BULETIN SKK MIGAS
No.15 I April 2014
MENGEMBANGKAN MIGAS NON KONVENSIONAL/ KOLABORASI SIAPKAN TENAGA KERJA INDONESIA/ MERAJUT ASA DI BELANTARA SANGKIMA
DAFTAR ISI SALAM REDAKSI 3 Kemandirian Untuk Masa Depan FOKUS 4 Mengembangkan Migas Non Konvensional
4
6 Upaya Maksimal Untuk Hasil Optimal 8
PERSPEKTIF
Mengelola Limbah Kegiatan Pengeboran
SEREMONIAL 10 Kegiatan SKK Migas-Kontraktor KKS BIANGLALA 14 Kolaborasi Siapkan Tenaga Kerja Indonesia
8
15 10
15 Energy Policy Corner Hadir di UGM FIGUR 16 Brahmantyo Krisnahadi Gunawan
Kepala Dinas Hidrokarbon Konvensional Migas Non Konvensional Untuk Masa Depan
Kunjungi SKK Migas
SPEKTRUM 18 Regulator Hulu Migas Meksiko
16
20
19 Kontraktor KKS Wajib Inventarisasi Aset Tanah TANGGUNG JAWAB SOSIAL 20 Merajut Asa di Belantara Sangkima
OPINI 22 Trilogi Eksplorasi Migas Indonesia (3)
18 Redaksi : Pelindung J. Widjonarko, Gde Pradnyana / Penanggungjawab Handoyo Budi Santoso / Pemimpin Redaksi Zuldadi Rafdi / Editor Heru Setyadi, Ryan B. Wurjantoro / Tim Redaksi Adhitya C, Utama, Alfian, Galuh Andini, Heri Slamet, Ruby Savira, Suhendra Atmaja
Redaksi memerima masukan artikel melalui :
[email protected] [email protected] Redaksi : Bagian Komunikasi dan Protokol SKK Migas Alamat : Gedung Wisma Mulia Lt.30, Jl. Jend. Gatot Subroto No. 42, Jakarta 12710 Facebook : Humas SKK Migas | Twitter @HumasSKKMigas
www.skkmigas.go.id
2 BUMI April 2014
Wilayah Kerja Eksploitasi : Mempertahankan Produksi Melalui Kegiatan Eksplorasi
SALAM REDAKSI
KEMANDIRIAN UNTUK MASA DEPAN
Disadari atau tidak, Indonesia sudah di ambang krisis energi. Posisi Indonesia juga sudah berbalik dari negara pengekspor minyak menjadi negara pengimpor minyak sejak tahun 2002 lalu. Cadangan dan produksi minyak di Indonesia pun terus turun tiap tahun. Dibanding minyak, produksi gas bumi Indonesia masih relatif stabil. Namun seiring pertumbuhan jumlah penduduk, gas bumi yang diproduksikan pun akan menuju titik tidak lagi mencukupi kebutuhan energi masyarakat. Bahkan bukan tidak mungkin. Artinya, Indonesia akan menjadi negara pengimpor minyak dan gas bumi karena cadangan yang ada sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan energi di masa depan. Melihat fakta ini, perlu ada solusi nyata untuk menjaga ketahanan dan kemandirian energi di masa depan. Jika tidak, Indonesia akan sangat tergantung pada pihak lain dalam memenuhi kebutuhan energi domestik. Kondisi tersebut jelas tidak menguntungkan bagi Indonesia karena apabila terjadi force majeuer, pasokan minyak dan gas bumi dari negara lain bisa terhenti dan membawa dampak buruk bagi masyarakat. Dalam posisi di ambang krisis energi, Indonesia sudah waktunya memikirkan sumber daya alternatif selain minyak dan gas bumi. Memang, bumi nusantara masih memiliki kekayaan batubara sebagai salah satu sumber energi. Namun pemakaian batubara kurang disukai karena tingkat polusinya lebih tinggi. Itulah mengapa Indonesia butuh sumber energi lain di luar energi fosil yang selama ini banyak dimanfaatkan.
Selain mulai memanfaatkan energi baru dan terbarukan, Indonesia juga perlu untuk mulai mengembangkan migas non konvensional mengingat minyak dan gas bumi masih menjadi sumber energi favorit masyakarat. Meski demikian, upaya pengembangan sumber energi ini bukanlah sesuatu yang mudah. Perlu kerja sama semua pihak dalam mewujudkan pengembangan migas non konvensional maupun sumber energi lainnya. Regulasi yang ditetapkan pemerintah saja tidak cukup untuk melakukan pengembangan. Peran serta publik maupun pihak-pihak yang bergelut di industri hulu migas diperlukan agar implementasi aturan yang berlaku bisa berjalan dengan baik dan benar. Selaku lembaga yang bertugas mengawasi dan mengendalikan kegiatan usaha hulu migas, SKK Migas terus mendorong pengembangan migas non konvensional. Upaya untuk mengatasi teknis maupun non teknis terus dilakukan agar pengembangan migas non konvensional, terutama shale gas dan gas metana batubara, bisa berhasil seperti di negara-negara lain. SKK Migas juga berkomitmen membangun kolaborasi antar bidang dan fungsi, seperti Divisi Operasi Produksi, Divisi Pertimbangan Hukum dan Formalitas, Divisi Pengelolaan Rantai Suplai maupun perwakilanperwakilan SKK Migas. Dalam pengembangan migas non konvensional di Indonesia saat ini, kendala maupun tantangan harus ditangani melalui langkah-langkah nyata. Sekali lagi, perlu kesungguhan bersama dalam menjaga ketahanan dan kemandirian energi nasional demi generasi di masa yang akan datang.
HANDOYO BUDI SANTOSO Kepala Bagian Hubungan Masyarakat
April 2014 BUMI
3
FOKUS
MENGEMBANGKAN MIGAS NON KONVENSIONAL Oleh: Adhitya C. Utama/
[email protected]
Kebutuhan energi di masa depan diperkirakan akan terus bertambah seiring pertambahan populasi manusia. Berdasarkan data World Energy Outlook 2013, pertumbuhan kebutuhan energi bergeser ke Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pada tahun 2020, kebutuhan energi di kawasan tersebut diperkirakan melebihi kebutuhan energi di Cina yang saat ini masih menjadi konsumen energi terbesar di dunia. Dari berbagai jenis sumber energi, baik yang terbarukan maupun tidak terbarukan, energi fosil atau hidrokarbon, yakni batubara, minyak dan gas bumi (migas), masih mendominasi hingga tahun 2060. Sebanyak 83 persen sumber energi yang dibutuhkan sekarang masih dipenuhi dari hidrokarbon, mayoritas dari migas yang mencapai 63 persen. Kebutuhan migas diperkirakan masih berkisar 59 persen pada tahun 2040. Sementara di Indonesia, sumber energi fosil yang digunakan sekarang mencapai 91 persen, dengan penggunaan migas sebesar 58 persen.
4 BUMI April 2014
Sedangkan pada tahun 2030, kebutuhan migas masih mencapai 53 persen. Melihat tren yang berkembang, Indonesia harus memikirkan cara agar bisa memenuhi kebutuhan energi tanpa harus bergantung pada pihak lain. Seperti diketahui, sejak tahun 2002 Indonesia sudah mengimpor minyak karena produksi minyak nasional terus turun dan tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik. Dibanding minyak, produksi gas bumi Indonesia relatif stabil. Hanya saja, pada tahun 2020, Indonesia diperkirakan mengalami kekurangan gas bumi dan harus mengimpor gas bumi pada tahun 2025. Salah satu cara untuk menjaga ketahanan dan kemandirian energi di masa depan adalah dengan mendorong diversifikasi energi. Pemerintah sendiri sudah berupaya mendorong pemanfaatan energi alternatif, yakni energi yang terbarukan seperti angin, nuklir dan lain-lain, melalui Peraturan
FOKUS
Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang diversifikasi energi. Selain itu, pengembangan migas non konvensional juga harus gencar dilakukan. “Tren kegiatan usaha hulu migas sekarang telah bergeser dari konvensional ke non konvensional,” kata Plt Kepala SKK Migas, J. Widjonarko.
Lapangan Mutiara di Kalimantan Timur untuk menggerakkan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) di Sangatta. “Agar target pemerintah bisa terpenuhi, program kerja untuk KKS gas metana batubara di Indonesia harus lebih agresif pada tahun 2014,” kata Widjonarko.
Migas non konvensional meliputi coal bed methane (CBM) atau gas metana batubara, shale oil, shale gas, tight gas, dan methane hydrate. Di Indonesia, pengembangan sumber energi ini mulai dirintis pada tahun 2008 saat pemerintah menandatangani kontrak kerja sama (KKS) pertama untuk migas non konvensional, yakni Blok CBM di Sekayu.
Meski terbilang masih merangkak, pemerintah terus mendorong pengembangan migas non konvensional. Bahkan selain gas metana batubara, Indonesia diharapkan juga bisa mengembangkan shale gas. Untuk saat ini, upaya pengembangan gas non konvensional yang dilakukan pemerintah memang baru terfokus pada dua sumber energi tersebut. Pasalnya, dari empat gas non konvensional, hanya dua yang berpotensi dikembangkan di Indonesia, yakni gas metana batubara dan shale gas.
