Modernisasi Sistem Pendidikan di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Tahun 1915-1971
Hanik Izzah Fitriana Prodi Pendidikan Sejarah Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang
[email protected]
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan sejarah berdirinya PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang; (2) Mendeskripsikan awal mula dan perkembangan modernisasi sistem pendidikan di PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang tahun 1915-1971; (3) Mendeskripsikan pengaruh modernisasi sistem madrasah terhadap perkembangan madrasah di PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Tulisan ini merupakan kajian historis maka metode yang digunakan adalah metode sejarah. Metode meliputi lima langkah yaitu pemilihan topik, heuristik, kritik, intepetasi, historiografi dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Bab ini menghasilkan (1) Berdirinya PP Bahrul Ulum dirintis oleh Kyai Abdussalam yang lebih dikenal dengan nama Mbah Soichah pada tahun 1825 dengan sebutan Pondok Selawe, Pondok ini mengalami perkembangan pada masa kepemimpinan KH Abdul Wahab yang merubah pondok menjadi Yayasan PP Bahrul Ulum Tambakberas pada tahun 1965. Sistem kepemimpinan PP Bahrul Ulum yang awalnya perorangan berubah menjadi sistem kepemimpinan kolektif yang berlanjut sampai sekarang ini; (2) Berdirinya Madrasah Mubdil Fan pada tahun 1915 yang dipelopori oleh KH. Abdul Wahab merupaka wujud terjadinya modernisasi sistem Madrasah Mubdil Fan merupakan cikal bakal berdirinya Madrasah Ibtida‟iyah PP Bahrul Ulum yang masih bertahan hingga sekarang. (3) Pengaruh modernisasi sistem pendidikan madrasah Pondok Pesantren Bahrul Ulum antara lain: a. peran kyai dalam kepemimpinan pesantren; b. peran pemerintah yaitu Departemen Agama dalam sistem pendidikan Islam. Madrasah sebagai wujud modernisasi sistem pendidikan di pesantren. Salam perkembangan suatu madrasah terdapat unsur-unsur penting didalamnya antara lain:a. Tujuan; b. Kurikulum; c. Proses Pembelajaran; d. Evaluasi Kata kunci: Modernisasi, Sistem Pendidikan, Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas
Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, pesantren tetap menarik untuk dikaji dan ditelaah kembali. Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang mempunyai kekhasan tersendiri serta berbeda dengan lembaga pendidikan Islam lainnya. Ditinjau dari segi historisnya, pesantren merupakan bentuk lembaga pribumi tertua di Indonesia bahkan lebih tua dari republik ini. Pesantren sudah dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka. PP Bahrul Ulum merupakan pondok tertua di Jombang yang awalnya menerapkan motode halaqoh sekarang berpadu dengan sistem klasikal. PP Bahrul Ulum merupakan pondok pesantren yang tetap menjaga ketradisionalannya. Namun hal itu bukan berarti PP Bahrul Ulum tidak mau menerima perubahan. Sebagai respon terhadap lajunya era modernisasi PP Bahrul Ulum berusaha berbenah diri. Pembenahan tersebut bukan hanya dalam substansi pendidik, namun juga dalam bidang organisasi dan manajemen pesantren. Pesantren yang sekarang ini pada umumnya telah mengalami pergeseran dari dampak modernisasi. Kyai dalam pesantren sekarang ini bukan lagi merupakan satu-satunya sumber belajar. Dengan beraneka ragam sumber-sumber belajar baru, dan semakin tingginya dinamika komunikasi antara sistem pendidikan pesantren dan sistem lainnya, maka santri belajar dari banyak sumber. Keadaan ini menyebabkan perubahan hubungan kyai dengan santri. Identitas hubungan mereka menjadi lebih terbuka dan rasional, sebaliknya kedekatan hubungan personal yang berlangsung lama terbatas dan emosional lambat laun memudar (Rofiq, 2005:55). Begitu pula terdapat kecenderuangan bahwa santri membutuhkan ijazah dan penguasaan bidang keahlian atau keterampilan yang jelas, yang dapat mengantarkannya untuk menguasai lapangan kehidupan tertentu. Dalam era modern tidak cukup hanya berbekal dengan moral yang baik saja, tetapi juga perlu dilengkapi dengan keahlian atau keterampilan yang relevan dengan kebutuhan kerja. Oleh sebab itu membawa implikasi, bahwa jika dalam masa awalnya tujuan PP Bahrul Ulum adalah mendidik calon ulama, sekarang ini tujuan pendidikan PP Bahrul Ulum bersifat ganda, yaitu mendidik para santri agar dapat mengembangkan dirinya menjadi “Ulama intelektual (Ulama yang menguasai pengetahuan umum), dan Intelektual ulama (sarjana, juga mengetahui pengetahuan Islam)”. Namun demikian PP Bahrul Ulum tetap mempertahankan tradisi pesantrennya. Ini semua akibat dari adanya tuntutan perubahan modernisasi kelembagaan pendidikan, terutama sekali pada pesantren yang selama ini sangat akrab dengan pendekatan tradisional. Modernisasi di dunia dakwah dan pendidikan Islam kontemporer, tidak hanya mengubah basis
sosio-kultural dan pengetahuan santri semata, melainkan juga mengimbas pada umat Islam secara keseluruhan. Dengan kata lain kultur pesantren selalu mengalami proses perubahan sesuai dengan dinamika masyarakat pendukungnya. Oleh karena itu perubahan-perubahan besar dilakukan oleh kyai terhadap lembaga-lembaga pesantren dewasa ini bukanlah merupakan pilihan alternatif yang bersilang jalan, melainkan merupakan akumulasi nilai-nilai kehidupan yang dialami pesantren sepanjang sejarahnya, tanpa meninggalkan tradisi-tradisi khasnya. Modernisasi pendidikan Islam (pondok pesantren)
