MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN PESANTREN DI PONDOK PESANTREN BUSTANUL MUTA’ALLIMIN REKSOSARI KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pembelajaran Islam
Oleh
M. FIRDAUS FATCHUR ROZI NIM. 11110014
JURUSAN PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015
KEMENTERIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax.323433 Kode Pos. 50721 Salatiga http//www.salatiga.ac.id e-mail:
[email protected]
PERSETUJUAN PEMBIMBING Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara: Nama
: M. Firdaus Fatchur Rozi
NIM
: 11110014
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pembelajaran Agama Islam
Judul
: MODERNISASI PESANTREN BUSTANUL KECAMATAN
SISTEM DI
PEMBELAJARAN
PONDOK
PESANTREN
MUTA’ALLIMIN
REKSOSARI
SURUH
KABUPATEN
SEMARANG telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga,
September 2015
Pembimbing
Rasimin, S.PdI, M.Pd NIP 19750713200901011
ii
KEMENTERIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax.323433 Kode Pos. 50721 Salatiga http//www.salatiga.ac.id e-mail:
[email protected]
SKRIPSI MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN PESANTREN DI PONDOK PESANTREN BUSTANUL MUTA’ALLIMIN REKSOSARI KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG DISUSUN OLEH M. FIRDAUS FATCHUR ROZI NIM: 111 10 014 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pembelajaran Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal …………………… dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kepembelajaran Islam Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji
:
Sekretaris Penguji
:
Penguji I
:
Penguji II
: Salatiga, September 2015 Dekan FTIK IAIN Salatiga
Suwardi, M.Pd. NIP. 19670121 199903 1 002
iii
KEMENTERIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax.323433 Kode Pos. 50721 Salatiga http//www.salatiga.ac.id e-mail:
[email protected]
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: M. Firdaus Fatchur Rozi
NIM
: 11110014
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pembelajaran Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, September 2015 Yang Menyatakan
M. Firdaus Fatchur Rozi.
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Pelajaran paling berharga adalah sebuah perjalanan hidup yang mampu membuat kita sadar betapa berharganya waktu setelah sekian lama kita menyianyiakannya
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1.
Bapak dan Ibuku tercinta, yang selalu mendukung, mendo'akan dan memberikan segalanya baik moral maupun spritual bagi kelancaran studi, semoga Allah senantiasa meridhoinya.
2.
Almamater tercinta
3.
Rekan-rekan Mahasiswa IAIN Salatiga
v
KATA PENGANTAR
ﺑﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻟﺮﲪﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ Syukur alhamduillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb yang Maha Rahman dan Rahim yang telah mengangkat manusia dengan berbagai keistimewaan. Dan dengan hanya petunjuk serta tuntunan-Nya, penulis mempunyai kemampuan dan kemauan sehingga penulisan skripsi ini bisa terselesaikan. Sholawat dan salam penulis haturkan kepada Uswatun Khasanah Nabi Muhammad SAW, semoga beliau senantiasa dirahmati Allah SWT. Amin. Sebagai insan yang lemah, penulis menyadari bahwa tugas penulisan ini bukanlah merupakan tugas yang ringan, tetapi merupakan tugas yang berat. Akhirnya dengan berbekal kekuatan serta kemauan dan bantuan dari berbagai pihak, maka terselesaikanlah skripsi yang sederhanan ini dengan judul “Modernisasi sistem pembelajaran pesantren di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih yang tiada taranya kepada : 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga. 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pembelajaran Agama Islam IAIN Salatiga. 4. Bapak Rasimin, S.PdI, M.Pd, selaku sebagai Dosen Pembimbing, yang dengan keikhlasannya telah memberikan bimbingan hingga tersusunnya skripsi ini. 5. Karyawan Perpustakaan IAIN Salatiga yang telah menyediakan fasilitasnya.
vi
Atas segala hal tersebut, penulis hanya bisa berdo’a, semoga Allah SWT mencatatnya sebagai amal sholeh yang akan mendapat balasan yang berlipat ganda. Amin. Akhirnya penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki keterbatasan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini akan penulis terima dengan rasa senang hati dan terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pribadi dan bagi pembaca pada umumnya. Amin – amin yarobbal ‘alamin
Salatiga,
September 2015 Penulis
M. Firdaus Fatchur Rozi
vii
ABSTRAK Rozi, M. Firdaus Fatchur. 2015. Modernisasi Sistem Pembelajaran Pesantren di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Skripsi, Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pembelajaran Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing. Rasimin, S.PdI, M.Pd Kata Kunci : Sistem Pembelajaran, dan Pesantren Modern Menyadari sepenuhnya bahwa mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam, maka pengelolaan dan penyelenggaraan pembelajaran pondok pesantren bersumber pada ajaran agama Islam, dalam rangka membangun masyarakat untuk memperkokoh kepribadian bangsa dalam menghadapi dunia modern. Namun pembelajaran di pesantren masih dianggap kurang menyesuaikan dengan era modernisasi, kondisi ini menyebabkan pesantren kurang diminati oleh masyarakat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana sistem Bagaimana modernisasi sistem pembelajaran di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin, Bagaimana modernisasi sistem pembelajaran khususnya di Ponpes Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang, dan Faktor-faktor apasajakah penghambat dan penunjang modernisasi sistem pembelajaran di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem pembelajaran di Ponpes Bustanul Muta’allimin, modernisasi sistem pembelajaran khususnya di Ponpes Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang serta faktor penunjang dan penghambat modernisasi sistem pembelajaran di Ponpes Bustanul Muta’allimin. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan. Analisis datanya menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pembelajaran di Ponpes Bustanul Muta’allimin meskipun masih menggunakan kurikulum pondok klasik, namun sudah ada upaya peningkatan pembelajaran agama Islam dalam masyarakat. Sistem pembelajaran yang menggunakan pendekatan sosio-kultural kepada masyarakat sekitar pesantren yang diwujudkan dalam bentuk kegiatankegiatan yang banyak melibatkan masyarakat antara lain, tahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at dan kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergiliran. Faktor penunjang adanya dukungan dan komitmen dari pengasuh untuk berkembang, sedangkan faktor penghambatnya adalah sarana prasarana yang masih kurang, pengurus yang masih menjalankan berbagai peran dalam tugasnya.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................
i
NOTA PEMBIMBING .............................................................................
ii
PENGESAHAN........................................................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.............................................................
v
KATA PENGANTAR ..............................................................................
vi
ABSTRAK ...............................................................................................
viii
DAFTAR ISI ............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................
7
C. Tujuan Penelitian..................................................................
8
D. Kegunaan Penelitian .............................................................
8
E. Definisi Operasional .............................................................
9
F. Metode Penelitian.................................................................
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sistem Pembelajaran Pondok Pesantren................................
15
B. Modernisasi Sistem Pembelajaran Pondok Pesantren............
32
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Sistem Pembelajaran di Ponpes Bustanul Muta’allimin .......
50
B. Modernisasi Sistem Pembelajaran di Ponpes Bustanul Muta’allimin .........................................................
63
C. Faktor Penghambat dan Pendukung Modernisasi Sistem Pembelajaran di Ponpes Bustanul Muta’allimin .................... ix
69
BAB IV PEMBAHASAN ......................................................................
73
A. Sistem Pembelajaran Pondok Pesantren...............................
73
B. Modernisasi Sistem Pembelajaran di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin..........................................................
76
C. Faktor Penghambat dan Pendukung Modernisasi Pembelajaran di Ponpes Bustanul Muta’allimin....................
84
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .........................................................................
86
B. Saran ....................................................................................
88
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
89
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.
Tingkat Pembelajaran Masyarakat ....................................
50
Tabel 3.2
Data Sarana Pembelajaran .................................................
50
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Pertanyaan 2. Surat Ijin Penelitian 3. Surat Keterangan Penelitian 4. Daftar Riwayat Hidup 5. Transkrip Wawancara
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang kegiatannya berawal dari pengajian kitab. Secara implicit, pondok
pesantren
tradisional,
namun
dikonotasikan tidak
berarti
sebagai
lembaga
pondok
pendidikan
pesantren
tertutup
Islam untuk
melaksanakan inovasi. Pada zaman penjajahan Belanda memang mereka menutup diri dari segala pengaruh luar terutama pengaruh barat yang non Islami. Namun di lain pihak pondok pesantren dengan figur kyainya telah berhasil membangkitkan nasionalisme, mempersatukan antar suku-suku yang seagama bahkan menjadi benteng yang gigih melawan penjajahan. Menyadari sepenuhnya bahwa mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam, maka pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pondok pesantren bersumber pada ajaran agama Islam, dalam rangka membangun masyarakat untuk memperkokoh kepribadian bangsa dalam menghadapi dunia modern. Sedangkan keberadaan pondok pesantren disamping sebagai lembaga pendidikan juga sebagai lembaga masyarakat telah memberi warna dan corak yang khas khususnya masyarakat Islam Indonesia, sehingga pondok pesantren dapat tumbuh dan berkembang bersama-sama masyarakat sejak berabad-abad lamanya. Oleh karena itu kehadiran pondok pesantren dapat diterima oleh masyarakat sampai saat ini (Mastuhu, 2004: 25).
Dalam perkembangannya sampai sekarang ini pondok pesantren telah mempunyai beberapa bentuk kegiatan pendidikan non formal baik yang berupa pengajian kitab dan keterampilan dan pengambangan masyarakat. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pondok pesantren juga ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang konsekuen anti penjajah. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan pondok pesantren maka kegiatannya harus dibina dan dikembangkan lebih intensif sesuai dengan tujuannya, sehingga pendidikan yang ada di pondok pesantren dapat dikatakan sebagai bentuk nyata dari firman Allah SWT yang terdapat dalam surat AtTaubah ayat 122 adalah sebagai berikut:
* $tBur šc
%x. tb qãZÏB÷sßJ ø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2
4Ÿw öqn=sù txÿtR ` ÏB Èe@ ä. 7ps%öÏù
öN åk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 ’Îû Ç` ƒÏe$!$# (#râ‘É‹ YãŠÏ9ur óO ßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_ u‘ öN ÍköŽs9Î) óO ßg¯=yès9 šc
râ‘x‹ øts† ÇÊËËÈ
Artinya:“Tidak sepatutnya orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”(Qs. At-Taubah: 122).
Maksud dari ayat tersebut menjelaskan bahwa yang demikian itu merupakan penjelasan bahwa Allah SWT menghendaki semua penduduk 2
kampung agar berangkat berperang atau sekelompok orang saja dari tiap-tiap Kabilah, jika mereka tidak seluruhnya keluar. Kemudian, hendaklah orangorang yang berangkat bersama Rasulullah SAW mendalami isi wahyu yang diturunkan kepada beliau, serta memberikan peringatan kepada kaumnya, jika mereka telah kembali, yaitu berkenaan dengan perihal musuh. Dengan demikian, ada dua tugas yang menyatu dalam pasukan tersebut, yaitu yang bertugas mendalami agama yang bertugas untuk berjihad, karena hal itu merupkan fardhu kifayah bagi setiap orang muslim (Suharto, 2011: 58). Tafsir lain menjelaskan bahwa maksud dari ayat tersebut adalah melarang supaya jangan sampai semua kaum muslimin itu pergi berperang, melainkan hendaklah ada juga sebagian yang tinggal untuk menyelenggarakan urusan-urusan lain. Menurut keterangan sebagain ahli tafsir, inilah ayat peperangan yang paling akhir diturunkan, ayat-ayat yang terdahulu selalu mengobarkan semangat berperang, tiap-tiap terdengar komando maka seluruh kaum muslimin merlomba-lomba turut mengambil bagian dan hampir tidak ada orang yang tinggal dirumah, maka turunlah ayat ini. Makna yang dapat kita ambil dari firman Allah tersebut di atas, bahwa dalm kehidupan masyarakat kita terdapat golongan ummat ada yang menuntut dan memperdalam ilmu agama untuk memberi peringatan kepada mereka yang hanya berjuang untuk kepentingan dunia saja. Pondok pesantren sebagai suatu sistem pendidikan yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat dijadikan tumpuhan dan harapan untuk dijadikan suatu model pendidikan sebagai variasi lain dan bahkan dapat 3
menjadi alternatif lain dalam pengembangan masyarakat guna menjawab tantangan masalah urbanisasi dan pembangunan dewasa ini. Oleh karenanya pondok pesantren dengan fungsinya harus berada di tengah-tengah kehidupan manusia dalam setiap perkembangannya, dan dapat memberi dasar-dasar wawasan dalam masalah pengetahuan baik dasar aqidah maupun dasar syari’ah. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin menganjurkan ummat manusia untuk memahami ajaran-ajaran Islam secara tepat agar dapat dijabarkan dalam kehidupan yang nyata. Adapun ilmu-ilmu yang diajarkan dalam pesantren-pesantren walaupun belum berkembang menjadi ilmu yang lebih mapan, telah mampu memberi dasar pola hidup kebudayaan dan peradapan. Disamping untuk mendalami ilmu agama, pondok pesantren sekaligus mendidik masyarakat di dalam asrama, yang dipimpin langsung oleh seorang kyai karena itu peranan pesantren sangat perlu untuk ditampilkan. Pada dasarnya pondok pesantren mendidik pada santrinya dengan ilmu agama Islam agar mereka menjadi orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu yang mendalam dan beramal sesuai dengan tuntutan agamanya. Namun fungsinya sebagai sosialisasi nilai-nilai dari ajaran Islam ini tidaklah cukup bagi suatu pesantren untuk mampu bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya yang sudah berkembang dan modern, bahkan untuk bertahan saja ia harus berani beradaptasi dengan arus perubahan-perubahan sosial yang sangat pesat ini. Sehingga secara bertahap
4
sistem pendidikan pesantren mampu berintegrasi dengan sistem pendidikan nasional. Namun pada akhir-akhir ini ada kecenderungan dari beberapa pondok pesantren yang tidak hanya membekali santrinya dengan pengetahuan agama saja, akan tetapi sudah mulai membekali santrinya dengan keterampilan-keterampilan seperti pertanian, hal ini terutama didasari oleh adanya tuntutan masyarakat yang menghendaki adanya output yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan itu terampil dan siap pakai. Saat ini bangsa Indonesia sangat giat dalam gerak pembangunan. Hal ini untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia seutuhnya. Pondok pesantren sangat memegang peranan penting sebab yang dimaksud manusia
Indonesia
seutuhnya
adalah
manusia
yang
selalu
dapat
mengendalikan diri, dapat menjaga keseimbangan matriil dan sprituil antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Ilmu yang ditimba
para alumni pesantren dari almamater
pesantrennya masing-masing sangat cukup untuk bekal hidup bermasyarakat dan berjuang. Ini tentu ditunjang dengan lebih tekunnya santri tempo dulu dan berkah para gurunya yang keikhlasan dan kedalaman ilmunya sangat mumpuni. Suatu hal yang menakjubkan, bahwa Ummat Islam Nusantara yg terjajah selama 3,5 abad dan selalu kalah dalam pertikaian politik dan kekuasaan tapi masih bisa mengembangkan da’wah Islamiyah-nya sehingga sensus penduduk menjadi mayoritas muslim dan transaksi dalam kehidupan masyarakat baik ekonomi atau non ekonomi juga sangat banyak yang 5
dipengaruhi oleh teori fiqih Islami. Ini tidak lepas dari perjuangan pesantren yang bertebaran di pelosok-pelosok tanah air. Kelompok santri memang kalah dalam perebutan kekuasaan dan politik tapi masih berjaya dalam kultur budaya. Banyaknya Pesantren yang berdiri meningkatkan jumlah penduduk Islam menjadi mayoritas di Indonesia. Ironisnya, justru ketika kita sudah merdeka, umat Islam menerima tekanan-tekanan dari kultur budaya, ekonomi dan juga politik sehingga jumlah populasinya mengalami degradasi. Dari sinilah pesantren harus introspeksi diri sendiri agar misi pendidikan, sosial dan da’wahnya tetap eksis di zaman globalisasi ini. Sehubungan dengan itu maka diantisipasi bentuk ideal pendidikan pesantren dimasa depan adalah bentuk pendidikan formal yang mengasuh ilmu-ilmu agama islam dan dilaksanakan dalam kultur pesantren artinya berbentuk pendidikan non formal lengkap dengan asrama, kiai, santri dan ustadz yang hidup bersama dengan masjid dan gedung-gedung atau ruang belajar sebagai pusat ruang peribadatan dan pengembangan ilmu-ilmu agama islam. Akan tetapi tidak semua pesantren kuno mau merubah sistem dalam dunia keislaman mereka. Banyak juga pesantren yang tetap menjaga utuh jati diri dan nilai-nilai kesalafan mereka. Didunia yang semakin maju ini mereka tetap bersikukuh untuk tidak mengikuti perkembangan zaman dewasa ini. Sehingga dunia pesantren kini terbagi menjadi dua klasifikasi, yakni pesantren salaf dan pesantren modern. Untuk menghadapi dunia modern saat ini lembaga-lembaga tersebut memilki tantangan-tantangan tersendiri untuk
6
menjaga eksistensi mereka dengan tetap mempertahankan visi dan misi dari lembaga-lembaga tersebut. Pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang sebagai salah satu pondok salaf seiring dengan perkembangan zaman memang masih mengajarkan pendidikan berbasis ajaran Islam sebagaimana yang diterapkan pada pondok pesantren salaf pada umumnya. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan mengungkap masalah berkaitan dengan modernisasi sistem pendidikan pesantren khususnya di Ponpes Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang.
B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana sistem pendidikan Pondok Pesantren di Ponpes Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang? 2. Bagaimana modernisasi system pendidikan pesantren di Ponpes Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang? 3. Faktor-faktor apa sajakah penghambat dan pendukung dalam mewujudkan modernisasi sistem pendidikan di Ponpes Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang?
C. Tujuan Penelitian 7
Tujuan penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui sistem pendidikan di Ponpes Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang 2. Untuk mengetahui modernisasi sistem pendidikan pesantren di Ponpes Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang. 3. Untuk mengetahui faktor penghambat dan penunjang dalam mewujudkan modernisasi sistem pendidikan pesantren di Ponpes Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang
D. Kegunaan Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas tentang relevansi system pendidikan pesantren di era modernisasi dan dari penelitian ini diharapkan dapat memberkan manfaat secara praktis maupun teoritis. 1. Secara Teoritik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kajian keilmuan terutama berkaitan dengan sistem pendidikan di pesantren. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : a. Bagi pesantren, sebagai masukan dan informasi mengenai pentingnya implementasi pendidikan
pesantren untuk disesuaikan dengan
perkembangan zaman.
