LAPORAN PENELITIAN
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
TEMA : KETAHANAN PANGAN
MODEL PENGELOLAAN DAERAH IRIGASI BERDASARKAN PREDIKSI DEBIT SUNGAI WATERSHED MODELLING SYSTEM
Dr. Ir. Sitti Nur Faridah, MP. (NIDN : 0007106801) Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir, M.Eng (NIDN0027076201) Ir. Totok Prawitosari, MS. (NIDN : 0017025702) Dr. Iqbal, STP, MSi. (NIDN : 0025127802)
UNIVERSITAS HASANUDDIN OKTOBER 2014
1
HALAMAN PENGESAHAN Judul Penelitian
1. Tema Penelitian 2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. NIP d. NIDN e. Jabatan Fungsional f. Jabatan Struktural g. Fakultas/Jurusan h. Pusat Penelitian `` i. Alamat Institut j. Telpon/Faks/E-mail 3. Waktu Penelitian 4. Biaya yang diusulkan a. Tahun pertama b. Tahun kedua 5. Mitra dari Institusi lain
: Model Pengelolaan Daerah Irigasi Berdasarkan Prediksi debit Sungai Watershed Modelling System : Ketahanan Pangan : Dr. Ir. Sitti Nur Faridah, MP. : Perempuan : 19681007 199303 2 002 : 0007106801 : Lektor Kepala : KaProdi S2 Keteknikan Pertanian UNHAS : Pertanian/Keteknikan Pertanian : Universitas Hasanuddin : PS. Keteknikan Pertanian Univ. Hasanuddin : 0411 587085/0411 587085 : Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun : Rp. 80.000.000 : Rp. 120.000.000 :-
Makassar, 16 Oktober 2014 Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Ketua Tim Peneliti
(Prof. Dr. Ir. Sumbangan Baja, M.Phil ) NIP. 19631229 199002 1 001
(Dr. Ir. Sitti Nur Faridah, MP) NIP. 19681007 199303 2 002
Menyetujuai, Ketua LP2M UNHAS
(Prof. Dr. Ir. Sudirman, MPi.) NIP. 19641212 198903 1 004
2
ABSTRAK Agar usaha pengaturan dan pembagian air irigasi dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan pengelolaan air irigasi yang baik pula. Tanpa pengelolaan yang baik, jaringan irigasi tidak akan berfungsi dan pemberian air yang terbatas hanya dapat dicapai pada petak-petak yang terletak di hulu saja. Hal ini selain menghasilkan pengaliran yang tidak merata, tidak ekonomis, juga tidak produktif. Daerah irigasi dengan keadaan teknis tertentu, akan mempunyai pola tertentu pula dan air irigasi yang tersedia sangat dipengaruhi oleh kondisi sumberdaya air dan pengelolaannya. Penelitian ini dilakukan dengan memprediksi potensi sumberdaya air DAS Pamukkulu dengan menggunakan Watershed Modelling System, kemudian menentukan pola dan jadwal tanam yang optimal serta model pengelolaan Daerah Irigasi Pamukkulu. Dari hasi penelitian diperoleh debit aliran sungai bulan berdasarkan prediksi WMS berkisar 1,32-24,7 m3/detik, dimana debit terendah terjadi pada bulan September dan tertinggi pada bulan Februari. Kebutuhan air tanaman, mengalami kekurangan air selama 7 bulan (Mei-Nov). Pemanfaatan debit aliran sungai yang dibendung pada Bendung Pamukkulu dapat memenuhi kebutuhan tersebut, dengan surplus air bulan, berkisar 0,1-3,85 m3/detik.
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Air bagi pertanian tidak hanya terkait dengan aspek produksi, melainkan juga sangat menentukan potensi perluasan areal tanam (ekstensifikasi), dan intensitas pertanaman, serta kualitas air. Pemberian air pada lahan pertanian telah menjadi proritas utama pembangunan di Indonesia. Air merupakan sumberdaya alam yang produktif
atau
sebaliknya,
bergantung
kepada
pengelolaannya,
terutama
pemanfaatannya. Daerah irigasi dengan keadaan teknis tertentu, akan mempunyai pola
tertentu pula dan air irigasi yang tersedia sangat dipengaruhi oleh kondisi
sumberdaya air dan pengelolaannya. Keberhasilan dalam pengelolaan (manajemen) air irigasi sangat ditentukan oleh keseimbangan air irigasi yang tersedia dengan air yang dibutuhkan. Salah satu upaya dalam pengelolaan air adalah dengan mendirikan jaringanjaringabn irigasi. Jaringan irigasi mempunyai saluran bangunan yang merupakan satu
3
kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan,
pembagian,
pemberian
dan
penggunaan
air
irigasi
beserta
pembuangannya. Dalam pembangunan jaringan irigasi yang menghubungkan sumber air dengan petak-petak tersier, sangat penting untuk mengetahui kebutuhan air di petak-petak tersebut. Hal ini dilakukan agar petak-petak tersier memperoleh air pengairan yang cukup bagi pertumbuhan tanamannya serta perbaikan kondisi tanahnya. Pembagian air secara teratur dan tepat, sesuai kebutuhan tanaman akan memungkinkan pembagian air irigasi pada luas lahan yang maksimal dan dapat memberikan hasil panen yang maksimal pula. Daerah aliran sungai Pamukkulu, merupakan salah satu daerah pengembangan irigasi, berada di Kabupaten Gowa. Daerah irigasi ini, memiliki jaringan irigasi, yang terdiri dari saluran terminal (utama), saluran sekunder dan saluran tersier. Sumber air berasal dari alam yaitu dari sungai Pamukkulu. Sebagian besar petak-petak tersier pada daerah ini tidak diairi selama musim kemarau, karena persediaan air tidak mencukupi dan tidak stabilnya aliran air sungai. Perumusan Masalah Air sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan keberhasilan peningkatan produksi pertanian, ketersediaanya mutlak diperlukan, baik secara jumlah maupun kualitasnya. Akan tetapi seiring dengan adanya dampak perubahan iklim, pergeseran musim kemarau ataupun musim hujan memberikan dampak pada ketersediaan air, khususnya pada daerah lahan kering. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu sistem pengelolaan air yang mampu memenuhi kebutuhan tanaman pertanian pada saat-saat air hujan tidak dapat lagi diharapkan.
4
Daerah irigasi Pamukkulu mempunyai 8 petak tersier dengan luas antara 30 – 99 ha, dengan curah hujan bulanan antara 19,4 -761,4 mm. Tetapi dengan kondisi wilayah yang termasuk dalam iklim muson tropis yang khas, dengan penyebaran curah hujan yang tidak merata sepanjang tahun, menyakibabkan pertumbuhan tanaman pada petak-petak tersier DI Pamukkulu menjadi kekurangan air pada musimmusin kemarau. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memprediksi debit air Sungai Pamukkulu, menentukan kebutuhan air irigasi, pola dan jadwal tanam serta menentukan model operasional irigasi pada jaringan Daerah Irigasi Pamukkulu Kabupaten Gowa. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam merencanakan manajemen pembagian air irigasi secara sepadan pada suatu jaringan irigasi. Pengelolaan air irigasi yang dilakukan secara sepadan akan menjamin pelayanan air yang baik bagi petani, serta memberikan manfaat kepada petani berupa peningkatan produksi dan pendapatan. Urgensi Penelitian Tingkat pemberian jumlah air irigasi yang cukup, sangat mempengaruhi hasil produksi dan prduktivitas tanaman. Di beberapa daerah di Indonesia, mempunyai periode musim kemarau yang panjang, sehingga menyebabkan tanaman menderita kekurangan air dan berdampak pada penurunan produktivitas lahan. Diperkirakan Indonesia akan menderita “pukulan produksi pangan” akibat besarnya variabilitas
5
iklim menjelang 2030. Itu berarti kerawanan pangan akan menjadi suatu masalah yang serius. Untuk
mengantisipasi
masalah
tersebut,
diperlukan
suatu
teknologi
pengelolaan air irigasi yang baik, sehingga air yang tersedia mampu digunakan seefektif dan seefisien mungkin, agar dapat memenuhi kebutuhan pertanian semaksimal mungkin. Luaran Penelitian Luaran dari penelitian ini adalah suatu model pengelolaan air irigasi secara sepadan pada suatu sistem irigasi. Model Pengelolaan air irigasi yang baik akan menjamin pelayanan air yang baik pula bagi petani.Selain itu luaran penelitian berupa publikasi pada Jurnal Nasional dan akan di seminarkan pada Seminar Nasional.
II. TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air irigasi merupakan banyaknya air yang dibutuhkan untuk menambah curah hujan efektif, guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kebutuhan air pengairan tersebut
tergantung pada
banyaknya atau tingkat pemakaian dan efisiensi jaringan pengiran yang ada. Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting dalam perencanaan dan pengelolaan sistem irigasi. Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara normal. Kebutuhan air untuk irigasi petak sawah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
WR ETc LP P Re
..................................
1)
6
Sedangkan untuk tanaman palawija
WR Etc Re dimana : WR ETc P LP Re
...............................................
2)
= Kebutuhan air irigasi (mm/hari) = Kebutuhan air tanaman (mm/hari) = Perkolasi = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari) = Curah hujan efektif
Kebutuhan Air Tanaman Dalam pengairan dikenal istilah pemakaian air komsumtif dan kebutuhan air tanaman. Pemakaian air komsumtif (comsuktive water use) adalah jumlah air pada suatu areal pertanaman yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan transpirasi, pembentukan jaringan tanaman dan diuapkan dari permukaan tanah dan air (evaporasi), serta diintersepsi tanaman (Arsyad 1971). Kebutuhan air tanaman adalah pemakaian air komsumtif ditambah jumalah air untuk mencapai kapasitas lapang dan perkolasi. Perkolasi adalah bergeraknya air di dalam penampang tanah setelah tanah mencapai kapasitas lapang atau jenuh Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan oleh tanaman untuk evapotranspirasi, selanjutnya dijelaskan bahwa kebutuhan air konsumtif adalah air yang secara potensial digunakan untuk memenuhi evapotranspirasi suatu areal pertanaman agar dapat tumbuh secara normal, yang besarnya sangat ditentukan oleh faktor-faktor : tanaman, yaitu fase pertumbuhan, umur tanaman dan populasinya; iklim, yaitu : suhu, cahaya, kecepatan angin; dan sifat-sifat tanah, yaitu : kelembaban (soil moisture) dan kesuburan tanah (Arsyad, 1989). Transpirasi dan evaporasi dari permukaan tanah bersama-sama disebut evapotranspirasi atau kebutuhan air (consumptive use). Jika air dalam tanah cukup banyak, maka evapotranspirasi itu disebut evapotranspirasi potensial. Mengingat 7
faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi itu lebih banyak dan lebih sulit dari
pada
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
evaporasi,
maka
banyaknya
evapotranspirasi tidak dapat diperkirakan dengan teliti. Akan tetapi evapotranspirasi adalah faktor dasar untuk menentukan kebutuhan air dalam rencana irigasi dan merupakan proses yang penting dalam siklus hidrologi. Oleh sebab itu maka telah banyak jenis cara penentuannya yang telah diadakan antara lain dengan cara mempergunakan rumus-rumus perhitungan, cara perhitungan dengan menggunakan lysimeter, cara perkiraan dengan banyaknya evaporasi dari panci evaporasi dan lainlain (Sosrodarsono dan Takeda, 1987). Setiap tanaman memiliki kebutuhan air yang berbeda-beda menurut jenis tanaman dan umur tanaman. Bila ditinjau dari respon tanaman terhadap air dibedakan menjadi 3 macam, yaitu tanaman aquatic, tanaman semi aquatic, dan tanaman tanah kering. Kebutuhan air pada tanaman sedikit pada masa awal tanaman dan meningkat saat mengalami fase pembungaan dan berbuah dan kebutuhan air kembali berkurang saat buah mulai masak. Kebutuhan air disesuaikan dengan umur tanaman dan fase pertumbuhan tanaman. Misalnya pada tanaman padi kelembaban dianggap baik 30% pada fase vegetative, kelembaban yang berlebih dapat menghambat pertumbuhan tunas, meskipun dapat menekan pertumbuhan rumput pengganggu. Maka dari itu kebutuhan air perlu diatur. Untuk mengetahui jumlah air yang perlu disediakan untuk pengairan lahan pertanian diperlukan informasi atau data kebutuhan air tanaman. Kebutuhan air tanaman bergantung pada jenis dan umur tanaman. Waktu dan periode pertanaman, sifat-sifat fisik tanah, teknik pemberian air, jarak sumber air ke lahan dan luas areal pertanaian yang akan ditanami (Kurnia, 2004). Dalam Soewarno (2000), bahwa
8
kebutuhan air tanaman berupa evapotranspirasi potensial dapat dihitung dengan persamaan :
ETc ETo x Kc
.............................................. 3)
dimana : ETc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari) ET0 = Evapotranpirasi acuan (mm/hari) Kc = Koefisien tanaman
Evapotranspirasi Kehilangan uap air tanah yang terjadi dengan dua cara yaitu evaporasi air pada permukaan tanah dan transpirasi air dari permukaan daun, air tersebut diabsorpsi tumbuhan dan disalurkan ke daun-daun. gabungan kedua kehilangan oleh dua proses tersebut disebut evapotranspirasi yang menyebabkan hilangnya sebagian besar air tanah dalam kearah kering biasanya kehilangan 30 sampai 40 inci air selama tumbuhnya suatu tanaman, seperta alfalfa. Ternyata kenyataan ini mempunyai arti khusus bagi tumbuhan. Menurut Harry (1982) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi evapotrasnpirasi adalah sebagai berikut : 1. Sinar energi (radiant energy) banyak energi panas yang diperlukan untuk penguapan air baik langsung dari tanah, maupun dari permukaan daun. 2. Tekanan uap atmosfer, tekanan uap atmosfer membentuk mengekan evaporasi dari tanah dan tumbuhan. 3. Angin. Angin kering akan selalu meniup uap air dari permukaan basah. 4. Penyediaan air tanah. Dalam membicarakan pengaruh faktor lain pada evapotranspirasi, bahwa permukaan tanah dan tumbuhan mempunyai persediaan air yang melimpah.
9
Karena banyak faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi maka untuk menghitung laju evapotranspirasi dengan rumus-rumus sebetulnya sangat sulit. Tetapi karena sulitnya menghitung nilai evapotranspirasi dengan rumus-rumus, justru banyak penyelidik dalam masalah ini mengutarakan rumus-rumus. Terasa kemudian bahwa hasil pengukuran pada suatu tempat tidak cocok untuk digeneralisasikan bagi suatu daerah luas, demikian pula untuk masing-masing rumus bisa digunakan, memerlukan data pokok yang berbeda-beda akibat adanya perbedaan cara pendekatan pada masalah ini, oleh para peneliti pembuat rumus yang bersangkutan. Jadi penentuan nilai evapotranspirasi berdasar perhitungan menurut rumus tertentu perlu dengan kesadaran bahwa nilai itu merupakan nilai pendekatan. Evapotranspirasi acuan (ET0) adalah nilai evapotranspirasi tanaman rumputrumputan yang terhampar menutupi tanah dengan ketinggian 8-15 cm, tumbuh secara aktif dengan cukup air. Untuk menghitung ET0 dapat digunakan beberapa metode yaitu : Metode Penmann : (Doorenbos dan Pruitt, 1997) ET0
= c (W x Rn + (1-W) f (u) x (ea-ed))
.........................