yang
merupakan perpaduan
antara tradisional dan modern diharapkan mampu menjadi sarana yang efektif dalam membentuk manusia modern. Namun bagi Nurcholish Madjid ada hal yang lebih penting dalam hal itu ialah pendidikan Islam diharapkan mampu menyelesaikan masalah moral dan etika ilmu penegetahuan modern. Nurcholis Madjid menyatakan pula, bahwa modernisasi adalah rasional, progresif dan dinamis. Beliau berpedapat modernisasi adalah pengertian yang identik dengan rasionalisasi, dalam hal itu berarti proses perombakan pola berfikir dan tata kerja lama yang tidak rasional dan menggantinya dengan pola berfikir dan tata kerja baru yang akliah (rasional) (Madjid, 1989:172). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa modernisasi adalah suatu usaha secara sadar untuk menyesauaikan diri dengan menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan, untuk kebahagiaan hidup perorangan, bangsa atau umat manusia. Dari penjelasan di atas, menjadi dasar bagi penulis untuk mengkaji tentang pelaksanaan sistem pendidikan di PP Bahrul Ulum dengan judul “Modernisasi Sistem Pendidikan di PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang Tahun 1915-1971”. Hal ini bertujuan untuk mengetahui secara lebih mendalam bagaimana perubahan-perubahan sistem pendidikan yang ada di PP Bahrul Ulum. Bagiamana peran KH Abdul Wahab Hasbullah dalam sistem madrasah, serta sejauh mana perkembangan sistem madrasah mempengaruhi sistem pendidikan di madrasahmadrasah yang ada di PP Bahrul Ulum. tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan sejarah berdirinya PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang; (2) mendeskripsikan awal mula dan perkembangan modernisasi sistem pendidikan di PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang tahun 1915-1971; (3)
mendeskripsikan pengaruh
modernisasi
sistem
madrasah terhadap
perkembangan madrasah di PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. METODE Tulisan ini merupakan kajian historis maka metode yang digunakan adalah metode sejarah. Metode meliputi lima langkah yaitu pemilihan topik, heuristik, kritik, intepetasi,
historiografi dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Disamping itu melalui wawancara dan mencermati tradisi lisan yang berkembang di kalangan pondok pesantren, serta artefaktual, sehingga kekurangan sumber tertulis bisa diatasi. Lokasi penelitian adalah di PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Heuristik adalah proses mencari, menghimpun, dan pengumpulan sumber-sumber sejarah. Pengumpulan sumber ini dilakukan di beberapa tempat. Khusus arsip baik itu laporan, surat-surat resmi, keputusan pemerintah mengenai pendidikan maupun peta di lakukan di Kantor Yayasan PP Bahrul Ulum, Kantor Desa Tambakrejo, dan putra-putri KH Abdul Wahab Hasbullah. Sementara sumber buku kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini diperoleh dari Perpustakaan UM Pusat, Perustakaan Sejarah Universitas Negeri Malang, Perpustakaan UIN Malang, Perpustakaan Kota Malang, Perpustakaan Masjid Sabilillah Malang, Perpustakaan PP Tebuireng Jombang, dan Perpustakaan MAN Tambakberas. Peneliti juga melakukanwawancara terhadap putra-putri KH Abdul Wahab Hasbullah yaitu KH Hasib Wahab, dan Nyai Hj Machfudho sebagai pengasuh di Yayasan PP Bahrul Ulum, beberapa pengurus pondok pesantren, para guru, santri dan alumni PP Bahrul Ulum. Dalam penelitian ini sumbersumber sejarah yang diperoleh berupa sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer juga dapat berupa naskah, arsip, atau dokumen yang berasal dari tahun kejadian peristiwa. Ini meliputi akta pendirian Yayasan PP Bahrul Ulum tahun 2010, sertifikat pendirian Madrasah Ibtida‟iyah PP Bahrul Ulum tahun 1977 dan sertifikat pendirian Madrasah Mu‟alimin Mu‟alimat PP Bahrul Ulum tahun 1983. Sumber sekunder yang juga dugunakan dalam penelitian ini antara lain berupa buku-buku yang berkaitan dengan biografi KH Abdul Wahab dan peran beliau di NU, yaitu; a. Rifai, M. 2010. KH Wahab Hasbullah Biografi Singkat (1888-1971). Yogyakarta:Garasi House of Book; b. Zuhri, S. 2010. Mbah Wahab Hasbullah Kyai Nasionalis Pendiri NU. Yogyakarta: Pustaka Pesantren; c. Syifa‟, M. 2010. Profil Mbah Kyai Hamid Hasbullah. Jombang; d. Rasyid, Dkk.1999. K.H Abdul Wahab Hasbullah Perintis, Pendiri dan Penggerak NU. Jakarta: Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuanga KH Wahab Hasbullah. Sumber-sumber dari majalah maupun koran yaitu; a. Aula, November 2011.Jalan Panjang Kiai Wahab; b. Berita NU Edisi 7 Tahun 1983. KH Abdul Wahab Hasbullah dalam Memori; c. Tebuireng No.5 September 1986. KH Wahab Hasbullah: Bapak Nahdlatul Ulama yang Progresif. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber informasi adalah para informan yang berkompeten dan memiliki relevansi dengan penelitian yang dijalankan. Teknik penunjukan informan menggunakan teknik bola salju.
