah denda dalam perkara pidana dibayarkan kepada negara atau masyarakat, sedangkan dalam perkara perdata dibayarkan kepada orang pribadi atau badan hukum. Penetapan pidana denda dalam KUHP merupakan jenis sanksi pidana yang berbeda jumlah presentase dan ancaman jenis pidananya dengan RUU KUHP, baik pidana yang diancamkan sebagai alternatif maupun pidana tunggal. Pengaturan pidana denda dalam KUHP ditentukan dalam Pasal 10 jo. Pasal 30. Pasal 30 mengatur mengenai pola pidana denda. Ditentukan bahwa banyaknya pidana denda sekurangkurangnya Rp.3,75 sebagai ketentuan minimum.7 Jika dijatuhkan pidana denda, dan pidana denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan.
4
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1983), hal 63. 5 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta; PT Pradnya Paramita, 1993), hal 53.
6
Jan Remmelink, Op.Cit, hal 285. Tim Peneliti MaPPi FHUI, KRHN, dan LBH Jakarta, Menungu Perubahan dari Balik Jeruji, (Jakarta: Kemitraan, 2007), hal 13. 7
Lamanya pidana kurungan pengganti tersebut sekurang-kurangnya satu hari dan paling lama 6 bulan. Zamhari Abidin,8 bahwa tugas hukum pidana adalah melindungi kepentingan hukum yang digolongkan ke dalam perlindungan terhadap nyawa, badan, kehormatan, kebebasan, dan kekayaan. Latar Belakang Lahirnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Dengan era reformasi yang melanda negara ini, telah membawa dampak yang sangat luas, di segala aspek kehidupan bernegara.9 Oleh karena itu Mahkamah Agung mengharapkan supaya Pengadilan menjatuhkan pidana yang sungguhsungguh setimpal dengan beratnya dan sifatnya tindak pidana tersebut dan jangan sampai menjatuhkan pidana yang menyinggung rasa keadilan di dalam masyarakat. Banyaknya perkara-perkara pencurian ringan tidak tepat didakwa dengan menggunakan Pasal 362 KUHP yang ancaman pidananya paling lama 5 (lima) tahun. Perkaraperkara pencurian ringan seharusnya masuk dalam kategori tindak pidana ringan yang mana seharusnya lebih tepat didakwa dengan Pasal 364 KUHP yang ancaman pidananya 8
Zamhari Abidin, Pengertian dan Asas Hukum Pidana dalam Schema (bagan) dan Sysnosis (catatan singkat), (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hal 4. 9 Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pemidanaan Agar Setimpal dengan Berat dan Sifat Kejahatannya.
paling lama 3 (tiga) bulan penjara atau denda paling banyak Rp.250,00 (dua ratus lima puluh rupiah). Jika perkara-perkara tersebut didakwa dengan Pasal 364 KUHP maka tentunya berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana para tersangka atau terdakwa perkaraperkara tersebut tidak dapat dikenakan penahanan (Pasal 21) serta acara pemeriksaan di Pengadilan yang digunakan haruslah Acara Pemeriksaan Cepat yang cukup diperiksa oleh Hakim Tunggal kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa, sebagaimana diatur dalam Pasal 205210 KUHAP.10 Menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyakbanyaknya Rp.7000,- (tujuh ribu rupiah) dan penghinaan ringan. Berdasarkan Pasal 45A Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dua kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 perkara-perkara tersebut tidak dapat diajukan kasasi karena ancaman hukumannya di bawah 1 (satu) tahun penjara. Mahkamah Agung memahami alasan Penuntut Umum saat ini mendakwa para terdakwa dalam perkara-perkara tersebut dengan menggunakan Pasal 362 KUHP, oleh 10
Solahudin, Op Cit, hal 199.
