Modernisasi Pesantren: (Studi Kasus Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī Gedongan – Ender Cirebon)
Skripsi Diajukan dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh: Muhammad Zahidin Arief NIM: 109033100055
Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2017 M
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memenuhi gelar S1
di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
ini
telah
saya
di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karyu ini bukan hasil karya asli saya
maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku
di UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta.
12017
イ ■′
LEⅣIBAR PENGESAHAN PEPIBIⅣ IBING Modernisasi Pesantren: Studi Kasus Pondok Pesantren Ma'had Sigh5r al-Isl6ml Gedongan Cirebon Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
ⅣIuhallllllad Zahidin Arief
109033100055 Doscn Pcmbirnbing
JURUSAN AKIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USⅡ ULUDDIN UIN SYARIF IⅡ DAYATULLAⅡ 1438/2016 ⅣI
III
´
JAKARTA
- Ender
■
'イ
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Modemisasi Pesantren: Studi Kasus Pondok Pesantren Ma'had Sighdr al-Islamr Gedongan-Ender Cirebon telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negn Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29 Desemb er 2A16. Skripsi Ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam. Jakarta,18 Januari 2017
Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota
S
ekretaris Merangkap Anggota
/
´ ′
Dr.Bustamin.M.Si
Tien Rol■nlatien.NI.A
NIP.196808031994032002
NIP.19630701 1998031003 Anggota,
Dr.A.M.Romlv、
M.Hum
Drs.
NIP.1501923234
NIP. 196108721993031002
IV
PEDOⅣLへN TRANSLITERASI Arab │
AFab
a
a
上
b
b
ム
t
t
こ こ
gh
f
f
q
q
J ´ ●
こ
gh
k/h
d
k
k
さ
d
d
d
1
1
0
dz
dz
r
リ
r
υ
Z
Z
Sy
Sy
α , (J」
・ 0
kll
・ こ
h ・
」
hggris
h ・
こ
Indonesia
Z ・
Inggns
Z ・
Indonesia
」
m
m
n
n
W
W
h
h
y
y
h
h
S
υ´
` d
d
・
・
“
Vokal Panjang 2へ
rab
Indonesia
Inggris 一 a
一 a
│
。‘ l
1
一 u
一 u
OJ
ABSTRAK Skripsi ini membahas tentang Modernisasi Pesantren: Studi Kasus pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī Gedongan-Ender Cirebon, kajiannya dilatar belakangi oleh perubahan dan pengembangan sistem pendidikan pesantren yang semakin lama semakin terbuka dengan pola dari luar, untuk menjawab tuntutan zaman. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjawab permasalahan: (1) Bagimana modernisasi yang terjadi di pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī (2) Apa signifikansi modernisasi pesantren di pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba menganalisis mengenai pelaksanaan modernisasi pesantren di pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī. Setelah data terkumpul dan tercatat dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data, dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara atau pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan atau dokumentasi lainnya, kemudian data tersebut dibaca, dipelajari secara cermat dan diberikan gambaran, penafsiran dan uraian. Adapun modernisasi pesantren di pondok pesantren Maʻhad Sighār alIslāmī meliputi pengembangan aspek kependidikan dengan memasukan pelajaran umum di pesantren, tidak hanya disitu saja, melainkan dengan memadukan dua sistem pendidikan tradisional dan modern, begitu juga dalam manajemen pesantren, sehingga pondok pesantren dapat melahirkan generasi sumber daya manusia yang memadai dalam menyikapi perkembangan zaman.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur tiada terhingga penulis sampaikan kehadirat Allah, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ungkapan cinta dan takdzim tercurahkan kepada baginda Muhammad, Puncak kecintaan kita kepada baginda rasul semoga mengantarkan kita menjadi umat yang istiqomah menjalankan sunah dan ajarannya. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak sedikit mengalami kesulitan, hambatan, dan gangguan baik yang berasal dari penulis sendiri maupun dari luar. Namun berkat bantuan, motivasi, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu dengan penuh ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A, Dekan Fakultas Ushuuddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Syamsuri M.Ag Ketua Jurusan Akidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Drs. Tien Rohmatin, MA, Sekertaris Jurusan Akidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Hanafi Arsyad, MA, Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia dengan tulus memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada peneliti selama menyelesaikan skripsi ini.
vii
5. Ayahanda tercinta M. Muchdor dan ibunda tercinta Rofrofatil Jannah yang selalu selalu memberikan limpahan kasih sayang, doa, perhatian, dan dukungan moril, spiritual maupun material yang tiada henti. Terima kasih semua atas jasamu, semoga apa yang Ayahanda dan Ibunda berikan mendapatkan balasan yang dari Allah SWT. Amin. 6. K.H. Bisyri Imam M.Ag, dan Nyai Hj, Dzarrotul Jannah, sebagai pengasuh pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī, beserta staf pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī yang telah membantu proses penelitian serta memberikan data-data yang diperlukan peneliti. 7. Pimpinan dan segenap civitas akademika Fakultas Ushuluddin khususnya Jurusan Akidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Pimpinan dan semua staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Kakanda Muhammad Zainal Abidin, S,Pd, kakanda Aulia Rahman, S.Pd, Dan adinda Ahmad Zamzami yang tiada hentinya membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 10. Pengurus serta teman-teman pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī yang tidak bisa dituliskan namanya satu persatu, khususnya Mang Oyim, Mang Maki, Ami Ridwan, Ami Subkhi dan lain-lain. 11. Teman-teman angkatan 2009 yang tidak bisa ditulis namanya satu persatu, terutama untuk kakak Ali Khumaini yang selalu memberikan masukan
viii
postitif, kakak Anis Lutfi Masykur yang senantiasa memotivasi dan memberikan gairah untuk sesegera mungkin menyelesaikan skripsi ini. kang Imron Rosyadi, Abi Muhammad Ainurrafiq, dan Aa Luthfi Ilham Ghufroni (LIAR), tidak lupa Alm bang Ali Usman yang mudah-mudahan mendapatkan tempat yang diridai di sisi-Nya Amin, Aki Enjis yang lagi kripsi mudah-mudahan segera selesai, Lina, pak cok, mas bur, bg Helmi dan lain-lain.
Jakarta, Januari 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI SURAT PERNYATAAN .................................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................................ LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. PEDOMAN TRANSLETERITASI .................................................................................... KATA PENGANTAR ....................................................................................................... PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................................... DAFTAR ISI......................................................................................................................... Bab I : Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... B. Rumusan Masalah ......................................................................................... C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ E. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. F. Metode Penelitian ......................................................................................... G. Sistematika Penelitian ................................................................................... Bab II : Gambaran Umum Pondok Pesantren Maʻhad Sighor al-Islâmî
ii iii iv v vi vii x 1 9 9 9 10 10 11
A. Sejarah Berdirinya ........................................................................................ 1 B. Letak Geografis ............................................................................................. 5 C. Struktur Organisasi ....................................................................................... 6 D. Sistem Pendidikan dan Pengajaran ............................................................... 8 E. Metode pembelajaran .................................................................................... 12 F. Sarana dan prasarana ..................................................................................... 15 Bab III : Deskripsi tentang Konsep Modernisasi Pesantren A. Latar Belakang Modernisasi Pesantren ......................................................... 1 B. Konsep Modernisasi Pesantren ..................................................................... 9 C. Urgensi Modernisasi Pesantren ..................................................................... 16 Bab IV : Analisis Pembaruan Proses Belajar Mengajar di Pondok Pesantren Maʻhad Sighor al-Islâmî Gedongan-Ender Cirebon
Bab V
A. Pembaharuan Integrasi Kurikulum di Pondok Pesantren Maʻhad Sighor al-Islâmî ....................................................................................................... 1 B. Proses Belajar Mengajar di Pondok Pesantren Maʻhad Sighor al-Islâmî ..... 13 C. Signifikansi Pembaruan Pendidikan di Pondok Pesantren Maʻhad Sighor al-Islâmî ....................................................................................................... 20 : Penutup A. Kesimpulan .................................................................................................. B. Saran-saran ...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN
iv
1 2
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak masa penjajahan yang berlangsung di Indonesia, Pondok Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Eksistensinya telah lama mendapat pengakuan dari masyarakat hingga kini. Pondok Pesantren ikut terlibat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak hanya dari segi moral, namun telah pula ikut serta memberikan sumbangsih yang cukup signifikan dalam penyelenggaraan pendidikan.1 Pondok Pesantren merupakan dua kata yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren, sedangkan di Aceh dikenal dengan istilah dayah atau rangkang atau menuasa, sedangkan di Minangkabau disebut surau. 2 Namun nama yang sekarang lazim diterima pada umumnya adalah pondok pesantren. Ditinjau dari segi historisnya, pesantren merupakan bentuk lembaga pribumi tertua di Indonesia yang mempunyai ciri khas tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pesantren sudah dikenal jauh sebelum
1
Depag RI, Pondok Pesantren Dan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2003), h. 2. 2 Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997) h. 5.
merdeka, bahkan sejak Islam masuk ke Indonesia, pesantren merupakan suatu lembaga asli (indegenous) di masyarakat Indonesia.3 Di kalangan umat Islam sendiri nampaknya pesantren telah dianggap sebagai model institusi pendidikan yang memiliki keunggulan baik dari aspek tradisi keilmuannya yang merupakan salah satu tradisi agung maupun sisi transmisi dan internalisasi moralitas umat Islam. Keberadaan pondok pesantren di Indonesia berpengaruh besar terhadap masyarakat di sekitarnya. Dalam hal pendidikan agama, pengaruh pesantren tidak perlu dipertanyakan. Ini disebabkan sejak awal berdirinya pesantren memang disiapkan untuk mendidik dan menyebarkan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat melalui pengajian, majelis, dan sejenisnya. Sebagai lembaga pendidikan tertua dan asli (indegenous) masyarakat Indonesia, pesantren pada awalnya menampilkan suatu sistem pendidikan tradisional yang mempertahankan sistem, materi, dan metode yang berlandaskan pada nilai-nilai dan ajaran Islam. Sistem pendidikan dengan tidak mengenal penjenjangan, menggunakan metode sorogan dan wetonan, serta materi pembelajaran dengan menggunakan kitab-kitab ilmu keislaman klasik telah berlangsung ratusan tahun sejak muncul dan berkembangnya pesantren di Indonesia. Sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat, pesantren mengalami perubahan serta perkembangan berarti. Di antara perubahan-perubahan itu yang paling penting menyangkut penyelenggaraan pendidikan. Dewasa ini tidak sedikit 3
Manfred Ziemik, Pesantren dalam Perubahan Sosial terj. Butche B Soendjoyo (Jakarta: P3M, 1986), h. 100.
2
pesantren di Indonesia telah mengadopsi sistem pendidikan formal seperti yang diselenggarakan pemerintah. Pada umumnya pilihan pendidikan formal yang didirikan di pesantren masih berada pada jalur pendidikan Islam.4 Namun demikian, eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia mendapat berbagai tantangan dan rintangan. Mulai pada masa kolonial Belanda, masa kemerdekaan, hingga sekarang. Pesantren mendapat tekanan yang tidak ringan seperti marginalisasi peran pesantren, penciptaan stigma jelek, dan perluasan pendidikan sekuler. Tantangan pertama datang dari sistem pendidikan yang dilancarkan oleh pemerintah Belanda, yang memperkenalkan sistem sekolah bagi anak-anak Indonesia dengan mendirikan Sekolah Rakyat (volkscholen) atau disebut juga sekolah desa (nagari) dengan masa belajar 3 tahun.5 Pendidikan kolonial ini sangat berbeda dengan pendidikan Islam tradisional. Bukan saja dari segi metode, tetapi dari segi isi dan tujuan pendidikan yang dikelolanya. Sekolah ini mempunyai kurikulum 3 tahun dan diperuntukkan bagi murid-murid Indonesia yang berasal dari kalangan keluarga terkemuka baik dari segi jabatan, keturunan, penghasilan, maupun pendidikan. Sedangkan lembaga pendidikan Islam lebih ditekankan pada pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi penghayatan agama.6
4 Ahmad Syamsyu Rizal, “Transformasi Corak Edukasi Dalam Sistem Pendidikan Pesantren, Dari Pola Tradisional ke Pola Modern,” Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta’lim Vol. 9 No. 2 (2011), h. 95. 5 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, h. Xii. 6 Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern (Jakarta: LP3ES 1974), hlm 24.
3
Tantangan yang tidak kalah beratnya – dan itu merangsang pesantren untuk memberikan respon – datang dari kaum reformis Muslim. Gerakan reformis Muslim yang menemukan momentumnya sejak awal abad 20 berpendapat, bahwa untuk menjawab tantangan kolonialisme dan Kristen diperlukan reformasi pendidikan Islam. Dalam konteks inilah kita menyaksikan munculnya dua bentuk kelembagaan pendidikan modern Islam. Pertama, sekolah-sekolah umum model Belanda tetapi diberi muatan pengajaran Islam, kedua, madrasah-madrasah modern, yang secara terbatas mengadopsi substansi dan metodologi pendidikan modern Belanda.7 Respon pesantren terhadap tantangan-tantangan di atas, adalah “menolak sambil mencontoh”. Mereka menolak asumsi-asumsi kaum reformis, namun pada saat yang bersamaan – kecuali pada batas-batas tertentu – mengikuti upaya-upaya modernisasi
pendidikan
yang
dilakukan
kaum
reformis,
untuk
dapat
mempertahankan keberadaannya. Oleh karenanya, pesantren melakukan sejumlah akomodasi dan penyesuaian yang mereka yakini mendukung keberlanjutan pendidikannya. Di samping itu mereka meyakini bahwa upaya tersebut memberikan dukungan kepada santri untuk mencapai keberhasilan dalam belajarnya. Karena itulah, pesantren melakukan langkah-langkah penyesuaian yang mereka yakini akan memberikan manfaat bagi santri, dan mendukung
7
Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, h. xiv.
4
keberlangsungan dan kebertahanan pesantren, seperti sistem penjenjangan (klasikal) dan kurikulum yang terencana, jelas dan teratur.8 Dalam menyikapi berbagai tantangan dan rintangan dalam dunia pendidikan, keberadaan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tentunya harus memiliki komitmen untuk tetap menyuguhkan pola pendidikan yang fungsional. Melahirkan sumber daya manusia yang handal selain mengajarkan ilmu-ilmu agama, berbagai kegiatan keterampilan dalam bentuk pelatihan yang lebih memperdalam ilmu pengetahuan (umum) dan keterampilan kerja adalah upaya untuk menambah wawasan santri di bidang ilmu sosial, budaya dan ilmu praktis. Misalnya
melahirkan banyak tokoh masyarakat, wirausahawan,
budayawan, politisi, tenaga pendidik, dan kader bangsa yang berpengaruh dalam masyarakat
merupakan salah satu terobosan konkret untuk mempersiapkan
individu santri di lingkungan masyarakat.9 Adapun berbagai model pesantren sekarang yang dipandang sebagai pesantren modern adalah pesantren yang menggabungkan antara unsur-unsur pendidikan Islam tradisional yang identik dengan kitab-kitab klasik dengan pendidikan Islam modern yang menggunakan sistem dan metode yang modern. Perpaduan dari kedua sistem pendidikan ini melahirkan sistem pendidikan yang komprehensif, tidak saja hanya menekankan penguasaan terhadap khazanah keilmuan Islam klasik tetapi juga mempunyai integritas keilmuan modern. Hal ini
8
Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah Sekolah, h, 65-67. A. Malik MTT, Inovasi Kurikulum Berbasis Lokal di Pondok Pesantren, (Jakarta: Depag RI, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama 2008), h. ix 9
5
ditandai dengan adanya perubahan kurikulum, kelembagaan dan metode pengajarannya, dan masih banyak lagi unsur-unsur yang menuju kemodernan.10 Dengan demikian, pondok pesantren yang semula memfokuskan pada pendidikan salaf, dengan masuknya materi-materi pelajaran umum yang juga memperhatikan kepentingan ‘keduniaan’. Hal ini didasari bahwa dalam era modern manusia tidak cukup hanya berbekal dengan moral yang baik saja, tetapi perlu dilengkapi dengan keahlian atau ketrampilan yang relevan dengan kebutuhan kerja. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, pondok pesantren haruslah bersifat fungsional, sebab lembaga pendidikan pondok pesantren merupakan salah satu wadah dalam masyarakat yang dapat dipakai sebagai pintu gerbang dalam mengahadapi tuntutan zaman. Untuk itu lembaga pendidikan pondok pesantren perlu mengadakan modernisasi seiring dengan tuntutan masyarakat. Seharusnya pondok pesantren mengajarkan ilmu-ilmu agama namun bersamaan dengan itu harus juga mengajarkan berbagai macam ilmu umum lainnya guna menghadapi kemajuan dunia modern yang diiringi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Salah satu upaya untuk menumbuhkan keterampilan dikalangan umat Islam juga dilakukan di pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī. Pesantren ini juga mengajarkan pelajaran umum di madrasah dengan sistem klasikal dan membuka sekolah-sekolah umum dan sekolah kejuruan di lingkungan pesantren. Selain itu metode yang digunakan juga lebih bervariasi, tidak hanya terpaku pada 10
Depag RI, Pondok Pesantren Dan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2003), h. 8.
6
sistem ceramah atau menghafal saja. Media belajar yang digunakan juga menyesuaikan dengan teknologi yang sedang berkembang, Ditambah pula dengan pemberian berbagai macam ketrampilan yang berguna setelah terjun di masyarakat. Maʻhad Sighār al-Islāmī selalu berupaya meningkatkan prestasi belajar para santrinya sesuai dengan tuntutan kehidupan yang semakin mengglobal. Pada tanggal 5 Mei 2007, bertepatan dengan Haul Ponpes Gedongan, Pengasuh Maʻhad Sighār al-Islāmī mengadakan pembaharuan Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī menjadi Maʻhad Sighār al-Islāmī al-Dauly (Al-Sighor International Islamic Boarding School).11 Selain itu juga Maʻhad Sighār al-Islāmī al-Dauly memiliki visi yaitu: menjadikan Pondok Pesantren Gedongan sebagai pusat pengembangan model pendidikan integratif-kompetitif serta berwawasan global. Misi yang dijalankan oleh Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī al-Dauly yaitu: 1). Membina siswa yang menguasai bahasa internasional (Bahasa Arab dan Inggris) dan memiliki iman yang kuat, berjiwa kewirausahaan, dan unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. 2). Mengembangkan kegiatan pendidikan keahlian dengan model-model pembelajaran yang mengarah kepada pembekalan life skill dan mempunyai akuntabilitas publik. 3). Mencetak lulusan yang berkualitas integratif, memahami ilmu keislaman dengan metodologi kontemporer dalam rangka muhāfazah ‘alā al-qadīm al-sālih wa al-akhdz bi al-jadīdī al-aslah.
11
Sumber: wawancara dengan Muhammad Syauqi M. Pd, putra pertama K.H. Bisyri Imam, pada hari Jum’at, 02 Oktober 2015.
