PENGEMBANAN MODEL MADRASAH (ANALISIS KONSEP MADRASAH ALIYAH MODEL DAMBAAN MASYARAKAT) Herson Anwar IAIN Sultan Amai Gorontalo
ABSTRAK Desain pengembangan madrasah dari latar belakang yang ada di pendidikan madrasah bahwa pendidikan madrasah ini tujuannya adalah mengantarkan peserta didik untuk menjadi individu yang beriman dan bertaqwa kepada Allah kemudian berakhlak mulia dan berkepribadian, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi yang dilakukan adalah dengan mendirikan Madrasah Aliyah Keagamaan, Madrasah Aliyah Model, Madrasah Aliyah Unggulan dan Madrasah Aliyah Keterampilan. Arah pengembangan madrasah berangkat dari akar nilai-nilai filosofis, normatif, religius, serta sejarah panjang perjalanan madrasah di Indonesia. Konsep arah pengembangan madrasah aliyah berlandaskan filosofis pendidikan yang mengacu kepada Filsafat pendidikan perenialisme yang berpusat pada pelestarian dan pengembangan peserta didik, perlu disempurnakan dengan filsafat pendidikan yang mengintegrasikan pengembangan budaya dan subyek, sekaligus melihat subyek sebagai bagian dari “warga dunia”. Misi pendidikan yang melandasi filsafat pendidikan di madrasah adalah rekonstruksi sosial yang mengacu pada ketentuan nilai dan norma ke-Islaman, dengan menggunakan qaidah al- muhafadzah ala al-qadim al-shalih wa al-akhdu bi al-jadid al-ashlah. Analisis meningkatkan kualitas Madrasah Aliyah yakni: Kerjasama dengan Pemerintah daerah, Networking madrasah dan pencitraan madrasah. Orientasi baru Model Madrasah Aliyah yaitu: Model Pendidikan Sinergis (MPS), Model Pendidikan Partisipatif (MPP) Model Pendidikan Akomodatif-Antisipatif (MPA). A. Pendahuluan Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, sehingga mengakibatkan terjadinya berbagai perubahan di masyarakat, baik menyangkut ekonomi, sosial maupun budaya. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pendidikan, sebenarnya merupakan tantangan bagi institusi pendidikan untuk memberikan jawaban atau solusi terhadap perubahanperubahan yang terjadi di masyarakat. Atas dasar itu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan termasuk yang diselenggarakan oleh madrasah mesti dilakukan secara konprehensip yaitu mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, terkait dengan aspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan, kesehatan, ketrampilan dan seni. Pendidikan madrasah lahir sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan peserta didik sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut undang-undang nomor20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional serta peraturan pemerintah sebagai pelaksanaanya, dijelaskan bahwa pendidikan madrasah merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama yaitu; dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuainnya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, per-kembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian.
Namun dalam kenyataannya peraturan perundangan tersebut sampai saat ini belum dapat dilaksanakan sepenuhnya, khususnya dalam pengelolaan madrasah, baik negeri maupun swasta. Hal ini disebabkan oleh sejumlah kelemahan antara lain karena adanya kelemahan pengelolaan manajemen pendidikan madrasah, jumlah, kualitas dan kompetensi guru yang masih rendah, anggaran yang sangat terbatas, dengan unit cost yang belum setara dengan unit cost sekolah umum serta sarana dan prasarana yang masih belum memadai, belum lagi kondisi madrasah yang sangat bervariasi, disamping kebijaksanaan antara sentralisasi dan desentralisasi belum final. Dalam skala nasional, pendidikan Islam sedang diliputi masalah-masalah internal seperti certificate oriented dan ilmu-ilmu yang terlalu umum (too general knowledge), sehingga belum mengacu kepada peme-cahan masalah (problem solving), baikyang terjadi dalam dunia pendidikan itu sendiri maupun yang terjadi di masyarakat (stakeholders). Di sisi inilah profesio-nalisme dan expertise menjadi taruhan bagi dunia pendidikan Islam di tanah air dalam rangka memberikan kontribusi yang signifikan bagi penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang handal dan berkualitas. Jika pemerintah sekarang telah mendorong pendirian sekolah unggulan (competitive education institution) di setiap kabupaten, yang berupa SMU unggulan, maka perlu pula dipikirkan untuk mendirikan Madrasah Aliyah unggulan. Semakin banyak sekolah bermutu di daerah maka sudah
25
barang tentu akan menguntungkan masyarakat. Untuk mencapai lembaga pendidikan Islam yang berkualitas, pengembangan sarana dan prasarana institusi pendidikan Islam adalah suatu keharusan. Pengembangan tersebut mencakup kurikulum, kualitas pendidik, proses pembelajaran yang demokratis, penumbuhan daya kritis anak didik, dan lainlain. Pengembangan aspek-aspek tersebut sudah tentu membutuhkan peningkatan anggaran pendi1 dikan. Kendati peluang madrasah untuk eksis di era yang kompetitif ini semakin terbuka, namun pada tingkat realitas masa kini,madrasah belum menjadi main goal (sasaran utama) apalagi menjadi primadona pendidikan. Lembaga pendidikan Islam sesung-guhnya mesti mengambil peran yang jelas. Sebab salah satu program unggulan itu adalah pengem-bangan dan peningkatan Sumber Daya Manusia. B. 1)
Pembahasan Pengembangan Madrasah Pekerjaan serius untuk mengembangan Madrasah adalah membentuk lingkungan Madrasah yang kondusif untuk mewujudkan visi-nya sebagai proses “Character Building”. Sebab hakekatnya pendidikan itu adalah proses, menjadikan input (siswa) Madrasah menjadi manusia yang berpotensi dengan basis akhlaq yang kuat. Apa yang bisa kita lakukan ketika menciptakan lingkungan yang Agamis, religius dan penuh nilai, jika dukungan masyarakat belum terwujud, dan sumberdaya manusia pengelola pendidikan belum siap dengan tuntutan zaman. Proses pembentukan al-akhlaq al-karimah, atau diterjemahkan secara etimologi menjadi budi pekerti luhur, di Madrasah mulai sejak siswa menginjakkan kaki di lingkungan Madrasah. Ketika memasuki Madrasah yang memiliki karakter religiusitas penuh kesejukan, kedamaian dan ramah tamah guru di dalamnya, siswa akan merasakan semangat dan nilai-nilai religius tersebut mempengaruhi bagaimana seharusnya dia bersikap selama dia berada di lingkungan Madrasah. Pendidikan dimulai, tidak hanya ketika peserta didik berada lama ruangan kelas. Sikap guru dan personil yang terlibat di lingkungan Madrasah banyak memberikan contoh kepada anak bagaimana bersikap, bertutur kata, dan berbuat. Jika nilai-nilai pendidikan di Madrasah itu dirasakan dan mewarnai jiwanya tiap hari, siswasiswa kita akan terbentuk kepribadiannya. Pendidikan adalah sistem, dimana komponen-komponen di dalamnya saling terkaitdan saling mendu-kung. Sebagai suatu sistem, pendidikan mempunyai tujuan yang jelas, yang dalam 1
Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), hlm. 141.
26
pencapaian tujuan tersebut, masing-masing komponen dalam pendidikan melakukan fungsinya secara optimal agar tujuan tersebut tercapai. Jika pembaharuan dalam bidang pendidikan hanya difokuskan pada satu komponen saja, misalnya pada metodologi, bisa dibayangkan hasil yang akan dicapai bila komponen-komponen lain diindahkan. Ketika kita berbicara tentang Madrasah, artinya kita berbicara tentang kondisi fisik Madrasah tersebut, sumberdaya manusia, siswa, metodologi yang digunakan dalam proses pembelajarannya, administrasi dan manajemen, sarana dan prasarana, kurikulum, kegiatan pembelajaran intra dan ekstra kurikuler, evaluasi, supervisi, dan kultur lingkungan dimana Madrasah tersebut ada. Masing-masing komponen ini merupakan subsistem tersendiri yang jika digabungkan menjadi sebuah bangunan system yang utuh; sistem pendidikan. Kemajuan pembangunan diberbagai sektor kehidupan telah mendorong tingkat pendidikan yang makin baik dan seleksi yang semakin ketat terhadap kualitas sumber daya lulusan lembaga pendidikan. Konsekuensinya adalah, masyarakat akan semakin selektif dalam memilih dan memilah lembaga pendidikan. Daya kritis masyarakat telah sampai pada sikap untuk memilih lembaga pendidikan mana yang menjanjikan masa depan dan lembaga pendidikan mana yang tidak menjanjikan apa-apa. Untuk itu, perlu dipikirkan bersama sebuah desain peningkatan kualitas madrasah secara umum yang mampu merespon tuntutan masyarakat dan perkembangan global. Sebuah desain pengembangan kualitas pendidikan madrasah kedepan harus menempatkan peserta didik dalam posisi yang memungkinkan mereka melakukan perenungan dan refleksi secara kritis. Konsepsi-konsepsi pengetahuan, aturan-aturan dan ketrampilan yang diajarkan sedapat mungkin dihindari sebagai sesuatu yang taken for granted. Desain pengembangan madrasah ini dimulai dari latar belakang yang ada dipendidikan madrasah bahwa pendidikan madrasah ini tujuannya adalah mengantarkan peserta didik untuk menjadi individu yang beriman dan bertaqwa kepada Allah kemudian berakhlak mulia dan berkepribadian, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasya-rakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai tujuan tersebut, Kementerian Agama menempuh strategi dengan mendirikan Madra-sah Aliyah Keagamaan, Madrasah Model, Madrasah Aliyah Unggulan dan Madrasah Aliyah Ketrampilan. a. Madrasah Aliyah Program Keagamaan (MAPK) Lahirnya Surat Keputusan Menteri Agama
Nomor 371 tahun 1984 tentang pengembangan Madrasah Aliyah Program Keagamaan (MAPK) dari Madrasah Aliyah reguler, pada dasarnya bukan sesuatu hal yang baru sama sekali dalam sejarah perjalanan Madrasah, bahkan secara substansi MAPK ini kembali pada jatidirinya dalam membekali dan memperkuat para siswa Madrasah Aliyah dengan mempelajari bahasa, terutama bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama secara lebih komprehensif dengan sistem boarding school. Madrasah Aliyah Program Keagamaan yang ada di beberapa tempat didirikan dengan alasan selama ini Madrasah disinyalir tidak berhasil mengem-bangkan pengetahuan umum anak didik dan juga tidak mampu melahirkan kader umat yang dapat diandalkan dalam pengetahuan agama. Oleh karena itu, dikembangkanlah Madrasah Aliyah Program Keagamaan yang diharapkan dapat mencetak lulusan yang mumpuni dalam pengetahuan agama. b. Madrasah Aliyah Model Pengembangan madrasah dari waktu ke waktu terus berlanjut sehingga pada tahun 1993 lahirlah sebuah Madrasah Tsanawiyah yang diberi nama Madrasah Tsanawiyah model dengan jumlah Madrasah sebanyak 54. Pada tahun 1997, Madrasah model dikembangkan tidak hanya pada Madrasah Tsanawiyah akan tetapi mencakup Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Aliyah dengan jumlah Madrasah Ibtidaiyah Model 44 Madrasah, Madrasah Tsanawiyah Model 69 Madrasah dan Madrasah Aliyah Model 35 Madrasah. c.
Madrasah Aliyah Program Unggulan Madrasah Aliyah Program unggulan lahir dari sebuah keinginan untuk memiliki madrasah yang mampu berprestasi ditingkat nasional dan dunia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi ditunjang oleh akhlakul karimah. Madrasah tersebut adalah Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia yang berada di Serpong, Jawa Barat dan di Gorontalo. Pengelolaan Madrasah ini oleh Kementerian Agama dimulai pada awal tahun 2001, setelah mengalami kesulitan keuangan yang sebelumnya didukung penuh oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. d. Madrasah Aliyah Program Ketrampilan Madrasah Aliyah Program Ketrampilan bukan merupakan suatu lembaga pendidikan yang berdiri sendiri. Akan tetapi merupakan program pendidikan yang dikembangkan oleh madrasah aliyah tertentu. Madrasah Aliyah Program Ketrampilan pertama kali dilaksanakan di emat tempat,yaitu di Madrasah Aliyah Negeri Garut, Madrasah Aliyah Negeri Kendal, Madrasah Aliyah Negeri Jember dan Madrasah Aliyah Negeri Bukit tinggi.Sampai hari ini
tercatat ada 83 Madrasah Aliyah menyelenggarakan program ketrampilan.
yang
2) Konsep Arah Pengembangan Madrasah Arah pengembangan madrasah berangkat dari akar nilai-nilai filosofis, normatif, religius, serta sejarah panjang perjalanan madrasah di Indonesia. Lingkungan strategis bangsa juga mempengaruhi arah pengembangan madrasah. Dengan terjadinya globalisasi, cita ideal “warga negara” yang baik perlu diperluas menjadi“warga dunia” yang baik sekaligus menjadihamba dan khalifah Allah swt yang baik. Oleh karena itu landasan filosofis pendidikan yang mengacu kepada Filsafat pendidikan perenialisme yang berpusat pada pelestarian dan pengembangan peserta didik, perlu disempurnakan dengan filsafat pendidikan yang mengintegrasikan pengembangan budaya dan subyek, sekaligus melihat subyek sebagai bagian dari “warga dunia”. Pada saat yang bersamaan, perubahan sosial perlu diantisipasi agar masyarakat tidak didikte oleh perubahan, tetapi mampu bertindak afirmatif. Dengan demikian, misi pendidikan yang melandasi filsafat pendidikan di madrasah adalah rekonstruksi sosial yang mengacu pada ketentuan nilai dan norma ke-Islaman,dengan menggunakan qaidah al- muhafadzah ala al-qadim al-shalih wa al-akhdu bi al-jadid al-ashlah. Menelusuri sejarah pertumbuhan madrasah, banyak dijumpai aspek- aspek historis yang menarik. Zaman Belanda, pendidikan Islam berada dalam fase awal, yaitu melakukan eksperimentasi materi dan metodologi pembelajarannya. Lembaga pesantren merupakan cikal-bakal format pendidikan Islamitu, yang kemudian melakukan improvisasi melalui adaptasi dengan sistem sekolah ala Belanda itu sendiri. Ada yang mengambil utuh kurikulum Belanda, lalu menambahkan jam pelajaran agama; tetapi ada yang hanya memakai sistem sekolah dan metodologi pembelajarannya saja, sementara materinya tetap pelajaran agama. Pada zaman Jepang, pendidikan agama Islam ditangani secara khusus. Pemerintahan Jepang membuat relasi-positif dengan kiai dan ustadz, yang kemudian membuat kantor urusan agama (shumubu). Setelah tahun 1945 tepatnya tanggal 3 Januari 1946 kantor ini menjadi kementrian agama. Dalam tahun-tahun pertama, kementerian agama membuat devisi khusus yang menangani pendidikan agama disekolah umum dan pendidikan agama disekolahagama (madrasah dan pesantren). Terminologi "modernisasi madrasah" tampaknya mulai menguat saat Orde Baru melancarkan maneuver - manuver politik pendidikannya. Baik melalui jalan formalisasi -yaitu usaha penegerian madrasah, maupun jalan strukturisasi -yaitu penjenjangan madrasah dengan mengacu pada aturan Departemen Pendidikan Nasional termasuk desain kurikulumnya. Keduanya memang kontroversial. Umat Islam melihatnya dengan kacamata prasangka, walaupun tetap memperjuangkan
27
madrasah dan pendidikan keagamaan pada umumnya menjadi bagian dari Kementerian Agama. Setelah kekuasaan orde baru berjalan satu periode, pada tahun 1975, dikeluarkan SKB tiga menteri yang mencoba meregulasi madrasah secara integral-komprehensif. Inilah era baru madrasah yang ditandai dengan efektifnya pembenahan madrasah di tahun-tahun berikutnya. Akan tetapi, sebagai "sekolah umum plus pendidikan agama" (kurikulum, 70 % : 30 %), menjadikan madrasah terbebani tentu saja, dalam mengejar kualitas sekolah pada umumnya. Selama lima pelita berikutnya, kualitas madrasah bisa dipukul rata menghasilkan lulusan yang lemah basic competence agamanya, demikian juga lemah pengusaan ilmu umum lainnya. Namun demikian, hingga reformasi politik meletus tahun 1998, dan terjadi transisi pemerintahan dengan berganti-gantinya Kepala Negara, dunia pendidikan bukan tidak terkena dampaknya. Spektrum reformasi politik tersebut memancar kemana-mana, termasuk ke wilayah pendidikan keagamaan. Madrasah justeru mulai memikirkan posisinya, nilai kehadirannya (bargaining position) dan menyadari hak-haknya, yang selama Orde Baru nasibnya dimarjinalkan secara tidak adil (diskriminatif). Prestasi penting era reformasi adalah disahkannya UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, yang menempatkan madrasah ekvivalen dengan sekolah termasuk dalam perlakukan anggarannya. Telaah Filosofis-Normatif dan Pemahaman atas potensi dan tuntutan lingkungan stategis, sangat diperlukan sebagai dasar pengembangan pendidikan di madrasah, yang secara konseptual akan dapat diterima oleh logika, secara cultural sesuai dengan budaya bangsa, dan secara politis dapat diterima oleh masyarakat. Kerangka Filosofis-Normatif yang melandasi pengembangan pendidikan madrasah, diawali dengan asumsi bahwa manusia (peserta didik) adalah makhluk Allah SWT yang tercipta dalam bentuk yang sempurna (ahsan al-taqwim), untuk mengabdi kepada-Nya (‘abdullah)dan menjadi wakil/ pemimpin (khalifah) di muka bumi. Sebagai abdullah, manusia memiliki sikap yang penuh dengan ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya. Sedangkan sebagai khalifah, manusia adalahmakhluk yang kreatif. Jika kedua peran ini (‘abdullah dan khalifah) ini digabungkan, maka secara filosofi dapat dirumuskan bahwa pengembangan pendidikan madrasah, harus mampu melahirkan pribadi manusia yang kreatif, dengan landasan sikap ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya. Pemahaman ini sejalan dengan ungkapan rasul SAW, sebagai prototype manusia yang senantiasa bertambah ilmunya sekaligus bertambah hidayah dari AllahSWT, itulah kiranya tipikal manusia yang sempurna (insan kamil) dalam bidang pendidikan.