8
b. Hasil penelitian dapat diterapkan langsung oleh masyayikh yang berkaitan dengan system pendidikan di pesantren.
E. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami pengertian yang sebenarnya dari judul tersebut, penulis jelaskan pengertian istilah-istilah yang ada di dalamnya hingga membentuk suatu pengertian yang utuh sebagai berikut : 1. Modernisasi Modernisasi berasal dari kata modern artinya sesuai dengan masa kini. Modernisasi diartikan suatu paham atau gerakan untuk menyesuaikan dengan keadaan saat ini (Surayin, 2009: 281) 2. Sistem Pendidikan Pesantren Sistem Pendidikan merupakan suatu kesatuan yang tersusun secara sistematis dalam menjalankan suatu program pendidikan dalam kurun waktu yang telah ditetapkan (Engkoswara, 2009: 42) Pondok pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai (Dhofier, 2006: 12) 3. Ponpes Bustanul Muta’allimin Ponpes Bustanul Muta’allimin merupakan salah satu pondok pesantren salafiyah yang berlokasi di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. 9
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggambarkan fenomena secara mendalam untuk mengkaji masalah yang diteliti (Sugiyono, 2009: 4).
2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Desa Reksosairi Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Waktu penelitian dimulai bulan Maret 2015 sampai dengan April 2015. 3. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini dipilih sebanyak 10 orang warga, yaitu kepala dusun dan modin, serta pengasuh pondok pesantren, santri dan masyarakat sebagai subjek penelitian. Subjek yang telah dipilih tersebut diharapkan dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
4. Metode Pengumpulan Data Keberhasilan suatu penelitian terutama penelitian kualitatif, tergantung beberapa faktor. Paling tidak ditentukan oleh faktor kejelasan tujuan dan permasalahan penelitian, ketepatan pemilihan pendekatan/ metodologi, ketelitian dan kelengkapan data/ informasi itu sendiri. Dalam penelitian yang mendasarkan pada pendekatan kualitatif ini dipergunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu wawancara dan
10
studi dokumentasi. Kedua teknik akan dijelaskan berikut ini, digunakan peneliti dalam rangka memperoleh informasi saling melengkapi. a. Wawancara Wawancara yaitu melakukan tanya jawab atau mengkonfirmasikan kepada subjek penelitian dengan sistematis (wawancara terstruktur). Dalam wawancara ini, pertanyaan dan jawaban akan bersifat verbal atau semacam percakapan yang bertujuan memperoleh data atau informasi. Dalam penelitian ini, yang menjadi sasaran dari wawancara adalah warga, kepala desa, tokoh masyarakat dan sumber lainnya yang relevan. b. Studi dokumentasi Dokumentasi yaitu suatu alat penelitian yang bertujuan untuk melengkapi data (sebagai bukti pendukung), yang bersumber bukan dari manusia yang memungkinkan dilakukannya pengecekan untuk mengetahui kesesuiannya. Sumber data yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah dokumentasi pembelajaran di pesantren. c. Observasi Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap proses/ tahapan dalam kegiatan pembelajaran di pondok pesantren. Dalam penelitian kualitatif tidak terdapat prosedur pengumpulan data yang memiliki pola yang pasti. Rianse (2009:6) mengatakan “masing- masing peneliti dapat memberi sejumlah petunjuk dan saran berdasarkan pengalaman masing-masing”, namun demikian Lincoln dan 11
Guba dalam Rianse (2009) mengatakan terdapat rangkaian prosedur dasar yang dipergunakan dalam penelitian kualitatif, prosedur itu meliputi tahap orientasi, explorasi, dan member check. Pelaksanaan pengumpulan data dalam penelitian ini melalui kegiatan sebagai berikut: a. Tahap Orientasi Pada saat ini peneliti melakukan kegiatan: Pendekatan kelembagalembaga yang menjadi lokasi penelitian, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang lokasi dan fokus masalah penelitian, serta memilih jumlah informan awal yang memadai untuk memperoleh informan yang tepat. Melakukan pendalaman terhadap sumber-sumber
bacaan
yang
berhubungan
dengan
masalah
penelitian, guna menyusun kerangka penelitian dan teori-teori. Melakukan wawancara awal untuk memperoleh informasi yang bersifat umum yang berkenaan dengan ruang lingkup penelitian ini. b.
Tahap Eksplorasi Pada
tahap
ini peneliti melakukan kegiatan:
Mengadakan
wawancara secara intensif dengan subjek penelitian, yaitu pengasuh pondok pesantren, santri dan masyarakat yang ada di sekitarnya. c.
Tahap Member check Pada tahap ini, semua data dan informasi yang telah dikumpulkan dan dicek ulang dengan metode triangulasi, untuk melihat kelengkapan atau kesempurnaan serta validitas data. Pengecekan 12
data-data ini dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: Mengecek ulang data-data yang sudah terkumpul, baik data yang terkumpul dari wawancara, hasil observasi maupun dokumen. Meminta data atau informasi ulang kepada subjek penelitian apabila ternyata data yang terkumpul tersebut belum lengkap. Meminta penjelasan kepada pihak terkait tentang data siswa yang melanjutkan serta data lain yang berhubungan dengan penelitian.
5. Teknik Analisis Data Tujuan utama penelitian ini adalah memahami perilaku manusia dalam konteks tertentu. Sebagai konsekuensi dari tujuan, sifat dan pendekatan penelitian kualitatif tersebut, maka proses dan teknik analisa data yang ditempuh peneliti cenderung beragam. Kualitas konseptual, kreativitas dan intuisi peneliti menentukan keberhasilan analisanya.
Sesuai
dengan
sifat
penelitian
yang
naturalistic-
fenomenologis kualitatif, tentunya semua informasi yang dijaring dengan berbagai macam alat dalam studi ini berupa uraian yang penuh deskripsi mengenai subjek yang diteliti, pendapat, pengetahuan, pengalaman dan aspek lainya yang berkaitan. Tentu tidak semua data itu dipindahkan dalam laporan penelitian, melainkan dianalisis dengan menggunakan prosedur menurut Sugiyono (2009) yaitu: (1) reduksi data, (2) display data, (3) mengambil keputusan dan verifikasi. Analisis
13
data dalam penelitian naturalisti kualitatif menurut Rianse (2009) adalah proses mengatur data untuk ditafsirkan dan diketahui maknanya. a.
Reduksi Data Tahap ini dilakukan dengan menelah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan lapangan, dan dokumen, sehingga dapat ditemukan hal- hal pokok dari proyek yang diteliti yang berkenaan dengan fokus penelitian.
b.
Display Data Pada tahap ini, dilakukan dengan merangkum hal- hal pokok yang ditemukan dalam susunan yang sismatis, yaitu data disusun dengan cara menggolongkannya ke dalam pola, tema, unit atau katagori, sehingga tema sentral dapat diketahui dengan mudah, kemudian diberi makna sesuai materi penelitian. Lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan analisis dan interpretasi data adalah merupakan proses penyederhanaan dan trasformasi timbunan data mentah, sehingga menjadi kesimpulan- kesimpulan yang singkat, padat dan bermakna (Sugiyono, 2009: 16).
c.
Verifikasi Pada tahap ini dilakukan pengujian tentang kesimpulan yang telah diambil dengan data pembandingan yang bersumber dari hasil pengumpulan
data
dan
penunjang
lainnya.
Pengujian
ini
dimaksudkan untuk melihat kebenaran hasil analisis sehingga melahirkan
kesimpulan 14
yang
diambil
dilakukan
dengan
menghubungkan atau mengkomunikasikan hasil- hasil penelitian dengan teori- teori para ahli (Sugiyono, 2009: 17). Terutama teori yang menjadi kerangka acuan peneliti dan keterkaitannya dengan temuan- temuan dari penelitian lainnya yang relevan, melakukan proses member-chek mulai dari tahap orientasi sampai dengan kebenaran data terakhir, dan akhirnya membuat kesimpulan untuk dilaporkan sebagai hasil penelitian.
15
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Sistem Pendidikan Pondok Pesantren 1.
Sejarah Pondok Pesantren Keberadaan pesantren berperan sebagai media transformasi kultural yang menyeluruh. Pimpinan pesantren dan para santrinya mampu
menjadikan dirinya sebagai penjaga gawang terjadinya
kemerosotan moralitas. Kekuatan peranan kultural pesantren itu dapat terjadi karena didukung olehy sistem nilai pesantren atau kultur pesantren. Dengan jumlah sekitar 27.000 pesantren pada tahun 2012-2013, pesantren telah memberikan pelayanan pendidikan kepada 3,65 juta santri. Hal ini membantu program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah dan sekaligus berpartisipasi dalam pembangunan di bidang pendidikan nasional. Potensi lain yang dimiliki pesantren adalah potensi sosial ekonomi kemasyarakatan. Dengan ragam potensi itu, pesantren telah ikut serta dalam pengembangan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Peran pesantren dalam pembangunan masyarakat dapat dirasakan dari apa yang dilakukan oleh pesantren seperti pengembangan pendidikan mandiri, pembangunan sosio-kultural, dan pengembangan sumber daya kemasyarakatan (Bawono, 2010: 3).
16
Mengkaji pesantren memiliki sejarah yang panjang. Pesantren sangat terkait erat dengan Islamisasi di Nusantara. Pesantren merupakan salah satu penopang utama masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Sebagai jaringan penggerak Islam di Nusantara, pesantren telah memerankan secara optimal sebagai episentrum penyebaran Islam. Eksistensi pesantren dengan demikian,tidak dapat lepas dari sejarah perkembangannya. Pesantren menjadi warisan umat Islam Indonesia yang lahir dari bawah bersama umatnya dan memperlihatkan keaslian Indonesia (indigenous) (Bawono, 2010: 5). Dengan variasi proses dan perkembangannya masing-masing, pesantren tumbuh dan berkembang dengan pesat. Secara kuantitaif kini terdapat puluhan ribu pesantren dengan variasi bentuk dan unsur yang dimilikinya. Secara kualitatif terdapat ragam fungsi dan peran yang dimainkannya dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat. Dari aspek unsur, kiai, santri, masjid, pondok, dan kitab adalah lima unsur utama yang dimiliki oleh sebuah pesantren. Bahkan sebagian ahli memandang, kelima unsur itu merupakan lima rukun pesantren atau pancasila pesantren. Dengan demikian, jika salah satu tidak ada maka belum layak disebut pesantren. Ketika sebuah pesantren terdata di Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren yang diterbitkan oleh pemerintah, dengan dalih telah mendapat surat keputusan atau sertifikat, kemudian
memunculkan permasalahan baru. 17
Manakah yang harus
dijadikan parameter utama, apakah hanya karena ada bangunan dan penyelenggaraan pendidikan keagamaan sudah disebut pesantren. Atau, karena alasan pragmatis, sebuah lembaga pendidikan diidentifikasi sebagai sebuah pesantren padahal lembaga itu tidak lagi seperti ‘pesantren’ dalam arti yang sebenarnya. Sepertinya, ada ‘ruh’ pesantren yang hilang. Kasus adanya fenomena kekerasan yang berjubah dan dibungkus agama, yang dikaitkan dengan pesantren merupakan problematika yang kompleks. Kasus kekerasan di NTB misalnya, yang diduga dilakukan oleh sebuah pesantren, setelah dikunjungi oleh peneliti ternyata jauh dan bukan pesantren. Kondisi demikian disadari benar oleh Kementerian Agama sehingga perlu ditetapkan kriteria-kriteria tertentu untuk semacam sertifikasi suatu lembaga untuk layak tidaknya disebut pesantren (Rahardjo, 2004: 12). Salah satu ukuran yang dibuat adalah Peraturan Menteri Agama (PMA) No 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, pasal 5 yang menyebutkan Pesantren wajib memiliki
unsur-unsur pesantren
yang terdiri atas: kiai atau sebutan lain yang sejenis, santri, pondok atau asrama, masjid atau mushalla, dan kitab kuning atau dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan muallimin. Kiai adalah guru atau ustadz yang memiliki banyak ilmu pengetahuan sehingga banyak santri (murid) yang ingin menimba ilmu darinya. Santri pesantren adalah murid (siswa) baik yang bermukim di pondok atau asrama pesantren atau yang tinggal di tempat lain untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan bahasa, kitab 18
kuning atau dirasah Islamiyah, pengamalan ibadah, dan pembentukan akhlak karimah selama 24 jam. Pondok atau asrama pesantren adalah tempat tinggal yang memenuhi kebutuhan santri selama masa belajar dengan memperhatikan aspek perlindungan, keamanan, dan kesehatan. Masjid atau mushala adalah tempat peribadatan dan/atau pembelajaran santri yang dapat digunakan juga untuk pelaksanaan ibadah masyarakat sekitar pesantren. Kitab (Kitab kuning) adalah kitab kuning atau dirasah Islamiyah yang dipelajari santri dengan pola pendidikan mu’allimin sesuai dengan kekhasan masing-masing pesantren. Selain unsur-unsur pesantren, nilai dan kultur pesantren merupakan aspek yang harus ada dalam suatu pesantren. Model pendidikan, pengajaran dan pengalaman yang dilakukan terus-menerus dalam relasi fungsional internal dan eksternal dipastikan dilakukan dengan nilai-nilai tertentu. Apalagi bahwa pesantren didirikan atas dasar pengembangan ajaran ilahi yaitu agama Islam. Di sinilah nilai-nilai pesantren telah menjadi, meminjam istilah Gus Dur pesantren sebagai sub kultur dengan sistem nilai yang khas. Nilai-nilai seperti keikhlasan, kesederhanaan,
kemandirian,
kedamaian,
ukhuwah
Islamiyah,
kebebasan, menjaga tradisi, menyesuaikan dengan situasi global, kearifal lokal, Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika merupakan struktur yang tak terpisahkan dari kultur pesantren.
19
2. Tujuan Pondok Pesantren Selama ini belum pernah ada rumusan tertulis mengenai tujuan pendidikan pesantren. Mastuhu merumuskan bahwa tujuan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan dan berakhlaq mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhitmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti rasul yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah Nabi)mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan islam dan kejayaan umat islam di tengah-tengah masyarakat(‘izzul Islam wal Muslimin ),dan mencintai Ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia yang muhsin bukan sekedar muslim.Berbagai dasar pendidikan pesantren yang di rumaskan diatas, tentu menjadi dasar yang dimiliki oleh setiap pesantren, karna tanpa dasar tersebut sebuah pesantren akan kehilangan keunikannya sebagai lembaga pendidikan islam tradisional yang berorientasi pada tafaqquh fiddin dan membentuk kepribadian Muslim yang Kaffah (Suharto, 2011: 67)
3. Tipologi Sistem Pondok Pesantren Ciri-ciri Pesantren secara global hampir sama, namun dalam realitasnya terdapat beberapa perbedaan terutama dilihat dari proses dan substansi yang diajarkan. Adapun tipologi secara garis besar terdapat 2 20
kelompok yaitu : Pertama, pesantren salafi yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam Klasik sebagai Inti Pendidikan di pesantren Tradisional. Sistim Madrasah di terapkan untuk memudahkan sistem Sorogan yang di pakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Kedua, pesantren Modern yang telah memasukkan pelajaran umum dalam Madrasah yang di kembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan pesantren (Rahardjo, 2004: 36). Pengelompokan
di
atas
perlu
diurai
lagi.
Mengingat
perkembangan pesantren yang sangat pesat akhir ini. Ridwan Natsir (dalam Haidar, 2007: 319) mengelompokkan pesantren menjadi 5 yaitu : a. Pesantren salaf, yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (wetonan dan sorogan) dan sistem klasikal. b. Pesantren semi berkembang, yaitu pesantren yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (wetonan dan sorogan) dan sistem madrasah swasta dengan kurikulum 90 % agama dan 10 % umum c. Pesantren berkembang, yaitu pondok pesantren seperti semi berkembang hanya saja lebih fariatif yakni 70 % agama dan 30 % umum d. Pesantren moderen, seperti pesantren berkembang yang lebih lengkap dengan lembaga pendidikan sampai perguruan tinggi dan dilengkapi dengan takhassus bahasa arab dan bahasa inggris
21
e. Pesantren ideal, pesantren sebagaimana pesantren moderen hanya saja
lembaga
pendidikannya
lebih
lengkap
dalam
bidang
keterampilan yang meliputi teknik, perikanan, pertanian, perbankkan dan lainnya yang benar-benar memperhatikan kualitas dengan tidak menggeser ciri khas pesantren. Namun dalam Permenag No.3 Tahun 2012 tentang Pendidikan Keagamaan Islam Pendidikan Pesantren
disebutkan
diselenggarakan Salafiyah
bahwa
dalam
adalah
pesantren
bentuk
pesantren
sebagai
pesantren
yang
Satuan
Salafiyah.
menyelenggarakan
pendidikan dengan menggunakan kitab kuning dan sistem pengajaran yang ditetapkan oleh kyai atau pengasuh. Sedangkan Pesantren Khalafiyah dalam peraturan ini masuk dalam pengertian Pesantren Salafiyah. Pengertian Tradisional menunjukkan bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun (300-400 tahun) yang lalu dan telah menjadi bagian yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian besar umat Islam Indonesiayang merupakan golongan mayoritas bangsa indonesia dan telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan umat bukan tradisional dalam arti tetap tanpa mengalami penyesuaian. Kata salaf atau salafiyyah itu sendiri diambil dari numenklatur Arab salafiyyun untuk sebutan sekelompok umat Islam yang ingin kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan Assunnah sebagaimana praktik kehidupan generasi pertama Islam (Assalafussholeh). Pada waktu itu umat Islam 22
sedang mengalami perpecahan dalam bentuk golongan madzhab tauhid hingga beberapa kelompok. Kelompok salafiyun ini mengaku lepas dari semua kelompok itu dan mengajak semua yang telah terkelompokkelompok menyatu kembali kepada ajaran Al-Quran dan Assunnah. Penggunaan kata salaf juga dipakai untuk antonym kata salaf versus kholaf. Ungkapan ini dipakai untuk membedakan antara ulama salaf (tradisional) dan ulama kholaf (modern). Tidak selamanya yang salaf berarti kuno manakala ulama mengajak kembali kepada ajaran AlQur,an. Seringkali mereka bahkan lebih dinamis dari yang kholaf karena ulama kholaf banyak diartikan juga untuk menggambarkan ulama yang memiliki orientasi ke salafussholeh. Penggunaan kata salaf untuk pesantren hanya terjadi di Indonesia. Tetapi pesantren salaf cenderung digunakan untuk menyebut pesantren yang tidak menggunakan kurikulum modern, baik yang berasal dari pemerintah ataupun hasil inovasi ulama sekarang. Pesantren salaf
pada
umumnya
dikenal
dengan
pesantren
yang
tidak
menyelenggarakan pendidikan formal semacam madrasah ataupun sekolah. Kalaulah menyelenggarakan pendidikan keagaman dengan sistem berkelas kurikulumnya berbeda dari kurikulum, model sekolah ataupun madrasah pada umumnya. Jadi menurut hemat penulis pesantren salaf yakni pesantren yang melakukan pengajaran terhadap santrisantrinya
untuk
belajar
agama
mengikutsertakan pendidikan umum 23
islam
secara
didalamnya.
khusus
tanpa
Kegiatan
yang
dilakukan
biasanya
mempelajari
ajaran
Islam
dengan
belajar
menggunakan kitab-kitab kuning atau kitab kuno (klasik), yang menggunakan metode tradisional seperti hafalan, menerjemahkan kitabkitab didalam berlangsungnya proses belajar mengajar. Dalam pesantren salaf peran seorang kyai atau ulama sangat dominan, kyai menjadi sumber referensi utama dalam sistem pembelajaran santri-santrinya. Pesantren tradisional (salafi) “merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang sangat diperhitungkan dalam mempersiapkan ulama pada masa depan, sekaligus sebagai garda terdepan dalam memfilter dampak negatif kehidupan modern”. Istilah pesantren tradisional digunakan untuk menunjuk ciri dasar perkembangan pesantren yang masih bertahan pada corak generasi pertama atau generasi salafi. (Hidayah, 2012: 56) Pesantren salafiyah telah memperoleh.penyetaraan melalui SKB 2 Menteri (Menag dan Mendiknas) No : 1/U/KB/2000 dan No. MA/86/2000, tertanggal 30 Maret 2000 yng memberi kesempatan kepada pesantren salafiyah untuk ikut menyelenggarakan pendidikan dasar sebagai upaya mempercepat pelaksanaan program wajib belajar dengan persyratan tambahan mata pelajaran Bahasa
Indonesia,
Matematika, dan IPA dalam kurikulumnya. Dengan demikian SKB ini memiliki implikasi yang sangat besar untuk mempertahankan eksistensi pendidikan pesantren. Sedangkan mengenai arti pesantren khalafiyah (modern) adalah pesantren yang mengadopsi sistem madrasah atau sekolah yang 24
memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolahsekolah umum seperti; MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan PT
dalam
lingkungannya.
