12 INFO LAINNYA Sahabat Ibu — Ibu-ibu yang tergabung dalam Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) Jilid 2 menghadiri talkshow“Badan POM Sahabat Ibu, 20 Maret 2014. Kepala Badan POM, Roy A. Sparringa menyempatkan diri membuka acara tersebut.
DPRD Tulungagung— Kepala Biro Hukum dan Humas Badan POM, Budi Djanu Purwanto, SH, MH. didampingi Kepala Bagian Humas dan Pejabat Struktural terkait di Kedeputian III menerima kunjungan Pansus II DPRD Kabupaten Tulungagung pada 4 Maret 2014, terkait penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Industri Rumah Tangga Pangan Kabupaten Tulungagung.
Kerjasama terpadu — Balai Besar POM di Semarang dengan 7 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Koperasi dan UMKM, Badan Ketahanan Pangan, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian menandatanganan perjanjian kerja sama Pengawasan Obat dan Makanan secara Terpadu, 21 Maret 2014.
Media Internal Badan POM
Edisi: Maret-April 2014
Mengoyak Jeratan Gratifikasi Sebelum era reformasi bergulir, tak lepas dari ingatan bagaimana para orang tua murid berbondong-bondong mengambil raport anak-anak mereka.
Pelantikan IAI — Kepala Badan POM, Roy A. Sparringa berkesempatan menyampaikan paparan dalam acara pelantikan dan rapat pleno pengurus pusat IAI tanggal 22 Maret 2014 di Jakarta.
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
Rakerkesnas — Pada 31 Maret 2014, Menteri Kesehatan RI, dr Nafsiah Mboi,Sp.A, MPH didampingi Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti membuka secara resmi kegiatan Rakerkesnas Regional Barat di Hall Birawa, Bidakara Jakarta. Kegiatan yang akan berlangsung hingga 3 April 2014 tersebut turut dihadiri oleh Kepala Badan POM, Roy A. Sparringa, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama, serta Kepala BKKBN, Fasli Jalal.
Pada momen spesial itu, tak jarang, para orang tua bertemu sang guru sambil menyerahkan sejumlah hadiah. Hadiah pun beragam bentuknya, ada yang memberikan baju, uang, hasil panen dan barang berharga lainnya. Niatnya hanya satu, ucapan terima kasih. Aktivitas itu terlihat masih membudaya hingga kini. Tak beda jauh, dengan apa yang dilakukan oleh para keluarga pengantin yang baru saja dinikahkan pak penghulu. Sejumlah uang yang terbungkus dalam amplop diberikan untuk sang pak penghulu
atas niat baiknya menikahkan sang pengantin. Besaran uang itu pun beragam disesuaikan dengan kemampuan keluarga mempelai . Namun yang pasti uang itu diluar biaya nikah resmi yang diatur negara. Pasca reformasi, kedua aktivitas itu dikategorikan KPK sebagai salah satu bentuk gratifikasi yang diharamkan negara untuk diterima aparaturnya. Pemberian apapun yang nilainya di atas Rp 250.000 oleh KPK dianggap gratifikasi. Ada sanksi hukum bagi siapapun yang melanggarnya. Sebagai bagian dari aparatur negara
yang memiliki fungsi melayani kepentingan masyarakat banyak, Badan POM juga tak luput dari aturan tersebut. Badan POM pun tak main-main menyikapi aturan terkait gratifikasi tersebut. Komitmen melepaskan diri dari gratifikasi pun ditunjukkan oleh Kepala Badan POM Roy A Sparringa beberapa waktu lalu. Kinerja Badan POM menunjukkan komitmen tersebut. KPK menempatkan Badan POM sebagai lembaga/institusi negara yang memiliki integritas tertinggi dalam upaya memerangi korupsi, suap dan gratifikasi. Kalau sudah begitu, kenapa kita harus ragu melepaskan diri dari jeratan gratifikasi guna meningkatkan layanan yang profesional dan bertanggung jawab kepada publik. Saatnya melepaskan diri dari jeratan gratifikasi (*)
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
2 COVER STORY
DAFTAR ISI COVER STORY..................HAL 2 Badan POM Anti Gratifikasi !! KESESTAMAAN....................HAL 5 Layanan Pengaduan Masyarakat Sebagai Jendela Badan POM SEKILAS KESESTAMAAN......HAL 6 Pelantikan pejabat Eselon II dan IV. Peresmian gedung administrasi BBPOM di Manado. OBAT & NAPZA............................ HAL 7 Menggapai Obat yang Berkualitas dan Terjangkau SEKILAS PANGAN & BAHAN BERBAHAYA........................HAL 8 Kunjungan PATPI ke Badan POM. PANGAN & BAHAN BERBAHAYA...........................HAL 9 Membangun Sinergi Laboratorium Pengujian Pangan Melalui JLPPI OTKOS & KOMPLEMENTER ......... ..........................................HAL 10 PeluangObat Tradisional Masih Terbuka Lebar OTKOS & KOMPLEMENTER ......... ..........................................HAL 11 OT Mengandung BKO Masih Marak Beredar INFO LAINNYA ...............HAL 12 Talkshow Badan POM Sahabat Ibu
COVER STORY 3
Badan POM Anti Gratifikasi !! Masih segar dalam ingatan ketika Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi), menenteng gitar bass hadiah kenang-kenangan dari salah satu personil grup band Metallica ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apa pasalnya Jokowi memberikan gitar berharganya itu ke KPK? Ternyata, Jokowi tidak mau dianggap telah menerima gratifikasi. Beberapa hari sebelumnya, Direktur Gratifikasi KPK, Giri Supradiono, mengatakan gitar bass tersebut telah ditetapkan sebagai barang gratifikasi karena diberikan oleh pengusaha, bukan langsung oleh gitaris Metalica. Gitar Bass itu akhirnya dijadikan ikon anti gratifikasi oleh KPK untuk mengingatkan setiap pejabat Negara bahwa barang-barang yang diberikan oleh orang lain bisa dikategorikan gratifikasi, dan bisa dijerat pidana. Lain halnya dengan yang dialami kepala kantor KUA kota Kediri, Romli. Penghulu sekaligus Petugas Pencatatan Nikah (P2N) ini ditahan oleh Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Jatim, sebagai tersangka karena diduga terlibat gratifikasi atas biaya pencatatan nikah di luar jam kerja sebesar Rp50.000 selama kurun waktu setahun pada 2012. Sontak, semua penghulu di Jawa Timur protes terhadap penahanan tersebut dan mengancam akan mogok menikahkan apabila Romli tidak dibebaskan dari segala tuduhan. Menurut mereka, gratifikasi sulit dihindari karena banyak pasangan pengantin yang memilih hari libur sebagai hari pernikahannya, dan gratifikasi tersebut bukan pungli namun sebagai bentuk ucapan terima kasih dari keluarga karena penghulu mau bersusah payah menikahkan di hari libur.
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
Lantas, mengapa pemberian berupa hadiah kenang-kenangan dan simbol ucapan terima kasih merupakan perbuatan melanggar hukum? Karena tindak Gratifikasi merupakan embrio dari korupsi. Sederhananya, jika tindakan gratifikasi dibiarkan terus dipraktikkan maka nantinya akan berubah menjadi suap. Suap jika terus berkembang, maka tidak lagi sebagai upaya pemberian, namun akan menjadi upaya pengambilan kekayaan negara secara melawan hukum, dan akan berhakhir pada korupsi. Seseorang yang sudah terbiasa memberi dan menerima gratifikasi, maka dia juga akan terbiasa dengan menyuap dan disuap. Jika seorang sudah biasa disuap dan menyuap, maka dia juga tidak akan ragu untuk melakukan tindak pidana korupsi. Tantangan terbesar untuk pemberantasan korupsi ialah mengoptimalkan hasil yang dicapai, dan dampaknya bagi perubahan tata kelola dan peningkatan layanan publik. Salah satu optimalisasi itu dapat dilakukan dengan memberantas penggunaan uang ‘pelicin’ antara pemberi dan penerima. Dengan membawa semangat anti gratifikasi inilah pada 12 Maret 2014 lalu Badan POM melakukan penandatanganan Pernyataan
Komitmen Pengendalian Gratifikasi oleh seluruh jajaran pimpinan unit kerja di Badan POM. “Penandatangan ini sangat penting untuk menunjukkan Badan POM antigratifikasi,” ucap Kepala Badan POM, Roy Sparringa. Penandatanganan ini juga merupakan salah satu bentuk partisipasi aktif Badan POM dalam kegiatan pencegahan korupsi. Seiring dengan berjalannya program-program anti korupsi yang digaungkan Pemerintah Indonesia dalam mendukung upaya pembangunan birokrasi Clean Government dan Good Governance, banyak hal telah dilakukan Badan POM. Sejak tahun 2009, Badan POM antara lain telah mengimplementasikan Reformasi Birokrasi, mencanangkan Sistem Manajemen Mutu (QMS) ISO 9001:2008 di seluruh unit kerja di lingkungan Badan POM, melaksanakan pembangunan dan pengembangan Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan (SPIP), serta mencanangkan Pembangunan Zona Integritas pada tanggal 14 Mei 2012. Program-program tersebut telah berhasil diimplementasikan dengan baik oleh BPOM. Terbukti, pada akhir tahun 2013, KPK menetapkan Badan POM sebagai instansi dengan indeks integritas tertinggi dari 85 instansi pemerintah di sektor publik yang disurvey KPK, dengan indeks sebesar 7,69. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mendapat nilai indeks integritas pelayanan publik paling rendah tahun 2013 dengan nilai hanya 6,88. Sedangkan instansi pusat lainnya yang perlu mendapat perhatian lantaran nilai hasil surveinya hampir sama dengan Kemenparekraf adalah Kementerian Keuangan dengan nilai 7,38, Kementerian Perindustrian 7,32, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 7,31, Kementerian Luar Negeri 7,24, dan Kementerian Kehutanan 7,19. Menurut Roy, capaian tersebut semakin memacu Badan POM untuk berbuat lebih baik
lagi sebagaimana keinginan dan harapan publik terhadap Badan POM. Prestasi lain dari Badan POM, adalah meraih peringkat ke-6 dari 47 situs kementerian atau lembaga yang dinilai memiliki transparansi dalam informasi anggaran dan kinerjanya. “Badan POM dinilai memiliki situs yang paling informatif, berguna, berdesain baik, dan paling sesuai dengan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), serta transparan dalam anggaran dan kinerja,” jelas Roy. Badan POM juga meraih peringkat ketiga dalam monitoring kepatuhan pelayanan publik yang diselenggarakan Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Selain itu, Badan POM juga telah memperoleh Sertifikat Akreditasi Kearsipan yang merupakan pengakuan atas sistem kearsipan Badan POM yang terintegrasi dengan kemampuan telusur yang cepat dan tepat. Komitmen untuk senantiansa mewujudkan birokrasi Clean Government dan Good Governance terus dilakukan Badan POM. Pada awal Februari 2014, Badan POM meluncurkan lima program unggulan. Kelima program tersebut yaitu e-registrasi ulang obat tradisional dan suplemen kesehatan, Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF), e-meso, contact center, dan food safety masuk desa.
