Newsletter Vol. 3 Juli-September 2015
Editorial
Geliat AIPI dalam 25 Tahun Cikal bakal pembentukan sebuah akademi ilmu pengetahuan di Indonesia sudah dipikirkan masak-masak sejak sekitar 1949. Namun kondisi politik serta ekonomi Indonesia yang saat itu masih belia membuat rencana pembentukan akademi tersebut tertunda selama puluhan tahun hingga akhirnya terwujud pada 1990. Adalah Menteri Negara Riset dan Teknologi B.J. Habibie, Ketua LIPI Samaun Samadikun, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan yang saat itu menghidupkan kembali cita-cita pembentukan akademi ilmu pengetahuan. Beranggotakan ilmuwan-ilmuwan terbaik bangsa, AIPI berfungsi memberi pendapat, saran, dan nasihat kepada pemerintah dan masyarakat berdasarkan ilmu pengetahuan. Tak berhenti di situ, AIPI pun berupaya mempromosikan ilmu pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti konferensi ilmiah dan forum diskusi kebijakan, publikasi, serta pengembangan hubungan nasional dan internasional.
Anggota Perdana AIPI Membuka Selubung Lukisan Tiga Pendiri AIPI: Fuad Hassan, BJ Habibie, dan Samaun Samadikun
Namun tak selamanya rencana mewujudkan cita-cita itu berjalan mulus. Krisis multidimensi yang menerpa Indonesia pada 1997 turut memukul AIPI dan membuatnya kehilangan daya. Baru dalam beberapa tahun belakangan AIPI kembali bergeliat berkat dukungan dari pemerintah Indonesia dan sejumlah kerja sama internasional, dimulai dengan pertemuan dengan ilmuwan-ilmuwan muda di dalam Wallacea Young Scientists Conference di Ternate pada 2010 dan rangkaian Indonesian-American Kavli Frontiers of Sciense Symposia sejak 2011. Dalam edisi ini kami ingin memperkenalkan sejumlah program unggulan AIPI yang telah kami gagas dan terus dimatangkan selama 25 tahun perjalanan kami. Semoga apa yang kami lakukan dapat menjadi tongkat estafet dalam mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan berdaulat. Ketua AIPI,
Profesor Sangkot Marzuki
Editorial GELIAT AIPI DALAM 25 TAHUN Halaman 1 Program Unggulan INDONESIAN SCIENCE FUND Halaman 2-3 AKADEMI ILMUWAN MUDA INDONESIA Halaman 4
SAINS 45: AGENDA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA MENYONGSONG SATU ABAD KEMERDEKAAN Halaman 5
Pedoman Perilaku untuk Keamanan Hayati AGAR PENELITIAN ILMU HAYATI TAK BERAKHIR JADI SENJATA BIOLOGIS Halaman 7
The 5th Indonesian-American Kavli Frontiers of Science Symposium AUSTRALIA MENGIRIMKAN DELEGASI DALAM INDONESIAN- AMERICAN KAVLI FRONTIERS OF SCIENCE SYMPOSIUM 2015 Halaman 6
Event MELURUSKAN 70 TAHUN SEJARAH WAFATNYA ACHMAD MOCHTAR AGENDA AKADEMI Halaman 8
AIPI Newsletter Vol.3 Juli-September 2015 | 1
Diterbitkan setiap tiga bulan oleh Sekretariat Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). Artikel dalam newsletter ini boleh dikutip dengan menerangkan sumber tulisan.
