MENGGALI PEMAHAMAN KONSEP SISWA MADRASAH ALIYAH TENTANG STOIKIOMETRI DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN DIAGNOSTIK TWO-TIER Indah Krisnawati, Prayitno, Fauziatul Fajaroh Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang Email:
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menggali pemahaman siswa tentang stoikiometri dengan menggunakan instrumen diagnostik two-tier. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei 2013. Subjek penelitian adalah 63 siswa XI IPA Madrasah Aliyah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa tentang stoikiometri tergolong rendah. Selain itu ditemukan pula beberapa miskonsepsi. Salah satu diantaranya yang menonjol adalah siswa beranggapan bahwa pada suhu dan tekanan yang sama, volume total pereaksi sama dengan volume total produk reaksi hanya jika semua zat yang terlibat reaksi berwujud gas. Abstract: The purpose of this research is to identify students’ understanding about stoichiometry using two-tier diagnostic instrument. The data was taken in May 2013 concerning two XI grade of science class of Madrasah Aliyah. The result of this research indicate that students’ understanding about stoichiometry is low. Besides that, some misconceptions were found. One of the misconceptions is “in the same temperature and pressure, total volume of reactants and products is equal, just only all of them are gas”.
Kata Kunci: pemahaman konsep, stoikiometri, two-tier Kimia adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang materi yang meliputi komposisi, sifat, perubahan-perubahan yang terjadi dan energi yang menyertai perubahan tersebut (Myers, 2003: 3; Silberberg, 2010: 2; Jespersen, et al. 2012: 2). Menurut Chang & Overby (2011: 2) ilmu kimia terkesan lebih sulit untuk dipahami dibanding dengan bidang lain. Sulitnya kimia untuk dipahami adalah karena konsep-konsep kimia bersifat abstrak (Taber, 2009: 14; Nahum, et al. (2004: 302). Namun demikian, meski bersifat abstrak banyak fenomena yang terjadi di sekitar manusia dapat dijelaskan dengan konsep-konsep kimia (Chiu, 2005: 2). Untuk dapat menjelaskan fenomena-fenomena tersebut siswa seringkali mengembangkan gagasannya sendiri (Tuysuz, 2009: 626). Siswa percaya bahwa gagasan atau ide yang dikembangkannya adalah benar karena gagasannya tersebut dianggap dapat menjelaskan fenomena yang dialaminya (Sendur, et al. (2007:293) seringkali gagasan siswa ini tidak sesuai atau bahkan juga bertentangan dengan konsep yang dimiliki oleh masyarakat ilmiah. Gagasan yang tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan pandangan masyarakat ilmiah ini disebut sebagai miskonsepsi (Barke, et al. 2009: 2; Artdej, et al. 2008: 105). Salah satu konsep ilmu kimia yang dianggap sulit dan sering menyebabkan miskonsepsi adalah stoikiometri (Fach, et al. 2007: 14). Stoikiometri merupakan ilmu yang mempelajari aspek kuantitatif dari kimia (Chang & Overby, 2011: 80; Silberberg, 2010: 72). Penelitian Fach, et al (2006) dan Dahsah & Coll (2008) selain menunjukkan pemahaman konsep stoikiometri yang tergolong rendah juga menemukan beberapa miskonsepsi yang dialami siswa.