4)
..............................................................
5)
.............................................................
6)
Metode radiasi : (Doorenbos dan Pruitt, 1997) ET0
= c (W x Rs)
Metode Pan Evaporasi ET0
= Kp x Ep
Metode Blaney-Criddle : (Doorenbos dan Pruitt, 1997) ET0
= p (0,46t +8)
..............................................................
7)
dimana : W = Faktor pemberat sebagai fungsi suhu F (u) = Fungsi kecepatan angin Kp = Koefisien panci
10
Ep = Evaporasi panci c = Faktor koreksi Rn = Radiasi bersih (MJ m-2 hari-1) Rs = Radiasi global (MJ m-2 hari-1) p = rata-rata penyinaran matahari tahunan dalam bulan yang ditinjau (%) (ea-ed) = Selisih antara tekanan uap jenuh dengan suhu udara rata-rata dan tekanan udara rata-rata (m bar) t = Suhu rata-rata bulanan (oF)
Koefisien Tanaman Koefisien tanaman didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya evapotranspitasi potensial dengan evapoteanspirasi acuan pada kondisi pertumbuhan yang tidak terganggu, yang nilainya tergantung pada musim dan tingkat pertumbuhan tanaman. Vermeiren dan Jobling (1980) mengemukakan cara untuk menghitung Kc (koefisien tanaman) sesuai dengan tingkatan pertumbuhan tanaman adalah : 1. kefisien tanaman untuk awal pertumbuhan tanaman (Kc in)
Kc in Kc
inTab
Ket : Kc in Kc in(Tab) (A’) Kc in(Tab) (B’) I
A I 10 KcinTab B KcinTab A..................(8) 40 10
= Koefisien tanaman tahap awal pertumbuhan = Koefisien tanaman berdasarkan tabel = Koefisien tanaman berdasarkan tabel = Infiltrasi (cm/jam)
2. koefisien tanaman untuk fase menengah pertumbuhan tanaman (Kc mid) 0.3
Kc mid Kc
h .......................(9) mid (Tab) 0.04(U 2 2) 0.004RH min 45 3
Ket : Kcmid = Koefisien tanaman tahap perkembangan Kc mid(Tab) = Koefisien tanaman berdasarkan tabel U2 = Kecepatan angin (m/det) RH min = Kelembaban udara minimum (%) 3. koefisien tanaman untuk faseakhir pertumbuhan tanaman (Kc end)
Kc end Kc
end (Tab)
0.04(U 2 2) 0.004RH min
0.3
h 45 .........(10) 3
11
Ket : Kc end Kc end(Tab) U2 RH min H
= Koefisien tanaman tahap akhir = Koefisien tanaman berdasarkan tabel = Kecepatan angin (m/det) = Kelembaban udara minimum (%) = Tinggi tanaman (m)
Nilai komsumtif tanaman (Kc) pada tingkat pertumbuhan tanaman yang berbeda menurut Partowijoto (1987) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Koefisien Tanaman Menurut Fase Pertumbuhan dan Keadaan Iklim Bulan 1 dan 2 Tengah musim 4 minggu terakhir Musim Padi Palawija Padi Palawija Padi Palawija Hujan 1,10 0,50 1,05 1,00 0,95 0,82 Kemarau 1,10 0,75 1,25 1,00 1,00 0.45 Sumber : Doorenbos and Fruitt, 1977 Curah Hujan Rancangan Salah satu cara penentuan curah hujan daerah adalah dengan menggunakan metode Polygon Thiessen. Curah hujan itu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (anonimb, 2010). ̅
∑
dimana : ̅ R1, R2,...,Rn ∑A
............................................................................... (11)
= Curah hujan daerah (mm) = Curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah jumlah titik pengamatan (mm) = Luas total wilayah yang terwakili oleh stasiun n
Curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar tahunan dengan suatu kemungkinan terjadi, atau hujan dengan suatu kemungkinan periode ulang tertentu. Dalam statistik ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu : 1. Metode Gumbel Analisis frekuensi dengan metode ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut (anonim, 2010)
12
- Urutkan data dari yang kecil hingga ke besar - Hitung nilai rerata dengan persamaan 1 n X Xi n i 1
................................................................................. (12)
- Hitung nilai standar deviasi dengan persamaan
Xi X n
S
2
i 1
n 1
(13) ............................................................................
- Hitung reduse variant
Tr 1 Yt ln ln ......................................................................... (14) Tr - Hitung faktor frekuensi
K
Yt Yn ....................................................................................... (15) Sn
- Hitung Xt (nilai curah hujan) dengan persamaan
Xt X S.K
................................................................... (16)
dimana: X
X S K Yt Tr Yn Sn
= = = = = = = =
logaritma data curah hujan logaritma rerata data curah hujan standar deviasi faktor koreksi reduce variet sebagai fungsi waktu baik waktu balik reduce variat yang bergantung dari banyaknya data reduce standar deviasi yang bergantung dari banyaknya data
2. Metode Log Pearson III Metode ini sesuai untuk berbagai macam koefisien kemencengan (skewness) dan koefisien kepuncakan (kurtosis). Tahapan untuk menghitung tinggi hujan rencana dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut (anonim, 2010).
13
- Urutkan data dari besar ke kecil - Hitung nilai rerata ̅̅̅̅̅̅̅̅
............................................................................. (17)
- Hitung nilai standar deviasi
̅̅̅̅̅̅̅
√
................................................................................ (18)
- Hitung koefisien kepercayaan ̅̅̅̅̅̅̅
∑
................................................................. (19)
- Hitung logaritma Xt ̅̅̅̅̅̅̅
....................................................................... (20)
- Hitung anti logaritma Xt (nilai curah hujan rencana) ............................................................................... (21) dimana: Log X log Xt Log Xi K
= = = =
N
=
logaritma data curah hujan logaritma rerata data curah hujan logaritma curah hujan tahun ke-i konstanta Log person III berdasarkan koefisien kemencengan (Cs) jumlah data
Beberapa parameter penguji yang biasa digunakan adalah uji Chi-Kuadrat. Penelitian ini menggunakan uji Chi-Kuadrat, dimaksudkan untuk menentukan persamaan distribusi frekuensi yang dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.
14
∑
............................................................................ (22)
dimana: X2 = G = Oi = Ei =
parameter Chi-Kuadrat terhitung jumlah sub-kelompok jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke i jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-i
Interpretasi hasil Uji Chi-Kuadrat adalah a)
Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi dapat diterima
b)
Apabila peluang lebih kecil dari 1%, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan tidak dapat diterima.
c)
Apabila peluang berada diantara 1%-5%, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan tidak memungkinkan untuk digunakan mengambil keputusan, misalnya diperlukan penambahan data agar data ini bisa digunakan (Soewarno, 1995).
Hidrograf Satuan Hidrograf atau unit hidrograf memberikan distribusi waktu pada limpasan yang keluar dari watershed, dihasilkan oleh hujan efektif yang jatuh merata di atas watershed, dengan tinggi tertentu (Soemarto, 1987). Hidrograf adalah diagram yang menggambarkan variasi debit atau permukaan air terhadap waktu. Penguraian hidrograf berarti menguraikan komponen-komponen aliran dasar, aliran antara, dan aliran permukaan. Curah hujan yang langsung di atas permukaan air sungai utama dan anak-anak sungainya pada umumnya termasuk limpasan permukaan dan tidak dipisahkan mengingat evaporasi dari permukaan air itu adalah sama atau melampaui curah hujan pada permukaan tersebut (Sosrodarsono dan Takeda, 2002). Hidrograf
satuan
menunjukkan
bagaimana
hujan
efektif
tersebut
ditransformasikan menjadi limpasan langsung di pelepasan (outlet) watershed.