Menurut Moleong (1985) menyatakan strategi dasar teknik bola salju (snowball) ini dimulai dengan menetapkan satu atau beberapa informan kunci (key informan) dan mengadakan interview terhadapa mereka secara bertahap atau berproses. Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti menetapkan satu atau dua informan kunci dan mengadakan interview terhadap mereka. Selanjutnya kepada mereka kemudian diminta arahan, saran, petunjuk siapa sebaiknya yang menjadi informan selanjutnya yang menurut mereka memiliki pengetahuan, pengalaman informasi yang dicari. Kemudian penentuan informan berikutnya dilakukan dengan teknik yang sama sehingga diperoleh jumlah informan yang semakin lama semakin banyak. Hal ini dimulai dari wawancara terhadapa KH M Fadlulloh Malik, kemudian putra-putri KH Abdul Wahab Hasbullah diantaranya, KH M Hasib Wahab dan Nyai Hj. Machfudloh. Para pengurus Yayasan PP Bahrul Ulum sekaligus alumni madrasah-madrasah di PP Bahrul Ulum di antaranya, KH Sulton, Hj. Churun‟Ain, KH Dhamaluddin Ahmad, H. Syifa‟ Malik, KH. Fadkhulloh Malik. Para guru dan kepala Madrasah di PP Bahrul Ulum diantaranya, H. Saliman, H. Rokhim, H. Huda, Asyharun, H. Icshan, Hj. Bariroh. Para alumni Madrasah Ibtida‟iyah dan Mu‟alimin Mu‟alimat diantaranya, Abdul Manan, H. Anshori. Langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan kritik eksternal yaitu mencari sumber-sumber primer maupun sekunder di Yayasan PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, setelah diperoleh data, kemudian dilakukan pemilihan berdasarkan permasalahan yang akan yang dijawab. Dalam melakukan kritik eksternal dilakukan terutama menyangkut sumber primer yang digunakan dalam penelitiaan ini, seperti laporan arsip dan pemberitaan dari surat kabar mengenai pendidikan pada periode tersebut perlu dilakukan pengecekan dan membandingkan terhadap sumber atau tulisan asli dari sumber tersebut, kemudian kesaksian para saksi mata atau para pelaku harus dapat dipahami dengan jelas, serta diketahui saksi mata atau pelaku orang yang dapat dipercaya (credible). telah membandingkan dari seluruh sumber yang telah didapat baik tertulis maupun lisan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan dalam pengelolaan data. Misalnya, dalam piagam pendirian madrasah ditulis bahwa pendiri madrasah tersebut adalah KH Wahab Hasbullah tahun 1912, lalu dicocok kan dengan hasil wawancara dengan beberapa sumber dan beberapa buku biografi KH Wahab Hasbullah keduanya memiliki persamaan untuk pendiri Madrasah Mubdil Fan, akan tetapi terjadi perbedaan pada tahun pendiriannya, antara buku-buku dengan wawancara menyatakan bahwa Mubdil Fan berdiri tahun 1915. Kritik juga dilakukan
terhadap hasil-hasil wawancara sebagai sumber primer, dengan cara melakukan crossscheck atau uji silang. Jadi, informasi yang diperoleh dari informan pertama di check kebenarannya kepada informan berikutnya dan seterusnya sehingga dapat dipastikan kredibilitasnya. Dengan demikian kesaksian tersebut dapat bertahan meskipun dilakukan secara berulang-ulang. HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang PP Bahrul Ulum Tambakberas, terletak di Dusun Tambakberas, Desa Tambakrejo, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur, tepatnya + 3 Km sebelah utara Kota Jombang. Komplek Pondok Pesantren Bahrul Ulum dibatasi oleh desa, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tembelang, sebelah timur berbatasan dengan Desa Dapur Kejambon, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sambong Dukuh, sebelah barat berbatasan dengan Desa Ploso Geneng. Sebelah barat PP Bahrul Ulum adalah jalan raya yang menghubungkan kota-kota, seperti Surabaya, Mojokerto, Bojonegoro, Babat, Tuban, dan Lamongan. Untuk menuju ke Desa Tambakrejo kira-kira dibutuhkan waktu + 15 menit dari pusat Kabupaten. Karena desa ini merupakan perlintasa jalan raya menuju arah Tuban, Lamongan, sehingga mudah diakses baik menggunakan kendaraan umum maupun pribadi. Desa Tambakrejo dialiri oleh dua buah sungai, sungai tersebut merupakan sungai irigasi yang akhirnya bermuara di Sungai Konto, sehingga desa ini cukup subur. Desa Tambakrejo dikelilingi oleh area persawahan yang luas, oleh karena itu, sebagian penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Areal persawahan ini ditanami padi yang menjadi tanaman utama. Komplek pesantren menempati area tanah +10 Ha. Letak PP Bahrul Ulum membaur dengan masyarakat sehingga tidak ada tembok pembatas antara wilayah pondok dengan masyarakat sekitar. Sebelum memasuki komplek pesantren kita akan disambut oleh gapura yang besar, sebagai identitas jika kita sudah masuk dikawasan PP Bahrul Ulum. Dari gapura ke arah timut + 300 meter berdiri berjejer bangunan mulai dari MTs Bahrul Ulum, MA Bahrul Ulum, TK Bahrul Ulum, Kantor Yayasan Bahrul Ulum (yang dulunya merupakan bangunan madrasah Mubdil Fan), Masjid Jami‟ Bahrul Ulum, serta berdiri kompleks asrama/ribath. Dari bangunan gapura ke arah utara terdapat lapangan olah raga yang luas. Sebagai pondok pesantren tertua di Jombang, PP. Bahrul Ulum memiliki sejarah pendirian dan pengembangan yang cukup panjang. Dari sejarah pendiriannya pondok pesantren
Bahrul Ulum dibagi menjadi dua periode rintisan dan empat periode pengembangan. Periodeperiode tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. Periode rintisan pertama, sekitar tahun 1825 di sebuah Desa yang jauh dengan keramaian kota Jombang, tepatnya di sebelah utara kota Jombang yakni di Dusun Gedang kelurahan Tambakrejo, datanglah seorang yang „alim, pendekar ulama atau ulama pendekar bernama Abdussalam, yang lebih dikenal dengan panggilan Mbah Shoichah (artinya: bentakan yang membuat orang gemetar). Kedatangannya di dusun ini membawa misi untuk menyebarkan agama dan ilmu yang dimilikinya. Menurut silsilah beliau termasuk keturunan Raja Brawijaya (kerajaan Majapahit) dan merupakan salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Sebelum kedatangan Abdus Salam, Desa ini (sekarang Desa Tambakrejo) masih merupakan hutan belantara. Selama kurang lebih 13 tahun beliau bergelut dengan semak belukar dan kemudian menjadikan Desa ini sebagai perkampungan yang dihuni oleh komunitas manusia. Setelah berhasil merubah hutan menjadi perkampungan, pada tahun 1838 beliau mendirikan gubuk tempat beliau berdakwah yaitu sebuah pesantren kecil yang terdiri dari sebuah langgar (musholla), bilik kecil untuk santri dan tempat tinggal yang sederhana. Pesantren ini terletak disebalah timur Sungai Gedang. Pesantren tersebut dikenal oleh masyarakat dengan sebutan ”Pondok Selawe” dikarenakan jumlah santri yang berjumlah 25 orang. Disebut juga dengan “Pondok Telu” karena bidang atau materi keilmuan yang diajarkan meliputi tiga bidang ilmu yaitu Syari’at, Hakikat dan Kanuragan. Dari sisi lain dinamakan Pondok Telu karena jumlah bangunannya terdiri dari 3 lokal. Pesantren inilah yang menjadi embrio Pondok Pesantren Bahrul Ulum sekarang ini (Syifa‟, 2010:5). Periode rintisan ke dua, setelah Kyai Shoichah (Abdussalam) berusia lanjut kepemimpinan Pondok Selawe atau Pondok Telu diserahkan kepada dua menantunya yang tidak lain adalah santrinya sendiri, yaitu Kyai Ustman (Mbah Ustman) dan Kyai Sa‟id (Mbah Sa‟id). Pada tahap selanjutnya, atas restu dari Mbah Shoichah keduanya melakukan pengembangan pondok pesantren. Kyai Ustman memegang Pondok Selawe sementara Kyai Sa‟id mendirikan pesantren disebelah barat sungai yang tidak jauh dari Pondok Selawe. Kyai Ustman lebih menitik-beratkan pada ajaran-ajaran Thoriqoh pada santrinya, sementara Kyai Sa‟id lebih fokus pada kajian-kajian yang bersifat Syari‟at. Karena itulah Pondok Pesantren Mbah Sai‟d yang berada di sebelah barat sungai dikenal dengan sebutan “Pondok Syari‟at” dan pondok yang dikembangkan oleh Mbah Ustman dikenal dengan sebutan Pondok Toriqoh (Syifa‟, 2010:7).