1
Untuk mengetahui pemahaman dan miskonsepsi yang dialami siswa dapat digunakan beberapa cara, diantaranya wawancara, pertanyaan terbuka (essai), peta konsep dan tes objektif pilihan ganda (Dindar & Geban, 2011: 600). Untuk menggali pemahaman dengan cakupan materi yang luas dan jumlah responden yang cukup banyak dapat digunakan metode tes objektif pilihan ganda. Salah satu kelemahan tes objektif pilihan ganda adalah tidak bisa menggali alasan siswa dalam memberikan jawaban (Duncan & Johnstone dalam Chandrasegaran, et al. 2007: 295). Oleh karena kelemahan tersebut, maka Treagust pada tahun 1988 mengembangkan suatu jenis tes pilihan ganda yang dapat menggali pemahaman lebih mendalam yang disebut dengan tes diagnostik “two-tier” (Tuysuz, 2009 : 627). Tes Two-tier pilihan ganda adalah suatu bentuk tes pilihan ganda yang terdiri atas dua tahap. Tahap pertama berisi pertanyaan pilihan ganda dan tahap kedua berisi alasan jawaban tahap pertama (Chandrasegaran, et al. 2007: 295; Haja & Clarke, 2011: 68). Tujuan penelitian ini adalah 1) menggali pemahaman konsep siswa kelas XI IPA Madrasah Aliyah pada materi Stoikiometri dengan menggunakan instrumen diagnostik two-tier; 2) mengetahui miskonsepsi yang dialami siswa kelas XI IPA di sekolah tersebut pada materi Stoikiometri dengan menggunakan instrumen diagnostik two-tier. METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini populasi penelitian adalah siswa kelas XI IPA di Madrasah Aliyah. Sampel yang digunakan adalah 2 dari 6 kelas XI IPA. Jumlah siswa yang digunakan sebagai sampel adalah 63 siswa. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode pengambilan sampel kelompok/cluster acak sederhana. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes diagnostik two-tier sebanyak 44 butir soal. Gambar 1 menunjukkan tahap-tahap penyusunan instrumen diagnostik two-tier dalam konsep stoikiometri. Reliabilitas instrumen adalah 0,945. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2013. Data pemahaman konsep siswa diperoleh dengan menentukan besarnya persentase siswa yang menjawab benar. Selain itu untuk menentukan miskonsepsi yang dialami siswa dapat dilakukan dengan cara menghitung persentase siswa yang konsisten menjawab salah pada soal-soal berpasangan.
2
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemahaman siswa dalam konsep stoikiometri adalah sebagai berikut: sebagian besar siswa (47,62%) memiliki pemahaman yang rendah, 42,86% siswa memiliki pemahaman yang sedang dan 7,54% siswa memiliki pemahaman yang sangat rendah. Selanjutnya sebanyak 1,59% siswa memiliki pemahaman yang tinggi. Sedangkan siswa yang memiliki pemahaman sangat tinggi tidak ada. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa sebagian besar siswa memiliki pemahaman yang rendah ataupun sedang. Pemahaman konsep masing-masing masing siswa ini seharusnya bisa ditingkatkan lagi. Persentase pemahaman konsep siswa dalam stoikiometri untuk tiap-tiap tiap aspek disajikan dalam Tabel 1 berikut.
3
Tabel 1. Pemahaman Konsep Siswa dalam Stoikiometri No
Aspek
Hukum-hukum dasar kimia Hukum Lavoisier Hukum Proust Hukum Dalton Hukum Gaylussac Hipotesis Avogadro rata-rata pemahaman siswa 2 Massa atom relatif dan massa molekul relatif rata-rata pemahaman siswa 3 Konsep mol hubungan antara jumlah partikel dengan massa zat hubungan antara jumlah mol dengan volume gas hubungan antara massa dan volume gas hubungan antara jumlah mol dengan massa zat hubungan antara jumlah mol dengan jumlah partikel rata-rata pemahaman siswa 4 Rumus empiris dan rumus molekul rata-rata pemahaman siswa 5 Kadar unsur dalam senyawa rata-rata pemahaman siswa 6 Pereaksi pembatas rata-rata pemahaman siswa 7 stoikiometri reaksi rata-rata pemahaman siswa rata-rata pemahaman total
pemahaman siswa (%)
kriteria
1
24,22 19,80 38,10 23,83 18,25 24,84
rendah
45,20
sedang
26,20 25,40 29,35 50,75 49,20 36,18
rendah
23,80
rendah
29,35
rendah
54,35
sedang
49,19 37,56
sedang rendah