Waktu itu, potensi cadangan gas metana batubara di Indonesia diperkirakan mencapai 453 triliun kaki kubik. Data ini mendorong peningkatan program eksplorasi gas metana batubara di Indonesia. Jumlah wilayah kerja (WK) bertambah dari delapan WK pada tahun 2008 menjadi 54 WK pada tahun 2013 yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan. Meski demikian, realisasi eksplorasi yang dilakukan di Sumatera dan Kalimantan belum sebesar prediksi awal. Dari estimasi di 22 WK di Sumatera, cadangan gas metana batubara di wilayah ini diperkirakan mencapai 43,6 triliun kaki kubik. Kalimantan menyimpan potensi lebih besar. Dari 32 WK yang ada sekarang, estimasi cadangan gas metana batubara mencapai 94,8 triliun kaki kubik. Hingga Maret 2014, sebanyak 18 kontraktor KKS telah melakukan pengeboran 18 sumur gas metana batubara yang terdiri dari coring, piloting, dan testing. Apabila melihat roadmap yang ditetapkan pemerintah, upaya pengembangan gas metana batubara akan menghadapi tantangan besar. Awalnya, pemerintah menetapkan target produksi sebesar 500 juta standar kaki kubik gas metana batubara per hari pada tahun 2015. Untuk mencapai target tersebut, kegiatan produksi membutuhkan sekitar 2.000 sumur. Tiap tahun, 400 sumur baru harus dibor dengan menggunakan sekitar 200 rig khusus untuk gas metana batubara. Jika melihat kondisi sekarang, realisasi target tersebut sulit dilakukan. Pemerintah pun merevisi target yang ditetapkan menjadi 100 juta kaki kubik gas per hari pada tahun 2015. Namun, menilik fakta dan realisasi kegiatan pengeboran sekarang, produksi gas metana batubara pada tahun 2015 diperkirakan hanya mencapai 8,9 juta kaki kubik gas per hari. Saat ini, kontraktor KKS yang sudah berhasil memasok gas metana batubara adalah VICO Indonesia. Pada tahun 2013, VICO Indonesia mulai mengalirkan gas metana batubara dari
Tren kegiatan usaha hulu migas sekarang telah bergeser dari konvensional ke non konvensional “Untuk tight gas dan methane hydrate belum masuk dalam skema pemerintah,” kata Kepala Seksi Penyiapan Wilayah Kerja Migas Non Konvensional Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Prima K. Panggabean. Guna mendongkrak pengembangan shale gas, pemerintah mengundang investor lokal maupun asing untuk melakukan eksplorasi di Indonesia. Menurut Prima, saat ini, sudah ada 81 proposal yang diajukan investor ke Kementerian ESDM untuk menggarap potensi sumber energi tersebut. Dua perusahaan, yakni PT Pertamina Hulu Energi dan PT Corelab Indonesia, juga telah melakukan eksplorasi. Tahun ini, Dart Energy Ltd, bermitra dengan PT Bukit Asam dan PT Pertamina EP, akan mengebor dua sumur eksplorasi gas metana batubara di WK Tanjung Enim dan Muralim. Selain itu, ada satu perusahaan lagi yang akan diumumkan telah memiliki wilayah operasi, yakni Bukit Energy Indonesia Pte Ltd. Prima mengakui, hingga kini belum ada roadmap terkait cadangan shale gas di Indonesia karena pengembangannya masih dalam studi. “Dengan mengundang investor, kami berharap bisa melihat teknis pelaksanaan untuk pengembangan shale gas sehingga bisa menghasilkan roadmap,” katanya.
April 2014 BUMI
5
FOKUS
UPAYA MAKSIMAL UNTUK HASIL OPTIMAL Oleh: Adhitya C. Utama/
[email protected]
Sejumlah negara di dunia sudah mulai mengembangkan minyak dan gas bumi (migas) non konvensional. Salah satu negara yang berhasil melakukannya adalah Amerika Serikat. Saat ini, fokus pengembangan sumber energi di negara adidaya tersebut telah bergeser dari migas konvensional ke non konvensional. Bahkan dari hasil pengembangan migas non konvensional, Amerika Serikat kini menjadi eksportir gas. Pengembangan migas non konvensional di Amerika Serikat, terutama untuk shale gas dan tight oil, dimulai sejak tahun 1990. Namun, pengembangannya mulai menunjukkan hasil yang signifikan pada tahun 2006 dan terus mengalami kenaikan hingga tahun 2010. Dengan produksi saat ini mencapai sekitar 27 miliar kaki kubik per hari, shale gas menjadi sumber energi masa depan bagi Amerika Serikat. Keberhasilan tersebut juga mengubah posisi Amerika Serikat dari negara importir gas menjadi negara eksportir gas. Memang, pada tahun 2012 impor gas Amerika Serikat masih lebih besar dibanding kemampuan ekspor gas negara ini. Tapi dalam beberapa tahun ke depan, kemampuan ekspor gas Amerika Serikat akan meningkat pesat.
6 BUMI April 2014
Berkaca dari keberhasilan Amerika Serikat dalam mengembangkan shale gas, kegiatan usaha hulu migas non konvensional bukanlah sesuatu yang mustahil dilakukan. Apalagi Indonesia memiliki potensi sumber daya migas non konvensional yang besar. Data US Energy Information Administration menyebutkan, potensi shale oil Indonesia menempati urutan 10 dari 10 besar negara di dunia dengan perkiraan cadangan sebesar 8 miliar barel. Sedangkan cadangan shale gas Indonesia diperkirakan mencapai 570 triliun kaki kubik. Potensi tersebut harus bisa dimaksimalkan untuk menjaga ketahanan dan kemandirian energi Indonesia. Selain shale gas, Indonesia juga memiliki potensi gas metana batubara. Dalam 10 tahun mendatang, Indonesia diyakini bakal berhasil mengembangkan gas metana batubara. “Apabila Amerika Serikat membutuhkan waktu 30 tahun untuk mengembangkan gas metana batubara, kita mungkin sudah bisa menjalankan industrinya dalam 10 tahun,” kata Deputi Pengendalian Perencanaan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Aussie B. Gautama. Aussie mengatakan, untuk dapat mendorong produksi gas metana batubara, Indonesia perlu
FOKUS
menyediakan infrastruktur seperti kemudahan perizinan dan insentif untuk mempermudah eksploitasi dalam jumlah banyak. Pada tahun 1980an, upaya pengembangan gas metana batubara di Amerika Serikat sama seperti di Indonesia sekarang, kegiatan pengeboran tidak berjalan. “Pemerintah Amerika Serikat kemudian mengeluarkan kebijakan fiskal yang mampu mendorong pertumbuhan kegiatan pengeboran gas metana batubara,” kata Aussie. Insentif fiskal menjadi salah satu isu utama dalam pengembangan migas non konvensional di Indonesia, terutama gas metana batubara yang kegiatan eksplorasinya sudah berjalan sejak tahun 2008. Untuk mempercepat proses komersialisasi gas metana batubara, pemerintah diminta segera memberi kepastian harga jual dan insentif fiskal agar sesuai keekonomian proyek itu. Komersialisasi gas metana batubara harus berjalan dengan harga yang sesuai keekonomian dan membentuk pasar gas metana batubara di dalam negeri. Wakil Presiden Bidang Komunitas dan Hubungan Eksternal VICO Indonesia, Ngurah Kresnawan, mengatakan sejak mendapatkan wilayah kerja (WK) gas metana batubara di Sanga-Sanga, Kalimantan Timur pada tahun 2009, pihaknya telah memenuhi komitmen eksplorasi sesuai kontrak. Berdasarkan kontrak, VICO Indonesia harus memenuhi komitmen pengeboran enam sumur eksplorasi dengan investasi sebesar US$ 58 juta. Pada praktiknya, sejak tahun 2009, perusahaan ini telah mengebor 20 sumur dengan realisasi investasi sebesar US$ 200 juta. Saat ini dalam tahap uji coba pemanfaatan gas metana batubara sekitar 0,5 juta kaki kubik per hari sebelum memasuki tahap komersialisasi. “Kami telah membuktikan bahwa pengembangan gas metana batubara bisa berjalan. Namun untuk merealisasikannya perlu dukungan pemerintah guna menyelesaikan beberapa isu dalam pengembangan gas metana batubara,” kata Ngurah. Selain insentif fiskal, tantangan lain dalam pengembangan migas non konvensional adalah masalah pembebasan lahan dan perizinan. Kedua isu ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pasalnya, proses perekahan (fracturing)
yang dilakukan untuk mendapatkan shale gas membutuhkan lahan yang cukup luas. Akurasi data juga memegang peranan penting dalam pengembangan migas non konvensional. Kepala Divisi Eksplorasi SKK Migas, Indro Purwaman, mengatakan terkait pengembangan shale gas, pihaknya membutuhkan lebih banyak data. Tanpa data yang akurat, pihaknya belum bisa memberikan angka cadangan shale gas di Indonesia. Namun Indro optimistis pihaknya dapat menentukan wilayah mana yang akan dikomersialkan bila diberi waktu lebih banyak untuk mengumpulkan data. Pakar geologi yang juga mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Andang Bachtiar, mengatakan agar pengembangan migas non konvensional berhasil, perlu ada dukungan teknologi dan partisipasi publik. Dukungan teknologi dibutuhkan karena metode yang digunakan dalam kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi migas non konvensional berbeda dengan migas konvensional. Sementara partisipasi publik diperlukan untuk membantu memperbarui data-data mengenai cadangan migas non konvensional di Indonesia. “Sumber daya energi Indonesia bersifat dinamis dan terus berkembang. Artinya, data yang ada harus terus diperbarui. Di sinilah publik, seperti perguruan tinggi dan asosiasi profesi, bisa turut terlibat,” kata Andang. Apabila melihat berbagai tantangan yang muncul dari beragam aspek dan sektor, perkembangan migas non konvensional butuh dukungan yang komprehensif. Pemerintah, investor, dan SKK Migas harus membangun kerja sama dan koordinasi yang bagus untuk mendukung pengembangan sumber energi ini. Dukungan pemerintah bisa diwujudkan dalam pemberian insentif fiskal serta kemudahan dan penyederhanaan proses perizinan. Investor bisa berkontribusi melalui penyediaan dana serta tenaga yang ahli dan berpengalaman dalam bidang migas non konvensional. Selain mengawasi, SKK Migas juga melakukan koordinasi dalam implementasi komitmen KKS gas metana batubara. Dukungan penuh yang diberikan SKK Migas diwujudkan melalui penyusunan pedoman tata kerja untuk kegiatan eksplorasi, sertifikasi, serta produksi WK gas metana batubara dan shale gas.