Periode perkembangan pertama, setelah Kyai Ustman dan Kyai Sa‟id wafat, pesantren Kyai Ustman tidak ada yang meneruskan karena beliau tidak memiliki putra laki-laki. Sedangkan pesantren Kyai Sa‟id diteruskan oleh putra beliau yang bernama Kyai Hasbullah. Karena Pesantren Kyai Ustman tidak ada penerusnya maka sebagian santri Kyai Ustman diboyong oleh menantunya yang bernama Kyai Asy‟ari ke Desa Keras yang akhirnya berkembang menjadi Pondok Pesantren Tebuireng sekarang. Sedangkan sebagian yang lain diboyong ke pesantren sebelah barat sungai dijadikan satu dibawah pimpinan Kyai Hasbulloh. Adapun untuk pusat jama‟ah thoriqoh akhirnya dipindah ke Desa Kapas dan diteruskan oleh menantunya yang bernama Abdullah (Syifa‟, 2010:8). Dibawah pimpinan Kyai Hasbulloh pondok pesantren berkembang sangat pesat. Perkembangan pondok pesantren disertai dengan berkembangnya sarana dan prasarananya yaitu dengan dibangunnya sebuah Masjid di tengah-tengah pondok dengan nama Masjid Jami‟. Kyai Hasbullah Said memiliki lima anak, KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai anak pertama, KH. Abdul Hamid merupakan anak kedua, KH. Abdurrokhim (beristrikan Nyai Hj Mas Wardiyah, keponakan dari KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyyah) sebagai anak ke tiga, Nyai Hj Khodijah (Istri KH. Bisri Syansuri Denanyar), serta Nyai Hj Fathimah (Istri KH. Hasyim Kapas) sebagai anak ke empat dan ke lima. Periode pengembangan ke dua, pada tahun 1914 KH Abdul Wahab Hasbullah (Putra tertua KH Hasbulloh) kembali dari tugas belajarnya di tanah suci Makkah. Sejak saat itu KH Abdul Wahab Hasbullah
mulai melakukan pembaharuan pondok pesantren Tambakberas.
Sistem pendidikan yang tadinya berbentuk halaqoh kemudian diubah menjadi sistem pendidikan madrasah yang penanganannya diserahkan kepada salah satu adiknya yaitu KH Abdul Hamid Dengan sistem pendidikan Madrasah atau “Klasikal” yang dikembangkan, PP Tambakberas berkembang semakin pesat, dan pada tahun 1915 KH Abdul Wahab mendirikan Madrasah yang pertama (terletak di sebelah barat masjid, sekarang dibangun gedung Yayasan PP Bahrul Ulum), Madrasah tersebut diberi nama Madrasah Mubdil Fan.
Awal Mula dan Berkembangnya Modernisasi Sistem Pendidikan di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang Tahun 1915-1971 Untuk memudahkan mengklasifikasikan perkembangan modernisasi sistem pendidikan di PP Bahrul Ulum, peneliti menyimpulkan terjadi 3 periodisasi, yaitu: pertama, masa pengasuh
KH Hasbullah periode 1888-1914 dimana PP Bahrul Ulum masih bernama PP Tambakberas masih bersifat tradisional (salafyah), periode kedua yaitu, masa pengasuh KH Abdul Wahab Hasbullah periode 1914-1971, dimana beliau menggagas sistem pendidikan madrasah. Dalam pelaksanaan madrasah KH Abdul Wahab di bantu oleh KH Abdul Hamid dan KH Abdurrohman pada tahun 1914-1943, pada tahun 1943-1971 KH Abdul Wahab di bantu oleh KH Abdul Fattah dalam pengelolaan madrasah. Dimana PP Bahrul Ulum sudah berbadan hukum tahun 1966 dengan adanya akta notaris dan mulai mendirikan sekolah formal mengikuti kurikulum Departemen Agama. a. Sistem Pendidikan di PP Bahrul Ulum Masa Pengasuh KH Hasbullah periode 1888-1914 Peneliti dapat menyimpulkan bahwa, PP Bahrul Ulum pada masa pengasuh KH Hasbullah tergolong pondok pesantren tradisional (salafyah). Hal ini diperkuat oleh klasifikasi Ziemek (1986:82), PP Bahrul Ulum pada awalnya termasuk pada pesantren jenis A, yaitu pesantren yang terdiri dari komponen-komponen; kyai, masjid, pondok dan santri dimana pondok berfungsi sebagai tempat untuk menampung para santri agar dapat lebih dapat berkonsentrasi dalam mempelajari agama Islam. Hal ini, terlihat dari awal pendirian pesantren sampai berkembangnya periode pertama, PP Bahrul Ulum menggunakan sistem pendidikan non klasikal. Dengan sistem halaqoh dan menggunakan metode sorogan,weton atau bandongan. Sarana dan prasarana terdapat 5 kamar asrama untuk tempat tinggal para santri mukim. Kegiatan belajar mengajar terletak di dalam masjid, dan rumah KH Hasbullah. Kapasitas Masjid Jami‟ pada waktu itu sekitar 500 orang. Karena masih menggunakan sistem tradisional maka, belum ada papan dan alat tulis lainnya untuk menunjang pembelajaran