28
Pandangan filosofis sebagaimana di atas, selanjutnya dikaji dan dikembangkan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan pendidikan yang diarahkan untuk mencapai pertumbuhan kekuatan kepribadian peserta-didik yang seimbang. Kualitas iniakan dapat dicapai oleh manusia jika ia dapat menjalankan fungsi kemanusiaannya sebagai khalifah dan ‘abdullah secara sekaligus. Perumusan prototype manusia ideal ini agaknya masih belum terumuskan secara tuntas, sehingga mengalami kekaburan makna. Muatan takwa (muttaqin) direduksi pada batas-batas yang sangat abstrak dan normatif, yaitu hanya pada bentuk-bentuk pemenuhan kewajiban ritual yang bersifat individualistik. Padahal dalam al-Qur’an, takwa mengandung implikasi pemenuhan kewajiban kemanusiaan secara universal. Disamping itu, akan menjadi bahan rujukan untuk merumuskan teori- teori dan praktek pendidikan yang dikembangkan di madrasah. Dalam konteks ini, maka dengan modifikasi tertentu, teori social-reconstructivisme, kiranya dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan pemerintah, khususnya Ditmapenda Kementerian Agama RI, dalam mengembangkan pendidikan di madrasah. Dalam teori social-reconstructivisme dikembangkan filosofi kebijaksanaan social (social-policy) untuk menggantikan filosofi kebijakan publik (publicpolicy). Jika filosofi kebijaksanaan publik itu berangkat dari pengakuan atas otoritas pemerintah untuk menentukan alternatif pilihan aksi (action) bagi kepentingan public (bagi kepentingan rata-rata masyarakat). Landasan filosofis kebijakan sosial berangkat dari pengakuan bahwa siapapun memiliki hak dalam bidang dan tingkat kewenangan masingmasing untuk menentukan arah dan mutu yang dikehendaki. Teori ini memberikan dukungan bagi keberlangsungan proses pendidikan (pemberlajaran) yang berpusat pada peserta didik dengan mengutamakan transaksi antar personal yang dialogis dan edukatif. Selanjutnya, sebagai sebuah ikhtiar normatifkualitatif, yang bertujuan untuk mengembangkan semua potensi (fitrah) yang dimiliki peserta didik, pendidikan di madrasah juga dipengaruhi oleh faktorfaktor lingkungan strategis, baik pengaruh dari lingkungan global, maupun pengaruh dari lingkungan nasional. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan di madrasah diarahkan untuk memupuk dan membangun nasionalisme dan patriotisme dengan kesadaran global. Dengan demikian, pendidikan di madrasah akan mampu mengembangkan kesadaran bahwa selain merupakan warga negara Indonesia, peserta didik dan anggota masyarakat merupakan bagian dari warga dunia yang dituntut pula untuk memiliki wawasan mondial. Namun, pengembangan kesadaran mondial itu tidak boleh mengikis semangat nasionalisme dan partiotisme, melainkan harus saling memperkuat. Dalam konteks lingkungan
global, tantangan akan peran pendidikan madrasah di Indonesia menjadi sangat penting, karena pendidikan madrasah harus mampu meningkatkan kualitasnya, sehingga memiliki keunggulan daya saing (competitive advantage) yang tinggi. C. Analisis meningkatkan kualitas Madrasah 1) Kerjasama dengan Pemerintah daerah Problem terbesar bagi madrasah-madrasah swasta untuk meningkatkan kualitas madrasah adalah pendanaan. Semakin kecil dana yang mereka punya, semakin sedikit ruang gerak dan kreativitasnya untuk mendongkrak kualitas madrasah. Beberapa madrasah yang memiliki anggaran yang cukup sangat intens melakukan kegiatan lomba kesenian dan olahraga, sementara madrasah yang dananya kecil hanya berkutat pada kegiatan pembelajaran di kelas dengan tidak memperdulikan kegiatan ekstrakurikuler terutama yang berkaitan dengan peningkatan bakat dan minat siswa. 2) Networking madrasah Belum ditemukan adanya jaringan yang menyatukan madrasah yang selevel Madrasah Aliyah membangun jaringan (networking), maka madrasah-madrasah ini bisa saling berbagi informasi, memberi peluang pertukaran guru atau meminjamkan guru yang berlebihan di satu madrasah ke madrasah lainnya, serta bisa membangun kerjasama dalam perekrutan siswa baru. 3) Pencitraan madrasah Prioritas utama pengembangan madrasah adalah pencitraan di masyarakat bahwa madrasah yang bersangkutan memiliki kualitas pendidikan yang cukup baik. Hal ini penting karena citra ini akan mempengaruhi pilihan masyarakat apakah akan mengirimkan anaknya ke madrasah tersebut atau tidak. Citra ini dapat diciptakan dengan cara antara lain penampilan gedung yang menarik, tim olahraga atau kesenian yang sering menang dalam lomba, seragam sekolah yang menarik, guru-guru yang berkualitas, penerapan disiplin sekolah dan hasil ujian nasional yang baik. Pencitraan juga dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan media-media yang ada di tingkat lokal, misalnya mengisi acara tertentu pada siaran-siaran radio dan televisi serta mengisi kolom atau rubrik di surat kabar lokal. 4) Orientasi baru Madrasah Aliyah a) Pendidikan Karakter Sebuah penelitian yang dilakukan Thariq 2 Modanggu , menawarkan model pengembangan madrasah untuk pembentukan karakter bangsa. Model ini dapat diadopsi sebagai upaya penguatan 2
Thariq Modanggu, Model Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter Bangsa, Gorontalo, Hasil Penelitian, Lemlit IAIN Sultan Amai Gorontalo 2010.
peran-peran madrasah supaya berdampak pada peningkatan kualitas lulusan madrasah. Beberapa model atau pola yang dirumuskan Thariq patut dipertimbangkan menjadi model pendidikan Islam yang berdampak signifikan bagi penguatan peran-peran madrasah, sebagai berikut: a. Model Pendidikan Sinergis (MPS) Dalam MPS ini madrasah atau pesantren membangun hubungan yang sinergis dengan lembaga pendidikan lain seperti sekolah-sekolah umum untuk melaksanakan agenda-agenda strategis dalam penguatan pendidikan agama Islam. Tujuan MPS; (a) Mempererat silaturahim dan hubungan kekeluargaan antara guru dan peserta didik antar lembaga pendidikan yang tergabung di dalam Model Pendidikan Sinergis. (b) Kerjasama pengembangan kekhasan ataupun program khusus masing-masing lembaga pendidikan. (c) Menetapkan program kerja bersama yang dipandang perlu dalam meningkatkan mutu pendidikan. b. Model Pendidikan Partisipatif (MPP) Dalam model pendidikan partisipatif ini, madrasah atau pesantren senantiasa berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan pembentukan atau pendidikan karakter bangsa, baik yang dilakukan oleh lembaga pendidikan lainnya maupun yang dilaksanakan oleh masyarakat, dalam hal ini organisasi sosial keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam pelaksanaannya, MPP ini dapat kembangkan ke dalam dua pendekatan atau strategi yaitu: Pertama, secara proaktif, dalam hal ini madrasah atau pesanteran membangun komunikasi lebih awal dengan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan untuk membahas kegiatan-kegiatan yang positif untuk pembentukan dan pembinaan karakter bangsa. Kedua, secara insidentil, dalam pendekatan ini Madrasah Aliyah akan ikut ambil bagian ketika ada pelaksanaan kegiatan pembinaan moral dan mental yang dilakukan oleh organisasi sosial atau lembaga pendidikan lainnya. Model MPP bertujuan; (1) Mengoptimalkan fungsi madrasah atau pesantren, bukan saja dalam rangka pembelajaran di sekolah melainkan juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, dalam upaya pembentukan karakter bangsa bagi peserta didik. (2) Mendorong peran serta madrasah atau pesantren secara proaktif untuk terlibat bersama-sama pihak lain menemukan solusi yang tepat dan terukur atas masalah-masalah pembinaan moral pada umumnya, dan pembentukan karakter bangsa pada khususnya. c. Model Pendidikan Akomodatif-Antisipatif (MPA) Bagi madrasah atau pesantren yang telah memiliki sumber daya yang memadai dalam pembentukan karakter bangsa, baik sumber daya manusia maupun sumber dana dan infrastruktur kelembagaan, dapat memilih model ini. Dalam model pendidikan akomodatif ini madrasah atau pesantren senantiasa melaksanakan kegiatan
29
pembinaan karakter bangsa sesuai dengan masalahmasalah yang terjadi ataupun berbagai kecenderungan dalam masyarakat, yang dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap lunturnya karakter bangsa pada diri peserta didik. Dalam model ini kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Madrasah Aliyah bersifat antisipatif terhadap kecenderungan-kecenderungan yang akan terjadi, dan bersifat akomodatif terhadap masalah-masalah yang berpengaruh negatif terhadap perilaku peserta didik yang terjadi di tengah masyarakat. Model MPA bertujuan untuk menjadikan madrasah atau pesantren lebih bersifat akomodatif terhadap isu-isu atau perkembangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik yang berpengaruh secara langsung kepada peserta didik maupun tidak langsung. Dengan pendekatan ini, lembaga pendidikan Islam akan lebih peka dan responsif terhadap perkembangan zaman dengan mempersiapkan dan mendorong kehadiran madrasah yang benar-benar antisipatif terhadap problem-problem sosial kemasyarakatan yang dapat menodai dan merusak citra madrasah. Mencermati kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap bentuk atau model madrasah yang unggul hardware dan softwarenya, sudah saatnya pengambil kebijakan pendidikan, khususnya pendidikan Islam, mengambil langkah-langkah strategis yaitu (1) membina dan meng-upgrade madrasah-madrasah yang ada, baik software maupun dan hardwarenya., dan (2) membangun madrasah baru untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. KESIMPULAN 1. Pengembangan Madrasah Desain pengembangan madrasah dari latar belakang yang ada di pendidikan madrasah bahwa pendidikan madrasah ini tujuannya adalah mengantarkan peserta didik untuk menjadi individu yang beriman dan bertaqwa kepada Allah kemudian berakhlak mulia dan berkepribadian, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi yang dilakukan adalah dengan mendirikan Madrasah Aliyah Keagamaan, Madrasah Aliyah Model, Madrasah Aliyah Unggulan dan Madrasah Aliyah Keterampilan. 2. Konsep Arah Pengembangan Madrasah Arah pengembangan madrasah berangkat dari akar nilai-nilai filosofis, normatif, religius, serta sejarah panjang perjalanan madrasah di Indonesia. Konsep arah pengembangan madrasah aliyah berlandaskan filosofis pendidikanyang mengacu kepada Filsafat pendidikan perenialisme yang berpusat pada pelestarian dan pengembangan peserta didik,
30
perlu disempurnakan dengan filsafat pendidikan yang mengintegrasikan pengembangan budaya dan subyek, sekaligus melihat subyek sebagai bagian dari “warga dunia”. Misi pendidikan yang melandasi filsafat pendidikan di madrasah adalah rekonstruksi sosial yang mengacu pada ketentuan nilai dan norma ke-Islaman, dengan menggunakan qaidah al- muhafadzah ala alqadim al-shalih wa al-akhdu bi al-jadid alashlah. 3. Analisis meningkatkan kualitas Madrasah - Kerjasama dengan Pemerintah daerah - Networking madrasah - Pencitraan madrasah 4. Orientasi baru Model Madrasah Aliyah - Model Pendidikan Sinergis (MPS) - Model Pendidikan Partisipatif (MPP) - Model Pendidikan Akomodatif-Antisipatif (MPA)
UPAYA INTEGRASI MUATAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PEMBELAJARAN DI MADRASAH ALIYAH Rulyjanto Podungge IAIN Sultan Amai Gorontalo
ABSTRAK Semakin maraknya kejadian bencana alam di tanah air akhir-akhir ini menjadi fenomena yang memprihatinkan. Betapa tidak, banjir yang berkepanjangan misalnya terjadi hampir di semua wilayah Indonesia penderitanya sudah pasti manusia, korban jiwa, lenyapnya harta benda, penderitaan para pengungsi di tempat-tempat pengungsian hingga wabah penyakit yang merebak pasca banjir. Sebagai negara dengan jumlah hutan yang sangat luas Indonesia berperan dalam menjaga ekosistem keseimbangan alam. Terganggunya ekosistem keseimbangan alam akan berdampak pada terjadinya bencana alam. Olehnya masyarakat Indonesia sejak dini harus diberikan pendidikan tentang lingkungan hidup agar kelestarian bumi sebagai rumah bagi jutaan umat manusia tetap terjaga dan lestari.
I. PENDAHULUAN Di Indonesia perkembangan penyelenggaraan pendidikan lingkungan dimulai pada Tahun 1975 di mana IKIP Jakarta untuk pertama kalinya merintis pengembangan pendidikan lingkungan dengan menyusun Garis-garis Besar Program Pengajaran Pendidikan Lingkungan Hidup yang diujicobakan di 15 Sekolah Dasar Jakarta pada periode tahun 1977/1978. Pada tahun 1979 dibentuk dan berkembang Pusat Studi Lingkungan (PSL) di berbagai Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta. Bersamaan dengan itu pula mulai dikembangkannya pendidikan AMDAL oleh PSL dibawah koordinasi Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup. Saat ini jumlah PSL telah berkembang menjadi 87 PSL, di samping itu berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta mulai mengembangkan dan membentuk program khusus pendidikan lingkungan, misalnya di jurusan kehutanan IPB. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan kingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan. Perhatian terhadap upaya pengembangan pendidikan lingkungan hidup oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan juga terus meningkat, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu dengan terus dimantapkannya program dan aktivitasnya melalui pembentukan Bagian Proyek KLH sebagai salah satu unit kegiatan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Salah satu hal yang menonjol adalah ditetapkannya
Memorandum Bersama antara Departemen Pndidikan dan Kebudayaan dengan kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakan bulan bakti lingkungan, penyiapan buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain. Selain itu, berbagai inisiatif dilakukan baik oleh pemerintah, LSM, maupun perguruan tinggi dalam pengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan seminar, sarasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan lainlain. Madrasah mengalami perubahan yang cukup mendasar saat lahir Kepres No. 34 Tahun 1972, kemudian diperkuat dengan Inpres No. 15 Tahun 1974, dan secara operasional tertuang dalam SKB Menteri Agama, Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1975. Semua aturan itu menggariskan bahwa madrasah di semua jenjang mempunyai posisi yang sama dengan sekolah umum. Untuk itu kurikulum madrasah diharuskan memuat alokasi waktu 70% untuk mata pelajaran umum dan 30% untuk pelajaran agama. Kemudian pada 1984 dikeluarkan SKB menteri agama dan menteri pendidikan tentang pegaturan pembakuan kurikulum sekolah umum dan 1 kurikulum madrasah. Kurikulum madrasah aliyah sama dengan kurikulum sekolah menengah atas, hanya saja pada MA terdapat porsi lebih banyak 1
Amiruddin, Reinvensi Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Orbit Publishing, 2011), hlm. 343
31
muatan Pendidikan Agama Islam, yaitu Fiqih, Aqidah Ahlak, Quran-Hadist, Bahasa Arab dan Sejarah Islam. Karena itu pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di madrasah-madrasah pun telah dilakukan melalui pemgintegrasian muatan lingkungan hidup pada mata pelajaran umum seperti pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (Biologi). Demikan halnya dalam mata pelajaran agama, secara eksplisit bayak terungkap dalam ajaran Islam sekalipun dalam bentuk konsep normatif namun memiliki kecendrungan empirik aplikatif. Teori Quran yang mengungkapkan adanya keserasian lingkungan dalam sistem ekologi termuat dalam Suat ar Rum ayat 41 dan suarat al Baqarah ayat 11 dan 164. Surat ar Rum ayat 41: 1ÀIV cªkÄk° ¥= s°iØcU Õ0W_[ \-¯ mÔUWÙXT ¯Jn\Ù r¯Û Àj_[ÝÙ Wm\IV¿ §ª¨ WDSÄȦB×mWc ×1ÀI \ÈV SÉ °+[Å s° X¹ØÈW Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). al Baqarah ayat 11 |ESÀU¯ Ô¡Ä% ÀCÙVZ8 \-5¯ ßSÅV ¨º×q)] r¯Û TÀi¦ÙÝÉ" Y ×1ÀIV #j° Vl¯ XT §ªª¨ Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan."