April 2014 BUMI
7
PERSPEKTIF
MENGELOLA LIMBAH KEGIATAN PENGEBORAN Oleh: Adhitya Cahya Utama/
[email protected]
pengelolaan limbah tidak dilakukan dengan benar, kegiatan pengeboran bisa dihentikan karena dianggap membahayakan lingkungan. Padahal, kegiatan pengeboran dilakukan tidak hanya untuk memenuhi target produksi migas tiap tahun, tapi juga untuk menemukan cadangan baru.
Masalah lingkungan hidup tidak bisa lepas dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas). Salah satu isu yang saat ini tengah mengemuka adalah masalah pengelolaan limbah kegiatan pengeboran. Masalah tersebut mendapat sorotan tajam dari Kementerian Lingkungan Hidup karena jumlah limbah dari industri hulu migas menempati urutan kedua terbanyak di Indonesia. Dari kacamata Kementerian Lingkungan Hidup, pengelolaan limbah kegiatan pengeboran yang dilakukan selama ini masih mengacu pada pendekatan hirarki pengelolaan limbah secara umum. Dalam pendekatan tersebut, pengelolaan limbah diawali dengan meminimalkan tingkat toksisitas limbah, yang berarti pembuangan limbah (dumping) menjadi opsi terakhir. Padahal, pengelolaan limbah harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, polluter pay principles, ketersediaan teknologi, dan good governance. Melihat permasalahan yang muncul, pengelolaan limbah hasil kegiatan pengeboran yang berupa sisa lumpur dan serbuk bor harus dilakukan dengan tepat untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Langkah ini diperlukan karena kegiatan pengeboran menjadi tulang punggung kegiatan usaha hulu migas. Apabila
8 BUMI April 2014
Sebagai informasi, rencana kerja tahun 2014 meliputi pengeboran 206 sumur eksplorasi dan 1.300 sumur pengembangan, serta 989 kerja ulang dan 33.170 perawatan sumur. “Dari keseluruhan kegiatan tersebut, terdapat potensi hambatan yang bisa menunda realisasi kegiatan pengeboran. Enam persen di antaranya merupakan perizinan lingkungan,” kata Deputi Pengendalian Operasi SKK Migas, Muliawan, dalam workshop Pengelolaan Limbah Pengeboran Kegiatan Usaha Hulu Migas di Bogor pada 18 Maret 2014. Tanpa adanya kegiatan pengeboran, kerja ulang dan perawatan sumur, tingkat produksi migas tahun 2014 akan turun 27,4 persen. Kegiatan pengeboran mampu menahan laju penurunan produksi sebesar 19,51 persen. Inilah salah satu alasan mengapa permasalahan yang menyangkut pengelolaan limbah pengeboran harus mendapat perhatian penuh. Untuk itu, dibutuhkan upaya terobosan guna menyinergikan program kerja kegiatan usaha hulu migas dengan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sebagai pelaksana kegiatan usaha hulu migas, kontraktor kontrak kerja sama (kontraktor KKS) berkewajiban melakukan pengelolaan limbah kegiatan pengeboran sesuai aturan yang berlaku. Namun dalam pelaksanaannya, ada beberapa tantangan yang dihadapi kontraktor KKS, salah satunya adalah masalah pembuangan limbah baik di wilayah kerja onshore maupun offshore. Pembuangan limbah di onshore terkendala jumlah landfill terbangun yang sangat banyak, setidaknya sesuai jumlah wilayah kerja. Selain itu, biaya
PERSPEKTIF
investasi untuk pembangunan dan biaya operasi untuk pemantauan lingkungan hingga pasca penutupan juga menjadi kendala. Sementara untuk kegiatan di offshore, kondisi batimetri di dalam koordinat wilayah kerja dan penetapan daerah sensitif kerap menjadi kendala. Penyelesaian masalah terkait pengelolaan limbah pengeboran tidak hanya membutuhkan kesungguhan kontraktor KKS dalam menjaga lingkungan di sekitar wilayah kerjanya. Kontraktor KKS juga membutuhkan dukungan dari para pemangku kepentingan. Dukungan tersebut diperlukan dalam penyusunan roadmap dan tata waktu perbaikan pengelolaan limbah pengeboran sehingga kegiatan usaha hulu migas dapat dilaksanakan secara aman, ramah lingkungan dan sesuai peraturan yang berlaku. “Perlu ada koordinasi lintas sektoral di awal tahun rencana kegiatan pengeboran agar kendala-kendala yang ada bisa teratasi dan tidak menghambat kegiatan pengeboran,” kata Muliawan. Selama ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup sudah memberikan dukungan untuk kelancaran kegiatan pengeboran. Namun, sejalan dengan kebutuhan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, perbaikan berkelanjutan dalam praktik-praktik bisnis yang selama ini berjalan harus terus dilanjutkan dengan dukungan lebih lanjut dari Kementerian Lingkungan Hidup agar target realiasi pengeboran dapat dicapai. Supaya kegiatan pengeboran tetap bisa berjalan tanpa menimbulkan dampak yang
bisa membahayakan lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup menyarankan digunakannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 045 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur dan Serbuk Bor pada Kegiatan Pengeboran Minyak dan Gas Bumi sebagai acuan dalam pengelolaan limbah. Peraturan tersebut juga digunakan sebagai referensi izin pembuangan limbah kegiatan pengeboran lepas pantai. “Selain menjadi fasilitator dalam koordinasi antara kontraktor KKS dan para pemangku kepentingan, SKK Migas juga memberikan usulan terkait isu pembuangan limbah hasil kegiatan pengeboran,” kata Kepala Divisi Penunjang Operasi, Baris Sitorus. Beberapa usulan dari SKK Migas antara lain mendorong tersedianya pengelola limbah oleh pihak ketiga yang memiliki izin serta mudah dijangkau oleh kegiatan operasi kontraktor KKS di seluruh Indonesia. SKK Migas juga mengusulkan perizinan dumping dapat dilakukan secara berkelompok sesuai kelompok area operasi hulu migas. Selain itu, kata Baris, SKK Migas akan melakukan koordinasi dalam penetapan wilayah kerja yang mengacu pada penentuan prioritas peruntukan suatu area dengan melihat apakah area tersebut merupakan daerah lindung, daerah ekowisata atau daerah migas. “Sebelum mengajukan rencana kerja dan anggaran (work program and budget/WP&B), kontraktor KKS perlu merumuskan rencana pengelolaan limbah kegiatan pengeboran dengan pilihan teknologi yang saling melengkapi,” katanya.
April 2014 BUMI
9
SEREMONIAL
1
2
5
6
8
9
11 10 BUMI April 2014
SEREMONIAL
KEGIATAN SKK MIGAS PUSAT DAN PERWAKILAN
3
4
7
10
12
1
Healthy Talk – Ahli Hematologi dan Onkologi Medis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSUP Cipto Mangunkusumo, Dr dr Andhika Rachman SpPD, memberikan wawasan tentang kesehatan dan pentingnya deteksi dini penyakit kanker kepada pekerja SKK Migas di Jakarta pada 27 Maret 2014.
2
Knowledge Café – Anggota Dewan Energi Nasional 2014-2019, Andang Bachtiar, dan Kepala Dinas Hidrokarbon Non Konvensional, Brahmantyo K. Gunawan, memberikan materi dalam Knowledge Café yang digelar SKK Migas di Jakarta pada 19 Maret 2014.
3
Penghargaan Pers – Vice President Management Representative ConocoPhillips Indonesia, Elan Biantoro, menerima penghargaan dari PWI Jawa Timur dalam peringatan Hari Pers Nasional di Surabaya pada 19 Maret 2014. enghargaan ini diberikan melihat kinerja Elan ketika menjabat sebagai Kepala Humas SKK Migas, yang dianggap mampu menjalankan peran dan fungsi sebagai komunikator secara baik, khususnya kepada media massa.
