www.tniad.mil.id Media Informasi dan Komunikasi TNI AD
PELINDUNG : Kepala Staf TNI Angkatan Darat PEMBINA : Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat STAF AHLI : Irjenad, Aspam Kasad, Asops Kasad, Aspers Kasad, Aslog Kasad, Aster Kasad, Asrena Kasad, Koorsahli Kasad. PEMIMPIN REDAKSI : Brigjen TNI Drs. Christian Zebua, M.M. WAKIL PEMIMPIN REDAKSI : Sesdispenad Kolonel Inf Endar Priyanto KETUA TIM EDITOR : Kasubdis Pensat Kolonel Inf Rochiman DEWAN REDAKSI : Kasubdis Penum Kolonel Inf Iskandar M. Munir, Kasubdis Binfung Kolonel Czi Yulizar Gustiansyah, Kasubdis Pensus Kolonel Inf Widodo Rahardjo, Kasubdis Lissainfo Letkol Arm Gatot Eko Puruhito SEKRETARIS TIM EDITOR : Letkol Caj Priyo Purwoko, BA, SH, Mayor Caj M.Yakub ANGGOTA TIM EDITOR : Mayor Caj (K) Yeni Triyeni, Mayor Inf Bakri Thamrin, Kapten Caj Luther Bangun, DISTRIBUSI : Mayor Inf Zulkarnain DESIGN GRAFIS : Serka Moh.Holil, Sertu Enjang TATA USAHA : Peltu (K) Ety Mulyati, PNS A. Sihombing, PNS Suwarno REDAKTUR FOTO : Lettu Inf Suwandi ALAMAT REDAKSI : Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Jl. Veteran No. 5 Jakarta Pusat Tlp. (021) 3456838, 3811260, Fax. (021) 3848300, Alamat email :
[email protected]
www. tniad.mil.id
Nomor 83 Tahun XXIX Juni 2009
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD
6 MENATA POSTUR TNI AD SESUAI DENGAN KEBIJAKAN MINIMUM ESSENTIAL FORCES GUNA MEWUJUDKAN DAYA TANGKAL ASPEK DARAT YANG TANGGUH Mayjen TNI Hotma Marbun Asops Kasad
16 MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA PRAJURIT TNI AD Brigjen TNI Rachmat Budiyanto Kasdam III/Siliwangi
28 KONDISI JIWA JUANG PRAJURIT TNI AD DIHADAPKAN DENGAN KRISIS EKONOMI GLOBAL Brigjen TNI Yunif Effendi, S.IP Kadisbintalad
DAFTAR ISI
36 STRATEGI KOMUNIKASI UPAYA TNI AD UNTUK MENJAGA KEUTUHAN NKRI DI WILAYAH ACEH Brigjen TNI Drs. Christian Zebua, M.M. Kadispenad
50 PENGATURAN POLA IKATAN DINAS PERWIRA TNI AD DALAM RANGKA MENJAGA KOMPOSISI PERSONEL Kolonel Inf Drs. Hasan Saleh, S.IP Paban I/Ren Spersad
57 MERESPON PENGAMBIL ALIHAN AKTIVITAS BISNIS TNI DALAM RANGKA MEWUJUDKAN TNI YANG PROFESIONAL (Sebagai Sebuah Gagasan) Kolonel Czi David M. Hutapea Pamen Ahli Kasad Bidang Ekonomi
70 OPTIMALISASI PENGAMANAN WILAYAH PERBATASAN RI - MALAYSIA MELALUI PEMBERDAYAAN KOWIL DAN BRIGIF Letkol Inf Arifin Danbrigif-19/KH SENGKETA AMBALAT, DIPLOMASI ATAU PERANG (Sebuah Analisis Kritis terhadap Integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia) Letkol Caj Drs. Agung Zamani Pabandya Binkar Spersdam III/Slw
90
PENGANTAR REDAKSI
P
uji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmat dan karunia-Nya, Jurnal Yudhagama dapat hadir kembali di tengah pembaca setianya di akhir semester I Tahun 2009. Pada edisi Juni 2009 ini, redaksi menurunkan beberapa tulisan yang menarik sesuai dengan topik yang redaksi ajukan antara lain tentang kajian Postur Prajurit TNI Angkatan Darat, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jiwa Juang Prajurit, Strategi Komunikasi dan Bisnis TNI. Sejalan dengan topik tersebut Asops Kasad, Mayjen TNI Hotma Marbun mengulas tentang rancangan penataan postur tubuh TNI AD tahun 2005-2024. Bila bangsa Indonesia memiliki kesamaan persepsi tentang hakikat ancaman dan didukung dengan anggaran yang mencukupi maka gelar satuan dapat disusun secara seimbang. Pemikiran ini dapat disimak lebih jauh melalui tulisannya berjudul “Menata Postur TNI AD Sesuai Dengan Kebijakan Minimum Essensial Forces Guna Mewujudkan Daya Tangkal Aspek Darat Yang Tangguh”. Selain itu, Sumber Daya Manusia yang handal mempunyai peranan penting dalam suatu organissasi. Melihat tantangan tugas ke depan akibat perubahan-perubahan di era globalisasi ini, kwalitas sumber daya manusia mau tidak mau harus ditingkatkan. Upaya meningkatkan Sumber Daya Manusia prajurit TNI AD dapat dilakukan mulai dari rekruitmen sampai dengan kesejahteraannya secara proporsional dan komprehensif. Mencermati hal ini Kasdam III/Slw, Brigjen TNI Rachmat Budianto mengupas secara cermat melalui tulisannya “Meningkatkan Sumber Daya Manusia Prajurit TNI AD”. Tak kalah menariknya Kadisbintalad, Brigjen TNI Yunif Effendi, S.IP juga turut mengambil bagian menyumbangkan pandangannya tentang kesiapan jiwa juang prajurit TNI AD dalam menghadapi krisis ekonomi global. Kemudian dilanjutkan dengan tulisan Kadispenad, Brigjen TNI Drs. Christian Zebua, M.M. yang begitu menaruh perhatian cukup besar terhadap keutuhan NKRI. Melalui analisanya yang tajam, Jenderal yang dekat dengan media ini, mengupas masalah Aceh dilihat dari sisi strategi komunikasi dengan goresan penanya berjudul “Strategi Komunikasi Upaya TNI AD Untuk Menjaga Keutuhan NKRI di Wilayah Aceh”. Hal yang masih hangat dibicarakan masyarakat luas dan dibahas secara alot oleh DPR RI dan Pemerintah adalah tentang bisnis TNI dan Sengketa Ambalat. Dua perwira menengah TNI AD mencoba mengangkat dan mengupas masalah ini dalam tulisannya berjudul “Merespon Pengambil Alihan Aktivitas Bisnis TNI Dalam Rangka
4
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
Mewujudkan TNI Yang Profesional” oleh Kolonel Czi David M. Hutapea, Pamen Ahli Kasad Bidang Ekonomi, kemudian permasalahan tentang sengketa Ambalat dikupas oleh Letkol Caj Drs Agung Zamani, Pabandya Binkar Spersdam III/Slw, dalam tulisannya berjudul “Sengketa Ambalat, Diplomasi Atau Perang”. Masih ada tulisan-tulisan menarik lainnya yang kami tampilkan melalui jurnal Yudhagama kali ini, yang dapat dijadikan sebagai referensi bagi pembaca antara lain : “Pengaturan Pola Ikatan Dinas Perwira TNI AD Dalam Menjaga Komposisi Personel” oleh Paban I Ren/Spersad, Kolonel Inf Hasan Saleh, S.IP dan “Optimalisasi Pengamanan Wilayah Perbatasan RI-Malaysia Melalui Pemberdayaan Kowil dan Brigif”, oleh Letkol Inf Arifin, Danbrigif 19/KH. Akhirnya segenap redaksi Jurnal Yudhagama menyampaikan sumbangan dalam bentuk tulisan baik berupa ide/gagasan maupun konsepsi sangat kami harapkan. Mutu dan bobot isi tetap mengemban fungsi sebagai media komunikasi untuk memenuhi kebutuhan para pembaca. Kiranya apa yang menjadi kemasan Jurnal yudhagama pada edisi kali ini dapat menjadi pemikiran dan referensi bagi kita untuk melanjutkan pengabdian kepada Bangsa dan Negara yang kita cintai bersama. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu berkenan memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita sekalian. Selamat membaca.
Redaksi
Jurnal Yudhagama adalah media komunikasi internal Angkatan Darat, yang mengemban misi: a. Menyebarluaskan kebijaksanaan Pimpinan Angkatan Darat kepada seluruh prajurit di jajaran Angkatan Darat. b. Memberikan wadah untuk pemikiran-pemikiran yang konstruktif dalam pembinaan Angkatan Darat dan fungsi teknis pembinaan satuan sesuai tugas pokok Angkatan Darat sebagai kekuatan pertahanan negara matra darat. c. Menyediakan sarana komunikasi untuk penjabaran Kemanunggalan TNI-Rakyat. Tulisan yang dimuat dalam Jurnal Yudhagama ini merupakan pandangan pribadi penulisnya dan bukan pandangan resmi Angkatan Darat, namun redaksi berhak merubah tulisan (rewrite) tanpa mengubah inti tulisan untuk disesuaikan dengan misi yang diemban Jurnal Yudhagama dan kebijaksanaan Pimpinan Angkatan Darat. Redaksi menerima karangan dari dalam maupun dari luar lingkungan Angkatan Darat, dengan syarat merupakan karangan asli dari penulis. Karangan yang dimuat dalam jurnal ini dapat dikutip seluruh atau sebagian dengan menyebut sumbernya. Bidang topik dan judul tulisan diserahkan kepada penulisnya, dengan ketentuan panjang tulisan berkisar sepuluh halaman kertas folio, dengan jarak satu setengah spasi.
www.tniad.mil.id
5
MENATA POSTUR TNI AD
Sesuai Dengan Kebijakan Minimum Essential Forces Guna Mewujudkan Daya Tangkal Aspek Darat Yang Tangguh Menata Postur TNI AD sesuai dengan kebijakan Minimum Essential Forces guna mewujudkan daya tangkal aspek darat yang tangguh, perlu diambil kebijakan dan langkah-langkah strategis sebagai pedoman, agar satuan TNI AD di dalam penggelarannya mampu untuk menghadapi setiap hakekat ancaman. Mayjen TNI Hotma Marbun (Asops Kasad)
1.
Pendahuluan. a. Postur TNI AD adalah wujud penampilan TNI AD yang merupakan perpaduan dari seluruh aspek-aspek keprajuritan meliputi kekuatan, kemampuan dan gelar yang dirancang sedemikian rupa dengan mengacu pada tugas pokok, fungsi, visi dan misi TNI AD, memperhitungkan potensi, peluang dan kendala serta memperhatikan faktor lingkungan strategis dan hakekat ancaman yang dihadapi, sehingga diperoleh rumusan kebijakan strategi dan kebutuhan pembangunan kekuatan TNI AD yang tepat, komprehensif dan integral. Dari sisi kekuatan, saat ini TNI AD telah disusun dalam suatu organisasi menjadi kekuatan terpusat, kewilayahan dan pendukung, dengan pemenuhan personel 96,08 % dari DSPP, kesiapan Alutsista secara umum rata-rata 75 %, dan kondisi pangkalan dan peranti lunak yang masih terbatas, disiapkan dengan
kemampuan meliputi ; intelijen, tempur, pembinaan teritorial dan dukungan, serta tergelar di seluruh wilayah yurisdiksi Negara Kesatuan Republik Indonesia. * b. Penataan Postur TNI AD dalam perencanaan strategis jangka panjang, sedang dan pendek mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Menteri Pertahanan RI No. Per/13/M/ VII/2008 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Program dan Anggaran Pertahanan Negara. Mengingat kemampuan negara dalam memberikan dukungan anggaran terbatas, perlu adanya skala prioritas dalam menentukan sasaran agar diperoleh hasil yang maksimal dengan mengacu pada kebijakan bahwa dalam pembangunan kekuatan pertahanan menerapkan prinsip Minimum Essential Forces, yaitu batas minimal kekuatan pokok pertahanan yang harus dipenuhi * Rancangan Postur TNI AD tahun 2005-2024
6
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
oleh suatu negara, termasuk dalam kondisi perekonomian yang lemah sekalipun. c. Dalam rancangan Postur TNI AD tahun 2005-2024, pelaksanaan pembangunan kekuatan TNI AD dibagi dalam 4 tahap, dibina dan disiapkan melalui pendidikan, latihan dan gelar secara proporsional menuju terciptanya daya tangkal aspek darat yang tangguh dari suatu sistem pertahanan semesta agar setiap saat dapat mengawal kelangsungan hidup bangsa dan negara dengan menangkal dan menindak segala bentuk ancaman serta memulihkan kondisi keamanan negara yang terganggu khususnya di wilayah darat Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Ruang Lingkup. Pembahasan tulisan ini dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan penataan Postur TNI AD dalam rangka mewujudkan daya tangkal aspek darat, dengan Tata Urut sebagai berikut : a. b. c. d.
Pendahuluan. Permasalahan yang dihadapi. Strategi Penataan Postur TNI AD. Penutup.
3.
Permasalahan Yang Dihadapi. Ada beberapa faktor penyebab belum tertatanya Postur TNI AD secara optimal dalam mewujudkan daya tangkal aspek darat yang tangguh, faktor-faktor tersebut adalah : a. Belum adanya kesamaan persepsi terhadap ancaman. Kenyataan menunjukkan bahwa masih ada sebagian dari komponen bangsa yang beranggapan bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun kedepan tidak akan ada ancaman agresi atau invasi
dari negara lain sehingga pembangunan kekuatan pertahanan bukan merupakan prioritas, atau tidak perlu membangun kemampuan pertahanan (paradigma yang keliru), dengan demikian setiap upaya untuk melakukan penataan, acap kali mendapat tanggapan negatif, sinis, hambatan bahkan penentangan atau penolakan. Kondisi ini menunjukkan bahwa persepsi seluruh komponen bangsa terhadap hakekat ancaman yang dapat menggangu keamanan nasional belum sama, juga belum memahami pentingnya menciptakan kondisi keamanan untuk menunjang terselenggarakan pembangunan bangsa dan manusia Indonesia seutuhnya. Mengingat sesungguhnya hakekat ancaman yang dihadapi Bangsa Indonesia kedepan bukan hanya agresi atau invasi dari negara lain, akan tetapi lebih kompleks, bervariasi dan bersifat asimetri, sebagai dampak dari perkembangan lingkungan global, regional maupun nasional itu sendiri. Pengaruh keamanan lingkungan global, menjadikan semua bentuk ancaman dapat dilakukan secara transnasional. Kondisi keamanan wilayah regional Asia Tenggara dan Selatan makin menunjukan adanya berbagai ancaman konflik yang mungkin dapat terjadi baik secara bilateral ataupun multilateral dan dapat memaksa Indonesia untuk terlibat di dalamnya, khususnya dalam hal upaya perdamaian melalui diplomasi, ataupun sebagai pasukan perdamaian PBB. Beberapa kasus yang sangat menyita perhatian dunia seperti penyanderaan di Mumbay India, percobaan peluncuran roket bertenaga nuklir oleh Korea utara, pergolakan macan Tamil di Srilangka dan keamanan yang tidak stabil di
www.tniad.mil.id
7
Thailand, perlu disikapi secara arif oleh pemerintah dan diantisipasi secara nyata oleh TNI, terlebih oleh TNI AD, karena tidak menutup kemungkinan, baik atas keinginan negara yang bersengketa, niat baik bangsa/negara kita atau atas permintaan dewan keamanan PBB, pasukan Indonesia turut dilibatkan dalam operasi pemelihara perdamaian. Peristiwa di berbagai negara itu, akan dapat mengundang pihak-pihak asing untuk terlibat didalamnya, baik dalam rangka untuk meredam/mendamaikan atau justru untuk mengambil keuntungan secara politis dengan menanamkan pengaruh kekuasaan dan atau untuk memperoleh keuntungan finansial dengan menjadikan wilayah tersebut sebagai pasar dan daerah uji coba senjata/mesin perang bagi negara-negara super power. Pada sektor Keamanan Nasional, tanpa mengabaikan sektor keamanan di wilayah Indonesia yang lain, dimasa mendatang yang menjadi fokus perhatian masih tetap wilayah Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, Maluku dan wilayah perbatasan negara di Kalimantan dengan negara tetangga Malaysia. Disamping itu, sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah rawan bencana alam yang sewaktu-waktu dapat terjadi, mengingat kondisi geografis Indonesia berada pada patahan bumi yang setiap saat dapat bergeser dan menimbulkan bencana alam yang sulit diprediksi. Demikian pula ancaman terorisme dapat terjadi setiap waktu dan tempat dengan sasaran yang bersifat strategis, politis atau hanya sekedar meminta tebusan untuk kelangsungan hidup organisasi maupun individu. Dengan demikian pada abad 21 ini, hakekat ancaman jauh lebih kompleks dan dapat dilakukan lintas negara, yang
8
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
pendeteksiannya jauh lebih sulit daripada ancaman agresi atau invasi dari negara lain atau konflik dengan negara tetangga. Untuk mengantisipasi dan menghadapi ancaman tersebut daya tangkal aspek darat merupakan kebutuhan utama/ prioritas dalam mengawal kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu diperlukan kesamaan persepsi terhadap hakekat ancaman. b. Belum memadainya dukungan anggaran pertahanan. Dalam buku putih pertahanan “MEMPERTAHANKAN TANAH AIR MEMASUKI ABAD 21”, dinyatakan bahwa selama ini, penentuan jumlah anggaran pertahanan didasarkan pada faktor kemampuan keuangan negara bukan berdasarkan kebutuhan standar pertahanan sesuai dengan potensi ancaman, faktor geografi, luas wilayah yurisdiksi nasional atau perkembangan konteks strategi. Dukungan anggaran pertahanan selama ini belum memadai untuk membangun kekuatan pertahanan minimal yang ideal. Selama 10 tahun terakhir, anggaran belanja pertahanan RI ratarata berada di bawah 1 % Pendapatan Domestik Bruto (PDB), dibawah anggaran pertahanan dari negara-negara kawasan Asia Tenggara, yang memiliki anggaran pertahanan di atas 2 % PDB masing-masing, beberapa negara bahkan mengalokasikan anggaran pertahanan sampai 3 % - 5 % dari PDBnya. Anggaran pertahanan pada Tahun Anggaran (TA) 2008 sejumlah Rp. 32,9 triliun dan TA 2009 Rp. 33,6 triliun, atau hanya dapat mendukung sekitar 36 % kebutuhan minimal, tentunya ini sangat berdampak pada tingkat kesiapan
operasional TNI/TNI AD, baik sumber daya manusia dan alat utama sistem senjata (Alutsista). Alokasi anggaran untuk TNI AD pada TA 2008 sebesar Rp. 15.403.305.189.000,- dari jumlah tersebut Rp. 12.755.017.871.000,- (83 %) digunakan untuk Belanja Pegawai, jadi yang dapat digunakan untuk pembinaan dan pengembangan satuan dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan prajurit hanya Rp. 2.648.287.318.000,- (17 %), sedangkan pada TA. 2009 dukungan anggaran sebesar Rp. 16.714.745.743.000,- dari jumlah tersebut Rp. 14.200.207.303.000,- (85 %) digunakan untuk Belanja Pegawai, dan yang dapat digunakan untuk pembinaan satuan atau pengembangannya hanya Rp. 2.514.547.400.000,- (15 %). Normanya, untuk membangun Postur TNI AD yang memiliki daya tangkal aspek darat, minimal dibutuhkan anggaran 3 kali lipat dari anggaran yang pernah diberikan (kebutuhan minimal untuk TA. 2010 sebesar Rp. 33,8 triliun). Melihat kondisi ini maka TNI AD perlu mengambil kebijakan yang tepat agar proses penataan terus berlangsung dan mencapai sasaran yang diharapkan serta dapat dipertanggungjawabkan dalam kinerja ataupun tertib administrasi. c. Belum adanya keseimbangan gelar kekuatan antar satuan. Daya tangkal/deterrent effect sangat dipengaruhi oleh keseimbangan kekuatan baik secara kuantitatif, kualitatif, jenis satuan juga dalam gelar satuan. Saat ini Satuan TNI AD disusun dalam organisasi Satuan Tempur, Satuan Bantuan Tempur dan Satuan Bantuan Administrasi yang digelar menjadi Kekuatan Terpusat, Kekuatan Kewilayahan dan Kekuatan Pendukung.
Secara gelar sudah dilakukan pemerataan, tetapi disadari belum memenuhi unsur keseimbangan antar jenis Satuan, misalnya dalam gelar kekuatan kewilayahan, masih terdapat beberapa Kotama yang belum dilengkapi dengan Satuan Bantuan Tempur atau bantuan Administrasi setingkat Batalyon seperti Satuan Kavaleri, Artileri Medan, Artileri Udara, Satuan Zeni dan sebagainya. Keseimbangan ini diperlukan demi kecepatan, efektifitas dan efisiensi dalam pengerahan kekuatan bila sewaktuwaktu diperlukan, mengingat wilayah yurisdiksi Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat luas dan kondisi alam di daerah yang cukup sulit serta sarana prasarana transportasi yang terbatas. d. Belum dilaksanakannya Ketentuan Standar Umum (KSU) materiil/bekal TNI AD. Perbedaan yang utama antara organisasi militer dengan organisasi non militer adalah bahwa organisasi militer dilengkapi dengan senjata yang memiliki kriteria/standar tertentu, sehingga memudahkan dalam pembinaan maupun dalam pengerahan kekuatannya untuk dihadapkan pada hakekat ancaman, demikian pula dengan satuan TNI AD. Dengan standar Alutsista yang dimiliki akan menentukan kemampuan dan batas kemampuan Satuan jajaran TNI AD, dengan demikian akan memudahkan saat penentuan/pemilihan satuan serta pembagian tugas dan tanggungjawabnya secara proporsional dalam pelaksanaan tugas. Saat ini TNI AD telah memiliki buku Petunjuk Pelaksanaan Ketentuan Standar Umum (KSU) materiil/bekal TNI AD yang mengatur tentang ketentuan dalam pengadaan materiil/bekal di
www.tniad.mil.id
9
masing, dalam kesatuan sistem pertahanan yang bersifat semesta.
lingkungan TNI AD, dengan harapan dapat diperoleh materill/bekal TNI AD yang normatif dalam upaya memenuhi kebutuhan operasional. Kondisi nyata yang terjadi, ketentuan tersebut belum dilaksanakan, dikarenakan oleh beberapa faktor, akibatnya terjadi keanekaragaman materiil/bekal yang digunakan oleh satuan jajaran TNI AD.
2) Strategi-2: Mengelola dukungan anggaran yang diberikan oleh pemerintah melalui penerapan prinsip Minimum Essential Forces secara tepat, dengan skala prioritas kebutuhan yang mendesak dan vital.
4.
Strategi Penataan Postur TNI AD. Bagaimana menata Postur TNI AD sesuai dengan kebijakan Minimum Essential Forces guna mewujudkan daya tangkal aspek darat yang tangguh ? Menata Postur TNI AD sesuai dengan kebijakan Minimum Essential Forces guna mewujudkan daya tangkal aspek darat yang tangguh, perlu diambil kebijakan dan langkahlangkah strategis sebagai pedoman, agar satuan TNI AD di dalam penggelarannya mampu untuk menghadapi setiap hakekat ancaman.
3) Strategi-3: Mewujudkan keseimbangan gelar kekuatan antar satuan melalui penataan, pembangunan dan pengembangan satuan serta melakukan validasi organisasi secara bertahap dengan titik berat kebutuhan yang mendesak, sehingga satuan yang tergelar memiliki fleksibilitas yang tinggi guna terwujudnya daya tangkal aspek darat yang tangguh dalam sistem pertahanan semesta.
a. Kebijakan. Terwujudnya Postur TNI AD melalui penyatuan persepsi hakekat ancaman, pengelolaan dukungan anggaran, penataan gelar satuan secara seimbang dan pemenuhan Alutsista sesuai dengan standar KSU guna mewujudkan daya tangkal aspek darat yang tangguh. b.
Strategi. 1) Strategi-1: Mewujudkan kesamaan persepsi terhadap ancaman yang dihadapi Bangsa Indonesia melalui sosialisasi dan komunikasi dengan seluruh komponen bangsa, sehingga memahami ancaman yang dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa serta memiliki kesadaran dan tanggung jawab bersama sesuai bidang masing-
10
4) Strategi-4: Mewujudkan Satuan TNI AD yang memiliki Alutsista yang standar, sesuai kebutuhan operasional dan menjamin dalam daur usia pakainya tetap memiliki kehandalan, berdaya dan berhasil guna serta dapat dipertanggungjawabkan secara taktis maupun teknis.
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
c.
Upaya. 1) Upaya yang dilakukan pada Strategi-1. Upaya untuk mewujudkan kesamaan persepsi terhadap ancaman yang membahayakan kedaulatan negara dan Bangsa Indonesia melalui sosialisasi dan komunikasi dengan seluruh komponen bangsa tentang
hakekat ancaman yang makin kompleks, bervariasi, asimetri, sehingga memerlukan kesiapan dan ketanggapsegeraan untuk mengantisipasinya, dengan langkah-langkah : a) Mabes TNI AD menyarankan kepada Mabes TNI untuk segera merumuskan hakekat ancaman yang dihadapi sesuai perkembangan lingkungan strategis. b) Mabes TNI AD membangun komunikasi dengan seluruh komponen bangsa secara terus-menerus sehingga dapat dipahami hakekat ancaman yang dihadapi oleh bangsa dan negara Indonesia. c) Mabes TNI AD memerintahkan kepada Para Pangkotama untuk melaksanakan komunikasi sosial melalui pembinaan teritorial sehingga diperoleh kesamaan pemahaman tentang hakekat ancaman di wilayah masing-masing. d) Mabes TNI AD memerintahkan kepada Para Pangkotama untuk menyelenggarakan seminar, kajian, atau diskusi yang bersifat ilmiah bekerjasama dengan perguruan tinggi atau lembaga sosial masyarakat dan seluruh komponen bangsa yang lain, tentang hakekat ancaman yang sedang dan akan dihadapi.
2) Upaya yang dilakukan pada Strategi-2. Mengelola dukungan anggaran yang diberikan oleh pemerintah dengan menentukan skala prioritas kebutuhan yang mendesak dan vital, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Mabes TNI AD membuat dan mengesahkan berlakunya Dokumen Rancangan postur TNI AD Tahun 2005-2024 dan Dokumen Rancangan Kerja TNI AD tahunan sebagai pedoman dalam pengelolaan anggaran dan penataan Satuan secara tepat melalui sistematika yang benar dengan memperhitungkan anggaran dan sumber daya yang tersedia. b) Mabes TNI AD melakukan pengkajian, pembentukan, pengembangan maupun validasi organisasi secara bertahap dan selektif dengan memantapkan mekanisme dan hubungan kerja sesuai dengan perkembangan tuntutan tugas. 3) Upaya yang dilakukan pada Strategi-3. Mewujudkan keseimbangan gelar kekuatan antar satuan melalui penataan, pembangunan dan pengembangan satuan serta melakukan validasi organisasi secara bertahap melalui langkah dan tindakan sebagai berikut : a) Mabes TNI AD mengajukan kepada Mabes
www.tniad.mil.id
11
TNI untuk mendapatkan persetujuan pembentukan satuan baru yang bersifat mendesak dan vital bagi pertahanan, setelah melalui proses pengkajian dari berbagai aspek yang terkait di prioritaskan untuk daerah rawan konflik dan daerah perbatasan. b) Menyusun kekuatan terpusat, dalam hal ini adalah unsur darat dari pasukan pemukul reaksi cepat TNI dari Divif-1 dan Divif-2/ Kostrad secara bergantian yang diproyeksikan mampu mengatasi 3 trouble spots secara bersamaan dan mampu digerakkan secara cepat setiap saat ke setiap daerah konflik sesuai intensitas ancaman. c) Menyusun kekuatan kewilayahan yang seimbang antara satuan tempur, bantuan tempur dan bantuan administrasi agar mampu dikerahkan sebagai penangkal dan penindak awal dalam menghadapi ancaman dan untuk melaksanakan operasi perang berlarut di daerah masing-masing. d) Menyiapkan kekuatan pendukung untuk dikerahkan bila kekuatan terpusat dan kekuatan kewilayahan sudah tidak mencukupi lagi. e) Memelihara dan meningkatkan kemampuan
12
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
Satuan Gultor di Kopassus dan Satuan Raider yang tersebar di seluruh Kotama, serta melengkapi dengan alat peralatan yang memadai untuk menghadapi ancaman terorisme. f) Membentuk Satuan Yonif Mekanis yang dilengkapi dengan persenjataan, peralatan dan perlengkapan serta dilatihkan untuk tugas-tugas misi perdamaian di bawah bendera PBB. 4) Upaya yang dilakukan pada Strategi-4. Mewujudkan Satuan TNI AD yang memiliki Alutsista yang standar, sesuai kebutuhan operasional, dilakukan langkahlangkah sebagai berikut : a) Mabes TNI AD membentuk panitia pengadaan barang dan jasa dalam setiap pengadaan materiil/bekal di lingkungan TNI AD, sesuai Skep Kasad Nomor Skep/336/X/2005 tanggal 17 Oktober 2005 tentang pengadaan barang dan jasa serta berpedoman pada Ketentuan Standar Umum (KSU) materiil/bekal TNI AD. b) Memelihara seluruh Alutsista TNI AD yang masih layak dan dalam pengadaan Alutsista baru mengutamakan materiil produksi dalam negeri bekerjasama dengan PT. PINDAD.
c) Dalam pengadaan Alutsista baru mengutamakan persyaratan materiil yang mempunyai ketahanan, keawetan, kemudahan dalam perawatan, pelayanan dan cara mengoperasionalkan serta mudah dalam memperoleh suku cadang. d) Dalam proses pengadaan Alutsista maupun dalam pengembangan aset yang telah ada, dilakukan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan yang teliti guna menghindari penggunaan suku cadang di luar norma. 5. Kesimpulan. Penataan Postur TNI AD sesuai dengan kebijakan Minimum Essential Forces guna mewujudkan daya tangkal aspek darat yang tangguh dapat terwujud, bila bangsa Indonesia memiliki kesamaan persepsi tentang hakekat ancaman dan didukung dengan anggaran pertahanan yang mencukupi, sehingga gelar satuan dapat disusun secara seimbang serta memiliki Alutsista yang memadai. 6. Penutup. Demikian tulisan ini dibuat sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya mewujudkan Postur TNI AD yang memiliki daya tangkal aspek darat yang tangguh.
RIWAYAT HIDUP SINGKAT Data Pokok. Nama Pangkat NRP Tmp/Tgl.Lhr Jabatan Agama Kesatuan
: Hotma Marbun : Mayjen TNI : 28701 : P. Siantar/10-05-1955 : Asops Kasad : Kristen Protestan : Denma Mabesad
Pendidikan Militer. Akabri Sussarcab If Suslapa If Seskoad Sesko TNI Sus Danrem Lemhannas
Th. 1977 Th. 1978 Th. 1987 Th. 1992 Th. 2000 Th. 2002 Th. 2006
Riwayat Penugasan. Ops. Tim-Tim Ops. Irja Ops. Tim-Tim Ops. Tim-Tim Ops. Irja Ops. Perdamaian PBB
Th. 1980 Th. 1982 Th. 1983 Th. 1986 Th. 1994 Th. 1995
Riwayat Jabatan. Danton I/122/Grup I Pa Intel Denpur 11 Wadan Team II Den 81 Pgs. Dan Team III Den 81 Pgs. Kasi-2 Den 81 Ws. Wadanden -81 Kopassus Pgs. Danyon-12 Kopassus Pabandyaops Sops Kopassus Waas Intel Dan Kopassus Waasren Kopassus Dosen Gol. V Seskoad Asren Danjen Kopassus Dan Grup-3/Pusdik Passus Danrindam VI/Tpr Danrem-091/Asn Wadanjen Kopassus Waaspam Kasad Kasdam XVII/Tkr Wadan Kodiklat Danseskoad Asops Kasad
www.tniad.mil.id
13
14
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
www.tniad.mil.id
15
MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA PRAJURIT TNI AD Berbicara tentang SDM prajurit maka akan menyangkut pula tentang pembinaan personel TNI AD. Kebijakan pembinaan fungsi personel mencakup pertama pembinaan tenaga manusia (binteman) yang diarahkan untuk memenuhi sasaran kekuatan TNI AD secara kualitatif dan kuantitatif sesuai TOP/DSPP organisasi.
1.
Pendahuluan. a.
Latar Belakang Penulisan. Paradigma baru yang dikembangkan United Nation Development Program (UNDP) dalam pembangunan adalah Paradigma Pembangunan Manusia (PPM). Paradigma Pembangunan Manusia mempunyai empat pilar pokok, yang mengandung prinsipprinsip: produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan.1 Demikian pula dalam suatu organisasi maka sumber daya manusia bersifat sentral dan strategis. Pencapaian tujuan organisasi secara optimal antara lain ditempuh melalui pengelolaan manajemen sumber daya manusia. Di lingkup TNI maka variable SDM bersifat spesifik pula. Norma pengawakan organisasi TNI harus diisi oleh manusia/ 1 Lihat Wan Usman, dkk., Daya Tahan Bangsa, Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, halaman 188.