saat itu. b. Sistem Pendidikan di PP Bahrul Ulum Masa Pengasuh KH Abdul Wahab Hasbullah Periode 1914-1971 Periode ini disebut sebagai periode pembaharuan yang dilakukan oleh KH Abdul Wahab dibidang pendidikan. Pembaharuan ini dimulai setelah kedatangan KH Abdul Wahab Hasbullah yang selesai belajar di Makkah pada tahun 1914. Dengan kedatangan beliau, memberi warna baru serta perubahan didalam pembelajaran di PP Bahrul Ulum. Sepulang dari Makkah beliau tidak langsung mengamalkan ilmu yang di dapat dari Makkah. Akan tetapi beliau aktif merintis organisasi-organisasi di Surabaya terlebih dahulu. Setahun kemudian KH Abdul Wahab Hasbullah mendirikan Madrasah “Mubdil Fan” pada tahun 1915. Keberadaan madarasah ini
diperkuat oleh piagam pendirian tertulis bahwa Madrasah Mubdil Fan yang merupakan rintisan dari Madrasah Ibtida‟iyah Bahrul Ulum ini berdiri pada tahun 1912. Ide pembaharuan ini di pengaruhi oleh pembaharuan pendidikan dari Turki dan Mesir, kemudian dikembangakan oleh mereka yang telah selesai belajar di Makkah yang dipandu oleh guru-guru mereka yang lama disana yaitu Syekh Ahmad Khatib Minangkabau. Murid-muridnya antara lain: H. Abdul Karim Amrullah, KH Ahamad Dahlan, KH Adnan, KH Hasyim Asy‟ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah. Setelah kembali dari Makkah, mereka turut andil dalam pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia (Zuhairini, 1994:146-150). Setelah madrasah Mubdil Fan berdiri, kepengurusan madrasah dan pondok pesantren diserahkan kepada adik KH Abdul Wahab yaitu KH. Abdul Hamid dan KH Abdurrohim, dikarenakan KH. Abdul Wahab sibuk mengurus organisasi di luar pesantren. Akan tetapi beliau, tetap memantau perkembangan pesantren, serta membantu perkembangan pesantren dari luar. 1. Pengelolan Madrasah di PP Bahrul Ulum oleh KH Abdul Hamid dan KH Abdurrohim Tahun 1943-1943 Sistem pembelajaran yang digunakan PP Bahrul Ulum pada masa pengasuh KH Abdul Wahab Habullah adalah sistem madrasah, dengan mempertahankan sistem tradisional. Metode pengajaran di pondok pesantren dilengkapi dengan sistem madrasah, agar santri dapat dipilah menurut kemampuannya membaca kitab kuning, sekalipun penyelenggaraannya berlangsung di asrama atau masjid. Banyaknya santri yang mempunyai minat bersekolah, baik yang berasal dari warga masyarakat sekitar maupun masyarakat yang berasal dari luar daerah, mendorong didirikannya gedung madrasah. Sejak saat itu dikenal istilah madrasah. Istilah ini dapat diartikan sekolah tetapi dalam pondok pesantren lebih dikenal dengan penerapan sistem pendidikan klasikal dan sistematis, yang berbeda dengan sistem sorogan dan bandongan yang telah ada sebelumnya. Madrasah ini dibuka dengan menggunakan model kelas, yaitu kelas sifir awal (tingkat pertama) dan sifir tsani (tingkat kedua). Sistem madrasah ini merupakan perwujudan dari modernisaasi sistem pendidikan yang ada. Perubahan kembali baru dilakukan setelah tahun 1930 M, dengan perubahan jenjang pendidikan, walaupun masih belum seragam. Sejak itu sistem pendidikan formal madrasah mulai dikenal luas di hampir seluruh Indonesia. Pondok pesantren pada akhirnya menerapkan sistem madrasah untuk mengembangkan pendidikannya (Rifai, 1985:67).
Seperti yang terdapat dalam “aliran-aliran modern dalam Islam” dan “Islam dan Modernisasi”. Modernisme dalam masyarakat Barat mengandung arti, fikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah faham-faham, adat-istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Dengan jalan demikian pemimpin-pemimpin Islam modern mengharap dapat melepaskan umat Islam dari suasana kemunduran untuk selanjutnya dibawa kepada kemajuan. Peneliti menyimpulkan, pada masa pengelolaan KH abdul Hamid dan KH Abdurrohim PP Bahrul Ulum masuk pesantren jenis C dalam klasifikasi Ziemek. Dalam Ziemek (1986:82), pesantren jenis C, merupakan kelompok pesantren yang ditambah dengan lembaga pendidikan, yaitu terdapat komponen kyai, masjid, santri, pondok, madarasah (primer). Aktifitas di pondok jenis ini dimaksudkan agar siswa/siswi dapat memehami pengetahuan agama dan pengetahuan umum yang berlaku secara Internasional. Dalam menempuh pendidikan di lembaga ini diakui oleh pemerintahan.