dan
Walaupun perhatian terhadap langkahlangkah pengembangan pendidikan lingkungan hidup pada satu atau dua tahun terahir ini semakin meninkat, baik untuk pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah, namun harus diakui bahwa masih banyak hal yang perlu terus selalu diperbaiki agar pendidikan lingkungan hidup dapat lebih memasyarakat secara konsisten dan berkelanjutan. Dengan demikian, kegiatan pendidikan lingkungan hidup yang dilaksanakan mulai jenjang prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi melalui berbagai bentuk kegiatan dapat memberikan hasil optimal. Dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup selama ini, dijumpai berbagai situasi permasalahan antara lain; rendahnya partisipasi masyarakat untuk berperan dalam pendidikan lingkungan hidup yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap permaslahan pendidikan lingkungan yang ada, rendahnya tingkat kemampuan atau keterampilan dan rendahnya komitmen masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Di samping itu, pemahaman pelaku pendidikan lingkungan yang masih terbatas juga menjadi kendala. Hal ini dapat dilihat dari persepsi para pelaku pendidikan lingkungan hidup yang sangat bervariasi. Kurangnya komitmen pelaku pendidikan juga mempengaruhi keberhasilan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Dalam jalur pendidikan formal, masih ada kebijakan sekolah yang menganggap bahwa pendidikan lingkungan hidup tidak begitu penting sehingga membatasi ruang dan kreatifitas pendidik untuk mengajarkan pendidikan lingkungan hidup secara komprehensif. II. PEMBAHASAN
Al Baqarah ayat 164 ¦Ú ÁÝÙXT ®q\I<XT ©#Ùj ªQ °*Ø\XT ¨º×q)]XT °1XS\- ©Ú \\ r¯Û D¯ °Ä\- ]C°% W$Ws5U W%XT `= ÀÌ[Ý=Wc \-¯ mÔUWÙ r¯Û smÙIU% ³ª/ R\j ©G#Á C°% SMn°Ù @WXT SM(×SW% \iØÈW Xº×q)] °O¯ XjÕOU VÙ Ä% C°% 0Wc8[ ¨º×q)]XT °Ä\- WÛØÜW m
b_À-Ù ª!\UXT ¬ZWcJm ªc¯nÔ§V"XT §ª¯¨ WDSÉ ª ØÈWc 4×SV °L Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi;
32
sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan 2 kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitr tempat hidup atau tempat tinggal kita. Ilmu yang khusus mempelajari tentang masalah tempat tinggal disebut ekologi. Ekologi berasal dari bahasa Yunani “Oiskos” yang berarti rumah atau tempat tinggal. Karena itu pengertian lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain. Setiap mahluk hidup akan sangat terpengaruh oleh lingkungan hidupnya, namun demikian, mahluk hidup itu sendiri juga mempengaruhi lingkungan hidupnya. Oleh karena itu, pengertian umum dari ekologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara mahluk hidup dengan lingkungannya. 2
Al Quran, Tarjamah Tafsiriyah (Yogyakarta: Ma’had an Nabawy, 2013)
Kalau diperhatiakan, lingkungan hidup, ada dua hal yang tampak saling mengisi lingkungan hidup. Kedua hal tersebut yaitu: berbagai macam mahluk hidup dan benda atau keadaan yang tidak dapat digolongkan ke dalam mahluk hidup. Mahluk hidup dengan lingkungannya itu satu sama lain mempunyai hubungan yang sangat erat, saling mempengaruhi, sehingga merupakan satu kesatuan fungsional yang disebut dengan ekosistem. Dalam setiap lingkungan hidup antara komponen yang satu dengan yang lainnya terkait adanya saling ketergantungan. Hukum saling ketergantungan berlaku pada setiap lingkungan hidup. Ketergantungan antar jenis, ketergantungan antar populasi, dan ketergantungan antar komponen abiotik. Saling ketergantungan yang paling nyata nampak pada masalah-masalah makanan. Adapun pendidikan lingkungan hidup terdiri dua kata yaitu “Pendidikan” dan “Lingkungan Hidup”. Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, keceradasan, ahlak manusia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sedangkan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk 3 hidup lain. Pendidikan lingkungan hidup dimaksudkan adalah upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Di Indonesia perkembangan penyelenggaraan pendidikan lingkungan di mulai pada tahun 1975 dimana IKIP Jakarta untuk pertama kalinya merintis pengembangan pendidikan lingkungan dengan menyusun garis-garis besar program pengajaran pendidikan lingkungan hidup yang di uji cobakan di 15 sekolah dasar Jakarta pada periode 1977-1978 Pada tahun 1979 dibentuk dan berkembang pusat studi lingkungan (PSL) di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta. Kegiatan pendidikan lingkungan hidup baik di jalur formal (sekolah) maupun di jalur non formal (Luar sekolah) telah semakin berkembang. Pada jalur pendidikan formal, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan 3
Sordirjono, Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (Semarang: IKIP Semarang Press 2000), hlm. 24
menengah, materi pendidikan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam telah di integrasikan kedalam kurikulum 1984. Walaupun perhatian terhadap langkahlangkah pengembangan pendidikan lingkungan hidup pada dekade terakhir ini semakin meningkat, baik untuk pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah, namun harus diakui bahwa masih banyak hal yang perlu terus selalu di perbaiki agar pendidikan lingkungan hidup dapat lebih memasyarakat secara konsisten dan berkelanjutan. Dengan demikian, kegiatan pendidikan lingkungan hidup yang dilaksanakan mulai jenjang pra sekolah, pendidikan dasar,pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi melalui berbagai bentuk kegiatan dapat memberikan hasil yang optimal. Pemerintah dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup telah menyusun visi, misi, tujuan dan sasaran pendidikan lingkungan hidup. Visi pendidikan lingkungan hidup adalah : terwujudnya manusia Indonesia yang memiliki pengetahuan, kesadaran, dan keterampilan untuk berperan aktif dalam melestarikan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Pada hakekatnya visi ini bertitik tolak dari latar belakang permasalahan pendidikan lingkungan hidup yang ada selama ini dan sejalan dengan filosofi pembangunan berkelanjutan yang menekankan bahwa pembangunan harus dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang serta melestarikan dan mempertahankan fungsi lingkungan dan daya dukung ekosistem. Untuk mewujudkan visi tersebut diatas, maka ditetapkan misi yang harus dilaksanakan, yaitu: 1. Mengembangkan kebijakan pendidikan nasional yang berparadigma lingkungan hidup; 2. Mengembangkan kapasitas kelembagaan pendidikan lingkungan hidup di pusat dan daerah; 3. Meningkatkan akses informasi pendidikan lingkungan hidup secara merata; 4. Meningkatkan sinergi antar pelaku pendidikan lingkungan hidup. Sedangkan tujuan pendidikan lingkungan hidup adalah mendorong dan memberikan kesempatan kepada masyarakat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kepedulian, komitmen untuk melindungi, memperbaiki serta memanfaatkan lingkungan hidup secara bijaksana, turut menciptakan pola perilaku baru yang bersahabat dengan lingkungan hidup, engembangkan etika lingkungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup. Sesuai dengan tujuan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia yang bertujuan untuk menciptakan iklim yang mendorong semua pihak berperan dalam
33
mengembangkan pendidikan lingkungan hidup untuk pelestarian lingkungan hidup. Dan sasaran kebijakan pendidikan lingkungan hidup adalah: 1) Terlaksananya pendidikan lingkungan hidup di lapangan sehingga dapat tercipta kepedulian dan komitmenmasyarakat dalam turut melindungi, melestarikan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup; dan 2) diarahkan untuk seluruh kelompok masyarakat, baik di pedesaan dan perkotaan, tua, muda, laki-laki dan perempuan di seluruh wilayah Indonesia sehingga tujuan pendidikan lingkungan hidup bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terwujud dengan baik. Berhasil tidaknya pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup dilapangan di tentukan antara lain oleh kualitas dan kuantitas pelaku dan kelompok sasaran pendidikan lingkunagn hidup. Dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas pelaku pendidikan lingkungan hidup (misalnya guru, pengajar, fasilitator) diharapkan akan menghasilkan sumber daya manusia yang berpengetahuan, berketrampilan, bersikan dan berperilaku serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pelestarian funsi lingkungan hidup di sekitarnya. Agar proses belajar mengajar dalam pendidikan lingkungan hidup dapat berjalan dengan baik, perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi antara lain: laboratorium, perpustakaan, ruang kelas, peralatan belajar mengajar. Di samping itu, dalam melaksanakan pendidikann lingkungan hidup, alam dapat digunakan sebagai sarana pengetahuan. Adapun strategi pelaksanaannya meliputi: 1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pendidikan lingkungan hidup sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup yang ditujukan untuk: a. mendorong pembentukan, penguatan dan pengembangan kapasitas kelembagaan pendidikan lingkungan hidup. b. Mendorong tersusunnya kebijakan pendidikan lingkungan hidup di tingkat pusat dan daerah. c. Memperkuat koordinasi dan jaringan kerja sama pelaku pendidikan lingkungan hidup. d. Membangun komitmen bersama termasuk komitmen pendanaan e. Mendorong terbentuknya sistim monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup 2. Meningkatkan kualitas dan kemampuan (kompotensi) SDM pendidikan lingkungan hidup, baik pelaku maupun kelompok sasaran pendidikannya sedini mungkin melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif. Menegmbangkan kualitas SDM masyarakat, yang meliputi guru, murid sekolah, aparatur pemerintah, para Ulama serta seluruh lapisan masyarakat sedini mungkin secara
34
terarah, terpadu dan menyeluruh harus dilakukan melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif. Upaya ini harus dilakukan oleh seluruh komponen bangsa sehingga generasi muda, subjek dan objek pendidikan lingkungan dapat berkembang secara optimal. 3. Mengoptimalkan sarana dan prasarana pendidikan lingkungan hidup yang dapat mendukung terciptanya proses pembelajaran yang efesien dan efektif. Dengan mengoptimalkan sarana dan prasarana pendidikan lingkungan hidup dapat mendukung terciptanya tempat yang menyenangkan untuk belajar, berprestasi, berkreasi, dan berkomunikasi. Optimalisasi sarana dan prasarana ini dapat dilakukan dengan menggunakan perpustakaan, laboratorium, alat peraga, alam sekitar dan sarana lainnya sebagai sumber pengetahuan. 4. Menyiapkan dan menyediakan materi pendidikan lingkungan hidup yang berbasis kearifan tradisional, dan isu lokal, mederen serta global sesuai dengan kelompok sasaran serta mengintegrasikan materi pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum lembaga pendidikan formal (Madrasah Aliyah). Penyusunan materi harus mengacu pada tujuan pendidikan lingkungan hidup dengan memperhatikan tahap perkembangan dan kebutuhan saat ini. Untuk itu materi pendidikan Lingkungan Hidup yang berbasis kearifan taradisional dan isu lokal, moderen serta global harus disesuaikan dengan kelompok sasaran PLH. 5. Mendorong ketersediaan ruang partisipasi bagi masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan lingkungan hidup. Dalam meningkatkan peran serta masyarakat di bidang pendidikan lingkungan hidup meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu 4 pelayanan pendidikan. A.
Bidang Studi Bermuatan Lingkungan Hidup di Madrasah Aliyah Adapun beberapa bidang studi yang memuat muatan lingkungan hidup di Madrasah Aliyah adalah sebagai berikut:
1. Bidang Studi Biologi Khususnya pada kelas X salah satu pokok bahasan yang terdapat pada bidang studi biologi adalah maslah lingkungan yang di dalamnya membahas tentang ; 4
Ibid.
a. Keseimbangan lingkungan dengan asumsi bahwa jika lingkungan seimbang dan memiliki daya lenting dan daya dukung yang tinggi, ini ditentukan oleh seimbangnya energi yang digunakan. b. Pencemaran lingkungan: hal ini dapat timbul sebagai akibat akumulasi kegiatan manusia yang tidak terkontrol ataupun disebabkan oleh faktor alam seperti, gunung meletus dan gas beracun. Namun pencemaran oleh alam memang di luar kekuasaan manusia. Ilmu lngkungan biasanya membahas pencemaran yang diakibatkan oleh akumulasi dari aktifitas manusia, yang dapat dicegah dan dikendalikan. Pencemaran udara misalnya ditimbulkan oleh asap buangan seperti karbondioksida, karbon monoksida, belerangoksida, serta asap rokok. c. Pencemaran tanah: banyak diakibatkan sampah-sampah organik dan nonorganik baik oleh rumah tangga, pasar, industri, kegiatan pertanian, peternakan dan lain sebaginya. Unutk mengurangi pencemaran tanah tersebut dilakukan pendaur ulangan, penggunaulangan, penghematan, dan pemeliharaan. d. Dampak pencemaran: pencemaran dapat berdampak negatif terhadap lingkungan dan manusia, seperti punahnya spesies, terjadinya peledakan hama, gangguan keseimbangan ekosistem, berkurangnya kesuburan tanah, terjadinya keracunan dan serangan penyakit, terbentuknya lubang ozon dan efek rumah kaca. e. Pelesatrian lingkungan dapat ditempuh dengan tiga cara atau metode, secara administrativ, secara teknologis dan secara 5 edukatif.
2. Bidang studi Geografi Pada semester II untuk kelas XI dengan materi lingkungan hidup, membahas tentang sumber daya alam, Konservasi Lingkungan. Menjelaskan pengertian Sumber Daya Alam yang merupakan semua potensi alam yang dapat dikembangkan untuk proses produksi . sumber daya alam berhubungan dengan ketersediaan barang-barang di alam yang dapat dijadikan sebagai kebutuhan manusia yang dapat dimanfaatkan demi untuk mempertahankan kehidupan dan peradabannya. Bidang studi geografi terdapat juga pokok bahasan yang berkaitan dengan muatan lingkungan hidup yang diajarkan pada kelas XII yaitu “Dampak pertumbuhan pemukiman terhadap kualitas lingkungan” bahwa salah satu hal yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan berkelanjutan adalah pertumbuhan pemukiman. Namun pertumbuhan pemukiman tanpa adanya
perencanaan aka berakibat buruk bagi lingkungan. Lingkungan yang tidak sehat secara bertahap akan 6 berdampak terhadap kualitas lingkungan hidup.
3. Bidang studi Kimia Pada kelas X materi yang tersaji dalam bidang studi kimia pada pokok bahasan “Zat kimia di sekitar kita” yang membahas masalah: a) Air sebagai salah satu zat kimia yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk mempertahankan hidup manusia, tumbuhan, dan hewan, juga berperan dalam berbagai kegiatan hidup yang lain, misalnya untuk memenuhi kehidupan sumber daya, untuk irigasi, dan juga transportasi. b) Narkotika, rokok dan alkohol: efek yang ditimbulkan oleh beberapa bahan kimia tersebut seringkali tidak hanya menimbulkan ganguan jasmaniah tetapi ada juga berpengaruh terhadap mental seseorang yang berimplikasi pada lingkungan kesehatan si pemakai. c) Proses kimia sehari-hari: salah satu proses kimia yang seringkali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah korosi (pengaratan), seperti barang yang mengandung komponen logam (seng, tembaga, besi 7 baja).
4. Bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia Dalam pokok bahasan yang diajarkan di kelas XI Madrasah Aliyah membahas bagaimana siswa diarahkan untuk menguji kompetensi dengan merumuskan informasi, pesan dan gagasan dalam setiap paragraph yang terdapat pada pembacaan wacana seperti: a. Hutan pada masa keemasannya pernah menjadi penyumbang dana terbesar bagi pemulihan ekonomi di era 1967 hingga 1973, sebelum minyak dan gas menjadi primadona. b. Hancurnya hutan di Indonesia sekarang ini merupakan akibat kombinasi kerakusan manusia, kebijakan pemerintah yang blunder selama orde baru, serta sistem ekonomi dan politik yang penuh nuansa KKN. Sedangkan pokok bahasan yang diajarkan di kelas XII Madrasah Aliyah menglas pembacaan wacana dengan materi “Mewaspadai Penyakit Lingkungan” dari isi bacaan wacana tersebut tersaji rangkuman tentang lingkungan antara lain: a. Pendidikan kedokteran sedikit membahasa masalah lingkungan b. Lingkungan berperan dalam menciptakan penyakit yang masih jarang diteliti c. Faktor lingkungan mempunyai peran besar dalam kesehatan manusia 6
5
Triastono Imam, Biologi X (Jakarta: Planing Young Co. 2012), hlm.35
Husman Hestianto, Geografi XI (Yudistira, 2012), hlm. 60 7 Faziatul Fazaroh, Bidang Studi Kimia X (Planning Young Co. Publisher, 2012), hlm. 53
35
5. Bidang studi Quran Hadist Pada bidang studi Quran Hadist terdapat saru pokok bahasan lingkungan hidup pada kelas XI Madrasah Aliyah dan materi yang diangkat pada bidang studi Quran Hadist ini telah dinyatakan dalam Quran surat al Baqarah 204-206, membahas tentang perusakan alam merupakan perbuatan munafiq: rQ"Wà Ài¯IÕÄcXT XkØ5ri ®QSXj\UÙ r¯Û Ä É×SV \ȪHØÈÄc CW% ¥< ]C°%XT ¨º×q)] r¯Û ³WË\y rXSV" Vl¯ XT §«©¨ °4_¡°bÙ rVU XSÉFXT °O¯Ú V r¯Û W% §«©®¨ \j_[ÝÙ p °VÅf Y XT #Ô<XT \A×m\UÙ \¯ ÕIÄcXT \Ij°Ù \i¦ÙÝÄk° `Ù¯VXT Ç/È\I\B ÈOÈÔ\UVÙ ª2Ù20_¯ ÅQs°ÈÙ ÈOÙ"[kV]U ©" Ä V #j° Vl¯ XT §«©¯¨ Àj\I°-Ù 204. Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. 205. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. 206. Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka jahannam. dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.
6. Bidang Studi Aqidah Ahlak Pembahasan lingkungan di Bidang Studi Aqidah Ahlak dikutip dari Quran surat ar Rum ayat 41, al Baqarah ayat ayat 164, an Naziat ayat 31-33 dan surat al Qashas ayat 77. Membahas masalah yang berhubungan dengan keimanan dan ahlak terpuji terhadap Allah SWT, serta bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup yang bahasan dan kesimpulannya didasarkan pada dalil-dalil, baik dalil aqli maupun dalil naqli, sehingga dapat dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari. Allah menciptakan lingkungan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia. Seandainya tidak ada tumbuh-tumbuhan manusia akan mendapatkan makanan dari mana, menghirup udara segar dari mana dan akan mendapatkan oksigen dari mana? Begitu pentingnya lingkungan untuk kehidupan dan kelangsungan hidup manusia. Tindakan pengrusakan terhadap lingkungan (flora dan fauna) merupakan suatu perbuatan yang tercela 8 dan sangat dikecam oleh Allah. B.
Upaya Penerapan Muatan Lingkungan Hidup dalam Proses Pembelajaran di Madrasah Aliyah 8
Mulyadi, Aqidah Ahlak (Semarang: PT Karya Toha Putra), hlm. 34
36
Berbagai upaya dapat dilakukan oleh pihak Madrasah berkaitan dengan upayanya dalam memberikan informasi tentang penerapan kurikulum berbasis lingkungan hidup: 1. Kurikulum atau Silabus Salah satu usaha madrasah dalam memberikan informasi lingkungan hidup adalah mencantumkan muatan lingkungan hidup pada bidang studi yang diajarkan, mencantumkannya pada standar isi, serta mencantumkan dampak kerusakan lingkungan hidup pada bidang studi. 2. Pelaksanaan Pembelajaran Guru dapat berupaya memberikan informasi muatan lingkungan hidup dalam proses pembelajaran tentang bagaimana minat/perhatian siswa ketika mengajarkan muatan lingkungan hidup, metode-metode yang dipakai guru ketika mengajarkan muatan lingkungan hidup, realisasi RPP tentang lingkungan hidup, serta metode dalam memberikan informasi lingkungan hidup bila tidak trecantum dalam RPP. 3. Alat Pendidikan Langkah yang diambil oleh pihak Madrasah dan para Guru dalam upaya memberikan informasi muatan lingkungan hidup kepada siswa dalam menentukan alat pendidikan yang diterapkan baik bersifat preventif maupun bersifat represif. Adakah alat pendidikan yang bersifat preventif yang bernuansa lingkungan hidup diterapkan oleh pihak madrasah berupa; tatatertib, anjuran, perintah, larangan, paksaan serta kedisiplinan. Sedangkan alat pendidikan yang bersifat represif yang diterapkan pihak madrasah jika menemukan siswa yang berperilaku tidak ramah terhadap lingkungan seperti, pemberitahuan, teguran, peringatan/ancaman dan hukuman. Begitu juga jika menemukan siswa yang berperilaku ramah terhadap lingkungan, adakah pihak madrasah memberikan pujian serta hadiah kepada siswa. 4. Evaluasi Yaitu usaha dari pihak Madrasah dalam memberikan informasi lingkungan hidup melalui testes evaluasi sumatif pada bidang studi yang diajarkan, melakukan evaluasi dengan menggunakan metode observasi yang berhubungan dengan lingkungan hidup, muatan lingkungan hidup yang bagaimana yang dicantumkan dalam soal evelauasi seperti biotik dan abiotik, vegetasi, tanah, dan manusia serta dampak kerusakan lingkungan seperti; banjir, kekeringan dan pencemaran lingkungan. 5. Faktor Pendukung Pada katergori pendukung hendaknya pihak madrasah mengarahkan minat para guru dalam mempelajari Ekologi. Ketersediaan literatur tambahahan yang dibutuhkan guru seperti lewat perpustakaan sekolah, pembelian buku, koran, pinjaman dari sesama guru se KKM (kelompok kerja madrasah). Madrasah senantiasa mendorong prestasi yang diperoleh guru yang berkaitan dengan
lingkungan hidup, penghargaan kepada guru maupun madrasah serta kebijakan pimpinan madrasah tentang lingkungan hidup dan kelengkapan alat peraga yang dapat dipergunakan untuk mengajarkan lingkungan hidup. III
KESIMPULAN
Masalah lingkungan hidup sebenarnya sudah lama terjadi, bahkan tanpa campur tangan manusia. Kerusakan dan pencemaran lingkungan makin dipercepat karena meningkatnya aktivitas manusia dan sifat manusia yang serakah. Untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, pemerintah tidak hanya memasukkan aspek lingkungan hidup dalam peraturan dan undang-undang tetapi juga membentuk institusi atau lembaga yang membidangi lingkunga hidup. Seluruh komponen baik pemerintah, lembaga pendidikan dan masyarakat berkepentingan untuk menyukseskan program pemerintah tentang lingkungan hidup. Untuk mendukung program pemerintah tersebut tentunya dibutuhkan Sumber Daya Manusia yang handal di bidang lingkungan hidup, dan salah satu alternatif yang harus ditempuh adalah melaksanakan kursus/diklat tentang lingkungan hidup terhadap para stakeholder (guru dan komponen masyarakat). Ada beberapa alternatif yang bisa ditempuh dalam kaitannya dengan bentuk pengintegrasian muatan lingkungan hidup pada madrasah khusunya Madrasah Aliyah: 1. Menjadi satu mata pelajaran, tapi saat ini terbatas dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintah. 2. Muatan lingkungan hidup diintegrasikan pada Muatan Lokal (MULOK). 3. Diintegrasikan dalam suatu mata pelajaran (bidang studi) menjadi satu pokok bahasan atau diintegrasikan ke seluruh mata pelajaran, misalnya bidang studi Sosiologi membahas tentang pengaruh lingkungan terhadap kehidupan sosial, bidang studi agama bisa memasukkan pengaruh lingkungan terhadap kehidupan umat, biologi, geografi dan seterusnya.
