PENGARUH EARNING MANAGEMENT DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (Studi Kasus Pada Perusahaan Peraih The Most Trusted Company tahun 2012 - 2014)
N. A. Teguh Budhiutama, S.E., M.Si., Ak., CA Drs. Subchan, M.M. STIE Dharmaputra Semarang Abstract
This study aimed to analyze the influence of Earning Management and Good Corporate Governance in the company that may affect disclosure of Corporate Social Responsibility. The population of this research is all companies listed on the Indonesian Stock Exchange (BEI) registered as participants of "The Most Trusted Company". The total sample is 36 companies were determined through purposive sampling. Earning management assessed through Discretionary Accrual, Good Corporate Governance is assessed through the scores given by IICG to each participant "The Most Trusted Company" Disclosure CSR assessed by Corporate Social Responsibility Index (CSRI). Data was analyzed using multiple linear regression. The results of this study indicate that direct, Earning Management and Good Corporate Governance has no effect on Disclosure of Corporate Social Responsibility.
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Earning Management dan Good Corporate Governance dalam perusahaan yang dapat mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility. Populasi dari penelitian ini adalah semua perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang tercatat sebagai peserta “The Most Trusted Company”. Total sampel penelitian adalah 36 perusahaan yang ditentukan melalui purposive sampling. Earning management dinilai melalui Discretionary Accrual, Good Corporate Governance dinilai melalui skor yang diberikan oleh IICG kepada tiap peserta “The Most Trusted Company”, Pengungkapan CSR dinilai dengan Corporate Social Responsibility Index (CSRI). Analisis data dilakukan dengan regresi linear berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara langsung, Earning Management dan Good Corporate Governance tidak berpengaruh terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility. Kata kunci: Earning Management, Good Corporate Governance (GCG), Corporate social responsibility (CSR).
A. Pendahuluan 1.
Latar Belakang Masalah
Dalam teori keagenan oleh Jensen dan Meckling (1976) adanya pemisahan antara pemilik dan pengelola perusahaan akan menimbulkan masalah keagenan antara pemilik (principal) dengan manajemen (agent). Untuk mengatasi ini, manajemen sebagai pengelola perusahaan diharapkan untuk lebih transparan dalam mengungkapkan informasi keuangan perusahaannya sehingga dapat membantu dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) termasuk pemilik perusahaan. Oleh karena itu agar pengambilan keputusan dapat dilakukan berdasarkan laporan keuangan
yang disajikan manajemen, maka informasi yang disampaikan harus relevan dan dapat dipercaya. Dalam hal ini, “menyajikan yang seharusnya” dapat diartikan bahwa informasi yang disampaikan oleh pengelola perusahaan (manajemen) kepada stakeholders adalah informasi yang sebenarnya mengenai kondisi perusahaan. Pemilik perusahaan sebagai pemilik modal menginginkan manajemen dapat menjamin kepentingan mereka dan adanya peningkatan laba sebagai indikasi adanya pengembalian modal yang telah ditanamkan, sementara manajemen menginginkan penilaian kinerja yang baik yang ditunjukkan dengan perolehan laba yang terus meningkat sehingga dapat meningkatkan insentif mereka. Salah satu hal yang dapat dilakukan manajemen untuk mempengaruhi angka laba perusahaan yang dikelolanya, manajemen melakukan manajemen laba (earning management). Manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen memperlihatkan kinerja jangka pendek perusahaan yang baik namun secara potensial akan menurunkan nilai perusahaan. Hal ini disebabkan karena tindakan yang diambil manajer untuk meningkatkan laba tahun sekarang akan mempunyai dampak negatif terhadap kinerja (laba) perusahaan periode berikutnya. Kinerja yang turun pada periode berikutnya akan mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan sehingga nilai perusahaan akan turun (Roychowdhury, 2006). Teori keagenan memberikan pandangan bahwa masalah manajemen laba dapat diminimumkan dengan pengawasan sendiri melalui corporate governance yaitu suatu mekanisme tata kelola perusahaan yang dapat menyelaraskan kepentingan berbagai pihak antara lain dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (Jensen Meckling, 1976). Dalam Stakeholder Theory, Stakeholder adalah semua pihak baik internal maupun eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan. Batasan stakeholder tersebut di atas mengisyaratkan bahwa perusahaan hendaknya memperhatikan stakeholder, karena mereka adalah pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi baik secara langsung mapun tidak langsung atas aktivitas serta kebijakan yang diambil dan dilakukan perusahaan. Jika perusahaan tidak memperhatikan stakeholder bukan tidak mungkin akan menuai protes dan dapat mengeliminasi legitimasi stakeholder (Adam C. H, 2002 dalam Nor Hadi, 2011: 94-95). Teori stakeholder mengasumsikan bahwa perusahaan berusaha mencari pembenaran dari para stakeholder dalam menjalankan operasi perusahaanya. Semakin kuat posisi stakeholder semakin besar pula kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan para stakeholdernya (Reny dan Denies, 2012). Pada saat banyak perusahaan menjadi semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi, karena itu muncul pula kesadaran untuk mengurangi dampak negatif ini. Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut Corporate Social Responsibility (CSR). Penerapan CSR tidak lagi dianggap sebagai cost, melainkan investasi perusahaan CSR merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan dalam memperbaiki kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas operasional perusahaan. Semakin banyak bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungannya, image perusahaan menjadi meningkat. Investor lebih berminat pada perusahaan yang memiliki citra yang baik di masyarakat karena semakin baiknya citra perusahaan, loyalitas konsumen semakin tinggi sehingga dalam waktu lama penjualan perusahaan akan membaik dan profitabilitas perusahaan juga meningkat. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat (Reny, Denies; 2012). Tanggung jawab sosial dari perusahaan terjadi antara sebuah perusahaan dengan semua stakeholder, termasuk di dalamnya adalah pelanggan atau customer, pegawai, komunitas, pemilik atau investor, pemerintah, supplier bahkan juga competitor (Rika, Islahuddin, 2008). Pada saat ini khususnya di Indonesia, CSR dinyatakan lebih tegas dalam UU Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007. Dalam UU tersebut Pasal 74 menyatakan bahwa: (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaanya dilakukan dengan memperhatikan kepatuhan dan kewajaran. (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah. Dilihat dari sudut dasar hukum pelaksanaanya, CSR di Indonesia secara konseptual masih harus dipilah antara yang
dilakukan perusahaan besar dan CSR yang dilakukan oleh perusahaan kecil dan menengah. (http://bapepam.go.id). Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk memperoleh bukti empiris bahwa earning management berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility, (2) Untuk memperoleh bukti empiris bahwa Good Corporate Governance berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility. 2.
Kajian Literatur
1) Agency Theory Konsep agency teory menurut Anthony dan Govindarajan (1995) adalah hubungan atau kontak antara principal dan agent. Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari principal kepada agent. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal, dan CEO (Chief Executive Officer ) sebagai agent mereka. Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami hubungan antara manajer dan pemegang saham. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan pemegang saham (principal). Hubugan kegenan tersebut terkadang menimbulkan masalah antara manajer dan pemegang saham. Konflik yang terjadi karena manusia adalah makhluk ekonomi yang mempunyai sifat dasar mementingkan kepentingan diri sendiri. Pemegang saham dan manajer memiliki tujuan yang berbeda dan masing–masing menginginkan tujuan mereka terpenuhi. Akibat yang terjadi adalah munculnya konflik kepentingan. Pemegang saham menginginkan pengembalian yang lebih besar dan secepat–cepatnya atas investasi yang mereka tanamkan sedangkan manajer menginginkan kepentingannya diakomodasi dengan pemberian kompensasi atau insentif yang sebesar–besarnya atas kinerjanya dalam menjalankan perusahaan. 2) Stakeholder Theory Stakeholder adalah semua pihak, internal maupun eksternal,yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Stakeholder is a group or an individual who can affect, or be affected by, the success orfailure of an organization (Luk, Yau, Tse, Alan, Sin, Leo, dan Raymond; 2005). Dengan demikian, stakeholder merupakan pihak internal maupun eksternal, seperti : pemerintah, perusahaan pesaing, masyarakat sekitar, lingkungan internasional, lembaga diluar perusahaan (LSM dan sejenisnya), lembaga pemerhati lingkungan, para pekerja perusahaan, kaum minoritas dan lain sebagainya yang keberadaannya sangat mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan. Hal pertama mengenai teori stakeholder adalah bahwa stakeholder adalah sistem yang secara eksplisit berbasis pada pandangan tentang suatu organisasi dan lingkungannya, mengakui sifat saling mempengaruhi antara keduanya yang kompleks dan dinamis. Hal ini berlaku untuk kedua varian teori stakeholder, varian pertama berhubungan langsung dengan model akuntabilitas. Stakeholder dan organisasi saling mempengaruhi, hal ini dapat dilihat dari hubungan sosial keduanya yang berbentuk responsibilitas dan akuntabilitas. Oleh karena itu organisasi memiliki akuntabilitas terhadap stakeholdernya. Sifat dari akuntabilitas itu ditentukan dengan hubungan antara stakeholder dan organisasi. 3) Earning Manangement Earning management atau manajemen laba merupakan hasil dari kebebasan dalam aplikasi akuntansi akrual yang mungkin terjadi. Schiper (1989) dalam Ferdawati (2009) mendefinisi managemen laba adalah suatu intervensi yang disengaja dilakukan untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi pihak tertentu. Healy dan Wahlen (1999) menyatakan manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan yang menyesatkan pemegang saham tentang kinerja ekonomik organisasi atau untuk mempengaruhi hasil sesuai dengan kontrak yang tergantung pada angkaangka akuntansi yang dilaporkan Standar akuntansi dan mekanisme pengawasan mengurangi kebebasan ini. Namun, tidak mungkin meniadakan pilihan karena kompleksitas dan keragaman aktivitas usaha.