Deputi Pelayanan Publik Kementerian PANRB, Mirawati Sudjono, menyambut baik dan mengapresiasi langkah yang dilakukan Badan POM ini. “Pemerintah baru mencanangkan one agency one innovation, dan Badan POM melaunching 4 inovasi pelayanan publik sekaligus. Luar biasa,” ujarnya. Khusus untuk program Pengendalian Gratifikasi, selanjutnya Badan POM akan mengimplementasikan langkah-langkah terpadu, antara lain penyusunan rencana aksi pengendalian gratifikasi, penyusunan perangkat ketentuan gratifikasi, pembentukan agent of changes, sosialisasi/diseminasi, pelaporan, serta monitoring dan evaluasi. Saat ini, penandatanganan komitmen pengendalian gartifikasi dan Penerapan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil sudah dilakukan secara estafet oleh Balai Besar/Balai Badan POM di seluruh daerah, salah satunya di Surabaya. Balai Besar POM di Surabaya menyelenggarakan acara peningkatan Soft Competency pegawai dalam rangka mendukung pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang diikuti oleh seluruh karyawan. “Penandatanganan pernyataan komitmen ini perlu dilanjutkan oleh seluruh jajaran Badan POM di unit kerja masing-masing. Jadikan komitmen ini sebagai bagian dari niat kita untuk melaksanakan tugas dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat”, tutup beliau (*)
Indeks Integritas Pusat – 10 Instansi Pusat Tertinggi No. Instansi 1 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2 Kementrian Lingkungan Hidup 3 RS. Fatmawati 4 Badan Koordinasi Penanaman Modal 5 Kementrian Pertanian 6 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 7 RS. Cipto Mangunkusumo 8 Kementrian Kesehatan 9 Kementrian Komunikasi dan Informasi 10 Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Source: Rilis KPK)
Indeks Integritas Pengalaman 7,95 7,85 7,99 7,80 7,71 7,85 7,79 7,75 7,58 7,57
Potensi Total 7,17 7,69 7,23 7,64 6,77 7,58 7,11 7,57 7,03 7,49 6,69 7,46 6,75 7,45 6,73 7,41 7,07 7,41 7,06 7,40
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
2 COVER STORY
DAFTAR ISI COVER STORY..................HAL 2 Badan POM Anti Gratifikasi !! KESESTAMAAN....................HAL 5 Layanan Pengaduan Masyarakat Sebagai Jendela Badan POM SEKILAS KESESTAMAAN......HAL 6 Pelantikan pejabat Eselon II dan IV. Peresmian gedung administrasi BBPOM di Manado. OBAT & NAPZA............................ HAL 7 Menggapai Obat yang Berkualitas dan Terjangkau SEKILAS PANGAN & BAHAN BERBAHAYA........................HAL 8 Kunjungan PATPI ke Badan POM. PANGAN & BAHAN BERBAHAYA...........................HAL 9 Membangun Sinergi Laboratorium Pengujian Pangan Melalui JLPPI OTKOS & KOMPLEMENTER ......... ..........................................HAL 10 PeluangObat Tradisional Masih Terbuka Lebar OTKOS & KOMPLEMENTER ......... ..........................................HAL 11 OT Mengandung BKO Masih Marak Beredar INFO LAINNYA ...............HAL 12 Talkshow Badan POM Sahabat Ibu
COVER STORY 3
Badan POM Anti Gratifikasi !! Masih segar dalam ingatan ketika Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi), menenteng gitar bass hadiah kenang-kenangan dari salah satu personil grup band Metallica ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apa pasalnya Jokowi memberikan gitar berharganya itu ke KPK? Ternyata, Jokowi tidak mau dianggap telah menerima gratifikasi. Beberapa hari sebelumnya, Direktur Gratifikasi KPK, Giri Supradiono, mengatakan gitar bass tersebut telah ditetapkan sebagai barang gratifikasi karena diberikan oleh pengusaha, bukan langsung oleh gitaris Metalica. Gitar Bass itu akhirnya dijadikan ikon anti gratifikasi oleh KPK untuk mengingatkan setiap pejabat Negara bahwa barang-barang yang diberikan oleh orang lain bisa dikategorikan gratifikasi, dan bisa dijerat pidana. Lain halnya dengan yang dialami kepala kantor KUA kota Kediri, Romli. Penghulu sekaligus Petugas Pencatatan Nikah (P2N) ini ditahan oleh Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Jatim, sebagai tersangka karena diduga terlibat gratifikasi atas biaya pencatatan nikah di luar jam kerja sebesar Rp50.000 selama kurun waktu setahun pada 2012. Sontak, semua penghulu di Jawa Timur protes terhadap penahanan tersebut dan mengancam akan mogok menikahkan apabila Romli tidak dibebaskan dari segala tuduhan. Menurut mereka, gratifikasi sulit dihindari karena banyak pasangan pengantin yang memilih hari libur sebagai hari pernikahannya, dan gratifikasi tersebut bukan pungli namun sebagai bentuk ucapan terima kasih dari keluarga karena penghulu mau bersusah payah menikahkan di hari libur.