2. Pengelolan Madrasah di PP Bahrul Ulum oleh KH Abdul Fattah Tahun 1943-1971 Sebelum beliau diberi tugas untuk mengelola madrasah, kegiatan Madrasah Mubdil Fan sempat fakum pada masa pendudukan Belanda, dikarenakan kebijakan yang dibuat pemerintah Belanda. Pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia membawa angin segar untuk keberlanjutan berdirinya Madrasah Mubdil Fan. Hal ini diperkuat oleh keterangan dari KH Djamalludin, bahwa: “...Keterangan ini dari KH Abdul Jalil Mbulak, beliau mengatakan bahwa Madrasah di Tambakberas dibuka kembali pada zaman Jepang sekitar tahun 1942 oleh KH.Fattah, sebagai Sekertaris KH Abdurrohim. Bendahara/ pembantu diantaranya, KH Abdul Jalil, KH Ma‟mun, KH Syikha, dan KH Ma‟ruf Sambong, KH Zubaidi. Ketika KH Abdul Fattah dan KH Abdul Jalil membuka madrasah ini, beliau menandatangani perjanjian sebagai jaminan, bila madrasah mengajarkan hal yang macam-macam maka kepala para Kyai ini yang akan menjadi taruhannya. Ketika madrasah dibuka santri pondok tinggal 11 orang.” (Wawancara dengan KH Djamalludin, 2 Mei 2012, lampiran 6) Kemajuan-kemajuan yang dilakukan KH Abdul Fattah dalam pendidikan di PP Bahrul Ulum, yaitu: 1. Memperluas gedung Madrasah Ibtida‟iyah Bahrul Ulum pada tahun 1951, 2. Merintis Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat tahun 1956 dengan lama pelajaran 3 tahun. Kemudian pada tahun 1963 Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat dirubah menjadi 4 tahun. Tahun
1964 jenjang Mu‟allimin Mu‟allimat ditambah 2 tahun, sehingga lama belajarnya 6 tahun. Pada tahun 1967 pemerintah melalui kebijakannya yaitu SK Menteri Agama No. 80 tahun 1967. Dengan SK ini pemerintah menawarkan penegerian kepada madrasah swasta. Karena terpengaruh oleh kebijakan pemerintah maka 1969 Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat
di
negerikan menjadi MTsAIN dan MAAIN. Pada tahun 197I MTsAIN dan MAAIN Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat dikembalikan lagi sehingga MtsAIn dan MAAIN dipisah dan menempati gedung baru pemberian dari Presiden Soeharto. Pada bagian Mu‟allimin dan Mu‟allimat diajarkan pengetahuan umum dan ilmu mendidik. Jumlah murid semuanya 1300 orang puteraputeri. Murid-murid Ibtidaiyah 1150 orang dan murid-murid Mu‟allimat 150 orang. Guru-guru 24 orang tahun 1959. Dari penjelasan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa sistem pendidikan di PP Bahrul Ulum pada masa pengelola KH Abdul Fattah masuk dalam klasifikasi pesantren jenis D. Menurut Ziemek (1986:82), pesantren jenis D, merupakan kelompok pesantren yang memiliki fasilitas lengkap dengan pemahaman elemen madrasah (primer, sekunder, dan tersier), yaitu lembaga pendidikan yang formal dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, dengan fasilitas belajar mengajar yang lengkap, seperti laboratorium dan perpustakaan untuk menunjang proses belajar pesantren. Pada saat itu PP Bahrul Ulum sudah memiliki madrasah atau pendidikan formal mulai dari tingkat dasar yaitu Madrasah Ibrida‟iyah (MI) sampai tingat atas yaitu Madrasah Menengah Atas (MMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Untuk sarana dan prasana pendukung lainnya yaitu Masjid Jami‟ dengan kapasitas 1000 orang, jumlah asrama yang semakin pertambah yaitu sekitar 20 kamar pada awalnya lalu bertambah lagi dengan dibukanya asrama putri Al-Lathifiyah dan Al Fatimiyah pada tahun 1949. Untuk sekolah tingkat tinggi atau universitas pada periode ini belum ada. Akan tetapi pada tahun selanjudnya tepatnya tahun 1974 KH Abdul Fattah mulai merintis Perguruan Tinggi yang diberi nama “Al-Ma’had Al-Aly”. Dibangunnya madrasah-madrasah tingkat atas dan perguruan tinggi di PP Bahrul Ulum, secara tidak langsung fasilitas belajar mengajar diperlengkap, seperti laboratorium dan perpustakaan untuk menunjang proses belajar mengajar di PP Bahrul Ulum. Pengaruh Modernisasi Sistem Pendidikan Klasikal Terhadap Perkembangan Madrasah di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
a. Faktor- Faktor Yang Memepengaruhi Perkembangan Madrasah di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang Setiap perkembangan madrasah tidak lepas dari faktor-fator yang mempengaruhinya. Dalam perkembangan modernisasi sistem pendidikan klasikal di PP. Bahrul Ulum dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya: Peran kyai dalam kepemimpinan pesantren Kedudukan
kyai dipesantren-pesantren bukanlah sekedar memberikan pelajaran,
pembimbing keagamaan bagi santri-santrinya akan tetapi juga berperan sebagai tokoh nonformal. Pendek kata para kiai berperan sebagai sosok, model atau contoh yang baik (uswatun hasanah) tidak saja bagi santri, akan tetapi juga bagi seluruh komunitas disekitar pesantren mereka. Hal ini tidak terlepas dari kekuasaan kyai di lingkungan pesantren terkait dengan kebijakannya dalam meningkatkan mutu pendidikan di pesantren. Gambaran ini nampak pada kebijakan yang dinilai cukup berani dan tepat dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan diberlakukannnya sistem klasikal dalam pembelajaran agama di PP Bahrul Ulum. Kemudian sistem klasikal ini diikuti oleh sistem pendidikan formal. Setrategi ini tergolong langkah dan progresif, mengingat hampir seluruh pesantren salaf saat itu belum terfikir untuk memodernisasi sistem pendidikan dengan membolehkan adanya pendidikan lain selain pengajian di PP Bahrul Ulum. Peran pemerintah dalam pendidikan Islam Pemerintah memiliki peran penting dalam mengembangkan akan menyiapkan segala sesuatunya kebijakan tentang pendidikan. Mulai dari anggaran, pengadaan guru, hingga sarana dan perangkat pendukung lainnya. Ini karena pemerintah sangat menyadari Undang-Undang tersebut memberikan tanggung jawab cukup besar bagi terselenggaranya pendidikan nasional secara baik dan bermutu. Maka, hal itu akan dimulai dari pembenahan-pembenahan dan perubahan yang selama ini dianggap lemah. Misalnya saja dari segi anggaran, pendidikan nasional kita secara keseluruhan akan mendapatkan sekitar 20 persen dari keseluruhan APBN. Peningkatan yang amat besar ini belum pernah terjadi sebelumnya. Pengaturan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu mencakup sistem dan kurikulum suatu madrasah. Para ahli dimana pun juga, sepakat bahwa sistem pendidikan yang terkait perlu diperbaharui secara berkesinambungan, atas pemahaman tersebut pakar pendidikan mengambil langkah-langkah menuju perbaikan sistem pendidikan tradisional menuju sistem
pendidikan modern yang dilengkapi dengan pola manejemen sebagai standar mutu. Bagi masyarakat luas, dengan tujuan supaya madrasah tidak dianggap sebagai salah satu pendidikan yang “bercirikan” tradisional, sehingga kiat-kiat untuk menepis anggapan masyarakat tersebut di atas diperlukan manajemen yang tertata dalam sistem pendidikan modern. b. Dampak Modernisasi Sistem Pendidikan Madrasah Terhadap Perkembangan Madrasah Di Pondok Pesantren Bahrul Ulum. Wujud modernisasi sistem pendidikan di PP Bahrul Ulum dalam bidang kemasyarakatan serta lingkungan sosial tercermin dari semakin beragamnya dan tingginya intensitas kegiatan yang bersifat komunikatif serta aspiratif yang melibatkan masyarakat secara langsung, berbeda dengan masa pra modernisasi dimana peranserta masyarakat sekitar secara langsung sangat minim. Hal itu tentunya tidaklah lepas dari perubahan mendasar pada tatanan visi serta misi PP Bahrul Ulum yang memungkinkan pesantren dapat lebih bergerak dinamis menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Madrasah sebagai institusi pendidikan tidak dapat mengelak dari kebijakan reformasi pendidikan yang bersifat desentralistik. Manajemen berbasis sekolah dilingkungan madrasah merupakan bentuk pengelolaan pendidikan yang ditandai dengan otonomi yang luas pada tingkat madrasah di sertai semakin meningkatnya partisipasi masyarakat. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan pada madrasah, baik mengenai pengembangan kurikulum, peningkatan profesionalitas guru, pemehan sarana dan prasarana, dan pemberdayaan pendidikan akan dilaksanakan terus menerus. Adanya madrasah di PP Bahrul Ulum memiliki unsur-unsur yang menjadikan madrasahmadrasah tersebut berkembang, antara lain: 1.
