MENGGALI PEMAHAMAN SISWA SMA PADA KONSEP KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN DENGAN MENGGUNAKAN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER Tri Yunita Maharani, Prayitno, Yahmin Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Tujuan penelitian ini untuk menggali pemahaman konsep dan miskonsepsi siswa SMA pada konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah 76 siswa SMA kelas XI IPA. Instrumen penelitian berupa tes diagnostik two-tier yang terdiri dari 40 soal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman siswa pada konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan tergolong rendah. Ditemukan 19 miskonsepsi pada konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan, diantaranya yang menonjol adalah siswa menganggap penambahan sedikit garam yang sukar larut ke dalam larutan jenuh garam tersebut akan menaikkan konsentrasi larutan jenuh garam tersebut sehingga nilai Ksp garam tersebut berubah. Kata Kunci: pemahaman konsep, kelarutan, hasil kali kelarutan, tes diagnostik two-tier ABSTRACT: The purpose of this study is to identify the high school students’ understanding and misconceptions of solubility and solubility product concept. This research wa descriptive. Subjects are 76 high school students grade XI IPA. Instrumeny used is two-tier diagnostic test consisting of 40 items. The result of this research showed that students' understanding of solubility and solubility product concept is low. There are 19 misconceptions that was found and the greatest misconceptions experienced by students on solubility and solubility product concept is the student considers that the addition of a little sligltly soluble salt to the saturated solution of that slightly soluble salt will raise the concentration of a saturated solution of the salt so that the salt Ksp value changed. Keywords:
conceptual understanding, solubility, solubility product constant, two-tier diagnostic test
Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang materi dan sifatnya, perubahan materi, dan energi yang menyertai perubahan tersebut (Silberberg, 2009: 4). Ilmu kimia tergolong sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami. Pinarbaşı dan Canpolat (dalam Önder 2006:167) menyatakan bahwa ilmu kimia dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit baik oleh siswa maupun guru. Johnstone (dalam Taber, 2013:157) juga berpendapat bahwa untuk dapat memahami konsep kimia dengan benar, siswa harus bisa mendeskripsikan dan mengkaitkan aspek makroskopik (eksperimen), mikroskopik (atom, molekul, ion), dan simbolik (simbol, rumus, perhitungan) sehingga hal ini menyebabkan mata pelajaran kimia menjadi sangat kompleks. Agar pembelajaran kimia dapat berlangsung dengan baik, maka pengajar perlu mengarahkan siswa untuk dapat memahami kimia pada aspek makroskopik, mikroskopik dan simbolik. Namun pembelajaran kimia di SMA lebih dominan pada perhitungan (aspek simbolik) dibandingkan pada pembelajaran konsep (aspek makroskopik dan mikroskopik. Adanya ketidaksetimbangan pemahaman siswa pada aspek makroskopik, mikroskopik, dan simbolik maka dapat menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep kimia secara utuh bahkan pada konsep yang paling dasar. Jika siswa kurang memahami konsep dasar tertentu, maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep yang lebih kompleks. Apabila pemahaman yang kurang pada materi yang dipelajari ini terus
berlanjut, maka dapat menimbulkan kesalahan konsep atau miskonsepsi. Beberapa penyebab miskonsepsi pada siswa adalah keterbatasan siswa dalam mengkonstruk atau membangun pemahaman terhadap suatu konsep yang mereka terima selama proses pembelajaran. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa sulit dihilangkan dan dapat terbawa hingga ke jenjang pendidikan selanjutnya sehingga siswa tersebut akan mengalami kesulitan untuk mengkaitkan konsep baru yang mereka terima dengan konsep alternatif yang telah menjadi struktur kognitif siswa tersebut. Kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan salah satu pokok bahasan dalam kimia yang konsepnya bersifat abstrak dan kompleks. Pokok bahasan ini meliputi konsep dan hitungan. Menurut Raviolo (2001:629), meskipun mahasiswa kimia dapat menyelesaikan berbagai macam soal hitungan pada kesetimbangan kelarutan, contohnya perhitungan Ksp dan kelarutan, tidak menjamin siswa tersebut dapat memahami konsepkonsep yang terdapat dalam materi tersebut. Disamping itu, Önder (2006:167) menyatakan bahwa konsep ini merupakan konsep yang sulit dan kompleks karena mensyaratkan beberapa konsep seperti kelarutan, kesetimbangan kimia dan fisika, hukum Le Chatelier, kimia larutan, dan persamaan kimia. Banyak cara yang telah dilakukan untuk menggali kesalahan