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
Lantas, mengapa pemberian berupa hadiah kenang-kenangan dan simbol ucapan terima kasih merupakan perbuatan melanggar hukum? Karena tindak Gratifikasi merupakan embrio dari korupsi. Sederhananya, jika tindakan gratifikasi dibiarkan terus dipraktikkan maka nantinya akan berubah menjadi suap. Suap jika terus berkembang, maka tidak lagi sebagai upaya pemberian, namun akan menjadi upaya pengambilan kekayaan negara secara melawan hukum, dan akan berhakhir pada korupsi. Seseorang yang sudah terbiasa memberi dan menerima gratifikasi, maka dia juga akan terbiasa dengan menyuap dan disuap. Jika seorang sudah biasa disuap dan menyuap, maka dia juga tidak akan ragu untuk melakukan tindak pidana korupsi. Tantangan terbesar untuk pemberantasan korupsi ialah mengoptimalkan hasil yang dicapai, dan dampaknya bagi perubahan tata kelola dan peningkatan layanan publik. Salah satu optimalisasi itu dapat dilakukan dengan memberantas penggunaan uang ‘pelicin’ antara pemberi dan penerima. Dengan membawa semangat anti gratifikasi inilah pada 12 Maret 2014 lalu Badan POM melakukan penandatanganan Pernyataan
Komitmen Pengendalian Gratifikasi oleh seluruh jajaran pimpinan unit kerja di Badan POM. “Penandatangan ini sangat penting untuk menunjukkan Badan POM antigratifikasi,” ucap Kepala Badan POM, Roy Sparringa. Penandatanganan ini juga merupakan salah satu bentuk partisipasi aktif Badan POM dalam kegiatan pencegahan korupsi. Seiring dengan berjalannya program-program anti korupsi yang digaungkan Pemerintah Indonesia dalam mendukung upaya pembangunan birokrasi Clean Government dan Good Governance, banyak hal telah dilakukan Badan POM. Sejak tahun 2009, Badan POM antara lain telah mengimplementasikan Reformasi Birokrasi, mencanangkan Sistem Manajemen Mutu (QMS) ISO 9001:2008 di seluruh unit kerja di lingkungan Badan POM, melaksanakan pembangunan dan pengembangan Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan (SPIP), serta mencanangkan Pembangunan Zona Integritas pada tanggal 14 Mei 2012. Program-program tersebut telah berhasil diimplementasikan dengan baik oleh BPOM. Terbukti, pada akhir tahun 2013, KPK menetapkan Badan POM sebagai instansi dengan indeks integritas tertinggi dari 85 instansi pemerintah di sektor publik yang disurvey KPK, dengan indeks sebesar 7,69. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mendapat nilai indeks integritas pelayanan publik paling rendah tahun 2013 dengan nilai hanya 6,88. Sedangkan instansi pusat lainnya yang perlu mendapat perhatian lantaran nilai hasil surveinya hampir sama dengan Kemenparekraf adalah Kementerian Keuangan dengan nilai 7,38, Kementerian Perindustrian 7,32, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 7,31, Kementerian Luar Negeri 7,24, dan Kementerian Kehutanan 7,19. Menurut Roy, capaian tersebut semakin memacu Badan POM untuk berbuat lebih baik
lagi sebagaimana keinginan dan harapan publik terhadap Badan POM. Prestasi lain dari Badan POM, adalah meraih peringkat ke-6 dari 47 situs kementerian atau lembaga yang dinilai memiliki transparansi dalam informasi anggaran dan kinerjanya. “Badan POM dinilai memiliki situs yang paling informatif, berguna, berdesain baik, dan paling sesuai dengan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), serta transparan dalam anggaran dan kinerja,” jelas Roy. Badan POM juga meraih peringkat ketiga dalam monitoring kepatuhan pelayanan publik yang diselenggarakan Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Selain itu, Badan POM juga telah memperoleh Sertifikat Akreditasi Kearsipan yang merupakan pengakuan atas sistem kearsipan Badan POM yang terintegrasi dengan kemampuan telusur yang cepat dan tepat. Komitmen untuk senantiansa mewujudkan birokrasi Clean Government dan Good Governance terus dilakukan Badan POM. Pada awal Februari 2014, Badan POM meluncurkan lima program unggulan. Kelima program tersebut yaitu e-registrasi ulang obat tradisional dan suplemen kesehatan, Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF), e-meso, contact center, dan food safety masuk desa.
Deputi Pelayanan Publik Kementerian PANRB, Mirawati Sudjono, menyambut baik dan mengapresiasi langkah yang dilakukan Badan POM ini. “Pemerintah baru mencanangkan one agency one innovation, dan Badan POM melaunching 4 inovasi pelayanan publik sekaligus. Luar biasa,” ujarnya. Khusus untuk program Pengendalian Gratifikasi, selanjutnya Badan POM akan mengimplementasikan langkah-langkah terpadu, antara lain penyusunan rencana aksi pengendalian gratifikasi, penyusunan perangkat ketentuan gratifikasi, pembentukan agent of changes, sosialisasi/diseminasi, pelaporan, serta monitoring dan evaluasi. Saat ini, penandatanganan komitmen pengendalian gartifikasi dan Penerapan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil sudah dilakukan secara estafet oleh Balai Besar/Balai Badan POM di seluruh daerah, salah satunya di Surabaya. Balai Besar POM di Surabaya menyelenggarakan acara peningkatan Soft Competency pegawai dalam rangka mendukung pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang diikuti oleh seluruh karyawan. “Penandatanganan pernyataan komitmen ini perlu dilanjutkan oleh seluruh jajaran Badan POM di unit kerja masing-masing. Jadikan komitmen ini sebagai bagian dari niat kita untuk melaksanakan tugas dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat”, tutup beliau (*)
Indeks Integritas Pusat – 10 Instansi Pusat Tertinggi No. Instansi 1 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2 Kementrian Lingkungan Hidup 3 RS. Fatmawati 4 Badan Koordinasi Penanaman Modal 5 Kementrian Pertanian 6 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 7 RS. Cipto Mangunkusumo 8 Kementrian Kesehatan 9 Kementrian Komunikasi dan Informasi 10 Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Source: Rilis KPK)
Indeks Integritas Pengalaman 7,95 7,85 7,99 7,80 7,71 7,85 7,79 7,75 7,58 7,57
Potensi Total 7,17 7,69 7,23 7,64 6,77 7,58 7,11 7,57 7,03 7,49 6,69 7,46 6,75 7,45 6,73 7,41 7,07 7,41 7,06 7,40
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
4 COVER STORY
KESESTAMAAN 5
Layanan Pengaduan Masyarakat Sebagai Jendela Badan POM Dalam suatu organisasi yang bergerak dalam pelayanan publik, human capital memiliki peran penting dalam pencitraan organisasi tersebut di mata masyarakat. Human capital menjadi penggerak dan penentu arah pelayanan yang diberikan organisasi kepada masyarakat.
Gratifikasi? Boleh, Asal….. Sebetulnya, Gratifikasi dapat diartikan secara positif atau negatif. Gratifikasi positif merupakan pemberian dalam bentuk ‘terima kasih’ tanpa pamrih. Sementara, gratifikasi negatif adalah pemberian dengan pamrih, dengan tujuan tertentu. Namun kenyataannya, seseorang tidak mungkin memberikan sesuatu tanpa ada tujuan lain yang ingin diraihnya. Pemberian jenis ini telah membudaya di kalangan birokrat maupun pengusaha karena adanya interaksi kepentingan. Pemberian hadiah seringkali dianggap sebagai ucapan terima kasih atau ucapan selamat kepada seorang pejabat. Tapi, bagaimana jika pemberian itu berasal dari seseorang yang memiliki kepentingan terhadap keputusan atau kebijakan pejabat tersebut? Dan, bagaimana jika nilai dari pemberian hadiah tersebut di atas nilai kewajaran? Apakah pemberian hadiah tersebut tidak akan mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitas dalam pengambilan keputusan atau kebijakan, sehingga dapat menguntungkan pihak lain atu diri sendiri? Pemberian hadiah kepada seseorang tentu saja diperbolehkan. Namun, jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat mempengaruhi keputusan atau kebijakan dari pejabat yang diberi hadiah, sehingga mempengaruhi integritas, independensi dan
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
obyektivitasnya, maka pemberian itu termasuk dalam pengertian gratifikasi. Di negara maju, gratifikasi kepada kalangan birokrat dilarang keras dan kepada pelaku diberikan sanksi yang cukup berat, karena akan mempengaruhi pejabat dalam menjalankan tugas dan pengambilan keputusan yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam pelayanan publik. Di Indonesia, berdasarkan Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang termasuk dalam gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya (Pasal 12B UU No.20 Tahun 2001) Gratifikasi dikategorikan kejahatan korupsi Jika, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya (Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo. UU No.20/2001). Terkecuali, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK maka ketentuan tersebut tidak berlaku (Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo. UU No.20/2001). Beberapa contoh kasus gratifikasi kepada pejabat oleh rekanan atau bawahannya berdasarkan hukum yang berlaku antara lain, pemberian hadiah atau parsel pada saat hari raya keagamaan, pemberian tiket perjalanan untuk keperluan pribadi, pemberian potongan harga khusus untuk pembelian barang dari rekanan, pemberian biaya atau ongkos haji, pemberian hadiah ulang tahun atau pada acaraacara pribadi lainnya, pemberian souvenir pada saat kunjungan kerja, pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu. Untuk pemberian yang tidak dapat dihindari atau ditolak oleh pejabat dalam suatu acara yang bersifat adat atau kebiasaan, seperti upacara pernikahan, kematian, ulang tahun ataupun serah terima jabatan, maka pejabat tersebut wajib melaporkannya kepada KPK paling lambat 30 hari sejak penerimaan gratifikasi. Nantinya, KPK yang akan menganalisis apakah ada unsur kepentingan dalam pemberian tersebut dengan tugas dan kewajiban pejabat tersebut. (sumber: www.kpk.go.id)
Untuk itu diperlukan human capital yang berkualitas, berintelektual tinggi, dan memiliki pemahaman yang baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan begitu, pelayanan publik akan terlaksana dengan efisien dan optimal. Pelayanan Publik yang diberikan Badan POM kepada mayarakat adalah melalui komunikasi, informasi dan edukasi. Untuk itu, Badan POM memiliki unit-unit khusus yang menyelenggarakan pelayanan tersebut, salah satunya Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK). Untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, salah satu persyaratan harus menempatkan masyarakat sebagai sentral sekaligus sebagai owner dalam pelayanan. Untuk itu partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik perlu ditingkatkan. Salah satu caranya adalah melalui layanan pengaduan konsumen. ULPK Badan POM berada di Biro Hukum dan Humas yang ingin digenjot dalam peningkatan kualitas pelayanan publik Badan POM. Pasalnya, unit inilah yang akan berhadapan langsung dengan masyarakat, tidak hanya