4) Good Corporate Governance (GCG) Good Corporate Governance merupakan serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders). Good Corporate Governance (GCG) merupakan struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebgai upaya untuk member nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan moral, etika, budaya dan aturan berlaku lainnya (iicg.org). Forum for Corporate Governance (FCGI) dalam publikasi yang pertamanya mempergunakan definisi Cadbury Committee, yaitu: "seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan." IICG (Indonesian Institute of Corporate Governance) didirikan 2 Juni 2000 atas inisiatif Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) dan tokoh masyarakat untuk memasyarakatkan konsep, praktik dan manfaat Good Corporate Governance (GCG) kepada dunia usaha khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. IICG merupakan salah satu peran dari masyarakat sipil untuk mendorong terciptanya dunia usaha Indonesia yang terpercaya, etis, dan bermartabat. Sebagai organisasi independen dan nirlaba, IICG berkomitmen mendorong praktik GCG atau Tata Kelola Perusahaan yang baik di Indonesia dan mendukung serta membantu perusahaanperusahaan dalam menerapkan konsep Tata Kelola (Corporate Governance). 5) Corporate Social Responsibility Semua stakeholder memiliki hak untuk memperoleh informasi mengenai aktivitas perusahaan yang memengaruhi mereka. Pada awalnya, pemegang saham sebagai satu-satunya stakeholder perusahaan. Pandangan ini di dasarkan pada argumen yang disampaikan Friedman (1962) yang mengatakan bahwa tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemiliknya. Namun demikian, Freeman (1983) tidak setuju dengan pandangan ini dan memperluas definisi stakeholder dengan memasukkan konstituen yang lebih banyak, termasuk kelompok yang tidak menguntungkan (adversarial group) seperti pihak yeng memiliki kepentingan tertentu dan regulator (Ghozali dan Chariri, 2007:409). Menurut Ghozali dan Chariri (2007:409), Teori Stakeholder merupakan teori yang menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri, namun harus memberikan manfaat kepada seluruh stakeholder-nya (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak lain). Kelompok stakeholder inilah yang menjadi bahan pertimbangan bagi manajemen perusahaan dalam mengungkap atau tidak suatu informasi di dalam laporan perusahaan tersebut. Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajemen perusahaan dalam meningkatkan penciptaan nilai sebagai dampak dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan dan meminimalkan kerugian yang mungkin muncul bagi stakeholder. Pada umumnya perusahaan menggunakan konsep dari GRI (Global Reporting initiative) sebagai acuan dalam penyusunan pelaporan CSR. Konsep pelaporan CSR yang digagas oleh GRI adalah konsep sustainability report yang muncul sebagai akibat adanya konsep sustainability development. Dalam sustainability report digunakan metode triple bottom line, yang tidak hanya melaporan sesuatu yang diukur dari sudut pandang ekonomi saja, melainkan dari sudut pandang ekonomi, sosial dan lingkungan. Gagasan ini merupakan akibat dari adanya 3 dampak operasi perusahaan yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. GRI Guidelines Versi 3 menyebutkan bahwa, perusahaan harus menjelaskan dampak aktivitas perusahaan terhadap ekonomi, lingkungan dan sosial pada bagian standard disclosures. Dari ketiga dimensi tersebut diperluas menjadi 6 dimensi, yaitu: ekonomi, lingkungan, praktek tenaga kerja, hak asasi manusia, masyarakat, dan tanggungjawab produk. Dari keenam dimensi tersbut, maka total seluruh item pengungkapan menurut GRI adalah 79 item. 6) Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : H1: Earning Management berpengaruh terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility
H2:
Good Corporate Responsibility
Governance
Berpengaruh
terhadap
Pengungkapan
Corporate
Social
