BAB 3
MASYARAKAT DAN1 Dl DESA TULEM 3.1. GAMBARAN UMUM: MASYARAKAT DAN1 BALlM Masyarakat Dani Balim merupakan kelompok masyarakat yang belum lama mengadakan kontak dengan dunia luar. Lembah Balim dikenal pertama kali secara tidak sengaja melalui ekpedisi Archbold pada tahun 1938. Di tahun yang sama, tim yang sama dibawah pimpinan Kapten Teerink dan Letnan van Areken mendarat di danau Habema kemudian bejalan kaki ke Lembah Ibele saat itu belum terjadi kontak langsung dengan masyarakat. Kontak langsung pertarna juga terjadi secara tidak sengaja dengan jatuhnya sebuah pesawat terbang di Lembah Balim tepatnya di daerah Usilimo pada tahun 1945 dimana seorang perawat dan dua orang lainnya selamat. Kemudian dilakukan operasi penyelamatan, dalam peristiwa ini kemudian diketahui adanya masyarakat yang tinggal di Lembah Balim yang dikenal sebagai masyarakat Dani. Sejak saat itu masyarakat Dani mulai dikenal melalui foto-foto di National Geography Magazines. Pada tahun 1950-an, dipelopori oleh missi keagamaan, dibangun pos-pos di beberapa lokasi disekitar Lembah Balim (Hayward 1980: 120-124). Mulai tahun 1954 mendarat rombongan CAMA (Christian and Missionary Alliance) yang selanjutnya dikenal dengan Kingmi atau GKII (Gereja Kemah Injili Indonesia), terdiri atas pendeta Myron Bromley disertai dua orang Paniai mendarat di sungai Balim di sekitar Minimo-Hitigima, dengan menggunakan pesawat amphibi. Dari Hitigima kemudian rombongan lain menyebar ke Wamena clan sekitarnya. Kemudian menyusul missi Katolik yang mulai masuk di Lembah Balim pada tahun 1956. Sejak itu banyak pihak yang datang untuk melakukan penelitian atau ekplorasi untuk lebih mengenali masyarakat Dani Balim yang diketahui masih hidup dalam tahap kebudayaan neolithic. Berbagai publikasi dihasilkan menambah dikenalnya masyarakat Dani Balim. Lembah besar Balim terletak di tengah Pegunungan Jayawijaya (04' 05' LS dan 138' 55' BB) memanjang dari arah barat ke timur, dengan ketinggian 1600 meter dari atas permukaan laut. Suhu rata-rata6 19,2' C dengan kelembaban787' C, dan curah hujan rata-rata per tahun 152 mm3' Dengan curah hujan yang cukup banyak dan hampir sepanjang tahun (hari hujan per tahun 193
Sumber Kantor Stasion Meteorologi dan Gco Fisika, Kabupaten DT II Jayawijaya, data Tahun 1994
' Sumber Kantor Stasion Meteorologi dan Geo Fisika Kabupaten DT 11 Jayawijaya, Data Tahun 1994 a
Sumber Kantor Stasion Meteorologi dan Geo Fisika Kabupaten Jayawijaya. Data Tahun 1994
hari), maka pertanian menjadi mata pencaharian utama masyarakat Dani Balim. Diperkirakan, orang Dani mulai menempati Lembah Balim kurang lebih 24.000 SM, dan Heider berpendapat bahwa pertanian dan peternakan mulai dikenal kurang lebih 7.000 SM (Koentjaraningrat 1993: 271), awalnya orang Dani hidup dari meramu sagu dirawa-rawa dan pantai serta berburu. Kemudian mereka pindah ke tanah kering di pedalaman, dimana mereka mulai bertani pisang dan keladi. Setelah mengenal ubi, mereka pindah ke daerah yang lebih tinggi dan lebih cocok untuk ubi (Koentjaraningrat 1993: 272). Masyarakat Dani merupakan masyarakat yang hidup dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut Suparlan (1994b: 5), ha1 ini karena tingkat teknologi yang rendah dihadapkan pada kondisi alarn yang keras tidak memberikan kemungkinan surplus makanan. Hal ini juga merupakan ciri dari orang Irian. Karenanya sistem kekerabatan dalam kehidupan orang-orang Irian menjadi penting, juga sebagai acuan berbagai bentuk pengorganisasian sosial, politik, ekonomi dan kehidupan pada umumnya. Menurut Hayward (1980: 3 1-32), dalam bekerja pun mereka senang dalam kelompok. Bekerja dalam kelompok memiliki fungsi sosial: waktu untuk bernyanyi, berdansa, saling menggoda, solidaritas kelompok, dan bergembira.
3.1.1. Sosial Ekonomi
Unit kelompok sosial terkecil orang Dani diwakili oleh keluarga atau sili. Setiap keluargalsili memiliki kebebasan dalam kehidupan ekonomi yang berdasarkan pada pertanian ubi jalar atau hipere (Ipomoea batatas) dan beternak babi atau warn. Kegiatan bertanilberkebun hipere sebelumnya hanya untyk kebutuhan sendiri (subsistensi). Hasil pertanian dijual hanya bila surplus atau bila ada kebutuhan. Dewasa ini keadaan sudah berubah terutama setelah kontak dengan dunia luar makin terbuka. Jenis tanarnan yang dibudidayakanpun beragam, tidak hanya hipere. Dengan masuknya ekonomi uanglpasar maka masyarakat sudah mulai menanam sayuran dan kacang-kacangan sesuai dengan kondisi tanah. Tanah menjadi unsur penting dalam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Tanah merupakan milik bersama atau komunal (konfederasi atau isaeyak dan kelompok wakunno), dan tidak dapat diperjual belikan. Pribadi-pribadi hanya memiliki hak mengolah dan menuai hasilnya (Iskandar 1964: 45; Heider 1970: 48; Hayward 1980: 30-31). Tanah dinilai sebagai dasar jaminan kelangsungan hidup kelompok. Tanah di Lembah Balim terbagi ke dalarn milik kelompok berdasarkan pada kerabat, tidak hanya satu klen atau ukul tetapi kelompok konfederasi dan wakunno. Dalam kehidupan sosial, kelompok ini selalu terdiri atas pasangan-pasangan klen.
Kebun tradisional ditanami ubi jalar atau hipere (Ipomoea batatas), talas atau hom (Clocasia esculanta), yam atau pain (Dioscorea spp), dan tebu atau el (Saccharurn oflcinarum). Sejak kontak dengan dunia luar terbuka, maka masyarakat menanam berbagai jenis sayuran seperti wortel, kol, kol bunga, buncis, sawi, tomat, kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan lain-lain yang semuanya merupakan komoditi dagang. Dalam mengolah lahan, mereka menggunakan teknologi alat yang amat sederhana yang terbuat dari kayu atau sege (semacam tugal besar) yang terdiri atas wen sege (tugal besar) digunakan pada saat mengolah tanah pertama, aro sege (tugal kecil lurus) digunakan untuk membalik-balik atau menghaluskan tanah pada penanaman dan pemeliharaan, dan hipere sege (tugal kecil-lurus) untuk menggali ubi. Sejak terjadi kontak dengan missi dimana mulai dikenal sekop, hingga kini sekop menjadi alat pertanian yang populer dikalangan petani Dani Balim. ~ e s k i ~ demikian un teknik bertanam ubi jalar orang Dani Balim dicatat sangat baik (Koch 1985: 62) yang menghasilkan panen yang baik sekali kualitasnya, terutama mengingat kondisi lahan yang keras. Cara bertanam ubi pada masyarakat Dani ialah dengan membuat gundukan atau timbunan tanah setinggi kurang lebih 10 cm yang disebut hipere ukul. Kedalam hipere ukul ini ditanam dua batang bibit ubi atau hipere ai.
Gbr. 3.1. Hipere Ukul Secara umum terdapat tiga tipe cara berkebun yang dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan (Tucker 1987; Walker & Mansoben 1990): 1. Di lereng gunung: kebun dibuat dengan sistem teras yang memanjang atau menuruni lereng. Tetapi pada lokasi-lokasi tertentu di buat teras membujur sebagai penyangga tanah.
Gbr. 3.2. Sistem Teras Membujur dari Kebun Ubi Jalar
2. Di tanahldaerah landai: kebun dibuat dengan membangun parit-parit kecil yang dangkal atau wen tinak antar bedeng. Parit dalam dibuat di sekeliline. kebun.
Gbr. 3.3. Wen Tinak 3. Di daerah rawa: kebun dibuat dengan parit-parit lebar dan dalam atau wen ika antar bedeng.
Gbr. 3.4. Wen Ika Kegunaan parit adalah sebagai sumber air berlebih, sebagai saluran pembuangan, sumber air pada musim kemarau (biasanya parit tersebut dihubungkan dengan sungai kecil atau parit alarn). Babi (warn) sebagai ternak penting dikonsumsi biasanya pada saat upacara adat, babi merupakan alat tukar, dasar ekonomi masyarakat. Dalam arti kegiatan ekonomi diperhitungkan dengan nilai babi. Harga atau nilai suatu benda, mas kawin, denda dan piutang semua diukur dengan nilai babi. Karenanya jumiah babi yang dimiliki seseorang dapat memberikan suatu prestise tersendiri didalam masyarakatnya. Babi juga memiliki fungsi kerohanian seperti kewajiban spiritual (persembahan bagi leluhur atau pahlawan yang sudah meninggal). Oleh karenanya babi dibunuh hanya pada waktu-waktu tertentu. Dewasa ini orang sudah rnulai mengkonsumsi daging babi diluar acara adat, rneskipun belum banyak.
Masyarakat juga melakukan perburuan atau meramu hasil-hasil hutan. Dewasa ini kegiatan berburu sudah jarang dilakukan karena hutan sudah berkurang, juga terbatasnya jenis binatang buruan. Binatang yang biasa diburu antara lain adalah tikus:
kuskus (bulunya
digunakan sebagai hiasan). Burung atau sue diburu, tetapi umwnnya tidak untuk dimakan, melainkan diambil bulunya untuk hiasan. Keberadaan sawah telah membantu meningkatkan kembali populasi satwa yang pernah hilang beberapa waktu lamanya, seperti burung elang (elabunae), belibis dan bebek hutan yang menjadi binatang buruan dan juga di konsumsi. Kayu bakar diambil dari hutan atau pekarangan, biasa dilakukan baik oleh wanita, lakilaki, dan anak-anak. Untuk keperluan sehari-hari cukup ranting-ranting pohon yang sudah kering. Penebangan pohon untuk kayu bakar dilakukan bila ada kegiatan bakar batu, upacara kematian, dan biasanya yang mengambil kayu bakar adalah laki-laki. Kayu dikumpulkan untuk pembuatan pagar kebun dan membuat sili. Dari hutan juga diperoleh mu1 atau mulele (rotan) untuk mengikat pagar atau dinding honai dan pembuatan sekan (gelang anyaman rotan). Untuk keperluan atap rumahlhonai diambil alang-alang/siluk di wen kulama1° atau okarna; dan yeleka (Lersia hexandra) untuk alas. Bahan untuk membuat noken (tas jaring) diambil dari kulit pohon lisani (Acalypha amentacea), daunnya setelah dikeringkan digunakan sebagai pembungkus rokok (hanum). Kulit pohon diolah menjadi serat-serat halus Wosi), dikeringkan kemudian dipilin menjadi benang (yolalek). Yolalek ini adalah bahan utama untuk membuat noken, juga untuk membuat yokal yaitu rok lilit yang digunakan oleh wanita yang sudah menikah. Pengumpulan lisani oak (batang lisani) bisa dilakukan kaum wanita atau laki-laki, pemrosesan hingga menjadi yolalek dilakukan wanita. Sali yaitu rok rumput bagi wanita yang belum menikah dibuat dari kem (Eleocharis dulcis) yaitu rumput yang tumbuh di rawa-rawa, selain dari kem sali juga dibuat dari yolalek yang disusun menjadi rok. Pakaian pria yaitu holim atau lebih dikenal dengan kata koteh dibuat dari labu atau kio (Lagenaria siceraria) yang dibuang isinya, kemudian dikeringkan dan dibakar. Biasanya mereka menanamnya di pekarangan sili. Selain untuk holim, kio juga digunakan untuk tempat minum (isoak). Kio yang diperuntukkan bagi membuat holim, buahnya sejak muda digantungi batu agar berbentuk panjang dan lurus. Hasil hutan lain yang dikumpulkan sebagai bahan makanan antara lain buah pandan yaitu saik (Pandancea) dan kelapa hutan atau saluka (Pandancea), lainnya adalah daun paku-pakuan,
Bahasa umum untuk tikus adalah & terdapat beberapa jenis antara lain m a i t u ti& kebun ukuran besar biasa dimakan; dan o a altu tikushutan, tikus kecil yang dibcbcrapa dacrah sekitar kota Wamena dipcrgunakan dalam upacara kcsuburan okahalogo. &u, yang telah ditinggalkan dan telah ditumbuhi mmput dan pohm.
dan buah beri (Rubiacea rubus). Diparit-parit kebun mereka menangkap lele (Clarias batracus) dan ikan mas (Cyprinus carpio). Ikan mas juga dapat ditangkap di sungai Balim, hasil lain dari sungqi Balim yang menjadi ciri khas adalah udang udi (Cherax spp), hasil sungai ini lebih banyak yang dijual daripada yang dikonsumsi.
Gbr. 3.5. Anak-Anak Mencari Ikan Perdagangan makin meningkat sejak masuknya komoditi pertanian baru (sayuran). Secara tradisional perdagangan merupakan sistem tukar menukar antara kelompok-kelompok masyarakat yang bertetangga. Barang-barang yang dipertukarkan merupakan barang-barang yang menjdai kekhususan daerah masing-masing. Misalnya dari Wamena (lembah Balim ) orang membawa hasil hutan (kayu) dan pertanian (sayuran) serta garam (sumber dari danau garam) yang tidak dimiliki daerah lain. Kemudian dipertukarkan dengan kapak batu atau kulit bia (kulit kerang) sebagai hiasan dan benda untuk keperluan upacara: "In Yamo valley therefore pigs were traded in a westernly direction while axes, salt and shells move eastward. In the Grand valley salt moved north and east into the Yalemo in return for forest goods" (Hayward 1980: 36). Arus barang di masayarakat Dani mengalir dengan empat cara, yaitu: pemberian antar teman dekat dun tetangga, pertukaran dalam upacara, perdagangan, dan pembayaran atau penggantian secara resmi seperti denda ataupiutang (Heider 1970: 24). Pada umumnya barang berputar melalui kegiatan upacara adat, terutama upacara perkawinan atau kematian. Dalam acara adat tersebut biasanya pihak kerabat, teman,
dan
tetangga membawa barang biasa, atau sumbangan berupa makanan yaitu hipere dan babi. Benda lain yang dibawa berupa benda adat seperti ye (batu pipih yang biasa berfungsi sebagai mas kawin tapi juga disumbangkan pada acara kematian), noken, dan yerak yaitu kulit kerang yang dijahitkan pada semacam ikat pinggang yang terbuat dari bahan noken (yolalek). Ketiga benda ini sangat berharga karena tidak dapat diperjual belikan dan merupakan benda yang diwariskan pada
anak laki-laki. Benda-benda ini akan selalu berputar di antara mereka. Karena setiap sumbangan harus dibayar pada saatnya nanti. Sumbangan berupa babi dan hipere dibayar beberapa saat kewudian dengan membunuh babi dan mengadakan makan bersama. Tetapi sumbangan ketiga benda tersebut dibayar pada saat penyumbang mengadakan upacara adat.