16
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
Brigjen TNI Rachmat Budiyanto (Kasdam III/Siliwangi)
personel secara proporsional. Jadilah, SDM menduduki posisi vital dengan urgensi menonjol dalam TNI. Personel menjadi subjek sekaligus sebagai objek dalam tubuh TNI/TNI AD. Sorotan terhadap SDM semakin tajam manakala di depan kita terpampang akan banyaknya pelanggaran hukum oleh oknum TNI AD, berupa perampokan, tindak asusila, sampai dengan main hakim sendiri dengan penyerangan membabi buta terhadap pejabat/kompleks perumahan polisi di Karebosi Ambon. Ketika orang mempertanyakan integritas prajurit TNI AD maka sisi SDM menjadi makanan empuk untuk dihujat. Terlebih dengan adanya wacana/rencana modernisasi alutsista yang merebak di kalangan DPR dan pejabat pemerintahan akibat banyaknya kecelakaan dan kerugian personel karena tidak memadainya lagi alut sista kita dibandingkan dengan beratnya peran yang harus diemban TNI AD. Kondisi ini membuat rentetan panjang masalah SDM menuntut solusi bagi penyelesaian masalah.
Memperhatikan kondisi di atas berakibat pada tuntutan peningkatan SDM cukup mendesak. Kejadiankejadian yang mencoreng nama baik TNI dianggap sebagai preseden buruk sepanjang sejarah pengabdian TNI AD. Reformasi internal dalam aspek politik dan demokrasi bisa tercabik-cabik akibat rusaknya pranata menyangkut SDM. Integritas TNI AD kembali dipertanyakan. Berawal dari krisis dahsyat yang menimpa negara kita. Indonesia mengalami tantangan berat. Rakyat seakan-akan kehilangan pegangan dan kehilangan jati diri sebagai sebuah bangsa yang bermartabat. Berbagai kerusuhan, kekerasan, dan permusuhan hampir mewarnai seluruh aktivitas masyarakat. Apalagi, situasi dunia juga penuh gejolak dan ketidakpastian. Ada kecemasan besar, kegamangan, disorientasi, dan pesimisme rakyat. Bahkan, sebagian kalangan dunia meramalkan Indonesia akan mengalami disintegrasi bangsa, dan kemudian runtuh. Ditilik dari berbagai aspek mulai aspek geografis, demografis, ekonomi, politik, maupun sosial budaya, Indonesia memiliki potensi ke arah terjadinya konflik yang berakibat lebih jauh yakni disintegrasi bangsa. Sudah barang tentu, pola pikir masyarakat tempat calon prajurit direkrut pun terbentuk dalam suatu pola pikir serupa. Jadilah, SDM TNI AD yang terkooptasi oleh lingkungan masyarakat yang inskonsistensi. Untuk itulah tulisan ini mencoba membahas SDM prajurit TNI AD dari sudut pandang tertentu untuk mencari suatu langkah solusi yang komprehensif dan proporsional. b. Pokok-pokok masalah. Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka analisis tulisan ini berkisar pada pokokpokok masalah berikut:
Pertama, bagaimanakah kondisi SDM prajurit TNI AD saat ini? Kedua, faktor-faktor apa sajakah yang memicu kondisi SDM prajurit TNI AD saat ini? Ketiga, penanganan apa sajakah yang diharapkan dalam meningkatkan SDM prajurit TNI AD? Keempat, langkah-langkah apa sajakah yang dimungkinkan untuk meningkatkan SDM prajurit TNI AD? c.
Tujuan Penulisan. Tulisan ini disusun untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada pemimpin nasional di semua level atau untuk kepentingan kajian lebih luas terhadap upaya peningkatan SDM prajurit TNI AD dalam rangka peran TNI AD, dengan memberikan arti pentingnya manajemen SDM prajurit TNI AD mulai dari rekruitmen sampai dengan kesejahteraannya secara proporsional dan komprehensif. 2. Kondisi Saat Ini : SDM Prajurit TNI AD. a.
Umum. Secara harfiah sumber daya manusia berarti potensi manusia yang dapat dikembangkan untuk proses produksi.2 Potensi adalah segala kemampuan individu yang belum dikembangkan, apabila telah dikembangkan jadilah prestasi atau produksi. Sehingga sumber daya manusia akan berkaitan erat dengan aspek produktivitas. Perkembangan sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh pergerakan ilmu perilaku (behavior) 2 Kamus Besar Bahasa Indonesiam Edisi Ketiga, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, Tahun 2005 halaman 1102.
www.tniad.mil.id
17
yang dikembangkan oleh Maslow (teori kebutuhan) dan Likert (prinsip integrasi).3 Hirarki kebutuhan manusia menempatkan pemenuhan diri atau pengungkapan diri di posisi paling atas piramida kebutuhan manusia. Demikian pula dalam prinsip organisasi terhadap hubungan yang saling menunjang. Hal ini menunjukkan bahwa anggota organisasi harus dilihat dari nilai dan harapannya, melihat pekerjaannya sebagai penunjang dan penyokong terhadap pembentukan dan pemeliharaan harga diri dan kepentingan mereka. Faktor lain adalah pergerakan perkembangan organisasi oleh Bennis (nilai organisasi) yang menganjurkan pelaksanaan program yang terencana untuk memperbaiki efektivitas dalam manajemen perubahan dan pengembangan kelompok dalam suatu organisasi. Lalu mengapa SDM prajurit TNI AD yang harus dikembangkan. Hal ini mengingat beberapa alasan sebagai berikut. Pertama, SDM prajurit TNI adalah harta yang paling penting oleh organisasi TNI khususnya TNI AD, sehingga diperlukan manajemen yang efektif bagi pengembangan organisasi TNI AD. Kedua, tujuan organisasi akan efektif tercapai apabila pranata, kebijakan, dan prosedur pengaturan SDM tersebut saling berhubungan dalam perencanaan strategis. Ketiga, pencapaian yang baik dapat diperoleh bila kultur organisasi bersifat kondusif. Keempat, manajemen SDM berhubungan dengan integrasi menjadikan semua anggota organisasi terlibat dan bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Apabila masalah muncul 3 Michael Amstrong, Pedoman Manajemen Sumber Daya Manusia (terjemahan), PT Alex Media Komputindo, Jakarta, 1990, halaman 3-4.
18
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
di tubuh TNI AD maka serta merta orang akan menunjuk bagaimanakah dengan SDM yang dimiliki TNI AD itu sendiri. Dengan demikian, hakikat SDM prajurit TNI AD berhubungan dengan esensi prajurit sebagai subjek dan objek organisasi TNI, tujuan organisasi (fungsi pertahanan negara), kultur organisasi (leadership), dan integrasi kesatupaduan TNI AD itu sendiri. Sinyalemen akan rendahnya kualitas SDM prajurit TNI AD tidak bisa kita pungkiri. Memang awalnya ini berasal dari segelintir oknum prajurit yang banyak melanggar hukum, tetapi dengan meningkatnya eskalasi pelanggaran ini bagaikan duri dalam daging. Dibiarkan atau diambil pasti mendatangkan konsekuensi tertentu. Untuk kepentingan lebih luas maka permasalahan internal ini pasti harus ditangani secara proporsional, dari pelanggaran didiplin sampai dengan kasus pidana besar, sampai dengan penyiapan SDM dalam wacana modernisasi alut sista adalah tugas manajemen SDM prajurit TNI AD ke depan. Berbicara tentang SDM prajurit maka akan menyangkut pula tentang pembinaan personel TNI AD. Kebijakan pembinaan fungsi personel mencakup pertama pembinaan tenaga manusia (binteman) yang diarahkan untuk memenuhi sasaran kekuatan TNI AD secara kualitatif dan kuantitatif sesuai TOP/DSPP organisasi. Yang kedua adalah pembinaan personel, diarahkan untuk menyiapkan personel yang sanggup dan mampu secara optimal dalam mengemban setiap tugas yang dihadapinya, melalui kegiatan sejak proses rekruitmen (penyediaan tenaga), pendidikan, penggunaan, perawatan, sampai dengan pemisahan personel itu sendiri. Muara dari semua kegiatan
tersebut memunculkan kendala dan permasalahan pada SDM prajurit TNI AD. b. Permasalahan utama Kondisi SDM Prajurit TNI AD. Sampai saat ini permasalahan dalam sumber daya manusia prajurit TNI AD yakni rendahnya kualitas profesionalisme prajurit TNI AD adalah sebagai berikut. 1) Pelaksanaan seleksi penerimaan prajurit melalui proses rekruitmen masih banyak permasalahan, antara lain: a) Masih banyaknya sorotan negatif masyarakat tentang praktek KKN, percaloan, dan adanya politik uang untuk bisa masuk menjadi prajurit. Tudingan miring tersebut karena memang terbukti pelanggaran dan kasuskasus werving banyak terjadi di lingkup panitia maupun personel TNI
lainnya dan TNI AD secara organisasi dirugikan karena hasil seleksi banyak calon yang kurang berkualitas. Disamping itu akan timbul kesan negatif dan menurunkan kredibilitas TNI AD. b) Dari segi kualitas hasil seleksi penerimaan prajurit masih belum tercapai, yang memenuhi seluruh kriteria kelulusan tanpa K2 misalnya cukup terbatas sehingga beberapa toleransi dan kompensasi menjadikan kualitas sulit tercapai. c) Sulit mendapatkan calon yang memenuhi syarat (baik kuantitas maupun kualitas).
Berbagai latihan terus dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM prajurit TNI
www.tniad.mil.id
19
Pada intinya panitia seleksi akan mengalami kesulitan mendapatkan calon yang memenuhi kualitas dalam jumlah/kuantitas memadai pula. Akan tetapi, karena pertimbangan kebutuhan organisasi dan tuntutan kuantitas calon prajurit yang harus dididik akhirnya kuantitas sering mengalahkan kualitas. d) Menurunnya jiwa idealisme, patriotisme, dan nasionalisme para calon peserta seleksi yang digantikan oleh mengejar ambisi dan kepentingan tertentu, gengsi sosial, desakan keluarga, ataupun untuk memperoleh fasilitas/ keuntungan tertentu. Hal ini menyebabkan rendahnya etos kerja dan minimnya bekal kemampuan militer. e) Pelaksanaan kampanye seleksi masuk prajurit TNI AD belum optimal, sehingga di wilayah tertentu animo agak berkurang, tetapi di daerah lain animo melebihi kapasitas yang ditentukan. 2) Pendidikan dilaksanakan untuk membentuk dan mengembangkan kualitas calon prajurit dan prajurit yang berjiwa Pancasila dan Saptamarga, memiliki kepribadian sebagai pejuang prajurit dan prajurit pejuang, serta memiliki pengetah uan,keterampilan, dan kesegaran jasmani agar mampu mengemban
20
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
tugas. Macam-macam pendidikan yang dimaksud antara lain Dikma, Diktuk, Dikbangum, Dikbangspes, Dikiptek, dan Dikalih. Akan tetapi, pada kenyataannya kesempatan mengikuti pendidikan militer cukup terbatas. Kekurangsiapan prajurit dan minimnya kualitas antara lain disebabkan kurangnya bekal pendidikan pengembangan umum/ spesialisasi tertentu. Para prajurit TNI AD cenderung mengikuti pendidikan militer umum dan kecabangan secara terbatas karena dipengaruhi oleh aspek penggunaan prajurit (Pa) dalam organisasi TNI AD yang lebih mendesak. Sebagai contoh pendidikan Dikbangum Selapa berkisar lulus 71,4% tiap tahunnya, dan Secapa Reg berkisar 43,8% saja yang lulus dalam satu tahun. Dengan demikian, antara alokasi dengan calon peserta perbandingannya sangat mencolok. Apabila seleksi objektif maka akan diperoleh calon yang lebih berkualitas. 3) Pada aspek penggunaan personel, permasalahan yang paling menonjol adalah sebagai berikut: a) Peraturan batas pensiun maksimum baik bagi Pa (58 tahun) dan Ba/Ta (53 tahun) berdasarkan UU TNI No. 34 Tahun 2004 menyebabkan untuk beberapa periode tidak ada pensiun alami baik untuk Pa maupun untuk Ba/Ta. Kondisi ini mempengaruhi komposisi personel dan ketersediaan ruang jabatan mulai Kapten sampai dengan
Kolonel sangat terbatas bila dibandingkan dengan jumlah personel yang memenuhi eligibel. Demikian pula pada jabatan Letkol eligibel yang semakin banyak maka dilakukan pembinaan karier Pa secara selektif. b) Karena keterbatasan ruang jabatan yang tersedia sehingga banyak terjadi prajurit Luar Formasi (LF) yang rentan dengan masalah di satuan pengguna. Giliran penugasan sering tidak optimal karena keterbatasan ruang jabatan tersebut. Tingkat kemajemukan Pa dan Ba Ta yang relatif tinggi menyebabkan banyak terjadi jurang pemisah di lapangan. c) Penempatan dalam jabatan para perwira TNI AD (khususnya lulusan Pa PK/Sepamilwa) sering kurang relevan, banyak yang menduduki jabatan yang tidak lagi relevan dengan latar belakang pendidikan kesarjanaannya. Mereka mengemban tugas dan jabatan militer tertentu yang relatif jauh dari bidang ilmunya, sehingga kurang dapat didayagunakan secara optimal sumber daya manusianya. Hal ini terjadi karena tuntutan tugas dan pemenuhan DSPP organisasi dirasa lebih mendesak. Pemberian kecabangan tertentu kepada mereka
sering mengalami kesulitan dihadapkan dengan tuntutan tugas ke depan. 4) Pada aspek pembinaan perawatan personel dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut: a) Sesuai pasal 76 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI maka segala aktivitas bisnis TNI akan diambil alih oleh pemerintah, yayasan sesuai dengan fungsi sosial, dan keberadaan koperasi hanya untuk kebutuhan primer. Kondisi ini sangat berpengaruh pada pemberian dukungan kesejahteraan prajurit, tetapi proses transisi ini dapat dilalui dengan tidak banyak masalah. b) Dalam hal kesejahteraan prajurit maka terdapat permasalahan sebagai berikut: » Kesejahteraan belum sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup. » Adanya keterbatasan kemampuan negara. » Tingkat kesejahteraan prajurit mempengaruhi tuntutan profesionalisme. » Belum adanya jaminan resiko penugasan prajurit, bahkan TMT 1 Januari 2008 bantuan Kasad terhadap korban tempur di daerah operasi dihentikan. c) Tingginya angka pelanggaran hukum dan disiplin prajurit TNI AD mengakibatkan keperca-
www.tniad.mil.id
21
yaan dan legitimasi masyarakat terhadap TNI AD semakin menyusut. Hal ini menunjukkan SDM prajurit TNI AD banyak dipertanyakan. 5) Dalam bidang pemisahan dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut: a) Tidak adanya pensiun alami selama periode tertentu bagi Pa, Ba, dan Ta mempengaruhi ketersediaan ruang jabatan, sehingga banyak prajurit berstatus LF. b) Tingginya angka pemecatan prajurit TNI AD dua tahun terakhir di atas angka 635 menunjukkan besarnya angka pelanggaran hukum dan disiplin prajurit TNI AD. Sudah barang tentu hal ini menunjukkan betapa rendah dan bermasalahnya SDM prajurit kita. Banyak kalangan yang menghubungkan dengan proses masuk TNI yang tidak sesuai aturan sampai dengan kecurigaan praktek KKN dan percaloan pada waktu mereka masuk. 3. Faktor-Faktor Berpengaruh Terhadap SDM Prajurit TNI AD. a. Di samping faktor internal organisasi TNI AD dan dari prajurit yang bersangkutan terdapat faktor lain, yakni: pengaruh lingkungan strategis, dan lingkungan nasional (politik, ekonomi, sosbud, dan hankam). Dalam aspek lingkungan strategis maka hakikat ancaman akan mempengaruhi kebijakan
22
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
politik negara dalam bidang pertahanan pula. Kemauan elit politik dalam kaitan dengan berbagai hal termasuk menyikapi ancaman faktual negara berupa menurunnya ancaman invansi asing ke separatisme tidak terlepas dari pengaruh lingkungan strategis, baik lingkungan global, regional, dan nasional sendiri. Berakhirnya perang dingin yang diduga akan mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi umat manusia, ternyata meleset. Barat khususnya Amerika Serikat muncul sebagai polisi dunia. Isu-isu besar internasional seperti kapitalisme, demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan hidup, gender, dan tatanan hukum turut mempengaruhi perilaku politik, ekonomi, sosial budaya suatu bangsa. Demikian pula dengan isu-isu di lingkungan regional setelah terjadinya krisis ekonomi banyak terjadi perubahan mendasar. Dampak globalisasi terhadap setiap bangsa dan negara semakin luas. Indonesia tidak mungkin menutup diri, yang paling menonjol adalah tuntutan demokratisasi cenderung ke intensitas yang sangat tinggi melalui tuntutan rakyat hampir di seluruh penjuru dunia. Situasi ini banyak menimbulkan berbagai konflik dan ketegangan. Demikian pula situasi kawasan regional dapat berpengaruh luas pada stabilitas di Indonesia. b. Dalam lingkungan nasional terdapat beberapa kecenderungan sebagai berikut: 1) Di bidang politik, maraknya kembali tentang hak pilih TNI dalam Pemilu presiden secara langsung membawa konsekuensi pada aspek kebijakan internal TNI. Demikian pula gejolak sosial
di beberapa daerah Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah, dan ancaman separatisme tidak terlepas dari situasi politik nasional yang cukup mengkhawatirkan akibat pertentangan politis antar elite politik. 2) Di bidang ekonomi, kehidupan di lingkungan TNI juga terimbas sektor ekonomi yang berlaku di masyarakat. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia selain pengaruh globalisasi juga terjadi akibat sistem politik yang kurang memberikan peluang terhadap pembangunan ekonomi yang sehat dan transparan. Kondisi yang kontraproduktif terhadap perekonomian berakibat pada tidak terbangunnya fundamental ekonomi. 3) Di bidang sosial budaya, globalisasi budaya yang secara intensif berlangsung melalui media komunikasi, telekomunikasi dan informasi, kontak budaya dan kontak sosiokultural telah mempengaruhi dan membawa perubahan terhadap masyarakat Indonesia. Kecenderungan saat ini dengan meningkatnya tindak anarkhis, main hakim sendiri, konflik horisontal berlatar belakang SARA, serta rendahnya penghormatan terhadap nilainilai kemanusiaan dan kebangsaan menjadi pertanda akan merosotnya etika moral dan wawasan kebangsaan masyarakat kita. 4) Di bidang hankam, maka Globalisasi keterbukaan
dan demokratisasi yang lebih mengedepankan pembangunan ekonomi menyebabkan politik dan strategi hankamneg menghadapi paradigma lingkungan strategis yang semakin rumit. Persepsi ancaman ke depan cenderung masih berasal dari dalam negeri, tanpa mengabaikan adanya ancaman dari luar negeri sebagai akibat kesenjangan ekonomi. Dalam fungsi pertahanan maka peran TNI dilibatkan bila menghadapai pemberontakan dalam skala besar (bersenjata) dan menghadapai ancaman nyata dari luar negeri. Apabila dalam ranah kamtibmas maka peran POLRI lebih diutamakan yakni ancaman terorisme, ancaman separatis dalam riak/gelombang relatif kecil, gejala pelanggaran hukum dalam menunjukkan identitas/jati diri gerakan separatisme. Tentu harus dilihat orientasi dan motivasi gerakan separatis tersebut. 4. Penanganan SDM Prajurit TNI AD Yang Diharapkan. Secara umum penanganan SDM Prajurit TNI AD adalah terwujudnya SDM yang profesional. Prajurit profesional dihasilkan dari benteman dan binper yang proporsional pula. Dengan demikian pelaksanaan pengisian kekuatan personel, pembinaan personel dari kegiatan penyediaan sampai dengan kegiatan pemisahan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan. Penyimpangan sekecil apa pun akan berdampatk luas pada kualitas SDM prajurit TNI AD. Dengan demikian, diharapkan secara sinergis pengaturan dan pembinaan personel dapat dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku tanpa banyak toleransi dan kompensasi di sana-sini.
www.tniad.mil.id
23
5. Penanganan Masalah SDM Prajurit TNI AD. Langkah-langkah berikut merupakan urutan alternatif penyelesaian masalah dengan menggunakan skala prioritas. a. Menetapkan strategi yang bertujuan menyiapkan personel yang sanggup dan mampu mengemban tugas dalam mewujudkan prajurit profesional. b. Sasaran adalah terwujudnya ketertiban dan keseimbangan organisasi serta tercapainya profesionalisme. c. Kebijakan yang ditempuh, antara lain adalah sebagai berikut. 1) D a l a m b i n t e m a n ( p e m bangunan kekuatan personel) adalah dengan: a) Melanjutkan penataan kekuatan, komposisi, dan penggunaan personel dengan prioritas satpur, banpur, dan Kopassus 100%. b) Tidak memindahkan personel sebelum 100% (Satpur/Banpur/Kopassus). c) Penataan personel komando kewilayahan terutama Kodim/Koramil daerah rawan/perbatasan. 2) Dalam kegiatan diaga/werving dilakukan sebagai berikut: a) Kampanye penerimaan prajurit dilakukan dengan kampanye langsung agar dapat menjaring animi dan calon prajurit yang berkualitas. Upaya ini dilakukan dengan
24
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
pemberdayaan kowil dalam penyiapan calon. b) Seleksi penerimaan dilakukan dengan memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa seleksi dilaksanakan secara objektif, adil, dan transparan. Kecuali itu dengan menindak tegas oknum yang melakukan KKN dan pungutan liar. 3) Dalam aspek pendidikan ditempuh hal-hal sebagai berikut: a) Penataan kurikulum dengan mempersingkat waktu operasional pendidikan dari 4 bulan menjadi 1,5 bulan. Selain itu dilakukan penambahan alokasi serdik agar mampu menyerap serdik secara optimal. b) Dalam seleksi pendidikan dilakukan seleksi secara proporsional untuk Dikbangum dan Dikbangspes, seleksi Susdanrem/ Dandim/Danyon, dan seleksi Dik Selapa (sejak TA 2004). c) Dalam pembinaan tenaga pendidik dilakukan dengan menempatkan Pa/Ba lulusan terbaik dan berpengalaman di lemdik sebagai salah satu pola penugasan, dan rotasi gadik secara berkesinambungan. d) Untuk meningkatkan dan mempertahankan SDM maka penyiapan calon
serdik dilakukan dengan mempertimbangkan potensi dan rencana penempatan jabatan, Langkah lain adalah tidak mengirimkan prajurit yang sedang/disiapkan tugas operasi, berikan dispensasi periode berikutnya. 4) Dalam aspek penggunaan prajurit maka yang ditempuh adalah sebagai berikut: a) Penempatan dalam jabatan dilakukan melalui mekanisme seleksi karier berdasarkan talent scouting, kompetensi, dan melalui sidang jabatan. Aspek yang diperhatikan adalah moralitas, dedikasi, loyalitas, dan kemampuan sebagai kriteria penilaian. b) Penempatan dalam jabatan Danrem/Dandim/Danyon diberikan kepada Perwira yang telah menempuh Dikbangspes (Susdanrem/ Susdandim/Susdanyon) sesuai pengarahan jabatan.
pada satuan operasional secara selektif dan penugasan/ kecabangan disesuaikan dengan latar belakang ilmu kesarjanaanya secara optimal dan proporsional. 5) Pada aspek pembinaan dan perawatan personel dilakukan: a) Pembinaan hukum, disiplin, dan tata tertib antara lain dilakukan melalui peningkatan budaya sadar hukum untuk mematuhi pada protap-protap satuan dan pemberian sanksi terhadap setiap bentuk pelanggaran. b) Pemberian reward dan punishment dilaksanakan secara konsisten, proporsional, dan adil untuk meningkatkan wibawa satuan dan disiplin prajurit. c) Meningkatkan kesejahteraan dilakukan dengan memberdayakan peran koperasi satuan, TWP, dan Asabri.
c) Penempatan jabatan Pa Abit Akmil sebagai Danton pada satuan operasional untuk memberikan kepemimpinan lapangan, setelah bertugas 6 tahun dapat ditempatkan sebagai Danramil setelah menempuh Susdanramil.
d) Pemberian bantuan Kasad kepada ahli waris prajurit/ PNS yang gugur, meninggal, cacat, luka-luka pada tugas operasi dan latihan pratugas/ pendidikan. Akan tetapi, mulai 1 Januari 2008 bantuan Kasad kepada ahli waris jenis ini dihapuskan. Tentu hal ini berpengaruh luas bagi kesehteraan moril prajurit/ PNS.
d) Penempatan jabatan Pa Abit Sepa PK sebagai Danton
6) Pada aspek pemisahan yang paling meonjol adalah pemecatan
www.tniad.mil.id
25
3) Keberhasilan implementasi SDM prajurit yang memiliki kompetensi dan profesional dalam organisasi TNI AD sangat ditentukan oleh dukungan para pemimpin nasional dalam setiap level, pimpinan TNI/TNI AD, kesadaran dan kemauan seluruh rakyat Indonesia terutama tokoh masyarakat, serta seluruh lapisan rakyat di lingkungan informal, formal, dan nonformal bagi terbangunnya prajurit TNI AD yang profesional sehingga terwujud jatidiri prajurit TNI AD yang mantap dalam mengatasi setiap permasalahan yang ada sesuai dengan tugas pokok TNI AD.
prajurit. Perlu ditegaskan bahwa pemecatan harus memberi dampak positif dalam rangka penegakan hukum. Pemecatan harus berdasarkan putusan peradilan yang berkekuatan hukum tetap dan melalui DKP bagi perwira dan saran staf bagi Ba/Ta. 6.
Penutup. a.
Kesimpulan. 1) Pemimpin nasional dan pimpinan TNI/TNI AD saat ini telah menunjukan keberhasilankeberhasilan dalam membawa TNI profesional dalam mengemban tugas pokoknya. Komunikasi dan sosialisasi kebijakan pimpinan yang dikembangkan cukup efektif. Namun, menghadapi arus reformasi dengan berbagai tuntutan dan heterogenitas masyarakat Indonesia maka peningkatan SDM yang dikembangkan haruslah bertanggung jawab dan tetap dalam koridor tercapainya profesionalisme prajurit dan terdukungnya tugas pokok TNI AD. 2) Permasalahan krusial yang dihadapi dari SDM prajurit TNI AD tersebut timbul akibat akumulasi persoalan dari proses rekrutmen sampai dengan pemisahan prajurit TNI AD sebagai suatu siklus saling bergantungan satu sama lain sebagai suatu proses. Sehingga diperlukan integritas dan kredibilitas pribadi pemimpin nasional dan pimpinan TNI/TNI AD itu sendiri.
26
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
b.
Saran. 1) Melakukan penataan terhadap organisasi TNI AD secara profesional dengan mengedepankan peran serta pimpinan TNI AD serta seluruh Perwira di lingkungan masing-masing melalui integritas pribadi berupa keteladanan, moral dan etika, jujur dan adil, serta wawasan kenegarawanan sebagai dasar bagi upaya memantapkan sebagai pemimpin yang profesional. 2) Melakukan dan memantapkan proses pengambilan keputusan melalui ketegasan dalam memutuskan setiap permasalahan personel didukung aturan yang berlaku dan pemberlakuan supremasi hukum merupakan tindakan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dan harus dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen melalui upaya reward and punishment.
DAFTAR RUJUKAN RIWAYAT HIDUP SINGKAT 1. Charistianto Wibisono, Menelusuri Akar Krisis Indonesia, Penerbit Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 1998. 2. Erwin Sudjono, Pembangunan Wilayah Perbatasan Kalimantan dalam rangka Menciptakan Stabilitas Keamanan, Lemhannas, Jakarta, 2000. 3. Harian Kompas, 16 Agustus 2007. 4. Harian Sinar Harapan, 5 April 2005. 5. Indra J. Piliang, dkk., Otonomi Daerah Evaluasi dan Proyeksi, Divisi Kajian Demokrasi Lokal Yayasan Harkat Bangsa, Jakarta, 2003. 6. J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2007. 7. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, Tahun 2005 8. Syamsul Ma’arif, Peningkatan Partisipasi Warga Negara dalam Kegiatan Pembangunan Nasional yang Bertumpu pada Kemandirian Lokal dalam Wadah NKRI, Lemhannas 2000. 9. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. 10. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. 11. Wan Usman, dkk., Daya Tahan Bangsa, Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2003.
Data Pokok. Nama Pangkat NRP Tmp/Tgl.Lhr Jabatan Agama Kesatuan
: Rachmat Budiyanto : Brigjen TNI : 28529 : Bandung/05-11-1953 : Kasdam III/Slw : Islam : Denmadam III/Slw
Pendidikan Militer. Akabri Sussarcab If Susstaf Pur Seskoad Sesko ABRI Sus Danrem Lemhannas
Th. 1976 Th. 1977 Th. 1987 Th. 1992 Th. 1997 Th. 2002 Th. 2009
Riwayat Penugasan. Ops. Tim-Tim Ops. Tim-Tim Ops. Irja Ops. Tim-Tim Ops. ‘Jaring’ Mer
Th. 1977 Th. 1982 Th. 1983 Th. 1989 Th. 1992
Riwayat Jabatan. Kasi-1 Yonif-726 Dankibant-726/11/Anoa Kasi-1/Lidik-726/11/Anoa Kasi-2/Ops Yonif-131 Wadanyonif-403/Sbh Rem-072/PM Danyonif-113 Dam I/BB Kasiops Rem-011/LW Dam I/BB Pabandya-2/Jab/Kat PB III Spersad Kasrem-083/Bdj Dam V/Brw Kadep Milum Akmil Asops Kasdam V/Brw Danrem-141/TP Dam VII/Wrb Paban I/Ren Spers TNI Pa Sahli TJ II Bid. Kamteror Sahli Bid. Polkamnas Panglima TNI Kasdam III/Slw
www.tniad.mil.id
27
KONDISI JIWA JUANG PRAJURIT TNI AD DIHADAPKAN DENGAN KRISIS EKONOMI GLOBAL
Brigjen TNI Yunif Effendi, S.IP (Kadisbintalad) Dalam menghadapi tantangan tugas mendatang, sebagai bhayangkari negara, setiap prajurit TNI AD diharapkan memiliki jiwa juang yang tinggi yang sangat dibutuhkan dalam melaksanakan tugasnya. Kesiapan seorang prajurit tidak hanya ditentukan oleh kesiapan fisik saja, namun juga kesiapan mentalnya.
K
risis ekonomi global memang menjadi ketakutan yang nyata. Orang berduit sekalipun kadang bertindak sangat hati-hati dalam mengeluarkan uang, walaupun kondisi keuangan mereka sebenarnya aman. Di Indonesia, setiap hari media massa sedikitnya menurunkan dua tulisan tentang krisis global. Ada kekhawatiran, jangan-jangan krisis moneter 1998 akan terulang. Perekonomian global semakin memburuk secara dramatis, negara-negara berkembang menghadapi konsekuensi serius ketika krisis keuangan dan ekonomi berubah menjadi malapetaka. Krisis itu telah memaksa lebih dari 50 juta orang menjadi sangat miskin. Krisis perekonomian global akan berubah menjadi malapetaka kemanusiaan dan pembangunan, dengan negara-negara miskin akan makin sangat terpukul, demikian dilaporkan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, Minggu (26/4-2009); (Kompas 27-4-2009).
