KONTRIBUSI PEMIKIRAN KH. ABDUL WAHAB CHASBULLAH DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM TAMBAKBERAS JOMBANG JAWA TIMUR
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh : ACHMAD ISTIKHORY YAHYA NIM : 108011000002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
ABSTRAK Nama : Achmad Istikhory Yahya NIM : 108011000002 Judul : Kontribusi Pemikiran KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam Pengembangan Pendidikan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang Jawa Timur. Sumbangsih atau kontribusi dalam pengembangan pendidikan itu sangat penting. Apalagi pendidikan untuk pondok pesantren. Saat ini pendidikan pesantren adalah warisan yang sangat berharga untuk anak bangsa. Apa mereka dibelakali dengan ilmu maka hidup mereka akan sejahtera. Semua orang juga berhak menerima pendidikan pesantren, oleh karena itu pada saat ini banyak bermunculan berbagai pondok pesantren di Indonesia. Kontribusi adalah sumbangsi yang dilakukan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam pengembangan pendidikan pondok pesantren dengan meneruskan ayahnya KH. Chasbullah di Tambakberas Jombang Jawa Timur. Kontribusinya baik dibidang kelembagaan, ide dan gagasan. Dari penelitian yang dilakukan, penulis mencoba menganalisa mengenai kontribusi KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam pengembangan pendidikan di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang Jawa Timur. Setelah data terkumpul dan tercatat dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah mengalisa data. Proses analisa data dimulai menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, atau dokumentasi lainnya. Kemudian, data tersebut dibaca, dipelajari secara cermat. Dan dideskripsikan memberikan gambaran, penafsiran dan uraian. Hasil penelitian yang penulis lakukan adalah kontribusi yang dilakukan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah diantaranya: 1. Dibidang Kelembagaan, dibidang kelembagaan ini KH. Abdul Wahab Chasbullah dengan memperbaharui system yang dulunya system salafi yang komponen pendidikannya hanya antara pengajar dan pendidik (Kyai dan Santri) menjadi system modern atau system madrasah yang beliau adopsi dari system pendidikan luar/ barat dan system pendidikannya selalu mengikuti perkembngan zaman. 2. Ide dan Gagasan KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah ide-ide yang lahir hanya sekedar teori, melainkan diwujudkan dengan praktek. Sebagai bukti nyata kebenaran ide tersebut adalah kebesaran pesantren Bahrul „Ulum serta kebesaran Jam‟iyyah Nahdlatul Ulama. Dari hasil kontribusi KH. Abdul Wahab Chasbullah tidak ada lagi rasa khawatir untuk masyarakat untuk bisa meraih mimpi menjadi Kyai atau Ulama Besar yang bisa mendirikan Pondok Pesantren.
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Penyayang dan Maha Kuasa karena dengan izin dan kekuatan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kontribusi Pemikiran KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam Pengembangan Pendidikan pondok pesantren Bahrul Ulum”, yang merupakan persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan strata 1 (S1) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga tercurahkan selalu kepada Nabi Muhammad SAW sehingga selama pemyusunan skripsi ini tidak sedikit kesulitan yang dihadapi penulis, baik menyangkut waktu, pengumpulan data, maupun biaya yang tidak sedikit dan sebagainya. Namun dengan niat, tekad dan kesungguhan hati serta dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan meskipun disadari masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu dengan rasa syukur serta hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam hal menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu dengan kerendahan hati, ucapan terima kasih ini penulis tujukan terutama kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan beserta Pembantu Dekan, Bagian Akademik, Administrasi dan Keuangan. 2. Bahrissalim, MA selaku Ketua Jurusan. Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag selaku Sekretaris Jurusan dan Faza Amri, S.Th.I selaku Staf Jurusan. 3. Abdul Ghofur, MA selaku Penasehat Akademik 4. Drs. Abdul Haris, M.Ag sebagai pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya guna memberi bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Hj. Hizbiyah Rochim, MA dan Ir. H. Edi Labib Patriaddin yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian dan telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Kedua Orangtuaku tersayang dan tercinta Ayahanda Yahya dan Ibunda Suherni, yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, perhatian, doa, dan dukungan moril, spiritual maupun material yang tiada henti. Terima kasih semua atas jasamu, semoga apa yang Ayahanda dan Ibunda berikan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin. 7. Untuk Adik-adikku tersayang (Achmad Siyamul Hakiki & Qayatullah Farhan) yang telah mendoakan dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, semoga kalian bisa melebihi pencapaian Aa. Amin.
ii
8. Kawan-kawan seperperjuangan untuk kelas PAI A 08, terima kasih untuk kalian yang menemani hari-hari penulis selama kuliah. 9. Kawan-kawan Langkar Hijau Hitam HMI Cabang Ciputat dan Inada Ciputat. 10. Teruntuk My Honey Sarah Zein yang menginspirasi dan juga memotivasi penulis, terima kasih sudah membantu dan menemani penulis dari kejauhan sampai skripsi ini selesai dan selalu ada untuk penulis baik suka maupun duka. 11. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, terima kasih atas segala bantuan, perhatian dan semangat yang diberikan kepada penulis. Penulis memohon kepada Allah SWT agar melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada semua yang telah membantu penulis, sebagai imbalan jasa yang telah dilakukan. Hanya kepada Allah SWT sajalah penulis berharap semoga apa yang penulis kerjakan mendapatkan keridhaan dan kecintaan-Nya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amin.
Jakarta, 21 Desember 2012
Penulis Achmad Istikhory Yahya
iii
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK ……………………………………………………………………… i KATA PENGANTAR ........... ............................................................................ ii DAFTAR ISI …………………………………………………...……………… iv BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1 B. Identifikasi Masalah …………………………………………. 6 C. Pembatasan Masalah ………………………………………… 6 D. Rumusan Masalah …………………………………………… 7 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……………………………. 7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pondok Pesantren 1. Pengertian Pesantren ………………………………..…….. 8 2. Sejarah Perkembangan Pesantren ……………….....…...…. 9 3. Unsure-unsur Pondok Pesantren ………………….….….. 14 a. Kiai …………………………………….….….………. 14 b. Santri ………………………………………..…….….. 14 c. Masjid ………………………………………..…..…… 15 d. Pondok …………………………………...…..…....….. 15 e. Kitab Kuning ……………………………...…..………. 15 f. Sistem Pendidikan Pesantren ………………...…....….. 16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Deskripsi Objek Penelitian ……...…………………………….. 26 B. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………….…… 27 C. Metode Penelitian ……………………………………….…….. 27 D. Analisis …………..…………………………………….……… 29 E. Teknik Penulisan …………………………………….…...…… 29
iv
BAB IV
PERAN
KH.
ABDUL
PENGEMBANGAN
WAHAB
PENDIDIKAN
DI
CHASBULLAH PONDOK
DALAM
PESANTREN
BAHRUL ULUM TAMBAKBERAS JOMBANG JAWA TIMUR A. Deskripsi Pondok Pesantren …………………………..…….. 30 1. Lokasi …………………………………………………………. 31 2. Sejarah singkat pendok pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jawa Timur a. Periode Rintisan Pertama …………………….……..… 31 b. Periode Rintisan Kedua …………………….…..…….. 32 c. Periode Pengembangan Pertama …………….……..…. 32 3. Visi dan Misi …………………………………….………….... 33 4. Sejarah dan Lambang Pesantren…………….…………….….. 35 5. Struktur Organisasi ……………………….………….….....… 38 6. Sistem Pendidikan …………………….………………….….. 38 7. Daftar Unit Asrama ………………………….………….….... 40 8. Daftar Unit Pendidikan Formal ……………….…….…....….. 41 9. Pengasuh dan Tenaga Pengajar …………………..……..…… 42 10. Alumni ………………………………………….……...…….. 42 11. Susunan Pengurus Yayasan Pesatren …………….……..…… 43
B. Biografi KH. Abdul Wahab Chasbullah 1. Latar Belakang Keluarga ……………………………………. 47 2. Masa Pendidikan dan Pengalaman ……………….………….. 49 3. Latar Belakang Sosial Politik …………………..……………. 52 4. Karya-karyanya ………………………………….….………... 58 5. Guru-gurunya …………………………………..…………….. 58
C. Kontribusi Pengembangan KH. Abdul Wahab Chasbullah 1. Periode Pengembangan Pertama ………………....…....….... 58 2. Periode Pengembangan Kedua …………..........….………… 59 3. Periode Pengembangan Tahun 2012 ………………...…..….. 63 4. Bidang Kelembagaan ………………………………..……… 64 5. Ide dan Gagasan ……………………………………………. 69
v
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ………………………………………………… 71 B. Saran ………………...……………………………………… 72
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 73 LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak Indonesia merdeka pendidikan Islam sebagai lembaga telah dimasukkan ke dalam sistem pendidikan nasional. Dalam setiap perundangundangan yang muncul, pendidikan Islam selalu saja dimasukkan di dalam undang-undang tersebut, setidaknya dalam peraturan pemerintah yang berkenaan dengan pendidikan, seperti halnya Undang-undang Nomor 4 tahun 1950 dan undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954, begitu juga pada UndangUndang Nomor 2 Tahun 1989 terakhir Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Di dalam mengaplikasikan pendidikan Islam tersebut, pemerintah memberi wewenang kepada Kementerian Agama untuk mengelola, mengatur agar lebih dapat dilaksanakan peranannya sebagai lembaga pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Berkenaan dengan itu dilakukan berbagai hal untuk merevitalisasi pendidikan Islam, baik sebagai mata pelajaran maupun sebagai lembaga.1 Revitalisasi juga terjadi pada berbagai pondok pesantren. Dengan kata lain pondok pesantren juga mengalami pergeseran yang sangat signifikan terutama dalam pendidikan Islam. 1
Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam dalam Mencerdaskan bangsa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), Cet. I. hal. 1
1
2
Pondok pesatren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Pesatren di Indonesia mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum datangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama ada di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa. Pesantren tidak hanya melahirkan tokoh-tokoh nasional yang berpengaruh di negeri ini, tetapi juga diakui telah berhasil membentuk watak bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Asal asul pesantren tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh walisongo abad XV-XVI di Jawa. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik di Indonesia. Lembaga pendidikan ini telah berkembang khususnya di Jawa selama berabad-abad.2Dengan mendasarkan pada latar belakang kesejarahan itu, seperangkat teori pendidikan harus diajukan dalam pengembangan pondok pesantren. Kepemimpinan kyai-ulama di pondok adalah sangat unik, karena mereka memakai sistem kepemimpinan pra modern. Relasi sosial antara kya-ulama-santri dibangun atas landasan kepercayaan, bukan karena patron klien sebagaimana dilakukan masyarakat pada umumnya. Ketaatan santri kepada kiai-ulama lebih diutamakan karena mengharapkan barakah. Hubungan yang kurang harmonis antara pemerintahan colonial disatu sisi dengan pesantren disisi lain berlanjut hingga memasuki era kemerdekaan Republik ini. Hal ini tercermin dalam berbagai dokumen sejarah, misalnya hasil rapat BPKNIP tanggal 12 Desember 1945 yang diantaranya menyebutkan bahwa madrasah dan pesantren hendaklah mendapatkan perhatian dan bantuan. Artinya, pesantren tidak diperlukan sebagai bagian internal dari sistem pendidikan nasional ketika itu seperti halnya sekolah. Keadaan semacam ini disatu sisi dapat mempertegas kemandirian pesantren, tetapi disisi lain membuat pesantren semakin tertinggalkan. Akibatnya, ada semacam
2
Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain Ke Nusantara jejak Intelektual Arsitek Pesantren, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. 1, hal. 56
3
kendala ketika pemerintah Orde Baru bermaksud menggelindingkan roda medernisasi, termasuk dalam wilayah pesantren. Belakangan
ini,
seiring
dengan
gencarnya
program-program
pemberdataan pesantren, baik yang diprakarsai Pemerintah maupun LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), lambat laun asumsi itu semakin kabur. Kini, label “tradisional” yang diidentikan dengan dunia pesantren tampaknya mulai diabaikan. Hingga saat ini, dunia pesantren terus mengalami perubahan atas sistem pendidikan yang sering dilabelkan tradisional itu. Dalam pengamatan Zamakhsyari Dhofier, banyak pendidikan formal model madrasah-madrasah tentunya termasuk yang berada dalam lingkungan pesntren berubah status menjadi sekolah umum berciri khas Islam, mulai dari Madrasah Ibtidaiyyah (MI) yang ditransformasikan menjadi Sekolah Dasar (SD) yang berciri khas Islam, Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang ditransformasikan menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berciri khas Islam, sampai Madrasah Aliyah (MA) yang ditransformasikan juga menjadi Sekolah Menengah Ats (SMA) yang berciri khas Islam pula. Meski tidak semua pesantren mengalami perubahan dengan seperti itu, tetapi seiring perkembangan dunia pendidikan umumnya dan kebutuhan tenaga kerja terampil, tampaknya gejala transformasi dunia pesantren tidak bisa dielakan. Selain perubahan status kelembagaan, metode pembelajaran, dan sistem pengelolaan, perubahan-perubahan yang menandai transformasi pesantren juga terjadi pada pergeseran spectrum keilmuan yang dikembangkan di pesantren itu sendiri.3 Perubahan juga terjadi pada pesantren-pesantren NU sebuah organisasi besar yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H. (31 Januari 1926) di Surabaya. Pendiri NU adalah alim ulama dari tiap-tiap daerah di Jawa Timur. Secara Etimologi Nahdhatul Ulama terdiri dari dua bahasa Arab, Nahdlatul artinya bangkit dan Ulama adalah komunitas cendikiawan yang mampu menerima, melestarikan dan meneruskan tradisi dan budaya generasi 3
2006), hal. 3-5
Amin Haedar, Transformasi Pesantren, (Jakarta: LekDis dan Media Nusantara
4
bermanfaat. NU adalah organisasi berhaluan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dengan berpegang teguh pada salah satu dari 4 madzhab yaitu: Syafi’I, Maliki, Hambali, dan Hanafi.4 Sebenarnya keinginan mendirikan organisasi ini telah lama muncul sejak 1924. Waktu itu KH. Abdul Wahab Hasbullah telah menyampaikan kepada KH. Hasyim Asy’ari masih belum berkenan. KH. Abdul Wahab Hasbullah menyadari arti pentingnya organisasi untuk memperkokoh kesatuan diantaranya para ulama. KH. Hasyim Asy’ari baru merestui berdirinya organisasi para ulama setelah adanya desakan-desakan perlunya mendirikan organisasi oleh situasi ketika itu dan setelah memperoleh restu dari KH. Khalil Madura. NU berasasakan Islam dan bertujuan diantaranya: menegakkan Syari’at Islam dengan berhaluan salah satu pada empat madzhab yaitu: Syafi’I, Hanafi, Maliki, dan Hambali, serta melaksanakan berlakunya hukum-hukum Islam dalam masyarakat. Diawal masa berdirinya, NU menitik beratkan perjuangan dibidang pendidikan, sosial, dan perkembangan. Sedangkan dibidang pendidikan Nahdlatul Ulama berupaya memperbanyak lembaga-lembaga pendidikan berbasiskan Islam. Sistem Madrasah atau Sekolah diperkenalkan dengan tetap melestarikan sistem pendidikan ala pesantren. Dibidang pendidikan dan pengajaran formal, Nahdlatul Ulama membentuk satu bagian khusus mengelola kegiatan bidang ini dengan nama Al-Ma’rifah yang bertugas untuk membuat dan perundangan dan program pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah yang berada di bawah naungan NU. Dalam salah satu keputusan dari suatu konferensi besar Al-Ma’rifah NU seluruh Indonesia yang berlangsung pada tanggal 23-26 Februari 1954, ditetapkan susunan sekolah atau madrasah Nahdlatul Ulama sebagai berikut: Raudhatul Athfal, SR (Sekolah Rakyar) atau SD, SMP NU,
4
Djamaluddin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia 1999). Hal. 94
5
MMP NU (Madrasah Menengah Pertama), MMA NU (Madrasah Menengah Atas), Mualimin atau NU.5 Dengan demikian, tampak organisasi NU bermaksud mempertahankan praktek keagamaan yang sudah mentradisi di Nusantara untuk mengimbangi gencarnya ekspansi pembaharuan Islam. Para ulama yang tergabung dalam organisasi ini khawatir bila pembaharuan atau modernisasi Islam akan melenyapkan paham keagamaan yang selama ini mereka jalani. Pembaharuan pendidikan yang diterapkan di pesantren Tebuireng merupakan awal yang bagus bagi kemajuan, khususnya di pulau Jawa dan Madura, pada perkembangan berikutnya, mdernisasi tersebut merupakan contoh bagi pesatren di Jawa untuk lebih terbuka lagi terhadap sistem pendidikan modern. Berbarengan dengan itu Pondok Pesantren Bahrul Ulum (PPBU) didirikan oleh KH. Abdus Salam seorang keturunan Raja Majapahit, pada tahun 1838 M di desa Tambakberas, 5 km arah utara kota Jombang Jawa Timur. Cerita yang mengisahkan kenapa KH. Abdus Salam seorang keturunan ningrat, bisa sampai ke desa kecil yang kala itu masih berupa hutan belantara penuh dengan binatang buas dan dikenal sebagai daerah angker. KH. Abdus Salam meninggalkan kampung halamannya menuju Tambakberas untuk bersembunyi menghindari kerajaan tentara Belanda. Bersama pengikutnya kemudian beliau membangun perkampungan santri dengan mendirikan sebuah langgar (Musholla) dan tempat pondokkan sementara untuk 25 orang pengikutnya. Karena itu, pondok pesantren itu juga dikenal dengan pondok selawe (dua Puluh Lima). Perkembangan pondok pesantren ini menonjol saat kepemimpinan pesantren dipegang oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, dan pada tahun 1967 beliau memberikan nama dengan Bahrul Ulum yaitu lautan ilmu.6 Beliau adalah cicit KH. Abdus Salam. Setelah kembali dari belajar di Mekkah, ia segera melakukan revitalisasi pondok pesatren. Ia yang pertama kali mendirikan madrasah Mubdil Fan. Ia juga membentuk kelompok diskusi 5 6
Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. 10, hal. 181-182 Jejak Pesantren, tvOne Hari Minggu, 25 Agustus 2012 Jam: 16.00
6
Taswirul Afkar dan mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Deklarasi itu ia lakukan bersama dengan KH. Hasyim Asy’ari dan ulama lainnya pada tahun 1926. Nama Bahrul Ulum itu tidak muncul saat KH. Abdus Salam megasuh pesantren tersebut. Nama itu justru berasal dari KH. Abdul Wahab Hasbullah. Beliau memberikan nama resmi pesantren pada tahun 1967. Beberapa tahun kemudian pendiri NU itu pulang ke Rahmatullah. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan kontribusi pemikiran pendidikan yang diterapkan oleh pondok pesantren Bahrul Ulum ke dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “KONTRIBUSI PEMIKIRAN KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH
DALAM
PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN
PESANTREN BAHRUL TAMBAKBERAS JOMBANG JAWA TIMUR”
B. Identifikasi Masalah 1. Alasan yang melatarbelakangi KH. Abdul Wahab Hasbullah untuk membentuk pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang 2. Konsep pemikiran pendidikan pesantren Bahrul Ulum KH. Abdul Wahab Hasbullah 3. Tantangan dan hambatan apa saja yang dihadapi KH. Abdul Wahab Hasbullah untuk membentuk pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang 4. Respon masyarakat terhadap gagasan KH. Abdul Wahab Hasbullah tentang pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang 5. Landasan filosofis pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah dan membentuk pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang C. Pembatasan Masalah
Ranah pemikiran pendidikan KH. Abdul Wahab Hasbullah yang sangat luas. Maka penulis membatasi penelitian mengenai: 1. Bagaimana landasan filosofis KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam membentuk pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang
7
2. Pemikiran KH. Abdul Wahab Chasbullah tentang kelembagaan pondok pesantren Bahrul Ulum 3. Bagaimana Ide-ide KH Abdul Wahab Chasbullah D. Rumusan Masalah
1. Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah tentang kelembagaan pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang 2. Ide-ide KH Abdul Wahab Chasbullah
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Memberikan informasi mangenai pengembangan pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang yang ditawarkan oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah b. Memberikan sebuah wacana dalam pengembangan pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang c. Memberikan wacana tentang pentingnya pengembangan pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang 2. Kegunaan Penelitian a. Menambah
wacana
kajian
sejarah
pengembangan
pendidikan
pesantren Bahrul Ulum Jombang b. Meningkatkan kualitas pengembangan pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang c. Memberikan
kontribusi
pemikiran
pesantren Bahrul Ulum Jombang
pengembangan
pendidikan
BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan Pesantren 1. Pengertian Pesantren Pondok pesantren terdiri dari dua kata yaitu; “pondok” dan “pesantren”. Kata pondok berasal dari bahasa Arab “fundug” yang berate hotel atau asrama. Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu (karena pondok memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat tinggalnya).1 Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata pondok mempunyai dua arti, yaitu bangunan untuk tempat sementara seperti yang didirikan di ladang, hutan dan lain sebagainya dan diartikan juga dengan tempat mengaji dan belajar ilmu agama Islam.2 Pesantren merupakan lembaga pendidikan dengan bentuk khas sebagai tempat dimana proses pengembangan keilmuan, moral dan ketrampilan para santri menjadi tujuan utamanya. Istilah pesantren berasal dari kata santri dengan awalan “Pe” dan akhiran “An” yang berarti tempat tinggal santri. Kata santri sendiri John berasal dari Bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Sedangkan Berg berasal dari kata Shantri yang dalam
1 2
Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1982), Cet,1, hal. 18 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 695
8
9
Bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau sarjana ahli kitab Hindu. Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren memilki lima elemen penting yaitu pondok tempat penginapan santri, masjid, pengajaran kitab-kitab kalsik, dan Kiai. Sedangkan dalam pandangan KH Abdurrahman Wahid, terdapat tiga elemen dasar yang membentuk pondok pesantren sebagai subkultur (1). Pola kepemimpinan pondok pesantren yang madiri tidak terkooptasi oleh Negara, (2). Kitab-kitab rujukan umum yang selalu digunakan dari berbagai abad, (3). Sistem nilai (value sistem) yang digunakan adalah bagian dari masyarakat luas. Kepemimpinan Kiai di pondok menggunakan sistem kepemimpinan pra-modern dengan mendasarkan pada asas saling percaya. Ketaatan santri pada Kiainya lebih didasarkan pada sebuah pengharapan yaitu dapat limpahan barakah (grace). Pengertian pondok pesantren versi KH. Imam Zarkasyi: a. Pesantren harus berbentuk asrama (full residential Islamic Boarding School) b. Funngsi kyai sebagai central figure (Uswah Hasanah) yang berperan sebagai guru (mu‟allim), pendidik (murabbi),
dan pembimbing
(mursyid) c. Masjid sebagai pusat kegiatan d. Materi yang diajarkan tidak terbatas kepada kitab kuning saja. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pondok merupakan tempat tinggal sementara bagi para pelajar yang mengaji dan belajar ilmu agama Islam yang jauh dari rumahnya.
