NUTRISI UNGGAS
Catootjie L. Nalle, Ph.D. Jurusan Peternakan Program Studi Teknologi Pakan Ternak Politeknik Pertanian Negeri Kupang
Deskripsi umum matakuliah: Secara umum matakuliah ini akan membahas tentang kebutuhan zat-zat makanan utama, interaksi kebutuhan zat-zat makanan dengan faktor-faktor lingkungan, temperatur, energi dan protein, teknik formulasi dan penyimpanan ransum, dan pola pemberian pakan.
Tujuan instruksional umum: Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu untuk mengoptimisasi penggunaan nutrisi bagi ternak unggas dalam formulasi ransum dan mengurangi ekskresi zat-zat makanan yang tidak tercerna, dengan demikian akan meningkatkan keuntungan dan mengurangi dampak dari produksi unggas pada lingkungan. Fokus utama adalah evaluasi dan penggunaan ingredient baru, penggunaan nutrient, kualitas lingkungan dan manajemen.
POKOK-POKOK BAHASAN 1.
PENGANTAR
2.
JENIS-JENIS ZAT MAKANAN BAGI TERNAK UNGGAS
3.
ANATOMI DAN FISIOLOGI PENCERNAAN PADA TERNAK UNGGAS
4.
PROSES METABOLISME
5.
DAMPAK PAKAN TERHADAP TERNAK
6.
STANDARD KEBUTUHAN PAKAN TERNAK
7.
FORMULASI PAKAN TERNAK UNGGAS
8.
PROGRAM PEMBERIAN PAKAN
SUMBER-SUMBER ACUAN Animal Nutrition. P. McDonald, R. A. Edwards, J. F. D Greenhalgh and C.A. Morgan. Prentice Hall, 2002 Nutrient Requirements of Poultry, 9th Revised Edition, 1994. National Academy Press, Washington, D.C. Feed evaluation: principle and practice. Edited by: P. J. Moughan, M. W. A. Verstegen and M. I. Visser-Reyneveld. Wageningen Pers, Wageningen The Netherlands, 2000 Commercial Poultry Nutrition, 2nd Edition, S. Leeson and J.D.Summers, 2001,University Books, P. O. Box 1326, Quelph, Ontario, N1H 6N8 Poultry Feeds & Nutrition, Homer Patrick and Philip Schaible, AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut
Nutrition and Feeding of Poultry, M. Larbier and B. Leclercq,1994, Nottingham University Press, Loughborough, Leicestershire,UK Comparative Avian Nutrition, Kirk C. Klasing, 1998, CAB International, 198 Madison Avenue, Ney York, NY, 10016-4314 Recent Developments in Poultry Nutrition, D.J.A. Cole and W. Haresign, 1989, Butterworths, Boston, USA Poultry Metabolic Disorders and Mycotoxins, S. Leeson, G.Diaz and J.D. Summers, 1995, University Books, P. O. Box 1326, Quelph, Ontario, N1H 6N8 Animal Feed Formulation, Economics and ComputerApplications, Gene M. Pesti and Bill R. Miller, 1993, An AVI Book by Van Nostrand Reinhold, New York, NY
INFORMASI TAMBAHAN:
• INTERNATIONAL JOURNAL of Poultry Science http://www.pjbs.org/ijps/ijps.htm • MAJALAH POULTRY INDONESIA http://www.poultryindonesia.com/
• MAJALAH TROBOS ONLINE http://www.trobos.com/show_article.php?rid=8 • WEBLAB UGM http://chickaholic.wordpress.com/ • POULTRY BREEDS http://www.thepoultrysite.com/info/poultrybreeds.php • Poultry net http://www.worldpoultry.net/
POKOK BAHASAN I. JENIS–JENIS NUTRISI UNGGAS SPB 1. Jenis-jenis nutrisi unggas Ayam (broiler, petelur, ayam kampung)
Kelompok burungburungan untuk game (misalnya pheasant)
UNGGAS
Kalkun
Unggas air (seperti itik, angsa, merpati)
Ternak unggas (poultry) merupakan kelompok ternak burungburungan yang didomestikasikan untuk menghasilkan daging, telur dan bulu.