28
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
Semakin banyaknya jumlah masyarakat miskin di dunia berdampak pada menurunnya kemampuan sebagian orang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Hal ini diperburuk lagi oleh merebaknya beberapa jenis penyakit yang belum ditemukan cara penyembuhannya. Belakangan ini sedang merebak penyakit Flu Babi yang telah merenggut 150 jiwa dan 1600 orang terinfeksi di benua Amerika, Eropa, Asia dan Australia. (Harian Seputar Indonesia, 30-4-2009) Keadaan ekonomi yang sulit yang berakibat pada semakin rendahnya kemampuan untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang memadai ditambah dengan merebaknya ancaman penyakit yang mematikan, jelas akan mempengaruhi kondisi mental masyarakat dunia. Kembali menyoroti masalah ekonomi, dampak dari krisis ekonomi global tersebut, secara tidak langsung, sedikit banyak
berpengaruh bagi kehidupan Prajurit TNI. Hal ini lebih kepada semakin mahalnya harga barang-barang kebutuhan rumah tangga, sehingga gaji yang diperoleh seakan tidak dapat menutupi kebutuhan keluarga. Kurangnya kemampuan untuk dapat hidup sederhana tersebut, pada beberapa kasus merupakan pemicu bagi terjadinya keretakan dalam rumah tangga yang berujung pada terjadinya tindak kekerasan dan juga menjadi alasan terjadinya tindak pelanggaran lainnya. Hal ini tidak dapat dibiarkan terus berlarut, karena akan berakibat negatif pada kesiapan personel dan satuan dalam melaksanakan tugas pokoknya masing-masing. Kondisi Jiwa Juang Prajurit Saat Ini. Kondisi jiwa/semangat juang yang terpantul dalam sikap dan perilaku prajurit TNI AD saat ini menunjukkan adanya pergeseran dari kondisi ideal yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari masih terjadinya kasus/ tindak pelanggaran di satuan jajaran TNI AD seperti pelanggaran disiplin, insubordinasi, keterlibatan dalam pemerasan, pencurian, perkelahian, kasus narkoba, kasus kecelakaan lalu lintas (lalin) dan kasus lainnya. Kondisi ini merupakan dampak dari belum optimalnya pembinaan satuan di lingkungan TNI AD. Beberapa fakta yang mendukung pernyataan di atas antara lain adalah masih adanya indikasi sebagai berikut : 1. Kurangnya penghayatan tentang jatidirinya sebagai prajurit TNI AD. 2. Kurangnya penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai kepemimpinan khususnya para perwira terutama dalam hal kepedulian, kepekaan dan keteladanan. 3. Kurangnya kesadaran untuk mematuhi ketentuan/hukum yang berlaku. 4.
Kurangnya
ketegasan
pimpinan
memberikan tindakan terhadap penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh bawahannya. 5. Lemahnya sistem kontrol dan pengawasan. 6. Kurangnya kemampuan atau kepedulian pimpinan dalam memperhatikan keadaan anggota/bawahannya. 7. Sosialisasi produk peranti lunak belum sampai menjangkau unsur pelaksana yang paling bawah. 8. Kurangnya pemberian kesempatan bagi unsur-unsur pimpinan bawahan untuk mengembangkan kepemimpinannya. 9. Penilaian kepribadian anggota cenderung belum dilaksanakan secara obyektif dan seragam. 10. Hasil latihan belum diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari baik di satuan maupun di masyarakat. Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Kondisi Jiwa Juang Prajurit. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa krisis keuangan global tampaknya akan meningkatkan gangguan kesehatan mental dan bahkan terjadinya bunuh diri, sementara itu banyak orang lainnya berjuang menghadapi kemiskinan dan pengangguran, ratusan juta orang di seluruh dunia sudah terkena pengaruh gangguan mental seperti depresi. WHO juga menyebutkan, dampaknya dapat terlihat pada orang-orang yang tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah, dengan akses perawatan yang terbatas (Kompas,11-10-2008). Kondisi ekonomi global membawa dampak seperti efek domino bagi kehidupan prajurit pada Triwulan I TA. 2009. Karena
www.tniad.mil.id
29
hampir dapat dipastikan bahwa krisis ekonomi global yang berpengaruh langsung pada kondisi ekonomi dalam negeri juga akan membawa dampak bagi kehidupan prajurit TNI. Bagi prajurit yang tidak memiliki ketahanan mental yang tangguh akan sangat merasakan dampak krisis ekonomi tersebut yang pada beberapa kasus berakhir dengan terjadinya tindak pelanggaran. Hal ini dapat dilihat dari masih terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit. Berikut data tentang statistik pelanggaran khususnya dalam bidang hukum dan disiplin yang dilakukan oleh prajurit TNI AD :
No.
Jenis Pelanggaran
hidup dan penghidupan prajurit. Berbagai pelanggaran yang terjadi khususnya tindak kriminal yang dilakukan Prajurit TNI AD cukup mengkhawatirkan. Diketahui pula bahwa pelaku tindak kriminal tersebut terlibat dalam penggunaan psikotropika, baik sebagai pengguna maupun pengedar, pencurian, pembawaan senjata illegal dan penyimpanan uang palsu, semuanya memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan kondisi ekonomi. Merosotnya kondisi mental sejumlah prajurit tersebut disamping pengaruh eksternal juga dipengaruhi oleh faktor-faktor internal
Januari
Pebruari
Sus Pers
Sus Pers
Maret Ket Sus Pers
1
Disiplin
2
3
8
12
3
3
2
Desersi
-
-
3
3
5
8
3
Kriminal
11
15
4
7
8
9
Jumlah
13
18
15
22
16
20
Data Lap Bul Spam TNI AD Maret 2009 Statistik Pelanggaran Hukum dan Disiplin Januari-Maret 2009. Data diatas belum termasuk pelanggaran jenis lain yang jumlahnya juga tidak sedikit. Ditambah dengan kasus mengamuknya prajurit Yonif 751/BS di Sentani Jayapura pada tanggal 29 April 2009 yang lalu (Kompas 30-4-2009) yang mengakibatkan sebagian bangunan Markas Yonif 751 rusak. Disebutkan bahwa kejadian tersebut berkaitan dengan masalah ekonomi/uang. Kejadian yang sangat disayangkan tersebut secara langsung telah pula menciderai citra TNI AD. Dari fenomena ini menunjukkan betapa besar pengaruh ekonomi global terhadap kehidupan prajurit. Kondisi saat ini langsung tidak langsung telah mempengaruhi
30
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
seperti lemahnya kepemimpinan di satuan yang bersangkutan. Dalam beberapa kasus bahkan komandan/pimpinan satuan tidak dapat menjalankan fungsi ataupun tugasnya sebagai pemimpin secara maksimal. Bahkan terkesan bahwa di satuan tersebut tidak terdapat unsur “Satya” (sikap loyal timbal balik dari atasan terhadap bawahan dan bawahan terhadap atasan, bahkan terhadap sesama). Apabila dalam suatu satuan sudah tidak terdapat loyalitas seperti tersebut di atas, maka hampir pasti bahwa komunikasi akan tersumbat dan kerjasama dalam hubungan satuan juga akan sangat sulit. Untuk itu maka para komandan/ pimpinan dituntut untuk selalu membuka diri untuk belajar agar menjadi pemimpin yang profesional.
Kondisi Jiwa Juang Prajurit Yang Diharapkan. Dalam menghadapi tantangan tugas mendatang, sebagai bhayangkari negara, setiap prajurit TNI AD diharapkan memiliki jiwa juang yang tinggi yang sangat dibutuhkan dalam melaksanakan tugasnya. Kesiapan seorang prajurit tidak hanya ditentukan oleh kesiapan fisik saja, namun juga kesiapan mentalnya. Selanjutnya, kesiapan mental prajurit juga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pembinaan satuan, hubungan antara atasan dan bawahan, hubungan dengan sejawat serta kondisi rumah tangga prajurit yang bersangkutan. Berikut adalah beberapa indikator positif yang menunjukkan tingkat kedewasaan mental prajurit yang memiliki beberapa ciriciri sebagai berikut : 1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 3. Bermoral dan tunduk kepada hukum serta peraturan perundang-undangan. 4.
Berdisiplin serta taat kepada atasan.
5. Bertanggung jawab dalam melaksanakan kewajibannya sebagai tentara. 6.
Profesional.
7.
Pantang menyerah dan rela berkurban.
8. Mampu menjadi teladan dan tanggung jawab. 9.
Upaya Meningkatkan Jiwa Juang Prajurit. Ditinjau dari satu sisi Prajurit TNI AD adalah warga negara biasa yang memiliki hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang sama dengan warga negara lainnya. Namun pada sisi yang lain prajurit harus tunduk, patuh dan taat pada peraturan hukum dan normanorma keprajuritan yang berlaku. Dalam upaya meningkatkan jiwa juang prajurit dapat dilakukan melalui pendekatan pembinaan mental dengan metode sebagai berikut : 1. Santi Aji. Metode Santi Aji sebagai salah satu metode pembinaan mental kejuangan dalam rangka memberikan bekal ilmu dan pengetahuan bagi satuan di jajaran TNI-AD yang dilaksanakan dalam bentuk : a. Ceramah. Suatu kegiatan dalam rangka penyampaian informasi, keterangan, penjelasan, uraian tentang suatu materi atau masalah, baik secara tertulis maupun lisan. b. Bimbingan dan Konseling. Sebagai petunjuk, pengasuhan serta upaya pemecahan masalah bagi prajurit yang sedang bertugas guna menumbuhkan kembali kesadaran para prajurit dalam pengabdian kepada negara dan bangsa. c. Diskusi. Suatu kegiatan berupa pertemuan ilmiah dalam rangka pembahasan masalah yang berkaitan dengan kejuangan. d. Dialog. Suatu kegiatan berupa percakapan secara terbuka dan komunikatif dengan tema kejuangan.
Semangat juang/etos kerja yang tinggi.
www.tniad.mil.id
31
2. Santi Karma. Metode Santi Karma sebagai salah satu metode pembinaan mental kejuangan yang digunakan untuk mengamalkan ilmu dengan memberikan contoh amal perbuatan, dalam bentuk : a. Sosiodrama. Suatu kegiatan yang dilaksanakan dengan cara memvisualisasikan suatu permasalahan dalam hubungan antar manusia, kelompok manusia dan antar masyarakat. b. Kegiatan Sadar lingkungan. Suatu kegiatan yang dilaksanakan dengan mengedepankan tindakan nyata dalam melestarikan lingkungan. c. Kegiatan Sadar hukum. Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk membangkitkan kesadaran untuk selalu taat hukum dan peratuan lainnya. 3. Komunikasi Juang. Metode komunikasi juang sebagai salah satu metode pembinaan mental kejuangan bagi prajurit yang dilaksanakan dalam bentuk : a. Anjangsana. Suatu kunjungan silaturrahmi kepada para tokoh pejuang masa lalu sebagai upaya menggali serta upaya pewarisan semangat kejuangan dari pelaku sejarah kepada generasi penerus. b. Napak Tilas. Suatu kegiatan menelusuri jejak perjuangan masa lampau di sekitar daerah penugasan. c. Peringatan Hari Bersejarah. Suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh prajurit yang sedang bertugas dalam bentuk upacara memperingati peristiwa bersejarah untuk menggugah semangat juang.
32
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
d. Film Dokumenter. Suatu kegiatan pemutaran film dokumenter dan film tentang kisah perjuangan masa lalu. e. Pameran Foto Perjuangan, Buku Sejarah, dan kunjungan ke museum yang bewrkaitan dengan sejarah perjuangan. Suatu kegiatan pameran atau kunjungan yang bersifat temporal. Implementasi Jiwa Juang Prajurit. Mental kejuangan yang terfokus pada jiwa juang merupakan ujung tombak dari tiga komponen Bintal (rohani, ideologi dan kejuangan), karena aplikasi jiwa juang tampak dalam pelaksanaan tugas prajurit. Mental kejuangan yang tangguh akan melahirkan prajurit yang mempunyai keunggulan dalam berbagai bidang tugas: 1. Dalam Tugas Individu. Ciri-ciri individu yang memiliki mental kejuangan yang tinggi : a. Mempunyai keinginan untuk maju dan mampu memotivasi dirinya untuk meraih prastasi yang lebih baik. b. Selalu bekerja keras untuk tercapainya tujuan dari perjuangan. c. Memliki keuletan dan ketahanan dalam menghadapi segala bentuk ujian, cobaan dan berbagai godaan. d. Selalu berpegang teguh kepada prinsip kebenaran dan tidak mudah untuk dibelokkan haluannya. e. Senantiasa menjalin kerja sama dengan semua pihak dengan harmonis dan baik. 2. Dalam Tugas Keprajuritan. Ciri-ciri prajurit yang bermental kejuangan yang tinggi adalah: a. Akan selalu menjaga jati dirinya sebagai seorang prajurit, yaitu sebagai
prajurit rakyat, prajurit pejuang, prajurit nasional dan prajurit profesinal. b. Senantiasa akan selalu siap untuk melaksanakan tugas, tidak terikat dengan waktu, keadaan dan tempat. c. Memiliki semangat juang yang tinggi serta memiliki etos kerja yang baik. d. Percaya kepada kekuatan sendiri dan tidak tergantung kepada kekuatan pihak lain serta percaya diri. e. Dalam berjuang pantang menyerah untuk mencapai tujuan perjuangan serta rela berkorban tanpa pamrih dan ikhlas. f. Senantiasa manunggal dengan rakyat karena tanpa kemanunggalan sulit akan berhasil dalam tugas. 3. Dalam Tugas Kepemimpinan. Ciri-ciri pimpinan yang bermental tangguh adalah: a. Mampu menjadikan dirinya sebagai teladan yang baik bagi lingkungan dan anak buahnya sehingga memiliki kewibawaan yang sejati.
b. Dalam mengambil keputusan atau tindakan senantiasa adil dan proforsional. c. Selalu bertanggung jawab karena dia menyadari bahwa bagi seorang pemimpin yang paling utama adalah tanggung jawab terhadap satuan, baik untuk memajukan kesatuan maupun untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Semangat ataupun jiwa juang yang didasari iman akan menjadi suatu ibadah. Keperwiraan yang didasari dengan iman akan melahirkan ketauladanan dan tanggung jawab yang sejati karena menyadari bahwa tugas ataupun jabatan yang disandangnya adalah amanah Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan secara utuh di dunia dan akhirat. Demikian pula sifat pantang menyerah dan rela berkorban bila didasari dengan keimanan dan ketakwaan yang terpuji akan melahirkan pejuang yang tanpa pamrih dalam menunaikan tugas karena pamrih dari orang yang Imtaknya kuat hanyalah ridho Tuhan. Dari pembahasan-pembahasan di atas dapat dibuat beberapa catatan sebagai berikut:
Kondisi jiwa juang harus selalu tertanam dalam setiap benak prajurit TNI
www.tniad.mil.id
33
1. Saat ini kondisi jiwa juang prajurit masih belum memenuhi harapan, yang disebabkan oleh masih terjadi pelangggaran-pelanggaran. Krisis ekonomi global bukanlah rintangan yang berarti apabila semangat/jiwa juang prajurit kuat, kokoh dan tangguh. 2. Jiwa juang (kejuangan) merupakan suatu faktor yang sangat dominan dalam meningkatkan profesionalisme dan disiplin Prajurit. 3. Upaya yang ditempuh untuk meningkatkan jiwa juang dalam membentuk prajurit profesional dan berdisiplin tinggi, ditempuh dengan pendekatan Bintal, melalui Bintal rohani, Bintal ideologi dan Pembinaan Mental Kejuangan. 4. Kepada setiap pimpinan agar selalu memberikan motivasi kepada bawahannya didalam rangka meningkatkan disiplin dan etos kerja prajurit sehingga tercapai produktifitas kerja yang optimal di satuannya. 5. Dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa ditambah dengan profesionalisme yang tinggi, semua tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan akan dapat diselesaikan dengan baik. 6. Dengan memiliki kondisi mental yang tangguh, prajurit TNI AD tidak akan terimbas pengaruh negatif dari krisis ekonomi global. Maka perannya sebagai warga negara yang berprofesi sebagai prajurit TNI dapat berjalan dengan baik.
34
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
RIWAYAT HIDUP SINGKAT Data Pokok. Nama Pangkat NRP Tmp/Tgl.Lhr Jabatan Agama Kesatuan
: Yunif Effendi, S.IP : Brigjen TNI : 28124 : Langsa, 16-05-1952 : Kadisbintalad : Islam : Disbintalad
Pendidikan Militer. Akabri Sussarcab Int Susjurpa Kan Susstaf Int Seskoad Sussar Para
Th. 1975 Th. 1978 Th. 1980 Th. 1986 Th. 1991 Th. 1998
Riwayat Penugasan. Jepang Filipina Jepang Brunai Darussalam Singapura Thailand
Th. 1997 Th. 1998 Th. 1998 Th. 1999 Th. 2000 Th. 2001
Riwayat Jabatan. Paurmin Kaporlap Kaurbek Tepbek Cirebon Kaurbek Tepbek Bogor Kaurbek Tepbek Bandung Dankibek Brigif-15 Kaur Tepbek Bandung Kagud Kaporsatlap Bekangdan IX/Udy Kasibek Bekangdam IX/Udy Ka PWK Dam IX/Udy Gumil Pusdik Bekang Danse “A” Pusdik Bekang Waka Bekang Kostrad Kababekang Kostrad Asbin Kababek TNI Sekretaris Babek TNI PU Kumnas Sahpol Panglima TNI Pamen Ahli Kasad Bid. Sosbud Iropsat Itjenad Irlogmat Itjenad Irlog Itjenad Kadisbintalad
Kolonel Chb Seff Nurdin Kahubdam V/Brawijaya
www.tniad.mil.id
35
STRATEGI KOMUNIKASI UPAYA TNI AD UNTUK MENJAGA KEUTUHAN NKRI DI WILAYAH ACEH Brigjen TNI Drs. Christian Zebua, M.M. (Kadispenad)
1.
Latar Belakang Permasalahan. a. Sejarah latar belakang Aceh sampai dengan pada masa penjajahan Belanda yang dilanjutkan dengan masa penjajahan Inggris mempunyai berbagai versi yang berbeda1. Perbedaan tersebut diantaranya adalah bahwa pada versi Wikipedia mengatakan bahwa Aceh Tidak Termasuk Anggota NegaraNegara Bagian RIS. Aceh adalah bagian dari negara Indonesia, baik pada saat penjajahan Belanda sampai dengan saat penjajahan bangsa Inggris, namun kurang didukung oleh data-data yang mudah untuk diakses oleh pihak lain, sehingga pihak ketiga lebih banyak menggunakan data-data versi pihak atau sumber lain yang bukan dari pemerintah Indonesia karena mudah diakses.
1
36
Wikipedia tentang Aceh
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
Pada tahun 2005, konflik di Aceh yang telah berjalan sejak tahun 1976, secara de facto kedua pihak antara GAM dan pemerintah RI telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) RI-GAM di Helsinki. Selanjutnya pada tahun 2006, DPR RI telah menindaklanjuti butir-butir MoU Helsinki tersebut dengan mengesahkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) menjadi hukum Indonesia. Sendi-sendi agama sebagai penopang kehidupan dalam bermasyarakat telah berubah bentuk untuk dijadikan alat oleh kelompok tertentu dalam membuat negara dalam negara. b. Menyikapi masalah Aceh, sejak dicapainya kesepakatan MoU antara pemerintah Indonesia dan GAM di Helsinki pada tanggal 15 Agustus
“Pasukan GAM akan memiliki hak untuk memperoleh pekerjaan sebagai polisi dan tentara organik di Aceh tanpa diskriminasi dan sesuai dengan standar nasional”.
Penandatangan MoU di Helshinky antara pihak Pemerintah RI dan pihak GAM
2005 lalu, kondisi keamanan di daerah tersebut jauh lebih baik dari sebelumnya. Namun demikian, perdamaian yang ada masih bersifat semu karena belum mencerminkan perdamaian dalam arti yang sesungguhnya. Kondisi yang terjadi di Aceh saat ini, ibarat ”sebuah produk yang mendambakan perubahan proses paradigma, yang berawal dari proses komunikasi untuk menyikapinya2”. c. Di sisi lain keberadaan MoU Helsinki telah membuat pemerintah Indonesia tidak bisa berbuat banyak, sangat mengikat, dan menguntungkan pihak GAM. Sehingga dalam keadaaan situasi seperti ini, pemerintah Indonesia mengalami kesulitan didalam menerapkan aturan pemerintah pusat, terutama didalam menciptakan keadaan yang aman dan pemerintahan yang transparan sesuai cita-cita reformasi yang telah bergulir sejak tahun 1998 lalu. Karena dari beberapa butir kesepakatan MoU tersebut sulit untuk diaplikasikan. (tercantum dalam pasal 3.2.7) tentang 2 Ilmu Komunikasi Pemasaran ”Marketing is the human activity directed at satisfying human needs and wants through an exchange process” (Philip Kotler 1980).
d. Tidak banyak pejabat yang memahami isi perjanjian MoU Helsinki, terutama didalam melakukan peran kontrol terhadap implementasi dari MoU tersebut. Pasal 3.1.4 MoU menyebutkan “Penggunaan senjata oleh personil GAM setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini akan dianggap sebagai pelanggaran terhadap Nota Kesepahaman dan hal itu akan membatalkan yang bersangkutan memperoleh amnesti”, namun kenyataan menunjukkan bahwa mantan GAM banyak yang menggunakan senjata untuk melakukan intimidasi, teror, perampokan, dan berbagai kejahatan kriminal lainnya. Pertanyaannya, apakah pemerintah Indonesia dalam hal ini pihak kepolisian telah mencatatnya dan pemerintah Indonesia telah menindaklanjuti pelanggaran GAM itu dengan mempertimbangkan untuk mencabut perolehan amnesti mereka?. e. Kinerja Gubernur Propinsi NAD, semakin tidak mencerminkan peran representasi pemerintah pusat di daerah. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai kegiatan dan kebijakan Irwandi Jusuf3, antara lain : 1) Kebijakan Gubernur NAD yang telah mempekerjakan sembilan orang tenaga asing 3 Laporan Atensi Pangdam IM dengan judul Trend Perkembangan Situasi Prov NAD Sepanjang Tahun 2008 Sebuah Perspektif: Pemberontakan Separatis Ancaman Faktual, hal 2.
www.tniad.mil.id
37
sebagai penasehat gubernur (berasal dari Austria, Amerika, dan Jerman), tiga orang WNA sebagai konsultan pada kegiatan seleksi para kepala dinas propinsi NAD (dua orang dari Inggris, dan satu dari Malaysia). 2) Sikap tidak konsisten Gubernur NAD dalam penerapan Moratorium Logging (penghentian penebangan hutan di Propinsi NAD, baik yang sah maupun yang tidak sah), Maklumat tentang Pemberantasan Peredaran Senjata Ilegal, dan Pemberantasan Pajak atau Pungutan Liar, karena pelaku tindak kriminal dan pemegang senjata ilegal di Aceh adalah para mantan kombatan GAM yang sekarang menjadi anggota KPA. 3) Keraguan akan kesetiaan Gubernur Propinsi NAD terlihat pada ketidakhadiran Irwandi pada HUT RI 17 Agustus 2008, tidak melakukan penghormatan terhadap Bendera Merah Putih saat ia menjadi Inspektur Upacara pada Hari Kebangkitan Nasional 2008, dan tidak hadir sebagai undangan (hanya diwakili Sekretaris Daerah Propinsi NAD) pada Upacara HUT Ke-52 Kodam IM 22 Desember 2008 lalu. Justru Irwandi menghadiri acara syukuran memperingati Milad (HUT) GAM, pada tanggal 4 Desember 2008 di Aceh Besar. f. Mengalir dari uraian tersebut di atas serta merujuk Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia pasal 6, 7 dan 8, maka TNI
38
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
AD merasa perlu untuk mengambil langkah pemikiran dan pengembangan konsepsi strategik secara sistematis dan komprehensif-integral, dalam rangka menjaga keutuhan wilayah kedaulatan NKRI, yakni: Pertama, pemberdayaan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini yang diselenggarakan dalam kerangka sebuah sistem nasional secara terpadu sesuai dengan sistem pertahanan semesta (Sishanta), melalui penjabaran pengaturan secara jelas dan tegas tentang tataran kewenangan antara institusi TNI dan Polri, sehingga tidak timbul overlaping (tumpang tindih) dalam penyelenggaraan peran, fungsi, dan tugas masing-masing institusi dalam sistem manajemen nasional. Hal itu diperlukan untuk memberikan landasan hukum, legitimasi, dan sekaligus sebagai bentuk akuntabilitas pada publik bagi TNI AD dalam menjaga keutuhan NKRI di wilayah Aceh secara tuntas. Kedua, secara internal, membangun figur prajurit yang memiliki jati diri kuat sebagai tentara pejuang, tentara nasional, dan tentara rakyat yang profesional, mencintai dan dicintai rakyatnya. Mensosialisasikan caracara persuasif atau Smart Power untuk menangani masalah Aceh secara tuntas menggantikan metode Hard Power (kekerasan, kekuatan militer), yang pada akhirnya akan dapat menempatkan TNI AD secara profesional dan proporsional. Ketiga, pembangunan Nation and Character Building dan Trustworthy guna mewujudkan Sense of Belonging masyarakat Aceh terhadap NKRI, dalam rangka menangkal retaknya persatuan
juangannya karena didukung oleh seluruh lapisan masyarakat Aceh.
dan kesatuan bangsa serta keutuhan wilayah NAD. 2.
Kondisi Aceh Saat ini. a.
e) Mantan anggota GAM melaksanakan rapat atau pertemuan tertutup setiap hari di berbagai tempat, merupakan kelemahan kontrol pusat untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan bangkitnya semangat GAM untuk memerdekakan diri.
Bidang. 1)
Politik. a) Pendirian partai politik lokal yang berlambang GAM akan mengurangi rasa nasionalisme kebangsaan Indonesia dan memunculkan semangat nasionalisme yang baru.
f) Mantan anggota GAM melakukan teror bom, penculikan ancaman/intimidasi, perampokan, dan perampasan terhadap masyarakat maupun pejabat pemerintah daerah terjadi hampir setiap hari. Hal ini merupakan suatu modus operandi didalam menciptakan opini untuk mendiskreditkan pemerintah pusat, sehingga pemerintahan lokal/pemerintah daerah akan mendapatkan simpati dari masyarakat.
b) Membentuk KPA dan SIRA yang beranggotakan mantan anggota GAM merupakan indikasi bahwa gerakan GAM masih ada dan akan memecah-belah rasa persatuan bangsa. c) Pergantian pejabat pemerintah daerah yang dikuasai oleh mantan GAM merupakan suatu indikasi bahwa para GAM masih mempunyai semangat untuk menerapkan sistim pemerintahan yang lepas dari pengaruh pemerintah pusat dan selanjutnya bila pada masanya tiba, cita-cita untuk lepas dari NKRI akan lebih mudah. d) Anggota DPRA/ DPRK saat ini dikuasai oleh GAM akan memudahkan pemerintah lokal untuk menentukan arah per-
2)
Ekonomi. a) Mantan GAM sudah menguasai tempat-tempat strategis di Aceh, seperti terminal, pabrik, pelabuhan, dan pasar-. Hal ini memudahkan gerak langkah anggota GAM. b) Mantan anggota GAM melakukan pemungutan pajak sebesar 10% kepada pengusaha, pedagang, dan
www.tniad.mil.id
39
pemborong secara paksa dan penuh ancaman-. Hal ini akan menimbulkan rasa egoisme untuk kepentingan individu.
3)
Hankam. Perkembangan stabilitas Kamtibmas Propinsi NAD sepanjang tahun 2008, sangat dipengaruhi oleh beberapa indikator kerawanan, sebagai berikut:
c) Makin maraknya bisnis ilegal yang dikelola mantan G A M / K PA , k h u s u s n y a di sektor illegal looging, eksplorasi pasir ilegal, narkoba, dan penyelundupan.
a) Tingginya angka kriminalitas dan kekerasan bersenjata yang melibatkan mantan GAM/KPA, merupakan sinyalemen maraknya peredaran senjata ilegal di tangan mantan GAM/KPA dan rentan terjadinya kembali konflik bersenjata. Dalam kurun waktu tahun 2008 terjadi 85 kasus kriminal, dengan pemunculan senjata sebanyak 180 pucuk (rekapitulasi data terlampir).
d) Monopoli/dominasi proyek-proyek pemerintah daerah dan LSM/NGO oleh kalangan mantan GAM/ KPA.
b) Aksi kriminalitas dan kekerasan lain terus bermunculan yang melibatkan mantan GAM/KPA, dengan modus yang semakin kompleks (sepanjang tahun 2008 terjadi 364 kasus; rekapitulasi data terlampir).
Separatis GAM yang mengancam kedaulatan NKRI keamanan di wilayah NAD
e) Pengembangan sentra koperasi yang dikelola mantan GAM/KPA (saat ini terbentuk 11 koperasi yang dikelola KPA Aceh Selatan, Aceh Besar, Nagan Raya, Bireuen, Aceh Timur, Abdya, Abrar, dan Agara) sebagai indikasi strategi bisnis mantan GAM/KPA untuk mendapatkan legalitas penerimaan aliran dana dari APBD, BRA, maupun NGO asing.
40
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
c) Lemahnya penegakan hukum (Law Enforcement) oleh aparat Polri, terutama terkait kriminalitas bersenjata yang melibatkan mantan anggota GAM/personel KPA. b.
Prediksi yang akan terjadi di Aceh. 1)
Politik.
di bidang politik, untuk melanjutkan usahanya dalam mengatur pemerintahannya sendiri. Di sisi lain, kondisi Aceh yang seperti itu dapat diartikan telah menciptakan situasi untuk lepas dari NKRI, dengan dasar adanya dukungan penuh dari masyarakat Aceh.
a) Perjuangan GAM masih belum usai dengan ingin lepas dari NKRI dan mengatur pemerintahannya secara mandiri. MoU Helsinki yang ditandatangani tahun 2005 merupakan sarana GAM untuk menekan pemerintah RI, dengan dibuktikannya butir-butir perjanjian yang menguntungkan pihak GAM. Disisi lain pemerintah RI menempuh opsi terburuk dan sangat lemah untuk dijalankan namun dinilai masih lebih baik untuk menciptakan kondisi aman di Aceh (sikap ini yang tidak sejalan dengan pemikiran TNI AD)
2)
a) Sebagaimana isi MoU Helsinki, Aceh berhak memperoleh dana melalui hutang luar negeri, menetapkan tingkat suku bunga berbeda dengan yang ditetapkan oleh Bank Sentral Republik Indonesia (Bank Indonesia), menetapkan dan memungut pajak daerah untuk membiayai kegiatankegiatan internal yang resmi, dan berhak melakukan perdagangan dan bisnis secara internal dan internasional, serta menarik investasi dan wisatawan asing secara langsung ke Aceh4. Hal ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para mantan GAM, melalui tokoh-tokohnya yang sekarang duduk di lembaga pemerintahan Aceh untuk mempersiapkan segala sesuatunya di bidang perekonomian,apabila
b) Apabila Pemilu legislatif tahun 2009 dapat dimenangkan oleh partai lokal Aceh, terutama Partai Aceh (PA) dan partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA), maka mantan anggota GAM akan menguasai Parlemen. Momen tersebut dimanfaatkan untuk mengadakan referendum menuntut kemerdekaan. KPA/GAM telah belajar dari pengalaman Kosovo, dimana ketika partai lokal di Kosovo menang dalam pemilu, maka rakyat Kosovo menuntut kemerdekaannya dan Serbia tidak dapat berbuat apa-apa. c) Disimpulkan bahwa GAM telah mempersiapkan diri dengan baik terutama
Ekonomi.
4
MoU Helsinki hal 4, pasal 1.3 Ekonomi
www.tniad.mil.id
41
sewaktu-waktu Aceh lepas dari NKRI. Di sisi lain, bagi mantan GAM semua isi MoU yang menyangkut bidang perekonomian di Aceh tersebut, diartikan bahwa Aceh sebenarnya sudah ”merdeka”, hanya tinggal menunggu keabsahan secara hukum dan pengakuan resmi masyarakat internasional. b) Aceh berhak menguasai 70% hasil dari semua cadangan hidrokarbon dan sumber daya alam lainnya yang ada saat ini dan di masa mendatang di wilayah Aceh maupun laut teritorial sekitar Aceh.5. Mantan GAM melalui tokohnya yang sudah berhasil duduk sebagai pucuk pimpinan eksekutif di Propinsi NAD (Gubernur), kini telah mengendalikan dan memanfaatkan kondisi peluang yang terdapat di dalam isi MoU tersebut. Hal ini akan menjadi lebih lengkap apabila jajaran legislatif dapat pula dikuasai oleh mantan GAM, sehingga proses untuk mempersiapkan Aceh lepas dari NKRI akan menjadi semakin mudah. c) Bantuan dana dari pemerintah pusat sebagian digunakan untuk kegiatankegiatan GAM karena MoU Helsinki yang lebih menguntungkan pihak 5
42
Ibid, subpasal 1.3.4
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
GAM. Kondisi seperti itu mempermudah GAM untuk menentukan nasibnya di kemudian hari, tanpa adanya tekanan dari pemerintah pusat yang hendak menegakkan NKRI. 3)
Hankam. a) Melakukan kegiatan kegiatan kriminalitas atau melakukan penyerangan pospos TNI dan menciptakan kondisi tidak aman dan terkesan aparat tidak mampu menangani dan pada akhirnya akan memancing campur tangan internasional dan hal ini sangat berdampak kepada kestabilan keamanan. b) Berkembangnya partisipasi politik dengan modus kekerasan, intimidasi dan teror maupun bentuk agitasi politik guna memperbesar dukungan terhadap partai lokal ”Partai Aceh”, akan menjadi masalah Kamtibmas yang berpotensi menjadi gangguan keamanan pada Pemilu 2009. c) Konsolidasi/penataan organisasi sayap militer GAM, pembentukan organisasi intelijen GAM(BIAS/Badan Intelijen Aceh Sumatera) dan ASG (Aceh Security Group) sebagai wadah rekruitmen dan pelatihan merupakan sinyalemen bahwa GAM terus mempersiapkan kekuatan ber-
2009, sebagaimana diatur dalam pasal 1 butir 23 dan 24. Secara umum UU nomor 10 tahun 2008 telah menguntungkan pihak GAM karena partai lokal dijadikan sebagai “kendaraan” bagi GAM pada Pemilu 2009.
senjata secara terselubung, dalam mendukung pejuangan politik separatisme. 3.
