BAB II GRATIFIKASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
C. Pengertian dari Gratifikasi Istilah Gratifikasi berasal dari bahasa Belanda “gratikatie“ yang diadopsi dalam bahasa Inggris menjadi “gratification“ yang artinya “pemberian sesuatu/hadiah“. Black‟s Law Dictionary memberikan pengertian gratifikasi atau Gratification adalah sebagai “a voluntarily given reward or recompense for a service or benefit” yang dapat diartikan sebagai “sebuah pemberian yang diberikan atas diperolehnya suatu bantuan atau keuntungan”. Terkadang sangat sulit dibedakan antara “ hadiah (gift) “ dengan “ suap (bribe) “ ketika berhadapan dengan pejabat. 21 Dari penjabaran di atas, jelas gratifikasi berbeda dengan hadiah dan sedekah. Hadiah dan sedekah tidak terkait dengan kepentingan untuk memperoleh keputusan tertentu, tetapi motifnya lebih didasarkan pada keikhlasan semata. Gratifikasi jelas akan mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitasnya keputusan yang akan diambil seorang pejabat/penyelenggara negara terhadap sebuah hal. Didalam Pasal 12 B ayat (1) No. 31 Tahun 1999 jo UU. No. 20 Tahun 2001 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan “gratifikasi” adalah pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. 21
Black’s Law Dictionary dalam www.jdih.bpk.go.id, di akses pada tanggal 20 Agustus
2016.
Universitas Sumatera Utara
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Pemikiran untuk menjaga kredibilitas seorang penyelenggara negara inilah yang menjadi landasan gratifikasi masuk dalam kategori delik suap dan diancam dengan sanksi pidana didalam ketentuan Pasal 12 B ayat (1) dan (2) UU. No. 31 Tahun 1999 jo UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (1) “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya” dengan ketentuan: a. Yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. Yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Untukmemahamipasalsuaptentunyaharusmemahamipasalgratifikasi memahami Pasalsuap. Berikut kerangka peraturan perundang-undangan tindak
Universitas Sumatera Utara
pidanakorupsisuapdangratifikasi. Suap dan gratifikasi mengandung beberapa perbedaan yang di atur dalam peraturan yang juga berbeda antara lain : 22 Suap diatur dalam : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73) 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980) 3. Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Sedangkan Gratifikasi diatur dalam : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi 2. Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
03/PMK.06/2011 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi. Definisi dari keduanya juga berbeda, Suap mengandung definisi ” Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan 22
https://consultanonline.wordpress.com/tahukah-kamu/kejahatan-pidana/beda-suap-dangratifikasi/diakses tanggal 21 Agustus 2016.
Universitas Sumatera Utara
dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah) (Pasal 3 UU 3 Tahun 1980).” sedangkan gratifikasi mengandung definisi ” Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik (Penjelasan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor). Dalam konteks hukum, delik suap bukan merupakan persoalan baru. Istilah suap ini tidak memiliki defenisi yang limitatif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, suap dalam hal ini diartikan sebagai uang sogok. Dalam bahasa Latin, delik suap disebut briba, yang maknanya a piece of bread given to beggar (sepotong roti yang diberikan kepada pengemis). Kemudian maknanya terus berkembang ke makna yang bisa diartikan positif, yaitu gift received or given in order to influence corruptly yang oleh Mulhadi, dipahami sebagai pemberian atau hadiah yang diterima atau diberikan dengan maksud mempengaruhi secara jahat atau korup. 23 Masing-masing mempunyai ketentuan pidana dengan sanksi-sanksi yang juga berbeda :
23
Firman Wijaya, Delik Penyalahgunaan Jabatan dan Suap Dalam Praktek, (Jakarta,: Penaku, 2011), hlm. 29.