Gbr. 3.6. Benda-Benda Adat yang Berputar
3.1 -2. Organisasi Sosial Kelompok dalam masyarakat
Dani Balim merupakan dasar dari kehidupan sosial-
ekonomi, dan sili yang terdiri atas keluarga luas" merupakan unit sosial terkecil. Kelompok ini merupakan kelompok kerabat (sedarah dan karena perkawinan) dan kelompok tempat tinggal yang terikat oleh kebunllahan dimana mereka bekerja. Kelompok ini juga menjadi acuan dalam organisasi sosial mereka. Organisasi sosial orang Dani Balim (Heider 1970; Hayward 1980) terbagi kedalam unit-unit wilayah tempat tinggal dan ikatan poltik, dan unit kekerabatan dan keturunan (patrilneal'2, moietyI3, klen, famili). Sistem sosial dan politik di bangun dengan kerangka pemukiman yang permanen. Kelompok wilayah politik didasarkan pada letak tempat tinggal (geografis) dan kepentingan yang sama. Kelompok seperti ini adalah aliansi dan konfederasi. Kelompok yang besar dan kukuh adalah kelompok yang berdasarkan ikatan kerabat
" lieluarga t ~ d a khanya terdiri dari keluarga inti (suami-~stridan anak-anaknya) didalamnya terdapat anggota kerabat lain seperti paman-bibi. keponakan. adik-kakak. atau kakek-nenek yang hidup dalam rumah atau pekarangan I * Sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak laki-laki atau ayah. I' Moiety atau paroh masyarakat adalah kelompok kekerabatan gabungan klen, tetapl yang selalu merupakan separuh dari suatu masyarakat (Koentjarantngrat 1977: 126).
perkawinan, politik, dan ekonomi yaitu konfederasi, yang juga merupakan kelompok yang penting. Tabel 3.1. Kelompok Konfederasi dan Aliansi di Lembah ~ a l i m ' ~ No. MOEITY (PAROH WAYA 1 Hubi 2 Hubi 3 Matuan 4 Matua 5 Hubi 6 Hubi 7 Matuan 8 Hisage 9 Oagai 1 Hubi 2 Hubi 3 Etosak 4 Meage 5 Hilapok 6 Hilapok 1 Haluk 2 Haluk 3 Halitipo 4 Hisage 5 Alua 6 Siep 7 Hirnan I Yelipele 2 Wetipo 3 Hirnan 4 Matuan 5 Wetipo 1 Lokobal 2 . Wetipo ' 3 Lokobal 4 Hisage 5 Hisage 6 Wetipo 7 Hisage 8 Oagai 9 Hisage
'"
MASYARAKAT) WITA Kosi Lagowan Lagowan ltlai Wuka Huluaik Leka Warnu Kinea Ekiak Kosi Marian Elokpere Kosi Walilo Walilo ltlai ltlai Warnu Walela Kosi lsaba Asso Kuan Yaleget Lani Lani Asso Asso Mulait Warnu Mulai Mulait ltlai Marian Kerda
KONFEDERASI Hubikosi Hubilagowan Lagowanrnatuan ltlairnatuan Wukahubi Hubiluaik Lekarnatuan Hisagewarnu Oagaikinea Hubikiak Hubikosi Etosakrnarian Meagelokpere Kosihilapok Walilohilapok Halukwalilo ltlaihaluk ltlaihalitipo Warnusage Walelua Siepkosi lsabahirnan Assolipele Kuantipo Yalegethirnan Lanirnatuan Lanitipo Assolokobal Assotipo Mulaitlokobal Warnusage Mulaitsage Mulaitipo ltlaihisage Oagairnarian Hisagekerda
ALlANSl
Mukoko
Hubikosi
lnyaiwarek
Lanitipo
Assolokobal
Datiar Konfederas~dan Aliansi yang pernah ada di Lelnbah Balim, sekarang ~ n sudah i tidak dikenali lagi batas-batasnya. Sumbe~ Suk~rno( 1990 7-6)
3.1.3. Kepemimpinan Kepemimpinan dalam masyarakat Dani lebih merupakan pengaruh daripada kekuasaan atau dikenal dengan sistem "big-men". Artinya seorang pemimpin adalah seseorang yang memiliki pengaruh di masyarakat, orang mendengar dan memperhatikan apa yang diucapkannya (Koch 1974: 63; Mansoben & Walker 1990: 2 1 ). Tetapi bukan orang yang mengambil keputusan. Karena keputusan dilakukan oleh anggota masyarakat secara bersama, tetapi seorang pemimpin dapat memberi pandangan dan pendapat dan dengan demikian membantu mengarahkan keputusan yang akan dibuat. Siapapun dapat menjadi seorang pemimpin bila mampu. Dahulu kemampuan dinilai dari kepandaian berperang atau big man-war (Mansoben & Walker 1990: 20), kemudian baru kekayaan (luas lahan, banyaknya babi). Dengan tidak adanya perang, sekarang kekayaan menjadi ukuran, dan kepandaian bertani menjadi penilaian. Meskipun pada dasarnia kepemimpinan dinilai dari kemampuan, tetapi sebenarnya terdapat dua garis kepemimpinan, yaitu : 1. Kain,diukur melalui kemampuan
2. Metek, garis kepemimpinan yang diwariskan
3.2. MASYARAKAT DAN1 Dl DESA TULEM Masyarakat Dani di Desa Tulem menempati bagian tengah Lembah Balim. Daerah ini awalnya bernama Huburla, tetapi berubah ketika missi kristen datang dan mengganti narnanya menjadi Tulem yang artinya adalah tengah. Tulem termasuk kedalam wilayah Kecamatan Kurulu, dengan wilayah terdiri atas pegunungan, dataran rendah, dan rawa. Kondisi seperti ~ , dari luas wilayah Kabupaten ini cocok bagi pertanian. Luas wilayah Tulem 21 ~ m 0,04% ) " 2% dari luas wilayah kecamatan Kurulu (1.066 ~ m ~Dengan ) . Jayawiaya (52.876 ~ m ~ dan jumlah penduduk 770 jiwa terdiri atas wanita 372 jiwa,
laki-laki 398 jiwaI6, kepadatan
penduduk mencapai 36,7 orang/Km2. Sedang jumlah penduduk kabupaten Jayawijaya 396.843 jiwa yang terdiri dari wanita 190.221 jiwa, dan laki-laki 206.622 jiwa", kepadatan penduduk 7,s orang/~m2.
'"umber kantor stasion Meteorologi dan Geofisika. Kabupaten DT I1 Jaya wijaya, data tahun 1994 '"umber Monograti Desa Tulem, data Tahun 1994. " Sumber Kantor Statistik Kabupaten D T I1 Jayawijaya. data tahun 1993
Tulem mengadakan kontak dengan dunia luar mulai tahun 1957 (Hayward 1980: 124). Pada tanggal 10 Desember 1957 seorang pendeta CAMA, pendeta Maxey menyusuri sungai Balim dan berhenti di daerah yang agak melebar yang disebut Wamerla. Ditempat itu lima orang tokoh masyarakat berdiri menyambut. Sebelum kembali ke Wamena kepada ke lima tokoh masyarakat tersebut dibagikan kapak logam (pisan), yerak (kulit kerang), dan garam'' (Haluk 1992: 22). Beberapa waktu kemudian pandeta Maxey kembali untuk mendirikan pos di Tulem. Pada saat itu keadaan tegang karena adanya permusuhan dengan Yiwika. Kehadiran orang asing diterima
karena mereka memberikan barang-barang yang dapat digunakan
masyarakat seperti kapak dan parang. "Selain perasaan heran masyarakat terhadap warna kulit yang terang dari para pendatang tersebut. Mereka menyangka bahwa pendatang tersebut bukan manusia biasa melainkan roh sehingga pendatang tersebut disambut dengan hati-hati dan perasaan takutWt9(Haluk 1992: 21). Pada tahun yang sama pos pertama di Tulem didirikan di tanah milik Yafet Oagai, Wenekodek Oagai, Wenekalis Yogobi, Etosak Alua, Segenasuok Kosai (orang-orang pertama yang menyambut pendatang tersebut di tepian sungai) dengan sukarela meminjarnkan tanah mereka.20 Sebagai tanda perkenalan, pihak Missi memberikan beberapa buah kapak, parang dan garam. Sejak masuknya pendeta tersebut telah banyak perubahan terjadi di Tulem, tetapi sejak dikembangkannya sawah yang dimulai pada tahun 1990 terjadi perubahan yang pesat. Masyarakat Tulem hidup dari bertani (ubi jalar, hortikultura, dan sawah) dan bertenak babi. Lahan yang terdiri atas lahan kering di dataran dan lahan basah berupa rawa (yelesimo) memberi peluang kepada masyarakatnya untuk bertani tanaman pangan lain selain ubi jalar. Sawah yang dikembangkan sepk tahun 1990 ditanam di lahan rawa yang tidak digunakan untuk kebun ubi jalar2'. Populasi yang tidak begitu tinggi dibandingkan dengan luas lahan yang tersedia menyebabkan banyak lahan yang tidak tergarap. Lahan yang tidak tergarap dan ditumbuhi alangalang sebenarnya memiliki fungsi tersendiri yaitu sebagai penyedia kebutuhan alang-alang untuk atap honai, dapur dan kandang babi. Kebun yang ditinggalkan setelah beberapa lamanya diolah dan menurun tingkat kesuburannya juga memiliki fungsi sebagai penyedia alang-alang dan
'"umber Buzz Maxey, putra Pendeta Maxey yang pertama mengadakan kontak dengan masyarakat desa Tulem dan dibesarkan di Tulem dan catatan Pendeta Yunus Oagai (dalam bahasa Dani). " Sumber Buzz Maxey, Pendeta Yunus Oagai. 2" Sumber catatan Pendeta Yunus Oagai. Wawancara dengan Buzz Maxey dan Karl G. Heider
''
rumput-rumput bagi keperluan honai (sebagai alas duduk), juga sebagai bahan untuk alas memasak secara tradisional atau bakar batu. Tabel 3.2. Luas Lahan dan ~ e r u n t u k k a n n ~ a ~ ~ k
PERUNTUKKAN a .
1.
2.
3.
4. 5.
+
Perkantoran & Bangunan Umum Lahan Kering: a. pekarangan b. ladang c. perkebunan rakyat Lahan Basah: a. sawah irigasi setengah teknis b. sawah tadah hujan Pemukiman Tanah belum dikelola: a. hutan b. rawa c. lain-lain
1
LUAS (HA)
I
d
Yo
0,02
20 203 0,45
0.95 9,67 0,02
22
1,05
2 1,5
1,02 0,s 1
17
0,14 20 66,32
3
420 1392,55 2100
JUMLAH
6
0,s
b
100
Pertumbuhan penduduk yang rendah di masyarakat Dani umumnya juga masyarakat Desa Tulem didukung oleh tingkat kelahiran rendah dan tingkat kematian bayi yang cukup tinggi (Rohimi 1990: 15-3; Handali et al. 1994: 4). Rata-rata keluarga Dani memiliki 1-2 orang anak dari seorang ibuhstri. Ditambah lagi banyak ibu yang tidak menginginkan anak banyak karena beban kerja yang cukup berat. Untuk mendukung keinginan memiliki sedikit anak kaum ibu memiliki rahasia ramuan pencegah kehamilan dan pengguguran, juga memiliki kebebasan untuk tidak ingin memiliki anak lagi. Hal ini juga menjadi salah satu alasan dari perkawinan polyginy (Koch 1974: 48). Tabel 3.3. Jumlah Anak txr Ibu di Desa Tulem sampai September 1995 -
22
--
JUMLAH ANAK
JUMLAH IBU
(orang)
(orang)
0 1 2 3 >3
45 74 56
~urnberMonograti Desa Tulern, data Tahun 1994.
25 11
% 21,3 35.1 26,6 11,8 52
3.2. I . Ekonomi dan Pertanian Pengolahan kebun ubi jalar tidak berbeda secara umum, demikian juga dalam pembagian kerja di kebun. Dalam kegiatan berkebun terdapat upacara bagi kesuburan kebun yang secara garis besar dapat diuraikan dalam langkah-langkah pembukaan lahan ubi jalar.
Langkah-Langkah Pembukaan Lahan (Kebun Ubi Jalar) Pembukaan kebun baru dilakukan dengan bergotong royong (yogo) biasanya dilakukan kegiatan bakar
bat^^^ (masak ubi) untuk mengundang kerja orang-orang yang tinggal berdekatan.
Hal ini dilakukan bila dirasakan kekurangan tenaga kerja untuk membuka kebun baru, lahan mengundang beberapa orang untuk membicarakan rencana pembukaan lahan (wenekak palhelago). Setelah itu ditentukan lokasi yang akan di buka (wen etnola hitobok) dan ditentukan waktu untuk mulai bekerja (wen meranem hasugun). Orang-orang yang terlibat kemudian mempersiapkan diri dengan menyiapkan alat kerja (yage ekat metarek), pekerjaan dimulai dengan membabat semak-semak (heleka tagahelago) dan menebangi pohon-pohon besar (o mukogo) atau dilakukan o hul wariai yaitu pohon-pohon yang ada hanya ditebang rantingrantingnya, sedang batang besar dibiarkan (setelah dikelupas kulit luarnya) sebagai cadangan kayu bakar. Pada tahap ini gotong royong dilakukan satu hari atau lebih, bergantung pada luasnya lahan, dan yang berpartisipasi selain kerabat atau anggota kelompok dari pemilik lahan juga terdapat orang luar. Orang luar hanya berpatisipasi pada tahap ini, seterusnya pekerjaan dilakukan oleh kelompok sendiri. Berikutnya dilakukan pembuatan pagar mengelilingi kebun dengan tahapan: membangun fondasi pagar (wen leget lagabiai) diteruskan dengan membuat pagar (wen leget haluok). Sebelumnya sudah dipersiapkan kayu-kayu untuk pagar, sebagian menebang pohon baru, sebagian menggunakan kayu bekas pagar lama. Sampai tahap ini semua pekerjaan dilakukan oleh laki-laki. Pemagaran selain untuk melindungi dari pengrusakan oleh babi, juga menandakan bahwa kebun tersebut merupakan kebun produktif. Artinya lahan tersebut sudah ada yang mengolah, merupakan tanggung jawab dan hak kelompok yang telah membuka lahan tersebut.
23
Bakar batu adalah cara masak tradisional. Caranya, ubi jalr atau bahan makanan lain ditimbuni batu-batu panas dalm lubang tanah (bakte) yang dibuat khusus untuk kegiatan ini. Sebelumnya lubang ditimbuni rerumputan, kemudian diletakan batu panas dan bahan makanan. Lapisan paling atas biasnya daun ubi jalar (hipcreka, kemudian ditutup dengan batu panas dan rerumputan. Daun ubi jalar di lapisan atas juga berguna dalam menentukan matangnya makanan, iamanya kurang lebih satu jam. Sebelumnya batu-batu dibakar selama kurang lebih satu jam sebelum digunakan untuk masak. Pemilikan yang dimaksud disini adalah'orang yang memiliki wewenang atas tanah tersebut.
Tahap berikut adalah membabat rumput (oka tagahelago), biasa dilakukan wanita dan laki-iaki bersama-sama. Setelah dibabat rumput-rumput di biarkan selama kurang lebih satu minggu hingga rumput kering (oka tagalek welelasumonen puwatnek). Setelah rumput-ruput kering dilakukan pembakaran (wen serakne huoluk) yang juga bertujuan memberikan pupuk bagi tanah tersebut. Setelah itu dibiarkan kembali selama kurang lebih dua minggu hingga tumbuh rumput-rumput kecil. Pada masa ini dilakukan pembagian bedeng (wen supusuok) atau petakpetak lahan. Pembagian di lakukan untuk orang-orang yang terlibat dalarn kegiatan pembukaan lahan. Tidak semua orang yang terlibat dalam pembukaan lahan baru mendapat petak di kebun tersebuf hanya yang memiliki hubungan dengan pemilik lahan saja yang mendapat petak di kebun tersebut. Pemilik disini dalam arti yang bertanggung-jawab mengelola lahan. Seseorang dapat memperoleh sepetak atau lebih lahan bila memiliki hubungan kerabat, atau sebagai teman dari penanggung jawab lahan. Tetapi keterlibatannya dalam pengolahan kebun hams mendapat izin dari semua anggota kelompok. Bedeng-bedeng ini menjadi tanggung jawab pribadi-pribadi.
Gbr. 3.8. Persiapan Kebun Ubi Jalar (Setelah Pembakaran) Setelah bagian masing-masing dibagi, pekerjaan selanjutnya dikerjakan oleh masingmasing pemilik bedengan dengan keluarganya. Langkah selanjutnya adalah membersihkan lahan dari akar-akar dan rerumputan yang tertinggal (oak eke lagarek). Kemudian masing-masing orang membuat bedengan (wen wanarek) dengan langkah-langkah: pembuatan bedeng (wen ewe/liaparek waganogo) dan pembuatan parit-parit antar bedeng (ewe ikaltinak waganogo). Pembuatan bedeng dan parit dikerjakan kaum laki-laki, dilanjutkan dengan membalikbalikan tanah (dupulin). Setelah itu kaum wanita mulai masuk, menghaluskan tanah (agat tamelogo). Sambil menghaluskan tanah, rumput-rumput yang ada di kumpulkan di pinggiran
Gbr. 3.9. Kebun Hipere bedeng (wen ewe) kemudian ditutup dengan tanah (agar) atau lumpur (besi) yang diambil dari parit kebun. Kegiatan ini disebut wen isap. Selesai pekerjaan ini maka kebun siap untuk ditanami. Sebelum kebun ditanami dilakukan upacara kesuburan. Ini dilakukan hanya pada kebun yang baru dibuka, tidak dilakukan pada kebun lama. Upacara ini disebut hipere ai yasusak hagat lagamanen okuhalogo yasugun dengan tahap-tahap kegiatannya sebagai berikut: 1. Hut dogolugen wale1 lasumonen ai yasusak, merupakan acara yang diselenggarakan sebelum tanam pertama dengan maksud agar tanaman menjad subur. Acara ditandai dengan membunuh beberapa ekor babi untuk dimakan bersama-sama seluruh anggota yang akan mengolah lahan tersebut, dan mengucapan syukur karena pekerjaan persiapan kebun telah selesai (wen areken). '
2. Untuk persiapan tanam dibuat semacam tongkat dari dua bilah kayu dan di atasnya diikatkan hite (Mischantus floribundus) yang telah dibelah menjadi dua, kemudian ditancapkan di kebun dekat jalan masuk. Kayu ini disebut okahalek. Ditengah-tengah okahalek ditanarn hipere pertama (dahulu biasa digunakan hipere hurok, sekarang tidak lagi) atau disebut siai. Pada hite dibagian ikatan diolesi dengan pemut (tanah liat merah). Kegiatan ini disebut okuholago. Pada malam harinya pimpinan upacara menggosokkan darah babi (warn mep) di beberapa bagian lahan yang akan di tanami. Di Wamena (orang Dani secara umum) menggosok tanah dengan darah babi tidak dilaksanakan tetapi darah babi digosokkan pada okahalek sebagai simbol kesuburan.