karena batasan pencurian ringan yang diatur dalam Pasal 364 KUHP saat ini adalah barang atau uang yang nilainya di bawah Rp.250,- (dua ratus lima puluh rupiah). Nilai tersebut tentunya sudah tidak sesuai lagi saat ini, sudah hampir tidak ada barang yang nilainya di bawah Rp.250,- (dua ratus lima puluh rupiah) tersebut. Bahwa angka Rp.250,- (dua ratus lima puluh rupiah) tersebut merupakan angka yang ditetapkan oleh Pemerintah dan DPR pada tahun 1960 melalui Perpu Nomor 16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana yang kemudian disahkan menjadi UndangUndang melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Pengesahan Semua Undang-Undang Darurat dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang. Untuk mengefektifkan kembali Pasal 364 KUHP sehingga permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam perkara-perkara yang saat ini menjadi perhatian masyarakat tersebut Pemerintah dan DPR perlu melakukan perubahan atas KUHP, khususnya terhadap seluruh nilai rupiah yang ada dalam KUHP. Namun mengingat sepertinya hal tersebut belum menjadi prioritas Pemerintah dan DPR, akan memakan waktu yang cukup lama, walaupun khusus untuk substansi ini sebenarnya mudah, untuk itu Mahkamah Agung memandang perlu menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung ini untuk menyesuaikan nilai mata uang yang menjadi batasan tindak pidana ringan,
baik yang diatur dalam Pasal 364 KUHP maupun Pasal-Pasal lainnya, yaitu Pasal 373 (penggelapan ringan), Pasal 379 (penipuan ringan), Pasal 384 (penipuan ringan oleh penjual), Pasal 407 ayat (1) (perusakan ringan) dan Pasal 482 (penadahan ringan). Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batas Tindak Pidana dan Jumlah Denda di dalam KUHP, hanya sedikit merubah nilai nominal yang ada di dalam KUHP, karena di dalam KUHP nilai rupiah telah mengalami banyak perubahan yang sangat signifikan sejak tahun 1960 dan belum mengalami perubahan hingga saat ini. Peraturan ini hanya berlaku dilaksanakan pada tingkat Pengadilan bukan tingkat Kepolisian karena kekuasaan Mahkamah Agung tidak mencakup kepada Kepolisian melainkan badan peradilan. Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan tersebut untuk mengembalikan fungsi Pasal 364 agar efektif dan memberikan keadilan kepada pencuri yang melakukan pencurian dengan nilai barang atau uang bernilai tidak lebih dari Rp.2.500.000,untuk dapat memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP. Mahkamah Agung mempunyai kewenangan:11 11
Ibid, hal 5.
1. Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. 2. Menguji peraturan Perundangundangan di bawah Undangundang terhadap Undang-undang. 3. Kewenangan lainnya yang diberikan Undang-undang. Mahkamah Agung adalah12 salah satu pelaku Kekuasaan Kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Mahkamah Agung bukan lagi Lembaga Tertinggi Negara sebagaimana ditetapkan dalam Ketentuan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1978. Mahkamah Agung merupakan Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya. Sejarah berdirinya Mahkamah Agung RI tidak dapat dilepaskan dari masa penjajahan atau sejarah penjajahan di bumi Indonesia ini.13 Hal mana terbukti dengan adanya kurunkurun waktu, dimana bumi Indonesia sebagian waktunya dijajah oleh Belanda dan sebagian lagi oleh 12
Ibid, hal 36-50. Mahkamah Agung, Sejarah Berdirinya Mahkamah Agung, http://mahkamahagung.go.id, diakses tanggal 18 Mei 2012. 13
Pemerintah Inggris dan terakhir oleh Pemerintah Jepang. Oleh karenanya perkembangan peradilan di Indonesia pun tidak luput dari pengaruh kurun waktu tersebut. Mulai pertama kali berdirinya Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung itu berada di bawah satu atap dengan Mahkamah Agung, bahkan: bersama dibawah satu Departemen, yaitu: Departemen Kehakiman. Dulu namanya: Kehakiman Agung pada Mahkamah Agung, seperti Kejaksaan Negeri dulu namanya: Kejaksaan Pengadilan Negeri. Kejaksaan Agung mulai memisahkan diri dari Mahkamah Agung yaitu sejak lahirnya Undang-Undang Pokok Kejaksaan (Undang-Undang No. 15 tahun 1961) di bawah Jaksa Agung Gunawan, S.H. yang telah menjadi Menteri Jaksa Agung. Peraturan Mahkamah Agung selanjutnya disebut PERMA sangat Populer bagi kalangan Akademisi Hukum, Praktisi Hukum dan Pengamat Hukum. Namun agak kurang populer bagi masyarakat kecil pencari keadilan, hal ini diantaranya karena ketika kata hukum disebutkan maka yang terlintas dalam benak masyarakat adalah Polisi, Jaksa, Hakim dan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), Karena masyarakat kecil pencari keadilan sering disangkakan atau didakwa dengan ketentuan yang terdapat pada KUHP yang berujung berhadapan dengan aparat penegak hukum seperti Polisi, Jaksa, dan Hakim.