B. Metode Penelitian 1.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang memperoleh “The Most Trusted Company”. The Most Trusted Company merupakan penghargaan yang diberikan oleh IICG dan Majalah SWA kepada perusahaan, dengan aspek penilaian sebagai berikut: (1) komitmen; (2) transparansi; (3) akuntabilitas; (4) responsibilitas; (5) independensi; (6) keadilan; (7) kepemimpinan; (8) strategi; (9) visi, misi, nilai, dan makna; (10) etika; (11) budaya; (12) organisasi pembelajar. Pemilihan populasi ini didasarkan pada alasan bahwa perusahaan yang memperoleh “The Most Trusted Company” merupakan perusahaan yang pengelolaannya paling dipercaya, baik dari segi pelaporan, kepemimpinan, hingga etika sesuai aspek penilaian tersebut. Melalui aspek tersebut, dapat dilihat transparansi terhadap pelaporannya, serta responsibilitas baik kepada stakeholder, maupun lingkungan dan sosial. Penentuan Sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut: a) Perusahaan yang tercatat sebagai “The Most Trusted Company”. b) Listing di Bursa Efek Indonesia pada saat Perusahaan tercatat sebagai “The Most Trusted Company” Tahun 2012 - 2014. c) Tercatat sebagai “The Most Trusted Company” Tahun 2012 - 2014 berturut-turut. d) Tersedia laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada saat Perusahaan tercatat sebagai “The Most Trusted Company” Tahun 2012 - 2014. 2.
Definisi Operasional Variabel
1) Earning Management Earning Management merupakan suatu intervesi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Beberapa penelitian sebelumnya menggunakan Discretionary Accrual (DA) untuk melihat kemungkinan adanya indikasi eraning management pada laporan keuangan perusahaan. Rumus untuk menentukan Discretionary Accrual adalah sebagai berikut: DAit = (TAit/At-1)– NDAit (1) DA = Discretionary Accrual TA = Total Accrual NDA = Non-Disecretionary Accrual Untuk menghitung Total Accrual, digunakan model yang dikembangkan oleh Kothari et al (2005) dalam Dahlia dan Sidharta (2014) sebagai berikut: TAit` = Net Income – Cash Flow From Operation (2) Rumus NDA dalam penelitian ini menggunakan model Jones, dimana pendapatan dan aset tetap diskala dengan total aset tahun sebelumnya. Model Jones ini selanjutnya diregresikan untuk memperoleh nilai α1, α2, dan α3 dengan persamaan berikut: TA/ At-1 = α1 (1/At-1) + α2 (ΔREVt/At-1) + α3 (PPEt/At-1) (3) ΔREV = Perubahan Pendapatan ΔREC = Perubahan piutang usaha PPE = Aset Tetap (Gross) A = Total Aset Selanjutnya, koefisien dari persamaan di atas (α1, α2, α3) dimasukkan dalam rumus sebagai berikut: NDA = { α1 (1/At-1) + α2 (ΔREVt - ΔRECt/At-1) + α3 (PPEt/At-1) } (4) ΔREC = Perubahan Piutang Dagang 2) Good Corporate Governance Variabel ini diukur dengan menggunakan instrumen yang telah dikembangkan oleh Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG) berupa Corporate Governance Perception Index (CGPI) yang
diterbitkan di majalah SWA. Nilai CGPI dihitung dengan menjumlahkan nilai akhir dari setiap tahapan diatas. Rating level pada CGPI yaitu: a) Sangat Terpercaya (85,00-100) b) Terpercaya (70,00-84,99) c) Cukup Terpercaya (55,00-69,99) Dalam penelitian ini, setiap perusahaan akan diberikan skor sesuai dengan rating yang diperoleh dari CGPI (Reny Dyah, 2012), yaitu: a) Sangat Terpercaya (85,00-100) dengan skor 3 b) Terpercaya (70,00-84,99) dengan skor 2 c) Cukup Terpercaya (55,00-69,99) dengan skor 1 3) Corporate Social Responsibility (CSR) Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengungkapan CSR pada Laporan Tahunan perusahaan yang dinyatakan dalam Corporate Social Responsibility Index (CSRI) yang akan dinilai dengan membandingkan jumlah pengungkapan yang dilakukan perusahaan dengan jumlah pengungkapan yang disyaratkan GRI meliputi 79 item pengungkapan yang meliputi tema: economic, environment, labour practices, human rights, society, dan product responsibility. Dalam penelitian ini, item CSR dinilai dengan cara sebagai berikut (Rika, Islahuddin) : Score 0 : Jika perusahaan tidak mengungkapkan item pada daftar pertanyaan. Score 1 : Jika perusahaan mengungkapkan item pada daftar pertanyaan Selanjutnya, CSRI diperoleh melalui rumus: (5) 3.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dengan metode dokumentasi laporan keuangan, laporan keuangan tahunan. Data tersebut diperoleh melalui situs BEI www.idx.co.id dan website perusahaan. Data mengenai Corporate Governace diperoleh Index Corporate Governance yang merupakan pengumuman hasil survey yang dilakukan oleh Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG), diperoleh dari majalah SWA. 4.