2. Sejarah Perkembangan Pesantren Tumbuh pesantren berawal dari keberadaan seorang alim yang tinggal di suatu daerah tertentu yang kemudian berdatangan santri-santri untuk belajar padanya. Lama kelamaan kediaman alim tersebut tidak mencukupi sehingga santri bersama-sama membangun pemodokkan sehingga banyak didirikan bangunan-bangunan baru di sekitar rumah kyai.
10
Lembaga seperti pesantren dikenal di Jawa, di Sumatera disebut dengan surau, meunasah, dayah, rangkang. Dalam lembaga-lembaga seperti itula tradisi perkumpulan atau halaqah diperkenalkan. Delam perkumpulan itu, secara tradisonal dikenal istilah „kaji‟ atau „ngaji‟, di mana murid (santri) menyimak, sementara guru (kyai) menerangkan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa salah satu alasan pokok munculnya pesantren adalah untuk menyampaikan ajaran Islam sebagimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik atau kitab kuning.3 Diketahui secara persis pada pesantren pertama Wakullah yaitu yang dipimpin oleh Sunan Ampel muncul sebagai pusat pendidikan agama di Indonesia. Namun kita bisa melihat arah perkembangan dari masa awal kedatangan agama Islam ke Indonesia. Sejarah membuktikan bahawa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M/I H/ tetapi baru meluas pada abad ke-13 M. perluasan Islam ditandai berdirinya kerajaan Islam tertua di Indonesia, seperti Perlak dan Samudra Pasai di Aceh pada tahun 1292 dan tahun 1297. Melalui pusat-pusat perdagangan di daerah pantai Sumatra Utara dan melalui urat nadi perdagangan di Malaka, agama Islam kemudian menyebar ke pulau Jawa dan seterusnya ke Indonesia bagian Timur. Walaupun di sana ada peperangan, tetapi Islam masuk ke Indonesia, dan peralihan dari agama Hindu ke Islam secara umum berlangsung dengan damai.4 Pesantren atau pondok adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Sebab, lembaga yang serupa pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak pada masa kekuasaan HinduBuddha. Sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada. Tentunya ini tidak berarti mengecilkan peranan Islam dalam memelopori pendidikan di Indonesia. 3
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 2 4 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan adan Perkembangannya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), Cet-1, hal. 17
11
Seandainya negeri ini tidak mengalami penjajahan, mungkin pertumbuhan sistem pendidikannya akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh pesantren-pesatren itu. Sehingga perguruan-perguruan tinggi yang ada sekarang ini tidak akan berupa UI, ITB, IPB, UGM, Unair, atau pun yang lain, tetapi mungkin namanya “Universitas” Tremas, Krapyak, Tebuireng, Bangkalan, Lasem, dan seterusnya. Kemungkinan ini bisa kita tarik setelah melihat dan membandingkan secara kasar dengan pertumbuhan sistem pendidikan di negeri-negeri Barat sendiri, dimana hampir semua universitas terkenal cikal-bakalnya adalah perguruan-perguruan yang semula berorientasi keagamaan. Mungkin juga, seandainya kita tidak pernah dijajah, pesantrenpesantren itu tidaklah begitu jauh terpencil di daerah pedesaan seperti kebanyakan pesantren sekarang ini, melainkan akan berada di kota-kota pusat kekuasaan atau ekonomi, atau sekurang-kurangnya tidak terlalu jauh dari sana, sebagaimana halnya sekolah-sekolah keagamaan di Barat yang kemudian tumbuh menjadi universitas-universitas tersebut.5 Pondok Pesantren merupakan salah satu cikal bakal dan pilar pendidikan di Indonesia, selain pendidikan umum dan madrasah. Pesatren merupakan suatu lembaga yang telah terbukti berpern penting dalam melakukan transmisi ilmu-ilmu keagamaan di masyarakat. Jumlah pesantren di Indonesia pada tahun 2003-2004 terdapat 14.656 pesantren. Sebanyak 4.692 buah (32%) merupakan pesantren salafiyah (jalur luat persekolahan yang hanya memfokuskan pada bentuk pengkajian kitab dengan metode tradisional, halaqah), sebanyak 3.368 buah (23%) merupakan pesantren ashriyahkhalafiyah (jalur sekolah), dan 6.596 buah (45%) sebagai pesantren kombinasi, yaitu pesantren yang memadukan sistem salafiyah dan ashriyah-khalafiyah. Jumlah santri seluruhnya sebanyak 3.369.193 orang, terdiri dari 1.699.474 (50.4%) sebagai santri mukim dan sisanya sebagai santri kalong (tidak menetap). Dari besarnya jumlah santri ini, belum lagi alumni, tentunya tidak dapat diabaikan peranannya dalam berpartisipasi dan mendorong pencapaian tujuan pendidikan nasional. 5
Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: PT Temprint, 1997), hal. 3-4
12
3. Unsur-unsur Pondok Pesantren a. Kyai Kyai adalah tokoh ulama atau tokoh yang memimpin pondok pesantre. Sebutan kyai sangat popular digunakan di kalangan kominitas santri. Kyai merupakan elemen sentral dalam kehidupan pesantren, tidak saja Karen kyai yang menjadi penyangga utama kelangsungan sistem pendidikan di pesantren, tetapi juga karena sosok kyai merupakan cerminan dari nilai yang hidup di lingkungan komunitas asntri. Kyai juga mempunyai pengaruh yang sangat besar di lingkungan komunitas santri. Kedudukan dan pengaruh kterletak pada keutamaan yang dimiliki pribadi kyai, yaitu penguasaan dan kedalaman ilmu agama; kesalehan yang tercermin dalam sikap danperilakunya sehari-hari yang sekaligus mencerminkan nilai-nilai yang hidup di lingkungan komunitas santri. Nilai-nilai yang hidup dan menjadi cirri dari pesantren seperti ikhlas, tawadhu‟, dan orientasi kepada kehidupan ukhrowi untuk mencapai riyadhah. 6 b. Santri Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata santri berarti orang yang mendalami agama Islam, orang yang beribadat dengan sunguhsungguh, orang yang saleh.7 Santri merupakan sebutan bagi seorang yang mendalami ilmu agama Islam di suatu tempat atau di pedesaan, dalam hal ini santri terbagi menjadi dua, yaitu santri mukin dan santri kalong (setelah mengaji pulang ke rumah). Santri mukim adalah santri yang bertempat tinggal di pondokkan yang sudah ditetapkan oleh kyainya dan harus mentaati peraturan yang sudah ditetapkan oleh pesantren itu sendiri, ini sering kita temui pada Boarding School yang berada di Indonesia. Sedangkan santri kalong adalah santri yang kerjanya cuma mengaji saja di pondok tersebut setelah selesai mengaji langsung pulang ke rumah dan 6
Nurhayati Djmas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia PascaKemerdekaan, (Jakarta: Rajawali Pres, 2009), hal. 55 7 Departemen Pendidikan Nasional, Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), ed. 3, cet. 4, hal. 997
13
tidak terikat dengan peraturan pondok, biasanya santri kalong ini berada di pondok-pondok salafiyah. c. Masjid atau Mushalla Pada
zaman
Rasulullah
masjid
sudah
digunakan
untuk
bermusyawarah oleh para sahabat-sahabat, kemudian pada zaman walisongo pun sama, kedudukan masjid sangat signifikan terutama pada pondok pesantren karena masjid digunakan untuk pengajian kitab-kitab kuning yang dipimpin langsung oleh kyai dan merupakan pusat pendidikan Islam. d. Pondok Pada dasarnya pondok adalah tempat tinggal seorang santri-santri yang dibimbing langsung oleh kyai, pondokkan ada yang berupa asrama atau komplek-komlpek yang di dalam terdapat rumah pada Ustad atau Ustdzah yang mengajar para santru-santri dan rumah kyai itu sendiri yang masih satu lingkungan dengan para santri-santri. Karena untuk memudahkan pengawasan santri-santri maka para Ustad, Ustadzah, dan Kyai tinggal di tempat yang sama. e. Kitab Kuning Kitab kuning adalah sebutan untuk literature yang digunakan sebagai rujukan umum dalam proses pendidikan di lembaga pendidikan Islam tradisional pesantren. Kitab kuning digunakan secara luas di lingkungan pesantren, terutama pesantren yang masih menggunakan metode pengajaran dalam bentuk halaqah. Penggunaan kitab kuning merupakan tradisi keilmuan yang melekat dalam sistem pendidikan di pesantren. Sebagai elemen utama dalam sistem pendidikan Islam di pesantren. 4. Sistem Pendidikan Pesantren Perubahan pola sistem pendidikan di pesantren merupakan respons terhadap modernisasi pendidikan Islam dan perubahan sosial ekonomi pada masyarakat. Seperti dikemukakan Azyumardi Azra yang menyebutkan empat bentuk respons pesantren terhadap modernisasi pendidikan Islam yaitu:
14
Pertama, pembaharuan substansi atau isi pendidikan pesantren dengan memasukan subjek-subjek umum dan vocational. Kedua, pembaharuan metodologi, seperti sistem klasikal dan penjenjangan. Ketiga, pembaharuan kelembagaan, seperti perubahan kepemimpinan pesantren dan diversifikasi lembaga pendidikan. Keempat, pembaharuan fungsi sosial ekonomi. Di anatara bentuk perubahan yang terjadi dalam sistem pendidikan di pesantren adalah penyelenggaraan pendidikan umum, madrasah regular, madrasah diniyah di samping pesantren salafiyah secara bersamaan, dan pelaksanaan pesantren kilat secara terporer.8 Terdapat dua macam pengajian di pesantren, yaitu weton dan sorogan. Weton adalah pengajian yang ini siatifnya berasal dari kyai sendiri, baik dalam menetukan tempat, waktu, maupun lebih-lebih lagi kitabnya. Sedangkan sorongan adalah pengajian yang merupakan permintaan dari seorang atau beberapa orabf santri kepada kyainya untuk diajari kitab tertentu. Pengajian sorongan biasanya hanya diberikan kepada santri-santri yang cukup maju, khususnya yang berminat untuk menjadi kyai.9 Pada lembaga pendidikan pesantren tradisional (salaf) kurikulum (materi pengajaran) sangatlah bervariasi, karena kurikulum pada model pesantren ini sangat ditentukan oleh pengelola lembaganya (kyai). Tapi secara umum pengajaran pada lembaga pendidikan pesantren salaf adalah kitab-kitab kalsik, terutama karangan para ulama yang menganut faham Syafi;iyah yang merupakan satu-satunya materi pengajaran yang diberikan dalam lingkungan lembaga pesantren pada saat itu. Pada perkembangan selanjutnya, banyak lembaga pesantren yang telah member pengajaran ilmu-ilmu umum yang dianggap tidak menyimpang dari tujuan utamanya, yaitu mendidik para calon ulama yang tetap konsisten pada ajaran agama Islam. 8
Nurhayati Djmas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia PascaKemerdekaan, (Jakarta: Rajawali Pres, 2009), hal.19-20 9 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), cet-1, hal. 28
15
Pada saat ini kita-kitab yang idjarakan pada beberapa lembaga pendidikan pesantren sifatnya mulai beragam, meskipun lembaga pesantren tersebut tidak atau belum menggunakan bentuk klasikal atau menggunakan kurikulum nasional. Namun, pada hakikatnya lembaga-lembaga tersebut mulai berusaha melakukan
perubahan kurikulum
berdasarkan pada tenaga
pendidikan yang tersedia pada lembaga tersebut. Maka tidaklah heran yang terjadi kemudian adalah adanya variasi yang unik yang muncul pada lembaga ini mulai berusaha memunculkan cirri khasnya masing-masing. Dengan demikian tampaklah lembaga pendidikan pesantren yang lebih dikenal dengan spesialisasi jenis keahliyannya, meski keahlian tersebut masih sebatas pada keahlian di bidang keagamaan. Dari gambaran di atas, maka sudah barang tentu setiap lembaga pendidikan
pesantren
menetapkan
sendiri
kurikulumnya
(bila
tidak
menggunakan kurikulum nasional terutama pada bentuk lembaga terpada dengan madrasah). Karen itu lembaga pendidikan pesantren bebas menetapkan secara mandiri kitab-kitab yang harus diajarakan kepada para santrinya. Sebagai gambaran, pada umumnya kitab-kitab yang diajarkan oleh kebanyakan lembaga pendidikan pesantren dari tingkat yang dianggap terendah sampai pada kitab yang dianggap tertinggi adalah: a. Nahwa Sharaf, terdiri
dari
Matan
„Awamil, Matan
Jurumiyah,
Mutammimah, Imriti, dan Alfiyah ibn Malik, Matan Bina, Al-Kailani, Matan Izi, Yaqulu, dan sebagainya. b. Fiqih, terdiri dari Durus al-fiqh, Matan Taqrib, Al-Bajuri, Fath al-Mu‟in atau I‟anat al-Talibin.10 Sistem pendidikan pesantren juga terjadi pada semua pesantren yang berada di Indonesia diantaranya: a. Pondok Salafiyah Berbicara Pesantren Salafiyah tidak terlepas dengan Kitab Kuning. Istilah Kitab Kuning pada mulanya diperkenalkan oleh kalangan pesantren 10
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 83-85
16
sekitar dua dasawarsa yang silam. Dalam pandangan mereka dianggap sebagai kitab berkadar keilmuan rendah, ketinggalan zaman, dan menjadi salah satu penyebab terjadi stagnasi berpikir umat. Ada dua metode yang dikembangkan di lingkungan pesantren untuk mempelajari Kitab Kuning: Metode sorogan dan metode bandungan. Pada cara pertama santri membaca Kitab Kuning di hadapan Kyai Ulama yang langsung menyaksikan keabsahan para santri, baik dalam konteks makna maupun bahasa (nahwu dan sharaf). Sementara itu, pada cara kedua, santri secara kolektif mendengarkan bacaan dan penjelasan sang Kyai Ulama sambil masing-masing memberikan catatan pada kitabnya. Catatan itu bias berupa syakl atau makna mufradat atau penjelasan (keterangan tambahan). Penting ditegaskna bahwa kalangan pesantren, terutama yang klasik (Salafi), memiliki cara membaca sendiri,yang dikenal dengan cara utawi-iki-uki, sebuah cara membaca dengan pendekatan grammar (nahwu dan sharaf) yang ketat. Selain kedua metode di atas, sejalan dengan usaha kontekstualsasi kajian Kitab Kuning, di lingkungan pesantren dewasa ini telah berkembang metode jalasah (diskusi kelompok) dan halaqah (seminar). Kedua metode ini lebih sering digunakan di tingkat Kyai Ulama atau pengasuh pesantren untuk, antara lain, membahas isu-isu kontemporer dengan bahan-bahan pemikiran yang bersumber dari Kitab Kuning.11 Dan ada juga Halaqah metode yang Unik dalam sistem pendidikan Islam. Melalui halaqah pembelajaran di masjid terjadi secara intrnsif dan massif. Pelayanan individual oleh seorang syaikh dapat dilakukan karena lingkaran murid atau mahasiswa yang belajar jumlahnya tidak banyak. Dengan pengertian lain, rasio guu murid cukup ideal sehingga proses belajara mengajar dapat berjalan dengan baik.12
11
KH. Abdurrahman Wahid, Pesantren Masa Depan, (Bandung, Pustaka Hidayah), Cet, 1, hal, 223-224 12 KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 52-53
17
Waktu mengajar biasanya diberikan pada malam hari agar tidak mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari. Tempat-tempat pendidikan Islam nin-formal seperti inilah yang menjadi embirio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren. Ini berarti bahwa sistem pendidikan pada pondok pesantren masih hamper sama seperti sistem pendidikan di langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama. Dapat ditarik kesimpulan Pondok Salafiyah adalah Pondok yang mengajarkan para santri-santrinya mengaji kitab-kitab saja selama santri tersebut masih mempunyai niat belajar yang kuat dan tinggi, tidak ada batasan sampai berapa tahun untuk belajar di Pondok Salafiyah, biasanya santri-santri yang mengaji di Pondok Salafiyah tidak terikat dengan peraturan yang ada, bahkan tidak ada peraturan yang terpenting ketika mengaji ada, dan yang paling ditekankan adalah kesadaran dari santrisantri untuk menuntut ilmu Allah SWT.