BADAN PEKERJA AIPI Ketua Sangkot Marzuki Wakil Ketua Satryo Soemantri Brodjonegoro Sekretaris Jenderal Budhi M. Suyitno Ketua Komisi Mien A. Rifai (Ilmu Pengetahuan Dasar) Sjamsuhidajat (Ilmu Kedokteran) F.G Winarno (Ilmu Rekayasa) Taufik Abdullah (Ilmu Sosial) M. Amin Abdullah (Kebudayaan)
AIPI NEWSLETTER Pembina Sangkot Marzuki Penulis Anggrita Desyani Cahyaningtyas Editor Uswatul Chabibah Desain & Tata Letak HEIMLO Studio Penyumbang Bahan Nugraha Dian Putra Ramdani Pepi Oktayani
Kompleks Perpustakaan Nasional Jalan Medan Merdeka Selatan No. 11 Jakarta Pusat, Indonesia Tel Fax E-mail Website
: : : :
+6221 34830019 +6221 3442319
[email protected] www.aipi.or.id
2 | AIPI Newsletter Vol.3 Juli-September 2015
Menteri Keuangan Bambang S. Brodjonegoro didampingi Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago, Ketua AIPI Sangkot Marzuki, dan Wakil Ketua AIPI Satryo S. Brodjonegoro menabuh gong menandai diresmikannya Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (Indonesian Science Fund) di Jakarta, 25 Juli 2015
Program Unggulan
Indonesian Science Fund Dari segi jumlah populasi, Indonesia merupakan negara keempat terbesar di dunia. Indonesia memiliki tingkat buta huruf yang sangat rendah, disertai sejumlah universitas dan lembaga penelitian yang baik, namun belum mampu menghasilkan pengetahuan maupun inovasi sebanyak yang diharapkan. Selama tahun 1996-2010, Indonesia hanya berada di peringkat 64 dunia dalam jumlah artikel ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal yang telah melalui proses penilaian sejawat. Rendahnya kualitas dan kuantitas ilmu pengetahuan yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh rendahnya investasi dalam bidang penelitian dan pengembangan. Investasi Indonesia dalam bidang penelitian dan pengembangan hanya sekitar 0,08 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)—hanya sepersepuluh dibandingkan dana yang disediakan negara dengan tingkat ekonomi yang sama seperti Brasil, China, dan India. Sebagai salah satu solusi, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) secara resmi meluncurkan Indonesian Science Fund (ISF), sebuah badan otonom yang menyediakan pendanaan kompetitif bagi ilmuwan dan insinyur Indonesia untuk melakukan penelitian kelas dunia serta mendukung daya saing bangsa. Kehadiran ISF, yang didukung oleh pemerintah Indonesia, Australia, dan Amerika Serikat diharapkan dapat membantu meningkatkan daya saing Indonesia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak negara mengakui cara tersebut paling efektif untuk mendorong terciptanya ilmu pengetahuan dan ilmu rekayasa kelas dunia. “Para peneliti dan ilmuwan akan termotivasi untuk mengajukan ide-ide terbaik dalam proposal penelitian mereka, di samping tetap menjalankan riset yang sudah terprogram dan berorientasi hasil,” ujar Wakil Ketua AIPI Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro dalam peluncuran ISF pada Mei 2015 di Jakarta.
Dalam peluncuran ISF, Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago juga menyatakan dukungannya untuk program ini. Pemerintah berkomitmen membantu pendanaan penelitian melalui Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP). Konsep ISF pertama kali muncul dalam laporan “Creating an Indonesian Science Fund”, yang merupakan kolaborasi dari AIPI, World Bank dan Australian AID pada 2012. ISF bertujuan menyediakan sumber dana kompetitif bagi ilmuwan serta membentuk instrumen pendanaan yang berbeda-beda untuk mencapai hasil penelitian ilmiah atau inovasi yang sesuai harapan. 1.
Hibah penelitian peneliti utama (principal investigator) berfungsi sebagai instrumen pendanaan utama bagi peneliti. Dana akan diberikan kepada lembaga penaung agar dapat menggunakan peneliti utama secara eksklusif dan dapat mencakup pembelian peralatan, pelatihan, biaya publikasi, dan biaya operasional.
2.
Hibah kunjungan diberikan kepada masing-masing peneliti atas partisipasinya dalam konferensi, kunjungan ke laboratorium lain dalam jangka waktu yang pendek, baik di luar negeri maupun di Indonesia, atau kunjungan ilmuwan asing ke laboratorium di Indonesia.
3.
Beasiswa mahasiswa membantu mahasiswa yang tengah berusaha memperoleh gelar lanjutan di bidang ilmu pengetahuan atau ilmu rekayasa di perguruan tinggi di Indonesia.
4.
Beasiswa kerjasama industri memungkinkan mahasiswa untuk bekerja dalam perusahaan swasta atau LPNK di proyek yang berkaitan dengan minat mereka.
5.
Dana penelitian kooperatif mendukung penelitian bersama antara ilmuwan di industri dan LPNK dengan ilmuwan di universitas.
6.
