Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
MENGEMBANGKAN SELF CONCEPT SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT Tina Sri Sumartini
Abstrak Dalam pembelajaran matematika, siswa masih kurang memiliki self concept yang positif. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengembangkan self concept siswa adalah model concept attainment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan self concept siswa setelah mendapatkan model pembelajaran concept attainment. Penelitian ini berbentuk one shot case study. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa di salah satu SMK di Kabupaten Garut. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dan diperoleh satu kelas sebagai sampel penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket self concept. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh kesimpulan bahwa interpretasi self concept siswa setelah mendapatkan model pembelajaran concept attainment termasuk dalam kategori baik. Kata Kunci: Model Concept Attainment, Self Concept. A. Latar Belakang Di Indonesia, pendidikan mendapat prioritas utama. Hal ini ditandai oleh usaha pemerintah dalam memberikan anggaran pendidikan sebanyak 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini mengacu pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Matematika merupakan bagian dari pendidikan dan dijadikan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah. Dalam Depdiknas (2006) butir ke lima disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika diharapkan peserta didik memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam mempelajari masalah, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa pembelajaran matematika menekankan pula dalam hal disposisi matematis, salah satunya self concept siswa. Self concept merupakan cara pandang seseorang terhadap dirinya, melihat kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, termasuk merencanakan visi dan misi hidup. Menurut Seifert dan Hoffnung ISSN 2086-4299
(Desmita, 2010: 163) self concept adalah suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang diri sendiri. Self concept merupakan landasan untuk dapat menyesuaikan diri dan terbentuk karena suatu proses umpan balik dari individu yang lain. Self concept bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir melainkan gambaran campuran yang diperoleh atas penilaian terhadap diri sendiri dan pandangan yang diberikan oleh orang lain. Dalam pembelajaran matematika, self concept sangat diperlukan untuk dapat menumbuhkan pandangan dan sikap positif dalam menyelesaikan soal matematika. Rahman (2010) menyebutkan beberapa self concept positif, diantaranya: bangga terhadap yang diperbuatnya, menunjukkan tingkah laku yang mandiri, mempunyai rasa tanggung jawab, mempunyai toleransi terhadap frustasi, antusias terhadap tugas-tugas yang menentang, dan merasa mampu mempengaruhi orang lain. Disebutkan pula self concept negatif, diantaranya: menghindar dari situasi yang menimbulkan kecemasan, merendahkan 1
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
kemampuan sendiri, merasakan bahwa orang lain tidak menghargainya, menyalahkan orang lain karena kelemahannya, mudah dipengaruhi orang lain, mudah frustasi, dan merasa tidak mampu. Dalam pembelajaran matematika, siswa sering merasa tidak percaya diri ketika mengerjakan soal apalagi ketika disuruh guru untuk mengerjakannya di depan kelas. Rasa tidak percaya diri tersebut mengakibatkan siswa mudah menyerah manakala ada soal yang dianggapnya sulit. Selain itu, rasa rendah diri muncul pada waktu guru meminta siswa untuk mengerjakan soal atau membantu temannya yang belum bisa dengan mengatakan “saya tidak bisa bu”. Dalam hubungannya dengan sesama teman, masih terlihat sikap saling mengejek ketika ada salah seorang temannya yang melakukan kesalahan dalam menjawab soal, sehingga hal tersebut berpengaruh buruk terhadap siswa yang diejek yaitu rasa tidak percaya diri. Oleh karena itu, diperlukan situasi pembelajaran yang dapat menumbuhkan self concept yang positif pada diri siswa, yaitu situasi yang mendukung siswa untuk percaya diri, rasa tanggung jawab, dan memiliki rasa toleransi terhadap temannya, serta dapat mempengaruhi temannya untuk memiliki self concept yang positif juga. Menumbuhkan self concept siswa perlu didukung oleh model pembelajaran yang tepat sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Wahyudin (2008) mengatakan bahwa salah satu aspek penting dari perencanaan bertumpu pada kemampuan guru untuk mengantisipasi kebutuhan dan materi-materi atau modelmodel yang dapat membantu para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Didukung pula oleh Sagala (2011) bahwa guru harus memiliki metode dalam pembelajaran sebagai strategi yang dapat memudahkan peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan.
ISSN 2086-4299
Model pembelajaran yang diduga dapat menumbuhkan self concept siswa adalah model pembelajaran Concept Attainment. Hal ini terlihat ketika guru memberikan pertanyaan tentang bagaimana pemikiran siswa tentang hasil persentasi guru. Dalam tahapan tersebut, siswa dilatih untuk bisa percaya diri mengungkapkan apa yang mereka pikirkan mengenai sifat-sifat dan dugaan definisi dari konsep yang sedang diajarkan. Selain itu, self concept positif bisa terbangun ketika siswa berkolaborasi dengan temannya dalam menggabungkan ide yang dimilikinya. Siswa yang memiliki self concept positif cenderung mampu melakukan tugas yang diberikan dan optimis dengan jawaban yang dimilikinya serta bersikap bijak dengan pendapat orang lain. Akan tetapi, siswa yang memiliki self concept negatif cenderung ragu dalam memberikan jawaban dan mudah terpengaruh oleh jawaban temannya. Maka dari itu, dalam situasi ini guru memberikan motivasi dan mencoba kembali meningkatkan self concept siswa dengan pertanyaan berikutnya. Keberhasilan siswa dalam pendidikan dapat dilihat dari bagaimana kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan kognitif saja, tapi ada faktor internal yang sangat berpengaruh yaitu self concept. Siswa yang memiliki self concept positif akan mengetahui tanggung jawabnya dalam belajar. Kemampuannya dalam mengendalikan diri akan menumbuhkan sikap optimis dalam mengerjakan soal-soal yang menantang bahkan dapat mempengaruhi temannya agar memiliki self concept yang positif juga. Berdasarkan uraian di atas, penulis menduga bahwa model pembelajaran concept attainment dapat menumbuhkan self concept siswa . Oleh karena itu, judul penelitian yang digunakan adalah “Mengembangkan Self Concept Siswa Melalui Model Pembelajaran Concept Attainment” 2
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum adalah: “Apakah model pembelajaran concept attainment dapat mengembangkan self concept siswa?”. Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan penelitian, “Bagaimana interpretasi self concept siswa setelah mendapatkan model pembelajaran concept attainment?” C. Manfaat Penelitian Sebagaimana telah diuraikan di atas, self concept siswa sangat penting dalam pembelajaran matematika, maka hasil penelitian ini dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Bagi guru, model pembelajaran concept attainment memberikan alternatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika untuk mengembangkan self concept siswa. 2. Bagi siswa, memberikan kesan baru dalam pembelajaran matematika dan mengembangkan self concept yang positif pada dirinya. 3. Bagi peneliti, memberikan pengalaman yang berharga untuk membangun inovasi dalam dunia pendidikan melalui pembelajaran yang efektif dalam menumbuhkan self concept siswa.. 4. Bagi dunia pendidikan, dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan D. Landasan Teori 1. Self Concept Siswa Self concept atau konsep diri adalah semua ide-ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Saputra, 2012). Self concept merupakan suatu kognisi atas penilaian terhadap aspekaspek yang ada dalam dirinya, pemahaman atas gambaran orang lain kepada dirinya, ISSN 2086-4299
serta gagasan tentang apa yang harus dilakukan. Konsep diri akan terbentuk melalui proses pengalaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Desmita (2010) yang menyatakan bahwa self concept akan berkembang karena suatu pengalaman (self concept as an interpretation of experience). Self concept seseorang terbentuk pertama kali dalam hubungan dengan orang-orang terdekat dalam keluarga. Jika keluarga memberikan pengalaman positif, maka seseorang akan memiliki self concept yang positif, demikian juga sebaliknya. Calhtoun dan Acocella (dalam Rola, 2006) mengatakan bahwa self concept terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Self concept positif Self concept positif lebih kepada penerimaan bukan sebagai kebanggaan yang besar tentang diri. Self concept yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki self concept yang positif adalah individu yang sangat memahami dirinya, dapat memahami dan menerima sejumah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri berupa kelebihan dan kekurangannya. Evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang memiliki self concept positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan 2. Self concept negatif Self concept negatif terbagi menjadi dua tipe, yaitu: a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut tidak tahu siapa
3
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
dirinya termasuk kekurangan dan kelebihannya. b. Pandangan tentang dirinya terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat. Calhoun dan Acocella (dalam Irawan, 2012) membagi dimensi self concept menjadi tiga, yaitu: 1. Pengetahuan Dimensi pengetahuan dari self concept adalah apa yang kita ketahui tentang “siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang diri saya. Gambaran diri tersebut pada gilirannya akan membentuk citra diri. Gambaran diri tersebut merupakan kesimpulan dari: pandangan kita dalam berbagai peran, pandangan tentang watak kepribadian yang kita rasakan, pandangan kita tentang sikap yang ada pada diri kita, kemampuan yang dimiliki, kecakapan yang kita kuasai, dan berbagai karakteristik lainnya yang kita lihat melekat pada diri kita. 2. Harapan Dimensi harapan dari self concept adalah harapan diri yang dicita-citakan di masa depan. Ketika kita mempunyai sejumlah pandangan tentang siapa kita sebenarnya, pada saat yang sama kita juga mempunyai sejumlah pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa diri kita di masa yang akan datang. Pandangan ini mempunyai pengharapan bagi diri kita. 3. Penilaian Dimensi penilaian dari self concept adalah penilaian kita terhadap diri kita sendiri. Penilaian self concept merupakan pandangan kita tentang kewajaran kita sebagai pribadi seperti pengharapan bagi diri kita sendiri ISSN 2086-4299
(saya dapat menjadi apa), standar yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya seharusnya menjadi apa). Hasil dari penilaian tersebut membentuk apa yang disebut rasa harga diri, yaitu seberapa besar kita menyukai self concept kita. Rahman (2010) menyebutkan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi self concept siswa, yaitu: a. Keadaan fisik dan penilaian orang lain mengenai keadaan fisik individu yang meliputi bentuk tubuh, kecacatan, dan sebagainya b. Faktor psikologis, antara lain: intelegensi, tingkat aspirasi, emosi nama dan nama panggilan c. Faktor keluarga yang meliputi sikap orang tua, sikap saudara, status anak dalam keluarga dan status sosial ekonomi keluarga d. Faktor lingkungan sekolah, meliputi guru, siswa, dan kegiatan ekstrakulikuler. e. Faktor masyarakat, antara lain: pola kebudayaan dan status sosial. Adapun indikator self concept yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) dimensi pengetahuan yang berkaitan dengan partisipasi siswa terhadap matematika dan pandangan siswa terhadap kemampuan matematika yang dimilikinya; (2) dimensi harapan yang berkaitan dengan pembelajaran matematika yang ideal mengenai manfaat matematika dan peran aktif siswa dalam pembelajaran matematika; (3) dimensi penilaian yang berkaitan dengan seberapa besar siswa menyukai matematika yaitu; ketertarikan siswa terhadap matematika dan soal-soal penalaran matematis. 2.
Model Pembelajaran Concept Attainment Model pembelajaran concept attainment merupakan model pembelajaran yang membantu siswa melakukan proses berpikir dan mengembangkan self concept yang positif. 4
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
Kaukhak dan Eggen (dalam Marsangkap, 2006), mengemukakan bahwa model pembelajaran concept attainment adalah suatu pembelajaran induktif yang didesain guru untuk membantu siswa dalam mempelajari konsep dan melatih keterampilan siswa dalam mempelajari konsep dan melatih keterampilan siswa dalam mempraktekkan keterampilan berpikir analitis. Model pembelajaran concept attainment diduga dapat meningkatkan self concept siswa karena dalam tahapannya ada analisis tingkah laku melalui observasi dan bertanya. Analisis tingkah laku didasarkan pada uji operasi mental siswa dengan membuat catatan tentang apa yang mereka percayai tentang konsep yang telah dimilikinya. Self concept siswa dapat terlihat ketika guru memberikan pertanyaan dan ketika siswa berkolaborasi dengan temannya dalam menggabungkan ide yang dimilikinya. Siswa yang memiliki self concept positif cenderung mampu melakukan tugas yang diberikan dan optimis dengan jawaban yang dimilikinya serta bersikap bijak dengan pendapat orang lain. Akan tetapi, siswa yang memiliki self concept negatif cenderung ragu dalam memberikan jawaban dan mudah terpengaruh oleh jawaban temannya. Maka dari itu, dalam situasi ini guru memberikan motivasi dan mencoba kembali meningkatkan self concept siswa dengan pertanyaan berikutnya Bruce, dkk (1992) mengemukakan bahwa model concept attainment memiliki unsur-unsur sebagai berikut: a. Tahap-tahap pelaksanaan Tahap-tahap pelaksanaan concept attainment adalah tahap-tahap kegiatan dar concept attainment yang memiliki tiga fase sebagai berikut: 1. Fase pertama: Penyajian data dan identifikasi konsep a) Guru menyajikan contoh yang telah diberi nama konsep b) Siswa membandingkan ciri-ciri dalam contoh dan non contoh
ISSN 2086-4299
2.
3.
b.
c.
c) Siswa membuat dan menguji hipotesis d) Siswa membuat definisi tentang konsep dari ciri-ciri esensial Fase Kedua: Pengujian pencapaian konsep a) Siswa mengidentifikasi contoh yang tidak diberi nama konsep dengan mengatakan “ya” atau “bukan” b) Guru menegaskan hipotesis, nama konsep dan menyatakan kembali definisi konsep sesuai dengan ciriciri esensial c) Siswa membuat (memberikan) contoh Fase ketiga: Analisis strategi berpikir a) Siswa mengungkapkan pikirannya b) Siswa mendiskusikan hipotesis dan ciri-ciri konsep c) Siswa mendiskusikan tipe dan macam hipotesis Sistem sosial Sistem sosial concept attainment adalah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model pencapaian konsep. Model ini memiliki struktur yang moderat. Guru melakukan pengendalian terhadap aktifitas siswa tetapi tetap pembelajaran dikembangkan menjadi kegiatan dialog bebas. Dengan pengorganisasian seperti itu, siswa diharapkan lebih memperhatikan inisiatifnya untuk melakukan proses induktif bersamaan dengan bertambahnya pengalaman dalam melibatkan diri selama proses pembelajaran. Prinsip-prinsip pengelolaan/reaksi Prinsip-prinsip pengelolaan/reaksi dari model concept attainment adalah: 1) memberikan dukungan dengan menitikberatkan pada sifat hipotesis dari diskusi-diskusi yang sedang berlangsung; 2) memberikan bantuan kepada siswa dalam mengembangkan hipotesis; 3) memusatkan perhatian siswa terhadap contoh-contoh yang spesifik; 4) memberikan bantuan 5
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
kepada siswa dalam mendiskusikan dan menilai strategi berpikir yang mereka pakai. d. Sistem Pendukung Sistem pendukung model concept attainment adalah segala sarana, bahan, dan bahan yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran concept attainment. Sarana pendukung yang diberikan bisa berupa gambar, foto, diagram, slide, tape recorder, lembar kerja siswa, dan yang lainnya. E. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini berbentuk one shot case study dengan desain sebagai berikut: X
O
(Sugiyono, 2008)
Keterangan: X : Model Concept Attainment O : Angket Self Concept F. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu SMP di Kabupaten Garut. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai April 2014. G. Hasil Penelitian Jumlah Skor Jawaban Siswa Perindikator dari Angket Self Concept Dimensi Indikator Jumlah Pengetahuan Partisipasi siswa 440 tentang apa terhadap yang siswa matematika ketahui Pandangan tentang siswa terhadap matematika 500 kemampuan matematis yang dimilikinya 367 Pengharapan Manfaat siswa tentang matematika pembelajaran Peran aktif matematika 330 siswa dalam yang ideal pembelajaran matematika ISSN 2086-4299
Penilaian seberapa besar siswa menyukai matematika
Ketertarikan siswa terhadap matematika Ketertarikan siswa terhadap soal-soal matematika Jumlah
Berdasarkan Sundayana perhitungan interpretasi self adalah sebagai berikut:
514
547
2698 (2010) concept
Perhitungan Interpretasi Self Concept Siswa Secara Keseluruhan Smaks Smin Rentang Panjang Kelas (p) 3800 950 2850 570 Interpretasi Self Concept Siswa Secara Keseluruhan Skor Total Interpretasi 950 ≤ ST < 1520 Sangat Jelek 1520 ≤ ST < 2090 Jelek 2090 ≤ ST < 2660 Cukup 2660 ≤ ST < 3230 Baik 3230 ≤ ST < 3800 Sangat Baik Jumlah skor jawaban siswa secara keseluruhan sebesar 2698 sehingga berdasarkan tabel interpretasi dapat disimpulkan bahwa self concept siswa termasuk dalam kategori baik. 1) Analisis data self concept berdasarkan dimensi pengetahuan tentang apa yang siswa ketahui tentang matematika Dimensi pengetahuan ini terdiri dari dua indikator, yaitu partisipasi siswa terhadap matematika (termuat pada pernyataan 1,2, 3, dan 4), serta pandangan siswa terhadap kemampuan matematis yang dimilikinya (termuat pada pernyataan 5, 6, 7, 8, dan 9). Berikut akan disajikan analisis data self concept pada indikator partisipasi siswa terhadap matematika.