Biji-bijian serealia dan by product biji-bijian serealia Lemak/minyak
Bahan pakan sumber protein yang berasal dari ternak (Animal protein meal) dan by-product meal
Ransum ternak unggas
Vitamin premix
AIR
ENERGI DAN BERBAGAI ZAT MAKANAN
Bungkil kedelai
Mineral premix
JENIS DAN FUNGSI ZAT-ZAT MAKANAN 1. ENERGI: Energi bukanlah zat makanan tetapi merupakan hasil oksidasi zat-zat makanan yang mengandung energi pada saat metabolisme. Satu kalori = 4,184 joule. Satu kilo kalori (kkal) = 1.000 kalori Satu mega kalori (Mkal) =1.000.000 kalori (kal) Satu kilojoule (kJ) =1000 joule (J). Satu megajoule (MJ) =1.000.000 joule (J). Energi bruto (gross energy) Energi netto
Klasifikasi energi
Energi metabolis yang sebenarnya (True metabolisable energy)
Energi tercerna semu (Digestible energy)
Energi metabolis semu (Apparent metabolisable energy)
Energi bruto (gross energy, GE) merupakan energy yang dihasilkan sebagai panas pada saat suatu substansi dioksidasi secara komplit menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Energy bruto juga diasosiasikan sebagai panas hasil pembakaran (heat of combustion). Nilai energy bruto biasanya ukur menggunakan 25 hingga 35 atmosfir oksigen pada alat bomb calorimeter.
Energi tercerna semu (apparent digestible energy, DE) merupakan energi bruto dari makanan yang dikonsumsi dikurangi dengan energi bruto feses. (DE = [E dari makanan per unit berat kering x berat kering dari makanan] – [E feses per unit berat kering x berat kering feses])
Ternak unggas memproduksi feses dan urin secara bersama-sama melalui kloaka, dan sangat sulit untuk memisahkan feses dari urin mengukur daya cernanya. Konsekuensinya, nilai energy tercerna semu (DE) tidak dapat diaplikasikan pada formulasi ransum unggas.
Energy metabolis semu (apparent metabolisable energy, ME) merupakan energi bruto dari pakan yang dikonsumsi dikurangi dengan energy bruto yang terkandung dalam feses, urin, dan produk gas dari pencernaan. Untuk ternak unggas produk gas yang dihasilkan sangatlah sedikit, sehingga nilai ME mewakili jumlah energi bruto dari bahan pakan dikurangi dengan energy bruto ekskreta. Koreksi untuk nitrogen yang tertahan dalam tubuh (nitrogen retention) biasanya diaplikasikan untuk nitrogen-corrected ME (MEn). MEn merupakan pengukuran nilai ketersediaan energy yang paling umum digunakan dalam formulasi pakan unggas. Energy metabolis yang sebenarnya (true metabolisable energy, TME) untuk unggas merupakan nilai energi bruto bahan pakan yang dikonsumsi dikurangi dengan nilai energi bruto ekskreta dari bahan pakan. Koreksi untuk nitrogen retention dapat diaplikasikan untuk memberikan nilai TMEn. Energi netto (net energy, NE) merupakan energi metabolis dikurangi dengan energi yang hilang dalam bentuk heat increment. Heat increment merupakan peningkatan produksi panas (angka metabolik) sebagai respon terhadap konsumsi pakan ketika ternak berada pada lingkungan thermoneutral. Nilai energi bruto dapat meliputi energi yang digunakan untuk hidup pokok saja (NEn) atau untuk hidup pokok dan produksi (NEm+p).