Kebijakan Pemerintah. a. Umum. Beberapa kebijakan pemerintah terkait dengan masalah Aceh adalah: 1) MoU Helsinki ditandatangani di luar negeri (Swedia) dan disaksikan oleh beberapa perwakilan dari negara-negara Eropa dan Asia, sehingga MoU Helsinki memiliki kekuatan hukum mengikat, yang setara dengan perjanjian/konvensi internasional lainnya. Kedua belah pihak, pemerintah RI dan GAM harus mentaati isi MoU tersebut dan melaksanakannya secara konsekuen. 2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. UU ini merupakan pelaksanaan dari amanat MoU Helsinki. UU ini antara lain mengatur tentang Partai Lokal, Mahkamah Syariah Aceh dan Mahkamah Syari’ah Kabupaten/ Kota, Majelis Permusyawaratan Umum (MPU), dan Wali Nanggroe. Namun demikian, kebijakan pemerintah membentuk UndangUndang 11 tahun 2006 tersebut tidak bisa maksimal didalam upaya mencegah terlepasnya Propinsi NAD dari NKRI. 3) Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum. UU ini mengadopsi partai lokal Aceh sebagai peserta Pemilu
b.
Kendala. 1) Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding = MoU) yang dihasilkan, dianggap terlalu besar memberikan kemudahan dan keuntungan kepada GAM, namun sebaliknya justru bisa membahayakan keutuhan NKRI, diantaranya: a) Pemerintah Indonesia dan DPR RI memiliki keterbatasan dalam mengatur, mengontrol, dan menetapkan sesuatu yang ada hubungannya dengan Pemerintah Daerah Aceh dan aturan tentang enam kewenangan atas Aceh (hubungan luar negeri, pertahanan, keamanan nasional, moneter dan fiskal, kehakiman, dan kebebasan beragama) akan sulit diterapkan karena masih ada keterikatan persetujuan dari Pemerintah Daerah Aceh dan lembaga legislatif Aceh. b) Personel GAM mendapatkan amnesti tetapi kepada anggota TNI tetap dilakukan pengusutan terhadap kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM). Selain itu, anggota GAM juga mendapat
www.tniad.mil.id
43
kompensasi tanah dan pekerjaan, tetapi masyarakat Aceh yang bukan anggota GAM tidak mendapatkannya. Personel TNI yang cacat seumur hidup dan anak dan istri prajurit yang gugur pun tidak memperoleh kompensasi.
MoU antara RI dan GAM disambut baik masyarakat Aceh
c) Butir-butir kesepakatan di bidang ekonomi memberikan kewenangan yang sangat besar bagi pemerintahan Aceh, melebihi atau bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam UU Otonomi Khusus NAD. Diantaranya yang sangat krusial adalah Aceh berhak menguasai 70% hasil dari semua cadangan hidrokarbon dan sumber daya alam lainnya yang ada saat ini dan di masa mendatang di wilayah Aceh maupun laut teritorial sekitar Aceh6. 2) Dengan ditariknya pasukan non organik TNI dan Polri dari wilayah Aceh, mengakibatkan keterbatasan 6
44
Ibid
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
dalam melakukan kontrol kegiatan separatis para mantan GAM, baik yang terakomodasi dalam KPA dan PA maupun yang terpisah sebagai kelompok garis keras GAM. 3) Pasca MoU antara Pemerintah Indonesia dan GAM di Helsinki tanggal 15 Agustus 2005, wilayah Aceh telah dan terus dimanfaatkan sebagai ruang potensial oleh mantan anggota GAM untuk melakukan koordinasi dan konsolidasi kekuatan disemua sektor. Taktik perjuangan untuk memerdekakan Aceh berubah dari perjuangan bersenjata menjadi perjuangan politis dan diplomatis, yang saat ini sedang dilakukan oleh Partai Aceh (PA), dengan menghimbau masyarakat Aceh untuk melakukan pemasangan selebaran, sosialisasi visi, dan misi hingga dalam bentuk intimidasi dan teror. 4) Seperti yang diucapkan oleh Malik Mahmud pada saat penandatanganan MoU di Helsinki tanggal 15 Agusutus 2005, bahwa perjuangan rakyat tidak akan tercapai tanpa adanya dukungan dan peran media lokal maupun internasional. Sehingga GAM akan terus menempatkan peran media sebagai Front Basic Strategy didalam meyakinkan masyarakat Aceh dan dunia internasional untuk melangkah ke usaha berikutnya menciptakan “Self Government”. 5) Pemerintah belum melakukan “Assesment” dan perkiraan terhadap kemungkinan terjadinya
konflik menjelang dan pasca Pemilu 2009, karena masih lemahnya aplikasi “Law Enforcement”. c.
Peluang. 1) Pada dasarnya MoU Helsinki merupakan sumber hukum bagi UU PA dan kebijakan pemerintah pusat kepada pemerintahan Aceh. Namun perlu dipahami bahwa MoU juga mengamanatkan bahwa Pemerintahan Aceh tetap dalam kerangka NKRI, hal tersebut dapat diartikan bahwa Pemerintahan Aceh juga harus tunduk dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat dengan memperhatikan kekhususan yang telah diberikan. 2) MoU Helsinki bukan salah satu dasar hukum untuk mengatur pemerintahan di Aceh sehingga pelaksanaan MoU Helsinki tidak mesti harus dijalankan sesuai dengan keinginan dunia internasional, karena kebijakan nasional harus tetap dijunjung tinggi di Propinsi NAD. MoU Helsinki dapat saja diabaikan bila bertentangan dengan aturan diatasnya dalam berbangsa dan negara. 3) Timbulnya aksi perlawanan masyarakat dengan modus pengerahan massa dan pernyataan secara tertulis untuk menghadapi intimidasi, teror, pemerasan, dan kriminalitas mantan GAM/KPA, seperti insiden Atu Lintang, Aceh Tengah, mencerminkan akumulasi keresahan sosial yang berkembang kearah menguatnya sikap perlawanan masyarakat terhadap separatisme.
4.
Strategi Komunikasi. a. Umum. Strategi komunikasi adalah paduan antara perencanaan komunikasi (Communication Planning) dengan manajemen komunikasi (Communication Management) untuk mencapai tujuan yang diinginkan7. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis harus dilakukan. Dalam arti kata bahwa pendekatan (aproach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung pada situasi dan kondisi. Disisi lain, strategi komunikasi dijalankan secara simultan, seiring dengan kegiatan dan upaya komprehensif-integral yang dilakukan oleh pemerintah RI. Kesimpulannya, strategi komunikasi adalah keseluruhan perencanaan, taktik, dan cara yang digunakan untuk melancarkan proses komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh TNI AD dalam menjaga kestabilan dan penyelesaian Aceh secara tuntas. Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk berupa lepasnya Aceh dari wilayah NKRI, maka diperlukan langkah-langkah yang sistematis dan komprehensifintegral, diantaranya dengan caracara pembentukan opini masyarakat Aceh, rakyat Indonesia, dan komunitas internasional agar sesuai dengan kepentingan TNI AD dan NKRI. b. Sasaran. Pembangunan opini dapat dicapai melalui terjalinnya saling pengertian antara institusi dengan publiknya, sehingga terjadi interaksi yang berkesinambungan, persepsi positif, dan kepercayaan publik, antara lain:
7 Ilmu Komunikasi, Teori Dan Praktek, 1989:35, Onong Uchjana Effendy.
www.tniad.mil.id
45
1) Tumbuhnya kesadaran, keikhlasan dan keinginan masyarakat Aceh untuk selalu menjaga persatuan dan keutuhan sebagai bagian dari bangsa Indonesia serta tidak lagi berpihak dan takut kepada KPA/ GAM, sekaligus menanggalkan ide “Aceh Merdeka” dari kehidupan diri dan keluarganya. 2) Merubah pola pikir dan cara pandang masyarakat Aceh, rakyat Indonesia dan masyarakat dunia bahwa keberadaan KPA/ GAM tidak membawa kedamaian, ketenteraman dan kesejahteraan hidup bagi rakyat Aceh, namun justru membawa mereka dalam penderitaan dan kehancuran. 3) Terbentuknya kepercayaan rakyat Aceh terhadap institusi TNI khususnya TNI AD, sebagai pelindung rakyat dari teror dan kekerasan bersenjata yang dilakukan para mantan kombatan GAM, sehingga masyarakat mau bekerjasama dengan TNI AD dalam menjaga keamanan serta kedaulatan bangsa dan negara Indonesia dari gangguan kelompok yang berniat memisahkan diri dari NKRI. c.
Strategi Komunikasi. 1)
Strategi. a)
Strategi Pokok.
» Membangun iklim positif yang melahirkan keadaan saling mendukung antara masyarakat sipil dan TNI AD (TNI AD Mencintai Rakyat, Rakyat Mencintai TNI AD).
46
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
» Melakukan upaya-upaya untuk mengimbangi berbagai isu negatif terhadap TNI AD. » Mengekspose kegiatan TNI AD yang dapat memberikan citra positif terhadap TNI AD, seperti kerja keras para prajurit TNI AD dalam penanganan korban bencana alam tsunami di Aceh, dan kegiatan lainnya. » Melaksanakan kegiatankegiatan internal dan eksternal secara simultan dan bertahap dalam rangka membangun citra TNI AD. b)
Strategi Operasional.
» Membangun citra TNI AD dengan mengambil contoh Operasi Terpadu di Aceh sebagai “Operasi Kesatuan Bangsa” dan contoh komitmen TNI terhadap paradigma barunya. » Menampilkan peran kemanusiaan TNI dan komitmen TNI AD bagi penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia dan penegakan hukum di lingkungannya sendiri. » Membangun kemitraan dengan masyarakat madani (civil society) melalui sosialisi dan pendekatan langsung ke tokoh-tokoh masyarakat, agama, dan adat dalam memelihara keamanan dan persatuan nasional bersama. » Membangun hubungan baik dengan stake holder dan media massa, dengan memperbaiki interaksi serta pemahaman terhadap tugas
dan kepentingan kedua belah pihak. 2)
Program. a)
Jangka Pendek.
» Media Training. Memberikan pelatihan internal kepada para prajurit yang berkompeten sampai dengan jabatan Danramil untuk menghadapi media massa, bagaimana merangkul media massa dan mempublikasikan berita TNI AD yang memiliki nilai berita (news value), dengan melibatkan media elektronik, cetak, dan online. » Media Relations. • Penulisan artikel di media cetak nasional dalam bentuk features dan advertorial. • Pemberitaan harian di televisi swasta nasional. • Penayangan feature di televisi swasta nasional. • Penulisan tentang TNI AD dari penulis beridentitas non TNI (Ghost Writers) di media cetak nasional. • Media Visit atau Media Tour, yakni mengajak media untuk berkunjung dan melihat langsung objek di Aceh, dan selanjutnya menulis tentang Aceh sesuai dengan kepentingan TNI AD. • Diskusi publik (Talk Show) dalam program siaran televisi yang melibatkan TNI AD, Pemerintah Pusat dan masyarakat, dengan moderator dari praktisi media.
• Media Discussion yang sengaja dilaksanakan oleh TNI AD dalam dialog khusus membahas/dengan tema: “Cara Pandang Media Menyikapi Daerah Pasca Konflik”. » Profil TNI AD. Pembuatan film dokumenter tentang peran TNI AD dalam melaksanakan program pembangunan di wilayah NAD, mulai dari bagaimana aksi TNI AD dalam melaksanakan isi MoU Helsinki, peran prajurit dalam penanganan korban tsunami dan membantu merehabilitasi wilayah NAD pasca tsunami serta pelaksanaan tugas TNI AD dalam menjaga kedaulatan NKRI, khususnya di wilayah NAD. b)
Jangka Menengah.
» Melakukan sosialisasi lanjutan yang mengarah pada sasaran internal, me-lalui program-program komunikasi langsung antara TNI AD dan masyarakat lewat acaraacara yang diprakarsai oleh TNI AD, misalnya melalui study tour pelajar ke satuan jajaran TNI AD maupun kegiatan lainnya yang bersifat edukatif dan menghibur masyarakat, untuk sosialisasi dan menanamkan rasa kebanggaan dan kecin-taan rakyat terhadap TNI AD. » Mengembangkan citra dan reputasi institusi TNI AD, melalui penciptaan perilaku
www.tniad.mil.id
47
c. Pada Pemilu 2009 mendatang, apabila kelompok mantan GAM mendominasi kursi di legislatif, maka mereka akan dengan mudah menyusun rancangan perundang-undangan untuk mengatur sendiri pemerintahan di Aceh, termasuk membuat usulan referendum agar Aceh dapat lepas dari NKRI.
prajuritnya yang profesional dalam melaksanakan tugas, dengan didukung pemahaman yang baik tentang hukum, HAM, dan demokrasi. c)
Jangka Panjang.
» Memelihara kontinuitas program-program jangka pendek dan menengah, dengan tetap mengacu pada hasil akhir berupa utuhnya wilayah NKRI, dari Sabang hingga Merauke. » Terus memelihara reputasi TNI AD dan membangun kepercayaan dan kecintaan masyarakat Aceh dan rakyat Indonesia terhadap TNI AD, atas semua pelaksanaan tugas yang dipercayakan negara kepada TNI AD. » Menanamkan opini publik tentang citra TNI AD sebagai pelindung rakyat dan selalu berpihak kepada kepentingan rakyat. 5.
e. Penanganan Aceh secara terpadu dan integral dapat dijadikan sebagai access point dan momentum yang tepat untuk membangun komitmen TNI/TNI AD dalam menjalankan paradigma barunya, seiring dengan pembenahan internal yang harus terus dilakukan untuk mewujudkan TNI AD sebagai tentara nasional, tentara rakyat dan tentara pejuang, yang profesional dan dicintai rakyat.
Kesimpulan. a. Terpilihnya tokoh GAM menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, semakin memberi peluang Aceh untuk keluar dari NKRI. b. Perjuangan GAM untuk memerdekakan Aceh terlepas dari NKRI saat ini tidak lagi dilakukan dengan perlawanan bersenjata tetapi melalui jalur diplomasipolitik untuk menguasai pemerintahan dan rakyat Aceh, dengan menempatkan peran media sebagai Front Basic Strategy, sehingga pada akhirnya akan sampai pada tahap akhir yakni penentuan nasib sendiri (referendum), yang sudah disiapkan dan dapat dipastikan pilihannya adalah “merdeka”.
48
d. TNI/TNI AD yang bertugas sebagai pengawal kedaulatan bangsa dan negara Indonesia selalu peduli dan merasa terpanggil untuk turut memberikan kontribusinya dalam mewujudkan kedamaian, ketenteraman, dan kesejahteraan hidup masyarakat yang berdomisili di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
6.
Rekomendasi. a. TNI AD perlu melakukan pendekatan Smart Power, melalui penggunaan strategi komunikasi dengan memberdayakan unsur atau pihak-pihak terkait, baik dalam lingkup internal institusi TNI AD maupun eksternal atau pihak-pihak di luar institusi TNI. b. TNI AD perlu menggunakan pihak luar sebagai konsultan di bidang Public Relations (PR) yang melakukan komunikasi publik dengan “Ultímate
Goal”-----pemahaman Holistic Communications : dengan 3 kriteria: “Sense& Feel; Chemistry (think & act) dan Soul (relate & maintain)”. PR Consultant diharapkan menjadi mediator dan pemberi pesan komunikasi yang tepat dan benar untuk membangun citra TNI AD, meng-counter issue dan melakukan Intellectual Intelligent serta kontributor terhadap penyelesaian masalah Aceh secara terpadu dan menyeluruh.8. 7.
Penutup.
TNI AD merasakan bahwa penyelesaian permasalahan Aceh secara tuntas merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan. Bencana alam gempa dan tsunami 26 Desember 2004 di Aceh dan MoU Helsinki 2005, merupakan momentum bagi semua pihak untuk benarbenar berpikir ke depan, dalam membawa masyarakat Aceh menuju kehidupan yang lebih baik, lebih maju, dan lebih bermartabat, sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
8 “Public Relations is the conscious and legitimate effort to achieve understanding and the establishment and maintenance of trust among the public on the basis of systematic research” (Deuthce Public relations Gesellschaft of the Federal Republic of Germany)
RIWAYAT HIDUP SINGKAT Data Pokok. Nama Pangkat NRP Tmp/Tgl.Lhr Jabatan Agama Kesatuan
: Christian Zebua, M.M. : Brigjen TNI : 29036 : Gn. Sitoli/24-10-1057 : Kadispenad : Protestan : Dispenad
Pendidikan Militer. Akabri Sussarcab Zeni Suslapa Zeni EAOC USA Seskoad Sesko TNI Sus Danrem Lemhannas Riwayat Penugasan. Australia Amerika Serikat Ops. perdamaian Garuda XII/UNTAC Ops. Perdamaian Garuda XIV/Unprofor KKLN Korea WWLIN Thailand
Th. 1980 Th. 1980 Th. 1990 Th. 1991 Th. 1994 Th. 2001 Th. 2004 Th. 2006 Th. 1980 Th. 1991 Th. 1992 Th. 1995 Th. 2001 Th. 2002 Th. 2006 Th. 2007
Riwayat Jabatan. Danton-1 Ki A Yonzipur-3 Danton-1 Ki B Yonzipur B/3 Danki A Yonzipur-3 Kasi-2/Ops Yonzipur-3 Dankiban Yonzipur-3 Kasitikzi Deptikzi Wadan Yonzipur-1 Kabagrendal Subditbin Konpur Ditziad Danyonzipur-8/SMG Pabandya Binkar Dam I/BB Dandim-0203/LKT Rem-022/PT Pabandya-1/Progar Pabandya-1/Dadagri Kazidam II/Swj Aslog Kasdam II/Swj Danrem-171/PVT Dam XVII/Tkr Pamen Ahli Pangdam XVII/Tkr Bid. Ilpengtek & LH Paban VI/Binsis Slogad Danpusdikter Kadispenad www.tniad.mil.id
49
Pengaturan Pola Ikatan Dinas Perwira TNI AD Dalam Rangka Menjaga Komposisi Personel Kolonel Inf Drs. Hasan Saleh, S.IP (Paban I/Ren Spersad)
Dilihat dari kualitas, maka setiap perwira yang akan melanjutkan IDL haruslah perwira yang terpilih karena memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut, pelaksanaan IDL harus berfungsi sebagai sarana pengendalian kekuatan dan komposisi personel. Untuk itu setiap tahap IDL, persyaratan kualitas harus semakin meningkat.
1.
Latar Belakang.
P
enyelenggaraan pembinaan personel Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) berpedoman pada prinsip-prinsip pembinaan personel, antara lain prinsip “the right man on the right place”, yang artinya menempatkan personel yang tepat pada jabatan yang tepat. Dalam konteks yang lebih luas, prinsip tersebut dapat juga diartikan sebagai pengaturan secara tepat antara jumlah dan kualitas personel pada satu sisi dengan ruang jabatan pada sisi yang lain. Dalam rangka pembinaan personel TNI AD, prinsip tersebut diwujudkan dengan mengatur kecukupan jumlah dan kualitas Personel dihadapkan dengan ruang jabatan yang ada. Pembinaan Personel mempunyai peranan yang sangat penting dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal. Sistem pembinaan personel di lingkungan TNI AD mencakup proses pembinaan
50
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
terhadap kegiatan-kegiatan operasional yang dapat dikategorikan menjadi lima bidang kegiatan yaitu penyediaan tenaga, pendidikan, penggunaan, perawatan dan pemisahan yang sangat erat hubungannya, sehingga satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Manusia yang menjadi obyek pembinaan personel mempunyai kedudukan dan peran yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pokok. Sebagai obyek pembinaan personel, manusia yang mengawaki organisasi diharapkan mampu mengemban setiap tugas yang dibebankan kepadanya, sehingga pembinaan personel menjadi perhatian utama dan menjadi tanggung jawab setiap komandan/pimpinan satuan. Selanjutnya penggunaan personel sebagai bagian dari siklus pembinaan personel mempunyai jangkauan waktu yang cukup panjang, sehingga pengembangan dan pemanfaatannya perlu direncanakan secara tepat, obyektif dan transparan untuk
pengembangan dan peningkatan karier prajurit selama pengabdiannya. Penggunaan personel mempunyai kepentingan ganda yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, yaitu kepentingan organisasi dan kepentingan prajurit sebagai individu. Sedangkan pemisahan personel merupakan kegiatan akhir dalam pembinaan prajurit, yang bertujuan untuk memelihara keseimbangan komposisi prajurit, sehingga TNI AD mampu melaksanakan tugas pokoknya. Selain itu, pemisahan juga memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap prajurit/untuk dapat melanjutkan pengabdiannya di luar lingkungan TNI. Dalam hal pemisahan prajurit tentunya juga memperhatikan ketentuan ikatan dinas prajurit. Sampai saat ini belum dilaksanakan tentang ikatan dinas lanjutan Prajurit (baik Perwira maupun Bintara dan Tamtama). Setelah menjalani ikatan dinas pertama selama 10 tahun bagi Perwira, 10 tahun bagi Bintara, dan 7 tahun bagi Tamtama, maka seakan-akan secara otomatis berlaku ikatan dinas lanjutan sampai pensiun. Pada tulisan ini akan dibatasi pada ruang lingkup penulisan sekitar pengaturan ikatan dinas lanjutan perwira TNI AD. Bahwa ketentuan tentang Ikatan Dinas Perwira yakni untuk Pa Lulusan Akmil dan Pa PK yaitu melalui ikatan dinas pertama (IDP) 10 tahun, dan selanjutnya harus menandatangani ikatan dinas lanjutan (IDL), kenyataan sampai saat ini belum direalisasikan tentang IDL tersebut, bagi yang sudah habis IDP 10 tahun, langsung saja secara otomatis berlanjut ikatan dinasnya. Tentunya ke depan hal tersebut tidak boleh terjadi dan ikatan dinas lanjutan harus melalui proses yang legal, yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Sedangkan untuk Pa lulusan Pa PSDP setelah menjalani ikatan dinas 10 tahun, yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengikatkan diri sebagai prajurit karier, tetapi juga tidak jelas berapa tahun ikatan dinas
lanjutannya. Demikian pula untuk Perwira lulusan Secapa, pada saat dilantik menjadi Pa belum ada ikatan dinas sebagai Perwira. Dari kondisi tersebut di atas, maka perlu adanya realisasi pelaksanaan Ikatan Dinas Lanjutan Perwira, sebagai salah satu sarana seleksi dan pengendalian kualitas dan kuantitas prajurit. Dilihat dari kualitas, maka setiap perwira yang akan melanjutkan IDL haruslah perwira yang terpilih karena memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut, pelaksanaan IDL harus berfungsi sebagai sarana pengendalian kekuatan dan komposisi personel. Untuk itu setiap tahap IDL, persyaratan kualitas harus semakin meningkat. 2. Ketentuan Tentang Pengakhiran Dinas Keprajuritan. Pemisahan prajurit merupakan siklus akhir dalam pembinaan kekuatan prajurit, yang bertujuan untuk memelihara keseimbangan komposisi prajurit. Pemisahan prajurit meliputi pemisahan alami dan pemisahan non alami. Pemisahan alami merupakan pengakhiran keprajuritan karena telah mencapai masa dinas keprajuritan sesuai ketentuan yang berlaku. Pengakhiran dinas keprajuritan Perwira Prajurit Karier (Pa PK) lulusan Akademi Militer (Akmil), Sekolah Perwira Prajurit Karier (Sepa PK), dan Sekolah Calon Perwira (Secapa) Reguler, karena telah mencapai usia maksimum dalam dinas keprajuritan 58 tahun. Pemisahan untuk Perwira Prajurit Sukarela Dinas Pendek (Pa PSDP) karena telah berakhir masa ikatan dinas keprajuritan secara purna waktu selama 10 tahun. Pemisahan non alami merupakan pengakhiran dinas keprajuritan perwira sebelum mencapai masa dinas keprajuritan sesuai ketentuan yang berlaku, karena berbagai sebab antara lain: telah berakhir masa ikatan dinas keprajuritan; tidak memenuhi persyaratan jasmani dan atau rohani; gugur/
www.tniad.mil.id
51
tewas/meninggal dunia; beralih status menjadi Pegawai Negeri Sipil/PNS (Letkol ke atas); mengakhiri ikatan dinas; diakhiri ikatan dinas; dan diberhentikan dengan tidak hormat. Pemisahan prajurit pada dasarnya merupakan pengakhiran ikatan dinas keprajuritan untuk memberikan kepastian hukum bahwa personel tersebut sudah tidak lagi berstatus sebagai prajurit. Dalam pembinaan kekuatan prajurit, pemisahan alami dan pemisahan non alami merupakan faktor yang mempengaruhi perencanaan kebutuhan kekuatan personel. Sesuai UU RI No. 34 Tahun 2004 tentang TNI Pasal 53, bahwa Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Perwira, dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi Bintara dan Tamtama. Ketentuan tersebut sampai saat ini belum dijabarkan pelaksanaannya dalam Peraturan Pemerintah (Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Administrasi Prajurit saat ini masih dalam proses harmonisasi Interdep). Meskipun demikian Mabes TNI telah menerbitkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep/252/VI/2005 tentang Petunjuk Induk Pemisahan Prajurit TNI, antara lain mengatur tentang masa dinas keprajuritan dan pemberhentian dengan hormat. Prinsip, bahwa setiap prajurit dapat dipertahankan untuk tetap dalam dinas keprajuritan sampai dengan usia 58 tahun bagi Perwira dan usia 53 tahun bagi Bintara dan Tamtama. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Penentuan Pola Ikatan Dinas Perwira TNI AD. a. Kekuatan Perwira TNI AD dilihat dari TOP/DSPP. Kekuatan Perwira TNI AD terdiri dari kekuatan perwira TNI AD yang berada dalam struktur dan luar struktur TNI AD. Kekuatan perwira TNI AD
52
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
digambarkan dalam komposisi sesuai TOP/DSPP TNI AD dan DSPP Mabes TNI serta kekuatan nyata penugasan personel TNI pada Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen (Dephan, Kantor Menko Polhukam, Setmilpres, BIN, Lemsaneg, Lemhannas, Wantanas, Basarnas, MA dan BNN) dengan rasio pengisian 60 % diisi perwira TNI AD. Sesuai Surat Keputusan Kasad Nomor Skep/576/XII/2005 tanggal 30 Desember 2005 tentang Pembinaan Kekuatan Prajurit TNI AD. TOP/DSPP merupakan tolok ukur dalam perencanaan kebutuhan kekuatan prajurit untuk mengawaki organisasi. TOP/DSPP pada dasarnya bersifat tetap, namun demikian perubahan TOP/ DSPP dimungkinkan sebagai akibat dari perubahan organisasi, yang dilaksanakan melalui reorganisasi, validasi, dan likuidasi organisasi. Perubahan organisasi merupakan kebijakan pimpinan TNI/TNI AD yang menyebabkan ruang jabatan dalam organisasi menjadi berkurang atau bertambah yang berdampak pada perencanaan perkiraan kebutuhan personel. b. Penyediaan Perwira. Alokasi penyediaan perwira berpengaruh langsung terhadap pengisian kekuatan perwira untuk mengisi kebutuhan organisasi, baik dalam struktur maupun luar struktur TNI AD. Alokasi penyediaan perwira yang berlebihan atau kekurangan akan berpengaruh negatif dan menimbulkan masalah personel dalam jangka panjang. Dengan demikian diperlukan perhitungan yang tepat dalam menentukan alokasi penyediaan perwira, baik jumlah maupun komposisi sumber penyediaan dan penentuan korps/kecabangannya.
c.
Masa Dinas Keprajuritan. Masa Dinas Keprajuritan (MDK) adalah masa pengabdian seorang prajurit sejak diangkat menjadi prajurit sampai dengan berakhir masa pengabdiannya. Bagi golongan Pa masa dinas keprajuritan setinggi-tingginya sampai dengan usia 58 tahun. MDK Pa lulusan Akmil, bila rata-rata usia lulus pendidikan 24 tahun dan usia pensiun 58 tahun, maka rata-rata MDK-nya adalah 34 tahun. Pada pangkat Pama sampai Mayor rata-rata MDK-nya 17 tahun sehingga pangkat Letkol ke atas MDK-nya 17 tahun. MDK Pa lulusan Pa PK, bila rata-rata usia lulus pendidikan 26 tahun dan usia pensiun 58 tahun, maka rata-rata MDKnya adalah 32 tahun. Pada pangkat Pama sampai Mayor rata-rata MDK-nya 18 tahun sehingga pangkat Letkol ke atas MDK-nya 14 tahun. MDK Pa lulusan Secapa, bila usia pensiun perwira lulusan Secapa Reguler 58 tahun dan usia pengangkatan Pertama menjadi Ba rata-rata 20 tahun, maka MDK-nya 38 tahun. Bila pindah golongan menjadi Pa setelah menjalani masa MDK selama 15 tahun (pangkat Serma), maka perwira lulusan Secapa Reguler masih memiliki MDK Perwira rata-rata 23 tahun. Sedangkan bagi Lulusan Pa PSDP, MDK-nya 10 tahun dan setelah mengakhiri ikatan dinasnya dapat diangkat menjadi Pa PK. 4. Pola Ikatan Dinas Keprajuritan Perwira TNI AD Yang Diharapkan. Pola ikatan dinas keprajuritan sebagai bagian dari pembinaan personel diselenggarakan dalam rangka pemanfaatan prajurit seoptimal mungkin untuk kepentingan organisasi. Dalam hal Pola Ikatan Dinas Perwira, perlunya diatur suatu pola ikatan dinas perwira, dengan tujuan agar dalam
pembinaan karier dapat dilaksanakan secara optimal dalam penugasan yang memberikan kemungkinan pengembangan karier seluasluasnya bagi kepentingan organisasi maupun bagi kepentingan perwira sebagai individu. a. Ikatan Dinas Pertama (IDP). Surat Perjanjian IDP dibuat sebelum diangkat menjadi prajurit siswa/Taruna dan berlaku terhitung mulai lulus pendidikan pertama/pendidikan pembentukan Pa. Berlaku selama 10 tahun sejak dilantik menjadi Pa, untuk sumber Pa lulusan Akmil, Pa PK dan Secapa (Ikatan Dinas Pertama sebagai Perwira). Ikatan Dinas ini berakhir apabila Pa yang bersangkutan telah mencapai masa penugasan selama 10 tahun sebagai perwira. b. Ikatan Dinas Lanjutan I. Surat perjanjian IDL I dibuat sebelum berakhir dan berlaku terhitung mulai tanggal berakhirnya IDP. IDL I dilaksanakan sampai masa dinas keprajuritan mencapai 20 tahun. IDL I diperuntukkan bagi Pa sumber Pa lulusan Akmil, Pa PK dan Secapa, juga untuk mantan Pa PSDP yang telah berakhir ikatan dinasnya (selanjutnya diangkat menjadi Pa PK). Ikatan dinas lanjutan I diberikan apabila Pa yang bersangkutan sanggup/bersedia untuk melanjutkan ikatan dinas lanjutan I serta memenuhi syarat yang ditentukan. Persyaratan tersebut antara lain: memenuhi syarat di bidang kesehatan (jasmani dan rohani), kesamaptaan jasmani, dan penilaian Kinerja/Dapen. Kriteria persyaratan perlu dirumuskan lebih lanjut. c. Ikatan Dinas Lanjutan II. Surat perjanjian IDL II dibuat sebelum berakhir dan berlaku terhitung mulai tanggal berakhirnya IDL I. IDL II dilaksanakan
www.tniad.mil.id
53
setelah IDL I selesai, selama-lamanya 8 tahun atau bertepatan dengan saat mencapai usia setinggi-tingginya 58 tahun. IDL II diberikan apabila Organisasi masih membutuhkan tenaga perwira yang bersangkutan, dan perwira yang bersangkutan sanggup/bersedia untuk melanjutkan ikatan dinas lanjutan II serta memenuhi syarat yang ditentukan. Persyaratan tersebut antara lain: memenuhi syarat di bidang kesehatan (jasmani dan rohani), kesamaptaan jasmani, dan penilaian kinerja/Dapen minimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta persyaratan lain misalnya: 1) Bagi Pa yang bersumber dari Akmil dan Pa PK serta Pa PSDP harus sudah berpangkat Letkol (menduduki jabatan Letkol/Goljab V), jadi bagi personel yang setelah mencapai 20 tahun masa dinas perwiranya dan belum berpangkat Letkol (menduduki jabatan Letkol/ Goljab V), sedangkan ruang jabatan untuk Goljab V sudah penuh, maka
yang bersangkutan tidak boleh melanjutkan ikatan dinas. 2) Bagi Pa yang bersumber dari Secapa harus sudah berpangkat Mayor (menduduki jabatan Mayor/ Goljab VI), jadi bagi personel yang setelah mencapai 20 tahun masa dinas perwiranya dan belum berpangkat Mayor (menduduki jabatan Mayor/Goljab VI), sedangkan ruang jabatan untuk Goljab VI sudah penuh, maka yang bersangkutan tidak boleh melanjutkan ikatan dinas. 3) Kriteria persyaratan secara lengkap perlu dirumuskan lebih lanjut. d. Ikatan Dinas Lanjutan III. Surat perjanjian IDL III dibuat sebelum berakhir dan berlaku terhitung mulai tanggal berakhirnya IDL II. IDL III dilaksanakan setelah IDL II selesai, sampai mencapai usia setinggi-
Para calon Perwira yang sedang menjalani pendidikan
54
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
tingginya 58 tahun. IDL III diberikan apabila Organisasi masih membutuhkan tenaga perwira yang bersangkutan, dan perwira yang bersangkutan sanggup/ bersedia untuk melanjutkan ikatan dinas lanjutan III serta memenuhi syarat yang ditentukan. Persyaratan tersebut antara lain: memenuhi syarat di bidang kesehatan (jasmani dan rohani), kesamaptaan jasmani, dan penilaian kinerja/Dapen minimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta persyaratan lain misalnya: 1) Bagi Pa yang bersumber dari Akmil dan Pa PK serta Pa PSDP harus sudah berpangkat Kolonel (menduduki jabatan Kolonel/ Goljab IV), jadi bagi personel yang setelah mencapai 28 tahun masa dinas perwiranya dan belum berpangkat Kolonel (menduduki jabatan Kolonel/Goljab IV), sedangkan ruang jabatan untuk Goljab IV sudah penuh, maka yang bersangkutan tidak boleh melanjutkan ikatan dinas. 2) Bagi Pa yang bersumber dari Secapa harus sudah berpangkat Letkol (menduduki jabatan Letkol/ Goljab V), jadi bagi perwira lulusan Secapa yang setelah mencapai 28 tahun masa dinas perwiranya dan belum berpangkat Letkol (menjabat jabatan Letkol/Goljab V), sedangkan ruang jabatan untuk Goljab V sudah penuh, maka yang bersangkutan tidak boleh melanjutkan ikatan dinas. 3) Kriteria persyaratan secara lengkap perlu dirumuskan lebih lanjut.
e. Hal-hal yang Perlu Mendapat Perha tian. 1) Bahwa pemberlakuan pola ikatan dinas, yang akan berakibat pada pengakhiran ikatan dinas (Pemutusan Hubungan Kerja/ PHK), agar memperhatikan faktor “kesejahteraan” bagi personel yang akan diakhiri ikatan dinasnya, antara lain dalam bentuk kompensasi atau besaran pensiun yang akan diterima. Apabila gaji pokok masih relatif kecil seperti yang berlaku saat ini, maka faktor “tidak tega” akan lebih dominan menjadi pertimbangan yang menyulitkan dalam memutuskan pengakhiran ikatan dinas. Untuk itu pelaksanaan pola ikatan dinas ini seyogyanya dilakukan bersamaan dengan perbaikan pendapatan (khususnya perbaikan gaji pokok). 2) Khusus personel yang diakhiri pada ikatan dinas pertama (10 tahun masa dinas), bagi Perwira lulusan Akmil dan Pa PK maka sesuai ketentuan yang bersangkutan hanya memperoleh hak berupa Tunjangan (besarnya penghasilan adalah = 2,5 % X 10 X Gaji Pokok Terakhir, atau seperempat Gaji Pokok Terakhir), dan diterimakan setiap bulan kepada yang bersangkutan selama banyaknya masa dinas/selama sepuluh tahun ke depan) dan setelah itu putus tidak ada tunjangan lagi. Untuk itu perlu dipikirkan terhadap mereka yang diakhiri ikatan dinas pertamanya, apakah perlu merubah aturan tentang ketentuan masalah pensiun (misalnya dari semula diakhiri pada MDP 10 tahun mendapat hak
www.tniad.mil.id
55
Tunjangan dirubah menjadi dapat Tunjangan Bersifat Pensiun/yang tunjangannya diterima oleh yang bersangkutan selama hidupnya dan selanjutnya dapat dilanjutkan oleh Wari, Yatim/Piatu, atau Yatim Piatu). 3) Perlunya memikirkan tentang kemungkinan penyaluran kerja bagi personel yang memiliki keahlian tertentu, untuk beralih status menjadi PNS atau mengabdi/ bekerja di luar instansi TNI/BUMN/ Swasta atau diberi pembekalan untuk bisa berusaha sendiri. 5.