Universitas Sumatera Utara
Suap dapat dikenakan sanksi : Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980: Pidana penjara selama-lamanya 3
(tiga) tahun atau denda sebanyak-
banyaknyaRp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah) (Pasal 3 UU 3/1980). KUHP: Pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500 (empat ribu lima ratus rupiah) Pasal 149 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor). Sedangkan Gratifikasi dapat dikenakan Sanksi : Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (Pasal 12B ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor)
Universitas Sumatera Utara
Di
dalam
buku
Buku
Saku
Memahami
Gratifikasi
yang
diterbitkan
KPK dijelaskan contoh-contoh pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang sering terjadi, yaitu: a. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya b. Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut c. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma d. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan e. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat f. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan g. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja h. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu. Dasar hukum: a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73); b. Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap; c. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; d. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi;
Universitas Sumatera Utara
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi. Batasan antara Tindak Pidana Gratifikasi dan Tindak Pidana Suap. Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sub bab terdahulu bahwa membicarakan Tindak pidana gratifikasi dan unsur-unsur yang ada dalam tindak pidana tersebut sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 12 B menjadi tumpang tindih dengan unsur yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 12 Huruf a,b,c undang-undang yang sama yaitu Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 5: (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. (2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana
Universitas Sumatera Utara
dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Sementara jika perbuatan suap sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 tersebut ditujukan untuk hakim maka perbuatan tersebut diatur tersendiri dalam Pasal 6 yaitu: (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud
untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau b. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk
menghadiri
sidang
pengadilan
dengan
maksud
untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. (2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Universitas Sumatera Utara
Jika diperhatikan dan cermati maka rumusan Pasal 12 B tentang Gratifikasi dengan rumusan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta rumusan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) memiliki unsur yang sama yaitu: Pasal 12 B Pasal 5 ayat (2) Pasal 6 ayat (2) 1. Pembuatnya adalah 1. Pembuatnya Pegawai 1. Pembuatnya Pegawai Negeri atau Negeri atau dan advokad Penyelenggara penyelenggara Negara Negara
hakim
2. Perbuatannya adalah 2. Perbuatannya 2. Perbuatannya menerima (pemberian Menerima pemberian menerima pemberian dalam arti luas) atau Janji atau janji 3. Pemberian tersebut 3. Pemberian tersebut 3. Pemberian atau janji berhubungan dengan dengan maksud agar tersebut dimaksudkan jabatannya. Pegawai negeri atau agar hakim atau penyelenggara negara advokad melakukan tersebut berbuat atau sesuatu. tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, 4. Berlawanan dengan 4. bertentangan dengan 4. Bertentangan dengan kewajiban dan kewajibannya; atau kewajibannya. tugasnya
Dari ketiga pasal tersebut yaitu Pasal 12 B, Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (2) memiliki kesamaan unsur yaitu: 1. Pada Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 B Pembuatnya adalah pegawai negeri dan penyelenggara negara, sementara dalam Pasal 6 ayat (2) Pembuatnya adalah hakim dan advokad. 2. Perbuatannya dari ketiga Pasal ini adalah sama yaitu menerima hadiah atau janji 3. Tujuannya perbuatannya adaah agar Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara, hakim atau advokad tersebut melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang berlawanan atau bertentangan dengan kewenangan dan kewajibannya.
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan mengenai gratifikasi ini dalam UU No. 12 Tahun 2001, yaitu sebagai berikut: 1. Landasan filosofis Didalam penjelasan umum UU No. 20 Tahun 2001 disebutkan bahwa maksud diadakannya penyisipan Pasal 12 B dalam UU No. 31 Tahun 1999 adalah untuk menghilangkan rasa kekurangadilan bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam hal nilai yang dikorup relatif kecil. 24 Pada Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi: “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.” Ditilik secara hukum, sebenarnya tidak ada masalah dengan gratifikasi. Tindakan ini hanyalah sekadar suatu perbuatan seseorang memberikan hadiah atau hibah kepada orang lain. Tentu saja hal tersebut diperbolehkan. Namun, seiring perkembangan waktu, budaya, dan pola hidup, pemberian yang acap disebut gratifikasi mulai mengalami dualisme makna. 2. Landasan sosiologis Praktik korupsi pada masa sekarang mengalami perkembangan dengan munculnya praktik-praktik baru yang berusaha memanfaatkan celah atau kelemahan berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Pemberian hadiah seringkali kita anggap hanyalah sebagai suatu ucapan terima kasih atau ucapan selamat kepada seorang pejabat. 24
R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta, Sinar Grafika,2005), hlm. 107.