DAFTAR PUSTAKA Amiruddin, 2011. Reinvensi Kurikulum dan Pembelajaran, Orbit Publishing, Jakarta. Endy Sondang Manik, Karden, 2007. Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penerbit Jambaran Jakarta Gassing, Kadir, 2007. Etika Lingkungan dalam Islam, Pustaka Mapan Jakarta Joko Tri Prasetya, dkk, 1991. Ilmu Budaya Dasar, MKDU. Rineka Cipta Jakarta Kementerian Lingkungan Hidup, Sejarah Pendidikan Lingkungan Hidupdi Indonesia, Situs Internet Shihab, Quraish, 2005. Tangan Tuhan di Balik Setiap Fenomena, Penerbit Lentera Hati, Tangerang. Sordirjono, Drs., 1990, Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, IKIP Semarang Press.
Pemeliharaan lingkungan hidup adalah bukan hanya tanggung jawab dunia pendidikan tapi merupakan tanggung jawab semua orang. Olehnya itu untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan di rana pendidikan sudah dianggap suatu kebutuhan untuk memasukkan muatan lingkungan hidup dalam kurikulum/Silabus mulai tingkat Taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi, agar-agar tercipta generasigenerasi yang peduli lingkungan.
37
PENGEMBANGAN KURIKULUM PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS KKNI DALAM KETERSERAPAN LULUSAN PADA DUNIA KERJA Lian G. Otaya IAIN Sultan Amai Gorontalo
[email protected]
ABSTRAK Dalam upaya melakukan kualifikasi terhadap lulusan perguruan tinggi di Indonesia, pemerintah telah menerbitkan Perpres No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang merupakan acuan dalam penyusunan pencapaian pembelajaran lulusan dari setiap jenjang pendidikan secara nasional. Terbitnya Peraturan Presiden No. 08 Tahun 2012 dan UU PT No.12 Tahun 2012 Pasal 29 ayat (1), (2), dan (3) telah berdampak pada kurikulum dan pengelolaannya di setiap program studi perguruan tinggi. Kurikulum yang pada awalnya mengacu pada pencapaian kompetensi menjadi mengacu pada capaian pembelajaran (learning outcomes). Secara ringkas KKNI terdiri dari sembilan level kualifikasi akademik SDM Indonesia. Dengan adanya KKNI ini diharapkan akan mengubah cara melihat kompetensi seseorang, tidak lagi semata Ijazah, namun dengan melihat kepada kerangka kualifikasi yang disepakati secara nasional sebagai dasar pengakuan terhadap hasil pendidikan seseorang secara luas (formal, non formal, atau informal) yang akuntanbel dan transparan. Pelaksanaan KKNI melalui 8 tahapan yaitu melalui penetapan Profil Kelulusan, Merumuskan Learning Outcomes, Merumuskan Kompetensi Bahan Kajian, Pemetaan LO Bahan Kajian, Pengemasan Matakuliah, Penyusunan Kerangka kurikulum, Penyusuan Rencana Perkuliahan. Menyikapi hal tersebut, Program Studi Manajemen Pendidikan Islam dalam penguatan dan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi harus didasarkan pada KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia). Kata Kunci: Pengembangan Kurikulum, KKNI, Keterserapan Lulusan
A.
Pendahuluan
Perkembangan dunia semakin pesat, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Sementara kurikulum perguruan tinggi perkembangannya tidak sepesat itu. Karena itu perlu penyesuaian-penyesuaian agar lulusan lembaga pendidikan tinggi dapat beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat. Perubahan kurikulum merupakan proses yang wajar terjadi dan memang seharusnya terjadi sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan masyarakat, kemajuan jaman dan kebijakan baru pemerintah. Termasuk adanya perubahan nomenclature Prodi Kependidikan Islam menjadi Prodi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) berdasarkan PMA nomor 36 tahun 2009 menuntut adanya pembaharuan kurikulum yang kompatibel dengan prodi dan ditekankan pada bidang keilmuan yang praktis, dan memperbanyak kapada praktek. Ada beberapa langkah praktis perombakan kurikulum yang dilakukan Prodi Manajemen Pendidikan Islam pasca perubahan nomenclature. Level pertama dan tersulit, perumusan visi dan misi yang jelas lalu diikuti rumusan tujuan dan indikator yang dapat dicapai. Langkah berikutnya, menetapkan profil lulusan dan kompetensi lulusan. Profil lulusan
38
menjawab pertanyaan: jadi apa lulusan Prodi Manajemen Pendidikan Islam? Sedangkan kompetensi lulusan, menjawab pertanyaan: bisa apa mahasiswa? Dengan rumusan ini akan mudah memandu struktur kurikulum, kebutuhan mata kuliah, dan substansi ajar apa yang diperlukan mahasiswa, serta bagaimana silabus masing-masing mata kuiah itu. Dengan pola ini, penetapan mata kuliah bukan karena common sense penyelenggara atau ketua prodi, misalnya, tetapi betul-betul berdasarkan pada kebutuhan kompetensi dan profil yang diinginkan dari Prodi Manajemen Pendidikan Islam. Penyusunan profil dan kompetensi lulusan Prodi Manajemen Pendidikan Islam semakin menemukan signifikansinya jika dikaitkan dengan Perpres 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Sebagaimana disebut pada pasal 1, KKNI didefinisikan sebagai “kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor”. Dalam konteks ini, Direktorat sudah menyiapkan naskah/ dokumen penyusunan kurikulum yang mengadopsi dan menyesuaikan dengan KKNI ini. Penyetaraan hasil pendidikan dengan kompetensi tertentu dan
dunia kerja karena selama ini ada kesenjangan yang mencolok dari keluaran pendidikan (terutama pendidikan akademik) dengan kebutuhan/struktur kerja yang tersedia di masyarakat. Dengan adanya KKNI ini diharapkan akan mengubah cara melihat kompetensi seseorang, tidak lagi semata Ijazah tapi dengan melihat kepada kerangka kualifikasi yang disepakati secara nasional sebagai dasar pengakuan terhadap hasil pendidikan seseorang secara luas (formal, non formal, atau in formal) yang akuntanbel dan transparan. B.
Arah Pengembangan Program Studi Manajemen Pendidikan Islam
Masalah pengembangan aktivitas kependidikan Islam di Indonesia pada dasarnya sudah berlangsung sejak sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang dan hingga yang akan datang. Dalam realitas sejarahnya, sejak awal kemerdekaannya bangsa Indonesia telah memberikan perhatian dan pengakuan yang relatif tinggi terhadap sumbangan besar pendidikan Islam dalam upaya mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini di samping merupakan prestasi tersendiri yang telah diraih umat Islam, juga sekaligus merupakan tantangan yang memerlukan respon positif dari para pemikir dan pengelola pendidikan Islam di 1 Indonesia. Pengembangan artinya menjadikan sesuatu 2 berkembang, maju dan sempurna. Pengembangan secara secara sederhana diartikan sebagai suatu proses perubahan. Pengembangan bila dikaitkan dengan pendidikan berarti suatu suatu proses perubahan secara bertahap ke arah tingkat yang berkecenderungan lebih tinggi dan meluas dan mendalam yang secara menyeluruh dapat tercipta suatu kesempurnaan. Manajemen dari segi bahasa, berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus Inggris Indonesia management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, menge3 lola, dan memperlakukan. Ramayulis menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al4 tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah swt:
1
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, (Bandung: Nuansa, 2003), h.23 2 Amin, Tunggal Wijaya, Kamus Bisnis dan Manajemen, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h.175 3 Hikmat, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h.11 4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008),h.362
WD[ 4×SWc r¯Û °OÙkV¯ ÀNÄmØÈWc 2É2 ¨º×q)] rQ¯ °Ä\- |¦°% WmÙ%)] Äm¯P\iÄc §®¨ WDTriÄÈV" -°K% RX=\y \ÙU àÈPÃq\iÙ °% Terjemahan: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu” (QS. Al-Sajdah: 05). Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah swt telah dijadaikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaikbaiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa manajemen merupakan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktif. Sedangkan Pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai Islam sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Dengan demikian maka yang disebut dengan Manajemen Pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan 5 dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat. Manajemen Pendidikan Islam sebagai ilmu mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan ilmu manajemen lain, karena memiliki plus Islam. Perbedaan Manajemen Pendidikan Islam dengan manajemen lain terletak pada prinsip-prinsip operasionalnya, dan bukan pada prinsip-prinsip yang sifatnya umum, meskipun untuk memahami Manajemen Pendidikan Islam diperlukan pemahaman atau penguasaan prinsip-prinsip manajemen secara umum. Manajemen Pendidikan Islam berbeda dengan manajemen pendidikan. Tidak semua kegiatan pencapaian tujuan pendidikan adalah manajemen pendidikan. Kata manajemen apabila dihubungkan dengan pendidikan Islam, menjadi Manajemen Pendidikan Islam maka manajemen yang dimaksudkan adalah seluruh pengelolaan unsurunsur pendidikan Islam sebagai upaya pencapaian tujuan pendidikan Islam dengan cara-cara yang efektif dan efisien. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa Prodi Manajemen Pendidikan Islam bukan Manajemen Pendidikan (MP), melainkan Manajemen 5
Ibid.,h.260
39
Pendidikan Plus Islam. Oleh karena itu pengembangan Prodi MPI ke depan harus menghasilkan sarjana dengan kompetensi manajemen, yang dapat mengelola program-program untuk memfasilitasi pengembangan pendidikan Islam. MPI juga harus memahami idealisme, budaya dan karakteristik pendidikan Islam, yang tidak bisa lepas dari kehidupan umat Islam Indonesia. MPI harus mampu melahirkan sarjana yang paham dan terampil bekerja dalam birokrasi. Dengan demikian budaya dan etika birokrasi harus dibahas, dilatih dan diuji kompetensinya. Di samping itu, MPI harus mampu melahirkan sarjana yang paham entrepreneurship, terampil mengelola dan mengembangkan organisasi pendidikan yang mampu bersaing dengan institusi lain. Bertolak dari pemikiran tersebut, maka pengembangan lembaga pendidikan Islam, termasuk Perguruan Tingginya perlu melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Perlunya Manajemen Pendidikan Islam yang berdasarkan kebutuhan pasar kerja; 2) Perlunya Manajemen Pendidikan Islam secara terpadu antara pendidikan formal dan non formal, keterpaduan antara riset, pengajaran dan pelayanan; 3) Perlunya mengembangkan keterampilan terjual, dalam arti mampu menciptakan dan menawarkan jenis pelatihan dan konsultasi yang sangat diperlukan oleh institusi-institusi terkait, users (para pengguna lulusan) atau stakholders pada umumnya; 4) Perlunya komersialisasi riset dalam arti untuk menghimpun sumber daya yang ada guna kepentingan masyarakat; 6) Agar jurusan/prodi mampu memacu dan memasuki abad persaingan yang semakin ketat, maka perlu mengembangkan program khusus/spesifik sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Adapun sasaran strategis pengembangan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan jurusan/prodi yaitu sebagai berikut. 1. Peningkatan dan pengembangan sistem kelembagaan termasuk di dalamnya penataan dan pengembangan jurusan, pengembangan sistem operasi baku untuk berjalannya fungsi akademik maupun non akademik sampai tingkat jurusan, pengembangan dan pemberdayaan Local Area Network (LAN) bagi peningkatan kolaborasi dan efisiensi kinerja. 2. Meningkatkan profesionalisme dosen agar memiliki kemampuan akademik untuk mendukung kinerja dan pengembangan sumber daya lembaga melalui: a. Pendidikan dan latihan baik degree maupun non degree sesuai rumpun keilmuan. b. Penyediaan sarana dan prasarana akademik melalui optimalisasi laboratorium, perpustakaan, ruang pertemuan akademik dan dan ruang kerja dosen. c. Penambahan dan pendayagunaan sarana dan prasarana bagi efisiensi dan efektivitas kegiatan akademik.
40
3. Peningkatan produktivitas dan kualitas, relevansi penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan publikasi ilmiah: a. Pengembangan ilmu dasar/murni dan terapan sesuai disiplin ilmu jurusan. b. Peningkatan kualitas dan jumlah hasil penelitian maupun kajian. c. Peningkatan kemampuan meneliti dosen. 4. Pengembangan kerja sama antar lembaga baik internal maupun eksternal dan pengembangan keilmuan pendidikan dan non kependidikan melalui kegiatan: a. Peningkatan kerja sama kolaboratif saling menguntungkan melalui pendidikan, pelatihan, magang, penataran, konsultasi, dan penelitian. b. Peningkatan partisipasi di dalam pelaksanaan otonomi daerah khususnya dalam pengembangan pendidikan daerah. 5. Meningkatkan kualitas dan relevansi, serta pemerataan kesempatan dalam mendapatkan pendidikan, diantaranya melalui pemutakhiran kurikulum, silabi, Rancangan Kegiatan Belajar Mengajar (RKBM), bahan ajar, dan media pembelajaran. Terkait dengan kebijakan pengembangan jurusan oleh Fakultas dan Institut maka peluang pengembangan Jurusan Kependidikan Islam Prodi Manajemen Pendidikan Islam yang dapat dilakukan antara lain: 1. Kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan dan pengembangan sistem kelembagaan termasuk di dalamnya penataan dan pengembangan jurusan, pengembangan sistem operasi baku untuk berjalannya fungsi akademik maupun non akademik sampai tingkat jurusan, pengembangan dan pemberdayaan Local Area Network (LAN) bagi peningkatan kolaborasi dan efisiensi kinerja, maka peluang yang dapat dilakukan antara lain: a. Pengembangan sistem operasi baku di tingkat jurusan berbasis ITC. b. Peningkatan kompetensi dosen di bidang teknologi informasi khususnya ITC. c. Peningkatan kerja sama dan pertukaran informasi dan collaborative learning. 2. Kebijakan yang berkaitan dengan meningkatkan profesionalisme dosen agar memiliki kemampuan akademik untuk mendukung kinerja dan pengembangan sumber daya lembaga, peluang kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: a. Pendidikan dan latihan bagi dosen jurusan/prodi tentang penguasaan teknologi pembelajaran. b. Peningkatan penguasaan metodologi penelitian. 3. Kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas dan kualitas, relevansi penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan publikasi ilmiah, maka peluang kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: a) Fasilitasi latihan
penelitian bagi dosen dan pemberian insentif karya ilmiah; b) Pengembangan wilayah masyarakat binaan jurusan/prodi. 4. Kebijakan yang berkaitan dengan Pengembangan kerja sama antar lembaga baik internal maupun eksternal dan pengembangan keilmuan pendidikan dan non kependidikan, maka peluang kegiatan yang dapat dilakukan jurusan antara lain: a. Pengembangan jaringan dan pemetaan stakeholder, meningkatkan aktivitas kajian ilmiah ilmu kependidikan. b. Pengembangan/diferensiasi produk layanan jurusan (konsultasi, jasa, penelitian, desain, dan evaluasi pembelajaran). Kebijakan yang berkaitan dengan meningkatkan kualitas dan relevansi, serta pemerataan kesempatan dalam mendapatkan pendidikan, diantaranya melalui pemutakhiran kurikulum, silabi, Rancangan Kegiatan Belajar Mengajar (RKBM), bahan ajar, dan media pembelajaran, serta peningkatan pemanfaatan dan pengembangan teknologi bagi pembelajaran. C.