15
Transformasi itu disertai anggapan berlakunya proses linear. Hidrograf
satuan
mempunyai sifat khusus untuk suatu watershed, yang menunjukkan adanya efek terpadu sifat dan bentuk permukaan watershed terhadap penulusuran (routing) hujan lewat daerah tangkapannya (Soemarto, 1987). Untuk mendapatkan hidrograf satuan suatu watershed tertentu diperlukan pencatatanpencatatan debit sekurang-kurangnya
termasuk pencatatan banjir-banjir sedang.
Prinsip-prinsip hidrograf satuan dapat diterapkan untuk memperkirakan banjir perencanaan, mengisi data banjir yang hilang dan memperkirakan banjir jangka pendek yang didasarkan atas curah hujanyang tercatat. Metode Analisis Hidrograf Dua faktor utama untuk menentukan bentuk hidrograf adalah karakteristik DAS dan iklim. Unsur iklim yang perlu diketahui adalah jumlah curah hujan total, intensitas hujan (cm/jam), lama
waktu
hujan
(jam, hari atau minggu),
penyebaran hujan, dan suhu (Asdak, 2002).
Gambar 1. Skema Komponen Aliran dalam Analisis Hidrograf
16
Pada dasarnya bentuk hidrograf yang dihasilkan dalam periode hujan tertentu terdiri atas tiga bentuk utama, bagian yang naik “rising limb”, puncak “peak” dan resesi “resession”.
Gambar 2. Hidrograf Aliran pada Saat Periode Hujan Tertentu Kurva Rising Limb menunjukkan pemasukan air ke dalam sistem pengaliran. Pemasukan air ini disebabkan oleh curah hujan yang jatuh pada basin, sehingga debit aliran akan naik. Setelah mencapai puncak Peak, aliran akan turun. Terjadi pengeluaran air dari sistem pengaliran pada penyimpanan air basin. Kurva Resesi, relatif lebih stabil dari pengaruh curah hujan yang jatuh, dibandingkan dengan kurva yang lain dalam hidrograf. Bentuk
kurva resesi mencerminkan sifat khas daerah
basin, maka untuk menentukan komponen aliran dalam analisis hidrograf dipakai kurva resesi. Aliran pada saat resesi berasal dari empat sumber utama yaitu “surface detention storage, channel storage, inter flow, dan ground water”. Dalam analisis kurva resesi surface detention storage dan channel storage disatukan dalam “surface run off”. Pemisahan hidrograf membagi hidrograf menjadi direct run off dan base flow. Pemisahan ini merupakan dasar bagi analisis hidrograf selanjutnya, dan pemisahan diharapkan sedemikian rupa sehingga dasar waktu untuk unit hidrograf relatif konstan dari satu kejadian ke kejadian hujan berikutnya.
17
Watershed Modelling System (WMS) Watershed Modeling System (WMS) adalah sebuah software permodelan grafis untuk semua fase hidrologi dan hidraulik sebuah daerah aliran sungai. WMS dikembangkan oleh Engineer University. WMS
Laboratorium Komputer Grafis Brigham Young
berbasis Windows user Interface yang menyediakan hubungan
antara GIS dan perangkat lunak standar industri yang kemudian disamakan dengan model hidrologi yang dapat dijalankan dari antarmuka WMS. Permodelan hidrologi pada software ini didukung
oleh program HEC-1 (HEC-HMS), TR-20, TR-55,
Rational, NFF, MODRAT, dan HSPF. WMS merupakan sebuah program pemodelan hidrologi terintegrasi yang dapat digunakan untuk membuat representasi digital DAS (Anonim, 2010). WMS dapat membantu dalam mempersiapkan, mengedit dan menjalankan model hidrologi umum. WMS memiliki fasilitas untuk penggambaran daerah aliran sungai secara otomatis, perhitungan
parameter geometri, perhitungan dengan
menggunakan GIS (CN, tinggi hujan, koefisien kekasaran) dan lain-lain. WMS menggunakan topografi, penggunaan/penutupan lahan, data jenis tanah, curah hujan, serta klimatologi. WMS secara otomatis melakukan prosedur
penggambaran
batas-batas daerah aliran sungai dan menghitung limpasan DAS. WMS dapat juga digunakan untuk mengitung aliran puncak di daerah tertentu (Anonimc, 2010). Technical Releases 55 (TR 55) Prinsip dasar yang melatar belakangi model TR 55 adalah jika curah hujan dengan intensitas terjadi secara terus-menerus maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi (Tc) tercapai jika seluruh bagian DAS telah memberikan distribusi aliran di outlet (Anonim, 2010). Dalam TR-55, model
18
digambarkan dengan curah hujan seragam yang terjadi pada DAS dengan distribusi waktu yang ditentukan. Besarnya curah hujan dikonversi menjadi besarnya limpasan dengan menggunakan curve number (CN) limpasan. Curve Number (CN) didasarkan pada jenis tanah dan penggunaan lahan. Limpasan akan diubah menjadi bentuk hidrograf dengan
menggunakan unit hidrograf routing teori dan prosedur yang
bergantung pada waktu perjalanan limpasan melalui segmen DAS (Anonimd, 2010). Debit puncak aliran sungai dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (anonim, 2010) ........................................................................................... (23) Dimana : qp = qu = Am = Q = Fp =
Debit puncak (cfs) unit debit puncak (csm/in) Luas DAS (m2) Debit limpasan (in) Faktor penyesuaian kolam dan rawa
Pengelolaan Air Irigasi Irigasi secara umum diartikan sebagai penggunaan air
pada tanah dengan
maksud untuk mencukupi lengas tanah yang utama bagi pertumbuhan tanaman, terutama pada waktu kurang atau tidak ada hujan yang cukup selama masa pertumbuhan tanaman (Hansen dan Israelsen, 1992). Fungsi utama dari suatu sistem irigasi adalah untuk memberikan tanaman-tanaman akan air irigasi dalam jumlah dan pada waktu yang dibutuhkan. Secara khusus fungsi suatu sistem irigasi tersebut meliputi : pengaliran air dari sumber air, penyaluran dan distribusi air pada tanaman dan penggunaan air oleh tanaman. Faktor-faktor yang berpengaruh pada suatu sistem irigasi terdiri dari : 1) daerah yang akan diairi, 2) kebutuhan penggunaan konsumtif tanaman, 3) efisiensi
19
irigasi, 4) kehilangan-kehilangan air, 5) presentase kelebihan air irigasi menjadi aliran permukaan dan aliran air tanah. Agar usaha pengaturan dan pembagian air irigasi dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan prasarana dan sarana yang menunjang kegiatan tersebut. Salah satu sarana yang diperlukan adalah jaringan irigasi. Jaringan irigasi merupakan bangunan dan saluran yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan dan pembagian, pemberian dan penggunaan. Tersedianya sarana irigasi belum dapat menjamin pelaksanaan fungsi irigasi sebagaimana mestinya, untuk itu diperlukan cara manajemen (pengelolaan) air irigasi yang baik. Pengelolaan air mempunyai pengertian yaitu, pengaturan air irigasi yang diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan penyadapan, pengaturan, pembagian, pemberian dan pemanfaatan air irigasi untuk pertanian termasuk kegiatan membuang kelebihan air dalam jumlah dan waktu yang tepat agar terjamin hasil pertanian yang maksimal dan pemakaian air yang sehemat mungkin. Tanpa pengelolaan yang baik, jaringan irigasi tidak akan berfungsi dan pemberian air yang terbatas hanya dapat dicapai pada petak-petak yang terletak di hulu saja. Hal ini selain menghasilkan pengaliran yang tidak merata, tidak ekonomis, juga tidak produktif. Pada pengelolaan air irigasi yang baik keterpaduan dan ketepatan dalam menganalisa dan menetapkan kebutuhan air irigasi. Pengelolaan air pada tingkat usaha tani dengan berpijak pada kebutuhan air irigasi dan tingkat pertumbuhan tanaman akan dapat diketahui saat mana air harus diberi berlebih dan saat mana air diberikan sedikit sesuai dengan tingkat pertumbuhan tanaman yang diusahakan. Untuk mendistribusi air secara merata, efektif dan efisien pada DI diperlukan suatu aturan pendistribusian air yang tepat, agar pemanfaatan air irigasi mempunyai
20
nilai efisiensi yang tinggi. Beberapa pendistribusian air irigasi sebagai tolok ukur dalam merencanakan suatu sistem irigasi : giliran jadwal tanam, pola pergiliran tanaman, rotasi dan continous flow dan sistem golongan. Keterkaitan Rencana Induk Penelitian Penelitian yang direncanakan ini terkait dengan Rencana Induk Penelitian bidang KEBENCANAAN DAN LINGKUNGAN khususnya mengenai Pengelolaan sumberdaya alam dan penanggulangan bencana alam berbasis saintek modern dan kearifan lokal, dimana penelitian ini dilakukan dengan latar belakang, bahwa air sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan keberhasilan peningkatan produksi pertanian, ketersediaanya mutlak diperlukan baik secara jumlah maupun kualitasnya. Akan tetapi seiring dengan adanya dampak perubahan iklim, pergeseran musim kemarau ataupun musim hujan memberikan dampak pada ketersediaan air, khususnya pada daerah lahan kering. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu sistem pengelolaan air yang mampu memenuhi kebutuhan tanaman pertanian pada saat-saat air hujan tidak dapat lagi diharapkan.