6
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
Perhitungan Interpretasi Self Concept Pada Indikator Partisipasi Siswa Terhadap Matematika Smaks Smin Rentang Panjang Kelas (p) 608 152 456 91,2 Interpretasi Self Concept Pada Indikator Partisipasi Siswa Terhadap Matematika Skor Total Interpretasi 152 ≤ ST < 243,2 Sangat Jelek 243,2 ≤ ST < 334,4 Jelek 334,4 ≤ ST < 425,6 Cukup 425,6 ≤ ST < 516,8 Baik 516,8 ≤ ST < 608 Sangat Baik Pada indikator partisipasi siswa terhadap matematika jumlah skor jawaban siswa sebesar 440, sehingga berdasarkan tabel interpretasi dapat disimpulkan bahwa partisipasi siswa terhadap matematika termasuk dalam kategori baik. Adapun analisis data self concept siswa pada indikator pandangan siswa terhadap kemampuan matematis yang dimilikinya adalah sebagai berikut: Perhitungan Interpretasi Self Concept Pada Indikator Pandangan Siswa Terhadap Kemampuan Matematis yang Dimilikinya Smaks Smin Rentang Panjang Kelas (p) 760 190 570 114 Interpretasi Self Concept Siswa Pada Indikator Pandangan Siswa Terhadap Kemampuan Matematis yang Dimilikinya Skor Total Interpretasi 190 ≤ ST < 304 Sangat Jelek 304 ≤ ST < 418 Jelek 418 ≤ ST < 532 Cukup 532 ≤ ST < 646 Baik 646 ≤ ST < 760 Sangat Baik Pada indikator pandangan siswa terhadap kemampuan matematis yang dimilikinya, jumlah skor jawaban siswa ISSN 2086-4299
sebesar 500, sehingga berdasarkan tabel interpretasi dapat disimpulkan bahwa pandangan siswa terhadap kemampuan matematis yang dimilikinya termasuk dalam kategori cukup. 2) Analisis data self concept siswa pada dimensi pengharapan siswa tentang pembelajaran matematika yang ideal Dimensi pengharapan ini terdiri dari dua indikator, yaitu manfaat matematika (termuat pada pernyataan 10, 11, dan 12), serta peran aktif siswa dalam pembelajaran matematika (termuat pada pernyataan 13, 14, dan 15). Berikut akan disajikan analisis data self concept pada indikator manfaat matematika. Perhitungan Interpretasi Self Concept Pada Indikator Manfaat Matematika Smaks Smin Rentang Panjang Kelas (p) 456 114 342 68,4 Interpretasi Self Concept Pada Indikator Manfaat Matematika Skor Total Interpretasi 114 ≤ ST < 182,4 Sangat Jelek 182,4 ≤ ST < 250,8 Jelek 250,8 ≤ ST < 319,4 Cukup 319,4 ≤ ST < 387,6 Baik 387,6 ≤ ST < 456 Sangat Baik Pada indikator manfaat matematika jumlah skor jawaban siswa sebesar 367, sehingga berdasarkan tabel interpretasi dapat disimpulkan bahwa pandangan siswa terhadap manfaat matematika termasuk dalam kategori baik. Adapun analisis data self concept siswa pada indikator peran aktif siswa dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut: Perhitungan Interpretasi Self Concept Pada Indikator Peran Aktif Siswa dalam Pembelajaran Matematika Smaks Smin Rentang Panjang Kelas (p) 7
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
456
114
342
68,4
Interpretasi Self Concept Siswa Pada Indikator Peran Aktif Siswa dalam Pembelajaran Matematika Skor Total Interpretasi 114 ≤ ST < 182,4 Sangat Jelek 182,4 ≤ ST < 250,8 Jelek 250,8 ≤ ST < 319,4 Cukup 319,4 ≤ ST < 387,6 Baik 387,6 ≤ ST < 456 Sangat Baik Pada indikator peran aktif siswa dalam pembelajaran matematika, jumlah skor jawaban siswa sebesar 330, sehingga berdasarkan tabel interpretasi dapat disimpulkan bahwa peran aktif siswa dalam pembelajaran matematika termasuk dalam kategori baik. 3) Analisis data self concept siswa pada dimensi penilaian seberapa besar siswa menyukai matematika Dimensi penilaian ini terdiri dari dua indikator, yaitu ketertarikan siswa terhadap matematika (termuat pada pernyataan 16, 17, 18, 19, dan 20), serta ketertarikan siswa terhadap soal-soal penalaran matematis (termuat pada pernyataan 21, 22, 23, 24, dan 25). Berikut akan disajikan analisis data self concept pada indikator ketertarikan siswa terhadap matematika. Perhitungan Interpretasi Self Concept Pada Indikator Ketertarikan Siswa Terhadap Matematika Smaks Smin Rentang Panjang Kelas (p) 760 190 570 114 Interpretasi Self Concept Pada Indikator Ketertarikan Siswa Terhadap Matematika Skor Total Interpretasi 190 ≤ ST < 304 Sangat Jelek 304 ≤ ST < 418 Jelek 418 ≤ ST < 532 Cukup ISSN 2086-4299
532 ≤ ST < 646 646 ≤ ST < 760
Baik Sangat Baik
Pada indikator ketertarikan siswa terhadap matematika jumlah skor jawaban siswa sebesar 514, sehingga berdasarkan tabel interpretasi, dapat disimpulkan bahwa ketertarikan siswa terhadap matematika termasuk dalam kategori cukup. Adapun analisis data self concept siswa pada indikator ketertarikan siswa terhadap soal-soal matematika adalah sebagai berikut: Skor Perhitungan Interpretasi Self Concept Pada Indikator Ketertarikan Siswa Terhadap Soal-Soal Matematika Smaks Smin Rentang Panjang Kelas (p) 760 190 570 114 Interpretasi Self Concept Siswa Pada Indikator Ketertarikan Siswa Terhadap Soal-Soal Matematika Skor Total Interpretasi 190 ≤ ST < 304 Sangat Jelek 304 ≤ ST < 418 Jelek 418 ≤ ST < 532 Cukup 532 ≤ ST < 646 Baik 646 ≤ ST < 760 Sangat Baik Pada indikator ketertarikan siswa terhadap soal-soal matematika, jumlah skor jawaban siswa sebesar 547, maka berdasarkan tabel interpretasi, dapat disimpulkan bahwa ketertarikan siswa terhadap soal-soal matematika termasuk dalam kategori baik. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan rekapitulasi Interpretasi self cocept siswa setiap indikator. Rekapitulasi Interpretasi Self Concept Siswa Dimensi
Indikator
Interpretasi Self Concept
8
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015 Pengetahuan tentang apa yang siswa ketahui tentang matematika
Partisipasi siswa terhadap matematika Pandangan siswa terhadap kemampuan matematis yang dimilikinya
Pengharapan siswa tentang pembelajaran matematika yang ideal
Manfaat matematika Peran aktif siswa dalam pembelajara n matematika Penilaian Ketertarikan seberapa besar siswa siswa terhadap menyukai matematika matematika Ketertarikan siswa terhadap soal-soal penalaran matematis
b. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat dikaji penggunaan model pembelajaran concept attainment dalam meningkatkan kemampuan afektif lainnya.
Baik
Cukup
Daftar Pustaka Bruce, J, dkk. (1992). Model of Teaching. Boston: Allyn and Bacon
Baik
Baik
Baik
Cukup
Baik
H. Penutup 1. Kesimpulan Interpretasi self concept siswa setelah mendapatkan model pembelajaran concept attainment termasuk dalam kategori baik. 2. Saran Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, diajukan beberapa saran sebagai berikut: a. Dalam penerapan model pembelajaran concept attainment, guru hendaknya lebih banyak memotivasi kepercayaan diri siswa atas kemampuan yang dimilikinya dan menumbuhkan rasa ketertarikan yang lebih baik terhadap pelajaran matematika. ISSN 2086-4299
Depdiknas. (2006). Kurikulum Standar Kompetensi Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah aliyah. Jakarta: Depdiknas. Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik: Panduan Bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, dan SMA. Bandung: Remaja Rosdakarya. Irawan, E. (2010). Efektivitas Teknik Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Konsep Diri Remaja (Studi Pre-Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMK Yapema Gadingrejo Lampung). Tesis Sps UPI Bandung. Tidak Diterbitkan. Marsangkap, S. (2006). “Model Pencapaian konsep Untuk Pengajaran Kalkulus”. Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan UNIMED Rahman, R. (2010). Pengaruh Pembelajaran Berbantuan Geogebra Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dan Self-concept Siswa. Tesis Sps UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Rola, F. (2006). “Hubungan Konsep Diri dengan motivasi Berprestasi pada Remaja”. Makalah Fakultas Kedokteran USU
9
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
Sagala, S. (2011). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Saputra, E. (2012). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Anchored Intruction Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Self Concept Siswa. Disertasi Upi Bandung. Tidak Diterbitkan Sugiyono. (2008). Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta Sundayana, R. (2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Bandung: UPII
ISSN 2086-4299
10
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA) DENGAN ALGORITMA FUZZY C-MEANS (FCM) Andri Suryadi
Abstrak Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam computer vision menjadikan keamanan komputer menjadi sangat penting. Salah satu contoh keamanan komputer adalah dengan cara pengenalan wajah. Skripsi ini membahas algoritma tentang pengenalan suatu wajah agar dapat dikenali oleh sistem komputer berdasarkan data training yang telah ada dalam database. Fitur-fitur yang terdapat dalam wajah akan dicari menggunakan Principal Component Analysis (PCA), sedangkan untuk tahap identifikasi menggunakan algoritma Fuzzy C-means (FCM). Principal Component Analysis akan digunakan untuk mereduksi citra wajah yang menghasilkan output berupa feature yang akan dijadikan inputan ke dalam algoritma fuzzy C-means. FCM mengelompokan data menjadi beberapa cluster yang masingmasing cluster diwakili pusat cluster. Pusat cluster inilah yang akan dijadikan dasar untuk mengenali data baru. Hasil pengujian yang telah dilakukan menggunakan PCA dan FCM dengan menggunakan 150 data latih yaitu sebesar 84%, 300 data latih yaitu 76% dan 450 data latih yaitu 76% sedangkan nilai akurasi rata-rata normal adalah 74%. Kemudian pengujian dengan tambahan noise yaitu menggunakan 150 data latih yaitu sebesar 26%, 300 data latih yaitu 14% dan 450 data latih yaitu 8% sedangkan nilai akurasi rata-rata noise adalah 16%. Dapat disimpulkan dengan menggunakan PCA dan FCM sistem pengenalan wajah ini menghasilkan akurasi cukup baik namun, sebaliknya dengan tambahan noise sistem pengenalan wajah tidak dapat berjalan dengan baik. Kata Kunci: Pengenalan wajah, Principal Component Analysis (PCA), Fuzzy C-means (FCM). 1.
Pendahuluan
Sistem Pengenalan wajah merupakan pendekatan pengenalan pola untuk keperluan identifikasi seseorang disamping pendekatan pola lainnya. Pengenalan citra berhubungan dengan obyek yang tidak pernah sama, karena adanya bagian-bagian yang dapat berubah.perubahan ini dapat disebabkan oleh ekspresi wajah, intensitas cahaya dan sudut pengambilan gambar, atapun perubahan akasesoris pada wajah. Dalam kaitan ini, obyek yang sama dengan beberapa perbedaan tersebut harus dikenali sebagai satu obyek yang sama (Joko Hartono,2009). Terdapat dua hal utama yang sangat penting dalam proses pengenalan wajah ISSN 2086-4299
yaitu: proses ekstraksi fitur dari sampel wajah yang ada dan juga teknik pengelompokan yang digunakan untuk mengenali suatu wajah agar wajah tersebut sesuai yang diharapkan (Fitri Damayanti). Secara garis besar tahapan yang dilakukan dalam sistem pengenalan wajah adalah sebagai berikut (Bambang Dwi Liestiawan, 2009): 1. PraProses Tahapan yang digunakan untuk menyeleksi gambar sehingga citra gambar tersebut sesuai yang diinginkan. 2. Feature Extraction Tahapan untuk mengambil data informasi penting yang terdapat dalam citra gambar. 11
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
3. Pengelompokan Tahapan ini berfungsi untuk mengelompokan citra-citra gambar sehingga proses pengenalan wajah tersebut dapat dicari. Principal Component Analysis (PCA) adalah sebuah teknik yang digunakan untuk menyederhanakan suatu data dengan cara mentransformasi linier sehingga terbentuk sistem koordinat baru dengan varians maksimum. PCA dapat digunakan untuk mereduksi dimensi suatu data tanpa mengurangi karakteristik data tersebut secara signifikan. Dalam metoda ini citra wajah akan diproyeksi sebuah ruang fitur yang menonjolkan variasi yang signifikan diantara citra yang diketahui. Fitur signifikan inilah sering disebut “Eigenface” karena fitur-fitur tersebut adalah komponen utama dari set citra wajah untuk training. Tujuan PCA adalah menangkap variasi total pada citra latih dan merepresentasikan variasi tersebut dalam variabel-variabel yang jumlahnya lebih sedikit. PCA dikenal juga dengan sebutan transformasi Karhunen-Loeve dan transformasi Hotteling (Kartika Gunadi). Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam pengelompokan feature vector diantaranya: pendekatan statistik, neural network, algoritma genetic, fuzzy clustering (Krasteva,2002 :1) Dalam pembuatan sistem pengenalan wajah ini digunakan fuzzy c-mean sebagai metode pengelompokan data. FCM dikenalkan pertama kali oleh JIM BEZDEK pada tahun 1981 yang merupakan suatuu teknik pengclusteran data dimana tiap-tiap data dalam suatu cluster ditentukan oleh derajat keanggotaannya (Cavendis,2010). Penggunaan FCM sendiri telah lebih dahulu dilakukan oleh Ahmad Ridwan (2010) dengan skripsi berjudul “Pengenalan Tulisan Tangan Aksara Sunda Ngalagena dengan Algoritma Fuzzy C-Mean” dengan menghasilkan nilai akurasi relatif 100%. Sistem pengenalan wajah ini menggunakan algoritma yang ISSN 2086-4299
sama dalam pengklasifikasian. Dengan metode tersebut diharapkan nilai akurasi tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya. 2.
Sistem Pengenalan Wajah
2.1 Pra Proses Pra proses dalam pengenalan wajah ini bertujuan untuk membuat data mentah menjadi data yang dapat diolah oleh sistem. Dalam proses pengenalan wajah digunakan image grayscale sebagai data yang akan diolah. Hal ini dikarenakan image dalam bentuk grayscale lebih mudah untuk dianalisa apabila dibandingkan dengan image berwarna. Image berwarna adalah kombinasi dari tiga warna utama yaitu: merah, hijau dan biru yang disebut dengan sistem warna RGB. Sistem warna RGB ini terdiri dari 24 bit, masing-masing bit untuk merah, hijau dan biru. Agar lebih mudah untuk dianalisa maka image tersebut terlebih dahulu menjadi image grayscale dengan cara memberi nilai yang sama untuk masingmasing 8 bit itu (Robert Hoo, 2003 :12). Dalam sistem pengenalan wajah yang akan dibuat ini terdapat dua Pra proses yang akan dilakukan yaitu : menangkap objek wajah dari sebuah webcam dalam hal ini menggunakan sebuah libray yaitu aplikasi Open CV, kemudian membuat sebuah image warna menjadi sebuah grayscale. 2.2 Feature Extraction PCA Prinsip dasar dari Principal Componen Analisys (PCA) adalah dengan memproyeksi image ke dalam ruang eigennya / ruang wajah. Cara mendapatkannya adalah dengan mencari eigen vector yang dimiliki setiap image dan memproyeksikannya ke dalam ruang wajah. Sasaran dari Principal Componen Analisys (PCA) adalah untuk menangkap variasi total didalam kumpulan wajah yang dilatihnya (Kartika Gunadi,2001 :2). Dibawah ini adalah langkah-langkah yang dilakukan Principal Componen Analisys 12
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
(PCA) dalam proses pengenalan wajah (Robert Hoo, 2003 :13). PCA termasuk dalam bidang multivariate analysis pada ilmu statistik. multivariate analysis secara sederhana dijelaskan sebagai metode yang berhubungan dengan variable dalam jumlah besar pada satu atau banyak percobaan. Beberapa bidang lain pada multivariate analysis adalah common factor analysis, multiple regression, multiple discriminant analysis, multivariate analysis of variance dan covariance, conjoint analysis, canonical correlation, cluster analysis, multidimensional scaling, correspondence analysis, linear probability model, dan simultaneous / structurak equation modeling (Prentice-Hall International, 1993 :13). Adapun flowchart dalam pencarian sebuah nilai PCA adalah sebagai berikut (Robert Hoo, 2003: 15): START
INPUT NORMALISASI
Langkah awal dalam proses pengenalan wajah adalah dengan mengolah image mentah. Misal ada sebuah image dengan ukuran 100 x 100 piksel = 10.000. Kemudian matriks tersebut diubah menjadi 10.000 x m .
b. Mencari rata-rata image Langkah selanjutnya setelah pengolahan image awal adalah mencari image rata-rata adalah rata-rata dari seluruh image training yang ada dalam database. Rumus untuk mencari ratarata adalah sebagai berikut: ũ =
1 ,
Image rata-rata merupakan jumlah dari ui,k dibagi dengan banyaknya image yang ada dalam database. Selanjutnya dari data diatas didapat sebuah matriks dengan ukuran 10.000 x 1. Berikut adalah image rata-rata yang didapat:
FIND COVARIAN MATRIX
FIND / SORT EIGENVALUE
FIND EIGENVECTOR
FIND EIGENFACE
STO
Gambar 2.1 flow chart PCA a. Memasukan image kedalam sebuah matriks
ISSN 2086-4299
Gambar 2.2 Rata-rata image database c. Mencari kovarian matriks PCA Matriks kovarian adalah semua variasi yang memungkinkan yang diperoleh dari pasangan vector kolom (Jonathon Shlens, 2005 :7). Untuk mencari kovarian matriks yaitu dengan cara mengalikan u dengan transposenya. Rumusnya adalah sebagai berikut: = ′ Selanjutnya dilakukan pencarian nilai eigen sehingga berlaku rumus sebagai berikut: =
13
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
λ merupakan matriks eigen value sedangkan v adalah matriks eigen vector. λ dan v adalah matriks berdimensi n x n yang mana n adalah jumlah piksel image.