Pengembangan Kurikulum Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Berbasis KKNI
Pengembangan kurikulum Pendidikan Tinggi berbasis kompetensi mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 adalah kerangka penjejangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. Perwujudan mutu dan jati diri bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan dan pelatihan serta program peningkatan SDM secara nasional. Dalam Bab I Ketentuan Umum Peraturan Presiden tersebut mengatakan bahwa yang dimaksud dengan KKNI ialah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. Kualifikasi ialah penguasaan capaian pembelajaran yang 6 menyatakan kedudukannya dalam KKNI. Sedangkan capaian pembelajaran ialah kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi pengetahuan, sikap, keterampilan, kompetensi dan akumulasi pengalaman kerja. Pengalaman kerja ialah pengalaman melakukan pekerjaan dalam bidang tertentu dan jangka waktu tertentu secara intensif yang menghasilkan kompetensi. Kompetensi 6
http://www.dikti.go.id/files/atur/KKNI/Perpres82012-KKNI.pdf
kerja dinilai dengan sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, Standar Internasional, dan/atau Standar Khusus. Sertifikat kompetensi kerja ialah bukti tertulis yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi terakreditasi yang menerangkan bahwa seseorang telah menguasai kompetensi kerja tertentu sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Sedangkan profesi ialah bidang pekerjaan yang memiliki kompetensi tertentu yang diakui oleh masyarakat. Dalam Bab II Peraturan Presiden itu berbunyi bahwa KKNI terdiri dari 9 jenjang. Jenjang 1- 3 dikelompokkan dalam jabatan operator. Jenjang 4–6 merupakan kelompok jabatan teknisi atau analis, sedangkan jenjang 7–9 adalah kelompok jabatan ahli. Setiap jenjang kualifikasi memiliki kesetaraan dengan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pendidikan, pelatihan kerja atau pengalaman kerja. Penyetaraan capaian pembelajaran dihasilkan melalui pendidikan dengan jenjang kualifikasi pada KKNI sebagaimana berikut: a) lulusan pendidikan dasar setara dengan jenjang 1; b) lulusan pendidikan menengah paling rendah setara dengan jenjang 2: c) lulusan Diploma 1 paling rendah setar dengan jenjang 3; d: lulusan Diploma 2 paling rendah setara dengan jenjang 4; e) lulusan Diploma 3 paling rendah setara dengan jenjang 5; f) lulusan Diploma 4 atau Sarjana Terapan dan Sarjana paling rendah setara dengan jenjang 6; g) lulusan Magister Terapan dan Magister paling rendah setara dengan jenjang 8, h) lulusan Doktor Terapan dan Doktor setara dengan jenjang 9; i) lulusan pendidikan profesi setara dengan jenjang 7 atau 8; dan j) lulusan 7 pendidikan spesialis setara dengan jenjang 8 atau 9. Dalam lampiran Peraturan Presiden tersebut dinyatakan deskripsi tiap jenjang. Umpamanya, jenjang kualifikasi 1: mampu melaksanakan tugas sederhana, terbatas, bersifat rutin, dengan menggunakan alat, aturan, dan proses yang telah ditetapkan serta di bawah bimbingan, pengawasan, dan tanggung jawab atasannya. Memiliki pengetahuan faktual, dan bertanggung jawab atas pekerjaan sendiri serta tidak bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain. Selanjutnya akan dilihat jenjang kualifikasi 6 sampai 9, karena relevansinya jenjang tersebut dengan kepentingan PTAI, yakni 8 tamatan sarjana, magister dan doktor. Pada jenjang 6 memiliki: kemampuan mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di bidangnya dalam menyelesaikan masalah serta 7
Kemendiknas, Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2011), h.7 8 Ali, Mufrodi. Islamic Higher Education Curriculum Based On Indonesia National Qualifications Framework (KKNI). (Conference Proceedings: Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS XII), h.353
41
mampu beradaptasi dengan situasi yang dihadapi. Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural. Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok. Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi. Sementara pada jenjang 7: mampu merencanakan dan mengelola sumberdaya di bawah tanggung jawabnya, dan mengevaluasi secara komprehensif kerjanya dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni untuk menghasilkan langkah-langkah pengembangan strategis organisasi. Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di bidang keilmuannya melalui pendekatan monodisipliner. Mampu melakukan riset dan mengambil keputusan strategis dengan akuntabilitas dan tanggung jawab penuh atas semua aspek yang berada di bawah tanggung 9 jawab bidang keahliannya. Jenjang 8: mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di bidang keilmuannya atau praktek profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya inovatif dan teruji. Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter atau multidisipliner. Mampu mengelola riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi masyarakat dan keilmuan, serta mampu mendapat pengakuan nasional dan internasional. Jenjang 9: mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan/atau seni baru di dalam bidang keilmuannya atau praktek profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya kreatif, original, dan teruji. Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi, dan transdisipliner. Mampu mengelola, memimpin, dan mengembangkan riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia, serta mampu 10 mendapat pengakuan nasional dan internasional. Capaian pembelajaran atau learning out comes PTAI diharapkan memiliki kompetensi sebagaimana dalam jenjang-jenjang KKNI tersebut. Umpamanya, lulusan S1 atau sarjana PTAI berada pada jenjang/level 6 tersebut harus mampu mengaplikasikan bidang keahliannya, yakni ilmu Agama Islam. Ia juga harus dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan agama tersebut, dengan menggunakan teknologi, dan/atau seni di bidang ilmu agama itu untuk menyelesaikan masalah. Ia juga harus mampu beradaptasi dengan situasi masyarakat yang dihadapinya. Ia juga harus 9
Ibid., h.353 Ibid.,h.354
10
42
menguasai konsep teoritis bidang ilmu Agama Islam secara umum dan konsep teoritis bagian-bagian khusus ilmu agama tersebut secara mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah secara prosedural. Lulusan prodi Sejarah dan Peradaban Islam (SPI) umpamanya, harus mampu menguasai bidang kesejarahan Islam khususnya secara mendalam, di samping penguasaan atas ilmu keislaman secara umum (fiqh, tauhid, al-Qur’an, alHadis dan lain-lain). Lulusan S1 PTAI harus mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data yang diperolehnya, serta mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri atau berkelompok. Ia harus bertanggung jawab atas pekerjaannya sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi. Dengan demikian kurikulum S1 perguruan tinggi tersebut harus diarahkan ke jenjang 6 tersebut 11 sesuai dengan konsep KKNI. Bagaimana model pengembangan kurikulum Prodi Manajemen Pendidikan Islam yang harus diredesign sesuai dengan KKNI? Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia mengharuskan pendidikan terfokus ke learning outcomes, capaian pembelajaran agar peserta didik dapat bekerja sesuai dengan kompetensi yang dimiliki dan mendapat pengakuan baik nasional maupun internasional. Dalam kata lain, mau dijadikan apa mahasiswa Prodi Manajemen Pendidikan Islam itu. Di sini, tujuan Prodi Manajemen Pendidikan Islam harus jelas, dan otomatis kurikulumnya harus jelas pula, sebagaimana terlihat dalam lampiran Perpres no.8 tahun 2012 tersebut. Seperti halnya Prodi Manajemen Pendidikan Islam di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Gorontalo untuk menjawab kebutuhan pasar sekaligus dimilikinya kecakapan akademik yang ditentukan, maka visi yang diemban oleh Prodi Manajemen Pendidikan Islam ialah: “Menjadi Program Studi yang Handal, Inovatif, Bermartabat dalam Menyiapkan tenaga Manajerial Kependidikan yang Profesionaldan Berkarakter Islam di Sulawesi pada Tahun 2020”. Dengan visi ini, diharapkan output yang dihasilkan berupa Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) yang tidak hanya mempunyai kemampuan yang memadai di bidang ilmu-ilmu manajemen, tetapi juga di bidang Ilmu Pendidikan Islam Di bawah ini dipaparkan contoh pengembangan kurikulum Prodi Manajemen Pendidikan Islam berbasis KKNI di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Gorontalo sebagai berikut.
11
Ibid.,h.354-355
Tabel 1 Learning Outcomes Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Prodi Manajemen Pendidikan Islam
No
Deskripsi Level 6
1
Kemampuan Kerja: Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi
Unsur Deskripsi KKNI Prodi Manajemen Pendidikan Islam Mampu merancang administrasi/manajemen perkantoran secara kreatif dan inovatif berdasarkan wawasan kebutuhan pasar kerja, dengan mengintegrasikan keilmuan manajemen pendidikan dengan ilmu Islam. Mampu merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengendalikan dan menilai aspekaspek peserta didik, ketenagaan, kurikulum, sasaran, keuangan, perpustakaan dan hubungan masyarakat yang berlandaskan etika nilai-nilai Islam Mampu menyajikan berbagai alternatif solusi rancangan proses manajemen pendidikan dan membuat keputusan pilihan berdasarkan pertimbangan keilmuan manajemen pendidikan Islam.
2
3
Penguasaan Pengetahuan: Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan secara mendalam , serta mampu memformulasikan penyelesaian maslah procedural
Kemampuan Manajerial: Mampu mengambil keputusan strategis berdasarkan analisis informasi dan data, dan memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok
Menguasai pengetahuan prinsip-prinsip dasar dan pengembangan teknologi serta perangkat pembelajaran bidang keilmuan manajemen pendidikan secara komperensif dan integratif dengan ilmu keIslaman. Menguasai prinsip dan teknik perancangan administrasi/manajemen perkantoran secara kreatif, komperensif dan integratif dengan ilmu keIslaman. Mampu merencanakan dan mendesain strategi dan model pengembangan keilmuan manajemen pendidikan Islam secara berkelanjutan.
Mampu mengantisipasi dan mengatasi permasalahan dalam keilmuan mengimplementasikan keilmuwan manajemen pendidikan Islam. Mampu mengidentifikasi, menganalisis, dan menginterpretasikan permasalahan-permasalahan teori dan praktik bidang manajemen pendidikan Islam. Mampu mengelola bidang pekerjaan administrasi/ manajemen pendidikan dengan ilmu Islam secara profesional dan bertanggung jawab.
Rumusan Deskripsi Generik Lulusan Prodi Manajemen Pendidikan Islam Mampu merancang dan mendesain administrasi perkantoran secara kreatif dan inovatif berdasarkan wawasan kebutuhan pasar kerja dengan mengintegrasikan keilmuan keilmuan manajemen pendidikan secara holistik. Mampu melaksanakan fungsi-fungsi manajemen bidang administrasi pendidikan yang berlandaskan etika nilainilai Islam, sebagai wujud kemampuan enyampaikan pemahaman keilmuan administrasi/manajemen pendidikan Islam. Mampu memilih berbagai alternatif solusi rancangan, desain, strategi dan metode, administrasi/ manajemen pendidikan dalam membuat keputusan berdasarkan pertimbangan keilmuan manajemen pendidikan Islam.
Menguasai pengetahuan tentang keilmuan manajemen pendidikan secara komperensif dan integratif dengan ilmu keIslaman, teori dan praktik pendidikan administrasi/manajemen perkantoran untuk dapat merancang dan mengkomunikasikan pengetahuan manajemen pendidikan Islam secara profesional. Menguasai prinsip-prinsip dasar, strategi dan metode serta teknik interaktif bidang keilmuan manajemen pendidikan Islam. Mampu merencanakan dan mendesain model pengembangan bidang keilmuan manajemen pendidikan Islam secara berkelanjutan. Mampu mengantisipasi dan mengatasi permasalahan dalam mengimplementasikan keilmuwan manajemen pendidikan secara kreatif, komperensif dan integratif dengan ilmu keIslaman. Mampu mengelola dan mendesain jenisjenis pekerjaan administrator secara efektif, efisien dan akuntabel. Mampu mengaplikasikan dan mempraktikan jenis pekerjaan administrasi/ manajemen pendidikan pada lembaga Islam dengan terampil dan profesional
43
Selanjutnya jenjang kemampuan Prodi Manajemen Pendidikan Islam berbasis KKNI di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Gorontalo dapat dirumuskan sebagai berikut. Tabel 2 Jenjang Kemampuan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Prodi Manajemen Pendidikan Islam
No
Parameter Diskriptor
1
Mampu melakukan kaidah IPTEKS
2
Menggunakan metode
3
Hasil yang dicapai
4
Dalam kondisi
5
Menguasai pengetahuan
6
Untuk dapat melakukan
7
Mampu mengelola
8
Dan memiliki sikap
Unsur Deskriptor
Kemampuan Lulusan
Kemampuan kerja pada bidang administrasi/ manajemen perkantoran pada lembaga pendidikan dan instansi pemerintah serta lembaga pengembangan sumber daya manusia Langkah, sistem dan prosedur kerja bidang administrasi/ manajemen perkantoran pada lembaga pendidikan dan instansi pemerintah serta lembaga pengembangan sumber daya manusia Kualitas hasil yang dicapai dalam bidang administrasi/ manajemen perkantoran pada lembaga pendidikan dan instansi pemerintah serta lembaga pengembangan sumber daya manusia Standar kerja dalam bidang administrasi/manajemen perkantoran pada lembaga pendidikan dan instansi pemerintah serta lembaga pengembangan sumber daya manusia
Mampu menerapkan kaidah ilmu dan teknologi dalam menyelesaikan permasalahan dan meningkatkan tugas-tugas manajemen dalam bidang administrasi/manajemen perkantoran, secara bertanggung jawab. Mengoptimalkan proses pencapaian tugas-tugas manajemen pendidikan dengan mengintegrasikan keilmuan administrasi/ manajemen perkantoran dengan ilmu Islam, yang berorientasi pada kebutuhan pasar kerja. Mampu mengkomunikasikan pelaksanaan tugastugas manajemen bidang administrasi/manajemen perkantoran dengan menggunakan strategi dan metode secara kreatif, komperensif dan integratif dengan ilmu keIslaman Mampu mengaplikasikan prosedur kerja dan mampu menyelesaikan masalah dengan memanfaatkan IPTEKS pada bidang keilmuan administrasi/ manajemen perkantoran serta fleksibel dalam menghadapi perkembangan jaman.
Lingkup kajian dan cabang ilmu administrasi/ manajemen perkantoran pada lembaga pendidikan dan instansi pemerintah serta lembaga pengembangan sumber daya manusia Lingkup kerja bidang administrasi/manajemen perkantoran pada lembaga pendidikan dan instansi pemerintah serta lembaga pengembangan sumber daya manusia
Menguasai pengetahuan prinsip dan teknik rancangan administrasi/manajemen perkantoran secara kreatif, komperensif dan integratif dengan ilmu keIslaman.
Mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi dan manajemen perkantoran secara akademik, profesional, dan bertanggung jawab pada lembaga pendidikan dan instansi pemerintah serta lembaga pengembangan sumber daya manusia Bertanggung jawab pada tugas utama sebagai tenaga administrator/tenaga kependidikan pada lembaga pendidikan dan instansi pemerintah serta lembaga pengembangan sumber daya manusia
Mampu mempertanggungjawabkan secara akademik dan mandiri serta dapat bekerja sama dalam kelompok kecil bidang perancangan dan bimbingan tugas-tugas administrasi dan manajemen perkantoran.
Melihat kepada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia pada learning outcomes dan jenjang kemampuan prodi Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Tadris IAIN Sultan Amai Gorontalo yang dipaparkan di atas, maka kurikulum Prodi Manajemen Pendidikan Islam disusun dengan memadukan antara ilmu-ilmu teoritis dengan praktis (70%) yang menunjang profesi utama untuk
44
Berperan dalam pengembangan pembelajaran bidang administrasi/ manajemen perkantoran, dan terampil dalam melakukan pekerjaan administrasi perkantoran secara profesional, akademik, dan kelembagaan/birokrasi.
Mampu mengkomunikasikan masalah pendidikan dan kependidikan bidang administrasi/manajemen perkantoran secara Komunikatif, yang dilandasi oleh sikap arif, disiplin, mandiri, inovatif, responsif, adaptif, bertanggung jawab, logis, etis, aspiratif, estetis, etis, partisipatif, dan berkarakter.
menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan manajerial dan administrasi dalam bidang manajemen pendidikan Islam serta mampu menerapkannya sebagai administrator di lembaga pendidikan dan instansi pemerintah dengan struktur mata kuliahnya yaitu: Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Sejarah Kebudayaan & Peradaban Islam, Bahasa Arab I, Bahasa Inggris I,
ISD-IBD, Filsafat Ilmu, Metodologi Studi Islam, Ulumul Qur'an, Ulumul Hadits, Arabic Text, English Text, Ilmu Alamiah Dasar (IAD), Pengenalan ICT, Ushul Fikih, Ilmu Kalam, Fikih, Metode Penulisan karya Ilmiah, Pengantar Manajemen, Sosiologi Pendidikan, Kepemimpinan dalam Manajemen, Administrasi Pendidikan, Statistika Pendidikan, Teknologi Pendidikan, Perilaku Organisasi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Teori Sistem & Informasi Manajemen, Perencanaan Pendidikan, Evaluasi Program Pendidikan, Metode Penelitian, Manajemen Konflik, Manajemen Perkantoran, Komunikasi Organisasi, Analisis Kebijakan Pendidikan, Manajemen Kurikulum, Manajemen Sarana Prasarana Pendidikan, Manajemen Perpustakaan, Supervisi Pendidikan, Magang dan PPLT. Selain itu, kurikulumnya juga dilengkapi dengan keilmuwan di bidang pendidikan agama Islam (20%), untuk menghasilkan guru PAI yang profesional dan berkarakter tangguh dalam upaya mewujudkan pendidikan yang lebih berakhlak dan berkarakter di SD/MI, SMP/MTs, SMA, SMK, MAN dan sederajat dengan struktur mata kuliahnya terdiri dari: Akhlak Tasauf, Ilmu Pendidikan, Ilmu Pendidikan Islam, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Hadits Tarbawi, Tafsir Tarbawi, Psikologi Kepribadian, Pendidikan Karakter, Evaluasi Pembelajaran, Manajemen Peserta Didik, Bimbingan dan Konseling, Pengembangan Bahan Ajar, dan Etika Profesi Keguruan. Kemudian, Kurikulum ini juga diperkaya dengan penguatan di bidang Kewirausahaan (10%) dengan modal “BISNIS” (Berilmu, Inovatif, Strategi, Niat yang Kuat, Informasi dan Teknologi, Supel), dengan struktur mata kuliahnya terdiri dari: mata kuliah Kewirausahaan, mata kuliah Manajemen Keuangan, Teori dan Pengambilan Keputusan, Islam dan Budaya Lokal. Prodi Manajemen Pendidikan Islam, tentunya dalam mengembangkan kurikulum juga melihat kepada berbagai kelebihan dan kekurangan dari pola Prodi Kependidikan Islam yang sudah dilaksanakan sebelum berubah nomenklaturnya menjadi Prodi Manajemen Pendidikan Islam. Dengan pola seperti itu, ditambah dengan berdiskusi dan meminta masukan dari para user dan stakeholder, Prodi Manajemen Pendidikan Islam diharapkan ke depan tampil lebih percaya diri dan lebih menyakinkan.
D.