1. Hite 2. 0 Pabi 3. Siai
G
lek
3. Setelah acara di atas selesai kemudian diumumkan bahwa selama satu hari tidak ada yang diperbolehkan memasuki kebun, dan tidak diperbolehkan bekerja. Keesokan harinya baru kaum ibu diperbolehkan masuk kebun dan memulai pekerjaannya.
Tahap berikutnya adalah penanaman (ai kolabuok). Sebelumnya telah dibuat gundukangundukan tanah atau hipere ukul sepanjang bedeng (hipere mogot). Setelah itu dilanjutkan dengan perawatan yang dilakukan oleh kaum wanita. Tugas laki-laki ikut dalam hal ini adalah membersihkan parit-parit. Perawatan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Usai tanam, dilakukan kegiatan membersihkan pinggiran parit dari rumputan dan menaikkan
lumpur ke atas bedengan (wen nyoba besi horogo). 2. Kira-kira dua minggu setelah penanaman (melihat pertumbuhan tanaman), dilakukan upacara agar umbi menjadi besar. Kegiatan ini disebut dengan hipere obojeh, yaitu perawatan awal setelah dua minggu, pucuk daun pertama (eka ukum) yang tumbuh dipotong, dikumpulkan dimasak dengan bakar batu di Okahalekma (tempat okahalek) kemudian diadakan makan bersama. Di Wamena kegiatan ini disebut sebagai paik uZaguok yang artinya membuat kaget ubi jalar. Sedang jalannya upacara tidak jauh berbeda, hanya saja daun ubi jalar yang dimasak tidak untuk disantap melainkan dilemparkan ke kebun. Sambil melempar daun ubi ke seluruh areal kebun mereka berteriak-teriak seperti mengusir hama atau pengganggu tanarnan, juga dimaksudkan untuk mengagetkan atau mendorong ubi jalar agar cepat tumbuh besar . 3. Penyiangan pertama, disebut pugun yaitu membersihkan atau mencabut rerumputan terutama di parit. 4. Penyiangan kedua, disebut uyokul/ukul ikogo yaitu menggemburkan tanah dan memperbaiki hipere ukul yang sudah nampak mulai merekah.
5. Penyiangan ketiga, disebut oak palogo yaitu memotong daun-daun hipere kering atau daun yang terlalu banyak dan ditutupkan di atas ukul (ukulmu).
.....--. ...... .
Gbr. 3.1 1. Menanam Bibit Hipere kedalam Hipere Ukul
Pada panen pertama, tiga hari sebelumnya diberi tanda larang (silo) yaitu dengan memberi tanda berupa rumput atau alang-alang yang diikat di jalan masuk kebun (kegiatan ini disebyt (hipere waluok), melarang siapapun memasuki kebun. Setelah itu diadakan panen pertama atau ubin, dari seluruh anggota yang mengerjakan kebun (per sili) dikumpulkan 3-4 noken hipere besar dan bagus di okahalekma. Hipere ini kemudian dibagikan kepada yang telah berpartisipasi dalam pembukaan lahan pertama dan dihitung berdasarkan honai adat, juga kepada relasi yang mempunyai hubungan erat. Setelah itu baru dipersilakan panen untuk konsumsi sendiri. Upacara panen ini diselenggarakan dengan mengundang banyak tamu, saat ini tidak hanya terbatas pada kelompok sendiri, konfederasi, aliansi atau tetangga desa tetapi ditarnbah dengan gereja dan pemerintah. Upacara ini masih diselenggarakan baik oleh kelompok Katolik maupun Kingmi. Karena fungsi dari upacara panen ini adalah memperkokoh ikatan antara beberapa kelompok masyarakat atau daerah (Hayward 1980: 200). Kehadiran pihak gereja adalah untuk dapat memberkati. Sedang pihak pemerintah diundang sebagai upaya menarik perhatian pemerintah kepada daerah atau kelompoknya. Sistem pertanian dan ekonomi yang sederhana didukung oleh sistem pembagian kerja sederhana didasarkan pada jenis kelamin (pria-wanita). Pekerjaan pria dipusatkan pada pekerjaan fisik yang berat atau pekerjaan tangan yang ringan. Pekerjaan tangan seperti membuat gelang (sekan), dasi kulit kerang (walimo), ban kulit kerang (yerak), topi bulu (suesi), juga menganyam yokal (rok wanita yang sudah menikah), tas jaring (noken), dilakukan pada saat tidak ada pekerjaan di kebun sambil berbincang-bincang dengan kawan-kawannya. Pekerjaan wanita biasanya lama, melelahkan dan tnenjemukan. Pekerjaan berat yang dilakukan pria adalah menebang pohon atau memotong kayu, membuat peralatan, membangun rumah (sili), membuka hutan untuk kebun, mengolah tanah pertama, membuat parit-parit kebun serta memeliharanya. Sedangkan kaum wanita mengerjakan kebun yaitu menanam, menyiangi, dan memanen. Pekerjaan lain yaitu menyediakan makanan bagi keluarga (masak), bertanggung jawab atas anak-anak dan ternak babi, dan dalam waktu luangnya membuat noken (tas jaring) dan sali. Spesialisasi secara tradisonal tidak penting, meskipun diperlukan, seperti misalnya dukun atau hatale. Anak-anak ikut membantu pekerjaan di kebun dan di rumah. Anak pada usia 10 tahun kemungkinan diberi tanggung jawab memelihara babi dan menjaga anak-anak yang lebih kecil (bayi) pada siang hari (terutama anak perempuan). Di kebun, ibu dan anak-anak yang lebih besar
Tabel 3.4. Pembagian Kerja Tradisional
-
membantu menghaluskan tanah bedengan dan melapisinya dengan lumpur yang diambil dari parit-parit. Bila permukaan bedeng dilapisi dengan lumpur, perembesan oleh air dapat dihindari. Semua pekerjaan selanjutnya dilakukan kaum wanita.
Gbr. 3.12. Seorang Anak Membantu Mengasuh Bayi Dalam ha1 pemilikan, tanahllahan merupakan hak milik kelompok dalam ha1 ini konferedasi atau isaeyak dan kelompok satu wakunno, tetapi hasil panen menjadi hak individu. Tanah merupakan dasar jaminan kelangsungan hidup kelompok. Satu wilayah bisa saja dikuasai
oleh satu pasangan klen tetapi umumnya lebih dari satu pasangan, paling sedikit dua pasangan klen. Pengetahuan tentang hak milik tanah bersama ini didapat dari cerita orang-orang tua secara turug- menurun. Sebagai pengenal, selalu ada batas-batas alam seperti gunung, sungai, danau, atau dengan penanaman pohon dan yang umum di tanam adalah wile (Casuarina papuana), wiki (Albizia Sp), wib (Grevillea papuana), atau sin (Araucaria cunninghamii). Pemilikan ini disahkan dengan adanya wesanma (tempat keramat) dimana terdapat wakunno. Wakunno ialah tempat tinggal arwah orang yang sudah meninggal. Dalam buku Heider (1970), wakunno disebut sebagai m o b ai yang artinya rumah roh. Kerabat yang meninggal setelah dibakar, dibuatkan semacam tanda berupa tongkat kayu sepanjang kurang lebih 30 Cm yang dililit oleh alang-alang atau siluk (Imperata cylindrica) yang disebut sege-yilik dan disimpan di wakunno. Sege-yilik disimpan berdasarkan kelompok konfederasi masing-masing, dan wakunno ini merupakan dasar dalam memperhitungkan pemilikan tanah.
3.2.2. Pemukiman Desa Tulem terdiri atas 12 kampung dengan pemukiman (sili) dibangun di atas tanah kering dikelilingi oleh kebun dan rawa. Desa Tulem berbatasan dengan desadesa Aikima, Mulima, dan Wenabubaga. Antara tiga desa Tulem, Aikima dan Mulima terdapat hamparan lahan (lapangan) yang dahulu merupakan arena perang (no man's land). Secara tradisional lahan arena perang tidak diperbolehkan menjadi hunian. Tetapi dengan hilangnya perang, lahan arena perang sudah banyak yang menjadi hunian atau kebun. Di beberapa daerah, salah satunya adalah arena perang antara desa Walesi dan Wouma, arena perang tidak diperbolehkan diolah atau dijadikan hunian. Upaya untuk membuat arena perang ini menjadi kebun pernah dilakukan pada tahun 198911990~'. Tujuannya untuk mendamaikan pihak-pihak yang bermusuhan dengan cara menjadikannya kebun bersama. Tetapi upaya ini tidak berhasil selain peraturan yang tidak membolehkan membangun hunian atau kebun di arena perang, juga sering memicu konflik. Di desa Tulem arena perang yang pada kunjungan pertarna penulis tahun 1990 masih dalam bentuk rawa dan padang alang-alang telah menjadi hunian dan lahan pertanian (kebun ubi dan sawah). Hal ini terjadi melalui musyawarah antara warga desa Tulem, Aikima dan Mulima dan membagi wialayah ini kedalam wilayah ke tiga desa tersebut dengan alam sebagai batas (sungai Kurugi), dan jalan yang dibangun tahun 1992. Sebelumnya (tahun 1990) bangunan yang
'' Penulis terlibat dalam pengembangan arena peran;
menjadi lahan pertanian tahun 1989 yang melibatkan Pcmda dan ABRI.
0
h e n a Perm,
4-
Aliansi
-
Musuh
Skala 1 : 50.000
Gbr. 3.13. Arena Perang (no man's land)
ada di wilayah ini adalah dua buah gereja yang dibangun berbatasan, gereja Kingmi di wilayah Tulem dan gereja Katolik di wilayah Aikima, karena gereja arnat dihormati maka tidak terjadi konflik.
Gbr: 3.14. Desa Tulem: Peruntukkan Lahan Lahan dimana dibangun gereja Kingmi di desa Tulem, sekarang ini menjadi hunian yaitu kampung Arogolik. Penghuni unit-unit sili (5 unit) berasal dari kampung Alula, Wikisiken dan Obolia, selain itu juga terdapat gudang beras dan penggilingan padi (RMU) yang menjadi pusat kegiatan pertanian sawah. Pemukiman umumnya dibangun menghadap ke arah wilayah musuh, yaitu arah Aikima dan Moai (wilayah musuh yang berbatasan). Untuk keamanan, desa Tulem mendapat keuntungan dari kondisi alam, yaitu sungai (Balim dan Kurugi) yang menjadi batas. Sekarang dengan adanya jalan, kampung di sekitar jalan dibangun menghadap jalan. Sedang kampung-kampung yang terletak di tengah wilayah dan dikelilingi oleh rawa dan kebun dibangun menghadap rawa dan kebun, menurut Suparlan (1994b: 78) "... berbagai corakdan benruk pengaturan danpenataan
g. TT
Kebun Ubi Jalar
Skala 1 : 50.00
Gbr.3.15. Pemukiman
ruang. rumah dun pemukiman, lapangan terbuka, belukar dun hutan adalah langsung dun tidak langsung berkaitan dengan perang atau mekanisme pertahanan diri dalam perang. "
3.2.3. Organlsasl Soslal Organisasi sosial masyarakat Dani di Tulem secara garis besar sama dengan masyarakat Dani umumnya. Tetapi terdapat beberapa perbedaan kecil terutama dalam pengistilahan dan aturan. Selain itu telah banyak pengaruh dari gereja Kingmi dalam kehidupan sosial petani Tulem. Di Desa Tulem sendiri dapat dibagi .kedalam dua kelompok masyarakat berdasarkan agama yang dianut dan dua bentuk organisasi sosial yaitu:
Organisasi sosial tradisional yang masih dipertahankan oleh kelompok masyarakat di bawah pengaruh gereja Katolik, dengan jumlah umat 249 orang.
1
2. Organisasi sosial yang berdasarkan pada kegiatan gereja yang diwakili oleh umat Kristen Protestan dibawah gereja Kingrni (GKII), dengan jumlah umat 521 orang.
.
3.2.3.1 Kelompok Berdasarkan lkatan Sosial Kelompok Berdasarkan lkatan Kekerabatan Kelompok kekerabatan orang Dani terbagi kedalam dua paroh masyarakat (moiety), wita dan waya dan garis keturunan dari pihak ayah (patrilineal). Perkawinan diatur secara eksogami yaitu perkawinan harus dilakukan antar farnfklen atau ukul yang berbeda paroh yaitu antara ukul n untuk perkawinan antara ukul dalam satu paroh. Tiap dari waya dengan wita. ~ e n i ~ a k atabu kelompok masyarakat selalu terdiri atas satu atau lebih pasangan ukul atau konfederasi (isaeyak). Kelompok kerja ekonomi, terdiri atas beberapa keluarga luas atau klen k e c i ~ patrilineal. ~~ Fungsi kelompok kerabat klen kecil adalah : 1. Memelihara sekumpulan harta pusaka atau mernegang hak ulayat atau hak milik komunal atas harta produktif, biasanya tanah dengan segala ha1 yang ada pada tanah. 2. Melakukan usaha produktif dalam lapangan mata pencaharian hidup sebagai kesatuan.
3. Melakukan segala macam aktivitet gotong royong sebagai kesatuan.
'%elompok kerabat yang terdiri dari ~gabungankeluarga luas yang merasakan dir berasal dari satu nenek moyang, satu dengan yang lain terikat melalui garis keturunan laki-laki patrilineal atau wanita /matrilineal (Koentjaraningrat 1974: 119).
4. Mengatur perkawinan dengan memelihara adat exogami 119-120)
.*' (Koentjaraningrat 1974:
Dengan sistem kekerabatan tersebut maka hubungan antar kelompok klen amat penting, terutama karena adat perkawinan yang bersifat eksogami. Di samping itu kerjasama ekonomi juga menjadi dasar hubungan sosial yang terjalin didasarkan pada lahan komunal. Hubungan antar kelompok dalam masyarakat Dani menunjukkan mobilitas yang tinggi. Hubungan yang didukung oleh usaha saling mempengaruhi atau konflik merupakan ciri hubungan sosial antar kelompok masyarakat. Berdasarkan
ha1 tersebut,
kegiatan pertanian tradisional dan strategi pengembangannya
dijalankan. Hubungan seperti ini seringkali menjadi pendorong bagi satu kelompok masyarakat untuk merubah cara-cara bertani dengan orientasi hubungan pengaruh yang dapat dijalin dari keberhasilan penerapan teknologi baru, dan sejalan dengan sistem kepemimpinan yang berdasarkan pada prestasi (achievement). Perkawinan yang berlaku adalah poligyni, yaitu satu suami dengan istri lebih dari satu. Hal ini berkaitan dengan ekonomi masyarakat, dimana wanita bertanggung jawab atas kebun dan ternak babi. Karenanya lahan yang luas dan babi yang banyak menuntut istri lebih dari satu untuk mengurusnya. Peraturan tempat tinggal pada masyarakat Dani lebih bersifat bebas. Secara umum tidak menganut sistem tempat tinggal dalam kategori tradisional seperti patrilokal, matrilokal, neolokal dan lain-lain. Ini karena pasangan baru bebas menentukan dimana mereka akan tinggal, didukung oleh pola pemukiman yang saling berdekatan. Umumnya mereka tinggal di tempat keluarga pihak laki-iaki; tetapi dijumpai juga beberapa pasangan yang tinggal pada keluarga pihak wanitafistri. Istilah kekerabatan qeperti umumnya pada orang Dani dibagi kedalam dua bagian; pertama klasifikasi umum untuk kelompok kerabat sedarah; kedua deskriptif untuk kelompok kerabat karena hubungan perkawinan. Prinsip kekerabatan ini membedakan istilah kerabat sedarah seperti "oe" dan "ago," untuk saudara sekandung; "aobaK' untuk ipar. Istilah kekerabatan digunakan dalam istilah menyebut dan seringkali juga merupakan istilah menyapa. Untuk sapaan, semua istilah diberi imbuhan di depan (prefix) sesuai dengan pembicara. Dalam istilah untuk menyapa ada perbedaan sesuai dengan penyebut. Untuk penyebut orang pertama tunggal kata diawali prefix 'n' menjadi nopase. Untuk menyebut orang lain (orang ketiga tunggal) maka awalan 'n' hilang menjadi opase. Juga terdapat perbedaan sebutan berdasarkan kelamin penyebut, tetapi hanya terbatas pada angkatan 1 kebawah, yaitu anak dan
'' Sistem perkawinan yang dilakukan antar kclompok yang berbeda, atau di luar batas suatu kelompok kcluarga
-.- .- .- Hubungan Kerabat
-+-
t Hubungan Teman
Skala 1 : 50.000
Gbr. 3.1 6 . Peta Kekerabatan
cucu. Seseorang wanita akan menyebut anak dengan eyak dan menyebut cucu dengan aonae. Sedang seorang laki-laki akan menyebut anak dengan abut, dan menyebut cucu dengan opae. Tabel 3.5. Istilah Kekerabatan SEBUTAN Kerabat Sedarah : opase (c) aosa (d) ami (e) eyak abut oe (a) agot (a) aikhe (b) ahopa agona opae aonae Kerabat karena ~erkawinan: age agun aobak noge inagon aksu agalko akloge opase agosa
JENlS KELAMIN
KETERANGAN
L L& P L& P L&P L& P L& P L P L& P L& P
ayah, saudara laki-laki ayah ibu, anak perempuan saudara laki-laki ibu, saudara perempuan ayah dan ibu saudara laki-laki ibu, anak laki-laki saudara laki-laki ibu anak (perempuan yang berbicara), an* saudara anak (laki-laki yang berbicara), anak saudara kakak adik anak saudara ayah, anak saudara perempuan ibu kakek nenek cucu (laki-laki yang berbicara) cucu (perempuan yang berbicara)
P L L P L P L& P L& P L P
istri suami ipar (laki-laki yang berbicara) ipar (laki-laki yang berbicara) ipar (perempuan yang berbicara) ipar (perempuan yang berbicara) menantu (laki-laki yang berbicara) menantu (perempuan yang berbicara) mertua mertua
L P
.