Dengan demikian pesantren
modern
merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui atas pesantren salaf, sebagai institusi pendidikan asli Indonesia yang lebih tua dari Indonesia itu sendiri, adalah ‘legenda hidup’ yang masih eksis hingga hari ini. Sedangkan menurut penulis pesantren modern itu dapat diartikan bahwa pesantren modern adalah pesantren yang berusaha menyeimbangkan pendidikan agama dengan pendidikan umum, metode yang digunakan tidak lagi seperti dulu, materi yang diajarkanpun juga lebih banyak dibanding pesantren salaf. Selain mengajarkan pendidikan agama islam pesantren ini juga mengajarkan ilmu-ilmu umum dan juga bahasa-bahasa asing yang dilakukan guna menghadapi perkembangan zaman yang semakin canggih seperti sekarang ini. Dan didirikan pula sekolahsekolah diberbagai tingkat sebagai sarana prasarana sebagai penunjang dalam sistem pembelajaran mereka. Secara umum Pesantren Wajib memiliki lima elemen pokok yakni: (Haidar, 2007: 42) a.
Kyai, Ustadz, atau sebutan yang lain
b.
Santri,
c.
Pondok atau asrama ; dan
d.
Masjid atau Musholla. 25
Pesantren wajib menyelenggarakan pengajian kitab kuning sesuai dengan kekhasan masing-masing pesantren. Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki oleh pesantren yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan yang lain. Selain itu ada pula ciri khusus pesantren
yakni
kepemimpinan
yang kharismatik
dan
suasana
keagamaan yang mendalam. Pada awalnya posisi pesantren di Indonesia khususnya pesantren salaf atau pesantren tradisional memang cukup positif untuk melindungi umat dari terkaman rekayasa ideologi atau agama penjajah. Banyak ulama besar Islam dilahirkan oleh kalangan pesantren masa itu karena kemurnian ajaran, kualitas keilmuan dan semangat para pendiri pesantren. Namun dalam proses perjalanan sejarah peradaban manusia yang begitu cepat berkembang, pondok pesantren juga secara bertahap kehilangan kemampuan sosialnya karena mereka tetap saja berada pada lingkup yang kecil padahal arus teknologi maju dengan amat pesatnya. Akan tetapi pada masa itu masih banyak pesantren yang bersikukuh mempertahankan ketradisionalan mereka, dan cenderung menutup diri untuk dunia luar. Sehingga perilaku tanggap terhadap perubahan zaman sangat kurang dirasakan oleh mereka. Kemajuan pendidikan masih jauh tertinggal dengan pesantren-pesantren modern, baik dari segi kurikulum ataupun sistemnya. Dari segi kurikulum pesantren ini lebih mencolok terhadap penekanan mengenai fikih, tasawuf dan ilmu alat. Dalam sistem pembelajarannya juga masih 26
mengikuti model-model terdahulu seperti bondongan, hafalan rutinan, sorogan, dan metode yang lainnya (Rahardjo, 2004: 46). Pilihan pesantren untuk tidak mengikuti aturan pendidikan formal adakalanya tumbuh dari kalkulasi program atau kurikulum yang diatur dan disusun Negara tidak akan memenuhi kebutuhan sebuah lembaga pendidikan pesantren yang memiliki visi dan misi pendidikan secara khas. Selain itu, orientasi keilmuan dipendidikan formal dinilai berorientasi pada prestasi akademik dan kerja. Sedangkan pada pesantren salaf tertuju pada prestasi akhlakul karimah. Pandanganpandangan seperti inilah yang menjadikan kaum muslim lemah dan mengalami kemosrotan dalam segi ekonomi, tekhnologi, dan juga pergeseran social di tengah-tengah masyarakat. Untuk lebih singkatnya, kelemahan yang dimiliki oleh pesantren salaf pada umumnya antara lain: (Sumardi, 2008: 78) 1) Menutup diri akan perubahan zaman, dan bersifat kolot dalam merespon modernisasi. 2) Lebih menekankan ilmu fiqh, tasawuf dan ilmu alat 3) Adanya penurunan kualitas dan kuantitas pesantren salaf 4) Penggunaan metode pembelajaran yang masih bersifat radisional seperti sorogan, bandongan (halaqah), dan wetonan. 5) Kurangnya penekanan kepada aspek pentingnya membaca dan menulis. 6) Peran kyai yang dominan dan sumber utama dalam pembelajaran 27
Jadi menurut penulis hal-hal yang ada dalam pesantren salaf yang kiranya kurang begitu relevan dengan perkembangan zaman pada dewasa ini sebaiknya sedikit demi sedikit perlu dievaluasi kembali agar para penerus bangsa tetap menjaga kekhassan dari pesantren salaf itu sendiri.
Dan eksistensi
pesantren
salaf
tetap
terjaga.
Karena
bagaimanapun seiring perubahan zaman manusia itu juga ikut mengalami perubahan. Tidak dapat dipungkiri keberadaan pesantren salaf telah membawa perubahan terhadap masyarakat Indonesia pada masa penjajahan dan awal Indonesia merdeka. Perlu kita ketahui juga banyak para santri yang dulu ikut menyemarakan perjuangan kemerdekaan Negara kita ini. Walaupun banyak mengalami rintangan dan kekangan dari para Kolonial Belanda, tetapi pesantren ini tetap mampu menyebarkan agama islam. Selain itu alumni-alumni dari pesantren salaf ini mampu berkiprah dalam masyarakat pada masanya, karena ilmu yang ditimba sangat cukup untuk bekal hidup bermasyarakat, selain itu adanya keikhlasan dari kyai dan keberkahan dari kyai yang dulu memang sangat manjur. Walau metode yang digunakan itu dikatakan kuno, akan tetapi hasilnya cukup berkualitas. Serta menghasilkan santri yang bersifat akhlakul karimah dan berpijak teguh pada Al-qur’an dan As-sunnah. Pendidikan pesantren salaf ini bagus untuk pembentukan moral anak bangsa kita kedepan. Tapi harus juga
28
diimbangi dengan ketrampilan, kreatifitas dan juga pengetahuan dari mereka (Rahardjo, 2004: 82). Kekhasan pesantren salaf yang paling menonjol adalah kebutuhan akan ta’limu
ulum
keagamaan).
muslim
Masyarakat
addin
(pembelajaran ilmu-ilmu
memiliki
tradisi
pendidikan
keagamaan yang sangat kental dan biasanya menjadi program pendidikan yang utuh serta memenuhi seluruh rongga waktu santri. Untuk lebih rincinya dapat disimpulkan kelebihan-kelebihan dari pesantren salaf antara lain adalah sebagai berikut: (Sumardi, 2008: 52) a) Ketakdziman seorang santri terhadap kyainya begitu kental b) Tempat mencetak kader-kader islam yang berakhlakul karimah dan mumpuni terhadap kajian-kajian agama seperti ilmu fiqh, tasawuf ataupun ilmu alat c)
Sebagai tempat sentral belajar ilmu agama
d)
Tempat pendidikan yang tak mengenal strata social
e)
Mengajarkan semangat kehidupan demokrasi, bekerja sama, persaudaraan, persamaan, percaya diri dan keberanian hidup. Dibelantika
dunia
pendidikan
Indonesia,
model-model
pendidikan di pesantren adalah kondisi sesungguhnya yang kemudian melatar belakangi apa yang disebut dengan pendidikan keagamaan Islam. Namun sampai saat ini pendidikan di pesantren nyaris disebut pendidikan nonformal dan karenanya tidak ada sangkut pautnya dengan program
evaluasi,
akreditasi, 29
maupun
sertifikasi
sebagaimana
diberlakukan oleh Negara. Lalu lulusan pesantren murni semacam ini tidak mendapatkan akses yang sama seperti keluaran lembaga pendidikan lain. Akan tetapi hal demikian tidak akan terjadi lagi dalam dunia pesantren baru kita, yang biasa kita kenal dengan pesantren modern. Karena dalam pesantren modern telah melakukan perubahan terhadap kurikulum, metode dalam melakukan proses pembelajaran seperti perubahan dalam: (Haidar, 2007: 352) 1) Sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi sistem klasikal yang kemudian disebut sebagai madrasah. 2) Diberikannya
pengetahuan
umum
disamping
masih
mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa Arab. 3) Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar. 4) Diberikannya ijazah bagi santri yang telah menyelesaikan studinya di pesantren, yang terkadang ijazah tersebut disesuaikan dengan ijazah negeri. Selain perubahan tersebut, dunia pesantren modern juga telah menerima bahkan mau memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Para santri tidak hanya diajari dan dibacakan kitab-kitab klasik yang menjadi jati diri pesantren, akan tetapi mereka juga diperbolehkan belajar ilmu-ilmu umum juga tekhnologi seperti belajar ilmu alam, social, bahasa asing selain bahasa arab, computer bahkan untuk zaman 30
sekarang internetpun telah diajarkan kepada mereka. Tentunya itu dilakukan guna menciptakan para santri menjadi manusia yang cerdas spiritual dan peka terhadap perubahan zaman. Perubahan yang terjadi dalam pesantren juga merupakan kelebihan akan perkembangan pesantren itu sendiri, adapun kelebihan-kelebihan yang lain dapat dituliskan sebagai berikut: (Dhofier, 2004: 68) 1) Adanya perubahan yang signifikan dalam sistem, metode serta kurikulumnya. 2) Mau membuka tangan untuk menerima perubahan zaman. 3) Semangat untuk membantu perkembangan pendidikan di Indonesia tidak hanya dalam pendidikan agama saja. 4) Dibangunnya madrasah-madrasah bahkan perguruan tinggi guna mengembangkan pendidikan baik agama ataupun umum dalam lingkungan pesantren. 5) Mampu merubah sikap kekolotan pesantren yang terdahulu menjadi lebih fleksibel. 6) Perubahan terhadap out putnya yang tidak hanya menjadi seorang guru ngaji,ataupun guru agama di desa. Sekarang merambah ke dalam dunia politik, ekonomi dan beberapa bidang lainnya. Ketika ada kelebihan tentunya akan ada kekurangan yang hadir mendampinginya. Begitu juga dengan ponpes modern, selain memiliki kelebihan-kelebihan diatas, juga mempunyai kekurangan. Walaupun dengan berkembangnya pemikiran dan paradigma baru dari tradisi 31
pesantren yang dulu, munculnya pesantren modern ini menjadikan kendala akan berkembangnya pesantren salaf, selain itu pada realita yang ada belum semua pesantren yang menklaim dirinya sebagai pesantren modern telah memiliki sarana
dan prasarana
yang
dibutuhkan. Seiring dengan bertambahnya kebutuhan yang dioerlukan untuk pengembangan ponpes modern, para santri yang akan menimba ilmu di dalamnya harus membayar sedikit agak mahal dari pada pesantren model lama. Sehingga mengakibatkan sulitnya orangtua yang memiliki taraf ekonomi tengah ke bawah untuk menyekolahkan anaknya di ponpes tersebut.
B.
Modernisasi Pendidikan Islam 1. Pondok Pesantren Modern Dalam Peraturan Menteri Agama RI mengatakan pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat baik sebagai satuan pendidikan dan/atau sebagai wadah penyelenggara pendidikan. Pesantren juga memiliki dua arti yang dilihat dari segi fisik dan pengertian kultural. ari segi fisik pesantren merupakan sebuah kompleks pendidikan yang terdiri dari susunan bangunan yang dilengkapi dengan sarana prasarana yang mendukung penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan secara kultural pesantren mencakup pengertian yang lebih luas mulai dari sistem nilai khas yang secara intrinsik melekat di dalam pola kehidupan komunitas santri, seperti kepatuhan pada kyai 32
sebagai tokoh sentral, sikap ikhlas dan tawadhu, serta tradisi keagamaan yang diwariskan secara turun-temurun. Ada pula yang mengartikan pesantren dengan arti bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional
Islam
untuk
mempelajari,
memahami,
mendalami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-sehari ((Haidar, 2007: 313). Ketika menelusuri lebih jauh lagi tentang apa itu sebenarnya pesantren, tentu akan muncul begitu banyak arti dan pendapat tentang pesantren. Dari sekian pengertian di atas disini penulis mencoba menarik kesimpulan, bahwa pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam
tradisional
yang
mempunyai
ciri
khusus
yang
telah
mengembangkan diri dan ikut serta dalam pembangunan bangsa serta berperan dalam proses penyebaran agama islam di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan hingga saat ini. Pesantren merupakan lembaga sosial yang motif, tujuan dan usaha-usahanya bersumber pada agama Islam (Suyata,1985: 28). Pesantren adalah lembaga sosial kemasyarakatan
yang mempunyai
sistem nilai yang unik, yang berperan multi fungsi meliputi keagamaan, pendidikan dan pengembangan kemasyarakatan (Haedari, 2008: 32). Pesantren memiliki suatu tradisi, yang merupakan identitas kolektif yang meyakinkan terhadap komunitasnya. Dengan segala kekuatan yang dimilikinya, pesantren berperan sebagai lembaga ‘amar ma’ruf nahi 33
munkar yang partisipatif, baik bi al-lisan maupun bial-hal dengan terlibat langsung menangani permasalahan kemasyarakatan. Bagi ponpes modern yang telah berkembang dan memiliki ratusan, bahkan ribuan santri terkadang mengalami sedikit kesulitan dalam mengondisikan santri-santrinya sehingga memberikan peraturanperaturan ponpes yang harus dijalankan santri. Namun realita yang ada peraturan yang telah dibuat terlalu ketat sehingga santri merasa terkekang hidup di dalam pesantren. Bahkan ada yang berkata hidup di pesantren seperti hidup di penjara suci. Sehingga tidak sedikit santri yang tidak betah dan akhirnya keluar dari ponpes tersebut. Masih terkait dengan jumlah santri yang cukup besar, terkadang para pengurus ponpes mengalami kesulitan dan tidak mampu mengurus santrinya satu persatu, hal ini dijadikan kesempatan oleh santri yang merasa jenuh, untuk kabur dari pesantren. Tidak sedikit santri dari berbagai ponpes modern yang mampu melihat indahnya malam diluar lingkungan pesantren tanpa sepengetahuan pengurus. Selain itu kebiasaan “ngalap berkah kyai” dalam dunia ponpes modern mulai sedikit berkurang, karena santri tidak bisa sering bertemu bahkan diajar oleh kyai dari ponpes yang mereka huni. Karena sudah ada dan telah terbentuk staf pengajar baik dilingkungan pesantren maupun di madrasahnya. Hal tersebut hanya sedikit dari kekurangan ponpes modern yang penulis ketahui, tentunya masih ada lagi kekurangan-kekurangan yang lain.