Dana pendukung kewirausahaan diberikan kepada universitas untuk mengembangkan program dalammembantu mahasiswa, dosen, dan pihak lainnya untuk memasarkan dan mengkomersialkan penemuan asli, produk, atau properti intelektual lainnya.
7.
Hibah untuk penelitian pendidikan dapat melengkapi hibah penelitian peneliti utama terkait topik-topik pendidikan dan membuat metode, kurikulum, atau silabus baru untuk diuji di sekolah-sekolah.
Dokumen Laporan“Creating an Indonesian Science Fund”, kolaborasi AIPI, World Bank, dan Australian AID
AIPI Newsletter Vol.3 Juli-September 2015 | 3
Program Unggulan
Akademi Ilmuwan Muda Indonesia Pada usianya yang ke-25, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia melebarkan sayapnya dengan membentuk Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (AIMI). Didirikan pada 20 Mei 2015, bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional, AIMI diharapkan dapat mendorong fungsi AIPI dalam memberikan saran kebijakan berbasis ilmu pengetahuan dan mempromosikan budaya ilmiah unggul kepada masyarakat sebagai tindak lanjut penyusunan dokumen SAINS45: Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia Menyongsong Satu Abad Kemerdekaan. Saat ini telah terpilih 12 anggota perdana AIMI yang merupakan ilmuwan muda penyusun SAINS45 dari berbagai bidang keilmuan seperti kedokteran, geologi, pertanian, kelautan, fisika, sosiologi, kesehatan masyarakat, hingga ekonomi. Nantinya mereka yang akan menyiapkan struktur organisasi, fungsi, serta kegiatan AIMI. Selain mendorong fungsi AIPI, pembentukan akademi muda ini bertujuan memperkuat peran ilmuwan muda serta mendukung pengembangan karier mereka. “Peran para ilmuwan muda amatlah krusial sebagai pelaku aktif riset di masa kini dan masa depan. Harapannya, mereka akan menjadi ujung tombak pengembangan sains di Indonesia,” ujar Ketua AIPI, Sangkot Marzuki. Pada tahun pertama, ditargetkan ada 50 ilmuwan muda yang terpilih menjadi anggota AIMI. Tentu ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi, di antaranya berusia tidak lebih dari 45 tahun, aktif dalam penelitian yang
dibuktikan dengan publikasi di jurnal internasional yang melalui proses peer review. Rencananya, proses seleksi anggota baru AIMI akan dimulai pada awal 2016, sementara sidang paripurna pertama AIMI akan digelar pada Mei 2016, bertepatan dengan setahun berdirinya AIMI. Sejumlah pihak mendukung pembentukan akademi muda, di antaranya Kementerian Sekretariat Negara, United States Agency for International Development (USAID), dan pemerintah Australia melalui Knowledge Sector Initiative (KSI) Indonesia. “Pembentukan akademi muda merupakan langkah penting yang dibuat oleh AIPI dalam memfasilitasi ilmuwan muda,” ujar Fred Carden dari KSI Indonesia. Menurutnya AIMI dapat mendorong tumbuhnya perekonomian berbasis ilmu pengetahuan di Indonesia melalui jejaring dengan berbagai pihak, baik pengambil kebijakan maupun masyarakat umum. Beberapa akademi muda sudah lebih dulu berdiri di sejumlah negara, misalnya De Jonge Akademie-KNAW Belanda yang terbentuk sejak 2005, Young Academy of Japan (Wakate Academy Iinkai), The Young Academy of Scotland, dan Nigerian Young Academy. Ada pula akademi ilmuwan muda di tingkat regional dan internasional seperti Young Academy of Europe dan Global Young Academy. Akademi muda tersebut memiliki berbagai fungsi, antara lain mempromosikan ilmu pengetahuan kepada masyarakat dan berbagai komunitas, memperkuat porsi sains dalam bidang pendidikan, dan mendukung pengembangan karier para ilmuwan muda.