21
Road Map Penelitian
Gambar 3. Bagan alir keterkaitan tema penelitian rumpun agrokompleks.
22
23
III. METODE PENELITIAN Prosedur penelitian dibagi dalam 2 tahap, yaitu 1. Prediksi debit aliran Sungai Pamukkulu Analisis data dilakukan dengan menggunakan model Hidrologi Watershed Modelling System (WMS) dengan metode Technical Releases 55 (TR 55). a. Analisis Frekwensi Curah Hujan dengan menggunakan persamaan 11 - 22, sebagai berikut : - Menghitung distribusi curah hujan dengan menggunakan persamaan Gumbel dan Log Pearson Tipe III - Memilih model distribusi yang sesuai dengan uji chi kuadrat - Menghitung curah hujan rancangan berdasarkan model distribusi yang sesuai b. Menentukan data masukan Model WMS TR 55 - Luas DAS, diperoleh dengan mengunakan fasilitas yang terdapat pada WMS - Curve Number (CN), ditentukan dengan pertimbangan kelompok hidrologi lahan, klasifikasi kompleks penutupan lahan dan kondisi kelengasan tanah. - Waktu konsentrasi, dihitung dalam aplikasi WMS dengan menggunakan persamaan Kirpich sebagai berikut :
Tc m x 0,00013 x L0.77 x S 0.385
..................................
(24)
dimana : Tc = Waktu konsentrasi (jam) m = 1 (koefisien tipe bumi) L = Panjang aliran (m) S = Kemiringan (m/m) c. Menghitung Debit Aliran Prosedur dalam penggunaan software dengan metode TR 55 untuk menghitung debit aliran, adalah sebagai berikut :
24
- Membuka data DEM (Digital Elevation Map) Sungai Pamukkulu pada WMS. - Memilih Drainage Module, kemudian menjalankan TOPAZ untuk melihat alur aliran sungai - Menentukan outlet sungai, kemudian memilih Delianate Basins Wizard untuk penggambaran sungai - Memotong DEM sesuai batas DAS Pamukkulu - Mengkonversi data DEM ke TIN - Menentukan titik terjauh dari outlet dengan menggunakan Create Feature Point. - Mengeneralisasi arah aliran dari TIN untuk setiap titik terjauh dari outlet. - Memilih modul Hydraologic Modelling kemudian memilih metode TR 55 - Menghitung waktu konsentrasi - Memilih maap Module - Membuka peta jenis tanah lalu menginput data kelompok hidrologi tanah - Membuka penggunaan lahan, lalu membuat tabel penggunaan lahan dan nilai CN untuk setiap tipepenggunaan lahan - Memilih hydrologic modelling. Menghitung nilai CN dengan menggunakan Compute GIS Attributes - Mensimulasi hidrograf debit aliran sungai. 2. Pengelolaan Air Irigasi Prosedur pengelolaan air irigasi melalui tahapan : - Menghitung kebutuhan air acuan tanaman dengan menggunakan persamaan 6. - Menghitung kebutuhan air konsumtif tanaman melalui evapotranspirasi potensial dengan persamaan :
ETc ETo x Kc
..........................................
(25)
25
dimana : ETc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari) ET0 = Evapotranpirasi acuan (mm/hari) Kc = Koefisien tanaman - Menghitung kebutuhan air irigasi dengan persamaan : Untuk tanaman padi :
WR ETc LP P Re
................................. (26)
Untuk tanaman palawija : ................................... (27) dimana : CWR = Kebutuhan air irigasi (mm/hari) ETc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari) LP = Kebutuhan air untuk pengolahan tanah (mm/hari) P = Perkolasi (mm/hari) Re = Curah hujan efektif (mm) - Menghitung total kebutuhan air dengan persamaan :
NFR ETa N dimana ; NFR ETa N
............................................. (28)
= kebutuhan air total (mm) = Evapotranspirasi (mm) = curah hujan efektif (mm)
Kebutuhan Data Data evapotranspirasi bulanan dan curah hujan bulanan (tahun 2002-2012) dari beberapa stasiun dalam wilayah Sungai Pamukkulu, diperoleh dari Kantor Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sulawesi Selatan. Data DEM (Digital Elevation Map), peta administrasi, peta penggunaan lahan, peta jenis tanah, dan peta situasi Sungai Pamukkulu diperoleh dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jeneberang-Walanae (BP-DAS Jeneberang-Walanae) Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan. Data debit aliran Sungai Pamukkulu (tahun
26
2002-2012), untuk keperluan validasi model prediksi debit WMS, diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Kab. Takalar, Sulawesi Selatan. Mulai
Data curah hujan harian
Digital Elevation Map DEM
Peta jenis tanah & Peta penggunaan lahan
Deliniasi DAS
Analisis frekwensi CH Gumbel & Log Pearson Tipe 3
Batas DAS pada DEM
Uji Chi Kuadrat
Konversi DEM ke TIN
Curah hujan rancangan
Waktu Konsentrasi (Tc)
Overlay
Curve Number
WMS Model TR 55
Debit Aliran Sungai
Kebutuhan air tanaman
Kebutuhan air Irigasi
Pola dan jadwal tanam -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Model Pengelolaan Daerah Irigasi
Gambar 4. Diagram Alir Penelitian
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Umum Daerah Irigasi Pamukkulu Daerah irigasi Pamukkulu secara administrasi terletak di Kabupaten Takalar, lebih kurang 30 km dari kota Makassar, dengan luas 4.440 ha. Terletak pada 3 kecamatan,
yaitu
kecamatan
Mangarabombang,
Polombangkeng
Utara
dan
Polombangkeng Selatan, dengan ketinggian 0-40 mdpl. DI Pamukkulu mempunyai iklim tropis monsoon dengan 2 musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson, wilayah irigasi Pamukkulu termasuk tipe hujan C dan D, dengan curah hujan 122,7 – 653,6 mm/bulan pada musim hujan. Jenis tanah di DI Pamukkulu terdiri dari tanah alluvial, yang terdapat di Kecamatan Polombangkeng Utara dan Selatan. Jenis tanah ini cenderung memiliki tekstur tanah sedang, mudah diolah dan bersifat permeabel dengan laju infiltrasi sedang, yaitu 4 – 8 mm/jam. Sedangkan di Kecamatan Mangarabombang mempunyai jenis tanah mediteran. Tanah mediteran adalah tanah yang terbentuk dari pelapukan batuan kapur dan bersifat tidak subur. Meskipun tidak memikili unsur hara, namun tanah ini bisa dipergunakan sebagai media penurun tingkat kemasaman pada tanah menjadi netral dengan tingkat pemakain yang sesuai. Sumber air DI Pamukkulu berasal dari Sungai Pamukkulu yang dibendung serta mempunyai saluran induk Pamukkulu, saluran sekunder Kulantu Bengesi dan saluran-saluran tersier. 2. Daerah Aliran Sungai Pamukkulu Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah tertentu yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang dilaluinya. Sungai dan anak-anak sungai tersebut berfungsi
28
untuk menampung, menyimpang dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan serta sumber air lainnya. DAS mempunyai karakteristik yang berkaitan erat dengan unsur utamanya, seperti tata guna lahan, topografi, kemiringan lereng. Karakteristik DAS tersebut merespon curah hujan yang jatuh dapat memberi pengaruh terhadap besar kecilnya aliran sungai.