Mahkamah Agung baru saja mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Jika sebelumnya yang disebut tindak pidana pencurian ringan yang nilainya kurang dari Rp250 kini diubah menjadi Rp2.500.000,dimana nilainya dilipatgandakan menjadi 10.000 kali. Tidak tanggung-tanggung Perma ini langsung mendapat respon yang begitu besar, penuh pro dan kontra oleh masyarakat baik di kalangan akademis, praktisi, pengamat dan lain-lain. PERMA tersebut lahir atas protes rasa ketidak adilan yang dirasakan masyarakat selama ini. Para penegak hukum berkata lantang hukum harus ditegakkan ketika rakyat kecil yang tak memiliki apa-apa dan tak berdaya melakukan suatu tindak pidana (bukan berarti masyarakat kecil tidak boleh dihukum bila melanggar). Sementara proses hukum terhadap pencurian uang negara oleh penjahat berdasi tidak jelas hukum apa yang ditegakkan. Ketua Makamah Agung (MA) Hatta Ali menyadari bahwa saat ini ada kesalahpahaman bahwa dengan Perma itu pelaku tindak pidana dengan nilai kerugian di bawah Rp 2.500.000,tidak dihukum, padahal sebenarnya yang dimaksudkan dari Perma tidak seperti itu. Proses hukum tetap berjalan, hanya pelakunya tidak perlu ditahan. Ini yang sering disalah pahami karena dianggap pencuri di bawah nilai Rp 2.500.000,- tidak dihukum. Bukan seperti itu, sebab pelaku hanya tidak
perlu ditahan. Batasan Rp 250 untuk kerugian tipiring sebagaimana yang terdapat dalam KUHP selama ini dinilai kurang tepat, mengingat nilai Rp 250 itu dipertahankan sejak 1960 yang tentunya sekarang sudah berbeda kondisinya. Apakah Perma No 2 Tahun 2012 akan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, tentu waktu yang akan mengujinya. Sebab di balik penerbitan Perma No. 2 Tahun 2012 itu terdengar juga pandangan yang mengkhawatirkan akan menjamurnya kejahatan-kejahatan atau tindak pidana dengan nilai dendanya di bawah Rp 2.500.000,-. Bahkan ada juga yang memahaminya pencurian uang dengan nilai kurang dari Rp 2.500.000,-. Tetapi, kekhawatiran itu tentu bagi mereka yang awam hukum, dimana Perma No 2 Tahun 2012 dalam persepsi publik yang awam mengacu pada nilai rupiahnya. Padahal Perma No 2 Tahun 2012 tidak ditujukan kepada seluruh tindak pidana, tetapi hanya pada tindak pidana ringan (Tipiring). Kepolisian dan Kejaksaan kesusahaan untuk menerapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012, sepeti yang disampaikan oleh Kapolres Langkat AKBP L Eric Bhismo,14 Saat ini para penyidik
14
Kepolisian dan Kejaksaan kesulitan untuk menerapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012, http://analisadaily.com, dalam diskusi panel antara Polisi, Jaksa, Petugas Lapas, Pengadilan
kepolisian dan kejaksaan belum dapat menerapkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.2/2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan (Tipiring) dan jumlah denda dalam KUHP. Namun, kita akan melakukan koordinasi dengan kejaksaan, pengadilan guna mendapatkan kearifan lokal dalam penerapannya. Alasannya, kalau menelan bulat-bulat produk MA itu, dikhawatirkan penjarahan merajalela. Pasalnya, bukan tidak mungkin dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab melakukan aksi kriminal yang kemudian ditolerir peraturan dimaksud.15 Dengan lahirnya Perma itu, merupakan otoritas Kehakiman, berdasarkan kajian-kajian terlebih dahulu ketika disinggung produk dimaksud sedikit prematur, disebabkan canggungnya Penyidik Polisi maupun Jaksa mengimplementasikannya. Kalau dipakai bisa berbahaya. Karena bukan tidak mungkin, banyak penjarahan dilakukan dengan dalih tindak pidana ringan (tipiring) karena kerugian disebabkan tidak melebihi Rp 2,5 juta. Ketentuan Jumlah Denda dalam Tindak Pidana Ringan menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Untuk melakukan penyesuaian nilai rupiah Mahkamah Agung berpedoman pada harga emas yang maupun Hakim yang diprakarsai Kejari Stabat.