Eigen value yang didapat kemudian diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil. Hasil dari matriks ini adalah matriks V berukuran 10.000 x 10.000. d. Mencari feature PCA Feature PCA merupakan informasi paling penting yang ada dalam sebuah image yang sebelumnya telah dilakukan pencarian nilai eigen vector. Feature PCA dapat dicari dengan cara mentransformasikan image asal ke dalam ruang wajah dengan menggunakan persamaan berikut (Robert Hoo, 2003 :16): = ∑
( − ũ) x V
I merupakan data tiap piksel dari setiap training I, m adalah jumlah image training, V adalah matriks eigen vector sedangkan f adalah matriks berukuran m x 10.000. Setelah mendapatkan feature setiap image maka selanjutnya adalah melakukan proses pengelompokan clustering menggunakan Fuzzy CMeans (FCM). 3.
Fuzzy C-Means
Fuzzy clustering adalah salah satu teknik untuk menentukan cluster optimal dalam suatu ruang vector yang didasarkan pada bentuk normal Euclidian untuk jarak antar vector (Kusumadewi dan Purnomo, 2004 :83). Fuzzy c-means merupakan salah satu metode dari fuzzy clustering. Fuzzy clustering memperbolehkan satu ISSN 2086-4299
bagian data dimiliki oleh dua atau lebih cluster. Ada dua metode dasar dalam fuzzy clustering. Metode pertama disebut dengan fuzzy c-means. Metode ini dinamakan demikian karena dengan clustering ini akan dibentuk sebanyak c-cluster yang sudah ditentukan sebelumnya. Metode yang kedua adalah metode yang banyaknya cluster tidak ditentukan sebelumnya. Metode ini dinamakan subtractive clustering (Kusumadewi, 2004) atau fuzzy equivalence relation (Klir, 1995). Fuzzy C-means (FCM) dikenalkan pertama kali oleh JIM BEZDEK pada tahun 1981 yang merupakan salah satu metode clustering menggunakan model pengelompokan fuzzy sehingga data dapat menjadi anggota dari semua kelas atau cluster dengan derajat atau tingkat keanggotaan yang berbeda antara 0 hingga 1. Adapun konsep dari Fuzzy C-means (FCM) adalah sebagai berikut: 1. Penentuan pusat cluster yang menandai lokasi rata-rata untuk setiap cluster, dengan kondisi awal tidak akurat. 2. Tiap data memiliki derajat keanggotaan untuk masing-masing cluster. 3. Tiap perulangan yang didasarkan pada minimasi fungsi obyektif, pusat cluster dan nilai keanggotaan diperbaiki sehingga lokasi cluster bisa berada pada posisi yang benar. Algoritma FMC secara lengkap diberikan sebagai berikut (Zimmerman,1991);(Yan,1994);(Ross,200 5): 1. Tentukan: a. Matriks X berukuran n x m, dengan n=jumlah data yang akan dicluster, dan m adalah jumlah variable criteria. b. Jumlah cluster yang akan dibentuk (C ≥ 2). c. Pangkat (pembobot w > 1) d. Maksimum iterasi e. Criteria penghentian (ε = nilai positif yang sangat kecil)
14
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
2. Bentuk matriks partisi awal U (derajat keanggotaan dalam cluster), matriks awal biasanya diberikan secara acak
3. Hitung pusat Cluster V untuk setiap cluster ∑ ((μ ) ∗ ) = ∑ (μ ) 4. Perbaiki derajat keanggotaan setiap data pada setiap cluster (perbaiki matriks partisi)
μ
∑
= ∑
(
−
∑
(
) −
)
5. Tentukan criteria penghentian iterasi, yaitu perubahan matriks partisi pada iterasi sekarang dan iterasi sebelumnya. Apabila Δ < ε maka iterasi dihentikan. Pengenalan Wajah Cara pengenalan wajah dapat diilustrasikan sebagai berikut: 1. Citra database akan diekstrasi dan dihitung nilai PCA nya. 2. Hitung derajat keanggotaan dengan rumus sebagai berikut: μ
=
∑
(
−
)
∑ ∑ ( − ) 3. Cari derajat keanggotaan tertinggi untuk menentukan kecenderungan terkuat suatu wajah masuk kedalam suatu cluster. 4. Didapatkan cluster pusat dan wakil dari masing-masing cluster.
ISSN 2086-4299
Untuk pengenalan wajah data testing dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Data Testing akan dihitung nilai PCAnya. 2. Hitung derajat keanggotaannya dengan pusat cluster dengan rumus sebagai berikut: μ
∑
=
( −
)
∑ ∑ ( − ) 3. Tentukan kecenderungan data masuk kedalam suatu cluster. 4. Tampilkan hasil kecocokan wajah. Dari pengenalan wajah dapat nilai akurasi dengan perhitungan sebagai berikut: =
ℎ ℎ
ℎ
100%
Pengujian Dalam penelitian ini terdapat beberapa skenario yang akan dilakukan dalam pengujian. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai akurasi sistem pengenalan wajah menggunakan PCA dan FCM. Berikut langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pengujian: a. Pembuatan data latih menggunakan parameter yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ahmad Ridwan dengan judul skripsi ”Pengenalan Tulisan Tangan Aksara Sunda Ngalagena Dengan Algoritma Fuzzy C-Means ”dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jumlah cluster : 30 2. Epsilon : 0,01 3. Iterasi : 100 4. Fuzzy :2 b. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dataset yang telah tersedia baik dataset dari hasil capture webcam ataupun dataset hasil download dari internet (http://cswww.essex.ac.uk/mv/allfaces /faces94.zip). 15
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
c. d.
e.
f.
Jumlah dataset yang digunakan adalah 150, 300, 450 dataset. Pengujian dilakukan sebanyak dua jenis yaitu, pengujian normal dan penggujian menggunakan tambahan noise. Pengujian dilakukan dengan mencoba memasukkan citra wajah yang berbeda-beda sebanyak 10 jenis wajah, setiap jenis wajah terdapat 5 wajah yang berbeda-beda yang masing-masing wajah akan dicoba dimasukan ke dalam sistem sebanyak 5 kali. Pengujian menggunakan tambahan noise dilakukan dengan mencoba memasukkan citra wajah yang berbeda-beda sebanyak 10 jenis wajah, setiap jenis wajah terdapat 5 wajah yang berbeda-beda yang masing-masing wajah akan dicoba dimasukan ke dalam sistem sebanyak 5 kali.
Hasil Pengujian Hasil pengujian dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Tabel 6.1 Hasil Pengujian
Dari hasil percobaan pertama diatas dengan data training sebanyak 150 data didapat 84% kemudian pada percoaan kedua dengan data training sebanyak 300 data didapat 76%, sedangkan pada percobaan terakhir dengan data training 450 data didapat 74%. Dari semua percobaan diatas maka dapat rata-rata persentase sebesar 78%. Dari hasil penelitian diatas dapat terlihat bahwa dengan data training semakin banyak tingkat akurasi semakin menurun. ISSN 2086-4299
Tabel 6.1 Hasil Pengujian
Dari hasil percobaan diatas pertama dengan bantuan noise dan data training sebanyak 150 data didapat 26% kemudian dengan data training 300 data didapat 14%, sedangkan dengan data training sebanyak 450 data didapat 8%. Dari semua percobaan dengan bantuan noise didapat persentase sebesar 16%, hal ini menunjukan bahwa penggunaan noise sangat mempengaruhi tingkat akurasi. Analisis Hasil Penelitian Dari hasil penelitian langsung dengan menggunakan citra wajah berbeda, didapat nilai akurasi 78% dan untuk tambahan noise didapatkan nilai akurasi 16%. Penggunaan noise sangat mempengaruhi pada nilai akurasi sistem pengenalan wajah. Beberapa kesalahan yang didapat dari penelitian diatas, misalnya:
Dari data contoh kesalahan yang diambil misalnya image test.jpg menempati cluster 6. Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan yang 16
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
diinginkan, hal ini disebabkan cluster 6 diwakili oleh image hasil.jpg. Begitupun dengan contoh kesalahan yang kedua yaitu image test2.jpg menempati cluster yang salah yaitu cluster 10 yang diwakili oleh image hasil2.jpg. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kesalahan dalam menempati cluster diantaranya: a. Jumlah data training yang dapat menyebabkan banyaknya variasi wajah. b. Adanya gangguan pada citra wajah input-an yang dapat menyebabkan nilai wajah berubah. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan diatas diantaranya : 1. Principal Compnent Analysis (PCA) dan algoritma Fuzzy CMeans telah mampu mengenali citra wajah dengan akurasi relatif 86,16%. Nilai akurasi sangat dipengaruhi oleh fitur ekstraksi PCA dan parameter FCM. 2. Dari hasil penelitian diatas didapat rata-rata persentasi kebenaran dengan pengujian normal yaitu sebesar 86,16%, dengan bantuan noise sebesar 40,50%, dengan menggunankan webcam yaitu sebesar 80,66%, dan menggunakan webcam+noise sebesar 8,66%. 3. Keakuratan sistem pengenalan wajah ini sangat dipengaruhi oleh citra image yang masuk hal ini terlihat dengan penggunaan noise.
ekstrasi dengan fitur ekstrasi yang lebih akurat. 2. Dapat menggunakan metode lain sebagai bahan perbandingan dalam penelitian ini misalnya : KNN, ANN dan lain sebagainya. Daftar Pustaka Annoymous. A Tutorial Clustering Algorithm. Online.Tersedia di :http://home.dei.polimi.it/matteucc/C lustering/tutorial_html/cmeans.html. [5 September 2010] Fatta,
Al,Hanif.2009.Rekayasa Sistem Pengenalan Wajah. Yogyakarta: Andi Luthfi, Emha Taufiq.2007.Fuzzy C-Means Untuk Clustering Data. Yogyakarta : STMIK AMIKOM
Gunadi, Kartika. Posngsitanan, Sonny Reinard.2001.Pembangunan Perangkat Lunak Pengenalan Wajah Menggunakan Principal Component Analysis.Jurnal Informatika Vol.2 No.2.Surabaya:Universitas Kristen Petra. M.Turk, A Pentland.1991. Eigenface for Recognition. Journal of Cognitive Neuroscience. 71-86 Ridwan, Achmad. 2010. Pengenalan Tulisan Tangan Aksara Sunda Ngalagen Dengan Algoritma Fuzzy C-Means. Skripsi tidak terpublikasi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Saran Beberapa saran yang dianjurkan untuk penelitian lebih lanjut dalam sistem pengenalan wajah ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menghasilkan nilai akurasi yang lebih tinggi disarankan menambah atau mengganti fitur
ISSN 2086-4299
Shalens,Jonathan.2005. A Tutorial Principal Componen Analysis.Sandiego La Jolla : University of California. Smith, Lindsay I.2002. A Tutorial Principal Componen Analysis. Online. Tersedia di : www.cs.otago.ac.nz/cosc453/...tutori 17
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
als/principal_components.pdf . [19 Juni 2010]
Yudha.2009. Biometric.Online.Tersedia di : http://nuxer1.multiply.com/ [20 Juni 2010].
Trivedi, Shubhendu.2009. Face Recognition using Eigenfaces and Distance Classifiers: A Tutorial.Online.Tersedia di : http://onionesquereality.wordpress.c om/ .[20 Juni 2010]
ISSN 2086-4299
18
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
IMPLEMENTASI ALGORITMA LEBAH UNTUK PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN MEMPERTIMBANGKAN HEURISTIK Dian Nurdiana
ABSTRAK Rekomendasi jalur yang optimum sangatlah dibutuhkan oleh para pemudik. Hal ini disebabkan oleh banyaknya permasalahan yang dihadapi pada saat melakukan perjalanan mudik. Ada asumsi bahwa pengambilan rute yang tepat dapat mengurangi waktu dan biaya yang dibutuhkan selama perjalanan mudik. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu perhitungan yang dapat merekomendasikan rute yang efisien pada jalur mudik. Salah satu metode yang dapat menyelesaikan permasalahan jalur terpendek adalah algoritma lebah. algoritma lebah itu sendiri terinspirasi dari perilaku sosial koloni lebah dimana seekor lebah dapat menjangkau sumber makanan dengan rute terdekat. Setelah mereka menemukan makanan lebah–lebah akan kembali kesarang dan menginformasikan sumber makan yang dia temukan kepada teman–temannya dengan menggunakan waggle dance. Dalam penelitian ini pencarian jalur terpendek yang dilakukan lebah tidak hanya mempertimbangkan jarak saja, tetapi mempertimbangkan heuristik lainnya seperti kemacetan, lampu jalan, jalan tol, rawan bencana dan keamanan. Sehingga rute yang dihasilkan merupakan rute yang optimum. Hasil yang didapat dari mengimplementasikan algoritma lebah untuk pencarian jalur terpendek dengan mempertimbangkan heuristik adalah rute jalur optimum yang bisa dilalui dari kota awal ke kota tujuan beserta panjang jalur yang dapat ditempuh. Kata Kunci : Pencarian Jalur Terpendek, Algoritma Lebah (Algortithm Bee Colony), Jalur Mudik. 1.
PENDAHULUAN
Mudik merupakan salah satu kegiatan tahunan yang terjadi di Indonesia. Hampir seluruh masyarakat di Indonesia melakukan kegiatan ini, terutama masyarakat yang berada di pulau jawa. Pada saat musim mudik berlangsung banyak sekali permasalahan yang harus dihadapi oleh para pemudik, permasalahan tersebut misalnya kurangnya kelengkapan jalan seperti lampu jalan, kondisi jalan yang rusak, ruas jalan yang berkapasitas sedikit, dll. Sehingga pemilihan rute jalan yang tepat sangat diperlukan pada saat melakukan perjalanan mudik. Pentingnya pemilihan rute jalan yang tepat bisa menghindari permasalahan yang dihadapi pada saat mudik. Misalnya ketika sebuah jalan yang dilewati sering terjadi kemacetan maka para pemudik alangkah ISSN 2086-4299
lebih baiknya mencari jalur yang lain untuk dilalui walaupun jarak yang ditempuh cukup panjang. Hal seperti itu masih jarang dilakukan oleh para pemudik, para pemudik sering kali memaksakan melewati rute yang mempunyai jarak pendek walaupun kondisi jalan yang dilalui sering terjadi kemacetan, sehingga mengakibatkan menumpuknya kendaraan pada ruas jalan tersebut. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi mengenai rute jalan yang efisien. Oleh karena itu sangat diperlukan media yang bisa memberikan rekomendasi jalur optimum seperti applikasi pencarian jalur terpendek dengan mempertimbangkan heuristik, sehingga diharapkan perjalanan para pemudik bisa semakin nyaman karena bisa mengurangi waktu dan biaya.
19
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
Applikasi pencarian jalur terpendek yang dibangun ini memanfaatkan teorema graf dalam representasi datanya. Sedang kan dalam penentuan jalur terpendeknya menggunakan algoritma lebah. Algortima lebah terinspirasi dari perilaku sosial koloni lebah dimana seekor lebah dapat menjangkau sumber makanan dengan rute terdekat. Setelah mereka menemukan sumber makanan kemudian mereka akan kembali ke sarang dan melakukan waggle dance, dengan menggunakan waggle dance semua koloni saling berkomunikasi tentang sumber makanan yang mereka temukan, sehingga lebah-lebah yang lain akan mengetahui letak dari sumber makanan yang paling dekat dari sarang.
transportasi, pengaturan jaringan komunikasi atau jaringan internet dan masih banyak lagi. Selain peta, masih banyak hal lain dalam dunia nyata yang merupakan representasi visual dari graf.
Proses penggabungan informasi dengan pendekatan teorema graf dengan algoritma lebah ini tidak hanya menentukan sebuah jalur terpendek saja, tetapi dalam pencarian jalur terpendeknya mempertimbangkan heuristik. heuristik yang dipertimbangkan yaitu faktor kemacetan, faktor lampu jalan, faktor jalan tol, faktor rawan kecelakaan, faktor keamanan. Sehingga rute jalur yang direkomendasikan merupakan jalur yang optimum untuk dilalui sesuai dengan heuristik yang dipilih.
