MENGGALI PEMAHAMAN SISWA SMA PADA KONSEP LAJU REAKSI DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN DIAGNOSTIK TWO-TIER Oscar Prananda Pajaindo, Prayitno, Fauziatul Fajaroh Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected] Abstrak : Tujuan penelitian ini untuk menggali pemahaman konsep siswa dan mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami siswa SMA pada materi laju reaksi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah 94 siswa kelas XI IPA. Instrumen penelitian berupa instrumen diagnostik two-tier yang terdiri dari 25 butir soal dengan realibilitas r11 = 0,833. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemahaman siswa pada konsep laju reaksi tergolong cukup, selain itu, ditemukan 16 miskonsepsi terhadap laju reaksi, diantaranya yang menonjol adalah siswa beranggapan bahwa pada massa yang sama laju reaksi semakin cepat dengan bertambahnya ukuran pereaksi. Kata Kunci: miskonsepsi, laju reaksi, instrumen diagnostik two-tier
Abstract : The purpose of this study was to explore student’s understanding of concepts and identify misconceptions of students in SMA about reaction rate. This study uses a descriptive research design. Subjects in this study were 94 students of class XI Science. The research instrument is a two-tier diagnostic instrument consisting of 25 items with reliability r11 = 0.833. The analysis showed that students understanding about reaction rate is average, and was found 16 misconception in this research. While the biggest misconception was that students assume the rate of reaction with same mass will run faster with increasing size of reactan Keywords: misconceptions, the reaction rate, a two-tier diagnostic instrument
Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari struktur materi, sifat-sifat materi, perubahan suatu materi menjadi materi lain, serta energi yang menyertai perubahan materi (Silberberg, 2009: 4). Ilmu kimia tergolong sebagai mata pelajaran yang sulit. Kean dan Middlecamp (1985: 5) mengatakan bahwa salah satu karakteristik ilmu kimia adalah bersifat abstrak, berurutan dan berjenjang. Hal ini berarti untuk memahami konsep kimia yang lebih kompleks diperlukan pemahaman yang benar pada konsep dasarnya. Apabila siswa mengalami kesulitan pada salah satu konsep dasar, maka terdapat kemungkinan siswa mengalami kesulitan terhadap konsep yang lebih kompleks. Pemahaman konsep yang tidak benar dapat menimbulkan miskonsepsi pada siswa. Miskonsepsi merupakan pemahaman konsep siswa yang tidak sesuai dengan pandangan masyarakat ilmiah dan pemahaman yang salah tersebut digunakan oleh siswa secara konsisten (Nakhleh 1992: 191). Miskonsepsi dapat terjadi karena siswa membangun pemahaman mereka berdasarkan pengetahuan awal yang kurang memadai, sehingga konstruksi mereka berbeda dengan yang dimiliki guru (Barke et al. 2009: 2). Dalam kurikulum kimia di SMA terdapat pokok bahasan laju reaksi. Menurut Özgecan (2012: 222) dalam mempelajari laju reaksi banyak siswa yang mengalami miskonsepsi dan kesulitan. Selanjutnya Çakmakçi (2010: 212) menyebutkan bahwa materi laju reaksi memiliki banyak konsep abstrak. Hal ini membuat siswa merasa kesulitan untuk mempelajarinya. Penelitian tentang pemahaman siswa tentang laju reaksi diantaranya dilakukan oleh Marganof (1999), Mega (2010), dan Turányi dan Tóth (2013). Banyak metode yang telah dilakukan oleh para peneliti bidang pendidikan untuk meneliti adanya kesalahan konsep pada materi kimia. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah penggunaan instrumen diagnostik Two-tier yang pertama kali dikembangkan oleh Treagust (1988, 1995). Tes diagnostik two-tier merupakan tes pilihan ganda yang terdiri dari dua tahap (tier) pilihan. Tier pertama berisi sejumlah pilihan jawaban, sedangkan tier kedua
1
berisi sejumlah pilihan alasan untuk jawaban yang dipilih tersebut. Dengan demikian tes diagnostik two-tier memiliki kelebihan dibandingkan dengan tes pilihan ganda biasa. Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Menggali Pemahaman Siswa SMA pada Konsep Laju Reaksi dengan Meggunakan Instrumen Diagnostik Two-Tier”. METODE Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menjelaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berBagai variabel yang timbul pada subjek penelitian (Bungin, 2005:36). Subjek penelitian adalah 94 siswa SMA kelas XI IPA pada tahun ajaran 2012/2013. Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa instrumen diagnostik two-tier yang terdiri dari 25 item soal. Pilihan jawaban dan alasan pada soal tes diagnostik two-tier diperoleh dari wawancara dan tes terbuka terhadap sebagian siswa. Sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian, tes diverifikasi melalui uji validitas isi, taraf kesukaran, daya beda, validitas butir soal, dan reliabilitas isi tes. Tahap pengumpulan data dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pengumpulan data. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian adalah data konsepsi dan kesalahan konsep siswa. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis. Analisis data yang dilakukan bertujuan untuk memberikan makna terhadap data yang telah dikumpulkan dari penelitian. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk menentukan jenis-jenis miskonsepsi pada masing-masing konsep. Penentuan pemahaman siswa pada materi laju reaksi didasarkan pada persentase pilihan jawaban dan alasan yang benar pada tiap siswa, sedangkan jenis-jenis miskonsepsi dan jumlah siswa yang mengalaminya didasarkan pada kekonsistenan jawaban siswa pada soal-soal dengan konsep sejenis.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemahaman Siswa pada Laju Reaksi Data pemahaman siswa pada konsep laju reaksi dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Pemahaman Konsep Siswa tentang Laju Reaksi Kriteria Pemahaman Siswa Sangat baik
% 0
Baik
10,6
Cukup
53,2
Rendah
29,8
Sangat rendah
6,4
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui sebagian besar siswa (53,2%) memiliki pemahaman yang cukup, kemudian sebanyak 29,8% siswa memiliki pemahaman yang rendah dan sebanyak 6,4% siswa memiliki pemahaman yang sangat rendah. Siswa yang memiliki pemahaman baik sebesar 10,6%. Tidak ada siswa yang memiliki pemahaman yang sangat baik pada konsep laju reaksi.
2
B. Pemahaman Konsep-Konsep dalam Laju Reaksi 1. Laju Reaksi Persentase jawaban siswa untuk soal-soal tentang konsep laju reaksi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase Jawaban Benar Siswa untuk Soal tentang Konsep Laju Reaksi No 1 2
Konsep Definisi laju reaksi Persamaan laju reaksi
Jawaban Siswa (%) 60,6 24,5
Rata-rata (%) 42,6
Berdasarkan Tabel 3 tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa terhadap konsep laju reaksi tergolong cukup, tetapi pemahaman siswa tentang persamaan laju reaksi tergolong rendah. Hal ini menyatakan bahwa walaupun siswa mampu memahami definisi laju reaksi dengan benar, belum tentu siswa mampu memahami persamaan laju reaksi dengan benar. 2.
Orde Reaksi Persentase jawaban siswa untuk soal-soal tentang konsep orde reaksi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase Jawaban Benar Siswa untuk Soal tentang Konsep Orde Reaksi No 1 2 3
Konsep Reaksi orde nol Reaksi orde satu Reaksi orde dua
Jawaban Siswa (%) 70,2 65,4 29,8
Rata-rata (%) 55,1
Berdasarkan Tabel 4 tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa terhadap konsep orde reaksi tergolong cukup, tapi pemahaman siswa terhadap reaksi orde dua tergolong rendah. Hal ini menyatakan bahwa meskipun siswa mampu memahami raksi orde nol dan orde satu dengan benar, belum tentu siswa mampu memahami reaksi orde dua dengan benar. Hal ini dikarenakan reaksi orde dua lebih sulit untuk dipahami sehingga diperlukan tingkat pemahaman yang lebih tinggi. 3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Persentase jawaban siswa untuk soal-soal tentang konsep faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Persentase Jawaban Benar Siswa untuk Soal tentang Konsep Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi No 1 2 3 4
Konsep Pengaruh Luas permukaan Pengaruh Suhu Pengaruh Konsentrasi Pengaruh Katalis
Jawaban Siswa (%) 28,5 45 55,3 36,2
Rata-rata (%) 41,2
Berdasarkan Tabel 5 tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa terhadap konsep faktor-faktor yang mempengarui laju reaksi tergolong cukup, tetapi pemahaman siswa tentang pengaruh luas permukaan dan katalis terhadap laju reaksi tergolong rendah.
3
4.
Teori Tumbukan Persentase jawaban siswa untuk soal-soal tentang konsep teori tumbukan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Persentase Jawaban Benar Siswa untuk Soal tentang Konsep Teori Tumbukan No 1 2 3
Konsep Frekuensi tumbukan partikel Energi tumbukan partikel Orientasi tumbukan partikel
Jawaban Siswa (%) 41,9 60,3 20,2
Rata-rata (%) 40,8
Berdasarkan persentase pemahaman tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa terhadap konsep teori tumbukan tergolong rendah tapi pemahaman siswa mengenai energi tumbukan partikel tergolong cukup. C. Miskonsepsi yang Dialami Siswa pada Konsep Laju Reaksi Pada bagian ini dipaparkan data jawaban siswa yang konsisten salah (miskonsepsi) yang telah diidentifikasi untuk masing-masing konsep. 1.
Konsep Laju Reaksi Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 20,2% siswa beranggapan bahwa pada reaksi A + B → C, apabila reaksi berlangsung dengan jumlah B berlebih, maka pada akhir reaksi, B akan mendekati nol. Padahal konsep yang benar adalah bahwa pada Reaksi A + B → C, jika reaksi berlangsung dengan jumlah B berlebih maka pada akhir reaksi A akan mendekati nol. Miskonsepsi kedua berkaitan dengan persamaan laju reaksi, Sebesar 29,8% siswa menyatakan bahwa laju reaksi ditentukan berdasarkan konsentrasi reaktan pada tahap cepat. Teori yang lebih tepat adalah laju reaksi ditentukan berdasarkan konsentrasi reaktan pada tahap lambat. Overby dan Chang (2011: 491) menyatakan bahwa dalam suatu reaksi yang terdiri lebih dari satu tahapan reaksi, laju reaksi pembentukan produk ditentukan berdasarkan reaksi pada tahap lambat. 2.
Konsep Orde Reaksi Berdasarkan analisis pada jawaban siswa, dapat diketahui bahwa sebesar 22,3% siswa beranggapan pada reaksi orde nol, laju reaksi meningkat dengan berkurangnya konsentrasi reaktan. Padahal konsep yang benar menurut Jespersen, Brady, dan Hyslop (2012: 663) adalah pada reaksi orde nol laju reaksinya tidak dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi reaktan. 3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 36,2% siswa beranggapan bahwa reaksi dengan harga energi aktivasi (Ea) tinggi akan berjalan lebih cepat. Padahal konsep yang benar menurut Silberberg (2009: 710) adalah pada reaksi dengan harga Ea yang kecil (atau pada suhu yang tinggi) maka laju reaksinya akan berjalan lebih cepat. Miskonsepsi lain yang ditemukan yaitu, sebesar 35,1% siswa beranggapan bahwa katalis akan meningkatkan energi aktivasi sehingga reaksi akan berjalan lebih cepat. Padahal konsep yang benar menurut Jespersen, Brady, dan Hyslop (2012: 681) adalah katalis akan mempercepat pembentukan produk dengan cara menurunkan energi aktivasi. Selanjutnya miskonsepsi lainnya yaitu sebanyak 47,8% siswa menyatakan bahwa untuk reaktan zat padat pada massa yang sama laju reaksi akan semakin cepat dengan bertambahnya ukuran pereaksi. Mereka beranggapan bahwa ketika ukuran pereaksi diperbesar maka luas permukaan bidang sentuhnya juga semakin besar sehingga reaksi akan berlangsung lebih cepat. Teori yang lebih tepat untuk menjelaskan konsep ini adalah menggunakan konsep teori tumbukan. Semakin besar ukuran pereaksi pada massa yang sama 4
maka luas permukaan bidang sentuhnya akan semakin kecil sehingga frekuensi terjadinya tumbukan akan semakin kecil. Siberberg (2009: 686) menyatakan bahwa semakin halus partikel reaktan luas permukaan bidang sentuhnya juga semakin besar sehingga kemungkinan terjadinya tumbukan juga semakin besar. 4.
Konsep Teori Tumbukan Berdasarkan analisis pada jawaban siswa, diperoleh informasi bahwa sebanyak 28,7% siswa beranggapan bahwa tumbukan dengan orientasi tepat hanya terjadi pada atom-atom sejenis. Konsep yang benar menurut Jespersen, Brady, dan Hyslop (2012: 665) adalah reaksi akan terjadi bila tumbukan antar molekul memiliki orientasi tumbukan yang tepat dan energi yang cukup Miskonsepsi yang kedua yang ditemukan yaitu, sebanyak 37,8% siswa beranggapan bahwa makin besar ukuran suatu zat pada massa yang sama frekuensi terjadinya tumbukan juga makin besar. Siswa beranggapan bahwa semakin besar ukuran pereaksi maka frekuensi terjadinya tumbukan akan semakin besar karena luas permukaannya juga semakin besar. Padahal konsep yang benar menurut Siberberg (2009: 686) menyatakan bahwa semakin halus partikel reaktan luas permukaan bidang sentuhnya juga semakin besar sehingga frekuensi terjadinya tumbukan juga semakin besar. Miskonsepsi lainnya juga ditemukan dalam penelitian ini namun persentasenya hanya kecil. Sebanyak 17% siswa beranggapan bahwa semakin besar konsentrasi susunan pertikelnya semakin renggang sehingga ruang untuk bertumbukan makin luas. Siswa beranggapan bahwa ketika susunan partikel semakin renggang frekuensi tumbukan akan semakin besar karena ruang untuk bertumbukan juga semakin luas. Padahal konsep yang benar adalah semakin besar konsentrasi susunan partikelnya akan semakin rapat sehingga frekuensi terjadinya tumbukan semakin besar. Siberberg (2009: 665) menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi reaktan, tumbukan yang terjadi juga akan semaki besar karena susunan partikelnya semakin rapat. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan tentang pemahaman siswa dalam materi laju reaksi pada siswa kelas XI IPA SMA Z, dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa pada konsep laju reaksi, konsep orde reaksi, dan konsep faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi tergolong cukup, sedangkan pemahaman siswa konsep pada konsep teori tumbukan tergolong rendah. Sedangkan miskonsepsi yang dialami siswa pada materi laju reaksi diantaranya, siswa menganggap pada massa yang sama laju reaksi semakin cepat dengan bertambahnya ukuran pereaksi. Selain itu siswa juga menganggap bahwa makin besar ukuran suatu zat pada massa yang sama maka frekuensi terjadinya tumbukan juga semakin besar. Saran 1.
2.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disarankan sebagai berikut. Dengan memperhatikan banyaknya miskonsepsi dalam laju reaksi yang terjadi pada siswa, hendaknya guru memilih metode pembelajaran yang berpusat pada siswa salah satunya metode inkuiri. Untuk mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat digunakan strategi konflik kognitif. Melihat besarnya kesalahan konsep, diharapkan siswa lebih aktif dalam mengikuti pelajaran, bertanya kepada guru, dan berdiskusi dengan guru.
5
3.
4.
Penelitian pengembangan instrumen diagnostik two-tier ini dapat dipadukan dengan suatu model pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa tentang materi dalam ilmu kimia, lebih khususnya materi laju reaksi. Instrumen dalam penelitian ini masih banyak memiliki kelemahan khususnya dalam mengidentifikasi miskonsepsi siswa. Hal ini dikarenakan kurangnya kajian literatur dan wawancara yang dilakukan pada saat penyusunan instrumen. Oleh karena itu, disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk lebih banyak melakukan kajian literatur dan wawancara sehingga instrumen yang dihasilkan lebih baik dalam menggali miskonsepsi siswa.
DAFTAR RUJUKAN Barke, H-D., Hazari, A., dan Yitbarek, S. 2009. Misconception in Chemistry. Adressing Perception in Chemical Education. Germany: Springer. Brady, J.E., Jespersen, N. D., Hyslop, A. Chemistry: The Molecular Nature of Matter (sixth edition). USA: Courier Kendallville. Kean, Elizabeth dan Middlecamp, Catherine. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta: Gramedia. Kirik, O. T. and Boz, Y. 2012. Cooperative Learning Instruction for Copceptual Change in The Concepts of Chemical Kinetics. Chemistry Education Research and Practice. (Online), (http://rsc.org), diakses tanggal 27 April 2013. Nakhleh, M. B. 1992. Why Some Students don’t Learn Chemistry. Journal of Chemistry Education, 80(11). Silberberg, M. S. 2009. Chemistry The Molecular Nature of Matter and Change (fifth edition). New York: McGraw-Hill Companies. Cakmakci, G. and Aydogdu C. 2011. Designing and Evaluating an Evidence-inforned instruction in Chemical Kinetics. Chemistry Education Research and Practice. (Online), (http://www.rsc.org), diakses tanggal 27 April 2013. Treagust, David F. 2006. Diagnostic Assessment in Science as a Means to Improving Teaching, Learning and Retention. Makalah disajikan pada UniServe Science Assessment SymposiumProceedings.
6