34
Dari uaraian di atas dapat penulis tuliskan kekurangan-kekurangn tersebut seperti dibawah ini: (Sumardi, 2008: 87) a. Kurang takdzimnya santri kepada kyai, karena santri lebih patuh pada peraturan pesantren. b. Ketatnya peraturan-peraturan yang dibuat, yang menyebabkan ketidaknyamanan santri dalam belajar. c. Ilmu-ilmu agama yang diberikan tidak lagi diberikan secara intensif. d. Terdapatnya kecenderungan santri yang semakin kuat untuk mempelajari IPTEK. e. Tradisi “ngalap berkah kyai” sudah tidak lagi menjadi fenomena yang dalam pesantren. Selama masih ada nafas pendidikan di dunia ini selama itu pula dunia pendidikan akan terus mengalami perubahan sebagai tuntutan zaman. Maka dari itu tidak akan pernah habis manusia untuk mencari dan merubah baik sistem, metode, kurikulum dan dari segi lainnya untuk memajukan pendidikan. Selama itu pula kelebihan dan kekurangan akan terus melekat dalam setiap perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Kelebihan dan kekurangan dari pesantren modern ini juga tidak menutup kemungkinan akan mengalami perubahan dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam. Sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous), posisi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam merupakan sub sistem pendidikan nasional. Karena 35
itu, pendidikan pesantren memiliki dasar yang cukup kuat, baik secara ideal, konstitusional maupun teologis. Landasan ideologis ini menjadi penting
bagi
pesantren,
terkait
eksistensinya
sebagai
lembaga
pendidikan yang sah, menyejarah dan penunjuk arah bagi semua aktivitasnya. Selain itu landasan ini juga dijadikan sebagai acuan bagi pesantren untuk bersikap dalam menghadapi kemajuan perubahan zaman. Sedangkan dasar teologis pesantren adalah ajaran Islam yakni bahwa melaksakan pendidikan agama merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan ibadah kepada-Nya. Dasar yang di pakai adalah Alqur’an dan Hadits. Di samping itu pendidikan pesantren didirikan atas dasar tafaqquh fiddin, yaitu kepentingan umat untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama (Rahardjo, 2004: 68). Pendidikan pesantren juga bertujuan menekankan pentingnya tegaknya islam ditengah-tengah kehidupan sebagai sumber utama moral atau akhlaq mulia. Jika kita berfikir secara alternatif dan otomatis maka, Islam dapat menggantikan tata nilai kehidupan bersama yang lebih baik dan maju. Pendidikan islam
juga dapat melengkapi kekurangan,
meluruskan, yang bengkok atau memperbaiki yang salah atau rusak dan memberikan sesuatu yang baru yang belum ada dan diperlukan. Setelah kita mengetahui lanadasan dan tujuan pesantren pada umumnya, yang tengah menjadi permasalahan kini adalah bagaimana sikap pesantren baik salafi ataupun modern untuk menghadapi relitas 36
modernisasi kehidupan saat ini? Ketika kita tengok lagi mengenai pesantren salaf, maka persoalan eksistensi pesantren yang tidak dapat dilepaskan
dari
persoalajn-persoalan
konteks
social
yang
melingkupinya, itu sebenarnya merupakan tantangan baginya. Karena bagaimanapun tuntutan masyarakat selalu berubah. Untuk zaman sekarang ini ketika kita hanya sibuk dengan urusan ukhrowi saja lalu bagaimana kita bisa terus mempertahankan eksistensi kita sebagai manusia yang dituntut untuk memenuhi kebutuhan raga. Karena pada hakekatnya manusia memiliki dua unsure (jiwa,raga) yang mana keduanya
tidak
dapat
cendikiawan-cendekiawan
dipisahkan kita
satu
dahulu
sama selain
lain.
Bukankah
berilmu
agama,
berakhlakul karimah mereka juga ahli ilmu untuk mengurus dan memajukan dunia islam pada khususnya (Rahardjo, 2004: 72). Pesantren salaf harus mempunyai ketegasan sikap dalam menghadapi persoalan social era reformasi, agar eksistensi dan kiprahnya tetap dapat diterima semua kalangan. Karena selain tantangan zaman, tantangan dari diri pesantren salaf sendiri harus segera disikapi, seperti halnya beberapa problem yang terjadi dalam pesantren salaf antara lain: problem kurikulum, problem kualitas dan kuantitas pesantren salaf, problem metode pengajaran, bahkan problem seorang kyai yang telah mengalami regenerasi. Untuk menyikapi halhal tersebut sungguh tidak mudah, mungkin pesantren salaf harus memberikan terobosan baru dalam pendidikan agama Islam. Bisa 37
dengan merubah “kelamin” menjadi pesantren modern atau melakukan hal baru untuk mempertahankan kesalafiyahannya agar dapat relevan dengan kondisi sekarang. Perkembangan ilmu fiqih misalnya, sebagai ciri paling menonjol diseluruh pesantren di Indonesia, justru dikritik oleh kyaikyai yang sudah mulai berfikir kritis sebagai tidak mengalami kemajuan apa-apa, bahkan cenderung melanggengkan tradisi pengembangan ilmu fiqih secara keliru. Dari segi kompetensi santri juga demikian, pesantren kurang menekankan aspek pentingnya membaca, menulis, dan mendengar seperti tuntutan ilmu pengetahuan modern. Banyak pesantren yang mambiarkan santri bertahun-tahun hidup dipesantren, bahkan sampai usia lanjut, tidak diajarkan cara membaca secara mandiri kitab gundul dengan benar. Itu karena di banyak pesantren cara baca sorogan masih cukup mendominasi. Sehingga setelah lulus santri tersebut sesungguhnya belum menguasai seni membaca kitab arab, kecuali kitab-kitab muktabar yang sudah dibedakan gurunya (Dhofier, 2004: 86) Seni penulisan pada kitab-kitab kuning yang digunaka di pesantren umumnya adalah sistem penulisan kuno (menggunakan sistem matan dan hasyiyah) yang untuk katagori perkembangan zaman seharusnya sudah sangat menyulitkan, tidak efektif, dan perlu penulisan ulang. Namun, karena ini semua kurang dipahami dan dijalankan
38
sehingga tradisi menulis pesantren turut tenggelam bersama pengaruh penulisan masalah pada masa lalu. Selanjutnya modernitas
untuk
yang telah
pesantren
membaur
modern
menjadi
perlu
satu
menyikapi
dalam
sistem
pembelajaran, sehingga pesantren modern mampu menjaga tujuan utama untuk mengajarkan agama Islam sehingga tidak terbawa arus modernisasi itu sendiri. Selain permasalahan keseimbangan antara kedua pendidikan tersebut, masih ada permasalahan yang dihadapi pesantren, yakni masalah akses melanjutkan pendidikan secara lintas jalur atau bekerja di instansi-instansi resmi, semacam menjadi PNS atau melamar menjadi guru agama menjadi persoalan besar bagi kalangan pesantren (walaupun di Jawa Timur atas prakarsa bupati dilakukan pendidikan starta 1 atau jalur pendodok pesantren/MADIN) namun kebijakan itu terlihat sporadis. Tidak semua santri punya niat yang sangat kuat menjadi kyai. Hal lain, peristiwa gugurnya banyak caleg (calon legislatif) dari kalangan orang pesantren yang gagal mendaftar jadi anggota legislative gara-gara ijazah pesantren tidak diakui Negara merupakan kisah paling heboh mengenai quoradis pesantren saat ini. Seperti kita ketahui, untuk mengatasi situasi darurat, para caleg itu lalu mengikuti program penyetaraan paket C (tingkat SMA). Banyak pesantren kemudian menyelenggarakannya secara sporadis sehingga terkesan ada obral ijazah. Bagi yang tidak sabar dengan program ini ada 39
yang mendatangi Departemen Agama dan menntut pengakuan atas ijazah
pesantren.
Sudah
bisa
dipastikan
Departemen
Agama
kelimpungan karna perangkat hukumnya tidak ada. Maka persoalan ini dibawa ke kancah pembaharuan pendidikan melalui reformasi pendidikan yang diusung oleh UU No 20 tentang Sisdiknas 2003. Halhal semacam ini harus dijadikan pembelajaran untuk kalangan pesantren dalam bersikap selanjutnya (Sumardi, 2008: 116). Alangkah prihatinnya umat Islam di Indonesia ini jika pada zaman kemerdekaan yang maju dan canggih seperti sekarang masih ada pondok pesantren gaya lama yang mengajar santrinya dengan bukubuku lama, materi yang diajarkan juga hanya masalah ritual/ peribadatan sempit, wawasan yang disajikan hanya wawasan lokal, metode yang diajarkan hanya mencontoh atau meniru dan sistem yang dipakai adalah sistem yang feodalistik. Pondok semacam ini tidak seharusnya boleh ada lagi di Indonesia karena amat berbahaya bagai masa depan generasi muda umat dan generasi muda bangsa. Pondok semacam ini bisa menjadi kantong-kantong pembodohan generasi muda yang nantinya mengahasilkan produk yang pasif, picik, emosional, labil dan membebani upaya pembangunan masyarakat. Bagi pesantren yang menyelenggarakan satuan atau program pendidikan dengan sistem yang sudah berjalan selama ini tentu tidak menghadapi masalah apa-apa. Namun, bagi pesantren yang tetap ingin nenyelenggarakan ilmu agama murni atau tetap tidak mau ikut 40
sepenuhnya kurikulum Negara, peluangnya terdapat di dua model berikut ini: (Sumardi, 2008: 118) a. Apa pun satuan dan program pendidikan yang diselenggarakannya akan di hitung oleh hukum Negara sebagai bukan pendidikan formal melalui proses standarisasi dan akreditasi. Jika pesantren semacam ini mengeluarkan ijazah, maka ijazah nya tentu bukan ijazah yang berstatus
terakreditasi.
Pesantren
yang
menyelenggarakan
pendidikan formal tanpa akreditasi, maka pesantren tetap seperti sedia kala, akan besar bersama penerimaan masyarakat. Dengan mengecualikan santri diusia 7-15 tahun karena wajib bagi mereka mengikuti program wajar Diknas 9 tahun b. Jika pendidikan yang dikembangkan pesantren tidak memenuhi criteria standar nasional pendidikan dan tidak melampau proses akreditasi, akan tetapi pesantrn tersebut mampu menciptakan keluaran pendidikan yang kualitas kompetensinya memadahi. Maka peluang pengakuan pesantren ,masih bisa titempuh ,melalui proses pengakuan akreditasi yang dilakuakan oleh mentri pendidikan nasional dan mentri agama. Pengakuan setara pendidikan formal yang akan diperoleh pesantren ini masihjauh lebih memungkinkan dari pengakuan Negara atas penyetaraan yang diperuntukkan pada peserta didik pendidikan non formal dan in formal (UU Sisdiknas). c. Kaum santri pada umumnya kini sudah mendengar bahwa UU Sisdiknas baru, telah mengadopsi model pesantren sebagai bagian 41
integral dalam sistem pendidikan nasional. Ini bisa dimaknai angin segar bagi model pendidikan yang merasa terpinggirkan seperti pesantren selama ini. Setelah kita mengetahui apa dan bagaimana kita harus menyikapi hal-hal yang menyangkut sistem pendidikan pesantren, kini kita harus berpikir kembali untuk terus mengembangkan dan memperbahuri sistem pendidikan pesantren kita agar tidak ketinggalan dan membukitikan bahwa kaum muslim juga mampu menjadi cendekia dalam bidang ilmu pendidikan, baik agama maupun umum. Karena bagaimanapun pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan agama islam yang memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lain, selain itu peran pesantren dalam sejarah Indonesia sangat berpengaruh, sehingga eksistensi dan kiprahnya harus terus dijaga. Peran
pesantren
dalam
proses
pembangunan
sosial
Perspektif histories menempatkan pesantren pada posisi yang cukup istimewa dalam khazanah perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Abdurrahman Wahid menempatkan pesantren sebagai subkultur tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Menurutnya, lima ribu podnok pesantren yang tersebar di enam puluh delapan puluh desa merupakan bukti tersendiri untuk menyatakan sebagai subkultur. Bertolak dari pandangan Abdurrahman Wahid di atas, tidak terlalu berlebihan apabila pesantren di posisikan sebagai satu elemen determinan 42
dalam struktur piramida sosial masyarakat Indonesia. Adanya posisi penting yang disandang pesantren menuntutnya untuk memainkan peran penting pula dalam setiap proses-proses pembangunan sosial baik melaui potensi pendidikan maupun potensi pengembangan masyarakat yang dimilikinya. Seperti dimaklumi, pesantren selama ini dikenal dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan yang memiliki misi untuk membebaskan peserta didiknya (santri) dari belenggu kebodohan yang selama ini menjadi musuh dari dunia pendidikan secara umum. Pada tataran berikutnya, keberadaan para santri dalam menguasai ilmu pengetahuan dan keagamaan akan menjadi bekal mereka dalam berperan serta dalam proses pembangunan yang pada intinya tiada lain adalah perubahan sosial menuju terciptanya tatanan masyarakat yang lebih sempurna. Selaras dengan pandangan pembangunan sebagai proses perubahan sosial, pembangunan itu tiada lain merupakan pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan pancasila. Pembangunan nasional diarahkan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir bati, termasuk terpenuhinya rasa aman, tentram dan keadilan. Dalam kontek ini, praktek pembangunan sosial itu bukan saja menjadi milik dan tanggung jawab institusi pemerintah, melainkan tanggung jawab besama antara pemerintah dan masyarakat. Hanya saja, keberadaan 43
pesantren tidak memiliki kewenangan langsung untuk merumuskan aturan sehingga perannya dapat dikategorikan ke dalam apa yang dikenal dengan partisipasi. Dalam hal ini, pesantren melalui kyai dan santri didikannya cukup potensial untuk turut menggerakkan masyarakat secara umum. Sebab, bagaimanapun juga keberadaan kyai sebagai elit sosial dan agama menempati posisi dan peran sentral dalam struktur sosial masyarakat Indonesia. Salah satu sector penting dalam pembangunan sosial yang mendapatkan
perhatian
serius
hampir
dalam
setiap
pelaksanaan
pembangunan adalah aspek pendidikan. Bidang pendidikan itu sendiri telah menjadi pilar utama penyangga keberhasilan pelaksaan pembangunan sosial. Hampir bisa dipastikan, bagi suatu daerah yang masyarakatnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung memiliki tingkat keberhasilan pembangunan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan daerah yang rata-rata tingkat pendidikan masyarakatnya relative rendah. Terkait dengan pembangunan dibidang pendidikan, pesantren dalam praksisnya sudah memainkan peran penting dalam setiap proses pelaksanaan kegiatan tersebut. Para kyai atau para ulama yang selama ini menjadi figuran masyarakat Indonesia, dan bukan sekedar sosok yang dikenal sebagai guru, senantiasa peduli dengan lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya. Mereka biasanya memiliki kometmen tersendiri untuk turut melakukan gerakan transformasi sosial melaui pendektan keagamaan. Pada esensinya, dakwah yang dilakukan kyai sebagai medium transformasi sosial keagamaan 44
itu diorientasikan kepada pemberdayaan salah satunya aspek kognitif masyarakat. Pendidirian lembaga pendidikan pesantren yang menjadi ciri khas gerakan transformasi sosial keagamaan para ulama menendakan peran penting mereka dalam pembangunan sosial secara umum melalui media pendidikan. Muculnya, tokoh-tokoh informal berbasis pesantren yang sangat berperan besar dalam menggerakkan dinamika kehidupan sosial masyarakat desa. Misalnya, tidak bisa dilepaskan dari jasa dan peran besar kyai atau ulama. Demikian pula, laihrnya pendidikan modern yang cukup pesat dewasa ini secara geneologis tidak bisa dilepaskan pula dari akarnya yakni pendidikan pesantren (Haidar, 2007: 384). Pada mulanya banyak pesantren dibangun sebagai pusat reproduksi spiritual, yakni tumbuh berdasarkan sistem-sistem nilai yang bersifat Jawa. Akan tetapi para penunjangnya tidak hanya semata-mata menanggulangi isi pendidikan
agama
saja.
Pesantren
bersama-sama
muridnya
atau
kelompoknya yang akrab mencoba melaksanakan gaya hidup yang menghubungkan kerja dan pendidikan serta membina lingkungan desa berdasarkan struktur budaya dan sosial. Karena itu pesantren mampu menyesuaikan diri dengan bentuk masyarakat yang amat berbeda maupun dengan
kegiatan-kegiatan
individu
yang
beraneka
ragam.
Kehidupan pesantren sendiri mempunyai ciri-ciri yang justru menjadi identitas dirinya yang bisa dikatakan unik namun masih bisa bertahan dalam menghadapi arus modernisasi. Adapun ciri-ciri tersebut diantaranya: (Haidar, 2007: 386) 45
a. ada Kyai yang mengajar dan mendidik. b. ada santri yang belajar dari Kyai. c. ada masjid. d. ada pondok atau asrama tempat para santri bertempat tinggal. Disamping karakter pondok pesantren secara khas seperti yang ada diatas, disini juga pula karakteristik pondok pesantren yang lainnya, antara lain sebagai berikut: Sistem kebebasan yang lebih besar dibanding dengan murid-murid di sekolah-sekolah modern didalam bertindak dan berinisiatif sebab hubungannya antara kyai dan santri bersifat dua arah yaitu ada hubungannya timbal balik seperti adanya anak dan orang tua. Kehidupan pesantren menanamkan semangat demokrasi dikalangan santri, karena mereka praktis harus
bekerja
sama
untuk
mengetahui
problem
non
kurikuler.
Para santri tidak mengidap penyakit ijazah sebab sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, ini membuktikan ketulusan motivasi mereka dalam belajar agama, maka sebagai hasilnya mereka akan mendapat ridlo Allah SWT. Selain mengajarkan pelajaran agama, pesantren juga menekankan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan di hadapan Allah SWT, rasa percaya diri dan bahkan berani hidup mandiri. Para alumni pesantrenpesantren tidak berkeinginan menduduki jabatan yang ada di pemerintahan dan karenanya hampir tidak dapat dikuasai oleh pengusaha.
46
Dari ciri-ciri atau karakteristik tersebut dapat kami simpulkan dalam ciri-ciri utama dalam pondok pesantren adalah kesederhanaan, kepatuhan, kedisiplinan sampai pada persaudaraan atau ukhuwah Islamiyah yang terpancar dari para santri dalam suatu pondok pesantren. Dalam perkembangannya pemerintah pernah menawarkan sebuah bantuan pada pondok pesantren baik fisik maupun non fisik, akan tetapi pondok pesantren secara bertahap dapat berdiri sendiri tanpa adanya bantuan yang dapat mengolah, karena jika sudah memperoleh bantuan dan segala fasilitas, maka pondok pesantren akan kehilangan karakteristiknya dan tidak mempunyai hak otonom lagi dalam meningkatkan dan mengembangkan pondok pesantrennya. Keseluruhan sistem nilai dari ciri utama di atas pada dasarnya dapat membawakan sebuah dimensi dalam kehidupan pesantren, yakni kemampuan
untuk
berdiri
diatas
kaki
sendiri.
Kemandirian
ini
dimanefestasikan dalam berbagai bentuk keluwesan struktur kurikuler dalam pengajaran dan pendidikan, hingga kemampuan pada warganya untuk menahan diri dari godaan menempuh pola konsumsi yang cenderung pada kemewahan hidup. Kemampuan hidup mandiri ini terlihat pula dalam kepercayaan yang diberikan kepada pemimpin pesantern untuk mengelola harta masyarakat untuk berbagai keperluan yang ditentukan bersama, seperti dana kematian, pembangunan rumah ibadah, dan santunan bagi mereka yang ditimpa musibah dan anak yatim, sampai dana untuk pembangunan sarana 47
prasarana
fisik
desa
yang
telah
dikumpulkan
secara
swadaya.