Para peserta Young Scientist Forum III (Jakarta, 26 Juli 2016) berpose seusai diskusi SAINS45 dan pentingnya wadah ilmuwan muda untuk penguatan budaya ilmiah dan promosi ilmu pengetahuan
4 | AIPI Newsletter Vol.3 Juli-September 2015
Program Unggulan
SAINS45: Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia Menyongsong Satu Abad Kemerdekaan
Perjuangan Indonesia menuju kemerdekaan dimulai oleh sebuah gerakan intelektual. Budi Utomo, organisasi yang semula didirikan untuk memajukan pengajaran dan kebudayaan, memelopori gerakan kebangsaan bersama belasan organisasi intelektual pada awal abad ke-20 di Hindia. Namun perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan kemudian harus mengalah terhadap berbagai isu politik, ekonomi, dan sosial yang dianggap lebih genting dalam memajukan negara yang masih belia. Padahal, tidak ada masyarakat yang bisa bertahan tanpa ilmu pengetahuan dan begitu pula sebaliknya. Hubungan timbal balik antara ilmu pengetahuan dan masyarakat merupakan sebuah keniscayaan. Itulah yang memicu AIPI bersama jaringan ilmuwan mudanya, dengan dukungan Kementerian Sekretariat Negara, USAID, dan Pemerintah Australia, menggagas penyusunan dokumen SAINS45: Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia Menyongsong Satu Abad Kemerdekaan. “Perumusan agenda ini menelaah sains apa yang dibutuhkan Indonesia untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapinya dalam mewujudkan cita-cita bangsa yang bersatu, berdaulat, adil, makmur, sejahtera, unggul, kompetitif, dan disegani dunia,” ujar Jamaluddin Jompa, Ketua Komite Studi SAINS45. SAINS45 disusun oleh 12 ilmuwan muda dari berbagai disiplin ilmu. Mereka adalah alumni berbagai kegiatan Frontiers of Science AIPI yakni, Wallacea Young Scientists Conference (2010); Indonesian-American Kavli Frontiers of Science Symposium (2011-2014); dan Indonesian Frontiers of Social Sciences Symposium (2013), serta lima anggota AIPI dalam kapasitas sebagai penasihat. Dalam perkembangannya, penyusunan SAINS45 turut didukung oleh Tempo Institute dalam proses penyuntingan serta Harian Kompas untuk
Komite Studi berfoto bersama Menteri Anies Baswedan pada malam peluncuran SAINS45 di kediaman BJ Habibie di Jakarta, 24 Juli 2015
ilustrasi foto. “Ini benar-benar kolaborasi berbagai bidang keahlian,” lanjut Jamaluddin Jompa. Edisi Konsultasi SAINS45 diluncurkan pada 26 Mei 2015 dalam forum diskusi kebijakan bertema “Young Scientists Promoting Scientific Culture of Excellence” di @america, Jakarta, sebagai salah satu rangkaian peringatan 25 tahun AIPI. Diskusi tersebut menghadirkan Prof. Jamaluddin Jompa; Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. Dwikorita Karnawati; serta Utusan Khusus Presiden Obama di Bidang Sains pada 2010-2012, Dr. Bruce Alberts, dengan moderator Prof. Damayanti Buchori dari Institut Pertanian Bogor. Hadir pula 50 anggota jejaring ilmuwan muda AIPI yang turut berkontribusi dalam proses penulisan SAINS45 dan mahasiswa-mahasiswa yang memang menjadi salah satu target pembaca SAINS45. SAINS45 terdiri atas 45 pertanyaan mendasar yang dikelompokkan dalam delapan gugus masalah, yaitu: (i) Identitas, Keragaman, dan Budaya; (ii) Kepulauan, Kelautan, dan Sumber Daya Hayati; (iii) Kehidupan, Kesehatan, dan Nutrisi; (iv) Air, Pangan, dan Energi; (v) Bumi, Iklim, dan Alam Semesta; (vi) Bencana Alam dan Ketahanan Masyarakat terhadap Bencana; (vii) Material dan Sains Komputasional; dan (viii) Ekonomi, Masyarakat, dan Tata Kelola. Setelah melalui proses penyusunan selama hampir satu setengah tahun, Edisi Konsultasi SAINS45 kini siap disosialisasikan dan dikonsultasikan kepada masyarakat akademik di perguruan tinggi dan lembaga penelitian, masyarakat luas, serta para pengambil kebijakan. “Sudah lama sains harus mengalah terhadap berbagai isu lain. Jika kita ingin Indonesia menjadi negara yang maju, tidak ada waktu lagi untuk menunggu,” ujar Ketua AIPI, Sangkot Marzuki.