Gambar 5 : Peta DAS Pamukkulu Secara geografis DAS Pamukkulu terletak pada 50 22’33” – 5028’21” LS dan 119034’- 119043’12’ BT dan berada di Kabupaten Takalar, Jeneponto dan Kabupaten Gowa. Walaupun demikian secara administratif DAS Pamukkulu terletak di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, dengan luas 39.838,37 ha atau 398,38 km2. 2.1. Jenis Tanah Jenis tanah yang terdapat pada DAS Pamukkulu Kab. Takalar adalah alluvial, litosol dan mediteran. Penyebaran dan luas masing-masing jenis tanah tersebut, disajikan pada Gambar 6. dan Tabel 3.
29
Tabel 3. Jenis Tanah DAS Pamukkulu Jenis Tanah Alluvial Litosol Mediteran Total
Luas (ha)
Luas (%)
3.334,575 22.735,562 13.768,232 39.838,369
8,37 57,07 34,56 100,00
Pada bagian hulu hingga sebagian wilayah tengah DAS Pamukkulu didominasi oleh jenis tanah litosol dengan bahan induk tufa dan batuan vulkanik intermadite, bercirikan warna merah hingga kuning. Jenis tanah ini mempunyai kandungan bahan organik sedang dan bersifat asam.
Gambar 6. Peta Jenis Tanah DAS Pamukkulu
Sedangkan pada bagian hilir DAS Pamukkulu terdapat jenis tanah alluvial. Tanah alluvial merupakan jenis tanah muda yang dibentuk dari hasil endapan di dataran rendah, yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian. Sedangkan untuk jenis tanah mediteran terdapat pada bagian tengah daerah aliran sungai.
30
2.2. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan DAS Pamukkulu terdiri dari hutan, perkebunan, sawah, tegalan/ladang dan pemukiman. Penyebaran dan luas masing-masing penggunaan lahan tersebit disajikan pada Gambar 7. dan Tabel 4.
Gambar 7. Peta Penggunaan Lahan DAS Pamukkulu
Faktor Penutupan lahan vegetasi cukup signifikan dalam pengurangan ataupun peningkatan aliran permukaan. Besarnya air yang masuk ke dalam tanah dan mengalir sebagai aliran permukaan akan lebih besar bila tanah terbuka tanpa ditutupi vegetasi ataupun tanaman.
Tabel 4. Penggunaan Lahan DAS Pamukkulu Penggunaan Lahan Hutan Pemukiman Perkebunan Sawah Irigasi Semak Tegalan/ladang Total
Luas (ha) 5370,964 213,351 1227,68 15404,758 4543,301 13078,315 39838,369
Luas (%) 13,48 0,54 3,08 38,67 11,40 32,83 100,00 31
Besarnya aliran permukaan dan jumlah air yang dapat masuk ke dalam tanah akan menentukan jumlah air yang bermanfaat bagi manusia ataupun menentukan fluktuasi debit air sungai yang terdapat pada suatu daerah penampungan. Penggunaan lahan pada DAS Pamukkulu didominasi oleh sawah beririgasi dan tegalan atau ladang. Sedangkan perkebunan merupakan penggunaan lahan terkecil yang dilakukan oleh masyarakat setempat. 3. Analisis Hujan DAS Pamukkulu Kejadian hujan maksimum yang digunakan untuk analisis frekuensi dihitung dengan menggunakan rata-rata wilayah dengan poligon Thiessen. Penyebaran dan luas Koefisien Thiessen stasuin hujan DAS Pamukkulu disajikan pada Gambar 8. dan Tabel 5., di bawah ini.
Gambar 8. Peta Poligon Thiessen Stasiun Curah Hujan DAS Pamukkulu
Terdapat 4 stasiun hujan curah yang berpengaruh pada DAS Pamukkulu berdasarkan metode poligon thiessen yaitu Stasiun Pamukkulu, Stasiun Malolo 1, Stasiun Cakura dan Stasiun Jenemarung.
32
Tabel 5. Luas dan Koefisien Thiessen Stasiun Hujan DAS Pamukkulu Nama Stasiun Pamukkulu Malolo 1 Cakura Jenemarung Total
Luas (ha)
Koefisien Thiessen
21157,15 12177,68 5182,76 1320,78 39838,37
0,53 0,31 0,13 0,03 1
Masing-masing stasiun dianggap mewakili hujan pada daerah luasan tersebut dan luasan ini merupakan faktor koreksi bagi curah hujan di stasiun bersangkutan. Analisis frekuensi curah hujan menggunakan data 2002 hingga 2012, dengan curah hujan maksimum 158,41 mm/hari dan curah hujan minimum 0,31 mm/hari. 4. Debit Aliran Sungai Sungai mempunyai fungsi utama menampung curah hujan setelah aliran permukaan dan mengalirkannya sampai ke laut. Sungai dapat diartikan sebagai wadah atau penampungan dan penyalurkan aliran air yang terbawa dari daerah aliran sungai ke tempat yang lebih rendah. Debit aliran sungai merupakan jumlah air yang mengalir dalam satuan volume per waktu. 4.1. Debit Aliran Watershed Modelling System Debit aliran air Sungai Pamukkulu dari hasil prediksi dengan menggunakan watershed modelling system, yang disimulasi berdasarkan curah hujan rancangan dan karakteristik DAS, disajikan pada Gambar 9., dan Tabel 6. Daerah aliran sungai Pamukkulu mempunyai iklim tropis monsoon dengan dua musim yang berbeda, yaitu musim hujan yang berlangsung dari bulan November sampai April dan musim kemarau yang berlangsung dari bulan Mei hingga Oktober. Sehingga dari pengaplikasian model, peningkatan debit aliran air
33
pada DAS Pamukkulu terjadi mulai pada bulan Oktober hingga bulan April, dengan debit tertinggi mencapai 24,71 m3/detik, yang terjadi pada bulan Februari.
1000 Debit Aliran (ft^3/detik)
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
jan
feb mar apr mei jun
jul agus sept okt nov des
Debit 800 872 544 459 221 121 97,4 67,8 46,6 281 211 443
Gambar 9. Debit Aliran Air Bulanan DAS Pamukkulu
Sedangkan penurunan debit aliran air terjadi pada bulan Mei hingga September. Debit aliran air terendah terjadi pada bulan September yaitu 1,32 m3/detik. Fluktuasi debit aliran ini, dipengaruhi oleh sifat dan distribusi curah hujan di wilayah tersebut.