melayani pengaduan tetapi juga melakukan penyuluhan dan penyebaran informasi. Beberapa kegiatan ULPK antara lain memberikan petugas lisan dan tertulis terhadap pengaduan, keluhan dan informasi yang masuk baik langsung maupun melalui telepon, SMS, faksimili, email atau pos/surat, bimbangan layanan pengaduan konsumen seperti penyuluhan, penyebaran informasi dan pelatihan serta pencatatan, dan mengevaluasi data di pusat dan daerah. Kinerja ULPK saat ini didukung pula contact Center Halo BPOM 500533 yang diluncurkan Badan POM beberapa waktu lalu. Hadirnya layanan ini sebagai bentuk komitmen meningkatkan layanan dan perlindungan masyarakat dari obat dan makanan beresiko terhadap kesehatan. Diharapkan masyarakat akan lebih mudah mendapatkan informasi maupun melakukan pengaduan ke Badan POM dengan Halo BPOM. Salah satu kebijakan Badan POM dalam meningkatkan kompetensi para pegawainya terutama yang berkaitan
dengan pelayanan publik, yakni melakukan pemutakhiran pengetahuan dan peningkatkan kualitas dengan melaksanakan pelatihan. Dalam rangka meningkatkan kinerja para pelaksana ULPK, Badan POM menggelar kegiatan Koordinasi dan Diseminasi Kegiatan Layanan Pengaduan/ Informasi Konsumen Balai Besar/ Balai POM seluruh Indonesia, tanggal 14 -17 April 2014 lalu di Depok. “Layanan Pengaduan Konsumen merupakan jendela Badan POM. Apabila jendelanya jernih maka semua yang dilakukan unit teknis akan terkomunikasikan dengan baik kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan citra Badan POM di mata publik,” ungkap Sekretaris Utama Badan POM, dr. Hayatie Amal, MPH. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Biro Hukum dan Humas tersebut bertujuan agar Petugas Serlik Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuannya dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat, serta dapat melakukan evaluasi kepuasan konsumen terhadap layanan pengaduan konsumen. Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Utama Badan POM juga memberikan penghargaan kepada Balai Besar/Balai POM yang mendapatkan nilai indeks kepuasan tertinggi berdasarkan survei yang dilakukan tahun 2013, yaitu Balai Besar POM di Banjarmasin dan Balai POM di Gorontalo. Selain itu BPOM di Gorontalo juga meraih penghargaan untuk kategori assesbility, sedangkan kategori delivery & information diraih BPOM di Ambon. BBPOM di Denpasar meraih penghargaan untuk kategori indeks kenaikan tertinggi kepuasan konsumen. Kategori layanan informasi pengaduan konsumen terbanyak diraih oleh BBPOM di Surabaya, dan kategori kenaikan layanan pengaduan konsumen diraih oleh BBPOM di Medan dengan kenaikan yang mencapai 406%.(*)
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
4 COVER STORY
KESESTAMAAN 5
Layanan Pengaduan Masyarakat Sebagai Jendela Badan POM Dalam suatu organisasi yang bergerak dalam pelayanan publik, human capital memiliki peran penting dalam pencitraan organisasi tersebut di mata masyarakat. Human capital menjadi penggerak dan penentu arah pelayanan yang diberikan organisasi kepada masyarakat.
Gratifikasi? Boleh, Asal….. Sebetulnya, Gratifikasi dapat diartikan secara positif atau negatif. Gratifikasi positif merupakan pemberian dalam bentuk ‘terima kasih’ tanpa pamrih. Sementara, gratifikasi negatif adalah pemberian dengan pamrih, dengan tujuan tertentu. Namun kenyataannya, seseorang tidak mungkin memberikan sesuatu tanpa ada tujuan lain yang ingin diraihnya. Pemberian jenis ini telah membudaya di kalangan birokrat maupun pengusaha karena adanya interaksi kepentingan. Pemberian hadiah seringkali dianggap sebagai ucapan terima kasih atau ucapan selamat kepada seorang pejabat. Tapi, bagaimana jika pemberian itu berasal dari seseorang yang memiliki kepentingan terhadap keputusan atau kebijakan pejabat tersebut? Dan, bagaimana jika nilai dari pemberian hadiah tersebut di atas nilai kewajaran? Apakah pemberian hadiah tersebut tidak akan mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitas dalam pengambilan keputusan atau kebijakan, sehingga dapat menguntungkan pihak lain atu diri sendiri? Pemberian hadiah kepada seseorang tentu saja diperbolehkan. Namun, jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat mempengaruhi keputusan atau kebijakan dari pejabat yang diberi hadiah, sehingga mempengaruhi integritas, independensi dan
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
obyektivitasnya, maka pemberian itu termasuk dalam pengertian gratifikasi. Di negara maju, gratifikasi kepada kalangan birokrat dilarang keras dan kepada pelaku diberikan sanksi yang cukup berat, karena akan mempengaruhi pejabat dalam menjalankan tugas dan pengambilan keputusan yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam pelayanan publik. Di Indonesia, berdasarkan Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang termasuk dalam gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya (Pasal 12B UU No.20 Tahun 2001) Gratifikasi dikategorikan kejahatan korupsi Jika, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya (Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo. UU No.20/2001). Terkecuali, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK maka ketentuan tersebut tidak berlaku (Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo. UU No.20/2001). Beberapa contoh kasus gratifikasi kepada pejabat oleh rekanan atau bawahannya berdasarkan hukum yang berlaku antara lain, pemberian hadiah atau parsel pada saat hari raya keagamaan, pemberian tiket perjalanan untuk keperluan pribadi, pemberian potongan harga khusus untuk pembelian barang dari rekanan, pemberian biaya atau ongkos haji, pemberian hadiah ulang tahun atau pada acaraacara pribadi lainnya, pemberian souvenir pada saat kunjungan kerja, pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu. Untuk pemberian yang tidak dapat dihindari atau ditolak oleh pejabat dalam suatu acara yang bersifat adat atau kebiasaan, seperti upacara pernikahan, kematian, ulang tahun ataupun serah terima jabatan, maka pejabat tersebut wajib melaporkannya kepada KPK paling lambat 30 hari sejak penerimaan gratifikasi. Nantinya, KPK yang akan menganalisis apakah ada unsur kepentingan dalam pemberian tersebut dengan tugas dan kewajiban pejabat tersebut. (sumber: www.kpk.go.id)
Untuk itu diperlukan human capital yang berkualitas, berintelektual tinggi, dan memiliki pemahaman yang baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan begitu, pelayanan publik akan terlaksana dengan efisien dan optimal. Pelayanan Publik yang diberikan Badan POM kepada mayarakat adalah melalui komunikasi, informasi dan edukasi. Untuk itu, Badan POM memiliki unit-unit khusus yang menyelenggarakan pelayanan tersebut, salah satunya Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK). Untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, salah satu persyaratan harus menempatkan masyarakat sebagai sentral sekaligus sebagai owner dalam pelayanan. Untuk itu partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik perlu ditingkatkan. Salah satu caranya adalah melalui layanan pengaduan konsumen. ULPK Badan POM berada di Biro Hukum dan Humas yang ingin digenjot dalam peningkatan kualitas pelayanan publik Badan POM. Pasalnya, unit inilah yang akan berhadapan langsung dengan masyarakat, tidak hanya
melayani pengaduan tetapi juga melakukan penyuluhan dan penyebaran informasi. Beberapa kegiatan ULPK antara lain memberikan petugas lisan dan tertulis terhadap pengaduan, keluhan dan informasi yang masuk baik langsung maupun melalui telepon, SMS, faksimili, email atau pos/surat, bimbangan layanan pengaduan konsumen seperti penyuluhan, penyebaran informasi dan pelatihan serta pencatatan, dan mengevaluasi data di pusat dan daerah. Kinerja ULPK saat ini didukung pula contact Center Halo BPOM 500533 yang diluncurkan Badan POM beberapa waktu lalu. Hadirnya layanan ini sebagai bentuk komitmen meningkatkan layanan dan perlindungan masyarakat dari obat dan makanan beresiko terhadap kesehatan. Diharapkan masyarakat akan lebih mudah mendapatkan informasi maupun melakukan pengaduan ke Badan POM dengan Halo BPOM. Salah satu kebijakan Badan POM dalam meningkatkan kompetensi para pegawainya terutama yang berkaitan
dengan pelayanan publik, yakni melakukan pemutakhiran pengetahuan dan peningkatkan kualitas dengan melaksanakan pelatihan. Dalam rangka meningkatkan kinerja para pelaksana ULPK, Badan POM menggelar kegiatan Koordinasi dan Diseminasi Kegiatan Layanan Pengaduan/ Informasi Konsumen Balai Besar/ Balai POM seluruh Indonesia, tanggal 14 -17 April 2014 lalu di Depok. “Layanan Pengaduan Konsumen merupakan jendela Badan POM. Apabila jendelanya jernih maka semua yang dilakukan unit teknis akan terkomunikasikan dengan baik kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan citra Badan POM di mata publik,” ungkap Sekretaris Utama Badan POM, dr. Hayatie Amal, MPH. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Biro Hukum dan Humas tersebut bertujuan agar Petugas Serlik Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuannya dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat, serta dapat melakukan evaluasi kepuasan konsumen terhadap layanan pengaduan konsumen. Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Utama Badan POM juga memberikan penghargaan kepada Balai Besar/Balai POM yang mendapatkan nilai indeks kepuasan tertinggi berdasarkan survei yang dilakukan tahun 2013, yaitu Balai Besar POM di Banjarmasin dan Balai POM di Gorontalo. Selain itu BPOM di Gorontalo juga meraih penghargaan untuk kategori assesbility, sedangkan kategori delivery & information diraih BPOM di Ambon. BBPOM di Denpasar meraih penghargaan untuk kategori indeks kenaikan tertinggi kepuasan konsumen. Kategori layanan informasi pengaduan konsumen terbanyak diraih oleh BBPOM di Surabaya, dan kategori kenaikan layanan pengaduan konsumen diraih oleh BBPOM di Medan dengan kenaikan yang mencapai 406%.(*)
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
6 SEKILAS KESESTAMAAN
OBAT & NAPZA 7 1. PELANTIKAN — Kepala Badan POM, Roy A. Sparringa, melantik pejabat Eselon II dan IV yang baru pada Sabtu 5 April 2014 di Aula Gedung C Badan POM. Pelantikan dan penandatanganan Pakta Integritas 8 (delapan) pejabat Eselon II dan IV ini juga dihadiri oleh Sekretaris Utama, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, serta pejabat Eselon II lainnya
2. Gedung Administrasi — Kepala Badan POM, Roy A. Sparringa dan Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry Sarundajang meresmikan gedung administrasi BBPOM di Manado pada Senin, 24 Maret 2014.