"SAINS45 membangun imaji tentang seabad negeri ini... Peradaban manusia dibangun dari tapak-tapak ilmu pengetahuan. Begitulah yang tersirat dari buku ini, bahwa peradaban Indonesia akan melaju dan memuliakan manusia Indonesia. Selamat kepada AIPI."
“Kita tidak dapat hanya mengandalkan literatur ilmiah untuk mempengaruhi masyarakat dan pengambil kebijakan. Bukti-bukti ilmiah yang ada perlu disampaikan melalui komunikasi yang efektif dengan para pengambil kebijakan, jurnalis, dan masyarakat.”
Mardiyah Chamim-Direktur Tempo Institute
Fred Carden – Knowledge Sector Initiative (KSI) Indonesia
AIPI Newsletter Vol.3 Juli-September 2015 | 5
The 5th Indonesian-American Kavli Frontiers of Science Symposium
Australia Mengirimkan Delegasi dalam IndonesianAmerican Kavli Frontiers of Science Symposium 2015 Topik dalam Kavli Symposium 2015: human creativity, health informatics, infectious diseases, marine science, nanomaterial from nature, dan astrophysics.
Ada yang berbeda dalam penyelenggaraan Indonesian-American Kavli Symposium 2015. Jika biasanya para peserta diseleksi dari Indonesia dan Amerika, kali ini ada sepuluh ilmuwan Australia turut ambil bagian dalam kegiatan tahunan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan National Academy of Sciences (NAS) tersebut. Kegiatan yang akan diselenggarakan pada 26 Juli hingga 1 Agustus 2015 di Makassar, Sulawesi Selatan itu merupakan seri terakhir dalam rangkaian simposium tahunan yang telah berlangsung sejak 2011. Bergabungnya ilmuwan-ilmuwan Australia dalam Kavli Symposium 2015 juga dinilai sebagai sinyal positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. “Ini berarti kegiatan ilmiah di indonesia dianggap penting untuk komunitas ilmiah dunia. Kita masuk ke level baru yang lebih luas,” ujar Ketua Panitia Penyelenggara dari Indonesia, Roby Muhamad. Tema kreativitas manusia dan astrofisika menjadi sorotan dalam penyelenggaraan Indonesian-American Kavli Frontiers of Science Symposium pada 2015 ini. Sebabnya, pegunungan kapur di Maros, Sulawesi Selatan, baru saja menjadi sorotan berkat publikasi tentang usia lukisan gua yang mencapai 40.000 tahun, sama tuanya dengan lukisan gua di El Castillo, Spanyol, yang selama ini dipercaya sebagai jejak kreativitas manusia tertua di dunia. “Implikasinya terkait perkembangan budaya manusia sangat menarik. Ke depan, Indonesia mungkin tempat yang paling cocok untuk riset tentang evolusi dan kebudayaan manusia,” kata Roby. Selain itu 2015 juga menandai 100 tahun penemuan teori relativitas oleh Albert Einstein. Oleh sebab itu tema astrofisika untuk pertama kalinya ikut didiskusikan oleh para peserta simposium Kavli. Terlebih, ada rencana pembangunan observatorium baru di wilayah Indonesia timur. Selain kedua tema istimewa tersebut, turut didiskusikan pula sains informatika di bidang kesehatan, penyakit menular, ilmu kelautan, dan nanomaterial. Topik-topik itu kerap dibahas dalam simposium Kavli karena sangat penting dan berkaitan erat dengan kesejahteraan manusia.