Tabel 6. Debit Aliran Air Bulanan DAS Pamukkulu Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
Debit (ft3/s) 799,51 872,22 544,30 459,23 220,61 121,07 97,42 67,77 46,59 281,33 211,08 442,99
Debit (m3/s) 22,65 24,71 15,42 13,01 6,25 3,43 2,76 1,92 1,32 7,97 5,98 12,55
34
Dari prediksi debit aliran air ini, dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengelolaan suatu daerah irigasi. Bulan Oktober hingga April debit aliran air pada DAS Pamukkulu berlimpah, maka air tersebut dapat ditampung/dibendung untuk dipergunakan pada masa dimana terjadi kekurangan air/kemarau, yaitu pada bulan Juni hingga September. 4.2. Validasi Model Pengujian kevalidan/absahan model dilakukan dengan membandingkan debit simulasi hasil prediksi model dengan debit observasi/terukur. Berdasarkan hasil uji statistik dengan regresi linier maka diperoleh nilai R 0,87. Nilai regresi yang diperoleh tersebut menunjukan bahwa model yang digunakan mempunyai
Debit Observasi (m^3/detik)
nilai keabsahan atau model valid untuk digunakan.
25 y = 0,9269x + 0,8421 R² = 0,8686
20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
Debit Prediksi Model (m^3/detik)
Gambar 10. Hubungan Debit Prediksi Model dan Debit Observasi
Selain itu pengujian model juga dilakukan dengan penggambaran secara grafis, dimana debit simulasi dan debit observasi mempunyai kecenderungan atau pola yang sama. Peningkatan debit simulasi akan diikuti oleh peningkatan debit observasi, demikian pula sebaliknya, seperti disajikan pada Gambar 11.
35
Debit Pred
Debit Obser
Debit Aliran (m^3/detik)
25 20 15 10 5 0
Debit Pred
jan feb mar apr mei jun
jul agus sept okt nov des
22,7 24,7 15,4 13 6,25 3,43 2,76 1,92 1,32 7,97 5,98 12,6
Debit Obser 23 21,6 13 13,1 6,57 4,36 4,54 1,47 1,01 3,34 8,12 19,4
Gambar 11. Perbandingan Debit Simulasi dan Debit Observasi
5. Kebutuhan Air Tanaman Kebutuhan air tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman dan usia pertumbuhan tanaman (tingkat pertumbuhan tanaman). Nilai kebutuhan air tanaman akan meningkat sesuai masa pertumbuhannya dan akan mencapai maksimum pada saat pertumbuhan tanaman berada pada titik maksimum pula.
6
Etc (mm/hari)
5 4 3 2 1 0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
jun
Jul
agu
Sep
Okt
Nov
Des
Etc 3,12 3,29 4,21 3,75 4,66 3,86 4,71 5,24 5,18 5,17 4,59 3,58
Gambar 12. Kebutuhan Air Tanaman Padi-Padi
36
Dan setelah mencapai titik pertumbuhan maksimum untuk beberapa saat, maka pertumbuhan tanaman akan menurun diikuti dengan menurunnya kebutuhan air konsumtif tanaman sesuai jenis tanamannya. Jumlah kebutuhan air tanaman untuk musim tanam dengan pola tanam padipadi-padi adalah 51,36 mm/hari, yang disajikan pada Gambar 12. Kebutuhan air tanaman berdasarkan koefisien tanaman dan evapotranspirasi potensial, berkisar antara 3,12 -5,24 mm/hari, dimana peningkatan kebutuhan air terjadi pada bulan Juli hingga November.
5
Etc (mm/hari)
4 3 2 1 0 Padi Palawija
Jan
jun
Jul
3,12 3,29 4,21 3,75 4,66 3,86
0
0
Feb Mar Apr Mei 0
0
0
0
0
agu Sep Okt Nov Des 0
0
0
4,59 3,58
3,21 3,57 4,93 2,33
0
0
Gambar 13. Kebutuhan Air Tanaman Padi-Palawija
Demikian pula untuk musim tanaman dengan pola padi-padi-palawija, jumlah kebutuhan air tanaman sebesar 45,10 mm/hari. Pada Gambar 13, memperlihatkan kebutuhan air tanaman padi-palawija berkisar antara 2,33 – 4,66 mm/hari, dengan kebutuhan air tanaman tertinggi terjadi pada bulan Mei untuk tanaman padi dan terendah pada bulan Oktober untuk tanaman palawija.
37
Total kebutuhan air atau neraca air antara curah hujan efektif dan kebutuhan air tanaman disajikan pada Gambar 14. Untuk musim tanam dengan pola padi-padi terjadi defisit air selama 7 bulan selama musim tanam, yaitu dari bulan Mei hingga bulan November dengan jumlah defisit sebesar 24,02 mm/hari. Sedangkan surplus air hanya terjadi selama 5 bulan, yaitu bulan Desember hingga April.
10 8 NFR (mm/hari)
6 4 2 0 -2 -4 -6
Jan Feb Mar Apr Mei jun
Jul
agu Sep Okt Nov Des
Padi 8,79 3,53 1,84 1,04 -1,7 -2,4 -4,5 -5,2
-5
-4,6 -0,6 5,82
Gambar 14. Total Kebutuhan Air Tanaman Padi-Padi
Demikian pula total kebutuhan air untuk tanaman dengan pola padi-palawija, juga terjadi defisit air selama 7 bulan selama musim tanam, dengan 3 bulan untuk musim tanam padi dan 4 bulan untuk tanaman palawija. Total kebutuhan air tanaman padi-palawija disajikan pada Gambar 15. Pada gambar tersebut terlihat bahwa selama musim tanam palajiwa terjadi defisi air, karena tanaman tersebut ditanam pada musim kemarau, dengan jumlah defisit air lebih kecil yaitu 17,76 mm/hari, jika dibandingkan dengan defisit air pada pola tanaman padi-padi.
38
NFR (mm/hari)
Padi 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6
Padi Palawija
Jan
Feb
Mar
Apr
8,79
3,53
1,84
1,04 -1,74 -2,42
0
0
0
0
Mei
Palawija
0
jun 0
Jul
agu
Sep
Okt
0
0
0
0
-3,02 -3,51 -4,78 -1,74
Nov
Des
-0,55 5,82 0
0
Gambar 15. Total Kebutuhan Air Tanaman Padi-Palawija
Dari kedua pola tanam padi-padi dan padi-palawija tersebut, defisit air terjadi pada bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober dan November, sehingga pada bulan-bulan tersebut dibutuhkan air irigasi, untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Air irigasi tersebut dapat diperoleh dari debit aliran sungai yang ditampung, yang terjadi pada musin hujan. 6. Kebutuhan Air Untuk Petak Tersier Daerah Irigasi Pamukkulu mempunyai saluran induk Pamukkulu dengan 6 pintu air pembagi, yaitu BP1 hingga BP6. Luas petak tersier pada saluran tersebut 1.444 ha. Sedangkan saluran Kulantu Bengesi mempunyai 9 pintu air pembagi yaitu BKb1 hingga BKb6, dengan luas petak tersier 653 ha. Sehingga total luas petak tersier pada DI Pamukkulu adalah 2097 ha. Pemberian air irigasi pada tanaman di DI Pamukkulu, diberikan hanya pada musim kering/kemarau. Dari hasil analisis kebutuhan air tanaman dengan pola tanam padi-padi dan padi palawija, tanaman mengalami defisit air pada bulan Mei hingga November, sehingga pemberian air irigasi hanya diberikan pada bulan-bulan tersebut.