3. Pemberdayaan PKL — Kepala Badan POM Roy A. Sparringa menghadiri Rapat Kerja Nasional tanggal 19 Maret 2014 yang dibuka langsung oleh Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi. Rakernas itu dilaksanakan dalam upaya penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima (PKL).
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
Menggapai Obat yang Berkualitas dan Terjangkau “Kalau miskin, jangan pernah berfikir untuk sakit di Indonesia”, sebuah kalimat yang menunjukkan bagaimana pesimisnya sebagian masyarakat terhadap kondisi kesehatan di negeri ini. Selain itu, layanan rumah sakit juga dianggap kurang berpihak kepada yang miskin. Pendapat itu seolah didukung oleh sejumlah fakta yang menyebut tarif obat di Indonesia masih terbilang mahal. Surya Chandra Surapaty ketika menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR sempat menyatakan kepada wartawan bahwa harga obat bermerek di Indonesia relatif lebih mahal daripada yang berlaku di negara anggota ASEAN lainnya, termasuk India. Pendapat ini tentunya bukan tanpa alasan. Namun sayangnya, akhir dari pendapat itu biasanya memojokkan kinerja Badan POM. Surya Chandra ketika itu menyebut, mahalnya harga obat bermerek, tidak terlepas dari kelemahan pengawasan terhadap harga awal oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di saat suatu produk memperoleh izin edar. “Memang kita tak memiliki sistem kontrol terhadap harga obat,” ujar dia. Tapi, Surya melihat bisa diadakan pendekatan berupa kebijaksanaan untuk menetapkan harganya. Yang terbaru kritik itu disampaikan anggota BPK Rizal Djalil dalam Seminar Obat untuk Rakyat di Aulat Barat Institut Teknologi Bandung (ITB) pertengahan April lalu. Dalam seminar yang menghadirkan Kepala Badan POM Roy A. Sparringa, Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Akmal Taher, Kepala Penelitian dan Pengembangan Gabungan Pengusaha Farmasi Pre Agusta, dan Dekan Sekolah Farmasi ITB Daryono Hadi Tjahjono itu, Rizal Djalil menyebut salah satu faktor yang ikut mendongkrak harga obat di Indonesia adalah proses penyelesaian registrasi obat yang tidak tepat waktu oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM).
“Pengaruh ketepatan waktu registrasi ini berpengaruh terhadap harga obat,” ujar Rizal. Selanjutnya Rizal menyatakan pada tahun 2011 misalnya, Badan POM menerima 6.779 berkas permohonan registrasi. Namun yang bisa diselesaikan prosesnya hanya 2.790 berkas. Sementara pada tahun 2012 ada 11.690 berkas permohonan registrasi, sedangkan yang bisa diselesaikan hanya 4.682 berkas. “Kepala Badan POM harus didorong menyelesaikan ini,” kata Rizal. Penyelesaian berkas permohonan registrasi memegang peranan penting dalam penetapan tarif obat. BPK yang mengunjungi 33 industri farmasi memperoleh temuan, ketepatan waktu penyelesaian registrasi itu berpengaruh antara 0,5 persen sampai 20 persen harga jual obat. “Mungkin ada masalah soal tenaga (sumber daya), IT (information technology), atau fasilitas lainnya (di Badan POM). Kita harus dorong ke DPR (pemenuhan kebutuhan) agar semua (proses registrasi) bisa lebih cepat,” tegas Rizal. Terkait temuan itu, Kepala Badan POM Roy A. Sparringa mengungkapkan pihaknya siap memperbaiki kinerja lembaganya. Namun pada sisi lain, Kepala Badan POM menyatakan, harga obat di Indonesia itu menjadi mahal akibat ketiadaan bahan baku lokal. Argumentasi ini diiyakan oleh Kepala Penelitian dan Pengembangan Gabungan Pengusaha Farmasi Pre Agusta. Berdasarkan data yang dimiliki institusinya, 90 persen bahan baku obat yang merupakan senyawa aktif dan bahan pembantu masih impor. Kebanyakan didatangkan dari China dan India.
Nilai impor bahan baku itu pada tahun 2011 mencapai Rp9,59 triliun dan terus meningkat. Pada tahun 2012 mencapai Rp11,40 triliun dan pada tahun 2013 mencapai Rp13 triliun. Agusta juga mengungkapkan, selain ketiadaan bahan baku impor, salah satu komponen yang mengakibatkan kenaikan harga produksi obat adalah biaya distribusi. Dari sekitar 206 industri farmasi yang ada di Indonesia, sebanyak 95 persen tersebar di Pulau Jawa. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Gabungan Perusahaan Farmasi Pre Agusta mengungkapkan, ketiadaan bahan baku lokal mengakibatkan perusahaan farmasi mendapatkan margin keuntungan yang kecil. “Karena investasi bahan baku, promosi dan distribusi tetap besar,” ujarnya. Untuk itu, Agusta menambahkan, Kementerian Kesehatan harus membuat daftar prioritas bahan baku obat yang bisa dikembangkan lewat sumber daya alam yang ada di Indonesia. Upaya ini untuk menekan biaya produksi obat. Oleh karena itu, Badan POM, Kementerian Kesehatan, dan ITB mendukung penuh program audit terutama di bidang farmasi agar dapat menghasilkan solusi untuk menciptakan obat yang berkualitas dan harga yang terjangkau masyarakat. Sehingga dapat mendorong semua pihak yang berkepentingan dalam bidang industri farmasi untuk bahu membahu melakukan inovasi guna kepentingan bangsa. Dan akhirnya tidak ada lagi orang miskin yang semakin menderita ketika sakit di negeri hanya karena mahalnya harga obat. (*)
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
6 SEKILAS KESESTAMAAN
OBAT & NAPZA 7 1. PELANTIKAN — Kepala Badan POM, Roy A. Sparringa, melantik pejabat Eselon II dan IV yang baru pada Sabtu 5 April 2014 di Aula Gedung C Badan POM. Pelantikan dan penandatanganan Pakta Integritas 8 (delapan) pejabat Eselon II dan IV ini juga dihadiri oleh Sekretaris Utama, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, serta pejabat Eselon II lainnya
2. Gedung Administrasi — Kepala Badan POM, Roy A. Sparringa dan Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry Sarundajang meresmikan gedung administrasi BBPOM di Manado pada Senin, 24 Maret 2014.
3. Pemberdayaan PKL — Kepala Badan POM Roy A. Sparringa menghadiri Rapat Kerja Nasional tanggal 19 Maret 2014 yang dibuka langsung oleh Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi. Rakernas itu dilaksanakan dalam upaya penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima (PKL).