Secara matematis, graf didefinisikan sebagai berikut [1] :
2.
Graf 2.1 Pengertian Graf
Teori graf merupakan pokok bahasan yang sudah tua usianya namun memiliki banyak terapan dalam kehidupan seharihari sampai saat ini. Graf digunakan untuk merepresentasikan objek-objek diskrit dan hubungan antara objek-objek tersebut. Banyak persoalan pada dunia nyata yang sebenarnya merupakan representasi visual dari graf. Contoh salah satu representasi visual dari graf adalah peta. Banyak hal yang dapat digali dari representasi tersebut, diantaranya adalah menentukan jalur terpendek dari satu tempat ke tempat lain, menggambarkan 2 kota yang bertetangga dengan warna yang berbeda pada peta, menentukan tata letak jalur ISSN 2086-4299
2
B
E 1
4 1
1
2
6
A
C
F
H 1
4
1 6 4
D
2
G
Gambar 2.1 Graf
Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E) yang dalam hal ini : V = himpunan tidak kosong dari simpul - simpul (vertices atau node): {v1,v2,…,vn} E = himpunan sisi (edges atau arcs) yang menghubungkan sepasang simpul: {e1,e2,…,en} atau dapat ditulis singkat notasi G = (V,E).Definisi tersebut menyatakan bahwa V tidak boleh kosong sedangkan E boleh kosong. Artinya, sebuah graf dimungkinkan tidak mempunyai sisi satu buah pun, tetapi simpul harus ada, minimal satu (Munir, 2003: 291). 3.
Representasi Graf
3.1 Matrik Kedekatan (Adjacency Matrik) Untuk suatu graf dengan jumlah simpul sebanyak n, maka matrik kedekatan mempunyai ukuran n x n (n baris dan n kolom). Jika antara dua buah simpul terhubung maka elemen matriks bernilai 1, dan sebaliknya bernilai 0 jika tidak terhubung. Tabel matriks kedekatan untuk graf ABCDEFGH dapat dilihat pada Tabel 2.1 : 20
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
Table 3.1 matriks kedekatan untuk graf ABCDEFGH A B C D E F G H
A 0 1 1 1 0 0 0 0
B 1 0 1 0 1 0 0 0
C 1 1 0 1 0 1 1 0
D 1 0 1 0 0 0 1 0
E 0 1 0 0 0 1 0 1
F 0 0 1 0 1 0 0 1
G 0 0 1 1 0 0 0 1
H 0 0 0 0 1 1 1 0
Pada tabel diatas, elemen matriks kedekatan bernilai 0 untuk diagonal dan elemen yang tidak terhubung dengan simpul lain (elemen matriks bernilai 0 jika simpul tidak terhubung dengan simpul lainnya). 4.
Algoritma Lebah 4.1 Swarm Itelligence
Perkembangan AI dari tahun ke tahun semakin pesat dan semakin banyak cabangnya. Menurut (ilmukuilmumu, 2009) Algoritma Optimasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu algoritma optimasi dengan pendekatan berbasis deterministic dan algoritma optimasi dengan pendekatan berbasis probabilistic. yang termasuk kedalam algoritma berbasis deterministic diantaranya State Space Search, Dynamic Programming, dan Branc and Bound. Sedangkan algoritma optimasi yang termasuk kedalam algoritma yang berbasis pendekatan probabilistic adalah algoritma Monte Carlo dengan berbagai macam turunannya. Evolutionary Computation merupakan salah satu algoritma yang termasuk kedalam algoritma optimasi berbasis probabilistic. definisi dari algoritma Evolutionary Computation adalah abstraksi dari teori evolusi biologis yang digunakan untuk membuat prosedur atau metodologi optimasi, biasanya diterapkan pada komputer, yang digunakan untuk memecahkan masalah. Algoritma ini memiliki ide dasar dari bagaimana proses ISSN 2086-4299
evolusi yang terjadi pada makhluk hidup. Yang menganggap bahwa hasil setiap evolusi itu akan membawa sesuatu menjadi lebih baik dan optimal. Beberapa algoritma yang termasuk kedalam algoritma Evolutionary Computation diantaranya adalah swarm intelligent dimana algoritma ini didasarkan dari kecerdasan berkelompok. Dengan semakin banyaknya anggota kelompok dan terkumpulnya kecerdasan-kecerdasan individual maka akan menyebabkan terkumpulnya kecerdasan kelompok yang luar biasa. Beberapa yang termasuk kedalam algoritma swarm intelligent diantaranya Particel Swarm Optimization, Ant Colony Optimization, Artificial Bee Colony Optimization. Swarm intelligent merupakan sebuah metode penyelesaian masalah yang memanfaatkan prilaku sekumpulan agen yang saling bekerja sama. Khususnya swarm itelligence pada algoritma lebah (Algorithm Bee Colony) terinspirasi dari perilaku sosial koloni lebah dimana seekor lebah bisa menjangkau sumber makanan sekaligus mengingat letak, arah dan jarak dari sumber makanan. Sekembalinya dari pencarian sumber makanan maka seekor lebah akan melakukan waggle dance. Waggle dance merupakan alat komunikasi yang dilakukan oleh koloni lebah. 4.2. Algoritma Lebah 4.2.1.Koloni Lebah Lebah merupakan serangga sosial yang sangat terogranisir. Kelangsungan hidup sebuah koloni tergantung dari setiap individu yang lain. Lebah menggunakan segregasi sistematis untuk memastikan kelanjuatan keberadaan dari koloninya. Mereka juga melakukan berbagai macam tugas seperti mencari makanan, reproduksi, menguruh lebah yang masih muda, patroli dan pembangunan sarang. Dari jumlah lebah yang banyak dalam sebuah koloni, mencari makan merupakan kegiatan utama yang dilakukan oleh koloni
21
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
lebah untuk menjamin pasokan sumber makanan bagi koloni lainnya.
kota berikutnya yang terdekat dengan kota saat ini.
Prilaku yang dilakukan oleh koloni lebah masih menjadi miteri selama bertahun tahun sampai Von Frisch menterjemakan bahasa isyarat yang berada pada tarian lebah. Tarian lebah ini digunakan sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh koloni. Misalanya setelah lebah kembali dari sarangnya, ia akan melakukan tarian yang disebut dengan waggle dance. Dengan menggunakan tarian ini lebah yang lain menerima informasi mengenai sumber makanan. Informasi yang diberikan pada saat waggle dance adalah jarak dan arah untuk menuju sumber makanan yang telah ditemukan.
4.2.3. Algoritma Lebah Dengan 2-opt untuk TSP
4.2.2. Pembangunan Jalur Oleh Lebah
Langkah – langkah penyesuaian algoritma lebah sebagai berikut :
Menurut (Wong) model yang diusulkan kami, lebah diperbolehkan untuk mengeksplorasi dan mencari jalan tur sampai selesai. Sebelum meninggalkan sarang lebah akan mengamati tarian yang dilakukan oleh lebah lainnya. Kemudian lebah akan diset dengan pengetahuan yang didapatkan dari tarian. Set pergerakan, yaitu “preferred path” yang dinotasikan dengan θ, maka akan berfungsi sebagai panduan dalam proses mencari makanan. θ berisi tur lengkap yang telah di explorasi sebelumnya oleh lebah yang akan pergi ke tempat tujuan. Selama proses pecarian makanan, lebah akan melakukan perjalanan dari satu kota ke kota yang lain sampai mencapai tujuan. Aturan heuristik digunakan untuk bantuan lebah dalam pengambilan keputusan untuk kota yang akan dikunjungi berikutnya. Aturan ini terdiri dari dua faktor : arc fitness dan jarak. Arc fitness dihitung untuk semua path yang mungkitn untuk kota kota yang bisa dikunjungi. Acr fitness yang lebih tinggi ditugaskan untuk tepi yang ditugas untuk tepi yang merupakan pilihan jalur. Dengan melakukan ini, lebah cenderung memilih kota berdasarkan jalan pilihan. Disisi lain, dibawah pengaruh jarak heuristik lebah cenderung memilih ISSN 2086-4299
Tingkah laku lebah pada akhirnya menginspirasikan seeley (1955) untuk menjadikan sebuah model untuk sistem belajar fungsional organisasi di tingakt grup karena sifat interaksinya dengan lingkungan sebagai suatu keseluruhan kohoren dan memiliki sejumlah adaptasi yang berfungsi untuk grup. Sunil nakrani dari Oxford University dan Craig Tovey dari Georgia Institute Of Technology menerapkan cara penyelesaian masalah oleh lebah madu tersebut pada permasalahan pada Internet Host
1. Forage Tahapan ini akan diberikan pada setiap lebah yang akan mengunjungi sumber makanan. aturan ini diberlakukan ketika lebah dahadapkan pada beberapa pilihan node. Berikut ini adalan fungsi dari waktu proses operasi dan arc fitness yang ditampilkan pada edge yang terhubung. Pij,n
= .
∑
,
[
(4.1) ] .
Dimana :
ij = rata – rata sisi antara node i dan j dij = jarak heuristik antara node i dan j Pij = kemungkinan pecabangan dari i dan j Pij mempunyai nilai berbanding terbalik dengan dij . Dengan kata lain, dibawah pengaruh jarak, lebah akan mengunjungi node dengan waktu proses yang lebih cepat. α merupakan variabel yang berperan sebagai pembobot untuk arc fitness, sedangkan β berfungsi untuk mengontrol signifikan level untuk heuristic distance-nya. Untuk pembobotan 22
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
pada arc fitness pun terdapat aturan bahwa untuk node pilihan yang ada ternyata tersedia pada preferred path, maka node tersebut akan diberikan bobot yang paling tinggi. Sedangkan node-node pilihan yang lain akan diberi bobot dari rata-rata sisa pembobotan. Jumlah keseluruhan pembobotan adalah 1 untuk semua node yang ada dalam pilihan. Hal ini akan diungkapkan melalui persamaan di bawah ini. =
ij [ [
, ∩ , ] ,
(4.2)
, ]
1 λ menunjukan probabilitas dari sebuah kota yang diikuti pada θ. Fi, n adalah kumpulan yang berisi satu kota yang mana lebah lebih suka berpindah dari i pada n transisi, seperti yang direkomendasikan oleh θ. Mari θ (m) melambangkan elemen ke-m di θ. Jika seekor lebah baru saja memulai eksplorasi dari sarang, FH, 0 = {θ (1)}. Jika arus mengunjungi kota i adalah pada posisi kem di jalur yang dipilih setelah transisi n, maka Fθ (m), n = {θ (m + 1)}. Fi, n hanya berisi satu elemen θ (m +1) (kota depan yang bersebelahan dengan i di θ) hal ini dipertimbangkan. Fi, n dapat memiliki dua kota jika θ (m - 1) (kota yang berdekatan dibelakang) juga dipertimbangkan 2. Waggle Dance Jika seekor lebah menari, tarian lebah akan berlangsung selama beberapa durasi. Durasi tarian Di dari lebah i ditentukan oleh linear fungsi seperti yang diberikan pada Persamaan. 2.3. Durasi diukur selama iterasi pada algoritma dieksekusi. Menurut fungsi linear, jika lebah i memiliki Pƒi yang lebih tinggi, maka akan diberikan kesempatan untuk menari lagi (dance muncul dalam iterasi lebih). Jika tidak, itu tarian untuk jangka pendek. Pƒi melambangkan skor profitabilitas lebah i sebagaimana didefinisikan pada Persamaan. 2.4. Pƒcolony menunjukkan koloni lebah dengan rata-rata profitabilitas ISSN 2086-4299
seperti dalam Persamaan. 2.5 dan diperbarui setelah masing-masing lebah menyeselaikan tur. K didefinisikan sebagai skala faktor yang mengendalikan besarnya durasi Di =
.
Pƒi =
ƒ
(4.3)
ƒ
Li = tour
length Pƒcolony ∑
= ƒ
(4.4)
(4.5)
Pƒi dapat ditafsirkan sebagai kuantitas nektar yang dikumpulkan oleh lebah i. kuantitas yang lebih tinggi dari nektar akan dikumpulkan jika lebah melakukann perjalanan yang panjang dengan rute lebih pendek. Dengan demikian, Pƒi didefinisikan berbanding terbalik dengan panjang tur. Kemungkinan ri mengikuti path yang biasa menurut profitability rating dari lebah dan koloni pada dasarnya seperti yang diperlihatkan di tabel 1 (diambil dari Nakrani 26 dan Tovey 2004). Terutama, lebah lebih menyukai mengobservasi secara random dan mengikuti waggle dance dalam dance floor jika profitability rating rendah sebagai perbandingan terhadap koloni. Tabel 4.1 Penyesuaian Penentuan Mengikuti Waggle Dance Profitability Scores Pfollow / Ri Pƒi < 0.95 Pƒcolony 0.60 0.95 Pƒcolony ≤ Pƒi < 0.975 0.20
Pƒcolony 0.975 Pƒcolony ≤ Pƒi < 0.99 Pƒcolony 0.99 Pƒcolony ≤ Pƒi
0.02 0.00
Dalam kasus ekstrim, dimana ri adalah nol, maka lebah akan memelihara path-nya sendiri. Lebah lebih suka melakukan pencarian secara random dan mengikuti waggle dance jika profitability
23
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
rating-nya rendah ketika dibandingkan dengan rata-rata profitability koloninya. Penggunaan kebijakan memori yang ditentukan dan tampilan tabel bertujuan untuk menghindari optima lokal. Kedua mekanisme mendorong eksplorasi sehingga lebah lebah dapat mencari solusisolusi terbaik dari solusi-solusi yang lebih efisien.
8. Jumlah lebah yang dilibatkan dalam pengujian sebanyak 100. Pencarian jalur terpendek yang dilakukan untuk pengujian sebanyak 100 kali percobaan. Dari 100 kali percobaan tersebut, 90 kali percobaaan menghasilkan rute dan panjang jalur terpendek, sedangkan 10 kali percobaan lainnya tidak menghasilkan rute dan panjang jalur terpendek. Data data hasil percobaan dapat di lihat pada lampiran 4.8. Grafik Hasil pencarian jalur terpendek algoritma lebah dengan mempertimbangkan heuristik dapat dilihat pada gambar 4.4.
Gambar 4.1 Flow Chart Algoritma Lebah 5.
Pengujian
Parameter inputan yang digunakan pada pencarian jalur terpendek algortima lebah dengan memperimbangkan heuristik yaitu :
Panjang Jalur
Grafik Hasil Pencarian Jalur Terpendek 1140 1120 1100 1080 1060 1040 1020 1000 980 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67 70 73 76 79 82 85 88 Iterasi Ke-
Gambar 5.1 Grafik Hasil Pencarian Jalur Terpendek
1. Kota awal yang digunakan dalam pengujian adalah kota Merak. 2. Kota tujuan yang digunakan dalam pengujian adalah kota Banyuwangi. 3. Perbandingan yang digunakan untuk bobot jarak dan bobot faktor adalah 1 : 3. 4. Nilai Apha yang digunakan bernilai 1 sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Dorigo dan Gambaedella (1997). 5. Nilai beta yang digunakan bernilai 2 sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Dorigo dan Gambaedella (1997). 6. Lamda yang digunakan pengujian bernilai 0,7.
dalam
7. Jumlah iterasi yang dilakukan pada penelitian sebanyak 100 kali. ISSN 2086-4299
Gambar 5.2 Rute Jalur Terpendek dengan Nilai Terendah Nilai modus pencarian jalur terpendek hasil simulasi adalah 1044,9907 Km. Dengan kemunculan sebesar 26 kali. Jalur rutenya adalah 1=merak - 2=serang 11=jakarta - 12=karawang - 13=cikampek - 20=pamanukan - 21=indramayu 22=cirebon - 29=losari - 31=ajibarang 34=temanggung - 36=salatiga - 37=solo 39=ponorogo 48=trenggarek 49=tulungagung 55=lumajang 56=jember - 57=banyuwangi. Nilai modus ini menunjukan rute dan panjang jalur optimum yang direkomendasikan untuk hasil penelitian. Penentuan hasil optimasi berdasarkan nilai modus dikarenakan 24
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
pencarian jalur terpendek yang dilakukan algoritma lebah tidak hanya mempertimbangkan jarak saja, tetapi mempertimbangkan heuristik lainnya juga. Dari hasil simulasi dihasilkan nilai rata–rata sebesar 1058,395 Km dengan standar deviasi sebesar 20,33801 Km. Standar deviasi menunjukan kisaran yang didapatkan dari hasil simulasi. Kisaran nilai terbesar yang dihasilkan dari simulasi sebesar 1078,7330 Km sedangkan nilai terkecil yang dihasilkan dari percobaan sebesar 1038,0569 Km. Besarnya kisaran yang dihasilkan merupakan panjang jalur yang dapat ditempuh dari kota awal ke kota tujuan. 6.