Penutup.
Demikian konsepsi tentang pemecahan masalah pembinaan personel, khususnya masalah pelaksanaan penyelenggaraan pengakhiran dinas keprajuritan, dalam hal pelaksanaan ikatan dinas perwira TNI AD. Sedangkan untuk ikatan dinas Ba/Ta yang relatif tidak banyak permasalahan, merupakan prioritas berikutnya. Dengan ditentukannya Pola Ikatan Dinas Perwira tersebut, maka organisasi relatif tidak akan menemui kesulitan apabila dihadapkan kepada permasalahan dalam pembinaan personel, khususnya pembinaan karier personel. Pembinaan personel tidak lagi berdasarkan pembinaan “urut kacang” tetapi pembinaan yang berdasarkan pada profesionalitas, kinerja, prestasi, kondisi kesehatan (jasmani dan rohani) serta kepentingan organisasi. Melalui tulisan ini sekaligus sebagai saran ke Mabes TNI dan Dephan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam pelaksanaan ikatan dinas lanjutan perwira, serta dapat dijadikan bahan masukan dalam rangka menyongsong tugas-tugas TNI ke depan yang semakin kompleks.
56
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
RIWAYAT HIDUP SINGKAT Data Pokok. Nama Pangkat NRP Tmp/Tgl.Lhr Jabatan Agama Kesatuan
: Drs. Hasan Saleh, S.IP : Kolonel Inf : 29643 : Pinrang/17-08-1958 : Paban I/Ren Spersad : Islam : Denma Mabesad
Pendidikan Militer. Akabri Sussarcab If Susar Para Susjurpa Intelpur Diklapa II Inf Sus Danyonif Seskoad Sesko TNI
Th. 1983 Th. 1983 Th. 1983 Th. 1985 Th. 1994 Th. 1997 Th. 1999 Th. 2007
Riwayat Penugasan. Ops. Seroja I Ops. Seroja II Ops Seroja III Ops. PBB Kamboja Ops. Irja Ops. Irja Malaysia Kamboja RRC
Th. 1983 Th. 1986 Th. 1988 Th. 1992 Th. 1994 Th. 1996 Th. 1986 Th. 1992 Th. 2007
Riwayat Jabatan. Danton III/B Yonif-501/BY Danki B Yonif L-501Yonif-131 Kasi-2/Ops Yonif L-502 Kasi-2/Ops Brigif-6 Kostrad Wadan Yonif-413 Brigif-6 Danyonif-509 Kostrad Danyonif L-502/18/2/Kotrad Kasiter Rem-141/TP Dandim-1413/Buton Waaspers Kasdam VII/Wrb Aspers Kasdam XVII/Tkr Aspers Kasdam VII/Wrb Paban I/Ren Spersad
MERESPON PENGAMBILALIHAN AKTIVITAS BISNIS TNI DALAM RANGKA MEWUJUDKAN TNI YANG PROFESIONAL (Sebagai Sebuah Gagasan)
Kolonel Czi David M. Hutapea (Pamen Ahli Kasad Bidang Ekonomi)
Guna mendukung terwujudnya profesionalisme TNI yang handal, maka diperlukan kerelaan TNI untuk melepas urusan bisnis yang selama ini dikelolanya, sehingga TNI dapat berkonsentrasi penuh dalam melaksanakan tugas pokoknya. Sebaliknya negara dituntut harus konsekwen dan konsisten dalam mendukung kebutuhan institusi TNI maupun kesejahteraan Prajurit dalam rangka mewujudkan profesionalisme prajurut TNI sesuai amanat undang-undang.
1.
Pendahuluan.
S
alah satu agenda reformasi di tubuh TNI adalah menuju TNI yang profesional dengan harapan TNI akan meninggalkan semua bisnis yang dikelola baik secara institusi maupun perorangan. Sehingga merupakan sebuah konsekwensi logis jika semua kebutuhan TNI baik secara institusi maupun perorangan menjadi tanggungan negara dalam rangka mewujudkan TNI yang profesional. Hal tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh DR Sonny Keraf dalam bukunya berjudul ”Etika Bisnis” dimana ciri ketiga dari profesi adalah seorang profesional hidup dari profesinya. Disahkannya Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI merupakan gambaran
keinginan politik untuk mereformasi TNI, hal tersebut terlihat dari adanya klausul yang mengamanatkan larangan bagi prajurit TNI untuk berbisnis. Selanjutnya undang-undang tersebut juga mengamanatkan agar semua bisnis yang dikelola oleh TNI dalam bentuk unit usaha dari yayasan maupun koperasi milik TNI harus diserahkan kepada negara dalam waktu paling lama 5 (lima) tahun setelah undang-undang tersebut diundangkan. Tetapi sebagai kompensasi dari larangan pengelolaan bisnis di lingkungan TNI tersebut, telah diatur beberapa klausul yang pada intinya negara akan menjamin terpenuhinya semua kebutuhan TNI baik kebutuhan prajurit sebagai pribadi maupun kebutuhan sebagai institusi. Karena selama ini kebutuhan TNI didukung dari APBN maupun hasil bisnis yang dikelola oleh TNI walaupun besar dukungannya selama ini dirasakan masih belum proporsional.
www.tniad.mil.id
57
Dibentuknya Tim Nasional Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI (Timnas PAB) melalui Keppres RI nomor 7 tahun 2008, merupakan respon pemerintah terhadap amanat undangundang tersebut. Dalam pelaksanaan tugasnya Timnas PAB telah menyampaikan 3 (tiga) alternatif rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka pengalihan bisnis TNI yang meliputi : pertama melakukan penggabungan yayasan TNI dengan yayasan sejenis dibawah Dephan sedangkan untuk Primkop tetap dipertahankan kecuali Puskop dan Inkop, kedua Primkop diganti dengan Satker yang dibentuk dan dikendalikan Dephan, ketiga pengabungan yayasan TNI dengan yayasan sejenis dibawah Dephan serta penggabungan koperasi TNI dengan koperasi sejenis dibawah Dephan. Guna mendukung terwujudnya profesionalisme TNI yang handal, maka diperlukan kerelaan TNI untuk melepas urusan bisnis yang selama ini dikelolanya, sehingga TNI dapat berkonsentrasi penuh dalam melaksanakan tugas pokoknya. Sebaliknya negara dituntut harus konsekwen dan konsisten dalam mendukung kebutuhan institusi TNI maupun kesejahteraan prajurit dalam rangka mewujudkan profesionalisme prajurit TNI sesuai amanat undang-undang. Menanggapi hal tersebut diatas, disusunlah makalah berjudul : ”Merespon pengambilalihan aktivitas bisnis TNI dalam rangka mewujudkan TNI yang profesional”. Sebagai sumbang saran kepada pimpinan TNI AD dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan aktivitas bisnis dilingkungan TNI AD. 2.
Data dan Fakta. a. Aktivitas bisnis TNI sudah dilakukan sejak jaman revolusi, yang pada awalnya
58
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
bertujuan sekedar untuk memenuhi kebutuhan logistik para pejuang. Kemudian praktek ekonomi dan bisnis TNI berkembang terutama sejak tahun 1957 yang bertujuan untuk membantu meningkatkan kesiapan satuan dalam melaksanakan tugas serta meningkatkan kesejahteraan prajurit. Bentuk aktivitas ekonomi dan bisnis berupa unit usaha di koperasi maupun yayasan, yang sesuai hasil inventarisasi timnas PAB diperoleh data bahwa TNI memiliki 23 yayasan dengan 53 Perseroan Terbatas didalamnya serta 1098 unit koperasi dengan 2 Perseroan Terbatas didalamnya. Dari aktivitas tersebut melibatkan personil sebanyak 8.493 personel yang terdiri dari 3.523 prajurit TNI dan 4.970 PNS dengan kondisi keuangan posisi tahun 2007 mencapai Rp. 3.193,47 milyar dengan rincian keuangan yayasan sebesar Rp. 1.872,92 milyar dan keuangan koperasi sebesar Rp. 1.320,55 milyar namun setelah dipotong segala kewajibannya sebesar Rp. 970,88 milyar menjadi Rp. 2.222,59 milyar. Selanjutnya tercatat kontribusi aktivitas bisnis di lingkungan TNI pada tahun 2007 sebesar Rp. 267,8 milyar kepada TNI dalam bentuk antara lain pemberian dana abadi untuk menjamin kesiapan operasional Satuan TNI serta bantuan pendidikan bagi putraputri prajurit. Sedangkan kontribusi untuk APBN sebesar Rp. 72,3 milyar dalam bentuk PNBP. b. Dasar hukum pengalihan aktivitas bisnis TNI. 1) Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 1974 tentang larangan bisnis bagi ABRI dan PNS.
b) Memperoleh rawatan dan layanan dinas berupa : penghasilan yang layak, tunjangan keluarga, perumahan dinas, rawatan kesehatan dan bantuan hukum termasuk untuk keluarga prajurit, asuransi kesehatan dan jiwa, dan asuransi penugasan operasi militer.
2) Pasal 2 ayat (d) UndangUndang Nomor 34 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa TNI sebagai tentara profesional harus terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis dan dijamin kesejahteraannya serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum nasional dan ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi
c) Penghasilan layak yang dimaksud meliputi : gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan operasi, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, dan lauk pauk/natura.
3) Pasal 76 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil alih seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh TNI baik secara langsung maupun tidak langsung paling lambat bulan oktober 2009. c. Kompensasi yang diamanatkan undang-undang atas pengalihan aktivitas bisnis TNI. 1) Pasal 49 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 mengatur bahwa setiap prajurit TNI berhak memperoleh penghasilan yang layak dari anggaran pertahanan negara yang bersumber dari APBN. 2) Pasal 50 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 mengatur berbagai hak prajurit sbb: a) Memperoleh kebutuhan dasar prajurit berupa perlengkapan perorangan dan pakaian seragam dinas.
3) P a s a l 6 6 U n d a n g Undang Nomor 34 Tahun 2004 menetapkan bahwa TNI dibiayai anggaran pertahanan negara yang berasal dari APBN. d.
Penghasilan prajurit TNI saat ini. 1) Bentuk KU-107 kelompok DPP TNI aktif menunjukan struktur penghasilan TNI sampai dengan tahun 2008 meliputi : gaji pokok, tunjangan istri & anak, tunjangan beras, tunjangan jabatan dan ulp serta tunjangan khusus pph 21 yang totalnya sebesar Rp. 6.607.600 untuk seorang prajurit berpangkat kolonel dengan masa dinas 30 tahun yang kemudian mendapat potongan berupa : pajak penghasilan, iuran pensiun, dana pemeliharaan kesehatan, hari tua, yang jumlah totalnya sebesar Rp. 660.946 Sehingga take home pay seorang prajurit berpangkat Kolonel
www.tniad.mil.id
59
- Karyawan bergelar sarjana S1 (setara dengan Perwira Pertama) berkisar antara 2 sampai dengan Rp 5 juta perbulan. - Manager/Kabag (disetarakan dengan Pamen berpangkat Mayor dan Letkol) berkisar antara 10 sampai dengan Rp. 15 juta perbulan. - Manager senior (disetarakan dengan Kolonel) berkisar antara Rp. 20 juta sampai dengan Rp. 30 juta perbulan. - Direktur/Direktur utama (disetarakan dengan Perwira Tinggi) berkisar antara Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 100 juta perbulan.
dengan masa dinas 30 tahun sebesar Rp. 5.946.700 saja (belum termasuk potongan tabungan wajib perumahan, tabungan wajib koperasi dan iuran Persit). Berdasarkan surat edaran Kapusku Dephan RI nomor: SE/006/III/2009 terjadi kenaikan gaji pokok sebesar 15% terhitung mulai 1 Januari 2009, dengan demikian maka gaji pokok seorang Kolonel yang masa dinas 30 tahun mengalami kenaikan dari Rp. 2.601.000 menjadi Rp. 3.037.500. 2) Penghasilan layak menurut hasil studi para ahli di Hay Group menemukan bahwa penghasilan yang layak untuk sebuah rumah tangga dengan status sosialnya setingkat Kolonel dengan 2 (dua) orang anak sebesar Rp. 16.000.000 perbulan dengan rincian sbb:
e. Pemahaman tentang profesional (menurut DR Sonny Keraf dalam bukunya berjudul Etika Bisnis) adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan karena ahli dibidang tertentu dan meluangkan seluruh waktu, tenaga, dan perhatiannya untuk pekerjaan tersebut, dengan ciri- ciri sbb :
- Biaya kehidupan sehari-hari....... ............................... Rp. 5.000.000 - Biaya pendidikan anak ............... ............................... Rp. 3.000.000
» Memiliki keahlian dan keterampilan khusus. » Memiliki komitmen moral yang tinggi. » Hidup hanya dari profesinya. » Mengabdikan keahlian dan keterampilannya kepada masyarakat. » Memilki ijin khusus untuk menjalankan profesinya. » Menjadi anggota dari sebuah organisasi profesi.
- Biaya transportasi dan komunikasi .................................Rp. 2.000.000 - Biaya kredit mobil ...................... ................................ Rp. 2.000.000 - Biaya kredit rumah ..................... ............................... Rp. 4.000.000 3) Daftar gaji karyawan swasta hasil survei Hay Group yang berlaku di kota besar di Indonesia periode sepuluh tahun terakhir sbb:
60
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
3.
Analisis. a. Aktivitas ekonomi dan bisnis dilingkungan TNI bukanlah hal yang
baru karena sudah terjadi sejak jaman revolusi ketika sedang berjuang untuk merebut kemerdekaan, dukungan logistik para pejuang tidak sepenuhnya diperoleh dari negara, sehingga perlu adanya usaha sendiri untuk memenuhi kebutuhan logistik para pejuang. Demikian halnya setelah masa revolusi usai, TNI selalu mendapat anggaran yang tidak sepadan dengan tugas yang diembannya, namun atas dorongan rasa kejuangan yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka melaksanakan tugasnya, maka TNI memenuhi sendiri akan kebutuhan yang tidak terdukung oleh negara. Sehingga pimpinan TNI dimasa lalu selalu mengatakan bahwa TNI diberikan anggaran berapa saja siap untuk melaksanakan tugas, hal tersebut didasarkan pada tingginya rasa dedikasi sebagai prajurit pejuang sehingga mengusahakan sendiri dalam memenuhi kebutuhannya. Perkembangan selanjutnya kegiatan ekonomi dan bisnis yang dilakukan oleh TNI berkembang disegala bidang usaha sehingga dikhawatirkan oleh beberapa kalangan bahwa kegiatan tersebut akan mengganggu profesionalisme TNI, walaupun sebenarnya kekhawatiran tersebut lebih kepada menganggap TNI sebagai kompetitor dalam berbisnis. Kekhawatiran lain yang dikemukakan oleh beberapa kalangan adalah sulitnya aparat pajak untuk menjangkau pajak dari bisnis yang dikelola oleh para jenderal TNI. Ditinjau dari data di atas maka kekhawatiran beberapa kalangan tersebut sudah terjawab karena dalam pengelolaan bisnis dilingkungan TNI hanya melibatkan 3.523 prajurit, jumlah tersebut tidak terlalu signifikan untuk mempengaruhi profesionalisme TNI. Bahkan kontribusi pengelolaan
bisnis dilingkungan TNI sebesar Rp. 267,8 milyar rupiah pada tahun 2007 sangat membantu dalam kesiapan operasional kesatuan serta peningkatan kesejahteraan prajurit, disamping itu pengelolaan bisnis dilingkungan TNI telah memberikan kontribusi sebesar Rp. 72,3 milyar untuk APBN tahun 2007. Jadi pengelolaan bisnis dilingkungan TNI telah memberikan kontribusi nyata kepada institusi TNI itu sendiri juga kepada pemerintah dalam meningkatkan APBN. Sedangkan tinjauan dari sisi hukum, pengelolaan bisnis dilingkungan TNI merupakan implementasi dari pasal 68 & 69 undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara yang memberikan dorongan agar instansi pemerintah membentuk Badan Layanan Umum (BLU) kemudian masalah BLU lebih dipertajam dengan keluarnya peraturan pemerintah (PP) nomor 23/2005 tentang Badan Layanan Umum. Menurut PP tersebut BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan layanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, dengan pertimbangan bahwa pendapatan BLU dapat digunakan langsung untuk membiayai kegiatan belanja BLU yang bersangkutan. b. Masalah larangan berbisnis untuk TNI bukanlah hal yang baru, karena pemerintah pernah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk PP nomor 6 /1974 tentang larangan berbisnis bagi anggota ABRI dan PNS. Kebijakan tersebut tidak dapat diimplementasikan karena pemerintah belum mampu memberikan
www.tniad.mil.id
61
kesejahteraan berupa penghasilan yang layak kepada anggota ABRI maupun PNS. Atas desakan gerakan reformasi, selanjutnya pemerintah mengamanatkan larangan berbisnis secara spesifik untuk TNI melalui UU RI nomor 34/2004, yang bertujuan untuk menjamin terjaganya profesionalisme prajurit TNI, karena undang-undang TNI menetapkan bahwa prajurit TNI disamping sebagai prajurit pejuang juga sebagai prajurit profesional. Larangan berbisnis bagi TNI telah mendorong pemerintah untuk lebih peduli terhadap kebutuhan TNI sebagai prajurit maupun sebagai institusi seperti yang telah diamanatkan oleh undangundang TNI sebagai berikut : 1) Bahwa semua kebutuhan TNI hanya dibiayai oleh anggaran pertahanan negara yang berasal dari APBN. 2) Bahwa TNI sebagai tentara profesional harus terlatih, diperlengkapi secara baik, serta dijamin kesejahteraannya. 3) Setiap Prajurit TNI berhak memperoleh penghasilan yang layak dari anggaran pertahanan negara yang berasal dari APBN. 4) Setiap Prajurit TNI berhak memperoleh kebutuhan dasar prajurit berupa perlengkapan perorangan dan pakaian seragam dinas. 5) Setiap prajurit TNI termasuk keluarganya berhak memperoleh rawatan dan layanan dinas berupa : perumahan dinas, rawatan kesehatan dan bantuan hukum.
62
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
6) Setiap prajurit TNI berhak memperoleh asuransi kesehatan dan asuransi jiwa serta asuransi penugasan operasi militer. Kebijakan negara yang dituangkan dalam sebuah keputusan politik untuk menjamin terwujudnya TNI yang profesional tersebut merupakan kebijakan yang harus direspon oleh semua pihak terlebih lagi oleh TNI sebagai institusi yang berkompeten. Wujud respon yang diberikan oleh TNI adalah menyerahkan bisnis yang dikelolanya kepada pemerintah, sedangkan respon dari pemerintah adalah mendukung semua kebutuhan TNI secara bertahap mulai dari memenuhi kebutuhan dasar minimal sampai pada akhirnya memenuhi kebutuhan ideal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas Operasi Militer untuk Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Memenuhi segala hak prajurit dimulai dari kebutuhan dasar berupa perlengkapan perorangan, penghasilan yang layak sampai kepada jaminan sosial berupa asuransi kesehatan dan jiwa merupakan prioritas utama dalam menyusun perencanaan strategis (RENSTRA). Selama ini kebutuhan dasar prajurit berupa perlengkapan perorangan maupun seragam dinas yang diterima oleh prajurit belum sesuai dengan dengan norma kwantitas maupun kwalitas. Untuk memenuhi kebutuhan norma kwantitas dan kwalitas tersebut si prajurit masih harus mengeluarkan uang pribadinya guna membeli atau memperbaiki perlengkapan perorangan maupun seragam dinas. Sehingga perlu dilakukan terobosan berupa pemenuhan kebutuhan dasar prajurit dalam bentuk
uang, sementara penyediaan perlengkapan yang standar dilakukan oleh toko koperasi, setiap prajurit wajib membeli semua perlengkapan perorangan dan seragam dinas di toko koperasi tersebut. Langkah terobosan ini dapat memberikan dua manfaat sekaligus, yakni pertama koperasi satuan akan memperoleh benefit yang cukup besar sedangkan yang kedua adalah prajurit tidak perlu menyisihkan gajinya untuk membeli perlengkapan perorangan dan seragam dinas seperti yang selama ini terjadi. Sedangkan masalah asuransi kesehatan maupun asuransi jiwa masih dipotong dari gaji prajurit dalam bentuk potongan dana pemeliharaan kesehatan, iuran pensiun dan hari tua. Jika amanat undang-undang tersebut diterapkan secara konsekwen maka potongan pemeliharaan kesehatan, iuran pensiun dan hari tua harus menjadi beban negara tidak lagi dipotong dari gaji prajurit. Demikian halnya dengan asuransi penugasan opersi militer sudah saatnya harus diimplementasikan mengingat selama ini banyak prajurit yang gugur dalam operasi militer tetapi keluarganya terlantar karena hanya menerima uang duka, sedangkan prajurit yang cacad kerena tugas operasi militer juga terlantar karena tidak adanya jaminan sosial dari negara. Layanan dinas berupa perumahan dinas menjadi permasalahan tersendiri yang sudah berlarut larut tidak pernah teratasi sampai saat ini baik ditingkat Perwira, Bintara maupun Tamtama. Menurut undang-undang prajurit memiliki hak untuk memperoleh layanan dinas berupa rumah dinas, tetapi pada kenyataannya masih banyak prajurit yang harus kontrak rumah dengan uang gajinya karena tidak mendapat fasilitas rumah dinas sehingga menambah beban hidup prajurit.
Berbicara penghasilan yang layak seperti amanat undang undang, maka secara bertahap pemerintah dalam waktu paling lama sepuluh tahun kedepan atau dalam dua kali Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) harus sudah memenuhi amanat undang undang tersebut. Pengkajian besarnya penghasilan yang layak sudah banyak dilakukan oleh pemerintah maupun kalangan akademisi sebagai contoh bahwa penghasilan yang layak bagi seorang prajurit berpangkat kolonel adalah Rp. 16.000.000. sedangkan yang diterima sampai dengan saat ini masih dibawah Rp. 6.000.000. Guna mewujudkan penghasilan yang layak bagi seorang prajurit profesional yang tidak boleh berbisnis diperlukan langkah yang realistis dan rasional dengan menaikan gaji pokok selama Renstra 2010-2014, kenaikan selanjutnya disesuaikan dengan pergerakan inflasi. Pemerintah harus konsekwen dan konsisten dengan keputusan politiknya, karena dengan penghasilan yang layak dapat meningkatkan rasa tanggung jawab profesi serta dapat meminimalkan tindakan korupsi karena sudah tidak beralasan lagi untuk melakukannya. c. Pengertian profesional secara utuh akan mengajak semua pihak untuk mengerti akan hak dan kewajiban secara proporsional dalam mewujudkan TNI yang profesional. Seorang penulis Richard T De George, kebingungan mengartikan profesi, profesional maupun profesionalisme karena banyak orang yang profesional tetapi belum tentu termasuk dalam profesi tertentu demikian sebaliknya. Tetapi Dr Sonny Keraf dalam bukunya yang berjudul Etika Bisnis mendefinisikan : profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai
www.tniad.mil.id
63
nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi yang mendalam, dengan demikian maka profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi serta punya komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaannya itu atau dengan kata lain profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan karena ahli dibidang tertentu dan meluangkan seluruh waktu, tenaga dan perhatiannya untuk pekerjaan tersebut. Dari pengertian diatas dapat ditarik sebuah analog bahwa tentara adalah sebuah profesi, Prajurit adalah seorang profesional sedangkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki prajurit disebut profesionalisme dan TNI sendiri adalah wadah organisasi profesinya. Dari uraian di atas maka jabaran dari ciri yang harus dimiliki oleh seorang profesional adalah sbb: 1) Memiliki keahlian dan keterampilan khusus. Profesi menuntut adanya suatu keahlian dan keterampilan khusus tertentu yang harus dimiliki oleh sekelompok orang yang profesional untuk melakukan pekerjaannya dengan baik. 2) Memiliki komitmen moral yang tinggi. Komitmen moral ini dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang dijadikan pedoman bagi pengemban profesi tersebut. 3) Hidup dari profesinya. Seorang profesional memperoleh penghasilan yang tinggi sebagai konsekwensi dari pengerahan
64
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
seluruh tenaga, pikiran, keahlian, keterampilan serta waktunya. 4) Mengabdi kepada masyarakat. Dengan adanya komitmen moral yang tertuang dalam kode etik profesi ataupun sumpah maka seorang profesional harus mengutamakan kepentingan masyarakat dari pada kepentingan pribadi. 5) Memiliki ijin khusus. Seorang profesional harus memiliki ijin khusus guna melindungi masyarakat dari pelaksanaan profesinya. 6) Memiliki wadah organisasi. Para profesional menjadi anggota dari organisasi profesi, dengan tujuan untuk menjaga dan melindungi keluhuran profesinya. Dari keenam ciri yang dikemukakan di atas, pada umumnya sudah dimiliki oleh TNI, hanya dalam hal ciri yang ketiga yaitu setiap profesional harus dapat hidup dari penghasilan profesinya masih perlu ditinjau secara cermat. Pada kehidupan nyata sehari-hari dapat dilihat bagaimana prajurit ditingkat tamtama dan bintara yang banyak beralih menjadi tukang ojek pada malam hari demi untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya. Sedangkan ditingkat perwira banyak yang mencari tambahan penghasilan dengan berbagai usaha dari yang halal sampai dengan yang tidak halal karena penghasilannya masih tidak layak untuk membiayai tuntutan hidup sesuai dengan status sosialnya. Kegiatan mencari penghasilan tambahan diluar profesinya itulah yang sangat mengganggu
juga penyumbang APBN dalam bentuk PNBP.
profesionalisme prajurit. Sebagai contoh konkrit bagaimana seorang prajurit dapat mempertahankan profesionalismenya jika setiap malam dia harus menjadi tukang ojek sampai larut malam. Demikian juga dikalangan perwira yang sibuk mencari tambahan penghasilan bahkan sampai ada yang menyalah gunakan wewenang jabatan akan sangat mengganggu proses peningkatan profesionalisme prajurit. Sampai ditingkat institusi TNI melakukan kegiatan bisnis demi untuk memenuhi kebutuhan operasional satuan serta peningkatan kesejahteraan anggotanya yang seharusnya hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab pemerintah. Sebagai profesional tidak boleh dibebani lagi dengan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan seperti itu, karena jika masih dibebani dengan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan operasional satuan apalagi kebutuhan hidup prajurit beserta keluarganya dapat dipastikan profesionalismenya akan terganggu. 4.
2) Keputusan politik menghendaki TNI menjadi prajurit profesional seperti yang diamanatkan dalam UU RI Nomor 34/2004 sehingga TNI harus menyerahkan semua bisnis yang dikelolanya kepada pemerintah paling lambat pada Oktober 2009, dengan konsekwensi pemerintah akan memenuhi Kebutuhan TNI baik sebagai institusi maupun sebagai prajurit profesional agar terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik dan memperoleh penghasilan yang layak, memberikan perawatan kesehatan, memberikan fasilitas rumah dinas, memberikan kebutuhan dasar prajurit serta memberikan jaminan sosial berupa asuransi kesehatan, asuransi jiwa dan asuransi penugasan operasi militer.
Kesimpulan dan Saran. a.
3) Lima dari keenam ciri seorang profesional seperti yang dikemukakan DR Sonny Keraf sudah dimiliki oleh TNI hanya ciri yang ketiga yakni seorang profesional harus hidup dari profesinya masih perlu ditinjau lebih seksama. Karena penghasilan prajurit TNI masih dibawah standar penghasilan yang layak jika menggunakan parameter kebutuhan hidup yang berlaku umum, bukan parameter kejuangan yang selama ini diterapkan.
Kesimpulan. 1) Fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa adanya kegiatan ekonomi dan bisnis yang dikelola oleh TNI sudah ada sejak jaman revolusi dengan tujuan mencari dana untuk memenuhi kebutuhan operasional satuan serta meningkatkan kesejahteraan prajurit karena dukungan anggaran dari negara sangat terbatas. Bahkan hasil dari pengelolaan bisnis dilingkungan TNI bukan hanya berkontribusi untuk kesiapan operasional satuan dan peningkatan kesejahteraan prajurit saja tetapi
b.