4
Perjanjian Jual Beli Gas – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SKK Migas, J. Widjonarko, berfoto bersama perwakilan kontraktor kontrak kerja sama usai penandatanganan Perjanjian Jual Beli Gas di Jakarta pada 13 Maret 2014.
5
Serah Terima Koordinator VPMR – Amir Hamzah (kanan) yang saat ini menjabat tenaga ahli, menyerahkan posisi koordinator Vice President Management Representative (VPMR) kepada Herman Primo (kiri) di kantor SKK Migas, Jakarta, 21 Maret 2014. Herman saat ini menjabat sebagai VPMR SKK Migas di PetroChina.
6
Dukungan Pengamanan Objek Vital – Pangdam IV/Diponogoro, Mayor Jenderal TNI Sunindyo, menerima memento dari Kepala SKK Migas Perwakilan Jawa, Bali, Madura dan Nusa Tenggara, Arief Sukma Widjaja, dalam kunjungan kerja pada 8 Maret 2014 yang bertujuan menjalin sinergi untuk pengamanan objek vital kegiatan usaha hulu migas.
7
Media Workshop – SKK Migas Perwakilan Wilayah Jawa, Bali, Madura dan Nusa Tenggara (Jabamanusa) bersama para kontraktor kontrak kerja sama menggelar pertemuan rutin triwulan bersama pimpinan redaksi media di wilayah operasional Jabamanusa pada 17 Maret 2014.
8
Silaturahmi Gubernur Jawa Tengah – Untuk menjalin silaturahmi, SKK Migas Perwakilan Jawa, Bali, Madura dan Nusa Tenggara bersama kontraktor kontrak kerja sama di wilayah Jawa Tengah melakukan kunjungan kerja ke Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, pada 12 Maret 2014.
9
Sosialisasi Seismik – Kepala Urusan Operasi SKK Migas Perwakilan KalimantanSulawesi, Roy Widiartha, menyampaikan materi dalam sosialisasi seismik 3D Blok Tanjung Aru di Mamuju pada 14 Maret 2014. Hadir pada acara tersebut Gubernur Sulawesi Barat, Adnan Saleh Anwar.
10
Balikpapan Fair – Dalam rangka HUT Kota Balikpapan ke-117, SKK Migas Perwakilan Kalimantan Sulawesi bersama Chevron dan Total E&P Indonesie mengikuti Balikpapan Fair 2014 di Balikpapan Sport Centre (Dome) pada 5-9 Maret 2014.
11
Kunjungan Bea Cukai – Guna membangun sinergi dengan industri hulu migas, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalimantan Bagian Timur melakukan kunjungan kerja ke kantor Total E&P Indonesie Balikpapan pada 11 Maret 2014.
12
Tanggung Jawab Sosial Natuna – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SKK Migas, J. Widjonarko, bersama kontraktor kontrak kerja sama wilayah Natuna melakukan serah terima dan penandatanganan Program Tanggung Jawab Sosial (TJS) SKK MigasKontraktor KKS Tahun 2013 untuk wilayah Kabupaten Natuna pada 10 Maret 2014.
April 2014 BUMI
11
SEREMONIAL
KEGIATAN SKK MIGAS SUMATERA BAGIAN UTARA
1
2
3
4
5
1
Pembagian Masker – SKK Migas Perwakilan Sumatera Bagian Utara membagikan masker kepada masyarakat di Provinsi Riau pada 16 Maret 2014. Masker diberikan untuk membantu masyarakat mengurangi dampak asap di Riau yang berpotensi menimbulkan penyakit.
2
Bantuan Sinabung – Sebagai bentuk solidaritas terhadap korban erupsi Gunung Sinabung, SKK Migas Perwakilan Sumatera Bagian Utara menyerahkan bantuan tahap kedua di Posko Utama Kantor DPRD Kabupaten Karo di Kota Kabanjahe pada 18 Maret 2014.
3
Masyarakat Peduli Api – SKK Migas Perwakilan Sumatera Bagian Utara ikut serta dalam kegiatan pembinaan Masyarakat Peduli Api (MPA) di Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak pada 20 Maret 2014. Kegiatan ini merupakan bentuk kerja sama BOB PT BSP-Pertamina Hulu dengan BBKSDA Riau dalam rangka Pengamanan dan Pengawasan Kawasan Hutan Konservasi Suaka Margasatwa.
4
Serah Terima Jabatan – Kepala SKK Migas Perwakilan Sumatera Bagian Utara menghadiri serah terima jabatan Kepala Polda Sumatera Barat dari Brigadir Jenderal Polisi Noer Ali kepada Brigadir Jenderal Polisi Bambang Sri Herwanto pada 19 Maret 2014.
5
Peresmian Pengeboran – Kepala SKK Migas Perwakilan Sumatera Bagian Utara, Bahari Abbas (ketiga dari kiri), mengikuti kegiatan Spud in BA-7 di Lapangan Bakau, Blok Selat Panjang yang dioperasikan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Petroselat Ltd pada 27 Maret 2014.
12 BUMI April 2014
SEREMONIAL
KEGIATAN SKK MIGAS
1
SUMATERA BAGIAN SELATAN
2
3
4
5
1
Sosialisasi Kegiatan Hulu Migas - SKK Migas Perwakilan Sumatera Bagian Selatan bersama PetroChina Int Ltd melakukan kunjungan kehormatan dan sosialisasi kegiatan usaha hulu migas ke Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada 3 Maret 2014.
2
Dialog FMRIM – Guna menjembatani penyelesaian tuntutan Front Masyarakat Rawas Ilir Menggugat (FMRIM) kepada PT Seleraya Merangin, SKK Migas Perwakilan Sumatera Bagian Selatan dan PT Seleraya Merangin Dua bersama Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara dan FMRIM menggelar dialog pada 4 Maret 2014.
3
Bantuan Tempat Ibadah – SKK Migas Perwakilan Sumatera Bagian Selatan melalui PT Pertamina EP Asset 2 Field Pendopo meresmikan musholla Al Ikhlas di Desa Ciptodadi, Kecamatan Sukakarya, Kabupaten Musi Rawas pada 5 Maret 2014.
4
Kuliah Umum – SKK Migas Perwakilan Sumatera Bagian Selatan bersama kontraktor kontrak kerja sama di wilayah Sumatera Selatan melaksanakan kuliah umum di Universitas Musi Rawas pada 6 Maret 2014 dengan tema “Kegiatan Hulu Migas”.
5
Penajakan Perdana – SKK Migas Perwakilan Sumatera Bagian Selatan menghadiri selamatan penajakan perdana pengeboran sumur eksplorasi migas Bidadari-1X (BDA-1X) pada 15 Maret 2014.
April 2014 BUMI
13
BIANGLALA
KOLABORASI SIAPKAN TENAGA KERJA INDONESIA Oleh: Adhitya C. Utama/
[email protected]
Industri hulu migas sangat membutuhkan dukungan tenaga kerja profesional untuk bisa memenuhi target sesuai rencana kerja yang telah ditetapkan. Hanya saja, sektor ini tengah menghadapi kelangkaan tenaga kerja nasional, khususnya di bidang petrotechnical. Menyikapi kondisi tersebut, SKK Migas mencanangkan program pengembangan pekerja lintas kontraktor kontrak kerja sama (kontraktor KKS). Sebagai langkah awal implementasi program tersebut, Petronas Carigali Ltd menempatkan pekerja yang bertugas sebagai operator produksi di Santos dan Kangean Energy Indonesia. Mulai September 2013 hingga Februari 2014, sebanyak 20 pekerja Petronas magang di kedua kontraktor tersebut. Dalam program ini, sebanyak 12 peserta yang terdiri dari delapan teknisi produksi dan empat tenaga kerja bidang perawatan ditempatkan di Lapangan Pagerungan yang dioperasikan Kangean Energy Indonesia. Delapan peserta lainnya yang seluruhnya merupakan teknisi produksi dimagangkan di Lapangan Maleo yang dikelola Santos. “Dari hasil penilaian usai magang, para peserta menunjukkan peningkatan kompetensi dasar dalam sikap kerja, keterampilan teknik, serta keselamatan kerja,” kata Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas, Lambok H. Hutauruk, saat penutupan program pengembangan pekerja lintas kontraktor KKS di Jakarta pada 12 Maret 2014. Lambok berharap, kontraktor KKS lainnya, terutama yang sudah memperoleh persetujuan
14 BUMI April 2014
rencana pengembangan lapangan (plan of development/POD), melakukan upaya serupa untuk mengembangkan kemampuan tenaga kerjanya. Sementara kontraktor KKS yang sudah berproduksi diharapkan mau menjadi tempat belajar bagi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di kontraktor lainnya. Menurut General Manager Petronas Carigali Indonesia Operations, Hazli Sham B. Kassim, usai mengikuti program on the job training (OJT), kedua puluh tenaga kerja ini akan ditugaskan construction site dan fasilitas produksi. Mereka yang ditugaskan di construction site terlibat dalam pekerjaan konstruksi, pemeriksaan, pengetesan peralatan, dan vendor training untuk proyek Muriah dan Ketapang. Sedangkan mereka yang ditempatkan di fasilitas akan mengikuti kegiatan commisioning dan start up di Lapangan Kepodang, Blok Muriah dan Lapangan Bukit Tua, Blok Ketapang. “Program on the job training ini dirancang sebagai upaya mempersiapkan operator produksi yang kompeten sesuai kebutuhan bisnis Petronas pada saat beroperasi,” kata Hazli Sham B. Kassim. Salah satu peserta OJT Petronas Carigali, Muhammad Lutfil Hakim, mengungkapkan program ini memberinya kesempatan untuk belajar dan mempraktikkan ilmu yang diperoleh selama pelatihan. Dengan magang di Lapangan Pagerungan dan Lapangan Maleo, para peserta juga belajar tentang kerja tim. “Kami belajar banyak dari pengalaman para pekerja yang ada di kedua lapangan tersebut. Pengalaman ini memotivasi kami untuk berkarya lebih baik,” kata Muhammad Lutfil Hakim.