Pembahasan
Dari hasil penelitian dengan 100 kali simulasi untuk mencari panjang jalur terpendek, didapat 90 kali simulasi menghasilkan rute dan panjang jalur sedangkan 10 simulasi lainnya tidak berhasil menemukan rute dan panjnag jalur. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Setiap simulasi menggunakan 100 lebah. Setiap lebah akan berusaha untuk mencari rute dan panjang jalur terpendek. Dalam melakukan pencarian rute dan jalur terpendek tersebut, lebah dikatakan berhasil jika: a. Lebah memiliki titik awal dan titik akhir yang berbeda. Hal ini sesuai dengan konsep atau teori jalur terpendek, yaitu titik awal dan titik akhir berbeda. b. Lebah hanya boleh mengunjungi satu titik satu kali. Hal ini memenuhi teori atau konsep Travelling Salesman Problem (TSP). Konsep TSP digunakan karena sebenarnya TSP juga merupakan permasalahan untuk mencari jalur terpendek dengan titik awal dan titik akhir yang sama.
ISSN 2086-4299
Jika lebah tidak mampu memenuhi kedua syarat tersebut maka lebah dikatakan tidak berhasil atau gagal menemukan rute dan jalur terpendek. Inilah alasan mengapa dari 100 kali simulasi yang dilakukan, 90 kali simulasi mendapatkan rute sedangkan panjang jalur sedangkan 10 simulasi lainnya tidak berhasil menemukan rute dan panjang jalur. Hal lain yang menarik adalah bahwa setiap simulasi menghasilkan rute dan panjang jalur yang berbeda. Perbedaan ini dapat dilihat pada grafik di sub bab 4.4 sebelumnya yang tidak membentuk garis lurus dari simulasi pertama hingga simulasi ke seratus. Perbedaan rute dan panjang jalur yang dihasilkan pada setiap simulasi menunjukkan bahwa permasalahan jalur terpendek merupakan masalah optimasi yang menggunakan probabilistik. Penggunaan probabilistik pada algoritma ABC ini dapat dilihat pada proses transition rule (pemilihan kota yang akan dikunjungi berikutnya), yaitu : ,
⎧ ⎪
= ( ,
.(
)
(
∑( )∗
)
)
( ( ) ( ) ⎨ ∑( )∗ .1 , . ⎪∑ , ⎩ j 0, jika j ∉ j m= nilai maksimum dari f.
Dengan adanya rumus tersebut, setiap lebah akan memilih kota yang akan dikunjungi berikutnya secara acak. Pemilihan secara acak inilah yang menyebabkan setiap lebah (simulasi) akan menghasilkan rute dan panjang jalur yang berbeda. 7.
Kesimpulan
Penelitian ini telah berhasil mengimplementasikan algoritma lebah untuk menyelesaiakan pencarian jalur terpendek secara optimal. Perangkat lunak yang dibangun berhasil merekomendasikan jalur mudik yang 25
6
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
paling optimum dari kota pemberangkatan ke kota tujuan kepada pengguna. Pencarian jalur terpendek yang dilakukan untuk pengujian sebanyak 100 kali percobaan. Dari 100 kali percobaan tersebut, 90 kali percobaaan menghasilkan rute dan panjang jalur terpendek, sedangkan 10 kali percobaan lainnya tidak menghasilkan rute dan panjang jalur terpendek. Modus pencarian jalur terpendek hasil simulasi adalah 1044,9907 Km. Dengan kemunculan sebesar 26 kali. Nilai rata – rata sebesar 1058,395 Km dengan standar deviasi sebesar 20,33801 Km. Dari standar deviasi menunjukan hasil simulasi yang didapat mempunyai nilai terbesar 1078,7330 Km dan nilai terkecil 1038,0569 Km. 8.
Saran
Agar perangkat lunak pencarian jalur terpendek ini semakin baik maka disaran untuk penelitian selanjutnya adalah : 1. Menggunakan nilai yang valid untuk mengisi nilai heuristik yang dipertimbangkan, sehingga hasil rekomendasi pecarian jalur terpendek yang dihasilkan semakin baik hasilnya. 2. User bisa memasukan koordinat dan kota-kota yang terlibat dalam pencarian jalur terpendek secara manual. 3. Perangkat lunak yang dibangun bersifat mobile system, sehingga mudah untuk dibawa. 9.
Daftar Pustaka
Anonim, (2009).”Teknik Optimasi”.[online]. Tersedia : http://ilmukuilmumu.wordpress.com/ 2009/11/12/teknik-optimasi/. (31 Oktober 2010). Anugraha, R. (2009). “Jarak di Permukaan Bumi”. [online]. Tersedia: http://www.eramuslim.com/syariah/i lmu-hisab/cetak/jarak-di-permukaanbumi. [6 Juli 2010]. ISSN 2086-4299
Bonabeau, E., Dorigo, M. dan Theraulaz, G. (1999). “Swarm Intelligence From Natural to Artificial Systems”. New York: Oxford University Press. Budianto, A.P. “Penerapan Graf Untuk Struktur Data Himpunan Saling Lepas”. [online] tersedia : http://www.informatika.org/~rinaldi/ Matdis/20062007/Makalah/Makalah0607-79.pdf. (25 Oktober 2010). Chong, C. S. , Sivakumar, A.I , Low, M. Y. H. And Gay, K.L. (2006). “A Bee Colony Optimization Algorithm To Job Shop Scheduling”. [online]. Tersedia : http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/d ownload?doi=10.1.1.109.3897&rep= rep1&type=pdf. (27 Maret 2010). Chong, C. S. , Sivakumar, A.I , Low, M. Y. H. And Gay, K.L. “Using A Bee Colony Algorithm For Neighborhood Search In Job Shop Scheduling Problems”. [online]. Tersedia : http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/d ownload?doi=10.1.1.124.9011&rep= rep1&type=pdf. (27 Maret 2010). Fredivianus, N.(2009)” Organic Computing: Rahasia Aturan Sederhana”. [online]. Tersedia : http://www.forkomjerman.org/index.php?option=com_c ontent&view=article&id=130:organi c-computing-rahasia-aturansederhana&catid=34:tausiyah&Itemi d=67. (31 Oktober 2010). Kusumadewi.S, Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya), Edisi 2, Penerbit Graha Ilmu, 2002. Munir, R. (2003). Matematika Diskrit Edisi Kedua. Bandung. Penerbit informatika. 26
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
Nakrani, S. and Tovey, C.. (2004) "On honey bees and dynamic server allocation in Internet hosting centers," Adaptive Behavior, vol. 12, no. 3-4, pp.223-240, 2004.[online]. Tersedia : http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/d ownload?doi=10.1.1.91.8534&rep=r ep1&type=pdf#page=117. [23 Juni 2010]. Pham D.T., dkk. (2005). “The Bees Algorithm – A Novel Tool for Complex Optimisation Problems”. [online]. Tersedia : http://www.beesalgorithm.com/modules/2/4.pdf. (27 Maret 2010). Pressman, R.S. (2001). Software Engineering A Practitioner Approach Fifth Edition. New York:McGraw-Hill. Saidah, N. H. (2010).” Implementasi Algoritma Optimasi Bee Colony Untuk Penjadwalan Job Shop”. [online]. Tersedia : http://digilib.its.ac.id/public/ITSUndergraduate-9833-Paper.pdf. (19 Mei 2010). Utami, N.(2010).”Implementasi Algoritma Max-Min Ant System Dalam Pencarian Jalur Terpendek (Studi Kasus Pada Pencarian Jalur Terpendek Pipa Transmisi Gas)”. Sekripsi tidak terpubikasikan, Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
salesman problem," in Proceedings of Second Asia International Conference on Modelling & Simulation (AMS 2008), 2008. pp. 818-823.[online]. Tersedia : http://web.mysites.ntu.edu.sg/yhlow/ public/Shared%20Documents/papers /tsp-indin08.pdf. [6 Juli 2010] Wong, L. P, Low, M. Y. H. and Chong, C. S. “Bee Colony Optimization with Local Search for Traveling Salesman Problem”. [online]. Tersedia : http://web.mysites.ntu.edu.sg/yhlow/ public/Shared%20Documents/papers /tsp-indin08.pdf. (27 Maret 2010). Wong, L. P, Low, M. Y. H. and Chong, C. S. “A bee colony optimization algorithm with the fragmentation state transition rule for traveling salesman problem”. [online]. Tersedia : http://web.mysites.ntu.edu.sg/yhlow/ public/Shared%20Documents/papers /iproms09-bco.pdf. (27 Maret 2010). Wong, L. P., Chong C. S. ”An Efficient Bee Colony Optimization Algorithm for Traveling Salesman Problem using Frequency-based Pruning”. [online]. Tersedia : http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/d ownload?doi=10.1.1.149.7883&rep= rep1&type=pdf. (27 Maret 2010).
Wismabahasa.(2007),”Fenomena Mudik Lebaran”.[online]. Tersedia : http://wismabahasa.wordpress.com/2 007/10/16/fenomena-mudiklebaran/. (6 Juli 2010) Wong L. P., Low M. Y. H., and Chong C. S.. (2008). "A bee colony optimization algorithm for traveling ISSN 2086-4299
27
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
IMPLEMENTASI PENDEKATAN SEMANTIC OBJECT MODEL PADA RANCANGAN DATABASE PENATAUSAHAAN ASET FASILITAS KANTOR Siti Husnul Bariah
ABSTRAK Database merupakan salah satu komponen yang paling penting dalam sebuah sistem informasi, karena merupakan dasar dalam menyediakan informasi atau kumpulan data yang ditampilkan melalui sistem informasi. Hasil analisis terhadap proses penatausahaan sebelumnya terdapat beberapa kekurangan dantaranya membutuhkan sebuah perangkat lunak yang terkomputerisasi, dan hal itu tidak terlepas dari adanya suatu database yang berfungsi sebagai media penyimpanan yang berhubungan dengan aplikasi yang ada. Pada penelitian ini penyusun menerapkan pendekatan Semantic Object Model dalam pemodelan datanya, yang dalam merepresentasikan objek-objeknya menggunakan diagram SOM. Pemodelan data dengan menggunakan Semantic Objet Model dapat memudahkan pengembang dalam mengimplementasikan model data tersebut karena, Semantic Object Model lebih detail dalam penggambaran model datanya, sehingga untuk melakukan proses selanjutnya yaitu pembuatan relational database lebih mudah. Kata kunci: Database, Model Data, Semantic Object Model, Penatausahaan Aset. 1. PENDAHULUAN Pada saat ini perkembangan informasi yang sangat cepat membutuhkan suatu sistem informasi yang efisien dan efektif. Hal ini tidak lepas dari database yang merupakan kumpulan data yang ditampilkan melalui sebuah sistem informasi. Untuk mengelola sumber informasi yang pertama kali dilakukan adalah merancang suatu aplikasi database agar informasi yang ada dapat digunakan secara maksimal. Penatausahaan asset fasilitas kantor pada DISKOMINFO saat ini masih dilakukan secara sederhana (manual) dengan cara mendokumentasikan pada beberapa ISSN 2086-4299
dokumen kertas. Kondisi seperti ini mengakibatkan proses pengolahan data menjadi kurang baik, misal lamanya pencarian data aset fasilitas yang sewaktu-waktu dibutuhkan dalam jangka waktu yang singkat. Prosedur kerja manual tersebut akan memakan banyak waktu dan biaya. Perancangan suatu database yang berfungsi menyimpan data dalam proses pengelolaan penatausahaan aset fasilitas kantor merupakan sebuah proses yang wajib dilakukan dalam memulai sebuah sistem, dengan mentransformasikan proses manual menjadi suatu kumpulan tabel-tabel yang terstruktur. Dalam perancangan database terdapat beberapa model data 28
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
(konsep-konsep untuk menerangkan data, hubungan-hubungan antara data dan batasan-batasan data yang terintegrasi di dalam suatu organisasi) diantaranya adalah model data berbasis objek yang terdiri dari entity relationship model, semantic object model. Dalam hal ini penyusun mencoba mengimplementasikan semantic object model, yang dalam merepresentasikan objek- objeknya menggunakan diagram semantic object model untuk proses penatausahaan manajemen aset fasilitas kantor dengan harapan hasil dari implementasi semantic object model ini dapat memberikan pemahaman kepada user tentang penggunaan semantic object model tersebut. Hasil akhir dari sebuah rancangan database tergantung kepada model data yang digunakan. Dalam hal ini penulis mencoba mengimplementasikan pendekatan semantic object model, yang terdiri dari beberapa kumpulan objek dan semantik yang saling mempunyai keterhubungan dengan objek yang lainnya. Dan object semantic memodelkan persepsi user secara lebih cermat dibandingkan dengan model ER (Kroenke, Hal 328). Inti dari Perangkat lunak penatausahaan aset adalah suatu sistem yang bertujuan menatausahakan aset fasilitas kantor milik kekayaan Negara di lingkungan Dinas Komunikasi dan Informatika. Dengan adanya suatu sistem penatausahaan aset fasilitas kantor dapat lebih memudahkan pengelola aset dalam mencapai tujuan dan fungsi dari penatausahaan aset fasilitas kantor. Penatausahaan merupakan bagian dari pengelolaan barang milik Negara yang dilakukan oleh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), karena inventarisasi ISSN 2086-4299
dan revaluasi barang milik Negara merupakan bagian tak terpisahkan dari proses manajemen aset Negara itu sendiri (Tomi Wiranto, 2009). Menurut surat keputusan menteri keuangan, Nomor:Kep-225/MK/V/4/1971 bertanggal 13 April 1971, yang termasuk barang-barang milik Negara/kekayaan Negara adalah tanah, gedung, peralatan kantor, dan lain-lain. Penatausahaan aset fasilitas pada kantor DISKOMINFO saat ini masih dilakukan secara sederhana (manual) dengan cara mendokumentasikan pada beberapa dokumen kertas. Kondisi seperti ini mengakibatkan proses pengolahan data menjadi kurang baik, misal lamanya pencarian data aset fasilitas yang sewaktu- waktu dibutuhkan dalam jangka waktu yang singkat. Prosedur kerja manual tersebut akan memakan banyak waktu dan biaya. 2.
TINJAUAN PUSTAKA Penatausahaan Aset Fasilitas Kantor Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Definini SOM Semantic object model pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988, model tersebut didasarkan pada konsep yang dikembangkan dan dipublikasikan oleh Codd serta Hammer serta McLeod. Semantic object model adalah suatu model data (Kroenke, D.M, 2004 Hal 327). Menurut (kroenke:2004) menyatakan bahwa semantic object diklasifikasikan menjadi 7 tipe objek dengan tujuan untuk mempermudah analis dalam mendesain 29
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
database. Adapun ke 7 tipe tersebut secara detail sebagai berikut: 1) Objek sederhana (simple object) 2) Objek komposit (composite object) 3) Objek compound (compoundobject) 4) Objek hybrid (hybrid object) 5) Objek asosiasi 6) Objek induk/subtype 7) Objek pola dasar/versi
Basis Data Basisdata (database) merupakan komponen utama dalam membangun sebuah sistem yang menyangkut pendokumentasian ke dalam sebuah database. Bentuk basisdata adalah sebuah aturan yang mengatasi masalah terebut. Saat ini basisdata memiliki peranan yang sangat penting dalam mengelola data yang ada di dalamnya. Hal lain yang perlu diketahui adalah bahwa di dalam basisdata terdapat suatu kelompok ruang penyimpanan data yang disebut tabel. Di dalamnya terdapat data yang sangat kompleks dan terhubung satu sama lain. Kita membutuhkan sebuah relasional database, sering disebut dengan Relational Database Management System (RDBMS), untuk mengelola data yang ada di dalamnya dengan memaksimalkan autentikasi data tersebut. Jika tidak, datadata yang ada di dalam sebuah media penyimpanan akan menemui banyak permasalahan, dan yang paling fatal adalah bahwa data tersebut tidak akan dapat di akses. Oleh karena itu penggunaan basisdata menjadi sebuah kewajiban dalam mendokumentasikan sebuah data atau lebih dalam sebuah media penyimpanan (Nugroho, Bunafit, 2004). ISSN 2086-4299
Penggolongan barang-barang milik Negara/kekayaan Negara 1. Tanah Tanah perkampungan, tanah pertanian, tanah perkebunan, kebun campuran, hutan, tanah kolam ikan, danau/rawa, sungai, tanah tandus/rusak, tanah alang-alang dan padang rumput, tanah penggunaan lain, tanah bangunan dan pertambangan, tanah badan jalan dan lain-lain sejenisnya. 2. Peralatan dan mesin a. Alat-alat besar Alat-alat besar darat, alat-alat besar apung, alat- alat bantu dan lain-lain sejenisnya. b. Alat-alat angkutan Alat angkutan darat bermotor, alat angkutan darat tak bermotor, alat angkut apung bermotor, alat angkut apung tak bermotor, alat angkut bermotor udara, dan lain-lain sejenisnya. c. Alat-alat bengkel dan alat ukur Alat bengkel bermotor, alat bengkel tak bermotor, dan lain-lain sejenisnya. d. Alat-alat pertanian/peternakan Alat pengolahan tanah dan tanaman, alat pemeliharaan tanaman/ pasca penyimpanan dan lain-lain sejenisnya. e. Alat-alat kantor dan rumah tangga Alat kantor, alat rumah tangga, dan lain-lain sejenisnya. f. Alat studio dan alat komunikasi Alat studio, alat komunikasi, dan lain-lain sejenisnya. g. Alat-alat kedokteran Alat kedokteran seperti alat kedokteran umum, alat kedokteran gigi, alat kedokteran 30
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
keluarga berencana, alat kedokteran mata, alat kedokteran THT, alat rontgen, alat farmasi, dan lain-lain sejenisnya. h. Alat-alat laboratorium Unit alat laboratorium, peraga/praktek sekolah dan lain sejenisnya. i. Alat-alat keamanan Senjata api, persenjataan senjata api, amunisi, senjata dan lain-lain sejenisnya.
alat lain-
non sinar
3. Gedung dan bangunan a. Bangunan gedung Bangunan gedung tempat kerja, bangunan gedung, bangunan instalansi, bangunan gedung tempat ibadah, rumah tempat tinggal, dan gedung lainnya yang sejenis. b. Bangunan monument Candi, monument alam, monument sejarah, tagu peringatan dan lain-lain sejenisnya. 4. Aset tetap lainnya a. Buku dan perpustakaan Buku seperti buku umum filsafah, agama, ilmu sosial, ilmu bahasa, matematika, dan pengetahuan alam, ilmu pengetahuan praktis, arsitektur, kesenian, olahraga geografi, biografi, sejarah dan lainlain sejenisnya. Analisis PIECES Pengertian PIECES (Performance, Information, Economy, Control, Efficiency, dan Service), adalah: 1. Performance (kinerja) : peningkatan terhadap kinerja (hasil kerja) sistem yang baru sehingga ISSN 2086-4299
2.