Dalam penelitian ini diperoleh persentase siswa yang memahami hukumhukum dasar kimia tergolong rendah dan sangat perlu untuk ditingkatkan terutama pemahaman siswa dalam hukum perbandingan tetap dan hipotesis avogadro. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Pratiwi (2011: 39) yang menunjukkan bahwa pemahaman siswa dalam aspek hukum-hukum dasar kimia tergolong rendah (36,8%). Sebanyak 45,20% siswa memahami massa atom relatif dan massa molekul relatif. Persentase ini lebih tinggi daripada persentase siswa yang memahami hukum-hukum dasar kimia. Persentase siswa yang memahami massa atom relatif dan massa molekul relatif ini tergolong sedang dan perlu ditingkatkan. Persentase siswa yang memahami konsep mol tergolong rendah dan perlu ditingkatkan. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Dahsah, Coll, Sung-ong, Yutakom dan Sanguanruang (2008: 16) yang menunjukkan bahwa persentase siswa yang memahami konsep mol berada di bawah 40% atau tergolong rendah. Selanjutnya, persentase siswa yang memahami rumus empiris dan rumus molekul tergolong rendah dan perlu ditingkatkan agar menjadi lebih baik. Persentase yang rendah ini dapat dijelaskan dengan hasil penelitian Andriyani (2011: 32) yang menyatakan bahwa konsep rumus empiris tergolong sebagai konsep yang sulit. Sebanyak 29,35% siswa memahami konsep tentang kadar unsur dalam senyawa. Persentase ini menunjukkan bahwa persentase siswa yang memahami kadar unsur dalam senyawa tergolong rendah dan perlu ditingkatkan. Temuan ini
4
sesuai dengan temuan Fajriana (2008) dan Rahmah (2009) yang menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam menentukan kadar zat suatu senyawa. Dalam penelitian ini diperoleh sebanyak 54,35% siswa memahami konsep pereaksi pembatas. Persentase ini menunjukkan bahwa siswa yang memahami pereaksi pembatas tergolong sedang dan perlu ditingkatkan. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Fajriana (2008) yang menunjukkan bahwa sebagian siswa belum memahami konsep pereaksi pembatas. Konsep terakhir yang diteliti dalam penelitian ini yaitu konsep stoikiometri reaksi. Sebanyak 49,19% siswa memahami konsep stoikiometri reaksi. Kriteria pemahaman ini tergolong sedang. Dengan demikian, pemahaman konsep siswa masih perlu ditingkatkan agar dapat lebih baik lagi. Selain pemahaman siswa, dalam penelitian ini juga diperoleh 8 miskonsepsi yang dialami siswa. Miskonsepsi-miskonsepsi tersebut disajikan dalam Tabel 2 berikut. Tabel 2. Miskonsepsi yang Dialami Siswa dalam Konsep Stoikiometri Miskonsepsi (1) Hukum-hukum Dasar Kimia • senyawa yang memiliki wujud padatan atau logam selalu memiliki massa yang lebih besar daripada senyawa yang berwujud abu • pada suhu dan tekanan yang sama, volume total sebelum reaksi sama dengan volume total setelah reaksi hanya jika semua zat yang terlibat reaksi berwujud gas • gas-gas yang memiliki suhu, tekanan dan volume yang sama, memiliki jumlah molekul yang berbeda, karena masing-masing gas memiliki massa molar yang berbeda-beda (2) Konsep Mol • zat-zat yang memiliki massa yang sama, memiliki jumlah partikel yang sama pula (3) Konsep Stoikiometri Reaksi • pada reaksi yang menghasilkan gas pada sistem tertutup, massa setelah reaksi menjadi lebih besar karena munculnya gas menyebabkan tekanan dalam wadah menjadi lebih besar sehingga massa bertambah • pada reaksi yang menghasilkan gas pada sistem tertutup, massa setelah reaksi menjadi lebih kecil karena gas yang terbentuk memiliki massa yang ringan dan dapat meringankan massa keseluruhan • pada reaksi pengendapan, massa setelah reaksi menjadi lebih besar karena endapan yang terbentuk menambah massa keseluruhan (massa endapan lebih besar daripada massa zat cair) • pada reaksi pelarutan padatan, massa setelah reaksi menjadi lebih kecil karena larutnya padatan disertai dengan menghilangnya massa padatan
Jumlah siswa (%) 19,1 23,8
17,5
12,7
17,5
17,5
19,1 20,6
Dalam aspek hukum-hukum dasar kimia beberapa siswa menganggap bahwa abu hasil pembakaran pita magnesium memiliki massa yang lebih kecil daripada massa magnesium sebelum dibakar. Selain itu mereka juga menganggap bahwa abu hasil pembakaran kertas di wadah tertutup memiliki massa yang lebih kecil pula. Anggapan ini muncul karena siswa berasumsi bahwa senyawa yang memiliki wujud padatan atau logam selalu memiliki massa yang lebih besar daripada senyawa yang berwujud abu. Hal ini sesuai dengan laporan Driver (dalam Horton, 2004:37) yaitu sebanyak 10% siswa menganggap bahwa dalam peristiwa pembakaran logam, massa hasil pembakaran menjadi lebih kecil karena 5