6 | AIPI Newsletter Vol.3 Juli-September 2015
Seri Kavli-Frontiers of Science pertama kali digelar di Irvine, California, Amerika Serika pada 1989. Acara tersebut diselenggarakan oleh komite yang beranggotakan ilmuwan-ilmuwan muda Amerika Serikat dengan dukungan dari National Science Foundation (NSF), Alfred P. Sloan Foundation, dan NAS. Kesuksesan acara tersebut kemudian memicu terselenggaranya simposium dua tahunan hasil kerja sama NAS dengan akademi ilmu pengetahuan dari berbagai negara seperti Inggris, Jepang, Cina, dan India. Pada 2011 Indonesia turut bergabung menjadi salah satu penyelenggara atas prakarsa AIPI dan Bruce Alberts yang saat itu merupakan Utusan Khusus Amerika Serikat untuk Indonesia di bidang ilmu pengetahuan. Berbeda dengan negara lain yang berfokus pada ilmu alam dan rekayasa, sejak 2013 Indonesia memasukkan ilmu sosial sebagai salah satu tema dalam simposium. Selama sepekan, para ilmuwan muda peserta Kavli Simposium dapat mendiskusikan riset-riset terkini yang sedang mereka lakukan, maupun perkembangan termutakhir dalam bidang ilmu masing-masing, selain membuka jaringan kerja sama antar-institusi dari negara-negara peserta. Hasilnya sejumlah ilmuwan muda kini tergabung dalam sejumlah jaringan maupun organisasi yang melibatkan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu seperti Forum Peneliti Muda Indonesia (Formind) yang didirikan para alumni Kavli. AIPI juga memanfaatkan jejaring ilmuwan muda alumni Kavli ketika membentuk komite studi penyusun SAINS45: Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia Menyongsong Satu Abad Kemerdekaan dan menggawangi lahirnya Akademi Ilmuwan Muda Indonesia. “Kavli benar-benar memberi kesempatan para ilmuwan dari berbagai bidang untuk berkolaborasi,” ujar Ronny Martien, panitia penyelenggara Kavli Symposium pada 2013 dan 2014.
Roby Muhamad, Ketua Organizing Committee The 5th Indonesian-American Kavli Frontiers of Science Symposium
Pedoman Perilaku untuk Keamanan Hayati
Agar Penelitian Ilmu Hayati Tak Berakhir Jadi Senjata Biologis Pada 18 September 2001, hanya sepekan setelah peristiwa pengeboman menara kembar World Trade Center di New York, Amerika Serikat, kantor surat kabar The New York Post menerima sepucuk surat yang ternyata berisi spora bakteri antraks (Bacillus anthracis). Sekitar dua pekan setelahnya, giliran dua anggota senat dari Partai Demokrat yang berkantor di Gedung Capitol, Washington DC, menerima surat berisi spora antraks. Dalam kedua peristiwa itu, sebanyak 22 orang terinfeksi antraks—termasuk 12 petugas pos— dan 5 di antaranya meninggal dunia. Penggunaan bakteri dan virus sebagai senjata biologis sudah terjadi sejak Perang Dunia I saat Jerman menyusupkan ampul-ampul bakteri antraks ke kandang kuda tentara Rusia. Indonesia pun pernah menjadi korban penggunaan senjata biologis, saat Kedutaan Besar Republik Indonesia di Canberra, Australia, menerima surat yang diduga mengandung bakteri Bacillus. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa perkembangan ilmu hayati tidak hanya menguntungkan masyarakat, tetapi juga memiliki risiko tersendiri, yakni berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab (DURC—dual use research of concern). “Ada kemungkinan perkembangan teknologi itu dimanfaatkan untuk membuat senjata biologis yang lebih mutakhir,” ujar Herawati Sudoyo, anggota AIPI Komisi Ilmu Kedokteran sekaligus mantan Presiden Asosiasi Biorisiko Indonesia dalam workshop tentang Keamanan Hayati di Jakarta pada 26 Mei 2015 lalu. Itulah sebabnya keberadaan pedoman perilaku bagi peneliti dan praktisi ilmu hayati sangat diperlukan sebagai pedoman moral para praktisi dan peneliti. Indonesia sebenarnya telah lama menyadari pentingnya memerangi penyalahgunaan pengetahuan di bidang ilmu hayati. Pada 10 April 1972, Indonesia bersama 171 negara lainnya menandatangani Konvensi Senjata Biologis dan Racun (Biological and Toxin Weapons Convention, BTWC). Konvensi ini