3.
4.
5.
6.
menjadi lebih efektif. Kinerja dapat diukur dari throughput dan response time adalah rata-rata waktu yang tertunda diantara dua transaksi atau pekerjaan ditambah dengan waktu response untuk menanggapi pekerjaan tersebut. Information (informasi) : peningkatan terhadap kualitas informasi yang disajikan. Economy (ekonomis) : peningkatan terhadap manfaatmanfaat atau keuntungan-keuntungan atau penurunan-penurunan biaya yang terjadi. Control (pengendalian) : peningkatan terhadap pengendalian untuk mendeteksi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan serta kecurangan-kecurangan yang dan akan terjadi. Efficiency (efisiensi): peningkatan terhadap efisiensi operasi. Efisiensi berbeda dengan ekonomis. Bila ekonomis berhubungan dengan jumlah sumber daya yang digunakan, efisiensi berhubungan dengan bagaimana sumber daya tersebut digunakan dengan pemborosan yang paling minimum. Efisiensi dapat diukur dari outputnya dibagi dengan inputnya. Service (pelayanan) : peningkatan terhadap pelayanan yang diberikan oleh sistem (Istiningsih, Pengertian Sistem dan Analisis Sistem).
3.
METODE PENELITIAN Desain penelitian adalah tahapan atau gambaran yang akan dilakukan dalam melakukan penelitian, untuk memudahkan penyusun dalam melakukan penelitian, dibutuhkan desain 31
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
penelitian.
akan mendeskripsikan fase-fase awal pengembangan sistem. Analisis sistem adalah teknik pemecahan masalah yang menguraikan bagian-bagian komponen tersebut bekerja dan berinteraksi untuk mencapai tujuan mereka Berdasarkan wawancara yang penyusun lakukan dan tinjauan langsung terhadap proses yang berjalan, didapatkan data tentang gambaran umum penatausahaan dalam pengelolaan aset fasilitas kantor pada DISKOMINFO yang kemudian di analisis menggunakan analisis PIECES (performance, information, economy, control, efficiency, dan services).
1. Metode Pengumpulan Data a. Metode Observasi b. Metode Studi Kepustakaan c. Metode Wawancara 2. Metode Pengembangan sistem
1. Rekayasa dan Pemodelan Sistem Karena perangkat lunak selalu merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar, kerja dimulai dengan membangun syarat dari semua elemen sistem dan mengalokasikan beberapa subset dari kebutuhan ke perangkat lunak tersebut. Rekayasa dan analisis sistem menyangkut pengumpulan kebutuhan pada tingkat sistem dengan sejumlah kecil analisis serta desain tingkat puncak. 2. Analisis Dalam ISSN 2086-4299
tahapan
analisis
ini
3. Desain Desain perangkat lunak sebenarnya adalah proses multi langkah yang berfokus pada empat atribut sebuah program yang berbeda; struktur data, arsitektur perangkat lunak, representasi interface, dan detail (algoritma) procedural. Proses desain menerjemahkan syarat/kebutuhan ke dalam sebuah representasi perangkat lunak yang dapat diperkirakan demi kualitas sebelum dimulai pemunculan kode. Sebagaimana persyaratan, desain didokumentasikan dan menjadi bagian dari konfigurasi perangkat lunak. 4. Kode 32
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
Desain harus diterjemahkan ke dalam bentuk mesin yang bisa dibaca. Langkah pembuatan kode melakukan tugas ini. Jika desain dilakukan dengan cara lengkap, pembuatan Kode dapat diselesaikan secara mekanis. 5. Pengujian Sekali Kode dibuat, pengujian program dimulai. Proses pengujian berfokus pada logika internal perangkat lunak, memastikan bahwa semua pernyataan sudah diuji, dan pada eksternal fungsional yaitu mengarahkan pengujian untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan memastikan bahwa input yang dibatasi akan memberikan hasil aktualyang sesuai dengan hasil yang dibutuhkan. 4. PEMBAHASAN Hasil Analisis PIECES a. Performace (kinerja) Manfaat teknologi dibutuhkan dalam pemrosesan penatausahaan aset fasilitas kantor, sehingga dari segi pemrosesan aset fasilitas kantor dapat dinilai lebih baik, untuk jumlah data aset fasilitas kantor pada DISKOMINFO yang banyak dan terus bertambah. Proses penatausahaan aset fasilitas kantor yang dilakukan dengan bantuan komputer sangat memudahkan pengelola dalam mendaftarkan data aset fasilitas kantor sehingga pembuatan laporan KIB barang tidak dilakukan secara berulang kali seperti pada proses manual.Kemudian sistem dirancang agar dapat memproses data sesuai dengan kepemilikan unit ISSN 2086-4299
masing-masing sehingga dapat memudahkan dalam melakukan pelaporan Inventaris Ruangan sesuai dengan lokasi unit-unit yang ada di DISKOMINFO. b. Information (informasi) Dilakukannya proses penatausahaan manajemen aset fasilitas kantor pada DISKOMINFO secara terkomputerisasi, maka segala kepentingan yang menyangkut data aset fasilitas kantor dapat lebih mudah diketahui bila sewaktu-waktu diperlukan. Informasi yang disajikan pun dapat lebih baik karena mengikuti data terbaru yang diterima (apabila dalam waktu terakhir terdapat data aset fasilitas yang ditambah atau berubah keadaanya). c. Economy (ekonomis) Penggantian format laporan dan pengelolaan manajemen aset fasilitas kantor dari hardcopy menjadi softcopy, dan hanya beberapa laporan yang hardcopy seperti laporan KIR (Kartu Inventaris Ruangan) karena pada ruangan masing-masing unit harus tertempel KIR untuk mengetahui data aset fasilitas kantor DISKOMINFO yang dipegang oleh unit tersebut. d. Control (pengendalian) Dengan adanya sistem yang terkomputerisasi dapat dilakukan pemberian hak akses terhadap orangorang tertentu dengan memiliki control yang baik, setiap orang yang melakukan akses terhadap sistem manajemen aset tersebut harus memiliki password untuk menjaga keamanan. e. Efficiency (efisiensi) 33
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
Pengembangan system manajemen asset berbasis komputer yang bertujuan memudahkan pekerjaan bila dibandingkan secara manual. Karena lebih teratur dan terorganisir dan berdampak baik untuk proses lainnya. f. Services (pelayanan) Peringatan atas data aset fasilitas yang kosong dilakukan lebih awal dan bila keadaan tersebut belum terpenuhi maka data aset fasilitas tersebut tidak dapat disimpan. Oleh karena itu sangat diperlukan identitas informasi dari setiap pengadaan tiap unit secara lengkap dan rinci. Sehingga menghasilkan informasi yang akurat. Diagram SOM
ISSN 2086-4299
Penjelasan type object : 1. Object TANAH termasuk type object compound, karena object TANAH berisi minimal satu atribut object yaitu LOKASI. 2. Object PERALATAN_MESIN termasuk type object compound, karena object PERALATAN_MESIN berisi minimal satu atribut object seperti yaitu LOKASI. 3. Object GEDUNG_BANGUNAN termasuk type object compound, karena object GEDUNG_BANGUNAN berisi minimal satu atribut object yaitu LOKASI. 4. Object BUKU termasuk type object compound, karena object BUKU berisi minimal satu atribut object yaitu LOKASI. 5. Object KATEGORI_ASET termasuk type object komposit, karena object KATEGORI_ASET berisi satu atribut multi-nilai (atribut yang kardinalitas maksimumnya lebih besar dari 1) yaitu datakategori, memiliki atribut sederhana (kodekategori, namakategori, deskripsi) dan kelompok (datakategori) tetapi tanpa memiliki atribut object. 6. Object LOKASI termasuk type object compound, karena object 34
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
LOKASI berisi beberapa atribut object yaitu TANAH, PERALATAN_MESIN, GEDUNG_BANGUNAN, BUKU, dan KIR. 7. Object KABUPATEN termasuk type object sederhana, karena object KABUPATEN hanya berisi atribut nilai-tunggal sederhana (atribut yang kardinalitas maksimumnya adalah 1) yaitu KodeKabupaten dan NamaKabupaten. 8. Object PROVINSI termasuk type object sederhana, karena object PROVINSI hanya berisi atribut nilaitunggal sederhana (atribut yang kardinalitas maksimumnya adalah 1) yaitu KodeProvinsi dan NamaProvinsi. 9. Object SKPD termasuk type object sederhana, karena object SKPD hanya berisi atribut nilai-tunggal sederhana (atribut yang kardinalitas maksimumnya adalah 1) yaitu KodeSkpd dan NamaSkpd. 10. Object PEGAWAI termasuk type object sederhana, karena hanya berisi atribut nilai-tunggal sederhana (atribut yang kardinalitas maksimumnya adalah 1) yaitu Nip, NamaPegawai, Jabatan, Alamat dan berisi atribut kelompok yaitu Phone 11. Object KIR termasuk type object hybrid, karena secara khusus object hybrid adalah object semantic yang memiliki paling sedikit satu atribut kelompok multi-nilai (atribut yang maksimum kardinalitasnya lebih besar dari 1) adalah DataKir (No, KodeAset, NamaAset, Merk, NoSeriPabrik, Ukuran, Bahan, TahunPembelian, Jumlah, Harga, Kondisi, dan Keterangan) dan mengikutsertakan atribut object ISSN 2086-4299
semantic diantaranya adalah adalah LOKASI. Transformasi Ke Dalam Desain Database 1. TANAH (IdPengadaan, KodeTanah, NamaTanah, Luas, TahunPembelian, Alamat, StatusTanah, Sertifikat _Nomor, Sertifikat_Tanggal, Pengguna an, AsalUsul, Harga, Keterangan, LOKASI_kodelokasi_FK). 2. PERALATAN_MESIN (IdPengadaan, KodePeralatanMesin, Nama PeralatanMesin, Merk, Ukuran, Bahan, TahunPembelian, Nomor_Pabrik, Nomor_Rangka, Nomor_Mesin, Nomor_Polisi, Nomor_Bpkb, AsalUsul, Harga, Keterangan, LOKASI _kodelokasi_FK). 3. GEDUNG_BANGUNAN (IdPengadaan, KodeGedungBangunan, Nama GedungBangunan, KondisiBangunan, Konstruksi, Alamat, StatusTanah, AsalUsul, Keterangan, LOKASI_kodelokasi_FK). 4. BUKU (IdPengadaan, KodeBuku, JudulBuku, Spesifikasi, Jumlah, TahunPembelian, AsalUsul, Harga, Keterangan, LOKASI_kodelokasi _FK). 5. KATEGORI_ASET (kodekategori, namakategori, deskripsi). 6. KATEGORI_ASET_datakategori (KATEGORI_ASET_kodekategori_F K, kodeaset, namaaset). 7. LOKASI (kodelokasi, namalokasi) 8. KABUPATEN (kodekabupaten, Namakabupaten) 9. PROVINSI (KodeProvinsi, NamaProvinsi) 10. SKPD (KodeSKPD, NamaSKPD). 35
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
11. PEGAWAI (Nip, NamaPegawai, Jabatan, Alamat Phone_Area Code, Phone_Phone Number) 12. KIR (LOKASI_kodelokasi_FK, Skpd, Kabupaten, Provinsi). 13. KIR_DataKir (KIR_ID_FK, IdPengadaan, NamaAset, MerkModel, NoSeriPabrik, Ukuran, Bahan, Tahunpembelian, KodeAset, Harga, KeadaanBarang, Keterangan). 5.
KESIMPULAN Proses penatausahaan aset fasilitas kantor pada DISKOMINFO yang sebelumnya menggunakan proses manual dalam mendokumentasikan dan melakukan pengelolaanya, terdapat beberapa kelemahan berdasarkan hasil analisis yang penyusun lakukan sebelumnya diantaranya adalah kurang efektif dalam proses pencarian informasi dan proses pendokumentasian yang dilakukan berulang kali. Perangkat Lunak ini bertujuan untuk membantu mempermudah kinerja dalam proses penatausahaan aset fasilitas kantor. Pemodelan data dengan menggunakan Semantic Object Model dapat memudahkan pengembang dalam mengimplementasikan model data tersebut karena, Semantic Object Model lebih detail dalam penggambaran model datanya, sehingga untuk melakukan proses selanjutnya yaitu pembuatan relational database lebih mudah. 1. Penggambaran Semantic Object Model itu berawal dari user interface, sehingga lebih efisien dan tepat penggunaanya karena sesuai dengan kebutuhan user, dalam hal ini adalah perangkat lunak penatausahaan aset fasilitas kantor yang sebelumnya menggunakan proses manual. ISSN 2086-4299
6. 1.
2.
SARAN Pengembangan lebih lanjut tentang aplikasi penatausahaan aset fasilitas kantor ini dapat dilakukan dengan menambahkan beberapa fitur yang diperlukan dimasa yang akan datang. Metode dalam pemodelan data untuk merancang sebuah database dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pemodelan data yang ada, sehingga lebih memudahkan pengembang dalam membuat suatu rancangan database yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. [Online] diakses pada tanggal 23 September 2010 http://kerjasama.jogjakota.go.id/uplo ad /dokumen_perundangan/Permendagr i_No_17_2007.pdf Anonim, Pedoman Pelaksanaan tentang Inventarisasi Barang-barang Milik Negara/kekayaan Negara. [Online] diakses pada tanggal 23 September 2010 http://jdih.jdihukum.com/pdf/PENG HAPUSAN%20KEKAYAAN%20N EGARA/KEPMENKEU%20225%2 019 71.PDF Istiningsih, Pengertian Sistem dan Analisis Sistem [online] diakses pada tanggal 4 juli 2010, http://www.google.co.id/url?q=http:// widada.staff.gunadarma.ac.id/Downl oads/files/12827/PENGERTIAN%2 BSISTEM%2BDAN%2BANALISIS %2BSISTEM.doc&sa=U&ei=ppcwT OClHNCRrAfttvnzBQ&ved=0CBk QFjAC&usg=AFQjCNGDV9wV24z NfE01bKf7HfCSWuyXtA 36
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
Jamil, A, Semantic Object Model, 2010 Kroenke, David,M. 2004 ,Database Processing ”Dasar-Dasar, Desain, dan Implementasi”. Dian Nugraha, S.T (Penterjemah), Jilid 2 Edisi 9, Penerbit Erlangga. Nugroho, B (2004). Database Relasional dengan MySQL, Yogyakarta : Penerbit Andi. Ph.D,
Pressmann, Roger,S. 2002, Rekayasa Perangkat Lunak, Pendekatan Praktisi (buku satu), penerbit Andi.
Robby, Kwanentent, O, Wardana, F.M. (2009). “Analisis dan Perancangan Basis Data untuk Mendukung Aplikasi ERP Education Pada Bina Nusantara University (Studi Kasus: Academic Management and Content Preparation)”. Jurnal Penelitian SkripsiJurusan Teknik Informatika yang dilakukan di Applied Technology Laboratory, Bina Nusantara, 1-12. Tomi, Manajemen Aset Pemerintah (Government asset management) [Online] diakses pada tanggal 10 mei 2010. http://tomiwiranto.blogspot.com/200 9/05 /fungsi- penganggaran-danmanajemen-aset.html Yuliana, Oviliani, Y; & Rostianingsih, Silvia (2008). “Pembuatan Aplikasi untuk Mendesain Basis Data Berdasarkan Semantic Object Model”, Proceeding, Seminar Ilmiah Nasional komputer dan sistem intelijen (KOMMIT 2008), Auditoriium Universitas Gunadarma, Depok, 20-21 Agustus 2008, 579-586.