39
Kebut.Irigasi
Debit Tersedia
Surplus
700000 600000 m^3/hari
500000 400000 300000 200000 100000 0 Kebut.Irigasi Debit Tersedia Surplus
Mei
Juni
Juli
Agus
Sep
Ok
Nov
3,64878
5,07474
9,47844
10,86246
10,54791
9,60426
1,15335
540000
296352
238464
165888
114048
688608
516672
539996,35 296346,93 238454,52 165877,14 114037,45 688598,4 516670,85
Gambar 16. Neraca Air Kebutuhan Air Irigasi dan Debit Tersedia Pola Tanaman Padi-padi
Neraca air berdasarkan kebutuhan air irigasi dan debit tersedia, dengan pola tanaman padi-padi dan padi-palawija, disajikan pada Gambar 16. dan Gambar 17. Pada gambar tersebut terlihat bahwa, dengan pola tanam padi-padi, kebutuhan air irigasi berkisar antara 1,15 – 10,86 m3/hari, sehingga masih terdapat surplus debit air tersedia 114.037,5– 688.598,4 m3/hari, atau rata-rata 4,2327 m3/detik/bulan.
Kebut.Irigasi
Debit tersedia
Surplus
Juli
Sep
700000
m^3/hari
600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 Kebut.Irigasi
Mei
Juni
Agus
Ok
Nov
3,64878 5,07474 6,33294 7,36047 10,0237 3,64878 1,15335
Debit tersedia 540000 296352 238464 165888 114048 688608 516672 Surplus
539996 296347 238458 165881 114038 688604 516671
Gambar 16. Neraca Air Kebutuhan Air Irigasi dan Debit Tersedia Pola Tanaman Padi-palawija 40
Demikian pula untuk pola tanaman padi-palawija, dengan kebutuhan air irigasi berkisar antara 1,15 – 10,02 m3/hari, masih terdapat surplus debit air tersedia antara 114.038,0 - 688.604,4 m3/hari,
atau rata-rata
4,2329 m3/detik/bulan. Sehingga
dengan memanfaatkan debit aliran Sungai Pamukkulu yang ditampung/dibendung, kebutuhan air irigasi baik untuk pola tanam padi-padi maupun pola tanam padipalawija, pada musim kering/kemarau dapat terpenuhi. V. KESIMPULAN 1. Pada Daerah Aliran Sungai Pamukkulu terdapat 4 stasiun hujan yang berpengaruh yaitu Stasiun Pamukkulu, Malolo 1, Cakura dan Stasiun Jenemarung. 2. Berdasarkan prediksi dengan menggunakan Watershed Modelling System, debit aliran air bulanan pada DAS Pamukkulu 1,32 – 24,71 m3/detik atau rata-rata 9,83 m3/detik/bulan, dengan debit air tertinggi terjadi pada bulan Februari dan terendah pada bulan September. 3. Kebutuhan air tanaman untuk pola tanam padi-padi dan padi-palawija, terjadi defisit air selama 7 bulan, yaitu Bulan Mei hingga November. 4. Kebutuhan air irigasi untuk pola tanam padi-padi 50,37 m3/hari, sehingga masih terjadi surplus debit air tersedia sebesar 2.559.982 m3/hari atau rata-rata 4,2327 m3/detik/bulan 5. Kebutuhan air irigasi untuk pola tanam padi-palawija 37,24 m3/hari, sehingga masih terjadi surplus debit air tersedia sebesar 2.559.995 m3/hari atau rata-rata 4,2329 m3/detik/bulan
41
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Aliran Sungai. UGM Press. Yogyakarta Doorenbos, J and W.O Pruitt., 1997. Crop Water Requirement, Irrigation and Drainage. Paper 6 Hansen, E.V and Israelsen, O.W., 1992. Irrigation Principles (Terjemahan). Penerbit Erlangga, Jakarta.
and Practise
Harry, Buckman., 1982. Ilmu Tanah. Penerbit Bharatara Karya Aksara. Jakarta. Hardjowigeno, Sarwono., 1995. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta. Kartasapoetra, A. G., dan Mul Mulyani Sutedjo, 1990. Teknologi Pengairan Pertanian Irigasi. PT. Bumi Aksara, Jakarta. Kurnia, Undang., 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering. Balai Penelitian Tanah, IPB. Bogor. Linsley, R., Hidrologi Untuk Insinyur. Penerbit Erlangga, Jakarta Najiyati, S dan Danarti. 1996. Petunjuk Mengairi dan Menyiram Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. Seyhan, Ersin., 1995. Dasar-Dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Soewarno, 2000. Hidrologi Operasional. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Sosrodarsono dan Takeda. 1999. Hidrologi untuk Pengairan. Pradya Paramitha. Jakarta. Sri, Hartono,. 1993. Analisis Hidrologi. Penerbit Erlangga, Jakarta.
42
Lampiran 1. Kebutuhan Air Tanaman Kebutuhan Air Tanaman Padi dan Palawija Kc Eto No. Bulan (mm/hari) Padi Palawija 1. Januari 2,97 1,05 2. Februari 3,46 0,95 3. Maret 3,83 1,10 4. April 3,41 1,10 5. Mei 4,44 1,05 6. Juni 3,86 1,00 7. Juli 4,28 1,10 0.75 8. Agustus 4,76 1,10 0.75 9. September 4,93 1,05 1.00 10. Oktober 5,17 1,00 0.45 11. November 4,17 1,10 2. Desember 3,25 1,10
Etc (mm/hari) Padi Palawija 3,12 3,29 4,21 3,75 4,66 3,86 4,71 3,21 5,24 3,57 5,18 4,93 5,17 2,33 4,59 3,58
Lampiran 2. Neraca Air Neraca Air Tanaman Padi dan Palawija Etc (mm/hari) CH efektif No. Bulan (mm/hari) Padi Palawija 1. Januari 11,91 3,12 2. Februari 6,82 3,29 3. Maret 6,05 4,21 4. April 4,79 3,75 5. Mei 2,92 4,66 6. Juni 1,44 3,86 7. Juli 0,19 4,71 3,21 8. Agustus 0,06 5,24 3,57 9. September 0,15 5,18 4,93 10. Oktober 0,59 5,17 2,33 11. November 4,04 4,59 12. Desember 9,40 3,58
NFR (mm/hari) Padi Palawija 8,79 3,53 1,84 1,04 -1,74 -2,42 -4,52 -3,02 -5,18 -3,51 -5,03 -4,78 -4,58 -1,74 -0,55 5,82
43
Lampiran 3. Daerah Irigasi Pamukkulu Luas Petak tersier Bendung Pamukkulu Luas Petak Tersies No. Nama Pintu (ha) 1. BP1 38 2. BP2 220 3. BP3 55 4. BP4 267 5. BP5 802 6. BP6 62 7. BKb1 80 8. BKb2 118 9. BKb3 40 10 BKb4 60 11. BKb5 133 12. BKb6 222 Jumlah 2.097
Lampiran 4. Surplus Air Surplus Air untuk Pola Tanam Padi-padi .
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bulan
Mei Juni Juli Agustus September Oktober November
Kebutuhan Air Irigasi (m3/hari)
3,65 5,07 9,48 10,86 10,55 9,60 1,15
Debit Air(m3/hari)
540.000,0 296.352,0 238.644,0 165.888,0 114.048,0 688.608,0 516.672,0
Surplus/defisit (m3/hari)
Surplus/defisit (m3/detik)
539.996,4 296.346,9 238.454,5 165.877,1 114.037,5 688.598,4 516.670,8
6,24996 3,42994 2,75989 1,91987 1,31988 7,96989 5,97999
Surplus/defisit (m3/hari)
Surplus/defisit (m3/detik)
539.996,4 296.346,9 238.457,7 165.880,6 114.038,0 688.604,4 516.670,8
6,24996 3,42994 2,75993 1,91991 1,31988 7,96996 5,97999
Surplus Air untuk Pola Tanam Padi-palawija No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bulan
Mei Juni Juli Agustus September Oktober November
Kebutuhan Air Irigasi (m3/hari)
3,64878 5,07474 6,33294 7,36047 10,02366 3,64878 1,15335
Debit Air(m3/hari)
540.000,0 296.352,0 238.644,0 165.888,0 114.048,0 688.608,0 516.672,0
44