Saran. 1)
TNI harus merespon positif
www.tniad.mil.id
65
larangan untuk berbisnis, sesuai dengan amanat pasal 2 dan pasal 76 UU RI No. 34 tahun 2004 dengan pertimbangan bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk mewujudkan prajurit TNI sebagai prajurit profesional. Sedangkan masalah penyerahan pengelolaan bisnis yang dikelola oleh yayasan maupun koperasi hendaknya berpedoman kepada UU yang mengatur tentang hal tersebut (UU RI Nomor 25/1992 tentang Perkoperasian dan UU RI Nomor 16/2001 tentang yayasan). 2) Agar Pemerintah konsisten dengan kebijakan yang telah diamanatkan oleh UU RI nomor 34/2004 dalam rangka menjadikan prajurit TNI yang profesional, maka perlu disarankan kepada pemerintah hal-hal sebagai berikut: a) Merubah struktur gaji. Dalam rangka memberi penghasilan yang layak bagi prajurit TNI sesuai amanat pasal 49 UU RI nomor 34/2004 dengan menaikan gaji pokok dari 15% pertahun selama RPJM 2005-2009 menjadi sebesar 30% setiap tahun secara flat selama RPJM 2010-2014, menghapus beberapa jenis potongan dalam struktur gaji seperti Iuran Pensiun, Dana pemeliharaan kesehatan, Sewa rumah dinas serta potongan Hari Tua, karena hal tersebut merupakan kewajiban negara. (Rincian penghitungan pada lampiran A).
66
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
b) Memenuhi kebutuhan dasar prajurit. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar prajurit seperti yang diamanatkan oleh pasal 50 UU RI Nomor 34/2004 berupa seragam dinas dan perlengkapan perorangan, diberikan dalam wujud uang agar lebih terjamin akan sampai kepada prajurit yang bersangkutan sesuai dengan norma pemilikan dan norma pemeliharaan serta kwalitas yang sesuai dengan ketentuan. (Rincian penghitungan kebutuhan dasar prajurit dalam wujud uang pada lampiran B). c) Membayar kompensasi uang sewa rumah bagi prajurit. Dalam rangka mengimplementasikan pasal 48 UU RI No. 34 tahun 2004 yang mengamanatakan bahwa setiap prajurit TNI berhak mendapat layanan rumah dinas, maka bagi prajurit yang tidak memperoleh layanan rumah dinas diberi kompensasi uang sewa rumah. (Rincian penghitungan uang sewa rumah terdapat pada lampiran C). d) Memberikan jaminan sosial berupa asuransi kesehatan, asuransi jiwa serta asuransi penugasan operasi militer. Sebagai implementasi dari pasal 49 UU RI Nomor 34/2004 yang mengamanatkan
bahwa prajurit TNI berhak mendapatkan tiga macam asuransi dalam rangka memberikan jaminan sosial bagi keluarga prajurit ketika mengalami hal-hal diluar dugaan yang mungkin terjadi. (Rincian penghitungan terdapat pada lampiran D). e) Meningkatkan anggaran pertahanan. Selama sepuluh tahun terakhir, pagu anggaran pertahanan yang diberikan pemerintah berkisar 1% PDB atau 5% APBN. Sedangkan amanat pasal 66 UU RI nomor 34/2004 yang menetapkan bahwa TNI hanya dibiayai dari anggaran pertahanan yang berasal dari APBN. Sehingga dalam rangka menjalankan amanat undangundang untuk menjadikan prajurit TNI yang profesional, maka prajurit harus terlatih, terdidik, diperlengkapi dengan baik dan memperoleh penghasilan yang layak serta terjamin kesejahteraannya, sehingga dibutuhkan anggaran pertahanan yang lebih besar. Guna menjamin terealisasikannya amanat UU RI nomor 34/2004 seperti yang diuraikan diatas, maka perlu disarankan kepada pemerintah agar meningkatkan anggaran pertahanan dari rata-rata 1% PDB atau 5% APBN menjadi 2% PDB atau 10% APBN.
Lampiran : A Contoh penghitungan penghasilan yang layak (menggunakan sampel gaji PNM berpangkat Kolonel masa kerja 30 tahun) : 1. Penghasilan di tahun 2009 (take home pay) : a. Gaji pokok ........................................ Rp. 3.037.500 b. Tunjangan 1) Istri ................................................. Rp. 303.750 2) Anak ............................................... Rp. 151.875 3) Beras .............................................. Rp. 126.900 4) Jabatan ........................................... Rp. 2.025.000 5) Beras organik ................................. Rp. 76.140 6) Pph 21 ............................................ Rp. 364.433 7) Ulp ................................................. Rp. 1.050.000 Total tunjangan ................................... Rp. 4.098.098 c. Potongan. 1) Iuran pensiun .............................. Rp. 140.044 2) Dana pemeliharaan kesehatan .... Rp. 59.302 3) Hari tua ....................................... Rp. 96.367 4) Pajak penghasilan ....................... Rp. 364.433 Total potongan ..................................... Rp. 660.946 d. Take home pay s.d tahun 2009 ......... Rp. 6.474.700 2. Penghasilan pada tahun 2014 ( take home pay) : a. Gaji pokok setelah kenaikan 30% flat pertahun (dlm 5 thn) ........................ Rp. 10.842.000 (asumsi kenaikan gaji pokok sebesar 30% flat pertahun) = Tahun 2010 (30% x 3.037.500) .......... Rp. 911.250 = Tahun 2011 (30% x 3.949.000) .......... Rp. 1.184.700 = Tahun 2012 (30% x 5.133.700) ........... Rp. 1.540.110 = Tahun 2013 (30% x 6.674.000)............ Rp. 2.002.200 = Tahun 2014 (30% x 8.676.200)............ Rp. 2.602.860 = Total kenaikan gaji pokok ................... Rp. 8.241.120 = Gaji pokok pada th 2009 ..................... Rp. 2.601.000 = Gaji pokok pada th 2014...................... Rp. 10.841.525 b. Tunjangan setelah kenaikan................. Rp. 4.904.340 (Asumsi tunjangan istri dan anak dihitung dari gaji pokok th 2014) = Tunjangan istri ( 10% x 10.842.000) ...... Rp. 1.084.200 = Tunjangan anak (2 x 2,5% x 10.842.000 )..Rp. 542.100 = Beras..................................................... Rp. 126.900 = Tunjangan jabatan ................................. Rp. 2.025.000 = Beras organik ......................................... Rp. 76.140 = Ulp......................................................... Rp. 1.050.000 = Total tunjangan yg diterima.................... Rp 4.904.340 c. Potongan nihil (asumsi dihapus) d. Asumsi take home pay pada tahun 2014..... Rp 15.746.340 e. Uang pensiun (2,5% x 30 x gaji pokok) 75%x 10.842.00 ........................................... Rp 8.131.500 f. Kenaikan gaji pokok selanjutnya disesuaikan dengan besaran inflasi.
www.tniad.mil.id
67
Lampiran : B Penghitungan kompensasi kebutuhan dasar perajurit : (Berdasarkan Skep Kasad 951/VI/1976)
No
Jenis hak dasar prajurit
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Helm two in one Peci harian & lambang KEP Topi lapangan & lambang KEP Pet upacara & Embleem Pakaian Dinas Harian Pakaian Dinas Lapangan Ikat pinggang Kecil Sepatu Lapangan Sepatu Harian Celana Dalam T-shirt Celana OR Kaos Kaki Piyama Sandal Handuk Mandi Tanda Pangkat Harian Tanda Pangkat Upacara Tanda Pangkat Lapangan Badge / Lokasi Kalung Nama Veldfles dengan sarung Rantang makan dengan sarung Sendok Garpu Muk minum Sikat gigi Kantong jahit komplit Sikat sepatu Kantong obat Jas hujan / Poncho Plunyezak Kelambu Lapangan Selimut Total kompensasi
68
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
Hak Pemilikan Awal
Hak Har (dlm %perbln)
Harga Satuan
1 bh 1 set 2 set 1 set 2 stel 2 stel 1 bh 2 psg 2 psg 4 ptg 4ptg 2 ptg 4 psg 2stel 1psg 2ptg 1psg 1psg 1psg 1psg 1bh 1set 1set 1psg 1bh 1bh 1bh 1bh 1bh 1bh 1ptg 1ptg 1ptg
5% 5% 5% 5% 10% 10% 4% 8% 8% 10% 10% 10% 10% 10% 8% 10% 4% 4% 4% 5% 4% 4% 4% 4% 4% 20% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4%
Rp. 150.000 40.000 30.000 75.000 250.000 250.000 25.000 250.000 150.000 15.000 25.000 60.000 15.000 35.000 5.000 50.000 30.000 40.000 5.000 5.000 150.000 75.000 75.000 5.000 25.000 5.000 10.000 25.000 25.000 60.000 75.000 100.000 100.000
Nilai Hak Pemeliharaan (dlm rupiah/ thn) Rp. 90.000 24.000 36.000 45.000 600.000 600.000 12.000 480.000 288.000 72.000 120.000 144.000 72.000 84.000 4.800 120.000 14.400 19.200 2.400 3.000 72.000 36.000 36.000 3.000 12.000 12.000 4.800 12.000 12.000 28.800 36.000 48.000 48.000
Rp. 3.247.200
Lampiran : C Penghitungan Kompensasi hak Pelayanan Rumah Dinas
No
Golongan Pangkat
Hak Pelayanan Rumdis
Nilai Hak pelayanan Rumdis (dlm rupiah/ tahun)
1. 2. 2. 3. 4. 5. 6.
Perwira Tinggi Kolonel Perwira Menengah Perwira Pertama Bintara Tinggi Bintara Tamtama
Type F-180 Type F- 120 Type G- 90 Type H-70 Type K-54 TYPE K-45 Type K- 36
Rp. 100.000.000 75.000.000 60.000.000 50.000.000 40.000.000 35.000.000 30.000.000
Lampiran : D Penghitungan hak memperoleh asuransi No
Golongan Pangkat
Hak Asuransi Kesehatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Perwira Tinggi Kolonel Perwira Menengah Perwira Pertama Bintara Tinggi Bintara Tamtama
Rp. 850.000.000 750.000.000 650.000.000 500.000.000 400.000.000 350.000.000 300.000.000
Hak Asuransi Jiwa Rp. 3- 5 Milyar 2,5 Milyar 2 Milyar 1,5 Milyar 1 Milyar 750 Juta 500 Juta
Hak Asuransi penugasan opsmil Rp.
5 Milyar 4 Milyar 3 Milyar 2 Milyar 1,5 Milyar 1,25 Milyar 1 Milyar
RIWAYAT HIDUP SINGKAT Data Pokok. Nama Pangkat NRP Tmp/Tgl.Lhr Jabatan Agama Kesatuan
: David M. Hutapea : Kolonel Czi : 29086 : Jakarta/05-06-1956 : Pamen Ahli Kasad Bid. Ekonomi : Kristen Protestan : Denma Mabesad
Pendidikan Militer. Akabri Th. 1980 Sussarcab Th. 1980 Suslapa Zeni Th. 1990 Seskoad Th. 1995 Sesko TNI Th. 2005
Riwayat Penugasan. Magang Yudha/Tim-Tim Th. 1979 Ops. Seroja Th. 1986 Belanda India
Riwayat Jabatan. Danton-1 Denzipur-8 Pamin Log Denzipur-8 PS. Papam Ops Denma Skodam X Dankizikon A Yonzikon-14 Danki Demlat Pusdikzi Pbda Harbang Pb-IV Slogad Dandenzipur-4 Kodam VII/Wrb Pamen Kodam VII/Wrb Kabaghaklikbangmil Btb Ditziad Danyonzipur-4 Dam IV/Dip Dandim-0714/Sltg Rem-073/Mkt Pbdya-3/Ortrin Pb-II Ster TNI Tafung Gol-IV Ditlakgar Dephan Tafung Gol-IV Ditrenprogar Kasubdit Binsiren Dephan Kasubdit Sismetren Ditrenbang Auditor Ahli Madya Gol IV Dephan Pamen Ahli Kasad Bid. Ekonomi
www.tniad.mil.id
69
OPTIMALISASI PENGAMANAN WILAYAH PERBATASAN RI - MALAYSIA MELALUI PEMBERDAYAAN KOWIL DAN BRIGIF
Brigade Infanteri adalah satuan tempur di jajaran TNI AD yang merupakan bagian dari TNI, dalam pelaksanaan tugasnya dilakukan dengan Operasi Militer Untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Salah satu tugas OMSP adalah mengamankan wilayah perbatasan.
Letkol Inf Arifin (Danbrigif-19/KH)
BAB I PENDAHULUAN 1.
Umum. a. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004, bahwa peran, fungsi dan tugas TNI adalah sebagai alat negara, penangkal dan penindak terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata, serta pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan. Tugas pokok TNI sesuai undang undang tersebut adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. b. Brigade Infanteri adalah satuan tempur di jajaran TNI AD yang merupakan
70
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
bagian dari TNI, dalam pelaksanaan tugasnya dilakukan dengan Operasi Militer Untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Salah satu tugas OMSP adalah mengamankan wilayah perbatasan. Dalam pelaksanaan pengamanan perbatasan saat ini khususnya di wilayah Kalimantan Barat dilaksanakan oleh Kolakopsrem 121/ Abw yang terdiri dari Satgas Pamtas (1 Yonif 650 orang), Satgaster 90 orang, dan Satgas Penerbad 7 orang. Gelar pengamanan Pos sejumlah 31 pos di wilayah Barat (Kalbar-Serawak) dengan panjang perbatasan sekitar 857 Km membujur mulai dari kecamatan Paloh Kabupaten Sambas di bagian Barat sampai dengan Kecamatan Benua Martinus Kabupaten Kapuas Hulu di bagian Timur, daerah perbatasan tersebut berada di lima wilayah Kabupaten yaitu Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu. Bila ditinjau dari aspek Peran dan Fungsi serta Tugas Pokok satuan TNI dengan komposisi
Satgas di atas dirasakan belum dapat memberikan efek tangkal yang optimal terhadap pengamanan wilayah perbatasan tersebut. Hal ini dapat dilihat masih tingginya angka pelanggaran yang terjadi di wilayah perbatasan, selain Infra struktur yang masih terbatas juga sektor tanggung jawab pengawasan yang sangat luas, sehingga menyulitkan pelaksanaan tugas di lapangan. Dalam kondisi seperti ini untuk membina wilayah perlu penanganan khusus melalui peran Kowil di bidang Binter secara optimal sesuai tugas pokoknya. c. Dalam rangka meningkatkan kemampuan dan pelaksanaan pengamanan di wilayah perbatasan, juga untuk memberikan efek tangkal yang optimal terhadap perkembangan situasi, bahkan bila keadaan memaksa untuk melakukan penindakan dan pemulihan terhadap keadaan yang berkembang, maka perlu dipertimbangkan dan dilaksanakan pengkajian secara komprehensif disposisi dan komposisi serta pola penugasan pengamanan perbatasan yang dilaksanakan selama ini. Disisi lain peningkatan peran Kowil dalam kegiatan pembinaan teritorial harus lebih fokus pada aspek Geografi, Demografi dan Kondisi Sosial untuk mewujudkan kekuatan dan ketahanan nasional. d. Dengan dibangunnya Brigade Infanteri di wilayah Kalimantan Barat dan Timur, selain Komando Kewilayahan yang sudah tergelar saat ini ke depan akan lebih optimal apabila Brigade Infanteri tersebut diberi wewenang dan tugas yang lebih spesifik sebagai Brigade Infanteri Pengamanan Perbatasan berperan menjadi Kolakops Pengamanan Wilayah Perbatasan di bawah Koops (Kodam VI/ Tpr).
2.
Maksud dan Tujuan. a. Maksud. Memberikan gambaran tentang pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan RI-Malaysia saat ini yang dilaksanakan oleh Kolakops meliputi Satgaspamtas, Satgaster, dan Satgas Penerbad. b. Tujuan. Untuk memberikan saran kepada Komando Atas, sebagai salah satu alternatif dalam mengoptimalkan pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan.
3.
Pendekatan. Dalam penulisan ini menggunakan pendekatan deskriptif fragmatis analisis. 4. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Dalam penulisan ini dibatasi pada pengamanan wilayah perbatasan RI-Malaysia dengan memberdayakan Brigif sebagai Kolakops, dan Kowil dalam kegiatan Binter dengan susunan dan tata urut sebagai berikut : a. Pendahuluan. b. Latar belakang dan dasar pemikiran. c. Pelaksanaan Pengamanan wilayah perbatasan saat ini. d. Faktor yang mempengaruhi. e. Pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan yang diharapkan f. Upaya yang dilakukan. g. Penutup. BAB II LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN 5. Umum. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi daratan, berupa pulau-pulau besar dan rangkaian kepulauan kecil, selain memiliki wilayah perbatasan di perairan laut dan selat, juga
www.tniad.mil.id
71
wilayah perbatasan. Sebagai contoh India yang memiliki perbatasan dengan Pakistan dan Nepal menggelar tentara di perbatasan Divisi-20 Montain, demikian pula halnya Korea Selatan menggelar tentaranya di perbatasan dengan Divisi Mekanis yang berada di bawah Korps-7. Yang tidak kalah pentingnya untuk kita cermati bersama, bahwa negara tetangga NKRI yang senantiasa di forum selalu mengatakan sebagai negara serumpun, menggelar tentara diperbatasan dengan kekuatan setingkat Divisi dengan Brigade di jajarannya.
terdapat perbatasan di daratan terutama di Papua, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan. 6.
Latar Belakang. a. Pengamanan sumber daya alam. Wilayah kedaulatan NKRI yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dan Talaud sampai Pulau Rote merupakan luas wilayah yang cukup luas dengan berbagai sumber daya kekayaan alam yang terdapat di dalamnya. Hal ini memerlukan pengamanan yang optimal, agar sumber daya tersebut dapat diberdayakan secara optimal untuk kepentingan kesejahteraan rakyat sesuai amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kekayaan sumber daya alam di wilayah perbatasan RI-Malaysia yang cukup melimpah, dan masih sering terjadi pencurian berupa illegal logging dan ilegal lainya oleh pihak asing yang melibatkan pihak pengusaha dalam negeri yang juga ada kalanya melibatkan oknum yang tidak bertanggung jawab. b. Wilayah Perbatasan. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah perbatasan darat dengan negara lain, terdapat di Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Masing-masing wilayah memiliki spesifikasi sesuai tipologi dan karakteristik daerah, sehingga hal tersebut perlu mendapat perhatian dan penanganan secara optimal, khususnya dalam pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan, secara organisatoris. c. Pengamanan perbatasan di beberapa negara. Beberapa negara di dunia yang memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain, sebagian besar mengorganisasi satuan Tentaranya secara spesifik dengan tugas pokok pengamanan
72
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
7.
Dasar Pemikiran. a. Tap MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang peran TNI. 1) Hal-hal yang menyagkut peran TNI, ayat d. Hal menimbang, bahwa diperlukan alat negara yang berperan utama menyelenggarakan pertahanan negara berupa Tentara Nasional Indonesia. 2) Pasal 2 Hal peran Tentara Nasional Indonesia ayat (2) Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan negara, bertugas pokok menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. b. Undang-Uundang RI Nomor 34 Tahun 2004. 1) Sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004 tentang
TNI khususnya peran, fungsi dan tugas TNI. TNI berperan sebagai alat negara dibidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. 2) Fungsi. TNI sebagai alat negara berfungsi sebagai : a) Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan negara. b) Penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan c. c) Pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan. 3) Tugas. Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. c. Keputusan Kasad Nomor Kep/43/ V/1985 tanggal 27 Mei 1985 tentang Tabel Organisasi dan Peralatan Brigade Infanteri (TOP Brigif) Tugas Pokok Brigif adalah : 1) Dalam pertempuran. Mencari, mendekati, menghancurkan dan
menawan musuh, menangkis dan atau menghancurkan serangan musuh. 2) Dalam pembinaan satuan. Melaksanakan pembinaan satuan dalam Brigade Infanteri. 3) Dalam tugas-tugas lain. Menyelenggarakan kegiatan teritorial dalam rangka pembinaan satuan maupun tugas lain yang diperintahkan atasan atau atas inisiatif sendiri yang sesuai dengan kebijaksanaan Komando Atas. d. Peraturan Kasad Nomor Perkasad/17/ IV/2008 tanggal 8 April 2008, tentang Organisasi dan Tugas Komando Resort Militer (Orgas Korem). 1) Pasal 2 Tugas Pokok Korem bertugas pokok menyelenggarakan pembinaan kemampuan, kekuatan dan gelar kekuatan, menyelenggarakan pembinaan teritorial untuk menyiapkan wilayah pertahanan di darat dan menjaga keamanan wilayahnya dalam rangka mendukung tugas pokok Kodam. 2) Pasal 3 Tugas-tugas, Tugas (melaksanakan Fungsi Utama) Pembinaan Teritorial, Menyelenggarakan segala usaha, perencanaan dan pengembangan, serta pengerahan dan pengendalian potensi Geografi, Demografi dan Kondisi Sosial dengan segenap aspeknya menjadi kekuatan meliputi ruang, alat dan kondisi juang yang tangguh guna kepentingan pertahanan negara di darat.
www.tniad.mil.id
73
Baca peta merupakan kemampuan yang harus dimiliki setiap prajurit
Patroli prajurit TNI dalam rangka pengamanan perbatasan
BAB III PENGAMANAN WILAYAH PERBATASAN SAAT INI 8. Umum. Perbatasan wilayah darat RIMalaysia di Kalimantan Barat, mempunyai permasalahan yang dapat berpotensi menjadi konflik apabila tidak dikelola dengan baik. Permasalahan tersebut antara lain karena belum tuntasnya beberapa garis batas wilayah di beberapa tempat, bergeser bahkan hilangnya patok batas, adanya kegiatan Ilegal Logging dan kegiatan ilegal lainnya yang sangat merugikan negara. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan tersebut, untuk mengamankan wilayah perbatasan RI-Malaysia perlu digelar kekuatan TNI di wiliyah NKRI secara integral dan kompherensif. 9.
Kondisi Perbatasan. a.
Geografi. 1) Panjang garis batas. Daerah Kalimantan memiliki wilayah perbatasan darat langsung dengan Malaysia Timur (Serawak dan
74
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
Sabah) berada di Propinsi Kaltim dan Kalbar, panjang daerah perbatasan darat membujur dari Timur (Kaltim-Sabah) ke Barat (Kalbar-Serawak) sepanjang + 2004 Km. Daerah perbatasan laut terletak di wilayah Kec. Nunukan dan Kec. Sebatik di Kab. Nunukan serta di sebelah Barat di wilayah Kec. Paloh di Kab. Sambas. 2) Pemerintah Daerah. Di pulau Kalimantan memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan Malaysia yang meliputi : a) Propinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. b) Di Propinsi Kalimantan Barat ada 5 Kabupaten yaitu Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu. Sedangkan di Kalimantan Timur meliputi 3 Kabupaten yaitu Kutai Barat, Malinau, dan Nunukan.
c) Jumlah Kecamatan di Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia adalah 15 Kecamatan dan 113 Desa. Sedangkan di Kalimantan Timur adalah 33 Kecamatan.
lebih ke Timur lagi, sebagian Malinau dan sebagian Nunukan merupakan kawasan perbatasan dataran rendah, dengan ketinggian 100 sampai 200 Meter dpl. Sebagian perbatasan lagi di Nunukan adalah perbatasan Laut. Bahkan terdapat perbatasan yang melalui sebuah pulau kecil, yakni pulau Sebatik. Sebagian Utara pulau ini merupakan wilayah Malaysia dan bagian selatan merupakan wilayah Indonesia.
3) Bentuk Medan. Bentuk medan di wilayah perbatasan sangat bervariasi, wilayah perbatasan Kalimantan Barat sebagian besar terdiri atas : a) Dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 200 meter di atas permukaan laut (dpl). b) Dataran tinggi, yakni di sekitar gunung Niut di Bengkayang dan Gunung Lawit di Kapuas Hulu. c) Sedangkan wilayah perbatasan Kalimantan Timur sebagian besar terdiri dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 1000 Meter dpl. Seluruh perbatasan yang melalui Kutai Barat dan sebagian Malinau, yang panjangnya sekitar 70 % dari semua perbatasan di Kalimantan Timur, merupakan rangkaian pegunungan Iban. Pegunungan ini membujur dari Barat Daya sampai Timur Laut yang menghubungkan secara berturut-turut perbukitan Pacungapang, gunung Liang Pran, perbukitan Batu Iban, gunung Latuk dan Gunung Kaba. Selanjutnya
b.
Demografi. 1) Jumlah penduduk. Jumlah penduduk Propinsi Kalimantan Barat menurut sensus penduduk terakhir adalah + 4.726.375 orang sedangkan Propinsi Kalimantan Timur berjumlah + 339.501 orang. 2) Kepadatan Penduduk. Kepadatan penduduk di wilayah perbatasan Kalimantan adalah + 3 s.d 5 jiwa/km². 3) Penyebaran penduduk. Penyebaran penduduk di wilayah perbatasan baik Propinsi Kalimantan Barat maupun Propinsi Kalimantan Timur tidak merata. Pada umumnya terkonsentrasi di kota, pesisir dan sungai sehingga memungkinkan pelintas batas gelap masuk ke wilayah RI. 4) Suku Bangsa. Suku bangsa yang ada di wilayah perbatasan bersifat heterogen. Untuk wilayah Kalimantan Barat mayoritas
www.tniad.mil.id
75
c) Akibat terbatasnya akses informasi dan banyaknya interaksi masyarakat perbatasan dengan Malaysia maka masyarakat perbatasan lebih mengenal pejabat di negara tetangga dari pada di Indonesia.
didominasi Jawa dan Bugis. Sedangkan wilayah Kalimantan Timur mayoritas Dayak, Melayu dan WNI keturunan. c.
Kondisi Sosial. 1) Ideologi. Di daerah perbatasan umumnya kurang mengerti akan Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia. Hal ini bisa di sadari karena tingkat pendidikan yang rendah, tingginya angka buta huruf, SDM rendah serta sulitnya akses informasi dan penerangan dari media massa maupun elektronik dari negara kita. Hal ini akan sangat rawan dimanfaatkan oleh pihak luar untuk masuknya paham paham Ideologi lain seperti komunis dan lain lain. 2)
d) Tatanan politik masih di warnai isu-isu primordialisme. 3)
a) Kondisi ekonomi masyarakat wilayah perbatasan lebih condong bergantung kepada negara Malaysia dari pada Indonesia sendiri. Hal ini dikarenakan faktor jarak dan infra struktur yang relatif dekat, maupun harga yang lebih murah khususnya sembako maupun beberapa barang kebutuhan lainya.
Politik. a) Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang pemilihan Kepala Daerah secara langsung dilaksanakan serentak di wilayah Kalimantan, sehingga suhu politik cenderung meningkat menjelang pelaksanaan Pilkada karena adanya persaingan masing-masing calon untuk merebut simpati massa di wilayahnya.
b) Kesenjangan ekonomi masyarakat daerah perbatasan dengan negara tetangga sangat tinggi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap mudahnya dipengaruhi oleh negara tetangga dengan imbalan materi dan pekerjaan. 4)
b) Kurangnya perhatian dari pemerintah pusat tentang penanganan permasalahan yang ada di wilayah perbatasan sehingga dapat menimbulkan kerawanan.
76
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
Ekonomi.
Sosial Budaya. a)
Pendidikan. Tingkat pendidikan relatif rendah dan jauh tertinggal bila dibandingkan dengan daerah lain dan negara
tetanga. Minimnya sarana dan prasarana pendidikan, terbatasnya tenaga pengajar serta mahalnya biaya pendidikan. Jumlah penduduk yang tersebar tidak terjangkau dari Indonesia akibat dari terbatasnya infra struktur. Hal ini mengakibatkan banyaknya masyarakat perbatasan yang menyekolahkan anaknya ke Malaysia. b) Kesehatan. Masyarakat di daerah perbatasan masih mengalami tingkat kesehatan yang rendah. Kondisi kehidupan masyarakat khususnya anak-anak masih mengalami kekurangan gizi dan lingkungan pemukiman yang kurang sehat. Selain itu sarana dan prasarana atau fasilitas penunjang kesehatan kurang memadai. Sehingga sebagian besar masyarakat di daerah perbatasan bila mana ada yang sakit akan cenderung di bawa ke Malaysia dan bagi masyarakat yang tidak punya biasanya berobat ke dukun. 5)
terdiri dari Dankolakops (Danrem 091/Asn) dan Staf Kolakops. Satuan tugas jajaranya meliputi : (a) Satuan Tugas Pamtas : 1 Yonif kekuatan 650 Orang. (b). Satuan Tugas Teritorial : Kodim 0906/Tgr kekuatan 20 orang, Kodim 0910/Mln kekuatan 20 orang, Kodim 0911/ Nnk kekuatan 50 orang, Satuan Penerbad. Tim Penerbad Heli Bell 412 kekuatan 7 orang. » Kolakopsrem 121/Abw. Berkekuatan 12 orang yang terdiri dari Dankolakops (Danrem 121/Abw) dan Staf Kolakops. Satuan tugas jajaranya meliputi : (a) Satuan Tugas Pamtas : 1 Yonif kekuatan 650 Orang. (b) Satuan Tugas Teritorial (Kodim 1202/Skw kekuatan 25 orang, Kodim 1204/Sgu kekuatan 20 orang, Kodim 1205/Stg kekuatan 25 orang, Kodim 1206/Psb kekuatan 20 orang). » Satuan Penerbad. Tim Penerbad Heli Bo 105 kekuatan 7 orang.
Hankam. b) a) Gelar Kodam VI/Tpr di perbatasan. » Komando Operasi Kodam VI/Tpr. Berkekuatan 20 orang yang terdiri dari Pangkoops (PangdamVI/Tpr) dan staf Koops. » Kolakopsrem 091/Asn. Berkekuatan 12 orang yang
Gelar Satuan ATM.
» TDM : 1Div, 3 Brigif (BIM 3,5 dan 9), Rejimen ART, 3 Yon RAMD, 1 Yon Ranger, 1 Yon Armed 105 GS, 1 Yonkav 4 dan 2 Brigade Askar Wataniah (6 Yon). » TLDM : 6 Pangkalan TLDM meliputi Pangkalan Teluk Sepanggar, Subwamil
www.tniad.mil.id
77
Tawau, Subwamil Sandakan, Subwamil Sampurna, Subwamil Labuan dan Subwamil Miri.
dapat menjadikan permasalahan yang lebih besar, ketika terjadi masalah yang berkaitan dengan tindak pidana di kedua pihak pelintas batas ini.
» TUDM : 2 Pangkalan di Kuching dan Labuan, 2 Sat Radar yaitu Radar Markoni di Bentulu Serawak dan Radar Mortello di Bukit Kubong Labuan.
b. Ilegal logging. Data yang diperoleh selama pelaksanaan Operasi pengamanan wilayah perbatasan oleh patroli yang dilaksanakan jajaran Satgas Pamtas Yonif 641/Bru, masih ditemukan pelanggaran yang berkaitan dengan Illegal logging berupa ribuan tumpukan kayu, penangkapan alat berat jenis Buldozer, Escavator, Kapal yang bermuatan kayu tanpa surat resmi, semua ini sangat erat kaitannya dengan tindakan pelanggaran Illegal logging, yang perlu mendapat perhatian dalam penanganannya.
c) Kegiatan Ilegal. Masih terjadinya tindakan pencurian dan penyelundupan terhadap sumber daya alam hasil laut dan hutan. d) Pelanggaran lintas batas. Sering terjadi pelanggaran lintas batas melalui jalur lintas batas resmi maupun jalan jalan tikus. e) Masih terdapat permasalahan di wilayah perbatasan yang belum terselesaikan seperti Sei buan/Gunung Jagoi, Tanjung Datu, Gunung Raya dan Batu Aum. 10.
Hakekat Ancaman. a. Pelintas batas. Permasalahan yang senantiasa muncul di wilayah perbatasan, adalah pelintas batas. Hal ini terjadi secara alami dilakukan oleh masyarakat di sekitar perbatasan. Masyarakat tidak merasakan suatu yang melanggar karena terjadi hampir setiap saat terutama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berupa kegiatan belanja. Namun demikian tidak menutup kemungkinan hal ini
78
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
c. Penyelundupan. Walaupun tidak ditemukan data penyelundupan barang selama pelaksanaan operasi pengamanan perbatasan oleh Satgas Pamtas, namun bukan berarti hal ini tidak perlu menjadi perhatian. Dengan demikian melalui kegiatan terpadu dengan instansi terkait lainnya hal ini tetap menjadi perhatian di perbatasan. d. Patok batas wilayah. Data pada September 2008, patok batas yang telah diidentifikasi selama pelaksanaan Operasi pengamanan perbatasan oleh Satgas Pamtas Yonif 641/Bru. Jumlah Patok 3452 buah, terdapat patok yang rusak sejumlah 121 buah, patok yang hilang 509 buah, tertimbun atau bergeser sejumlah 11 buah, dan 310 buah patok belum terjangkau oleh Patroli Satgas. Pengawasan dan pemeliharaan terhadap patok batas ini sangat penting, apabila terjadi kerusakan bahkan sampai hilang tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap keutuhan wilayah NKRI.