massa abu selalu lebih kecil daripada massa logam. Laporan Mulford (dalam Horton, 2004: 54) menyatakan bahwa 13% siswa menganggap bahwa massa zat hasil pembakaran selalu lebih kecil daripada massa zat sebelum dibakar. Anggapan yang sama juga dilaporkan oleh Pratiwi (2011: 41) sebanyak 18,2%. Konsep yang benar tentang pembakaran pita magnesium adalah abu hasil pembakaran pita magnesium lebih berat daripada pita magnesium sebelum dibakar. Hal ini karena jika pita magnesium (Mg) dibakar maka akan bereaksi dengan oksigen dan membentuk MgO. Hasil pembakaran pita Magnesium lebih berat daripada sebelum terbakar karena massa Mg ditambah dengan massa Oksigen yang bereaksi dalam proses pembakaran (Barke, Hazari dan Yitbarek, 2009: 46). Siswa diberikan soal berpasangan tentang suatu persamaan reaksi setara dalam fase gas. Diberikan data mengenai volume produk dan diketahui bahwa tekanan dan suhu sebelum reaksi sama dengan tekanan dan suhu setelah reaksi. Siswa diminta untuk memperkirakan volume total reaktan yang diperlukan. Berdasarkan jawaban siswa diketahui bahwa siswa menganggap pada suhu dan tekanan yang sama, volume total sebelum reaksi sama dengan volume total setelah reaksi hanya jika semua zat yang terlibat reaksi berwujud gas. Hukum Perbandingan Volume Gaylussac berbunyi, “Volume gas-gas yang bereaksi dan volume gas-gas hasil reaksi bila diukur pada suhu dan tekanan yang sama berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana” (Chang & Overby, 2011: 146). Sesuai hukum tersebut, konsep yang benar adalah pada suhu dan tekanan yang sama, volume total gas sebelum reaksi tidak selalu sama dengan volume total gas setelah reaksi. Volume gas yang terlibat reaksi harus disesuaikan dengan koefisien reaksi yang setara. Miskonsepsi selanjutnya yang dimiliki siswa yaitu gas-gas yang memiliki suhu, tekanan dan volume yang sama, memiliki jumlah molekul yang berbeda, karena masing-masing gas memiliki massa molar yang berbeda-beda. Pratiwi (2011: 41) juga melaporkan sebanyak 25,8% partisipan dalam penelitiannya memiliki miskonsepsi yang sama. Amedeo Avogadro (1776-1856) memberikan hipotesis yang berbunyi, “Pada volume yang sama, gas-gas yang berbeda (pada suhu dan tekanan yang sama) mengandung partikel yang jumlahnya sama” (Chang & Overby, 2011: 145). Miskonsepsi tentang konsep mol yang ditemukan dalam penelitian ini adalah zat-zat yang memiliki massa yang sama, memiliki jumlah partikel yang sama pula. Siswa menyatakan bahwa SiO2 dan NaCl yang bermassa sama memiliki jumlah partikel yang sama pula. mereka juga menyatakan bahwa 64 gram gas SO2 memiliki jumlah partikel yang sama dengan 64 gram gas O2. Dahsah & Coll (2008: 587) melaporkan bahwa beberapa siswa kelas 10 dan 11 di Thailand juga menganggap bahwa zat yang memiliki jumlah gram yang sama memiliki jumlah molekul yang sama. Berdasarkan konsep mol yang benar, jika terdapat senyawa dengan massa yang sama maka, senyawa yang memiliki massa molar lebih besar akan memiliki jumlah mol yang lebih sedikit. Jumlah mol berbanding lurus dengan jumlah partikel. Dengan demikian, jika terdapat senyawa dengan massa yang sama maka, senyawa yang memiliki massa molar lebih besar memiliki jumlah partikel yang lebih sedikit. Miskonsepsi selanjutnya yang dimiliki siswa aalah pada reaksi yang menghasilkan gas pada sistem tertutup, massa setelah reaksi menjadi lebih
6
besar karena munculnya gas menyebabkan tekanan dalam wadah menjadi lebih besar sehingga massa bertambah. Pratiwi (2011: 41) melaporkan bahwa sebanyak 16,7% siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kesamben menganggap bahwa pada sistem tertutup, massa zat setelah bereaksi menjadi lebih besar daripada massa zat sebelum reaksi. Selain temuan tersebut dalam penelitian ini ditemukan pula bahwa siswa menganggap pada reaksi yang menghasilkan gas pada sistem tertutup, massa setelah reaksi menjadi lebih kecil karena gas yang terbentuk memiliki massa yang ringan dan dapat meringankan massa keseluruhan. Pratiwi (2011 41) juga melaporkan bahwa sebanyak 16,7% siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kesamben menganggap bahwa pada sistem tertutup, massa zat setelah bereaksi menjadi lebih kecil daripada massa zat sebelum reaksi. Diperkuat pula oleh penelitian Schmidt (dalam Horton , 2004: 20) yaitu siswa menganggap bahwa produk dari suatu reaksi kimia tidak harus memiliki massa yang sama dengan massa reaktan. Padahal menurut hukum kekekalan massa (Lavoisier) jumlah massa zat sebelum dan setelah reaksi adalah sama (Silberberg, 2010: 3435). Siswa diberi soal tentang reaksi pengendapan dan ditemukan miskonsepsi pada reaksi pengendapan, massa setelah reaksi menjadi lebih besar karena endapan yang terbentuk menambah massa keseluruhan (massa endapan lebih besar