merupakan perjanjian multilateral pertama di dunia untuk menghapuskan pengembangan, produksi, penyimpanan, pemindahan, dan penggunaan senjata biologis. Setelah meratifikasi konvensi BTWC pada 1992, Indonesia memiliki banyak peraturan dan kebijakan di bidang ilmu hayati, baik di tingkat nasional maupun institusional. Namun, belum ada sistem atau mekanisme pengawasan dalam menegakkan berbagai aturan tersebut. Selain itu peraturan dan kebijakan itu umumnya masih berupa himbauan yang penafsiran dan pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing institusi dan individu. Sementara itu, sebagai tindak lanjut dari ratifikasi
Herawati Sudoyo dalam Workshop on Biosecurity di Jakarta, 26 Juli 2015. Di tangannya terdapat Code of Conduct for Biosecurity terbitan KNAW Belanda dan Pedoman Perilaku untuk Keamanan Hayati terbitan AIPI
BTWC dan berbagai pertemuan internasional tentang keamanan hayati, sejumlah negara seperti Belanda, Jerman, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat, mulai merumuskan pedoman perilaku untuk mencegah penyalahgunaan penelitian di bidang ilmu hayati. Sebagai anggota Panel Antarakademi (InterAcademy Panel, IAP), AIPI turut menandatangani Pernyataan Keamanan Hayati pada 2005. Oleh sebab itu AIPI kemudian berinisiatif memprakarsai penyusunan Pedoman Perilaku untuk Keamanan Hayati nasional yang terpacu oleh dokumen Code of Conduct for Biosecurity yang diterbitkan Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Belanda (KNAW) pada 2008. Proses penyusunan Pedoman Perilaku tersebut dimulai pada 2010 dengan melibatkan pemerintah, peneliti, serta masyarakat, dan akhirnya diluncurkan pada Mei 2015 dalam rangkaian peringatan 25 Tahun AIPI. Pedoman Perilaku tersebut diharapkan akan menjadi pegangan bagi seluruh peneliti di Indonesia untuk mewujudkan atmosfer penelitian yang kondusif, aman, dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Dokumen itu di antaranya mengatur tata cara berperilaku dalam manajemen biorisiko; peningkatan kesadaran para profesional di bidang ilmu hayati; kebijakan penelitian dan terbitan; akuntabilitas dan pengawasan penelitian ilmu hayati; sistem komunikasi dan aksesibilitas dalam penelitian; serta pengiriman dan pengangkutan berbagai bahan biologis, peralatan, dan bahan penelitian. Sebagai tindak lanjut terbitnya Pedoman Perilaku ini, AIPI akan menyelenggarakan Workshop on Biosecurity: An Introduction to Educational Institutes for Responsible Science pada 2-4 Agustus 2015 di Yogyakarta dan 5 Agustus 2015 di Jakarta untuk membahas berbagai masalah terkait keamanan hayati berikut pemecahannya. Untuk siapa Pedoman Perilaku ini disusun? 1. Profesional yang terlibat dalam penelitian biologi, biomedis, bioteknologi, dan ilmu hayati lainnya 2. Organisasi, lembaga, dan perusahaan yang mengerjakan penelitian ilmu hayati 3. Organisasi, lembaga, dan perusahaan yang menyediakan pendidikan dan pelatihan ilmu hayati 4. Organisasi dan lembaga yang mengeluarkan izin, memfasilitasi, memantau, dan mengevaluasi penelitian ilmu hayati 5. Organisasi ilmiah, asosiasi profesi, dan organisasi pengusaha dan karyawan di bidang ilmu hayati 6. Organisasi, lembaga, dan perusahaan yang mengelola atau menyimpan bahan-bahan biologis atau toksin terkait 7. Penulis, pengkaji, penyunting, dan penerbit jurnal ilmiah serta pengelola situs internet yang memuat informasi seputar ilmu hayati
AIPI Newsletter Vol.3 Juli-September 2015 | 7
Peluncuran Buku War Crimes in Japan-Occupied Indonesia: A Case of Murder by Medicine