Berdasarkan pada kenyataan diatas, jelas para pemimpin dan warga pesantren
serta
lembaga
pendidikan
memiliki
cukup
kuat
untuk
mempelopori perubaha-perubaha mendasar dalam kehidupan mesyarakat yang sedang membangun. Kehidupan masyarakat pada umumnya sangat berbeda antara yang satu dengan yang lain, perbedaan itu disebabkan struktur masyarakat yang ada juga faktor tempat mempunyai peranan penting dalm hal tersebut, disamping faktor-faktor lain yang mempengaruhi masyarakat itu, sehingga tampak jelas sekali perbedaannya apakah masyarakatnya termasuk golongan tinggi, menengah, kota, pedesaan dan sebagainya. Pesantren dapat mendorong masyarakat untuk menentukan wadah dan wahana perembukan yang hidup di luar struktur pengambilan keputusan formal di tingkat desa, dengan demikian lebih mampu menampung aspirasi masyarakat sekitarnya, karena kecilnya hambatan psikologis bagi mereka untuk menyatakan pendapat secara bebas dalam lingkungan sendiri. Pesantren juga dapat mendorong ditempuhnya cara dan proses pembangunan yang tidak memerlukan biaya banyak, karena prinsip hemat dan swadaya berdasarkan kemampuan masing-masing telah menjadi bagian integral dari kerjasama
membangun
dari
yang
telah
dicontohkan
selama
ini.
Kemampuan mendorong tumbuhnya swadaya masyarakat sekitarnya, didasari karena kemampuannya untuk melestarikan dan mendinamisir lembaga-lembaga tradisional yang ada. Pada hakekatnya banyak hal yang 48
dapat diperankan oleh pesantren dan perangkat lembaga pendidikannya, asal saja semual memang para pemimpin dan segenap warganya menyadari benar siapa mereka dan apa potensi yang telah dimilikinya. Dari sinilah dapat dimulai kerja mendinamisir dan mempelopori jalannya proses pembangunan meskipun dalam cakupan sangat mikro tetapi cukup. Betapa besar potensi pesantren dalam mengembangkan pendidikan masyarakat bawah, bukan saja potensi tersebut menjadi peluang strategis dalam pemgembangan masyarakat desa, tetapi juga akan memperkokoh lembaga pesantren sendiri sebagai lembaga kemasyarakatan. Dan memang kenyataannya yang berlangsung bahwa secara moril, pesantren adalah milik masyarakat meluas, sekaligus menjadi panutan berbagai keputusan politik, agama dan etika (Sumardi, 2008: 78).
49
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A.
Sistem Pendidikan di Ponpes Bustanul Muta’allimin Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang penulis lakukan, berikut ini kami paparkan tentang latar belakang berdirinya pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang. Berdirinya pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruhpada tahun 1989 bersama dengan segenap masyarakat.Ini merupakan pondok pesantren yang tergolong cukup tua di wilayah kecamatan Suruh. Gagasan mendirikan pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh oleh Kyai Mawardi dilatarbelakangi adanya tuntutan masyarakat, terutama masyarakat yang merasakan penting akan adanya Lembaga Pendidikan Agama yang dapat menampung keinginan masyarakat untuk menyekolahkan putra putrinya sehingga mereka dapat mengusai ilmu agama dengan baik. Pada waktu itu memang di desa Reksosari belum ada pendidikan non formal. Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh yang sejak tahun 1989 sudah dibadan hukumkan menjadi Yayasan Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, yang pada saat ini membawahi unit-unit kepesantrenan, Taman Kanak-Kanak (TK), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Sejak 50
itulah pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh terus berkembang, baik fisik, sistem kelembagaan maupun kurikulum yang diterapkannya seiring dengan derasnya arus perubahan zaman. Tentu ia tak ingin lapuk ditelan zaman begitu saja. Zaman boleh berubah dan berkembang terus, tapi yang pasti pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruhakan terus ambil bagian dalam proses pemberdayaan umat melalui jalur sistem pendidikan pondok pesantren yang menekankan pada aspek moralitas. Kepemimpinan di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh telah mengalami tiga kali pergantian dan perubahan.Pada periode Kyai Mawardi, kepengasuhan langsung dipegang beliau, hingga ahkirnya pada tahun 2002, kepemimpinan beralih ke tangan putranya yang tertua.Pada
kepemimpinan
beliau
tidak terlalu
banyak
mengalami
perubahan, sehingga pada berikutnya beliau wafat dan beliau merupakan pengasuh yang kedua.Sehingga kemudian sistem kepemimpinan Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dipegang secara kolektif oleh beberapa orang pengasuh (para putra pendiri pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh).Sejak itulah Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh mulai berada di bawah Dewan pengasuh. Sebagai sebuah lembaga pendidikan pesantren, bidang garapan Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh adalah bidang kepesantrenan.Penanggungjawab langsung bidang ini adalah ketua dewan 51
pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh.Sedangkan dalam operasionalnya, tugas ini dilaksanakan oleh sebuah institusi di tingkat santri yaitu Ikatan Keluarga Santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh.Bidang kepesantrenan ini meliputi pendidikan moralitas dan pengajaran kitab-kitab klasik yang diharapkan kepada seluruh santri, baik asrama maupun non asrama. Setelah penulis melakukan berbagai upaya dalam rangka proses penelitian ini, yang menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan cara memahami fenomena yang diteliti sehingga data yang ada berupa untaian
kata-kata
bukan
berupa
angka-angka
(data
statistik).
Selanjutnya kami paparkan data yang berkaitan dengan peran pondok pesantren dalam pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh. Peran Pondok Pesantren dalam Peningkatan Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari
Suruh.Dewasa
ini
lembaga
pendidikan
yang
semakin
berkembang, berinovasi dan berupaya menghasilkan out put yang siap pakai, tidak semata hanya dimiliki oleh sekolah umum saja. Namun pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia juga mulai merestrukturisasi kurikulum pendidikan dan sistem pembelajaran dengan menyesuaikan terhadap perkembangan zaman, dalam artian pesantren tidak selalu diidentikkan dengan lembaga pendidikan yang masih tradisional, tetapi pesantren sudah mulai berinovasi dengan mengintegrasikan sistem 52
pendidikannya pada kurikulum nasional. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan dan peran pesantren semakin signifikan terhadap pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat yang selanjutnya dapat berimplikasi pada pembentukan sikap yang baik.Maka dari itu peran pondok pesantren dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh sangat penting sekali, dan hal ini sebenarnya sudah merupakan tugas dan tanggungjawab pondok pesantren sesuai dengan azaz dasar didirikannya pondok pesntren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh. Lebih lanjut tentang seperti apa dan bagaimana peran pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruhdapat diuraikan sebagai berikut sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan berbagai nara sumber yang mempunyai partisipasi dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat. Berdasarkan pemaparan dari pengasuh Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh yaitu Kyai Mawardi sebagai informan pertama dalam penelitian ini ketika penulis melakukan wawancara, beliau menyatakan bahwa: “Sebenarnya keberadaan pondok pesantren khususnya di Reksosari ini sangat penting sekali perannya terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, karena masyarakat banyak yang beranggapan bahwa pondok pesantren itu merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya.nilai khususnya dalam hal spritual. Anggapan seperti itu sangat memungkinkan untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat yang memiliki karakteristik fanatis-agamis.Kenapa saya katakan demikian, karena sejak berdirinya pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pesantren ini sudah menjadi tempat pendalaman ilmu pengetahuan Islam dan 53
memantapkan posisinya dalam pengembangan agama Islam. Maka dari itu banyak masyarakat yang mempercayai proses pendidikan anaknya kepada pesantren ini dengan cara memondokkan anak-anaknya dengan tujuan agar mereka bisa mempunyai pengetahuan yang luas yang dibarengi dengan akhlak yang baik. Disamping itu sejak dulu sebagai pendiri pertama pondok pesantren ini sudah mulai menerapkan pendekatan-pendekatan sosio-kulutral dalam pengembangan pendidikan agama Islam terhadap masyarakat. Beliau mengadakan kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat, seperti tahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at dan kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergiliran dari rumah masyarakat yang satu dengan rumah yang lainnya. Selain kegiatan itu ada juga pengajian rutin mingguan yang dilaksakan di pondok pesantren. Kegiatan-kegiatan tersebut sampai saat ini masih tetap dilaksanakan bahkan beberapa kegiatan lain telah dikembangkan oleh pondok pesantren diantaranya penyuluhan, dan penugasan alumni ke beberapa lembaga pendidikan untuk menjadi guru bantu (tugas purna bakti)” Mengenai apa yang diajarkan di Ponpes Bustanul Muta’allimin berdasarkan wawancara berikut Bapak Kyai Mawardi menyatakan bahwa “Peran pondok pesantren juga sangat menentukan dalam peningkatan pemahaman akan ilmu-ilmu agama bagi para santri maupun masyarakat. Sehingga setelah mereka terus menerus digembleng dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan agama Islam maka selanjutnya keimanan mereka terhadap tuhan yang maha esa akan semakin mantap. Dengan demikian keberadaan pondok pesantren manfaatnya dapat langsung dirasakan masyarakat dimana masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan ilmu-ilmu pengetahuan agama”. Pemaparan informan di atas selaras dengan hasil observasi partisipatif yang dilakukan oleh penulis, ketika kami tinggal di pondok pesantren tersebut selama melakukan proses penelitian. Sebagaimana penulis ketahui bahwa Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh sejak awal berdirinya telah mempunyai peran penting terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya apresiasi yang diberikan oleh masyarakat sekitar terhadap
kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh pesantren.
Senada dengan pendapat pengasuh tentang Peran pondok pesantren dalam 54
peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, salah satu pengurus pondok
pesantren
Bustanul
Muta’allimin
Reksosari
Suruh
beliau
menyatakan bahwa: “Menurut saya mas, pondok kami yaitu Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh sudah sejak dulu mempunyai peran penting terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, itu sudah dimulai pada zaman pendiri yaitu Kyai Mawardi.Dapat dilihat pada sekarang ini meskipun Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, tapi pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh tetap eksis dan tetap bisa berperan dalam kehidupan masyarakat meskipun tidak ada beliaubeliau. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh lembaga ini untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tidak akan pernah pudar sampai kapanpun karena hal tersebut telah menjadi tujuan dari berdirinya pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh itu sendiri” Apabila dilihat dari motivasi santri datang ke Ponpes Bustanul Muta’allimin berdasarkan wawancara dengan salah satu santri, menyatakan bahwa” “Tujuan santri pergi ke pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh adalah untuk menghiasi diri (akhlaqul karimah), mencari ilmu karena Allah untuk dirinya maupun untuk orang lain serta mendekatkan diri kepada Allah Swt. dari itu semua bahwa di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh ini juga ada pengabdian masyarakat yang disebut dengan Orientasi Pengabdian Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, dari konsep ini dapat dikolerasikan dengan peran pondok pesantren terhadap masyarakat, ketika dilihat dari itu semua bahwa pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh telah berjalan sesuai dengan tujuan awal yaitu membentuk dan membangun masyarakat baik itu dari segi moral ataupun ilmu pengetahuan. Karena ketika pengabdian para santri dituntut mandiri bagaimana menghadapi persoalan-persoalan yang dihadapi ketika waktu pengabdian”.
Melengkapi pernyataan dari beberapa informan sebelumnya, berikut juga penulis uraikan tentang bagaimana peran pondok pesantren dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dari perspektif 55
masyarakat sebagai objek sasaran dari setiap program-program yang dilakukan pesantren.Untuk itu penulis melakukan wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat di sekitar pondok pesantren diantaranya bapak Muhkam Habibi dan bapak imam. Berikut beberapa statemen dari bapak Muhkam Habibi ketika di wawancarai: “Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh tercinta ini telah menerapkan dan meningkatkan pendidikan pada masyarakat. Masalahnya disini memang para santri-santrinya diharuskan mengembangkan fitrah manusia yang dimilikinya, diantaranya adalah Fitrah agama, Dalam fitrah agama ini para santri sudah dididik dan digembleng dan didorong untuk selalu pasrah, tunduk dan patuh kepada Tuhan, sehingga dalam hal ini sering dilakukan dimasjid, seperti shalat jama’ah, shalat tahajud, istighasah, shalawadan, tahlilan, yasinan dan ngaji surat munji’at. Fitrah berakal budi, fitrah berakal budi merupakan untuk berfikir dan berzikir dalam memahami tanda-tanda keagungann Tuhan. Ini juga sering dilakukan dengan bentuk diskusi perkamar, antar daerah dan juga dilakukan dengan lomba debat” Hasil wawancara tersebut dikuatkan dari hasil wawancara dengan Kyai Mawardi selaku pengasuh pondok pesantren, yang dalam wawancara menyatakan bahwa “Fitrah kebersihan dan kesucian, hal ini biasanya di pondok pesantren diberi tulisan yang berkaitan dengan kebersihan juga megadakan piket kebersihan, kerja bhakti dan lomba kebersihan antar kamar.Fitrah bermoral atau berakhlak, pondok pesantren kita sangat sekali menjaga dan memelihara terhadap hal-hal yang berkaitan dengan moral, makanya ketika disini ada para santri yang melanggar aturan-aturan yang belaku disini itu diberi sangsi yang sesuai dengan kesalahannya.Fitrah kebenaran, para santri disini diberi kesempatan untuk mencari konsep kebenaran baik itu kebenaran mutlak maupun kebenaran nisbi dalam hal ini dilakukan bentuk forum dialog dan seminar.Fitrah kemerdekaan, disini juga para santri dituntut untuk merasakan kebebasan dalam melaksanakan aktifitas apapun, karena itu semua sudah disepakati bersama. Fitrah Keadilan, fitrah ini harus dimiliki oleh para santri, hal ini diterapkan diberbagai tempat baik diwaktu diberi kepercayaan menjadi ketua kamar, pengurus daerah dan pengurus alumni. Fitrah persamaan dan persatuan, contoh dari aplikatif fitrah tersebut dituangkan dalam bentuk memakai seragam putih-putih dalam shalat berjemaah dan juga bersama-sama dalam melaksanakn senam pagi dan yang 56
lainnya.Fitrah individu, dalam fitrah ini biasanya para santri memasak sendiri, mencuci sendiri dan bagaimana mengatur dirinya sendiri. Fitrah sosial, para santri setiap hari jum’at dan hari selasa melakukan kerja bakhti, dan melakukan kerja sama dengan masyarakat, yang hal ini dilakukan dalam penagihan listrik. Fitrah seksual, fitrah ini merupakan untuk mengembangkan keturunan sehingga di pondok pesantren ini para santri diajarinya dengan mengaji kitab julujen, yang mana dalam hal ini dikhususkan kepada para santri yang sudah keluar Madrasah Aliyah (MA).Fitrah ekonomi, dalam hal ini para santri diajari tentang kewirausahaan dengan mendatangkan pemateri yang menjelaskan pentingnya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sekaligus diterapkan dalam bentuk koperasi.Fitrah politik, disini juga diajari tentang politik dan aplikatifnya, seperti dalam pemilihan pengurus daerah, pengurus IKSNI dan pengurus alumni.
Lebih lanjut bapak Imam yang juga merupakan tetangga dekat dari pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh menambahkan Pendapat bahwa: “Sebenarnya bagi kami sebagai masyarakat, pesantren itu sudah cukup sangat berperan sekali, mulai dari memberikan bimbingan bagi saya dari orang tua dan anak-anak saya. Dulu, pada zaman saya masih anak-anak, yang mana pada waktu itu pendidikan itu sangat minim sekali, baik itu pendidikan agama, apalagi pendidikan umum, waktu itu saya dan temanteman saya belajar ngaji dan bagaimana cara (andep asor) berakhlak yang baik, dengan sabarnya para pendiri pondok pesantren tersebut mengopeni saya dan teman-teman saya sedikit demi sedikit, dan sampai saat ini hal-hal seperti masih terus berlaku, sehingga pondok pesantren mempunyai pengaruh yang sangat sekali terasa bagi masyarakat sekitarnya. Dan dengan adanya pondok pesntren tersebut, kami merasa telah terbekali dengan ilmuilmu pengetahuan khususnya pendidikan Islam dan tatakrama”.
Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa keberadaan pondok pesantren terhadap masyarakat dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam memiliki peran yang cukup signifikan, hal inilah yang dicontohkan oleh pendiri pertama pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh. Beliau melakukan upaya pendekatan sosio-kultural kepada 57
masyarakat sekitar pesantren yang di wujudkan dalam bentuk kegiatankegiatan yang banyak melibatkan masyarakat, yang berupa tahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at dan kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergiliran dari rumah masyarakat yang satu dengan rumah yang lainnya. Selain kegiatan itu ada juga pengajian rutin mingguan yang dilaksakan di pondok pesantren.Disamping itu beliau juga memberikan semangat dan memberikan suri tauladan kepada masyarakat dalam berperilaku sehari-hari, sehingga dikalangan masyarakat maupun para santri sangat mengenang jasajasa beliau utamanya pada ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh beliau yaitu;
simtem
pendidikannya
yang
sangat
berpengaruh
terhadap
terbentuknya masyarakat yang berbudi hasanah. Sejak dulu peran penting pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat telah mengambil peranan yang cukup signifikan.Sampai saat ini peran tersebut masih tetap dijalankan. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh lembaga ini untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tidak akan pernah pudar sampai kapanpun karena hal tersebut telah menjadi tujuan dari berdirinya pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh itu sendiri. Bagi masyarakat, keberadaan pesantren sangat berperan sekali, untuk memberikan bimbingan, baik itu pendidikan agama, apalagi pendidikan umum, atau bagaimana cara (andep asor) berakhlak yang baik. Peran pesantren dianggap telah mampu mengembangkan fitrah manusia. 58
Pentingnya peran pondok pesantren dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat juga dikemukakan oleh para pengurus baik pengurus alumni.Mereka berpendapat bahwa Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh sudah sejak dulu mempunyai peran penting terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, itu sudah dimulai pada zaman pendiri yaitu Kyai Mawardi.Dan saat ini meskipun beberapa pengasuh Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh lebih banyak disibukkan oleh kegiatan di birokrasi karena tanggungjawab jabatan yang tidak bisa ditinggalkan namun hal itu tidak terlalu berpengaruh terhadap eksistensi pondok pesantren dan lembaga ini tetap bisa berperan dalam kehidupan masyarakat. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa rasa tanggung jawab yang dimiliki pondok pesantren untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tidak akan pernah pudar sampai kapanpun karena hal tersebut telah menjadi tujuan dari berdirinya pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh itu sendiri.Secara spesifik tujuan pondok pesantren dalam upaya mendidik para santri yang mondok di pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh adalah untuk menghiasi jiwa mereka (akhlaqul karimah), mencari ilmu karena ridho Allah serta berupaya mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di samping pesantren memiliki tujuan spesifik untuk memberdayakan para santrinya, pesantren juga mempunyai tujuan dan tanggungjawab terhadap pemberdayaan masyarakat oleh karenanya Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh menyelenggarakan program pengabdian 59
masyarakat
yang
disebut
dengan
Orientasi
Pengabdian
Bustanul
kegiatan
pondok
pesantren
Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh. Program-program
Muta’allimin Reksosari Suruh dalam kaitannya dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat.Peran pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat bisa lebih optimal dan efektif manakala diwujudkan dalam beberapa kegiatan yang konkrit dan metode pelaksanaannya bisa melibatkan masyarakat secara langsung.Pola pendekatan tersebut yang selama ini sering dilakukan oleh para pendahulu atau para pendiri pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, kemudian bisa berkelanjutan sampai saat ini.