Istilah kekerabatan yang penting seperti juga orang Dani umumnya adalah sebutan untuk saudara laki-laki ibu, ami.Sebutan ini berbeda dengan sebutan bagi saudara laki-laki ayah. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ibu juga mendapat sebutan sama, ami; sedang anak perempuannya disebut sama dengan sebutan ibu, aosa. Hal ini menunjukkan adanya peran penting arni atau paman dari pihak ibu dalam kehidupan sosial orang Dani. Pada kenyataan ami (saudara laki-laki ibu) memang berperan penting dalam kehidupan seorang keponakan. Untuk keponakan perempuan, ami bertanggung jawab atas kesejahteraannya, tetapi juga berhak atas babi mas kawin. Juga pada saat kelahiran seorang anak, biasanya seorang suami akan memberikan seekor babi kepada ami. Untuk anak laki-laki, ami bertanggung jawab mendidik (tentang perang, tentang kehidupan) serta membantu menyediakan babi untuk mas kawin pada saat ia akan menikah. Juga
pada saat acara inisiasi, ami memberikan kepada keponakannya satu set panah dan anak panahnya yang ia buat sendiri.
L$ii!T>......yJ d
b
b
d
b
c
b
c
a
ego a
e
d
b
b
Gbr. 3.17. Struktur Kekerabatan
Kelompok Berdasarkan Wilayah Tinggal (Teritorial) Kelompok berdasarkan ikatan wilayah tinggal berkaitan erat dengan tempat tinggal dan tanah. Ukuran kelompok dari yang terkecil yaitu yang tinggal dalam satu pemukiman (rumah tinggal) atau kampung, hingga yang lebih besar didasarkan pada tanah komunal.
Kelompok ini merupakan kelompok berdasarkan wilayah tempat tinggal. Orang-orang yang tinggal di satu tempat tinggal yang disebut sili atau dikenal juga dengan ouma (kampung), terdiri atas keluarga luas patrilineal. Anggotanya tidak hanya terdiri atas satu ukul (fam), dan merupakan unit sosial terkecil dari oragnisasi sosial orang Dani. Sili merupakan kompleks pemukiman orang Dani yang terdiri atas bangunan-bangunan berbentuk silinder dan persegi panjang, halaman dan pekarangan; sili dihuni oleh satu keluarga luas. Konsep sili mengikuti aturan yang memisahkan tempat tinggal laki-laki dan perempuan. Bila dilihat dari komponen-komponen sili, maka sili bisa disamakan dengan rumah dimana terdapat ruang tidur atau honai, ruang tamu atau silimo yang juga merangkap sebagai halaman, dapur atau hunila, dan pekarangan atau hakiroma atau ungkutlu. Untuk sili ditambah dengan kandang babi atau wam-ai, dan adanya pemisahan tempat tinggal laki-laki dan perempuan. Honai (honai dapat diartikan sebagai kamarlruang tidur atau istirahat) untuk laki-laki disebut pilamo, dan honai untuk perempuan disebut ebeai. Anak-anak yang masih kecil biasanya ikut dengan ibu mereka di ebeai, hingga anak laki-laki menjadi dewasa. Setelah anak laki-laki dewasa mereka pindah ke pilamo. Ebeai dalam satu sili biasanya lebih dari satu, karena sistem perkawinan
poligyni dan keluarga luas. Satu ebeai biasa dihuni oleh satu atau dua istri dengan anak-anaknya. Untuk sili ini oleh penduduk setempat disebut kampung atau ouma, berbeda dengan kampung dalarn defenisi yang sudah dikenal.
Gbr. 3.1 8. Kompleks Pemukiman : Sili
b) Konfederasi//saeyak dan AliansiILapokago
Kelompok yang lebih besar yaitu konfederasi atau isaeyak dan aliansi atau lapokago. Isaeyak berasal dari kata isa yaitu induk dan eyak yang artinya anak. Ini menunjukkan pasangan klen dengan salah satu klen sebagai pasangan yang lebih tua atau yang penting. Konfederasi (Hayward 1980: 46) selalu terdiri atas dua klen dominan di suatu wilayah dan terikat oleh ikatan
perkawinan dan kepentingan ekonomi, dan bergabung dalam kegiatan ritual. Ikatan ini semakin kuat dengan kenyataan bahwa kebanyakan dari perkawinan terjadi di dalam konfederasi. Keanggotaan dalam konfederasi tergantung dari tempat tinggal, tetapi tidak merupakan suatu tuntutan. Anggota memiliki kebebasan, sering anggota meninggalkan konfederasinya dan pindah ke konfederasi lain karena suatu alasan, seperti konflik pribadi. Meskipun merupakan kelompok yang
paling kokoh, tetapi konfederasi bukan merupakan kelompok yang kaku dimana
anggotanya dituntut dalam setiap kegiatan tertentu. Tetapi ada beberapa kegiatan dimana kebanyakan anggotanya berpartisipasi yaitu kegiatan ritual dan yang menyangkut tanah. Satu desa seringkali merupakan satu konfederasi dan sering nama desa tersebut merupakan nama konfederasi, seperti desa Hubikosi (konfederasi Hubi-Kosi) atau Asotipo (konfederasi Aso-Wetipo). Di desa Tulem sendiri terdapat tiga konfederasi yang paling dominan yaitu HiSage-Kerda, Oagai-Kerda dan Alua-Marian; tetapi terdapat konfederasi-konfederasi lain yang lebih kecil. Sebetulnya fam Alua dan Marian bukan berasal dari Tulem, melainkan dari wilayah Aikima dan Pikhe yang ditandai oleh letak wakunno. Aliansi terdiri atas beberapa konfederasi yang bergabung karena wilayah dan ikatan politik. Aliansi atau persekutuan politik mempunyai dua hngsi utarna (Heider 1970) yaitu : 1. Politik: membantu kelompok dalam peperangan antar aliansi.
2. Ritual: menyelenggarakan upacara adat yaitu pesta babi besar (ebe-akho) yang dilaksanakan beberapa tahun sekali (4 tahun atau 5 tahun sekali), yang merupakan pesta anggota aliansi. Aliansi merupakan kelompok sosial-politik terbesar dalam budaya masyarakat Dani Balim, merupakan "a temporary wartime coalition of two or more confederacies" (Hayward 1980: 45). Jumlah dan ukuran aliansi berubah-ubah dari perang ke perang, tergantung dari perang yang dihadapi dan pertalian kekerabatan konfederasi, di samping wilayah geografis. Aliansi bersifat iabil, berbeda dengan konfederasi yang lebih solid karena adanya ikatan perkawinan. Dalam peperangan, anggota aliansi saling membantu sesuai dengan kebutuhan. Meskipun terdapat kelompok sosial yang besar seperti aliansi dan konfederasi, secara umum tidak ada kesatuan sosial atau komunal yang tetap dalam masyarakat yang berfungsi sebagai kesatuan sosial-budaya (Heider 1970). Hal ini karena konflik selalu mewarnai kehidupan sosial orang Dani umumnya.
1
2 3 4
Alua - Marian Oagai - Marian Alua - Yogobi Hisage - Kerda
5 6 7 8
Gbr. 3.19. Peta Konfederasi
Hubi - Kosi Oagai - Kerda Oagai - Walilo Hisage Kosi Skala 1 : 50.000
3.2.3.2. Kelompok Berdasarkan Fungsi Ritual (Pemilikan Benda Adat) Kelompok ini ditandai dengan adanya benda-benda keramat sebagai simbol. Kelompok ini dapat dikatakan sebagai kelompok ritus yaitu kelompok yang di hitung dari fungsi ritualnya, juga memiliki benda-benda ritus sebagai simbol. Fungsi dan kegiatan kelompok ini berkaitan erat dengan penyelenggaraan acara-acara ritual.
Kelompok Kaneke Upacara-upacara adat orang Dani umumnya berpusat di sekitar kanek. Kaneke adalah benda kerarnat peninggalan leluhur, biasa disimpan dalam peti ataupun noken di pilarno. Kaneke lebih bersifat pribadi, tiap sili mempunyai kaneke sendiri, tetapi terdapat kaneke yang mewakili kelomppk klen atau ukul. Kaneke ukul disimpan di honai adat ukul dun merupakan hal yang
diwariskan, baik bendanya maupun orang yang bertanggung jawab atas kaneke tersebut. Kaneke mempunyai fungsi sebagai pemelihara kesejahteraan masyarakat. Upacara-upacara yang dilakukan selalu membawa serta kaneke. Ada beberapa kaneke seperti kaneke kesuburan, kaneke
perang, kaneke babi, dan sebagainya. Kaneke yang digunakan dalam upacara adat disesuaikan dengan jenis upacara yang diselenggarakan.
Kelompok Wakunno
Wakunno merupakan tempat sakral dan rahasia. Kelompok wakunno terdiri atas lebih dari satu konfederasi yang mendiami satu wilayah. Ini menjadi dasar dari penguasaan atau pemilikan tanah/wilayah. Wakunno merupakan dasar dari kelompok-kelompok yang ada, karena dari wakunno diselenggarakan upacara kesuburan dan kesejahteraan masyarakat dan berkaitan erat dengan siluk-aila. Siluk-aila merupakan honai adat dimana upacara kesuburan diselenggarakan. Seperti wim-aila, siluk-aila juga merupakan pusat satuan konfederasi. Daerah dimana ada wakunno disebut wesanma (tempat sakral) dan dilindungi dengan adanya larangan untuk memasuki daerah tersebut, juga larangan untuk menebang pepohonan yang tumbuh dikitar tempat sakral tersebut hingga radius kurang lebih 300 meter, larangan tersebut biasanya disebut wesa. Hanya orangorang tertentu yang diperbolehkan memasuki wesanpa, wanita dan anak-anak tidak diijinkan. Di belakang siluk-aila biasa terdapat waro leget, yang merupakan patokan kesuburan. Waro leget berbentuk bujur sangkar dibuat dari pagar kayu kurang lebih berukuran 20 cm x 20 cm, di tengahnya ditancapkan tongkat kayu yang merupakan tanda kondisi wilayah. Upacara
kesuburan tidak terpisahkan dari wakunno dan waro leget. Kata war0 sendiri berarti hama (binatang kecil-kecil, insek), dan leget berarti pagar. Waro leget merupakan simbol kesejahteraan masyarakat, oleh karenanya hams dijaga dan dirawat dengan baik agar kesejahteraan terjaga. Biasanya di belakang honai adat ditanami tanaman yang dipergunakan bagi acara adat seperti pisang tumo, ubi jalar hurok, tebu putih, pite (Cyathea couperi).
Gbr. 3.20. Waro Leget Fungsi wakunno sebagai kelompok ritus juga mencakup fungsi sosial, ekonomi, politik dan wilayah. Bila dikaji, dapat dikatakan kedudukan wakunno harnpir serupa dengan aliansi, tetapi wakunno lebih mengarah pada kegiatan ritual. Wakunno juga bersifat lebih stabil dibanding dengan aliansi yang berubah-ubah karena kepentingan politik. Wakunno berdasarkan wilayah atau tanah yang merupakan warisan. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk berubah. Dari informaki yang diperoleh, wakunno terbesar terletak di Pisugi di daerah Siepkosi; karena terlalu besar maka beberapa konfederasi memisahkan diri dan membangun wakunno sendiri. Dua pecahan wakunno Pisugi adalah wakunno Purama (daerah Mumi) dan wakunno Tulem. Dengan demikian anggota yang memisahkan diri tidak lagi berkewajiban berpartisipasi dalam upacara adat yang diselenggarakan di wakunno asal, tetapi juga tidak berhak lagi atas tanah dalam wilayah wakunno asal.
Kelompok Awarek
Kelompok ini berkaitan erat dengan perang. ~ w a r k k(warek = mati) yaitu benda-benda yang diambil dari korban perang (musuh) yang dijadikan benda keramat, disimpan di honai khusus yang menyimpan awarek (awarek-aila). Di wim-aila orang merencanakan perang,
mempersiapkan perang dan menyelenggarakan upacara adat. Pada akhir perang diadakan pesta di wim dualekrna (tempat perayaan kemenangan perang). Dari sini kemudian benda-benda awarek
dibawa ke wim-aila. Awarek juga merupakan benda keramat yang menjadi simbol kekuatan dan kekuasaan. Karenanya awarek sangat dirahasiakan dan dijaga ketat untuk mencegah musuh merebutnya. Bila ha1 ini terjadi maka berarti kekuatan dan kekuasaan kelompok tersebut telah hilang. Cara penyimpanan awarek pun memiliki cara-cara tersendiri yaitu disimpan dalam kelompok-kelompok sesuai dengan asal awarek. Awarek diikat menjadi satu bila itu berupa panah atau tombak, dengan ikatan sebanyak lima ikatan menandakan kelima pimpinan dalam wim-aila, juga letak ikatan disesuaikan dengan kedudukan masing-masing, yaitu apmetek mengikat bagian ujung dan aphurek mengikat bagian pangkal. Posisi awarek berdiri menandakan situasi masih dalam keadaan perang (permusuhan), posisi awarek tidur menandakan suatu perdamaian. Selain itu di wim-aila juga diselenggarakan upacara inisiasi anak laki-lakilapwaya. Upacara kematian yang diakibatkan perang atau sakit (kekerasan), diselenggarakan di wim-aila. Upacara kematian alami diselenggarakan di siluk-aila. Wim-aila merupakan satuan konfederasi, dimana didalamnya terdapat hirarki kepemimpinan yang selalu terdiri dari pasangan klennya.
Gbr. 3.2 1. Organisasi Sosial
3.2.4. Kepemimpinan
3.2.4.1. Kain Seorang yang memiliki kemampuan lebih dapat menjadi seorang kain. Dahulu kemampuan dalam berperang menjadi ukuran, karenanya perang amat penting dalam kehidupan masyarakat terutama bagi kaum laki-laki karena dengan perang mereka dapat menunjukkan kemampuan dan mendapat peluang untuk menjadi seorang kain. Tugas seorang kain selain dalam perang, adalah menjaga keamanan kelompoknya dan membantu metek. Dapat dikatakan tugasnya adalah mengurusi masalah pemerintahan. Pada masa sekarang kekayaan menjadi ukuran seseorang dapat menjadi kain. Tetapi sebetulnya bukan kekayaan yang menjadi ukuran melainkan kemampuan seseorang menjadi kaya. Seseorang dapat menjadi kaya melalui pertanian, karena mata pencaharian utama adalah bertani. Jadi kemampuan seseorang dalam mengelola lahan pertaniannya menjadi faktor pendukung untuk mencapai kedudukan sebagai Kain. Bila pertanian maju, yang dilakukan dengan perluasan lahan, maka dibutuhkan tenaga untuk mengerjakannya, yaitu para wanita (istri). Hasil dari pertanian disimpan dalam bentuk babi sesudah kebutuhan yang lain terpenuhi karenanya luas lahan tidak dapat dipisahkan dengan banyaknya babi dan jumlah istri. Dewasa ini terdapat kriteria baru untuk Kain yaitu seorang Kain yang berkaitan dengan kegiatan gereja. Juga terdapat Kain yang pandai berbicara sebagai perantara masyarakat dengan pemerintah atau dengan kata lain sebagai juru bicara masyarakat menghadapi pemerintah. Diakui adanya Kain Gereja ini juga,mendorong para pemuda untuk mencoba meraih pendidikan di bidang Teologi. Meskipun dalam ha1 ini peluang belum merata bagi seluruh warga karena memerlukan biaya yang cukup tinggi. Di desa Tulem sendiri terdapat beberapa pemuda yang berhasil meraih tingkat pendidikan tinggi bidang teologi, dan mereka dihormati dikalangan warganya juga masyarakat di luar desanya, meski tidak selalu mereka mengabdi pada gereja.
3.2.4.2. Metek Metek adalah garis kepemimpinan yang diwariskan, tetapi dalam memilih pengganti tetap bersifat demokratis. Dalam ha1 ini juga faktor kemampuan menjadi penilaian. Jadi tidak selalu anak laki-laki pertama yang menjadi metek. Bisa jadi bukan anak kandung tetapi kemenakan, ataupun adik, atau sepupu satu ukul.