Meluruskan 70 Tahun Sejarah Wafatnya Achmad Mochtar Bertepatan dengan 70 tahun wafatnya Prof. Achmad Mochtar pada 3 Juli 2015, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia meluncurkan buku War Crimes in Japan-Occupied Indonesia: A Case of Murder by Medicine. Buku yang ditulis oleh J. Kevin Baird dan Sangkot Marzuki tersebut diluncurkan di Ereveld Ancol, Jakarta Utara atau Taman Makam Kehormatan Belanda, tempat jasad Achmad Mochtar disemayamkan. Kisah tentang Achmad Mochtar, direktur pribumi pertama Lembaga Eijkman, merupakan drama kemanusiaan yang terjadi dalam kurun waktu yang amat bersejarah untuk Indonesia, dan terjalin dari berbagai peristiwa militer dan politik pada periode 1942-1945. Tidak banyak yang mengetahui kisah dan pengorbanannya serta sejarah kelam yang mewarnai masa pendudukan Jepang. Ia dituduh memimpin gerakan sabotase melawan Jepang, dengan mencemari vaksi TCD (tifus, kolera, disentri) dengan bakteri dan toksin tetanus yang menewaskan ratusan romusha pada Juli 1944. Untuk melindungi dan membebaskan ilmuwan-ilmuwan Lembaga Eijkman beserta dokter-dokter sejawatnya, Achmad Mochtar akhirnya menandatangani pengakuan yang membuatnya menghadapi eksekusi mati dari Kenpeitai—polisi militer Jepang. “Saat kami mendapati bahwa Jepang melakukan percobaan medis terhadap romusha, kami merasa cerita
ini harus dituliskan menjadi buku,” ujar Kevin Baird, yang juga merupakan Kepala Eijkman-Oxford Clinical Research Unit, Jakarta. Sementara itu Sangkot Marzuki, Ketua AIPI, menilai peristiwa ini berpengaruh besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Terlebih Achmad Mochtar merupakan salah satu ilmuwan terbaik yang dimiliki Indonesia kala itu. “Kalau sekiranya Mochtar tidak dipancung, mungkin ilmu pengetahuan Indonesia tidak habis begini,” katanya. Sekretaris Jenderal AIPI Dr. Budhi M. Suyitno menyatakan AIPI mendukung diungkapnya kisah mengenai pengorbanan Achmad Mochtar untuk meluruskan sejarah perang dan merehabilitasi para korban. Pasalnya, penggunaan senjata biologis seperti virus, bakteri, atau vaksin dalam perang bisa menimbulkan dampak yang kompleks. “Meski belum mendapat gelar pahlawan, integritas, dedikasi, dan komitmennya terhadap ilmu pengetahuan dan institusi beserta anak buahnya patut menjadi teladan,” pungkasnya menegaskan perlunya pengakuan atas pengorbanan Sangkot Marzuki dan Kevin Achmad Mochtar. Baird di Ereveld Ancol, 3 Juli 2015
Agenda Akademi Makassar, 26 Juli-1 Agustus 2015 The 5th Indonesian-American Kavli Frontier of Science Symposium Simposium tahunan yang diselenggarakan AIPI bersama National Academy of Sciences, Amerika Serikat ini diikuti oleh 40 ilmuwan muda asal Indonesia dan 30 dari Amerika Serikat. Sepuluh ilmuwan Australia untuk pertama kalinya bergabung dalam Kavli Symposium 2015 yang kali ini mengambil tema besar “Human Creativity”. Yogyakarta, 2-4 Agustus 2015 Jakarta, 5 Agustus 2015 Workshop on Biosecurity: An Introduction to Educational Institutes for Responsible Science Lokakarya ini diselenggarakan oleh Komisi Ilmu Kedokteran-AIPI untuk membahas berbagai kasus dalam penelitian dan penggunaan hasil penelitian ilmiah beserta pemecahannya. Lokakarya ini merupakan tindak lanjut dari peluncuran dokumen Pedoman Perilaku untuk Keamanan Hayati. Kampus UNJ, Jakarta, 5 Agustus 2015 Lokakarya: Menata Industri Kreatif dan Media Demi Martabat dan Budaya Bangsa Penyelenggara: Komisi Kebudayaan –AIPI 8 | AIPI Newsletter Vol.3 Juli-September 2015
Yogyakarta, 21-22 Agustus 2015 International Seminar: Indonesia’s Science, Technology, and Higher Education Policy for the Asian Century Penyelenggara: Komisi Ilmu Sosial—AIPI Yogyakarta, 24-25 Agustus 2015 Professor Teeuw Awards 2015 Penghargaan ini diberikan berdasarkan kontribusi suatu tokoh atas kontribusinya terhadap hubungan budaya Indonesia-Belanda dalam arti lebih luas. Penghargaan dapat diberikan bidang sastra, musik, tari, arsitektur, sejarah, lingkungan, hukum. Penghargaan ini diselenggarakan KITLV Jakarta. Tanjung Benoa, Bali, 26-27 Agustus 2015 The 11th International Conference on Intelligent Unmanned System ICIUS 2015 berfokus pada teori dan aplikasi dalam pengembangan robot, kendaraan otomatis dan teknologi nirawak. Konferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Ilmu Rekayasa—AIPI bekerjasama dengan International Society of Intelligent Unmanned System.