Teknik Analisis Data
1) Uji Asumsi Klasik a)
Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam dalam model penelitian, variable pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2011). Dalam penelitian ini, uji normalitas akan dilakukan dengan metode normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalya. b)
Uji Multikolonieritas
Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antarvariabel bebas (independen). Jika variable independen saling berkokrelasi, maka variable-variabel ini tidak orthogonal. Dalam penelitian ini, multikolonieritas dilihat dari (1) Nilai Tolerance dan lawannya (2) variance inflation factor (VIF). Nilai cut-off yang umum dipakai untuk menunjukkanadanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10 (Ghozali, 2011). c)
Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya)
dalam penelitian ini, autokorelasi dideteksi dengan menggunakan Uji Durbin-Watson (DW Test). Keputusan mengenai ada tidaknya suatu korelasi adalah sebagai berikut: 0 < d < dl : tidak ada autokorelasi positif (tolak) dl ≤ d ≤ du : tidak ada autokorelasi positif (No Decision) 4 – dl < d < 4 : tidak ada korelasi negative (tolak) 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl : tidak ada korelasi negative (No Decision) du < d < 4 – du : tidak ada autokorelasi, positif dan negative (tidak ditolak) d)
Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual atau pengamatan ke pengamatan lain. Dalam penelitian ini, ada tidaknya heteroskedastisitas dideteksi dengan melihat Grafik Plot antara nilai prediksi variable terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar analisis: Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskesdasitias. 2)
Uji Kelayakan Model a)
Koefisien determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerapkan variasi variable dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variable-variabel independen dalam menjelaskan variable-variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variable-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk untuk memprediksi variable dependen. b)
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji F dilakukan untuk menguji apakah model regresi yang digunakan fit. Dasar pengambilan keputusannya adalah : Jika F-hitung < F-tabel, maka model regresi tidak fit (hipotesis ditolak). Jika F-hitung > F-tabel, maka model regresi fit (hipotesis diterima). Uji F dapat juga dilakukan dengan melihat nilai signifikansi F pada output hasil regresi menggunakan SPSS dengan significance level 0,05 (α = 5%). Jika nilai signifikansi lebih besar dari α maka hipotesis ditolak, yang berarti model regresi tidak fit. Jika nilai signifikan lebih kecil dari α maka hipotesis diterima, yang berarti bahwa model regresi fit. c)
Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dasar pengambilan keputusannya adalah : Jika t-hitung < t-tabel, maka variabel independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (hipotesis ditolak). Jika t-hitung > t-tabel, maka variabel independen secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen (hipotesis diterima). Uji t dapat juga dilakukan dengan melihat nilai signifikansi t masingmasing variabel pada output hasil regresi menggunakan SPSS dengan significance level 0,05 (α = 5%). Jika nilai signifikansi lebih besar dari α maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan), yang berarti secara individual variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari α maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan), berarti secara individual variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1.
Uji Normalitas Gambar 1 Hasil Uji Normalitas
Berdasarkan hasil dari uji normalitas pada penelitian ini dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penyebaran data mendekati normal atau memenuhi asumsi normalitas. 2.
Uji Multikolonieritas Tabel 1 Hasil Uji Multikolonieritas Coefficients
Model 1
a
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B (Constant)
Std. Error .609
.187
GCG
-.040
.062
EM
-.759
.681
a. Dependent Variable: CSR
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
3.258
.003
-.130
-.648
.521
.724 1.382
-.224
-1.115
.273
.724 1.382
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa EM (Earning Management), dan GCG (Good Corporate Governance) menunjukkan nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam model regresi penelitian ini adalah terbebas dari multikolinearitas atau dapat dipercaya dan obyektif.