b. Pondok Salafiyah dan Bersekolah di luar Dalam Pondok Salafiyah dan bersekolah di luar itu ada sedikit perbedaan yang mana para santrinya datang ke Pondok Salafiyah hanya untuk mengaji kitab-kitab saja, sedang mereka melakukan kegiatan sekolah di luar Pondok Salafiyah yang mana para santrinya tidak mengikuti disiplin yang ada dan tidak terikat asalkan ketika mengaji mereka datang. Biasanya setelah selesai sekolah para santrinya tidak langsung pulang ke Pondok melaikan ada yang bermain dengan teman-temannya, dan ketika adzan maghrib tiba barulah para santri-santrinya pulang ke pondok untuk mengikuti pengajian yang akan dipimpin oleh Kyai, setelah shalat subuh juga biasa ada pengajian lagi tapi biasanya berbeda kitabnya dengan setelah shalat maghrib. Banyak yang menyebut santri ini dengan sebutan santri kalong yang mana mengajinya hanya di malam hari saja.
18
c. Pesantren Klasikal Berjenjang atau Boarding School Kurikulum Sesuai Pemerintah. Sistem pendidikan yang diterapkan di Pesantren ini terbagi pada dua wilayah: wilayah pengasuhan dan wilayah pengajaran. Seluruh kegiatan belajar formal di dalam kelas termasuk daalam wilayah pengajaran. Sementara kegiatan di luar belajar formal di dalam kelas tersebut, yakni soal asrama, soal makan di dapur, soal ibadah di masjid, soalh berbahsa Arab-Inggris sehari-hari, soal berlatih pidato dalam tiga bahasa (Arab, Inggris, dan Indonesia), soal berolah-raga dan lainnya, masuk dalam wilayah penagsuhan. Tampaknya wilayah pengasuhan inilah yang mampu membentuk dan mengembangkan kemampuan dan sikap pribadi sehingga secara emosional dan spiritual para santri mampu melakukan berbagai tindakan secara mudah dalam segala kondisi. Aspek pendidikan model pesantren (Boarding School) ini, yang meliputi aspek pengajaran dan pengasuhan sekaligus, memiliki beberapa keunggulan yang umumnya tidak dimilki oleh sekolah-sekolah yang siswanya pilang ke rumah alias tidakn mukim. Dengan pola pengasuhan yang penuh disiplin, menjadikan para santri memiliki pribadi-pribadi terdidik dan terpelajar (Being Educated) dengan tingkatan kemandirian dan kewirausahaan (Entrepreneurship) yang tangguh dan karakter yang kuat. Aspek-aspek itulah yang kini oleh para sarjana luar dan dalam negeri disebut dengan personality development dan character building. Dan dalam hidup ini, berdasarkan survey dan penelitian mutakhir yang dilakukan oleh banyak ahli, justru aspek-aspek yang terakhir disebutkan itulah yang lebih menentukan sukses tidaknya seseorang di kemudian hari.13 Menarik kesimpulan di atas bahwasannya pesantren boarding school itu adalah suatu yayasan atau lembaga yang di dalamnya ada peraturan yang harus ditaati oleh para santri-santrinya, dan bagi santri 13
Muhamad Wahyuni nafis, Pesantren Daar El-Qolam Menjawab Tantangan Zaman, (Tangeran, daar el-qolam press, 2008), Cet, I. hal: 62-63
19
yang melanggar akan dikenakan hukuman atau ikob. Dan setiap harinya harus menggunakan dua bahasa Arab dan Inggris yang harinya ditentukan oleh para pengurusa santri (santri kelas akhir Niha‟i). Jenjang pada bording school berpariasi ada yang 6 tahun MTs sampai Aliyah dan ada yang 3 atau 4 tahun Aliyah saja, kebanyakan lulusan dari boarding school biasanya diarahkan oleh kyainya untuk mengabdi selama 1 tahun dan tempatnya sudah ditentukan oleh kyai itu sendiri, agar mempunyai bekal dikehidupan yang mendatang.
d. Boarding School Kurikulum Sendiri. 1) Tujuan Pendidikan Peran Imam Zarkasyi di Pondok Modern baru dimulai pada tahun 1936, pada kesempatan hari terjadinya yang ke-10. Pada waktu itu ia sedang menjalankan tugas dari gurunya, Mahmud Yunus untuk mengepalai sekolah Muhammadiyah di Padang Sidempuan. Di panggial kakaknya, Ahmad Sahal, untuk kembali ke Gontor guna menetukan masa depan Tarbiyatul Atfal (Pendidikan Kanak-kanak). Dalam musyawarah Trimurti (Ahmad Sahal, Zainudin Fanani, dan Imam Zarkasyi) muncul beberapa program usulan. Imam Zarkasyi mengusulkan program Kulliyatul Mu‟alimin al-Islamiyah (KMI). Usaha tersebut diterima. Maka dia sendiri kemudian disepakati untuk memimpinnya karena dipandang lebih menguasai tentang program tersebut. Mulai sejak itu, terjadi pembagian tugas di antara tiga tokoh tersebut. KH Ahmad Sahal bertugas sebagai pengasuh yang bertanggung jawab atas pendidikan para santri (urusan kesantrian), Zainuddin Fanani menjadi penasihat yang bertindak sebagai konsultan dan penyeimbang di antara dua pimpinan, dan Imam Zarkasyi menjadi direktur KMI yang bertanggung jawab atas pendidikan siswa (urusan sekolah).
20
Pembaharuan pondok pesantren yang dilakukan Imam Zarkasyi juga didasarkan pada hasil penelitian para ahli yang melihat sejumlah kelemahan pondok pesantren tradisional yang perlu dan diatasi sebagai berikut. Pertama, dalam bidang kurikulum pesantren tradisional hanya mengajarkan pengetahuan agama, sehingga lulusannya tidak dapat memasuki lapangan kerja yang mensyarakat memiliki pengetahuan umum, penguasaan teknologi dan keterampilan. Kedua, dalam bidang metodologi pengajaran, pesantren tradisional kurang dapat memperdayakan lulusannya. Para pelajar pesantren tradisional (santri) diajari berbagai ilmu bahasa Arab dengan susah payah dan menjelimet, tapi mereka tidak dapat berbicara dan menulis bahasa Arab dengan baik. Mereka terlihat minder dan kurang memiliki rasa percaya diri. Ketiga, dalam bidang manajemen, pesantren tradisional menerapkan sistem manajemen yang sentralistik, tertutup, emosional, dan tidak demokrastis. Semua hal yang berkaitan dengan pengaturan pesantren sepenuhnya di tangan kyai yang memiliki otorits penuh sampai ia merasa tidak sanggup lagi, atau meninggal dunia. Imam Zarkasyi terpanggil untuk mengatasi berbagai kelemahan pendidikan pondok pesantren tersebut, dengan menekankan pada tujuan pendidikan yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar siap dan mampu hidup bermasyarakat sesuai dengan bidang keahliannya. Dasar pemikiran lainnya yang mendasari pengembangan Pesantren Gontor Ponorogo tersebut adalah ide-ide yang berkembang dalam Kongres Umat Islam yang berlangsung di Surabaya dan dilaksanakan pada pertengahan tahun 1926. 2) Kurikulum Pendidikan Kesan-kesan
yang
diperoleh
dari
hasil
kunjungan
ke
mancanegara dan catatatn dalam kongres tersebut telah mendorong
21
Imam Zarkasyi untuk menjadikan Pesantren Gontor Darussalm selain sebagai lembaga pendidikan yang dapat menghasilkan lulusannya yang mahir dalam bahasa Arab dan Inggris. Hal ini mendorong Imam Zarkasyi
untuk
melakukan
pembaharuan
terhadap
kurikulum
pendidikan yang ada di pondok pesantren modern Gontor Ponorogo. Kurikulum yang diterapkan Imam Zarkasyi di Pondok Pesantren Modern Gontor adalah 100% umum dan 100% agama. Di samping pelajaran tafsir, hados fiqih, ushul fiqih yang biasa diajarakan di pesantren tradisional, Imam Zarkasyi menambahkan ke dalam kurikulum lembaga pendidikan yang diasuhnya itu ilmu pengetahuan umum, sperti ilmu alam, ilmu hayat, ilmu pasti (berhitung, aljabar, dan ilmu ukur), sejarah, tata Negara, ilmu bumi, ilmu pendidikan, ilmu jiwa, dan sebagainya. Selain itu ada pula mata pelajaran yang amat ditekankan dan harus menjadi karakteristik lembaga pendidikannya itu, yaitu pelajaran bahasa Arab dan bahasa Inggris. Pelajaran bahasa Arab lebih ditekankan pada penguasaan kosa kata, sehingga para santri kelas satu sudah diajarkan mengarang dalam bahasa Arab dengan perbendaharaan kosa kata yang dimilikinya. Pelajaran ilmu alat, yaitu nahwu dan sharaf diberikan kepada santri saat menginjak kelas II, yaitu ketika mereka sudah lancer berbicara dan memahami struktur kalimat. Bahakan pelajaran Balaghah dan Adabullaghah baru diajarkan pada saat santri menginjak kelas V. Demikian halnya dengan bahasa Inggris, Grammar baru diajarkan ketika para santri menginjak kelas III, sedangkan materi bahasanya sudah diajarkan dari kelas 1. 3) Metode Pengajaran Bahasa Ide Imam Zarkasyi untuk memperbaiki metode pengajaran bahasa didasarkan atas ketidakpuasannya melihat metode pengajaran bahasa yang diterapkan di pesantren. Untuk mengatasi hal yang demikian, khususnya untuk pengajaran bahsa Arab ditempuh dengan metode (direct method) yang diarahkan kepada penguasaan bahasa secara aktif dengan cara memperbanyak latihan (drill), baik lisan
22
maupun tulisan, Imam Zarkasyi juga menerapkan semboyan alkarimah al-wahidah fi alf jumlatin khairun min alf kalimah fi jumlatin wahidah (kemampuan menggunakan satu kalimat dalam seribu susunan kalimat lebih baik daripada penguasaan seribu kata secara hafalan dalam satu kalimat saja).14 4) Pembaharuan Manajemen Pesantren Demi kepentingan dan pengajaran Islam yang tetap sesuai dengan perkembangan zaman, Imam Zarkasyi dan dua saudaranya telah mewakafkan Pondok Pesantren Gontor kepada sebuah lembaga yang disebut Badan Wakaf Pondok Pesantren Gontor. Ikrar pewakafan ini telah dinyatakan di muka umum oleh tiga pendiri pondok tersebut. Dengan ditandatanganinya Piagama Penyerahan Wakaf itu, maka Pondok Modern Gontor tidak lagi menjadi milik pribadi atau perorangan sebagimana yang umumnya dijumpai dalam lembaga pendidikan tradisional. Dengan cara demikian, secara kelembagaan Pondok Modern Gontor menjadi milik umat Islam, dan semua umat Islam bertanggung jawab atasnya. 5) Independensi Pesantren Keberadaan lembaga pendidikan pesantren di Indonesia pada umumnya berada di bawah organisasi keagamaan tertentu, khususnya Nahdlatul Ulama. Jika organisasi tersebut memihak pada salah satu pertain tertentu maka lembaga pendidikan yang ada di bawahnya menjadi bagian dari kepentingan partai politik tertentu. Gagasan independensi Imam Zarkasyi tersebut direalisasikan dengan menciptakan Pondok Modern Gontor yang benar-benar steril dari kepentingan politik dan golongan apa pun. Hal ini diperkuat dengan semboyan: Gontor di atas dan untuk semua golongan. Selanjutnya untuk mewujudkan kebeasan dan kemadirian tersebut, di Gontor para santri diberi kebebasan memilih pilihan14
Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta PT Raja Grafindo Persada,2005), cet. 1, hal. 210
23
pilihan mata pelajaran yang ada. Dalam pelajaran hukum Islam misalnya, kitab yang diajarkan adalah Kitab Bidayah al-Mujtahid, karya Ulama Besar Ibn Rusyd yang hidup pada abad ke-12 M. ulama yang dikenal sebagai komentator Aristoteles ini menulis bukunya dengan pendekatan komparatif (perbandingan mazhab). Hal ini merupakan salah satu bukti, di mana paham keagamaan para santri berada di atas semua aliran politik, mazhab dan golongan. Dengan demikian, semua mazhab diajarkan kepada para santri, tinggal terserah mereka mau meilih mazhab mana yang lebih cocok. Jiwa indenpensi juga terlihat pada adanya kebebasan para lulusannya dalam menetukan jalan hidupnya kelak. Menurut Imam Zarkasyi bahwa Pondok Pesantren Ponorogo tidak mencetak pegawai, tetapi mencetak majikan untuk dirinya sendiri.15 Pondok Pesantren Gontor merupakan satu dari sekian banyak pesantren yang berada di Indonesia, tapi Pondok Pesantren Gontor sangat unik yang mana tidak mengikuti peraturan pemerintah, mereka membuat kalender sendiri yang akui oleh pemerintah.
15
216
Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia….. hal. 214-
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Deskripsi Objek Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis memilih pondok pesantren bahrul Ulum Tambakberas Jombang Jawa Timur secara keseluruhan sebagai objek penelitian dengan menekankan dan focus terhadap pemikiran pendidikan yang dilaksanakan di pondok pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang Jawa Timur. Penetapan objek tersebut di atas, berdasarkan atas pemangatan penulis bahwa pondok pesantren Bahrul Ulum cukup menarik dan dianggap tepat dijadikan objek penelitian karena pemikiran pengembangan pendidikan yang dilaksanakannya adalah mengembangkan pendidikan yang modern yaitu mencampurkan antara kurikulum pesantren dengan kurikulum Diknas.
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlangsung dari tanggal 28 November 2012 sampai 1 Desember 2012. Sedangkan tempat dijadikan penelitian adalah pondok pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Jawa Timur.
C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek
24
25
penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta dan data yang penulis peroleh sebagaimana adanya, kemudian dianalisa, diinterprestasikan untuk mengambil sebuah kesimpilan. Dalam melakukan penelitian lapangan ini, digunakan beberapa teknik mengumpulkan data-data yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti, yaitu: 1. Penelitian Kepustakaan (Library Receach) Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data atau teori dari berbagai sumber seperti buku, majalah, atau sumber-sumber lain yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. 2. Penelitian Lapangan (field research) Yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendatangkan langsung ke objek penelitian yaitu pondok pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Jawa Timur. Untuk mendapatkan data di lapangan ini, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu sebgai berikut: a. Observasi Observasi dapat disebut dengan pengamatan yang meliputi pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh panca indra. Dengan
menggunakan
teknik
obsevasi
ini,
peneliti
mengobservasi antara lain: 1) Lokasi penelitian 2) Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di dalam kelas 3) Kegiatan santri sehari-hari di pondok pesantren
b. Interview Istilah interview atau wawancara mempunya arti sebagai sesuatu percakapan atau Tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih, yang duduk berhadapan secara fisik, dan diarahkan pada masalah tertentu. Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai Ketua Badan Pengurus Yayasan Pondok Pesantren Bahrul dan Wakapes Kurikulum.
