62
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Mengacu pada tujuan penelitian ini, peneliti berusaha mencari hubungan antar peubah yang terkait dengan kompetensi aparatur pemerintahan desa. Dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti merancang penelitian ini dengan menggunakan jenis penelitian menerangkan (explanatory research), melalui penelitian deskriptif (descriptive research) dan penelitian asosiatif (associative research). Penelitian penjelasan dimaksudkan untuk menjelaskan hubungan kausal antara peubah-peubah melalui pengujian hipotesis (Singarimbun
dan
Effendi, 1989:5). Sebelum menjelaskan hubungan kausal, terlebih dahulu dilakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Mendeskripsikan data dan
informasi
peubah berdasarkan fakta yang
diperoleh dari lapangan melalui instrumen dan wawancara mendalam. Data dan
informasi diperoleh dari berbagai sumber dicross-check dan dicatat
sehingga diperoleh kesimpulan yang valid. (2) Menguji hubungan antar peubah yang dihipotesiskan. (3) Menguji pengaruh antar peubah yang dihipotesiskan. Dari
hasil pengujian hipotesis tersebut, dan merujuk pada data dan
informasi yang relevan, kemudian dilakukan analisis lebih lanjut. Dengan demikian dapat diketahui atau dijelaskan seberapa kuat hubungan antar peubah tersebut, dan seberapa kuat pengaruh peubah yang satu terhadap peubah lainnya. Dengan demikian selain dapat memperoleh hasil pengujian hipotesis, sekaligus dapat menjawab tujuan penelitian. Penelitian deskriptif
dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang
suatu fenomena sosial, yaitu: suatu penelitian yang berusaha menjawab pertanyaan seperti: seberapa besar produktivitas kerja pegawai/aparatur desa, seberapa baik kepemimpinan, etos kerja dan prestasi kerja pegawai/aparatur desa?. Penelitian asosiatif merupakan suatu penelitian yang mencari hubungan
62
63
dengan peubah yang lain. Hubungan antara peubah ada tiga bentuk yaitu: simetris, kausal dan interaktif (Abustam, 2001:29). Populasi dan Sampel Populasi Populasi dengan rincian sebagai berikut; (1) Populasi aparatur pemerintahan desa dan aparatur pemerintahan kecamatan di Kabupaten Bone sejumlah 2583 orang. (2) Populasi aparatur pemerintahan desa dan aparatur pemerintahan kecamatan di Kabupaten Jeneponto sejumlah 821 orang. Teknik sampling area (sampel wilayah) digunakan untuk menentukan jumlah sampel yang terdiri atas aparatur yang diambil secara proporsional pada dua daerah kabupaten sebagai responden karena populasi memiliki homogenitas cukup tinggi. Pertimbangan penentuan sampel kedua kabupaten di atas didasari atas kekhasan Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto. Kabupaten Bone sebagai suatu daerah bekas kerajaan yang ditandai dengan rekruitmen politik seorang kepala desa biasanya yang terpilih adalah orang yang masih ada garis keturunan ningrat di desa itu. Hal ini dapat dikatakan budaya yang agak feodal tradisional dengan identiti sebagai ciri khasnya dan Kabupaten Jeneponto merupakan daerah yang agak marjinal dilihat dari segi sumber daya alam dan tergolong banyak memiliki desa tertinggal di Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan demikian kajian tentang birokrasi dan masyarakat difokuskan pada kedua kabupaten tersebut. Kerangka sampel dipilih kombinasi Probability Sampling dengan non Probability Sampling yang dimulai dengan pengelompokan kecamatan menjadi tiga yaitu: kecamatan yang bernuansa kota/maju dan kecamatan yang tergolong biasa, serta kecamatan pemekaran. Kemudian dirandom dan menghasilkan untuk Kabupaten Jeneponto dua kecamatan dengan responden 20 orang aparatur dan untuk Kabupaten Bone tiga kecamatan dengan responden 30 orang aparatur. Selanjutnya sebagai pertimbangan dengan adanya perbedaan jumlah sampel kecamatan