3.
Uji Autokorelasi Tabel 2 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Model
R
1
.191a
R Square
Adjusted R Square
.036
.022
Std. Error of the Estimate .18890
DurbinWatson 1.951
a. Predictors: (Constant), EM, GCG b. Dependent Variable: CSR Dari tabel 2 diatas, diketahui bahwa nilai Durbin-Watson (DW) adalah 1,951. Selanjutnya nilai DW tersebut akan dibandingkan dengan nilai tabel Durbin-Watson dengan tingkat signifikansi 5%, jumlah variabel independen (k) = 2, dan jumlah observasi (n) = 36 sehingga akan diperoleh nilai du = 1,5872. Nilai DW 1,951 lebih besar dari du 1,5872 dan kurang dari 4-du (4 – 1,5872 = 2,4128). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi. 4.
Uji Heterokedastisitas Gambar 2 Hasil Uji Heterokedastisitas
Dengan melihat gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa tidak adanya pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah 0 pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi ini.
Pembahasan Pengaruh Earning Management terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Melalui uji signifikansi parameter individual (uji t) dapat dilihat bahwa variabel Earning Management yang diproksikan dengan Discretionary Accrual memiliki nilai signifikansi 0,273. Hal ini berarti nilai tersebut lebih besar dari significance level α (5% = 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa Earning Management tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Corporate Social Responsibility (hipotesis ditolak) T hitung atas variabel Earning Management adalah sebesar -1,115. Sedangkan t tabel untuk jumlah pengamatan (n) = 36 dan jumlah variabel (k) = 3 adalah sebesar 2.03452, sehingga dapat dilihat bahwa nilai t hitung lebih kecil dari t tabel maka variabel independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (hipotesis ditolak) Berdasarkan hasil pengujian pengaruh Earning Management terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility di atas dapat diketahui bahwa Earning Management yang diproksikan dengan Discretionary Accrual memiliki nilai signifikansi 0,273. Hal ini menunjukkan bahwa Earning Management tidak berpengaruh terhadap Pengungkapan Corporate Social Responisbility. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Dahlia Sari, Sidharta Utama (2014) memberikan hasil bahwa manajemen laba secara positif berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility dan juga penelitian lain yang dilakukan oleh Diego Prior, Jordi Surroca Josep A. Tribo (2007) juga memberikan hasil yang sama, yaitu manajemen laba secara positif berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Hasil dari penilitian ini memunculkan sebuah implikasi bahwa perusahaan yang melakukan manajemen laba mengungkapkan CSR bukan karena termotivasi oleh tindakan manajemen laba, tetapi mungkin hanya untuk memenuhi peraturan yang ada yaitu UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam pasal 66 ayat (2) bagian c dan pasal 74 ayat (1). Tidak ada pengaruh signifikan antara manajemen laba dengan tingkat CSR antara lain disebabkan oleh masih banyak perusahaan di Indonesia yang tergolong perusahaan ekonomis. Seperti yang dijelaskan Suharto (2007), perusahaan ekonomis adalah perusahaan yang memiliki laba tinggi tapi anggaran CSR-nya rendah. Dengan demikian masih banyak perusahaan di Indonesia yang belum memanfaatkan kegiatan CSR secara maksimal untuk tujuan pemberdayaan maupun sebagai sarana promosi yang ampuh sehingga belum ada keinginan atau ide untuk menggunakan CSR sebagai entrenchment mechanism. CSR masih dianggap tidak penting sehingga tidak dilirik dan dipelajari (Marhamah, 2013). Oleh karena itu tingkat pengungkapan CSR di Indonesia masih belum begitu lengkap bila dibandingkan dengan pengungkapan CSR pada perusahaan-perusahaan di Eropa (Prior, 2007). Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya Checklist yang tidak terisi pada tabel CSRI bila semua indikator dari standar GRI (Global Report Initiative) digunakan dalam penelitian ini. Misalnya pada indikator Hak Asasi Manusia (HAM) yang masih sedikit terisi, padahal pemenuhan hakhak asasi pekerja (berkaitan dengan kontrak kerja, kebebasan berpendapat, dan lain-lain) dan hak-hak masyarakat sebagai lingkungan sekitar perusahaan lebih sering dilakukan oleh manajer sebagai entrenchment mechanism (Prior, 2007). Pengaruh Good Corporate Social Responsibility terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Melalui uji signifikansi parameter individual (uji t) dapat dilihat bahwa variabel GCG yang diproksikan dengan Skor CGPI memiliki nilai signifikansi 0,521. Hal ini berarti nilai tersebut lebih besar dari significance level α (5% = 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa GCG tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Corporate Social Responsibility (hipotesis ditolak). T hitung atas variabel GCG adalah sebesar -0,648. Sedangkan t tabel untuk jumlah pengamatan (n) = 36 dan jumlah variabel (k) = 3 adalah sebesar 2.03452, sehingga dapat dilihat bahwa nilai t hitung lebih kecil dari t tabel maka variabel independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (hipotesis ditolak) Berdasarkan hasil pengujian pengaruh Good Corporate Governance (GCG) terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility di atas dapat diketahui bahwa GCG yang diproksikan