diakses tanggal 24 Mei 2012. 15 Ibid.
berlaku pada sekitar tahun 1960.16 Bahwa batasan nilai yang diatur dalam Pasal-Pasal pidana ringan tersebut perlu disesuaikan dengan kenaikan tersebut, untuk mempermudah perhitungan Mahkamah Agung menetapkan kenaikan nilai rupiah tersebut tidak dikalikan 10.077 namun cukup 10.000 kali. Dengan dilakukannya penyesuaian seluruh nilai uang yang ada dalam KUHP baik terhadap PasalPasal tindak pidana ringan maupun terhadap denda diharapkan kepada seluruh Pengadilan untuk memperhatikan implikasi terhadap penyesuaian ini dan sejauh mungkin mensosialisasikan hal ini kepada Kejaksaan Negeri yang ada diwilayahnya agar apabila terdapat perkara-perkara pencurian ringan maupun tindak pidana ringan lainnya tidak lagi mengajukan dakwaan dengan menggunakan Pasal 362, 372, 378, 383, 406 maupun 480 KUHP namun Pasal-Pasal sesuai yang mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012. Selain itu jika Pengadilan menemukan terdapat terdakwa tindak pidana ringan yang dikenakan penahanan agar segera 16
Berdasarkan Informasi yang diperoleh dari Museum Bank Indonesia bahwa pada tahun 1959 harga emas murni per 1 kilogramnya= Rp 50.510,80 ()lima puluh ribu lima ratus sepuluh koma delapan puluh rupiah atau setara dengan Rp 50,51 per gramnya. Harga emas pada tanggal 3 Februari 2012 adalah Rp 509.000,00 (lima ratus sembilan ribu rupiah) per gramnya. Perbandingan antara nilai emas pada tahun 1960 dengan 2012 adalah 10.077 kali lipat.
membebaskan. Selain itu mengefektifkan kembali pidana denda serta mengurangi beban Lembaga Pemasyarakatan yang saat ini telah banyak melampaui kapasitasnya yang telah menimbulkan persoalan baru, sejauh mungkin para Hakim mempertimbangkan sanksi denda sebagai pilihan pemidanaan yang akan dijatuhkan, dengan tetap mempertimbangkan berat ringannya perbuatan serta rasa keadilan masyarakat. Perspektif Penerapan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 dalam Tindak Pidana Pencurian. Peraturan Mahkamah Agung selanjutnya disebut PERMA sangat terkenal bagi kalangan Akademisi Hukum, Praktisi Hukum dan Pengamat Hukum. Sebagaimana pemberitaan yang sedang hangat, Mahkamah Agung baru saja mengeluarkan Peraturan MA No 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Jika sebelumnya yang disebut tindak pencurian ringan yang nilainya kurang dari Rp 250,- (dua ratus lima puluh rupiah) kini diubah menjadi Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) dimana nilainya dilipatgandakan menjadi 10.000 kali. Perma Nomor 2 Tahun 2012 dibentuk sebagai upaya penyesuaian terhadap kondisi non hukum yang terjadi di luar proses peradilan.