BIANGLALA
ENERGY POLICY CORNER HADIR DI UGM
Oleh: Yapit Saptaputra/
[email protected]
SKK Migas bersama 16 kontraktor kontrak kerja sama (kontraktor KKS) menyerahkan bantuan renovasi pembangunan ruangan Energy Policy Corner yang bertempat di lantai 5 Gedung Pertamina Tower, Pusat Penelitian Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM). Bantuan ini diharapkan memberi dukungan terhadap kajian kebijakan energi terbarukan maupun tidak terbarukan,serta dapat menyajikan basis data dan kajian energi market outlook kepada mahasiswa, peneliti dan mitra UGM. Selain itu, transfer of knowledge diharapkan dapat disalurkan secara lebih maksimal dari pelaku industri hulu migas Indonesia kepada kalangan akademisi. “Fasilitas ini diharapkan bisa digunakan untuk kegiatan pelatihan serta penelitian ekonomi dan keuangan, terutama untuk menghasilkan indikator energi yang mutakhir, akurat, dan kredibel,” kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat SKK Migas, Handoyo Budi Santoso, saat serah terima Energy Policy Corner UGM pada 22 Maret 2014.
pada penelitian bidang energi, yang meliputi kebijakan sektor migas dan kelistrikan. Gedung Pertamina Tower sendiri dimanfaatkan sebagai wadah penyelenggaraan kegiatan kuliah, penelitian, konsultasi bisnis, kursus pendek, dan pengabdian kepada masyarakat. Keberadaan Gedung Pertamina Tower diharapkan menjadi gerbang kerja sama antara dunia akademik, pemerintah dan bisnis untuk penelitian dan pengembangan dan melalui kerja sama ini, SKK Migas dan kontraktor KKS berharap bisa membangun citra positif kepada kalangan akademis sekaligus mewujudkan Industri Hulu Migas yang peduli dengan Pendidikan Tinggi di Indonesia. “Kerja sama ini dilakukan sebagai salah satu wujud kepedulian kami terhadap masalahmasalah di industri hulu migas Indonesia. Dengan dukungan Energy Policy Corner, industri hulu migas di Indonesia diharapkan tidak tertinggal dari negara lainnya,” ujar Handoyo.
Pembangunan Energy Policy Corner bermula dari kerja sama antara industri hulu migas dengan FEB UGM untuk memanfaatkan salah satu ruangan di Gedung Pertamina Tower menjadi ruangan Energy Policy Corner. Serah terima bantuan tersebut dilakukan oleh Sekretaris SKK Migas, Gde Pradnyana dan Dekan FEB UGM, Wihana Kirana Jaya, dengan disaksikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SKK Migas, J. Widjonarko. Enam belas kontraktor KKS yang terlibat antara lain Mobil Cepu Ltd, PetroChina International Companies, ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd, PT Pertamina EP, BP Indonesia, VICO Indonesia, Total E&P Indonesie, Medco E&P Indonesia, CNOOC SES Ltd, Chevron Indonesia Company, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ, PT Pertamina Hulu Energi WMO, EMP Malacca Strait, Premier Oil Tuna BV, Energy Equity, dan Star Energy (Kakap) Ltd. Energy Policy Corner merupakan ruangan yang memiliki instrumen berbasis teknologi informasi. Fokus kegiatan di Energy Policy Corner lebih
April 2014 BUMI
15
FIGUR
Brahmantyo Krisnahadi Gunawan Kepala Dinas Hidrokarbon Non Konvensional
MIGAS NON KONVENSIONAL UNTUK MASA DEPAN Oleh: Alfian/
[email protected]
Perkembangan migas non konvensional sebagai sumber energi masa depan belum terlalu menggembirakan di Indonesia. Masih ada tantangan yang harus dihadapi bersama agar potensi migas non konvensional di Indonesia bisa dimaksimalkan sebagai sumber energi masa depan. Berikut wawancara dengan Kepala Dinas Hidrokarbon Non Konvensional, Brahmantyo Krisnahadi Gunawan. Alumnus Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) ini memiliki pengalaman panjang sebagai geolog di Indonesia. Bagaimana perkembangan migas non konvensional di Indonesia? Dari beberapa jenis migas non konvensional, Indonesia sudah mulai mengembangkan coal bed methane (CBM) atau gas metana batubara dan shale gas. Gas metana batubara mulai dikembangkan pada tahun 2004 dengan menggunakan lahan Medco E&P Indonesia di Sekayu, Sumatera Selatan. Kegiatan pengeboran untuk gas metana batubara dilakukan di Sumur Rambutan. Namun kontrak kerja sama (KKS) pertama untuk gas metana batubara baru ada pada tahun 2008. Bersamaan dengan kontrak tersebut, pemerintah menetapkan roadmap untuk pengembangan gas metana batubara. Berdasarkan roadmap tersebut, produksi gas metana batubara pada tahun 2015 ditargetkan mencapai 500 juta kaki kubik per hari dan naik menjadi 1 miliar juta kaki per hari pada tahun 2020. Target itu kemudian direvisi menjadi 250 juta kaki kubik per hari untuk tahun 2015 dan 500 juta kaki kubik per hari untuk tahun 2020. Jumlah wilayah kerja (WK) untuk gas metana batubara juga bertambah. Sejak tahun 2008 hingga
16 BUMI April 2014
sekarang, total ada 54 WK untuk gas metana batubara yang terbagi menjadi 22 WK di Sumatera Selatan dan 32 WK di Kalimantan Timur. Selain itu, ada satu WK khusus untuk shale gas di Sumatera Utara. Hanya saja, realisasi pengeboran masih rendah. Hingga Maret 2014, total sumur yang dibor hanya 80 sumur. Padahal jumlah sumur yang ditetapkan dalam komitmen pasti lebih dari itu. Gas metana batubara yang sudah dihasilkan pun masih berasal dari production test. Seiring lambatnya realisasi komitmen pasti, target produksi kembali direvisi akhir tahun lalu. Target produksi untuk tahun 2015 ditetapkan sebesar 8,9 juta kaki kubik per hari. Sedangkan untuk tahun 2020, target produksi berubah menjadi 23,9 juta kaki kubik per hari. Apa saja potensi migas non konvensional yang bisa dikembangkan? Untuk saat ini, migas non konvensional di Indonesia yang berpotensi dikembangkan adalah gas metana batubara, shale gas, dan shale oil. Gas metana batubara bisa diperoleh dari tambang batubara yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia. Seperti kita ketahui, Indonesia menjadi negara pengekspor batubara terbesar ketiga di dunia setelah Cina dan Rusia. Potensi terbesar ada di South dan Central Sumatera, Barito, dan Kutai. Cadangan gas metana batubara dari 22 WK di Sumatera diperkirakan sebesar 42 triliun kaki kubik. Sementara dari 32 WK di Kalimantan, cadangan yang ada diperkirakan mencapai 94 triliun kaki kubik. Selain potensi yang besar, prospek pengembangan gas metana batubara di Indonesia juga bagus karena punya karakter yang berbeda dari Cina, Amerika Serikat maupun Australia. Saturasi gas metana batubara di Indonesia tergolong tinggi sehingga proses
FIGUR
dewatering tidak membutuhkan waktu lama. Sebagai contoh, batubara di Tanjung Enim dan Sangatta sudah bisa mengeluarkan gas setelah proses dewatering berlangsung tidak lebih dari satu bulan. Di San Juan, Amerika Serikat, gas metana batubara baru keluar setelah melewati proses dewatering selama enam tahun. Hanya saja, karena usianya masih muda, batubara di Indonesia mudah hancur. Imbasnya, proses pengangkatan batubara harus menggunakan casing sehingga biayanya lebih mahal. Selain itu, sering terjadi mechanical problem, di mana pompa kerap tersumbat rontokan batubara. Potensi dan prospek shale gas maupun shale oil di Indonesia juga bagus. Seperti kita tahu, kegiatan eksploitasi migas konvensional di Indonesia sudah berjalan ratusan tahun. Artinya, potensi shale gas dan shale oil tidak perlu diragukan lagi karena keduanya berasal dari batuan induk yang sama dengan minyak dan gas konvensional yang selama ini sudah dieksploitasi. Shale gas diharapkan sudah bisa produksi karena sarana infrastruktur seperti jaringan pipa sudah ada. Tantangan yang dihadapi Indonesia dalam upaya mengembangkan migas non konvensional? Tantangan utama pengembangan migas non konvensional ada pada penggunaan teknologi yang efektif dan efisien. Mahalnya pengadaan rig CBM juga jadi kendala karena proyek yang harus dikerjakan belum banyak. Masalah pembebasan lahan dan perizinan yang kerap dihadapi dalam kegiatan usaha hulu migas konvensional juga terjadi di non konvensional. Kendala lainnya adalah data untuk karakteristik shale gas belum ada. Kita juga masih kurang pengalaman dan kekurangan
sumber daya manusia untuk pengembangan migas non konvensional. Adakah kendala regulasi? Kendala regulasi sebenarnya tidak ada. Peraturan pemerintah maupun regulasi yang ada sebenarnya sudah mendorong pengembangan migas non konvensional. Namun implementasi regulasi tersebut masih susah, baik untuk riset, kebijakan dan lainlain. Kontraktor KKS juga masih bersikukuh tidak mau mengajukan kontrak baru apabila hendak melakukan pengembangan migas non konvensional. Sebagai contoh, Chevron Pacific Indonesia yang ada di Sumatera Tengah mau mengusahakan migas non konvensional namun dengan mekanisme blok produksi. Jadi biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan migas non konvensional di-cost recovery-kan langsung berdasarkan kontrak lama. Padahal Peraturan Menteri ESDM Nomor 05 Tahun 2012 menyebutkan, kontraktor migas atau kontraktor gas metana batubara yang berminat mengusahakan migas non konvensional di WK migas atau WK gas metana batubara wajib mengajukan usulan penawaran langsung WK melalui studi bersama. Pemerintah sendiri juga ragu sehingga masalah ini sampai sekarang masih menggantung. Apa langkah-langkah yang sudah dilakukan SKK Migas? SKK Migas menyediakan metodologi untuk pengembangan migas non konvensional karena hal ini terkait dengan pemenuhan komitmen pasti dalam kontrak. SKK Migas juga siap menjadi steering committee dalam forum CBM yang diusulkan kontraktor KKS. Forum ini akan dijadikan sebagai ajang sharing knowledge para kontraktor KKS. April 2014 BUMI
17
SPEKTRUM
REGULATOR HULU MIGAS MEKSIKO KUNJUNGI SKK MIGAS Oleh: Alfian/
[email protected]
Tukar pikiran untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik tidak hanya dilakukan dengan lembaga senegara. Pengalaman negara lain dalam pengelolaan industri hulu migas juga bisa menjadi masukan. Inilah yang mendasari The Mexican National Hydrocarbon Commission atau Commission Nacional de Hidrocarburos (CNH) melakukan kunjungan ke SKK Migas pada 10 Maret 2014. Dalam kunjungan ini, delegasi CNH ingin bertukar informasi dengan SKK Migas, terutama terkait penerapan kontrak bagi hasil yang sudah lebih dulu dilakukan Indonesia. Delegasi yang dipimpin Direktur Jenderal Perencanaan CNH, Oscar Roldan, dan Direktur Jenderal Produksi CNH, Gaspar Franco, ini diterima oleh Sekretaris SKK Migas, Gde Pradnyana, yang didampingi Kepala Divisi Pengawasan Realisasi Komitmen Rencana Pengembangan Lapangan SKK Migas, Nugrahani Pudyo.
CNH merupakan lembaga yang dibentuk Kongres Meksiko pada tahun 2008 dengan tugas melakukan pengendalian dan pengawasan kegiatan eksplorasi dan ekstraksi hidrokarbon di Meksiko. Pembentukan CNH dilatarbelakangi dominasi perusahaan milik negara, Pemex, dalam kegiatan hulu migas di Meksiko tanpa ada lembaga lain yang mengawasi. “Dengan membentuk CNH, Kongres Meksiko ingin menciptakan counter balance atas kegiatan yang dilakukan Pemex,” kata Oscar Roldan. Tugas utama CNH adalah memastikan proyek eksplorasi dan produksi dijalankan dengan prinsipprinsip meningkatkan recovery hidrokarbon, memaksimalkan penggantian cadangan, penggunaan teknologi yang tepat, proteksi atas kelestarian lingkungan dan kelangsungan sumber daya alam, serta meminimalisasi gas buangan. Pada Desember 2014, Kongres Meksiko kembali melakukan reformasi sektor hulu migas dengan mengeluarkan regulasi yang memungkinkan perusahaan swasta ikut berpartisipasi di sektor ini melalui mekanisme kontrak bagi hasil. Dengan adanya perubahan aturan ini, CNH mendapatkan tugas baru, yaitu sebagai pelaksana kontrak. Hingga saat ini, Pemex masih menjadi satusatunya operator migas di Meksiko. Salah satu negara di benua Amerika ini termasuk 10 besar negara produsen minyak terbesar di dunia dengan kisaran produksi sekitar 2,5 juta barel per hari.
18 BUMI April 2014
SPEKTRUM
KONTRAKTOR KKS WAJIB INVENTARISASI ASET TANAH Oleh: Diah Saraswati Kusumodewi/
[email protected]:
Tanah atau lahan memegang peranan vital dalam industri hulu migas, khususnya bagi kegiatan usaha yang berada di wilayah daratan (onshore). Hal serupa juga dirasakan pihak lain. Inilah mengapa kerap terjadi benturan kepentingan antara industri hulu migas dengan kepentingan lainnya, terutama untuk penguasaan tanah atau lahan.
Barang Milik Negara Berupa Tanah yang Dikelola oleh Kontraktor KKS di Jakarta pada 18 Maret 2014. Sosialisasi menghadirkan pembicara dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan dan Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Benturan tidak hanya terjadi pada saat dilakukan pengadaan tanah, tetapi juga saat lahan sudah dikuasai. Persoalan akan muncul apabila dokumen pembebasan tanah ternyata tidak terdokumentasi dengan baik. Pembuktian secara sah sulit dilakukan sehingga berpotensi lepasnya status kepemilikan hanya karena lemahnya sistem manajemen administrasi dan dokumentasi pertanahan yang dilakukan kontraktor kontrak kerja sama (kontraktor KKS).
Mengingat rumitnya proses pengadaan tanah dan penguasaan lahan untuk kegiatan usaha hulu migas, Lambok menilai inventarisasi dan dokumentasi aset tanah yang digunakan kontraktor KKS harus dibuat serealistis mungkin. Artinya, program pendokumentasian aset tanah harus menjadi skala prioritas dengan penetapan batas waktu.
Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha hulu migas yang sudah dibebaskan dengan prosedur yang benar oleh kontraktor KKS tercatat sebagai aset negara atau barang milik negara. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.06/2009 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Kontraktor KKS menyebutkan, kontraktor KKS bertanggung jawab melakukan pencatatan, menyimpan, melaporkan, dan melakukan pengamanan atas barang milik negara berupa tanah. “Aset tanah ini tidak kalah pentingnya dari aset negara lainnya,” kata Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas, Lambok H. Hutauruk, dalam Sosialisasi Pelaporan dan Pengamanan
Dari hasil sosialisasi tersebut, setiap kontraktor KKS wajib menginventarisasi seluruh aset tanah yang digunakan dan segera melaporkannya ke SKK Migas. Hasil laporan tersebut akan diteruskan ke Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara Kementerian ESDM. Format laporan yang digunakan sesuai format yang telah disepakati oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara Kementerian ESDM, dan SKK Migas. Kontraktor KKS juga diwajibkan untuk mengalokasikan dana pada rencana kerja dan anggaran (work program and budget/WPNB) tahun berjalan guna mengamankan dokumentasi pertanahan maupun fisik tanah. Untuk saat ini, laporan aset tanah dilakukan berdasarkan kelengkapan apa adanya. Dari data tersebut akan dibuat pemetaan untuk rencana penyempurnaan pengelolaan tanah yang berasal dari kontraktor KKS.
April 2014 BUMI
19
TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Merajut Asa di Belantara Sangkima Oleh: Adi Sagaria*
Tanen Uyang tampak ceria. Jari-jarinya yang mulai keriput masih lincah memainkan pahat ukir membentuk sebuah ornamen. Pria berusia 54 tahun ini warga asli suku Dayak Kenyah yang juga Ketua Nengayetna, sebuah kelompok perajin ukiran kayu yang memanfaatkan limbah kayu ulin dan kayu arau dari Taman Nasional Kutai. Nengayetna, yang dalam bahasa Dayak Kenyah berarti berjuang untuk meningkatkan taraf hidup, beranggotakan 12 orang. Mereka semua adalah suku Dayak Kenyah yang tinggal di Taman Nasional Kutai. Mereka memanfaatkan potonganpotongan kayu dari limbah Taman Nasional Kutai menjadi tameng atau perisai beronamen khas Dayak. Sebagian lagi dijadikan cobek, lesung, alu, dan pumping unit, yakni sejenis miniatur pompa penyedot minyak di tambang minyak. Beberapa tahun silam, Tanen Uyang dan suku Dayak Kenyah lainnya yang tinggal di Taman Nasional Kutai hidup serba kekurangan. Mereka hanya mengandalkan hasil pertanian dan berburu. Terkadang hasil panen yang mereka peroleh tidak cukup untuk hidup hingga musim panen berikutnya. Hasil kerajinan ukiran juga tidak seberapa karena mereka menggunakan alat seadanya. Para perajin juga mengalami kesulitan menjual hasil kerajinan. Penderitaan suku Dayak Kenyah ini kian terasa berat ketika pemerintah mengeluarkan larangan membangun di dalam kawasan hutan yang masuk Taman Nasional Kutai. Pada tahun 2010, pemerintah juga tidak lagi memberikan anggaran untuk dua kecamatan dan tujuh desa di dalam taman nasional tersebut. Kondisi ini menyebabkan suku Dayak Kenyah kehilangan pekerjaan.