daripada massa zat cair). Barker dan Millar (dalam Kind, 2004:33) melaporkan sebanyak 17% siswa berusia 16 tahun menganggap bahwa dalam reaksi pengendapan terjadi kenaikan massa karena zat padat memiliki massa lebih besar daripada massa zat cair. Miskonsepsi ini juga didukung oleh miskonsepsi lain yang ditemukan dalam penelitian ini, yaitu siswa menganggap bahwa pada reaksi pelarutan padatan, massa setelah reaksi menjadi lebih kecil karena larutnya padatan disertai dengan menghilangnya massa padatan. Barker dan Millar juga melaporkan sebanyak 17% siswa berusia 16 tahun dalam penelitiannya memiliki miskonsepsi yang sama. Jika siswa menganggap endapan yang muncul menyebabkan massa bertambah ataupun siswa menganggap hilangnya endapan menyebabkan massa berkurang maka, hal ini jelas salah karena massa sebelum dan setelah reaksi adalah tetap sesuai dengan hukum Lavoisier (Silberberg, 2010: 34-35). KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Pemahaman konsep yang tergolong rendah adalah pemahaman konsep hukum-hukum dasar kimia, konsep mol, rumus empiris dan rumus molekul serta kadar unsur dalam senyawa. Selanjutnya, pemahaman konsep yang tergolong sedang adalah pemahaman konsep massa atom relatif dan massa molekul relatif, pereaksi pembatas dan konsep stoikiometri reaksi. 2. Miskonsepsi yang dimiliki siswa antara lain: (1) senyawa yang memiliki wujud padatan atau logam selalu memiliki massa yang lebih besar daripada senyawa yang berwujud abu; (2) pada suhu dan tekanan yang sama, volume total sebelum reaksi sama dengan volume total setelah reaksi hanya jika semua zat yang terlibat reaksi berwujud gas; (3) gas-gas yang memiliki suhu, tekanan dan volume yang sama, memiliki jumlah molekul yang berbeda,
7
karena masing-masing gas memiliki massa molar yang berbeda-beda; (4) zatzat yang memiliki massa yang sama, memiliki jumlah partikel yang sama pula; (5) pada reaksi yang menghasilkan gas pada sistem tertutup, massa setelah reaksi menjadi lebih besar karena munculnya gas menyebabkan tekanan dalam wadah menjadi lebih besar sehingga massa bertambah; (6) pada reaksi yang menghasilkan gas pada sistem tertutup, massa setelah reaksi menjadi lebih kecil karena gas yang terbentuk memiliki massa yang ringan dan dapat meringankan massa keseluruhan; (7) pada reaksi pengendapan, massa setelah reaksi menjadi lebih besar karena endapan yang terbentuk menambah massa keseluruhan (massa endapan lebih besar daripada massa zat cair); dan (8) pada reaksi pelarutan padatan, massa setelah reaksi menjadi lebih kecil karena larutnya padatan disertai dengan menghilangnya massa padatan. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dipaparkan saransaran sebagai berikut. 1. Dengan memperhatikan banyaknya miskonsepsi dalam stoikiometri yang terjadi pada siswa, hendaknya dalam proses pembelajaran guru menggunakan pendekatan yang lebih berpusat pada siswa. 2. Dengan memperhatikan banyaknya miskonsepsi dalam stoikiometri yang terjadi pada siswa, hendaknya guru segera mengambil tindakan untuk memperbaiki konsep yang dimiliki siswa. Untuk mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat digunakan strategi konflik kognitif. 3. Melihat kurangnya penguasaan konseptual siswa pada konsep stoikiometri, dalam pembelajaran stoikiometri hendaknya selain memberikan soal hitungan, guru juga memberikan soal-soal konseptual. 4. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya memperbanyak penyebaran soal terbuka dan data hasil tes two-tier diperkuat dengan pelaksanaan wawancara. DAFTAR RUJUKAN Artdej, R., Ratanaroutai, T., & Thongpanchang, T. 2008. Development of TwoTier Diagnostic Test for Examination of Thai High School Students` Understanding in Acid-Base, 103-121. Barke, H. D., Hazari, A. & Yitbarek, S. 2009. Misconception in Chemistry: Addressing Perceptions in Chemical Education. Berlin: Springer (EBook). Chandrasegaran, A. L., Treagust D. F. & Mocerino, M. 2007. The Development of aTwo-tier Multiple-Choice Diagnostic Instrument for Evaluating Secondary School Students’ Ability to Describe and Explain Chemical Reactions Using Multiple Levels of Representation. Chemistry Education Research and Practice, 8 (3): 293-307. Chang, R. & Overby, J. 2011. General Chemistry: The Essential Concept. New York: Mc-Graw Hill (E-Book). Chiu, M. H. 2005. A National Survey Of Students’ Conceptions In Chemistry In Taiwan. Chemical Education International, 6 (1): 1-8.