Kedudukan metek diwariskan melalui garis keturunan laki-laki dalam ukul yang sama. Berbeda dengan Kain, Metek tidak terdiri dari hanya satu orang melainkan terdiri atas lima orang yane membentuk semacam dewan. Metek terbagi dalarn dua bidang dengan tugas dan fungsi yang berbeda, yaitu : 1. wim metek, berkaitan dengan perang dan wim-aila;
2. siluk-aila metek atau wakunnoak-hago, berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat . dan siluk-aila. Susunan kepemimpinan ini juga dilihat dari posisi duduk dalam honai (adat) dan bagian babi (adat) yang menjadi haknya. Masing-masing aila memiliki dewan pimpinan dengan susunan dan sebutan yang sama dan tidak dapat mencampuri urusan aila masing-masing. Sebenarnya untuk siluk-aila metek tidak ada nama khusus, seringkali disebut wakunnoak-hago karena berkaitan erat dengan wakunno. Susunan kepemimpinan metek tersebut adalah sebagai berikut (kata up sebetulnya berarti laki-laki dewasa; tetapi dalam kaitan ini berarti ketuakepala suku): 1. Metek berarti berdiri, ini sesuai dengan kedudukan seorang ap-metek yaitu pelaksana atau
komandan pasukan (dalarn peperangan). Pada acara adat bagian babi yang menjadi haknya adalah kepala atau ukuluak.
Keteranaan : 1. Ap Metek 2. Ap Eki 3. Ap Tumo 4. Ap Hurek 5. Ap Wouk
x wulikin: perapian hesekhe: tiang penopang wulikin
ll pintu rnasuk
Gbr. 3.22. Kepemimpinan Metek dan Posisi Duduk dalam Honai Adat 2. Eki berarti tangan, tugasnya membantu pekerjaan metek. Dalam acara adat ap-eki yang berhak membunuh babi dengan menggunakan panah, dan babi yang didapat adalah bagian kaki depan atau eki.
3. Tumo berarti tengah atau tulang punggung, sebagai tulang punggung membantu metek dalam tugas-tugasnya. Dalam acara adat bagian babi yang menjadi haknya adalah bagian tengah atau aboak atau obake.
4. Itikmo berarti bertempat di belakang sering juga disebut sebagai up hurek yang artinya
duduk. Karena posisi seorang ap-itikmo adalah duduk di belakang. Tugasnya merencanakan dan menentukan kegiatan. Itikmo merupakan orang penting dalam susunan kepemimpinan iqi. Bagian babi yang menjadi haknya adalah bagian belakang hingga ekor atau aloak.
5. Wouk artinya j uga belakang, berkedudukan di belakang tugasnya membantu apitikmo. Tugas utamanya adalah mengawasi dan memperbaiki bila ada yang salah atau terdapat kekurangan. Dapat dikatakan posisinya adalah sebagai penasehat. Dalam acara adat bagian babi yang menjadi haknya adalah bagian belakang atau wouk. Keteranean : I . Ukuluak Eki
Aboak atau Obake Aloak Wouk atau Amupalek Gbr. 3.23. Bagian-bagian Babi dalam Adat Dalam susunan kepemimpinan wim-metek, ap-itikmo adalah perencana perang. Dia yang mengundang dan mengadakan pertemuan guna membicarakan rencana perang. Pada saat perang ap-itikmo berada di belakang pasukan dalam posisi duduk dan menjaga api; tempat dimana itikmo menjaga api disebut wim heturoma atau wim hetumokdekma. Api diarahkan ke arah musuh dan dijaga agar api tidak padam atau bergoyang-goyang, karena bila terjadi pertanda adanya kesulitan atau kalah perang. Dalam susunan siluk-aila metek, ap-itikmo adalah perencana segala kegiatan menyangkut kesejahteraan masyarakat, sepefti upacara kesuburan untuk kebun atau kesejahteraan masyarakat. Ap-itikmo memiliki kewenangan atas tanah, dapat dikatakan sebagai tuan tanah, walaupun bukan pemilik tanah, tanah tetap milik kelompok. Ap-itikmo bertugas menjaga keutuhan dan kelestariannya. Pembukaan suatu lahan baru hams sepengetahuan ap-itikmo. Dalam kepemimpinan metek, ap-itikmo dan ap-wouk dirahasiakan. Biasanya yang di depan adalah ap-metek. Di dalam upacara kesuburan atau upacara dengan tujuan memenangkan perang, ap-itikmo dan ap-wouk mendapat bagian anak babi adat (wameyak) utuh, masing-masing satu ekor. Dalam upacara adat selalu ada babi adat yang dibunuh yang merupakan hak itikmo dan wouk sesuai dengan posisi sosial-politik. Babi-babi yang di panah dalam upacara adat sebelum dipotong-potong dan dimasak, disusun dahulu di depan honai adat dengan susunan seperti posisi pimpinan metek: yang paling depan bagian ap-metek, dan yang paling belakang bagian ap-itikrno.
Gbr. 3.24. Mengatur Urutan Babi sesuai dengan Posisi Metek dalarn Upacara Susunan kepemimpinan ini selalu terdiri dari pasangan ukul, waya-wita. Tetapi tentang posisi dan susunan waya-wita ini terdapat beberapa aturan yaitu antara hurek dan metek haruslah merupakan pasangan ukul (contoh konfederasi Hisage-Kerda). Tentang aturan ini terdapat sedikit perbedaan dengan kelompok masyarakat di sekitar Wamena kota, perbedaan terletak pada siapa yang menduduki posisi wouk, di Warnena dan sekitarnya wouk adalah ami dari hureWitikrno (contoh konfederasi Wuka-Hubi di Wouma), sedang di Tulem aturan ini tidak berlaku.
I-) Wim-aila
A 2 AI
Konfederasi Hisaw - Kerda
I. M. Kerda 2. B. Kerda 3. M. Hisage 4. A. Kerda 5. T. Kerda
1. I. Kerda 2. D. Kerda 3. P. Hisage 4. K. Kerda 5. Karel Kerda
Konfederasi Wuka - Hubi
1. N. Wuka 2. K. Hubi 3. K. Wuka 4. Y. Hubi 5. N. Wuka
I. U. Wuka 2. H. Wuka 3. N Wuka 4. J. Wuka 5. T. Hubi
Gbr. 3.25. Kepemimpinan Metek Konfederasi Hisage-Kerda di Tulem dan Konfederasi Wuka-Hubi di Wouma
Bila melihat tugas wouk sebagai penasihat hurek, terdapat kemungkinan bahwa aturan tersebut berlaku di seluruh lembah. Tetapi di Tuiem telah beberapa waktu lamanya aturan tersebut tidak dapat diterapkan karena kurangnya personil dari garis keturunan tersebut. Sehingga dilakukan penyesuaian. Sebagai contoh pada susunan kepemimpinan wim-aila konfederasi Hisage - Kerda posisi itikrno diduduki oleh Lawoe Kerda yang baru saja meninggal. Karena ia tidak memiliki keturunan sebagai pengganti, maka orang yang paling dekat adalah Benyamin Kerda dan Iruege Kerda (kemenakan). Tetapi kedua orang tersebut sudah memiliki kedudukan sendiri, apalagi Iruege Kerda adalah dari kepemimpinan yang lain (siluk-aila). Maka keputusan pengganti jatuh pada Timotius Kerda yang adalah anak dari Benyamin Kerda dan baru berumur 12 tahun. Menurut para pimpinan yang lain, karena masih muda dan baru belajar, maka masalah
sekitar wim-aila ditangani bersarna. Kasus ini menunjukkan bahwa masyarakat Dani sangat fleksibel, cepat dapat menyesuaikan diri untuk mempertahankan keberadaan mereka. Hal ini juga ditunjukkan oleh kelompok masyarakat dari konfederasi Lanitipo (Lani-Wetipo) di Wouma, yang masih menerapkan aturan bahwa wouk haruslah ami dari hurek, mengalami perubahan karena kurangnya personil. Kepemimpinan yang mengalami perubahan ini dari kepemimpinan Silukaila, dimana hurek dan wouk diduduki oleh orang dari ukul yang sama yaitu Ruben Wetipo dan Feri Wetipo. Tetapi untuk Wim-aila peraturan tersebut masih diterapkan.
Sistem metek: pasangan ukul (waya-wita)
1 & 5 : pasangan ukul
(waya-wita) 4 arni dari 5
DAN1 TULEM Keterangan: I . Ap-Metek 2. Ap-Eki
DAN1 3. Ap-Tumo
4. Ap-Wouk
Gbr. 3.26. Struktur Kepemimpinan Metek
5. Ap-Hurek
Secara umum pemimpin dinilai dari kegiatan dimana ia dapat menunjukkan pengaruhnya pada perilaku orang lain. Kedalamnya termasuk kerja, perang, dan berbagai upacara. Dalam suatu upacara adat (perkawinan atau kematian) dapat dilihat besarnya pengaruh seseorang dengan banyaknya yang datang dan hadiah (tradisional) yang diperoleh seperti noken, ye, dan yerak. Menyangkut kepemimpinan dipandang dari orang-orangnya terdapat tiga kelas, yaitu: laki-laki, anak laki-laki, dan perempuan. Untuk laki-laki sudah dibicarakan, sedang anak laki-laki diperlihatkan dalam permainan yang mereka lakukan antar teman-teman mereka. Permainan yang sering dimainkan dulu adalah perang-perangan, dan melempar sebilah
lokop (Phragmites
karka) seperti tombak, dan pemimpinnya adalah yang paling pandai berperang dan mampu
melempar lokop paling jauh. Permainan ini dewasa ini masih dimainkan ditarnbah dengan permainan baru introduksi dari luar. Kepemimpinan di kalangan wanita tidak ditemui, karena wanita jarang bahkan tidak berkelompok. Mereka cenderung bekerja sendiri di kebun atau rumah tangga. Tetapi pengaruh wanita tetap ada karena peran mereka dalam kehidupan ekonomi. Perlu diketahui wanita memiliki kebebasan pribadi, ha1 ini dapat dilihat dari kebebasan seorang wanita memilih tempat tinggal, terutama sekali yang belum atau tidak bersuami. Tetapi pengaruhnya hanya terbatas pada lingkungan rumahnya dan sekitar kehidupan wanita tersebut. Terdapat wanita-wanita yang memiliki kemampuan lebih di sebut hutale (dukun), memiliki kemarnpuan untuk menyembuhkan atau membantu kelahiran termasuk mengetahui ramuan pencegah kehamilan. Wanita-wanita seperti ini bebas memasuki pilamo dalam melaksanakan tugasnya, padahal menurut adat wanita tidak diperboIehkan memasuki pilamo. Tetapi pengaruhnya hanya sahpai pada tugasnya saja tidak mempengaruhi bidang-bidang lain. Menurut beberapa informan seorang wanita bisa saja menduduki posisi dalam hirarki kepemimpinan tersebut, baik wim-metek maupun siluk-aila metek, bila tidak ada laki-laki sebagai ahli warisnya. Tetapi seorang wanita hanya dapat menduduki posisi tersebut selarna ia tidak menikah. Bila ia menikah maka ia tidak dapat lagi menduduki posisi tersebut, karena seorang wanita selalu menjadi anggota kerabat suami. Mengenai ha1 ini dinyatakan pernah ada seorang wanita yang berhasil menduduki posisi ap-itikrno dalam wim-aila. Posisi ini dicapainya karena diakui memiliki kemampuan dalam merencanakan peperangan, meskipun pada saat itu terdapat ahli waris laki-laki. Nama wanita tersebut adalah Pukage Hisage dari konfederasi Hisage - Kosi, hidup pada masa peperangan masih berjalan antara Tulem dengan Yiwika.
3.2.5. Konflik Persaingan dan konflik menjadi ciri dari hubungan sosial antar kelompok masyarakat. Koflik berupa pertentangan dan perselisihan antar kelompok yang dapat berlanjut pada kekerasan atau dikenal dengan perang. Dengan sifat hubungan yang selalu diwarnai konflik, perang menjadi pranata yang penting. Terutama sekali yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dan rohtspirit, hubungan harmonis dicapai dengan kegiatan ritual dan salah satunya adalah perang. Menjaga hubungan yang harmoni antara manusia dengan spirit adalah menjaga kesejahteraan warganya dalam arti kehidupan tenang dan warga dapat bekerja dengan baik, hasil kebun serta ternak babi berlimpah. Selain itu hngsi perang adalah sebagai sarana seseorang mencapai posisi sosial yang tinggi sebagai pemimpin atau Kain. Perang terjadi biasanya antar aliansi, perang yang terjadi berawal dari konflik pribadi yang berlanjut pada konflik umum. Konflik terjadi pada beberapa tingkat, tingkat pribadi, kelompok, konfederasi, dan aliansi. Bila konflik tidak teratasi dapat meningkat pada jumlah orang yang terkait dan situasi tegang yang terjadi. Tingkat paling tinggi terjadi bila hingga ukuran kelompok politik (aliansi). Perang biasanya terjadi antar konfederasi dari aliansi yang berbeda. Tapi dapat juga terjadi antar konfederasi dalam satu aliansi, ha1 ini dapat mengakibatkan pada perpecahan konfederasi dan aliansi, konflik seperti ini disebut uma-wim (uma
=
kampung; wim
=
perang), sedangkan konflik
antar aliansi disebut wim. Konflik biasanya bersumber dari babi dan wanita yang merupakan sumber utama. Sedang tanah juga dapat menjadi sumber konflik, tetapi jarang terjadi. Kehilangan babi atau pencurian babi sering menimbulkan konflik yang berkepanjangan hingga menjadi perang. Babi yang hilang mungkin karena lalai, dapat mengakibatkan pada tuduhan yang salah dan menimbulkan ketegangan hingga akhimya terjadi perang. Wanita juga sering menjadi penyebab konflik. Seperti kasus-kasus perkosaan, perzinahan, atau membawa lari wanita. Tetapi sebenamya konflik-konflik semacam ini dapat diatasi dengan sanksi atau denda. Sementara itu tanah bukan sumber utama perang. Dari wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat dinyatakan bahwa perang terjadi tidak untuk memperebutkan sebidang tanah atau memperluas w i ~ a ~ a Perang h ~ ~ . biasanya dilakukan di lahan yang memang disediakan untuk keperluan perang, yaitu arena perang. Sedang wilayah masing-masing konfederasi sudah tertentu batas-batasnya (batas alam) dan disepakati oleh seluruh kelompok masyarakat di lembah Balim.
2vawancara dengan Karl G. Heider yang menyatakan pengalamannya selama penelitian di Lembah Balim dan tumt menyaksikan perang yang terjadi di lokasi penelitiannyzi (Dugum)
Menurut informasi seringkali seorang pemuda mengenali batas wilayah kelompoknya dari cerita orang-orang tua dari kelompoMkonfederasi lain. Tetapi kadang timbul konflik karena seseorang mepggunakan lahan baru, padahal sudah ada yang berencana menggunakan lahan tersebut. Kasus lain berupa pelanggaran ternak terhadap kebun seseorang. Atau karena seseorang dapat mengolah lahan (hak guna) dimanapun dengan ijin yang berhak sering menimbulkan konflik ketika orang yang berhak menginginkan kembali lahan tersebut sementara lahan masih d i t a ~ ~ a m i . ~ ~ Kasus lain tentang konflik yang bersumber atas lahan adalah bila terjadi perpecahan dalam suatu konfederasi. Karena awalnya bersaudara maka konflik atas tanah terjadi karena masingmasing merasa berhak atas tanah tersebut. Contoh kasus ini adalah perang yang teqadi antara Wouma dan Walesi yang merupakan konflik antara konfederasi Aso-Matuan dengan Aso-Yelipele. Kasus seperti ini juga pernah terjadi antara desa Tulem kraliansi dengan desa Wenabubaga dengan Yiwika yang merupakan konflik antara konfederasi Alua-Marian dengan Alua-Walilo. Konflik-konflik yang terjadi sering diikuti dengan jatuhnya korban. Hal iiiilah yang menyebabkan konflik berkepanjangan karena penyelesaiannya adalah seimbangnya jurnlah korban dari kelompok-kelompok yang bermusuhan. Hal inilah yang disebut oleh Heider bahwa alasan perang adalah ghostlspirit, artinya bahwa roh yang meninggal akibat perang ataupun konflik tidak tenang bila kerabat atau anggota kelompok tidak melakukan pembalasan (Heider 1970: 99). Konflik antar aliansi dikenal secara luas sebagai perang suku. Aliansi terbentuk sebagai upaya pencegahan atau menjaga dan mengamankan perbatasan. Upaya ini sering diikuti oleh perkawinan dan pengiriman benda adat pada peristiwa-peristiwa adat. Dengan demikian mereka saling terikat untuk membantu kesulitan masing-masing pihak. Untuk pertahanan, di setiap perbatasan dengan musuh didirikan menara pengintai atau Rayo. Biasanya yang menjaga kayo ada dua orang, satu orang di atas menara dan seorang lagi di bawah, selain mengawasi kemungkinan serangan musuh mereka juga mengawasi ibu-ibu yang sedang bekej a di kebun.