2. KARBOHIDRAT: merupakan sumber energy bagi ternak unggas. Mayoritas karbohidrat dari biji-bijian sereal (jagung, sorghum, gandum dan barley) berada dalam bentuk pati (starch), yang siap dicerna oleh ternak unggas. Karbohidrat lainnya pada biji-bijian serealia dan supplemen protein seperti sellulosa, hemisellulosa, pentosan dan oligosakarida (stachiosa dan rafinosa) tidak dapat dicerna dengan baik oleh ternak unggas. Sehingga konstribusinya sangat kecil sebagai sumber energi bagi ternak unggas, dan juga dapat menyebabkan efek negative terhadap proses pencernaan. 3. PROTEIN DAN ASAM AMINO: Protein dibuat dari satu atau lebih ikatan asam amino yang disebut polipeptida. Protein masuk ke dalam tubuh akan dicerna dengan berbagai enzim pencernaan untuk mendapatkan hasil akhir asam amino. Asam amino akan diserap ke dalam tubuh. Protein diperlukan ternak untuk: zat pembangun untuk membentuk jaringan baru, memperbaiki jaringan yang rusak dan reproduksi; regulator yang berperan dalam pembentukan enzim dan metabolisme tubuh, dan penghasil energy apabila dari sumber karbohidrat dan lemak tidak tercukupi, tetapi hal ini sangatlah tidak ekonomis. Untuk ayam yang sedang bertumbuh, protein digunakan untuk hidup pokok, pertumbuhan jaringan/otot, dan pertumbuhan bulu. Sedangkan kebutuhan protein untuk berproduksi dipengruhi beberapa faktor yaitu a) ukuran dan bangsa, b) suhu, c) fase produksi, d) kandang, e) kepadatan kandang, f) bentuk dan kedalaman tempat pakan, g) ketersediaan air minum dan h) penyakit.
Protein structure. 1. Primary Structure 2. Secondary Structure 3. Tertiary Structure 4. Quarternary Structure
STRUKTUR PROTEIN Struktur primer Struktur primer suatu polipeptida atau protein merupakan rangkaian dari asamasam amino dari protein. Setiap singkatan yang ditemukan pada makhluk hidup. Rantai 1: GLY- ILE -VAL- GLU -GLN -CYS -CYS -THR- SER -ILE -CYSSER -LEU - TYR -GLN -LEU -GLU -ASN -TYR -CYS -ASN Rantai 2 PHE -VAL -ASN-GLN -HIS -LEU -CYS- GLY- ASP -HIS -LEU- VALGLU- ALA -LEU- TYR -LEU- VAL- CYS- GLY- GLU- ARG -GLY- PHE -PHE -TYR - THR -PRO -LYS -THR
Secondary Structure Secondary structure refers to the folding of the chain of amino acids into a helix or a pleated sheet. This structure is a pleated sheet formed by parallel chains of amino acids. These sheets are important in many structural proteins. Many proteins have sheets and helices. Secondary structure arises from the geometry of the bond angle between amino acids as well as hydrogen bonds between near by amino acids.
Tertiary Structure Tertiary structure refers to a higher level of folding in which the helices and sheets of the secondary structure fold upon themselves. This higher level folding arises for several reasons. First, different regions of the amino acid chain are hydrophilic or hydrophobic and arrange themselves accordingly in water. Second different regions of the chain bond with each other via hydrogen bonding or disulfide linkages. Quaternary structure Quaternary structure arises when polypeptide chains are bound together usually by hydrogen bonds. For example hemoglobin the oxygen carrying protein in blood has four subunits hydrogen bonded together. Most proteins with a molecular weight of 50,000 or more are made of such units. Sometimes quaternary structure maybe very complex. For example, beef glutamate dehydrogenase is an enzyme with a molecular weight of 2,200,000. Each enzyme molecule consists of eight large subunits. In turn, each of these consists of numerous smaller units.
4. LEMAK: biasanya ditambahkan ke dalam ransum unggas pedaging agar meningkatkan kandungan energy ransum. Peningkatan energy ransum akan berakibat positif terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi pakan. Oksidasi lemak merupakan cara efisien untuk memperoleh energi untuk sel dalam jumlah besar, sementara itu penggunaan anabolik meliputi interaksi langsung dengan tubuh sebagai bagian dari pertumbuhan. Lemak untuk ternak dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti sisa-sisa restauran dan limbah pengolahan minyak. Semua lemak yang digunakan dalam ransum haruslah distabilisasi dengan antioksidan untuk menjaga asam lemak tidak jenuh dan secara rutin dimonitor dari kemungkinan kontaminasi dengan residu-residu yang tidak diharapkan seperti residue-residu yang tidak dapat larut (insolubles), hydrokarbon chlorine (chlorinated hydrocarbon), unsaponifiables serta peroksida (peroxides).