dengan Skor CGPI memiliki nilai signifikansi 0,521. Hal ini menunjukkan bahwa Good Corporate Governance tidak berpengaruh terhadap Pengungkapan Corporate Social Responisbility. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Waryanto (2010) memberikan hasil bahwa Good Corporate Governance mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility serta penelitian lain dilakukan oleh Destya Ramia Abriyani, Sudarso Kaderi Wiryono, dan Erman Sumirat (2012) yang memberikan hasil bahwa good corporate governance mempengaruhi pengungkapan corporate social responsibility secara signifikan. Tidak signifikannya variabel Corporate Governance disebabkan karena penerapan Good Corporate Governance baru dirasakan dampaknya dalam jangka waktu yang panjang setelah semua aturan dilaksanakan sesuai mekanisme yang ada. Dalam penyesuaian ini membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga belum terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap Corporate Social Responsibility (Kartina, 2013). Profesi akuntansi sendiri belum memiliki suatu standar pelaporan keuangan khusus tentang pelaksanaan CSR, padahal profesi akuntansi mempunyai legitimasi publik untuk bertindak secara profesional dalam memberi informasi keuangan kepada semua pemangku-kepentingan, tidak hanya preferensi kepada kelompok pemangku kepentingan tunggal, yaitu investor, kreditur, dan pemasok. Karena masyarakat mempercayakan manajemen untuk menggunakan aset ekonomi (alam, manusia dan teknis) dalam rangka menyediakan barang dan jasa untuk masyarakat. Sebagai imbalannya, manajemen menerima tanggung jawab pengelolaan aset-aset dan wajib pula untuk mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya kepada masyarakat pula (Dillard 2008, 3-4 dalam Jeffrey & Perkins 2014).
D. Penutup 1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian statistik secara parsial, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Melalui uji signifikansi parameter individual (uji t) dapat dilihat bahwa variabel Earning Management yang diproksikan dengan Discretionary Accrual memiliki nilai signifikansi 0,273. Hal ini berarti nilai tersebut lebih besar dari significance level α (5% = 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa Earning Management tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Corporate Social Responsibility. T hitung atas variabel Earning Management adalah sebesar -1,115. Sedangkan t tabel adalah sebesar 2.03452, sehingga dapat dilihat bahwa nilai t hitung lebih kecil dari t tabel maka Earning Management tidak berpengaruh terhadap Corporate Social Responisibility. Melalui uji signifikansi parameter individual (uji t) dapat dilihat bahwa variabel GCG yang diproksikan dengan Skor CGPI memiliki nilai signifikansi 0,521. Hal ini berarti nilai tersebut lebih besar dari significance level α (5% = 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa GCG tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Corporate Social Responsibility T hitung atas variabel GCG adalah sebesar -0,648. Sedangkan t tabel adalah sebesar 2.03452, sehingga dapat dilihat bahwa nilai t hitung lebih kecil dari t tabel maka Good Corporate Governance tidak berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility. 2.
Saran
Dari simpulan dalam penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan antara lain: Penelitian selanjutnya sebaiknya memperluas periode pengamatan dari 3 tahun pengamatan menjadi 5 tahun pengamatan agar dapat memperoleh hasil penelitian yang lebih baik Sampel penelitian difokuskan lagi pada tipe industri yang lebih spesifik seperti manufaktur/ energi yang berdampak langsung terhadap social environment, agar bisa melihat keluasan CSR pada tipe industri tertentu dan dapat diketahui apakah hasilnya konsisten dengan keluasan CSR pada perusahaan-perusahaan secara umum. Item pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan hendaknya senantiasa di perbaharui sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat. Perlu adanya standarisasi (adaptasi) dari item pengungkapan CSR yang digunakan GRI dan disesuaikan dengan kondisi perusahaan di Indonesia. 3.