Pertama, tudingan masyarakat terkait dengan kinerja pengadilan yang dinilai bersikap tidak adil tanpa pemahaman yang utuh atas criminal justice system. Kedua, Perma tersebut tidak hanya berbicara mengenai penyesuaian batasan jumlah denda, namun ada itikad baik dari MA untuk memperbaiki proses peradilan. Namun, upaya memperbaiki proses peradilan berdasarkan kewenangan MA hanya dapat diterapkan di lingkungan pengadilan. Perma ini tidak mampu secara hukum menjangkau pihak lain yang berada pada sistem peradilan pidana seperti Penyidik Kepolisian maupun Jaksa Penuntut Umum. Karena secara ilmu perundangundangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 secara garis besar peraturan yang dibuat oleh MA masuk dalam lingkup keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang bersifat mengatur (regeling) sehingga tepat bila dibuat dalam bentuk “peraturan”, yang dikenal dengan istilah “Interna Regeling”. Secara eksplisit memang dinyatakan pada pertimbangan Perma No 2 Tahun 2012, Bahwa Perma ini sama sekali tidak bermaksud mengubah KUHP, Mahkamah Agung hanya melakukan penyesuaian nilai uang yang sudah sangat tidak sesuai dengan kondisi sekarang ini. Hal ini dimaksudkan memudahkan penegak hukum khususnya Hakim, untuk memberikan keadilan terhadap perkara yang diadili. Namun bila melihat dalam butiran Pasal-Pasal Perma tersebut maka secara tidak langsung Perma tersebut merubah ketentuan dalam KUHP dan seakan akan menjadi
Lex Specialis dari KUHP dengan kata lain mengatur tentang hukum pidana materil bukan merupakan ranah hukum pidana formil. Karena ketentuan materilnya diubah maka secara otomatis penegakan hukum formilnya akan menyesuaikan. Tentunya hal ini menimbulkan kerancuan dan tidak sejalan dengan makna pada Pasal 79 undang-undang Kehakiman. Seruan revisi KUHP sudah sejak lama sekali di dengungdengungkan, karena begitu banyak pengaturan dalam KUHP tersebut telah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman yang semakin maju dan terus berkembang. Lahirnya Perma No 2 Tahun 2012 ini merupakan suatu bukti bahwa KUHP sudah saatnya untuk direvisi dan bisa bayangkan bagaimana bila setiap ketentuan KUHP yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dibuat Permanya. Bahwa sejak tahun 1960 nilai rupiah mengalami penurunan sebesar 10.000 kali jika dibandingkan harga emas saat ini. Nilai uang yang terdapat pada KUHP belum pernah mengalami penyesuaian sehingga berimplikasi terhadap penerapan sejumlah pasal yang ada pada KUHP seperti pada Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP. Selain itu keberadaan Perma No. 2 Tahun 2012 tidak dapat menjamin dan menjadi payung hukum yang kuat dari rasa keadilan masyarakat yang tertindas sebagaimana yang dirasakan saat ini.
Sebagai peraturan yang diterbitkan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya peradilan, PERMA telah menunjukkan berbagai peranannya di dalam memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di bidang peradilan. Hal ini dapat terlihat dari beberapa putusan Hakim yang ternyata mempergunakan PERMA sebagai dasar di dalam bagian pertimbangan hukumnya, dalam hal terjadinya kekosongan ataupun kekurangan aturan di dalam undang-undang hukum acara. Kesemuanya itu dilakukan oleh Mahkamah Agung sebagai sarana penemuan hukum dan dalam rangka melakukan penegakan Hukum di Indonesia. Akhirnya walaupun penuh pro dan kontra keberadaan Perma No 2 Tahun 2012. Sebaiknya sosialisasi terhadap keberadaan PERMA tersebut agar lebih ditingkatkan dan instansi penegak hukum lainnya seperti Polisi dan Kejaksaan agar dapat menyesuaikan di jajaran masingmasing, sehingga PERMA dapat diterapkan guna keadilan bagi pencari keadilan khususnya masyarakat tidak mampu, yang terkadang terpaksa melakukan suatu tindak pidana ringan demi sesuap nasi. Maka secara tidak langsung membantu penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di bidang Peradilan dan sebagai payung hukum sementara menanti KUHP yang baru atau menanti Perma tersebut menjadi Undang-Undang tersendiri, sebagaimana pernah disahkannya Undang-Undang No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.17 Keluarnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 tentang tindak pidana ringan (Tipiring) terhadap pelaku pencurian, penipuan, penggelapan dan penadahan dengan jumlah kerugian di bawah Rp2.500.000,tidak perlu dilakukan penahanan, mengundang kontroversi dari sejumlah pihak. Penerapan Perma No. 2 Tahun 2012 ini sebenarnya hanya berlaku bagi Hakim Pengadilan, dan tidak berlaku bagi Penyidik dalam hal ini Penyidik Polri dan Kejaksaan (sesuai yang tercantum dalam Pasal 2). Namun demikian, yang menjadi persoalan adalah mengenai apakah tersangka akan dikenakan penahanan atau tidak. Hal ini mengingat dalam Pasal 2 (3) Perma 02/2012 ini dijelaskan bahwa, apabila terdakwa sebelumnya dikenakan penahanan, maka Ketua Pengadilan tidak menetapkan penahanan atau 18 perpanjangan penahanan. Ini tentu suatu hal yang sangat ironis, mengingat permasalahan penahanan tersangka merupakan kewenangan dan pertimbangan Penyidik.