8
Dahsah, C. & Coll, R. K. 2008. Thai Grade 10 and 11 Students’ Understanding of Stoichiometry and Related Concept. International Journal of Science and Mathematics Education, 6 (2008): 573-600. Dindar, A. C. & Geban, O. 2011. Development Of A Three-Tier Test To Assess High School Students’ Understanding Of Acids And Bases. Procedia Social and Behavioral Sciences, 15 (2011): 600–604. Fach, M., de Boer, T. & Parchmann, I. 2007. Results of Interview Study as Basic for the Development of Stepped Supporting Tools for Stoichiometric Problems. Chemistry Education Research and Practice, 8 (1): 13-31. Fajriana, D. A. N. 2008. Identifikasi Kesulitan Belajar Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah 3 Tulangan Dalam Memahami Materi Stoikiometri. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas negeri Malang. Haja, S. & Clarke, D. 2011. Middle School Students’ Responses To Two-Tier Tasks. Math Ed Res J, 23 (2011): 67–76. Horton, C. dan Worcester, MA., 2004. Student Alternative Conceptions in Chemistry (Originaly:Student Misconceptions and preconceptions in Chemistry), (Online), (http://assesmentws.wikispaces.com/file/view/ chemistrymisconceptions.pdf), diakses 26 November 2011. Jespersen, N. D., Brady, J. E. & Hyslop, A. 2012. Chemistry: The Molecular Nature of Matter. New York: John Wiley & Sons, Inc. (E-Book). Kind, V. 2004. Beyond Appearances: Students’ Misconceptions about Basic Chemical Ideas (second edition). Durham: Durham University. Myers, R. 2003. The Basic of Chemistry. London: Greenwood Press. (E-Book). Nahum, T. L., Hosfein, A., Naaman, R. M., dan Dov, Z. B. 2004. Can Final Examination Amplify Student`s Misconceptions in Chemistry. Chemistry Education Research and Practice, 5 (3): 301-325. Pratiwi, G. S. 2011. Studi Tentang Pemahaman Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Kesamben Terhadap Pokok Bahasan Stoikiometri. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas negeri Malang. Rahmah, B. O. 2010. Analisis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-soal Stoikiometri Berdasarkan Tahapan Penyelesaian Soal Kelas X Tahun Ajaran 2008/2009 SMA Negeri 2 Trenggalek. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas negeri Malang. Sendur, G., Toprak, M., & Pekmez, E. S. 2010. Analyzing of Students’ Misconceptions About Chemical Equilibrium. Makalah disajikan pada International Conference on New Trends in Education and Their Implications, Antalya-Turkey, 11-13 November 2010. (online), (http://www.Analyzing-of-Students’-Misconceptions-About-ChemicalEquilibrium), diakses 15 September 2012. Silberberg, M. S. 2010. Principles of General Chemistry (second edition). New York: McGraw-Hill Companies. (E-Book). Taber, K. S. 2009. Challenging Misconceptions in the Chemistry Classroom: Resources to Support Teachers. Educació Química EduQ, 4 (2009): 13-20. Tüysüz, C. 2009. Development of Two-Tier instrument and Assess Students` Understanding in Chemistry. Scientific Research and Essay, 4 (6): 626631.
9