7
Jenjang pendidikan yang ada dalam lingkungan pesantren meliputi: A). Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Sighār. B) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al-Sighār. C) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Al-Sighār. Bidang Keahlian
: Teknologi Informasi dan Komunikasi
Program Keahlian
: Teknik Komputer Jaringan (TKJ) dan Multimedia (MM).
D). Madrasah Aliyah (MA) Al-Sighār.12 Ketrampilan yang dibekali oleh Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī seperti sekolah kejuruan dan berbagai keahlian lain diharapkan tercipta kemandirian output pesantren yang nantinya dapat memberikan kontribusi pada pembangunan masarakat dan kesejahteraan sosial, lentur, dan adaptif terhadap berbagai berbagai perubahan. Selain biaya pendidikan rendah dan dapat terjangkau oleh lapisan masyarakat, lembaga pendidikan Islam Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī dijadikan sebagai trend center dan harapan masyarakat untuk menitipkan putraputrinya mengikuti proses pembelajaran yang dimulai dari tingkat MI, MTs sampai MA dan SMK. Masyarakat memiliki harapan positif, karena menitipkan putra-putri di lembaga pendidikan Islam Pondok Pesantren Maʻhad Sighār alIslāmī selain mendapat ilmu pengetahuan umum juga mendapatkan ilmu keagamaan yang dapat diterima, dipahami dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga diharapkan anak terbentuk menjadi anak yang saleh.
12
Sumber: wawancara dengan Muhammad Syauqi M. Pd. Jum’at, 02 Oktober 2015.
8
Dalam proses perubahan tersebut, pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī mulai melakukan penyesuaian kurikulum, metode, sistem perjenjangan, materi dan lain sebagainya. Dalam kaitannya dengan modernisasi ini, banyak kalangan masyarakat yang menerima, terbukti makin bertambahnya santri yang belajar di sana. Dari pembaharuan ini juga pesantren diharapkan mampu menyumbangkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam kehidupan modern. Hal inilah yang mendasari penulis, kiranya penting diadakan penelitian yang lebih mendalam yang tertuang dalam judul skripsi “Modernisasi Pesantren: Studi Kasus Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī Gedongan-Ender Cirebon”. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana modernisasi yang terjadi di pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī? 2. Apa signifikansi modernisasi terhadap santri Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan perubahan modernisasi yang terjadi di pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī. 2. Untuk mengetahui signifikansi modernisasi pesantren Maʻhad Sighār alIslāmī. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis: penelitian ini diharapkan pada paradigma “masyarakat”
dapat memberikan kontribusi
pesantren sehingga dapat diketahui
9
pentingnya modernisasi Pondok Pesantren dalam meningkatkan wawasan keilmuan santri. 2. Secara praktis: penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan masukan kepada pembaca umumnya dan pihak pesantren agar mereka menyadari betapa pentingnya modernisasai Pondok Pesantren. 3. Penulisan karya akademik ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana pada fakultas Ushuluddin, program studi Aqidah Filsafat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. E. Ruang Lingkup Penelitian Supaya penelitian ini tidak meluas dan dapat memperoleh gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi, penulis batasi pada masalah modernisasi Pesantren yang terjadi pada pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī, yang meliputi tentang, perubahan dan signifikansi modernisasi pesantren di Maʻhad Sighār al-Islāmī. F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode Field research atau penelitian lapangan yang bersifat kualitatif, bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya sehingga dalam penelitian ini peneliti menggambarkan peristiwa maupun kejadian yang ada di lapangan tanpa mengubahnya.
10
2. Data dan Sumber Data Data dalam penelitian ini dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dalam bentuk observasi lapangan, buku primer yang berkaitan dengan modernisasi pesantren, informasi, dokumen pesantren, persepsi para informan utama penelitian berkaitan dengan topik yang akan dilakukan klasifikasi, elaborasi dan analisis. Data sekunder bersumber dari data-data catatan-catatan, atau teori yang memiliki hubungan dengan tujuan penelitian. Kriteria pemilihan informan atau sumber data dilakukan dengan cara purposive sampling,13 yakni memilih sampling berdasarkan fokus dan tujuan penelitian yang selanjutnya akan menjadi sumber informasi utama sesuai kebutuhan data lapangan selama proses penelitian. 3. Teknik Pengumpulan Data Prosedur yang ditempuh dalam pengumpulan data penelitian ini adalah wawancara, observasi dan studi dokumentasi. G. Sistematika Penelitian Setelah melalui tahap-tahap pemikiran dan pertimbangan secukupnya, seluruh isi penelitian ini disajikan dalam lima bab uraian, dengan pembagian: satu bab pendahuluan, tiga bab berisi isi dan analisis, satu bab terakhir berisi penutup yang memuat kesimpulan dan saran. Bab pertama, tentang pendahuluan yang merupakan gambaran dari bentuk dari arah proses penelitian yang dilakukan, yang memuat tentang latar
13
Sugiono, Metode Penelitian Admnistrasi, (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 62
11
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Bab kedua, deskripsi tentang konsepsi objek penelitian yang merupakan kerja lapangan dari penelitian ini, untuk menemukan beberapa fenomena lapangan mengenai profil pondok Pesantren Maʻhad Sighār alIslāmī. Pembahasan bab ini terdiri dari gambaran umum Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī, meliputi sejarah berdirinya, letak geografis, struktur organisasi, sistem pendidikan dan pengajaran, metode pembelajaran serta sarana dan prasarana yang terletak pada pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī. Bab ketiga adalah deskripsi tentang modernisasi pesantren, meliputi latar belakang modernisasi pesantren, konsep modernisasi pesantren, dan urgensi modernisasi pesantren. Selanjutnya Bab ke empat mengenai analisis pembaruan proses belajar-mengajar di Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī GedonganEnder Cirebon meliputi: pembaharuan kurikulum di Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī, proses belajar-mengajar di Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī, serta signifikansi pembaruan pendidikan di Pondok Maʻhad Sighār al-Islāmī. Bab kelima, yang merupakan bab terakhir, terdiri dari kesimpulan, saran dan penutup.
12
1
BAB II GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN MAʻHAD SIGHĀR ALISLĀMĪ A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī Gagasan dan cita-cita berdirinya pondok pesantren Maʻhad Sighār alIslāmī didasari oleh niat K.H. Bisyri Imam, untuk mencari rida Allah serta menyelamatkan generasi Islam. Tempat untuk mewujudkan cita-cita tersebut pilihannya adalah pondok pesantren, yaitu lembaga pendidikan Islam. Kelahiran generasi Islam akan sangat berperan dalam menjaga keberlangsungan agama ini.1 Generasi Islam adalah generasi pewaris perjuangan Islam yang telah dipelopori oleh rasulullah, para generasi awal telah menjadi generasi terbaik yang dengan gigih dan memiliki kualitas diri telah mendedikasikan hidupnya untuk memperjuangkan agama Allah. Menurut K.H. Bisyri Imam, M.Ag, pesantren dengan metode dan sistem yang dianutnya hingga kini, harus mampu mencari solusi untuk menyikapi perkembangan pendidikan secara kritis dan bijak. sehingga pada satu sisi dapat menumbuhkembangkan kaum santri yang memiliki wawasan luas yang tidak kehilangan identitas dan jati dirinya, pada posisi lain dapat mengantarkannya menjadi komunitas yang menyadari tentang persoalan yang dihadapi dan mampu mengatasi permasalahan zaman dengan penuh kemandirian. Dalam era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, pesantren menjadi pertanyaan banyak pihak untuk tetap dipertahankan jika tetap memegang teguh tradisi lama tanpa 1
Wawancara dengan K.H. Bisyri Imam, M.Ag, pada hari Kamis, 7 Januari 2016.
megubah sistem baru yang lebih bermanfaat dan berdaya guna bagi pesanren tersebut. Untuk mempersiapkan output pesantren dapat bersaing dalam era informasi teknologi dan globalisasi, pondok pesantren diharapkan membekali para santrinya dengan kemampuan life skill disamping pengetahuan agama yang menjadi kekuatan pesantren. Beliau mengharapkan setelah kembali ke masyarakat, para output pesantren dapat mengamalkan ilmu pengetahuan yang didapatnya sekaligus dapat menyejahterakan dirinya, keluarganya, dan masyarakat disekitarnya. Keprihatinan dan cita-cita tersebut menggerakkan hati K.H. Bisyri Imam, M.Ag untuk berbuat sesuatu sebagai wujud kepedulian langsung terhadap masyarakat. Kemudian muncul ide-ide beliau untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam yang unggul dan profesional, baik dari kualifikasi mutu lulusan, pelayanan maupun manajemen pengelolaannya, sehingga diharapkan akan hadir lulusan pesantren yang berkualitas dan mampu menjawab segala tantangan zaman.2 Maʻhad Sighār al-Islāmī adalah sub bagian dari pesantren induknya yaitu Pesantren Gedongan, sebuah pesantren salafi yang terletak di Desa Ender Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon yang didirikan oleh Mbah K.H. Muhammad Sa’id sekitar tahun 1880 M yang berjarak 500 m dari pesantren induknya, didirikan pada tahun 1990 di atas tanah 10.845 m2 oleh salah seorang
2
Wawancara dengan K.H. Bisyri Imam, M.Ag, pada hari Kamis, 7 Januari 2016.
2
cucu beliau dari generasi ke IV yaitu K.H. Bisyri Imam, M.Ag bin K.H. Imam Dimiyati.3 Pada awalnya beliau mengajarkan al-Qur’an kepada anak-anak di sekitar rumah orang tuanya yang juga mempunyai pondok pesantren, hanya terdiri dari rumah kiai dan sebuah musala kecil tempat mengajar dan menginap santri, jumlah santri pada waktu itu hanya 10 orang. 4 Pada tahun 1990, beliau bersama isterinya, Dra. Hj. Dzarrotul Jannah berjuang menciptakan generasi yang mampu menguasai ilmu agama dan mampu berbicara bahasa Arab. Pada awalnya Maʻhad Sighār al-Islāmī berafiliasi dengan pesantren induk di Gedongan, sedangkan pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī fokus pada kajian keislaman dan menambahkan keterampilan bahasa Arab dan Inggris sebagai kewajiban yang harus dipatuhi dalam lingkungan pesantren. Namun berdasarkan pertimbangan dan kepentingan lebih luas, terkait dengan kemandirian dan efektifitas program pesantren, maka didirikanlah yayasan Maʻhad Sighār alIslāmī. Pada tahun 1992, Kemudian didirikanlah Madrasah Ibtidāiyah sebagai lembaga pendidikan formal pertama, setelah empat tahun kemudian tahun 1996 MI tersebut menamatkan lulusannya yang pertama kali sebanyak 17 siswa. Tahun berikutnya yaitu tahun pelajaran 1996/1997 didirikanlah kelas jauh (filial) MTs di dalam komplek pesantren namun tetap mengekor pada pesantren induknya yaitu pesantren Gedongan.5
3
Sumber: AD/ ART Pondok Pesantren Ma’had Shighor al-Islami, h. 8. Wawancara dengan Naili Hanani M.Pd, putri kedua K.H. Bisyri Imam M.Ag, pada hari Selasa, 29 September 2015. 5 Wawancara dengan Dra. Hj.Dzarrotul Jannah pada hari Jum’at, 02 Oktober 2015. 4
3
Memasuki tahun 2000 pondok pesantren makin menjadi ramai, santri pun bertambah mencapai jumlah kurang lebih 150 orang. Keadaan pendidikan kian hari makin nampak adanya kemajuan seiring dengan adanya pembaharuan yang dilakukan oleh kiai bersama para pengurus. Pada sekitar tahun 2005 mulai ada gagasan untuk mengembangkan pola pondok pesantren dengan mengembangkan pola pendidikan yang dilakukan oleh beberapa organisasi Islam di pondok pesantren.6 Maʻhad Sighār al-Islāmī selalu berupaya meningkatkan prestasi belajar para santrinya sesuai dengan tuntutan kehidupan yang semakin maju. Pada Tanggal 5 Mei 2007, bertepatan dengan Haul Ponpes Gedongan, Pengasuh pondok pesantren meresmikan perubahan Maʻhad Sighār al-Islāmī menjadi International Islamic Boarding School Al-Sighār. Dan pada tahun pelajaran 2007/2008, kelas filial MTs Manbaul Hikmah berubah menjadi SMP Al-Sighār sesuai dengan surat Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon dengan Nomor 422.2/1550/Diksar.7 Kemudian pada tahun pelajaran 2008/2009 didirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Al-Sighār dengan Nomor 422.4/1126/Dikmen. Dan pada tahun Pelajaran 2010/2011 didirikan pula Madrasah Aliyah (MA) Al-Sighār dengan surat keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Jawa Barat Nomor : Kw.10.4/4/PP.00.6/0050/2011 tertanggal 6 Januari 2011.8
6
Wawancara dengan Dra.Hj. Dzarrotul Jannah. Jum’at, 02 Oktober 2015. Wawancara dengan lurah pondok pesantren Ma’had Shighor al-Islami, pada hari Selasa, 29 September 2015. 8 Wawancara dengan lurah pondok, Selasa, 29 September 2015. 7
4
Sejak berdirinya, Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī telah mengalami kemajuan yang signifikan baik dari segi kualitas dan kuantitas. Ketika pertama kali berdiri, Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī membuka pelayanan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Perluasan demi perluasan tersebut merupakan proses dari perwujudan cita-cita Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī untuk senantiasa meningkatkan kualitas pendidikan di pesantren tersebut. B. Letak Geografis Pondok Pesantren Mahad Sighār al-Islamī Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī Gedongan kecamatan Pangenan kabupaten Cirebon, terletak di sebelah timur daerah kabupaten Cirebon, lintasan jalan dari arah ke Tegal, pondok pesantren ini berada di sebuah kampung atau blok, jaraknya kurang lebih 2 km dari pusat pemerintahan desa. 4 km dari pemerintahan kecamatan dan 23 km dari ibu kota kabupaten. Batas-batas wilayah pondok pesantren Ma’had Shigār ini meliputi: a.
Sebelah barat berbatasan dengan Blok Rakit kecamatan Pangenan.
b.
Sebelah utara adalah makbaroh (kuburan)
c.
Sebelah timur berbatasan desa Kali Pasung kecamatan Babakan
d.
Sebelah selatan berbatasan dengan desa Getrakmoyan kecamatan Astana Japura.9
Lokasi pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī ini terbilang strategis dan ideal sebagai sarana belajar mengajar, karena mudah dijangkau. Di dalam
9
Wawancara dengan Lurah Pondok, Selasa, 29 September 2015.
5
pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī juga terdapat beberapa sekolah, diantaranya: Madrasah Ibtidāiyah (MI) Al-Sighār, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al-Sighār, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Al-Sighār, dan juga Madrasah Aliyah (MA) Al-Sighār. Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī adalah pesantren yang bukan terdiri dari satu komplek yang terpisah dari lingkungan masyarakat, akan tetapi berdekatan dengan rumah-rumah masyarakat di sekitarnya dan juga beberapa pesantren lain. C. Struktur Pengurus Pondok Pesantren Ma’had Al-Shighār al-Islāmī Sebagaimana sebuah lembaga pendidikan, pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī memiliki struktur organisasi untuk pembagian tugas dan wewenang demi kelancaran kegiatan madrasah pondok pesantren yang telah diprogramkan, dan juga untuk menyiapkan rencana-rencana secara matang sehingga hasil yang diinginkan sesuai dengan yang telah direncanakan.
6
Struktur Organisasi Kepengurusan Pondok Pesantren Maʻhad Sighār alIslāmī Tahun Ajaran 2015/2016
1
Pengasuh
2
Pensehat
3
Lurah
4
Wakil Lurah
5
Sekretaris
6
Bendahara
Seksi-Seksi
7
8
Seksi Kebahasaan
Seksi Keamanan
10
9
Seksi K3
11
Seksi Pendidikan
Seksi Modis
1)
Drs. K. H. Bisyri Imam, M.Ag
7)
Ali Maryaman
2)
M. Fathul Hadi, S.Pd.I
8)
Toha
3)
M. Sulthoni El-Farisi, S.E.I
9)
Asrorrudin
4)
Ahmad Rifa’i
10)
Moh. Ihsan Fauzi, S.Pd.I
5)
Maryam, S.Pd.I
11)
Saepudin, S.Pd.I
6)
Syarifuddin
12)
Brezy.10
10
Sumber: AD/ ART Pondok Pesantren Ma’had Shighor al-Islami, h. 6
7
21
Humas
D. Sistem Pendidikan dan Pengajaran Kata sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang berarti “cara, strategi”. Dalam bahasa Inggris system berarti “sistem, susunan, jaringan, cara”. Sistem juga diartikan “sebagai suatu strategi, cara berpikir atau model berpikir.” Jadi dapat didefinisikan sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.11 Pengertian “sistem” bisa diberikan terhadap suatu perangkat atau mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian dimana satu sama lain saling berhubungan dan memperkuat. Dengan demikian sistem adalah suatu sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Bila digunakan dalam istilah sistem pendidikan pesantren yaitu sarana yang berupa perangkat organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam pondok pesantren.12 Pendidikan adalah proses pembentukan diri dan penentuan diri secara etis, kreatif, sistematis, dan intensional sesuai dengan hati nurani dibantu dengan metode dan tekhnik ilmiah, diarahkan pada tujuan pendidikan tertentu.13 Pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional, pada umumnya tidak memiliki rumusan tujuan pendidikan secara rinci. Pesantren biasanya tidak menjabarkan sebuah sistem pendidikan yang lengkap dan konsisten direncanakan secara eksplisit. Namun secara garis besar, tujuan pendidikan pesantren dapat diasumsikan sebagai berikut: 11
Ramayulis, Sistem Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 19. M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Cet. 2 (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 257. 13 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 133. 12
8
1. Tujuan Umum, yaitu untuk membimbing anak didik (santri) untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islami yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. 2. Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang yang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.14 Sistem pendidikan pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī mulanya bersifat non formal. Hanya menyesuaikan pola pembelajaran (kurikulum) dari madrasah yang berada di daerah pesantren induknya di Gedongan – Ender Cirebon. Sehingga pesantren Ma’had Sighār al-Islāmi sendiri praktis hanya mengikuti dan menyesuaikan kajian yang tersedia pada madrasah pesantren induknya selain mempelajari sumber kajian pada kitab klasik meliputi bidang studi yang disesuaikan dengan tingkat keilmuan santri.15 Untuk kegiatan santri itu sendiri terbagi kedalam beberapa bagian kegiatan. Untuk kegiatannya dibagi oleh seksi pendidikan pondok (Mahkamah Tarbiyah). Pembagian ini sesuai dengan tingkat kemampuan santri itu sendiri dalam memahami pelajaran dan melalui placementest, hal ini bertujuan untuk lebih mengefesiensikan keadaan pembelajaran di dalam kelas, diantaranya jadwal dan kegiatan santri sehari-hari di antaranya sebagai berikut:
14 H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h. 110–111. 15 Sumber: wawancara dengan Muhammad Syauqi M. Pd, salah seorang putra K.H. Bisyri Imam, M.Ag, pada hari Jum’at, 02 Oktober 2015.