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
Menggapai Obat yang Berkualitas dan Terjangkau “Kalau miskin, jangan pernah berfikir untuk sakit di Indonesia”, sebuah kalimat yang menunjukkan bagaimana pesimisnya sebagian masyarakat terhadap kondisi kesehatan di negeri ini. Selain itu, layanan rumah sakit juga dianggap kurang berpihak kepada yang miskin. Pendapat itu seolah didukung oleh sejumlah fakta yang menyebut tarif obat di Indonesia masih terbilang mahal. Surya Chandra Surapaty ketika menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR sempat menyatakan kepada wartawan bahwa harga obat bermerek di Indonesia relatif lebih mahal daripada yang berlaku di negara anggota ASEAN lainnya, termasuk India. Pendapat ini tentunya bukan tanpa alasan. Namun sayangnya, akhir dari pendapat itu biasanya memojokkan kinerja Badan POM. Surya Chandra ketika itu menyebut, mahalnya harga obat bermerek, tidak terlepas dari kelemahan pengawasan terhadap harga awal oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di saat suatu produk memperoleh izin edar. “Memang kita tak memiliki sistem kontrol terhadap harga obat,” ujar dia. Tapi, Surya melihat bisa diadakan pendekatan berupa kebijaksanaan untuk menetapkan harganya. Yang terbaru kritik itu disampaikan anggota BPK Rizal Djalil dalam Seminar Obat untuk Rakyat di Aulat Barat Institut Teknologi Bandung (ITB) pertengahan April lalu. Dalam seminar yang menghadirkan Kepala Badan POM Roy A. Sparringa, Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Akmal Taher, Kepala Penelitian dan Pengembangan Gabungan Pengusaha Farmasi Pre Agusta, dan Dekan Sekolah Farmasi ITB Daryono Hadi Tjahjono itu, Rizal Djalil menyebut salah satu faktor yang ikut mendongkrak harga obat di Indonesia adalah proses penyelesaian registrasi obat yang tidak tepat waktu oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM).
“Pengaruh ketepatan waktu registrasi ini berpengaruh terhadap harga obat,” ujar Rizal. Selanjutnya Rizal menyatakan pada tahun 2011 misalnya, Badan POM menerima 6.779 berkas permohonan registrasi. Namun yang bisa diselesaikan prosesnya hanya 2.790 berkas. Sementara pada tahun 2012 ada 11.690 berkas permohonan registrasi, sedangkan yang bisa diselesaikan hanya 4.682 berkas. “Kepala Badan POM harus didorong menyelesaikan ini,” kata Rizal. Penyelesaian berkas permohonan registrasi memegang peranan penting dalam penetapan tarif obat. BPK yang mengunjungi 33 industri farmasi memperoleh temuan, ketepatan waktu penyelesaian registrasi itu berpengaruh antara 0,5 persen sampai 20 persen harga jual obat. “Mungkin ada masalah soal tenaga (sumber daya), IT (information technology), atau fasilitas lainnya (di Badan POM). Kita harus dorong ke DPR (pemenuhan kebutuhan) agar semua (proses registrasi) bisa lebih cepat,” tegas Rizal. Terkait temuan itu, Kepala Badan POM Roy A. Sparringa mengungkapkan pihaknya siap memperbaiki kinerja lembaganya. Namun pada sisi lain, Kepala Badan POM menyatakan, harga obat di Indonesia itu menjadi mahal akibat ketiadaan bahan baku lokal. Argumentasi ini diiyakan oleh Kepala Penelitian dan Pengembangan Gabungan Pengusaha Farmasi Pre Agusta. Berdasarkan data yang dimiliki institusinya, 90 persen bahan baku obat yang merupakan senyawa aktif dan bahan pembantu masih impor. Kebanyakan didatangkan dari China dan India.
Nilai impor bahan baku itu pada tahun 2011 mencapai Rp9,59 triliun dan terus meningkat. Pada tahun 2012 mencapai Rp11,40 triliun dan pada tahun 2013 mencapai Rp13 triliun. Agusta juga mengungkapkan, selain ketiadaan bahan baku impor, salah satu komponen yang mengakibatkan kenaikan harga produksi obat adalah biaya distribusi. Dari sekitar 206 industri farmasi yang ada di Indonesia, sebanyak 95 persen tersebar di Pulau Jawa. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Gabungan Perusahaan Farmasi Pre Agusta mengungkapkan, ketiadaan bahan baku lokal mengakibatkan perusahaan farmasi mendapatkan margin keuntungan yang kecil. “Karena investasi bahan baku, promosi dan distribusi tetap besar,” ujarnya. Untuk itu, Agusta menambahkan, Kementerian Kesehatan harus membuat daftar prioritas bahan baku obat yang bisa dikembangkan lewat sumber daya alam yang ada di Indonesia. Upaya ini untuk menekan biaya produksi obat. Oleh karena itu, Badan POM, Kementerian Kesehatan, dan ITB mendukung penuh program audit terutama di bidang farmasi agar dapat menghasilkan solusi untuk menciptakan obat yang berkualitas dan harga yang terjangkau masyarakat. Sehingga dapat mendorong semua pihak yang berkepentingan dalam bidang industri farmasi untuk bahu membahu melakukan inovasi guna kepentingan bangsa. Dan akhirnya tidak ada lagi orang miskin yang semakin menderita ketika sakit di negeri hanya karena mahalnya harga obat. (*)
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
8 SEKILAS PANGAN & BAHAN BERBAHAYA
PANGAN & BAHAN BERBAHAYA 9
Membangun Sinergi Laboratorium Pengujian Pangan Melalui JLPPI
PATPI — Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) dipimpin Ketua PATPI, Prof. Rindit beserta 5 anggota PATPI melakukan kunjungan kerja ke Badan POM pada Selasa, 1 April 2014. Kepala Badan POM, Roy Sparringa, bersama Pimpinan unit terkait yaitu Plt. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Direktur Penilaian Keamanan Pangan, Direktur Standardisasi Produk Pangan, serta Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya menerima kunjungan tersebut dengan penuh harapan.
Mulai 31 Desember 2015, ASEAN Single Market akan diberlakukan. Setiap negara anggota ASEAN termasuk Indonesia sudah bersiap menghadapi pasar tunggal dalam kerangka ASEAN Economic Community tersebut.
LPPOM MUI — Bertempat di gedung Global Halal Centre Jl. Pemuda No.5 Bogor, Kepala Badan POM, Roy Sparringa didampingi Plt. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya serta pejabat terkait, memenuhi undangan Direktur LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia), Ir. Lukmanul Hakim, M.Si., Selasa, 11 Maret 2014,
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
Salah satu persiapan yang dilakukan Indonesia adalah terkait dengan peningkatan kapasitas pengujian laboratorium pangan, mengingat industri pangan merupakan salah satu sektor yang akan dipercepat proses integrasinya dalam pasar tunggal tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi pembentukan Jejaring Laboratorium Pengujian Pangan Indonesia (JLPPI) yang diluncurkan Rabu 12 Maret 2014 di Kementerian Perindustrian RI. “JLPPI bertujuan untuk memadukan kemampuan seluruh laboratorium pengujian pangan dalam mendukung perdagangan pangan
nasional, regional, maupun global. Selain itu, JLPPI juga dibentuk untuk mendukung kesiapan laboratorium pengujian pangan dalam menghadapi pasar”, ungkap Arryanto Sagala, Kepala Badan Pengkajian Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian. Roy A. Sparringa, Kepala Badan POM, menyambut baik pembentukan JLPPI ini. “Menghadapi pasar tunggal ASEAN, industri pangan Indonesia harus memiliki kesiapan dengan menerapkan Sistem Keamanan Pangan danTraceability yang handal dan memadai serta pertukaran informasi yang cepat dan tepat terkait permasalahan keamanan pangan”, ujarnya. “Untuk
memonitor keamanan pangan diperlukan infrastruktur laboratorium yang memadai dengan analisis yang kompeten untuk bidang pengujian yang dibutuhkan”, lanjutnya. “Keberadaan JLPPI dapat memperkuat kerja sama antar laboratorium dan meningkatkan kinerja pengujian pangan di seluruh Indonesia dengan dukungan struktur organisasi yang kuat, legal, dan berkelanjutan”. Melalui JLPPI yang dikoordinir oleh Kementerian Perindustrian dan melibatkan Badan POM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, serta intansi pemerintah dan pihak swasta lainnya, kapasitas dan kualitas laboratorium pengujian di seluruh Indonesia diharapkan dapat ditingkatkan yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif dalam pengembangan industri pangan olahan Indonesia. (*)
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
8 SEKILAS PANGAN & BAHAN BERBAHAYA
PANGAN & BAHAN BERBAHAYA 9
Membangun Sinergi Laboratorium Pengujian Pangan Melalui JLPPI
PATPI — Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) dipimpin Ketua PATPI, Prof. Rindit beserta 5 anggota PATPI melakukan kunjungan kerja ke Badan POM pada Selasa, 1 April 2014. Kepala Badan POM, Roy Sparringa, bersama Pimpinan unit terkait yaitu Plt. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Direktur Penilaian Keamanan Pangan, Direktur Standardisasi Produk Pangan, serta Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya menerima kunjungan tersebut dengan penuh harapan.
Mulai 31 Desember 2015, ASEAN Single Market akan diberlakukan. Setiap negara anggota ASEAN termasuk Indonesia sudah bersiap menghadapi pasar tunggal dalam kerangka ASEAN Economic Community tersebut.