B.
Modernisasi
Sistem
Pembelajaran
Pondok
Pesantren
Bustanul
Muta’allimin Gambaran realitas yang ada dalam pelaksanaan program-program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, sesuai dengan data interview dengan beberapa responden atau nara sumber dapat diuraikan dalam beberapa aspek di bawah ini : 1) Aspek Tujuan Sesuai dengan orientasi pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh yakni melahirkan kader-kader intelektual yang berdasarkan tradisi kepesantrenan, maka dikembangkan juga berbagai kegiatan penunjang lainnya berupa kegiatan Bahtsul Masail Diniyah 60
(Study Kajian Hukum Islam), diskusi-diskusi sosiall keagamaan, pelatihan keorganisasian, latihan pidato dan latihan seni baca alQur’an.Khusus untuk aktifitas-aktifitas yang membutuhkan tenagatenaga instruktur, maka pihak pesantren memanggil pulang alumnialumninya dari beberapa perguruan tinggi yang dipandang memiliki kualifikasi sebagai aktifis, dalam rangka pembinaan kader-kader tersebut. Tujuan pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh adalah untuk mengembangkan sumber daya insani yang diharapkan akan memiliki kualitas iman, dzikir, fikir dan keterampilan, agar menjadi insan-insan yang dapat memberikan kontribusi (sumbangan) terhadap pembangunan umat secara makro. 2) Aspek Materi Pengajian kitab-kitab klasik diselenggarakan dengan dua sistem, yaitu sistem Wetonan dan Sorogan setiap hari di luar jam-jam sekolah.Untuk lebih mengefektifkan pengajaran kitab ini, pengurus pesantren
melakukan
klasifikasi
terhadap
para
santri
menurut
kemampuan mereka, tanpa terkait dengan lembaga pendidikan formal mereka.Kegiatan pengajaran yang diselenggarakan oleh pengurus pesantren dalam hal ini alumni, kegiatan ini wajib diikuti oleh semua santri yang tinggal di asrama.Sedangkan bagi santri non asrama hanya merupakan suatu anjuran saja, tetapi khusus dalam kegiatan pengajian
61
pada bulan ramadhan, semua santri tanpa kecuali dari seluruh unit pendidikan formal wajib mengikuti. Dalam menjalankan sistem pendidikannya pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh berusaha mengembangkan potensi fitrah manusia: Fikriyah, ruhaniyah, jasmaniyah melalui berbagai bidang kependidikan yakni: Pegajaran, kepengasuhan dan kesantrian. Yang
ketiganya
dilakukan
secara
bersama-sama
dengan
tetap
mempertimbangkan kebutuhan, ketersedian waktu dan fikiran dari setiap santri yang juga belajar di lembaga formal. 3) Aspek Metode dan Media Pengajaran adalah proses pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan belajar mengajar di kelas oleh santri dan ustadz dalam serangkaian mata pelajaran. Selain itu juga ditunjang dengan kegiatankegiatan keilmuan (seminar, diskusi kelompok) yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dan kelompok-kelompok kajian yang ada. Melalui proses ini diharapkan akan terbangun wawasan yang luas, cara berfikir yang logis dan pemahaman yang utuh terhadap khasanah keilmuan Islam termasuk bidang studi yang ditekuni di lembaga pendidikan formal masingmasing. Kepengasuhan adalah bidang pendidikan di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh yang memberikan tekanan pada pembentukan mental dan rasa santri melalui kegiatan-kegiatan ubudiyah: 62
shalat
berjemaah,
dzikir,
istighosah dan
puasa.
Juga
melalui
pendampingan-pendampingan sehingga dalam diri santri tumbuh nilai kemanusian yang dilandasi dengan nilai ke Islaman. Kesantrian adalah bidang pendidikan di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh yang lebih banyak menekankan pada sisi kreatif, inisiatif, kepekaan, keberanian dan kecakapan santri dalam bidang-bidang yang diminati. Karenanya dalam proses ini seluruh kegiatan direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi sendiri oleh santri melalui organisasi santri yaitu: Ikatan Keluaraga Santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dengan berbagai kegiatan: Seni (seni teater, lukis), olah raga, pengabdian masyarakat, kewirausahaan, lingkungan berbahasa (pengajaran bahasa asing), diskusi-diskusi, keterampilan-keterampilan (latihan komputer, sablon, menjahit dan yang lainnya) dan kegiatan kerumahtanggaan. Metode pembelajaran dipondok pesantren sangat menentukan dalam peningkatan pemahaman akan ilmu-ilmu agama bagi para santri maupun masyarakat. Selanjutnya keimanan mereka terhadap tuhan yang maha esa akan semakin mantap. Pendekatan yang digunakan oleh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam pengembangan
pendidikan
Islam
terhadap
masyarakat
adalah
pendekatan sosio-kultural yang dikemas dalam kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat, berupatahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at, pengajian rutin 63
Menurut pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh yaitu Kyai Mawardi, langkah-langkah yang dilakukan oleh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam upaya
peningkatan
pendidikan agama
Islam
pada
masyarakat,
digambarkan oleh pengasuh berikut ini: “Langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dengan menggunakan beberapa cara yaitu melalui, pendekatan sosio-kultural, penyuluhan, dan kegiatan arisan tahlilan setiap minggu. Alhamdulilah semua programprogram tersebut sampai saat ini berjalan dengan baik” Mengenai kegiatan yang dilaksanakan, hasil wawancara dengan Kyai Mawardi Program kegiatan dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat itu perlu adanya suatu perhatian dan pendekatan khusus pada masyarakat, karena agar kegiatan tersebut bisa diterima oleh masyarakat dan masyarakat bisa lebih berpartisipasi bukanlah hal yang mudah.Maka dari itu kami selaku pihak pesantren harus mempunyai sifat yang dinamis dan peka terhadap segala kebutuhan masyarakat agar program yang dilakukan bisa sesuai dengan keadaan serta kebutuha masyarakat itu sendiri. Apabila hal ini bisa tercapai, dalam pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat bisa berjalan efektif dan segala apa yang disampaikan bisa diterima dengan baik, oleh karenanya dengan mudah pula kita bisa mempengaruhi dan menggembleng mereka dengan baik. Salah satu kegiatan yang bisa dijadikan contoh yaitu, pelaksanaan arisan yang melibatkan semua lapisan masyarakat, dan dari sanalah kita bisa memberikan pengarahan dan pembelajaran pendidikan Islam, misalnya dengan pembacaan tahlil, pembacaan dhiba’an atau berzanji, pembacaan Al quran, maupun pengajian keagamaan, yang selanjutnya diharapkan bisa memotivasi masyarakat untuk mendalami dan mentaati ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari”.
Sedangkan menurut ustadz selaku pegurus pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh atau informan kedua dalam 64
penelitian ini, beberapa program kegiatan yang dilaksanakan di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat yaitu: “Selain adanya program kegiatan yang non formal yang dilaksanakan pondok pesantren dalam sepanjang waktu juga ada program yang bersifat formal.Yaitu, seperti adanya program pengabdian yang ditangani oleh yayasan, dan program tersebut diharuskan bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah yang dikenal dengan orientasi pengabdian Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh. Program pengabdian tersebut selain bertujuan untuk membantu lembaga dalam proses pendidikan terhadap siswa, hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan keterlibatan alumni dalam kegiatan sosial keagamaan pada masyarakat dilingkungan pengabdiannya. Dengan kata lain para alumni yang bertugas di suatu tempat disamping meraka mempunyai tanggungjawab untuk mengajar di lembaga formal mereka juga berkewajiban memberikan pembelajaran kepada masyarakat melalu kegiatan sosial keagamaandalam (turun ka masyarakat)”. Pelaksanaan program kegiatan di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dilakukan secara bertahap dengan langkah-langkah yang sistematis. Sesuai dengan hasil observasi penulis langkah tersebut setidaknya meliputi pertama langkah yang dilakukan adalah perumusan tujuan pesantren, langkah yang kedua adalah menetapkan program kegiatan yang akan ditempuh dan yang ketiga penyusunan strategi pelaksanaan program kegiatan tersebut. Untuk menguatkan data observasi di atas berikut kami sajikan hasil wawancara dengan bapak salah satu tokoh masyarkat yang sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang di adakan oleh pesantren, beliau menyatakan bahwa : “Kegiatan-kegiatan dalam kaitannya dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh ini dilakukan secara bertahap dengan 65
beberapa langkah. Pertama: menetapkan tujuan pendidikan pondok pesantren yang mengarah pada pendidikan Islam pada masyarakat. Kedua: menetapkan program kegiatan yang akan dilaksanakan. Ketiga: menetapkan strategi peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat. Dari semua langkah yang dilakukan harus mencerminkan tujuan dan Visi Misi pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh.Langkah-langkah tersebut bisa di wujudkan dalam bentuk kegiatan tahlilan, pembacaan dhiba’an atau berzanji, dan pembacaan al qur’an maupun program penyuluhan dari pemerintah (menyuluhan pertanian, keterampilan, pelatihan manajemen usaha, dan pelayanan simpan pinjam)”.
Bapak Imam sebagai salah satu informan yang mewakili masyarakat di sekitar pondok pesantren juga mengemukakan tentang program kegiatan yang ia rasakan terkait dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat yaitu: “Banyak manfaat yang kami rasakan dari berbagai program yang dilakukan oleh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh selama ini, dan untuk mewujudkan semua kegiatan tersebut secara optimal pondok pesantren, di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh telah berdiri suatu lembaga khusus yang menangani program pengabdian masyarakat dengan nama Biro Pembinaan dan Pengambangan Masyarakat atau yang sering dikenal dengan sebutan BPPM. Beberapa kegiatan yang sering dilakukan oleh BPPM dengan melibatkan masyarakat yaitu penyuluhan, tahlilan, arisan mingguan, dan pengajian.Program ini dimaksudkan agar masyarakat bisa mempunyai rasa memiliki terhadap pesantren dan bisa meningkatkan partisipasinya dalam perkembangan pondok pesantren”. Langkah-langkah yang dilakukan oleh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat melalui beberapa bentuk kegiatan yaitu: Pelaksanaan arisan yang melibatkan semua lapisan masyarakat, dan dari sanalah kita bisa memberikan pengarahan dan pembelajaran pendidikan Islam, misalnya dengan pembacaan tahlil, pembacaan dhiba’an atau 66
berzanji, pembacaan Al quran, maupun pengajian keagamaan, maupun penyuluhan, minggu yang selanjutnya diharapkan bisa memotivasi masyarakat untuk mendalami dan mentaati ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menjalankan programnya pihak pesantren bersifat dinamis dan peka terhadap segala kebutuhan masyarakat agar program yang dilakukan sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat itu sendiri. Selain adanya program kegiatan
yang non formal yang
dilaksanakan pondok pesantren dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat terdapat pula kegiatan formal berupa Orientasi Pengabdian Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh yang diharuskan bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah Dan program pengabdian tersebut dilaksanakan diberbagai lembaga pendidikan yang ada baik di Suruh maupun di luar Suruh. Untuk lebih mengoptimalkan peran pesantren terhadap masyarakat dibangunlah lembaga BPPM (Biro Pembinaan dan Pengembangan Masyarakat) Pertama: menetapkan tujuan pendidikan pondok pesantren yang mengarah pada pendidikan agama Islam pada masyarakat. Kedua: menetapkan program kegiatan yang akan dilaksanakan. Ketiga: menetapkan strategi pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat. Dari semua langkah yang dilakukan harus mencerminkan tujuan dan Visi
Misi
pondok
pesantren
Bustanul
Muta’allimin
Reksosari
Suruh.Langkah-langkah tersebut bisa di wujudkan dalam bentuk 67
kegiatan tahlilan, pembacaan dhiba’an atau berzanji, dan pembacaan al qur’an maupun program penyuluhan dari pemerintah (menyuluhan pertanian, keterampilan, pelatihan manajemen usaha, dan pelayanan simpan pinjam Sekilas dapat dipahami bahwa program-program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat yaitu meliputi pertama langkah yang dilakukan adalah perumusan tujuan pesantren, langkah yang kedua adalah menetapkan program kegiatan yang akan ditempuh dan yang ketiga penyusunan strategi pelaksanaan program kegiatan tersebut. Langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat dengan menggunakan beberapa cara yaitu melalui, pendekatan sosio-kultural. Langkah-langkah tersebut bisa di wujudkan dalam bentuk kegiatan tahlilan, pembacaan dhiba’an atau berzanji, dan pembacaan al qur’an maupun program penyuluhan dari pemerintah (penyuluhan pertanian, keterampilan, pelatihan manajemen usaha, dan pelayanan simpan pinjam). Selain itu program yang tidak kalah pentingnya yaitu program pengabdian yang ditangani oleh yayasan, dan program tersebut diharuskan bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah yang dikenal dengan
orientasi
pengabdian
Bustanul
Muta’allimin
Reksosari
Suruh.Dan program pengabdian tersebut dilaksanakan diberbagai 68
lembaga pendidikan yang ada baik di Reksosari maupun di luar Reksosari. Pelaksanaan berbagai program yang dilakukan oleh pondok pesantren
Bustanul
Muta’allimin
Reksosari
Suruh
selama
ini,
manfaatnya telah banyak dirasakan oleh masyarakat dan untuk mewujudkan semua kegiatan tersebut secara lebih optimal maka pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh mendirikan suatu lembaga atau badan khusus yang menangani program pengabdian masyarakat yaitu Biro Pembinaan dan Pengambangan Masyarakat atau BPPM. Pembentukan lembaga ini dimaksudkan agar rasa memiliki dan partisipasi dari masyarakat terhadap pesantren bisa meningkat. 4) Aspek Evaluasi Dalam pelaksanaan sistem pembelajaran pondok pesantren yang pada kenyataannya juga tidak berjalan dengan sempurna, masih ada beberapa kekurangan di berbagai lini pelaksanaannya. Berikut beberapa kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan system pembelajaran di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin yang meliputi (1) Multi peran pengurus, menyebabkan kerja dan konsentrasi kurang maksimal. (2) menghadapi berbagai problem yang ada pada masyarakat. (3) kurangnya partisipasi dari para masyarakat. (4) kurangnya sarana yang memadai”.
69
C.
Faktor Penghambat dan Pendukung Modernisasi Sistem Pendidikan Pondok Pesantren di Ponpes Bustanul Muta’allimin Faktor-faktor penunjang dan faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Desa Reksosari yang dilakukan oleh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh.Pada umumnya dalam pelaksanaan suatu kegiatan tentunya tidak terlepas dari adanya faktor penunjang maupun faktor penghambat.Hal ini pula yang terjadi pada pelaksanaan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat banyak faktor penunjang maupun faktor penghambatnya.Apa dan bagaimana faktor penunjang dan faktor penghambat yang ada dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dapat kami uraikan dibawah ini: Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kyai Mawardi selaku pengasuh beliau memaparkan statemennya bahwa: “Faktor penunjang dan faktor penghambat dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut; faktor penunjang meliputi: (1) Adanya penerapan dan tauladan dari pendiri pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh untuk mengajarkan pendidikan Islam pada masyarakat. (2) Adanya dukungan dari pihak dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, baik berupa motivasi maupun materi. (3) .Adanya komitmen dan semangat yang tinggi dari pengurus pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh walau hanya dengan kemampuan yang serba terbatas. (4) Adanya rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurrus Yasasan, dewan pengasuh, pengurus pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus santri Ikatan Keluarga Santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus daerah maupun dari kalangan para santri. (5) 70
Selalu ada masukan berupa kritikan yang bersifat kontruktif dan saran dari setiap kalangan.
Sedangkan faktor-faktor penghambat dalam pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat meliputi (1) Multi peran pengurus, menyebabkan kerja dan konsentrasi kurang maksimal. (2) menghadapi berbagai problem yang ada pada masyarakat. (3) kurangnya partisipasi dari para masyarakat. (4) kurangnya sarana yang memadai”. Senada dengan penjelasan di atas yang berkaitan dengan faktorfaktor penunjang dan faktor penghambat dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, ustadz mengatakan bahwa: “Faktor penunjang dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat diantaranya, adanya anjuran dan contoh dari pendidiri dan para dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh baik berupa motivasi maupun materi.Adanya komitmen dan semangat yang tinggi dari pengurus pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh walau hanya dengan kemampuan yang serba terbatas. Adanya rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurus yayasan, dewan pengasuh, pengurus pondop pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh pengurus santri Ikatan Keluarga Santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus daerah maupun dari kalangan para santri. Dan selalu ada masukan berupa kritikan yang bersifat kontruktif dan saran dari setiap kalangan. Sedangkan faktor penghambatnya adalah:Multi peran pengurus, menyebabkan kerja dan konsentrasi kurang maksimal, kurangnya dukungan dari masyarakat dan lain sebagainya”.