9
المرحلة الوسطى
المرحلة االولى الكتب االولى
الثانيّة
الثّالثة
االولى
الثانيّة
التّيجان
عقيدة
جواهر
منحة
التّوحيد
قطر الغيث
األخالق
تنبيه المتعلّم
الفقه
سفينة النّجاة
سلم التّوفيق
االجروميّة
االجروميّة
الثّالثة
بدء األمالى
ال ّدراري
العوّام
الكالميّة
المغيث
االخالق
االخالق
تيسير
تعليم
نصائح
للبنين 2
للبنين 1
الخالّق
المتعّلم
العباد
فتح القريب
فتح القريب
كفاية
كفاية
2
1
االخيار 2
االخيار 1
العمريطى
العمريطى
إبن عقيل
إبن عقيل
النحو 2
1
لباب
لباب
الحديث 2
الحديث 1
الجز 2
الجز 1
2
1
2
1
بلوغ المرام
بلوغ المرام
2
1
األربعين الحديث
النــــّواويّــــ المنح السّنيّة ــة
المحافظة
الجز ۳
10
الجز ٤
الجز ٥
الجز ٦
Dalam perkembangan selanjutnya, sistem pendidikan pondok pesantren mengalami proses konvergensi, dalam hal ini setidaknya dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe yaitu: Pertama, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan maupun yang memiliki sekolah keagamaan dan sekolah umum. Kedua, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional. Ketiga, pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniyah (diniyyah ula, wustha, dan ulya). Keempat, pesantren yang hanya menjadi tempat pengajian (majelis taklim). Kelima, pesantren yang disediakan untuk asrama mahasiswa dan pelajar sekolah umum.16 Dalam hal ini, Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī masuk dalam klasifikasi tipe pesantren yang pertama. Pondok pesantren Maʻhad Sighār alIslāmī melakukan pembaharuan dengan mengintegrasikan sistem pembelajaran model pondok pesantren dan juga sistem pendidikan nasional. Selain itu, dalam rangka mempersiapkan kader-kader ulama yang memiliki integritas ilmiah, amaliyyah, dan khuluqiyyah yang berkualitas dan memiliki nilai strategis dengan berorientasi keadilan, kesetaraan, keterbukaan, dan kejujuran, Maʻhad Sighār alIslāmī juga ingin menjadikan Pondok pesantren Gedongan sebagai pusat pengembangan model pendidikan integratif-kompetitif serta berwawasan global.17
16
Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif (Yogyakarta: LKiS, 2008) h. 196. Sumber: wawancara dengan Muhammad Syauqi M.Pd, salah seorang putra K.H. Bisyri Imam, M.Ag, M.Ag, pada hari Jum’at, 02 Oktober 2015. 17
11
E. Metode pembelajaran Metode pendidikan dan pengajaran adalah salah satu unsur sistem pendidikan pesantren yang penting. Karena metode mempunyai pengaruh langsung terhadap efektifitas proses belajar mengajar. Sebagian ahli menilai bahwa metode lebih penting daripada materi.18 Dalam usaha pencapaian ideal tersebut, maka metode pembelajaran yang diadakan oleh Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī di tempuh dengan menggunakan tiga pendekatan: 1. Pendekatan tekstual, yaitu memahami nushūs secara lughawiyyah, harfiyyah dan tarkibiyyah. Hal ini ditempuh dengan dua cara, yaitu bimbingan dari ustadz dan diskusi. 2. Pendekatan kontekstual, yaitu memahami nushus secara cermat dan dititik beratkan pada maqāshid al-syar̒iyyah-nya dengan telaah secara kritis. 3. Pendekataan naqādiyah, yaitu melatih diri untuk mencoba melihat beberapa karya para mujtahid yaitu dengan cara mengkomparasikan kitab-kitab klasik dan referensi kontemporer.19 Metode merupakan suatu cara atau siasat untuk menyampaikan pelajaran agar santri dapat mengetahui, memahami dan mempergunakannya dengan baik dan benar. Ada tiga pendekatan metode yang digunakan oleh Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī, yaitu:
18 Munir, Rekonstruksi dan Modernisasi Lembaga Pedidikan Islam (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2005), h. 96. 19 Sumber: wawancara dengan K.H. Bisyri Imam, M.Ag, pada hari Jum’at, 09 Oktober 2015.
12
1. Hafalan, metode ini dipakai agar mempermudah santri dalam mempelajari teks kitab berbahasa Arab. 2. Ceramah, metode ini diberikan untuk memberikan penjelasan dan pengertian bagi suatu masalah. Ceramah diperuntukkan untuk materi yang bersifat tuntutan. 3. Diskusi (Musyawarah), metode ini dipergunakan untuk memcahkan suatu masalah, merangsang dan menghidupkan kemampuan berpikir santri serta menyalurkan pendapat.20 Secara garis besar metode pembelajaran yang dilaksanakan di pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī dapat di kelompokkan menjadi beberapa macam diantaranya, yaitu sorogan,
wetonan, bandongan, hafalan dan
mudzakaroh, dimana diantara masing-masing metode mempunyai ciri dan ke khasan tersendiri, yaitu: a. Sorogan Sorogan berasal dari bahasa jawa yang berarti menyodorkan. Dikatakan demikian karena setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan kiai atau mubadilnya. Inti dari metode sorogan adalah berlangsungnya proses belajar mengajar secara face to face, antara guru dan murid.21 b. Wetonan Metode wetonan adalah sistem pengajaran yang dilaksanakan dengan jalan kiai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu dan santri dengan membawa kitab
20
Sumber: wawancara dengan K.H. Bisyri Imam, M.Ag, Jum’at, 09 Oktober 2015. Armaie Arief. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, ( Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 151. 21
13
yang sama mendengarkan dan menyimak bacaan kiai. Dalam sistem pengajaran yang seperti itu tidak dikenal absensinya, santri boleh datang, boleh tidak, santri juga tidak ada ujian.22 c. Bandongan Metode bandongan yaitu, seorang kiai/ ustadz menggunakan bahasa pegon atau bahasa daerah
setempat.
Kiai/ ustadz membaca, menerjemahkan,
menerangkan kalimat demi kalimat yang dipelajarinya, santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kiai dengan memberikan catatancatatan tertentu pada kitabnya masing-masing dengan kode-kode tertentu sehingga kitabnya disebut kitab jenggot.23 d. Metode Hafalan Metode hafalan adalah metode pengajaran dengan mengharuskan santri membaca dan menghafalkan teks-teks kitab yang berbahasa arab secara individual, biasanya digunakan untuk teks kitab nadhoman, seperti a̒ qidat alawwam, sorof, ̒imrithi, ̒alfiyah dan lain-lain. e. Metode Mudzakarah / Musyawarah Metode mudzakkarah atau musyawarah adalah sistem pengajaran untuk membahas setiap masalah keagamaan atau berhubungan dengan pelajaran santri, biasanya hanya untuk santri tingkat tinggi. Metode dalam sebuah pembelajaran itu sangat penting, karena dapat mempengaruhi kesuksesan santri dalam menuntut ilmu. Tetapi di dalam prakteknya, ada beberapa kekurangan dalam sistem pembelajaran seperti ini. 22 23
Bahri Gazali. Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: Prasasti, 2003), h. 29 Armaie Arief. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, h. 153.
14
Tetapi seiring dengan berkembangnya sistem pendidikan, maka cara seperti inipun mulai ditinggalkan. Sebab dinilai kurang efektif karena interaksi lebih banyak berjalan satu arah. Untuk itu, Pondok pesantren Ma’had Shighor al-Islami lebih menekankan pada pola tekstual, yaitu berupa hafalan kosa kata bahasa Arab (Mufrodat) dan bahasa Inggris (Vocabulary) agar santri dapat benar-benar mengerti dan memahami suatu pembahasan dan dijadikan sebagai langkah awal dari sistem pembelaran dalam pesantren.24 F. Sarana dan prasarana Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī sebagai lembaga pendidikan Islam memiliki 7 gedung utama, yaitu Masjid, gedung asrama putra-putri, gedung madrasah, perumahan ustadz, dapur umum serta koperasi. Gedung asrama putra terdiri atas tiga ruang yang terbagi atas lantai satu berupa kamar yang berfungsi sebagai tempat baca, tempat pendidikan dan tempat musyawarah para santri, lantai dua berfungsi sebagai asrama santri putra.Gedung ini juga dilengkapi dengan tempat berwudhu, kamar mandi dan di halaman belakang berfungsi sebagai tempat untuk menjemur pakaian. Gedung masjid yang bersebelahan dengan gedung asrama putri terdiri atas dua lantai, lantai satu berupa masjid yang berfungsi untuk tempat pusat kegiatan santri, pusat peribadatan santri dan juga digunakan sebagai tempat majlis ta‟lim masyarakat sekitarnya pada waktu-waktu tertentu, dan lantai dua masih dalam tahap renovasi yang rencananya akan didirikan perpustakaan serta aula bagi pusat
24
Sumber: wawancara dengan K.H. Bisyri Imam, M.Ag, Jum’at, 09 Oktober 2015.
15
kegiatan santri. Gedung ini juga dilengkapi dengan tempat berwudhu dan kamar mandi. Di gedung asrama putri terdiri atas 8 ruang, salah satu diantaranya terdapat 1 ruang dengan 2 lantai. Gedung ini juga dilengkapi dengan tempat berwudhu dan kamar mandi dan juga tempat untuk menjemur pakaian. Sedangkan gedung sebelahnya adalah rumah pengasuh pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī, dan gedung kantin bersebelahan dengan gedung asrama masing-masing. Sarana dan prasarana yang sudah dimiliki oleh Yayasan/ Maʻhad Sighār al-Islāmī adalah sebagai berikut: Bangunan Fisik Bangunan fisik ini berdiri di atas sebidang tanah seluas 10.845 m2, yang sebagian bersertifikat Wakaf, adapun bangunan yang telah ada diantaranya : 1. Masjid dua lantai baru selesai lantai bawah. 2. Asrama putra 3 ruang , 3 ruang dua lantai. 3. Gedung MI 6 lokal (dua lantai). 4. Asrama putri 8 ruang dan 1 ruang dua lantai. 5. Asrama Putri 4 lokal dengan MCK di dalam masing-masing 6. Perumahan guru 10 unit ruang. 7. MCK putra, bangunan semi permanen. 8. MCK putri permanen. 9. Dapur umum, bangunan semi permanen. 10. Bangunan semi permanen untuk garasi.
16
11. Kopontren dua lantai baru selesai lantai bawah. 12. Kantin Putri. 13. Kantin Putra. 14. Bangunan permanen MCK putra dalam penyelesaian. 15. Ruang belajar SMP 4 lokal Sarana Lain 1. Laboratorium Komputer. 2. Perpustakaan. 3. Kendaraan operasional roda dua 6 (enam) unit (3 baik, 3 layak pakai). 4. Kendaraan roda empat tiga unit (2 baik, 1 layak pakai). Sarana Pengembangan Usaha
pengembangan
Ma’had
selalu diupgrade
baik
dalam
melengkapi sarana dan prasarana maupun dalam inovasi fisik pendidikan sehingga Maʻhad Sighār al-Islāmī akan selalu marketable dan mempunyai akuntabilitas publik. Selain itu, untuk mempermudah penunjangan sarana dan prasarana di pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī ini dilakukan cooperation link dengan berbagai pihak manejemen di luar pondok pesantren. Dengan adanya cooperation link tersebut diharapakan penunjangan sarana dan prasarana yang ada di pondok pesanteren Maʻhad Sighār al-Islāmī bisa membantu kelancaran pendidikan yang ada di podok pesantren.
17
1
BAB III DESKRIPSI TENTANG KONSEP MODERNISASI PESANTREN A. Latar Belakang Modernisasi Pesantren Istilah modernisme bukan merupakan hal yang baru dalam pendengaran mayoritas masyarakat di dunia ini. Secara definitif modernisasi bukanlah suatu penciptaan standar norma baru. Tetapi, standar norma itu telah ada sebelumnya. Secara bahasa “modernisasi” berasal dari kata modern yang berarti; a). Terbaru, mutakhir. b). Sikap dan cara berpikir sesuai dengan perkembangan zaman. Kemudian mendapat imbuhan “sasi”, yakni “modernisasi”, sehingga mempunyai pengertian suatu proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan perkembangan zaman.1 Kata “modern”, “modernisme” dan modernisasi” mengandung arti pikiran, aliran gerakan dan usaha-usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan lain sebagainya agar menjadi sesuai dengan pendapatpendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.2 Menurut Nurcholis Madjid, modernisasi adalah proses perombakan pola berfikir dan tata kerja lama yang tidak ‘aqliyyah (rasional).3 Dalam hal ini Noeng Muhadjir, menyatakan dengan pernyataan yang lebih tegas bahwa kata modern dalam identifikasinya bukan westernisasi yang sekuler, tetapi lawan dari 1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 589. 2 Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, cet. IV, (Bandung: Mizan, 1996), h. 181. 3 Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, cet. I (Bandung : Mizan, 1993), h. 172.
tradisional dan konvensional, karakter utamanya adalah rasional efisien sekaligus mengintregasikan wawasan ilmu dan wahyu. 4 Modernisasi bisa juga disebut dengan reformasi yaitu membentuk kembali, atau mengadakan perubahan kepada yang lebih baik, dapat pula diartikan dengan perbaikan. Dalam bahasa arab sering diartikan dengan tajdid yaitu memperbaharui, sedangkan pelakunya disebut mujaddid yaitu orang yang melakukan pembaharuan.5 Pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam komplek yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Komplek ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.6 Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua, pesantren ditengarai oleh beberapa ahli sebagai kelanjutan dari sistem pendidikan pada masa Hindu-Budha pra Islam. Terdapat beberapa kesamaan antara pesantren dengan sistem pendidikan sebelumnya seperti: letaknya yang biasa terdapat di pedesaan, didirikan oleh tokoh agama, pola dan materi pembelajarannya yang mengarah kepada asketisme, kesederhanaan dan kemandirian.7
4
Noeng Muhajir, Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Islam Dalam Prespektif Modern, Al-Ta’dib, Forum kajian ilmiah Kependidikan Islam, No.1 (Juni,2000), h. 38. 5 Yusran asmuni, Pengantar Studi pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam (Dirasah Islamiyah) Ed.I Cet.II (Jakarta : PT. raja Grafindo Persada, 1996), h. 1-2. 6 Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, h. 20. 7 Karel A. Steenbrink. Pesantren Madrasah dan Sekolah, h, 21.
2
Sebagai sebuah sistem pendidikan yang merupakan kelanjutan dari sistem pendidikan sebelumnya, pesantren berhasil memadukan sistem pendidikan Islam – yang di dalamnya diajarkan ajaran Islam – dengan budaya lokal yang mengakar pada saat itu. Upaya pemaduan antara ajaran Islam dengan budaya lokal itu, merupakan ciri penyebaran Islam pada masa awal Islam, yang mengutamakan kelenturan dan toleransi terhadap keyakinan dan nilai-nilai yang hidup subur di masyarakat sejak sebelum Islam datang ke Nusantara. Dengan demikian, dalam sejarah perjalanannya pesantren telah berhasil melakukan upaya kontekstualisasi ajaran Islam dengan budaya lokal. Kalangan pesantren pada masa awal Islam telah dapat menampilkan sekaligus mengajarkan Islam yang dapat bersentuhan dengan nilai-nilai, keyakinan, serta ritual pra Islam. Beberapa ritus tersebut bahkan dipertahankan dan dipraktekkan – dengan diberi muatan dan corak Islami – oleh sebagian masyarakat Muslim hingga saat ini.8 Dari gambaran di atas jelas bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan di Indonesia yang tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun lalu masih eksis dan dibutuhkan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat Muslim Indonesia. Sejalan dengan
perkembangan
zaman,
sebagian
besar
pesantren
mengadakan berbagai perbaikan dan pembenahan sebagai upaya modernisasi pendidikan yang diselenggarakannya. Pada masa sekarang, umat Islam menghadapi tantangan yang berat dari pihak luar yang berimplikasi terhadap masa depan kehidupan beragamanya. Tantangan itu mulai dari kolonialisme dan
8
Karel A. Steenbrink. Pesantren Madrasah dan Sekolah , h, 67-68.
3
imperialisme yang menghasilkan benturan keras antara kebudayaan Barat dengan ajaran Islam, sampai kepada materialisme, kapitalisme, industrialisme yang telah berhasil mengubah sistem berpikir dan struktur sosial.9 Sebagai respon dari tantangan di atas, para pemikir dan intelektual muslim melancarkan berbagai upaya modernisasi yang muncul dalam berbagai ragam dan karakteristiknya. Modernisasi pesantren merupakan salah satu pendekatan untuk penyelesaian jangka panjang atas berbagai persoalan umat Islam pada saat ini dan pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, modernisasi pesantren adalah suatu bagian penting dalam melahirkan peradaban Islam yang modern. Langkah
awal
munculnya
modernisasi
pesantren
dimulai
ketika
pemerintah Belanda mengadakan suatu penelitian tentang pendidikan masyarakat Jawa. Penelitian itu bertujuan untuk melaksanakan satu jenis pendidikan yang berdasarkan pribumi murni, secara teratur dan disesuaikan dengan masyarakat desa, yang dihubungkan erat pada pendidikan Islam yang sudah ada sebelumnya. Akan tetapi dalam kenyataanya, dalam reorganisasi dan pengembangan sistem pendidikan kolonial, pemerintah Belanda selalu memilih jalan lain daripada menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan Islam. 10 Pada saat yang sama, di Minahasa dan Maluku terdapat sejumlah sekolah yang didirikan dan dikelola oleh Zending,
9
11
tetapi mendapat subsidi dari
Modernisasi Pendidikan Pesantren, Mohammad Muchlis Solihin. Tadris, Volume 6, no. 1 Juni 2011, h. 31 10 Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern (Jakarta: LP3ES 1974), h.2. 11 Seperti halnya pesantren sebagai jenis pendidikan Islam yang mengajarkan al-Quran sebagai inti pendidikannya, Zending adalah salah satu jenis pendidikan Kristen yang memusatkan diri pada terjemahan kitab Bibel sebagai buku yang terpenting dalam inti pendidikannya.