ISSN 2086-4299
37
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
HUBUNGAN ANTARA PEALATIHAN OUTBOUND DENGAN PENINGKATAN KINERJA KARYAWAN Kuntum An Nisa Imania ABSTRAK Mengingat pentingnya peran SDM dalam perusahaan agar tetap dapat bertahan dalam iklim persaingan bebas tanpa batas, maka peran manajemen SDM tidak lagi hanya menjadi tanggung jawab para pegawai atau karyawan, akan tetapi merupakan tanggung jawab pimpinan perusahaan. Pengelolaan manajemen tentu saja harus dilaksanakan oleh pemimpin yang professional. Salah satu usaha yang bisa dilakukan untuk menciptakan kondisi SDM sesuai dengan kebutuhan pembangunan negara, maka diperlukan Pendidikan dan Pelatihan para Pegawai. Pelatihan akan membantu organisasi mencapai sasaran serta berkontribusi terhadap pengembangan keseluruhan karyawan. Pelatihan diperlukan untuk membantu karyawan meningkatkan kualitas dalam melakukan pekerjaan, serta membantu meningkatkan keuntungan organisasi, tetapi juga essensial untuk mengembangkan pekerjaan dan proses transformasi pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut benar-benar bernilai. Kata Kunci : SDM, Pendidikan, Pelatihan, Karyawan
1.
PENDAHULUAN
Sumber daya manusia merupakan modal yang dibutuhkan untuk membangun suatu industri yang mandiri dan maju diupayakan dengan mengembangkan potensi – potensi (SDM) yang terdapat pada setiap individu melalui proses pendidikan yang sistematis, dinamis dan integratif. Aset paling penting yang harus dimiliki oleh suatu organisasi atau perusahaan dan harus diperhatikan dalam manajemen adalah tenaga kerja atau manusia (sumber daya manusia), karena mereka inilah yang mampu bekerja untuk membuat tujuan, mengadakan inovasi, dan mencapai tujuan organisasi. Mengingat pentingnya peran SDM dalam perusahaan agar tetap dapat bertahan dalam iklim persaingan bebas tanpa batas, maka peran manajemen SDM tidak lagi hanya menjadi tanggung jawab para pegawaia atau karyawan, akan tetapi merupakan tanggung jawab pimpinan perusahaan. Pengelolaan manajemen tentu saja harus dilaksanakan oleh pemimpin ISSN 2086-4299
yang professional. Dengan demikian, manajemen SDM dapat diartikan sebagai pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai/karyawan). Salah satu usaha yang bisa dilakukan untuk menciptakan kondisi SDM sesuai dengan kebutuhan pembangunan negara, maka diperlukan Pendidikan dan Pelatihan para Pegawai secara terarah, terpadu, dan berkesinambungan agar tercipta : 1. Peningkatan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa, negara, dan tanah air. 2. Peningkatan efesiensi, efektivitas, dan kualitas pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan semangat kerjasama dan tanggungjawab sesuai dengan lingkungan kerja organisasinya. Pelatihan akan membantu organisasi mencapai sasaran serta berkontribusi terhadap pengembangan keseluruhan karyawan. Pelatihan diperlukan untuk membantu karyawan meningkatkan kualitas dalam melakukan pekerjaan, serta 38
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
membantu meningkatkan keuntungan organisasi, tetapi juga essensial untuk mengembangkan pekerjaan dan proses transformasi pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut benar-benar bernilai. Sebuah studi yang dilakukan oleh GRADdirect, lembaga di bawah perusahaan konsultan HR Reed Consulting meneliti apa yang dilihat organisasi dari para lulusan baru. Hasilnya, lebih dari 6 dari 10 rekruter menyebut "komunikasi" dan "kemampuan bekerja dalam tim" sebagai atribut personal yang terpenting. Sebenarnya kerjasama tim ini sudah sejak dari dahulu diajarkan nenek moyang kita melalui peribahasa ”berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Agama Islam pun sudah mengingatkan akan pentingnya kerjasama tim ini dalam surat Al-Maidah ayat 2 adalah ”Dan tolongmenolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” Pembentukan tim kerja dianggap solusi terbaik untuk mencapai keberhasilan sebuah project ataupun event yang tentunya akan berimbas kepada kesuksesan di organisasi perusahaan. Banyak yang menyakini bahwa tim yang solid akan lebih mudah menyelesaikan delegasi tugas-tugas organisasi. Tetapi untuk membentuk sebuah tim kerja yang solid memang tidaklah mudah. 2. TINJAUAN PUSTAKA Hakikat Diklat Pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Penggunaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau organisasi biasanya disatukan menjadi diktat (pendidikan dan pelatihan). Tujuan Diklat Menurut pendapat Hani Handoko (2002:103) ada tujuan utama program latihan dan pengembangan karyawan, ISSN 2086-4299
yaitu : “untuk menutup gap antara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan serta untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaransasaran kerja yang telah ditetapkan.” Definisi Outbound Menurut Ancok Djamaludin (2002: 3) “outbound adalah kegiatan di alam terbuka (outdoor), outbound juga dapat memacu semangat belajar”. Outbound merupakan sarana penambah wawasan pengetahuan yang didapat dari serangkaian pengalaman berpetualang sehingga dapat memacu semangat dan kreativitas seseorang. Bentuk kegiatan outbound berupa simulasi kehidupan melalui permainan-permainan (games) yang kreatif, rekreatif, dan edukatif, baik secara individual maupun kelompok, dengan tujuan untuk pengembangan diri maupun kelompok. Tim Kerja Tim dibangun dengan tujuan untuk membantu kelompok fungsional menjadi lebih efektif. Karena rasa individualisme dan persaingan atar pribadi relatif tajam dalam organisasi, maka tidak semua kelompok kerja dapat dikategorikan ke dalam suatu tim. Lima atau enam orang yang sedang menyelesaikan suatu proyek belum menjamin bahwa mereka bisa bekerjasama dalam mencapai tujuan. Secara spesifik, membangun sebuah tim artinya harus mengembangkan semangat, saling percaya, kedekatan, komunikasi, dan produktivitas. Menurut Snow (1992), Johnson dan Johnson (2000) dan Robbins (2003) memaparkan model pembentukan tim dari Bruce W. Tuckman, lima tahap pembentukan tim sebagai berikut : 1. Forming 2. Stroming 3. Norming 4. Performing 5. Adjourning Kepemimpinan Menurut Tannebaum, Weschler and Nassarik (1961: 24) kepemimpinan adalah “kepemimpinan adalah pengaruh antar 39
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu.” Prinsip dasar adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi. Mungkin prinsip menciptakan kepercayaan dan berjalan sebagai sebuah kompas/petunjuk yang tidak dapat dirubah. Prinsip merupakan suatu pusat atau sumber utama sistem pendukung kehidupan yang ditampilkan dengan 4 dimensi seperti; keselamatan, bimbingan, sikap yang bijaksana, dan kekuatan. 3. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel bebas (X) adalah Pelatihan Outbound, dan variabel terikat (Y) adalah kinerja karyawan dalam membangun tim di kerja sama tim. Adapun hubungan antara variabel X dan gambarkan dalam tabel berikut ini : Desain Penelitian Pelatihan X Outbound Y (X) Komunikasi Efektif (Y1)
XY1
Kepemimpinan XY2 (Y2) Klasifikasi Peran (Y3)
XY3
Resolusi Konflik (Y4)
XY4
1. Populasi dan Sampel a. Populasi dalam penelitian ini adalah para peserta yang telah mengikuti (alumnus) program team building di pelatihan outbound Boots Provider sebanyak 20 orang. ISSN 2086-4299
b. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu dimana seluruh populasi akan dijadikan sampel. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Teknik Observasi b. Angket c. Studi Dokumentasi 3. Uji Validitas dan Realibilitas Pada penelitian ini, uji validitas yang digunakan adalah uji validitas isi (content validity) dengan angket, selain menggunakan uji validitas peneliti juga menggunakan expert judgment (pendapat ahli) pada angket. Sedangkan uji reliabilitas, metode uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji reliabilitas internal consistency atau internal consistency method dengan menggunakan Cronbach’s Alpha. Menurut Ronny S. Kountur (2003:158), yaitu Crobach’s Alpha (α) merupakan teknik pengujian reliabilitas suatu tes atau angket yang paling sering digunakan oleh karena dapat digunakan pada tes-tes atau angketangket yang jawaban atau tanggapannya berupa pilihan. Pilihannya dapat terdiri dari dua pilihan atau lebih dari dua pilihan. 4. Teknik Analisis Data a. Teknik Analisis Data Data yang berhasil dikumpulkan dari lapangan akan diolah dan dianalisis dengan perhitungan statistika. Pengolahan data dan analisis data ini akan diperlukan untuk menguji hipotesa, menafsirkan dan membuat generalisasi dari hasil penelitian. b. Uji Hipotesis 1) Uji Koefesien Korelasi Uji koefesien korelasi dimaksudkan untuk melihat hubungan dari dua hasil pengukuran atau dua variabel yang diteliti, untuk mengetahui derajat hubungan intara variabel 40
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
X (Pelatihan Outbound) dengan variabel Y (Kinerja karyawan). Korelasi digunakan untuk mengukur hubungan antara dua variabel. Rumus Rank Spearman
6bi2 1 2 n n 1
2) Uji Signifikansi Setelah harga r diperoleh, kemudian disubstitusikan kedalam rumus uji t, yaitu : 5. Prosedur Penelitian Prosedur yang t r n 2 ditempuh untuk 1 r2 mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah: a. Melakukan persiapan dengan penjajagan lapangan seperti membuat surat-surat ijin penelitian. b. Membuat kisi-kisi angket yang mencakup tujuan, aspek yang dinilai, dan indikator, hal ini dikonsultasikan kepada pembimbing. c. Menyusun butir-butir pertanyaan berdasarkan pada kisi-kisi yang telah dibuat. d. Melakukan uji coba terhadap sampel uji coba (sampel diluar sampel penelitian sebenarnya). e. Pengolahan data hasil uji coba untuk mendapatkan instrumen yang valid dan reliabel. f. Menyebarkan istrumen penelitian pada responden penelitian yang telah ditetapkan. g. Mengolah data hasil penyebaran instrumen. h. Membuat penafsiran dan kesimpulan hasil penelitian.
ISSN 2086-4299
4. PEMBAHASAN 1. Gambaran umum hubungan penerapan pelatihan Outbound dengan peningkatan kemampuan kerja sama tim pada aspek komunikasi efektif di lembaga Boots Provider ? Untuk dapat membangun kerjasama dalam sebuah tim, diperlukan komunikasi antaranggotanya agar tujuan bersama dapat tercapai, maka dengan melalaui berbagai macam permainan-permainan, simulasi, games yang melibatkan banyak anggota kelompok akan terjadi sebuah interaksi baik berupa komunikasi verbal atau nonverbal, yang dimana setiap anggota kelompok harus memahami maksud dan tujuan dari apa yang disampaikan, baik pendapat atau saran oleh anggota kelompok masing-masing. Terdapat hukum komunikasi efektif menurut Stephen Covey REACH (Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble). Berdasarkan hasil analisis data sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara penerapan experiental learning dalam pelatihan outbound dengan peningkatan kemampuan kinerja karyawan pada aspek komunikasi efektif di lembaga pelatihan Boots Provider. 2. Gambaran umum hubungan penerapan pelatihan Outbound dengan peningkatan kemampuan kerja sama tim pada aspek kepemimpinan di lembaga Boots Provider ? Menurut Tannebaum, Weschler and Nassarik (1961: 24) kepemimpinan adalah “kepemimpinan adalah pengaruh antarpribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu.” Berdasarkan hasil analisis data sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara penerapan experiental learning dalam pelatihan outbound dengan peningkatan kemampuan kinerja karyawan pada aspek kepemimpinan di lembaga pelatihan Boots Provider. 41
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
3. Gambaran umum hubungan penerapan pelatihan Outbound dengan peningkatan kemampuan kerja sama tim pada aspek klasifikasi peran di lembaga Boots Provider? Prestasi sebuah organisasi adalah hasil dari upaya gabungan dari masing-masing individu, tetapi menciptakan tim unggulan tidaklah hanya tergantung kepada mempunyai individu yang tepat. Seandainya pun, kita mempunyai sekelompok hebat individu berbakat, jika masing-masing orang tidak mengerjakan apa yang paing memberikan nilai tambah bagi timnya, kita tidak akan meraih potensi maksimal sebagai tim. Kita harus menempatkan orang-orang kita dalam jabatan-jabatan yang tepat, dalam artian positif tentunya. Berdasarkan hasil analisis data sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara penerapan experiental learning dalam pelatihan outbound dengan peningkatan kemampuan kinerja karyawan pada aspek kalsifikasi peran di lembaga pelatihan Boots Provider. 4. Gambaran umum hubungan penerapan pelatihan Outbound dengan peningkatan kemampuan kerja sama tim pada aspek resolusi konflik di lembaga Boots Provider? Kegiatan outbound yang ‘memaksa’ peserta mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk memecahkan masalah-masalah, dari sini akan muncul sikap dasar dari seseorang dalam menghadapi masalah dan proses pemecahan masalah. Dengan menjinakan konflik sebelum meletus, bisa meningkat komitmen dan produktivitas tim. Tim yang dinamis berisi pemimpin dan anggota tim yang semua bertanggung jawab untuk mengelola konflik. Itulah sebabnya mengapa sangat penting bahwa semua anggota tim mempelajari bagaimana mengatasi konflik. Berdasarkan hasil analisis data sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan ISSN 2086-4299
signifikan antara penerapan experiental learning dalam pelatihan outbound dengan peningkatan kemampuan kinerja karyawan pada aspek resolusi konflik di lembaga pelatihan Boots Provider. 5. KESIMPULAN 1. Berdasarkan dari hukum komunikasi efektif, maka terdapat strategi pembelajaran di dalamnya yakni strategi pembelajaran afektif yang diterapkan dalam pelatihan outbound tersebut. Strategi pembelajarn afektif berhubungan dengan nilai (value), yang sulit diukur, oleh karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh di dalam. Dalam batas tertentu memang afeksi dapat muncul dalam kejadian behavioral, akan tetapi penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus, dan hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan. 2. Pelatihan outbound ini juga akan berdampak positif dalam meningkatkan semangat atau motivasi seseorang untuk meningkatkan kemampuannya sebagai leader / pemimpin. Melalui pelatihan outbound ini juga setiap anggota dilatih jiwa kepemimpinannya. melalui berbagai macam studi kasus yang dibentuk dalam permainan – permainan yang menarik. Melalui strategi pembelajaran inkuiri setiap peserta dilatih untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran sedangakan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Strategi pembelajaran inkuiri berangkat dari asumsi bahwa 42
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak lahir ke dunia. 3. Pengalaman dalam kegiatan outbound ini juga memberikan masukan yang positif, pengalaman ini dimulai manakala sebuah kelompok harus mencapai suatu tujuan bersama dan mengahadapinya secara bekerja sama. Setiap kelompok akan menghadapi tantangan dalam memikul tanggung jawab yang harus dilalui dan kesuksesan kelompok ditentukan oleh semua elemen dalam kelompok, elemen itu terdiri dari individuindividu yang memiliki efektifitas dalam berhubungan. Kedudukan seseorang dalam kelompok menjadi penting bagi kelompoknya karena individu-individu dalam kelompok masing-masing mempunyai peranan dalam mencapai tujuan bersama tersebut. Strategi pembelajarn inkuiri mempunyai dua komponen utama yaitu, komponen tugas kooperatif dan komponen struktur insentif kooperatif. Tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan struktur insentif kooperatif merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Struktur insentif dianggap sebagai keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena melalui struktur insentif setiap anggota kelompok bekerja keras untuk belajar, mendorong dan memotivasi anggota lain menguasai materi pelajaran, sehingga mencapai tujuan kelompok. 4. Strategi pembelajaran berbasis masalah pun biasa digunakan dalam pelatiha outbound. Strategi pembelajaran berbasis masalah yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapai ISSN 2086-4299
secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari strategi pembelajaran berbasis masalah (SPBM). Pertama, SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implemantasi SPBM ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. SPBM tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, memcatat, akif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. SPBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. 6. SARAN 1. Pergeseran sebuah pelatihan outbound di lapangan sangatlah banyak, hal ini terjadi karena kebutuhan di lapangan lebih mengedepankan nilai- nilai hiburan saja. Maka dari itu selaku penulis menyarankan agar para provider outbound untuk bisa lebih mengintegrasikan nilai- nilai hiburan tersebut ke dalam kegiatan pembelajaran yang berdampak terhadap perfromance/ kinerja karyawan. 2. Pelatihan outbound pun masuk kedalam kategori pendidikan pelatihan (diklat) hanya saja kegiatannya bersifat outdoor dan cenderung nonformal, maka teori-teori tentang pelatihan dan pendidikan sangatlah mendukung untuk lebih mengembangkan sebuah provider outbound.
43
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
DAFTAR PUSTAKA Ati, Muchlisin, Badiatul. (2009). Fun Outbond. Jogyakarta: DIVA Press. Arikunto, Suharsimi. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta. Al-Maidah. (05:02). Davis, John. Et. Al. (1997). Succesful team building (membangun tim yang benar-benar membantu bekerja). Jakarta : Gramedia. Handoko, T. Hani. (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE. Hendriana, T. Ine. (1998). Hubungan Pelaksanaan Program Pendidikan dan Latihan dengan Peningkatan Kemampuan Kerja Produktif Karyawan. Skripsi UPI Bandung: tidak diterbitkan. Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Undang-undang No. 43 tahun 1999, pasal 31 tentang Pendidikan dan Pelatihan.