26
Penulis menggunakan metode interview untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pernyataan yang berkaitan dengan personal yang diteliti. Adapun interview yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah interview bebas terpimpin, yaitu wawancara dilakukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya tetpi tidak mengikat atau bebas disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat wawancara tengah berlangsung. Dengan kata lain, di dalam menyampaikan pertanya-pertanyan kepada informasi, penulis tidak sepenuhnya terkait kepada pedoman wawancara (interview guide) yang telah penulis susun sebelumnya.
c. Studi Dokumentasi Studi Dokumentasi merupakan teknik mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara menganalisis data-data tertulis dalam dokumentasi-dokumentasi yang relevan dengan tujuan penelitian: 1) Nama dan Latar Belakang berdirinya pondok pesantren Bahrul Ulum 2) Kurikulum pendidikan pondok pesantren Bahrul Ulum termasuk pengajaran umum dan kepesantrenan beserta tujuan pembelajaran pesantren 3) Program unggulan dan kegiatan pengembangan diri santri pondok pesantren Bahrul Ulum 4) Dokumentasi sarana dan prsarana yang dimiliki pondok pesantren Bahrul Ulum 5) Struktur kepengurusan pondok pesantren Bahrul Ulum 6) Profil guru dan staf pesantren Bahrul Ulum beserta daftar namanamanya 7) Profil santri, latar belakang ekonomi santri 8) Buku panduan pesantren dan tata tertib santri.
27
D. Analisa Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik Analisis Isi (content analysis), dan dengan menggunakan bentuk deskriptif yaitu berupa catatan informasi faktual yang menggambarkan segala sesuatu apa adanya dan mencakup penggambaran secara rinci dan akurat terhadap berbagai dimensi yang terkait dengan semua aspek yang diteliti. Maka, di sini
penulis
menggambarkan permasalahan yang dibahas dengan mengambil materi-materi yang relevan dengan permasalahan, kemudian dianalisis, dipadukan, sehingga dihasilkan suatu kesimpulan.
E. Teknik Penulisan Secara teknik, penulisan yang dipakai untuk menyusun skripsi ini merujuk pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011.
BAB IV YAYASAN PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM TAMBAKBERAS JOMBANG JAWA TIMUR
A. Deskripsi Pondok Pesantren Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, merupakan salah satu pondok pesantren tertua dan terbesar di Jawa Timur yang hingga hari ini masih survive di tengah kecenderungan kuat sistem pendidikan formal. Dengan kultur dan kesederhanaan yang mandiri serta dekat dengan masyarakat, Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang terus melakukan
pengembangan
dan
perubahan
seiring
dengan
dinamika
perkembangan dan tuntutan global, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur kepesantrenan dan prinsip-prinsip Aqidah Ahlussunnah Wal-Jama‟ah. Salah satu upaya yang telah dilakukan di tengah kecenderungan kuat sistem pendidikan formal, Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang hingga saat ini telah mendirikan 18 unit pendidikan formal mulai dari tingkat Pra Sekolah sampai dengan Perguruan Tinggi. Disamping itu Pondok Pesantren Bahrul Ulum juga menjalin kerjasama dalam bidang pendidikan dengan perguruan tinggi dalam dan luar negeri diantaranya adalah Makkah, Syiria, Lebanon dan Al-Azhar Kairo. Secara struktural Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang berada di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum.
28
29
Yayasan ini berdiri sejak tahun 1966 melalui Akte Notaris No. 03 Tanggal 06 September 1966 dihadapan Notaris Soembono Tjiptowidjojo dahulu wakil notaris di Mojokerto.
B. Lokasi dan Sejarah Pondok Pesantren Bahrul Ulum 1. Lokasi Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, terletak di Dusun Tambakberas, Desa Tambakrejo, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur, tepatnya ± 3 Km sebelah utara kota Jombang. Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, secara keseluruhan menempati areal tanah ± 10 Ha, dengan sosio kultur religious agraris.
2. Sejarah Pondok Pesantren Bahrul Ulum a. Periode Rintisan Pertama (Pondok Selawe / Pondok Telu 1825 M) Sekitar tahun 1825 di sebuah Desa yang jauh dengan keramaian kota Jombang, tepatnya di sebelah utara kota Jombang yakni di Dusun Gedang kelurahan Tambakrejo, datanglah seorang yang „alim, pendekar ulama atau ulama pendekar bernama Abdus Salam, yang lebih dikenal dengan panggilan Mbah Shoichah (artinya: bentakan yang membuat orang gemetar). Kedatangannya di dusun ini membawa misi untuk menyebarkan agama dan ilmu yang dimilikinya. Menurut silsilah beliau termasuk keturunan Raja Brawijaya (kerajaan Majapahit) dan merupakan salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Abdus Salam adalah putra Abdul Jabbar (Mbah Jabbar ) putra Abdul Halim (Pangeran Benowo) putra Abdurrohman (Jaka Tingkir). Selengkapnya Baca Silsilah Kyai Abdussalam halaman 19.
30
Sebelum kedatangan Abdus Salam, Desa ini (sekarang Desa Tambakrejo) masih merupakan hutan belantara. Selama kurang lebih 13 tahun beliau bergelut dengan semak belukar dan kemudian menjadikan Desa ini sebagai perkampungan yang dihuni oleh komunitas manusia. Setelah berhasil merubah hutan menjadi perkampungan, pada tahun 1838 beliau mendirikan gubuk tempat beliau berdakwah yaitu sebuah pesantren kecil yang terdiri dari sebuah langgar (musholla), bilik kecil untuk santri dan tempat tinggal yang sederhana. Pesantren ini terletak disebalah timur sungai gedang. Pesantren tersebut dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pondok Selawe dikarenakan jumlah santri yang berjumlah 25 orang. Disebut juga dengan Pondok Telu karena bidang atau materi keilmuan yang diajarkan meliputi tiga bidang ilmu yaitu Syari‟at, Hakikat dan Kanuragan. Dari sisi lain dinamakan Pondok Telu karena jumlah bangunannya terdiri dari 3 lokal. Pesantren inilah yang menjadi embrio Pondok Pesantren Bahrul Ulum sekarang ini.
b. Periode Rintisan Kedua Setelah Kyai Shoichah (Abdussalam) berusia lanjut (sepuh: bahasa jawa) tampuk pimpinan Pondok Selawe atau Pondok Telu diserahkan kepada dua menantunya yang tidak lain adalah santrinya sendiri, yaitu Kyai Ustman (Mbah Ustman) dan Kyai Sa‟id (Mbah Sa‟id). Pada tahap selanjutnya, atas restu dari Mbah Shoichah keduanya melakukan pengembangan pondok pesantren. Kyai Ustman
memegang Pondok
Selawe sementara Kyai Sa‟id mendirikan pesantren disebelah barat sungai yang tidak jauh dari Pondok Selawe. Kyai Ustman lebih menitikberatkan pada ajaran-ajaran Thoriqoh pada santrinya, sementara Kyai Sa‟id lebih fokus pada kajian-kajian yang bersifat Syari‟at. Karena itulah Pondok Pesantren Mbah Sai‟d yang berada di sebelah barat sungai dikenal dengan sebutan Pondok Syari‟at, dan pondok yang dikembangkan oleh Mbah Ustman dikenal dengan sebutan Pondok Thoriqot.
31
c. Periode Pengembangan Pertama Setelah Kyai Ustman dan Kyai Sa‟id wafat, pesantren Kyai Ustman tidak ada yang meneruskan karena beliau tidak memiliki putra laki-laki. Sedangkan pesantren Kyai Sa‟id diteruskan oleh putra beliau yang bernama Kyai Hasbulloh. Karena Pesantren Kyai Ustman tidak ada penerusnya maka sebagian santri Kyai Ustman diboyong oleh menantunya yang bernama Kyai Asy‟ari ke Desa Keras yang akhirnya berkembang menjadi PONDOK Pesantren Tebuireng sekarang. Sedangkan sebagian yang lain diboyong ke pesantren sebelah barat sungai dijadikan satu dibawah pimpinan Kyai Hasbulloh. Adapun untuk pusat jama‟ah thoriqoh akhirnya dipindah ke Desa Kapas dan diteruskan oleh menantunya yang bernama Abdulloh. Kyai Hasbulloh adalah seorang yang kaya raya dan dermawan, beliau memiliki tanah pertanian yang sangat luas. Dari hasil pertanian ini beliau banyak memiliki gudang-gudang beras yang menyebar dimanamana bagaikan tambak. Konon karena hal itu daerah ini disebut Dusun Tambakberas dan pondok pesantren beliau dikenal dengan sebutan Pondok Tambakberas. Dibawah pimpinan Kyai Hasbulloh pondok pesantren berkembang sangat pesat. Guna kelanjutan pondok pesantren yang diasuhnya, Kyai Hasbulloh mengirimkan putra-putranya untuk belajar di pesantren bahkan hingga ke Makkah untuk belajar di tanah kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut.
3. Visi, Misi, Landasan dan Tujuan 1. Visi “Menjadikan Tambakberas sebagai pusat peradaban Islam yang berfungsi sebagai penyeimbang segala peri kehidupan umat manusia, hingga mampu membentuk masyarakat aman, damai, sejahtera”.
32
2. Misi a. Menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah serta memiliki rasa tanggung jawab mengembangkan dan menyebarkan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama‟ah. b. Melahirkan manusia yang berakhlaq mulia, dan memiliki rasa tanggung jawab sosial terhadap kemashlahatan umat. c. Melahirkan manusia yang cakap, trampil, mandiri, memiliki kemampuan
keilmuan
dan
mampu
menerapkan
serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang ada pada dirinya dan lingkungannya. 3. Landasan a. Islam ahlussunnah wal jama‟ah „ala thoriqoti jam‟iyyati Nahdlatul Ulama b. Nilai-nilai Dasar Falsafah Bangsa c. Pancasila, UUD 1945, dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. d. Nilai-nilai Dasar Kepesantrenan e. AD/ART Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Sunnah-sunnah kepesantrenan yang positif, dan tradisi belajar dan bekerja untuk ibadah 4. Tujuan Dalam perkembangannya ke depan, Pondok Pesantren Bahrul Ulum
Tambakberas
Jombang
diharapkan
bisa
menjadi
lembaga
Pendidikan, agama dan sosial sekaligus menjadi sentra katalisator pembangunan kualitas sumber daya manusia Indonesia, yang : a. Potensial dan terpercaya b. Produktif dan bermanfaat c. Mandiri dan konsisten d. Bertahan dengan nilai-nilai lama, akomodatif terhadap unsur-unsur baru.
33
e. Mampu menyumbangkan konsep-konsep pemikiran yang Islami dalam berbagai aspek, kepada negara, lembaga atau perorangan yang membutuhkannya. Dari Pondok Pesantren Bahrul Ulum diharapkan lahir sumber daya manusia yang berupa : a. Individu-individu yang tangguh, ulet dan amanah. b. Individu yang berkualitas, mandiri dan berakhlaqul karimah. c. Pemimpin atau profesional yang menguasai teknologi dan memahami agama secara mendalam (mutafaqqih fid-dien) jujur, amanah, cerdas dan komunikatif. 5. Sejarah Nama dan Lambang Pondok Pesantren Bahrul Ulum Sejarah panjang pondok pesantren ini, sejak awal rintisannya oleh Kyai Shoichah, dikenal dengan nama Pondok Selawe atau Pondok Telu. Dan pada masa KH. Hasbulloh pondok pesantren ini dikenal dengan sebutan Pondok Tambakberas. Hingga pada masa KH. Abdul Wahab, pada tahun 1965 empat orang santri beliau dipanggil menghadap (sowan), keempat santri beliau tersebut adalah Ahmad Junaidi (Bangil), M. Masrur Dimyati (Dawar Blandong Mojokerto), Abdulloh Yazid Sulaiman (Keboan Kudu Jombang), dan Moh. Syamsul Huda As. (Denanyar Jombang). Waktu itu yang menjabat sebagai sekretaris pondok adalah Ahmad Taufiq dari Pulo Gedang. Keempat santri beliau ini ditugasi mengajukan alternatif nama pondok pesantren. Walhasil
keempat santri ini mengajukan 3 nama alternatif yaitu, Bahrul
Ulum, Darul Hikmah, dan Mamba‟ul Ulum. Dari ketiga nama yang diajukan, Kyai Abdul Wahab memilih nama Bahrul Ulum yang artinya “Lautan Ilmu” yang kelak diharapkan Tambakberas benar-benar menjadi lautan ilmu. Setelah itu beliau mengadakan sayembara pembuatan logo/lambang pondok pesantren. Setelah didapatkan pemenang pembuatan logo Kyai abdul Wahab meminta pada logo/lambang pondok pesantren (Hasil Pemenang Sayembara) disisipkan ayat Al-qur‟an surat Al-Kahfi ayat 109, bahkan untuk prosesi ritualnya Kyai Abdul Wahab memerintahkan salah seorang santri bernama Djamaluddin Ahmad (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muhibbin sekarang),
34
asal Gondang Legi Nganjuk untuk membacakan manaqib. Hingga saat ini nama dan lambang tersebut abadi menjadi identitas resmi, eksistensi Pondok Pesantren Bahrul Ulum.
Lambang Pondok Pesantren Bahrul Ulum 6. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, diurus dan dikelola dibawah manajemen Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum sedangkan untuk pengelolaan perguruan tinggi dibentuk Yayasan Pendidikan Tinggi Bahrul Ulum. Secara hierarki organisatoris kepengurusan tersebut bisa uraikan sebagai berikut : 1. Majelis Pengasuh/Dewan Pembina Majelis Pengasuh adalah badan tertinggi di lingkungan Pondok Pesantren Bahrul Ulum yang memiliki kewenangan tak terbatas. Kewengan tersebut diantaranya adalah Mengangkat dan memberhentikan Ketua Umum Yayasan, menentukan arah kebijakan pondok pesantren ke dalam dan ke luar, memberikan legalisasi terhadap semua kebijakankebijakan yang diambil oleh pengurus harian.
2. Dewan Pengawas
35
Dewan Pengawas adalah sebuah badan pengurus yang berfungsi sebagai pendamping Majelis Pengasuh dalam hal memberikan masukan dan melakukan pengawasan terhadap kebijakan, kinerja dan pelaksanaan program-program Yayasan.
3. Pengurus Harian Pengurus harian adalah pelaksana harian seluruh program-program yayasan yang telah digariskan sekaligus penanggungjawab seluruh kebijakan-kebijakan yang diambil. Pada periode 2009 – 2013 ini pengurusnya terdiri dari 9 orang dengan struktur sebagai berikut : Ketua Umum, Ketua I dan Ketua II, Sekretaris Umum, Sekretaris I Sekretaris II, Bendahara Umum, Bendahara I dan Bendahara II. Dalam tatanan operasionalnya Ketua Umum dengan dibantu oleh Sekretaris Umum berfungsi sebagai Top Leader, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kebijakan-kebijakan umum yayasan. Ketua I dengan dibantu oleh Sekretaris I, bertanggungjawab terhadap semua kebijakan dan program Departemen Pendidikan, Departemen HUMASY, Departemen KAMTIB, dan Departemen Infokom. Sedangkan Ketua II dengan dibantu oleh Sekretaris II bertanggungjawab terhadap kebijakan dan program Departemen Wirausaha, Departemen Sarana Prasarana dan Departemen Pelayanan Kesehatan dan Olahraga, Departemen Pengelola Asset, Departemen Ekonomi dan Koperasi.
4. Pengurus Bidang/Departemen Pengurus Departemen adalah ujung tombak bagi perkembangan yayasan. Selain sebagai pelaksana program yang telah digariskan, Pengurus Departemen juga dituntut berkreatifitas dengan daya inovasi yang tinggi guna menentukan berbagai program dan kebijakan yang diharapkan mampu melahirkan terobosan baru bagi pengembangan dan kemajuan masing-masing bidang. Ada 9 departemen dalam struktur kepengurusan
yayasan
yaitu
:
Departemen
Pendidikan
dan
36
Kepesantrenan,
Departemen
HUMASY,
Departemen
KAMTIB,
Departemen Wirausaha, Departemen Sarana Prasarana dan Departemen Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Hidup, Departemen Infokom, Departemen Ekonomi dan Koperasi, dan Departemen Pengelola Asset.
Organisasi Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang DEWAN PEMBINA / MAJELIS PENGASUH
DEWAN PENGAWAS YAYASAN PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM
PENGURUS YAYASAN PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM
UNIT ASRAMA/RIBATH PONDOK PESAN(14 Unit TREN (34 UNIT)
UNIT SEKOLAH/MADRASAH
Keterangan :
DEWAN PENGAWAS YAYASAN PENDIDIKAN TINGGI BAHRUL ULUM
PENGURUS YAYASAN PENDIDIKAN TINGGI BAHRUL ULUM
UNIT PERGURUAN TINGGI
Sekolah/Madrasah)
: Garis Komando : Garis Koordinasi
7. Sistem Pendidikan Pendidikan (Kegiatan Belajar Mengajar) di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, dilaksanakan melalui dua jalur yaitu:
37
Pendidikan Formal (Pendidikan di Sekolah/Madrasah), dan Pendidikan Non Formal
(Pendidikan di Pesantren/Diniyyah). Pendidikan di Pesantren
menggunakan kitab-kitab kuning sebagai kajian.
1. Pendidikan Formal Pendidikan formal adalah kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan secara klasikal di sekolah/madrasah dengan menggunakan kurikulum tertentu (Kurikulum Kementerian Agama dan Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional) ditambah dengan kurikulum pesantren sebagai muatan lokal. Hingga saat ini terdapat 18 unit pendidikan formal mulai dari jenjang Pra Sekolah sampai dengan Perguruan Tinggi. Secara struktural unit pendidikan formal di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum, dimana unit-unit pendidikan formal bertanggung jawab untuk menjalankan segala kebijakan yang telah ditetapkan bersama oleh Pengurus Yayasan. Namun demikian, sekolah/madrasah tetap memiliki hak otonom yang segala administrasinya dilakukan tersendiri. Untuk memimpin tiaptiap jenjang pendidikan sekolah/madrasah ini pengurus Yayasan mengangkat seorang kepala dan beberapa orang wakil kepala untuk tiaptiap tingkatan, kecuali untuk sekolah/madrasah yang telah berstatus Negeri mengikuti ketetapan dari instansi terkait.
2. Pendidikan Non Formal (Pendidikan Pesantren/Diniyyah) Selain pendidikan formal di sekolah/madrasah, Pondok Pesantren Bahrul Ulum juga memiliki sistem pendidikan non formal pada masingmasing unit asrama pondok pesantren. Pendidikan non formal ini pelaksanaannya ditangani langsung oleh pengasuh masing-masing asrama/ribath pondok pesantren atau orang yang telah mendapat mandat dari pengasuh (biasanya santri senior).