4
pemerintah. Sama seperti lembaga pendidikan Islam di Indonesia, pola pendidikan ini hampir 100 persen memusatkan diri pada pendidikan agama. Inspeksi pendidikan kolonial secara aktif banyak terlibat dalam pendidikan Kristen di Minahasa dan Maluku tersebut, Bahkan seiring berjalannya waktu pemerintah Belanda mengusulkan agar mutu pelajaran umum disekolah tersebut diperbaiki dan ditingkatkan, sedang mata pelajaran agama dikurangi.12 Dalam perkembangan selanjutnya, sekolah Zending ini akhirnya masuk ke dalam sistem pendidikan umum gubernemen. Secara teknis, memasukkan sekolah tersebut ke dalam sistem sekolah umum lebih mudah daripada memasukkan pesantren ke dalam sistem pendidikan umum. Hal itu antara lain di sebabkan para murid sekolah tersebut sudah terbiasa dengan tulisan latin. Bahasa Melayu yang merupakan bahasa asing bagi para murid, kenyataannya lebih mudah dibandingkan dengan bahasa Arab. Bagi para juru tulis dan pegawai gubernemen lainnya, bahasa Melayu merupakan bahasa yang sangat penting dalam tugas sehari-hari mereka. Disamping itu, pada sekolah-sekolah Zending tersebut sudah diberikan dasar-dasar ilmu hitung. Faktor lain yang tak kalah pentingnya dalam proses penggabungan tersebut yaitu disebabkan sudah lama pemerintah mencampuri sekolah-sekolah tersebut (karena hubungan organisatoris antara pemerintah dan Zending) dan Zending juga mempunyai hubungan yang lebih mudah dengan pemerintah dibandingkan dengan Islam. Oleh karena itu dapat
12
Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, h. 6.
5
dipahami, kalau sekolah Zending tersebut lebih mudah masuk sistem pendidikan umum daripada lembaga pendidikan Islam.13 Memang, titik tolak untuk mengembangkan pendidikan pada dasawarsa terakhir abad lalu belum merupakan satu bentuk pendidikan umum, melainkan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan pegawai Gubernemen. Maka mudah dipahami kalau metode zending tersebut lebih dekat dengan keinginan pemerintah dibandingkan dengan sistem pendidikan Islam. Sekolah Islam (pesantren) semenjak itu mengambil jalan sendiri, lepas dari Gubernemen, tetap berpegang pada tradisinya sendiri, tetapi juga terbuka untuk perubahan dalam tradisi tersebut. Demikianlah semenjak permulaan abad ini, pendidikan Islam mulai mengembangkan satu model pendidikan sendiri yang berbeda dan terpisah dari sistem pendidikan Belanda, maupun sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, bukanlah timbul akibat penyesuaiannya dengan sistem pendidikan Islam tradisional. Sebaliknya sistem pendidikan Islam seperti yang terlihat sekarang ini seiring berkembangnya zaman akan menyesuaikan diri masuk ke dalam sistem pendidikan umum.14 Dalam hal ini, perkembangan pesantren memulai bentuk transformatifnya sejak awal abad 20. Perkembangan itu meliputi kurikulum, metode mengajar, dan kelembagaan. “Dalam kurikulum terdapat perkembangan sejak 1906 ketika kerajaan Jawa di Surakarta mendirikan Manba’ul Ulum, tempat mendidik caloncalon pejabat agama, dengan memasukkan kurikulum Barat ke dalam pendidikan 13 14
Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, h. 5. Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, h. 7.
6
agama. 15 Pesantren mulai memasukkan unsur pendidikan umum berupa mata pelajaran membaca tulisan latin, dan aljabar, ke dalam kurikulumnya. Setelah itu, prakarsa terhadap pembaharuan ditandai dengan kemunculan organisasiorganisasi Islam modern seperti Jami’at al-Khair (1905), Persyarikatan Ulama (1911), Muhammadiyah (1912), Syarikat Islam (1912), Al-Irsyad (1913), Persis (1923), dan Nahdlatul Ulama (1926). Dimana organisasi-organisasi tersebut mendirikan lembaga pendidikan masing-masing.16 Dengan gerakan-gerakan pembaharuan tersebut, Pesantren yang pada mulanya selalu berwatak tradisional, dalam rangka menghadapi realitas perkembangan zaman, banyak yang bermetamorfosis dengan cara mengadaptasi diri dan mengadopsi sistem demi menjaga keberlangsungannya. Hal ini dilakukan dengan cara mengubah struktur kelembagaan dan sistem pendidikan menjadi model madrasah atau mengadopsi bentuk madrasah atau sekolah formal sebagai bagian dari struktur kelembagaan pesantren. Dengan cara itu, lahirlah corak modern dalam sistem pendidikan Islam di pesantren, yang merupakan percampuran antara sistem pendidikan Islam tradisional dan sistem pendidikan modern.17 Masuknya ide-ide pembaruan pemikiran pendidikan Islam di Indonesia menginspirasi para pembaharu untuk mengadopsi nama madrasah sebagai nama sebuah lembaga pendidikan Islam yang telah disemangati oleh semangat baru.
15
Kuntowidjojo, Menuju Kemandirian Pesantren dan Pembangunan Desa,(Prisma I, 1988), h. 106. 16 K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 8. 17 Ahmad Syamsyu Rizal, “Transformasi Corak Edukasi,” h. 96.
7
Diantara ulama yang berjasa dalam menggagas tumbuhnya madrasah di Indonesia antara lain Syekh Abdullah Ahmad, pendiri Madrasah Adabiyah di Padang tahun 1909. Pada tahun 1915 Madrasah ini menjadi HIS Adabiyah yang tetap mengajarkan agama.18 Syekh M. Thalib Umar, pada tahun 1910 mendirikan Madrasah School di Batu Sangkar. Tiga tahun kemudian madrasah ini ditutup dan baru pada tahun 1918 dibuka kembali oleh Mahmud Yunus dan pada tahun 1923 madrasah ini berganti nama dengan Diniyah School. Dikalangan organisasi Islam pun giat pula melaksanakan pembaruan dalam bidang pendidikan, tercatat di antaranya yang termasyhur adalah Muhammadiyah di Yogyakarta oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912.19 Organisasi lainnya adalah al-Irsyad didirikan di Jakarta pada tahun 1913. Lembaga ini mengasuh sekolah-sekolah umum dan agama, memiliki Madrasah Awaliyah (3 tahun), Madrasah Ibtidaiyah (4 tahun), Madrasah Tajhiziyah (2 tahun), Madrasah Mu’allimin (4 tahun), dan Madrasah Takhasus (2 tahun).20 Madrasah-Madrasah yang disebutkan diatas, baik yang dikelola pribadi ataupun organisasi belum menunjukkan keseragaman dalam berbagai hal seperti lamanya belajar, jenjang pelajaran dan kurikulum. Dalam perbandingan antara
18
HIS (Hollandsch-Inlandsche School) merupakan sekolah dengan status tertinggi. Sekolah yang mempunyai kurikulum 7 tahun ini, khusus bagi murid-murid Indonesia yang berasal dari kalangan keluarga terkemuka baik dari segi jabatan, keturunan, penghasilan maupun pendidikan. 19 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana 2007), h. 96. 20 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan, h. 97.
8
bobot mata pelajaran agama dan umum, juga berbeda antara satu madrasah dengan madrasah lainnya. 21 Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan, pemerintah Indonesia membentuk sebuah panitia untuk merumuskan kebijaksanaan pendidikan yang dibentuk pada akhir tahun 1945. Dalam laporannya mengenai bentuk pendidikan Islam yang lama dan baru menyatakan: “Madrasah dan pesantren-pesantren yang pada hakekatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata, yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapatkan perhatian dan bantuan yang nyata dengan berupa tuntutan dan bantuan materil dari pemerintah”. Karena lembaga pendidikan ini memberikan pendidikan agama, maka ia dimasukkan dalam Departemen Agama.22 B. Konsep Modernisasi Pesantren Modernisasi pesantren merupakan proses perubahan pesantren ke arah penyempurnaan keadaan. Kata modernisasi sebenarnya mencakup dua buah proses, yaitu menggalakan kembali nilai-nilai hidup positif yang telah ada, selain mencakup pula pergantian nilai-nilai lama dengan nilai-nilai baru yang dianggap lebih sempurna. Proses pergantian nilai itulah yang disebut Modernisasi. 23 Selanjutnya, konsep modernisasi pesantren meliputi beberapa aspek yaitu, kepemimpinan pondok pesantren, institusi pendidikan yang dibentuk, kurikulum
21
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan, h. 97. Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, h. 97. 23 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, Cet III (Yogyakarta: LKiS 2010), h. 53. 22
9
yang digunakan, metode pendidikan yang diterapkan, serta fasilitas penunjang yang disediakan. 1. Kepemimpinan Kepemimpinan pondok pesantren modern tidak menggunakan sistem kepemimpinan kiai saja tetapi kepemimpinan kolektif yayasan sehingga pondok pesantren membutuhkan kerja tim yayasan, bukan hanya seorang kiai semata, meskipun pada dasarnya keputusan peraturan masih tetap dibawah wewenang kiai. Dengan sistem ini beban kiai menjadi lebih ringan karena ditangani secara bersama sesuai dengan tugas masing-masing. Jika sebuah pondok pesantren tradisional sering kali mengalami ketiadaan regenerasi kepemimpinan karena keturunan kiai tidak mampu atau tidak ada yang mampu melanjutkan estafet kepemimpinannya, maka dengan adanya sistem kolektif yayasan ini hal tersebut bisa ditanggulangi karena jika tidak ada keturunan kiai yang menjadi pengurus pondok pesantren maka masih ada kader-kader lain pengurus yayasan yang memiliki kepribadian unggul dan tingkat keilmuan tinggi yang nantinya akan dipilih untuk meneruskan kepemimpinan pondok pesantren.24 Keberadaan yayasan di pondok pesantren memang memiliki konsekuensi logis. Yayasan ini mengubah mekanisme manajerial pondok pesantren, di sini kebijaksanaan pesantren bersifat kolektif dan ditangani bersama menurut pembagian tugas masing-masing individu, meskipun peran
24
Mujammil Qomar, Pondok Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi, (Jakarta: Erlangga 2005), hlm. 44.
10
kiai masih dominan secara legal-formal. Ketentuan-ketentuan yang menyangkut kebijaksanaan pendidikan merupakan konsensus semua pihak. Yayasan memiliki peran yang cukup besar dalam pembagian tugas-tugas yang terkait dengan keberlangsungan pendidikan pondok pesantren meskipun otoritas wewenang masih ditentukan oleh Kiai atau pendiri pesantren. Kepemimpinan kolektif adalah benteng pertahanan pondok pesantren. Kelangkaan kepemimpinan pondok pesantren selalu diantisipasi dengan menyiapkan kader-kader yang dinilai potensial untuk memimpin, mengasuh, dan mengembangkan lembaga pendidikan pondok pesantren tersebut. 25 2. Institusi Bentuk institusi yang digunakan dalam pondok pesantren modern adalah berupa sekolah yang disebut madrasah. sebelum abad 20 tradisi pendidikan pondok pesantren tidak megenal istilah madrasah, kecuali pengajian al-Qur’an, masjid, pondok pesantren, surau, atau langgar. 26 Kehadiran madrasah sebagai sebuah institusi pondok pesantren memiliki konsekuensi yang signifikan karena sistem pendidikan yang dibawa madrasah ini dalam banyak hal berbeda dengan sistem pondok pesantren tradisional. Pada madrasah terdapat tujuan institusional yang tertulis, kurikulum yang distandarkan, metode pengajaran yang ditentukan, seleksi penerimaan siswa baru serta persyaratannya, tenaga pengajar yang harus
25
Musthofa Rahman, Menggugat Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm, 107. 26 Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, h. 4
11
memiliki standar kelayakan mengajar, masuknya ilmu umum, evaluasi tahunan dan sebagainya. Berbeda dengan sistem institusi berupa surau, masjid atau pondok, institusi madrasah dituntut melakukan perubahan-perubahan strategis dalam bidang manajemen. Dengan keberadaan madrasah di pondok pesantren diharapkan mampu menunjukkan gambaran baru tentang lembaga pendidikan yang modern. Madrasah mengalami perkembangan secara progresif karena sistem madrasah ini di samping memberikan materi umum juga menanamkan ajaran keagamaan yang tidak terbatas pada ranah kognitif, tetapi juga pada tataran etika, moral, dan tingkah laku.27 3. Kurikulum Kurikulum yang digunakan pondok pesantren modern adalah memasukkan materi pelajaran umum dan keterampilan dalam kurikulum pondok pesantren. Memang titik pusat pengembangan keilmuan di pondok pesantren adalah imu-ilmu agama dan ditunjang ilmu-ilmu lain seperti ilmuilmu sosial dan ilmu pengetahuan alam, ilmu-ilmu tersebut sebagai penunjang bagi ilmu-ilmu agama. Maka orientasi keilmuan pondok pesantren tetap terpusat pada ilmu-ilmu agama, sementara itu, ilmu-ilmu umum dipandang sebagai suatu kebutuhan. Adapun kurikulum keterampilan yang diberikan tujuannya adalah agar santri mampu hidup mandiri di tengahtengah masyarakat juga untuk membuka wawasan berpikir keduniaan.28
hlm 232.
27
Faisal Ismail, NU Gusdurisme dan Politik Kiai, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999),
28
Kuntowidjojo, Menuju Kemandirian Pesantren dan Pembangunan Desa, hlm. 236.
12
Pesantren modern melakukan perubahan kurikulum yang lebih integratif. Santri perlu diberikan bukan hanya ilmu-ilmu yang terkait dengan ritual keseharian yang bersifat praktis-pragmatis, melainkan juga harus dibekali ilmu-ilmu yang berbau pengetahuan umum.29 4. Metode Pendidikan Dari aspek metode pendidikan yang dilaksanakan sebuah pondok pesantren,
pondok
pesantren
modern
menggunakan
metode-metode
pendidikan yang kombinatif. Yang dimaksud dengan metode kombinatif adalah
pembaharuan
metode-metode
yang
lama
dengan
cara
mempertahankan keunggulan metode-metode kemudian meminimalisir kelemahan metode-metode tersebut. Hal ini sesuai dalam Muktamar I Rabithat al- Ma’āhid dimana muktamar tersebut beraggotakan para kiai dari berbagai pondok pesantren pada tahun 1959, yang memutuskan bahwa metode tradisional diperbaharui dengan menggunakan metode tanya-jawab, diskusi, seminar, proyek, karya wisata, problem solving.30 Secara garis besar metode tanya-jawab, diskusi, dan seminar adalah kebalikan dari wetonan dan sorogan. Jika dalam metode sorogan dan wetonan pembelajaran yang terjadi hanya satu arah; kiai menerangkan kitab, santri mendengarkan. Maka metode tanya jawab, diskusi, dan seminar merupakan metode pembelajaran yang melibatkan dua arah antara pemberi materi ajar dan pembelajar, dalam hal ini antara kiai dan santri.
29 30
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren,h. 160. Mujammil Qomar, Pondok Pesantren, hlm. 136-137.
13
5. Fasilitas Dilihat dari fasilitas yang disediakan, fasilitas di pondok pesantren modern dapat dikatakan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan para santri terkait dengan kebutuhan kurikulum yang menjadi konsekuensi perubahan bentuk institusi pendidikan tersebut. Pondok pesantren modern memiliki fasilitas yang memadai untuk menunjang proses belajar-mengajar yang optimal. Sebagai contoh, pondok pesantren modern memiliki perpustakaan sebagai fasilitas untuk para santri membaca maupun mempelajari berbagai bidang ilmu pengetahuan dari berbagai literatur yang ada. Sehingga para santri tidak hanya mendapatkan informasi ilmu pengetahuan langsung dari kiai saat mengajarkan kitab-kitab klasik yang mereka pelajari, melainkan juga dari literatur yang mereka gali di perpustakaan yang tersedia.31 Jika pada awal perkembangan berdiri sebuah pesantren, bentuk institusinya bukanlah sebuah sekolah yang bernaung di bawah instansi pemerintahan melainkan hanya sebuah surau, atau masjid, maka pondok pesantren modern yang sudah bernaung di bawah instansi pemerintah, baik Departemen Pendidikan Nasional maupun Departemen Agama dalam bentuk sekolah-sekolah Islam terpadu atau madrasah. Bentuk institusi ini memiliki perbedaan jenjang kelas pendidikan yang jelas sehingga pondok pesantren modern memiliki fasilitas kelas untuk masing-masing tingkatan pegajaran.32 Begitu pula dengan perbedaan materi kurikulum yang diajarkan, pondok pesantren modern yang bernaung dibawah instansi pemerintahan 31 32
Mujammil Qomar, Pondok Pesantren, hlm. 29-30 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan, h. 99..
14
harus memenuhi kurikulum yang telah ditetapkan pemerintah. Saat ini seorang santri perlu mencari rujukan dengan browsing data dari internet atau mencari buku-buku lain yang tidak hanya buku agama melainkan juga bukubuku materi pelajaran standar nasional, seperti buku matematika, kamus bahasa Inggris, dan buku-buku lainnya. Kurikulum seperti ini membuat kebutuhan akan perpustakaan yang dilengkapi fasilitas internet terdapat di pesantren modern. Dalam metode pengajaran modern, para santri membutuhkan komputer, laboratorium sebagai tempat praktek sebuah materi ajar, berupa laboratorium komputer, laboratorium fisika, laboratorium biologi, maupun laboratorium bahasa. Konsep modernisasi pondok pesantren yang merupakan perpaduan antara pola pendidikan tradisional dan pola pendidikan modern diharapkan mampu menjadi sarana yang efektif dalam membentuk manusia modern. Namun ada hal yang lebih penting dalam hal itu ialah pondok pesantren diharapkan mampu menyelesaikan masalah moral dan etika ilmu pengetahuan modern. Hal tersebut dikarenakan peradaban modern dengan tekhnologi dan ilmu pengetahuannya miskin moral dan etika. Dalam tulisannya Nurcholish Madjid menyebutkan: “Kini muncul banyak kritikan kepada peradaban modern dengan tekhnologi dan ilmu pengetahuannya itu. Dari sudut pandang Islam, hanya segi metode dan empirisme ilmu pengetahuan modernlah yang nampaknya absah
15
(valid). Sedangkan dalam hal moral dan etika, ilmu pengetahuan modern amat miskin. 33 Hal ini bisa menjadi sumber ancaman lebih lanjut umat manusia, disinilah letak inti sumbangan Islam dengan sistem keimanan berdasarkan tauhid itu, kaum muslimin diharapkan mampu menawarkan penyelesaian atas masalah moral dan etika ilmu pengetahuan modern. Manusia harus disadarkan kembali atas fungsinya sebagai ciptaan Tuhan, yang dipilih untuk menjadi khalifahnya, dan harus mampu mempertanggung jawabkan seluruh tindakannya di muka bumi ini kepadanya. Ilmu pengetahuan berasal dari Tuhan, dan harus digunakan dalam semangat mengabdikanya.34 C. Urgensi Modernisasi Pesantren Pembahasan mengenai pesantren selalu menjadi kajian yang menarik dan telah menjadi wacana umum seiring dengan adanya perkembangan zaman. Upaya pengembangan dan pembinaan pondok pesantren dapat dikatakan sebagai upaya transformasi pondok pesantren agar tetap survive dan berkembang ke arah yang lebih baik. Di samping itu pesantren diharapkan tetap eksis di tengah-tengah masyarakat yang serba modern.35 Seiring dengan perkembangan dunia modern yang ditandai dengan lahirnya arus informasi dan globalisasi, pesantren dihadapkan pada sejumlah tantangan dan persoalan yang semakin kompleks, kemampuan pesantren untuk
33
h. 276.