3.2.6. Alam Supernatural Orang Tulem dan Dani Balim umumnya memandang dunianya sebagai suatu keselumhan kosmis yang hidup. Dunia terdiri atas dunia empiris (tanah, dusun, kebun) dan non-empiris (kediaman kekuatan-kekuatan gaib). Kedua dunia bersatu (dunia spirit dan nyata), yang meninggal dan yang hidup saling membantu, roh-roh akan membantu yang hidup dalam usaha mendapatkan
2v Kasus seperti ~ n terjadi i di Kampung Kilimasom. liecamatan Wamena kota pada tahun 1990 Dalam kasus sepcrtt ~ n umumnya i dimenangkan oleh pihak yang berhak atas lahan, !etapi ia luga diharuskan mengganti tanaman yang ada di atas lahan tmcbut.
kemakmuran dan perlindungan. Keuntungan dan kemalangan dalam
hidup ditentukan dan
dipengaruhi oleh baik tidaknya hubungan dengan arwah leluhur (Yaboisembut 1989: 92; Peters dalap Hayward 1980: 102). Kaneke merupakan simbol atau sarana yang menggambarkan hubungan antara yang hidup dengan para leluhur.
3.2.6.1. Wesa dan Mokat Mokat artinya adalah hantu. Hantu dari manusia yang telah meninggal atau mh-roh yang tinggal pada tempat-tempat tertentu. Mokat juga tinggal di wakunno, tetapi pada waktu tertentu mendatangi perkampungan pada malam hari dan mengganggu orang lewat. Mokat juga hadir dalam perang; mereka memiliki perasaan suka atau tidak s u b . Oleh karenanya dalam pesta/acara adat seperti kesuburan, atau acara adat besar (mauwe) atau acara adat kematian selalu ada sedikit makanan, ubi dan daging babi yang diletakkan di wakunno. Pada waktu peletakan sege-yilik dari orang yang sudah meninggal selalu disertakan benda-benda yang disukai orang yang meninggal tersebut ditarnbah &oak (tempat minum). Menurut orang-orang tua ha1 ini dilakukan agar roh yang meninggal tersebut tidak kehausan atau kelaparan dalam perjalanannya. Rohltete berbeda dengan mokat, meskipun tidak jelas perbedaannya. Roh tidak begitu mempengaruhi kehidupan manusia, tidak seperi mokat. Tetapi roh tetap dihormati, biasanya menempati suatu area. Meskipun demikian, dari wawancara dengan masyarakat Tulem (dewasa maupun anak-anak), mereka tidak begitu merasa takut terhadap mokat. Hal ini nampak dalam keseharian mereka dimana mereka sering mengejek orang-orang yang bersikap buruk sebagai mokat dan bila mereka harus keluar hi malam hari juga tidak merasa terganggu akan kehadiran rnokat. Wesa atau wesanma (wesa = kerarnat/suci; ma
=
tempat), yaitu tempat keramat dimana
terdapat wakunno,wesa juga berupa larangan memasuki suatu wilayah atau kebun untuk beberapa saat karena tujuan tertentu. Biasanya bila direncanakan untuk mengadakan pesta adat besar (mauwe), jauh sebelumya telah diberlakukan larangan-larangan menebang pohon di hutan, memasuki kebun atau membunuh babi. Larangan tersebut biasanya dibarengi dengan memberi tanda silo, yaitu menyilangkan siluk atau alang-alang sedemikian rupa ditempat tertentu. Bila dilanggar diyakini akan menyebabkan si pelanggar sakit bahkan meninggal. Wesa juga dapat dikatakan sebagai upaya membatasi kegiatan mokathoh. Caranya dengan menyenangkan mokat seperti penyelenggaraan upacara kematian. Selain itu dapat pula dilakukan melalui penggunaan benda-benda magis untuk menahan mokat mendekati manusia, kampung, atau
kebun. Beberapa dari benda-benda magis ini dikenakan di tubuh (seperti hiasan), tujuannya adalah agar terhindar dari penyakit, karena mereka percaya bahwa seseorang sakit karena hubungan deqgan para roh tidak baik. Sebagai contoh salah seorang responden menggunakan tipat di leher. Tipat terbuat dari benang (yang biasa dibuat noken) dan di ujungnya digantungkan bagian tubuh babi (ekor, telinga, dll). Dikatakan bahwa pada suatu hari salah seorang kerabat dan beberapa orang tetangga melihat ia berada di suatu tempat: di pasar dan di kebun, pada waktu yang bersamaan. Padahal responden pada waktu yang dikatakan berada di rumah. Menurut kepercayaan, roh orang tersebut berusaha meninggalkan tubuhnya. Untuk mengembalikan roh tersebut maka diadakan upacara, responden duduk ditengah silimo dikelilingi para orang tua. Mereka berjalan memutari orang tersebut sarnbil menyerukan nama para leluhur, kemudian kepadanya dikenakan tipat.
3.2.6.2.
Sikap terhadap Kekuatan Supernaulral Kekuatan jahat hantutroh dikenal, tetapi ha1 ini tidak menjadikan mereka melakukan
sesuatu yang tidak perlu atau tidak biasa untuk menghindarinya. Hubungan antara manusia dan dunia supernatural tidak menakutkan. Meskipun mokat atau roh itu ada dimana-mana dan bahkan bisa mengancam, tetapi tidaklah menuntutlmenghukum secara tidak adil. Misalnya larangan berada di Wesanma, anak-anak kecil yang bermain dan secara tidak sengaja memasuki area wesa, karena ketidak tahuan maka mereka tidak dikenai hukuman, hanya diberi peringatan untuk selanjutnya tidak diperbolehkan memasuki area tersebut.
3.2.6.3.
Upacara Ritus Upacara adatlritus dilakukan menyangkut siklus hidup serta pada waktu-waktu tertentu bila
terjadi peristiwa yang dianggap mengganggu kehidupan masyarakat misalnya bencana. Dalam setiap upacara selalu ada ubi dan babi serta kegiatan bakar batu. Pemimpin upacara disesuaikan dengan jenis upacara, apakah menyangkut adat (siluk-aila) atau perang (wim-aila).
Upacara Kematian Upacara kematian secara adat berlangsung beberapa tahap. Upacara ini diselenggarakan tidak hanya sebagai rasa duka tetapi juga bertujuan agar arwah orang yang meninggal tersebut tidak mengganggu
yang
hidup.
Selain
itu
juga
merupakan
sarana
memperkuat
tali
kekerabatanlpersaudaraan serta hubungan sosial. Karena dalam upacara ini seluruh anggota kerabat
pula kelompok-kelompok yang memiliki hubungan dengan orang yang
berkumpul demikan
meninggal (konfederasi atau aliansi). Dalarn upacara ini pula terjadi pertukaran beberapa baranglbenda yang berkaitan dengan kematian tetapi juga merupakan benda adat digunakan dalam berbagai kegiatan adat. Tahap pertama adalah segera setelah kematian dilakukan pembakaran mayat, untuk acara ini beberapa ekor babi dibunuh untuk santap bersama tamu-tamu yang hadir. Sumbangansumbangan berdatangan dari para tetangga dan kerabat serta anggota konfederasi dan aliansi. Pada kematian yang wajar (alami), upacara dipimpin oleh pemimpin kampung atau sili atau anggota dari siluk-aila. Kematian karena tindakan kekerasan termasuk perang, upacara dipimpin oleh anggota dari wim-aila. Sebelurn pembakaran, mayat diletakkan di dapur atau di honai laki-laki (bila seorang laki-laki yang meninggal). Posisi mayat disesuaikan dengan saat dia meninggal. Pada kematian akibat Gang, mayatnya didudukkan di semacam kursi dan diletakkan di halaman rumah.
Gbr. 3.27. Tamu dan Sumbangan dalam Upacara Kematian Sambil menunggu datangnya para tamu clan semua kerabat orang yang meninggal berdatangan, mayat diletakkan di rumah duka. Kaum laki-laki menyiapkan keperluan masak dan pembakaran mayat. Sementara itu tamu-tamu pun berdatangan dengan membawa sumbangan. Dalarn acara ini pula hutang piutang dituntaskan, piutang terhadap rnendiang dan sebaliknya sebelum pembakaran mayat dilakukan. Pembayaran diselesaikan diambil dari sumbangan babi yang diterima setelah terlebih dahulu dibagikan kepada kaum kerabat terutama pada para ami.
Para tamu datang biasanya dalam kelompok (mewakili keluarga) langsung masuk ketengah halaman disambut tuan rumah yang duduk didepan honai laki-laki. Dalam keadaan ini para tarnu menangis sambil menyebutkan hubungannya dengan orang yang meninggal tersebut. Demikan juga tuan rumah menangis sambil menyebut nama anggota keluarga lain atau leluhurnya. Setelah selesai maka tuan rumah menyambut kedatangan tamunya dengan ucapan wah wah wah dan mereka saling berangkulan, kemudian sumbangan pun diserahkan. Dahulu biasanya setiap tamu diberi sebatang ranting kecil, dan sekarang dilakukan dengan pencatatan. Hal ini dilakukan agar tidak lupa siapasiapa yang menyumbang untuk ucapan terima kasih pada tahapan berikutnya.
Gbr. 3.28. Persiapan Upacara Pembakaran Mayat Dalarn upacara ini orang yang membunuh babi dengan panah adalah apePo. Sedangkan yang memilih babi yang akan dibunuh adalah ap-itikmo. Selain itu itikmo juga mengatur pembagian daging pada saat makan,
sedang ap-eki bertugas memotong dan membagikan
daging babi kepada yang hadir yang dibantu metek. Pada saat pembagian daging babi, pertarna dilakukan adalah menyerahkan dahulu bagian dari ap-itikrno, rnetek, apeki, setelah itu ban! dibagikan kepada seluruh tarnu yang membentuk kelompok-kelompok dalam lingkaran. Pada saat itu tidak semua daging dimasak sebagian disimpan untuk upacara keesokan harinya. Setelah acara makan selesai kemudian disiapkan susunan kayu untuk membakar mayat ditempatkan yang telah disediakan. Mayat dibakar beserta pakaian dan benda-benda yang dikenakan terakhir. Pada saat pembakaran, ap-itikmo atau orang yang penting dalam keluarga yang bersangkutan membuat sege-yilik, batang kayu pendek dibungkus alang-alang (siluk) kering. Sege yilik ini kemudian di kibas-kibaskan diatas mayat yang sedang dibakar sambil meneriakan kata-kata lana-lana yang artinya pulang. Keesokan harinya sege yilik dibawa dan dimasukkan kedalam
"' Di setiap sill terdapat susunan kepemimpinan seperti metek.
wakunno, ini dilakukan secara diam-diam pada waktu pagi dini hari. Sege yilik diletakkan berdiri dan diatasnya ditaruh isoak, juga benda-benda kesayangan seperti noken, tongkat, dan lain-lain. Selain itu diletakkan juga sedikit daging babi bakar. Pada setiap upacara adat, keluarga orang yang telah meninggal tersebut akan selalu marnbawa sedikit daging bakar.
Gbr. 3.29. Memanah Babi untuk Santap Bersarna Tempat dimana dilaksanakan pembakaran mayat (selama upacara) disebut warekma (warek = mati; ma = tempat). Pada pagi harinya abu mayat dikumpulh dan dibungkus daun pisang
(biasanya pisang tuma) dan diletakkan di oak leget. Kini sudah banyak yang tidak membuat oak leget ini. Mereka membuat lubang dimana mayat akan dibakar dan di lubang itulah abunya dikuburkan. Sebelum mayat dibakar, mayat diusapi rumput yang diberi lemak. Setelah itu mayat diletakkan di tumpukan kayu yang mulai terbakar, diatas diberi tumpukan kayu lagi. Selama beberapa hari keluarga mendiang tidak diperkenankan bekerja. Untuk rnakan mereka mendapat sumbangan dari kerabat-kerabat lain. Dahulu sehari setelah pembakaran, gadisgadis kecil keluarga dekat mendiang dipotong jari-jari tangannya sebagai tanda duka sedang kaum prianya memotong telinga (tetapi untuk pria tidak wajib). Menurut Heider (1970: 155) ha1 ini merupakan pemberian untuk memberi kesan para arwah. Sejak masuknya missi/zending dan pemerintah BelandalIndonesia pemotongan jari ini dilarang. Selain pemotongan jari tangan, para wanita bermandi lumpur dan diberlakukan pantangan bagi kerabat terdekat. Pantangan tergantung pada orang yang menjalani. Ada yang berpantang memakan makanan tertentu, ada yang berpantang mencukur rambut, kumis dan janggut (untuk lakilaki) dan memakai pakaian kumal (untuk perempuan). Masa berkabung dengan mandi lumpur ini disebut palawi, sedang berkabung dengan berpantang disebut hean (Yaboisembut 1989: 1 17). Dalam masa duka ini anggota kerabat mengadakan persiapan bagi upacara berikutnya.
Masa palawi dijalani beberapa waktu, bisa 1-2 bulan tergantung kesiapan untuk penyelenggaraan upacara berikut yaitu penghapusan lumpur. Pada hari yang ditentukan, kerabat, keluarga, relasi, tetangga berkumpul kembali sambil membawa sumbangan babi dan ubi jalar. Dalarn acara ini kembali beberapa ekor babi dibunuh dan dimasak bersarna ubi, demikan prosesnya tidak berbeda dengan upacara sebelumnya. Pada malam harinya para kerabat pergi ke sungai untuk membersihkan lumpur yang ada di badan, setelah itu digosok dengan lemak babi. Sejak saat itu pantangan dicabut. Tetapi dari beberapa wawancara terdapat orang-orang yang berpantang memotong rambut atau berpantang merokok selama satu tahun sebagai tanda duka. Larnanya berpantang tergantung pada orang-orang yang menjalaninya. Setelah masa berpantang selesai ia mengadakan upacara kecil dengan membunuh babi dan mengundang beberapa kerabat dan Ietangga untuk makan bersama. Sesungguhnya upacara kematian yang penting, pertama adalah upacara pembakaran dan kedua adalah mengusapi tubuh dengan lumpur dan pembersihan dari lumpur. Tetapi tahapan upacara kematian bisa jadi tiga tahap atau empat tahap. Dimana tahap-tahap berikut merupakan tahap pembayaran atau ucapan terima kasih kepada semua yang telah membantu atau memberikan sumbangan. Dilaksanakannya tahapan terakhir disesuaikan menurut kemarnpuan dari keluarga orang yang meninggal tersebut. Penggunaan lumpur pada tubuh sebagai tanda duka, merupakan simbol dari ketidakabadian manusia, seperti burung. Selain itu setiap kematian dianggap terdapat ketidak seimbangan hubungan antara manusia dengan para arwah leluhur. Melumuri tubuh dengan lumpur adalah upaya memperbaiki hubungan yang terganggu tersebut. Penghapusan lumpur kemudian merupakan ungkapan perpisahan terhadhp orang yang meninggal dan kesedihan serta duka diganti dengan semangat untuk bekerja kembali.
Upacara Perkawinan Perkawinan dapat ditempuh dengan dua cara yaitu, mandiri tidak disertai upacara lain atau melalui upacara mauwe yang diadakan Iima tahun sekali. Jalannya upacara atau prosesinya sarna, yaitu si gadis diantarkan ke tempat calon suaminya dengan membawa berbagai makanan dan hadiah. Calon suaminya menjemput di suatu tempat dengan membawa makanan dan berbagai hadiah. Di tempat yang ditentukan mereka bertemu dan bertukar hadiah, makanan yang dibawa dimakan bersama, sebagian lagi dibawa pulang.
Sebelum si gadis diantarkan kepada keluarga laki-laki diadakan upacara khusus yaitu mengenakan yokal (rok bagi wanita yang sudah menikah). Gadis yang akan menikah berdiam di dagur, sementara para undangan datang sambil membawa noken sebagai hadiah dengan cara meletakkannya di kepala menjuntai ke punggung. Hadiah-hadiah itu ditumpuk sedemikian rupa sehingga nampak gadis tersebut tertimbun noken. Malam harinya berganti pakaian, mereka melepas sali dan menggunakan yokal. Acara ini diikuti dengan masak babi untuk makan bersama.
Upacara Kelahiran Pada saat seorang ibu akan melahirkan, seorang wanita yang biasa membantu kelahiran dipanggil. Ibu yang akan melahirkan tinggal di Honai, pintu dibuka agar terang tetapi laki-laki tidak diperkenankan masuk. Para wanita (kerabat lain) mencari sejenis dedaunan yang dinamakan haM sebagai alas waktu kelahiran. Setelah bayi lahir tali-pusar dipotong dengan hite (Mischantus floribundus), kemudian ari-ari atau opase dibungkus dengan hakal (daundaunan) dan dibuang ke sungai. Dengan maksud menjauhkan bayi dari gangguanlsakit. Upacara kelahiran ini tidak merupakan upacara yang besar. Saat ini pengaruh gereja lebih besar; setelah beberapa saat, dilakukan acara pemberian nama sekaligus pembaptisan.
Upacara lnisiasi Inisiasi merupakan upacara menandakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewBagi perempuan inisiasi berlaku dua kali, yaitu pada masa haid pertama disebut hotali, dan saat dikenakan yokal sebagai tanda wanita yang sudah menikah.
Segera setelah diketahui bahwa seorang gadis menerima haid pertarnanya, ibu dan saudarasaudara perempuan lainya memberitahukan saudara dan kerabat laimya. Sore harinya anggota kerabat perempuan dan laki-laki (bibi, paman, kakak, dan orang tua) mencari watleke atau siluk. Watleke diletakkan diatas atap tepat di pintu masuk dapur. Sementara anak yang bersangkutan berdiam diri di dapur. Saudara laki-laki mencari wim oado, yaitu kulit kayu pohon win yang halus (Ficus drupacea). Kulit ini kemudian dipukul-pukul hingga halus seperti benangltali dan direndam dalam lumpur hingga berwarna hitam, setelah itu dijemur dan disebut hilukuak. Kemudian saudara
laki-laki
mencari
alang-alanglwatleke,
dan
saudara
perempuan
mengambil
hilukuak,
menganyamnya seperti sali yang disebut isibat. ,
Acara pertama, pada malam hari diadakan etai, yaitu menari dan menyanyi saling
bersahutan antara barisan perempuan dan barisan laki-laki. Mereka saling berhadapan dengan menyebut nama para leluhur yang sudah meninggal, ini dilakukan semalaman. Pagi harinya, kelompok laki-laki keluar dari halaman sili bersiapsiap di luar sili. Sementara kelompok perempuan berkumpul di dapur dan menemani gadis yang bersangkutan. Kemudian mereka keluar dan bersama kelompok laki-laki mandi lumpur, mereka saling melempari teman-temanya dengan lumpur dan menggosok-gosokkan pada tubuh teman-temanya. Setelah selesai kemudian mereka membersihkan diri. Hal ini adalah usaha untuk menakuti roh-roh jahat (Peters dalam Hayward 1980: 90). 'Acara selanjutnya, kelompok wanita masuk kembali ke dapur, tamu laki-laki kembali ketempat mereka, acara selanjutnya adalah untuk perempuan. Gadis yang bersangkutan dibantu yang lain mengenakan isibat sebanyak 8-10 lapis. Sali lama dilepas dan disimpan. Adik perempuan dari ibu si gadis mengikat rambut di belakang kepala dengan tali atau yolalek sebagai tanda sudah dewasa. Kemudian si gadis membagi-bagi hipere (ubi) kepada yang hadir di acara tesebut. Isibat dan ikatan rarnbut tersebut tetap dikenakan hingga masa haid selesai dan kembali mengenakan sali lama. Pada masa haid berikutnya, isibat tidak perlu dikenakan semua, cukup satu lapis yang dikenakan di bagian luar sali yang biasa digunakan. Sedangkan acara pemakaian yokal merupakan masa peralihan seorang gadis menjadi wanita dewasa yang siap menikah. Biasanya acara ini diadakan dalam pesta babi besar atau mauwe dimana perkawinan masal adalah salah satu acaranya.
b) Ap-Waya Ap-waya merupakan upacara inisiasi bagi anak laki-laki umur sekitar 6-10 tahun. Apwaya berasal dari kata up yang artinya laki-laki, waya berarti menjadikan seorang anak anggota waya. Anak-anak yang akan mengikuti upacara apwaya diantar oleh bapak atau kakak laki-laki ke honai adat (yang menyelenggarakan ap-waya adalah wim-aila). Di honai adat mereka menunggu ami yang datang membawa babi, yarek, noken, ye, dan sikhe-tok (busur dan anak panah), serta wam-amok (lemak babi). Setelah ami tiba, diterima dengan kata-kata: nami-nfa nami-wa yang artinya paman selamat datang. Acara dilanjutkan dengan penyerahan babi dari ayah anak laki-laki kepada m i , babi ini disebut warn sakhe-ako. Ami juga menyerahkan babi (warn yelileken) kepada ayah si anak.
Kemudian beberapa ekor babi dibunuh dan dimasak. Sementara itu para ami mengantar keponakannya ke sungai dan memandikannya hingga bersih untuk mengikuti acara makan bersarna. Dalam acara ini secara resmi anak diserahkan kepada ami untuk diinisiasikan, clan ami menerimanya dengan kata-kata neyak-wa, neyak-wa, neyak-wa, artinya arni menerima keponakannya dan memasukkan anak tersebut ke kelompok orang-orang dewasa di honai adat. Para ami menggosok badan anak-anak tersebut dengan lemak babi yang telah dicampur daun musan (semacam seledri). Sambil menggosok, anak-anak tersebut diberi wejangan sambil bemyanyi. Tahap berikut adalah penyerahan harta benda oleh ami kepada keponakanya secara simbolis. Kepala anak dilingkari dengan yerak, noken berisi daging babi digantungkan kebelakang, dan ye. Kemudian ami memberi busur dan anak panah yang dibuat sendiri. Setelah itu ami dan keponakan saling memberi potongan babi dan diakhiri dengan teriakan tanda kegembiraan menerima seorang anggota barn, kemudian anak-anak diantarkan dalam honai yang telah disediakan, sedang ami kembali pulang. Setiap malam anak-anak tersebut mendapat nasihat dan pengenalan tentang adat-istiadat yang perlu diketahui, mereka tidak boleh pulang ke sili orang tuanya terutarna ibunya. Menjelang akhir acara anak-anak ini diuji dengan melakukan perang-perangan. Para m i , saudara-saudara lakilaki lain yang lebih tua menyerang anak-anak tersebut. Setelah selesai maka mereka diantar kembali kepada keluarganya, dan mulai saat itu mereka tinggal di honai laki-laki. Lamanya penyelenggaraan apwaya ini bisa satu bulan tetapi saat ini cukup tiga hari atau satu seminggu. Menurut Heider (1970: 64-65) dan Hayward (1980: 91-92) upacara apwaya ini tidak menitik beratkan pada latihan perang atau pendewasaan melainkan menjadikan anak-anak dari paroh waya menjadi laki-laki waya. Karena pada kenyataannya memang hanya kelompok waya-lah yang mengikuti upacara ini. Sedangkan anak-anak dari paroh wita tidak berpartisipasi dalam upacara ini. Tetapi tidak berarti tidak terlibat sarna sekali, karena ami adalah saudara laki-laki dari pihak ibu yang memiliki peran penting. Bila dilihat dari acara dalam upacara tersebut, ap-waya merupakan upacara pendewasaan. Anak-anak diajari mengenali tugasnya dan adat istiadatnya dimana setelah ini mereka sudah dapat diikutsertakan dalam kegiatan kaum dewasa dan mengikuti pembicaraan kaum dewasa di pilamo. Di Wamena upacara ini berlaku bagi anak dari kedua paroh, waya-wita. Untuk itu anak-anak dari paroh wita di-wayakan dahulu, setelah acara inisiasi selesai, mereka kembali menjadi wita.
Upacara Mauwe
Pesta mauwe, merupakan pesta adat yang dilaksanakan sekali dalam tiga atau empat tahun. Pesta ini diawali dengan upacara apwaya. Kemudian diikuti dengan pesta babi atau ebe-ako dimana banyak babi dibunuh untuk santap bersama, dilanjutkan dengan upacara perkawinan, terakhir upacara kematian. Yang berhak menyelenggarakan upacara ini adalah ketua aliansi. Karena pesta besar ini melibatkan seluruh kelompok, konfederasi dan aliansi. Penyelenggaraan acara dapat berlangsung selama satu tahun, karena persiapannya memakan waktu yang lama. Pada saat akan diselenggarakan mauwe maka dilakukan larangan atau silo membunuh babi atau mengambil hasil kebun.
Upacara Kesuburan Upacara kesuburan dilaksanakan bila dirasakan kondisi masyarakat ataupun kebun tidak menggembirakan. Banyak ternak mati, hasil kebun tidak baik, timbul penyakit dan banyak yang meninggal, ha1 ini dipercaya karena arwah leluhur terganggu. Maka ap-itikmo dari siluk-aila memutuskan mengadakan upacara kesuburan, bersarna anggota siluk-aila lain membicarakan rencana ini. Beberapa minggu atau bulan sebelumnya dilakukan silo atau larangan membunuh babi dan mengambil hasil beberapa kebun yang telah ditentukan. Pada waktunya maka anggota satu wakunno berkumpul di honai adat yang telah ditentukan dengan membawa babi. Mereka berkumpul sarnbil membicarakan rencana pelaksanaannya, sebagian lagi mencari kayu bakar guna keperluan masak keesokan harinya. Mereka berkumpul di tengah-tengah silimo, pertemuan ini bejalan lama karena tiap anggota berhak memberikan pendapat. Setelah pembicaraan selesai kemudian diumumkan bahwa pelaksanaanya esok hari, ibu-ibu diminta membawa hasil kebun yang terbaik untuk diberkati. Selain itu mereka membawa sumbangan hasil kebun untuk acara makan bersama. Sedang bapak-bapak diminta membawa rerumputan yang disebut lukaka (Melinis minutiflora) untuk keperluan upacara. Esok harinya acara dimulai dengan membunuh beberapa ekor babi termasuk beberapa babi adat yang dilakukan oleh ap-eki, sebelumnya telah dipersiapkan batu-batu panas. Kemudian babi dengan sayuran dimasak dengan dialas lukaka. Untuk babi adat dimasak tersendiri, yaitu di pekarangan dalam dimana terdapat waro-leget, dan wanita tidak diijinkan menkonsumsi babi yang dimasak di tempat ini.
Setelah masak diadakan makan bersama, terlebih dahulu disisihkan sekerat hati, jantung dan sedikit lemak. Setelah acara makan selesai ibu-ibu diminta mambawa hasil kebun terbaiknya masing-masing satu noken ke tengah silimo. Kemudian bapak-bapak berkumpul melingkar, membaca mantera-mantera sambil menyerukan nama leluhur. Masing-masing memegang sebatang bambu kecil atau lokop (Phragmites karka) yang berisi air kemudian bersama-sarna menuangkan air tersebut diatas hasil bumi. Setelah itu hasil bumi tersebut diserahkan kembali kepada para ibu, apitikmo mengambil noken berisi hasil bumi dan memberikan pada ibu-ibu dengan meletakkan di kepala kebelakang, sambil diberi mantera. Setelah selesai para ibu bersiapsiap untuk pulang. Sebelum ibu-ibu pulang kepada mereka dibagikan segenggam lukaka yang telah dilumuri lemak babi dan meminta mereka untuk meletakkan pada jalan masuk kebun. Artinya keesokan harinya ibu-ibu dilarang masuk kebun selama sehari pequh. Demikian bapak-bapak juga dibekali segenggam lukaka dan bersarna-sama mereka akan meletakkannya di lokasi tertentu yang merupakan wilayah adat mereka. Dari sili mereka berlari-lari kecil sarnbil bernyanyi menuju wakunno mereka meletakkan lukaka, di pintu masuk sili dan tempat-tempat tertentu. Sesampainya di wakunno mereka membaca mantera dan apitikrno membuka pintu wakunno. Ap-itikmo kemudian meletakkan jantung dan hati babi didalam wakunno. Setelah itu dinding dan pintu wakunno digosok-gosok dengan lemak babi. Setelah pintu ditutup, dibawahnya diselipkan lukaka, dan mereka melanjutkan pejalanan dengan berlari-lari kecil untuk meletakkan lukaka di tempat tertentu. Keesokan harinya anggota wakunno tersebut dilarang bekeja satu hari penuh. Sebelum peletakkan lukaka, waro leget sudah digosok dengan lemak babi, yaitu di bagian pagar waro leget. Selain itu juga diselipkan lukaka dan sedikit lemak babi dibawah pagar waro-leget. Upacara ini dimaksudkan untuk memperbaiki hubungan dengan arwah para leluhur. Juga sebagai pengukuhan atas wilayah adat mereka. Hal ini nampak pada upacara kesuburan yang baru-baru ini (September 1995) dilakukan di wakunno yang terletak di Wouma, pinggir sungai Wamena (konfederasi WukaHubi dan Lanitipo). Pada saat itu tejadi wabah penyakit babi, beberapa anggota masyarakat meninggal, juga adanya banjir menyebabkan beberapa dari kebun mereka rusak. Mereka percaya ha1 ini terjadi karena wakunno terganggu, sebab di sungai Wamena orang-orang mengambil batubatu sebagai bahan bangunan. Ini menyebabkan pelebaran sungai dan mulai mengancam posisi dimana wakunno berada. Selain untuk memperbaiki hubungan dengan roh leluhur, mereka juga mengukuhkan dan mengumumkan batas-batas wilayah adat mereka. Sehingga setiap kegiatan yang dapat mengganggu keberadaan mereka (wakunno) hams mendapat ijin.
Desa Tulem juga merencanakan upacara kesuburan tetapi hingga penulis kembali upacara belum dilaksanakan. Secara garis besar pelaksanaan upacara sama hanya terdapat perbedaan sedikit. Perbedaan pada bagian menggosokkan lemak babi di waro leget. Di Tulem selain pagar war0 leget di gosok dengan lemak juga digosok dengan darah babi. Kemudian di bawah sebilah kayu (kayu pabi) yang ditancapkan di tengah waro leget, ditanam sekerat kecil lemak babi. Pada malam harinya sambil berlari-lari untuk meletakkan lukaka di tempat yang sudah ditentukan juga dipercikkan darah babi.
upacara Perang
Sebelum perang berlangsung biasanya diadakan suatu upacara. yang dipimpin oleh Apitikmo. Upacara dilakukan di Wim-Aila, biasanya dilakukan dimalarn hari dan kaum wanita tidak diperkenankan hadir. Dalam upacara ini dibunuh seekor babi, kemana arah babi menghadap itulah musuh yang akan diperangi. Setelah itu ApItikrno melakukan puasa, kegiatan ini dilakukan secara rahasia bila ApItikrno sampai diketahui orang pertanda akan ada bencana (kalah perang). Perang bagi orang Dani merupakan suatu bentuk pertahanan diri atau pemulihan keseimbangan alam (kesejahteraan). Dengan hail kebun dan juga ternak babi yang banyak. Dalam ha1 ini mereka mengenal balm dendam, karena diyakini bahwa orang-orang yang terbunuh dan yang mati secara wajar tidak merasa senang karena setelah kematian mereka tidak mendapat balasan (Heider 1970: 105; Yaboisembut 1989: 98). Selain itu dahulu dipercaya bahwa perang diperlukan bagi kesuburan tanah maupun ternak n ereka3' (Peters dalam Hayward 1980: 102). Hal ini terkait dengan legenda asal usul manusia di Lembah Balim. Usai perang, kemenangan yang diperoleh dirayakan dengan mengikut sertakan seluruh masyarakat. Selain makan bersama juga dilakukan tarian atau etai pel, tarian kemenangan. Kemudian dilakukan penyimpanan awarek sebagai benda keramat. Awarek ini pada masa-masa perang suku menjadi benda pendorong semangat berperang. Dengan awarek ini orang-orang diingatkan akan korban-korban perang sebelumnya
" ~ a w a n c a r adilakukan
pada tahun 1990.
3.2.7. Kesenian Hasil seni masyarakat Dani tidak banyak variasi. Hasil yang menjadi benda seni seperti noken, yerak, walimo (dasi terbuat dari kulit kerang), suesi (hiasan kepala dari bulu burung) dan lain lain. Semuanya merupakan barang yang dikenakan sehari-hari. Barang-barang tersebut sekarang sudah menjadi benda souvenir. Alat musik yang berkernbang sederhana yaitu pikhon terbuat dari hite (Mischantus floribundus), yang biasa dimainkan oleh laki-laki. Alat musik lain biasanya dengan mulut dengan menirukan suara burung. Terdapat gitar dengan empat senar, yang merupakan modifikasi alat musik yang dibawa pendatang. Sementara anak-anak dalam bermain memanfaatkan yang ada di sekitar mereka. Seperti permainan roda rotan, yaitu membuat lingkaran semacam roda dari rotan, memainkanya dengan mendorongnya dengan tongkat kayu. Hal ini merupakan peniruan terhadap roda-roda kendaraanlsepeda yang mereka lihat. 1)ari ubi mereka membentuk pesawat terbang seperti yang mereka lihat. Pada masa lalu permainan anak selain permainan perang-perangan, juga kepandaian melempar tongkat dari jagat (Mischantusfloridulus), dan rnelempar lingkaran-lingkaran rotan Lagu-lagu yang berkembang di masyarakat umurnnya menceritakan keseharian mereka dengan nada-nada yang monoton. Sedang tari-tarian atau etai dikaitkan dengan kegiatan lain seperti : etai pel
: kemenangan perang
etai wenepugut : tarian pada acara perkawinan etai hotali mo
: tarian pada acara inisiasi anak perempuan (hotali)
etai hatalema
: tarian yang dilakukan dukun untuk upacara penyembuhan
etai warning
: tarian pada acara ap-waya
3.2.8. Konstruksi Bangunan rumah masyarakat Dani umumnya berkelornpok dalam kampung yang terdiri atas rumah laki-laki (pilamo), rumah perempuan (ebeai), dapur (hunila), kandang babi (wamaila), halaman rumah (silimo), pekarangan (hakiroma atau ungkutlu), pagar (leget), penyimpanan abu manusia (oak leget), pusathempat kesuburan (waro-leget). Waro leget tidak terdapat di semua sili, hanya terdapat dimana ada honai adat. Bangunan rumah berbentuk silinder. Bangunan
pilamo dan ebeai secara keseluruhan sama, hanya ada perbedaan pada komponen-komponen tertentu. Bentuk bangunan sili tidak berubah dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tetapi beberapa informasi menyatakan bahwa dahulu bangunan dapur juga berbentuk silinder sama dengan rumah tinggal, atau bersatu dengan rumah perempuan. Dengan demikian masyarakat Dani telah mengembangkan unsur variasi, bentuk silinder merupakan unsur menguasai sedangkan persegi panjang sebagai unsur variasi. Bentuk silinder dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat Dani Balim bahwa bangunan yang persegi banyak didiami roh-roh halus di sudut-sudut bangunan sehingga mereka segan tidur di bangunan tersebut (Onggo dan Latupapua 1994: 378). Bentuk silinder ini ada kaitannya dengan cuaca tempat tinggal orang Dani yang dingin. Dengan kata lain ada kaitanya dengan pengaruh turbulensi (perputaran) udara pada tingkat kerusakan bangunan. Bangunan tidak terlalu tinggi, relatif lebih sedikit kerusakan akibat angin (Onggo dan Latupapua 1994: 378). Untuk melindungi dari tiupan angin biasanya di selalu ditanami pohon-pohon besar atau saat membuka hutan, pohon-pohon
perkampungan
pelindung ini tidak ditebang semua. Ditambah mereka menanami pohon-pohon pelindung di hakiroma. Biasanya tanaman di daerah perkampungan adalah wile (Casuarina papuana), wiki (Albizia sp), wib (Grevillea papuana). Selain pohon-pohon pelindung juga ditanarn tanaman untuk keperluan sehari-hari
seperti haki (Musa spp), saik (Pandanus conoideus), hom
(Coloeasia esculenta), hipere (Ipomoea batatas), hite (Capsicum annum), hanom (Nicotiana tabacum), sika (Legenaria siceraria), pite/jalel (Cyathea cooperi), el (Saccharum oflcinarum). Pite atau jalel,
daunnya setelah dikeringkan digunakan sebagai penutup kakok (tempat
penyimpanan benda-benda adat).