ialah jumlah desa dan kecamatan, jumlah populasi, luas
64
wilayah Kabupaten Bone yang lebih besar dibanding Kabupaten Jeneponto. Penentuan sampel desa ditetapkan melalui random untuk mendapatkan empat sampai sembilan desa dari masing-masing kecamatan sehingga dengan demikian diperoleh 21 desa untuk Kabupaten Bone, 14 desa untuk Kabupaten Jeneponto. Responden ditetapkan
yaitu aparatur desa dan kecamatan dengan
menggunakan tehnik Simple Random Sampling untuk memperoleh empat sampai enam responden dari setiap desa. Kriteria responden ditetapkan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti, jenjang jabatan atau posisi serta unit-unit satuan yang ada dalam institusi desa. Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 200 aparatur. Selanjutnya informan dari tokoh masyarakat ditetapkan secara proporsional dengan menggunakan teknik Snowball Sampling yaitu: 40 orang; masing-masing 25 responden untuk Kabupaten Bone, 15 responden untuk Kabupaten Jeneponto dengan kriteria berdasarkan latar belakang profesi yaitu dari kalangan tokoh masyarakat, pegawai negeri, petani, pedagang, nelayan dan buruh yang banyak mengetahui tentang kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat, pemerintahan, pembangunan dan sering terlibat dalam pertemuan dan musyawarah dan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat. Informan kunci lainnya ditentukan secara purposive, ialah para pejabat pemerintah kabupaten dan kecamatan, kalangan pengusaha, para pakar, kalangan akademisi, LSM, dan para pemerhati masalah pemerintahan dan pembangunan. Unit analisisnya adalah personil aparatur pemerintahan desa dan kecamatan. Teknik Penarikan Sampel Sistematika penentuan responden dilakukan dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling dengan pertimbangan bahwa populasi penelitian ini adalah pegawai/aparatur Desa dan Kecamatan. Penarikan atau penentuan jumlah sampel dari setiap populasi dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Sevilla, dkk. 1993-161) yaitu: Bone n
=
N 1 + N (e)2
n
=
2583 = 121 1 + 2583 (0.09)2
Jeneponto n
821 = = 79 1 + 821 (0.11)
65
Keterangan: n : Ukuran Sampel N : Ukuran Populasi e : Persen kelonggaran sebesar 15 %
Berdasarkan rumus Slovin tersebut, didapatkan sejumlah 200 sampel. Secara rinci terlihat sebagaimana disajikan pada Tabel 5. Penetapan sampel desa dan responden tetap mengacu pada nilai-nilai obyektivitas, kondisi aktual dan representase dari kondisi aparatur desa dan kecamatan pada kedua Kabupaten lokasi penelitian. Tabel 5. Jumlah sampel penelitian Aparatur Desa dan Kecamatan per kabupaten Bone 2583
Nama Kecamatan Kahu Libureng Patimpeng
Kategori Maju Biasa Pemekaran
Jumlah Desa 9 8 4
Kelara Bangkala barat
Maju Pemekaran
7 7
Sampel/responden (orang aparatur) 51 50 20 + 121
Jeneponto
821
40 39 +
Total
79 200
Pengumpulan Data Ditinjau dari asal sumber datanya, data tersebut dapat dibedakan menjadi data utama, dan data pelengkap (yang mendukung data utama). Dalam hal ini, data primer adalah data yang diambil dari responden dan informan, sedangkan data sekunder adalah data yang diambil dari pihak-pihak lain yang terkait berupa dokumen-dokumen, seperti data tentang jumlah pegawai, jumlah desa, jumlah kecamatan, jumlah RW, serta data kependudukan tahun terakhir dan sebagainya. Untuk memperoleh data tersebut digunakan teknik sebagai berikut: (1) Melakukan wawancara langsung dengan responden, atau nara sumber dengan menggunakan petunjuk interview yang sudah disiapkan untuk memperoleh data utama, kemudian melakukan tanya jawab untuk bagian-bagian tertentu yang dianggap penting dan perlu pendalaman (indepth interview) dari responden atau nara sumber yang bersangkutan. Kuesioner untuk aparatur
66