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 2008),
34
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 276. Qori Azizy, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, Departemen Agama Republik Indonesia, 2003), hlm. 28 35
16
menjawab tantangan tersebut dapat dijadikan sebagai tolok ukur seberapa jauh pesantren dapat mengikuti arus modernisasi.36 Suatu lembaga pendidikan akan dapat menyelenggarakan pendidikannya jika ia dapat mengintegrasikan dirinya dalam kehidupan masyarakat yang mengelilinginya. Pesantren perlu mengadakan transformasi sistem pendidikannya – dari yang tradisional menuju yang modern – agar lulusan dari pesantren bisa menjadi tenaga terampil, pemimpin masyarakat, dan menjadi intelektual yang taat beragama. Dalam konteks ini pesantren perlu merekonstruksi kembali sistem pendidikannya agar tujuan pendidikannya dapat dicapai. Karena pesantren sekarang ini menghadapi tantangan-tantangan baru yaitu tantangan pembangunan, kemajuan, pembaharuan, serta tantangan keterbukaan dan globalisasi.37 Keharusan untuk mengadakan transformasi sistem pendidikan ini sesungguhnya sudah dimaklumi, mengingat dunia pesantren telah mengenal kaidah sebagai berikut: المحافظة على القديم الصالح واالخذ بالجديد االصلح Kaidah tersebut merupakan legalitas kuat atas segala rekonstruksi dan transformasi sistemuntuk membentuk model pesantren asalkan tidak terlepas dari bingkai al-ashlah.38 Karena itulah, pesantren perlu melakukan langkah-langkah penyesuaian yang mereka yakini akan memberikan manfaat bagi kaum santri, dan mendukung 36
Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, hlm. 80 Mujaiml Qomar, Pesantren, Dari transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta, Erlangga, 2005), h. 73 38 Masraeni, “Pesantren di Tengah Masyarakat Global,” Majalah Pesantren Lakspesdam NU, 2002, h. 41 37
17
keberlangsungan dan kebertahanan pesantren, seperti sistem penjenjangan (klasikal) dan kurikulum yang terencana, jelas dan teratur.39 Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī misalnya yang merupakan salah satu pondok pesantren salaf di Kabupaten Cirebon yang mengambil respon adaptif-selektif dalam mengikuti perkembangan zaman dengan mengadakan pola pengembangan dan transformasi sistem pendidikannya yang bisa dilihat dari berbagai aspek diantaranya, Sekolah umum dan kejuruan, laboratorium bahasa (Arab-Inggris) dan berbagai jenis latihan ketrampilan misalnya, sekolah-sekolah umum seperti MI, SMP, SMK, dan MA. Meskipun telah melakukan pengembangan dan transformasi sistem pendidikannya tetapi pesantren tersebut tidak meninggalkan metode dan sistem lama yaitu sorogan dan bandongan. Hal ini dilakukan agar pesantren masih tetap relevan dan sesuai dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan tradisi lama yang masih sesuai dengan kondisi yang sekarang, karena diharapkan output (lulusan) dari pesantren ini tidak hanya mempunyai akhlak yang baik, intelek, dan mempunyai spiritualitas yang tinggi, tetapi juga mempunyai ketrampilanketrampilan yang sesuai dengan bakat masing-masing santri.
39
Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah Sekolah: Pendidikan dalam Kurun Waktu Modern (Jakarta: LP3ES, Cet. II 21994), h. 65-67.
18
1
BAB IV Analisis Pembaruan Proses Belajar Mengajar Di Pondok Pesantren Maʻhad Sighār Al-Islāmī Gedongan-Ender Cirebon A. Pembaharuan Integrasi Kurikulum di Pondok Pesantren Maʻhad Sighār alIslāmī. Sebagai lembaga pendidikan yang mendidik santri menjadi anak manusia yang bermanfaat dalam kehidupan di dunia dan di akheratnya, pesantren dalam konteks pencapaian tujuan pendidikannya tidak bisa dipisahkan dengan kurikulum yang didesainnya. Oleh karena itu, bukan sesuatu yang naif dan dipandang perlu adanya pembaharuan integrasi kurikulum pesantren yang mumpuni sekaligus dapat mengantisipasi perkembangan ilmu dan teknologi saat ini. Sebagian besar pondok pesantren dewasa ini merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam, serta menyelenggarakan pendidikan formal berbentuk madrasah dan bahkan sekolah umum dalam berbagai tingkatan dan sekolah kejuruan menurut kebutuhan masyarakat masing-masing. Sistem pendidikan formal yang diselenggarakan di pondok pesantren modern mempunyai kurikulum pendidikan yang berbeda dari pendidikan nasional pada umumnya karena memadukan kurikulum Departemen Pendidikan Nasional dan Departemem Agama, selain itu kurikulum khusus yang dibuat oleh pondok pesantren seperti pengajaran kitab kuning dalam sistem madrasah merupakan ciri khusus sistem dan proses pendidikan di dalam pesantren. Melalui proses pendidikan di dalam
pesantren ini, diharapkan terwujudnya pribadi-pribadi Islami yang tidak hanya memiliki kecerdasan secara intelektual semata, namun pribadi yang juga memiliki akhlak mulia, beriman, kreatif dan inovatif. Tujuan dari pembaharuan integrasi kurikulum pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī adalah berusaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī, dengan tujuan agar para santrinya bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap bentuk perubahan zaman dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat, karena mereka memiliki kemampuan yang siap pakai. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka memperbarui sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahanperubahan yang bisa dilihat di pesantren modern mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan dari luar dirinya, diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.1 Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī secara umum mengembangkan kurikulum terpadu yang termasuk didalamnya Kurikulum Terpadu Satuan Pendidikan (KTSP) maupun Kurikulum Berbasis Kompetensi yang diterapkan oleh pemerintah. Kurikulum terpadu yang dimaksud adalah adanya keterpaduan seluruh aspek dari materi bahan ajar, kandungan materi baik secara praktek maupun secara teori.2
1 2
wawancara dengan K.H. Bisyri Imam, M.Ag, Minggu, 7 Januari 2016. Pedoman Materi Orientasi Pondok Pesantren Sighār, h. 6
2
Kurikulum pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī adalah kurikulum yang dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan yang di dalamnya meliputi penyiapan dan perencanaan dari SDM, manajemen, pendidikan pembelajaran, muatan, atau bahan
ajar
hingga
kegiatan-kegiaatan
di
luar
sekolah.
Kesemuanya
itu
dipertimbangkan secara komprehensif agar dapat menjadi kendaraan untuk mencapai tujuan yang sudah ada. Tujuan pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī – sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam – sesuai dengan visi pondok pesantren yaitu sebagai pusat pendidikan dan pengembangan kepribadian peserta didik yang integratif dan berwawasan global. Selain visi yang telah dituliskan diatas, misi pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī juga diantaranya sebagai berikut: 1). Membina siswa yang menguasai bahasa Internasional (bahasa Arab dan Inggris), kuat iman, dan unggul dalam ilmu pengetahuan.2). Melahirkan lulusan yang berkualitas integratif, menguasai disiplin ilmu ke-Islaman dengan metodologi kontemporer dalam rangka Muhfadhah ̒ala alqadīmi al-sālih wa al-akhdzu bi al-jadīdi al-aslah. 3). Menciptakan lembaga pendidikan sebagai sarana pengembangan ilmu-ilmu ke-Islaman dalam rangka pemberdayaan (empowering) masyarakat. 4). Mengembangkan kegiatan pendidikan dan pengembangan model-model pendidikan yang bertaraf internasional dan mempunyai akuntabilitas publik. Tujuan visi dan misi tersebut kemudian diterapkan dalam 7 komitmen, yaitu; 1. Akhlakul karimah, 2. Intelektualitas dan profesionalitas, 3. Hidup untuk
3
pengabdian, 4. Peduli terhadap kemajuan, 5. Kemandirian dalam berkarya, 6. Kebersamaan dalam semua hal, dan 7. Nasionalisme.3 Disamping itu berkaitan dengan muatan dan bahan ajar yang akan dipergunakan, pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī juga telah melakukan evaluasi dan kritisi dengan memadukan muatan-muatan kurikulum nasional dan kurikulum pesantren (lokal). Dari segi muatannya kurikulum yang ada diharapkan lebih padat dan ramping namun tetap fleksibel sesuai dengan kebutuhan pesantren. Pembaharuan integrasi kurikulum juga dirancang dengan pertimbangan bahwa seluruh proses pembelajaran baik di kelas maupun diluar kelas didekati sebagai sebuah satu kesatuan yang padu utuk mencapai tujuan pendidikan pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī juga. Hal tersebut juga kemudian mempunyai konsekuensi bahwa guru-guru juga harus mempunyai kompetensi dasar, sehingga tujuan pembaharuan integrasi kurikulum dari segi muatannya akan mengenai sasaran.4 Dalam hal ini, sebagai bentuk penerapan integrasi kurikulum pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī terdapat berbagai lembaga madrasah atau sekolah yang mengintegrasikan kurikulum pemerintah dan kurikulum lokal. Diantaranya: 1. Madrasah Ibtidaiyah (MI) Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Sighār berdiri pada tahun 1992. Pendirian Madrasah Ibtidaiyah ini diproyeksikan sebagai sekolah alternatif yang diharapkan dapat memberikan jawaban atas mutu dan kualifikasi lulusan Madrasah Ibtidaiyah 3 4
wawancara dengan Lurah pondok , Minggu, 7 Januari 2016. wawancara dengan K.H. Bisyri Imam Al-Sighār, Minggu, 7 Januari 2016.
4
yang ada, adapun kompetensi dasar yang akan dicapai adalah membentuk sikap mental anak dengan mengembangkan kemampuan intelektual, emosional dan spiritual dengan penanaman aqidah sahīhah dan akhlaq karīmah serta melalui kegiatan pembiasaan anak mengerjakan praktek-praktek ibadah di sekolah. Guru-guru di Mi Al-Sighār adalah para pengurus pondok pesantren baik sarjana maupun non sarjana, seluruhnya merupakan guru tetap yayasan non-PNS. Adapun kepengurusan MI Al-Sighār dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah yaitu Nida Istiqomah S.Pd.I. Kepala sekolah mewakili di bidang kesiswaan dan kurikulum serta masing-masing wali kelas. MI Al-Sighār melaksanakan Krikulum Pendidikan Nasional dalam bentuk KTSP dan Kurikulum Lokal dengan sistem integrasi kurikulum. Penjabaran dari penerapan kurikulum dengan integrasi kurikulum di MI Al-Sighār adalah pelaksanaan 100 % kurikulum pendidikan nasional (KTSP), pelaksanaan 100 % kurikulum muatan lokal. Kurikulum KTSP merupakan kurikulum berkesinambungan dengan inti pendidikan yang ada di bawah naungan pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī, dan seluruh aktifitas pembelajaran dilaksanakan dengan senantiasa mengaitkannya dengan ayat-ayat al-Qur’an (sebagai amanah visi). 5 Adapun sistem integrasi kurikulum yang terdiri atas keterpaduan KTSP dan kurikulum lokal meliputi mata pelajaran wajib berupa: Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam,
5
wawancara dengan Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Al-Sighār, Minggu, 7 Januari
2016.
5
Ilmu Pengetahuan Sosial, Bahasa Indonesia, Kerajinan Tangan dan Kesenian, serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Adapun muatan lokal yang dikembangkan berdasarkan visi pesantren dengan mengintensifkan bahasa Arab dan Inggris, Qiroati, Praktek Ibadah, Tahfidz, Kaligrafi, dan Komputer.6 Sebagaimana rumusan integrasi kurikulum pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī yang menginginkan adanya keterpaduan seluruh aspek dari materi bahan ajar, kandungan materi negeri (materi dari Depag) dan pesantren (materi khusus), baik secara praktek dan secara teori, maka MI Al-Sighār benar-benar menerapkan metode praktek dari teori yang diajarkan. Jadi selain metode-metode umum yang diajarkan materi wudhu (bersuci sebelum salat) maka setelah itu mereka akan langsung praktek salat di Masjid pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī begitupun dengan pelajaran umum seperti Penjaskes, mengenalkan mereka dengan beberapa olahraga seperti bermain bola, berenang, dan lain sebagainya. 2. Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al-Sighār berdiri pada tahun 2007. SMP Al-Sighār secara substantif memiliki muatan pendidikan agama yang kuat untuk mencapai penyelenggaraan sekolah. Guru-guru yang mengajar di SMP Al-Sighār terdiri atas beberapa orang guru tetap yayasan non-PNS ditambah dengan guru khusus agama serta satu orang guru olahraga, serta Kepala Sekolah.
6
wawancara dengan Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Al-Sighār, Minggu, 7 Januari
2016.
6
SMP Al-Sighār juga menggunakan KTSP dan kurikulum khusus yang dalam penyusunannya berdasarkan pada substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelas VII sampai kelas IX. Strukutur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran. Kurikulum SMP Al-Sighār disusun atas tiga komponen berdasarkan konsekuensi dari penerapan KTSP yaitu komponen mata pelajaran umum, muatan lokal, dan pengembangan diri. Adapun uraian komponen-komponen tersebut adalah berupa komponen mata pelajaran umum yang meliputi Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Adapun komponen muatan lokal yang dikembangkan berdasarkan potensi daerah dan potensi satuan pendidikan meliputi mata pelajaran bahasa kromo, Lingkungan hidup, English conversation, Materi dasar Islam, Bahasa Arab, serta tahfidz. Selanjutnya komponen pengembangan diri yang merupakan pengembangan bakat dan minat siswa sesuai dengan kondisi sekolah. Komponen pengembangan terbagi menjadi dua sub komponen, yaitu pelayanan konseling yang meliputi pengembangan kehidupan pribadi, kemampuan sosial, kemampuan belajar, serta wawasan dan perencanaan karir serta yang berupa ekstrakurikuler, meliputi kegiatankegiatan kepramukaan, OSIS, sepakbola, jurnalistik, marawis, pencak silat,
dan
kerohanian Islam (ROHIS). Adapun tujuan dari penambahan komponen muatan lokal dan pengembangan diri di samping komponen materi pelajaran umum adalah sebagai bentuk dari 7
integrasi kurikulum yang dicanangkan oleh pondok pesantren. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi siswa pondok pesantren dimana materinya tidak menjadi bagian dari mata pelajaran lain atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Sedangkan komponen pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan potensi, kondisi, dan perkembangan peserta didik dengan memperhatikan kondisi sekolah atau madrasah. Secara umum metode pendidikan yang diterapkan di SMP Al-Sighār sama dengan yang diterapkan di MTs. Perbedaannya adalah, pada SMP Al-Sighār diterapkan metode halaqoh serta tahfidz serta kewajiban memakai bahasa Arab dan Inggris dikesehariannya. Metode tersebut merupakan bentuk intensifitas pengajaran yang dipandu oleh guru pembimbing yang juga merupakan guru SMP Al-Sighār. Selain berisi tentang pendalaman materi agama Islam, metode yang diterapkan di SMP Al-Sighār juga merupakan perpanjangan tangan dari bimbingan konseling sekolah, terutama dalam metode halaqoh terdapat pembimbingan lebih dalam maupun pengawasan terhadap siswa baik yang berkaitan dengan kehidupan mereka di sekolah maupun di rumah maka tidak jarang dalam metode halaqoh banyak siswa yang bercerita permasalahan yang bersifat pribadi kepada guru pembimbing.7
wawancara dengan Kepala Sekolah Sekolah Menengah Pertama Al-Sighār, Minggu, 7 Januari 2016. 7
8
3. Madrasah Aliyah Madrasah Aliyah Al-Sighār adalah sekolah lanjutan tingkat atas yang secara yuridis formal sejajar dengan Sekolah Mengah Atas (SMA). Karena kurikulum seluruh Madrasah Aliyah di seluruh Indonesia mengikuti kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama. Oleh karena itu lembaga pendidikan yang biasa dikenal dengan Madrasah Aliyah Al-Sighār ini mengikuti Ujian Nasional bagi siswa kelas tiga atau tingkat akhir. Dengan demikian, maka lulusan Madrasah Aliyah Al-Sighār dapat melanjutkan ke perguruan tinggi manapun baik negeri maupun swasta dan dapat memilih jurusan apapun yang dikehendaki. Baik jurusan sains (IPA), jurusan sosial (IPS), maupun jurusan agama. Lulusan Madrasah Aliyah Al-Sighār juga dapat melanjutkan ke luar negeri seperti timur tengah (Mesir, Yaman, Siria, Tunisia, Arab Saudi dll). Pada tahun 2010, Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī mulai merintis pengembangan pondok dengan mendirikan Madrasah Aliyah secara terpisah, hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan
tujuan
serta
efektifitas penyelanggaraan
pendidikan formal maupun pesantren dan dengan upaya tersebut diharapkan akan semakin berkembang. Dalam strateginya bersifat memadukan model pesantren dengan sekolah, pendidikan agama dengan pendidikan umum, dengan menggunakan sistem klasikal serta menggunakan kurikulum yang mandiri yaitu hasil perpaduan yang seimbang antara kurikulum Kementrian Agama dan kurikulum pondok. Adanya upaya untuk memadukan kurikulum terpadu dalam Madrasah Aliyah dengan porsi yang disesuaikan pada Kurikulum Kementrian Agama. Pemaduan 9
meliputi isi pelajaran, pemaduan teori dengan praktek dan pelaksanaan pembelajaran. Kurikulum yang diterapkan diharapakan dapat menghasilkan keterpaduan hasil pembelajaran output yang diinginkan yakni keterpaduan iman, ilmu dan amal. Hal ini dirumuskan dalam kompetensi lulusan kurikulum yang harus dicapai, yakni lulusan yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam, mampu berbahasa Arab dan Inggris dengan baik, menulis dan mengkaji literatur berbahasa asing, menghafal alqur’an, serta berjiwa pemimpin. Upaya inovasi dalam mengembangkan sistem pendidikan di Madrasah Aliyah Al-Sighār pada Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī adalah sebagai upaya menyempurnakan sistem pendidikan pesantren dengan madrasah. Langkah inovasi ini sebagai bentuk penyeimbangan pengetahuan ilmu agama dan umum bagi siswa. Mata pelajaran di Madrasah Aliyah Al-Sighār pondok pesantren terintegrasi dengan baik sesuai Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada panyusunan kurikulum nasional sesuai standar kurikulum agar mencapai standar kompetensi, khususnya pada kompetensi-kompetensi dasar. Disadari bahwa kurikulum pesantren memiliki ruh yang berbeda dengan kurikulum Kementrian Agama dalam proses pembentukannya yang mencakup landasan, metode, materi dan sistem evaluasinya. Penerapan integrasi kurikulum memerlukan desain yang sesuai standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik, salah satu upaya yang dilakukan adalah penilaian hasil belajar. Hanya
10
saja pada evaluasi kurikulum meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau seluruh kelompok mata pelajaran.8 4. Sekolah Menengah Kejuruan Keberadaan SMK Al-Sighār yang berada di sebuah lingkungan pondok pesantren di Gedongan Cirebon ini tentu saja akan membawa dampak terhadap pengelolaan pendidikan di pesantren itu sendiri. Selanjutnya akan tumbuh pemahaman baru, bahwa di samping pentingnya mendidik mental, akhlak, dan ilmu agama, serta pendidikan umum, maka pendidikan dengan keahlian/ ketrampilan tertentu yang teruji merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam mempersiapkan dan membekali peserta didik (santri) untuk lebih siap kelak pada saat terjun di masyarakat nanti. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan merupakan kebutuhan hidup orang banyak untuk mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya dalam rangka meningkatkan pandangan hidup, sikap hidup, wawasan dan keterampilan. Oleh sebab itu, proses pendidikan secara integral perlu mengakomodasi berbagai kebutuhan hidup baik yang bersifat sikap/ nilai, maupun keahlian (Skill). Keberadaan SMK Al-Sighār di wilayah Pondok pesantren Maʻhad Sighār alIslāmī sungguh sangat strategis, mengingat di dalam perkembangan pembangunan pendidikan (Pesantren khususnya), salah satu problem yang dihadapi adalah masih minimnya sumber daya manusia di usia produktif yang memiliki keahlian tertentu
8
wawancara dengan K.H. Bisyri Imam, pada hari Kamis, 7 Januari 2016.