konsep pada siswa, diantaranya adalah wawancara semi-terstruktur, tes pilihan ganda, tes esay, dan tes twotier multiple choice. Menurut Treagust (dalam Ardtej, 2008:106), bentuk tes paling efektif yang pernah digunakan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep siswa pada berbagai konsep adalah tes diagnostik two-tier multiple choice. Tes diagnostik two-tier multiple choice merupakan tes yang terdiri dari dua lapis (tier) pilihan. Tier pertama berisi sejumlah pilihan untuk jawaban pertanyaan, sedangkan tier kedua berisi sejumlah alasan untuk jawaban yang dipilih tersebut (Tuysuz, 2009: 627). Instrumen diagnostik two-tier mempunyai kelebihan dalam menggali pemahaman dan mendiagnosa adanya miskonsepsi. Penggunaan instrumen diagnostik two-tier pada awal atau akhir dari pengajaran sebuah topik pelajaran tertentu dapat membantu pengajar sains untuk memperoleh gambaran yang lebih baik tentang pemahaman siswa dan keberadaan miskonsepsi pada bagian tertentu dari topik yang diajarkan (Treagust, 2006:6). Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Menggali Pemahaman Siswa SMA pada Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan dengan Meggunakan Tes Diagnostik Two-Tier”. METODE Rancangan penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh dari hasil tes menggunakan tes diagnostik two-tier dan hasil wawancara digunakan untuk mendeskripsikan pemahaman dan miskonsepsi yang dialami siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Subjek penelitian adalah 76 siswa SMA kelas XI IPA. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah instrumen berupa tes. Instrumen tes yang digunakan adalah instrumen diagnostik two-tier yang terdiri dari 40 item soal. Pilihan jawaban dan alasan pada soal tes diagnostik two-tier diperoleh dari kajian literatur miskonsepsi, wawancara dan tes terbuka terhadap sebagian siswa. Pada saat kegiatan wawancara, penelitilah yang menjadi instrumen. Sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian, tes diverifikasi melalui uji validitas isi, taraf kesukaran, daya beda, validitas butir soal, dan reliabilitas isi tes. Tahap pengumpulan data dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan
tahap pengumpulan data. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian adalah data pemahaman konsep dan miskonsepsi yang dialami siswa. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis. Analisis data yang dilakukan bertujuan untuk memberikan makna terhadap data yang telah dikumpulkan dari penelitian. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk menentukan jenis-jenis miskonsepsi pada masing-masing konsep sehingga dapat diketahui tingkat pemahaman konsep siswa. Penentuan pemahaman siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan didasarkan pada persentase pilihan jawaban dan alasan yang benar pada tiap siswa, sedangkan jenis-jenis miskonsepsi dan jumlah siswa yang mengalaminya didadasarkan pada kekonsistenan jawaban siswa pada soal-soal dengan konsep sejenis. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemahaman Siswa pada Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Pemahaman siswa pada kelarutan dan hasil kali kelarutan disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Pemahaman Siswa pada Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Pemahaman Sangat Baik Baik Cukup Rendah Sangat Rendah
Jumlah Siswa (%) 0,0 0,0 10,5 71,1 18,4
Berdasarkan Tabel 1 dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa (71,1%) memiliki pemahaman yang rendah pada kelarutan dan hasil kali kelarutan, sebanyak 10,5% siswa memiliki pemahaman yang cukup, dan sebanyak 18,4% siswa memiliki pemahaman sangat rendah. Tidak ada siswa yang memiliki pemahaman baik dan sangat baik pada kelarutan dan hasil kali kelarutan. B. Pemahaman Konsep pada Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan 1.
Kesetimbangan Garam yang Sukar Larut Pemahaman pada konsep kesetimbangan garam yang sukar larut disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2
Persentase Jawaban Benar Siswa pada Konsep Kesetimbangan Garam Sukar Larut Konsep
Konsep Kesetimbangan Garam Sukar Larut Kesetimbangan garam sukar larut Kesetimbangan garam sukar larut pada keadaan lewat jenuh Kesetimbangan garam sukar larut pada keadaan tidak jenuh
Jawaban Siswa (%) 38,2 26,9 9,2
Ratarata (%) 24,8
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah siswa yang memiliki pemahaman pada konsep kesetimbangan garam sukar larut tergolong rendah. Namun jika ditinjau lebih jauh, siswa yang paham pada ketiga aspek pada konsep kesetimbangan garam sukar larut hanya tergolong sangat rendah. Pemahaman siswa
yang sangat rendah pada konsep kesetimbangan garam sukar larut disebabkan karena siswa tidak memahami konsep kesetimbangan kimia. 2.