20 BUMI April 2014
“Saat itu, pemerintah melalui Kementerian Kehutanan melarang Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengalokasikan dana untuk Kecamatan Sangatta Selatan dan Teluk Pandan, termasuk semua desa di dalamnya,” kata Tanen Uyang. Dampaknya, semua aktivitas pembangunan di dalam kawasan Taman Nasional Kutai, seperti infrastruktur dan lainnya, tidak ada lagi. Kondisi ini menyebabkan ribuan jiwa suku Dayak Kenyah mengalami kesulitan hidup. Namun tantangan itu tampaknya tak membuat mereka menyerah dan putus asa. Mereka terus berjuang untuk memperbaiki nasib. Kebetulan, di wilayah itu ada beberapa perusahaan besar, di antaranya PT Pertamina EP. “Tahun 2010 kami mencoba membuat proposal permohonan bantuan kepada PT Pertamina EP Asset 5 Field Sangatta, Kutai Timur. Kami meminta bantuan peralatan ukiran kayu,” kata tokoh adat suku Dayak Kenyah itu. Saat itu ada empat kelompok perajin ukiran limbah kayu yang sama-sama mengajukan proposal ke PT Pertamina EP. “Kami samasama menuntut kepedulian perusahaan milik negara itu untuk memberikan bantuan agar kami memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari,” kata pria bertumbuh ramping itu. Namun perjuangan warga suku Dayak Kenyah tidak langsung membuahkan hasil. Saat itu, PT Pertamina EP mengajukan syarat para perajin harus membuat miniatur pumping unit dari limbah kayu ulin. “Hasil ukiran pumping unit yang kami
TANGGUNG JAWAB SOSIAL
buat ditolak karena belum sesuai persyaratan yang diinginkan,” kata Tanen Uyang. Beberapa kali ditolak tak membuat para perajin ukir kayu menyerah. Mareka terus berusaha membuat kerajinan sesuai permintaan PT Pertamina EP. Setelah empat kali ditolak, hasil kerajinan kelompok Nengayetna akhirnya diterima. PT Pertamina EP bahkan membayar miniatur pumping unit dengan harga Rp 1 juta per unit. “Puji syukur, kami diterima sebagai mitra binaan karena bisa membuat miniatur yang cukup menarik dengan harga cukup mahal. Bahkan tiga pumping unit yang kualitasnya kurang bagus juga dibayar dengan harga Rp 250 ribu per unit,” kata Tanen Uyang. Para perajin yang sebelumnya terpencar, kini memiliki tempat khusus untuk membuat ukiran yang dilengkapi dengan ruang pamer untuk menjual hasil kerajinan mereka. PT Pertamina EP memberikan bantuan berupa bangunan berlantai dua melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR). “Kami memanfaatkan bantuan ini sebagai pusat kerajinan ukiran dan cinderamata berbahan limbah kayu di Kabupaten Kutai Timur,” kata Tanen Uyang. Lantai 1 bangunan ini digunakan untuk memamerkan hasil kerajinan ukiran sekaligus sebagai tempat pemasaran hasil kerajinan. Sedangkan lantai 2 digunakan sebagai tempat bekerja anggota kelompok dan tempat beristrahat. Sejak menjadi mitra binaan PT Pertamina EP pada awal tahun 2012, produksi kerajinan Nengayetna terus meningkat dan mampu memperoleh omzet hingga jutaan rupiah per bulan. Selama lebih dari setahun sejak berdiri pada 2010, kelompok ini hanya mampu memproduksi puluhan ukiran karena keterbatasan alat dan sumber daya manusia untuk memasarkan produk mereka. Selain gedung, PT Pertamina EP juga memberikan bantuan berupa satu unit genset kapasitas 5 kva dan satu peralatan ukir, serta modal kerja. “Kami juga diikutkan pameran di beberapa kota di Indonesia untuk mempromosikan produksi kami,” kata Tenan Uyang. Kini, anggota kelompok perajin Nengayetna mengaku kewalahan memenuhi pesanan dari Sangatta, Bontang, dan Samarinda. Melihat keberhasilan ini, pusat kerajinan ukiran limbah kayu ini diharapkan bisa menjadi salah satu ikon pariwisata Kutai Timur. Pusat kerajinan ini juga akan dijadikan pusat pelatihan ukiran
kayu bagi anak-anak putus sekolah serta warga lain yang berminat, sekaligus untuk melestarikan ukiran khas Kutai Timur. Piqau (69), warga suku Dayak Kenyah yang juga perajian ukiran kayu, mengaku yakin keberadaan pusat kerajinan ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di Taman Nasional Kutai. Pria kelahiran Kampung Long Saebaran Long Nawang Sungai Kayan Ulu ini mengaku pernah tinggal selama puluhan tahun di Mekar Baru, Kecamatan Busang sebelum pindah ke Sangatta pada tahun 2003. Ia memutuskan pindah bersama istri dan anak-anaknya untuk mengadu nasib karena sulit mencari nafkah di Mekar Baru. Meski hasil bumi cukup banyak, keterbatasan transportasi membuat hasil pertanian sulit dipasarkan. Begitu pula dengan hasil ukiran. Menurut Piqau, sebelum menjadi mitra binaan PT Pertamina EP, hasil dari membuat ukiran tidak seberapa. Dalam sebulan, ia hanya mampu menjual dua buah ukiran perisai/tameng dengan harga ratarata Rp 250 ribu per buah. Kondisi berubah setelah Nengayetna menjadi binaan PT Pertamina EP. “Sekarang saya bisa memperoleh pendapatan sekitar Rp 3-4 juta dalam sebulan dari hasil menjual ukiran,” kata Piqau. Pengakuan serupa diungkapkan Yosef (52). Sejak Nengayetna menjadi mitra binaan PT Pertamina EP, banyak perubahan yang dirasakan. “Pendapatan kami dari hasil menjual kerajinan rata-rata mencapai Rp 5 juta per bulan. Bantuan peralatan dari PT Pertamina EP sangat membantu kami dalam meningkatkan produksi dan memasarkan hasil ukiran,” katanya. Filed Manager PT Pertamina EP Sangatta, Abdul Muhar, mengatakan pelaksanaan program CSR bertujuan merespon dampak yang ditimbulkan oleh karakteristik bisnis yang dijalankan perusahaan sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Perusahaan berharap, program CSR dapat menciptakan dampak signifikan dan memberikan nilai tambah bagi seluruh pemangku amanah. “Kami akan terus mendorong para pengusaha dan pelaku industri kecil supaya mereka memiliki usaha yang jelas dan tetap. Harapan kami, mereka bisa mandiri tanpa harus menggantungkan hidupnya dari bantuan pihak lain,” kata Abdul Muhar.
*penulis meraih Juara I dalam lomba karya tulis untuk media yang digelar SKK Migas Perwakilan Kalimantan Sulawesi
April 2014 BUMI
21
OPINI
Trilogi Eksplorasi Migas Indonesia (3 - HABIS)
Wilayah Kerja Eksploitasi: Mempertahankan Produksi melalui Kegiatan Eksplorasi Oleh: Johnson A. Paju/
[email protected] dan Shinta Damayanti/
[email protected]
Gambar 1. Siklus Penemuan Eksplorasi hingga Peak Production
Penurunan produksi migas nasional menjadi headline media massa dalam 5 tahun terakhir. Perlu diketahui, produksi migas yang terjadi tidak didapat secara instan melalui pengeboran dan pemasangan fasilitas produksi serta diangkut ke tempat pengilangan. Produksi migas yang ada saat ini berasal dari kegiatan eksplorasi 20-30 tahun lalu (Gambar 2). Penemuan-penemuan eksplorasi yang terjadi pada tahun 1940-1950 baru dapat mencapai puncaknya 20-30 tahun kemudian, yaitu tahun 1970-1980, dan kemudian mengalami penurunan produksi secara alami. Untuk mempertahankan tingkat produksi, secara garis besar terdapat beberapa usaha yang dapat ditempuh, antara lain secondary-tertiary recovery yang dilakukan pada lapangan-lapangan yang sudah mengalami penurunan produksi secara alami. Namun hal tersebut juga memerlukan waktu dan investasi yang besar. Upaya lain yang bisa dilakukan adalah menemukan cadangan baru melalui kegiatan eksplorasi. Dalam tulisan sebelumnya telah disampaikan, perbedaan karakteristik potensi sumber daya Indonesia Barat dan Timur membutuhkan strategi eksplorasi yang berbeda. Investasi dan jangka waktu eksplorasi yang terbatas dalam Wilayah Kerja Eksplorasi masih menyisakan risiko berhasil atau tidaknya strategi eksplorasi menemukan sumber daya yang ekonomis untuk dikembangkan. Harapan terbesar ada pada Wilayah Kerja Eksploitasi, di mana risiko eksplorasi berkurang dengan sudah adanya pengembangan cadangan terbukti bahkan adanya produksi.