11
yang siap menjadi tenaga kerja terampil sesuai dengan bidang keahliannya baik sebagai tenaga kerja maupun untuk modal berrwirausaha secara mandiri, apalagi ditambah dengan memiliki mental agama yang kuat sebagai usaha untuk pencegahan terhadap perilaku yang tidak baik saat tinggal berada di tengah-tengah masyarakat. 9 Pendidikan
kejuruan
merupakan
langkah
awal
siswa
siswi
dalam
memperoleh keahlian kerja sesuai bidang yang diinginkan. pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada suatu kelompok pekerjaan, atau satu bidang pekerjaan dari pada bidang-bidang pekerjaan lainnya. Lebih lanjut dijelaskan rincian dari bidang keahlian pada Sekolah Menengah Kejuruan Al-Sighār yaitu adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Teknik Komputer Jaringan. Pada kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan dengan bidang keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi, program keahlian Teknik Komputer dan Informatika, dan multimedia. Pada kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Al-Sighār, program Kejuruan dengan bidang keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi, serta program keahlian Teknik Komputer dan Informatika, terdapat mata pelajaran baru yakni Pemrograman Dasar dengan alokasi dua SKS pada semester satu dan dua kelas X serta semester satu dan dua kelas XI.
9
wawancara dengan Kepala Sekolah Menengah Kejuruan, Al-Sighār, Minggu, 7 Januari
2016.
12
Sesuai dengan observasi yang dilaksanakan peneliti pada dua SMK Al-Sighār, sumber materi berdasar buku yang disusun oleh dinas pendidikan dan ada pula sumber dari internet. Berdasarkan observasi itu pula diperoleh bahwa media pembelajaran yang berbentuk multimedia pembelajaran berbasis komputer yang digunakan oleh guru adalah media cetak seperti buku, hand out, dan job sheet. Selebihnya dilihat dari motivasi belajar siswa yang berada pada semester ganjil tahun ajaran baru. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan Pasal 80 bahwa: “(1) penjurusan pada SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat berbentuk bidang keahlian; (2) setiap bidang keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas 1 (satu) atau lebih program studi keahlian; (3) setiap program studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri atas 1 (satu) atau lebih kompetensi keahlian”. Selain itu, dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 tahun 2007, tentang pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan pasal 1 bahwa: “(1) pendidikan Agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/ kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan;
(2)
Pendidikan
Keagamaan
adalah
pendidikan
yang
mempersiapkan peserta didik untuk menjalankan peranan yang menuntut 13
penguasaan pengeteahuan tentang ajaran agama dan atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya”. B. Proses Belajar Mengajar di Pondok Pesantren Ma’had Sighār al-Islamī. Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī Gedongan Cirebon merupakan sebuah lembaga pendidikan yang berwajah majemuk. Dalam sepuluh tahun pertama, tujuan pendidikan Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī Gedongan Cirebon ialah untuk mendidik santri menjadi calon ulama. Sekarang ini, tujuan pendidikan Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islami sudah diperluas, yaitu untuk mendidik para santri agar kelak dapat mengembangkan dirinya menjadi “ulama intelektual” (yang bukan hanya pandai dalam bidang agama tetapi juga dalam bidang iptek). Untuk mengejar kedua tujuan tersebut, Pondok pesantren Maʻhad Sighār alIslāmī menyelenggarakan beberapa macam pendidikan: (1) Kelas Bandongan (2) Kelas Sorogan (3) Madrasah al-Huffadh, (4) Keterampilan. Keempat aktifitas pendidikan tersebut diselenggarakan secara terpisah dan pada waktu yang berlainan kecuali Madrasah Huffadh yang memang merupakan kelas khusus. Dengan demikian, setiap santri dapat mengikuti kegiatan sebanyak mungkin aktifitas pendidikan tersebut. Semua santri diharuskan mengikuti salat berjamaah 5 waktu. Sebelum penulis menguraikan satu persatu keempat aktifitas pendidikan tersebut, telebih dahulu penulis akan uraikan kegiatan harian para sanri Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī secara umum. Hal ini penting untuk memperoleh pandangan sekitar tentang gambaran kultur santri. 14
Pada kurang lebih jam 4.30 pagi dimulai aktifitas santri yang ditandai dengan suara bel panjang untuk membangunkan seluruh santri agar segera mandi, berwudu dan mengikuti jamaah subuh. Setelah salat subuh dilakukan pula zikir bersama kurang lebih 15 menit. Kemudian diakhiri dengan doa dari imam salat. Antara jam 5.30 dan 6.30 pagi diberikan pengajian bandongan atau pengajian sorogan di beberapa tempat yang meliputi kitab-kitab yang telah ditentukan sesuai hari-harinya. Antara jam 6.30 - 07.00 pagi, sarapan dan santri yang bersekolah atau kuliah memulai aktifitas sampai selesai. Pada kurang lebih jam 12.30 diselenggarakan salat duhur, diikuti dengan zikir dan doa. Setelah itu santri diberikan waktu untuk beristirahat dan melakukan aktifitas masing-masing. Lalu sekitar jam 03.00 dilakukan salat asar, diikuti dengan zikir dan doa. Setelah solat asar, dari beberapa santri melakukan hafalan mufrodat atau vocabulary atau melakukan hafalan quran masing-masing tergantung kelas dan tingkatannya, kemudian setelah mereka selesai mengerjakannya, biasanya mereka menyetor hafalan tersebut kepada para ustad atau ustadah yang membina masingmasing santri yang telah ditentukan. Setelah itu tiap hari senin diisi keterampilan. Pada waktu kosong seperti setelah duhur dan asar biasanya diisi dengan pembuatan buletin secara bertahap. Tentunya di sini didesain oleh santri yang bisa mengoperasikan komputer dengan program-programnya. Bukan berarti santri yang tidak bisa mengoperasikan komputer tidak dapat berpartisipasi, malah sebaliknya santri tersebut dapat melihat dan belajar sedikit demi sedikit dari tim pembuat buletin itu bekerja. 15
Sebelum melakukan salat jamaah maghrib, para santri berkumpul di masjid, melantunkan salawat. Sekitar jam 06.00 santri melakukan salat maghrib berjamaah, diikuti oleh zikir dan doa. Setelah salat maghrib santri biasaanya mengkaji pelajaran yang sudah diberikan, mereka berdiskusi kecil di masjid, kelas, atau kamar masingmasing kelompok. Sekitar jam 07.30 dilakukan salat Isya, diikuti oleh zikir dan doa, antara pukul 08.00 – 10.00 santri melakukan pengajian kitab klasik berdsarkan tingkatan masing oleh ustad yang telah ditentukan. Dan setelah itu antara jam 10.00 – 04.30 santri dianjurkan untuk beristirahat. Aktifitas harian sebagaimana diuraikan di atas berkaku setiap hari kecuali hari jum’at, karena hari jum’at merupakan hari libur santri dan hanya melakukan ro’an atau kerja bakti membersihkan komplek pesantren dan solat berjamaah 5 waktu. 1. Kelas Bandongan Bandongan atau Balaghan yaitu seorang kiai atau ustadz membacakan dan menjelaskan isi sebuah kitab, dikerumuni oleh sejumlah santrinya, masing-masing memegang kitabnya sendiri, mendengarkan dan mencatat keterangan gurunya itu, baik langsung pada lembaran kitab itu atau pada buku catatan lain. Sejak awal berdirinya Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī K.H. Bisyri Imam mengajarkan kitab-kitab klasik guna diajarkan kepada santri, mulai dari kitab fikih dasar dasar seperti safinah al najah sampai kitab tinggi seperti kitab al-hikam. Menurut K.H. Bisyri Imam, kitab-kitab Islam klasik atau biasa disebut dengan kitab kuning karena kitab kuning 16
merupakan sebuah karya ilmiah para ulama terdahulu yang telah dibukukan. Di dalam kitab kuning terdapat berbagai khazanah keilmuan Islam yang sangat penting untuk dikaji karena: 1). Sebagai pengantar bagi langkah ijtihad dan pembinaan hukum Islam. 2). Sebagai materi pokok dalam memahamai, menafsirkan, dan menerapkan hukum Islam, atau madzhab fikih tertentu baik secara historis maupun secara amaliyah. Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī menerapkan sistem bandongan selain meneruskan tradisi yang sudah ada, sistem bandongan ini juga sebagai saran penguasaan bahasa Arab sebagai salah satu Visi dari pesantren tersebut. 2. Kelas Sorogan Metode ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, santri menyodorkan sebuah kitab dihadapan kiai atau ustadz, kemudian memberikan tuntunan bagaimana cara membacanya, menghafalkannya, agar santri dapat memahami sendiri maksud dan isi dari kitab itu secara mendalam. Cara ini masih digunakan di pesantren ini khususnya dalam mengajarkan tafsir Qur’an dan kitab kuning. Kendatipun sistem pengajaran di pondok pesantren modern mengalami perubahan,
namun
metode
pengajaran
seperti
ini
masih
tetap
dipertahankan dalam pesantren Pondok pesantren Maʻhad Sighār alIslāmī. Kemampuan telaah kitab klasik adalah salah satu keniscayaan yang melekat bagi santri, karena pesantren memiliki tiga kekhasan, yaitu: 17
tradisi kitab kuning, tradisi kesederhanaan, dan tradisi spiritual yang dalam. Dengan demikian, para santri diharapkan bukan saja akan menerima tularan kemampuan baca kitab,tetapi juga akan dapat menjadi media pembudayaan kesederhanaan hidupdan tradisi spiritual yang dalam. 3. Madrasah al-Huffadz Menghafal al-Quran atau di dalam lembaga pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī dinamai dengan Madrasah al-Huffadz. Madrasah alHuffadz adalah suatu lembaga yang para santrinya khusus menekuni bidang al-Quran. Hingga sekarang Madrasah al-Huffadz masih dipimpin oleh Naili Hanani M. Pd atau putri kedua dari K.H. Bisyri Imam dan dibantu oleh para santri senior yang memang sudah hafal al-Quran untuk mengawasi para sanntri yang sedang belajara al-Quran. Pengajian al-Quran diselenggarakan setiap hari kecuali hari jum’at (libur). Waktunya setelah subuh dan setelah maghrib. Dalam pengajarannya, santri SMP sampai dengan MA secara umum menggunakan dua cara: 1. Satu waqof dihafalkan sampai lancar dan betul, tidak berpindah ke waqof
berikutnya hingga benar-benar lancar baru kemudian
melanjutkan ke waqof berikutnya, satu ayat, satu surat, hingga khatam secara keseluruhan. 2. Sebelum ayat-ayat, surat-surat dihafalkan dengan baik, ayat-ayat yang akan dihafal untuk besok dibaca terlebih dahulu, sehingga karena sering dibaca ayat tersebut menjadi mudah untuk dihafal. 18
Dan secara khusus pengajaran al-Quran menggunakan dua cara: 1. Perorangan, yaitu kiai mengikuti santri untuk menghafal suatu ayat, surat atau juz. 2. Jamaah madrasah, yaitu santri menghafal suatu ayat, surat, atau juz kemudian diteruskan oleh santri lain disampingnya hingga selesai. Untuk mentashih (menyaring) kembali hafalan santri yang sudah hafal 30 juz, maka diharuskan melakukan ardhoh secara musafahah sebanyak tiga kali khatam dengan metode: 1. Kiai membaca suatu surat atau ayat kemudian santri tersebut meneruskan. 2. suatu ayat dibaca kemudian santri ditanya jenis dan letak surat atau ayat, halaman, dan kedudukannya. Selain kegiatan harian tersebut, diadakan juga kegiatan yang sifatnya mingguan seperti semaan yang diikuti oleh santri Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī. 4. Keterampilan Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī adalah pesantren yang selalu memperhatikan pendidikan santrinya. Mereka dibina dan dididik untuk senantiasa siap menghadapi masa depan mereka yang penuh dengan tantangan, mereka belajar bagaimana dapat tafaqquh fi al-ddin (memperdalam ilmu agama) dan juga belajar berbagai macam keterampilan. 19
Salah satu program keterampilan yang dilakukan oleh pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī yaitu santri diberikan pendalaman materi tentang pengelolaan dan pembinaan website dan jaringan komputer, multimedia. Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī memiliki banyak kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, seni beladiri, public speaking, qasidah, dan berbagai cabang olahraga seperti futsal, basket, voli, badminton.
C. Signifikansi Pembaruan Pendidikan di Pondok Pesantren Ma’had Sighār alIslāmi. Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan dan kemajuan manusia, di mana proses pendidikan harus bisa membawa peserta didik ke arah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab. Untuk menyiapkan generasi penerus, perlu dilakukan langkah yang memungkinkan hal itu terjadi walaupun memakan waktu lama. Memperoleh pendidikan sudah merupakan keharusan dan kebutuhan dalam pribadi, masyarakat dan bangsa. Pendidikan telah dipandang sebagai suatu investasi dalam pembangunan sumber daya manusia yang amat diperlukan dalam pembangunan sosial dan ekonomi. Semakin tinggi kualitas pendidikan semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia suatu bangsa dan negara.10
10
Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif, (Yogyakarta: LKiS, 2008),
20
h. 1.
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat, berupa pewarisan ilmu, nilai-nilai, budaya dan keterampilan dari satu generasi ke generasi yang lain dalam rangka memelihara identitas peradabannya. Pemeliharaan identitas ini dimaksudkan agar peradaban yang telah berkembang dan maju tidak hilang seperti peradaban-peradaban masa kuno seperti Mesir, Romawi, dan lain-lain.11 Pada awalnya, pendidikan Islam di Indonesia (pesantren) identik dengan dakwah Islamiyah, kerena itu pendidikan berkembang sejalan dengan agama Islam itu sendiri. Kedatangan pendidikan Islam
untuk pertama kalinya membawa suatu
instrumen pendidikan yang berbudayakan agama, yaitu al-Qur’an dan ajaran Nabi.12 Tetapi perlu dipahami bahwa pada masa awal perkembangan pesantren, tentu saja pendidikan formal yang sistematis belum terselenggara. Pendidikan yang berlangsung dapat dikatakan bersifat informal, dan inipun lebih berkait dengan upaya dakwah islamiyah. Dalam kaitan itulah dapat dipahami bahwa mengapa proses pendidikan Islam (pesantren) pertama kali berlangsung di rumah atau masjid. Ketika masyarakat Islam sudah terbentuk, pendidikan diselenggarakan di tempat yang terbuka. Terlebih pada saat ini, umat Islam membutuhkan suatu sistem pendidikan Islam yang betul-betul bisa diandalkan dalam rangka mencetak manusia muslim yang berkualitas. Usaha untuk menciptakan pendidikan Islam yang sungguhsungguh berorientasi kepada masa depan untuk kepentingan anak didik (yang secara 11 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad Ke 21 ( Jakarta: Pustaka al- Husna Baru, 2003), h. 4.
12
wawancara dengan K.H. Bisyri Imam, pada hari Kamis, 7 Januari 2016.
21
nyata akan hadir menghadapi masa depan) pada dasarnya merupakan usaha untuk menciptakan generasi Islam di masa mendatang. 13 Usaha itu akan berhasil mencapai tujuannya jika setiap komponen pendidikan mampu memainkan perannya secara baik sesuai dengan ajaran yang telah digariskan oleh sumber-sumber pokok agama Islam. Atas dasar itulah maka tidak banyak yang diharapkan dari pesantren yang ada pada saat ini jika mereka hanya meneruskan sistem yang telah ada tanpa menambah atau memperbaharui sistemnya, apalagi mengingat bahwa pendidikan pesantren yang dilakukan oleh lembaga tersebut sarat dengan doktrin sufisme yang menegasikan akal sebagai salah satu instrumen untuk memperoleh kebenaran. Untuk menyikapi hal itu, pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī melakukan
gerakan
untuk
memodernisasi
pesantren
yaitu
dengan
cara
mengintegrasikan kurikulum nasional dengan kurikulum pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī. Pembaruan pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī yang dilakukan oleh K.H. Bisyri Imam tidak sepenuhnya merupakan gerakan baru yang belum ada sebelumnya (tetapi baru dalam lingkungan pondok pesantren Gedongan), beliau hanya menambah dan mengurangi porsi pembelajaran yang lebih bermanfaat dan berdaya guna bagi santri untuk kehidupan setelah berada di luar pesantren. Selain itu, dengan adanya gagasan dan model pembelajaran baru yang dilakukan oleh pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī, pondok pesantren yang
13
wawancara dengan K.H. Bisyri Imam, pada hari Kamis, 7 Januari 2016.