17
Persoalan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP, http://nasutionbusyraa.wordpress.com, Diunduh Tanggal 03 Mei 2012 pada Pukul 16.00 WIB. 18 Ibid.
Kelemahan yang mendasar dari Perma Nomor 2 Tahun 2012 adalah19 regulasi itu hanya merupakan peraturan (regeling) yang mengikat untuk internal hakim-hakim di lingkungan MA, yakni di Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT). Konsekuensinya, Ketua Pengadilan dalam melihat kasus tindak pidana harus mampu melihat nilai objek sengketa ketika menerima pelimpahan perkara pencurian, penipuan, penggelapan, dan penadahan dari jaksa penuntut umum. Bila mendasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara (KUHAP), kasus pidana harus terlebih dahulu melalui dua pintu, yakni penyidikan di Kepolisian dan penuntutan di Kejaksaan. Persoalannya, dua institusi Hukum ini tidak terikat oleh Perma tersebut. Lebih dari itu, dua institusi Hukum itu juga belum merespon secara positif atas Perma, misalnya dengan menindak lanjuti di level bawah Kepolisian dan Kejaksaan dalam memproses kasus-kasus tipiring. Oleh karena itu, agar pelaksanaan Perma tersebut bisa dipahami dan diikuti Penyidik, Penuntut Umum hingga dapat diselesaikan di luar Pengadilan. Forum Mahkumjapol yang beranggotakan Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, 19
Pembatasan Tindak Pidana Ringan dan Revisi KUHP, http://www.suaramerdeka.com, diakses pada Tanggal 3 Mei 2012 pada Pukul 18.00 WIB.
dan Polri berencana menyusun kerangka acuan yang lebih rinci mengenai batasan denda dalam perkara tindak pidana ringan. Kerangka acuan tersebut dibuat dalam bentuk nota kesepakatan bersama (MOU) antara MA, Kemenkumham, Kejaksaan Agung, dan Polri, inti MOU tersebut menyangkut penerapan batasan jumlah denda dalam tindak pidana ringan (Tipiring) seperti tertuang Perma No. 2 Tahun 2012. Pembahasan materi MOU juga berkaitan dengan pembatasan perkara dalam tindak pidana anak, kerugian korban di bawah Rp 2,5 juta termasuk pembatasan perkara dalam perkara pengguna narkoba, selain perkara Tipiring berikut hukum acaranya. Termasuk tata cara penyelesaian perkara di luar pengadilan. Sehingga Penyidik Kepolisian bisa tidak meneruskan perkara tersebut ke persidangan, kalau perkara dianggap masuk klasifikasi Tipiring, perkara anak-anak, perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dalam pertemuan ini, keempat lembaga membahas rencana tindak lanjut Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Pada intinya mengenai penyusunan nota kesepakatan bersama (MoU) antara MA, Kemenkumham, Kejaksaan Agung, Polri menyangkut penerapan batasan jumlah denda dalam tindak pidana ringan (Tipiring) seperti tertuang Perma No 2 Tahun 2012, jelas
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur usai rapat koordinasi.20 Implementasi Perma itu beserta materi nota kesepakatan merupakan alternatif pemulihan keadilan (restorative justice) dalam menyelesaikan jenis perkara seperti ini. “Intinya nota kesepakatan sebagai pelaksanaan Perma ini adalah untuk memberikan restorative justice”. Perma No 2 Tahun 2012, terbit pada 27 Februari 2012, mengatur kenaikan nilai uang denda atau nilai kerugian. Kenaikan nilai denda yang tercantum dalam Pasal 364 (pencurian ringan), 373 (penipuan ringan), 379 (penggelapan ringan), 384, 407, dan 482 KUHP yakni sebesar Rp 250 menjadi Rp 2,5 juta. Beberapa Contoh Kasus 1. Dua bocah divonis penjara garagara mencuri burung parkit milik guru; 2. Nenek Minah (55) divonis 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA); 3. AAL adalah bocah pencuri sandal jepit dari Kota Palu, Sulawesi Tengah; 4. Dua anak dibawah umur bernama Ipan Septian (13) dan Rama (13)
20
Mahkumjapol susun MOU batasan denda Tindak pidana Ringan, www.hukumonline.com, Diakses pada hari Senin, 27 Agustus 2012, pukul 09.00.