Tujuan Dalam membangun madrasah memiliki tujuan sebagai dasar pencapaian dan harapan
yang ingin di diwujudkan, berikut ini tujuan berdirinya madrasah di PP Bahrul Ulum, antara lain: 1. Membantuk manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap memahami pesan Al-Qur‟an dan Al-Hadits, percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat dan negara, beramal untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang diridlai Allah SWT; 2. Memajukan iklim pengetahuan agama Islam untuk membangun masyarakat dan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Nasir, 2005:212). Mencermati dalam proses pemodernisasian yang dilakukan PP Bahrul Ulum dalam mencapai tujuan nampaknya ada akulturasi dari aspek tujuan, dimana tidak sekedar melahirkan
sumber daya yang hanya tahu tentang agama saja, namun memiliki kemampuan untuk mengekspresikan nilai agama dalam konteks yang lebih makro yakni memiliki kemampuan amaliyah agama, memiliki prestasi ilmiah di sekolah dan memiliki kesiapan untuk mengahadapi kehidupan yang lebih kompleks. 2. Kurikulum Komponen yang penting dari sebuah pendidikan adalah kurikulum, hal tersebut dikarenakan kurikulum merupakan serangkaian kumpulan antara tujuan, prinsip, praktek, dan teori atau mata pelajaran dari sebuah pendidikan. Terkait dengan pendidikan,
kurikulum
merupakan konsep untuk mencapai tujuan pendidikan yang disingkronkan nantinya dengan pembelajaran langsung. Kurikulum pesantren yang awalnya sederhana dan simpel menjadi semakin tertata apik ketika sentuhan modernitas yang berupa konsep-konsep serta manajemen madrasah telah diintegrasikan kedalamnya. Standarisasi sistem telah menghasilkan pola pengendalian output yang cukup maksimal diantaranya adalah: a. Standarisasi input (secara filosofis, kualitas output banyak ditentukan oleh kualitas input) b. Standarisasi target capaian pengajaran c. Penambahan kurikulum yang bersifat terapan seperti kurikulum keterampilan, dan lain-lain. 3. Proses Pembelajaran Proses pembelajaran merupakan tahapan-tahapan yang dilalui dalam mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik seseorang, dalam hal ini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa atau peserta didik. Salah satu peran yang dimiliki oleh seorang guru untuk melalui tahap-tahap ini adalah sebagai fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang baik guru harus berupaya dengan optimal mempersiapkan rancangan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak didik, demi mencapai tujuan pembelajaran. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru
dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. 4. Evaluasi Dalam rangka mencapai tujuan dan harapan yang dimaksud Madrasah di PP Bahrul ulum memulai upaya-upaya yang menyangkut peningkatan kualitas lulusan dan pengembangan sebagaimana layaknya pendidikan formal. Pada Madrasah Ibtida‟iyah dan Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat dalam rangka meningkatkan kualitas lulusan, telah melaksanakan pembinaan dan pengendalian proses belajar mengajar melalui beberapa evaluasi untuk mencapai ukuran sebagaimana ukuran yang telah dituangkan dalam kurikulum madrasah.