Konsep Kelarutan Pemahaman pada konsep kelarutan disajikan pada Tabel 3 berikut
Tabel 3 Persentase Jawaban Benar Siswa pada Konsep Kelarutan Konsep Konsep Kelarutan Nilai kelarutan Kelarutan garam Urutan kelarutan garam Garam yang lebih mudah atau lebih sukar larut
Jawaban Siswa (%) 18,4 40,8 62,5 21,1
Rata-rata (%)
35,7
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah siswa yang memiliki pemahaman pada konsep kelarutan tergolong rendah. Namun jika ditinjau lebih jauh, siswa yang paham pada keempat aspek yang terdapat pada konsep kelarutan hanya tergolong sangat rendah. Siswa memiliki pemahaman yang lebih rendah dalam hal menentukan nilai kelarutan berdasarkan data dan menentukan garam yang lebih mudah atau sukar larut. Namun, sebagian besar siswa paham dalam memprediksi kelarutan dan urutan kelarutan garam. Pemahaman siswa yang sangat rendah pada konsep kelarutan bisa dikarenakan rendahnya pemahaman siswa pada konsep kesetimbangan garam sukar larut. Selain itu, rendahnya pemahaman siswa pada konsep kelarutan juga disebabkan karena siswa belum memahami pengertian dari kelarutan. 3.
Konsep Hasil Kali Kelarutan Pemahaman siswa pada konsep hasil kali kelarutan disajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Persentase Jawaban Benar Siswa pada Konsep Hasil Kali Kelarutan Konsep Konsep Hasil Kali Kelarutan Rumusan Ksp Nilai kelarutan dari nilai Ksp Nilai Ksp dari nilai kelarutan
Jumlah siswa (%)
Rata-rata (%)
40,2 59,2 56,6
52,0
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah siswa yang memiliki pemahaman pada konsep hasil kali kelarutan tergolong cukup. Jika ditinjau lebih jauh, siswa yang memahami ketiga aspek pada konsep hasil kali kelarutan juga tergolong cukup. Hal ini menunjukkan adanya kekonsistenan siswa dalam memahami konsep tersebut. Siswa yang memahami aspek rumusan Ksp maka juga dapat memahami aspek nilai kelarutan dari Ksp dan aspek nilai Ksp dari kelarutan. Berdasarkan keterkaitan konsep kesetimbangan garam sukar larut dengan konsep hasil kali kali kelarutan, dapat dikatakan bahwa belum tentu siswa yang tidak memahami konsep kesetimbangan garam sukar larut juga tidak memahami konsep hasil kali kelarutan, meskipun secara hirarki kedua konsep tersebut memang sangat terkait.
4.
Konsep Pengendapan Pemahaman siswa pada konsep pengendapan disajikan pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5 Persentase Jawaban Benar Siswa pada Konsep Pengendapan Konsep Konsep Pengendapan Menentukan zat yang lebih dulu mengendap
Jumlah siswa (%)
Rata-rata (%)
34,9
34,9
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah siswa yang memiliki pemahaman pada konsep pengendapan tergolong rendah. Rendahnya pemahaman siswa dalam menentukan zat yang lebih dulu mengendap karena siswa belum memahami tentang hubungan Ksp dengan kelarutan dan siswa juga mengalami kebingungan antara konsep melarut dan mengendap. 5.
Konsep Pengaruh Ion Senama terhadap Kelarutan Pemahaman pada konsep pengaruh ion senama terhadap kelarutan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Persentase Jawaban Benar Siswa pada Konsep Ion Senama terhadap Kelarutan Konsep Konsep Pengaruh Ion Senama terhadap Kelarutan Pengaruh penambahan ion senama terhadap pergeseran sistem kesetimbangan Pengaruh penambahan ion senama terhadap sistem kesetimbangan garam sukar larut Pengaruh penambahan ion senama terhadap kelarutan garam Pengaruh penambahan ion senama terhadap konsentrasi ion garam sukar larut
Jumlah siswa (%)
Rata-rata (%)
23,0 37,5
21,6
15,2 10,5
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah siswa yang memiliki pemahaman pada konsep pengaruh ion senama terhadap kelarutan tergolong rendah. Namun jika ditinjau lebih jauh, siswa yang paham pada keempat aspek yang terdapat dalam konsep pengaruh ion senama terhadap kelarutan tergolong sangat rendah. Siswa memiliki pemahaman yang lebih rendah pada aspek pengaruh ion senama terhadap kelarutan garam dan pengaruh ion senama terhadap konsentrasi ion garam sukar larut. Pemahaman siswa yang sangat rendah pada konsep pengaruh ion senama terhadap kelarutan dikarenakan rendahnya pemahaman siswa pada konsep kesetimbangan garam sukar larut. Konsep utama dalam mempelajari konsep pengaruh ion senama adalah prinsip Le Chatelier dalam kesetimbangan kimia. Jika siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep kesetimbangan kimia maka siswa juga akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep ini. 6.
Konsep hubungan Ksp dengan pH Larutan Pemahaman pada konsep sifat hubungan Ksp dengan pH larutan disajikan pada Tabel 7 berikut .
Tabel 7 Persentase Jawaban Benar Siswa pada Konsep Hubungan Ksp dengan pH Larutan Konsep Konsep Hubungan Ksp dengan pH Larutan Menghitung nilai Ksp jika diketahui pH Menghitung nilai kelarutan jika diketahui pH Menghitung nilai pH jika diketahui kelarutan
Jumlah siswa (%) 20,4 15,2 23,7
Rata-rata (%) 19,8
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah siswa yang memiliki pemahaman pada konsep hubungan Ksp dengan pH larutan tergolong sangat rendah. Jika ditinjau lebih jauh, siswa yang paham pada ketiga aspek yang terdapat dalam konsep hubungan Ksp dengan pH larutan juga tergolong sangat rendah. Beberapa siswa yang paham dalam menghitung nilai Ksp jika diketahui pH tidak memahami cara menghitung kelarutan jika diketahui pH larutan. Rendahnya pemahaman siswa pada konsep hubungan pH larutan dengan kelarutan dikarenakan siswa belum memahami aplikasi atau penggunaan rumus dalam menentukan pH asam atau basa. 7.
Konsep Pengaruh Penambahan Garam yang Sukar Larut Terhadap Kelarutan Garam tersebut Pemahaman pada konsep sifat larutan asam-basa disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Persentase Jawaban Benar Siswa pada Konsep Pengaruh Penambahan Garam yang Sukar Larut terhadap Kelarutan Garam tersebut Konsep Konsep Pengaruh Penambahan Zat yang Sama terhadap Kelarutan Kecenderungan nilai Ksp terhadap penambahan garam yang sama Kecenderungan nilai kelarutan dan Ksp terhadap penambahan garam yang sama
Jumlah siswa (%)
Rata-rata (%)
6,6
6,6
6,6
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah siswa yang memiliki pemahaman pada konsep pengaruh penambahan garam yang sukar larut terhadap kelarutan garam tersebut tergolong sangat rendah. Jika ditinjau lebih jauh, siswa yang paham pada kedua aspek dalam konsep pengaruh penambahan garam yang sukar larut terhadap kelarutan garam tersebut juga tergolong sangat rendah yaitu. Pemahaman siswa yang sangat rendah pada konsep pengaruh penambahan garam yang sama terhadap kelarutan disebabkan karena siswa kurang paham tentang konsep molaritas. Selain itu siswa juga kurang dapat memahami perbedaan penambahan larutan yang mengandung ion senama dan penambahan garam yang sukar larut pada larutan garam tersebut.
C. Miskonsepsi yang Dialami Siswa pada Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Pada bagian ini dipaparkan data jawaban siswa yang konsisten salah (miskonsepsi) yang telah diidentifikasi untuk masing-masing konsep.
1.
Kesetimbangan Garam yang Sukar Larut Dalam penelitian ini sebanyak 25% siswa beranggapan bahwa garam yang larut dalam air akan terionisasi menjadi ion-ion yang jumlahnya sama. Penjelasan yang lebih tepat untuk menjelaskan konsep ini adalah menggunakan hukum netralitas muatan dalam larutan. Jumlah muatan ion-ion dari garam yang terionisasi harus bernilai nol sehingga setiap garam yang berbeda memiliki jumlah ion-ion yang berbeda. Selanjutnya pada konsep kesetimbangan garam sukar larut pada keadaan lewat jenuh dan tidak jenuh, miskonsepsi yang terjadi adalah siswa mengabaikan hukum netralitas muatan dalam larutan. Sebanyak 22,4% siswa beranggapan bahwa jumlah ion pada larutan lewat jenuh lebih besar daripada larutan jenuh tanpa memerhatikan hukum netralitas dan sebanyak 23,7% siswa beranggapan bahwa jumlah ion pada larutan tidak jenuh lebih kecil daripada larutan jenuh tanpa memerhatikan hukum netralitas muatan dalam larutan. Konsep yang benar menurut Mc Murry dan Fay (2003:701) adalah larutan lewat jenuh terjadi jika hasil kali konsentrasi ion-ion produk lebih besar daripada Ksp sedangkan larutan tidak jenuh terjadi jika hasil kali konsentrasi ion-ion produk lebih kecil daripada Ksp. Dalam hal ini, larutan jenuh terjadi jika hasil kali konsentrasi ion-ion produknya sama dengan nilai Ksp. Jika dilihat secara mikroskopik, maka jumlah ion-ion pada larutan lewat jenuh lebih banyak daripada jumlah ion-ion pada larutan jenuh sedangkan jumlah ion-ion pada larutan tidak jenuh lebih sedikit daripada jumlah ion-ion pada larutan jenuh. Meskipun begitu, hukum netralitas muatan dalam larutan harus tetap terpenuhi. Jumlah muatan pada larutan harus bernilai nol sehingga larutan bermuatan netral. 2.
Konsep Kelarutan Dalam penelitian ini sebanyak 21,1% siswa beranggapan bahwa nilai kelarutan dihitung dari molaritas garam pada kondisi larut dan sebanyak 17,1% siswa beranggapan bahwa nilai kelarutan dihitung dari mol garam pada kondisi jenuh. Konsep yang benar menurut Jespersen, Brady dan Hyslop (2011:833) bahwa kelarutan adalah jumlah mol garam yang larut pada satu liter pelarut dan menghasilkan larutan jenuh. Jadi, nilai kelarutan dapat dihitung dari molaritas garam pada kondisi tepat jenuh. Miskonsepsi lainnya yaitu pada saat kesetimbangan konsentrasi ion yang dihasilkan sama dengan konsentrasi garam dimiliki oleh 23,7% siswa. Mereka beranggapan bahwa keadaan setimbang berarti antara garam dan ion-ionnya dalam keadaan yang sama sehingga memiliki konsentrasi yang sama pula. Miskonsepsi ini sesuai dengan hasil penelitian Önder dan Geban (2006:169) yang menyatakan bahwa konsentrasi ion yang dihasilkan sama dengan konsentrasi garam pada saat kesetimbangan. Hackling dan Garnet (dalam Quilez, 2004) juga melaporkan miskonsepsi yang sama pada kesetimbangan kimia yaitu siswa menganggap konsentrasi reaktan sama dengan konsentrasi produk pada keadaan setimbang. Konsep yang benar adalah pada saat kesetimbangan, konsentrasi ion-ionnya dan konsentrasi garam (kelarutan garam) dapat ditentukan dari perbandingan mol pada sistem kesetimbangan. Miskonsepsi lain yang ditemukan adalah tentang hubungan nilai Ksp dengan kelarutan. Peneliti memberikan pertanyaan tentang urutan kelarutan pada garam yang memiliki jumlah ion sama berdasarkan nilai Ksp yang diberikan. Sebanyak 18,4% siswa menyatakan bahwa pada garam yang memiliki jumlah ion yang sama, semakin besar nilai Ksp maka nilai kelarutannya semakin kecil karena nilai Ksp berbanding terbalik dengan nilai kelarutan. Konsep yang benar adalah bahwa pada garam yang memiliki jumlah ion yang sama, semakin besar nilai Ksp maka nilai kelarutannya semakin besar
pula. Ksp merupakan hasil kali konsentrasi ion-ion garam dipangkatkan dengan koefisiennya, sedangkan kelarutan garam dapat diperoleh dari perbandingan mol ion-ion garam tersebut. Jika nilai Ksp semakin besar maka konsentrasi ion-ion garam tersebut semakin besar sehingga nilai kelarutan garam juga besar. Dalam penelitian ini juga ditemukan miskonsepsi yaitu sebanyak 25,0% menganggap bahwa garam yang sukar larut adalah garam yang memiliki nilai kelarutan besar sedangkan garam yang mudah larut adalah garam yang memiliki nilai kelarutan kecil. Konsep yang benar adalah garam sukar larut memiliki nilai kelarutan kecil sedangkan garam mudah larut memiliki nilai kelarutan besar. Kelarutan adalah banyaknya garam yang terlarut pada sejumlah pelarut sehingga menghasilkan larutan tepat jenuh (Jespersen, Brady dan Hyslop, 2011:833). Semakin banyak zat yang bisa larut (atau semakin mudah suatu garam untuk larut), maka semakin besar nilai kelarutannya. Sebaliknya, jika semakin sedikit zat yang bisa larut (atau semakin sukar suatu garam untuk larut), maka semakin kecil nilai kelarutannya. 3.
Konsep Hasil Kali Kelarutan Miskonsepsi yang ditemukan pada konsep hasil kali kelarutan berkaitan dengan perumusan Ksp. Sebanyak 21,1% siswa beranggapan bahwa Ksp merupakan hasil kali konsentrasi ion-ion pada reaksi kesetimbangan dari garam yang sukar larut pada suhu tertentu tanpa dipangkatkan koefisien. Konsep yang benar menurut Mc Murry dan Fay (2003:689) bahwa Ksp merupakan hasil kali konsentrasi ion-ion garam sukar larut dipangkatkan dengan koefisiennya pada reaksi kesetimbangan. 4.
Konsep Pengendapan Dalam penelitian ini sebanyak 18,4% siswa beranggapan bahwa garam yang memiliki nilai Ksp lebih kecil akan lebih sulit mengendap karena kelarutannya kecil. Mereka menganggap bahwa konsep mengendap sama dengan konsep melarut. Pada konsep kelarutan yang telah dibahas sebelumnya, semakin besar nilai kelarutan garam maka semakin mudah garam tersebut untuk larut sedangkan semakin kecil nilai kelarutan garam maka semakin sulit garam tersebut untuk larut. Penyamaan konsep mengendap dan kelarutan ini yang menyebabkan siswa memiliki anggapan bahwa garam yang memiliki nilai Ksp dan nilai kelarutan kecil akan lebih sulit mengendap. 5.
Konsep Pengaruh Ion Senama terhadap Kelarutan Dalam penelitian ini sebanyak 22,4% siswa beranggapan bahwa pada sistem kesetimbangan jika konsentrasi reaktan bertambah maka pergeseran kesetimbangan juga ke arah reaktan. Teori yang benar seperti disampaikan oleh Jespersen, Brady dan Hyslop (2011:711) bahwa menurut Hukum Le Chatelier, posisi kesetimbangan akan bergeser untuk mengurangi reaktan atau produk yang ditambahkan atau mengganti reaktan atau produk yang telah dihilangkan. Jadi, jika pada sistem kesetimbangan ditambahkan reaktan maka sistem akan bergeser ke arah sebaliknya (atau produk) untuk mengurangi kelebihan reaktan, sedangkan jika pada sistem kesetimbangan ditambahkan produk maka sistem akan bergeser ke arah reaktan untuk mengurangi kelebihan produk. Miskonsepsi lain yang ditemukan yaitu sebanyak 17,1% siswa beranggapan bahwa penambahan ion senama pada garam sukar larut akan menggeser kesetimbangan ke arah produk (ion-ion dari garam sukar larut). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa penambahan ion senama menyebabkan ion dari garam sukar larut bertambah sehingga
untuk mengurangi kelebihan ion kesetimbangan harus bergeser ke arah pembentukan garam. Silberberg (2009:856) juga menyatakan bahwa jika konsentrasi dari ion-ion garam sukat larut bertambah maka sistem kesetimbangan harus bergeser ke arah pembentukan garam untuk mengurangi kelebihan ion dan sistem tetap pada keadaan setimbang. Berkaitan dengan miskonsepsi ini, sebanyak 21,1% siswa beranggapan bahwa kelarutan garam sukar larut akan bertambah jika sistem kesetimbangan bergeser ke arah reaktan (garam sukar larut). Dalam konsep ini siswa paham tentang konsep kesetimbangan yaitu penambahan ion senama pada kesetimbangan garam sukar larut akan menyebabkan konsentrasi ion bertambah sehingga kesetimbangan bergeser ke arah garam (reaktan). Namun, siswa tidak dapat memahami bahwa jika reaksi bergeser ke arah garam maka kelarutan garam akan semakin kecil. Siswa menganggap bahwa kelarutan garam akan semakin besar jika reaksi bergeser ke arah garam. Konsep yang benar menurut Jespersen, Brady, dan Hyslop (2011:838) bahwa jika senyawa yang mengandung ion sama ditambahkan ke dalam kesetimbangan garam sukar larut, maka akan menyebabkan konsentrasi ion-ion garam sukar larut bertambah dan sistem bergeser ke arah kiri (pembentukan garam). Hal ini menyebabkan garam lebih sedikit larut pada larutan yang mengandung ion yang sama. Selanjutnya, miskonsepsi lainnya yaitu pada keadaan setimbang konsentrasi ion akan tetap atau tidak berubah walaupun ditambah ion senama dimiliki oleh 15,8% siswa. Siswa menganggap bahwa pada keadaan setimbang tidak ada lagi perubahan yang terjadi karena reaksinya sudah stabil. Konsep yang benar adalah bahwa konsentrasi ion garam sukar larut yang sama dengan ion senama yang ditambahkan akan meningkat. Sebanyak 18,4% siswa beranggapan bahwa pada keadaan setimbang tidak ada pengendapan dan pelarutan lagi. Konsep yang benar adalah pengendapan dapat terjadi pada sistem kesetimbangan apabila pada kesetimbangan larutan jenuh garam sukar larut ditambah dengan dengan larutan yang mengandung ion senama. Ion senama akan menyebabkan konsentrasi ion garam bertambah. Jika konsentrasi ion garam bertambah, maka sistem kesetimbangan bergeser ke arah pembentukan garam untuk mengurangi kelebihan ion pada sistem kesetimbangan. Oleh karena larutan jenuh telah memiliki batas maksimum dalam melarut, maka penambahan garam karena pergeseran kesetimbangan menyebabkan terbentuknya endapan. 6.
Konsep Hubungan Ksp dengan pH Larutan Sebanyak 23,7% siswa beranggapan bahwa ion hidroksida yang digunakan untuk menghitung nilai Ksp larutan basa berasal dari antilog negatif pH. Konsep yang benar adalah untuk menghitung nilai Ksp suatu larutan basa perlu diketahui terlebih konsentrasi OH-. Miskonsepsi lainnya yang ditemukan yaitu sebanyak 21,1% siswa beranggapan bahwa untuk mencari nilai pH larutan jenuh suatu basa langsung dihitung dari konsentrasi OH-. Siswa menganggap bahwa konsentrasi OH- dan H+ memiliki kesejajaran. Konsep yang benar adalah untuk menghitung nilai pH larutan jenuh suatu basa maka perlu dicari terlebih dahulu nilai pOH. 7.
Konsep Pengaruh Penambahan Garam yang Sukar Larut terhadap Kelarutan Garam tersebut Dalam penelitian ini sebanyak 50,0% siswa beranggapan bahwa penambahan sedikit garam yang sukar larut ke dalam larutan jenuh garam tersebut akan menaikkan konsentrasi larutan jenuh garam tersebut sehingga nilai Ksp garam tersebut berubah. Mereka menganggap bahwa penambahan garam yang sukar larut pada larutan garam
tersebut sama halnya dengan penambahan ion senama. Siswa menerapkan hukum Le Chatelier untuk menjelaskan konsep penambahan garam yang sama. Mereka menjelaskan bahwa penambahan garam yang sama menyebabkan konsentrasi larutan jenuh garam semakin besar sehingga kesetimbangan bergeser ke arah produk (ion-ion garam sukar larut) sehingga kelarutan semakin besar dan Ksp semakin besar. Miskonsepsi pada konsep pengaruh penambahan garam yang sama terhadap kelarutan serupa juga ditemukan yaitu sebanyak 30,3% siswa beranggapan bahwa penambahan sedikit garam yang sukar larut ke dalam larutan jenuh garam tersebut akan menambah konsentrasi garam tersebut sehingga kelarutannya akan semakin besar dan nilai Ksp semakin besar. Konsep yang benar adalah penambahan garam yang sama terhadap kesetimbangan larutan jenuh garam sukar larut tidak mempengaruhi nilai kelarutan dan nilai Ksp. Nilai Ksp selalu bernilai konstan selama suhunya juga konstan atau tetap (Barke, 2009:160). PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan tentang pemahaman siswa dalam materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada siswa SMA kelas XI IPA dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa pada konsep hasil kali kelarutan tergolong cukup, sedangkan pemahaman siswa pada konsep kesetimbangan garam sukar larut, kelarutan, pengendapan, dan pengaruh ion senama terhadap kelarutan, hubungan Ksp dengan pH larutan dan pengaruh penambahan garam yang sukar larut terhadap kelarutan garam tersebut tergolong sangat rendah. Sedangkan miskonsepsi yang dialami siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan diantara siswa menganggap penambahan sedikit garam yang sukar larut ke dalam larutan jenuh garam tersebut akan menaikkan konsentrasi larutan jenuh garam tersebut sehingga nilai Ksp garam tersebut berubah. Selain itu siswa juga menganggap bahwa penambahan sedikit garam yang sukar larut ke dalam larutan jenuh garam tersebut akan menambah konsentrasi garam tersebut sehingga kelarutannya akan semakin besar dan nilai Ksp semakin besar. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh tentang menggali pemahaman siswa SMA pada konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan menggunakan tes diagnostik two-tier, maka dapat dipaparkan saran-saran sebagai berikut. 1. Melihat rendahnya persentase pemahaman sebagian besar siswa pada kelarutan dan hasil kali kelarutan (71,1%), maka hendaknya guru memilih metode pembelajaran yang paling sesuai dengan kondisi siswa dalam kelas. Guru juga hendaknya memberikan soal-soal konseptual disamping soal hitungan. 2. Dengan memperhatikan banyaknya miskonsepsi pada kelarutan dan hasil kali kelarutan yang dialami siswa, hendaknya guru memilih metode pembelajaran yang berpusat pada siswa contohnya metode inkuiri. Selain itu, untuk mengatasi miskonsepsi yang dialami siswa dapa digunakan strategi konflik kognitif. 3. Hendaknya guru menuntaskan pemahaman siswa pada konsep kesetimbangan kimia dan dilanjutkan dengan pemahaman kesetimbangan ion garam sukar larut, karena konsep tersebut sangat berpengaruh terhadap pemahaman konsep lainnya dalam kelarutan dan hasil kali kelarutan.
4.
5.
Melihat besarnya kesalahan konsep, maka diharapkan siswa lebih aktif dalam mengikuti pelajaran, bertanya kepada guru, dan berdiskusi dengan guru khususnya pada konsep kesetimbangan ion garam sukar larut. Instrumen dalam penelitian ini masih banyak memiliki kelemahan khususnya dalam mengidentifikasi miskonsepsi siswa. Hal ini dikarenakan kurangnya kajian literatur dan wawancara yang dilakukan pada saat penyusunan instrumen. Oleh karena itu, disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk lebih banyak melakukan kajian literatur dan wawancara sehingga instrumen yang dihasilkan lebih baik dalam menggali miskonsepsi siswa.
DAFTAR RUJUKAN Ardtej, R., dkk. 2008. Development of Two-Tier Diagnostic Test for Examination of Thai High School Students` Understanding in Acid-Base, 103-121. Barke, H-D., dkk. 2009. Misconception in Chemistry. Adressing Perception in Chemical Education. Germany: Springer. Jespersen, N. D., dkk. 2011. Chemistry: The Molecular Nature of Matter (sixth edition). USA: Courier Kendallville. Mc Murry dan Fay. 2003. Chemistry (fourth edition). Önder, I., Geban, Ö. 2006. The Effect of Conceptual Change Text Oriented Instruction on Students’ Understanding of The Solubility Equilibrium Concept. Journal of Education, 30: 166-173. Raviolo, Andres. 2001. Assesing Students’ Conceptual Understanding of Solubility Equilibrium. Journal of Chemical Education, 78 (5): 629-631. Silberberg, M. S. 2009. Chemistry The Molecular Nature of Matter and Change (fifth edition). New York: McGraw-Hill Companies. Taber, K. S., 2013. Revisiting the Chemistry Triplet: Drawing Upon the Nature of Chemical Knowledge and the Psychology of Learning to Inform Chemistry Education.Chemistry Education Research and Practice, (Online), 14: 156-168, (http://www.rsc.org/cerp), diakses 13 Juni 2013. Treagust, David F. 2006. Diagnostic Assessment in Science as a Means to Improving Teaching, Learning and Retention. Makalah disajikan pada UniServe Science Assessment Symposium Proceedings, 2006, (Online), (http://sydney.du.au/science/uniserve_science/pubs/procs/2006/ treagust/pdf.), diakses 28 September 2011. Tüysüz, C. 2009. Development of Two-Tier instrument and Assess Students` Understanding in Chemistry. Scientific Research and Essay, 4 (6): 626-631.