Oleh karena itu pengawasan terhadap keberadaan patok ini harus setiap saat dapat diawasi secara optimal. e. Invasi militer. Ancaman militer berupa invasi memang sangat tidak diharapkan terjadi kontak fisik melalui perang terbuka, mengingat pihak Malaysia selalu mengatakan Indonesia dengan Malaysia sebagai negara serumpun. Namun bila mempelajari indikasi gelar kekuatan calon lawan, hal ini sudah selayaknya kita sebagai negara yang berdaulat, tetap waspada untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Seperti halnya filosofi Bangsa Indonesia tentang perang adalah ”kita cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan” Indonesia sangat menjunjung tinggi perdamaian, namun apabila kedaulatan negara sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, bangsa Indonesia akan mempertahankannya sampai titik darah penghabisan melalui perang sekalipun. Artinya kita harus menyiapkan gelar, kekuatan, dan kemampuan TNI untuk menghadapi berbagai kemungkinan tersebut secara optimal. 11.
Pelaksanaan Pengamanan. a. Tugas pokok. Salah satu rumusan tugas pokok bagi jajaran Kolakops adalah Satgas Pamtas Yonif 641/Bru melaksanakan Operasi Pengamanan Perbatasan, mencegah dan menindak setiap kegiatan illegal, penyerobotan wilayah dan perusakan patok batas negara mulai hari ”H” selama 365 hari di sepanjang perbatasan darat RI-Malaysia wilayah Kalbar dari Kabupaten Sambas sampai dengan Kabupaten Kapuas Hulu dalam rangka mendukung tugas pokok Kolakops Korem 121/Abw.
b. Susunan tugas. Komposisi susunan tugas satuan pengamanan perbatasan terdiri dari Kolakops Korem 121/Abw, Satgas Yonif 641/Bru, Satgaster, dan Satgas Penerbad. c.
Disposisi dan komposisi. 1) Disposisi. Koops Kodam VI/ Tpr di Balikpapan, Kolakopsrem 121/Abw di Pontianak, Satgas Pamtas menempati pos di sepanjang perbatasan, Satgas Ter di wilayah masing-masing, dan Satgas Penerbad. 2) Komposisi. Koops 20 orang, Pangkoops beserta Staf, Kolakops beserta Staf 12 orang stanbay di Kolakops, Satgas Yonif 650 orang, Satgaster 90 orang, Satgas Penerbad 7 orang. 3) Jumlah Pos. Jumlah Pos di wilayah Barat terdapat 23 Pos, setiap pos ditempati secara bervariasi antara 10 orang, 15 orang, 20 orang sampai dengan 37 orang.
d. Kegiatan yang dilaksanakan. Selama pelaksanaan kegiatan pengamanan dilaksanakan patroli berdiri sendiri TNI AD (Satgas) dan terkoordinasi dengan TNI AD dan TDM, karya bhakti, anjang sana dengan penduduk di wilayah perbatasan. e. Pelaksanaan pembinaan satuan. Untuk memelihara kemampuan yang telah dimiliki melaksanakan kegiatan pembinaan satuan secara terbatas, sesuai waktu yang tersedia meliputi kegiatan pembinaan organisasi, pembinaan
www.tniad.mil.id
79
2) Tingkat disiplin prajurit yang baik dalam pelaksanaan tugas, dan tingkat pengawasan yang dilakukan oleh unsur pimpinan, para Dansat dilaksanakan secara berkesinambungan.
latihan, pembinaan personel, pembinaan materiil, dan pembinaan Pangkalan di sekitar pos serta pembinaan Peranti lunak. Pelaksanaan pembinaan satuan di home base dilaksanakan oleh Korum. f. Komposisi Korum. Kekuatan penugasan pada komposisi Satgas Yonif sejumlah 650 orang, apabila kekuatan Batalyon Infanteri 100% TOP sejumlah 747 Orang, maka sisa kekuatan personel sebagai Korum tinggal 97 Orang dibagi menjadi 5 Kompi. Anggota Korum tiap Kompi terdiri 19 orang dan 20 orang, sehingga pelaksanaan pembinaan satuan selama pelaksanaan tugas tidak berjalan secara efektif. Karena untuk melaksanakan urusan dinas dalam saja cukup kerepotan.
3) Jiwa korsa dan rasa kebersamaan setiap prajurit dengan unsur pimpinan, juga dengan instansi lain di daerah penugasan, termasuk manunggalnya prajurit dengan masyarakat setempat, melalui berbagai kegiatan berupa karya bhakti dan anjang sana Binter secara terbatas. 4) Perlengkapan perorangan dan satuan sesuai index penugasan yang terpelihara dengan baik, dapat dioptimalkan untuk mendukung pelaksanaan tugas di lapangan.
BAB IV FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
5) Kegiatan yang terintegrasi dengan instansi terkait di wilayah penugasan dapat berjalan dengan baik.
12. Umum. Keberhasilan dalam pelaksanaan Operasi Pengamanan Wilayah Perbatasan, selain kesiapan satuan yang didukung dengan profesionalitas prajurit, juga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor secara Intern dan Extern. Faktor pengaruh tersebut diantaranya adalah seperti terurai berikut ini.
6) Dukungan bekal dan sarana kontak dari Komando Atas, dapat dioptimalkan dalam mendukung pelaksanaan tugas di lapangan.
13. Intern. Secara intern banyak hal yang dapat diberdayakan untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas, dan juga perlu meminimalisasi kelemahan yang dimiliki. a.
Kekuatan. 1) Kesiapan satuan dan prajurit yang terlatih, keterampilan perorangan dan satuan dalam melaksanakan tugas pengamanan perbatasan.
80
7) Kegiatan kunjungan dari Instansi pusat dan Komando Atas, dapat menindaklanjuti dalam penyelesaian masalah dalam penugasan melalui kebijakan maupun program kerja TNI AD.
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
b.
Kelemahan. 1) Keterbatasan sarana prasarana untuk mendukung mobilitas
dan daerah untuk mengembangkan pembangunan Infra struktur di wilayah perbatasan, untuk dijadikan beranda terdepan wilayah Indonesia.
pasukan pada saat pelaksanaan operasi pengamanan wilayah perbatasan. 2) Luasnya wilayah yang menjadi tanggung jawab pengamanan oleh pasukan/Satgas Pamtas, dalam penempatan pos.
3) Sudah tergelarnya Instansi terkait dalam penanganan wilayah perbatasan, secara terintegrasi dan berkesinambungan.
3) Terbatas jumlah Pasukan bila dihadapkan kepada luas wilayah yang harus diamankan sehingga masih terdapat Patok batas yang belum tertinjau dengan patroli pasukan.
4) Adanya kemauan dan kesamaan visi pemerintah daerah yang memiliki wilayah perbatasan, untuk membangun dan mengembangkan daerahnya masing-masing.
4) Belum tersedia sarana transportasi yang memadai khususnya untuk menjelajahi medan yang berat, yang belum tersedia jaring jalan.
5) Telah dibangunnya beberapa sarana dan prasarana wilayah walaupun masih terbatas. 6) Sudah terpasangnya patokpatok batas dan tanda pengenal wilayah perbatasan kedua negara secara permanen.
5) Belum tersedia sarana alat komunikasi yang dapat menjangkau seluruh sektor wilayah perbatasan, dan terintegrasi dengan sarana komunikasi di jajaran instansi terkait lainnya di wilayah perbatasan.
7) Sudah dibangunnya pospos terpadu, untuk mengatasi permasalahan yang ada di wilayah perbatasan.
14. Ekstern. Selain permasalahan intern tersebut di atas, juga masih terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan yang bersifat external, berupa peluang dan kendala antara lain sebagai berikut : a.
8) Sudah terlaksananya kegiatan patroli bersama dengan negara tetangga di wilayah perbatasan. 9) Sudah terlaksana kegiatan kunjungan dari kedua belah pihak negara di wilayah perbatasan.
Peluang. 1) Telah terbitnya UndangUndang RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang wilayah perbatasan. 2)
Kebijakan pemerintah pusat
b.
Kendala. 1) Belum terprogram secara nyata realisasi kebijakan pemerintah pusat tentang pembangunan daerah
www.tniad.mil.id
81
di wilayah perbatasan mengejar ketinggalan.
untuk
2) Masih terdapat kesenjangan sosial kehidupan masyarakat di sekitar wilayah perbatasan. 3) Masih terjadi tindakan pelanggaran hukum di wilayah perbatasan yang berkaitan dengan batas wilayah, seperti terjadi kerusakan dan kehilangan patok batas di wilayah perbatasan. 4) Belum terintegrasinya data yang ada di instansi terkait, dalam penanganan masalah wilayah perbatasan antara instansi yang satu dengan lainnya. BAB V PENGAMANAN WILAYAH PERBATASAN YANG DIHARAPKAN 15. Umum. Seperti telah diuraikan di atas, panjang wilayah perbatasan di Kalimantan Barat yang membentang sekitar 847 Km, merupakan yang cukup luas untuk dikuasai dengan kekuatan Satgas Pamtas Yonif dengan kekuatan 650 orang. Kekuatan satgas tersebut digelar menjadi 23 pos dengan kekuatan bervariasi antar 10 sampai dengan 37 orang. Sehingga jarak antar pos lebih kurang antara 30 km sampai dengan 36 km. Hal ini merupakan jarak yang cukup jauh untuk melaksanakan patroli, terlebih lagi kondisi medan yang sulit dan Infra struktur yang sangat minim. Sehingga pelaksanaan tugas tidak optimal. 16. Kondisi Perbatasan. Pada penjelasan kondisi perbatasan di atas, dirasakan sangat tidak ideal untuk suatu kondisi perbatasan dengan berbagai permasalahan yang ada, dan mungkin timbul di masa yang akan datang.
82
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
Oleh karena itu, dalam kondisi seperti ini salah satu alternatifnya selain instansi pemerintah sesuai fungsi terkait adalah, sangat diperlukan kehadiran gelar satuan TNI AD yang kuat, agar tercipta kondisi sosial daerah yang menguntungkan. Untuk menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan negara di wilayah perbatasan, dengan sasaran yang dapat di ukur di bidang : a. Bidang Ideologi. Terciptanya kondisi keyakinan masyarakat disekitar perbatasan, terhadap Ideologi negara yaitu Pancasila dan UUD 1945. b. Politik. Terciptanya suasana kehidupan berpolitik masyarakat, sesuai dengan ketentuan dan perundangundangan yang berlaku, dalam menyalurkan aspirasi politiknya secara demokratis. c. Ekonomi. Terciptanya kehidupan ekonomi yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kebutuhan taraf hidup yang layak bagi masyarakat di sekitar perbatasan, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial bila dibandingkan dengan negara tetangga di seberang perbatasan. d. Sosial budaya. Terciptanya suasana kehidupan sosial budaya yang kondusif, kehidupan beragama yang rukun antar dan inter sesama pemeluk agama. Sarana dan kualitas pendidikan yang memadai, serta dukungan dan pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat di sekitar perbatasan. e. Hankam. Terciptanya rasa aman bagi masyarakat, dan hilangnya tindak pidana maupun kriminal, serta berbagai pelanggaran yang dapat merugikan
kehidupan negara.
masyarakat,
bangsa
dan
17. Hakekat Ancaman. Hilangnya berbagai kerawanan terhadap kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, yang bersifat militer maupun nonmiliter, yang datang dari dalam maupun luar negeri. 18.
Pelaksanaan Pengamanan. a. Dihadapkan kepada permasalahan yang terjadi di wilayah perbatasan pada saat ini, dengan adanya beberapa kelemahan maupun faktor yang berpengaruh lainnya, maka dalam mengoptimalkan pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan RIMalaysia, perlu dilaksanakan pengamanan perbatasan secara optimal secara kualitas dan kuantitasnya, dengan memberdayakan Brigade Infanteri beserta jajarannya, sebagai Pengaman Perbatasan secara spesifik seperti halnya Brigade Infanteri-1/Jaya Sakti Kodam Jaya, sebagai Pengaman Ibu Kota. b. Dengan adanya kegiatan dan kodal operasi pengamanan perbatasan dilaksanakan oleh Brigade Infanteri, maka satuan Kowil dalam hal ini Korem Kodim beserta jajarannya dapat melaksanakan kegiatan binter secara optimal sesuai tugas pokoknya. Khususnya menyiapkan dan membina sumber daya geografi, demografi dan kondisi sosialnya menjadi kekuatan mewujudkan ruang, alat dan kondisi juang yang tangguh dalam rangka OMP maupun OMSP, serta menumbuhkan kesadaran bela negara masyarakat di sekitar wilayah perbatasan. Sehingga tergelar kekuatan pengganda berupa Rakyat terlatih dalam rangka menyiapkan perlawanan rakyat secara
terorganisir, bersama-sama dengan instansi pemerintah pusat dan daerah secara terintegrasi. 19. Rotasi Penugasan. Pelaksanaan penugasan pengamanan wilayah perbatasan, dilaksanakan dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama sehingga moril pasukan lebih baik, dan berdampak baik terhadap kegiatan pembinaan satuan. Rotasi penugasan dilaksanakan oleh antar satuan dijajaran Brigif dengan komposisi organisasi Batalyon Infanteri TOP Orgas Yonif diperkuat, lama penugasan dilaksanakan 6 bulan dengan komposisi penugasan tiap Batalyon 3 Kompi senapan dan satu Kompi Markas sebagai unsur pelayan secara bergantian. Sehingga di home base masih terdapat dua Kompi senapan dan satu Kompi Bantuan. Kegiatan pembinaan dan kesiapan operasional satuan dalam rangka pelaksanaan penugasan pengamanan dilaksanakan sesuai program kerja satuan sehingga pelaksanaannya lebih efektif dan efisien. 20. Pembinaan Satuan. Dengan pelaksanaan kodal operasi dan pengamanan wilayah perbatasan diselenggarakan oleh Brigade Infanteri, maka diharapkan selain pelaksanaan tugas pengaman wilayah perbatasan semakin efektif, juga pelaksanaan pembinaan satuan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan. Hal ini dapat dilaksanakan karena rotasi pergantian penugasan dapat dilaksanakan lebih singkat, cukup selama 6 (enam) bulan karena pergantian/rotasi dilaksanakan dilingkungan satuan jajaran Brigade Infanteri, sehingga moril prajurit akan lebih terpelihara dengan baik dan kesiapan satuan lebih optimal. 21. Pembinaan Teritorial. Dalam mengoptimalkan pembinaan teritorial, tidak hanya dilaksanakan oleh Satgas Ter yang terdiri dari 20 orang, dan Binter Terbatas
www.tniad.mil.id
83
yang dilaksanakan oleh Satgas Pamtas. Melainkan pembinaan teritorial secara optimal dilaksanakan oleh Kowil beserta jajaranya, sesuai tugas pokok Korem dan fungsi utamanya, yaitu menyediakan potensi Geografi, Demografi dan Kondisi Sosial dengan segenap aspeknya menjadi kekuatan meliputi ruang, alat dan kondisi juang yang tangguh guna kepentingan negara di darat. Dengan demikian peran Kolakops pamtas perlu di berdayakan Brigade Infanteri, karena Satgas Pamtas terdiri dari Yonif maka akan terbentuk kesatuan komando secara optimal. Demikian pula halnya pola operasi maupun pembinaan dapat terselenggara secara berkesinambungan. 22. Komando dan Pengendalian. Untuk mendapatkan efektifitas Kodal, dan memperpendek jalur interaksi maupun koordinasi apabila terjadi konjensi sebaiknya Kodal terpusat. Maka Brigif langsung membawahkan Yonif sebagai Satgas pamtas. Sedangkan Kowil membawahkan Kodim melaksanakan Binter. BAB VI UPAYA YANG DILAKUKAN 23. Umum. Untuk mengoptimalkan dalam pelaksanaan tugas pengamanan wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain termasuk dengan Malaysia, perlu dilakukan upaya-upaya penyempurnaan terhadap berbagai peranti lunak maupun pola operasi serta kebijakan pemerintah dalam penanganan wilayah perbatasan tersebut, termasuk penataan organisasi yang menangani pengamanan wilayah perbatasan tersebut, berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan tugas selama ini. 24. Penataan Organisasi Pengamanan Perbatasan.
84
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
Operasi
a. Bila mencermati organisasi satuan dalam pelaksanaan operasi pengamanan perbatasan saat ini, yang dilaksanakan di wilayah perbatasan RI-Malaysia, kepanjangan kodal operasi Kodam selaku Koops oleh Kolakops, Kolakops dilaksanakan oleh Korem selaku komando kewilayahan. Sedangkan satgas pengamanan perbatasan dilaksanakan oleh Satgaspur yang ditunjuk salah satu Batalyon Infanteri sesuai keputusan Kasad, dan Satgaster yang terdiri dari satuan kewilayahan yaitu Kodim, serta satgas Penerbad sebagai sarana Kodal bila dihadapkan kepada tugas pokok dan fungsi utama Korem, maka akan lebih efektif Kowil melaksanakan tugas Binter, yaitu membina potensi Geografi, Demografi dan Kondisi Sosial menjadi kekuatan RAK juang dalam rangka pertahanan negara. b. Mencermati komposisi personel Kodim dalam pelaksanaan tugas pengamanan wilayah perbatasan, bila dihadapkan kepada tugas pokok Kodim itu sendiri akan lebih efektif apabila diarahkan untuk melaksanakan pembinaan wilayah aspek demografi dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas pengamanan wilayah perbatasan itu sendiri dengan kekuatan penuh sesuai DSPP Kodim beserta segenap kekuatan untuk melaksanakan fungsi Pembinaan Teritorial sesuai tugas pokoknya . 25. Penyiapan Tenaga Ratih. Salah satu sasaran kegiatan Binter aspek demografi antara lain adalah, menyiapkan tenaga rakyat terlatih sebagai kekuatan pengganda dalam menyelenggarakan perlawanan rakyat. Sehingga konsep tersedianya tenaga Rakyat Terlatih (Wanra) di tiap Desa sejumlah satu Regu, di Kecamatan satu Peleton dan satu
Kompi ada di Kodim dapat diberdayakan dengan merekrut masyarakat di sekitar wilayah perbatasan. Sebetulnya dalam konsep binter TNI AD bidang Bintahwil hal ini sudah lama dikenal oleh jajaran Komando kewilayahan, namun dalam implementasi belum dapat dirasakan secara optimal. Terlebih lagi belum adanya payung hukum yang mengikat tentang Undang-Undang Cadangan Nasional. 26.
Pemberdayaan Masyarakat. a. Sejalan dengan uraian di atas, tentang tugas pokok satuan kewilayahan di bidang Bintahwil, khususnya penyediaan tenaga kekuatan pengganda yaitu Rakyat Terlatih (Wanra) yang harus ada di tiap Desa, Kecamatan dan Kabupaten. Untuk mewujudkannya adalah dengan memberdayakan masyarakat yang berada di sekitar perbatasan. Apabila hal ini dapat dilaksanakan, yaitu masyarakat diorganisir dalam suatu kesatuan sebagai Rakyat terlatih maka ketahanan wilayah dapat terwujud. b. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan merekrut masyarakat sebagai Rakyat Terlatih di sekitar wilayah perbatasan adalah, dapat mengenal kondisi geografi dan berbagai situasi yang ada di sekitar wilayah perbatasan. Sehingga hal ini akan memudahkan dalam pelaksanaan pengamanannya. Hal ini telah dilaksanakan oleh negara tetangga yaitu Malaysia dengan merekrut Askar Wataniah dari penduduk yang berada di sekitar wilayah perbatasan. Disisi lain konsep ini tidak dapat terwujud, manakala tidak adanya kebijakan pemerintah yang berpihak kepada kepentingan tersebut. Sehingga diperlukan program yang berkesinambungan untuk mewujudkan ini semua, yang dilaksanakan oleh
seluruh instansi pemerintah yang terkait dengan masalah perbatasan. Karena hal ini memerlukan dana yang cukup besar yang bersumber dari APBD dan APBN. 27.
Pembangunan Infra Struktur. a. Hal lain yang tidak kalah pentingnya guna mengoptimalkan pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan, adalah tersedianya sarana dan prasarana umum yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan masyarakat. Tersedianya berbagai kemudahan yang dibutuhkan masyarakat melalui pembangunan Infra struktur di wilayah perbatasan sangat diperlukan kebijakan dan program pemerintah pusat maupun daerah dalam pelaksanaan pembangunan. b. Pemberdayaan Prajurit TNI AD dalam pembangunan Infrastruktur, dapat dilaksanakan melalui program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) secara periodik dan berkesinambungan secara sekala prioritas maupun dalam sekala besar. Pelaksanaan pembangunan ini dapat dioptimalkan melalui pemberdayaan Rakyat Terlatih yang telah direkrut oleh jajaran Kowil di tingkat Desa, Kecamatan, dan Kabupaten. Termasuk Prajurit TNI yang ada atau sedang melaksanakan tugas pengamanan di wilayah perbatasan. Melalui pembangunan Infra struktur yang melibatkan program seluruh instansi terkait di wilayah perbatasan, akan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan, dengan demikian ketahanan masyarakat dapat terwujud.
28. Integrasi Sistem Pelayanan Masyarakat. Setelah terorganisir tenaga rakyat terlatih dan
www.tniad.mil.id
85
tersedianya Infra struktur yang menunjang kebutuhan masyarakat. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah terselenggaranya sistem pelayanan terhadap masyarakat yang terintegrasi, antara lain, sederhananya proses birokrasi dalam pengurusan administrasi, maupun pelayanan terhadap masyarakat, melalui reformasi birokrasi di segala aspek dan instansi pemerintah. Termasuk perubahan kinerja dan sikap mental aparatur pemerintahan, maupun aparat negara yang lainnya, yang berorientasi untuk kesejahteraan rakyat. 29. Pelaksanaan Operasi Pengamanan Perbatasan. Setelah dibangunnya berbagai sarana melalui pendekatan kesejahteraan, untuk mengoptimalkan kondisi wilayah di perbatasan, di bidang pengamanan perlu dilakukan berbagai upaya melalui penataan organisasi satuan Tempur dan Kewilayahan sebagai berikut : a.
Komando dan pengendalian. 1) Pelaksanaan operasi yang semula dilaksanakan oleh komando kewilayahan, dialihkodalkan kepada Satuan Tempur yaitu Brigade Infanteri, sehingga Pos Komando Taktis berada di sekitar satuan penugasan yang sekaligus merupakan satuan tempur yang berada di jajaran bawah komandonya, sehingga lebih efektif untuk mengendalikan pelaksanaan tugas pengamanan di wilayah perbatasan setiap saat, secara berkesinambungan dalam persiapan pelaksanaan maupun pengakhiran, evaluasi serta tindak lanjutnya pada penugasan berikutnya. 2) Dalam konsep the future war dikatakan. The face of future battle will be so rear headquarters all the
86
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
time for instruction and advice artinya dalam situasi perang ke depan Komando dan Pengendalian serta waktu menjadi dua hal yang sangat penting dalam memenangkan suatu perang. Dalam suatu perang komando dan pengendalian (Comand and Control) serta waktu (time) adalah salah satu faktor penting dalam memenangkan pertempuran, hal ini nampaknya telah lama menjadi pertimbangan negara tetangga sehingga dalam hitungan jam perkuatan (re inforce) akan dapat digerakan dari Divisi dan Brigade yang ada di Kuching ke perbatasan. 3) Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka struktur komando yang selama ini berada di tangan Danrem sebaiknya berada langsung di bawah Komando Danbrigif selaku atasan langsung Batalyon (Satgaspamtas) yang melaksanakan penugasan dan bertanggung jawab langsung kepada Panglima. Hal ini sangat penting untuk efektivitas kodal serta memperpendek jalur hirarki dan koordinasi bilamana terjadi kontijensi. b. Brigade Infanteri sebagai pelaksana operasi pengamanan wilayah perbatasan, sesuai tugas pokok TNI dalam pelaksanaan OMSP, tertuang dalam rumusan tugas pokok pada Orgas TOP Brigif, sehingga hal ini akan lebih optimal dan spesifik dalam operasional maupun pembinaan satuannya. Maka TOP Brigif perlu di validasi. c. Untuk mewadahi kebutuhan tersebut di atas, dalam pelaksanaan validasi terhadap TOP Brigade Infanteri, khususnya rumusan tugas pokok dan
komposisi personel, serta peralatan untuk mendukung dalam pelaksanaan tugas pengamanan wilayah perbatasan harus terwadahi. Perlengkapan khusus yang dibutuhkan salah satunya, adalah alat pendeteksi panas suhu tubuh, untuk memantau kemungkinan adanya pelintas batas illegal. Yang ditempatkan di titik yang tidak dapat dijangkau atau diduduki secara fisik oleh Prajurit, dihubungkan dengan layar monitor atau CCTV di pos, dan perlengkapan lainya sesuai kebutuhan dan beban tugas. d. Struktur Organisasi Batalyon Infanteri yang berada di jajaran Brigif di wilayah perbatasan, distandarkan dengan menggunakan Orgas Yonif TOP Diperkuat dengan kekuatan personel sejumlah 1039 orang. Hal ini akan lebih efektif dalam pelaksanaan tugas pengamanan maupun dalam pelaksanaan tugas pembinaan satuan di homebase selama pelaksanaan penugasan. Bila penugasan Satgas seperti saat sekarang sejumlah 650 orang, maka personel yang berada di homebase masih terdapat 389 orang personel sebagai Korum, artinya di tiap Kompi rata-rata masih terdapat 55 sd 56 orang, dengan demikian kegiatan pembinaan satuan masih dapat dilaksanakan dalam tingkat Peleton dan regu. e. Lama penugasan/rotasi penugasan dilaksanakan selama 6 (enam) bulan saja, karena serpas pasukan dapat dilaksanakan secara efisien di jajaran Brigade Infanteri yang berada di wilayah perbatasan. Manfaat lain yang dapat diperoleh dari pelaksanaan rotasi penugasan yang relatif singkat selama 6 (enam) bulan, moril prajurit dapat dipelihara, tidak mengalami tingkat kebosanan dan kejenuhan yang sangat berarti.
f. Penempatan Pos ditambah yang semula hanya ada sebanyak 31 pos, menjadi minimal 40 Pos, sehingga jarak antar pos menjadi lebih dekat kurang lebih 20 km. Dengan demikian ruang kosong yang dapat dipantau oleh patroli antara 10 Km menjadi titik temu patroli antar pos, yang dapat ditempuh dengan jalan kaki dalam waktu sekitar 2 (dua) jam perjalanan patroli. Dengan bertambahnya pos pemantau, maka jumlah personel dapat di susun menjadi tim 15 s.d 20 orang. Penambahan personel ini tidak akan menjadi masalah yang signifikan terhadap penyiapan maupun pelaksanaan operasi, karena dilaksanakan oleh Batalyon yang ada di jajaran Brigade Infanteri yang berada di wilayah perbatasan itu sendiri. g. Melengkapi peranti lunak berupa Buku Petunjuk sebagai pedoman pelaksanaan tugas prajurit, dalam melaksanakan pengamanan, yang berada di wilayah perbatasan dengan negara lain. Juga termasuk protap-protap pengamanan maupun pelaksanaan tugas selama di home base maupun selama berada di daerah operasi itu sendiri. h. Sarana kontak dititik beratkan untuk mendukung pelaksanaan pembinaan Teritorial terbatas bagi daerah yang tidak tersentuh oleh Kowil setempat di sekitar pos pamtas maupun Kotis. 30. Pemberdayaan Kewilayahan.
Kesatuan
a. Satuan kewilayahan dioptimalkan dalam pelaksanaan pembinaan wilayah, bidang Geografi, Demografi, dan Kondisi Sosial di wilayah perbatasan. Terutama dalam hal perekrutan Rakyat Terlatih sebagai kekuatan pengganda,
www.tniad.mil.id
87
yang berasal dari warga masyarakat yang berdomisili di wilayah perbatasan, yang berperan sebagai mata dan telinga. b. Melaksanakan program TMMD dengan mengoptimalkan Ratih yang telah diorganisir mulai tingkat Desa, Kecamatan dan Kabupaten di bawah komando satuan kewilayahan mulai tingkat Babinsa, Koramil dan Kodim di wilayah Korem masing-masing dan terintegrasi dengan program pembangunan pemerintah daerah setempat. c. Menyelenggarakan pelatihan kesadaran bela negara, melalui pembekalan latihan dasar kemiliteran bagi masyarakat. Menggalakan pendidikan kesadaran bela negara kepada para siswa di sekolah melalui pemberdayaan program pramuka, dengan methoda out bound dan learning camp, bagi penduduk yang berada/berdomisisli di sekitar wilayah perbatasan. d. Membangun sarana perumahan dan pos Babinsa di wilayah desa binaan masing-masing yang berada di wilayah perbatasan bersama-sama dengan warga setempat. e. Membangun Koramil definitif di wilayah perbatasan, dengan meningkatkan pos perbatasan yang ada saat ini ditingkatkan menjadi Makoramil, bagi daerah yang jumlah penduduknya sudah cukup padat. f. Membangun wilayah cagar alam dan budaya di sekitar lokasi/areal Hutan lindung untuk mencegah terjadinya tindakan perusakan hutan, yang dapat menimbulkan semakin rusaknya lingkungan. Melaksanakan kegiatan
88
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
sosialisasi dan pelatihan pemeliharaan tanaman konsumsi berupa Palawija dan Hortikultura, dengan menggunakan pola tanam organik dan ramah lingkungan, untuk meningkatkan kualitas taraf hidup masyarakat di sekitar wilayah perbatasan dan mewujudkan ketahanan pangan di daerah. g. Membuat stasiun Radio Amatir dengan frekuensi gelombang FM, sebagaimana media penerangan tentang penugasan dan pembinaan bagi masyarakat di daerah perbatasan. 31. Satgas Penerbad. Untuk Satgas Penerbad berada di bawah pengendalian Kolakops Pamtas, namun dapat juga digunakan untuk memberdayakan Kowil dalam pelaksanaan Binter khususnya di daerah-daerah yang sulit dijangkau dan belum memiliki infra struktur yang memadai. Sarana Angkutan Udara Helikopter, selain berfungsi sebagai sarana Kodal, juga dapat diberdayakan sebagai sarana transfortasi udara. Maka kemampuan angkut dan tempuhnya harus ditingkatkan yang semula Bel – 12 menjadi Mi – 17. BAB VII PENUTUP 32. Kesimpulan. Mencermati uraian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa, pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan yang selama ini dilaksanakan oleh Komando Resort Militer, dapat dioptimalkan melalui pemberdayaan Brigade Infanteri yang berada di wilayah perbatasan, dengan terlebih dahulu dilaksanakan validasi terhadap TOP Brigif termasuk Batalyon Infanteri sebagai eselon pelaksananya menggunakan TOP Yonif Diperkuat. Sedangkan Kowil Korem sesuai tugas pokok dan fungsinya beserta jajarannya melaksanakan tugas pembinaan Teritorial di bidag Geografi, Demografi dan Kondisi Sosial, untuk mewujudkan kekuatan
di bidang pertahanan yang meliputi aspek Geografi, Demografi dan Kondisi Sosial, serta mengkoordinasikan pemberdayaan masyarakat maupun instansi pemerintah di wilayah perbatasan dalam pelaksanaan program TMMD. 33. Saran. Mengalir dari uraian di atas, dalam rangka mengoptimalkan pengamanan wilayah perbatasan, disarankan mohon dapatnya ditempuh melalui hal-hal sebagai berikut : a. Pelakasanaan pengamanan dilaksanakan oleh satuan tempur Brigif beserta jajarannya. b. TOP Brigif terlebih dahulu divalidasi untuk mewadahi rumusan Tugas Pokok sesuai kondisi wilayah di perbatasan. c. Srtuktur Organisasi Batalyon Infanteri yang berada di bawah Brigif di wilayah perbatasan menggunakan TOP Yonif Diperkuat. d. Komando kewilayahan dioptimalkan dalam pembinaan teritorial, sesuai tugas dan fungsinya, membina potensi Geografi, Demografi dan Kondisi Sosial, menjadi kekuatan juang, alat dan kondisi juang dalam rangka pertahanan negara di darat, merekrut rakyat terlatih sebagai satuan pengganda, dan mengkoordinasikan pemberdayaan instansi pemerintah di wilayah perbatasan dalam melaksanakan Program TMMD. 34. Penutup. Demikian tulisan tentang optimalisasi pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan, sebagai alternatif masukan kepada Komando Atas, dalam menentukan kebijakan selanjutnya.