LPPOM MUI — Bertempat di gedung Global Halal Centre Jl. Pemuda No.5 Bogor, Kepala Badan POM, Roy Sparringa didampingi Plt. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya serta pejabat terkait, memenuhi undangan Direktur LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia), Ir. Lukmanul Hakim, M.Si., Selasa, 11 Maret 2014,
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
Salah satu persiapan yang dilakukan Indonesia adalah terkait dengan peningkatan kapasitas pengujian laboratorium pangan, mengingat industri pangan merupakan salah satu sektor yang akan dipercepat proses integrasinya dalam pasar tunggal tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi pembentukan Jejaring Laboratorium Pengujian Pangan Indonesia (JLPPI) yang diluncurkan Rabu 12 Maret 2014 di Kementerian Perindustrian RI. “JLPPI bertujuan untuk memadukan kemampuan seluruh laboratorium pengujian pangan dalam mendukung perdagangan pangan
nasional, regional, maupun global. Selain itu, JLPPI juga dibentuk untuk mendukung kesiapan laboratorium pengujian pangan dalam menghadapi pasar”, ungkap Arryanto Sagala, Kepala Badan Pengkajian Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian. Roy A. Sparringa, Kepala Badan POM, menyambut baik pembentukan JLPPI ini. “Menghadapi pasar tunggal ASEAN, industri pangan Indonesia harus memiliki kesiapan dengan menerapkan Sistem Keamanan Pangan danTraceability yang handal dan memadai serta pertukaran informasi yang cepat dan tepat terkait permasalahan keamanan pangan”, ujarnya. “Untuk
memonitor keamanan pangan diperlukan infrastruktur laboratorium yang memadai dengan analisis yang kompeten untuk bidang pengujian yang dibutuhkan”, lanjutnya. “Keberadaan JLPPI dapat memperkuat kerja sama antar laboratorium dan meningkatkan kinerja pengujian pangan di seluruh Indonesia dengan dukungan struktur organisasi yang kuat, legal, dan berkelanjutan”. Melalui JLPPI yang dikoordinir oleh Kementerian Perindustrian dan melibatkan Badan POM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, serta intansi pemerintah dan pihak swasta lainnya, kapasitas dan kualitas laboratorium pengujian di seluruh Indonesia diharapkan dapat ditingkatkan yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif dalam pengembangan industri pangan olahan Indonesia. (*)
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
10 OT KOS & KOMPLEMENTER
OT KOS & KOMPLEMENTER 11
Peluang Obat Tradisional Masih Terbuka Lebar
OT mengandung BKO Masih Marak Beredar
Hingga saat ini Badan POM masih menemukan Obat Tradisional (OT) yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). Pencampuran BKO dalam OT ini berdampak buruk bagi kesehatan dan merupakan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Sedikitnya ada lima isu strategis dalam peningkatan citra jamu atau obat tradisional Indonesia. Hal itu dipaparkan oleh Kepala Badan POM Roy A. Sparringa dihadapan peserta Simposium Nasional dengan tema “Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”, Sabtu, 15 Maret 2014. Dalam acara yang digelar di Kampus UGM itu, Kepala Badan POM menyebut kelima isu strategis tersebut yaitu belum dimanfaatkannya potensi kekayaan jamu Indonesia dengan optimal, belum terkelolanya informasi jamu dalam pemeliharaan kesehatan, masih rendahnya kesadaran pengusaha jamu untuk penerapan hygiene dan sanitasi, penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
Baik, serta masih ditemukannya jamu yang dicampur dengan bahan kimia obat. Lalu untuk mengatasi itu semua, masih menurut Kepala Badan POM diperlukan keterlibatan semua pihak. “Apakah itu pemerintah, pelaku usaha, akademisi, maupun masyarakat perlu bersinergi untuk dapat mengembangkan potensi obat tradisional Indonesia,” papar Kepala Badan POM saat itu. Hal senada disampaikan Asisten Wakil Dekan Fakultas Kedokteran UGM Prof dr Suhardjo. Beliau pun berharap simposium itu bisa memberikan kontribusi yang signifikan. “Simposium ini merupakan wujud peran aktif akademisi dalam pengembangan obat tradisional yang sudah lama digunakan untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat Indonesia”, ujarnya. Masih menurut Suhardjo, di Indonesia tidak semua obat tradisional bisa diresepkan oleh dokter. Hanya fitofarmaka yang dapat diresepkan oleh dokter, dan sampai saat
ini baru 6 fitofarmaka yang terdaftar di Badan POM. Untuk itulah, simposium ini diselenggarakan untuk mencari kemungkinan obat tradisional dapat digunakan pada pelayanan kesehatan formal, sejajar dengan obat konvensional. Pada simposium yang dihadiri lebih kurang 200 orang peserta dari berbagai kalangan ini, selain Kepala Badan POM, narasumber lain adalah wakil Kementerian Kesehatan dan akademisi Fakultas Kedokteran UGM, yang menghasilkan kesimpulan bahwa walaupun tidak mudah, tetapi peluang obat tradisional untuk dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal terbuka lebar. Untuk itu kerja sama interdisipliner termasuk kerja sama pemerintah, perguruan tinggi, dan industri sangat diperlukan dalam mengembangkan obat tradisional menjadi fitofarmaka agar semakin banyak obat tradisional yang dapat diterima dalam pelayanan kesehatan formal.(*)
Oleh karena itu, BPOM bekerja sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan serta instansi pemerintah lainnya untuk memberantas OT mengandung BKO. Hal itu disampaikan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen BPOM, Bahdar Johan ketika membuka acara KIE di Pendopo Kantor Bupati Malang, 6-9 Maret 2014lalu. Menurut Bahdar Johan para pelaku bisnis obat tradisonal ini perlu diberikan arahan agar produk jualannya tetap aman dikonsumsi. “Untuk itu, kami sengaja datang ke Malang untuk memberikan edukasi
kepada masyarakat terutama para pelaku usaha jamu/obat tradisional (OT) agar tidak mencampurkan bahan kimia obat (BKO) dalam jamunya”, ujar beliau. Kegiatan KIE Penanggulangan OT Mengandung BKO ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan BPOM bersama Pokjanas Penanggulangan OT Mengandung BKO. Tahun kemarin kegiatan yang sama dilaksanakan di Sukoharjo dan Banyuwangi. Selain memperoleh informasi dan edukasi mengenai bahaya OT mengandung BKO, para peserta juga mendapat informasi penindakan serta tuntutan terhadap pelaku
usaha yang memproduksi dan mengedarkan meningkatkan edukasi para pelaku usaha OT, kegiatan ini juga bertujuan agar masyarakat dapat memberikan saran dan masukan untuk perkembangan jamu di Indonesia. Pada kesempatan kali ini, Kegiatan diselenggarakan di 3 tempat di daerah Malang, yaitu Kepanjen, Kromengan, dan Singosari. Hadir juga dalam kegiatan tersebut adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Malang, Kepala Dinas Kabupaten Malang, Camat Kromengan, Perwakilan Korwas PPNS POLRI, Perwakilan Kejaksaan, Perwakilan Kementerian Kesehatan, anggota Komisi IX DPR RI, dan undangan lainnya. Mari bersama lestarikan jamu Indonesia, salah satunya dengan membiasakan meminum jamu tanpa BKO secara teratur. (*)
WARTA POM
Penanggung Jawab: dr. M. Hayatie Amal, MPH. Redaktur: Budi Djanu Purwanto, SH., MH. Editor: Dra. Nany Bodrorini, Apt; Sandhyani ED, S.Si., Apt; Octavita Dwi Yuliani, S.Ikom. Desain Grafis: Diyan Fajar MR, S.Sos., M.I.kom; Nelly L Rachman, S.Sos. Sekretariat: Dra. Sri Mulyani, Apt; Kurnia Sari, S.Ikom; Yanuar Rahman, S.Ikom; Ristanti Kuntarsih, A.Md; Dewi Nopitasari, S.Farm., Apt; Benny Robin. Alamat Redaksi: Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan POM RI Jl. Percetakan Negara No.23, Jakarta Pusat Telp. 021-4263333,4240231 Fax. 021-4209221
[email protected]
Redaksi WARTA POM menerima tulisan dari luar. Bagi yang dimuat akan memperoleh souvenir menarik dari redaksi. Pertanyaan, komentar tanggapan, kritik dan saran menegenai isi WARTA POM dapat disampaikan ke radaksi melalui email:
[email protected] atau Fax: 021-4209221
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
10 OT KOS & KOMPLEMENTER
OT KOS & KOMPLEMENTER 11
Peluang Obat Tradisional Masih Terbuka Lebar
OT mengandung BKO Masih Marak Beredar
Hingga saat ini Badan POM masih menemukan Obat Tradisional (OT) yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). Pencampuran BKO dalam OT ini berdampak buruk bagi kesehatan dan merupakan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Sedikitnya ada lima isu strategis dalam peningkatan citra jamu atau obat tradisional Indonesia. Hal itu dipaparkan oleh Kepala Badan POM Roy A. Sparringa dihadapan peserta Simposium Nasional dengan tema “Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”, Sabtu, 15 Maret 2014. Dalam acara yang digelar di Kampus UGM itu, Kepala Badan POM menyebut kelima isu strategis tersebut yaitu belum dimanfaatkannya potensi kekayaan jamu Indonesia dengan optimal, belum terkelolanya informasi jamu dalam pemeliharaan kesehatan, masih rendahnya kesadaran pengusaha jamu untuk penerapan hygiene dan sanitasi, penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