38
Ada dua sistem pendidikan ini yaitu : Pendidikan Diniyyah dengan sistem Klasikal dengan kurikulum yang telah ditetapkan, dan Pengajian Kitab-kitab kuning oleh pengasuh. Dalam pengajian kitab kuning ini menggunakan dua metode yaitu metode WETON dan SOROGAN. Metode WETON adalah pengasuh membacakan kitab dan menerangkannya sementara santri mendengarkan, memahami dan memaknai kitabnya masing-masing. Sedangkan metode SOROGAN adalah santri yang membaca kitab dan menjelaskannya dihadapan pengasuh untuk diuji. Pengajian kitab oleh pengasuh asrama dilaksanakan tiap-tiap selesai shalat wajib di ndalem, mushalla atau di masjid, dan kitab yang dibaca masingmasing pengasuh sangat variatif. 8. Daftar Unit Asrama/Ribath Pondok Pesantren Bahrul Ulum No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Nama Unit Asrama/Ribat PONDOK INDUK AL-LATHIFIYYAH I AL-FATHIMIYYAH AS-SA‟IDIYYAH 1 AL-MUHAJIRIN 1 AL-MUHAJIRIN 2 AL-MUHAJIRIN 3 AL-LATHIFIYYAH 2 / AL-WAHABIYYAH 1 AL-HAMIDIYYAH AL-GHOZALI AL-AMANAH AL-MUHIBBIN AL-HIKMAH AN-NAJIYYAH AL-ROUDLOH AL-MARDLIYAH AL-LATHIFIYYAH 3 / AL-WAHABIYYAH 2 AL-MASLAKUL HUDA AL-HIDAYAH AL-MALIKI AL-USTMANY AL-WARDIYYAH / AS-
Nama Pengasuh
Nomor Telepon
KH. Abd. Nashir Fattah Nyai. Hj. Machfudloh Aly Ubaid Nyai. Hj. Salma Nashir Nyai. Hj. Zubaidah Nasrulloh Nyai. Hj. Fathimah Sholeh Nyai. Hj. Chafshoh Yahya Nyai. Hj. Churun Ain Malik
865281 874180 861832 862435 862017 / 868124 876015 862024 / 876097
Nyai. Hj. Mundjidah Wahab
861355
KH. M. Irfan Sholeh Nyai. Hj. Muhtaroh Al-Fatich KH. Abd. Kholiq Hasan, M.HI KH. M. Idris Djamaluddin KH. M. Sulthon Abd. Hadi Nyai. Hj. Nurfiatin Amanulloh Nyai. Hj. Ummu Hanifah KH. M. Yahya Chusnan
865257 862197 / 876062 862401 865309 863329 862377 863490 867604
H. Shilahuddin Asy‟ari, S.Ip.
876013
KH. Abd. Nashir Fattah K. Abdul Jabbar Hubbi KH. M. Fadlulloh Malik, M.HI Drs.KH.M.Fatkhulloh Abd. Malik Drs. KH. Abd. Choliq, SH.,M.Si.
861832 873426 876180 872066
39
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
SA‟IDIYYAH 3 AL-FATTAH TIMUR PONDOK TERPADU CHASBULLOH AS-SA‟IDIYYAH 2 AN-NAJIYAH PUTRA Al-MUHAJIRIN 3 PUTRA PP. AS-SALMA PP. AL-ASY‟ARI PP. AL-MUBTADIEN PP. AL-MALIKI 2 PP. DARUL QUR‟AN AL-GHOZALI PUTRA AL-FATICH
KH. M. Hasyim Yusuf
876054
KH. Moh. Hasib Wahab
876019
Drs. KH. Ach. Hasan, M.Pd.I KH. Salman Al-Fariesi, Lc.M.HI
878161 876041
KH. M. Imron Rosyadi
876097
Drs. KH. Abd. Kholid, M.Ag. KH. Rofi‟uddin Asy‟ari, S.Ag Drs. KH. Asrori Alfa, M.Ag KH. M. Syifa‟ Malik, M.Pd.I. KH. Wahyudin, Lc. Hj. Imadul Ummah, M.Pd.I KH. Muhyiddin Zainul A, MM.
876039 3868277 -
9. Unit Pendidikan Formal Dan Keadaan Peserta Didik Tahun Pelajaran 2011/2012 Di bawah manajemen Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum dan Pendidikan Tinggi Bahrul Ulum, berdiri lembaga pendidikan formal yang meliputi : No
Unit Pendidikan
1 2 3 4 5 6 7
Play Group TK Bahrul Ulum MI Bahrul Ulum MTs. Mu‟allimin Mua‟allimat Bu MTs. Bahrul Ulum Mts.N Tambakberas SMP Bahrul Ulum
8 9 10 11 12 13 14 15
SMA Bahrul Ulum SMK Bahrul Ulum MA Bahrul Ulum MA Al-I‟dadiyyah MAWH Bahrul Ulum MA Mu‟allimin Mu‟allimat Bu MAN Tambakberas SMKTI Bahrul Ulum
Jumlah Pes. Didik Lk Pr 12 20 64 48 194 156 80 48 34 39 568 691 25 14 44 31 62 58 40 550 550 53
37 89 35 75 447 1.069 13
Jumlah 32 112 350 128 73 1.259 39 81 31 151 93 115 997 1.619 66
40
16 17 18 19 20
MTs. Fattah Hasyim Bahrul Ulum 116 74 STAI Bahrul Ulum STMIK Bahrul Ulum STIKES Bahrul Ulum STIBAFA Bahrul Ulum Jumlah 2.365 2.781 Keterangan : Data jumlah peserta didik/mahasiswa Perguruan Tinggi (STAI, STIMIK, STIKES, STIBAFA) belum tercantum. 10. Pengasuh dan Tenaga Pengajar Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, sejak awal berdirinya (1825)¸ telah berkembang pesat dan menjadi salah satu Pusat Studi Islam yang representatif di negeri ini. Kolaborasi antara menajemen klasik dan modern dalam sistem manajemen pesantren ini mampu melahirkan produkproduk yang handal bahkan tidak jarang menjadi tokoh terkemuka. Seperti misalnya KH. Abdurrahman Wahid yang pernah menjabat sebagai Presiden RI. Hal ini tentunya bukan karena faktor kebetulan, tetapi karena Pondok Pesantren Bahrul Ulum selalu mengembangkan desain kreativitas dan inovasi sistem pendidikannya dengan dukungan tenaga pengajar yang berkualitas. Sampai saat ini telah tersedia tidak kurang dari 500 orang tenaga pengajar unit pendidikan formal dengan dikawal ketat oleh 76 pengasuh yang mendampingi selama 24 jam. Kesemuanya mempunyai
kemampuan dan
capabilitas yang tinggi sesuai denganbidangnya. Sebagian besar adalah lulusan perguruan tinggi dari dalam dan luar negeri. Namun demikian komitmen, wawasan dan kompetensi mereka terus dikembangkan secara sistematis dan konsisten dari waktu ke waktu, baik dengan cara inservice training ataupun outservice training, secara formal, non formal ataupun informal. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan solusi yang efektif bagi perkembangan Pondok Pesantren Bahrul Ulum sesuai dengan dinamika perkembangan dan tuntutan global. 11. Alumni Untuk memberi wadah bagi para alumni Pondok Pesantren Bahrul Ulum, maka dibentuklah suatu organisasi yang bernama Ikatan Keluarga Alumni Bahrul Ulum (IKABU). Organisasi ini berfungsi :
190 5.546
41
1. Menjadi kekuatan penggerak silaturrahim dan ukhuwah diantara alumni beserta keluarga dengan keluarga Pondok Pesantren Bahrul Ulum sehingga mampu meningkatkan peran dan tanggungjawabnya secara optimal dengan membina dan meningkatkan kesejahteraan diri, keluarga, masyarakat, nusa, bangsa dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang adil dan makmur serta diridhoi oleh Allah SWT. 2. Menjadi kekuatan penggerak peran serta alumni terhadap pengembangan Pondok Pesantren Bahrul Ulum. Sedangkan tujuannya adalah : a. Membina silaturrahim dan ukhuwah diantara alumni beserta keluarga dengan keluarga Pondok Pesantren Bahrul Ulum sehingga mampu meningkatkan peran dan tanggungjawabnya dalam mewujudkan masyarakat madani dengan membina dan meningkatkan kesejahteraan diri , keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa dalam negara kesatuan Republik Indonesia, yang adil dan makmur serta diridhoi Allah SWT. b. Meningkatkan peran serta alumni terhadap pengembangan Pondok Pesantren Bahrul Ulum.
12. Susunan Personalia Pengurus Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang 1. Majelis Pengasuh/Dewan Pembina Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Drs. KH. Hasib Wahab KH. Abd. Nashir Fattah Drs. KH. M. Fadlulloh Malik, M.HI H. M. Sholachul Am NB, SE. KH. Djamaluddin Ahmad KH. M. Sulthon Abd. Hadi Nyai. Hj. Machfudloh Nyai. Hj. Mundjidah Wahab Nyai. Hj. Churun „Ain Nyai. Hj. Chafshoh Yahya Nyai. Hj. Hj. Muchtaroh Nyai. Hj. Zubaidah Nasrulloh
Jabatan Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Katib Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
42
2. Dewan Pengawas Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum No 1 2 3 4
Nama KH. Roqib Wahab Ainur Rofiq AlAmin, M.Ag. Nyai. Hj. Salma Nashir Hj. Sa‟adatul Athiyah, S.Pd.
Jabatan Koordinator Anggota Anggota Anggota
3. Pengurus Harian Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama KH. M. Irfan Sholeh, M.MPd. H. Wafiyul Ahdi, SH. Ema Umiyyatul Chusnah, M.MPd. Ir. Edi Labib Patriadin Hj. Zumrotus Sholihah, S.Pd. Moch. Syifa‟ Malik, M.Pd.I. Hj. Bashirotul Hidayah, S.Ag. Hj. Emi Tahmidah, M.Ag. H. M. Khusnurrofiq, S.KH.
Jabatan Ketua Umum Ketua I Ketua II Sekretaris Umum Sekretaris I Sekretaris II Bendahara Umum Bendahara I Bendahara II
4. Pengurus Bidang / Departemen, Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum No a. b. c. d. a. b. c. d. e. a. b. a. b. a.
Nama 1. Departemen Pendidikan & Kepesantrenan H. M. Idris Jamaluddin H. Abdurrozaq Sholeh Adatul Istiqomah, M.Pd.I Hj. Nidaus Sa‟adah, S.Ag. 2. Departemen Humasy Maslahatul Ammah, M.Pd.I H. Abdul Latif Malik, Lc. Lailatun Ni‟mah, SH. Fatin Fadhilah, M.Si. Agus Chumaidi Abdillah 3. Departemen Kamtib Abdul Jabbar Hubbi H. AR. Jauharuddin, S.Hum. 4. Departemen Pengelola Asset Iid Wahiduddin Najib H. M. Salman Al Faris, Lc.,M.HI 5. Departemen Wirausaha H. Abd. Wahab Yahya, S.Pd.I
Jabatan Koordinator Anggota Anggota Anggota Koordinator Anggota Anggota Anggota Anggota Koordinator Anggota Koordinator Anggota Koordinator
43
b. c. a. b. c. a. b. c. d. a. b. c. a. b. c. d. e. f.
Hj. Sunniah Wibawati, S.Ag. Chimayatulloh, SE. 6. Departemen Kesehatan Dan Lingkungan Hidup H. M. Chusnurrofiq, S.KH H. Shilahuddin Asy‟ari, S.Ip. Novi Nurlaily, S.Keb. 7. Departemen Sarana Dan Prasarana H. M. Imron Rosyadi Malik H. Hasyim Yusuf H. Moh. Chabiburrohman, S.Ip. H. Ahmad Amin Yahya 8. Departemen Infokom Azam Khoiruman Hj. Imadul Ummah Mumtazul Azizi 9. Departemen Ekonomi Dan Koperasi H. Abd. Wahab Rochim, SE. M. Afifuddin Sholeh Farid Al Farisi H. Abd. Hannan Majdy, S.Kom M. Fathoni Syaifuddin, M.Si. H. Nuril Hida
Anggota Anggota Koordinator Anggota Anggota Koordinator Anggota Anggota Anggota Koordinator Anggota Anggota Koordinator Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
44
Silsilah KH. Abdus Salam (Kyai Shoichah) Perintis Pondok Pesantren Bahrul Ulum
NABI MUHAMMAD, SAW
SAYYIDAH FATHIMAH AZ-ZAHRO’
SAYYIDINA HUSSEIN BIN ALI
SAYYIDINA ALI ZAINAL ABIDIN
SAYYIDINA MUHAMMAD AL-BAKHON
SAYYIDINA ISA ALBASHORI
SAYYIDINA MUHAMMAD AN-NAQIB
SAYYIDINA ALI ALRIDLI
SAYYIDINA JA’FAR SHODIQ
SAYYIDINA AHMAD MUHAJIR
SAYYIDINA ABDULLOH
SAYYIDINA ALWI
SAYYIDINA MUHAMMAD
SYEIKH JAMALUDDIN HUSSEIN (Makam di Baqi’ Madinah)
SAYYIDINA ABDULLOH KHON
SAYYIDINA AMIR ABDUL MALIK
SAYYIDINA ALI ALWI
SYEIKH MAULANA ISHAK (Orang tua Sunan GIRI)
SAYYID ABDULLOH FAQIH SYIHABUDDIN (Pangeran Pandan Arum)
SYEIKH ABDURROHMAN (Joko Tingkir)
SYEIKH ABDUL HALIM (Pangeran Benowo)
SYEIKH ABDUSSALAM (Kyai Shoichah)
SYEIKH ABDUL JABBAR (Makam di Jojogan Tuban)
45
J. Profil KH. Abdul Wahab Chasbullah 1. Latar Belakang Keluarga KH. Abdul Wahab Chasbullah lahir di Jombang pada bulan maret tahun 1888.1 Beliau adalah putra tertua dari pasangan KH. Chasbullah dan Nyai Hj. Lathifah. Dari rahim Nyai Hj. Lathifah, lahir pula KH. Abdul Hamid, KH. Abdurrahim, Nyai Hj. Fatimah, Nyai Hj. Khadijah yang merupakan saudara kandung KH. Abdul Wahab Chasbullah. Kakek beliau KH. Sa‟id adalah salah seorang santri terbaik sekaligus menantu dari pendiri pesantren Tambakberas, KH.Abdussalam (Mbah Shihah). KH. Sa‟id beristrikan Nyai Hj. Fatimah. KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah keturunan darah biru (ningrat). Dalam buku yang ditulis oleh Hamdan Rasyid, Ali Zawawi, Mubtadi Faisal, menerangkan : Menurut cerita, Sa‟id masih keturunan dari Sunan Pandan Arang Semarang yang apabila silsilahnya diurut ke atas bersambung kepada Siti Fatimah binti Muhammad SAW. Begitupun Istri KH. Chasbullah, Nyai Lathifah, ibu kandung Kiai Wahab, masih keturunan Sunan Ampel. Dengan demikian dalam diri Kiai Wahab mengalir darah ningrat dari banyak jalur. Itulah sebabnya kenapa di depan nama Kiai Wahab sering dicantumkan gelar „Raden‟ yang merupakan tanda bahwa yang bersangkutan masih tergolong dari kalangan bangsawan atau aristokrat masyarakat Jawa.2 Dari runtutan silsilah keturunan, KH. Wahab Chasbullah juga masih kerabat dekat dengan KH. Hasyim Asy‟ari, pendiri Pesantren Tebu Ireng dan Ra‟is Akbar Nahdlatul Ulama. Nasab Wahab dengan Hasyim bertemu pada datuk yang bernama KH. Abdussalam. KH. Abdul Wahab Chasbullah mempunyai banyak istri, namun bukan berarti beliau sosok Kyai yang suka berpoligami, karena beliau menikah berkali-kali dengan suatu alasan yang jelas, misalnya lantaran istrinya meninggal dunia, tidak mempunyai keturunan, dan istri beliau
1
http://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Wahab_Hasbullah, diakses 04 September 2012 Hamdan Rasyid, Ali Zawawi, Mubtadi Faisal, KH. Abdul Wahab Chasbullah, Perintis, Pendiri, dan Penggerak NU, ed. Saifullah Ma‟sum (Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah, 1999), hlm 29 2
46
juga rata-rata adalah seorang janda. Istri-istri dan anak KH.Wahab Chasbullah diantaranya adalah : a. Maemunah binti Musa, dikaruniai putra bernama KH. Wahib Wahab (Menteri Agama pada zaman orde lama) b. Alwiyah binti Alwi Tamim dari pondok pesantren Kertopaten, pernikahan ini berlangsung setelah istri pertama beliau meninggal, dari Nyai Alwiyah juga dikaruniai satu putri yaitu Khodijah. c. Asna binti Sa‟id dari Surabaya, memiliki satu putra bernama KH. Najib. d. Fathimah binti Burhan, dari pernikahan ini tidak dikaruniai putra namun Nyai Fathimah mempunyai putra dari pernikahannya sebelumnya yaitu Achmad Sjaichu (salah satu tokoh NU). e. Fathimah binti Ali asal Mojokerto, tidak berputra. f. Askanah binti Idris dari Sidoarjo, tidak berputra. g. Masmah asal Surabaya, sepupu Asna binti Sa‟id, berputra KH. Mohammad Adib. h. Aslihah binti Abdul Majid asal Bangil, Pasuruan, mempunyai dua putri, yaitu Djumi‟atin dan Mu‟tamaroh. i. Sa‟diyyah (Nyai Hj. Rohmah) binti Abdul Majid asal Bangil, Pasuruan, merupakan kakak dari Aslihah, mempunyai lima putra, yaitu: Machfudhoh, Hizbiyyah, Munjidah, Muhammad Hasib dan Muhammad Roqib.3 Hampir lima tahun KH. Abdul Wahab Chasbullah menderita sakit mata yang menyebabkan kebutaan. Awal dari sakitnya tersebut adalah ketika suatu hari beliau melakukan perjalanan ke salah satu daerah, dalam kereta api tanpa beliau sadari sebuah handbag seorang penumpang menimpa kepalanya. Hal tersebut tidak begitu dihiraukan oleh beliau hingga pada kemudian hari baru beliau merasakan ada kelainan pada penglihatannya. Pengobatan sudah dilakukan, namun Allah menentukan lain. Sakit matanya tidak tertolong dan menyebabkan kebutaan, disertai 3
Ibid., hlm 29-30
47
dengan komplikasi sakit yang lain. Hingga akhirnya tepat empat hari pasca mu‟tamar NU ke-25 di Surabaya pada tanggal 20-25 Desember 1971.4 KH. Abdul Wahab Chasbullah menutup usia pada tanggal 29 Desember 1971 dalam rumah beliau di komplek Pesantren Tambakberas.5
2. Latar Belakang Pendidikan Sejak kecil hingga usia 13 tahun KH. Abdul Wahab Chasbullah mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya, KH. Chasbullah di pesantren Tambakberas, terutama pendidikan al-Qur‟an dan tasawuf.6 Sejak kecil beliau memang memperoleh pendidikan yang bernafaskan keislaman secara langsung dari pondok pesantren dengan menjalani hidup sebagai seorang santri, karena ayahandanya adalah seorang pengasuh pondok pesantren Tambakberas Jombang pada masa itu.7 Setelah menjadi santri di pondok ayahnya sendiri, untuk memperdalam keilmuannya selama kurang lebih 15 tahun, Wahab menjadi santri kelana yang belajar dari satu pesantren ke pesantren lain. Dengan menjadi santri kelana beliau mendalami berbagai ilmu agama dengan spesifikasi berbeda.8 Karena berbagai pesantren mempunyai kelebihan dan keistimewaan masing-masing. Ada beberapa pesantren yang pernah jadi tempat menuntut ilmu KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah sebagai berikut: a. Pesantren Langitan Tuban, b. Pesantren Mojosari Nganjuk, beliau belajar selama empat tahun dan mempelajari serta mendalami kitab-kitab fiqih. c. Pesantren Cempaka, Nganjuk d. Pesantren Tawangsari Sepanjang
4
Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kyai Nasionali Pendiri NU (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010), hlm 154. 5 Ma‟sum (ed), KH. Abdul Wahab Chasbullah, hlm 50 6 Ibid, hlm 31. 7 Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah, hlm 137. 8 Ma‟sum (ed), KH. Abdul Wahab Chasbullah, hlm 31.