Berbeda dengan pendapat dari dua responden sebelumnya diatas, adapun faktor-faktor penunjang dan penghambat yang berkaitan dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarkat di pondok pesantren
71
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, menurut bapak selaku responden yang mewakili masyarakat, baliau menyatakan bahwa: “Faktor penunjang dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarkat adalah adanya sikap konsisten dari dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh terhadap visi dan misi awal berdirinya pondok pesantren.Disamping itu konsistensi dari para asatidz maupun para santri untuk mendukung pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat juga memiliki peranan yang penting.Apabila kondisi ini bisa tercapai maka tentunya pondok pesantren bisa mengambil peran yang lebih signifikan dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan faktor penghambatnya adalah adanya perilaku yang lebih mendahulukan kepentingan pribadi dari pada kepentingan pondok pesantren baik di jajaran dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus Yayasan, pengurus Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, para ustadz, pengurus Ikatan Keluarga santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, serta para santri”.
Memang dalam setiap lembaga apapun mesti selalu banyak rintangan maupun suka maupun duka dalam pelaksanaan proses pendidikan khususnya dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, asumsi seperti itu pula yang dikemukakan oleh Imam ketika memberikan pernyataan tentang faktor penunjang dan faktor penghambat pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat, yaitu: “Faktor penunjang pelaksanaan program pendidikan agama Islam pada masyarakat di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, antara lain yaitu adanya pemahaman dari para pengurus pondok pesantren (asatidz), para santri maupun masyarakat umum yang menganggap bahwa pendidikan agama Islam sangat penting dan sangat perlu dimiliki oleh setiap individu dalam kelangsungan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat. Sedangkan faktor penghambatnya adalah kurangnya semangat atau keinginan kuat dari para santri dan masyarakat untuk menuntut ilmu”.
72
Sesuai dengan hasil wawancara di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa faktor-faktor yang menunjang pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di lingkungan sekitar pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh bertumpu pada peranan aktif dari para jajaran dewan pengasuh, pengurus yayasan, para asatidz atau pengurus, baik Pengurus Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, maupun pengurus Ikatan Keluarga Santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, termasuk juga peranan para santri dan masyarakat.
73
BAB IV PEMBAHASAN
A.
Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan tertua yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Meskipun berbagai institusi pendidikan bermunculan dengan berbagai tawaran program dan keahlian, namun tampaknya pondok pesantren masih akan tetap eksis, karena memiliki penunjang tersendiri. Dukungan tersebut tidak serta merta diperoleh tanpa usaha keras lembaga ini.Sampai saat ini banyak pesantren yang masih konsisten kepada tafaqquh fiddien, mengajarkan ilmu-ilmu agama guna mempersiapkan calon-calon ulama, da’i atau ustadz.Namun banyak pula pesantren melakukan inovasi baru dengan menyelenggarakan pendidikan madrasah dan sekolah umum bahkan merambah kepada pendidikan ketrampilan (sekolah formal).Diversifikasi pendidikan di pondok pesantren semacam ini sebenarnya sebagai respon pesantren atas tuntutan masyarakat bahwa pendidikan apapun jenisnya, hendaknya bisa membekali peserta didik dengan materi-materi yang bermanfaat ketika peserta didik tersebut sudah benar-benar dalam kehidupan nyata di masyarakat. Pada awal kemunculan pesantren, lembaga ini memang betul-betul dekat dengan masyarakat, karena kemunculannya menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.Namun kini banyak cibiran sinis yang dialamatkan pada pesantren. Dengan demikian, paling tidak, cibiran itu mengindikasikan, 74
٧٤
bahwa hubungan pesantren dengan masyarakat, bukan tanpa masalah sama sekali, terutama terkait kedekatan dan kiprah nyatanya dalam pengembangan masyarakat. Keadaan di atas menunjukkan bahwa pondok pesantren selayaknya selalu bersinergi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.Hal ini pula yang menuntut adanya peran pesantren dalam kehidupan masyarakat agar dapat terus diintensifkan. Eksistensi pesantren yang cukup penting bagi kelangsungan tradisi lokal dan paham ahlussunnah wal jamaah mendorong para ulama untuk mendirikan
sebuah
organisasi.Maka
muncullah
Nahdlatul
Ulama,
Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad, dan sebagainya. Para ulama saat itu berpendapat bahwa pesantren-pesantren yang mempunyai kekuatan parsial perlu berkumpul dan berorganisasi sehingga mampu memunculkan kekuatan besar yang efektif untuk mempertahankan kepentingan dan mewujudkan idealisasi komunitas pesantren.Keberadaan pesantren pada suatu kondisi sosial masyarakat tertentu tidak terlepas dari peran serta pondok pesantren dalam proses pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Baik itu pemberdayaan dalam aspek keagamaan, ilmu pengetahuan dan perekonomian.Keberhasilan pesantren mendapatkan perhatian dari masyarakat luas tidak lepas dari strategi dakwah pesantren yang dikemas dalam idiom-idiom lokal dan kultural.Substansinya adalah komitmen untuk membangun peradaban yang berbasis tradisi, ilmu pengetahuan, ekonomi dan politik kebangsaan. Pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh yang berada di desa Reksosari Suruh Kabupaten Semarang, sebagai salah satu 75
lembaga pendidikan Islam yang cukup tersohor di Kabupaten Semarang, selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi para santrinya agar kelak mereka bisa menjadi panutan ketika mereka terjun di masyarkat. Disamping itu pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh juga berupaya untuk meningkatkan perannya di tengah masyarakat dengan cara peningkatan kualitas hidup masyarakat salah satunya melalui pembelajaran pendidikan Islam yang diperuntukkan kepada masyarakat di sekitar pondok pesantren maupun masyarakat di kabupaten Semarang secara umum. Peningkatan peran pesantren melalui pembelajaran pendidikan agama Islam ini, dimaksudkan agar kepedulian masyarakat dan rasa memiliki terhadap pesantren bisa semakin tumbuh dan meningkat.Hal ini tentunya memiliki dampak posistif terhadap pesantren karena dengan demikian keberadaan pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh bisa semakin diterima oleh masyarakat dan manfaatnya juga bisa dirasakan oleh masyarakat. Keberadaan pondok pesantren khususnya di Kecamatan Suruh, sebenarnya sangat penting sekali perannya terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, karena masyarakat Suruh banyak yang masih beranggapan bahwa pondok pesantren itu merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai nilai lebih khususnya dalam hal religi dibandingkan dengan pendidikan-pendidikan umum lainnya. Sejak berdirinya pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pondok pesantren ini 76
sudah merupakan tempat pendalaman ilmu pengetahuan Islam, sehingga banyak masyarakat yang memondokkan anak-anaknya dengan tujuan agar anaknya bisa mempunyai kemapanan pola berfikir berakhlak yang baik, dan bisa lebih siap dalam menghadapi persoalan-persoalan yang ada di masyarakat.
B.
Modernisasi Sistem PembelajaranPesantren di Ponpes Bustanul Muta’allimin Peran pondok pesantren terhadap masyarakat dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam mempunyai posisi yang cukup signifikan, hal inilah yang dicontohkan oleh pendiri pertama pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh. Beliau melakukan upaya pendekatan sosio-kultural kepada masyarakat sekitar pesantren yang di wujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat, yang berupa tahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at dan kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergiliran dari rumah masyarakat yang satu dengan rumah yang lainnya. Selain kegiatan itu ada juga pengajian rutin mingguan yang dilaksakan di pondok pesantren. Disamping itu beliau juga memberikan semangat dan memberikan suri tauladan kepada masyarakat dalam berperilaku sehari-hari, sehingga di kalangan masyarakat maupun para santri sangat mengenang jasa-jasa beliau utamanya pada ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh beliau yaitu; simtem pendidikannya yang sangat berpengaruh
terhadap
terbentuknya 77
masyarakat
yang
berbudi
hasanah.Tujuan utama dari didirikannya pesantren ini sejak pertama kali adalah untuk membentuk karakter para santri yang berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berpengetahuan dan berwawasan luas, serta memiliki jiwa yang peka terhadap kondisi masyarakat di lingkungannya. Dengan demikian maka ketika para santri terjun langsung di masyarakat mereka bisa menempatkan diri secara proporsional dan bisa membangun citra positif atas dirinya maupun almamaternya. Pada tahap awal peran pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat bisa dilihat dari beberapa indikator berikut yang termanifestasi pelaksanaan kegiatan sosial keagamaan yang dapat melibatkan masyarakat secara langsung semisal dhiba’an, tahlilan, pengajian rutin, dan arisan. Kegiatan-kegiatan tersebut dimaksudkan agar bisa menumbuhkan rasa memiliki
(sense
of
belonging)
terhadap
pesantren
maupun
bisa
meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh pesantren. Pentingnya peran pondok pesantren dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat juga dikemukakan oleh para pengurus baik pengurus alumni.Mereka berpendapat bahwa Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh sudah sejak dulu mempunyai peran penting terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, itu sudah dimulai pada zaman pendiri yaitu Kyai Mawardi.Dan saat ini meskipun beberapa pengasuh Pondok Pesantren 78
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh lebih banyak disibukkan oleh kegiatan di birokrasi karena tanggungjawab jabatan yang tidak bisa ditinggalkan namun hal itu tidak terlalu berpengaruh terhadap eksistensi pondok pesantren dan lembaga ini tetap bisa berperan dalam kehidupan masyarakat. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa rasa tanggung jawab yang dimiliki pondok pesantren untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tidak akan pernah pudar sampai kapanpun karena hal tersebut telah menjadi tujuan dari berdirinya pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh itu sendiri. Secara spesifik tujuan pondok pesantren dalam upaya mendidik para santri yang mondok di pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh adalah untuk menghiasi jiwa mereka (akhlaqul karimah), mencari ilmu karena ridho Allah serta berupaya mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di samping pesantren memiliki tujuan spesifik untuk memberdayakan para santrinya, pesantren juga mempunyai tujuan dan tanggungjawab terhadap pemberdayaan masyarakat oleh karenanya Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh menyelenggarakan program pengabdian masyarakat
yang
disebut
dengan
Orientasi
Pengabdian
Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh. Peran pondok pesantren terhadap masyarakat manfaatnya sudah mulai bisa dirasakan, baik dalam memberikan bimbingan pendidikan agama dan pendidikan umum. Disamping itu pesantren juga mengajarkan bagaimana cara (andep asor) berakhlak yang baik. Sampai saat ini hal-hal 79
seperti itu masih terus dilakukan, sehingga pondok pesantren mempunyai pengaruh yang sangat terasa bagi masyarakat sekitarnya. Tujuan utama dari pondok pesantren disamping menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan baik agama maupun ilmu pengetahuan umum
tentunya
perlu
diseimbangan
dengan
peran
nyata
dalam
pengembangan masyarakat. Salah satu yang bisa dilakukan oleh lembaga pendidikan tertua di Indonesia ini adalah menjadi lembaga terdepan dalam memmerangi pengaruh negatif dari globalisasi maupun liberalisme peradaban masyarakat.Kiprah nyata tersebut mencerminkan peranan pesantren sesuai dengan kaidah fiqhiyyah 'al-mutaaddy afdhal min al-qashir (kiprah yang manfaatnya dirasakan oleh masyarakat, ketimbang yang efeknya dinikmati diri sendiri). Maka dari itu, pesantren sebagai salah satu agent of change atau agent of social control dan kyai sebagai cultural broker atau makelar kebudayaan, tidak seharusnya berdiam diri dan tidak merasa bertanggung jawab atas berbagai persoalan yang melilit masyarakat. Pesantren harus merespon dan peka terhadap budaya yang ada pada masyarakat.Artinya, pesantren niscaya memposisikan diri sebagai jembatan penyambung antara kebutuhan masyarakat dengan tuntutan zaman yang mereka hadapi.Peran itu sangat mungkin dimainkan pesantren, mengingat keberadaannya yang diantara dua dunia, yaitu dunia pedesaan dan dunia luar.Keberadaannya yang di pedesaan, membuat pesantren bisa mengerti apa-apa yang dibutuhkan masyarakat.
80
Kiranya perlu disadarai bersama, bahwa di era global ini, masyarakat tidak hanya dituntut piawai dalam bidang ilmu agama.Meskipun agama hanya difungsikan tak lebih sebagai benteng moral.Agama bukan alat untuk merebut kemenangan dalam dunia yang kian kompetitif ini.Masa kejayaan agama, kini telah lewat. Karenanya, untuk menghadapi zaman yang tingkat kompetitifnya kian menggila itu, bukan benteng moral saja yang harus dipentingkan, melainkan penanaman skill dan upaya-upaya pengembangan dalam sektor modern; seperti koperasi, jasa, tehnologi tepat guna, dan sebagainya. Hal-hal inilah yang akan turut membantu masyarakat dalam menjawab tuntutan zaman modern ini. Itulah dakwah dengan kiprah nyata (da'wah bi al-hal) yang harus dimainkan pesantren.Peran pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat bisa lebih optimal dan efektif manakala diwujudkan
dalam
beberapa
kegiatan
yang
konkrit
dan
metode
pelaksanaannya bisa melibatkan masyarakat secara langsung. Pola pendekatan tersebut yang selama ini sering dilakukan oleh para pendahulu atau para pendiri pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, kemudian bisa berkelanjutan sampai saat ini. Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh menggunakan beberapa cara yaitu melalui pertama langkah yang dilakukan adalah perumusan tujuan pesantren, langkah yang kedua adalah menetapkan program kegiatan yang akan ditempuh dan yang ketiga 81
penyusunan strategi pelaksanaan program kegiatan tersebut. Sedangkan pendekatan yang dipakai adalah pendekatan sosio-kultural, dengan bentuk kegiatan penyuluhan, dan kegiatan arisan tahlilan setiap minggu.Selain diwujudkan dalam bentuk beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, maka juga selaku pihak pesantren harus mempunyai sifat yang dinamis dan peka terhadap segala kebutuhan masyarakat agar program yang dilakukan bisa sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat itu sendiri. Selain adanya program kegiatan yang non formal yang dilaksanakan pondok pesantren dalam sepanjang waktu juga ada program yang bersifat formal.Yaitu, program pengabdian yang ditangani oleh yayasan, dan program tersebut diharuskan bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah yang di kenal dengan orientasi pengabdian Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh. Program pengabdian tersebut selain bertujuan untuk membantu lembaga dalam proses pendidikan terhadap siswa, hal itu juga dimaksudkan untuk meningkatkan keterlibatan alumni dalam kegiatan sosial keagamaan pada masyarakat dilingkungan pengabdiannya. Dengan kata lain para alumni yang bertugas di suatu tempat disamping meraka mempunyai tanggung jawab untuk mengajar di lembaga formal mereka juga berkewajiban memberikan pembelajaran kepada masyarakat melalu kegiatan sosial keagamaan yaitu ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang ada pada masyarakat.
82
Salah satu program lain yang manfaatnya juga banyak dirasakan oleh masyarakat, yaitu di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh juga telah didirikan suatu lembaga khusus yang menangani program pengabdian masyarakat atau yang di kenal dengan Biro pembinaan dan pengembangan masyarakat (BPPM). Beberapa kegiatan yang sering dilakukan oleh BPPM dengan melibatkan masyarakat yaitu penyuluhan, tahlilan, arisan mingguan, dan pengajian.Program ini dimaksudkan agar masyarakat bisa mempunyai rasa memiliki terhadap pesantren dan bisa meningkatkan partisipasinya dalam perkembangan pondok pesantren. Belakangan ini, relasi pesantren dengan masyarakat, banyak disorot oleh berbagai kalangan.Pesantren dianggap tidak lagi merakyat, jauh dari dan menjaga jarak dengan masyarakat.Bahkan ada yang sedikit lebih radic, pesantren diklaim tidak memiliki kiprah apa-apa dalam pengembangan masyarakat. Sorotan serupa ini, tentu saja tidak bisa diabaikan begitu saja dan harus dijawab oleh pesantren.Pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di lingkungan pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh keberhasilannya bertumpu pada peranan aktif dari para jajaran dewan pengasuh, pengurus yayasan, para asatidz atau pengurus, baik pengurus, maupun pengurus, termasuk juga peranan para santri dan masyarakat Dalam pelaksanaan suatu kegiatan tentunya tidak terlepas dari adanya faktor penunjang maupun faktor penghambat. Hal ini pula yang terjadi pada pelaksanaan pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat, banyak faktor penunjang maupun faktor 83
penghambatnya.Apa
dan
bagaimana
faktor
penunjang
dan
faktor
penghambat yang ada dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh. Dukungan dari pihak dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, baik berupa motivasi maupun materi. Komitmen dan semangat yang tinggi dari pengurus pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh walau hanya dengan kemampuan yang serba terbatas.Rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurrus Yasasan, dewan pengasuh, pengurus pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus santri Ikatan Keluarga Santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus daerah maupun dari kalangan para santri.Selalu ada masukan berupa kritikan yang bersifat kontruktif dan saran dari setiap kalangan. Konsistensi dari para asatidz maupun para santri untuk mendukung pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat. Adanya pemahaman dari para pengurus pondok pesantren (asatidz), para santri maupun masyarakat umum yang menganggap bahwa pendidikan Islam sangat penting dan sangat perlu dimiliki oleh setiap individu dalam kelangsungan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.Adanya anjuran dan contoh dari pendidiri dan para dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh baik berupa motivasi maupun materi.
84
C.
Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung Modernisasi Pendidikan di Pesantren Bustanul Muta’allimin Faktor penunjang lain dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarkat adalah adanya sikap konsisten dari dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh terhadap visi dan misi awal berdirinya pondok pesantren, juga dengan adanya pemahaman dari para pengurus pondok pesantren (asatidz), para santri maupun masyarakat umum yang menganggap bahwa pendidikan Islam sangat penting dan sangat perlu dimiliki oleh setiap individu dalam kelangsungan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat. Sedangkan
faktor-faktor
penghambatnya
dalam
peningkatan
pendidikan agama Islam pada masyarakat meliputi:Multi peran pengurus, yang menyebabkan kinerja dan konsentrasi kurang maksimal.Sulitnya memahami berbagai karakter yang ada pada masyarakat.Kurangnya partisipasi dari para masyarakat.Kurangnya sarana penunjang dalam pelaksanaan kegiatanKurangnya semangat atau keinginan kuat dari para santri dan masyarakat untuk menuntut ilmu.Adanya perilaku yang lebih mendahulukan kepentingan pribadi dari pada kepentingan pondok pesantren baik di jajaran dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus Yayasan, pengurus Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, para ustadz, pengurus Ikatan Keluarga santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, serta para santri.
85
Keberadaan pondok pesantren sangat penting dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas keilmuan serta moral yang baik bagi para santri maupun masyarakat.Peningkatan kualitas tersebut berupa pendidikan berorganisasi dan kewirausahaan serta pendidikan keagamaan yang tentunya merupakan karakteristik khas dari pondok pesntren. Beberapa hal tersebut dapat tercapai melalui pengintegrasian antara ilmu umum dan ilmu agama dengan tujuan untuk membekali masyarakat dan para santri kehidupan sehari-hari, bagi para santri setelah keluar dari pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh mereka mampu hidup berdikari dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat yang selanjutnya berimplikasi pada kemampuan untuk menghadapi tuntutan perubahan zaman.
86
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Sistem Pendidikan di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin pada awalnya menganut sistem pendidikan pesantren salaf pada umumnya. Namun seiring dengan perkembangan zaman, pengasuhnya mulai memasukkan sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia. 2. Modernisasi sistem pendidikan pesantren dipondok pesantren Bustanul Muta’allimin nampak dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam dalam masyarakat. Adapun beberapa langkah yang diterapkan di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin dalam peningkatan pendidikan agama Islam dalam era modernisasi pada masyarakat yaitu melalui: (a). arisan tahlilan mingguan, (b). pembacaan dhiba’an atau berzanji, (c). pembacaan Al quran, (d). pengajian keagamaan, (e). Penyuluhan (berupa penyuluhan pertanian, keterampilan, manajemen usaha, serta koperasi simpan pinjam), dan (f). program pengabdian bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah di berbagai lembaga pendidikan. 3. Faktor penunjang dalam mewujudkan modernisasi sistem pendidikan pesantren di ponpes Bustanul Muta’allimin meliputi; (1). Dukungan dari dewan pengasuh pondok pesantren berupa motivasi maupun materi. (2). 87
Komitmen dan semangat yang tinggi dalam memajukan lembaga dari para pengurus pondok pesantren meskipun fasilitas tidak memadai, (3). Rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurus yasasan, dewan pengasuh, para pengurus maupun para santri, (4). Terbentuknya budaya auto kritik yang bersifat kontruktif di lingkungan pesantren, (5). Konsistensi dari para asatidz maupun para santri untuk mendukung pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat, (6). Adanya pola pemikiran dari masyarakat umum (pengasuh, pengurus, santri, dan masyarakat) yang menganggap bahwa pendidikan Islam lebih penting dari pada pendidikan umum (7). Kemampuan dari para pengasuh menjadi suriteladan, sehingga segala anjurannya
dapat
memotivasi
orang
lain.
Sedangkan
faktor
penghambatnya meliputi, (1). Multi peran pengurus, yang menyebabkan kinerja dan konsentrasi kurang maksimal, (2). Sulitnya memahami berbagai karakter yang ada pada masyarakat, (3). Kurangnya partisipasi dari para masyarakat, (4). Kurangnya sarana penunjang dalam pelaksanaan kegiatan, (5). Kurangnya semangat atau keinginan kuat dari para santri dan masyarakat untuk menuntut ilmu, (6). Adanya perilaku yang lebih mendahulukan kepentingan pribadi dari pada kepentingan pondok pesantren baik dari pengasuh, pengurus yayasan, pengurus Pondok Pesantren (asatidz) serta para santri.
88
B.
Saran Adapun beberapa saran yang dapat penulis sampaikan kepada beberapa pihak yang terlibat dalam penelitian, diantaranya: 1. Bagi pondok pesantren Diharapkan agar lebih progresif lagi dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dan penelitian ini diharapkan bisa memberikan suatu masukan baru untuk dijadikan pertimbangan dalam melakukan progress-progres ke depan. 2. Bagi para Akademisi Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan penlitian lebih lanjut bagi para peneliti lain yang ingin mendalami tentang sistem pendidikan di pesantren.
89
DAFTAR PUSTAKA
A’la, Abd, 2006. Pembaruan Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pesantren. A. Tafsir, dkk., 2004. Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka. Depag RI, 2003. Pola Pengembangan Pondok Pesantren, Jakarta: Ditjen Binbaga Islam. Depag RI, 2004. Sinergi Madrasah dan Pondok Pesantren, Suatu Konsep Pengembangan Mutu Madrasah, Jakarta: Ditjen Binbaga Islam. Depag RI, 2012. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Jakarta: Ditjen Binbaga Islam. Dhofier, Zamakhsyari, 1982. Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES. Engkoswara, 2009.Manajemen Pendidikan. Bandung: Pustaka Pelajar Hidayah, Arini. 2012. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: PT. Raja Grafindo Persada. Imam Tolkhah dan Ahmad Barizi, 2004.Membuka Jendela Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. M. Hasyim, Affan, 2003. Menggagas Pesantren Masa Depan, Yogyakarta: CV. Qalam. Mastuhu, 2004.Dinamika sistem pendidikan Pesantren, Jakarta:INIS Rianse, Usman. 2009. Metodologi Penelitian Sosial.Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2009. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Suharto, Babun 2011, Dari Pesantren Untuk Umat, Surabaya:IMTIYAS Suismanto, 2004. Menelusuri Jejak Pesantren, Yogyakarta: Alief Press. Surayin.2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Yogyakarta: Yrama Widya
90
Suyata, “Pesantren sebagai Lembaga Sosial yang Hidup”, dalam M Dawam Rahardjo(ed), 1985. Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari Bawah, Jakarta:P3M.
91
92
93
94
95
LAMPIRAN
96
TRANSKRIP WAWANCARA
97
TRANSKRIP WAWANCARA Nama yang diwawancara Hari/Tanggal Nama Pewawancara
1.
: Bpk. Tsawab Birruddin : Kamis/16 April 2015 : M. Firdaus F. R.
Apa manfaat dengan adanya Ponpes Bustanul Muta’allimin ini?
Sebenarnya keberadaan pondok pesantren khususnya di Reksosari ini sangat penting sekali perannya terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, karena masyarakat banyak yang beranggapan bahwa pondok pesantren itu merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. nilai khususnya dalam hal spritual. Anggapan seperti itu sangat memungkinkan untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat yang memiliki karakteristik fanatisagamis. Kenapa saya katakan demikian, karena sejak berdirinya pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pesantren ini sudah menjadi tempat pendalaman ilmu pengetahuan Islam dan memantapkan posisinya dalam pengembangan agama Islam. Maka dari itu banyak masyarakat yang mempercayai proses pendidikan anaknya kepada pesantren ini dengan cara memondokkan anak-anaknya dengan tujuan agar mereka bisa mempunyai pengetahuan yang luas yang dibarengi dengan akhlak yang baik. Disamping itu sejak dulu sebagai pendiri pertama pondok pesantren ini sudah mulai menerapkan pendekatan-pendekatan sosio-kulutral dalam pengembangan pendidikan agama Islam terhadap masyarakat. Beliau mengadakan kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat, seperti tahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at dan kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergiliran dari rumah masyarakat yang satu dengan rumah yang lainnya. Selain kegiatan itu ada juga pengajian rutin mingguan yang dilaksakan di pondok pesantren. Kegiatan-kegiatan tersebut sampai saat ini masih tetap dilaksanakan bahkan beberapa kegiatan lain telah dikembangkan oleh pondok pesantren diantaranya penyuluhan, dan penugasan alumni ke beberapa lembaga pendidikan untuk menjadi guru bantu (tugas purna bakti) 2. Bagaimana awal mulanya pendidikan yang dilaksanakan di Ponpes Bustanul Muta’allimin? Peran pondok pesantren juga sangat menentukan dalam peningkatan pemahaman akan ilmu-ilmu agama bagi para santri maupun masyarakat. Sehingga setelah mereka terus menerus digembleng dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan agama Islam maka selanjutnya keimanan mereka terhadap tuhan yang maha esa akan semakin mantap. Dengan demikian keberadaan pondok pesantren manfaatnya dapat langsung dirasakan masyarakat dimana masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan ilmu-ilmu pengetahuan agama Fitrah kebersihan dan kesucian, hal ini biasanya di pondok pesantren diberi tulisan yang berkaitan dengan kebersihan juga megadakan piket kebersihan, kerja bhakti dan lomba kebersihan antar kamar. Fitrah bermoral atau 98
berakhlak, pondok pesantren kita sangat sekali menjaga dan memelihara terhadap hal-hal yang berkaitan dengan moral, makanya ketika disini ada para santri yang melanggar aturan-aturan yang belaku disini itu diberi sangsi yang sesuai dengan kesalahannya. Fitrah kebenaran, para santri disini diberi kesempatan untuk mencari konsep kebenaran baik itu kebenaran mutlak maupun kebenaran nisbi dalam hal ini dilakukan bentuk forum dialog dan seminar. Fitrah kemerdekaan, disini juga para santri dituntut untuk merasakan kebebasan dalam melaksanakan aktifitas apapun, karena itu semua sudah disepakati bersama. Fitrah Keadilan, fitrah ini harus dimiliki oleh para santri, hal ini diterapkan diberbagai tempat baik diwaktu diberi kepercayaan menjadi ketua kamar, pengurus daerah dan pengurus alumni. Fitrah persamaan dan persatuan, contoh dari aplikatif fitrah tersebut dituangkan dalam bentuk memakai seragam putih-putih dalam shalat berjemaah dan juga bersama-sama dalam melaksanakn senam pagi dan yang lainnya. Fitrah individu, dalam fitrah ini biasanya para santri memasak sendiri, mencuci sendiri dan bagaimana mengatur dirinya sendiri. Fitrah sosial, para santri setiap hari jum’at dan hari selasa melakukan kerja bakhti, dan melakukan kerja sama dengan masyarakat, yang hal ini dilakukan dalam penagihan listrik. Fitrah seksual, fitrah ini merupakan untuk mengembangkan keturunan sehingga di pondok pesantren ini para santri diajarinya dengan mengaji kitab julujen, yang mana dalam hal ini dikhususkan kepada para santri yang sudah keluar Madrasah Aliyah (MA). Fitrah ekonomi, dalam hal ini para santri diajari tentang kewirausahaan dengan mendatangkan pemateri yang menjelaskan pentingnya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sekaligus diterapkan dalam bentuk koperasi. Fitrah politik, disini juga diajari tentang politik dan aplikatifnya, seperti dalam pemilihan pengurus daerah, pengurus IKSNI dan pengurus alumni 3. Bagaimana perkembangan system pendidikan di Ponpes Bustanul Muta’allimin? “Kegiatan-kegiatan dalam kaitannya dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh ini dilakukan secara bertahap dengan beberapa langkah. Pertama: menetapkan tujuan pendidikan pondok pesantren yang mengarah pada pendidikan Islam pada masyarakat. Kedua: menetapkan program kegiatan yang akan dilaksanakan. Ketiga: menetapkan strategi peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat. Dari semua langkah yang dilakukan harus mencerminkan tujuan dan Visi Misi pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh. Langkah-langkah tersebut bisa di wujudkan dalam bentuk kegiatan tahlilan, pembacaan dhiba’an atau berzanji, dan pembacaan al qur’an maupun program penyuluhan dari pemerintah (menyuluhan pertanian, keterampilan, pelatihan manajemen usaha, dan pelayanan simpan pinjam) 4. Bagaimana system pendidikan yang dilaksanakan saat ini di Ponpes Bustanul Muta’allimin?
99
Program kegiatan dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat itu perlu adanya suatu perhatian dan pendekatan khusus pada masyarakat, karena agar kegiatan tersebut bisa diterima oleh masyarakat dan masyarakat bisa lebih berpartisipasi bukanlah hal yang mudah. Maka dari itu kami selaku pihak pesantren harus mempunyai sifat yang dinamis dan peka terhadap segala kebutuhan masyarakat agar program yang dilakukan bisa sesuai dengan keadaan serta kebutuha masyarakat itu sendiri. Apabila hal ini bisa tercapai, dalam pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat bisa berjalan efektif dan segala apa yang disampaikan bisa diterima dengan baik, oleh karenanya dengan mudah pula kita bisa mempengaruhi dan menggembleng mereka dengan baik. Salah satu kegiatan yang bisa dijadikan contoh yaitu, pelaksanaan arisan yang melibatkan semua lapisan masyarakat, dan dari sanalah kita bisa memberikan pengarahan dan pembelajaran pendidikan Islam, misalnya dengan pembacaan tahlil, pembacaan dhiba’an atau berzanji, pembacaan Al quran, maupun pengajian keagamaan, yang selanjutnya diharapkan bisa memotivasi masyarakat untuk mendalami dan mentaati ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari 5. Apa faktor pendukung system pendidikan di Ponpes Bustanul Muta’allimin? Faktor penunjang dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut; faktor penunjang meliputi: (1) Adanya penerapan dan tauladan dari pendiri pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh untuk mengajarkan pendidikan Islam pada masyarakat. (2) Adanya dukungan dari pihak dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, baik berupa motivasi maupun materi. (3) .Adanya komitmen dan semangat yang tinggi dari pengurus pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh walau hanya dengan kemampuan yang serba terbatas. (4) Adanya rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurrus Yasasan, dewan pengasuh, pengurus pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus santri Ikatan Keluarga Santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus daerah maupun dari kalangan para santri. (5) Selalu ada masukan berupa kritikan yang bersifat kontruktif dan saran dari setiap kalangan 6. Apa saja faktor penghambat system pendidikan di Ponpes Bustanul Muta’allimin? Sedangkan faktor penghambatnya adalah kurangnya semangat atau keinginan kuat dari para santri dan masyarakat untuk menuntut ilmu
100
TRANSKRIP WAWANCARA Nama yang diwawancara Hari/Tanggal Nama Pewawancara 1.
: Bpk. Tsawab Birruddin : Kamis/16 April 2015 : M. Firdaus F. R.
Apa manfaat dengan adanya Ponpes Bustanul Muta’allimin ini?
Menurut saya mas, pondok kami yaitu Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh sudah sejak dulu mempunyai peran penting terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, itu sudah dimulai pada zaman pendiri yaitu Kyai Mawardi. Dapat dilihat pada sekarang ini meskipun Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, tapi pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh tetap eksis dan tetap bisa berperan dalam kehidupan masyarakat meskipun tidak ada beliaubeliau. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh lembaga ini untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tidak akan pernah pudar sampai kapanpun karena hal tersebut telah menjadi tujuan dari berdirinya pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh itu sendiri 2. Bagaimana awal mulanya pendidikan yang dilaksanakan di Ponpes Bustanul Muta’allimin? Program kegiatan dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat itu perlu adanya suatu perhatian dan pendekatan khusus pada masyarakat, karena agar kegiatan tersebut bisa diterima oleh masyarakat dan masyarakat bisa lebih berpartisipasi bukanlah hal yang mudah. Maka dari itu kami selaku pihak pesantren harus mempunyai sifat yang dinamis dan peka terhadap segala kebutuhan masyarakat agar program yang dilakukan bisa sesuai dengan keadaan serta kebutuha masyarakat itu sendiri. 3. Bagaimana perkembangan system pendidikan di Ponpes Bustanul Muta’allimin? Selain adanya program kegiatan yang non formal yang dilaksanakan pondok pesantren dalam sepanjang waktu juga ada program yang bersifat formal. Yaitu, seperti adanya program pengabdian yang ditangani oleh yayasan, dan program tersebut diharuskan bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah yang dikenal dengan orientasi pengabdian Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh. Program pengabdian tersebut selain bertujuan untuk membantu lembaga dalam proses pendidikan terhadap siswa, hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan keterlibatan alumni dalam kegiatan sosial keagamaan pada masyarakat dilingkungan pengabdiannya. 4. Bagaimana system pendidikan yang dilaksanakan saat ini di Ponpes Bustanul Muta’allimin? Banyak manfaat yang kami rasakan dari berbagai program yang dilakukan oleh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh selama ini, 101
dan untuk mewujudkan semua kegiatan tersebut secara optimal pondok pesantren, di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh telah berdiri suatu lembaga khusus yang menangani program pengabdian masyarakat dengan nama Biro Pembinaan dan Pengambangan Masyarakat atau yang sering dikenal dengan sebutan BPPM. Beberapa kegiatan yang sering dilakukan oleh BPPM dengan melibatkan masyarakat yaitu penyuluhan, tahlilan, arisan mingguan, dan pengajian. Program ini dimaksudkan agar masyarakat bisa mempunyai rasa memiliki terhadap pesantren dan bisa meningkatkan partisipasinya dalam perkembangan pondok pesantren 5. Apa faktor pendukung system pendidikan di Ponpes Bustanul Muta’allimin Faktor penunjang pelaksanaan program pendidikan agama Islam pada masyarakat di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, antara lain yaitu adanya pemahaman dari para pengurus pondok pesantren (asatidz), para santri maupun masyarakat umum yang menganggap bahwa pendidikan agama Islam sangat penting dan sangat perlu dimiliki oleh setiap individu dalam kelangsungan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.
102
FOTO PENELITIAN
103
Peneliti sedang mengamati kegiatan yang sedang berlangsung.
Para santri sedang mengkaji kitab Shahih Bukhori
104
Para santri sedang mengkaji kitab Shahih Bukhori
Peneliti menggali informasi dari pengurus PonPes
105
Peneliti sedang berdialog dengan santri
Peneliti melakukan wawancara kepada pengurus PonPes
106
Interaksi Peneliti dengan para santri
Interaksi Peneliti dengan para santri
107
Gedung lama PonPes Bustanul Muta’allimin
Gedung baru PonPes Bustanul Muta’allimin
108
Mushola yang ada di PonPes Bustanul Muta’allimin
109
Peneliti menggali informasi tentang PonPes dari Bpk. Tsawab
Peneliti melakukan wawancara dengan Bpk. Tsawab
110
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
111
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Muhammad Firdaus Fatchur Rozi yang biasa dipanggil Firdaus. Penulis dilahirkan di Kabupaten Semarang, tepatnya di Dusun Banjarsari Rt 03 Rw 05, Desa Reksosari, Kecamatan Suruh pada tanggal 26 September 1992 dari ayah yang bernama Muslih dan ibu bernama Siti Maslakhah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 02 Reksosari pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 01 Suruh dan tamat pada tahun 2007. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA, tepatnya di MAN Suruh dan lulus pada tahun 2010. Setelah tamat MAN, penulis melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu di sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Kota Salatiga yaitu Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), yang kini sudah berubah nama menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Penulis mengambil Program Pendidikan S1 pada Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Dan dari tahun 2010 sampai dengan penulisan skripsi ini, penulis masih terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, yang kini telah beralih menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
112