pencuri ayam diancam hukuman 3,5 tahun penjara;
Penutup Pemerintah seharusnya mengapresiasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 dengan menjadikannya Undang-undang agar menjangkau semua pihak yang berada pada sistem hukum peradilan pidana seperti penyidik maupun penuntut umum dapat menjalankannya dan secara konsisten merubah pasal-pasal dalam KUHP yang sudah tidak dapat mengikuti perkembangan zaman agar efektif kembali dan dapat dipergunakan oleh aparat penegak hukum. Mahkamah Agung harus secara terus menerus melakukan kajian tentang efektifitas pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP agar senantiasa up to date mengikuti perkembangan zaman sehingga tidak ada pasal-pasal mati dalam KUHP. Jika MOU Mahkumjapol sudah disahkan, harapan masyarakat luas dan penulis agar implementasinya efektif dalam masyarakat bukan hanya peraturan baru yang tidak bisa diterapkan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas sebelumnya maka dapat diberikan beberapa kesimpulan sebagai jawaban identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Tindak pidana ringan adalah perkara yang diancam dengan
pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan kecil (Pasal 205 KUHAP). Pidana denda adalah bentuk hukuman yang melibatkan uang yang harus dibayarkan dalam jumlah tertentu. 2. Menurut Penulis penyebab disahkan dan diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012, karena di dalam KUHP nilai rupiah telah mengalami banyak perubahan yang sangat signifikan sejak tahun 1960 dan belum mengalami perubahan hingga saat ini. Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan tersebut untuk mengembalikan fungsi Pasal 364 KUHP agar efektif dan memberikan keadilan kepada pelaku yang melakukan pencurian dengan nilai barang atau uang bernilai tidak lebih dari Rp.2.500.000,untuk dapat memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut dengan acara pemeriksaan cepat yang diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP. 3. Kepolisian dan Kejaksaan kesulitan untuk menerapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012. lahirnya Perma tersebut, merupakan otoritas Kehakiman, berdasarkan kajian-kajian produk dimaksud sedikit prematur, disebabkan canggungnya penyidik Polisi maupun Jaksa
mengimplementasikannya. Peraturan Mahkamah Agung ini akan efektif apabila kesepakatan MOU antara Mahkamah Agung, Kemenkumham, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian dalam forum Mahkumjapol tentang kerangka acuan yang lebih rinci mengenai batasan denda dalam perkara tindak pidana ringan telah selesai dan disahkan oleh Pejabat yang berwenang. Daftar Pustaka Arief, Barda Nawawi. RUU KUHP Baru, Sebuah Restrukturisasi/Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia. Semarang: Pustaka, 2007. ____. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Offset Alumni, 1984. Anwar, Moch. Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II). Bandung: Aditya Bakti, 1994. Abidin, Zamhari. Pengertian dan Asas Hukum Pidana dalam Schema (bagan) dan Sysnosis (catatan singkat). Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986. Bawengan, G. Hukum Pidana di Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Pradnya Paramita, 1983. Hamzah, Andi. Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta: Pradnya Paramita, 1998. ______. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia.
Jakarta; PT Pradnya Paramita, 1993. Kusumah, Mulyana W. Kriminologi dan Masalah Kejahatan suatu Pengantar Ringkas. Bandung: Armico, 1984. Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Bina Aksara, 1983. Sahetapy. Kuasa dan Beberapa Analisis Kriminalitas. Bandung: Alumni 1981. Sugandhi, R. KUHP dan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional, 1980. Suhariyono. Pembahuruan Pidana Denda di Indonesia, Jakarta: Papas Sinar Sinanti. 2012. Simorangkir, J.C.T. Pelajaran Hukum Indonesia. Jakarta: Gunung Agung, 1959. Soesilo, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar Lengkap Pasal Demi Pasa., Bogor: Politea, 1988. Solahudin. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana. dan Perdata, Jakarta: Visimedia, 2009. Sudarto. Pemidanaan Pidana dan Tambahan. Jakarta: Bina Cipta, 1980. Teguh, Prasetyo. Kriminalisasi dalam Hukum Pidana. Bandung: Nusamedia 2010. Tim peneliti Mappi FHUI, KRHN, dan LBH Jakarta. Menungu Perubahan dari Balik Jeruji. Jakarta: Kemitraan, 2007. Widiyanti, Ninik & Yulius Waskita. Kejahatan dalam Masyarakat dan Pencegahannya, Jakarta: Bina Aksara 1987.