48
e. Pesantren Kademangan Bangkalan, beliau belajar tata bahasa arab kepada Syaikhona Kholil selama kurun waktu tiga tahun. Pada saat belajar di sini Wahab dinasihati oleh Kyai Kholil untuk belajar kepada KH. Hasyim Asy‟ari. Oleh Kyai Kholil, Wahab muda juga di anggap macan, yang pada kemudian hari anggapan Kyai Kholil tersebut benar adanya, KH. Abdul Wahab Chasbullah dikenal sebagai macan oleh kawan maupun lawan.9 f. Pesantren Branggahan Kediri g. Pesantren Tebu Ireng, selama empat tahun dan diangkat sebagai lurah pondok oleh KH. Hasyim asy‟ari h. Di Makkah Mukarromah, beliau belajar kurang lebih lima tahun. Dan selama di Makkah, beliau belajar kepada beberapa Ulama, antara lain: 1) Syekh Mahfudz termas 2) Syekh Muchtarom banyu Mas 3) Syekh Baqir Yogyakarta 4) Syekh Abdul Khamid Kudus 5) Syekh Achmad Chatib Minangkabau 6) Syekh Said Alyamaning 7) Syekh Asy‟ari Bawean 8) Syekh Said Achmad Bakri Sjath 9) Syekh Abdul karim al-Daghestany 10) Syekh Umar Badjened10 Melihat dari riwayat pendidikan beliau tersebut, KH. Abdul Wahab Chasbullah memang tampak paling menonjol pemikiran dan keilmuannya dikalangan Ulama dan pejuang sebayanya waktu itu. Bukan hanya itu, dalam memberikan pengajian di pesantrennya, keilmuan dan pemikiran beliau juga tidak diragukan lagi. Seperti yang di jelaskan oleh Syamsul Huda, salah seorang santri beliau;
9
Samsul Munir Amin, Karomah Para Kiai, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2008), Cet III, hlm 199 10 Buletin Kresan Al Lathifiyyah I, edisi XXXIX Maret-Agustus 2006, hlm 5
49
Saya mengaji kepada KH. Abdul Wahab Chasbullah pada waktu beliau sudah dalam keadaan buta, saya yang membaca (Minhajul Qowim), beliau yang mengartikan. KH. Abdul Wahab Chasbullah ilmunya sangat mumpuni, jadi mengaji itu bukan hanya sekedar mengartikan, melainkan dengan penjelasannya yang sangat luas, penjelasan tersebut kepermasalahan lain namun fokusnya tetap ke permasalahan yang di ngajikan.11 KH. Abdul Wahab Chasbullah memang seorang Ulama yang menguasai berbagai cabang ilmu agama, seperti Tafsir, Hadits, Fiqh, „Aqaid, Tasawwuf, Nahwu, Sharaf, Ma‟ani, Mantiq, Arudl, hingga Ilmu Munadzarah dari cabang ilmu diskusi dan retorika.12 Selain itu beliau juga seorang organisator ulung yang mampu mengorganisir para ulama dalam sebuah organisasi dengan segala sumberdayanya.13 KH. Abdul Wahab Chasbullah terkenal dalam kemampuan dan keampuhannya dalam retorika, hal ini karena beliau menguasai betul ilmu Ushul Fiqh dan Mantiq.14 Banyak tulisan dalam buku yang menceritakan tentang keampuhan retorika beliau, baik itu dengan Kyai, dewan parlement, dan beberapa tokoh lainnya. Kecerdasan dan bakat kepemimpinan yang dimiliki KH. Abdul Wahab Chasbullah sesungguhnya sudah tampak sejak di bangku pesantren. Beliau mudah bersosialisasi dengan santri-santri lain. Beliau juga memimpin kelompok belajar dan diskusi santri yang dibuatnya. Dalam diskusi tersebut disamping pembahasan tentang pelajaran agama, permasalahan sosial kemasyarakatan juga dibahas. Dengan kebiasaankebiasaan yang dilakukan tersebut, maka sepulangnya dari pesantren KH. Abdul Wahab Chasbullah sama sekali tidak canggung untuk berinteraksi dengan segenap lapisan masyarakat.15 Dengan segenap kecerdasan
11
Hasil wawancara dengan Drs. KH.Edi. pada tanggal 29 November 2012 di Pondok Pesatren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang Jawa Timur 12 Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah, hlm 138 13 Ma‟sum (ed), KH. Abdul Wahab Chasbullah, hlm 33 14 Hasil wawancara dengan Drs. KH.Edi. pada tanggal 29 November 2012 di Pondok Pesatren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang Jawa Timur 15 Buletin Kresan, hlm 5
50
intelektual dan skill yang dimiliki, KH. Abdul Wahab Chasbullah mulai berjuang dan mengabdikan dirinya untuk umat.
3. Latar Belakang Sosial Politik KH. Abdul Wahab Chasbullah memang seorang ulama besar yang hidup dan berjuang di tiga zaman, yaitu; zaman pergerakan dan perjuangan merebut kemerdekaan, setelah Indonesia merdeka, dan awal masa Orde Baru. Beliau memang pernah merasakan pahit getirnya dunia politik16 Pada zaman pergerakan dan perjuangan merebut kemerdekaan, Sepulangnya KH. Abdul Wahab Chasbullah dari tempat menimba ilmu di kota suci Makkah, beliau tidak langsung kembali ke Tambakberas untuk membantu dan mengajar di pesantren asuhan ayahnya, hal ini tak berarti beliau tak mampu untuk menjalankan tugas itu, namun ada hal lain yang menggerakkan minat dari jiwanya yang energik dan penuh ambisi, seperti halnya berjuang di tengah-tengah kota besar yang penuh tantangan. Ambisinya tergugah akibat penjajahan yang dilakukan Belanda, beliau sangat bisa merasakan sakitnya menjadi negeri jajahan, dimana banyak rakyat yang menderita, kemiskinan, hancurnya tatanan adat dan budaya, serta kekayaan alam yang terkuras. Yang lebih parah adalah kobodohan yang merajalela akibat sistem atau kebijakan penjajah yang tidak memihak pada peningkatan kecerdasan bangsa Indonesia.17 Oleh karena itu, beliau memilih kota Surabaya menjadi tempat memulainya untuk berjuang, dimana kota Surabaya pada waktu itu adalah kota terbesar kedua sesudah Jakarta yang menjadi pusat perdagangan yang sedang berkembang. Lebih dari itu, pada tahun 1910-an Surabaya juga menjadi pusat politik berbagai organisasi, salah satu diantaranya adalah SI (Sarekat Islam), KH. Abdul
16
Muhammad Rifa‟i, KH. Wahab Hasbullah: Biografi Singkat 1888-1971, (Jogjakarta: Garasi House of Book, 2010), hlm 121 17 Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jama‟ah Pendiri dan Penggerak NU, Cetakan Pertama (Tuban: GP Anshor dan Yogyakarta : Aura Pustaka, 2012), hlm 151
51
Wahab Chasbullah pernah mendirikan cabang Sarekat Islam ini di Makkah. Perjuangan dimulai, akibat kesadaran persatuan dan kesatuan dalam diri para anak bangsa belum seutuhnya menjadi satu sehingga banyak perjuangan perlawanan yang mudah dipatahkan oleh penjajah, maka KH. Abdul Wahab Chasbullah mulai berjuang dengan menekankan penciptaan kesadaran kolektif untuk berjuang bersama-sama dalam melakukan perlawanan. Hal itu diwujudkan dengan menggagas pendirian sebuah wadah organisasi, dan konsep awal yang ditawakan KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah dalam bidang pendidikan dan sosial. Pada waktu itu beliau mengajar di Madrasah Qur‟an milik mertuanya KH. Musa, dan dengan dibantu Mas Mansur, KH. Abdul Wahab Chasbullah mendirikan Tashwirul Afkar (Potret Pemikiran); semacam grup diskusi atau forum tukar informasi yang membahas berbagai permasalahan umat, baik masalah hukum agama, perkembangan dunia internasional maupun aspirasi masyarakat Indonesia yang berkembang akibat penjajahan Belanda. Selain itu Tashwirul Afkar juga sebagai jembatan komunikasi antara generasi muda dengan generasi tua, dan sebagai forum pengkaderan kaum muda yang gandrung pada pemikiran keilmuan dan dunia politik. Dalam forum Tashwirul Afkar terdapat unsur-unsur kekuatan politik untuk menantang penjajah, hal ini yang menyebabkan forum tersebut dengan cepat menyebar luas bukan hanya di daerah Surabaya, melainkan berbagai daerah di Jawa Timur. Lembaga lain yang didirikan KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air); sebuah lembaga pendidikan Islam (Madrasah) yang dikelola dengan sistem klasikal, kurikulum modern dengan fasilitas gedung yang besar dan bertingkat yang bertujuan untuk menggembleng para calon pemimpin muda dalam bidang dakwah, di samping itu Nahdlatul Wathan juga merupakan sebuah perhimpunan atau organisasi yang mempunyai tujuan politis. Nahdlatul Wathan pertama kali didirikan di Surabaya pada tahun 1916. Sama halnya dengan Tashwirul
52
Afkar, perkembangan Nahdlatul Wathan juga cukup melejit hingga lembaga tersebut memiliki cabang pada beberapa daerah di Jawa Timur; Malang, Sidoarjo, Gresik, Pasuruan, dan juga di daerah Semarang Jawa Tengah. Melalui Nahdlatul Wathan, KH. Abdul Wahab Chasbullah mulai memimpin
dan
menggerakkan
perjuangan
pemikiran
berdasarkan
keagamaan dan nasionalisme. Untuk menghimpun kalangan muda selaku kader-kader pemimpin masa depan, KH. Abdul Wahab Chasbullah membentuk wadah Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Beliau menunjuk KH. Abdullah Ubaid, seorang aktifis muda untuk menjadi pemimpin Syubbanul Wathan. Dari dua lembaga tersebut lahirlah generasi-generasi nasionalis dan berwawasan luas. Pendirian sekolah atau madrasah diberbagai daerah di tanah air telah menjadikan penjajah gentar terhadapnya. Dari sini dapat disimpulkan, bahwa perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam memederkakan bangsa lebih menekankan ranah kesadaran kebangsaan agar masyarakat terbebas dari kebodohan, kemiskinan, dan perselisihan. Dalam keadaan bangsa yang terjajah, untuk menghidupi keluarga dan membiayai pendidikan serta pergerakan nasional memang bukan suatu hal yang mudah, KH. Abdul Wahab Chasbullah berprofesi sebagai agen perjalanan haji dan pedagang; beras, gula dan batu mulia untuk bekal materi dalam perjuangannya. Beliau memang selalu punya ide-ide cemerlang, maka di tahun yang sama beliau ikut mendirikan Nahdlatul Tujjar (Kebangkitan Kaum Pedagang); badan kerjasama perdagangan berbentuk koperasi antara orang-orang Islam dari Jombang dan Surabaya. Yang diketuai oleh KH. Hasyim Asy‟ari dan KH. Abdul Wahab Chasbullah sebagai bendahara. Perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah yang penuh kegigihan adalah saat membela kaum tradisionalis, yang pada waktu itu timbul pertentangan dari kaum modernis (Muhammadiyyah dan Al Irsyad) terhadap kaum tradisionalis. Paham Muhammadiyyah; Bahwa umat Islam harus kembali kepada al-Qur‟an dan Hadits Nabi, kebenaran fatwa dan
53
kitab para ulama dan amalan-amalan umat Islam harus ditinjau kembali dengan Ijtihad. Umat Islam harus melepaskan diri dari sikap taqlid kepada pendapat dan fatwa ulama tersebut, selain itu umat Islam harus meninggalkan tradisi-tradisi dan praktek keagamaan yang tidak murni dari Islam; selametan (Kenduri), ziarah kubur para ulama dan wali. Paham tersebut sangat bertentangan dengan sendi-sendi keislaman yang dianut kaum tradisionalis. Menurut kaum tradisionalis, ulama adalah pewaris Nabi dan penjaga hukum Islam, mereka sangat teliti dalam ber ijtihad dan menggali hukum Islam. Tidak sembarang orang bisa ber ijtihad, karna syarat seorang mujtahid adalah harus mengetahui nash al-Qur‟an dan Hadits, memahami betul Ijma‟ ulama terdahulu, mengetahui bahasa Arab, asbabun nuzul, asbabul wurud. Hubungan kaum tradisionalis dan modernis semakin buruk karena timbulnya perpecahan rancangan untuk Kongres Dunia Islam. Kaum muslim tradisionalis khawatir Ibnu Saud akan melakukan reaksi terhadap pendidikan dan ritual beraliran syafi‟i di Hijaz, sedangkan kaum modernis justru senang dengan tampilnya penguasa Wahabi di panggung kekuasaan. Dan hasil konferensi yang di pimpin oleh kaum modernis tentang pengiriman delegasi ke Makkah hanya dari kaum modernis yang mengirim utusan dan tidak mengundang kaum tradisional untuk ikut serta. Karena rentetan peristiwa tersebut maka KH. Abdul Wahab Chasbullah atas restu KH. Hasyim Asy‟ari mengumpulkan para ulama tradisional terkemuka se- Jawa dan Madura untuk membicarakan serta mendukung pembentukan komite hijaz. Pada tanggal 31 Januari 1926 pertemuan antar Kyai dan Ulama berlangsung, yang dihadiri oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah sebagai tuan rumah, KH. Hasyim Asy‟ari, KH. Bisri Syansuri (Jombang), KH. Ridwan (Semarang), KH. Asnawi (Kudus), KH. Nawawi (Pasuruan), KH. Nahrawi (Malang), KH. Alwi Abdul Aziz (Surabaya) serta ulama-ulama lainnya tersebut menghasilkan dua keputusan penting, yaitu: peresmian serta pengukuhan Komite Hijaz sebagai
delegasi
ke
Kongres
Dunia
Islam
di
Makkah
untuk
54
memperjuangkan perlindungan dan kebebasan hukum-hukum Islam menurut empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hambali) dalam wilayah kekuasaannya pada Raja Ibnu Saud, dan membentuk suatu Jam‟iyyah bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan para ulama) sebagai wadah persatuan para ulama dalam tugasnya memimpin umat serta bertujuan menegakkan berlakunya syari‟at Islam yang berhaluan pada empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan Hambali.18 Sungguh pun KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah pencetus ide sekaligus perintis dan penggerak utama pembentukan Nahdlatul Ulama, beliau tidak bersedia menduduki jabatan Ra‟is Akbar, jabatan tertinggi dalam NU, beliau menyerahkan jabatan itu kepada KH. Hasyim Asy‟ari, sebagai wujud rasa tawadlu‟nya kepada sang guru. Dan KH. Abdul Wahab Chasbullah menduduki jabatan sebagai Katib „Am (Sekretaris Umum). Perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah untuk membesarkan Nahdlatul Ulama benar-benar penuh totalitas. Perjuangan tetap berlanjut, Jepang yang berhasil menghancurkan bangunan-bangunan, serta politik ekonomi sosial yang didirikan Hindia-Belanda, maka berhasil menggeser kedudukan Belanda menjajah Indonesia. Dalam penjajahan Jepang, suasana sangat tidak menentu, ditambah pula penangkapan KH. Hasyim Asy‟ari oleh tentara Jepang karena menolak melakukan saikeirei; suatu ritual berupa membungkukkan badan kearah kaisar Jepang yang menyerupai gerakan ruku‟ dalam shalat, sehingga dinilai bertentangan dengan ajaran Islam. Disinilah perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah tampak tidak hanya dalam gerakan pendidikan dan sosial, melainkan juga berjuang secara fisik. Bahkan beliau sendiri yang turun tangan langsung dalam pembebasan KH. Hasyim Asy‟ari. Keberhasilan pembebasan tersebut juga dibantu oleh KH. Abdul Wahid Hasyim, mereka berusaha melakukan diplomasi serta melakukan kunjungan ke saikoo sikikan (panglima tertinggi tentara Jepang), shuutyokan (Residen Jepang di Surabaya), dan para petinggi Jepang dalam rangka melakukan negosiasi 18
Ma‟sum (ed), KH. Abdul Wahab Chasbullah, hlm 75
55
pembebasan KH. Hasyim Asy‟ari. Belum selesai sampai disitu, perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah berlanjut dalam pembebasan 12 tokoh Nahdlatul Ulama yang merupakan tulang punggung NU di Jawa Tengah.19 KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam gerakannya melakukan perjuangan melawan penjajah selalu menggunakan cara dan taktik yang cerdas. Beliau melakukan gerakan perlawanan melalui negosiasi dan pembentukan kekuatan militer. Beliau membentuk Laskar Hizbullah, Laskar Sabilillah dan barisan Kyai. Dengan adanya pasukan militer tersebut beliau terus melakukan gemblengan atau memberikan semangat dan motivasi kepada para kyai dan pemuda akan pentingnya perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan.20 Totalitas
yang
dilakukannya
menunjukkan
bahwa
beliau
merupakan sosok pejuang yang memiliki nasionalisme yang kuat dengan mencurahkan seluruh potensinya dalam upaya melakukan perjuangan dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah demi tercapainya kemerdekaan Indonesia. Pasca proklamasi kemerdekaan, presiden Soekarno mengangkat KH.