ISSN 2086-4299
Rivai, Veithzal. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rajagrafindo Persada. Ruhiat, Jajang. (2004). Hubungan Antara Kinerja Panitia Penyelenggara Diklat dengan Motovasi Belajar. Skripsi UPI Bandung: tidak diterbitkan. Sastradipoera, Komaruddin. (2002). Menejemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung : Kappa Sigma. Sudrajat, Subana. (2001). Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia. Sugiyono. (2003). Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Sukmadinata, Nana, Syaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Surakhmat, Winarno. (1990). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito. Williams, Pat. (2008). The Magic Of Team Work. Jakarta : Grasindo.
44
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA Oleh: Akhmad Margana An Abstract: Learning mathematics is meaningful when students can connect mathematical ideas, connecting mathematics to other disciplines, and connecting mathematics with everyday life, so that students can develop the skills. This quasi-experimental study aimed to determine whether the mathematical problem-solving ability of students who get a Instruction problem based learning model better than students who received conventional learning models. The sample population in this study were 16 high school students Garut. These results indicate that: ( 1 ) mathematical problem solving ability of students who get a Instruction problem based learning model better than students who received conventional learning models; ( 2 ) an increase in mathematical problem-solving ability of students who have learning model of Problem Based Instruction high category; ( 3 ) students' attitudes toward learning model of Problem Based Instruction in general showed a positive attitude. Keywords: Mathematical Problem Solving Ability Students and Model Problem Based Instruction .
Abstrak: Pembelajaran matematika akan bermakna apabila siswa dapat menghubungkan ide-ide matematika, menghubungkan matematika dengan disiplin ilmu lain, dan menghubungkan matematika dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya. Penelitian kuasi eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Instruction lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional. Sampel populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 16 Garut. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Instruction lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional; (2) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Instruction berkategori tinggi; (3) sikap siswa terhadap model pembelajaran Problem Based Instruction secara umum menunjukan sikap yang positif. Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa dan Model Problem Based Instruction. 45
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
A. Latar Belakang Masalah Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran matematika diantaranya adalah kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, sehingga siswa dapat mengimplementasikan ke dalam kehidupannya sehari-hari. Metode-metode dan strategi pembelajaran yang sudah diterapkan di Indonesia begitu banyak, namun belum optimal dalam pelaksanaannya. Sehingga guru pun masih bingung untuk menerapkan metode pembelajaran yang baik untuk peserta didiknya. Pembelajaran konvensional yang sering digunakan dalam pembelajaran di sekolah tentu akan sangat sulit untuk mencapai keterampilan ini, karena pembelajaran matematika dengan menggunakan ekspositori lebih menekankan pada pemberian rumus-rumus dan latihan, serta tidak memperhatikan aspek siswa pada segi kemampuan berpikir dan keterampilannya. Agar tujuan pendidikan dapat tercapai, maka diperlukan perubahan inovasi dalam pembelajaran, yaitu dengan menggunakan model, pendekatan, serta metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Menyikapi permasalahanpermasalahan yang timbul dalam pembelajaran matematika di sekolah, maka upaya inovatif untuk menanggulanginya perlu dilakukan. Salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction. Ilmu senantiasa berkembang untuk itu hendaknya siswa dilatih untuk belajar mandiri agar senantiasa siap dengan segala perubahan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh dari Problem Based Instruction dan pembelajaran konvensional terhadap pemecahan masalah matematik yang dituangkan dalam judul: Pengaruh
Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa.
B. Batasan Masalah Berdasarkan rumusan masalah serta keterbatasan kemampuan yang dimiliki baik dari segi pengetahuan, materi, dan waktu serta agar penelitian ini lebih terarah pada tujuan maka penulis membatasi dengan batasan masalah sebagai berikut: 1.
2.
Penelitian ini dilakukan terhadap siswa kelas X di SMA Negeri 16 Garut. Pokok bahasan pada pengajaran matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Barisan dan Deret Geometri terhadap pemecahan masalah.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Instruction lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran Konvensional? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Instruction? 3. Bagaimana sikap siswa terhadap model pembelajaran Problem Based Instruction? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah siswa yang 46
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
mendapatkan model pembelajaran Problem Based Instruction lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran Konvensional. 2. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Instruction. 3. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap model pembelajaran Problem Based Instruction. E. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu: Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapatkan model pembalajaran Problem Based Instruction lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran Konvensional. F. KAJIAN TEORI 1. Problem Based Instruction (PBI) Model pembelajaran Problem Based Instruction atau pembelajaran berdasarkan masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey, sebab secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri atas menyajikan kepada peserta didik situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Belajar dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction adalah berpusat pada peserta didik dan mendorong inkuiri serta berpikir bebas, seluruh proses belajar mengajar yang berorientasi pada Problem Based Instruction adalah membantu peserta didik untuk menjadi mandiri. Peran utama guru dalam Problem Based Instruction adalah membimbing atau memfasilitasi, sehingga peserta didik dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara efektif. Pembelajaran berdasarkan masalah didasarkan pada teori psikologi kognitif. Fokus pengajaran tidak begitu banyak
pada apa yang sedang dilakukan siswa (perilaku mereka), melainkan kepada apa yang mereka pikirkan (kognisi mereka) pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Walaupun peran guru pada pembelajaran ini kadang melibatkan presentasi dan penjelasan suatu hal, namun yang lebih lazim adalah berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah. Menurut Ibrahim (dalam Trianto,2009: 97), di dalam kelas PBI, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut: 1. Mengajukan masalah atau mengorientasi peserta didik kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari; 2. Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan; 3. Memfasilitasi dialog peserta didik; dan 4. Mendukung belajar peserta didik. Problem Based Istruction memusatkan kepada masalah kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Karena tugas guru adalah membantu peserta didik merumuskan tugas-tugas dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Model Problem Based Istruction dikembangkan terutama untuk membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual. Proses belajar Problem Based Instruction dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal tersebut digunakan sebagai pendorong bagi peserta didik untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat, sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi. Dengan demikian, pengajaran berdasarkan masalah merupakan 47
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
pendekatan yang efektif dalam membantu peserta didik untuk memproses informasi yang sudah ada dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial. Dalam perolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, peserta didik belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.
2. Model Pembelajaran Konvensional Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (dalam furahasekai, 2011) “konvensional artinya berdasarkan kebiasaan atau tradisional”. Jadi, pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru. Pada umumnya pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang lebih terpusat pada guru. Akibatnya terjadi praktik belajar pembelajaran yang kurang optimal karena guru membuat siswa pasif dalam kegiatan belajar dan pembelajaran. Model pembelajaran konvensional disebut juga metode ceramah. Metode ceramah adalah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran yang cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Peranan guru dan murid berbeda secara jelas, yaitu guru terutama dalam menuturkan dan menerangkan secara aktif, sedangkan murid mendengarkan dan mengikuti secara cermat serta mencatat pokok persoalan yang diterangkan oleh guru-guru. Dalam metode ceramah ini peranan utama adalah guru. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan metode ceramah bergantung pada guru tersebut. 3.
Pemecahan Masalah
Menurut Polya (dalam Isrok’atun 2010 : 13), ”problem solving matematik adalah suatu cara untuk menyelesaiakan masalah matematika dengan menggunakan penalaran matematika (konsep matematika) yang telah dikuasai sebelumnya”. Ketika siswa yang menggunakan kerja intelektual dalam pelajaran, maka adalah beralasan bahwa pemecahan masalah yang diarahkan sendiri untuk diselesaikan merupakan suatu karakteristik penting. Menurut NCTM (dalam Isrok’atun 2010 : 13) problem solving melibatkan konteks yang bervariasi yang berasal dari penghubungan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari untuk situasi matematika yang ditimbulkan. Menurut Poincare (dalam Isrok’atun 2010 : 13) “Siswa dapat memecahkan beberapa masalah yang dimunculkan bagi mereka oleh orang lain. Akan tetapi lebih mudah bagi mereka untuk memformulasikan masalah mereka sendiri berdasarkan pengalaman pribadi dan ketertarikan”. Problem solving adalah komponen penting untuk belajar matematika di masa sekarang. Dengan problem solving, siswa akan mempunyai kemampuan dasar yang bermakna lebih, dari sekedar kemampuan berpikir, dan dapat memuat strategistrategi penyelesaian untuk masalahmasalah selanjutnya. Menurut Polya (dalam Isrok’atun 2010 : 14), solusi soal pemecahan masalah memuat 4 langkah fase penyelesaian, yaitu: a. Memahami masalah b. Merencanakan penyelesaian c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana d. Melakukan pengecekan kembali G. Desain Penelitian Dikarenakan subjek yang akan diteliti merupakan siswa-siswa yang telah terdaftar di kelasnya masing-masing dan tidak memungkinkan untuk membuat kelompok baru secara acak, maka desain penelitian yang digunakan dalam 48
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
penelitian ini adalah Nonequivalent Control Group Design atau desain kelompok kontrol non-ekivalen. Namun dalam penelitian ini, kelompok kelas yang akan dijadikan sampel dilakukan secara acak. Adapun desain penelitiannya menurut Sudiyono (dalam Solihah, 2013 : 34) adalah sebagai berikut : E
:
O
K
:
O
X
O J.
O
Keterangan : E : Kelas Eksperimen K : Kelas kontrol O : Tes awal (pretest) dan tes akhir (postest) X : Pembelajaran menggunakan model pembelajaran Instruction.
Problem
mengetahui penguasaan siswa dan kesulitan siswa terhadap materi tersebut dan penilaian lebih objektif. Sedangkan non tes dalam penelitian ini adalah angket yang disusun berdasarkan skala sikap Likert.
Based
H. Subjek Penelitian Penelitian dilakukan pada siswa Sekolah Menengah Atas Negeri di Garut. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X. Sampelnya adalah siswa kelas X MIPA 2 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas X MIPA 1 sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan bahwa kelas tersebut belum menerima materi barisan dan deret geometri.
Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu tes dan non tes. Tes terdiri dari pretes dan postes. Adapun tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis dengan bentuk uraian. karena pada tipe tes uraian proses berpikir, ketelitian dan sistematika penyusunan dapat dilihat pada langkahlangkah penyelesaian soal. Sehingga dapat
Teknis Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Pengolahan data dilakukan untuk menguji hipotesis: Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapatkan model pembalajaran Problem Based Instruction lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran Konvensional, dengan menggunakan uji Mann Whitney satu pihak yaitu uji pihak kanan.
K. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematik Statistik deskriptif skor pretes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas eksperimen (yang mendapatkan Problem Based Instruction) dan kelas kontrol (yang mendapatkan pembelajaran konvensional), penulis sajikan dalam tabel berikut:
I.
Tabel 1 Statistik Deskriptif Skor Pretes Kelas Jumlah siswa
Eksperimen
Kontrol
31
31 49
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
Skor Ideal Xmaks Xmin ̅ Simp. baku
40 18 4 8,65 3,95
40 16 2 8,29 3,92
Dari data pada tabel 1 terlihat bahwa pencapaian rata-rata skor pada kelas eksperimen (sebesar 8,65) lebih besar dibandingkan dengan pencapaian skor kelompok kontrol (sebesar 8,29), terdapat perbedaan sebesar 0,36. Berdasarkan hasil analisis data pretes dengan menggunakan uji Mann Withney dengan taraf signifikansi 0,05 ternyata diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. 2.
Kemampuan Akhir Pemecahan Masalah Matematik Siswa Untuk melihat kemampuan mana yang lebih baik antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka data yang akan dianalisis adalah nilai gain. Adapun statistik deskriptif data hasil postes kemampuan koneksi matematis seperti yang disajikan pada tabel 3. Tabel 2 Statistik Deskriptif Skor Postes
Kelas Jumlah siswa Skor Ideal Xmaks Xmin
Eksperimen
Kontrol
31
31
40 40 30
40 34 16
35,48 29,42 ̅ Simp. baku 3,54 4,74 Dari data pada tabel 3 terlihat bahwa pencapaian rata-rata skor pada kelas eksperimen (sebesar 35,48) lebih besar dibandingkan dengan pencapaian skor kelompok kontrol (sebesar 29,42), terdapat perbedaan sebesar 6,06. Berdasarkan hasil analisis data postes, dengan menggunakan uji Mann Whitney satu pihak yaitu uji pihak kanan dengan taraf signifikansi 0,05 ternyata diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Instruction lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional. 3.
Sikap Siswa terhadap Model Pembelajaran Problem Based Instruction Angket ini digunakan untuk menelaah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction. Peneliti membuat angket tertulis yang terdiri dari 25 pernyataan. Dari 25 pernyataan tersebut terdiri dari 15 pernyataan positif dan 10 pernyataan negatif. Interpretasi sikap siswa secara umum terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction berintepretasi baik. Adapun interpretasi sikap siswa secara individu terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction sebagai berikut : Tabel 3 Interpretasi Sikap Siswa tiap Individu
50
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015 Dari tabel 3 di atas terlihat bahwa banyaknya siswa yang berinterpretasi sangat baik sebanyak 3 orang dengan frekuensi relatif 9,7%, banyaknya siswa yang berinterpretasi baik sebanyak 25 orang dengan frekuensi relatif 80,6%, banyaknya siswa yang berinterpretasi jelek sebanyak 3 orang dengan frekuensi relatif 9,7%, dan banyaknya siswa yang berinterpretasi sangat buruk sebanyak 0 orang dengan frekuensi relatif 0%. Jadi dapat disimpulkan bahwa interpretasi siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction berinterpretasi baik.
L. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian tentang pembelajaran matematika pada materi barisan dan deret geometri dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction dan konvensional, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan nilai rata-rata postes kelas eksperimen yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Instruction dan nilai rata-rata postes kelas kontrol yang mendapatkan model pembelajaran konvensioanal, menunjukan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based No
Interpretasi Sikap Siswa
Frekuensi
Frekuensi Relatif (%)
1
Sangat Baik
3
9,7
2
Baik
25
80,6
3
Jelek
3
9,7
4
Sangat Jelek
0
0
Jumlah
31
100
Instruction lebih baik daripada siswa
yang mendapatkan model pembelajaran konvensional. 2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapatkan model pembelajaran Problem Based Instruction berkategori tinggi. 3. Secara umum sikap siswa berdasarkan hasil pengolahan angket pada kelas eksperimen tehadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction berinterpretasi baik. Ini terlihat dari banyaknya siswa yang berinterpretasi baik terhadap model pembelajaran Problem Based Instruction ketika pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa siswa menunjukan respon positif terhadap model pembelajaran Problem Based Instruction. Serta hal ini pun merupakan salah satu potensi siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. 2.
Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan mengenai hasil pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction, peneliti menyadari masih banyak kekurangan, meskipun demikian hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar matematika siswa. Adapun beberapa saran yang diajukan oleh peneliti, diantaranya : 1. Untuk guru Guru alangkah baiknya jika model pembelajaran yang akan digunakan lebih selektif disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. 2. Untuk siswa Siswa alangkah baiknya jika lebih mempersiapkan diri sebelum pembelajaran dilaksanakan. Selain itu siswa harus lebih banyak berlatih dan aktif ketika proses pembelajaran dilaksanakan. 51
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
3. Untuk sekolah Alangkah baiknya jika pihak sekolah dapat mengaplikasikan model pembelajaran Problem Based Instruction ini sebagai bahan kebijakan pengembangan kurikulum, karena berdasarkan penelitian menunjukan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan setelah diberikan model pembelajaran Problem Based Instruction. Hasil penelitian ini hanya berlaku untuk siswa kelas X SMAN 16 Garut dengan pokok bahasan barisan dan deret geometri, sehingga untuk hasil penelitian yang lebih umum mengenai pembelajaran Problem Based Instruction dan kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika diperlukan penelitian lebih lanjut dengan populasi yang lebih luas dan pokok bahasan yang berbeda. Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction memerlukan waktu yang relatif lama dalam proses pemberian soal-soal, sehingga diperlukan perencanaan yang matang sebelum diterapkan di kelas agar proses pembelajaran berjalan sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA Dimyati dan Mudjiono (2002). Belajar dan Pembalajaran. Jakarata: PT. Rinaka Cipta. Depdiknas. (2012). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung : Fokusindo Mandiri. Diwarta. (2012). Pengertian Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara. [Online]. Tersedia: http://www.diwarta.com [01 Maret 2014]
Haryanto (2012). Pengertian Pendidikan Menurut Ahli. [Online]. Tersedia: http://belajarpsikologi.com/penge rtian-pendidikan-menurut-ahli/ [01 Maret 2014] Isrok’atun (2010). “Konsep Pembelajaran pada Materi Peluang Guna Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah”. Jurnal Pendidikan Dasar No.14 hal 1314. Nasution (2000). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta : PT.Bumi Aksara. Rahadi M. (2006). Statistika Parametrik. Garut : STKIP Garut. Sagala S. (2012). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta cv. Sumarmo U. (2013). Berpikir dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya. Bandung : FPMIPA (Universitas Pendidikan Indonesia). Sumarmo U. (2012). Proses Berpikir Matematik Program S2 Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi, Bandung : STKIP Siliwangi. Sundayana R. (2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut : STKIP Garut Press. Tirtarahardja U. dan Sulo L. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Trianto
(2010). Mendesain Model Pembelajaran InovatifProgresif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
52
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 2, April 2015
53