5. VITAMIN: adalah senyawa organik yang merupakan: a) komponen yang ada dalam makanan tetapi berbeda dari karbohidrat, protein, lemak dan air; b) terdapat di dalam makanan dengan jumlah sedikit; c) sangat penting untuk pertumbuhan, hidup pokok dan kesehatan ternak; d) jika tidak ada dalam makanan atau penyerapan dan penggunaan yang rendah mengakibatkan penyakit atau sindrom defisiensi yang khas; serta e) tidak bisa disintesis oleh hewan dan harus ada dalam makanan.
VITAMIN : Vitamin disebut juga zat nutrisi micro esensial: zat nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh ayam, yang harus disuplai dari luar tubuh ayam, meskipun ada vitamin yang dapat disintesis oleh tubuh ayam, yaitu vitamin C. Terdapat 13 jenis vitamin yang diperlukan ayam. Yang pelaing sering ditambahkan untuk ayam petelur: vitamin A, B12, D3, K, riboflavin, asam pantotenat, kholin dan niasin. Klasifikasi vitamin: 1. Vitamin yang larut dalam lemak: A, D, E, K 2. Vitamin yang larut dalam air: 9 jenis vitamin (8 vitamin B kompleks dan 1 vitamin C) yakni Thiamin, Niacin, Biotin, Folat, Vitamin B, Riboflavin, Vitamin B6, Asam pantotenate, vitamin B12. Mengapa perlu menambahkan vitamin dalam ransum? 1. Kondisi lingkungan yang berfluktuatif (menyebabkan stres pada ayam). Suhu lingkungan yang semakin panas: perlu penambahan vitamin C untuk meminimalkan/mengatasi stres. 2. Sifat vitamin yang kurang stabil: gampang berubah saat berinteraksi dengan cahaya, kelembaban, suhu, maupun suasana asam dan basa 3. Potensi genetik ayam yang tinggi: memerlukan suplementasi vitamin yang lengkap dengan kadar optimal untuk mengoptimalkan setiap proses metabolisme.
Tabel 1. Stabilitas Vitamin Vitamin Cahaya A +++ D +++ E ++ K +++ C + B1 ++ B2 +++ Niacin + B6 ++ b12 ++ Asam D-pantotenat + Asam folat ++ Biotin +
Tingkat sensitivitas vitamin Panas Kelembaban Asam ++ + ++ ++ + ++ ++ + + + + + ++ ++ ++ +++ ++ + + + + + + + + + ++ + ++ +++ ++ ++ +++ + + ++ + + ++
Basa + + ++ +++ +++ +++ +++ + ++ +++ +++ ++ ++
Tabel 2. Komposisi Vitamin pada beberapa bahan makanan Sumber NRC, 1994 Vitamin
Ketersediaan (%)
Bahan Makanan
Riboflavin Niacine
0 0
Corn/soybean meal Wheat, sorghum
0-30
Corn
100
Soybean meal
10-15
Cereal grains
Pyridoxine
60 38-45
Oilseeds Corn
Pantothenat acid
58-65 20-40
Soybean meal Grains
Biotin
60
Barley, wheat, sorghum
0
Barley, wheat
100
Soybean meal
10-20
Sorghum
75-100
Corn
86
Meat and bone
<50
Barley, wheat, sorghum
Dampak kekurangan vitamin: 1. Nilai FCR jelek 2. Berkurangnya pigmentasi telur dan kulit ayam pedaging 3. Penyakit encephalomalacia 4. Kematian embrio pada umur 4 hari masa inkubasi (kekurangan vitamin E) 5. Kasus ascites dan hydropericardium (kekurangan vitamin E dan selenium) 6. Sudden death syndrome (kekurangan vitamin B1) 7. Gangguan mineralisasi kerabang telur dan dan pembentukan tulang
Aplikasi suplementasi vitamin: • Air minum (yang berkualitas): memiliki pH netral • Vitamin yang telah dilarutkan dalam air minum hendaknya habis dikonsumsi oleh ayam selama 2-4 jam, jika lebih dari waktu ini, potensi vitamin akan menurun. • Hindari pencampuran vitamin dengan desinfektan
TERIMA KASIH