Keterserapan Lulusan Program Studi Manajemen Pendidikan Islam dalam Dunia Kerja
Pertanyaan mengenai diperlukan tidaknya lulusan sarjana administrasi/ manajemen pendidikan pernah menjadi kajian serius di awal tahun 1990. Sejumlah jurusan/program studi pada masa itu melakukan passing out merespon kebijakan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Penelusuran alumni dan lokakarya dengan melibatkan pihak pemakai lulusan dilakukan. Hasilnya dilaporkan langsung dengan pertemuan khusus dengan Dirjen
Dikti yang selanjutnya menyetujui keberlangsungan Jurusan Administrasi/Manajemen Pendidikan di beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta. Dalam kaitannya dengan proyeksi keterserapan lulusan Jurusan Kependidikan Islam yang berubah nomenclature menjadi Prodi Manajemen Pendidikan Islam ini juga mengalami masalah yang sama bahwa sebenarnya Prodi dan mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Fakultas Tarbiyah di lingkungan PTAI kemana arah kompetensi lulusannya dalam hubunganya denganpeluang kerja. Memetakan karir institusi para lulusan akan menghasilkan sebuah cara mudah untuk mengidentifikasi peristiwa-peristiwa penting atau kendala-kendala potensial yang mereka hadapi selama belajar di perguruan tinggi. Masing-masing peristiwa penting merupakan sebuah area masalah potensial dimana perbedaan persepsi dan harapan bisa mendorong munculnya kekeliruan, kesalahpahaman, dan mungkin kegagalan. Salah satu latihan yang berharga bagi sebuah institusi adalah memetakan jalur karir lulusan dan mengidentfikasi masing-masing peristiwa penting dari karakteristik 12 mutu dan standar mutu yang akan diterapkan. Ilmu administrasi/manajemen pendidikan adalah kajian yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan mengelola sistem pendidikan secara profesional. Fokus pekerjaannya tersebut dalam spektrum penyelenggaraan pendidikan pada tingkatan Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, provinsi dan kabupaten/kota, sampai pada satuan pendidikan, yang mencakup pendidikan tinggi, menengah, dan dasar. Pendidikan sebagai proses investasi sumber daya manusia menempatkan fungsi utama administrasi/manajemen pendidikan untuk memfasilitasinya melalui layanan pembelajaran yang 13 bermutu. Pengembangan teori dalam administrasi/ manajemen pendidikan pada kenyataannya banyak diperkaya dari perspektif manajemen bisnis. Kenyataan ini menggugah para ahli administrasi pendidikan untuk mengembangkan teori (theory building) dalam budaya keilmuwan mandiri. Ilmu administrasi pendidikan merupakan bidang kajian universal. Fenomena empirik yang menjadi objek studinya merupakan gejala (fakta) yang dapat dipelajari dimanapun dalam praktek penyelenggaraan pendidikan. Universalitas administrasi pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam gugus kajian: 1) filsafat ilmu; 2) validasi teori dan praktek; 3) manajemen sistem pendidikan; 4) profesionalisme; 14 5) pengembangan teori, dan 6) penelitian. Dengan demikian penyelenggaraan administrasi/ manajemen 12
Sallis, Edward, Total Quality Management in Education Manajemen Mutu Pendidikan, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2012), h.209 13 Satori, Djam’an, Eksistensi Program Studi Administrasi/Manajemen Pendidikan dan Keterserapan Lulusan dalam Dunia Kerja. (Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia, 2013), h.9 14 Ibid.,h.9
45
pendidikan pada dasarnya dapat diukur berdasarkan kriteria universal. Kecenderungan pengelolaan sistem pendidikan di masa depan menunjukkan urgensi pendekatan profesionalisme administrasi pendidikan dalam semua tingkatan, sehingga ilmu administrasi/manajemen pendidikan merupakan kajian terbuka, dinamis, dan kontekstual yang menuntut penelitian dan pengembangan berkelanjutan. Administrasi/manajemen pendidikan merupakan disiplin ilmu yang memiliki obyek kajian yang jelas, menjadi kajian universal di perguruan tinggi di berbagai negara. Keutuhan kurikulum sarjana, magister, dan doktor seyogyanya dilihat dari sudut keilmuwan dan metodologi pengembangan administrasi pendidikan. Pengayaan kajian dari sumber kajian keilmuan yang sesuai harus memperkuat struktur kajian ilmu administrasi pendidikan. Ilmu administrasi/ manajemen pendidikan merupakan bidang kajian akademik dan profesional. Ilmu ini hadir untuk mewujudkan produktivitas pendidikan dengan cara memanfaatkan sumber daya pendidikan (sumber daya manusia, pembiayaan, dan fasilitas pendidikan) sedemikian rupa dalam menyelenggarakan layanan pendidikan yang bermutu, relevan serta memiliki daya saing. Sejalan dengan tugas pokok perguruan tinggi, kurikulum untuk setiap jenjang, yaitu sarjana, magister, dan doktor memiliki arah yang jelas dalam pembentukan ranah dan tingkat kompetensi lulusannya yang diwadahi di Jurusan/ Program Studi sesuai dengan wilayah kajian keilmuwan. Untuk jenjang Sarjana, diarahkan untuk mampu melaksanakan tugas-tugas kelembagaan pendidikan dengan pemahaman yang baik mengenai subtansi pekerjaannya. Sementara untuk jenjang Magister diarahkan untuk penguasaan keilmuwan yang akan mendasari praktek profesional, sedangkan untuk jenjang Doktor lebih diarahkan pada kapasitas pengembangan keilmuwan yang sekaligus sebagai dasar untuk memperbaiki praktek profesional. Prodi Manajemen Pendidikan Islam menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi sebagai berikut: 1) kompetensi utama: sebagai pengelola, perintis, pengembang lembaga pendidikan dan usaha mandiri di bidang pendidikan; 2) kompetensi pendidikan: sebagai tenaga profesional manajemen pendidikan (konsultan manajemen pendidikan, pegawai negeri dan swasta bidang pendidikan), dan 3) kompetensi lainnya: sebagai peneliti dan pengembang ilmu manajemen 15 pendidikan. Dengan demikian Program studi Manajemen Pendidikan Islam memberikan jaminan bahwa lulusannya: 1) Mampu menjelaskan fungsi pekerjaan administrasi pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan; 2) Terlatih dan profesional dalam melaksanakan kegiatan manajerial di berbagai organisasi dan instansi pendidikan; 3) Mampu mengelola dan mengembangkan entrepeneur 15
46
Ibid.,h.15
di bidang pendidikan; 4) Mampu mengkaji dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni di bidang manajemen pendidikan Islam; 5) Mampu melaksanakan tugas mengajar di bidang kewirausahaan, sistem informasi manajemen atau bidang lain yang terkait dengan manajemen pendidikan Islam di sekolah atau madrasah atau dilembaga diklat. Dengan jaminan di atas, para lulusan dapat melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya dengan baik di institusi yang menyelenggarakan layanan pendidikan dan latihan seperti: 1. Kantor Dinas Pendidikan dalam bidang perencanaan, ketenagaan, kurikulum, keuangan, perlengkapan, ketatausahaan, atau bidangbidang lainnya dalam struktur organisasi terkait. Sarjana manajemen pendidikan bekerja sebagai profesional yang melaksanakan tugas dan fungsi kelembagaan pendidikan pada satuan unit kerja. 2. Kantor Kementerian Agama unit kerja Pengelola Pendidikan/Madrasah, baik bidang perencanaan, ketenagaan, kurikulum, keuangan, perlengkapan, ketatausahaan, atau bidang-bidang lainnya dalam struktur organisasi terkait. Sarjana manajemen pendidikan bekerja sebagai profesional yang melaksanakan tugas dan fungsi kelembagaan pendidikan pada satuan unit kerja. 3. Kantor administrasi (Tata Usaha) sebagai professional supporting staff di lembaga pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi, pendidikan menengah, pendidikan dasar, dan pendidikan anak usia dini, baik di lembaga pendidikan milik pemerintah atau swasta. 4. Kantor pengelola pendidikan, seperti: Badan Yayasan Pendidikan, Pengelola Penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan (Pengembangan SDM) di berbagai departemen dan lembaga pemerintah, BUMN, dan swasta. 5. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) dan Pusat Pendidikan dan Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) yang melaksanakan tugas dan fungsi kelembagaan unit-unit kerja yang ada sebagai pelaksana profesional. 6. Tenaga pendidik di sekolah atau madrasah serta lembaga/instansi pendidikan lainnya. Dengan demikian untuk menjadi pusat ekselensi pembelajaran manajemen pendidikan Islam, maka arah yang akan ditempuh adalah dengan memperhatikan arah kebijakan dan strategi pengembangan Prodi Manajemen Pendidikan Islam ke depan baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Kesimpulan yang dapat dirumuskan terkait dengan keterserapan lulusan Prodi Manajemen Pendidikan Islam adalah lulusan prodi ini merupakan kebutuhan universal, sehingga tidak ada salahnya PMA No.36 merubah nomenclature Jurusan Kependidikan Islam menjadi Prodi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) di PTAI seIndonesia. Yang menjadi tantangan dan sekaligus peluang Prodi MPI adalah pelaksanaan strategi pembelajaran yang memberi kemampuan membaca
peluang kompetensi dan membangun komunikasi melalui kolaborasi kelembagaan yang memunculkan kebutuhan bagi produktivitas program studi Manajemen Pendidikan Islam untuk terserap dalam dunia kerja. E.
Penutup
Keberadaan program studi Manajemen Pendidikan Islam dalam mengembangkan kurikulum berbasis KKNI sebagai upaya membenahi diri menghadapi tuntutan perkembangan pendidikan khususnya pendidikan tinggi. Program Studi Manajemen Pendidikan Islam ini mempunyai orientasi visi, misi, sasaran, dan tujuan yang diharapkan tidak hanya mampu memberikan output yang sesuai dengan standar akademik yang ditentukan, tetapi juga mampu memenuhi kualifikasi pasar kerja yang kelak akan memanfaatkan output itu, baik di kalangan internal maupun eksternal. Hal ini dikarenakan penyediaan tenaga kependidikan yang memenuhi kualifikasi pasar merupakan persoalan tersendiri. Oleh karena itu, lulusan Prodi Manajemen Pendidikan Islam diproyeksikan menghasilkan sarjana Pendidikan Islam yang profesional di bidang Manajemen Pendidikan Islam denga memiliki kemampuan untuk mengamati, menelaah, menganalisis dan memecahkan pnermasalahan-permasalahan dalam pendidikan Islam.
Priatna,
Tedi. 2004. Reaktualisasi Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Sallis, Edward. 2012. Total Quality Management in Education Manajemen Mutu Pendidikan. Jogjakarta: IRCiSoD. Saputra, Edi. 2012. Hakikat Pendidikan Islam. (http://edimansure.blogspot.com/ 2012/10/mpi-manajemen-pendidikanislam.html) Diakses: 30 April 2014. William, N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Mufrodi. Islamic Higher Education Curriculum Based On Indonesia National Qualifications Framework (KKNI). (Conference Proceedings: Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS XII). Hikmat. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Kemendiknas, Kerangka Kualifikasi Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi.
Nasional Jenderal
Langgulung, Hasan. 2000. Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna. Mawahib, Khoiril. 2012. Arah Baru Pendidikan Islam, (http://oyil-5225.blogspot. com/2012/12/arahbaru-pendidikan-islam.html). Diakses: 30 April 2014. Muhaimin. 2003. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam. Bandung: Nuansa. Nata, Abudin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
47
PENGELOLAAN PENDIDIKAN ISLAM YANG EFEKTIF Buhari Luneto IAIN Sultan Amai Gorontalo ABSTRAK Pengelolaan madrasah efektif semuanya merujuk pada adanya organisasi madrasah yang sehat dengan melakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan dengan tingkat hasil belajar yang tinggi. Karakteristik madrasah efektif memandang madrasah sebagai suatu sistem yang mencakup banyak aspek baik input, proses, output maupun outcome serta tatanan yang ada dalam madrasah tersebut. Dimana berbagai aspek yang ada dapat memberikan dukungan satu sama lain untuk mencapai visi, misi dan tujuan, dari madrasah yang dikelola secara efektif dan efisien.
A.
Pendahuluan
Memasuki era kesejagatan, seluruh sendi kehidupan harus dipersiapkan dengan sebaikbaiknya. Hal itu untuk mengantisipasi persaingan yang semakin ketat dan permintaan akan jasa yang semakin berkualitas. Tak terkecuali pada lini pendidikan khususnya wadah formal yaitu madrasah. Tempat menimba ilmu ini hendaknya dikelola dengan efektif dan efisien agar dapat mengimbangi keadaan dan perkembangan zaman. Selain itu, multikrisis dan otonomi daerah juga termasuk ke dalam tantangan yang membutuhkan pengelolaan madrasah lebih dipersiapkan dengan matang. Hal lainnya yaitu permintaan masyarakat akan peningkatan kualitas pendidikan. Tidak boleh tidak, hal-hal tersebut hendaknya menjadi pusat perhatian pengelola madrasah untuk menjaga agar wadah penting pengelolaan pendidikan ini dapat memberikan jawaban akan tuntutan yang diinginkan. Untuk menjawab keseluruhan tantangan tersebut, maka madrasah/ madrasah hendaknya dikelola dengan berpedoman pada Standar Penge-lolaan Pendidikan seperti telah diatur dalam Permendiknas No 19 tahun 2007. Arah dari semua itu agar pengelolaan madrasah/ madrasah dapat dijalankan secara efektif dan efisien. Madrasah dapat dikatakan efektif apabila terdapat kesesuaian dan ketepatan antara tujuan dan pencapaiannya. Efektivitas tidak berarti menggam-barkan keseluruhan aspek yang ada, tetapi sebuah madrasah, mungkin “efektif sebagian” artinya madrasah efektif dalam mencapai satu atau lebih aspek tertentu, tetapi tidak efektif dalam pencapaian bidang yang lain. Mulyasa (2003:39) mengemukakan untuk dapat mengelola madrasah dengan efektif terdapat sedikitnya enam komponen yang perlu dikelola dengan baik yaitu: kurikulum dan program pengajaran, tenaga pendidik dan kependidikan, kesiswaan, keuangan/ pembiayaan, sarana prasarana pendidikan dan hubungan madrasah dengan masyarakat. Keenam komponen tersebut perlu dikelola dengan baik agar dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan madrasah. Pendapat yang sama dikemukakan Sodikin (2011:5) bahwa madrasah efektif yaitu madrasah
48
yang memiliki sistem pengelolaan yang baik, transparan dan akuntabel, serta mampu memberdayakan setiap komponen penting madrasah, baik secara internal maupun eksternal yaitu menyangkut kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, kesiswaan, sarana dan prasarana, keuangan dan hubungan dengan masya-rakat dalam rangka pencapaian visi-misi-tujuan madra-sah secara efektif dan efesien. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengelolaan madrasah efektif tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagai pedoman dalam mengelola madrasah yang efektif, maka harus memperhatikan komponen yang mempengaruhi pengelolaan madrasah tersebut yang oleh peneliti disingkat dengan “6P” yaitu: pengelolaan kurikulum, pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan, pengelolaan keuangan/pembiayaan, pengelolaan sarana prasarana pendidikan, pengelolaan kesiswaan, dan pengelolaan hubungan madrasah dengan masyarakat. Keenam komponen pengelolaan madrasah tersebut perlu dikelola oleh madrasah dengan efektif. Mengingat kenyataan di lapangan tidak semua madrasah mampu mengelola madrasahnya dengan efektif, karena setiap madrasah dalam mengelola kurikulum memiliki strategi yang berbeda, tenaga pendidik dan staf yang ada di setiap madrasah mempunyai kemampuan dan karakteristik yang berbeda, dalam mengelola pembiayaan setiap madrasah memiliki kebutuhan yang berbeda pula, demikian halnya dengan sarana dan prasarana setiap madrasah memiliki sarana prasarana yang berbeda ada yang memadai dan ada juga yang belum memadai. B.
Pelaksanaan Pendidikan Islam di Madrasah
Di Indonesia kita kenal, berbagai bentuk dan jenis pendidikan Islam, seperti Pondok Pesantren, Madrasah, Madrasah Umum bercirikan Islam, Perguruan Tinggi Islam dan jenis-jenis pendidikan Islam luar madrasah, seperti Taman Pendidikan al-Qur’an (TPA), Pesantrenisasi dan sebagainya. Kese-muanya itu, sesungguhnya merupakan aset dan salah satu dari konfigurasi sistem pendidikan nasional Indonesia. Keberadaan lembaga-lembaga pendidikan tersebut, sebagai
khasanah pendidikan dan diharapkan dapat membangun dan memberdayakan umat Islam di Indonesia secara optimal. Keberadaan madrasah sendiri dalam tradisi pendidikan Islam, merupakan ujung tombak penyeleng-garaan sistem pendidikan nasional. Hal ini terbukti dengan semakin bertambah jumlah dan kokohnya keberadaan lembaga pendidikan Islam, artinya masuknya pendidikan agama/madrasah ke dalam mainstream pendidikan nasional, misalnya pada pendidikan tingkat madrasah sekarang ini, sejak ibtidaiyah sampai aliyah sudah mengikuti kurikulum nasional. Namun pada kenyataannya tantangan yang dihadapi pendidikan Islam tetap saja kompleks dan berat, karena dunia pendidikan Islam juga dituntut untuk memberikan konstribusi bagi kemoderenan dan tendensi globalisasi, sehingga mau tidak mau pendidikan Islam dituntut menyusun langkah-langkah perubahan yang mendasar, menuntut terjadinya diversifikasi dan diferensiasi keilmuan dan atau mencari pendidikan alternatif 1 yang inovatif. Dari uraian di atas, menegaskan bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam harus mendesain model-model pendidikan alternatif yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan sekarang ini. Muncul pertanyaan model-model pendidikan Islam yang bagaimana? Yang diharapkan dapat menghadapi dan menjawab tantangan perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat baik sosial maupun kultural menuju masyarakat Indonesia baru. Untuk menjawab pertanyaan ini, meminjam prinsip hakekat pendidikan Islam yang digunakan Hasim Amir, yang menge-mukakan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang idealistik, yakni pendidikan yang integralistik, humanistik, pragmatik dan 2 berakar pada budaya kuat. Tawaran Hasim Amir ini, yang dikutip A. Malik Fadjar, dapat digunakan sebagai konsep pendidikan Islam dalam menghadapi perubahan masyarakat Indonesia, yaitu: Pertama, pendidikan integralistik, merupakan model pendidikan yang diorientasikan pada komponen-komponen kehidupan yang meliputi: Pendidikan yang berorientasi pada rabbaniyah (Ketuhanan), insaniyah (kemanusiaan) dan alamiyah (alam pada umumnya), sebagai suatu yang integralistik bagi perwujudan kehidupan yang baik dan untuk mewujudkan rahmatan lil ‘alamin, serta pendidikan yang menggap manusia sebagai sebuah pribadi jasmani-rohani, intelektual, perasaan dan individualsosial. Pendidikan integralistik diharapkan dapat menghasilkan manusia (peserta didik) yang memiliki integritas tinggi, yang dapat bersyukur dan menyatu dengan kehendak Tuhannya, menyatu dengan dirinya sendiri sehingga tidak 1
Hamdani, Dasar-Dasar Kependidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011).,h.134. 2 Azra, Azyumardi, “Pendidikan Agama Harus Rasional dan Toleran”, http:// islamlib.com/azra3.html,6/27/2013, Akses tanggal 23 Pebruari 2014.
memiliki kepribadian belah atau kepribadian mendua, menyatu dengan masyarakat sehingga dapat menghilangkan disintegrasi sosial, dan dapat menyatu dengan alam sehingga tidak membuat kerusakan, tetapi menjaga, memlihara dan memberdayakan serta mengoptimalkan potensi alam sesuai 3 kebutuhan manusia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konsep pendidikan Islam adalah pendidikan yang bersumber dari konsep Ketuhanan (Teosentris), artinya pendidikan Islam harus berkembang dan dikembangkan berdasarkan teologi tersebut. Konsep kemanusiaan, artinya dengan konsep ini dapat dikembangnya antropologi dan sosiologi pendidikan Islam, dan konsep alam dapat dikembangkannya konsep pendidikan kosmologi dan ketiga konsep ini harus dikembangkan seimbang dan integratif. Kedua, pendidikan yang humanistik, merupakan model pendidikan yang berorientasi dan memandang manusia sebagai manusia (humanisasi), yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrahnya. Maka manusia sebagai makhluk hidup, ia harus mampu melangsungkan, mempertahankan, dan mengem-bangkan hidupnya. Maka posisi pendidikan dapat membangun proses humanisasi, artinya menghargai hak-hak asasi manusia, seperti hak untuk berlaku dan diperlakukan dengan adil, hak untuk menyuarakan kebenaran, hak untuk berbuat kasih sayang, dan lain sebagainya. Pendidikan humanistik, diharapkan dapat mengembalikan peran dan fungsi manusia yaitu mengembalikan manusia kepada fitrahnya sebagai sebaik-baik makhluk (khairu ummah). Maka, manusia “yang manusiawi” yang dihasilkan oleh pendidikan yang humanistik diharapkan dapat mengembangkan dan membentuk manusia berpikir, berasa dan berkemauan dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang dapat mengganti sifat individualistik, egoistik, egosentrik dengan sifat kasih sayang kepada sesama manusia, sifat menghormati dan dihormati, sifat ingin memberi dan menerima, sifat saling menolong, sifat ingin mencari kesamaan, sifat menghargai hak-hak asasi manusia, sifat menghargai perbedaan dan sebagainya. Ketiga, pendidikan pragmatik adalah pendi-dikan yang memandang manusia sebagai makhluk hidup yang selalu membutuhkan sesuatu untuk melangsungkan, mempertahankan dan mengem-bangkan hidupnya baik bersifat jasmani maupun rohani, seperti berpikir, merasa, aktualisasi diri, keadilan, dan kebutuhan spritual ilahiyah. Dengan demikian, model pendidikan dengan pendekatan pragmatik diharapkan dapat mencetak manusia pragmatik yang sadar akan kebutuhankebutuhan hidupnya, peka terhadap masalahmasalah sosial kemanausiaan dan dapat membedakan manusia dari kondisi dan siatuasi yang tidak manusiawi.