dan informan kunci disajikan dalam Lampiran 2 dan Lampiran 3. Pedoman umum indepth interview disajikan dalam Lampiran 4. (2) Mengedarkan angket untuk dijawab para responden yang telah ditetapkan dengan petunjuk yang jelas sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditetapkan dengan menggunakan tenaga pembantu lapangan (enumerator) yang telah dilatih seperlunya. (3) Mengumpulkan dokumen yang relevan dari pihak-pihak yang terkait (4) Melakukan pengamatan langsung di lapangan mengenai situasi dan kondisi keadaan aparatur pemerintahan desa dalam
melaksanakan
tugas
kesehariannya terutama dalam pelaksanaan program pembangunan dan pelayanan publik. Peubah, Definisi Operasional, Indikator, Parameter dan Pengukuran Peubah erat kaitannya dengan konsep. Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik, keadaan, kelompok, atau individu tertentu. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka konsep-konsep tersebut harus dioperasionalkan menjadi peubah. Peubah adalah sesuatu yang mempunyai variasi nilai. Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu peubah. Dengan kata lain, definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu peubah. Singkatnya definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan peubah yang sama (Singarimbun dan Effendi, 1989:34-46). Sebagaimana diketahui bahwa dari definisi operasional dapat diketahui dimensi-dimensi yang tercakup di dalam peubah/sub peubah tersebut. Dimensidimensi tersebut sebagai indikator-indikator peubah/sub peubah. Selanjutnya indikator-indikator tersebut dioperasionalkan kembali dalam bentuk parameterparameter. Dari parameter-parameter tersebut, kemudian dibuat pertanyaanpertanyaan atau pernyataan untuk pengukuran (Ancok, 1987:5-9). Untuk mengetahui sikap, persepsi dan pemahaman responden dalam penelitian ini
67
digunakan pertanyaan atau pernyataan yang disusun dalam bentuk skala likert yang dimodifikasi ke dalam lima skala, yaitu: Sangat setuju, skor lima, Setuju skor empat, Ragu-ragu skor tiga, Tidak setuju skor dua dan Sangat tidak setuju skor satu, untuk item pertanyaan positif dan skor sebaliknya untuk item pertanyaan negatif. Bentuk pernyataan positif adalah bentuk pernyataan yang menjadi indikasi sikap positif, dan bentuk pernyataan negatif adalah bentuk pernyataan yang menjadi indikasi sikap negatif. Adapun
peubah,
definisi
operasional,
indikator,
parameter
dan
pengukuran dalam penelitian ini untuk analisis statistik adalah sebagai berikut: (1) Karakteristik Aparatur Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan
yang
dimaksudkan di sini; adalah umur, jenis kelamin, masa kerja dan pendidikan aparatur tingkatan perdesaan dan kecamatan, yang pelopor,
motivator,
katalisator
dan
berperanan
fasilitator
atau
sebagai pelayan
masyarakat, baik yang ada di lembaga formal, maupun yang ada di lembaga non formal dan swasta. Untuk jelasnya mengenai indikator dan parameter peubah ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik aparatur pemerintahan dan pembangunan Perdesaan partisipatif Sub peubah
Indikator
X11 Umur X12 Jenis Kelamin X13 Masa kerja X14 Pendidikan
Tua dan muda Lamanya menjabat Jenjang pendidikan
Jenis data
Parameter dan pengukuran
Ratio Nominal Ratio Nominal
Tahun Pengelompokan Tahun Tinggi, menengah, dan rendah
(2) Faktor Eksternal yang dimaksudkan di sini adalah implikasi otonomi
daerah
dan otoritas
pemerintahan dan pembangunan yang meliputi;
pembinaan dan pengembangan SDM aparatur, kepemimpinan, partisipasi stakeholders,
good
governance,
program
pemberdayaan
masyarakat,
penyediaan unsur fasilitas pembangunan, pengawasan pembangunan dan jaringan kerja serta lingkungan
global. Kepemimpinan
dan lingkungan
eksternal dalam pengelolaan pembangunan merupakan faktor kunci terhadap semua unsur birokrasi dan masyarakat di daerahnya. Untuk jelasnya terlihat pada Tabel 7.
68
Tabel 7. Faktor eksternal kelembagaan pemerintahan dan pembangunan perdesaan Sub Peubah X21 Pembinaan dan Pengembangan Aparatur
Indikator Mengungguli prestasi teman Persaingan antar teman Semangat kerja Mengabaikan tugas Mengerjakan pekerjaan menyimpang Menghindari tanggung jawab
Jenis data Ordinal
Parameter dan Pengukuran Frekuensi
X22 Kepemimpinan
Menjelaskan tugas kelompok Memperhatikan kerja kelompok Mendorong pegawai untuk mendapat hadiah Mendorong semangat kerja Keterbukaan terhadap masalah
Ordinal
Frekuensi
X23 Partisipasi Stakeholders
Penyusunan rencana Peningkatan kompetensi msasyarakat Penetapan tujuan Tugas tanggung jawab pribadi Mengatasi kendala
Ordinal
Persentase kehadiran Pengaruhnya terhadap Income dan ksejahteraan Frekuensi
X24 Good Governance
Perhatian terhadap konflik/perbedaan Mengabaikan tugas Memanfaatkan kepercayaan untuk pribadi Menyususn tugas bersama anggota Menetapkan hubungan yang jelas tentang garis komando Efektivitas pembangunan Kejelasan penetapan tujuan Sikap terhadap tugas yang mengantar kemajuan Partisipasi sebagai media komunikasi
Ordinal
Frekuensi
Pembangunan infrastruktur Bantuan masyarakat Pelayanan administrasi Dampak otonomi daerah Otoritas Pembangunan Instruksi kepada pegawai Bimbingan atasan
Ordinal
X25 Kebijakan pemberdayaan masyarakat
Tingkat kejelasan Frekuensi
Tingkat kesesuaian Tingkat efektivitas Tingkat kualitas Tingkat kemampuan, Tingkat kontribusi Frekuensi
(3) Efektivitas Kinerja Birokrasi Kelembagaan Desa; yang dimaksudkan di sini adalah keberhasilan institusi perdesaan melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang dapat dilihat dari pelayanan publik yang bermutu
69
kompetensi dan budaya kerja yang profesional, motivasi berprestasi yang tinggi, meningkatnya kepedulian dan kesadaran serta kepekaan aparatur dalam pembangunan dan lain-lain. Ukuran-ukuran
parameternya dapat
terlihat secara singkat pada Tabel 8. Tabel 8. Efektivitas kinerja birokrasi Sub peubah Indikator X31 Penguasaan kerja pegawai Pelayanan Publik Gagasan baru Tugas yang kurang sesuai kemampuan Tugas dengan prosedur yang kaku Kualitas SDM pegawai X32 Kompetensi dan Budaya kerja
Pelaksanaan tugas Keterpaduan kerja administrasi dan lapangan Kesibukan lain di luar Menolak kerja Bosan kerja menantang Menghindari tugas Menghindari peran Mendapat tugas rutin
Jenis data Ordinal
Parameter dan Pengukuran Tingkat penguasaan Frekuensi
Tingkat kualitas Ordinal
Tingkat kelancaran Tingkat kemampuan Frekuensi
X33 Motivasi berprestasi
Komunikasi dengan atasan Kerja untuk prestasi Sukses untuk panutan Bersaing untuk berhasil Mempertimbangkan masa lalu Mempertahankan setiap kepercayaan
Ordinal
Frekuensi
X34 Kepedulian dan kepekaan aparatur
Menghindari menyelesaikan tugas Mendapatkan pemecahan Memperbaiki kinerja Menyukai situasi prestasi Mempertimbangkan tindakan Menghindari tugas beresiko
Ordinal
Frekuensi
(4) Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif; yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah pengelolaan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan aturan, kebijakan, undang-undang dan segala macam bentuk norma yang menjadi acuan dalam desentralisasi pemerintahan bukan hanya sekedar norma tetapi berimplikasi positif di daerah. Birokrasi menjadi pelayan masyarakat yang handal dan profesional, masyarakat
70
menjadi berdaya dan mandiri, memiliki trust yang kental di antara sesama masyarakat demikian pula dengan pemerintah. Program pembangunan yang dilancarkan betul-betul sesuai dengan real need dan felt need yang ada di masyarakat dan
bergulir sesuai dengan
mekanisme
pembangunan
partisipatif yang senantiasa berupaya melakukan evaluasi, tindakan korektif untuk follow upnya melalui media pembelajaran secara berkelanjutan. Oleh karena itu seluruh potensi dapat dioptimalkan. Jelasnya dapat dilihat Tabel 9. Tabel 9. Manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Sub Peubah Y1 Optimalisasi sumber daya
Indikator Data sumber daya Pelaksanaan program Sistem pembelajaran Perhatian atasan terhadap kelompok yang tidak sukses Menghindari kegiatan untuk berperan
Jenis Data Ordinal
Y2 Birokrasi yang profesional
Pemahaman pardigma pembangunan Penggunaan incentive untuk kontrol pegawai Menikmati tugas dan tanggung jawab Memikul tanggung jawab pribadi Mendapat tugas beresiko
Ordinal
Y3 Masyarakat madani yang mandiri
Kesempatan menggunakan keterampilan Kebebasan menyelesaikan pekerjaan Swakelola, swadaya, Swasembada Tanggung jawab terhadap semua tindakan Harapan terpenuhi di tempat ini
Ordinal
Parameter dan Pengukuran Tingkat kelengkapan Tingkat relevansi Tingkat efektivitas Frekuensi
Tingkat kejelasan Frekuensi
Frekuensi
(5) Persepsi elemen masyarakat mengenai dinamika manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah menyangkut tentang pengertian dan pemahaman serta sikap dan pendapat warga masyarakat mengenai: partisipasi stakeholders, good governance, optimalisasi sumber daya, pembinaan dan pengembangan SDM,
71
pelayanan publik, kepedulian dan kepekaan aparatur dan birokrasi yang profesional. Untuk Jelasnya dapat dilihat Tabel 10. Tabel 10. Persepsi masyarakat mengenai dinamika manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif Aspek yang dinilai Partisipasi stakeholders
Indikator Kedisiplinan, Kemauan, Keseriusan dan kemampuan aparatur. Motivasi kerja aparatur pemerintah dan swasta, Keberpihakan program pembangunan kepada masyarakat
Jenis Data Ordinal
Good governance
Transparansi, Responsiveness Efektivitas koordinasi, Ketepatan dan Kecepatan mengambil keputusan
Ordinal
Tinggi, sedang, rendah
Optimalisasi sumber daya
Pemahaman aparatur dan masyarakat mengenai program pembangunan, Kemajuan usaha swasta, Pendanaan pembangunan, Tingkat pendidikan dan lapangan kerja
Ordinal
Tinggi, sedang, rendah
Pembinaan dan pengembangan SDM aparatur
Kesadaran kerjasama tim, Kerelaan berkorban, Kejujuran dan keadilan, Ketaatan pada aturan
Ordinal
Tinggi, sedang, rendah
Pelayanan publik
Kemampuan kerja aparatur, Efisiensi waktu pengurusan administrasi, Penepatan janji aparatur
Ordinal
Tepat, cukup, dan kurang tepat
Kepedulian dan kepekaan aparatur
Penciptaan peluang kerja, Keseriusan mewjudkan rencana, Kepedulian dan kepekaan kepada warga masyarakat, . Kemampuan lobby, Prestasi kerja, Kekompakan para pejabat
Ordinal
Peduli, cukup peduli dan kurang peduli.
Ordinal
Tinggi, sedang, rendah
Birokrasi yang profesional
Parameter dan Pengukuran Tinggi, sedang, rendah
Validitas Instrumen Instrumentasi penelitian menunjuk pada alat ukur, berupa instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen untuk mengumpulkan data penelitian adalah Questionnaire yang berisi butir-butir pernyataan dan pertanyaan yang berhubungan dengan peubah atau sub peubah penelitian. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Kuesioner pertanyaan tertutup
72
kepada responden jawabannya sudah ditentukan, berupa alternatif jawaban yang disediakan yang dianggapnya paling sesuai dengan pendapatnya, sedangkan pertanyaan terbuka kepada responden untuk memberikan jawaban lain sesuai pendapatnya atau penilaiannya. Penyusunan instrumen penelitian dilakukan dengan memperhatikan aspek validitas dan reliabilitas alat ukur. Validitas atau kesahihan menunjuk pada sejauh mana alat ukur mengukur apa yang ingin diukur, dan reliabilitas atau keterandalan menunjuk pada sejauh mana alat ukur relatif konsisten apabila pengukuran dilakukan kembali sebanyak dua kali atau lebih. Ancok (Singarimbun dan Effendi, 1989:122-123). Alat ukur, seperti instrumen setidak-tidaknya mempunyai dua perangkat penting, yaitu validitas (validity) dan keterandalan (reliability) (Black dan Champion, 1999:193). Hasil penelitian yang valid perlu instrumen penelitian yang valid, artinya instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Sugiono, 1994:97). Instrumen dikatakan valid, bila memiliki butir-butir pertanyaan yang saling berhubungan dengan konsep-konsep yang hendak diukur. Jika ada pertanyaan yang tidak berhubungan berarti pertanyaan itu tidak valid, karena itu pertanyaan tersebut harus diganti dengan pertanyaan lain yang valid atau dihilangkan saja. Dalam penelitian ini digunakan validitas isi dan validitas konstruk. Validitas berdasarkan kriteria tidak digunakan, karena sulit mencari alat ukur serupa yang dapat dijadikan kriteria: (1) Validitas Isi Menurut Ancok (Singarimbun dan Effendi, 1989:128) validitas isi (content validity) suatu alat ukur ditentukan oleh sejauh mana isi alat ukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep. Berdasarkan pengertian tersebut, instrumen sebagai alat ukur yang dikembangkan dalam penelitian ini, mengacu pada indikator-indikator sebagai aspek dari konsep atau peubah. Dengan demikian, validitas isi yang baik atau tinggi dapat terlihat dari sejauh mana butir-butir pertanyaan atau pernyataan yang dikembangkan dari parameter-parameter tersebut mewakili dan mengukur indikator tertentu; demikian selanjutnya sehingga butir-butir pertanyaan dan pernyataan itu secara keseluruhan dapat mewakili atau
73
mengukur peubah yang akan diukur. Kegiatan telaah pertanyaan atau pernyataan merupakan kegiatan esensial dalam mengkaji validitas isi. (2) Validitas Konstruk Menurut Ancok (Singarimbun dan Effendi, 1989:125) konstruk adalah kerangka dari suatu konsep. Selanjutnya Singarimbun dan Effendi mengemukakan setidaknya ada tiga cara untuk mencari kerangka konsep tersebut, yaitu: (1) Mencari definisi-definisi konsep yang dikemukakan para ahli di literatur; (2) Mendefinisikan sendiri definisi tersebut, bila tidak ditemukan literature dan (3) Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden. Berdasarkan pengertian dan cara-cara tersebut, maka untuk menyusun kerangka konsep dalam penelitian ini, pertama-tama membuat definisi operasional dari peubah atau sub peubah. Dari definisi operasional, selanjutnya ditentukan indikator-indikatornya, dari indikatorindikator ditentukan parameter-parameternya. Berdasarkan parameter-parameter tersebut dirumuskan pertanyaan atau pernyataan untuk pengukuran. Setiap indikator dapat dikembangkan menjadi beberapa pernyataan atau pertanyaan sesuai jumlah parameternya. Menurut Sevilla, dkk. (1993:196) dalam validitas konstruk yang utama adalah teori-teori ataupun konsep-konsep yang mendukung test, karena itu validitas konstruk disebut validitas konsep yang menunjukkan korelasi positif antara beberapa peubah yang menegaskan konsep. Dikemukakan pula bahwa analisis faktor telah dipertimbangkan sebagai metode yang paling kuat dalam validitas konstruk. Sejalan dengan pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini analisis faktor digunakan untuk menguji konsep-konsep atau peubah karakteristik SDM aparatur, Kompetensi dan motivasi aparatur daerah, profil kelembagaan, tugas pokok fungsi dan kepemimpinan pemerintah daerah dan lingkungan eksternal sehingga dapat diketahui loading nilai dari masingmasing faktor tersebut. Berdasarkan loading nilai tersebut dapat ditetapkan tingkat keterandalan dari masing-masing konsep tersebut.
74
(3) Validitas Eksternal Dalam dunia penelitian sosial sudah cukup banyak alat pengukur yang diciptakan oleh para peneliti untuk mengukur gejala sosial, dan alat pengukur tersebut sudah memiliki validitas. Sebagai contoh skala pengukur motivasi berprestasi yang diciptakan oleh Mehrabian (Ancok, 1987) para peneliti di Amerika Serikat banyak memakai skala pengukur tersebut, karena dianggap sudah teruji validitasnya. Di Indonesia, alat ini sudah diteliti dan ternyata memiliki validitas yang cukup tinggi (Ancok, 1987). (4) Validitas Prediktif Alat pengukur yang dibuat oleh peneliti seringkali dimaksudkan untuk memprediksi hal-hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. Contoh alat pengukur yang demikian adalah ujian seleksi masuk perguruan tinggi. Ujian masuk tersebut adalah upaya untuk memprediksi apa yang terjadi di masa yang akan datang. Peserta yang lulus dengan nilai baik diprediksikan akan dapat mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan sukses. Demikian pula dengan ujian seleksi penerimaan pegawai di pemerintahan. Adapun langkah-langkah cara menguji validitas menurut Ancok (1987:132) sebagai berikut: (1) Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur (2) Melakukan uji coba skala pengukur pada sejumlah responden (3) Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban. (4) Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment (Singarimbun dan Effendi, 1989:137) dengan formula sebagai berikut:
Keterangan :
r = Koefisien korelasi N = Banyaknya kasus X = Peubah bebas y = Peubah terikat
Pada penelitian ini digunakan uji validitas konstruk, dengan cara menyususn indikator pengukuran operasional berdasarkan kerangka teori dari
75
konsep yang akan diukur. Validitas konstruk instrumen ditentukan dengan jalan mengkorelasikan skor masing-masing item dengan skor total masing-masing item. Jika r-hitung lebih besar dari r-tabel pada taraf signifikan tertentu, berarti instrumen yang dibuat memenuhi kriteria validitas. Secara statistik angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Cara melihat angka kritik adalah dengan melihat baris N-2. Misalnya, untuk taraf signifikan lima persen, jika angka korelasi yang diperoleh dari setiap pertanyaan di atas angka kritis taraf lima persen, maka pertanyaan tersebut signifikan dan memiliki validitas konstruk. Sebaliknya jika angka korelasi yang diperoleh di bawah angka kritis atau berkorelasi negatif, maka pertanyaan tersebut bertentangan dengan pertanyaan lainnya, dan dapat dikatakan pertanyaan tersebut tidak valid. Analisis validitas dengan menggunakan rumus korelasi product moment. Item pernyataan atau pertanyaan dinyatakan valid jika mempunyai nilai r hitung lebih besar dari r.tabel atau nilai -p < taraf nyata lima persen. Hasil pengujian validitas instrumen penelitian dinyatakan valid dan terlihat pada Lampiran 5. Reliabilitas Instrumen Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya dan diandalkan. Suatu alat ukur disebut reliabel apabila digunakan dua kali atau
lebih untuk mengukur gejala yang sama, hasil
pengukuran yang diperoleh relatif konsisten (Ancok dalam Singarimbun dan Effendi, 1989:128). Selain itu reliabilitas suatu alat ukur dapat dilihat dari galat pengukurannya (Kerlinger, 2004). Sejalan dengan pengertian tersebut, maka untuk menguji keterandalan instrumen penelitian akan dilakukan uji coba terhadap sejumlah pegawai di daerah. Jumlah responden untuk uji coba sedikitnya 30 orang sudah cukup memadai, karena distribusi skor (nilai) hasil pengukuran akan mendekati distribusi normal (Ancok, 1987:13). Lebih lanjut Kerlinger (2004:708) menyatakan bahwa ada tiga pendekatan untuk mengukur reliabilitas yaitu: (1) Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat ukur tersebut digunakan berulang kali dan memberikan hasil yang sama, (2) Suatu alat ukur dikatakan reliabel
76
apabila alat ukur tersebut dapat mengukur hal yang sebenarnya, dari sifat yang diukur dan (3) Reliabilitas suatu alat ukur dapat dilihat dari galat pengukurannya (galat acak yang merupakan himpunan akibat dari berbagai pengaruh). Langkah-langkah cara menguji reliabilitas menurut Ancok (1989:143) adalah sebagai berikut: (1)
Menyajikan alat pengukur kepada sejumlah responden kemudian dihitung validitas itemnya. Item-item yang valid kemudian dikumpulkan jadi satu, yang tidak valid dibuang.
(4)
Membagi item-item yang valid menjadi dua belahan, dengan cara acak separuh masuk belahan pertama, dan separuh lagi masuk belahan kedua atau membagi item berdasarkan nomor genap dan ganjil. Nomor ganjil belahan pertama dan nomor genap belahan kedua.
(5)
Menjumlahkan skor pada masing-masing belahan. Langkah ini akan menghasilkan dua skor total.
(6)
Melakukan korelasi skor total belahan pertama dengan skor total belahan kedua dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment, dengan rumus yang telah disampaikan di atas.
(7)
Mengukur angka reliabilitas untuk keseluruhan item tanpa dibelah. Selanjutnya untuk mengukur reliabilitas instrumen digunakan uji
reliabilitas. Singarimbun dan Effendi (1989:144) menunjukkan cara mencari reliabilitas untuk keseluruhan item adalah dengan mengoreksi angka korelasi yang diperoleh dengan memasukkannya ke dalam rumus:
Keterangan:
r. tot = Angka reliabilitas keseluruhan item r. tt = Angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua.
Dapat pula digunakan uji reliabilitas Alpha Cronbach dengan Formula sebagai berikut:
Keterangan:
r k σi σ
= = = =
Koefisien reliabilitas Banyaknya bagian (potongan test) Varian test bagian pertama yang panjangnya tak terbatas Varian skor total.