22 BUMI April 2014
Namun kegiatan eksplorasi di Wilayah Kerja Eksploitasi bukannya tanpa kendala dan risiko. Berdasarkan penemuan eksplorasi sembilan tahun terakhir, jumlah sumber daya yang dibuktikan sumur eksplorasi lebih tinggi di Indonesia Timur dibanding Indonesia Barat (Gambar 2). Hal ini membuktikan, meski kegiatan eksplorasi di Indonesia Barat cukup masif, risiko eksplorasi semakin rendah. Namun jumlah sumber daya yang belum dibuktikan pun tidak besar lagi. Gambar 2. Sumber Daya Penemuan Eksplorasi Indonesia Barat – Indonesia Timur
Ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam kegiatan eksplorasi di Wilayah Kerja Eksploitasi. Pertama, melakukan assessment performa produksi lapangan-lapangan yang sudah berproduksi di Wilayah Kerja Eksploitasi. Parameter yang dapat dijadikan acuan awal adalah “tingkat kesehatan” lapanganlapangan produksi yang ada di suatu Wilayah Kerja Eksploitasi. Faktor-faktor yang dijadikan tolok ukur adalah besaran produksi, sisa cadangan, ketersediaan fasilitas produksi, nilai investasi dan revenue negara. Model yang dibangun dari faktor-faktor tersebut menjadi acuan dalam melakukan perankingan sehat atau tidaknya lapangan-lapangan produksi di suatu Wilayah Kerja Eksploitasi. Berangkat dari ranking tersebut, strategi eksplorasi serta besaran gain dan investasi akan dapat ditentukan. Model lain yang
OPINI
bisa dipertimbangkan adalah kegiatan eksplorasi dapat direncanakan kembali ketika kondisi onstream dan revenue sudah mulai memberikan kondisi positif bagi investasi, khususnya Wilayah Kerja Eksploitasi dengan lapangan tunggal atau POD pertama. Sisa jangka waktu kontrak kerja sama juga menentukan strategi mempertahankan tingkat produksi. Penurunan kegiatan E&P sering terjadi menjelang berakhirnya jangka waktu kontrak kerja dan belum diputuskannya perpanjangan kontrak Wilayah Kerja Eksploitasi. Kegiatan eksplorasi pada sisa jangka waktu kontrak kerja sama seringkali menjadi low priority. Karena itu, kegiatan eksplorasi perlu mendapat tempat pada awal masa perpanjangan guna mengangkat kembali volume produksi yang cenderung turun di awal masa tersebut. Strategi eksplorasi di Wilayah Kerja Eksploitasi tetap harus mengacu pada strategi besar POD-nya. Dalam perencanaannya pun perlu dipertimbangkan beberapa skenario waktu, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Strategi jangka pendek diperlukan sebagai back up planning apabila terjadi deviasi dalam performance produksi lapangan dari asumsi pada POD. Strategi eksplorasi jangka panjang diperlukan dalam mempertahankan keberlanjutan produksi setelah pengembangan dan produksi lapangan yang ada. Eksplorasi Prospek “Satelit” Strategi eksplorasi jangka pendek umumnya direncanakan untuk pembuktian prospek-prospek di sekitar lapangan produksi atau disebut juga Prospek “Satelit” (Gambar 3). Prospek Satelit merupakan potensi sumber daya dengan karakter reservoir yang sama dengan lapangan dan tidak membutuhkan desain fasilitas produksi yang berbeda. Kegiatan step out dari lapangan tentunya merupakan strategi eksplorasi yang paling rendah risikonya. Analogi karakteristik reservoir berdasarkan lapangan produksi akan mengefektifkan kegiatan eksplorasi sehingga akselerasi pembuktian cadangan dapat dipersiapkan. Pengambilan data potensi-potensi sumber daya yang berada lebih dalam dari zona produksi perlu direncanakan secara sinergi dengan kegiatan pengembangannya, sehingga dapat menekan biaya eksplorasi. Tailing eksplorasi di sumur pengembangan untuk pembuktian potensi sumber daya yang lebih dalam merupakan strategi yang sangat disarankan. Eksplorasi Berkelanjutan Dalam mempertahankan keberlanjutan produksi setelah pengembangan lapangan yang ada, pembuktian prospek-prospek yang tersisa dalam Wilayah Kerja Eksploitasi menjadi sangat penting. Strategi jangka panjang diperlukan untuk pembuktian prospek yang umumnya memiliki karakteristik reservoir yang berbeda dari lapangan produksi atau terletak di lokasi area yang
Gambar 3. Strategi eksplorasi prospek Satelit dan prospek-prospek untuk eksplorasi berkelanjutan
cukup jauh dari lapangan produksi. Karena tidak dapat menggunakan analogi lapangan produksi, kegiatan eksplorasi yang harus dilaksanakan meliputi beberapa studi regional. Decision tree dan contingency plan sangat dibutuhkan dalam strategi jangka panjang mengingat kegiatan eksplorasi akan dilaksanakan independen dari kegiatan pengembangan. Pengadaan terpisah sangat mungkin dibutuhkan, di mana biaya mob/de-mob akan ditanggung oleh kegiatan eksplorasi tersebut. Pengeboran sumur eksplorasi dengan beberapa opsi potensi sumur apparaisal yang akan dilakukan sekaligus dalam drilling campaign yang sama jika terbukti akan dapat menekan biaya eksplorasi. Dalam pembuktian sumber daya menjadi cadangan, perlu mempertimbangkan konsep teknis bawah permukaannya. Sebagai contoh, reservoir batuan Carbonate memiliki karakteristik geometry build up dan laju alir berdasarkan porositas sekunder. Bentuk geometri yang umumnya terbatas dan penyebaran lateral yang luas memerlukan pertimbangan strategi pembuktian secara cluster. Strategi eksplorasi cluster ini juga dapat dipertimbangkan pada potensi-potensi sumber daya yang tidak besar namun cukup banyak. Pengembangan secara cluster jelas akan memaksimalkan dan mengefektifkan kapasitas fasilitas produksinya. Strategi eksplorasi cluster ini tentunya membutuhkan persiapan matang dalam identifikasi risiko-risiko sub-surface serta dibutuhkan contingency plan dalam skenario drilling campaign untuk membuktikan dan memastikan risiko-risiko tersebut. Hal lain yang perlu menjadi pertimbangan dalam kegiatan eksplorasi adalah teknologi. Teknologi industri migas berkembang pesat, di mana perkembangannya membuka potensi-potensi baru yang awalnya tidak teridentifikasi. Meski demikian, teknologi baru haruslah teruji dan dapat diperbandingkan dengan teknologi yang sudah ada. Untuk potensi-potensi yang sudah cukup memiliki data dan terbukti berproduksi, teknologi sederhana merupakan strategi paling bijaksana.
April 2014 BUMI
23
GASTECH 2014 SEOUL, KOREA SELATAN
SKK Migas dan 18 Kontraktor KKS berkolaborasi mengikuti Pameran Gastech di Seoul, Korea Selatan, pada 24-27 Maret 2014. Rombongan dipimpin Deputi Pengendalian Komersial, SKK Migas, Widhyawan Prawiraatmadja. Setidaknya 1.000 pengunjung singgah di stan industri hulu migas Indonesia ini termasuk Duta Besar RI untuk Korea Selatan, John A. Prasetio.
Sebagai upaya melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai Industri Hulu Migas kepada masyarakat, Bagian Hubungan Masyarakat SKK Migas bekerja sama dengan Forum Kehumasan Industri Hulu Migas akan melakukan kampanye media – Program Radio Industri Hulu Migas :
Sandiwara radio (radioplay) “Eksplorasi Cinta” Motion Radio (97,5FM) Mulai tanggal 24 Maret 2014 s/d 27 Juni 2014, Hari Senin, Rabu, dan Jumat setiap pukul 07.20 WIB. Siaran ulang (re-run) : Hari Senin, Rabu, dan Jumat pukul 12.20 WIB, 17.20 WIB, dan 20.20 WIB Hari Selasa dan Kamis pukul 09.20 WIB, 14.20 WIB, 18.20 WIB, dan 21.20 WIB Hari Sabtu-Minggu pukul 07.00-08.00 WIB, 11.00-12.00 WIB, 15.00-16.00 WIB, dan 19.00-20.00 WIB Program “Bicara Migas” Brava Radio (103,8FM) Mulai tanggal 24 Maret 2014 s/d 25 Agustus 2014, Hari Senin s/d Jumat, pukul 08.00 WIB dan 20.00-21.00 WIB.
Dengar dan sebarkan, agar informasi yang benar mengenai kegiatan bisnis hulu migas yang kita lakukan selama ini dapat tersampaikan dan dipahami dengan baik oleh masyarakat.