3
Fadjar, A. Malik, Reformasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia, 1999), h.73-74.
49
Keempat, pendidikan yang berakar pada budaya, yaitu pendidikan yang tidak meninggalkan akar-akar sejarah, baik sejarah kemanusiaan pada umumnya maupun sejarah kebudayaan suatu bangsa, kelompok etnis, atau suatu masyarakat tertentu. Maka dengan model pendidikan yang berakar pada budaya, diharapkan dapat membentuk manusia yang mempunyai kepribadian, harga diri, percaya pada diri sendiri, dan membangun peradaban berdasarkan budaya sendiri yang akan menjadi warisan monumental dari nenek moyangnya dan bukan budaya bangsa lain. Tetapi dalam hal ini bukan berarti kita menjadi orang yang anti kemodernan, perubahan, reformasi dan menolak begitu saja arus transformasi budaya dari luar tanpa melakukan seleksi dan alasan yang kuat. Selanjutnya, dari keempat model yang dikemukakan di atas, dapat ditarik lagi pada disain model pendidikan Islam yang lebih operasional, yaitu: Pertama, mendesain model pendidikan umum Islami yang handal dan mampu bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain. Dengan demikian, visi, misi dan tujuan pendidikan, kurikulum dan materi pembelajaran, metode pembelajaran, manajmen pendi-dikan, organisasi dan sumber daya pendidikan (guru dan tenaga administrasi) harus disesukan dengan kebutuhan serta sesuai misi, visi dan tujuan pendidikan tersebut. Model pendidikan umum Islami, kurikulumnya bersifat integratif antara materi-materi pendidikan umum dan agama, sehingga mampu mempersiapkan intelektual Islam yang berfikir secara komprehensif. Atau meminjam istilah Fazlur Rahman, yaitu model pendidikan sekuler modern dan mengisinya dengan konsepkonsep Islam, untuk melahirkan intelektualisme muslim yang tangguh, walaupun Ahmad Syafii Maarif, menolah hal ini yaitu kita tidak perlu berteriak 4 untuk mengislamkan ilmu modern. Kedua, model pendidikan Islam yang tetap mengkhususkan pada desain “pendidikan keagamaan” seperti sekarang ini. Artinya, harus mendesain ulang model “pendidikan Islam” yang berkualitas dan bermutu, yaitu: a) dengan merumuskan visi dan misi serta tujuan yang jelas, b) kurikulum dan materi pembelajaran diorientasikan pada kebutuhan peserta didik dan kebutuhan masyarakat untuk dapat menjawab tantangan perubahan, c) metode pembelajaran diorientasikan pada upaya pemecahan kasus (problem solving) dan bukan dominasi ceramah, d) manajemen pendidikan diorientasi pada manajemen berbasis madrasah, e) organisasi dan sumber daya guru yang memiliki kompetensi dan profesional dalam bidangnya masing-masing. Maka pendidikan Islam akan mampu bersaing dengan mampu mempersiapkan dan melahirkan mujtahid-mujtahid yang tangguh, berkualitas dan berkaliber dunia dalam bidangnya sehingga mampu menjawab persoalan-persoalan aktual atau kontemporer sesuai dengan kebutuhan 4
h.74.
50
Fadjar, A. Malik, Reformasi Pendidikan Islam.,
perubahan zaman. Desain model pendidikan seperti ini, harus secara “selektif menerima” pendidikan produk barat, berarti harus mendisain model pendidikan yang betul-betul sesuai dengan konsep dasar Islam dan sesuai dengan lingkungan sosial5 budaya Indonesia. Ketiga, model pendidikan agama Islam tidak dilaksanakan di madrasah-madrasah formal tetapi dilaksanakan di luar madrasah. Artinya pendidikan agama dilaksanakan di rumah atau lingkungan keluarga, mesjid dan lingkungan masyarakat (tempat-tempat pengajian dan Masjid) dalam bentuk kursur-kursus, kajian-kajian keagamaan, keterampilan beribadah dan sebagainya. Pendidikan agama akan menjadi tanggungjawab orang tua dan masyarakat atau meminjam konsep Yahya Muhaimin yang dikemukakan terdahulu bahwa pendidikan berbasis keluarga (family-based education) dan pendidikan berbasis pada masyarakat (community-based education). Pendidikan Islam, dapat ditanamkan dan disosialisasikan secara intensif melalui basis-basis tersebut, sehingga pendidikan agama sudah menjadi kebutuhan dalam pribadi peserta didik. Maka dalam proses belajar mengajar di madrasah pendidikan agama telah menjadi kebutuhan dan perilaku (afektif dan psikomotorik) yang aktual, bukan lagi berupa pengetahuan yang dihafal (kognitif) dan diujikan 6 secara kognitif pula. Keempat model pendidikan Islam yang dikemukakan di atas merupakan tawaran desain dan model pendidikan Islam yang perlu diupayakan untuk membangun paradigma pendidikan Islam dalam menghadapi perkembangan perubahan zaman modern dan memasuki masyarakat madani Indonesia. Kecenderungan perkembangan semacam, dalam upaya mengantisipasi perubahan zaman dan merupakan hal yang wajar-wajar saja. Sebab kondisi masyarakat sekarang ini lebih bersifat praktispragmatis dalam hal aspirasi dan harapan terhadap pendidikan, sehingga pendidikan tidak statis atau hanya berjalan di tempat dalam menatap persoalanpersoalan yang dihadapi pada era masyarakat modern dan masyarakat global. Dengan demikian, apapun model pendidikan Islam yang ditawarkan dalam masyarakat Indonesia, pada dasarnya harus berfungsi untuk memberikan kaitan antara peserta didik dengan nilai-nilai ilahiyah, pengetahuan dan keterampilan, nilai-nilai demokrasi, masyarakat dan lingkungan sosiokulturalnya yang terus berubah dengan cepat. C.
Ciri Khas Pendidikan Islam di Madrasah
Madrasah merupakan salah satu lembaga madrasah yang di dalamnya termuat Kurikulum dalam bidang agama Islam. Madrasah adalah satuan pendidikan formal di bawah Menteri Agama yang
h.74.
5
Fadjar, A. Malik, Reformasi Pendidikan Islam.,
6
Ibid., h.74-75.
meliputi Raudhatul Athfal, Madrasah lbtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. Secara kultural, madrasah memiliki konotasi spesifik. Pada lembaga ini diajarkan hal ihwal pengetahuan agama sehingga dalam pemakaiannya kata madrasah lebih dikenal sebagai madrasah agama. Madrasah di Indonesia dapat dianggap sebagai perkembangan lanjut dari kelembagaan 7 pendidikan pesantren dan surau. Ciri khas madrasah diartikan sebagai keseluruhan kegiatan kependidikan di madrasah yang karena keberadaan dan pengalaman historisnya memiliki ciri dan karakter yang diwarisi oleh nilai-nilai keislaman. Hal ini sangat beralasan mengingat aspek-aspek kurikulum yang ada menyajikan seluruhnya memasukan mata pelajaran agama Islam secara komprehensif dan terpadu (walaupun di madrasah-madrasah umum dipelajari juga mata pelajaran agama Islam tetapi tidak komprehensif dan mendalam) sementara di lembaga-lembaga pendidikan Islam kurikulum pendidikan agama Islam menjadi kosentrasi dan titik 8 tekan. Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya mempunyai empat latar belakang, yaitu: a) Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam; b) Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren kearah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan madrasah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah; c) Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada barat sebagai sistem pendidikan mereka; d) Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari 9 hasil akulturasi. Madrasah merupakan suatu lembaga pendidikan yang bercirikan Islam yang didirikan karena adanya respon dan tuntutan masyarakat yang menghendaki untuk didirikannya suatu lembaga pendidikan Islam tersebut. Hal ini menjadi tuntutan, karena pendidikan Islam merupakan kebutuhan yang mendasar dan sangat penting bagi masyarakat. Saat ini madrasah mulai melakukan pengembanganpengem-bangan di berbagai bidang dan sarana prasarana yang bertujuan untuk menjadi sebuah madrasah yang berkualitas dengan menerapkan model pendidikan yang selalu berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Hal ini memang sejalan dengan kebutuhan masyarakat yang menginginkan model pendidikan yang mampu menjawab persoalan mereka. 7
Hamdani, Dasar-Dasar Kependidikan.,h.138. Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, (Bandung: Refika Aditama, 2008), h. 71-72. 9 Abdul Mujib dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 241. 8
D.
Perbandingan Madrasah Efektif dan Tidak Efektif
Tidak semua madrasah yang memiliki kelengkapan semua komponen sistem dikatakan efektif. Mengetahui cara-cara meningkatkan keefektifan organisasi, kelompok, dan individu merupakan tugas utama manajemen. Oleh karena itu aspek yang paling penting dari keefektifannya madrasah yang perlu diketahui adalah karakteristik dan indikator untuk menilai madrasah efektif. Menurut Umaedi, dkk (2008:51) karakteristik madrasah efektif hanya mungkin diwujudkan kalau pengelolaan madrasah tersebut menggunakan pendekatan MBS, dengan mementingkan prinsipprinsip dan dasar-dasar konsepnya, bukan sekedar namanya. Mengingat MBS menjadi suatu kerangka penting dalam pengelolaan madrasah yang memperoleh kewenangan serta tanggung jawab di dalam pengambilan keputusan dan pemanfaatan sumber daya pendidikan dari pusat. Pendapat ini menunjukkan MBS merupakan prasayarat bagi penerapan model madrasah efektif. Ada empat pendekatan yang secara umum dilakukan untuk memenuhi keefektifan organisasi, menurut Krakower dalam Sagala (2006:69) yaitu: (1) keefektifan yang dipusatkan pada hasil (goal achievement); (2) keefektifan yang penekanannya pada spesifikasi prosedur pengembangan organisasi yang konsisten yang secara aktual terhadap kebutuhan yang dikelola oleh administrator (management processes); (3) keefektifan yang menggambarkan proses internal dengan mempertegas hubungan antarpersonel organisasi (organizational climate); dan (4) pendekatan yang memandang keefektifan sebagai keserasian hubungan di lingkungan organisasi maupun di luar organisasi (environmental adaptation). Penekanan keefektifan madrasah adalah pada proses belajar yang berlangsung secara aktif atau ada keterlibatan berbagai pihak terutama siswa dan guru sebagai subyek belajar. Namun demikian madrasah sebagai suatu lembaga pendidikan tidak hanya menghadapi siswa, tetapi juga sumber daya lain yang patut diperhatikan kebutuhannya, harapannya, dan aspirasinya. Pemikiran bahwa “siswa adalah segala-galanya” sangat pantas dikembangkan, tetapi dalam praktik manajemen tidak terlepas dari komponen-komponen yang membuat siswa menjadi segala-galanya. Usaha para personel perlu diakomodasi, direncanakan secara komprehensif dan strategis, serta dikembangkan karir dan kebutuhannya. Oleh karena itu uraian mengenai madrasah efektif harus memunculkan dimensi yang lain sebagai komponen penting yang turut menentukan keberhasilan madrasah efektif, yaitu pengaturan kelembagaan yang didasarkan pada prestasi dan kenyamanan staf, perhatian terhadap mutu, aspirasi dan dari staf, pengembangan budaya madrasah, dan manajemen modern yang didasarkan pada share, care, dan fair.
51
Bertitik tolak dari fenomena yang multidimensional ini, dapat dikatakan bahwa kriteria organisasi madrasah yang efektif sedemikian beragam dan keefektifan merupakan suatu fonemena dengan banyak segi. Oleh karena itu madrasah perlu memaksimalkan keefektifannya sesuai dengan maksud keefektifan itu sendiri. Penelitian yang mendalam tentang karakteristik keefektifan itu telah dilakukan di mancanegara seperti di Amerika Serikat, antara lain dilakukan oleh oleh Croghan (1983) dalam suatu penelitian tentang kemampuan kepala madrasah di Florida dan menyimpulkan bahwa kepala madrasah yang efektif adalah yang memiliki kompetensi, yang mampu menciptkan madrasah efektif. Hasil penelitian Ornstein dan Levine (1989) dalam Sagala (2006:71) merumuskan karakterik efektifitas madrasah yang meliputi tujuh hal, yaitu: (1) lingkungan yang aman dan teratur yang mendukung proses belajar; (2) misi dan komitmen kerjasama staf madrasah yang jelas; (3) karakteristik kepemimpinan instruksional yang lugas oleh kepala madrasah; (4) iklim yang mendukung bagi murid untuk mencapai ketrampilan yang tinggi; (5) perencanaan dan pelaksanaan yang dapat memberikan hasil belajar siswa; (6) melakukan pemantauan atas kemajuan belajar siswa dan memperbaiki instruksional; (7) hubungan madrasah dan keluarga yang positif yaitu orang tua memainkan peranan yang penting untuk mendukung misi dasar madrasah dalam membantu pencapaian tujuan madrasah. Hasil penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan Glendale Union High School (GUHS), Taylor (Komariah & Triatna, 2011:37) telah memposisikan komponen-komponen lain sebagai sebagai komponen yang kepentingannya sejajar dengan kepentingan lulusan. Hal demikian terjadi karena madrasah efektif adalah madrasah yang seluruh komponennya mencapai tujuan secara optimal, bukan hanya pada prestasi siswa tetapi juga pada prestasi madrasah. Penelitian yang dilakukan di GUHS tersebut menunjukkan bahwa lulusan merupakan salah satu aspek dari ciri madrasah efektif. Aspek-aspek lain merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam mengelola lembaga madrasah yang tidak terlepas dari aspek guru, kepala madrasah, staf lain, kemitraan antara madrasah dengan masyarakat, tujuan pendidikan, program pendidikan atau kurikulum, pelaksanaan pembelajaran, monitoring pembelajaran, evaluasi belajar, iklim madrasah, dan daya dukung sumber daya lain, seperti saranaprasarana, alat,media, dan sumber belajar (Komariah & Triatna, 2011:37). Sejalan dengan sejumlah karakteristik keefek-tifan tersebut para ahli sepakat bahwa keefektifan merupakan konsep yang multidimensional. Melalui hasil penelitiannya, Sergiovanni yang dikutip Sagala (2006:72) tentang beberapa kriteria dan penggunaan pengukuran keefektifan dapat diambil intisari penekanannya pada dedikasi guru
52
yang tinggi, kepemimpinan kepala madrasah yang kuat, harapan-harapan bagi siswa dan staf, pemantauan kemajuan siswa secara konsisten, iklim belajar yang positif dan kondusif, kesempatan yang cukup untuk belajar, dan keterlibatan orang tua serta masyarakat yang memadai dalam program madrasah. Semua unsur tersebut saling berinteraksi yang muaranya pada pelayanan belajar yang berkualitas ditandai dari kepuasaan siswa dan orang tua siswa akan mutu yang diperolehnya. Secara filosifis, madrasah yang efektif dapat dicapai oleh setiap madrasah karena diasumsikan bahwa semua siswa pada dasarnya dapat mempelajari mata pelajaran yang ditetapkan. Hal ini pasti dapat diwujudkan oleh madrasah jika model dan implementasi pengajaran dilaksanakan dengan baik dan tepat. Dalam manajemen madrasah,iklim organisasi madrasah berpengaruh terhadap hasil pengajaran karena kondisi fisik dan fasilitas madrasah yang baik akan membangun iklim madrasah yang baik pula. Sementara cara kerja dan gaya kepemimpinan kepala madrasah akan menentukan keseluruhan suasana kerjadi madrasah. Dengan demikian, dapat ditarik gambaran bahwa keefektifan tiap-tiap madrasah akan sangat tergantung pada sistem pemerintahan di lingkungan madrasah itu, Sumber daya manusia pengelola pendidikan yang memenuhi persyaratan profesional kependidikan, dukungan masyarakat sekitar madrasah, sarana maupun prasarana madrasah, dan kelengkapan madrasah itu sendiri. Taylor (Komariah & Triatna, 2011:37) percaya penekanan yang terlalu berlebihan pada karakteristik madrasah yang efektif juga akan memberikan konsepsi yang sempit dan kaku, yang pada akhirnya dapat menghapuskan hal-hal yang penting. Oleh karena itu strategi keefektifan madrasah harus didefinisikan secara cermat dalam bentuk konsep, dan diimplementasikan secara lugas dalam program belajar dengan aturan yang lebih luwes tetapi konsisten sehingga ada model pemecahan masalah sintesa pengetahuan, evaluasi, dan pemikiran kritis untuk menyusun dan menerapkan strategi berikutnya. Pertanyaanpertanyaan keefektifan madrasah ini masih ada dan banyak, seperti apa keuntungannya, bagaimana mengatasi berbagai macam problematika, dan bagaimana menanggulangi masalah biaya pada madrasah efektif. Menurut Sagala (2006:76) ada beberapa faktor yang turut membentuk madrasah efektif yaitu: (1) Lingkungan strategis. Keterlibatan secara sinergis kelompok informal, kebutuhan individu, dan tujuan birokrasi secara bersama-sama supaya dapat berperan optimal sehingga terwujud stabilitas staf yang ditandai suasana hubungan antar manusia (organizational climate); (2) Harapan. Harapan yang tinggi dari keefektifan pengajaran oleh para pengajar dengan penggunaan waktu yang efektif dan pengembangan staf lembaga pendidikan yang memadai haruslah memperhatikan kondisi fasilitas fisik yang ada; (3) Iklim Madrasah. Iklim madrasah