Abdul
Wahab
Chasbullah
sebagai
anggota
DPA
(Dewan
Pertimbangan Agung) bersama Dr. Douwes Dekker dan Dr. Rajiman wedyodiningrat yang bertugas memberikan nasihat baik diminta maupun tidak kepada presiden.21 Pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia, KH. Adul Wahab Chasbullah bergabung dalam gerilya menentang kembalinya kekuasaan Belanda dengan menyumbangkan hartanya untuk perlengkapan militer,
19
Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jama‟ah Pendiri dan Penggerak NU, Cetakan Pertama (Tuban: GP Anshor dan Yogyakarta : Aura Pustaka, 2012), hlm 152 20 Ma‟sum (ed), KH. Abdul Wahab Chasbullah, hlm 98 21 Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah, hlm 59
56
bekerjasama dengan unit-unit gerilya, dan membantu mengkoordinasi rekrutmen-rekrutmen dsn pelatihan santri di Jawa Timur.22 Perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah habis-habisan untuk membesarkan Jam‟iyyah Nahdlatul Ulama baik itu jauh sebelum Indonesia merdeka hingga Indonesia merdeka. Dengan segenap jiwa, raga, harta, dan tenaga beliau curahkan untuk mewujudkan cita-cita Islam melalui Nahdlatul Ulama,23 oleh karena itu hingga beliau sudah udzur pun masih terpilih menjadi Ra‟is Aam Nahdlatul Ulama. Jika kita melihat perjuangan dan pengabdian beliau, memang tidak ada yang lebih pantas untuk menggeser jabatan itu. Hingga akhirnya beliau wafat, jabatan itu digantikan oleh adik iparnya sekaligus teman berjuangnya, KH. Bisri Syansuri. 1. Karya-karya KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah sosok orang besar yang tak menuliskan karyanya di atas kertas, melainkan menuliskan karyanya di atas bumi, dengan segala perjuangan yang beliau persembahkan untuk umat, baik itu dalam dunia pesantren dan bangsa Indonesia. Dengan hasil karya perjuangannya, kita bisa menikmati dan merasakannya hingga saat ini. Maka dari karya-karya KH. Abdul Wahab Chasbullah melalui perjuangan yang terbingkai dalam ucapan dan perbuatannya, kita bisa menyimpulkan pemikiran-pemikiran KH. Abdul Wahab Chasbullah walaupun beliau tidak pernah menggoreskan tinta tentang pemikiran ataupun pandangan hidupnya pada selembar kertas.24
2. Guru-guru KH. Abdul Wahab Hasbullah a. Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy‟ari b. KH. Faqihuddin
22
Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jama‟ah Pendiri dan Penggerak NU, Cetakan Pertama (Tuban: GP Anshor dan Yogyakarta : Aura Pustaka, 2012), hlm 153 23 Rifa‟i, KH. Wahab Hasbullah, hlm 121 24 Wawancara KH. Edi Desember 2012
57
c. Syaikhona Cholil Bangkalan d. Syaikh Muhtarom Banyumas e. Syaikh Baqir Yogjakarta f. Ahmad Khatib Minangkabau.25
c. Kontribusi KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam Pengembangan Pendidikan Pesantren Bahrul Ulum Kontribusi adalah sumbangan atau masukan yang dapat diberikan baik berupa materi atau non materi. Adapun kontribusi yang dilakukan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam pengembangan pendidikan pesantren Bahrul Ulum antara lain: 1. Dibidang Kelembagaan KH. Abdul Wahab Chasbullah senang akan perkembangan pendidikan.26 Melihat akan perkembangan yang cukup pesat di kedua lembaga yang beliau dirikan tersebut, maka KH. Abdul Wahab Chasbullah mencoba menerapkan sistem belajar di Tashwirul Afkar dan Nahdlatul Wathan pada sistem pendidikan di pesantren Tambakberas. Sistem
pendidikan
yang
ditawarkan
beliau
yaitu
dengan
memperbarui sistem yang dulunya sistem salafi yang komponen pendidikannya hanya antara pengajar dan pendidik (Kyai dan Santri) dengan metode pengajaran yang sangat sederhana; kyai ceramah, santri mencatat. Beliau menerapkan sistem modern atau sistem madrasah yang beliau adopsi dari sistem pendidikan luar/barat dengan cara menambah komponen sistem pendidikan lainnya yang bisa menunjang minat santri untuk belajar, komponen tersebut berupa fasilitas; ruangan untuk kelas serta papan tulis sebagai media pembelajaran. Menurut Gus Edi, kelas yang digunakan KH. Abdul Wahab Chasbullah pada masa itu adalah wustho dan kurikulumnya pada penguasaan ilmu alat; Nahwu dan Shorof, Fiqih, Tauhid, al-Qur‟an dan 25
Majalah Nahdlatul Ulama AULA hal. 15 Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab Chasbulloh, pada 20 Desember 2012. 26
58
Hadits. Tujuan KH. Abdul Wahab Chasbullah menambahkan komponen sistem pendidikan pesantren tersebut agar para santri lebih terarah dalam penguasaan ilmu agama. Seperti yang dituturkan oleh Gus Edi, menurut KH. Abdul Wahab Chasbullah, bahwa dasar pendidikan agama yang meliputi al-Qur‟an; Tajwid dan Tafsir, Fiqih, Tauhid, serta Hadits harus dikuatkan pada pribadi anak didik, karena dasar pendidikan agama tersebut sebagai modal utama masa depan, agar anak didik kuat prinsip dan pendirian dalam langkah kehidupannya.27 Tentang kenapa banyaknya santri yang suka dan mengikuti pengajian KH. Abdul Wahab Chasbullah, Nyai Hizbiyah menuturkan hal itu dikarenakan ketika mengkaji satu ayat penjelasan yang diberikan oleh beliau begitu luas. Beliau lebih banyak bercerita tentang sejarah Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, memberikan contoh nyata ucapan dan perbuatan Rasulullah.28 Menurut Nyai Hizbiyah, KH. Abdul Wahab Chasbullah memang terkenal akan penguasaan ilmu Tafsir, fiqh dan mantiq.29dan oleh karena itu beliau lebih menekankan penguasaan ke ilmu-ilmu tersebut. Dalam kurikulun pendidikan pesantren Tambakberas juga terdapat ilmu-ilmu yang berkaitan tentang Ahlussunah wal jama‟ah (ASWAJA). Pengertian Ahlussunah wal jama‟ah sendiri adalah golongan mengikuti sunnah dan ajaran-ajaran Rasulullah diatas garis yang dipraktekan oleh sahabat-sahabat Nabi.30 Dalam ASWAJA terdapat istilah manhajul fikr dan manhaj taghayyur al-ijtima‟i, bahwasanya Ahlussunah wal jama‟ah sebagai manhajul fikr merupakan metode berpikir yang digariskan oleh para sahabat Nabi dan tabi‟in yang sangat erat kaitannya dengan situasi politik dan sosial yang meliputi masyarakat muslim waktu itu. Dari manhajul fikr inilah lahir 27
Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab Chasbulloh, pada 20 Desember 2012 28 Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab Chasbulloh, pada 20 Desember 2012 29 Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab Chasbulloh, pada 20 Desember 2012 30 Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jama‟ah Pendiri dan Penggerak NU, Cetakan Pertama (Tuban: GP Anshor dan Yogyakarta : Aura Pustaka, 2012), hlm 6.
59
pemikiran-pemikiran keislaman, baik di bidang aqidah, syari‟ah, maupun akhlak/tasawuf. Begitu juga dengan Ahlussunah wal jama‟ah sebagai manhaj taghayyur al-ijtima‟i, yaitu pola perubahan sosial-kemasyarakatan yang sesuai dengan nafas perjuangan Rasulullah dan para sahabatnya. Inti dari keduanya adalah sebagaimana yang disabdakan Rasulullah ma ana „alaihi wa ashabi (segala sesuatu yang datang dari rasulullah dan sahabatnya). Inti Ahlussunah wal jama‟ah kemudian diwujudkan dengan empat
nilai:
Tawassuth
(moderat),
Tasamuh
(toleran),
Tawazun
(keseimbangan), dan Ta‟adul (keadilan). Dapat disimpulkan bahwa keberadaan ilmu ASWAJA di pesantren Tambakberas dimaksudkan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah agar santri mampu memahami dan mengilhami serta mengamalkan metode berpikir serta perjuangan yang digariskan oleh Rasulullah dan para sahabatnya dalam perubahan sosial masyarakat. Dapat ditarik kesimpulan, bahwa secara tidak langsung KH. Abdul Wahab Chasbullah menanamkan unsur ilmu politik dalam sistem pendidikan pesantren Tambakberas.
31
Hal ini dapat dibuktikan dengan
banyaknya alumni yang terjun dalam dunia politik, salah satunya adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang menjadi presiden RI ke-IV. Berbicara tentang KH. Abdul Wahab Chasbullah, tidak akan pernah lepas dari Pondok Pesantren Tambakberas, yang merupakan salah satu pondok pesantren terbesar di Jawa Timur, tempat dimana beliau dilahirkan dan berpulang. Selain pengabdian KH. Abdul Wahab Chasbullah untuk umat yang terbungkus dalam organisasi masyarakat terbesar Nahdlatul Ulama, beliau juga mengabdikan diri sepenuhnya dalam pesantren Tambakberas, pesantren yang didirikan oleh kakeknya sendiri, KH. Abdussalam (Mbah Shichah) yang merupakan Pembabat pertama dusun Gedang, cikal bakal Pondok Pesantren Tambakberas. Kedatangannya di dusun ini membawa misi untuk menyebarkan agama dan ilmu yang 31
Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab Chasbulloh, pada 20 Desember 2012
60
dimilikinya. Menurut silsilah, beliau termasuk keturunan Raja Brawijaya (kerajaan Majapahit) dan merupakan salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Abdussalam adalah putra Abdul Jabbar (Mbah Jabbar ) putra Abdul Halim (Pangeran Benowo) putra Abdurrohman (Jaka Tingkir/Mas Karebet). Sebelum kedatangan Abdusaalam, desa itu masih merupakan hutan belantara yang tidak dihuni. Selama kurang lebih 13 tahun beliau bergelut dengan semak belukar dan kemudian menjadikan desa itu sebagai perkampungan yang dihuni oleh komunitas manusia. Setelah berhasil merubah hutan menjadi perkampungan, mulailah beliau membuat gubuk tempat beliau berdakwah yaitu sebuah pesantren kecil yang terdiri dari sebuah langgar, bilik kecil untuk santri dan tempat tinggal yang sederhana. Pondok pesantren tersebut dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pondok Selawe dikarenakan jumlah santri yang berjumlah 25 orang. Disebut juga dengan Pondok Telu karena bidang atau materi keilmuan yang dikaji meliputi tiga ilmu yaitu syari‟at, hakikat dan kanuragan. Dari sisi lain dinamakan Pondok Telu karena jumlah bangunannya terdiri dari 3 lokal. Hal ini terjadi pada tahun 1825 Masehi.32 Setelah KH. Abdussalam berusia lanjut, tampuk kepemimpinan Pondok Selawe atau Pondok Telu diserahkan kepada dua menantunya yang tidak lain adalah santrinya sendiri, yaitu KH. Ustman dan KH. Sa‟id. Pada tahap selanjutnya, atas restu dari Mbah Shoichah keduanya kemudian melakukan pengembangan terhadap pondok pesantren. Jika KH. Usman lebih menitikberatkan pesantrennya dalam ritual thoriqoh di timur sungai Tambakberas, maka sebaliknya KH. Sa‟id lebih fokus pada pengembangan pesantren dengan kajian-kajian yang bersifat syari‟at. Karena itulah maka Pondok Pesantren KH.
Sai‟d yang berada di sebelah barat sungai
Tambakberas ini dikenal dengan sebutan Pondok Syari‟at. Dan karena pondok yang dikembangkan oleh KH. Ustman yang lebih fokus pada thoriqot, maka pondok ini dinamakan Pondok Thoriqot.33 32 33
http://tambakberas.com/sejarah.html (online) diakses 04 April 2012 Ibid.
61
Setelah KH. Ustman dan KH. Sa‟id wafat, yang meneruskan tampuk pimpinan pesantren adalah KH. Chasbullah, putra KH. Sa‟id. Sedangkan pesantren KH. Ustman tidak ada yang meneruskan karena beliau tidak mempunyai putra laki-laki. Oleh sebab itu santrinya diboyong ke pesantren sebelah barat sungai dijadikan satu dibawah pimpinan KH. Chasbullah. Beliau adalah seorang yang kaya raya dan dermawan, beliau memiliki tanah pertanian yang sangat luas. Dari hasil pertanian ini beliau banyak memiliki gudang-gudang beras yang menyebar dimana-mana bagaikan tambak. Konon karena hal itu daerah ini disebut Dusun Tambakberas dan pondok pesantren beliau dikenal dengan sebutan Pondok Tambakberas. Dibawah pimpinan KH. Chasbullah pondok pesantren berkembang sangat pesat. Pada tahun 1914 KH. Abdul Wahab Chasbullah (Putra tertua KH. Chasbullah) kembali dari tugas belajarnya di tanah suci Makkah. Namun beliau tidak langsung kembali ke Tambakberas untuk membantu dan mengajar
di pesantren asuhan ayahnya, melainkan menggembara ke
Surabaya. Dan beliau berhasil berdakwah serta mendirikan dua lembaga madrasah yaitu Tashwirul Afkar dan Nahdlatul Wathan, baru pada tahun 1918 beliau kembali ke Tambakberas. Sejak saat itu KH. Abdul Wahab Chasbullah
mulai
melakukan
pembaharuan
pondok
pesantren
Tambakberas.34 Untuk mengelola pesantren, KH. Abdul Wahab Chasbullah dibantu oleh kedua adiknya, yaitu KH. Abdul Hamid yang berkonsentrasi terhadap pengelolaan pondok sedangkan untuk Pengelolaan madrasah dibantu oleh KH. Abdurrochim, dan ketika KH. Abdurrochim wafat, pengelolaan dilimpahkan kepada keponakannya, KH. Abdul Fattah Hasyim. Karena kesibukan KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam perjuangan NU dan kenegaraan, beliau hanya memantau perkembangan madrasah, hal tersebut yang menjadikan nama beliau tak sepopuler KH. Abdul Fattah Hasyim dalam hal pengembangan pendidikan di Tambakberas.35 34 35
Ibid. http://tambakberas.com 20 April 2012
62
Karena perkembangan yang ada, maka dalam pengelolaan pesantren KH. Abdul Wahab Chasbullah juga mengadakan perubahan, yaitu dengan memberikan nama untuk pesantrennya, pada tahun 1965, Pondok Pesantren Tambakberas berganti nama menjadi Pondok Pesantren Bahrul „Ulum. Nama tersebut diambil dari bahasa Arab, Bahr berarti Laut dan „Ulum adalah jama‟ dari isim mufrod Ilmu yang jika digabungkan menjadi Bahrul „Ulum yang bermakna Lautan Ilmu. Bersamaan dengan itu juga diadakan sayembara pembuatan simbol (logo) Pondok Pesantren Bahrul „Ulum, yang berhasil memenangkan sayembara tersebut adalah Abdullah Yazid BA. Hingga pada tanggal 6 September 1966, KH. Abdul Wahab Chasbullah mendirikan yayasan Pondok Pesantren Bahrul „Ulum.36 KH. Abdul Wahab Chasbullah merupakan pilar dan kiblat utama dalam kelanggengan wujudnya pesantren Tambakberas. Pemikiranpemikiran beliau yang menjadikan pesatnya perkembangan pesantren Bahrul „Ulum, pemikiran melakukan pembaharuan selalu ada di benak KH. Abdul Wahab Chasbullah. Salah satunya adalah adanya pembangunan AlMa‟had Al-Aly, menurut cerita yang dituturkan Machfudhoh, bahwa KH. Abdul Wahab Chasbullah membeli tanah milik orang cina yang dulunya dipakai gudang susu, beliau membelinya untuk diberikan kepada KH. Najib nanti setelah pulang dari Makkah. Dan membangun Al-Ma‟had Al-Aly di tempat itu.37 2. Periode Pengembangan Kedua (1914) Pada tahun 1914 KH. Abdul Wahab (Putra tertua Kyai Hasbulloh) kembali dari tugas belajarnya di tanah suci Makkah. Sejak saat itu Kyai Abdul Wahab mulai melakukan pembaharuan pondok pesantren Tambakberas. Sistem pendidikan yang tadinya berbentuk halaqoh kemudian
diubah
menjadi
sistem
pendidikan
madrasah
yang
penanganannya diserahkan kepada salah satu adiknya yaitu KH. Abdurrochim. Dengan sistem pendidikan Madrasah yang dikembangkan, 36
http://tambakberas.com/ Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab Chasbulloh, pada 20 Desember 2012 37
63
pondok pesantren Tambakberas berkembang semakin pesat, dan pada tahun 1915 Kyai Abdul Wahab mendirikan Madrasah yang pertama (terletak di sebelah barat masjid, sekarang dibangun gedung Yayasan PPBU), Madrasah tersebut diberi nama Madrasah Mubdil Fan. Pada tahun 1920 Kyai Hasbulloh wafat. Maka pesantren ini dilanjutkan oleh KH. Abdul Wahab, dengan dibantu oleh kedua adiknya yaitu KH. Abdul Hamid dan KH. Abdurrochim yang juga baru kembali dari studinya di tanah suci Makkah. Dalam penataan manajemen pengelolaannya, KH. Abdul Hamid lebih berkonsentrasi terhadap pengelolaan pondok, sedangkan KH. Abdurrohim bertanggungjawab mengelola Madrasah. Sementara KH. Abdul Wahab banyak berkiprah di kancah organisasi sosial kemasyarakatan. Salah satu organisasi yang didirikannya adalah kelompok diskusi yang diberi nama Tashwirul Afkar yang berpusat di Surabaya pada waktu itu. Dan pada tahun 1926 beliau mendirikan organisasi yang diberi nama Nahdlatul Wathon dan pada akhirnya berganti nama menjadi Nahdlatul Ulama yang berkembang sampai sekarang. Guna mengangkat derajad kaum perempuan dan memberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan, maka Pada tahun 1942 atas perintah Nyai Lathifah (Ibu kandungnya), Kyai Wahab mendirikan pondok pesantren putri yang pertama yang diberi nama AlLathifiyyah. 3. Periode Pengembangan Ketiga Pada tahun 1942 Kyai Abdul Hamid dan Kyai Abdurrohim memanggil keponakannya yang bernama KH. Abdul Fattah menantu KH. Bisri Syamsuri Denanyar. KH. Bisri Syamsuri adalah juga adik Ipar KH. Abdul Wahab. Pemanggilan ini dilakukan sebagai upaya regenerisasi pengelolaan Madrasah. Pada tahun 1943 Kyai Abdurrahim wafat, tugas-tugas beliau diteruskan oleh KH. Abdul Fattah. Mengingat semakin banyak jumlah santri semakin bertambah banyak, Kyai Abdul Fattah mendirikan gedung
64
Madrasah di dekat rumahnya yang oleh KH. Abdul Wahab diberi nama Madrasah Ibtida‟iyyah Islamiyyah (MII) dan kemudian berganti nama Madrasah Ibtida‟iyyah (MI). Pada tahun 1944/1945 lahirlah Madrasah putri yang pertama yang diprakarsai oleh Nyai. H.R. Mas Wardiyah (istri Kyai Abdurrochim) dengan didampingi oleh Nyai. Chasbiyah (putri Kyai Aqib Gedang ) dan Nyai Masyhuda binti Kyai Nur. Pada tahun 1951 KH. Abdul Fattah dengan restu para sesepuh, mendirikan pondok pesantren putri Al-Fathimiyyah, serta pada tahun 1956 mendirikan Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat 4 Tahun. Pada tanggal 6 Juni 1956 KH. Abdul Hamid wafat, maka pengelolaan pondok pesantren Tambakberas dilanjutkan oleh KH. Abdul Fattah, sedangkan pengelolaan
Madrasah diserahkan kepada KH.