22
ada disekitarnya mulai menerapkan model dan sistem baru dengan ciri khas masingmasing. Sehingga pondok pesantren Gedongan menjadi sangat beragam dalam proses pendidikannya sehingga pondok pesantren yang ada mulai berkembang dan mulai bisa bersaing dengan lembaga pendidikan yang ada di luarnya. Senada dengan hal di atas tujuan pendidikan Islam di pesantren, menurut rumusan Tim Direktorat Kelembagan Agama Islam Departemen Agama Republik Indonesia tahun 1986 tentang standarisasi Pengajaran Agama di Pondok Pesantren, adalah : (1) menguasai ilmu agama dan mampu melahirkan insan-insan yang mutafaqquh fī al-dīn, (2) menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan tekun, ikhlas semata-mata untuk berbakti kepada Allah, (3) mampu menghidupkan sunah rasulullah dan meyebarkan ajaran Islam secara kaffah, (4) berakhlak luhur, berpikir kritis, berjiwa dinamis dan istiqamah, (5) berjiwa besar, kuat mental dan fisik, hidup sederhana, beribadah, tawadhu’, kasih sayang terhadap sesama, mahabbah dan tawakkal kepada Allah.14 Untuk mencapai tujuan yang disebutkan
diatas, perlu
dirumuskan
pembaharuan sistem pendidikan pesantren pada aspek organisasi, kurikulum dan metodologi pembelajaran. Berkaitan aspek organisasi pesantren harus disusun pola organisasi yang jelas, terstruktur, dengan menganut prinsip-prinsip inovasi organisasi pendidikan pesantren, sebagaimana visi dan misi dari pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī: 14
Modernisasi Pendidikan Islam (Telaah Atas Pembaharuan Pendidikan di Pesantren) H. Moh. BaidlawiTadrīs. Volume 1.Nomor 2. 2006 h. 164.
23
a. Akhlakul Karimah Akhlakul karimah yaitu sikap yang baik atau terpuji. Akhlakul karimah harus dimiliki oleh setiap santri, yaitu sikap yang baik sesuai dengan ajaran agama Islam. Seseorang yang memiliki akhlakul karimah maka akan disenangi oleh sesama manusia, bahkan bukan hanya itu jika seseorang berperilaku sesuai dengan ajaran agama Islam maka sudah pasti baik di mata Allah dan kelak nanti akan masuk dalam surga bersama nabi seperti yang terkandung dalam hadis “sesungguhnya (orang) yang paling aku cintai di antara kalian dan orang yang paling dekat tempatnya dariku pada hari kiamat adalah orang yang paling baik budi pekertinya di antara kalian”. b. santri intelektual seorang santri tidak hanya dituntut menjadi seseorang yang ibadahnya khusyu saja, namun juga harus menjadi intelektual yang alim dan saleh. Mengingat bahwa untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat kita harus mampu menguasai ilmu, sebagaimana hadis nabi Muhammad yang mengatakan bahwa kehidupan dunia bisa diraih dengan ilmu, begitu juga kehidupan di akhirat juga bisa diraih dengan ilmu. Seorang santri
adalah penerus perjuangan
orang-orang yang telah
mendahuluinya, masa depan bangsa dan agama dan agama ini ditangan para santri sebagai salah satu aset bangsa ini ditangan mereka. Bila mereka lemah, baik secara fisik dan intelektual maka bangsa ini hanya akan menunggu kehancuran belaka. c. Hidup untuk pengabdian
24
Mengabdi berarti melayani. Mengabdi pada dasarnya adalah pelayan. Mengabdi di pesantren berarti siap menjadi pelayan, bagi santri yang sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Para pengabdi harus memahami sepenuhnya keberadaan mereka sebagai pelayan atau istilah lain yang sering dipakai di pesantrenpesantren adalah khodam. Sebagaimana pelayan, mereka harus siap melaksanakan tugas apa saja selama tugas tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam dan sesuai dengan status pesantren. Definisi pengabdian adalah yang pasti tidak hanya diartikan sebagai pengajaran semata tetapi juga bisa diartikan memberikan layanan yang terbaik berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Seperti halnya di pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī santri melayani atau membantu kiai dengan tanpa mengharap imbalan apapun. d. Peduli terhadap kemajuan Pesantren selama ini dikenal dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan yang memiliki misi untuk menghilangkan belenggu kebodohan santri serta meningkatkan keberdayaan para santri dalam menguasai ilmu pengetahuan dan keagamaan akan menjadi bekal mereka dalam perannya membangun perubahan sosial menuju masyarakat bangsa yang lebih sempurna. e. Kemandirian dalam berkarya Santri yang ingin meraih kesuksesan, harus dimulai dari sikap mandiri yang ada di dalam dirinya. Sikap mandiri mencerminkan seseorang telah mampu membuat sendiri sesuai dengan kata hatinya tanpa terpengaruh oleh orang di sekelilingnya. 25
Untuk memulai kemandirian pada awalnya memang sulit, kadang kita berpikir apakah kita mampu mandiri tanpa orang tua, maupun sahabat kita. Inilah syarat pertama untuk menggapai kesuksesan, santri harus bersikap mandiri. f. kebersamaan dalam semua hal Kebersamaan dalam kehidupan pesantren membuat persahabatan santri sangat erat dan terasa iklim kekeluargaannya antara mereka. Dengan persahabatan ini, nilai gotong royong yang hampir pudar di tengah menguatnya hedonisme, individualisme, dan egoisme, tetap tertanam di lingkungan pesantren.
26
1
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari uraian hasil pengkajian dan pembahasan skripsi ini, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah penelitian, bahwa: Maʻhad Sighār al-Islāmī adalah pondok pesantren tradisional yang berdiri pada tahun 1990, kemudian pondok pesantren ini bertranformasi menjadi pondok pesantren modern. Pada awalnya pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī berafiliasi dengan pondok pesantren induk di Gedongan, sebuah pesantren salaf yang terletak di Desa Ender Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon. Pada tahun 1992, didirikanlah Madrasah Ibtidāiyah sebagai lembaga pendidikan formal pertama. Setelah menamatkan lulusannya yang pertama, pada tahun ajaran 1996/1997 didirikanlah kelas jauh (filial) MTs di dalam komplek pesantren namun tetap mengekor pada pesantren induknya yaitu pesantren Gedongan. Untuk menambah efektifitas pembelajaran pesantren, pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī memisahkan diri dan mendirikan yayasan sebagai bentuk pembaharuan dan respon terhadap tuntutan kehidupan yang semakin maju. Pada Tanggal 5 Mei 2007, bertepatan dengan Haul Pondok pesantren Gedongan, Pengasuh pondok pesantren meresmikan perubahan Maʻhad Sighār al-Islāmī menjadi International Islamic Boarding School Al-Sighār. Dan pada tahun pelajaran 2007/2008, kelas filial MTs Manbaul Hikmah berubah menjadi SMP
Al-Sighār, kemudian pada tahun pelajaran 2008/2009 didirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Al-Sighār, dan pada tahun Pelajaran 2010/2011 didirikan pula Madrasah Aliyah (MA) Al-Sighār. Signifkansi modernisasi pesantren pondok pesantren Maʻhad Sighār alIslāmī adalah mengikuti pertumbuhan pengetahuan yang sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī berkomitmen untuk tetap menyuguhkan pola pendidikan yang fungsional sesuai dengan visi dan misinya, yaitu melahirkan sumber daya manusia yang handal selain mengajarkan ilmu-ilmu agama, berbagai kegiatan keterampilan dalam bentuk pelatihan yang lebih memperdalam ilmu pengetahuan (umum) dan keterampilan kerja adalah upaya untuk menambah wawasan santri di bidang ilmu sosial, budaya dan ilmu praktis. B. SARAN Selama peneletian penulis menemukan beberapa hal yang ingin penulis sampaikan sebagai saran terhadap pihak pondok pesantren. Pertama, pelatihanpelatihan yang intensif dan terkontrol dalam penggunaan bahasa asing di lingkungan pondok pesantren secara khusus bahasa Arab dan bahasa Inggris yang bukan hanya diperuntukkan kepada para santri dan siswa melainkan juga kepada tenaga pendidik maupun seluruh elemen yang ada di lingkungan Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī. Hal ini juga dapat meningkatkan praktik santri dalam menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris di lingkungan Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī.
2
Kedua, pemahaman yang lebih mendalam kepada para santri tentang alasan mengapa mereka harus mematuhi tata tertib dan apa akibat jika tata tertib itu tidak ada sama sekali di pondok pesantren, sehingga pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan santri dapat diminimalisir dengan sendirinya. Kemudian pengawasan terhadap santri-santri yang masih kerap kali keluar pondok tanpa izin mungkin dapat diminimalisir dengan pengawasan petugas keamanan di pintu gerbang keluar pondok pesantren maupun pintu keluar lainnya, karena acap kali jalan menuju keluar ini tidak ada yang menjaga karena keamanan santri yang keluar pondok pesantren tanpa izin cukup mengkhawatirkan. Ketiga, keberadaan Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī yang terletak di tengah-tengah pemukiman penduduk menuntut adanya hubungan baik dengan masyarakat yang senantiasa harus dijaga. Oleh karena itu, ada baiknya untuk menjaga hubungan yang selama ini sudah baik agar terus semakin baik. Diharapkan pihak pondok pesantren selalu memperhatikan keadaan masyarakat sekitar dan turut melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan tertentu pondok pesantren. Sebagai penutup, penulis mengharapkan pondok pesantren dapat terus saling menjaga kepercayaan seluruh pihak santri, tenaga pendidik, karyawan, maupun seluruh lapisan masyarakat.
3
DAFTAR PUSTAKA
Aly, Abdullah, Pendidikan Islam Multikurtural di Pesantren, Yogyakarta, Pustaka Pelajar 2011. Arief, Armaie, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002. Arif, Mahmud, Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta: LKiS, 2008. Arifin, M, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Cet. 2, Jakarta: Bumi Aksara, 1993. Asmuni, Yusran, Pengantar Studi pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam (Dirasah Islamiyah) Ed.I Cet.II, Jakarta : PT. raja Grafindo Persada, 1996. Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004. , Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana 2007. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1994. Kuntowidjojo, Menuju Kemandirian Pesantren dan Pembangunan Desa, Prisma I, 1988. Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam dalam Abad Ke 21, Jakarta: Pustaka alHusna Baru, 2003. Madjid, Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina, 1997. , Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, cet.1 Bandung : Mizan, 1993. Malik, Inovasi Kurikulum Berbasis Lokal di Pondok Pesantren, Jakarta: Depag RI, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2008.
1
Muhajir, Noeng, Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Islam Dalam Prespektif Modern, Al-Ta’dib, Forum kajian ilmiah Kependidikan Islam, No.1 Juni, 2000. Nasution, Harun, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, Cet.IV, Bandung: Mizan, 1996. Qomar,
Mujamil,
Pesantren,
Dari
transformasi
Metodologi
Menuju
Demokratisasi Institusi, Jakarta, Erlangga, 2005. Ramayulis, Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006. Rizal, Ahmad Syamsyu, Transformasi Corak Edukasi Dalam Sistem Pendidikan Pesantren, Dari Pola Tradisional ke Pola Modern,” Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta’lim Vol. 9 No. 2. 2011. Steenbrink, Karel A, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Jakarta: LP3ES, 1974. Syukri, Zarkasyi, Abdullah, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2005. Van Bruinessen, Martin, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat, Yogyakarta: Gading Publishing, 2015. Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, Cet III Yogyakarta: LkiS, 2010. __________________, Penggerakan Dinamisasi Pendidikan Pesantren, Klaten, Istana Publishing, 2008. Ziemik, Manfred, Pesantren dalam Perubahan Sosial ter. Butche B Soendjoyo, Jakarta: P3M, 1986. Syuhud, A. Fath, Santri, Pesantren, dan Tantangan Pendidikan Islam, Malang: Pustaka Al-Khoirot, 2008.
2
Pedoman Wawancara Nama
: K.H. Bisyri Imam, M. Ag
Jabatan
: Pengasuh Pondok Pesantren
Tempat
: Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī (Kediaman beliau)
Tanggal
: 07 Januari 2016
1. Apa yang mendasari K.H. Bisyri Imam mendirikan pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī? Beridirinya pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī didasari atas keinginan mencari rida Allah serta menyelamatkan generasi Islam. 2. Maksud menyelamatkan generasi Islam? Menyelamatkan disini mempunyai arti menyempurnakan atau mengubah wajah pesantren menjadi lebih lunak terhadap pergeseran zaman. Pesantren tidak melulu mengkaji kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya. Pesantren harus mampu mencari solusi untuk menyikapi perkembangan pendidikan secara kritis dan bijak, agar para lulusannya siap terjun dan berkontribusi dalam lingkungan masyarakat. 3. Apakah pesantren yang ada selama ini tidak memenuhi kebutuhan pendidikan santrinya? Pesantren saat ini dituntut untuk melakukan pembaruan perannya di masyarakat. Pada saat ini, semakin banyak pesantren mengadopsi pola
dan muatan pembelajaran lembaga-lembaga pendidikan di luarnya. Hal ini terjadi didorong oleh upaya pesantren untuk lebih berperan menyiapkan alumninya mampu memcahkan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat pada saat ini. 4. Dalam upaya peningkatan mutu dan kualitas output santri, Upaya apa saja yang dilakukan dalam memodernisasi pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī? Maʻhad Sighâr al-Islâmî dalam prakteknya berusaha menampilkan 3 model peran, yaitu: 1. selain sebagai lembaga pendidikan Islam yang membina siswa menguasai bahasa Arab dan Inggris, kuat iman, juga unggul dalam ilmu pengetahuan. 2. Mengembangkan kegiatan pendidikan keahlian dengan model-model pembelajaran yang mengarah kepada pembekalan life skill dan mempunyai akuntabilitas publik.. 3. Mencetak lulusan yang berkualitas integratif, memahami ilmu keislaman dengan metodologi kontemporer dalam rangka muhâfazah ‘alâ al-qadîmî al-sâlih wa al-akhdzû bi al-jadîdî al-aslah. 5. Faktor apa saja yang mempengaruhi modernisasi pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī? Banyak sekali. Salah satunya adalah, pesantren (khususnya di Gedongan) sama sekali tidak berinovasi dan hanya meneruskan tradisi yang sudah ada tanpa merubah metode atau sistem yang diterapkan dalam pendidikannya. Citra pesantren menjadi menurun karena hanya mengajarkan pendidikan keagamaan tanpa membekali keterampilan kerja setelah santri lulus dari pesantren. Akibatnya yaitu menurunnya jumlah
santri dari tahun ke tahun, karena orang tua murid atau santri lebih mempercayai menyekolahkan anaknya pada pendidikan nasional pada umumnya. 6. Bagaimana prosesnya? Proses modernisasi pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī adalah dengan
cara
menguatkan
mengembangkan seperti,
integrasi
komponen-komponen kurikulum,
yang
administrasi,
saling struktur
organisasi, dan sarana prasana. 7. Apa tujuan dari modernisasi tersebut? Tujuan agar para santrinya bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap bentuk perubahan peradaban dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat, karena mereka memiliki kemampuan yang siap pakai. 8. Bagaimana
pesantren
membina
para
santrinya?
Apakah
ada
kepengurusannya? Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī memiliki sistem kepengurusan yang terstruktur dengan baik. Di bawahnya terdapat divisi-divisi yang secara khusus memantau dan melihat perkembangan santri secara langsung. 9. Bagaimana keadaan kepengurusannya? apakah berfungsi sesuai dengan job masing-masing? Sangat baik. Pengurus memantau dan bersentuhan langsung bersama para santri dalam keseharianna, sehingga daat dipastikan semua divisi bekerja dengan job dan sistem masing-masing. 10. Apakah ada kendala-kendala dalam kepengurusan? Bagaimana solusinya?
Salah satu kendala mungkin karena sebagian pengurus masih berstatus mahasiswa, jadi mereka harus bisa membagi tugas perkuliahan maupun tugas kepengurusan pesantren, tapi sejauh ini mereka bekerja dengan baik. 11. Apa arti penting modernisasi pesantren? Arti penting modernisasi pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī adalah berusaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī, dengan tujuan agar para santrinya bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap bentuk perubahan peradaban yang diterima dengan baik oleh masyarakat, karena memiliki kemampuan yang siap pakai.
Ketua Yayasan Maʻhad Sighār al-Islāmī
K.H. Bisyri Imam, M. Ag
Pedoman Wawancara Nama
: Maki Mukhlisuddin S. Kom.i
Jabatan
: Penasehat Pondok
Tempat
: Ruangan Penasehat Pondok
Tanggal
: 07 Januari 2016
1. Di mana letak keberadaan pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī? Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī Gedongan terletak di sebelah timur daerah kabupaten Cirebon, 100 meter dari Desa Gedongan dan 3 kilometer dari Jalan raya pantura Cirebon (lintasan jalan arah ke Tegal). Pondok pesantren ini berada di sebuah kampung atau blok, jaraknya kurang lebih 2 km dari pusat pemerintahan desa. 4 km dari pemerintahan kecamatan dan 23 km dari ibu kota kabupaten. 2. Apakah jauh dari jangkauan transportasi? Karena jarak dari jalan raya hanya kurang lebih 3 km, maka mengenai jangkauan transportasi sangat dekat dan mudah. 3. Dengan kondisi dan keberadaan pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī, apakah kondusif untuk kegiatan belajar mengajar? Kegiatan belajar dan mengajar pesantren sangat kondusif, di pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī terdapat beberapa pendopo atau semacam tempat yang di khususkan untuk belajar, di sekitar juga terdapat sawah yang juga sangat mendukung untuk kegiatan hafalan karena memang sejuk dan sangat nyaman. 4. Berapa jumlah santri pada saat ini? Baik putra maupun putri. Jumlah santri 350 santri, yang terdiri dari 135 santri putra dan 215 santri putri.
5. Dari semua santri, apakah semua menetap di pondok pesantren pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī? Ya 6. Bagaimana prosedur menjadi santri tetap di pondok apakah ada syarat-syarat yang harus dipenuhi? Karena dasar tujuan didirikan pesantren adalah Untuk dijadikan sebagai tempat dan pusat menyebarkan dan mensyiarkan Agama Islam (Di Gedongan khususnya), Untuk dijadikan sebagai pusat pengkajian Agama Islam. Terlebih pengkajian kitab-kitab klasik Islam yang merupakan sumber rujukan keilmuan Agama Islam, dan Sebagai benteng pertahanan moral dari pengaruh negatif perkembangan zaman, maka untuk menjadi santri di pondok pesantren Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī Gedongan tidak ada syarat-syarat khusus, sehingga untuk menjadi santri pesantren tidak sulit. 7. Apakah ada aturan atau larangan dan sangsi yang mengikat Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī Gedongan? Dalam Pondok pesantren Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī Gedongan peraturan-peraturan yang harus ditaati, selain aturan-aturan yang ada juga ada sanksi-sanksi apabila ada yang melanggar peraturan tersebut. 8. Apakah aktifitas santri hanya sebagai santri di pondok pesantren? ya 9. Apakah ada yang sambil bekerja? tidak ada. 10. Dan apakah ada yang sambil belajar di lembaga pendidikan lain? Tidak ada.