yang baik teratur pada orientasi kerja, tenang, berorientasi kerja pendidikan, terpelihara dan tercapainya hasil akademik, serta melakukan pemantauan secara rutin terhadap kemajuan aktivitas personel maupunkemajuan belajar siswa; (4) Peran Pemerintah. Adanya dukungan pemerintah pusat kaitannya dengan standarisasi, dukungan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota kaitannya dengan fasilitas, dan adanya dukungan orang tua yang cukup. Deskripsi berbagai teori mengenai karakteristik madrasah efektif secara lebih terinci diantaranya dikemukakan David A. Squires, et.al (1983) dalam Nurwana (2011:4) berhasil merumuskan ciri-ciri madrasah efektif yaitu: (1) adanya standar disiplin yang berlaku bagi kepala madrasah, guru, siswa, dan karyawan di madrasah; (2) memiliki suatu keteraturan dalam rutinitas kegiatan di kelas; (3) mempunyai standar prestasi madrasah yang sangat tinggi; (4) siswa diharapkan mampu mencapai tujuan yang telah direncanakan; (5) siswa diharapkan lulus dengan menguasai pengetahuan akademik; (6) adanya penghargaan bagi siswa yang berprestasi; (7) siswa berpendapat kerja keras lebih penting dari pada faktor keberuntungan dalam meraih prestasi; (8) para siswa diharapkan mempunyai tanggungjawab yang diakui secara umum; dan (9) kepala madrasah mempunyai program inservice, pengawasan, supervisi, serta menyediakan waktu untuk membuat rencana bersama-sama dengan para guru dan memungkinkan adanya umpan balik demi keberhasilan prestasi akademiknya. Selanjutnya menurut Tola & Furqon (Suharsaputra, 2010:67) karakteristik madrasah efektif adalah: (1) tujuan madrasah dinyatakan secara jelas dan spesifik, (2) pelaksanaan kepemimpinan pendidikan yang kuat oleh kepala madrasah, (3) ekspektasi guru dan staf tinggi, (4) adanya kerjasama kemitraan antara madrasah, orang tua dan masyarakat, (5) adanya iklim positif dan kondusif bagi siswa untuk belajar, (6) kemajuan siswa sering dimonitor, (7) menekankan kepada keberhasilan siswa dalam mencapai keterampilan aktifitas yang esensial, (8) komitmen yang tinggi dari SDM madrasah terhadap program pendidikan. Pendapat ini menunjukkan bahwa keefektifan madrasah mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aspek-aspek perilaku organisasi yang terdiri dari kepala madrasah, guru, siswa, dan personel madrasah lainnya. Sedangkan Jaap Scheerens dalam Nurwana (2011:4) menyatakan bahwa madrasah efektif mempunyai lima karakteristik penting yaitu; (1) kepemimpinan yang kuat; (2) penekanan pada pencapaian kemampuan dasar; (3) adanya lingkungan yang nyaman; (4) harapan yang tinggi pada prestasi siswa; (5) dan penilaian secara rutin mengenai program yang dibuat siswa. Sementara Edmons (1979) dalam Nurwana (2011:5) menyebutkan bahwa ada lima karakteristik madrasah efektif yaitu: (1) kepemimpinan dan perha-
tian kepala madrasah terhadap kualitas pengajaran, (2) pemahaman yang mendalam terhadap pengajaran, (3) iklim yang nyaman dan tertib bagi berlangsungnya pengajaran dan pembelajaran, (4) harapan bahwa semua siswa minimal akan menguasai ilmu pengetahuan tertentu, dan (5) penilaian siswa yang didasarkan pada hasil pengukuran hasil belajar siswa. Pengetahuan lain mengenai madrasah efektif memiliki karakteristik yaitu: (1) mampu mendemontrasikan kebolehannya mengenai seperangkat kriteria ; (2) menetapkan sasaran yang jelas dan upaya untuk mencapainya; (3) adanya kepemimpinan yang kuat ; (4) adanya hubungan yang baik antara madrasah dengan orangtua siswa; dan (5) pengembangan staf dan iklim madrasah yang kondusif untuk belajar (Nurwana, 2011:5). Tinjauan yang lebih komprehensif mengenai madrasah efektif dilakukan oleh Edward Heneveld (1992) dalam Nurwana (2011:5) yang mengungkapkan serangkaian indikator berupa 16 faktor yang berkenaan dengan madrasah efektif yaitu : (1) dukungan orangtua siswa dan lingkungan, (2) dukungan yang efektif dari sistem pendidikan, (3) dukungan materi yang cukup, (4) kepemimpinan yang efektif, (5) pengajaran yang baik, (6) fleksibilitas dan otonomi, (7) waktu yang cukup di madrasah, (8) harapan yang tinggi dari siswa, (9) sikap yang positif dari para guru, (10) peraturan dan disiplin, (11) kurikulum yang terorganisir, (12) adanya penghargaan dan insentif, (13) waktu pembelajaran yang cukup, (14) variasi strategi pengajaran, (15) frekuensi pekerjaan rumah, dan (16) adanya penilaian dan umpan balik sesering mungkin. Begitu banyak ciri-ciri madrasah efektif sebagaimana dikemukakan di atas yang semuanya merujuk pada adanya organisasi madrasah yang sehat dengan melakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan dengan tingkat hasil belajar yang tinggi. Karakteristik madrasah efektif memandang madrasah sebagai suatu sistem yang mencakup banyak aspek baik input, proses, output maupun outcome serta tatanan yang ada dalam madrasah tersebut. Dimana berbagai aspek yang ada dapat memberikan dukungan satu sama lain untuk mencapai visi, misi dan tujuan, dari madrasah yang dikelola secara efektif dan efisien. Berikut ini perbandingan madrasah efektif dan tidak efektif berdasarkan penelitian Wayan Koster dalam Nurwana (2011:8) madrasah efektif dan madrasah tidak efektif dapat dilihat dari indikator berikut. Tabel 1 Perbandingan Madrasah Efektif dan Tidak Efektif No 1
Madrasah Efektif
Madrasah Tidak Efektif
Luas gedung hanya Luas gedung 2 2 mencapai 3.564 m 1.543 m
53
2
Luas laboratorium 2 115,6 m
Luas laboratorium 2 mencapai 75,3 m
3
Luas perpustakaan 2 112,3 m
luas perpustakaan 2 madrasah 67,1 m
4
Banyak ruangan kelas belajar mencapai 23 ruangan
Banyak ruangan kelas hanya 12 ruangan
5
Jumlah dana operasional pertahun yaitu Rp. 985.000.000
Jumlah dana operasional pertahun yaitu Rp. 345.000.000
6
Jumlah siswa per kelas 54 orang siswa
Jumlah siswa per kelas 38 orang siswa
7
Besar dana per siswa (unit cost) Rp. 797.571 pertahun
Besar dana per siswa (unit cost) Rp. 766.667 petahun
8
Pengalaman mengajar guru 18,3 tahun
Pengalaman mengajar guru 12,1 tahun
9
Jumlah jam belajar siswa di rumah per minggu di madrasah efektif lebih banyak daripada di madrasah tidak efektif yaitu 17,5 jam
Jumlah jam belajar siswa di rumah per minggu berbanding 14,3 jam per minggu
10
Rata-rata pendidikan orangtua siswa di madrasah efektif adalah sarjana; dan penghasilan orangtua siswa di madrasah efektif jauh lebih tinggi daripada di madrasah tidak efektif yaitu Rp. 2.750.345 per bulan
Sedangkan di madrasah tidak efektif adalah sarjana muda dan penghasilan orangtua siswa berbanding Rp. 985.435 per bulan
Luas gedung, luas laboratorium, dan luas perpustakaan madrasah efektif ternyata lebih lebar daripada madrasah tidak efektif. Hal ini terlihat dari rata-rata luas gedung madrasah efektif yang 2 mencapai 3.564 m dan luas gedung madrasah tidak 2 efektif hanya 1.543 m , luas laboratorium madrasah 2 efektif mencapai 115,6 m dan madrasah tidak efektif 2 hanya 75,3 m , luas perpustakaan madrasah efektif
54
2
mencapai 112,3 m dan madrasah tidak efektif hanya 2 67,1 m . Banyak ruangan kelas belajar di madrasah efektif mencapai 23 ruangan yang hampir dua kali lipat daripada banyak ruangan kelas di madrasah tidak efektif yang hanya 12 ruangan. Jumlah dana operasional pertahun di madrasah efektif ternyata jauh lebih banyak (hampir mencapai tiga kali lipat) daripada madrasah tidak efektif yaitu Rp. 985.000.000 berbanding Rp. 345.000.000. Jumlah siswa per kelas di madrasah efektif ternyata juga lebih banyak daripada di madrasah tidak efektif yaitu 54 orang sisiwa berbanding 38 orang siswa. Demikian halnya besar dana per siswa (unit cost) di madrasah efektif ternyata lebih tinggi daripada di madrasah tidak efektif yaitu Rp. 797.571 berbanding Rp. 766.667 per tahun. Data ini menunjukkan bahwa ditinjau dari segi keberadaan sarana prasarana ternyata di madrasah efektif jauh lebih memadai daripada di madrasah tidak efektif. Ditinjau dari segi karakteristik guru ternyata ada perbedaan yang cukup menonjol antara madrasah efektif dengan madrasah tidak efektif. Hal ini terlihat dari umur guru di madrasah efektif lebih tua daripada madrasah tidak efektif yaitu 48 tahun berbanding 42 tahun; pengalaman mengajar guru di madrasah efektif lebih lama daripada madrasah tidak efektif yaitu 18,3 tahun berbanding 12,1 tahun. Sejalan dengan pengalaman tersebut besar gaji guru pertahun di madrasah efektif lebih tinggi daripada di madrasah tidak efektif yaitu Rp. 7.574.435 ( = Rp. 631.000 per bulan) berbanding Rp. 6.251.345 (= Rp. 521.000 per bulan). Tetapi dari segi pendidikan terakhir guru ternyata sama saja yaitu sarjana atau setingkat sarjana baik untuk madrasah efektif maupun di madrasah tidak efektif. Dengan demikian, bila ditinjau dari segi pengalaman dan umur guru ternyata kualifikasi guru di madrasah efektif lebih baik daripada di madrasah tidak efektif, sebab dengan umur dan pengalaman mengajar yang lebih tinggi berarti kemampuan guru dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar menjadi lebih baik. Karakteristik siswa di madrasah efektif ternyata lebih baik daripada di madrasah tidak efektif. Hal ini terlihat dari jumlah jam belajar siswa di rumah per minggu di madrasah efektif lebih banyak daripada di madrasah tidak efektif yaitu 17,5 jam berbanding 14,3 jam per minggu, jumlah jam les tambahan 5 jam berbanding 3,1 jam per minggu; rata-rata pendidikan orangtua siswa di madrasah efektif adalah sarjana sedangkan di madrasah tidak efektif adalah sarjana muda; dan penghasilan orangtua siswa di madrasah efektif jauh lebih tinggi daripada di madrasah tidak efektif yaitu Rp. 2.750.345 berbanding Rp. 985.435 per bulan. Data ini memberikan gambaran umum bahwa ditinjau dari segi akses untuk memperoleh pengetahuan ternyata para siswa di madrasah efektif jauh lebih luas dariapada di madrasah tidak efektif. E.
Pengelolaan Madrasah yang Efektif
Pengelolan merupakan komponen yang terdiri dari beberapa unsur yaitu planning, organizing, actuiting, controling dan evaluating. Unsur tersebut merupakan unsur yang tercakup dalam majamen secara umum baik pada organisasi profit maupun organisasi non profit. Demikian halnya dalam konteks pengelolaan di lingkungan madrasah, tetap mencakup keempat hal tersebut. Keberhasilan pengelolaan madrasah akan menentukan keberhasilan pendidikan mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Fattah, 2008:7). Menurut Mulyasa (2003:39) dalam pengelolaan madrasah efektif komponen yang perlu dikelola dengan baik agar dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan madrasah adalah terdiri dari kurikulum dan program pengajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, keua-ngan, sarana dan prasarana pendidikan dan hubungan antara madrasah dengan masyarakat. 1. Pengelolaan Kurikulum dan Program Pengajaran Pengelolaan kurikulum adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk memudahkan pengelola pendidikan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang di awali dari tahap perencanaan dan di akhiri dengan evaluasi program, agar kegiatan belajar mengajar dapat terarah dengan baik. Sama halnya dengan pendapat Suryosubroto (2007:42) bahwa manajemen kurikulum adalah kegiatan yang dititikberatkan kepada usaha-usaha pembinaan situasi belajar mengajar di madrasah agar selalu terjamin kelancarannya. Ada empat standar yang harus dinyatakan dalam kurikulum, yaitu standar isi, standar proses, standar lulusan, dan standar penilaian pendidikan standar isi merupakan ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan standar penilain pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrument penilain hasil belajar peserta didik. Maka kurikulum merupakan bagian terbesar dari input madrasah yang paling banyak mendapatkan perhatian dalam upaya peningkatan mutu madrasah karena dari kurikulumlah perubahan kemampuan, keterampilan dan sikap dari peserta didik direncanakan (Muhaimmin, dkk, 2008:1415).
2. Pengelolaan Tenaga Kependidikan (Pengelolaan Sumber Daya) Menurut Mulyasa (2003:42) bahwa pengelo-laan tenaga kependidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal dengan memotivasi serta membantu memaksimalkan perkembangan karier serta menyelaraskan tujuan individu dan organisasi. Mengacu pada PPRI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 1 ayat 7 bahwa standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Adapun, administrasi standar pendidik dan tenaga kependidikan meliputi kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan. 3. Pengelolaan Kesiswaan Pengelolaan kesiswaan adalah bagian dari pengelolaan madrasah. Pengelolaan kesiswaan adalah merupakan kegiatan yang diarahkan untuk menata dan mengatur kegaitankegiatan yang berkaitan langsung dengan siswa atau peserta didik. Kegiatan pengelolaan siswa tidak hanya berbentuk pencatatan terhadap data peserta didik akan tetapi meliputi seluruh aspek yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan siswa. Sutisna (dikutip oleh: Mulyasa) mengemukakan beberapa tanggung jawab kepala madrasah dalam mengelola kesiswaan adalah sebagai berikut: (1) Kehadiran peserta didik di madrasah, (2) Penerimaan orientasi, klarifikasi penetapan kelas dan program studi, (3) Evaluasi dan pelaporan kemajuan peserta didik, (4) Program supervisi bagi peserta didik yang mempunyai kelainan seperti pengajaran, perbaikan, dan pengajaran luar biasa, (5) Pengendalian disiplin peserta didik , (6) Program bimbingan dan penyuluhan, (7) Program kesehatan dan keagamaan dan (8) Penyesuaian pribadi, sosial dan emosional (Mulyasa, 2006:46). 4. Pengelolaan Keuangan dan Pembiayaan Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Dalam konteks pengelolaan madrasah efektif dan mandiri, pihak madrasah perlu melakukan perencanaan, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerinah. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. (PPRI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 1 ayat 10). Pembiayaan pendidikan terdiri atas: biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal. Pelaksanaan ketiga hal tersebut diperlukan adanya proses merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan,
55
mengawasi, dan melaporkan kegiatan bidang keuangan agar tujuan madrasah dapat tercapai secara efektif dan efisien. 5. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Madrasah Ansar & Masaong (2007:141) pengelolaan fasilitas atau sarana dan prasarana madrasah seharusnya dilakukan oleh madrasah, mulai dari pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan, hingga pengembangan. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa madrasahlah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya, terutama fasilitas yang sangat erat kaitannya secara langsung dengan pembelajaran. Selama ini pengadaan fasilitas madrasah selalu didroping dari atas (pemerintah pusat/dinas) sehingga kadangkala tidak sesuai dengan yang dibuthkan terutama dalam hal pengadaan buku perpustakaan dan pengadaan/ renovasi ruang kelas baru (RKB). Dengan pemberian kewenangan ke madrasah, ternyata pihak madrasah lebih kreatif dan lebih mandiri dalam mengelola dan menambah dana sehingga prinsip swadana atau imbal swadaya berjalan dengan efektif. Sementara Depdiknas (2008:39) mengemukakan proses pengelolaan sarana prasarna meliputi lima hal, yaitu: (1) penentuan kebutuhan, (2) pengadaan, (3) pemakaian, (4) pengurusan dan pencatatan, (5) pertanggungjawaban. 6. Pengelolaan hubungan madrasah dengan masyarakat Menurut Wahab & Umiarso (2011:132) madrasah merupakan lembaga sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat lingkungannya. Begitu pula sebaliknya, masyarakat pun tidak dapat dipisahkan dari madrasah sebab keduanya memiliki kepentingan. Madrasah merupakan lembaga formal yang diserahi mandat untuk mendidik, melatih, dan membimbing anak didik bagi peranannya di masa depan, sementara masyarakat merupakan pengguna jasa pendidikan itu. Hubungan madrasah dengan masyarakat merupakan bentuk hubungan komunikasi ekstern yang dilaksanakan atas dasar kesamaan tanggung jawab dan tujuan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pengelolaan madrasah efektif tercapai apabila pengelolaan kurikulum, pengelolaan kesiswaan, ketenagaan, sarana dan prasarana, pengelolaan keuangan dapat dikelola dengan baik seta hubungan madrasah dengan masyarakat juga terjalin dengan baik dan harmonis. C. Penutup Madrasah hendaknya lebih memberdayakan setiap komponen penting madrasah dalam hal standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar penilaian dan standar pengelolaan dalam rangka pencapaian visi-misi-tujuan madrasah secara efektif dan efesien. Diharapkan madrasah perlu meningkatkan program peningkatan kompe-
56
tensi dan kualifikasi personal yang didukung sumber dana dalam RKAS, untuk setiap tahun secara berkesinambungan dan memiliki dan memanfaatkan sistem/instrumen penilaian kinerja pendidik dan tenaga kependidikan. Untuk peningkatan pengelolaan pembiayaan, diharapkan madrasah meningkatkan efektivitas pengalokasian anggaran, meningkatkan rata-rata Nilai kelulusan di atas standar kelulusan nasional, melakukan usaha untuk memiliki sumber dana, dan selalu memfasilitasi seluruh siswa memperoleh kesempatan belajar dengan dukungan beasiswa. Untuk peningkatan pengelolaan sarana dan prasarana, diharapkan semua sarana prasarana harus diinventarisasi secara periodik, artinya secara teratur dan tertib berdasarkan ketentuan atau pedoman yang berlaku. Untuk peningkatan pengelolaan kesiswaan, diharapkan madrasah harus senantiasa memperhatikan hak dan kewajiban siswa, seperti hak mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan mereka. Untuk peningkatan pengelolaan hubungan dengan masyarakat, diharapkan mengaktifkan semua warga madrasah untk mencari fakta yang bisa dijadikan dasar penetapan program kerja humas sehingga program kerja humas madrasah menjadi lebih efektif. DAFTAR PUSTAKA Ansar & Masaong, Abd. Kadim. 2007. Manajemen Berbasis Madrasah: Teori, Model dan Implementasi Di Madrasah Dasar. Gorontalo: Nurul Jannah. Asmani, Jamal Ma’Mur. 2012. Tips Aplikasi Manajemen Madrasah. Jogyakarta: Diva Press. Fattah,
Nanang. 2008. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hamalik, Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyasa, E. 2006. Manajemen Berbasis Madrasah, Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung, Remaja Rosdakarya. Nasution. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Rochaety, Eti, dkk. 2006. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sagala,
Syaiful. 2007. Manajemen Berbasis Madrasah dan Masyarakat. Jakarta: Nimas Multima.
Sallis, Edward. 2012. Total Quality Management In Education Manajemen Mutu Pendidikan. Jogjakarta: IRCisoD. Sugiono. 2006. Metode Penelitian Administratif. Bandung: Alfabeta.