Baik, serta masih ditemukannya jamu yang dicampur dengan bahan kimia obat. Lalu untuk mengatasi itu semua, masih menurut Kepala Badan POM diperlukan keterlibatan semua pihak. “Apakah itu pemerintah, pelaku usaha, akademisi, maupun masyarakat perlu bersinergi untuk dapat mengembangkan potensi obat tradisional Indonesia,” papar Kepala Badan POM saat itu. Hal senada disampaikan Asisten Wakil Dekan Fakultas Kedokteran UGM Prof dr Suhardjo. Beliau pun berharap simposium itu bisa memberikan kontribusi yang signifikan. “Simposium ini merupakan wujud peran aktif akademisi dalam pengembangan obat tradisional yang sudah lama digunakan untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat Indonesia”, ujarnya. Masih menurut Suhardjo, di Indonesia tidak semua obat tradisional bisa diresepkan oleh dokter. Hanya fitofarmaka yang dapat diresepkan oleh dokter, dan sampai saat
ini baru 6 fitofarmaka yang terdaftar di Badan POM. Untuk itulah, simposium ini diselenggarakan untuk mencari kemungkinan obat tradisional dapat digunakan pada pelayanan kesehatan formal, sejajar dengan obat konvensional. Pada simposium yang dihadiri lebih kurang 200 orang peserta dari berbagai kalangan ini, selain Kepala Badan POM, narasumber lain adalah wakil Kementerian Kesehatan dan akademisi Fakultas Kedokteran UGM, yang menghasilkan kesimpulan bahwa walaupun tidak mudah, tetapi peluang obat tradisional untuk dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal terbuka lebar. Untuk itu kerja sama interdisipliner termasuk kerja sama pemerintah, perguruan tinggi, dan industri sangat diperlukan dalam mengembangkan obat tradisional menjadi fitofarmaka agar semakin banyak obat tradisional yang dapat diterima dalam pelayanan kesehatan formal.(*)
Oleh karena itu, BPOM bekerja sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan serta instansi pemerintah lainnya untuk memberantas OT mengandung BKO. Hal itu disampaikan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen BPOM, Bahdar Johan ketika membuka acara KIE di Pendopo Kantor Bupati Malang, 6-9 Maret 2014lalu. Menurut Bahdar Johan para pelaku bisnis obat tradisonal ini perlu diberikan arahan agar produk jualannya tetap aman dikonsumsi. “Untuk itu, kami sengaja datang ke Malang untuk memberikan edukasi
kepada masyarakat terutama para pelaku usaha jamu/obat tradisional (OT) agar tidak mencampurkan bahan kimia obat (BKO) dalam jamunya”, ujar beliau. Kegiatan KIE Penanggulangan OT Mengandung BKO ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan BPOM bersama Pokjanas Penanggulangan OT Mengandung BKO. Tahun kemarin kegiatan yang sama dilaksanakan di Sukoharjo dan Banyuwangi. Selain memperoleh informasi dan edukasi mengenai bahaya OT mengandung BKO, para peserta juga mendapat informasi penindakan serta tuntutan terhadap pelaku
usaha yang memproduksi dan mengedarkan meningkatkan edukasi para pelaku usaha OT, kegiatan ini juga bertujuan agar masyarakat dapat memberikan saran dan masukan untuk perkembangan jamu di Indonesia. Pada kesempatan kali ini, Kegiatan diselenggarakan di 3 tempat di daerah Malang, yaitu Kepanjen, Kromengan, dan Singosari. Hadir juga dalam kegiatan tersebut adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Malang, Kepala Dinas Kabupaten Malang, Camat Kromengan, Perwakilan Korwas PPNS POLRI, Perwakilan Kejaksaan, Perwakilan Kementerian Kesehatan, anggota Komisi IX DPR RI, dan undangan lainnya. Mari bersama lestarikan jamu Indonesia, salah satunya dengan membiasakan meminum jamu tanpa BKO secara teratur. (*)
WARTA POM
Penanggung Jawab: dr. M. Hayatie Amal, MPH. Redaktur: Budi Djanu Purwanto, SH., MH. Editor: Dra. Nany Bodrorini, Apt; Sandhyani ED, S.Si., Apt; Octavita Dwi Yuliani, S.Ikom. Desain Grafis: Diyan Fajar MR, S.Sos., M.I.kom; Nelly L Rachman, S.Sos. Sekretariat: Dra. Sri Mulyani, Apt; Kurnia Sari, S.Ikom; Yanuar Rahman, S.Ikom; Ristanti Kuntarsih, A.Md; Dewi Nopitasari, S.Farm., Apt; Benny Robin. Alamat Redaksi: Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan POM RI Jl. Percetakan Negara No.23, Jakarta Pusat Telp. 021-4263333,4240231 Fax. 021-4209221
[email protected]
Redaksi WARTA POM menerima tulisan dari luar. Bagi yang dimuat akan memperoleh souvenir menarik dari redaksi. Pertanyaan, komentar tanggapan, kritik dan saran menegenai isi WARTA POM dapat disampaikan ke radaksi melalui email:
[email protected] atau Fax: 021-4209221
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
12 INFO LAINNYA Sahabat Ibu — Ibu-ibu yang tergabung dalam Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) Jilid 2 menghadiri talkshow“Badan POM Sahabat Ibu, 20 Maret 2014. Kepala Badan POM, Roy A. Sparringa menyempatkan diri membuka acara tersebut.
DPRD Tulungagung— Kepala Biro Hukum dan Humas Badan POM, Budi Djanu Purwanto, SH, MH. didampingi Kepala Bagian Humas dan Pejabat Struktural terkait di Kedeputian III menerima kunjungan Pansus II DPRD Kabupaten Tulungagung pada 4 Maret 2014, terkait penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Industri Rumah Tangga Pangan Kabupaten Tulungagung.
Kerjasama terpadu — Balai Besar POM di Semarang dengan 7 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Koperasi dan UMKM, Badan Ketahanan Pangan, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian menandatanganan perjanjian kerja sama Pengawasan Obat dan Makanan secara Terpadu, 21 Maret 2014.
Media Internal Badan POM
Edisi: Maret-April 2014
Mengoyak Jeratan Gratifikasi Sebelum era reformasi bergulir, tak lepas dari ingatan bagaimana para orang tua murid berbondong-bondong mengambil raport anak-anak mereka.
Pelantikan IAI — Kepala Badan POM, Roy A. Sparringa berkesempatan menyampaikan paparan dalam acara pelantikan dan rapat pleno pengurus pusat IAI tanggal 22 Maret 2014 di Jakarta.
WARTA POM . MARET-APRIL 2014
Rakerkesnas — Pada 31 Maret 2014, Menteri Kesehatan RI, dr Nafsiah Mboi,Sp.A, MPH didampingi Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti membuka secara resmi kegiatan Rakerkesnas Regional Barat di Hall Birawa, Bidakara Jakarta. Kegiatan yang akan berlangsung hingga 3 April 2014 tersebut turut dihadiri oleh Kepala Badan POM, Roy A. Sparringa, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama, serta Kepala BKKBN, Fasli Jalal.
Pada momen spesial itu, tak jarang, para orang tua bertemu sang guru sambil menyerahkan sejumlah hadiah. Hadiah pun beragam bentuknya, ada yang memberikan baju, uang, hasil panen dan barang berharga lainnya. Niatnya hanya satu, ucapan terima kasih. Aktivitas itu terlihat masih membudaya hingga kini. Tak beda jauh, dengan apa yang dilakukan oleh para keluarga pengantin yang baru saja dinikahkan pak penghulu. Sejumlah uang yang terbungkus dalam amplop diberikan untuk sang pak penghulu
atas niat baiknya menikahkan sang pengantin. Besaran uang itu pun beragam disesuaikan dengan kemampuan keluarga mempelai . Namun yang pasti uang itu diluar biaya nikah resmi yang diatur negara. Pasca reformasi, kedua aktivitas itu dikategorikan KPK sebagai salah satu bentuk gratifikasi yang diharamkan negara untuk diterima aparaturnya. Pemberian apapun yang nilainya di atas Rp 250.000 oleh KPK dianggap gratifikasi. Ada sanksi hukum bagi siapapun yang melanggarnya. Sebagai bagian dari aparatur negara
yang memiliki fungsi melayani kepentingan masyarakat banyak, Badan POM juga tak luput dari aturan tersebut. Badan POM pun tak main-main menyikapi aturan terkait gratifikasi tersebut. Komitmen melepaskan diri dari gratifikasi pun ditunjukkan oleh Kepala Badan POM Roy A Sparringa beberapa waktu lalu. Kinerja Badan POM menunjukkan komitmen tersebut. KPK menempatkan Badan POM sebagai lembaga/institusi negara yang memiliki integritas tertinggi dalam upaya memerangi korupsi, suap dan gratifikasi. Kalau sudah begitu, kenapa kita harus ragu melepaskan diri dari jeratan gratifikasi guna meningkatkan layanan yang profesional dan bertanggung jawab kepada publik. Saatnya melepaskan diri dari jeratan gratifikasi (*)
WARTA POM . MARET-APRIL 2014