RIWAYAT HIDUP SINGKAT Data Pokok. Nama Pangkat NRP Tmp/Tgl.Lhr Jabatan Agama Kesatuan
: Arifin : Letkol Inf : 30781 : Garut/10-04-1962 : Danbrigif-19/KH : Islam : Brigif-19/KH
Pendidikan Militer. Akmil Susarcab If Suslapa I Suslapa II Sussar Para Seskoad Sus Dandim Susjemen Eksekutif Sus Danbrigif
Th. 1986 Th. 1986 Th. 1994 Th. 1997 Th. 2000 Th. 2002 Th 2003 Th. 2006 Th. 2008
Riwayat Penugasan. Ops Tim-Tim Pam SI MPR Exchange Programe (Singapura) OJT Kajian Bintara (India) OJT Yonif Mekanis (USA) Exchange Programe (Korsel) OJT Yonif Mekanis (Philipina) Riwayat Jabatan. Danton Yonif Dam II/Swj Danton I Ki A Yonif-141/BS Ps. Kasi-4/Log Yonif-141/BS Ps. Dankipan A Yonif-141/BS Kasi-4/Log Yonif-141/BS Dankima Yonif-141/BS Dankijar III Dodiklatpur Rindam II/Swj Pabanda Rikmatada Itdam Jaya Wadan Yonif-201/JY Dam Jaya Kasdim-0507/BKS Rem-051/Wkt Ps. Pabandya Dik Spersdam Jaya Ps. Pabandya Binkar spersdam Jaya Danyonif-741/Sbw Dandim-1609/Buleleng Pabandya I Org/Sapaban III Binorg Sopsad Dan Brigif-19/KH
www.tniad.mil.id
89
SENGKETA AMBALAT, DIPLOMASI ATAU PERANG Sebuah Analisis Kritis terhadap Integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia
Letkol Caj Drs. Agung Zamani Pabandya Binkar Spersdam III/Slw
1.
Pendahuluan. egara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau besar dan kecil (17.508 pulau) yang tersebar dengan luas 8,5 juta km2 (Apriliani Sugiarto, 1995)1. Dari luas keseluruhan tersebut hanya kurang lebih 2,0 juta km2 yang merupakan luas daratan yang terbagi dalam 33 daerah propinsi se-Indonesia. Ini berarti sebagian besar batas wilayah negara kita dengan negara asing berupa perairan atau laut. Di dalamnya terkandung limpahan kekayaan alam baik yang sudah dieksploitasi maupun yang belum. Memperhatikan kondisi di atas berakibat pada tuntutan pengamanan sumber daya alam dan pengamanan wilayah perbatasan bersifat vital dan strategis. Pembangunan wilayah perbatasan berdimensi dua aspek, pertama pembangunan dalam negeri yang mencakup
N
1 Apriliani Soegiarto, Potensi sdan Pemanfaatan Sumber Hayati Laut Menjelang Tahun 2000, Lembaga Ketahanan Nasional, Jakarta, 1995.
90
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
aspek peningkatan kesejahteraan dalam arti luas, kedua pembangunan luar negeri yang mencakup hubungan dengan negara tetangga berupa kerjasama dengan mengeleminir konflik/pertentangan. Masyarakat wilayah perbatasan perlu dibina secara berkelanjutan agar menjadi kekuatan handal dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan keamanan bagi seluruh rakyat Indonesia. Demikian pula agar tidak muncul eskalasi kepentingan yang lebih luas maka batas wilayah dan batas kedaulatan haruslah jelas. Saat negara kita sedang menghadapi berbagai bencana alam, kecelakaan transportasi udara termasuk pesawat TNI, serta tantangan dalam negeri dengan gegap gempita pemilu legislatif dan pemilu presiden/wakil presiden tiba-tiba perhatian dan pikiran kita terhenyak disadarkan Malaysia negara serumpun kita yang secara sepihak tiba-tiba mengklaim Ambalat sebagai bagian wilayah mereka. Pertama kali, kita belum bisa berkomentar atau melangkah karena semua kalangan menganggap Ambalat secara sah milik NKRI. Akan tetapi, kembali
Malaysia benar-benar menguji bangsa Indonesia dengan rentetan pertanyaan yang harus dijawab seluruh komponen bangsa Indonesia. Ini ternyata menjadi pekerjaan rumah dan bom waktu yang sangat krusial sifatnya. Apabila salah dalam mengantisipasi maka peristiwa hilangnya Pulau Sipadan dan Ligitan, serta ke depan pulau-pulau lain akan semakin banyak. Untuk itulah tulisan ini berupaya secara kritis mencoba membahas sengketa Ambalat dari berbagai sudut pandang untuk mencari suatu langkah komprehensif dan proporsional. 2. Fenomena Ambalat Sebagai Pemicu Konflik. a. Hakikat Pembangunan Wilayah Perbatasan. Pendekatan geopolitik yang dikembangkan Rudolf Kjellen menyebabkan banyak negara yang ekspansionis, karena menganggap wilayah sebagai kebutuhan ruang hidup negara untuk berkembang, yang semata-mata ditujukan untuk kepentingan nasionalnya sendiri, tanpa mengindahkan kepentingan negara lain.2 Perkembangan selanjutnya dari pandangan geopolitik telah mengarah pada pengaturan rakyat oleh bangsanya dengan mendayagunakan potensi yang ada dan posisi wilayah masingmasing, dengan memelihara kekuasaan tanpa mengurangi rasa hormat pada posisi kekuasaan negara lainnya. Maka timbullah kesadaran dari tiap bangsa akan perlunya penetapan batas wilayah masing-masing dengan prinsip saling menghormati kepentingan negara masing-masing. 2 Rudolf Kjellen dalam Agung Zamani , Konsepsi Pengamanan Wilayah Perbatasan RI dalam rangka Mewujudkan Ketahanan Nasional: hal. 9, Seskoad, Bandung, 2005.
Teori lain dari Friederich Ratzel menyatakan bahwa kehidupan ini adalah perjuangan untuk merebut ruang. Semua bangsa harus mempunyai konsepsi ruang yang berisi gagasan tentang batas-batas suatu wilayah. Perbatasan sifatnya dinamis dan berubah-ubah, sebagai cerminan sifat-sifat ekspansionis negaranegara yang agresif. Justru inilah yang sering menimbulkan konflik perbatasan antar negara. Ratzel berpendapat bahwa kemunduran konsepsi ruang dapat mengakibatkan runtuhnya suatu bangsa dan negara.3 Sudah seharusnya sebagai bangsa yang berdaulat, Indonesia sangat berkepentingan untuk membangun wilayah perbatasannya dalam rangka menjamin eksistensi NKRI. Ancaman disintegrasi bangsa dan campur tangan asing di daerah perbatasan tentunya harus dieleminir agar dampak yang muncul dapat ditekan seminimal mungkin. Perkembangan infrastruktur, suprastruktur, dan substruktur akan menentukan daya dukung wilayah perbatasan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keamanan wilayah bagi stabilitas keamanan nasional. Secara umum wilayah perbatasan yang kondusif berpengaruh pada pelaksanaan politik luar negeri yang bebas aktif dan kepentingan pembangunan nasional. b.
Esensi Batas Laut. Menurut analisis Alex SW. Retraubun, untuk menangani batas laut, upaya harus diarahkan pada peningkatan pemberdayaan 92 pulau 3 Ratzel dalam dalam Agung Zamani , Konsepsi Pengamanan Wilayah Perbatasan RI dalam rangka Mewujudkan Ketahanan Nasional: hal. 9, Seskoad, Bandung, 2005.
www.tniad.mil.id
91
Wilayah Ambalat yang disengketakan Indonesia dan Malaysia kecil terluar (sebelumnya Sipadan dan Ligitan termasuk). Pada 92 pulau inilah, negara meletakkan titik dasar (TD) yang dilegalkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografi Titik-titik Pangkal Kepulauan Indonesia (PP ini pun harus diubah karena masih mencantumkan Sipadan dan Ligitan).4 Hal ini berarti, pulau-pulau tersebut menjadi penentu kepastian 3 jenis batas di laut, yaitu batas teritorial laut (berhubungan dengan kepastian garis batas di laut), batas landas kontinen (berhubungan dengan sumber daya alam nonhayati di dasar laut), dan batas Zona Ekonomi Eksklusif (berhubungan dengan sumber daya perikanan). Apabila salah satu dari pulau itu mengalami nasib seperti Sipadan dan Ligitan, otomatis kita akan kehilangan sebagian dari wilayah kita meskipun tampaknya kecil bila dibandingkan dengan total luas wilayah. Pulau-pulau ini sangat strategis bagi bangsa dan 4 Alex SW. Retraubun dalam Kompas, 9 April 2005.
92
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
bersifat rawan konflik karena mereka sebagai penentu volume wilayah NKRI serta menjadi wilayah yang potensial diduduki (dispute) karena bersinggungan langsung dengan wilayah internasional. Sampai saat ini permasalahan di atas belum diatur dalam Keputusan Presiden, walaupun inisiatif rancangan Keppres telah dibuat oleh Departemen Kelautan dan Perikanan sejak pemerintahan Megawati, saat kasus Sipadan dan Ligitan menghangat, tetapi sampai saat ini belum diterbitkan. Keppres ini merupakan landasan sekaligus aksi nasional dalam pengembangan pulau kecil terluar. Secara umum permasalahan yang harus dituntaskan dalam masalah wilayah perbatasan antara lain meliputi, pengembangan wilayah perbatasan yang berbasis pulau kecil, terutama pulaupulau terluar, sebagai contoh P. Wetar di Maluku Tenggara Barat yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, P. Miangas di Kabupaten Talaud Sulawesi Utara dan kepastian garis batas (delimitasi dan demarkasi) yang membutuhkan survei dan pemetaan wilayah perbatasan,
penamaan (toponim) pulau yang pada akhirnya membantu Deparlu melakukan tugas border diplomacy sampai dengan pengakuan PBB terhadap apa yang menjadi persetujuan Indonesia dengan negara-negara tetangga dalam perjanjian perbatasan. Kondisi saat ini Indonesia baru pada taraf mencanangkan border diplomacy yang intinya berupa pendekatan yang komprehensif dan terkoordinasi. Sampai saat ini yang bertanggung jawab dalam masalah perbatasan berbeda-beda, tidak dalam satu wadah/badan negara. Sebagai contoh perbatasan RI-Timor Leste penanggung jawab Departemen Luar Negeri, RI-Papua oleh Mendagri, sedangkan RI-Malaysia di bawah Panglima TNI. Pengelolaan wilayah perbatasan sempat dirancang saat pemerintahan Megawati, tetapi saat ini masalah-masalah Panitia Koordinasi Wilayah Nasional sudah tidak berfungsi lagi. Seharusnya terdapat satu badan yang bertanggung jawab, mengatur, dan mengkoordinir penanganan wilayah perbatasan di Indonesia. c.
Konflik Kepentingan. Belajar dari kasus-kasus perbatasan yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, sebetulnya akar masalah adalah kepentingan terhadap sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati, yang terbentang di wilayah itu. Sengketa Ambalat yang terjadi di laut akan lebih sulit dan mahal dalam penanganannya dibandingkan di darat. Ternyata blok yang disengketakan tersebut memiliki kandungan/sumber minyak. Saat ini Blok East Ambalat dikelola oleh Unocal Indonesia Ventures Ltd atas izin dari pemerintah Indonesia pada Desember 2004 silam dengan
sistem bagi hasil, sebesar 75% untuk pemerintah dan 25% untuk kontraktor (Unocal). Sementara itu Blok Ambalat sudah dikelola oleh kontraktor migas (ENI) asal Italia sejak 1999. Akan tetapi, tiba-tiba secara sepihak Malaysia melalui perusahan minyaknya Petronas, memberikan hak eksplorasi kepada perusahaan Shell Coorporation untuk melakukan eksplorasi di wilayah perairan laut di sebelah timur Kalimantan Timur yang mereka beri nama Blok ND6 (Y) dan ND7 (Z). Tentu saja Indonesia yang lebih dahulu mengklaim atas blok itu protes atas kebijakan Malasyia tersebut dan sampai saat ini pun Malaysia tidak pernah meributkannya sebagai pertanda penerimaan mereka atau pengakuan bahwa wilayah tersebut merupakan bagian wilayah Indonesia. Sinyalemen sementara dengan berbekal kemenangan di Mahkamah Internasional atas Pulau Sipadan dan Ligitan membuat Malaysia memperkuat klaimnya sesuai dengan peta tahun 1979 yang memasukkan Sipadan Ligitan, dan memberikan hak eksplorasi kepada Shell Coorporation, yang sebenarnya peta tersebut telah mengundang protes di banyak negara tetangga. Selain itu secara objektif ternyata diketahui bahwa Blok East Ambalat dengan luas sekitar 4.175 kilometer persegi memiliki kandungan minyak yang diperkirakan mencapai 700 juta hingga 1 juta barrel dan kandungan gasnya diperkirakan lebih dari 40 triliun kaki kubik (TCF). d.
Klaim Malaysia atas Ambalat. Dihadapkan pada sengketa Ambalat maka muncullah satu pertanyaan besar mengapa Malaysia berani mengklaim bahwa Ambalat merupakan bagian wilayah/kedaulatannya. Analisis awal
www.tniad.mil.id
93
mengatakan bahwa kemenangan dalam sengketa P. Sipadan dan Ligitan memunculkan ”keberanian” tersendiri bangsa Malaysia, keberhasilan Mahathir Muhammad dengan mayoritas dukungan UMNO pada alih generasi melahirkan satu fenomena baru yakni tingginya kepercayaan diri bangsa Malaysia, serta berbagai analisis di Indonesia menjadi lahan subur untuk mengkaji sengketa ini. Memang di dalam negeri terjadi bencana tsunami yang sangat dahsyat, kenaikan BBM, penanganan GSA Aceh dan Papua yang tidak kunjung tuntas, sampai penanganan TKI yang berlarut-larut, lalu orang kebanyakan menganalisis karena faktor itu semualah Malaysia bertindak demikian. Ataukah Malaysia kini telah berubah menjadi bangsa ”ekspansionis?” Kita tidak yakin dengan semua itu. Demikian pula pengiriman kapal perang dan dukungan perang dengan Malaysia mengalir di mana-mana yang berusaha menunjukkan patriotisme dan rasa nasionalisme yang tinggi, bagai mengulang peristiwa konfrontasi dengan Malaysia tahun 1963. ”Terima Kasih Malaysia” mungkin menjadi ucapan yang seimbang terhadap reaksi yang muncul di Indonesia. Ada yang mengatakan kita akan menang perang melawan Malaysia karena pengalaman masa lalu dan Malaysia dianggap tidak cukup pengalaman. Ada pula yang menyatakan gagalnya otonomi daerah termasuk faktor yang memicu berbagai konflik. Akan tetapi, cukupkah itu semua menjawab pertanyaan besar di atas. Satu hal yang perlu ditilik adalah aspek hukum internasional menyangkut border systhem Indonesia yang tidak pernah tuntas. Malaysia sangat yakin sama yakinnya dengan Indonesia bahwa Ambalat menjadi bagian wilayah
94
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
masing-masing. Ataukah itu semua dapat diselesaikan lewat jalan kekerasan ”perang”. Hal ini menarik dikaji dengan segala kompleksitas masalahnya. Kebetulan perusahan minyak Shell Coorporation berasal dari Belanda, sementara Mahkamah Internasional juga di Belanda. Lalu orang menghubunghubungkan dengan kondisi di atas. 3.
Ambalat Sebuah Fenomena Baru. a.
Ambalat di Mata Indonesia. Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) mulai diperjuangkan sejak Deklarasi Djuanda 1957 dan diikuti UU Prp No 4/1960 tentang Perairan Indonesia untuk ditawarkan dan dapat diterima di Konferensi Hukum Laut PBB III, sehingga dalam “The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), 1982. “ dicantumkan dalam Bab IV tentang negara kepulauan.5 Konsepsi ini menyatakan wilayah kita, di antara pulau-pulau kita tidak ada laut bebas, karena sebagai negara kepulauan, Indonesia boleh menarik garis pangkal (baselines-nya) dari titik-titik terluar pulau-pulau terluar seperti diundangkan dalam UU No. 6/1996 tentang Perairan Indonesia untuk menggantikan UU Prp No 4/1960 sebagai implementasi UNCLOS 1982 dalam hukum nasional. Namun, dalam UU No 6/1996 itu tidak ada peta garis batas Indonesia, yang ada hanya peta ilustratif. Padahal, menurut UNCLOS 1982 yang secara resmi berlaku mulai 16 November 1994 setelah 60 negara meratifikasinya, Indonesia harus membuat peta garis batas, yang memuat koordinat garis dasar sebagai 5 Melda Kamil Ariadno dalam Kompas, 9 April 2005.
titik ditariknya garis pangkal kepulauan Indonesia. Lalu muncul sengketa Sipadan dan Ligitan. Kita tergopohgopoh membuat PP N0. 38/2002 yang memuat titik-titik dasar termasuk di P. Sipadan Ligitan. Sayang PP tersebut harus diralat/direvisi karena kedua pulau menurut keputusan ICJ menjadi milik Malaysia. Indonesia kan menggunakan klaimnya pada UNCLOS 1982. Klaim tumpang tindih dari dua atau lebih negara pada dasarnya bukanlah hal yang istimewa. Hal ini bisa terjadi di wilayah laut yang saling berdampingan. Hukum laut memberi hak kepada negara pantai untuk memiliki laut wilayah sejauh 12 mil laut, dan ZEE serta landas kontinen sejauh 200 mil laut yang diukur dari garis pangkalnya. Bahkan, untuk landas kontinen jarak bisa mencapai 350 mil laut jika bisa dibuktikan adanya kepanjangan ilmiah (natural prolongation) dari daratan negara pantai tersebut. Hal inilah yang menyebabkan banyak negara berlomba mengklaim teritori lautnya sesuai dengan hak yang diberikan hukum laut.6 Karang Unarang adalah suatu low tide elevation (elevasi pasang surut), yang dapat dijadikan titik garis pangkal suatu negara. Sebagai negara kepulauan Indonesia berhak mencari titik-titik terluar dari pulau atau karang terluar untuk dipakai sebagai garis pangkal. Ini berarti Karang Unarang yang letaknya di tenggara P. Sebatik (bagian Indonesia) berhak dijadikan baselines baru Indonesia, sebagai pengganti garis pangkal di P. Sipadan dan Ligitan. b.
6
Ambalat di Mata Malaysia. Sebagai negara pantai biasa
Melda Kamil Ariadno, Kompas 9 April 2005.
Malaysia yang hanya bisa memakai garis pangkal biasa (normal baselines) atau garis pangkal lurus (straight baselines) jika syarat-syarat tertentu dipenuhi. Seharusnya Malaysia tidak menyentuh daerah itu karena mereka hanya bisa menarik baselines negara bagian Sabah dari daratan utamanya, bukan dari P. Sipadan dan Ligitan. Jika Malaysia berargumentasi “tiap pulau berhak mempunyai laut teritorial, ZEE, dan landas kontinennya sendiri” maka pasal 121 UNCLOS 1982 dapat membenarkannya. Namun, ada pembatasan spesific rule keberadaan pulau-pulau yang relatively small, socially and economically insignificant tidak akan dipakai sebagai special circumstances dalam penentuan garis batas landas kontinen. Malaysia akan menggunakan peta 1979 yang kontroversial. Keputusan 16 hakim dari 17 hakim Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) tanggal 17 Desember 2002 yang menyerahkan P. Sipadan Ligitan kepada Malaysia, menjadikan Malaysia memiliki senjata ampuh untuk dapat mengklaim wilayah perbatasan yang selama ini belum tuntas. Alasannya Indonesia dianggap tidak menunjukkan keinginan untuk menguasai kedua pulau itu karena hukum nasional (UU Prp No 4 Tahun 1960) tidak pernah memasukkan ke wilayah kita karena tidak pernah ada “penguasaan secara efektif” baik oleh Belanda maupun Indonesia, sementara Inggris dan Malaysia melakukannya. Padahal, jarak kedua pulau tersebut lebih dekat ke Indonesia daripada ke Malaysia. Kita lagi-lagi dibuat tercengang oleh fenomena yang terjadi ini. Terhadap sengketa ini Malaysia telah memasang rencana jangka panjang bagi kepentingannya mengambil kepemilikan
www.tniad.mil.id
95
Patroli pengamanan udara wilayah Ambalat oleh prajurit TNI
pulau-pulau kecil terluar wilayah Indonesia yang menguntungkan dan posisinya lemah. 4. Penanganan Diharapkan.
Ambalat
a.
Yang
Langkah Diplomasi. Sampai pada perkembangan terakhir penanganan sengketa Ambalat maka pemerintah Indonesia dan Malaysia masing-masing melalui Wapres RI dan Wakil Perdana Menteri Malaysia menyatakan kesepakatan untuk meredakan ketegangan dan menyelesaikannya di meja perundingan (Jumat 6 Mei 2005). Demikian pula awal Juni 2009 tiga orang anggota DPR bertemu dengan Menteri Pertahanan dan pejabat penting Malaysia. Para wartawan kedua negara pun sepaham untuk mengurangi arus ketegangan kedua negara akibat sengketa Ambalat.
96
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
Rupanya pemerintah RI sangat paham dengan apa yang sebenarnya terjadi jangan sampai terjebak rencana jangka panjang Malaysia dalam merongrong kedaulatan dan secara sistematis mengambil pulau-pulau yang berstatus sengketa. Selain itu melihat pengalaman tahun 2002 penyelesaian P. Sipadan Ligitan melalui Mahkamah Internasional yang tekah menunjuk Malaysia untuk mengusai kedua pulau tersebut. Ini menjadi pelajaran sangat berharga, selain kredibilitas MI dengan para hakimnya juga patut dipertanyakan netralitas mereka, apalagi Shell Coorporation yang ditunjuk Malaysia berasal dari Negeri Belanda. Jangan sampai untuk kasusksus pulau yang lain akan berulang kejadian serupa. Secara psikologis dan hubungan/hukum internasional ini sangat merugikan Indonesia. Apalagi semua bukti historis dan ilmiah menunjukkan Ambalat merupakan
bagian wilayah kedaulatan RI. Apabila kita menempuh jalur hukum internasional merupakan kekakalahan awal yang sulit ditolerir lagi, dan Malaysia merasa satu kemenangan awal bila masalah ini diserahkan ke Mahkamah Internasional. Pertimbangan penyelesaian bersenjata pun tidak cukup menguntungkan. Oleh karena itu, langkah optimal yang perlu ditempuh Indonesia adalah dengan langkah diplomasi secara bilateral. Penyelesaian sengketa dengan alternatif lain sangat berat resiko yang ditimbulkan darinya. Keuntungan yang diperoleh melalui jalur diplomasi bahwa karena hukum laut internasional (UNCLOS) 1982 pun menunjukkan Indonesialah pemilik sah Blok Ambalat. Apabila kita sampai melangkah ke MI maka dapat menjadi preseden buruk akan kekalahan awal bagi penyelesaian sengketa. Penerimaan penyelesaian di MI seolah kita telah mengakui dalam posisi tawar cukup lemah dan perlu diserahkan kepada MI. Yang dapat dilakukan antara lain dengan memperkuat posisi dengan meninjau semua pelanggaran wilayah oleh pesawatpesawat udara Malaysia ke wilayah Indonesia dan mengkomunikasikan perjanjian perbatasan kepada badanbadan internasional yang kompeten, khususnya ke PBB. b.
Melalui Asean Way. Bila kita mengandalkan forum ASEAN maka kemungkinannya kecil karena beberapa negara tetangga pun yang termasuk dalam ASEAN merasa keberatan dengan klaim Malaysia atas Ambalat. Malaysia menggunakan peta tahun 1976 untuk dasar klaim dan penarikan batas kontinen sementara beberapa negara tetangga seperti
Indonesia, Singapura, Filipina, dan Thailand mempunyai konsep batas laut sendiri-sendiri pula. Dengan demikian terdapat duplikasi dalam penetapan batas laut atau batas wilayahnya. Jadi, kecil harapan ASEAN untuk dapat memfasilitasi upaya ini karena sebagian besar anggotanya terlibat dalam sengketa atau keberatan atas klaim Malaysia tersebut. Yang dapat dilakukan adalah menghormati batas wilayah dan kehormatan bangsa lain dengan menjunjung azas perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pelibatan ASEAN untuk menangani masalah negaranegara yang menjadi anggotanya sendiri dikhawatirkan menjadi tidak netral/ objektif. Perbedaan kepentingan tiap negara akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak bangsa itu sendiri. c.
Langkah Perang. Alternatif yang paling mengemuka adalah penyelesaian sengketa dengan kekerasan. Dari dukungan hampir seluruh komponen masyarakat termasuk kalangan DPR RI menyatakan perlunya langkahlangkah tegas dalam penyelesaian masalah Ambalat. Ini sama saja dengan isyarat penyelesaian dengan ”perang”. Lalu apakah ini yang menjadi langkah terbaik. Mari kita tinjau lebih cermat lagi agar tidak salah langkah nantinya. Perang bukanlah hanya menggunakan senjata untuk menghancurkan lawan atau merebut suatu sasaran. Perang mempunyai kompleksitas yang sangat rumit dalam kepentingan yang luas. Perimbangan kekuatan, politik nasional/ internasional, sampai dengan beban ke masa depan bangsa atau beban sejarah Indonesia yang harus diselamatkan. Pengerahan armada kapal perang dan pesawat udara di daerah konflik jelas
www.tniad.mil.id
97
menegangkan suasana, termasuk kasus serempetan kapal, pelanggaran batas wilayah yang dimungkinkan karena disengaja oleh Malaysia. Di lapangan memperlihatkan Malaysia bersikap bahwa Ambalat adalah hak mereka, penanganannya lewat jalan damai, tidak menggunakan provokasi senjata. Di sini Malaysia melancarkan dua taktik, yakni: Pertama, memancing pihak Indonesia untuk melakukan provokasi militer yang ujungnya bermuara pada perang. Sudah barang tentu Malaysia akan memainkan Five Power Defense Arrangement, minimal bantuan intelijen dan logistiknya. Secara politis kita dalam posisi yang sangat lemah, apalagi reputasi komunitas kawasan, Indonesia cukup lemah dibandingkan Malaysia. Kita kalah dalam ”perkawanan” internasional. Kedua, Malaysia memancing agar Indonesia maju ke Mahkamah Internasional karena posisi Malaysia dianggapnya lebih kuat dan prospektif. Ini menjadi titik balik bagi Indonesia. 5. Pemilihan Alternatif Penyelesaian Sengketa Ambalat. Langkah-langkah berikut merupakan urutan alternatif penyelesaian masalah. a. Diplomasi. Langkah konkrit yang paling dimungkinkan adalah menyelesaikan sengketa Ambalat dengan border diplomacy atau langkah diplomasi perbatasan. Selain ini menunjukkan kebenaran dan keabsahan klaim kita atas Ambalat, juga kita bangsa merdeka yang tidak mudah dipengaruhi oleh bangsa lain dalam menentukan sikap politik. Selanjutnya berdasarkan pengalaman tahun 2002 yang menyebabkan lepasnya P. Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia lewat Mahkamah Internasional menjadi
98
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
pelajaran sangat berharga akan mahalnya eksisitensi NKRI terhadap klaim pulaupulau kecil terluar di Indonesia. Apabila langkah diplomasi tingkat kementrian tidak berhasil, maka dinaikkan tingkat Wapres RI, atau Presiden RI dengan ”micropon diplomacy” agar gemanya jauh terdengar ke dunia internasional. Ini harga maksimal yakni perundingan tidak sampai ke jalur hukum internasional di Mahkamah Internasional. Jika gagal maka diperlukan colling down dan selanjutnya menetapkan wilayah sengketa sebagai status quo dalam kurun waktu tertentu. Pada waktu ini dapat saja tetap dilakukan eksplorasi di Blok Ambalat sebagai sarana menumbuhkan rasa saling percaya kedua belah pihak seperti yang pernah dilaksanakan antara RI – Australia dalam mengelola Celah Timor. b. Fasilitasi ASEAN. Langkah berikutnya dengan memanfaatkan organisasi regional sebagai sarana resolusi konflik, misalnya melalui ASEAN dengan memanfaatkan High Council seperti termaktub dalam Treaty of Amity and Cooperation yang pernah digagas dalam Deklarasi Bali 1976. Tentu saja Malaysia akan takut menggunakan jalur ini karena akan dikeroyok negara-negara ASEAN lainnya. Sebagian dari mereka memiliki persoalan perbatasan dengan Malaysia akibat ditetapkannya klaim unilateral Malaysia berdasarkan peta 1979, seperti halnya Filipina, Thailand, dan Singapura. c. Langkah ke Mahkamah Internasional. Apabila semua langkah awal di atas juga tidak jalan maka alternatif yang paling mungkin adalah ke Mahkamah
Internasional sebagai langkah non political legal solution. Mungkin ada keengganan Indonesia untuk membawa sengketa ini ke MI karena pengalaman pahit atas kasus P. Sipadan dan Ligitan. Akan tetapi, jika Indonesia mampu menunjukkan bukti yuridis dan fakta-fakta lain yang kuat, peluang untuk memenangkan sengketa itu cukup besar. Justru inilah yang sengaja menjadi target penyelesaian oleh Malaysia, dan berusaha keras dihindari pihak Indonesia. 5.
Penutup. a. Kesimpulan. Berdasarkan uraian di atas dapat diajukan kesimpulan sebagai berikut: 1) Pembangunan wilayah perbatasan bersifat vital dan strategis. Sebagai bangsa yang berdaulat, Indonesia sangat berkepentingan untuk membangun wilayah perbatasannya dalam rangka menjamin eksistensi NKRI. Secara umum wilayah perbatasan yang kondusif berpengaruh pada pelaksanaan politik luar negeri yang bebas aktif dan kepentingan pembangunan nasional. 2) Kasus-kasus perbatasan yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, sebetulnya akar masalahnya adalah kepentingan terhadap sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati, yang terbentang di wilayah itu, termasuk sengketa Ambalat. 3) Langkah optimal yang perlu ditempuh Indonesia dalam penyelesaian sengketa Ambalat
adalah dengan langkah diplomasi secara bilateral. Penyelesaian sengketa dengan alternatif lain sangat berat resiko yang ditimbulkan darinya, baik ke Mahkamah Internasional apalagi jalan perang. Jalan perang terpaksa dipilih bila Malaysia nyata-nyata memulai menyerang kita baru Indonesia bertindak. Alternatif terakhir dari kondisi di atas sebagai keputusan politik yang tidak diharapkan dan tidak perlu ditempuh adalah alternatif diplomasi dan colling down, jalur ASEAN, dan Mahkamah Internasional sebagai keputusan politik yang tidak diharapkan. b. Saran. Berdasarkan uraian dan kesimpulan di atas disampaikan saran sebagai berikut: 1) Disarankan kepada pemerintah pusat untuk tetap mengoptimalkan langkah-langkah diplomasi yang konkrit dengan pemerintah Malaysia secara komprehensif dan terkoordinasi dengan baik. 2) Semua pihak agar mengendalikan diri mulai komponen masyarakat, pejabat legislatif dan eksekutif pusat, wartawan, dan tokoh nasional yang berpengaruh dengan tidak mengeluarkan pernyataan dan ajakan konfrontatif, justru meredakan ketegangan yang terjadi dan mempercayakan penyelesaiannya kepada pemerintah.
www.tniad.mil.id
99
DAFTAR RUJUKAN 1. Agung Zamani, Konsepsi Pengamanan Wilayah Perbatasan RI di Era Globalisasi dalam rangka Mewujudkan Ketahanan Nasional, Seskoad, Bandung, 2005. 2. Apriliani Soegiarto, Potensi dan Pemanfaatan Sumber Hayati Laut Menjelang Tahun 2000, Lembaga Ketahanan Nasional, Jakarta, 1995. 3. Christianto Wibisono, Menelusuri Akar Krisis Indonesia, Penerbit Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 1998. 4. Erwin Sudjono, Pembangunan Wilayah Perbatasan Kalimantan dalam rangka Menciptakan Stabilitas Keamanan, Lemhannas, Jakarta, 2000. 5. Harian Kompas, 9 April 2005. 6. Harian Sinar Harapan, 5 April 2005. 7. Indra J. Piliang, dkk., Otonomi Daerah Evaluasi dan Proyeksi, Divisi Kajian Demokrasi Lokal Yayasan Harkat Bangsa, Jakarta, 2003. 8. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. 9. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. 10. Wan Usman, dkk., Daya Tahan Bangsa, Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2003. 11. Indra J. Piliang, dkk., Otonomi Daerah Evaluasi dan Proyeksi, Divisi Kajian Demokrasi Lokal Yayasan Harkat Bangsa, Jakarta, 2003.
100
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009
RIWAYAT HIDUP SINGKAT Data Pokok. Nama Pangkat NRP Tmp/Tgl.Lhr Jabatan Agama Kesatuan
: Drs. Agung Zamani : Letkol Caj : 34071 : Purworejo/17-03-1964 : Pabandya Binkar Spersdam III/Slw : Islam : Denma Dam III/Slw
Pendidikan Militer. Sepawamil Sekalihpa Suslapa I Ajen Suslapa Ajen Seskoad
Th. 1990 Th. 1996 Th. 1998 Th. 2000 Th. 2005
Riwayat Penugasan. Riwayat Jabatan. Pama Akmil Kaurtu Depilpengtek Akmil Kaur Hukum Depsosbah Hukum Akmil Kaur Protokol Denma Akmil Instrukturmin Tim Gadik Depcabnikmin Akmil Pabandya Binkar Spersdam III/Slw
www.tniad.mil.id
101
102
Nomor 83 | Tahun XXIX Juni 2009