Ketua Pondok Maʻhad Sighār al-Islāmī
Maki Mukhlisuddin S. Kom.i
Pedoman Wawancara Nama
: Nurul Iman
Jabatan
: Lurah Pondok
Tempat
: Ruangan Lurah Pondok
Tanggal
: 09 Januari 2016
1. Apa yang anda ketahui tentang Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī? Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī adalah pondok yang menerapkan pendidikan dengan sistem integrasi kurikulum salaf dan modern ke dalam inti pendidikannya. 2. Apa yang anda ketahui tentang K.H. Bisyri Imam dalam upayanya memodernisasi pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī? Sejauh yang saya ketahui, beliau adalah sosok inspiratif dalam upayanya melakukan perubahan di dalam pesantren. Mempunyai semangat yang tinggi dan mempunyai kelimuan yang mumpuni. Hal itu dibuktikan dengan adanya pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī sebagai pelopor pesantren modern khususnya di wilayah Gedongan-Ender. 3. Bagaimana pendapat anda tentang modernisasi pesantren yang ada pada Pondok Pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī? Bagus. Di Sini (Gedongan), hampir semua pesantren mengajarkan sistem pendidikan yang seragam, kecuali ada beberapa pesantren yang dikhusukan untuk menghafal alQur’an.
Pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī jelas sangat bagus
memodernisasi pesantren dengan cara memasukkan pelajaran umum dan tekhnologi pada sistem pendidikannya 4. Sejauh mana proses penerapan gagasan modernisasi pesantren?
hampir semua sistem dan metode sudah berjalan layaknya sekolah yang menerapkan kurikulum nasional. Sehingga sekolah di sini bisa sejajar atau bahkan lebuh unggul karena menerapkan ilmu keagamaan di dalamnya. 5. Bagaimana respon santri dalam pelaksanaan modernisasi pesantren? Sangat antusias 6. Apa kekurangan dan kelebihan dalam gagasan modernisasi pesantren? Kelebihannya jelas mengintegrasikan kurikulum nasional dengan pesantren, kekurangannya hampir tidak ada, karena semua menyangkut pembelajaran. 7. Bagaimana perkembangan pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī dari mulai berdiri sampai sekarang? pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī jelas mempunyai sejarah panjang dalam proses keberlangsungannya. di mulai dari kiai yang hanya menerapkan pengajaran alQur’an, di tambah mendirikan Madrasah Ibtidaiyah sampai seperti sekarang. Pesantren ini selalu berkembang dari tahun ke tahun, hampir setiap tahun di adakan evaluasi dalam sistem pembelajaran pesantren sehingga pengurus mengetahui program apa saja yang kurang berjalan dengan baik sehingga bisa dilakukan evaluasi agar sistem tersebut dapat berjalan dengan baik. 8. Dalam pembangunan dari mana saja sumber dananya? Apakah dari bantuan atau dari pribadi kiai? Banyak sumber dana yang didapat, tanah wakaf, investor maupun dari beberapa orang tua santri yang berkemampuan ekonomi lebih. Tapi sebagian besar sumber dana pesantren dari kiai sendiri. 9. apa harapan anda dalam program modernisasi pesantren tersebut? harapan saya semoga pesantren ini bisa menjadi lebih baik dan lebih baik lagi ke depannya. Bisa menjadi contoh bagi pesantren-pesantren lainnya yang dapat
menghasilkan lulusan yang cepat tanggap terhadap suatu perubahan zaman, juga menjadi orang yang bisa mengimbangi kebutuhan kerja dan menjadi pribadi yang saleh yang bermanfaat bagi orang di sekitarnya.
Ketua Yayasan Maʻhad Sighār al-Islāmī
Nurul Iman S.Pd
Pedoman Wawancara Nama
: Nida Istiqomah S.Pd, I
Jabatan
: Kepala Sekolah MI
Tempat
: Kediaman Ibu Nida Istiqomah S.Pd, I
Tanggal
: 09 Januari 2016
1. Bagaimana sejarah berdirinya MI Al-Sighār?
Berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Al-Sighār di awali oleh keinginan K.H. Bisyri Imam untuk membentuk sekolah alternatif yang dapat memberikan jawaban atas mutu dan kualifikasi lulusan Madrasah ibtidaiyah yang ada. 2. Pada tahun berapa berdirinya Al-Sighār? 1990 3. Apa tujuan didirikannya MI Al-Sighār? Tujuan didirikannya MI Al-Sighār pada dasarnya secara khusus sebagai pondasi
dasar tercapainya visi dan misi pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī. 4. Apa kurikulum yang diterapkan dalam MI Al-Sighār?
MI Al-Sighār melaksanakan Krikulum Pendidikan Nasional dalam bentuk KTSP dan Kurikulum Lokal dengan sistem interasi kurikulum. Akan tetapi kami menerapkan pelajaran-pelajaran dasar yang berkaitan dengan terwujudnya visi dan misi
pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī sebagai pesantren modern modern. 5. Apa pelajaran dasar tersebut? Pelajaran yang diajarkan dalam MI Al-Sighār yaitu al-quran sebagai roh pesantren dan identitas seorang muslim dan juga mengoptimalkan bahasa sebagai landasan dalam menguasai bahasa modern dan sarana untuk mempelajari kitab-kitab rujukan yang ada pada jenjang setelahnya.
6. Bagaimana cara menerapkan kurikulum tersebut? Mengikuti apa yang sudah ditetapkan oleh tim pengembang kurikulum. 7. Langkah apa saja yang dilakukan pesantren dalam menerapkan kurikulum tersebut? Dalam pelaksanaannya, setelah subuh siswa MI Al-Sighār melakukan pengajian alquran yang dipandu oleh ustad dan ustadzah yang mendapat perintah langsung dari Kiai. 8. Apa perbedaan MI Al-Sighār dengan yang lain? Jelas berbeda, dimana dalam MI Al-Sighār porsi pelajaran bahasa Arab dan Inggris menjadi proiritas untuk membekali siswa sebagai alat untuk mempelajari kitab-kitab rujukan atau teks langsung berbahasa Arab-Inggris yang ditentukan tim kurikulum. 9. Apa target kompetensi dasar yang dicapai oleh Siswa MI Al-Sighār? membentuk sikap mental anak dengan mengembangkan kemampuan intelektual, emosional dan spiritual dengan penanaman aqidah sahīhah dan akhlaq karīmah serta melalui kegiatan pembiasaan anak mengerjakan praktek-praktek ibadah di sekolah serta mewujudkan pembentukan karakter islami pada diri siswa.
Kepala Sekolah MI al-Sighār
Nida Istiqomah S.Pd, I
Pedoman Wawancara Nama
: Muhammad Syauqi M.Pd
Jabatan
: Kepala Sekolah SMP
Tempat
: Kediaman Bpk. Muhammad Syauqi M.Pd
Tanggal
: 07 Jnuari 2016
1. Pada tahun berapa SMP Al-Sighār berdiri? Tahun 2007 2. Bagaimana sejarah awal berdirinya SMP Al-Sighār? Awalnya, berdirinya SMP Al-Sighār karena program pesantren mendirikan sebuah kelas jauh atau filial untuk memisahkan diri dari dari Madrasah Tsanawaiyah yang ada sebelumnya. Pada saat itu, di karenakan pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī
hanya memiliki sebuah lembaga sekolah (MI), pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī berafiliasi dengan pesantren induk Gedongan untuk menyekolahkan santrinya di MTs Manbaul Hikmah yang dimiliki pesantren induk Gedongan. Pada tahun 2007, demi kelancaran dan kepentingan visi dan misi dari pondok, akhirnya pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī mendirikan sebuah yayasan dan memisahkan diri dari pesantren induk Gedongan dengan mendirikan Sekolah Menengah Pertama Al-Sighār. 3. Kenapa pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī mendirikan sebuah lembaga
sekolah seperti SMP Al-Sighār bukan MTs? karena di dalam sebuah yayasan tidak dapat berdiri sebuah sekolah yang sama, dan akhirnya tahun 2007 pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī mendirikan sebuah
yayasan agar terbentuk SMP Al-Sighār.
4. Apakah SMP Al-Sighār bisa menjadi solusi sebagai integrasi keilmuan pondok pesantren modern? Kami berpikir seperti itu. Dengan adanya SMP Al-Sighār, pondok pesantren Maʻhad
Sighār al-Islāmī bisa memenuhi kebutuhan pendidikan yang ada pada saat ini, yaitu dengan menggabungkan kurikulum penerintah dan juga kurikulum pesantren sebagai visi dan misi dari pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī. Selain itu SMP Al-Sighâr juga bisa menjadi sebuah aternatif pembelajaran bagi pesantren Gedongan pada umumnya. 5. Apa saja yang ditawarkan SMP Al-Sighār sebagai pembeda dari MTs? Banyak program unggulan yang ditawarkan SMP Al-Sighâr. SMP Al-Sighār secara substantif memiliki muatan pendidikan agama yang kuat karena memasukkan kurikulum pesantren di dalamnya yaitu berupa tahfidz 3 juz, penguasaan bahasa Arab dan Inggris, dan juga penguasaan terhadap kitab Islam klasik, selain itu SMP Al-Sighār juga menyusun kurikulum berdasarkan konsekuensi dari penerapan KTSP yaitu komponen mata pelajaran umum, muatan lokal, dan pengembangan diri. Adapun uraian komponenkomponen tersebut adalah berupa komponen mata pelajaran umum yang meliputi Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. 6. Apakah SMP Al-Sighār sudah cukup kompeten dibandingkan dengan SMP pada umumnya? ya 7. Bagaimana respon masyarakat dengan keberadaan SMP Al-Sighār? Respon masyarakat sangat positif dan bahkan santri dari luar pondok pesantren Maʻhad
Sighār al-Islāmī sekolah di SMP Al-Sighâr. 8. Apa yang menjadi keunggulan SMP Al-Sighār?
Penguasaan materi agama berupa tahfidz minimal 3 juz dan penguasan terhadap kajian kitab klasik dan juga teks asli berbahasa Arab dan inggris. Selain itu, SMP Al-Sighār membekali siswa dengan Komponen pengembangan menjadi dua sub komponen, yaitu pelayanan konseling yang meliputi pengembangan kehidupan pribadi, kemampuan sosial, kemampuan belajar, serta wawasan dan perencanaan karir serta yang berupa ekstrakurikuler, meliputi kegiatan-kegiatan kepramukaan, OSIS, sepakbola, jurnalistik, marawis, pencak silat,
dan kerohanian Islam
(ROHIS). 9. Sejauh mana implementasi integrasi kurikulum nasional dan kurikulum pesantren? Kami di sini mengimplementasikan sesuai dengan apa yang sudah disusun oleh tim pengembang kurikulum, dan kesemuanya hampir berjalan dengan sempurna.
Pedoman Wawancara Nama
: Ahmad Faiz Hamka, M.A.
Jabatan
: Kepala Sekolah SMK
Tempat
: Kediaman Bpk. Ahmad Faiz, M.A.
Tanggal
: 07 Jnuari 2016
1. Pada tahun berapa SMK Al-Sighār berdiri? Tahun 2011 2. Bagaimana sejarah awal didirikannya SMK Al-Sighār? Dalam era global seperti sekarang ini, persoalan pokok yang dihadapi pesantren adalah menyiapkan sumber daya manusia (dalam hal ini santri) yang modern dan religius, yang mampu bersaing dan tidak tersesat dalam menghadapi kehidupan yang diwarnai budaya dan iptek. Pendidikan kejuruan merupakan langkah awal pesantren dalam memperoleh keahlian kerja yang diinginkan. Untuk itu, pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī
mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan sebagai upaya mencetak generasi unggul dan berpestrasi dalam bidang agama mauun iptek. 3. Kenapa pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī memilih SMK sebagai lembaga
sekolah yang didirikannya? Hal ini tentu saja untuk menambah pilihan program pendidikan dalam pondok pesantren
Maʻhad Sighār al-Islāmī dan sebagai upaya untuk memodernisasi pesantren. jika semua pesantren di Gedongan mengajarkan suatu program pendidikan yang sama dan itu-itu saja tentu akan mengancam survival pesantren di masa depan. Masyarakat akan semakin tidak tertarik dan lambat laun akan meniggalkan pendidikan pesantren, kemudian lebih memilih institusi pendidikan yang lebih menjamin kualitas out put nya.
4. Apa tujuan didirikannya SMK Al-Sighār? Sebagaimana yang saya ketahui bahwa tujuan dan visi misi pesantren ini bisa dikatakan tidak hanya menjadikan pesantren ini sebagai lembaga pendidikan agama tetapi juga merupakan lembaga sosial yang hidup. Pesantren hendaknya menjadi pusat penerang pemikiran baru keagamaan dan memperkenalkan pengetahuan dan pikiran-pikiran baru sebagai usaha untuk membangun dan menciptakan generasi yang berkualitas. 5. Bidang keahian apa saja yang ada di SMK Al-Sighār?
Teknik Komputer Jaringan (TKJ) dan Multimedia 6. Apakah guru yang tersedia sudah cukup kompeten dibidangnya? ya 7. Apa saja program yang perlu dipersiapan oleh guru?
Persiapan guru menyusun skenario pembelajaran melalui hasil evaluasi, lalu diikuti dengan persiapan administrasi guru seperti: Administrasi harian : RPP, daftar nilai, presensi dan buku pegangan Administrasi Semesteran :Silabus, Prosem (Program Semester) dan Kalender akademik 8. Sejauh mana persiapan guru melaksanakan kurikulum tersebut?
Guru mempersiapkan kebutuhan sesuai tugas guru saja 9. Apa saja langkah yang dirumuskan agar tercapai target ketuntasan belajar dan kelulusan siswa?
Menentukan standar minimal atau dengan istilah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 10. Bagaimana sistem evaluasi yang ada di Madrasah ini?
Sistem evaluasi terhadap guru sendiri dilakukan oleh kepala madrasah dengan meninjau secara langsung pada saat proses KBM berlangsung dan secara administratif.
Pedoman Wawancara Nama
: Agus Muhaimin M.Pd
Jabatan
: Kepala Sekolah MA
Tempat
: Kediaman Bpk. Agus Muhaimin M.Pd
Tanggal
: 09 Januari 2016
1. Pada beberapa Madrasah Aliyah, kurikulum madrasah terpisah dengan kurikulum pondok pesantren. Kenapa kurikulum Madrasah Aliyah Al-Sighār mencoba menyatukan sistem dengan pesantren? “Yah, memang Madrasah Aliyah pada umumnya memiliki pendidikan dengan ciri khas sendiri tanpa harus memadukan dengan pendidikan pesantren. Madrasah Aliyah Al-Sighār mengintegrasikan kurikulum pendidikan sesuai dengan adanya kaitan sejarah awal berdirinya pondok ini. Awal mula pesantren ini berdiri sebagai tempat belajar para santri diniyah santri kalong sekitar pesantren lambat laun mulai berkembang mengadopsi pendidikan madrasah, hingga akhirnya berdiri Madrasah Aliyah Al-Sighār dengan tetap mempertahankan kurikulum pesantren dan menerapkan kurikulum nasional". 2. Apakah madrasah menyusun kurikulum setiap tahunnya? "Ya kurikulum disusun setiap tahun dengan menyesuakan kurikulum nasional atau dikenal dengan istilah KTSP. 3. Apakah kedua kurikulum direncanakan secara terpisah atau bersamaan? Kurikulum
direncanakan
secara
terintegrasi
pada
setiap
cakupan
pembelajaran 4. Bagaimanakah cara mengintegrasikan kurikulum KTSP dengan pesantren?
materi
Dalam penyusunan kurikulum dari cakupan materi yang ada pada kurikulum pesantren disesuaikan dengan standar kompetensi lulusan yang terdapat pada KTSP bukan mengurangi jumlah mata pelajaran yang ada pada kurikulum pesantren namun disesuaikan dengan kebutuhan madrasah. 5. Siapakah yang menyiapkan materi? Tim yang dibentuk untuk menyiapkan materi pembelajaran sesuai dengan Standar Isi yang ada pada KTSP seperti contoh mata pelajaran Fiqih, Aqidah, Qur'an Hadis dan beberapa mata pelajaran yang lain. Semuanya sudah memenuhi standar minimal yang ditetapkan bahkan sudah lebih, dengan pedoman buku yang beda dengan madrasah lain hanya saja disampaikan dengan bahasa aslinya arab". 6. Bagaimanakah guru menyiapkan materi pembelajaran? Setelah materi ditentukan oleh Tim yang dibentuk untuk menyiapkan materi pembelajaran, maka guru sebagai pengajar menyiapkan bahan yang akan diajarkan di dalam kelas baik silabus maupun RPP sesuai dengan standar isi yang telah ditentukan oleh Tim. 7. Apakah dalam penyusunan kurikulum disesuaikan dengan program madrasah? Ya sudah pasti. Di sesuaikan dengan Visi dan Misi madrasah dengan pilar yang dipegang dalam pendidikan pondok pesantren Maʻhad Sighār al-Islāmī. 8. Bagaimana kesiapan guru dalam mengimplementasikan integrasi kurikulum? Guru mengimplementasikan pengajaran berdasarkan kurikulum yang sudah dibentuk oleh tim kurikulum dan rujukan yang sesuai dengan prosedur kurikulum nasional dan pesantren. 9. Apa yang menjadi pokok penting dalam implementasi kurikulum? Tidak ada yang dominan dari salah satu. seperti pondok yang menonjolkan agama atau madrasah yang minim pembelajaran agama. Dengan perpaduan ini
harapan siswa mampu mengikuti, memahami dan mengamalkan ilmu yang dimiliki dan menyiapkan output pesantren menjadi lebih lebur dan berperan dalam kehidupan bermasyarakat. 10. Bagaimanakah kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan siswa? Setiap tahunnya tim kurikulum mengevaluasi dan merivisi sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga kurikulum bisa dikatakan sesuai dengan kebutuhan siswa. 11. Bagaimanakah evaluasi secara umum mengenai kurikulum terpadu yang telah dilaksanakan? Evaluasi telah berjalan dengan baik dan dilakukan secara komprehensif. dalam artian sudah ada kontrol dan waktu pasti kapan evaluasi dilaksanakan. Evaluasi meliputi: Evaluasi mingguan, evaluasi bulanan, evaluasi semester,evaluasi tahunan 12. Apa tindak lanjut dari pelaksanaan evaluasi kurikulum? Tindak lanjut dari evaluasi kurikulum akan diimplementasikan setelah melihat kekurangan dalam setiap proses pembelajaran dengan adanya “breefing” pagi dan rapat mingguan, bulanan, serta tahunan. 13. Adakah tim pengembang kurikulum di madrasah? Ada 14. Siapa sajakah yang terlibat didalamnya? Kep. Madrasah, Waka Kurikulum, Pimpinan Pondok Pesantren, Perwakilan MGMP(Musyawarah Guru Mata Pelajaran), Komite Madrasah sebagai pendamping. 15. Apa peran dari tim pengembang kurikulum? Sudah efektifkah? Mengembangkan kurikulum agar terkontrol dan tidak keluar dari jatidiri pesantren Seberapa efektif, belum namun sudah berjalan yang idealnya dilakukan pada tiap tahunnya namun dilakukan pada waktu yang belum tentu.