Gbr. 3.30. Gotong Royong Mengumpulkan Alang-Alang untuk Atap
+ -
- 3,5m -3m - .- .. -
I
Penampang wbuah Ehcai
60
t - t
Gbr. 3.3 1 . Bangunan Tradisional
Bahan yang di gunakan untuk membuat pilat, ebeai, hunila dan warnai seluruhnya bahan lokal. Atap dibuat dari siluk atau alang-alang (Imperata cylindrica), sebagai atap disebutan watleke. Kayu papan untuk pagar, dinding, honai, dapur dan wam-ai digunakan beberapa jenis antara lain wile (Casuarina papuarta), sin (Araucaria cunninghamii). Jagat (Mischantus floridulus) digunakan sebagai lantai atas yang disusun rapat kemudian ditutup dengan lokop (Phragmites karka) yang dianyam seperti tikar sebagai alas tidur. Lantai bawah adalah lantai tanah yang ditutupi rumput-rumput kering atau yeleka (Lexia hexandra), yeleka kering sebagai alas duduk disebut sabuleka. Sabuleka ini sewaktu-waktu diganti. Uraian adat istiadat orang Dani di Tulem ini berlaku bagi kelompok masyarakat di bawah pengaruh gereja Katolik. Sedangkan kelompok masyarakat di bawah pengaruh gereja Kingmi sudah tidak menerapkan sebagian besar kegiatan adat.
3.2.9. Keiompok Masyarakat dibawah Pengaruh Cereja Kingrni Sejak masuknya Kingmi terjadi banyak perubahan. Karena gereja Kingmi melarang penyelenggaraan kegiatan adat termasuk pemilikan benda-benda adat seperti kaneke dan awarek. Berbeda dengan gereja Katolik yang mempertahankan bahkan memanfaatkan adat dalam pengembangan dan penyebaran misi mereka. Masyarakat desa Tulem terbagi kedalam dua kelompok gereja tersebut, Katolik dan Kingmi. Secara umum kelompok sosial masih berlaku seperti kelompok kekerabatan, kelompok wilayah tinggal. Hanya kelompok berdasarkan fungsi ritual tidak lagi berlaku pada masyarakat di bawah pengaruh gereja Kingmi. Kelompok pemukiman sili juga masih berdasarkan pada keluarga luas patrilineal dengan perkawinan polyginy. Meskipun pihak gereja baik Kingmi maupun Katolik menganjurkan perkawinan monogami. Tetapi belum dapat diterima karena masalah adat, seperti tuntutan akan keturunan serta kondisi lahan dan pembagian kerja tradisional yang masih dipertahankan. Konfederasi bertahan karena tujuan atau fungsinya adalah memperkuat ikatan kekerabatan dan sosial dengan kelompok-kelompok masyarakat lainnya. Sedangkan kelompok aliansi yang lebih merupakan kelompok politik tidak lagi penting meskipun dalam acara-acara adat mereka saling mengundang dengan tujuan memperkokoh ikatan sosial diantara mereka.
Upacara-upacara adat sudah tidak lagi diselenggarakan semuanya digantikan dengan kegiatan gereja. Juga dalam acara pembukaan lahan diawali dengan pembacaan doa. Sedang upacara siklus hidup seperti telah diuraikan di atas digantikan semua dengan upacara di gereja. Kelompok sosial yang ada kemudian adalah didasarkan pada kegiatan gereja yang dibagi dalam kelompok berdasarkan urnur dan jenis kelamin. Di Tulem telah terbentuk kelompok ibu-ibu, kelompok bapak-bapak, dan kelompok remajalpemuda. Masing-masing kelompok memiliki organisasi dan pengurus tersendiri sesuai dengan susunan organisasi yang kita kenal yaitu ada ketua, sekretaris, dan bendahara. Masing-masing kelompok memiliki kas sendiri bagi kegiatan mereka. Kegiatan mereka umumnya berkaitan dengan kegiatan keagamaan, dana yang dikumpulkan adalah untuk menyokong kegiatan natal, kunjungan antar umat di daerahdaerah yang berbeda. Selain itu juga dana diperlukan untuk diserahkan bagi pembangunan gereja dan segala kegiatannya. Meskipun untuk keperluan ini, gereja memiliki lahan pertanian sendiri. Sedang yang merawat dan mengolahnya adalah seluruh umat secara bergotong royong, dalam pelaksanaannya tidak berbeda dengan cara pembagian dalam kegiatan berkebun ubi jalar. Untuk pengumpulan dana masing-masing kelompok memiliki hari tersendiri sebagai jadwal kerja gotong royong yang hasilnya untuk kas kelompok. Pada hari-hari tertentu tersebut mereka bekerja bergotong royong di lahan petani yang mengundang mereka dengan imbalan satu hari untuk satu petak kebun (% ha) mereka memperoleh imbalan sebesar Rp. 5.000,-. Atau kelompok remaja bersama-sama mencari ikan untuk dijual di pasar dan hasilnya untuk kas kelompok. Hari kej a bakti bagi masing-masing kelompok adalah: 1. Kelompok ibu-ibu : hari Jumat 2. Kelompok bapak-bapak: hari Sabtu
3. Kelompok remaja: hari Kamis Tetapi bila diperlukan mereka juga dapat bekerja di hari-hari lain, sesuai dengan kebutuhan. Kepemimpinan dalam kelompok ini sudah mengacu pada gereja, artinya mengakui adanya Kain gereja, dan Kain yang pandai berbicara sebagai perantara dengan pemerintah. Kepemimpinan Metek sudah tidak diterapkan lagi. Salah satu responden dari kelompok Kingmi adalah seorang Metek jelasnya Ap-eki dari Wim-aila, tetapi sudah tidak lagi menerima posisi tersebut. Untuk kondisi seperti ini mereka melepaskan kedudukkannya kepada kaum kerabatnya yang masih mengikuti sistem tradisional tersebut. Jadi sebenarnya tidak menghilang tetapi mereka melepaskan untuk diserahkan pada kaum kerabat yang masih mempertahankan tradisi.
Dalam ha1 benda-benda adat, meskipun mereka mengakui telah memusnahkannya tetapi sebenarnya tidak seluruhnya benar. Beberapa benda adat memang dimusnahkan, tetapi kaneke sebagai benda adat utama, yaitu jati diri orang Dani tidaklah dimusnahkan. Mereka menyatakan untuk kaneke mereka tidak akan memusnahkannya karena merupakan peninggalan leluhur dan memberikan identitas bagi orang Dani. Sebagai jalan keluar maka mereka menyerahkannya kepada kerabat yang masih memelihara adat-istiadat. Penyerahan ini tidak hanya bendanya atau kaneke saja, tetapi keseluruhan sistem yang memeliharanya yaitu penyerahan kaneke beserta honai adatnya. Dengan demikian keberadaan kelompoknya masih berlanjut. Prinsip wakunno masih diakui, yaitu ikatan antar kelompok masyarakat berdasarkan pada pemilikan tanah bersama. Tanah adalah milik bersarna dan penting dalam kehidupan masyarakat maka prinsip wakunno ini tidak dapat hilang begitu saja. Bagaimanapun hak seseorang untuk mengolah lahan pertanian didasarkan pada wakfinno. Meskipun seseorang bebas mengolah lahan pertanian di lembah Balim dengan persetujuan pemiliknya, tetapi selain ia berhak atas tanah warisan leluhurnya ia juga berkewajiban untuk memelihara dan menjaganya. Karenanya meskipun dalam kegiatan upacara adat mereka tidak lagi berpartisipasi tetapi dalarn ha1 penghitungan pemilikan dan kewajiban atas tanah komunal, tidak dapat ditinggalkan.
3.2.10. Perubahan di Desa Tulem Kelompok sosial tradisional masih dipertahankan meski terdapat intervensi dari gereja. Perubahan terjadi pada pelaksanaan upacara. Dalam setiap acara adat selalu diikuti oleh doa yang dipimpin pendeta yang diundang. Untuk kelompok di bawah pengaruh gereja Katolik beberapa acara adat digantikan dengan acara yang berkaitan dengan gereja sebagai berikut: 1. Upacara kelahiran digantikan dengan upacara pembaptisan.
2. Upacara inisiasi tetap dipertahankan, hanya waktu pelaksanaannya dipersingkat yaitu selama tiga hari, paling lama satu minggu.
3. Upacara perkawinan tetap dipertahankan dengan tambahan kehadiran seorang pendeta pada pelaksanaan pengucapan janji pernikahan. Sebagian masyarakat pergi ke gereja, sebagian lagi mengundang pendeta ke tempat upacara akan dilaksanakan (pihak wanita). 4. Upacara Kematian tetap dipertahankan ditambah dengan kehadiran seorang pendeta. Abu mayat tidak lagi disimpan di oak-leget melainkan dikubur di tempat dimana mereka membakarnya, sebagian lagi menguburnya di lokasi dimana biasanya mereka membangun oak-leget.
5. Upacara panen dan upacara kesuburan juga tidak jauh berbeda hanya di tambah kehadiran seorang pendeta atau gembala gereja.
6. Upacara besar mauwe dipertahankan hanya waktu pelaksanaannya sering bersamaan dengan peringatan natal Dalam tiap acara adat tersebut tata cara upacara tidak berbeda selalu melibatkan babi dan ubi jalar. Dari beberapa informasi dinyatakan bahwa pendeta-pendeta Katolik memanfaatkan ciarah babi dalam beberapa upacara adat untuk pensucian. Tetapi ha1 ini belum pernah dijumpai baik di Tulem atau pun di Wamena (pada upacara pembaptisan, kematian, dan kesuburan). Pada kelompok di bawah pengaruh gereja Kingmi, semua acara adat ditiadakan diganti dengan doa. Upacara inisiasi juga tidak dilakukan digantikan dengan peringatan hari kelahiran (ulang tahun) yang biasanya diselenggarakan di rumah atau di gereja. Gereja Kingmi juga amat berperan dalam kegiatan pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan keterl ibatan gereja dalam kegiatan ekonomi. Karena bekerja merupakan bagian dari pengabdian terhadap gereja (atau agama). Pengabdian ini didasarkan pada prinsip bahwa untuk hidup sejahtera seseorang hams bekerja dengan baik agar dapat memberikan hasil yang baik. Dari hasil tersebut maka suatu kewajiban bagi umat untuk menyumbangkan atau membaginya dengan gereja agar terberkati. Di Tulem bagi gereja disediakan sebidang lahan baik lahan kering maupun lahan basah. Lahan tersebut dikerjakan bersama seluruh umat, untuk lahan kering dalam pembagian tanggung jawab sesuai dengan sistem yang berlaku, yaitu masing-masing individu bertanggung jawab atas sepetak (satu bedeng) lahan untuk diolah. Sedangkan lahan basah, untuk sawah seluas !h hektar disediakan bagi gereja. Pengolahannya dikerjakan bersama secara bergilir sesuai dengan waktu yang tersedia. Selain itu, umat juga memberikan sebagian kecil hasil pertanian mereka. Hasil kebun ubi jalar biasanya pada saat panen pertama dari satu musim tanam, sejumlah kecil disumbangkan untuk gereja, biasanya satu noken (5-6 Kg) ubi jalar dari kualitas yang terbaik. Hasil dari sawah, jumlah yang disumbangkan pada gereja ditentukan melalui musyawarah setiap musim panen dan disesuaikan dengan hasil yang diperoleh pada saat itu. Pada tahun 1993, 5 % dari beras yang dihasilkan disumbangkan kepada gereja (Dyah, Darrnajana & Sukirno 1994: 163). Sedang pada tahun 1995 jumlah beras yang disumbangkan ke gereja adalah 3 %. Hasil dari sumbangan-sumbangan tersebut adalah untuk keperluan gereja dan kegiatannya. Disamping itu juga sering diselenggarakan pengumpulan dana dimana seluruh umat menyumbangkan hasil pertanian mereka. Kegiatan seperti ini diselenggarakan bila dibutuhkan sejumlah besar dana untuk membangun gereja atau memperbaiki dan mengembangkan gereja. Untuk kegiatan pengumpulan dana, diiaksanakan baik oleh gereja Katolik maupun Kingmi. Sedangkan sumbangan rutin tidak dituntut oleh gereja Katolik. Sumbangan yang diberikan dalam
ha1 ini secara sukarela. Tetapi secara umum, terdapat suatu kebiasaan pada masyarakat Dani yaitu pada panen perdana kebun ubi jalar hasilnya dibagi-bagikan kepada kerabat, tetangga, anggota konfederasi, anggota aliansi, termasuk juga gereja. Dari uraian di atas dapat digambarkan secara garis besar perbedaan antara kelompok Kingmi dan Katolik, sebagai berikut:
Kelom~okSosial : 1. Kaneke 2. Wakunno 3. Awarek Keoemimoinan : 1. Metek 2. Kain Keaiatan Ritual : I.Waro Leget 2. Perkawinan 3. Kelahiran 4. lnisiasi 5. Mauwe 6. Kesuburan
KATOLIK
KlNGMl (GKII)
ada ada ada
tidak ada ada tidak ada
ada ada
tidak ada ada
ada adat & gereja adat & baptis adat & gereja ada adat & gereja
tidak ada gereja baptis tidak ada natal doalgereja
Perbedaan antara orang Dani secara umum dengan orang Dani Tulem tidaklah mendasar. Perbedaan terdapat pada beberapa istilah dun dalam tatacara upacara adat. Yang penting dari perbedaan yang ada adalah aturan dalam posisi kepemimpinan metek yang menunjukkan bahwa musing-musing kelompok masyarakar mengembangkan upaya sendiri untuk mempertahankan keberadaan kelompoknya. Juga yang penting dalam perbedaan yang ada adalah dalam pemaknaan upacara inisiusi bagi anak laki-laki, mengingat bersumber dari mitos yang sama. Orang Tulem menerapkan tata cara leluhur yang bersumber dari mitos Naraekul, dimana inisiasi adalah pensucian waya dan hanya anak-anak waya yang terlibat. Sedang orang Dani sekitar kota Wamena karena banyaknya kontak dengan kebudayaan luar meskipun bersumber dari mitos yang sama tetapi dalam penerapannya lebih bersifat praktis. Dalam ha1 ini pemaknaan up-waya tidak hanya pensucian melainkan pada pendewasaan dun pengenalan tugas laki-laki dewasa, sehingga tidak hanya anak laki-laki waya yang diinisiasikan melainkan melibatkan anak lakiIaki wita. Untuk menyesuaikan dengan mitos, maka anak-anak wita di wayakan dahulu agar dapat
mengikuti upacara ap-waya, setelah selesai mereka kembali menjadi wita. Secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut:
DAN1 TULEM DAN1 Omanisasi Sosial : perantara pemerintah & gereja perantara pemerintah Kepemimpinan Kain Kepemimpinan Metek pasangan ukul pasangan ukul -. aturan hurek - metek tidak ada kemenakan - ami -. aturan hurek - wouk ap - itikmo ap - halitik -. istilah hurek Uoacara Ritual : waya waya dan wita Ap - waya pensucian waya pensucian waya & pendewasaar Makna Ap waya
-
-
-