Achmad Al fatich, putra sulung KH. Abdurrohim. Dibawah pimpinan beliau Madrasah lebih berkembang, sehingga pada tahun 1964, Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat 4 tahun ditambah masa studinya menjadi 6 tahun dan berubah nama menjadi Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat Atas. Sedangkan untuk teknis monitoringnya diserahkan kepada KH. Ahmad Al-Fatih sekaligus sebagai direkturnya. Pada tahun 1965 KH. Abdul Wahab memberi nama pondok pesantren ini dengan nama Pondok Pesantren Bahrul Ulum. Pada tanggal 29 Desember 1971/11 Dzulqo‟dah 1391 H. KH. Abdul Wahab pulang ke rahmatulloh. Selanjutnya kepengasuhan Pondok Pesantren Bahrul Ulum diteruskan oleh KH. Abdul Fattah dibantu oleh para dzurriyah Bani Chasbulloh yang lain. Pada tahun 1974 KH. Abdul Fattah mulai merintis Perguruan Tinggi yang diberi nama AL-Ma‟had Al-Aly. Setelah KH. Abdul Fattah wafat pada tahun 1977, tampuk kepengasuhan Pondok Pesantren Bahrul Ulum, dilanjutkan oleh KH. M. Najib Abd. Wahab, putra ketiga dari KH. Abdul Wahab. KH. M. Najib Abd. Wahab, LML memiliki reputasi cemerlang dalam membawa lembaga Pondok Pesantren Bahrul Ulum pada pentas nasional. Selain pernah menjabat sebagai Ro‟is Syuriah PBNU,
65
pada tahun 1985 beliau bersama pengasuh yang lain juga menghidupkan Al-Ma‟had Al-Aly menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) dengan menunjuk Drs. KH. Moh. Syamsul Huda As, SH.,M.HI sebagai ketua. Dalam kapasitas sebagai ketua Robithotul Ma‟ahid (Asosiasi Pondok Pesantren Nahdlatul Ulama), KH. M. Najib Abd. Wahab.L.ML menyelenggarakan Usbu‟ul Ma‟ahid (Pekan Pesantren se-Jawa). Salah satu hasilnya adalah lahirnya Kompilasi Hukum Islam, yang kemudian dijadikan pedoman hakim agama Islam di Indonesia. KH. M. Najib Abd. Wahab, LML menata manajemen pondok putra dengan menyusun struktur kepengurusan. Sejak saat itu muncullah istilah Rois Khos (ketua komplek). Beliau juga mengamanatkan kepengurusan masjid kepada KH. Moh. Sholeh abd. Hamid sebagai ketua ta‟mirnya, dan menyelenggarakan pengajian sentral tiap Senin malam Selasa di masjid. Pada 20 November 1987, KH. M. Najib Abd. Wahab, LML pulang rahmatulloh. Sepeninggal beliau, Pondok Pesantren Bahrul Ulum diasuh dengan menggunakan sistem kepengasuhan kolektif. 4. Periode Pengembangan Ke-4 (Kepengasuhan Kolektif) Seiring dengan perkembangan Pondok Pesantren Bahrul Ulum yang semakin pesat dari tahun ke tahun, baik jumlah santri maupun lembaga-lembaga pendidikan formal dan non-formal yang ada di dalamnya, maka untuk memaksimalkan potensi yang sudah ada diperlukan suatu manajemen kepengasuhan Pondok Pesantren yang konstruktif, jelas, terprogram dan terarah. Berangkat dari ide dasar itulah maka
kemudian
lahir
pemikiran
untuk
membagi
Manajemen
kepengasuhan Pondok Pesantren menjadi; 1) Majelis Pengasuh, yang berfungsi sebagai lembaga legislatif yang memiliki otoritas atau pemegang kebijakan tertinggi. 2) Pengurus
Yayasan,
yang
berfungsi
sebagai
eksekutif
yang
menjalankan semua program pengembangan dan pemberdayaan pendidikan semua lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum.
66
3) Dewan Pengawas, yang berfungsi sebagai yudikatif, yaitu mengawasi, memberikan pertimbangan kepada pengurus yayasan dan memberikan masukan kepada Majelis Pengasuh. Dibentuknya dewan pengawas dalam struktur manajemen Pondok Pesantren Bahrul Ulum sejak tahun 2006, hal ini sebagai konsekuensi diberlakukannya Undang-undang RI No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Hingga saat ini, sejak kepemimpinan kolektif ini diterapkan, sudah mengalami dua/tiga periode kepemimpinan Majelis Pengasuh; 1) Almaghfurlah KH. M. Sholeh Abdul Hamid (1987 – 2006) Pada masa kepengasuhan beliau, jabatan Ketua Umum Yayasan PPBU telah mengalami beberapa kali pergantian, yaitu KH. Ahmad Alfatich Abdur Rohim (1990 – 1994), Drs. KH. M Hasib Wahab (1994 – 1998), Drs. KH Fadhlulloh Abd. Malik (1998 – 2002), KH Taufiqurrohman Fattah yang menjabat dua periode, 2002 – 2006 dan 2006 – 2009. Pada saat Ketua Umum Yayasan dijabat oleh KH. Ach. Taufiqurrohman Fattah, kemudian dimunculkan Peran Yudikatif (Dewan Pengawas) sebagai konsekuensi diberlakukannya UndangUndang No 16 tahun 2001 tentang Yayasan. 2) Almaghfurlah Drs. KH. Amanulloh Abdur Rochim (2007-2008) Ketika KH. M Sholeh Abd. Hamid wafat pada Senin malam Selasa tanggal 16 Syawal 1427 / 7 November 2006 tampuk pimpinan Majelis Pengasuh dipegang oleh Drs. KH Amanulloh AR. Sedangkan Ketua Umum Yayasan masih dijabat oleh KH. Ach. Taufiqurrohman Fattah. Beberapa kebijakan penting yang diambil pada saat KH. Amanulloh AR menjadi Ketua Majelis adalah diselenggarakannya pertemuan Alumni Bahrul Ulum tingkat nasional yang akhirnya membentuk suatu ikatan wadah alumni yang berrnama Ikatan Alumni Bahrul Ulum atau yang disingkat dengan nama IKABU. Selain itu, untuk terus mengharumkan kembali nama Pondok Pesantren Bahrul Ulum di bumi nusantara beliau juga mengadakan
67
Pertemuan Ulama dan Umara se Jawa dan Madura. Satu program besar lain yang digagas oleh beliau adalah pembangunan Gedung Serba Guna yang direncanakan berfungsi sebagai balai pertemuan maupun sarana olah raga santri Bahrul Ulum. Namun sebelum sempat pembangunan itu terealisir, beliau dipanggil oleh Allah pada 13 November 2007 pada usia 65 tahun, satu tahun persis setelah wafatnya KH. M. Sholeh Abd. Hamid. Semenjak KH. Amanulloh wafat, jabatan Ketua Majelis Pengasuh – sesuai dengan kebijakan yang diambil semua anggota Majelis Pengasuh - dikosongkan untuk sementara waktu sampai berakhirnya kepengurusan tahun 2009. Dan untuk menjalankan roda organisasi di Majelis Pengasuh – sesuai dengan mekanisme dan job yang telah ditetapkan - maka untuk pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan lembaga pondok pesantren dipegang oleh KH. Abd. Nashir Abd. Fattah,
sedangkan yang berkaitan dengan lembaga
pendidikan formal dan hubungan dengan lembaga di luar Pesantren dipegang oleh Drs. KH. M. Hasib Wahab, dan sebagai Katibnya adalah KH. M. Irfan Sholeh, S.Pd. 3) KH. Moh. Hasib Wahab (2009 – Sekarang). Semenjak wafatnya KH. Moh. Sholeh Abd. Hamid jabatan Majelis Pengasuh dikosongkan hingga berakhirnya masa bhakti kepengurusan Yayasan. Pada tanggal 01 – 02 November 2009 melalui forum Musyawarah Besar Bani KH. Hasbulloh Sa‟id di Taman Wisata Selorejo Ngantang Malang, diputuskan untuk mengangkat KH. Moh. Hasib Wahab (Putra KH. Abdul Wahab Chasbulloh) sebagai Ketua Majelis Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum dan KH. Moh. Irfan Sholeh, S.Pd. (Putra KH. Moh. Sholeh Abd. Hamid) sebagai Ketua Umum Yayasan. Tahun 2012 Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, sampai dengan tahun 2012 ini sudah berusia 186 tahun, sedangkan Madrasahnya berusia 96 tahun. Di usianya yang jauh melebihi kemerdekaan bangsa ini
68
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang telah berkembang pesat dan memiliki beragam jenis dan jenjang pendidikan. Hingga saat ini Pondok Pesantren Bahrul Ulum memiliki 34 unit asrama pondok pesantren (putra-putri) dan 18 unit pendidikan formal mulai dari Pra Sekolah sampai dengan Perguruan Tinggi. 5. Ide dan Gagasan Kiai Wahab memulai karir atau jalan hidupnya sebagai pemimpin masyarakat dari pondok pesantren. Dari pondok pesantren lahirlah ide-ide yang hidup dan segar, ide-ide yang bukan cuma teoritis yang mati di tengah cetusannya. Ide kebangkitan kaum ulama, ide pentingnya pengorganisasian perjuangan, ide pendekatan-pendekatan golongan Islam-Nasionalis, ide perlawanan
terhadap
penjajah,
ide
menetuskankemerdekaan
dan
mempertahankannya, ide mengisi kemerdekaan, ide mempertemukan antara cita-cita dan kenyataan, dan tentu saja ide pembangunan di segala bidang, membangun karakter bangsa, membangun taraf hidup dan membangun prestasi nasional untuk kepentingan seluruh warga negara Indonesia.38 Jadi, ide Kiai Wahab hanya dicetus dengan ucapan saja ke anakanaknya dan yang menjalakan ide-ide tersebut adalah anak-anaknya dan cucucucunya. Ide-ide yang lahir tersebut bukan hanya sekedar teori, melainkan diwujudkan dengan praktek. Sebagai bukti nyata kebenaran ide tersebut adalah kebesaran pesantren Bahrul „Ulum serta kebesaran Jam‟iyyah Nahdlatul Ulama. KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah reformer dunia pesantren. Kiprahnya dalam dunia pesantren mampu merubah sistem pendidikan di pesantren yang semula belajarnya memakai sistem halaqoh, maka mulai dikenalkan dengan sistem madrasah yang pengelolaannya secara klasikal. Pemikiran KH. Abdul Wahab Chasbullah tersebut bersifat terbuka, inovatif dan progresif. 38
Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kyai Nasionali Pendiri NU (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010), hlm 138-139
69
Menurut Gus Edi, pendidikan di Tambakberas aspirasinya dari Tashwirul Afkar yang merupakan cikal bakal penampilan sistem pendidikan pesantren yang berbeda.39 Jadi latar belakang sistem pendidikan pesantren yang ditawarkan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah merupakan aspirasi beliau dari Tashwirul Afkar dan Nahdlatul Wathan. Kedua lembaga yang beliau dirikan di Surabaya tersebut memang menyerupai model barat. Sistem yang dipakai Tashwirul Afkar cukup unik pada masa itu, sesuai dengan makna perkumpulan tersebut, potret pemikiran; metode yang digunakan adalah bentuk diskusi
39
Wawancara KH. Edi Labib 29 November 2012.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil uraian dari penelitian yang penulis lakukan pada obyek permasalahan, maka penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Kontribusi KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam Pengembangan Pendidikan Pesantren Bahrul Ulum Jombang Jawa Timur yaitu: a. Dibidang kelembagaan ini KH Abdul Wahab Chasbullah memperbaharui system pengajaran yang awalnya hanya salafi menjadi sitem Madrasah yang diadopsi sampai skarang dan berdiri juga perguruan tinggi KH Abdul Wahab Chasbullah b. Ide KH Abdul Wahab Chasbullah tidak dipraktekkan secara langsung oleh beliau tetapi dipraktekkan oleh anak-anaknya dan cucu-cucunya hingga saat ini. Pondok pesantren Bahrul Ulum menjadi sentral pendidikan pesantren yang sangat diperhatikan oleh pemerintah Jawa Timur dan masyarakat di sekitar pondok pesantren Bahrul Ulum hidup berkecukupan dikarenakan semua masyarakat sekitar bisa berpartisipasi dalam kegiatan sosial di lingkungan pondok, saya melihat sendiri begitu rukunnya warga sekita
70
71
pesantren dengan para pengurus pesantren semua berbaur tanpa ada pembatas antara masyarakat sekitar, pengurus pesantren, dan santri-santrinya.
B. Saran 1. Pendidikan pesantren harus berkembang secara bebas tanpa adanya tuntutan dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. 2. Pendidikan pesantren jangan terkesan dikomersilkan, tetapi harus dengan keikhlasan, megutamakan hak para santri. 3. Pondok pesantren sebaiknya tidak hanya mengutamakan kitab-kitab klasikal, tetapi harus mengajarkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk bekal para santri setelah mereka terjun ke masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Haidar Putra Daulay, MA dan Nurgaya Pasa, MA, Pendidikan Islam dalam Mencerdaskan bangsa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012). Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain Ke Nusantara jejak Intelektual Arsitek Pesantren, (Jakarta: Kencana, 2006). Amin Haedar, Transformasi Pesantren, (Jakarta: LekDis dan Media Nusantara 2006) Djamaluddin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia 1999). Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010) Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1982). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005). Hasbullah,
Sejarah
Pendidikan
Islam
di
Indonesia:
Lintasan
Sejarah
Pertumbuhan adan Perkembangannya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995) Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: PT Temprint, 1997) Nurhayati Djmas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia PascaKemerdekaan, (Jakarta: Rajawali Pres, 2009) KH. Abdurrahman Wahid, Pesantren Masa Depan, (Bandung, Pustaka Hidayah)
Muhamad Wahyuni Nafis, Pesantren Daar El-Qolam Menjawab Tantangan Zaman, (Tangeran, daar el-qolam press, 2008) Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta PT Raja Grafindo Persada,2005) Rasyid, Ali Zawawi, Mubtadi Faisal, KH. Abdul Wahab Chasbullah, Perintis, Pendiri, dan Penggerak NU, ed. Saifullah Ma’sum (Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah, 1999). Muhammad Rifa’i, KH. Wahab Hasbullah: Biografi Singkat 1888-1971, (Jogjakarta: Garasi House of Book, 2010 http://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Wahab_Hasbullah, diakses 04 September 2012 Buletin Kresan Al Lathifiyyah I, edisi XXXIX Maret-Agustus 2006, hlm 5 http://tambakberas.com/sejarah.html (online) diakses 04 April 2012 Majalah Nahdlatul Ulama Departemen Agama RI, Nama dan Data Potensi Pondok-pondok Pesantren Seluruh Indonesia, (Jakata 1984-1985)
A. Timur Djaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan Pembangunan Perguruan Agama, Dermaga (Jakarta 1982) hal. 18
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Pendidikan Indonesia dari Zaman ke zaman, Badan Litbang Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta 1979) hlm. 166
Mujamil
Qomar,
Pesantren
Dari
Tranformasi
Metodologi
DemokratisasiInstitusi (Jakarta, Gelora Aksara Pratama) hal. 7-9
Menuju