Universitas Sumatera Utara
Pemberian hadiah sebagai suatu perbuatan atau tindakan seseorang yang memberikan sesuatu (uang atau benda) kepada orang lain tentu saja hal tersebut diperbolehkan. Namun jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat mempengaruhi keputusan atau kebijakan dari pejabat yang diberi hadiah, maka pemberian itu tidak hanya sekedar ucapan selamat atau tanda terima kasih, akan tetapi sebagai suatu usaha untuk memperoleh keuntungan dari pejabat atau pemeriksa yang akan mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitasnya, adalah sebagai suatu tindakan yang tidak dibenarkan dan hal ini termasuk dalam pengertian gratifikasi. Pemberian hadiah sebagai suatu perbuatan atau tindakan seseorang yang memberikan sesuatu (uang atau benda) kepada orang lain tentu saja hal tersebut diperbolehkan. Namun jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat mempengaruhi keputusan atau kebijakan dari pejabat yang diberi hadiah, maka pemberian itu tidak hanya sekedar ucapan selamat atau tanda terima kasih, akan tetapi sebagai suatu usaha untuk memperoleh keuntungan dari pejabat atau pemeriksa yang akan mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitasnya, adalah sebagai suatu tindakan yang tidak dibenarkan dan hal ini termasuk dalam pengertian gratifikasi. 3. Landasan yuridis Pada waktu seluruh Negara Republik Indonesia dinyatakan dalam keadaan perang atas dasar UU No. 74 Tahun 1957 jo UU No. 79 Tahun 1957, dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi telah dikeluarkan Peraturan Penguasa perang Pusat/Kepala Staf Angkatan Darat tanggal 16 April 1958 No prt/peperpu/013/1958 serta peraturan-peraturan pelaksanaannya dan Peraturan
Universitas Sumatera Utara
Penguasa Perang pusat /Kepala Staf Angkatan laut tanggal 17 April 1958 Nomor prt/Z/I/7.5. 25 Oleh karena peraturan penguasa perang pusat tersebut hanya berlaku untuk sementara, maka pemerintah Republik Indonesia menganggap bahwa peraturan penguasa perang pusat yang dimaksud perlu diganti dengan peraturan perundangundangan yang berbentuk undang-undang. Dengan adanya keadaan yang mendesak dan perlunya diatur dengan segera tindak pidana korupsi, maka atas dasar Pasal 96 ayat (1) UUDS 1950, penggantian peraturan penguasa perang pusat tersebut ditatapkan dengan peraturan perundang-undangan yang berbentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang, yaitu dengan Perpu No. 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian atas dasar UU No. 1 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. 26
D. Gratifikasi dalam Undang-Undang tindak pidana korupsi No. 31 Tahun 1999 jo 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi Gratifikasi yang didefinisikan dalam Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memiliki arti yang sangat luas. Efek dari luasnya pengertian gratifikasi adalah korupsi suap pasif dapat pula dikategorikan sebagai gratifikasi yang dijelaskan dalam Pasal 12 B. Hal ini sejalan dengan pendapat
25
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoritis,Praktik dan Masalahnya, (Bandung, PT. Alumni,2007), hlm.11. 26 R. Wiyono, Op,cit, hlm 3.
Universitas Sumatera Utara
yang dikemukan oleh Adami Chazawi yang menyimpulkan penjelasan Pasal 12 B ayat (1) tersebut sebagai berikut : 1. Bahwa ternyata pengertian gratifikasi adalah sama dengan pengertian suap pasif, khususnya pegawai negeri yang menerima suap berupa penerimaan dari pemberian-pemberian dalam arti luas yang terdiri atas benda, jasa, fasilitas, dan sebagainya. 2. Karena berupa penyuapan pasif, berarti tdak termasuk pengertian suap aktif, maksudnya tidak dipersalahkan dan mempertanggungjawabkan pidana dengan menjatuhkan pidana pada pemberi suap gratifikasi menurut Pasal 12 huruf B ini. 3. Dengan demikian, luasnya pengertian suap gratifikasi seperti yang diterangkan dalam penjelasan mengenai Pasal 12 huruf b ayat (1) tadi, tidak bisa tidak bahwa tindak pidana korupsi suap gratifikasi ini menjadi tumpang tindih dengan pengertian tindak pidana suap pasif pada Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), dan Pasal 12 huruf a, b, dan c. 27 Sudah Pasal12Bsangatluas.Dengan
diterangkanbahwapengertiansuapgratifikasi luasnyapengertiansuapmenerimagratifikasi
tersebut,makakorupsi suap-suappasifdapat pula masuk dalam isi pengertian suap menerima gratifikasi. Untuk menentukan apakah korupsisuap-suappasifmasingmasingyangdirumuskandalamPasal-Pasal:5ayat(2),6
ayat(2),11,12huruf
a,b,dancmasukpulaunsur-unsursuapgratifikasi,ukuranyang digunakanadalah:
27
Adami Chazawi, (I) Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, (Bandung, Alumni, 2006), hlm 248
Universitas Sumatera Utara
1. DariketentuanPasal12Bayat ( 1)tentangpengertiangratifikasiyangmerumuskan,ialah
gratifikasi
(pemberian)padapegawai negeri dianggapsuap(suappasif)adalah“apabila berhubungandenganjabatannyadanyang berlawanandengankewajibannyaatau tugasnya”. 28 2. DariketentuanPasal12Btentangpengertiandanmacammacamnyayangmenyatakan bahwa:yangdimaksuddengangratifikasidalamayatiniadalahpemberiandalama rti
luas,yangmeliputi
pemberianuang,barang,rabat(discount),komisi,pinjaman
tanpa
bunga,tiketperjalanan,fasilitaslainnya. DalamUUNo.31Tahun1999tidakadadiatursecarajelas,sudahadatapimasih terselipdalamPasalPasalyangmasihdimasukkandalamtindakpidanakorupsisuap,yaitu: Pasal5ayat(2) PegawainegerimenerimasuapmenurutPasal5ayat(2)ialahbilapegawainegerimeneri masesuatupemberianatausesuatujanji dariorangyangmenyuapmenurutayat1 hurufa atau
b. Menurut suap padapegawainegerihurufa pemberian itu mengandung
maksudsupayapegawainegeriyangmenerimapemberianberbuatsesuatuatau tidakberbuat
sesuatudalamjabatannya,yangbertentangandengan
kewajibannya.Dengan
demikian,
pemberianpadapegawainegeri
tersebutdipastikanadakaitannyaatauhubungannyadengan
jabatanyang
28
Ibid, hlm 277
Universitas Sumatera Utara
dimilikinyasebagai pegawainegeri,dan dipastikan pulapenerimaanitu bertentangan dengan
kewajibanjabatannya.Makatidakadakeraguanlagi,bahwaperbuatan
yangsepertiitusudahmemenuhi 12Bayat1.Karena
itu,
dapat
unsurdari
penerimaangratifikasi
didakwakanpulaPasal12
Pasal
Bayat
kepadapegawainegeriyang
(1)
menerima
pemberiansepertiyangdimaksudPasal5ayat(1)hurufa. 29 Pasal6ayat(2) Ketentuan dalamPasal6ayat(2)bentukkorupsimenerimasuap,yangsatudilakukanoleh hakimdanyanglaindilakukanolehadvokat.Karenaadvokattidaktermasukpadapeng ertian pegawainegeriataupenyelenggaranegara,makajelastidakmungkindapatdidakwaka ndan di pidana menerimagratifikasidalam hal menerimasuap daripenyuap Pasal6 ayat (1). Berbeda dengan hakim, karena hakim menurut hukum pidana korupsi,
adalah
seorang
pegawainegeriyangsekaligussebagaipenyelenggaranegara(Pasal1angka(1)joPasa l2 UUNo.28Tahun1999).MakahakimdapatmelakukankorupsimenerimagratifikasiP asal 12B dalamhalmenerimasesuatudaripenyuapPasal6ayat(1)hurufa. 30 Pasal11 Pegawainegeriyang menerima suap menurutPasal11 inidipersalahkan atau dipidanaapabila penerimaan itu diketahuiataudiduganya karenakekuasaanatau 29
Ibid, hlm 279-280. Ibid, hlm 281.
30
Universitas Sumatera Utara
kewenanganyangberhubungandenganjabatannya.Oleh sebabitu,tidakadakeraguan sedikitpun,bahwapegawainegeriyangmenerimasesuatumenurutPasal 11adalahsekaligus
telahmelanggarPasal
12Bayat(1).“UnsurHadiahdiberikankarenakekuasaanatau kewenanganyangberhubungandenganjabatannya”dalamPasal11,telahmasukpula dalam
unsurPasal
12Bayat(1)berupa“berhubungandenganjabatannyadanberlawanandengan kewajibandantugasajabatannya”,tidakakanmenghalangipegawainegeriyangmene rimasuapmenurutPasal11didakwadandipidanaberdasarkanPasal12B ayat(1). 22 Pasal12hurufa,b, danc Dipidanadenganpidana penjaraseumurhidupataupidanapenjarapalingsingkat4 (empat)tahundanpalinglama20(duapuluh)tahundanpidanadendapalingsedikitRp. 200.000.000,00(duaratusjutarupiah)danpalingbanyakRp1.000.000.000,00(satum iliar rupiah): a. Pegawainegeriataupenyelenggaranegarayangmenerimahadiahataujanji,padah al diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untukmenggerakkanagarmelakukanatautidakmelakukansesuatudalamjabatan nya,yang bertentangandengankewajibannya. b. Pegawainegeriataupenyelenggaranegarayangmenerimahadiah,padahaldiketa hui ataupatutdidugabahwahadiahtersebutdiberikansebagaiakibatataudisebabkan
Universitas Sumatera Utara
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangandengankewajibannya. c. Hakimyangmenerimahadiahataujanji,padahaldiketahuiataupatutdidugabahw a hadiahataujanjitersebutdiberikan untuk mempengaruhiputusan perkara yang diserahkankepadanyauntukdiadili. Usahapemerintahdalammemberantastindakpidanakorupsi memperbaharui
adalahdengan
peraturanperundang-
undanganyangmendasarinya.Tidaklahcukuplengkap kiranyaUUNo.31Tahun1999yangmemberantastindakpidanakorupsi,halitusecarak onkritditunjukkandengandikeluarkannyaUUNo.20Tahun2001TentangPerubahan UU No. 31tahun1999. Salah satu halpokok yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 2001 adalah bahwa diantaraPasal12danPasal13disisipkanPasalbaruyakniPasal12A,Pasal12BdanPas al
12C.Dalam
UUNo.20Tahun2001untukpertamakali
diperkenalkansatutindakpidana korupsiyang baru yang terselip
dalamPasal-Pasaltindak
sebelumnyasudahada
pidana
korupsisuap
yangdiaturdalamUUNo.31Tahun1999tentangPemberantasanTindak PidanaKorupsi,tapitidakadadisebutkandenganrincidanjelas. 31Tindakpidanakorup simenerimagratifikasisebagaimanadimuatdalamPasal12BUUNo.31Tahun1999jo .UUNo.20Tahun2001dirumuskansebagaiberikut:
31
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan HAM, Pengkajian Masalah HukumPenanggulanganTindakpidanaKorupsi,(Jakarta, Ghalia, 2002),hlm 15.
Universitas Sumatera Utara
1. Setiapgratifikasikepada pegawainegeriataupenyelenggaranegaradianggappemberian
suap,apabila
berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atautugasnyadenganketentuan: a. Yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih pembuktiannya bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. Yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwagratifikasitersebutsuapdibuktikanolehpenuntutumum: 2. Pidanabagipegawainegeriataupenyelenggaranegarasebagaimanadimaksuddal am ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat
4
(empat)tahundanpalinglama20(duapuluh)tahun,danpidanadendapalingsedikit Rp. 200.000.000,00(duaratusjutarupiah)danpalingbanyakRp1.000.000.000,00(sat u miliar rupiah). 32 Rumusankorupsi padaPasal12BUUNo.20Tahun2001adalahrumusantindak pidanakorupsibaruyangdibuatpadaUUNo.20 Tahun2001.Untukmenyimpulkanapakah
32
AdamiChazawi, (II)HukumPidanaMaterildanFormilKorupsidiIndonesia, ( M a l a n g , BayumediaPublishing,2005), hlm: 259-260.
Universitas Sumatera Utara
suatuperbuatantermasukkorupsimenurutPasal12Bdan12CUUNo.20Tahun2001, harusmemenuhiunsur-unsur: 33 1. Pegawainegeriataupenyelenggaranegara; 2. Menerimagratifikasi(pemberiandalamartikataluas); 3. Berhubungandenganjabatandanberlawanandengankewajibanatautugasnya; 4. PenerimaangratifikasitersebuttidakdilaporkankepadaKPKdalamjangkawaktu 30 hari sejakditerimanyagratifikasi. Sementarayangdimaksuddengangratifikasikepadapegawainegeritelahdijela skan
dalampenjelasanPasal12BUUNo.20Tahun2001
yang
menyatakan“yangdimaksud dengangratifikasidalamayatiniadalahpemberiandalamartiluasyaknimeliputipember uang,barang,rabat(discount),komisi,pinjaman
ian tanpabunga,tiketperjalanan,fasilitas
penginapan,perjalanan
cuma-cuma,danfasilitaslainnya.Gratifikasi dalammaupundiluarnegeri
wisata,pengobatan
tersebutbaikyangditerimadi danyangdilakukandengan
menggunakansaranaelektronikatautanpasaranaelektronik. Berdasarkan batasan gratifikasi di atas, hampir dapat dipastikan semua Pegawai
Negeri
SipilatauPenyelenggaraNegaradi
negeriini
telahmelakukandan/ataumenerima “suap” selama ia melakukan tugas sebagai pelayanan publik. Namun menurut hemat penulis, tidak semua “Gratifikasi” dapat
memenuhi unsur dapat diancam
atas.Sepanjang“gratifikasi”tersebutterjadi
pidana sebagaimanadisebutdi tidakbertentanganatau
33
http://www.antikorupsi.org/antikorupsi/definisi-korupsidiaksestanggal6April 2016
Universitas Sumatera Utara
berlawanandengankewajibannyaatautugasnya, sekalipun “gratifikasi”tersebut berhubungandenganjabatannyabaiksebagai
Pegawai
Negeri
Sipilataupenyelenggara negara,gratifikasitersebuttidakmemenuhiunsurdapatdiancamdenganpidana.Karen a unsur“berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya” adalah merupakanunsuryangintegralatausatukesatuanunsuryangtidakdapatdipisahkan. 34 Jadi
katakunci
pemberiansuapdalam
pengertian“gratifikasi”adalahjikagratifikasi itu terjadi yang bertentangan atau berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya selaku pegawai negeri sipil ataupenyelenggaranegara.Ancamanpidanasuapdalam sangat diperlukankarenatidak
gratifikasi,
sedikitpegawainegerisipilatau
memang
penyelenggara
negara yang menerima janjiatau menawarkan janjiuntuk melakukansesuatu atautidak
melakukan
sesuatuyangberlawanan
dengankewajibannyaatautugasyangseharus dilakukannyasebagai pegawainegeri sipil
ataupenyelenggaranegara.Akan
tetapi
justifikasi
terhadapyangnamanyagratifikasimenurutpenulis haruslebihditafsirkandenganekstrahatihati,karenamenyangkutrasakeadilanyanghidupdimasyarakat,dengan katalaingratifikasi
yangbisadikenakanancaman
pidanasebagaimanatertulisdi
dalamUUNo.20Tahun2001
34
http://infohukum.co.cc/gratifikasi-dalam-pegawai-negeri/diaksestanggal4 Agustus 2016.
Universitas Sumatera Utara
tentangPemberantasanTindakPidanaKorupsiadalah“gratifikasiyangberindikasi suap”. Pasal12BUUNo.20Tahun2001yangkurangjelastentangbatasan hadiahyangboleh
diterimapejabatnegaraatau
nilai
pegawainegeri
(gratifikasi),dimanahalinimerupakansalahsatukelemahanyangadapada UUNo.20 Tahun
2001khususnyatentanggratifikasi,danmenurutpenulisjugaakan
mengalamikesulitandalamimplementasinya.Sementarainiwalaupunbatasminimu muntuk gratifikasibelumada,namunadausulanpemerintahmelaluiMenfkominfopadatahun 2005 bahwa dibawah Rp. 250.000,- supaya tidak dimasukkan kedalam kelompok
gratifikasi.
Namunhalinibelumdiputuskandanmasihdalamwacanadiskusi. 35 MenurutPasal 12Bayat1yangberbunyi:“Setiapgratifikasikepadapegawainegeri ataupenyelenggaranegaradianggappemberiansuap,apabila jabatannyadan tugasnya,……”.Mencantumkan
berhubungandengan
yangberlawanandengankewajibanatau kata“dianggap”dalam
rumusanpadaayat(1)mengandungmaknabahwarumusankorupsi suap menerima gratifikasi ayat (1) ini pada dasarnya bukan suap, tetapidianggap saja, dianggap suap. Gratifikasi memang bukan bentuk tindak pidana korupsi, melainkan pengertianharfiahialahpemberiandalamartiluas (penjelasanPasal12B).
35
Ibid .
Universitas Sumatera Utara
BardaNawawiAriefmengatakanbahwadilihatdariformulasinya,“gratifikas i”bukan
merupakanjenismaupunkualifikasi
delik.Yangdijadikandelikbukangratifikasinya, melainkanperbuatanmenerimagratifikasi. 36 Menurutpenulis,sebaiknyaistilahgratif ikasi
dalamformulasi
undang-undangpemberantasantindakpidanakorupsi
sebaiknyadiperjelas
kualifikasi
deliknyadengansebutan
“tindakpidanakorupsisuappegawainegerimenerima
gratifikasi”,
sehinggadalamimplementasihukumnyanantitidakmengalamikesulitan. Mengenaiketentuanpembuktianbahwagratifikasiatauhadiahyangditerima pegawai
negeri
adalahbukansuap.PadaPasal
12Bdisebutkanbahwajikagratifikasiyangditerima
pegawai
nilainyaRp10jutaataulebih,makapembuktianbahwaitubukan
negeri suap
dilakukanolehsi penerimagratifikasi.Tetapi,jikanilaigratifikasiyangditerimakurangdari Rp10juta,makapembuktianbahwaitubukansuapdilakukanolehpenuntutumum. Beban
pembuktian
terhadap
penerima
gratifikasi
sebagaimanadirumuskan dalam Pasal 12Bayat1hurufaadalahbebanpembuktian terbalikyakniyangwajibmembuktikan
bahwaseseorangtidakmelakukankorupsi
dalambentukgratifikasiadalahsi
penerima
gratifikasisendiri.DansistempembuktianterbalikjugaterdapatdalamPasal37UUNo .20
36
BardaNawawiArief,KapitaSelektaHukumPidana, PTCitraAdityaBhakti,2003),hlm.109
( B a nd u n g,
Universitas Sumatera Utara
Tahun2001berlakupadatindakpidanakorupsisuapmenerimagratifikasiyangnilainy aRp. 10jutaataulebih.BunyiPasal37UUNo.20Tahun2001adalah: (1) Terdakwamempunyaihakuntukmembuktikanbahwaiatidakmelakukantindakp idana korupsi. (2) Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi,makapembuktiantersebutdipergunakanolehpengadilansebagaidasaru ntuk menyatakanbahwadakwaantidakterbukti 37 Sedangkanbeban
pembuktian
terhadappenerimagratifikasi
sebagaimanadirumuskan dalamPasal12Bayat1hurufbyangintinyatindakpidanakorupsi suapmenerimagratifikasi
yangnilainyakurangdariRp.10juta,beban
pembuktiannyaadapadaJaksaPenuntutUmum artinyadengandengansistembebanpembuktianbiasa,yaknibebanpembuktiannyabe rada padaJaksa PenuntutUmum sesuaiKUHAP. 30 KelanjutandariPasal12ByangmasihsalingberkaitanyakniPasal12CUUNo. 31Tahun1999jo. UUNo.20Tahun2001: (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan TindakPidanaKorupsi. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh
37
AdamChazawi, II Op.Cit.,hlm.115
Universitas Sumatera Utara
penerimagratifikasipalinglambat30(tigapuluh)harikerjaterhitungsejaktanggal gratifikasitersebutditerima. (3) KomisiPemberantasanTindakPidanaKorupsidalam waktupalinglambat30(tiga puluh)harikerjasejak tanggalmenerimalaporanwajibmenetapkangratifikasidapat menjadimilikpenerimaataumiliknegara. (4) Ketentuanmengenaitatacarapenyampaianlaporansebagaimanadimaksuddal amayat(2)danpenentuanstatusgratifikasisebagaimanadimaksuddalamayat(3) diaturdalamUndangundangtentangKomisiPemberantasanTindakPidanaKorupsi .
38
KetentuanPasal12CUUNo.31Tahun1999joUUNo.20Tahun
2001
adalahapabilaseorang pegawainegeriatau penyelenggara negara menerimasuatu pemberian,makaiamempunyai kewajibanuntukmelaporkankepadaKPKpalinglambat30
(tigapuluh)hari
terhitungsejaktanggal
dilaporkannya
gratifikasi
diterima.Sehinggadengan
gratifikasiyangditerimapegawainegeri
ataupenyelenggaranegaratersebutdapat
menghapuskansifat pidananya“menerimagratifikasi”olehseorangpegawainegeriatau penyelenggaranegara.
38
http://www.kpk.go.id/modules/editor/doc/kumpulan_UU.pdfdiaksestanggal 21 Agustus
2016
Universitas Sumatera Utara