77
Menurut Azwar (2003:184) tingkat reliabilitas instrumen diukur berdasarkan skala Alpha Cronbach
antara nol sampai dengan satu yang
dikelompokkan sebagai berikut: 0,00 - 0,20 berarti kurang reliabel 0,61 – 0,80 berarti reliabel 0,21 - 0,40 berarti agak reliabel
0,81 – 1,00 berarti sangat reliabel
0,41 - 0,60 berarti cukup reliabel Tahap-tahap dalam pengujian keterandalan instrumen penelitian adalah sebagai berikut: (1) Melakukan survei ke lembaga pemerintahan desa sampel yaitu di Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan. (2) Membuat tabulasi butir-butir pertanyaan yang mampu dijawab pegawai pada setiap peubah, kemudian dihitung validitas butir-butir pertanyaan tersebut. (3) Hasil perhitungan yang
diperoleh
berupa koefisien keterandalan Alpha
Cronbach dari setiap instrumen peubah yang berbeda. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat menunjukkan bahwa instrumen tersebut sahih dan terpercaya untuk digunakan dalam pengumpulan data penelitian atau sebaliknya perlu direvisi terlebih dahulu sebelum diimplementasikan pada responden penelitian. Kuesioner dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefisien alpha yang lebih besar dari r.tabel (n=200) dan alfa 0.05 = 0.138. Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Uji reliabilitas instrumen penelitian Peubah X21 X22 X23 X24
Koefi sien .509 .761 .444 .479
Status Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Peubah X25 X31 X32 X33
Koefi sien .673 .311 .474 .611
Status
Peubah
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
X34 Y1 Y2 Y3
Koefi sien .586 .447 .438 .506
Status Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Analisis Data (1) Analisis Korelasi Rank Spearman Untuk menganalisis arah hubungan
antar sub peubah terhadap sub
peubah yang lain digunakan analisis korelasi Rank Spearman, yaitu korelasi yang
78
didasarkan atas tingkatan atau peringkat (Rank) dari peubah bebas dan peubah tak bebas (Kusmaryadi, 2004) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
rs = Koefisien Korelasi; d = Ranking X – Ranking Y; n = Banyaknya pasangan Ranking.
(2) Analisis Korelasi Kanonik Analisis Korelasi Kanonik yaitu analisis keeratan hubungan antara kelompok peubah dengan kelompok peubah lainnya. Kelompok-kelompok peubah tersebut bisa berupa kelompok peubah berbeda atau kelompok peubah yang sama akan tetapi diamati pada waktu yang berbeda. Ciri-ciri dari metode analisis ini adalah: Input data: yaitu data dari observable variable atau merupakan skor faktor dari indikator peubah latent. Data yang dapat dianalisis adalah data hasil pengukuran (metrik). Metode perhitungan: Konsep eigen value dan eigen vector, Out put: Koefisien korelasi kanonik. Kegunaan: Merupakan alat untuk eksplanasi keeratan hubungan antar kelompok peubah (Solimun 2002:24). Eigen value adalah akar ciri yang diperoleh dari matriks persamaan yang menggunakan vector, dan berhubungan dengan nilai korelasi kanonik untuk dapat dinyatakan nyata (erat) atau tidak nyata (tidak erat). Komponen terpenting dalam analisa korelasi kanonik ini ialah nilai koefisien korelasi, setelah terlebih dahulu diketahui eigen value (akar ciri) yang nyata. Analisis Korelasi Kanonik ini akan dilakukan untuk mengetahui: (a) Hubungan keterkaitan antara karakteristik aparatur pemerintahan
(X1)
dengan faktor eksternal (X2). (b) Hubungan keterkaitan antara karakteristik aparatur pemerintahan dengan efektivitas kinerja birokrasi (X3).
(X1)
79
(c) Hubungan keterkaitan antara faktor eksternal (X2) dengan efektivitas kinerja birokrasi (X3). (d) Hubungan keterkaitan antara karakteristik aparatur pmerintahan (X1) dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif (Y) (e) Hubungan keterkaitan antara faktor eksternal
(X2) dengan manajemen
pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif (Y). (f) Hubungan keterkaitan antara efektivitas kinerja birokrasi (X3) dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif (Y). Pemaknaan angka koefisien korelasi ditetapkan sebagai berikut: <0.20
: korelasi tidak ada
0.21 - 0.30 : korelasi lemah 0.31 - 0.50 : korelasi cukup kuat 0.51 - 0.90 : korelasi sangat kuat 0.91 - 0.99 : korelasi tertinggi Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Salah satu fungsi pokok statistik adalah menyederhanakan data penelitian yang amat besar jumlahnya menjadi informasi yang sederhana dan lebih mudah untuk dipahami. Di samping itu, statistik membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil yang terjadi secara kebetulan (Singarimbun dan Effendi, 1989:263). Pendekatan analisis yang digunakan adalah secara kuantitatif
dan
kuanlitatif berdasarkan data dan fakta yang diperoleh di lapangan. Data yang bersifat kuantitatif dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi kanonik dan analisis korelasi Rank Spearman, dan data kualitatif digunakan untuk mendukung dan mempertajam hasil analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan dan mengetengahkan kasus terutama yang berkaitan dengan proses dan tahapan kebijakan pembangunan perdesaan atau pemberdayaan masyarakat pada suatu program tertentu melalui wawancara langsung dan pengamatan.