Implikasi
Dari penelitian yang telah dilakukan, memberikan beberapa implikasi antara lain:
Implikasi Teori: Corporate Social Responsibility tidak dipengaruhi oleh Earning Management dan Good Corporate Governance. Implikasi Praktis Perlu adanya standar yang digunakan untuk menilai pengungkapan Corporate Social Responsibility selain peraturan Undang-undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
E. Daftar Pustaka Abriyani, Ramia, Destya; Wiryono, Kaderi, Sudarso, and Sumirat, Erman. 2012. The Effect of Good Corporate Governance and Financial Performance on the Corporate Social Responsibility Disclosure of Telecommunication Company in Indonesia. The Indonesian Journal of Business Administration. Vol 1 No 5, 2012: 296-300 Annisa, Kristiana. 2012. “Ketika GCG Menyentuh Pengelolaan Risiko”. Majalah SWA. No 27/2012 Annisa, Kristiana. 2013. “Membudayakan GCG dengan Manajemen Pengetahuan”. Majalah SWA. No 27/2013 Anthony, R.N. dan V.Govindarajan. 1995. Management Control System. Eight Edition International Student Edition. Richard D. Irwin Inc. U.S.A. Ferdawati. 2009. “Pengaruh Manajemen Laba Real terhadap Nilai Perusahaan”. Universitas Negeri Padang. Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 4 No.1 Juni. p59-74 Friedman, Milton. 1962. Capitalism and Freedom. Chicago: University of Chicago Press Ghozali, Imam dan Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hadi, Nor. 2011. Corporate Social Responsibility, Graha Ilmu: Yogyakarta. Healy, Paul M. dan Wahlen. 1999. A Reviw of The Earnings Manajemen Literature and Its Implication for Standard Setting. Jeffrey, Cynthia and Perkins, Jon D. 2014. “Developing Corporate Reporting in the Public Interest: The Question of Mandatory CSR Reporting and the Potential for Its Integration with Financial Reporting”. Accounting for the Public Interest, Perspectives on Accountability, Professionalism and Role in Society Series: Advances in Business Ethics Research, Vol. 4, 2014, XVI, 280 p. Jensen, C., Michael; Meckling, H., William. 1976. “Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Costs, and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics 3. p305-360. Leung, Luk, C. Yau, Oliver H.M, Tse, Alan CB, Sin, Leo, Chow, Raymond. 2005. Stakeholders Orientation And Bussiness Performance: The Case of Sevice Companies in China. Journal of International Marketing. 1069031X, Vol. 13. M., R., Dyah, Reny; Priantinah, Denies. 2012. “Pengaruh Good Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan”. Jurnal Nominal. Volume I Nomor I. pp.84-103.
Marhamah. 2013. “Pengaruh Manajemen Laba, Ukuran Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) Dan Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2010”. Jurnal STIE Semarang, Vol 5, No 3, Edisi Oktober. Nurlela, Rika dan Islahuddin. 2008.”Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating”. Prior, Diego; Tribo, A., Josep, Surroca, Jordi. 2007. ” Earning Management and Corporate Social Responsibility”. Working Paper 06-23 - Business Economics Series 06. Unversidad Carlos III De Madrid Sari, Dahlia dan Utama, Sidharta. 2014. “Manajemen Laba dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dengan Kompleksitas Akuntansi dan Efektivitas Komite Audit sebagai variabel Pemoderasi”. Simposium Nasional Akuntansi XVII Mataram, Lombok Sugiarsono, Joko. 2014. “Wajah GCG di Korporasi Indonesia dan Pentingnya Kultur Pembelajar. Majalah SWA. No 27/2014 Rahayu, Martha, Eva. 2011. “Ayo, Berbisnis Seirama dengan Etika”. Majalah SWA. No 27/2011 Roychowdhury, Sugata. 2006. “Earnings management through real activities manipulation”. Journal of Accounting and Economics 42. p335-370 Waryanto. 2010. “Pengaruh Karakteristik Good Corporate Governance (GCG) terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia”. Skripsi Universitas Diponegoro _______. Bapepam.go.id. Badan Pengawas Pasar Modal _______. Undang-undang No 40 tahun 2007. “Perseroan terbatas”. _______. www.csrindonesia.com _______. www.globalreporting.org _______. www.hukumonline.com _______. www.idx.co.id _______. www.iicg.or.org