KESIMPULAN DAN SARAN Sistem pendidikan di PP Bahrul Ulum pada masa pengasuh KH Hasbullah periode 1888-1914. Pada periode ini sistem pendidikan masih menggunakan sistem tradisional yaitu salafiyah murni dengan metode halaqoh, bandongan, dan sorogan. Kurikulum yang dipakai masih sederhana, tidak ada batasan masa belajar, kyai sebagai pengajar utama dan pengendali kepengurusan pesantren. Kitab yang dipelajari menggunakan kitab klasik yaitu kitab kuning yang berisikan materi tentang fiqih, hadits, tafsir dan akhlak. KH Hasbullah sebagai pengajar utama dibantu oleh putra-putri serta sepupunya, jumlah santri + 100 santri putra, sarana dan prasarana masih terbatas yaitu 5 kamar putra, rumah kyai dan masjid sebagai tempat mengaji. Kapasitas masjid masa KH Hasbullah + 500 orang. Sistem pendidikan di PP Bahrul Ulum masa pengasuh KH Abdul Wahab periode 19141971. Dimana pada periode ini KH Abdul Wahab mulai merintis sistem pendidikan klasikal dengan nama Madrasah Mubdil Fan pada tahun 1915. Madrasah ini merupakan wujud dari modernisasi sistem pendidikan di pesantren pada zamannya. Pengelolaan madrasah pada masa
KH Abdul Hamid dan KH Abdurrohim. Mulai
menata sistem pendidikan di pesantren dengan sistem berjenjang/sistem kelas sesuai dengan tingkatan pemahaman siswa. Kyai bukan satu-satunya sumber belajar. Menggunakan pelajaran diniyah, yang lebih mengutamakan pelajaraan agama, sedangkan mata pelajaran umum yang dipelajari sebatas membaca dan berhitung. Dengan sistem baru mulai bertambahnya santri untuk belajar di Madrasah Mubdil Fan. Santri yang usianya sebaya mendapat pembelajaran yang sama
di ruang yang sama dalam jenjang waktu yang sama pula. Untuk sarana dan prasarananya masih sederhana dengan dibangunkan 3 gedung kelas, yang memiliki papan tulis dan bangku untuk belajar. Kemunculan Madrasah Mubdil Fan dianggap sebagai embrio kemunculan madrasahmadrasah yang didirikan KH Abdul Wahab beserta kyai-kyai lain melalui organisasi NU. Jumlah santri mulai meningkat sekitar + 200-300 santri putra putri. Sistem pendidikan di PP Bahrul Ulum pada masa KH Abdul Fattah periode 1943-1971. Pada periode sistem pendidikan dan
madrasah-madrasah di PP Bahrul Ulum semakin
berkembang. Hal ini ditandai dengan bertambahnya murid dan gedung-gedung madrasah di PP Bahrul Ulum. Sistem pendidikan yang dipakai tetap seperti sebelumnya dengan melakukan inovasi pendidikan (salafiyah berubah menjadi khalafiyah), dalam bentuk sistem madrasah, bentuk sistem sekolah formal.. Kurikulum yang dipakai Madrasah Ibtida‟iyah Bahrul Ulum tidak sepenuhnya mengacu pada kurikulum pemerintah. Dikarenakan madarasah ini tidak negeri, sehingga mata pelajaran lebih dominan agama dari pada pengetahuan umum. Kemajuankemajuan yang dilakukan KH Abdul Fattah dalam pendidikan di PP Bahrul Ulum, yaitu: 1. Memperluas gedung Madrasah Ibtida‟iyah Bahrul Ulum pada tahun 1951, 2. Merintis Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat tahun 1956 dengan lama pelajaran 3 tahun. Kemudian pada tahun 1963 Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat dirubah menjadi 4 tahun. Tahun 1964 jenjang Mu‟allimin Mu‟allimat ditambah 2 tahun, sehingga lama belajarnya 6 tahun. Pada tahun 1967 pemerintah melalui kebijakannya yaitu SK Menteri Agama No. 80 tahun 1967. Dengan SK ini pemerintah menawarkan penegerian kepada madrasah swasta. Karena terpengaruh oleh kebijakan pemerintah maka 1969 Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat di negerikan menjadi MTsAIN dan MAAIN. Pada tahun 197I MTsAIN dan MAAIN
Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat
dikembalikan lagi sehingga MtsAIn dan MAAIN dipisah dan menempati gedung baru pemberian dari Presiden Soeharto. Pada bagian Mu‟allimin dan Mu‟allimat diajarkan pengetahuan umum dan ilmu mendidik. Jumlah murid semuanya 1300 orang putera-puteri. Murid-murid Ibtidaiyah 1150 orang dan murid-murid Mu‟allimat 150 orang. Guru-guru 24 orang tahun 1959. Pengaruh modernisasi sistem pendidikan madrasah di Pondok Pesantren Bahrul Ulum antara lain: 1). Peran kyai dalam kepemimpinan pesantren. Kekuasaan kyai di lingkungan pesantren terkait dengan kebijakannya dalam meningkatkan mutu pendidikan di pesantren. Gambaran ini nampak pada kebijakan yang dinilai cukup berani dan tepat dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan diberlakukannnya sistem klasikal dalam
pembelajaran agama di PP Bahrul Ulum. Kemudian sistem klasikal ini diikuti oleh sistem pendidikan formal. Strategi ini tergolong langkah dan progresif, mengingat hampir seluruh pesantren salaf saat itu belum terfikir untuk memodernisasi sistem pendidikan dengan membolehkan adanya pendidikan lain selain pengajian di PP Bahrul Ulum. 2). Peran pemerintah yaitu Departemen Agama dalam sistem pendidikan Islam. Pemerintah memiliki peran penting dalam mengembangkan akan menyiapkan segala sesuatunya seperti diamanatkan UndangUndang pendidikan. Mulai dari anggaran, pengadaan guru, hingga sarana dan perangkat pendukung lainnya. Ini karena pemerintah sangat menyadari Undang-Undang tersebut memberikan tanggung jawab cukup besar bagi terselenggaranya pendidikan nasional secara baik dan bermutu. Dampak yang ditimbulkan modernisasi
sistem pendidikan madrasah di PP Bahrul
Ulum diantaranya, madrasah sebagai wujud modernisasi sistem pendidikan di pesantren. Salam perkembangan suatu madrasah terdapat unsur-unsur penting didalamnya antara lain: 1. Tujuan; 2. Kurikulum; 3. Proses Pembelajaran; 4. Evaluasi Kajian sejarah pendidikan Islam di PP Bahrul Ulum belum dibahasa secara mendetail dalam penelitian ini. Kajian pendidikan Islam hanya berpusat pada pengembangan pendidikan yang dilakukan oleh KH Abdul Wahab. pada penelitian selanjutnya diharapkan mampu mengungkap tentang perjuangan pendidikan yang dilakukan oleh kelompok tradisional maupun kelompok modern sehingga kajian tentang pendidikan Islam di PP Bahrul Ulum semakin lengkap. DAFTAR RUJUKAN Madjid, N. 1992. Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina Nasir, MR. 2005. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Rifai, M. 2010. K H Wahab Hasbullah Biografi Singkat (1888-1971). Yogyakarta:Garasi House of Book Syifa‟, M. 2010. Profil Mbah Kyai Hamid Hasbullah. Jombang: Yunus, M. 1996. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung
Ziemek, M. 1986. Pesantren dalam Perubahan Sosial. Jakarta:Perhimpunan Perkembangan Pesantren dan Masyarakat Zuhairini, dkk. 2010. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara